PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA SELATAN Dinas Perindustrian & Perdagangan Provinsi Sumatera Selatan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA SELATAN Dinas Perindustrian & Perdagangan Provinsi Sumatera Selatan"

Transkripsi

1 PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA SELATAN Dinas Perindustrian & Perdagangan Provinsi Sumatera Selatan RENCANA PEMBANGUNAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS TANJUNG API API SELUAS Ha DI KECAMATAN BANYUASIN II, KABUPATEN BANYUASIN PROVINSI SUMATERA SELATAN 2012

2 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... i iii v vi BAB - 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan dan Manfaat Tujuan Manfaat Peraturan BAB - 2 RENCANA KEGIATAN Identitas Pemrakarsa dan Penyusun AMDAL Identitas Pemrakarsa Identitas Proyek Identitas Penyusun Uraian Rencana Kegiatan A. Kawasan Penunjang B. Kawasan Ekonomi Khusus C. Tahap Pra Konstruksi 2-8 D. Pra Rencana Tata Bangunan Kawasan Industri 2-13 E. Ruang Terbuka F. Ruang Terbuka Hijau 2-19 G. Jaringan internal KEK Jaringan internal KEK H. Jaringan Perkeretaapian I. Transportasi Air Laut J. Jaringan Utilitas 2 30 K. Rencana Penyediaan Sarana Komunikasi 2-34 Daftar Gambar iii

3 L. Rencana jaringan Drainase dan Penyaluran Air Hujan 2 35 M. Rencana Pengelolaan Air Bersih 2 44 N. Rencana Sistem Pengelolaan Air Limbah 2 51 O. Rencana Pengelolaan Sampah 2 57 P. Penyusunan Master Plan KEK 2 64 Q. Rencana Kegiatan Penyebab Dampak I. Tahap Pra Konstruksi 2-90 (1) Pengurusan Izin 2-90 (2) Sosialisasi 2-90 (3) Survey dan Inventarisasi lahan 2-91 (4) Pembebasan Lahan 2 92 II. Tahap Konstruksi 2-92 (1) Penerimaan tenaga Kerja Konstruksi 2 92 (2) Mobilisasi Peralatan material dan Tenaga Kerja 2-93 (3) Pembukaan dan Pematangan Lahan 2-93 (4) Pembangunan KEK dan fasilitas Pendukungnya 2 95 (5) Demobilisasi Peralatan, Material dan Tenaga Kerja 2-95 III. Tahap Operasi 2-96 (1) Penerimaan tenaga kerja 2-96 (2) Pengadaan bahan baku 2-97 (3) Opersional KEK 2-98 (4) Transportasi dan Logistik 2-99 IV. Tahap Pasca Operasi Alternatif-alternatif Yang Dikaji Dalam Andal Keterkaitan Rencana Kegiatan Dengn Kegiatan Lain di Sekitar Rencana Kegiatan Prediksi Jenis-jenis pabrik di blok darat dan dampaknya BAB 3 RONA LINGKUNGAN HIDUP Lingkup Rona Lingkungan Hidup Awal Lingkungan Fisik - Kimia Iklim kualitas udara dan tingkat kebisingan Hidrologi Morfologi Ruang, lahan dan tanah Daftar Gambar iv

4 Topografi Geologi Komponen Biologi Komunitas vegetasi Komunitas satwa Biota perairan Lingkungan Sosial Ekonomi dan Sosial Budaya Kependudukan (Demografi) Gambaran Umum Daerah Studi Profil Penduduk Tingkat Pendidikan Agama dan Prasarana Ibadah Angkatan Kerja Jenis Pekerjaan Penduduk Karakteristik Ekonomi Tata Guna Lahan di daerah Studi Pendapatan dan Pengeluaran masyarakat Desa Studi Karakteristik Budaya Hubungan Antar masyarakat Pola Preferensi dan Orientasi dalam meminta Bantuan Pola Kepemimpinan Oraganisasi Sosial penduduk Persepsi masyarakat Tanggapan tentang KEK Tj Api-Api Harapan masyarakat dengan Kegiatan Operasional KEK Tj Api-Api Kesehatan Masyarakat Tenaga kesehatan Sarana kesehatan Morbiditas Sarana air bersih Sarana sanitasi dasar Daftar Gambar v

5 BAB 4 RUANG LINGKUP STUDI Dampak Penting yang Ditelaah Hasil Pelingkupan Dampak Penurunan Kualitas udara dan bising Dampak Penurunan kualitas air Dampak perubahan pola drainase Dampak gangguan vegetasi Dampak gangguan satwa Dampak gangguan biota air Dampak peningkatan kesempatan kerja dan berusahan Dampak peningkatan aksessibility wilayah Dampak peningkatan ekonomi wilayah Dampak konflik sosial Dampak pola persepsi masyarakat Lingkup Wilayah Studi Batas Ekologi Batas Sosial Batas Administrasi Batas Waktu Kajian BAB 5 PRAKIRAAN DAMPAK PENTING Analisa Perbedaan Kondisi Kualitas Lingkungan Hidup Dengan dan Tanpa Kegiatan Penentuaan Sifat Penting Dampak Tahap Pra-Konstruksi Dampak Persepsi masyarakat Dampak konflik sosial Tahap Konstruksi Dampak penurunan kualitas air Dampak penurunan kualitas udara dan peningkatan 5-10 Kebisingan 3. Dampak perubahan pola drinase Dampak gangguan vegetasi Dampak gangguan satwa 5-12 Daftar Gambar vi

6 6. dampak gangguan biota air Dampak peluang kerja dan berusaha Dampak konflik sosial Dampak aksesbilitas wilayah Dampak peningkatan ekonomi wilayah Dampak persepsi masyarakat Tahap Operasi Dampak penurunan kualitas air Dampak perubahan pola drainase Dampak gangguan biota air dampak peningkatan kesempatan kerja dan berusaha Dampak konflik sosial Dampak aksesbilitas sosial Dampak peningkatan ekonomi wilayah Dampak persepsi masyarakat Tahap Pasca Operasi Dampak penurunan kualitas air Dampak perubahan pola drainase Dampak gangguan biota air dampak peningkatan kesempatan kerja dan berusaha Dampak konflik sosial Dampak aksesbilitas sosial Dampak peningkatan ekonomi wilayah Dampak persepsi masyarakat 5-35 BAB 6 EVALUASI DAMPAK PENTING Telaah Terhadap Dampak Penting Tahap Pra Konstruksi Tahap Konstruksi Dampak kualitas udara dan bising 2. Dampak penurunan kualitas air Dampak perubahan pola drainase Dampak gangguan vegetasi Dampak gangguan satwa 6-22 Daftar Gambar vii

7 5. Dampak peningkatan peluang kerja dan usaha Dampak Konflik sosial Dampak aksesbilitas wilayah Dampak persepsi masyarakat Tahap Operasi/Pasca Konstruksi Dampak penurunan kualitas air Dampak perubahan pola drainase Dampak gangguan biota air Dampak gangguan kesempatan kerja dan berusahan Dampak konflik sosial Dampak aksesbilitas wilayah Peningkatan perekonomian wilayah Dampak persepsi masyarakat Tahap Pasca Operasi Dampak penurunan kualitas air Dampak perubahan pola drainase Dampak gangguan biota air Dampak gangguan kesempatan kerja dan berusahan Dampak konflik sosial Dampak aksesbilitas wilayah Peningkatan perekonomian wilayah Dampak persepsi masyarakat Pemilihan Alternatif Terbaik Telaahan Sebagai Dasar Pengelolaan Rekomendasi Penilaian Kelayakan Lingkungan DAFTAR PUSTAKA... LAMPIRAN... Daftar Gambar viii

8 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 2.1 Susunan Tim Penyusunan Dokumen ANDAL 2-2 Tabel 2.2. Ikhtisar Tahapan Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus Tabel 2.3 Fungsi dan Peruntukan Kawasan KEK Tabel 2.4 Peruntukan Industri dan luasannya di Blok KEK Tabel 2.5 Rencana Jaringan Jalan Arteri Primer Tabel 2.6 Rencana Jaringan Internal KEK Tabel 2.7 Lebar Minimum Trotoar Menurut Penggunaan Lahan Sekitarnya Tabel 2.7 Rencana Jaringan Internal KEK Tabel 2.9 Kapasitas Gardu Induk Sumsel Tabel 2.10 Proyeksi Kebutuhan Energi LIstrik Sumsel Tabel 2.11 Karakteristik Limbah Cair dan Pengolahannya Ber-dasarkan Kelompok Industri Tabel 2.12 Baku Mutu Air Limbah Berdasarkan Keputusan Menteri KLH No. Kep- 03/MENKLH/II/ Tabel 2.13 Hubungan Hak dan Kewajiban antara Pemerintah Kabupaten Dengan Badan Pengelola Kawasan 2-69 Tabel 2.14 Jenis-jenis Pabrik yang mungkin dialokasikan di Blok Zona Darat dan Potensi Dampaknya Tabel 3.1 Suhu Udara Minimum, Maksimum dan Rerata, Lama Penyinaran Matahari, Kelembaban Udara, Kecepatan Angin rata-rata, Arah Angin, Curah Hujan dan Hari di Daerah Studi Tahun Tabel 3.2 Hasil Pengukuran Kualitas Udara Dan Tingkat kebisingan di wilayah studi Tabel 3.3 Kriteria Kualitas Lingkugan Hidup Untuk parameter kualitas udara Tabel 3.4 Skala kualitas lingkugan hidup untuk Parameter kualitas udara Tabel 3.5 Hasil Uji Laboratorium Kualitas Air Sungai Telang Tabel 3.6 Kriteria Kualitas Lingkungan Hidup Untuk Kualitas Air Daftar Gambar ix

9 Tabel 3.7 Skala Kualitas Lingkungan Hidup Untuk Kualitas Air Tabel 3.8 Klasifikasi Satuan Morfologi Tabel 3.9 Hasil Analisis Sifat Kimia dan Fisika Tanah Tabel 3.10 Kriteria Kualitas Lingkungan Hidup Untuk Parameter Kualitas Tanah Tabel 3.11 Skala Kualitas Lingkungan Hidup Untuk Komponen C-Organik 3-30 Tabel 3.12 Komposisi Vegetasi Rawa 3-35 Tabel 3.13 Komposisi Vegetasi Kebun 3-36 Tabel 3.14 Skala Kualitas Lingkungan Hidup Untuk Komponen Vegetasi Dan Satwa 3-36 Tabel 3.15 Jenis-Jenis Satwa yang terdapat di Sekitar Rencana Kegiatan KEK Tabel 3.16 Populasi Plankton di lokasi sekitar KEK Tabel 3.17 Skala Kualitas Lingkungan Hidup Untuk Indeks Saprobiks dan Kualitas Air Tabel 3.18 Populasi Benthos di sekitar lokasi KEK Tabel 3.19 Populasi Nekton di Lokasi sekitar KEK Tabel 3.20 Luas Wilayah, Jumlah Desa dan Penduduk Menurut Kecamatan di Kabupaten Banyuasin Tahun Tabel 3.21 Luas Wilayah, Jumlah Penduduk Menurut Desa Wilayah Studi di Kecamatan Banyuasin II Tahun Tabel 3.22 Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin, Sex Ratio berdasarkan Kecamatan di Kabupaten Banyuasin Tahun Tabel 2.23 Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di Kabupaten Banyuasin Tahun Tabel 3.24 Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin per Desa wilayah studi di Kecamatan Banyuasin II Tahun Tabel 3.25 Jumlah Sekolah, Guru dan Murid SD Negeri Di kecamatan wilayah studi Kab. Banyuasin Tahun Tabel 3.26 Jumlah Sekolah, Guru dan Murid SD Swasta Di kecamatan wilayah studi Kab. Banyuasin Tahun Daftar Gambar x

10 Tabel 3.27 Tabel 3.28 Tabel 3.29 Tebel 3.30 Tabel 3.31 Tabel 3.32 Tabel 3.33 Tabel 3.34 Tabel 3.35 Tabel 3.36 Tabel 3.37 Tabel 3.38 Tabel 3.39 Tabel 3.40 Tabel 3.41 Tabek 3.42 Tabel 3.43 Jumlah Sekolah, Guru dan Murid Madrasah Ibtidaiyah berdasarkan Kecamatan di Kab. Banyuasin Tahun Jumlah Sekolah, Guru dan Murid SMP Negeri Di kecamatan wilayah studi Kab. Banyuasin Tahun Jumlah Sekolah, Guru dan Murid SMP Swasta Di kecamatan wilayah studi Kab. Banyuasin Tahun Jumlah Sekolah, Guru dan Murid Tsanawiyah Swasta Di kecamatan wilayah studi Kab. Banyuasin Tahun Jumlah Sekolah, Guru dan Murid SMU Negeri Di kecamatan wilayah studi Kab. Banyuasin Tahun Jumlah Sekolah, Guru dan Murid SMU Swasta Di kecamatan wilayah studi Kab. Banyuasin Tahun Jumlah Sekolah, Guru dan Murid Aliyah Swasta Di kecamatan wilayah studi Kab. Banyuasin Tahun Jumlah Sekolah, Guru dan Murid SMK Negeri Di kecamatan wilayah studi Kab. Banyuasin Tahun Jumlah Sekolah, Guru dan Murid SMK Swasta Di kecamatan wilayah studi Kab. Banyuasin Tahun Jumlah Tempat Ibadah Menurut Agama di Desa Wilayah Studi di Kecamatan Banyuasin II, Tahun Jumlah Luas Lahan (Ha) dan Produksi (Ton) Perkebunan Karet Rakyat di Kec. Banyuasin II dan Kab. Banyuasin Tahun Jumlah Luas Lahan (Ha) dan Produksi (Ton) Perkebunan Kelapa (Kopra) Rakyat di Kec. Banyuasin II dan Kab. Banyuasin, Jumlah Luas Lahan (Ha) dan Produksi (Ton) Perkebunan Kopi Rakyat di Kec. Banyuasin II dan Kab. Banyuasin Tahun Jumlah Luas Lahan (Ha) dan Produksi (Ton) Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat di Kec.Banyuasi II dan Kab.Banyuasin Tahun Jumlah Luas Lahan (Ha) dan Produksi (Ton) Perkebunan Kakao Rakyat di Kec. Banyuasin II dan Kab. Banyuasin Tahun Jumlah dan Jenis Ternak Rakyat di Kec. Banyuasin II dan Kab. Banyuasin Tahun Kontribusi Sektor terhadap PDRB Kab. Banyuasin berdasarkan Peranan dan Pertumbuhan ekonomi Tahun Daftar Gambar xi

11 Tabel 3.44 Tingkat Kesejahteraan Penduduk di Kab. Banyuasin Tahun Tabel 3.45 Jumlah tenaga kesehatan yang terdapat di lokasi studi 3-63 Tabel 3.46 Sarana kesehatan yang terdapat di daerah studi 3-64 Tabel 3.47 Jenis penyakit terbanyak di kecamatan banyuasin II 3-65 Tabel 3.48 Sarana air bersih di wilayah studi 3-66 Tabel 3.49 Sarana sanitasi dasar di wilayah areal studi 3-67 Tabel 5.1 Klasifikasi Perkiraan Besaran Dampak 5-6 Tabel 5.2 Penentuan dampak penting terhadap persepsi masyarakat dari kegiatan pembangunan KEK 5-8 Tabel 5.3 Tabel 5.4 Tabel 5.5 Tabel5.6 Tabel 5.7 Penentuan dampak penting terhadap konflik sosial dari kegiatan pembangunan KEK 5-9 Penentuan dampak penting penurunan kualitas air dari kegiatan pembangunan KEK Penentuan dampak penting penurunan kualitas udara dan kebisingan dari kegiatan pembangunan KEK Penentuan dampak penting perubahan pola drainase dari kegiatan pembangunan KEK Penentuan dampak penting gangguan vegetasi dari kegiatan pembangunan KEK Tabel 5.8 Penentuan dampak penting ganggauan satwa dari kegiatan pembangunan KEK Tabel 5.9 Penentuan dampak penting gangguan biota air dari pembangunan KEK Tabel 5.10 Tabel 5.11 Penentuan dampak penting peluang kerja dan berusaha dari kegiatan pembangunan KEK Penentuan dampak penting terhadap konflik sosial dari kegiatan pembangunan KEK Tabel 5.12 Penentuan dampak penting aksesibilitas dari kegiatan pembangunan KEK Tabel 5.13 Penentuan dampak penting peningkatan ekonomi wilayah pembangunan KEK Daftar Gambar xii

12 Tabel 5.14 Penentuan dampak penting terhadap persepsi masyarakat Kegiatan pembangunan KEK Tabel 5.15 Penentuan dampak penting penurunan kualitas air dari kegiatan pembangunan KEK Tabel 5.16 Tabel 5.17 Penentuan dampak penting perubahan pola drainase dari kegiatan pembangunan KEK Penentuan dampak penting gangguan biota air dari pembangunan KEK Tabel 5.18 Tabel 5.19 Penentuan dampak penting peluang kerja dan berusaha dari kegiatan pembangunan KEK Penentuan dampak penting terhadap konflik sosial dari kegiatan pembangunan KEK Tabel 5.20 Penentuan dampak penting eksesibilitas dari kegiatan pembangunan KEK Tabel 5.21 Penentuan dampak penting terhadap peningkatan ekonomi wilayah kegiatan pembangunan KEK Tabel Penentuan dampak penting terhadap persepsi masyarakat dari Pembangunan KEK 5-27 Tabel Penentuan dampak penting penurunan kualitas air dari kegiatan Pembangunan KEK 5-29 Tabel 5.24 Penentuan dampak penting perubahan pola drainase dari Kegiatan pembangunan KEK 5-30 Tabel 5.25 Penentuan Dampak Penting gangguan Biota Air dari kegiatan Pembangunan KEK 5-31 Tabel 5.26 Penentuan Dampak Penting Peluang Kerja dan Berusaha Dari Kegiatan Pembangunan KEK 5-32 Tabel 5.27 Penentuan Dampak Penting Konflik Sosial dari Kegiatan Pembangunan KEK 5-33 Tabel 5.28 Penentuan Dampak Penting Aksesbilitas Wilayah dari Kegiatan pembangunan KEK 5-34 Daftar Gambar xiii

13 Tabel 5.29 Penentuan Dampak Penting Peningkatan Ekonomi Wilayah Dari kegiatan Pembangunan KEK 5-35 Tabel 5.30 Penentuan Dampak Penting terhadap Persepsi masyarakat dari Kegiatan Pembangunan KEK 5-36 Tabel 5.31 Matriks Sederhana Prakiraan Dampak Penting 5-37 Tabel 6.1 Klasifikasi prakiraan besaran dampak untuk satu komponen lingkungan hidup Tabel 6.2 Evalusi dampak penting terhadap persepsi negatif masyarakat dari kegiatan pembangunan KEK Tabel 6.3 Penentuan dampak penting penurunan kualitas udara dan bising dari kegiatan pembangunan KEK Tabel 6.4 Penentuan dampak penting Perubahan Pola Drainase dari kegiatan Pembangunan KEK Tabel 6.5 Penentuan dampak penting gangguan vegetasi dari kegiatan pembangunan KEK Tabel 6.6 Tabel 6.7 Penentuan dampak penting gangguan satwa dari kegiatan pembangunan KEK Penentuan dampak penting gangguan biota air dari kegiatan pembangunan KEK Tabel 6.8 Penentuan dampak penting kesempatan kerja dan berusaha dari kegiatan pembangunan KEK Tabel 6.9 Penentuan dampak penting konflik sosial dari kegiatan pembangunan KEK Tabel 6.10 Penentuan dampak penting aksesibilitas wilayah dari kegiatan pembangunan KEK Tabel 6.11 Penentuan dampak penting terhadap persepsi masyarakat dari Kegiatan pembangunan KEK Tabel 6.12 Penentuan dampak penting penurunan kualitas air dari kegiatan pembangunan KEK Daftar Gambar xiv

