Kata Kunci: Pembelajaran Matematika Model Knisley, Kolb learning styles, Hyphotetical Learning Trajectori.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Kata Kunci: Pembelajaran Matematika Model Knisley, Kolb learning styles, Hyphotetical Learning Trajectori."

Transkripsi

1 Abstrak Bahan ajar matematika untuk SMA yang beredar saat ini, pada umumnya masih disusun berdasarkan paradigma pengajaran, padahal Kurikulum 2006 memiliki paradigma pembelajaran. Standar proses pembelajaran yang ditetapkan pemerintah melalui Permendiknas No. 41 tahun 2007 yaitu, mendorong siswa dan guru melakukan aktivitas eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. Salah satu model pembelajaran yang mengakomodasi aktivitas-aktivitas tersebut adalah Model Pembelajaran Matematika Knisley. Model ini didasarkan atas Kolb learning styles yaitu kecenderungan gaya belajar yang mungkin dilakukan siswa dalam mempelajari suatu mata pelajaran. Penelitian ini bertujuan mengembangkan bahan ajar matematika untuk siswa kelas X SMA, berdasarkan Model Pembelajaran Matematika Knisley dan sesuai dengan ragam berpikir siswa. Bahan ajar ini dapat mendorong siswa dan guru melakukan aktivitas eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi, serta dapat mengembangkan gaya belajarnya secara optimal, sehingga tercapai kompetensi matematika secara optimal pula. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian pengembangan (developmental research). Instrumen yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah Hypothetical Learning Trajectory (HLT), yang terdiri dari tiga komponen utama yaitu, learning goals, learning activities, dan hypothetical learning process. Studi pengembangan ini telah, sedang dan akan dilakukan mencakup; identifikasi miskonsepsi dan learning obstacles dan pengembangan Lembar Aktivitas Siswa (LAS) dan Lembar Soal (LS) awal, dilanjutkan uji coba (experiment). Langkah berikutnya, melakukan analisis restrospektif atas respon siswa, dan hasilnya digunakan untuk merevisi LAS dan LS awal dan mengembangkan bahan ajar. Kata Kunci: Pembelajaran Matematika Model Knisley, Kolb learning styles, Hyphotetical Learning Trajectori. 1

2 A. Judul Penelitian: Pengembangan Bahan Ajar Matematika Kelas X SMA Berdasarkan Model Pembelajaran Knisley B. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah sebuah negara berkembang dengan mutu Sumber Daya Manusia (SDM) menempati peringkat 110 di dunia, dan masih di bawah negaranegara tetangga seperti Singapura, Brunei, Malaysia, Tahiland, Phillippine, dan Vietnam (Hendayana, 2006). Untuk meningkatkan mutu SDM, pemerintah mencoba mereformasi pendidikan dengan mengubah paradigma proses pendidikan dari paradigma pengajaran ke paradigma pembelajaran, seperti yang tertuang dalam Kurikulum 2006 (Departemen Pendidikan Nasional, 2007). Untuk mengarahkan para guru dan praktisi dalam mengembangkan proses pembelajaran berbasis paradigma baru ini, pemerintah melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 Tahun 2007, menetapkan Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Dalam Standar Proses dikemukakan bahwa, untuk mencapai semua kompetensi dalam setiap mata pelajaran, perlu diupayakan menggunakan metode yang sesuai dengan karakteristik dan mata pelajaran melalui aktivitas eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. Dalam melaksanakan aktivitas tersebut dapat dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, dan menantang, sehingga memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran (Departemen Pendidikan Nasional, 2007). Standar Proses ini dapat dipandang sebagai rambu-rambu pokok dalam mengembangkan proses pembelajaran, sekaligus sebagai kriteria untuk mengukur kualitas proses pembelajaran. Matematika merupakan sesuatu hal yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat modern, Secara faktual pendidikan matematika merupakan suatu kekuatan yang mendorong masyarakat untuk maju, oleh karena itu reformasi pendidikan matematika tidak boleh berhenti (Zhang, 2005). Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran 2

3 penting dalam berbagai disiplin dan mengembangkan daya pikir manusia. Oleh karena itu untuk menguasai dan mencipta teknologi di masa depan diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini (Departemen Pendidikan Nasional, 2006). Fakta di lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar guru matematika belum mengetahui tentang standar proses pembelajaran tersebut, apalagi memahaminya, sehingga proses pembelajaran matematika di dalam kelas belum ada perubahan yang berarti. Proses pembelajaran matematika yang tidak sejalan dengan kriteria Standar Proses tersebut mengindikasikan rendahnya kualitas pembelajaran, dan berakibat terhadap hasil belajar siswa (An, Kulm dan Wu, 2004). Bila hal ini dibiarkan akan terjadi kesenjangan sangat berarti antara Documented Curriculum dan Implemented Curriculum, artinya tujuan meningkatkan mutu SDM bangsa Indonesia menjadi terhambat. Menurut An, Kulm dan Wu (2004), terdapat dua pandangan pembelajaran matematika yaitu learning as knowing dan learning as understanding. Pandangan learning as knowing, ini sejalan dengan paradigma pengajaran, sedangkan pandangan learning as understanding sejalan dengan paradigma pembelajaran. Pola pembelajaran pandangan learning as knowing mengakibatkan siswa mengetahui dan hafal konsep-konsep dan terampil menggunakan suatu prosedur tetapi satu sama lain terpisah-pisah (disconneccted and memorized knowledge) disebut juga pemahaman tingkat permukaan (surface level). Pandangan pembelajaran learning as understanding memiliki anggapan bahwa seorang siswa telah mengetahui suatu konsep matematika tidaklah cukup sebelum konsep itu terinternalisasi dan terkait dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa. Pembelajaran matematika yang hingga kini masih dilakukan kebanyakan guru memiliki pola sebagai berikut. 1. Guru menerangkan suatu konsep atau mendemonstrasikan keterampilan dengan ceramah, dan siswa diberikan kesempatan bertanya. 2. Guru memberikan contoh penggunaan konsep atau prosedur menyelesaikan soal. 3

4 3. Siswa berlatih menyelesaikan soal-soal secara individual atau bersama teman sebangku, dan sedikit tanya jawab. 4. Mencatat materi yang telah diajarkan dan soal-soal pekerjaan rumah. Pola ini cenderung mengikuti pandangan learning as knowing atau paradigma pengajaran (Mulyana, 2009).. Salah satu model pembelajaran yang selaras dengan proses pembelajaran yang dituntut Kurikulum 2006 adalah model pembelajaran yang dikembangkan oleh Knisley (2003), pembelajaran matematika yang terdiri dari empat tahap. Adapun tahap-tahap pembelajaran itu adalah sebagai berikut. 1. Kongkrit Reflektif: Guru menjelaskan konsep secara figuratif dalam konteks yang familiar berdasarkan istilah-istilah yang terkait dengan konsep yang telah diketahui siswa. 2. Kongkrit-Aktif: Guru memberikan tugas dan dorongan agar siswa melakukan eksplorasi, percobaan, mengukur, atau membandingkan sehingga dapat membedakan konsep baru ini dengan konsep konsep yang telah diketahuinya. 3. Abstrak Reflektif: Siswa membuat atau memilih pernyataan yang terkait dengan konsep baru, memberi contoh kontra untuk menyangkal pernyataan yang salah, dan membuktikan pernyataan yang benar bersama-sama dengan guru. 4. Abstrak aktif: Siswa melakukan practice (latihan) menggunakan konsep baru untuk memecahkan masalah dan mengembangkan strategi. Keempat tahap belajar ini masing-masing berkorespondensi dengan gaya belajar dalam Kolb s Learning Styles (Knisley, 2003). Aktivitas eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi yang menurut Kurikulum 2006 perlu dikembangkan dalam proses pembelajaran, terakomodasi melalui model Knisley ini. Pada tahap kongkrit-reflektif guru dan siswa melakukan aktivitas elaborasi terhadap pengetahuan yang telah diketahui siswa, untuk mengantarkan munculnya gagasan atau konsep yang akan dipelajari. Tugas-tugas siswa yang 4

