SIFAT FISIKO-KIMIA DAMAR MATA KUCING (Shorea javanica K. et V.) HASIL KLASIFIKASI MUTU DI PASAR DOMESTIK ARIP WIJAYANTO E

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SIFAT FISIKO-KIMIA DAMAR MATA KUCING (Shorea javanica K. et V.) HASIL KLASIFIKASI MUTU DI PASAR DOMESTIK ARIP WIJAYANTO E"

Transkripsi

1 SIFAT FISIKO-KIMIA DAMAR MATA KUCING (Shorea javanica K. et V.) HASIL KLASIFIKASI MUTU DI PASAR DOMESTIK ARIP WIJAYANTO E DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

2 RINGKASAN ARIP WIJAYANTO. E Sifat Fisiko-Kimia Damar Mata Kucing (Shorea javanica K. et V.) Hasil Klasifikasi Mutu di Pasar Domestik. Di bawah bimbingan Ir. Rita Kartika Sari, M. Si dan Ir. Totok Kartono Waluyo, M. Si Hutan alam di Indonesia didominasi oleh famili Dipterocarpaceae, salah satunya adalah pohon Shorea javanica. Pohon tersebut menghasilkan resin dengan mutu yang sangat tinggi dan dikenal sebagai damar mata kucing. Damar mata kucing asal Indonesia telah lama menjadi komoditi perdagangan. Walaupun mutu suatu bahan unsur yang sangat penting dalam perdagangan, namun penentuan mutu damar mata kucing di pasar domestik masih berdasarkan uji visual yaitu kebersihan, warna, dan ukuran bongkahan saja. Oleh sebab itu sangat dimungkinkan damar yang diklasifikasikan secara visual sebetulnya memiliki kandungan fisiko-kimia yang hampir sama. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sifat fisiko-kimia damar mata kucing dari berbagai klasifikasi mutu secara visual (mutu A, B, C, D, E, dan Abu) yang berasal dari tiga lokasi (PT. Bintang Kazha Gemilang, Krui, dan PT. Winas Guna Mustika). Pengujian dilakukan dengan pengamatan secara visual terhadap warna dan ukuran bongkahan, serta pengujian laboratoris untuk parameter bahan tidak larut dalam toluena (kadar kotoran), kadar air, kadar abu, bilangan asam, bilangan penyabunan, dan titik lunak. Hasil pengujian menunjukkan bahwa damar mata kucing dengan mutu yang tinggi berdasarkan klasifikasi secara visual, berkecenderungan memiliki nilai kadar air, kadar abu, bilangan asam, bilangan penyabunan, titik lunak, dan bahan tidak larut dalam toluena yang rendah. Akan tetapi, penentuan mutu damar mata kucing secara visual masih bersifat subjektif, karena terbukti damar mata kucing mutu A, B, dan C yang dikelompokkan secara visual memiliki ukuran bongkahan yang berbeda, namun menunjukkan sifat fisiko-kimia yang hampir sama dan dapat dikelompokkan ke dalam satu klasifikasi mutu (mutu A). Kata Kunci: S. javanica, damar mata kucing, klasifikasi visual, sifat fisiko-kimia ii

3 LEMBAR PENGESAHAN Judul Penelitian Nama Mahasiswa NRP Program Studi : Sifat Fisiko-Kimia Damar Mata Kucing (Shorea javanica K. et V.) Hasil Klasifikasi Mutu di Pasar Domestik : Arip Wijayanto : E : Teknologi Hasil Hutan Disetujui, Pembimbing I Pembimbing II (Ir.Rita Kartika Sari, M.Si) NIP (Ir. Totok K. Waluyo, M.Si) NIP Diketahui, Ketua Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (Dr. Ir. I Wayan Darmawan, M.Sc) NIP Tanggal lulus: iii

4 SIFAT FISIKO-KIMIA DAMAR MATA KUCING (Shorea javanica K. et V.) HASIL KLASIFIKASI MUTU DI PASAR DOMESTIK Karya Ilmiah Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor ARIP WIJAYANTO E DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 iv

5 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Sifat Fisiko-Kimia Damar Mata Kucing (Shorea javanica K. et V.) Hasil Klasifikasi Mutu di Pasar Domestik adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dan belum pernah digunakan dan diajukan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan manapun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam DaftarPustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Mei 2012 Arip Wijayanto NRP. E v

6 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan berkat, rahmat dan anugerah-nya sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Sifat Fisiko-Kimia Damar Mata Kucing (Shorea javanica K. et V.) Hasil Klasifikasi Mutu di Pasar Domestik. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Institut Pertanian Bogor. Terima kasih penulis ucapkan kepada keluarga besar tercinta atas kasih sayang, cinta, doa, dan dukungan yang telah diberikan baik moral maupun materil. Ungkapan terima kasih penulis sampaikan kepada Ir. Rita Kartika Sari, M.Si selaku pembimbing I dan Ir. Totok Kartono Waluyo, M.Si selaku pembimbing II atas bimbingan dan saran-saran yang diberikan selama ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada laboran di Laboratorium Kimia Hasil Hutan (Bapak Atin dan Mas Gunawan) beserta seluruh staf di Departemen Hasil Hutan. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Laboran di Laboratorium Hasil Hutan Bukan Kayu di Pustekolah Gunung batu, Bogor. Ungkapan terima kasih penulis sampaikan kepada Rahma, Din, Linda, Dhewi, Isya, Kajol, Mae, kak Adi, kak lifta, Mpeb, Silvan, Desi dan rekan-rekan Mahasiswa THH 45. Terima kasih penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu terselesaikannya penelitian ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa skripsi ini merupakan karya kecil, sehingga masih membutuhkan banyak kritik dan saran dari semua pihak. Pada akhirnya penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan bagi pembaca pada umumnya. Bogor, Mei 2012 Arip Wijayanto vi

7 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Batang, Jawa Tengah pada tanggal 31 Januari 1990 sebagai anak keempat dari empat bersaudara pasangan Bapak Waryono dan Ibu Khumaidah. Penulis mengawali pendidikannya di TK Cempaka 1 Subah dan pada tahun 2002 berhasil menyelesaikan pendidikannya di SDN Subah 4. Kemudian penulis melanjutkan di SMPN 3 Batang dan berhasil menyelesaikannya pada tahun Tahun 2008 penulis lulus dari SMUN 1 Subah dan pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor Program Studi Teknologi Hasil Hutan, Departeman Hasil Hutan melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI). Kemudian pada tahun 2011 penulis memilih Kimia Hasil Hutan sebagai bidang keahlian. Selama mengikuti pendidikan di IPB, penulis aktif di beberapa organisasi kemahasiswaan yaitu Anggota Agriaswara tahun 2009, staf Departemen Minat dan Bakat BEM E FAHUTAN IPB tahun , staf PSDM HIMASILTAN IPB tahun , Ketua Divisi Internal HIMASILTAN IPB tahun , anggota Organisasi Mahasiswa Daerah IMAPEKA. Selain itu penulis juga aktif dalam beberapa kegiatan kepanitian yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Penulis juga pernah melaksanakan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Leuweung Sancang dan Papandayan Jawa Barat, melaksanakan Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi, dan Praktek Kerja Lapang (PKL) di PGT. Cimanggu, KBM INK Unit I Jawa Tengah. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, penulis melakukan penelitian dengan judul Sifat Fisiko-Kimia Damar Mata Kucing (Shorea javanica K. et V.) Hasil Klasifikasi Mutu di Pasar Domestik dibawah bimbingan Ir. Rita Kartikasari, M.Si dan Ir. Totok K. Waluyo, M.Si. vii

8 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... viii DAFTARA TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN... xii BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan... 2 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pohon Penghasil Resin Damar Damar Mata Kucing ( Shorea javanica K. et V. ) Pemanenan Damar Mata Kucing Kegunaan Damar Mata Kucing Klasifikasi Damar Mata Kucing Perdagangan Damar Mata Kucing Sifat-Sifat Damar Mata Kucing... 9 BAB III. METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian Analisis Data BAB IV. HASIL DAN PEMBAHAS 4.1 Pengamatan Secara Visual Kadar Bahan Tidak Larut dalam Toluena Kadar Air Kadar Abu Bilangan Asam Bilangan Penyabunan Titik Lunak Pengaruh Pengelompokan Damar Mata Kucing Secara Visual Terhadap Kondisi Perdagangan viii

9 BAB V. PENUTUP 5.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN ix

10 DAFTAR TABEL No. HALAMAN 1. Pembagian dan spesifikasi syarat mutu damar mata kucing Sifat fisik damar mata kucing Komposisi kimia damar mata kucing Sifat kimia damar yang belum dimurnikan dan damar yang telah dimurnikan Pengamatan visual damar mata kucing berbagai kelas mutu dari tiga lokasi pengambilan Pengaruh mutu dengan pengelompokan tempat pengambilan terhadap bahan tidak larut dalam toluena Pengaruh mutu dengan pengelompokan tempat pengambilan terhadap kadar air Pengaruh mutu dengan pengelompokan lokasi pengambilan terhadap kadar abu Pengaruh mutu dengan pengelompokan tempat pengambilan terhadap bilangan asam Pengaruh mutu dengan pengelompokan tempat pengambilan terhadap bilangan penyabunan Pengaruh mutu dengan pengelompokan tempat pengambilan terhadap titik lunak x

11 DAFTAR GAMBAR No. HALAMAN 1. Struktur bunga dan buah S. Javanica Kebun damar mata kucing di Krui, Lampung Barat Teknik penyadapan damar Damar mata kucing berbagai mutu dari lokasi pengambilan PT.BKG (kanan), Krui (tengah), PT. WGM (kiri) Pengaruh mutu dengan pengelompokan tempat pengambilan terhadap bahan tidak larut dalam toluena Pengaruh mutu dengan pengelompokan tempat pengambilan terhadap kadar air Pengaruh mutu dengan pengelompokan tempat pengambilan terhadap kadar abu Pengaruh mutu dengan pengelompokan tempat pengambilan terhadap bilangan asam Pengaruh mutu dengan pengelompokan tempat pengambilan terhadap bilangan penyabunan Pengaruh mutu dengan pengelompokan tempat pengambilan terhadap titik lunak xi

12 DAFTAR LAMPIRAN No. HALAMAN 1. Analisa sidik ragam terhadap nilai kadar air Uji lanjut Duncan terhadap kadar air Analisa sidik ragam terhadap kadar abu Uji lanjut Duncan terhadap kadar abu Analisa sidik ragam terhadap bilangan asam Uji lanjut Duncan terhadap bilangan asam Analisa sidik ragam terhadap bilangan penyabunan Uji lanjut Duncan terhadap bilangan penyabunan Analisa sidik ragam terhadap titik lunak Uji lanjut Duncan terhadap titik lunak Analisa sidik ragam terhadap bahan tidak larut dalam toluena Uji lanjut Duncan terhadap bahan tidak larut dalam toluena xii

