BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Mukosa rongga mulut normal dilapisi oleh lapisan epitel skuamosa dan memiliki perbedaan topografi yang berhubungan dengan karateristik fisik. Mukosa rongga mulut dapat dibagi atas tiga jenis, yaitu mukosa pengunyahan, mukosa lining dan mukosa khusus. Mukosa pengunyahan terdiri dari sel epitel yang berkeratinisasi dan ditemukan pada bagian gingiva, dorsum lidah dan palatal keras. Mukosa lining terdapat pada bagian dasar mulut, palatal lunak dan sisi ventral/lateral lidah yang epitelnya adalah tidak berkeratin. Lidah mempunyai mukosa khusus dimana terdiri dari papila-papila yang berfungsi dalam pengecapan. Mukosa rongga mulut akan mengalami perubahan seperti hiperplasia atau hiperkeratosis apabila terpapar dengan bahan-bahan iritan tertentu, dan bila perubahan ini bersifat irreversibel, akan terjadinya karsinoma. 1, KSS Rongga Mulut KSS rongga mulut merupakan suatu keganasan yang berasal dari epitel, baik berasal dari mukosa pada dinding rongga mulut, organ dalam mulut atau kelenjar saliva. 2 Sebanyak 95% dari seluruh kanker di rongga mulut adalah karsinoma sel skuamosa rongga mulut. Tingkat prevalensi kanker mulut kebanyakannya ditemukan di negara seperti India karena penggunaan produk tembakau yang berlebihan. Bagian rongga mulut yang paling dampak terkena kanker mulut adalah lidah, bibir inferior dan dasar mulut. Kanker mulut dapat timbul secara denovo atau dari daerah yang sebelumnya memiliki lesi atau kondisi prekanker, yaitu lesi prakanker yang paling umum adalah leukoplakia dan kondisi prekanker adalah lichen planus erosif. 21,22 KSS rongga mulut merupakan bagian dari kanker di daerah kepala dan leher yang menempati peringkat keenam kanker terbanyak di dunia dengan distribusi geografis yang luas dan secara signifikan menyebabkan morbiditas maupun mortalitas. 23 Di Indonesia, kanker telah menjadi masalah kesehatan masyarakat yang besar. Frekuensi relatif kanker mulut di Indonesia diperkirakan 3-5%. 3,4 Menurut hasil

2 6 penelitian, lebih dari 90% kanker mulut adalah karsinoma epidermoid atau karsinoma sel skuamosa. Diseluruh dunia diperkirakan kasus baru kanker mulut yang didiagnosa pertahun. Dinegara tertentu, seperti Sri Lanka, India, Pakistan dan Bangladesh kanker mulut merupakan kanker yang paling sering. Di India kanker mulut dapat mencapai lebih dari 50% dari semua jenis kanker. Pria mempunyai tingkatan kanker mulut yang lebih tinggi daripada wanita di dunia yaitu pada laki-laki 4% dan wanita 2%. Di Singapura, insiden kanker rongga mulut tertinggi pada wanita sebesar 5.8 per populasi, sedangkan pada laki-laki yang tertinggi berada di Perancis yaitu 17.9 per populasi Gambaran Histopatologi Sel Skuamosa Rongga Mulut Menurut World Health Organization (WHO), kode klasifikasi histologi tumor pada kavitas rongga mulut dan oro-faring pada tahun 2005 dibagi seperti tabel bawah: Tabel 1. Klasifikasi WHO tumor pada kavitas rongga mulut. 25 Malignant epithelial tumours Kode Squamous cell carcinoma Verrucous carcinoma Basaloid squamous cell carcinoma Papilarry squamous cell carcinoma Spindle cell carcinoma Acantholytic squamous cell carcinoma Adenosquamous carcinoma Carcinoma cuniculatum Lymphoepiteal carcinoma 8070/3 8051/3 8083/3 8052/3 8074/3 8075/3 8560/3 8051/3 8082/3

3 7 Menurut kode morfologi dari International Classification of Diseases for Oncology (ICD-O) (821) dan Systematized Nomenclature of Medicine dimana jenisnya diberi kode /0 untuk tumor jinak, /3 untuk tumor ganas dan /1 untuk kasus borderline atau ragu-ragu. KSS rongga mulut secara umum mempunyai gambaran histopatologi yang tidak berbeda dari KSS kulit maupun organ tubuh lainnya. KSS rongga mulut ada yang berdiferensiasi baik dimana menyerupai epitel skuamosa berlapis normal dan menghasilkan keratin dan ada juga KSS rongga mulut yang berdiferensiasi buruk. 25 Berdasarkan derajat diferensiasi KSS rongga mulut, dapat dibagi kepada tiga, yaitu diferensiasi baik, sedang dan buruk. Gambaran KSS yang berdiferensiasi baik adalah mengandung sel berkeratin, gambaran keratin seperti tanduk mutiara (pearl horn formation) dengan ukuran yang bervariasi, pertumbuhan yang lambat, tidak cepat bermetastase dan mempunyai prognosa yang baik. Pada lesi tipikal, kelompok sel ganas ini dapat ditemukan secara aktif menginvasi jaringan konektif dengan bentuk yang tidak teratur (Gambar 1). 21,25 A B Gambar 1. Gambaran histopatologi KSS berdiferensiasi baik dengan pewarnaan Hematoksilin Eosin (HE) (x100). Anak panah: A. Mutiara keratin B. Nukleus sel. 25

4 8 Gambaran KSS untuk yang diferensiasi sedang, berbeda dari satu dengan yang lainnya, dimana tersusun secara tipikal, sehingga epitel skuamosa juga kurang jelas. Laju pertumbuhan sel individu lebih cepat dengan pembelahan mitosis yang lebih meningkat dan bahkan ukuran bentuknya yang lebih bervariasi (Gambar 2). 21,25 A Gambar 2. Gambaran histopatologi KSS berdiferensiasi sedang dengan pewarnaan HE (x400). A. Nukleus sel (anak panah merah). 25 Untuk gambaran KSS yang berdiferensiasi buruk, sering sekali menghasilkan petunjuk sel-sel yang tidak jelas sehingga menimbulkan kesulitan dalam mendiagnosis. Sel-sel ini menunjukkan kurangnya daya kohesif yang sangat tidak teratur, pembentukan sel tumor raksasa, adanya anaplasia, peningkatan mitosis, serta tidak adanya pembentukan keratin (Gambar 3). 21,25

5 9 A Gambar 3. Gambaran histopatologi KSS berdiferensiasi buruk dengan pewarnaan HE (x400). A. Nukleus sel (anak panah merah). 25 KSS rongga mulut memiliki kecenderungan besar untuk menghasilkan metastasis pada kelenjar getah bening. Pada praktek klinis, rencana pengobatan dan prognosis KSS rongga mulut terutama didasarkan pada tumor primer, metastasis kelenjar getah bening regional dan sistem pementasan metastasis (TNM). Namun, sistem ini tidak menyediakan informasi tentang karakteristik biologi dan tingkat keagresifan klinis tumor yang jelas, dan ini telah menimbulkan suatu sistem penilaian keganasan KSS rongga mulut yang multifaktorial dikembangkan. Sistem penilaian pertama KSS rongga mulut telah dikembangkan oleh Broder pada tahun 1927 dan yang baru-baru ini merupakan sistem penilaian Bryne (1989). Berdasarkan sistem penilaian Bryne (Tabel 2), terdapat empat parameter yang diperlihatkan untuk menilai derajat diferensiasi KSS rongga mulut, yaitu derajat keratinisasi, pleomorphism inti, infiltrasi limfosit dan bentuk invasi tumor. Derajat diferensiasi KSS rongga mulut akan dinilai dengan memperhitungkan skor dari empat parameter tersebut, yaitu skor 4-8 (diferensiasi baik), skor 9-12 (diferensiasi sedang), dan skor (diferensiasi buruk). 21

6 10 Tabel 2. Sistem penilaian derajat diferensiasi KSS rongga mulut dengan parameter Bryne. 21 Parameter morfologi Skor Derajat keratinisasi >50% berkeratinisasi 20-50% berkeratinisasi 5-20% berkeratinisasi 0-5% berkeratinisasi Pleomorphisme inti Sedikit Sedang Banyak Sangat banyak Bentuk invasi Mendorong, berbatas tegas Berinfiltrasi, bentuk benang padat Kumpulan sel-sel kecil yang berinfiltrasi Kumpulan sel-sel kecil tersebar luas dan berinfiltrasi Infiltrasi limphoplasmasistik Berat Sedang Ringan Tidak ada Etiologi Penyebab karsinoma sel skuamosa yang pasti belum diketahui. Penyebabnya diduga berhubungan dengan bahan karsinogen dan faktor predisposisi. Kanker rongga mulut memiliki penyebab yang multifaktorial dan suatu proses yang terdiri dari beberapa langkah yang melibatkan inisiasi, promosi dan perkembangan tumor. Faktor-faktor etiologi tersebut tidak bekerja secara terpisah, kombinasi dari berbagai faktor sering ditemukan bersama-sama. Secara garis besar, etiologi kanker rongga mulut dapat dikelompokkan atas faktor lokal, faktor luar, dan faktor pejamu (host). 2,5 Faktor lokal seperti iritasi kronis umumnya dapat menyebabkan kanker seperti trauma mekanis dari gigitiruan yang tidak pas, restorasi yang tidak tepat, oral hygiene yang buruk dan tepi-tepi gigi yang tajam. Faktor luar meliputi kebiasaan merokok dan minum alkohol. Asap rokok mengandung bahan karsinogen (nitrosamine) dan alkohol menyebabkan rasa panas yang mempengaruhi selaput lendir mulut.

