BAB II LANDASAN TEORI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI"

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORI Pada Bab ini akan dibahas kajian teoritis mengenai konsep ruang Neighborhood Unit, tinjauan mengenai fasilitas sosial, konsep dan standar penyediaan fasilitas lingkungan perumahan serta konsep Healthy Neighborhood Planning. 2.1 Konsep Ruang Neighborhood Unit Neighborhood Unit adalah suatu lingkungan fisik perumahan dalam kota dengan batasan yang jelas, tersedia pelayanan fasilitas sosial untuk tingkat rendah, untuk melayani sejumlah penduduk, di mana terdapat hubungan kerjasama yang dilandasi oleh kontrol sosial dan rasa komunitas. (Porteous, 1977; dalam Suryanto, 1989:47). Neighborhood Unit dikenal sebagai suatu konsep untuk merencanakan suatu lingkungan yang berlandaskan suatu pemikiran sosial psikologis yang diformulasikan oleh Clarence Perry pada tahun 1929, sebagai jawaban atas permasalahan yang terjadi saat itu yaitu penurunan kualitas kehidupan masyarakat di negara-negara industri. Perry mengidentifikasikan Neighborhood Unit sebagai suatu unit perumahan yang mempunyai batas yang jelas, besarannya diukur atas dasar keefektifan jarak jangkau pejalan kaki, terjadinya kontak langsung individual serta adanya ketersediaan fasilitas pendukung kebutuhan harian dari penghuni. Konsep Neighborhood Unit sebenarnya pertama kali diperkenalkan oleh Sir Ebenezer Howard ( ) yang mencoba mengangkat sistem dan bentuk komunitas tradisional perdesaan sebagai komunitas ideal yang perlu dikembangkan di perkotaan (Reiner, 1957 dalam Ida Bagus Rabindra, 1996:35). Kemudian pada kota-kota tradisional tersebut, kota masih terbagi dalam unit-unit kelompok rumah tinggal atau unit-unit fungsional spesifik yang homogen yang kemudian dikenal sebagai tradisional neighborhood. Unit-unit tersebut merupakan kesatuan antara tempat tinggal dengan tempat kerja serta juga adanya ikatan sosial kekerabatan. Dalam konteks ini, neighborhood merupakan suatu lingkungan 13

2 14 spesifik yang homogen, dengan pengikat kegiatan yang sejenis dan hubungan kekerabatan. Menurut Perry, neighborhood yang ideal akan merangkum seluruh fasilitas publik dan kondisi-kondisi yang diperlukan oleh rata-rata keluarga bagi kenikmatan dan kewajaran hidup disekitar rumah mereka. Selanjutnya Perry menguraikan dari penjelasan diatas enam prinsip dalam merencanakan neigborhood (Rohe and Gates, 1985:26) : 1. Size (Ukuran), pembangunan unit tempat tinggal harus menyiapkan perumahan dengan ukuran populasi tertentu yang mensyaratkan diperlukannya satu sekolah dasar (elementary school), di mana area yang diperlukan tergantung pada tingkat kepadatan populasi 2. Boundaries (Batas), Pada setiap sisi unit lingkungan dibatasi oleh jalanjalan arteri dengan kelebaran yang memadai sehingga dapat dipakai sebagai lalu lintas cepat, yang tidak menembus daerah pemukiman tersebut. 3. Open Space (Ruang Terbuka), harus disediakan sistem taman dan ruang kecil yang direncanakan untuk memenuhi kebutuhan individu yang mendiami lingkungan perumahan tersebut. 4. Institution Sites (Area-area institusi), area untuk sekolah dan institusi yang melayani lingkungan perlu disediakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam lingkungan tersebut dan hendaknya ditempatkan secara berkelompok disekitar sebuah titik umum atau titik pusat. 5. Local Shops (Pertokoan setempat), satu atau lebih pertokoan lokal yang cukup memadai bagi populasi yang dilayani, hendaknya diletakkan di seputar permukiman dan lebih baik lagi diletakkan disekitar pertemuan jalur lalu lintas yang mengikat beberapa lingkungan. 6. Internal Street System (Sistim jalan internal), di mana setiap unit perlu dilengkapi dengan sistim jalan khusus, sehingga setiap jalan raya disesuaikan dengan beban lalu lintas yang mungkin dan jaringan jalan sebagai sebagai suatu keseluruhan dirancang untuk memudahkan sirkulasi

3 15 di dalam lingkungan tersebut dan diupayakan untuk dicegah penggunaan sebagai jalur lalu-lintas cepat Clarence Perry menyimpulkan bahwa Konsep Neighborhood Unit mempunyai tujuan utama untuk membuat interaksi sosial diantara penghuni lingkungan permukiman, sedangkan penataan fisik lingkungan merupakan cara untuk mencapai tujuan utama tersebut (Golany, 1976:187) Clarence Perry membuat ketetapan untuk terpenuhinya kebutuhan sosiopsikologis pemukim untuk menjamin agar terlaksananya konsep Neighborhood Unit. Syarat-syarat tersebut (Ida Bagus Rabindra, 1996:43-44) adalah : 1. Syarat kedekatan fisik, dirumuskan dengan mengambil patokan besaran efektif komunitas dengan elemen : a. Luas Wilayah. Teori ini mengidentifikasikan bahwa salah satu essensi dari konsep neighborhood adalah kebutuhan dasar emosional manusia untuk berhubungan lebih erat dengan orang-orang disekitarnya, yang disebut sebagai kelompok primer (Brooms dan Selznick,1957; dalam Suryanto, 1989:53). Ukuran luas wilayah komunitas memungkinkan setiap penghuni mudah berkomunikasi dengan kelompok primernya karena dekatnya jarak capai dengan cukup berjalan kaki. b. Jumlah penghuni, yaitu ukuran jumlah penghuni yang memungkinkan tingkat saling tahu dan saling kenal diantara penghuni karena frekuensi kontak langsung yang tinggi. c. Tingkat kepadatan bangunan atau penduduk yaitu perbandingan antara luas wilayah dan jumlah anggota menghasilkan suatu ukuran kepadatan yang memungkinkan tingkat ikatan fisik dan sosial komunitas tetap tinggi, dengan tetap menjaga keseimbangan dengan daya dukung alam. 2. Syarat ikatan sosial, Jika fasilitas sosial sebagai ikatan fisik tersebut sesuai dengan kebutuhan sebagian besar anggota lingkungan, maka ikatan fisik tersebut akan berfungsi sebagai ikatan sosial karena kemampuannya untuk merangsang terciptanya kelompok primer.

4 16 3. Syarat jaminan keselamatan lingkungan, yaitu : a. Neighborhood Unit, terbebas dari lalu-lintas tembus dan kemungkinan adanya persimpangan. b. Neighborhood Unit dibatasi dari lalu-lintas kendaraan kecepatan tinggi atau lalu-lintas eksternal. c. Adanya pemisahan yang tegas antara jalur lintas kendaraan dan jalur pejalan kaki. d. Lalu-lintas dalam lingkungan Neighborhood Unit umumnya untuk pejalan kaki atau dengan kendaraan yang berkecepatan rendah khusus bagi penghuni. 4. Syarat ketersediaan fasilitas pelayanan sosial. Fasilitas pelayanan sosial yang disyaratkan dalam Neighborhood Unit formula Clarence Perry adalah fasilitas pelayanan sosial yang melayani kebutuhan harian. Suatu fasilitas pelayanan sebagai elemen fungsional neighborhood dapat berperan jika memiliki jarak layanan yang mudah dicapai dengan berjalan kaki, di mana daya jangkau jarak layanan efektif setiap fasilitas pelayanan sosial akan mempengaruhi ukuran besaran neighborhood. Diharapkan fasilitas sosial ini menjadi media terjadinya kontak langsung antara penghuni dalam frekuensi yang tinggi yaitu frekuensi harian. Fasilitas pelayanan tersebut antara lain adalah : Sekolah tingkat dasar, warung atau toko, tempat peribadatan, balai pengobatan, balai lingkungan dan kantor pemerintahan lokal. Konsep Neighborhood Unit dapat dijadikan landasan bagi banyak komuniti permukiman, di mana terlalu ditekankan sebagai sebuah gagasan fisik dan agak dilebih-lebihkan sebagai fakta sosial (Spreiregen, 1965; dalam Rivai A., 1991:34). Dapat disimpulkan bahwa neighborhood merupakan unit fisik sekaligus unit sosial. Parameter pengikat untuk menjamin kesatuan unit fisik dan unit sosial adalah besaran (size) dan fasilitas pelayanan sosial yang melayani kebutuhan harian. Parameter besaran neighborhood diturunkan dari ukuran efisiensi jarak tempuh pejalan kaki antara rumah dengan fasilitas pelayanan.

5 17 Spreiregen menganggap ini tidak tepat karena betapapun lengkapnya pelayanan suatu lingkungan, setiap orang memiliki dunia pribadi mereka sendiri, di mana terdapat suatu jaringan individu yang menyangkut tempat-tempat pribadi dan adanya jalan-jalan di kota yang akan jauh melintasi batas fisik permukiman mereka.. Dengan demikian, Spreiregen sependapat dengan Perry bahwa dalam hal perencanaan pemukiman, maka harus mempertimbangkan kebutuhan sosial penghuninya. Ia menyatakan bahwa pada dasarnya keberadaan pemukiman harus memberikan kenyamanan dan jaminan sejauh mana permukiman tersebut dapat membantu kelancaran aktivitas kehidupan setiap penghuninya. 2.2 Tinjauan Mengenai Fasilitas Sosial Fasilitas adalah segala sesuatu yang dinilai sebagai sarana untuk mencapai tujuan tertentu untuk pemenuhan kebutuhan tertentu (Mitchell,1969, dalam Rivai A, 1991:30). Dalam pengertian lain jika dikaitkan dengan pemukiman, maka fasilitas adalah suatu aktivitas atau materi yang berfungsi melayani kebutuhan individu atau kelompok individu dalam suatu lingkungan kehidupan. Secara sistematis aktivitas atau materi tersebut dapat dibagi dalam dua kelompok utama yaitu faslitas sosial dan fasilitas fisik. Meskipun berbeda, namun kedua fasilitas tersebut memiliki satu ikatan satu sama lain. Fasilitas sosial dapat diartikan sebagai bentuk pelayanan kebutuhan masyarakat yang bersifat memberikan kepuasan sosial, mental dan spiritual, yang antara lain terdiri atas fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, fasilitas rekreasi, fasilitas peribadatan, fasilitas olah-raga, fasilitas perbelanjaan, fasilitas pemerintahan serta fasilitas pemakaman. Fasilitas sosial ini merupakan bagian yang sangat penting dan paling essensial serta dibutuhkan dalam setiap lingkungan pemukiman yang baik. Sedangkan fasilitas fisik dapat diartikan sebagai bentuk pelayanan kebutuhan masyarakat yang bersifat fisik yang mencakup utilitas umum (Sujarto; 1989: ). Dalam Permendagri No.1 tahun 1987 dijelaskan bahwa prasarana kota terdiri atas 3 kelompok utama yaitu utilitas umum, prasarana lingkungan dan fasilitas sosial. Dijelaskan pula bahwa ke-3 komponen fasilitas infrastruktur