5 dikerjakan pada tahap kongkrit-aktif, merupakan aktivitas eksplorasi siswa tentang konsep baru, sehingga diharapkan memunculkan dugaan-dugaan tentang karakteristik konsep itu serta kaitannya dengan konsep-konsep lain (aktivitas elaborasi). Aktivitas konfirmasi sejalan dengan aktivitas menjustifikasi dugaandugaan prinsip-prinsip yang terkait dengan konsep baru merupakan suatu aktivitas pada tahap abstrak-reflektif. Dugaan-dugaan yang salah dibantah melalui contoh kontra, sedangkan dugaan-duganan yang benar dijustifikasi melalui proses deduktif atau induktif. Proses berlatih dalam menyelesaikan soal rutin, non-rutin, dan pemecahan masalah, dilakukan pada tahap abstrak-aktif. Pada tahap ini siswa diberi kesempatan untuk berlatih mengaplikasikan konsep dan prinsip dalam menyelesaikan persoalan sehingga mereka dapat menemukan strategi atau prosedur yang menurut mereka paling efektif. Pada tahap ini siswa dan guru melakukan aktivitas eksplorasi, elaborasi, maupun konfirmasi. C. Perumusan Masalah Penelitian Mulyana (2009), menunjukkan bahwa model pembelajaran matematika Knisley ini cukup efektif dalam meningkatkan kompetensi matematika siswa Kelas XI Sekolah Menengah Atas (SMA) program Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Sementara itu karakteristik siswa kelas XI IPA dan kelas X memiliki perbedaan antara lain sebagai berikut. (i) Usia siswa kelas XI IPA relatif lebih tua dari usia siswa kelas X, sehingga tingkat perkembangan berpikirnya mereka relatif berbeda. (ii) Siswa kelas XI IPA memiliki kompetensi awal yang cukup, karena untuk memasuki program IPA harus mencapai tingkat kompetensi matematika tertentu. (iii) Siswa kelas XI program IPA relatif homogen dalam minat dan motivasi belajar, juga kepercayaan diri dan sikapnya terhadap matematika. Perbedaan kondisi siswa di atas memunculkan pertanyaaan, apakah permasalahan (learning obstacles) siswa SMA kelas X dalam mempelajari matematika? Rancangan Lembar Aktivitas Siswa (LAS) dan Lembar Soal (LS) seperti apa yang dapat mengatasi learning obstacles siswa sesuai dengan tahapan 5

6 belajar model Knisley? Bahan ajar matematika seperti apa yang diperlukan agar pembelajaran model Knisley efektif? D. Keterkaitan dengan Payung Penelitian Berdasarkan paradigma pembelajaran yang dianut Kurikulum 2006, proses pembelajaran matematika perlu memperhatikan aspek-aspek berikut, (i) membangun pengetahuan berdasarkan gagasan matematika siswa, (ii) memperhatikan dan meluruskan miskonsepsi siswa, (iii) melibatkan siswa secara aktif mempelajari matematika, dan (iv) memperkaya cara berpikir matematika siswa. Penelitian ini diperlukan untuk menambah mengembangkan bahan ajar matematika yang memperhatika aspek-aspek tersebut. Hasil penelitian diperlukan untuk menambah referensi tentang bagaimana proses berpikir (gaya belajar) siswa secara faktual dan bahan ajar seperti apa yang diperlukan. Penelitian ini sesuai dengan payung penelitian Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI yang berjudul Penelitian Matematika/Pendidikan Matematika yang Mendukung Perkuliahan Berbasis Riset. E. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan sebagai berikut untuk mengembangkan bahan ajar matematika berdasarkan model pembelajaran Knisley sehingga kompetensi matematika siswa kelas X SMA meningkat. Sedangkan tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Mengidentifikasi miskonsepsi (conflicts language) dan learning obstacles siswa dalam memahami konsep, fakta, prinsip, dan prosedur matematika. 2. Membuat Lembar Aktivitas Siswa (LAS) dan Lembar Soal (LS) awal (preliminary design) sesuai dengan tahap-tahap belajar model Knisley. 3. Melakukan uji coba (experiment) terbatas dan melakukan retrospective analysis terhadap respon siswa terhadap LAS dan LS. 4. Mengembangkan bahan ajar matematika berdasarkan LAS dan LS revisi. 6

7 F. Manfaat Penelitian Manfaat dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Bagi peneliti, dalam rangka memelihara dan meningkatkan motivasi diri untuk selalu berperan serta dalam mengkaji dan mengembangkan teori pembelajaran matematika yang terkait dengan cara berpikir atau gaya belajar siswa. 2. Bagi pengambil kebijakan, bahan ajar yang pembelajarannya melalui model Knisley ini, dapat menjadi salah satu alternatif dalam memilih buku ajar matematika SMA melalui model pembelajaran yang sesuai dengan Kurikulum Bagi guru, menggunakan bahan ajar ini dapat menjadi sarana dalam mengembangkan profesionalitas dengan meningkatkan keterampilan memainkan peran sebagai fasilitator, motivator, narasumber maupun sebagai coach, pada model pembelajaran Knisley. 4. Bagi siswa, belajar matematika dengan menggunakan bahan ajar ini, diharapkan siswa dapat mengembangkan berbagai gaya belajar dalam mempelajari matematika sehingga dapat mencapai kompetensi matematika secara optimal. G. Tinjauan Pustaka a. Pandangan Pembelajaran Matematika Kurikulum 2006, menetapkan kompetensi matematika yang ingin dicapai dengan pembelajaran matematika seperti berikut. 1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah. 2. Menggunakan penalaran pada pola, sifat atau melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. 7

8 3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh. 4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, grafik atau diagram untuk memperjelas keadaan atau masalah 5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah (Departemen Pendidikan Nasional, 2006, h. 346). Ditinjau dari taksonomi Bloom (dalam Ruseffendi, 1988), empat kompetensi pertama di atas termasuk ranah kognitif, sedangkan kompetensi kelima termasuk ranah afektif. Kompetensi yang ingin dicapai pada ranah kognitif, terkait dengan penguasaan pengetahuan matematika. Dalam kalangan pendidikan matematika tentang dikhotomi pengetahuan matematika antara pengetahuan matematika konseptual dan prosedural atau antara pemahaman dan keterampilan. Conceptual knowledge in a way identifies it with knowledge that is understood: Conceptual knowledge is equited with connected networks. In others, conceptual knowledge is knowledge that is rich relationships (Hiebert dan Carpenter, 1992, h. 78). Pengetahuan konseptual berkorespondensi dengan pemahaman relasional, sedangkan pengetahuan instrumental berkorespondensi dengan pemahaman instrumental dari Skemp. Dikhotomi pengetahuan matematika tersebut di atas memunculkan dikhotomi pandangan pembelajaran yaitu, pandangan learning as knowing dan learning as understanding seperti dilustrasikan pada Gambar 1. (An, Kulm, dan Wu, 2004). Seseorang yang berpandangan learning as knowing menganggap bahwa matematika telah dipahami jika siswa telah mengetahui dan hafal konsep-konsep dan terampil menggunakan suatu prosedur. Proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru yang berpandangan seperti ini hanya menghasilkan siswa dengan pengetahuan ingatan yang terpisah-pisah (disconneccted and memorized knowledge) disebut pemahaman tingkat permukaan (surface level). Seseorang yang berpandangan 8

9 learning as understanding berpendapat bahwa mengetahui saja tidaklah cukup dan pemahaman matematika telah dicapai seorang siswa jika pengetahuan telah terinternalisasi dan terkait dengan pengetahuan yang sebelumnya telah diketahui siswa. Proses pembelajaran tidak hanya fokus kepada mengembangkan pemahaman konsep dan prosedur saja, tetapi juga memfasilitasi siswa agar berpikir. Paradigma pembelajaran dalam Kurikulum 2006 sejalan dengan pandangan learning as understanding. Knowing Surface Level Disconected and Memorized Knowledge Learning Teaching Connected and Internalized Knowledge Students Thinking Understanding Mastery Level Gambar 1. Two types of learning (An, Kulm dan Wu, 2004, h. 149). Pembelajaran yang didasarkan atas pandangan learning as understanding menurut Hiebert & Carpenter ( 1992) memiliki berbagai keunggulan yaitu, (i) bersifat generatif, (ii) mendukung daya ingat,(iii) mengurangi yang harus diingat, (iv) meningkatkan tranfer, dan (v) mempengaruhi belief. Pemahaman bersifat generatif, ketika seorang siswa membangun pengetahuan matematikanya tidak menerima dalam bentuk jadi, baik dari guru maupun dari buku, tetapi siswa menciptakan representasi internal mereka sendiri melalui interaksi dengan dunia dan membangun jaringan representasi. Pemahaman dibangun melalui proses inventif untuk memahami sesuatu hal yang baru. Sebagai contoh, pemahaman 9

10 atas konsep relasi akan melahirkan pemahaman tentang konsep fungsi dan selanjutnya akan melahirkan pemahaman korespondensi satu-satu. Proses pembelajaran atas dasar pemahaman memudahkan lahirnya pemahaman baru yang menggelinding seperti bola salju. Mendukung daya ingat, mengingat merupakan proses konstruktif atau rekonstruktif, bukan aktivitas pasif. Apabila informasi yang harus diingat itu cukup kompleks, orang menyusun strukturnya sedemikian rupa sehingga menutupi sesuatu yang bermakna. Cara ini sering dilakukan juga untuk memodifikasi informasi yang harus diingat. Representasi informasi itu disusun sendiri oleh pebelajar sedemikian sehingga berpadu dengan jaringan pengetahuan yang telah ada. Keuntungan terjalinnya koneksi pengetahuan baru dengan pengetahuan yang telah ada mengakibatkan terjadinya ingatan yang kuat akan pengetahuan tersebut. Sebagai contoh, seseorang yang secara aktif mengkonstruksi persamaan lingkaran dengan pusat dan jari-jari tertentu; jika lupa dengan mengingat konsep lingkaran dan aturan tentang jarak antara dua titik pada bidang, ia akan dengan mudah menurunkan persamaan lingkaran yang diinginkan. Mengurangi banyaknya jumlah informasi, konsep, atau rumus yang harus diingat, tingkat pemahaman berkorelasi dengan tingkat daya ingat, mengakibatkan. sesuatu yang dipahami direpresentasikan sedemikian sehingga terkoneksi dengan suatu jaringan. Apabila struktur jaringan itu makin baik, makin gampang untuk diingat. Jika suatu bagian memori akan muncul melalui memori dari suatu jaringan yang utuh. Dengan demikian, pemahaman dapat mengurangi jumlah item yang harus diingat. Sebagai contoh, jika seseorang memahami peta konsep dari berbagai macam segiempat, dengan hanya mengingat satu rumus untuk mencari luas daerah trapesium, rumus tersebut dapat digunakan untuk menentukan luas daerah jenis segiempat lainnya, seperti jajar genjang, persegi panjang, belah ketupat dan persegi. Meningkatkan transfer, transfer adalah suatu hal yang esensial dalam kompetensi matematika. Seringkali persoalan baru diselesaikan dengan menggunakan strategi yang pernah dipelajari sebelumnya. Akan terjadi transfer apabila kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah meningkat oleh karena mereka pernah 10

