ANALISIS CAPAIAN PEMBANGUNAN MANUSIA ANTARA RIAU DARATAN DAN RIAU PESISIR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS CAPAIAN PEMBANGUNAN MANUSIA ANTARA RIAU DARATAN DAN RIAU PESISIR"

Transkripsi

1 ANALISIS CAPAIAN PEMBANGUNAN MANUSIA ANTARA RIAU DARATAN DAN RIAU PESISIR Oleh : Lapeti Sari ABSTRAK Diantaranya tujuan pembangunan adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan termasuk juga dalam pembangunan manusia suatu wilayah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan capaian pembangunan manusia antara Riau Daratan dengan Riau Pesisir dan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan capaian komponen pembangunan (pendidikan, kesehatan dan ekonomi) antara Riau Daratan dan Riau Pesisir. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada awal pelaksanaan otonomi daerah pencapaian pembangunan manusia Riau Pesisir relatif lebih tinggi daripada Riau Daratan. Namun seiring pelaksanaan otonomi daerah pembangunan manusia pada wilayah Riau Daratan relatif memiliki daya ungkit yang lebih tinggi daripada pembangunan manusia pada wilayah Riau Pesisir. Dari ketiga aspek pembangunan manusia, untuk aspek kesehatan capaian pada wilayah Riau Pesisir relatif lebih baik daripada Riau Daratan. Sedangkan untuk aspek pendidikan dan ekonomi capaian pada wilayah Riau Daratan relatif lebih baik daripada Riau pesisir. Keyword : IPM, Kesehatan, Pendidikan, Ekonomi

2 I. PENDAHULUAN Penduduk Provinsi Riau sebagai objek sekaligus subjek pembangunan, secara kuantitas terus mengalami pertumbuhan mengikuti deret ukur. Berdasarkan Hasil sensus penduduk yang dikeluarkan oleh BPS menunjukkan bahwa jumlah penduduk Provinsi Riau pada tahun 1971 sebanyak orang dan meningkat menjadi sebanyak orang pada tahun 1980 atau selama kurun waktu tersebut tumbuh sebesar 3,11% per tahun. Selama periode pertumbuhan rata-rata penduduk Provinsi Riau mengalami peningkatan dibandingkan periode sebelumnya yaitu 4,30%. Periode penduduk Riau tumbuh relatif lebih tinggi dari periode sebelumnya yaitu 4,35% pertahun. Sehingga pada tahun 2000 jumlah penduduk Provinsi Riau sebanyak orang. Periode ratarata penduduk Provinsi Riau tumbuh sebesar 3,58% pertahun sehingga pada tahun 2010 penduduk Provinsi Riau meningkat menjadi Jumlah tersebut diperkirakan pada tahun 2015 meningkat menjadi orang. Kemampuan penduduk suatu wilayah untuk menghasilkan barang dan jasa memiliki turut ditentukan oleh kualitas pembangunan manusia. Semakin tinggi akses penduduk suatu wilayah terhadap aspek pendidikan, kesehatan dan ekonomi dapat memperbesar kemampuan penduduk dalam meningkatkan produktivitasnya. Nilai output yang dihasilkan penduduk Provinsi Riau tercermin dari data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). PDRB atas dasar harga berlaku dengan migas Riau pada tahun 2011 sebesar Rp. 410,26 triliun, sedangkan tanpa migas sebesar Rp. 245,66 triliun. Kontribusi wilayah Riau daratan terhadap PDRB Riau atas dasar harga berlaku dengan migas sebesar 32,09% dan sisanya sebesar 67,91% dari Riau Pesisir. Sedangkan tanpa migas wilayah Riau daratan kontribusinya terhadap PDRB sebesar 47,09% dan wilayah Riau Pesisir sebesar 52,91%. Kabupaten/kota pada Wilayah Riau Pesisir pada umumnya merupakan daerah penghasil migas dan mendapat penerimaan dari Dana Bagi Hasil yang cukup besar bagi daerah. Namun demikian, penerimaan yang besar bila dalam membelanjakannya tidak tepat sasaran dan kurang sesuai dengan permasalahan daerah hasilnya kurang optimal. Hal ini senada dengan penelitian Taryono (2012)

3 dimana terdapat perbedaan rata-rata belanja langsung antara kabupaten/kota penghasil migas dan bukan penghasil migas. Namun demikian, perbedaan tersebut tidak menyebabkan kinerja penurunan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat pada kabupaten/kota penghasil migas lebih baik dari kabupaten/kota bukan penghasil migas di Provinsi Riau. Pembangunan ekonomi bukanlah sekedar proses terjadinya pertumbuhan ekonomi (growth) namun lebih dari itu pertumbuhan tersebut juga harus diikuti terjadinya perubahan (change), terutama dalam pembangunan manusia. Penelitian Taryono (2014) menujukkan bahwa telah terjadi disparitas yang nyata antara pembangunan kesehatan, pendidikan dan ekonomi dalam upaya mewujudkan pembangunan manusia yang seimbang di Provinsi Riau. Tingkat ketimpangan pembangunan manusia selama periode dengan kriteria sedang. Ketimpangan pembangunan manusia cenderung menurun yaitu dari 0,5874 ditahun 2004 menjadi 0,4859 ditahun Dari tiga aspek pembangunan manusia, pada tahun 2012 aspek pendidikan menempati ketimpangan tertinggi yaitu 0,5111, diikuti ketimpangan kesehatan sebesar 0,4852, dan ketimpangan terendah adalah aspek ekonomi yaitu 0,4615. Diantaranya tujuan pembangunan adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan. Perbedaan karateristik wilayah memberikan tangtangan yang berbeda dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakatnya, demikian halnya dalam pembangunan manusia. Sesuai dengan hal tersebut peneliti tertarik untuk meneliti tentang tingkat capaian pembangunan manusia antara wilayah Riau Daratan dan Riau Pesisir

4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembangunan Manusia Pendapatan per kapita sebagai indikator pembangunan telah digugat oleh kalangan ekonomi maupun non-ekonomi yang melihat ketidakakuratan indikator tersebut, yang kemudian memunculkan beberapa indikator baru. Indikator baru secara umum berfokus pada pembangunan manusia. (Setiawan dan Hakim, 2013). Studi tentang pembangunan manusia pada umumnya lebih menekankan pada modal manusia sebagai salah satu faktor pertumbuhan ekonomi (S Ginting, 2008). Studi yang dilakukan Suliswanto (2010) menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi yang terjadi belum pro orang miskin atau dalam kata lain belum banyak memberikan manfaat bagi orang miskin. Namun pengurangan angka kemiskinan lebih dominan ditentukan oleh variabel IPM. Ini berarti bahwa permasalahan kemiskinan tidak cukup hanya dipecahkan melalui meningkatkan pertumbuhan ekonomi semata dengan mengharapkan terjadinya efek menetes ke bawah (trickle down effect). Namun harus diikuti dengan peningkatan kualitas sumberdaya manusia. Nilai Indeks Pembangunan Manusia (IPM) berada pada rentang antara 0 sampai dengan 100. Jika mendekati 100, mengindikasikan bahwa pembangunan manusia suatu negara atau wilayah tersebut semakin baik dan sebaliknya. Status pembangunan manusia suatu wilayah oleh UNDP dibagi ke dalam tiga kelompok, yaitu (1) IPM < 50 rendah, (2) 50 IPM < 80 sedang dan (3) IPM 80 tinggi. IPM Indonesia berada pada kategori sedang. Laporan UNDP (2014), IPM Indonesia tahun 2013 sebesar 68,4 poin. Capaian IPM tersebut menempatkan Indonesia pada peringkat 108 dari 187 negara. IPM Indonesia pada tahun 1980 sebesar 47,1 poin, ini berarti selama terjadi pertumbuhan sebesar 45,3% atau rata-rata pertumbuhan setiap tahun 1,14%. Peluang untuk meningkatkan IPM cukup besar mengingat kinerja positif pencapaian beberapa indikator terkait, seperti pertumbuhan ekonomi, angka kemiskinan dan pendidikan. Selama kurun waktu , pertumbuhan ekonomi berkisar 6-6,5 %, angka kemiskinan menurun dari 14,2 % (32,53 juta jiwa) pada 2009 menjadi 11,66 % (28,59 juta jiwa) pada September 2012, meskipun laju penurunannya dari tahun ke tahun melambat. (Bappenas, 2013)

