BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARALABA. Konsep waralaba atau franchise muncul sejak 200 tahun sebelum masehi. Saat itu,

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARALABA. Konsep waralaba atau franchise muncul sejak 200 tahun sebelum masehi. Saat itu,"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARALABA A. Sejarah dan Perkembangan Waralaba Konsep waralaba atau franchise muncul sejak 200 tahun sebelum masehi. Saat itu, seorang pengusaha Cina memperkenalkan konsep rangkaian toko untuk mendistribusikan produk makanan dengan merek tertentu. Kemudian, di Prancis pada tahun 1200-an, penguasa negara dan penguasa gereja mendelegasikan kekuasaan mereka kepada para pedagang dan ahli pertukangan melalui apa yang dinamakan diartes de franchise, yaitu hak untuk menggunakan atau mengolah hutan yang berada di bawah kekuasaan negara atau gereja. Sebagai imbalannya, penguasa negara atau penguasa gereja menuntut jasa tertentu atau uang. Namun, sebenarnya waralaba dengan pengertian yang kita kenal saat ini berasal dari Amerika Serikat 13. Johannes Ibrahim dan Lindawaty Sewu mengatakan kata franchise berasal dari bahasa Prancis kuno yang berarti bebas. Pada abad pertengahan franchise diartikan sebagai hak utama atau kebebasan. Saat itu, pemerintahan setempat atau lord (gelar kebangsawanan di Inggris biasanya dimiliki oleh tuan tanah setempat) memberikan hak khusus seperti untuk mengoperasikan kapal feri atau untuk berburu di tanah miliknya. Saat itu franchise dikenal sebagai keseluruhan aktivitas bisnis yang ditujukan untuk membangun jalan dan pembuatan bir. Pada intinya, raja memberikan hak untuk monopoli kepada seseorang dalam melaksanakan aktivitas bisnis tertentu. Di Jerman konsep franchise berkembang pada sekitar tahun 1840-an. Saat itu, telah mulai diberikan hak khusus untuk 13 Adrian Sutedi, Hukum Waralaba, Penerbit Gahlia Indonesia, Jakarta, 2008, hlm 1

2 menjual minuman. Hal ini merupakan konsep awal dari franchising yang kita kenal sekarang 14. Di Amerika Serikat, waralaba mulai dikenal kurang lebih 2 abad yang lalu ketika perusahaan-perusahaan bir memberikan lisensi kepada perusahaan-perusahaan kecil sebagai upaya mendistribusikan produk mereka. Sistem waralaba di Amerika Serikat pertama kali dimulai pada tahun Pada saat itu, di Amerika Serikat timbul yang dinamakan sistem waralaba Amerika generasi pertama, yang disebut sebagai straight product franchising (waralaba produksi murni). Pada mulanya, sistem ini berupa pemberian lisensi bagi penggunaan nama pada industri minuman (Coca-Cola), kemudian berkembang sebagai sistem pemasaran pada industri mobil (General-Motors). Kemudian, sistem waralaba ini dikembangkan oleh produsen bahan bakar, yang memberikan hak waralaba kepada pemilik pompa bensin sehingga terbentuk jaringan penyediaan untuk memenuhi suplai bahan bakar dengan cepat 15. Setelah Perang Dunia II, di Amerika Serikat berkembang sistem waralaba generasi kedua, yang disebut sebagai entire business franchising. Dalam sistem yang semakin berkembang ini, ikatan perjanjian tidak lagi hanya mengenai satu aspek produksi, tetapi cenderung meliputi seluruh aspek pengoperasian perusahaan pemberi waralaba. Pemberi waralaba (franchisor) membawa satu paket prestasi kepada penerima waralaba (franchise) berupa bentuk atau dekorasi tempat usaha, konsep kebijakan perusahaan, dan sistem manajemen atau organisasi perusahaan. Franchisor mengarahkan dan meleburkan para franchise ke dalam suatu sistem yang telah franchisor tetapkan Johannes Ibrahim dan Lindawati Sewu, Hukum Bisnis dalam Persepsi Manusia Modern, Penerbit Refika Aditama, Bandung, 2004, hlm Anonymous, Franchise dan Pengertiannya, Harian Pikiran Rakyat, 3 Februari Adrian Sutedi, Op. Cit, hlm.2

