Bab III. Capaian Pembangunan Manusia

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Bab III. Capaian Pembangunan Manusia"

Transkripsi

1

2 Bab III. Capaian Pembangunan Manusia Pembangunan suatu wilayah secara kasat mata lebih mudah dilihat dari pertumbuhan fisik atau perekonomiannya. Sehingga sering pembangunan fisik atau ekonomi dijadikan patokan berkembang atau tidaknya suatu wilayah. Padahal pembangunan tidak hanya identik dengan pertumbuhan ekonomi saja, sebab orientasi dan titik sentral pembangunan yang hanya bertujuan mengejar pertumbuhan ekonomi saja tidak lagi dijadikan model pembangunan, meskipun pembangunan ekonomi mempunyai peranan penting sebagai salah satu ukuran kemajuan negara. Dalam pelaksanaan pembangunan pada suatu wilayah, pembangunan ekonomi harus sejalan/seimbang dengan pembangunan manusia. Pembangunan manusia yang secara internasional disepakati diukur menggunakan Indeks Pembangunan Manusia, yang diharapkan dapat merefleksikan tingkat pencapaian proses/kinerja pembangunan manusia dalam suatu wilayah. Penghitungan IPM memposisikan manusia sebagai subyek pembangunan, yang harus mampu melakukan akselerasi pembangunan di wilayahnya. Peningkatan kualitas manusia diharapkan dapat meningkatkan kualitas pembangunan yang dihasilkannya. Pembahasan pencapaian IPM yang dirinci menurut komponennya diharapkan akan memberikan arah prioritas pembangunan manusia secara umum, maupun berfokus kepada pemerataan pembangunan di seluruh wilayah. APS 14

3 3.1. Capaian IPM Kabupaten Capaian IPM Bidang Kesehatan Pembangunan manusia di bidang kesehatan ditandai dengan meningkatnya derajat kesehatan masyarakat di suatu wilayah. Kabupaten Bandung dengan jumlah penduduk yang cukup banyak memiliki tantangan yang besar untuk dapat menciptakan strategi yang tepat dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakatnya. Menurut Undang-Undang Kesehatan No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Setiap upaya pembangunan harus dilandasi dengan wawasan kesehatan dalam arti pembangunan harus memperhatikan kesehatan masyarakat dan merupakan tanggung jawab semua pihak baik pemerintah maupun masyarakat. Angka Harapan Hidup saat dilahirkan (AHHo)/Expectation of Life at Birth (e0), Angka Kematian Bayi (AKB)/Infant Mortality Rate (IMR), angka kematian kasar, dan status gizi merupakan indikator yang mencerminkan derajat kesehatan. Dari beberapa indikator tersebut yang disepakati untuk digunakan sebagai acuan dalam mengukur kemajuan pembangunan manusia adalah Angka Harapan Hidup saat dilahirkan (AHHo).Angka Harapan Hidup (AHH) pada waktu lahir merupakan rata-rata perkiraan banyak tahun yang dapat ditempuh oleh seseorang selama hidup.angka Kematian Bayi (AKB) merupakan besarnya kemungkinan bayi meninggal sebelum mencapai usia satu tahun, dinyatakan dengan per seribu kelahiran hidup. Teori menurut "B-Pichart classification"-stan D'Souza (1984) dalam Brotowasisto (1990) tentang angka Kematian bayi diuraikan sebagai berikut: Angka Kematian Bayi dibagi menjadi 3 (tiga) wilayah, yaitu: APS 15

4 1. Daerah dengan AKB diatas 100 per seribu kelahiran bayi hidup sebagai daerah soft-rock, di mana sebagian besar kejadian kematian bayi disebabkan oleh penyakit menular. 2. Daerah dengan AKB per seribu kelahiran hidup dikategorikan sebagai daerah intermediate-rock, yang memerlukan perubahan sosial untuk menurunkan AKB-nya. 3. Daerah dengan AKB di bawah 30 per seribu kelahiran bayi hidup diklasifikasikan sebagai daerah hard-rock, yaitu hanya sebagian kecil saja kematian yang disebabkan oleh penyakit menular dan sebagian besar disebabkan oleh kelahiran bawaan atau congenital. Gambar 1. Katagori/wilayah Angka Kematian Bayi Menurut Stan D Souza Daerah soft rock AKB > 100 Daerah intermediate rock AKB Daerah hard rock AKB < 30 Sumber: B-Pichart classification"-stan D'Souza (1984). APS 16

5 Perbandingan dua indikator bidang kesehatan di kabupaten Bandung diperlihatkan pada grafik 3.1. berikut: Grafik 3.1. Angka Harapan Hidup (AHH) dan Angka Kematian Bayi (AKB), Tahun AHH AKB Sumber: BPS, Survei Khusus IPM Grafik 3.1. memperlihatkan bahwa selama periode tahun Angka Harapan Hidup (AHH) cenderung mengalami peningkatan. Pada tahun 2010 Angka Harapan Hidup (AHH) mencapai 69,40 tahun dan meningkat pada tahun menjadi 70,54 tahun. Seiring dengan teori yang ada, Angka Harapan Hidup (AHH) berbanding terbalik dengan angka kematian (bayi lahir mati, kematian bayi dibawah 1 tahun, kematian anak dibawah lima tahun dan kematian ibu). Semakin tinggi kualitas kesehatan maka angka kematian semakin rendah dan berakibat kepada meningkatnya harapan untuk hidup. Angka Kematian Bayi (AKB) di menunjukkan tren yang menurun. Pada tahun 2010 APS 17

6 Angka Kematian Bayi (AKB) tercatat masih sebesar 34 bayi per 1000 kelahiran hidup. Pada tahun Angka Kematian Bayi (AKB) sudah berhasil ditekan hingga mencapai 34 bayi per 1000 kelahiran hidup. Dalam rentang waktu lima tahun angka kematian bayi mengalami penurunan yang cukup signifikan sebagai dampak pelaksanaan pembangunan disegala bidang, termasuk didalamnya ada intervensi program kesehatan yang dilaksanakan di seluruh wilayah. Berdasarkan kriteria diatas, maka dengan tingkat kematian bayi yang terjadi pada tahun, masih termasuk kategori daerah intermediate-rock, yang memerlukan perubahan sosial untuk menurunkan AKB-nya. Pendapat Singarimbun (1988: vii-viii) menjelaskan bahwa ada beberapa faktor yang memiliki kekuatan dalam menurunkan angka kematian, khususnya kematian bayi dan anak, diuraikan sebagai berikut: a. Adanya kemajuan ekonomi dalam meningkatkan taraf hidup; b. Adanya kemajuan teknologi kesehatan; c. Adanya kesadaran perbaikan sanitasi dan higiena; dan d. Adanya peningkatan persediaan makanan dan perbaikan gizi. Resiko kematian bayi lebih besar bagi bayi yang dilahirkan oleh ibu yang kekurangan gizi dibandingkan dengan ibu yang memiliki gizi cukup. Pada umumnya kekurangan gizi berkorelasi positif dengan keadaan sosial ekonomi yang rendah. Penyebab tingginya angka kematian bayi selain karena masalah infeksi/penyakit dan berat bayi lahir rendah, juga berkaitan erat dengan kondisi pada fase kehamilan, pertolongan kelahiran yang aman, dan perawatan bayi pada saat dilahirkan. APS 18

7 Grafik 3.2. Pertumbuhan Angka Harapan Hidup (AHH), Tahun Sumber: BPS, Survei Khusus IPM Dampak dari menurunnya Angka Kematian Bayi (AKB) adalah meningkatnya Angka Harapan Hidup (AHH). Dalam rentang waktu lima tahun Angka Harapan Hidup (AHH) penduduk menunjukkan pertumbuhan yang positif. Grafik 3.2. memperlihatkan bahwa pada tahun 2011 Angka Harapan Hidup (AHH) penduduk Kabupaten Bandung sebesar 70,06 tahun (naik sebesar 0,66 poin dibandingkan tahun 2010). Demikian pula pada tahun 2012 Angka Harapan Hidup (AHH) kembali meningkat hingga mencapai 70,28 tahun(naik sebesar 0,22 poin dibandingkan tahun 2011). Hal yang sama terjadi pada tahun 2013 dan dimana Angka Harapan Hidup (AHH) penduduk sebesar 70,34 tahun dan 70,54 tahun (masing-masing naik sebesar 0,06 poin dan 0,20 poin). Meningkatnya Angka Harapan Hidup (AHH) sejalan dengan naiknya indeks kesehatan yang pada tahun tercatat sebesar 75,56. APS 19

8 Upaya perbaikan derajat kesehatan yang ditunjukkan dengan makin meningkatnya Angka Harapan Hidup (AHH) dan terus menurunnya Angka Kematian Bayi (AKB) harus tetap menjadi prioritas. Berbagai kasus kesehatan, terutama kasus yang mewabah harus dapat ditekan perkembangannya. Penanggulangan terhadap keluhan kesehatan yang ditunjukkan dengan adanya indikasi peningkatan pada tahun harus lebih ditingkatkan lagi. Beberapa indikator yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat menurut (Iqbal, Mubarak, Wahit, 2005) adalah umur harapan hidup (life expectations) dan angka kematian bayi (infant mortality). Umur harapan hidup yang direpresentasikan oleh besaran angka harapan hidup saat dilahirkan( AHHo) digunakan sebagai acuan dalam mengukur kemajuan pembangunan manusia di suatu wilayah. Angka harapan hidup penduduk di selama periode cenderung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2010, angka harapan hidup penduduk sebesar 69, 40 tahun. Dalam jangka waktu lima tahun, angka harapan hidup penduduk meningkat menjadi 70, 54 tahun. Hal ini menunjukkan penduduk di semakin memiliki umur yang panjang sebagai dampak dari pola hidup penduduk yang semakin sehat dan program kesehatan dari pemerintah yang tepat sasaran. Indikator lainnya selain angka harapan hidup yang berhubungan dengan derajat kesehatan adalah angka kematian bayi. Peningkatan derajat kesehatan dilakukan dengan menurunkan angka kematian khususnya angka kematian bayi, angka kematian ibu, dan angka kematian balita (Mantra: 2003). Kualitas kesehatan yang semakin membaik ditandai dengan angka kematian yang semakin rendah. Rendahnya angka kematian bayi akan berdampak pada meningkatnya harapan untuk hidup. Gambaran mengenai perbandingan dua indikator bidang kesehatan tersebut di dapat dilihat pada grafik 3.1. APS 20

9 Grafik 3.1.juga menunjukkan bahwa angka kematian bayi di menunjukkan tren yang menurun dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Pada tahun 2009, angka kematian bayi tercatat sebesar 36 bayi per 1000 kelahiran hidup dan dalam jangka waktu lima tahun dapat ditekan hingga mencapai 34 bayi per 1000 kelahiran hidup. Penurunan angka kematian bayi yang sejalan dengan meningkatnya angka harapan hidup menunjukkan derajat kesehatan yang semakin membaik. Hal ini merupakan dampak dari berhasilnya pelaksanaan program pembangunan di bidang kesehatan yang dilaksanakan oleh pemerintah. Resiko kematian bayi lebih besar bagi bayi yang dilahirkan oleh ibu yang kekurangan gizi dibandingkan dengan ibu yang memiliki gizi cukup. Pada umumnya kekurangan gizi berkorelasi positif dengan keadaan sosial ekonomi yang rendah. Penyebab tingginya angka kematian bayi selain karena masalah infeksi/penyakit dan berat bayi lahir rendah, juga berkaitan erat dengan kondisi pada fase kehamilan, pertolongan kelahiran yang aman, dan perawatan bayi pada saat dilahirkan. Dampak dari menurunnya angka kematian bayi adalah meningkatnya angka harapan hidup. Dalam rentang waktu lima tahun angka harapan hidup penduduk menunjukkan pertumbuhan yang positif. Pada tahun 2010 angka harapan hidup penduduk sebesar 69,40 tahun (naik sebesar 0,46 poin dibandingkan tahun 2009). Demikian pula pada tahun 2011, angka harapan hidup kembali meningkat hingga mencapai 70,06 tahun. Hal yang sama terjadi pada tahun 2012 dan 2013 dimana angka harapan hidup penduduk masingmasing naik sebesar 0,22 poin dan 0,06 poin hingga mencapai 70,28 tahun dan 70,34 tahun. Demikian pula pada tahun, angka harapan hidup meningkat hingga mencapai 70,54 tahun. Hal ini sejalan dengan meningkatnya indeks kesehatan masyarakat yang pada tahun tercatat sebesar 75,90. APS 21

10 3.1.2 Capaian IPM Bidang Pendidikan Pentingnya pembangunan manusia di bidang pendidikan tercermin dalam Pembukaan UUD 1945 yang mengamanatkan bahwa salah satu tujuan berbangsa dan bernegara adalah untuk Mencerdaskan Kehidupan Bangsa. Tujuan mulia tersebut akan dapat dicapai melalui pendidikan. Oleh karena itu, pada UUD 1945 ayat 31 dinyatakan bahwa, setiap warga negara berhak mendapat pendidikan ; dan dalam ayat 2 ditegaskan bahwa, Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Untuk mengaktualisasikan amanah UUD 1945 tersebut, maka pemerintah Indonesia mengatur penyelenggaraan pendidikan melalui Undang-Undang mengenai Sistem Pendidikan Nasional yaitu UU Nomor 20 Tahun Pendidikan nasional adalah pendidikan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap perubahan zaman. Sistem pendidikan nasional merupakan keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pemerintah telah mengedepankan upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui program-program pembangunan yang berorientasi pada pemenuhan kebutuhan pendidikan baik formal maupun non formal. Menjelang era globalisasi, pendidikan merupakan kebutuhan yang semakin penting. Hal ini dikarenakan SDM yang berkualitaslah yang akan mampu bersaing dengan SDM di negara lain. Oleh karena itu, pemerintah berkewajiban memfasilitasi pemenuhan kebutuhan pendidikan APS 22