11 mempelajari permasalahan yang berkaitan sebelumnya. Sebagai contoh, berdasarkan fakta bila ab = 0 dengan a, b bilangan real maka a = 0 atau b = 0. Dengan demikian untuk menyelesaikan persoalan (x 2)(x 3) = 0, maka x-2 = 0 atau x -3 = 0, sehingga diperoleh x = 2 atau x = 3. Untuk menyelesaikan persamaan (x-1)(x-2)(x-3) = 0, dapat dengan mudah menstransfer fakta di atas diperoleh fakta baru, bila abc = 0, dengan a,b, dan c bilangan real, maka a = 0, atau b= 0, atau c = 0. Dengan transfer fakta tersebut, pebelajar dapat dapat menyelesaikan (x-1)(x-2)(x-3) = 0. Mempengaruhi belief, pemahaman mempengaruhi proses afektif. Pandangan siswa mengenai matematika dipengaruhi oleh perkembangan pemahamannya. Juga dalam membangun pemahaman matematika dipengaruhi pandangan siswa tentang matematika. b. Model Pembelajaran Matematika Knisley Model pembelajaran ini merupakan modifikasi dari Kolb Learning Cycle yang diaplikasikan dalam pembelajaran matematika. Menurut Kolb, New knowledge, skills, or attitudes are achieved through confrontation among four mode of experimental learning. Learner need four different kind of abilities concrete experience reflective observation, abstract conceptualization and active experimentation (Lange,1996, h. 58). Kolb menyebut mode of experimental learning itu sebagai learning style (gaya belajar) dan setiap gaya belajar dipandang sebagai tahap belajar dan keempat tahap belajar itu merupakan suatu siklus seperti terlihat pada Gambar 2. CE Concrete AE Action RO Reflection Abstract AC Gambar 2. Kolb Learning Cycle (Smith, 2001, h.172) 11

12 . Knisley (2003), mengartikan gaya belajar dari Kolb sebagai gaya belajar matematika. Ketika seorang pebelajar melakukan gaya belajar kongkrit-reflektif, pebelajar itu bertindak sebagai allegorizer. Ketika pebelajar melakukan gaya belajar kongkrit aktif, ia bertindak sebagai integrator, ketika melakukan gaya belajar abstrakreflektif ia bertindak sebagai analiser, dan ketika melakukan gaya belajar abstrakaktif ia bertindak sebagai sintesiser. Korespondensi antara gaya belajar Kolb dan interpretasi Knisley (2003, h.3) seperti terlihat pada Tabel 1. Tabel 1. Kolb s Learning Styles in a Mathematical Context KOLB S LEARNING STYLES Concrete, Reflective Concrete, Active Abstract, Reflective Abstract, Active EQUIVALENT MATHEMATICAL STYLE Allegorizer Integrator Analyzer Synthesizer Seperti halnya Kolb Learning Cycle, maka tahap-tahap belajar pada model pembelajaran matematika Knisley juga membentuk membentuk suatu siklus seperti yang terlihat dalam Gambar 3. Pada setiap tahapan pembelajaran guru memiliki peran yang berbeda-beda. Ketika siswa melakukan kongkrit-reflektif guru bertindak sebagai seorang storyteller (pencerita), ketika siswa melakukan kongkrit-aktif guru bertindak sebagai seorang pembimbing dan motivator, ketika siswa melakukan abstrak-reflektif guru bertindak sebagai nara sumber, dan ketika siswa melakukan abstrak aktif guru bertindak sebagai coach (pelatih). Ketika pembelajaran berlangsung dalam tahap manapun, siswa diberi kesempatan untuk bertanya, dan guru mungkin langsung menjawabnya, mengarahkan aktivitas untuk memperoleh jawaban, atau meminta siswa lain untuk menjawabnya. 12

13 Kongkrit-Reflektif Abstrak-Aktif Kongkrit-Aktif Abstrak-Reflektif Gambar 3. Model Pembelajaran Matematika Knisley. Belajar intinya adalah berpikir dan organ manusia untuk berpikir adalah otak, maka belajar merupakan aktivitas otak. Menurut Hiebert dan Carpenter (1992), understanding can be viewed as a process of making connections, or establishing relationships, either knowledge already internally represented or between existing networks and new information (h. 80). Otak manusia dibagi ke dalam beberapa bagian utama yaitu, (i) sensory inputs, (ii) otak bagian kanan, (iii) otak bagian kiri, dan (iv) motor otak. Cara-cara masing bagian otak itu bekerja adalah sebagai berikut, External challenges (sensory inputs) select certain neural connections to become active, and this is a random selection among many possible connections that occur, not something that happens by deterministic design. The sensory input can trigger either memory, if it is not new, or learning if is new (Smith, 2001, h. 172). Menurut Smith (2001), ada keterkaitan antara gaya belajar yang dilakukan oleh pebelajar terkait dengan bagian otaknya yang bekerja. Kaitan antara gaya belajar dengan bagian otak adalah sebagai berikut. Concrete Experience (CE): input to the sensory cortex of the brain: hearing, seeing, touching, body movement Reflection/Observation (RO): internal, mainly right-brain, producing context and relationship needed for understanding Abstract Conseptualization (AC): left-brain activity, developing interpretations of our experiences and reflection Active Experimentation (AE): external action, requires use the motor brain (h. 172). 13

14 Dengan demikian model pembelajaran matematika Knisley berpotensi melibatkan setiap bagian otak dalam proses belajar. H. Metode Penelitian Metode penelitian yang akan digunakan adalah mengikuti rangkaian penelitian pengembangan (developmental research) atau design research. Menurut Gravemeijer & Cobb (2006); Gravemeijer (2004); serta Cobb, et al (2003) dalam Al Jupri (2008), design research terdiri dari tiga fase, yakni: preliminary design, experiment, dan retrospective analysis. Secara diagram, alur penelitian tiap siklusnya menggunakan metode design research seperti terlihat dalam Gambar 4. Preliminary design first stage (Disain permulaan tahap pertama) - telaah literatur - diskusi dengan guru yang berpengalaman - diskusi dengan para ahli - pendesainan bahan ajar (di dalamnya termasuk HLT) - telaah ahli dan guru berpengalaman terhadap desain awal Experiment (Eksperimen) - ekperimen penggunaan desain awal (buku panduan) oleh guru - observasi - wawancara (dengan siswa dan guru) - diskusi demi perbaikan proses kegiatan harian - pengumpulan data lapangan Retrospective Analysis (Analisis Tinjauan) - analysis data (kualitatif ataupun kuantitatif) - analysis faktor penyebab suatu tindakan berhasil atau gagal - sintesis mengenai kemungkinan perbaikan desain untuk siklus berikutnya - persiapan perbaikan desain Gambar. 4. Metode Disain Riset 14

15 1. Preliminary design (Desain permulaan) Pada fase ini, dibuat hypothetical learning trajectory (HLT) atau lintasan belajar (proses berfikir) hipotesis. Dalam hal ini HLT yang dibuat merupakan antisipasi-antisipasi tentang apa-apa yang mungkin akan terjadi, baik proses berpikir siswa yang akan mendapat pembelajaran dengan model Knisley maupun hal-hal yang akan terjadi dalam proses pembelajaran dengan model ini. Untuk membuat HLT ini, yang perlu dilakukan bisa berupa telaah literatur yang relevan, diskusi dengan guruguru yang sudah berpengalaman dalam pembelajaran dan diskusi dengan peneliti yang ahli dalam bidang terkait, khususnya tentang pembelajaran matematika dengan model Knisley. HLT itu sendiri terdiri dari tiga bagian (Simon, 1995; Bakker 2004), yaitu: tujuan pembelajaran, aktivitas pembelajaran (praktik proses pembelajaran misalnya), dan hipotesis proses pembelajaran yang akan terjadi. Dalam fase pertama ini, HLT berfungsi sebagai petunjuk dalam mendesain panduan pembelajaran berdasarkan model Knisley. Maksudnya, petunjuk agar terfokus dalam hal bagaimana menyampaikan materi ajar, petunjuk bagaimana mengamati proses pembelajaran (yang terjadi di lingkungan kelas), dan petunjuk dalam melakukan wawancara baik dengan guru atau pun siswa dan juga pihak-pihak yang terlibat dalam penelitian. 2. Experiment (Eksperimen) Di fase ini, desain yang sudah dirancang diujicobakan di lapangan (di ruangruang kelas). Ujicoba ini bertujuan untuk melihat apakah hal-hal yang sudah diantisipasi dalam fase preliminary design sesuai atau tidak dengan kenyataan yang terjadi. Pengalaman-pengalaman yang terjadi pada fase ini akan menjadi dasar untuk pendesainan ulang atau modifikasi HLT untuk proses-proses pembelajaran berikutnya. Fungsi HLT dalam fase ini adalah untuk memfokuskan pada aktivitas proses pembelajaran, observasi, dan wawancara. 3. Retrospective Analysis (Analisis Tinjauan) Pada fase ini, semua data yang diperoleh dari fase kedua dianalisis. Proses analisisnya berupa perbandingan antara HLT yang diantisipasi sebelum eksperimen 15

