ANALISIS TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN MANGROVE DI DESA TANJUNG BATU KECAMATAN PULAU DERAWAN KABUPATEN BERAU

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN MANGROVE DI DESA TANJUNG BATU KECAMATAN PULAU DERAWAN KABUPATEN BERAU"

Transkripsi

1 ANALISIS TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN MANGROVE DI DESA TANJUNG BATU KECAMATAN PULAU DERAWAN KABUPATEN BERAU Naniek Rinawati, Asfie Maidie 2 dan Bambang Indratno Gunawan 3 Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kaltim, Samarinda. 2 Laboratorium Budidaya Perairan, Perikanan & Kelautan FPIK Unmul, Samarinda. 3 Laboratorium Ekonomi Sumberdaya Perikanan & Kelautan FPIK Unmul, Samarinda ABSTRACT. Analysis of Community Participation Level in Mangrove Management at Tanjung Batu Village Pulau Derawan Subdistrict, Berau District. The aims of this research were to determine level of community participation in mangrove management and to study social economic and insitutional factors related to community participation at Tanjung Batu Village, Berau District. This research was carried out between July and August 2 at Tanjung Batu Village, Berau District. Stratified random sampling was applied to hold an interview with respondents. Primary data was collected by holding an interview method based on questionnaire, while secondary data was gathered by literature review. The level of community participation in mangrove management was grouped into three categories, namely: high, middle and low level. Correlation analysis of Rank Spearman disproportionete was used to determine the correlation coefficients of social economic and institutional variables related to community s participation, i.e. Education Level (X), Family Income Level (X2), Number of Family Member (X3), Availability of Government Facilitation (X) and Community s Perception towards Mangrove Conservation (X5). Software of SPSS ver. 2 was applied to run correlation analysis. The results showed that the level of community participation in mangrove management at Tanjung Batu Village was placed on the middle level category accounted for 6% and the remaining 36% was low level category. In addition, based on correlation analysis of Rank Spearman it was concluded that variables of Education Level (X), Availability of Government Facilitation (X) and Community s Perception towards Mangrove Conservation (X5) had a very significant relationship to community s participation, while Family Income Level (X2) and Number of Family Member (X3) had no relationship to community s participation in mangrove management at studied location. Kata kunci: partisipasi masyarakat, mangrove, Tanjung Batu Melihat potensi sumberdaya pesisir dan laut yang besar beserta permasalahannya, wilayah pesisir dan laut perlu dikelola dengan baik dan tepat. Hal ini guna menjaga kelestarian dan berjalannya fungsi dari sumberdaya tersebut sehingga dapat mendukung kesejahteraan masyarakat dan sebagai upaya sadar dan berencana mengelola sumberdaya secara bijaksana dalam pembangunan yang berkesinambungan untuk meningkatkan mutu hidup, perlu dijaga keserasiannya antar berbagai usaha kegiatan. 7

2 JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 3 (2), OKTOBER 2 72 Ekosistem sumberdaya laut, seperti mangrove, padang lamun dan terumbu karang yang dulu sangat berlimpah, baik luas, individu, maupun jumlah jenisnya, namun saat ini sudah semakin menurun. Penurunan ini diakibatkan adanya faktor alam dan manusia. Untuk mengantisipasi perusakan ekosistem sumberdaya, khususnya di wilayah pesisir, pemerintah telah menyiapkan upaya pengendalian dan atau pencegahannya, melalui penyiapan peraturan perundangan, salah satunya yang tertuang dalam Undang-undang No. 27 Tahun 27 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulaupulau Kecil, pemerintah mengalokasikan ruang perairan pesisir untuk dimanfaatkan dan dikonservasi, termasuk di dalamnya pemanfaatan sumberdaya perairan pesisir. Dalam Undang-undang tersebut juga disebutkan pemberian hak masyarakat untuk mengelola sumberdaya pesisir. Partisipasi masyarakat merupakan proses yang mana masyarakat turut serta mengambil bagian dalam pengambilan keputusan tentang apa yang akan direncanakan/dilakukan, program dan kebijakan. Keikutsertaan masyarakat sangat penting dalam menyusun suatu perencanaan. Pentingnya peran serta masyarakat tersebut didasarkan atas beberapa alasan. Pertama, masyarakat berhak mengetahui tentang setiap rencana pembangunan yang secara potensial mempengaruhi kehidupan mereka, kedua masyarakat adalah orang setempat yang paham tentang lingkungan di sekitarnya, sehingga dalam penyusunan perencanaan pendapat dan gagasan masyarakat layak didengar, agar tindakan atau kegiatan yang akan dilakukan akan terlaksana. Penelitian ini mengkaji tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan mangrove dan faktor-faktor sosial ekonomi dan kelembagaan yang berhubungan dengan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan mangrove di Desa Tanjung Batu Kecamatan Pulau Derawan Kabupaten Berau dalam rangka menumbuhkan kesadaran masyarakat, sehingga terbentuk rasa tanggung jawab yang tercermin dalam perilaku manusia, maka diperlukan pengembangan partisipasi masyarakat. Masyarakat di sini dapat dilihat dari dua sisi, pertama masyarakat masih belum peduli terhadap pentingnya menjaga fungsi ekologis lingkungan hidup dan kedua adalah masyarakat yang sudah peduli lingkungan dan potensial untuk mengubah sikap perilaku masyarakat yang belum sadar lingkungan. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Desa Tanjung Batu Kecamatan Pulau Derawan Kabupaten Berau selama dua bulan, yaitu Juli sampai Agustus 2. Penelitian dilakukan dengan cara observasi, pengumpulan data primer dan data sekunder. Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah kepala keluarga sebanyak orang sebagai responden yang dijadikan sampel ditentukan dengan cara disproportionete stratified random sampling. Metode yang digunakan adalah metode analisis deskriptif kuantitatif, yaitu mendeskripsikan secara kuantitatif tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan mangrove. Variabel yang ditetapkan untuk menilai tingkat partisipasi masyarakat adalah: () Tingkat Partisipasi (Y) adalah intensitas responden dalam kegiatan pengelolaan mangrove. (2) Tingkat Pendidikan (X) adalah jenjang pendidikan

3 73 Rinawati dkk. (2). Analisis Tingkat Partisipasi Masyarakat resmi sesuai dengan ketentuan yang berlaku, yang pernah diikuti oleh responden yang dikelompokkan atas: Tamat SD/Tidak Sekolah, Tamat SLP dan Tamat SLA/Perguruan Tinggi/Akademi. (3) Tingkat Pendapatan Keluarga (X2) adalah jumlah pendapatan yang diperoleh responden rata-rata per bulan, baik dari mata pencarian utama maupun dari usaha lain: Rp2.., Rp ,- dan Rp2.5.,-. () Jumlah Anggota Keluarga (X3) adalah banyaknya orang yang menjadi tanggungan responden di dalam rumah tangganya terdiri dari suami, isteri, anak ataupun kerabatnya dan dinyatakan dalam satuan orang atau jiwa: 2 orang, 3 orang dan >5 orang. (5) Persepsi Masyarakat Terhadap Pelestarian Mangrove (X) adalah tingkat pandangan responden tentang pelestarian mangrove maupun pengawasan mangrove. (6) Ketersediaan Fasilitas Pemerintah (X5) adalah penilaian responden tentang: (a) Jenis dan frekuensi pelayanan yang dilakukan oleh pemerintah sehubungan dengan pengelolaan mangrove, (b) Jenis dan jumlah fasilitas yang disediakan oleh pemerintah sehubungan dengan pengelolaan mangrove. Untuk mengetahui hubungan antara tingkat partisipasi masyarakat dengan faktor-faktor internal dan eksternal digunakan analisis korelasi Rank Spearman (r s ) dengan pengujian hipotesis pada taraf signifikan (α) = 5%. Untuk analisis korelasi digunakan software SPPS versi 2,. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Lokasi penelitian dilaksanakan di Desa Tanjung Batu Kecamatan Pulau Derawan. Lokasi tersebut merupakan salah satu kawasan pesisir yang menjadi pusat pengembangan budidaya perikanan dan pariwisata serta menjadi pusat bangkitan dan tarikan pergerakan kegiatan bagi wilayah yang lebih kecil di sekitarnya terutama Kecamatan Pulau Derawan dan Pulau Maratua. Berdasarkan administrasi pemerintahan, Desa Tanjung Batu terdiri dari 8 RT dengan jumlah penduduk.96 jiwa (8 KK) dan luas wilayah 2.982,59 km 2 dengan luas daratan 5,72 km 2 dan luas perairan 2.5,87 km 2 dengan panjang garis pantai. km. (Anonim, 29 a ). Sarana penghubung untuk mencapai daerah penelitian dapat ditempuh dengan roda empat dari Tanjung Redeb selama 2 jam dan menggunakan speed boat kapasitas 5 6 orang selama 2 jam. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Jumlah penduduk Desa Tanjung Batu pada tahun 29 adalah.96 jiwa yang terdiri dari laki-laki jiwa dan perempuan.875 jiwa. Berdasarkan data kesejahteraan penduduk diperoleh jumlah orang miskin sebanyak 2 KK (Anonim, 29 b ). Mata pencarian penduduk Desa Tanjung Batu mayoritas sebagai nelayan tangkap, petani dan pedagang. Jumlah nelayan perikanan tangkap sebanyak 6 nelayan yang terdiri dari usaha perikanan tangkap pukat udang, jaring insang, jaring angkat dan pancing (Anonim, 28), sedangkan tempat/usaha perdagangan di Desa Tanjung Batu terdapat tempat usaha toko sebanyak 27 buah, warung makan

