PERJANJIAN TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA TABEL DAFTAR ISI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERJANJIAN TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA TABEL DAFTAR ISI"

Transkripsi

1 PERJANJIAN TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA TABEL DAFTAR ISI Pasal Pasal 1 Pasal 2 Pasal 3 Pasal 4 Pasal 5 Pasal 6 Pasal 7 Pasal 8 Pasal 9 Pasal 10 Pasal 11 Pasal 12 Pasal 13 Pasal 14 Pasal 15 Pasal 16 Pasal 17 Pasal 18 Pasal 19 Pasal 20 Pasal 21 Pasal 22 Pasal 23 Pasal 24 Pasal 25 Pasal 26 Pasal 27 Pasal 28 Pasal 29 Pasal 30 Pasal 31 Pasal 32 Tentang Ruang Lingkup Bantuan Pembatasan Pemberlakuan Pembatasan Bantuan Penunjukan Otoritas Pusat Bentuk Permintaan Isi Permintaan Pelaksanaan Permintaan Pembatasan Penggunaan Bukti yang Diperoleh Perlindungan Kerahasiaan Perolehan Pernyataan Sukarela Perolehan Alat Bukti Hak Untuk Menolak Memberikan Alat Bukti Ketentuan Mengenai Dokumen dan Catatan Lain yang Tersedia Untuk Umum Kehadiran Orang Di Pihak Peminta Kehadiran Seorang Tahanan di Pihak Peminta Jaminan Keselamatan Transit Orang-Orang yang Berada Dalam Tahanan Penggeledahan dan Penyitaan Pengembalian Barang Bukti Mencari Keberadaan atau Mengidentifikasi Orang Penyampaian Dokumen Bantuan Dalam Proses Perampasan Kesesuaian Dengan Peraturan Lain Pengesahan dan Otentikasi Biaya Konsultasi Amandemen Penyelesaian Perselisihan Pensyaratan Penandatanganan, Ratifikasi, Aksesi, Penyimpanan dan Pendaftaran Mulai Berlaku, Penerapan dan Penghentian Penyimpanan Perjanjian 1

2 PERJANJIAN TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA Pemerintah Brunei Darussalam, Kerajaan Kamboja, Republik Indonesia, Republik Demokratik Rakyat Laos, Malaysia, Republik Philipina, Republik Singapura dan Republik Sosialis Vietnam (untuk selanjutnya disebut Pihak" dan secara bersama-sama disebut "Para Pihak"): BERMAKSUD meningkatkan efektifitas lembaga penegak hukum Para Pihak dalam pencegahan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana melalui kerjasama dan bantuan timbal balik dalam masalah pidana, TELAH MENYETUJUI sebagai berikut: PASAL 1 RUANG LINGKUP BANTUAN 1. Berdasarkan perjanjian ini dan sesuai ketentuan hukum nasional masing-masing Pihak, Para Pihak akan saling memberikan seluas mungkin upaya bantuan timbal balik dalam masalah pidana, meliputi penyidikan, penuntutan dan proses peradilan. 2. Bantuan Timbal Batik yang diberikan dalam Perjanjian ini meliputi: (a) pengambilan bukti atau pernyataan dari seseorang; (b) pengaturan agar seseorang dapat memberi bukti atau membantu dalam proses perkara pidana; (c) penyampaian dokumen-dokumen yang berkaitan dengan proses peradilan; (d) tindakan penggeledahan dan penyitaan; (e) tindakan penyelidikan atas suatu objek dan tempat; (f) penyerahan dokumen asli atau salinan yang dilegalisir, catatan dan barang bukti; (g) melakukan identifikasi atau penelusuran harta benda yang diperoleh dari tindak pidana dan benda-benda yang digunakan untuk melakukan tindak pidana; (h) pemblokiran dan penyitaan harta kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana yang dapat disita atau dirampas; (i) perampasan dan pengembalian harta kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana; (j) pencarian dan identifikasi saksi dan tersangka; (k) pemberian bantuan lainnya yang disepakati dan sesuai dengan tujuan perjanjian ini dan ketentuan hukum dan peraturan perundangan Pihak Diminta. 3. Perjanjian ini hanya berlaku untuk pengaturan bantuan timbal balik diantara Para Pihak. Ketentuan pada perjanjian ini tidak akan menimbulkan hak apapun bagi perseorangan untuk mendapatkan, menekan atau mengeluarkan suatu bukti atau untuk menghalangi pelaksanaan suatu permintaan bantuan. 4. Dalam perjanjian ini yang dimaksud dengan "alat untuk melakukan tindak pidana" adalah benda-benda yang digunakan dalam melakukan tindak pidana atau benda lain yang memiliki kegunaan yang sama dengan benda tersebut. PASAL 2 PEMBATASAN PEMBERLAKUAN 1. Perjanjian ini tidak berlaku untuk: (a) penangkapan atau penahanan dengan maksud untuk ekstradisi atau penyerahan seseorang; (b) pelaksanaan putusan pidana di Pihak Diminta yang dijatuhkan di Pihak Peminta, kecuali diperbolehkan oleh peraturan perundang-undangan Pihak Diminta; 2

3 (c) pemindahan narapidana; dan (d) pemindahan penanganan perkara pidana. 2. Perjanjian ini tidak memberikan kewenangan kepada suatu Pihak untuk melaksanakan yurisdiksinya di wilayah Pihak lain dan penyelenggaraan suatu fungsi yang secara khusus merupakan kewenangan dari Pihak lain berdasar hukum Pihaknya, diwilayah Pihak-Pihak lain. PASAL 3 PEMBATASAN BANTUAN 1. Pihak Diminta harus menolak permintaan bantuan, jika menurut pendapatnya: (a) permintaan berkaitan dengan penyidikan, penuntutan atau pemidanaan atas orang yang diduga telah melakukan tindak pidana yang memiliki latar belakang politik; (b) permintaan berkaitan dengan penyidikan, penuntutan atau pemidanaan atas seseorang yang diduga melakukan tindak pidana yang, apabila terjadi di Pihak Diminta, berdasarkan hukum Pihak Diminta merupakan tindak pidana militer yang juga bukan tindak pidana berdasarkan undang-undang pidana umum dari Pihak Diminta; (c) terdapat alasan kuat, bahwa permintaan penyidikan, penuntutan atau pemidanaan dapat menyebabkan prasangka terhadap seseorang karena alasan suku bangsa, agama, jenis kelamin, adat istiadat, kewargapihakan, atau pandangan politik; (d) permintaan berkaitan dengan penyidikan, penuntutan atau pemidanaan seseorang untuk suatu tindak pidana, apabila orang tersebut: i. telah dihukum, dibebaskan oleh pengadilan atau diberi grasi oleh pihak yang berwenang di Pihak Peminta atau Diminta; atau ii. telah menjalani hukuman yang dijatuhkan berdasarkan hukum di Pihak Peminta atau Diminta tersebut, mengingat bahwa tindak pidana tersebut atau tindak pidana lainnya merupakan perbuatan yang sama atau kelalaian sebagaimana kejahatan sebelumnya; (e) permintaan yang berkaitan dengan penyidikan, penuntutan atau pemidanaan terhadap seseorang dalam hal orang tersebut melakukan perbuatan atau tindakan, jika perbuatan atau tindakan tersebut terjadi pada Pihak Diminta, tidak ditetapkan sebagai suatu kejahatan yang bertentangan hukum Pihak Diminta, kecuali Pihak Diminta berdasarkan hukum nasionalnya dapat memberikan bantuan sekalipun tidak terpenuhinya prinsip 'double criminality'; (f) pemberian bantuan akan mempengaruhi kedaulatan, keamanan, peraturan perundang-undangan, atau kepentingan umum utama lainnya dari Pihak Diminta; (g) Pihak Peminta tidak dapat menjanjikan akan memenuhi permintaan yang sama di masa yang akan datang dari Pihak Diminta;. (h) Pihak Peminta tidak dapat menjanjikan bahwa hal-hal yang diminta tidak akan dipergunakan untuk tujuan lain selain yang berkaitan dengan tindak pidana yang dimaksud dalam permintaan dan Pihak Diminta tidak menyetujui untuk mengabaikan hal tersebut; (i) Pihak Peminta tidak dapat menjanjikan untuk mengembalikan setiap barang yang diperoleh atas permintaan kepada Pihak Diminta; (j) pemberian bantuan dapat merugikan penanganan perkara pidana di Pihak-Pihak Diminta; atau (k) pemberian bantuan memberikan proses yang bertentangan dengan hukum nasional dari Pihak Diminta. 2. Pihak Diminta dapat menolak bantuan jika, menurut pendapatnya: (a) Pihak Peminta telah, berkaitan dengan permintaan tersebut, gagal memenuhi isi ketentuan dalam Perjanjian ini atau pengaturan lainnya yang terkait; 3

