BAB II KEKUATAN EKSEKUTORIAL HAK TANGGUNGAN YANG DILAKUKAN SECARA PARATE EKSEKUSI PADA PRAKTEK YANG DILAKUKAN DI
|
|
- Widya Lie
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II KEKUATAN EKSEKUTORIAL HAK TANGGUNGAN YANG DILAKUKAN SECARA PARATE EKSEKUSI PADA PRAKTEK YANG DILAKUKAN DI PT. BANK MUAMALAT INDONESIA, TBK CABANG MEDAN A. Pengertian Hak Tanggungan Menurut ketentuan Pasal 1 butir 1 Undang-undang No.4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda yang berkaitan dengan tanah adalah : Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undangundang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu untuk pelunasan utang tertentu yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain. Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang 63 Kartini Muljadi-Gunawan Widajaja, Hak Tanggungan, Seri Hukum Harta Kekayaan,(Kencana Prenada Media Group, 2008), halaman 13
2 memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lain; 2. Kreditur adalah pihak yang berpiutang dalam suatu hubungan utangpiutang tertentu; 3. Debitur adalah pihak yang berutang dalam suatu hubungan utang-piutang tertentu; 4. Pejabat Pembuat Akta Tanah, yang selanjutnya disebut PPAT, adalah pejabat umum yang diberi wewenang untuk membuat akta pemindahan hak atas tanah, akta pembebanan hak atas tanah, dan akta pemberian kuasa membebankan Hak Tanggungan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku; 5. Akta Pemberian Hak Tanggungan adalah akta PPAT yang berisi pemberian Hak Tanggungan kepada kreditur tertentu sebagai jaminan untuk pelunasan piutangnya. 6. Kantor Pertanahan adalah unit kerja Badan Pertanahan di wilayah kabupaten, kotamadya, atau wilayah administratif lain yang setingkat, yang melakukan pendaftaran hak atas tanah dan pemeliharaan daftar umum pendaftaran tanah. Sebelum dikenal dan berlaku Undang Undang Pokok Agraria, di dalam hukum dikenal lembaga-lembaga hak jaminan atas tanah, jika yang dijadikan jaminan tanah hak barat, seperti Hak Eigendom, Hak Erfpacht atau Hak Opstal, lembaga jaminannya adalah Hipotik, sedangkan Hak Milik dapat sebagai obyek Credietverband. Dengan demikian mengenai segi materilnya mengenai Hipotik dan Credietverband atas tanah masih tetap berdasarkan ketentuan-ketentuan KUHPerdata dan Staatblad 1908 No. 542 jo Staatblad 1937 No. 190 yaitu misalnya mengenai hakhak dan kewajiban yang timbul dari adanya hubungan hukum itu mengenai asas-asas Hipotik, mengenai tingkatan-tingkatan Hipotik janji-janji dalam Hipotik dan Credietverband Sri Soedewi Masjehoen, Hak Jaminan Atas Tanah, (Yogyakarta : Liberty, 1975), halaman 6
3 Dengan berlakunya UUPA (UU No.5 Tahun 1960) maka dalam rangka mengadakan unifikasi hukum tanah, dibentuklah hak jaminan atas tanah baru yang diberi nama Hak Tanggungan, sebagai pengganti lembaga Hipotik dan Credietverband dengan Hak milik, Hak Guna Usaha dan Hak Guna Bangunan sebagai obyek yang dapat dibebaninya Hak-hak barat sebagai obyek Hipotik dan Hak Milik dapat sebagai obyek Credietverband tidak ada lagi, karena hak-hak tersebut telah dikonversi menjadi salah satu hak baru yang diatur dalam UUPA. 65 Munculnya istilah Hak Tanggungan itu lebih jelas setelah Undang-Undang RI Nomor 4 Tahun 1996 telah diundangkan pada tanggal 9 April 1996 yang berlaku sejak diundangkannya Undang-Undang tersebut. 66 B. Pengertian Parate Eksekusi Dalam Hak Tanggungan Di dalam mengatasi masalah nasabah bank atau yang disebut dengan debitur yang melakukan wanprestasi atau cidera janji, bank sering kali mengalami kesulitan untuk memperoleh pelunasan kreditnya. Jika ditempuh dengan cara gugatan melalui pengadilan, maka memerlukan waktu yang lama dan biaya yang cukup banyak, meskipun dalam proses beracara di pengadilan menganut asas sederhana, cepat dan biaya ringan. Secara fakta sejarah perbankan di Indonesia telah mewariskan senjata yang paling ampuh dan cepat dalam memberantas kredit macet yaitu melalui Parate 65 Ibid 66 Ibid
4 eksekusi atau mengeksekusi sendiri/langsung (melelang) agunan tanpa campur tangan pengadilan. 67 Menurut Sri Soedewi Mascjhoen Sofwan 68, Parate Eksekusi adalah: Eksekusi yang dilaksanakan tanpa mempunyai titel eksekutorial (Grosse Akta Notaris atau Keputusan Hakim) melalui parate eksekusi (eksekusi langsung) yaitu pemegang Hak Tanggungan dengan adanya janji untuk menjual atas kekuasaan sendiri dapat melaksanakan haknya secara langsung tanpa melalui keputusan hakim atau grosse akta notaris. Pengertian mengenai parate eksekusi menurut Bachtiar Sibarani 69 adalah Melakukan sendiri eksekusi tanpa bantuan atau campur tangan pengadilan atau hakim. Hal ini sejalan dengan pengertian parate eksekusi yang di definisikan oleh Rachmadi Usman 70 yakni Pelaksanaan eksekusi tanpa melalui pengadilan. Subekti juga berpendapat bahwa Parate eksekusi adalah menjalankan sendiri atau mengambil sendiri apa yang menjadi haknya (dalam arti tanpa perantaraan hakim) Menurut Sudarsono 71, pengertian parate eksekusi adalah pelaksanaan langsung tanpa melalui proses pengadilan; eksekusi langsung yang biasa dilakukan dalam masalah gadai sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam perjanjian. Dari beberapa arti dan definisi mengenai Parate eksekusi di atas, dapat disimpulkan bahwa tidak hanya keputusan hakim yang dapat dieksekusi, tetapi terdapat ketentuan yang memberikan hak kepada kreditor untuk melaksanakan sendiri 67 Bachtiar Sibarani, Parate Eksekusi dan Paksa Badan, (Jurnal Hukum Bisnis,vol.15, September, 2001), halaman Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Perdata : Hukum Benda, (Yogyakarta. : Liberty, 1981), halaman Bachtiar Sibarani, Op Cit, halaman 5 70 R.Surbekti, Hukum Acara Perdata, (Bandung : Bina Cipta, 1989), halaman Sudarsono, Kamus Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), halaman 39
5 eksekusi tanpa perantara pengadilan yang disebut dengan Parate eksekusi. Hal ini berarti jika nasabah bank melakukan perbuatan wanprestasi, kreditor serta merta dapat langsung melaksanakan penjualan barang milik Debitur yang dijadikan barang jaminan atau agunan dengan perantara kantor pelayanan piutang dan lelang negara, penjualan ini dapat dilakukan tanpa media Pengadilan Negeri. Dapat dilihat juga apa yang dijelaskan oleh Sri Soedewi Mascjhoen Sofyan 72. Pendapat beliau bahwa hak untuk menjual atas kekuasaan sendiri menguntungkan dalam dua hal yaitu: 1. Tidak membutuhkan Titel Eksekutorial dalam melaksanakan haknya/eksekusi; 2. Dapat melaksanakan Eksekusi sendiri secara langsung (Mandiri) tidak peduli adanya kepailitan dari Debitur (di luar pengadilan) karena tergolong separatis. Di dalam ilmu hukum sendiri pemberian kewenangan mengenai Parate eksekusi ini didasarkan atas doktrin yang antara lain menyatakan bahwa suatu perjanjian yang pasti atau tidak telah mengandung sengketa seperti piutang yang telah pasti (fixed loan). Hal seperti ini sudah dapat dilaksanakan sendiri oleh pihak yang berkepentingan tanpa campur tangan pengadilan. Akan tetapi dalam perkembangan selanjutnya, ternyata pengertian Parate eksekusi ini menjadi kabur sebagai akibat dari adanya putusan pengadilan yang menerapkan ketentuan eksekusi Grosse Akta dalam sengketa parate eksekusi. Menurut doktrin, Parate eksekusi ini adalah penjualan yang berada di luar hukum acara dan tidak diperlukan adanya penyitaan, tidak melibatkan 72 Sri Soedewi Masjchoen Sofyan, Op Cit, halaman. 33
