Rancangan PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Rancangan PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA"

Transkripsi

1 Rancangan PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 129 ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pemberian Air Susu Ibu eksklusif; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Bayi adalah anak dari baru lahir sampai berusia 12 (dua belas) bulan. 2. Air Susu Ibu yang selanjutnya disingkat ASI, adalah cairan hasil sekresi kelenjar payudara ibu. 3. Air Susu Ibu eksklusif yang selanjutnya disebut ASI eksklusif, adalah air susu ibu yang diberikan kepada bayi tanpa menambahkan, dan/atau mengganti dengan makanan atau minuman lain yang dilakukan selama 6 bulan sejak bayi dilahirkan.susu formula bayi adalah susu yang secara khusus diformulasikan sebagai pengganti air susu ibu untuk bayi sampai umur 6 bulan. 1

2 4. Produk bayi lainnya adalah produk bayi yang terkait langsung dengan kegiatan menyusui meliputi segala bentuk susu formula bayi lainnya, botol susu, dot, dan empeng. 5. Fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat. 6. Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. 7. Tempat kerja adalah ruangan atau lapangan tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap dimana tenaga kerja bekerja, atau sering dimasuki untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber atau sumbersumber bahaya. 8. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 10. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan. Pasal 2 Pengaturan pemberian ASI eksklusif bertujuan untuk: a. menjamin pemenuhan hak bayi untuk mendapatkan ASI eksklusif sejak dilahirkan sampai dengan usia 6 (enam) bulan; b. memberikan perlindungan kepada ibu untuk dapat memenuhi kewajiban memberikan ASI eksklusif kepada bayinya; dan c. meningkatkan peran dan dukungan suami/keluarga, masyarakat, pemerintah daerah, dan pemerintah dalam pemberian ASI eksklusif. BAB II TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH DAN PEMERINTAH DAERAH Pasal 3 Tanggung jawab pemerintah dalam program pemberian ASI eksklusif meliputi: a. menetapkan kebijakan nasional terkait program pemberian ASI eksklusif; b. melaksanakan advokasi dan sosialisasi program pemberian ASI eksklusif; 2

3 c. memberikan pelatihan mengenai program pemberian ASI eksklusif dan penyediaan tenaga konselor menyusui di fasilitas pelayanan kesehatan dan tempat sarana umum lainnya; d. mengintegrasikan materi ASI eksklusif pada kurikulum pendidikan formal dan nonformal bagi tenaga kesehatan; e. membina, mengawasi serta mengevaluasi pelaksanaan dan pencapaian program pemberian ASI eksklusif di fasilitas pelayanan kesehatan, tempat kerja, tempat sarana umum, dan kegiatan di masyarakat; f. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkaitan dengan ASI eksklusif; g. mengembangkan kerja sama di dalam dan dengan luar negeri terkait ASI eksklusif. h. menyediakan waktu dan fasilitas khusus dalam penyelenggaraan pemberian ASI eksklusif. i. menyediakan ketersediaan akses terhadap informasi dan edukasi atas penyelenggaraan pemberian ASI eksklusif. j. mengalokasikan dana dalam penyelenggaraan pemberian ASI eksklusif. Pasal 4 Tanggung jawab pemerintah daerah dalam program pemberian ASI eksklusif meliputi: a. menetapkan kebijakan daerah terkait program pemberian ASI eksklusif; b. melaksanakan advokasi dan sosialisasi program pemberian ASI eksklusif; c. memberikan pelatihan mengenai program pemberian ASI eksklusif dan penyediaan tenaga konselor menyusui di fasilitas pelayanan kesehatan dan tempat sarana umum lainnya; d. mengintegrasikan materi ASI eksklusif pada kurikulum pendidikan formal dan nonformal bagi tenaga kesehatan; e. membina, mengawasi serta mengevaluasi pelaksanaan dan pencapaian program pemberian ASI eksklusif di fasilitas pelayanan kesehatan, tempat kerja, tempat sarana umum, dan kegiatan di masyarakat; f. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkaitan dengan ASI eksklusif; g. mengembangkan kerja sama di dalam negeri terkait ASI eksklusif. h. menyediakan waktu dan fasilitas khusus dalam penyelenggaraan pemberian ASI eksklusif. i. menyediakan ketersediaan akses terhadap informasi dan edukasi atas penyelenggaraan pemberian ASI eksklusif. j. mengalokasikan dana dalam penyelenggaraan pemberian ASI eksklusif. 3

4 BAB III PENYELENGGARAAN Bagian Kesatu Umum Pasal 5 (1) Ibu yang melahirkan berkewajiban memberikan ASI eksklusif kepada bayi yang dilahirkannya. (2) Pemberian ASI eksklusif kepada bayi harus dilakukan selama 6 (enam) bulan sejak bayi dilahirkan. Pasal 6 : (1) Ketentuan mengenai pemberian ASI eksklusif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 tidak berlaku apabila terdapat indikasi medis. (2) Penentuan terdapat atau tidaknya indikasi medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh dokter. (3) Dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam menentukan terdapat atau tidaknya indikasi medis harus mengacu pada standar profesi, standar pelayanan, dan standar prosedur operasional. (4) Dalam hal di daerah tertentu tidak terdapat dokter, maka penentuan terdapat atau tidaknya indikasi medis dapat dilakukan oleh bidan atau perawat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 7 Ketentuan mengenai pemberian ASI eksklusif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 tidak berlaku juga terhadap kondisi yang tidak memungkinkan bayi mendapatkan ASI eksklusif karena ibu tidak ada atau terpisahkan dari bayi. Bagian Kedua Inisiasi Menyusu Dini Pasal 8 (1) Tenaga kesehatan dan penyelenggara fasilitas pelayanan kesehatan wajib memberikan kesempatan kepada bayi yang baru lahir untuk melakukan inisiasi menyusu dini paling singkat selama 1 (satu) jam. (2) Inisiasi menyusu dini sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sedini mungkin segera setelah bayi dilahirkan dengan meletakkan bayi di dada atau perut ibu dimana kulit bayi melekat pada kulit ibu (skin to skin contact). 4

5 Pasal 9 (1) Tenaga kesehatan dan penyelenggara fasilitas pelayanan kesehatan wajib menempatkan ibu dan bayi dalam 1 (satu) ruangan atau rawat gabung kecuali atas indikasi medis. (2) Penempatan dalam 1 (satu) ruangan atau rawat gabung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimaksudkan untuk memudahkan ibu setiap saat memberikan ASI eksklusif kepada bayi. Bagian Ketiga ASI Ibu Lain/Donor ASI Pasal 10 (1) Dalam hal pemberian ASI eksklusif tidak dimungkinkan berdasarkan indikasi medis dan kondisi yang tidak memungkinkan bayi mendapatkan ASI eksklusif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 atau pasal 7, bayi dapat diberikan ASI yang berasal dari ibu lain/donor ASI. (2) Pemberian ASI dari ibu lain/donor ASI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan persyaratan: a. permintaan ibu atau keluarga bayi yang bersangkutan; b. identitas, agama dan alamat ibu lain/pendonor ASI diketahui dengan jelas oleh ibu dari bayi penerima ASI; c. persetujuan ibu pemilik ASI setelah mengetahui identitas bayi yang diberi ASI; d. ibu pemilik ASI tidak dalam kondisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5; dan e. tidak diperjualbelikan. (3) Pemberian ASI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan dengan mempertimbangkan juga aspek sosial budaya, norma agama, serta mutu dan keamanan ASI. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian ASI dari ibu lain/donor ASI diatur dengan Peraturan Menteri. Bagian Keempat Informasi dan Edukasi Pasal 11 (1) Untuk mencapai pemanfaatan pemberian ASI eksklusif secara optimal, ibu berhak memperoleh informasi dan edukasi ASI eksklusif sejak pemeriksaan kehamilan sampai dengan periode pemberian ASI eksklusif selesai. (2) Informasi dan edukasi ASI eksklusif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. keuntungan dan keunggulan ASI; 5

