KEPUTUSAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR 02/KPTS/1985 TENTANG KETENTUAN PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN PADA BANGUNAN GEDUNG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KEPUTUSAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR 02/KPTS/1985 TENTANG KETENTUAN PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN PADA BANGUNAN GEDUNG"

Transkripsi

1 KEPUTUSAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR 02/KPTS/1985 TENTANG KETENTUAN PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN PADA BANGUNAN GEDUNG MENTERI PEKERJAAN UMUM ; Menimbang : a. bahwa kebakaran pada bangunan gedung merupakan bencana yang menimbulkan ancaman kerugian bagi jiwa manusia, harta benda, lingkungan, terganggunya proses produksi/distribusi barang dan jasa, dan bahkan merupakan pula gangguan pada kesejahteraan sosial ; b. bahwa kerugian-kerugian tersebut pada butir a, mengakibatkan berkurangnya kemampuan masyarakat dalam usaha penyediaan sumber daya yang sangat diperlukan bagi kelanjutan dan kelangsungan pembangunan ; c. bahwa terjadinya kebakaran pada bangunan gedung antara lain disebabkan karena belum diperhatikan sepenuhnya segi-segi upaya teknis teknologis yang menyangkut pencegahan dan penanggulangan kebakaran ; d. bahwa pelimpahan wewenang Menteri Pekerjaan Umum kepada Daerah berdasarkan PP 18 Tahun 1953 tidak mengurangi wewenang Menteri Pekerjaan Umum untuk mengadakan peraturan lebih lanjut ; e. bahwa dipandang perlu untuk mengatur dan menetapkan upaya teknis teknologis pencegahan dan penanggulangan kebakaran pada bangunan gedung guna terselenggaranya tertib pembangunan dan pemanfaatan bangunan gedung dalam Keputusan Menteri. Mengingat : 1. Stadsvorming Ordonantie S.1948 No. 168 ; 2. Stadsvorming Verordening S No. 40 ; 3. Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 ; 4. Undang-Undang No. 4 Tahun 1982 ; 5. Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1953 ; 6. Keputusan Presiden RI No. 44 Tahun 1974 jo No. 15 Tahun 1983 ; 7. Keputusan Presiden RI No. 45/M Tahun 1983 ; 8. Instruksi Presiden RI. No. 4 Tahun 1969 ; 9. Keputusan Menteri PU No. 60/KPTS/1980 ; 10. Keputusan Menteri PU No. 211/KPTS/1984. MEMUTUSKAN : Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI PEKERJAAN UMUM TENTANG KETENTUAN PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN PADA BANGUNAN GEDUNG. PERTAMA : Ketentuan pencegahan dan penanggulangan kebakaran pada Bangunan Gedung memuat ketentuan-ketentuan dan persyaratan-persyaratan mengenai lingkungan dan bangunan, bahan bangunan, struktur bangunan, utilitas dan usaha penyelamatan terhadap bahaya kebakaran yang harus diperhatikan pada perencanaan, pelaksanaan pembangunan dan pemanfaatan bangunan gedung, sebagaimana terlampir dan merupakan bagian tak terpisahkan dari Keputusan ini. K E D U A : Ketentuan tersebut dalam DIKTUM PERTAMA dilaksanakan secara terpadu dengan peraturan perundang-undangan serta ketentuan-ketentuan yang berlaku, baik yang bersifat Nasional maupun Daerah setempat.

2 K E T I G A : Dalam pelaksanaan Keputusan ini, Kantor Wilayah Departemen Pekerjaan Umum memberikan pelayanan konsultasi dalam bidang teknis teknologis kepada Pemerintah Daerah setempat, khususnya dalam rangka penyusunan Peraturan Daerah yang bersangkutan dengan pencegahan dan penanggulangan kebakaran. KEEMPAT : Koordinasi, pengawasan dan petunjuk-petunjuk teknis pelaksanaan dari Keputusan ini diatur lebih lanjut oleh Direktorat Jenderal Cipta Karya. K E L I M A : Pelanggaran terhadap ketentuan dalam Keputusan ini sepanjang telah ditetapkan di dalam Peraturan Daerah setempat, dikenakan tindakan berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku yang akan ditentukan lebih lanjut dalam Peraturan Daerah setempat. K E E N A M : Dengan berlakunya keputusan ini, maka semua Keputusan dan ketetapan Menteri Pekerjaan Umum dibidang perencanaan, pelaksanaan pembangunan dan pemanfaatan bangunan gedung tetap berlaku yang dalam pelaksanaannya disesuaikan dengan ketentuan-ketentuan dalam Keputusan ini. KETUJUH : Hal-hal yang belum diatur dalam Keputusan ini akan ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri Pekerjaan Umum. KEDELAPAN : Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. Ditetapkan Jakarta pada tanggal 2 Januari MENTERI PEKERJAAN UMUM, SUYONO SOSRODARSONO

3 DAFTAR ISI KEPUTUSAN MENTERI PEKERJAAN UMUM No.02/KPTS/ JANUARI 1985 TENTANG KETENTUAN PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN PADA BANGUNAN GEDUNG. BAB I : P E N D A H U L U A N... 1 BAB II : LINGKUNGAN DAN BANGUNAN... 3 Pasal 1. Pengertian... 3 Pasal 2. Persyaratan Lingkungan... 6 Pasal 3. Klasifikasi Bangunan Pasal 4. Persyaratan Bangunan BAB III : BAHAN BANGUNAN Pasal 5. Pengertian Pasal 6. Persyaratan Bahan Lapis Penutup Pasal 7. Persyaratan Bahan untuk Komponen Struktur Bangunan BAB IV : STRUKTUR BANGUNAN Pasal 8. Pengertian Pasal 9. Perencanaan Struktur Bangunan Pasal 10. Persyaratan Ketahanan Terhadap Api Pasal 11. Komponen Struktur Beton Bertulang Pasal 12. Komponen Struktur Beton Pratekan Pasal 13. Komponen Struktur Baja Pasal 14. Komponen Struktur Bata Merah Pasal 15. Komponen Struktur Batako dan Bata Beton (Concrete Block) Pasal 16. Komponen Struktur Kayu BAB V : U T I L I T A S Pasal 17. Pengertian Pasal 18. Alarm Kebakaran paasal 19. Alam Pemadan Api Ringan ( PAR ) Pasal 20. Hidran Kebakaran Pasal 21. Sprinkler Pasal 22. Pipa Peningkatan air ( RISER ) Pasal 23. Sumber Daya Listrik Darurat Pasal 24. Penangkal Petir BAB VI : UPAYA PENYELAMATAN Pasal 25. Pengertian Pasal 26. Tangga Kebakaran Pasal 27. Koridor Pasal 28. Pintu Kebakaran Pasal 29. Bukaan Penyelamat Pasal 30. Lift Kebakaran Pasal 31. Penerangan Darurat dan Tanda Penunjuk Arah ke luar Pasal 32. Komunikasi Darurat Pasal 33. Pengendalian Asap Pasal 34. Landasan Helikopter Pasal 35. Peralatan Pembantu lainnya BAB VII : LAIN - LAIN Pasal 36. Perlindungan terhadap Ruang dalam bangunan yang mengandung potensi kebakaran Pasal 37. Manajemen Sistem Pengamatan Kebakaran Pasal 38. Pemeriksaan Berkala Pasal 39. Sertifikat Layak Pakai Pasal 40. Bebas benda-benda penghalang Pasal 41. Latihan Kebakaran pada Bangunan Umum DAFTAR ISTILAH... 65

4 BAB I PENDAHULUAN Kebakaran pada bangunan gedung dapat menimbulkan kerugian berupa korban manusia, harta benda, terganggunya proses produksi barang dan jasa, kerusakan lingkungan dan terganggunya ketenangan masyarakat. Data yang dapat dikumpulkan dari berbagai kota di Indonesia dalam sepuluh tahun terakhir ini memberikan petunjuk adanya peningkatan kebakaran pada bangunan gedung. Sementara itu pengadaan bangunan gedung dan perumahan terus meningkat, demikian pula penggunaan bahan, komponen bangunan dan peralatan/instalasi dalam bangunan belum diatur dalam ketentuan yang lebih memadai. Di lain pihak pengertian dan disiplin masyarakat serta perangkat pengendalian yang berupa peraturan perundang-undangan, pedoman pelaksanaan, standar kualitas, personil pengawas, dan peralatan Pemadam Kebakaran dirasakan masih belum dapat mengatasinya. Oleh karena itu, apabila pengertian dan disiplin masyarakat serta perangkat pengendalian tersebut di atas tidak ditingkatkan, diperkirakan laju kebakaran akan meningkat lagi. Di dalam Peraturan Pemerintah No. 18 tahun 1953 tentang Pelaksanaan penyerahan sebagian dari urusan Pemerintah Pusat mengenai Pekerjaan Umum kepada Propinsi-Propinsi dan Penegasan urusan mengenai Pekerjaan Umum dari Daerah-Daerah Otonom Kabupaten, Kota Besar, dan Kota Kecil ditetapkan Pasal 9 huruf j bahwa pencegahan bahaya kebakaran yang telah diurus dan diatur oleh daerah-daerah otonom tetap dijalankan oleh dan sebagai urusan daerah otonom itu. Namun pada Pasal 4 dan Pasal 12 disebutkan bahwa penyerahan tersebut tidak mengurangi hak Menteri Pekerjaan Umum untuk mengadakan pengawasan atas urusan tersebut, serta merencanakan dan menyelenggarakan pekerjaan-pekerjaan dalam lingkungan daerah guna kemakmuran umum, tentang hal mana Menteri Pekerjaan Umum dapat mengadakan peraturannya dan pemberian petunjuk-petunjuk teknis. Menyadari hal-hal tersebut di atas, maka perlu diterbitkan ketentuan yang bersifat teknis teknologis, dalam upaya peningkatan pencegahan dan penanggulangan kebakaran pada bangunan gedung. Tujuan pencegahan dan penanggulangan kebakaran pada bangunan gedung adalah untuk melindungi jiwa dan harta benda terhadap bahaya kebakaran. Hal ini dititik beratkan pada pengamanan bangunan gedung, dengan cara memenuhi persyaratan-persyaratan teknis teknologis, dalam proses perencanaan, pelaksanaan pembangunan dan pemanfaatan gedung, yang masing-masing mencakup aspek-aspek lingkungan dan bangunan, bahan bangunan, stuktur bangunan, utilitas, dan upaya penyelamatan. Persyaratan-persyaratan yang ditetapkan dalam ketentuan ini, harus dipakai bersama-sama dengan Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung, Peraturan Perencanaan Tahan Gempa Indonesia untuk Gedung, Peraturan Beton Bertulang Indonesia,, Peraturan Perencanaan Bangunan Baja Indonesia, Peraturan Konstruksi kayu Indonesia, dan Persyaratan Umum Bahan Bangunan di Indonesia. Peraturan tersebut memuat dalam upaya pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran. Khusus mengenai aspek utilitas, perlu ditaati ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam Peraturan Umum Instalasi Listrik (PUIL), Pedoman Sprinkler dan Peraturan Umum Instalasi Penangkal Petir (PUIPP). Dengan ditetapkannya ketentuan ini, Peraturan-peraturan Daerah yang menyangkut pencegahan dan penanggulangan kebakaran pada bangunan gedung yang sudah ada tetap berlaku, bahkan diharapkan akan dapat mendorong diterbitkannya Peraturan Daerah- Peraturan Daerah tentang Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran yang bersifat operasionl, sesuai dengan kondisi dan situasi di daerah.

5 BAB II LINGKUNGAN DAN BANGUNAN Pasal 1 PENGERTIAN (1) Pengaturan lingkungan dalam ketentuan ini meliputi pengaturan blok dan kemudahan pencapaiannya (accessibility), ketinggian bangunan, jarak bangunan, dan kelengkapan lingkungan. (2) Pengaturan bangunan meliputi pengaturan ruang-ruang efektif, ruang sirkulasi, eskalator, tangga, kompatemenisasi, dan pintu kebakaran. (3) Yang dimaksud dengan : a. Blok adalah suatu luasan lahan tertentu yang dibatasi oleh batas fisik yang tegas, seperti laut, sungai, jalan, dan terdiri dari satu atau lebih persil bangunan. Contoh : lihat gambar II.1. b. Kelengkapan lingkungan meliputi : hidran, sumur gali atau reservoir, dan komunikasi umum. c. Ruang efektif adalah ruang yang dipergunakan untuk menampung aktivitas yang sesuai dengan fungsi bangunan, misalnya : ruangan efektif suatu hotel antara lain kamar, restoran dan lobby. d. Ruang sirkulasi adalah ruang yang hanya dipergunakan untuk lalu-lintas atau sirkulasi dalam bangunan, misalnya : pada bangunan hotel adalah koridor. e. Kompartemenisasi adalah usaha untuk mencegah penjalaran kebakaran dengan cara membatasi api dengan dinding, lantai kolom, balok yang tahan terhadap api untuk waktu yang sesuai dengan kelas bangunan. f. Eskalator adalah tangga berjalan dalam bangunan. g. Tangga kebakaran adalah tangga yang direncanakan khusus untuk penyelamatan kebakaran. h. Pintu kebakaran adalah pintu-pintu yang langsung menuju tangga kebakaran dan hanya dipergunakan apabila terjadi kebakaran.