6 juru sita, kesemuanya diselesaikan seperti orang yang menjual sendiri barangnya di depan umum. 73 Aturan mengenai parate eksekusi khususnya yang diberikan kepada pemegang hipotek diatur didalam Pasal 1178 ayat (2) KUHPerdata, yang selengkapnya berbunyi : Namun diperkenankanlah kepada si berpiutang hipotek pertama untuk, pada waktu diberikannya hipotek, dengan tegas minta diperjanjikan bahwa, jika uang pokok tidak dilunasi semestinya, atau jika bunga yang terhutang tidak dibayar, ia secara mutlak akan dikuasakan menjual persil yang diperikatkan dimuka umum, untuk mengambil pelunasan uang pokok, maupun bunga serta biaya, dari pendapatan penjualan itu Dari Pasal tersebut diketahui bahwa Undang-undang memberikan kepada pemegang hipotek pertama untuk menjual langsung atas kekuasaan sendiri barang objek hipotek tanpa melalui pengadilan. Selain Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Parate eksekusi juga diatur secara jelas dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan yang diatur dalam Pasal 6 yang berbunyi : Apabila debitur cidera janji, pemegang hak tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual objek hak tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut. 73 Ibid
7 Dari Pasal 6 UUHT tersebut memberikan hak bagi pemegang hak tanggungan untuk melakukan parate eksekusi. Artinya pemegang hak tanggungan tidak perlu memperoleh persetujuan saja dari pemberi hak tanggungan, tetapi juga tidak perlu meminta penetapan dari pengadilan setempat dimana objek hak tanggungan berada, apabila akan melakukan eksekusi atas objek hak tanggungan yang menjadi jaminan hutang debitur dalam hal debitur cidera janji atau wanprestasi. Pemegang Hak Tanggungan dapat langsung datang dan meminta kepada Kepala Kantor Lelang untuk melakukan pelelangan atas objek hak tanggungan yang bersangkutan. Karena kewenangan pemegang hak tanggungan pertama itu merupakan kewenangan yang diberikan oleh Undang-undang (kewenangan tersebut dimiliki demi hukum), maka kepala kantor lelang negara harus menghormati dan mematuhi kewenangan tersebut. 74 Hak untuk menjual objek hak tanggungan atas kekuasaan sendiri merupakan salah satu perwujudan dari kedudukan diutamakan yang dimiliki oleh pemegang hak tanggungan, atau oleh pemegang hak tanggungan pertama dalam hal terdapat lebih dari satu pemegang hak tanggungan, sebagaimana yang dimaksudkan dalam penjelasan Pasal 6 UUHT No.4 Tahun 1996 yang berbunyi : Hak untuk menjual objek hak tanggungan atas kekuasaan sendiri merupakan salah satu perwujudan dari kedudukan diutamakan yang dipunyai oleh pemegang hak tanggungan atau pemegang hak tanggungan pertama dalam hal terdapat lebih dari satu pemegang hak tanggungan. Hak tersebut didasarkan 74 St Remy Syahdeni, Op Cit, hal. 46
8 pada janji yang diberikan oleh pemberi hak tanggungan bahwa apabila debitur cidera janji, pemegang hak tanggungan berhak untuk menjual objek hak tanggungan melalui pelelangan umum tanpa memerlukan persetujuan lagi dari pemberi hak tanggungan dan selanjutnya mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan itu lebih dahulu dari pada kreditor-kreditor yang lain. Sisa hasil penjualan tetap menjadi hak pemberi hak tanggungan Ketentuan ini memberikan kepastian bagi Perbankan apabila debitur cidera janji dengan memberikan kemungkinan dan kemudahan untuk pelaksanaan parate eksekusi sebagaimana diatur dalam Pasal 224 HIR dan Pasal 258 Rbg 75 Parate eksekusi dan menjual atas kekuasaan sendiri, penerapannya mengacu pada ketentuan Pasal 224 HIR dan Pasal 258 Rbg. Dimana apabila tidak diperjanjikan kuasa menjual sendiri, penjualan lelang harus diminta kepada Ketua Pengadilan Negeri dan permintaan tersebut harus berdasarkan alasan bahwa pihak debitur telah melakukan cidera janji atau wanprestasi. Akan tetapi karena Pasal 6 UUHT tidak mengatur tentang cidera janji, maka dengan demikian untuk menentukan adanya cidera janji merujuk pada ketentuan Pasal 1243 KUHPerdata atau sesuai dengan kesepakatan yang diatur dalam perjanjian atau bisa juga merujuk secara analog pada ketentuan Pasal 1178 KUHPerdata, dimana yang dikategorikan cidera janji yaitu apabila debitur tidak melunasi hutang pokok, atau tidak membayar bunga yang terhutang sebagaimana mestinya Bambang Setijoprodjo, Pengamanan Kredit Perbankan Yang Dijamin Oleh Hak Tanggungan, (Medan: Lembaga Kajian Hukum Bisnis USU Medan, 1996), halaman M. Yahya Harahap, Op.Cit, hal. 197
9 Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa untuk melakukan eksekusi terhadap hak tanggungan yang telah dibebankan atas tanah dapat dilakukan tanpa harus melalui proses gugat-menggugat (proses ligitimasi) apabila debitur telah melakukan cidera janji. Hal ini sesuai dengan yang ditentukan dalam UUHT Pasal 14 ayat (1), (2), dan (3) yang berbunyi: 1. Sebagai tanda bukti adanya hak tanggungan, kantor pertanahan menerbitkan sertifikat Hak Tanggungan sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku; 2. Sertifikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat irahirah dengan kata-kata DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. Sertifikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan berlaku sebagai pengganti grosse acte Hypotheek sepanjang mengenai hak atas tanah. Pada prinsipnya penjualan objek hak tanggungan harus dilakukan melalui pelelangan umum, hal tersebut dimaksudkan agar pelaksanaan penjualan itu dapat dilakukan secara jujur (fair). Dengan cara seperti ini diharapkan dapat diperoleh harga yang paling tinggi untuk penjualan dari objek hak tanggungan yang menjadi agunan, hal ini sesuai dengan bunyi Undang-undang Hak Tanggungan Pasal 20 ayat (1) yaitu:
10 Apabila debitur cidera janji, maka berdasarkan : a. Hak pemegang Hak Tanggungan pertama untuk menjual Objek Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, atau b. Titel Eksekutorial yang terdapat dalam Sertifikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2). Di dalam hal penjualan melalui pelelangan umum diperkirakan tidak akan menghasilkan harga yang tinggi apabila memungkinkan dilakukan penjualan objek hak tanggungan dilakukan dengan cara di bawah tangan sebagaimana yang dimaksud pada Pasal 20 ayat (2) UUHT. Pelaksanaan penjualan sendiri objek hak tanggungan secara di bawah tangan hanya dapat dilakukan dengan syarat-syarat sebagai berikut 77 : a. Apabila disepakati oleh pemberi dan pemegang hak tanggungan; b. Setelah lewat waktu 1 (satu) bulan sejak diberitahukan secara tertulis oleh pemberi dan/atau pemegang hak tanggungan kepada pihak-pihak yang berkepentingan; c. Diumumkan sedikitnya dalam 2 (dua) surat kabar yang beredar di daerah yang bersangkutan dan/atau media massa setempat yang jangkauannya meliputi tempat letak objek hak tanggungan yang bersangkutan; d. Tidak ada pihak yang menyatakan keberatannya. Kesepakatan yang terjalin antara pemberi dan pemegang hak tanggungan merupakan unsur atau kunci dalam penjualan objek hak tanggungan yang dilaksanakan di bawah tangan, yaitu jika dengan cara itu dilakukan, maka akan dapat 77 Rachmadi Usman, Aspek-aspek Hukum Perbankan di Indonesia, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1999), halaman 131