4 (b) pemberian bantuan akan, atau mungkin akan merugikan keselamatan seseorang, baik orang itu berada didalam atau diluar wilayah Pihak Diminta; atau (c) pemberian bantuan, akan menimbulkan beban berlebih bagi sumber daya yang ada di Pihak Diminta. 3. Untuk maksud paragraf 1 (a), tindak pidana berikut tidak dianggap sebagai suatu tindak pidana yang bersifat politik: (a) tindak pidana yang mengancam jiwa atau diri seorang Kepala Pihak atau anggota keluarga dekat dari Kepala Pihak; (b) tindak pidana yang mengancam kehidupan atau diri seorang Kepala Pemerintah Pusat, atau Menteri dari Pemerintah pusat; (c) tindak pidana yang termasuk dalam lingkup konvensi internasional dimana Pihak Peminta maupun Pihak Diminta menjadi pihak dan memberikan kewajiban kepada para Pihak-pihak baik untuk mengekstradisi atau menuntut seseorang yang dituduh melakukan tindak pidana tersebut; dan (d) setiap percobaan, pembantuan atau permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dalam huruf (a) sampai huruf (c). 4. Pihak Diminta dapat membatasi penerapan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat 3 sepanjang Pihak Peminta telah mempunyai ketentuan serupa dalam hukum nasionalnya. 5. Bantuan tidak ditolak semata-mata dengan alasan kerahasiaan bank dan lembaga keuangan sejenis atau bahwa tindak pidana tersebut dianggap melibatkan masalah fiskal. 6. Pihak Diminta dapat menunda pelaksanaan permintaan apabila pelaksanaan dilakukan segera akan mempengaruhi proses penanganan perkara pidana yang sedang berjalan di Pihak Diminta. 7. Sebelum penolakan suatu permintaan atau penundaan pelaksanaan berdasarkan pasal ini, Pihak Diminta mempertimbangkan apakah bantuan dapat diberikan sesuai dengan syaratsyarat tertentu. 8. Apabila Pihak Peminta menyetujui bantuan dengan tunduk pada syarat dan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 7, Pihak Peminta harus memenuhi ketentuan dan syaratsyarat tersebut. 9. Apabila Pihak Diminta menolak atau menunda bantuan, segera memberi tahu Pihak Peminta mengenai alasan penolakan atau penundaan tersebut. 10. Para Pihak, dengan tunduk pada hukum nasionalnya masing-masing, saling memberi bantuan untuk tindak pidana yang sama dengan tidak memperhatikan hukuman yang dijatuhkan. PASAL 4 PENUNJUKAN OTORITAS PUSAT 1. Setiap Pihak menunjuk suatu Otoritas Pusat untuk membuat dan menerima permintaan sesuai dengan Perjanjian ini. 2. Penunjukan Otoritas Pusat dilakukan pada saat penyimpanan naskah ratifikasi, penerimaan, persetujuan atau aksesi terhadap Perjanjian ini. 3. Setiap Pihak sesegera mungkin memberi tahu pihak lainnya setiap perubahan dalam penunjukan Otoritas Pusatnya. 4. Otoritas Pusat berkomunikasi langsung satu sama lain tetapi dapat, apabila mereka memilih, berkomunikasi melalui saluran diplomatik. PASAL 5 BENTUK PERMINTAAN 1. Permintaan bantuan dibuat dalam bentuk tertulis atau, apabila dimungkinkan, dalam bentuk apapun yang memungkinkan Pihak Diminta menyusun catatan tertulis dari permintaan resmi. Dalam keadaan mendesak dan apabila diizinkan oleh hukum Pihak Diminta, 4

5 permintaan dapat disampaikan secara lisan, tetapi dalam hal demikian permintaan tertulis harus dikonfirmasikan dalam waktu 5 hari. 2. Otoritas Pusat menangani penyampaian semua permintaan dan setiap komunikasi terkait. Dalam keadaan mendesak dan jika diizinkan oleh hukum Pihak Diminta, permintaan dan setiap komunikasi terkait dapat disampaikan melalui lnternational Criminal Police Organization (INTERPOL) atau the Southeast Asian Police Organization (ASEANAPOL). PASAL 6 ISI PERMINTAAN 1. Suatu permintaan bantuan dalam masalah pidana harus berisi informasi sedemikian rupa yang diperlukan Pihak Diminta untuk melaksanakan permintaan, meliputi: (a) nama instansi peminta dan otoritas yang berwenang melaksanakan penyidikan atau pemeriksaan perkara pidana yang terkait dengan permintaan tersebut; (b) maksud permintaan dan bentuk bantuan yang diminta; (c) uraian mengenai jenis tindak pidana dan status perkara saat ini dan pernyataan yang berisi ringkasan dari fakta dan hukum yang relevan; (d) uraian tindak pidana yang terkait dengan permintaan, termasuk ancaman maksimum hukuman; (e) uraian fakta-fakta yang diduga telah menimbulkan tindak pidana dan pernyataan atau bunyi ketentuan hukum yang relevan; (f) uraian tentang perbuatan atau pembiaran atau masalah-masalah pokok yang diduga atau diharapkan diketahui; (g) uraian mengenai bukti, informasi atau bantuan lain yang diminta; (h) alasan-alasan untuk dan rincian prosedur khusus atau persyaratan tertentu atau persyaratan-persyaratan yang diharapkan diikuti oleh Pihak Peminta; (i) spesifikasi batas waktu pemenuhan permintaan yang diinginkan; (j) persyaratan khusus untuk menjaga kerahasiaan dan alasannya; dan (k) informasi lain atau tindakan yang mungkin dipersyaratkan oleh hukum nasional Pihak Diminta atau hal-hal lain yang diperlukan untuk pelaksanaan permintaan 2. Permintaan bantuan dapat juga, sepanjang diperlukan, berisi informasi sebagai berikut: (a) identitas, kewargapihakan dan keberadaan orang atau orang yang menjadi subjek penyidikan atau proses penanganan perkara pidana; (b) identitas dan keberadaan setiap orang yang memiliki bukti yang diharapkan; (c) identitas dan keberadaan orang yang akan diserahkan, hubungan orang tersebut dengan proses penanganan perkara pidana, dan cara pelaksanaan penyerahannya; (d) informasi mengenai identitas dan lokasi orang yang dicari; (e) uraian mengenai cara bagaimana kesaksian atau pernyataan akan diambil dan dicatat; (f) daftar pertanyaan yang akan ditanyakan kepada saksi; (g) uraian dokumen, catatan atau alat bukti yang akan dibuat serta uraian mengenai orang yang tepat untuk diminta membuatnya dan, sepanjang tidak diatur sebaliknya, bentuk penggandaan dan otentikasi yang diperbolehkan; (h) suatu pernyataan tentang apakah diperlukan bukti tersumpah atau bukti yang dikuatkan atau pernyataan; (i) Uraian tentang harta kekayaan, aset atau barang yang terkait dengan permintaan, termasuk ciri-ciri dan keberadaannya; dan (j) penetapan pengadilan yang terkait dengan bantuan yang diminta dan pernyataan yang berkaitan dengan finalnya penetapan tersebut. 3. Permintaan, dokumen pendukung dan komunikasi lainnya yang dibuat menurut perjanjian ini, harus dibuat dalam bahasa Inggris, dan,apabila diperlukan disertai dengan terjemahan bahasa Pihak Diminta atau bahasa lain yang dapat diterima oleh Pihak Diminta. 5