5 IPM menggambarkan kemampuan dasar manusia dalam memperluas pilihanpilihan terutama dalam aspek kesehatan, pendidikan dan ekonomi. Kesehatan tercermin dari lama usia harapan hidup, kesehatan tercermin dari rata-rata lama sekolah dan angka melek huruf, dan ekonomi tercermin dari daya beli (purchasing power purity). Formulasi yang digunakan UNDP untuk menghitung indeks pembangunan manusia adalah sebagai berikut : IPM = Indeks Pembangunan Manusia Y1 = Indeks Harapan Hidup Y2 = Indeks Pendidikan Y3 = Indeks Standard Hidup Layak Kebijakan pembangunan yang tidak mendorong peningkatan kualitas manusia hanya akan membuat daerah yang bersangkutan tertinggal dari daerah lain. IPM merupakan wujud dari komitmen tujuan nasional yang ingin mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum mencapai masyarakat yang adil dan makmur. Oleh sebab itu, dalam rangka memacu pertumbuhan ekonomi perlu pula dilakukan pembangunan manusia, termasuk dalam konteks ekonomi daerah. (Bapeda dan BPS Kabupaten Bandung, 2008). B. Pembangunan Pendidikan Menurut Dumairy (1999) pemerintah memiliki fungsi alokatif, distributif, stabilitif dan dinamisatif. Sebagai langkah untuk menjalankan fungsi-fungsinya tersebut pemerintah akan melakukan pengeluaran belanja pembangunan sebagai upaya untuk meciptakan kesejahteraan masyarakat. Hal tersebut diwujudkan melalui pemenuhan kebutuhan dasar dengan meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Sumber daya manusia yang berkualitas akan berkorelasi positif dengan kemajuan teknologi dan dapat mendorong peningkatan efisiensi produksi. Perbaikan kualitas modal manusia dapat dilakukan melalui pengembangan sumber daya manusia (Mankiw, 2008). Diantara modal manusia adalah pendidikan. Melalui pendidikan negara berkembang memiliki kemampuan untuk menyerap teknologi modern dan mengembangkan kapasitas sehingga tercipta pertumbuhan serta pembangunan yang berkelanjutan. (Todaro, 2006)

6 Pengeluaran pemerintah atas pendidikan pada dasarnya merupakan suatu investasi terhadap pertumbuhan ekonomi. Walaupun efeknya tidak dapat berdampak langsung melainkan membutuhkan beberapa periode untuk dapat dirasakan. (Bastias, 2010). Peningkatan kapasitas penduduk Indonesia untuk dapat belajar sepanjang hayat dalam rangka peningkatan daya saing bangsa di era global, serta meningkatkan peringkat indeks pembangunan manusia (IPM) dilakukan melalui pemerataan dan perluasan akses pendidikan yang diarah kan pada upaya memperluas daya tampung satuan pendidikan serta memberikan kesempatan yang sama bagi semua peserta didik dari berbagai golongan masyarakat yang berbeda baik secara sosial, ekonomi, gender, lokasi tempat tinggal dan tingkat kemampuan intelektual serta kondisi fisik. (Depdiknas, 2005). C. Pembangunan Kesehatan Pembangunan kesehatan merupakan upaya untuk memenuhi salah satu hak dasar rakyat, yaitu hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 H ayat (1) dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan. Dalam Indeks Pembangunan Manusia (IPM), indikator status kesehatan merupakan salah satu komponen utama selain pendidikan dan pendapatan per kapita. Dengan demikian pembangunan kesehatan merupakan salah satu upaya utama untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia, yang pada gilirannya mendukung percepatan pembangunan nasional (Pidato Presiden, 2007). Salah satu indikator keberhasilan pembangunan dalam bidang kesehatan dapat dilihat dari umur harapan hidup. Membaiknya usia harapan hidup dapat memberikan gambaran membaiknya kondisi sosial ekonomi penduduk, kesehatan dan lingkungan (BPS Badung,2008). Indikator sebagai proxy dari bidang kesehatan pada IPM adalah umur harapan hidup waktu lahir. Namun bila ditanya lebih lanjut, bagaimana caranya meningkatkan umur harapan hidup, sulit dijawab dengan pasti. Oleh karena itu tampaknya diperlukan serangkaian indikator kesehatan lain yang diperkirakan berdampak pada kesehatan yang pada gilirannya meningkatkan umur harapan hidup waktu lahir. (Kementerian Kesehatan, 2010)

7 D. Pembangunan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi perlu ditopang oleh pertumbuhan dari sisi permintaan dan sisi penawaran yang seimbang, agar peningkatan jumlah permintaan tidak diikuti oleh tekanan inflasi yang tinggi. Sementara itu, tumbuhnya sisi penawaran menjadi sangat penting bagi pemantapan ekonomi nasional, jika ditopang oleh pertumbuhan sektorsektor produktif yang dapat mendorong perluasan kesempatan kerja dan pada akhirnya dapat meningkatkan daya beli masyarakat. (Bappenas, 2013). Perekonomian Provinsi Riau yang cenderung monokultur pada perkebunan kelapa sawit telah meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama diwilayah pedesaan. Semakin berkembangnya perkebunan kelapa sawit, semakin terasa dampaknya terhadap tenaga kerja yang bekerja pada sektor perkebunan dan sektor turunannya. Dampak tersebut dapat dilihat dari peningkatan pendapatan masyarakat petani, sehingga meningkatnya daya beli masyarakat pedesaan, baik untuk kebutuhan primer maupun kebutuhan sekunder. (Syahza, 2011). Purchasing power prity memungkinkan dilkukannya perbandingan harga-harga riil antar propinsi dan antar kabupaten/kota mengingat nilai tukar yang biasa digunakan dapat menurunkan atau menaikkan nilai daya beli yang terukur dari konsumsi perkapita yang telah disesuaikan. dalam konteks PPP untuk indonesia, satu rupiah di satu propinsi memiliki daya beli yang sama dengan satu rupiah di Jakarta. PPP dihitung berdasarkan pengeluaran riil perkapita setelah disesuaikan dengan indeks harga konsumen dan penurunan utilitas marginal yang dihitung dengan rumus Atkinson. (Bappeda Kota Tegal, 2007). UNDP menggunakan nilai riil GNP perkapita yang disesuaikan, nilai maksimum Rp ,- (proyeksi daya beli tertinggi untuk Jakarta tahun Proyeksi ini didasarkan pada asumsi adanya pertumbuhan tingkat daya beli periode ) dan nilai minimum sebesar Rp ,- (1996) dan Rp ,- (1999). (BPS dan Bappeda Jayapura, 2006)

8 III. METODOLOGI Metodologi ini merangkumi wilayah penelitian, jenis dan sumber data, dan metode analisis yang digunakan. A. Wilayah Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Provinsi Riau yang meliputi wilayah Riau Daratan (Kuantan Singingi, Indragiri Hulu, Kampar, Rokan Hulu, dan Pekanbaru) dan Riau Pesisir (Rokan Hilir, Dumai, Siak, Pelalawan, Bengkalis, Kep. Meranti, dan Indragiri Hilir). B. Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data sekunder yang dipublikasi oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Jenis data Pembangunan Manusia yang dibutuhkan meliputi data Indeks Pembangunan Manusia setiap kabupaten/kota yang terdapat di Provinsi Riau. Selain itu juga, data setiap komponen dari indeks pembangunan manusia setiap kabupaten/kota di Provinsi Riau yang terdiri dari data angka usia harapan hidup, angka rata-rata lama sekolah, angka melek huruf, dan data daya beli (purchasing power purity). C. Metode Analisis Dalam upaya untuk menganalisis apakah terdapat perbedaan capaian pembangunan manusia antara Riau Daratan dengan Riau Pesisir digunakan data indeks pembangunan manusia setiap kabupaten/kota di Provinsi Riau yang telah dikelompokkan berdasarkan wilayah Riau Daratan dan Riau Pesisir. Sedangkan untuk menganalisis apakah terdapat perbedaan capaian komponen pembangunan (pendidikan, kesehatan dan ekonomi) antara Riau Daratan dan Riau Pesisir setiap komponen tersebut tersebut dikelompokkan berdasarkan wilayah Riau Daratan dan Pesisir. Kemudian setiap komponen dihitung indeksnya dengan cara :

9 1) Indeks Kesehatan : Dimana : e o = angka harapan hidup. 25 = angka minimum harapan hidup (UNDP). 85 = angka maksimum harapan hidup (UNDP). 2) Indeks Pendidikan : Penghitungan Indeks Pendidikan (IP) mencakup dua indikator yaitu angka angka melek huruf (Lit) dan rata-rata lama sekolah (MYS) dengan rumus : 3) Indeks Konsumsi Riil per Kapita : Indeks Konsumsi Riil Perkapita dapat dilakukan dengan cara menstandartkan angka PPP terhadap nilai maksimum dan minimumnya. Setelah setiap indeks dari setiap komponen pembangunan manusia tersebut diperoleh dalam bentuk indeks kesehatan, indeks pendidikan, dan indeks ekonomi. Selanjutnya indeks pembangunan manusia dan komponennya dilakukan uji statistik dengan menggunakan program SPSS untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan capaian pembangunan manusia dan komponennya antara wilayah Riau Daratan dengan Riau Pesisir