7 11 Terjadinya rangsangan menahun menyebabkan kerusakan jaringan berulang-ulang sehingga mengganggu keseimbangan sel dan terjadinya displasia. Selain itu, sinar ultraviolet (UV) seringkali dianggap sebagai faktor penting yang dapat menyebabkan mutasi gen jika terpapar untuk jangka waktu yang panjang. Infeksi virus dan jamur yang tidak sembuh-sembuh meskipun telah diobati juga dapat menyebabkan kanker apabila infeksi tersebut berkelanjutan dalam jangka waktu yang panjang sehingga memicu terjadinya karsinoma. Faktor host seperti nutrisi yang dikonsumsi dapat mempengaruhi terjadinya kanker seperti kekurangan zat anti-oksidan seperti Vitamin A, C dan E. Selain itu, unsur lain seperti usia, jenis kelamin, imunologi dan genetik seseorang dapat juga meningkatkan risiko terjadinya kanker. 2, Patogenesis dan Siklus Sel KSS muncul sebagai akibat dari berbagai kejadian molekular yang menyebabkan kerusakan genetik yang mempengaruhi kromosom dan gen, yang akhirnya menuju kepada perubahan DNA. Akumulasi perubahan tersebut memicu terjadinya disregulasi sel pada batas dimana terjadinya pertumbuhan otonom dan perkembangan yang invasif. Proses neoplastik mula-mula bermanifestasi secara intraepitel dekat membran dasar sebagai suatu hal yang fokal, kemudian terjadi pertumbuhan klonal keratinosit sel yang berubah secara berlebihan, menggantikan epitelium normal. Setelah beberapa waktu atau beberapa tahun, terjadi invasi membran dasar jaringan epitel menandakan awal kanker invasif. 5,26 Karsinogenesis merupakan proses genetik yang memicu perubahan morfologi dan tingkah laku seluler. Analisis perubahan di tingkat molekuler dapat menjadi alat diagnosis utama dan pemandu untuk melakukan perawatan, karena perubahan morfologis terjadi setelah adanya perubahan genetik. Kanker dan lesi prekanker rongga mulut berkembang sebagai akibat dari siklus sel yang tidak terkontrol dikarenakan multiple mutations. Proto-onkogen, Tumor supresor gen (TSG), dan molekul gatekeeper (cyclins dan CDK) merupakan kelompok gen DNA perbaikan yang dapat bermutasi di karsinoma sel skuamosa. 25

8 12 Siklus sel normal dikendalikan oleh suatu kelompok protein yang secara umum disebut cyclin. Siklus berlangsung melalui fase mitosis (M), gap-1 (G1), sintesis DNA (fase S), gap-2 (G2), mitosis (M) dan seterusnya. Sel anak hasil mitosis secara teratur masuk ke siklus dalam fase G1, sebagian sel anak masuk ke fase istirahat (G0). Sel pada fase G0 dapat aktif kembali masuk ke fase G1 siklus sel. Masuknya kelompok sel ke fase istirahat, kemudian aktif kembali menyebabkan proses regenerasi tubuh berlangsung cepat. 27 Masing-masing fase memiliki fungsi untuk mengaktivasi dan melengkapi fase sebelumnya, dan siklus sel akan berhenti jika fungsinya sudah terganggu. Diantara G1/S terdapat checkpoint untuk memonitor DNA sebelum replikasi dan G2/M untuk memonitor DNA setelah replikasi. Checkpoint dilakukan oleh Tumor supresor gen (TSG) salah satunya gen p53 atau dikenal sebagai master guardian of the genome dan merupakan unsur utama dalam memelihara keseimbangan genetik. Fungsi gen p53 mendeteksi sintesis DNA yang salah atau kerusakan DNA kemudian menginduksi gen reparasi DNA serta menginduksi apoptosis. 27 Gambar 4. Skema ilustrasi p53 checkpoint 27

9 epitel. 7 Beberapa onkogen mempunyai implikasi dalam karsinogenesis rongga mulut. 13 Pada gambar di atas (Gambar 4) menunjukkan internal control (checkpoint). Terdapat dua checkpoint inti, satu terdapat pada masa transisi antara G1/S checkpoint dan G2/M checkpoint yang berfungsi untuk memeriksa kerusakan DNA, jika ditemukan adanya kerusakan, maka sirkulasi sel akan melambat, waktu ini akan digunakan untuk memperbaiki DNA yang rusak, jika tidak dapat diperbaiki maka jalan untuk terjadinya apoptosis akan aktif dan DNA yang rusak akan dihancurkan. Gen p53 seharusnya merangsang p21 menekan semua cyclin dependent kinase agar cyclin tidak bekerja, sehingga siklus sel akan terhenti. Pada saat terhentinya siklus sel akan memberikan waktu terjadinya perbaikan DNA sehingga dapat dihindari terbentuknya sel yang mengandung defek DNA Onkogen Onkogen merupakan gen pengatur pertumbuhan yang mengalami perubahan dalam pengaturan jalur transduksi sinyal-sinyal sel. Mutasi gen ini mengakibatkan terjadinya peningkatan produksi atau fungsi protein dalam sel. Onkogen berperan penting dalam proses karsinogenesis, tetapi tidak cukup untuk mengubah sel-sel Penyimpangan reseptor faktor pertumbuhan epidermal proto-onkogen (EGFR / c-erb 1), gen anggota keluarga ras, c-myc, int-2, hst-1, PRAD -1, dan bcl-1 diyakini berkontribusi terhadap perkembangan kanker. 7 Deregulasi faktor pertumbuhan terjadi selama karsinogenesis rongga mulut, melalui peningkatan produksi dan stimulasi autokrin. Penyimpangan ekspresi dari Transforming growth factor α (TGF-α) dilaporkan terjadi pada awal karsinogenesis rongga mulut. Penyimpangan ini terjadi pertama kali pada epitel hiperplastik dan kemudian pada infiltrasi sel-sel radang karsinoma. TGF-α merangsang proliferasi sel dengan mengikat EGFR secara autokrin dan parakrin. 7,26

10 Gen Penekan Tumor Onkogen saja tidak cukup sebagai inisiator proses karsinogenesis. Transformasi sel premalignan menjadi sel ganas terjadi akibat inaktivasi gen penekan tumor, dan dianggap sebagai penyebab utama dalam perkembangan keganasan. Gen penekan tumor paling sering diinaktivasi melalui mutasi titik, penghapusan, dan penyusunan ulang salinan gen. 7,26 Salah satu gen penekan kanker adalah gen p53 yang merupakan pelindung siklus sel. Gen p53 berperan dalam pengaturan siklus sel dengan mengontrol sejumlah gen termasuk gen apoptosis jika kerusakannya berat. Rekonstitusi jalur apoptosis oleh p53 dapat terjadi dengan mentransfer gen p53 wild type rekombinan pada sel kanker yang mengekspresi p53 null atau mutan. Bila sel terluka, p53 dalam inti memicu sel untuk melakukan arrest pada perbatasan G1/S dengan menginduksi penghambat CDK (cyclin D kinase) dan sistem perbaikan DNA terlebih dahulu menghilangkan luka tersebut sebelum sel memasuki fase S tanpa adanya DNA yang rusak. Program arrest dan apoptosis ini tergantung pada lingkungan fisiologik ataupun jenis sel. Oleh karena itu kehilangan fungsi gen p53 ini merupakan penyebab munculnya malignansi. Inaktivasi gen p53 ini biasanya terjadi dalam dua tahap yakni inaktivasi pada satu alel oleh mutasi titik atau delesi kecil dan berikutnya adalah kehilangan alel normal oleh delesi segmen kromosom. Inaktivasi alel pertama dapat terjadi pada sel somatik maupun sel germ. Gen ini juga disebut guardian of the cell. Sel yang tidak memiliki p53 menunjukkan ketidakstabilan genom dan memperbesar karsinogenesis Nukleus Nukleus (Gambar 5) sering dikenal sebagai inti sel. Nukleus pertama kali dikenalkan oleh Brown pada tahun 1831 yang mengamati sel-sel tumbuhan. Struktur nukleus sel tumbuhan (eukariot) mempunyai inti sel yang jelas ketika diamati, karena bahan-bahan inti yang ada di dalam nukleus dibatasi oleh membran nukleus (karyotheca), yaitu struktur membran fosfolipid bilayer mirip dengan struktur membran plasma. 28