11 diperoleh harga yang lebih tinggi yang dapat menguntungkan semua pihak. Dengan kata lain untuk memberikan kewenangan atas penjualan di bawah tangan tersebut yaitu agar tidak ada pihak yang dirugikan. Oleh karena penjualan di bawah tangan dari objek hak tanggungan hanya dapat dilaksanakan apabila ada kesepakatan antara pemberi dan pemegang hak tanggungan. 78. Pihak bank sendiri tidak mungkin melakukan penjualan di bawah tangan terhadap objek hak tanggungan atau agunan kredit apabila debitur tidak menyetujuinya. Kesepakatan untuk melakukan penjualan di bawah tangan terhadap objek hak tanggungan merupakan bentuk dari kebebasan yang diberikan kepada pemberi dan pemegang hak tanggungan dengan tujuan untuk mempercepat penjualan objek hak tanggungan dan juga untuk mengurangi beban biaya eksekusi yang harus dipikul oleh debitur. Namun demikian kesepakatan untuk melakukan penjualan di bawah tangan hanya boleh dibuat apabila telah terjadi cidera janji atau wanprestasi oleh debitur, sehingga dengan demikian kesepakatan tersebut tidak boleh dibuat dan dituangkan dalam APHT terlebih dahulu 79. C. Kekuatan Eksekutorial Parate Eksekusi Dalam Hak Tanggungan Kekuatan eksekutorial dari parate eksekusi terimplementasi dalam menjalankan sendiri atau mengambil sendiri apayang menjadi haknya, dalam arti tanpa perantara hakim, yang ditujukan atas sesuatu barang jaminan untuk selanjutnya 78 Ibid 79 Ibid
12 mejual kembali barang tersebut 80. Parate eksekusi adalah eksekusi yang dilaksanakan sendiri oleh pemegang hak jaminan tanpa melalui bantuan atau campur tangan dari Pengadilan Negeri, melainkan hanya berdasarkan bantuan dari Kantor Lelang Negara saja 81 atau dengan perkataan lain, Parate eksekusi dilaksanakan tanpa meminta fiat eksekusi atau ijin dari Pengadilan Negeri. Apabila debitur cidera janji, kreditur berhak untuk menjual objek hak tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum menurut tata cara yang ditentukan dalam peraturan perundangundangan untuk pelunasan piutangnya dari hasil penjualan yang dilakukan. Melalui penjualan objek jaminan dimuka umum diharapkan dapat diperoleh harga terbaik (paling tinggi) untuk objek hak tanggungan, dan dari hasil penjualan objek jaminan tersebut, bank berhak mengambil pelunasan piutangnya. 82 Secara substansial unsur-unsur yang terdapat dalam Pasal 6 UUHT menunjukkan adanya dua hal penting manakala debitur wanprestasi, yaitu peralihan hak dan pelaksanaan hak bagi kreditur pemegang Hak Tanggungan pertama. Dalam pasal tersebut, hak kreditur dalam hal debitur cidera janji, untuk menjual obyek Hak Tanggungan melalui lelang sudah diberikan oleh undang-undang sendiri kepada kreditur pemegang Hak Tanggungan yang pertama. Dalam praktiknya saat ini, Parate eksekusi Hak Tanggungan merupakan alternatif penyelesaian kredit bermasalah yang 80 R.Subekti, Pelaksanaan Perikatan, Eksekusi Riil dan Uang Paksa, dalam : Penemuan Hukum dan Pemecahan Masalah Hukum, Proyek Pengembangan Teknis Yustisial, (Jakarta : MARI), halaman Tartib, Catatan Tentang Parate Eksekusi, Artikel dalam majalah Varia Peradilan Th.XI, No.124, 1996, halaman Ibid
13 banyak digunakan oleh lembaga keuangan di Indonesia, khususnya oleh perbankan. Alternatif penyelesaian kredit bermasalah menggunakan Parate eksekusi Hak Tanggungan ini lebih disukai oleh perbankan karena proses penyelesaiannya relatif lebih sederhana dan cepat, serta biaya yang dikeluarkan relatif kecil. Kemudahan menggunakan sarana Parate eksekusi Hak Tanggungan sebagaimana yang didasarkan pada Pasal 6 UUHT dikarenakan pelaksanaan penjualan obyek Hak Tanggungan hanya melalui pelelangan umum, tanpa harus meminta fiat Ketua Pengadilan Negeri. Kemudahan tersebut terutama menunjukkan efisiensi waktu dibandingkan dengan eksekusi putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Hal tersebut mengingat kalau prosedur eksekusi melalui formalitas hukum acara, proses yang dilalui memerlukan waktu yang lama dan rumit prosedurnya. Parate eksekusi lebih murah dibandingkan dengan pelaksanaan eksekusi menggunakan titel eksekutorial, karena tidak menanggung biaya untuk mengajukan permohonan penetapan eksekusi kepada Ketua Pengadilan Negeri. Dikhawatirkan kreditur akan enggan memberikan kredit dengan jaminan hipotik (Hak Tanggungan) terutama kalau jumlah tagihannya tidak besar 83. Tentunya akan menjadi tidak seimbang pula apabila eksekusi melalui pengadilan dengan segala biaya dan upaya yang dilakukan terhadap jumlah tagihan yang tidak terlalu besar dengan recovery atau pengembalian yang diterima oleh Kreditur. 83 V. Nierop, Hypotheekrecht, serie Publik en Privaatrecht, Cetakan Kedua, (Theenk Wilink, Zwolle), halaman 155
14 Dengan adanya Pasal 6 Undang-undang Hak Tanggungan, hak-hak kreditur akan terlindungi dari perbuatan debitur yang tidak beritikad baik untuk menyelesaikan kewajibannya pada kreditur. Pembentuk UUHT menyiapkan Pasal 6 tersebut sebagai tiang penyangga utama bagi kreditur (khususnya bank) dalam memperoleh percepatan pelunasan piutangnya dari debitur, agar piutang yang telah kembali pada bank dapat digunakan lagi untuk pembiayaan kredit lainnya sehingga dapat membantu menggerakkan roda perekonomian, maka tidak diragukan lagi bahwa Pasal 6 UUHT merupakan dasar hukum berlakunya parate eksekusi pada saat debitur cidera janji atau wanprestasi, yang digunakan sebagai sarana yang sangat baik demi penyesuaian terhadap kebutuhan ekonomi 84. Dalam praktik penyelesaian dari pembiayaan bermasalah, bank melakukan Parate eksekusi Hak Tanggungan atas objek jaminan (Hak Tanggungan) dengan cara mengajukan permohonan Eksekusi Hak Tanggungan secara tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL), baik dengan menggunakan jasa pra lelang Balai Lelang Swasta maupun secara langsung kepada KPKNL tersebut. Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, KPKNL merupakan instansi pemerintah yang berada dibawah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara pada Departemen Keuangan yang bertugas untuk menyelenggarakan lelang. Setelah menerima permohonan lelang eksekusi dari bank, KPKNL akan memeriksa 84 Herowati Poesoko, Parate Eksekusi Objek Hak Tanggungan (Inkonsistensi, Konflik Norma dan Kesesatan Penalaran dalam UUHT), Cetakan 1 (Yogyakarta : Laksbang PRESSindo, 2008), halaman
15 kelengkapan dokumen persyaratan lelang yang diserahkan oleh bank. Dokumen persyaratan lelang eksekusi berdasarkan Pasal 6 Undang-undang Hak Tanggungan adalah sebagai berikut 85 : 1. Salinan/fotocopi Perjanjian Kredit. 2. Salinan/Fotokopi Sertipikat Hak Tanggungan. 3. Salinan Fotokopi perincian hutang atau jumlah kewajiban debitur yangharus dipenuhi. 4. Salinan/Fotocopi bukti bahwa debitur wanprestasi, berupa peringatan-peringatan maupun pernyataan dari pihak kreditur. 5. Asli/Fotokopi bukti kepemilikan hak 6. Salinan/ fotokopi surat pemberitahuan rencana pelaksanaan lelang kepada debitur oleh kreditur, yang diserahkan paling lambat 1(satu) hari sebelum lelang dilaksanakan. 7. Surat pernyataan dari kreditur yang akan bertanggung jawab apabila terjadi gugatan perdata atau tuntutan pidana. Setelah dokumen persyaratan lelang secara keseluruhan telah dipenuhi, maka Kepala KPKNL akan mengeluarkan penetapan jadwal lelang secara tertulis kepada bank selaku pemohon lelang yang berisi sebagai berikut 86 : 85 Hasil Wawancara dengan Kasi lelang KPKLN Sumut Bpk. Dian Surbakti pada tanggal 26 Maret Ibid