10 IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Capaian Pembangunan Manusia Antara Riau Daratan dan Pesisir Perbedaan capaian pembangunan manusia antara Riau Daratan dan Riau Pesisir terus menunjukkan perbedaan yang tajam. Pada awal otonomi daerah pencapaian pembangunan manusia pada wilayah Riau Pesisir relatif lebih tinggi dibandingkan dengan Riau Daratan. Pada tahun 2004 rata-rata pembangunan manusia pada wilayah Riau Pesisir sebesar 71,00 poin sedangkan pada wilayah Riau Daratan mencapai sebesar 70,89 poin atau terjadi perbedaan capaian sebesar 0,11 poin. Persaingan dalam mengejar ketertinggalan pembangunan manusia antara Riau Daratan dan Riau Pesisir terus saling berpacu. Relatif rendahnya rata-rata pertumbuhan pembangunan manusia setiap tahunnya pada wilayah Riau Pesisir (0,68%) dibandingkan dengan pertumbuhan pembangunan manusia pada wilayah Riau Daratan (0,75%). Kondisi ini menyebabkan wilayah Riau Daratan mulai tahun 2009 capaian pembangunan manusianya lebih tinggi daripada wilayah Riau Pesisir. Sampai dengan tahun 2013 capaian pembangunan manusia Riau Daratan rata-rata sebesar 75,83 poin dan Riau Pesisir sebesar 75,50 poin. Gambar 1 : Rata-rata capaian Indek Pembangunan Manusia Antara Wilayah Riau Daratan dan Pesisir Tahun

11 Pada wilayah Riau Daratan capaian pembangunan manusia tertinggi terjadi pada Kota Pekanbaru sebesar 79,47 poin pada tahun Namun demikian, kemampuan pembangunan manusia Kota Pekanbaru tumbuh mulai melambat (0,55%). Kabupaten/kota pada wilayah Riau pesisir yang masih memiliki kemampuan untuk meningkatkan pembangunan manusia yang tinggi adalah Kabupaten Indragiri Hulu dengan rata-rata pertumbuhan pembangunan manusia sebesar 0,98%. Tabel 1 : Capaian Pembangunan Manusia Kabupaten/Kota Pada Wilayah Riau Daratan Tahun Tahun Kuantan Singingi Indragiri Hulu Kampar Rokan Hulu Pekanbaru ,62 68,91 69,81 69,50 75, ,58 70,89 71,74 70,09 75, ,89 72,04 72,02 71,01 76, ,47 72,96 72,98 71,43 76, ,95 73,43 73,64 71,84 77, ,38 73,89 74,14 72,29 77, ,70 74,18 74,43 72,66 78, ,15 74,54 75,18 73,10 78, ,50 74,90 75,54 73,62 79, ,77 75,21 75,83 73,87 79,47 Pertum (%) 0,64 0,98 0,92 0,68 0,55 Sumber : Diolah dari data BPS Capaian pembangunan manusia tertinggi pada wilayah Riau Pesisir yaitu pada Kota Dumai sebesar 78,99 pada tahun Namun demikian, daya ungkit pembangunan manusia kota dumai (0,77%) masih lebih rendah dari daya ungkit peningkatan pembangunan manusia yang terjadi di Kabupaten Rokan Hilir (0,93%). Keadaan ini menyebabkan pada wilayah Riau Pesisir, Kabupaten Rokan Hilir memiliki kemampuan untuk meningkatkan pembangunan manusia yang lebih besar lagi

12 Tabel 2 : Capaian Pembangunan Manusia Kabupaten/Kota Pada Wilayah Riau Pesisir Tahun Tahun Indragiri Hilir Pelalawan Siak Bengkalis Rokan Hilir Kep. Meranti Dumai ,37 68,75 72,62 71,95 67, , ,74 69,21 73,51 72,95 68, , ,39 69,96 74,55 73,1 70, , ,87 71,43 75,15 73,36 71, , ,41 72,07 75,64 74,12 71, , ,95 72,69 76,05 74,64 71,98 70,15 77, ,24 73,18 76,46 75,11 72,43 70,62 77, ,71 73,59 76,92 75,53 72,83 71,08 78, ,15 73,92 77,27 75,86 73,17 71,47 78, ,41 74,27 77,44 76,12 73,45 71,8 78,99 Pertum % 0,76 0,86 0,72 0,63 0,93 0,58 0,77 Sumber : BPS, 2014 B. Capaian Komponen Pembangunan Manusia Antara Riau Daratan dan Pesisir Pembangunan manusia terdiri dari tiga aspek yaitu kesehatan, pendidikan, dan ekonomi. Kemampuan masing-masing aspek dalam meningkatkan pembangunan manusia pada setiap wilayah memiliki daya ungkit yang berbeda-beda. Daya ungkit aspek kesehatan sangat ditentukan oleh kemampuan suatu wilayah dalam meningkatkan usia harapan hidup penduduknya. Daya ungkit aspek pendidikan suatu wilayah turut ditentukan oleh kemampuan suatu wilayah dalam meningkatkan rata-rata lama sekolah dan mengurangi angka buta huruf penduduknya. Sedangkan daya ungkit ekonomi sangat berkaitan erat dengan bagaimana suatu wilayah mampu meningkatkan kemampuan daya beli penduduknya. Tersedianya sarana dan prasarana yang mendukung tumbuh dan berkembangnya setiap komponen pembangunan manusia tersebut sangat menentukan tingkat capaian pembangunan manusia suatu wilayah

13 1. Kesehatan Capaian pembangunan manusia pada aspek kesehatan yang diukur dari rata-rata angka harapan hidup pada wilayah Riau Pesisir relatif lebih baik daripada Riau Daratan. Pada tahun 2013 rata-rata capaian angka harapan hidup diwilayah Riau Pesisir sebesar 70,36 tahun, sedangkan pada wilayah Riau Daratan sebesar 69,16 tahun. Gambar 2 : Rata-rata Capaian Angka Harapan Hidup Pada Wilayah Riau Daratan dan Pesisir Tahun Capaian pembangunan kesehatan, paik pada wilayah daratan maupun pesisir untuk wilayah kota relatif lebih daripada kabupaten. Capaian pembangunan kesehatan tertinggi pada tahun 2013 di Riau Daratan terjadi pada Kota Pekanbaru sebesar 71,94 tahun dan di Riau Pesisir terjadi pada Kota Dumai sebesar 72,29 tahun. Sedangkan capaian pembangunan kesehatan terendah pada Riau Daratan terjadi pada Kabupaten Rokan Hulu sebesar 67,28 tahun, sedangkan pada wilayah Riau Pesisir terjadi di Kabupaten Rokan Hilir sebesar 67,41 tahun. Untuk lebih jelasnya tentang perkembangan aspek kesehatan pada setiap kabupaten/kota dapat dilihat pada tabel dibawah ini

14 Tabel 3 : Capaian Angka Harapan Hidup Kabupaten/Kota Pada Wilayah Riau Daratan Tahun Tahun Kuantan Singingi Indragiri Hulu Kampar Rokan Hulu Pekanbaru ,50 67,80 67,30 66,2 70, ,64 68,15 67,72 66,34 70, ,9 68,40 67,9 67,00 70, ,05 68,55 68,10 67,08 70, ,11 68,60 68,21 67,09 71, ,22 68,71 68,36 67,13 71, ,33 68,81 68,52 67,17 71, ,43 68,91 68,67 67,21 71, ,53 69,01 68,83 67,26 71, ,61 69,03 68,92 67,28 71,94 Pertum (%) 0,18 0,20 0,26 0,18 0,22 Sumber : BPS, 2014 Tabel 4 : Capaian Angka Harapan Hidup Kabupaten/Kota Pada Wilayah Riau Pesisir Tahun Tahun Indragiri Hilir Pelalawan Siak Bengkalis Rokan Hilir Kep. Meranti Dumai ,90 67,20 70,60 69,40 66,20-70, ,30 67,62 70,91 69,67 66,64-70, ,40 68,30 71,00 69,90 66,90-70, ,70 68,48 71,23 70,06 67,01-70, ,89 68,56 71,34 70,13 67,04-71, ,14 68,69 71,52 70,24 67,11 68,61 71, ,39 68,82 71,69 70,35 67,18 68,73 71, ,63 68,95 71,86 70,46 67,25 68,86 71, ,88 69,08 72,03 70,56 67,32 68,98 72, ,95 69,17 72,07 70,61 67,41 69,00 72,29 Pert. (%) 0,32 0,32 0,23 0,19 0,20 0,14 0,34 Sumber : BPS,