11 15 Nukleus memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan sebuah sel. Peranan nukleus dalam hal ini adalah untuk mengatur dan mengontrol segala aktifitas kehidupan sel serta membawa informasi genetik yang diturunkan ke generasi berikutnya. Informasi genetik ini disimpan dalam suatu molekul polinukleutida yang disebut DNA (Deoxyribonucleic acid). DNA pada umumnya tersebar di dalam nukleus sebagai matriks seperti benang yang disebut kromatin. Ketika sel akan memulai membelah, kromatin akan berkondensasi membentuk struktur yang lebih padat dan memendek yang selanjutnya disebut kromosom. Kromosom tersusun atas molekul DNA dan protein histon. Struktur di dalam nukleus yang merupakan tempat berkonsentrasinya molekul DNA adalah nukleolus (anak inti.). Nukleolus berperan sebagai tempat terjadinya sintesis molekul RNA (Ribonucleic acid) dan ribosom. RNA merupakan hasil salinan DNA yang akan ditransfer ke sitoplasma untuk diterjemahkan menjadi rantai asam amino yang disebut protein. 28 Gambar 5. Bentuk nukleus 27

12 Nukleolus Struktur nukleolus (anak inti) pada pengamatan mikroskop elektron terlihat sebagai sebuah atau lebih bangunan basofil yang berukuran lebih besar dari ukuran butir-butir kromatin. 28 Nukleolus merupakan tempat berlangsungnya transkripsi gen, dimana molekul rrna diproses. rrna adalah salah satu jenis RNA yang merupakan materi penyusun ribosom. Molekul rrna yang baru terbentuk, akan segera dikemas bersama protein ribosom untuk dikeluarkan dari inti sel. Transkripsi molekul rrna di dalam nukleolus menjamin pembentukan molekul ribosom pada sitoplasm. Di dalam nukleolus, terdapat sejumlah potongan-potongan DNA (rdna) yang ditranskripsi menjadi rrna secara berulang-ulang, dan berlangsung cepat dengan bantuan enzim RNA polymerase I. Potongan-potongan DNA tersebut dinamakan nucleolar organizer. Kandungan RNA dalam nukleolus jika dibanding dengan bagian lain dari inti sel adalah tidak tetap, yaitu diperkirakan 5%-20%. 28, Nucleolar Organizing Region (NOR) Nucleolus organizer region (NOR) atau nucleolar organizer merupakan bagian kromosom dimana sekitarnya terjadi pembentukan nukleolus. 14 Nukleolus organizer regions (NORs) adalah segmen kromosom dienkripsi untuk RNA ribosom (rrna) yang hadir pada loop spesifik DNA. NOR telah menerima banyak perhatian baru-baru ini karena dari pengamatan didapati bahwa frekuensi NOR dalam inti secara signifikan lebih tinggi dalam sel-sel ganas berbanding sel normal, sel reaktif atau sel neoplastik jinak sehingga merupakan nilai diagnostik dalam karakterisasi invasi pada karsinoma. NOR juga berperan dalam estimasi aktivitas selular yang diterapkan pada berbagai lesi neoplastik atau hiperplastik. 30 Daerah ini merupakan bagian tertentu dari kromosom yang berhubungan dengan nukleolus setelah nukleus membagi dan berisi beberapa salinan tandem gen DNA ribosom. Pada manusia, NOR mengandung gen 5.8S, 18S, 28S rrna yang berkerumun di lengan pendek kromosom 13, 14, 15, 21 dan 22 (kromosom akrosentrik). 14,30 NOR adalah gen yang mengkode prekursor dari tiga ribosomal RNA terbesar (18S, 5.8S dan 25S pada tanaman). NOR termasuk gen

13 17 aktif rrna, yang menimbulkan konstriksi sekunder kromosom metafase. Pada metafase, sisa protein dari nukleolus sering terkait dengan konstriksi sekunder. Setiap gen rrna pada NOR hampir identik secara berurutan, meskipun bervariasi dalam ukuran karena perbedaan jumlah elemen DNA ulangan dalam bagian ruangan intergenik umum. 32 Dalam komplemen kromosom lengkap selalu ada enam kromosom dengan terminal nucleolus organizing region (NOR). Dalam kebanyakan kasus, bagian dari NOR adalah decondensed, dan dari beberapa bagian decondensed ini dibentuk bersama-sama menjadi nukleolus besar. Nukleolus besar ini mudah terlihat dalam fase kontras bahkan tanpa pra-perawatan karena struktur khusus dan ukuran besarnya. Bentuk nukleolus berkisar dari membulat ke irregular. Selain pembentukan nukleolus dari enam NOR ini, ada juga beberapa nukleolus yang lebih kecil terdiri dari NOR hanya dua sampai lima nucleolus organizing kromosom. 30,33 Nucleolus organizer region (NOR) dapat diidentifikasi melalui teknik argyrofilik (AgNOR) melalui proses rutin fiksasi formalin parafin. 14 NORs juga mengandung zat asam, dan protein non-histon yang mengikat ion perak dan dapat dilihat secara selektif dengan metode perak pada sampel sitohistologi. NORs yang dihubungkan dengan protein argyrofilik apabila diwarnakan dengan perak disebut sebagai AgNOR. Sifat biokimia yang tepat dari protein ini belum didefinisikan, tetapi telah diketahui sebagai B 23, C 23 dan RNA polymerase dan dikaitkan dengan asam, unsur non-histon. 30 Pada mikroskop cahaya, protein AgNOR dapat terlihat sebagai titik-titik hitam yang terletak di dalam nukleolus. 14,30 NORs banyak menarik perhatian karena frekuensi muncul pada sel ganas lebih tinggi daripada sel normal, reaktif atau sel neoplastik jinak Nucleophosmin dan Alternative Reading Frame (ARF) Nucleophosmin (NPM) atau B23 merupakan sebuah fosfoprotein nukleolar dalam pengolahan rrna dan juga merupakan salah satu protein argyrofilik dari AgNORs. NPM terlibat dalam mengendalikan pertumbuhan sel, diferensiasi sel dan merupakan program kematian sel. NPM yang berlebihan ekspresi dapat berkontribusi

14 18 dalam timbulnya kanker. NPM berperan dalam biogenesis ribosom, dimana fosforilasi dan modifikasi NPM oleh cyclin E - CDK2 holoenzyme diperlukan untuk duplikasi sentrosom dan replikasi DNA. NPM merupakan onkogen kuat dan menyebabkan translokasi kromosom pada leukemia myeloid akut. 12,13 ARF merupakan protein yang berperan sebagai gen penekan tumor dalam nukleolar. Laporan terbaru dari Sherr, Roussel dan Yanping Zhang menunjukkan bahwa NPM dan ARF berinteraksi secara langsung dalam nukleolus. Laporan data juga menunjukkan NPM nucleocytoplasmic merupakan kunci utama dalam mempromosi proliferasi sel. Pengolahan rrna dipengaruhi oleh pembentukan kompleks ARF - NPM dalam nukleolus. ARF berinteraksi dengan protein argyrofilik nucleolar untuk mencegah produksi ribosom dan tumorigenesis, serta menggarisbawahi potensi onkogenik pada nukleolus. 12 Protein shuttling di antara nukleus dan sitoplasma merupakan kunci mekanisme dalam memastikan perkembangan siklus sel yang tepat. Dalam penelitian sebelumnya, NPM telah diidentifikasi sebagai target p53-independen novel oleh protein penekan tumor ARF. Dalam menanggapi sinyal hiperproliferatif karena NPM, nukleolar ARF mengikat NPM secara efektif dalam menghambat shuttling nucleocytoplasmic NPM. 13 Tanpa sebuah checkpoint ARF utuh, protein nukleolus seperti NPM dapat berubah dan menyebabkan tumorigenesis melalui berbagai fungsi nukleolarnya Perwarnaan AgNOR Pemeriksaan kanker pada saat ini banyak dilakukan dengan mengamati proliferasi dan apoptosis sel. Proliferasi sel dapat dipelajari secara baik dengan metode flow-sitometri atau pelabelan radioisotop dengan Ki-67, PCNA (Proliferating Cell Nuclear Antigen) dan teknik pewarnaan seperti AgNORs. Metode AgNOR ini dapat digunakan dalam mengevaluasi morfologi dan kinetika sel, dan merupakan parameter yang digunakan dalam menilai respon radiasi melalui hasil histopatologi. 31