6 18 tersebut merupakan komponen penunjang yang sangat penting dalam mendukung kualitas kehidupan lingkungan permukiman. Komponen tersebut terdiri atas : 1. Utilitas umum merupakan fasilitas-fasilitas atau bangunan-bangunan yang dibutuhkan guna mendukung sistem pelayanan lingkungan yang diselenggarakan oleh instansi pemerintah ataupun oleh adanya kerjasama antara pemerintah dan swasta, yang terdiri atas : jaringan listrik, jaringan air bersih, jaringan telepon, jaringan angkutan umum, sarana kebersihan (pembuangan sampah), pemadam kebakaran. 2. Prasarana lingkungan merupakan kelengkapan lingkungan yang mendukung perumahan, yang terdiri atas : jalan, saluran air kotor atau pembuangan limbah, saluran air bersih atau drainase (saluran pembuangan air hujan). 3. Fasilitas sosial merupakan fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan masyarakat dalam lingkungan pemukiman, yang terdiri atas : fasilitas kesehatan, pendidikan, olahraga, peribadatan, rekreasi, ruang terbuka, perbelanjaan, serta pemakaman umum. Keberhasilan keberadaan suatu fasilitas sosial dalam lingkungan perumahan, dapat dlihat dari tingkatan bagaimana minat dan kesediaan para penghuni perumahan dalam memanfaatkan fasilitas tersebut. Apabila banyak diantara mereka yang mencari fasilitas diluar pemukiman tersebut padahal fasilitas tersebut fungsinya sama, maka dapat disimpulkan bahwa fasilitas yang tersedia tidak dapat menjawab kebutuhan mereka (Golany, 1976:111) Fasilitas Pendidikan Pengertian pendidikan menurut Sistem Pendidikan Nasional adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan pelatihan bagi peranannya dimasa yang akan datang. Fasilitas sosial seperti yang telah dijelaskan sebelumnya merupakan suatu aktivitas atau materi yang melayani masyarakat akan kebutuhan yang bersifat memberi kepuasan sosial, mental maupun spritual. Sehingga dari pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa fasilitas pendidikan berarti aktivitas atau materi yang dapat melayani

7 19 kebutuhan masyarakat akan kebutuhan yang bersifat memberi kepuasan sosial, mental maupun spiritual melalui kegiatan bimbingan, pengajaran maupun pelatihan. Melalui pendidikan akan meningkatkan pengetahuan dan memberikan pengalaman-pengalaman kolektif yang akan mempertemukan berbagai kelompok penduduk. Mempertemukan disini tidak hanya sekedar menyediakan sarana untuk kontak kelompok penduduk, tetapi juga mengurangi perbedaan dalam perkembangan pengetahuan (Bossert,1978, dalam Rivai,1991:54). Dalam kaitannya dengan latar belakang penduduk yang semakin beraneka ragam, maka penyediaan fasilitas pendidikan ini harus dapat atau mampu menjawab kebutuhan yang beragam tersebut Fasilitas Kesehatan Fasilitas kesehatan merupakan fasilitas yang memberikan pelayanan di bidang kesehatan yang berupa ( Sarjito,1983, dalam Mahmud R,1997:30) : 1. Kuratif yaitu pemeriksaan, pengobatan dan perawatan. 2. Preventif yaitu pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan dan pendidikan kesehatan. 3. Kesehatan Lingkungan. Fasilitas Kesehatan berdasarkan fungsi dan hierarkinya dari tingkat yang paling atas sampai tingkat yang paling rendah, menurut Djoko Sujarto,1978 (dalam Soekmana Soma,1988:21) di Minneapolis, Amerika Serikat, terdiri atas : Based Hospital City, City Hospital, Area Hospital, Community Health Center dan Neighborhood Helath Center. 1. Based Hospital City, fasilitas kesehatan yang mempunyai jangkauan tingkat regional luas. 2. City Hospital, Fasilitas kesehatan ini mempunyai jangkauan pelayanan tingkat regional akan tetapi diutamakan untuk kebutuhan pelayanan kota. 3. Area Hospital, Rumah sakit umum kecil untuk kebutuhan kota.

8 20 4. Community Health Center, pusat kesehatan yang melayani suatu lingkungan atau bagian kota. 5. Neighborhood Health Center, pusat kesehatan yang melayani unit lingkungan kecil. Bila dianalogikan dengan pusat kesehatan yang ada di Indonesia, maka analoginya adalah sebagai berikut (Soekmana Soma, 1988:21) : 1. Rumah sakit tipe A dan B setara dengan Based Hospital dan City Hospital. 2. Rumah sakit tipe C setara dengan Area Hospital. 3. Puskesmas setara dengan Community Health Center. 4. Puskesmas pembantu, BKIA/Poliklinik, Dokter praktek setara dengan Neighborhood Health Center. Tingkat hirarki diatas mencerminkan bahwa terdapat perbedaan pelayanan antara tiap tipe fasilitas kesehatan tersebut. Fasilitas kesehatan dengan tipe yang lebih besar akan diperlengkapi dengan fasilitas perawatan dan diagnostik yang lebih lengkap pula dibandingkan dengan tipe dibawahnya. Dari segi perwilayahannya, Rex Fendal,1978 (dalam Soekmana Soma, 1988:22) membagi pusat kesehatan dalam : 1. Immediate Area, yaitu area di mana penduduknya dapat memanfaatkan dengan mudah fasilitas tersebut yaitu dari sisi jarak jangkaun < 1 km. 2. Defined Area, yaitu wilayah kerja puskesmas yang masih mudah dikunjungi oleh petugas (3-5 km) atau 2 jam perjalanan tanpa alat bantu. 3. Extended Area, yaitu daerah atau wilayah kerja puskesmas yang relatif sulit dikunjungi oleh petugas. 4. Special Effort Area, yaitu daerah atau wilayah kerja Puskesmas yang sangat sulit dikunjungi Fasilitas Perdagangan Fasilitas perdagangan atau perbelanjaan merupakan fasilitas di mana tempat terjadinya transaksi ekonomi antara penjual dan pembeli yang berfungsi sebagai tempat pelayanan atas barang yang dibutuhkan oleh masyarakat. Penghuni

9 21 dalam melakukan kegiatan berbelanja pada dasarnya dipengaruhi oleh dua jenis kondisi yaitu kondisi internal dan kondisi eksternal. Kondisi internal adalah dorongan pengaruh yang timbul dari keadaan individu yang terlibat. Sedangkan kondisi eksternal adalah pengaruh rangsangan yang terjadi oleh karena keadaan potensi dari tempat berbelanja. Pada konsumen terjadi proses penerimaan informasi tentang fasilitas tempat berbelanja yang terdiri dari berbagai faktor yang dimiliki oleh fasilitas. Pada konsumen terjadi proses penerimaan informasi tentang fasilitas tempat berbelanja yang terdiri dari berbagai faktor yang dimiliki oleh fasilitas belanja yang ada. Proses yang terjadi adalah menterjemahkan informasi menurut persepsi konsumen kemudian dievaluasi dan hasilnya merupakan masukan untuk melakukan keputusan. Hasil dari proses tersebut menghasilkan suatu perjalanan ke tempat berbelanja (Gunarya, 1982 :3). Dalam penelitian C.J Thomas 1974 (dalam muttaqien,1997 :25) menggambarkan bahwa masyarakat berstatus ekonomi tinggi umumnya memiliki mobilitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan masyarakat berstatus ekonomi yang lebih rendah. Masyarakat ekonomi tinggi cenderung menggunakan pusatpusat perdagangan yang lebih besar dan lebih jauh lokasinya. Menurut Bromley 1993 (dalam Hondry D.1999:27), terdapat 3 (tiga) faktor yang mempengaruhi mobilitas seseorang, yaitu kepemilikan kendaraan, tingkatan pendapatan dan tingkat kesehatan, di mana ketiga faktor ini saling terkait satu sama lain. Menurut Carn (dalam Ihsan, 1998:32-38), terdapat faktor-faktor yang dapat mempengaruhi wilayah perdagangan yaitu : 1. Jarak dan waktu tempuh. 2. Kemampuan daya beli masyarakat. 3. Jenis dan keragaman barang yang diperdagangkan.

10 22 Ada beberapa sikap konsumen dalam melakukan aktivitas perbelanjaan menurut Carn, yaitu : 1. Frekuensi perjalanan berbelanja, jika frekuensinya tidak terlalu sering, maka konsumen akan melakukan perjalanan pada tempat perbelanjaan yang lebih jauh. 2. Tingkat kepentingan terhadap barang, jika produk yang dibutuhkan harus segera terpenuhi, maka konsumen akan melakukan perjalanan untuk mendapatkan barang pada tempat perbelanjaan yang menyediakan. 3. Barang dan jasa yang berseifat khusus, produk yang ditawarkan bersifat khusus sehingga tidak tersedia pada beberapa tempat perbelanjaan sehingga konsumen memerlukan perjalanan khusus untuk mendapatkan produk tersebut Fasilitas Rekreasi Fasilitas rekreasi dapat diklasifikasikan dalam 2 kelompok besar (John Black, 1977 dalam Sudaryanto,1997 :16), yaitu : 1. Park, Open Space dan Sport, fasilitas ini lebih berorientasi pada pelayanan kebutuhan rekreasi yang bersifat jasmaniah. 2. Leisure ang Entertainment, fasilitas ini lebih berorientasi pada pelayanan kebutuhan rekreasi yang bersifat sosial dan kognitif (Gedung kesenian, bioskop, panggung, dan lain sebagainya) Beberapa faktor yang mempengaruhi atau melatar-belakangi seseorang untuk berekreasi adalah faktor kemauan dan faktor kemampuan. Kemauan sesoarang untuk melakukan rekreasi dipengaruhi oleh daya tarik dan atraksi yang ditawarkan sedangkan kemampuan seseorang berekreasi dipengaruhi oleh kemampuan dari segi finansial, kesehatan dan ketersediaan waktu luang