15 2. Pendidikan Capaian pembangunan manusia dari aspek pendidikan dapat diukur dari rata-rata lama sekolah dan angka melek huruf. Capaian rata-rata lama sekolah penduduk pada wilayah Riau Daratan relatif lebih baik daripada penduduk diwilayah Riau Pesisir. Pada tahun 2004 rata-rata lama sekolah penduduk pada wilayah Riau Daratan mencapai 8,13 tahun dan diwilayah Pesisir mencapai 7,97 tahun. Selama periode setiap tahunnya rata-rata pertumbuhan rata-rata lama sekolah pada wilayah Riau Daratan sebesar 1,06% dan pada wilayah Riau Pesisir sebesar 0,72%. Rendahnya pertumbuhan rata-rata lama sekolah pada wilayah Riau Pesisir daripada Riau Daratan, menjadikan capaian rata-rata lama sekolah pada wilayah Riau Daratan pada tahun 2013 sebesar 8,93 tahun lebih tinggi daripada capaian rata-rata lama sekolah diwilayah Riau Pesisir yaitu sebesar 8,50 tahun. Gambar 3 : Capaian Rata-rata Lama Sekolah Pada Wilayah Riau Daratan dan Pesisir Tahun

16 Dilihat menurut kabupaten/kota pada wilayah Riau Daratan menunjukkan bahwa capaian rata-rata lama sekolah tertinggi terjadi pada Kota Pekanbaru yaitu 11,42 tahun sedangkan daerah lainnya masih dibawah 9 tahun. Ini menunjukkan bahwa program wajib belajar 9 tahun sampai dengan tahun 2013 pada wilayah Riau Daratan belum tercapai kecuali Kota Pekanbaru. Tabel 5 : Rata-rata Lama Sekolah Pada Kabupaten/Kota di Wilayah Riau Daratan Tahun Tahun Kuantan Singingi Indragiri Hulu Kampar Rokan Hulu Pekanbaru ,70 7,14 7,59 7,10 11, ,80 7,28 7,78 7,10 11, ,80 7,30 8,00 7,50 11, ,80 7,72 8,23 7,50 11, ,80 7,72 8,44 7,50 11, ,81 7,96 8,46 7,55 11, ,99 7,98 8,49 7,56 11, ,03 8,01 8,92 7,68 11, ,06 8,01 8,93 7,94 11, ,17 8,14 8,97 7,96 11,42 Pertum (%) 0,66 1,47 1,87 1,28 0,32 Sumber : BPS, 2014 Beberapa kabupaten/kota diwilayah Riau Pesisir sampai dengan tahun 2013 telah sukses melaksanakan program wajib belajar 9 tahun. Capaian program wajib belajar 9 tahun tersebut tercermin dari rata-rata lama sekolah. Kabupaten Bengkalis (9,22 tahun), Siak (9,16 tahun) dan Kota Dumai (9,76 tahun) merupakan kabupaten/kota diwilayah Riau Pesisir yang telah sukses melaksanakan program wajib belajar 9 tahun sedangkan kabupaten/kota lainnya capaiannya masih dibawah 9 tahun

17 Tabel 6 : Rata-rata Lama Sekolah Pada Kabupaten/Kota di Wilayah Riau Pesisir Tahun Tahun Indragiri Hilir Pelalawan Siak Bengkalis Rokan Hilir Kepulauan Meranti Dumai ,92 7,04 8,80 8,35 7,00 0,00 9, ,00 7,00 8,80 8,60 7,00 0,00 9, ,60 7,30 8,80 8,60 7,20 0,00 9, ,60 7,67 8,80 8,60 7,20 0,00 9, ,60 7,93 8,80 8,86 7,20 0,00 9, ,62 7,95 9,03 8,99 7,48 7,32 9, ,62 8,21 9,08 9,12 7,87 7,32 9, ,63 8,24 9,14 9,17 7,89 7,35 9, ,63 8,24 9,14 9,18 7,90 7,35 9, ,66 8,37 9,16 9,22 7,90 7,41 9,76 Pert. (%) 1,14 1,94 0,45 1,11 1,35 0,14 0,07 Sumber : BPS, 2014 Kemampuan membaca dan menulis merupakan modal dasar bagi penduduk untuk memperoleh berbagai informasi yang dapat meningkatkan kapasitas dirinya sebagai manusia. Angka melek huruf merupakan indikator pembangunan manusia yang digunakan untuk mengukur keberhasilan pembangunan penduduknya dari aspek pendidikan. Angka melek huruf pada wilayah Riau Daratan relatif lebih tinggi dibandingkan dengan Riau Pesisir. Pada tahun 2004 angka melek huruf pada wilayah Riau Daratan sebesar 96,74% sedangkan pada Riau Pesisir sebesar 95,19%. Selama periode pertumbuhan rata-rata persentase angka melek huruf pada wilayah Riau Pesisir setiap tahunnya sebesar 0,27% yang lebih tinggi daripada Riau Daratan yaitu 0,22% ternyata belum mampu mengejar ketertinggalan capaian angka melek huruf pada wilayah Riau Pesisir. Capaian Angka melek huruf pada tahun 2013 diwilayah Riau Daratan sebesar 98,67% sedangkan pada wilayah Riau Pesisir sebesar 97,54%

18 Gambar 4 : Rata-rata Angka Melek Huruf Pada Wilayah Riau Daratan dan Pesisir Tahun Pada tahun 2013 diwilayah Riau Daratan pada daerah kabupaten/kota dengan capaian angka melek huruf tertinggi adalah Kota Pekanbaru yaitu 99,90% sedangkan capaian angka melek huruf terendah adalah Kabupaten Kuantan Singingi yaitu 98,12%. Namun demikian, daerah yang memiliki daya ungkit yang tertinggi dalam meningkatkan angka melek huruf adalah Kabupaten Indragiri Hulu dengan pertumbuhan rata-rata setiap tahun sebesar 0,69%. Diwilayah Riau Pesisir pada Kota Dumai merupakan daerah dengan capaian angka melek huruf tertinggi yaitu 99,43%. Sedangkan capaian angka melek huruf terendah adalah Kabupaten Kepulauan Meranti yaitu 90,57%. Kabupaten/kota diwilayah Riau Pesisir yang masih memiliki daya ungkit yang tinggi dalam meningkatkan angka melek huruf adalah Kabupaten Pelalawan (0,57%) dan Siak (0,53%)

19 Tabel 7 : Angka Melek Huruf Kabupaten/Kota di Wilayah Riau Daratan Tahun Tahun Kuantan Singingi Indragiri Hulu Kampar Rokan Hulu Pekanbaru ,84 92,36 97,56 96,41 99, ,8 92,83 97,99 96,40 99, ,8 96,75 97,99 97,38 99, ,8 97,63 98,10 97,38 99, ,8 97,67 98,10 97,38 99, ,81 97,76 98,44 97,98 99, ,82 98,16 98,48 98,28 99, ,06 98,21 98,58 98,37 99, ,09 98,22 98,6 98,40 99, ,12 98,23 98,64 98,44 99,90 Pertum (%) 0,03 0,69 0,12 0,23 0,04 Sumber : BPS, 2014 Tabel 8 : Angka Melek Huruf Kabupaten/Kota di Wilayah Riau Pesisir Tahun Tahun Indragiri Hilir Pelalawan Siak Bengkalis Rokan Hilir Kepulauan Meranti Dumai ,51 93,65 94,13 97,02 88,8 0 99, ,52 93,6 94,1 97,29 88,8 0 99, ,52 93,6 98,21 97,29 97, , ,52 97,6 98,21 97,29 97, , ,52 97,6 98,21 97,78 97, , ,79 98,44 98,49 97,79 97,8 89,73 99, ,06 98,46 98,56 98,09 97,99 90,18 99, ,15 98,48 98,65 98,16 98,15 90,34 99, ,18 98,51 98,68 98,17 98,18 90,36 99, ,2 98,53 98,69 98,18 98,2 90,57 99,43 Pert. (%) 0,08 0,57 0,53 0,13 1,12 0,23 0,04 Sumber : BPS,