14 Tabel 6.13 Penentuan dampak penting Perubahan Pola Drainase dari kegiatan pembangunan KEK Tabel 6.14 Penentuan dampak penting gangguan biota air dari kegiatan pembangunan KEK Tabel 6.15 Penentuan dampak penting kesempatan kerja dan berusaha dari kegiatan pembangunan KEK Tabel 6.16 Penentuan dampak penting konflik sosial dari kegiatan pembangunan KEK Tabel 6.17 Penentuan dampak penting aksesibilitas wilayah dari kegiatan pembangunan KEK Tabel 6.18 Penentuan dampak penting terhadap Peningkatan Perekonomian Wilayah kegiatan pembangunan KEK Tabel 6.19 Penentuan Dampak Penting terhadap Persepsi Masyartakat Dari Kegiatan pembangunan KEK 6-31 Tabel 6.20 Penentuan Dampak Penting Penurunan Kualitas Air Dari kegiatan Pembangunan KEK 6-33 Tabel 6.21 Penentuan Dampak Penting Perubahan Pola Drainase dari Kegiatan Pembangunan KEK 6-34 Tabel 6.22 Penentuan Dampak Penting Gangguan biota air Dari Kegiatan Pembangunan KEK 6-35 Tabel 6.23 Penentuan Dampak Penting Kesempatan kerja dan Berusaha Dari kegiatan pembangunan KEK 6-36 Tabel 6.24 Penentuan Dampak Penting Konflik Sosial dari kegiatan Pembangunan KEK 6-37 Tabel 6.25 Penentuan Dampak Penting aksesbilitas wilayah dari Kegiatan Pembangunan KEK 6-39 Tabel 6.26 Penentuan Dampak Penting Peningkatan Perekonomian Wilayah Dari kegiatan pembangunan KEK 6-40 Daftar Gambar xv

15 Tabel 6.27 Penentuan Dampak Penting Persepsi masyarakat dari kegiatan Pembangunan KEK 6-41 Tabel 6.28 Matrik Sederhana Evaluasi Dampak-dampak Penting Rencana Kegiatan Pembangunan KEK 6-39 Daftar Gambar xvi

16 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1. Alur pikir RDTR Kawasan Penyangga Kawasan Ekonomi Khusus Muara Sungsang (Sumber: RDTR Kawasan Penyangga, Bappeda, 2006) Gambar 2.2. Peta Konsep Usulan Awal Site Plan Blok Zona Darat Gambar 2.3. Potongan melintang Jalan Arteri Primer sebagai Jaringan Internal KEK Blok Zona Darat Gambar 2.4. Jalur Tanaman Tepi Jalan Penyerapan Polusi Udara Gambar 2.5. Jalur Tanaman Tepi Penyerapan Kebisingan Gambar 2.6. Jalur Tanaman Tepi Pemecah Angin Gambar 2.7. Jalur Tanaman Tepi Pembatas Pandang Gambar 2.8. Jalur Tanaman Pada Median Jalan Penahan Silau Lampu Kendaraan 2-25 Gambar 2.9. Pola Tanaman Pada Daerah Konservasi Gambar Peta Sistem Transportasi Rencana Jalur Rel Kereta Api Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Api Api Gambar Peta Rencana Jaringan Listrik dan Telepon di KEK Tanjung Api Api Gambar Pembangunan Drainase Berwawasan Lingkungan Gambar Perencanaan Drainase Sistem Timbunan Gambar Perencanaan Drainase Sistem Polder Gambar Potongan A-A (Polder) 2-41 Gambar Peta Rencana Jaringan Drainase KEK Tanjung Api-api Gambar Bagan alir penyaluran pelayanan air bersih Gambar Proses Sistem Pengolahan Air Minum Gambar Pengolahan Air Asin Sistem Reverse Osmosis (Osmosis Balik) Gambar Peta Rencana Jaringan Air Bersih KEK Tanjunga Api Api Gambar Diagram Unit-Unit Pengolahan di Instalasi Pengolahan Air Limbah Industri Terpadu Gambar Prosedur Identifikasi Limbah B3 di Indonesia Gambar Proses Pengomposan Sampah Gambar Prototipe Pengangkutan Sampah Gambar Peta Rencana Persampahan Kawasan Tanjung Api Api Daftar Gambar xvii

17 Gambar Peta Rencana Persampahan KEK Darat Tanjung Api Api Gambar Struktur Organisasi Badan Pengelola KEK Tj. Api-api Gambar Lingkup Kegiatan Pengendalian Pembangunan KEK Gambar 3.1. Windrose dan Kecepatan Angin di Daerah Studi Gambar 3.2. Pola Pasang Surut Aliran Sungai Telang Tanggal 19 Nopembar 2012 (atas) dan bulan Nopember 2012 (bawah) Gambar 4.1. Bagan Alir Identifikasi Dampak Kawasan Ekonomi Khusus Tj Api-Api.(tahap Pra Konstruksi) Gambar 4.2. Bagan Alir Identifikasi Dampak Kawasan Ekonomi Khusus Tj Api-Api.(Tahap Konstruksi) Gambar 4.3. Bagan Alir Identifikasi Dampak Kawasan Ekonomi Khusus Tj Api-Api.(Tahap Operasi) Gambar 4.4. Bagan Alir Identifikasi Dampak Kawasan Ekonomi Khusus Tj Api-Api.(Tahap Pasca Operasi) Gambar 4.5. Bagan Alir Pelingkupan Rencana Pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus Tj. Api-Api Gambar 4.6. Peta Batas-Batas Wilayah Wilayah Studi ANDAL Kawasan Ekonomi Khusus Tj. Api-Api Daftar Gambar xviii

18 Daftar Gambar xix

19 ` Latar Belakang Secara umum, pembangunan ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat sehingga berdampak luas bagi perekonomian nasional dan regional. Dampak yang sangat dirasakan adalah semakin selektifnya persaingan di sektor industri, sehingga diperlukan sebuah langkah yang tepat untuk membangun sektor industri terpadu agar mampu berkembang dalam pangsa pasar dan sekaligus menjadikannya sebagai motor penggerak perkembangan perekonomian nasional dan regional. Pemerintah melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Sumatera Selatan menjawab tantangan tersebut dengan langkah merencanakan pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) adalah batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu seperti yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun KEK sebagai fungsi perekonomian yaitu kawasan yang terpadu terhadap kegiatan perdagangan dan jasa industri, industri pertambangan dan energi transportasi maritim dan perikanan, dan pos dan telekomunikasi, pariwisata dan bidang lain. Untuk mencapai tujuan tersebut maka sektor pembangunan kawasan ekonomi khusus harus memiliki daya saing yang tinggi, yaitu daya saing karena kuatnya struktur, tingginya peningkatan nilai tambah dan produktivitas disepanjang rantai nilai produksi, serta adanya dukungan dari seluruh sumber daya produktif yang dimiliki daerah yang akan dikembangkan sebagai kawasan ekonomi khusus. Peningkatan daya saing kawasan ekonomi khusus yang secara berkelanjutan dapat membentuk landasan ekonomi yang kuat seperti stabilitas ekonomi makro, iklim Bab 1 Pendahuluan 1 1

20 ` usaha dan investasi yang sehat. Salah satu nilai kompetitif di Sumatera Selatan adalah ketersedian bahan baku seperti crude palm oil (CPO), karet, pulp dan tenaga kerja yang handal. Sebagai tambahan penunjang infrastruktur adalah telah dicanangkannya kawasan industri di bagian hulu dari rencana kawasan ekonomi khusus. Program yang dapat menjawab semua strategi penunjang pembangunan pelabuhan samudra adalah pengembangan kawasan ekonomi khusus. Hal ini dikarenakan kawasan industri tersebut dapat berperan sebagai agen percepatan pembangunan industri regional (persebaran industri), menstimulasi aglomerasi industri, penyediaan fasilitas untuk aktifitas industri yang dapat menciptakan iklim yang kondusif bagi investor dan menjadi media promosi bagi pembangunan berkelanjutan yang ramah lingkungan. Oleh karena itu, perkembangan kawasan ekonomi khusus ini tidak semudah yang diharapkan. Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dikembangkan melalui penyiapan kawasan yang memiliki keunggulan geoekonomi dan potensi geografis yang strategis yang berfungsi untuk menampung kegiatan industri, ekspor, impor dan kegiatan ekonomi lain yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan daya saing internasional. Oleh karena diperlukan adanya komitmen dan kebijakan dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah agar minat dari investor untuk berinvestasi pada kawasan ekonomi khusus yang telah disediakan. Sejak tahun 1970, pembangunan kawasan industri yang telah dimulai, pada umumnya belum ada yang mengkhususkan kepada jenis industri tertentu yang saling memiliki keterkaitan. Sementara itu pada kenyataannya di beberapa negara Asia seperti Jepang, Cina, Korea Selatan dan Taiwan telah terbukti bahwa kawasan industri yang memiliki kekhususan dalam menampung industri-industri yang sejenis dapat memperlihatkan kemajuan yang pesat. Kenyataan memperlihatkan bahwa hasil pembangunan selama ini masih dirasakan belum cukup mamadai untuk mengatasi kesenjangan kesejahteraan di berbagai wilayah dan kelompok masyarakat. Ketersedian sumberdaya alam yang melimpah belum bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat tanpa didukung oleh iklim berusaha Bab 1 Pendahuluan 1 2

21 ` yang baik, ketersediaan infrastruktur yang efisien serta sumberdaya manusia yang memadai. Untuk mengatasi kesenjangan dan mempercepat pembangunan perekonomian daerah, terutama dalam hal mendorong penyebaran industri ke daerah-daerah, maka Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Sumatera Selatan telah tepat merencanakan pengembangan kawasan ekonomi khusus yang berbasis pada kompetensi daerah. Berkenaan dengan hal tersebut di atas, maka Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Sumatera Selatan berinisiatif untuk mengembangkan kawasan ekonomi khusus yang berbasis pada kompetensi daerah sehingga setiap kawasan ekonomi khusus daerah memiliki karakter yang khusus dalam hal menampung jenis-jenis industri yang sesuai dengan potensi sumberdaya alam seperti karet, CPO, pulp, dan kelapa. Area kawasan ekonomi khusus yang akan dikembangkan oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Sumatera Selatan adalah seluas 3000 ha. Lokasi tersebut terletak di Desa Teluk Payo, Desa Muara Sungsang, Desa Sungsang 1 dan Desa Marga Sungsang, Kecamatan Banyuasin II, Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan. Usaha untuk mencapai fungsi Kawasan Ekonomi Khusus yang ramah lingkungan bisa dilakukan pada lokasi, desain dan kontruksi yang tepat serta keadaan sekitar yang mendukung. Pemenuhan fungsi ini dikenal sebagai prinsip membangun yang kental dengan pembangunan yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan. Suatu pembangunan yang mampu meningkatkan kesejahteraan saat ini, mempertimbangkan keberlanjutan masa depan dengan tetap mempertahankan fungsi lahan agar tetap langgeng dan lestari. Dengan demikian, keseimbangan tiap unsur dalam fungsi dan potensi lingkungan menjadi kewajiban semua pihak untuk dipertahan-kan agar dampak yang terjadi tidak menghambat keberlanjutan pembangunan. Hal ini yang menjadi concern Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Sumatera Selatan dalam rencananya membangun Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Api-Api di Desa Teluk Payo, Desa Muara Sungsang, Desa Sungsang 1 dan Desa Marga Sungsang, Kecamatan Banyuasin II, Kabupaten Bab 1 Pendahuluan 1 3

22 ` Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan. Dan sekaligus untuk memenuhi ketentuan dalam dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan peraturan dibawahnya yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 2012 Tentang Izin Lingkungan, serta Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Jenis-Jenis Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib dilengkapi dengan AMDAL (Analisa Mengenai Dampak Lingkungan). Pengejawantahannya adalah rencana kegiatan Pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Api-Api di Desa Teluk Payo, Desa Muara Sungsang, Desa Sungsang 1 dan Desa Marga Sungsang, Kecamatan Banyuasin II, Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan segera dilengkapi dengan Studi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL). Penyusunan dokumen AMDAL ini mengacu pada Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Dokumen AMDAL yang disusun terdiri dari: 1. Kerangka Acuan ANDAL merupakan dokumen yang berisikan ruang lingkup studi yang diperoleh berdasarkan hasil pelingkupan dan menjadi acuan dalam studi tentang lingkup dan kedalaman studi ANDAL yang akan dilakukan. 2. Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL) merupakan dokumen yang berisikan analisis atau telaah yang cermat dan mendalam tentang dampak besar dan penting yang akan terjadi dari rencana kegiatan, rona lingkungan hidup awal, prakiraan dan evaluasi dampak penting. 3. Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL) merupakan dokumen yang berisikan rencana penanganan dampak penting terhadap lingkungan hidup sebagai akibat dari rencana kegiatan, memuat upaya mencegah, mengendalikan dan menanggulangi dampak penting yang bersifat negatif dan meningkatkan dampak positif. 4. Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL) merupakan dokumen yang berisi rencana pemantauan lingkungan hidup yang terkena dampak penting dari rencana kegiatan, sebagai indikator untuk mengevaluasi penaatan Bab 1 Pendahuluan 1 4

23 ` (compliance), kecenderungan (trendline) dan tingkat kritis (critical level) dari suatu pengelolaan lingkungan hidup yang dilakukan Tujuan dan Manfaat Tujuan Kegiatan Tujuan dari rencana usaha dan/atau kegiatan Pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Api-Api ini adalah: a. Mempercepat pembangunan perekonomian daerah melalui pengembangan kawasan ekonomi khusus yang berbasis kompetensi daerah. b. Menunjang dan memfasilitasi pembangunan pelabuhan Tanjung Api-api. c. Sebagai acuan untuk mengkoordinasikan, mengintegrasikan dan melaksanakan program pemanfaatan ruang yang dilaksanakan baik oleh pemerintah, swasta dan masyarakat secara lebih operasional dan tegas khususnya yang berkaitan dengan kegiatan industri terpadu. d. Sebagai landasan operasional pelaksanaan program pemanfaatan ruang kawasan yang berkaitan dengan pemberian dan rekomendasi ijin pemanfaatan dan pengendalian ruang untuk industri, pemukiman, dan perdagangan. e. Sebagai landasan dalam mendorong pemanfaatan ruang kawasan yang mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai kawasan produktif dengan tetap memperhatikan aspek-aspek pelestarian lingkungan hidup. f. Sebagai acuan dalam pengalokasian sarana dan prasarana penunjang kawasan industri dan perdagangan seperti jalan, saluran drainase, listrik, telekomunikasi, air bersih, instalansi pengolahan air limbah (IPAL), ruang terbuka hijau, perbankan, kantor pos dan sebagainya Manfaat Kegiatan Manfaat dari rencana usaha dan/atau kegiatan Pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Api-Api, antara lain: a. Menyusun strategi dan kebijakan dalam rangka pengembangan KEK yang berbasis pada kompetensi daerah di Kabupaten Banyuasin Bab 1 Pendahuluan 1 5

24 ` b. Sebagai arahan dalam hal penentuan kawasan industri yang sesuai dengan potensi sumberdaya daerah yang berwawasan lingkungan. c. Membuka lapangan kerja bagi masyarakat khususnya masyarakat yang ada di sekitar Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Api-Api d. Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) 1.3. Peraturan Penyusunan Dokumen AMDAL kegiatan Pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Api-Api didasarkan pada peraturan dan perundangan-undangan antara lain : No Peraturan Alasan Penggunaan Undang-Undang 1 Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1960 Sebagai landasan untuk tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Agraria penguasahan dan pembebasan lahan 2 Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja 3 Undang-Undang RI Nomor 7 Tahun 1981 tentang Wajib Lapor Ketenagakerjaan di Perusahaan 4 Undang-Undang No. 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian Sebagai pedoman pelaksanaan keselamatan kerja bagi tenaga kerja di Perusahaan Sebagai pedoman pelaksanaan Penerimaan dan Pemanfaatan tenaga kerja di Perusahaan Sebagai acuan dengan ke-giatan perindustrian 5 Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1990, Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya Sebagai acuan untuk perlindungan keanekaragam-an hayati & ekosistemnya. 6 Undang-Undang RI Nomor 3 Tahun 1992, Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, 7 Undang-Undang RI Nomor 21 Tahun 2000 tentang Pembentukan Serikat Pekerja/Serikat Buruh 8 Undang-Undang RI Nomor 6 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Banyuasin 9 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Sebagai pedoman bagi perlindungan tenaga kerja pada tahap konstruksi, operasi dan pasca operasi Sebagai acuan dalam pembentukan organisasi pekerja di Perusahaan Sebagai landasan yuridis keberadaan Pemerintah Kabupaten Banyuasin se-bagai daerah otonomi Sebagai acuan tentang ketenagakerjaan di perusahaan 10 Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 2004 Sebagai acuan hubungan Bab 1 Pendahuluan 1 6

25 ` tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air 12 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007, Tentang Penataan Ruang 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan 14 Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2009, Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup 15 Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. 16 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus Peraturan Pemerintah 1 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 Tentang Jenis-jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi 2 Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999, tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun ketenagakerjaan antara pihak pemrakarsa dengan tenaga kerja Berkaitan dengan Pembangunan Kawasan Eko-nomi Khusus Tanjung Api-Api Sebagai acuan kegiatan penggunaan dan peman-faatan lahan untuk lokasi Pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Api-Api Sebagai pedoman untuk pemantauan dampak teru-tama pada daerah lalu lintas dan angkutan jalan yang dilalui sebagai sarana pembawa material Pem-bangunan Kawasan Eko-nomi Khusus Tanjung Api-Api Sebagai acuan untuk dam-pak lingkungan yang akan terjadi akibat kegiatan Pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Api-Api Sebagai acuan untuk dam-pak lingkungan yang akan terjadi akibat kegiatan Pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Api-Api Sebagai acuan untuk dam-pak lingkungan yang akan terjadi akibat kegiatan Pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Api-Api Dampak lingkungan yang akan terjadi akibat kegiatan Pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Api-Api terutama pada tahap operasi dan pasca operasi yang akan menghasilkan limbah B3 berupa oli bekas dan reagent kimia Sebagai acuan dampak lingkungan yang akan terjadi akibat kegiatan Pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Api-Api terutama pada tahap operasi dan pasca operasi yang akan menghasilkan limbah B3 berupa oli bekas dan reagent Bab 1 Pendahuluan 1 7

26 ` Peraturan Pemerintah 3 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara 4 Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2000 Tentang Tingkat Ketelitian Peta untuk Pemetaan Ruang Wilayah 5 Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) 6 Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air 7 Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2004, tentang Penatagunaan Tanah 8 Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi Sebagai Daerah Otonom 9 Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008, tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional 10 Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2011 tentang Penetapan dan Alih Fungsi Lahan 11 Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi 12 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan kimia. Sebagai acuan dampak lingkungan yang akan terjadi akibat kegiatan Pembangunan Kawa-san Ekonomi Khusus Tanjung Api-Api terutama pada tahap operasi dan pasca operasi yang berhubungan dengan kualitas udara Sebagai pedoman pembuatan peta dalam Dokumen KA-ANDAL Pembangunan Kawa-san Ekonomi Khusus Tanjung Api-Api Sebagai pedoman penentuan baku mutu lingkungan pada tahap prakonstruksi, konstruk-si dan operasi yang akan menghasilkan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Sebagai pedoman penentuan baku mutu lingkungan pada tahap prakonstruksi, konstruk-si dan operasi yang akan menghasilkan limbah cair dan menimbulkan penurunan kua-litas air permukaan. Sebagai pedoman pemanfaat-an lahan yang benar kegiatan Pembangunan KEK Tanjung Api- Api Prosedur perizinan dalam Pembangunan Pembangunan KEKTanjung Api-Api Penggunaan dan pemanfaatan lahan untuk lokasi kegiatan Pembangunan KEK Tanjung Apiapi Penggunaan dan pemanfaat-an lahan untuk lokasi kegiatan Pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Api-Api Berkaitan dengan dampak lingkungan yang akan terjadi akibat kegiatan Pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Api-Api baik pada tahap konstruksi, operasi dan pasca operasi Berkaitan dengan dampak lingkungan yang akan terjadi akibat kegiatan Pembangunan Kawasan Bab 1 Pendahuluan 1 8

27 ` Keputusan Presiden 1 Peraturan Presiden RI Nomor 34 Tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional Dibidang Pertanahan 2 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2006 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum 3 Keputusan Presiden RI Nomor 04 Tahun 1980 tentang Wajib Lapor Lowongan Pekerjaan 4 Keputusan Presiden RI No. 23 Tahun 1990, tentang Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Ekonomi Khusus Tanjung Api-Api baik pada tahap konstruksi, operasi dan pasca operasi Sebagai acuan tata cara pengadaan tanah untuk lokasi kegiatan Pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Api-Api Sebagai pedoman perizinan/ legalitas dalam penggunaan lahan untuk Pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Api-Api Sebagai acuan penerimaan tenaga kerja pada tahap konstruksi, operasi dan pasca operasi Sebagai pedoman pengawas-an dan pelaporan dampak lingkungan yang akan terjadi akibat kegiatan Pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Api-Api baik pada tahap konstruksi, operasi dan pasca operasi. 5 Keputusan Presiden RI Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung 6 Keputusan Presiden No. 33 Tahun 1991 tentang Penggunaan Tanah Bagi Kawasan Industri 7 Keputusan Presiden No. 41 Tahun 1996 tentang Kawasan Industri 8 Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2000 tentang Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Peraturan dan Keputusan Menteri 1 Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 05/MEN/1985 tentang Pesawat Angkat dan Angkut 2 Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 04/MEN/1987 tentang Panitia Pembina K3 dan Tata Cara Penunjukan Ahli K3 3 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 416/PERMENKES/1990 tentang Syarat Syarat dan Pengawasan Kualitas Air Bersih Acuan tata cara pengadaan tanah untuk lokasi kegiatan Pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Api-Api serta sarana prasarana penunjang. Berkaitan dengan Pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Api-Api Berkaitan dengan Pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Api-Api Berkaitan dengan instansi penanggungjawab pengelolaan lingkungan dalam Pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Api-Api Sebagai acuan dalam sertifikasi atau izin-izin penggunaan alat-alat berat Sebagai acuan pembentukan organisasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja di perusahaan Sebagai acuan penentuan baku mutu kualitas air bersih 4 Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor Berkaitan dengan rencana pe- Bab 1 Pendahuluan 1 9

