ANALISIS TERHADAP GUGATAN WANPRESTASI YANG DIAKIBATKAN PUTUSNYA HUBUNGAN PERCINTAAN SEPASANG KEKASIH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS TERHADAP GUGATAN WANPRESTASI YANG DIAKIBATKAN PUTUSNYA HUBUNGAN PERCINTAAN SEPASANG KEKASIH"

Transkripsi

1 ANALISIS TERHADAP GUGATAN WANPRESTASI YANG DIAKIBATKAN PUTUSNYA HUBUNGAN PERCINTAAN SEPASANG KEKASIH (Studi Kasus Putusan Nomor : 92/Pdt.G/2010/PN.BGR) Oleh : Dede Nurjanah ABSTRAK Umumnya semua perikatan diakhiri dengan pelaksanaan, dan memang demikianlah yang seharusnya terjadi. Pemenuhan hal-hal yang harus dilaksanakan disebut dengan prestasi. Dengan terlaksananya prestasi, kewajiban-kewajiban para pihak berakhir, sebaliknya apabila salah satu pihak tidak melaksanakannya, maka disebut melakukan wanprestasi. Salah satu bentuk perjanjian yang dibuat oleh para pihak yaitu perjanjian menikahi. Dalam hubungan percintaan sepasang kekasih bukan merupakan suatu perjanjian yang menimbulkan hubungan hukum, karena hubungan percintaan sepasang kekasih merupakan hal yang biasa terjadi dalam pergaulan hidup di masyarakat. Tidak ada peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai perjanjian yang dibuat oleh sepasang kekasih. Pihak yang diputuskan hubungan percintaan oleh pasangannya tidak dapat menggugat pihak yang memutuskan. Janji-janji dalam hubungan percintaan tidak termasuk perjanjian perkawinan. Janji yang dibuat oleh sepasang kekasih biasanya hanya secara lisan saja dan tidak ada bukti tertulis, sehingga apabila pihak yang berjanji mengingkarinya, maka akan sulit untuk meminta pertanggungjawabannya, seperti halnya pada Putusan Nomor : 92/Pdt.G/2010/PN.Bgr, Penggugat tidak dapat membuktikan adanya surat perjanjian yang dibuat antara Penggugat dengan Tergugat, sehingga gugatan ingkar janji (wanprestasi) ditolak oleh Pengadilan Negeri Bogor. Latar Belakang Wanprestasi merupakan suatu pelanggaran hukum atau tindakan melawan hukum, yang lebih dikenal dengan istilah onrechtmatigedaad. 1 Wanprestasi terjadi karena adanya salah satu pihak yang berkewajiban untuk melakukan sesuatu prestasi dan memberi hak kepada pihak yang lain untuk menerima prestasi. 2 Berdasarkan Pasal 1315 KUHPerdata, dapat dijelaskan bahwa setiap orang bebas membuat perjanjian, bebas untuk menentukan isi, luas dan bentuknya perjanjian. Salah satu bentuk perjanjian yang dibuat oleh para pihak yaitu perjanjian perkawinan. Pasal 29 1 I.G. Ray Widjaya, Merancang Suatu Kontrak, Contract Drafting, Teori dan Praktek, (Jakarta: Megapoin, 2003), hal Abdulkadir Muhammad, Hukum Perikatan, (Bandung: Sumur, 1991), hal. 7.

2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tidak secara tegas memberikan definisi mengenai perjanjian perkawinan. Dalam praktiknya tidak sedikit janji kawin yang akhirnya tidak ditepati. Tidak menepati janji kawin bagi sebagian orang mungkin hal yang biasa, tapi bukan berarti bisa disepelekan, karena sudah ada beberapa putusan yang menyatakan ingkar janji menikahi adalah Perbuatan Melawan Hukum (PMH). 3 Dalam kehidupan masyarakat yang masih kuat memegang prinsip adat, tidak menepati janji menikahi dapat berakibat fatal. Beberapa pihak akan terkena imbasnya, bukan hanya pasangan calon suami-isteri, tetapi juga bisa merembet ke hubungan keluarga besar. Berdasarkan uraian di atas dan didorong oleh keinginan untuk mendapatkan gambaran serta pengetahuan secara lebih mendalam mengenai gugatan wanprestasi yang diakibatkan putusnya hubungan percintaan sepasang kekasih, maka penulis tertarik untuk menulis skripsi dengan judul ANALISIS TERHADAP GUGATAN WANPRESTASI YANG DIAKIBATKAN PUTUSNYA HU- BUNGAN PERCINTAAN SEPASANG KEKASIH (Studi Kasus Putusan Nomor: 92/Pdt.G/2010/PN.BGR). Perjanjian Perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada orang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Melalui perjanjian terciptalah perikatan atau hubungan hukum yang menimbulkan hak dan kewajiban pada masing-masing pihak yang membuat perjanjian. Dalam hal ini fungsi perjanjian sama dengan perundangundangan, tetapi hanya berlaku khusus terhadap para pembuatnya saja. Hukum memberikan sanksi terhadap pelaku pelanggaran perjanjian atau ingkar janji (wanprestasi). 4 Menurut Pasal 1313 KUHPerdata yang dimaksud dengan perjanjian adalah sebagai berikut : Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan diri pada satu orang atau lebih. 3 Diana Kusumasari, Langkah Hukum Jika Calon Mempelai Membatalkan Perkawinan-Secara Sepihak, tersedia di diakses tanggal 1 Juli Abdulkadir Muhammad, Op. Cit., hal. 92.

3 Mariam Darus Badrulzaman menyatakan bahwa : 5 Definisi tersebut menurut para ahli hukum pada umumnya berpendapat bahwa definisi perjanjian tersebut tidak lengkap dan terlalu luas. Tidak lengkap karena yang dirumuskan itu hanya mengenai perjanjian sepihak saja. Dikatakan terlalu luas karena dapat mencakup mengenai hal-hal mengenai perjanjian kawin yaitu perbuatan di dalam lapangan perbuatan hukum keluarga yang menimbulkan perjanjian juga namun sifatnya karena dikuasai oleh ketentuan-ketentuan tersendiri sehingga Buku III KUHPerdata tidak berlaku kepadanya. Beberapa pakar hukum memberikan rumusan yang berbeda mengenai pengertian perjanjian, misalnya Subekti memberikan rumusan sebagai berikut: 6 Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Suatu perjanjian juga dinamakan persetujuan, karena dua pihak itu setuju untuk melakukan sesuatu. 5 Mariam Darus Badrulzaman, KUHPerdata Buku III, Hukum Perikatan dan Penjelasan, (Bandung: Alumni, 1983), hal R. Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: Intermasa, 1991), hal. 1. Dikatakan bahwa dua perkataan (perjanjian dan persetujuan) itu adalah sama artinya sedangkan perkataan kontrak lebih sempit karena ditujukan kepada perjanjian atau persetujuan tertulis. Jenis Perjanjian Abdulkadir Muhammad mengelompokkan perjanjian menjadi beberapa jenis, yaitu : 7 1. Perjanjian timbal balik dan perjanjian sepihak; 2. Perjanjian percuma dan perjanjian dengan alas hak yang membebani; 3. Perjanjian bernama dan tidak bernama; 4. Perjanjian kebendaan dan perjanjian obligatoir; 5. Perjanjian konsensual dan perjanjian real. Syarat Sahnya Perjanjian Perjanjian yang sah artinya, perjanjian yang memenuhi syarat yang telah ditentukan oleh undang-undang, sehingga perjanjian tersebut diakui oleh hukum. Syarat-syarat sahnya suatu persetujuan yang tercantum dalam Pasal 1320 KUHPerdata dengan sendirinya berlaku juga bagi sahnya suatu perjanjian. 7 Abdulkadir Muhammad, Op. Cit., hal. 86.