4 JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 3 (2), OKTOBER 2 7 sebanyak 9 buah dan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) sebanyak buah yang belum maksimal digunakan (Anonim, 29 a ). Gambaran Umum Kondisi Mangrove Desa Tanjung Batu memiliki luas mangrove sekitar 2.532,5 ha, terdapat 27 spesies mangrove, baik dari kelompok mangrove sejati (true mangrove species) maupun kelompok jenis mangrove ikutan (associated mangrove species) (Anonim, 28). Jenis-jenis mangrove yang tumbuh di wilayah peisisir Tanjung Batu didominasi oleh Avicennia spp. dan Sonneratia spp. Di wilayah ini kondisi pantainya berlumpur dan berpasir. Jenis Rhizophora spp., Bruguiera spp. dan Nypa fruticans hanya tumbuh di sela-sela Avicennia spp. dan Sonneratia spp. seperti di dekat muara sungai yang agak berlumpur. Kelembagaan Pengelolaan Mangrove Sejak tahun 2 telah terbentuk Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas) binaan dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Berau yang beranggotakan 25 orang masyarakat Desa Tanjung Batu, hal ini dimaksud bahwa masyarakat diikutsertakan guna membantu pengawasan sumberdaya perikanan dan kelautan. Pada tahun 27 berdiri Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yaitu Forum Penyelamat Lingkungan Hidup binaan dari Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Berau. Selain itu upaya-upaya yang dilakukan Pemerintah Daerah untuk mengurangi kerusakan dan menjaga kelestarian mangrove di Desa Tanjung Batu yakni kegiatan sosialisasi manfaat mangrove dan kegiatan rehabilitasi mangrove. Direktorat Jenderal Kelautan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Departemen Kelautan dan Perikanan tahun 29 menyusun Rencana Pengembangan Pusat Informasi Mangrove di Kabupaten Berau yang berlokasi di Desa Tanjung Batu Kecamatan Pulau Derawan dan menetapkan kawasan mangrove sebagai kawasan lindung atau zona lindung. Rencananya luas kawasan yang akan dijadikan lokasi Pusat Informasi Mangrove adalah 5 ha yang terdiri dari areal inti seluas 5 ha yang mencakup areal bangunan sarana prasarana pendukungnya dan areal penunjang ha. Tahapan yang dilakukan Departemen Kelautan dan Perikanan Direktorat Jenderal Kelautan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (KP3K) serta Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Berau telah melaksanakan koordinasi dan sosialisasi tanggal 9 Juni 29 berupa Pelatihan Pembibitan di Desa Tanjung Batu yang diikuti 5 orang peserta masyarakat setempat. Dalam pelaksanaannya kegiatan tersebut melibatkan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yaitu Forum Penyelamat Lingkungan Hidup bersama perangkat desa, pemimpin umat dan lain-lain. Masyarakat pesisir secara keseluruhan perlu mendapat pengertian bahwa hutan mangrove yang akan mereka rehabilitasi akan menjadi milik masyarakat dan untuk masyarakat, khususnya yang berada di daerah pesisir.

5 75 Rinawati dkk. (2). Analisis Tingkat Partisipasi Masyarakat Karakteristik Responden a. Jenis kelamin. Komposisi responden berdasarkan jenis kelamin di daerah penelitian menunjukkan bahwa terdapat 88 responden (88%) adalah laki-laki sisanya sebanyak 2 responden (2%) adalah perempuan. Komposisi responden berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel di bawah ini. Tabel. Komposisi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis kelamin Jumlah (responden) Persentase (%) Laki-laki Perempuan Jumlah b. Jenis pekerjaan. Pada Tabel 2 ditampilkan, bahwa jenis pekerjaan responden yang terbesar adalah nelayan sebanyak responden (laki-laki) (%), yakni nelayan penangkapan ikan/udang dan lainnya di laut. Kemudian pekerjaan sebagai pedagang sebanyak 5 responden ( laki-laki dan perempuan) (5%) yakni berbagai macam usaha dagang sembako maupun kelontongan. Buruh bangunan sebanyak responden (laki-laki) (%) yakni buruh pertukangan. Sebagai pemilik hotel/penginapan sebanyak responden (laki-laki) (%). Pekerjaan sebagai PNS/ABRI sebanyak responden (3 laki-laki dan perempuan) (%) yang berasal dari pegawai pemerintah daerah. Tabel 2. Komposisi Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan Jenis pekerjaan Nelayan Pedagang Buruh bangunan Pemilik hotel/penginapan PNS/ABRI Jenis kelamin Laki-laki Perempuan 3 Jumlah Persentase (%) 5 5 Jumlah 88 2 c. Tingkat pendidikan responden. Pada Tabel 3 ditampilkan bahwa tingkat pendidikan responden terbanyak berturut-turut adalah tamat SD/tidak sekolah sebanyak 55% yang terdiri dari nelayan 8 responden, pedagang 5 responden dan buruh bangunan 2 responden. Tabel 3. Komposisi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan (sederajat) Jenis pekerjaan Tamat SD/ Tamat Tamat SLA, Jumlah (%) (%) (% tidak sekolah SLP PT/Diploma Nelayan Pedagang Buruh bangunan Pemilik hotel/penginapan PNS/ABRI Jumlah

6 JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 3 (2), OKTOBER 2 Tamat SLP sebanyak 25% yang terdiri dari nelayan 2 responden, pedagang responden dan buruh bangunan responden. Tingkat pendidikan SLA dan PT/Diploma sebanyak 2% terdiri dari nelayan 8 responden, pedagang 6 responden, buruh bangunan responden, pemilik hotel/penginapan responden dan PNS/ABRI responden. d. Tingkat pendapatan keluarga responden. Pada Tabel ditampilkan bahwa secara umum pendapatan responden di daerah penelitian terdapat 38% yang berpenghasilan kurang atau sama dengan Rp2..,-/bulan terdiri dari nelayan sebanyak 28 responden, pedagang 7 responden, buruh bangunan responden, pemilik hotel/penginapan responden dan PNS/ABRI responden. Kemudian pendapatan keluarga yang berpenghasilan antara Rp ,-/bulan menyatakan kadang-kadang mencukupi sebanyak 6 responden atau 6% terdiri dari nelayan sebanyak 38 responden, pedagang responden, buruh bangunan 3 responden dan PNS/ABRI responden. Sementara itu responden yang memiliki pendapatan keluarga di atas atau sama dengan Rp2.5.,-/bulan sebanyak 6 responden (6%) yakni nelayan responden, pedagang responden dan PNS/ABRI 2 responden. Hal tersebut menunjukkan, bahwa di lokasi penelitian responden yang berpenghasilan menengah ke bawah cukup dominan yakni sekitar 8% ( responden). Tabel. Komposisi Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan Keluarga Jenis pekerjaan Nelayan Pedagang Buruh bangunan Pemilik hotel/penginapan PNS/ABRI Tingkat pendapatan keluarga % 2 % 3 % Jumlah Jumlah Keterangan: = Rp2..,-. 2 = Rp ,-. 3 = Rp2.5.,-. 5 e. Jumlah anggota keluarga responden. Pada Tabel 5 ditampilkan, bahwa sebagian besar responden di daerah penelitian kebanyakan anggota keluarganya berjumlah >5 orang per responden, yaitu sebanyak 62 responden (62%) yang terdiri dari nelayan 5 responden, pedagang 8 responden, buruh bangunan responden, pemilik hotel/penginapan responden dan PNS/ABRI responden. Tabel 5. Komposisi Responden Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga Jenis pekerjaan Nelayan Pedagang Buruh bangunan Pemilik hotel/penginapan PNS/ABRI Jumlah anggota keluarga (orang) - 2 % 3 - % >5 % Jumlah 5 Jumlah