20 3. Ekonomi Ukuran keberhasilan pembangunan manusia yang digunakan dari aspek ekonomi adalah Purchasing Power Purity (PPP). Angka ini juga mencerminkan kemampuan daya beli penduduk suatu wilayah. Selama periode rata-rata daya beli penduduk pada wilayah Riau Daratan Relatif lebih baik daripada penduduk pada wilayah Riau Pesisir. Pada tahun 2004 daya beli penduduk pada wilayah Riau Daratan sebesar Rp dengan pertumbuhan rata-rata setiap tahunnya sebesar 0,73% pada tahun 2013 daya beli penduduk diwilayah Riau Daratan meningkat menjadi Rp Daya beli penduduk pada wilayah Riau Pesisir pada tahun 2004 sebesar Rp dengan pertumbuhan rata-rata setiap tahun 0,64% pada tahun 2013 daya beli penduduk diwilayah Riau Pesisir meningkat menjadi Rp Gambar 5 : Puchasing Power Purity (PPP) pada Wilayah Riau Daratan dan Pesisir Tahun

21 V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Pada awal pelaksanaan otonomi daerah pencapaian pembangunan manusia Riau Pesisir relatif lebih tinggi daripada Riau Daratan. Namun seiring pelaksanaan otonomi daerah pembangunan manusia pada wilayah Riau Daratan relatif memiliki daya ungkit yang lebih tinggi daripada pembangunan manusia pada wilayah Riau Pesisir. Sehingga sampai dengan tahun 2013 rata-rata capaian pembangunan manusia pada wilayah Riau Daratan sebesar 75,83 poin dan Riau Pesisir sebesar 75,50 poin. 2. Dilihat dari ketiga aspek pembangunan manusia, untuk aspek kesehatan capaian pada wilayah Riau Pesisir relatif lebih baik daripada Riau Daratan. Sedangkan untuk aspek pendidikan dan ekonomi capaian pada wilayah Riau Daratan relatif lebih baik daripada Riau pesisir. B. Saran 1. Capaian pembangunan manusia pada wilayah Riau Pesisir yang relatif lebih rendah daripada wilayah Riau Daratan, maka perlu adanya program pembangunan manusia yang lebih inclusif bagi wilayah Riau Pesisir. 2. Dengan melihat capaian aspek pembangunan manusia, maka dalam meningkatkan pembangunan manusia diwilayah Riau Daratan perlu diprioritaskan untuk programprogram pembangunan manusia yang terkait dengan aspek kesehatan. Sedangkan pada wilayah Riau Pesisir prioritas program pembangunan manusia perlu diarahkan pada aspek ekonomi dan pendidikan

22 DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik Kabupaten Badung Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Badung tahun Katalog BPS : Bapeda dan BPS Kabupaten Bandung, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Bandung tahun Bappeda Kota Tegal, Indeks Pembangunan Manusia Kota Tegal Tahun Bappenas, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun Bappenas, Buku Pegangan Perencanaan Pembangunan Daerah tahun 2014 : Memantapkan Perekonomian Nasional Bagi Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Yang Berkeadilan. Bappenas, Evaluasi Paruh Waktu RPJMN tahun Bastias, D.D, Skripsi : Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Atas Pendidikan, Kesehatan dan Infrastruktur Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Periode Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro, Semarang. BPS dan Bappeda Jayapura, Indeks Pembangunan Manusia dan Analisa Situasi Pembangunan Manusia (ASPM) Kabupaten Jayapura tahun Depdiknas, Recana Strategis (Renstra) Departemen Pendidikan Nasional Tahun Dumairy, Perekonomian Indonesia, Erlangga, Jakarta Kementerian Kesehatan, Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM). Mankiw, N.G, Teori Makro Ekonomi, Edisi Keempat. Erlangga, Jakarta. Pidato Kenegaraan Presiden Republik Indonesia Serta Keterangan Pemerintah Atas Rancangan Undang-Undang Tentang Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2008 Beserta Nota Keuangannya Di Depan Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Jakarta, 16 Agustus S Ginting, C.K, Analisis Pembangunan Manusia di Indonesia. Tesis. Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan. Setiawan, M.B dan Abdul Hakim, Indeks Pembangunan Manusia. Jurnal Economia, Volume 9, Nomor 1, April 2013 Suliswanto, M.S.W Pengaruh Produk Domestik Bruto (PDB) dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Terhadap Angka Kemiskinan Di Indonesia. Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol 8 No. 2 Desember 2010 hlm : Syahza, A, Percepatan Ekonomi Pedesaan Melalui Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit. Jurnal Ekonomi Pembangunan Volume 12, Nomor 2, Desember 2011, hlm Taryono, Analisis Belanja Daerah Kemiskinan dan Kesejahteraan Masyarakat Antara Kabupaten/Kota Penghasil Migas dan Bukan Penghasil di Provinsi Riau. Jurnal Sosial Ekonomi Pembangunan Tahun III No. 7, November 2012 : Taryono, Analisis Disparitas Pembangunan Manusia di Provinsi Riau. Jurnal Sosial Ekonomi Pembangunan Tahun IV No.11, Maret 2014 : Todaro, M.P Pemabangunan Ekonomi di Dunia Ketiga Edisi 9. Erlanga, Jakarta. UNDP, Human Development Report UNDP (On-line), diakses tanggal 18 Juni

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas seluruh sistem sosial seperti politik, ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas seluruh sistem sosial seperti politik, ekonomi, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas seluruh sistem sosial seperti politik, ekonomi, infrastrukur dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara yang sudah menjadi agenda setiap tahunnya dan dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara yang sudah menjadi agenda setiap tahunnya dan dilakukan oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi adalah masalah yang penting dalam perekonomian suatu negara yang sudah menjadi agenda setiap tahunnya dan dilakukan oleh suatu negara bertujuan untuk

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 PROVINSI RIAU SEBESAR 71,20

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 PROVINSI RIAU SEBESAR 71,20 No. 23/05/14/Th. XVIII, 5 Mei 2017 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 PROVINSI RIAU SEBESAR 71,20 IPM Riau Tahun 2016 Pembangunan manusia di Riau pada tahun 2016 terus mengalami kemajuan yang

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 No. 30/06/14/Th. XVII, 15 Juni 2016 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 IPM Riau Tahun 2015 Pembangunan manusia di Riau pada tahun 2015 terus mengalami kemajuan yang ditandai dengan terus meningkatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam daerah tersebut

BAB I PENDAHULUAN. baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam daerah tersebut 16 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan seluruh komponen masyarakat mengelola berbagai sumber daya yang ada dan membentuk pola

Lebih terperinci

TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI PROVINSI RIAU PADA AGUSTUS 2012 SEBESAR 4,30 PERSEN

TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI PROVINSI RIAU PADA AGUSTUS 2012 SEBESAR 4,30 PERSEN No 56/11/14/Tahun XIII, 5 November 2012 TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI PROVINSI RIAU PADA AGUSTUS 2012 SEBESAR 4,30 PERSEN Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Provinsi Riau sebesar 4,30 persen, yang berarti

Lebih terperinci

CAPAIAN PERTUMBUHAN EKONOMI BERKUALITAS DI INDONESIA. Abstrak

CAPAIAN PERTUMBUHAN EKONOMI BERKUALITAS DI INDONESIA. Abstrak CAPAIAN PERTUMBUHAN EKONOMI BERKUALITAS DI INDONESIA Abstrak yang berkualitas adalah pertumbuhan yang menciptakan pemerataan pendapatan,pengentasan kemiskinan dan membuka kesempatan kerja yang luas. Di

Lebih terperinci

JURNAL EKONOMI Volume 22, Nomor 2 Juni 2014

JURNAL EKONOMI Volume 22, Nomor 2 Juni 2014 PENGARUH TINGKAT KEMISKINAN, TINGKAT PENGANGGURAN, UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DAN LAJU PERTUMBUHAN EKONOMI TERHADAP INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI PROVINSI RIAU Nursiah Chalid dan Yusbar Yusuf Jurusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan laju dari pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh suatu negara untuk memperkuat proses perekonomian menuju perubahan yang diupayakan

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maka membutuhkan pembangunan. Manusia ataupun masyarakat adalah kekayaan

BAB I PENDAHULUAN. maka membutuhkan pembangunan. Manusia ataupun masyarakat adalah kekayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat di suatu negara maka membutuhkan pembangunan. Manusia ataupun masyarakat adalah kekayaan bangsa dan sekaligus sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup

I. PENDAHULUAN. perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan upaya yang sudah direncanakan dalam melakukan suatu perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup masyarakat, meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusiinstitusi

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusiinstitusi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses menuju perubahan yang diupayakan suatu negara secara terus menerus dalam rangka mengembangkan kegiatan ekonomi dan taraf

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan pendapatan perkapita sebuah

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Per Kapita dan Struktur Ekonomi Tingkat pertumbuhan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Timur dalam lima tahun terakhir

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Dinas Perkebunan Provinsi Riau Laporan Kinerja A. Tugas Pokok dan Fungsi

PENDAHULUAN. Dinas Perkebunan Provinsi Riau Laporan Kinerja A. Tugas Pokok dan Fungsi PENDAHULUAN A. Tugas Pokok dan Fungsi Berdasarkan Peraturan Gubernur No. 28 Tahun 2015 tentang rincian tugas, fungsi dan tata kerja Dinas Perkebunan Provinsi Riau, pada pasal 2 ayat 2 dinyatakan bahwa

Lebih terperinci

ABSTRAK. ketimpangan distribusi pendapatan, IPM, biaya infrastruktur, investasi, pertumbuhan ekonomi.