13 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki hutan alam dengan keanekaragaman tinggi yang didominasi oleh famili Dipterocarpaceae. Selain menghasilkan kayu, famili Dipterocarpaceae juga menghasilkan hasil hutan bukan kayu (HHBK) berupa resin damar dan minyak tengkawang. Damar yang dihasilkan kebanyakan berasal dari genus Shorea, Hopea, serta Vatica, dan spesies terbanyak adalah Shorea javanica K. et V. (Larasati 2007). Pohon S. javanica menghasilkan resin damar dengan mutu yang sangat tinggi dan dikenal sebagai damar mata kucing. Menurut Hadjib dan Abdurachman (2005), Provinsi Lampung merupakan salah satu daerah penghasil resin damar yang cukup besar, dengan luas hutan Shorea penghasil damar sekitar ha. Dari luasan tersebut, 7500 ha diantaranya merupakan hutan rakyat yang dikelola dengan berbagai sistem budidaya dan usaha tani. Strategi pengelolaan damar mata kucing di Lampung dilakukan dengan pola campuran (agroforest) yaitu dalam bentuk Repong damar (Wijayanto 2002, Sudarmalik 2006). Damar mata kucing asal Indonesia telah lama menjadi komoditi ekspor dalam perdagangan dunia. Pada tahun 2006 produksi damar Indonesia mencapai ton yang sebagian besar (sekitar 75%) diekspor ke berbagai negara, sisanya sekitar 25% dikonsumsi dalam negeri (Statistik Kehutanan Indonesia 2007, Sakinah 2006). Direktorat Jendral Bina Produksi Kehutanan dalam Statistik Kehutanan Indonesia (2007), mencatat untuk ekspor lak, getah dan damar pada tahun 2006 volumenya sebesar ton dengan nilai mencapai US$. Standardisasi mutu merupakan unsur penting, selain itu juga menjadi acuan bagi produsen dan konsumen dalam perdagangan damar mata kucing. Penentuan mutu damar mata kucing di pasar domestik mulai dari petani, penghadang, pedagang pengumpul desa, pedagang besar krui, sampai ke industri maupun eksportir, masih berdasarkan uji visual yaitu kebersihan, warna, dan ukuran bongkahan. Selain itu pengolahan awal damar mata kucing di Indonesia yang meliputi sortasi, pemecahan bongkahan dan pembersihan dari kotoran,

14 2 belum dilakukan secara baik, sehingga dihasilkan damar mata kucing dengan ukuran bongkahan yang sangat kecil. Pada akhirnya mutu damar mata kucing yang dihasilkan relatif rendah dan harganya murah (Larasati 2010, Zulnely 2010). Menurut Wiyono dan Silitonga (2001), pengelompokan damar mata kucing secara visual hanya berguna untuk konsumsi dalam negeri, sedangkan konsumen luar negeri dan industri lebih menekankan persyaratan mutu berdasarkan sifat fisiko-kimianya bukan ukuran partikel. Namun demikian, penentuan harga di pasar domestik masih ditentukan berdasarkan mutu visual, sehingga bersifat subjektif. Damar mata kucing dengan ukuran bongkahan yang besar dikelompokkan ke dalam mutu lebih tinggi dengan harga yang lebih tinggi dibandingkan dengan damar yang ukurannya lebih kecil, walaupun bisa saja memiliki sifat fisiko-kimia yang sama. Harga damar mata kucing di PT. Winas Guna Mustika untuk mutu A, B, C, D, E, dan Abu berturut-turut adalah Rp ,00/kg, Rp ,00/kg, Rp ,00/kg, Rp ,00/kg, Rp25.000,00/kg, dan Rp ,00/kg. Menurut Mentell (1941) dalam Namiroh (1998), sifat-sifat damar mata kucing tidak jauh berbeda. Sehingga kelompok damar mata kucing yang berbeda berdasarkan mutu visual diduga memiliki sifatsifat yang sama. 1.2 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menguji sifat fisiko-kimia damar mata kucing dari berbagai mutu (A, B, C, D, E, dan Abu) yang berasal dari tiga lokasi (PT. Bintang Kazha Gemilang, Krui, dan PT. Winas,Guna Mustika), sehingga dapat menjadi pertimbangan dalam penentuan mutu damar mata kucing yang lebih objektif.

15 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pohon Penghasil Resin Damar Resin merupakan senyawa organik atau campuran berbagai senyawa polimer alam yang disebut terpen, berbentuk padat atau semi padat. Resin mudah larut dalam pelarut organik tetapi tidak larut dalam air (Boer dan Ella 2001). Resin alam merupakan resin yang tereksudasi secara alamiah dan keluar secara alami maupun buatan. Resin yang tereksudasi secara alamiah mengandung campuran antara gum dan minyak atsiri. Resin alam memiliki bentuk berupa padatan, berwarna mengilap dan bening kusam, rapuh, meleleh bila kena panas dan mudah terbakar (Sedtler et al dalam Namiroh 1998). Kirk dan Othmer (1941) dalam Larasati (2007), mengklasifikasikan resin alam sebagai berikut: 1. Damar, yaitu golongan resin yang memilki bilangan asam rendah dan dapat larut dalam minyak serta pelarut organik, contohnya adalah damar mata kucing. 2. Golongan resin yang termasuk dalam resin semi fosil, jenis ini juga dapat larut dalam minyak serta pelarut organik, contoh golongan resin ini adalah damar resak, damar biru, dan damar hitam. 3. Kopal, yaitu golongan resin yang memiliki bilangan asam lebih tinggi dibandingkan damar, resin ini dihasilkan dari jenis pohon damar (Agathis sp) yang tergolong dalam famili Araucariacea. 4. Jenis-jenis resin yang lain seperti gondorukem, shellac, dan balsam. Damar merupakan hasil eksudasi dari famili Dipterocarpaceae dan Burseraceae, contoh jenis famili Burseraceae adalah Canarium luzonicum. Pohon damar tumbuh baik di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku. Menurut Jafarsidik (1987) dalam Mulyono (2009) dan Sari (2002), resin damar diklasifikasikan menjadi resin bermutu sedang dan bermutu baik. Resin damar bermutu sedang dihasilkan oleh H. mengarawan, H. sangal, S. kunstleri, S. laevifolia, S. platycarpa, dan S. faguetiana. Sedangkan resin damar bermutu baik dihasilkan oleh S.lamellata, S. virescens, S. retinodes, H. celebica dan S. javanica.

16 4 Berdasarkan dari warnanya resin damar dapat dibedakan menjadi damar rasak, damar putih, damar merah, damar hitam, dan damar mata kucing. Damar mata kucing merupakan resin damar yang dihasilkan dari jenis S. javanica dengan mutu terbaik dan tertinggi. Damar ini berwarna mengilap dan tampak seperti kaca. 2.2 Damar Mata Kucing ( Shorea javanica K. et V. ) Sistem taksonomi damar mata kucing adalah sebagai berikut: Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledone Bangsa : Theales Marga : Shorea Jenis : Shorea javanica Gambar 1 Struktur bunga dan buah S. javanica.

17 5 Pohon S. javanica tingginya dapat mencapai meter, diameter mencapai 150 cm, dan berbanir. Permukaan kulit pada batang berwarna kelabu tua sampai sawo matang, beralur dangkal, sedikit mengelupas, kulit hidup berwarna kuning. Daunnya agak tebal, berbentuk bulat telur memanjang, panjang 8-15 cm, lebar 4-7 cm, ujung berbentuk meruncing, pangkal sedikit tumpul ( Boer dan Ella 2001, Al-rasyid 1991 dalam Larasati (2007). Boer dan Ella (2001) melaporkan bahwa jenis pohon S. javanica dikenal dengan berbagai nama daerah, yaitu damar mata kucing (Sumatera Selatan) dan damar sibolga (Sumatra Utara). Secara umum juga disebut damar kaca. Di Indonesia sendiri jenis S. javanica tersedia cukup melimpah. Menurut Hadjib dan Abdurrachman (2005), Provinsi Lampung merupakan salah satu daerah penghasil resin damar yang cukup besar, memiliki hutan damar seluas ha. Dari luasan tersebut, 7500 ha diantaranya merupakan hutan rakyat yang dikelola dengan berbagai sistem budidaya dan usaha tani. Menurut Djajapertjunda dan Partadireja (1973) dalam Larasati (2007), damar dari jenis S. javanica banyak dihasilkan di Provinsi Sumatra Barat, Sumatra Utara, dan Riau. Gambar 2 Kebun damar mata kucing di Krui, Lampung Barat. 2.3 Pemanenan Damar Mata Kucing Menurut Lukman (2001), dengan teknik penyadapan yang selama ini diterapkan di Krui, produksi damar mata kucing per pohon sangat bervariasi, yakni bekisar antara 0,5-4,5 kg/bulan. Boer dan Ella (2001), melaporkan bahwa produktivitas pohon S. javanica yang berdiameter cm dapat mencapai 4-5 kg/bulan. Produktivitas tergantung lokasi pohon yang disadap, periode sadap,

18 6 faktor genetik pohon, dan faktor teknologi pohon. Produktivitas getah masih dapat ditingkatkan dengan perlakuan fisika dan kimia. Perlakuan fisika telah dicoba pada S. javanica, yaitu dengan melubangi batang tanaman dan menutupnya dengan plastik sehingga produktivitas dapat meningkat sebanyak 66,4%-114%. Sedangkan perlakuan kimia dapat dilakukan dengan menggunakan cairan stimulans yang berfungsi untuk memperlancar aliran getah dari saluran damar. Cairan stimulans yang dapat digunakan adalah 10% CEPA (chloro-ethyl phosporic acid) dan asam sulfat berkonsentrasi 10%. Masing-masing cairan tersebut dapat meningkatkan produktivitas sebesar 110% dan 219%. Pohon damar mulai disadap pada umur 20 tahun atau apabila diameter batang telah mencapai cm. Penyadapan damar dilakukan dengan cara melukai bagian batang pohon dalam bentuk takik. Adapun bentuk takik sadap pada umumnya berbentuk segitiga sama sisi dengan ukuran bervariasi dari 7,5-12 cm dengan kedalaman 2-4 cm (Trison 2001, Boer dan Ella 2001). Resin yang tereksudasi dibiarkan mengalir dan terkumpul di dalam lubang sadap hingga mengering dan mengeras. Setelah resin damar mengering kemudian damar dikumpulkan. Periode pengumpulan biasanya dalam waktu seminggu hingga satu bulan setelah penyadapan (Lukman 2001). Gambar 3 Teknik penyadapan damar. Menurut Trison (2001), setelah kegiatan pemanenan berakhir, maka dilakukan proses pengolahan sederhana di tingkat pengumpul. Sampai saat ini