16 pembelajaran dan aktivitas yang benar-benar nyata terjadi, yang dilanjutkan dengan analisis mengenai kemungkinan-kemungkinan penyebabnya, dan sintesis mengenai kemungkinan-kemungkinan yang bakal dapat dilakukan untuk memperbaiki HLT, yang akan digunakan pada siklus berikutnya (preliminary design, experiment, dan retrospective analysis selanjutnya). I. Jadwal Pelaksanaan Penelitian akan dilaksanakan dalam kurun waktu 10 bulan dimulai bulan Maret sampai bulan Desember 2010 dengan jadwal kegiatan sebagai berikut. Kegiatan Penelitian Penyusunan Proposal Penelitian 2 Perancangan LAS dan LS awal (preliminary design) 3 Uji Coba LAS dan LS (experiment) 4 Restrospective Analisys 5 Merancang LAS dan LS revisi 6 Penyusunan Bahan ajar 7 Pelaporan

17 J. Personalia a. Ketua Peneliti: - Nama Lengkap dengan gelar : Dr. Endang Mulyana, M.Pd. - NIP : Jabatan fungsional : Lektor - Pangkat/Golongan : Penata Muda Tk.I/III-d - Bidang Keahlian : Pendidikan Matematika - Pengampu Kuliah : Kapita Selekta Matematika I : Kapita Selekta Matematika II - Unit Kerja : FPMIPA UPI Bandung - Alamat Surat : Jurusan Pendidikan Matemtika Jl. Dr. Setiabudhi 229 Bandung Telepon/HP/ (022) / (022) / b. Anggota Peneliti: No. NAMA DAN GELAR AKADEMIK BIDANG KEAHLIAN /emul2005@ plasa.com INSTANSI ALOKASI WAKTU (Jam/Minggu) 1. Drs. Asep Syarif, M.Si. Matematika UPI Bandung Al Jupri, S.Pd. M.Sc. Pendidikan Matematika UPI Bandung 20 17

18 K. Perkiraan Biaya Penelitian No. Uraian Satuan Biaya Satuan Jumlah 1 Honorarium a. Ketua Peneliti b. Anggota Peneliti I c. Anggota Peneliti II 10 bulan 10 bulan 10 bulan Rp Rp Rp Rp Rp Rp Biaya Operasional Penelitian a. Bahan Habis -. Kertas HVS A4 -. Tinta Printer - CD RW - Flashdisk 4 MB - ATK (Spidol, ballpoint, dll) b. Dokumentasi c. Penggandaan 3 Biaya Transportasi a. Ketua Peneliti b. Anggota Peneliti I c. Anggota Peneliti II rim 6 catridge 100 keping 3 buah 1 set 1 set 10 set 10 bulan 10 bulan 10 bulan 1 set 1 Kegiatan Sub-total Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Sub-total Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Sub-total Rp Rp Rp Rp Rp Sub-total Rp Biaya Total Rp

19 L. Lampiran-lampiran a. Daftar Pustaka An, S., Kulm, G., dan Wu, Z. (2004). The Pedagogical Content Knowledge of Middle School. Mathematics Teachers in China and The U.S. Journal of Mathematics Teacher Education, 7, Departemen Pendidikan Nasional (2007). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Tersedia: Departemen Pendidikan Nasional (2006). Kurikulum Satuan Tingkat Pendidikan,Jakarta: Depdiknas. Hendayana, dkk. (2006). Lesson Study. Suatu Strategi untuk Meningkatkan Keprofesionalan Pendidik (Pengalaman IMSTEP- JICA). Bandung: UPI Press. Hiebert, J. & Carpenter P. T. (1992). Learning and Teaching with Understanding. Dalam D. A. Grouws (Ed.) Handbook of Research on Mathematics Teaching and Learning. (h ).New York: Macmillan Publishing Company. Knisley, J. (2003). A Four-Stage Model of Mathematical Learning. Dalam Mathematics Educator [Online], Vol 12 (1) 10 halaman. Tersedia: http//wilson Coe.uga.edu/DEPT/TME/Issues/ v12n1/ 3knisley. HTML. Lange, J., de (1996). Using and Applying Mathematics in Education. Dalam A. J. Bishop (Ed.) International Handbook of Mathematics Education. Dordrecht: Kluwer Academics Publihers. Mulyana, E. (2009). Pengaruh Model Pembelajaran Matematika Knisley terhadap Peningkatan Pemahaman dan disposisi Matematika Siswa SMA Program IPA. Disertasi. Bandung: Program Pasca Sarjana UPI. Ruseffendi, E., T. (1988). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito. 19

20 Smith, D., A. (2001). The Active/Interactive Classroom. Dalam D. Holton (Ed.) The Teaching and Learning of Mathematics at University Level. Dordrecht: Kluwer Academic Publishers. Zhang, X., (2005).China s Mathematics Teachers and Teacher Education. Quaderni di Ricerca in Didattica, No.15. Palermo: Department of Mathematics, University of Palermo. 20

21 b. Riwayat Hidup Ketua dan Anggota Peneliti CURRICULUM VITAE 1. Identitas Nama lengkap : Dr. Endang Mulyana, M.Pd. Tempat dan Tanggal Lahir : Sumedang, 21 Januari 1954 Jenis Kelamin : Laki-laki Agama : Islam Status : Kawin Alamat Rumah : Jl. Merkuri Tengah III No. 8 Kompleks Margahayu Raya Bandung Telp. (022) HP No emul2005@plasa.com Pekerjaan : PNS/ Dosen FPMIPA UPI Bandung Jabatan/Gol. : Lektor/IIId Alamat Kantor : Jl. Dr. Setiabudi No. 229 Bandung Telp. (022) Riwayat Pendidikan Sekolah Dasar di Sumedang lulus tahun 1965 Sekolah Teknik Jurusan Mesin di Sumedang lulus tahun 1967 SMA Paspal di Sumedang lulus tahun 1971 Sarjana Muda Pendidikan Matematika di IKIP Bandung lulus tahun 977 Sarjana Pendidikan Matematika di IKIP Bandung lulus tahun 1981 Magister Pendidikan Matematika di UPI Bandung lulus tahun 2002 Doktor Pendidikan Matematika di UPI Bandung lulus tahun Riwayat Pelatihan Penataran Pengembangan Media Instruksional di Perguruan Tinggi Pusat Teknologi dan Komunikasi Depdikbud di Jakarta 1986 Penataran Pengembangan Media Audio-Video di IKIP Bandung 1989 Pelatihan TOEFL di Balai Bahasa IKIP Bandung 1989 Pendidikan Pra Magister Matematika ITB Bandung 1992 Magang Perkuliahan Kalkulus III di UGM Yogyakarta 1994 Pelatihan Basic Science Persamaan Diferensial di UGM Yoyakarta 1995 Pelatihan Pengelola Laboratorium FPMIPA LPTK IKIP Bandung 1996 Workshop Fasilitator Rintisan SMA Sekolah Bertaraf Internasional Workshop Fasilitator Rintisan SMA Sekolah Bertaraf Internasional

22 4. Riwayat Pekerjaan Guru SMA PPSP IKIP Bandung Dosen Pendidikan Matematika 1981 Sekarang Dosen Pendidikan Matematika di berbagai perguruan Tinggi di FKIP UNPAS, UNINUS, UNLA, STKIP Sumedang, STKIP Garut tahun Program Pendidikan Matematika Fakultas Tarbiyah UIN Penatar di LPMP (BPG) Jawa Barat Tutor di Universitas Terbuka Fasilitator Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional SMA Negeri 1 Sumedang tahun 2007 sekarang. Asessor Sertifikasi Guru Matematika Tahun 2008 sekarang Instruktur Diklat Sertifikasi Guru Matematika Tahun 2008 sekarang Dosen Pasca Sarjana Program Pendidikan Matematika UNPAS Bandung Tahun 2010-sekarang 5. Partisipasi Kegiatan Ilmiah Penyaji Seminar Jawa Barat Pendidikan Matematika di IKIP Bandung tahun 1997 Penyaji Seminar Nasional Pendidikan Matematika di UPI Bandung tahun 2001 Penyaji Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika di Universitas Negeri Malang tahun 2002 Penyaji pada Seminar Pendidikan Matematika di IAIN Sunan Gunung Djati Bandung tahun 2005 Penyaji pada Seminar Pendidikan Matematika di IAIN Sunan Gunung Djati Bandung tahun 2006 Penyaji Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika di UPI Bandung tahun Penyaji Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika di UPI Bandung tahun Penyaji International Conference on Lesson Study di UPI Bandung tahun Pengalaman Penulisan/Penyuntingan Buku Penulis Modul Matematika SLTP Universitas Terbuka Tahun 1986 Penulis Modul Matematika Pelatihan Guru Tsanawiyah Jawa Barat 22