16 a. Penetapan tempat dan waktu lelang. b. Permintaan untuk melaksanakan pengumuman lelang sesuai ketentuan dan menyampaikan bukti pengumumannya. c. Hal-hal yang perlu disampaikan kepada penjual misalnya mengenai harga limit, penguasaan secara fisik terhadap barang bergerak yang dilelang, dan lain sebagainya. Selanjutnya berdasarkan ketentuan Pasal 22 ayat (1) dan (2) PMK No.93/PMK.06/2010 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, pelaksanaan lelang atas tanah atau tanah dan bangunan wajib dilengkapi dengan Surat Keterangan Tanah (SKT) dari Kantor pertanahan setempat. Permintaan penerbitan SKT kepada Kepala Kantor Pertanahan setempat diajukan oleh Kepala KPKNL yang biaya pengurusannya menjadi tanggung jawab bank selaku pemohon lelang. Apabila hari dan tempat pelaksanaan lelang telah ditentukan oleh Kepala KPKNL, maka akan dituangkan dalam pengumuman lelang, karena dalam pengumuman lelang paling sedikit memuat hal-hal sebagai berikut 87 : a. Identitas penjual; b. Hari, tanggal, waktu dan tempat pelaksanaan lelang; c. Jenis dan Jumlah barang; d. Lokasi, luas tanah, jenis hak atas tanah, dan ada/tidak adanya bangunan, khusus untuk barang tidak bergerak berupa tanah dan atau bangunan; 87 Ibid
17 e. Jumlah dan jenis /spesifikasi, khusus untuk barang bergerak; f. Jangka waktu melihat barang yang akan dilelang; g. Uang jaminan penawaran lelang meliputi besaran, jangka waktu, cara dan tempat penyetoran, dalam hal dipersyaratkan adanya uang jaminan penawaran lelang; h. Jangka waktu pembayaran Harga Lelang, i. Harga limit, sepanjang hal itu diharuskan dalam peraturan perundang-undangan atau atas kehendak penjual/pemilik barang. Di dalam menentukan harga limit wajib dicantumkan pada pengumuman lelang, hal ini dimaksud agar calon peserta lelang dapat mengetahui batas harga barang yang akan di lelang. Pengumuman lelang merupakan kewajiban dari bank selaku penjual sehingga bank wajib menanggung biaya pengumuman lelang yang telah diterbitkan dalam surat kabar. Berdasarkan ketentuan PMK No.93/PMK.06/2010 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, Pengumuman lelang dilakukan sebanyak dua (2) kali berselang 15 (lima belas) hari, untuk pengumuman pertama diperkenankan melalui tempelan yang mudah dibaca oleh umum atau melalui surat kabar harian dan pengumuman yang kedua harus dilakukan melalui surat kabar harian dan dilakukan selang 14 (empat belas) hari sebelum pelaksanaan lelang 88. Setelah penjual melakukan pengumuman lelang maka penjual berkewajiban memberitahu kepada debitur yang wanprestasi serta pihak-pihak yang terkait dengan 88 Ibid
18 barang yang akan dilelang, bahwa benda milik debitur akan dilelang. Pemberitahuan pelelangan juga dilakukan terhadap penghuni bangunan dan pemilik barang saat lelang akan dilakukan. Apabila hal tersebut di atas telah dilakukan oleh penjual maka lelang dapat dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang ditentukan 89. Pada hari pelaksanaan lelang eksekusi sebagaimana yang telah ditetapkan, pelaksanaan lelang eksekusi dilakukan oleh Pejabat Lelang yang ditunjuk oleh Kepala KPKNL. Penawaran lelang akan dilakukan secara naik-naik dimulai dari harga limit lelang yang ditetapkan. Atas penawaran tertinggi dari peserta lelang, maka Pejabat Lelang akan menunjuk dan menetapkan penawar tertinggi tersebut sebagai pemenang lelang secara sah. Paling lambat tiga hari setelah tanggal pelaksanaan lelang. Pemenang Lelang harus menyetorkan pelunasan sesuai dengan harga yang terbentuk di lelang setelah dikurangi dengan nilai jaminan lelang yang telah disetorkan sebelumnya 90. Setelah menerima setoran dari pemenang lelang, Bendahara KPKNL akan menyerahkan uang hasil lelang kepada bank setelah dikurangi dengan Pajak Penjual Lelang sebesar 5% (lima persen) dan Bea Lelang Penjual sebesar 1% (satu persen) masing-masing dihitung dari nilai lelang yang terjual. Selanjutnya bank akan memperhitungkan hasil penjualan lelang obyek jaminan debitur tersebut untuk pelunasan seluruh kewajiban debitur pada bank, yang terdiri dari utang pokok pinjaman, bunga, denda dan biaya-biaya. Atas pelunasan ini, apabila masih terdapat 89 Ibid 90 Ibid
19 kelebihan dari hasil penjualan tersebut, maka bank harus mengembalikan kelebihan dana hasil penjualan tersebut kepada debitur 91. D. Pelaksanaan Parate Eksekusi melalui Balai Lelang Swasta Peraturan yang mengatur tentang Balai Lelang adalah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.07/2005 tanggal 30 November 2005 tentang Balai Lelang. Menurut Peraturan Menteri Keuangan tersebut, Balai Lelang adalah Perseroan Terbatas (PT) yang didirikan oleh swasta nasional, patungan swasta nasional dengan swasta asing, atau patungan BUMN/D dengan swasta nasional/ asing yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan operasional usaha Balai Lelang. Dalam Peraturan Menteri Keuangan tersebut, Izin Operasional Balai Lelang diberikan dan dicabut oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri Keuangan. Permohonan Izin Operasional Balai Lelang diajukan oleh Direksi secara tertulis kepada Direktur Jenderal di atas kertas bermaterai cukup dilengkapi dengan dokumen persyaratan. Balai Lelang Swasta bergerak di bidang pelayanan jasa lelang pada umumnya dan khususnya dala lelang objek hak tanggungan yaitu jasa pralelang dan/atau jasa pasca lelang sebagaimana tercantum pada Pasal 6 jo Pasal 20 UUHT. Sesuai dengan yang tercantum pada Pasal 6 UUHT bahwa apabila debitur wanprestasi maka kreditor pemegang hak tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual obyek hak tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum dan mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan itu. Begitu debitur wanprestasi, 91 Ibid
20 maka kreditor pemegang hak tanggungan diberi hak oleh UUHT untuk langsung membuat permohonan lelang kepada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) dengan perantara Balai Lelang Swasta. Jadi walaupun di dalam akta pemberian hak tanggungan tercantum klausula: dalam hal debitur wanprestasi, kreditor pemegang hak tanggungan berwenang menjual atas kekuasaan sendiri, namun pelaksanaan lelang eksekusi tidak boleh dilakukan sendiri oleh kreditor. Dalam hal ini debitur akan menyerahkan penyelesaiannya kepada Balai Lelang Swasta sebagai penyelenggara lelang. Dalam Pasal 10 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.07/2005 ditegaskan bahwa kegiatan usaha Balai Lelang meliputi Jasa Pralelang, Jasa Pelaksanaan Lelang dengan Pejabat Lelang Kelas II, dan Jasa Pascalelang terhadap jenis lelang : 1. Lelang Non Eksekusi Sukarela, 2. Lelang aset BUMN/ D berbentuk persero, dan 3. Lelang aset milik bank dalam likuidasi berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1999 tentang Pencabutan Izin Usaha, Pembubaran dan Likuidasi Bank. Berdasarkan ketentuan Pasal 10 ayat (2) di atas, kegiatan lelang hak tanggungan yang dilakukan melalui Balai Lelang Swasta terlebih dahulu secara formal hukumnya harus ada kata sepakat antara Bank dengan debiturnya. Tanpa adanya kata kesepakatan untuk menggunakan mekanisme penjualan lelang melalui Balai Lelang Swasta, debitor dapat menuntut pembatalan atas mekanisme tersebut.