6 4. Jika Pihak Diminta menganggap bahwa informasi dalam permintaan tidak cukup untuk dapat memenuhi permintaan, Pihak Diminta dapat meminta informasi tambahan. Pihak Peminta menyampaikan informasi tambahan sebagaimana yang diperlukan oleh Pihak Peminta untuk dapat memenuhi permintaan. PASAL 7 PELAKSANAAN PERMINTAAN 1. Pelaksanaan Permintaan bantuan dilaksanakan secepatnya menurut cara yang diatur oleh hukum dan praktek di Pihak Diminta. Dengan tunduk pada praktek dan hukum nasional, Pihak Diminta melaksanakan permintaan dengan cara sebagaimana ditentukan oleh Pihak Peminta. 2. Pihak Diminta, apabila diminta dan sesuai dengan hukum nasional dan prakteknya, membuat pengaturan-pengaturan yang diperlukan untuk mewakili Pihak Peminta di Pihak Diminta dalam proses penanganan perkara pidana yang timbul dari permintaan bantuan dan mewakili kepentingan Pihak Peminta. 3. Pihak Diminta sesegera mungkin menjawab pertanyaan yang wajar dari Pihak Peminta tentang kemajuan pelaksanaan permintaan. 4. Pihak Diminta dapat meminta Pihak Peminta untuk memberikan informasi dalam bentuk yang diperlukan agar dapat melaksanakan permintaan atau untuk melakukan Iangkah- Iangkah yang diperlukan sesuai dengan praktek dan hukum nasional Pihak Diminta guna memenuhi permintaan yang diterima dari Pihak Peminta. PASAL 8 PEMBATASAN PENGGUNAAN BUKTI YANG DIPEROLEH 1. Pihak Peminta tidak boleh, tanpa persetujuan Pihak Diminta dan sesuai dengan persyaratan-persyaratan yang dianggap perlu oleh Pihak Diminta, menggunakan atau membuka atau memberikan informasi atau bukti yang diberikan oleh Pihak Diminta untuk maksud selain yang dinyatakan dalam permintaan. 2. Dengan tidak mengesampingkan ayat 1, dalam hal terjadi perubahan tuduhan, informasi atau bukti yang diperoleh dapat digunakan, dengan persetujuan terlebih dahulu dari Pihak Diminta, sepanjang tindak pidana, sebagaimana dituduhkan, adalah tindak pidana yang berkaitan dengan bantuan timbal batik yang dapat diberikan menurut Perjanjian ini, dan yang dibuat berdasarkan fakta-fakta dalam permintaan yang diajukan. PASAL 9 PERLINDUNGAN KERAHASIAAN 1. Pihak Diminta, dengan tunduk pada hukum nasionalnya, mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menjaga kerahasiaan permintaan bantuan, isi dan dokumen pendukungnya, pemberian bantuan dan setiap langkah yang diambil sesuai permintaan tersebut. Apabila permintaan tidak dapat dilaksanakan tanpa membuka kerahasiaan yang diperlukan, Pihak Diminta harus memberitahukan kepada Pihak Peminta yang selanjutnya menetapkan apakah permintaan harus tetap dilaksanakan. 2. Pihak Peminta, dengan tunduk pada hukum nasionalnya, mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk: (a) menjaga kerahasiaan informasi dan bukti yang diberikan oleh Pihak Diminta, kecuali sepanjang bukti dan informasi tersebut diperlukan untuk maksud yang diuraikan dalam permintaan; dan (b) menjamin bahwa informasi dan bukti dilindungi dari kehilangan dan akses yang tanpa ijin, penggunaan, modifikasi, pembukaan atau penyalahgunaan lainnya. PASAL 10 PEROLEHAN PERNYATAAN SUKARELA 6

7 Apabila permintaan dibuat untuk memperoleh pernyataan dari seseorang untuk tujuan penanganan tindak pidana di Pihak Peminta, Pihak Diminta berusaha memperoleh pernyataan tersebut, dengan persetujuan orang yang bersangkutan. PASAL 11 PEROLEHAN ALAT BUKTI 1. Pihak Diminta, sesuai dengan hukum nasionalnya, berupaya untuk memperoleh alat bukti, meliputi kesaksian dibawah sumpah atau dikuatkan, dokumen atau catatan yang didapat atau diperoleh dari saksi-saksi untuk tujuan penanganan tindak pidana guna disampaikan kepada Pihak Peminta. 2. Dalam hal kesaksian dibawah sumpah atau pernyataan yang ditandatangani diperoleh berdasarkan Pasal ini, para pihak terkait dengan proses penanganan tindak pidana di Pihak Peminta atau kuasa hukumnya dapat, sesuai dengan hukum, nasional Pihak Diminta, hadir dan mengajukan pertanyaan kepada orang yang memberikan alat bukti tersebut. 3. Tidak ada situ ketentuan pun dalam Pasal ini yang melarang penggunaan saluran video langsung atau televisi langsung atau fasilitas komunikasi lainnya yang layak sesuai dengan praktek dan hukum Pihak Diminta untuk tujuan pelaksanaan Pasal ini apabila hal ini memudahkan untuk kepentingan peradilan. PASAL 12 HAK UNTUK MENOLAK MEMBERIKAN ALAT BUKTI 1. Seseorang yang diminta memberikan kesaksian di bawah sumpah atau yang dikuatkan atau membuat dokumen catatan atau bukti lain berdasarkan Pasal 11 Perjanjian ini di Pihak Diminta sehubungan dengan satu permintaan dapat menolak untuk melakukannya apabila: (a) hukum Pihak Diminta mengizinkan atau mewajibkan orang tersebut untuk menolak melakukannya dalam keadaan yang sama apabila hal tersebut terjadi di Pihak Diminta; atau (b) hukum Pihak Peminta mengizinkan atau mewajibkan orang tersebut untuk menolak melakukannya dalam keadaan yang sama apabila hal tersebut terjadi di Pihak Peminta. 2. Apabila seseorang mengajukan keberatan bahwa terdapat hak untuk menolak memberikan kesaksian dibawahi sumpah atau yang dikuatkan atau membuat dokumen, catatan atau bukti lain sesuai Pasal 11 Perjanjian ini berdasarkan hukum Pihak Peminta, apabila diminta, Pihak Peminta memberikan surat keterangan kepada Pihak Diminta mengenai ada atau tidaknya hak tersebut. PASAL 13 KETENTUAN MENGENAI DOKUMEN DAN CATATAN LAIN YANG TERSEDIA UNTUK UMUM 1. Pihak Diminta memberikan kepada Pihak Peminta salinan dokumen atau catatan lain yang tersedia untuk umum'yang dimiliki oleh departemen dan lembaga pemerintah. 2. Pihak Diminta dapat, dengan tunduk pada praktek dan hukum nasionalnya, memberikan kepada Pihak Peminta salinan setiap dokumen atau catatan yang dimilik oleh departemen dan lembaga pemerintah yang tidak tersedia untuk umum. Pihak Diminta dapat atas diskresinya menolak, seluruhnya atau sebagian, suatu permintaan berdasarkan ayat ini. PASAL 14 KEHADIRAN ORANG DI PIHAK PEMINTA 1. Pihak Diminta dapat, sesuai dengan hukum nasional dan prakteknya membantu kehadiran seseorang dan Pihak Diminta, atas persetujuan orang yang bersangkutan, di Pihak Peminta untuk: (a) membantu penyidikan yang berkaitan dengan tindak pidana di Pihak Peminta; atau 7