6 b. gizi ibu, persiapan dan mempertahankan menyusui; c. cara menyusui yang benar; d. dampak negatif bila menyusui disertai dengan pemberian susu formula; dan e. motivasi ibu agar menyusui bayinya. (3) Informasi dan edukasi ASI eksklusif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh tenaga kesehatan, penyelenggara fasilitas kesehatan dan tenaga terlatih kepada ibu dan anggota keluarga lainnya. (4) Pemberian informasi dan edukasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilakukan antara lain melalui penyuluhan, konseling dan pendampingan. Bagian Kelima Pengenaan Sanksi Penyelenggaraan Pemberian ASI Eksklusif Pasal 12 Setiap tenaga kesehatan yang: a. memberikan susu formula bayi tidak berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6; b. sengaja tidak memberikan kesempatan kepada bayi yang baru lahir untuk melakukan inisiasi menyusu dini sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1); c. sengaja tidak menempatkan ibu dan bayi dalam 1 (satu) ruangan atau rawat gabung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1); d. sengaja tidak memberikan informasi dan edukasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3); dikenai sanksi administratif oleh pejabat yang berwenang berupa teguran lisan, teguran tertulis dan/atau pencabutan izin praktik/izin kerja. Pasal 13 Setiap penyelenggara fasilitas pelayanan kesehatan yang: a. memberikan susu formula bayi tidak berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6; b. tidak memberikan kesempatan kepada bayi yang baru lahir untuk melakukan inisiasi menyusu dini sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1); c. tidak menempatkan ibu dan bayi dalam ruang rawat gabung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1); 6

7 d. tidak memberikan informasi dan edukasi yang benar mengenai pemberian ASI eksklusif kepada setiap ibu yang menjadi pasiennya sejak pemeriksaan kehamilan sampai dengan periode pemberian ASI eksklusif selesai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1); dikenai sanksi administratif oleh pejabat yang berwenang berupa teguran lisan, teguran tertulis, penghentian kegiatan sementara dan/atau pencabutan izin. BAB IV PENGGANTI ASI Pasal 14 (1) Setiap ibu melahirkan berhak menolak pemberian susu formula bayi dan/atau produk bayi lainnya yang dapat menghambat keberhasilan pemberian ASI eksklusif kepada bayi yang dilahirkannya. (2) Dalam hal ibu melahirkan meninggal dunia atau oleh sebab lain sehingga tidak dapat memberikan persetujuan, hak menolak atau menyetujui pemberian susu formula bayi dan/atau produk bayi lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh keluarga terdekat. Pasal 15 Dalam hal pemberian ASI eksklusif tidak dimungkinkan berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, bayi dapat diberikan susu formula bayi. Pasal 16 (1) Dalam hal dilakukan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, tenaga kesehatan dapat memberikan peragaan penyiapan susu formula bayi. (2) Peragaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh tenaga kesehatan dan terbatas kepada ibu dan/atau keluarga dari bayi yang memerlukan susu formula bayi tersebut. Pasal 17 Setiap tenaga kesehatan dilarang menerima, memberikan, dan mempromosikan susu formula bayi dan/atau produk bayi lainnya yang dapat menghambat program pemberian ASI eksklusif, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15. 7

8 Pasal 18 (1) Penyelenggara fasilitas pelayanan kesehatan dilarang menerima, memberikan, dan mempromosikan susu formula bayi dan/atau produk bayi lainnya yang dapat menghambat program pemberian ASI eksklusif, (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan dalam hal fasilitas pelayanan kesehatan memberikan susu formula bayi dan/atau produk bayi lainnya sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud pada pasal 15 dan menerima bantuan susu formula bayi dan/atau produk bayi lainnya untuk tujuan kemanusian setelah mendapat persetujuan dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat. (3) Penyelenggara fasilitas pelayanan kesehatan dilarang menyediakan pelayanan dan peralatan di bidang kesehatan atas biaya yang disediakan oleh produsen atau distributor susu formula bayi dan/atau produk bayi lainnya. Pasal 19 Produsen atau distributor susu formula bayi dan/atau produk bayi lainnya dilarang melakukan kegiatan: a. memberikan sampel susu formula bayi dan/atau produk bayi lainnya secara cuma-cuma atau sesuatu dalam bentuk apapun kepada penyelenggara fasilitas pelayanan kesehatan, ibu hamil, ibu yang baru melahirkan; b. menjajakan, menawarkan, atau menjual langsung susu formula bayi ke rumah-rumah; c. memberikan potongan harga atau tambahan atau sesuatu dalam bentuk apapun atas pembelian susu formula bayi sebagai daya tarik dari penjual; atau d. menggunakan tenaga kesehatan untuk memberikan informasi tentang susu formula bayi kepada masyarakat. Pasal 20 (1) Setiap tenaga kesehatan, penyelenggara fasilitas pelayanan kesehatan, dan penyelenggara institusi pendidikan kesehatan dilarang menerima hadiah dan/atau bantuan dari produsen atau distributor susu formula bayi dan/atau produk bayi lainnya yang dapat menghambat keberhasilan program pemberian ASI eksklusif. (2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk diberikan kepada keluarga tenaga kesehatan, penyelenggara fasilitas pelayanan kesehatan, dan penyelenggara institusi pendidikan kesehatan. (3) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jika bantuan tersebut ditujukan untuk biaya pelatihan, penelitian dan pengembangan, pertemuan ilmiah, dan/atau kegiatan lainnya yang sejenis yang tidak berhubungan dengan gizi/nutrisi bayi dan anak balita. 8

9 Pasal 21 Pemberian bantuan untuk biaya pelatihan, penelitian dan pengembangan, pertemuan ilmiah, dan kegiatan lainnya yang sejenis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) dapat dilakukan selama memenuhi persyaratan: a. pelaksanaan secara terbuka; b. tidak mengikat; c. hanya diberikan melalui, institusi pendidikan kesehatan, dan/atau fasilitas pelayanan kesehatan; dan d. tidak menampilkan dalam segala bentuk logo dan nama produk susu formula bayi dan/atau produk bayi lainnya yang dapat menghambat pemberian ASI eksklusif pada saat dan selama kegiatan berlangsung. Pasal 22 (1) Tenaga kesehatan yang menerima bantuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf c wajib memberikan pernyataan tertulis kepada atasannya bahwa bantuan tersebut tidak mengikat dan tidak menghambat keberhasilan program pemberian ASI eksklusif. (2) Penyelenggara fasilitas pelayanan kesehatan yang menerima bantuan wajib memberikan pernyataan tertulis kepada Menteri bahwa bantuan tersebut tidak mengikat dan tidak menghambat keberhasilan program pemberian ASI eksklusif. (3) Penyelenggara institusi pendidikan kesehatan yang menerima bantuan wajib memberikan pernyataan tertulis kepada Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan bahwa bantuan tersebut tidak mengikat dan tidak menghambat keberhasilan program pemberian ASI eksklusif. Pasal 23 (1) Setiap produsen atau distributor susu formula bayi dan/atau produk bayi lainnya dilarang memberikan hadiah dan/atau bantuan kepada tenaga kesehatan dan penyelenggara fasilitas pelayanan kesehatan, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3). (2) Setiap produsen atau distributor susu formula bayi dan/atau produk bayi lainnya yang melakukan pemberian bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib melapor kepada Menteri atau pejabat yang ditunjuk. (3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya memuat: a. nama penerima bantuan; b. tujuan diberikan bantuan; c. jumlah dan jenis bantuan; dan d. jangka waktu pemberian bantuan. 9