ABSTRAK. ketimpangan distribusi pendapatan, IPM, biaya infrastruktur, investasi, pertumbuhan ekonomi. Judul : Analisis Pengaruh Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Biaya Infrastruktur, dan Investasi Terhadap Ketimpangan Distribusi Pendapatan Melalui Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Bali Nama : Diah Pradnyadewi

Lebih terperinci

POTENSI PENGEMBANGAN INDUSTRI KELAPA SAWIT 1 Oleh: Almasdi Syahza Peneliti dan Pengamat Ekonomi Pedesaan Lembaga Penelitian Universitas Riau

POTENSI PENGEMBANGAN INDUSTRI KELAPA SAWIT 1 Oleh: Almasdi Syahza Peneliti dan Pengamat Ekonomi Pedesaan Lembaga Penelitian Universitas Riau POTENSI PENGEMBANGAN INDUSTRI KELAPA SAWIT 1 Oleh: Almasdi Syahza Peneliti dan Pengamat Ekonomi Pedesaan Lembaga Penelitian Universitas Riau A. Kemampuan Daya Dukung Wilayah (DDW) Terhadap Pengembangan

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF BUKU INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BEKASI 2012

RINGKASAN EKSEKUTIF BUKU INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BEKASI 2012 RINGKASAN EKSEKUTIF BUKU INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BEKASI 1 Halaman Daftar Isi Daftar Isi... 2 Kata Pengantar... 3 Indikator Makro Pembangunan Ekonomi... 4 Laju Pertumbuhan Penduduk...

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kerangka desentralisasi yang dicanangkan dengan berlakunya Undang

I. PENDAHULUAN. Kerangka desentralisasi yang dicanangkan dengan berlakunya Undang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kerangka desentralisasi yang dicanangkan dengan berlakunya Undang Undang nomor 22 tahun 1999 dan telah direvisi menjadi Undang Undang nomor 32 tahun 2004 telah membawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Posisi manusia selalu menjadi tema sentral dalam setiap program

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Posisi manusia selalu menjadi tema sentral dalam setiap program BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Posisi manusia selalu menjadi tema sentral dalam setiap program pencapaian pembangunan. Dalam skala internasional dikenal tujuan pembangunan milenium (Millenium

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hidup pada tahap subsisten dan mata pencarian utama adalah dari mata. pencaharian di sektor pertanian, perikanan dan berburu.

I. PENDAHULUAN. hidup pada tahap subsisten dan mata pencarian utama adalah dari mata. pencaharian di sektor pertanian, perikanan dan berburu. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang pesat merupakan fenomena penting yang dialami dunia semenjak dua abad belakangan ini. Dalam periode tersebut dunia telah mengalami perubahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembangunan ekonomi, pertumbuhan ekonomi, dan teori konvergensi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembangunan ekonomi, pertumbuhan ekonomi, dan teori konvergensi. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai teori yang menjadi dasar dari pokok permasalahan yang diamati. Teori yang dibahas dalam bab ini terdiri dari pengertian pembangunan ekonomi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu perhatian khusus terhadap pembangunan ekonomi. Perekonomian suatu

BAB I PENDAHULUAN. suatu perhatian khusus terhadap pembangunan ekonomi. Perekonomian suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam memperkuat suatu perekonomian agar dapat berkelanjutan perlu adanya suatu perhatian khusus terhadap pembangunan ekonomi. Perekonomian suatu negara sangat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya pembangunan ekonomi jangka panjang yang terencana dan dilaksanakan secara bertahap. Pembangunan adalah suatu

Lebih terperinci

TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI PROVINSI RIAU PADA AGUSTUS 2014 SEBESAR 6,56 PERSEN

TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI PROVINSI RIAU PADA AGUSTUS 2014 SEBESAR 6,56 PERSEN No. 59/11/14/Th. XV, 5 November 2014 TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI PROVINSI RIAU PADA AGUSTUS 2014 SEBESAR 6,56 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Provinsi Riau pada Agustus 2014 mencapai 2.695.247 orang.

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 - IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI 4.1 Kondisi Geografis Kota Dumai merupakan salah satu dari 12 kabupaten/kota di Provinsi Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37-101 o 8'13

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Penelitian

PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Penelitian BABI PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian Secara kuantitatif pelaksanaan pembangunan di daerah Riau telah mencapai hasil yang cukup baik seperti yang terlihat dari data tingkat pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kemiskinan adalah masalah bagi negara-negara di dunia terutama pada negara yang

I. PENDAHULUAN. Kemiskinan adalah masalah bagi negara-negara di dunia terutama pada negara yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan adalah masalah bagi negara-negara di dunia terutama pada negara yang sedang berkembang. Bagi Indonesia yang merupakan salah satu negara berkembang yang ada di

Lebih terperinci

Sekapur Sirih. Pekanbaru, Agustus 2010 Kepala BPS Provinsi Riau. Abdul Manaf, MA NIP

Sekapur Sirih. Pekanbaru, Agustus 2010 Kepala BPS Provinsi Riau. Abdul Manaf, MA NIP Sekapur Sirih Sebagai pengemban amanat Undang-undang Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik dan sejalan dengan rekomendasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengenai Sensus Penduduk dan Perumahan Tahun 2010

Lebih terperinci

KEMBALI KE PERTANIAN DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI RIAU (Upaya Mengembalikan Kemandirian Masyarakat Pedesaan)

KEMBALI KE PERTANIAN DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI RIAU (Upaya Mengembalikan Kemandirian Masyarakat Pedesaan) KEMBALI KE PERTANIAN DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI RIAU (Upaya Mengembalikan Kemandirian Masyarakat Pedesaan) Agus Sutikno, SP., M.Si. 1 dan Ahmad Rifai, SP., MP 2 (1) Pembantu Dekan IV Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum Dasar hukum penyusunan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2016, adalah sebagai berikut: 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kultural, dengan tujuan utama meningkatkan kesejahteraan warga bangsa secara

BAB I PENDAHULUAN. kultural, dengan tujuan utama meningkatkan kesejahteraan warga bangsa secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan proses yang berkesinambungan yang mencakup seluruh aspek kehidupan masyarakat, termasuk aspek sosial, ekonomi, politik dan kultural, dengan tujuan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. Penyajian gambaran umum tentang variabel-variabel endogen dalam

V. GAMBARAN UMUM. Penyajian gambaran umum tentang variabel-variabel endogen dalam V. GAMBARAN UMUM Penyajian gambaran umum tentang variabel-variabel endogen dalam penelitian ini dimaksudkan agar diketahui kondisi awal dan pola prilaku masingmasing variabel di provinsi yang berbeda maupun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pembangunan diarahkan untuk mewujudkan masyarakat yang semakin sejahtera, makmur dan berkeadilan. Pembangunan yang dilaksanakan melalui serangkaian program dan kebijakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu sistem negara kesatuan. Tuntutan desentralisasi atau otonomi yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. suatu sistem negara kesatuan. Tuntutan desentralisasi atau otonomi yang lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah memiliki kaitan erat dengan demokratisasi pemerintahan di tingkat daerah. Agar demokrasi dapat terwujud, maka daerah harus memiliki kewenangan yang lebih

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. hidup yang layak dibutuhkan pendidikan. Pendidikan dan kesehatan secara. dan merupakan jantung dari pembangunan. Negara-negara berkembang

PENDAHULUAN. hidup yang layak dibutuhkan pendidikan. Pendidikan dan kesehatan secara. dan merupakan jantung dari pembangunan. Negara-negara berkembang BAB 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan dan kesehatan merupakan tujuan dasar dari pembangunan. Manusia dapat menikmati hidup dengan nyaman apabila sehat dan untuk dapat hidup yang layak dibutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan reformasi sosial politik di Indonesia. Reformasi tersebut

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan reformasi sosial politik di Indonesia. Reformasi tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem desentralistik atau otonomi daerah merupakan salah satu keberhasilan reformasi sosial politik di Indonesia. Reformasi tersebut dilatarbelakangi oleh pelaksanaan