19 7 pengolahan dilakukan dengan pembersihan bongkahan-bongkahan, kemudian disaring menggunakan saringan bertingkat. Setelah itu dilakukan penyortiran berdasarkan warna dan ukuran bongkahan. 2.4 Kegunaan Damar Mata Kucing Damar mata kucing banyak dimanfaatkan sebagai bahan untuk menyalakan obor, bahan membuat batik, bagian sambungan kapal, sebagai bahan baku untuk perekat, cat, lilin, dan bahan pengisi kertas. Menurut Djajapertjunda dan Partadireja (1973) dalam Larasati (2007), damar mata kucing banyak digunakan sebagai bahan mentah dalam industri-industri campuran karet, lak, vernis, plastik, macam-macam kulit,korek api, bahan isolator, obat-obatan dan industri bahan peledak. Beberapa penelitian terapan menunjukkan bahwa resin damar berpotensi digunakan sebagai antirayap dan anti jamur (Sari 2002 dan Setyawati, 2001), bahan pengeruh dan pemberat (Mulyono 2009), minyak atsiri (Wiyono 1998 dan 2000), anti virus herpes (Poehland et al dalam Mulyono 2009), dan Pernis (Sumadiwangsa et al.2004). Damar mata kucing di luar negeri telah banyak digunakan sebagai bahan baku untuk pembuatan piringan hitam, campuran karet, water proofing, pelapis permen untuk memberikan penampakan yang mengkilap dan keras. Selain itu, dapat digunakan juga sebagai sebagai campuran kuku kutek, dan saat ini sudah mendapat pengakuan food and drugatministration di Amerika selatan (LATIN 2004 dalam Sakinah 2006) 2.5 Klasifikasi Damar Mata Kucing Boer dan Ella (2001), menyatakan bahwa penentuan mutu damar di Indonesia, masih dilakukan dengan sangat sederhana, yaitu berdasarkan warna, kebersihan, dan ukuran bongkahannya. Mutu A, B, dan C merupakan damar kualitas ekspor, ukuran bongkahan mutu A dapat mencapai cm, mutu B ukuran bongkahannya sekitar 1-2 cm, dan mutu C lebih kecil dari 1 cm. Mutu D dan E adalah kualitas sedang dengan kotoran relatif lebih banyak. Penentuan damar mata kucing di pasaran domestik yaitu dari tingkat petani, penghadang, pedagang pengumpul desa, pedagang besar krui, sampai ke

20 8 industri maupun eksportir masih dilakukan secara visual. Trison (2001), melaporkan bahwa pengklasifikasian damar mata kucing di Krui Lampung berdasarkan ukuran bongkahan, kebersihan, dan warna. Pengklasifikasian mutu damar tersebut adalah sebagai berikut: 1. Mutu A, yaitu merupakan resin damar berwarna kuning bening dengan ukuran bongkahan besar ( 3 cm x 3 cm atau lebih). 2. Mutu B, yaitu resin damar berwarna kuning bening dengan ukuran bongkahan agak lebih kecil (2 cm x 2 cm, atau lebih). 3. Mutu AB, merupakan resin damar berwarna kuning kehitaman dengan ukuran bongkahan kecil ( 1 cm x 1 cm, atau lebih). 4. Mutu AC, merupakan resin damar yang berwarna kehitam-hitaman dan berupa butiran-butiran kecil. 5. Mutu debu/abu, yaitu mutu damar mata kucing yang berwujud debu. Pembagian mutu damar menurut SNI disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Pembagian dan spesifikasi syarat mutu damar mata kucing Jenis Uji Satuan Persyaratan Titik lunak C Bilangan asam, (b/b) Mg/gr Kadar Abu, (b/b) % 0,50-4,0 Bahan tak larut dalam toluena: Golongan A, (b/b) Golongan B, (b/b) Golongan C, (b/b) Golongan D, (b/b) Golongan E, (b/b) Golongan bubuk, (b/b) Golongan A/D, (b/b) Golongan A/E, (b/b) Sumber: SNI (1999) % % % % % % % % Maks 0,40 Maks 0,40 Maks 0,45 Maks 1,50 Maks 4,50 Maks 7,50 Maks 0,75 Maks 1, Perdagangan Damar Mata Kucing Damar mata kucing merupakan salah satu komoditi hasil hutan bukan kayu yang telah lama diekspor ke berbagai negara. Jalur perdagangan damar mata kucing dari Lampung ke seluruh dunia setidaknya melibatkan beberapa pelaku perdagangan, mulai dari petani pengumpul sampai industri pengguna. Sakinah

21 9 (2006), melaporkan bahwa jalur perdagangan yang paling banyak digunakan yaitu 63,33% di Pahmungan, Lampung Barat adalah petani penghadang pedagang pengumpul desa pedagang besar Krui eksportir. Pada tahun 2006, Indonesia telah memproduksi damar mata kucing sebanyak ton. Lima negara pengimpor damar terbesar dari Indonesia adalah India, Singapura, Bangladesh, Cina, dan Taiwan. Volume ekspor untuk masing-masing negara adalah 6104,5 ton, 1351,4 ton, 636,4 ton, 611,2 ton dan 468,0 ton (BSPJBSE 2007 dalam Mulyono 2009) Sakinah (2006), menyatakan bahwa harga ditentukan berdasarkan mekanisme pasar. Harga rata-rata damar mata kucing di tingkat petani adalah sebesar Rp5.500/kg. Sedangkan harga ditingkat padagang penampung besar dan pasar industri adalah sekitar Rp12.250/kg. Menurut informasi yang didapatkan dari eksportir, harga damar mata kucing yang akan diekspor dapat mencapai 2-5$/kg. Sedangkan di PT. Bintang Kaza Gemilang harga antara Rp Rp21000/kg dan di PT. Winas Guna Mustika harga antara Rp Rp45000/kg. 2.7 Sifat-Sifat Damar Mata Kucing Damar mata kucing memiliki bentuk bongkahan yang tidak beraturan, bersifat rapuh, mudah melekat pada tangan, dan berwarna kuning bening. Selain itu damar mata kucing juga bersifat sebagai isolator dan tidak tahan panas serta mudah terbakar tetapi tidak bersifat volatil bila tidak terdekomposisi. Warnanya mudah berubah terutama jika disimpan dalam waktu yang lama. Mudah larut dan larut sempurna dalam pelarut benzena, kloroform dan tetrahydronaptalena (Namiroh 1998, Setianingsih 1992). Bobot jenisnya kurang lebih 1,05 g/ml, kadar air maksimum 1,4 %, susut bobot maksimum selama pengeringan (105 C, 18 jam) 6%, kadar Pb maksimum 2 ppm (Boer & Ella 2000, Weatherwax 2006 dalam Mulyono 2009). Titik leleh mencapai 120 C (Sedtler et al.1925 dalam Setianingsih 1992). Sifat fisik damar mata kucing disajikan pada Tabel 2.

22 10 Tabel 2 Sifat fisik damar mata kucing Perlakuan Kadar air (%) Titik lunak ( C) Tanpa perlakuan 0,70 3) 96,25-106,50 1) Dengan pemurnian fisik - 88,00 2) Dengan pemurnian kombinasi pelarut: Benzene-metanol 0,64-0,83 3) 69,33-73,67 3) Benzene-etanol 0,38-0,70 3) 65,00-68,00 3) Toluena-etanol 0,51-0,85 3) 63,00-76,67 3) Pelarut+arang aktif - 87,25-97,50 2) Pemurnian dengan pemanasan - 93,00-104,125 1) Sumber: 1) Larasati (2007), 2) Setianingsih (1992), 3) Namiroh (1998) Menurut Sedtler (1925) dalam Setianingsih (1992), senyawa yang terdapat dalam resin damar dibagi menjadi tiga kelompok utama, yaitu ester resin serta produk dekomposisinya, asam resin dan resen. Ester resin berasal dari alkohol resin yang terdiri dari resinol dan resinotanol. Resen merupakan senyawa yang mengandung oksigen, bukan merupakan alkohol, aldehida, ester, asam, maupun keton. Selain itu resen juga tidak dapat bereaksi dengan basa. Sedangkan asam resin merupakan senyawa yang kompleks dan mengandung satu atau lebih gugus hidroksil. Umumnya asam resin memiliki bobot molekul tinggi. Secara umum kandungan damar dapat terlihat pada Tabel 3. Tabel 3 Komposisi kimia damar mata kucing Bahan Jumlah (%) Asam damarolat 23,0 Senyawa α-damarresen 40,0 Senyawa β-damarresen 22,5 Abu 3,5 Air 2,5 Minyak atsiri 0,5 Kotoran 8,0 Sumber Sadtler et al (1925) dalam Namiroh (1998) Komposisi utama damar adalah resin yang mengandung fraksi yang bersifat asam dan netral. Fraksi yang bersifat netral dikelompokkan menjadi fraksi

23 11 yang larut dalam etanol (disebut alfa-resin) dan fraksi yang tidak dapat larut dalam etanol (disebut beta-resin). Beta-resin merupakan fraksi yang memiliki bobot molekul rendah, sedangkan alfa-resin umumnya merupakan senyawa terpen yang merupakan senyawa-senyawa tetrasiklik. Fraksi yang bersifat asam antara lain asam damarolat, asam ursonat, asam damarenolat dan asam damarenoat serta metil ester dari asam-asam ini. (Doelen et al.1998 dan Tan 1990 dalam Mulyono et al.2004) Hasil analisis gas kromatografi spektrum masa terhadap damar mata kucing yang dilakukan oleh Mulyono (2009), berhasil mendeteksi sejumlah 67 senyawa yang terdiri atas empat golongan, yaitu 30 senyawa karbon tetrasiklik, 3 senyawa pentasiklik, 11 senyawa C 15 dan 23 Senyawa golongan lain. Komponen terbanyak dalam damar mata kucing dan merupakan golongan karbon tetrasiklik adalah brasikasterol, yaitu sebanyak 20,23%. Yamaguchi (1971) dalam Setianingsih (1992), melaporkan bahwa di dalam resin damar terdapat berbagai molekul yang termasuk ke dalam golongan alkohol, asam, keton, dan ester. Menurut Manitto (1981) dalam Setianingsih (1992), molekul di dalam resin damar termasuk dalam golongan triterpen dan triterpen-o yang merupakan hasil reaksi siklisasi dari poliisoprene. Lenny (2006), melaporkan bahwa triterpen merupakan senyawa yang memiliki atom C30 dan bersifat tidak menguap. Perbandingan sifat kimia damar mata kucing berbagai mutu yang belum dimurnikan dan damar mata kucing berbagai mutu yang telah dimurnikan dapat dilihat pada Tabel 4.