28 ` 3/Men/1998 tentang Tata Cara Pelaporan dan Pemeriksaan Kecela-kaan Tenaga Kerja 5 Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 3 Tahun 2006 tentang Program Menuju Indonesia Hijau 6 Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 08 Tahun 2006 tentang pedoman Penyusunan Amdal. 7 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 01 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau. 8 Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 15/MEN/VII/2008 tentang Pertolongan Pertama pada Kecelakaan Di Tempat Kerja 9 Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 24 Tahun 2009 tentang Panduan Penilaian Dokumen AMDAL 10 Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 08/MEN/VII/2010 tentang Alat Pelindung Diri 11 Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 09/MEN/VI/2010 tentang Petugas Pesawat Angkat dan Angkut 12 Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Jenis Usaha atau Kegiatan yang Wajib Dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) 13 Keputusan Menteri Negara Kependudukan Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor KEP/30/MENKLH/7/1992 tentang Panduan Pelingkupan Untuk Penyusunan KA-Andal 14 Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 45/MENLH/11/1996 tentang Program Langit Biru 15 Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 48/MENLH/11/1996 tentang Baku Mutu Tingkat Kebisingan ngembangan Pembangkit Pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Api-Api terhadap tenaga kerja Sebagai acuan agar tetap memelihara Ruang Terbuka Hijau (RTH) Berkaitan dengan tata cara penyusunan dokumen AMDAL kegiatan Pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Api-Api termasuk yang diwajibkan untuk itu. Sebagai acuan dalam pengaturan ruang terbuka hijau dalam kawasan industri dan kantor Sebagai acuan dalam pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja di perusahaan Pedoman Penilaian Dokumen AMDAL Sebagai acuan dalam pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja di perusahaan Sebagai acuan dalam sertifikasi atau izin-izin operator alat-alat berat Sebagai pedoman dalam penapisan kegiatan yang wajib menyusun dokumen AMDAL dan kegiatan Pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Api-Api berdasarkan dasar hukum ini wajib menyusun Dokumen AMDAL. Pelaksanaan pelingkupan da-lam proses penyusunan dokumen AMDAL Pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Api-Api Berkaitan dengan penggunaan teknologi yang tidak menimbulkan pencemaran udara dalam kegiatan Pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Api-Api Tolok ukur dampak terhadap kebisingan yang telah dilakukan pengelolaan pada kegiatan konstruksi, operasi, dan pasca Bab 1 Pendahuluan 1 10

29 ` 16 Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia No.49 Tahun 1996 tentang baku mutu tingkat getaran 17 Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup No. KEP- 02/MENKLH/1/ 1998, tentang Pedoman Penetapan Baku Mutu Lingkungan 18 Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup RI No. 5 Tahun 2000, tentang Penyusunan AMDAL Kegiatan Pembangunan di Lahan Basah. 19 Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 76/kpts-II//2001 tentang Penunjukkan Kawasan Hutan dan Perairan di Wilayah Provinsi Sumsel seluas Ha. 20 Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 876/Menkes/SK/VIII/2001 tentang Pedoman Teknis Analisis Dampak Kesehatan Lingkungan 21 Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup RI No. 45 Tahun 2005, tentang Penyusunan Laporan Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) 22 Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup RI no. 5 tahun 2012 tentang Jenis Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Dilengkapi Dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Keputusan Kepala Bapedal 1 Keputusan Kepala BAPEDAL Nomor 01/BAPEDAL/09/1995 tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Penyimpanan Bahan Berbahaya dan Beracun 2 Keputusan Kepala BAPEDAL Nomor 02/BAPEDAL/09/1995 tentang Dokumen Limbah B3 3 Keputusan Kepala BAPEDAL Nomor 03/BAPEDAL/09/1995 tentang Persya- operasi Berkaitan dengan mobilitas peralatan dalam rangka Pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Api-Api Sebagai pedoman metode analisis data rona awal ling-kungan pada prakiraan dan evaluasi dampak besar dan penting serta sebagai tolok ukur pada kegiatan pengelolaan dan pemantauan lingkungan terutama untuk kom-ponen fisik kimia lingkungan. Sebagai pedoman dalam penyusunan dokumen AMDAL kegiatan Pembangunan yang terletak di lahan Basah. Sebagai pedoman untuk penentuan batas-batas studi andal dan kegiatan lain di sekitarnya Pedoman penulisan dampak kesehatan lingkungan dalam proses penyusunan dokumen AMDAL Pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Api-Api Sebagai pedoman dalam penyusunan dan pelaksanaan RKL- RPL dalam kegiatan Pembangunan Kawasan Eko-nomi Khusus Tanjung Api-Api Berkaitan dengan kewajiban pemrakarsa untuk menyusun dokumen Amdal Pendekatan pengelolaan lingkungan untuk penyimpanan limbah yang tergolong Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) Berkaitan dengan pendekatan pengelolaan lingkungan untuk limbah kegiatan yang tergolong sebagai Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Berkaitan dengan pendekatan pengelolaan lingkungan untuk Bab 1 Pendahuluan 1 11

30 ` ratan Teknis Pengelolaan Limbah B3 4 Keputusan Kepala BAPEDAL Nomor 04/BAPEDAL/09/1995 tentang Tata Cara Persyaratan Penimbunan Hasil Pengolahan, Persyaratan Lokasi bekas Pengolahan, dan Lokasi Bekas Penimbunan Limbah B3 5 Keputusan Kepala BAPEDAL Nomor 05/BAPEDAL/09/1995 tentang Simbol dan Label Limbah B3 6 Keputusan Kepala BAPEDAL Nomor 255 Tahun 1996 tentang Tata Cara dan Persyaratan Penyimpanan dan Pengumpulan Minyak Pelumas Bekas 7 Keputusan Kepala Bapedal Nomor 299/II/1996, tentang Pedoman Teknis Kajian Aspek Sosial dalam Penyusunan AMDAL 8 Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No. 8 Tahun 2000 tentang Keterlibatan Masyarakat dan Keterbukaan Informasi dalam Proses Penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup 9 Keputusan Kepala BAPEDAL Nomor 056 tahun 1994, tentang Pedoman Mengenai Ukuran Dampak Penting 10 Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No. 9 Tahun 2000 tentang Pedoman Penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup limbah kegiatan yang ter-golong sebagai Bahan Ber-bahaya dan Beracun (B3). Berkaitan dengan pendekatan pengelolaan lingkungan untuk limbah kegiatan yang tergo-long sebagai Bahan Berba-haya dan Beracun (B3). Pendekatan pengelolaan lingkungan untuk limbah kegiatan yang tergolong sebagai Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Pendekatan pengelolaan lingkungan untuk limbah kegiatan yang tergolong minyak pelu-mas bekas terutama dari ke-giatan maintenance peralatan berat yang dibutuhkan. Metode penggumpulan dan analisis data komponen sosial ekonomi dan sosial budaya dalam dokumen AMDAL. Kewajiban pelaksanaan sosialisasi AMDAL yang harus dilakukan sebelum penyusun-an dokumen AMDAL dilakukan dengan tujuan untuk menam-pung aspirasi masyarakat yg berkembang di daerah studi. Sebagai acuan dalam penen-tuan kriteria yang digunakan untuk menentukan dampak besar dan dampak penting pada bagian evaluasi dampak. Metode format penyusunan dokumen AMDAL. Peraturan Daerah / Keputusan Gubernur Provinsi Sumsel 1 Peraturan Gubernur No. 15 Tahun 2005 Tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Tolok ukur dampak emisi gas buang dari kenderaan per-alatan Bergerak dan Ambang Batas Emisi Gas berat yang digunakan dalam Buang Kendaraan Bermotor tahap konstruksi, operasi dan pasca operasi Kawasan Ekonomi 2 Peraturan Gubernur Sumatera Selatan No. 16 Tahun 2005 Tentang Peruntukan Air dan Baku Mutu Air Sungai Khusus Tanjung Api-Api Tolok ukur dampak terhadap badan air di wilayah studi akibat kegiatan konstruksi, operasi dan pasca operasi kegiatan Bab 1 Pendahuluan 1 12

31 ` 3 Peraturan Gubernur Sumatera Selatan Nomor 17 Tahun 2005 Tentang Baku Mutu Udara Ambien dan Baku Tingkat Kebisingan 4 Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Selatan No. 14 Tahun 2006 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Propinsi Sumatera Selatan 5 Peraturan Gubernur Sumatera Selatan Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pedoman Tarif Nilai ganti Kerugian Atas Pemakaian Tanah dan Pembebasan Tanam Tumbuh, Bangunan di Atasnya Akibat Operasi, Eksplorasi, Eksploitasi BUMN, BUMD dan Perusahaan Swasta Lainnya 6 Peraturan Gubernur Sumatera Selatan No. 8 Tahun 2012 tentang Baku Mutu Limbah Cair (BMLC) Bagi Kegiatan Industri, Hotel, Rumah Sakit, Domestik dan Pertambangan 7 Surat Keputusan Gubernur Tingkat I Sumatera Selatan No /3317/XI/ 1990 tanggal 18 Maret 1990 Tentang Kewajiban Melakukan AMDAL Peraturan Daerah Kabupaten Banyuasin 1 Peraturan Daerah Kabupaten Banyuasin Nomor 15 Tahun 2005 jo Peraturan Daerah Kabupaten Nomor 19 Tahun 2008 tentang Pemanfaatan dan Pembuangan Limbah Cair 2 Peraturan Daerah Kabupaten Banyuasin No. 8 Tahun 2005 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banyuasin; 3 Peraturan Daerah Kabupaten Banyuasin Nomor 15 Tahun 2008 tentang Pembentukan Organisasi Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Banyuasin 4 Peraturan Daerah Kabupaten Banyuasin No. 9 Tahun 2009 tentang Penempatan dan Pemasangan Rambu Lalu Lintas, Marka Jalan serta Alat Pemberi Isyarat Pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Api-Api Tolok ukur dampak terhadap kualitas udara dan tingkat kebisingan di wilayah studi akibat kegiatan konstruksi, operasi dan pasca operasi Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Api-Api Pemanfaatan ruang untuk kegiatan Pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Api-Api Pedoman Tarif Nilai ganti Kerugian Atas Pemakaian Tanah dan Pembebasan Tanam Tumbuh, Bangunan di Atasnya Akibat Operasi, Eksplorasi, Eksploitasi BUMN, BUMD dan Perusahaan Swasta Lainnya Tolok ukur dampak terhadap limbah cair yang telah dilaku-kan pengelolaan dan boleh dialirkan ke lingkungan pada kegiatan konstruksi, operasi dan pasca operasi Kawasan Ekonomi Khusus Tj. Api-Api Kewajiban pihak pemrakarsa untuk menyusun Dokumen AMDAL sebelum kegiatan Pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Api-Api dilakukan. Sebagai pedoman tentang pembuangan limbah cair Sebagai pedoman dalam penyusunan Dokumen AMDAL Kegiatan Pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Api- Api Berkaitan dengan kegiatan Pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Api-Api Berkaitan dengan kegiatan Pembangunan Kawasan Eko-nomi Khusus Tanjung Api-Api Bab 1 Pendahuluan 1 13

32 ` Lalu Lintas dalam Kabupaten Banyuasin; 5 Peraturan Daerah Kabupaten Banyuasin Nomor 25 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Urusan dibidang Ketenaga listrikan di Kabupaten Banyuasin 6 Peraturan Bupati Nomor 699 Tahun 2009 tentang Izin Tempat Penyimpanan Sementara Limbah B3 di Kabupaten Banyuasin Berkaitan dengan kegiatan Pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Api-Api Sebagai pedoman Pengelolaan Limbah B3 pada Pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Api-Api Bab 1 Pendahuluan 1 14

33 Identitas Pemrakarsa dan Penyusun Dokumen Identitas Pemrakarsa a. Nama Pemrakarsa : Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Sumatera Selatan b. Alamat Pemrakarsa : Jalan Kapten A. Rivai No 23 Palembang c. Telepon/Fax : , 35408, / , , telex d. Penanggung Jawab : H. Nasrun Umar e. Jabatan : Kepala Dinas Identitas Kegiatan a. Jenis Usaha/Kegiatan : Pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Api-Api b. Lokasi Kegiatan : Desa Teluk Payo, Desa Muara Sungsang, Desa Sungsang 1 dan Desa Marga Sungsang, Kecamatan Banyuasin II, Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan Bab 2. Rencana Kegiatan 2 1

34 Identitas Penyusun a. Penanggung Jawab : PT. INDOLESTARI MAKMUR b. Penanggung Jawab : Ir. Sri Endah Suwarni c. Penyusun Dokumen Andal Tabel 2.1. Susunan Tim Penyusun Dokumen Andal Nama Jabatan Sertifikat, Bidang Keahlian 1. Drs. Agus Purwoko, MSc Ketua Tim No. Reg K Ahli Biologi Lingkungan 2. Ir. Khairani Anggota Tim 3. Rully Armanto, SE., MSi Anggota Tim 4. Dr.Ir. Dedik Budianta, MS Anggota Tim No. Reg A Bidang Fisik-Kimia No. Reg A Ahli Sosial Ekonomi No. Reg K Bidang Fisik-Kimia 5. Ir. A. Taufik Arief, MSc Tim Ahli Ahli Fisik-Kimia, Sertifikat AMDAL Penyusun 6. M. Teguh Mustafa, S.Sos.,MSi Tim Ahli Ahli Sosial Budaya Sertifikat AMDAL Penyusun 7. Ir. Burlian Hasani, MP Tim Ahli Ahli Ruang, Tanah & Lahan Sertifikat AMDAL A 8. Agus Lestari Yuwono, ST., MT Tim Ahli Ahli Hidrologi 9. Drs. Arwinsyah Arka, SKM Tim Ahli Ahli Kesehatan Masyarakat Sertifikat ADKL 10. Yantoreli, SP Asisten Kualitas Tanah Sertifikat AMDAL Penyusun 11. Toni Suprianto, ST Asisten Fisik-Kimia 2.2. Uraian Rencana Kegiatan Untuk mempermudah dan pemahaman yang mendalam tentang rencana pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), berikut diuraikan rencana detail pembangunan KEK. Selanjutnya setelah uraian tersebut lengkap, disusun pengelompokan jenis kegiatan berdasarkan tahapan yang diperlukan dalam penyusunan dokumen dielaborasikan guna penentuan dampak-dampak dan pengelolaan serta pemantauan lingkungan hidup. Bab 2. Rencana Kegiatan 2 2

35 A. Kawasan Penunjang Kabupaten Banyuasin merupakan Kabupaten yang relatif baru akan tetapi telah melangkah maju dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya. Kawasan Tanjung Api-Api sebagai salah satu wilayah Kabupaten Banyuasin merupakan kawasan strategis sebagai sumberdaya alam yang potensial untuk kawasan pelabuhan samudra. Oleh karena itu, pembangunannya telah diprogramkan guna mengangkat dan meningkatkan sumberdaya Kabupaten Banyuasin sebagai Kabupaten yang mampu mengembangkan dirinya sendiri, melalui Kawasan Tanjung Api-api sebagai titik tumbuh pembangunan terutama sektor perekonomian dan lapangan kerja baru. Ditetapkannya Kawasan Tanjung Api-api dengan Pelabuhan Samudra dan semua fasitas penunjangnya diharapkan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi lokal yang mampu menumbuh kembangkan berbagai sektor pembangunan dan pelayanan regional, jalur Timur Sumatra Selatan, maupun Kabupaten Banyuasin pada khususnya (Gambar 2.1). Pengaruh dari Pembangunan Kawasan Tanjung Api-api dengan fasilitas pelabuhan samudra dan semua fasilitas penunjangnya akan berpengaruh positif terhadap laju pertum-buhan pembangunan pada berbagai sektor di wilayah Kabupaten Banyuasin, tetapi juga akan menimbulkan pengaruh negatif yang harus segera dapat diidentifikasi guna mengantisipasi agar pengaruh negatif tersebut dapat ditekan dan bahkan dihindari. Jalan Raya Tanjung Api-Api merupakan jalan utama dari kota Palembang menuju titik tumbuh Kawasan Tanjung Api-Api melalui wilayah Kabupaten Banyuasin. Wilayah ini merupakan suatu kawasan yang bersinggungan langsung dengan kota Palembang. Oleh karena itu kawasan ini akan menjadi arah tumpuan limpasan perkembangan dari perkembangan kota Palembang maupun menunjang Kawasan Tanjung Api-Api. Oleh karena itu Kawasan Ekonomi Khusus yang dilalui oleh jalan raya Tanjung Api-api dipersiapkan menjadi kawasan penyangga kawasan Tanjung Api-api. Tumpuan limpasan transportasi tersebut akan berpengaruh langsung pada perkembangan dan pertumbuhan berbagai lini kegiatan yang akan menyebabkan Bab 2. Rencana Kegiatan 2 3

36 pergeseran dan perubahan penggunaan lahan. Situasi ini harus segera diantisipasi untuk mengindari segala permasalahan penggunaan lahan dan tata ruang, melalui suatu upaya penataan ruang perkotaan dalam skala Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan. Dengan demikian Kasawan Ekonomi Khusus yang ada di Jalan Raya Tanjung Api-Api merupakan kawasan penyangga Tanjung Api-Api. Gambar 2.1. Alur pikir RDTR Kawasan Penyangga Kawasan Ekonomi Khusus Muara Sungsang (Sumber: RDTR Kawasan Penyangga, Bappeda, 2006) B. Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Api-api Secara umum pengembangan kawasan ekonomi khusus dapat dikelompokan menjadi tiga tahapan kegiatan yakni: pra konstruksi (perencanaan kawasan), konstruksi (pembangunan kawasan), dan operasi (pemeliharaan kawasan). Adapun ringkasan aktivitas pengembangan yang termasuk dalam Bab 2. Rencana Kegiatan 2 4

37 ketiga tahapan tersebut disajikan pada Tabel 2.2. Uraian terperinci dari setiap tahapan kegiatan tersebut dikemukakan pada sub bab berikutnya. Uraian tahapan kegiatan ini diintisarikan dari dokumen Aglomerasi Kawasan Industri Kabupaten Banyuasin (Bappeda Banyuasin, 2007 dan studi kelayakan KEK, 2011). Tabel 2.2. Ikhtisar Tahapan Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus Tahapan Pra Konstruksi (Perencanaan Kawasan) Aktivitas Pengembangan I. Penyusunan Aglomerasi Kawasan Ekonomi Khusus Kabupaten Banyuasin. Dokumen Aglomerasi berisikan tahap kegiatan berikut: 1.1. Pra Desain Pengembangan Kawasan Industri a. Zona/kawasan Reklamasi yang merupakan kawasan reklamasi terdiri dari 1 blok peruntukan. b. Zona/kawasan Darat yang merupakan kawasan Banyuasin Valley terdiri dari 8 (delapan) blok peruntukan. Fungsi dari masing-masing blok peruntukan yang terdapat di dalam Kawasan KEK tersebut adalah: a. Kawasan Reklamasi: - Peruntukkan industri batu bara dan pupuk. b. Kawasan Darat : - Peruntukan Industri karet; - Peruntukan Industri minyak dan lemak nabati; - Peruntukan Industri olahan minyak dan lemak nabati; - Peruntukan Industri semen; - Peruntukan Industri pupuk kimia; - Peruntukan Industri kimia; - Peruntukan Industri kayu dan gabus; 1.2. Pra Rencana Tata Bangunan Kawasan Ekonomi Khusus Sasaran Penataan Sasaran penataan bangunan kawasan ekonomi khusus adalah menciptakan kawasan ekonomi khusus yang tertata, asri, dan manusiawi dengan pengaturan wujud bangunan industri dan fasiliatas pendukungnya untuk menghindarkan kejadian kecelakaan akibat pembangunan dan konstruksi/struktur bangunan yang kurang kuat di kawasan, menciptakan suasana yang menarik melalui penataan bangunan dan lingkungannya serta menciptakan image/citra tersendiri pada kawasan ekonomi khusus Acuan Perancangan a. Penataan bangunan dan lingkungan harus memenuhi ketentuan wujud bangunan dan intensitas pemanfaatan Bab 2. Rencana Kegiatan 2 5