11 bagi masyarakatnya untuk mewujudkan SDM yang bermutu sebagai syarat utama bagi terbentuknya peradaban yang maju. Capaian pembangunan manusia dalam bidang pendidikan di selama lima tahun terakhir (periode 2010-) masih perlu ditingkatkan lagi terutama dalam peningkatan rata-rata lama sekolah. Peranan komponen indeks pendidikan memang paling tinggi dibandingkan dua komponen IPM lainnya, yaitu kesehatan dan daya beli. Nilai IPM yang telah mencapai angka 75,69 ditahun, ditopang oleh indeks pendidikan yang mencapai 85,28. Kondisi pendidikan jauh lebih baik jika dibandingkan dengan indeks kesehatan yang baru mencapai 75,90; maupun indeks daya beli yang mencapai sebesar 65,89. Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa Pemerintah masih memiliki tugas besar untuk meningkatkan percepatan/akselerasi pembangunan dibidang kesehatan dan perekonomian masyarakat guna mendukung daya beli. Tingginya indeks pendidikan dibandingkan dengan dua komponen lainnya belum cukup menunjukkan bahwa kemajuan pembangunan manusia dibidang pendidikan sudah baik. Bila dilihat dari laju perkembangannya, terlihat adanya penurunan pertumbuhan komponen pendidikan pada periode tahun dibandingkan dengan periode tahun sebelumnya. Pembangunan di bidang pendidikan cenderung mengalami perlambatan pertumbuhan dari periode sebelumnya karena pada komponen rata-rata lama sekolah sangat rentan dipengaruhi oleh perpindahan/mutasi penduduk. Indikator melek huruf menggambarkan mutu Sumber Daya Manusia (SDM) yang diukur dari aspek pendidikan. Angka melek huruf yang digunakan pada bahasan berikut dihitung pada penduduk dewasa (berumur 15 tahun keatas) yang dapat membaca dan menulis minimal kata- APS 23

12 kata/kalimat sederhana aksara tertentu, baik mampu membaca dan menulis huruf latin maupun huruf lainnya. Secara umum pembangunan pendidikan di sudah berjalan sesuai perencanaan. Hal ini ditunjukkan dengan semakin meningkatnya persentase penduduk yang melek huruf dan rata-rata lama sekolah. Grafik 3.3. Angka Buta Huruf, Tahun Sumber: BPS, Survei Khusus IPM Grafik 3.3. memperlihatkan bahwa Angka Buta Huruf di Kabupaten Bandung pada tahun 2010 mencapai 1,59 persen; pada tahun 2011 mencapai 1,52 persen; pada tahun 2012 mencapai 1,31 persen; pada tahun 2013 mencapai 1,16 persen; dan terus menurun pada tahun menjadi sebesar 1,14 persen. APS 24

13 Grafik 3.4. memperlihatkan bahwa Angka Melek Huruf (AMH) di pada tahun 2010 mencapai 98,41 persen; pada tahun 2011 mencapai 98,48 persen;pada tahun 2012 mencapai 98,69 persen; pada tahun 2013 mencapai 98,84persen; dan terus meningkat pada tahun sebesar 98,86persen. Grafik 3.4. Angka Melek Huruf (AMH), Tahun Sumber: BPS, Survei Khusus IPM Pencapaian pembangunan manusia dari komponen pendidikan diperlihatkan bahwa laju pertumbuhan komponen pendidikan yaitu Angka Melek Huruf (AMH) terus mengalami peningkatan. Grafik 3.5. memperlihatkan bahwa pertumbuhan Angka Melek Huruf (AMH) pada periode terkoreksi sebesar 0,46 poin; kemudian meningkat kembali pada periode sebesar 0,07 poin; pada periode meningkat sebesar 0,21 poin; pada periode meningkat sebesar APS 25

14 0,15 poin; dan pada periode terus mengalami peningkatan sebesar 0,02 poin. Grafik 3.5. Pertumbuhan Angka Melek Huruf (AMH), Tahun Sumber: BPS, Survei Khusus IPM Pencapaian AMH yang relatif lambat kenaikan setiap tahunnya, serta belum tercapainya bebas buta huruf, kemungkinan disebabkan oleh masih ada penduduk berusia diatas 15 tahun yang sudah berusia lanjut dan tidak bisa membaca dan menulis. Ada anggapan pada masyarakat awam, bahwa kebutuhan untuk bisa membaca dan menulis adalah dalam kaitannya untuk kepentingan bekerja. Sehingga apabila mereka sudah berumur tua dan tidak akan bekerja lagi, atau pekerjaannya tidak memerlukan kecakapan membaca dan menulis, maka mereka menganggap tidak perlu lagi untuk belajar membaca dan menulis. Untuk itu tetap harus disusun strategi intervensi APS 26

15 penanganan buta huruf, sehingga kedepannya tidak lagi menjadi beban dalam pencapaian pembangunan di bidang pendidikan. Perlu kajian lebih mendalam terkait peningkatan melek huruf di yang berjalan relatif lebih lambat. Apakah akibat sasaran pemberantasan buta huruf yang mayoritas sudah diluar usia produktif? Ataukah banyak yang sudah terbebas dari buta huruf saat gebyar keaksaraan fungsional tidak dilestarikan kemampuan baca tulisnya? Pada awal tahun 1972, ketika program life long education disosialisasikan, kesadaran akan pembangunan manusia ini telah disuarakan oleh Edgar Faure, Ketua The International Commision for Education Development, yang menekankan bahwa pendidikan merupakan tugas negara yang paling penting. Hal senada oleh pemerintah telah dituangkan pada Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 Bab IV (Hak Dan Kewajiban Warga Negara, Orang Tua, Masyarakat Dan Pemerintah) pasal 6 ayat 1, Setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar, dan pasal 11 ayat 2, Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin tersedianya dana, guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun. Hal ini berarti bahwa sepatutnya sudah tidak ada lagi anak usia 7-15 tahun yang tidak bersekolah, atau tingkat partisipasi sekolahnya 100 persen. Bila kondisi tersebut tercapai, maka dapat dijadikan modal yang kuat untuk memperkuat daya saing dibidang pendidikan, sehingga di masa mendatang kualitas kesejahteraan masyarakat, utamanya dibidang pendidikan tidak hanya berbicara pada skala provinsi tetapi juga ditingkat nasional. Pemerintah pusat telah mencanangkan program lanjutan dari wajib belajar 9 tahun yaitu Pendidikan Menengah Universal (PMU) atau wajib belajar 12 tahun sehingga diharapkan anak-anak usia sekolah mampu mengikuti pendidikan hingga tamat SLTA. Apabila program ini sudah APS 27

16 ditindaklanjuti juga oleh pemerintah daerah, maka diharapkan sebagian besar penduduk minimal berpendidikan SLTA. Hal ini menjadi tugas bersama untuk mewujudkan keberhasilan program wajib belajar 12 tahun yang akan tercermin dari indikator rata-rata lamanya sekolah harus setara dengan telah menyelesaikan jenjang pendidikan SLTA. Untuk mencapai tujuan tersebut, tentu membutuhkan berbagai program pendidikan yang mumpuni dan tepat sasaran yang akan diterapkan dalam jangka waktu yang panjang. Grafik 3.6. Rata-rata Lama Sekolah (RLS), Tahun Sumber: BPS, Survei Khusus IPM Undang-undang mengamanahkan kepada penyelenggara negara untuk menyediakan anggaran setidaknya 20 persen untuk dialokasikan bagi pembiayaan pendidikan. Hal ini masih sulit untuk dipenuhi, karena minimnya anggaran pemerintah secara keseluruhan maka besaran 20 persen baru terpenuhi untuk keseluruhan anggaran pendidikan (termasuk gaji). APS 28

17 Pemerintah masih harus membiayai pembangunan disektor lain yang harus dilakukan secara sejalan. Namun hal ini setidaknya menunjukkan keseriusan pemerintah terhadap arti penting pendidikan bagi warganya. Keadilan dalam memperoleh pendidikan memang belum merata. Biaya yang harus dikeluarkan untuk mengenyam pendidikan dirasa relatif mahal. Padahal kondisi tersebut akan merendahkan martabat pendidikan itu sendiri sebagai salah satu media pembebasan manusia dari cengkraman kemiskinan. Hal itu mungkin terjadi akibat komersialisasi pendidikan yang mereduksi hakikat pendidikan sehingga akan meminggirkan kalangan tidak mampu. Grafik 3.7. Pertumbuhan Rata-rata Lama Sekolah (RLS), Tahun Sumber: BPS, Survei Khusus IPM Grafik 3.6. memperlihatkan bahwa kondisi capaian Rata-rata Lama Sekolah (RLS) di pada tahun 2010 mencapai 9,02 tahun; pada tahun 2011 Rata-rata Lama Sekolah (RLS) turun secara signifikan APS 29

18 menjadi 8,62 tahun; pada tahun 2012 Rata-rata Lama Sekolah (RLS) naik menjadi sebesar 8,67 tahun; pada tahun 2013 Rata-rata Lama Sekolah (RLS) naik lagi menjadi 8,70 tahun. Berdasarkan survei terakhir pada tahun, rata-rata lama sekolah penduduk mencapai 8,72 tahun; atau setara dengan telah menyelesaikan kelas 2 SLTP. Grafik 3.7. memperlihatkan bahwa laju pertumbuhan Rata-rata Lama Sekolah (RLS) pada periode sebesar 0,15 poin; pada periode menurun signifikan sebesar 0,40 poin. Tiga tahun berikutnya kembali dapat ditingkatkan walaupun cenderung melambat. Rata-rata Lama Sekolah (RLS) pada periode mencapai 0,05 poin; Rata-rata Lama Sekolah (RLS) pada periode mencapai 0,03 poin; dan Rata-rata Lama Sekolah (RLS) pada periode mencapai 0,02 poin. Bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya, kondisi pada tahun 2011 relatif lebih rendah. Beberapa alasan yang terjadi dapat dijelaskan sebagai berikut: Bahwa rata-rata lama sekolah dihitung dari populasi penduduk dewasa (berumur 15 tahun atau lebih). Seperti kita ketahui, bahwa mobilitas penduduk dewasa cukup tinggi. Perpindahan penduduk dapat terjadi akibat mencari pekerjaan (umumnya pindah ke wilayah perkotaan/sentra-sentra industri/perekonomian), atau untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi (karena umumnya di pedesaan, infrastrukturnya sangat terbatas), dan untuk alasan lain. Oleh karena itu, apalagi di beberapa wilayah/kecamatan di merupakan daerah tujuan mencari kerja atau tujuan melanjutkan pendidikan, maka fluktuasi pada angka Rata-rata Lama Sekolah (RLS) adalah sangat memungkinkan. Apabila diasumsikan di suatu daerah migrasi masuk dan migrasi keluar mempunyai kualitas pendatang yang seimbang dari mutu SDM yang telah ada, di daerah perkotaan cenderung relatif lebih baik dibanding daerah perdesaan, hal ini terjadi karena akses ke berbagai fasilitas dan pelayanan APS 30

19 masyarakat, terutama yang berhubungan dengan pendidikan, lebih mudah diperoleh. Kondisi ekonomi juga cenderung lebih baik sehingga kesempatan untuk meningkatkan mutu SDM lebih terbuka bagi penduduk perkotaan. Telah ditentukan segmentasi usia yang harus mendapatkan kesempatan sekolah terletak pada selang usia 7-18 tahun, secara operasional kelompok umur tersebut dipilah menjadi tiga; yaitu usia 7-12 tahun untuk tingkat Sekolah Dasar (SD), usia tahun untuk tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), dan umur tahun untuk tingkat pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA). Pada penduduk kelompok umur 7-12 tahun, secara umum perbedaan partisipasi sekolah antara penduduk perkotaan dengan perdesaan relatif tidak mencolok. Hal ini kemungkinan karena gencarnya promosi program pendidikan dasar yang dilakukan pemerintah di berbagai daerah secara luas dengan disertai oleh bermacam penyaluran dana bantuan pendidikan, mulai dari yang hanya terbatas pada kelompok masyarakat sangat miskin (seperti: Program Keluarga Harapan), hingga yang sifatnya menyeluruh seperti Bantuan Operasional Sekolah (BOS), maupun beasiswa bagi siswa dari keluarga miskin. Setelah anggaran bidang pendidikan diperbesar, serta berbagai bantuan disalurkan, maka permasalahan putus sekolah di pendidikan dasar harus sudah dapat diselesaikan. Dengan kata lain, Rata-rata Lama Sekolah (RLS) penduduk harus sudah stabil (tidak fluktuatif) dapat melewati angka 9 tahun. Untuk penduduk yang memiliki kemampuan secara ekonomi, harus terus didorong untuk melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi karena memiliki ijazah SLTP saja tidak cukup untuk bersaing memperoleh lapangan pekerjaan yang lebih layak. Perkembangan pencapaian RLS yang belum begitu besar dan cenderung melambat laju pertumbuhannya, kemungkinan disebabkan karena masih cukup besarnya penduduk yang tingkat pendidikannya rendah. Dengan komposisi penduduk yang relatif besar diusia muda, tampaknya APS 31