11 Fasilitas Peribadatan Dalam Keputusan Menteri PU tahun 1987 dijelaskan bahwa Sarana peribadatan terdiri atas beraneka macam, jenis maupun besarannya sehingga pengadaannya akan sangat tergantung pada: 1. Jenis agama yang dianut 2. Cara atau pola melaksanakan kegiatan agama, serta 3. Struktur penduduk Struktur penduduk yang memeluk suatu agama tertentu akan sangat mempengaruhi dalam penempatan lokasi fasilitas peribadatan. Sebagai contoh, pengadaan fasilitas mesjid sangat perlu mempertimbangkan standar jarak terjauh kemampuan seseorang dan waktu perjalanan ke mesjid dengan tidak menggunakan bantuan kendaraan. Jarak tersebut adalah km dengan waktu maksimal perjalanan 15 menit dalam melakukan sholat jumat (Rukmana,1979:168) Fasilitas Olah Raga / Ruang Terbuka Fasilitas olahraga adalah fasilitas yang digunakan untuk memberikan penyegaran kembali bagi tubuh secara jasmaniah dan rohaniah diantara kesibukan rutinitas penduduk kota (Kelly, 1989, dalam Indra H, 1999:20). Fasilitas olahraga dan ruang terbuka dalam skala lingkungan sangat dibutuhkan terutama bagi keluarga dan anak-anak antar sesamanya dalam lingkungan pemukiman tersebut. Sehingga keberadaan fasilitas tersebut dapat menjadi faktor pengikat antar penduduknya. Hambatan-hambatan yang kadang dialami seseorang untuk melakukan kegiatan olah raga seperti dijelaskan menurut Alan Patmore (Patmore,1983:98-99) adalah 1. Kendala fisik, suatu kondisi yang biasanya disebabkan oleh faktor usia yang membatasi pergerakan misalnya orang tua atau anak-anak

12 24 2. Kendala finansial, suatu kondisi yang menyangkut kendala ekonomi yang berpengaruh pada adanya keterbatasan untuk mengakseskan diri ke dalam fasilitas yang tersedia 3. Kendala sosial, suatu kondisi di mana seseorang tidak merasa nyaman dalam lingkungan tersebut 4. Kendala transportasi, suatu kondisi yang berkaitan erat dengan kecepatan waktu yang dibutuhkan untuk mencapai fasilitas yang dituju, karena fasktor transportasi dapat memperluas daya jangkauan terhadap pencapaian fasilitas olahraga Dalam perencanaan fasilitas olahraga sangat perlu memperhatikan sisi demand atau permintaan, sehingga perlu diidentifikasi untuk mencari minat suatu masyarakat terhadap jenis kegiatan olahraga. Di mana tujuan diadakannya identifikasi ini adalah untuk menemukan keinginan pengunjungn dan mempergunakan sumber daya yang ada untuk memuaskan keinginan tersebut (Gold,1980:145) 2.3 Konsep dan Standar Penyediaan Fasilitas Lingkungan Perumahan Konsep dan standar penyediaan fasilitas lingkungan perumahan mengacu pada pedoman dan standar penyediaan fasilitas lingkungan perumahan berdasarkan standar jumlah penduduk dan standar luas fasilitas. Acuan penyediaan fasilitas lingkungan perumahan berdasarkan standar jumlah penduduk pertama kali dikeluarkan oleh Departemen Pekerjaan Umum pada tahun 1978, yang kemudian diperbaharui pada tahun 1979 dan Pada tahun 1987, peraturan ini disempurnakan lagi menjadi petunjuk Perencanaan Kawasan perumahan Kota, berdasarkan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No. 378 / KPTS / Secara umum, materi yang termuat dalam keempat peraturan tersebut adalah sama, tanpa perubahan pada besaran standar untuk perencanaan fasilitas sosial di lingkungan perumahan. Oleh karena itu, peraturan yang akan dibahas dalam studi ini adalah peraturan terbaru. Untuk acuan penyediaan fasilitas lingkungan perumahan berdasarkan standar luas fasilitas mengacu pada Standar

13 25 Perencanaan Kebutuhan Sarana Kota: Neighborhood Planning (Observasi Penelitian / Penyempurnaan Standar Sarana Kota, 2000) Standar Jumlah Penduduk Pembahasan Mengenai peraturan ini akan dimulai dengan mendefinisikan masing-masing jenis fasilitas sosial yang akan diteliti berdasarkan Petunjuk Perencanaan Kawasan Perumahan Kota, seperti : a. Fasilitas Pendidikan, yang terdiri atas : - Taman Kanak-Kanak ( TK ), yaitu sarana pendidikan paling dasar untuk anak-anak usia 5-6 tahun - Sekolah Dasar ( SD), yaitu sarana pendidikan untuk anak-anak usia 6-12 tahun - Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama ( SLTP ), yaitu sekolah untuk melayani anak-anak lulusan SD - Sekolah Lanjutan Tingkat Atas ( SLTA ), yaitu sekolah untuk melayani anak-anak lulusan SLTP b. Fasilitas Kesehatan, terdiri atas : - Balai Pengobatan, yang fungsi utamanya adalah memberikan pelayanan kepada penduduk dalam bidang kesehatan. Titik beratnya terletak pada penyembuhan ( Currative ) tanpa perawatan ; berobat pada waktu-waktu tertentu, juga untuk vaksinasi (preventif) - Balai Kesejahteraan Ibu dan Anak ( BKIA ) dan Rumah Bersalin, yang fungsi utamanya adalah untu melayani ibu-ibu sebelum, pada waktu, dan sesudah melahirkan, serta melayani bayi sampai anak berusia 6 tahun - Tempat Praktek Dokter, dapat merupakan praktek dokter bersama atau bersatu dengan tempat tinggal c. Fasilitas Perdagangan, yang terdiri sarana pertokoan yaitu sarana yang menjual barang-barang keperluan sehari-hari d. Fasilitas Peribadatan, aneka macam fasilitas ini sangat tergantung pada kondisi setempat. Pedoman pembangunan fasilitas peribadatan ini hanya ada untuk mesjid

14 26 e. Fasilitas Olah-Raga, merupakan daerah terbuka yang dapat digunakan untuk aktivitas olah-raga Pedoman penyediaan tiap jenis fasilitas tersebut dapat dilihat dari jumlah minimal penduduk pendukungnya, seperti terlihat pada tabel II.1 Tabel II.1 Pedoman Penyediaan Fasilitas di Lingkungan Perumahan Berdasarkan Jumlah Minimal Penduduk Pendukung Jenis Fasilitas Macam Fasilitas Minimal Penduduk Pendukung Pendidikan Taman Kanak-Kanak 1000 Sekolah Dasar 3500 Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Sekolah Lanjutan Tingkat Atas Kesehatan Balai Pengobatan 3000 BKIA / Rumah Bersalin 7000 Tempat Praktek Dokter 5000 Puskesmas Apotik Perbelanjaan Warung 250 Pertokoan 2500 Toko Swalayan Pusat Perbelanjaan Lingkungan (Toko + Pasar) Peribadatan Langgar 250 Mesjid Warga 2500 Mesjid Lingkungan Olah-Raga/R.Terbuka Taman Lingkungan dan Tempat 250 bermain Taman Umum dan Tempat Bermain 2500 Lapangan Olahraga 2500 Sumber: Petunjuk Perencanaan Kawasan Perumahan Kota, Kepmen PU No.378/KPTS/1987 Ada beberapa fasilitas lain yang tidak diuraikan karena minimal penduduk pendukungnya lebih besar dari jumlah penduduk di wilayah studi, sehingga tidak menjadi bagian dari studi ini. Fasilitas tersebut adalah rumah sakit dengan penduduk pendukung, pusat perbelanjaan dan Niaga dengan penduduk pendukung, pemakaman umum dengan penduduk pendukung dan

15 27 perguruan tinggi dengan penduduk pendukung. Sarana pemerintahan dan pelayanan umum juga tidak termasuk dalam studi ini Standar Luas Fasilitas Standar luas fasilitas lingkungan perumahan mengacu pada Standar Perencanaan Kebutuhan Sarana Kota (Soefaat: Neighborhood unit). Dalam aturan tersebut dijelaskan bahwa untuk setiap klasifikasi fasilitas memiliki standar luas yang disesuaikan dengan acuan jumlah penduduk. Penjelasan luasan fasilitas terbagi menjadi 2 bagian, yaitu fasilitas dengan standar yang tetap artinya luasan fasilitas tidak bergantung pada aspek daya tampung serta fasilitas dengan standar yang dapat bersifat fleksibel artinya luasan fasilitas dapat berubah tergantung daya tampung Fasilitas Pendidikan Fasilitas pendidikan terbagi menjadi dua bagian yaitu pendidikan formal dan pendidikan non formal. Dalam studi kali ini yang akan dijelaskan adalah yang menyangkut pendidikan formal yaitu pendidikan pra sekolah ( Taman Kanakkanak), sekolah dasar, sekolah lanjutan tingkat pertama serta sekolah lanjutan tingkat atas. a. Taman kanak-kanak (TK) Penyelenggaraan kegiatan belajar dan mengajar pada tingkatan pra belajar dengan lebih menekankan pada kegiatan bermain, yaitu 75 persen, selebihnya bersifat pengenalan. Luas tanah yang dibutuhkan untuk pemenuhan fasilitas ini adalah 700 m2 dengan standar pelayanan 15 m2 untuk setiap murid. b. Sekolah Dasar (SD) Bentuk satuan pendidikan dasar yang menyelenggarakan program 6 tahun. Luas tanah yang dibutuhkan untuk pemenuhan fasilitas ini adalah 8000 m2 dengan standar pelayanan 15 m2 untuk setiap murid.