8 (b) hadir dalam proses acara yang berkaitan dengan penanganan perkara pidana di Pihak Peminta kecuali orang tersebut adalah tertuduh. 2. Pihak Diminta, apabila jaminan keselamatan orang tersebut dapat dipenuhi oleh Pihak Peminta, mengundang orang tersebut untuk memberikan atau menyerahkan bukti atau bantuan yang berkaitan dengan suatu perkara pidana di Pihak Peminta. Orang tersebut diberi tahu mengenai biaya-biaya atau pengeluaran yang dapat dibayarkan. 3. Pihak Diminta segera memberi tahu Pihak Peminta mengenai tanggapan dari orang tersebut dan, apabila orang tersebut menyetujui, mengambil langkah-langkah yang memudahkan kehadiran orang tersebut di Pihak Peminta. 4. Tidak ada satu ketentuan pun dalam Pasal ini yang melarang penggunaan saluran video langsung atau televisi langsung atau fasilitas komunikasi lainnya yang layak sesuai dengan praktek dan hukum,pihak Diminta untuk tujuan pelaksanaan Pasal ini apabila hal ini memudahkan untuk kepentingan peradilan. PASAL 15 KEHADIRAN SEORANG TAHANAN DI PIHAK PEMINTA 1. Pihak Diminta dapat, sesuai dengan hukum nasional dan prakteknya, menyetujui untuk mengizinkan seseorang yang berada dalam tahanan di Pihak Diminta, atas persetujuan yang bersangkutan, untuk dialihkan sementara ke Pihak Peminta guna memberikan bukti atau untuk membantu penyidikan. 2. Dalam hal orang yang dialihkan diminta untuk berada dalam tahanan menurut hukum Pihak Peminta, Pihak Peminta harus menempatkan orang tersebut dalam tahanan dan mengembalikan orang tersebut ke dalam tahanan Pihak Diminta setelah selesai hal-hal yang berkaitan dengan pengalihan yang diminta atau segera setelah kehadiran orang tersebut tidak diperlukan lagi. 3. Dalam hal Pihak Diminta menyarankan Pihak Peminta bahwa orang yang dialihkan tersebut tidak perlu lagi ditempatkan dalam tahanan, orang tersebut harus dilepaskan dari tahanan dan diperlakukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 Perjanjian ini, 4. Pihak Peminta tidak boleh meminta Pihak Diminta untuk memprakarsai proses ekstradisi untuk pengembalian orang yang dialihkan tersebut. 5. Jangka waktu selama orang tersebut berada dalam tahanan di Pihak Peminta harus diperhitungkan terhadap masa hukuman penjara atau penahanan di Pihak Diminta. 6. Tidak ada pengalihan berdasarkan Pasal ini berlaku kecuali Pihak Peminta menjamin untuk: (a) menanggung dan bertanggung jawab atas semua biaya menghadirkan tahanan; (b) menempatkan orang tersebut dalam tahanan yang sah selama pengalih tahanannya; dan (c) mengembalikan orang tersebut dalam tahanan Pihak Diminta sesegera mungkin setelah kehadirannya dihadapan pihak berwenang atau pengadilan di Pihak Peminta tidak diperlukan lagi. 7. Tidak ada satu ketentuan pun dalam Pasal ini yang melarang penggunaan saluran video langsung atau televisi langsung atau fasilitas komunikasi lainnya yang layak sesuai dengan hukum dan praktek Pihak Diminta apabila hal ini mempercepat untuk kepentingan peradilan. PASAL 16 JAMINAN KESELAMATAN 1. Dengan tunduk pada ketentuan ayat 2, dalam hal seseorang hadir di Pihak Peminta berdasarkan permintaan yang dibuat sesuai Pasal 14 atau Pasal 15 Perjanjian ini: (a) orang tersebut tidak boleh ditahan, dituntut, dihukum atau dirampas kebebasan pribadinya di Pihak Peminta berkaitan dengan perbuatan atau pembiaran atau pemidanaan atas suatu tindak pidana melanggar hukum Pihak Peminta yang diduga telah dilakukan, atau dilakukan, sebelum keberangkatan orang tersebut dari Pihak Diminta; 8

9 (b) orang tersebut tidak boleh, tanpa persetujuannya, diminta memberikan bukti dalam setiap perkara pidana di Pihak, Pihak Peminta, selain dari perkara pidana yang diminta; atau (c) orang tersebut tidak boleh digugat dalam perkara perdata berkenaan dengan setiap perbuatan atau pembiaran yang diduga telah terjadi, atau terjadi, sebelum keberangkatan orang tersebut dari Pihak Diminta. 2. Ketentuan ayat 1 tidak berlaku dalam hal orang tersebut, meskipun telah dibebaskan dan diperbolehkan pergi, namun tidak meninggalkan Pihak Peminta dalam jangka waktu 15 had berturut-turut setelah orang tersebut secara resmi dinyatakan atau diberi tahu bahwa kehadirannya tidak diperlukan lagi atau, telah pergi, kemudian kembali secara sukarela, 3. Seorang yang hadir dihadapan hak berwenang atau pengadilan di Pihak Peminta berkenaan dengan permintaan yang dibuat berdasarkan Pasal 14 atau Pasal 15 Perjanjian ini, tidak dapat dituntut berdasarkan kesaksiannya, kecuali bahwa orang tersebut tunduk pada hukum Pihak Peminta sehubungan dengan penghinaan terhadap pengadilan (contempt of court) dan sumpah palsu. 4. Seseorang yang tidak bersedia untuk hadir di Pihak Peminta berkaitan dengan suatu permintaan yang dibuat berdasarkan Pasal 14 dan Pasal 15 Perjanjian ini tidak boleh, hanya dengan alasan penolakan tersebut atau tidak bersedianya, dikenai hukuman atau pertanggungjawaban atau [tuduhan apapun], [hanya karena alasan penolakan atau kegagalan pemilihan permohonan tersebut] PASAL 17 TRANSIT ORANG-ORANG YANG BERADA DALAM TAHANAN 1. Pihak Diminta dapat, sesuai dengan hukum nasional dan prakteknya, memberi kewenangan transit melalui wilayahnya seorang yang berada dalam tahanan, oleh Pihak Peminta atau Pihak ketiga, yang kehadiran dirinya telah dimintakan oleh Pihak Peminta berkaitan dengan perkara pidana. 2. Dalam hal pesawat udara, kapal laut atau kereta api yang digunakan untuk mengangkut orang tersebut mendarat atau berlabuh atau berhenti di Pihak Diminta, petugas pengawal atau pendamping dari Pihak Peminta atau, jika dimungkinkan, Pihak ketiga yang membantu Pihak Peminta mempermudah pengalihan, harus tetap bertanggung jawab atas penahanan orang tersebut selama dia transit di Pihak Diminta, kecuali ditentukan lain oleh Pihak Diminta 3. Dengan tidak mengurangi ketentuan ayat 2 dan jika Pihak Diminta menyetujui, orang yang dapat ditempatkan sementara dalam tahanan pihak berwenang Pihak Diminta sampai perjalanannya dilanjutkan. 4. Dalam hal seseorang yang berada dalam tahanan di Pihak Diminta sedang transit dan perjalanan orang tersebut tidak dapat dilanjutkan dalam waktu yang wajar, Pihak Diminta dapat memerintahkan orang tersebut dikembalikan ke Pihak darimana orang tersebut pertama kali dibawa. 5. Segala biaya dan pengeluaran yang dikeluarkan oleh Pihak Diminta berkaitan dengan ketentuan ayat 3 dan ayat 4 harus diganti oleh Pihak Peminta. PASAL 18 PENGGELEDAHAN DAN PENYITAAN 1. Pihak Diminta, sesuai dengan hukum nasionalnya, melaksanakan suatu permintaan penggeledahan, penyitaan dan penyerahan dokumen, catatan atau barang kepada Pihak Peminta apabila terdapat alasan kuat untuk meyakini bahwa dokumen, catatan atau barang tersebut berkaitan dengan suatu perkara pidana di Pihak Peminta. 2. Pihak Peminta memenuhi persyaratan yang diajukan oleh Pihak Diminta berkaitan dengan dokumen, catatan atau barang sitaan yang dapat diserahkan kepada Pihak Peminta, yang dianggap perlu oleh Pihak Diminta guna melindungi berbagai dokumen, catatan atau barang yang diserahkan. 9