15 jelas. 19 Penelitian menunjukkan AgNOR dapat digunakan untuk menunjukkan adanya 19 Pewarnaan AgNOR (prosedurnya dirujuk pada muka surat 32) ini dengan mudah dapat dilakukan pada jaringan yang difiksasi dengan formalin, dan digunakan untuk mengevaluasi morfologi dan kinetika sel dalam biopsi dengan ukuran yang kecil. 16 Marker kanker AgNORs dapat digunakan untuk melakukan pemeriksaan proliferasi melalui bercak AgNORs pada daerah inti atau Nucleolar Organizer Regions (NORs) lengkung DNA ribosom yang ditranskripsikan menjadi RNA ribosomal dengan bantuan RNA polymerase. 31 Pengamatan sejumlah parameter AgNOR (jumlah, ukuran dan distibusi) dapat digunakan dalam patologi sel kanker untuk kepentingan diagnostik maupun prognostik. Jumlah, ukuran dan distribusi AgNOR dalam nukleus dapat digunakan untuk memdeteksi dan memprediksi prognosis sejumlah neoplasia, seperti kandung kemih, karsinoma faring, dan lesi pada kulit. 16,31 AgNOR diamati dengan mikroskop cahaya sebagai titik-titik hitam. Pengamatan AgNOR secara kuantifikasi dan kualitatif lebih tepat dengan menggunakan metode morfometrik, dimana AgNORnya diperbesarkan dengan skala geometrik tertentu sehingga gambarannya kelihatan lebih aktifitas biologis pada karsinoma sel skuamosa. AgNOR juga digunakan pada oral submukus fibrosis untuk memperkirakan perilaku biologis oral submukus fibrosis, yang dapat dihubungkan dengan gradasi histologi klinis. Ketertarikan para ahli pada protein AgNOR meningkat sekitar tahun 1980-an diikuti dengan observasi bahwa sel ganas memiliki jumlah AgNOR yang lebih tinggi dibandingkan dengan sel yang jinak atau sel normal. 34 Pada penelitian Salehinejad, dkk. (2007), sel ganas menunjukkan jumlah AgNOR yang lebih banyak dan bentuk tidak beraturan, sedangkan sel jinak memiliki AgNOR yang lebih sedikit dengan bentuk yang teratur. 35 Pada sel normal, hanya satu atau dua titik AgNOR yang dilihat sebagai titik-titik yang padat. Bagi selsel normal (Gambar 6) yang semakin bergerak menuju ke sel displastik dan sel-sel ganas, jumlah DNA semakin meningkat berserta dengan peningkatan jumlah titik AgNOR. Sel-sel ganas mempunyai derajat diferensiasi yang berlainan yang dimana mempunyai nilai AgNOR yang berbeda. AgNOR yang ditemukan pada sel ganas

16 20 diferensiasi baik (Gambar 7) mempunyai nilai AgNOR yang rendah dibanding dengan sel ganas yang diferensiasinya sedang (Gambar 8), buruk (Gambar 9) atau undifferentiated (Gambar 10). Ini karena derajat diferensiasi secara umum berhubungan dengan tingkat keganasan dan proliferasi sel, sehingga tumor yang derajat diferensiasinya buruk akan mempunyai tingkat proliferasi yang lebih tinggi yang tercermin dari nilai AgNOR yang lebih tinggi. 36,37,38 Saat ini, berbagai studi dilakukan untuk mengetahui kemungkinan menemukan penanda keganasan dari titiktitik AgNOR. Hal ini dilakukan karena teknik ini mudah dilakukan, murah, cepat dan menghasilkan informasi yang akurat tentang perkembangan keganasan. 35 Gambar 6. Gambaran mikroskopis mukosa normal rongga mulut dengan pewarnaan AgNOR (100X). Anak panah biru menunjukkan titik hitam AgNOR. 38

17 21 Gambar 7. Gambaran mikroskopis karsinoma sel skuamous (KSS) rongga mulut berdiferensiasi baik dengan NORs yang sedikit terdapat pada inti (1000X). Anak panah biru menunjukkan titik hitam AgNOR. 38 Gambar 8. Gambaran mikroskopis karsinoma sel skuamousa (KSS) rongga mulut berdiferensiasi sedang dengan sebagian ukuran NORs pada inti yang beragam (1000X). Anak panah biru menunjukkan titik hitam AgNOR. 38

18 22 Gambar 9. Gambaran mikroskopis karsinoma sel skuamous (KSS) rongga mulut berdiferensiasi buruk dengan jumlah NORs yang banyak dan beragam pada inti (1000X). Anak panah biru menunjukkan titik hitam AgNOR. 38 Gambar 10. Gambaran mikroskopis karsinoma sel skuamous (KSS) rongga mulut tidak berdiferensiasi (undifferentiated) dengan jumlah NORs yang banyak dan berkelompok pada inti (1000X). Anak panah biru menunjukkan titik hitam AgNOR. 38

19 Kerangka Teori Sel epitel rongga mulut Nukleus Nukleolus Nucleolus Organizer Region (NOR) NOR associated protein (NORAPs) yang bersifat asam berhubungan dengan transkripsi RNA ARF normal dan Nucleophosmin dalam keadaan terkontrol Perbaikan DNA berhasil (reversible) Sel Normal p53 terhambat sehingga perbaikan DNA terhambat Mutasi gen Displasia Bahan iritan / karsinogenik Faktor lokal Faktor luar Proliferasi Apoptosis (-) Perbaikan DNA yang terhambat semakin banyak Karsinoma rongga mulut ARF terhambat masuk ke nukleoplasma Ekspresi Nucleophosmin berlebihan dan mencegah agregasi NOR yang terjadi secara menetap (ireversibel) Pewarnaan AgNOR dan pengamatan titik-titik hitam dibawah mikroskop cahaya

20 Kerangka Konsep Sel epitel rongga mulut Nukleus Nukleolus Nucleolus Organizer Region (NOR) NOR associated protein (NORAPs) yang bersifat asam berhubungan dengan transkripsi RNA ARF normal dan Nucleophosmin dalam keadaan terkontrol Perbaikan DNA berhasil (reversible) Sel Normal p53 terhambat sehingga perbaikan DNA terhambat Mutasi gen Displasia Bahan iritan / karsinogenik Faktor lokal Faktor luar Proliferasi Apoptosis (-) Karsinoma rongga mulut Pewarnaan AgNOR dan pengamatan titik-titik hitam dibawah mikroskop cahaya Data distribusi frekuensi AgNOR untuk masing-masing tipe diferensiasi KSS.

BAB 1 PENDAHULUAN. mukosa rongga mulut. Beberapa merupakan penyakit infeksius seperti sifilis,

BAB 1 PENDAHULUAN. mukosa rongga mulut. Beberapa merupakan penyakit infeksius seperti sifilis, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejumlah penyakit penting dan serius dapat bermanifestasi sebagai ulser di mukosa rongga mulut. Beberapa merupakan penyakit infeksius seperti sifilis, tuberkulosis,

Lebih terperinci

2. Untuk melihat hasil tampilan imunohistokimia Lmp-1 pada KSS rongga

2. Untuk melihat hasil tampilan imunohistokimia Lmp-1 pada KSS rongga 18 mulut. 2. Untuk melihat hasil tampilan imunohistokimia Lmp-1 pada KSS rongga 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis Hasil yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas epitel nasofaring. Etiologi tumor ganas ini bersifat multifaktorial, faktor etnik dan geografi mempengaruhi risiko

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kepala leher dan paling sering ditemukan di Indonesia dan sampai saat ini belum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kepala leher dan paling sering ditemukan di Indonesia dan sampai saat ini belum 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Karsinoma nasofarings (KNF) merupakan keganasan yang menyerang daerah kepala leher dan paling sering ditemukan di Indonesia dan sampai saat ini belum diketahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma kolorektal (KKR) merupakan masalah kesehatan serius yang

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma kolorektal (KKR) merupakan masalah kesehatan serius yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma kolorektal (KKR) merupakan masalah kesehatan serius yang kejadiannya cukup sering, terutama mengenai penduduk yang tinggal di negara berkembang. Kanker ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara merupakan penyakit keganasan yang paling sering

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara merupakan penyakit keganasan yang paling sering BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma payudara merupakan penyakit keganasan yang paling sering dijumpai pada wanita dan penyebab kematian terbanyak. Pengobatannya sangat tergantung dari stadium

Lebih terperinci

SUHARTO WIJANARKO PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN (PIT) KE-21 TAHUN 2016 PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS BEDAH INDONESIA (IKABI) MEDAN, 12 AGUSTUS 2016

SUHARTO WIJANARKO PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN (PIT) KE-21 TAHUN 2016 PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS BEDAH INDONESIA (IKABI) MEDAN, 12 AGUSTUS 2016 SUHARTO WIJANARKO PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN (PIT) KE-21 TAHUN 2016 PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS BEDAH INDONESIA (IKABI) MEDAN, 12 AGUSTUS 2016 BSK sudah lama diketahui diderita manusia terbukti ditemukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel mukosa nasofaring dengan predileksi di fossa Rossenmuller. Kesulitan diagnosis dini pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Selama tiga dasawarsa terakhir, kanker ovarium masih merupakan masalah