7 77 Rinawati dkk. (2). Analisis Tingkat Partisipasi Masyarakat Kemudian keluarga yang beranggotakan 3 orang per kepala keluarga sebanyak 26 responden (26%) yang terdiri dari nelayan 6 responden, pedagang 6 responden, buruh bangunan responden dan PNS/ABRI 3 responden. Selanjutnya 2 orang per keluarga sebanyak 2 responden (2%) yang terdiri dari nelayan 9 responden, pedagang responden dan buruh bangunan 2 responden. f. Ketersediaan fasilitas pemerintah. Pada Tabel 6 terlihat, bahwa ketersediaan fasilitas pemerintah dalam kategori tinggi sebanyak 35 responden (3%) terdiri dari nelayan 2 responden dan PNS/ABRI responden. Selanjutnya kategori responden berdasarkan ketersediaan fasilitas pemerintah dalam kategori sedang sebanyak 29 responden (29%) yang terdiri dari nelayan 2 responden, pedagang responden, buruh bangunan responden, pemilik hotel/penginapan responden dan PNS/ABRI 2 responden. Responden berdasarkan ketersediaan fasilitas pemerintah dalam kategori rendah sebanyak 68 responden atau 68% yang terdiri dari nelayan 53 responden dan pedagang responden, buruh bangunan 3 responden, dan PNS/ABRI responden. Tabel 6. Komposisi Responden Berdasarkan Ketersediaan Fasilitas Pemerintah Jenis pekerjaan Nelayan Pedagang Buruh bangunan Pemilik hotel/penginapan PNS/ABRI Ketersediaan fasilitas pemerintah Tinggi % Sedang % Rendah % Jumlah 5 Jumlah g. Persepsi masyarakat terhadap pelestarian mangrove. Pada Tabel 7 terlihat, bahwa tingkat persepsi responden terhadap pelestarian mangrove dalam kategori tinggi sebanyak 5 responden (5%) yang terdiri dari nelayan responden, buruh bangunan responden dan PNS/ABRI 3 responden. Selanjutnya kategori responden berdasarkan tingkat persepsi responden terhadap pelestarian mangrove dalam kategori sedang sebanyak 77 responden (77%) yang terdiri dari nelayan 58 responden, pedagang responden, buruh bangunan 3 responden, pemilik hotel/penginapan responden dan PNS/ABRI responden. Tabel 7. Komposisi Responden Berdasarkan Persepsi Masyarakat terhadap Pelestarian Mangrove Jenis pekerjaan Nelayan Pedagang Buruh bangunan Pemilik hotel/penginapan PNS/ABRI Persepsi terhadap pelestarian mangrove Tinggi % Sedang % Rendah % Jumlah 5 Jumlah

8 JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 3 (2), OKTOBER 2 78 Kategori responden berdasarkan tingkat persepsi terhadap pelestarian mangrove dalam kategori rendah sebanyak 8 responden (8%) terdiri dari nelayan 7 responden dan pedagang responden. h. Tingkat partisipasi responden. Pada Tabel 8 terlihat, bahwa respon tingkat partisipasi masyarakat terhadap pengelolaan mangrove dalam kategori sedang sebanyak 6 responden (6%) yang terdiri dari nelayan 7 responden, pedagang 9 responden, buruh bangunan 3 responden, pemilik hotel/penginapan responden dan PNS/ABRI responden, sedangkan kategori rendah sebanyak 36 responden (36%) yang terdiri dari nelayan 29 responden dan pedagang 6 responden. Tabel 8. Persentase Tingkat Partisipasi Masyarakat terhadap Pengelolaan Mangrove Jenis pekerjaan Nelayan Pedagang Buruh bangunan Pemilik hotel/penginapan PNS/ABRI Partisipasi masyarakat Tinggi % Sedang % Rendah % Jumlah 5 Jumlah Berdasarkan teori Arnstein (969), bahwa perbedaan peran serta berdasarkan kadar kekuatan masyarakat dalam memberikan pengaruh perencanaan, maka kategorisasi tingkat peran serta masyarakat dalam pengelolaan mangrove di Desa Tanjung Batu adalah pada tingkat informing dan consulting yang disebut sebagai tingkat tokenisme atau sekedar fomalitas yang memungkinkan masyarakat untuk mendengar dan memiliki hak untuk memberikan suara. Namun demikian suara dan pendapat mereka belum tentu menjadi bahan bagi pengambilan keputusan. Kondisi bentuk peran serta ini adalah yang ditemukan pada lokasi penelitian. Hubungan tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan mangrove dianalisis dengan menggunakan korelasi Rank Spearman untuk melihat kuat atau tidaknya hubungan keduanya melalui perangkat lunak (software) SPSS versi 2. Adapun hasil analisis korelasi faktor-faktor ditunjukkan pada Tabel 9. Tabel 9. Hasil Analisis Korelasi Tingkat Partispasi Masyarakat dalam Pengelolaan Mangrove di Desa Tanjung Batu Kecamatan Pulau Derawan Kabupaten Berau Variabel Koefisien korelasi X (tingkat pendidikan),3** X2 (tingkat pendapatan keluarga),95 X3 (jumlah anggota keluarga),25 X (ketersediaan fasilitas pemerintah),679** X5 (persepsi masyarakat terhadap pengelolaan mangrove,33** Keterangan: ** = sangat signifikan pada α =,

9 79 Rinawati dkk. (2). Analisis Tingkat Partisipasi Masyarakat Faktor-faktor Sosial Ekonomi dan Kelembagaan yang Berhubungan dengan Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Mangrove a. Tingkat pendidikan (X). Faktor pendidikan seseorang turut memberikan kontribusi cukup besar terhadap arah dan gerak perilaku seseorang dalam melakukan interaksi sosial dengan lingkungan alam sekitarnya. Faktor tingkat pendidikan juga merupakan salah satu faktor yang menunjukkan tingkat pengetahuan dan wawasan yang mampu dikuasai oleh individu warga masyarakat. Penguasaan terhadap ilmu pengetahuan dan luasnya wawasan dapat memberikan nilai positif dalam menghadapi perubahan yang terjadi di lingkungannya. Dari hasil analisis dengan menggunakan korelasi Rank Spearman (r s ) pada variabel ini didapatkan hasil,3 dan diketahui bahwa terdapat hubungan yang sangat signifikan namun menunjukkan korelasi lemah dan positif antara variabel X (tingkat pendidikan) dengan variabel Y (tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan mangrove). Ini menunjukkan, bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan masyarakat sangat mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan mangrove. Pendidikan mengandung makna sebagai usaha membangun pribadi warga negara dan bangsa. Melalui pendidikan dan dengan pendidikan, kepribadian yang harmonis dipupuk dan dikembangkan. Setiap orang setahap demi setahap mengatur kehidupan dirinya, mengatasi persoalan dan mencukupi kebutuhannya. Bahkan dengan pendidikan, setiap orang diharapkan dapat memberikan jasa-jasanya bagi orang lain, bagi masyarakat dan bangsanya, sesuai dengan keadaan dan kemampuannya (Rahardjo, 988). b. Tingkat pendapatan keluarga (X2). Tingkat pendapatan keluarga merupakan salah satu faktor parameter kesejahteraan masyarakat. Tinggi rendahnya pendapatan masyarakat dapat berpengaruh terhadap banyak sedikitnya dana yang dapat dikontribusikan kepada bentuk-bentuk partisipasi pengelolaan lingkungan khususnya pengelolaan mangrove. Komposisi responden berdasarkan tingkat pendapatan keluarga di Desa Tanjung Batu menunjukkan, bahwa sebagian besar responden berada di bawah Rp2.5.,- /bulan atau pendapatan kelas menengah ke bawah. Dapat dikatakan bahwa tingkat pendapatan keluarga responden relatif rendah. Secara ekonomi, masyarakat dapat dikatakan relatif kurang mampu atau hanya cukup memenuhi kebutuhan primernya dan tidak dapat membagi untuk kebutuhan di luar kebutuhan primernya seperti menciptakan dan menjaga kondisi lingkungannya. Dari hasil analisis dengan menggunakan korelasi Rank Spearman (r s ) bahwa pada variabel ini tidak terdapat hubungan yang signifikan dan menunjukkan korelasi yang sangat lemah antara variabel X 2 (tingkat pendapatan keluarga) dengan variabel Y (tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan mangrove yang ditunjukkan dengan nilai koefisien Rank Spearman (r s ) =,95. Ini menunjukkan bahwa tingkat pendapatan masyarakat tidak berhubungan dengan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan mangrove di lokasi studi. c. Jumlah anggota keluarga (X3). Jumlah anggota keluarga responden terkait dengan masalah pengelolaan lingkungan hidup, besar kecilnya jumlah anggota

