ESENSI KONSERVASI DALAM PEMULIAAN DAN PENGEMBANGAN BUDIDAYA IKAN LANGKA
|
|
- Yenny Sugiarto
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 467 Esensi konservasi dalam pemuliaan... (Lies Emmawati Hadie) ESENSI KONSERVASI DALAM PEMULIAAN DAN PENGEMBANGAN BUDIDAYA IKAN LANGKA Lies Emmawati Hadie ABSTRAK Pusat Riset Perikanan Budidaya Jl. Ragunan 20, Pasar Minggu, Jakarta Selatan Efek rumah kaca sebenarnya memegang peranan yang penting dalam memelihara kehidupan di bumi. Jika tidak ada efek rumah kaca, suhu dipermukaan bumi akan turun secara drastis. Problem yang terjadi dewasa ini ialah tingginya gas-gas rumah kaca karena kegiatan manusia yang mempengaruhi iklim di bumi dan menyebabkan pemanasan bumi secara global. Pada umumnya banyak spesies tidak dapat menyesuaikan diri dengan cepat terhadap perubahan suhu bumi yang diakibatkan oleh manusia. Faktor lingkungan seperti pemanasan global dan penangkapan ikan secara berlebihan menjadi salah satu penyebab semakin langkanya spesies tertentu terutama yang mempunyai nilai ekonomi tinggi seperti Arwana dan Botia. Permasalahan ini perlu dipikirkan solusinya, karena jika tidak ada kepedulian maka kekayaan plasma nutfah ikan potensial akan bergerak menuju kepunahan. Padahal dalam upaya peningkatan produktivitas perikanan budidaya, plasma nutfah ikan potensial merupakan aset dasar dalam program pemuliaan ikan. Sehingga dapat dihasilkan strain-strain ikan unggul yang toleran terhadap perubahan iklim global. KATA KUNCI: pemuliaan, ikan langka, budidaya, konservasi PENDAHULUAN Biodiversitas mencakup kekayaan hayati dalam bentuk flora, fauna, dan mikroba. Dalam bidang ini Indonesia menjadi negara megadiversitas kedua setelah Brasilia dengan 25% spesies dari jumlah total spesies ikan yang ada di dunia berada di Indonesia (BAPPENAS, 1993). Dengan demikian biodiversitas spesies ikan dalam bentuk plasma nutfah merupakan aset dasar untuk pengembangan varietas unggul baru pada program pemuliaan (Primack et al., 1998; Purwantoro & Arsyad, 2000). Namun eksistensi spesies ikan yang ada telah mengalami berbagai tekanan akibat aktivitas manusia. Tekanan lingkungan yang mempengaruhi antara lain polusi yang terjadi dari lingkungan darat kemudian terbawa air dan akhirnya menumpuk di perairan. Hal ini berpengaruh kepada ekosistem air dan dampak akhirnya adalah kepada ikan (Hadie & Hadie, 2000). Selain lingkungan, faktor penangkapan ikan secara berlebihan juga menjadi salah satu penyebab semakin langkanya spesies tertentu terutama yang mempunyai nilai ekonomi tinggi seperti arwana dan botia. Berbagai jenis ikan langka yang ada pada berbagai ekosistem merupakan aset dasar yang perlu di konservasi untuk dapat dimanfaatkan dalam program pemuliaan dalam perakitan strain-strain ikan unggul. Perubahan Iklim Global Efek rumah kaca sebenarnya memegang peranan yang penting dalam memelihara kehidupan di bumi. Jika tidak ada efek rumah kaca, suhu dipermukaan bumi akan turun secara drastis. Problem yang terjadi dewasa ini ialah tingginya gas-gas rumah kaca karena kegiatan manusia yang mempengaruhi iklim di bumi dan menyebabkan pemanasan bumi secara global. Pada era abad ke-20 ini suhu bumi telah meningkat sebesar 0,5 C (Jones & Wingley, 1990). Pada umumnya banyak spesies tidak dapat menyesuaikan diri dengan cepat terhadap perubahan suhu bumi yang diakibatkan oleh manusia. Suhu yang meningkat juga akan menyebabkan salju di gunung mencair. Es yang mencair ini akan menambah jumlah air, sehingga menyebabkan kenaikan tinggi air laut sebesar 0,2 1,5 m. Kenaikan tinggi permukaan air laut dapat membahayakan spesies-spesies terumbu karang yang hanya tumbuh pada kedalaman dan kombinasi arus serta cahaya tertentu. Beberapa spesies terumbu karang mungkin tidak dapat tumbuh dengan cepat untuk mengimbangi naiknya permukaan air laut. Tingkat kerusakan terumbu karang termasuk populasi berbagai spesies ikan karang yang langka akan lebih besar lagi apabila suhu lautan juga bertambah.