6 Gambar II.1. Contoh blok Pasal 2 PERSYARATAN LINGKUNGAN (1) Lingkungan bangunan harus mempunyai jalan lingkungan yang memenuhi ketentuan di bawah ini : Lebar minimum perkerasan jalan lingkungan Luas Blok Searah Bolak - Balik Menerus Buntu Menerus Besar > 5 Ha 4 m 3.5 m 5 m Sedang 1-5 Ha 3,5 m 3,5 m 4 m Kecil < 1 Ha 3,5 m 3,5 m 3,5 m (2) Dalam suatu lingkungan bangunan, jarak bangunan yang bersebelahan dengan bukaan saling berhadapan adalah : Tinggi bangunan (dalam meter) Jarak bangunan minimum ( dlm meter ) s /d 8 m 3 m 8 s/d 14 m 3 s/d 6 m 14 s/d 40 m 6 s/d 8 m di atas 40 m di atas 8 m Lihat gambar II.2. (3) a. Dalam lingkungan tertentu seperti lingkungan perumahan, sekolah, rumah sakit/perawatan dan perkantoran, tidak diperkenankan adanya bangunan-bangunan yang dipergunakan sebagai tempat usaha yang mempunyai potensi kebakaran seperti bengkel, tempat las, penjualan bensin eceran, penyimpanan bahan kimia, tempattempat yang menggunakan tenaga uap air, gas/uap bertekanan tinggi serta diesel/generator listrik. b. Untuk bangunan-bangunan tersebut di atas, perizinan yang meliputi izin usaha, izin mendirikan bangunan serta penentuan lokasi lingkungannya, diatur tersendiri oleh Kepala Daerah yang bersangkutan. (4) Kelengkapan lingkungan : a. Untuk lingkungan perumahan perlu dipertimbangkan kemungkinan disediakan gang kebakaran atau jalur jalan kaki, yang akan memudahkan petugas atau orang yang menanggulangi bencana kebakaran. b. Lingkungan Perumahan direncanakan sedemikian rupa sehingga setiap bangunan rumah, bisa terjangkau oleh pancaran air unit pemadam kebakaran dari jalan lingkungan, yang bisa didatangi mobil kebakaran. c. Lingkungan perumahan dan lingkungan bangunan gedung harus dilengkapi hidran atau sumur gali atau reservoir kebakaran. Bangunan yang berjarak lebih dari 10 m dari jalan lingkungan, harus dilengkapi hidran tersendiri. d. Setiap lingkungan bangunan, khususnya perumahan harus dilengkapi dengan sarana komunikasi umum, yang dapat dipakai setiap saat. (5) Persyaratan hidran, sumur gali atau reservoir a. Hidran harus memenuhi syarat berikut : a.1. Kapasitas masing-masing hidran minimum liter/menit a.2. Tekanan di mulut hidran minimum 2 kg/cm2 a.3. Jarak antar hidran maksimum 200 m. b. Sumur gali atau reservoir kebakaran harus memenuhi ketentuan : b.1. Air yang tersedia setiap saat sekurang-kurangnya liter. b.2. Sekeliling sumur gali atau reservoir diperkeras supaya mudah dicapai mobil pemadam kebakaran.

7 Gambar II.2. Jarak bangunan & dinding pembatas pada bangunan penerus Pasal 3 KLASIFIKASI BANGUNAN (1) Dalam ketentuan ini, bangunan diklasifikasikan menurut tingkat ketahanan struktur utamanya terhadap api. (2) Klasifikasi tersebut dalam ayat (1) terdiri dari 4 (empat) kelas, yaitu kelas A, B, C, dan D. a. Bangunan kelas A, adalah bangunan-bangunan yang komponen struktur utamanya harus tahan terhadap api sekurang-kurangnya 3 (tiga) jam, yaitu meliputi bangunanbangunan : a.1. Hotel a.2. Pertokoan dan Pasar-raya a.3. Perkantoran a.4. Rumah Sakit dan Perawatan a.5. Bangunan Industri a.6. Tempat Hiburan a.7. Museum a.8. Bangunan dengan penggunaan ganda/campuran. b. Bangunan kelas B, adalah bangunan-bangunan yang komponen struktur utamanya harus tahan terhadap api sekurang-kurangnya 2 (dua) jam, yaitu meliputi bangunanbangunan : b.1. Perumahan Bertingkat b.2. Asrama b.3. Sekolah b.4. Tempat Ibadah. c. Bangunan kelas C, adalah bangunan-bangunan yang komponen struktur utamanya harus tahan terhadap api sekurang-kurangnya ½ (setengah) jam, meliputi bangunan gedung yang tidak bertingkat dan sederhana. d. Bangunan kelas D, yaitu bangunan-bangunan yang tidak tercakup ke dalam kelas A, B, C tidak diatur di dalam ketentuan ini, tetapi diatur secara khusus, misalnya : instalasi nuklir, bangunan-bangunan yang digunakan sebagai tempat penyimpanan bahan-bahan yang mudah meledak. Pasal 4 PERSYARATAN BANGUNAN (1) Untuk bangunan menerus, dinding batas antar bangunan harus menembus atap dengan tinggi sekurang-kurangnya 0,5 m dari seluruh permukaan atap (Lihat gambar II.2). (2) Bagi bangunan yang mempunyai bukaan, baik horizontal maupun vertikal, seperti jendela, lubang eskalator dan lain-lain harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. Lubang pintu bangunan perumahan dan gedung yang langsung menghadap keluar, daun pintunya harus membuka ke luar. b. Lubang jendela atau pintu bangunan yang langsung menghadap ke luar, sekurangkurangnya berjarak 90 cm satu dengan lainnya, kecuali jika dilindungi penjorokan sekurang-kurangnya 50 cm yang terbuat dari struktur tahan terhadap api, minimum 2 (dua) jam. c. Bagian atas dari setiap jendela atau pintu bangunan yang langsung menghadap ke luar, harus dilindungi dengan penjorokan, sekurang-kurangnya 50 cm dari dinding yang terbuat dari struktur tahan terhadap api, minimum 2 (dua) jam. (Lihat Gambar II.3).

8 d. Untuk bangunan bertingkat, pada setiap lantai harus ada sekurang-kurangnya 1 (satu) bukaan vertikal pada dinding bagian luar, bertanda khusus yang menghadap ke tempat yang mudah dicapai oleh Unit Pemadam Kebakaran. Bukaan tersebut diperuntukkan bagi Unit Pemadam Kebakaran. (3) Koridor harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. Lebar minimum 1,80 m b. Jarak setiap titik dalam koridor ke pintu kebakaran yang terdekat tidak boleh lebih dari 25 m. c. Dilengkapi tanda-tanda penunjuk yang menunjukkan arah ke pintu kebakaran. Gambar II.3. Persyaratan bukaan (4) Tangga kebakaran harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Dilengkapi dengan pintu tahan terhadap api, minimum 2 (dua) jam, dengan arah pembukaan ke tangga kebakaran dan menutup secara otomatis. Pintu tersebut harus dilengkapi dengan lampu dan tanda petunjuk. b. Tangga kebakaran yang terletak di dalam bangunan, harus dipisahkan dengan ruangruang lain memakai pintu tahan api dan bebas asap. c. Jarak tangga kebakaran dari setiap titik dalam ruang efektif, tanpa ruang sirkulasi, maksimum 25 m. d. Ruang Sirkulasi harus berhubungan langsung dengan pintu kebakaran. e. Lebar tangga kebakaran minimum 1,2 m dan tidak boleh menyempit ke arah bawah. f. Tangga kebakaran harus dilengkapi pegangan (hand rail) yang kuat setinggi 1,10 m dan penerangan darurat yang cukup, serta dilindungi agar tidak memungkinkan orang jatuh. g. Lebar minimum injakan anak tangga 28 cm dan tinggi maksimum anak tangga 20 cm. h. Lebar bordes sekurang-kurangnya sama dengan lebar tangga. I. Tangga kebakaran yang terletak di luar bangunan, berjarak sekurang-kurangnya 1 m dari bukaan yang berhubungan dengan tangga kebakaran tersebut. j. Tidak boleh berbentuk tangga puntir. (5) Pintu kebakaran harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. Lebar pintu kebakaran minimum 90 cm, membuka ke arah tangga kebakaran, dapat menutup secara otomatis, dan dapat dibuka dengan kekuatan 10 kgf. b. Jarak antar pintu kebakaran maksimum 25 m. Untuk persyaratan-persyaratan di atas lihat gambar II.4.

9 Gambar II.4 BAB III BAHAN BANGUNAN Pasal 5 PENGERTIAN (1) Yang dimaksud dengan Bahan Bangunan dalam ketentuan ini adalah semua macam bahan yang dipakai pada atau untuk konstruksi bangunan gedung, baik sebagai bahan lapis penutup bagian dalam bangunan, maupun sebagai bahan komponen struktur bangunan. Bahan bangunan dapat terdiri dari satu jenis bahan, atau merupakan gabungan dari beberapa jenis bahan pembentuknya. Bahan-bahan yang lepas dan mudah dipindahkan, seperti misalnya karpet, tirai, perabot rumah tangga dan sebagainya yang merupakan isi bangunan, tidak termasuk dalam pengertian ini. Bahan bangunan dibagi dalam 5 (lima) tingkat mutu, yaitu : - Tingkat I - Tingkat II - Tingkat III - Tingkat IV - Tingkat V. (2) Bahan mutu Tingkat I (non-combustible) adalah bahan yang memenuhi persyaratan pengujian sifat bakar (non-combustibility test) serta memenuhi pula pengujian sifat penjalaran api pada permukaan (surface test). Bahan mutu Tingkat II (semi non-combustible) adalah bahan yang sekurang-kurangnya memenuhi persyaratan pada pengujian penjalaran api permukaan untuk tingkat bahan, sukar terbakar, serta memenuhi pengujian permukaan tambahan. Bahan mutu Tingkat III (fire-retardant) adalah bahan yang sekurang-kurangnya memenuhi persyaratan pada pengujian penjalaran api permukaan, untuk tingkat bahan yang bersifat menghambat api. Bahan mutu Tingkat IV (semi fire retardant) adalah bahan yang sekurang-kurangnya memenuhi syarat pada pengujian penjalaran api permukaan untuk tingkat agak menghambat api. Bahan mutu Tingkat V (combustible) adalah bahan yang tidak memenuhi, baik persyaratan uji sifat bakar maupun persyaratan sifat penjalaran api permukaan. (3) Bahan bangunan yang dimaksudkan dalam pasal 5, ayat (1), dicantumkan dalam Tabel III.1.

10 TABEL III.1 TINGKAT MUTU BAHAN BANGUNAN TERHADAP API MUTU Tingkat I MUTU Tingkat I I MUTU Tingkat III MUTU Tingkat IV MUTU Tingkat V - Beton - Bata - Batako - Asbes - Alumunium - Kaca - Besi - Baja - Adukan semen - Adukan gips - Asbes semen - Ubin keramik - Ubin semen - Ubin marmer - Lembaran seng - Panel kalsium Silikat - Rock wool - Glass wool - Genteng keramik - Wired glass - Lembaran baja lapis seng. - Papan wool kayu semen (Exceisior board) - Papan Semen pulp - Serat kaca semen - Plasterboard - Pelat baja lapis PVC - Kayu lapis yang dilindungi - Papan yang mengandung lebih dari 5290 glass Fibre - Papan partikel yang dilindungi - Papan wool kayu - Papan polyester bertulang Polyvinil dengan tulangan - Setiap bambu - Sirap kayu bukan lilin atau kayu jati - Rumbia - Anyaman Bambu - Bahan atap aspal berlapiskan mineral - Kayu kamper - Kayu Meranti - Kayu Terentang - Kayu lapis 14 mm 17 mm - Soft board - Hardboard - Papan Partikel. (4) Bahan lapis penutup adalah bahan bangunan yang dipakai sebagai lapisan penutup bagian dalam bangunan (interior finishing materials). (5) Bahan komponen struktur bangunan adalah bahan bangunan yang dipakai sebagai bahan pembentuk komponen struktur bangunan, seperti kolom, balok, dinding, lantai, atap dan sebagainya. Pasal 6 PERSYARATAN BAHAN LAPIS PENUTUP (1) Bahan bangunan yang cepat terbakar dan/atau yang mudah menjalarkan api melalui permukaannya, tanpa perlindungan khusus, tidak boleh dipakai pada tempat-tempat penyelamatan kebakaran, maupun di bagian lainnya dalam bangunan di mana terdapat sumber api. (2) Sesuai dengan Klasifikasi Bangunan yang ditentukan dalam Bab II Pasal 3, bahan lapis penutup harus memenuhi syarat minimum yang disebutkan dalam Tabel III.2.