10 Pasal 24 (1) Institusi pendidikan kesehatan, dan/atau penyelenggara fasilitas pelayanan kesehatan penerima bantuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf c wajib memberikan laporan kepada Menteri, Menteri terkait, atau pejabat yang ditunjuk. (2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya memuat: a. nama pemberi bantuan; b. tujuan diberikan bantuan; c. jumlah dan jenis bantuan; dan d. jangka waktu pemberian bantuan. Pasal 25 Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 dan Pasal 24 disampaikan kepada Menteri atau pejabat yang ditunjuk paling lambat 1 (satu) bulan setelah pelaksanaan kegiatan. Pasal 26 Iklan susu formula bayi, formula lanjutan dan/atau produk bayi lainnya yang diperuntukkan bagi bayi sampai dengan genap usia 1 (satu) tahun, dilarang dimuat dalam media massa, kecuali dalam media cetak khusus tentang kesehatan, setelah mendapat persetujuan Menteri, dan dalam iklan yang bersangkutan wajib memuat keterangan bahwa susu formula bayi dan formula lanjutan yang bersangkutan bukan pengganti ASI. Pasal 27 Ketentuan lebih lanjut mengenai pengganti ASI Menteri. diatur dengan Peraturan Pasal 28 Setiap tenaga kesehatan yang: a. menerima, memberikan, dan mempromosikan susu formula bayi dan produk bayi lainnya yang dapat menghambat program pemberian ASI eksklusif tidak sesuai dengan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ; b. menerima hadiah dan/atau bantuan dari produsen atau distributor susu formula bayi dan/atau produk bayi lainnya yang dapat menghambat keberhasilan program pemberian ASI eksklusif tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20; c. tidak memberikan pernyataan tertulis bahwa bantuan tersebut tidak mengikat dan tidak menghambat keberhasilan program pemberian ASI eksklusif, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22; 10

11 dikenakan sanksi administratif oleh pejabat yang berwenang berupa teguran lisan, teguran tertulis dan atau pencabutan izin praktik/izin kerja. Pasal 29 Setiap fasilitas pelayanan kesehatan yang: a. menerima, memberikan, dan mempromosikan susu formula bayi dan produk bayi lainnya yang dapat menghambat program pemberian ASI eksklusif tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1); b. menyediakan pelayanan dan peralatan di bidang kesehatan atas biaya yang disediakan oleh dari produsen atau distributor susu formula bayi dan/atau produk bayi lainnya tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2); dikenakan sanksi administratif oleh pejabat yang berwenang berupa teguran lisan, teguran tertulis, penghentian kegiatan sementara dan/atau pencabutan izin operasional. Pasal 30 Setiap institusi pendidikan kesehatan yang dengan sengaja tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 dan Pasal 25 dikenakan sanksi administratif oleh pejabat yang berwenang berupa teguran lisan, teguran tertulis, penghentian kegiatan sementara dan/atau pencabutan izin. Pasal 31 Setiap produsen atau distributor susu formula bayi dan/atau produk bayi lainnya yang dengan sengaja: a. memberikan sampel secara cuma-cuma atau sesuatu dalam bentuk apapun kepada fasilitas pelayanan kesehatan atau wanita hamil atau ibu yang melahirkan, atau menjajakan, menawarkan atau menjual langsung ke rumah-rumah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf a; b. memberikan potongan harga atau tambahan atau sesuatu dalam bentuk apapun atas pembelian susu formula bayi sebagai daya tarik dari penjual, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf b; atau c. menggunakan tenaga kesehatan untuk memberikan informasi tentang susu formula bayi kepada masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf c; dikenakan sanksi administratif oleh pejabat yang berwenang berupa teguran lisan, teguran tertulis, penghentian kegiatan sementara dan/atau pencabutan izin. 11

12 BAB V TEMPAT KERJA DAN TEMPAT SARANA UMUM Pasal 32 (1) Pengurus tempat kerja dan penyelenggara tempat sarana umum wajib mendukung program ASI eksklusif. (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perusahaan dan/atau perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja. (3) Pengurus tempat kerja dan penyelenggara tempat sarana umum wajib menyediakan fasilitas khusus untuk menyusui dan/atau memerah ASI sesuai dengan kondisi kemampuan perusahaan. (4) Ketentuan mengenai fasilitas khusus menyusui dan/atau memerah ASI sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 33 Tempat kerja yang wajib menyediakan fasilitas khusus menyusui dan memerah ASI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (3) antara lain: a. perusahaan; dan b. perkantoran. Pasal 34 Tempat sarana umum yang wajib menyediakan fasilitas khusus menyusui dan memerah ASI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 antara lain: a. fasilitas pelayanan kesehatan; b. hotel dan penginapan; c. tempat rekreasi; d. terminal angkutan darat; e. stasiun kereta api; f. bandar udara; g. pelabuhan laut; h. pusat-pusat perbelanjaan; i. gedung olahraga; dan j. lokasi penampungan pengungsi; k. tempat sarana umum lainnya. Pasal 35 Pengurus tempat kerja wajib memberikan kesempatan kepada ibu untuk memberikan ASI eksklusif kepada bayi atau memerah ASI selama waktu kerja di tempat kerja. 12

13 Pasal 36 Pengurus tempat kerja dan penyelenggara tempat sarana umum berkewajiban membuat peraturan internal yang mendukung keberhasilan pemberian ASI eksklusif. Pasal 37 Setiap pengurus tempat kerja yang dengan sengaja: a. tidak mendukung program ASI eksklusif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1); b. tidak menyediakan fasilitas khusus menyusui dan memerah ASI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33; c. tidak memberikan kesempatan kepada ibu untuk memberikan ASI eksklusif kepada bayi atau memerah ASI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35; dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 38 Setiap penyelenggara tempat sarana umum yang dengan sengaja: a. tidak mendukung program ASI eksklusif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1); b. tidak menyediakan fasilitas khusus menyusui dan memerah ASI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34; dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB VI PERAN SERTA MASYARAKAT Pasal 39 (1) Masyarakat berperan serta baik secara perorangan maupun terorganisasi untuk mendukung keberhasilan program pemberian ASI eksklusif. (2) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui: a. pemberian sumbangan pemikiran terkait dengan penentuan kebijakan dan/atau pelaksanaan program pemberian ASI eksklusif; b. penyebarluasan informasi kepada masyarakat luas terkait dengan pemberian ASI eksklusif; c. pemantauan dan evaluasi pelaksanaan program pemberian ASI eksklusif; dan/atau d. penyediaan waktu dan tempat bagi ibu dalam pemberian ASI eksklusif. (3) Peran serta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. 13