23 Penulis Bahan Ajar Matematika SMP dengan Pendekatan Berbasis Masalah 2007 Penulis/ Pengembang Bahan Ajar Matematika SD bernuansa Teknologi Penghargaan yang diperoleh Juara III Lomba Essay pada Pameran Pendidikan Tinggi, Pelatihan, dan Teknologi 2003 dari Green Production Satyalancana Karya Satya 20 Tahun dari Presiden Republik Indonesia Tahun Penelitian (5 Tahun terakhir) Implementasi Pembelajaran Matematika Realistik dalam Perkuliahan Kapita Selekta Matematika (Suatau Penelitian Tindakan Di Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UPI) 2009 Pembelajaran Matematika Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreativitas Siswa SMP (Penelitian Hibah Bersaing) Pembelajaran Matematika Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Memecahkan Masalah 2005 Bandung, 25 Februari 2010 Tanda Tangan: 23

24 Curriculum Vitae 1. Identitas Nama lengkap : Al Jupri, S.Pd., M.Sc. Tempat dan Tanggal Lahir : Serang, 10 Mei 1982 Jenis Kelamin : Laki-laki Agama : Islam Status : Belum Menikah Alamat Rumah : Jl. Cipaku II No. 16 B Ledeng Bandung Telp. (022) HP No al_jupri2009@yahoo.com Pekerjaan : PNS/ Dosen FPMIPA UPI Bandung Jabatan/Gol. : Asisten Ahli/IIIa Alamat Kantor : Jl. Dr. Setiabudi No. 229 Bandung Telp. (022) Riwayat Pendidikan Sekolah Dasar di SD N Serang Ilir-Ciwandan, Cilegon, lulus 1994 Sekolah Menenngah Pertama 1 Anyer-Serang, lulus 1997 SMA N I Anyer, lulus 2000 Sarjana Pendidikan Matematika di UPI Bandung lulus tahun 2004 Master of Science dalam Research and Development in Mathematics Education dari The Freudenthal Institute, Utrecht University, The Netherlands, lulus tahun Riwayat Pekerjaan Dosen Pendidikan Matematika FPMIPA, UPI, 2005 Sekarang 5. Partisipasi Kegiatan Ilmiah Penyaji makalah dalam Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika di UNS Solo tahun 2005 Penyaji makalah dalam Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika di UPI Bandung tahun 2005 Penyaji makalah dalam Seminar Pendidikan Matematika di UNSUR Cianjur tahun

25 Penyaji makalah dalam Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika di Universitas Indonesia 2005 Penyaji makalah dalam Konferensi Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika di UNSRI Palembang 2008 Penyaji makalah dalam International Conference on Lesson Study di UPI Bandung tahun 2009 Penyaji makalah dalam International Conference on Mathematics di Universitas Gadjah Mada 2009 Penyaji makalah dalam Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika di UPI Bandung tahun 2009 Penyaji makalah dalam Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika di Universitas Indonesia Bandung, 25 Februari 2010 Tanda Tangan: 25

BAB II KAJIAN TEORITIS. Skemp (dalam Even & Tirosh, 2002), membedakan. pemahaman matematika dalam dua jenis yaitu pemahaman relasional

BAB II KAJIAN TEORITIS. Skemp (dalam Even & Tirosh, 2002), membedakan. pemahaman matematika dalam dua jenis yaitu pemahaman relasional BAB II KAJIAN TEORITIS A. Pemahaman Matematika Terdapat berbagai kerangka berpikir mengenai pemahaman matematika, Skemp (dalam Even & Tirosh, 2002), membedakan pemahaman matematika dalam dua jenis yaitu

Lebih terperinci

A. Pendahuluan Indonesia adalah sebuah negara berkembang dengan mutu Sumber Daya Manusia (SDM) menempati peringkat 110 di dunia, dan masih di bawah

A. Pendahuluan Indonesia adalah sebuah negara berkembang dengan mutu Sumber Daya Manusia (SDM) menempati peringkat 110 di dunia, dan masih di bawah Pengaruh Model Pembelajaran Knisley terhadap Peningkatan Pemahaman Matematika Siswa SMA IPA Oleh: Endang Mulyana Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI Bandung Abstrak Kurikulum 2006, menuntut siswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh Pembelajaran Model Matematika Knisley Terhadap Peningkatan Kemampuan Koneksi Matematis Siswa SMA

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh Pembelajaran Model Matematika Knisley Terhadap Peningkatan Kemampuan Koneksi Matematis Siswa SMA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan sepanjang hayat. Pendidikan adalah upaya sadar untuk meningkatkan kualitas dan mengembangkan potensi individu yang dilakukan secara

Lebih terperinci

Pengembangan Perangkat Pembelajaran Dengan Model Pembelajaran Matematika Realistik Di Sekolah Menengah Pertama

Pengembangan Perangkat Pembelajaran Dengan Model Pembelajaran Matematika Realistik Di Sekolah Menengah Pertama Pengembangan Perangkat Pembelajaran Dengan Model Pembelajaran Matematika Realistik Di Sekolah Menengah Pertama Utami Murwaningsih 1 Nuryani Tri Rahayu 2 1 Program Studi Pendidikan Matematika FKIP 2 Program

Lebih terperinci

A. Pendahuluan Indonesia adalah sebuah negara berkembang dengan mutu Sumber Daya Manusia (SDM) menempati peringkat 110 di dunia, dan masih di bawah

A. Pendahuluan Indonesia adalah sebuah negara berkembang dengan mutu Sumber Daya Manusia (SDM) menempati peringkat 110 di dunia, dan masih di bawah Pengaruh Model Pembelajaran Matematika Knisley terhadap Peningkatan Pemahaman dan Disposisi Matematika Siswa Sekolah Menengah Atas Program Ilmu Pengetahuan Alam Oleh: Endang Mulyana Jurusan Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wita Aprialita, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wita Aprialita, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan berkembangnya zaman, persaingan-persaingan ketat dalam segala bidang kehidupan saat ini, menuntut setiap bangsa untuk mampu menghasilkan Sumber

Lebih terperinci

InfinityJurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol 1, No.2, September 2012

InfinityJurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol 1, No.2, September 2012 PENGEMBANGAN BAHAN AJAR MELALUI PENELITIAN DESAIN Oleh: Tatang Mulyana Dosen Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI Tatangmulyana51@yahoo.com ABSTRACT Saat ini, guru-guru matematik dan pihak-pihak terkait

Lebih terperinci

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA. Baharuddin (Apriani, 2008: 9) mengemukakan bahwa pemahaman adalah

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA. Baharuddin (Apriani, 2008: 9) mengemukakan bahwa pemahaman adalah 10 BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pemahaman Konsep Matematis Baharuddin (Apriani, 2008: 9) mengemukakan bahwa pemahaman adalah kemampuan untuk mengenali, mengerti serta menerangkan sesuatu dengan katakata sendiri,

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR KALKULUS VEKTOR BERDASARKAN MODEL PEMBELAJARAN MATEMATIKA KNISLEY SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN KOMPETENSI MATEMATIKA MAHASISWA

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR KALKULUS VEKTOR BERDASARKAN MODEL PEMBELAJARAN MATEMATIKA KNISLEY SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN KOMPETENSI MATEMATIKA MAHASISWA PENGEMBANGAN BAHAN AJAR KALKULUS VEKTOR BERDASARKAN MODEL PEMBELAJARAN MATEMATIKA KNISLEY SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN KOMPETENSI MATEMATIKA MAHASISWA Endang Dedy, Endang Mulyana, Eyus Sudihartinih Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian desain (design research). Menurut Gravemeijer (Hasanah, 2012), design research also

Lebih terperinci

USUL PENELITIAN HIBAH BERSAING PERGURUAN TINGGI Tahun Anggaran 2008/2009

USUL PENELITIAN HIBAH BERSAING PERGURUAN TINGGI Tahun Anggaran 2008/2009 Pendidikan Matematika USUL PENELITIAN HIBAH BERSAING PERGURUAN TINGGI Tahun Anggaran 2008/2009 PENGEMBANGAN BAHAN AJAR MATEMATIKA SMA BERDASARKAN MODEL PEMBELAJARAN MATEMATIKA KNISLEY SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 20 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian desain (design research). Menurut Gravemeijer and Cobb (2006) bependapat bahwa design

Lebih terperinci

Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis melalui Pembelajaran berbasis Masalah

Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis melalui Pembelajaran berbasis Masalah Suska Journal of Mathematics Education (p-issn: 2477-4758 e-issn: 2540-9670) Vol. 2, No. 2, 2016, Hal. 97 102 Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis melalui Pembelajaran berbasis Masalah Mikrayanti

Lebih terperinci

2015 PERBANDINGAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS ANTARA SISWA YANG MENDAPATKAN MODEL DISCOVERY LEARNING DENGAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING

2015 PERBANDINGAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS ANTARA SISWA YANG MENDAPATKAN MODEL DISCOVERY LEARNING DENGAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bappenas (2006) mengemukakan bahwa majunya suatu bangsa dipengaruhi oleh mutu pendidikan dari bangsa itu sendiri, karena pendidikan yang berkualitas dapat menghasilkan

Lebih terperinci

RIWAYAT HIDUP DOSEN. A. Identitas Diri

RIWAYAT HIDUP DOSEN. A. Identitas Diri RIWAYAT HIDUP DOSEN A. Identitas Diri Nama Lengkap (dengan gelar) Drs. ASEP SYARIF HIDAYAT, M.S Jenis Kelamin Laki-laki Jabatan Fungsional lektor NIP 00000 NIDN 0000 Tempat, Tanggal Lahir Garut, 0 April

Lebih terperinci

DESAIN BAHAN AJAR BERBASIS AKTIVITAS PEMECAHAN MASALAH PADA POKOK BAHASAN BARISAN DAN DERET

DESAIN BAHAN AJAR BERBASIS AKTIVITAS PEMECAHAN MASALAH PADA POKOK BAHASAN BARISAN DAN DERET Jurnal Euclid, vol., No., p. DESAIN BAHAN AJAR BERBASIS AKTIVITAS PEMECAHAN MASALAH PADA POKOK BAHASAN BARISAN DAN DERET Tri Nopriana, Siska Firmasari, dan Tonah Prodi Pendidikan Matematika FKIP Unswagati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Adakalanya seorang siswa mengalami kesulitan walaupun dia telah

BAB I PENDAHULUAN. Adakalanya seorang siswa mengalami kesulitan walaupun dia telah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Adakalanya seorang siswa mengalami kesulitan walaupun dia telah mengeluarkan seluruh tenaga dan pikirannya untuk belajar. Pemahaman yang didapatkannya tetap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam perkembangan ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika merupakan salah satu unsur utama dalam. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hakikatnya matematika

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika merupakan salah satu unsur utama dalam. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hakikatnya matematika 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan matematika merupakan salah satu unsur utama dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hakikatnya matematika berkedudukan sebagai ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Rianti Aprilia, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Rianti Aprilia, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan memiliki peranan penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu berkompetensi dalam perkembangan ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS

BAB II KAJIAN TEORETIS BAB II KAJIAN TEORETIS A. Kemampuan Pemahaman Konsep Matematika, Model Pembelajaran Matematika Knisley, Model Pembelajaran Konvensional, dan Teori Sikap 1. Kemampuan Pemahaman Konsep Matematika Salah satu

Lebih terperinci

MENINGKATKAN KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIK SISWA DENGAN PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE

MENINGKATKAN KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIK SISWA DENGAN PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE MENINGKATKAN KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIK SISWA DENGAN PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE Kartika Yulianti Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA - Universitas Pendidikan Indonesia Jl. Dr. Setyabudhi 229, Bandung

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian desain (design research). Menurut Gravemeijer (Nobonnizar, 2013:17), design research

Lebih terperinci

DESAIN ATURAN SINUS DAN ATURAN COSINUS BERBASIS PMRI

DESAIN ATURAN SINUS DAN ATURAN COSINUS BERBASIS PMRI Desain Aturan Sinus... (Rika Firma Yenni,dkk) 97 DESAIN ATURAN SINUS DAN ATURAN COSINUS BERBASIS PMRI DESIGN OF SINUS AND COSINUS RULE BASED ON INDONESIAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION Rika Firma Yenni,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS

BAB II KAJIAN TEORETIS BAB II KAJIAN TEORETIS A. Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Menurut Baird (Cahyati: 2009), Komunikasi merupakan proses yang meliputi penyampaian dan penerimaan hasil pemikiran melalui simbol kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era global yang ditandai oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat memungkinkan semua orang untuk mengakses dan mendapatkan informasi dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika sebagai bagian dari kurikulum di sekolah, memegang peranan yang sangat penting dalam upaya meningkatkan kualitas lulusan yang mampu bertindak atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sangat diperlukan oleh semua orang terutama pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sangat diperlukan oleh semua orang terutama pendidikan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan sangat diperlukan oleh semua orang terutama pendidikan yang bersifat formal. Pelaksanaan pendidikan formal pada dasarnya untuk mencapai tujuan pendidikan

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PENGALAMAN TIPE KNISLEY-MULYANA DALAM UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN REPRESETASI MATEMATIS SISWA

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PENGALAMAN TIPE KNISLEY-MULYANA DALAM UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN REPRESETASI MATEMATIS SISWA PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PENGALAMAN TIPE KNISLEY-MULYANA DALAM UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN REPRESETASI MATEMATIS SISWA Isty Yulianti dan Kusnandi Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pendidikan. Kurikulum digunakan sebagai acuan

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pendidikan. Kurikulum digunakan sebagai acuan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kurikulum merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam penyelenggaraan pendidikan. Kurikulum digunakan sebagai acuan penyelenggaraan pendidikan

Lebih terperinci

2014 PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE KUIS TIM UNTUK ENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS DAN SELF-CONFIDENCE SISWA SMP

2014 PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE KUIS TIM UNTUK ENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS DAN SELF-CONFIDENCE SISWA SMP BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kualitas suatu bangsa ditentukan oleh kualitas sumber daya manusianya. Manusia sebagai pemegang dan penggerak utama dalam menentukan kemajuan suatu bangsa. Melalui

Lebih terperinci

Oleh: Nonoy Intan Haety (1) Endang Mulyana (2) ABSTRAK. Kata kunci: Model Pembelajaran Matematika Knisley, Kemampuan Koneksi Matematis.

Oleh: Nonoy Intan Haety (1) Endang Mulyana (2) ABSTRAK. Kata kunci: Model Pembelajaran Matematika Knisley, Kemampuan Koneksi Matematis. PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN MATEMATIKA KNISLEY TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS SISWA SMA (Penelitian Kuasi Eksperimen terhadap Siswa Kelas XI di Salah Satu SMA Negeri di Cimahi) Oleh:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan sekaligus pembangunan SDM (Sumber Daya Manusia). Matematika juga

BAB I PENDAHULUAN. dan sekaligus pembangunan SDM (Sumber Daya Manusia). Matematika juga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika merupakan bagian dari ilmu pengetahuan yang turut memberikan sumbangan signifikan terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan sekaligus pembangunan SDM (Sumber

Lebih terperinci

KAJIAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA (HASIL TAHAPAN PLAN SUATU KEGIATAN LESSON STUDY MGMP SMA)

KAJIAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA (HASIL TAHAPAN PLAN SUATU KEGIATAN LESSON STUDY MGMP SMA) KAJIAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA (HASIL TAHAPAN PLAN SUATU KEGIATAN LESSON STUDY MGMP SMA) Tri Hapsari Utami Abstract: This article discusses a design of mathematics learning at what

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat terutama dalam bidang telekomunikasi dan informasi. Sebagai akibat

BAB I PENDAHULUAN. pesat terutama dalam bidang telekomunikasi dan informasi. Sebagai akibat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat pesat terutama dalam bidang telekomunikasi dan informasi. Sebagai akibat dari kemajuan teknologi komunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berdampak pada peningkatan kualitas hidup suatu bangsa. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. yang berdampak pada peningkatan kualitas hidup suatu bangsa. Menurut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah kunci utama kemajuan bangsa. Pendidikan yang berkualitas akan mendorong perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berdampak pada peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Enok Ernawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Enok Ernawati, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 41 Tahun 2007 mengenai standar proses untuk satuan pendidikan dasar dan menengah menekankan bahwa paradigma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern dan mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu lain. Oleh sebab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Helen Martanilova, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Helen Martanilova, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan ilmu pengetahuan universal yang mendasari perkembangan teknologi modern dan memiliki peranan penting yang dapat diterapkan dalam berbagai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Rahmawati, 2013:9). Pizzini mengenalkan model pembelajaran problem solving

BAB II KAJIAN TEORI. Rahmawati, 2013:9). Pizzini mengenalkan model pembelajaran problem solving BAB II KAJIAN TEORI A. Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis, Model Pembelajaran Search, Solve, Create and Share (SSCS), Pembelajaran Konvensional dan Sikap 1. Model Pembelajaran Search, Solve, Create and

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. matematika kurang disukai oleh kebanyakan siswa. Menurut Wahyudin (1999),

BAB I PENDAHULUAN. matematika kurang disukai oleh kebanyakan siswa. Menurut Wahyudin (1999), 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ada pandangan umum yang mengatakan bahwa mata pelajaran matematika kurang disukai oleh kebanyakan siswa. Menurut Wahyudin (1999), matematika merupakan mata