10 JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 3 (2), OKTOBER 2 8 keluarga secara tidak langsung memberikan pengaruh terhadap keberadaan lingkungannya. Jumlah anggota responden dalam penelitian ini berasal dari keluarga inti, yakni terdiri dari bapak, ibu dan anak, di samping itu juga ada jumlah yang terdiri dari komposisi keluarga inti dan keluarga batih (anggota keluarga tambahan selain bapak, ibu dan anak). Keluarga sebagai institusi sosial, bukan hanya sebagai sebuah kelompok, tetapi lebih dari itu, ia berfungsi merangkai pola-pola tingkah laku yang mencerminkan identitas setempat dan juga dalam hubungannya dengan institusi luar keluarga. Lingkungan keluarga merupakan media yang sesuai bagi upaya penanaman etika lingkungan, karena di dalamnya secara rutin terjadi proses sosialisasi etika dan moralitas kehidupan. Sosialisasi dan proses penyadaran dalam skala keluarga akan arti pentingnya lingkungan hidup perlu diupayakan terus, sehingga muncul kesadaran pribadi. Pada gilirannya, kesadaran tersebut akan melahirkan rasa tanggung jawab dan pengabdian terhadap keberadaan dan kelestarian lingkungan hidup sebagai bagian integral dari kehidupan umat manusia. Dari hasil penelitian di daerah penelitian menunjukkan, bahwa sebagian besar responden di daerah penelitian kebanyakan anggota keluarganya berjumlah >5 orang per responden. Dari hasil beberapa responden masih terdapat responden yang memanfaatkan kayu mangrove sebagai kayu bakar, yaitu sebanyak 53 responden (dengan kategori selalu dan kadang-kadang memanfaatkan), responden yang memanfaatkan kayu mangrove sebagai alat rumah tangga sebanyak 32 responden (dengan kategori selalu dan kadang-kadang memanfaatkan) dan responden yang memanfaatkan kayu mangrove sebagai bahan bangunan sebanyak responden (dengan kategori kadang-kadang memanfaatkan). Dengan anggota keluarga yang berjumlah lebih besar dapat memungkingkan kebutuhan akan kayu mangrove lebih besar, tetapi hal ini tidak dapat dijadkan dasar bahwa jumlah keluarga responden yang lebih besar maka kebutuhan memanfaatkan kayu mangrove menjadi lebih banyak pula. Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan korelasi Rank Spearman diketahui bahwa pada variabel ini tidak terdapat hubungan yang signifikan dan menunjukkan korelasi yang sangat lemah antara variabel X 3 (jumlah anggota keluarga) dengan variabel Y (tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan mangrove) dengan koefisien r s =,25. Ini menunjukkan, bahwa jumlah anggota keluarga tidak berhubungan dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan mangrove. d. Ketersediaan fasilitas pemerintah (X) Karakteristik responden terhadap ketersediaan fasilitas pemerintah yang berasal dari Pemerintah Daerah dan Pusat berupa peraturan perundang-undangan maupun berasal dari masyarakat, yakni berupa tradisi yang berlaku di dalam masyarakat ataupun himbauan-himbauan/sosialisasi dengan kondisi yang bervariasi. Untuk mengembangkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan (rehabilitasi) mangrove diperlukan suatu strategi dan kegiatan-kegiatan yang dapat mengajak masyarakat agar terlibat dalam kegiatan rehabilitasi mangrove, hal demikian yang terlihat di lokasi penelitian. Dari hasil wawancara, beberapa responden menyatakan

11 8 Rinawati dkk. (2). Analisis Tingkat Partisipasi Masyarakat bahwa kegiatan-kegiatan pengelolaan mangrove pada lokasi penelitian mayoritas berasal dari program-program pemerintah daerah ataupun pusat. Hal ini sesuai seperti yang dinyatakan Rahardjo (985) dalam Tambunan dkk. (25), bahwa partisipasi masyarakat dapat diartikan sebagai keikutsertaan masyarakat dalam program-program pemerintah, atau dengan kata lain, partisipasi adalah keikutsertaan dari seseorang ataupun sekelompok orang dalam suatu kegiatan baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk keterlibatan secara langsung misalnya seseorang ataupun sekelompok orang ikut secara fisik dalam suatu kegiatan, sedangkan keterlibatan secara tidak langsung, seseorang ataupun sekelompok orang tidak ikut dalam sesuatu kegiatan secara fisik, tetapi mereka memberikan bantuan materiel ataupun sumbangan fikiran dalam kegiatan tersebut. Dari analisis dengan menggunakan korelasi Rank Spearman terlihat bahwa variabel X (ketersediaan fasilitas pemerintah) dan variabel Y (tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan mangrove) menunjukkan korelasi sedang dan positif serta memiliki hubungan yang sangat signifikan (α = %) dengan nilai koefisien r s =,679. Ini menunjukkan, bahwa semakin baik ketersediaan fasilitas pemerintah akan berhubungan dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan mangrove. e. Persepsi masyarakat terhadap pelestarian mangrove (X5). Faktor persepsi masyarakat terhadap pelestarian mangrove juga merupakan faktor yang terkait dengan partisipasi seseorang, yang mana terdapat anggapan dengan adanya pengetahuan dan wawasan terhadap manfaat sesuatu hal akan menyebabkan seseorang mempunyai sikap positif terhadap hal tersebut. Selanjutnya sikap positif ini seseorang akan mempengaruhi keinginan berpartisipasi pada kegiatan yang berkaitan dengan hal tersebut, khususnya dalam pengelolaan mangrove. Dari hasil wawancara beberapa responden di daerah penelitian terlihat, bahwa anggapan akan pentingnya pelestarian mangrove telah mereka ketahui. Secara umum mangrove mereka ketahui sebagai pelindung pantai dan tempat ikan bertelur. Hal demikian yang dapat mempengaruhi keinginan berpartisipasi dalam arti bahwa responden tidak berkeinginan untuk merusak mangrove. Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan korelasi Rank Spearman diketahui, bahwa variabel X 5 (persepsi masyarakat terhadap pelestarian mangrove) dengan variabel Y (tingkat partisipasi) menunjukkan korelasi yang lemah dan positif serta memiliki hubungan yang sangat signifikan (α = %) dengan nilai koefisien r s =,33. Ini menunjukkan, bahwa semakin tinggi persepsi masyarakat terhadap pelestarian mangrove sangat berhubungan dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan mangrove. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan kategorisasi tingkat partisipasi masyarakat diketahui bahwa tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan mangrove di Desa Tanjung Batu Kecamatan Pulau Derawan Kabupaten Berau yang termasuk dalam kategori sedang adalah sebesar 6% dan kategori rendah sebesar 36%.

12 JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 3 (2), OKTOBER 2 82 Dari hasil analisis korelasi Rank Spearman diketahui bahwa faktor-faktor sosial ekonomi dan kelembagaan yang berhubungan sangat signifikan pada α = % dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan mangrove (Y) adalah faktor tingkat pendidikan (X), faktor ketersediaan fasilitas pemerintah (X) dan faktor persepsi masyarakat terhadap pelestarian mangrove (X5) dengan nilai-nilai koefisien korelasi (r s ) masing-masing sebesar,3,,679 dan,33. Selanjutnya faktor tingkat pendapatan keluarga (X2) dan faktor Jumlah Anggota Keluarga (X3) diketahui tidak memiliki hubungan yang nyata dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan mangrove (Y) di lokasi studi dengan koefisien korelasi (r s ) masing-masing sebesar,95 dan,25. Saran Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan mangrove dapat lebih ditingkatkan dengan cara memperbaiki faktor-faktor sosial ekonomi dan kelembagaan. Untuk memperbaiki pengelolaan mangrove di Desa Tanjung Batu Kecamatan Pulau Derawan Kabupaten Berau perlu peningkatan pendidikan masyarakat, memperbaiki ketersediaan fasilitas pemerintah dan usaha meningkatkan persepsi masyarakat terhadap pentingnya ekosistem mangrove. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 28. Laporan Tahunan 28. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Berau. Anonim. 29 a. Monografi Kecamatan Pulau Derawan. Kabupaten Berau. Anonim. 29 b. Laporan Statistik 28. Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Berau Arstein, S.R A Ladder of Citizen Participation Journal of the American Institute of Planners 35. Rahardjo, M.D Pesantren dan Pembaharuan, LP3ES, Jakarta. Tambunan, R.; R.H. Harahap dan Z. Lubis. 25. Pengelolaan Hutan Mangrove di Kabupaten Asahan (Studi Kasus Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaaan Hutan Mangrove di Kecamatan Lim Puluh Kabupaten Asahan). Jurnal Studi Pembangunan 2:

13

14

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove yang cukup besar. Dari sekitar 15.900 juta ha hutan mangrove yang terdapat di dunia, sekitar

Lebih terperinci

KAJIAN SOSIAL EKONOMI BUDAYA DAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM PADA TAMAN NASIONAL MERU BETIRI KABUPATEN BANYUWANGI SKRIPSI

KAJIAN SOSIAL EKONOMI BUDAYA DAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM PADA TAMAN NASIONAL MERU BETIRI KABUPATEN BANYUWANGI SKRIPSI KAJIAN SOSIAL EKONOMI BUDAYA DAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM PADA TAMAN NASIONAL MERU BETIRI KABUPATEN BANYUWANGI SKRIPSI Oleh: AYU PUSPITANINGSIH NIM. 071510201086 JURUSAN

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 8 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4. Keadaan Wilayah Kepulauan Seribu merupakan sebuah gugusan pulaupulau kecil yang terbentang dari teluk Jakarta sampai dengan Pulau Sibera. Luas total Kabupaten

Lebih terperinci

PARTISIPASI PETANI DALAM PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT (Kasus di Kecamatan Kertanegara Kabupaten Purbalingga Provinsi Jawa Tengah) AMIN FAUZI