10 3. Pihak Diminta sesegera mungkin memberi tahu Pihak Peminta hasil penggeledahan, tempat dan keadaan barang yang disita, dan penyimpanan selanjutnya atas dokumen, catatan atau barang yang disita. PASAL 19 PENGEMBALIAN ALAT BUKTI 1. Pihak Peminta, pada akhir penyelesaian perkara pidana berkaitan dengan permintaan bantuan yang dibuat, mengembalikan kepada Pihak Diminta setiap dokumen, catatan atau barang yang diserahkan kepada Pihak Peminta sesuai permintaan berdasarkan Perjanjian ini. 2. Dengan tidak mengurangi ketentuan ayat 1, Pihak Peminta setiap saat, atas permintaan, mengembalikan sementara kepada Pihak Diminta setiap dokumen, catatan atau barang yang diserahkan kepada Pihak Peminta sesuai dengan permintaan berdasarkan Perjanjian ini, jika hal tersebut diperlukan untuk suatu perkara pidana di Pihak Diminta. PASAL 20 MENCARI KEBERADAAN ATAU MENGIDENTIFlKASI ORANG Pihak Diminta, dengan tunduk pada Hukum nasionalnya, berupaya sebaik-baiknya untuk mengetahui keberadaan atau identitas seseorang yang disebutkan dalam permintaan dan yang diduga kuat berada dalam wilayahnya. PASAL 21 PENYAMPAIAN DOKUMEN 1. Pihak Diminta, sesuai dengan hukum nasionalnya, berupaya sebaik-baiknya untuk menyampaikan dokumen yang berkaitan dengan perkara pidana yang dikeluarkan oleh pengadilan di Pihak Peminta. 2. Pihak Peminta harus mengirim permintaan untuk penyampaian dokumen yang memerlukan jawaban atau tanggapan di Pihak Peminta paling lambat tiga puluh had sebelum jawaban atau tanggapan tersebut dijadwalkan. 3. Pihak Diminta harus mengembalikan bukti penyampaian dengan cara yang disetujui bersama oleh para Pihak yang bersangkutan. 4. Untuk maksud ketentuan ayat 3, yang dimaksud dengan 'bukti penyerahan' meliputi informasi yang berbentuk pernyataan tersumpah tentang kapan dan bagaimana dokumen tersebut disampaikan dan, apabila dimungkinkan, tanda terima yang ditandatangani oleh orang yang dialamatkan dan jika petugas pengirim tidak dapat menyampaikan dokumen tersebut, kenyataan dan alasan kegagalan penyampaian tersebut. PASAL 22 BANTUAN DALAM PROSES PERAMPASAN 1. Pihak Diminta, sesuai dengan hukum nasionalnya, berupaya untuk mengetahui keberadaan, menemukan, memblokir, membekukan, menyita, atau merampas harta kekayaan yang berasal dan tindak pidana dan alat-alat yang digunakan untuk melakukan tindak pidana dimana bantuan dapat diberikan dengan syarat bahwa Pihak Peminta menyediakan semua Informasi yang dianggap perlu oleh Pihak Diminta. 2. Dalam hal permintaan dibuat berdasarkan ketentuan ayat 1, permintaan disertai dengan asli surat perintah yang ditandatangani atau salinan yang disahkan sesuai dengan aslinya. 3. Suatu permintaan berdasarkan Pasal ini hanya berlaku untuk surat perintah dan putusan pengadilan yang dikeluarkan setelah Mulai berlakunya Perjanjian ini. 4. Sesuai dengan hukum nasional Pihak Diminta, harta kekayaan yang dirampas atau disita sesuai Pasal ini dapat ditambahkan kepada Pihak Peminta, kecuali disepakati lain dalam masing-masing kasus. 10

11 5. Pihak Diminta, sesuai dengan hukum nasionalnya, Sesuai dengan perjanjian dengan Pihak Peminta, menyerahkan ke Pihak Peminta bagian yang disepakati harta kekayaan yang dirampas berdasarkan Pasal ini setelah dikurangi biaya dan pengeluaran yang dikeluarkan oleh Pihak Diminta dalam rangka pelaksanaan perintah perampasan. PASAL 23 KESESUAIAN DENGAN PENGATURAN LAIN Tidak ada satu ketentuan pun dalam Perjanjian ini melarang para pihak saling memberikan bantuan berdasarkan perjanjian lain, pengaturan atau ketentuan hukum nasional mereka. PASAL 24 PENGESAHAN DAN OTENTIKASI 1. Tiap Pihak Pihak, atas permintaan, mengotentikasi setiap dokumen atau bahan lainnya untuk disampaikan kepada pihak lain berdasarkan Perjanjian ini. 2. Suatu dokumen dianggap otentik untuk maksud perjanjian ini jika: (a) dokumen tersebut ditandatangani atau disahkan oleh hakim, pengadilan atau petugas di atau dari Pihak pihak yang menyerahkan dokumen yang diberi kewenangan oleh hukum Pihak Pihak tersebut; dan (b) Salah satu dari: (i) dokumen tersebut diverifikasi dengan sumpah atau dikuatkan oleh seorang saksi, atau seorang petugas pemerintah dari Pihak Pihak tersebut; atau (ii) dokumen tersebut disegel dengan segel resmi dari Pihak Pihak atau Menteri, atau Departemen, atau pejabat pemerintah dari Pihak Pihak; 3. Tidak ada satu ketentuan pun dalam Pasal ini yang menghalangi pembuktian dari sesuatu hal atau keabsahan dari alat bukti dokumen berdasarkan hukum Pihak Peminta. 4. Sesuai dengan hukum nasional setiap Pihak: (a) suatu dokumen yang ditandatangani dengan tanda tangan digital atau elektronik sesuai dengan hukum Pihak terkait dianggap mengikat secara hukum sebagaimana dokumen yang ditandatangani dengan tulisan tangan, cap jempol atau tanda Iainnya; dan (b) suatu tanda tangan digital atau elektronik yang dibuat sesuai ketentuan hukum Pihak terkait dianggap sebagai tanda tangan yang mengikat secara hukum. PASAL 25 BIAYA 1. Pihak Diminta menanggung semua biaya umum yang terkait dengan pemenuhan permintaan sedangkan Pihak Peminta menanggung: (a) biaya pengacara yang disewa atas permintaan Pihak Peminta; (b) upah dan biaya untuk saksi-saksi ahli; (c) biaya penerjemahan, penafsiran dan transkrip; (d) biaya yang berkaitan dengan pemindahan orang ke atau dari wilayah Pihak Diminta dan upah, uang saku dan biaya yang dapat dibayarkan kepada orang terkait selama orang tersebut berada di Pihak Peminta berkaitan dengan permintaan yang dibuat berdasarkan Pasal 14 atau Pasal 15 Perjanjian ini; dan (e) biaya yang berkaitan dengan pengiriman petugas pengawal atau pendamping. 2. Biaya penggunaan saluran video langsung atau televisi atau fasilitas komunikasi lain yang layak, biaya yang berkaitan dengan pelayanan saluran video langsung atau televisi atau fasilitas komunikasi lain, upah penerjemah yang diberikan oleh Pihak Diminta dan uang saku para saksi dan biaya perjalanan mereka di Pihak Diminta, diganti oleh Pihak Peminta kepada Pihak Diminta, kecuali jika para Pihak mempunyai kesepakatan lain. 11