20 perlu dipersiapkan sarana penunjang pendidikan yang memadai, utamanya ditujukan bagi penduduk usia tahun. Intervensi dalam menaikkan RLS dengan program pendidikan dasar 9 tahun masih terus perlu dipacu. Salah satunya adalah dengan perluasan akses terhadap infrastruktur pendidikan. Disamping terus dijalankan Pendidikan Luar Sekolah (PLS) seperti program paket A, B, dan C untuk menanggulangi anak yang putus sekolah pada usia 15 tahun keatas. Banyak anggapan yang mengatakan bahwa hanya negara yang mempunyai SDM berkualitas sajalah yang akan mampu bersaing dengan negara lain dalam era globalisasi. Berkaitan dengan hal tersebut, pemerintah khususnya pemerintah daerah perlu lebih mengedepankan upaya peningkatan kualitas SDM melalui program-program yang lebih berorientasi pada pemenuhan kebutuhan pendidikan baik formal maupun non formal. Karena bagaimanapun juga SDM yang bermutu merupakan syarat utama bagi terbentuknya peradaban yang baik. Begitupula sebaliknya akan melahirkan kehidupan masyarakat yang buruk. Peranan strategis guru dan pemuka masyarakat di daerah terpencil masih sangat diperlukan dalam mempromosikan pentingnya mencapai pendidikan yang memadai untuk meningkatkan kualitas hidup. Pemerintah daerah tentunya memiliki komitmen kuat untuk secara terus-menerus mendorong peningkatan partisipasi sekolah di daerah terpencil sehingga terjamin kelangsungan proses belajar mengajar. Pada akhirnya kesemuanya akan mampu meningkatkan indeks pendidikan di wilayahnya. Pemerintah telah mengedepankan upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui program-program pembangunan yang berorientasi pada pemenuhan kebutuhan pendidikan baik formal maupun non formal. Menjelang era globalisasi, pendidikan merupakan kebutuhan yang semakin penting. Hal ini dikarenakan SDM yang berkualitaslah yang akan mampu bersaing dengan SDM di negara lain. Oleh APS 32

21 karena itu, pemerintah berkewajiban memfasilitasi pemenuhan kebutuhan pendidikan bagi masyarakatnya untuk mewujudkan SDM yang bermutu sebagai syarat utama bagi terbentuknya peradaban yang maju Terdapat beberapa indikator yang dapat mengukur keberhasilan pembangunan manusia di bidang pendidikan diantaranya adalah angka melek huruf (literacy) dan rata-rata lama sekolah (mean year schooling). Angka melek huruf dihitung untuk penduduk dewasa ( usia 15 tahun keatas) yang dapat membaca dan menulis minimal kata-kata/kalimat sederhana aksara tertentu, baik mampu membaca dan menulis huruf latin maupun huruf lainnya. Hasil Survei Khusus IPM, menunjukkan bahwa persentase penduduk usia 15 tahun keatas yang mampu membaca dan menulis adalah sebesar 98,86 persen. Artinya penduduk yang buta huruf sebesar 1,14 persen. Apabila dilihat secara series angka melek huruf penduduk Kabupaten Bandung selama periode menunjukkan tren yang meningkat. Pada tahun 2010, angka melek huruf terkoreksi berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2010 sehingga tercatat sebesar 98,41 persen. Kemudian pada tahun 2011 AMH naik hingga mencapai 98,48 persen. Pada tahun 2012 dan 2013, AMH masing masing tercatat sebesar 98,69 dan 98,84 persen. Peningkatan AMH penduduk di terlihat relatif lambat setiap tahunnya karena belum tercapainya bebas buta huruf. Hal ini disebabkan kemungkinan masih adanya penduduk usia 15 tahun keatas yang sudah lanjut usia dan tidak bisa membaca dan menulis. Terdapat anggapan pada masyarakat awam bahwa kebutuhan untuk bisa membaca dan menulis adalah dalam kaitannya untuk kepentingan bekerja. Sehingga apabila mereka sudah berumur tua dan tidak akan bekerja lagi, atau pekerjaannya tidak memerlukan kecakapan membaca dan menulis, maka mereka menganggap tidak perlu lagi untuk belajar membaca dan menulis. Oleh karena itu, supaya APS 33

22 tidak menjadi beban dalam pencapaian pembangunan di bidang pendidikan diperlukan strategi penanggulangan buta huruf yang lebih intensif lagi. Indikator penting lainnya yang dapat digunakan untuk memotret capaian pembangunan manusia di bidang pendidikan adalah rata-rata lama sekolah. Kondisi capaian rata-rata lama sekolah di, pada tahun 2010 mencapai 9,02 tahun. Sementara itu di tahun 2011, rata-rata lama sekolah penduduk turun secara signifikan menjadi 8,62 tahun. Sementara itu pada tahun 2012 dan 2013, angka RLS dapat naik kembali menjadi sebesar 8,67 tahun dan 8,70 tahun. Kemudian berdasarkan survei terakhir pada tahun, rata-rata lama sekolah penduduk mencapai 8,72 tahun, atau setara dengan telah menyelesaikan kelas 2 SLTP. Pertumbuhan RLS periode menurun signifikan sebesar 0,40 poin. Dua tahun berikutnya, kembali dapat ditingkatkan walaupun cenderung melambat hingga secara berturut-turut mencapai 0,05 poin dan 0,03 poin. Kondisi pertumbuhan RLS pada tahun 2011 relatif rendah dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini dikarenakan rata-rata lama sekolah dihitung dari populasi penduduk dewasa (usia 15 tahun atau lebih) dimana mobilitas penduduk dewasa cenderung tinggi. Perpindahan penduduk dapat terjadi akibat mencari pekerjaan (umumnya pindah ke wilayah perkotaan/ sentrasentra industri/perekonomian), atau untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi (karena umumnya di pedesaan, infrastrukturnya sangat terbatas). Seperti kita ketahui bahwa beberapa wilayah di Kabupaten Bandung merupakan daerah tujuan mencari kerja atau tujuan melanjutkan pendidikan, sehingga fluktuasi pada angka rata-rata lama sekolah adalah sangat memungkinkan. Perkembangan pencapaian RLS yang belum begitu besar dan cenderung melambat laju pertumbuhannya, kemungkinan disebabkan karena masih cukup besarnya penduduk yang tingkat pendidikannya rendah. Dengan komposisi penduduk yang relatif besar diusia muda, tampaknya perlu APS 34

23 dipersiapkan sarana penunjang pendidikan yang memadai, utamanya ditujukan bagi penduduk usia tahun. Intervensi dalam menaikkan RLS dengan program pendidikan dasar 9 tahun masih terus perlu dipacu. Salah satunya adalah dengan perluasan akses terhadap infrastruktur pendidikan. Disamping terus dijalankan Pendidikan Luar Sekolah (PLS) seperti program paket A, B dan C untuk menanggulangi anak yang putus sekolah pada usia 15 tahun keatas. Pada tahun 2013, pemerintah pusat telah mancanangkan program lanjutan dari wajib belajar 9 tahun yaitu Program Menengah Universal (PMU) atau wajib belajar 12 tahun sehingga diharapkan anak-anak usia sekolah mampu mengikuti pendidikan hingga tamat SLTA. Apabila program ini sudah ditindaklanjuti juga oleh pemerintah daerah, maka diharapkan sebagaian besar penduduk minimal berpendidikan SLTA. Hal ini menjadi tugas bersama untuk mewujudkan keberhasilan program wajib belajar 12 tahun yang akan tercermin dari indikator rata-rata lamanya sekolah harus setara dengan telah menyelesaikan jenjang pendidikan SLTA. Untuk mencapai tujuan tersebut, tentu membutuhkan berbagai program pendidikan yang mumpuni dan tepat sasaran yang akan diterapkan dalam jangka waktu yang panjang Capaian IPM Bidang Ekonomi Rumah tangga merupakan konsumen atau pemakai barang dan jasa sekaligus juga pemilik faktor-faktor produksi tenaga kerja, lahan, modal, dan kewirausahaan. Rumah tangga menjual atau mengelola faktor-faktor produksi tersebut untuk memperoleh balas jasa. Balas jasa atau imbalan tersebut adalah upah, sewa, bunga dividen, dan laba yang merupakan komponen penerimaan atau pendapatan rumah tangga. Penerimaan lain yang mungkin diperoleh rumah tangga adalah transfer (pemberian cumacuma), perkiraan pendapatan (imputasi) dari rumah milik rumah tangga APS 35

24 tersebut yang ditempati sendiri atau ditempati pihak lain dengan bebas sewa, dan hasil produksi barang/jasa dari kegiatan yang tidak digolongkan sebagai kegiatan usaha rumah tangga. Transfer yang diterima berasal dari pemerintah, badan usaha, lembaga nirlaba, rumah tangga lain, maupun dari luar negeri. Ada dua cara penggunaan pendapatan. Pertama, membelanjakannya untuk barang-barang konsumsi. Kedua, tidak membelanjakannya seperti ditabung. Pengeluaran konsumsi dilakukan untuk mempertahankan taraf hidup. Pada tingkat pendapatan yang rendah, pengeluaran konsumsi umumnya dibelanjakan untuk kebutuhan-kebutuhan pokok guna memenuhi kebutuhan jasmani. Konsumsi makanan merupakan faktor terpenting karena makanan merupakan jenis barang utama untuk mempertahankan kelangsungan hidup. Akan tetapi terdapat berbagai macam barang konsumsi (termasuk sandang, perumahan, bahan bakar, dan sebagainya) yang dapat dianggap sebagai kebutuhan untuk menyelenggarakan rumah tangga. Keanekaragamannya tergantung pada tingkat pendapatan rumah tangga. Tingkat pendapatan yang berbeda-beda mengakibatkan perbedaan taraf konsumsi. Apabila penerimaan rumah tangga dikurangi dengan pengeluaran untuk konsumsi dan untuk transfer, maka diperoleh nilai tabungan rumah tangga. Kalau perilaku konsumsi memperlihatkan dasar pendapatan yang dibelanjakan, maka tabungan adalah merupakan unsur penting dalam proses pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Tabungan memungkinkan terciptanya modal yang dapat memperbesar kapasitas produksi perekonomian. Untuk dapat melihat apa yang dilakukan rumah tangga responden atas tabungannya dibutuhkan data tabungan seperti yang disimpan di bank atau koperasi, jumlah investasi, serta transaksi keuangan lainnya. APS 36

25 Kenyataannya, selisih penerimaan dengan pengeluaran rumah tangga responden ada yang negatif (defisit), sehingga dalam membiayai pengeluaran dan investasinya diperlukan pinjaman (hutang), maka rumah tanggapun ada yang berhutang, dan ada yang meminjamkan uang (piutang). Jadi selain dari tabungan, sumber dana investasi dapat berasal dari pinjaman. Disamping itu, ada pula rumah tangga responden yang melakukan kegiatan di pasar uang atau di pasar modal sehingga terjadi transaksi finansial (keuangan) antar rumah tangga maupun dengan sektor ekonomi lain. Investasi finansial dapat berupa uang tunai, simpanan di bank, dan pemilikan surat berharga. Rumah tangga terdiri dari sekelompok orang yang mempunyai karakteristik berbeda, baik dalam hal penerimaan maupun pengeluarannya. Dalam hal pengeluaran konsumsi ada yang dilakukan secara bersama, tetapi ada pula yang dilakukan oleh masing-masing art. Sedangkan dalam hal pendapatan, ada rumah tangga responden yang pendapatannya dari upah/gaji saja, dari usaha saja, atau dari gabungan keduanya. Bahkan ada yang dari selain keduanya, misalnya dari pensiun, bagi hasil, dan sebagainya. Hal ini tergantung dari keaktifan krt/art dalam kegiatan ekonomi. Sehubungan dengan hal-hal yang disebutkan tadi, maka untuk mengukur penerimaan dan pengeluaran rumah tangga responden secara lengkap perlu diperhatikan bahwa: a. Selain data komponen pengeluaran bersama di rumah tangga, juga harus ikut dicatat pengeluaran masing-masing anggota rumah tangga. b. Selain data pendapatan dari usaha bersama, juga harus ikut dicatat penerimaan masing-masing anggota rumah tangga yang telah berpenghasilan. Tingkat daya beli dapat menggambarkan kesejahteraan ekonomi penduduk di suatu wilayah. Kemampuan daya beli penduduk merupakan salah satu indikator penting dalam mengukur Indeks Pembangunan Manusia. APS 37

26 Grafik 3.8. Daya Beli Penduduk Tahun Rp Rp Rp Rp Rp Sumber: Survei Khusus IPM, Gambar 2. Pertumbuhan PDRB/Kapita dan Reduction of Shortfall IPM Kabupaten/Kota di Bandung Raya, Tahun 2013 APS 38

27 Hubungan antara pembangunan ekonomi dengan pembangunan manusia, menurut UNDP, 1996, dikatagorikan sebagai berikut : 1. Seimbang Kuat (berada pada Kuadran 1) Adalah kondisi pembangunan ekonomi dan pembangunan manusia berjalan relatif cepat. 2. Seimbang Lemah (berada pada Kuadran 3) Adalah kondisi pembangunan ekonomi dan pembangunan manusia berjalan relatif lambat. 3. Tidak Seimbang (berada pada Kuadran 2) Adalah kondisi pembangunan ekonomi berjalan lemah, sedangkan pembangunan manusia berjalan relatif cepat. 4. Tidak Seimbang (berada pada Kuadran 4) Adalah kondisi pembangunan ekonomi berjalan cepat, sementara pembangunan manusia berjalan relatif lambat. Katagori di atas memberikan pilihan untuk mendahulukan pembangunan ekonomi? Ataukah mendahulukan pembangunan sosial? Hal ini bukan merupakan pilihan yang mudah, sebab menurut UNDP:1966: pembangunan ekonomi dengan pembangunan manusia bersifat timbal balik. Pembangunan ekonomi mempengaruhi pembangunan manusia, berlaku juga sebaliknya. Pembangunan manusia yang berkelanjutan perlu didukung oleh pembangunan ekonomi yang memadai. Pembangunan ekonomi yang berkelanjutan perlu didukung oleh pembangunan manusia (SDM) yang memadai. Menurut UNDP, 1990: pembangunan manusia melihat keterlibatan atau partisipasi aktif penduduk dalam pembangunan, mulai dari perumusan, penentuan kebijakan hingga evaluasi, sehingga disebut sebagai pembangunan yang berpusat pada masyarakat (people centered APS 39