14 BAB VII PENDANAAN Pasal 40 Pendanaan program pemberian ASI eksklusif dapat bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, atau sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. BAB VIII PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 41 (1) Pemerintah dan pemerintah daerah melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan program pemberian ASI eksklusif sesuai dengan tugas fungsi masing-masing. (2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan untuk meningkatkan sumber daya manusia, pendanaan, peran serta masyarakat, dan penegakan hukum. (3) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui: a. advokasi, sosialisasi, dan kampanye peningkatan pemberian ASI; b. pelatihan dan peningkatan kapasitas petugas; dan c. monitoring dan evaluasi. Pasal 42 (1) Pengawasan terhadap ketentuan iklan susu formula bayi, formula lanjutan dan/atau produk bayi lainnya yang diperuntukkan bagi bayi sampai dengan genap usia 1 (satu) tahun, pengawasan terhadap produsen atau distributor susu formula bayi dan/atau produk bayi lainnya terhadap pelaksanaan peraturan ini, dilakukan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan, sesuai dengan tugas dan fungsinya. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh Kepala BPOM. BAB IX KETENTUAN PERALIHAN Pasal 43 Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, semua ketentuan yang mengatur tentang pemberian ASI eksklusif dinyatakan masih berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini. 14

15 Pasal 44 Pengurus tempat kerja dan/atau penyelenggara tempat sarana umum wajib menyesuaikan diri dengan ketentuan Peraturan Pemerintah ini selambatlambatnya dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak Peraturan Pemerintah ini ditetapkan. BAB X KETENTUAN PENUTUP Pasal 45 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Diundangkan di Jakarta pada tanggal MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA RI, DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO PATRIALIS AKBAR LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2010 NOMOR... 15

16 PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2010 TENTANG AIR SUSU IBU EKSKLUSIF I. Umum Pembangunan kesehatan sebagai bagian dari pembangunan nasional diarahkan pada peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) dan dilaksanakan guna tercapainya kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Indikator keberhasilan pembangunan kesehatan antara lain adalah penurunan angka kematian bayi dan peningkatan status gizi masyarakat. Indonesia saat ini masih menghadapi masalah gizi ganda yaitu kondisi dimana disatu sisi masih banyaknya jumlah penderita gizi kurang, sementara disisi lain jumlah masyarakat yang mengalami gizi lebih cenderung meningkat. Masalah gizi ganda ini sangat erat kaitanya dengan gaya hidup masyarakat dan perilaku gizi. Status gizi masyarakat akan baik apabila perilaku gizi yang baik dilakukan pada setiap tahap kehidupan termasuk pada bayi. Pola pemberian makan terbaik untuk bayi sejak lahir sampai anak berumur 2 tahun meliputi: (a) memberikan Air Susu Ibu (ASI) kepada bayi segera dalam waktu satu jam setelah lahir; (b) memberikan hanya ASI saja sejak lahir sampai umur 6 bulan. Hampir semua ibu dapat dengan sukses menyusui diukur dari permulaan pemberian ASI dalam jam pertama kehidupan bayi. Menyusui menurunkan risiko infeksi akut seperti diare, pnemonia, infeksi telinga, haemophilus influensa, meningitis dan infeksi saluran kemih. Menyusui juga melindungi bayi dari pnyakit kronis masa depan seperti diabetes tipe I, ulseratif kolitis dan penyakit crohn. Menyusui selama masa bayi berhubungan dengan penurunan tekanan darah dan kolesterol serum total dan berhubungan dengan prevalensi diabetes tipe 2 yang lebih rendah, kelebihan berat badan dan obesitas pada masa emaja dan dewasa. Menyusui menunda kembalinya kesuburan seorang wanita dan mengurangi risiko perdarahan pasca melahirkan, kanker payudara, pra menopause dan kanker ovarium; (c) memberikan makanan pendamping ASI (MP-ASI) yang tepat sejak genap umur 6 bulan; dan (d) meneruskan pemberian ASI sampai anak berumur 2 tahun. 16

17 Penerapan pola pemberian makan ini akan meningkatkan status gizi bayi dan anak dan mempengaruhi derajat kesehatan selanjutnya. Namun demikian, saat ini penerapan pola pemberian makan terbaik untuk bayi sejak lahir sampai anak berumur 2 tahun tersebut belum dilaksanakan dengan baik khususnya dalam hal pemberian ASI eksklusif. Beberapa kendala dalam hal pemberian ASI eksklusif karena ibu tidak percaya diri bahwa dirinya mampu menyusui dengan baik sehingga mencukupi seluruh kebutuhan gizi bayi. Hal ini antara lain disebabkan karena kurangnya pengetahuan ibu, kurangnya dukungan keluarga serta rendahnya kesadaran masyarakat tentang manfaat pemberian ASI eksklusif. Selain itu kurangnya dukungan tenaga kesehatan, fasilitas pelayanan kesehatan, dan produsen makanan bayi untuk keberhasilan ibu dalam menyusui bayinya. Dalam rangka melindungi, mendukung dan mempromosikan pemberian ASI eksklusif perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan dukungan dari pemerintah, pemerintah daerah, fasilitas pelayanan kesehatan dan tenaga kesehatan, masyarakat serta keluarga agar ibu dapat memberikan ASI eksklusif kepada bayi. Untuk maksud tersebut, maka diperlukan Peraturan Pemerintah tentang Pemberian ASI eksklusif. II PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Pasal 2 Pasal 3 Huruf a Kebijakan nasional dituangkan dalam bentuk norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Menteri. Kebijakan daerah dapat dituangkan dalam bentuk Peraturan Daerah, Peraturan Gubernur, Peraturan Bupati, atau Peraturan Walikota. Dalam menetapkan kebijakan daerah harus mengacu pada kebijakan nasional. Dalam menetapkan kebijakan program pemberian ASI eksklusif di daerah, pemerintah daerah dapat memperhatikan kemampuan dan potensi sumber daya manusia, kemampuan dan potensi sumber pendanaan, dan dukungan masyarakat. 17

18 Guna mendukung keberhasilan pelaksanaan program pemberian ASI eksklusif diselenggarakan sistem informasi yang terintegrasi dengan sistem informasi kesehatan. Strategi program pemberian ASI eksklusif dilakukan secara terpadu, berjenjang, dan berkesinambungan. Huruf b Huruf c Huruf d Huruf e Huruf f Huruf g Pasal 4 Pasal 5 Ayat (1) Ibu berkewajiban memberikan ASI eksklusif kepada bayinya dalam rangka pemenuhan hak anak, kecuali ada alasan indikasi medis atau kondisi khusus. Ayat (2) Setelah masa pemberian ASI eksklusif sejak bayi dilahirkan selama 6 (enam) bulan, ibu dapat melanjutkan pemberian ASI sampai dengan anak berusia 2 (dua) tahun. Pemberian ASI sejak umur 6 (enam) bulan sampai dengan anak berusia 2 (dua) tahun dapat dilakukan dengan memberikan makanan pendamping ASI sebagai makanan tambahan sesuai dengan kebutuhan bayi. Yang dimaksud dengan makanan pendamping ASI, yang disingkat MP-ASI adalah makanan atau minuman yang mengandung zat gizi berupa makanan padat atau cair yang diberikan secara bertahap sesuai dengan usia dan kemampuan 18

