KENAIKAN TARIF DASAR LISTRIK DAN RESPON KEBIJAKAN UNTUK MEMINIMISASI DAMPAK NEGATIF TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA TRI ISDINARMIATI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KENAIKAN TARIF DASAR LISTRIK DAN RESPON KEBIJAKAN UNTUK MEMINIMISASI DAMPAK NEGATIF TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA TRI ISDINARMIATI"

Transkripsi

1 KENAIKAN TARIF DASAR LISTRIK DAN RESPON KEBIJAKAN UNTUK MEMINIMISASI DAMPAK NEGATIF TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA TRI ISDINARMIATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini Saya menyatakan bahwa tesis berjudul Kenaikan Tarif Dasar Listrik dan Respon Kebijakan untuk Meminimisasi Dampak Negatif terhadap Perekonomian Indonesia adalah karya Saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Mei 2011 Tri Isdinarmiati, SE NRP H

3

4 ABSTRACT TRI ISDINARMIATI. The Increasing of Electrical Price and Policy Responses to Minimize Its Negative Impacts on Indonesian Economic Performance. Supervised under RINA OKTAVIANI and TONY IRAWAN. Electricity is one of the strategic commodities in Indonesia. The Increasing of electrical price (so called TDL stand for Tarif Dasar Listrik) administered by the government will be negative impact on Indonesian economic performance. Based on this research analysis, a rise of TDL will have negative impact on macro and sectoral economic performance. This study aims to analyze the effects of a rise of TDL and policy responses to minimize its negative impacts on Indonesian economic performance. The data which is used in this research are Input Output Table, Social Accounting Matrix (SAM) and SUSENAS data. Sources of data obtained from Board Central of Statistics. The analysis using Computable General Equilibrium (CGE) model is called INDOTDL CGE model. The simulation results show that a rise of TDL will have negative impact on economic growth, household consumption, export, employment and sectoral demand. This study also shows that an increase of efficiency in electricity sector by 10 percent is expected to decrease the electrical price. In addition, a rise of TDL which is followed by an increase of efficiency or decrease of value added tax (VAT) policy in all sector have positive impact on macro and sectoral economic performance on Indonesian. The most effective policy to economic improvement is to increase efficiency of electricity sector, so TDL doesn t need to be increased. Keywords : TDL, CGE, efficiency, VAT, economic performance.

5

6 RINGKASAN TRI ISDINARMIATI. Kenaikan Tarif Dasar Listrik dan Respon Kebijakan untuk Meminimisasi Dampak Negatif terhadap Perekonomian Indonesia. Dibimbing oleh RINA OKTAVIANI dan TONY IRAWAN. Listrik merupakan komoditi strategis yang digunakan hampir disemua sektor sehingga tarif dasar listrik (TDL) ditentukan pemerintah. Kenaikan harga BBM meningkatkan biaya operasional PLN, oleh karena itu Pemerintah harus memberikan subsidi agar tidak merugikan PLN. Tahun 2010 subsidi listrik meningkat sebesar Rp 17,3 triliun namun masih terdapat defisit subsidi listrik sebesar Rp 4,87 triliun, sehingga Pemerintah dengan persetujuan DPR harus menaikkan TDL. Kebijakan kenaikan TDL yang berlaku mulai 1 Juli 2010 hanya untuk pelanggan yang berdaya 1300 VA ke atas dengan tingkat kenaikan yang berbeda pada tiap kelompoknya. Kelompok rumahtangga mengalami kenaikan TDL sebesar 18 persen, sedangkan sektor industri kenaikannya dibatasi antara 6 15 persen. Namun awal tahun 2011, PLN mencabut pembatasan kenaikan TDL di sektor industri sehingga kenaikan TDL sektor industri mencapai persen. Kenaikan TDL selain bertujuan mengurangi beban subsidi listrik pada APBN juga mencegah subsidi yang salah sasaran, namun juga berdampak luas pada kinerja ekonomi makro dan sektoral di Indonesia. Penelitian ini mengkaji kenaikan tarif dasar listrik dan respon kebijakan untuk meminimisasi dampak negatif terhadap perekonomian Indonesia. Data utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah Tabel I-O tahun 2008 dan Tabel SNSE tahun 2008 yang bersumber dari BPS. Data dasar disusun dengan melakukan agregasi dan disagregasi pada Tabel I-O dan Tabel SNSE menjadi 21 sektor. Analisis penelitian menggunakan model CGE INDOMINI (Oktaviani, 2008) yang dikolaborasi dengan model CGE WAYANG (Wittwar, 1999) dan selanjutnya disebut model CGE INDOTDL. Hal yang berbeda pada mdel CGE INDOTDL dengan model INDOMINI adalah rumahtangga dipisah menjadi 2 yaitu rumahtangga berdaya listrik 450VA-900VA (rumahtangga bawah) dan rumahtangga berdaya 1300 VA ke atas (rumahtangga atas). Analisis jangka waktu yang digunakan dalam penelitian ini adalah jangka pendek (short run) dengan asumsi stok kapital dan upah riil tetap dan jangka panjang (long run) dengan asumsi telah terjadi penyesuaian pada stok kapital dan upah riil akibat adanya guncangan dalam perekonomian. Untuk melihat dampak kenaikan TDL dan respon kebijakan untuk meminimisasi dampak negatif terhadap perekonomian Indonesia dilakukan analisis dengan 4 skenario. Dimana skenario 1 adalah gonjangan harga listrik berdaya 1300 VA ke atas pada sektor industri sebesar 30 persen dan rumahtangga sebesar 18 persen. Skenario 2 adalah gonjangan jika ada peningkatan efisiensi produksi di sektor listrik sebesar 10 persen. Dan skenario 3 merupakan simulasi pada skenario 1 yang diikuti peningkatan efisiensi pada seluruh sektor ekonomi sebesar 1 persen. Sedangkan skenario 4 adalah simulasi dimana skenario 1 jika diikuti kebijakan penurunan PPN pada seluruh sektor sebesar 1 persen.

7 Kebijakan kenaikan TDL yang dilakukan pemerintah baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang berdampak negatif terhadap kinerja ekonomi makro dan sektoral di Indonesia (skenario 1). Secara makro, kebijakan tersebut akan menyebabkan terjadinya penurunan PDB riil, penyerapan tenaga kerja, konsumsi rumahtangga, dan investasi sekaligus menyebabkan inflasi. Secara sektoral, kebijakan kenaikan TDL berdampak negatif terhadap output, tenaga kerja, dan tingkat harga. Penurunan output dan penyerapan tenaga kerja paling besar terjadi pada industri logam dasar besi, baja dan bukan besi, sedangkan industri semen merupakan sektor yang mengalami kenaikan harga tertinggi akibat kebijakan kenaikan TDL. Dampak kebijakan kenaikan TDL juga berdampak pada penurunan konsumsi pada kedua kelompok rumahtangga, dimana kelompok rumahtangga atas dampak negatifnya jauh lebih besar dibanding rumahtangga bawah. Melihat dampak negatif yang ditimbulkan oleh kebijakan kenaikan TDL baik terhadap kinerja makro maupun sektoral yang cukup besar, maka dilakukan simulasi peningkatan efisiensi di sektor listrik (skenario 2). Peningkatan efisiensi di sektor listrik sebesar 10 persen mampu menurunkan harga listrik hingga 24,97 persen sehingga kebijakan kenaikan TDL bisa dihindari. Peningkatan efisiensi di sektor listrik juga berpengaruh positif terhadap kinerja ekonomi makro maupun sektoral. Hasil simulasi kebijakan kenaikan TDL yang diikuti peningkatan efisiensi sebesar 1 persen di seluruh sektor ekonomi (skenario 3) berdampak positif pada peningkatan PDB riil, penyerapan tenaga kerja, peningkatan total konsumsi dan ekspor walaupun masih mendorong inflasi. Begitu juga dengan kebijakan kenaikan TDL yang diikuti penurunan PPN sebesar 1 persen pada seluruh sektor (skenario 4) yang berdampak positif terhadap kinerja ekonomi makro maupun sektoral di Indonesia. Bahkan kebijakan penurunan PPN tersebut mampu mendorong peningkatan penyerapan tenaga kerja yang cukup besar sehingga kebijakan tersebut sangat efektif untuk mengatasi pengangguran di Indonesia. Selain itu kebijakan kenaikan TDL yang diikuti peningkatan efisiensi maupun penurunan PPN di seluruh sektor ekonomi mampu meningkatkan total konsumsi pada tiap kelompok rumahtangga. Dimana dampak terhadap peningkatan total konsumsinya lebih besar pada rumahtangga bawah. Berdasarkan hasil penelitian maka beberapa saran ke depan antara lain: (1) sektor listrik sebaiknya meningkatkan efisiensi sebesar 10 persen karena mampu menurunkan harga listrik hingga 24,97 persen sehingga pemerintah tidak perlu menetapkan kebijakan kenaikan TDL, (2) kenaikan TDL yang berdampak meningkatnya biaya produksi pada sektor ekonomi hendaknya diimbangi dengan peningkatan efisiensi oleh produsen sehingga output yang dihasilkan bisa bersaing harga baik dipasar domestik maupun luar negeri (3) Pemerintah perlu membuat kebijakan menurunkan PPN saat perekonomian melemah karena dampak kenaikan TDL, sehingga industri tetap mampu berproduksi dengan harga output sesuai daya beli masyarakat, (4) Pemerintah untuk memulihkan pertumbuhan ekonomi akibat kenaikan TDL harus berperan dalam menarik investor sehingga mau menanamkan modalnya di Indonesia. Pemerintah harus memberikan iklim investasi yang kondusif bagi investor dengan cara memberikan kepastian hukum, menstabilkan sosial politik dan keamanan. Kata Kunci : TDL, CGE, efisiensi, PPN, perekonomian

8 Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta Dilindungi Undang-undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

9

10 KENAIKAN TARIF DASAR LISTRIK DAN RESPON KEBIJAKAN UNTUK MEMINIMISASI DAMPAK NEGATIF TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA TRI ISDINARMIATI Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Ekonomi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

11

12 Judul Tesis : Kenaikan Tarif Dasar Listrik dan Respon Kebijakan untuk Meminimisasi Dampak Negatif terhadap Perekonomian Indonesia Nama : Tri Isdinarmiati NRP : H Disetujui Komisi Pembimbing Prof. Dr. Ir. Rina Oktaviani, M.S Ketua Tony Irawan, SE, M.App, Ec Anggota Diketahui Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Ir. R.Nunung Nuryartono, M.Si Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr. Tanggal Ujian: 27 Mei 2011 Tanggal Lulus:

13

14 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Heru Margono, M.Sc.

15

16 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala Rahmat dan Karunia-Nya sehingga tesis dengan judul Kenaikan Tarif Dasar Listrik dan Respon Kebijakan untuk Meminimisasi Dampak Negatif terhadap Perekonomian Indonesia, dapat terselesaikan. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan jenjang pendidikan S2 dan memperoleh gelar Magister Sains dari Program Studi Ilmu Ekonomi di Institut Pertanian Bogor Pada kesempatan ini Penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada berbagai pihak yang telah membantu terselesaikannya penelitian dan penulisan tesis ini. Secara khusus penulis mengucapkan terimakasih kepada, yang terhormat : 1. Dr. Rusman Heriawan, SE, M.Si (Kepala Badan Pusat Statistik), yang telah memberikan kesempatan kepada Penulis untuk menempuh pendidikan pada Sekolah Pascasarjana IPB. 2. Kepala Pusdiklat BPS beserta jajarannya, yang telah membantu kelancaran administrasi selama Penulis mengikuti program Tugas Belajar. 3. Prof. Dr. Ir. Rina Oktaviani, M.S dan Tony Irawan, SE, M.App, Ec selaku Komisi Pembimbing, yang dengan segala kesibukannya masih meluangkan waktu untuk memberikan arahan dan bimbingan yang sangat bermanfaat dalam menyusun tesis ini. 4. Dr. Heru Margono, M.Sc (Kepala BPS Kota Jakarta Pusat), selaku Penguji Luar Komisi pada pelaksanaan Ujian Tesis. 5. Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi Sekolah Pascasarjana IPB beserta jajarannya, yang telah membantu kelancaran proses kegiatan belajar. 6. Supriyanto, SE, MA (Direktur Neraca Produksi, BPS Pusat), yang telah memberikan ijin dan dorongan kepada Penulis untuk menempuh pendidikan pada Sekolah Pascasarjana IPB. 7. Agus Nuwibowo, S.Si, MM (suami penulis), Alya, Isna, Faris (ketiga anak penulis) dan seluruh keluarga tercinta yang telah memberikan kekuatan luar biasa kepada penulis mulai dari proses kuliah hingga penyelesaian tesis ini. 8. Teman-teman mahasiswa pascasarjana IPB, khususnya PS Ilmu Ekonomi. Penulis juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak lain yang telah membantu penyelesaian tesis ini meskipun namanya tak dapat penulis sebutkan satu persatu. Tidak ada satupun yang sempurna, begitu juga tesis ini masih jauh dari kesempurnaan. Akhirnya, penulis berharap bahwa apa yang telah penulis kerjakan ini dapat memberikan kontribusi kepada berbagai pihak terutama pemerintah dan kalangan akademisi. Bogor, Mei 2011 Tri Isdinarmiati, SE

17

18 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Magelang pada tanggal 3 Januari 1975 dari Bapak R. Achmad Koerdi dan Ibu Sri Sulastri. Penulis merupakan anak bungsu dari sepuluh bersaudara. Saat ini penulis telah menikah dengan Agus Nuwibowo dan dikaruniai tiga orang anak yaitu Alya Shafarana, Isnaini Haya Amani dan Faris Abisali Abrisam. Penulis menamatkan pendidikan dasar di SDN Tidar II Magelang kemudian melanjutkan ke SMPN 8 Magelang pada tahun 1987 dan lulus pada tahun Setelah lulus SMP penulis melanjutkan ke SMAN 2 Magelang. Pada tahun 1993 penulis melanjutkan pendidikan di Akademi Ilmu Statistik Jakarta dan lulus tahun Penulis bekerja di BPS Kabupaten Karawang pada tahun 1996 kemudian Penulis pindah bekerja di Direktorat Neraca Produksi, BPS pusat Jakarta pada tahun Penulis berkesempatan menjadi mahasiswa Ilmu Statistik di Universitas terbuka dan lulus tahun Tahun 2002 penulis mendapat beasiswa untuk melanjutkan sekolah ke Sekolah Tinggi Ilmu Statistik dan lulus tahun Pada tahun 2009 penulis diterima menjadi mahasiswa program studi Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen di Institut Pertanian Bogor melalui seleksi bea siswa tugas belajar kerja sama BPS-IPB.

19

20 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR LAMPIRAN... xi 1. PENDAHULUAN Latar Belakang.. Rumusan Masalah. Tujuan Penelitian.. Kegunaan Penelitian.. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian KERANGKA TEORI Tinjauan Teori Teori Dasar Subsidi Peranan Pemerintah dalam Perekonomian Model Keseimbangan Umum. 2.2 Tinjauan Studi Terdahulu. 2.3 Kerangka Pemikiran METODE PENELITAN Jenis dan Sumber Data Metode Pengolahan Data Model Keseimbangan Umum (CGE) INDOTDL Data dan Struktur Data Model INDOTDL Sistem Persamaan pada Model INDOTDL Analisis Jangka Waktu dalam Model CGE Keunggulan dan Keterbatasan Model CGE Simulasi Kebijakan KONSTRUKSI DATA DASAR Tabel Input-Output Indonesia Tahun Tabel Input-Output UKM Indonesia Tahun Struktur Input-Output Agregasi dan Disagregasi Sektor Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Klasifikasi Input Primer Klasifikasi Pengguna (User) Klasifikasi Rumahtangga Klasifikasi Sumber Elastisitas dan Parameter Lain

21 vi Elastisitas Armington Elastisitas Substitusi Input Primer Elastisitas Permintaan Ekspor Membuat File Header Array Software GEMPACK Prosedur Kerja GEMPACK Membuat File Tablo GAMBARAN UMUM KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA Sistem Ketenagalistrikan Indonesia Perkembangan Pelanggan Listrik yang Diproduksi dan Dijual Di Indonesia Pola Konsumsi Listrik Industri dan Rumahtangga Pola Konsumsi Listrik Industri di Indonesia Pola Konsumsi Listrik Rumahtangga di Indonesia Kebijakan Kenaikan TDL di Indonesia Problematika Ketenagalistrikan di Indonesia HASIL DAN PEMBAHASAN Dampak Kenaikan TDL terhadap Kinerja Ekonomi Makro dan Sektoral di Indonesia Dampak Kenaikan TDL terhadap Kinerja Ekonomi Makro di Indonesia Dampak Kenaikan TDL terhadap Kinerja Ekonomi Sektoral di Indonesia Kebijakan Untuk Meminimisasi Dampak Negatif Kenaikan TDL terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Dampak Peningkatan Efisiensi di Sektor listrik Dampak Kenaikan TDL yang diikuti Peningkatan Efisiensi di Seluruh Sektor Dampak Kenaikan TDL yang diikuti Penurunan PPN di Seluruh Sektor KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

22 vii DAFTAR TABEL Halaman 1 Perubahan asumsi dari subsidi listrik dalam APBN Kenaikan TDL per 1 Juli Set header array pada model INDOTDL Closure jangka pendek pada model INDOTDL Closure jangka panjang pada model INDOTDL Klasifikasi sektor dalam penelitian menurut lapangan usaha Mapping sektor penelitian (21 sektor) dengan Tabel I-O (66 sektor) Pengelompokan sektoral dari Tabel Input-Output dan Sistem Neraca Sosial Ekonomi 61 9 Parameter elastisitas yang digunakan dalam model Komposisi energi yang diproduksi menurut pembangkit Perbandingan biaya pembangkitan listrik rata-rata tahun Perkembangan jumlah pelanggan listrik, KWh yang dibangkitkan dan KWh yang dijual di Indonesia Produksi, susut energi, energi yang terjual dan jumlah pelanggan listrik menurut wilayah di Indonesia tahun Listrik yang terjual dan share perkelompok pelanggan di Indonesia tahun Nilai dan share listrik yang dibeli industri besar sedang di Indonesia tahun Konsumsi dan share menurut kelompok rumahtangga tahun Kebijakan kenaikan TDL di Indonesia tahun Dampak kenaikan TDL terhadap peubah-peubah ekonomi makro

23 viii 19 Dampak kenaikan TDL terhadap output, tingkat harga dan permintaan tenaga kerja Dampak kenaikan TDL terhadap konsumsi rumahtangga persektor Dampak kenaikan TDL terhadap total pendapatan dan konsumsi rumahtangga Dampak peningkatan efisiensi di sektor listrik terhadap peubahpeubah ekonomi makro Dampak peningkatan efisiensi di sektor listrik terhadap output, tingkat harga dan permintaan tenaga kerja Dampak peningkatan efisiensi di sektor listrik terhadap total pendapatan dan konsumsi riil rumahtangga Dampak kenaikan TDL diikuti peningkatan efisiensi di seluruh sektor terhadap peubah- peubah ekonomi makro Dampak kenaikan TDL diikuti peningkatan efisiensi di seluruh sektor terhadap output, tingkat harga permintaan tenaga kerja Dampak kenaikan TDL diikuti peningkatan efisiensi di seluruh sektor terhadap total pendapatan dan konsumsi rumahtangga Dampak kenaikan TDL diikuti penurunan PPN di seluruh sektor terhadap peubah-peubah ekonomi makro Dampak kenaikan TDL diikuti penurunan PPN di seluruh sektor terhadap output, tingkat harga dan permintaan tenaga kerja Dampak kenaikan TDL diikuti penurunan PPN di seluruh sektor terhadap total pendapatan dan konsumsi rumahtangga.. 116

24 ix DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Dampak pengurangan subsidi terhadap keseimbangan ekonomi makro Diagram edgeworth box untuk kasus dua komoditas dan dua faktor produksi Production possibility curve (PPC) ekonomi makro Diagram edgeworth box untuk kasus dua komoditas dan dua individu Keseimbangan sektor produksi dan konsumsi Kerangka pemikiran penelitian Aliran struktur database pada model INDOTDL Struktur input output produksi berjenjang Struktur permintaan konsumen (rumahtangga) berjenjang Closure ekonomi makro untuk analisis jangka pendek Closure ekonomi makro untuk analisis jangka panjang Analsisis kebijakan model comparative static Prosedur melakukan running file tablo dan file STI Prosedur memperoleh file solusi pada gempack Jumlah pelanggan listrik di Indonesia tahun Share biaya bahan bakar pembangkit listrik PLN 90.

25 x Halaman ini sengaja dikosongkan

26 xi DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Blok persamaan pada file input tablo model CGE INDOTDL Jumlah bahan bakar yang digunakan untuk membangkitkan listrik PLN tahun Harga bahan bakar yang digunakan untuk membangkitkan listrik tahun Nilai biaya bahan bakar yang digunakan untuk membangkitkan listrik tahun Share nilai biaya bahan bakar yang digunakan untuk membangkitkan listrik tahun Ringkasan hasil penelitian empiris sebelumnya Surat edaran menteri energi dan sumberdaya mineral No. 7 tahun

27 xii Halaman ini sengaja dikosongkan

28 PENDAHULUAN Latar Belakang Listrik merupakan salah satu sumber daya energi dan mempunyai sifat sebagai barang publik yang mendekati kategori barang privat yang disediakan pemerintah (publicly provided private good). Penyediaan dan pemenuhan kebutuhan listrik merupakan masalah yang menyangkut hidup seluruh masyarakat sebagaimana tercantum dalam UUD 1945 Pasal 33. Listrik merupakan komoditi strategis yang digunakan oleh hampir semua sektor dalam produksi sehingga kebijakan yang kurang pas akan menyebabkan meningkatnya harga output kemudian berdampak pada menurunkan daya beli masyarakat. Campur tangan pemerintah untuk mendorong proses produksi dan distribusi listrik yang lebih merata mutlak diperlukan terutama dalam menentukan harga listrik yang terjangkau dan dapat dinikmati oleh masyarakat secara luas. Pemerintah berdasarkan UU Nomor 15 tahun 1985 memberikan wewenang kepada PT. PLN (Persero) sebagai pemegang kuasa usaha ketenagalistrikan dan bertugas sebagai penyedia tenaga listrik bagi masyarakat. Kenaikan harga BBM yang cukup tinggi pada tahun 2005 dan tahun 2008 baik secara langsung maupun tidak langsung menyebabkan meningkatnya biaya produksi diberbagai sektor ekonomi terutama pada sektor listrik. PLN dalam memproduksi listrik menggunakan pembangkit yang berbahan bakar BBM sekitar 20 persen, namun biaya BBM mencapai 70 persen dari biaya bahan bakar keseluruhan. Hal ini karena BBM memang relatif lebih mahal dari bahan bakar lain seperti batubara dan gas alam sehingga kenaikan BBM ini berefek pada meningkatnya biaya operasional PLN. Dampak kenaikan harga BBM terhadap peningkatan biaya operasional PLN tidak langsung diikuti dengan kenaikan tarif dasar listrik (TDL) pada periode tahun Hal ini terjadi karena Pemerintah telah memutuskan untuk kurun waktu tersebut tidak ada kenaikan TDL, karena perekonomian nasional dan daya beli masyarakat tidak mendukung. Berdasarkan UU nomor 19 tahun 2003 tentang BUMN, Pemerintah harus memberikan subsidinya untuk menutupi melonjaknya biaya produksi listrik sehingga tidak merugikan PLN. Pemerintah

29 2 juga harus memantau PLN agar melakukan efisiensi dalam produksi baik dengan mengurangi pemakaian BBM atau mencari bahan bakar alternatif misalnya dengan batubara, gas bumi dan tenaga surya. Besar subsidi listrik yang dikeluarkan pemerintah tiap tahun berbeda dan berdasarkan data APBN dari tahun 1998 hingga tahun 2004 tidak terlalu besar namun sejak tahun 2005, subsidi listrik mengalami peningkatan yang sangat besar. Peningkatan subsidi yang sangat tinggi terjadi pada tahun 2006 yaitu sebesar Rp ,3 milliar dari subsidi ditahun 2005 yang hanya Rp ,6 milliar. Bahkan pada tahun 2008 subsidi yang dikeluarkan pemerintah mencapai angka Rp ,5 milliar dan ditahun 2009 besar subsidi mencapai Rp milliar. Nilai subsidi listrik ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti : nilai penjualan tenaga listrik (GWh), harga minyak mentah dunia (US $/barel), dan nilai tukar/kurs rupiah terhadap dollar. Harga minyak mentah dunia yang meningkat terus dan perubahan dari nilai tukar rupiah serta peningkatan laba usaha PLN menyebabkan adanya perbedaan asumsi pada APBN 2010 dan APBN-P 2010 seperti yang terlihat pada Tabel 1. Tabel 1 Perubahan asumsi dari subsidi listrik dalam APBN 2010 Indikator Satuan APBN 2010 APBN 2010 P Perbedaan Nilai Tukar (Rp/USD) Harga Minyak (ICP) USD/bbl Margin Usaha ( persen) Penjualan Listrik (Twh) 144,5 144,5 0 Sumber: RDP Komisi 3 Mei 2010 Berdasarkan APBN P 2010, biaya pokok penyediaan (BPP) lebih tinggi dibandingkan dengan harga jual tenaga listrik (HJTL) dimana rata rata BPP listrik nasional Rp ,94/kWh sedangkan rata rata HJTL Rp.732,08/kWh. Perubahan asumsi ICP yang meningkat 15 USD/bbl dan peningkatan margin listrik sebesar 3 persen membawa konsekuensi pada peningkatan kebutuhan subsidi listrik tahun 2010 sebesar Rp 17,30 triliun yaitu dari Rp 37,80 triliun (APBN 2010) menjadi