28 development), yaitu : Oleh Penduduk (berpartisipasi dalam pembangunan), Tentang Penduduk (investasi di bidang pendidikan, kesehatan dan pelayanan sosial lainnya), dan Untuk Penduduk (penciptaan lapangan kerja). IPM bukan angka statistik semata, melainkan holistik analysis (yang memperhitungkan konsistensi antar waktu dan antar wilayah, serta data pendukung lainnya untuk statistical adjustment; extrapolation, econometrics regression), sampai dengan program pembangunan ekonomi, sosial, lingkungan, dan sebagainya. Dari sudut pandang ekonomi, kemajuan pertumbuhan IPM Kabupaten Bandung selama beberapa periode ternyata sangat ditunjang oleh peningkatan komponen kemampuan daya beli masyarakat. Capaian daya beli penduduk pada tahun 2010 sebesar Rp Pada tahun 2011 dilakukan penyesuaian metode penghitungan daya beli, sehingga penghitungan daya beli pada tahun 2011, 2012, 2013, dan masingmasing sebesar Rp , Rp , Rp , dan Rp APS 40

29 3.2. Capaian IPM Menurut Kecamatan Apabila ditinjau menurut kecamatan, sebaran pencapaian Angka Harapan Hidup (AHH) di tiap-tiap kecamatan cukup menggembirakan. Hal ini terlihat dari banyaknya kecamatan yang memiliki pencapaian Angka Harapan Hidup (AHH) diatas rata-rata yakni lebih dari 50 persen. Menurut data Survei Khusus IPM, enam kecamatan rangking teratas ditinjau dari Angka Harapan Hidup (AHH) terdapat di Kecamatan Cileunyi yang mencapai 73,54 tahun, Majalaya yang mencapai 73,13 tahun, Ibun yang mencapai 73,02 tahun, Kecamatan Rancaekek yang mencapai 72,99 tahun, Cilengkrang yang mencapai 72,10 tahun, dan Banjaran yang mencapai 72,05 tahun. Peningkatan Angka Melek Huruf (AMH) di relatif melambat. Hal ini dikarenakan penduduk buta huruf yang ada kemungkinan sudah berada di luar usia produktif dan jumlahnya sangat sedikit. Menurut data Survei Khusus IPM, enam kecamatan rangking teratas ditinjau dari Angka Melek Huruf (AMH) terdapat di Kecamatan Margahayu yang mencapai 99,79%; Dayeuhkolot yang mencapai 99,60%; Rancaekek yang mencapai 99,27%; Katapang yang mencapai 99,29%; Cileunyi yang mencapai 99,24%; dan Cicalengka yang mencapai 98,99%. Pola yang hampir serupa terjadi pada Rata-rata Lama Sekolah (RLS). Hampir separuh kecamatan di yang memiliki Rata-rata Lama Sekolah (RLS) diatas angka Kabupaten. Kondisi tersebut tentunya belum cukup membanggakan karena target pendidikan adalah untuk mencapai tuntas pendidikan dasar (RLS = 9 tahun). Dan disparitas /kesenjangan antara kecamatan yang memiliki Rata-rata Lama Sekolah (RLS) paling tinggi dengan kecamatan yang memiliki Rata-rata Lama Sekolah (RLS) terendah ternyata masih cukup besar, yaitu mencapai 3,96 tahun. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa kesempatan menikmati pendidikan di beberapa wilayah masih begitu rendah dibandingkan wilayah lainnya. APS 41

30 Dengan sebaran wilayah yang sangat luas, kabupaten Bandung memang akan memiliki kendala dalam membangun fasilitas pendidikan yang memadai dan mudah dijangkau oleh penduduknya. Menurut data Survei Khusus IPM, enam kecamatan rangking teratas ditinjau dari Rata-rata Lama Sekolah (RLS) terdapat di Kecamatan Margahayu yang mencapai 10,39 tahun; Dayeuhkolot yang mencapai 9,87 tahun; Cileunyi yang mencapai 9,42 tahun; Rancaekek yang mencapai 9,39 tahun; Pameungpeuk yang mencapai 8,94 tahun; dan Cimenyan yang mencapai 8,68 tahun. Menurut data Survei Khusus IPM, enam kecamatan rangking teratas ditinjau dari kemampuan Daya Beli terdapat di Kecamatan Baleendah yang mencapai Rp ; Kecamatan Bojongsoang yang mencapai Rp ; Kecamatan Cileunyi yang mencapai Rp ; Kecamatan Dayeuhkolot yang mencapai Rp.659,980; Kecamatan Rancaekek yang mencapai Rp ; Kecamatan Rancabali yang mencapai Rp Menurut data Survei Khusus IPM, enam kecamatan rangking teratas ditinjau dari Angka Harapan Hidup (AHH) terdapat di Kecamatan Cileunyi yang mencapai 73,54 tahun; Majalaya yang mencapai 73,13 tahun; Ibun yang mencapai 73,02 tahun; Kecamatan Rancaekek yang mencapai 72,99 tahun; Cilengkrang yang mencapai 72,10 tahun; dan Banjaran yang mencapai 72,05 tahun. Sementara itu, terdapat 14 kecamatan yang memiliki angka harapan hidup dibawah rata-rata yakni Kecamatan Cikancung (67,13 tahun), Solokan Jeruk (68,26 tahun), Pacet (68,38 tahun), Kertasari (68,46 tahun), Cicalengka (69,43 tahun), Paseh (69,79 tahun), Bojongsoang (70,00 tahun), Cimenyan (70,14 tahun), dan Katapang (70,19 tahun). Sementara itu, sisanya sebanyak 16 kecamatan memiliki AMH dibawah angka yakni Kecamatan Ciparay (98,32), Banjaran (98,34), Cikancung (98,35), Ciwidey (98,19), Majalaya (98,32), Kutawaringin (97,35), Cimenyan (98,36), Cilengkrang (97,74), Ibun (97,03), Rancabali APS 42

31 (98,01), Paseh (97,63), Pacet (97,27), Pangalengan (97,38), Kertasari (97,35), Arjasari (96,75) dan Cimaung (96,80). Peningkatan AMH di relatif melambat. Hal ini dikarenakan penduduk buta huruf yang ada kemungkinan sudah berada di luar usia produktif dan jumlahnya sangat sedikit. Jika dilihat menurut kecamatan, terdapat 15 kecamatan yang memiliki AMH diatas rata-rata angka yakni Kecamatan Margahayu (99,79), Dayeuhkolot (99,74), Cileunyi (99,61), Katapang (99,45), Cicalengka (99,43), Rancaekek (99,43), Soreang (99,40), Pameungpeuk (99,35), Pasir Jambu (99,31), Bojongsoang (99,24), Margaasih (99,21), Cangkuang (99,17), Baleendah (99,10), Solokanjeruk (99,01), Nagreg (98,91). Sementara itu, sisanya sebanyak 16 kecamatan memiliki AMH dibawah kecamatan yakni Kecamatan Ciparay (98,80), Banjaran (98,78), Cikancung (98,76), Ciwidey (98,73), Majalaya (98,54), Kutawaringin (98,52), Cimenyan (98,50), Cilengkrang (98,39), Ibun (98,27), Rancabali (98,26), Paseh (98,20), Pacet (97,96), Pangalengan (97,80), Kertasari (97,64), Arjasari (97,50) dan Cimaung (97,06). Pola yang hampir serupa terjadi pada Rata-ata Lama Sekolah (RLS). Hampir separuh kecamatan di yang memiliki rata-rata lama sekolah diatas angka Kabupaten. Kondisi tersebut tentunya belum cukup membanggakan karena target pendidikan adalah untuk mencapai tuntas pendidikan dasar (RLS = 9 tahun). Dan disparitas/kesenjangan antara kecamatan yang memiliki rata-rata lama sekolah paling tinggi dengan kecamatan yang memiliki rata-rata lama sekolah terendah ternyata masih cukup besar, yaitu mencapai sebesar 3,39 tahun. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa kesempatan menikmati pendidikan di beberapa wilayah masih begitu rendah dibandingkan wilayah lainnya. Dengan sebaran wilayah yang sangat luas, kabupaten Bandung memang akan memiliki APS 43

32 kendala dalam membangun fasilitas pendidikan yang memadai dan mudah dijangkau oleh penduduknya. Gambar 3. Posisi Teratas Capaian IPM Kecamatan Di, Tahun Rancaekek 78,72 Cileunyi 79,13 Baleendah 78,47 Dayeuhkolot 78,28 Margahayu 77,45 Sumber : BPS, Survei Khusus IPM Tahun Berdasarkan hasil survei IPM, lima urutan tertinggi capaian IPM ditempati oleh Kecamatan Cileunyi, diikuti secara berurutan oleh Kecamatan Rancaekek, Kecamatan Baleendah, Kecamatan Dayeuhkolot, dan Kecamatan Margahayu. Besaran nilai IPM-nya masingmasing sebesar 79,13; 78,72, 78,47; 78,28; dan 77,45. APS 44

33 Sedangkan urutan Kecamatan yang memiliki angka IPM terendah pada tahun adalah: Kecamatan Kertasari (70,00), Kecamatan Pacet (71,29), Kecamatan Cikancung (71,47), Kecamatan Solokanjeruk (73,37), dan Kecamatan Paseh (73,72). Angka IPM Kecamatan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 1 dan 2. Gambar 4. Posisi Terendah Capaian IPM Kecamatan Di, Tahun Kertasari 70,00 Pacet 71,29 Cikancung 71,47 Solokanjeruk 73,37 Paseh 73,72 Sumber : BPS, Survei Khusus IPM Tahun APS 45

34 Bab IV. Keterbandingan Pembangunan Antar Wilayah 4.1. Capaian di Tingkat Wilayah Pencapaian pembangunan manusia yang dipotret melalui indikator IPM diharapkan mampu mencerminkan kondisi hasil pembangunan yang telah dilakukan. Untuk melihat sejauhmana capaian tersebut, juga keterbandingannya dengan wilayah sekitar, maka dilakukan perbandingan angka IPM. Namun tidak semua Kabupaten/Kota melakukan pengukuran IPM untuk tahun berjalan, sehingga agar diperoleh angka yang terbanding digunakan angka publikasi IPM yang dihitung oleh BPS RI. Publikasi IPM terakhir adalah yang memuat angka IPM tahun Berdasarkan angka BPS RI, di wilayah Bandung Raya Kabupaten Bandung menempati urutan ketiga pencapaian IPM-nya. Pada tahun 2013 IPM mencapai 75,11. Sementara itu IPM Kabupaten/Kota disekitarnya adalah sebagai berikut: Kota Bandung sebesar 77,32, Kota Cimahi sebesar 76,86, Barat sebesar 74,59, dan Kabupaten Sumedang sebesar 73,58. Hal ini berarti urutan Kabupaten Bandung berada dibawah urutan Kota, dan menempati urutan pertama untuk katagori Kabupaten. Capaian pembangunan manusia tersebut, secara lebih operasional dapat juga tergambarkan lebih rinci berdasarkan berbagai indikator berikut ini: APS 46

35 4.1.1 Indikator MDG s Kesejahteraan penduduk dan kehidupan yang layak merupakan tujuan dari pembangunan di suatu wilayah. Dalam rangka mewujudkan semua itu, lahirlah deklarasi Millenium Development Goals (MDGs) yang disepakati pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Millenium PBB tahun Semangat deklarasi MDG s akan mendorong lembaga pemerintah dan swasta terutama di daerah untuk menyatukan upaya pembangunan dalam rangka mewujudkan kesejahteraan rakyat. Penerapan MDGs di level daerah akan terasa lebih efektif karena kabupaten/kota merupakan ruang lingkup yang cukup kecil dalam menata situasi dan kondisi masyarakatnya. Dalam Deklarasi MDGs terdapat 8 tujuan yang harus dicapai dengan 18 target dan 48 indikator. Kedelapan tujuan dalam deklarasi MDG s adalah sebagai berikut : 1. Menanggulangi Kemiskinan dan Kelaparan 2. Mencapai Pendidikan Dasar untuk Semua 3. Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan 4. Menurunkan Angka Kematian Anak 5. Meningkatkan Kesehatan Ibu 6. Memerangi HIV/AIDS, Malaria dan Penyakit Menular Lainnya 7. Memastikan Keberlanjutan Lingkungan Hidup 8. Membangun Kemitraan Global untuk Pembangunan Salah satu tujuan MDGs yang selaras dengan dimensi pembangunan manusia bidang kesehatan adalah Menurunkan Angka Kematian Anak. Anakanak terutama bayi lebih rentan terhadap penyakit dan kondisi hidup yang tidak sehat. Indikator yang dapat menggambarkan kondisi jumlah anak-anak yang meninggal adalah Angka Kematian Bayi. Angka kematian bayi dapat ditekan dari 37 bayi per 1000 kelahiran hidup APS 47