24 12 Tabel 4 Sifat kimia damar mata kucing yang belum dimurnikan dan damar yang telah dimurnikan. Sifat Mutu Damar mata kucing yang belum dimurnikan Damar mata kucing yang telah dimurnikan dengan pelarut Benzene Toluena Bilangan asam A 22,58 1) 19,66 1) 20,99 1) B 23,20 1) 19,61 1) 22,09 1) C 25,08 1) 22,79 1) 24,34 1) D 26,60 1) 23,11 1) 24,62 1) E 28,15 1) 23,89 1) 25,67 1) Abu 29,10 2) - - Bilangan penyabunan A 31,30 1) 21,62 1) 21,96 1) B 30,55 1) 22,10 1) 22,37 1) C 34,68 1) 27,75 1) 28,62 1) D 37,18 1) 29,11 1) 30,16 1) E 39,65 1) 32,61 1) 34,48 1) Abu 58,02 2) - - Kadar Abu A 0,69 1) 0,44 1) 0,47 1) B 0,71 1) 0,48 1) 0,49 1) C 0,74 1) 0,49 1) 0,54 1) D 8,03 1) 0,52 1) 1,07 1) E 11,22 1) 0,57 1) 1,22 1) Abu 0,79 2) - Ketidaklarutan A 0,42 1) 0,28 1) 0,28 1) dalam toluena B 0,42 1) 0,29 1) 0,30 1) C 0,44 1) 0,30 1) 0,31 1) D 1,84 1) 0,31 1) 0,32 1) E 3,90 1) 0,32 1) 0,34 1) Abu 6,248 2) - Sumber: 1) Wiyono & Silitonga (2001), 2) Mentell (1941) dalam Namiroh (1998)

25 13 BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2011 sampai Maret 2012 bertempat di Laboratorium Kimia Hasil Hutan dan Laboratorium Teknologi dan Peningkatan Mutu Kayu, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Selain itu, penelitian juga dilaksanakan di Laboratorium Hasil Hutan Bukan Kayu, Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan. Jl. Gunung Batu No. 5. Bogor. 3.2 Bahan dan alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah damar mata kucing mutu A, B, C, D, E, dan Abu yang berasal dari PT. Bintang Kazha Gemilang (PT. BKG), Krui-Lampung dan PT. Winas Guna Mustika (PT.WGM), Bekasi. Bahan kimia yang digunakan untuk pengujian adalah Etanol 95%, KOH 0,1 N, HCl 0,1 N, indikator fenolftalein, Toluena, dan aquades. Alat-alat yang digunakan adalah gelas piala, erlenmeyer 300 ml, desikator, oven, timbangan, cawan porselen, tanur, pipet, kertas saring, alumunium foil, penangas uap air, mortar, ring and ball apparatus, termometer, cawan porselen. 3.3 Metode Penelitian 1. Pengamatan Secara Visual Pengamatan secara visual dilakukan pada bongkahan-bongkahan damar mata kucing dengan berbagai mutu yang meliputi ukuran bongkahan dan warna. Pengamatan ukuran damar mata kucing dilakukan dengan mengukur dimensi panjang, tebal, dan lebar damar dari beberapa sampel bongkahan. Untuk ukuran bongkahan yang berbentuk butiran kecil, diukur dengan saringan mesh, sedangkan pengamatan warna dilakukan secara visual. 2. Pengujian Sifat Fisiko-kimia

26 14 Damar mata kucing yang telah berbentuk serbuk diuji sifat fisikokimanya, yang meliputi, kadar air, kadar abu, bilangan asam, bilangan penyabunan, titik lunak, dan bahan tidak larut dalam toluena. a. Persiapan sampel Damar mata kucing mutu A, B, C, D, E dan Abu ditumbuk secara terpisah di dalam mortar hingga dihasilkan serbuk yang halus. b. Pengujian kadar bahan tidak larut dalam toluena (SP-SMP ) Prosedur pengujian diawali dengan mencuci kertas saring menggunakan toluena, kemudian dioven pada suhu C selama 24 jam dan setelah didinginkan lalu ditimbang. Serbuk damar mata kucing (2,5 g) yang ditempatkan di dalam gelas piala ditambahkan 25 ml toluena dan dipanaskan pada suhu 50 C sambil diaduk hingga seluruh contoh damar terlarut. Contoh uji kemudian disaring menggunakan kertas saring sampai filtrat berwarna jernih. Sisa penyaringan dibilas dengan pelarut panas. Kertas saring dan fraksi residu dikeringkan pada suhu C selama 1 jam. Kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Bahan yang tidak larut dalam toluena dihitung dan dinyatakan dalam persen terhadap contoh uji awal. Kadar bahan tak larut dalam toluena x 100% c. Pengujian kadar air Pengujian kadar air damar mata kucing merujuk pada prosedur yang dilakukan oleh Sudarmadji et al. (1989) dalam Namiroh (1998). Serbuk damar mata kucing sebanyak 2-3 g dioven pada suhu 105 C selama 3 jam. Setelah didinginkan dalam desikator selama 10 menit, contoh uji damar mata kucing kemudian ditimbang. Berat awal sampel Berat akhir sampel kadarair % X 100% Berat awal sampel d. Pengujian kadar abu (%) (ASTM 1975) Pengujian kadar abu dilakukan untuk mengetahui bahan mineral (Ca, Mg, Al, Na, P dan K) yang tertinggal sebagai residu pada saat pembakaran. Serbuk

27 15 damar mata kucing sebanyak 2-3 g ditimbang dan dimasukkan ke dalam cawan porselen yang terlebih dahulu telah dipijarkan dan ditimbang beratnya. Contoh dimasukkan ke dalam tanur pada suhu 250 C dan diarangkan sampai tidak ada bahan yang menguap. Selanjutnya suhu dalam tanur dinaikkan sampai 500 C dan dipertahankan sampai arang habis. Cawan porselen kemudian didinginkan dan ditimbang. Kadar Abu % A X 100% e. Pengujian Bilangan Asam (ASTM 1975) Serbuk damar sebanyak 0,5-1 g yang telah dihancurkan ditambah 25 ml etanol netral 95%, kemudian dipanaskan sampai mendidih dan didinginkan pada suhu kamar. Setelah itu sebanyak tiga tetes fenolftalin ditambahkan ke dalam larutan kemudian dititrasi dengan larutan KOH 0,1 N. Titrasi dilakukan sampai warna larutan berubah menjadi merah. Bilangan asam A N, B Keterangan: A = larutan alkali yang digunakan untuk menitrasi contoh (ml) B = normalitas larutan alkali (KOH) yang digunakan C = berat contoh yang digunakan 56,1= BM KOH f. Pengujian bilangan penyabunan (ASTM 1975) Sebanyak 2 g serbuk damar dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan 25 ml larutan 0,5 N KOH yang berakohol dan 25 ml alkohol netral. Larutan dipanaskan di atas penangas uap air selama 1 jam, lalu ditambahkan beberapa tetes fenolftalin dan dititrasi dengan HCl 0,1 N. Titrasi dihentikan pada saat warna merah muda tepat menghilang. Bilangan penyabunan B V N, S Keterangan : B = HCl yang digunakan untuk menitrasi blanko (ml) N = Normalitas HCl

28 16 V = HCl yang digunakan untuk menitrasi contoh (ml) 56,1 = BM KOH S = berat contoh yang digunakan (g) g. Pengujian titik lunak (ASTM 1977) Pada prinsipnya, pengujian titik lunak bertujuan untuk mengukur suhu pada saat damar mata kucing berubah wujud dari padat menjadi semi padat. Pengujian menggunakan sampel berbentuk bubuk yang dipanaskan sampai mencair lalu dicetak dalam ring, dan didiamkan sampai mengeras. Ring disusun pada penyangga yang telah dilengkapi termometer dan diberi bola besi kecil di atas sampel. Setelah itu ring beserta alat penyangga dicelupkan ke dalam gliserol yang dipanaskan. Suhu titik lunak damar dicatat pada saat sampel telah jatuh disertai jatuhnya bola besi ke dasar penyangga. 3.4 Analisis Data Analisis dalam penelitian ini menggunakan Microsoft Office Excell 2007 dan SPSS 16.0 Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan model umum: Yij = μ + τi + βj + εij Dimana : I = mutu damar mata kucing (A, B, C, D, E dan Abu); J = tempat pengambilan Yij = Nilai pengamatan perlakuan damar mata kucing mutu ke-i dan kelompok tempat pengambilan ke-j μ = Rerata umum τi = Pengaruh perlakuan mutu damar mata kucing ke-i βj = Penngaruh kelompok tempat pengambilan ke-j ε(ij) = Pengaruh acak dari perlakuan mutu ke-i dan kelompok ke-j Perlakuan yang dinyatakan berpengaruh terhadap respon dalam analisis sidik ragam, kemudian diuji lanjut dengan menggunakan uji jarak berganda Duncan.

29 17 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengamatan Secara Visual Pengamatan terhadap damar mata kucing dilakukan secara visual. Mutu damar mata kucing yang semakin tinggi umumnya memiliki warna yang semakin kuning bening dan mengilap, sebaliknya damar mata kucing mutu rendah memiliki warna yang semakin kecoklatan. Warna damar mata kucing diduga berhubungan dengan kotoran yang terdapat dalam bongkahan damar mata kucing. Faktor lain yang mempengaruhi warna damar mata kucing adalah lamanya penyimpanan. Menurut Tambunan (1975) dalam Namiroh (1998), warna damar mata kucing mudah berubah terutama jika disimpan dalam waktu yang lama tanpa sirkulasi udara yang baik. Menurut Payne (1964) dalam Setianingsih (1992), perubahan warna pada damar mata kucing dapat disebabkan oleh keberadaan ion logam yang dapat memacu terjadinya proses oksidasi sehingga dihasilkan senyawa kromofor (pembentuk warna), yaitu senyawa yang memiliki gugus >C=C< atau >C=O. Penentuan mutu damar mata kucing secara visual, selain didasarkan pada warna juga ditentukan berdasarkan ukuran bongkahan. Ukuran bongkahan damar mata kucing yang semakin besar dikelompokan ke dalam mutu yang lebih tinggi (Tabel 5). Hasil pengamatan visual damar mata kucing sejalan dengan kondisi penentuan mutu secara visual yang dilakukan di pasaran (Gambar 4). Damar mata kucing yang memiliki ukuran bongkahan lebih besar dan warna yang lebih jernih dikelompokan sebagai damar yang bermutu tinggi. Namun demikian, penentuan mutu berdasarkan warna adalah tidak mudah dan berkecenderungan bersifat subjektif. Menurut Sumadiwangsa (2000), pengelompokan damar yang masih secara manual dan bersifat subjektif menghasilkan mutu yang berbeda-beda antara pabrik yang satu dengan pabrik yang lain. Oleh karena itu, diperlukan pengujian mutu damar mata kucing dengan cara yang lebih objektif, yaitu dengan pengujian sifat fisiko-kimianya.