30 3 Rp 55,10 triliun (APBN P 2010). Subsidi listrik tahun 2010 meningkat namun masih terdapat defisit subsidi listrik sebesar Rp 4,87 triliun, sehingga pemerintah dengan persetujuan DPR menaikkan tarif dasar listrik (TDL) sesuai ketentuan Pasal 34 ayat (1) Undang-undang Nomor 30 tahun 2009 tentang ketenagalistrikan. Pemerintah mulai 1 Juli 2010 mengeluarkan kebijakan menaikkan TDL pada pelanggan 1300 VA ke atas dengan tingkat kenaikan yang berbeda pada tiap kelompoknya. Alasan kenaikan TDL selain mengurangi beban subsidi listrik pada APBN juga mencegah subsidi yang salah sasaran. Kenaikan TDL akan berdampak cukup luas yaitu dampak negatif terhadap pendapatan riil masyarakat dan permintaan sektoral. Artinya tidak hanya dampak terhadap inflasi atau laju pertumbuhan ekonomi secara makro, tapi juga ada dampak riil yang langsung ditanggung masyarakat dimana daya beli semakin menurun, meningkatnya PHK yang berujung pada meningkatnya pengangguran. Menurut Makmun dan Abdurrahman (2003) dampak kenaikan TDL sebesar 10 persen untuk masyarakat golongan bawah, menyebabkan income riil rumahtangga buruh tani turun sekitar 1,47 persen dan rumahtangga non pertanian golongan bawah turun 3,47 persen. Secara sektoral, hal ini menyebabkan permintaan terhadap sektor industri makanan akan berkurang sebesar 3,15 persen, sektor pertanian tanaman pangan (1,44 persen), dan sektor perdagangan (1,07 persen). Dampak sektoral tersebut akan mengurangi nilai balas jasa faktor produksi yang menyebabkan penerimaan para pemilik modal bisa berkurang sampai 3,52 persen. Pada akhirnya, kenaikan tarif dasar listrik akan mengurangi pendapatan institusi, dimana kelompok masyarakat yang paling banyak mengalami penurunan income riil adalah rumahtangga bukan pertanian golongan bawah dengan besaran sampai 5,26 persen. Kenaikan TDL juga berdampak pada pengurangan balas jasa yang diterima perusahaan sekitar 1,46 persen. Kenaikan TDL ini juga menyebabkan penurunan konsumsi listrik yang merupakan kebutuhan masyarakat yang cukup vital. Berdasarkan data dari statistik PLN, pada tahun 2002 energi listrik yang terjual pada pelanggan rumahtangga sebesar ,56 GWh kemudian meningkat menjadi ,41 GWh ditahun Begitu juga pada pelanggan industri, energi listrik yang dikonsumsi juga mengalami peningkatan yaitu dari ,30 GWh ditahun 2002

31 4 meningkat menjadi ,21 GWh ditahun Tingginya konsumsi pada pelanggan rumahtangga dan industri juga terlihat dari share listrik terjual perkelompok pelanggan, dimana pada tahun 2009 masing-masing mencapai 40,83 persen dan 34,33 persen. Oleh karena itu Pemerintah dalam menaikkan TDL harus melihat semua kepentingan, tidak hanya kepentingan keberlangsungan operasional PLN saja, tapi juga kepentingan APBN, kepentingan industri nasional dan kepentingan masyarakat luas. Pemerintah sadar akan dampak negatif yang ditimbulkan dari kebijakan yang diambil sehingga untuk meminimisasi dampak ekonomi yang ditimbulkan diberlakukan kenaikan TDL yang berbeda pada tiap kelompoknya. Kenaikan TDL pada kelompok pelanggan rumahtangga diatas 900 VA mencapai 18 persen sedangkan pada pelanggan 450VA VA tidak mengalami kenaikan karena pemerintah berusaha meminimisasi dampak ekonomi pada kelompok ini. Kelompok industri yang dianggap paling besar terkena dampak ekonomi, diberlakukan capping (pembatasan) kenaikan TDL yang bervariasi dari 6 persen hingga 15 persen atas persetujuan DPR walaupun beberapa industri maupun bisnis mengalami kenaikan TDL yang sangat tinggi yaitu sebesar 20 hingga 30 persen. Pembatasan kenaikan TDL pada pelanggan industri disebabkan sebagian besar industri tidak mampu menyesuaikan produksi dengan kenaikan TDL dalam waktu dekat sehingga kenaikannya ditunda. Harga Listrik untuk keperluan kereta api listrik (KRL) mengalami kenaikan hanya sebesar 9 persen karena transportasi ini merupakan kebutuhan masyarakat banyak. Kenaikan TDL pada kelompok pelanggan lainnya seperti terlihat pada Tabel 2. Baru sebulan kenaikan TDL tahun 2010 diputuskan, muncul wacana kenaikan TDL sebesar 15 persen di tahun 2011 yang tertuang dalam materi nota keuangan dan RAPBN tahun 2011 yang disampaikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di forum parlemen. Alasan rencana kenaikan TDL tahun 2011 karena adanya fluktuasi moneter, pemeliharaan pembangkit, dan kurs dollar. Rencana kenaikan TDL tahun 2011 merupakan bagian dari rencana pengurangan subsidi listrik secara bertahap, yaitu dari Rp 55,1 triliun pada 2010 menjadi Rp 41 triliun pada Rencana pemerintah kembali menaikkan TDL di tahun 2011 tersebut sempat menuai kontroversi terutama dikalangan dunia usaha.

32 5 Tabel 2 Kenaikan TDL per 1 Juli 2010 di Indonesia No Pelanggan Kenaikan (Persen) VA s/d 900 VA Tidak Naik VA ke atas dengan batas hemat 30% (semula 50%) Tidak Naik 3 Pelanggan Sosial (S) Lainnya 10 4 Pelanggan Rumahtangga (R) Lainnya 18 5 Pelanggan Bisnis (B) Lainnya Pelanggan Industri (I) Lainnya Pelanggan Pemerintah (P) Lainnya Traksi (untuk keperluan KRL) 9 9 Curah (untuk apartemen) Multiguna (untuk pesta, layanan khusus) 20 Sumber : Rapat kerja komisi VII DPR 15 Juni 2010 Awal tahun 2011 dunia usaha kembali bergejolak karena PLN secara diamdiam kembali menaikkan TDL untuk sektor industri hingga mencapai persen. Walaupun PLN berdalih tidak menaikkan TDL tetapi hanya mencabut capping (pembatasan) kenaikan TDL pada dunia usaha namun hal itu menimbulkan polemik karena tanpa persetujuan DPR. Kalangan industri mengancam tidak akan membayar rekening karena sangat terbebani dengan kenaikan TDL yang sangat besar dan mendadak. Berdasarkan informasi di atas, terlihat bahwa dampak kebijakan kenaikan TDL terhadap perekonomian sangatlah komplek dan pemerintah telah berusaha meminimisasi dampak ekonominya. Dunia usaha merasa dirugikan dengan kebijakan kenaikan TDL sehingga perlu diteliti bagaimana kenaikan TDL dan respon kebijakan untuk meminimisasi dampak negatif terhadap perekonomian Indonesia. Di Indonesia, penelitian ini cukup penting karena persoalan TDL sebenarnya masalah klasik yang terus dihadapi bangsa ini karena TDL tergantung dari kemampuan APBN dalam memberikan subsidi listrik. Hal inilah yang melatarbelakangi penulis melakukan penelitian tentang dampak kenaikan TDL. Dalam penelitian ini, penulis tidak hanya melihat bagaimana dampak dari shock

33 6 kebijakan kenaikan TDL terhadap kinerja ekonomi makro, tetapi juga melihat pengaruhnya terhadap kinerja sektoral dengan menggunakan alat analisis Computable General Equilibrium (CGE). 1.2 Perumusan Masalah Listrik merupakan komoditi strategis sehingga pemerintah perlu campur tangan untuk mendorong proses produksi dan distribusi listrik yang lebih merata terutama dalam menentukan harga listrik yang terjangkau dan dapat dinikmati oleh masyarakat secara luas. Pemerintah mengatur tarif dasar listrik (TDL) berdasarkan daya beli masyarakat dan perekonomian nasional dengan memberikan subsidi listrik kepada PLN. Beban subsidi yang semakin besar terhadap APBN berdampak pada peningkatan defisit APBN. Defisit anggaran merupakan permasalahan yang cukup krusial di Indonesia karena memberikan tekanan pada perencanaan anggaran, terutama pada sisi pengeluaran. Kenaikan TDL merupakan salah satu cara pemerintah dalam mengatasi kenaikan subsidi yang selalu meningkat dari tahun ketahun akibat meningkatnya harga BBM dan turunnya nilai tukar rupiah. Kenaikan TDL menyebabkan biaya produksi meningkat sehingga kurva penawaran agregat jangka pendek (SRAS) bergeser ke kiri atas. Hal ini akan mengakibatkan harga-harga naik (inflasi) dan output keseimbangan yang baru akan turun. Sektor industri merupakan pelanggan listrik yang rentan terkena dampak kenaikan TDL, karena konsumsi listriknya cukup besar yaitu mencapai , 21 GWh atau memiliki share hingga 34,33 persen dari total listrik terjual keseluruh pelanggan listrik pada tahun Kenaikan TDL dari sisi produsen secara langsung akan meningkatkan biaya produksi yang berdampak pada turunnya konsumsi listrik oleh industri sehingga menyebabkan produktivitasnya menurun. Turunnya produktivitas pada sektor industri menyebabkan penurunan output sehingga aktivitas ekonomi mengalami penurunan yang berdampak pada turunnya kesempatan kerja dan pendapatan rumahtangga. Penurunan pendapatan rumahtangga dan kenaikan harga barang/jasa akibat kenaikan TDL berdampak pada menurunkan konsumsi masyarakat sehingga akan memengaruhi jumlah permintaan barang/jasa yang ada di pasar. Kenaikan TDL

34 7 yang berdampak terhadap menurunnya produksi barang/jasa sehingga penyerapan tenaga kerja berkurang menyebabkan menurunkan laju pertumbuhan ekonomi dan mempersempit lapangan kerja sehingga semakin mempersulit pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan di Indonesia. Permasalahannya adalah sejauh mana kenaikan TDL berpengaruh pada kinerja perekonomian makro seperti penyerapan tenaga kerja, investasi, konsumsi, neraca perdagangan dan terhadap kinerja sektoral terutama pada sektor- sektor yang paling rentan. Di sisi lain pemerintah juga sadar akan dampak ekonomi dari kenaikan TDL tersebut sehingga diberlakukan kenaikan TDL yang berbeda pada tiap kelompok pelanggannya sesuai dengan daya beli masyarakat. Pemerintah seharusnya juga membuat rencana kebijakan ekonomi yang mampu mengurangi dampak negatif terhadap perekonomian nasional terutama pada sektor yang rentan terhadap kenaikan TDL. Kebijakan penurunan pajak pertambahan nilai (PPN) bisa dilakukan pemerintah untuk mengurangi melonjaknya biaya produksi akibat kenaikan TDL. Kebijakan penurunan PPN diharapkan mendorong sektor industri tetap berproduksi dan meningkatkan outputnya dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat, sehingga roda perekonomian tetap berputar. Kebijakan untuk meminimisasi dampak negatif dari kenaikan TDL ini seharusnya tidak hanya dilakukan oleh pemerintah sendiri. PT. PLN maupun NON PLN yang membangkitkan listrik seharusnya melakukan efisiensi produksi sehingga subsidi listrik tidak melonjak dan kenaikan TDL bisa dihindari. Sektorsektor yang terkena dampak kenaikan TDL juga perlu melakukan kebijakan meningkatkan efisiensi sehingga tetap bisa meningkatkan produksinya. Efisiensi bisa menekan melonjaknya biaya produksi sehingga industri tetap mampu bersaing dan menghasilkan output sesuai daya beli masyarakat. Jika pemerintah, sektor listrik dan dunia usaha bersama-sama melakukan kebijakan yang tepat maka dampak negatif kenaikan TDL terhadap perekonomian di Indonesia dapat diminimisasi sehingga pertumbuhan ekonomi tetap meningkat. Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan utama yang ingin dibahas didalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh (shock) suatu kebijakan kenaikan tarif dasar listrik (TDL) terhadap perekonomian di Indonesia dan

35 8 alternatif respon kebijakan untuk meminimisasi dampak negatif terhadap perekonomian Indonesia. Berdasarkan paparan tersebut, maka pada penelitian ini permasalahan dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimanakan pola konsumsi konsumsi listrik rumahtangga dan industri di Indonesia? 2. Bagaimanakah dampak kebijakan kenaikan tarif dasar listrik terhadap perekonomian di Indonesia? 3. Bagaimanakah respon kebijakan untuk meminimisasi dampak negatif kenaikan TDL terhadap perekonomian di Indonesia? 1.3 Tujuan Penelitian 1. Menganalisis pola konsumsi listrik rumahtangga dan industri di Indonesia. 2. Menganalisis dampak kenaikan tarif dasar terhadap perekonomian Indonesia. 3. Menganalisis respon kebijakan untuk meminimisasi dampak negatif terhadap perekonomian Indonesia. 1.4 Kegunaan Penelitian Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi penulis sendiri juga bagi pihak-pihak lain. 1. Bagi penulis yaitu meningkatkan pengetahuan, memperluas wawasan dalam penerapan Computable General Equilibrium(CGE). 2. Bagi pembaca, diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai kondisi terkini tentang kenaikan tarif dasar listrik dan respon kebijakan untuk meminimisasi dampak negatif kenaikan TDL terhadap perekonomian di Indonesia. 1.5 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian Penelitian ini menggunakan model CGE INDOMINI (Oktaviani, 2008) yang berinduk pada MINIMAL (Horridge, 2001 dalam Oktaviani, 2008). Model ini kemudian dikolaborasi dengan model CGE WAYANG (Wittwar,

36 9 1999) yang selanjutnya disebut model CGE INDOTDL sebagai alat analisis utama. Penelitian ini memiliki dua keterbatasan utama, yaitu dari sisi model CGE yang digunakan dan dari sisi cakupan penelitiannya. Dari sisi modelnya, model CGE INDOTDL merupakan model komparatif statik karena belum memasukkan unsur waktu (Oktaviani 2008). Sementara dari sisi cakupannya, penelitian ini hanya menfokuskan perhatiannya pada kenaikan TDL di rumahtangga dan sektor industri. Respon kebijakan untuk meminimisasi dampak negatif terhadap perekonomian dilakukan melalui peningkatan efisiensi disektor listrik begitu juga disisi produsen dengan meningkatkan efisiensi produksi di seluruh sektor ekonomi. Respon kebijakan yang dilakukan pemerintah berupa penurunan PPN di seluruh sektor ekonomi. Kebijakan lain seperti dan penurunan suku bunga, bantuan langsung tunai (BLT) bagi rumahtangga berdaya listrik 900 VA ke bawah dan penurunan harga barang subtitusi listrik bagi industri seperti BBM, batubara dan gas bumi tidak tercakup dalam penelitian ini. Selain itu kebijakan peningkatan produktivitas PLN dengan penggunaan teknologi baru juga tidak diteliti sehingga bisa dilakukan untuk penelitian selanjutnya.

37 10 Halaman ini sengaja dikosongkan

38 2. KERANGKA TEORI 2.1 Tinjauan Teori Teori Dasar Subsidi Menurut Pindyck (2003), subsidi merupakan pembayaran yang mengurangi harga pembeli di bawah harga penjual dan dapat disebut sebagai pajak negatif. Subsidi menimbulkan efek yang berlawanan dari efek yang ditimbulkan pajak. Pemberian subsidi menimbulkan efek yang positif dan negatif. Efek positif subsidi adalah peningkatan daya beli masyarakat sehingga terjadi peningkatan output. Efek negatif subsidi adalah menimbulkan distorsi perekonomian yakni alokasi sumber daya yang tidak efisien. Hal ini tercermin adanya kecenderungan masyarakat mengkonsumsi barang yang disubsidi secara berlebihan. Disisi lain penyelenggaraan untuk keperluan subsidi ini semakin membebani APBN sehingga sejak tahun anggaran 2000 pemerintah mengambil keputusan pengurangan subsidi BBM dan tarif dasar listrik secara bertahap. LRAS SRAS1 Harga SRAS0 P1 B C P0 A AD0 Y Y* Output Sumber: Lipsey et al, 1997 Gambar 1 Dampak pengurangan subsidi terhadap keseimbangan ekonomi Makro. Secara teoritis dampak pengurangan subsidi listrik akan menyebabkan kenaikan harga-harga dan penurunan output. Analisis grafis dapat dilihat pada Gambar 1, dimana jika terjadi pencabutan subsidi listrik kurva SRAS akan

39 12 bergeser ke kiri atas. Jika diasumsikan AD tetap, maka pergeseran SRAS tersebut akan menyebabkan keseimbangan baru berada pada tingkat harga P1 dan output Y. Kondisi dimana terjadinya inflasi yang diikuti dengan penurunan output disebut stagflasi Peranan Pemerintah dalam Perekonomian Menurut Keynes intensitas kegiatan perekonomian ditentukan oleh besaran pengeluaran agregat (konsumsi maupun investasi). Tingkat belanja tersebut pada periode tertentu tidak sesuai lagi dengan kebutuhan untuk mencapai tingkat optimum tercapainya kondisi full employment. Hal ini karena investasi yang dilakukan pihak swasta lebih kecil daripada tabungan yang dibutuhkan dalam perekonomian. Bagi Keynes, pasar bebas tidak mampu menjamin tercapainya kondisi full employment, sebagaimana yang diteorikan oleh Adam Smith, untuk itu perlu intervensi pemerintah dalam perekonomian. Alasan perlunya intervensi pemerintah dalam perekonomian (Stiglitz 2000) adalah untuk : (1) menjamin kepastian hukum melalui berbagai peraturan yang tidak mampu dihasilkan oleh sektor swasta; (2) mengkoreksi adanya kegagalan pasar yang disebabkan imperfect competition, public goods, externality, dan asymmetric information; dan (3) adanya merit goods, yaitu barang yang tetap harus disediakan walaupun tidak diminta masyarakat. Selaras dengan pendapat Keynes, Musgrave menyatakan bahwa fungsi pemerintah dalam perekonomian modern adalah untuk memenuhi tiga fungsi, yaitu pertama, fungsi alokasi, pemerintah harus mengupayakan pengalokasian sumberdaya ekonomi secara efisien. Kedua, fungsi distribusi, pemerintah harus menjamin terciptanya distribusi pendapatan yang merata dan terwujudnya keadilan sosial. Ketiga, fungsi stabilisasi, pemerintah berkewajiban menjaga kondisi perekonomian dalam keadaan full employment dan menjalankan kebijakan ekonomi makro. Di samping peran pemerintah yang strategis tersebut, ternyata pemerintah juga menghadapi resiko kegagalan dalam mencapai tujuannya. Terdapat empat sumber pokok kegagalan pemerintah yaitu, keterbatasan informasi, keterbatasan kendali atas respon pasar, keterbatasan kendali atas birokrasi, dan keterbatasan karena proses politik (Priyarsono et al 2007).

40 Teori Model Keseimbangan Umum (General Equilibrium) Dalam suatu perekonomian terdapat berbagai macam pasar yang saling terkait satu dengan lainnya, sehingga perubahan yang terjadi pada satu pasar akan menyebabkan pasar lainnya juga ikut berubah. Suatu keseimbangan umum akan tercapai bila permintaan dan penawaran pada masing-masing pasar, baik pasar faktor produksi maupun pasar komoditas, berada dalam keseimbangan. Pembentukan model ekonomi yang menggambarkan suatu perekonomian yang terdiri dari semua pasar dan semuanya dalam keseimbangan yang dikomputasikan disebut dengan model Computable General Equilibrium (CGE). Dalam model CGE ini terdapat sekumpulan fungsi permintaan dan penawaran, yang mencakup pasar komoditas maupun faktor produksi. Dalam model CGE juga terdapat himpunan persamaan yang menentukan arus pendapatan dari setiap pelaku dalam perekonomian. Pengembangan model keseimbangan umum dipelopori oleh Leontief, Manne, Johansen, Jorgensen, Adelman, Shoven dan Whalley (Dixon et al. 1992). Menurut mereka model ini dapat digunakan untuk menganalisis dampak dari suatu kebijakan secara kuantitatif. Kebijakan yang dianalisis dapat berupa kebijakan pajak, hambatan perdagangan (trade barriers), perubahan belanja pemerintah, harga komoditas, teknologi dan kebijakan di bidang lingkungan. Dampak dari kebijakan tersebut dapat dianalisis pada tingkat industri, jenis pekerjaan, rumahtangga, pemerintah dan wilayah serta berbagai peubah ekonomi makro, seperti inflasi, neraca perdagangan, investasi dan sebagainya (Sahara 2003). Model keseimbangan umum memandang perekonomian sebagai suatu sistem yang lengkap. Model ini tidak hanya dibangun pada tingkat agregat, tetapi dapat pula dibangun sampai dengan tingkat mikro secara rinci, yang menyatakan saling ketergantungan dari berbagai komponen ekonomi di dalamnya, yaitu antar industri, komoditas, rumahtangga, investor, pemerintah, importir, eksportir dan antar pasar yang berbeda. Keseimbangan umum dapat tercapai bila perekonomian diasumsikan dalam kondisi pasar persaingan sempurna dan tidak terdapat kondisi increasing returns to scale (Sudarsono 1995). Asumsi-asumsi lain yang mendorong terciptanya kondisi keseimbangan

41 14 umum adalah; (1) pada pasar komoditas dan pasar input, total permintaan sama dengan total penawarannya; (2) pada tingkat harga keseimbangan keuntungan perusahaan sama dengan nol; (3) pendapatan rumahtangga sama dengan pengeluarannya; dan (4) penerimaan pemerintah sama dengan pengeluarannya. Pada model keseimbangan umum berlaku hukum Walras yang menyatakan bahwa semua harga dan kuantitas barang di semua pasar ditentukan secara simultan melalui proses interaksi satu dengan lainnya. Keseimbangan umum tercapai bila tidak ada excess demand pada semua vektor harga. Konsep dasar keseimbangan umum didasarkan pada kondisi pareto optimum pada setiap pelaku ekonomi, yaitu produsen, konsumen, investor dan pemerintah. Pareto optimum adalah suatu kondisi dimana satu pihak tidak dapat meningkatkan kepuasaannya (better off) tanpa mengurangi kepuasan pihak untuk mencapai kondisi pareto optimum dalam keseimbangan umum, yaitu keseimbangan produksi, keseimbangan konsumsi dan keseimbangan simultan Keseimbangan Produksi (Production Efficiency) Kondisi keseimbangan produksi ini dapat tercapai apabila substitusi teknik marginal atau Marginal Rate of Technical Substitution (MRTS) untuk pasangan input adalah sama untuk produksi dua barang yang menggunakan dua jenis input, yaitu tenaga kerja (L) dan modal (K). Untuk kasus dua input (L dan K) dan dua barang (X1 dan X2) tingkat MRTS input L dan K dalam memproduksi barang X1 harus sama dengan MRTS input L dan K dalam memproduksi barang X2 atau MRTSLK x1 = MRTSLKx2. Teori produksi menyatakan bahwa produsen berada dalam keseimbangan bila MRTSlk = dimana W1 adalah harga faktor L dan W2 adalah harga faktor K. Pada kasus dua perusahaan yang masing-masing menghasilkan komoditas yang berbeda, yaitu X1 dan X2, keseimbangan simultan yang terjadi bisa dijelaskan melalui kotak Edgeworth. Keseimbangan simultan antar dua produk X1 dan X2 tercapai pada saat isoquant X1 bersinggungan dengan isoquant X2 pada berbagai tingkat output. Titik singgung tersebut membentuk yang disebut dengan Kurva Kotrak atau Contract Curve (CC). Pilihan tingkat output yang akan diproduksi ditentukan oleh rasio harga faktor produksi.

42 15 OX2 X21 E4 X22 K X14 E3 X2 3 X13 X24 E2 E1 X12 X1 1 1 L OX1 Sumber: Nicholson, 2002 Gambar 2 Diagram Edgeworth box untuk kasus dua komoditas dan dua faktor produksi Dalam ekonomi pertukaran, semua alokasi yang efisien terletak di sepanjang kurva kontrak. Titik yang berada selain di kurva kontrak adalah tidak efisien, karena seseorang dapat memperoleh kesejahteraan yang lebih tinggi jika berpindah dari titik tersebut ke kurva kontrak. Di sepanjang kurva kontrak preferensi individu bersaing satu dengan lainnya, yang berarti kesejahteraan yang diperoleh seseorang hanya mungkin tercapai atas pengorbanan pihak lain. Secara matematis permasalahan di atas dapat diformulasikan sebagai berikut: MRTSlk x1 = MRTSlkx2 =..(2.1) Dimana MRTS adalah slope dari isoquan. Production Possibility Curve (PPC) diderivasi dari CC yang terbentuk dalam kotak Edgeworth. PPC adalah kumpulan titik-titik yang menggambarkan berbagai tingkat produksi barang X1 dan X2 yang efisien. PPC disebut juga kurva transformasi produk karena menggambarkan transformasi dari satu produk menjadi produk lain melalui alokasi produksi. Slope dari PPC disebut marginal rate of product transformation (MRPT). Pada pasar persaingan sempurna didapatkan :

43 16 MRTP12 =....(2.2) OX1 E1 x2 4 x2 3 E2 E3 x22 E4 x21 OX2 X11 X12 X13 X14 Sumber: Nicholson, 2002 Gambar 3 Production possibility curve (PPC). Daerah batas PPC memperlihatkan berbagai kombinasi penggunaan L dan K yang efisien untuk menghasilkan X 1 dan X2. Kurva tersebut ditransfer dari lokus titik-titik efisien pada Gambar 2. Slope PPC menunjukkan bahwa output X dapat ditukarkan terhadap output Y dengan tetap menggunakan sejumlah sumberdaya yang sama Keseimbangan Konsumen (exchange efficiency) Kondisi pareto optimum pada konsumen didekati dengan konsep Tingkat Pertukaran Marginal atau Marginal Rate of Substitution (MRS). MRS menunjukkan kesediaan seorang konsumen untuk menukarkan satu unit terakhir dari suatu barang untuk mendapatkan beberapa unit barang lainnya. Setiap konsumen akan selalu menyamakan MRS dengan harga relatif kedua barang yang akan dikonsumsinya untuk mencapai kepuasan yang optimal (Oktaviani 2008). Untuk kasus dua barang (X1 dan X2) dan dua individu (U dan V), MRS individu U dalam mengkonsumsi barang X1 dan X2 harus sama dengan MRS individu V dalam mengkonsumsi barang X1 dan X2. Keseimbangan di sektor konsumsi adalah kondisi pada saat konsumen mencapai kepuasan maksimum

44 17 dengan kendala pendapatan. Berdasarkan Gambar 4, Uv menggambarkan kurva indiferen individu V, sedangkan Uu menggambarkan kurva indiferen individu U. Semakin jauh dari titik asal masing-masing individu tersebut, tingkat kepuasan yang diperoleh semakin tinggi. Titik-titik di sepanjang kurva Ou dan Ov adalah efisien. Dengan kata lain, individu U tidak dapat menjadi lebih baik tanpa membuat individu V menjadi lebih buruk dan sebaliknya. Di sepanjang kurva Ou Ov, MRS individu U sama dengan MRS individu V, sehingga MRSux1,x2 = MRSux1,x2 Ov UV1 E4 UV2 X2 UU4 E3 UV3 UU 3 UV4 E2 E1 UU2 UU1 X1 Ou Sumber: Nicholson, 2002 Gambar 4 Diagram Edgeworth box untuk kasus dua komoditas dan dua individu. Secara teoritis kepuasan maksimum konsumen U atau V tercapai pada saat MRS antara dua komoditas sama dengan harga relatifnya. Jika P1 harga komoditas X1 dan P2 adalah harga komoditas X2,maka kepuasan konsumen MRS12 = P1 /P2 untuk kasus dua komoditas dan dua individu Keseimbangan Simultan (production-mix efficiency) Keseimbangan sektor produksi dan konsumsi (keseimbangan simultan) tercapai pada saat MRPT12 = MRS12 = P1/P2. MRPT menunjukkan tingkat transformasi suatu produk terhadap produk lain. MRS menunjukkan tingkat kesediaan konsumen dalam mempertukarkan suatu komoditas dengan komoditas

45 18 lainnya. Keseimbangan terjadi jika transformasi produksi sesuai dengan tingkat substitusi konsumsi atau MRPT=MRS. Pengertian ekonomi dari keseimbangan simultan ini adalah bahwa kombinasi output X1 dan X2 harus optimal baik dari sudut produsen maupun konsumen. Keseimbangan ini diilustrasikan pada Gambar 5. Keseimbangan simultan harus terpenuhi dengan adanya keseimbangan alokasi pada sektor produksi dan konsumsi. Keseimbangan ini tercipta melalui mekanisme harga, sehingga akan tercapai efisiensi dalam perekonomian. Sumber: Nicholson, 2002 Gambar 5 Keseimbangan sektor produksi dan konsumsi 2.2 Tinjauan Studi Terdahulu Kebutuhan listrik di Indonesia semakin hari semakin besar, seiring bertambahnya jumlah penduduk serta peningkatan aktifitas sosial ekonomi. Konsumen terbesar dari energi listrik untuk semua periode adalah sektor industri, kemudian disusul sektor rumahtangga, komersial dan pemerintahan. Sedangkan yang paling kecil mengkonsumsi listrik adalah sektor transportasi, karena pada sektor transportasi bahan bakar listrik hanya dimanfaatkan oleh kereta rel listrik (KRL). Meskipun pemanfaatan listrik cukup prospektif, tetapi terdapat kendala dalam proses pembangkitannya, mengingat sebagian besar dari bahan bakar yang dimanfaatkan oleh pembangkit listrik di Indonesia adalah bahan bakar fosil (Sugiyono, 2000).