11 Tabel III.2 Tingkat Mutu Bahan Lapis Penutup Kelas bangunan (Ketahanan terhadap api) Kelas A (3 jam) Ruang efektif, kamar, dsb. Bahan Lapis Penutup untuk : Ruang sirkulasi, Tangga kebakaran koridor, dsb pintu kebakaran, dsb. Bahan mutu Tingkat I Kelas B (2 jam) Kelas C ( ½ jam) Kelas D Bahan Mutu Tingkat II Bahan Mutu Tingkat II Bahan Mutu Tingkat II Bahan Mutu Tingkat III Diatur tersendiri Bahan Mutu Tingkat I Bahan Mutu Tingkat II (3) Daftar bahan-bahan dengan tingkat mutu seperti tersebut dalam Tabel III.2 diberikan dalam Tabel III.1. Bahan bangunan yang tidak tercantum dalam Tabel III.1. dapat dipakai setelah dibuktikan oleh hasil pengujian dari instansi yang berwenang. Pasal 7 PERSYARATAN BAHAN UNTUK KOMPONEN STRUKTUR BANGUNAN (1) Berdasarkan klasifikasi bangunan yang disebutkan dalam Bab II, pasal 3, bahan bangunan yang dipakai untuk komponen struktur bangunan harus memenuhi syarat minimum seperti dicantumkan dalam Tabel III.3 di bawah ini. Tabel III.3 Persyaratan Bahan untuk Komponen Struktur Bangunan Kelas bangunan (Ketahanan terhadap api) Kolom dan Balok Atap Dinding luar dan bukaan pada dinding luar Lantai dan Tangga Kelas A (3 jam) Mutu Tingkat I Mutu Tingkat I Mutu Tingkat I Mutu Tingkat I Kelas B (2 jam) Mutu Tingkat I Mutu Tingkat I Mutu Tingkat I Mutu Tingkat II Kelas C (½ jam) Mutu Tingkat II Mutu Tingkat II Mutu Tingkat II Mutu Tingkat II Kelas D Diatur tersendiri (2) Daftar bahan-bahan dengan tingkat mutu seperti tersebut dalam Tabel III.3 diberikan dalam Tabel III.1. Bahan-bahan lainnya yang tidak tercantum dalam Tabel III.1 dapat dipakai setelah dibuktikan oleh hasil pengujian dari instansi yang berwenang. (3) Pengujian dan penilaian mutu bahan serta petunjuk teknis pemakaiannya, baik untuk bahan lapis penutup maupun untuk komponen struktur bangunan, harus mengikuti ketentuan yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang.

12 BAB IV STRUKTUR BANGUNAN Pasal 8 PENGERTIAN (1) Ketahanan terhadap api adalah sifat dari komponen struktur untuk tetap bertahan terhadap api tanpa kehilangan fungsinya sebagai komponen struktur, dalam satuan waktu yang dinyatakan dalam jam. (2) Komponen struktur adalah bagian-bagian bangunan gedung baik yang memikul beban maupun yang bukan, misalnya dinding, kolom, balok, dinding partisi, atap dan lantai. (3) Komponen struktur utama adalah bagian-bagian bangunan gedung yang memikul beban dan meneruskan beban tersebut ke pondasi misalnya dinding, kolom, balok dan lantai. Pasal 9 PERENCANAAN STRUKTUR BANGUNAN (1) Semua struktur bangunan gedung yang direncanakan tahan api harus memenuhi ketentuan-ketentuan dan cara-cara yang tercantum dalam Bab IV ini. (2) Cara-cara peningkatan ketahanan komponen struktur terhadap api yang tidak tercantum pada ketentuan Bab IV ini diperbolehkan, asal dapat memenuhi persyaratan melalui pengujian dari instansi yang berwenang. Pasal 10 PERSYARATAN KETAHANAN TERHADAP API Persyaratan umum ketahanan terhadap api bagi komponen struktur bangunan tinggi dicantumkan dalam Tabel IV.1 berikut ini. Pasal 11 KOMPONEN STRUKTUR BETON BERTULANG (1) Lantai beton bertulang Ketahanan api untuk lantai beton bertulang dicantumkan dalam Tabel IV.2 berikut : Tabel IV.2. Ketahanan api untuk lantai Beton Bertulang Jenis Lantai Tebal tolal minimum lantai dalam cm. untuk ketahanan api selama : 3 jam 2 jam ½ jam Lantai monolit, lantai pracetak berbentuk U dan T 15,0 12,5 9,0 Lantai balok berongga, lantai pracetak berbentuk kotak atau l. 12,5 9,0 9,0 Keterangan : Untuk semua jenis lantai, harus terdapat penutup beton pada tulangan pokok minimum setebal 2,5 cm. untuk ketahanan api 3 jam dan minimum 1,5 cm untuk ketahanan api yang kurang dari 3 jam.

13 (2) Balok beton bertulang Ketahanan api untuk balok beton bertulang dicantumkan dalam Tabel berikut Tabel IV.3. Ketahanan api untuk Balok Beton Bertulang U r a i a n Tebal minimum penutup beton dalam cm. untuk ketahanan api selama : 3 jam 2 jam ½ jam Tanpa lapisan pelindung tambahan 5,0 5,0 2,5 (3) Dinding Beton Bertulang Ketahanan api untuk dinding beton bertulang dicantumkan dalam Tabel berikut ini : Tabel IV.4. Ketahanan api untuk Dinding Beton Bertulang Uraian Tebal minimum dinding dalam cm, untuk ketahanan api selama : 3 jam 2 jam ½ jam Tanpa pelindung tambahan 17,5 10,0 7,5 Plesteran semen atau gips setebal minimum 1,20 cm. pada kedua permukaan 17,5 10,0 6,5 Keterangan : Untuk semua dinding harus terdapat penutup beton pada tulangan pokok setebal 2,5 cm. (4) Kolom beton bertulang Ketahanan api untuk kolom beton bertulang dicantumkan dalam Tabel IV.5 berikut ini : Tabel IV.5 Ketahanan api untuk Kolom Beton Bertulang Uraian Ketahanan api selama : 3 Jam 2 Jam ½ jam Tebal minimum kolom dalam cm 40,0 30,0 15,0 Penutup beton minimum pada tulangan dalam cm 6,5 5,0 4,0

14 (1) Lantai Beton Pratekan Pasal 12 KOMPONEN STRUKTUR BETON PRATEKAN Ketahanan api untuk lantai beton pratekan dicantumkan dalam Tabel IV.6 berikut ini : Tabel IV.6 Ketahanan api untuk Lantai Beton Pratekan Uraian Ketahanan api selama : 3 Jam 2 Jam ½ jam Tebal minimum penutup beton pada tulangan pratekan dalam cm 5,0 4,0 1,5 Tebal minimum lantai dalam cm 15,0 12,5 9,0 (2) Balok Beton Pratekan Ketahanan api untuk balok beton pratekan dicantumkan dalam Tabel IV.7 berikut ini : Tabel IV.7 Ketahanan api untuk Balok Beton Pratekan U r a I a n Ketahanan api selama : 3 Jam 2 Jam ½ jam Tebal minimum penutup beton pada tulangan pratekan dalam cm 8,5 6,5 2,5 Lebar minimum balok dalam cm 24,0 18,0 8,0 Pasal 13 KOMPONEN STRUKTUR BAJA Untuk memperpanjang ketahanan api, permukaan struktur baja harus diberi lapisan beton bertulang seperti dicantumkan dalam Tebel IV.8 dan IV.9 berikut ini : Tabel IV.8 Ketahanan api untuk Balok Baja Lapisan beton bertulang dengan campuran minimum *) 1 PC : 2 Psr : 3 kerikil Tebal minimum lapisan beton bertulang dalam cm, untuk ketahanan api selama : 3 jam 2 jam ½ jam Lapisan beton bertulang tidak memikul beban Lapisan beton bertulang memikul beban 6,3 2,5 2,5 7,5 5,0 5,0 Keterangan : Jarak tulangan beton kesemua arah maksimum 15 cm.

15 Tabel IV.9. Ketahanan api untuk Kolom Baja Lapisan beton bertulang dengan campuran minimum *) 1 PC : 2 Psr : 3 Kerikil Tebal minimum lapisan beton bertulang dalam cm, untuk ketahanan api selama : 3 Jam 2 jam ½ jam Lapisan beton bertulang tidak memikul beban 5,0 2,5 2,5 Lapisan beton bertulang memikul beban 7,5 5,0 5,0 Keterangan : Jarak tulangan beton kesemua arah maksimum 15 cm. *) Pemakaian semen tidak boleh kurang dari campuran tersebut di atas. Pasal 14 KOMPONEN STRUKTUR BATA MERAH Ketahanan api untuk komponen struktur bata merah dengan tebal 11 cm, dan menggunakan adukan 1 semen : 3 pasir, adalah 2 jam. Pasal 15 KOMPONEN STRUKTUR BATAKO DAN BATA BETON (CONCRETE BLOCK) Ketahanan api untuk komponen struktur Batako dan Bata Beton (Concrete Block) dengan tebal 10 cm, dan menggunakan adukan 1 semen : 3 pasir, adalah 2 jam. Pasal 16 KOMPONEN STRUKTUR KAYU Ketahanan api untuk komponen dinding kayu dengan lapisan papan asbestos semen setebal minimum 12 mm, pada tiap bidang permukaannya adalah ½ jam. Ketahanan api untuk komponen lantai kayu dengan langit-langit dari papan asbestos semen setebal minimum 12 mm adalah ½ jam. BAB V U T I L I T A S Pasal 17 P E N G E R T I A N (1) Utilitas adalah perlengkapan dalam bangunan gedung yang digunakan untuk menunjang tercapainya unsur-unsur kenyamanan, kesehatan, keselamatan, komunikasi dan mobilitas dalam bangunan tersebut. Utilitas bangunan pada umumnya terdiri dari : a. Instalasi Listrik dan penangkal petir b. Instalasi Tata Udara (A/C dan ventilasi) c. Instalasi Plambing (Plumbing) d. Instalasi Lift (Lift) dan Eskalator (Escalator) e. Instalasi Komunikasi f. Instalsi Proteksi Kebakaran. (2) Utilitas dalam ketentuan ini diartikan segala perlengkapan yang dipersiapkan untuk mencegah dan menanggulangi kebakaran pada bangunan gedung, yang meliputi : a. Alarm kebakaran b. Alat pemadam api ringan (PAR)

16 c. Hidran kebakaran d. Sprinkler e. Pipa peningkatan air (riser) f. Sumber daya listrik darurat g. Penangkal petir h. Peralatan lainnya yang merupakan bagian dari utilitas bangunan. (3) a. Yang dimaksud dengan alarm kebakaran adalah suatu alat pengindera dan alarm yang dipasang pada bangunan gedung, yang dapat memberikan peringatan atau tanda pada saat awal terjadinya suatu kebakaran. b. Alat Pemadam Api Ringan (PAR) adalah alat pemadam api yang mudah dilayani oleh satu orang, digunakan untuk memadamkan api pada awal terjadinya kebakaran. c. Hidran kebakaran adalah suatu sistem pemadam kebakaran dengan menggunakan air bertekanan. d. Sprinkler otomatis dalam ketentuan ini adalah suatu sistim pemancar air yang bekerja secara otomatis bilamana suhu ruangan mencapai suhu tertentu yang menyebabkan pecahnya tabung/tutup kepala sprinkler sehingga air memancar ke luar. Deflektor yang terdapat pada kepala sprinkler menimbulkan distribusi pancaran merata kesemua arah. e. Yang dimaksud dengan pipa peningkatan air (riser) adalah pipa vertikal yang berfungsi mengalirkan air ke jaringan pipa antara di tiap lantai dan mengalirkan air ke pipa-pipa cabang dalam bangunan. Pipa peningkatan air dibedakan atas pipa peningkatan air kering (dry riser) yang kosong dan pipa peningkatan air basah (wet riser) yang senantiasa berisi air. Pipa peningkatan air kering adalah pipa air yang umumnya kosong, dipasang dalam gedung atau di dalam areal gedung dengan pintu air masuk (inlet) letaknya menghadap ke jalan untuk memudahkan pemasukan air dari Dinas Kebakaran guna mengalirkan air ke pipa-pipa cabang yang digunakan untuk mengisi hidran di lantailantai bangunan. Pipa peningkatan air basah adalah pipa air yang secara tetap berisi air dan mendapat aliran tetap dari sumber air, dipasang dalam gedung atau di dalam areal bangunan, yang digunakan untuk mengalirkan air ke pipa-pipa cabang yang digunakan untuk mengisi hidran di lantai-lantai bangunan. f. Sumber daya listrik darurat adalah suatu sumber pembangkit listrik, yang digunakan untuk mengoperasikan peralatan dan perlengkapan yang ada pada bangunan, pada waktu terjadi kebakaran. Pasal 18 ALARM KEBAKARAN (1) Pembagian alarm kebakaran didasarkan kepada kepekaannya terhadap : a. Panas b. Asap c. Nyala api. (2) Peralatan alarm kebakaran Peralatan alarm kebakaran sekurang-kurangnya harus mempunyai: a. Lonceng/sirene dengan sumber tenaga batere b. Alat pengindera c. Panel indikator yang dilengkapi dengan :