19 pencernaan bayi/anak. MP-ASI diutamakan dari makanan yang alami bukan pabrikan. Pasal 6 Ayat (1) Yang dimaksud indikasi medis adalah kondisi medis bayi dan/atau kondisi medis ibu yang tidak memungkinkan dilakukannya pemberian ASI eksklusif. Kondisi medis bayi antara lain: Bayi yang seharusnya tidak menerima ASI atau susu lainnya kecuali formula khusus, yaitu bayi dengan kriteria: a. bayi dengan galaktosemia klasik; diperlukan formula khusus bebas galaktosa. b. bayi dengan penyakit kemih beraroma sirup maple (maple syrup urine disease); diperlukan formula khusus bebas leusin, isoleusin, dan valin. c. bayi dengan fenilketonuria; dibutuhkan formula khusus bebas fenilalanin, dan dimungkinkan beberapa kali menyusui, dibawah pengawasan. Selain itu, bagaimanapun ASI tetap merupakan pilihan makanan terbaik bagi bayi namun untuk bayi dengan kondisi seperti berikut ini dimungkinkan membutuhkan makanan lain selain ASI selama jangka waktu terbatas, yaitu: a. bayi lahir dengan berat badan kurang dari 1500 g (berat lahir sangat rendah). b. bayi lahir kurang dari 32 minggu dari usia kehamilan yang sangat prematur. c. bayi baru lahir yang berisiko hipoglikemia berdasarkan gangguan adaptasi metabolisme atau peningkatan kebutuhan glukosa seperti pada bayi prematur, kecil untuk umur kehamilan atau yang mengalami stress iskemik/intrapartum hipoksia yang signifikan, bayi bayi yang sakit dan bayi yang memiliki ibu pengidap diabetes, jika gula darahnya gagal merespon pemberian ASI baik secara langsung maupun tidak langsung. Kondisi medis ibu antara lain: Ibu yang memiliki salah satu dari kondisi yang disebutkan dibawah ini harus mendapat pengobatan sesuai dengan standar meliputi: a. Kondisi ibu yang dapat membenarkan alasan penghindaran menyusui secara permanen yaitu infeksi HIV jika pengganti menyusui dapat diterima, layak, terjangkau dan aman (acceptable, feasible, affordable, sustainable, and safe- 19

20 AFASS). Kondisi ini bisa berubah jika secara teknologi aman bagi bayi dan demi untuk kepentingan terbaik bayi. Demikian juga untuk penyakit menular lainnya. b. Kondisi ibu yang dapat membenarkan alasan penghentian menyusui sementara waktu yaitu: 1) penyakit parah yang menghalangi seorang ibu merawat bayi, misalnya sepsis (infeksi demam tinggi hingga tidak sadarkan diri). 2) Virus Herpes Simplex tipe 1 (HSV-1); kontak langsung antara luka pada payudara ibu dan mulut bayi sebaiknya dihindari sampai semua lesi aktif telah diterapi hingga tuntas. 3) pengobatan ibu: a) obat obatan psikoterapi jenis penenang, obat anti epilepsi dan oploid dan kombinasinya dapat menyebabkan efek samping seperti mengantuk dan depresi pernapasan dan lebih baik dihindari jika alternatif yang lebih amna tersedia. b) radioaktif iodine 131 lebih baik dihindari mengingat bahwa alternatif yang lebih aman tersedia seorang ibu dapat melanjutkan menyusui sekitar dua bulan setelah menerima zat ini. c) penggunaan yodium atau yodofor topikal misalnya povidone iodine secara berlebihan, terutama pada luka terbuka atau membran mukosa, dapat menyebabkan penekanan hormon tiroid atau kelainan elektrolit pada bayi yang mendapat ASI dan harus dihindari. d) sitotoksik kemoterapi mensyaratkan bahwa seorang ibu harus berhenti menyusui selama terapi. Ayat (2) Ayat (3) Ayat (4) Pasal 7 Kondisi yang tidak memungkinkan bayi mendapatkan ASI eksklusif karena ibu tidak ada atau terpisah dari bayi dapat dikarenakan ibu meninggal dunia, ibu tidak diketahui keberadaaanya, ibu terpisah dari bayi karena adanya bencana atau kondisi lainnya dimana ibu terpisah dengan bayinya sehingga tidak dapat memenuhi kewajibannya atau anak memperoleh hak nya. 20

21 Pasal 8 Ayat (1) Inisiasi menyusui dini dilakukan dalam keadaan ibu dan bayi stabil dan tidak membutuhkan tindakan medis.) selama paling singkat selama 1 (satu) jam. Lama waktu inisiasi menyusu dini paling singkat selama 1 (satu) dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada bayi agar dapat mencari puting susu ibu dan menyusu sendiri. Dalam hal selama paling singkat 1 (satu) jam setelah melahirkan, bayi masih belum mau menyusu maka kegiatan inisiasi menyusu dini harus tetap diupayakan oleh ibu, tenaga kesehatan, dan penyelenggara fasilitas pelayanan kesehatan. Ayat (2) Yang dimaksud dengan inisiasi menyusu dini (IMD) adalah proses menyusui bayi dimulai sedini mungkin dengan cara meletakkan bayi secara tengkurap di dada atau perut ibu, segera setelah lahir dengan kulit bayi melekat pada kulit ibu (skin to skin contact). Pasal 9 Ayat (1) Yang dimaksud dengan ruang rawat gabung adalah ruang rawat inap dalam satu ruangan dimana bayi berada dalam jangkauan ibu selama 24 jam. Ayat (2) Pasal 10 Ayat (1) Ayat (2) Ayat (3) Yang dimaksud dengan mutu dan keamanan ASI meliputi kebersihan, cara penyimpanan, cara pemberian, atau cara memerah ASI. 21

22 Ayat (4) Pasal 11 Ayat (1) Ayat (2) Ayat (3) Yang dimaksud dengan tenaga terlatih adalah tenaga yang memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan mengenai pemberian ASI melalui pelatihan, antara lain konselor menyusui. Yang dimaksud dengan keluarga adalah suami, ibu, ibu mertua, saudara perempuan, dan/atau anggota keluarga lainnya. Ayat (4) Pendampingan dimaksud pada ayat ini dilakukan melalui pemberian dukungan moril, bimbingan, bantuan, dan pengawasan ibu dan bayi selama kegiatan inisiasi menyusu dini dan/atau selama awal menyusui. Pasal 12 Pasal 13 Pasal 14 Ayat (1) Ayat (2) Yang dimaksud dengan keluarga terdekat adalah keluarga dari ibu bayi tersebut yang terdiri dari suami, ibu, ayah, ibu mertua, ayah mertua, dan saudara kandung. Pasal 15 22

23 Pasal 16 Ayat (1) Dalam hal pemberian peragaan penyiapan susu formula bayi atau produk susu bayi lainnya hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan. Dengan demikian, tenaga non kesehatan tidak dapat melakukan pemberian peragaan penyiapan susu susu formula bayi atau produk susu bayi lainnya. Ayat (2) Dalam hal ibu dari bayi yang memerlukan susu formula bayi atau produk susu bayi lainnya tersebut telah meninggal dunia, sakit berat, sedang menderita gangguan jiwa berat, dan/atau tidak diketahui keberadaannya, peragaan penyiapan susu formula bayi atau produk susu bayi lainnya hanya dapat dilakukan terbatas pada keluarga terdekat yang akan mengurus dan merawat bayi tersebut. Pasal 17 Yang dimaksud dengan dilarang mempromosikan adalah termasuk memajang, memberikan potongan harga, memberikan sampel, memberikan hadiah, memberikan komunikasi melalui saluran telepon, media cetak dan elektronik, memasang logo atau nama perusahaan pada perlengkapan persalinan dan perawatan, membuat dan menyebarkan brosur, leaflet, poster, atau yang sejenis lainnya. Pasal 18 Pasal 19 Pasal 20 Pasal 21 Huruf a Yang dimaksud dengan pelaksanaan secara terbuka adalah tidak ada konflik kepentingan antara pemberi bantuan dan penerima bantuan, dan diumumkan secara terbuka. 23