46 19 Pemakaian bahan bakar primer sebagai pembentuk energi listrik seperti, bahan bakar minyak dan batubara harganya semakin lama semakin mahal. Ilustrasi untuk menghasilkan energi memakan biaya cukup besar dapat dilihat pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Labuan Unit 1 dan 2 yang belum lama ini diresmikan pengoperasiannya oleh Presiden RI. Dengan kapasitas sebesar 300 Mw, PLTU Labuan mengkonsumsi batubara sebagai bahan bakar sebanyak Kg per jam setara dengan pemakaian BBM liter per jam, sehingga biaya operasi yang harus ditanggung PLN jika menggunakan batubara adalah Rp per jam sedangkan jika menggunakan BBM sebesar Rp per jam. Biaya Pokok Penyediaan (BPP) tenaga listrik seharusnya sama dengan tarif dasar listrik (TDL) yang dibayar oleh konsumen, namun saat ini TDL masih di bawah BPP sehingga untuk menutupi kekurangannya dipenuhi melalui subsidi. Alokasi subsidi listrik berdasarkan UU No.2 tahun 2010 tentang APBN-P 2010 adalah sebesar Rp55,1 triliun. Dari tinjauan singkat tersebut di atas, memberikan isyarat bahwa PLN perlu menaikkan harga jual secara bertahap hingga mencapai nilai ekonominya. Kebijakan penghapusan subsidi listrik akan membebani masyarakat, baik rumahtangga maupun sektor produksi. Dampak negatif dari penurunan subsidi listrik pada sisi makro adalah adanya inflasi, menurunnya pertumbuhan ekonomi, menurunnya tingkat kesempatan kerja, dan menurunnya daya saing perdagangan di pasar internasional. Pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk meminimalkan dampak ekonomi dengan cara penurunan secara bertahap subsidi listrik yang berefek kenaikan TDL dimana diberlakukan kebijakan kenaikan yang berbeda menurut kelompok penggunanya. Penelitian banyak dilakukan berkenaan dengan dampak kebijakan kenaikan TDL dalam mengatasi defisit APBN akibat beban subsidi yang semakin membesar. Komaidi dan Rakhmanto (2010) mengukur dampak ekonomi kenaikan TDL 2010 dengan Financial Social Accounting Matrix (FSAM), metode Weighted Average Price (WAP) dan Model Ekonometrik. Hasil penelitian menunjukan kenaikan TDL sebesar 10 persen 20 persen berpotensi menambah biaya produksi sektor utama pengguna listrik rata rata sebesar 2,13 4,25 persen dan menambah besaran inflasi nasional sebesar 0,63 1,36 persen. Kenaikan TDL

47 20 juga berpotensi menurunkan konsumsi listrik dan permintaan tenaga kerja masing masing sebesar 6,70-13,40 persen dan 1,17-2,35 persen. Menurunnya permintaan tenaga kerja itu merupakan upaya sektor industri melakukan efisiensi. Kenaikan TDL juga memicu industri mengurangi jumlah mesin produksi untuk memangkas pemakaian listrik, sehingga kebutuhan terhadap mereka yang selama ini mengoperasikan mesin produksi juga berkurang. Sehingga, pengangguran dan kemiskinan akan sangat berpeluang semakin meningkat. Floriasari (2009) dalam skripsinya yang berjudul dampak peningkatan subsidi listrik terhadap distribusi pendapatan rumahtangga melakukan penelitian dengan menggunakan analisis Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) tahun Hasil penelitiannya menunjukan kenaikan subsidi listrik akan menyebabkan kenaikan pendapatan tertinggi diterima oleh rumahtangga pengusaha golongan atas yang berada di perkotaan sekaligus pemilik modal. rumahtangga buruh pertanian akan mendapatkan pendapatan terkecil. Kenaikan subsidi listrik meningkatkan pendapatan namun kesenjangan pendapatan semakin lebar. Penelitian tentang mengukur dampak kenaikan tarif dasar listrik terhadap konsumsi listrik dan pendapatan masyarakat yang dimuat dalam jurnal ekonomi dan moneter menggunakan metode analisis dampak dengan Social Accounting Matrix (SAM). Hasil penelitian tersebut menunjukan kenaikan TDL sebesar 10 persen berdampak turunannya income riil rumahtangga buruh tani sekitar 1,47 persen dan rumahtangga non pertanian golongan bawah turun 3,47 persen. Secara sektoral menyebabkan penurunan pada permintaan sektor - sektor ekonomi yang akan mengurangi nilai balas jasa faktor produksi sehingga penerimaan para pemilik modal bisa berkurang sampai 3,52 persen. Kelompok masyarakat yang paling banyak mengalami penurunan income riil adalah rumahtangga bukan pertanian golongan bawah yaitu turun sebesar 5,26 persen. Dampak kenaikan TDL juga menyebabkan pengurangan balas jasa yang diterima perusahaan sekitar 1,46 persen. (Makmun dan Abdurahman 2003) Sahara (2003), dalam tesisnya yang berjudul dampak kenaikan harga bahan bakar minyak, tarif dasar listrik, tarif telephon dan penyaluran dana kompensasi terhadap ekonomi makro dan sektoral di Indonesia melakukan penelitian dengan menggunakan alat analisis utama Computable General Equilibrium (CGE) dengan

48 21 model INDOF (Oktaviani 2000). Hasil penelitian menunjukan kebijakan menaikkan harga BBM, TDL dan tarif telephon yang dilakukan pemerintah baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang berdampak negatif pada kinerja ekonomi makro maupun sektoral. Dampak yang ditimbulkan dari kenaikan harga BBM lebih besar dari kenaikan TDL. Kenaikan TDL akan menyebabkan penurunan GDP riil sebesar 0,49 persen pada jangka pendek dan penurunan GDP riil sebesar 2,21 persen pada jangka panjang. Kenaikan TDL direspon oleh rumahtangga dengan penurunan konsumsi disemua sektor ekonomi pada jangka pendek sebaliknya pada jangka panjang berdampak pada peningkatan konsumsinya. Kenaikan TDL pada jangka pendek maupun panjang menyebabkan penurunan penggunaan tenaga kerja pada semua jenis pekerjaan. Tribuana (2000) dengan menggunakan alat analisis utama Computable General Equilibrium (CGE) melakukan pengkajian tekno ekonomi ketenagalistrikan bidang harga jual tenaga listrik. Hasil Penelitian menunjukan kenaikan TDL sebesar 1 persen menyebabkan GDP riil turun hanya sebesar 0,002 persen pada kondisi short run, dan turun sebesar 0,04 persen pada kondisi jangka panjang. Untuk setiap 1 persen kenaikan TDL menyebabkan total investasi riil turun sebesar 0,01 persen pada kondisi jangka pendek dan turun sebesar 0,03 persen pada kondisi jangka panjang. Pada kondisi short-run, kenaikan TDL pengaruhnya relatif kecil (0,004 persen) terhadap penurunan penggunaan tenaga kerja, karena pada kondisi ini penggunaan kapital dan tenaga kerja relatif saling melengkapi. Pada kondisi jangka panjang, setiap 1 persen kenaikan tarif dasar listrik mengakibatkan penurunan penggunaan tenaga kerja sebesar 0,065 persen. Penelitian ini memberi kesimpulan bahwa kenaikan tarif dasar listrik dampaknya relatif baik terhadap kinerja sektor industri dan komersial, maupun terhadap kinerja perekonomian secara nasional Perbandingan hasil-hasil penelitian di atas disajikan pada lampiran 6. Berdasarkan hasil penelitian tersebut terlihat kenaikan TDL berpengaruh terhadap inflasi, penurunan pertumbuhan ekonomi, penurunan konsumsi, penurunan permintaan tenaga kerja, dan penurunan investasi riil juga penurunan pendapatan rumahtangga. Hasil penelitian tersebut menunjukan dampak kenaikan TDL cukup komplek namun pemerintah tetap melakukan kebijakan menaikkan

49 22 TDL karena membengkaknya susbsidi listrik sangat membebani APBN. Hal inilah yang mendorong penelitian ini untuk melihat lebih jauh sektor sektor ekonomi yang rentan terhadap dampak kenaikan TDL dan respon kebijakan dalam meminimisasi dampak terhadap perekonomian Indonesia. Diharapkan hasil penelitian ini mampu memberi wacana yang lebih mendalam tentang kebijakan kenaikan TDL tahun 2010 dan rencana kenaikan TDL selanjutnya sehingga bermanfaat untuk menentukan kebijakan selanjutnya. 2.3 Kerangka Pemikiran Analisis kenaikan tarif dasar listrik (TDL) pada penelitian ini sebagaimana telah dijelaskan pada bagian sebelumnya dimulai dari kondisi adanya perubahan asumsi subsidi listrik pada APBN Kenaikan harga minyak mentah dunia dan meningkatnya laba perusahaan menyebabkan subsidi yang harus dikeluarkan pemerintah melonjak sehingga membebani APBN. Pemerintah dalam mengatasi defisit APBN mulai membatasi subsidi listrik dan mulai 1 Juli 2010 memberlakukan kebijakan kenaikan TDL yang berbeda pada tiap pelanggan. Kenaikan TDL menyebabkan meningkatnya biaya produksi pada sektor-sektor ekonomi terutama sektor yang mengkonsumsi listrik dalam. jumlah besar pada proses produksinya. Peningkatan biaya produksi ini akan disikapi oleh perusahaan/produsen dengan mengurangi konsumsi listrik sehingga produksi barang/jasa akan berkurang yang berefek pada penurunan penawaran/supply barang dan jasa yang ada di pasar. Penurunan supply barang/jasa akan mendorong impor barang/jasa masuk kepasar dan sebaliknya akan mengurangi jumlah ekspor barang/jasa ke luar negeri. Sesuai dengan mekanisme pasar, kelangkaan barang/jasa yang tersedia semakin mendorong naiknya harga barang/jasa yang diperjual belikan di pasar. Turunnya produksi barang/jasa pada sektor-sektor ekonomi akibat adanya kenaikan TDL menyebabkan turunnya kesempatan kerja dan pendapatan rumahtangga. Semakin rendahnya kesempatan kerja akan semakin menurunkan pendapatan riil rumahtangga. Dari sisi konsumen penurunan pendapatan ini berpotensi menurunkan konsumsi masyarakat yang akan memengaruhi jumlah

50 23 permintaan barang/jasa yang ada di pasar termasuk barang impor sehingga terjadi penurunan impor. Turunnya permintaan barang/jasa juga berdampak pada kenaikan harga barang/jasa yang ada dipasar sehingga akan terjadi keseimbangan harga baru. Sehingga secara bersamaan penurunan penawaran (supply) dan permintaan (demand) akan menyebabkan perubahan harga barang baru yang ada dipasar. Kenaikan Tarif Dasar Listrik Model CGE Model CGE Biaya Produksi Kesempatan Kerja Produksi Barang/Jasa Ekspor Pendapatan Rumahtangga Supply Permintaan Barang/jasa Impor Harga Barang/jasa Impor Ekonomi Makro Respon Kebijakan Gambar 6 Kerangka pemikiran penelitian. Kenaikan TDL yang berdampak terhadap penurunan permintaan dan penawaran barang/jasa yang memengaruhi jumlah barang/jasa yang diekspor dan impor sehingga akan berpengaruh pada ekonomi makro Indonesia. Dengan demikian, kebijakan kenaikan TDL yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi defisit dapat memengaruhi kestabilan perekonomian nasional jika dilakukan tidak tepat. Pemerintah sadar akan dampak negatif kebijakan

51 24 menaikkan TDL ini sehingga untuk meminimisasi dampak terhadap perekonomian Indonesia dilakukan kebijakan kenaikan TDL yang berbeda pada tiap pelanggan. Pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat idealnya juga merespon dengan kebijakan lain yang dapat meminimisasi dampak negatif terhadap perekonomian Indonesia. Selain itu sektor-sektor yang rentan terhadap kenaikan TDL ini juga harus melakukan kebijakan untuk meminimisasi dampaknya negatif terhadap kelangsungan produksinya terutama pada sektor industri yang merupakan motor penggerak pembangunan. Alasan ini yang mendasari penelitian ini dalam menfokuskan analisisnya pada kenaikan tarif dasar listrik dan respon kebijakan untuk meminimisasi dampak negatif terhadap perekonomian Indonesia Paparan di atas menjelaskan dasar dan alur dari kerangka pikir pada penelitian ini. Kebijakan kenaikan tarif dasar listrik sebagai salah satu strategi pemerintah dalam mengatasi defisit APBN, akan dianalisis menggunakan model CGE INDOTDL. Perbedaan penelitian ini terhadap penelitian sebelumnya adalah rumahtangga dalam penelitian ini telah didisagregasi menjadi 2 kelompok yaitu rumahtangga berdaya listrik 900 VA ke bawah dan 1300 VA ke atas. Sektor listrik juga didisagregasi menjadi listrik yang berdaya 900 VA ke bawah dan listrik berdaya 1300 VA ke atas sehingga dalam melakukan shock kenaikan TDL hanya dilakukan untuk pelanggan yang berdaya 1300 VA sesuai dengan kebijakan pemerintah. Penelitian ini akan merepresentasikan proses evaluasi atas efektivitas pelaksanaan kebijakan kenaikan TDL 1 Juli 2010 yang diberlakukan berbeda pada tiap golongan pelanggannnya dan adanya kebijakan PLN meningkatkan TDL industri tanpa persetujuan DPR pada awal tahun Penelitian ini juga akan menganalisis implikasi kebijakan dari hasil simulasi yang dihubungkan kembali pada tujuan pemerintah menerapkan kebijakan kenaikan TDL dan respon kebijakan untuk meminimisasi dampak negatif terhadap perekonomian Indonesia.

52 3. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder, yang dikumpulkan dari berbagai sumber dan instansi terkait maupun hasil-hasil penelitian sebelumnya yang dianggap relevan, yaitu: 1. Tabel Input-Output (I-O) Indonesia tahun 2008 yang bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS). 2. Tabel Input-Output (I-O) UKM Indonesia tahun 2003 yang bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS). 3. Tabel Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Indonesia tahun 2008 yang bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS). 4. Data Produk Domestik Bruto (PDB) menurut lapangan usaha tahun 2008 yang bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS). 5. Data Susenas tahun 2008 KOR dan Modul yang bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS). 6. Data Statistik PLN tahun 2009 yang bersumber dari PT. PLN 7. Data sekunder lain yang relevan dari berbagai sumber. 8. Parameter-parameter dugaan dari sistem persamaan yang didapat dari penelitian sebelumnya yang relevan. 3.2 Metode Pengolahan Data Kenaikan TDL dan respon kebijakan untuk meminimisasi dampak negatif perekonomian Indonesia dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan model CGE INDOTDL yang diambil dari model CGE INDOMINI (Oktaviani, 2008) yang dikombinasikan dengan model CGE WAYANG (Wittwer 1999). Model CGE INDOMINI menggunakan model dasar MINIMAL (Horridge 2001), yang dikembangkan dengan cara menambahkan sejumlah sektor ekonomi (komoditi) sesuai dengan tujuan penelitian dimana rumahtangga hanya satu. Model CGE WAYANG merupakan model yang lebih komplek dimana rumahtangga telah didisagregasi. Model CGE dalam penelitian ini

53 26 sebagian besar menggunakan model CGE INDOMINI hanya ada beberapa persamaan rumahtangga diadopsi dari model CGE WAYANG sehingga diperoleh model CGE INDOMINI yang rumahtangganya telah didisagregasi menjadi dua. Dalam model CGE INDOTDL rumahtangga didisagregasi menjadi 2 golongan menurut kelompok daya listrik yang tersambung. Setelah data disusun sesuai dengan kebutuhan matrik data dalam model CGE INDOMINI, selanjutnya diolah (running data) dengan menggunakan software GEMPACK (Sahara dan Oktaviani 2008). Solusi yang diperoleh dari hasil pengolahan data ini merupakan respons dari simulasi kebijakan yang dianalisis. Perangkat lunak (software) yang digunakan dalam penelitian adalah Microsoft Word 2007, Microsoft Excell 2007, SPSS 13.0 dan Gempack versi Data yang dimasukkan ke dalam model CGE INDOTDL adalah Tabel I-O tahun 2008, Tabel I-O UKM tahun 2003, Tabel SNSE tahun 2008 dan Data Susenas tahun 2008 yang bersumber dari BPS dan beberapa sumber data lainnya seperti elastisitas. Penyusunan data diawali dengan melakukan disagregasi dan agregasi sektor dimana untuk memadukan agregasi yang digunakan pada model dengan Tabel I-O dan SNSE maka dilakukan pemetaan tabel sehingga lebih mudah menghitung nilai agregasi dari sektor-sektor perekonomian tersebut. Klasifikasi sektor ekonomi (komoditi) yang terdapat di Tabel I-O tahun 2008 maupun sektor produksi pada SNSE tahun 2008 akan didisagregasi dan agregasi menjadi 21 sektor penelitian. Disagregasi dilakukan pada sektor listrik, gas kota dan air menjadi 4 sektor yang terpisah pada Tabel I-O tahun 2008 dari 66 sektor menjadi 69 sektor sedangkan pada tabel SNSE tahun 2008 dari 24 sektor produksi yang ada menjadi 27 sektor produksi. Dari hasil disagregasi sektor pada tiap tabel kemudian dilakukan agregasi menjadi 21 sektor. Pada model ini input primer (faktor produksi) yang digunakan hanya terdiri dari kapital dan tenaga kerja. Faktor kapital meliputi pembayaran atas lahan dan sewa barang modal yang digunakan dalam proses produksi oleh masing-masing sektor. Pembayaran atas faktor tenaga kerja meliputi upah dan gaji yang dibayarkan oleh masing-masing sektor atas penggunaan input tenaga

54 27 kerja. Pengguna barang dan jasa dikelompokkan menjadi pengguna antara dan pengguna akhir. Pengguna antara adalah pembelian yang dilakukan oleh masingmasing dari ke-21 industri (sektor) dalam penelitian. Pengguna akhir dibagi menjadi empat kelompok, yaitu untuk investasi dan perubahan stok, konsumsi rumahtangga, belanja pemerintah dan ekspor. Rumahtangga sebagai pengguna akhir dibagi menjadi 2 kelompok sehingga dalam penelitian ini terdapat 25 pengguna (user). Berdasarkan sumbernya, komoditi dibedakan menurut komoditi yang diproduksi di dalam negeri (domestik) dan didatangkan dari luar negeri (impor). Nilai komoditas domestik dapat diperoleh dari Tabel I-O transaksi domestik dan nilai komoditas impor diperoleh dari pengurangan Tabel I-O transaksi total terhadap Tabel I-O transaksi domestik. Selain data dasar di atas, model CGE INDOTDL ini juga membutuhkan data-data behavioral lainnya, yaitu parameter elastisitas. Parameter elastisitas yang digunakan dalam model meliputi; elastisitas Armington, elastisitas substitusi input primer dan elastisitas permintaan ekspor. Dengan keterbatasan yang ada pada penelitian ini, maka nilai-nilai parameter tersebut diperoleh dari hasil penelitian terdahulu terutama hasil penelitian Oktaviani (2000). 3.3 Model Keseimbangan Umum (CGE) INDOTDL Seperti pada model CGE INDOMINI, struktur teoritis yang digunakan dalam model CGE INDOTDL juga mengandung sistem persamaan non-linear tentang permintaan tenaga kerja, permintaan terhadap input primer, permintaan terhadap input antara, permintaan terhadap input gabungan (composite), komposit output dari suatu industri, permintaan terhadap barang modal (investment goods), permintaan rumahtangga, ekspor dan permintaan akhir lainnya, margin permintaan, persamaan keseimbangan pasar, harga di tingkat pembeli, pajak tak langsung, dan PDB dari sisi pendapatan dan pengeluaran. Perbedaan Model CGE INDOTDL dengan model CGE INDOMINI hanya pada sistem persamaan non-linear di blok permintaan rumahtangga yang telah dirinci menjadi dua. Solusi model ditentukan dengan cara melakukan linearisasi setiap persamaan, yaitu dengan menyatakan semua peubah dalam bentuk

55 28 pertumbuhannya (percentage change). Persamaan yang dilinearkan mengandung sekumpulan koefisien yang equivalent dengan persamaan non-linear Data dan Struktur Data Model INDOTDL Penjelasan pada bagian subbab ini mengacu kepada penjelasan yang diberikan oleh Horridge (2001) dalam Oktaviani (2008). Sebagaimana telah dinyatakan pada bagian terdahulu, data yang digunakan dalam model CGE INDOTDL adalah data Tabel I-O tahun 2008, Tabel I-O UKM tahun 2003 dan Tabel SNSE tahun Seluruh data dihitung dalam satuan moneter (rupiah) dan dilakukan disagregasi dan agregasi ke dalam 21 sektor (komoditi) penelitian. Struktur data yang digunakan pada model CGE INDOTDL ini mengikuti alur yang terdapat pada Gambar 7. Absorption Matrix Producers Investors Household Export Government R 1 1 Size I Domestic Flows 1 USE(commodity,"domestik",user) C C USE(commodity,"impor",user) Imported Flows Labour Capital Output tax 1 1 FACTOR (labour) FACTOR (capital) 1 C = Number of Commodities = 21 I = Number of Industries = 21 R = Number of Household = 2 V1PTX Tax on imports Size 1 C V0MTX Sumber: Horridge, 2001 Gambar 7 Aliran struktur database pada model INDOTDL. Total Sales

56 29 Setiap kolom pada Gambar 7 menunjukkan lima pelaku ekonomi yaitu produsen domestik, investor, rumahtangga, ekspor dan pemerintah. 1 Produsen domestik menunjukkan permintaan antara yang terdiri dari i sektor (komoditi); i = 1, 2,..., Investor merupakan bagian dari komponen permintaan akhir (final demand) yang menggunakan barang/jasa bukan untuk tujuan konsumsi dan umur penggunaannya lebih dari satu periode akuntansi atau sebagai barang modal (investasi). Investasi dapat dilakukan oleh swasta maupun pemerintah. 3 Konsumsi rumahtangga merupakan bagian dari komponen permintaan akhir yang menggunakan barang/jasa untuk tujuan konsumsi dan hal ini dilakukan oleh rumahtangga yang terdiri dari 2 kelompok ; R= 1,2. 4 Ekspor merupakan bagian dari komponen permintaan akhir yang digunakan /diminta oleh konsumen akhir dari luar negeri. Pencatatan pada kolom ini merupakan ekspor neto, yaitu nilai ekspor setelah dikurangi dengan nilai impor 5 Konsumsi pemerintah, merupakan bagian dari komponen permintaan akhir yang digunakan/diminta pemerintah untuk tujuan konsumsi seperti pengeluaran rutin, belanja pegawai (upah dan gaji) dan belanja alat-alat pertahanan dan keamanan. Pengguna dikelompokkan menjadi dua, yaitu pengguna antara (intermediate product) dan pengguna akhir (final user). Proses produksi diasumsikan menggunakan dua faktor primer yaitu tenaga kerja dan modal tetap. Masingmasing komoditi C, yang terdapat di dalam model merupakan komoditi yang berasal dari produk domestik dan impor dari luar negeri. Komoditi dengan sumber spesifik (domestik dan impor) digunakan oleh industri sebagai input produksi sekarang dan pembentukan modal. Barang-barang yang diproduksi di dalam negeri yang muncul di kolom ekspor artinya tidak ada ekspor dari barang yang dimpor. Pendefinisian data dalam model CGE INDOTDL yang menjadi header array dalam database ditunjukkan oleh Tabel 3.