16 28 c. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Bentuk satuan pendidikan dasar yang menyelenggarakan program 3 tahun sesudah SD. Luas tanah yang dibutuhkan untuk pemenuhan fasilitas ini adalah m2 dengan standar pelayanan 15 m2 untuk setiap murid. d. Sekolah Menengah Umum (SMU) Bentuk satuan pendidikan yang menyelenggarakan program pendidikan menengah mengutamakan perluasan pengetahuan dan peningkatan keterampilan siswa untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan tinggi. Luas tanah yang dibutuhkan untuk pemenuhan fasilitas ini adalah m2 dengan standar pelayanan 15 m2 untuk setiap murid. Besaran dan standar yang dapat dipakai dalam penentuan kebutuhan sarana-sarana ini dapat dilihat pada Tabel II.2. Tabel II.2 Standar Fasilitas Pendidikan berdasarkan Luasan Fasilitas Klasifikasi Fasilitas Macam Fasilitas Luas Tiap Unit (M2) Standar Pelayanan Pendidikan Taman Kanak-Kanak m2/murid Sekolah Dasar m2/murid Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama m2/murid Sekolah Lanjutan Tingkat Atas m2/murid Sumber: Standar Perencanaan Kebutuhan Sarana Kota : Soefaat, Neighborhood Planning Fasilitas Perdagangan Fasilitas perdagangan ini terdiri atas 4 fasilitas yang terdiri atas warung, pertokoan, toko swalayan dan pusat perbelanjaan. Fasilitas ini digunakan sebagai fasilitas perbelanjaan dan juga sebagai fasilitas tempat kerja bagi kelompok lainnya (sebagai mata pencaharian). a. Warung Fungsi utama warung adalah menjual barang-barang keperluan sehari-hari seperti sabun, gula, rempah-rempah dan lain-lain. Lokasinya sebaiknya diletakkan di pusat lingkungan yang mudah dicapai atau juga bisa diletakkan dilokasi dekat perumahan penduduk. Luas yang dibutuhkan adalah seluas 50

17 29 m2 termasuk gudang kecil. Penduduk minimum yang mendukung sarana ini adalah 250 penduduk b. Pertokoan Fungsi utama dari sarana pertokoan ini adalah menjual barang-barang keperluan sehari-hari berupa toko-toko. Lokasinya sebaiknya diletakkan di pusat pelayanan atau juga di sub pusat pelayanan yang mudah dijangkau oleh penduduk dari segala lokasi ( strategis ). Lokasinya juga sebaiknya tidak menyebrang jalan lingkungan. Luas tanah yang dibutuhkan untuk pemenuhan fasilitas ini adalah 1200 m2. c. Pusat Perbelanjaan (Toko + Pasar) Fungsi utama dari pusat perbelanjaan ini adalah sebagai pusat perbelanjaan di lingkungan yang menjual keperluan sehari-hari. fasilitas ini terdiri atas pasar dan toko-toko lengkap dengan bengkel-bengkel reparasi kecil. Lokasinya sebaiknya ditempatkan pada jalan utama lingkungan dan mengelompok dengan pusat lingkungan. Luas tanah yang dibutuhkan adalah m2 dengan jumlah minimum penduduk yang mendukung keberadaan sarana ini adalah penduduk. d. Toko Swalayan Fungsi utama dari Toko Swalayan ini adalah sebagai pusat perbelanjaan yang menjual keperluan sehari-hari.. Lokasinya sebaiknya ditempatkan pada jalan utama lingkungan. Luas tanah yang dibutuhkan adalah 4800 m2 dengan jumlah minimum penduduk yang mendukung keberadaan sarana ini adalah penduduk Besaran dan standar yang dapat dipakai dalam penentuan kebutuhan sarana-sarana ini dapat dilihat pada Tabel II.3.

18 30 Tabel II.3 Standar Fasilitas Perdagangan berdasarkan Luasan Fasilitas Klasifikasi Fasilitas Macam Fasilitas Luas Tiap Unit (M2) Standar Pelayanan (Jiwa) Perdagangan Warung Pertokoan Pusat Perbelanjaan Lingkungan (Toko + Pasar) Toko Swalayan Sumber: Standar Perencanaan Kebutuhan Sarana Kota : Soefaat, Neighborhood Planning Fasilitas Kesehatan Fasilitas kesehatan ini terdiri atas balai pengobatan, Balai Kesejahteraan Ibu dan Anak (BKIA) dan rumah bersalin, rumah sakit, apotik, tempat praktek dokter, dan puskesmas. a. Balai Pengobatan Fasilitas kesehatan berupa balai pengobatan harus didukung oleh penduduk dengan jumlah minimum 3000 penduduk serta luas lantai yang dibutuhkan untuk pemenuhan sarana ini adalah 150 m2. b. BKIA / Rumah Bersalin Fasilitas kesehatan berupa BKIA dan rumah bersalin, jumlah penduduk minimum yang mendukung sarana ini adalah 7000 penduduk serta luas yang dibutuhkan untuk pemenuhan sarana ini adalah 700 m2. c. Praktik Dokter Praktik dokter berfungsi untuk melayani penduduk yang mengalami gangguan kesehatan. Lokasinya sebaiknya ditempatkan pada pusat lingkungan dengan letak cukup strategis. Minimum penduduk yang dapat mendukung sarana ini adalah 5000 penduduk. Luas tanah yang dibutuhkan untuk pemenuhan sarana ini adalah 1050 m2. d. Apotik Apotik berfungsi untuk melayani penduduk di dalam bidang obat-obatan. Lokasinya sebaiknya ditempatkan pada pusat lingkungan dengan letak cukup strategis. Minimum penduduk yang dapat mendukung sarana ini adalah 10000

19 31 penduduk. Luas tanah yang dibutuhkan untuk pemenuhan sarana ini adalah 350 m2. e. Puskesmas Puskesmas berfungsi untuk memberikan pelayanan kepada penduduk dalam bidang kesehatan (penyembuhan, pencegahan dan pendidikan). Satu lingkungan yang terdiri dari penduduk harus disediakan sarana ini. Mengingat pentingnya keberadaan sarana ini, maka sebaiknya penempatan sarana ini ditempatkan di pusat lingkungan. Luas tanah yang dibutuhkan untuk pemenuhan sarana ini adalah 1400 m2. Besaran dan standar yang dapat dipakai dalam penentuan kebutuhan sarana-sarana ini dapat dilihat pada Tabel II.4. Tabel II.4 Standar Fasilitas Kesehatan Berdasarkan Luasan Fasilitas Klasifikasi Fasilitas Macam Fasilitas Luas Tiap Unit (M2) Kesehatan Standar Pelayanan (Jiwa) Balai Pengobatan BKIA / Rumah Bersalin Tempat Praktek Dokter Apotik Puskesmas Sumber: Standar Perencanaan Kebutuhan Sarana Kota : Soefaat, Neighborhood Planning Fasilitas Peribadatan Fungsi utama dari fasilitas peribadatan ini adalah sebagai tempat ibadat bagi masing-masing pemeluk agamanya. Jenis, macam dan besaran dari sarana peribadatan ini sangat tergantung pada kondisi setempat. Jenis sarana peribadatan sangat tergantung pada kondisi setempat dengan memperhatikan struktur penduduk menurut agama yang dianut dan tata cara atau pola masyarakat setempat dalam menjalankan ibadah agamanya. Untuk mendapatkan hasil perencanaan yang sesuai maka perlu dilakukan survei setempat tentang struktur penduduk menurut umur, jenis kelamin, serta agama yang dianut Standar umum yang dapat digunakan antara lain sebagai berikut : - Luas lantai per jamaah : 1,2 m2

20 32 - Luas tanah bruto per jamaah adalah tergantung pada peraturan bangunan setempat Besaran dan standar yang dapat dipakai dalam penentuan kebutuhan sarana-sarana ini dapat dilihat pada Tabel II.5. Tabel II.5 Standar Fasilitas Peribadatan Berdasarkan Luasan Fasilitas Klasifikasi Fasilitas Macam Fasilitas Luas Tiap Unit (M2) Standar Pelayanan Peribadatan Langgar m2/orang Mesjid Warga m2/orang Mesjid Lingkungan m2/orang (Kelurahan) Mesjid Kecamatan orang Sarana ibadah agama lain Tergantung sistem hierarki lembaga Sumber: Standar Perencanaan Kebutuhan Sarana Kota : Soefaat, Neighborhood Planning Fasilitas Ruang Terbuka dan Olahraga Fasilitas-fasilitas ini memiliki fungsi utama sebagai lapangan olah raga, tempat bermain anak-anak, serta taman. Disamping itu fasilitas ini berfungsi memberikan kesegaran pada kota berupa udara segar maupun cahaya. Tempat ini berfungsi juga untuk menetralisir polusi udara sebagai paru-paru kota. Ruang terbuka merupakan komponen berwawasan lingkungan yang mempunyai arti sebagai suatu lansekap, taman atau ruang rekreasi dalam lingkup urban. Peran dan fungsi ruang terbuka hijau (RTH) ditetapkan dalam instruksi Mendagri No.4 Tahun 1988, yang menyatakan RTH yang populasinya didominasi oleh penghijauan baik secara alamiah atau budidaya tanaman, dalam pemanfaatan dan fungsinya adalah sebagai areal berlangsungnya fungsi ekologis dan penyangga kehidupan wilayah perkotaan. Penggolongan fasilitas ruang terbuka hijau di lingkungan perumahan berdasarkan kapasitas pelayanannya terhadap sejumlah penduduk. Standar umum yang dapat digunakan antara lain sebagai berikut : - Luas : 0.1 m2 per orang untuk taman lingkungan dan taman bermain (cluster) setiap standar pelayanan 250 orang

21 33 - Luas : 0.4 m2 per orang untuk taman umum dan taman bermain setiap standar pelayanan 2500 orang Mengingat pentingnya fungsi dari fasilitas ini, fasilitas-fasilitas tersebut harus benar-benar dijaga seperti yang seharusnya, baik dalam besarannya maupun kondisinya. Untuk mengetahui besaran tersebut lihat pada tabel II.6 Tabel II.6 Kebutuhan Sarana Olah-raga dan Ruang Terbuka Berdasarkan Besaran Penduduk Jenis Fasilitas Macam Fasilitas Luas Tiap Standar Unit (M2) Pelayanan Ruang Terbuka dan Taman lingkungan + tempat 0.1 m2/orang 250 Lapangan Olahraga bermain Taman Umum + tempat 0.4 m2/orang 2500 bermain Lapangan Basket 900 Lapangan Volli 600 Lapangan Tenis Lapangan Badminton (GOR) 1250 Lapangan Sepakbola 5000 Fasilitas Kolam Renang Sumber: Standar Perencanaan Kebutuhan Sarana Kota : Soefaat, Neighborhood Planning 2.4 Konsep Healthy Neighborhood Planning Perencanaan lingkungan yang sehat menjadi isu penting yang harus dilakukan. Sasaran kebijakan untuk mengidentifikasikan lingkungan yang sehat menurut Hugh.Barton mencakup empat hal, yaitu berdasarkan aspek perumahan, fasilitas lingkungan perumahan, pergerakan dan ruang terbuka. Strategi perencanaan lingkungan yang sehat (Hugh Barton, 2000) dapat diidentifikasi ke dalam 11 faktor, yaitu : 1. Kualitas Jaringan ruang terbuka. 2. Pedestrian dan jaringan jalan. 3. Keamanan. 4. Aksesibilitas. 5. Pengendalian mobil dan dukungan terhadap transportasi umum 6. Pekerjaan Lokal. 7. Pengembangan Komunitas.