38 Tahapan lahan di kawasan. Aktivitas Pengembangan b. Struktur dan konstruksi bangunan harus kokoh, kuat, dan tahan terhadap gempa. c. Pemilihan bahan bangunan mempertimbangkan kondisi angin, letak bangunan dan sifat bahan bangunan. d. Pembangunan baru mengikuti karakter alami kawasan dan menyatu dengan penataan vegetasi. e. Bentuk dan warna bangunan disesuaikan dengan keadaan lingkungan sekelilingnya. f. Tampak bangunan didominasi oleh pemakaian bidang transparan yang memadai misalnya dengan tampilan elemen teras/beranda, balkon, pintu, dan jendela. g. Pembangunan sedapat mungkin tidak mengubah kontur melainkan mengikuti kontur secara alam Ruang Terbuka Hijau Penataan ruang terbuka hijau (RTH) dimaksudkan untuk memberikan ruang bersantai yang nyaman (teduh dan sejuk), membantu mengurangi polusi udara, polusi suara dan panas terik matahari di kawasan pergudangan, sebagai pengarah ke suatu tempat serta menciptakan image tersendiri pada kawasan Jaringan Utilitas Sasaran penataan jaringan utilitas adalah untuk mewujudkan lingkungan yang tertata dan aman dari banjir. Konstruksi (Pembangunan Kawasan) Pra Desain Kawasan Industri a. Kapling sangat besar dengan luas kapling m 2. b. Kapling besar dengan luas kapling m 2. c. Kapling sedang dengan luas kapling m 2. d. Kapling kecil dengan luas kapling m 2. II. Penyusunan Master Plan Kawasan Ekonomi Khusus I. Pembentukan Badan Pengelola Kawasan Industri (Estate Management) a. Peran badan pengelola adalah mengelola kawasan berdasarkan kebijakan dan koordinasi dengan pemerintah kabupaten. b. Mengusahakan terselenggaranya kerjasama yang baik antara pemerintah kabupaten, pengelola kawasan, para Bab 2. Rencana Kegiatan 2 6

39 Tahapan Operasional (Pemeliharaan Kawasan) Aktivitas Pengembangan penghuni serta pihak lain yang terkait di dalam kawasan. Tugas administratif dan teknis konstruksi dilakukan oleh Badan Pengelola II. Tugas Administratif Konstruksi Menyusun pedoman dan peraturan pengembangan dan pengelolaan kawasan atau estate management guideline (EMGL). III. Tugas Teknis Konstruksi 3.1. Perizinan Permohonan SP3L (Surat Persetujuan Prinsip Pembebasan Lahan) kepada pemerintah kabupaten. Permohonan SIPPT (Surat Ijin Peruntukan dan Penggunaan Tanah) kepada pemerintah untuk membebaskan kawasan sebagai areal kerja. Penetapan/pengesahan Rencana Induk Kawasan (Master Plan) dari kawasan yang akan dibangun dan dikelola. Penetapan/pengesahan rancang bangun kota (Urban Design Guideline) dari kawasan yang akan dibangun dan dikelola Pembangunan Kawasan Pembebasan dan penguasaan tanah. Pematangan bidang tanah kawasan dan penyiapan prasarana, drainase, utilitas, dan fasilitas umum. Penyiapan blok/sub blok/kapling siap bangun. Pembangunan sarana teknis dan penunjang meliputi: Jalan utama (lebar 10 m dan ROW 33 m), Jalan madya (lebar 7 m dan ROW 18 m), Kabel listrik, Kabel telkom, Pipa air bersih, Sistem drainase, Kolam penampung limbah cair terpadu, Kantor Pos pembantu, Bank, Poliklinik, Unit Pemadam Kebakaran, Bengkel peralatan pabrik, Jasa pemeliharaan dan rancang bangun, Fasilitas training, Fasilitas perbelanjaan, Pergudangan, Pelabuhan, Sarana olahraga (golf, tenis, dll). Pemeliharaan kawasan ekonomi khusus dilakukan oleh Badan Pengelola I. Tugas Administratif Pemeliharaan Pengelolaan sistem keamanan, ketertiban masyarakat dan umum untuk menciptakan suasana yang aman, nyaman, dan tertib bagi penghuni dan pengunjung. Penyediaan jasa dalam rangka mempermudah pelaksanaan layanan administrasi pemerintahan Bab 2. Rencana Kegiatan 2 7

40 Tahapan Sumber : Studi Kelayakan KEK (2011). Aktivitas Pengembangan termasuk pelayanan pengurusan perizinan yang diperlukan oleh pengguna kawasan dan pembayaran retribusi atau pajak. Kegiatan pemasaran dan pemanfaatan blok-blok bangunan serta pelaksanaan pembangunan, pengoperasian, dan perawatan lingkungan, bangunan, prasarana, utilitas, dan sarana umum lingkungan. Koordinasi dalam pengaturan lalu lintas, dan pengaturan sistem perparkiran. Pengelolaan kawasan yang dilakukan berdasarkan fungsi pelayanan oleh pengelola kawasan dengan pertimbangan ekonomi dan sosial. II. Tugas Teknis Pemeliharaan Pemeliharaan prasarana jalan kendaraan, setapak/gang/trotoar/ pedestrian, jembatan, dan tempat parkir. Pemeliharaan saluran pembuangan air limbah dan kolam oksidasi. Pemeliharaan sistem pengolahan limbah cair dan saluran pembuangan air hujan: saluran tertutup dan saluran terbuka. Pemeliharaan utilitas: jaringan air bersih, jaringan listrik, jaringan gas, jaringan telepon, terminal angkutan umum, pembuangan sampah, dan pemadam kebakaran. Pemeliharaan fasilitas umum dan fasilitas sosial: poliklinik, warung/toko, pelayanan umum, peribadatan, taman/ruang terbuka hijau/rekreasi, sarana olahraga dan lapangan terbuka, serta keamanan dan ketertiban. Berdasarkan studi literatur dan kajian Fisibiliti Studi, rencana kegiatan pembangunan KEK diuraikan dalam paragraf di bawah ini. Untuk kebutuhan dan penyederhanaan studi Andal, diskripsi rencana kegiatan diuraikan secara umum setelah uraian detail dari studi literatur. C. Tahap Pra Konstruksi (Perencanaan Kawasan Khusus) (1) Penyusunan Dokumen Aglomerasi Kawasan Ekonomi Khusus Kabupaten Banyuasin Rencana penggunaan lahan di wilayah perencanaan erat kaitan-nya dengan fungsi dan peranan yang telah ditetapkan, yaitu sebagai kawasan industri Bab 2. Rencana Kegiatan 2 8

41 dan pelabuhan internasional Tanjung Api Api. Rencana tata guna lahan merupakan arahan pengem-bangan kegiatan yang sesuai di wilayah perencanaan. Arahan ini berisi potensi guna lahan maksimum yang dimiliki wilayah perencanaan. Secara umum kriteria yang menjadi pertimbangan dalam memberikan arahan penataan guna lahan di wilayah perencanaan adalah: Penyesuaian dengan RTRW Provinsi Sumatera Selatan dan RDTR Kawasan Pendukung Pelabuhan Tanjung Api-Api, Tahun Penetapan jenis-jenis kegiatan ditempatkan disesuaikan dengan fungsi pelayanan yang diberikan dalam fungsi setiap zona/kawasan. Menciptakan bagian kawasan industri yang mendukung tingkat kompetitif dan kelayakan sehingga mendukung pengembangan kawasan selanjutnya. Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Tanjung Api Api dibagi menjadi 2 Kawasan, dimana masing-masing kawasan tersebut dibagi menjadi blok peruntukan. Pembagian blok peruntukan yang terdapat dalam masing-masing kawasan adalah sebagai berikut : Zona/kawasan Reklamasi yang merupakan kawasan reklamasi terdiri dari 1 blok peruntukan. Zona/kawasan Darat yang merupakan kawasan Banyuasin Valley terdiri dari 8 (delapan) blok peruntukan. Fungsi dari masing-masing blok peruntukan yang terdapat di dalam Kawasan KEK tersebut disajikan pada Tabel 2.3. adalah: Tabel 2.3. Fungsi dan Peruntukan Kawasan KEK No Jenis Kawasan Peruntukan Kawasan 1 Kawasan Reklamasi Peruntukan industri batubara dan pupuk 2 Kawasan Darat Peruntukan industri karet Peruntukan industri minyak dan lemak nabati Peruntukan Industri olahan minyak dan lemak nabati; Peruntukan Industri semen; Peruntukan Industri pupuk kimia Peruntukan Industri kimia; Peruntukan Industri kayu dan gabus; Peruntukan Industri Olahan makanan lainnya. Sumber : Studi Kelayakan KEK (2011). Bab 2. Rencana Kegiatan 2 9

42 Dengan berbagai jenis blok peruntukan, secara umum lahan kawasan perencanaan direncanakan berdasarkan kebutuhan pencapaian laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Sumatera Selatan sebesar 8% serta kebutuhan investasi, maka dibutuhkan pengembangan lahan KEK seluas ± 4.044,59 Ha dengan rincian kawasan reklamasi seluas 2.015,11 Ha dan adanya kebutuhan lahan seluas 2.029,48 Ha pada Kawasan Darat. Adapun rincian pembangian blok zona darat pada kawasan KEK Tanjung Ali Api adalah sebagai berikut (tabel 2.4. dan gambar 2.2): Bab 2. Rencana Kegiatan 2 10

43 Tabel 2.4. Peruntukan Industri dan luasannya di Blok Darat KEK Tanjung Api Api KAWASAN PENGELOLA KEGIATAN dan Contoh Industri DARAT PEMERINTAH NON BUMN JARINGAN JALAN FASILITAS ALOKASI LAHAN (HA) UNIT 2.05 Km PEMERINTAH BUMN LISTRIK 1 AIR BAKU INDUSTRI (WTP) 1 SWASTA INDUSTRI KARET : Pabriki ban mobil, motor dll 2. Pabrik Crum rubber 3. Pabriki belt, kapet, tali, dll 4. Pabrik sepatu, alat oleh raga dll INDUSTRI MINYAK DAN LEMAK NABATI: 1. Parik minyak goreng 2. Pabrik mentega, magerine INDUSTRI OLAHAN MINYAK DAN LEMAK NABATI: 1. Pabrik sabun 2. Pabrik kosmetika INDUSTRI SEMEN: Pabrik penantongan semen 2. Pabrik asbes 3. Pabrik tiang pancang INDUSTRI PUPUK KIMIA: Pabrik Urea 2. Pabrik N, P dan K 3. Pabrik pupuk cair INDUSTRI KIMIA; Pabrik lem 2, Pabrik baterai 3. Pabrik Sulfat 4. Pabrik obat 5. Pabrik insektisida, pembasmi hama UKM INDUSTRI KAYU DAN GABUS: Pabrik panel kayu 2. Pabrik pintu, kusen, jendela 3. Pabrik meubel 4. Pabrik mainan, alat penddk INDUSTRI OLAHAN MAKANAN: 1. Pabrik kerupuk dan kemplang 2. Pabrik terasi 3. Pabrik pengalengan ikan, dll. 4. Pabrik olahan kelapa: santan dll 5. Pabrik natadecoco Sumber : Studi Kelayakan KEK (2011) dan olahan tim andal Bab 2. Rencana Kegiatan 2 11

44 Gambar 2.2. Peta Konsep Usulan Awal Site Plan Blok Zona Darat Bab 2. Rencana Kegiatan 2 12

45 D. Pra Rencana Tata Bangunan Kawasan Industri (1) Sasaran Penataan Sasaran penataan bangunan kawasan ekonomi khusus adalah menciptakan kawasan ekonomi khusus yang tertata, asri, dan manusiawi dengan pengaturan wujud bangunan industri dan fasiliatas pendukung-nya untuk menghindarkan kejadian kecelakaan akibat pembangunan dan konstruksi/struktur bangunan yang kurang kuat di kawasan, menciptakan suasana yang menarik melalui penataan bangunan dan lingkungannya serta menciptakan image/citra tersendiri pada kawasan ekonomi khusus. (2) Acuan Perancangan Penataan bangunan dan lingkungan harus memenuhi ketentuan wujud bangunan dan intensitas pemanfaatan lahan di kawasan. Wujud bangunan dan intensitas pemanfaatan lahan dipengaruhi oleh ketentuan garis sempadan bangunan, koefisien dasar bangunan (KDB), koefisien lantai bangunan (KLB), ketinggian bangunan, dan elevasi lantai dasar. Secara umum, pengaturan wujud bangunan dan intensitas pemanfaatan lahan dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu faktor kenyamanan, kesehatan, keamanan, keindahan (estitika) sosial dan ekonomi. Dari segi kenyamanan dan kesehatan, pengaturan bangunan memberikan pencahayaan dan sirkulasi udara atau penghawaan sehingga bangunan tidak gelap dan lembab. Selain itu dapat mengurangi kebisingan (gaung) bila bangunan ditata tidak padat. Dari segi keamanan, pengaturan wujud/intensitas bangunan memberikan akses untuk memadamkan api, jika terjadi bahaya kebakaran. Keindahan dapat dibentuk dari penciptaan garis langit (skyline) bangunan di kawasan. Dari segi sosial, bangunan yang tidak padat memberikan kesempatan untuk menata lansekap sehingga penghuni dapat meman-faatkan ruang luarnya dan juga memberikan nilai sosial bagi orang yang melihat taman tersebut. Dari segi ekonomi, makin besar dan tinggi bangunan, makin banyak biaya yang harus tersedia untuk pembangunan dan pemeliharaannya. Prinsip perancangan bangunan yang berkaitan dengan wujud bangunan: Bab 2. Rencana Kegiatan 2 13

46 Bangunan ditempatkan diluar garis sempadan bangunan dengan pemilihan struktur dan bahan bangunan, menghindari pembangunan diatas lahan yang tidak stabil, dan memberikan ruang gerak pejalan atau akses ruang publik. Selain alasan keamanan bangunan (teknis), pengaturan garis sempadan bertujuan menciptakan keteraturan bangunan sehingga terbentuk image kawasan, memberikan ruang publik yang menarik, menghindari kerusakan lingkungan, pemandangan ke pusat kota tak terhalang oleh kehadiran bangunan tinggi. Ketinggian bangunan diatur berdasarkan pembagian zona kawasan. Ketinggian bangunan diatur untuk menciptakan keselarasan dengan lingkungan alami sehingga menciptakan daya tarik visual dengan membentuk skyline (garis langit). Selain itu, daya dukung lahan, struktur geologi, penggunaan fisik bangunan, dan faktor bencana juga menjadi dasar pertimbangan. Penentuan elevasi peil minimum lantai dasar bangunan dari muka jalan ditentukan untuk pengendalian bencana banjir. Bangunan bebas dari banjir tahunan dan 100 tahunan. Sempadan tepi air diharapkan dapat menjadi green belt area (ruang tebuka hijau) atau ruang terbuka publik yang menarik. Struktur dan konstruksi bangunan harus kokoh, kuat, dan tahan terhadap gempa. Pemilihan bahan bangunan mempertimbangkan kondisi angin, letak bangunan dan sifat bahan bangunan. Bahan bangunan dipilih dengan mempertimbangkan kondisi angin, letak bangunan, dan sifat bahan bangunan. Bahan bangunan dipilih dengan mempertimbangkan sifat bahan bangunan yang tak mudah berkarat, mampu mengurangi fluktuasi suhu dalam ruangan. Pada ruang publik, bahan bangunan yang sebaiknya dipilih adalah yang perawatannya relatif mudah dan tahan pada udara yang lembab. Bahan kaca yang digunakan, tidak memantulkan sinar atau tidak menyebabkan silau. Bab 2. Rencana Kegiatan 2 14

47 Pembangunan baru mengikuti karakter alami kawasan dan menyatu dengan penataan vegetasi. Bentuk dan warna bangunan disesuaikan dengan keadaan lingkungan sekelilingnya sehingga bangunan dapat menyatu dengan lingkungannya. Bentuk bangunan disesuaikan dengan kondisi dan bentuk kota dan warna bangunan dibatasi pada penggunaan warna alami. Permainan warna warni diperbolehkan sejauh hal itu merupakan bagian yang tak terpisahkan dari konsep perancangan arsitektur secara keseluruhan dan bukan intervensi visual yang tak bermakna dan tak jelas. Tampak bangunan didominasi oleh pemakaian bidang transparan yang memadai misalnya dengan tampilan elemen teras/beranda, balkon, pintu, dan jendela. Pembangunan sedapat mungkin tidak mengubah kontur melainkan mengikuti kontur secara alami kecuali bila diperlukan untuk saluran drainase (prinsip umum). Kontur tanah dapat dimanfaatkan dalam penataan kawasan untuk menciptakan imaga/citra tersendiri misalnya bangunan yang terlihat bertingkattingkat memberikan daya tarik visual. E. Ruang Terbuka (Lansekap) (1) Sasaran Penataan Penataan ruang terbuka hijau dimaksudkan untuk memberikan ruang bersantai yang nyaman (teduh dan sejuk), membantu mengurangi polusi udara, polusi suara dan panas terik matahari di kawasan pergudangan, sebagai pengarah ke suatu tempat serta menciptakan image tersendiri pada kawasan. (2) Prinsip Perancangan Prinsip perancangan Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Api-Api adalah : Penataan lansekap dilakukan dengan menanam pohon di sepanjang tepi jalan untuk mereduksi panas sinar matahari, kebisingan, dan angin serta mengurangi resiko bencana. Bab 2. Rencana Kegiatan 2 15

48 Pohon dijadikan sebagai pengarah pada kawasan pusat kota agar tidak terjadi akses pejalan yang tidak terkontrol (bukan pada pedestrian). Meminimumkan pembuatan permukaan yang kedap air untuk mengurangi aliran air permukaan (run off). Jenis vegetasi yang dikembangkan adalah yang menjadi kekhasan kawasan dan jenis vegetasi yang mempunyai manfaat penting seperti pohon berkayu keras/kokoh dan perdu seperti pandan. Desain plaza disatukan dengan penataan lansekap keseluruhan sehingga terbentuk integritas lingkungan kawasan plaza. Vegetasi yang dikembangkan di ruang publik disarankan jenis yang mudah atau kurang memerlukan perawatan khusus untuk mempermudah pemeliharaan tanaman di ruang publik. Jaringan Jalan Pengembangan sistem jaringan jalan di wilayah perencanaan dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu sistem jaringan jalan khusus untuk pelayanan kawasan industri dan untuk pelayanan umum. Pelayanan kawasan industri bertumpu pada jaringan utama, yaitu jalur jalan arteri primer sebagai kerangka utamanya. Untuk mengimbangi peran jalur utama tadi, maka dikembangkan jalur yang pararel dengan kelas jalan lebih rendah yang terletak di sisi Timur kawasan menyusuri sungai Telang. Jalur jalan pararel tersebut nantinya untuk menampung pergerakan arus lalulintas dari wilayah Sungsang yang akan melakukan perjalanan ke arah Kota Palembang atau sebaliknya. Visualisasi rencana jaringan jalan digambarkan pada gambar Aktivitas kawasan nantinya akan menimbulkan bangkitan lalulintas kendaraan berat yang melintasi jalur utama, sehingga diperlukan upaya mengurangi beban jembatan di jalur utama tersebut, yaitu dengan mengembangkan jembatan terusan PU yang lokasinya di sebelah Timur dari lokasi jembatan yang sudah ada saat ini. Jaringan Jalan Arteri Primer merupakan jaringan jalan utama yang merupakan jaringan jalan berupa arteri primer (Ruas Palembang-Tanjung Api Api) yang melintasi kawasan industri sepanjang ,87 m dengan lebar 7 meter. Bab 2. Rencana Kegiatan 2 16