2 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur Perubahan iklim global dan kenaikan konsentrasi CO 2 di atmosfir mempunyai kemampuan secara radikal untuk mengubah komunitas biologi dengan cara seleksi spesies-spesies yang mampu menyesuaikan diri terhadap kondisi yang baru (Bazzaz & Fajer, 1992). Bukti-bukti yang kongkret telah ada bahwa proses perubahan ini sedang berlangsung dewasa ini (Grabher et al.; Phillips & Gentry, 1994). Oleh karena perubahan iklim global mempengaruhi kondisi alam secara keseluruhan, komunitas biologi, fungsi ekosistem, dan iklim maka diperlukan monitoring secara periodik terhadap berbagai dampak yang terjadi akibat pemanasan global itu. Namun kita perlu tetap berfokus pada masalah perusakan habitat yang merupakan penyebab utama kepunahan berbagai spesies ikan. Oleh karena itu, prioritas dalam konservasi adalah tetap menjaga keberadaan komunitas dan memperbaiki komunitas yang telah rusak. PERMASALAHAN Faktor lingkungan seperti pemanasan global dan penangkapan ikan secara berlebihan menjadi salah satu penyebab semakin langkanya spesies tertentu terutama yang mempunyai nilai ekonomi tinggi seperti arwana dan botia. Permasalahan ini perlu dipikirkan solusinya, karena jika tidak ada kepedulian maka kekayaan plasma nutfah ikan potensial akan bergerak menuju kepunahan. Padahal dalam upaya peningkatan produktivitas perikanan budidaya, plasma nutfah ikan potensial merupakan aset dasar dalam program pemuliaan ikan. Sehingga dapat dihasilkan strain-strain ikan unggul yang toleran terhadap perubahan iklim global. Kategori Spesies Langka dan Penyebabnya Suatu spesies dapat dikategorikan sebagai spesie langka (rare) jika spesies tersebut mempunyai jumlah individu yang sedikit, seringkali disebabkan oleh sebaran geografis yang terbatas atau kepadatan yang rendah. Walaupun spesies-spesies ini tidak menghadapi bahaya mutlak, namun jumlah mereka yang sedikit dapat membuat spesies tersebut menjadi terancam. Suatu spesies menjadi langka oleh karena berbagai sebab seperti degradasi habitat dan polusi pestisida, air, serta udara. Ancaman bahaya dari pestisida menjadi perhatian dunia yang dikemukakan oleh Carson dan proses tersebut diberi istilah biomagnifikasi. Pada proses ini konsentrasi DDT dan pestisida klorin organik lainnya menjadi semakin tinggi pada setiap kenaikan tingkat rantai makanan. Pestisida-pestisida ini disemprotkan pada tanaman pangan untuk membunuh serangga dan juga pada perairan untuk membunuh jentik-jentik nyamuk. Namun ternyata bahan kimia ini sangat berbahaya bagi populasi alamiah terutama burung yang memakan serangga, ikan, dan hewan lainnya yang telah tercemar pestisida. Di wilayah danau dan perairan payau, dampak DDT, dan pestisida lainnya terkonsentrasi pada spesies ikan pemangsa dan mamalia laut seperti lumba-lumba (Primack et al., 1998). Demikian pula perubahan iklim secara global juga sangat mempengaruhi, juga eksploitasi secara berlebihan menjadi penyebab semakin langkanya spesies ikan tertentu. PENDEKATAN MASALAH Perubahan iklim secara global sangat berpengaruh terhadap populasi dan menjadi salah satu penyebab semakin langkanya spesies ikan tertentu. Fenomena ini perlu diantisipasi mengingat pentingnya spesies ikan yang potensial dalam perakitan strain ikan unggul pada program pemuliaan ikan. Dalam upaya mengatasi permasalahan tersebut salah satu alternatif yang dapat ditempuh adalah dengan mengembangkan strategi konservasi spesies ikan langka secara ex situ yang dikombinasikan dengan strategi konservasi secara in situ. Strategi Konservasi Spesies Ikan Langka Secara Ex situ dan In situ Dewasa ini banyak spesies ikan langka yang telah terdesak oleh pengaruh pemanasan global dan kegiatan manusia. Jumlah populasi dari spesies ikan tersebut relatif sangat sedikit di alam.sehingga diperlukan upaya konservasi dengan memelihara individu-individu tersebut dalam kondisi terkendali di bawah pengawasan manusia. Strategi ini dikenal sebagai konservasi secara ex situ. Beberapa fasilitas umum seperti kebun binatang, berbagai usaha perikanan budidaya, program-program penangkaran ikan seperti Taman Akuarium di Taman Mini dan Taman Impian Jaya Ancol, lembaga-lembaga riset di bidang perikanan merupakan fasilitas-fasilitas ex situ untuk konservasi ikan. Salah satu contoh
3 469 Esensi konservasi dalam pemuliaan... (Lies Emmawati Hadie) keberhasilan konservasi secara ex situ oleh lembaga riset adalah suksesnya penangkaran ikan botia oleh tim peneliti di Loka Riset Budidaya Ikan Hias dari Pusat Riset Perikanan Budidaya yang berkolaborasi dengan tim peneliti IRD Perancis. Hasil riset dari gabungan tim peneliti itu telah berhasil menangkarkan ikan botia, sehingga ikan yang semakin sedikit populasinya di alam ini dapat menghasilkan benih-benih yang berkualitas baik dalam sistem pembenihan secara terkontrol. Upaya secara intensif untuk mengelola populasi langka dan terancam dalam suatu kawasan perlindungan yang kecil, ini merupakan suatu contoh strategi yang menggabungkan konservasi secara in situ dengan ex situ. Populasi itu masih hidup dengan bebas, tetapi pada waktu-waktu tertentu perlu dilakukan pengaturan untuk mencegah penurunan jumlah individu. Implementasi program konservasi secara ex situ merupakan bagian terpenting dalam strategi konservasi terpadu untuk melindungi fauna yang terancam punah (Falk, 1991). Strategi konservasi secara ex situ dan in situ merupakan pendekatan yang saling menunjang (Robinson, 1992). Konservasi spesies secara in situ sangat penting bagi sintasan spesies yang sulit ditangkar. Dalam menghadapi ancaman terhadap fauna perairan yang terancam punah, maka para ahli ikan dan terumbu karang dari berbagai institusi kelautan, berbagai Departemen Perikanan milik