24 Huruf b Yang dimaksud dengan tidak mengikat adalah tidak ada kewajiban tertentu yang harus dilakukan oleh institusi penerima bantuan berdasarkan keinginan pemberi bantuan. Huruf c Huruf d Pasal 22 Pasal 23 Pasal 24 Pasal 25 Pasal 26 Pasal 27 Pasal 28 Pasal 29 Pasal 30 Pasal 31 Pasal 32 Ayat (1) 24

25 Ayat (2) Ayat (3) Yang dimaksud dengan pengurus tempat kerja adalah orang yang mempunyai tugas memimpin langsung suatu tempat kerja atau bagiannya yang berdiri sendiri. Ruang menyusui dan memerah ASI dinamai dengan ruang ASI. Ayat (4) Pasal 33 Huruf a Huruf b Yang dimaksud dengan perkantoran adalah termasuk lembaga pemasyarakatan. Pasal 34 Pasal 35 Pasal 36 Khusus bagi penyelenggara tempat sarana umum berupa fasilitas pelayanan kesehatan, maka dalam menyusun dan membuat peraturan internal yang dimaksud harus berpedoman pada 10 (sepuluh) langkah menuju keberhasilan menyusui dalam pemberian pelayanan kesehatan kepada ibu yang melahirkan dan bayi yang dilahirkan. 10 (sepuluh) langkah menuju keberhasilan menyusui untuk fasilitas pelayanan kesehatan yang dimaksudkan adalah sebagai berikut: a. membuat kebijakan tertulis tentang menyusui dan dikomunikasikan kepada semua staf pelayanan kesehatan; b. melatih semua staf pelayanan dalam keterampilan menerapkan kebijakan menyusui tersebut; c. menginformasikan kepada semua ibu hamil tentang manfaat dan manajemen menyusui; d. membantu ibu menyusui dini dalam waktu 60 menit pertama persalinan; 25

26 e. membantu ibu cara menyusui dan mempertahankan menyusui meskipun ibu dipisah dari bayinya; f. memberikan asi saja kepada bayi baru lahir kecuali ada indikasi medis; g. menerapkan rawat gabung ibu dengan bayinya sepanjang waktu (24 jam); h. menganjurkan menyusui sesuai permintaan bayi; i. tidak memberi dot kepada bayi; j. mendorong pembentukan kelompok pendukung menyusui dan merujuk ibu kepada kelompok tersebut setelah keluar dari fasilitas pelayanan kesehatan. Pasal 37 Pasal 38 Pasal 39 Ayat (1) Peran serta masyarakat yang dilakukan secara terorganisasi antara lain diwujudkan dengan membentuk kelompok pendukung ASI. Pelaksanaan dukungan dari masyarakat dilakukan sesuai dengan kemampuan masing-masing. Pelaksanaan dukungan dari masyarakat dilakukan dengan berpedoman pada 10 (sepuluh) Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui Untuk Masyarakat, yaitu: a. meminta hak untuk mendapatkan pelayanan Inisiasi Menyusu Dini ketika persalinan; b. meminta hak untuk tidak memberikan asupan apapun selain ASI kepada bayi baru lahir; c. meminta hak untuk bayi tidak ditempatkan terpisah dari ibunya; d. melaporkan pelanggaran-pelanggaran kode etik pemasaran pengganti ASI; e. mendukung ibu menyusui dengan membuat tempat kerja yang memiliki fasilitas ruang menyusui; f. menciptakan kesempatan agar ibu dapat memerah ASI dan/atau menyusui bayinya di tempat kerja; g. mendukung ibu untuk memberikan ASI kapan pun dan dimanapun; h. menghormati ibu menyusui di tempat umum; 26

27 i. memantau pemberian ASI di lingkungan sekitarnya; j. memilih fasilitas pelayanan kesehatan dan tenaga kesehatan yang menjalankan 10 (sepuluh) Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui. Ayat (2) Pasal 40 Pasal 41 Pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan program pemberian ASI eksklusif dilaksanakan pada situasi normal dan situasi bencana atau darurat. Pasal 42 Pasal 43 Pasal 44 Pasal 45 TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR... 27

2 pertama kehidupan Bayi. Menyusui menurunkan risiko infeksi akut seperti diare, pnemonia, infeksi telinga, haemophilus influenza, meningitis dan infe

2 pertama kehidupan Bayi. Menyusui menurunkan risiko infeksi akut seperti diare, pnemonia, infeksi telinga, haemophilus influenza, meningitis dan infe TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI (Penjlasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 58) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

2012, No Air Susu Ibu yang selanjutnya disingkat ASI adalah cairan hasil sekresi kelenjar payudara ibu. 2. Air Susu Ibu Eksklusif yang selanju

2012, No Air Susu Ibu yang selanjutnya disingkat ASI adalah cairan hasil sekresi kelenjar payudara ibu. 2. Air Susu Ibu Eksklusif yang selanju No.58, 2012 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESEHATAN. ASI Eksklusif. Pemberian. Penggunaan. Susu Formula Bayi. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5291) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2012 DAFTAR ISI Peraturan

Lebih terperinci

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENINGKATAN PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENINGKATAN PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENINGKATAN PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG, Menimbang : Mengingat : a.

Lebih terperinci

- 1 - BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 20 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF

- 1 - BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 20 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF - 1 - BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 20 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI PURWOREJO PROVINSI JAWA TENGAH BUPATI PURWOREJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang : a.

Lebih terperinci

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 71 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF DI KOTA TEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 71 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF DI KOTA TEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 71 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF DI KOTA TEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TEGAL, Menimbang : a. bahwa untuk mencapai

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 9 Tahun : 2014

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 9 Tahun : 2014 BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 9 Tahun : 2014 PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF DENGAN

Lebih terperinci

I. Identitas Informan Nama : Umur : Jenis Kelamin : Pendidikan Terakhir : Tanggal Wawancara :

I. Identitas Informan Nama : Umur : Jenis Kelamin : Pendidikan Terakhir : Tanggal Wawancara : PEDOMAN WAWANCARA SEMI TERSTRUKTUR DAN OBSERVASI ANALISIS IMPLEMENTASI PERATURAN PEMERINTAH NO 33 TAHUN 2012 DI KLINIK/BIDAN BERSALIN KOTA MEDAN TAHUN 2015 I. Identitas Informan Nama : Umur : Jenis Kelamin

Lebih terperinci

6. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik

6. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 03 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Bupati tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif; BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKALONGAN, PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PEKALONGAN, PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, Menimbang : a. bahwa Air Susu Ibu

Lebih terperinci

BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF

BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA Menimbang : a. bahwa Air

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 17 SERI E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 17 SERI E LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 17 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF

WALIKOTA YOGYAKARTA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF WALIKOTA YOGYAKARTA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA YOGYAKARTA,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG INISIASI MENYUSU DINI DAN PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG INISIASI MENYUSU DINI DAN PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF BUPATI SEMARANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG INISIASI MENYUSU DINI DAN PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG, Menimbang :