17 c.1. Fasilitas kelompok alarm c.2. Sakelar penghubung/pemutus arus c.3. Fasilitas pengujian batere dengan voltmeter dan amperemeter. d. Peralatan bantu lainnya. (3) Persyaratan Penempatan dan Pemasangan alarm kebakaran a. Harus ditempatkan pada tempat-tempat sebagai berikut : a.1. a.2. a.3. a.4. a.5. a.6. a.7. a.8. a.9. Ruangan tersembunyi seperti misalnya ruangan antara langit-langit dan atap, dengan jarak melebihi 80 cm diukur dari permukaan atap terbawah ke permukaan langit-langit teratas, dan ruangan tersembunyi lainnya dimana terdapat peralatan listrik yang dihubungkan dengan hantaran utama tanpa dilindungi dengan bahan dengan mutu tingkat I. Setiap perlengkapan listrik, papan sakelar atau sejenisnya yang memiliki luas permukaan 1,5 m2 dan ditempatkan dalam lemari. Setiap lemari dalam tembok yang memiliki tinggi mencapai langit-langit atau yang volumenya minimum 7,3 m3. Karena llif atau pada ruangan penarik vertikal dengan luas lebih dari 0,1 m2 dan kurang dari 9 m2. Setiap daerah diantara dua lantai yang memiliki lubang luas lebih dari 9 m2 pada setiap tingkat dipasang satu buah yaitu pada langit-langitnya dengan jarak 1,5 m dari lubang. Ruangan Tangga dalam bangunan yang kedap api dan asap dipasang pada langit-langit atas. Untuk yang tidak kedap, dipasang pada setiap langit-langit tangga. Daerah yang dilindungi dengan jarak 1,5 m dari pintu tahan api. Pada setiap lantai gedung di mana secara khusus dipasang saluran pembuangan udara. Bagian dari langit-langit yang berbentuk kisi-kisi yang salah satu sisi dari kisikisi tersebut berukuran lebih dari 2 m dan luasnya 7,5 m2 a.10. Pada setiap 12 m sepanjang dinding luar, terbuat dari baja yang digalvanis atau yang terbuat dari kayu bila : - Bangunan berada pada jarak 9 m dari bangunan lain yang dibuat dari bahan yang sama, dan tak dilengkapi dengan alarm kebakaran. - Bangunan yang berada pada jarak 9 m dari gudang tempat penimbunan bahan yang mudah terbakar. b. Pemasangan alarm kebakaran b.1. b.2. b.3. Untuk jenis bangunan tertentu yang termasuk dalam kelas Bangunan A dan B harus dipasang alarm kebakaran dengan ketentuan seperti pada Tabel V.I. Dipasang sedemikian rupa, sehingga secara normal tidak terganggu oleh pengaruh lain yang dapat menimbulkan operasi palsu. Dilengkapi dengan indikator sehingga bila ada gangguan pada sistem tersebut akan cepat diketahui.

18 b.4. b.5. b.6. b.7. Bila dalam satu sistem alarm kebakaran, dipasang lebih dari satu jenis alarm, tegangannya harus sama. Sistem alarm kebakaran harus mempunyai gambaran instalasi secara lengkap dan mencantumkan letak dari perlengkapan tersebut, serta ditempatkan di pusat kontrol. Sumber tenaga listrik untuk sistem ini harus mempunyai tegangan 6 volt atau 12 volt DC (arus searah). Pemasangan harus terpisah dari pemasangan instalasi tenaga dan instalasi penerangan. Tabel V.1 PERSYARATAN PEMASANGAN ALARM KEBAKARAN MENURUT JENIS, JUMLAH LANTAI, DAN LUAS LANTAI KLASIFIKASI BANGUNAN JENIS BANGUNAN JUMLAH LANTAI JUMLAH LUAS MINIMUM TIAP LANTAI (M2) TIPE ALARM A H O T E L manual 2-4 t.a.b. otomatis > 4 t.a.b. otomatis PERTOKOAN & PASAR > t.a.b. t.a.b. manual otomatis otomatis PERKANTORA N > t.a.b. t.a.b. manual otomatis otomatis RUMAH SAKIT DAN PERAWATAN > 4 t.a.b. t.a.b. t.a.b. manual otomatis otomatis BANGUNAN INDUSTRI 2-4 > 4 t.a.b t.a.b. manual otomatis otomatis TEMPAT HIBURAN, MUSEUM > 4 t.a.b t.a.b t.a.b. manual otomatis otomatis B. PERUMAHAN BERTINGKAT > 4 t.d. 375 t.d. manual otomatis ASRAMA > 4 t.d. t.a.b. t.a.b t.d manual otomatis SEKOLAH > 4 t.d. 375 t.a.b. t.d. manual otomatis TEMPAT IBADAH > 4 t.d. 375 t.a.b. t.d. manual ootomatis t.d. t.a.b. = tidak dipersyaratkan = tidak ada batasan luas.

19 c. Pemasangan alat pengindera c.1. Pemasangan alat pengindera panas harus mengikuti persyaratan sebagai berikut : c.1.1. Untuk sistem yang menggunakan alat pengindera panas, elemen peka panasnya harus dipasang pada posisi antara 15 mm hingga 100 mm di bawah permukaan langit-langit. c.1.2. Pada satu kelompok sistem ini, tidak boleh dipasang lebih dari 40 buah. c.1.3. Untuk setiap ruangan dengan luas 46 m2 dengan tinggi langit-langit 3 m, dipasang satu buah alat pengindera panas. c.1.4. Jarak antar alat pengindera tidak lebih dari 7 mm untuk ruang efektif, sedangkan untuk ruang sirkulasi tidak lebih dari 10 m. c.1.5. Jarak alat pengindera dengan dinding pembatas paling jauh 3 m pada ruang efektif dan 6 m pada ruang sirkulasi. c.1.6. Jarak alat pengindera panas dengan dinding, minimum 30 cm. c.1.7. Pada tiap ketinggian yang berbeda, dipasang satu buah alat pengindera panas untuk setiap luas lantai 92 m2. c.1.8. Di puncak lekukan atap pada ruangan tersembunyi, dipasang sebuah alat pengindera panas untuk setiap jarak memanjang 9 m. c.2. Pemasangan alat pengindera asap harus mengikuti persyaratan sebagai berikut : c.2.1. Pada setiap luas lantai 92 m2 harus dipasang sebuah alat pengindera asap. c.2.2. Jarak antar alat pengindera asap maksimum 12 m di dalam ruangan efektif, dan 18 m di dalam ruang sirkulasi. c.2.3. Jarak titik alat pengindera yang terdekat ke dinding atau dinding pemisah, 6 m, dalam ruang efektif, dan 12 m, dalam ruang sirkulasi. c.2.4. Setiap kelompok sistem harus dibatasi maksimum 20 buah alat pengindera asap yang dapat melindungi ruangan 2000 m2 luas lantai. c.3. Pemasangan alat pengindera nyala api mengikuti persyaratan sebagai berikut : c.3.1. Untuk setiap kelompok sistem harus dibatasi maksimum 20 buah alat pengindera nyala api yang dapat melindungi ruangan. c.3.2. Untuk yang dipasang di luar ruangan (udara terbuka), maka alat pengindera harus terbuat dari bahan yang tahan karat, tahan pengaruh angin dan getaran. c.3.3. Untuk pemasangan pada daerah yang sering mengalami sambaran petir, harus dilindungi sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan alarm palsu. Pasal 19 ALAT PEMADAM API RINGAN ( PAR ) (1) Alat pemadam api ringan ( PAR ) dibagi dalam jenis-jenis didasarkan atas golongan kebakaran tertentu yang dapat dipadamkannya. Contoh : PAR Jenis A digunakan untuk pemadaman kebakaran golongan A. Lihat Tabel V.3.

20 (2) Penggolongan kebakaran ke dalam golongan A, B, C, dan D didasarkan atas macam bahan yang mula-mula terbakar pada saat awal terjadinya kebakaran. - Kebakaran golongan A adalah kebakaran bahan padat kecuali logam - Kebakaran golongan B adalah kebakaran bahan cair atau gas - Kebakaran golongan C adalah kebakaran instalasi listrik bertegangan - Kebakaran golongan D adalah kebakaran logam. (3) Persyaratan Teknis PAR Untuk semua jenis PAR yang biasanya dikemas dalam bentuk tabung harus memenuhi syarat : a. Tabung harus dalam keadaan baik b. Etiket harus mudah dibaca dengan jelas dan dimengerti c. Sebelum dipakai segel harus dalam keadaan baik d. Slang harus tahan tekanan tinggi e. Bahan baku pemadam selalu dalam keadaan baik f. Isi tabung gas sesuai dengan tekanan yang dipergunakan g. Belum lewat batas masa berlakunya h. Warna tabung harus mudah dilihat (hijau, merah, biru, kuning) (4) Pemasangan dan penempatan Untuk pemasangan dan penempatan PAR harus memenuhi syarat sebagai berikut : a. Setiap PAR harus dipasang pada posisi yang mudah dilihat, dicapai, diambil, serta dilengkapi dengan pemberian tanda pemasangan sesuai dengan gambar V.2 dan V.3. b. Pemasangan PAR harus sesuai dengan jenis dan penggolongan kebakaran. c. Setiap PAR harus dipasang menggantung pada dinding dengan penguatan sengkang atau dalam lemari kaca, dan dapat dipergunakan dengan mudah pada saat diperlukan. d. Pemasangan PAR dilakukan sedemikian rupa sehingga bagian paling atas berada pada ketinggian 1,2 m dari permukaan lantai, terkecuali untuk jenis CO2 dan bubuk kimia kering yang penempatannya minimum 15 cm dari permukaan lantai. e. PAR tidak boleh dipasang di dalam ruangan yang mempunyai suhu lebih dari 49 º C dan di bawah 4 º C. f. Penempatan PAR juga didasarkan kepada kemampuan jangkuan serta jenis bangunan sesuai dengan Tabel V.2. (5) Pemakaian Pemakaian PAR harus disesuaikan dengan jenis PAR dan golongan kebakaran sesuai dengan Tabel V.3. KOLOM KOTAK KOLOM BULAT

21 Gambar V.1 Tanda tempat pemasangan alat pemadam api ringan yang dipasang pada kolom Catatan : 1. Tanda tempat pemasangan diberi warna merah 2. Lebar ban pada kolom 20 cm Tabel V.2 Penempatan PAR Jenis Banguna Berat Minimum luas Jangkauan Jarak Maksimum Industri 2 kg 150 m2 15 m U m u m 2 kg 100 m2 20 m Perumahan 2 kg 250 m2 25 m Campuran 2 kg 100 m2 20 m P a r k i r 2 kg 135 m2 25 m Bangunan Tinggi 2 kg 100 m2 20 m Lebih dari 14 m 35 CM ALAT PEMADAM API 3 Cm 7,5 Cm Gambar V.2. Tanda tempat pemasangan alat pemadam api ringan yang dipasang pada dinding. Catatan : 1. Segi tiga sama sisi dengan warna dasar merah 2. Ukuran sisi 35 cm 3. Tinggi tanda pada 7,50 cm, warna putih. 4. Ruang tulisan, tinggi 3 cm warna putih 5. Tulisan warna merah.