3 Di Indonesia, waralaba mulai dikenal pada 1950-an dengan munculnya dealer kendaraan bermotor melalui pembelian lisensi atau menjadi agen tunggal pemilik merek. Waralaba di Indonesia semakin berkembang ketika masuknya waralaba asing pada tahun 80-90an. KFC, McDonald s, Burger King dan Wendys adalah sebagian dari jejaring waralaba asing yang masuk ke Indonesia pada awal-awal berkembangnya waralaba di Indonesia. Perusahaan-perusahaan waralaba lokal juga mengalami pertumbuhan pada masa itu, salah satunya adalah Es Teler 77. Pesatnya pertumbuhan penjualan sistem waralaba disebabkan oleh faktor popularitas franchisor. Hal ini tercermin dari kemampuannya untuk menawarkan suatu bidang usaha yang probabilitas keberhasilannya tinggi. Sebagai salah satu lembaga hukum hak milik intelektual, waralaba saat itu terus dijadikan sebagai sarana untuk mendorong investasi pada skala internasional dan juga teknik pemasaran yang berperan untuk membantu perkembangan bisnis kecil lokal 17. B. Pengertian Waralaba Pengertian waralaba menurut peraturan perundang-undangan dapat ditemukan pengaturannya dalam Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba, yaitu: hak khusus yang dimiliki oleh orang perseorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha dalam rangka memasarkan barang atau jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat dimanfaatkan atau digunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian waralaba. Berdasarkan pengertian yang telah diberikan oleh Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba, terdapat unsur-unsur penting dalam waralaba yaitu: 17 Anonymous, Mc Donald s Hamburger: Suatu Jaringan Franchise Internasional Kini telah Memiliki Outlet di Jakarta, Harian Kompas, 21 Januari 1990

4 1. Waralaba adalah hak khusus yang merupakan suatu Hak Kekayaan Intelektual yang dimiliki oleh seseorang atau badan hukum tertentu; 2. Waralaba diselenggarakan atas dasar perjanjian. Berikut ini defenisi waralaba yang diuraikan oleh para ahli, yaitu: kata franchise berasal dari bahasa Prancis affranchir yang artinya to free (membebaskan). Dengan istilah franchise di dalamnya terkandung seseorang memberikan kebebasan dari ikatan yang menghalangi kepada orang lain untuk menggunakan atau membuat atau menjual sesuatu 18. Franchise ini merupakan suatu metode untuk melakukan bisnis, yaitu suatu metode untuk memasarkan produk atau jasa ke masyarakat. Lebih spesifik lagi, franchising adalah suatu konsep pemasaran. Sedangkan pakar lain melihat franchise tidak hanya sekedar suatu metode atau konsep tetapi lebih merupakan suatu sistem. Suatu metode atau konsep yang dapat dioperasionalkan dalam kerangka atau tatanan yang membuat hubungan lebih teratur dan terarah, antar subsistem yang satu dengan subsistem yang lain. Oleh karenanya franchise diartikan sebagai suatu sistem pemasaran atau sistem usaha untuk memasarkan produk atau jasa tertentu 19. Franchise adalah hak istimewa untuk menggunakan nama atau untuk menjual produk/jasa layanan. Hak itu diberikan oleh pengusaha pabrik untuk penyedia pada penjual eceran untuk menggunakan berbagai produk dan nama dengan berdasarkan syarat-syarat yang telah disetujui bersama (dalam hubungan yang saling menguntungkan). Franchise diinterprestasikan sebagai pembebasan dari pembatasan tertentu, atau kemungkinan untuk melaksanakan tindakan tertentu, yang untuk orang lain dilarang. Dalam Moch. Basarah, Bisnis Franchise dan Aspek-aspek Hukumnya, Penerbit Citra Aditya Bakti, Bandung, 2008, hlm Richard Burton Simatupang, Aspek Hukum dalam Bisnis, Penerbit Rhineka Cipta, Jakarta, 2007 hlm Faisal Santiago, Pengantar Hukum Bisnis, Penerbit Mitra Wacana Media, Jakarta, 2012, hlm 75