57 30 Tabel 3 Set header array pada model INDOTDL Set Header Row Keterangan COM (c) Komoditas, dalam penelitian ini diperlakukan sebagai sektor ekonomi. Terdiri dari 21 komoditas, yaitu: (1) Pertanian, (2) Pertambangan dan penggalian (3) Industri makanan, minuman dan tembakau (4) Industri tekstil, pakaian dan kulit dan pemintalan, (5) Industri Bambu, kayu, rotan & barang dr kayu (6) Industri kertas, barang dari kertas dan karton, (7) Industri Kimia,Pupuk,dan hasil kilang, (8) Industri barang karet, plastik & mineral bukan logam, (9) Industri semen, (10) Industri logam dasar besi dan baja & bukan besi, (11) Industri barang dari logam, (12) Industri mesin, alat-alat, perlengkapan listrik dan alat pengangkutan dan perbaikannya, (13) Industri lainnya, (14) Listrik 900 VA ke bawah, (15) Listrik 1300 VA ke atas(16) Gas kota & air, (17) Bangunan, (18) Perdagangan, hotel dan restoran, (19) Pengangkutan dan komunikasi, (20) Lembaga keuangan, real estat dan jasa perusahaan dan (21) Jasa. IND (i) (1) Pertanian, (2) Pertambangan dan penggalian (3) Industri makanan, minuman dan tembakau (4) Industri tekstil, pakaian dan kulit dan pemintalan, (5) Industri Bambu, kayu, rotan & barang dr kayu (6) Industri kertas, barang dari kertas dan karton, (7) Industri Kimia,Pupuk,dan hasil kilang, (8) Industri barang karet, plastik & mineral bukan logam, (9) Industri semen, (10) Industri logam dasar besi dan baja & bukan besi, (11) Industri barang dari logam, (12) Industri mesin, alat-alat, perlengkapan listrik dan alat pengangkutan dan perbaikannya, (13) Industri lainnya, 14) Listrik 900 VA ke bawah, (15) Listrik 1300 VA ke atas(16) Gas kota & air, (17) Bangunan, (18) Perdagangan, hotel dan restoran, (19) Pengangkutan dan komunikasi, (20) Lembaga keuangan, real estat dan jasa perusahaan dan (21) Jasa. SRC (s) Sumber Komoditas: (1) domestik dan (2) impor USER (u) Pengguna; Pengguna antara ditambah dengan pengguna akhir, terdiri dari : (1) Pertanian, (2) Pertambangan dan penggalian (3) Industri makanan, minuman dan tembakau (4) Industri tekstil, pakaian dan kulit dan pemintalan, (5) Industri Bambu, kayu, rotan & barang dr kayu (6) Industri kertas, barang dari kertas dan karton, (7) Industri Kimia,Pupuk,dan hasil kilang, (8) Industri barang karet, plastik & mineral bukan logam, (9) Industri semen, (10) Industri logam dasar besi dan baja & bukan besi, (11) Industri barang dari logam, (12) Industri mesin, alat-alat, perlengkapan listrik dan alat pengangkutan dan perbaikannya, (13) Industri lainnya, (14) Listrik 900 VA ke bawah, (15) Listrik 1300 VA ke atas(16) Gas kota & air, (17) Bangunan, (18) Perdagangan, hotel dan restoran, (19) Pengangkutan dan komunikasi, (20) Lembaga keuangan, real estat dan jasa perusahaan dan (21) Jasa. (22) Investasi dan stok, (23) rumahtangga berdaya listrik VA (24) rumahtangga berdaya listrik lebih dari 1300 VA(25) Ekspor (26) pemerintah FAC (f) Faktor produksi: tenaga kerja dan modal (capital) Sistem Persamaan pada Model INDOTDL Seluruh persamaan yang terdapat dalam model CGE INDOTDL sebagian sebagian besar mengadopsi dari model CGE INDOMINI, dimana persamaan yang menunjukkan model ekonomi makro diimplementasikan dalam Gempack dan dikumpulkan ke dalam file input tablo. File input tablo menjabarkan spesifikasi aljabar dari model dalam bentuk linier dan persamaan-persamaan

58 31 tersebut dikumpulkan ke dalam sejumlah blok persamaan. Masing-masing pernyataan persamaan dimulai dengan nama yang umumnya mengacu pada peubah di sisi kiri. Semua peubah dinyatakan dalam bentuk perubahan persentase (percentage change). Peubah ditulis dengan huruf kecil dan koefisien ditulis dengan huruf kapital (besar). Terdapat 15 (lima belas) set persamaan dalam file input tablo, yaitu: 1. Keseimbangan pasar untuk setiap komoditi. 2. Substitusi antara komoditi impor dan domestik 3. Struktur produksi 4. Permintaan untuk faktor primer. 5. Permintaan untuk industri di level atas. 6. Permintaan rumahtangga. 7. Permintaan ekspor 8. Keseimbangan pasar domestik dan harga 9. Harga impor 10. PDB dari sisi permintaan 11. PDB dari sisi pengeluaran 12. Persamaan yang berkaitan dengan peubah ekonomi makro lainnya 13. Peubah pasar faktor produksi 14. Pembaharuan (update) aliran data, dan 15. Ringkasan data a. Keseimbangan Pasar untuk Setiap Komoditi Blok persamaan 3 pada file input tablo (Lampiran 1) menyatakan penjumlahan permintaan setiap komoditi antar pengguna (user) dari masingmasing sumber (domestik atau impor). Pengkodean pada file input tablo merepresentasikan hal-hal sebagai berikut; c = komoditi atau sektor ekonomi,s= domestik menunjukkan sumber komoditi berasal dari produksi domestik dan impor sumber komoditi berasal dari impor (luar negeri). Persamaan E_x0 menghitung permintaan total untuk komoditi tertentu yang berasal dari domestik dengan menjumlahkan permintaan dari masing-masing pengguna. Pengguna pada penelitian ini terdiri dari pengguna antara (21 sektor) dan pengguna akhir (investasi, rumahtangga, pemerintah dan ekspor). Persamaan E_x0 memasukkan

59 32 peubah-peubah dalam bentuk perubahan persentase dan dinyatakan sebagai berikut: Penulisan dengan huruf besar (upper-case letter) memiliki arti yang berbeda dengan huruf kecil (lower-case letter). Notasi total permintaan komoditi c dari sumber s, sementara notasi menyatakan jumlah menyatakan persentase perubahan total pemintaan komoditi c dari sumber s. Notasi menunjukkan jumlah permintaan pengguna u untuk komoditi c dari sumber s, sedangkan menunjukkan perubahan permintaan dalam persentase. Aturan penulisan tersebut digunakan secara umum dalam pengkodean file input tablo. Persamaan (3.1) diturunkan ke dalam bentuk persamaan linear, sehingga diperoleh bentuk persamaan sebagai berikut: Langkah selanjutnya adalah merubah persamaan (3.2) sesuai dengan nilai dalam data dasar (database). Semua pengguna diasumsikan membayar dengan tingkat harga yang sama,, yaitu harga untuk pengguna komoditi c yang bersumber dari s. Langkah ini dilakukan dengan cara mengalikan kedua sisi persamaan (3.2) dengan Aliran nilai ), sehingga didapatkan persamaan sebagai berikut: (Gambar 7) berhubungan pada sisi kanan persamaan (3.3). Notasi dengan bentuk juga dapat digunakan pada file input tablo. Kode s = domestik, artinya data berada pada blok aliran domestik dan kode s = impor, berada dalam blok aliran impor. Bentuk pengguna Gambar. pada sisi kiri persamaan (3.3) adalah penjumlahan antar yang disebut atau merupakan total sales pada

60 33 Persamaan (3.4), selanjutnya diubah kedalam persamaan yang dapat dibaca oleh bahasa tablo sebagai berikut: Notasi c (COM) menyatakan seluruh set komoditi dan s (SRC) menyatakan sumber. Perintah dan, dalam file input tablo, pada persamaan E_x0 menyatakan bahwa software GEMPACK mengevaluasi sisi kiri persamaan (3.4) untuk seluruh komoditi dan kedua sumber. Karena notasi tidak terdapat dalam bahasa tablo, maka dinyatakan dengan sum sebagaimana ditunjukkan pada persamaan (3.5). b. Substitusi antara Komoditi Impor dan Domestik Masing-masing industri dan permintaan akhir saling bersubstitusi untuk menggunakan antara komoditi yang bersumber dari domestik dan impor. Rasio pembelian komoditi domestik dan impor oleh masing-masing komoditi dan pengguna merupakan fungsi dari harga relatif dari kedua sumber. Fungsi ini diturunkan dari fungsi produksi CES (Constant Elasticity of Substitution) yang secara luas digunakan pada pemodelan CGE. Terdapat tiga persamaan dalam bentuk perubahan persentase yang menentukan besaran rasio permintaan komoditi impor dan domestik pada jenis komoditi yang sama dari kedua sumber, yaitu: ; menyatakan harga rata-rata komoditi impor dan domestik (3.6) ; menyatakan permintaan manufacture domestic... (3.7a) ; menyatakan permintaan manufacture impor... (3.7b) Notasi impor, dan dan menunjukkan permintaan komoditi domestik dan adalah harga komoditi domestik dan impor. Notasi P dan X juga disebut sebagai harga dan permintaan composite (gabungan). Symbol σ menyatakan elastisitas substitusi permintaan antara komoditi (yang sejenis) impor dan domestik, dikenal dengan elastisitas Armington. Blok Persamaan 4 pada Lampiran 1 merepresentasikan persamaan (3.6), (3.7a), dan (3.7b) untuk masingmasing komoditi dan pengguna dalam bahasa tablo.

61 34 c. Struktur Produksi Model CGE INDOTDL mengasumsikan bahwa output masingmasing industri adalah fungsi dari input yang digunakannya, yaitu:... (3.8) Fungsi F diasumsikan:... (3.9) Pada masing-masing industri, komposit faktor primer merupakan fungsi produksi agregat CES dari modal dan tenaga kerja yang dinyatakan sebagai berikut:..(3.10) Komoditi komposit menggunakan fungsi agregat CES yang diproduksi secara domestik dan dari impor:... (3.11) Output X1TOT Bentuk Fungsi Input atau Output Leontief Komoditi 1 sampai Komoditi c Faktor Primer CES CES CES Komoditi Domestik 1 Komoditi Impor 1 Komoditi Domestik C Komoditi Impor C Sumber: Horridge, 2001 Gambar 8 Struktur input output produksi berjenjang. Tenaga Kerja Modal

62 35 Asumsi di atas menggambarkan bahwa permintaan input industri memiliki struktur yang berjenjang, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 8. Fungsi produksi berjenjang dapat diinterpretasikan bahwa produsen membagi keputusan input ke dalam langkah-langkah yang berbeda. Pada level atas, kompo sit komoditi dan komposit faktor primer dikombinasikan dengan menggunakan fungsi produksi Leontief. Konsekuensinya, komposit komoditi dan faktor primer seluruhnya merupakan permintaan yang langsung digunakan untuk memproduksi output,. Meskipun semua pangsa industri memiliki struktur produksi yang umum, proporsi input dan parameter perilaku dimungkinkan berbeda antar industri. d. Permintaan untuk Faktor Primer Blok Persamaan 5 dalam file input tablo (Lampiran 1) menunjukkan persamaan yang menentukan permintaan modal dan tenaga kerja. Untuk masingmasing industri, i, persamaan diturunkan dari masalah optimasi sebagai berikut: Memilih input modal dan tenaga kerja, dan. Untuk meminimumkan biaya input ; dimana ; dianggap eksogen untuk masalah dan dan Peubah dinyatakan dalam bentuk level, sehingga penulisan notasinya dengan menggunakan huruf besar. Pada kondisi ini, harga tenaga kerja (tingkat upah) diasumsikan tidak berbeda antar industri, sehingga tenaga kerja bebas bergerak (mobile) antar industri. Solusi terhadap masalah minimasi biaya, dalam bentuk perubahan persentase, ditunjukkan dengan E_x1lab, E_x1cap, dan E_p1prim. Persamaan E_x1lab menunjukkan bahwa permintaan tenaga kerja proporsional untuk keseluruhan pengguna faktor primer, X1PRIM(i), dan harga. Harga dibentuk dari elastisitas substitusi, SIGMA1PRIM (i), dikalikan dengan rasio [p1lab-p1cap(i)]

63 36 dalam bentuk perubahan persentase yang menunjukkan harga relatif rata-rata biaya faktor primer. Upah yang lebih tinggi menyebabkan terjadinya substitusi terhadap tenaga kerja. Rata-rata biaya faktor primer dalam bentuk perubahan persentase, p1prim(t), sehingga dalam persamaan E_p1prim dapat dituliskan: p1prim(i) = S1LAB(i) * p1lab + S1CAP(i) * p1cap(i)...(3.12) S1LAB(i) dan S1CAP(i) adalah nilai pangsa (share) biaya tenaga kerja dan biaya modal terhadap biaya faktor primer, sehingga p1prim(i) adalah biaya rata-rata terbobot untuk harga modal dan tenaga kerja. Jika kedua sisi persamaan E_x1lab dikalikan dengan S1LAB(i), dan kedua sisi persamaan E_x1cap dikalikan dengan S1CAP(i), dan kedua persamaan ditambahkan secara bersama, semua bentuk harga dihilangkan, maka persamaan akan menjadi: x1prim(i) = S1LAB(i) * x1lab(i) + S1CAP(i) * x1cap(i)....(3.13) Persamaan (3.13) adalah bentuk perubahan persentase dari fungsi produksi CES. e. Permintaan untuk Industri dilevel Atas Blok Persamaan 6 pada file input tablo (Lampiran 1) memuat sebagian besar permintaan input yang berjenjang seperti pada Gambar 8. Komoditi komposit dan faktor primer kompo sit dikombinasikan dengan menggunakan fungsi dan dapat dituliskan sebagai berikut: X 1TOT MIN [ X 1PRIM (i ) All, c.com : X _ S (c, i ) / A _ S (c, i )].i IND...( 3.14) A1PRIM (i ) Industri diasumsikan akan meminimumkan biaya, maka industri akan menggunakan input sesuai dengan keperluan. Hal ini dapat dituliskan dalam persamaan berikut: X _ S ( c, i ) A _ S ( c, i ). X 1TOT (i ).i IND, c COM ( 3.15 ) X 1PRIM (i ) A1PRIM (i ). X 1TOT (i ).i IND ( 3.16 ) Kedua katagori input yang berada di level atas merupakan permintaan langsung terhadap XITOT(i). Pada Blok Persamaan 6 pada file input tablo (Lampiran 1) terdapat hubungan persamaan E_x1 dan E_x1prim.

64 37 Persamaan terakhir pada Blok Persamaan 6 menunjukkan bahwa perubahan nilai output, V1TOT(i), adalah sama dengan penjumlahan dalam pengeluaran bahan baku dan faktor primer. Masing-masing bentuk persamaan pada sisi kanan persamaan adalah sama untuk 100 kali perubahan pengeluaran untuk beberapa input. Sisi kiri persamaan adalah sama untuk 100 kali perubahan dalam total biaya. Persamaan tersebut disebut sebagai persamaan zero pure profit atau laba nol, yaitu keuntungan yang tidak memasukkan lagi input lain. Model juga mengasumsikan teknologi bersifat constant returns to scale (CRS). Asumsi ini mengakibatkan harga output merupakan fungsi dari harga input, jika tidak ada perubahan teknologi. f. Permintaan Rumahtangga Rumahtangga diasumsikan memaksimumkan utilitas (kepuasan) dengan mengkonsumsi sekumpulan komoditi yang optimal, dengan kendala anggaran (budget constraint). Utilitas diasumsikan menggunakan fungsi utilitas berjenjang dimana jenjang terluar merupakan kombinasi komoditi komposit yang menggunakan fungsi agregat Cobb Douglas, dan jenjang di bawahnya merupakan komposit komoditi dari sumber domestik dan impor yang menggunakan fungsi agregat CES untuk masing-masing komoditi komposit. Penjelasannya diilustrasikan pada Gambar 9. Utilitas Bentuk Input atau Fung Cobb Douglas Komoditi Komoditi sampai CE CE S S Komoditi Domestik 1 Komoditi Impor 1 Komoditi Domestik C Sumber: Horridge, 2001 Gambar 9 Struktur permintaan konsumen (rumahtangga) berjenjang. Komoditi Impor C

65 38 Barang C yang dikonsumsi oleh rumahtangga bawah maupun rumahtangga atas terdiri dari 21 komoditi komposit. Rumahtangga memaksimumkan utilitas dengan anggaran tertentu dan diasumsikan bahwa masing-masing komoditi yang dikonsumsi menghasilkan biaya minimum. Dengan fungsi CES preferensi yang berlaku merupakan konsumsi antara komoditi domestik dan impor. Konsumen diidentifikasi sebagai pengguna (u = rumahtangga bawah dan rumahtangga atas atau HouseHB dan HouseHA ). Persamaan E_x dalam Blok Persamaan 3 didahului dengan memberikan instruksi (all,c,com) (all,s,src) (all,u,localuser). Didalam LOCALUSER, semua pengguna telah dimasukkan kecuali untuk ekspor. Oleh karena itu, komposisi Armington di masing-masing komoditi komposit digunakan konsumen yang sudah ditentukan pada Blok Persamaan 3 (Lampiran 1). Struktur permintaan konsumen dalam bahasa tablo seluruhnya dijelaskan pada Blok Persamaan 7 (Lampiran 1). Kendala anggaran yang dihadapi pada tiap kelompok rumahtangga adalah nilai total pembelian tiap kelompok rumahtangga merupakan peubah eksogen bagi rumahtangga. Model CGE INDOTDL ini tidak menghubungkan antara pengeluaran rumahtangga, artinya tidak ada keputusan menabung/mengkonsumsi. Kesediaan anggaran untuk dikonsumsi pada tiap kelompok rumahtangga dinyatakan dalam bentuk nominal W3TOT_hh. a X _ S( c, HH ) X 3TOT P3TOT mana: X_S(c,HH) P_S(c,HH) c xw 3TOT _ HH ;( c COM )( u HH P _ S( c, HH ) u HH c COM ) (3.17) X _ S( c, HH ) P _ S( c, HH )...(3.18) di = jumlah komoditi yang dikonsumsi tiap kelompok rumahtangga. = harga komoditi yang dikonsumsi tiap kelompok rumahtangga. W3TOT_HH = anggaran yang tersedia untuk konsumsi perkelompok X3TOT P3TOT rumahtangga. = konsumsi riil total rumahtangga. = harga konsumen. a c = pangsa anggaran rumahtangga untuk komoditi c.

66 39 HH = rumahtangga bawah, rumahtangga atas Harga ditingkat pengguna akhir disebut harga pembeli (purchases price) yang bebeda dengan harga ditingkat produsen. Rumahtangga merupakan pengguna akhir dimana harga diterima antara kelompok rumahtangga bisa berbeda-beda. Pebedaan itu bisa karena adanya perbedaan rate pajak atau subsidi yang melekat pada barang yang dikonsumsi perkelompok rumahtangga. Harga barang ditingkat pembeli pada tiap kelompok rumahtangga dirumuskan : V3PUR(c,s,u)*p3(c,s,u) = V3PUR(c,s,u)*[p(c,s)+f3tax(c,u)] V3PUR(c,s,u) = USE(c,s,u)+ V3TAX(c,s,u)....(3.19).(3.20) c COM, s SRC, u HH dimana : V3PUR = nilai pembelian ditingkat rumahtangga. V3TAX = nilai pajak rumahtangga. g. f3tax = shifter pajak rumahtangga p3 = harga pembelian ditingkat rumahtangga. Permintaan Ekspor Model CGE INDOTDL menggunakan fungsi permintaan dari luar negeri (ekspor) untuk komoditi produksi domestik sangat sensitif terhadap harga. Jika harga komoditi domestik meningkat secara relatif terhadap harga dunia, maka permintaan ekspor akan menurun. Persamaan E_x4a pada Blok Persamaan 8 (Lampiran 1) menunjukkan slope negatif permintaan luar negeri untuk ekspor, pada tingkat level, persamaan akan menjadi sebagai berikut:.(3.21) merupakan elastisitas permintaan artinya ekspor komoditi c merupakan fungsi relatif, yang menurun terhadap harga mata uang, relatif harga domestik terhadap harga dunia WORLD(c). Nilai tukar PHI merupakan konversi mata uang domestik terhadap mata uang asing.

67 40 h. Keseimbangan Pasar Domestik dan Harga Set peubah persamaan keseimbangan pasar untuk komoditi domestik, E_x1tot, dinyatakan pada Blok Persamaan 9 (Lampiran1). Set tersebut menunjukkan bahwa output masing-masing industri, X1TOT(i), adalah sama dengan permintaan total untuk komoditi yang diproduksi secara domestik X0(c, domestik ). Adapun persamaan E_pA menghubungkan antara harga pengguna barang domestik, P(c, domestik ) dengan biaya produksi P1TOT(c) dan tingkat pajak output PTXRATE(c). Hubungan persamaan tersebut dinyatakan sebagai berikut:.....(3.22) Karena PTXRATE(c) tidak memiliki satuan unit, dan dapat berubah tanda (pajak bertanda negatif merupakan subsidi), maka diperlukan proses transformasi ke dalam peubah ordinal (bukan persentase). Persamaan (3.22) dapat ditransformasi menjadi :...(3.23) i. Harga Impor Persamaan yang berhubungan dengan peubah harga impor adalah persamaan E_pB, sebagaimana ditunjukkan pada Blok Persamaan 10 (Lampiran 1). Persamaan E_pB menghubungkan harga pengguna komoditi impor, P(c, impor ) dengan harga mata uang domestik, PHI*PWORLD(c) dan untuk tingkat pajak impor MTXRATE(c). Hubungan persamaan tersebut dinyatakan sebagai berikut:.(3.24) j. PDB dari Sisi Pendapatan Koefisien V0GDPINC menyatakan PDB sebagai penjumlahan dari biaya faktor primer dan pajak tak langsung. Persamaan E_w0gdpinc pada Blok

68 41 Persamaan 11 (Lampiran1) menjelaskan persamaan tersebut dalam bentuk linear. Sisi kiri persamaan, V0GDPINC*w0gdpinc, merupakan 100 kali perubahan PDB nominal. Pada sisi kanan juga merupakan 100 kali perubahan nilai. Persamaan pajak produksi dinyatakan sebagai berikut: (3.25) Persamaan 3.25 dapat dipecahkan ke dalam dua bentuk. Bentuk pertama berhubungan dengan tingkat pajak: yaitu 100*(pajak dasar resmi)*( perubahan tingkat pajak). Bentuk kedua berhubungan dengan perubahan pajak dasar, yang proporsional untuk penerimaan pajak, V1PTX(i), dan untuk persentase perubahan dalam pajak dasar. k. PDB dari Sisi Pengeluaran Penghitungan perubahan persentase PDB nominal dari sisi pengeluaran direpresentasikan pada Blok Persamaan 12 (Lampiran 1). Persamaan tersebut membagi perubahan PDB nominal kedalam komponen harga dan kuantitasnya. Rumusan untuk V0GDPEXP menyatakan PDB sebagai jumlah permintaan akhir (dinilai pada harga pengguna) dikurangi dengan impor (C+I+G+X-M). Persamaan E_w0gdpexp menyatakan bentuk perubahan dari PDB tersebut. Total penghitungan nilai PDB dari sisi pengeluaran dan penerimaan harus sama, baik pada level maupun dalam persentase perubahan dapat dinyatakan sebagai berikut: Persamaan E_p0gdpexpa sama dengan persamaan E_w0gdpexp, kecuali bentuk harga yang dimasukkan. Persamaan E_p0gdpexpa mendefinisikan p0gdpexp sebagai rata-rata terbobot permintaan akhir untuk harga domestik dikurangi rata-rata harga impor. Persamaan E_x0gdpexp menggunakan p0gdpexp sebagai PDB deflator untuk memperoleh ukuran perubahan PDB riil. Persamaan dalam bentuk level untuk persamaan E_x0gdpexp adalah: l. Persamaan yang Berkaitan dengan Peubah Ekonomi Makro Lainnya

69 42 Lima persamaan pada Blok Persamaan 13 (Lampiran1) mendefinisikan lima peubah ekonomi makro yang penting. Empat persamaan pertama mendefinisikan harga dan volume. Persamaan E_x4tot dapat ditulis sebagai berikut: Notasi x4tot menunjukkan rata-rata terbobot perubahan volume ekspor dengan menggunakan nilai ekspor sebagai pembobot. Persamaan aktual dalam Blok persamaan 13 (Lampiran 1) ditulis secara lebih lengkap, tetapi tetap memiliki arti yang sama. Persamaan akhir pada Blok Persaman13 mengukur neraca perdagangan. Karena terdapat perubahan tanda (positif atau negatif), neraca perdagangan dihitung sebagai perubahan biasa, bukan perubahan persentase. Penggunaan unit dihindari dengan menggunakan perubahan sebagai bagian dari PDB. m. Peubah Pasar Faktor Produksi Blok persamaan peubah pasar faktor produksi seperti ditunjukkan oleh Blok Persamaan 14 (Lampiran 1), mendefiniskan beberapa peubah yang berguna dalam memodelkan pasar faktor produksi. Pertama, mendefinisikan upah riil sebagai upah nominal dibagi dengan indek harga konsumen, p3 tot. Pada level persamaan ini menjadi: Satu cara untuk memodelkan pasar tenaga kerja kaku (sticky) adalah dengan mempertahankan upah konstan. Persamaan selanjutnya mendefinisikan indek perubahan persentase tenaga kerja agregat. Cara menghitungnya dengan menggunakan upah terbobot yang merefleksikan produk marginal relatif tenaga kerja dalam industri yang berbeda. Jika tingkat upah berbeda antar sektor, peubah employ mungkin tidak akurat mewakili jumlah jam kerja (atau orang yang dipekerjakan). Adapun persamaan akhir diturunkan dari bentuk level

70 43 menjadi: Persamaan (3.30) merepresentasikan tingkat pengembalian kotor pada unit modal baru adalah penerimaan tahunan (P1CAP) dibagi dengan biaya untuk menghasilkannya (P2TOT). Dalam keseimbangan jangka panjang diharapkan penyesuaian perilaku investor untuk menstabilkan rasio tersebut. Untuk simulasi jangka pendek harus diperhatikan GRET adalah penerimaan masa depan modal baru dalam beberapa industri akan sama dengan penerimaan hari ini. n. Pembaharuan (update) Aliran Data Bagian solusi Gempack memerlukan prosedur yang dapat menggunakan hasil simulasi seperti peubah dalam bentuk perubahan persentase, untuk menghasilkan pasca-simulasi atau pembaharuan database. Aturan pembaharuan disediakan dan dijelaskan pada Blok Persamaan 15 (Lampiran 1). Ada dua jenis pernyataan pembaharuan, tiga baris pertama disebut pembaharuan produk sebagai jenis kedua. Jenis pertama menunjukkan bahwa masing-masing sel dalam matrik aliran USE adalah harga dan kuantitas produk yang formulasikan sebagai berikut: USE ( c, s, u ) P ( c, s ) * X ( c, s, u ).c COM, s SRC,U USER Gempack kemudian memperbaharui USE menjadi: Dua baris terakhir dari pernyataan perbaharuan dalam Blok Persamaan 15 (Lampiran 1) adalah pembaharuan perubahan. Pada kasus ini model menawarkan rumusan secara eksplisit, berisi nilai koefisien dan peubah, untuk perubahan biasa dalam nilai data dasar. Perubahan penerimaan pajak impor, V0MTX, dibagi ke dalam dua bagian, yaitu: pertama, V0CIF(c)*Delmtxrate(c), adalah perubahan dalam tingkat pajak dikali nilai pajak (nilai impor di perbatasan). Kedua, persamaan: 0.01 *V0MTX(c)*