36 pada tahun 2008 hingga pada tahun jumlahnya menurun menjadi sebesar 34 bayi per 1000 kelahiran hidup. Selain itu, tujuan MDGs yang berhubungan dengan dimensi pembangunan manusia di bidang pendidikan adalah mencapai pendidikan dasar untuk semua. Tujuan ini disepakati untuk memastikan bahwa semua anak menerima pendidikan dasar. Indikator yang dapat menggambarkan pencapaian tujuan kedua MDGs ini salah satunya adalah angka partisipasi murni (APM). APM digunakan untuk melihat penduduk usia sekolah yang dapat bersekolah tepat waktu. APM didefinisikan sebagai proporsi jumlah penduduk pada kelompok usia sekolah tertentu yang masih sekolah pada jenjang pendidikan yang sesuai dengan kelompok usia terhadap jumlah keseluruhan penduduk pada kelompok usia yang sama. APM dapat mencerminkan seberapa besar partisipasi dan akses penduduk bersekolah di jenjang tertentu sesuai kelompok usia pada jenjang tersebut. Pada tahun 2008, angka partisipasi murni (APM) jenjang sekolah dasar (SD) sebesar 90,00 persen dan pada tahun meningkat menjadi sebesar 94,12 persen. Angka ini menunjukkan bahwa Pemerintah hampir mewujudkan target memasukkan semua anak ke sekolah dasar. Ini artinya target global MDGs pada tahun 2015 yaitu pendidikan setara 6 tahun atau APM SD sebesar 95 persen hampir tercapai di. Pemerintah Indonesia bertekad untuk mencapai target yang lebih tinggi dari target MDGs yaitu wajib belajar 9 tahun yang terdiri dari 6 tahun SD dan 3 tahun SMP. Berdasarkan data survei Khusus IPM tahun, tercatat bahwa sebesar 67,87 persen dari total penduduk usia tahun sedang/masih menjalani pendidikan setingkat SLTP. Ini artinya peluang penduduk usia tahun di cukup besar dimana hampir mencapai 70 persen anak usia SLTP sedang menjalani pendidikan setingkat SLTP. Hal ini menunjukkan bahwa target wajib belajar 9 tahun di hampir tercapai. APS 48

37 Grafik4.1. APM Menurut Jenjang Pendidikan di, Tahun SD SLTP SLTA PT Sumber : BPS, Survei Khusus IPM Tahun Sementara itu, program baru yang telah dicanangkan oleh pemerintah yakni Program Menengah Universal (PMU) atau wajib belajar 12 tahun apabila telah ditindaklanjuti maka diharapkan sebagian besar penduduk dapat menikmati pendidikan sampai setingkat SLTA. Pada tahun, partisipasi penduduk usia tahun yang sedang menikmati pendidikan setingkat SLTA sebesar 41,58 persen. Gambaran perbandingan APM menurut jenjang pendidikan dapat dilihat pada grafik 4.1. Indikator lainnya yang menjadi ukuran untuk menentukan tercapai tidaknya tujuan kedua MDGs adalah Angka Melek Huruf Usia tahun. Tujuan MDGs yang selaras dengan pembangunan manusia di bidang ekonomi adalah tujuan kesatu yakni Menanggulangi Kemiskinan dan APS 49

38 Kelaparan. Gambaran mengenai indikator kemiskinan akan dijelaskan pada bahasan selanjutnya Indikator Ketenagakerjaan Capaian kesejahteran masyarakat di suatu wilayah sangat tergantung kepada potensi sumber daya yang dimiliki dan bagaimana potensi yang ada dapat dikelola dan dimanfaatkan dengan baik. Kualitas sumber daya manusia (SDM) akan sangat berperan untuk menciptakan dan menggerakkan aktivitas perekonomiannya. Peranan sumber daya manusia dalam mengelola perekonomian suatu wilayah dapat ditunjukkan oleh indikator ketenagakerjaan. Salah satu indikator yang biasa dipakai dalam melihat atau menggambarkan tingkat perekonomian masyarakat adalah laju pertumbuhan angkatan kerja yang terserap di lapangan pekerjaan. Tingginya angkatan kerja di suatu daerah akan menggerakan perekonomian daerah tersebut. Gambaran kondisi ketenagakerjaan seperti persentase angkatan kerja yang bekerja, dan distribusi lapangan pekerjaan sangat berguna untuk melihat prospek ekonomi. Pertumbuhan ekonomi dapat dilihat apakah benar-benar digerakan oleh produksi yang melibatkan tenaga kerja daerah atau karena pengaruh indikator lain. Banyaknya penduduk yang bekerja akan berdampak pada peningkatan kemampuan daya beli dan peningkatan pendapatan penduduk untuk pemenuhan kebutuhan hidup yang layak. Salah satu indikator yang dapat menggambarkan kondisi ketenagakerjaaan adalah Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK). TPAK merupakan perbandingan antara penduduk yang bekerja dan mencari pekerjaan terhadap penduduk usia kerja (15 tahun keatas). Berdasarkan Hasil Sakernas tahun, jumlah angkatan kerja di tercatat sebesar jiwa, sementara jumlah penduduk usia kerja APS 50

39 tercatat sebanyak jiwa, maka tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) di sebesar 66,16 persen. Interpretasinya adalah bahwa sebanyak 66, 16 persen angkatan kerja di aktif secara ekonomi. Semakin banyak angkatan kerja yang aktif secara ekonomi akan berdampak pada meningkatnya taraf kesejahteraan. Taraf kesejahteraan yang meningkat mengakibatkan berkurangnya jumlah penduduk miskin. Kemiskinan sangat dipengaruhi oleh pendapatan rumahtangga karena hampir semua rumahtangga mengandalkan upah/gaji (bagi yang berstatus buruh/karyawan) atau keuntungan usaha (bagi yang berstatus berusaha). Implikasinya adalah bahwa upaya pengentasan kemiskinan harus ditempuh melalui upaya penyelesaian masalah ketenagakerjaan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah penyediaan lapangan kerja/usaha dan peningkatan produktifitas tenaga kerja. Indikator lainnya yang dapat menggambarkan kondisi ketenagakerjaan adalah tingkat pengangguran terbuka (TPT). TPT merupakan perbandingan antara jumlah pencari kerja dengan jumlah angkatan kerja. Berdasarkan data Sakernas tahun, jumlah pengangguran di sebanyak jiwa dan jumlah angkatan kerja sebanyak jiwa, maka diperoleh tingkat pengangguran sebesar 8, 48 persen. Interpretasinya adalah dari 100 orang penduduk yang termasuk angkatan kerja, secara ratarata 8 orang diantaranya adalah pencari kerja (pengangguran). Angka pengangguran ini masih tergolong tinggi, sehingga harus terus diupayakan penyediaan lapangan pekerjaan. APS 51

40 Grafik 4.2. Tingkat Kesempatan Kerja (TKK) dan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di, Tahun TKK 91.52% TPT 8.48% Sumber : BPS, Sakernas % 17.01% 11.82% 17.91% 35.70% Grafik 4.3. Proporsi Penduduk yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama Pertanian Perdagangan Industri Jasa Sumber : BPS, Sakernas. Untuk melihat seberapa besar penduduk yang terserap dalam pasar kerja, maka digunakan indikator tingkat kesempatan kerja (TKK). Tingkat kesempatan kerja merupakan komplemen dari tingkat pengangguran APS 52

41 terbuka. Berdasarkan data Sakernas, diperoleh tingkat kesempatan kerja penduduk di sebesar 91, 52 persen. Angka ini menunjukkan bahwa tingkat kesempatan kerja yang tersedia sebesar 91, 52 persen atau dari 100 orang orang angkatan kerja, sekitar 91 orang diantaranya sudah bekerja. Selain itu dapat dijelaskan pula bahwa kapangan kerja yang tersedia di sudah semakin banyak menyerap tenaga kerja. Perluasan lapangan pekerjaan dapat menciptakan kesempatan kerja bagi penduduk sehingga jumlah pengangguran di dapat ditekan. Lapangan pekerjaan di cukup beragam diantaranya sektor pertanian, industri, perdagangan, jasa dan lain-lain. Proporsi penyerapan lapangan pekerjaan pada sektor industri yang cukup besar dapat menjadi indikator meningkatnya kesejahteraan masyarakat suatu wilayah. Berdasarkan data Sakernas, sebagian besar penduduk di wilayah bekerja pada sektor industri dengan proporsi sebesar 36 persen. Hal ini sesuai dengan kondisi dimana terdapat banyak industri yang berlokasi di wilayah sehingga menyerap tenaga kerja baik bagi penduduk setempat maupun pendatang. Selain itu, penduduk di juga banyak yang bekerja di sektor perdagangan dan pertanian dengan proporsi masing masing sebesar 18 persen dan 17 persen. Proporsi penduduk yang bekerja di sektor jasa juga cukup besar yakni sekitar 11 persen. Sisanya sekitar 17 persen merupakan proporsi penduduk yang bekerja di sektor lainnya. Komposisi penduduk di yang bekerja menurut lapangan pekerjaan utama dapat terlihat pada grafik Indikator Kemiskinan Beberapa definisi mengenai kemiskinan telah dikemukakan oleh para ahli. Menurut Bank Dunia (World Bank, 2000), Kemiskinan merupakan APS 53

42 kurangnya kesempatan/peluang, ketidakberdayaan dan kerentanan. Definisi lain menyebutkan bahwa kemiskinan merupakan kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang tidak mampu memenuhi hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Hakhak dasar yang dimaksud meliputi terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumber daya alam dan lingkungan hidup, rasa aman dari perlakuan atau ancaman tindak kekerasan serta hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan soial politik. Kemiskinan merupakan masalah multidimensi yang membutuhkan kebijakan dan program intervensi yang multi-dimensi juga yang dapat membuat masyarakat terbebas dari kemiskinan. Data kemiskinan dapat memberikan informasi yang cukup penting bagi para pengambil kebijakan untuk menurunkan tingkat kemiskinan. Kemiskinan merupakan masalah nasional sehingga penanggulangannya selalu menjadi salah satu prioritas utama pembangunan nasional. Kemiskinan juga merupakan permasalahan dunia yang terlihat dari disepakatinya deklarasi Millenium Development Goals (MDGs) oleh beberapa negara anggota PBB termasuk Indonesia. Tujuan pertama dalam deklarasi MDGs adalah menanggulangi kemiskinan dan kelaparan dengan target bahwa pada tahun 2015 tingkat kemiskinan ekstrem harus diturunkan hingga separuh dari keadaan di tahun Secara nasional dengan memakai perhitungan BPS, bahwa angka kemiskinan diharapkan dapat ditekan hingga menjadi 7,55 persen di tahun 2015 karena angka kemiskinan nasional pada tahun 1990 sebesar 15,1 persen. Garis Kemiskinan (GK) merupakan penjumlahan dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM). Penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita per bulan dibawah Garis Kemiskinan dikategorikan sebagai penduduk miskin. APS 54

43 Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kilokalori perkapita perhari. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dll). Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar non makanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di pedesaan. Jumlah penduduk miskin di pada tahun 2012 sebanyak jiwa dan cenderung menurun pada tahun 2013 sebanyak jiwa. Persentase penduduk miskin di pada tahun 2012 sebesar 8,33 persen dan cenderung menurun pada tahun 2013 sebesar 7,94 persen. Sedangkan garis kemiskinan di cenderung meningkat, pada tahun 2012 sebesar Rp ,- perkapita/bulan dan pada tahun 2013 sebesar Rp ,- perkapita/bulan. Fenomena kemiskinan akan terlihat di setiap daerah termasuk di. Permasalahan kemiskinan merupakan agenda pembangunan nasional yang selalu didengungkan sampai saat ini. Demikian pula bagi pemerintah, permasalahan kemiskinan menjadi topik utama dalam agenda pembangunan. Pada tahun 2012, proporsi penduduk miskin di sebesar 8, 33 persen. Hal ini sesuai dengan target angka nasional yang dicanangkan oleh pemerintah dimana pada tahun angka kemiskinan nasional sebesar 8-10 persen. Bahkan pada tahun 2013, proporsi penduduk miskin telah melampaui target angka kemiskinan nasional karena persentasenya menurun hingga mencapai 7,94 persen. Hal ini menujukkan bahwa Pemerintah telah berhasil menekan angka kemiskinan APS 55

44 sedemikian rupa melalui berbagai program dan kebijakan dalam rangka penanggulangan kemiskinan. Apabila dibandingkan dengan Kabupaten/Kota lainnya di wilayah Bandung Raya, maka persentasi penduduk miskin di merupakan persentase terendah. Persentase penduduk miskin di wilayah sekitar masing-masing sebagai berikut: Kota Bandung sebesar 10,59 persen, Kabupaten Sumedang sebesar 11,31 persen, Barat sebesar 12,92 persen, dan Kota Cimahi sebesar 17,19 persen. Gambar 5. Tingkat Kemiskinan, Tahun 2013 Sumber: BPS RI, Tahun Capaian di Tingkat Provinsi Jawa Barat Tujuan-tujuan MDGs adalah menanggulangi kemiskinan dan kelaparan; mencapai pendidikan dasar untuk semua; mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan; menurunkan angka kematian anak; meningkatkan kesehatan ibu; memerangi HIV/AIDS, malaria, dan penyakit APS 56