30 18 Tabel 5 Pengamatan visual damar mata kucing berbagai kelas mutu dari tiga lokasi pengambilan Warna Mutu PT.BKG KRUI PT.WGM A kuning bening kuning bening kuning bening B kuning bening kuning bening kuning bening C kuning bening kuning bening kuning bening D kuning kecoklatan Kuning kuning bening E kuning kecoklatan kuning kecoklatan kuning kecoklatan Abu Kecoklatan Kecoklatan coklat kehitaman Ukuran Bongkahan (p x l x t) cm Mutu PT.BKG KRUI PT.WGM A (3,80x3,40x1,97) (3,17x2,33x1,37) (4,07x3,17x2,00) B (2,43x2,03x1,23) (1,78x1,33x0,85) (2,57x1,83x1,11) C (1,20x,0,97x0,50) (1,15x0,81x0,56) (1,49x1,08x0,75) D (0,73x0,53x0,45) (0,41x0,33x0,16) (0,89x0,67x0,46) E Mesh mesh (0,44x0,32x0,18) Abu Serbuk Serbuk Serbuk Gambar 4 Damar mata kucing berbagai mutu dari lokasi pengambilan PT.BKG (kanan), Krui (tengah), PT. WGM (kiri). 4.2 Kadar bahan tidak larut dalam toluena Pengujian bahan tidak larut dalam toluena dilakukan untuk mengetahui kadar kotoran, yaitu persentase jumlah bahan padat organik atau anorganik yang tidak larut dalam toluena, seperti pasir, lilin, mineral, kepingan kayu, dan kulit kayu dalam damar. Besarnya kadar bahan tidak larut dalam toluena damar mata

31 19 kucing berkisar 0,14-39,72%. Nilai terendah dimiliki damar mutuu B yang berasal dari Krui, sedangkann nilai tertinggi dimiliki damar mutu Abu yang berasal dari PT.WGM (Gambar 5). Tabel 6 Pengaruh mutu dengan pengelompokan tempat pengambilan terhadap bahan tidak larut dalam toluena Mutu Damar Bahan Tak Larut dalam Toluena (%) Rerata PT. BKG KRUI PT.WGM Mutu A B C D E Abu Rerata Tempat Pengambilan 0,26 0,26 0,22 4,32 15,41 14,77 5,86 0,32 0,14 0,22 6,30 8,35 8,10 3,90 0,25 0,18 0,31 0,34 2,82 39,,72 7,27 0,28 A 0,19 A 0,25 A 3,65 AB 8,86 B 20,8 C Keterangan: 1) A, AB, B dan C hasil uji jarak berganda Duncann terhadap mutu damar Secara statistik mutu damar mata kucing yang berbeda memiliki nilai bahan tidak larut dalam toluena yang berbeda nyata. Hasil uji jarak berganda Duncan menunjukann bahwa mutu A, B, C, dan D saling tidak berbeda nyata (Tabel 6). Secara mum damar mata kucing mutu tinggi memiliki nilai bahan tidak larut dalam toluena yang rendah. Hal ini erat kaitannya dengan banyaknya kotoran dalam damar. Besarnya nilai bahan tidak larut dalam toluena pada damar mata kucing diduga mempengaruhi nilai kadar air, kadar abu dan titik lunak. Semakin tinggi bahan tidak larut dalam toluena dalam damar maka kadar air, kadar abu, dan titik lunak damar semakin meningkat. bahan tak larut dalam toluena (%) PT. BKG KRUI Tempat pengambilan PT.WGM A B C D E Abu Gambar 5 Pengaruh mutu dengan pengelompokan tempat pengambilan terhadap bahan tidak larut dalam toluena.

32 20 Berdasarkan Standar Nasional Indonesia tentang damar (SNI ) dan hasil pengujian statistik, damar mata kucing mutu A, B, dan C yang berasal dari tiga lokasi pengambilan memiliki kualitas yang hampir sama dan termasuk ke dalam kelas mutu A. Persyaratan nilai bahan tidak terlarut dalam toluena damar mata kucing mutu A menurut SNI maksimum 0,4%. 4.3 Kadar Air Kadar air merupakan parameter yang menunjukan jumlah air dalam bongkahan damar mata kucing. Kadar air damar mata kucing yang diuji berkisar 0,65-7,02%. Kadar air tertinggi dimiliki oleh damar mata kucing mutu Abu, sedangkan yang terendah dimiliki oleh damar mata kucing mutu A. Kedua mutu damar mata kucing tersebut berasal dari PT.WGM. Tabel 7 Pengaruh mutu dengan pengelompokan tempat pengambilan terhadap kadar air Mutu Damar Kadar Air (%) Rerata PT.BKG KRUI PT.WGM Mutu A 0,70 0,84 0,65 0,73 A B 0,84 0,78 0,77 0,80 A C 0,81 1,01 0,75 0,86 A D 1,44 1,90 0,87 1,40 A E 2,11 2,14 1,37 1,87 A Abu 1,93 2,10 7,02 3,68 B Rerata Tempat Pengambilan 1,30 1,46 1,91 Keterangan: 1) A dan B hasil uji jarak berganda Duncan pada mutu damar mata kucing. Mutu damar mata kucing yang semakin tinggi memiliki kadar air yang semakin rendah, dan sebaliknya (Gambar 6). Kadar air damar mata kucing selain disebabkan oleh keberadaan air dalam damar juga dapat dipengaruhi oleh keberadaan kotoran yang bersifat higroskopis, misalnya adalah berupa serpihan kayu dan kulit pohon. Berdasarkan kadar airnya, sampel yang diambil dari ketiga lokasi memiliki nilai yang sama, sehingga bisa dikatakan memiliki kualitas yang sama.

33 21 Hasil analisis sidik ragam menunjukan bahwaa mutu damar mata kucing yang berbeda memiliki nilai kadar air yang berbeda nyata. Uji jarak berganda Duncan menunjukkann bahwa mutu A, B, C, D dan E saling tidak berbeda nyata, sedangkann mutu Abu berbeda nyata dengann mutu yang lainnya (Tabel 7). Kadar Air (%) PT.BKG KRUI PT.WGM A B C D E Abu Tempat Pengambilan Gambar 6 Pengaruh mutu dengan pengelompokan tempat pengambilan terhadap kadar air. 4.4 Kadar Abu Pengujian kadar Abu dilakukan untuk mengetahui persentase bahan mineral antara lain; Ca, Mg, Al, Na, P, dan K yang tertinggal sebagai residu pada saat pembakaran bahan organik. Kadar abu merupakan salah satu parameter mutu damar mata kucing menurut SNI Mutu damar akan semakin rendah dengan kadar abu yang semakin tinggi, dan sebaliknya mutu damar akan semakin tinggi dengan kandungan abu yang semakin rendah. Nilai kadar abu damar mata kucing yang diteliti berkisar 0,01-6,17%. Kadar abu damar mataa kucing dapat dipengaruhi oleh kadar kotoran mineral dalam bongkahan damar. Kadar kotoran yang semakin tinggi dapat meningkatkan kadar abu damar mata kucing. Hal ini terbukti dengan sejalannya nilai rerataa kadar abu dengan rerata bahan tidak larut dalam toluena mutu A yaitu sebesar 0,,05 % dan 0,28%. Sementara itu, damar mutu E memiliki nilai rerata kadar abu dan bahan tidak larut dalam toluena yang lebih tinggi dibandingkan

34 22 dengan mutu A, yaitu sebesar 2,20% dan 8,86%. Selain dipengaruhi jumlah kotoran, kadar abu damar juga dipengaruhi oleh jenis kotoran. Damar mata kucing yang memiliki jenis kotoran bahan organik seperti kayu, serpihan ranting, dan kulit pohon dengan jumlah relatif tinggi diduga memiliki kadar abu yang lebih tinggi. Tabel 8 Pengaruh mutu dengan pengelompokan lokasi pengambilan terhadap kadar Abu Mutu Damar Kadar Abu (%) Rerata PT.BKG KRUI PT.WGM Mutu A 0,03 0,01 0,10 0,05 A B 0,03 0,05 0,10 0,06 A C 0,04 0,02 0,12 0,06 A D 0,38 0,33 0,12 0,28 A E 4,53 1,76 0,30 2,20 B Abu 7,76 2,41 6,17 5,45 C Rerata Tempat Pengambilan 2,13 b 0,77 a 1,15 a Keterangan :1) A, B, C hasil uji jarak berganda Duncan terhadap mutu 2) a dan b hasil uji jarak berganda Duncan terhadap pengelompokan tempat pengambilan Secara statistik pengelompokan mutu dan lokasi pengambilan damar mata kucing memiliki nilai kadar abu yang berbeda nyata. Hasil uji jarak berganda Duncan damar mata kucing mutu A, B, C, dan D saling tidak berbeda nyata, sedangkan berdasarkan tempat pengambilan, nilai kadar abu damar mata kucing dari PT. WGM tidak berbeda nyata dengan damar mata kucing dari Krui. Berdasarkan SNI , mutu damar mata kucing yang diuji telah memenuhi standar yang dipersyaratkan, kecuali sampel damar mutu kucing mutu Abu. Persyaratan kadar abu menurut SNI bekisar 0,5-4,0%. Merujuk pada hasil analisis statistik dan persyaratan SNI , damar mata kucing mutu A, B, C, dan D memiliki kualitas yang hampir sama dan termasuk ke dalam kelompok kualitas baik. Informasi kadar abu sangat bermanfaat terutama dalam industri cat. Kadar abu yang tinggi menunjukan kandungan bahan mineral yang tinggi pada damar

35 23 mata kucing. Keberadaan bahan mineral dapat mengakibatkan rendahnya mutu cat yang dihasilkan (Namiroh 1998) ) kadar abu (%) PT.BKG KRUI PT.WGM A B C D E Abu Tempat pengambilan Gambar 7 Pengaruh mutu dengan pengelompokan tempat pengambilan terhadap kadar Abu. 4.5 Bilangan Asam Bilangan asam merupakan parameter yang menunjukan asam bebas dan tingkat kerusakan damar karenaa hidrolisis molekul trigliserida (Namiroh 1998). Damar mata kucing mutu B dari Krui memiliki bilangan asam yang terendah (20,16), sedangkan bilangan asam tertinggi (30,26) terdapat pada damar mutu abu dari PT. WGM (Tabel 9). Tabel 9 Pengaruh mutu dengan pengelompokan tempat pengambilan terhadap Mutu Damar A B C D E Abu Rerata Tempat Pengambilan Keteranga bilangan asam 23,26 b a 23,15 28, 72 a an: 1) A, AB,B, BC, C hasil uji jarak berganda Duncan terhadap mutu 2) a, PT.BKG 22,57 21,59 22,25 24,84 23,73 24,69 b, hasil uji jarak pengambilan Bilangan Asam KRUI 20,68 21,46 22,89 23,95 23,71 26,22 berganda PT.WGM 27,,13 27,,26 28,,30 29,,48 29,,87 30,,26 Rerata Mutu 23,47 A 23,44 A 24,48 AB 26,09 C 25,77 BC 27,06 C Duncan terhadap tempat

36 24 Mutu damar mata kucing yang tinggi umumnya memiliki nilai bilangan asam yang rendah (Gambar 8). Perbedaan bilangan asam dapat dipengaruhi oleh kadar air dalam damar mata kucing. Kadar air damar yang semakin tinggi maka bilangan asam yang dihasilkan juga semakin tinggi. Menurut Namiroh (1998), keberadaan air dalam damar dapat menyebabkan molekul trigliserida dalam damar terhidrolisis menjadi alkohol dan asam bebas yang bersifat reaktif. Selain itu bilangan asam juga dipengaruhi oleh lama penyimpanan. Damar mata kucing yang disimpan terlalu lama dapat menimbulkan adanya reaksi oksidasi, sehingga semakin banyak asam bebas yang bersifat reaktif. Hasil analisa sidik ragam pengelompokan lokasi pengambilan dan mutu damar mata kucing yang berbeda memiliki nilai bilangan asam yang berbeda nyata. Berdasarkan uji jarak berganda Duncan menunjukan bahwa bilangan asam pada damar mata kucing mutu A, B, dan C tidak berbeda nyata. Selain itu lokasi pengambilan PT. BKG dan Krui juga tidak berbeda nyata. Semua mutu damar mata kucing yang diuji telah memenuhi SNI , yang mensyaratkan nilai bilangan asam damar mata kucing antara Mengacu kepada hasil statistik dan SNI, damar mata kucing mutu A, B, dan C memiliki bilangan asam yang hampir sama dan dapat dikelompokan ke dalam mutu yang baik. Dikaitkan dengan pemanfaatannya, damar mata kucing dengan bilangan asam yang rendah lebih dikehendaki dibandingkan dengan damar mata kucing yang memiliki bilangan asam yang tinggi. Bilangan asam yang rendah merupakan salah satu karakteristik resin yang penting dalam pembuatan produk dari resin. Semakin banyak asam bebas maka akan menghasilkan produk yang semakin tidak tahan lama karena bersifat korosif terutama jika produk tersebut dicampur dengan pigmen yang berunsur logam (Namiroh 1998).