22 34 8. Strategi Perairan. 9. Strategi terhadap energi dan sumberdaya lainnya. 10. Ekosistem Global 11. Perencanaan ruang yang terintegrasi. Ikhtisar kebijakan yang diperlukan dalam menciptakan lingkungan yang sehat dapat dilihat pada Tabel II.7. Tabel II.7 Isu dan Sasaran Hasil Kebijakan dalam Perencanaan Lingkungan Perumahan yang Sehat Area Kebijakan Isu Penting Perumahan Fasilitas Lokal Pergerakan Ruang Terbuka Kualitas Udara Pedestrian dan Jaringan Jalan Keamanan Aksesibilitas Perlindungan dan Pengendalian Penggunaan energi yang efisien dalam perumahan Material yang tidak beracun Lingkungan Pemukiman yang sehat Kejelasan desain dan kepemilikan antara ruang privat dan ruang milik publik Pengembangan secara tertutup transportasi umum dan pelayanan lokal Angka kepadatan Melarang pembangunan rumah di area yang tidak aksesible Good range of housing tenure, size and price in every neighbourhood Penggunaan energi yang efisien dalam perumahan Penempatan fasilitas Penempatan lokasi pedestrian yang nyaman Fasilitas lokal yang mudah terjangkau dengan berjalan maupun berjalan kaki Fasilitas lokal yang mudah diakses yang dekat dengan jalan Penempatan fasilitas pelayanan dekat dengan area perumahan Menempatkan kenyamanan pedestrians dan akses terhadap transportasi umum Bangunan yang dapat digunakan baik untuk sosial maupun komersial Murah dalam pengoperasian dan efisiensi pengguanaan energi Mengurangi penggunaan mobil Mengurangi penetrasi kendaran besar (truk) di lingkungan perumahan dan mengurangi melewati jalur langsung Jalur pedestrian yang aman dan nyaman dan jalur memutar Lalu lintas tenang Desain untuk pengawasan jalan setapak dan trotoar Pedestrian yang mudah di akses and lingkungan yang memutar Perencanaan yang mendukung penggunaan transportasi umum Pemberhentian Bus Desain iklim ruang yang sehat Meningkatkan perlindungan pohon Rekreasi jalur hijau Tempat bermain dan lahan bermain Jarak penglihatan baik antar ruang terbuka yang berseberangan Menyediakan akses ruang terbuka untuk segala aktivitas Shelter belts

23 35 Isu Penting Pekerjaan Komunitas Air dan Biodiversity Sumberdaya Alam dan Mineral Ekosistem Global Area Kebijakan Perumahan Fasilitas Lokal Pergerakan Ruang Terbuka Mendukung tempat tinggal dipergunakan sebagai tempat bekerja Menciptakan lokasi yang aksesibel oleh trasportasi umum Mendukung aksi peran aktif penghuni Desain area pemukiman Mendukung kepemilikan rumah bersama Meningkatkan autonomi air Penyediaan sarana air limbah dan mengisi ulang air tanah Memelihara dan menjaga habitat Pembangunan menggunakan sistem daur ulang dan menciptakan material baru Perlindungan terhadap permukaan tanah Encourage residential composting Energi rendah dalam penggunaan Membantu pertumbuhan ekonomi lokal Membantu perkembangan pelayanan lokal dan pekerjaan Meningkatakan tingkat kecukupan air Pembuangan limbah lokal dan pengisian ulang air tanah Memelihara dan menjaga habitat Pembangunan menggunakan sistem daur ulang dan menciptakan material baru Energi rendah dalam penggunaan Sumber: Healthy Urban Planning, Chapter 5, hal Pelayanan transporatasi umum yang baik ke semua pusat Strategi pelayanan jaringan jalan lokal Pedestrian dan jaringan jalan yang dapat dengan mudah dilalui dalam lingkungan Keamanan jalan Desain casual gatherings Menjamin ketersediaan drainase jalan yang bersih, dan pengisian air tanah Mengurangi penggunaan kendaraan Konstruksi jalan lebih sedikit Mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil Mendorong produktivitas lahan terbuka Taman, area bermain, taman beramain dan menyediakan tempat pertemuan Struktur ruang terbuka mengelilingi sumber air untuk menjaga habitat and konservasi air Menciptakan habitat margasatwa Menggunakan fasilitas lokal untuk mendaur ulang organik Mengurangi kecepatan angin dengan melakukan penanaman Meningkatkan campuran karbon

24 36 Ada 3 (tiga) prinsip dasar yang harus dipenuhi dalam menciptakan lingkungan yang sehat yaitu: Sosial: peningkatan kualitas hidup, terutama bagi orang-orang yang mobilitasnya rendah melalui peningkatan terhadap peluang lokal, pilihan dan kenyamanan, melalui penciptaan identitas lokal serta membangun jaringan komunitas Lingkungan: menjaga keberlanjutan ekologi di lingkungan melalui meminimalisasi penggunaan sumberdaya yang tidak terbarukan dan meminimalkan tingkat polusi dan limbah yang dapat merusak lingkungan baik pada tingkat lokal, regional maupun lingkungan global. Ekonomi: kelayakan dan solusi keberlanjutan pembiayaan yang dapat mendukung kegiatan manusia yang menempati lingkungan tersebut Keterkaitan yang baik antara perumahan dengan fasilitas pekerjaan lokal, perdagangan, pendidikan, dan kesehatan adalah penting untuk menciptakan lingkungan pemukiman yang sehat. Hal ini berarti bahwa orang akan mendapatkan kemudahan dalam mempergunakan fasilitas lokal meskipun tanpa mempergunakan kendaraan. Ini berarti bahwa proporsi perjalanan lebih besar mempergunakan sepeda atau berjalan kaki dibandingkan mempergunakan kendaraan. Kesulitan yang dihadapi tingginya penggunaan kendaraan serta tingginya kepadatan penduduk yang dapat mengurangi keindahan dan kelangsungan hidup dari pelayanan lokal. Kecenderungan tidak sehat ini selalu diutarakan oleh para perencana sebagai masalah yang harus segera diselesaikan. Lokalisasi seharusnya direncanakan untuk membantu perkembangan dan kelangsungan hidup fasilitas lokal dengan menjamin ketersediaan akses yang baik dengan berjalan kaki maupun dengan bersepeda. Berikut ditampilkan kebijakan lingkungan berkaitan dengan jarak sehat (Hugh.Barton, 2000) yang dijangkau penghuni terhadap keberadaan fasilitas lokal.

25 37 Gambar 2.1 Healthy Policy THE HOME Sumber: Healthy Urban Planning, Chapter 5, hal 133 Berkaitan dengan perencanaan lingkungan yang sehat (Hugh Barton,2000) dalam hubungannya dengan perencanaan fasilitas lokal maka hal-hal yang terkait di dalamnya yang harus dipenuhi mencakup: Jarak yang sehat dalam memperoleh kesempatan bekerja terutama untuk kelompok masyarakat seperti orang yang memiliki kemampuan pemasaran rendah, mobilitas rendah, orangtua tunggal, dan orang muda; di mana kelompok ini mudah terserang masalah kesehatan, kemiskinan dan pengangguran Akses terhadap pelayanan adalah faktor penting untuk meningkatkan kesehatan dan membantu orang yang tidak memiliki kendaraan

26 38 Meningkatkan intensitas berjalan kaki dan bersepeda dalam melakukan perjalanan yang baik untuk kesehatan. Mengurangi ketergantungan terhadap kendaraan melalui dukungan kebijakan di tempat tersebut berkaitan dengan menciptakan lalulintas yang tenang dan mengurangi polusi. Banyaknya orang di jalan dan di fasilitas dapat membantu perkembangan komunitas lokal dan menciptakan lingkungan yang aman untuk anak-anak. Tabel II.8 Arahan Kebijakan Jarak Sehat Penghuni terhadap Keberadaan Fasilitas Lingkungan (Hugh. Barton) Klasifikasi Fasilitas Jarak Sehat (M) Taman + tempat bermain Taman komunitas (Umum) Ruang Terbuka (Open Space) Lapangan Olahraga Taman kanak-kanak Sekolah Dasar Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Sekolah Menengah Atas Pertokoan lokal Pusat Kesehatan Pusat Leisure Sumber: Healthy Urban Planning, Chapter 5.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Bandung sebagai salah satu kota yang perkembangannya sangat pesat dihadapkan pada berbagai kebutuhan dalam memenuhi kehidupan perkotaan. Semakin pesatnya pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini merupakan bagian akhir dari penelitian yang merupakan kesimpulan studi. Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai temuan studi, kesimpulan, rekomendasi, kelemahan

Lebih terperinci

FASILITAS SOSIAL, TANGGUNG JAWAB SIAPA?

FASILITAS SOSIAL, TANGGUNG JAWAB SIAPA? FASILITAS SOSIAL, TANGGUNG JAWAB SIAPA? Seringkali kita mendengar istilah fasilitas sosial fasilitas umum (fasos fasum) untuk menggambarkan fasilitas yang bisa digunakan publik. Dalam peraturan tentang

Lebih terperinci

PANDUAN PENENTUAN KLASIFIKASI FUNGSI JALAN DI WILAYAH PERKOTAAN

PANDUAN PENENTUAN KLASIFIKASI FUNGSI JALAN DI WILAYAH PERKOTAAN PANDUAN PENENTUAN KLASIFIKASI FUNGSI JALAN DI WILAYAH PERKOTAAN NO. 010/T/BNKT/1990 DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA DIREKTORAT PEMBINAAN JALAN KOTA PRAKATA Dalam rangka mewujudkan peranan penting jalan

Lebih terperinci

Sarana lingkungan adalah fasilitas penunjang yang berfungsi untuk penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan ekonomi, sosial dan budaya.

Sarana lingkungan adalah fasilitas penunjang yang berfungsi untuk penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan ekonomi, sosial dan budaya. Sarana lingkungan adalah fasilitas penunjang yang berfungsi untuk penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan ekonomi, sosial dan budaya. Prasarana lingkungan adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan yang

Lebih terperinci

VI. PERENCANAAN LANSKAP PEDESTRIAN SHOPPING STREET

VI. PERENCANAAN LANSKAP PEDESTRIAN SHOPPING STREET 42 VI. PERENCANAAN LANSKAP PEDESTRIAN SHOPPING STREET Pengembangan konsep dalam studi perencanaan kawasan ini akan terbagi ke dalam empat sub konsep, yaitu perencanaan lanskap pedestrian shopping street,

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI 3.1 Gambaran Umum Perumahan Bumi Adipura Secara umum Perumahan Bumi Adipura berada pada wilayah pengembangan bagian Timur Kota Bandung, tepatnya di wilayah pengembangan

Lebih terperinci

ANALISIS KESELAMATAN DAN KENYAMANAN PEMANFAATAN TROTOAR BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PEJALAN KAKI DI PENGGAL JALAN M.T. HARYONO KOTA SEMARANG

ANALISIS KESELAMATAN DAN KENYAMANAN PEMANFAATAN TROTOAR BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PEJALAN KAKI DI PENGGAL JALAN M.T. HARYONO KOTA SEMARANG ANALISIS KESELAMATAN DAN KENYAMANAN PEMANFAATAN TROTOAR BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PEJALAN KAKI DI PENGGAL JALAN M.T. HARYONO KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh : Arif Rahman Hakim L2D 303 283 JURUSAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap pembangunan menimbulkan suatu dampak baik itu dampak terhadap ekonomi, kehidupan sosial, maupun lingkungan sekitar. DKI Jakarta sebagai kota dengan letak yang

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Babbie, Earl The Practice of Social Research. California: Wadsworth. Publishing Company.