71 44 [x0(c, imp )+pworld(c)+phi], adalah merupakan penerimaan pajak dikali perubahan proporsional (=%/100) dari nilai dasar. o. Ringkasan Data Dua bagian terakhir dari file input tablo pada model CGE INDOTDL adalah file yang berisi ringkasan data. File ini digunakan untuk memeriksa apakah input data telah menjumlahkan dengan baik dan membantu menjelaskan hasilnya. Blok Persamaan 16 dan 17 dalam Lampiran 1 memperlihatkan file ringkasan data pada file input tablo. Pangsa modal yang dihitung pada Blok Persamaan 17 secara terbalik dihubungkan dengan elastisitas jangka pendek. Pangsa impor yang tinggi menunjukkan bahwa industri domestik memperlihatkan persaingan impor yang signifikan. p. Penutup Model Seperti model CGE pada umumnya, model INDOTDL memiliki lebih banyak peubah daripada persamaannya. Peubah dapat dibedakan menjadi dua jenis, peubah endogen yang dijelaskan di dalam model dan peubah eksogen yang nilainya ditentukan di luar model. Pilihan tertentu terhadap peubahpeubah dengan mendefinisikannya ke dalam peubah eksogen disebut sebagai closure atau penutup model. Pemilihan closure dapat bebas dilakukan dengan ketentuan minimial bahwa jumlah peubah endogen harus sama dengan jumlah persamaan. Ketentuan ini menunjukkan bahwa masing-masing persamaan hanya mampu menjelaskan satu peubah. Banyaknya persamaan yang terdapat dalam model CGE dan adanya keterkaitan peubah dan persamaan satu dengan lainnya memungkinkan terdapat peubah yang merupakan endogen dan sekaligus dapat pula menjadi eksogen. Pengguna model CGE dapat melakukan perubahan-perubahan closure (swap). Strategi pemilihan closure adalah sebagai berikut: 1. Identifikasi peubah yang dijelaskan masing-masing persamaan, mungkin saja peubah tersebut adalah peubah endogen. 2. Peubah yang tidak dijelaskan di dalam persamaan merupakan peubah

72 eksogen dan tidak dapat dijadikan peubah endogen. 3. Penggantian peubah yang diswap harus memiliki ukuran yang sama. Dimensi matrik pada peubah biasanya dijelaskan pada sisi kanan penamaan peubah tersebut. Misalnya persamaan E_x(COM*SRC*IMPUSER) memiliki tiga dimensi yang terdiri atas matrik COM, SRC, dan IMPUSER. 4. Penggantian peubah-peubah yang awalnya peubah endogen menjadi peubah eksogen perlu memperhatikan adanya hubungan antar peubah yang diswap. Seluruh peubah yang masuk katagori eksogen didefinisikan dalam file closure tersendiri di dalam software Gempack. Closure jangka pendek yang digunakan pada model INDOTDL ditunjukkan pada Tabel 4. Jangka pendek adalah suatu keadaan yang diasumsikan bahwa stok capital dan upah riil tidak mengalami perubahan. Tabel 4 Closure jangka pendek pada model CGE INDOTDL Ukuran No. Peubah variabel Keterangan (size) 1 Phi 1 Nilai tukar Rp/$US 2 x_s(com, InvStock ) COM Permintaan investasi 3 x_s(com, GovGE ) COM Permintaan pemerintah 4 x1cap IND Stok modal saat ini 5 Realwage 1 Upah riil 6 f3tax(com, "HouseHB") COM Shifter pajak rumahtangga bawah 7 f3tax(com,"househa") COM Shifter pajak rumahtangga atas 8 a1prim IND Perubahan teknis penggunaan faktor produksi 9 Pworld COM Harga dunia ($US) 10 f4q COM Shifter permintaan ekspor 11 Delmtxrate COM Tingkat pajak impor 12 Delptxrate COM Tingkat pajak produksi Sumber: Oktaviani, 2008 yang dimodifikasi Dalam model CGE, peubah-peubah ekonomi makro tidak hanya memiliki keterkaitan antar satu peubah dengan peubah lainnya, melainkan juga terkait 45

73 46 dengan perubahan yang terjadi pada tingkat ekonomi sektoral dan rumahtangga. Peubah-peubah PDB, inflasi, kesempatan kerja dan neraca perdagangan dibentuk oleh peubah-peubah pada tingkat ekonomi sektoral dan rumahtangga. Bila kondisi ini dikaitkan dengan dampak suatu kebijakan, maka perubahan suatu peubah ekonomi makro dapat juga disebabkan oleh perubahan ekonomi makro itu sendiri yang diperlakukan sebagai eksogen. Upah riil Tingkat pengembalian modal Tenaga kerja Perubahan tehnis penggunaan faktor Produksi produksi Stok kapital PDB = Investasi + Konsumsi rumahtangga + Konsumsi pemerintah + Neraca perdagangan keterangan Eksogen E n d o g e n Sumber: Horridge, 2001 (dimodifikasi) Gambar 10 Closure ekonomi makro untuk analisis jangka pendek. Pemerintah menetapkan kebijakan kenaikan TDL karena subsidi listrik terus menerus meningkat sehingga membebani APBN. Penelitian ini kenaikan tarif dasar listrik (TDL) dianggap sebagai penurunan pengeluaran pemerintah karena

74 47 adanya pengurangan subsidi dalam rangka mengurangi defisit anggaran. Peubah eksogen dalam jangka pendek pada penelitian ini adalah peningkatan pajak dengan asumsi subsidi diperlakukan sebagai pajak produksi negatif sehingga pengurangan subsidi listrik diperlakukan sebagai peningkatan pada pendapatan pemerintah. Closure jangka pendek pada penelitian ini diilustrasikan pada Gambar 10. Tabel 5 Closure jangka panjang pada model CGE INDOTDL Ukuran No. Peubah variable Keterangan (size) 1 Phi 1 Nilai tukar Rp/$US 2 x_s(com, InvStock ) COM Permintaan investasi 3 x_s(com, GovGE ) COM Permintaan pemerintah 4 Gret IND Tingkat pengembalian modal 5 Employ 1 Penyerapan tenaga kerja 6 f3tax(com,"househb") COM Shifter pajak rumahtangga bawah 7 f3tax(com,"househa") COM Shifter pajak rumahtangga atas 8 a1prim IND Perubahan teknis penggunaan faktor produksi 9 Pworld COM Harga dunia ($US) 10 f4q COM Shifter permintaan ekspor 11 Delmtxrate COM Tingkat pajak impor 12 Delptxrate COM Tingkat pajak produksi Sumber: Oktaviani, 2008 yang dimodifikasi Closure jangka panjang yang digunakan pada model INDOTDL ditunjukkan pada Tabel 5. Jangka panjang adalah suatu keadaan yang diasumsikan bahwa stok kapital sudah mengalami penyesuaian (adjustment) guna mempertahankan tingkat pengembalian modal yang tetap (fixed). Peubah eksogen dalam jangka panjang pada penelitian ini adalah shifter pajak rumahtangga, investasi (oleh pemerintah), tenaga kerja, perubahan tehnis penggunaan faktor produksi, tingkat pengembalian modal, konsumsi pemerintah, tingkat pajak impor, tingkat pajak produksi, nilai tukar rupiah terhadap dollar

75 48 (Rp/US $) dan harga dunia ($ US). Closure jangka panjang tersebut diilustrasikan pada Gambar 11. Upah riil Tingkat pengembalian modal Perubahan tehnis penggunaan faktor Produksi produksi Tenaga Kerja PDB = Konsumsi rumahtangga + Investasi Stok kapital + Konsumsi pemerintah + Neraca perdagangan pemerintah keterangan Eksogen E n d o g e n Sumber: Horridge, 2001 (dimodifikasi) Gambar 11 Closure ekonomi makro untuk analisis jangka panjang Analisis Jangka Waktu (Timescale Analysis) dalam Model CGE INDOTDL: Analisis Jangka Pendek dan Jangka Panjang Analisis yang digunakan pada model CGE INDOTDL merefleksikan jangka waktu yang dibutuhkan terjadinya proses penyesuaian berbagai peubah ekonomi untuk mencapai kondisi keseimbangan yang baru (new equilibrium). Pada penelitian ini analisis jangka waktu yang digunakan adalah jangka pendek (short run) dan jangka panjang (long run). Masing-masing jenis analisis ini didasari oleh asumsi yang berbeda.

76 49 Terdapat dua asumsi dasar pada analisis jangka pendek, yaitu pertama, stok kapital dianggap tetap (fixed), hal ini didasari anggapan bahwa investasi barang modal membutuhkan waktu yang relatif lama untuk dapat memengaruhi perekonomian. Shock yang terjadi tidak dapat secara langsung menambah stok kapital. Kedua, adanya kekakuan dalam pasar tenaga kerja (rigidities in the labor market), pada kondisi ini upah riil dianggap tetap. Menurut Horridge (2001), durasi jangka pendek tidak dapat dinyatakan secara eksplisit, tetapi umumnya sekitar satu sampai tiga tahun. Analisis jangka panjang didasarkan pada asumsi bahwa telah terjadi penyesuaian pada stok kapital. Tenaga kerja C B A T Waktu Sumber: Horridge, 2001 Gambar 12 Analisis kebijakan model comparative static Analisis pada model CGE INDOTDL belum memasukkan unsur dinamis (waktu), sehingga disebut sebagai model komparatif statik (Oktaviani 2008). Pada model ini analisis dilakukan dengan membandingkan perbedaan nilai peubah tertentu pada waktu yang akan datang (T), dengan atau tanpa adanya kebijakan (shock) pada peubah eksogen. Semua persamaan ataupun peubah pada model menunjukkan keadaan perekonomian pada periode yang akan datang. Model ini diilustrasikan pada Gambar 12 dimana sumbu vertikal menunjukkan perubahan permintaan tenaga kerja dan sumbu horizontal menunjukkan waktu (T). Pada awal periode (periode 0), jumlah tenaga kerja

77 50 sebesar A. Bila tidak ada perubahan kebijakan atau implementasi suatu kebijakan tidak berjalan maka jumlah tenaga kerja pada periode T sebesar B, sedangkan bila terdapat kebijakan dan terimplementasikan dengan baik maka jumlah tenaga kerjanya sebesar C. Simulasi model comparative static ini akan menghasilkan persentase perubahan tenaga kerja sebesar 100*(C-B)/B, yang menunjukkan dampak kebijakan terhadap penyerapan kerja pada periode T. Pilihan jangka waktu pada kebijakan ini tergantung pada closure yang digunakan. 3.4 Keunggulan dan Keterbatasan Model CGE Terdapat beberapa model ekonomi yang dapat digunakan untuk menganalisis dampak perubahan peubah-peubah ekonomi makro. Selain model CGE, model ekonometrika sering digunakan untuk analisis keseimbangan parsial (partial equilibrium), model Input-Output dan model Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE). Penelitian ini menggunakan model CGE yang memiliki beberapa keunggulan dan keterbatasan dibandingkan dengan model ekonomi lainnya (Oktaviani 2008). Keunggulan dari model CGE antara lain adalah: a. Dibandingkan dengan model keseimbangan parsial, model CGE sudah memasukkan semua transaksi antara pelaku-pelaku ekonomi secara keseluruhan, baik di pasar faktor produksi maupun pasar komoditi. Sehingga dampak dari suatu kebijakan dapat dianalisis pengaruhnya secara kuantitatif terhadap kinerja ekonomi baik secara ekonomi makro maupun ekonomi sektoral. b. Model CGE sudah memasukkan kemungkinan substitusi antar faktor produksi, sehingga jika terjadi perubahan harga relatif suatu faktor produksi, maka produsen akan merubah komposisi penggunaan faktor produksi kearah faktor produksi yang harganya relatif lebih murah. Pada model CGE dampak kebijakan dapat dianalisis pada tingkat institusi, distribusi pendapatan antar golongan rumahtangga, distribusi pendapatan antar faktor produksi primer, neraca perdagangan dan sebagainya dibandingkan dengan SNSE atau Social Accounting Matrix (SAM), model CGE sudah memasukkan persamaan non-linear. Disamping itu, pada model

78 51 CGE harga sudah dimasukkan sebagai peubah endogen. c. Dibandingkan dengan model makro ekonometrika, model CGE dapat mengacu pada tahun tertentu (particular benchmark years), sedangkan pada model makro ekonometrika data yang digunakan merupakan data deret waktu (time series), sehingga tidak dapat diaplikasikan pada tahun tertentu. Disamping itu dengan menggunakan model CGE hubungan antara ekonomi makro dangan mikro ekonomi dapat diketahui, sementara pada model makro ekonometrika analisis dampak hanya dapat dilakukan di tingkat makro. d. Model CGE dapat mengatasi permasalahan ketersediaan data deret waktu yang terbatas, terutama di negara berkembang dan inkonsistensi data yang diperlukan model makro ekonometrika maupun model simultan. Pencatatan data dan keakuratan data dari waktu ke waktu di negara berkembang saat ini masih menjadi kendala untuk ketersediaan data yang lengkap. Disamping itu, model CGE juga memiliki kelemahan, antara lain: a. Asumsi utama dalam model CGE mengenai struktur pasar persaingan sempurna (PPS) dengan kondisi constant return to scale, sehingga pada komoditi dengan pasar non PPS penggunaan asumsi ini menjadi kelemahan model. b. Adanya ketergantungan model keseimbangan umum pada parameter benchmark yang dikalibrasi. Hal ini dikarenakan model CGE tidak mengestimasi parameter-parameter tersebut, tetapi diambil dari hasil estimasi di luar model. c. Model CGE terlalu kompleks dan terlalu banyak asumsi yang digunakan, sehingga akan muncul permasalahan black box yang sulit untuk dijelaskan jika hasil estimasinya tidak sesuai dengan teori ekonomi atau prediksi yang diharapkan. d. Tidak seperti model ekonometrika, pada model CGE tidak ada validitas terhadap hasil pengolahan, sehingga bagi pihak-pihak yang mengutamakan kevalidan dalam model akan merasa sangat riskan menggunakan model CGE.

79 52 e. Model CGE tidak dapat menangkap perubahan perekonomian yang sangat besar (tidak dapat menganalisis perubahan persentase lebih dari 100 persen). Semakin kecil perubahan kebijakan yang dianalisis, semakin tepat model dalam mengestimasi perubahan non-linier. 3.5 Simulasi Kebijakan Dampak kenaikan tarif dasar listrik terhadap perekonomian Indonesia terjadi secara langsung melalui kenaikan harga listrik yang menyebabkan peningkatan biaya produksi pada sektor ekonomi yang sebagian besar menggunakan listrik dalam berproduksi. Penurunan konsumsi rumahtangga terjadi karena adanya dampak tidak langsung dari kenaikan TDL yang menyebabkan kenaikan harga barang hasil produksi. Hasil simulasi dampak kenaikan TDL dapat diketahui dengan melakukan guncangan (shock) pada peubah harga listrik. Guncangan (shock) dalam penelitian ini akan dilakukan pada peubah harga listrik untuk konsumsi rumahtangga dan sektor industri. Kedua sektor penelitian tersebut dipilih karena konsumsi listriknya besar sehingga sangat rentan terkena dampak negatif dari kenaikan TDL. Besaran persentase guncangan harga listrik dalam penelitian ini berdasarkan kebijakan kenaikan TDL yang berlaku mulai 1 Juli 2010 di Indonesia dan kenaikan TDL sektor industri di awal tahun 2011 yang belum disetujui DPR. Pelanggan dengan daya 1300VA ke atasyang mengalami kenaikan TDL, sedangkan pelanggan 450 VA VA tidak mengalami kenaikan harga listrik. Oleh karena itu guncangan harga listrik akan dilakukan pada kelompok rumahtangga atas (berdaya 1300 VA keatas) yang mengalami kenaikan TDL sebesar 18 persen. Kenaikan TDL tahun 2010 pada sektor industri sebesar 5-16 persen hanya berlaku untuk pelanggan industri lama sedangkan industri baru dikenakan kenaikan TDL persen. Namun pada awal tahun 2011, TDL pelanggan industri mengalami penyesuaian dengan satu harga sama sesuai daya terpasangnya yaitu meningkat hingga 30 persen. Jadi penelitian ini menggunakan guncangan harga listrik yang berdaya 1300 VA ke ataspada sektor industri sebesar 30 persen dan rumahtangga atas sebesar 18 persen sesuai dengan kenaikan TDL yang berlaku.

80 53 Dampak kenaikan TDL yang cukup kompleks direspon pemerintah dengan kebijakan kenaikan TDL yang berbeda-beda pada tiap pelanggan, namun masih banyak yang mengencam kebijakan tersebut terutama kalangan usaha. Penelitian ini juga akan melakukan simulasi kebijakan untuk meminimisasi dampak negatif kenaikan TDL terhadap perekonomian Indonesia. Kenaikan TDL akan meningkatkan biaya produksi terutama pada sektor industri sehingga akan mengurangi produksi barang/jasa yang akan mengganggu perekonomian nasional. Dampak negatif kenaikan TDL ini akan diminimisasi dengan melakukan simulasi pada kebijakan yang mampu memperkecil biaya produksi listrik yaitu peningkatan efisiensi di sektor listrik sehingga harga listrik bisa diturunkan. Selain itu sektor industri yang paling rentan terkena dampak kenaikan TDL dapat meningkatkan efisiensi produksi, sehingga penelitian ini juga akan melakukan simulasi dengan shock pada peningkatan efisiensi di seluruh sektor ekonomi. Pemerintah selaku pemegang kebijakan dapat meminimisasi dampak kenaikan TDL dengan penurunan PPN sehingga peningkatan biaya produksi bisa dihindari. Berdasarkan uraian di atas maka diturunkan 4 skenario dalam melakukan shock sehingga akan diperoleh hasil yang berbeda dari suatu kebijakan kenaikan TDL dengan atau tanpa disertai kebijakan lain. Hasil simulasi dengan 4 skenario ini diharapkan memperoleh informasi yang paling efektif untuk meminimisasi dampak negatif kenaikan TDL terhadap perekonomian. Skenario 1, Kenaikan tarif dasar listrik berdaya 1300 VA ke atas pada Rumahtangga atas sebesar 18 persen Sektor industri sebesar 30 persen. Skenario 2, Peningkatan efisiensi di sektor listrik sebesar 10 persen. Skenario 3, Skenario 1 diikuti Peningkatan efisiensi pada seluruh sektor ekonomi sebesar 1 persen. Skenario 4, Skenario 1 diikuti Penurunan PPN pada seluruh sektor ekonomi sebesar 1 persen.

81 54 Halaman ini sengaja dikosongkan

82 4. KONSTRUKSI DATA DASAR Sumber data utama yang digunakan untuk membangun data dasar (data base) pada model CGE INDOTDL adalah Tabel I-O Indonesia tahun Model CGE INDOTDL merupakan model CGE yang analisisnya masih bersifat statis komparatif, sehingga faktor produksi hanya terdiri dari tenaga kerja dan modal. Disagregasi hanya dilakukan pada kelompok rumahtangga menurut daya terpasang listriknya. Penelitian ini tidak melakukan disagregasi tenaga kerja menurut tingkat pendidikan dan modal menurut kepemilikan tanah. Model CGE INDOTDL dengan rumahtangga yang didisagregasi memerlukan data Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) tahun 2008 atau Social Accounting Matrix (SAM) untuk melengkapi data yang tidak tercakup pada Tabel I-O. Data Susenas tahun 2008 digunakan untuk memisahkan rumahtangga menjadi dua berdasarkan daya terpasang listriknya. Data Tabel I-O UKM tahun 2003 digunakan untuk mendisagregasi sektor listrik menjadi dua menurut daya terpasangnya berdasarkan share konsumsi listrik di tiap skala usahanya. Bab ini menjelaskan langkah-langkah dalam membangun data dasar model CGE INDOTDL dengan menggunakan data yang relevan. 4.1 Tabel Input-Output Indonesia Tahun 2008 Tabel I-O yang digunakan dalam penelitian ini adalah Tabel I-O Indonesia tahun 2008 atas dasar harga produsen yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik. Tabel I-O Indonesia tahun 2008 terdiri dari dua sub-grup tabel, yaitu tabel dasar dan tabel analisis. Tabel dasar terdiri dari tabel transaksi total atas dasar harga konsumen, tabel transaksi total atas dasar harga produsen, tabel transaksi domestik atas dasar harga konsumen, tabel transaksi domestik atas dasar harga produsen dan tabel transaksi impor atas dasar harga produsen. Tabel I-O Indonesia tahun 2008 terdiri dari 66 klasifikasi sektor. Tabel analisis dalam penelitian ini diperoleh dari tabel dasar setelah dilakukan pengolahan terlebih dahulu. Tabel ini meliputi tabel koefisien input, matriks kebalikan total atas dasar harga produsen dan matriks kebalikan domestik atas dasar harga produsen.

83 Tabel Input-Output Usaha Kecil dan Menengah Indonesia (Tabel I-O UKM ) Tahun 2003 Penelitian ini selain menggunakan Tabel I-O Indonesia tahun 2008, juga menggunakan Tabel I-O UKM Indonesia tahun Tabel I-O UKM terdiri dari 233 klasifikasi sektor ekonomi dan diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik. Tabel IO UKM dapat untuk melihat keterkaitan antarsektor ekonomi khususnya UKM dalam perekonomian Indonesia, dapat digunakan untuk penghitungan produktivitas tenaga kerja UKM serta dapat digunakan untuk analisis Tabel I-O UKMK untuk berbagai kebutuhan. Pada penelitian ini Tabel I-O UKM digunakan untuk mendisagregasi sektor listrik menurut daya terpasangnya menggunakan pendekatan share konsumsi listrik pada tiap skala ekonominya. Klasifikasi Tabel I-O UKM dibuat berdasarkan omzet yang dihasilkan oleh kegiatan ekonomi. Dimana definisi Usaha Kecil adalah usaha yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 200 juta dan penjualan tahunan paling banyak Rp. 1 miliar. Usaha Menengah adalah usaha yang memiliki penjualan tahunan di atas Rp. 1 miliar hingga Rp. 50 miliar. Usaha Besar adalah usaha yang memiliki penjualan tahunan di atas Rp. 50 miliar. 233 sektor pada klasifikasi Tabel I-O UKM sektor terdiri dari 72 sektor Usaha Kecil (UK), 72 sektor Usaha Menengah (UM) dan 85 sektor Usaha Besar (UB). 4.3 Struktur Input-Output Struktur lengkap Tabel I-O dapat dilihat pada Gambar 8 (Bab 3). Matriks yang terdapat pada Tabel I-O terdiri dari matriks penyerapan input (absorption matrix) di tiap industri, matriks produk bersama dan matriks pajak. Kolom dari matriks penyerapan menunjukkan lima pelaku ekonomi yaitu produsen domestik, investor, rumahtangga, ekspor dan pemerintah. Semua data yang tertera pada Tabel I-O dihitung dalam satuan rupiah. Baris pada Gambar 8 (pada Bab 3) menunjukkan asal dari pembelian komoditas yang dilakukan oleh pelaku ekonomi pada setiap kolom yang meliputi aliran bahan baku, tenaga kerja, modal, tanah, pajak tak langsung dan biaya lainnya. Aliran bahan baku dasar pada kolom pertama dan kedua menunjukkan aliran komoditas impor dan domestik yang digunakan oleh industri sebagai input

84 57 atau pembentukan modal. Kolom pertama dan baris pertama adalah nilai dari bahan baku (input antara) dari komoditas (c) dan sumber (s) yang digunakan oleh setiap industri (i) pada proses produksinya. Selanjutnya aliran komoditas ke kolom ketiga menunjukkan komoditas yang dikonsumsi oleh rumahtangga. Aliran komoditas ke kolom keempat dan kelima menunjukkan nilai komoditas yang diekspor dan dikonsumsi pemerintah. Disini dapat dilihat bahwa hubungan antar komoditas pada Tabel I-O menunjukkan hubungan sektoral antar industri dan hubungan agregat dari pelaku-pelaku ekonomi dalam ekonomi makro. Alur tenaga kerja dari baris ketiga adalah upah dan gaji yang diterima oleh pekerja sebagai balas jasa faktor tenaga kerja yang digunakan oleh industri. Balas jasa faktor modal dimatrikskan pada baris keempat. Baris keempat ini menunjukkan besarnya biaya sewa modal yang digunakan oleh industri dalam proses produksi. Pajak produksi (pajak tak langsung) dimatrikskan pada baris kelima menunjukkan pajak yang dibayar oleh konsumen melalui produsen sebagai pajak tak langsung dikurangi dengan subsidi yang diterima. Matriks bea impor mencatat pembayaran bea impor atas tiap komoditas yang diimpor oleh setiap industri. Penelitian ini mengasumsikan bahwa sebuah industri hanya dapat memproduksi sebuah komoditas. 4.4 Agregasi dan Disagregasi Sektor Sesuai dengan tujuan penelitian, maka sektor yang tercakup dalam penelitian ini terdiri dari 21 sektor. Bila sektor-sektor tersebut dikategorikan ke dalam sembilan sektor seperti pada PDB menurut lapangan usaha, maka disagregasi ke-21 sektor dalam penelitian dapat dikelompokkan sebagai berikut: sektor pertanian (1 sektor), sektor pertambangan dan penggalian (1 sektor), sektor industri pengolahan (didisagregasi menjadi 11 sektor), sektor listrik, gas dan air bersih (didisagregasi menjadi 3 sektor), sektor bangunan (didisagregasi 1 sektor), sektor perdagangan, hotel dan restoran (1 sektor), sektor pengangkutan dan komunikasi (1 sektor), sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan (1 sektor) dan sektor jasa (1 sektor). Disagregasi sektor menurut PDB lapangan usaha ke dalam sektor penelitian ditunjukkan pada Tabel 6.