49 Jenis Perkerasan Jenis perkerasan jalan yang digunakan untuk mendukung aksesibiltas, khususnya bagi truk-truk container pengangkut barang, maka diperlukan konstruksi interblok yang memiliki kekuatan dan kekokohan yang baik, serta tahan beberapa bahan kimia, membuatnya dapat dipergunakan di daerahdaerah yang memiliki beban barang dan peralatan yang amat berat (ultraheavy duty areas), seperti: kawasan industri, daerah bongkar-muat kontainer, terminal penumpang bandara, daerah perparkiran. Secara umum, bentuk interblok yang indah, serta mahalnya aspal sebagai bahan perkerasan lentur dan biaya konstruksi dan perawatan perkerasan lentur jalan, menyebabkan perencana jalan memilih konstruksi interblok sebagai konstruksi inovatif perkerasan lentur jalan. Kekuatan dan ketahanan serta bentuk yang indah, membuat Konstruksi Interblok menjadi cocok untuk dipergunkan di daerah komersial, di daerah pemerintahan dan di daerah industri. Rel KA Jalur lambat Jalur lambat Gambar 2.3. Potongan melintang Jalan Arteri Primer sebagai Jaringan Internal KEK Blok Zona Darat Standar Teknis : - Rumaja : 32 meter - Rumija : 32 meter - Ruwasja : 20 meter (diukur dari as jalan) - Perkerasan : 7, 0 meter dan direncanakan menjadi 2 x 7, 0 meter (akhir Tahun 2028). Bab 2. Rencana Kegiatan 2 17

50 - Median : 1,0 meter (jalur cepat) dan 0,5 m (jalur lambat) - Penyediaan lahan untuk penempatan rambu-rambu lalu lintas, dan rambu-rambu peringatan yang berkaitan dengan karakteristik kawasan. - Penetapan ketentuan tempat pemberhentian dan tempat parkir kendaraan di sepanjang kawasan. - Pembatasan jalan akses kelingkungan industri minimal setiap 500 meter. - Pembatasan pemanfaatan lahan pada ruang persimpangan jalan dari kegiatan fungsional. - Penetapan larangan pembangunan fisik di sepanjang koridor jalan arteri primer dalam radius jarak 500 meter. Trotoar/Pedestrian Trotoar adalah jalur pejalan kaki yang umumnya sejajar dengan jalan dan lebih tinggi dari permukaan perkerasan jalan yang berfungsi untuk meningkatkan keamanan pejalan kaki yang bersangkutan. Aspek yang perlu diperhatikan dalam perencanaan/desain trotoar: Perbedaan tinggi trotoar dari muka jalan yang tidak terlalu rendah tetapi juga tidak terlalu tinggi karena akan mengurangi kapasitas jalan. Ketinggian dari perkerasan jalan yang disarankan adalah 150 mm. Kelandaian pada akses jalan untuk memungkinkan penderita cacat yang menggunakan kursi roda untuk bisa menggunakan trotoar dengan gampang dan mudah. Lintasan yang bisa dilewati oleh penderita cacat yang buta. Lebar yang sesuai dengan jumlah pejalan kaki yang meng-gunakan trotoar Perkerasan yang digunakan dapat berupa: Perkerasan lentur/aspal Perkerasan kaku/beton Paving block Perkerasan ini harus diberikan elevasi sekurang-kurangnya sebesar 2 % sampai dengan maksimum 3 % agar tidak terjadi genangan air pada waktu hujan. Sedangkan kelandaian memanjang trotoar maksimum bisa sampai 7 %. Penerangan Jalan Penerangan Jalan dipasang di sepanjang jalan dengan jarak tiang lampu ± 50 m dan tinggi tiang setinggi 6 10 m. Pekerjaan jaringan jalan dituangkan dalam tabel 2.5. Bab 2. Rencana Kegiatan 2 18

51 Tabel 2.5. Rencana Jaringan Jalan Arteri Primer No. Uraian Volume 1. Jaringan Jalan - Panjang Jalan ,87 - Lebar Jalan 2 x 7 m - Jenis Perkerasan Aspal 2. Penerangan - Tiang Tinggi 10 m - Jarak Antar Tiang 50 m Sumber : Hasil Rencana, Tahun F. Ruang Terbuka Hijau Kawasan hijau adalah ruang terbuka hijau yang terdiri dari kawasan hijau lindung dan hijau binaan. Ruang Terbuka Hijau yang selanjutnya disebut RTH adalah Kawasan atau areal permukaan tanah yang didominasi olehtumbuhan yang dibina untuk fungsi perlindungan habitat tertentu, dan atau sarana kota/lingkungan, dan ataupengaman jaringan prasarana, dan atau budidaya pertanian. Dengan hadirnya sebuah kawasan industri yang disertai dengan dampakdampak yang mengikutinya maka diperlukan ruang terbuka hijau yang dapat menanggulangi masalah lingkungan tersebut. Hal tersebut yang mendasari dilakukannya penelitian mengenai perencanaan ruang terbuka hijau di kawasan industri ini. Rencana ruang terbuka hijau yang diharapkan dapat berfungsi sebagai penyangga dampak negatif dari perkembangan pabrik terhadap lingkungan sekitar. Dampak negatif pencemaran adalah pengaruh limbah yang ditimbulkan dari keberadaan pabrik. Selain itu, ruang terbuka hijau juga direncanakan berfungsi untuk meningkatkan kenyamanan bagi karyawan dan masyarakat sekitar. Ruang terbuka hijau yang ditentukan termasuk daerah penyangga dalam Kawasan Industri Minimum 10% dari luas kawasan Industri. Dalam kepentingan perencanaan pengembangan KEK di bagi dalam kawasan hijau lindung dan binaan. Kawasan Hijau Lindung adalah Bagian dari kawasan hijau yang memiliki karakteristik alamiah yang perlu dilestarikan untuk tujuan perlindungan habitat setempat maupun untuk tujuan perlindunganwilayah yang lebih luas. Sementara Kawasan Hijau Binaan adalah bagian dari kawasan hijau di luar kawasan hijau lindung untuk tujuan penghijauan yang dibina melalui Bab 2. Rencana Kegiatan 2 19

52 penanaman, pengembangan, pemeliharaan maupun pemulihan vegetasi yang diperlukan dan didukung fasilitasnya yang diperlukan baik untuk sarana ekologis maupun sarana sosial kota yang dapat didukung fasilitas sesuai keperluan untuk fungsi penghijauan tersebut. Pengembangan Kawasan hijau binaan dapat dilakukan dengan upaya: Memanfaatkan peran dan fungsi dari lahan tak terbangun dengan luas area sekitar 78,11 Ha. Kawasan tersebut meliputi, areal/fasilitas umum seperti taman, hutan kota, sarana olahraga, koridor jalan dan fasilitas lainnya); Memberdayakan taman mangrove sebagai unsur ekowisata; Pengendalian dan pemanfaatan hutan hijau kota dan Taman Mangrove sebagai Green Overspace yang merupakan daerah pengembangan kawasan; RTH berbentuk areal dengan fungsi sebagai fasilitas umum dan rekreasi taman; RTH berbentuk jalur untuk fungsi pengaman, peneduh, penyangga dan atau nilai estetika lingkungan. Pada kawasan sekitar pengembangan tanah untuk industri, harus disediakan ruang terbuka hijau yang cukup yakni dengan ketentuan KDB kegiatan industri maksimum adalah 60 % sedangkan 40% sisanya adalah untuk sirkulasi dan ruang terbuka hijau. Pada pengembangan tanah industri ini juga disyaratkan bahwa jenis tanaman yang dikembangkan sebaiknya adalah tanaman yang mempunyai fungsi buffer terhadap polusi baik udara maupun suara. Tipe kawasan industri adalah hutan kota yang dibangun di kawasan industri yang berfungsi untuk mengurangi polusi udara dan kebisingan, yang ditimbulkan dari kegiatan industri. Karakteristik pepohonannya: pohon-pohon berdaun lebar dan rindang, berbulu dan yang mempunyai permukaan kasar/berlekuk, bertajuk tebal, tanaman yang menghasilkan bau harum. Tanaman Sebagai Peneduh Bab 2. Rencana Kegiatan 2 20

53 Jenis tanaman yang dipilih harus dapat memenuhi fungsinya untuk memberikan keteduhan dalam arti mengurangi sengatan dan penahan sinar matahari. Persyaratan yang dikehendaki adalah : Ditempatkan pada jalur tanaman (minimal 1,5 m) Percabangan 2 m di atas tanah Bentuk percabangan batang tidak merunduk Bermasa daun padat dan ditanam tidak berbaris Adapun jenis tanaman peneduh antara lain adalah Kiara Payung (Filicium Decipies), Tanjung (Mimusops Elengi), Angsana (Ptherocarphus Indicius) dan sebagainya. Fungsi Tanaman Sebagai Penyerap Polusi Udara (gambar 2.4.) Terdiri dari pohon, perdu/semak; Memiliki kegunaan untuk meyerap udara; Jarak tanam rapat dan Bermassa daun padat. Contoh Jenis tanaman: Angsana (Ptherocarphus indicus) Akasia daun besar (Accasia mangium) Oleander (Nerium oleander) Bogenvil (Bougenvillea Sp) Teh-tehan pangkas (Acalypha sp) Gambar 2.4 Jalur Tanaman Tepi Jalan Penyerapan Polusi Udara Bab 2. Rencana Kegiatan 2 21

54 Fungsi Tanaman Sebagai Peredam Kebisingan (gambar 2.5) Terdiri dari pohon, perdu/semak. Membentuk massa. Bermassa daun rapat. Berbagai bentuk tajuk. Contoh Jenis tanaman: Tanjung (Mimusops elengi) Kiara payung (Filicium decipiens) Teh-tehan pangkas (Acalypha sp) Kembang Sepatu (Hibiscus rosa sinensis) Bogenvil (Bogenvillea sp) Oleander (Nerium oleander) Gambar 2.5. Jalur Tanaman Tepi Penyerapan Kebisingan Tanaman Sebagai Pengarah, Penahan dan Pemecah Angin (gambar 2.6.) Berdasarkan filosofi gerakan dan kecepatan angin, maka untuk suatu perencanaan lansekap jalan di daerah yang terbuka perlu memperhatikan ketentuan mengenai peletakan dan pemilihan jenis tanaman yang dapat berfungsi sebagai pemecah angin. Tanaman tinggi, perdu/semak; Bermassa daun padat; Ditanam berbaris atau membentuk massa; Jarak tanam rapat < 3m. Contoh Jenis tanaman: Bab 2. Rencana Kegiatan 2 22

55 Cemara (Cassuarina equisetifolia) Mahoni (Swietania mahagoni) Tanjung (Mimusops elengi) Kiara Payung (Filicium decipiens) Kembang sepatu (Hibiscus rosasinensis) Gambar 2.6 Jalur Tanaman Tepi Pemecah Angin Fungsi Tanaman Sebagai Pembatas, Pengarah dan Pembentuk Pandangan (gambar 2.7.) Peletakan tanaman pada jalur tanaman baik di median jalan maupun di jalur tepi jalan dengan memperhatikan kepentingan pemakai jalan antara lain: Bilamana ada daerah yang kurang baik pemandangannya, perlu diberi pembatas dengan tanaman agar dapat memberikan kesan yang lebih baik. Persyaratan: Tanaman tinggi, perdu/semak; Bermasa daun padat; Ditanam berbaris atau membentuk masa; Jarak tanam rapat. Bab 2. Rencana Kegiatan 2 23

56 Contoh tanaman pembatas ini adalah bambu (Bambusa sp), cemara (Cassuarina equisetifolia), kembang sepatu (Hibricus rosa sinensis) dan sebagainya. Bilamana ada jalan yang berbelok, perlu dibuat pengarah dengan tanaman. Persyaratan: Tanaman dapat berbentuk pohon atau perdu dengan ketinggian > 2 meter; Ditanam secara masal dan berbaris; Jarak tanam rapat; Untuk tanaman perdu/semak digunakan tanaman yang memiliki warna daun hijau muda dan dapat dilihat pada malam hari. Contoh tanaman tersebut adalah cemara (Cassuarina equisetifolia), mahoni (Switenia mahagoni), Bambu (Bambusa sp), Kembang sepatu (Hibiscus rosa sinensis), Oleander (Nerium oleander). Fungsi Tanaman Penahan Silau Lampu Kendaraan (gambar 2.8.) Tanaman perdu/semak, ditanam rapat. Ketinggian 1,5 m. Bermassa daun padat. Contoh Jenis tanaman: Bogenvil (Bogenvillea sp). Kembang sepatu (Hibiscus rosasinensis). Oleander (Netrium oleander). Nusa Indah (Mussaenda sp). Gambar 2.7 Jalur Tanaman Tepi Pembatas Pandang Bab 2. Rencana Kegiatan 2 24

57 Gambar 2.8 Jalur Tanaman Pada Median Jalan Penahan Silau Lampu Kendaraan Tanaman Sebagai Konservasi Tanah (gambar 2.9.) Konservasi perlu dilakukan terutama pada DAMIJA dan sempadan sungai yang mempunyai kemiringan. Pemilihan jenis tanaman harus mempunyai sistem perakaran yang dapat mengikat butiran-butiran tanah agar tidak mudah longsor. Lokasi yang dikonservasi adalah di sempadan sungai Telang, paritparit dan sistem drainase, serta anak-anak sungai. Tidak luput pula, konservasi dilakukan di sekitar pinggiran kolam retensi. Gambar 2.9. Pola Tanaman Pada Daerah Konservasi Bab 2. Rencana Kegiatan 2 25

58 G. Jaringan Internal KEK 1 Jaringan internal KEK 1 merupakan jaringan jalan utama menuju kawasan KEK, dimana jaringan jalan internal KEK Zona Darat adalah jaringan jalan dengan status jalan provinsi dengan fungsi arteri primer yang menghubungkan Kota Palembang dengan Kawasan KEK yaitu Ruas Palembang - Tanjung Api Api dan kolektor primer Ruas Tugumulyo-Cengal-Tanjung Api Api. (1) Jaringan Jalan Jaringan Jalan internal KEK 1 merupakan jaringan jalan utama yang merupakan jaringan jalan berupa jalan internal di dalam kawasan industri yang melintasi kawasan industri sepanjang 38,62 Km dengan lebar 7 x 2 meter (tabel 2.6.). Tabel 2.6. Rencana Jaringan Internal KEK 1 No. Uraian Volume 1. Jaringan Jalan - Panjang Jalan 38,62 Km - Lebar Jalan 7 x 2 meter - Jenis Perkerasan Aspal 2. Penerangan - Tiang Tinggi 10 m - Jarak Antar Tiang 50 m Sumber : Studi Kelayakan, Tahun (2) Jenis Perkerasan Jenis perkerasan yang digunakan di jaringan jalan internal KEK 1 berupa aspal karena memliki elastisitas yang cukup baik dan memberikan pemeliharaan terhadap ban mobil. (3) Trotoar/Pedestrian Trotoar hendaknya ditempatkan pada sisi luar bahu jalan atau sisi luar jalur lalu-lintas. Trotoar juga sedapat mungkin diletakan pada sisi dalam saluran drainase terbuka atau di atas saluran drainase tertutup dengan plat beton yang memenuhi syarat. Bab 2. Rencana Kegiatan 2 26

59 Tinggi bebas trotoar tidak kurang dari 2,5 meter dan kedalaman bebas trotoar tidak kurang dari satu meter dari permukaan trotoar. Kebebasan samping trotoar tidak kurang dari 0,3 meter. Lebar trotoar harus dapat melayani volume pejalan kaki yang ada. Oleh karena itu lebar trotoar harus disesuaikan dengan potensi pergerakan pejalan kaki masing-masing guna lahan (tabel 2.7.). Tabel 2.7. Lebar Minimum Trotoar Menurut Penggunaan Lahan Sekitarnya Penggunaan Lahan Sekiatrnya Lahan Minimum Meter (m) Perumahan 1,5 Perkantoran 2,0 Industri 2,0 Sekolah 2,0 Pertokoan/Perbelanjaan 2,0 Halte 2,0 Jembatan 1,0 Sumber : Studi Kelayakan, Tahun (4) Penerangan Jalan Penerangan Jalan dipasang di sepanjang jalan dengan jarak tiang lampu ± 50 m dan tinggi dan tinggi ± 6 m. G. Jaringan Internal KEK 2 Jaringan Jalan internal KEK 2 merupakan jaringan jalan utama yang merupakan jaringan jalan berupa jalan antar kavling peruntukkan yang melintasi kawasan industri sepanjang 2,05 Km dengan lebar 7 meter (tabel 2.8.) Tabel 2.8. Rencana Jaringan Internal KEK 2 No. Uraian Volume 1. Jaringan Jalan - Panjang Jalan 2,05 Km - Lebar Jalan 7 meter - Jenis Perkerasan Aspal 2. Penerangan - Tiang Tinggi 6 m - Jarak Antar Tiang 50 m Sumber : Studi Kelayakan, Tahun Bab 2. Rencana Kegiatan 2 27

60 (1) Jenis Perkerasan Jenis perkerasan yang digunakan di jaringan jalan internal KEK 1 berupa aspal karena memliki elastisitas yang cukup baik dan memberikan pemeliharaan terhadap ban mobil. (2) Trotoar/Pedestrian Trotoar hendaknya ditempatkan pada sisi luar bahu jalan atau sisi luar jalur lalu-lintas. Trotoar juga sedapat mungkin diletakan pada sisi dalam saluran drainase terbuka atau di atas saluran drainase tertutup dengan plot beton yang memenuhi syarat. Tinggi bebas trotoar tidak kurang dari 2,5 meter dan kedalaman bebas trotoar tidak kurang dari satu meter dari permukaan trotoar. Kebebasan samping trotoar tidak kurang dari 0,3 meter. Lebar trotoar harus dapat melayani volume pejalan kaki yang ada. Oleh karena itu lebar trotoar harus disesuaikan dengan potensi pergerakan pejalan kaki masing-masing guna lahan. (3) Penerangan Jalan Penerangan Jalan dipasang di sepanjang jalan dengan jarak tiang lampu ± 50 m dan tinggi ± 6 m. (4) Akses Masuk Idealnya, akses ke suatu kawasan industri harus lebih dari satu untuk melancarkan arus lalu lintas. Di Kawasan KEK akses jalan utama dapat dicapai dari dua arah sehingga lebih mudah untuk dicapai. Jika jalan utama juga merupakan jalan umum yang terletak dalam kawasan industri sehingga lalu lintas industri yang umumnya truk berbaur dengan lalu lintas umum. Berbaurnya kedua jenis moda transportasi ini menyebabkan beban lalu lintas (kepadatan) yang sangat tinggi dan mengganggu kelancaran baik bagi lalu lintas kendaraan perusahaan industri maupun masyarakat umum. Dalam kawasan KEK, maka fungsi akses jalan utama hanya untuk lalu lintas kawasan, maka beban lalu lintas dalam kawasan relatif rendah yang dapat memperlancar lalu lintas dalam kawasan. Bab 2. Rencana Kegiatan 2 28

61 Pada umumnya, pola sirkulasi yang dipergunakan adalah pola Grid Iron dimana dengan pola ini akan diperoleh alignment jalan yang lurus sehingga lebih memudahkan sirkulasi kendaraan berat seperti truk. Selain itu, pola ini akan bentuk kapling empat persegi yang sederhana sehingga akan didapatkan luas kapling yang efektif untuk bangunan. H. Jaringan Perkeretaapian Dalam mendukung pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Api Api, maka dikembangkan pula jaringan perkereta-apian yang merupakan jalur kereta api khusus menuju Kawasan Tanjung Api-Api. Adapun rencana pengembangan jaringan rel kereta api angkutan batu bara, meliputi (gambar 2.10.): Pembangunan jalur kereta api internal Tanjung Enim-TAA sepanjang 270 Km; Pengembangan jalur kereta api internal Lubuk Linggau-Simpang-TAA sepanjang 287 Km; Pengembangan jalur kereta api internal Lahat-Patratani (Kab.OI)-TAA sepanjang 146 Km; I. Transportasi Air/Laut Fasilitas transportasi lainnya berupa pengembangan sistem transportasi air di wilayah perencanaan adalah dengan mengembangkan sistem transportasi air yang sudah ada saat ini. Jalur transportasi air bertumpu pada terusan Sebalik (terusan PU) dan sungai Telang. Dukungan Fasilitas Pelabuhan di dalam Kawasan KEK Tanjung Api Api didukung dengan adanya Pelabuhan Tanjung Apiapi di Kabupaten Banyuasin yang pada saat ini sedang dalam tahap pembangunan dengan luas Ha. Dalam pengembangan KEK Tanjung Api Api, maka pembangunan pelabuhan adalah seluas ± 887,52 Ha meliputi : Pembangunan Pelabuhan Minyak dan Gas ± 679,72 Ha ; Pelabuhan PT. Pelindo ± 207,80 Ha. Pelabuhan ini bergerak di bidang penyediaan fasilitas terminal petikemas untuk perdagangan domestik maupun internasional bagi pelaku usaha. Pelabuhan ini Bab 2. Rencana Kegiatan 2 29