PARTISIPASI PETANI DALAM PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT (Kasus di Kecamatan Kertanegara Kabupaten Purbalingga Provinsi Jawa Tengah) AMIN FAUZI PARTISIPASI PETANI DALAM PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT (Kasus di Kecamatan Kertanegara Kabupaten Purbalingga Provinsi Jawa Tengah) AMIN FAUZI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai II. TINJAUAN PUSTAKA A. Mangrove Mangrove adalah tanaman pepohonan atau komunitas tanaman yang hidup di antara laut dan daratan yang dipengaruhi oleh pasang surut. Habitat mangrove seringkali ditemukan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penentuan daerah penelitian dilakukan secara purposive (sengaja), karena Desa

III. METODE PENELITIAN. Penentuan daerah penelitian dilakukan secara purposive (sengaja), karena Desa III. METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penetuan Daerah Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di desa Paluh Sibaji, Kecamatan Pantai Labu. Penentuan daerah penelitian dilakukan secara purposive (sengaja), karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara kepulauan yang memiliki garis pantai yang terpanjang di dunia, lebih dari 81.000 KM garis pantai dan 17.508 pulau yang membentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis yang didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang-surut

Lebih terperinci

HUBUNGAN KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI IBU RUMAH TANGGA DENGAN PRODUKTIVITAS KERJA DALAM PEMBIBITAN MANGROVE

HUBUNGAN KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI IBU RUMAH TANGGA DENGAN PRODUKTIVITAS KERJA DALAM PEMBIBITAN MANGROVE HUBUNGAN KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI IBU RUMAH TANGGA DENGAN PRODUKTIVITAS KERJA DALAM PEMBIBITAN MANGROVE Desa Pantai Gading, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat Roganda Malau ¹), Hasman Hasyim ²),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (2007) Indonesia memiliki kawasan mangrove yang terluas

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (2007) Indonesia memiliki kawasan mangrove yang terluas 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Menurut FAO (2007) Indonesia memiliki kawasan mangrove yang terluas di dunia sekitar 19% dari total hutan mangrove dunia, dan terluas se-asia Tenggara sekitar 49%

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mangrove di Indonesia mencapai 75% dari total mangrove di Asia Tenggara, seperti

BAB I PENDAHULUAN. mangrove di Indonesia mencapai 75% dari total mangrove di Asia Tenggara, seperti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu bagian terpenting dari kondisi geografis Indonesia sebagai wilayah kepulauan adalah wilayah pantai dan pesisir dengan garis pantai sepanjang 81.000

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik bagi pesisir/daratan maupun lautan. Selain berfungsi secara ekologis,

BAB I PENDAHULUAN. baik bagi pesisir/daratan maupun lautan. Selain berfungsi secara ekologis, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove merupakan salah satu ekosistem yang sangat vital, baik bagi pesisir/daratan maupun lautan. Selain berfungsi secara ekologis, ekosistem mangrove memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wilayah perbatasan antara daratan dan laut, oleh karena itu wilayah ini

BAB I PENDAHULUAN. wilayah perbatasan antara daratan dan laut, oleh karena itu wilayah ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan jumlah pulau sekitar 17.508 pulau dan panjang pantai kurang lebih 81.000 km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat besar,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. potensial untuk pembangunan apabila dikelola dengan baik. Salah satu modal

BAB I PENDAHULUAN. potensial untuk pembangunan apabila dikelola dengan baik. Salah satu modal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan dengan jumlah pulau mencapai 17.508 dan garis pantai sepanjang 81.000 km, dengan garis pantai yang panjang menyebabkan Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan, pengertian hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber

Lebih terperinci

PARTISIPASI ANGGOTA KELOMPOK WANITA TANI DALAM PROGRAM PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN (P2KP) DI KECAMATAN NGUTER KABUPATEN SUKOHARJO

PARTISIPASI ANGGOTA KELOMPOK WANITA TANI DALAM PROGRAM PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN (P2KP) DI KECAMATAN NGUTER KABUPATEN SUKOHARJO PARTISIPASI ANGGOTA KELOMPOK WANITA TANI DALAM PROGRAM PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN (PKP) DI KECAMATAN NGUTER KABUPATEN SUKOHARJO Riska Yulianti, Agung Wibowo, Arip Wijianto Program Studi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki lautan yang lebih luas dari daratan, tiga per empat wilayah Indonesia (5,8 juta km 2 ) berupa laut. Indonesia memiliki lebih dari 17.500 pulau dengan

Lebih terperinci

NILAI EKONOMI AIR HUTAN LINDUNG SUNGAI WAIN DI BALIKPAPAN KALIMANTAN TIMUR

NILAI EKONOMI AIR HUTAN LINDUNG SUNGAI WAIN DI BALIKPAPAN KALIMANTAN TIMUR NILAI EKONOMI AIR HUTAN LINDUNG SUNGAI WAIN DI BALIKPAPAN KALIMANTAN TIMUR Syahrir Yusuf Laboratorium Politik, Ekonomi dan Sosial Kehutanan Fahutan Unmul, Samarinda ABSTRACT. Value of Water Economic of

Lebih terperinci

B A B I V U r u s a n P i l i h a n K e l a u t a n d a n P e r i k a n a n URUSAN PILIHAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

B A B I V U r u s a n P i l i h a n K e l a u t a n d a n P e r i k a n a n URUSAN PILIHAN KELAUTAN DAN PERIKANAN 4.2.5 URUSAN PILIHAN KELAUTAN DAN PERIKANAN 4.2.5.1 KONDISI UMUM Sebagai salah satu kota di Provinsi Jawa Tengah yang terletak di wilayah pesisir, Kota Semarang memiliki panjang pantai 36,63 km dengan

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS DAN TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP PROGRAM PENGENTASAN KEMISKINAN PERKOTAAN (P2KP) DI KOTA BANDAR LAMPUNG

EFEKTIVITAS DAN TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP PROGRAM PENGENTASAN KEMISKINAN PERKOTAAN (P2KP) DI KOTA BANDAR LAMPUNG EFEKTIVITAS DAN TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP PROGRAM PENGENTASAN KEMISKINAN PERKOTAAN (PKP) DI KOTA BANDAR LAMPUNG (EFFECTIVENESS AND PARTICIPATION SOCIETY AGAINST THE URBAN POVERTY ERADICATION

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan garis pantai sepanjang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan garis pantai sepanjang BAB I PENDAHULUAN 1.1.LatarBelakang Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan garis pantai sepanjang 95.181 km terdiri dari sumber daya alam laut dan pantai yang beragam. Dengan kondisi iklim dan substrat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kerusakan hutan mangrove di Indonesia, kini semakin merata ke berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Kerusakan hutan mangrove di Indonesia, kini semakin merata ke berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kerusakan hutan mangrove di Indonesia, kini semakin merata ke berbagai wilayah di Nusantara. Kerusakan hutan mangrove ini disebabkan oleh konversi lahan menjadi areal

Lebih terperinci

Fishermen's Perceptions About Business Fishing in The Kepenghuluan Parit Aman Bangko Subdistrict Rokan Hilir District Riau province ABSTRACT

Fishermen's Perceptions About Business Fishing in The Kepenghuluan Parit Aman Bangko Subdistrict Rokan Hilir District Riau province ABSTRACT Fishermen's Perceptions About Business Fishing in The Kepenghuluan Parit Aman Bangko Subdistrict Rokan Hilir District Riau province By Gita Rizanty 1) Kusai 2) and Lamun Bathara 3) ABSTRACT The research

Lebih terperinci

Edu Geography 3 (6) (2015) Edu Geography.

Edu Geography 3 (6) (2015) Edu Geography. Edu Geography 3 (6) (2015) Edu Geography http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/edugeo HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM KALI BERSIH DI BANTARAN KALIREYENG

Lebih terperinci

Rencana Pengembangan Berkelanjutan Kelautan dan Perikanan di Pulau Maratua

Rencana Pengembangan Berkelanjutan Kelautan dan Perikanan di Pulau Maratua Rencana Pengembangan Berkelanjutan Kelautan dan Perikanan di Pulau Maratua Pulau Maratua berada pada gugusan pulau Derawan, terletak di perairan laut Sulawesi atau berada dibagian ujung timur Kabupaten

Lebih terperinci

Geo Image (Spatial-Ecological-Regional)

Geo Image (Spatial-Ecological-Regional) Geo Image 2 (2) (2013) Geo Image (Spatial-Ecological-Regional) http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/geoimage HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG BENCANA ABRASI DENGAN PENANGGULANGANNYA DI DESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove,

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam suatu wilayah pesisir terdapat beragam sistem lingkungan (ekosistem). Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove, terumbu karang,

Lebih terperinci

Deskripsi Lokasi dan Waktu Penelitian

Deskripsi Lokasi dan Waktu Penelitian Deskripsi Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Pulau Lancang Besar dan perairan sekitarnya, Kelurahan Pulau Pari, Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan, Kabupaten Administrasi Kepulauan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki beragam masalah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki beragam masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki beragam masalah termasuk permasalahan lingkungan seperti kebersihan lingkungan. Hal ini disebabkan meningkatnya

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 1.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil observasi dilapangan serta analisis yang dilaksanakan pada bab terdahulu, penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk merumuskan konsep

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan

PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh beberapa jenis pohon bakau yang mampu