BAB I PENDAHULUAN. Selama tiga dasawarsa terakhir, kanker ovarium masih merupakan masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Selama tiga dasawarsa terakhir, kanker ovarium masih merupakan masalah kesehatan perempuan di dunia, termasuk Indonesia. Hal ini terkait dengan tingginya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia kasus kanker rongga mulut berkisar 3-4% dari seluruh kasus kanker yang terjadi. Sekitar 90-95% dari total kanker pada rongga mulut merupakan kanker sel skuamosa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Staging tumor, nodus, metastasis (TNM) Semakin dini semakin baik. di bandingkan dengan karsinoma yang sudah invasif.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Staging tumor, nodus, metastasis (TNM) Semakin dini semakin baik. di bandingkan dengan karsinoma yang sudah invasif. 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Prognosis Kanker Payudara Prognosis dipengaruhi oleh ukuran tumor, metastasis, derajat diferensiasi, dan jenis histopatologi. Menurut Ramli (1994), prognosis kanker payudara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab kematian pada wanita setelah kanker payudara. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab kematian pada wanita setelah kanker payudara. Hal ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker serviks uteri merupakan salah satu masalah penting pada wanita di dunia. Karsinoma serviks uteri adalah keganasan kedua yang paling sering terjadi dan merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terutama pada daerah transformasi epitel gepeng serviks. Sebagian besar

I. PENDAHULUAN. terutama pada daerah transformasi epitel gepeng serviks. Sebagian besar I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker serviks adalah keganasan yang berasal dari epitel pada serviks terutama pada daerah transformasi epitel gepeng serviks. Sebagian besar kanker serviks adalah epidermoid

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kompleks, mencakup faktor genetik, infeksi Epstein-Barr Virus (EBV) dan

BAB I PENDAHULUAN. kompleks, mencakup faktor genetik, infeksi Epstein-Barr Virus (EBV) dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang cenderung didiagnosis pada stadium lanjut dan merupakan penyakit dengan angka kejadian tertinggi serta menjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sehingga berpengaruh pada kondisi kesehatan dan kemungkinan mengakibatkan. berbagai penyakit-penyakit yang dapat dialaminya.

I. PENDAHULUAN. sehingga berpengaruh pada kondisi kesehatan dan kemungkinan mengakibatkan. berbagai penyakit-penyakit yang dapat dialaminya. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan faktor penting dalam menunjang segala aktifitas hidup seseorang. Namun banyak orang yang menganggap remeh sehingga mengabaikan kesehatan dengan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma sel basal (KSB) merupakan kelompok tumor ganas kulit yang ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma sel basal (KSB) merupakan kelompok tumor ganas kulit yang ditandai dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Karsinoma sel basal (KSB) merupakan kelompok tumor ganas kulit yang ditandai dengan adanya sel-sel basaloid (sel germinatif) yang tersusun dalam bentuk lobulus,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. wanita dan merupakan kanker kelima paling sering pada wanita di seluruh dunia

BAB 1 PENDAHULUAN. wanita dan merupakan kanker kelima paling sering pada wanita di seluruh dunia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker endometrium adalah kanker paling sering pada saluran genitalia wanita dan merupakan kanker kelima paling sering pada wanita di seluruh dunia setelah payudara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keganasan epitel tersebut berupa Karsinoma Sel Skuamosa Kepala dan Leher (KSSKL)

BAB I PENDAHULUAN. keganasan epitel tersebut berupa Karsinoma Sel Skuamosa Kepala dan Leher (KSSKL) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma kepala dan leher merupakan istilah luas yang mengacu kepada keganasan epitel sinus paranasalis, rongga hidung, rongga mulut, faring, dan laring. Hampir seluruh

Lebih terperinci

BAB 2 TUMOR. semua jaringan tubuh manusia pada berbagai keadaan sel untuk berkembang biak.

BAB 2 TUMOR. semua jaringan tubuh manusia pada berbagai keadaan sel untuk berkembang biak. BAB 2 TUMOR 2.1 Definisi Tumor Sel mempunyai tugas utama yaitu bekerja dan berkembang biak. Bekerja bergantung kepada aktivitas sitoplasma sedangkan berkembang biak bergantung pada aktivitas intinya. Proliferasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda memiliki jenis histopatologi berbeda dan karsinoma sel skuamosa paling

BAB I PENDAHULUAN. berbeda memiliki jenis histopatologi berbeda dan karsinoma sel skuamosa paling 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker kepala dan leher adalah berbagai tumor ganas yang berasal dari saluran aerodigestive atas (UADT), meliputi rongga mulut, nasofaring, orofaring, hipofaring dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karsinoma larings merupakan keganasan yang cukup sering dan bahkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karsinoma larings merupakan keganasan yang cukup sering dan bahkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karsinoma larings merupakan keganasan yang cukup sering dan bahkan kedua tersering pada keganasan daerah kepala leher di beberapa Negara Eropa (Chu dan Kim 2008). Rata-rata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karsinoma sel skuamosa di laring (KSSL) menempati. urutan kedua dariseluruhkarsinomadi saluran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karsinoma sel skuamosa di laring (KSSL) menempati. urutan kedua dariseluruhkarsinomadi saluran 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karsinoma sel skuamosa di laring (KSSL) menempati urutan kedua dariseluruhkarsinomadi saluran respirodigesti atas, setelah kavum oris. Lebih dari 95% keganasan di

Lebih terperinci

BAB 6 PEMBAHASAN. ekstrak Phaleria macrocarpa terhadap penurunan indek mitosis dan

BAB 6 PEMBAHASAN. ekstrak Phaleria macrocarpa terhadap penurunan indek mitosis dan BAB 6 PEMBAHASAN Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan pengaruh pemberian ekstrak Phaleria macrocarpa terhadap penurunan indek mitosis dan menurunnya atau penghambatan pertumbuhan karsinoma epidermoid

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kanker Mulut 2.1.1 Definisi Neoplasma epitel yang bersifat invasif dengan berbagai derajat diferensiasi skuamosa serta kecenderungan untuk metastasis ke noda limpa, terjadi terutama

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Papilloma sinonasal diperkenalkan oleh Ward sejak tahun 1854, hanya mewakili

BAB 1 PENDAHULUAN. Papilloma sinonasal diperkenalkan oleh Ward sejak tahun 1854, hanya mewakili 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tumor rongga hidung dan sinus paranasal atau disebut juga tumor sinonasal adalah tumor yang dimulai dari dalam rongga hidung atau sinus paranasal di sekitar hidung.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) adalah suatu karsinoma epitel skuamosa yang timbul

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) adalah suatu karsinoma epitel skuamosa yang timbul BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Karsinoma nasofaring (KNF) adalah suatu karsinoma epitel skuamosa yang timbul dari permukaan dinding lateral nasofaring (Zeng and Zeng, 2010; Tulalamba and Janvilisri,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kasus diantaranya menyebabkan kematian (Li et al., 2012; Hamdi and Saleem,

BAB 1 PENDAHULUAN. kasus diantaranya menyebabkan kematian (Li et al., 2012; Hamdi and Saleem, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker ovarium merupakan peringkat keenam keganasan terbanyak di dunia, dan merupakan penyebab kematian ketujuh akibat kanker. Kanker ovarium didiagnosis pada 225.500

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jutaan wanita di seluruh dunia terkena kanker payudara tiap tahunnya. Walaupun

BAB I PENDAHULUAN. jutaan wanita di seluruh dunia terkena kanker payudara tiap tahunnya. Walaupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker payudara adalah keganasan paling sering pada wanita dan diperkirakan jutaan wanita di seluruh dunia terkena kanker payudara tiap tahunnya. Walaupun terdapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dari jaringan organ yang tidak mengalami diferensiasi membentuk .

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dari jaringan organ  yang tidak mengalami diferensiasi membentuk  . I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ameloblastoma merupakan tumor odontogenik yang sering terjadi berasal dari jaringan organ email yang tidak mengalami diferensiasi membentuk email. Prosentase ameloblastoma

Lebih terperinci

Bagaimana Proses Terjadinya Keganasan

Bagaimana Proses Terjadinya Keganasan Bagaimana Proses Terjadinya Keganasan Kanker adalah suatu penyakit dimana terjadi proleferasi sel yang tidak terkontrol (Devita). Kanker terjadi karena adanya kerusakan gen yang mengatur pertumbuhan dan

Lebih terperinci

ketebalan yang berbeda-beda dan kadang sangat sulit ditemukan dengan mikroskop. Namun, ada bukti secara kimiawi bahwa lamina inti benar-benar ada di

ketebalan yang berbeda-beda dan kadang sangat sulit ditemukan dengan mikroskop. Namun, ada bukti secara kimiawi bahwa lamina inti benar-benar ada di Membran Inti Inti sel atau nukleus sel adalah organel yang ditemukan pada sel eukariotik. Organel ini mengandung sebagian besar materi genetik sel dengan bentuk molekul DNA linear panjang yang membentuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dikatakan sebagai mukosa mastikasi yang meliputi gingiva dan palatum keras.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dikatakan sebagai mukosa mastikasi yang meliputi gingiva dan palatum keras. 7 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaringan lunak rongga mulut dilindungi oleh mukosa yang merupakan lapisan terluar rongga mulut. Mukosa melindungi jaringan dibawahnya dari kerusakan dan masuknya mikroorganisme