4 Mengenai syarat-syarat sahnya suatu perjanjian menurut ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata adalah : 8 1. Ada persetujuan kehendak antara pihak-pihak yang membuat perjanjian (consensus); 2. Ada kecakapan pihak-pihak untuk membuat perjanjian (capacity); 3. Ada suatu hal yang tertentu (a certain subject matter); 4. Ada suatu sebab yang halal (legal cause). Pembatalan dan Hapusnya Perjanjian Menurut KUHPerdata pengertian pembatalan perjanjian digambarkan dalam dua bentuk yaitu pembatalan mutlak (absolute nietigheid) dan pembatalan relatif (relative nietigheid). 9 Hapusnya suatu perjanjian dapat disebabkan karena : Ditentukan oleh para pihak berlaku untuk waktu tertentu; 2. Undang-undang menentukan batas berlakunya perjanjian; 8 Ibid., hal R Subekti, Op. Cit., hal Anonim, Perjanjian, tersedia di diakses tanggal 28 September Para pihak atau undang-undang menentukan bahwa dengan terjadinya peristiwa tertentu maka persetujuan akan hapus; 4. Pernyataan menghentikan persetujuan (opzegging) yang dapat dilakukan oleh kedua belah pihak atau oleh salah satu pihak pada perjanjian yang bersifat sementara, misalnya perjanjian kerja; 5. Putusan hakim; 6. Tujuan perjanjian telah tercapai; 7. Dengan persetujuan para pihak (herroeping). Gugatan Gugatan adalah suatu upaya/tindakan untuk menuntut hak atau memaksa pihak lain untuk melaksanakan tugas/kewajibannya, guna memulihkan kerugian yang diderita oleh Penggugat melalui putusan Pengadilan. Tuntutan hak ini adalah tindakan yang bertujuan memperoleh perlindungan hak yang diberikan oleh pengadilan untuk mencegah eigenrichting. 11 Pengertian gugatan pada umumnya yang dikenal oleh masyarakat Indonesia 11 Andi Abdurrahman Nawawi, Tinjauan Umum Mengenai Gugatan Perdata, tersedia di diakses tanggal 24 Agustus 2012.

5 dan dalam perundang-undangan, yaitu gugatan yang dimaksudkan adalah gugatan contentiosa atau biasa disebut dengan gugatan perdata atau gugatan saja. Pengertian gugatan adalah permasalahan perdata yang mengandung sengketa antara 2 (dua) pihak atau lebih yang diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri di mana salah satu pihak sebagai penggugat untuk menggugat pihak lain sebagai tergugat. 12 Para Pihak Dalam Gugatan Dalam suatu perkara perdata di pengadilan, para pihak dalam gugatan terdiri dari : Penggugat (eiser/plaintiff); 2. Tergugat (gedage/defendant); 3. Turut tergugat Dasar Hukum Gugatan Dasar gugatan (grondslag van de lis) adalah landasan pemeriksaan dan penyelesaian perkara yang wajib dibuktikan oleh penggugat sebagaimana yang digariskan oleh Pasal 1865 KUHPerdata dan Pasal 163 HIR, yang menegaskan bahwa, setiap orang yang 12 Ivan Ari, Perbedaan Prinsip antara Permohonan dengan Gugatan, tersedia di diakses tanggal 24 Agustus Ibid. mendalilkan suatu hak, atau guna meneguhkan haknya maupun membantah hak orang lain, diwajibkan membuktikan hak atau peristiwa tersebut. Mengenai dasar gugatan, muncul dua teori : Substantierings Theori; 2. Individualiserings Theori. Wanprestasi Dalam Bahasa Belanda istilah wanprestasi adalah wanprestatie yang artinya tidak memenuhi kewajiban yang telah ditetapkan dalam perikatan, baik perikatan yang timbul karena perjanjian maupun perikatan yang timbul karena undang-undang. Menurut Marhainis Abdulhay, pengertian wanprestasi adalah : 15 Apabila pihak-pihak yang seharusnya berprestasi tidak memenuhi prestasinya. Sebab-sebab Wanprestasi Alasan mengapa seorang debitur tidak memenuhi kewajiban seperti yang 14 Anjar, Gugatan Perdata, tersedia di diakses tanggal 24 Agustus Marhainis Abdulhay, Hukum Perdata Materil, (Jakarta : Pradnya Paramita, 1987), hal. 53.

6 diperjanjikan dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu : 1. Adanya kesalahan pada diri si debitur; 2. Adanya keadaan memaksa (overmacht/force majeur). Wanprestasi dan Akibat Hukum terhadap Perjanjian Apabila seorang debitur sudah diperingatkan atau sudah dengan tegas ditagih janjinya, tetapi jika tetap tidak memenuhi prestasi yang diperjanjikan, maka berada dalam keadaan lalai atau alpa dan terhadap debitur yang lalai dapat dikenakan empat macam sanksi, yaitu : Membayar kerugian yang diderita oleh kreditur atau dengan singkat dinamakan ganti rugi; 2. Pembatalan perjanjian atau juga dinamakan pemecahan perjanjian; 3. Peralihan resiko; 4. Membayar biaya perkara, kalau sampai diperkarakan dimuka hakim. Perjanjian Perkawinan Menurut Peraturan Perundang-undangan Perjanjian perkawinan jika diuraikan secara etimologi, dapat merujuk 16 Nindyo Pramono, Hukum Komersil, (Jakarta: Pusat Penerbitan UT, 2003), hal. 22. pada dua kata, perjanjian dan pernikahan. 17 Janji atau perjanjian biasa diartikan dengan persetujuan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, tertulis maupun lisan, masingmasing sepakat untuk mentaati isi persetujuan yang telah dibuat bersama. 18 Martiman Prodjohamidjodjo memberikan definisi mengenai perjanjian perkawinan sebagai berikut : 19 Sungguh pun tidak ada definisi yang jelas tentang perjanjian perkawinan ini namun dapat diberikan batasan bahwa hubungan hukum tentang harta kekayaan antara kedua belah pihak, yang mana dalam satu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan sesuatu hal, sedangkan di pihak lain berhak menuntut pelaksanaan perjanjian tersebut. Dalam ketentuan Pasal 1313 KUHPerdata, perjanjian didefinisikan sebagai : Suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. 17 M. Abdul Mujieb, dkk., Kamus Istilah Fiqih, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994), hal Sudarsono, Kamus Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), hal Martiman Prodjohamidjodjo, Hukum Perkawinan Indonesia, (Jakarta: Indonesia Legal Publishing, 2002), hal. 29.