DAFTAR PUSTAKA. Babbie, Earl The Practice of Social Research. California: Wadsworth. Publishing Company. DAFTAR PUSTAKA Kelompok Buku Teks Babbie, Earl. 1983. The Practice of Social Research. California: Wadsworth. Publishing Company. Barton, Tsourou. 2000. Healthy Urban Planning. London.:World Health Organization.

Lebih terperinci

KETENTUAN PRASARANA DAN SARANA MINIMAL

KETENTUAN PRASARANA DAN SARANA MINIMAL LAMPIRAN XII PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI KOTA MEDAN TAHUN 2015 2035 KETENTUAN PRASARANA DAN SARANA MINIMAL 1. MS Mangrove atau

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bab ini akan diuraikan mengenai kesimpulan studi berupa temuantemuan yang dihasilkan selama proses analisis berlangsung yang sesuai dengan tujuan dan sasaran studi,

Lebih terperinci

Studi Peran & Efektifitas RTH Publik di Kota Karanganyar Isnaeny Adhi Nurmasari I BAB I PENDAHULUAN

Studi Peran & Efektifitas RTH Publik di Kota Karanganyar Isnaeny Adhi Nurmasari I BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terbitnya Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang seiring dengan makin menguatnya keprihatinan global terhadap isu pemanasan global dan pembangunan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORI SUSTAINABLE ARCHITECTURE

BAB III TINJAUAN TEORI SUSTAINABLE ARCHITECTURE BAB III TINJAUAN TEORI SUSTAINABLE ARCHITECTURE 3.1. SUSTAINABLE ARCHITECTURE Sustainable Architecture (arsitektur berkelanjutan) memiliki tujuan untuk mencapai kesadaran lingkungan dan memanfaatkan sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan kota baik dari skala mikro maupun makro (Dwihatmojo)

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan kota baik dari skala mikro maupun makro (Dwihatmojo) BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Ruang terbuka merupakan ruang publik yang digunakan masyarakat untuk berinteraksi, berolahraga, dan sebagai sarana rekreatif. Keberadaan ruang terbuka juga bermanfaat

Lebih terperinci

Bab VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. kawasan stasiun Pasar Nguter, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:

Bab VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. kawasan stasiun Pasar Nguter, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut: Bab VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan temuan penelitian mengenai elemen ROD pada kawasan stasiun Pasar Nguter, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut: -

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk di Indonesia disetiap tahun semakin meningkat. Hal ini

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk di Indonesia disetiap tahun semakin meningkat. Hal ini BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk yang sangat besar. Pertumbuhan penduduk di Indonesia disetiap tahun semakin meningkat. Hal ini menyebabkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. mengembangkan otonomi daerah kepada pemerintah daerah.

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. mengembangkan otonomi daerah kepada pemerintah daerah. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, maka landasan administrasi dan keuangan diarahkan untuk mengembangkan otonomi

Lebih terperinci

PENGERTIAN GREEN CITY

PENGERTIAN GREEN CITY PENGERTIAN GREEN CITY Green City (Kota hijau) adalah konsep pembangunan kota berkelanjutan dan ramah lingkungan yang dicapai dengan strategi pembangunan seimbang antara pertumbuhan ekonomi, kehidupan sosial

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan tingginya kepadatan penduduk dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen

Lebih terperinci

Evaluasi Tingkat Kenyamanan Penghuni Pasca Perubahan Fungsi Taman Parang Kusumo Semarang

Evaluasi Tingkat Kenyamanan Penghuni Pasca Perubahan Fungsi Taman Parang Kusumo Semarang TEMU ILMIAH IPLBI 2017 Evaluasi Tingkat Kenyamanan Penghuni Pasca Perubahan Fungsi Taman Parang Kusumo Semarang Desti Rahmiati destirahmiati@gmail.com Arsitektur, Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

Standar Pelayanan Minimal untuk Permukiman Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No. 534/KPTS/M/2001 Standar Pelayanan Bidang

Standar Pelayanan Minimal untuk Permukiman Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No. 534/KPTS/M/2001 Standar Pelayanan Bidang Standar Minimal Permukiman Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No. 534/KPTS/M/2001 Standar No 1. Kasiba/ Lisiba - Badan Pengelola Kawasan - Rencana terperinci tata ruang - Jumlah ijin lokasi

Lebih terperinci

MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW ) Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW ) Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW 09-1303) RUANG TERBUKA HIJAU 7 Oleh Dr.Ir.Rimadewi S,MIP J P Wil h d K t Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

Lebih terperinci

Gambar 5 Peta administrasi kota Tangerang Selatan

Gambar 5 Peta administrasi kota Tangerang Selatan METODOLOGI PENELITIAN Lokasi Penelitian Lokasi penelitian adalah Kota Tangerang Selatan yang merupakan hasil pemekaran dari kabupaten Tangerang propinsi Banten. Kota Tangerang Selatan mempunyai luas wilayah

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN PENGEMBANGAN PERUMAHAN KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR: 39 TAHUN : 2000 SERI : D.29 PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II INDRAMAYU NOMOR : 5 TAHUN 1997

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR: 39 TAHUN : 2000 SERI : D.29 PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II INDRAMAYU NOMOR : 5 TAHUN 1997 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR: 39 TAHUN : 2000 SERI : D.29 PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II INDRAMAYU NOMOR : 5 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA UMUM TATA RUANG KOTA LELEA KABUPATEN DAERAH

Lebih terperinci

PEDOMAN PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN (Permen PU 06/2007)

PEDOMAN PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN (Permen PU 06/2007) PEDOMAN PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN (Permen PU 06/2007) pengertian Penataan bangunan dan lingkungan : adalah kegiatan pembangunan untuk merencanakan, melaksanakan, memperbaiki,mengembangkan atau melestarikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PROYEK

BAB II TINJAUAN UMUM PROYEK BAB II TINJAUAN UMUM PROYEK 2.1 Gambaran Umum Proyek Judul Proyek Tema Lokasi Sifat Luas Tapak : Pusat Kebugaran dan Spa : Arsitektur Tropis : Jl. Gandul Raya, Krukut, Depok : Fiktif : ± 15.000 m² (1,5

Lebih terperinci

KONDISI LINGKUNGAN PERMUKIMAN PASCA RELOKASI

KONDISI LINGKUNGAN PERMUKIMAN PASCA RELOKASI BAB 4 KONDISI LINGKUNGAN PERMUKIMAN PASCA RELOKASI Program Relokasi di Kelurahan Sewu dilatar belakangi oleh beberapa kondisi, diantaranya kondisi banjir yang tidak dapat di prediksi waktu terjadi seperti

Lebih terperinci

WALIKOTA PROBOLINGGO

WALIKOTA PROBOLINGGO WALIKOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PEMANFAATAN LAHAN UNTUK PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN WALIKOTA PROBOLINGGO, Menimbang : a. bahwa dinamika perkembangan

Lebih terperinci

BAB V. KONSEP PERANCANGAN

BAB V. KONSEP PERANCANGAN BAB V. KONSEP PERANCANGAN A. KONSEP MAKRO 1. Youth Community Center as a Place for Socialization and Self-Improvement Yogyakarta sebagai kota pelajar dan kota pendidikan tentunya tercermin dari banyaknya

Lebih terperinci

VI. KARAKTERISTIK PENGUNJUNG TAMAN WISATA ALAM GUNUNG PANCAR. dari 67 orang laki-laki dan 33 orang perempuan. Pengunjung TWA Gunung

VI. KARAKTERISTIK PENGUNJUNG TAMAN WISATA ALAM GUNUNG PANCAR. dari 67 orang laki-laki dan 33 orang perempuan. Pengunjung TWA Gunung VI. KARAKTERISTIK PENGUNJUNG TAMAN WISATA ALAM GUNUNG PANCAR 6.1 Karakteristik Responden Penentuan karakteristik pengunjung TWA Gunung Pancar diperoleh berdasarkan hasil wawancara dan kuesioner dari 100

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bandar Udara Transportasi adalah kegiatan untuk memindahkan, menggerakkan, atau mengalihkan objek, baik itu barang maupun manusia, dari tempat asal ke tempat tujuan (Miro,

Lebih terperinci

BAB 2 EKSISTING LOKASI PROYEK PERANCANGAN. Proyek perancangan yang ke-enam ini berjudul Model Penataan Fungsi

BAB 2 EKSISTING LOKASI PROYEK PERANCANGAN. Proyek perancangan yang ke-enam ini berjudul Model Penataan Fungsi BAB 2 EKSISTING LOKASI PROYEK PERANCANGAN 2.1 Lokasi Proyek Proyek perancangan yang ke-enam ini berjudul Model Penataan Fungsi Campuran Perumahan Flat Sederhana. Tema besar yang mengikuti judul proyek

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 12 2016 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PENYEDIAAN DAN PENYERAHAN PRASARANA,

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wisata

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wisata 6 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wisata Pariwisata merupakan perjalanan dari satu tempat ke tempat lain, bersifat sementara, dilakukan perorangan maupun kelompok, sebagai usaha mencari keseimbangan atau keserasian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ruang Terbuka Hijau Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban space) dengan unsur vegetasi yang dominan. Perancangan ruang hijau kota harus memperhatikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya perkembangan perekonomian di kota-kota besar dan metropolitan seperti DKI Jakarta diikuti pula dengan berkembangnya kegiatan atau aktivitas masyarakat perkotaan

Lebih terperinci

Kesesuaian Prinsip-prinsip Fisik Konsep Neighbourhood Unit Dalam Penerapan Pengembangan Perumnas Bumi Rancaekek dan Bumi Serpong

Kesesuaian Prinsip-prinsip Fisik Konsep Neighbourhood Unit Dalam Penerapan Pengembangan Perumnas Bumi Rancaekek dan Bumi Serpong Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan ITB Kesesuaian Prinsip-prinsip Fisik Konsep Neighbourhood Unit Dalam Penerapan Pengembangan Perumnas Bumi Rancaekek dan Bumi Serpong Rufia Andisetyana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Setiap manusia selalu membutuhkan adanya rekreasi dan Olah raga. Jakarta sebagai kota metropolitan kususnya di Jakarta utara, dimana perkembangan penduduknya sangat