21 Dalam praktiknya, pelaksanaan lelang melalui Balai Lelang Swasta tidaklah mudah dan cenderung membutuhkan biaya yang besar mengingat Balai Lelang Swasta sering mendapat hambatan dalam pengosongan objek jaminan kredit bank berupa Hak Tanggungan yang telah dilelang, karena untuk memperoleh fiat pengadilan (putusan penetapan pengadilan) tentang eksekusi pengosongan terlebih dahulu harus disertakan Surat Pengantar dari KPKNL, walaupun sudah ada Risalah Lelang yang dikukuhkan oleh Pejabat Lelang Kelas II dari KPKNL ketika dilakukan lelang oleh Balai Lelang Swasta. Disamping itu, Bank juga harus memperhitungkan besaran imbalan jasa kepada Balai Lelang Swasta, meskipun besaran imbalan jasa ini ditentukan pula dengan adanya kesepakatan namun sedikit banyaknya pastinya akan mempengaruhi pendapatan Bank atas hasil penjualan lelang tersebut. E. Pelaksanaan Parate Eksekusi Hak Tanggungan Di PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk Cabang Medan Undang-undang telah menyediakan lembaga parate eksekusi Hak Tanggungan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 6 Undang-undang Hak Tanggungan sebagai jalan keluar (way out) apabila debitur cidera janji atau wanprestasi dalam memenuhi kewajiban pembayarannya kepada bank selaku kreditur. Akan tetapi dalam praktiknya dilapangan masih terdapat beberapa kendala yang dialami oleh Bank Muamalat Cabang Medan dalam pelaksanaan parate eksekusi Hak Tanggungan tersebut. Kendala ini baik yang berupa kendala yang dihadapi pada awal pelaksanaan
22 parate eksekusi hak tanggungan, maupun kendala lain yang dihadapi oleh bank setelah pelaksanaan eksekusi Hak Tanggungan tersebut 92. Tabel 2.1 Pelaksanaan parate eksekusi pada PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk Cabang Medan tahun Tahun Pelaksanaan Parate Eksekusi BERHASIL GAGAL Total Sumber : Data Pembiayaan Bermasalah PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk Pada Tabel 2.1 ditampilkan data nasabah yang telah terdaftar sebagai nasabah KNLW (Kewajiban Nasabah Lewat Waktu) dimana nasabah tersebut tercatat sebagai nasabah yang berkolektibiltas 3, 4 dan 5. Tahun 2009 pelaksanaan parate eksekusi dilakukan terhadap 8 (delapan) aset nasabah, dengan hasil 5 (lima) aset nasabah yang berhasil dan 3 (tiga) gagal dilakukan parate eksekusi. Pada 2010, dengan jumlah 13 (tiga belas) aset nasabah, yang berhasil hanya 7 (tujuh) aset nasabah. Pada tahun 2011, parate eksekusi berhasil dilaksanakan terhadap 11 (sebelas) aset nasabah dari total 17 (tujuh belas) aset. Tahun 2012 yang berhasil hanya 1 (satu) aset nasabah dari total 7 (tujuh) aset. Dalam periode tahun terdapat 21 pelaksanaan parate eksekusi yang mengalami kegagalan. Kegagalan tersebut antara lain disebabkan oleh berbagai 92 Data berdasarkan hasil wawancara dengan Head of Unit Remedial/Pembiayaan Bermasalah Bpk Hardiman pada PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk. pada tanggal 8 April 2013
23 macam masalah seperti aset yang sulit dijual, aset yang tidak dapat dikosongkan karena tetap ditempati oleh debitur, dan adanya gugatan yang diajukan kepada Bank Muamalat. Adapun beberapa kendala yang dihadapi oleh Bank Muamalat dalam pelaksanaan parate eksekusi adalah : 1. Adanya perlawanan dari Debitur Dalam periode tahun terdapat 9 (sembilan) gugatan yang diajukan kepada Bank Muamalat Cabang Medan. Diantara sejumlah gugatan tersebut, beberapa diantaranya dilakukan oleh debitur sebelum pelaksanaan eksekusi hak tanggungan dilakukan. Materi gugatan yang diajukan oleh debitur atau pihak ketiga biasanya mengenai jumlah hutang yang dianggap tidak jelas/tidak pasti, adanya kesalahan dalam Pengikatan Jaminan atau Perjanjian pembiayaan, objek tanah dan bangunan dimiliki oleh pihak ketiga, hingga materi mengenai harta bersama atau harta warisan. Atas adanya gugatan tersebut, pihak KPKNL biasanya akan melakukan penundaan atau bahkan menolak permohonan lelang eksekusi yang diajukan oleh bank apabila terdapat gugatan dari debitur atau pihak ketiga yang masih belum diselesaikan sehubungan dengan tanah dan atau bangunan yang akan menjadi objek lelang eksekusi Hak Tanggungan. Sikap konservatif KPKNL seperti ini didasarkan pada pengalaman dilapangan yang mereka alami dimana seringkali Pejabat Lelang KPKNL yang melaksanakan lelang eksekusi atas tanah dan bangunan yang dimohonkan oleh bank, dijadikan sebagai salah satu pihak Tergugat dalam gugatan yang dilakukan oleh debitur, dan atau akan direpotkan
24 oleh pemanggilan dari Pihak Kepolisian atau Penyidik manakala debitur membawa permasalahan tersebut ke ruang lingkup pidana melalui suatu laporan polisi 93 Dalam mengatasi gugatan tersebut Bank Muamalat Cabang Medan menjawab gugatan tersebut dengan melakukan perlawanan dengan mengikuti proses beracara dalam peradilan perdata pada umumnya. Dimana akhirnya gugatan yang diajukan debitur kepada Bank Muamalat Cabang Medan berakhir pada proses duplik maupun jawaban gugatan. Hal ini dikarenakan debitur maupun kuasa hukumnya kurang cermat dalam melihat ataupun membaca akad pembiayaan yang telah disepakati oleh pihak debitur dengan Bank Muamalat Cabang Medan. Sebagaimana dalam akad pembiayaan tersebut disebutkan dan dibacakan oleh Notaris pada saat melakukan pengikatan pembiayaan, bahwa pada Pasal penyelesaian sengketa terdapat klausul Apabila terjadi sengketa atau konflik antara Bank dengan Nasabah maka diselesaikan secara musyawarah dan apabila tidak ditemukan kata mufakat maka dapat diselesaikan melalui Badan Arbitrase Nasional (Basyarnas) yang putusannya bersifat final dan binding. Akan tetapi, pihak debitur mengajukan gugatan melalui Pengadilan Negeri sehingga secara aturan hukum Hakim dapat membatalkan gugatan tersebut berkenaan dengan kompetensi absolut pelaksanaan gugatan. 2. Sulitnya mencari pembeli lelang 93 Ibid
25 Pada periode tahun terdapat 12 (dua belas) aset yang yang gagal dilakukan parate eksekusi disebabkan oleh sulitnya mencari pembeli lelang atas tanah dan bangunan yang menjadi obyek lelang eksekusi tersebut. Tidak semua masyarakat mengerti dan mengetahui mekanisme pelaksanaan lelang eksekusi hak tanggungan. Adanya kekhawatiran masyarakat terhadap kemungkinan terjadi permasalahan kepemilikan atas tanah dan bangunan yang dibeli melalui lelang tersebut, misalnya adanya gugatan dari debitur atau pemilik lama tanah dan bangunan tersebut yang tidak dapat menerima dilakukannya lelang eksekusi atas tanah dan bangunan miliknya. Kekhawatiran masyarakat juga timbul saat obyek tanah dan bangunan yang dilelang tersebut secara fisik masih berada dalam penguasaan debitur atau pihak ketiga lainnya. Meskipun pembeli lelang dapat mengajukan pengosongan tanah dan bangunan tersebut berdasarkan ketentuan Pasal 200 ayat 11 HIR, namun pihak Pengadilan Negeri umumnya tidak dapat menerima Permohonan Pengosongan atas tanah dan bangunan yang dibeli melalui lelang parate eksekusi hak tanggungan. Pihak pengadilan hanya menerima permohonan pengosongan atas tanah dan bangunan yang dibeli oleh Pihak Pembeli melalui lelang eksekusi yang dilaksanakan fiat pengadilan (melalui Pengadilan Negeri). Beberapa pengadilan negeri bahkan berpendapat bahwa pengosongan tanah dan bangunan yang diperoleh dari lelang eksekusi hak tanggungan harus dilakukan melalui mekanisme gugatan terlebih dahulu oleh pemohon/pemenang lelang. Kalaupun permohonan pengosongan berdasarkan Pasal 200 ayat 11 HIR tersebut diterima oleh Pengadilan Negeri, pemenang lelang akan menanggung seluruh biaya yang ditimbulkan sehubungan dengan proses
26 pengosongan tersebut. Semakin sulit kondisi lapangan untuk melakukan proses pengosongan, maka semakin besar pula biaya pengosongan yang harus dikeluarkan oleh pemenang lelang. Hal ini menjadi suatu pertimbangan khusus bagi masyarakat untuk berfikir berulang kali ketika hendak membeli tanah dan atau bangunan melalui lelang eksekusi Hak Tanggungan 94. Terhadap aset yang sulit untuk dijual tersebut, Bank Muamalat Cabang Medan melakukan pendekatan persuasif kembali kepada debitur agar debitur dapat memberikan kuasa jual dan pengakuan utang secara notariel. Hal ini akan memudahkan Bank Muamalat Cabang Medan untuk dapat melakukan penjualan aset secara bawah tangan. Selain itu Bank Muamalat Cabang Medan juga melakukan hapus buku (write off) terhadap utang debitur sehingga dalam catatan Bank Muamalat utang tersebut telah lunas namun tidak hapus tagih. Tindakan ini wajib mendapatkan persetujuan dari dewan direksi PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk Hasil Wawancara dengan Advokat Syafrinal, SH pada Kantor Hukum Hasrul Benny Harahap, tanggal 10 April Hasil Wawancara dengan Head Remedial Bpk Hardiman (Bagian Pembiayaan Bermasalah) Bank Muamalat Cabang Medan, tanggal 8 April 2013
BAB I PENDAHULUAN. sebagai orang perseorangan dan badan hukum 3, dibutuhkan penyediaan dana yang. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.