7 Dari isi pasal tersebut ditegaskan bahwa perjanjian mengakibatkan seseorang mengikatkan dirinya terhadap orang lain. Tentang bentuk perjanjian perkawinan yang disebut dalam Pasal 29 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan lebih sederhana dari pada apa yang ditentukan dalam KUHPerdata. Berdasarkan Pasal 29 Undang-Undang Perkawinan, perjanjian itu cukup dibuat tertulis, kemudian disahkan oleh Pejabat Pencatat Perkawinan, sedangkan pada KUHPerdata perjanjian perkawinan harus dibuat dengan akta otentik. Latar Belakang Dilakukannya Perjanjian Sebelum Perkawinan Menurut Pasal 139 KUHPerdata, calon suami isteri sebelum melakukan perkawinan dapat membuat perjanjian kawin. Dari pengertian Pasal 139 KUHPerdata dapat diuraikan, bahwa perjanjian kawin (huwelijksvorwaaerden) sebenarnya merupakan persetujuan antara calon suami isteri untuk mengatur akibat perkawinan terhadap harta kekayaan mereka. Pada umumnya perjanjian kawin ini dibuat untuk kepentingan perlindungan hukum terhadap harta bawaan masingmasing, suami ataupun isteri. Perjanjian kawin pada umumnya diadakan untuk mengatur akibat-akibat perkawinan, khususnya terhadap harta perkawinan jika terdapat sejumlah harta yang tidak sama atau lebih besar pada satu pihak calon suami isteri. Bentuk Perjanjian Sebelum Perkawinan Perjanjian kawin sebagaimana dimaksudkan Pasal 147 KUHPerdata secara tegas harus dibuat dengan akta Notaris dengan ancaman kebatalan. Syarat tersebut dimaksudkan, agar perjanjian kawin mempunyai kekuatan pembuktian yang kuat dan kepastian hukum tentang hak dan kewajiban calon pasangan suami isteri atas harta benda mereka. 20 Pada umumnya bentuk perjanjian kawin yang dibuat oleh pasangan calon suami isteri ada dua, yaitu; persatuan untung rugi dan persatuan hasil dan pendapatan. terdapat tiga macam bentuk perjanjian kawin yang dapat dipilih oleh calon suami isteri tersebut, yaitu : 1. Persatuan untung dan rugi; 20 M. Yahya Harahap, Segi-segi Hukum Perjanjian, (Bandung: Alumni, 1986), hal. 77.

8 2. Persatuan hasil dan pendapatan; 3. Pemisahan harta sama sekali. Pengaturan Perjanjian Sebelum Perkawinan Berdasarkan Undang- Undang Perkawinan Berlakunya Undang-Undang Pokok Perkawinan, maka segala ketentuan yang sebelumnya mengatur mengenai perkawinan dinyatakan tidak berlaku lagi. Berbagai hukum perkawinan yang berlaku sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bagi berbagai golongan warga negara dan berbagai daerah, adalah sebagai berikut : Bagi orang-orang Indonesia asli yang beragama Islam, berlaku hukum agama Islam yang didahului dengan ijab kabul antara mempelai pria dengan wali dari mempelai wanita yang telah diresepsi ke dalam hukum adat; 2. Bagi orang-orang Indonesia asli lainnya berlaku hukum adat masing-masing; 3. Bagi orang-orang Indonesia asli yang beragama Kristen berlaku Huwelijks Ordonantie Christen Indonesia (HOCI) S.1933 Nomor 74; 21 Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Indonesia Menurut Perundangan, Hukum dan Hukum Agama, (Bandung: Mandar Maju, 2007), hal Bagi orang-orang Timur Asing Cina dan Warga Negara Indonesia keturunan Cina berlaku KUHPerdata dengan sedikit perubahan; 5. Bagi orang-orang Timur Asing lainnya dan Warga Negara Indonesia keturunan asing lainnya berlaku hukum adat mereka; 6. Bagi orang-orang Eropa dan Warga Negara Indonesia keturunan Eropa (Indo) atau yang disamakan dengan mereka berlaku KUHPerdata. Perjanjian yang Dibuat Oleh Sepasang Kekasih Dalam hubungan berpacaran di antara sepasang kekasih seringkali terucap janji dari salah satu pihak kepada pasangannya untuk membangun rumah tangga (janji kawin). Janji kawin ini biasanya hanya secara lisan saja dan tidak ada bukti tertulis. Jika pihak yang berjanji mengingkarinya, maka akan sulit untuk meminta pertanggungjawabannya, sehingga keadaan ini sangat merugikan pihak yang diingkari. Pada umumnya, janji menikahi disampaikan secara lisan, bahkan mungkin sebagai bagian dari upaya merayu pasangan. Berhasil merayu pasangan

9 berkat iming-iming janji dinikahi, bukan berarti bebas melaksanakan tindakan melanggar hukum. 22 Ada sejumlah putusan yang pernah dijatuhkan Mahkamah Agung (selanjutnya disingkat MA) berkaitan dengan janji menikahi yang dapat dijadikan bahan pertimbangan. Dalam salah satu putusan (No. 522 K/Sip/1994), MA menghukum si pria yang kebablasan bertindak setelah berjanji menikahi, dan bertunangan dengan seorang perempuan. Dalam putusan atas perkara lain, MA secara tegas menyatakan tidak menepati perjanjian untuk melangsungkan pernikahan adalah perbuatan melawan hukum. Karena itu pula, tergugat dihukum membayar ganti rugi kepada penggugat untuk pemulihan nama baik penggugat. Putusan MA dalam perkara ini seolah mendobrak pakem yang dirumuskan Pasal 58 KUHPerdata. Perbuatan mengingkari janji menikahi sering terjadi namun sulit untuk 22 M. Arief Jauhari, Tidak Menepati Janji Menikahi Adalah Perbuatan Melanggar Hukum, tersedia di diakses tanggal 5 Oktober diangkat ke ranah hukum. Selama ini sulit diselesaikan secara hukum. 23 Analisis terhadap Putusan Nomor : 92/Pdt.G/2010/PN.BGR Penulis menganalisis Putusan Pengadilan Negeri Bogor Nomor : 92/Pdt.G/2010/PN.Bgr mengenai gugatan ganti rugi yang diajukan oleh Penggugat terhadap Tergugat dengan surat gugatan tertanggal 28 Juli Penggugat dan Tergugat adalah sepasang kekasih yang menjalin hubungan asmara sejak tahun Tergugat menerima Penggugat sebagai kekasih sekaligus sebagai calon suami. Selama menjalin asmara, Penggugat telah membiayai Tergugat selama kuliah di Sekolah Tinggi Manajemen PPM. Menurut Penggugat, Tergugat telah menyatakan kesanggupan dinikahi dan pernikahan akan dilaksanakan pada tanggal 19 November 2010 atau 14 Februari Tetapi kemudian Tergugat ingkar janji, dimana Tergugat telah memutuskan hubungan dengan Penggugat pada tanggal 16 Juli 2010 dan tidak menepati janji untuk menikah dengan Penggugat. Karena 23 Achmad Irfir Rochman, Hakim Pengadilan Negeri Bogor, Wawancara, Bogor, tanggal 25 September 2012.

10 merasa dirugikan, Penggugat menggugat Tergugat untuk mengganti kerugian materi sebesar Rp ,- (lima puluh empat juta rupiah) dan kerugian immaterial sebesar Rp (seratus juta rupiah), sehingga nilai total kerugian yang dituntut oleh Penggugat adalah sebesar Rp ,- (seratus lima puluh empat juta rupiah) dan menyatakan Tergugat telah wanprestasi (ingkar janji). Pengadilan Negeri Bogor yang menangani gugatan Penggugat tersebut, pada putusannya menolak seluruh gugatan dari Penggugat. Menurut penulis, gugatan Penggugat yang mendalilkan Tergugat telah ingkar janji atau wanprestasi dan menuntut Tergugat untuk membayar ganti rugi kepada Penggugat sebesar Rp ,- (seratus lima puluh empat juta rupiah) adalah tidak tepat. Hal tersebut disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut : 1. Bahwa yang menjadi pokok permasalahan dalam perkara ini adalah ada atau tidak perjanjian antara Penggugat dengan Tergugat, dan Tergugat telah tidak melaksanakan prestasi yang diperjanjikan hingga Tergugat digugat telah ingkar janji (wanprestasi). Dalam hal ini, Penggugat tidak dapat membuktikan adanya suatu surat perjanjian yang dibuat oleh Penggugat dengan Tergugat yang menyatakan Tergugat bersedia dinikahi oleh Penggugat; 2. Berdasarkan bukti-bukti yang diajukan oleh Penggugat, bukan merupakan surat perjanjian yang dibuat antara Penggugat dengan Tergugat. 3. Mengenai pemakaian sejumlah uang oleh Tergugat, Penggugat tidak dapat membuktikan adanya surat perjanjian mengenai pemakaian uang tersebut. Menurut penulis, putusan Pengadilan Negeri Bogor yang menolak gugatan Penggugat untuk seluruhnya adalah sudah tepat. Gugatan Penggugat yang menyatakan Penggugat telah wanprestasi (ingkar janji) karena membatalkan untuk menikah adalah tidak berdasar. Penggugat tidak dapat membuktikan adanya suatu surat perjanjian yang menyatakan kesediaan Tergugat untuk menjadi isteri dari Penggugat. Selain itu, hubungan orang berpacaran dan memadu kasih, yang kemudian si wanita mau dijadikan isteri oleh si laki-laki, bukan berarti si wanita tersebut harus menjadi isterinya atau jodohnya dan atau sebaliknya karena jodoh adalah hak prerogatif Tuhan