pemerintah serta organisasi konservasi seperti Lembaga Konservasi Internasional telah meningkatkan upaya terpadu untuk melestarikan komunitas alami yang kaya dan berbagai spesies ikan yang terancam punah. Menurut Olney & Ellis (1991), dewasa ini telah didapati spesies ikan yang dipelihara dalam akuarium yang ditangkap dari alam. Data ini memperlihatkan peran penting strategi konservasi secara ex situ untuk berbagai spesies ikan terbukti cukup efisien. Berbagai spesies yang telah berhasil ditangkarkan ini dapat dimanfaatkan sebagai sumber gen yang dapat dikelola dalam program-program pemuliaan untuk menghasilkan strain-strain ikan unggul. Populasi ikan yang terkontrol dengan baik akan dapat menghasilkan keturunan yang berkualitas unggul jika pengelolaan induk dilaksanakan dengan mempertimbangkan kaidah-kaidah genetik. Salah satu program pemuliaan ikan yang telah memperlihatkan hasil yang signifikan adalah program selective breeding pada ikan salmon di Norwegia. Tim Peneliti secara terpadu membentuk populasi dasar ikan salmon dengan cara mengumpulkan ikan tersebut dari 40 lokasi yang berbeda lingkungannya. Serangkaian program selective breeding di aplikasikan pada populasi dasar ikan salmon dan kini telah dihasilkan strain unggul yang memberikan kontribusi nyata dalam menunjang peningkatan produksi ikan salmon secara nasional di negara itu. Beberapa contoh keberhasilan program selective breeding memperlihatkan bahwa salah satu penentu keberhasilan adalah adanya populasi ikan yang memiliki keragaman genetik yang tinggi. Pada umumnya koleksi ikan yang berasal dari alam memiliki keragaman yang masih tinggi. Sehingga akan sangat efektif jika digunakan dalam program pemuliaan atau selective breeding (Falconer & Mackay, 1996) Dalam upaya memenuhi kebutuhan ini, maka aspek konservasi menjadi hal yang esensial untuk dilaksanakan secara konsisten. Namun dalam menjalankan program itu diperlukan strategi yang tepat dan efisien menurut kebutuhan setiap spesies yang perlu di konservasi. Dukungan Peraturan dan Perundangan Terhadap Konservasi Sumberdaya Ikan Dalam penyelenggaraan konservasi ada peraturan perundangan yaitu UU No. 31/2004 dan PP No. 60/2007 dan beberapa peraturan perundangan lain yang menjadi dasar dalam melaksanakan konservasi (Ditjen Kelautan, Pesisir, dan Pulau-pulau Kecil, 2008) Beberapa perundangan yang mencakup konservasi antara lain: a) UU No. 27/2007 mengenai pengelolaan wilayah pesisir serta pulau-pulau kecil. Dalam UU tersebut disebutkan bahwa konservasi mencakup wilayah perairan, ekosistem terrestrial, dan situs budaya tradisional. b) UU No. 5/1990 yang mengatur konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya dan mencakup pengaturan semua aspek yang berkaitan dengan konservasi ruang dan alam termasuk sumberdaya hayati yang terkandung di dalamnya. c). UU No. 32/2004 yang mengatur kewenangan pemerintah daerah yang memiliki wilayah laut untuk mengelola sumberdaya di wilayah laut. d) Peraturan Pemerintah (PP) No. 7/1999 yang mengatur konservasi jenis tumbuhan dan satwa.
4 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur Menurut PP tersebut pelaksanaan pengawetan dan pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa merupakan tanggung jawab menteri yang bertanggung jawab di bidang Kehutanan. PP itu mengatur ditetapkannya jenis-jenis satwa langka yang dilindungi. Jenis-jenis ikan yang dilindungi berdasarkan PP No. 7/1999 dicantumkan pada Tabel 1. Tabel 1. Spesies ikan bersirip (Pisces) yang dilindungi sesuai dengan PP No. 7/1999 Nama lokal Peyang malaya, Tangkelasa Arwana Irian, Peyang Irian Wader Goa Pari Sentani, Hiu Sentani Belida Jawa, Lopis Jawa Ikan raja laut Selusur Maninjau Nama latin Scleropagus formasus Scleropagus jardini Puntius microps Pristis microdon Notopterus spp. Latimeria chalumnae Homaloptera gymnogaster Menurut PP No. 7/1999, baru tujuh spesies yang mendapat perlindungan secara legal. Padahal masih banyak spesies ikan-ikan langka yang belum mendapat perlindungan secara legal. Dalam hal implementasi beberapa peraturan dan perundangan masih memerlukan dorongan yang lebih besar agar konservasi ikan-ikan langka dapat berlangsung secara optimal. Berkaitan dengan luas kawasan konservasi dan calon kawasan konservasi di Indonesia telah mencakup luasan ,53 ha seperti yang tertera pada Tabel 2. Tabel 2. Luasan Kawasan Konservasi dan calon Kawasan Konservasi di Indonesia yang dikelola Departemen Kehutanan dan Departemen Kelautan dan Perikanan Tipe kawasan konservasi Sumber: Ditjen Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (2008) Jumlah kawasan Luas (ha) Taman nasional laut Taman wisata alam laut ,15 Cagar alam laut ,45 Suaka margasatwa laut ,25 Kawasan konservasi laut daerah ,40 Daerah perlindungan laut/daerah perlindungan mangrove ,90 Calon kawasan konservasi laut daerah ,15 Suaka perikanan 3 453,23 Calon Kawasan Konservasi Perikanan Nasional Kepulauan Perairan Anambas dan Laut Sawu ,0 Total ,53 Luas Kawasan Konservasi yang telah ditetapkan dan calon kawasan relatif cukup baik dengan total luasan mencapai ,53 ha. Jika manajemen dalam kawasan-kawasan konservasi dapat dilaksanakan secara optimal, maka hal ini akan sangat mendukung konservasi ikan-ikan langka secara optimal juga. Oleh karena itu, kombinasi konservasi secara in situ yang dapat dilakukan di kawasankawasan konservasi yang telah ditetapkan dengan konservasi secara in situ merupakan alternatif yang baik dan cukup efektif dalam melestarikan ikan-ikan langka. KESIMPULAN Dalam rangka mengatasi akibat pemanasan global terhadap berbagai spesies ikan langka maka strategi konservasi perlu diimplementasikan secara konsisten dengan mengembangkan strategi