85 58 Tabel 6 Klasifikasi sektor dalam penelitian menurut lapangan usaha Sektor PDB menurut Lapangan Usaha Sektor Penelitian (21 sektor) Notasi 1. Pertanian 1 Pertanian Pertanian 2. Pertambangan & 1 Pertambangan dan penggalian Tambangali Penggalian 3. Industri 1 Makanan, minuman dan tembakau IndMakmin 2 Tekstil, pakaian, kulit dan pemintalan IndTekstPak 3 Bambu, kayu, rotan & barang dr kayu IndBambuKy 4 kertas, barang dari kertas dan karton IndKertas 5 Kimia,Pupuk,dan hasil kilang IndKimia 6 Barang karet, plastik & mineral bukan logam IndKrtPlstk 7 Semen IndSemen 8 Logam dasar besi dan baja & bukan besi IndLgmDsr 9 Barang dari logam IndBrgLgm Mesin, alat-alat, perlengkapan listrik dan alat 10 IndMesin pengangkutan dan perbaikannya 11 Industri lainnya, Indlainnya 4. Listrik, Gas dan Air 1 Listrik berdaya 900 VA ke bawah Listrik900 Bersih 2 Listrik berdaya 1300 VA ke atas Listrik Gas dan Air bersih Gasair 5. Bangunan 1 Bangunan Bangunan 6. Perdagangan, Hotel 1 Perdagangan dan Hotel dan restoran PerdagHR dan Restoran 7. Pengangkutan dan 1 Pengangkutan dan Komunikasi Angkom Komunikasi 8. Keuangan dan Jasa 1 Keuangan dan jasa perusahaan KeuJspersh Perusahaan 9. Jasa 1 Jasa JasaLain Sumber: BPS, 2010 (diolah) Untuk memadukan hasil agregasi dan disagregasi sektor ekonomi yang digunakan dalam penelitian dengan Tabel I-O 2008 dan SNSE 2008, maka dilakukan mapping (pemetaan) antara sektor ekonomi yang terdapat dalam penelitian (21 sektor) dan sektor ekonomi yang terdapat pada Tabel I-O 2008 (66 sektor) dan tabel SNSE Proses mapping antara sektor pada Tabel I-O dan sektor PDB dalam penelitian ini seperti pada Tabel 7.

86 59 Kenaikan TDL per 1 juli 2010 hanya dibebankan pada pelanggan listrik yang berdaya 1300 VA ke atas, sehingga pelanggan listrik VA merasa lega karena tidak mengalami kenaikan TDL. Untuk melihat dampak kebijakan kenaikan TDL yang sesuai dengan kejadian sebenarnya, maka dilakukan disagregasi sektor listrik menggunakan Tabel I-O UKM. Proses disagregasi dan agregasi sektor pada penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi sektor sektor yang rentan terkena dampak kenaikan TDL terutama sektor industri yang mengkonsumsi listrik dalam jumlah besar. Tabel 7 Mapping sektor penelitian (21 sektor) dengan Tabel I-O (66 sektor) Agregasi sektor dalam Tabel I-O tahun 2008 No Klasifikasi sektor Padi Tanaman kacang-kacangan Jagung Tanaman umbi-umbian Sayur-sayuran dan buah-buahan Tanaman bahan makanan lainnya Karet Tebu Kelapa Kelapa sawit Tembakau Kopi Teh Cengkeh Hasil tanaman serat Tanaman perkebunan lainnya Tanaman lainnya Peternakan Pemotongan hewan Unggas dan hasil-hasilnya Kayu Hasil hutan lainnya Perikanan Penambangan batubara dan bijih logam Penambangan minyak, gas & panas bumi Penambangan dan penggalian lainnya Industri pengolahan & pengawetan makanan Industri minyak dan lemak Industri penggilingan padi Industri tepung, segala jenis Industri gula Industri makanan lainnya Industri minuman Industri rokok Industri pemintalan Industri tekstil, pakaian dan kulit Agregasi sektor dalam Penelitian No Klasifikasi sektor Pertanian Pertanian Pertanian Pertanian Pertanian Pertanian Pertanian Pertanian Pertanian Pertanian Pertanian Pertanian Pertanian Pertanian Pertanian Pertanian Pertanian Pertanian Industri makanan minuman & tembakau Pertanian Pertanian Pertanian Pertanian Pertambangan dan Penggalian Pertambangan dan Penggalian Pertambangan dan Penggalian Industri makanan minuman & tembakau Industri makanan minuman & tembakau Industri makanan minuman & tembakau Industri makanan minuman & tembakau Industri makanan minuman & tembakau Industri makanan minuman & tembakau Industri makanan minuman & tembakau Industri makanan minuman & tembakau Industri tekstil, pakaian, kulit & pemintalan Industri tekstil, pakaian, kulit & pemintalan

87 60 Tabel 7 Lanjutan Agregasi sektor dalam Tabel I-O tahun 2008 No. Klasifikasi sektor Agregasi sektor dalam Penelitian No. Klasifikasi sektor 37 Industri bambu, kayu dan rotan 5 Industri bambu, kayu dan rotan 38 Industri kertas, barang dari kertas & karton 6 Industri kertas, barang dari kertas dan karton 39 Industri pupuk dan pestisida 7 40 Industri kimia 7 41 Pengilangan minyak bumi 7 42 Industri barang karet dan plastik Industri barang-barang dari mineral bukan logam Industri semen Industri logam dasar besi dan baja Industri logam dasar bukan besi Industri barang dari logam Industri mesin, alat-alat dan perlengkapan listrik Industri alat pengangkutan dan perbaikannya Industri barang lain yang belum digolongkan dimanapun Listrik gaskota dan air bersih Bangunan Perdagangan Restoran dan hotel Angkutan kereta api Angkutan darat Angkutan air Angkutan udara Jasa penunjang angkutan Komunikasi 61 Lembaga keuangan Real estat dan jasa perusahaan Pemerintahan umum dan pertahanan Jasa sosial kemasyarakatan Jasa lainnya Kegiatan yang tak jelas batasannya Industri kimia pupuk pestisida dan Pengilangan minyak bumi Industri kimia pupuk pestisida dan Pengilangan minyak bumi Industri kimia pupuk pestisida dan Pengilangan minyak bumi Industri barang karet plastik dan mineral bukan logam Industri barang karet plastik dan mineral bukan logam Industri semen Industri logam dasar Industri logam dasar Industri barang dari logam Industri mesin, perlengkapan listrik dan alat angkut Industri mesin, perlengkapan listrik dan alat angkut Industri barang lain yang belum digolongkan dimanapun Listrik dan gasair Bangunan Perdagangan hotel dan Restoran Perdagangan hotel dan Restoran Angkutan dan komunikasi Angkutan dan komunikasi Angkutan dan komunikasi Angkutan dan komunikasi Angkutan dan komunikasi Angkutan dan komunikasi Lembaga keuangan, real estate & jasa perusahaan Lembaga keuangan, real estate & jasa perusahaan Jasa lainnya Jasa lainnya Jasa lainnya Jasa lainnya Sumber: BPS, 2010 (diolah) 4.5 Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) SNSE menyediakan informasi mengenai keadaan sosial ekonomi makro Indonesia, tidak hanya meliputi informasi Tabel I-O tapi juga mengenai distribusi pendapatan untuk semua faktor produksi, pendapatan rumahtangga, dan pola dari pengeluaran rumahtangga. Dibanding dengan Tabel I-O, SNSE tidak hanya mengidentifikasi struktur produksi tetapi juga bermanfaat dalam menjelaskan distribusi pendapatan, tenaga kerja dan akumulasi modal.

88 61 Tabel 8 Pengelompokan sektoral dari Tabel Input-Output dan Sistem Neraca Sosial Ekonomi. Agregasi sektor dalam Penelitian Sektor dalam SNSE No. Klasifikasi sektor No. Klasifikasi sektor 1 Pertanian 1-5 Pertanian 2 Pertambangan dan penggalian 6-7 Pertambangan dan penggalian 3 Industri makanan, minuman dan 8 Industri Makanan, Minuman & Tembakau tembakau 4 Industri tekstil, pakaian dan kulit dan 9 Industri TPT pemintalan 5 Industri Bambu, Kayu, rotan & Barang 10 Industri Kayu & Barang dr Kayu dr Kayu 6 Industri kertas, barang dari kertas dan karton 11 Industri Kertas, Percetakan, Angkutan, Barang Logam & Lainnya 7 Industri Kimia, Pupuk,dan hasil kilang 12 Industri Kimia,Pupuk,Hasil Tanah Liat,Semen 8 Industri barang karet, plastik & mineral bukan logam 12 Industri Kimia,Pupuk,Hasil Tanah Liat,Semen 9 Industri semen 12 Industri Kimia, Pupuk,Hasil Tanah Liat, Semen 10 Industri logam dasar besi dan baja & bukan besi 11 Industri Kertas, Percetakan, Angkutan, Barang Logam &Lainnya 11 Industri barang dari logam 11 Industri Kertas, Percetakan, Angkutan, Barang Logam &Lainnya 12 Industri mesin, alat-alat, perlengkapan listrik dan alat pengangkutan dan 11 Industri Kertas, Percetakan, Angkutan, Barang Logam &Lainnya perbaikannya 13 Industri lainnya 11 Industri Kertas, Percetakan, Angkutan, Barang Logam &Lainnya 14 Listrik berdaya 900 VA kebawah 13 Listrik,Gas & Air Minum 15 Listrik berdaya 1300 VA kebawah 13 Listrik,Gas & Air Minum 16 Gas kota & air 13 Listrik,Gas & Air Minum 17 Bangunan 14 Konstruksi 18 Perdagangan, hotel dan restoran, Perdagangan, hotel dan restoran, 19 Pengangkutan dan komunikasi Angkutan darat, udara, Air, dan Komunikasi 20 Lembaga keuangan, real estat dan jasa perusahaan Bank & Asuransi, Real Estate & Jasa Perusahaan 21 Jasa lainnya Jasa lainnya Sumber: BPS, 2010 (diolah). SNSE banyak digunakan sebagai data dasar dalam penerapan model keseimbangan umum di Indonesia. SNSE Indonesia dikeluarkan dalam 3 kelompok sektoral yaitu versi 105 X 105, versi 37 x 37 dan versi 13 X 13. Pengelompokan sektor pada SNSE berbeda dengan pengelompokan pada Tabel I- O. Penelitian ini menggunakan SNSE sebagai data tambahan dalam Tabel I-O 2008, untuk menggabungkan data SNSE dan Tabel I-O dilakukan pengelompokan antara sektor keduanya (Oktaviani 2008). Pengelompokan sektor antara SNSE dan Tabel I-O disajikan pada Tabel 8.

89 Klasifikasi Input Primer Sebagaimana telah dijelaskan pada bagian sebelumnya, karena model INDOTDL merupakan model CGE komparatif statis, maka pada penelitian ini input primer hanya terdiri dari tenaga kerja dan modal. Modal meliputi pembayaran atas lahan dan sewa barang modal yang digunakan dalam proses produksi oleh masing-masing sektor produksi. Pembayaran tenaga kerja meliputi upah dan gaji yang dibayar oleh setiap sektor perekonomian (industri). 4.7 Klasifikasi Pengguna (User) Pengguna barang dan jasa dapat dibedakan menurut dua kelompok utama, yaitu pengguna antara (intermediate product) dan pengguna akhir (final user). Pengguna antara adalah pembelian yang dilakukan oleh industri tertentu terhadap output industri-industri lainnya dengan tujuan bukan untuk konsumsi, investasi, ekspor, dan inventori. Pembelian barang/jasa oleh pengguna antara tersebut untuk mendukung proses produksi dan bersifat habis pakai dalam satu periode akuntansi. Pengguna antara pada penelitian ini meliputi 21 sektor ekonomi, yaitu (1) Pertanian, (2) Pertambangan dan penggalian (3) Industri makanan, minuman dan tembakau (4) Industri tekstil, pakaian dan kulit dan pemintalan, (5) Industri Bambu, kayu, rotan & barang dr kayu (6) Industri kertas, barang dari kertas dan karton, (7) Industri Kimia,Pupuk,dan hasil kilang, (8) Industri barang karet, plastik & mineral bukan logam, (9) Industri semen, (10) Industri logam dasar besi dan baja & bukan besi, (11) Industri barang dari logam, (12) Industri mesin, alat-alat, perlengkapan listrik dan alat pengangkutan dan perbaikannya, (13) Industri lainnya, (14) Listrik berdaya 900 VA ke bawah, (15) Listrik berdaya 1300 VA ke atas, (16) Gas kota & air, (17) Bangunan, (18) Perdagangan, hotel dan restoran, (19) Pengangkutan dan komunikasi, (20) Lembaga keuangan, real estat dan jasa perusahaan dan (21) Jasa lain. Pengguna akhir terdiri dari 5 kelompok, yaitu: (1) investasi atau pembentukan modal tetap bruto (PMTB), (2) konsumsi rumahtangga bawah, (3) konsumsi rumahtangga atas (4) konsumsi pemerintah dan (5) ekspor. Pembelian barang dan jasa oleh pengguna akhir ini ditujukan untuk konsumsi rumahtangga, konsumsi pemerintah, investasi dan ekspor. Tiga bagian pertama

90 63 merupakan pengguna akhir dari dalam negeri (domestik) dan satu bagian lainnya merupakan pengguna akhir luar negeri (ekspor). Ketentuan tersebut menunjukkan bahwa tujuan pembelian barang dan jasa oleh pengguna akhir adalah dalam rangka menambah aset karena umur penggunaannya lebih dari satu periode akuntansi. Rumahtangga dikelompokan menjadi 2 sehingga total pengguna pada penelitian ini sebanyak 26 pengguna, yang merupakan penjumlahan dari pengguna antara dan pengguna akhir. Sementara jumlah pengguna domestik adalah sebanyak 25 pengguna, yaitu total pengguna dikurangi dengan pengguna luar negeri (ekspor). 4.8 Klasifikasi Rumahtangga Pada penelitian ini pengguna akhir untuk konsumsi rumahtangga dibagi menjadi 2 kelompok yaitu rumahtangga bawah (HouseHB) dan rumah rumahtangga atas (HouseHA). Pembagian 2 kelompok rumahtangga ini mengacu pada kebijakan kenaikan TDL yang hanya berlaku untuk pelanggan listrik yang berdaya 1300 VA ke atas saja sedangkan pelanggan listrik 900 VA ke bawah masih disubsidi. Kelompok rumahtangga atas terdiri dari semua rumahtangga yang daya tersambung listrik VA, sedangkan kelompok rumahtangga atas adalah semua rumah yang berdaya listrik 1300 VA ke atas. Untuk mengetahui rumahtangga menurut daya terpasang listriknya dibutuhkan data Susenas tahun 2008 baik KOR maupun Modul. Proporsi rumahtangga diperoleh sebagai indikator untuk membagi rumahtangga menjadi dua kelompok berdasarkan daya terpasangnya listriknya. Pembagian proporsi rumahtangga tersebut digunakan mengalokasikan rumahtangga menjadi 2 kelompok yaitu dengan melakukan agregasi dan disagregasi pada delapan kelompok rumahtangga dalam SNSE tahun Klasifikasi Sumber Output yang berwujud barang dan jasa pada suatu wilayah (perekonomian), sesungguhnya bersumber dari produksi dalam negeri wilayah itu sendiri dan berasal dari produksi luar negeri. Berdasarkan kondisi ini maka sumber komoditas dibedakan menjadi dua sumber, yaitu domestik dan impor. Nilai komoditas yang

91 64 diimpor menurut industri dapat diperoleh dari Tabel I-O transaksi impor, sedangkan nilai komoditas domestik menurut industri diperoleh dari Tabel I-O transaksi domestik. BPS mempublikasikan Tabel I-O Indonesia tahun 2008 menurut transaksi total dan transaksi domestik, maka untuk memperoleh nilai transaksi impor dilakukan dengan cara mengurangkan Tabel I-O transaksi total dengan Tabel I-O transaksi domestik. Semua jenis transaksi dalam Tabel I-O tersebut dihitung menurut harga produsen Elastisitas dan Parameter Lain Data-data lain yang dibutuhkan untuk membangun model CGE INDOTDL selain yang telah disebutkan di atas, dibutuhkan juga data-data parameter behavioral lainnya. Parameter elastisitas yang digunakan dalam model CGE INDOTDL antara lain elastisitas Armington, elastisitas substitusi input primer dan elastisitas permintaan ekspor Elastisitas Armington Armington mengemukakan teori mengenai permintaan barang dalam aktivitas perdagangan internasional. Dalam teori yang dikembangkannya, Armington memperkenalkan asumsi bahwa produk yang diperdagangkan secara internasional berbeda berdasarkan lokasi produksinya. Armington juga mengasumsikan bahwa dalam suatu negara, setiap industri hanya menghasilkan satu produk dan bahwa produk ini berbeda dari produk industri yang sama dari negara lain. Dari sudut pandang konsumen, produk suatu industri yang berasal dari berbagai negara merupakan sekelompok barang yang dapat saling bersubstitusi. Tingkat substitusi di antara barang yang dihasilkan oleh industri domestik dan industri di negara lain besifat tidak sempurna (imperfect of substitution). Derajat substitusi di antara kedua barang tersebut selanjutnya dikenal secara luas sebagai elastisitas substitusi Armington atau elastisitas Armington. Asumsi Armington terhadap produk yang terdiferensiasi secara nasional telah diadopsi secara luas dalam model CGE untuk mendefinisikan permintaan barang-barang domestik dan barang-barang impor. Nilai elastisitas

92 65 Armington untuk tiap komoditas dalam penelitian ini, mengikuti model yang dikembangkan oleh Oktaviani (2000). Nilai elastisitas Armington diestimasi dengan menggunakan data time series yang tersedia. Elastisitas Armington diestimasi dengan data volume dan harga barang impor serta data produksi dan harga barang domestik. Nilai parameter elastisitas tersebut disajikan pada 9. Tabel 9 Parameter elastisitas yang digunakan dalam model No Sektor penelitian Armington Elastisitas Substitusi Input Primer Permintaan Ekspor 1 Pertanian 2,81 0,50 4,33 2 Pertambangan dan penggalian 1,70 0,50 3,13 3 Industri makanan, minuman dan tembakau 1,97 0,50 4,71 4 Industri tekstil, pakaian dan kulit dan pemintalan 4,10 0,50 7,30 5 Industri Bambu, Kayu, rotan & Barang dari Kayu 3,20 0,50 6,00 6 Industri kertas, barang dari kertas dan karton 3,00 0,50 5,50 7 Industri Kimia, Pupuk,dan hasil kilang 3,00 0,50 5,70 8 Industri barang karet, plastik & mineral bukan logam 3,00 0,50 7,40 9 Industri semen 3,00 0,50 1,60 10 Industri logam dasar besi dan baja & bukan besi 4,20 0,50 7,40 11 Industri barang dari logam 4,20 0,50 7,20 12 Industri mesin, alat-alat, perlengkapan listrik dan alat pengangkutan 4,30 dan perbaikannya 0,50 7,90 13 Industri lainnya 4,40 0,50 7,40 14 Listrik berdaya 900 VA kebawah 6,00 0,50 5,70 15 Listrik berdaya 1300 VA kebawah 6,00 0,50 5,70 16 Gas kota & air 6,00 0,50 5,70 17 Bangunan 3,00 0,50 2,50 18 Perdagangan, hotel dan restoran, 2,00 0,50 2,50 19 Pengangkutan dan komunikasi 1,90 0,40 3,80 20 Lembaga keuangan, real estat dan jasa perusahaan 1,90 0,40 3,80 21 Jasa lain 1,90 0,40 3,80 Sumber: Oktaviani, 2000 (dimodifikasi) Elastisitas Substitusi Input Primer Elastisitas substitusi input primer menunjukkan bagaimana respon dari setiap input pada setiap sektor akibat perubahan harga input. Pada fungsi

93 66 produksi CES, faktor primer disubstitusi sesamanya dengan elastisitas substitusi yang konstan. Nilai yang sama juga diberlakukan untuk semua faktor yang saling berpasangan. Biasanya nilai yang digunakan untuk elastisitas ini adalah 0,5. Kisaran nilai 0,5 tersebut telah digunakan dalam model ORANI, ORANI-F dan ORANI-G pada perekonomian Australia [Horridge et al (1993) dan Horridge et al (1997) dalam Delis (2008)]. Penentuan nilai elastisitas substitusi input primer dalam penelitian ini mengikuti model yang dikembangkan oleh Oktaviani (2000). Nilai elastisitas substitusi input primer masing-masing sektor/komoditas disajikan pada Tabel Elastisitas Permintaan Ekspor Elastisitas permintaan ekspor menunjukkan respons permintaan komoditas ekspor terhadap perubahan harganya di pasar internasional. Pada perekonomian internasional, Indonesia diasumsikan sebagai negara kecil, sehingga ekspor Indonesia tidak akan memengaruhi harga dunia. Nilai elastisitas permintaan ekspor dalam penelitian ini mengikuti model yang dikembangkan oleh Oktaviani (2000), yang diestimasi dengan menggunakan data volume dan nilai ekspor. Elastisitas permintaan ekspor masing-masing sektor/komoditas disajikan pada Tabel Membuat File Header Array File header array merupakan file yang memuat matriks-matriks data dasar dan set dari setiap komoditas, industri, pengguna, sumber komoditas beserta faktor produksi (input) yang digunakan. Pada umumnya dimensi matriks-matriks yang terdapat pada data dasar berukuran dua dimensi, tetapi beberapa matriks memiliki ukuran tiga dimensi. File har telah dibuat sedemikian hingga memungkinkan untuk membuat data dasar yang memiliki dimensi matriks lebih dari dua. Setelah semua data dasar yang dibutuhkan tersedia, maka prosedur yang dilakukan untuk membuat file header array adalah sebagai berikut: 1. Melakukan entry data terhadap data pada Tabel I-O Indonesia tahun 2008 ke dalam software excel Tabel I-O yang digunakan adalah Tabel I-O transaksi total dan Tabel I-O transaksi domestik atas dasar

94 67 harga produsen. Tabel I-O transaksi impor atas dasar harga produsen diperoleh dengan cara mengurangkan Tabel I-O transaksi total atas dasar harga produsen dengan Tabel I-O transaksi domestik atas dasar harga produsen. 2. Melakukan disagregasi 66 sektor menjadi 69 sektor yang diolah dari tabel Tabel I-O Indonesia tahun 2008, kemudian dilakukan agregasi menjadi 21 sektor penelitian (Tabel 7). Proses agregasi dapat dilakukan dengan menggunakan software excel 2007, Gempack maupun program GRIMP. 3. Melakukan penyesuaian kolom dan baris pada Tabel I-O sesuai kebutuhan data dasar pada model CGE INDOTDL, dengan cara sebagai berikut: a. Menghapus baris jumlah input antara dan nilai tambah kotor yang terdapat pada Tabel I-O, baik pada Tabel I-O transaksi total, domestik maupun impor. Dihapuskannya baris ini adalah untuk menghilangkan masalah perhitungan ganda pada nilai input. b. Menghapus nilai total permintaan antara, total permintaan akhir, total permintaan, total impor, margin perdagangan besar, margin perdagangan kecil, biaya transportasi dan margin perdagangan total dan biaya transportasi total pada kolom yang terdapat pada Tabel I-O (tabel total, domestik dan impor). Dihapuskannya nilai yang terdapat pada matriks permintaan adalah untuk menghilangkan masalah perhitungan ganda, sedangkan dihapuskannya nilai matriks margin dikarenakan nilai-nilai yang terdapat pada matriks tersebut bernilai nol. c. Menambahkan baris pajak impor (tarif impor) pada baris terakhir pada data dasar. 4. Menggunakan program Modhar, semua data di atas dikonversi ke dalam file har. File har tersebut merupakan matriks-matriks dasar pada model CGE INDOTDL. Selain data di atas, file lain yang dibutuhkan untuk membuat file har adalah sebagai berikut:

95 68 a. File Modraw.inp sebagai input statemen ketika melakukan running program Modhar. File ini terdiri dari file header array yang akan dibuat dan semua file.csv di atas. b. File Dgscale.inp sebagai input statemen untuk membagi nilai-nilai yang terdapat pada data input statemen dengan angka File ini digunakan sebagai input statemen pada program DAGG. c. Rawdata.bat sebagai file bat untuk melakukan running program Modhar dan program DAGG dalam batch mode. File ini merupakan statemen untuk melakukan running program Modhar dan DAGG Software GEMPACK Sebagaimana telah dijelaskan pada bagian sebelumnya bahwa analisis pada penelitian ini menggunakan metode CGE INDOTDL yang dijalankan oleh Software Gempack (General Equilibrium Modelling PACKage), selanjutnya disebut sebagai Gempack. Gempack dapat menyelesaikan masalah ekonomi secara luas dan mempunyai kapasitas yang baik dalam memecahkan model intertemporal. Gempack berguna untuk membangun data dasar, memodifikasi/membangun persamaan-persamaan dan melakukan simulasi kebijakan yang diinginkan. Secara garis besar Gempack terdiri dari: 1. File Tablo yang memuat persamaan-persamaan ekonomi yang ditulis dalam bentuk linear dan dibagi menjadi blok-blok persamaan, misalnya blok produksi, faktor produksi, investasi dan lain-lain. File ini bukan merupakan bahasa program, sehingga dapat dibaca bagi yang tidak mengerti bahasa program. 2. File STI yang berisi perintah untuk mengubah bahasa tablo menjadi bahasa program. 3. File HAR yang berisi matrik-matrik data yang sesuai dengan sistem persamaan yang dibangun dalam model CGE. Data yang digunakan bersumber dari Tabel I-O dan parameter-parameter lainnya yang dibutuhkan dalam model. 4. File CMF yang memuat file data yang dibutuhkan, file output yang akan dihasilkan, pilihan variabel eksogen (closure) dan variabel endogen, metode

96 69 simulasi, pilihan dan besarnya shock perubahan kebijakan yang dianalisis. 5. GEMSIM yang digunakan untuk untuk melakukan running file CMF dan menghasilkan solusi dari simulasi. 6. Berbagai fasilitas lainnya yang digunakan untuk membangun dan memodifikasi data dasar Prosedur Kerja GEMPACK Gempack terdiri dari beberapa file, yaitu file tablo, file har dan file cmf. File-file tersebut dibuat secara terpisah yang kemudian dikombinasikan oleh Gempack menjadi satu kesatuan. Untuk mempermudah pengertian file tablo dan file har diberi nama menjadi file INDOTDL. INDOTDL adalah aplikasi model CGE dengan menggunakan Gempack yang diadopsi dari model INDOMINI yang rumahtangganya didisagregasi mengikuti persamaan model CGE wayang. Nama-nama file tersebut diubah menjadi: INDOTDL.tab, INDOTDL.sti, INDOTDL.har, dan INDOTDL.cmf. INDOTDL.tab Tablo Program INDOTDL.sti INDOTDL.for Keterangan: FORTRAN Compiler Text File Binary File Program INDOTDL.a INDOTDL.a Sumber : Horridge dan Powel, 2001 Gambar 13 Prosedur melakukan running file tablo dan file STI. IndoTDL.exe

97 70 Gambar 13 mendeskripsikan prosedur Gempack dalam melakukan proses spesifikasi terhadap file-file di atas guna menemukan solution file pada suatu simulasi kebijakan. Dengan menggunakan Tablo program, kedua jenis teks file (INDOTDL.tab dan INDOTDL.sti) diolah sedemikian rupa sehingga menghasilkan auxiliary file yaitu file INDOTDL.for yang kemudian dikonversi ke dalam Fortran. Selanjutnya Fortran akan mengkompilasi file INDOTDL.for ke dalam eksekusi program yaitu INDOTDL.exe. Tablo program juga memproduksi dua jenis auxiliary files, yaitu INDOTDL.axs and INDOTDL.axt. IndoTDL.axs Auxiliary file CMF File Closure Shock IndoTDL.axs Auxiliary file Solution Method IndoTDL. exe RunGem IndoTDL.ax s Pre-simulation (base) data Summary of (base) data Summary of Update data Post -Simulation Update data SL4 solution file of simulation results Sumber : Horridge dan Powel, 2001 Gambar 14 Prosedur memperoleh file solusi pada Gempack. Gambar 14 mendeskripsikan prosedur program INDOTDL.exe dalam memproduksi sebuah solusi akhir. Pada tahap ini dibutuhkan dua auxiliary files lainnya, yaitu INDOTDL.axs dan INDOTDL.axt. File-file lain yang dibutuhkan adalah INDOTDL.har dan INDOTDL.cmf. Dengan menggunakan file-file tersebut program INDOTDL.exe akan menghasilkan:

98 71 1. Sebuah file solusi (SL4) yang memuat dampak yang ditimbulkan oleh perubahan peubah eksogen (policy shock) terhadap variabelvariabel endogen. Besaran efek tersebut dihitung dalam satuan persentase. 2. Sebuah file update data dasar, file ini memiliki format yang sama dengan INDOTDL.har tetapi memuat data-data setelah dilakukan simulasi (post-shock equilibrium). 3. Dua file summary (summary files) merupakan ringkasan nilai-nilai total (misalnya nilai PDB total dari sisi pengeluaran dan penerimaan) sebelum dan setelah dilakukan simulasi kebijakan Membuat File Tablo File Tablo memuat persamaan-persamaan beserta set, subset, peubah, koefisien dan parameter-parameter yang digunakan dalam model CGE INDOTDL. Mengingat jumlah persamaan yang terdapat dalam file tablo sangat banyak maka pada penelitian ini, file Tablo disajikan pada Lampiran 1.