11 Yang Maha Esa, yang menentukan bukan kehendak manusia agar seseorang itu menjadi jodohnya atau isteri/suaminya, jadi dengan kata lain orang tidak bisa memaksakan kehendaknya agar pacarnya harus menjadi jodohnya atau isterinya, karena hal tersebut hak seseorang untuk mencari pendamping hidupnya dengan memohon ridho dari Tuhan Yang Maha Esa agar mereka dijodohkan. Dalam kehidupan sehari-hari, hubungan orang berpacaran dan memadu kasih yang kemudian putus itu berarti tidak berjodoh. Hal tersebut merupakan hal biasa yang terjadi di dalam pergaulan hidup di masyarakat, bukan berarti dengan diputuskan oleh pacar dapat mengajukan gugatan ke pengadilan. Pelaksanaan janji sepasang kekasih tidak diatur dalam aturan hukum yang ada di Indonesia, sehingga tidak jelas bagaimana aturan yang harus dilaksanakan. Permasalahan akan timbul ketika sepasang kekasih mengucapkan janji untuk menikahi atau dinikahi, tetapi kemudian salah satu pihak ingkar janji. Janji yang diberikan sepasang kekasih tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan. Janji sepasang kekasih umumnya identik dengan sebuah kesepakatan antara kedua belah pihak untuk melangkah ke arah suatu perkawinan, sehingga tidak pernah ada aturan perdata yang secara baku mengatur mengenai pelaksanaan janji sepasang kekasih. Kesepakatan sendiri artinya kedua belah pihak harus sepakat terhadap suatu objek atau perbuatan tertentu. Objek yang dimaksud dalam suatu janji sepasang kekasih yaitu perkawinan itu sendiri. Perkawinan merupakan suatu perikatan untuk melakukan sesuatu yang tata caranya diatur dalam undang-undang, sehingga perkawinan merupakan suatu perikatan yang lahir dari undang-undang. Kesepakatan yang terjadi harus dilakukan atas dasar suatu sebab yang halal. Pengertian sebab yang halal yaitu baik objek atau perbuatan dan kesepakatan yang dilakukan harus tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kesusilaan dan ketertiban umum. Peraturan perundang-undangan di Indonesia memang tidak mengatur mengenai janji yang diberikan sepasang kekasih, tetapi perkawinan telah diatur dalam Undang-Undang Perkawinan. Pengaturan terhadap perkawinan tidak melarang adanya janji sepasang kekasih yang dilakukan sebelum perkawinan selama janji tersebut tidak bertentangan

12 dengan undang-undang, sehingga dapat diketahui bahwa tidak ada peraturan yang melarang suatu perjanjian yang dibuat oleh sepasang kekasih. Perjanjian yang dibuat oleh sepasang kekasih yang terjadi sebelum pernikahan dilaksanakan, meskipun diizinkan tetapi tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, sehingga dengan terjadinya ingkar janji kawin, hubungan antara calon mempelai kembali seperti sebelumnya. Munculnya kerugian yang terjadi akibat ingkar janji untuk menikah atau dinikahi harus diselesaikan tanpa menimbulkan perselisihan atau permasalahan. yang mengatur mengenai perjanjian yang dibuat oleh sepasang kekasih. Janji-janji dalam hubungan percintaan tidak termasuk perjanjian perkawinan. Janji yang dibuat oleh sepasang kekasih biasanya hanya secara lisan saja dan tidak ada bukti tertulis, sehingga apabila pihak yang berjanji mengingkarinya, maka akan sulit untuk meminta pertanggungjawabannya. Seperti halnya pada Putusan Nomor : 92/Pdt.G/2010/PN.Bgr, Penggugat tidak dapat membuktikan adanya surat perjanjian yang dibuat antara Penggugat dengan Tergugat, sehingga gugatan ingkar janji (wanprestasi) ditolak oleh Pengadilan Negeri Bogor. Penutup Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan, bahwa dalam hubungan percintaan sepasang kekasih bukan merupakan suatu perjanjian yang menimbulkan hubungan hukum, karena hubungan percintaan sepasang kekasih adalah merupakan hal yang biasa terjadi dalam pergaulan hidup di masyarakat. Tidak ada peraturan perundang-undangan

13 DAFTAR PUSTAKA A. Peraturan Perundang-undangan Indonesia. Undang-Undang tentang Perkawinan. UU No. 1 Tahun Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. PP No. 9 Tahun B. Buku Abdulhay, Marhainis. Hukum Perdata Materil. Jakarta : Pradnya Paramita, Badrulzaman, Mariam Darus. KUHPerdata Buku III, Hukum Perikatan dan Penjelasan. Bandung: Alumni, Hadikusuma, Hilman. Hukum Perkawinan Indonesia Menurut Perundangan, Hukum dan Hukum Agama. Bandung: Mandar Maju, Harahap, M. Yahya. Segi-segi Hukum Perjanjian. Bandung: Alumni, Muhammad, Abdulkadir. Hukum Perikatan. Bandung: Sumur, Mujieb, M. Abdul, dkk. Kamus Istilah Fiqih. Jakarta: Pustaka Firdaus, Pramono, Nindyo. Hukum Komersil. Jakarta: Pusat Penerbitan UT, Prodjohamidjodjo, Martiman. Hukum Perkawinan Indonesia. Jakarta: Indonesia Legal Publishing, Subekti, R. Hukum Perjanjian. Jakarta: Intermasa, Sudarsono. Kamus Hukum. Jakarta: Rineka Cipta, Widjaya, I.G. Ray. Merancang Suatu Kontrak, Contract Drafting, Teori dan Praktek. Jakarta: Megapoin, C. Lain-lain Anjar. Gugatan Perdata. Tersedia di Diakses tanggal 24 Agustus Anonim. Perjanjian. Tersedia di Diakses tanggal 28 September Ari, Ivan. Perbedaan Prinsip antara Permohonan dengan Gugatan. Tersedia di com. Diakses tanggal 24 Agustus Jauhari, M. Arief. Tidak Menepati Janji Menikahi Adalah

14 Perbuatan Melanggar Hukum. Tersedia di hukumonline.com. Diakses tanggal 5 Oktober Kusumasari, Diana. Langkah Hukum Jika Calon Mempelai Membatalkan Perkawinan- Secara Sepihak. Tersedia di com. Diakses tanggal 1 Juli Nawawi, Andi Abdurrahman. Tinjauan Umum Mengenai Gugatan Perdata. Tersedia di Diakses tanggal 24 Agustus Rochman, Achmad Irfir. Hakim Pengadilan Negeri Bogor. Wawancara. Bogor, tanggal 25 September 2012.