5 471 Esensi konservasi dalam pemuliaan... (Lies Emmawati Hadie) kombinasi konservasi secara ex situ dan in situ. Sehingga kelestarian spesies ikan langka dapat terjamin agar dapat dimanfaatkan dalam pemuliaan dan pengembangan budidaya ikan langka. DAFTRA ACUAN BAPPENAS Biodiversity Action Plan for Indonesia. Ministry of National Development Planning/ National Development Planning Agency. Bazzaz, F.A. & Fajer, E.D Plant Life in a CO 2 rich world. Scientific America January, p Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Konservasi Sumberdaya Ikan Di Indonesia. Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Departemen Kelautan dan Perikanan bekerja sama dengan Japan International Cooperation Agency. Jakarta, 66 hlm. Falconer, D.S. & Mackay, T.F.C Introduction to Quantitative Genetics.Longman. Longman Group Limited.Longman House,Burnt Mill, Harlow,Essex CM20 2JE, England, p Falk, D.A Joining Joining Biological and Economic Models For Conserving Plant Genetic Diversity. In Falk, D.A. & Holsinger, K.E. (Eds), genetics and conservation of rare palnts, Oxford University Press, New York, p Grabher, G.M., Dottfried, M., & Pauli, H Climate Rffect on Mountain Plant. Nature, 369: 448. Hadie, W. & Hadie, L.E Konservasi plasma nutfah ikan patin. Prosiding Plasma Nutfah PERIPI. Bogor. Olney, P.J.S. & Ellis, P. (Eds.) International Zoo Year Book, Vol. 30. Zoological Society of London, London. Primack, R.B., Supriatna, J., Indrawan, M., & Kramadibrata, P Biologi Konservasi. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta, hlm Purwantoro & Arsyad Pengembangan varietas unggul. Prosiding Plasma Nutfah. PERIPI. Bogor. Robinson, M.H Global change, the future of biodiversity, and the future of zoos. Biotropica (special issue), 24:
PERLINDUNGAN KEANEKARAGAMAN HAYATI
PERLINDUNGAN KEANEKARAGAMAN HAYATI PERLINDUNGAN KEANEKARAGAMAN HAYATI Penilaian perlindungan keanekaragaman hayati dalam peringkat hijau dan emas ini meliputi: 1) Konservasi insitu, meliputi metode dan
Lebih terperinciKRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010
KRITERIA KAWASAN KONSERVASI Fredinan Yulianda, 2010 PENETAPAN FUNGSI KAWASAN Tiga kriteria konservasi bagi perlindungan jenis dan komunitas: Kekhasan Perlindungan, Pengawetan & Pemanfaatan Keterancaman
Lebih terperinciKonservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI
Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI Indikator Perkuliahan Menjelaskan kawasan yang dilindungi Menjelaskan klasifikasi kawasan yang dilindungi Menjelaskan pendekatan spesies Menjelaskan
Lebih terperinciPELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV
xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013 Geografi K e l a s XI PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan
Lebih terperinciSuhartini Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY
Suhartini Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY Sumberdaya Alam Hayati : Unsur-unsur hayati di alam yang terdiri dari sumberdaya alam nabati (tumbuhan) dan sumberdaya alam hewani (satwa) yang bersama dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keanekaragaman hayati atau biodiversitas adalah keanekaragaman organisme yang menunjukkan keseluruhan atau totalitas variasi gen, jenis, dan ekosistem pada suatu daerah,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. alam yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Pada
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber Daya Alam (SDA) adalah segala sesuatu yang berasal dari alam yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Pada umumnya, sumber daya alam
Lebih terperinciALAM. Kawasan Suaka Alam: Kawasan Pelestarian Alam : 1. Cagar Alam. 2. Suaka Margasatwa
UPAYA DEPARTEMEN KEHUTANAN DALAM ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DIREKTORAT JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM DEPARTEMEN KEHUTANAN FENOMENA PEMANASAN GLOBAL Planet in Peril ~ CNN Report + Kenaikan
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA U M U M Bangsa Indonesia dianugerahi Tuhan Yang Maha Esa kekayaan berupa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Lovejoy (1980). Pada awalnya istilah ini digunakan untuk menyebutkan jumlah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu kawasan yang terletak pada daerah tropis adalah habitat bagi kebanyakan hewan dan tumbuhan untuk hidup dan berkembang biak. Indonesia merupakan
Lebih terperinciPENTINGNYA PLASMA NUTFAH DAN UPAYA PELESTARIANNYA Oleh : DIAN INDRA SARI, S.P. (Pengawas Benih Tanaman Ahli Pertama BBPPTP Surabaya)
PENTINGNYA PLASMA NUTFAH DAN UPAYA PELESTARIANNYA Oleh : DIAN INDRA SARI, S.P. (Pengawas Benih Tanaman Ahli Pertama BBPPTP Surabaya) I. PENDAHULUAN Plasma nutfah merupakan sumber daya alam keempat selain
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan
PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan adanya kecenderungan menipis (data FAO, 2000) terutama produksi perikanan tangkap dunia diperkirakan hanya
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.330, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN HIDUP. Pengelolaan. Pelestarian. Suaka. Kawasan. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5798) PERATURAN
Lebih terperinciSMP NEGERI 3 MENGGALA
SMP NEGERI 3 MENGGALA KOMPETENSI DASAR Setelah mengikuti pembelajaran, siswa diharapkan dapat mengidentifikasi pentingnya keanekaragaman makhluk hidup dalam pelestarian ekosistem. Untuk Kalangan Sendiri
Lebih terperinciBIODIVERSITAS 3/31/2014. Keanekaragaman Hayati (Biodiversity) "Ragam spesies yang berbeda (species diversity),
BIODIVERSITAS (Biodiversity) Biodiversity: "variasi kehidupan di semua tingkat organisasi biologis" Biodiversity (yang digunakan oleh ahli ekologi): "totalitas gen, spesies, dan ekosistem suatu daerah".