12 3. Apabila selama pelaksanaan permintaan menunjukkan bahwa terdapat biaya yang timbul karena keadaan luar biasa atau substansial diperlukan untuk memenuhi permintaan tersebut, para Pihak harus berkonsultasi untuk menentukan persyaratan agar pelaksanaan permintaan dapat dilakukan atau dilanjutkan. PASAL 26 KONSULTASI 1. Otoritas Pusat dari Pihak Pihak berkonsultasi, pada waktu-waktu yang disepakati bersama, untuk meningkatkan penggunaan paling efektif Perjanjian ini. 2. Para Pihak dapat mengembangkan Langkah-langkah praktis yang dianggap perlu untuk memudahkan implementasi Perjanjian ini. PASAL 27 AMANDEMEN 1. Perjanjian ini dapat diubah atau diamandemeni setiap waktu dengan persetujuan tertulis dari Para Pihak. Perubahan atau amandemen tersebut akan mulai berlaku pada tanggal yang disepakati bersama oleh Para Pihak dan akan menjadi bagian dari Perjanjian ini. 2. Setiap perubahan atau amandemen tidak akan mengurangi hak dan kewajiban yang timbul dari atau berdasar Perjanjian ini sebelum atau sampai dengan tanggal perubahan atau amandemen tersebut mulai berlaku. PASAL 28 PENYELESAIAN PERSELISIHAN Setiap perbedaan atau perselisihan diantara para Pihak yang timbul dari interpretasi atau implementasi ketentuan-ketentuan dalam Perjanjian ini, akan diselesaikan secara damai melalui konsultasi dan negosiasi diantara para Pihak melalui saluran diplomatik atau cara-cara damai lainnya untuk penyelesaian perselisihan yang disepakati para Pihak. PASAL 29 PENSYARATAN Perjanjian ini tidak dapat dilakukan pensyaratan. PASAL 30 PENANDATANGANAN, RATIFIKASI, AKSESI, PENYIMPANAN DAN PENDAFTARAN 1. Perjanjian ini memerlukan ratifikasi, penerimaan, persetujuan atau aksesi sesuai dengan prosedur konstitusional Pihak penanda tangan. 2. Setiap Pihak dapat menjadi pihak pada Perjanjian ini atas konsensus dari para Pihak orisinal. 3. Naskah ratifikasi, penerimaan, persetujuan atau aksesi disimpan oleh Pemerintah Malaysia yang ditetapkan sebagai Pihak Penyimpan. 4. Pihak Penyimpan memberitahukan Pihak lain yang menjadi pihak pada Perjanjian ini mengenai penyimpanan naskah ratifikasi, penerimaan persetujuan atau aksesi. 5. Pihak Penyimpan akan mendaftarkan Perjanjian ini sesuai dengan Pasal 102 Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa. PASAL 31 MULAI BERLAKU, PENERAPAN DAN PENGHENTIAN 1. Perjanjian ini mulai berlaku bagi setiap Pihak yang meratifikasi, menerima, menyetujui atau mengaksesinya pada tanggal penyimpanan naskah ratifikasi, penerimaan, persetujuan atau aksesi. 12

13 2. Perjanjian ini diberlakukan terhadap permintaan yang diajukan setelah tanggal mulai berlakunya bagi kedua pihak yang bersangkutan terlepas dari perbuatan atau pembiaran yang menimbulkan tindak pidana dilakukan sebelum atau sesudah tanggal tersebut. 3. Setiap Pihak dapat mengundurkan diri dari perjanjian ini dengan pemberitahuan tertulis kepada Pihak Penyimpan. Pengunduran diri berlaku efektif 6 bulan setelah tanggal pemberitahuan tersebut diterima oleh Pihak Penyimpan. 4. Pengunduran diri atas Perjanjian ini tidak mengurangi hak dan kewajiban yang timbul dari atau berdasarkan Perjanjian ini dan penyelesaian dari setiap permintaan yang dibuat sesuai dengan Perjanjian ini sebelum atau sampai dengan tanggal pengunduran diri. 5. Pengunduran diri dari Perjanjian ini hanya berlaku bagi Pihak yang memberitahukan pengunduran dirinya. Perjanjian tetap berlaku bagi para Pihak lain. PASAL 32 PENYIMPANAN PERJANJIAN Naskah asli Perjanjian ini disimpan di Pihak Penyimpan yang akan mengirimkan salinan resminya kepada semua Pihak. SEBAGAI BUKTI, yang bertanda tangan dibawah ini yang telah diberi kewenangan oleh Pemerintahnya masing-masing, telah menandatangani Perjanjian ini. Dibuat di Kuala Lumpur Pada tanggal 29 Nopember 2004 dalam satu naskah asli dalam bahasa Inggris BRUNEI DARUSSALAM KERAJAAN CAMBODIA Dato Seri Paduka Haji Kifrawi Ang Vong Vathana Dato Paduka Haji Kifli Jaksa Agung Menteri Kehakiman REPUBLIK INDONESIA REPUBLIK RAKYAT DEMOKRATIK LAOS Dr. Hamid Awaludin Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Kham Ouane Boupha Menteri Kehakiman MALAYSIA PHILIPPINA 13

14 Tan Sri Abdul Gani Patail Macabangkit Lanto Jaksa Agung Undersecretary, Departemen Kehakiman REPUBLIK SINGAPURA REPUBLIK SOSIALIS VIETNAM Chan Sek Keong Le The Tiem Jaksa Agung Wakil Menteri Keamanan Umum 14

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara Republik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik

Lebih terperinci

PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK RAKYAT CHINA MENGENAI BANTUAN HUKUM TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA

PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK RAKYAT CHINA MENGENAI BANTUAN HUKUM TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK RAKYAT CHINA MENGENAI BANTUAN HUKUM TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA Republik Indonesia dan Republik Rakyat China (dalam hal ini disebut sebagai "Para

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan

Lebih terperinci

LAMPIRAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA

LAMPIRAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA LAMPIRAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK INDIA TENTANG BANTUAN HUKUM TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA (TREATY BETWEEN THE

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG PENGESAHAN TREATY ON MUTUAL LEGAL ASSISTANCE IN CRIMINAL MATTERS (PERJANJIAN TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA) Menimbang :

Lebih terperinci

PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA MENGENAI BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA

PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA MENGENAI BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA MENGENAI BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA (TREATY BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA AND AUSTRALIA ON MUTUAL ASSISTANCE IN CRIMINAL MATTERS) PERJANJIAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK INDIA TENTANG BANTUAN HUKUM TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA (TREATY BETWEEN

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5514 PENGESAHAN. Perjanjian. Republik Indonesia - Republik India. Bantuan Hukum Timbal Balik. Pidana. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK SOSIALIS VIET NAM (TREATY ON MUTUAL

Lebih terperinci

NCB Interpol Indonesia - Perjanjian Ekstradisi Antara Pemerintah Republik Indonesia Dan Malaysia Selasa, 27 Juli :42

NCB Interpol Indonesia - Perjanjian Ekstradisi Antara Pemerintah Republik Indonesia Dan Malaysia Selasa, 27 Juli :42 PEMERINTAH MALAYSIA DAN REPUBLIK INDONESIA: Berhasrat untuk memperkuat ikatan persahabatan yang telah terjalin lama antara kedua negara. Mengingat bahwa kerja sama yang efektif antara kedua negara dalam

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 277, 2015 PENGESAHAN. Perjanjian. Bantuan Timbal Balik. Viet Nam. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5766). UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM)

DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM) DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM) RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I PENGESAHAN. Perjanjian. Bantuan Timbal Balik. Viet Nam. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 277). PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERAMPASAN ASET TINDAK PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERAMPASAN ASET TINDAK PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERAMPASAN ASET TINDAK PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sistem dan mekanisme

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK KOREA TENTANG BANTUAN HUKUM TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA (TREATY BETWEEN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK KOREA TENTANG BANTUAN HUKUM TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA (TREATY BETWEEN THE

Lebih terperinci

NCB Interpol Indonesia - Perjanjian Ekstradisi Antara Pemerintah Republik Indonesia Dan Philipina Selasa, 27 Juli :59

NCB Interpol Indonesia - Perjanjian Ekstradisi Antara Pemerintah Republik Indonesia Dan Philipina Selasa, 27 Juli :59 REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK PHILIPINA: Berhasrat untuk mengadakan kerjasama yang lebih efektif antara kedua negara dalam memberantas kejahatan dan terutama mengatur dan meningkatkan hubungan antara

Lebih terperinci

DAFTAR ISI PERATURAN MEDIASI KLRCA SKEMA UU MEDIASI 2012 PANDUAN PERATURAN MEDIASI KLRCA. Peraturan Mediasi KLRCA. Bagian I. Bagian II.

DAFTAR ISI PERATURAN MEDIASI KLRCA SKEMA UU MEDIASI 2012 PANDUAN PERATURAN MEDIASI KLRCA. Peraturan Mediasi KLRCA. Bagian I. Bagian II. DAFTAR ISI Peraturan Mediasi KLRCA Bagian I PERATURAN MEDIASI KLRCA Bagian II SKEMA Bagian III UU MEDIASI 2012 Bagian IV PANDUAN PERATURAN MEDIASI KLRCA 2 Pusat untuk Arbitrase Regional Kuala Lumpur Bagian

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

Dengan mencabut Koninklijk Besluit van 8 Mei 1883 No. 26 (Staatsblad ) tentang "Uitlevering van Vreemdelingen".

Dengan mencabut Koninklijk Besluit van 8 Mei 1883 No. 26 (Staatsblad ) tentang Uitlevering van Vreemdelingen. 1:1010 UNDANG-UNDANG (UU) Nomor : 1 TAHUN 1979 (1/1979) Tanggal : 18 JANUARI 1979 (JAKARTA) Sumber : LN 1979/2; TLN NO. 3130 Tentang : EKSTRADISI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

2013, No.50 2 Mengingat c. bahwa Indonesia yang telah meratifikasi International Convention for the Suppression of the Financing of Terrorism, 1999 (K

2013, No.50 2 Mengingat c. bahwa Indonesia yang telah meratifikasi International Convention for the Suppression of the Financing of Terrorism, 1999 (K LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.50, 2013 HUKUM. Pidana. Pendanaan. Terorisme. Pencegahan. Pemberantasan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5406) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK RAKYAT CHINA MENGENAI BANTUAN HUKUM TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA (TREATY BETWEEN

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1979 TENTANG EKSTRADISI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1979 TENTANG EKSTRADISI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1979 TENTANG EKSTRADISI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa Koninklijk Besluit van 8 Mei 1883 No. 26 (Staatsblad 1883-188) tentang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I Pasal 1 Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan: 1. Korporasi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan

Lebih terperinci

Bagian Kedua Penyidikan

Bagian Kedua Penyidikan Bagian Kedua Penyidikan Pasal 106 Penyidik yang mengetahui, menerima laporan atau pengaduan tentang terjadinya suatu peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana wajib segera melakukan tindakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1979 TENTANG EKSTRADISI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1979 TENTANG EKSTRADISI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1979 TENTANG EKSTRADISI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Koninklijk Besluit van 8 Mei 1883 No. 26 (Staatsblad

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA MENGENAI BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA (TREATY BETWEEN THE REPUBLIC

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA DAN AUSTRALIA MENGENAI BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA (TREATY BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA AND AUSTRALIA ON MUTUAL

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERAMPASAN ASET PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERAMPASAN ASET PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERAMPASAN ASET PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sistem dan mekanisme yang ada mengenai perampasan aset hasil tindak

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK RAKYAT CHINA MENGENAI BANTUAN HUKUM TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA (TREATY BETWEEN

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Peraturan Mediasi KLRCA

DAFTAR ISI Peraturan Mediasi KLRCA DAFTAR ISI Peraturan Mediasi KLRCA Bagian I PERATURAN MEDIASI KLRCA Bagian II SKEMA Bagian III UU MEDIASI 2012 Bagian IV PANDUAN PERATURAN MEDIASI KLRCA 2 Pusat untuk Arbitrase Regional Kuala Lumpur Peraturan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Peraturan Arbitrase KLRCA

DAFTAR ISI Peraturan Arbitrase KLRCA DAFTAR ISI Peraturan Arbitrase KLRCA Bagian I PERATURAN ARBITRASE KLRCA (Direvisi pada tahun 2013) Bagian II PERATURAN ARBITRASE UNCITRAL (Direvisi pada tahun 2010) Bagian III SKEMA Bagian IV PEDOMAN UNTUK

Lebih terperinci

PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENGESAHAN UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST CORRUPTION, 2003 (KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA ANTI KORUPSI, 2003) DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2008 TENTANG PENGESAHAN MULTILATERAL AGREEMENT AMONG D-8 MEMBER COUNTRIES ON ADMINISTRATIVE ASSISTANCE IN CUSTOMS MATTERS (PERSETUJUAN MULTILATERAL

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Pasal 1 Definisi. Untuk maksud-maksud Persetujuan ini, kecuali konteksnya mensyaratkan sebaliknya;

LAMPIRAN. Pasal 1 Definisi. Untuk maksud-maksud Persetujuan ini, kecuali konteksnya mensyaratkan sebaliknya; LAMPIRAN PERSETUJUAN MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA DALAM PERSETUJUAN KERANGKA KERJA MENGENAI KERJA SAMA EKONOMI MENYELURUH ANTAR PEMERINTAH NEGARA-NEGARA ANGGOTA PERHIMPUNAN BANGSA-BANGSA ASIA TENGGARA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 of 24 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: Bab I KETENTUAN UMUM Pasal 1 1. Keimigrasian adalah hal ihwal lalu lintas orang yang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam mewujudkan tujuan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENDANAAN TERORISME,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK KOREA (TREATY ON EXTRADITION BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA AND THE

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK KOREA (TREATY ON EXTRADITION BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA AND THE

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENDANAAN TERORISME

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENDANAAN TERORISME UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENDANAAN TERORISME DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dengan telah diratifikasi

Lebih terperinci

2013, No.50 2 Mengingat c. bahwa Indonesia yang telah meratifikasi International Convention for the Suppression of the Financing of Terrorism, 1999 (K

2013, No.50 2 Mengingat c. bahwa Indonesia yang telah meratifikasi International Convention for the Suppression of the Financing of Terrorism, 1999 (K LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.50, 2013 HUKUM. Pidana. Pendanaan. Terorisme. Pencegahan. Pemberantasan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5406) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

UU 8/1994, PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA

UU 8/1994, PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA Copyright 2002 BPHN UU 8/1994, PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA *8599 Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 8 TAHUN 1994 (8/1994) Tanggal:

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Undang-undang Arbitrase Tahun 2005

DAFTAR ISI Undang-undang Arbitrase Tahun 2005 DAFTAR ISI Undang-undang Arbitrase Tahun 2005 UNDANG-UNDANG ARBITRASE TAHUN 2005 (Direvisi tahun 2011) 2 Pusat untuk Arbitrase Regional Kuala Lumpur Undang-Undang Arbitrase Tahun 2005 3 SUSUNAN BAGIAN