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 26 Tahun 2017 Seri E Nomor 19 PERATURAN WALI KOTA BOGOR NOMOR 26 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 26 Tahun 2017 Seri E Nomor 19 PERATURAN WALI KOTA BOGOR NOMOR 26 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF BERITA DAERAH KOTA BOGOR Nomor 26 Tahun 2017 Seri E Nomor 19 PERATURAN WALI KOTA BOGOR NOMOR 26 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF Diundangkan dalam Berita Daerah Kota Bogor Nomor 26 Tahun

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG INISIASI MENYUSU DINI DAN PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG INISIASI MENYUSU DINI DAN PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF BUPATI SEMARANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG INISIASI MENYUSU DINI DAN PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG, Menimbang :

Lebih terperinci

BUPATI HULU SUNGAI UTARA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI HULU SUNGAI UTARA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI HULU SUNGAI UTARA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA SUKABUMI

PERATURAN DAERAH KOTA SUKABUMI LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI TAHUN 2016 NOMOR 2 PERATURAN DAERAH KOTA SUKABUMI TANGGAL : 14 APRIL 2016 NOMOR : 2 TAHUN 2016 TENTANG : PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF Sekretariat Daerah Kota Sukabumi

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA BARAT PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BANGKA BARAT PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI BANGKA BARAT PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA

Lebih terperinci

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT ~ 1 ~ BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAJENE, Menimbang: a.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2013 TENTANG SUSU FORMULA BAYI DAN PRODUK BAYI LAINNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2013 TENTANG SUSU FORMULA BAYI DAN PRODUK BAYI LAINNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2013 TENTANG SUSU FORMULA BAYI DAN PRODUK BAYI LAINNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

Pokok - Pokok Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 2012 tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif

Pokok - Pokok Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 2012 tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif Pokok - Pokok Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 2012 tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif Pokok- pokok Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 2012 tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif Page: 1 DAFTAR

Lebih terperinci

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALANG, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

GUBERNUR SULAWESI BARAT SALINAN

GUBERNUR SULAWESI BARAT SALINAN GUBERNUR SULAWESI BARAT SALINAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI BARAT NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

WALIKOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG WALIKOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG INISIASI MENYUSU DINI DAN PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CIREBON,

Lebih terperinci

WALIKOTA PAYAKUMBUH PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA PAYAKUMBUH NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF

WALIKOTA PAYAKUMBUH PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA PAYAKUMBUH NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF WALIKOTA PAYAKUMBUH PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA PAYAKUMBUH NOMOR 9 TAHUN 2015 \ TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PAYAKUMBUH, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF BAGI TENAGA KESEHATAN, PENYELENGGARA FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN, PENYELENGGARA SATUAN

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF. BAB I KETENTUAN UMUM

PERATURAN BUPATI TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF. BAB I KETENTUAN UMUM BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 95 TAHUN 2014 TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG, Menimbang : a. bahwa pemberian

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENINGKATAN PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENINGKATAN PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENINGKATAN PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : a. b. c. Mengingat :

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 99 TAHUN : 2009 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 4 TAHUN 2009

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 99 TAHUN : 2009 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 4 TAHUN 2009 LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 99 TAHUN : 2009 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA (KIBBLA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF

BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF Menimbang Mengingat DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JOMBANG, :

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 3 TAHUN 2009 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA (KIBBLA) DI KABUPATEN

Lebih terperinci

BUPATI BONE PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG INISIASI MENYUSU DINI DAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF

BUPATI BONE PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG INISIASI MENYUSU DINI DAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF BUPATI BONE PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG INISIASI MENYUSU DINI DAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BONE, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAJENE,

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 5 TAHUN 2014

PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 5 TAHUN 2014 PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 5 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN PROGRAM INISIASI MENYUSU DINI DAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG, Menimbang : bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

Bab 5. Dasar Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini dan ASI Eksklusif

Bab 5. Dasar Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini dan ASI Eksklusif Bab 5 Dasar Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini dan ASI Eksklusif Inisiasi Menyusu Dini dan Pemberian ASI secara Eksklusif Ditinjau dari Aspek Hukum dan Kebijakan Kesehatan merupakan modal penting dalam

Lebih terperinci

BAB III JUAL BELI ASI DALAM PERSPEKTIF PP NOMOR 33 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF. A. PP No. 33 Tahun 2012 Tentang Pemberian ASI Eksklusif

BAB III JUAL BELI ASI DALAM PERSPEKTIF PP NOMOR 33 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF. A. PP No. 33 Tahun 2012 Tentang Pemberian ASI Eksklusif BAB III JUAL BELI ASI DALAM PERSPEKTIF PP NOMOR 33 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF A. PP No. 33 Tahun 2012 Tentang Pemberian ASI Eksklusif Peraturan Pemerintah (PP) adalah peraturan di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. The World Health Report Tahun 2005 dilaporkan Angka Kematian Bayi Baru

BAB I PENDAHULUAN. The World Health Report Tahun 2005 dilaporkan Angka Kematian Bayi Baru BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Visi Indonesia Sehat 2015 adalah masyarakat, bangsa dan negara yang ditandai oleh penduduknya hidup dalam lingkungan dan dengan perilaku hidup sehat, memiliki kemampuan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA (KIBBLA) DI KABUPATEN SUMEDANG DENGAN

Lebih terperinci

-1- PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG,

-1- PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG, -1- PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG, Menimbang Mengingat : a. bahwa setiap bayi berhak

Lebih terperinci

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Pelayanan Kesehatan adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Pelayanan Kesehatan adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian No.169, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESEHATAN. Reproduksi. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5559) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2014

Lebih terperinci

BUPATI MOJOKERTO PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI MOJOKERTO PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI MOJOKERTO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAI{ BUPATI MOJOKTRTO NoMoIt 3o renur 2016 TENTANG PEMBERIAI{ AIR SUSU IBU DENGAN RAHMAT TUI{AN YANG MAI{A ESA BUPATI MOJOKERTO, Menimbang : a. b. C. Menglngat

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI SELATAN, Menimbang :

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PERIZINAN PEMBUATAN, PENYEBARLUASAN, DAN PENGGUNAAN PRODUK PORNOGRAFI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 3 TAHUN 2009 SERI E.3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 3 TAHUN 2009 T E N T A N G KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA DI KABUPATEN CIREBON

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PERIZINAN PEMBUATAN, PENYEBARLUASAN, DAN PENGGUNAAN PRODUK PORNOGRAFI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

2 Mengingat : Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28H ayat (1), dan Pasal 34 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetuju

2 Mengingat : Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28H ayat (1), dan Pasal 34 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetuju LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.185, 2014 KESEHATAN. Jiwa. Kesehatan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5571) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2014

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hakikat

Lebih terperinci

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK BIDAN

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK BIDAN BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK BIDAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG INISIASI MENYUSU DINI DAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG INISIASI MENYUSU DINI DAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG INISIASI MENYUSU DINI DAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLATEN, Menimbang : a. bahwa Air Susu Ibu (ASI) adalah

Lebih terperinci

WALIKOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA SINGKAWANG NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PERSALINAN AMAN

WALIKOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA SINGKAWANG NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PERSALINAN AMAN WALIKOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA SINGKAWANG NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PERSALINAN AMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SINGKAWANG, Menimbang : a. bahwa kesehatan

Lebih terperinci

GUBERNUR ACEH, PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 49 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA.