Lebih terperinciSD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 10. PELESTARIAN LINGKUNGANLatihan soal 10.1
SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 10. PELESTARIAN LINGKUNGANLatihan soal 10.1 1. Makhluk hidup dapat terhindar dari kepunahan jika manusia... melakukan pelestarian menggunakan sumber daya alam secara
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciSUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA BAB II. PELESTARIAN LINGKUNGAN
SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA BAB II. PELESTARIAN LINGKUNGAN Rizka Novi Sesanti KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT
Lebih terperinciPLASMA NUTFAH. OLEH SUHARDI, S.Pt.,MP
PLASMA NUTFAH OLEH SUHARDI, S.Pt.,MP Sejak berakhirnya konvensi biodiversitas di Rio de Jenairo, Brasil, 1992, plasma nutfah atau sumber daya genetik tidak lagi merupakan kekayaan dunia di mana setiap
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN A. PENDAHULUAN
BAB I. PENDAHULUAN A. PENDAHULUAN Topik kuliah pendahuluan ini membahas tentang lingkungan hidup di Indonesia dengan sumberdaya alam dan keanekaragaman hayati yang dimilikinya. Poko bahasan kuliah ini
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU
MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU MENTERI KEHUTANAN,
Lebih terperinciTAMBAHAN PUSTAKA. Distribution between terestrial and epiphyte orchid.
TAMBAHAN PUSTAKA Distribution between terestrial and epiphyte orchid. Menurut Steeward (2000), distribusi antara anggrek terestrial dan epifit dipengaruhi oleh ada atau tidaknya vegetasi lain dan juga
Lebih terperinciRENCANA PENELITIAN INTEGRATIF PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI TAHUN
RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI TAHUN 05-09 Prof. DR. M. Bismark, MS. LATAR BELAKANG Perlindungan biodiversitas flora, fauna dan mikroorganisme menjadi perhatian dunia untuk
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pariwisata secara luas adalah kegiatan rekreasi di luar domisili untuk
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata secara luas adalah kegiatan rekreasi di luar domisili untuk melepaskan diri dari pekerjaan rutin atau mencari suasana lain. Pariwisata telah menjadi bagian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perubahan iklim (Dudley, 2008). International Union for Conservation of Nature
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan konservasi mempunyai peran yang sangat besar terhadap perlindungan keanekaragaman hayati. Kawasan konservasi juga merupakan pilar dari hampir semua strategi
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PENGESAHAN NAGOYA PROTOCOL ON ACCESS TO GENETIC RESOURCES AND THE FAIR AND EQUITABLE SHARING OF BENEFITS ARISING FROM THEIR UTILIZATION TO THE
Lebih terperinciTIN206 - Pengetahuan Lingkungan. Materi # T a u f i q u r R a c h m a n
Materi #4 Bahasan 2 Penipisan Ozon (Ozone Depletion). Pemanasan global dan Perubahan Iklim Global. Hujan Asam. Penyebaran Kehidupan (Biological Magnification). Dampak manusia pada Air, Udara, dan Perikanan.
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PENGESAHAN NAGOYA PROTOCOL ON ACCESS TO GENETIC RESOURCES AND THE FAIR AND EQUITABLE SHARING OF BENEFITS ARISING FROM THEIR UTILIZATION TO THE
Lebih terperinciTIN206 - Pengetahuan Lingkungan Materi #4 Genap 2016/2017. TIN206 - Pengetahuan Lingkungan
Materi #4 Bahasan 2 Penipisan Ozon (Ozone Depletion). Pemanasan global dan Perubahan Iklim Global. Hujan Asam. Penyebaran Kehidupan (Biological Magnification). Dampak manusia pada Air, Udara, dan Perikanan.