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa keimigrasian merupakan bagian dari perwujudan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENDANAAN TERORISME

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENDANAAN TERORISME UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENDANAAN TERORISME DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan PENJELASAN ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL

Lebih terperinci

DAFTAR ISI UNDANG-UNDANG ARBITRASE TAHUN Undang-undang Arbitrase Tahun (Direvisi tahun 2011)

DAFTAR ISI UNDANG-UNDANG ARBITRASE TAHUN Undang-undang Arbitrase Tahun (Direvisi tahun 2011) DAFTAR ISI Undang-undang Arbitrase Tahun 2005 UNDANG-UNDANG ARBITRASE TAHUN 2005 (Direvisi tahun 2011) 2 Pusat untuk Arbitrase Regional Kuala Lumpur SUSUNAN BAGIAN Bagian I Pendahuluan 1. Judul singkat

Lebih terperinci

Mutual Legal Assistance. Trisno Raharjo

Mutual Legal Assistance. Trisno Raharjo Mutual Legal Assistance Trisno Raharjo Tiga Bentuk Kerjasama Ekstradisi Orang pelarian Transfer of sentence person (transfer of prisoners (pemindahan narapidana antar negara) Bantuan timbal balik dalam

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK KOREA (TREATY ON EXTRADITION BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA AND THE

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENDANAAN TERORISME,

Lebih terperinci

I. UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

I. UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

2 b. bahwa Persetujuan dimaksudkan untuk menetapkan prosedur penyelesaian sengketa dan mekanisme formal untuk Persetujuan Kerangka Kerja dan Perjanjia

2 b. bahwa Persetujuan dimaksudkan untuk menetapkan prosedur penyelesaian sengketa dan mekanisme formal untuk Persetujuan Kerangka Kerja dan Perjanjia LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.93, 2015 PENGESAHAN. Agreement. Asosiasi Bangsa- Bangsa Asia Tenggara. Republik India. Penyelesaian Sengketa. Kerja Sama Ekonomi. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

INDONESIA CORRUPTION WATCH 1 Oktober 2013

INDONESIA CORRUPTION WATCH 1 Oktober 2013 LAMPIRAN PASAL-PASAL RUU KUHAP PELUMPUH KPK Pasal 3 Pasal 44 Bagian Kedua Penahanan Pasal 58 (1) Ruang lingkup berlakunya Undang-Undang ini adalah untuk melaksanakan tata cara peradilan dalam lingkungan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa pengaturan keimigrasian yang meliputi lalu lintas

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI PERATURAN ARBITRASE. ISLAM KLRCA (Direvisi pada 2013) PERATURAN ARBITRASE UNCITRAL (Direvisi pada 2010) ARBITRASE ISLAM KLRCA

DAFTAR ISI PERATURAN ARBITRASE. ISLAM KLRCA (Direvisi pada 2013) PERATURAN ARBITRASE UNCITRAL (Direvisi pada 2010) ARBITRASE ISLAM KLRCA DAFTAR ISI Peraturan Arbitrase Islam KLRCA Bagian I PERATURAN ARBITRASE ISLAM KLRCA (Direvisi pada 2013) Bagian II PERATURAN ARBITRASE UNCITRAL (Direvisi pada 2010) Bagian III SKEMA Bagian IV PEDOMAN UNTUK

Lebih terperinci

Telah menyetujui sebagai berikut: Pasal 1. Untuk tujuan Konvensi ini:

Telah menyetujui sebagai berikut: Pasal 1. Untuk tujuan Konvensi ini: LAMPIRAN II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG RAHASIA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG RAHASIA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG RAHASIA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kedaulatan, keutuhan, dan keselamatan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, T

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, T No. 339, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNN. Pencucian Uang. Asal Narkotika. Prekursor Narkotika. Penyelidikan. Penyidikan. PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELIDIKAN

Lebih terperinci

NOMOR 8 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA INDONESIA DAN AUSTRALIA

NOMOR 8 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA INDONESIA DAN AUSTRALIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA INDONESIA DAN AUSTRALIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, MENIMBANG: a.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH DAERAH ADMINISTRASI KHUSUS HONG KONG REPUBLIK RAKYAT CHINA TENTANG

Lebih terperinci

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Keempat, Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 3.4 Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Keempat, Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 3.4 Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Modul E-Learning 3 PENEGAKAN HUKUM Bagian Keempat, Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 3.4 Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 3.4.1 Kewenangan KPK Segala kewenangan yang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.98, 2003 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4316) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA

BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA A. Undang Undang Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban Undang - undang ini memberikan pengaturan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN OLEH TERORIS,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1999 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1999 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA MENGENAI BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA (TREATY BETWEEN THE REPUBLIC

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH HONGKONG UNTUK PENYERAHAN PELANGGAR HUKUM YANG MELARIKAN DIRI (AGREEMENT

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Bangsa-Bangsa Menentang Tindak Pidana Transnasional yang Terorganisasi);

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Bangsa-Bangsa Menentang Tindak Pidana Transnasional yang Terorganisasi); UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PENGESAHAN UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST TRANSNATIONAL ORGANIZED CRIME (KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA MENENTANG TINDAK PIDANA TRANSNASIONAL

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENGESAHAN ASEAN CONVENTION AGAINST TRAFFICKING IN PERSONS, ESPECIALLY WOMEN AND CHILDREN (KONVENSI ASEAN MENENTANG PERDAGANGAN ORANG, TERUTAMA

Lebih terperinci

Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU-KUHAP) Bagian Keempat Pembuktian dan Putusan

Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU-KUHAP) Bagian Keempat Pembuktian dan Putusan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU-KUHAP) Bagian Keempat Pembuktian dan Putusan Pasal 176 Hakim dilarang menjatuhkan pidana kepada terdakwa, kecuali apabila hakim memperoleh keyakinan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

NOMOR 1 TAHUN 1979 TENTANG EKSTRADISI

NOMOR 1 TAHUN 1979 TENTANG EKSTRADISI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1979 TENTANG EKSTRADISI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Koninklijk Besluit van 8 Mei 1883 No. 26 (Staatsblad

Lebih terperinci

KONVENSI NOMOR 81 MENGENAI PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DALAM INDUSTRI DAN PERDAGANGAN

KONVENSI NOMOR 81 MENGENAI PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DALAM INDUSTRI DAN PERDAGANGAN LAMPIRAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2003 TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NO. 81 CONCERNING LABOUR INSPECTION IN INDUSTRY AND COMMERCE (KONVENSI ILO NO. 81 MENGENAI PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekayaan budaya dan etnis bangsa

Lebih terperinci

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA TINDAK PIDANA OLEH KORPORASI

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA TINDAK PIDANA OLEH KORPORASI KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA TINDAK PIDANA OLEH KORPORASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, dan Merendahkan Martabat Manusia

Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, dan Merendahkan Martabat Manusia Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, dan Merendahkan Martabat Manusia (Resolusi No. 39/46 disetujui oleh Majelis Umum pada 10 Desember 1984) Majelis

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 LAMPIRAN : Keputusan Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia Nomor : Kep-04/BAPMI/11.2002 Tanggal : 15 Nopember 2002 Nomor : Kep-01/BAPMI/10.2002 Tanggal : 28 Oktober 2002 PERATURAN DAN ACARA BADAN ARBITRASE

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR: 01/BAPMI/ TENTANG PERATURAN DAN ACARA PENDAPAT MENGIKAT

PERATURAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR: 01/BAPMI/ TENTANG PERATURAN DAN ACARA PENDAPAT MENGIKAT PERATURAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR: 01/BAPMI/12.2014 TENTANG PERATURAN DAN ACARA PENDAPAT MENGIKAT PENGURUS BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA Menimbang : a. bahwa perbedaan pendapat

Lebih terperinci

Institute for Criminal Justice Reform

Institute for Criminal Justice Reform UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang

Lebih terperinci