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM A. Segi-segi Hukum Perjanjian Mengenai ketentuan-ketentuan yang mengatur perjanjian pada umumnya terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata pada Buku

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT. Deny Slamet Pribadi

PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT. Deny Slamet Pribadi 142 PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT Deny Slamet Pribadi Dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Samarinda ABSTRAK Dalam perjanjian keagenan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Di dalam Buku III KUH Perdata mengenai hukum perjanjian terdapat dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA A. Pengertian Perjanjian Jual Beli Menurut Black s Law Dictionary, perjanjian adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan Suatu perjanjian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perikatan merupakan hubungan hukum yang tercipta karena adanya peristiwa

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perikatan merupakan hubungan hukum yang tercipta karena adanya peristiwa 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian dan Syarat Sah Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Perikatan merupakan hubungan hukum yang tercipta karena adanya peristiwa hukum antara para pihak yang melakukan perjanjian.

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN BAKU. Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK

AKIBAT HUKUM WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN BAKU. Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK AKIBAT HUKUM WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN BAKU Oleh : I Made Aditia Warmadewa I Made Udiana Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK Tulisan ini berjudul akibat hukum wanprestasi dalam perjanjian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP WANPRESTASI. bahwa salah satu sumber perikatan yang terpenting adalah perjanjian sebab

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP WANPRESTASI. bahwa salah satu sumber perikatan yang terpenting adalah perjanjian sebab BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP WANPRESTASI Menurut ketentuan pasal 1233 KUH Perdata, perikatan bersumber dari perjanjian dan undang-undang. Dari kedua hal tersebut maka dapatlah dikatakan bahwa salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. etnis,suku, agama dan golongan. Sebagai salah satu negara terbesar di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. etnis,suku, agama dan golongan. Sebagai salah satu negara terbesar di dunia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia yang merupakan negara yang terdiri dari berbagai etnis,suku, agama dan golongan. Sebagai salah satu negara terbesar di dunia, Indonesia merupakan negara

Lebih terperinci

FUNGSI PERJANJIAN KAWIN TERHADAP PERKAWINAN MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

FUNGSI PERJANJIAN KAWIN TERHADAP PERKAWINAN MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN FUNGSI PERJANJIAN KAWIN TERHADAP PERKAWINAN MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN Oleh : Sriono, SH, M.Kn Dosen Tetap STIH Labuhanbatu ABSTRAK Perkawinan adalah suatu ikatan lahir

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Dari ketentuan pasal di atas, pembentuk Undang-undang tidak menggunakan

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Dari ketentuan pasal di atas, pembentuk Undang-undang tidak menggunakan BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, perjanjian adalah persetujuan tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. landasan yang tegas dan kuat. Walaupun di dalam undang-undang tersebut. pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata:

BAB III TINJAUAN TEORITIS. landasan yang tegas dan kuat. Walaupun di dalam undang-undang tersebut. pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata: BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Tinjauan Umum Perjanjian Kerja 1. Pengertian Perjanjian Kerja Dengan telah disahkannya undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UUKK) maka keberadaan perjanjian

Lebih terperinci

ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2

ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2 ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian adalah untuk mengetahui bagaimana ketentuan hukum mengenai pembuatan suatu kontrak

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. 11

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. 11 BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian Perjanjian Definisi perjanjian diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Selanjutnya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Subekti, perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Subekti, perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Menurut Subekti, perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu alat transportasi yang banyak dibutuhkan oleh manusia adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini menjadi salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disanggupi akan dilakukannya, melaksanakan apa yang dijanjikannya tetapi tidak

BAB I PENDAHULUAN. disanggupi akan dilakukannya, melaksanakan apa yang dijanjikannya tetapi tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam Pasal 1234 KHUPerdata yang dimaksud dengan prestasi adalah seseorang yang menyerahkan sesuatu, melakukan sesuatu, dan tidak melakukan sesuatu, sebaiknya dianggap

Lebih terperinci

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 3277 K/ Pdt/ 2000 Mengenai Tidak Dipenuhinya Janji Kawin Dihubungkan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM. mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata Pasal 1754 KUH Perdata

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM. mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata Pasal 1754 KUH Perdata 23 BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM A. Pengertian Pinjam Meminjam Perjanjian Pinjam Meminjam menurut Bab XIII Buku III KUH Pedata mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata

Lebih terperinci

BAB II PROSEDUR PERALIHAN HAK GUNA USAHA MELALUI PERIKATAN JUAL BELI SEKALIGUS ALIH FUNGSI PENGGUNAAN TANAH

BAB II PROSEDUR PERALIHAN HAK GUNA USAHA MELALUI PERIKATAN JUAL BELI SEKALIGUS ALIH FUNGSI PENGGUNAAN TANAH BAB II PROSEDUR PERALIHAN HAK GUNA USAHA MELALUI PERIKATAN JUAL BELI SEKALIGUS ALIH FUNGSI PENGGUNAAN TANAH A. Pengaturan tentang Perikatan Jual Beli Pasal 1233 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (selanjutnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Dalam perkembangan jaman yang semakin maju saat ini membuat setiap orang dituntut untuk senantiasa meningkatkan kualitas diri dan kualitas hidupnya. Salah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI A. Pengertian Perjanjian Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015 PEMBERLAKUAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK MENURUT HUKUM PERDATA TERHADAP PELAKSANAANNYA DALAM PRAKTEK 1 Oleh : Suryono Suwikromo 2 A. Latar Belakang Didalam kehidupan sehari-hari, setiap manusia akan selalu

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN SEWA-MENYEWA DAN PENGATURAN HUKUM DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. A. Pengertian Bentuk-bentuk dan Fungsi Perjanjian

BAB II PERJANJIAN SEWA-MENYEWA DAN PENGATURAN HUKUM DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. A. Pengertian Bentuk-bentuk dan Fungsi Perjanjian 19 BAB II PERJANJIAN SEWA-MENYEWA DAN PENGATURAN HUKUM DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Pengertian Bentuk-bentuk dan Fungsi Perjanjian Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatanperikatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA. 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA. 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya 36 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya Perjanjan memiliki definisi yang berbeda-beda menurut pendapat para ahli yang satu dengan

Lebih terperinci

ALTERNATIF HUKUM PERKAWINAN HOMOSEKSUAL

ALTERNATIF HUKUM PERKAWINAN HOMOSEKSUAL ALTERNATIF HUKUM PERKAWINAN HOMOSEKSUAL Muchamad Arif Agung Nugroho Fakultas Hukum Universitas Wahid Hasyim Semarang agungprogresif@gmail.com ABSTRAK Perkawinan heteroseksual merupakan suatu perikatan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA BAB III TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata, bahwa suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang

Lebih terperinci

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1974 (1/1974) Tanggal: 2 JANUARI 1974 (JAKARTA)

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1974 (1/1974) Tanggal: 2 JANUARI 1974 (JAKARTA) Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 1 TAHUN 1974 (1/1974) Tanggal: 2 JANUARI 1974 (JAKARTA) Sumber: LN 1974/1; TLN NO. 3019 Tentang: PERKAWINAN Indeks: PERDATA. Perkawinan.