37 Bilangan Asam A B C D E Abu PT.BKG KRUI Tempat Pengambilan PT.WGM Gambar 8 Pengaruh mutu dengan pengelompokan tempat pengambilan terhadap bilangan asam. 4.6 Bilangan Penyabunan Bilangan penyabunan merupakan parameter yang digunakan untuk menentukan jumlah asam bebas dan terikat serta merupakan gambaran panjang rantai molekul asam resin (Namiroh 1998). Dalam penentuan bilangan penyabunan seluruh asam resin disabunkan dengann cara direaksikan dengan larutan basa disertai pemanasan (Wiyono dan Silitonga 2001). Besarnya bilangan penyabunan berkisarr 21,27-50,35. Nilai terendah dimiliki damar mutu A yang berasal dari Krui, sedangkan nilai tertinggii merupakan damar dengan mutuu Abu yang berasal dari PT. WGM (Tabel 10). Mutu damar mata kucing yang tinggi mumnya memiliki bilangan penyabunan yang rendah (Gambar 9). Menurut Jacobs (1986) dalam Wiyono et al. (2010), bilangan penyabunann mempunyai hubungann erat dengan berat molekul, dimana damar yang mempunyai berat molekul rendah akan mempunyai bilangan penyabunan yang tinggi.

38 26 Tabel 10 Pengaruh mutu dengan pengelompokan tempat pengambilan terhadap bilangan penyabunan Mutu Damar Bilangan Penyabunan Rerata PT.BKG KRUI PT.WGM Mutu A 25,45 21,27 34,64 27,12 A B 28,18 24,15 34,92 29,08 A C 29,45 24,17 36,04 29,89 A D 37,02 34,91 37,31 36,41 B E 37,37 33,97 44,18 38,51 C Abu 38,69 38,64 50,35 42,56 D Rerata Tempat Pengambilan 31,22 a 29,52 a 39,57 b Keterangan: 1) A, B, C dan D hasil uji jarak berganda Duncan terhadap mutu damar 2) a dan b hasil uji jarak berganda Duncan terhadap tempat pengambilan damar Secara statistik pengelompokan lokasi pengambilan dan mutu damar mata kucing yang berbeda menghasilkan nilai bilangan penyabunan yang berbeda nyata. Hasil uji jarak berganda Duncan menunjukkan bahwa mutu A, B, C saling tidak berbeda nyata dan menurut lokasi pengambilan, damar mata kucing dari PT. BKG tidak berbeda nyata dari Krui. Mengacu hasil statistik dapat diketahui bahwa mutu A, B, dan C memiliki nilai bilangan penyabunan yang hampir sama dan masuk ke dalam kualitas yang baik karena bilangan penyabunannya rendah. Wiyono dan Silitonga (2001) melaporkan bahwa berkurangnya asam bebas yang terkandung dalam damar mata kucing akan mengurangi pula bilangan penyabunannya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pohon Penghasil Resin Damar Resin merupakan senyawa organik atau campuran berbagai senyawa polimer alam yang disebut terpen, berbentuk padat atau semi padat. Resin mudah larut

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 17 IV HSIL N PMHSN 4.1 Pengamatan Secara Visual Pengamatan terhadap damar mata kucing dilakukan secara visual. Mutu damar mata kucing yang semakin tinggi umumnya memiliki warna yang semakin kuning bening

Lebih terperinci

K O P A L SNI

K O P A L SNI K O P A L SNI 01-5009.10-2001 1. Ruang lingkup Standar ini menetapkan istilah dan definisi, klasifikasi mutu, syarat mutu, cara uji, pengemasan dan penandaan Kopal, sebagai pedoman pengujian Kopal yang

Lebih terperinci

G O N D O R U K E M 1. Ruang lingkup

G O N D O R U K E M 1. Ruang lingkup SNI 01-5009.12-2001 G O N D O R U K E M 1. Ruang lingkup Standar ini menetapkan istilah dan definisi, syarat mutu, cara uji, pengemasan dan penandaan gondorukem, sebagai pedoman pengujian gondorukem yang

Lebih terperinci

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu 40 Lampiran 1. Prosedur analisis proksimat 1. Kadar air (AOAC 1995, 950.46) Cawan kosong yang bersih dikeringkan dalam oven selama 2 jam dengan suhu 105 o C dan didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 14 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Langkah Kerja Penelitian Studi literatur merupakan input dari penelitian ini. Langkah kerja peneliti yang akan dilakukan meliputi pengambilan data potensi, teknik pemanenan

Lebih terperinci

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : 19630504 198903 2 001 DIBIAYAI OLEH DANA DIPA Universitas Riau Nomor: 0680/023-04.2.16/04/2004, tanggal

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Sebanyak 1-2 g contoh ditimbang pada sebuah wadah timbang yang sudah diketahui bobotnya. Kemudian dikeringkan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Lampung Timur, Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik Negeri

III. BAHAN DAN METODE. Lampung Timur, Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik Negeri III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Lehan Kecamatan Bumi Agung Kabupaten Lampung Timur, Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik Negeri Lampung

Lebih terperinci

Lampiran 1. Pohon Industri Turunan Kelapa Sawit

Lampiran 1. Pohon Industri Turunan Kelapa Sawit LAMPIRAN Lampiran 1. Pohon Industri Turunan Kelapa Sawit 46 Lampiran 2. Diagram alir proses pembuatan Surfaktan Metil Ester Sulfonat (MES) Metil Ester Olein Gas SO 3 7% Sulfonasi Laju alir ME 100 ml/menit,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji karet, dan bahan pembantu berupa metanol, HCl dan NaOH teknis. Selain bahan-bahan di atas,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan dalam penelitian kali ini terdiri dari bahan utama yaitu biji kesambi yang diperoleh dari bantuan Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. ALAT DAN BAHAN Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah jarak pagar varietas Lampung IP3 yang diperoleh dari kebun induk jarak pagar BALITRI Pakuwon, Sukabumi.

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Jurusan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Jurusan 16 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 11 sampai 28 November 2013

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 11 sampai 28 November 2013 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT 1. Waktu Penelitian ini dilakukan pada tanggal 11 sampai 28 November 2013 2. Tempat Laboratorium Patologi, Entomologi, & Mikrobiologi (PEM) Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

METODE. Materi. Rancangan

METODE. Materi. Rancangan METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2008, bertempat di laboratorium Pengolahan Pangan Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI )

Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI ) 41 Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI 06-6989.22-2004) 1. Pipet 100 ml contoh uji masukkan ke dalam Erlenmeyer 300 ml dan tambahkan 3 butir batu didih. 2. Tambahkan KMnO

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Aplikasi pengawet nira dan pembuatan gula semut dilakukan di Desa Lehan Kecamatan

III. BAHAN DAN METODE. Aplikasi pengawet nira dan pembuatan gula semut dilakukan di Desa Lehan Kecamatan 20 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Aplikasi pengawet nira dan pembuatan gula semut dilakukan di Desa Lehan Kecamatan Bumi Agung Kabupaten Lampung Timur, analisa dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk -

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - digilib.uns.ac.id BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - Kompor gas - Sendok - Cetakan plastik A.2Bahan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan 20 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Politeknik

Lebih terperinci

Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, Kampus IPB Dramaga, Bogor 16680

Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, Kampus IPB Dramaga, Bogor 16680 Karakterisasi Damar Mata Kucing dalam Rangka Revisi Standar Nasional Indonesia (Characterization of Cat s Eye Dammar for Revision of Indonesia National Standard) Rita K Sari 1), Nyoman J Wistara 1), Arif

Lebih terperinci

METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan Baku b. Bahan kimia 2. Alat B. METODE PENELITIAN 1. Pembuatan Biodiesel

METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan Baku b. Bahan kimia 2. Alat B. METODE PENELITIAN 1. Pembuatan Biodiesel METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan Baku Bahan baku yang digunakan untuk penelitian ini adalah gliserol kasar (crude glycerol) yang merupakan hasil samping dari pembuatan biodiesel. Adsorben

Lebih terperinci

ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO

ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan yang digunakan Kerupuk Udang. Pengujian ini adalah bertujuan untuk mengetahui kadar air dan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di salah satu industri rumah tangga (IRT) tahu di

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di salah satu industri rumah tangga (IRT) tahu di III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di salah satu industri rumah tangga (IRT) tahu di Kelurahan Gunung Sulah Kecamatan Sukarame Bandar Lampung, Laboratorium

Lebih terperinci

Desikator Neraca analitik 4 desimal

Desikator Neraca analitik 4 desimal Lampiran 1. Prosedur Uji Kadar Air A. Prosedur Uji Kadar Air Bahan Anorganik (Horwitz, 2000) Haluskan sejumlah bahan sebanyak yang diperlukan agar cukup untuk analisis, atau giling sebanyak lebih dari

Lebih terperinci

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif Departemen Farmasi FMIPA UI, dalam kurun waktu Februari 2008 hingga Mei 2008. A. ALAT 1. Kromatografi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 LOKASI PENELITIAN Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Analisa dan Laboratorium Proses Industri Kimia, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Sumatera

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Kualitas minyak dapat diketahui dengan melakukan beberapa analisis kimia yang nantinya dibandingkan dengan standar mutu yang dikeluarkan dari Standar Nasional Indonesia (SNI).