13 A. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN Pembangunan ekonomi, sebagai bagian dari pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan
Lebih terperinciImma Indra Dewi Windajani
HAMBATAN EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN DI KANTOR PELAYANAN KEKAYAAN NEGARA DAN LELANG YOGYAKARTA Imma Indra Dewi Windajani Abstract Many obstacles to execute mortgages by auctions on the Office of State Property
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara umum, bank adalah lembaga yang melaksanakan tiga fungsi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara umum, bank adalah lembaga yang melaksanakan tiga fungsi utama, yaitu menerima simpanan uang, meminjamkan uang, dan memberikan jasa pengiriman uang. Bank
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciLEMBARAN-NEGARA Republik Indonesia No.42 Tahun 1996
Lembaran Negara Republik Indonesia LEMBARAN-NEGARA Republik Indonesia No.42 Tahun 1996 No. 42, 1996 TANAH, HAK TANGGUNGAN, Jaminan Utang, Sertipikat. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang
Lebih terperinciBAB II LAHIRNYA HAK KEBENDAAN PADA HAK TANGGUNGAN SEBAGAI OBYEK JAMINAN DALAM PERJANJIAN KREDIT
56 BAB II LAHIRNYA HAK KEBENDAAN PADA HAK TANGGUNGAN SEBAGAI OBYEK JAMINAN DALAM PERJANJIAN KREDIT 1. Hak Tanggungan sebagai Jaminan atas Pelunasan Suatu Utang Tertentu Suatu perjanjian utang-piutang umumnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang diintrodusir oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang. Perdata. Dalam Pasal 51 UUPA ditentukan bahwa Hak Tanggungan dapat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hak Tanggungan adalah suatu istilah baru dalam Hukum Jaminan yang diintrodusir oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. usaha dan pemenuhan kebutuhan taraf hidup. Maka dari itu anggota masyarakat
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Meningkatnya pertumbuhan perekonomian menciptakan motivasi masyarakat untuk bersaing dalam kehidupan. Hal ini di landasi dengan kegiatan usaha dan pemenuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. nasional yang merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi adalah sebagai bagian dari pembangunan nasional yang merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan
Lebih terperinciBAB III PENUTUP. ditentukan 3 (tiga) cara eksekusi secara terpisah yaitu parate executie,
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan seluruh uraian pada bab sebelumnya, maka dalam bab penutup dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam Pasal 20 UUHT telah ditentukan 3 (tiga) cara eksekusi secara terpisah
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciPERLAWANAN TERHADAP EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN DAN PENGOSONGAN OBJEK LELANG OLEH : H. DJAFNI DJAMAL, SH., MH. HAKIM AGUNG REPUBLIK INDONESIA
PERLAWANAN TERHADAP EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN DAN PENGOSONGAN OBJEK LELANG OLEH : H. DJAFNI DJAMAL, SH., MH. HAKIM AGUNG REPUBLIK INDONESIA I. PENDAHULUAN Pertama-tama perkenankan kami mewakili Wakil Ketua
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dapat menyalurkan kredit secara lancar kepada masyarakat. Mengingat
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bank sebagai lembaga keuangan yang menggerakkan roda perekonomian, dikatakan telah melakukan usahanya dengan baik apabila dapat menyalurkan kredit secara lancar kepada
Lebih terperinciPARATE EXECUTIE PADA HAK TANGGUNGAN SEBAGAI PERLINDUNGAN ASET KREDITOR DAN DEBITOR
Yusuf Arif Utomo: Parate Executie Pada Hak Tanggungan 177 PARATE EXECUTIE PADA HAK TANGGUNGAN SEBAGAI PERLINDUNGAN ASET KREDITOR DAN DEBITOR Oleh Yusuf Arif Utomo* Abstrak Bank dalam memberikan pinjaman
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN SEBAGAI HAK JAMINAN. A. Dasar Hukum Pengertian Hak Tanggungan
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN SEBAGAI HAK JAMINAN A. Dasar Hukum Pengertian Hak Tanggungan Adanya unifikasi hukum barat yang tadinya tertulis, dan hukum tanah adat yang tadinya tidak tertulis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana kepada pihak-pihak yang membutuhkan dana, dalam hal ini bank
9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan memegang peranan sangat penting dalam bidang perekonomian seiring dengan fungsinya sebagai penyalur dana dari pihak yang mempunyai kelebihan dana kepada
Lebih terperinciPERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN SUKINO Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Riau
VOLUME 5 NO. 2 Februari 2015-Juli 2015 JURNAL ILMU HUKUM PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN SUKINO Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Riau
Lebih terperinciBAB V PEMBAHASAN. Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tulungagung. sebagai barang yang digunakan untuk menjamin jumlah nilai pembiayaan
1 BAB V PEMBAHASAN A. Faktor-faktor yang mendukung dan menghambat BMT Istiqomah Unit II Plosokandang selaku kreditur dalam mencatatkan objek jaminan di Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tulungagung.
Lebih terperinciBab I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. Perbankan merupakan lembaga yang bergerak di bidang
Bab I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Perbankan merupakan lembaga yang bergerak di bidang perekonomian. Perbankan menjalankan kegiatan usahanya dengan mengadakan penghimpunan dana dan pembiayaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional. merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan
Lebih terperinciLEMBARAN-NEGARA REPUBLIK INDONESIA
1 of 10 LEMBARAN-NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 42, 1996 TANAH, HAK TANGGUNGAN, Jaminan Utang, Sertipikat. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3632). UNDANG-UNDANG REPUBLIK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terutama oleh instansi-instansi yang menurut Undang-Undang mempunyai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyelesaian kredit macet perbankan yang terjadi pada bank-bank umum terutama pada bank umum milik pemerintah wajib di intensifkan dan harus dilaksanakan secara
Lebih terperinciPENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN HAK TANGGUNGAN PADA PT. BPR ARTHA SAMUDRA DI KEDIRI
PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN HAK TANGGUNGAN PADA PT. BPR ARTHA SAMUDRA DI KEDIRI Airlangga ABSTRAK Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan
Lebih terperinci3 Lihat UU No. 4 Tahun 1996 (UUHT) Pasal 20 ayat (1) 4 Sudarsono, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hal. 339
KEWENANGAN MENJUAL SENDIRI (PARATE EXECUTIE) ATAS JAMINAN KREDIT MENURUT UU NO. 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN 1 Oleh: Chintia Budiman 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HIPOTIK DAN HAK TANGGUNGAN. Hipotik berasal dari kata hypotheek dari Hukum Romawi yaitu hypotheca yaitu suatu jaminan
BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HIPOTIK DAN HAK TANGGUNGAN A. Tinjauan Terhadap Hipotik 1. Jaminan Hipotik pada Umumnya Hipotik berasal dari kata hypotheek dari Hukum Romawi yaitu hypotheca yaitu suatu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional, merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila
Lebih terperinciEKSEKUSI HAK TANGGUNGAN DALAM UU.NO.4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA- BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH
EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN DALAM UU.NO.4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA- BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH Pendahuluan : (oleh H.SARWOHADI,S.H.,M.H. Hakim Tinggi PTA Mataram).