GUBERNUR ACEH, PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 49 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA. GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 49 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, Menimbang a.bahwa pemberian Air Susu Ibu merupakan

Lebih terperinci

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR DAN ANAK BALITA

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR DAN ANAK BALITA QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR DAN ANAK BALITA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA WALIKOTA BANDA ACEH, Menimbang : a. bahwa kesehatan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEBIDANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEBIDANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KEBIDANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pemenuhan pelayanan kesehatan merupakan hak setiap

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2012 NOMOR 37 SERI E

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2012 NOMOR 37 SERI E BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2012 NOMOR 37 SERI E PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENINGKATAN PEMBERIAN AIR SUSU IBU DI KABUPATEN BANJARNEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENYEDIAAN FASILITAS KHUSUS MENYUSUI DAN/ATAU MEMERAH AIR SUSU IBU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PELAYANAN DARAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PELAYANAN DARAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PELAYANAN DARAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 92

Lebih terperinci

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PENYEDIAAN RUANG MENYUSUI DAN ATAU MEMERAH AIR SUSU IBU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa hakikat

Lebih terperinci

2 Mengingat e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang

2 Mengingat e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang No.307, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESEHATAN. Keperawatan. Pelayanan. Praktik. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5612) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 36 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 36 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 36 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT DI PROVINSI

Lebih terperinci

WALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK NOMOR 39 TAHUN 2015 TENTANG

WALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK NOMOR 39 TAHUN 2015 TENTANG WALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK NOMOR 39 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM RUJUKAN PELAYANAN KESEHATAN PERORANGAN KOTA PONTIANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG DAN PERATURAN TENTANG MENYUSUI. Better Work Indonesia. Betterworkindo. Better Work Indonesia funded by :

UNDANG-UNDANG DAN PERATURAN TENTANG MENYUSUI.  Better Work Indonesia. Betterworkindo. Better Work Indonesia funded by : a Better Work Indonesia Betterworkindo www.betterwork.org/indonesia UNDANG-UNDANG DAN PERATURAN TENTANG MENYUSUI Better Work Indonesia funded by : 1 UNDANG-UNDANG DAN PERATURAN UUD 1945 Pasal 27, Ayat

Lebih terperinci

WALIKOTA MAKASSAR, PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA MAKASSAR NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF

WALIKOTA MAKASSAR, PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA MAKASSAR NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF WALIKOTA MAKASSAR PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA MAKASSAR NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAKASSAR, Menimbang : a.

Lebih terperinci

Analisa Kebijakan PP Nomor 33 Tahun 2012 Tentang PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF

Analisa Kebijakan PP Nomor 33 Tahun 2012 Tentang PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF Analisa Kebijakan PP Nomor 33 Tahun 2012 Tentang PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF Rachmat Ardiyanzah PG Latar Belakang Masalah penerapan pola pemberian makan terbaik untuk Bayi sejak lahir sampai anak berumur 2

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PERIZINAN PEMBUATAN, PENYEBARLUASAN, DAN PENGGUNAAN PRODUK PORNOGRAFI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN BUPATI HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA (KIBBLA) DI KABUPATEN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 27 TAHUN 2008

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 27 TAHUN 2008 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 27 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 272 TAHUN 2008 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA DI KABUPATEN SERDANG

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:a.bahwa setiap warga negara berhak untuk

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. termasuk air putih, selain menyusui selama 6 bulan sejak dilahirkan. 3 Cara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. termasuk air putih, selain menyusui selama 6 bulan sejak dilahirkan. 3 Cara BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Air Susu Ibu 2.1.1 Definisi ASI Eksklusif ASI eksklusif adalah tidak memberi bayi makanan atau minuman lain, termasuk air putih, selain menyusui selama 6 bulan sejak dilahirkan.

Lebih terperinci

2016, No Indonesia Nomor 4431); 2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144,

2016, No Indonesia Nomor 4431); 2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, No.16, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKES. Pelayanan Kesehatan. Di Fasilitas Kawasan Terpencil. Sangat Terpencil. Penyelenggaraan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

SALINAN TENTANG. kewajiban bagi. makaa

SALINAN TENTANG. kewajiban bagi. makaa BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF DAN RUANG LAKTASI DENGANN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Ketahanan Pangan dan Gizi adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Ketahanan Pangan dan Gizi adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan No.60, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESEJAHTERAAN. Pangan. Gizi. Ketahanan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5680) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.122, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Sistem Rujukan. Pelayanan Kesehatan. Perorangan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 001 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM

Lebih terperinci

BUPATI SRAGEN PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR TAHUN 2016 TENTANG AIR SUSU IBU EKSKLUSIF

BUPATI SRAGEN PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR TAHUN 2016 TENTANG AIR SUSU IBU EKSKLUSIF BUPATI SRAGEN PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR TAHUN 2016 TENTANG AIR SUSU IBU EKSKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHAESA BUPATI SRAGEN, Menimbang : a.bahwa upaya

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 237/MENKES/SK/IV/1997

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 237/MENKES/SK/IV/1997 KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 237/MENKES/SK/IV/1997 TENTANG PEMASARAN PENGGANTI AIR SUSU IBU MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa air susu ibu makanan yang

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR DAN ANAK

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR DAN ANAK QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR DAN ANAK BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT ALLAH YANG MAHA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sesuai dengan Pembukaan Undang-Undang

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 55 2017 SERI : E PERATURAN WALI KOTA BEKASI NOMOR 55 TAHUN 2017 TENTANG PENYEDIAAN RUANG MENYUSUI DI TEMPAT KERJA PEMERINTAH/SWASTA DAN FASILITAS UMUM LAINNYA WALI KOTA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sesuai dengan Pembukaan Undang-Undang

Lebih terperinci

dan kesejahteraan keluarga; d. kegiatan terintegrasi dengan program pembangunan di tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota; e.

dan kesejahteraan keluarga; d. kegiatan terintegrasi dengan program pembangunan di tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota; e. Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2013 TENTANG PENCANTUMAN INFORMASI KANDUNGAN GULA, GARAM, DAN LEMAK SERTA PESAN KESEHATAN UNTUK PANGAN OLAHAN DAN PANGAN SIAP SAJI DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

2 1. Pelayanan Kesehatan Tradional Empiris adalah penerapan kesehatan tradisional yang manfaat dan keamanannya terbukti secara empiris. 2. Pelayanan K

2 1. Pelayanan Kesehatan Tradional Empiris adalah penerapan kesehatan tradisional yang manfaat dan keamanannya terbukti secara empiris. 2. Pelayanan K LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.369, 2014 KESRA. Kesehatan. Tradisional. Pelayanan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5643) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sesuai dengan Pembukaan Undang-Undang

Lebih terperinci

2013, No.41 2 Mengingat haknya untuk ikut serta dalam kampanye Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perw

2013, No.41 2 Mengingat haknya untuk ikut serta dalam kampanye Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perw No.41, 2013 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA POLITIK. PEMILU. Pengunduran Diri. Cuti. PNS. Pejabat Negara. Kampanye. Tata Cara. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5405)

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR DAN ANAK BALITA (KIBBLA) DI KABUPATEN MADIUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sesuai dengan Pembukaan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENGUNDURAN DIRI KEPALA DAERAH, WAKIL KEPALA DAERAH, DAN PEGAWAI NEGERI YANG AKAN MENJADI BAKAL CALON ANGGOTA DPR, DPD, DPRD

Lebih terperinci