22 Pasal 20 HIDRAN KEBAKARAN (1) Berdasarkan lokasi penempatan jenis hidran kebakaran dibagi menjadi : a. Hidran gedung b. Hidran halaman. (2) Komponen Hidran Kebakaran terdiri dari : a. Sumber persediaan air b. Pompa-pompa kebakaran c. Slang kebakaran d. Kopling penyambung e. Perlengkapan lain-lain. (3) Persyaratan Teknis Untuk hidran kebakaran diperlukan persyaratan-persyaratan teknis sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang tersebut dibawah ini : a. Sumber persediaan air untuk hidran kebakaran harus diperhitungkan minimum untuk pemakaian selama 30 menit. b. Pompa kebakaran dan peralatan listrik lainnya harus mempunyai aliran listrik tersendiri dari sumber daya listrik darurat. c. Slang kebakaran dengan diameter maksimum 1½ inci harus terbuat dari bahan yang tahan panas, panjang maksimum slang harus 30 m. d. Harus disediakan kopling penyambung yang sama dengan kopling dari Unit Pemadam Kebakaran. e. Semua peralatan hidran kebakaran harus di cat merah. (4) Pemasangan Hidran Kebakaran a. Pipa pemancar harus sudah terpasang pada slang kebakaran b. Hidran gedung yang menggunakan pipa tegak 6 inci (15 cm) harus dilengkapi dengan kopling pengeluaran yang berdiameter 2,5 inci ( 6,25 cm ), dengan bentuk dan ukuran yang sama dengan kopling dari unit pemadam kebakaran, dan ditempatkan pada tempat yang mudah dicapai oleh unit pemadam kebakaran. c. Hidran halaman, harus disambung dengan pipa induk dengan ukuran diameternya minimum 6 inci ( 15 cm ) mampu mengalirkan air 250 gallon/menit atau liter/menit untuk setiap kopling. Penempatan hidran halaman tersebut harus mudah dicapai oleh mobil unit kebakaran. d. Hidran halaman yang mempunyai 2 kopling pengeluaran harus menggunakan katup pembuka yang diameter minimum 4 inci ( 10 cm ), dan yang mempunyai 3 kopling pengeluaran harus menggunakan pembuka berdiameter 6 inci ( 15 cm ). e. Kotak hidran gedung harus mudah dibuka, dilihat, dijangkau dan tidak terhalang oleh benda lain. (5) Pemakaian Hidran Kebakaran a. Pemakaian hidran kebakaran harus disesuaikan dengan klasifikasi bangunan gedung seperti terlihat pada tabel di bawah ini.

23 Tabel V.4. Pemakaian hidran berdasarkan klasifikasi bangunan Klasifikasi Bangunan RUANG TERTUTUP Jumlah Per Luas Lantai RUANG TERTUTUP DENGAN RUANG TERPISAH Jumlah Minimum Luas Pertotal Lantai A 1 buah Per 800 M2 2 buah Per 800 M2 B 1 buah Per 1000 M2 2 buah Per 800 M2 C 1 buah Per 1000 M2 2 buah Per 1000 M2 D Ditentukan tersendiri Ditentukan tersendiri b. Untuk bangunan kelas A yang bertingkat, setiap lantai harus mempunyai minimum sebuah hidran kebakaran. (1) Sistem Sprinkler terdiri dari : a. Penyediaan air b. Jaringan pipa air sprinkler c. Kepala sprinkler d. Alat bantu lainnya. (2) Sistem penyediaan air Pasal 21 S P R I N K L E R Penyediaan air sprinkler dapat diusahakan melalui : a. Tangki Gravitasi Tangki tersebut harus direncanakan dengan baik yaitu dengan mengatur perletakan, ketinggian, kapasitas penampungannya sehingga dapat menghasilkan aliran dan tekanan air yang cukup pada setiap kepala sprinkler. b. Tangki Bertekanan Tangki tersebut harus direncanakan dengan baik yaitu dengan memberikan alat deteksi yang dapat memberikan tanda apabila tekanan dan atau tinggi muka air dalam tangki turun melampaui batas yang ditentukan. Isi tangi harus selalu terisi minimum 2/3 bagian dan kemudian diberi tekanan sekurang-kurangnya 5 kg/cm2. c. Jaringan Air Bersih Jaringan air bersih dapat digunakan apabila kapasitas dan tekanannya memenuhi syarat yang ditentukan. Diameter pipa air bersih yang dihubungkan dengan pipa tegak sprinkler harus berdiameter sama, dengan ukuran minimum 100 mm. Pipa yang menuju kejaringan air bersih harus sama dengan pipa sprinkler atau dengan ukuran ø pipa minimum 100 mm. d. Tangki Mobil Kebakaran Bila tangki gravitasi, tangki bertekanan dan jaringan air bersih tidak berfungsi dengan normal, dapat dipompakan air dari tangki mobil Unit Pemadam Kebakaran dengan ukuran pipa minimum 100 mm.

24 (3) Jaringan pipa sprinkler Jenis pipa yang dapat digunakan adalah : a. Pipa baja b. Pipa baja galvanis c. Pipa besi tuang dengan flens d. Pipa tembaga Pipa-pipa tersebut harus memenuhi Standar Industri Indonesia (SII) (4) Kepala Sprinkler Kepala sprinkler adalah bagian dari sprinkler yang berada pada ujung jaringan pipa dan diletakkan sedemikian rupa sehingga akibat adanya perubahan suhu tertentu akan memecahkan kepala sprinkler tersebut dan akan memancarkan air secara otomatis. 5) Jenis kepala sprinkler Jenis kepala sprinkler dibedakan atas arah pancarannya dan tingkat kepekaannya terhadap suhu. a. Berdasarkan arah pancarannya, kepala sprinkler dibedakan atas : a.1. a.2. a.3. Pancaran kearah atas Pancaran kearah bawah Pancaran dari arah dinding. b. Berdasarkan kepakaannya terhadap suhu, kepala sprinkler dapat dibedakan atas : b.1. b.2. Kepala sprinkler dengan segel berwarna Kepala sprinkler dengan tabung gelas berisi cairan berwarna. Tingkat kepekaan kepala sprinkler tersebut ditandai dengan pemberian warna tertentu baik pada segel maupun pada cairan yang terdapat di dalam tabung gelas. (lihat Tabel V.5 dan V.6.). Tabel V.5 Kepekaan kepala sprinkler sesuai dengan warna segel Suhu lebur segel ( º C ) Warna segel Tak berwarna P u t i h 141 B i r u 182 Kuning 224 Merah Dibedakan dari warna tabung gelas dari kepala sprinkler.

25 (6) Pemilihan jenis kepala sprinkler Pemilihan jenis kepala sprinkler yang digunakan harus disesuaikan dengan kondisi termal ruangan dimana sprinkler dipasang. (Lihat Tabel V.5 dan V.6). Tabel V.6 Kepekaan kepala sprinkler sesuai dengan warna tabung gelas Suhu pecah tabung gelas ( ºC) Warna cairan dalam gelas 57 Jingga 68 Merah 79 Kuning 93 Hijau 141 Biru 182 Ungu Hitam (7) Pemakaian a. Untuk bangunan kelas A mulai dari lantai 4 (empat) ke atas atau ketinggian 14 m pertama harus memakai sprinkler. b. Untuk bangunan kelas B mulai dari lantai 8 (delapan) ke atas atau ketinggian 40 m ke atas harus memakai sprinkler. c. Dalam hal unit Pemadam Kebakaran setempat belum memiliki tangga pemadaman setinggi 40 m, maka ketentuan mulai dipakainya instalasi sprinkler harus disesuaikan dengan tinggi tangga maksimum unit pemadam kebakaran yang dimiliki daerah tersebut. (8) Pedoman teknis pelaksanaan pemasangan dan penempatan sprinkler otomatis harus mengikuti Pedoman Penanggulangan Bahaya Kebakaran dengan Sprinkler Otomatis yang dikeluarkan oleh Departemen Pekerjaan Umum. Pasal 22 PIPA PENINGKATAN AIR (1) Untuk bangunan Klas A mulai dengan ketinggian 14 m (empat lantai) ke atas dan bangunan Klas B mulai dengan ketinggian mulai 40 m (delapan lantai) ke atas, harus diperhitungkan kemungkinan dipasangnya instalasi pipa peningkatan air. (2) Pipa peningkatan air kering hanya boleh dipasang pada bangunan gedung dengan ketinggian maksimum 60 m, dan di atas ketinggian 60 m harus menggunakan pipa peningkatan air basah. (3) Pemasangan pipa peningkatan air harus memenuhi ketentuan teknis sebagai berikut : a. Untuk setiap lantai dengan luas 800 m2 untuk bangunan Klas A dan 1000 m2 untuk bangunan Klas B, harus terdapat minimum 1 (satu) buah pipa peningkatan air. b. Pipa peningkatan air harus dipasang sedemikian hingga jarak dari tiap bagian ditiap bagian di tiap lantai ke pipa peningkatan air tidak melebihi 38 m. c. Ujung pipa tegak yang berada di halaman luar, harus mudah dilihat dan dicapai, dengan memberi tanda yang jelas misalnya PIPA PENINGKATAN AIR KERING (DRY RISER) atau PIPA PENINGKATAN AIR BASAH (WET RISER).

26 d. Ketinggian ujung bawah pipa peningkatan air atau ujung pipa peningkatan air yang berada di halaman, lebih kurang 1,25 m di atas halaman dan harus dilengkapi dengan kopling penyambung yang sesuai dengan kopling dari Unit Pemadam Kebakaran. (1) Sumber daya listrik dapat diperoleh dari : a. Sumber Utama dari PLN b. Sumber darurat Pasal 23 SUMBER DAYA LISTRIK DARURAT (2) Ketentuan mengenai peralatan dan pemasangan instalasi daya listrik harus mengikuti ketentuan seperti yang tercantum pada Peraturan Umum Instalasi Listrik (PUIL). (3) Sumber daya listrik darurat dapat berupa : a. Batere b. Generator c. Dan lain-lain. (4) Sumber daya listrik darurat harus direncanakan dapat bekerja secara otomatis apabila sumber daya utama tidak bekerja. (5) Sumber daya listrik darurat harus dapat dipergunakan setiap saat (Stand by Power). (6) Sumber daya listrik darurat harus digunakan untuk : a. Penerangan darurat b. Komunikasi darurat c. Lif Kebakaran d. Sprinkler e. Alarm Kebakaran f. Pintu Tahan Api Otomatis g. Pengisap asap h. Hidran. Pasal 24 PENANGKAL PETIR (1) Untuk melindungi bangunan gedung terhadap kebakaran yang berasal dari sambaran Petir, maka pada bangunan gedung khususnya Klas A dan B harus dipasang penangkal petir. (2) Ketentuan mengenai peralatan dan pemasangan instalasi penangkal petir harus mengikuti ketentuan seperti yang tercantum pada Peraturan Umum Instalasi Penangkal Petir (PUIPP).

27 BAB VI. UPAYA PENYELAMATAN Pasal 25 P E N G E R T I A N (1) Upaya penyelamatan dalam ketentuan ini bertujuan agar para penghuni atau pemakai bangunan mudah menyelamatkan diri atau diselamatkan ketempat yang aman pada saat terjadi kebakaran. (2) Sarana dan perlengkapan ke luar (evakuasi) pada bangunan harus mudah dan jelas dilihat dan atau dicapai oleh penghuni atau pemakai bangunan pada saat terjadi kebakaran. (3) Sarana dan Perlengkapan ke luar terdiri dari : a. Tangga kebakaran b. Koridor c. Pintu kebakaran d. Bukaan penyelamat e. Lif kebakaran f. Penerangan darurat g. Komunikasi darurat h. Sistem pengendalian asap i. Landasan helikopter j. Peralatan pembantu lainnya. llihat BAB II Pasal 4 ayat (4) Pasal 26 TANGGA KEBAKARAN Lihat BAB II Pasal 4 ayat (3) Pasal 27 K O R I D O R Lihat BAB II Pasal 4 ayat (5) Pasal 28 PINTU KEBAKARAN Lihat BAB II Pasal 4 ayat (2) d Pasal 29 BUKAAN PENYELAMAT PASAL 30

SISTEM PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN I

SISTEM PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN I Pertemuan ke-12 Materi Perkuliahan : Sistem penanggulangan bahaya kebakaran 1 (Sistem deteksi kebakaran, fire alarm, fire escape) SISTEM PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN I Kebakaran adalah bahaya yang diakibatkan

Lebih terperinci

kondisi jalur di pusat perbelanjaan di jantung kota Yogyakarta ini kurang BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

kondisi jalur di pusat perbelanjaan di jantung kota Yogyakarta ini kurang BAB V KESIMPULAN DAN SARAN kondisi jalur di pusat perbelanjaan di jantung kota Yogyakarta ini kurang memadai. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Penelitian ini telah melakukan evaluasi terhadap kondisi jalur evakuasi darurat

Lebih terperinci

DAFTAR PERTANYAAN AUDIT KESELAMATAN KEBAKARAN GEDUNG PT. X JAKARTA

DAFTAR PERTANYAAN AUDIT KESELAMATAN KEBAKARAN GEDUNG PT. X JAKARTA Lampiran 1. Daftar Pertanyaan Audit Keselamatan Kebakaran Gedung PT. X Jakarta Tahun 2009 DAFTAR PERTANYAAN AUDIT KESELAMATAN KEBAKARAN GEDUNG PT. X JAKARTA Data Umum Gedung a. Nama bangunan : b. Alamat

Lebih terperinci

KONDISI GEDUNG WET PAINT PRODUCTION

KONDISI GEDUNG WET PAINT PRODUCTION STANDAR APAR MENURUT NFPA 10/ No. Per 04/Men/1980 Terdapat APAR yang sesuai dengan jenis kebakaran Tedapat label penempatan APAR Penempatan APAR mudah dilihat, mudah diambil, dan mudah digunakan pada saat

Lebih terperinci

Instalasi hydrant kebakaran adalah suatu sistem pemadam kebakaran tetap yang menggunakan media pemadam air bertekanan yang dialirkan melalui

Instalasi hydrant kebakaran adalah suatu sistem pemadam kebakaran tetap yang menggunakan media pemadam air bertekanan yang dialirkan melalui Teknik Perpipaan Instalasi hydrant kebakaran adalah suatu sistem pemadam kebakaran tetap yang menggunakan media pemadam air bertekanan yang dialirkan melalui pipa-pipa dan slang kebakaran. Sistem ini terdiri

Lebih terperinci

Tata cara perencanaan sistem protekasi pasif untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan rumah dan gedung.