Lebih terperinci

ANALISIS PENGELUARAN DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN PENDUDUK KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI RIAU TAHUN 2008 DAN 2009

ANALISIS PENGELUARAN DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN PENDUDUK KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI RIAU TAHUN 2008 DAN 2009 ANALISIS PENGELUARAN DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN PENDUDUK KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI RIAU TAHUN 2008 DAN 2009 Taryono dan Hendro Ekwarso Fakultas Ekonomi Universitas Riau ABSTRAKSI Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. setiap negara, terutama di negara-negara berkembang. Negara terbelakang atau

I. PENDAHULUAN. setiap negara, terutama di negara-negara berkembang. Negara terbelakang atau I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan merupakan suatu masalah yang dihadapi dan menjadi perhatian di setiap negara, terutama di negara-negara berkembang. Negara terbelakang atau berkembang adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu tujuan dari pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu tujuan dari pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu tujuan dari pembangunan ekonomi nasional yang dapat dicapai melalui pembenahan taraf hidup masyarakat, perluasan lapangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nilai inti untuk memahami pembangunan yang paling hakiki antara lain

BAB I PENDAHULUAN. nilai inti untuk memahami pembangunan yang paling hakiki antara lain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan semua proses yang dilakukan melalui upaya-upaya secara sadar dan terencana. Pada intinya pembangunan merupakan sebuah upaya atau proses

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam pembangunan adalah IPM (Indeks Pembangunan Manusia). Dalam. mengukur pencapaian pembangunan sosio-ekonomi suatu negara yang

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam pembangunan adalah IPM (Indeks Pembangunan Manusia). Dalam. mengukur pencapaian pembangunan sosio-ekonomi suatu negara yang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesejahteraan masyarakat merupakan hal yang harus dicapai dalam pembangunan. Adapun salah satu indikator untuk mengukur keberhasilan dalam pembangunan adalah

Lebih terperinci

ANALISIS DISPARITAS PEMBANGUNAN MANUSIA DI PROVINSI RIAU

ANALISIS DISPARITAS PEMBANGUNAN MANUSIA DI PROVINSI RIAU ANALISIS DISPARITAS PEMBANGUNAN MANUSIA DI PROVINSI RIAU Taryono Program Studi Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Riau ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat disparitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2015 I - 1

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2015 I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 69 mengamanatkan Kepala Daerah untuk menyampaikan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lebih baik atau meningkat. Pembangunan Nasional yang berlandaskan. dan stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lebih baik atau meningkat. Pembangunan Nasional yang berlandaskan. dan stabilitas nasional yang sehat dan dinamis. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu langkah dalam membuat sesuatu yang belum ada menjadi ada atau membuat suatu perubahan yaitu membuat sesuatu menjadi lebih baik atau meningkat.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses multidimensional yang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses multidimensional yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. Malaka terletak antara Lintang Selatan Lintang Utara atau antara 100

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. Malaka terletak antara Lintang Selatan Lintang Utara atau antara 100 BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Provinsi Riau terdiri dari daerah daratan dan perairan, dengan luas lebih kurang 8.915.016 Ha (89.150 Km2), Keberadaannya membentang dari lereng

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional secara makro pada hakekatnya bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional secara makro pada hakekatnya bertujuan untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional secara makro pada hakekatnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam meningkatkan kesejahteraan tersebut, salah satunya

Lebih terperinci

ISBN

ISBN ANALISIS PERKEMBANGAN KONDISI KEMISKINAN DI PROVINSI RIAU Azharuddin M. Amin 1, Saipul Bahri 1, Ratna Setianingsih 2 dan Ernawati 2 Program Studi Manajemen Agribisnis Fakultas Pertanian, Universitas Islam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan dan kesehatan. Dari sudut pandang politik, ini terlihat bagaimana. kesehatan yang memadai untuk seluruh masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan dan kesehatan. Dari sudut pandang politik, ini terlihat bagaimana. kesehatan yang memadai untuk seluruh masyarakat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan salah satu masalah utama yang dialami oleh hampir atau keseluruhan negara di dunia. Indonesia, salah satu dari sekian negara di dunia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan, yang dilakukan setiap negara ataupun wilayah-wilayah administrasi dibawahnya, sejatinya membutuhkan pertumbuhan, pemerataan dan keberlanjutan. Keberhasilan

Lebih terperinci

Sebagai sebuah instansi sektor publik, Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah

Sebagai sebuah instansi sektor publik, Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah BAB. 3 AKUNTABILITAS KINERJA A. PENGUATAN IMPLEMENTASI SAKIP PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH Sebagai sebuah instansi sektor publik, Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah mempunyai rencana strategis

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. Analisis Pembangunan Sosial Kabupaten Bandung Latar Belakang

Bab I. Pendahuluan. Analisis Pembangunan Sosial Kabupaten Bandung Latar Belakang Bab I. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Informasi statistik merupakan salah satu bahan evaluasi pelaksanaan perencanaan pembangunan daerah, serta sebagai bahan masukan dalam proses perumusan kebijakan perencanaan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara. Pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami perubahan yang cukup berfluktuatif. Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatan pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto) di tingkat

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatan pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto) di tingkat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multi dimensional yang melibatkan perubahan-perubahan besar dalam struktur sosial, sikap mental dan lembaga-lembaga sosial. Perubahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk meningkatkan pengetahuan manusia, kreativitas dan keterampilan serta kemampuan orang-orang dalam masyarakat. Pengembangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia dan sebaliknya, Provinsi Riau akan menjadi daerah yang tertinggal

I. PENDAHULUAN. Indonesia dan sebaliknya, Provinsi Riau akan menjadi daerah yang tertinggal I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Apabila dicermati kembali proses pemekaran Provinsi Riau menjadi Provinsi Riau dan Provinsi Kepulauan Riau, ada dua perkiraan yang kontradiktif bahwa Provinsi Riau Kepulauan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan utama dari usaha-usaha pembangunan, selain menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan utama dari usaha-usaha pembangunan, selain menciptakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan utama dari usaha-usaha pembangunan, selain menciptakan pertumbuhan GNP yang setinggi-tingginya dan penyediaan lapangan pekerjaan, juga menginginkan adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan kewajiban setiap orang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. dan kewajiban setiap orang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, pembangunan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.I. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia adalah Negara yang menjunjung tinggi hak dan kewajiban setiap orang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, pembangunan Nasional Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan dasar hidup sehari-hari. Padahal sebenarnya, kemiskinan adalah masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan dasar hidup sehari-hari. Padahal sebenarnya, kemiskinan adalah masalah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan seringkali dipahami dalam pengertian yang sangat sederhana yaitu sebagai keadaan kekurangan uang, rendahnya tingkat pendapatan dan tidak terpenuhinya kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan alat yang digunakan untuk mencapai tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan alat yang digunakan untuk mencapai tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan alat yang digunakan untuk mencapai tujuan bangsa dan pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator untuk menilai keberhasilan pembangunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Teori Indeks Pembangunan Manusia Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan bahwa manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Pembangunan manusia menempatkan

Lebih terperinci

TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI RIAU PADA AGUSTUS 2010 SEBESAR 8,72 PERSEN

TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI RIAU PADA AGUSTUS 2010 SEBESAR 8,72 PERSEN TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI RIAU PADA AGUSTUS 2010 SEBESAR 8,72 PERSEN No.49/12/14/Th. XI, 1 Desember 2010 Jumlah angkatan kerja di Riau pada 2010 mencapai 2.377.494 orang atau bertambah 116.632 orang

Lebih terperinci

Yani Ramma Sani Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Riau, Pekanbaru

Yani Ramma Sani Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Riau, Pekanbaru ANALISIS PERBANDINGAN TINGKAT PERTUMBUHAN EKONOMI ANTAR KABUPATEN/KOTA PROVINSI RIAU TAHUN 2005-2011 COMPARATIVE ANALYSIS OF GROWTH BETWEEN DISTRICT/CITY RIAUPROVINCE YEAR 2005-2011 Yani Ramma Sani Fakultas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu daerah pada periode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM Perkembangan Sejarah menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat merupakan Provinsi yang pertama dibentuk di wilayah Indonesia (staatblad Nomor : 378). Provinsi Jawa Barat dibentuk

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. dihadapi oleh semua negara di dunia. Amerika Serikat yang tergolong sebagai

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. dihadapi oleh semua negara di dunia. Amerika Serikat yang tergolong sebagai BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Sharp et al. (1996) mengatakan kemiskinan merupakan masalah yang dihadapi oleh semua negara di dunia. Amerika Serikat yang tergolong sebagai negara maju dan merupakan