Lebih terperinci

Makalah Biokimia Komponen Penyusun Sel Tumbuhan NUKLEUS. Oleh :

Makalah Biokimia Komponen Penyusun Sel Tumbuhan NUKLEUS. Oleh : Makalah Biokimia Komponen Penyusun Sel Tumbuhan NUKLEUS Oleh : Nama : Sherly Febrianty Surya Nim : G111 16 016 Kelas : Biokimia Tanaman C Dosen Pembimbing : DR. Ir. Muh. Riadi, MP. PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Usage and Attitude Urban Indonesia oleh Research International (2008),

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Usage and Attitude Urban Indonesia oleh Research International (2008), BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penggunaan cat rambut dianggap sebagai solusi untuk menutupi uban maupun merubah penampilan untuk mengikuti mode. Menurut penelitian Usage and Attitude Urban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker paru adalah kanker yang paling sering didiagnosis di dunia dan merupakan penyebab utama kematian akibat kanker. Data kasus baru kanker paru di Amerika Serikat

Lebih terperinci

MOLEKULER ONKOGENESIS

MOLEKULER ONKOGENESIS MOLEKULER ONKOGENESIS Perpustakaan Nasional Katalog dalam Terbitan (KDT) Molekuler Onkogenesis (Konsep Genetik, Virus, Radiasi - Kimia, Mutasi Gen, Epigenetik dan Signalling) dr. H. Agung Putra, M.Si.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dari semua kanker pada organ reproduksi. Diantara kanker yang ditemukan pada

BAB 1 PENDAHULUAN. dari semua kanker pada organ reproduksi. Diantara kanker yang ditemukan pada 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kanker ovarium adalah kanker ginekologi yang dijumpai hampir 30% dari semua kanker pada organ reproduksi. Diantara kanker yang ditemukan pada perempuan,

Lebih terperinci

b. Tumor: massa jaringan abnormal yg tumbuh berlebihan, terus-menerus meskipun rangsang yang menimbulkannya telah hilang.

b. Tumor: massa jaringan abnormal yg tumbuh berlebihan, terus-menerus meskipun rangsang yang menimbulkannya telah hilang. Kasus: Seorang perempuan Ny. J berusia 40 th mnegeluh ada benjolan di payudara sebelah kiri sejak 3 bulan yang lalu. Benjolan tidak berwarna kemerahan dan tidak terasa nyeri. Pasien juga tidak mengeluh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kanker merupakan penyebab kematian nomor dua terbesar setelah penyakit infeksi. Pada tahun-tahun terakhir ini tampak adanya peningkatan kasus kanker disebabkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Karsinoma servik merupakan penyakit kedua terbanyak pada perempuan

BAB 1 PENDAHULUAN. Karsinoma servik merupakan penyakit kedua terbanyak pada perempuan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma servik merupakan penyakit kedua terbanyak pada perempuan dengan usia rata-rata 55 tahun (Stoler, 2014). Diperkirakan terdapat 500.000 kasus baru setiap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker mulut, istilah untuk tumor ganas yang terjadi dalam rongga mulut, termasuk kanker bibir, gingiva, lidah, langit langit rongga mulut, rahang, dasar mulut, orofaringeal,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan penyebab kematian utama yang memberikan kontribusi

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan penyebab kematian utama yang memberikan kontribusi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker merupakan penyebab kematian utama yang memberikan kontribusi 13% kematian dari 22% kematian akibat penyakit tidak menular utama di dunia (Shibuya et al., 2006).

Lebih terperinci

UNIVERSITAS SEBELAS MARET FAKULTAS KEDOKTERAN SILABUS

UNIVERSITAS SEBELAS MARET FAKULTAS KEDOKTERAN SILABUS UNIVERSITAS SEBELAS MARET FAKULTAS KEDOKTERAN SILABUS Program Studi : Pendidikan Dokter Kode Blok : KBK301 Blok : NEOPLASMA (Blok 9) Bobot : 4 SKS Semester : III Standar Kompetensi : Mahasiswa mampu: -

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker kulit terbagi 2 kelompok yaitu melanoma dan kelompok non

BAB I PENDAHULUAN. Kanker kulit terbagi 2 kelompok yaitu melanoma dan kelompok non 15 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kanker kulit terbagi 2 kelompok yaitu melanoma dan kelompok non melanoma. Kelompok non melanoma dibedakan atas karsinoma sel basal (KSB), karsinoma sel skuamosa

Lebih terperinci

I. PENGANTAR. A. Latar Belakang Permasalahan. sinar X dalam bidang medis, yang dalam pelaksanaannya berkaitan dengan

I. PENGANTAR. A. Latar Belakang Permasalahan. sinar X dalam bidang medis, yang dalam pelaksanaannya berkaitan dengan 1 I. PENGANTAR A. Latar Belakang Permasalahan Radiografi dental untuk tujuan diagnostik merupakan bentuk penggunaan sinar X dalam bidang medis, yang dalam pelaksanaannya berkaitan dengan adanya radiasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia dan di Bali khususnya insiden karsinoma tiroid sangat tinggi sejalan

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia dan di Bali khususnya insiden karsinoma tiroid sangat tinggi sejalan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia dan di Bali khususnya insiden karsinoma tiroid sangat tinggi sejalan dengan tingginya insiden goiter. Goiter merupakan faktor predisposisi karsinoma tiroid

Lebih terperinci

KuTiL = KankeR LeHEr RaHIM????

KuTiL = KankeR LeHEr RaHIM???? KuTiL = KankeR LeHEr RaHIM???? Abstrak Jangan salah tafsir!!! Bukan berarti orang yang kutilan itu punya kanker rahim, terutama pada wanita. Karena memang bukan itu yang dimaksud. Disini dimaksudkan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan suatu proses proliferasi sel di dalam tubuh yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan suatu proses proliferasi sel di dalam tubuh yang tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker merupakan suatu proses proliferasi sel di dalam tubuh yang tidak terkendali. Di perkirakan setiap tahun 12 juta orang di seluruh dunia menderita kanker dan 7,6

Lebih terperinci

ABSTRAK. Etiopatogenesis Karsinoma Nasofaring (KNF) Rabbinu Rangga Pribadi, Pembimbing: dr. Freddy Tumewu A., M.S.

ABSTRAK. Etiopatogenesis Karsinoma Nasofaring (KNF) Rabbinu Rangga Pribadi, Pembimbing: dr. Freddy Tumewu A., M.S. ABSTRAK Etiopatogenesis Karsinoma Nasofaring (KNF) Rabbinu Rangga Pribadi, 2005. Pembimbing: dr. Freddy Tumewu A., M.S. Karsinoma Nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas kepala dan leher yang paling banyak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Karsinoma sel basal (KSB) merupakan kelompok tumor ganas kulit yang ditandai dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Karsinoma sel basal (KSB) merupakan kelompok tumor ganas kulit yang ditandai dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Karsinoma sel basal (KSB) merupakan kelompok tumor ganas kulit yang ditandai dengan adanya sel-sel basaloid (sel germinatif) yang tersusun dalam bentuk lobulus,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kanker Serviks (Leher Rahim) Kanker serviks merupakan salah satu ancaman malignansi terbesar bagi wanita. Di negara berkembang, kanker serviks menduduki urutan teratas bagi kanker

Lebih terperinci

Basic Science of Oncology Carsinogenesis

Basic Science of Oncology Carsinogenesis Basic Science of Oncology Carsinogenesis DR. Dr. Wiratno, Sp.THT- KL (K) Kanker Kanker merupakan penyakit karena terjadi gangguan pengendalian (mutasi): Mutasi Proto-onkogen yang mengatur proloferasi sel

Lebih terperinci

SKRINING MUKOSA BUKAL RONGGA MULUT PEROKOK KRETEK DENGAN MENGGUNAKAN PEWARNAAN PAPANICOLAOU YANG DIHUBUNGKAN DENGAN NILAI magnor

SKRINING MUKOSA BUKAL RONGGA MULUT PEROKOK KRETEK DENGAN MENGGUNAKAN PEWARNAAN PAPANICOLAOU YANG DIHUBUNGKAN DENGAN NILAI magnor SKRINING MUKOSA BUKAL RONGGA MULUT PEROKOK KRETEK DENGAN MENGGUNAKAN PEWARNAAN PAPANICOLAOU YANG DIHUBUNGKAN DENGAN NILAI magnor SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker adalah pertumbuhan dan penyebaran sel secara tidak terkendali, sering menyerang jaringan sekitar dan dapat bermetastasis atau menyebar ke organ lain (World Health

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar dari setiap manusia yang ada di bumi ini. Hak untuk hidup sehat bukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar dari setiap manusia yang ada di bumi ini. Hak untuk hidup sehat bukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hak untuk hidup sehat telah ditetapkan secara internasional sebagai hak dasar dari setiap manusia yang ada di bumi ini. Hak untuk hidup sehat bukan hanya dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meluas ke rongga mulut. Penyakit-penyakit didalam rongga mulut telah menjadi perhatian