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan secara eksperimental laboratorium. B. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fakultas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai Desember 2012. Cangkang kijing lokal dibawa ke Laboratorium, kemudian analisis kadar air, protein,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Prosedur Penelitian Persiapan Bahan Baku

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Prosedur Penelitian Persiapan Bahan Baku BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan dari bulan April sampai dengan bulan November 2011 di Laboratorium Kimia Hasil Hutan dan Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis

Lampiran 1. Prosedur Analisis L A M P I R A N 69 Lampiran 1. Prosedur Analisis A. Pengukuran Nilai COD (APHA,2005). 1. Bahan yang digunakan : a. Pembuatan pereaksi Kalium dikromat (K 2 Cr 2 O 7 ) adalah dengan melarutkan 4.193 g K

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur analisis sifat fisikokimia minyak dan biodiesel. 1. Kadar Air (Metode Oven, SNI )

Lampiran 1. Prosedur analisis sifat fisikokimia minyak dan biodiesel. 1. Kadar Air (Metode Oven, SNI ) LAMPIRAN 39 Lampiran 1. Prosedur analisis sifat fisikokimia minyak dan biodiesel 1. Kadar Air (Metode Oven, SNI 01-3555-1998) Cawan aluminium dipanaskan di dalam oven pada suhu 105 o C selama 1 jam, kemudian

Lebih terperinci

SIFAT FISIKO KIMIA DAMAR MATA KUCING HASIL PEMURNIAN TANPA PELARUT (Physico Chemical Properties of Purified Mata Kucing Dammar Without Solvent)

SIFAT FISIKO KIMIA DAMAR MATA KUCING HASIL PEMURNIAN TANPA PELARUT (Physico Chemical Properties of Purified Mata Kucing Dammar Without Solvent) ISSN: 0216-4329 Terakreditasi No.: 443/AU2/P2MI-LIPI/08/2012 SIFAT FISIKO KIMIA DAMAR MATA KUCING HASIL PEMURNIAN TANPA PELARUT (Physico Chemical Properties of Purified Mata Kucing Dammar Without Solvent)

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. pembuatan vermikompos yang dilakukan di Kebun Biologi, Fakultas

METODE PENELITIAN. pembuatan vermikompos yang dilakukan di Kebun Biologi, Fakultas III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dibagi menjadi dua tahap: Tahap pertama adalah pembuatan vermikompos yang dilakukan di Kebun Biologi, Fakultas Teknobiologi, Universitas

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dijadikan tanaman perkebunan secara besaar besaran, karet memiliki sejarah yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dijadikan tanaman perkebunan secara besaar besaran, karet memiliki sejarah yang BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Karet Sejak pertama kali ditemukan sebagai tanaman yang tumbuh secara liar sampai dijadikan tanaman perkebunan secara besaar besaran, karet memiliki sejarah yang cukup

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas bahan-bahan untuk persiapan bahan, bahan untuk pembuatan tepung nanas dan bahan-bahan analisis. Bahan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 14 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan glukosamin hidroklorida (GlcN HCl) pada penelitian ini dilakukan melalui proses hidrolisis pada autoklaf bertekanan 1 atm. Berbeda dengan proses hidrolisis glukosamin

Lebih terperinci

LAPORAN KIMIA ANORGANIK II PEMBUATAN TAWAS DARI LIMBAH ALUMUNIUM FOIL

LAPORAN KIMIA ANORGANIK II PEMBUATAN TAWAS DARI LIMBAH ALUMUNIUM FOIL LAPORAN KIMIA ANORGANIK II PEMBUATAN TAWAS DARI LIMBAH ALUMUNIUM FOIL KELOMPOK : 3 NAMA NIM APRIANSYAH 06111010020 FERI SETIAWAN 06111010018 ZULKANDRI 06111010019 AMALIAH AGUSTINA 06111010021 BERLY DWIKARYANI

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Metode Pembuatan Petak Percobaan Penimbangan Dolomit Penanaman

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Metode Pembuatan Petak Percobaan Penimbangan Dolomit Penanaman MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan mulai akhir bulan Desember 2011-Mei 2012. Penanaman hijauan bertempat di kebun MT. Farm, Desa Tegal Waru. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. selulosa Nata de Cassava terhadap pereaksi asetat anhidrida yaitu 1:4 dan 1:8

BAB III METODE PENELITIAN. selulosa Nata de Cassava terhadap pereaksi asetat anhidrida yaitu 1:4 dan 1:8 34 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini diawali dengan mensintesis selulosa asetat dengan nisbah selulosa Nata de Cassava terhadap pereaksi asetat anhidrida yaitu 1:4 dan 1:8

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu 1. Analisis Kadar Air (Apriyantono et al., 1989) Cawan Alumunium yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya diisi sebanyak 2 g contoh lalu ditimbang

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2014, yang

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2014, yang 32 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2014, yang dilakukan di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas

Lebih terperinci

Penetapan kadar Cu dalam CuSO 4.5H 2 O

Penetapan kadar Cu dalam CuSO 4.5H 2 O Penetapan kadar Cu dalam CuSO 4.5H 2 O Dody H. Dwi Tiara Tanjung Laode F. Nidya Denaya Tembaga dalam bahasa latin yaitu Cuprum, dalam bahasa Inggris yaitu Copper adalah unsur kimia yang mempunyai simbol

Lebih terperinci

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal ISSN :

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal ISSN : Pengaruh Suhu Aktivasi Terhadap Kualitas Karbon Aktif Berbahan Dasar Tempurung Kelapa Rosita Idrus, Boni Pahlanop Lapanporo, Yoga Satria Putra Program Studi Fisika, FMIPA, Universitas Tanjungpura, Pontianak

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini:

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini: BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini: Gambar 3.1 Diagram alir penelitian 22 23 3.2 Metode Penelitian Penelitian ini

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli sampai bulan Oktober 2011 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli sampai bulan Oktober 2011 di 20 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli sampai bulan Oktober 2011 di Laboratorium Instrumentasi Jurusan Kimia FMIPA Unila. B. Alat dan Bahan

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI NaOH PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU

PENGARUH KONSENTRASI NaOH PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU PENGARUH KONSENTRASI NaOH PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU Drs. Syamsu herman,mt Nip : 19601003 198803 1 003 DIBIAYAI OLEH DANA DIPA Universitas Riau Nomor: 0680/023-04.2.16/04/2004,

Lebih terperinci

Minyak terpentin SNI 7633:2011

Minyak terpentin SNI 7633:2011 Standar Nasional Indonesia Minyak terpentin ICS 65.020.99 Badan Standardisasi Nasional Copyright notice Hak cipta dilindungi undang undang. Dilarang menyalin atau menggandakan sebagian atau seluruh isi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Lingkup Penelitian Penyiapan Gliserol dari Minyak Jarak Pagar (Modifikasi Gerpen 2005 dan Syam et al.

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Lingkup Penelitian Penyiapan Gliserol dari Minyak Jarak Pagar (Modifikasi Gerpen 2005 dan Syam et al. 13 BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji jarak pagar dari Indramayu, klinker Plan 4 dari PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk Cibinong, dan gipsum sintetis.

Lebih terperinci

Proses Pembuatan Biodiesel (Proses Trans-Esterifikasi)

Proses Pembuatan Biodiesel (Proses Trans-Esterifikasi) Proses Pembuatan Biodiesel (Proses TransEsterifikasi) Biodiesel dapat digunakan untuk bahan bakar mesin diesel, yang biasanya menggunakan minyak solar. seperti untuk pembangkit listrik, mesinmesin pabrik

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu 12 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada November 2011 sampai April 2012 dan bertempat di Kebun Manggis Cicantayan-Sukabumi dengan ketinggian tempat sekitar 500-700 m dpl (di atas

Lebih terperinci

SNI Standar Nasional Indonesia. Lada hitam. Badan Standardisasi Nasional ICS

SNI Standar Nasional Indonesia. Lada hitam. Badan Standardisasi Nasional ICS SNI 01-0005-1995 Standar Nasional Indonesia Lada hitam ICS Badan Standardisasi Nasional i SNI 01 0005-1995 Daftar Isi 1. Ruang lingkup... 2 2. Acuan Normatif... 2 3. Istilah dan definisi... 2 4. Klasifikasi/penggolongan...

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Biomassa dan Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. 1. Neraca Analitik Metter Toledo. 2. Oven pengering Celcius. 3. Botol Timbang Iwaki. 5. Erlenmayer Iwaki. 6.

BAB 3 METODE PENELITIAN. 1. Neraca Analitik Metter Toledo. 2. Oven pengering Celcius. 3. Botol Timbang Iwaki. 5. Erlenmayer Iwaki. 6. BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Alat alat 1. Neraca Analitik Metter Toledo 2. Oven pengering Celcius 3. Botol Timbang Iwaki 4. Desikator 5. Erlenmayer Iwaki 6. Buret Iwaki 7. Pipet Tetes 8. Erlenmayer Tutup

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Rancangan Percobaan dan Analisis Data

BAB III METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Rancangan Percobaan dan Analisis Data 12 BAB III METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Hasil Hutan, Laboratorium Biokomposit dan Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu Kayu Departemen

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI. 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan desain studi eksperimental.

BAB 3 METODOLOGI. 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan desain studi eksperimental. 23 BAB 3 METODOLOGI 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan desain studi eksperimental. 3.2 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Penelitian Penelitian ini bertempat di laboratorium kimia kedokteran Fakultas

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan desain studi eksperimental

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan desain studi eksperimental BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan desain studi eksperimental 3.2 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Penelitian Penelitian ini bertempat di laboratorium kimia kedokteran

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik Negeri Lampung dan Laboratorium Balai Besar Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. sampel dilakukan di satu blok (25 ha) dari lahan pe rkebunan kelapa sawit usia

METODOLOGI PENELITIAN. sampel dilakukan di satu blok (25 ha) dari lahan pe rkebunan kelapa sawit usia III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2014 s/d juni 2014. Lokasi penelitian dilaksanakan di perkebunan PT. Asam Jawa Kecamatan Torgamba, Kabupaten

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 20 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu membuat nata dari kulit pisang dengan menggunakan sumber nitrogen alami dari ekstrak kacang hijau. Nata yang dihasilkan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT B. METODE PENELITIAN. 1. Analisis Mutu Minyak Sawit Kasar. 2. Pengukuran Densitas Minyak Sawit Kasar

III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT B. METODE PENELITIAN. 1. Analisis Mutu Minyak Sawit Kasar. 2. Pengukuran Densitas Minyak Sawit Kasar III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak sawit kasar (crude palm oil/cpo) CPO yang berasal dari empat perusahaan di Indonesia, yaitu PT. Sinar Meadow

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan 17 III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium

Lebih terperinci

SNI Gondorukem. Badan Standardisasi Nasional ICS

SNI Gondorukem. Badan Standardisasi Nasional ICS Gondorukem ICS 27.180 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup...1 2 Istilah dan definisi...1 3 Simbol dan singkatan istilah...2 4 Klasifikasi mutu...3 5 Persyaratan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan selama lima bulan dari bulan Mei hingga September 2011, bertempat di Laboratorium Kimia Hasil Hutan, Bengkel Teknologi Peningkatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g 19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Penelitian Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g Kacang hijau (tanpa kulit) ± 1