Lebih terperinciVI. PERATURAN PERUNDANGAN DALAM PELESTARIAN ELANG JAWA
VI. PERATURAN PERUNDANGAN DALAM PELESTARIAN ELANG JAWA Pencapaian tujuan kelestarian jenis elang Jawa, kelestarian habitatnya serta interaksi keduanya sangat ditentukan oleh adanya peraturan perundangan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian
Lebih terperinciPRINSIP DASAR PENGELOLAAN KONSERVASI
PRINSIP DASAR PENGELOLAAN KONSERVASI Fredinan Yulianda, 2010 Lima prinsip dasar Pengelolaan Konservasi 1. Proses ekologis seharusnya dapat dikontrol 2. Tujuan dan sasaran hendaknya dibuat dari sistem pemahaman
Lebih terperinciPerlukah Dibentuk Peraturan Perundang-Undangan Mengenai Sumber Daya Genetik? oleh: Meirina Fajarwati *
Perlukah Dibentuk Peraturan Perundang-Undangan Mengenai Sumber Daya Genetik? oleh: Meirina Fajarwati * Naskah diterima: 19 Januari 2016; disetujui: 26 Januari 2016 Indonesia merupakan negara yang kaya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata memiliki peran yang semakin penting dan memiliki dampak positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013). Dengan adanya misi
Lebih terperinciSTUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR
STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR Oleh: HERIASMAN L2D300363 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam merupakan
Lebih terperinciBAB II BAGAIMANA KETENTUAN HUKUM INTERNASIONAL TERHADAP SUAKA MARGASATWA KARANG GADING DAN LANGKAT TIMUR LAUT (KGLTL)
BAB II BAGAIMANA KETENTUAN HUKUM INTERNASIONAL TERHADAP SUAKA MARGASATWA KARANG GADING DAN LANGKAT TIMUR LAUT (KGLTL) A. Definisi Suaka Marga Satwa dan Kawasan Konservasi. Alam menyediakan segala macam
Lebih terperinciDampak Kegiatan Manusia terhadap Keanekaragaman Hayati
Dampak Kegiatan Manusia terhadap Keanekaragaman Hayati Pada dasarnya tidak ada makhluk hidup yang persis sama di bumi ini. Adanya perbedaan di antara organisme inilah yang menimbulkan keanekaragaman. Makhluk
Lebih terperinciDEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DIREKTORAT KONSERVASI DAN TAMAN NASIONAL LAUT
DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DIREKTORAT KONSERVASI DAN TAMAN NASIONAL LAUT POTENSI SUMBER DAYA HAYATI KELAUTAN DAN PERIKANAN INDONESIA 17.480
Lebih terperinciPENDEKATAN EKOSISTEM DALAM KONSERVASI KEANEKARAGAMAN HAYATI 1
PENDEKATAN EKOSISTEM DALAM KONSERVASI KEANEKARAGAMAN HAYATI 1 Onrizal Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara Email: onrizal03@yahoo.com; Webblog: www.onrizal.wordpress.com
Lebih terperincimemiliki kemampuan untuk berpindah tempat secara cepat (motil), sehingga pelecypoda sangat mudah untuk ditangkap (Mason, 1993).
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pelecypoda merupakan biota bentik yang digunakan sebagai indikator biologi perairan karena hidupnya relatif menetap (sedentery) dengan daur hidup yang relatif lama,
Lebih terperinciOleh: Ir. Agus Dermawan, M.Si. Direktur Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan
Oleh: Ir. Agus Dermawan, M.Si. Direktur Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan DIREKTORAT KONSERVASI KAWASAN DAN JENIS IKAN DIREKTORAT JENDERAL KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL KEMENTERIAN KELAUTAN DAN
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kawasan Konservasi Kawasan konservasi dalam arti yang luas, yaitu kawasan konservasi sumber daya alam hayati dilakukan. Di dalam peraturan perundang-undangan Indonesia yang
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 15/MEN/2009 TENTANG
PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 15/MEN/2009 TENTANG JENIS IKAN DAN WILAYAH PENEBARAN KEMBALI SERTA PENANGKAPAN IKAN BERBASIS BUDIDAYA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN
Lebih terperinciKEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang selain merupakan sumber alam yang penting artinya bagi
Lebih terperinciARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN TAMAN HUTAN RAYA NGARGOYOSO SEBAGAI OBYEK WISATA ALAM BERDASARKAN POTENSI DAN PRIORITAS PENGEMBANGANNYA TUGAS AKHIR
ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN TAMAN HUTAN RAYA NGARGOYOSO SEBAGAI OBYEK WISATA ALAM BERDASARKAN POTENSI DAN PRIORITAS PENGEMBANGANNYA TUGAS AKHIR Oleh : AGUSTINA RATRI HENDROWATI L2D 097 422 JURUSAN PERENCANAAN
Lebih terperinciIndividu adalah satu makhluk hidup, misalnya seekor semut, seekor burung dan sebuah pohon.