62 juga menyediakan jasa transportasi pengiriman barang secara efisien dan tepat waktu. Untuk melengkapi pelabuhan barang, maka dikembangkan fasilitas dermaga barang seluas 48,8 Ha. Gambar 2.10 Peta Sistem Transportasi Jalur Rel KA Tim Studi Andal KEK Gambar Peta Sistem Transportasi Rencana Jalur Rel Kereta Api Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Api Api J. Jaringan Utilitas (1) Sasaran Penataan Selain kelengkapan, penataan jaringan utilitas juga diperlukan. Sasaran penataan jaringan utilitas adalah untuk mewujudkan lingkungan yang tertata dan aman dari banjir. Bab 2. Rencana Kegiatan 2 30

63 Prinsip Perancangan : (1) Penempatan jaringan air bersih, limbah, drainase, listrik, dan telepon direncanakan dibawah tanah untuk menghindari kecelakaan dan kebakaran serta meningkatkan nilai visual di lingkungan kawasan industri; (2) Perlu dibuat sumur resapan pada lahan untuk menghindari penurunan muka air tanah; (3) Pada tahap pembangunan sebaiknya disediakan tangkapan air sampai pembangunan sistem aliran drainase selesai (prinsip umum); (4) Perlu dibuatkan IPAL di bagian belakang kawasan, agar limbah industri dapat memenuhi kualitas baku air sebelum dibuang ke saluran drainase; (5) Pengelolaan sampah dilakukan dengan menempatkan tong/tps sampah di depan masing-masing gudang, selanjutnya sampah akan diangkut oleh dump truk ke lokasi TPA atau tempat daur ulang. (2) Rencana Penyediaan Tenaga Listrik (1) Estimasi Kebutuhan Tenaga Listrik (Kawasan industri akan memerlukan pasokan energi listrik terutama untuk mesin-mesin industri. Kebutuhan daya listrik dapat diperhitungkan berdasarkan kebutuhan untuk masing-masing jenis peruntukan yang ada di Wilayah Perencanaan, tersusun dengan ketentuan 0,15 0,2 MVA/Ha). Berdasarkan kebutuhannya maka kawasan industri membutuhkan MVA dengan asumsi kebutuhan listrik dikawasan adalah 0,2 MVA/Ha. Untuk zona 1 (Reklamasi) kebutuhannya 403,02 MVA dan zona 2 (darat) kebutuhannya adalah 405,90 MVA. Kebutuhan pembangkit listrik merupakan kewajiban pihak pengelola kawasan industri; (2) Sistem Penyediaan Tenaga Listrik: Ketersediaan jaringan listrik menjadi syarat yang penting untuk kegiatan industri. Karena bisa dipastikan proses produksi kegiatan industri sangat membutuhkan energi yang bersumber dari listrik, untuk keperluan mengoperasikan alat-alat produksi. Dalam hal ini standar pelayanan listrik untuk kegiatan industri tidak sama dengan kegiatan domestik dimana ada prasyarat mutlak untuk kestabilan pasokan daya maupun tegangan. Kegiatan industri umumnya membutuhkan energi listrik yang sangat besar, sehingga perlu dipikirkan sumber pasokan listriknya, apakah yang bersumber dari perusahaan listrik negara saja, atau dibutuhkan partisipasi sektor swasta untuk ikut membantu penyediaan energi listrik untuk memenuhi kebutuhan listrik industri. Bab 2. Rencana Kegiatan 2 31

64 Seperti halnya dengan rencana pengembangan sistem prasarana kota yang lain, rencana pengembangan sistem jaringan listrik dan pene-rangan merupakan pengembangan sistem jaringan yang berdasarkan rencanapemanfaatan ruang, tata letak, tata perkaplingan dan bangunan serta pengembangan sistem jaringan jalan dan diakhiri dengan penerangan jalan dan hiasan lampu-lampu. Dengan demikian perlu dibuat rencana pengembangan dan penataan jaringan yang sudah ada, meliputi : Penambahan jaringan listrik sesuai dengan rencana jaringan jalan pada kawasan perencanaan; Perbaikan jaringan listrik yang sudah ada; Penyusunan rencana induk sistem jaringan listrik kawasan KEK; Penentuan jenis jaringan listrik yang akan digunakan dan dikembangkan. Daya listrik yang digunakan bersumber dari PLN yang dikelola oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN) bagian dari sistem jaringan Sumatera Selatan-Lampung- Jambi-Bengkulu. Aliran listrik dari gardu induk didistribusikan ke tiang listrik pelayananya melalui gardu distribusi. Kapasitas satu buah gardu distribusi disesuaikan dengan jumlah gardu distribusi di kawasan perencanaan tergantung kebutuhan kawasan yang bersangkutan. Jaringan distribusi direncanakan memiliki tegangan tertentu dan struktur jaringan sistem open loop dengan pola operasional radial. Jaringan listrik akan menjangkau seluruh kawasan dengan jumlah konsumen/pelanggan. Sebagian besar penggunaan listrik adalah untuk proses kegiatan industri dan penerangan sehingga dapat dikembangkan/ dimanfaatkan secara maksimal untuk keperluan kegiatan ekonomi/ industri. Kriteria perencanaan minimum yang harus dipenuhi oleh sistem transmisi agar perencanaan memberikan suatu hasil yang memuaskan antara lain adalah : Sistem harus mampu bertahan bila ada gangguan tertentu. Tegangan ada pada batas yang ditentukan baik pada beban maksimum maupun beban ringan. Dalam hal ini bila terjadi gangguan pada suatu bagian maka bagian lain mampu menggantikannya tanpa mengurangifungsi utamanya. Bab 2. Rencana Kegiatan 2 32

65 Langkah-langkah perencanaan sistem distribusi: Perkiraan beban (Load Demand & Energy Forecast) Penyusunan Rencana Jaringan Distribusi Penentuan Penempatan Gardu Distribusi Baru Alternatif feeder Tegangan Menengah Optimasi konfigurasi perluasan system distribusi dengan fungsi perkembangan Masih rendahnya kapasitas pelayanan yang diberikan sementara disisi permintaan akan semakin meningkat terutama dari kelompok perindustrian, perdagangan, dan pengembangan kawasan agribisnis. Sudah semestinya diperlukan peningkatan baik dari kapasitas maupun jaringan sistemnya agar dapat menjangkau kelompok-kelompok potensial tersebut. Adapun hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam meletakan jaringan listrik adalah dalam menetapkan lokasi gardu listrik dan jaringan distribusi adalah: Untuk pemilihan lokasi gardu hubung melingkupi seluruh titik beban. Hal ini untuk meminimasi biaya momen beban yang merupakan perkalian besarnya beban dengan jarak ke titik supply. Penarikan jaringan dari gardu hubung ke masing-masing titik beban harus berarah maju yang berarti tidak ada kabel yang berbalik arah. Pemilihan letak gardu hubung tersebut harus mampu memenuhi criteria voltage regulation pada ujung beban. Pemilihan letak gardu hubung juga harus memperhitungkan jarak terdekat dengan supply gardu hubung induk yang terdapat diujung beban. Sistem jaringan listrik kawasan industri sebagaimana dimaksud pada merupakan sistem jaringan tegangan tinggi, mempunyai kehandalan tinggi dalam hal kesinambungan pelayanan listrik serta kemampuan pelayanan tenaga listrik dalam kapasitas yang besar. Sistem jaringan listrik yang penempatannya mudah diamati, dipelihara, tidak membahayakan, mengganggu dan merugikan bagian bangunan serta instalasi lain, diperhitungkan berdasarkan standar normalisasi teknik dan peraturan lain yang berlaku. Penyediaan sistem jaringan tenaga listrik untuk Bab 2. Rencana Kegiatan 2 33

66 kawasan industri diupayakan pemenuhan pelayanan utamanya dari PLN Sumsel, dengan kapasitas gardu induk sebagai berikut (tabel 2.9. dan tabel 2.10.) : Tabel 2.9. Kapasitas Gardu Induk Sumsel PARAMETER SATUAN GI BORANG GI TALANG KELAPA Kapasitas GI MVA 1 x 15 1 x 30 Kap. Trafo MVA Beban Puncak MW 6,7 22,16 Pembebanan % 51,2 84,3 Total Beban GI MW 6,7 22,16 Tegangan 150 kv kv LF Sist. Sumsel % Sumber : Studi Kelayakan, Tahun ,4 Tabel Proyeksi Kebutuhan Energi LIstrik Sumsel TAHUN BEBAN PUNCAK ENERGI (MW) (GWh) ,00 135, ,00 150, ,02 167, ,62 185, ,28 205, ,21 227, ,43 252, ,97 280, ,87 307, ,66 336, ,79 368, ,27 404, ,16 443, ,48 485, ,27 532, ,57 583,85 Sumber : Studi Kelayakan, Tahun K. Rencana Penyediaan Sarana Komunikasi (gambar 2.11.) Telekomunikasi merupakan sarana penunjang yang penting bagi sektorsektor usaha, karena dengan telekomunikasi akan diperoleh hubungan antar sektor yang cepat dan efektif. Kemajuan di berbagai sektor usaha menuntut diadakannya peningkatan pelayanan jasa telepon oleh PT Telkom. Untuk memenuhi sambungan telepon ini, PT Telkom telah memperluas jaringan Bab 2. Rencana Kegiatan 2 34

67 pelayanannya dengan mendirikan sentral-sentral baru atau memperluas kapasitas sentral yang ada sesuai dengan teknologi telekomunikasi. Di masa mendatang pengembangan jaringan kabel akan semakin berkurang, digantikan oleh menaramenara BTS untuk jaringan nirkabel. Oleh karena itu perlu regulasi khusus untuk penyediaan infrastruktur tersebut, agar perkembangan menara dapat dibatasi sehingga tidak memberikan dampak teknis maupun visual terhadap kawasan. Kebutuhan fasilitas telepon ini dapat disediakan oleh sentral telepon yang ada di kawasan. Adapun untuk pola penyediaanya, dapat menggunakan kerjasama dengan pihak PT.Telkom, yaitu: Pola hibah, yaitu suatu paket kerjasama dimana konsumen (peng-usaha industri) mengadakan jaringan sendiri secara lokal sampai kurun waktu tertentu konsumen tidak ditarik biaya pemakaian. Pola bagi hibah, yaitu kerjasama dimana ongkos pasang ditanggung bersama oleh pihak PT.Telkom dan pengusaha industri dan biaya pemakaian telepon ditanggung bersama untuk suatu kurun waktu tertentu. Kebutuhan prasarana telekomunikasi di Kawasan TAA dengan kebutuhan SST / Ha adalah STT, dimana untuk kawasan reklamasi sebanyak SST dan darat sebanyak SST. Sedangkan kebutuhan telepon umum sebanyak 253 SST dengan standar kebutuhan 1 SST/16 Ha. L. Rencana Jaringan Drainase dan Penyaluran Air Hujan (1) Saluran Drainase Aktivitas dalam yang terpusat dalam satu kawasan industri seperti halnya Kawasan Ekonomi Khusus yang mencakup berbagai kegiatan diantaranya kegiatan produksi, fasilitas penunjang pada dasarnya membutuhkan sistem drainase yang beragam. Dalam pelaksanaan pembangunan sistem drainase, pada prinsipnya harus dapat efisien sehingga sistem drainase yang dikembangkan adalah sistem kombinasi antara jaringan drainase sistem tertutup serta jaringan drainase sistem terbuka, yaitu : Sistem Jaringan Terbuka. Sistem saluran drainase terbuka direncanakan menggunakan saluran dengan Bab 2. Rencana Kegiatan 2 35

68 bentuk saluran trapesium dengan lining yang pengalirannya dilakukan secara gravitasi. Keuntungan menggunakan sistem terbuka ini adalah biaya pembangunan jaringan lebih murah, teknologi pembangunan lebih sederhana, serta biaya pemeliharaan lebih sedikit. Sedangkan kerugian sistem ini, yaitu limpasan air kembali lagi mengalir ke jalan dan harus hati-hati terhadap kemungkinan terperosok ke saluran ini karena sistemnya terbuka (terutama pada malam hari). Sistem Jaringan Tertutup. Sistem ini dibuat di bawah jalan dengan membuat perkerasan pada saluran seperti saluran terbuka hanya permukaannya ditutup. Sistem tertutup ini dibangun sebagai terusan agar sistem terbuka tidak terpotong apabila sistem terbuka memotong jaringan jalan. Berdasarkan pertimbangan di atas, maka rencana pengelo-laan drainase dilakukan dengan cara sebagai berikut : Sistem jaringan induk drainase secara umum tetap mengikuti pola atau kerangka sistem alamiah yang ada, dimana peng-aliran dilakukan secara gravitasi mengikuti kondisi topografi yang memiliki kecenderungan kemiringan mengarah ke Sungai Telang. Jaringan drainase sistem tertutup sebagian besar dikembangkan di pusat pemerintahan dan perkantoran, pusat kegiatan komersial, industri serta jalanjalan utama tertentu, atau daerah yang mempunyai lebar jalan yang kecil. Prioritaskan pelayanan drainase pada kawasan terbangun, kawasan rawan genangan, dan memerlukan penataan atau perbaikan agar dapat berfungsi secara maksimal. Disamping itu juga diperlukan peningkatan peran serta masyarakat dalam memelihara prasarana drainase, rehabilitasi, peningkatan dan pembangunan saluran. Sistem drainase tertutup dibangun pada sebelah kiri dan atau kanan jalan, dengan arah pengaliran disesuaikan dengan kondisi topografi setempat. Bab 2. Rencana Kegiatan 2 36

69 Gambar 2.11 Peta Rencana Jar. Listrik dan Telepon di KEK Tim Sudi Andal KEK Gambar Peta Rencana Jaringan Listrik dan Telepon di KEK Tanjung Api Api Perencanaan drainase sangat terkait erat dengan kebutuhan pengelolaan sumber daya air. Dalam konteks pengelolaan sumberdaya air, Kawasan Industri termasuk dalam bagian hilir yang didominasi oleh dataran rendah. Dengan demikian, berdasarkan lokasinya, wilayah ini memiliki dua beban kepentingan Bab 2. Rencana Kegiatan 2 37

70 yaitu bagaimana tetap mengupayakan terjadinya imbuhan air tanah sekaligus mengendalikan run off dari bagian hulu berlebih sehingga menghindari resiko banjir. Sejalan dengan 2 kepentingan diatas, serta trend run off yang semakin meningkat maka perencanaan jaringan drainase perlu diarahkan pada pendekatan pembangunan sistem jaringan drainase berwawasan lingkungan (gambar 2.12). Prinsipnya adalah menahan atau manurunkan Run Off di wilayah yang lebih tinggi, Penahanan Run Off ini dimaksudkan untuk memberikan kesempatan air meresap sebesar-besarnya ke dalam tanah melalui pembuatan atau pelindungan kawasan konservasi. Dengan demikian, debit Run Off tereduksi sehingga jumlahnya tidak berlebihan untuk sampai di bagian hilirnya. Secara skematis konsep pembangunan sistem jaringan drainase berwawasan lingkungan dapat dijelaskan pada gambar berikut : Hujan Kawasan Konservasi Run Off Kawasan Industri Sumur Resapan Sungai Gambar Skema Pembangunan Drainase Berwawasan Lingkungan Kolam Retensi/Polder : Secara konseptual, ada dua alternatif penyelesaian untuk pemanfaatan daerah rendah, yaitu sistem timbunan (land filing), dan sistem polder/kolam retensi. Sistem timbunan merupakan cara pemanfaatan dataran rendah dengan cara menimbun lahan dengan material tanah sehingga mencapai elevasi aman, di atas muka air laut pasang dan gelombang laut atau muka air sungai tertinggi. Dengan sistem ini, daerah yang ditimbun manjadi aman dari pengaruh pasang surat dan banjir, sekaligus dapat dikembangkan sistem drainase air hujan maupun air limbah secara gravitasi. Bab 2. Rencana Kegiatan 2 38

71 Adapun sistem kolam retensi/polder, elevasi tanah dibiarkan pada ketinggian aslinya, sedangkan air diturunkan atau dikeringkan dengan sistem pengontrolan dengan tanggul dan pompa, atau manajemen lainnya. Pada sistem ini bangunan fisik konstruksi yang ada di dalam kawasan diupayakan memiliki permukaan tanah dasar di atas muka air pasang tertinggi (seperti jalan, jembatan, gedung). Secara ilustratif, perbedaan sistem timbunan dan sistem kolam retensi/polder diperlihatkan dalam gambar berikut (gambar 2.13 dan gambar 2.14). Timbunan Tanah Muka air tetap Muka tanah asli Gambar 2.13 Perencanaan Drainase Sistem Timbunan Tanggul keliling Muka air awal Muka air diturunkan oleh sistem polder Gambar Perencanaan Drainase Sistem Polder Kolam retensi/polder didefinisikan sebagai suatu kawasan atau lahan reklamasi, dengan kondisi awal mempunyai muka air tanah tinggi, yang diisolasi secara hidrologis dari daerah di sekitarnya dan kondisi muka air (air permukaan dan air tanah) dapat dikendalikan. Kondisi lahannya sendiri dibiarkan pada elevasi asalnya atau sedikit ditinggikan. Pengisolasian dapat dilakukan dengan penanggulan atau dengan mengelakkan air yang berasal dari luar kawasan Bab 2. Rencana Kegiatan 2 39

72 polder. Air di dalam polder dikendalikan dengan sistem drainase, atau kadangkadang dikombinasikan dengan sistem irigasi (gambar 2.15). Dengan demikian, kolam retensi/polder mempunyai sifat-sifat sebagai berikut: Polder adalah daerah yang dibatasi dengan baik, dimana air yang berasal dari luar kawasan tidak boleh masuk, hanya air hujan (dan kadang-kadang air rembesan) pada kawasan itu sendiri yang dikumpulkan. Dalam polder tidak ada aliran permukaan bebas seperti pada daerah tangkapan air alamiah, tetapi dilengkapi dengan bangunan pengendali pada pembuangannya (dengan penguras atau pompa) untuk mengendalikan aliran ke luar. Muka air di dalam polder (air permukaan maupun air bawah permukaan) tidak bergantung pada permukaan air di daerah sekitarnya dan dinilai berdasarkan elevasi lahan, sifat-sifat tanah, iklim, dan tanaman. Komponen-komponen yang harus ada pada sistem kolam retensi/polder meliputi : Tanggul keliling dan atau pertahanan laut (sea defense) atau konstruksi isolasi lainnya. Sistem drainase lapangan (field drainage system) Sistem pembawa (conveyance system) Kolam penampung dan stasiun pompa (outfall system) Badan air penerima (recipient waters) Kelima komponen sistem kolam retensi/polder tersebut diatas harus direncanakan secara integral sehingga sistem dapat bekerja secara optimal. Bab 2. Rencana Kegiatan 2 40

73 Recipient Water A A Recipient waters Stasiun Tanggul Stasiun Gambar 2.15 Potongan A-A (Polder) Bentuk kolam retensi/polder yang bulat telor (ellips), ternyata paling sesuai, karena rekayasa teknik sirkulasi air yang tidak terhambat oleh sudut-sudut atau hambatan yang tidak perlu. Oksigenasi juga merupakan hal penting, apabila kualitas air memang amat rendah. Demikian pula dinding kolam yang tidak terlalu curam akan mampu menahan fluktuasi gelombang yang timbul akibat aliran ataupun angin kencang yang mungkin timbul, sehingga mengeliminasi erosi tepian kolam. Perencanaan kolam retensi berada di 7 (tujuh) lokasi di kawasan perencanaan. Ukuran ideal adalah kolam retensi/polder dengan perbandingan panjang/lebar lebih besar dari 2:1. Sedang dua kutub aliran masuk (inlet) dan keluar (outlet) terletak kira-kira di ujung kolam berbentuk bulat telor itulah terdapat kedua mulut masuk dan keluarnya (aliran) air. Keuntungan yang diperoleh adalah bahwa dengan bentuk kolam yang memanjang semacam itu, ternyata Bab 2. Rencana Kegiatan 2 41