Lebih terperinci

Pembelajaran Matematika dengan Problem Posing

Pembelajaran Matematika dengan Problem Posing Pembelajaran Matematika dengan Problem Posing Abdussakir 13 Februari 2009 A. Belajar Matematika dengan Pemahaman Menurut Hudojo (1990:5), dalam proses belajar matematika terjadi juga proses berpikir, sebab

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Untuk mencapai tujuan penelitian, peneliti mencoba membuat suatu desain

BAB III METODE PENELITIAN. Untuk mencapai tujuan penelitian, peneliti mencoba membuat suatu desain BAB III METODE PENELITIAN Untuk mencapai tujuan penelitian, peneliti mencoba membuat suatu desain permasalahan yang nantinya akan dicobakan kepada para siswa untuk mengetahui aktivitas berpikir siswa dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan daya pikir manusia. Perkembangan teknologi dan informasi

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan daya pikir manusia. Perkembangan teknologi dan informasi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika sebagai ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan mengembangkan daya pikir manusia.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran berbasis masalah (Problem-based Learning), adalah model

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran berbasis masalah (Problem-based Learning), adalah model II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Berbasis Masalah Model pembelajaran berbasis masalah (Problem-based Learning), adalah model pembelajaran yang menjadikan masalah sebagai dasar atau basis bagi siswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran yang berkaitan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran yang berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan

Lebih terperinci

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DENGAN PENDEKATAN CRA (Concrete Representational Abstract)

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DENGAN PENDEKATAN CRA (Concrete Representational Abstract) MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DENGAN PENDEKATAN CRA (Concrete Representational Abstract) Janter Antonius Tambunan (8136172044/Sem III) Program Studi Pendidikan Matematika UNIMED Email: jantertambunan88@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wilayah. Kehidupan yang semakin meng-global ini memberikan tantangan yang

BAB I PENDAHULUAN. wilayah. Kehidupan yang semakin meng-global ini memberikan tantangan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini sangatlah pesat, arus informasi yang berada di dunia lebih mudah diakses seakan tidak ada lagi batasan wilayah.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendekatan Realistic Mathematics Education atau Pendekatan Matematika

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendekatan Realistic Mathematics Education atau Pendekatan Matematika 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pendekatan Realistic Mathematics Education Pendekatan Realistic Mathematics Education atau Pendekatan Matematika Realistik merupakan suatu pendekatan pembelajaran dalam pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. matematika. Pendidikan matematika berperan penting bagi setiap individu karena

BAB I PENDAHULUAN. matematika. Pendidikan matematika berperan penting bagi setiap individu karena 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu mata pelajaran yang ada di sekolah adalah mata pelajaran matematika. Pendidikan matematika berperan penting bagi setiap individu karena dengan matematika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Melihat pentingnya matematika dan peranannya dalam menghadapi

BAB I PENDAHULUAN. Melihat pentingnya matematika dan peranannya dalam menghadapi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Melihat pentingnya matematika dan peranannya dalam menghadapi kemajuan IPTEK dan persaingan global maka peningkatan mutu pendidikan matematika di semua jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembaharuan di bidang pendidikan yang mengacu pada visi dan misi

BAB I PENDAHULUAN. Pembaharuan di bidang pendidikan yang mengacu pada visi dan misi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembaharuan di bidang pendidikan yang mengacu pada visi dan misi pembangunan pendidikan nasional kini telah tertuang dalam undang-undang tentang Sistem Pendidikan

Lebih terperinci

P 34 KEEFEKTIFAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME TERHADAP KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS MAHASISWA PADA MATA KULIAH ANALISIS REAL I

P 34 KEEFEKTIFAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME TERHADAP KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS MAHASISWA PADA MATA KULIAH ANALISIS REAL I P 34 KEEFEKTIFAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME TERHADAP KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS MAHASISWA PADA MATA KULIAH ANALISIS REAL I Ety Septiati Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Universitas PGRI Palembang

Lebih terperinci

ASOSIASI ANTARA KONEKSI MATEMATIS DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR MATEMATIKA SISWA SMP. Oleh : Abd. Qohar

ASOSIASI ANTARA KONEKSI MATEMATIS DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR MATEMATIKA SISWA SMP. Oleh : Abd. Qohar ASOSIASI ANTARA KONEKSI MATEMATIS DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR MATEMATIKA SISWA SMP Oleh : Abd. Qohar Dosen Jurusan Matematika FMIPA Universitas Negeri Malang email : qohar@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini sangat pesat.

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini sangat pesat. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini sangat pesat. Dampak dari perkembangan ini menuntut adanya individu-individu yang berkualitas, yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sri Asnawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sri Asnawati, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika adalah salah satu mata pelajaran yang dipelajari oleh siswa dari siswa tingkat sekolah dasar, menengah hingga mahasiswa perguruan tinggi. Pada tiap tahapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suci Primayu Megalia, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suci Primayu Megalia, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan upaya penting untuk mencerdaskan Sumber Daya Manusia (SDM). Salah satu upaya itu adalah dengan adanya pendidikan formal maupun informal yang di

Lebih terperinci

BAGAIMANA MENGOPTIMALKAN OLIMPIADE MATEMATIKA UNTUK MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN MATEMATIKA DI SEKOLAH DASAR?

BAGAIMANA MENGOPTIMALKAN OLIMPIADE MATEMATIKA UNTUK MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN MATEMATIKA DI SEKOLAH DASAR? BAGAIMANA MENGOPTIMALKAN OLIMPIADE MATEMATIKA UNTUK MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN MATEMATIKA DI SEKOLAH DASAR? Fadjar Shadiq, M.App.Sc Widyaiswara PPPPTK Matematika Yogyakarta Munculnya Olimpiade Matematika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan konstribusi dalam penyelesaian masalah sehari-hari. Mengingat

BAB I PENDAHULUAN. memberikan konstribusi dalam penyelesaian masalah sehari-hari. Mengingat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika sebagai salah satu disiplin ilmu yang berhubungan dengan dunia pendidikan yang dapat mengembangkan keterampilan intelektual, kreativitas, serta memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Peranan matematika dalam dunia pendidikan sangatlah penting, karena matematika sebagai sumber dari ilmu yang lain. Menurut Kline (Ruseffendi, 1992, hlm. 28)

Lebih terperinci

KURIKULUM MATEMATIKA TAHUN 1984 DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK. Tatang Herman

KURIKULUM MATEMATIKA TAHUN 1984 DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK. Tatang Herman KURIKULUM MATEMATIKA TAHUN 1984 DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK Tatang Herman 1. Pendahuluan Sejak Indonesia merdeka telah terjadi beberapa perubahan atau penyempurnaan kurikulum pendidikan formal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) secara global semakin

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) secara global semakin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) secara global semakin menunjukkan perkembangan yang cukup pesat. Hal tersebut dapat dirasakan melalui inovasi-inovasi

Lebih terperinci

2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN LOGIS MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP MELALUI LEARNING CYCLE 5E DAN DISCOVERY LEARNING

2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN LOGIS MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP MELALUI LEARNING CYCLE 5E DAN DISCOVERY LEARNING BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan ilmu yang berperan penting dalam kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK), sehingga perkembangan matematika menjadi sesuatu yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata pelajaran matematika di tingkat Sekolah Menengah Pertama adalah agar peserta didik memiliki

Lebih terperinci

MAKALAH. Oleh: R. Rosnawati, dkk

MAKALAH. Oleh: R. Rosnawati, dkk MAKALAH PELATIHAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) BAGI GURU-GURU SEKOLAH DASAR SELAIN MITRA TIM PMRI UNY Oleh: R. Rosnawati, dkk Dibiayai oleh

Lebih terperinci

RIWAYAT HIDUP DOSEN. Pendidikan Matematika. Tahun Masuk-Lulus

RIWAYAT HIDUP DOSEN. Pendidikan Matematika. Tahun Masuk-Lulus RIWAYAT HIDUP DOSEN A. Identitas Diri Nama Lengkap (dengan gelar) Dr. H. Sufyani Prabawanto, M.Ed. Jenis Kelamin Laki-laki Jabatan Fungsional Lektor Kepala NIP 00808000 NIDN 0000800 Tempat, Tanggal Lahir

Lebih terperinci

RIWAYAT HIDUP DOSEN. Al Jupri, S.Pd., M.Sc., Ph.D.