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove bagi kelestarian sumberdaya perikanan dan lingkungan hidup memiliki fungsi yang sangat besar, yang meliputi fungsi fisik dan biologi. Secara fisik ekosistem

Lebih terperinci

V. KEADAAN UMUM WILAYAH DESA PABEAN UDIK KECAMATAN INDRAMAYU, KABUPATEN INDRAMAYU

V. KEADAAN UMUM WILAYAH DESA PABEAN UDIK KECAMATAN INDRAMAYU, KABUPATEN INDRAMAYU V. KEADAAN UMUM WILAYAH DESA PABEAN UDIK KECAMATAN INDRAMAYU, KABUPATEN INDRAMAYU Wilayah Kabupaten Indramayu terletak pada posisi geografis 107 o 52 sampai 108 o 36 Bujur Timur (BT) dan 6 o 15 sampai

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Keadaan Umum Hutan Mangrove di Pesisir Pantai Tlanakan

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Keadaan Umum Hutan Mangrove di Pesisir Pantai Tlanakan V. GAMBARAN UMUM 5.1 Keadaan Umum Hutan Mangrove di Pesisir Pantai Tlanakan Tlanakan merupakan salah satu kecamatan yang terletak di Kabupaten Pamekasan yang memiliki luas wilayah 48,10 Km 2 dan terletak

Lebih terperinci

THE INCOMES AND HOUSEHOLD WELFARE LEVELS OF SAND MINERS IN PASEKAN HAMLET GONDOWANGI VILLAGE SAWANGAN DISTRICT MAGELANG REGENCY

THE INCOMES AND HOUSEHOLD WELFARE LEVELS OF SAND MINERS IN PASEKAN HAMLET GONDOWANGI VILLAGE SAWANGAN DISTRICT MAGELANG REGENCY PENDAPATAN DAN TINGKAT KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA PENAMBANG PASIR DI DUSUN PASEKAN DESA GONDOWANGI KECAMATAN SAWANGAN KABUPATEN MAGELANG THE INCOMES AND HOUSEHOLD WELFARE LEVELS OF SAND MINERS IN PASEKAN

Lebih terperinci

HUBUNGAN KONDISI SOSIAL EKONOMI DENGAN TINGKAT KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA PENAMBANG PASIR DESA KENDALSARI KECAMATAN KEMALANG KABUPATEN KLATEN

HUBUNGAN KONDISI SOSIAL EKONOMI DENGAN TINGKAT KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA PENAMBANG PASIR DESA KENDALSARI KECAMATAN KEMALANG KABUPATEN KLATEN HUBUNGAN KONDISI SOSIAL EKONOMI DENGAN TINGKAT KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA PENAMBANG PASIR DESA KENDALSARI KECAMATAN KEMALANG KABUPATEN KLATEN E-JURNAL TUGAS AKHIR SKRIPSI (TAS) Disusun oleh: Rika Parmawati

Lebih terperinci

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR 5.1. Visi dan Misi Pengelolaan Kawasan Konservasi Mengacu pada kecenderungan perubahan global dan kebijakan pembangunan daerah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang TAHURA Bukit Soeharto merupakan salah satu kawasan konservasi yang terletak di wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara dan Penajam Paser Utara dengan luasan 61.850 ha. Undang-Undang

Lebih terperinci

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PENCADANGAN KAWASAN TERUMBU KARANG PASIR PUTIH SEBAGAI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN SITUBONDO BUPATI SITUBONDO, Menimbang

Lebih terperinci

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN Geografis dan Administratif Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru terbentuk di Provinsi Sulawesi Tengah berdasarkan Undang-Undang Nomor 51 tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. degradasi hutan. Hutan tropis pada khususnya, sering dilaporkan mengalami

I. PENDAHULUAN. degradasi hutan. Hutan tropis pada khususnya, sering dilaporkan mengalami I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu global yang paling banyak dibicarakan saat ini adalah penurunan kualitas lingkungan dan perubahan iklim yang salah satu penyebabnya oleh deforestasi dan degradasi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Tual adalah salah satu kota kepulauan yang ada di Provinsi Maluku dengan potensi sumberdaya kelautan dan perikanan yang cukup melimpah serta potensi pariwisata yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan adalah sumberdaya perikanan, khususnya perikanan laut.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan adalah sumberdaya perikanan, khususnya perikanan laut. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan Pembangunan Nasional adalah masyarakat yang adil dan makmur. Untuk mencapai tujuan tersebut harus dikembangkan dan dikelola sumberdaya yang tersedia.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Banyak pakar dan praktisi yang berpendapat bahwa di milenium ketiga, industri jasa akan menjadi tumpuan banyak bangsa. John Naisbitt seorang futurist terkenal memprediksikan

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) TAHUN 2014

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) TAHUN 2014 2.1.5 Analisis Efiensi Penggunaan Sumber Daya. Pencapaian indikator kinerja kasus illegal fishing yang mendukung sasaran Berkurangnya kegiatan yang merusak Sumberdaya Kelautan dan Perikanan serta Illegal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Program pembangunan di Indonesia telah berlangsung kurang lebih

I. PENDAHULUAN. Program pembangunan di Indonesia telah berlangsung kurang lebih 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program pembangunan di Indonesia telah berlangsung kurang lebih selama lima puluh tahun, namun sebagian besar kegiatannya masih mengarah pada eksploitasi sumberdaya

Lebih terperinci

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir BAB V ANALISIS Bab ini berisi analisis terhadap bahasan-bahasan pada bab-bab sebelumnya, yaitu analisis mengenai komponen-komponen utama dalam pembangunan wilayah pesisir, analisis mengenai pemetaan entitas-entitas

Lebih terperinci

1 SIKAP NELYAN TERHADAP TENAGA PENYULUH PERIKANAN LAPANGAN (Kasus Pada Nelayan Di Desa Sejangat Kecamatan Bukit Batu Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau

1 SIKAP NELYAN TERHADAP TENAGA PENYULUH PERIKANAN LAPANGAN (Kasus Pada Nelayan Di Desa Sejangat Kecamatan Bukit Batu Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau 1 SIKAP NELYAN TERHADAP TENAGA PENYULUH PERIKANAN LAPANGAN (Kasus Pada Nelayan Di Desa Sejangat Kecamatan Bukit Batu Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau THE ATTITUDE OF THE FISHERMEN TO FISHERIES EXTENSION

Lebih terperinci

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT PARTISIPASI ANGKATAN KERJA BERDASARKAN KEGIATAN EKONOMI MASYARAKAT DESA TEGALSARI KECAMATAN TEGALSARI KABUPATEN BANYUWANGI TAHUN 2015

ANALISIS TINGKAT PARTISIPASI ANGKATAN KERJA BERDASARKAN KEGIATAN EKONOMI MASYARAKAT DESA TEGALSARI KECAMATAN TEGALSARI KABUPATEN BANYUWANGI TAHUN 2015 130 ANALISIS TINGKAT PARTISIPASI ANGKATAN KERJA BERDASARKAN KEGIATAN EKONOMI MASYARAKAT DESA TEGALSARI KECAMATAN TEGALSARI KABUPATEN BANYUWANGI TAHUN 2015 Vina Shofia Nur Mala 1, Bambang Suyadi 1, Retna

Lebih terperinci

KAJIAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE DI TELUK YOUTEFA KOTA JAYAPURA ABSTRAK

KAJIAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE DI TELUK YOUTEFA KOTA JAYAPURA ABSTRAK KAJIAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE DI TELUK YOUTEFA KOTA JAYAPURA Kartini V.A. Sitorus 1, Ralph A.N. Tuhumury 2 dan Annita Sari 3 1 Mahasiswa S1 Program Studi Budidaya Perairan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan pesisir merupakan daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut. Kawasan pesisir merupakan ekosistem yang kompleks dan mempunyai nilai sumberdaya alam yang tinggi.

Lebih terperinci

KAJIAN SUMBERDAYA EKOSISTEM MANGROVE UNTUK PENGELOLAAN EKOWISATA DI ESTUARI PERANCAK, JEMBRANA, BALI MURI MUHAERIN

KAJIAN SUMBERDAYA EKOSISTEM MANGROVE UNTUK PENGELOLAAN EKOWISATA DI ESTUARI PERANCAK, JEMBRANA, BALI MURI MUHAERIN KAJIAN SUMBERDAYA EKOSISTEM MANGROVE UNTUK PENGELOLAAN EKOWISATA DI ESTUARI PERANCAK, JEMBRANA, BALI MURI MUHAERIN DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

Hubungan Pengetahuan Konservasi dengan Persepsi Nelayan tentang Kegiatan Penanaman Mangrove di Kampung Garapan, Desa Tanjung Pasir, Tangerang

Hubungan Pengetahuan Konservasi dengan Persepsi Nelayan tentang Kegiatan Penanaman Mangrove di Kampung Garapan, Desa Tanjung Pasir, Tangerang Hubungan Pengetahuan Konservasi dengan Persepsi Nelayan tentang Kegiatan Penanaman Mangrove di Kampung Garapan, Desa Tanjung Pasir, Tangerang The Correlation between Conservation Knowledge and Fisherman

Lebih terperinci

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM REHABILITASI MANGROVE DAN DAMPAKNYA TERHADAP PENGEMBANGAN AGRIBISNIS BERBASIS MASYARAKAT TESIS. Oleh

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM REHABILITASI MANGROVE DAN DAMPAKNYA TERHADAP PENGEMBANGAN AGRIBISNIS BERBASIS MASYARAKAT TESIS. Oleh PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM REHABILITASI MANGROVE DAN DAMPAKNYA TERHADAP PENGEMBANGAN AGRIBISNIS BERBASIS MASYARAKAT ( Studi Kasus Di Desa Sei Nagalawan Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam 3 zona berdasarkan perbedaan rona lingkungannya. Zona 1 merupakan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam 3 zona berdasarkan perbedaan rona lingkungannya. Zona 1 merupakan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Lingkungan Penelitian Pada penelitian ini, lokasi hutan mangrove Leuweung Sancang dibagi ke dalam 3 zona berdasarkan perbedaan rona lingkungannya.