Lebih terperinciPERBEDAAN ANTARA GADAI DAN FIDUSIA
PERBEDAAN ANTARA GADAI DAN FIDUSIA NO. URAIAN GADAI FIDUSIA 1 Pengertian Gadai adalah suatu hak yang diperoleh kreditor (si berpiutang) atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh debitur
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional, merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan pancasila
Lebih terperinciHAK TANGGUNGAN TANAH & BANGUNAN SEBAGAI JAMINAN PELUNASAN UTANG
HAK TANGGUNGAN TANAH & BANGUNAN SEBAGAI JAMINAN PELUNASAN UTANG Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA DEFINISI Hak Tanggungan adalah: Hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah, berikut/tidak
Lebih terperinciSALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 106/PMK.06/2013 TENTANG
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 106/PMK.06/2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 93/PMK.06/2010 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menjadi sangat penting dan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia
7 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Majunya perekonomian suatu bangsa, menyebabkan pemanfaatan tanah menjadi sangat penting dan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia itu sendiri. Hal ini terlihat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Kekuatan Eksekutorial Hak Tanggungan dalam lelang
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Kekuatan Eksekutorial Hak Tanggungan dalam lelang Eksekusi 1. Kekuatan Eksekutorial Pengertian kekuatan Eksekutorial menurut Pasal 6 UUHT dapat ditafsirkan sebagai
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 42 TAHUN 1999 (42/1999) TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 42 TAHUN 1999 (42/1999) TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kebutuhan yang sangat besar
Lebih terperinciPELAKSANAAN EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN PADA PT. BANK. MANDIRI (PERSERO) Tbk. BANDAR LAMPUNG. Disusun Oleh : Fika Mafda Mutiara, SH.
PELAKSANAAN EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN PADA PT. BANK MANDIRI (PERSERO) Tbk. BANDAR LAMPUNG Disusun Oleh : Fika Mafda Mutiara, SH. 11010112420124 Disusun Dalam Rangka Memenuhi Persyaratan Program Magister
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan di bidang ekonomi merupakan bagian dari pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan pancasila dan Undang-Undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merupakan jaminan perorangan. Jaminan kebendaan memberikan hak. benda yang memiliki hubungan langsung dengan benda-benda itu, dapat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan pinjam-meminjam uang telah dilakukan sejak lama dalam kehidupan masyarakat yang telah mengenal uang sebagai alat pembayaran. Dapat diketahui bahwa hampir semua
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan ekonomi sebagai salah satu bagian yang terpenting dari
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi sebagai salah satu bagian yang terpenting dari pembangunan nasional, merupakan salah satu upaya dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang adil
Lebih terperinciAKTA PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN
Contoh Akta Pemberian Hak Tanggungan atas obyek hak atas tanah. AKTA PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN No : 40123981023/ 00200700 Lembar Pertama/Kedua Pada hari ini, Senin ksdjf tanggal 12 ( dua belas ---------------------------------)
Lebih terperinciEKSEKUSI HAK TANGGUNGAN DI PENGADILAN AGAMA
1 EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN DI PENGADILAN AGAMA Oleh : Abdul Hadi. 1 Sekedar mengenang sejarah, bukan meratapi, 2 dulu sebelum Undang-Undang No. 3 tahun 2006, jangankan untuk mempelajari eksekusi hak tanggungan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan pasal 8 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (dalam tulisan ini, undang-undang
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 176/PMK.06/2010 TENTANG BALAI LELANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 176/PMK.06/2010 TENTANG BALAI LELANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 Peraturan
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 168, (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3889)
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 168, 1999. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3889) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bidang ekonomi termasuk sektor keuangan dan perbankan harus segera
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan perekonomian di Indonesia mempunyai dampak yang sangat positif. Perbaikan sistem perekonomian dalam penentuan kebijakan pemerintah di bidang ekonomi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. Seiring dengan berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5
23 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN A. Pengertian Hak Tanggungan Seiring dengan berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960, maka Undang-Undang tersebut telah mengamanahkan untuk
Lebih terperinciMengenai Hak Tanggungan. Sebagai Satu-Satunya Lembaga Hak Jaminan atas Tanah
Mengenai Hak Tanggungan Sebagai Satu-Satunya Lembaga Hak Jaminan atas Tanah Tentang Hak Tanggungan PENGERTIAN HAK TANGGUNGAN Hak Tanggungan adalah hak jaminan atas tanah dibebankan pada hak atas tanah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,
BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT A. Pengertian Hukum Jaminan Kredit Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, zekerheidsrechten atau security of law. Dalam Keputusan
Lebih terperinciEKSEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA
EKSEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA A. PENDAHULUAN Pada era globalisasi ekonomi saat ini, modal merupakan salah satu faktor yang sangat dibutuhkan untuk memulai dan mengembangkan usaha. Salah satu cara untuk
Lebih terperinciPENJUALAN DIBAWAH TANGAN TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA SEBAGAI PENYELESAIAN KREDIT NARATAMA BERSADA CABANG CIKUPA, KABUPATEN
PENJUALAN DIBAWAH TANGAN TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA SEBAGAI PENYELESAIAN KREDIT MACET DI PT.BANK PERKREDITAN RAKYAT NARATAMA BERSADA CABANG CIKUPA, KABUPATEN TANGERANG Disusun Oleh : Nama NIM : Bambang
Lebih terperinciEKSEKUSI HAK TANGGUNGAN BERDASARKAN TITLE EKSEKUTORIAL DALAM SERTIFIKAT HAK TANGGUNGAN
EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN BERDASARKAN TITLE EKSEKUTORIAL DALAM SERTIFIKAT HAK TANGGUNGAN Evie Hanavia Email : Mahasiswa S2 Program MknFH UNS Widodo Tresno Novianto Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas
Lebih terperinciHak Tanggungan. Oleh: Agus S. Primasta 2
1 Oleh: Agus S. Primasta 2 Pengantar Secara awam, permasalahan perkreditan dalam kehidupan bermasyarakat yang adalah bentuk dari pembelian secara angsuran atau peminjaman uang pada lembaga keuangan atau
Lebih terperinciPRINSIP=PRINSIP HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG
PRINSIP=PRINSIP HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH Oleh: Drs. H. MASRUM MUHAMMAD NOOR, M.H. A. DEFINISI
Lebih terperinciKedudukan Hukum Pemegang Hak Tanggungan Dalam Hal Terjadinya Kepailitan Suatu Perseroan Terbatas Menurut Perundang-Undangan Di Indonesia
Kedudukan Hukum Pemegang Hak Tanggungan Dalam Hal Terjadinya Kepailitan Suatu Perseroan Terbatas Menurut Perundang-Undangan Di Indonesia Oleh : Lili Naili Hidayah 1 Abstrak Pada Undang undang Kepailitan,
Lebih terperinciSALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 160/PMK.06/2013 TENTANG
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 160/PMK.06/2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 176/PMK.06/2010 TENTANG BALAI LELANG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perbankan mempunyai peranan penting dalam menjalankan. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan diatur bahwa:
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam menghadapi perkembangan perekonomian nasional yang bergerak cepat, kompetitif, dan terintegrasi dengan tantangan yang semakin kompleks serta sistem keuangan
Lebih terperinciSALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 176/PMK.06/2010 TENTANG BALAI LELANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 176/PMK.06/2010 TENTANG BALAI LELANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kredit. Seperti yang tercantum dalam Pasal 1 angka 2 Undang undang nomor 10 tahun 1998
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hukum dan pembangunan merupakan dua variable yang selalu sering mempengaruhi antara satu sama lain. Hukum berfungsi sebagai stabilisator yang mempuyai peranan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. atas tanah berikut atau tidak berikut benda- benda lain yang merupakan
BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah berikut atau tidak berikut benda- benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. A. Pemberian Hak Tanggungan dan Ruang Lingkupnya
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN A. Pemberian Hak Tanggungan dan Ruang Lingkupnya Pemberian Hak Tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum yang mempunyai kewenangan untuk melakukan