Lebih terperinci

[FIKA ASHARINA KARKHAM,SH]

[FIKA ASHARINA KARKHAM,SH] BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perkembangan arus globalisasi ekonomi dunia dan kerjasama di bidang perdagangan dan jasa berkembang sangat pesat. Masyarakat semakin banyak mengikatkan

Lebih terperinci

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 25 BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Hukum perjanjian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Suatu perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak untuk menuntut sesuatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang diri. Manusia yang merupakan mahluk sosial diciptakan oleh Tuhan

BAB I PENDAHULUAN. seorang diri. Manusia yang merupakan mahluk sosial diciptakan oleh Tuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial ataupun mahluk pribadi tidak dapat hidup seorang diri. Manusia yang merupakan mahluk sosial diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terlepas dari kemauan pihak-pihak tersebut (Subekti, 1979:7-8). Selain lahir

BAB I PENDAHULUAN. terlepas dari kemauan pihak-pihak tersebut (Subekti, 1979:7-8). Selain lahir BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam kehidupannya sehari-sehari adalah makhluk sosial yang tidak bisa lepas dari interaksi antara satu dengan yang lain. Interaksi sehari-hari itu dilakukan

Lebih terperinci

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENENTUKAN BESARNYA SUKU BUNGA PINJAMAN DALAM SENGKETA HUTANG PIUTANG (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA)

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENENTUKAN BESARNYA SUKU BUNGA PINJAMAN DALAM SENGKETA HUTANG PIUTANG (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA) PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENENTUKAN BESARNYA SUKU BUNGA PINJAMAN DALAM SENGKETA HUTANG PIUTANG (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA) SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan

Lebih terperinci

SURAT PERJANJIAN KAWIN ADAT DAYAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERDATA ISLAM DI INDONESIA *)

SURAT PERJANJIAN KAWIN ADAT DAYAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERDATA ISLAM DI INDONESIA *) SURAT PERJANJIAN KAWIN ADAT DAYAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERDATA ISLAM DI INDONESIA *) PENDAHULUAN Dalam masyarakat hukum adat dayak masih ada yang memegang teguh adat istiadat leluhurnya dalam melaksanakan

Lebih terperinci

URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN. Rosdalina Bukido 1. Abstrak

URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN. Rosdalina Bukido 1. Abstrak URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN Rosdalina Bukido 1 Abstrak Perjanjian memiliki peran yang sangat penting dalam hubungan keperdataan. Sebab dengan adanya perjanjian tersebut akan menjadi jaminan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya agar berjalan tertib dan lancar, selain itu untuk menyelesaikan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya agar berjalan tertib dan lancar, selain itu untuk menyelesaikan BAB I PENDAHULUAN Masyarakat sebagai suatu kumpulan orang yang mempunyai sifat dan watak masing-masing yang berbeda, membutuhkan hukum yang mengatur kehidupannya agar berjalan tertib dan lancar, selain

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta) TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta) SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat

Lebih terperinci

BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau

BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau kepentingan-kepentingan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Manusia di dalam memenuhi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT A. Pengertian Hukum Jaminan Kredit Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, zekerheidsrechten atau security of law. Dalam Keputusan

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERBUATAN-PERBUATAN PENDIRI SEBELUM PERSEROAN MEMPEROLEH PENGESAHAN BADAN HUKUM Oleh: Adem Panggabean BAB I PENDAHULUAN

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERBUATAN-PERBUATAN PENDIRI SEBELUM PERSEROAN MEMPEROLEH PENGESAHAN BADAN HUKUM Oleh: Adem Panggabean BAB I PENDAHULUAN AKIBAT HUKUM TERHADAP PERBUATAN-PERBUATAN PENDIRI SEBELUM PERSEROAN MEMPEROLEH PENGESAHAN BADAN HUKUM Oleh: Adem Panggabean A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Perseroan Terbatas (PT) sebelumnya diatur

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kebijakan dan saling menyantuni, keadaan seperti ini lazim disebut sakinah.

BAB 1 PENDAHULUAN. kebijakan dan saling menyantuni, keadaan seperti ini lazim disebut sakinah. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah akad yang bersifat luhur dan suci antara laki-laki dan perempuan yang menjadi sebab sahnya sebagai suami istri dan dihalalkannya hubungan seksual

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial. Artinya setiap manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan bantuan orang lain, bahkan sejak manusia lahir, hidup dan

Lebih terperinci

ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG PERJANJIAN KAWIN YANG DAPAT DILAKUKAN SELAMA PERKAWINAN BERLANGSUNG

ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG PERJANJIAN KAWIN YANG DAPAT DILAKUKAN SELAMA PERKAWINAN BERLANGSUNG ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG PERJANJIAN KAWIN YANG DAPAT DILAKUKAN SELAMA PERKAWINAN BERLANGSUNG Oleh : Sriono, SH, M.Kn Dosen tetap STIH Labuhanbatu e_mail: sriono_mkn@yahoo.com ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam hidupnya akan mengalami berbagai peristiwa hukum.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam hidupnya akan mengalami berbagai peristiwa hukum. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia dalam hidupnya akan mengalami berbagai peristiwa hukum. Peristiwa hukum yang pasti dialami oleh manusia adalah kelahiran dan kematian. Sedangkan peristiwa

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Perjanjian Dalam istilah perjanjian atau kontrak terkadang masih dipahami secara rancu, banyak pelaku bisnis mencampuradukkan kedua istilah tersebut seolah merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN A.Pengertian Perjanjian Suatu perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan, perikatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan, perikatan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Perjanjian Pada Umumnya 1. Pengertian Perjanjian Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan, perikatan yang berasal dari perjanjian dikehendaki

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM DARI PERJANJIAN BAKU (STANDART CONTRACT) BAGI PARA PIHAK PEMBUATNYA (Tinjauan Aspek Ketentuan Kebebasan Berkontrak) Oleh:

AKIBAT HUKUM DARI PERJANJIAN BAKU (STANDART CONTRACT) BAGI PARA PIHAK PEMBUATNYA (Tinjauan Aspek Ketentuan Kebebasan Berkontrak) Oleh: AKIBAT HUKUM DARI PERJANJIAN BAKU (STANDART CONTRACT) BAGI PARA PIHAK PEMBUATNYA (Tinjauan Aspek Ketentuan Kebebasan Berkontrak) Oleh: Abuyazid Bustomi, SH, MH. 1 ABSTRAK Secara umum perjanjian adalah

Lebih terperinci

BAB III IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR

BAB III IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR BAB III IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR KAWIN DALAM HUKUM PERDATA (BURGERLIJK WETBOEK) A. Pengertian Anak Luar Kawin Menurut Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) Anak menurut bahasa adalah

Lebih terperinci

PUTUSAN Nomor 0930/Pdt.G/2015/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. melawan

PUTUSAN Nomor 0930/Pdt.G/2015/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. melawan PUTUSAN Nomor 0930/Pdt.G/2015/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Pasuruan yang memeriksa dan mengadili perkara perdata tertentu pada tingkat

Lebih terperinci

PERJANJIAN KAWIN YANG DIBUAT SETELAH PERKAWINAN TERHADAP PIHAK KETIGA (PASCA PUTUSAN MAHKMAH KONSTITUSI NOMOR 69/PUU-XIII/2015) Oleh

PERJANJIAN KAWIN YANG DIBUAT SETELAH PERKAWINAN TERHADAP PIHAK KETIGA (PASCA PUTUSAN MAHKMAH KONSTITUSI NOMOR 69/PUU-XIII/2015) Oleh PERJANJIAN KAWIN YANG DIBUAT SETELAH PERKAWINAN TERHADAP PIHAK KETIGA (PASCA PUTUSAN MAHKMAH KONSTITUSI NOMOR 69/PUU-XIII/2015) Oleh Ahmad Royani Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Lamongan Abstrak

Lebih terperinci

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Akibat Hukum dari Wanprestasi yang Timbul dari Perjanjian Kredit Nomor 047/PK-UKM/GAR/11 Berdasarkan Buku III KUHPERDATA Dihubungkan dengan Putusan Pengadilan Nomor