74 sedimen relatif lebih cepat mengendap dan interaksi antar kehidupan (proses aktivitas biologis) di dalamnya juga menjadi lebih aktif karena terbentuknya air yang terus bergerak, namun tetap dalam kondisi tenang, pada saatnya tanaman dapat pula menstabilkan dinding kolam dan mendapat makanan (nutrient) yang larut dalam air. Gardu Pompa : Gardu Pompa berfunggsi untuk mengatur beban. Pada gardu induk ini terpasang beban motor, yang pada saat tertentu menjadi pembangkit tenaga listrik, motor berubah menjadi generator dan suatu saat generator menjadi motor atau menjadi beban, dengan generator berubah menjadi motor yang memompakan air kembali ke kolam utama. Pengaliran air dari reservoir ke daerah pelayanan direncana-kan menggunakan sistem pemompaan, dengan pertimbangan kondisi topografi daerah pelayanan yang relatif datar, sehingga bila menggunakan sistem gravitasi tidak akan efektif. Pompa yang digunakan berupa pompa sentrifugal, yang pemilihannya ber-dasarkan besarnya debit dan head total sistem. Periode Ulang Curah Hujan : Curah hujan, baik intensitas maupun periodenya dipengaruhi oleh proses fisis dan dinamis di atmosfer. Sementara itu salah satu faktor yang berpengaruh pada proses fisis dan dinamis atmosfer adalah bentuk permukaan atau dengan kata lain topografinya. Ada tiga proses yang menghubungkan curah hujan dengan topografi. Yang pertama adalah pembelokan angin yang membawa masa lembab dalam arah vertikal karena faktor topografi. Kedua, topografi menye-babkan terjadi perubahan sistem tekanan rendah. Ketiga, topografi tertentu mendorong terjadinya arus konveksi lokal (Bonacina dalam Basist et al, 1994). Dalam pengamatan yang dilakukan dalam studi Periode Curah Hujan Dominan Dan Hubungannya Dengan Topografi ( oleh Ina Juaeni, Bayong Tjasyono Hanggorokasih, Mezak Arnold Ratag), maka diasumsikan Tanjung Api Api termasuk ke dalam wilayah pengamatan Palembang yang merupakan lokasi pengamatan dengan elevasi menengah yang pada umumnya dikelilingi dataran rendah. Penentuan periode panjang sampai menengah menggunakan metode transformasi wavelet Foster, sedangkan untuk periode pendek ditentukan dengan metode wavelet Torrence dan Compo. Osilasi curah hujan interannual (tahun ke tahun) teramat di Palembang dengan Osilasi Bab 2. Rencana Kegiatan 2 42

75 curah hujan setahunan. Hal ini dikarenakan TAA memiliki elevasi yang rendah dengan topografi yang seragam mempunyai periode curah hujan tunggal, yaitu satu tahunan. Secara keseluruhan sistem drainase diperlihatkan dalam gambar Gambar 2.16 Peta Rencana Jaringan Drainase KEK Tim Studi Andal KEK Gambar Peta Rencana Jaringan Drainase KEK Tanjung Api-api Bab 2. Rencana Kegiatan 2 43

76 M. Rencana Pengelolaan Air Bersih (1) Kualitas Air Provinsi Sumatera Selatan terkenal sebagai daerah batanghari sembilan yang menyatakan ada sembilan sungai utama yang mengelilingi Provinsi Sumatera Selatan, sehingga untuk kebutuhan masyarakat air tersedia dalam jumlah yang cukup sepanjang waktu. Sumber bahan baku air yang ada adalah dengan memanfaatkan air sungai untuk diolah atau air tanah. Provinsi Sumatera Selatan terdiri dari 11 Sub Daerah Aliran Sungai (DAS) dengan luas DAS Ha yang mengalir dari barat ke timur dialiri oleh sungai Lematang, sungai Kikim, sungai Batanghari Leko, sungai Komering, sungai Ogan, sungai Keramasan, sungai Semangus dan sungai Rawas ke semua sungai tersebut bermuara ke sungai Musi. Sungai Telang merupakan salah satu anak sungai dari Sub DAS Musi Hilir yang merupakan salah satu sumber air bagi kebutuhan penduduk dan aktivitas lainnya di Kawasan Tanjung Api Api. Hasil pemantauan dilapangan yang dilakukan Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Selatan menunjukkan adanya penurunan kualitas air pada badan air di DAS Musi bila kita rujuk ke baku mutu yang ditetapkan dalam peraturan Gubernur No.16 Tahun 2005 tentang Peruntukan Air dan Baku Mutu Air Sungai. Penurunan kualitas air ini disebabkan meningkatnya aktivitas pada industri kimia dan agroindustri kelapa sawit dalam DAS Musi seperti : ph : terjadinya penurunan ph di daerah DAS menyebabkan akan sangat menganggu kehidupan ikan dan hewan air disekitarnya. DAS Musi yang mengalami penurunan kondisi kualitas air ini disebabkan karena daerah rawa yang tergenang sepanjang tahun serta komponen senyawa besi sulfur (FeS2) dalam jumlah tinggi dalam air akan membentuk H2SO4 dan besi yang larut. TSS : Peningkatan TSS yang terjadi di DAS Musi ini hanya terjadi pada musim penghujan setelah musim penghujan TSS kembali memenuhi Baku Mutu, ini dikarenakan pada musim penghujan volume air sungai akan meningkat dan terjadi erosi kecil dibantaran sungai. Bab 2. Rencana Kegiatan 2 44

77 BOD : Peningkatan BOD yang terjadi di DAS Musi ini diperkirakan sumber pencemaran berasal dari usaha/kegiatan di sekitar lokasi dan atau akibat tingginya aktivitas manusia disekitar sungai tersebut. COD : Peningkatan COD yang terjadi di DAS Musi ini akibat adanya/padatnya aktivitas/usaha/kegiatan/disekitar lokasi sungai. Fecal Coli : Peningkatan Fecal Coli yang terjadi di DAS Mus ini diasumsikan karena banyaknya penduduk yang bermukim disepanjang bantaran sungai tidak menggunakan MCK yang memadai dan limbah domestik yang langsung dibuang kebadan sungai. Dengan kondisi tersebut di atas, maka kualitas air yang ada di sekitar Kawasan Tanjung Api Api, khususnya Sungai Telang dan Sungai Banyuasin hanya dapat digunakan sebagai sumber air bersih dan baku, sedangkan kelayakan untuk air minum tidak dapat digunakan karena terjadinya penurunan ph dan peningkatan Fecal coli yang dapat mengganggu kesehatan. Kawasan perencanaan berada pada area pasang surut, sehingga penyediaan air bersih harus diambilkan dari sumber air permukaan, yaitu sumber air dari Sungai Telang. Pelayanan air bersih dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pelayanan bagi penghuni kawasan dan bagi kegiatan kawasan industri. Khusus untuk pemenuhan kebutuhan air bersih bagi penghuni kawasan, maka unit pengelolaan air (WTP: water treatment plant) agar diperoleh kualitas air bersih yang memenuhi standar baku mutu air yang diperkenankan. (2) Perkiraan Kebutuhan Air Kebutuhan air bersih didasarkan pada luas kawasan industri adalah 0,55 0,75 liter/detik/ha, dengan luas pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Api Api, maka kebutuhan air bersih adalah 3.033, 44 liter/detik/ha, dimana pada kawasan reklamasi membutuhkan 1.511,33 liter/detik/ha dan darat sebanyak 1.522,11 liter/detik/ha. Sehingga secara keseluruhan Kawasan KEK Tanjung Api-Api membutuhkan kebutuhan air sebanyak liter/detik. Bab 2. Rencana Kegiatan 2 45

78 (3) Sistem Penyediaan Air Air bersih berdadarkan ketetapan Deperindag berasal dari PDAM setempat atau sumber lain yang diusahakanm baik dari air tanah maupun air permukaan. Tetapi saat ini penggunaan air tanah bagi industri sudah sangat mengkhawatirkan, karena pengambilan air tanah oleh industri membuat daya dukung air tanah semakin rendah. Dengan keberadaan industri, permukiman dan perdagangan berdampak pada konsekuensi bahwa badan air berupa sungai atau sumbersumber air permukaan lainnya cenderung menjadi sarana pembuangan sampah dan sarana pembuangan limbah. Kualitas air sungai menjadi kotor sebagai dampak keberadaan limbah industri dan limbah permukiman yang menganggu mutu air yang ditampung pada kolam retensi/polder yang ada. Oleh karena itu sumber air permukaan yang akan digunakan memerlukan pengolahan untuk memenuhi standar kualitas sebelum disitribusikan ke pemakai. Untuk mengolah air baku diupayakan membangun 1 buah Water Treatment Plan (WTP) yang berlakasi kawasan industri dan kawsan pengembangan Kota Sungsang dengan sistem pengolahan lengkap, reservoir berkapasitas m 2, distribusi dan jaringan distribusi. Sumber air baku berupa air permukaan yaitu Sungai Telang dan PDAM. Sistem yang dikembangkan pada penyediaan air di kawasan tersebut adaalah : Sumber air baku berupa air permukaan dipompakan ke unit pengolahan air minum. Pipa Transmisi untuk mengalirkan air baku dari lokasi sumber ke WTP. Unti pengolahan air minim dengan system pengolahan lengkap. Reservoar distribusi untuk menampung air yang telah diolah untuk selanjutnya didistribusikan ke masing-masing sambungan industri dan sambungan langsung. Jaringan pipa distribusi untuk mendistribusikan air bersih ke masing-masing industri dan seluruh wilayah pelayanan. Sistem Penyediaan yang akan dikembangkan di kawasan dengan pola sebagai berikut (gambar 2.17): Bab 2. Rencana Kegiatan 2 46

79 Gambar 2.17 Bagan alir penyaluran pelayanan air bersih Untuk meningkatkan kualitas air hasil pengolahan, maka diperlukan pengolahan lanjutan pada Instalasi Pengolahan Air Bersih berupa multifilter dan ultrafilter. Dalam multifilter terdapat filter karbon aktif yang mampu mengikat kadar besi yang masih lolos dalam instalasi utama dan ultrafilter yang berupa membran filter mampu mereduksi logam, zat tersuspensi dan lainnya yang berdiameter diatas 0,5 µm. Koagulasi ChlOr Keterangan : 1. Intake 2. Aerasi 3. Koagulasi 4. Flokulasi 5. Sedimentasi 6. Rapid Filtrasi 7. Desinfektan 8. Reservoir 8 Gambar Proses Sistem Pengolahan Air Minum Fungsi-fungsi unit pengolahan tersebut adalah (gambar 2.18): Intake Intake berfungsi menampung air baku sementara sebelum dialirkan melalui pipa transmisi, bangunan ini dilengkapi dengan pompa dan saringan kasae Bab 2. Rencana Kegiatan 2 47

80 berbentuk batang ataupun saringan mekanis yang menggunakan tenaga motor. Aerasi Berfungsi untuk mengontakkan air dengan udara dengan tujuan menambah atau membuang gas atau sangat jenih dalam kandungan air. Koagulasi Berfungsi mencampur secara tepat antara partikel koloidal tersuspensi dan partikel terlarut lainnya sehingga tercipta larutan homogenya. Koagulasi sendiri berfungsi untuk destabilisasi partikel-partikel koloid sehingga partikel koloid dapat diikat oleh zat kimia yang direncanakan seperti sulfat, ferri klorida, ferri sulfat, dan koagulan acid untuk membentuk inti flok. Flokulasi Unit pengolahan yang ditetapkan berpasangan setelah unit koa-gulator, baik diterapkan secara terpisah ataupun dalam satu bagian. Fungsinya adalah membentuk gumpalan-gumpalan flok Sedimentasi Mengendapkan partikel-partikel flokulen yang tidak sempat diendapkan pada pengolahan sebelumnya. Unit pengolahan ini berfungsi untuk penyempurnaan kadar-kadar kontaminasi seperti bakteri, warna, bau, Fe dan Mn sehingga diperoleh air bersih yang memenuhi ketetapan air bersih. Rapid Filtrasi Berfungsi memisahkan air dengan kotoran yang tersuspensi, kloloidal dan bakteri yang dikandungnya serta perubahan karakteristik kimia air. Bahan yang digunakan adalah bahan yang berpori yaitu pasir karena mudaj di dapat. Media penyangga yang digunakan adalah kerikil. Sistem filtrasi yang digunakan adalah saringan pasir cepat. Desinfektan Berfungsi sebagai bak proses pembubuhan desinfektan untuk membunuh kumah penyakit sehingga air aman untuk dikonsumsi, diperlukan waktu kontak minimum 30 menit bila Ca (OCl) 2 yang digunakan sebagai desinfektan dan lebih singkat vila ozon (O 2 ) yang dipakai. Reservoir Bab 2. Rencana Kegiatan 2 48

81 Tangki yang dunakan mensuplai kebutuhan air menanggulangi kebutuhan air pada saat pemakaian puncak dan menampung kelebihan air pada saat pemakaian minimum. Rerservoir yang digunakan adalah reservoir menara dengan ketinggian minimal 10 m atau dapat juga dikembangkan reservoir bawah tanah, dimana berfungsi untuk pendistribusian air untuk keperluan sehari-hari dan reservoir menara untuk cadangan apabila terjadi gangguan atau pemadaman listrik yang mengganggu pompa. Untuk daerah pesisir pantai dan kepulauan kecil, air baku utama yang digunakan pada umumnya adalah air tanah (dangkal atau dalam). Kualitas air tanah ini sangat bergantung dari curah hujan. Jadi bila pada musim kemarau panjang, air tawar yang berasal dari air hujan sudah tidak tersedia lagi, sehingga air tanah tersebut dengan mudah akan terkontaminasi oleh air laut. Ciri adanya intrusi air laut adalah air yang terasa payau atau mengandung kadar garam khlorida dan TDS yang tinggi. Air baku yang buruk, seperti adanya kandungan khlorida dan TDS yang tinggi, membutuhkan pengolahan dengan sistem Reverse Osmosis (RO). Sistem RO menggunakan penyaringan skala mikro (molekul), yaitu yang dilakukan melalui suatu elemen yang disebut membrane. Dengan sistem RO ini, khlorida dan TDS yang tinggi dapat diturunkan atau dihilang-kan sama sekali. Syarat penting yang harus diperhatikan adalah kualitas air yang masuk ke dalam elemen membrane harus bebas dari besi, manganese dan zat organik (warna organik). Dengan demikian sistem RO pada umumnya selalu dilengkapi dengan pretreatment yang memadai untuk menghilangkan unsur-unsur pengotor, seperti besi, manganese dan zat warna organik. Sistem pretreatment yang mendukung sistem RO umumnya terdiri dari tangki pencampur (mixing tank), saringan pasir cepat (rapid sand filter), saringan untuk besi dan mangan (Iron & manganese filter) dan yang terakhir adalah sistem penghilang warna (colour removal) (lihat gambar 2.19). Bab 2. Rencana Kegiatan 2 49

82 Gambar Pengolahan Air Asin Sistem Reverse Osmosis (Osmosis Balik) Untuk kebutuhan Jaringan distribusi yang ada dengan sistem bercabang menggunakan pipa PVC yang berdiameter mm. Bahan pipa yang biasa dipakai untuk pipa induk adalah pipa galvanis, bahan pipa cabang adalah PVC. Keuntungan jika memakai pipa galvanis adalah pipa tidak mudah pecah bila tekanan air yang mengalir cukup besar atau mendapat tekanan dari luar yang cukup berat meskipun harganya relatif mahal. Sedangkan untuk pipa PVC akan lebih mudah pecah walaupun dari segi harga lebih murah. Tipe pengaliran sistem distribusi air bersih meliputi aliran secara pemompaan mengingat kondisi kawasan yang realtif datar dan kurang mendukung dalam sistem aliran gravitasi (gambar 2.20.). Bab 2. Rencana Kegiatan 2 50

83 Gambar 2.20 Peta Rencana Jaringan Air Bersih KEK Tim Studi Andal KEK Gambar Peta Rencana Jaringan Air Bersih KEK Tanjunga Api Api N. Rencana Sistem Pengelolaan Air Limbah (1) Perkiraan Kapasitas Air Limbah Besar aliran limbah industri menurut jenis dan ukuran industri yang ada, tingkat penggunaan air dan metoda pengolah air limbah terpadu. Untuk industri tanpa kegiatan recycling atau reuse didalamnya, dapat diasumsikan 60-80% dari kebutuhan air yang dipergunakan dalam berbagai operasi dan proses menjadi limbah. Berdasarkan kebutuhan air bersih, maka air limbah yang dihasilkan adalah 2.426,76 liter/hari, dengan pembuangan air limbah pada kawasan reklamasi adalah sebesar 1.209,07 liter/hari dan pada kawasan darat sebesar 1.217,69 liter/hari. Bab 2. Rencana Kegiatan 2 51

84 (2) Sistem Pengolahan Air Limbah Mengingat sifat limbah industri yang kompleks dan memberikan dampak terhadap lingkungan maka penanganan air limbah industri harus disesuaikan dengan sifat limbah industri tersebut. Tujuan pengolahan air limbah industri di Kawasan KEK untuk meningkatkan kesehatan masyarakat sekitar kawasan dan kebersihan lingkungan dengan menghilangkan unsur pencemar dari limbah untuk mendapatkan effluent dari pengolahan yang sesuai dengan standar kualitas badan air penerima dan peruntuk-kannya seperti tercantum pada PP No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelola Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Dalam perencanaan instalasi pengolahan air limbah di kawasan KEK, air limbah dan industri-industri yang ada perlu diketahui dulu karaktersitik air limbahnya baik kualitas maupun kuantitasnya untuk menentukan jenis pengolahan yang tepat bagi setiap industei baik secara individual maupun collective. Jika air limbah industri yang ada di wilayah KEK mempunyai karakteristik air limbah yang berbeda-beda maka penanganan air limbah dilakukan secara individual (tabel 2.11). Tabel Karakteristik Limbah Cair dan Pengolahannya Berdasarkan Kelompok Industri Sumber : Nemerow (1997) dalam FS, 2011 Bab 2. Rencana Kegiatan 2 52

85 Pengumpulan air limbah dari setiap industri dilakukan dengan pemipaan menuju IPAL terpadu. Bahan pipa yang digunakan adalah beton dengan diameter pipa 800 mm. Instalasi pengolahan limbah cari di kawasan dilengkapi dengan bangunan pengoperasian yang terdiri dari kamar pengoperasian dengan sebuah panel peragaann pengatur proses utama, sebuah kantor, laboratorium, fasilitas kesehatan dan kawasan untuk staf yang bertugas serta bangunan bahan kima yang fasilitas-fasilitas untuk pembuatan dan pemberian bahan kimua dan juga penyimpanan dalam jumlah besar. Sebagai penambahan terdapat suatu bengkel, gudang umum dan generator pembantu untuk fungsi-fungsi penting dari instalasi pegolahan selama waktu pemutusan aliran listrik (gamar 2.21.). Fungsi dari unit pengolahan IPAL terpadu adalah : Pengolahan tingkat pertama bertujuan menyisakan bahan-bahan yang dapat mengganggu proses maupun perawatan peralatan pada tahap pengolahan selanjutnya. Grit Chamber untuk menyingkirkan kircak anorganik/ partikel-partikel kasar yang cukup berat untuk mengendap secara gravitasi sehingga tidak mengganggu proses pengolahan selanjutnya. Tangki (buffer tank) untuk meratakan konsentrasi sehingga mengurangi beban organic dan mencegah terjadinya shock loading pada pengolahan selanjutnya. Unti koagulasi flokulasi berfungsi untuk menggumpalkan proses pengolahan selanjutnya. Unit pengendap pertama berfungsi untuk mengendapkan suspenden solid yang terbawa aliran. Pengolahan tingkat kedua bertujuan untuk pengolahan biologis dan kimiawi untuk mengurangi bahan polutan utama dan mengurangi beban pada tahap pengolahan selanjutnya. Unit lumpur berfungsi menguraikan zat-zat organic yang terkandung dalam air buangan secara aerob dengan suplasi oksigen ke dalam air. Bab 2. Rencana Kegiatan 2 53

86 Unit pengendap kedua (clarifier) berfungsi mengendapkan zat-zat padat yang terbentuk pada pengolahan tingkatan kedua. Pengolahan tingkat ketiga bertujuan agar effluent air limbah mempunyai kriteria sesuai dengan baku mutu badan air penerima dengan unti desinfeksi dengan klorinasi untuk menurunkan konsentrasi bakteri pathogen yang ada pada air limbah. Rangkaian unit pengolahan lumpur dimulai dari unit anaerobic digester yang berfungsi menstabilkan kondisi lumpur dari IPAL, dilanjutkan dengan pengeringan lumpur di unit sludge dewatering. Lumpur yang diolah dapat diaplikasikan sebagai pupuk organik dan dijual di pasaran atau dipertanian dan perkebunan. Gambar Diagram Unit-Unit Pengolahan di Instalasi Pengolahan Air Limbah Industr Terpadu Untuk pengolahan limbah B3 diatur dalam PP No. 74 Tahun Secara umum sebagian besar limbah yang berkategori B3 merupakan bahan kimia baik organik maupun anorganik. Semakin berkembangnya pemakaia bahan kimia dalam proses industri juma memperbesar kemungkinan keberadaan limbah B3 sebagai bagian dari limbah industri. Konsep pertumbuhan KEK yang memperhatikan eksternalitas lingkungan untuk memenuhi pengkondisian lingkungan yang bersih dan sehat serta memerlukan perencanaan sistem Bab 2. Rencana Kegiatan 2 54