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 4.1. Gambaran Umum awa Barat adalah provinsi dengan wilayah yang sangat luas dengan jumlah penduduk sangat besar yakni sekitar 40 Juta orang. Dengan posisi

Lebih terperinci

DISPARITAS PEMBANGUNAN ANTAR DAERAH

DISPARITAS PEMBANGUNAN ANTAR DAERAH 424 DISPARITAS PEMBANGUNAN ANTAR DAERAH Fiji Sugama Program Magister Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Riau Kampus Bina Widya Jl. H.R. Soebrantas, Km. 12,5 Panam Pekanbaru,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kependudukan dan pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kependudukan dan pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kependudukan dan pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan yang sangat erat, jumlah penduduk menentukan efisiensi perekonomian dan kualitas dari tenaga kerja itu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi antar wilayah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi antar wilayah BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Ketimpangan Ekonomi Antar Wilayah Ketimpangan ekonomi antar wilayah merupaka ketidakseimbangan pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan adalah proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional,

Lebih terperinci

Peranan Sektor Perikanan dan Kelautan Dalam Perekonomian Wilayah Propinsi Riau

Peranan Sektor Perikanan dan Kelautan Dalam Perekonomian Wilayah Propinsi Riau Peranan Sektor Perikanan dan Kelautan Dalam Perekonomian Wilayah Propinsi Riau Oleh Tince Sofyani ABSTRACT The objective of this study is to investigate the role of fishery sector in economic regional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN BAB I 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi sangat terkait erat dengan pembangunan sosial masyarakatnya. Pada awalnya pembangunan ekonomi lebih diprioritaskan pada pertumbuhannya saja, sedangkan

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI RIAU

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI RIAU BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI RIAU Seuntai Kata Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS) setiap 10 (sepuluh) tahun sekali sejak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek lainnya yang menjadi masalah

BAB I PENDAHULUAN. dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek lainnya yang menjadi masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan masalah yang bersifat multidimensional yang berkaitan dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek lainnya yang menjadi masalah dalam pembangunan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan dan pengurangan kemiskinan yang absolut (Todaro, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan dan pengurangan kemiskinan yang absolut (Todaro, 2000). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang melibatkan perubahan-perubahan besar dalam struktur sosial, sikap mental dan lembaga termasuk pula percepatan/akselerasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi menunjukkan proses pembangunan yang terjadi di suatu daerah. Pengukuran pertumbuhan ekonomi suatu daerah dapat dilihat pada besaran Pendapatan Domestik

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING DAERAH KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI RIAU

ANALISIS DAYA SAING DAERAH KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI RIAU 1 ANALISIS DAYA SAING DAERAH KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI RIAU Djaimi Bakce dan Syaiful Hadi (Pusat Pengkajian Pembangunan Pedesaan dan Kemiskinan Universitas Riau) ABSTRAK Salah satu indikator pencapaian

Lebih terperinci

Boks 1 PELUANG DAN HAMBATAN INVESTASI DI PROPINSI RIAU. I. Latar Belakang

Boks 1 PELUANG DAN HAMBATAN INVESTASI DI PROPINSI RIAU. I. Latar Belakang Boks 1 PELUANG DAN HAMBATAN INVESTASI DI PROPINSI RIAU I. Latar Belakang Penerapan otonomi daerah pada tahun 2001 telah membawa perubahan yang cukup berarti bagi kondisi ekonomi di Propinsi Riau. Penelitian

Lebih terperinci

BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL

BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL 2.1 Indeks Pembangunan Manusia beserta Komponennya Indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM; Human Development Index) merupakan salah satu indikator untuk mengukur

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 53 TAHUN 1999 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PELALAWAN, KABUPATEN ROKAN HULU, KABUPATEN ROKAN HILIR, KABUPATEN

Lebih terperinci

IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR

IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR 4.1. Dinamika Disparitas Wilayah Pembangunan wilayah merupakan sub sistem dari pembangunan koridor ekonomi dan provinsi dan merupakan bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terkandung dalam analisis makro. Teori Pertumbuhan Ekonomi Neo Klasik

BAB I PENDAHULUAN. terkandung dalam analisis makro. Teori Pertumbuhan Ekonomi Neo Klasik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tingkat pertumbuhan ekonomi yang dicapai oleh suatu negara diukur dari perkembangan pendapatan nasional riil yang dicapai suatu negara/daerah ini terkandung

Lebih terperinci

Halaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi)

Halaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi) Halaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi) Jurnal Paradigma Ekonomika Vol.1, No.7 April 2013 ANALISIS INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT PERIODE 2007-2011 H. Syamsuddin. HM ABSTRACT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai upaya dirancang dan dilaksanakan oleh pemerintah daerah semata-sama

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai upaya dirancang dan dilaksanakan oleh pemerintah daerah semata-sama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu tujuan yang diharapkan oleh setiap daerah tidak terkecuali bagi kabupaten/kota yang ada di Provinsi Bali. Berbagai upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah melakukan upaya yang berfokus pada peran serta rakyat dengan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah melakukan upaya yang berfokus pada peran serta rakyat dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sasaran pembangunan nasional Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dalam mencapai sasaran tersebut maka pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat bertambah sehingga akan meningkatkan kemakmuran masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat bertambah sehingga akan meningkatkan kemakmuran masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi merupakan perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah sehingga akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bukan lagi terbatas pada aspek perdagangan dan keuangan, tetapi meluas keaspek

BAB I PENDAHULUAN. bukan lagi terbatas pada aspek perdagangan dan keuangan, tetapi meluas keaspek BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Globalisasi ekonomi merupakan dunia kegiatan dan keterkaitan perekonomian. Kegiatan-kegiatan perekonomian tidak lagi sekedar nasional tapi bahkan internasional, bukan

Lebih terperinci

ANALISIS DISPARITAS SPASIAL DAN ALIRAN INVESTASI DI DAERAH RIAU (The Analysis of The Spatial Disparity and Investment Flows in The Riau Province)

ANALISIS DISPARITAS SPASIAL DAN ALIRAN INVESTASI DI DAERAH RIAU (The Analysis of The Spatial Disparity and Investment Flows in The Riau Province) ANALISIS DISPARITAS SPASIAL DAN ALIRAN INVESTASI DI DAERAH RIAU (The Analysis of The Spatial Disparity and Investment Flows in The Riau Province) Almasdi Syahza 1 Pusat Pengkajian Koperasi dan Pemberdayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang, terus melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang, terus melaksanakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang, terus melaksanakan pembangunan secara berencana dan bertahap, tanpa mengabaikan usaha pemerataan dan kestabilan. Pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih dikenal dengan istilah otonomi daerah sebagai salah satu wujud perubahan fundamental terhadap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Terwujudnya Indonesia yang Sejahtera, Demokratis, dan Berkeadilan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Terwujudnya Indonesia yang Sejahtera, Demokratis, dan Berkeadilan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 telah menggariskan bahwa Visi Pembangunan 2010-2014 adalah Terwujudnya Indonesia yang Sejahtera, Demokratis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pekerjaan tetapi juga dapat menciptakan lapangan pekerjaan di berbagai sektor

BAB I PENDAHULUAN. pekerjaan tetapi juga dapat menciptakan lapangan pekerjaan di berbagai sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di zaman sekarang ini masyarakat lebih dituntut untuk mandiri dan kreatif dalam berusaha dan membuka lapangan kerja, jadi bukan hanya mencari pekerjaan tetapi juga

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM DAERAH PENGHASIL MIGAS

GAMBARAN UMUM DAERAH PENGHASIL MIGAS IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENGHASIL MIGAS Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari daratan 1.8 juta km 2 dan lautan 7.9 juta km 2. Potensi sumber daya alam Indonesia cukup besar, salah satunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyampaian laporan keterangan pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada DPRD merupakan amanah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan pembangunan ekonomi. Pertumbuhan juga merupakan ukuran

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan pembangunan ekonomi. Pertumbuhan juga merupakan ukuran BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan syarat yang diperlukan dalam melaksanakan pembangunan ekonomi. Pertumbuhan juga merupakan ukuran utama keberhasilan pembangunan. Pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Jangka Panjang tahun 2005 2025 merupakan kelanjutan perencanaan dari tahap pembangunan sebelumnya untuk mempercepat capaian tujuan pembangunan sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Dalam konteks bernegara, pembangunan diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Dalam konteks bernegara, pembangunan diartikan sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan proses perbaikan kualitas segenap bidang kehidupan manusia. Dalam konteks bernegara, pembangunan diartikan sebagai usaha untuk memajukan kehidupan

Lebih terperinci