45 menular lainnya; memastikan kelestarian lingkungan hidup; serta mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan. IPM yang merupakan tolok ukur pembangunan suatu wilayah sebaiknya berkorelasi positif terhadap kondisi kemiskinan di wilayah tersebut karena diharapkan suatu daerah yang memiliki nilai IPM tinggi, idealnya kualitas hidup masyarakat juga tinggi atau dapat dikatakan pula bahwa jika nilai IPM tinggi, maka seharusnya tingkat kemiskinan rendah. Pada kenyataannya, besaran nilai IPM tidak menjamin tingkat kesejahteraan masyarakat akan tinggi atau tidak menjamin tingkat kemiskinan masyarakat akan rendah, salah satu penyebabnya adalah hitungan nilai IPM didasari oleh nilai agregat yang menggunakan prinsip nilai rata-rata sehingga terjadi ketidakakuratan hitungan nilai IPM tersebut. Pembangunan manusia di suatu daerah haruslah berpihak kepada pembangunan masyarakat atau yang menjadi subyeknya tanpa terkecuali agar pembangunannya tepat sasaran dan lini-lini yang menjadi daerah intim dalam perhitungan suatu Negara maupun Daerah. Ada beberapa hal yang menjadi unsur pokok dalam mengatasi masalah ini yang dilakukan pemerintah bersama masyarakat yakni: 1. Pembangunan haruslah pro rakyat miskin bukan berarti anti orang kaya. Yang dimaksud adalah rakyat miskin memerlukan perhatian khusus. Mereka selama ini tak terurus pendidikannya, berpenghasilan rendah, tingkat kesehatannya juga rendah dan tidak bermodal, sehingga daya saingnya juga rendah. 2. Pambangunan haruslah pro rakyat miskin diukur dengan indeks pembangunan manusia (IPM) dan indeks kemiskinan manusia (IKM). IPM telah digunakan oleh Jawa Barat, tetapi IKM nya belum, sehingga tidak bisa dijadikan tolok ukur pembangunan yang menentukan, Otto mengungkapkan. APS 57

46 3. Pembangunan merupakan realisasi dan aspirasi suatu bangsa. Tujuan pembangunan yang dimaksud adalah untuk melakukan perubahan secara struktural melalui upaya sistematis dan terencana. Proses perencanaan meliputi pemantauan dan evaluasi terhadap berbagai program yang telah diimplementasikan pada periode sebelumnya. Kedudukan dan peran IPM dalam pembangunan akan lebih terlihat kalau dilengkapi dengan suatu data yang berisikan indikator yang relevan dengan IPM dan disusun sebagai suatu sistem data yang lengkap. Sistem data yang lengkap dan akurat akan lebih dapat mengkaji berbagai kendala dan implementasi program pembangunan pada periode sebelumnya, dan potensi yang dimiliki oleh suatu wilayah untuk dimasukkan sebagai masukan dalam perencanaan pembangunan periode berikutnya, sehingga diharapkan nilai IPM sebagai tolok ukur pembangunan dapat mencerminkan kondisi kemiskinan masyarakat yang sesungguhnya. Dan adapun hambatan yang dihadapi oleh pemerintah maupun pemerintah daerah dalam pelaksanaan pencapain prestasi IPM ini adalah kurangnya pengetahuan tentang pentingnya kasus tersebut, dan dipihak lain juga kurangnya sosialisasi tentang hal tersebut, sehingga menyebabkan buruknya prestasi kita dikancah internasional, hal ini dapat dilihat dari masih banyaknya indikator-indikator IPM yang belum terpenuhi. Jadi dalam hal ini perlu adanya perhatian dan kerjasama antara pemerintah dan masyarakat demi mencapai tujuan bersama dan demi tersejahteranya bangsa yang kita cintai ini, karena telah dijelaskan hal ini sangat penting karena pembangunan manusia maupun pembangunan lainnya merupakan hal yang penting demi terealisasinya suatu keberhasilan yang ingin dicapai bersama-sama. APS 58

47 Jumlah penduduk miskin di pada tahun 2013 sebanyak 271,7 ribu jiwa merupakan 6,21 persen dari penduduk miskin Provinsi Jawa Barat yang mencapai ribu jiwa. Persentase penduduk miskin di pada tahun 2013 sebesar 7,94 persen adalah lebih rendah dibandingkan persentasependuduk mmiskin Provinsi Jawa Barat yang mencapai 9,61 persen. Sedangkan garis kemiskinan di Kabupaten Bandung yaitu sebesar Rp ,- perkapita/bulan, lebih rendah dibandingkan dengan garis kemiskinan Provinsi Jawa Barat pada tahun 2013 yang mencapai Rp ,- perkapita/bulan. Gambar 6. Tingkat Kemiskinan Kabupaten/Kota di Jawa Barat Tahun 2013 Sumber: BPS RI, Tahun. Apabila dibandingkan dengan Kabupaten/Kota lainnya di wilayah Provinsi Jawa Barat, maka persentasi penduduk miskin di Kabupaten Bandung memenempati urutan ketujuh Kabupaten/Kota dengan persentase terendah. Enam Kabupaten/Kota yang memiliki persentase penduduk miskin APS 59

48 terndah di Provinsi Jawa Barat adalah sebagai berikut: Kota Bekasi sebesar 2,32 persen, Kota Sukabumi sebesar 4,78 persen, Kabupaten Bekasi sebesar 5,20 persen, Kota Cirebon sebesar 5,33 persen, Kota Depok sebesar 5,63 persen, dan Kota Tasikmalaya sebesar 7,11 persen. Sementara itu, yang memiliki persentase penduduk miskin terbesar di Provinsi Jawa Barat adalah Kota Cimahi, yaitu sebesar 17,19 persen. Selengkapnya dapat dilihat pada lampiran Capaian di Tingkat Nasional Berdasarkan penghitungan BPS RI, maka pencapaian pembangunan manusia di berada pada posisi lebih tinggi dibandingkan dengan angka Nasional, baik dari angka absolut maupun dari Reduction of Shortfall-nya. IPM pada tahun 2013 mencapai 75,11 sedangkan IPM Indonesia mencapa 73,81. Dan percepatan pertumbuhannya, Reduction of Shortfall sebesar 1,51, sedangkan Indonesia mencapai 0,71. Kondisi tersebut sangatlah wajar, sebab tergolong Kabupaten yang cukup maju. Berbagai upaya dapat dilakukan untuk terus meningkatkan percepatan pembangunan manusia di Kabupaten Bandung. Pertumbuhan pembangunan manusia di diharapkan mempunyai kontribusi positif terhadap pembangunan nasional. APS 60

49 Gambar 7. Posisi IPM di Indonesia, Tahun 2013 Kab. Bandung APS 61

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG sebagai Dokumen ROADMAP KECAMATAN, dimana, berdasarkan (1) luas, (2) jumlah desa dan (3) jumlah penduduk. LANDASAN PENYUSUNAN ROADMAP Pasal 223 Desa/kelurahan.

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PASER

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PASER BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PASER IPM (INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA) KABUPATEN PASER TAHUN 2011 Pencapaian pembangunan manusia di Kabupaten Paser pada kurun 2007 2011 terus mengalami peningkatan.

Lebih terperinci

Jumlah penduduk Kabupatent Bandung berdasarkan hasil SP2010 sebanyak 3,17 juta orang dengan laju pertumbuhan sebesar 2,56 persen per tahun

Jumlah penduduk Kabupatent Bandung berdasarkan hasil SP2010 sebanyak 3,17 juta orang dengan laju pertumbuhan sebesar 2,56 persen per tahun Jumlah penduduk Kabupatent Bandung berdasarkan hasil SP2010 sebanyak 3,17 juta orang dengan laju pertumbuhan sebesar 2,56 persen per tahun Sekapur Sirih Sebagai pengemban amanat Undang-undang Nomor 16

Lebih terperinci

KOMPONEN IPM 5.1 INDIKATOR KESEHATAN. Keadaan kesehatan penduduk merupakan salah satu modal

KOMPONEN IPM 5.1 INDIKATOR KESEHATAN. Keadaan kesehatan penduduk merupakan salah satu modal KOMPONEN IPM Pembangunan manusia adalah suatu proses untuk memperbanyak pilihan-pilihan yang dimiliki manusia (masyarakat). Di antara berbagai pilihan, yang terpenting yaitu berumur panjang dan sehat,

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN DAN ANALISIS PENENTUAN LOKASI KAWASAN INDUSTRI TEMBAKAU

STRATEGI PENGEMBANGAN DAN ANALISIS PENENTUAN LOKASI KAWASAN INDUSTRI TEMBAKAU Pekerjaan Jasa Konsultansi STRATEGI PENGEMBANGAN DAN ANALISIS PENENTUAN LOKASI KAWASAN INDUSTRI TEMBAKAU Pada bagian ini akan dijelaskan analisis mengenai analisis strategi pengembangan kawasan industri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Bandung mempunyai tugas pokok merumuskan kebijaksanaan teknis dan melaksanakan kegiatan teknis operasional

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 16 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 16 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 16 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sasaran Pembangunan Milenium (Millennium Development Goals) adalah Deklarasi Millennium hasil kesepakatan yang ditandatangani oleh kepala negara dan perwakilan dari

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 16 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 16 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 16 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan adalah proses yang dilakukan secara sadar dan berkelanjutan mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat. Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan

Lebih terperinci

UU No.23 Tahun Indikator. 6 Dimensi 28 Aspek. Pelimpahan Kewenangan

UU No.23 Tahun Indikator. 6 Dimensi 28 Aspek. Pelimpahan Kewenangan UU No.23 Tahun 2014 3 Indikator - Jumlah Penduduk - Luas Wilayah - Jumlah Desa/Kelurahan Klasifikasi : Tipe A (beban besar) Tipe B (beban kecil) 6 Dimensi 28 Aspek (Kreasi Tim: Pemetaan Pembanguna) Intervensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu kebijakan penting yang menjadi prioritas utama pemerintah Kabupaten Bandung adalah pembangunan yang seimbang antara pembangunan fisik dan pembangunan sumber

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA DAN STRATEGI PERCEPATAN PENCAPAIAN INDIKATOR-INDIKATOR MILLENIUM DEVELOPMENT GOALS DI KABUPATEN JEMBER

LAPORAN AKHIR EVALUASI KINERJA DAN STRATEGI PERCEPATAN PENCAPAIAN INDIKATOR-INDIKATOR MILLENIUM DEVELOPMENT GOALS DI KABUPATEN JEMBER LAPORAN AKHIR PENYUSUNAN STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAH EVALUASI KINERJA DAN STRATEGI PERCEPATAN PENCAPAIAN INDIKATOR-INDIKATOR MILLENIUM DEVELOPMENT GOALS DI KABUPATEN JEMBER Kerjasama Penelitian : BADAN

Lebih terperinci

BUPATI BANDUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 23 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI BANDUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 23 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI BANDUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 23 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DINAS DAERAH KABUPATEN

Lebih terperinci

Kata Sambutan. Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Wassalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Kata Sambutan. Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Wassalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Bupati Bandung Kata Sambutan Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Ungkapan syukur kehadirat Illahi Rabbi, atas limpahan rahmat dan hidayah-nya kita masih diberi kesempatan untuk membangun Kabupaten

Lebih terperinci

BUPATI BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH

BUPATI BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH BUPATI BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG, Menimbang :

Lebih terperinci

Penilaian Pencapaian MDGs di Provinsi DIY Oleh Dyna Herlina Suwarto, SE, SIP

Penilaian Pencapaian MDGs di Provinsi DIY Oleh Dyna Herlina Suwarto, SE, SIP Penilaian Pencapaian MDGs di Provinsi DIY Oleh Dyna Herlina Suwarto, SE, SIP Sejak tahun 2000, Indonesia telah meratifikasi Millenium Development Goals (MDGs) di bawah naungan Persatuan Bangsa- Bangsa.

Lebih terperinci

PENDIDIKAN PROVINSI JAMBI :

PENDIDIKAN PROVINSI JAMBI : PENDIDIKAN PROVINSI JAMBI : Amanat undang-undang dasar 1945 1. Pembukaan Alinea IV: memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan

Lebih terperinci

BUPATI BANDUNG RANCANGAN PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI BANDUNG RANCANGAN PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR TAHUN 2013 TENTANG BUPATI BANDUNG RANCANGAN PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KECAMATAN DI WILAYAH KABUPATEN BANDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu indikator kemajuan suatu negara tercermin pada kemajuan bidang

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu indikator kemajuan suatu negara tercermin pada kemajuan bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu indikator kemajuan suatu negara tercermin pada kemajuan bidang pendidikan. Peningkatan pendidikan yang bermutu di Indonesia termaktub dalam amanah konstitusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan subsektor peternakan sehingga menjadi sumber pertumbuhan baru

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan subsektor peternakan sehingga menjadi sumber pertumbuhan baru 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan sektor pertanian yang memiliki nilai strategis, antara lain dalam memenuhi kebutuhan pangan

Lebih terperinci

PROFIL PROVINSI JAWA BARAT

PROFIL PROVINSI JAWA BARAT IV. PROFIL PROVINSI JAWA BARAT Perkembangan Sejarah menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat merupakan Provinsi yang pertama dibentuk di wilayah Indonesia (staatblad Nomor : 378). Provinsi Jawa Barat dibentuk

Lebih terperinci

(1) menghapuskan kemiskinan dan kelaparan; (2) mewujudkan pendidikan dasar untuk semua orang; (3) mempromosikan kesetaraan gender dan pemberdayaan

(1) menghapuskan kemiskinan dan kelaparan; (2) mewujudkan pendidikan dasar untuk semua orang; (3) mempromosikan kesetaraan gender dan pemberdayaan Dr. Hefrizal Handra Fakultas Ekonomi Universitas Andalas Padang 2014 Deklarasi MDGs merupakan tantangan bagi negara miskin dan negara berkembang untuk mempraktekkan good governance dan komitmen penghapusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh semua lapisan masyarakat yang memenuhi syarat kuantitas dan kualitasnya.