Lebih terperinci

PERJANJIAN JUAL BELI RUMAH TIDAK SERTA MERTA DAPAT MEMUTUSKAN HUBUNGAN SEWA MENYEWA ANTARA PEMILIK DAN PENYEWA RUMAH

PERJANJIAN JUAL BELI RUMAH TIDAK SERTA MERTA DAPAT MEMUTUSKAN HUBUNGAN SEWA MENYEWA ANTARA PEMILIK DAN PENYEWA RUMAH PERJANJIAN JUAL BELI RUMAH TIDAK SERTA MERTA DAPAT MEMUTUSKAN HUBUNGAN SEWA MENYEWA ANTARA PEMILIK DAN PENYEWA RUMAH Oleh : Gostan Adri Harahap, SH. M. Hum. Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Labuhanbatu

Lebih terperinci

KETENTUAN-KETENTUAN PENTING TENTANG WANPRESTASI DAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM (PMH) OLEH: Drs. H. MASRUM, M.H. (Hakim Pengadilan Tinggi Agama Banten)

KETENTUAN-KETENTUAN PENTING TENTANG WANPRESTASI DAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM (PMH) OLEH: Drs. H. MASRUM, M.H. (Hakim Pengadilan Tinggi Agama Banten) KETENTUAN-KETENTUAN PENTING TENTANG WANPRESTASI DAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM (PMH) OLEH: Drs. H. MASRUM, M.H (Hakim Pengadilan Tinggi Agama Banten) I WANPRESTRASI 1. Prestasi adalah pelaksanaan sesuatu

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK 44 BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK 3.1 Hubungan Hukum Antara Para Pihak Dalam Perjanjian Kartu Kredit 3.1.1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peranan hukum di dalam pergaulan hidup adalah sebagai sesuatu yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peranan hukum di dalam pergaulan hidup adalah sebagai sesuatu yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peranan hukum di dalam pergaulan hidup adalah sebagai sesuatu yang melindungi, memberi rasa aman, tentram dan tertib untuk mencapai kedamaian dan keadilan setiap orang.

Lebih terperinci

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN 2.1 Pengertian Perkawinan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)

Lebih terperinci

PUTUSAN Nomor 1278/Pdt.G/2015/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

PUTUSAN Nomor 1278/Pdt.G/2015/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM PUTUSAN Nomor 1278/Pdt.G/2015/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Pasuruan yang memeriksa dan mengadili perkara tertentu dalam tingkat pertama

Lebih terperinci

BAB II FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA TUNTUTAN PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN BANGUN BAGI DI KOTA BANDA ACEH

BAB II FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA TUNTUTAN PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN BANGUN BAGI DI KOTA BANDA ACEH BAB II FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA TUNTUTAN PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN BANGUN BAGI DI KOTA BANDA ACEH A. Pengertian Perjanjian dan Perjanjian Bangun Bagi Hukum perjanjian merupakan bagian dari hukum perikatan,

Lebih terperinci

PENGGUGAT KONTRAK KARYA FREEPORT TAK PUNYA LEGAL STANDING

PENGGUGAT KONTRAK KARYA FREEPORT TAK PUNYA LEGAL STANDING PENGGUGAT KONTRAK KARYA FREEPORT TAK PUNYA LEGAL STANDING www.kompasiana.com Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang dipimpin Suko Harsono menyatakan gugatan Indonesian Human Right Comitte

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN 21 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian dan Jenis-jenis Perjanjian Definisi perjanjian telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) Pasal 1313, yaitu bahwa

Lebih terperinci

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1974 Tentang perkawinan BAB I DASAR PERKAWINAN. Pasal 1. Pasal 2

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1974 Tentang perkawinan BAB I DASAR PERKAWINAN. Pasal 1. Pasal 2 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1974 Tentang perkawinan BAB I DASAR PERKAWINAN Pasal 1 Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Aktivitas bisnis merupakan fenomena yang sangat kompleks karena mencakup berbagai bidang baik hukum, ekonomi, dan politik. Salah satu kegiatan usaha yang

Lebih terperinci

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING A. Pelaksanaan Jual Beli Sistem Jual beli Pre Order dalam Usaha Clothing Pelaksanaan jual beli sistem pre order

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1975 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1975 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1975 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II MENGENAI PERJANJIAN JUAL BELI YANG DIATUR DALAM BUKU III KUH PERDATA

BAB II MENGENAI PERJANJIAN JUAL BELI YANG DIATUR DALAM BUKU III KUH PERDATA BAB II MENGENAI PERJANJIAN JUAL BELI YANG DIATUR DALAM BUKU III KUH PERDATA A. Tinjauan Perjanjian 1. Definisi Perjanjian Perjanjian dalam KUHPerdata diatur dalam Buku III tentang Perikatan, Bab Kedua,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam keadaan yang sedang dilanda krisis multidimensi seperti yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam keadaan yang sedang dilanda krisis multidimensi seperti yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam keadaan yang sedang dilanda krisis multidimensi seperti yang sedang dialami negara Indonesia sekarang ini, tidak semua orang mampu memiliki sebuah rumah

Lebih terperinci

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris.

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A.Pengertian perjanjian pada umumnya a.1 Pengertian pada umumnya istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan dari istilah Overeenkomst

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teori 2.1.1. Pengertian Perjanjian dan Wanprestasi Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI. undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI. undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan A. Pengertian Perjanjian Jual Beli BAB II PERJANJIAN JUAL BELI Jual beli termasuk dalam kelompok perjanjian bernama, artinya undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan pengaturan secara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN DAN PERJANJIAN KAWIN. Perkawinan merupakan institusi yang sangat penting dalam masyarakat.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN DAN PERJANJIAN KAWIN. Perkawinan merupakan institusi yang sangat penting dalam masyarakat. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN DAN PERJANJIAN KAWIN 2.1 Tinjauan Umum Tentang Perkawinan a. Pengertian perkawinan Perkawinan merupakan institusi yang sangat penting dalam masyarakat. Eksistensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan, oleh karena itu dapat dikatakan hukum tentang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sejak jaman dahulu hingga saat ini. Karena perkawinan merupakan suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. sejak jaman dahulu hingga saat ini. Karena perkawinan merupakan suatu BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perkawinan merupakan kebutuhan hidup seluruh umat manusia, dari sejak jaman dahulu hingga saat ini. Karena perkawinan merupakan suatu kenyataan atas keinginan

Lebih terperinci

PENGERTIAN PERIKATAN HUKUM PERIKATAN PADA UMUMNYA. Unsur-unsur Perikatan 3/15/2014. Pengertian perikatan tidak dapat ditemukan dalam Buku III BW.

PENGERTIAN PERIKATAN HUKUM PERIKATAN PADA UMUMNYA. Unsur-unsur Perikatan 3/15/2014. Pengertian perikatan tidak dapat ditemukan dalam Buku III BW. PENGERTIAN PERIKATAN HUKUM PERIKATAN PADA UMUMNYA Level Kompetensi I Sesuai Silabus Pengertian perikatan tidak dapat ditemukan dalam Buku III BW. Pengertian perikatan diberikan oleh ilmu pengetahuan Hukum

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PERJANJIAN PENITIPAN BARANG. Dalam kehidupan sehari-hari seringkali kita mendengar kata perjanjian,

BAB II TINJAUAN UMUM PERJANJIAN PENITIPAN BARANG. Dalam kehidupan sehari-hari seringkali kita mendengar kata perjanjian, 17 BAB II TINJAUAN UMUM PERJANJIAN PENITIPAN BARANG 2.1 Pengertian Perjanjian Pada Umumnya Dalam kehidupan sehari-hari seringkali kita mendengar kata perjanjian, namun ada banyak pengertian perjanjian.