a.individ u b.popul asi c.komu nitas d.ekosis tem e.bioma Individu adalah satu makhluk hidup, misalnya seekor semut, seekor burung dan sebuah pohon. Populasi adalah kumpulan individu sejenis yang dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Esa kekayaan sumber daya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Esa kekayaan sumber daya alam hayati yang melimpah. Sumber daya alam hayati di Indonesia dan ekosistemnya mempunyai
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keanekaragaman Hayati dan Konservasi
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keanekaragaman Hayati dan Konservasi Keanekaragaman hayati atau biodiversitas adalah suatu istilah pembahasan yang mencakup semua bentuk kehidupan, yang secara ilmiah dapat dikelompokkan
Lebih terperinciKeputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung
Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 32 TAHUN 1990 (32/1990) Tanggal : 25 JULI 1990 (JAKARTA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciKonservasi Lingkungan. Lely Riawati
1 Konservasi Lingkungan Lely Riawati 2 Dasar Hukum Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tahun 2010 telah dicanangkan oleh PBB sebagai Tahun Internasional Biodiversity (keanekaragaman hayati) dengan tema Biodirvesity is life, Biodirvesity is Our
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Bambu merupakan salah satu taksa yang sangat beragam dan mempunyai potensi ekonomi yang tinggi. Bambu termasuk ke dalam anak suku Bambusoideae dalam suku Poaceae. Terdapat
Lebih terperinciKeputusan Kepala Bapedal No. 56 Tahun 1994 Tentang : Pedoman Mengenai Dampak Penting
Keputusan Kepala Bapedal No. 56 Tahun 1994 Tentang : Pedoman Mengenai Dampak Penting Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Menimbang : Bahwa untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tumbuhan dan satwa adalah bagian dari sumber daya
Lebih terperinciNOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM Menimbang: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi, baik flora maupun fauna yang penyebarannya sangat luas. Hutan
Lebih terperinciBahan Kuliah Ke-10 Undang-undang dan Kebijakan Pembangunan Peternakan KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN KARANTINA
Bahan Kuliah Ke-10 Undang-undang dan Kebijakan Pembangunan Peternakan KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN KARANTINA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN UNITED NATIONS CONVENTION
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberadaan burung pemangsa (raptor) memiliki peranan yang sangat penting dalam suatu ekosistem. Posisinya sebagai pemangsa tingkat puncak (top predator) dalam ekosistem
Lebih terperinciLampiran 3. Interpretasi dari Korelasi Peraturan Perundangan dengan Nilai Konservasi Tinggi
I. Keanekaragaman hayati UU No. 5, 1990 Pasal 21 PP No. 68, 1998 UU No. 41, 1999 Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Pengawetan keanekaragaman hayati serta ekosistemnya melalui Cagar Alam
Lebih terperinciHutan di Indonesia memiliki peran terhadap aspek ekonomi, sosial maupun. (Reksohadiprodjo dan Brodjonegoro 2000).
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan di Indonesia memiliki peran terhadap aspek ekonomi, sosial maupun budaya. Namun sejalan dengan pertambahan penduduk dan pertumbuhan ekonomi, tekanan terhadap sumberdaya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki tanah air yang kaya dengan sumber daya alam dan
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia memiliki tanah air yang kaya dengan sumber daya alam dan ekosistemnya. Potensi sumber daya alam tersebut semestinya dikembangkan dan dimanfaatkan sebesar-besarnya
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang
4 TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang Ruang (space) dalam ilmu geografi didefinisikan sebagai seluruh permukaan bumi yang merupakan lapisan biosfer, tempat hidup tumbuhan, hewan dan manusia (Jayadinata
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :
Page 1 of 9 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tumbuhan dan satwa adalah bagian dari
Lebih terperinciPotensi Kota Cirebon Tahun 2010 Bidang Pertanian SKPD : DINAS KELAUTAN PERIKANAN PETERNAKAN DAN PERTANIAN KOTA CIREBON
Potensi Kota Cirebon Tahun 2010 Bidang Pertanian SKPD : DINAS KELAUTAN PERIKANAN PETERNAKAN DAN PERTANIAN KOTA CIREBON No. Potensi Data Tahun 2009 Data Tahun 2010*) 1. Luas lahan pertanian (Ha) 327 327
Lebih terperinciPeraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 Tentang : Pengawetan Jenis Tumbuhan Dan Satwa
Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 Tentang : Pengawetan Jenis Tumbuhan Dan Satwa Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 7 TAHUN 1999 (7/1999) Tanggal : 27 Januari 1999 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciKONSEP MODERN KAWASAN DILINDUNGI
KONSEP MODERN KAWASAN DILINDUNGI KONSEP MODERN KAWASAN DILINDUNGI *) PERLINDUNGAN PELESTARIAN MODERN Suatu pemeliharaan dan pemanfaatan secara bijaksana Pertama: kebutuhan untuk merencanakan SD didasarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bagi manusia, lahan sangat dibutuhkan dalam menjamin kelangsungan hidup
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang sangat dibutuhkan. Bagi manusia, lahan sangat dibutuhkan dalam menjamin kelangsungan hidup seperti untuk membangun
Lebih terperinci6 PERTIMBANGAN KAWASAN KARST DALAM PENYUSUNAN ZONASI TNMT
6 PERTIMBANGAN KAWASAN KARST DALAM PENYUSUNAN ZONASI TNMT 6.1 Pengelolaan Kawasan Taman Nasional Manapeu Tanahdaru Wilayah karst dapat menyediakan air sepanjang tahun. Hal ini disebabkan daerah karst memiliki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
101111111111105 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki sumberdaya alam hayati laut yang potensial seperti sumberdaya terumbu karang. Berdasarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. plasma nutfah serta fungsi sosial budaya bagi masyarakat di sekitarnya dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan lindung sebagai kawasan yang mempunyai manfaat untuk mengatur tata air, pengendalian iklim mikro, habitat kehidupan liar, sumber plasma nutfah serta fungsi
Lebih terperinciBab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan dengan keanekaragaman hayati yang tinggi. Sebagian besar perairan laut Indonesia (> 51.000 km2) berada pada segitiga terumbu
Lebih terperinciKAWASAN KONSERVASI UNTUK PELESTARIAN PRIMATA JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
KAWASAN KONSERVASI UNTUK PELESTARIAN PRIMATA ANI MARDIASTUTI JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Kawasan Konservasi Indonesia UURI No 5 Tahun 1990 Konservasi
Lebih terperinci10. Pemberian bimbingan teknis pelaksanaan eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut di wilayah laut kewenangan daerah.