BAB I PENDAHULUAN. oleh semua lapisan masyarakat yang memenuhi syarat kuantitas dan kualitasnya. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Air sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia seharusnya dapat di akses oleh semua lapisan masyarakat yang memenuhi syarat kuantitas dan kualitasnya. Tapi

Lebih terperinci

Katalog BPS: TAHUN 2010 KERJASAMA BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN BANDUNG DENGAN BAPPEDA KABUPATEN BANDUNG

Katalog BPS: TAHUN 2010 KERJASAMA BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN BANDUNG DENGAN BAPPEDA KABUPATEN BANDUNG Katalog BPS: 4716.3204 SURVEI SOSIAL EKONOMI DAERAH KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2010 KERJASAMA BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN BANDUNG DENGAN BAPPEDA KABUPATEN BANDUNG SURVEI SOSIAL EKONOMI DAERAH KABUPATEN

Lebih terperinci

TUJUAN 2. Mencapai Pendidikan Dasar untuk Semua

TUJUAN 2. Mencapai Pendidikan Dasar untuk Semua TUJUAN 2 Mencapai Pendidikan Dasar untuk Semua 35 Tujuan 2: Mencapai Pendidikan Dasar untuk Semua Target 3: Memastikan pada 2015 semua anak-anak di mana pun, laki-laki maupun perempuan, dapat menyelesaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan oleh program pembangunan nasional ( Propenas ) yakni di

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan oleh program pembangunan nasional ( Propenas ) yakni di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu proses prioritas pembangunan nasional sebagaimana dimanfaatkan oleh program pembangunan nasional ( Propenas ) 2005-2009 yakni di bidang sumber daya

Lebih terperinci

SURVEI SOSIAL EKONOMI DAERAH KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2011

SURVEI SOSIAL EKONOMI DAERAH KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2011 SURVEI SOSIAL EKONOMI DAERAH KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2011 ISBN : 979 486 6199 Nomor Publikasi : 3204.1136 Nomor Katalog : 4716.3204 Ukuran Buku Halaman : 25,7 cm x 18,2 cm : 172 + ix Naskah Gambar kulit

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PENCAPAIAN

PERKEMBANGAN PENCAPAIAN BAGIAN 2. PERKEMBANGAN PENCAPAIAN 25 TUJUAN 1: TUJUAN 2: TUJUAN 3: TUJUAN 4: TUJUAN 5: TUJUAN 6: TUJUAN 7: Menanggulagi Kemiskinan dan Kelaparan Mencapai Pendidikan Dasar untuk Semua Mendorong Kesetaraan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Salatiga, Oktober Tim Penyusun

KATA PENGANTAR. Salatiga, Oktober Tim Penyusun KATA PENGANTAR Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan taufik dan hidayah-nya, sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan review dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara. Menurut Bank Dunia (2000) dalam Akbar (2015), definisi kemiskinan adalah

BAB I PENDAHULUAN. negara. Menurut Bank Dunia (2000) dalam Akbar (2015), definisi kemiskinan adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemiskinan merupakan permasalahan pokok yang dialami oleh semua negara. Menurut Bank Dunia (2000) dalam Akbar (2015), definisi kemiskinan adalah kehilangan kesejahteraan

Lebih terperinci

Latar Belakang. Tujuan setiap warga negara terhadap kehidupannya adalah

Latar Belakang. Tujuan setiap warga negara terhadap kehidupannya adalah STRATEGI DAN INOVASI PENCAPAIAN MDGs 2015 DI INDONESIA Oleh Dr. Afrina Sari. M.Si Dosen Universitas Islam 45 Bekasi Email: afrina.sari@yahoo.co.id ABSTRACT Indonesia telah berhasil mengurangi kemiskinan

Lebih terperinci

MILLENNIUM DEVELOPMENT GOALS (MDGs) Diterjemahkan dari: Population and Development Strategies Series Number 10, UNFPA, 2003

MILLENNIUM DEVELOPMENT GOALS (MDGs) Diterjemahkan dari: Population and Development Strategies Series Number 10, UNFPA, 2003 MILLENNIUM DEVELOPMENT GOALS (MDGs) Diterjemahkan dari: Population and Development Strategies Series Number 10, UNFPA, 2003 MILLENNIUM DEVELOPMENT GOALS (TUJUAN PEMBANGUNAN MILENIUM) 1. Menanggulangi Kemiskinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan kemakmuran masyarakat yaitu melalui pengembangan. masalah sosial kemasyarakatan seperti pengangguran dan kemiskinan.

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan kemakmuran masyarakat yaitu melalui pengembangan. masalah sosial kemasyarakatan seperti pengangguran dan kemiskinan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses yang terintegrasi dan komprehensif dari perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian yang tidak terpisahkan. Di samping mengandalkan

Lebih terperinci

Data Sosial Ekonomi. Masyarakat Kabupaten Bandung Tahun 2008 (Publikasi Hasil SUSEDA 2008) Kerjasama Badan Pusat Statistik Kabupaten Bandung

Data Sosial Ekonomi. Masyarakat Kabupaten Bandung Tahun 2008 (Publikasi Hasil SUSEDA 2008) Kerjasama Badan Pusat Statistik Kabupaten Bandung Data Sosial Ekonomi Masyarakat Kabupaten Bandung Tahun 2008 (Publikasi Hasil SUSEDA 2008) Kerjasama Badan Pusat Statistik Kabupaten Bandung dengan Badan Perencanaan Daerah Kabupaten Bandung Data Sosial

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingkat kesejahteraan masyarakat secara rata-rata di suatu daerah

I. PENDAHULUAN. Tingkat kesejahteraan masyarakat secara rata-rata di suatu daerah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingkat kesejahteraan masyarakat secara rata-rata di suatu daerah dicerminkan oleh besar kecilnya angka PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) dan PDRB Per Kapita. Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Anisa Lestari, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Anisa Lestari, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Untuk dapat bersaing di era globalisasi saat ini dibutuhkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Dimana bahwa perkembangan dan kemajuan suatu Negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pada dasarnya pembangunan merupakan rangkaian kegiatan dari programprogram

I. PENDAHULUAN. Pada dasarnya pembangunan merupakan rangkaian kegiatan dari programprogram I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya pembangunan merupakan rangkaian kegiatan dari programprogram di segala bidang secara menyeluruh, terarah, terpadu, dan berlangsung secara terus menerus dalam

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL INDIKATOR PEMBANGUNAN MANUSIA KOTA JAKARTA SELATAN 2014

ANALISIS HASIL INDIKATOR PEMBANGUNAN MANUSIA KOTA JAKARTA SELATAN 2014 ANALISIS HASIL INDIKATOR PEMBANGUNAN MANUSIA KOTA JAKARTA SELATAN 2014 (Oleh Endah Saftarina Khairiyani, S.ST) 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, perkembangan era globalisasi menuntut setiap insan untuk menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. 1 Universitas Indonesia. Analisis pelaksanaan..., Rama Chandra, FE UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. 1 Universitas Indonesia. Analisis pelaksanaan..., Rama Chandra, FE UI, 2010. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah kemiskinan yang dihadapi, terutama, oleh negara-negara yang sedang berkembang, memang sangatlah kompleks. Kemiskinan merupakan masalah dalam pembangunan

Lebih terperinci

BADAN PERENCANAAN, PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG

BADAN PERENCANAAN, PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BADAN PERENCANAAN, PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG PERWUJUDAN VISI...SINERGI PEMBANGUNAN PERDESAAN... DALAM SIKLUS PERENCANAAN TAHUNAN UU 25/2004; PP 8/2008 & PMDN 54/2010 Penetapan

Lebih terperinci

Mengeluarkan uang dalam rangka membiayai proses pendidikan adalah investasi yang sangat menguntungkan dan dapat dinikmati selama-lamanya.

Mengeluarkan uang dalam rangka membiayai proses pendidikan adalah investasi yang sangat menguntungkan dan dapat dinikmati selama-lamanya. INDIKATOR PENDIDIKAN Mengeluarkan uang dalam rangka membiayai proses pendidikan adalah investasi yang sangat menguntungkan dan dapat dinikmati selama-lamanya. 4 Lokasi: Kantor Bupati OKU Selatan Pemerintah

Lebih terperinci

GINI RASIO KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2008

GINI RASIO KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2008 GINI RASIO KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2008 Nomor Publikasi : 3204 0810 Nomor Katalog : 4716 3204 Ukuran Buku Jumlah Halaman : 18,21 cm x 25,7 cm : 50 + vi Naskah Gambar kulit dan seting Diterbitkan : Seksi

Lebih terperinci

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Tahun 2015 di Kabupaten Asmat

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Tahun 2015 di Kabupaten Asmat Nomor : BRS-02/BPS-9415/Th. I, 28 Juni 2016 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Tahun 2015 di Kabupaten Asmat 1. IPM pertama kali diperkenalkan oleh United Nation Development Programme (UNDP) pada tahun 1990

Lebih terperinci

DEMOGRAFI KOTA TASIKMALAYA

DEMOGRAFI KOTA TASIKMALAYA 1. Gambaran Umum Demografi DEMOGRAFI KOTA TASIKMALAYA Kondisi demografi mempunyai peranan penting terhadap perkembangan dan pertumbuhan suatu wilayah karena faktor demografi ikut mempengaruhi pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekelompok orang yang tidak terpenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan

BAB I PENDAHULUAN. sekelompok orang yang tidak terpenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kemiskinan di Indonesia merupakan masalah yang sampai saat ini masih terus dicari langkah yang tepat untuk menanggulanginya. Kemiskinan merupakan masalah multi dimensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Posisi manusia selalu menjadi tema sentral dalam setiap program

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Posisi manusia selalu menjadi tema sentral dalam setiap program BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Posisi manusia selalu menjadi tema sentral dalam setiap program pencapaian pembangunan. Dalam skala internasional dikenal tujuan pembangunan milenium (Millenium

Lebih terperinci

Kesetaraan Gender Strategi Jitu dalam Pemberantasan Buta Aksara di Indonesia

Kesetaraan Gender Strategi Jitu dalam Pemberantasan Buta Aksara di Indonesia Buta aksara adalah ketidakmampuan untuk membaca, menulis dan berhitung untuk fungsi efektif dan pengembangan individu dalam masyarakat. Menurut definisi UNESCO Buta aksaya, adalah : literacy is the ability

Lebih terperinci

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

BAPPEDA KAB. LAMONGAN BAB IV VISI DAN MISI DAERAH 4.1 Visi Berdasarkan kondisi Kabupaten Lamongan saat ini, tantangan yang dihadapi dalam dua puluh tahun mendatang, dan memperhitungkan modal dasar yang dimiliki, maka visi Kabupaten

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. Analisis Pembangunan Sosial Kabupaten Bandung Latar Belakang

Bab I. Pendahuluan. Analisis Pembangunan Sosial Kabupaten Bandung Latar Belakang Bab I. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Informasi statistik merupakan salah satu bahan evaluasi pelaksanaan perencanaan pembangunan daerah, serta sebagai bahan masukan dalam proses perumusan kebijakan perencanaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perubahan besar dalam struktur sosial, sikap-sikap mental yang sudah terbiasa

I. PENDAHULUAN. perubahan besar dalam struktur sosial, sikap-sikap mental yang sudah terbiasa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan proses multidimensional yang melibatkan perubahan besar dalam struktur sosial, sikap-sikap mental yang sudah terbiasa dan lembaga nasional

Lebih terperinci

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014 12 IndikatorKesejahteraanRakyat,2013 INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014 No. ISSN : 0854-9494 No. Publikasi : 53522.1002 No. Katalog : 4102004 Ukuran Buku Jumlah Halaman N a s k a

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek lainnya yang menjadi masalah

BAB I PENDAHULUAN. dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek lainnya yang menjadi masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan masalah yang bersifat multidimensional yang berkaitan dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek lainnya yang menjadi masalah dalam pembangunan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah infrastruktur yang belum merata dan kurang memadai. Kedua, distribusi yang

BAB I PENDAHULUAN. masalah infrastruktur yang belum merata dan kurang memadai. Kedua, distribusi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Temuan lembaga riset "The Indonesian Institute" tahun 2014 mencatat, ada tiga hal besar yang masih menjadi persoalan dalam bidang kesehatan di Indonesia. Pertama,

Lebih terperinci

Sulit menciptakan keadilan dan kesetaraan gender jika negara terus menerus memproduksi kebijakan yang bias gender. Genderisasi kebijakan publik telah

Sulit menciptakan keadilan dan kesetaraan gender jika negara terus menerus memproduksi kebijakan yang bias gender. Genderisasi kebijakan publik telah KATA PENGANTAR Pengarusutamaan Gender telah menjadi garis kebijakan pemerintah sejak keluarnya Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000. Instruksi tersebut menggariskan: seluruh departemen maupun lembaga

Lebih terperinci

Laporan Eksekutif Pendidikan Provinsi Jawa Timur 2013 Berdasarkan Data Susenas 2013 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA TIMUR Laporan Eksekutif Pendidikan Provinsi Jawa Timur 2013 Nomor Publikasi : 35522.1402

Lebih terperinci

Ikhtisar Pencapaian MDGs Provinsi Kepulauan Riau Menurut Jumlah Indikator

Ikhtisar Pencapaian MDGs Provinsi Kepulauan Riau Menurut Jumlah Indikator Page 1 Ikhtisar Pencapaian MDGs Provinsi Kepulauan Riau Menurut Jumlah Uraian Jumlah Jumlah Akan Perlu Perhatian Khusus Menanggulangi Kemiskinan dan Kelaparan 12 9 1 2 Mencapai Pendidikan Dasar Untuk Semua

Lebih terperinci

PERAN DAN FUNGSI LEGISLATIF DALAM MENDORONG PENCAPAIAN TUJUAN PEMBANGUNAN ABAD MILENIUN/MDGs. Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI

PERAN DAN FUNGSI LEGISLATIF DALAM MENDORONG PENCAPAIAN TUJUAN PEMBANGUNAN ABAD MILENIUN/MDGs. Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI PERAN DAN FUNGSI LEGISLATIF DALAM MENDORONG PENCAPAIAN TUJUAN PEMBANGUNAN ABAD MILENIUN/MDGs Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI Disampaikan dalam Seminar Pembangunan Abad Milenium/Millenium Development Goals

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya memiliki matapencaharian dalam sektor pertanian. Oleh karena itu, sektor pertanian merupakan sektor yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. UUD 1945 pasal 31 menyatakan bahwa setiap warga Negara berhak mendapat

I. PENDAHULUAN. UUD 1945 pasal 31 menyatakan bahwa setiap warga Negara berhak mendapat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara politis tekad pemerintah untuk membangun pelayanan pendidikan bagi seluruh masyarakat terlihat cukup besar. Hal ini seperti yang dinyatakan dalam UUD 1945

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan salah satu masalah dalam proses pembangunan ekonomi. Permasalahan kemiskinan dialami oleh setiap negara, baik negara maju maupun negara berkembang.