RIWAYAT HIDUP DOSEN. Al Jupri, S.Pd., M.Sc., Ph.D. RIWAYAT HIDUP DOSEN A. Identitas Diri Nama Lengkap (dengan gelar) Jenis Kelamin Laki-laki Jabatan Fungsional Lektor Al Jupri, S.Pd., M.Sc., Ph.D. NIP 0000000 NIDN 00000 Tempat, Tanggal Lahir Serang, 0

Lebih terperinci

Pembelajaran Matematika Realistik Sebagai Sebuah Cara Mengenal Matematika Secara Nyata

Pembelajaran Matematika Realistik Sebagai Sebuah Cara Mengenal Matematika Secara Nyata Pembelajaran Matematika Realistik Sebagai Sebuah Cara Mengenal Matematika Secara Nyata oleh : Wahyudi (Dosen S1 PGSD Universitas Kristen Satya Wacana) A. PENDAHULUAN Salah satu karakteristik matematika

Lebih terperinci

P2M STKIP Siliwangi Jurnal Ilmiah UPT P2M STKIP Siliwangi, Vol.3, No.1, Mei 2016

P2M STKIP Siliwangi Jurnal Ilmiah UPT P2M STKIP Siliwangi, Vol.3, No.1, Mei 2016 IMPLEMENTASI LESSON STUDY PADA MATA KULIAH KAPITA SELEKTA MATEMATIKA SMP UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MAHASISWA Indah Puspita Sari 1, Adi Nurjaman 2 1, 2 STKIP Siliwangi 1 chiva.aulia@gmail.com, 2

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu aspek kehidupan yang penting

I. PENDAHULUAN. pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu aspek kehidupan yang penting I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan suatu bangsa tidak terlepas dari aspek pendidikan sehingga sangat wajar jika pemerintah harus memberikan perhatian yang serius terhadap dunia pendidikan. Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pendidikan dan pembelajaran merupakan suatu proses yang diarahkan untuk mengembangkan potensi manusia agar mempunyai dan memiliki kemampuan nyata dalam perilaku kognitif,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi. tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.

BAB I PENDAHULUAN. kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi. tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika mempunyai peranan sangat penting dalam perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK). Matematika juga dapat menjadikan siswa menjadi manusia

Lebih terperinci

Circle either yes or no for each design to indicate whether the garden bed can be made with 32 centimeters timber?

Circle either yes or no for each design to indicate whether the garden bed can be made with 32 centimeters timber? BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika merupakan ilmu dasar yang mempunyai peranan penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, baik sebagai alat bantu dalam penerapan bidang ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan saat ini mengalami kemajuan yang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan saat ini mengalami kemajuan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan saat ini mengalami kemajuan yang sangat pesat. Hal ini merupakan tantangan yang harus dihadapi oleh kita semua, terutama dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan umum pembelajaran matematika yang dirumuskan dalam. Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi, adalah agar siswa

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan umum pembelajaran matematika yang dirumuskan dalam. Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi, adalah agar siswa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan umum pembelajaran matematika yang dirumuskan dalam Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi, adalah agar siswa memiliki kemampuan, 1) memahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Pendahuluan ini berisi gambaran pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi. Bab ini terdiri atas latar belakang masalah, mengapa masalah ini diangkat menjadi bahasan penelitian, rumusan

Lebih terperinci

RIWAYAT HIDUP DOSEN S-1 S-2 S-3. Universitas Islam Nusantara. Manajemen Pendidikan. Tahun Masuk-Lulus

RIWAYAT HIDUP DOSEN S-1 S-2 S-3. Universitas Islam Nusantara. Manajemen Pendidikan. Tahun Masuk-Lulus RIWAYAT HIDUP DOSEN A. Identitas Diri 1 Nama Lengkap (dengan gelar) Dr. H. Karso, M.M.Pd. Jenis Kelamin Laki-laki Jabatan Fungsional Pembuna Utama Muda NIP 1001001001 NIDN 00000 Tempat, Tanggal Lahir Bandung,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam setiap penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan. Ini berarti bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sarah Inayah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sarah Inayah, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu pelajaran yang diajarkan pada semua jenjang pendidikan. Pembelajaran matematika di sekolah memiliki peranan penting dalam mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembelajaran matematika di sekolah, menurut. Kurikulum 2004, adalah membantu siswa mengembangkan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembelajaran matematika di sekolah, menurut. Kurikulum 2004, adalah membantu siswa mengembangkan kemampuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan pembelajaran matematika di sekolah, menurut Kurikulum 2004, adalah membantu siswa mengembangkan kemampuan memecahkan masalah. Masalah dapat muncul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Melalui pendidikan, manusia akan mampu mengembangkan potensi diri sehingga akan mampu mempertahankan

Lebih terperinci

BAB III METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN

BAB III METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN BAB III METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN A. Metode Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian desain yang termasuk kedalam penelitian kualitatif. Penelitian desain adalah penelitian yang menempatkan

Lebih terperinci

Pemahaman Konsep Matematik dalam Pembelajaran Matematika. Oleh Nila Kesumawati FKIP Program Studi Pendidikan Matematika Universitas PGRI Palembang

Pemahaman Konsep Matematik dalam Pembelajaran Matematika. Oleh Nila Kesumawati FKIP Program Studi Pendidikan Matematika Universitas PGRI Palembang Pemahaman Konsep Matematik dalam Pembelajaran Matematika Oleh Nila Kesumawati FKIP Program Studi Pendidikan Matematika Universitas PGRI Palembang Abstrak Pemahaman konsep merupakan salah satu kecakapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama dalam menguasai pelajaran matematika. Belajar matematika berarti. bermanfaat jika konsep dasarnya tidak dipahami.

BAB I PENDAHULUAN. utama dalam menguasai pelajaran matematika. Belajar matematika berarti. bermanfaat jika konsep dasarnya tidak dipahami. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemahaman terhadap konsep-konsep matematika merupakan modal utama dalam menguasai pelajaran matematika. Belajar matematika berarti memahami konsep untuk setiap soal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diberikan sejak tingkat pendidikan dasar sampai dengan pendidikan menengah di

BAB I PENDAHULUAN. diberikan sejak tingkat pendidikan dasar sampai dengan pendidikan menengah di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu dari sekian banyak mata pelajaran yang diberikan sejak tingkat pendidikan dasar sampai dengan pendidikan menengah di negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat penting untuk menjamin kelangsungan hidup dalam. dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Melalui pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat penting untuk menjamin kelangsungan hidup dalam. dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Melalui pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan mendasar dan memegang peranan yang sangat penting untuk menjamin kelangsungan hidup dalam bernegara. Karena pendidikan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Maju dan berkembangnya suatu Negara dipengaruhi oleh pendidikan. Bagaimana jika pendidikan di suatu Negara itu makin terpuruk? Maka Negara tersebut akan makin

Lebih terperinci

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray Suska Journal of Mathematics Education Vol.2, No. 1, 2016, Hal. 41 51 Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray (TSTS) untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VIIIb

Lebih terperinci

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI)

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) Nila Kesumawati Email: nilakesumawati@yahoo.com ABSTRAK. Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu yang universal, berada di semua penjuru

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu yang universal, berada di semua penjuru BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Matematika merupakan ilmu yang universal, berada di semua penjuru dunia, dan dipelajari pada setiap tingkatan pendidikan mulai dari Sekolah Dasar (SD) sampai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan yang sangat penting dan sangat berperan dalam perkembangan dunia. Pada zaman modern sekarang ini matematika menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa dibidang Matematika,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa dibidang Matematika, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa dibidang Matematika, telah banyak upaya dilakukan untuk memperbaiki aspek-aspek yang berkaitan dengan kegiatan

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN PROBLEM POSING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KONEKSI MATEMATIS SISWA

PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN PROBLEM POSING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KONEKSI MATEMATIS SISWA PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN PROBLEM POSING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KONEKSI MATEMATIS SISWA Oleh Sendi Ramdhani Universitas Suryakancana Cianjur e-mail:sendiramdhani@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memunculkan persaingan yang cukup tajam, dan sekaligus menjadi ajang seleksi

BAB I PENDAHULUAN. memunculkan persaingan yang cukup tajam, dan sekaligus menjadi ajang seleksi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan masyarakat yang cenderung bersifat terbuka memberi kemungkinan munculnya berbagai pilihan bagi seseorang dalam menata dan merancang kehidupan masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dini Asri Kusnia Dewi, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Dini Asri Kusnia Dewi, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat sangat membantu proses pembangunan di semua aspek kehidupan bangsa. Salah satu upaya

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN DESAIN PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK UNTUK MENUMBUHKEMBANGKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA

PENGEMBANGAN DESAIN PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK UNTUK MENUMBUHKEMBANGKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA PENGEMBANGAN DESAIN PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK UNTUK MENUMBUHKEMBANGKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA Al Jupri, S.Pd. Kartika Yulianti, S.Pd. Jurusan Pendidikan Matematika

Lebih terperinci

JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 1 Nomor 1, Juni 2015 p-issn: e-issn: Halaman 111

JPPPF - Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika Volume 1 Nomor 1, Juni 2015 p-issn: e-issn: Halaman 111 p-issn: 2461-0933 e-issn: 2461-1433 Halaman 111 Naskah masuk: 28 Mei 2015, Naskah diterbitkan: 30 Juni 2015 DOI: http://dx.doi.org/10.21009/jpppf.01116 Analisis Didaktik Pembelajaran yang Dapat Meningkatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berperan penting dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

I. PENDAHULUAN. berperan penting dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, perkembangan zaman serta ilmu pengetahuan dan teknologi sangat berperan penting dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Tanpa disadari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran biologi di SMA menurut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran biologi di SMA menurut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran biologi di SMA menurut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Depdiknas, 2006) berkaitan dengan cara mencari tahu (inquiry) tentang alam secara sistematis,

Lebih terperinci