II. URUSAN PILIHAN A. BIDANG KELAUTAN DAN PERIKANAN SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN 1 2 3 1. Kelautan 1. Pelaksanaan kebijakan pengelolaan sumber daya kelautan dan ikan di wilayah laut kewenangan 2. Pelaksanaan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. lebih dari jenis tumbuhan terdistribusi di Indonesia, sehingga Indonesia
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki kekayaan flora dan fauna serta kehidupan liar lain yang mengundang perhatian berbagai pihak baik di dalam maupun di luar negeri. Tercatat lebih dari
Lebih terperinciDAMPAK PEMBANGUNAN PADA KOMPONEN IKLIM
DAMPAK PEMBANGUNAN PADA KOMPONEN IKLIM Faktor cuaca/iklim belum mampu direkayasa manusia kecuali dalam skala mikro seperti pembuatan rumah kaca. Setiap organisme kehidupannya mempunyai keadaan cuaca/iklim
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. 2007:454). Keanekaragaman berupa kekayaan sumber daya alam hayati dan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia tergolong dalam 10 negara megadiversitas dunia yang memiliki keanekaragaman paling tinggi di dunia (Mackinnon dkk dalam Primack dkk, 2007:454). Keanekaragaman
Lebih terperinciBerikut beberapa penyebab kepunahan hewan dan tumbuhan: 1. Bencana Alam
Banyak sekali ulah manusia yang dapat menyebabkan kepunahan terhadap Flora dan Fauna di Indonesia juga di seluruh dunia.tetapi,bukan hanya ulah manusia saja,berikut beberapa penyebab kepunahan flora dan
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.10/Menhut-II/2007 TENTANG PERBENIHAN TANAMAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN,
MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.10/Menhut-II/2007 TENTANG PERBENIHAN TANAMAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN, Menimbang: a. bahwa sebagai penjabaran dari Peraturan Pemerintah
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tumbuhan dan satwa adalah bagian dari sumber daya
Lebih terperinciCC. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG KELAUTAN DAN PERIKANAN
LAMPIRAN XXIX PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR : Tahun 2010 TANGGAL : Juli 2010 CC. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG KELAUTAN DAN PERIKANAN SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URUSAN 1. Kelautan 1. Pelaksanaan
Lebih terperinciSMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.2
SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.2 1. Contoh pelestarian secara ex situ di Indonesia adalah... TN Lore Lindu SM Kutai Cagar Alam Nusa
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah teritorial Indonesia yang sebagian besar merupakan wilayah pesisir dan laut kaya akan sumber daya alam. Sumber daya alam ini berpotensi untuk dimanfaatkan bagi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang menyandang predikat mega biodiversity didukung oleh kondisi fisik wilayah yang beragam mulai dari pegunungan hingga dataran rendah serta
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BALAI KSDA DAN PELESTARIAN ALAM
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BALAI KSDA DAN PELESTARIAN ALAM A. Balai KSDA 1. Kedudukan Balai KSDA Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan nomor P.8/Menlhk/Setjen/OTL.0/1/2016 Balai
Lebih terperinciKEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
1 UDANG-UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Terjadinya pemanasan global telah diidentifikasi oleh Intergovermental Panel on Climate Change (IPPC) di Genewa Tahun 1996. Indikasi terdapatnya pemanasan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber
Lebih terperinciBERITA NEGARA. KEMEN-LHK. Konservasi. Macan Tutul Jawa. Strategi dan Rencana Aksi. Tahun PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
No. 1185, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-LHK. Konservasi. Macan Tutul Jawa. Strategi dan Rencana Aksi. Tahun 2016-2026. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki 40 spesies primata dari 195 spesies jumlah primata yang ada di dunia. Owa Jawa merupakan salah satu dari 21 jenis primata endemik yang dimiliki
Lebih terperinciKEANEKARAGAMAN HAYATI (BIODIVERSITY) SEBAGAI ELEMEN KUNCI EKOSISTEM KOTA HIJAU
KEANEKARAGAMAN HAYATI (BIODIVERSITY) SEBAGAI ELEMEN KUNCI EKOSISTEM KOTA HIJAU Cecep Kusmana Guru Besar Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan IPB Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan
Lebih terperinciKonservasi Biodiversitas Indonesia
Konservasi Biodiversitas Indonesia Dr. Luchman Hakim Bahan Kuliah PS S2 Pengelolaan Sumberdaya Lingkungan dan Pembangunan Program Pasca Sarjana Univesitas Brawijaya Posisi Indonesia dalam dunia 1 2 3 4
Lebih terperinciSAMBUTAN. PADA PEMBUKAAN SEMINAR BENANG MERAH KONSERVASI FLORA DAN FAUNA DENGAN PERUBAHAN IKLIM Manado, 28 Mei 2015
SAMBUTAN KEPALA BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN PADA PEMBUKAAN SEMINAR BENANG MERAH KONSERVASI FLORA DAN FAUNA DENGAN PERUBAHAN IKLIM Manado, 28 Mei 2015 Yang saya hormati: 1. Kepala Dinas
Lebih terperinciPENGEMBANGAN KONSERVASI LAUT
PENGEMBANGAN KONSERVASI LAUT (Mewujudkan Kawasan Suaka Perikanan Nasional Perairan Laut Sawu dan Sekitarnya) Direktur Konservasi dan Taman Nasional Laut Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau
Lebih terperinciContoh Makalah Penelitian Geografi MAKALAH PENELITIAN GEOGRAFI TENTANG LINGKUNGAN HIDUP DI INDONESIA
Contoh Makalah Penelitian Geografi MAKALAH PENELITIAN GEOGRAFI TENTANG LINGKUNGAN HIDUP DI INDONESIA Disusun oleh: Mirza Zalfandy X IPA G SMAN 78 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas
Lebih terperinciBUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 18 TAHUN 2008 T E N T A N G
BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 18 TAHUN 2008 T E N T A N G RINCIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN SUKAMARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKAMARA,
Lebih terperinci