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM KOTA BANDUNG

BAB II GAMBARAN UMUM KOTA BANDUNG BAB II GAMBARAN UMUM KOTA BANDUNG A. GEOGRAFI Kota Bandung merupakan Ibu kota Propinsi Jawa Barat yang terletak diantara 107 36 Bujur Timur, 6 55 Lintang Selatan. Ketinggian tanah 791m di atas permukaan

Lebih terperinci

VISI DINAS PERTANIAN PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN BANDUNG

VISI DINAS PERTANIAN PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN BANDUNG VISI DINAS PERTANIAN PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN BANDUNG 2011-2015 TUJUAN Menumbuhkembangkan sistem manajemen terpadu antar komoditas pertanian dan wilayah sentra produksi Menciptakan sistem produksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan). Maka kesehatan adalah dasar

BAB I PENDAHULUAN. Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan). Maka kesehatan adalah dasar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah kebutuhan utama dan mendasar bagi kehidupan manusia. Kesehatan merupakan kondisi sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang

Lebih terperinci

Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Indonesia Tahun 2013 sebanyak rumah tangga

Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Indonesia Tahun 2013 sebanyak rumah tangga Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Indonesia Tahun 2013 sebanyak 141.553 rumah tangga Jumlah perusahaan pertanian berbadan hukum di Indonesia Tahun 2013 sebanyak 41 Perusahaan Jumlah perusahaan tidak

Lebih terperinci

Kata pengantar. Tanjungpinang, September 2014 Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Kepulauan Riau

Kata pengantar. Tanjungpinang, September 2014 Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Kepulauan Riau Kata pengantar Publikasi Statistik Sosial Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2014 merupakan publikasi yang berisi data penduduk, ketenagakerjaan, pendidikan, kesehatan, kemiskinan, dan Indeks Demokrasi Indonesia

Lebih terperinci

A. Latar Belakang... 1 B. Tujuan... 3 C. Ruang Lingkup... 3 D. Pengertian Umum... 3

A. Latar Belakang... 1 B. Tujuan... 3 C. Ruang Lingkup... 3 D. Pengertian Umum... 3 15 16 DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Tujuan... 3 C. Ruang Lingkup... 3 D. Pengertian Umum... 3 BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH KABUPATEN BANDUNG... 10 A. Geografis... 10 B. Demografis...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maka membutuhkan pembangunan. Manusia ataupun masyarakat adalah kekayaan

BAB I PENDAHULUAN. maka membutuhkan pembangunan. Manusia ataupun masyarakat adalah kekayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat di suatu negara maka membutuhkan pembangunan. Manusia ataupun masyarakat adalah kekayaan bangsa dan sekaligus sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Millenium Development Goals (MDGs) adalah sebuah komitmen bersama masyarakat internasional untuk mempercepat pembangunan manusia dan pengentasan kemiskinan. MDGs ini

Lebih terperinci

KOMITMEN MASYARAKAT INTERNASIONAL TERHADAP PENDIDIKAN KEAKSARAAN

KOMITMEN MASYARAKAT INTERNASIONAL TERHADAP PENDIDIKAN KEAKSARAAN KOMITMEN MASYARAKAT INTERNASIONAL TERHADAP PENDIDIKAN KEAKSARAAN Dasar Hukum Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 : Setiap warga negara mempuyai hak untuk memperoleh pengajaran Undang-Undang Nomor 20 Tahun

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI. masyarakat yang ditandai dengan meningkatnya angka IPM. Penggunaan APBD

BAB III. METODOLOGI. masyarakat yang ditandai dengan meningkatnya angka IPM. Penggunaan APBD 22 BAB III. METODOLOGI 3.1. Kerangka Pemikiran Peningkatan APBD idealnya dapat menghasilkan peningkatan kesejahteraan masyarakat yang ditandai dengan meningkatnya angka IPM. Penggunaan APBD untuk meningkatkan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. RAD MDGs Jawa Tengah

DAFTAR ISI. RAD MDGs Jawa Tengah DAFTAR ISI Hal Daftar Isi... ii Daftar Tabel dan Gambar... xii Daftar Singkatan... xvi Bab I Pendahuluan... 1 1.1. Kondisi Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium di Jawa Tengah... 3 Tujuan 1. Menanggulangi

Lebih terperinci

BAB V RELEVANSI DAN EFEKTIVITAS APBD

BAB V RELEVANSI DAN EFEKTIVITAS APBD BAB V RELEVANSI DAN EFEKTIVITAS APBD 5.1. Evaluasi APBD Pendapatan Daerah yang tercermin dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) di Kota Solok diperoleh dari berbagai sumber, diantaranya berasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan pendapatan perkapita sebuah

Lebih terperinci

& KELEBIHAN KOPERASI dalam Melindungi Petani & Usahawan Kecil Pedesaan

& KELEBIHAN KOPERASI dalam Melindungi Petani & Usahawan Kecil Pedesaan PENGENTASAN KEMISKINAN & KELEBIHAN KOPERASI dalam Melindungi Petani & Usahawan Kecil Pedesaan Pengantar oleh: Rajiv I.D. Mehta Director Pengembangan ICA Asia Pacific 1 Latar Belakang Perekonomian dunia

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Pemerintah Kabupaten Bandung, dengan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Pemerintah Kabupaten Bandung, dengan BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Objek penelitian Penelitian ini dilakukan di Pemerintah Kabupaten Bandung, dengan asumsi bahwa Pemerintah Kabupaten telah melaksanakan kebijakan pendelegasian wewenang Bupati

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam mewujudkan pendidikan yang lebih upaya untuk meningkatkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam mewujudkan pendidikan yang lebih upaya untuk meningkatkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam mewujudkan pendidikan yang lebih upaya untuk meningkatkan pembangunan daerah Kota Yogyakarta maka dibuat Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). RPJMD

Lebih terperinci

BAB IV PENCAPAIAN IPM PER KECAMATAN

BAB IV PENCAPAIAN IPM PER KECAMATAN BAB IV PENCAPAIAN IPM PER KECAMATAN Ketika terjadi pergeseran paradigma pembangunan dari pembangunan yang berorientasi ekonomi (pertumbuhan ekonomi, kebutuhan dasar, kesejahteraan masyarakat dan pengembangan

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN V.1. Visi Menuju Surabaya Lebih Baik merupakan kata yang memiliki makna strategis dan cerminan aspirasi masyarakat yang ingin perubahan sesuai dengan kebutuhan, keinginan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk terbesar di dunia. Jumlah penduduk Indonesia meningkat terus dari tahun ke tahun. Sensus penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lebih baik atau meningkat. Pembangunan Nasional yang berlandaskan. dan stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lebih baik atau meningkat. Pembangunan Nasional yang berlandaskan. dan stabilitas nasional yang sehat dan dinamis. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu langkah dalam membuat sesuatu yang belum ada menjadi ada atau membuat suatu perubahan yaitu membuat sesuatu menjadi lebih baik atau meningkat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. investasi dalam bidang pendidikan sebagai prioritas utama dan. pendidikan. Untuk mendasarinya, Undang-Undang Dasar 1945 di

BAB I PENDAHULUAN. investasi dalam bidang pendidikan sebagai prioritas utama dan. pendidikan. Untuk mendasarinya, Undang-Undang Dasar 1945 di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Beberapa tahun terakhir ini Pemerintah Indonesia telah menjadikan investasi dalam bidang pendidikan sebagai prioritas utama dan mengalokasikan persentase yang lebih

Lebih terperinci

DOKUMEN PELAKSANAAN PRUBAHAN ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH Kabupaten Bandung Tahun Anggaran 2012

DOKUMEN PELAKSANAAN PRUBAHAN ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH Kabupaten Bandung Tahun Anggaran 2012 Urusan Pemerintah: 1. 13. Urusan Wajib Sosial Organisasi : 1. 13. 01. Dinas Sosial Program Kode Kegiatan DOKUMEN PELAKSANAAN PRUBAHAN ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH Kabupaten Bandung Tahun Anggaran

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN V.1. Visi Menuju Surabaya Lebih Baik merupakan kata yang memiliki makna strategis dan cerminan aspirasi masyarakat yang ingin perubahan sesuai dengan kebutuhan, keinginan,

Lebih terperinci

METODE ANALISIS YANG DIGUNAKAN DALAM PENENTUAN PUSAT PELAYANAN

METODE ANALISIS YANG DIGUNAKAN DALAM PENENTUAN PUSAT PELAYANAN 163 METODE ANALISIS YANG DIGUNAKAN DALAM PENENTUAN PUSAT PELAYANAN A.1 METODE ANALSISIS STURGESS Dalam mencari rangking untuk faktor penduduk penulis terlebih dahulu menentukan kelas wilayah yang dan melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang maupun negara maju, meskipun telah terjadi perbaikan-perbaikan

BAB I PENDAHULUAN. berkembang maupun negara maju, meskipun telah terjadi perbaikan-perbaikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan yang mencolok masih banyak ditemukan di negara-negara berkembang maupun negara maju, meskipun telah terjadi perbaikan-perbaikan yang siginifikan selama lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dan strategis dalam pembangunan nasional karena merupakan salah satu penentu kemajuan bagi suatu negara (Sagala, 2006).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dinilai sangat penting dalam mendukung pertumbuhan. pendidikan bagi masyarakat di antaranya berkaitan dengan pengurangan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dinilai sangat penting dalam mendukung pertumbuhan. pendidikan bagi masyarakat di antaranya berkaitan dengan pengurangan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan dinilai sangat penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi suatu negara (World Bank, 1980; Barro, 1998; Barro dan Sala-i-Martin, 2004). Beberapa peneliti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam daerah tersebut

BAB I PENDAHULUAN. baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam daerah tersebut 16 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan seluruh komponen masyarakat mengelola berbagai sumber daya yang ada dan membentuk pola

Lebih terperinci

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011.

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. 1. Atas undangan Organisasi Kesehatan Dunia, kami, Kepala Pemerintahan, Menteri dan perwakilan pemerintah datang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia hingga saat ini masih termasuk ke dalam kategori negara berkembang. Ilmu pengetahuan dan perekonomian menjadi tolak ukur global sejauh mana suatu negara berkembang.

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Berdasarkan strategi dan arah kebijakan pembangunan ekonomi Kabupaten Polewali Mandar dalam Rencana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kualitas hidup manusia merupakan upaya yang terus

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kualitas hidup manusia merupakan upaya yang terus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Pembangunan kualitas hidup manusia merupakan upaya yang terus dilakukan pemerintah dalam rangka mencapai kehidupan yang lebih baik. Upaya pembanguan ini ditujukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang lebih dikenal dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan

I. PENDAHULUAN. yang lebih dikenal dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada era globalisasi seperti sekarang ini, Human Development Index (HDI) atau yang lebih dikenal dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan sebuah tolak ukur yang

Lebih terperinci

KUALITAS & AKSESIBILITAS PDDKN BLM MERATA ANGKA PENGANGGURAN MASIH TINGGI

KUALITAS & AKSESIBILITAS PDDKN BLM MERATA ANGKA PENGANGGURAN MASIH TINGGI KUALITAS & AKSESIBILITAS PDDKN BLM MERATA ANGKA PENGANGGURAN MASIH TINGGI Budaya PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT Infrastruktur dan Lingkungan Hidup KESEHATAN PENDIDIKAN KETAHANAN PANGAN, IKLIM INVESTASI

Lebih terperinci

TUJUAN 3. Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan

TUJUAN 3. Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan TUJUAN 3 Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan 43 Tujuan 3: Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan Target 4: Menghilangkan ketimpangan gender di tingkat pendidikan dasar

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. dr. Untung Suseno Sutarjo, M.Kes.

KATA PENGANTAR. dr. Untung Suseno Sutarjo, M.Kes. KATA PENGANTAR Pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Milenium Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bulan September 2000, sebanyak 189 negara anggota PBB termasuk Indonesia sepakat untuk mengadopsi Deklarasi

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP Simpulan

BAB V PENUTUP Simpulan BAB V PENUTUP 5.1. Simpulan Tingginya peningkatan jumlah penduduk dan aktivitas perekonomian di Kota Bandung mengakibatkan lahan di wilayah tersebut kian terbatas. Keterbatasan lahan di Kota Bandung mengakibatkan

Lebih terperinci