Tata cara perencanaan sistem protekasi pasif untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan rumah dan gedung. Tata cara perencanaan sistem protekasi pasif untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan rumah dan gedung. 1. Ruang lingkup. 1.1. Standar ini ditujukan untuk mengamankan dan menyelamatkan jiwa, harta

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN

BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, Menimbang : a. bahwa ancaman

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN DALAM WILAYAH KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN DALAM WILAYAH KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN DALAM WILAYAH KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG, Menimbang : a. bahwa ancaman bahaya

Lebih terperinci

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N W A L I K O T A B A N J A R M A S I N PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PENGAMANAN OBJEK VITAL DAN FASILITAS PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARMASIN, Menimbang

Lebih terperinci

RANGKUMAN Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung

RANGKUMAN Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung RANGKUMAN Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung - 1983 Kombinasi Pembebanan Pembebanan Tetap Pembebanan Sementara Pembebanan Khusus dengan, M H A G K = Beban Mati, DL (Dead Load) = Beban Hidup, LL

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR, Menimbang : a. bahwa bencana kebakaran

Lebih terperinci

DAFTAR STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) BIDANG BAHAN KONSTRUKSI BANGUNAN DAN REKAYASA SIPIL

DAFTAR STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) BIDANG BAHAN KONSTRUKSI BANGUNAN DAN REKAYASA SIPIL DAFTAR (SNI) BIDANG BAHAN KONSTRUKSI BANGUNAN DAN REKAYASA SIPIL No. Judul Standar Nomor Standar Ruang Lingkup D Pemukiman (Cipta Karya) 2. Keselamatan & Kenyamanan Metoda Uji 1. Metode Pengujian Jalar

Lebih terperinci

TABEL A1 SPESIFIKASI TEKNIS BANGUNAN GEDUNG PEMERINTAH/LEMBAGA KLASIFIKASI TINGGI/TERTINGGI NEGARA

TABEL A1 SPESIFIKASI TEKNIS BANGUNAN GEDUNG PEMERINTAH/LEMBAGA KLASIFIKASI TINGGI/TERTINGGI NEGARA TABEL A1 SPESIFIKASI TEKNIS BANGUNAN GEDUNG PEMERINTAH/LEMBAGA KLASIFIKASI TINGGI/TERTINGGI NEGARA SEDERHANA TIDAK SEDERHANA KHUSUS A PERSYARATAN TATA BANGUNAN DAN LINGKUNGAN 1. Jarak Antar Bangunan minimal

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Suatu bangunan gedung harus mampu secara struktural stabil selama kebakaran

LAMPIRAN. Suatu bangunan gedung harus mampu secara struktural stabil selama kebakaran LAMPIRAN Sistem proteksi pasif terdiri dari : Ketahanan Api dan Stabilitas Suatu bangunan gedung harus mampu secara struktural stabil selama kebakaran sehingga pada saat terjadi kebakaran pengguna gedung

Lebih terperinci

Pemeriksaan keselamatan kebakaran bangunan gedung

Pemeriksaan keselamatan kebakaran bangunan gedung Pemeriksaan keselamatan kebakaran bangunan gedung 1 Ruang lingkup Pedoman ini mencakup langkah-langkah pemeriksaan keselamatan bangunan terhadap bahaya kebakaran yang dimaksudkan untuk mengetahui tingkat

Lebih terperinci

3.1. Penyajian Laporan BAB III METODE KAJIAN. Gambar 3.1 Bagan alir metode penelitian

3.1. Penyajian Laporan BAB III METODE KAJIAN. Gambar 3.1 Bagan alir metode penelitian 3.1. Penyajian Laporan BAB III METODE KAJIAN Gambar 3.1 Bagan alir metode penelitian 7 3.2. Data Yang Diperlukan Untuk kelancaran penelitian maka diperlukan beberapa data yang digunakan sebagai sarana

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA 1 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 10 TAHUN 2007 SERI PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB VI PEMBAHASAN. perawatan kesehatan, termasuk bagian dari bangunan gedung tersebut.

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB VI PEMBAHASAN. perawatan kesehatan, termasuk bagian dari bangunan gedung tersebut. BAB VI PEMBAHASAN 6.1. Klasifikasi Gedung dan Risiko Kebakaran Proyek pembangunan gedung Rumah Sakit Pendidikan Universitas Brawijaya Malang merupakan bangunan yang diperuntukkan untuk gedung rumah sakit.

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Evaluasi Sistem Proteksi Kebakaran Gedung

BAB III LANDASAN TEORI. A. Evaluasi Sistem Proteksi Kebakaran Gedung A III LANDASAN TEORI A. Evaluasi Sistem Proteksi ebakaran Gedung Evaluasi terhadap sistem proteksi kebakaran dapat dilakukan dengan menggunakan suatu jenis pedoman. Salah satu pedoman yang bisa dipakai

Lebih terperinci

QANUN KOTA LANGSA NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG

QANUN KOTA LANGSA NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG QANUN KOTA LANGSA NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN DAN RETRIBUSI PEMERIKSAAN ALAT PEMADAM DALAM WILAYAH PEMERINTAH KOTA LANGSA B I S M I L L A H I R R A H M A N I R R A H I M

Lebih terperinci

Lampiran 1 Hasil Penilaian

Lampiran 1 Hasil Penilaian Lampiran 1 Hasil Penilaian FORMULIR ISIAN DATA ANGUNAN Tanggal : 12 s.d. 16 September 2017 Pemeriksa : Akhid Gunawan Tanda Tangan : DATA ANGUNAN Nama bangunan : Hotel UNY Alamat : Jl arangmalang aturtunggal

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISIS Prosedur Perencanaan Sistem Proteksi Kebakaran

BAB IV HASIL DAN ANALISIS Prosedur Perencanaan Sistem Proteksi Kebakaran BAB IV Bab IV Hasil dan Analisis HASIL DAN ANALISIS 4.1. Prosedur Perencanaan Sistem Proteksi Kebakaran Sistem pencegahan dan penanggulangan kebakaran merupakan suatu kombinasi dari berbagai sistem untuk

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Obyek Penelitian

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Obyek Penelitian BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Obyek Penelitian Penelitian ini dilakukan di Hotel UNY yang beralamat di Jl Karangmalang Caturtunggal Depok Sleman Yogyakarta. Lokasi Hotel UNY dapat dikatakan sangat strategis

Lebih terperinci

Page 1 of 14 Penjelasan >> PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2002 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PEDOMAN PEMBANGUNAN BANGUNAN TAHAN GEMPA

PEDOMAN PEMBANGUNAN BANGUNAN TAHAN GEMPA LAMPIRAN SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL CIPTA KARYA NOMOR: 111/KPTS/CK/1993 TANGGAL 28 SEPTEMBER 1993 TENTANG: PEDOMAN PEMBANGUNAN BANGUNAN TAHAN GEMPA A. DASAR DASAR PERENCANAAN BANGUNAN TAHAN GEMPA

Lebih terperinci

128 Universitas Indonesia

128 Universitas Indonesia BAB 8 PENUTUP 8.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan terhadap audit keselamatan kebakaran di gedung PT. X Jakarta, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Bangunan gedung

Lebih terperinci

Lampiran 1 DENAH INSTALASI ICU. Universitas Sumatera Utara

Lampiran 1 DENAH INSTALASI ICU. Universitas Sumatera Utara Lampiran 1 DENAH INSTALASI ICU Lampiran 2 PEDOMAN WAWANCARA DENGAN KEPALA INSTALASI SARANA DAN PRASARANA ANALISIS SISTEM PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN DI FASILITAS INTENSIVE CARE UNIT(ICU)RSUP

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 16 TAHUN 2012 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 16 TAHUN 2012 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 16 TAHUN 2012 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWAKARTA, Menimbang : a. bahwa untuk menghindari

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI. No : PER.04/MEN/1980 TENTANG SYARAT-SYARAT PEMASANGAN DAN PEMELIHARAN ALAT PEMADAM API RINGAN.

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI. No : PER.04/MEN/1980 TENTANG SYARAT-SYARAT PEMASANGAN DAN PEMELIHARAN ALAT PEMADAM API RINGAN. PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI No : TENTANG SYARAT-SYARAT PEMASANGAN DAN PEMELIHARAN ALAT PEMADAM API RINGAN. MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI: Menimbang : Mengingat : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 08 TAHUN 2004 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 08 TAHUN 2004 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 08 TAHUN 2004 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PANGKALPINANG, Menimbang

Lebih terperinci

Interpretasi dan penggunaan nilai/angka koefisien dan keterangan tersebut sepenuhnya menjadi tanggung jawab pengguna.

Interpretasi dan penggunaan nilai/angka koefisien dan keterangan tersebut sepenuhnya menjadi tanggung jawab pengguna. DISCLAIMER Seluruh nilai/angka koefisien dan keterangan pada tabel dalam file ini didasarkan atas Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung (SKBI-1.3.5.3-1987), dengan hanya mencantumkan nilai-nilai

Lebih terperinci

Tata cara perencanaan dan pemasangan sarana jalan ke luar untuk penyelamatan terhadap bahaya kebakaran pada bangunan gedung.

Tata cara perencanaan dan pemasangan sarana jalan ke luar untuk penyelamatan terhadap bahaya kebakaran pada bangunan gedung. Kembali SNI 03 1746-2000 Tata cara perencanaan dan pemasangan sarana jalan ke luar untuk penyelamatan terhadap bahaya kebakaran pada bangunan gedung. 1. Ruang lingkup. 1.1. Standar ini ditujukan untuk

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI NEGARA PEKERJAAN UMUM NOMOR: 10/KPTS/2000 TENTANG

MENTERI NEGARA PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI NEGARA PEKERJAAN UMUM NOMOR: 10/KPTS/2000 TENTANG MENTERI NEGARA PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI NEGARA PEKERJAAN UMUM NOMOR: 10/KPTS/2000 TENTANG KETENTUAN TEKNIS PENGAMANAN TERHADAP BAHAYA KEBAKARAN PADA BANGUNAN GEDUNG DAN LINGKUNGAN

Lebih terperinci

WALI KOTA BALIKPAPAN, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

WALI KOTA BALIKPAPAN, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR WALI KOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALI KOTA BALIKPAPAN,

Lebih terperinci

BAB 8 RENCANA ANGGARAN BIAYA

BAB 8 RENCANA ANGGARAN BIAYA BAB 8 RENCANA ANGGARAN BIAYA 8.1. Rencana Anggaran Biaya (RAB) Rencana anggaran biaya (RAB) adalah tolok ukur dalam perencanaan pembangunan,baik ruma htinggal,ruko,rukan maupun gedung lainya. Dengan RAB

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERANCANGAN BAB V KONSEP PERANCANGAN 5.1. Konsep Perancangan Perancangan Asrama Mahasiswa Universitas Mercu Buana ini diharapkan dapat menjadi hunian asrama yang nyaman aman dan mudah dijangkau bagi mahasiswa Universitas

Lebih terperinci

PerMen 04-1980 Ttg Syarat2 APAR

PerMen 04-1980 Ttg Syarat2 APAR PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI No : PER.04/MEN/1980 TENTANG SYARAT-SYARAT PEMASANGAN DAN PEMELIHARAN ALAT PEMADAM API RINGAN. MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI: PerMen 04-1980 Ttg

Lebih terperinci

KONSTRUKSI PONDASI Pondasi Dangkal Pasangan Batu bata/batu kali

KONSTRUKSI PONDASI Pondasi Dangkal Pasangan Batu bata/batu kali KONSTRUKSI PONDASI 9.1 Konstruksi Pondasi Batu Kali atau Rollaag Konstruksi pondasi ini merupakan bagian dari konstruksi bangunan gedung dan sangat penting karena sangat menentukan kekokohan bangunan.