Lebih terperinci

LAMPIRAN V KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI KOTA MEDAN. Kualitas yang diharapkan

LAMPIRAN V KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI KOTA MEDAN. Kualitas yang diharapkan LAMPIRAN V KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI KOTA MEDAN Zona (berdasarkan Kawasan Lindung Kawasan Hutan Manggrove (Hutan Bakau Sekunder); Sungai, Pantai dan Danau; Rel Kereta Api pelindung ekosistim bakau

Lebih terperinci

PERANCANGAN TAPAK II DESTI RAHMIATI, ST, MT

PERANCANGAN TAPAK II DESTI RAHMIATI, ST, MT PERANCANGAN TAPAK II DESTI RAHMIATI, ST, MT DESKRIPSI OBJEK RUANG PUBLIK TERPADU RAMAH ANAK (RPTRA) Definisi : Konsep ruang publik berupa ruang terbuka hijau atau taman yang dilengkapi dengan berbagai

Lebih terperinci

DOKUMEN ATURAN BERSAMA DESA KARANGASEM, KECAMATAN PETARUKAN, KABUPATEN PEMALANG

DOKUMEN ATURAN BERSAMA DESA KARANGASEM, KECAMATAN PETARUKAN, KABUPATEN PEMALANG DOKUMEN ATURAN BERSAMA DESA KARANGASEM, KECAMATAN PETARUKAN, KABUPATEN PEMALANG KONDISI FAKTUAL KONDISI IDEAL ATURAN BERSAMA YANG DISEPAKATI A. LINGKUNGAN 1. Jaringan Jalan dan Drainase Banyak rumah yang

Lebih terperinci

KETERSEDIAAN KEBUTUHAN KEMAMPUAN. Kerangka Hubungan Lokasi Fasilitas, Gravitasi Fasilitas dan Pemanfaatan Fasilitas Pendidikan

KETERSEDIAAN KEBUTUHAN KEMAMPUAN. Kerangka Hubungan Lokasi Fasilitas, Gravitasi Fasilitas dan Pemanfaatan Fasilitas Pendidikan MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW 09-1303) SOSIAL INFRASTRUKTUR Fasilitas : Pendidikan,Kesehatan,Peribadatan, P ib d t Perdagangan 5 Oleh Dr.Ir.Rimadewi Supriharjo,MIP Jur. Perencanaan Wilayah

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI RIAU

PEMERINTAH PROVINSI RIAU PEMERINTAH PROVINSI RIAU DINAS CIPTA KARYA, TATA RUANG DAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI RIAU Oleh : Dr.Ir.H. DWI AGUS SUMARNO, MM., M.Si Kepala Dinas Cipta Karya, Tata Ruang dan Sumber Daya Air Provinsi Riau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fristiawati, 2015 PENGEMBANGAN TAMAN RA. KARTINI SEBAGAI RUANG REKREASI PUBLIK DI KOTA CIMAHI

BAB I PENDAHULUAN. Fristiawati, 2015 PENGEMBANGAN TAMAN RA. KARTINI SEBAGAI RUANG REKREASI PUBLIK DI KOTA CIMAHI BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Keberadan ruang terbuka publik di dalam suatu kota semakin terbatas. Pembangunan gedung-gedung tinggi dan kawasan industri yang merupakan trademark dari kemajuan suatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transportasi Pemindahan atau pergerakan adalah hasil dari kebutuhan manusia untuk bergerak dari satu tempat ke tempat lain untuk berbagai aktivitas yang dilakukan oleh manusia.

Lebih terperinci

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 KABUPATEN MAGETAN. INDIKATOR KINERJA Meningkatkan kualitas rumah ibadah dan

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 KABUPATEN MAGETAN. INDIKATOR KINERJA Meningkatkan kualitas rumah ibadah dan PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 KABUPATEN MAGETAN No SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA TARGET 1 2 3 4 1 Meningkatkan kualitas rumah ibadah dan 1. Jumlah rumah ibadah yang difasilitasi 400 jumlah kegiatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2010). Aksesibilitas adalah konsep yang luas dan fleksibel. Kevin Lynch

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2010). Aksesibilitas adalah konsep yang luas dan fleksibel. Kevin Lynch BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aksesibilitas 2.1.1. Pengertian Aksesibilitas Jhon Black mengatakan bahwa aksesibilitas merupakan suatu ukuran kenyamanan atau kemudahan pencapaian lokasi dan hubungannya satu

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. kembali adalah upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan cara

BAB 2 LANDASAN TEORI. kembali adalah upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan cara BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Redevelopment Redevelopment atau yang biasa kita kenal dengan pembangunan kembali adalah upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan cara mengganti sebagian dari,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pembangunan yang terjadi di wilayah perkotaan sedang mengalami perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan yang terjadi lebih banyak

Lebih terperinci

Pokok Bahasan : Konsep Ekologi 2 Sub Pokok Bahasan : a. Lingkungan alamiah dan buatan b. Ekologi kota c. Ekologi kota sebagai lingkungan terbangun

Pokok Bahasan : Konsep Ekologi 2 Sub Pokok Bahasan : a. Lingkungan alamiah dan buatan b. Ekologi kota c. Ekologi kota sebagai lingkungan terbangun MINGGU 4 Pokok Bahasan : Konsep Ekologi 2 Sub Pokok Bahasan : a. Lingkungan alamiah dan buatan b. Ekologi kota c. Ekologi kota sebagai lingkungan terbangun Lingkungan Alamiah Dan Buatan Manusia Para dipahami

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 34 TAHUN : 2000 SERI : D. 24 PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II INDRAMAYU NOMOR : 2 TAHUN 1996

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 34 TAHUN : 2000 SERI : D. 24 PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II INDRAMAYU NOMOR : 2 TAHUN 1996 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 34 TAHUN : 2000 SERI : D. 24 PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II INDRAMAYU NOMOR : 2 TAHUN 1996 T E N T A N G RENCANA UMUM TATA RUANG KOTA LOHBENER

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 8 BAB II LANDASAN TEORI II.1 Perumahan II.1.1 Pengertian Perumahan Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau hunian yang dilengkapi dengan prasarana lingkungan

Lebih terperinci

INDIKATOR PROGRAM UTAMA PEMBANGUNAN PEMANFAATAN RUANG KOTA GORONTALO TAHUN

INDIKATOR PROGRAM UTAMA PEMBANGUNAN PEMANFAATAN RUANG KOTA GORONTALO TAHUN LAMPIRAN IV INDIKATOR PROGRAM UTAMA PEMBANGUNAN PEMANFAATAN RUANG KOTA GORONTALO TAHUN 2010-2030 NO. PROGRAM KEGIATAN LOKASI BESARAN (Rp) A. Perwujudan Struktur Ruang 1 Rencana Pusat - Pembangunan dan

Lebih terperinci

b. Kebutuhan ruang Rumah Pengrajin Alat Tenun

b. Kebutuhan ruang Rumah Pengrajin Alat Tenun BAB V PROGRAM DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN Konsep program dasar perencanaan dan perancangan yang merupakan hasil dari pendekatan perencanaan dan perancangan, yang berupa segala sesuatu mengenai kebutuhan

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI WILAYAH KOTA SUKABUMI

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI WILAYAH KOTA SUKABUMI LAMPIRAN V : PERATURAN DAERAH KOTA SUKABUMI NOMOR : 11 TAHUN 2012 TENTANG : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SUKABUMI TAHUN 2011-2031 KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI WILAYAH KOTA SUKABUMI Pola Ruang Kota

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. merupakan Upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan terlebih dulu

BAB 2 LANDASAN TEORI. merupakan Upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan terlebih dulu 15 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Redevelopment Salah satu pengertian redevelopment menurut Prof. Danisworo merupakan Upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan terlebih dulu melakukan pembongkaran

Lebih terperinci

: Pendekatan ekologi terhadap tata guna lahan. b. Pemakaian Lahan Kota Secara Intensif

: Pendekatan ekologi terhadap tata guna lahan. b. Pemakaian Lahan Kota Secara Intensif MINGGU 7 Pokok Bahasan Sub Pokok Bahasan : Pendekatan ekologi terhadap tata guna lahan : a. Permasalahan tata guna lahan b. Pemakaian Lahan Kota Secara Intensif Permasalahan Tata Guna Lahan Tingkat urbanisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Rumah merupakan kebutuhan pokok manusia selain dari pada kebutuhan sandang dan pangan. Namun yang terjadi belakangan ini rumah sebagai sebuah kebutuhan pokok

Lebih terperinci

PROFIL DESA. Profil Kelurahan Loji. Kondisi Ekologi

PROFIL DESA. Profil Kelurahan Loji. Kondisi Ekologi 23 PROFIL DESA Pada bab ini akan diuraikan mengenai profil lokasi penelitian, yang pertama mengenai profil Kelurahan Loji dan yang kedua mengenai profil Kelurahan Situ Gede. Penjelasan profil masingmasing

Lebih terperinci

PERANCANGAN KOTA. Lokasi Alun - Alun BAB III

PERANCANGAN KOTA. Lokasi Alun - Alun BAB III BAB III DATA ALUN-ALUN KABUPATEN WONOGIRI Kabupaten Wonogiri, dengan luas wilayah 182.236,02 Ha secara geografis terletak pada garis lintang 7 0 32' sampai 8 0 15' dan garis bujur 110 0 41' sampai 111

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar1.1 Kemacetan di Kota Surabaya Sumber: 25/4/

BAB I PENDAHULUAN. Gambar1.1 Kemacetan di Kota Surabaya Sumber:  25/4/ BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada masa kini pola kehidupan manusia terlebih masyarakat kota besar atau masyarakat urban semakin modern, serba cepat, serba instan, sistematis, dan mekanis. Hal-

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. V.1 Konsep Dasar Perencanaan dan Perancangan

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. V.1 Konsep Dasar Perencanaan dan Perancangan BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN V.1 Konsep Dasar Perencanaan dan Perancangan Gambar 5.1 Lokasi Proyek Luas total perancangan Luas bangunan : 26976 m 2 Luas tapak : 7700 m 2 KDB 60% : 4620 m 2

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 17 TAHUN 2006 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG KOTA HAURGEULIS KABUPATEN INDRAMAYU TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 17 TAHUN 2006 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG KOTA HAURGEULIS KABUPATEN INDRAMAYU TAHUN PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 17 TAHUN 2006 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG KOTA HAURGEULIS KABUPATEN INDRAMAYU TAHUN 2004-2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAMAYU, Menimbang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami

I. PENDAHULUAN. sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan tingginya kepadatan penduduk dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Untuk mencapai sasaran studi diperlukan landasan teortis sebagai dasar dalam melakukan penelitian. Bab ini dimaksudkan untuk memaparkan landasan teoritis maupun kebijakan yang mendukung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Transportasi merupakan salah satu elemen yang sangat penting bagi kebutuhan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Transportasi merupakan salah satu elemen yang sangat penting bagi kebutuhan manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Transportasi merupakan salah satu elemen yang sangat penting bagi kebutuhan manusia untuk menunjang kehidupan perekonomian di masyarakat, baik dalam bentuk

Lebih terperinci

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN Visi dan misi merupakan gambaran apa yang ingin dicapai Kota Surabaya pada akhir periode kepemimpinan walikota dan wakil walikota terpilih, yaitu: V.1

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taman Lalu Lintas Taman Lalu Lintas merupakan wadah atau tempat bermain dan belajar berlalu lintas, baik untuk anak-anak maupun siapa saja yang peduli dan ingin mempelajari

Lebih terperinci

BAB III: DATA DAN ANALISA

BAB III: DATA DAN ANALISA BAB III: DATA DAN ANALISA 3.1. Data Fisik dan Non Fisik 2.1.1. Data Fisik Lokasi Luas Lahan Kategori Proyek Pemilik RTH Sifat Proyek KLB KDB RTH Ketinggian Maks Fasilitas : Jl. Stasiun Lama No. 1 Kelurahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... DAFTAR ISI Halaman Judul... i Halaman Pernataan Orisinalitas... ii Halaman Pengesahan... iii Halaman PersetujuanPublikasi... iv Abstrak... v Kata Pengantar... vi Daftar Isi... vii Daftar Gambar... x Daftar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. heterogen serta coraknya yang materialistis (Bintarto,1983:27). Kota akan selalu

I. PENDAHULUAN. heterogen serta coraknya yang materialistis (Bintarto,1983:27). Kota akan selalu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota adalah sebuah sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan diwarnai dengan strata sosial ekonomis yang heterogen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perumahan dan pemukiman merupakan kebutuhan dasar manusia dan mempunyai peranan strategis dalam pembentukan watak serta kepribadian bangsa, dan perlu dibina dan dikembangkan

Lebih terperinci

BAB II RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA BINJAI. 2.1 Penggunaan Lahan Di Kota Binjai

BAB II RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA BINJAI. 2.1 Penggunaan Lahan Di Kota Binjai BAB II RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA BINJAI 2.1 Penggunaan Lahan Di Kota Binjai Dari data hasil Sensus Penduduk 2010, laju pertumbuhan penduduk Kota Binjaitahun 2000 2010 telah mengalami penurunan menjadi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan 118 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Objek wisata Curug Orok yang terletak di Desa Cikandang Kecamatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Perubahan iklim akibat pemanasan global saat ini menjadi sorotan utama berbagai masyarakat dunia. Perubahan iklim dipengaruhi oleh kegiatan manusia berupa pembangunan

Lebih terperinci

2. Tata Ruang adalah wujud struktur dan pola pemanfaatan ruang baik yang direncanakan maupun tidak (Kamus Tata Ruang, Ditjen Cipta Karya, 1997).

2. Tata Ruang adalah wujud struktur dan pola pemanfaatan ruang baik yang direncanakan maupun tidak (Kamus Tata Ruang, Ditjen Cipta Karya, 1997). Oleh: Zaflis Zaim * Disampaikan dalam acara Sosialisasi Kebijakan Pengendalian Pemanfaatan Ruang, Hotel Sapadia Pasir Pengaraian, 21 Desember 2011. (*) Dosen Teknik Planologi, Program Studi Perencanaan

Lebih terperinci

V. KONSEP Konsep Dasar Pengembangan Konsep

V. KONSEP Konsep Dasar Pengembangan Konsep 37 V. KONSEP Konsep Dasar Konsep dasar dalam perencanaan ini adalah merencanakan suatu lanskap pedestrian shopping streets yang dapat mengakomodasi segala aktivitas yang terjadi di dalamnya, khususnya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang

PENDAHULUAN. banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan dunia era sekarang ini begitu cepat, ditandai dengan banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang sebelumnya kota telah berkembang menjadi

Lebih terperinci

BAB IV KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB IV KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BAB IV KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN Rumusan konsep ini merupakan dasar yang digunakan sebagai acuan pada desain studio akhir. Konsep ini disusun dari hasil analisis penulis dari tinjauan pustaka

Lebih terperinci

BAB I: PENDAHULUAN Latarbelakang.

BAB I: PENDAHULUAN Latarbelakang. BAB I: PENDAHULUAN 1.1. Latarbelakang Seiring dengan perkembangan Kota DKI Jakarta di mana keterbatasan lahan dan mahalnya harga tanah menjadi masalah dalam penyediaan hunian layak bagi masyarakat terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. (DIY) memiliki peran yang sangat strategis baik di bidang pemerintahan maupun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. (DIY) memiliki peran yang sangat strategis baik di bidang pemerintahan maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Kota Yogyakarta sebagai ibu kota Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) memiliki peran yang sangat strategis baik di bidang pemerintahan maupun perekonomian. Laju

Lebih terperinci

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah 2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah Permasalahan pembangunan daerah merupakan gap expectation antara kinerja pembangunan yang dicapai saat inidengan yang direncanakan serta antara apa yang ingin dicapai

Lebih terperinci

HIRARKI IV ZONASI. sub zona suaka dan pelestarian alam L.1. sub zona sempadan lindung L.2. sub zona inti konservasi pulau L.3

HIRARKI IV ZONASI. sub zona suaka dan pelestarian alam L.1. sub zona sempadan lindung L.2. sub zona inti konservasi pulau L.3 LAMPIRAN VI : PERATURAN DAERAH DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN TABEL-2 KLASIFIKASI ZONA DAN SUB ZONA HIRARKI I fungsi lindung adm fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk dapat memberikan pengaruh positif sekaligus negatif bagi suatu daerah. Di negara maju pertumbuhan penduduk mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengurangan tingkat..., Arini Yunita, FE UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengurangan tingkat..., Arini Yunita, FE UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN Salah satu permasalahan kota Jakarta yang hingga kini masih belum terpecahkan adalah kemacetan lalu lintas yang belakangan makin parah kondisinya. Ini terlihat dari sebaran lokasi kemacetan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 5 II. TINJAUAN PUSTAKA Permukiman Padat Kumuh Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1992, permukiman merupakan bagian dari lingkungan hidup, di luar kawasan lindung, baik berupa kawasan

Lebih terperinci

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP LAMPIRAN II PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI

Lebih terperinci

Konsep paradigma development from below sebagai suatu strategi. pembangunan bottom up planning. Pengembangan dari bawah pada

Konsep paradigma development from below sebagai suatu strategi. pembangunan bottom up planning. Pengembangan dari bawah pada 4.1. KONSEP DASAR PENGEMBANGAN WILAYAH 4.1.1. Pengembangan Dari Bawah Konsep paradigma development from below sebagai suatu strategi pembangunan bottom up planning. Pengembangan dari bawah pada dasarnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kendaraan itu harus berhenti, baik itu bersifat sementara maupun bersifat lama atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kendaraan itu harus berhenti, baik itu bersifat sementara maupun bersifat lama atau 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Parkir Kendaraan tidak mungkin bergerak terus-menerus, akan ada waktunya kendaraan itu harus berhenti, baik itu bersifat sementara maupun bersifat lama atau biasa

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN, WALIKOTA MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 14 TAHUN 2017 TENTANG PENYEDIAAN, PENYERAHAN, DAN PENGELOLAAN PRASARANA, SARANA, DAN UTILITAS PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DENGAN

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA PERENCANAAN

BAB IV ANALISA PERENCANAAN BAB IV ANALISA PERENCANAAN 4.1. Analisa Non Fisik Adalah kegiatan yang mewadahi pelaku pengguna dengan tujuan dan kegiatannya sehingga menghasilkan besaran ruang yang dibutuhkan untuk mewadahi kegiatannya.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kelangsungan hidup manusia karena lahan merupakan input penting yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. kelangsungan hidup manusia karena lahan merupakan input penting yang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Sumberdaya Lahan Lahan merupakan sumberdaya alam yang sangat penting untuk kelangsungan hidup manusia karena lahan merupakan input penting yang diperlukan untuk mendukung

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU KECAMATAN KOTA TENGAH KOTA GORONTALO. Sri Sutarni Arifin 1. Intisari

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU KECAMATAN KOTA TENGAH KOTA GORONTALO. Sri Sutarni Arifin 1. Intisari ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU KECAMATAN KOTA TENGAH KOTA GORONTALO Sri Sutarni Arifin 1 Intisari Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau khususnya pada wilayah perkotaan sangat penting mengingat besarnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Latar Belakang Perancangan. Pusat perbelanjaan modern berkembang sangat pesat akhir-akhir ini.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Latar Belakang Perancangan. Pusat perbelanjaan modern berkembang sangat pesat akhir-akhir ini. BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG 1.1.1. Latar Belakang Perancangan Pusat perbelanjaan modern berkembang sangat pesat akhir-akhir ini. Khususnya di DKI Jakarta. Di berbagai wilayah terus tumbuh pusat-pusat

Lebih terperinci

PEMANFAATAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KELURAHAN WAWOMBALATA KOTA KENDARI TUGAS AKHIR

PEMANFAATAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KELURAHAN WAWOMBALATA KOTA KENDARI TUGAS AKHIR PEMANFAATAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KELURAHAN WAWOMBALATA KOTA KENDARI TUGAS AKHIR Oleh : RIAS ASRIATI ASIF L2D 005 394 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

RPJMD Kab. Temanggung Tahun V 29

RPJMD Kab. Temanggung Tahun V 29 TARGET INDIKATOR Rasio Petugas Perlindungan Masyarakat (linmas) Rasio 1,64 1,59 1,59 1,60 1,60 1,62 1,62 1,62 TERWUJUDNYA TEMANGGUNG SEBAGAI DAERAH AGRARIS BERWAWASAN LINGKUNGAN, MEMILIKI MASYARAKAT AGAMIS,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sesuatu yang merupakan penunjang terselenggaranya suatu proses (usaha,

BAB 1 PENDAHULUAN. sesuatu yang merupakan penunjang terselenggaranya suatu proses (usaha, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infrastruktur, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, adalah segala sesuatu yang merupakan penunjang terselenggaranya suatu proses (usaha, pembangunan, proyek, dsb);

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman kondisi fisik yang tersebar di seluruh Kabupaten, Hal ini menjadikan

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman kondisi fisik yang tersebar di seluruh Kabupaten, Hal ini menjadikan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Propinsi Lampung merupakan wilayah yang memiliki kekayaan alam yang melimpah dan keanekaragaman kondisi fisik yang tersebar di seluruh Kabupaten, Hal ini menjadikan Propinsi

Lebih terperinci