Lebih terperinci

FRAKSINASI KOPAL DENGAN BERBAGAI PELARUT ORGANIK

FRAKSINASI KOPAL DENGAN BERBAGAI PELARUT ORGANIK FRAKSINASI KOPAL DENGAN BERBAGAI PELARUT ORGANIK Ganis Lukmandaru Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada E-mail : ganisarema@lycos.com ABSTRAK Getah kopal dari pohon Agathis (damar) termasuk klasifikasi

Lebih terperinci

BAB V METODOLOGI. Gambar 6. Pembuatan Minyak wijen

BAB V METODOLOGI. Gambar 6. Pembuatan Minyak wijen 18 BAB V METODOLOGI 5.1 Pengujian Kinerja Alat Press Hidrolik 5.1.1 Prosedur Pembuatan Minyak Wijen Biji Wijen Pembersihan Biji Wijen Pengovenan Pengepresan Pemisahan Minyak biji wijen Bungkil biji wijen

Lebih terperinci

Laporan Tugas Akhir Pembuatan Sabun Mandi Padat Transparan dengan Penambahan Ekstrak Lidah Buaya (Aloe Vera) BAB III METODOLOGI

Laporan Tugas Akhir Pembuatan Sabun Mandi Padat Transparan dengan Penambahan Ekstrak Lidah Buaya (Aloe Vera) BAB III METODOLOGI BAB III METODOLOGI III. 1 Alat dan Bahan Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam proses pembutan sabun transparan ialah : III.1.1 ALAT DAN BAHAN A. Alat : a. Kompor Pemanas b. Termometer 100 o C c.

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Universitas Muhammadiyah Malang mulai bulan April 2014 sampai Januari 2015.

III. METODOLOGI PENELITIAN. Universitas Muhammadiyah Malang mulai bulan April 2014 sampai Januari 2015. III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Muhammadiyah Malang mulai bulan April 2014 sampai Januari 2015. 3.2 Alat Alat

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN BERBAGAI JENIS STIMULANSIA TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS

PENGARUH PEMBERIAN BERBAGAI JENIS STIMULANSIA TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS PENGARUH PEMBERIAN BERBAGAI JENIS STIMULANSIA TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS (Pinus merkusii Jung et de Vriese) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT NURKHAIRANI DEPARTEMEN HASIL

Lebih terperinci

LAMPIRANA DIAGRAM ALIR METODE PENELITIAN

LAMPIRANA DIAGRAM ALIR METODE PENELITIAN LAMPIRANA DIAGRAM ALIR METODE PENELITIAN Tilupl Gambar A.1 Diagram Alir Metode Penelitian A-1 LAMPIRAN B PROSEDUR PEMBUATAN COCODIESEL MELALUI REAKSI METANOLISIS B.l Susunan Peralatan Reaksi metanolisis

Lebih terperinci

Kadar protein (%) = (ml H 2 SO 4 ml blanko) x N x x 6.25 x 100 % bobot awal sampel (g) Keterangan : N = Normalitas H 2 SO 4

Kadar protein (%) = (ml H 2 SO 4 ml blanko) x N x x 6.25 x 100 % bobot awal sampel (g) Keterangan : N = Normalitas H 2 SO 4 LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis. 1. Kadar Air (AOAC, 1999) Sebanyak 3 gram sampel ditimbang dalam cawan alumunium yang telah diketahui bobot keringnya. tersebut selanjutnya dikeringkan dalam oven

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Daging Domba Daging domba yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging domba bagian otot Longissimus thoracis et lumborum.

MATERI DAN METODE. Daging Domba Daging domba yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging domba bagian otot Longissimus thoracis et lumborum. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni-November 2011. Pemeliharaan ternak prapemotongan dilakukan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari Februari 2014.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari Februari 2014. BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Waktu Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari Februari 2014. 2. Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Teknik Pengolahan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan tempat penelitian BAB III BAHAN DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2014 di Laboratorium Kimia Universitas Medan Area. 3.2 Alat dan Bahan Alat Alat yang digunakan dalam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN PERBANDINGAN MASSA ALUMINIUM SILIKAT DAN MAGNESIUM SILIKAT Tahapan ini merupakan tahap pendahuluan dari penelitian ini, diawali dengan menentukan perbandingan massa

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran METDE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Sebagian besar sumber bahan bakar yang digunakan saat ini adalah bahan bakar fosil. Persediaan sumber bahan bakar fosil semakin menurun dari waktu ke waktu. Hal ini

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah terapan.

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah terapan. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah terapan. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen, karena pada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakterisasi Bahan Baku 4.1.2 Karet Crepe Lateks kebun yang digunakan berasal dari kebun percobaan Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Ciomas-Bogor. Lateks kebun merupakan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Bumbu Pasta Ayam Goreng 1. Kadar Air (AOAC, 1995) Air yang dikeluarkan dari sampel dengan cara distilasi

Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Bumbu Pasta Ayam Goreng 1. Kadar Air (AOAC, 1995) Air yang dikeluarkan dari sampel dengan cara distilasi Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Bumbu Pasta Ayam Goreng 1. Kadar Air (AOAC, 1995) Air yang dikeluarkan dari sampel dengan cara distilasi azeotropik kontinyu dengan menggunakan pelarut non polar.

Lebih terperinci

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM ANORGANIK PERCOBAAN 1 TOPIK : SINTESIS DAN KARAKTERISTIK NATRIUM TIOSULFAT

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM ANORGANIK PERCOBAAN 1 TOPIK : SINTESIS DAN KARAKTERISTIK NATRIUM TIOSULFAT LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM ANORGANIK PERCOBAAN 1 TOPIK : SINTESIS DAN KARAKTERISTIK NATRIUM TIOSULFAT DI SUSUN OLEH : NAMA : IMENG NIM : ACC 109 011 KELOMPOK : 2 ( DUA ) HARI / TANGGAL : SABTU, 28 MEI 2011

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Laboratorium Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara,

BAHAN DAN METODE. Laboratorium Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2013 di Laboratorium Teknologi Pangan Fakultas Pertanian, Medan. Bahan Penelitian Bahan utama yang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. III. 1 Alat dan Bahan Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam proses pembuatan sabun pencuci piring ialah :

BAB III METODOLOGI. III. 1 Alat dan Bahan Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam proses pembuatan sabun pencuci piring ialah : BAB III METODOLOGI III. 1 Alat dan Bahan Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam proses pembuatan sabun pencuci piring ialah : III.1.1 Pembuatan Ekstrak Alat 1. Loyang ukuran (40 x 60) cm 7. Kompor

Lebih terperinci

Curah Hujan (mm) Intensitas Penyinaran (cal/cm 2 )

Curah Hujan (mm) Intensitas Penyinaran (cal/cm 2 ) Bulan Lampiran 1. Data Iklim Wilayah Dramaga pada Bulan Februari hingga Mei 2011 Suhu Rata-rata ( o C) Curah Hujan (mm) Intensitas Penyinaran (cal/cm 2 ) Penguapan (mm) Kelembaban Udara (%) Februari 25.6

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan

BAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan 25 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan Januari 2011. Penelitian dilakukan di Laboratorium Fisika Material jurusan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik, laboratorium

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik, laboratorium BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik, laboratorium Kimia Analitik Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang dan Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Kimia dan Gizi Pangan, Departemen Pertanian, Fakultas Peternakan dan

BAB III MATERI DAN METODE. Kimia dan Gizi Pangan, Departemen Pertanian, Fakultas Peternakan dan 13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2016 di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan, Departemen Pertanian, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Pengujian kualitas fisik telur dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Pengujian kualitas kimia telur dilakukan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

Bab III Metodologi. III.1 Alat dan Bahan. III.1.1 Alat-alat

Bab III Metodologi. III.1 Alat dan Bahan. III.1.1 Alat-alat Bab III Metodologi Penelitian ini dibagi menjadi 2 bagian yaitu isolasi selulosa dari serbuk gergaji kayu dan asetilasi selulosa hasil isolasi dengan variasi waktu. Kemudian selulosa hasil isolasi dan

Lebih terperinci

Pemanfaatan Kulit Singkong Sebagai Bahan Baku Karbon Aktif

Pemanfaatan Kulit Singkong Sebagai Bahan Baku Karbon Aktif Pemanfaatan Kulit Singkong Sebagai Bahan Baku Karbon Aktif Landiana Etni Laos, Arkilaus Selan Prodi Pendidikan Fisika STKIP Soe, Nusa Tenggara Timur E-mail: etni.laos@yahoo.com Abstrak. Karbon aktif merupakan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Prosedur

MATERI DAN METODE. Prosedur MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juni 2011 sampai Maret 2012. Pemeliharaan, pengamatan bobot badan, penyembelihan dan pengamatan sifat non karkas landak dilakukan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu 1. Bentuk Granula Suspensi pati, untuk pengamatan dibawah mikroskop polarisasi cahaya, disiapkan dengan mencampur butir pati dengan air destilasi, kemudian

Lebih terperinci

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK TUJUAN : Mempelajari proses saponifikasi suatu lemak dengan menggunakan kalium hidroksida dan natrium hidroksida Mempelajari perbedaan sifat sabun dan detergen A. Pre-lab

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK DASAR PENENTUAN KADAR NIKEL SECARA GRAVIMETRI. Pembimbing : Dra. Ari Marlina M,Si. Oleh.

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK DASAR PENENTUAN KADAR NIKEL SECARA GRAVIMETRI. Pembimbing : Dra. Ari Marlina M,Si. Oleh. LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK DASAR PENENTUAN KADAR NIKEL SECARA GRAVIMETRI Pembimbing : Dra. Ari Marlina M,Si Oleh Kelompok V Indra Afiando NIM 111431014 Iryanti Triana NIM 111431015 Lita Ayu Listiani

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. peningkatan devisa Indonesia. Pada dasarnya karet berasal dari alam yaitu dari getah

BAB 1 PENDAHULUAN. peningkatan devisa Indonesia. Pada dasarnya karet berasal dari alam yaitu dari getah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia merupakan salah satu negara penghasil karet alam terbesar di dunia. Awal mulanya karet hanya ada di Amerika Selatan, namun sekarang sudah berhasil

Lebih terperinci

Papan partikel SNI Copy SNI ini dibuat oleh BSN untuk Pusat Standardisasi dan Lingkungan Departemen Kehutanan untuk Diseminasi SNI

Papan partikel SNI Copy SNI ini dibuat oleh BSN untuk Pusat Standardisasi dan Lingkungan Departemen Kehutanan untuk Diseminasi SNI Standar Nasional Indonesia Papan partikel ICS 79.060.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah dan definisi... 1 4 Klasifikasi...

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan desain studi eksperimental dengan lima kelompok perlakuan. Hasil penghitungan bilangan peroksida dari tiap-tiap kelompok perlakuan

Lebih terperinci