Lebih terperinci

ANALISIS EKONOMI USAHA BUDIDAYA TAMBAK DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI

ANALISIS EKONOMI USAHA BUDIDAYA TAMBAK DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI Analisis Ekonomi Usaha Budidaya Tambak dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Produksi (Heru Susilo) 19 ANALISIS EKONOMI USAHA BUDIDAYA TAMBAK DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI (Economic Analysis

Lebih terperinci

Edu Geography 5 (1) (2017) Edu Geography.

Edu Geography 5 (1) (2017) Edu Geography. Edu Geography 5 (1) (2017) Edu Geography http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/edugeo TINGKAT PARTISPASI PENDUDUK DALAM UPAYA PELESTARIAN TANAMAN MANGROVE DIDESA PECAKARAN KABUPATEN PEKALONGAN Desy

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dapat memberikan berbagai manfaat bagi kehidupan manusia, yaitu manfaat ekologis, sosial maupun ekonomi. Tetapi dari berbagai

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN A. Gambaran Umum Kabupaten Tuban Kabupaten Tuban merupakan kabupaten dari 29 kabupaten dan 9 kota di Propinsi Jawa Timur. Kabupaten Tuban berada di jalur pantai utara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan dengan panjang garis pantai mencapai 95.181 km (Rompas 2009, dalam Mukhtar 2009). Dengan angka tersebut menjadikan Indonesia sebagai

Lebih terperinci

FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI MEDAN 2010

FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI MEDAN 2010 PENGARUH AKTIVITAS EKONOMI PENDUDUK TERHADAP KERUSAKAN EKOSISTEM HUTAN MANGROVE DI KELURAHAN BAGAN DELI KECAMATAN MEDAN BELAWAN SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyarataan Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

Armilus 2013:7 (2) PERSEPSI DAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN TERUMBU KARANG DI PULAU SARANG KOTA BATAM

Armilus 2013:7 (2) PERSEPSI DAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN TERUMBU KARANG DI PULAU SARANG KOTA BATAM Armilus 2013:7 (2) PERSEPSI DAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN TERUMBU KARANG DI PULAU SARANG KOTA BATAM Armilus Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Kepulauan Riau, Komplek Perkantoran Pemerintah

Lebih terperinci

PARTISIPASI MASYARAKAT PESISIR TERHADAP KELESTARIAN HUTAN MANGROVE (Studi Kasus Di Desa Kuala Tambangan Kecamatan Takisung Kabupaten Tanah Laut)

PARTISIPASI MASYARAKAT PESISIR TERHADAP KELESTARIAN HUTAN MANGROVE (Studi Kasus Di Desa Kuala Tambangan Kecamatan Takisung Kabupaten Tanah Laut) EnviroScienteae 8 (2012) 154-163 ISSN 1978-8096 PARTISIPASI MASYARAKAT PESISIR TERHADAP KELESTARIAN HUTAN MANGROVE (Studi Kasus Di Desa Kuala Tambangan Kecamatan Takisung Kabupaten Tanah Laut) Nurul Huda

Lebih terperinci

KAJIAN PARTISIPASI PEREMPUAN TERHADAP KEGIATAN SIMPAN PINJAM PEREMPUAN (SPP) PNPM MANDIRI DI KOTA BENGKULU

KAJIAN PARTISIPASI PEREMPUAN TERHADAP KEGIATAN SIMPAN PINJAM PEREMPUAN (SPP) PNPM MANDIRI DI KOTA BENGKULU KAJIAN PARTISIPASI PEREMPUAN TERHADAP KEGIATAN SIMPAN PINJAM PEREMPUAN (SPP) PNPM MANDIRI DI KOTA BENGKULU Gita Mulyasari Staf Pengajar Universitas Bengkulu email: gita_mulyasari@yahoo.co.id ABSTRACT This

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan fakta fisiknya, Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 81.000 km (terpanjang

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS TADULAKO 2016

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS TADULAKO 2016 PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE UNTUK MENANGGULANGI ABRASI DI PANTAI SARI DESA TOLAI BARAT KECAMATAN TORUE KABUPATEN PARIGI MOUTONG Ni Ketut Rediasti No. Stb A 351 10 052 Diajukan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dan juga nursery ground. Mangrove juga berfungsi sebagai tempat penampung

PENDAHULUAN. dan juga nursery ground. Mangrove juga berfungsi sebagai tempat penampung PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah pesisir Indonesia kaya dan beranekaragam sumberdaya alam. Satu diantara sumberdaya alam di wilayah pesisir adalah ekosistem mangrove. Ekosistem mangrove merupakan ekosistem

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang km, yang merupakan

BAB I. PENDAHULUAN. pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang km, yang merupakan BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis berbentuk kepulauan dengan 17.500 pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang 81.000 km, yang merupakan kawasan tempat tumbuh hutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Ekosistem mangrove adalah tipe ekosistem yang terdapat di daerah pantai dan secara teratur di genangi air laut atau dipengaruhi oleh pasang surut air laut,

Lebih terperinci

BAB III PROSEDUR PENELITIAN. untuk menemukan, mengembangkan, dan menguji kebenaran suatu

BAB III PROSEDUR PENELITIAN. untuk menemukan, mengembangkan, dan menguji kebenaran suatu 28 BAB III PROSEDUR PENELITIAN A. METODE PENELITIAN Menurut Tika (2005 : 1) penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah untuk menemukan, mengembangkan, dan menguji kebenaran suatu pengetahuan atau masalah,

Lebih terperinci

KAJIAN TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE DI KAWASAN TELUK PANGPANG-BANYUWANGI

KAJIAN TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE DI KAWASAN TELUK PANGPANG-BANYUWANGI EPP.Vol.3..26:445 44 KAJIAN TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE DI KAWASAN TELUK PANGPANGBANYUWANGI (The Community Participation in Mangrove Ecosystem Management in Pangpang

Lebih terperinci

VI ANALISIS DPSIR DAN KAITANNYA DENGAN NILAI EKONOMI

VI ANALISIS DPSIR DAN KAITANNYA DENGAN NILAI EKONOMI 55 VI ANALISIS DPSIR DAN KAITANNYA DENGAN NILAI EKONOMI 6.1 Analisis DPSIR Analisis DPSIR dilakukan dalam rangka memberikan informasi yang jelas dan spesifik mengenai faktor pemicu (Driving force), tekanan

Lebih terperinci

SUMBERDAYA ALAM WILAYAH PESISIR

SUMBERDAYA ALAM WILAYAH PESISIR SUMBERDAYA ALAM WILAYAH PESISIR EDI RUDI FMIPA UNIVERSITAS SYIAH KUALA Ekosistem Hutan Mangrove komunitas vegetasi pantai tropis yang didominasi oleh beberapa spesies pohon mangrove yang mampu untuk tumbuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian

BAB I PENDAHULUAN. besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu Negara kepulauan, yang memiliki potensi besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian besar bertempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atas pulau, dengan garis pantai sepanjang km. Luas laut Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. atas pulau, dengan garis pantai sepanjang km. Luas laut Indonesia BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari atas 17.508 pulau, dengan garis pantai sepanjang 81.000 km. Luas laut Indonesia sekitar 3,1

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengembangan pulau pulau kecil merupakan arah kebijakan baru nasional dibidang kelautan. Berawal dari munculnya Peraturan Presiden No. 78 tahun 2005 tentang Pengelolaan

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian merupakan perairan teluk yaitu Teluk Jukung. Pada perairan teluk tersebut terdapat suaka perikanan Gusoh Sandak (Perda Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ikan) yang cukup tinggi, namun jika dibandingkan dengan wilayah

BAB I PENDAHULUAN. ikan) yang cukup tinggi, namun jika dibandingkan dengan wilayah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai salah satu Kabupaten yang paling banyak memproduksi Ikan, komoditi perikanan di Kabupaten Kupang merupakan salah satu pendukung laju perekonomian masyarakat,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. garis pantai sepanjang kilometer dan pulau. Wilayah pesisir

PENDAHULUAN. garis pantai sepanjang kilometer dan pulau. Wilayah pesisir PENDAHULUAN Latar belakang Wilayah pesisir merupakan peralihan ekosistem perairan tawar dan bahari yang memiliki potensi sumberdaya alam yang cukup kaya. Indonesia mempunyai garis pantai sepanjang 81.000

Lebih terperinci

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi HUBUNGAN ANTARA SIKAP DAN PERILAKU KEPALA KELUARGA DENGAN SANITASI LINGKUNGAN DI DESA PINTADIA KECAMATAN BOLAANG UKI KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW SELATAN Suharto S. Bunsal*, A. J. M. Rattu*, Chreisye K.F.