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace dicabut: UU 40-2007 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 13, 1995 ( Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3587) UNDANG-UNDANG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menyalurkan dana dari masyarakat secara efektif dan efisien. Salah satu
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Kebutuhan masyarakat baik perorangan maupun badan usaha akan penyediaan dana yang cukup besar dapat terpenuhi dengan adanya lembaga perbankan yang
Lebih terperinciSALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 176/PMK.06/2010 TENTANG BALAI LELANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,
SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 176/PMK.06/2010 TENTANG BALAI LELANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 Peraturan Menteri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. piutang ini dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (yang selanjutnya disebut
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan di masyarakat sering kita mendapati perbuatan hukum peminjaman uang antara dua orang atau lebih. Perjanjian yang terjalin antara dua orang atau
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa kebutuhan yang sangat besar dan terus meningkat bagi dunia usaha atas tersedianya
Lebih terperincipada umumnya dapat mempergunakan bentuk perjanjian baku ( standard contract)
Definisi pinjam-meminjam menurut Pasal 1754 KUHPerdata adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang habis karena pemakaian,
Lebih terperinciLex Et Societatis Vol. V/No. 10/Des/2017
EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN SEBAGAI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR 1 Oleh: Ridel Adisetia 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana perlindungan hukum terhadap kreditur
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana
Lebih terperinciCONTOH SURAT PERJANJIAN KREDIT
CONTOH SURAT PERJANJIAN KREDIT PERJANJIAN KREDIT Yang bertanda tangan di bawah ini : I. ------------------------------------- dalam hal ini bertindak dalam kedudukan selaku ( ------ jabatan ------- ) dari
Lebih terperinciBAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
29 BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pelunasan dari debitor sebagai pihak yang meminjam uang. Definisi utang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Keterbatasan finansial atau kesulitan keuangan merupakan hal yang dapat dialami oleh siapa saja, baik orang perorangan maupun badan hukum. Permasalahan
Lebih terperinciPENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN SERTIFIKAT HAK MILIK ATAS TANAH MENURUT UNDANG - UNDANG NOMOR 04 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN
PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN SERTIFIKAT HAK MILIK ATAS TANAH MENURUT UNDANG - UNDANG NOMOR 04 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN Oleh Jatmiko Winarno Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Lamongan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembangunan jangka panjang adalah di bidang ekonomi. Undang-Undang
1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan A. Latar Belakang Garis Besar Haluan Negara (GBHN) menyebutkan bahwa titik berat pembangunan jangka panjang adalah di bidang ekonomi. Undang-Undang Dasar
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Nomor 4 Tahun 1996 angka (1). Universitas Indonesia. Perlindungan hukum..., Sendy Putri Maharani, FH UI, 2010.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional, merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang
Lebih terperinciPEJABAT LELANG TERANCAM HUKUMAN 5 TAHUN PENJARA.
PEJABAT LELANG TERANCAM HUKUMAN 5 TAHUN PENJARA www.postkota.news Pejabat lelang kelas satu pada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Denpasar, Usman Arif Murtopo, S.H, M.H., 39, duduk sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak untuk
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bank merupakan lembaga keuangan yang mempunyai peranan penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi nasional dan merupakan sarana bagi pemerintah dalam mengupayakan
Lebih terperinciLex Privatum, Vol. IV/No. 1/Jan/2016
HAMBATAN DALAM PELAKSANAAN LELANG ATAS JAMINAN KEBENDAAN YANG DIIKAT DENGAN HAK TANGGUNGAN 1 Oleh : Susan Pricilia Suwikromo 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undangundang
Lebih terperinciPENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN FIDUSIA
PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN FIDUSIA http://www.thepresidentpostindonesia.com I. PENDAHULUAN Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha
Lebih terperinciBAB 3 PARATE EKSEKUSI DALAM KAITANNYA DENGAN JANJI EKSEKUTORIAL DALAM HAK TANGGUNGAN, PERMASALAHAN YANG ADA SERTA PEMBAHASANNYA
BAB 3 PARATE EKSEKUSI DALAM KAITANNYA DENGAN JANJI EKSEKUTORIAL DALAM HAK TANGGUNGAN, PERMASALAHAN YANG ADA SERTA PEMBAHASANNYA 3.3 Tinjauan Umum Parate Eksekusi Dalam hal tidak diperjanjikan suatu jaminan
Lebih terperinciBAB II PENGATURAN HAK ISTIMEWA DALAM PERJANJIAN PEMBERIAN GARANSI. Setiap ada perjanjian pemberian garansi/ jaminan pasti ada perjanjian yang
BAB II PENGATURAN HAK ISTIMEWA DALAM PERJANJIAN PEMBERIAN GARANSI A. Perjanjian Pemberian Garansi/Jaminan Setiap ada perjanjian pemberian garansi/ jaminan pasti ada perjanjian yang mendahuluinya, yaitu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan lembaga keuangan yang mempunyai peranan penting
9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bank merupakan lembaga keuangan yang mempunyai peranan penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi nasional, dan merupakan sarana bagi pemerintah dalam menggalakkan
Lebih terperinciPERLINDUNGAN HUKUM PEMEGANG HAK TANGGUNGAN YANG OBYEKNYA DIKUASAI PIHAK KETIGA BERDASARKAN PERJANJIAN SEWA MENYEWA
PERLINDUNGAN HUKUM PEMEGANG HAK TANGGUNGAN YANG OBYEKNYA DIKUASAI PIHAK KETIGA BERDASARKAN PERJANJIAN SEWA MENYEWA ABSTRAK Dian Pertiwi NRP. 91030805 Dee_967@yahoo.com Tujuan dari penelitian ini adalah
Lebih terperincidisatu pihak dan Penerima utang (Debitur) di lain pihak. Setelah perjanjian tersebut
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya pemberian kredit dapat diberikan oleh siapa saja yang memiliki kemampuan, untuk itu melalui perjanjian utang piutang antara Pemberi utang (kreditur)
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap orang yang hidup di dunia dalam memenuhi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya setiap orang yang hidup di dunia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya tidak dapat dilakukan secara sendiri tanpa orang lain. Setiap orang mempunyai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan yang sedang giat dilaksanakan melalui rencana bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, baik materiil
Lebih terperinciPEMBEBANAN HAK TANGGUNGAN TERHADAP HAK ATAS TANAH SEBAGAI OBYEK JAMINAN
PEMBEBANAN HAK TANGGUNGAN TERHADAP HAK ATAS TANAH SEBAGAI OBYEK JAMINAN I KADEK ADI SURYA KETUT ABDIASA I DEWA NYOMAN GDE NURCANA Fakultas Hukum Universitas Tabanan Email :adysurya10@yahoo.com ABSTRAK
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan
Lebih terperinciKeywords: Execution, Grosse deed
PARATE EKSEKUSI GROSSE AKTA PENGAKUAN HUTANG Jamaluddin* 1 Abstract Grosse deed (Grosse deed of debt acknowledgment) is a deed made unilaterally by the debtor in order to provide assurance to the debtor
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. efisien. Tujuan kegiatan bank tersebut sesuai dengan Pasal 1 butir 2. UndangUndang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bank adalah salah satu lembaga keuangan yang memiliki peranan penting dalam pembangunan perekonomian Indonesia. Bank membantu pemerintah dalam menghimpun dana masyarakat
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peningkatan pembangunan nasional yang berkelanjutan memerlukan dukungan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan
Lebih terperinciMENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL
MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 3 TAHUN 1996 TENTANG BENTUK SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN, AKTA
Lebih terperinciMENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 3 TAHUN 1996 TENTANG
MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 3 TAHUN 1996 TENTANG BENTUK SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN, AKTA
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mengubah: UU 6-1983 lihat: UU 9-1994::UU 28-2007 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 126, 2000 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik
Lebih terperinciHAK MILIK ATAS RUMAH SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA
HAK MILIK ATAS RUMAH SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA Oleh : Dr. Urip Santoso, S.H, MH. 1 Abstrak Rumah bagi pemiliknya di samping berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian, juga berfungsi sebagai aset bagi
Lebih terperinciTINJAUAN TENTANG KEKUATAN EKSEKUTORIAL SERTIFIKAT HAK TANGGUNGAN APABILA ADA PERLAWANAN DARI DEBITUR WANPRESTASI
TINJAUAN TENTANG KEKUATAN EKSEKUTORIAL SERTIFIKAT HAK TANGGUNGAN APABILA ADA PERLAWANAN DARI DEBITUR WANPRESTASI ABSTRAK Oleh I Putu Indra Prastika I Made Pasek Diantha Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas
Lebih terperinci