Lebih terperinci

MODUL 3 ALAT KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (ALAT PENGAMAN RUANG DAN KEBAKARAN) TINGKAT X PROGRAM KEAHLI AN TEKNI K PEMANFAATAN TENAGA LI STRI K

MODUL 3 ALAT KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (ALAT PENGAMAN RUANG DAN KEBAKARAN) TINGKAT X PROGRAM KEAHLI AN TEKNI K PEMANFAATAN TENAGA LI STRI K MODUL 3 ALAT KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (ALAT PENGAMAN RUANG DAN KEBAKARAN) TINGKAT X PROGRAM KEAHLI AN TEKNI K PEMANFAATAN TENAGA LI STRI K DISUSUN OLEH : Drs. SOEBANDONO LEMBAR KERJA SISWA 3 D.

Lebih terperinci

PERANCANGAN SISTEM DETEKTOR, ALARM DAN SISTEM SPRINKLER PADA GEDUNG PLAZA DAN GEDUNG DIREKTORAT PPNS-ITS ADHITYA CHANDRA SETYAWAN ( )

PERANCANGAN SISTEM DETEKTOR, ALARM DAN SISTEM SPRINKLER PADA GEDUNG PLAZA DAN GEDUNG DIREKTORAT PPNS-ITS ADHITYA CHANDRA SETYAWAN ( ) PERANCANGAN SISTEM DETEKTOR, ALARM DAN SISTEM SPRINKLER PADA GEDUNG PLAZA DAN GEDUNG DIREKTORAT PPNS-ITS ADHITYA CHANDRA SETYAWAN (6506 040 009) 1. Pendahuluan 2. Tinjauan Pustaka 3. Metode Penelitian

Lebih terperinci

PEDOMAN WAWANCARA ANALISIS PENGELOLAAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN DI RSUP H ADAM MALIK MEDAN. (Kepala keselamatan dan kesehatan kerja di rumah sakit)

PEDOMAN WAWANCARA ANALISIS PENGELOLAAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN DI RSUP H ADAM MALIK MEDAN. (Kepala keselamatan dan kesehatan kerja di rumah sakit) Lampiran 1 PEDOMAN WAWANCARA ANALISIS PENGELOLAAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN DI RSUP H ADAM MALIK MEDAN (Kepala keselamatan dan kesehatan kerja di rumah sakit) Pertanyaan : 1. Apakah RSUP H Adam Malik mempunyai

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR : 22 TAHUN : 1992 SERI : B NOMOR : 1 PERATURAN DAERAH DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 3 TAHUN 1992

LEMBARAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR : 22 TAHUN : 1992 SERI : B NOMOR : 1 PERATURAN DAERAH DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 3 TAHUN 1992 LEMBARAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR : 22 TAHUN : 1992 SERI : B NOMOR : 1 PERATURAN DAERAH DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 3 TAHUN 1992 TENTANG PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN DALAM WILAYAH

Lebih terperinci

BAB 8 RENCANA ANGGARAN BIAYA

BAB 8 RENCANA ANGGARAN BIAYA BAB 8 RENCANA ANGGARAN BIAYA 8.1 Volume Pekerjaan 8.1.1 Perkerjaan Persiapan 8.1.1.1 Pembersihan Lokasi panjang bangunan (p) = 40 m lebar bangunan (l) = 40 m Luas Pembersihan Lokasi = p x l = 1600 m2 8.1.1.2

Lebih terperinci

Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per 04/MEN/1980 Tentang Syarat Syarat Pemasangan dan Pemeliharan Alat Pemadam Api Ringan

Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per 04/MEN/1980 Tentang Syarat Syarat Pemasangan dan Pemeliharan Alat Pemadam Api Ringan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per 04/MEN/1980 Tentang Syarat Syarat Pemasangan dan Pemeliharan Alat Pemadam Api Ringan MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MATARAM,

Lebih terperinci

A. GAMBAR ARSITEKTUR.

A. GAMBAR ARSITEKTUR. A. GAMBAR ARSITEKTUR. Gambar Arsitektur, yaitu gambar deskriptif dari imajinasi pemilik proyek dan visualisasi desain imajinasi tersebut oleh arsitek. Gambar ini menjadi acuan bagi tenaga teknik sipil

Lebih terperinci

PERATURAN MUATAN INDONESIA BAB I UMUM Pasal 1.0 Pengertian muatan 1. Muatan mati (muatan tetap) ialah semua muatan yang berasal dari berat bangunan

PERATURAN MUATAN INDONESIA BAB I UMUM Pasal 1.0 Pengertian muatan 1. Muatan mati (muatan tetap) ialah semua muatan yang berasal dari berat bangunan PERATURAN MUATAN INDONESIA BAB I UMUM Pasal 1.0 Pengertian muatan 1. Muatan mati (muatan tetap) ialah semua muatan yang berasal dari berat bangunan dan atau unsur bangunan, termasuk segala unsur tambahan

Lebih terperinci

B. BENTUK, FORMAT DAN ISI FORMULIR PERMOHONAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI FORMULIR PERMOHONAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI

B. BENTUK, FORMAT DAN ISI FORMULIR PERMOHONAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI FORMULIR PERMOHONAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI B. BENTUK, FORMAT DAN ISI FORMULIR PERMOHONAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI Kepada Yth. Bupati Pati Cq. Kepala Dinas di Pati FORMULIR PERMOHONAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI Yang bertanda tangan di bawah ini : Pemohon

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 15 TAHUN : 2003 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 15 TAHUN 2003 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 15 TAHUN : 2003 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 15 TAHUN 2003 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 15 TAHUN : 2003 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 15 TAHUN 2003 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN DI KOTA CIMAHI DENGAN

Lebih terperinci

PENCEGAHAN KEBAKARAN. Pencegahan Kebakaran dilakukan melalui upaya dalam mendesain gedung dan upaya Desain untuk pencegahan Kebakaran.

PENCEGAHAN KEBAKARAN. Pencegahan Kebakaran dilakukan melalui upaya dalam mendesain gedung dan upaya Desain untuk pencegahan Kebakaran. LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG KETENTUAN DESAIN SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN DAN LEDAKAN INTERNAL PADA REAKTOR DAYA PENCEGAHAN KEBAKARAN Pencegahan Kebakaran

Lebih terperinci

Tata cara perencanaan dan pemasangan sarana jalan ke luar untuk penyelamatan terhadap bahaya kebakaran pada bangunan gedung.

Tata cara perencanaan dan pemasangan sarana jalan ke luar untuk penyelamatan terhadap bahaya kebakaran pada bangunan gedung. Kembali SNI 03 1746-2000 Tata cara perencanaan dan pemasangan sarana jalan ke luar untuk penyelamatan terhadap bahaya kebakaran pada bangunan gedung. 1. Ruang lingkup. 1.1. Standar ini ditujukan untuk

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN V.1 Konsep Perencanaan dan Perancangan V.1.1 Topik dan Tema Proyek Hotel Kapsul ini menggunakan pendekatan sustainable design sebagai dasar perencanaan dan perancangan.

Lebih terperinci

TATA CARA DAN PERSYARATAN TEKNIS PENYIMPANAN DAN PENGUMPULAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

TATA CARA DAN PERSYARATAN TEKNIS PENYIMPANAN DAN PENGUMPULAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN Lampiran : Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor : Kep-01/Bapedal/09/1995 Tanggal : 5 September 1995 TATA CARA DAN PERSYARATAN TEKNIS PENYIMPANAN DAN PENGUMPULAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA 16 BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 PENDAHULUAN Sistem pemadam kebakaran atau sistem fire fighting disediakan digedung sebagai preventif (pencegahan) terjadinya kebakaran. Sistem ini terdiri dari sistem sprinkler,

Lebih terperinci

Tata cara perencanaan akses bangunan dan akses lingkungan untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung.

Tata cara perencanaan akses bangunan dan akses lingkungan untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung. Kembali Tata cara perencanaan akses bangunan dan akses lingkungan untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung. 1. Ruang lingkup. Standar ini dimaksudkan sebagai acuan yang diperlukan dalam perencanaan

Lebih terperinci

PEKERJAAN STRUKTUR BAWAH

PEKERJAAN STRUKTUR BAWAH PEKERJAAN STRUKTUR BAWAH 1. UMUM A. Lingkup Pekerjaan Pekerjaan ini meliputi : - Pekerjaan galian, - Pekerjaan Pilecap, Tie beam & Kolom. B. Pengukuran Peil (Levelling) Sebagai patokan tinggi peil (level)

Lebih terperinci

2. DETONATOR 1. DEFINISI BAHAN PELEDAK

2. DETONATOR 1. DEFINISI BAHAN PELEDAK UNDANGUNDANG No. 1 Tahun 1970, Tentang Keselamatan Kerja UNDANGUNDANG No. 4 Tahun 2009, Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara PP No. 19 Tahun 1973, Tentang Pengaturan dan Pengawasan K3 Pertambangan

Lebih terperinci

PEDOMAN PENERBITAN IJIN GUDANG BAHAN PELEDAK

PEDOMAN PENERBITAN IJIN GUDANG BAHAN PELEDAK PEDOMAN PENERBITAN IJIN GUDANG BAHAN PELEDAK DIAGRAM ALIR PROSES I V II VI III VII IV I. Surat Permohonan Dari perusahaan (KTT/Direksi) ditujukan kepada KAPIT Ijin Baru Perihal : Permohonan Penunjukan

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN DI KABUPATEN KENDAL

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN DI KABUPATEN KENDAL PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN DI KABUPATEN KENDAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL, Menimbang

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN V.1 Dasar Perencanaan dan Perancangan V.1.1 Data Proyek Gambar 5.1 RUTRK Tapak Luas Lahan : 10.150 m 2 KDB : 20% x 10.150 m 2 = 2.030 m 2 KLB : 2,5 x 10.150 m 2

Lebih terperinci

KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG

KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG I. PENDAHULUAN Pada proyek konstruksi memungkinkan adanya kasus hukum yang terjadi karena adanya penyimpangan terhadap kontrak. Kasus hukum tersebut berdampak bagi pihak yang

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROBOLINGGO,

PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROBOLINGGO, WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PROBOLINGGO NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROBOLINGGO,

Lebih terperinci

DINDING DINDING BATU BUATAN

DINDING DINDING BATU BUATAN DINDING Dinding merupakan salah satu elemen bangunan yang berfungsi memisahkan/ membentuk ruang. Ditinjau dari segi struktur dan konstruksi, dinding ada yang berupa dinding partisi/ pengisi (tidak menahan

Lebih terperinci

Dengan cara pemakaian yang benar, Anda akan mendapatkan manfaat yang maksimal selama bertahun-tahun.

Dengan cara pemakaian yang benar, Anda akan mendapatkan manfaat yang maksimal selama bertahun-tahun. SELAMAT ATAS PILIHAN ANDA MENGGUNAKAN PEMANAS AIR (WATER HEATER) DOMO Dengan cara pemakaian yang benar, Anda akan mendapatkan manfaat yang maksimal selama bertahun-tahun. Bacalah buku petunjuk pengoperasian

Lebih terperinci

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N W A L I K O T A B A N J A R M A S I N PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARMASIN,

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 PEDOMAN TEKNIS KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

LAMPIRAN 1 PEDOMAN TEKNIS KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA LAMPIRAN 1 PEDOMAN TEKNIS KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA LAMPIRAN SURAT KEPUTUSAN MENTERI TENTANG PEDOMAN TEKNIS KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA Nomor : 384 / KPTS / M / 2004 Tanggal : 18 Oktober 2004

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN.. DINAS PENDIDIKAN SMKNEGERI. UJIAN AKHIR SEKOLAH TAHUN PELAJARAN :

PEMERINTAH KABUPATEN.. DINAS PENDIDIKAN SMKNEGERI. UJIAN AKHIR SEKOLAH TAHUN PELAJARAN : PEMERINTAH KABUPATEN.. DINAS PENDIDIKAN SMKNEGERI. UJIAN AKHIR SEKOLAH TAHUN PELAJARAN : Kompetensi Keahlian : Hari / Tanggal : Teknik Gambar Bangunan Kelas / Jurusan : III / Teknik Gambar Bangunan Waktu

Lebih terperinci

PERSYARATAN UMUM DAN PERSYARATAN TEKNIS GUDANG TERTUTUP DALAM SISTEM RESI GUDANG

PERSYARATAN UMUM DAN PERSYARATAN TEKNIS GUDANG TERTUTUP DALAM SISTEM RESI GUDANG LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI NOMOR : 03/BAPPEBTI/PER-SRG/7/2007 TANGGAL : 9 JULI 2007 PERSYARATAN UMUM DAN PERSYARATAN TEKNIS GUDANG TERTUTUP 1. Ruang lingkup