Lebih terperinci

Hukum Kontrak Elektronik

Hukum Kontrak Elektronik Kontrak Elektronik (E-Contract) Hukum Kontrak Elektronik Edmon Makarim menggunakan istilah kontrak online (online contract) bagi kontrak elektronik (e-contract) dan mendefinisikan kontrak online sebagai:

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Koperasi secara etimologi berasal dari kata cooperation, terdiri dari kata

BAB II LANDASAN TEORI. Koperasi secara etimologi berasal dari kata cooperation, terdiri dari kata BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Uraian Teori 2.1.1. Pengertian Koperasi Koperasi secara etimologi berasal dari kata cooperation, terdiri dari kata co yang artinya bersama dan operation yang artinya bekerja

Lebih terperinci

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN 1. Akibat Hukum Terhadap Kedudukan, Hak dan Kewajiban Anak dalam Perkawinan yang Dibatalkan a. Kedudukan,

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 29 BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PENOLAKAN MAJELIS HAKIM ATAS PENCABUTAN AKTA KESEPAKATAN DI BAWAH TANGAN YANG DIBUAT

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PENOLAKAN MAJELIS HAKIM ATAS PENCABUTAN AKTA KESEPAKATAN DI BAWAH TANGAN YANG DIBUAT 79 BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PENOLAKAN MAJELIS HAKIM ATAS PENCABUTAN AKTA KESEPAKATAN DI BAWAH TANGAN YANG DIBUAT SUAMI ISTRI DALAM PERKARA CERAI GUGAT DI PENGADILAN AGAMA MALANG Perkara Nomor:

Lebih terperinci

BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR. A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor

BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR. A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor Menurut sistem terbuka yang mengenal adanya asas kebebasan berkontrak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. yaitu Verbintenis untuk perikatan, dan Overeenkomst untuk perjanjian.

II. TINJAUAN PUSTAKA. yaitu Verbintenis untuk perikatan, dan Overeenkomst untuk perjanjian. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pada kenyataannya masih banyak orang yang dikacaukan oleh adanya istilah perikatan dan perjanjian. Masing-masing sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari digerakan dengan tenaga manusia ataupun alam. mengeluarkan Peraturan Perundang-undangan No. 15 Tahun 1985 tentang

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari digerakan dengan tenaga manusia ataupun alam. mengeluarkan Peraturan Perundang-undangan No. 15 Tahun 1985 tentang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Listrik merupakan kebutuhan manusia yang sangat penting. Sejak adanya listrik manusia mengalami kemajuan yang sangat pesat dalam berbagai bidang, yang menonjol adalah

Lebih terperinci

Pengantar Ilmu Hukum. Disampaikan oleh : Fully Handayani R, SH,M.Kn

Pengantar Ilmu Hukum. Disampaikan oleh : Fully Handayani R, SH,M.Kn Pengantar Ilmu Hukum Pengertian Pokok dalam Sistem Hukum Disampaikan oleh : Fully Handayani R, SH,M.Kn Subjek Hukum Adalah segala sesuatu yang menurut hukum dapat menjadi pendukung (dapat memiliki) hak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Universitas. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Universitas. Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Semakin meningkatnya kebutuhan atau kepentingan setiap orang, ada kalanya seseorang yang memiliki hak dan kekuasaan penuh atas harta miliknya tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perumahan mengakibatkan persaingan, sehingga membangun rumah. memerlukan banyak dana. Padahal tidak semua orang mempunyai dana yang

BAB I PENDAHULUAN. perumahan mengakibatkan persaingan, sehingga membangun rumah. memerlukan banyak dana. Padahal tidak semua orang mempunyai dana yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah merupakan salah satu kebutuhan paling pokok dalam kehidupan manusia. Rumah sebagai tempat berlindung dari segala cuaca sekaligus sebagai tempat tumbuh kembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan tanah hak kepada pihak lain untuk selama-lamanya (hak atas tanah

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan tanah hak kepada pihak lain untuk selama-lamanya (hak atas tanah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia diciptakan oleh Allah SWT sebagai makhluk sosial, yaitu makhluk yang hidup dengan saling berdampingan satu dengan yang lainnya, saling membutuhkan dan saling

Lebih terperinci

Common Law Contract Agreement Agree Pact Covenant Treaty. Civil Law (Indonesia) Kontrak Sewa Perjanjian Persetujuan Perikatan

Common Law Contract Agreement Agree Pact Covenant Treaty. Civil Law (Indonesia) Kontrak Sewa Perjanjian Persetujuan Perikatan Common Law Contract Agreement Agree Pact Covenant Treaty Civil Law (Indonesia) Kontrak Sewa Perjanjian Persetujuan Perikatan 2 Prof. Subekti Perikatan hubungan hukum antara 2 pihak/lebih, dimana satu pihak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia menjadi hal yang tidak terelakkan, terutama dalam memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. manusia menjadi hal yang tidak terelakkan, terutama dalam memenuhi kebutuhan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Pada saat ini dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi maka hubungan antar manusia menjadi hampir tanpa batas, karena pada dasarnya manusia adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum BAB I PENDAHULUAN Hukum perjanjian adalah bagian dari Hukum Perdata yang berlaku di Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum Perdata, karena Hukum Perdata banyak mengandung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA A. Pengertian Perkawinan Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan nomor 1 Tahun 1974. Pengertian perkawinan menurut Pasal

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. terwujud dalam pergaulan sehari-hari. Hal ini disebabkan adanya tujuan dan

BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. terwujud dalam pergaulan sehari-hari. Hal ini disebabkan adanya tujuan dan BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Pengertian Perjanjian Hubungan antara manusia yang satu dengan manusia yang lainnya selalu terwujud dalam pergaulan sehari-hari. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

BAB III KEWARISAN ANAK DALAM KANDUNGAN MENURUT KUH PERDATA 1. A. Hak Waris Anak dalam Kandungan menurut KUH Perdata

BAB III KEWARISAN ANAK DALAM KANDUNGAN MENURUT KUH PERDATA 1. A. Hak Waris Anak dalam Kandungan menurut KUH Perdata BAB III KEWARISAN ANAK DALAM KANDUNGAN MENURUT KUH PERDATA 1 A. Hak Waris Anak dalam Kandungan menurut KUH Perdata Anak dalam kandungan menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) memiliki

Lebih terperinci

HUKUM PERJANJIAN & PERIKATAN HUBUNGAN BISNIS ANDRI HELMI M, SE., MM.

HUKUM PERJANJIAN & PERIKATAN HUBUNGAN BISNIS ANDRI HELMI M, SE., MM. HUKUM PERJANJIAN & PERIKATAN HUBUNGAN BISNIS ANDRI HELMI M, SE., MM. PERIKATAN & PERJANJIAN Perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang berdasarkan mana yang satu berhak menuntut hal dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan hidup seluruh umat manusia sejak zaman. dibicarakan di dalam maupun di luar peraturan hukum.

I. PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan hidup seluruh umat manusia sejak zaman. dibicarakan di dalam maupun di luar peraturan hukum. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan kebutuhan hidup seluruh umat manusia sejak zaman dahulu hingga kini, karena perkawinan merupakan masalah yang aktual untuk dibicarakan di dalam maupun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGIKATAN PERJANJIAN JUAL BELI TANAH DAN BANGUNAN DAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGIKATAN PERJANJIAN JUAL BELI TANAH DAN BANGUNAN DAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGIKATAN PERJANJIAN JUAL BELI TANAH DAN BANGUNAN DAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian dan Syarat Sahya Perjanjian Sebelum membahas lebih jauh mengenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia dalam setiap perjalanan hidupnya, sudah pasti memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia dalam setiap perjalanan hidupnya, sudah pasti memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam setiap perjalanan hidupnya, sudah pasti memiliki ketidakmampuan untuk bertahan hidup sendiri. Hal ini membuat manusia belajar untuk hidup berkelompok

Lebih terperinci