99 72 Halaman ini sengaja dikosongkan

100 5. GAMBARAN UMUM KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA Pembangunan ekonomi adalah serangkaian usaha dan kebijaksanaan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, memperluas lapangan kerja, memeratakan distribusi pendapatan masyarakat, meningkatkan hubungan ekonomi regional dan mengusahakan pergeseran kegiatan ekonomi dari sektor primer ke sektor sekunder dan tersier. Pembangunan ekonomi merupakan prioritas utama bagi bangsa Indonesia dalam merealisasikan kesejahteraan masyarakat karena dengan lancarnya pelaksanaan pembangunan di bidang ekonomi, diharapkan akan secara langsung berpengaruh terhadap tingkat pendapatan masyarakat. Dalam pelaksanaan pembangunan tidak dapat dipungkiri bahwa energi merupakan salah satu syarat utama, terutama setelah menjadi energi listrik. Listrik merupakan tulang punggung bagi awal dan kelanjutan pengembangan industri dan tingkat hidup masyarakat. Hal ini dikarenakan energi listrik merupakan bahan bakar bagi industri sehingga tersedianya tenaga listrik akan memudahkan perkembangan industri yang akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Selain itu adanya penerangan listrik memungkinkan masyarakat melakukan aktivitas di malam hari yang akan dapat menambah penghasilan. Konsumen listrik dibedakan menjadi dua kelompok yaitu kelompok pertama merupakan kelompok konsumtif, termasuk di sini adalah rumahtangga yang menggunakan listrik untuk penerangan dengan pola permintaan cenderung pada malam hari. Kelompok yang kedua adalah kelompok produktif, termasuk disini adalah industri yang komersial yang menggunakan listrik sebagai sumber tenaga proses produksi dengan pola permintaan cenderung siang hari. (Hayati, 2008). Listrik merupakan komoditi yang vital dan merupakan barang publik yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat yang bersifat natural monopoli dimana distribusi dan transmisinya tidak dapat dilakukan oleh banyak perusahaan. Di Indonesia perusahaan pembangkit listrik lebih dari satu tetapi yang mendistribusikan listrik kekonsumen listrik hanya PLN. Monopoli listrik oleh PLN ini bertujuan agar kesejahteraan masyarakat dapat diutamakan karena pemerintah dapat memberikan harga yang sesuai daya beli masyarakat melalui kebijakan tarif dasar listrik (TDL) yang berbeda pada setiap kelompok pelanggan listrik.

101 Sistem Ketenagalistrikan Indonesia. Sistem ketenagalistrikan di Indonesia dikelola oleh PT. PLN yang melakukan transmisi dan distribusi listrik kepada seluruh masyarakat Indonesia. Penyediaan energi listrik oleh PLN bersumber dari listrik yang diproduksi sendiri maupun yang dibeli dari perusahaan listrik swasta (luar PLN). Tahun 2009 jumlah energi listrik yang diproduksi sendiri sebesar GWh (77 persen), dari jumlah tersebut 38 persen diproduksi oleh PLN Holding dan 62 persen diproduksi anak perusahaan yaitu PT. Indonesia Power, PT. PJB, PT. PLN Batam dan PT. PLN Tarakan. Energi listrik yang dibeli dari luar PLN sebesar GWh (23 persen), dimana pembelian terbesar berasal dari PT. Jawa Power di Jawa Timur yaitu mencapai 25,2 persen dan PT. Paiton Energy Company sebesar 24,8 persen. Tabel 10 Komposisi energi yang di produksi menurut pembangkit Tahun Komposisi Energi yang diproduksi (persen) PLTA PLTU PLTG PLTGU PLTP PLTD Total ,60 44,73 3,41 32,97 3,38 5,91 100, ,01 43,05 6,15 31,85 3,06 5,87 100, ,62 46,98 4,95 30,41 3,09 5,95 100, ,84 48,35 4,38 29,05 2,95 5,42 100, ,48 46,19 4,69 31,53 2,99 5,13 100, ,93 45,88 6,77 30,10 3,04 5,29 100,00 Sumber : Diolah dari Statistik PLN tahun PLN dalam memproduksi listrik menggunakan bermacam jenis pembangkit listrik sesuai dengan kondisi wilayahnya. Tahun 2009, energi listrik paling besar yaitu hampir 46 persen dihasilkan oleh PLTU yang berbahan bakar utama batubara. PLTGU merupakan pembangkit listrik yang bahan bakar utamanya gas alam dan batubara, menduduki peringkat kedua dalam menghasilkan energi listrik dengan share sebesar 30 persen. PLTA dengan biaya produksi paling murah hanya memiliki share sebesar 9 persen terhadap total produksi listrik. PLTG, PLTD dan PLTP masing-masing memiliki share sebesar 7 persen, 5 persen dan 3 persen dari total produksi listrik PLN seperti pada tabel 10.

102 75 Tabel 11 Perbandingan biaya pembangkitan listrik rata-rata tahun Biaya Pembangkitan rata-rata (Rp/Kwh) Tahun PLTA PLTU PLTG PLTGU PLTP PLTD Total ,26 273,46 862,66 370,27 415,62 673,34 351, ,71 316,72 953,79 560,78 514,70 925,18 469, ,19 389, ,15 889,33 579, ,36 705, ,80 405, ,67 873,80 615, ,47 706, ,60 597, , ,45 746, , , ,48 598, ,71 739,79 639, ,52 767,79 Sumber : diolah dari Statistik PLN tahun PLN dalam membangkitkan listrik menggunakan pembangkit listrik yang berbeda tergantung dengan kondisi wilayahnya dan kepentingan. Pembangkit listrik jenis PLTA memerlukan biaya pembangkitan listrik paling rendah yaitu hanya Rp per KWh pada tahun Hal ini disebabkan PLTA dalam memproduksi listrik memanfaatkan tenaga air yang sudah tersedia. Keberadaan air yang selalu mengalir sangat diperlukan PLN untuk membuat PLTA sehingga jumlah PLTA sangat terbatas. Begitu juga dengan pembangkit PLTP yang memiliki biaya pembangkitan rata-ratanya rendah namun terbatas dengan sumber daya yang ada. PLTU dengan bahan bakar utama batubara, biaya pembangkitan rata-ratanya cukup murah yaitu Rp. 598,31 per KWh pada tahun Sejalan dengan kenaikan harga BBM, biaya pembangkitan listrik pada PLTD paling tinggi hingga mencapai Rp ,52 per KWh. Seperti pada Tabel Perkembangan Pelanggan Listrik yang diproduksi dan dijual di Indonesia. Kebutuhan listrik masyarakat selama dipenuhi oleh PLN dimana pemerintah ikut mengawasi pelaksanaan transimisi dan distribusi listrik keseluruh wilayah Indonesia melalui kebijakan tarif dasar listrik (TDL). Tarif dasar listrik ditentukan pemerintah atas persetujuan DPR dengan harga yang berbeda pada setiap pelanggan. Perbedaan harga listrik diberlakukan dengan harapan sesuai dengan daya beli masyarakat sehingga roda pembangunan tetap berputar.

103 76 Perkembangan jumlah pelanggan, jumlah tenaga listrik yang dibangkitkan dan dijual di Indonesia seperti pada Tabel 12. Tabel 12 Perkembangan jumlah pelanggan listrik, KWh yang dibangkitkan dan KWh yang dijual di Indonesia Tahun Pelanggan Pertum buhan Kwh yang diproduksi (Gwh) Pertum buhan Kwh yang dijual (Gwh) Pertum buhan , ,85 6, ,74 3, , ,68 4, ,95 3, , ,31 6, ,47 10, , ,82 5, ,23 6, , ,39 4, ,83 5, , ,79 7, ,81 7, , ,51 4, ,81 6, , ,27 4, ,98 4,31 Sumber : Diolah dari Statistik PLN tahun Pada periode tahun jumlah pelanggan listrik terus meningkat dari pelanggan pada tahun 2002 menjadi pelanggan pada tahun 2009 atau mengalami pertumbuhan rata-rata 3,77 persen pertahun. Meningkatnya jumlah pelanggan ini dikarenakan banyak didirikan perumahan-perumahan baru baik oleh perorangan maupun oleh pengembang, juga semakin banyaknya jumlah rumahtangga yang semula tidak menggunakan listrik, sekarang mulai menggunakan listrik. Selain itu sektor industri dan komersial semakin berkembang sebagai wujud pembangunan ekonomi di Indonesia. Peningkatan jumlah pelanggan listrik yang diiringi dengan meningkatnya jumlah KWh yang dibangkitkan rata-rata sebesar 5,57 persen pertahun, dari GWh pada tahun 2002 menjadi GWh pada tahun Permintaan listrik masyarakat juga meningkat yang ditunjukan dari peningkatan KWh yang terjual dengan pertumbuhan rata-rata mencapai 6,01 persen pertahun. Pertumbuhan permintaan listrik pada periode tahun ternyata lebih tinggi dari listrik yang disediakan. Peningkatan jumlah pelanggan pada tahun 2009 hanya mencapai 3,28 persen sehingga pertumbuhan permintaan listriknya lebih rendah dari produksi listriknya.

104 77 Tabel 13 Produksi, susut energi, energi yang terjual dan jumlah pelanggan listrik menurut wilayah di Indonesia tahun Uraian Produksi (Gwh) Wilayah Luar Jawa Jawa Share Total Luar Jawa Jawa Total ,42 75,58 100,00 Susut Energi (Gwh) ,68 73,32 100,00 Energi Terjual (Gwh) ,72 75,28 100,00 Jumlah Pelanggan ,35 65,65 100,00 Daftar Menunggu ,14 24,86 100,00 Sumber : diolah dari Statistik PLN Tahun Pada tahun 2009 listrik yang diproduksi untuk wilayah luar Jawa hanya mencapai Gwh (24, 42 persen) padahal jumlah pelanggannya mencapai 34,35 persen. Bahkan share daftar tunggu untuk berlangganan listrik di luar Jawa mencapai 75,14 persen ini ini menunjukkan produksi listrik diluar Jawa masih kurang sehingga pemerintah perlu membuat pembangkit listrik untuk memenuhi konsumsi listrik terutama untuk luar Jawa. Proyek PLTU MW yang diresmikan tahun 2006 hingga sekarang belum selesai, padahal ini proyek ini dibuat dengan tujuan untuk mengatasi pasokan listrik yang tidak merata di seluruh wilayah Indonesia. Proyek PLTU MW diharapkan tidak akan ada lagi pemadaman listrik bergilir dan kebutuhan listrik untuk wilayah Jawa dan luar Jawa terpenuhi. PLN dalam membangkitkan listrik selalu mengalami susut energi baik pada saat transmisi maupun saat distribusi. Pada tahun 2009, susut energi listrik pada transmisi hanya 2,18 persen namun susut saat distribusi mencapai 7,93 persen dari total listrik yang dibangkitkan. Tingginya susut saat distribusi salah satu penyebabnya adalah tingginya tingkat pencurian listrik di Indonesia. Namun dengan peningkatan efisiensi baik dalam proses produksi maupun pengawasan pada saat distribusi listrik ke pelanggan maka kerugian PLN bisa diminimisasi. Pertumbuhan permintaan listrik yang lebih cepat dari jumlah pelanggan listrik, menunjukan besar konsumsi listrik bukan hanya disebabkan meningkatnya penggunaan listrik oleh pelanggan, namun perkembangan teknologi yang mendorong munculnya produk-produk baru yang menggunakan tenaga listrik juga

105 78 ikut berperan. Pendapatan masyarakat yang meningkat juga menambah kemampuan masyarakat untuk meningkatnya permintaan akan barang/jasa termasuk barang yang bertenaga listrik. Bisnis % Industri % lainnya % Rumah tangga 37,099,830 92% Gambar 15. Jumlah pelanggan listrik di Indonesia tahun Pelanggan listrik PLN menurut pengguna dibedakan menjadi 6 kelompok yaitu rumahtangga, industri, bisnis, sosial, pemerintah dan penerangan jalan umum. Hal ini dilakukan oleh PLN supaya dapat membedakan besarnya tarif dasar listrik pada setiap kelompok pelanggan sesuai daya belinya. Pelanggan listrik PLN dengan jumlah terbesar yaitu kelompok rumahtangga dimana tahun 2009 berjumlah dengan share mencapai 92 persen dari total pelanggan listrik di Indonesia. Pelanggan listrik PLN lainnya jumlahnya jauh lebih sedikit, bahkan share dari seluruh pelanggan industri, bisnis dan lainnya hanya 8 persen. Seperti terlihat di gambar Pola Konsumsi Listrik Industri dan Rumahtangga di Indonesia. Dengan melihat pola konsumsi energi listrik menurut sektor (rumahtangga, industri, komersial, dan publik/lainnya) di suatu negara atau suatu wilayah dapat diketahui karakteristik perekonomian negara atau wilayah tersebut. Negara industri seperti Amerika Serikat mempunyai pola konsumsi listrik menurut sektor yang mencerminkan karakter perekonomiannya sebagai negara maju. Share di antara ketiga sektor tidak berbeda secara tajam. Bahkan, tidak seperti di negara berkembang, share sektor industri telah

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1. 1.1 PENDAHULUAN Latar Belakang Listrik merupakan salah satu sumber daya energi dan mempunyai sifat sebagai barang publik yang mendekati kategori barang privat yang disediakan pemerintah (publicly provided

Lebih terperinci

2. KERANGKA TEORI. Tinjauan Teori Teori Dasar Subsidi

2. KERANGKA TEORI. Tinjauan Teori Teori Dasar Subsidi 2. KERANGKA TEORI 2.1 Tinjauan Teori 2.1.1 Teori Dasar Subsidi Menurut Pindyck (2003), subsidi merupakan pembayaran yang mengurangi harga pembeli di bawah harga penjual dan dapat disebut sebagai pajak

Lebih terperinci

DAMPAK KENAIKAN HARGA BBM TERHADAP KINERJA SEKTORAL (Analisis Tabel I-O Indonesia Tahun 2005) OLEH TRI ISDINARMIATI H

DAMPAK KENAIKAN HARGA BBM TERHADAP KINERJA SEKTORAL (Analisis Tabel I-O Indonesia Tahun 2005) OLEH TRI ISDINARMIATI H DAMPAK KENAIKAN HARGA BBM TERHADAP KINERJA SEKTORAL (Analisis Tabel I-O Indonesia Tahun 2005) OLEH TRI ISDINARMIATI H14094022 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

6. HASIL DAN PEMBAHASAN

6. HASIL DAN PEMBAHASAN 6. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan dibahas tentang kenaikan tarif dasar listrik (TDL) dan respon kebijakan untuk meminimisasi dampak negatif terhadap perekonomian Indonesia. Mengingat sejak bulan

Lebih terperinci

DAMPAK KEBIJAKAN STIMULUS FISKAL BIDANG INFRASTRUKTUR PADATKARYA TERHADAP KINERJA EKONOMI MAKRO DAN EKONOMI SEKTORAL DI INDONESIA MUKTI RIADI

DAMPAK KEBIJAKAN STIMULUS FISKAL BIDANG INFRASTRUKTUR PADATKARYA TERHADAP KINERJA EKONOMI MAKRO DAN EKONOMI SEKTORAL DI INDONESIA MUKTI RIADI DAMPAK KEBIJAKAN STIMULUS FISKAL BIDANG INFRASTRUKTUR PADATKARYA TERHADAP KINERJA EKONOMI MAKRO DAN EKONOMI SEKTORAL DI INDONESIA MUKTI RIADI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN

Lebih terperinci

Kenaikan TDL Konferensi Pers. Jakarta, 29 Juni 2010

Kenaikan TDL Konferensi Pers. Jakarta, 29 Juni 2010 Mengukur Dampak Ekonomi Kenaikan TDL 2010 Konferensi Pers ReforMiner Institute Jakarta, 29 Juni 2010 Untuk keterangan lebih lanjut dapat mengubungi: Komaidi (0815 531 33252) Pri Agung Rakhmanto (0812 8111

Lebih terperinci

SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 273 VII. SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 7.1. Simpulan Berdasarkan hasil analisis deskripsi, estimasi, dan simulasi peramalan dampak kebijakan subsidi harga BBM terhadap kinerja perekonomian, kemiskinan,

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Model ekonomi keseimbangan umum digunakan untuk menganalisis secara

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Model ekonomi keseimbangan umum digunakan untuk menganalisis secara BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Model ekonomi keseimbangan umum digunakan untuk menganalisis secara bersamaan perubahan-perubahan makroekonomi maupun perekonomian secara sektoral dan regional, serta

Lebih terperinci

II. KERANGKA TEORI 2.1 Tinjauan Teori Konsep Infrastruktur

II. KERANGKA TEORI 2.1 Tinjauan Teori Konsep Infrastruktur II. KERANGKA TEORI 2.1 Tinjauan Teori 2.1.1 Konsep Infrastruktur Konsep infrastruktur memiliki pengertian yang berbeda-beda menurut sudut pandang dan kepentingannya. Tidak ada kesamaan pandangan antar

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas penentu kelangsungan perekonomian suatu negara. Hal ini disebabkan oleh berbagai sektor dan kegiatan ekonomi di Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle

I. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini peranan minyak bumi dalam kegiatan ekonomi sangat besar. Bahan bakar minyak digunakan baik sebagai input produksi di tingkat perusahaan juga digunakan untuk

Lebih terperinci

4. KONSTRUKSI DATA DASAR

4. KONSTRUKSI DATA DASAR 4. KONSTRUKSI DATA DASAR Sumber data utama yang digunakan untuk membangun data dasar (data base) pada model CGE INDOTDL adalah Tabel I-O Indonesia tahun 2008. Model CGE INDOTDL merupakan model CGE yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan negara adalah pemerataan pembangunan ekonomi. Dalam

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan negara adalah pemerataan pembangunan ekonomi. Dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tujuan negara adalah pemerataan pembangunan ekonomi. Dalam mencapai tujuannya, pemerintah negara Indonesia sebagaimana tercantum dalam pembukaan Undang-Undang

Lebih terperinci

III. KERANGKA TEORITIS

III. KERANGKA TEORITIS III. KERANGKA TEORITIS 3.1. Kebijakan Fiskal dan Kebijakan Moneter Kebijakan fiskal mempengaruhi perekonomian (pendapatan dan suku bunga) melalui permintaan agregat pada pasar barang, sedangkan kebijakan

Lebih terperinci

Keseimbangan Umum. Rus an Nasrudin. Mei Kuliah XII-2. Rus an Nasrudin (Kuliah XII-2) Keseimbangan Umum Mei / 20

Keseimbangan Umum. Rus an Nasrudin. Mei Kuliah XII-2. Rus an Nasrudin (Kuliah XII-2) Keseimbangan Umum Mei / 20 Keseimbangan Umum Rus an Nasrudin Kuliah XII-2 Mei 2013 Rus an Nasrudin (Kuliah XII-2) Keseimbangan Umum Mei 2013 1 / 20 Outline 1 Pendahuluan 2 Konsep Keseimbangan Umum 3 Permintaan dan Penawaran dalam

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 16/PUU-XIV/2016 Subsidi Energi (BBM) dan Subsidi Listrik dalam UU APBN

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 16/PUU-XIV/2016 Subsidi Energi (BBM) dan Subsidi Listrik dalam UU APBN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 16/PUU-XIV/2016 Subsidi Energi (BBM) dan Subsidi Listrik dalam UU APBN I. PEMOHON Mohamad Sabar Musman II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 47

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain.

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Perdagangan Internasional Menurut Oktaviani dan Novianti (2009) perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan negara lain

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi.

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan yang dilakukan oleh setiap pemerintahan terutama ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerataan distribusi pendapatan, membuka kesempatan kerja,

Lebih terperinci

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP) MATA KULIAH EKONOMI UMUM (EKO 160) Pengajar : TIM DOSEN

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP) MATA KULIAH EKONOMI UMUM (EKO 160) Pengajar : TIM DOSEN GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP) MATA KULIAH EKONOMI UMUM (EKO 160) Pengajar : TIM DOSEN DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005 GARIS-GARIS BESAR

Lebih terperinci

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 81 BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA Negara-negara yang tergabung dalam ASEAN bersama dengan Cina, Jepang dan Rep. Korea telah sepakat akan membentuk suatu

Lebih terperinci

DAMPAK PENGELUARAN PEMERINTAH TERHADAP PEREKONOMIAN DI NEGARA-NEGARA ASEAN+3 EVI JUNAIDI

DAMPAK PENGELUARAN PEMERINTAH TERHADAP PEREKONOMIAN DI NEGARA-NEGARA ASEAN+3 EVI JUNAIDI DAMPAK PENGELUARAN PEMERINTAH TERHADAP PEREKONOMIAN DI NEGARA-NEGARA ASEAN+3 EVI JUNAIDI PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan

Lebih terperinci

BAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik

BAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik BAB V Kesimpulan dan Saran 5. 1 Kesimpulan 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik bruto. Indonesia merupakan negara pengekspor energi seperti batu bara dan gas alam. Seiring

Lebih terperinci

DAMPAK INVESTASI TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN: STUDI KOMPARASI PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI DAN PENANAMAN MODAL ASING DI JAWA TIMUR

DAMPAK INVESTASI TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN: STUDI KOMPARASI PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI DAN PENANAMAN MODAL ASING DI JAWA TIMUR DAMPAK INVESTASI TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN: STUDI KOMPARASI PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI DAN PENANAMAN MODAL ASING DI JAWA TIMUR HERNY KARTIKA WATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Simulasi Model Pertumbuhan kegiatan kepariwisataan di Indonesia yang dikaitkan dengan adanya liberalisasi perdagangan, dalam penelitian ini, dianalisis dengan menggunakan model

Lebih terperinci

Proyeksi pertumbuhan

Proyeksi pertumbuhan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis finansial global yang bermula dari krisis subprime mortgage di Amerika Serikat (AS) pada tahun 2007, dalam waktu yang relatif singkat berubah menjadi krisis ekonomi

Lebih terperinci

LAPORAN SINGKAT KOMISI VI DPR RI B I D A N G PERINDUSTRIAN, PERDAGANGAN, KOPERASI DAN UKM, BUMN, INVESTASI, BSN DAN KPPU

LAPORAN SINGKAT KOMISI VI DPR RI B I D A N G PERINDUSTRIAN, PERDAGANGAN, KOPERASI DAN UKM, BUMN, INVESTASI, BSN DAN KPPU LAPORAN SINGKAT KOMISI VI DPR RI B I D A N G PERINDUSTRIAN, PERDAGANGAN, KOPERASI DAN UKM, BUMN, INVESTASI, BSN DAN KPPU Tahun Sidang : 2011-2012 Masa Persidangan : I Rapat ke : 16 Jenis Rapat : Rapat

Lebih terperinci

DAMPAK INVESTASI SWASTA YANG TERCATAT DI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN JAWA TENGAH (ANALISIS INPUT-OUTPUT)

DAMPAK INVESTASI SWASTA YANG TERCATAT DI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN JAWA TENGAH (ANALISIS INPUT-OUTPUT) DIPONEGORO JOURNAL OF ECONOMICS Volume 2, Nomor 3, Tahun 2013, Halaman 1-9 http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jme DAMPAK INVESTASI SWASTA YANG TERCATAT DI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN JAWA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi pada dasarnya untuk memenuhi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat (social welfare) tidak bisa sepenuhnya

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. menjadi dua, yaitu data primer dan data sekunder. Data sekunder adalah data yang

METODE PENELITIAN. menjadi dua, yaitu data primer dan data sekunder. Data sekunder adalah data yang III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Menurut Sugiyono (2005:129) pengumpulan data dilakukan dengan berbagai setting, berbagai sumber, dan berbagai cara. Berdasarkan sumbernya, data dibedakan

Lebih terperinci

KETERKAITAN WILAYAH DAN DAMPAK KEBIJAKAN TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN WILAYAH DI INDONESIA. Oleh: VERALIANTA BR SEBAYANG