BAB I PENDAHULUAN. meluas ke rongga mulut. Penyakit-penyakit didalam rongga mulut telah menjadi perhatian BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Masalah kesehatan gigi dewasa ini tidak hanya membahas gigi geligi saja, tetapi telah meluas ke rongga mulut. Penyakit-penyakit didalam rongga mulut telah menjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. sempurna jika tubuh mampu mengeliminasi penyebabnya, tetapi jika tubuh tidak

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. sempurna jika tubuh mampu mengeliminasi penyebabnya, tetapi jika tubuh tidak I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Inflamasi merupakan respon fisiologis tubuh terhadap iritasi maupun stimuli yang mengubah homeostasis jaringan. Inflamasi akut dapat mengalami pemulihan sempurna

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Karsinoma laring adalah keganasan pada laring yang berasal dari sel epitel laring.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Karsinoma laring adalah keganasan pada laring yang berasal dari sel epitel laring. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma laring adalah keganasan pada laring yang berasal dari sel epitel laring. Lebih dari 90% penderita karsinoma laring memiliki gambaran histopatologi karsinoma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker Ovarium merupakan penyebab utama kematian dari kanker ginekologi. Selama tahun 2012 terdapat 239.000 kasus baru di seluruh dunia dengan insiden yang bervariasi

Lebih terperinci

Kaitan Reproduksi Sel dengan Pewarisan Sifat. Oleh Trisia Lusiana Amir, S.Pd., M. Biomed Fakultas Fisioterapi, Universitas Esa Unggul 2016

Kaitan Reproduksi Sel dengan Pewarisan Sifat. Oleh Trisia Lusiana Amir, S.Pd., M. Biomed Fakultas Fisioterapi, Universitas Esa Unggul 2016 Kaitan Reproduksi Sel dengan Pewarisan Sifat Oleh Trisia Lusiana Amir, S.Pd., M. Biomed Fakultas Fisioterapi, Universitas Esa Unggul 2016 Definisi & Tujuannya - Pembelahan sel reproduksi sel, pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kardiovaskular dan infeksi (Hauptman, et.al., 2013). Berdasarkan Global Health

BAB 1 PENDAHULUAN. kardiovaskular dan infeksi (Hauptman, et.al., 2013). Berdasarkan Global Health BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker merupakan penyebab kematian ketiga di dunia setelah penyakit kardiovaskular dan infeksi (Hauptman, et.al., 2013). Berdasarkan Global Health Estimates, WHO 2013

Lebih terperinci

Bab IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jalan Dr. Soetomo No.16, Semarang, Jawa Tengahmerupakan Satuan

Bab IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jalan Dr. Soetomo No.16, Semarang, Jawa Tengahmerupakan Satuan Bab IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Deskripsi Lokasi Penelitian Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Kariadi Semarang yang beralamat di jalan Dr. Soetomo No.16, Semarang, Jawa Tengahmerupakan Satuan Kerja atau

Lebih terperinci

KARSINOMA SEL SKUAMOSA

KARSINOMA SEL SKUAMOSA KARSINOMA SEL SKUAMOSA Dr. Donna Partogi, SpKK NIP. 132 308 883 DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN FK.USU/RSUP H.ADAM MALIK/RS.Dr.PIRNGADI MEDAN 2008 KARSINOMA SEL SKUAMOSA PENDAHULUAN Karsinoma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang WHO (World Health Organization) menyatakan bahwa lima besar karsinoma di dunia adalah karsinoma paru-paru, karsinoma mamae, karsinoma usus besar dan karsinoma lambung

Lebih terperinci

MATERI GENETIK. Oleh : TITTA NOVIANTI, S.Si., M. Biomed.

MATERI GENETIK. Oleh : TITTA NOVIANTI, S.Si., M. Biomed. MATERI GENETIK Oleh : TITTA NOVIANTI, S.Si., M. Biomed. PENDAHULUAN Berbagai macam sifat fisik makhluk hidup merupakan hasil dari manifestasi sifat genetik yang dapat diturunkan pada keturunannya Sifat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang berasal dari sel

BAB 1 PENDAHULUAN. Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang berasal dari sel BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang berasal dari sel epitel nasofaring (Brennan, 2006). Karsinoma nasofaring adalah tumor ganas yang relatif jarang ditemukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di negara maju terlebih lagi bagi negara berkembang. Angka kematian akibat

BAB I PENDAHULUAN. di negara maju terlebih lagi bagi negara berkembang. Angka kematian akibat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Karsinoma rongga mulut merupakan ancaman besar bagi kesehatan masyarakat di negara maju terlebih lagi bagi negara berkembang. Angka kematian akibat kanker terus meningkat

Lebih terperinci

Leonardo Pembimbing I: Freddy Tumewu Andries, dr., M S Pembimbing II: Ellya Rosa Delima, dr.

Leonardo Pembimbing I: Freddy Tumewu Andries, dr., M S Pembimbing II: Ellya Rosa Delima, dr. ABSTRAK DASAR MOLEKULER DARI KARSINOGENESIS Leonardo Pembimbing I: Freddy Tumewu Andries, dr., M S Pembimbing II: Ellya Rosa Delima, dr. Kanker adalah bentuk umum dari semua tumor ganas. Neoplasma merupakan

Lebih terperinci

FITUR UTAMA DOMAIN FUNGSIONAL, INSULATOR DAN DAERAH KONTROL LOKUS (LCR) SERTA BUKTI EKSPERIMEN YANG MENDUKUNG MENGENAI KETIGA STRUKTUR TERSEBUT

FITUR UTAMA DOMAIN FUNGSIONAL, INSULATOR DAN DAERAH KONTROL LOKUS (LCR) SERTA BUKTI EKSPERIMEN YANG MENDUKUNG MENGENAI KETIGA STRUKTUR TERSEBUT FITUR UTAMA DOMAIN FUNGSIONAL, INSULATOR DAN DAERAH KONTROL LOKUS (LCR) SERTA BUKTI EKSPERIMEN YANG MENDUKUNG MENGENAI KETIGA STRUKTUR TERSEBUT RATNA DWI HIRMA W (B1J006019) HARIYATI (B1J006021) AFRINA

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN Soft Tissue Tumor

LAPORAN PENDAHULUAN Soft Tissue Tumor LAPORAN PENDAHULUAN Soft Tissue Tumor A. DEFINISI Jaringan lunak adalah bagian dari tubuh yang terletak antara kulit dan tulang serta organ tubuh bagian dalam. Yang tergolong jaringan lunak antara lain

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI A. ANATOMI FISIOLOGI LIDAH 1. Anatomi lidah Lidah terletak didasar mulut, ujung dan pinggiran lidah bersentuhan dengan gigi bawah. Lidah secarara anatomi terbagi atas 3 bagian, yakni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB II ISI

BAB I PENDAHULUAN BAB II ISI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum kanker serviks diartikan sebagai suatu kondisi patologis, dimana terjadi pertumbuhan jaringan yang tidak terkontrol pada leher rahim yang dapat menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara merupakan keganasan yang paling sering ditemukan pada

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara merupakan keganasan yang paling sering ditemukan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker payudara merupakan keganasan yang paling sering ditemukan pada wanita dengan insiden lebih dari 22% (Ellis et al, 2003) dan angka mortalitas sebanyak 13,7% (Ferlay

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PENELITIAN

BAB 4 HASIL PENELITIAN 20 BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Pengambilan Data Data didapatkan dari rekam medik penderita kanker serviks Departemen Patologi Anatomi RSCM Jakarta periode tahun 2004. Data yang didapatkan adalah sebanyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keganasan ini dapat menunjukkan pola folikular yang tidak jarang dikelirukan

BAB I PENDAHULUAN. Keganasan ini dapat menunjukkan pola folikular yang tidak jarang dikelirukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karsinoma tiroid merupakan keganasan tersering organ endokrin.sebagian besar neoplasma tersebut berasal dari sel epitel folikel dan merupakan tipe papiler. Keganasan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. adanya heterogenitas pada perubahan genetik. Kanker payudara menjadi penyebab

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. adanya heterogenitas pada perubahan genetik. Kanker payudara menjadi penyebab BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kanker payudara merupakan penyakit kompleks yang ditandai dengan adanya heterogenitas pada perubahan genetik. Kanker payudara menjadi penyebab utama kematian di dunia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut organisasi kesehatan dunia WHO, kematian akibat PTM (Penyakit Tidak Menular) akan meningkat di seluruh dunia. Lebih dari dua per tiga (70%) populasi global

Lebih terperinci

REGULATO T RY GENES 2014

REGULATO T RY GENES 2014 REGULATORY GENES 2014 Gen terdapat dalam kromosom atau DNA yang mengandung kode genetik yang spesifik untuk setiap spesies. Mengatur,mengkoordinasi mengawasi serta mengendalikan semua proses kehidupan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sebuah metastasis adalah akibat kurang efektifnya manajemen