87 pengelolaan limbah B3 yang optimal. Prosedur identifikasi limbah yang tergolong dalam B3 dijabarkan dalam gambar Gambar Prosedur Identifikasi Limbah B3 di Indonesia (3) Kualitas Air Buangan dari IPAL Limbah cair yang dikeluarkan tiap-tiap industri di salurkan ke saluran drainase terbuka. Namun kualitas air limbah yang boleh dibuang tersebut harus memenuhi mutu limbah cair yang telah ditetapkan oleh Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup No. Kep-03/MENKLH/II/1991 tentang baku Bab 2. Rencana Kegiatan 2 55

PEDOMAN PENYUSUNAN ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP (ANDAL)

PEDOMAN PENYUSUNAN ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP (ANDAL) Lampiran II Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 08 Tahun 2006 Tanggal : 30 Agustus 2006 PEDOMAN PENYUSUNAN ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP (ANDAL) A. PENJELASAN UMUM 1. Pengertian Yang dimaksud

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso KATA PENGANTAR Sebagai upaya mewujudkan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang yang efektif, efisien dan sistematis guna menunjang pembangunan daerah dan mendorong perkembangan wilayah

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN PENGEMBANGAN PERUMAHAN KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP LAMPIRAN II PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI

Lebih terperinci

H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP

H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP - 283 - H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP 1. Pengendalian Dampak Lingkungan 1. Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) 1. Menetapkan kebijakan mengenai pengelolaan Limbah

Lebih terperinci

- 283 - H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP

- 283 - H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP - 283 - H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP SUB BIDANG SUB SUB BIDANG PEMERINTAH 1. Pengendalian Dampak Lingkungan 1. Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) 1. Menetapkan

Lebih terperinci

H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP

H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP - 216 - H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP 1. Pengendalian Dampak Lingkungan 1. Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) 1. Menetapkan kebijakan mengenai pengelolaan Limbah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan, yaitu : konsep pengembangan wilayah berdasarkan Daerah

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan, yaitu : konsep pengembangan wilayah berdasarkan Daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di dalam pengembangan suatu wilayah, terdapat beberapa konsep pengembangan, yaitu : konsep pengembangan wilayah berdasarkan Daerah Aliran Sungai (DAS), konsep pengembangan

Lebih terperinci

A M D A L (ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN)

A M D A L (ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN) A M D A L (ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN) PENGERTIAN, MANFAAT DAN PROSES Dr. Elida Novita, S.TP, M.T Lab. Teknik Pengendalian dan Konservasi Lingkungan Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

2012, No.71 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Kebandarudaraan adalah segala sesuatu yang berkaita

2012, No.71 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Kebandarudaraan adalah segala sesuatu yang berkaita LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.71, 2012 LINGKUNGAN HIDUP. Bandar Udara. Pembangunan. Pelestarian. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5295) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

UKL DAN UPL TPA SAMPAH TALANGAGUNG KECAMATAN KEPANJEN KABUPATEN MALANG

UKL DAN UPL TPA SAMPAH TALANGAGUNG KECAMATAN KEPANJEN KABUPATEN MALANG PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan pada dasarnya adalah usaha untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dengan jalan memanfaatkan dan mengelola sumber daya alam yang dimiliki, namun disisi

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Penyusunan ANDAL, RKL dan RPL kegiatan ini mengacu Peraturan Menteri Negara Lingkungan

KATA PENGANTAR. Penyusunan ANDAL, RKL dan RPL kegiatan ini mengacu Peraturan Menteri Negara Lingkungan KATA PENGANTAR Penekanan tentang pentingnya pembangunan berwawasan lingkungan tercantum dalam Undang-Undang No. 23 tahun1997 mengenai Pengelolaan Lingkungan Hidup dan peraturan pelaksanaannya dituangkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Atas dukungan dari semua pihak, khususnya Bappeda Kabupaten Serdang Bedagai kami sampaikan terima kasih. Sei Rampah, Desember 2006

KATA PENGANTAR. Atas dukungan dari semua pihak, khususnya Bappeda Kabupaten Serdang Bedagai kami sampaikan terima kasih. Sei Rampah, Desember 2006 KATA PENGANTAR Untuk mencapai pembangunan yang lebih terarah dan terpadu guna meningkatkan pembangunan melalui pemanfaatan sumberdaya secara maksimal, efektif dan efisien perlu dilakukan perencanaan, pelaksanaan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAN UPAYA PEMANTAUAN LINGKUNGAN HIDUP GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PIL (Penyajian Informasi Lingkungan)

PIL (Penyajian Informasi Lingkungan) PIL (Penyajian Informasi Lingkungan) PIL adalah suatu telaah secara garis besar tentang rencana kegiatan yang akan dilakukan atau diusulkan yang kemungkinan menimbulkan dampak lingkungan dari kegiatan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Dokumen Upaya Pengelolaan dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL) Pembangunan SPBU Jrengik Sampang

PENDAHULUAN. Dokumen Upaya Pengelolaan dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL) Pembangunan SPBU Jrengik Sampang PENDAHULUAN Dokumen Upaya Pengelolaan Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL) Pembangunan SPBU 54.69.207 Jrengik Sampang 1.1 Latar belakang SPBU (Stasiun Pengisian Bahan Bakar untuk Umum) merupakan prasarana

Lebih terperinci

ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN (AMDAL)

ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN (AMDAL) ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN (AMDAL) Definisi AMDAL adalah singkatan dari Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Dalam Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG 1 PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALANG, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 1996 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 1996 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 1996 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran, telah diatur

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Pengelolaan Lingkungan Berdasarkan ketentuan umum dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang dimaksud dengan pengelolaan hidup adalah upaya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah, Pemerintah Daerah diberikan

Lebih terperinci

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.797, 2015 KEMEN PU-PR. Rawa. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB 4 SUBSTANSI DATA DAN ANALISIS PENYUSUNAN RTRW KABUPATEN

BAB 4 SUBSTANSI DATA DAN ANALISIS PENYUSUNAN RTRW KABUPATEN BAB 4 SUBSTANSI DATA DAN ANALISIS PENYUSUNAN RTRW KABUPATEN Bab ini menjelaskan aspek-aspek yang dianalisis dalam penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten dan data (time-series) serta peta

Lebih terperinci

S A L I N A N LAMPIRAN I PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN UTARA NOMOR 21 TAHUN 2016

S A L I N A N LAMPIRAN I PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN UTARA NOMOR 21 TAHUN 2016 DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN (TIPE A) LAMPIRAN I NOMOR 21 TAHUN 2016 LAMPIRAN I PERATURAN DAERAH TENTANG NOMOR : PERENCANAAN, DAN BMD PENYELENGGARAAN TUGAS PEMBANTUAN PEMBINAAN SMA PEMBINAAN SMK PEMBINAAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN, UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN DAN UPAYA PEMANTAUAN LINGKUNGAN

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR :... TAHUN... TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI MINYAK SAWIT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR :... TAHUN... TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI MINYAK SAWIT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR :... TAHUN... TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI MINYAK SAWIT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa Industri Minyak Sawit berpotensi menghasilkan

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 1996 Tentang : Kepelabuhanan

Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 1996 Tentang : Kepelabuhanan Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 1996 Tentang : Kepelabuhanan Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 70 TAHUN 1996 (70/1996) Tanggal : 4 DESEMBER 1996 (JAKARTA) Sumber : LN 1996/107; TLN PRESIDEN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR : 03 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS DINAS DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR : 03 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS DINAS DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR : 03 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS DINAS DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 69 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN LINGKUNGAN HIDUP

WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 69 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN LINGKUNGAN HIDUP WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 69 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PASURUAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG,

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG, PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pemanfaatan sumber daya alam

Lebih terperinci

BUPATI SIGI PROVINSI SULAWESI TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

BUPATI SIGI PROVINSI SULAWESI TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BUPATI SIGI PROVINSI SULAWESI TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP PEMERINTAH KABUPATEN SIGI TAHUN 2014 0 BUPATI SIGI PROVINSI

Lebih terperinci

Kerangka Acuan Kerja. Penyusunan AMDAL Pelabuhan Penyeberangan Desa Ketam Putih

Kerangka Acuan Kerja. Penyusunan AMDAL Pelabuhan Penyeberangan Desa Ketam Putih Kerangka Acuan Kerja Penyusunan AMDAL Pelabuhan Penyeberangan Desa Ketam Putih I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Infrastruktur memegang peranan penting sebagai salah satu roda penggerak pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

C. BIDANG LINGKUNGAN HIDUP SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN

C. BIDANG LINGKUNGAN HIDUP SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN C. BIDANG LINGKUNGAN HIDUP SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN 1 2 3 1. Pengendalian Dampak 1. Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) 2. Analisis Mengenai Dampak (AMDAL) 3. Pengelolaan Kualitas

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN KERJA (KAK)

KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) PENYUSUNAN UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAN UPAYA PEMANTUAN LINGKUNGAN HIDUP (UKL-UPL) PENGEMBANGAN TEMPAT PEMROSESAN AKHIR (TPA) MOJOSARI DINAS PEKERJAAN UMUM CIPTA KARYA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2014 TENTANG KAWASAN EKONOMI KHUSUS TANJUNG API-API DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2014 TENTANG KAWASAN EKONOMI KHUSUS TANJUNG API-API DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2014 TENTANG KAWASAN EKONOMI KHUSUS TANJUNG API-API DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1999 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1999 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1999 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka melaksanakan pembangunan berwawasan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan

Lebih terperinci

PP 27/1991, RAWA... Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 27 TAHUN 1991 (27/1991) Tanggal: 2 MEI 1991 (JAKARTA)

PP 27/1991, RAWA... Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 27 TAHUN 1991 (27/1991) Tanggal: 2 MEI 1991 (JAKARTA) PP 27/1991, RAWA... Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 27 TAHUN 1991 (27/1991) Tanggal: 2 MEI 1991 (JAKARTA) Sumber: LN 1991/35; TLN NO. 3441 Tentang: RAWA Indeks:

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG KEBANDARUDARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG KEBANDARUDARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG KEBANDARUDARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah, Pemerintah Daerah diberikan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG KEBANDARUDARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah, Pemerintah Daerah diberikan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR : 7 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI KABUPATEN TASIKMALAYA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR : 7 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI KABUPATEN TASIKMALAYA PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR : 7 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI KABUPATEN TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TASIKMALAYA, Menimbang : a. bahwa pengelolaan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN UMUM Pelabuhan sebagai salah satu unsur dalam penyelenggaraan pelayaran memiliki peranan yang sangat penting

Lebih terperinci

BUPATI KEPULAUAN MERANTI PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI KEPULAUAN MERANTI PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI KEPULAUAN MERANTI PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN PERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 7/2004, SUMBER DAYA AIR *14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

AMDAL. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan By Salmani, ST, MS, MT.

AMDAL. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan By Salmani, ST, MS, MT. AMDAL Analisis Mengenai Dampak Lingkungan By Salmani, ST, MS, MT. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN UULH = Undang-Undang Lingkungan Hidup no 23 Tahun 1997, yang paling baru adalah UU no 3 tahun 2009 tentang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1999 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1999 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1999 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : Menetapkan : a. bahwa dalam rangka melaksanakan

Lebih terperinci

DOKUMEN AMDAL : KA ANDAL DAN ANDAL (REVIEW)

DOKUMEN AMDAL : KA ANDAL DAN ANDAL (REVIEW) DOKUMEN AMDAL : KA ANDAL DAN ANDAL (REVIEW) DOKUMEN AMDAL Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan Hidup (KA-ANDAL) Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL) Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) Rencana

Lebih terperinci

H. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG LINGKUNGAN HIDUP

H. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG LINGKUNGAN HIDUP LAMPIRAN VIII PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR : Tahun 2010 TANGGAL : Juli 2010 H. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG LINGKUNGAN HIDUP SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URUSAN 1. Pengendalian Dampak 1. Pengelolaan

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1999 Tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1999 Tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1999 Tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1999 ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR: 3 0.? TJLHUN 200o

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR: 3 0.? TJLHUN 200o BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR: 3 0.? TJLHUN 200o TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA KANTOR LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN PURWOREJO BUPATI PURWOREJO, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 05 TAHUN 2014 TENTANG GARIS SEMPADAN SUNGAI, DAERAH MANFAAT SUNGAI, DAERAH PENGUASAAN SUNGAI DAN BEKAS SUNGAI DENGAN

Lebih terperinci

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PELINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PELINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PELINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, Menimbang

Lebih terperinci

1. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang Pembentukan Propinsi Jawa Barat (Berita Negara tanggal 4 Juli Tahun 1950);

1. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang Pembentukan Propinsi Jawa Barat (Berita Negara tanggal 4 Juli Tahun 1950); PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2001 TENTANG POLA INDUK PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT Menimbang : a. bahwa sumber daya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 11 TAHUN 2002 KAWASAN INDUSTRI PERIKANAN TERPADU DI TELUK KELABAT B U P A T I B A N G K A,

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 11 TAHUN 2002 KAWASAN INDUSTRI PERIKANAN TERPADU DI TELUK KELABAT B U P A T I B A N G K A, SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 11 TAHUN 2002 T E N T A N G KAWASAN INDUSTRI PERIKANAN TERPADU DI TELUK KELABAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA B U P A T I B A N G K A, Menimbang : a.

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5285 PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2012 TENTANG IZIN LINGKUNGAN I. UMUM Proses pembangunan yang dilakukan oleh bangsa Indonesia

Lebih terperinci

`BAB IV PENYELENGGARAAN URUSAN PEMERINTAH DAERAH

`BAB IV PENYELENGGARAAN URUSAN PEMERINTAH DAERAH `BAB IV PENYELENGGARAAN URUSAN PEMERINTAH DAERAH URUSAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP (Urusan Bidang Lingkungan Hidup dilaksanakan oleh Badan Lingkungan Hidup Daerah (BAPEDAL) Aceh. 2. Realisasi Pelaksanaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah

I. PENDAHULUAN. adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan yang sering dihadapi dalam perencanaan pembangunan adalah adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah penyebaran investasi yang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 03 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS DINAS DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 03 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS DINAS DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 03 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS DINAS DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.180, 2013 SDA. Rawa. Pengelolaan. Pengawasan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5460) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

TELAAH STUDI AMDAL PADA TAHAP PRAKONSTRUKSI PABRIK PELEBURAN TIMAH (SMELTER) PT. LABA-LABA MULTINDO PANGKALPINANG PROPINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

TELAAH STUDI AMDAL PADA TAHAP PRAKONSTRUKSI PABRIK PELEBURAN TIMAH (SMELTER) PT. LABA-LABA MULTINDO PANGKALPINANG PROPINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TELAAH STUDI AMDAL PADA TAHAP PRAKONSTRUKSI PABRIK PELEBURAN TIMAH (SMELTER) PT. LABA-LABA MULTINDO PANGKALPINANG PROPINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG Rosiana Indrawati * ABSTRAK Telaah studi AMDAL yang

Lebih terperinci

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MATARAM,

Lebih terperinci

Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan BAB 1 Pendahuluan BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan BAB 1 Pendahuluan BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bijih besi merupakan salah satu jenis cadangan sumber daya alam dan sekaligus komoditas alternatif bagi Pemerintah Kabupaten Kulon progo yang dapat memberikan kontribusi

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya; Lampiran III : Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Nomor : 21 Tahun 2012 Tanggal : 20 Desember 2012 Tentang : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2012 2032 KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI

Lebih terperinci

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN SALINAN PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN SELAKU KETUA DEWAN NASIONAL KAWASAN EKONOMI KHUSUS NOMOR : PER-08/M.EKON/10/2011 TENTANG PEDOMAN EVALUASI USULAN PEMBENTUKAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI 3.1 IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI PELAYANAN BADAN LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI JAWA TENGAH Dalam penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

PT. PERTAMINA EP - PPGM KATA PENGANTAR

PT. PERTAMINA EP - PPGM KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia menyebutkan bahwa segala bentuk rencana usaha dan/atau kegiatan yang memberikan dampak besar dan penting terhadap lingkungan diharuskan

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 39 TAHUN 2008 T E N T A N G TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI KALIMANTAN TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banyuasin

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banyuasin 2.1 Tujuan Penataan Ruang Tujuan penataan ruang wilayah kabupaten merupakan arahan perwujudan ruang wilayah kabupaten yang ingin dicapai pada masa yang akan datang (20 tahun). Dengan mempertimbangkan visi

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, Menimbang

Lebih terperinci

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2011-2031 I. UMUM 1. Faktor yang melatarbelakangi disusunnya Rencana Tata Ruang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

DAFTAR PERATURAN PERUNDANGAN LINGKUNGAN HIDUP

DAFTAR PERATURAN PERUNDANGAN LINGKUNGAN HIDUP DAFTAR PERATURAN PERUNDANGAN LINGKUNGAN HIDUP #5 tgl. 21 Aug 2003 Arie Pujiwati PT. BENEFITA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA 1. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup ANALISIS

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS DAERAH DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

KABUPATEN CIANJUR PERATURAN BUPATI CIANJUR

KABUPATEN CIANJUR PERATURAN BUPATI CIANJUR BERITA KABUPATEN CIANJUR DAERAH NOMOR 41 TAHUN 2011 PERATURAN BUPATI CIANJUR NOMOR 31 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME PELAKSANAAN PENCETAKAN SAWAH BARU DI KABUPATEN CIANJUR BUPATI CIANJUR, Menimbang : a.

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.365, 2015 INDUSTRI. Kawasan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5806) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 142

Lebih terperinci

BAB II DASAR-DASAR PENGELOLAAN LIMBAH B3

BAB II DASAR-DASAR PENGELOLAAN LIMBAH B3 BAB II DASAR-DASAR PENGELOLAAN LIMBAH B3 Berbagai jenis limbah buangan yang tidak memenuhi standar baku mutu merupakan sumber pencemaran dan perusakan lingkungan yang utama. Untuk menghindari terjadinya

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mencabut: PP 70-1996 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 127, 2001 Perhubungan.Pelabuhan.Otonomi Daerah.Pemerintah Daerah.Tarif Pelayanan. (Penjelasan

Lebih terperinci

DAFTAR PERATURAN Versi 31 Agustus 2012

DAFTAR PERATURAN Versi 31 Agustus 2012 I. UNDANG-UNDANG DAFTAR PERATURAN Versi 31 Agustus 2012 1. Undang-undang Republik Indonesia No.8 Tahun 1981 Tentang Kitab Hukum Undang-undang Acara Pidana (KUHP) 2. Undang-undang Republik Indonesia No.5

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa lingkungan laut beserta sumber daya

Lebih terperinci

PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA. Bab II

PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA. Bab II Bab II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah, setiap satuan kerja perangkat Daerah, SKPD harus menyusun Rencana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berputar menggerakkan roda perekonomian di Kabupaten Mesuji.

BAB I PENDAHULUAN. berputar menggerakkan roda perekonomian di Kabupaten Mesuji. BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kabupaten Mesuji merupakan daerah pemekaran yang sedang berkembang. Pengembangan wilayah di Kabupaten Mesuji menitikberatkan pada sektor pertanian yakni sektor perkebunan,

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH KEPUTUSAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 188.44 / 62 / 2012 TENTANG KELAYAKAN LINGKUNGAN HIDUP KEGIATAN PEMBANGUNAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT PT. SUMUR PANDANWANGI LUAS AREAL

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG KEBANDARUDARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG KEBANDARUDARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG KEBANDARUDARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah, Pemerintah Daerah diberikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Pengertian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, Menimbang PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, WALIKOTA TASIKMALAYA, : a. bahwa penanaman modal

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PROGRAM PEMANTAUAN LINGKUNGAN H M M C J WIRTJES IV ( YANCE ) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

PELAKSANAAN PROGRAM PEMANTAUAN LINGKUNGAN H M M C J WIRTJES IV ( YANCE ) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara PELAKSANAAN PROGRAM PEMANTAUAN LINGKUNGAN H M M C J WIRTJES IV ( YANCE ) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara A. Dasar Pemikiran Sejak satu dasawarsa terakhir masyarakat semakin

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BUPATI TASIKMALAYA PERATURAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 46 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI TASIKMALAYA PERATURAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 46 TAHUN 2008 TENTANG BUPATI TASIKMALAYA PERATURAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 46 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS UNIT DI LINGKUNGAN KANTOR LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TASIKMALAYA,

Lebih terperinci

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN Visi dan misi merupakan gambaran apa yang ingin dicapai Kota Surabaya pada akhir periode kepemimpinan walikota dan wakil walikota terpilih, yaitu: V.1

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR : 03 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG,

Lebih terperinci