KETERKAITAN WILAYAH DAN DAMPAK KEBIJAKAN TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN WILAYAH DI INDONESIA. Oleh: VERALIANTA BR SEBAYANG KETERKAITAN WILAYAH DAN DAMPAK KEBIJAKAN TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN WILAYAH DI INDONESIA Oleh: VERALIANTA BR SEBAYANG SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI INDONESIA TAHUN 2008 ISSN : 0216.6070 Nomor Publikasi : 07240.0904 Katalog BPS : 9503003 Ukuran Buku : 28 x 21 cm Jumlah Halaman : 94 halaman Naskah : Subdirektorat Konsolidasi

Lebih terperinci

MODEL PERTUMBUHAN EKONOMI DUA DAERAH BERDASARKAN MODAL DAN KNOWLEDGE MUHAMMAD TAUFIK NUSA TAJAU

MODEL PERTUMBUHAN EKONOMI DUA DAERAH BERDASARKAN MODAL DAN KNOWLEDGE MUHAMMAD TAUFIK NUSA TAJAU MODEL PERTUMBUHAN EKONOMI DUA DAERAH BERDASARKAN MODAL DAN KNOWLEDGE MUHAMMAD TAUFIK NUSA TAJAU SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

DAMPAK KEBIJAKAN HARGA DASAR PEMBELIAN PEMERINTAH TERHADAP PENAWARAN DAN PERMINTAAN BERAS DI INDONESIA RIA KUSUMANINGRUM

DAMPAK KEBIJAKAN HARGA DASAR PEMBELIAN PEMERINTAH TERHADAP PENAWARAN DAN PERMINTAAN BERAS DI INDONESIA RIA KUSUMANINGRUM DAMPAK KEBIJAKAN HARGA DASAR PEMBELIAN PEMERINTAH TERHADAP PENAWARAN DAN PERMINTAAN BERAS DI INDONESIA RIA KUSUMANINGRUM SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: PDB, Kurs, Impor, Utang luar negeri

ABSTRAK. Kata kunci: PDB, Kurs, Impor, Utang luar negeri Judul : Pengaruh Kurs dan Impor Terhadap Produk Domestik Bruto Melalui Utang Luar Negeri di Indonesia Tahun 1996-2015 Nama : Nur Hamimah Nim : 1306105143 ABSTRAK Pertumbuhan ekonomi suatu negara dapat

Lebih terperinci

VII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

VII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 224 VII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 7.1. Kesimpulan Pada bagian ini akan diuraikan secara ringkas kesimpulan yang diperoleh dari hasil pembahasan sebelumnya. Beberapa kesimpulan yang dapat ditarik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menyokong penyelenggaraan pembangunan suatu bangsa. Dalam Anggaran

I. PENDAHULUAN. menyokong penyelenggaraan pembangunan suatu bangsa. Dalam Anggaran I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Negara yang cukup berpotensi untuk menyokong penyelenggaraan pembangunan suatu bangsa. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fiskal maupun moneter. Pada skala mikro, rumah tangga/masyarakat misalnya,

BAB I PENDAHULUAN. fiskal maupun moneter. Pada skala mikro, rumah tangga/masyarakat misalnya, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara umum angka inflasi yang menggambarkan kecenderungan umum tentang perkembangan harga dan perubahan nilai dapat dipakai sebagai informasi dasar dalam pengambilan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. menyediakan sarana dan prasarana,baik fisik maupun non fisik. Namun dalam

PENDAHULUAN. menyediakan sarana dan prasarana,baik fisik maupun non fisik. Namun dalam PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia mempunyai cita cita yang luhur sebagaimana tertuang dalam Pembukuan UUD Tahun 1945 adalah untuk memajukan kesejahteraan umum menuju masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI

ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000),

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000), II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teori 2.1.1. Subsidi Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000), subsidi adalah cadangan keuangan dan sumber-sumber daya lainnya untuk mendukung

Lebih terperinci

= Inflasi Pt = Indeks Harga Konsumen tahun-t Pt-1 = Indeks Harga Konsumen tahun sebelumnya (t-1)

= Inflasi Pt = Indeks Harga Konsumen tahun-t Pt-1 = Indeks Harga Konsumen tahun sebelumnya (t-1) Inflasi adalah kecendrungan meningkatnya harga-harga barang secara umum dan terus menerus. Kenaikkan harga satu atau dua barang tidak bisa disebut sebagai inflasi, kecuali jika kenaikkan harga barang itu

Lebih terperinci

Permintaan Agregat & Penawaran Agregat

Permintaan Agregat & Penawaran Agregat Permintaan Agregat & Penawaran Agregat Permintaan Agregat Permintaan Agregat adalah, jumlah dari keseluruhan barang dan jasa yang diminta oleh seluruh pelaku ekonomi pada berbagai tingkat harga. Permintaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fenomena yang relatif baru bagi perekonomian Indonesia. perekonomian suatu Negara. Pertumbuhan ekonomi juga diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. fenomena yang relatif baru bagi perekonomian Indonesia. perekonomian suatu Negara. Pertumbuhan ekonomi juga diartikan sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan perekonomian dunia dewasa ini ditandai dengan semakin terintegrasinya perekonomian antar negara. Indonesia mengikuti perkembangan tersebut melalui serangkaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tantangan yang cukup berat. Kondisi perekonomian global yang kurang

BAB I PENDAHULUAN. tantangan yang cukup berat. Kondisi perekonomian global yang kurang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Secara umum perekonomian Indonesia 2005 menghadapi tantangan yang cukup berat. Kondisi perekonomian global yang kurang menguntungkan, terutama meningkatnya

Lebih terperinci

Daftar Isi. Daftar Isi... i Daftar Tabel... iii Daftar Gambar... vii 1. PENDAHULUAN...1

Daftar Isi. Daftar Isi... i Daftar Tabel... iii Daftar Gambar... vii 1. PENDAHULUAN...1 Daftar Isi Daftar Isi... i Daftar Tabel... iii Daftar Gambar... vii 1. PENDAHULUAN...1 1.1 Latar Belakang... 1 1.1.1 Isu-isu Pokok Pembangunan Ekonomi Daerah... 2 1.1.2 Tujuan... 5 1.1.3 Keluaran... 5

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak sekedar memenuhi kebutuhan hayati saja, namun juga menyangkut kebutuhan lainnya seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak sedikit jumlahnya di dalam pembangunan nasional. Dalam konteks pembangunan nasional maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor keuangan memegang peranan yang sangat signifikan dalam memacu pertumbuhan ekonomi suatu negara. Sektor keuangan menjadi lokomotif pertumbuhan sektor riil melalui

Lebih terperinci

tf- ~\J f '"I 3?;>o,10('{'''{ DAMPAK KEBIJAKAN MAKROEKONOMI TERHADAP INFLASI DAN PENDAPATAN NASIONAL DIINDONESIA: SUATU ANALISIS SIMULASI

tf- ~\J f 'I 3?;>o,10('{'''{ DAMPAK KEBIJAKAN MAKROEKONOMI TERHADAP INFLASI DAN PENDAPATAN NASIONAL DIINDONESIA: SUATU ANALISIS SIMULASI '"I 3?;>o,10('{'''{ ~\J f tf- DAMPAK KEBIJAKAN MAKROEKONOMI TERHADAP INFLASI DAN PENDAPATAN NASIONAL DIINDONESIA: SUATU ANALISIS SIMULASI Oletl INCREASA SUPAHTINAH PROGRAMPASCASARJANA INSTITUT PERT ANIAN

Lebih terperinci

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) 3.1. Asumsi Dasar yang Digunakan Dalam APBN Kebijakan-kebijakan yang mendasari APBN 2017 ditujukan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi, BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA 4.1 Perkembangan Laju Inflasi di Indonesia Tingkat inflasi merupakan salah satu indikator fundamental ekonomi suatu negara selain faktor-faktor lainnya seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Inflasi adalah fenomena yang selalu ada di setiap negara dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Inflasi adalah fenomena yang selalu ada di setiap negara dan merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflasi adalah fenomena yang selalu ada di setiap negara dan merupakan salah satu indikator penting dalam perekonomian suatu negara. Kestabilan inflasi merupakan prasyarat

Lebih terperinci

Indikator Inflasi Beberapa indeks yang sering digunakan untuk mengukur inflasi seperti;.

Indikator Inflasi Beberapa indeks yang sering digunakan untuk mengukur inflasi seperti;. Bab V INFLASI Jika kita perhatikan dan rasakan dari masa lampau sampai sekarang, harga barang barang dan jasa kebutuhan kita harganya terus menaik, dan nilai tukar uang selalu turun dibandingkan nilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tugas dari seorang manajer adalah mengambil keputusan secara tepat

BAB I PENDAHULUAN. Tugas dari seorang manajer adalah mengambil keputusan secara tepat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tugas dari seorang manajer adalah mengambil keputusan secara tepat untuk perusahaan. Bagi seorang manajer keuangan, salah satu tugasnya adalah mengambil keputusan

Lebih terperinci

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER PANDANGAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA PANITIA ANGGARAN DPR RI MENGENAI LAPORAN SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II APBN TA 2006 2006 Anggota Dewan yang terhormat, 1. Pertama-tama perkenankanlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengatur masuk dan keluarnya perusahaan dari sebuah indutri, standar mutu

BAB I PENDAHULUAN. mengatur masuk dan keluarnya perusahaan dari sebuah indutri, standar mutu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam suatu Negara, pemerintah mempunyai berbagai kekuasaan untuk mengatur masuk dan keluarnya perusahaan dari sebuah indutri, standar mutu produk, menetapkan

Lebih terperinci

DAMPAK TRANSFER PAYMENT TERHADAP PENDAPATAN RUMAHTANGGA PETANI DAN PEMBANGUNAN EKONOMI DI INDONESIA

DAMPAK TRANSFER PAYMENT TERHADAP PENDAPATAN RUMAHTANGGA PETANI DAN PEMBANGUNAN EKONOMI DI INDONESIA Dampak Transfer Payment (Achmad Zaini) 15 DAMPAK TRANSFER PAYMENT TERHADAP PENDAPATAN RUMAHTANGGA PETANI DAN PEMBANGUNAN EKONOMI DI INDONESIA (The Impact of Transfer Payment on Income of Farmers Household

Lebih terperinci

RINGKASAN ISVENTINA. DJONI HARTONO

RINGKASAN ISVENTINA. DJONI HARTONO RINGKASAN ISVENTINA. H14102124. Analisis Dampak Peningkatan Ekspor Karet Alam Terhadap Perekonomian Indonesia: Suatu Pendekatan Analisis Input-Output. Di bawah bimbingan DJONI HARTONO. Indonesia merupakan

Lebih terperinci

Materi 2 Ekonomi Mikro

Materi 2 Ekonomi Mikro Materi 2 Ekonomi Mikro Hubungan Pelaku Ekonomi Dalam Perekonomian Abstract Hubungan pelaku ekonomi dalam perekonomian dengan mempelajari sumberdaya aktivitas ekonomi yang saling berkaitan dalam kegiatan

Lebih terperinci

Sesi 13: Permintaan dan Penawaran Agregat: Analisis Jangka Panjang C H A N D R A T. P U T R A F A K U L T A S E K O N O M I UI

Sesi 13: Permintaan dan Penawaran Agregat: Analisis Jangka Panjang C H A N D R A T. P U T R A F A K U L T A S E K O N O M I UI Sesi 13: Permintaan dan Penawaran Agregat: Analisis Jangka Panjang C H A N D R A T. P U T R A F A K U L T A S E K O N O M I UI Outline 1. Short-run vs. Long-run 2. Keseimbangan AD-AS Jangka Panjang 3.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan. Penanaman modal dapat dijadikan sebagai

Lebih terperinci

TAMBAHAN SUBSIDI LISTRIK RP 24,52 TRILIUN

TAMBAHAN SUBSIDI LISTRIK RP 24,52 TRILIUN TAMBAHAN SUBSIDI LISTRIK RP 24,52 TRILIUN economy.okezone.com Pemerintah berencana menambah anggaran i subsidi ii listrik sebesar Rp10 triliun dari rencana awal alokasi anggaran Rp 44,96 triliun. Luky

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Mencermati data laporan Bank Indonesia dari berbagai seri dapat

I. PENDAHULUAN. Mencermati data laporan Bank Indonesia dari berbagai seri dapat I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mencermati data laporan Bank Indonesia dari berbagai seri dapat dinyatakan bahwa perekonomian Indonesia pada tahun 1997 telah mengalami kontraksi dari tahun sebelumnya,

Lebih terperinci

Menyoal Efektifitas APBN-P 2014 Mengatasi Perlambatan Ekonomi

Menyoal Efektifitas APBN-P 2014 Mengatasi Perlambatan Ekonomi Diskusi Dwi Bulanan INDEF Menyoal Efektifitas APBN-P 2014 Mengatasi Perlambatan Ekonomi Selasa, 20 Mei 2014 INDEF 1 Diskusi Dwi Bulanan INDEF Menyoal Efektifitas APBN-P 2014 Mengatasi Perlambatan Ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. minyak dunia yang turun, dollar yang menguat dan revolusi shale gas oleh Amerika

BAB I PENDAHULUAN. minyak dunia yang turun, dollar yang menguat dan revolusi shale gas oleh Amerika BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekonomi dunia saat ini berada pada posisi tiga kejadian penting yaitu harga minyak dunia yang turun, dollar yang menguat dan revolusi shale gas oleh Amerika Serikat.

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.417, 2014 KEMEN ESDM. Tarif. Listrik. PT PLN. Pencabutan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2014 TENTANG TARIF TENAGA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian di Indonesia. Fluktuasi kurs rupiah yang. faktor non ekonomi. Banyak kalangan maupun Bank Indonesia sendiri yang

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian di Indonesia. Fluktuasi kurs rupiah yang. faktor non ekonomi. Banyak kalangan maupun Bank Indonesia sendiri yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat krisis keuangan global beberapa tahun belakan ini kurs, inflasi, suku bunga dan jumlah uang beredar seolah tidak lepas dari masalah perekonomian di Indonesia.

Lebih terperinci

DAMPAK KEBIJAKAN MONETER TERHADAP KINERJA SEKTOR RIIL DI INDONESIA

DAMPAK KEBIJAKAN MONETER TERHADAP KINERJA SEKTOR RIIL DI INDONESIA DAMPAK KEBIJAKAN MONETER TERHADAP KINERJA SEKTOR RIIL DI INDONESIA LIRA MAI LENA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2 0 0 7 ABSTRAK Lira Mai Lena. Dampak Kebijakan Moneter terhadap Kinerja Sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kestabilan harga. Masalah pertumbuhan ekonomi adalah masalah klasik

BAB I PENDAHULUAN. kestabilan harga. Masalah pertumbuhan ekonomi adalah masalah klasik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan jangka panjang yang dilaksanakan di Indonesia bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang mengacu kepada trilogi pembangunan. Demi mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perusahaan merupakan suatu wadah bagi sekumpulan orang untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perusahaan merupakan suatu wadah bagi sekumpulan orang untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perusahaan merupakan suatu wadah bagi sekumpulan orang untuk melakukan kegiatan usaha guna mendapatkan keuntungan. Adanya keuntungan atau kerugian dapat diketahui apabila

Lebih terperinci

ANALISIS DAMPAK KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK TERHADAP KINERJA MAKROEKONOMI DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN

ANALISIS DAMPAK KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK TERHADAP KINERJA MAKROEKONOMI DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN P r o s i d i n g 24 ANALISIS DAMPAK KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK TERHADAP KINERJA MAKROEKONOMI DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN M. Rizal Taufikurahman (1) (1) Program Studi Agribisnis Universitas Trilogi Jakarta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sumber Daya Alam dan Energi dalam Pembangunan. meliputi semua yang terdapat dibumi baik yang hidup maupun benda mati,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sumber Daya Alam dan Energi dalam Pembangunan. meliputi semua yang terdapat dibumi baik yang hidup maupun benda mati, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sumber Daya Alam dan Energi dalam Pembangunan 2.1.1 Sumber Daya Energi Sumber daya adalah segala sesuatu yang berguna dan mempunyai nilai di dalam kondisi dimana kita menemukannya.

Lebih terperinci

Permintaan dan Penawaran Agregat. Copyright 2004 South-Western

Permintaan dan Penawaran Agregat. Copyright 2004 South-Western Permintaan dan Penawaran Agregat 33 Fluktuasi Ekonomi Jangka Pendek Kegiatan ekonomi berfluktuasi dari tahun ke tahun. Dalam beberapa tahun sebagian besar produksi barang dan jasa naik. Rata-rata selama

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Teori Permintaan Permintaan adalah jumlah barang atau jasa yang rela dan mampu dibeli oleh konsumen selama periode tertentu (Pappas & Hirschey

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun memberikan dampak pada

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun memberikan dampak pada 1 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997-1998 memberikan dampak pada keuangan Indonesia. Berbagai peristiwa yang terjadi pada masa krisis mempengaruhi Anggaran Pendapatan

Lebih terperinci

faktor yang dimiliki masing-masing negara, antara lain sistem ekonomi, kualitas birokrasi. Sistem ekonomi yang dianut oleh suatu negara akan

faktor yang dimiliki masing-masing negara, antara lain sistem ekonomi, kualitas birokrasi. Sistem ekonomi yang dianut oleh suatu negara akan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan suatu negara sangat ditentukan oleh berbagai faktor yang dimiliki masing-masing negara, antara lain sistem ekonomi, ketersediaan sumber daya, teknologi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Small open economic, merupakan gambaran bagi perekonomian Indonesia saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap perekonomian dunia,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. Pada satu sisi Indonesia terlalu cepat melakukan

Lebih terperinci

2 b. bahwa penyesuaian Tarif Tenaga Listrik Yang Disediakan Oleh Perusahaan Perseroan (Persero) PT Perusahaan Listrik Negara sebagaimana dimaksud dala

2 b. bahwa penyesuaian Tarif Tenaga Listrik Yang Disediakan Oleh Perusahaan Perseroan (Persero) PT Perusahaan Listrik Negara sebagaimana dimaksud dala BERITA NEGARA No.417, 2014 KEMEN ESDM. Tarif. Listrik. PT PLN. Pencabutan. TARIF TENAGA LISTRIK YANG DISEDIAKAN OLEH PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO) PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

DAMPAK INVESTASI SUMBERDAYA MANUSIA DAN TRANSFER PENDAPATAN TERHADAP DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN DI INDONESIA DISERTASI

DAMPAK INVESTASI SUMBERDAYA MANUSIA DAN TRANSFER PENDAPATAN TERHADAP DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN DI INDONESIA DISERTASI i DAMPAK INVESTASI SUMBERDAYA MANUSIA DAN TRANSFER PENDAPATAN TERHADAP DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN DI INDONESIA DISERTASI RASIDIN KARO-KARO SITEPU SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INTENSITAS ENERGI INDUSTRI MENENGAH-BESAR INDONESIA OLEH HARRY GUSTARA PAMBUDI H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INTENSITAS ENERGI INDUSTRI MENENGAH-BESAR INDONESIA OLEH HARRY GUSTARA PAMBUDI H ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INTENSITAS ENERGI INDUSTRI MENENGAH-BESAR INDONESIA OLEH HARRY GUSTARA PAMBUDI H14054200 DEPERTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Catatan Atas Harga BBM: Simulasi Kenaikan Harga, Sensitivitas APBN dan Tanggapan terhadap 3 Opsi Pemerintah

Catatan Atas Harga BBM: Simulasi Kenaikan Harga, Sensitivitas APBN dan Tanggapan terhadap 3 Opsi Pemerintah Catatan Atas Harga BBM: Simulasi Kenaikan Harga, Sensitivitas APBN dan Tanggapan terhadap 3 Opsi Pemerintah I. Pendahuluan Harga Minyak Indonesia atau Indonesian Crude Price (ICP) merupakan salah satu

Lebih terperinci

Pengantar Makro Ekonomi. Pengantar Ilmu Ekonomi

Pengantar Makro Ekonomi. Pengantar Ilmu Ekonomi Pengantar Makro Ekonomi Pengantar Ilmu Ekonomi Makroekonomi Mengkhususkan mempelajari mekanisme bekerjanya perekonomian secara keseluruhan Bertujuan memahami peristiwa ekonomi dan memperbaiki kebijakan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Gambaran Umum Inflasi di Pulau Jawa

IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Gambaran Umum Inflasi di Pulau Jawa IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Gambaran Umum Inflasi di Pulau Jawa Selama periode 2001-2010, terlihat tingkat inflasi Indonesia selalu bernilai positif, dengan inflasi terendah sebesar 2,78 persen terjadi pada

Lebih terperinci

VI. SIMPULAN DAN SARAN

VI. SIMPULAN DAN SARAN VI. SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan Berdasarkan pembahasan sebelumnya maka dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain: 1. Selama tahun 1999-2008, rata-rata tahunan harga minyak telah mengalami peningkatan

Lebih terperinci

MODEL PERTUMBUHAN EKONOMI DUA DAERAH BERDASARKAN MODAL DAN KNOWLEDGE MUHAMMAD TAUFIK NUSA TAJAU

MODEL PERTUMBUHAN EKONOMI DUA DAERAH BERDASARKAN MODAL DAN KNOWLEDGE MUHAMMAD TAUFIK NUSA TAJAU MODEL PERTUMBUHAN EKONOMI DUA DAERAH BERDASARKAN MODAL DAN KNOWLEDGE MUHAMMAD TAUFIK NUSA TAJAU SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator penting untuk menganalisis pembangunan ekonomi yang terjadi disuatu Negara yang diukur dari perbedaan PDB tahun

Lebih terperinci

Mekanisme transmisi. Angelina Ika Rahutami 2011

Mekanisme transmisi. Angelina Ika Rahutami 2011 Mekanisme transmisi Angelina Ika Rahutami 2011 the transmission mechanism Seluruh model makroekonometrik mengandung penjelasan kuantitatif yang menunjukkan bagaimana perubahan variabel nominal membawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fungsi pemerintah dalam suatu negara adalah : 1) fungsi stabilisasi, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Fungsi pemerintah dalam suatu negara adalah : 1) fungsi stabilisasi, yaitu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fungsi pemerintah dalam suatu negara adalah : 1) fungsi stabilisasi, yaitu fungsi pemerintah dalam menciptakan kestabilan ekonomi, sosial politik, hukum, pertahanan

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan pada hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan hasil penelitian sebagai berikut, yaitu: 1. Perkembangan Indeks Harga

Lebih terperinci

1 Universitas Indonesia

1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor ketenagalistrikan menjadi bagian yang menyatu dan tak terpisahkan dari pertumbuhan ekonomi suatu negara, juga merupakan komponen yang sangat penting bagi pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kenaikan harga bahan pokok (sembako). (Debby, 2008 : 3). tahun Tiga tahun berikutnya harga terus naik seiring dengan

BAB I PENDAHULUAN. kenaikan harga bahan pokok (sembako). (Debby, 2008 : 3). tahun Tiga tahun berikutnya harga terus naik seiring dengan 19 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahan Bakar Minyak (BBM) sangat penting dan berpengaruh terhadap kestabilan perekonomian di masyarakat. Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas yang memegang

Lebih terperinci

BAB 2 Ilmu Ekonomi Makro

BAB 2 Ilmu Ekonomi Makro BAB 2 Ilmu Ekonomi Makro Satuan Acara Perkuliahan 2 Tujuan kegiatan belajar ini adalah untuk membahas : Akar Ilmu Ekonomi Makro Definisi Ekonomi Makro Perbedaan ekonomi makro dan ekonomi mikro Permasalahan

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH PAJAK EKSPOR TERHADAP KINERJA INDUSTRI KELAPA SAWIT OLEH: MARIA IRENE HUTABARAT A

ANALISIS PENGARUH PAJAK EKSPOR TERHADAP KINERJA INDUSTRI KELAPA SAWIT OLEH: MARIA IRENE HUTABARAT A ANALISIS PENGARUH PAJAK EKSPOR TERHADAP KINERJA INDUSTRI KELAPA SAWIT OLEH: MARIA IRENE HUTABARAT A14105570 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMENAGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi dunia saat ini adalah sangat lambat. Banyak faktor yang menyebabkan hal tersebut terjadi. Salah satunya adalah terjadinya krisis di Amerika.

Lebih terperinci

PERMINTAAN DAN PENAWARAN AGREGAT

PERMINTAAN DAN PENAWARAN AGREGAT PERMINTAAN DAN PENAWARAN AGREGAT L Suparto LM,. M.Si Dalam teori makroekonomi klasik, jumlah output bergantung pada kemampuan perekonomian menawarkan barang dan jasa, yang sebalikya bergantung pada suplai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. inflasi yang rendah dan stabil. Sesuai dengan UU No. 3 Tahun 2004 Pasal 7,

BAB I PENDAHULUAN. inflasi yang rendah dan stabil. Sesuai dengan UU No. 3 Tahun 2004 Pasal 7, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fokus utama dari kebijakan moneter adalah mencapai dan memelihara laju inflasi yang rendah dan stabil. Sesuai dengan UU No. 3 Tahun 2004 Pasal 7, tujuan Bank Indonesia

Lebih terperinci

Tanya Jawab Seputar Tarif Tenaga Listrik 2015

Tanya Jawab Seputar Tarif Tenaga Listrik 2015 Tanya Jawab Seputar Tarif Tenaga Listrik 2015 Mengacu Permen ESDM No. 09 Tahun 2015, Permen ESDM No: 31 Tahun 2014 & Permen ESDM No. 33 Tahun 2014 P T P L N ( P e r s e r o ) J l. T r u n o j o y o B l

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau bahkan tercapainya full employment adalah kondisi ideal perekonomian yang

BAB I PENDAHULUAN. atau bahkan tercapainya full employment adalah kondisi ideal perekonomian yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tingkat inflasi yang terkendali, nilai tukar dan tingkat suku bunga yang stabil serta tingkat pengangguran yang rendah atau bahkan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN HARGA. Kebijakan Yang Mempengaruhi Insentif Bagi Produsen : Kebijakan Harga_2. Julian Adam Ridjal, SP., MP.

KEBIJAKAN HARGA. Kebijakan Yang Mempengaruhi Insentif Bagi Produsen : Kebijakan Harga_2. Julian Adam Ridjal, SP., MP. KEBIJAKAN HARGA Kebijakan Yang Mempengaruhi Insentif Bagi Produsen : Kebijakan Harga_2 Julian Adam Ridjal, SP., MP. Disampaikan pada Kuliah Kebijakan dan Peraturan Bidang Pertanian EMPAT KOMPONEN KERANGKA

Lebih terperinci