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sebuah metastasis adalah akibat kurang efektifnya manajemen BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker Kolorektal (KKR) merupakan salah satu penyebab kematian di dunia akibat kanker. KKR merupakan masalah kesehatan utama di Indonesia karena semakin banyaknya penderita

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker adalah penyakit tidak menular yang timbul akibat pertumbuhan tidak normal sel jaringan tubuh yang berubah menjadi sel kanker. Pertumbuhan sel tersebut dapat

Lebih terperinci

II. MATERI A. NUKLEUS

II. MATERI A. NUKLEUS BAB IV NUKLEUS I. PENDAHULUAN Bab ini menerangkan struktur, komponen dan fungsi nukleus, nukleolus, materi genetik di dalamya. Bagaimana transport molekul terjadi dalam nukleus juga diterangkan dalam bab

Lebih terperinci

PERBEDAAN SEL EUKARIOTIK DAN PROKARIOTIK

PERBEDAAN SEL EUKARIOTIK DAN PROKARIOTIK PERBEDAAN SEL EUKARIOTIK DAN PROKARIOTIK EDITOR : VENNA AGATHA DESTRIANASARI NIM : G1C015011 PROGRAM STUDI DIV ANALIS KESEHATAN FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG

Lebih terperinci

M A T E R I G E N E T I K

M A T E R I G E N E T I K M A T E R I G E N E T I K Tujuan Pembelajaran: Mendiskripsikan struktur heliks ganda DNA, sifat dan fungsinya. Mendiskripsikan struktur, sifat dan fungsi RNA. Mendiskripsikan hubungan antara DNA, gen dan

Lebih terperinci

BAB 6 PEMBAHASAN. tahun, usia termuda 18 tahun dan tertua 68 tahun. Hasil ini sesuai dengan

BAB 6 PEMBAHASAN. tahun, usia termuda 18 tahun dan tertua 68 tahun. Hasil ini sesuai dengan BAB 6 PEMBAHASAN 6.1. Karakteristik subyek penelitian Hasil penelitian menunjukkan bahwa rerata usia sampel penelitian 47,2 tahun, usia termuda 18 tahun dan tertua 68 tahun. Hasil ini sesuai dengan penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis merupakan penyakit kulit yang penyebabnya sampai saat ini masih belum

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis merupakan penyakit kulit yang penyebabnya sampai saat ini masih belum 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Psoriasis merupakan penyakit kulit yang penyebabnya sampai saat ini masih belum diketahui. Penyakit ini tidak mengancam jiwa, namun lesi kulit yang terjadi menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN akibat kanker payudara (WHO, 2011). Sementara itu berdasar hasil penelitian

BAB I PENDAHULUAN akibat kanker payudara (WHO, 2011). Sementara itu berdasar hasil penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker payudara merupakan kanker yang sangat banyak dialami perempuan dan juga termasuk penyebab kematian, baik di negara maju maupun di negara berkembang. Diperkirakan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Karsinoma sel skuamosa merupakan tumur ganas yang berasal dari sel-sel

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Karsinoma sel skuamosa merupakan tumur ganas yang berasal dari sel-sel BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Defenisi Karsinoma sel skuamosa merupakan tumur ganas yang berasal dari sel-sel epitel skuamosa yang cenderung menginfiltrasi jaringan sekitarnya dan biasanya menimbulkan metastase.

Lebih terperinci

ABSTRAK PERBEDAAN EKSPRESI PROTEIN 53 (p53) PADA STADIUM I, II DAN III KANKER SERVIKS TIPE SEL SKUAMOSA

ABSTRAK PERBEDAAN EKSPRESI PROTEIN 53 (p53) PADA STADIUM I, II DAN III KANKER SERVIKS TIPE SEL SKUAMOSA ABSTRAK PERBEDAAN EKSPRESI PROTEIN 53 (p53) PADA STADIUM I, II DAN III KANKER SERVIKS TIPE SEL SKUAMOSA Kanker serviks merupakan keganasan yang paling banyak ditemukan dan merupakan penyebab kematian utama

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Benign Prostat Hyperplasia (BPH) atau pembesaran prostat jinak adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Benign Prostat Hyperplasia (BPH) atau pembesaran prostat jinak adalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Benign Prostat Hyperplasia (BPH) atau pembesaran prostat jinak adalah salah satu penyakit degeneratif pria yang sering dijumpai, berupa pembesaran dari kelenjar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Retinoblastoma merupakan keganasan intraokular paling sering pada anak, yang timbul dari retinoblas immature pada perkembangan retina. Keganasan ini adalah keganasan

Lebih terperinci

Perangai Biologik Sel Kanker dan Onkogenesis. DR. Dr. Wiratno, Sp.THT-KL (K)

Perangai Biologik Sel Kanker dan Onkogenesis. DR. Dr. Wiratno, Sp.THT-KL (K) Perangai Biologik Sel Kanker dan Onkogenesis DR. Dr. Wiratno, Sp.THT-KL (K) Pendahuluan Sel kanker : sel normal yang telah mengalami perubahan menjadi sel berproliferasi melampaui batas pertumbuhan normal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Karsinoma payudara merupakan karsinoma terbanyak. pada wanita di dunia. Menurut World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Karsinoma payudara merupakan karsinoma terbanyak. pada wanita di dunia. Menurut World Health Organization BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Karsinoma payudara merupakan karsinoma terbanyak pada wanita di dunia. Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2008, kanker payudara menduduki peringkat keempat

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN KOMPLIKASI PASIEN KANKER KEPALA DAN LEHER PASCA RADIOTERAPI/KEMOTERAPI DI RSUP SANGLAH TAHUN 2016

ABSTRAK GAMBARAN KOMPLIKASI PASIEN KANKER KEPALA DAN LEHER PASCA RADIOTERAPI/KEMOTERAPI DI RSUP SANGLAH TAHUN 2016 ABSTRAK GAMBARAN KOMPLIKASI PASIEN KANKER KEPALA DAN LEHER PASCA RADIOTERAPI/KEMOTERAPI DI RSUP SANGLAH TAHUN 2016 Prevalensi kanker kepala dan leher (KKL) di Indonesia cukup tinggi. Kanker kepala dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara adalah keganasan pada payudara. yang berasal dari sel epitel kelenjar payudara.

BAB I PENDAHULUAN. Karsinoma payudara adalah keganasan pada payudara. yang berasal dari sel epitel kelenjar payudara. 1 BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Karsinoma payudara adalah keganasan pada payudara yang berasal dari sel epitel kelenjar payudara. Karsinoma merupakan penyakit yang kompleks yang dari segi klinis,

Lebih terperinci

Diperlukan untuk tumbuh, regenerasi, dan reproduksi

Diperlukan untuk tumbuh, regenerasi, dan reproduksi Diperlukan untuk tumbuh, regenerasi, dan reproduksi Distribusi kumpulan kromosom yang identik ke sel anak PROKARIOTA : Tidak ada stadium siklus sel, duplikasi kromosom dan distribusinya ke sel generasi

Lebih terperinci

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI rina_susilowati@ugm.ac.id Apakah imunologi itu? Imunologi adalah ilmu yang mempelajari sistem imun. Sistem imun dipunyai oleh berbagai organisme, namun pada tulisan ini sistem

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kanker merupakan masalah paling utama dalam bidang kesehatan dan menjadi

I. PENDAHULUAN. Kanker merupakan masalah paling utama dalam bidang kesehatan dan menjadi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kanker merupakan masalah paling utama dalam bidang kesehatan dan menjadi salah satu dari 10 penyebab kematian utama di dunia serta merupakan penyakit ganas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ginekologi utama di Amerika Serikat, sekitar 1 dari 70 wanita di Amerika

BAB I PENDAHULUAN. ginekologi utama di Amerika Serikat, sekitar 1 dari 70 wanita di Amerika BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tumor ganas ovarium tipe epitel adalah penyebab kematian kanker ginekologi utama di Amerika Serikat, sekitar 1 dari 70 wanita di Amerika Serikat terkena tumor ganas

Lebih terperinci

BAB 6 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian pada 45 penderita karsinoma epidermoid serviks uteri

BAB 6 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian pada 45 penderita karsinoma epidermoid serviks uteri 78 BAB 6 PEMBAHASAN Telah dilakukan penelitian pada 45 penderita karsinoma epidermoid serviks uteri stadium lanjut yaitu stadium IIB dan IIIB. Pada penelitian dijumpai penderita dengan stadium IIIB adalah

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Pemeriksaan tumor pada kolon secara makroskopis, berhasil tumbuh 100%

BAB VI PEMBAHASAN. Pemeriksaan tumor pada kolon secara makroskopis, berhasil tumbuh 100% 63 BAB VI PEMBAHASAN Pemeriksaan tumor pada kolon secara makroskopis, berhasil tumbuh 100% dari masing-masing kelompok dan bersifat multipel dengan rerata multiplikasi dari kelompok K, P1, P2, dan P3 berturut-turut

Lebih terperinci