Lebih terperinci

SPESIFIKASI TEKNIS. Pasal 1 JENIS DAN LOKASI PEKERJAAN

SPESIFIKASI TEKNIS. Pasal 1 JENIS DAN LOKASI PEKERJAAN SPESIFIKASI TEKNIS Pasal 1 JENIS DAN LOKASI PEKERJAAN 1. Nama Kegiatan : Penataan Listrik Perkotaan 2. Nama pekerjaan : Penambahan Lampu Taman (65 Batang) 3. Lokasi : Pasir Pengaraian Pasal 2 PEKERJAAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI NOMOR 300.K/38/M.pe/1997 TENTANG KESELAMATAN KERJA PIPA PENYALUR MINYAK DAN GAS BUMI

KEPUTUSAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI NOMOR 300.K/38/M.pe/1997 TENTANG KESELAMATAN KERJA PIPA PENYALUR MINYAK DAN GAS BUMI Page 1 of 7 KEPUTUSAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI NOMOR 300.K/38/M.pe/1997 TENTANG KESELAMATAN KERJA PIPA PENYALUR MINYAK DAN GAS BUMI MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT JANTUNG HASNA MEDIKA NOMOR TENTANG PENANGGULANGAN KEBAKARAN DAN KEWASPADAAN BENCANA

PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT JANTUNG HASNA MEDIKA NOMOR TENTANG PENANGGULANGAN KEBAKARAN DAN KEWASPADAAN BENCANA PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT JANTUNG HASNA MEDIKA NOMOR TENTANG PENANGGULANGAN KEBAKARAN DAN KEWASPADAAN BENCANA Menimbang : DIREKTUR RUMAH SAKIT JANTUNG HASNA MEDIKA 1. Bahwa penanggulangan kebakaran

Lebih terperinci

Bab V. PROGRAM PERENCANAAN dan PERANCANGAN MARKAS PUSAT DINAS KEBAKARAN SEMARANG. No Kelompok Kegiatan Luas

Bab V. PROGRAM PERENCANAAN dan PERANCANGAN MARKAS PUSAT DINAS KEBAKARAN SEMARANG. No Kelompok Kegiatan Luas Bab V PROGRAM PERENCANAAN dan PERANCANGAN MARKAS PUSAT DINAS KEBAKARAN SEMARANG 5.1. Program Dasar Perencanaan 5.1.1. Program Ruang No Kelompok Kegiatan Luas 1 Kegiatan Administrasi ± 1.150 m 2 2 Kegiatan

Lebih terperinci

EVALUASI SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN PADA BANGUNAN RUMAH SUSUN (STUDI KASUS : RUSUNAWA UNDIP) Jl. Prof Sudarto SH Tembalang Semarang 50131

EVALUASI SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN PADA BANGUNAN RUMAH SUSUN (STUDI KASUS : RUSUNAWA UNDIP) Jl. Prof Sudarto SH Tembalang Semarang 50131 ISSN : 0853-2877 Evaluasi Sistem Proteksi Kebakaran MODUL vol Pada 16 No Bangunan 1 Januari Rumah Juni 2016 Susun EVALUASI SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN PADA BANGUNAN RUMAH SUSUN (STUDI KASUS : RUSUNAWA UNDIP)

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 16 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI PEMAKAIAN DAN PEMERIKSAAN SARANA DAN PERALATAN PEMADAM KEBAKARAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 16 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI PEMAKAIAN DAN PEMERIKSAAN SARANA DAN PERALATAN PEMADAM KEBAKARAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 16 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI PEMAKAIAN DAN PEMERIKSAAN SARANA DAN PERALATAN PEMADAM KEBAKARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWAKARTA, Menimbang

Lebih terperinci

Perencanaan rumah maisonet

Perencanaan rumah maisonet Perencanaan rumah maisonet Pd-T-01-2005-C 1 Ruang lingkup Pedoman ini digunakan sebagai acuan dalam perencanaan rumah maisonet, sebagai arahan desain dan spesifikasi teknis yang diperuntukkan bagi para

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER-01/MEN/1992 TENTANG SYARAT SYARAT KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PESAWAT KARBID

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER-01/MEN/1992 TENTANG SYARAT SYARAT KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PESAWAT KARBID MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER-01/MEN/1992 TENTANG SYARAT SYARAT KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PESAWAT KARBID MENTERI TENAGA KERJA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BANJARMASIN TAHUN 2008 NOMOR 13

LEMBARAN DAERAH KOTA BANJARMASIN TAHUN 2008 NOMOR 13 LEMBARAN DAERAH KOTA BANJARMASIN TAHUN 2008 NOMOR 13 PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

PT / CV. Alamat :. LOGO PT / CV. Kegiatan Pekerjaan Lokasi Sumber Dana

PT / CV. Alamat :. LOGO PT / CV. Kegiatan Pekerjaan Lokasi Sumber Dana LOGO PT / CV PT / CV. Alamat :. REKAPITULASI DAFTAR KUANTITAS DAN HARGA No Uraian 1 2 3 A PEKERJAAN BANGUNAN GEDUNG I Persiapan dan Tanah II Pondasi dan Beton III Dinding dan Plesteran IV Lantai V Pekerjaaan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA DEPOK TAHUN 2012 NOMOR 14 PERATURAN WALIKOTA DEPOK NOMOR 14 TAHUN 2012

BERITA DAERAH KOTA DEPOK TAHUN 2012 NOMOR 14 PERATURAN WALIKOTA DEPOK NOMOR 14 TAHUN 2012 BERITA DAERAH KOTA DEPOK TAHUN 2012 NOMOR 14 PERATURAN WALIKOTA DEPOK NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PERSYARATAN TEKNIS SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN PADA BANGUNAN GEDUNG DAN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB IV: KONSEP Pendekatan Aspek Kinerja Sistem Pencahayaan Sistem Penghawaan Sistem Jaringan Air Bersih

BAB IV: KONSEP Pendekatan Aspek Kinerja Sistem Pencahayaan Sistem Penghawaan Sistem Jaringan Air Bersih BAB IV: KONSEP 4.1. Pendekatan Aspek Kinerja 4.1.1. Sistem Pencahayaan System pencahayaan yang digunakan yaitu system pencahayaan alami dan buatan dengan presentase penggunaan sebagai berikut : a. Pencahayaan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER.02/MEN/1983 T E N T A N G INSTALASI ALARM KEBAKARAN AUTOMATIK MENTERI TENAGA KERJA

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER.02/MEN/1983 T E N T A N G INSTALASI ALARM KEBAKARAN AUTOMATIK MENTERI TENAGA KERJA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA NOMOR : T E N T A N G INSTALASI ALARM KEBAKARAN AUTOMATIK MENTERI TENAGA KERJA Menimbang: Mengingat: a. bahwa dalam rangka kesiapan siagaan pemberantasan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 12 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 12 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG Salinan NO : 12/LD/2014 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 12 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN DI KABUPATEN

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN V.1 Konsep Perencanaan dan Perancangan Topik dan Tema Proyek wisma atlet ini menggunakan pendekatan behavior/perilaku sebagai dasar perencanaan dan perancangan.

Lebih terperinci

- Mengurangi dan mengendalikan bahaya dan resiko - Mencegah kecelakaan dan cidera, dan - Memelihara kondisi aman

- Mengurangi dan mengendalikan bahaya dan resiko - Mencegah kecelakaan dan cidera, dan - Memelihara kondisi aman PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Kebakaran merupakan hal yang sangat tidak diinginkan, tidak mengenal waktu, tempat atau siapapun yang menjadi korbannya. Masalah kebakaran di sana-sini masih banyak terjadi.

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 6 2009 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR 06 TAHUN 2009 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN DI KOTA BEKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

BAB VIII RENCANA ANGGARAN BIAYA

BAB VIII RENCANA ANGGARAN BIAYA BAB VIII RENCANA ANGGARAN BIAYA VIII.1 Umum Rencana anggaran biaya merupakan perkiraan besarnya biaya yang dibutuhkan untuk membangun sistem penyaluran dan pengolahan air buangan mulai dari perencanaan

Lebih terperinci

LAPORAN PEKERJAAN BANGUNAN PENGHUBUNG

LAPORAN PEKERJAAN BANGUNAN PENGHUBUNG LAPORAN PEKERJAAN BANGUNAN PENGHUBUNG 1. Latar Belakang Perguruan Tinggi Raharja memiliki 2 gedung yaitu Gedung Modern dan Gedung Lake View dimana mobilitas sivitas pribadi Raharja pada dua bangunan ini

Lebih terperinci

WALIKOTA PALU PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PALU PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN WALIKOTA PALU PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALU, Menimbang : a. bahwa ancaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit pada Pasal 1 ayat

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit pada Pasal 1 ayat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG KONDOMINIUM HOTEL ( KONDOTEL) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG KONDOMINIUM HOTEL ( KONDOTEL) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG KONDOMINIUM HOTEL ( KONDOTEL) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa seiring dengan pesatnya perkembangan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER.02/MEN/1983 T E N T A N G INSTALASI ALARM KEBAKARAN AUTOMATIK MENTERI TENAGA KERJA

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER.02/MEN/1983 T E N T A N G INSTALASI ALARM KEBAKARAN AUTOMATIK MENTERI TENAGA KERJA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER.02/MEN/1983 T E N T A N G INSTALASI ALARM KEBAKARAN AUTOMATIK MENTERI TENAGA KERJA Menimbang: a. bahwa dalam rangka kesiapan siagaan pemberantasan

Lebih terperinci

AKADEMI SEPAKBOLA INDONESIA KONSEP EKSTERIOR

AKADEMI SEPAKBOLA INDONESIA KONSEP EKSTERIOR KONSEP EKSTERIOR Konsep wujud pada masa rancangan memiliki elemen yang sama antara satu dengan yang lainnya. Yaitu kesamaan warna, tekstur, masiv void, pola, dan juga material. Ini terlihat pada detail

Lebih terperinci

WALIKOTA BANDAR LAMPUNG PROVINSI LAMPUNG

WALIKOTA BANDAR LAMPUNG PROVINSI LAMPUNG WALIKOTA BANDAR LAMPUNG PROVINSI LAMPUNG PERATURAN DAERAH KOTA BANDAR LAMPUNG NOMOR 06 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANDAR

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH K A B U P A T E N B A N D U N G NOMOR 7 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG

LEMBARAN DAERAH K A B U P A T E N B A N D U N G NOMOR 7 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG LEMBARAN DAERAH K A B U P A T E N B A N D U N G NOMOR 7 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Persyaratan Tempat Penyimpanan Sementara Limbah B3 Yulinah Trihadiningrum 11 Nopember 2009

Persyaratan Tempat Penyimpanan Sementara Limbah B3 Yulinah Trihadiningrum 11 Nopember 2009 Persyaratan Tempat Penyimpanan Sementara Limbah B3 Yulinah Trihadiningrum 11 Nopember 2009 Sumber pencemar di perkotaan Hazardous waste storage Acuan Permen LH no. 30/2009 tentang Tentang Tata Laksana

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS PRASARANA RUMAH SAKIT SARANA KESELAMATAN JIWA

PEDOMAN TEKNIS PRASARANA RUMAH SAKIT SARANA KESELAMATAN JIWA PEDOMAN TEKNIS PRASARANA RUMAH SAKIT SARANA KESELAMATAN JIWA DIREKTORAT BINA PELAYANAN PENUNJANG MEDIK DAN SARANA KESEHATAN DIREKTORAT BINA UPAYA KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN RI TAHUN 2012 i PENGANTAR

Lebih terperinci

BAB VI PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB VI PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BAB VI PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN 6.1 Program Dasar Perencanaan 6.1.1. Program Ruang Jenis ruang dan kebutuhan luasan ruang kelompok utama Pusat Informasi Budaya Baduy dapat dilihat pada tabel

Lebih terperinci

BUPATI BENGKAYANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI BENGKAYANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG 1 BUPATI BENGKAYANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG,

Lebih terperinci

DAFTAR ANALISA SNI HARGA SATUAN PEKERJAAN

DAFTAR ANALISA SNI HARGA SATUAN PEKERJAAN DAFTAR ANALISA SNI HARGA SATUAN PEKERJAAN ANALISA BIAYA KONSTRUKSI PEKERJAAN PERSIAPAN SNI.01.2.6.1 1 m² Membersihkan lapangan dengan peralatan 0,1000 Oh Pekerja Rp. - - 0,0500 Oh Mandor Rp. - - SNI.01.2.6.

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO NOMOR : 12 TAHUN 2012 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO NOMOR : 12 TAHUN 2012 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO NOMOR : 12 TAHUN 2012 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PROBOLINGGO,

Lebih terperinci