Lebih terperinci

ANALYZE THE INCOME AND WALFARE FISHERMAN SOCIETY AT PINANG SEBATANG TIMUR VILLAGE TUALANG DISTRICT SIAK REGENCY RIAU PROVINCE

ANALYZE THE INCOME AND WALFARE FISHERMAN SOCIETY AT PINANG SEBATANG TIMUR VILLAGE TUALANG DISTRICT SIAK REGENCY RIAU PROVINCE ANALYZE THE INCOME AND WALFARE FISHERMAN SOCIETY AT PINANG SEBATANG TIMUR VILLAGE TUALANG DISTRICT SIAK REGENCY RIAU PROVINCE By Sri Rapika Novalina¹), Hendrik²), Firman Nogroho²) ABSTRACT This research

Lebih terperinci

PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR BERBASIS MASYARAKAT UNTUK KEGIATAN EKOWISATA DI BALAI TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA (BTNKJ), SEMARANG, JAWA TENGAH

PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR BERBASIS MASYARAKAT UNTUK KEGIATAN EKOWISATA DI BALAI TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA (BTNKJ), SEMARANG, JAWA TENGAH PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR BERBASIS MASYARAKAT UNTUK KEGIATAN EKOWISATA DI BALAI TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA (BTNKJ), SEMARANG, JAWA TENGAH PRAKTIK KERJA MAGANG PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN JURUSAN PEMANFAATAN

Lebih terperinci

Hubungan Karateristik Sosial Ekonomi Padi Sawah dengan...(welson Marthen Wangke)

Hubungan Karateristik Sosial Ekonomi Padi Sawah dengan...(welson Marthen Wangke) Hubungan Karateristik Sosial Ekonomi Padi Sawah dengan...(welson Marthen Wangke) HUBUNGAN KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADI SAWAH DENGAN KEI- KUTSERTAAN DALAM PENYULUHAN PERTANIAN DI DESA KAMANGA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pergeseran konsep kepariwisataan dunia kepada pariwisata minat khusus atau yang salah satunya dikenal dengan bila diterapkan di alam, merupakan sebuah peluang besar

Lebih terperinci

KINERJA INFRASTRUKTUR KAWASAN STRATEGIS PADA PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR SOSIAL EKONOMI WILAYAH KECAMATAN MAIWA KABUPATEN ENREKANG

KINERJA INFRASTRUKTUR KAWASAN STRATEGIS PADA PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR SOSIAL EKONOMI WILAYAH KECAMATAN MAIWA KABUPATEN ENREKANG KINERJA INFRASTRUKTUR KAWASAN STRATEGIS PADA PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR SOSIAL EKONOMI WILAYAH KECAMATAN MAIWA KABUPATEN ENREKANG PERFORMANCE INFRASTRUCTURE STRATEGIC AREA AT REGIONAL INFRASTRUCTURE

Lebih terperinci

SIKAP NELAYAN TERHADAP PROGRAM UNGGULAN DINAS PERIKANAN DAN KELAUTAN KABUPATEN DELI SERDANG

SIKAP NELAYAN TERHADAP PROGRAM UNGGULAN DINAS PERIKANAN DAN KELAUTAN KABUPATEN DELI SERDANG SIKAP NELAYAN TERHADAP PROGRAM UNGGULAN DINAS PERIKANAN DAN KELAUTAN KABUPATEN DELI SERDANG (Kasus: Desa Bagan Serdang, Kecamatan Pantai Labu, Kabupaten Deli Serdang) Rofiqoh Ahmad 1), Yusak Maryunianta

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ALOR TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA LINGKUNGAN HIDUP KAWASAN PESISIR DAN LAUT DI KABUPATEN ALOR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ALOR TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA LINGKUNGAN HIDUP KAWASAN PESISIR DAN LAUT DI KABUPATEN ALOR LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ALOR NO. : 20, 2005 PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 14 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA LINGKUNGAN HIDUP KAWASAN PESISIR DAN LAUT DI KABUPATEN ALOR DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan, memiliki 18 306 pulau dengan garis pantai sepanjang 106 000 km (Sulistiyo 2002). Ini merupakan kawasan pesisir terpanjang kedua

Lebih terperinci

ABSTRACT. Keyword : contribution, coal, income

ABSTRACT. Keyword : contribution, coal, income Kontribusi Usaha Pengumpulan Limbah Penambangan Batu Bara Bagi Pendapatan Rumah Tangga Nelayan (Studi Kasus: Kelurahan Pasar Bengkulu, Kota Bengkulu Provinsi Bengkulu) Oleh Khairunnisa 1) Muhammad Ramli

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah pesisir bukan merupakan pemisah antara perairan lautan dengan daratan, melainkan tempat bertemunya daratan dan perairan lautan, dimana didarat masih dipengaruhi oleh

Lebih terperinci

Perpustakaan Universitas Indonesia >> UI - Tesis (Membership)

Perpustakaan Universitas Indonesia >> UI - Tesis (Membership) Perpustakaan Universitas Indonesia >> UI - Tesis (Membership) Pengaruh perubahan kondisi hutan mangrove terhadap pola mata pencaharian nelayan : studi kasus di Segara Anakan, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mempunyai panjang garis pantai lebih kurang 114 km yang membentang

BAB 1 PENDAHULUAN. mempunyai panjang garis pantai lebih kurang 114 km yang membentang 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indramayu merupakan salah satu kota di Jawa Barat yang mempunyai potensi perikanan dan kelautan yang cukup tinggi. Wilayah pesisir Indramayu mempunyai panjang

Lebih terperinci

SIKAP MASYARAKAT TERHADAP PERBURUAN DAN PERDAGANGAN ORANGUTAN (Pongo pygmaeus) DI DESA KEPARI KECAMATAN SUNGAI LAUR KABUPATEN KETAPANG

SIKAP MASYARAKAT TERHADAP PERBURUAN DAN PERDAGANGAN ORANGUTAN (Pongo pygmaeus) DI DESA KEPARI KECAMATAN SUNGAI LAUR KABUPATEN KETAPANG SIKAP MASYARAKAT TERHADAP PERBURUAN DAN PERDAGANGAN ORANGUTAN (Pongo pygmaeus) DI DESA KEPARI KECAMATAN SUNGAI LAUR KABUPATEN KETAPANG Rinta Islami, Fahrizal, Iskandar Fakultas kehutanan Universitas Tanjungpura.

Lebih terperinci

PENGARUH FAKTOR INTERNAL PETANI DALAM MENGADOPSI TEKNOLOGI

PENGARUH FAKTOR INTERNAL PETANI DALAM MENGADOPSI TEKNOLOGI PENGARUH FAKTOR INTERNAL PETANI DALAM MENGADOPSI TEKNOLOGI Pandu Sumarna 1, Neneng Sri Mulyati 2 1 Fakultas Pertanian Universitas Wiralodra, Jl. Ir. H. Juanda Km 3 Indrmayu, sumarnapandu@gmail.com 2 Fakultas

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. negara di dunia yang memiliki potensi sumber daya alam terbesar di sektor

1. PENDAHULUAN. negara di dunia yang memiliki potensi sumber daya alam terbesar di sektor 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia, dengan garis pantai lebih dari 81.000 Km, kondisi ini menempatkan Indonesia sebagai salah satu

Lebih terperinci

Tesis. Untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S-2 pada Program Studi Ilmu Lingkungan DIAH AULIYANI

Tesis. Untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S-2 pada Program Studi Ilmu Lingkungan DIAH AULIYANI PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM REHABILITASI MANGROVE DI DESA PESISIR KABUPATEN REMBANG : TINJAUAN BERDASARKAN TAHAP PERENCANAAN, PELAKSANAAN, DAN PEMELIHARAAN Tesis Untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai

Lebih terperinci

Agus Nurkatamso Umi Listyaningsih

Agus Nurkatamso Umi Listyaningsih TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM FISIK PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PEDESAAN DI KECAMATAN NANGGULAN KABUPATEN KULONPROGO, YOGYAKARTA Agus Nurkatamso agus_nk@mail.ugm.ac.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hutan mangrove adalah komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi

BAB I PENDAHULUAN. Hutan mangrove adalah komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove adalah komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pantai sekitar Km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat potensial.

BAB I PENDAHULUAN. pantai sekitar Km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat potensial. 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia sebagai suatu negara kepulauan dengan panjang garis pantai sekitar 81.000 Km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat potensial. Salah satu ekosistem

Lebih terperinci