5 bahasa Inggris, franchise diterjemahkan dalam pengertian privilege (hak istimewa/hak khusus). Di Amerika Serikat, franchise diartikan konsesi 21. Menurut Johannes Ibrahim dan Lindawaty Sewu, menterjemahkan pengertian franchise dari Black s Law Dictionary sebagai berikut 1. Franchise adalah hak istimewa untuk melakukan hal-hal tertentu yang diberikan oleh pemerintah pada individu atau perusahaan yang terbentuk badan hukum, dan hak tersebut tidak dimiliki oleh penduduk pada umumnya. 2. Franchise adalah hak istimewa untuk menggunakan nama atau untuk menjual produk/jasa layanan. Hak itu diberikan oleh pengusaha pabrik atau penyedia pada penjual eceran untuk menggunakan berbagai produk dan nama dengan berdasarkan syarat-syarat yang telah disetujui bersama (dalam hubungan yang saling menguntungkan). 3. Franchise adalah lisensi dari pemilik merek dagang atau nama dagang yang mengizinkan orang lain untuk menjual produk atau jasa layanan di bawah nama atau merek tersebut. Douglas J. Queen memberikan pengertian franchise sebagai suatu metode perluasan pemasaran dan bisnis. Suatu bisnis memperluas pasar dan distribusi produk serta pelayanannya dengan membagi bersama standar pemasaran dan operasional. Pemegang franchise yang membeli suatu bisnis yang menarik manfaat dari kesadaran pelanggan akan nama dagang, sistem teruji dan pelayanan lain yang disediakan pemilik franchise 23. Lebih lanjut Queen mengemukakan bahwa pemilik franchise memperkenankan pemegang franchise menggunakan nama dagang, produk, teknik dan proses franchise. Selain itu diharuskan mengikuti standar melalui persetujuan lisensi. Kekuatan sistem dan kemauan baik yang diasosiasikan dengan nama dagang, sebagian besar bergantung pada taatnya pemegang franchise mengikuti sistem secara konsisten dan mutu produk yang sudah diketahui umum dimiliki oleh organisasi tersebut. 22 : 21 Adrian Sutedi, Op.Cit, hlm Johannes Ibrahim dan Lindawati Sewu, Op.Cit, hlm J. Queen, Pedoman Membeli dan Menjalankan Franchise, Terjemah, Penerbit Elex Media Komputindo, Jakarta, 1993, hlm 4-5.

6 Franchise merupakan sistem usaha yang memiliki ciri khas tertentu berupa jenis produk dan bentuk yang diusahakan, identitas perusahaan (logo, desain, merek bahkan termasuk pakaian dan penampilan karyawan perusahaan), rencana pemasaran dan bantuan operasional 24. Di dalam kamus ekonomi bisnis perbankan mengartikan bahwa franchise adalah suatu hak tunggal yang diberikan kepada perorangan atau suatu organisasi, oleh suatu pihak lain, baik perorangan atau organisasi (perusahaan, pemerintah dan sebagainya) untuk menjalankan suatu wewenang khususnya menyangkut perbuatan atau penjualan di wilayah tertentu 25. Martin Mendelsohn mengartikan franchise sebagai pemberian sebuah lisensi kepada pihak lain, lisensi tersebut memberikan hak kepada franchisee untuk berusaha dengan menggunakan merek dagang franchisor, dan untuk menggunakan keseluruhan paket, yang terdiri dari seluruh elemen yang diperlukan untuk membuat seseorang yang sebelumnya belum terlatih dalam menjalankan bisnis, dan untuk menjalankan dengan bantuan terusmenerus atas dasar-dasar yang telah ditentukan sebelumnya Martin D. Fern, melihat franchise dari aspek/unsurnya, yang mensyaratkan adanya empat unsur yaitu 27 : a. Pemberian hak untuk berusaha dalam bisnis tertentu; b. Lisensi untuk menggunakan tanda pengenal usaha, biasanya suatu merek dagang atau merek jasa, yang akan menjadi ciri pengenal dari bisnis franchise; c. Lisensi untuk menggunakan rencana pemasaran dan bantuan yang luas oleh franchisor kepada franchise; dan Rooseno Harjowidigno, Perspektif Pengaturan Perjanjian Franchise, Makalah Pertemuan Ilmiah tentang Usaha Franchise dalam Menunjang Pembangunan Ekonomi, BPHN, Jakarta, 1993, hlm T. Guritno, Kamus Ekonomi Bisnis Perbankan, Cetakan I, Penerbit Gajah Mada University Press, Yogyakarta, 1992, hlm Martin Mendelsohn, Franchising: Petunjuk Praktis bagi Franchisor dan Franchisee, Penerbit Pustaka Binaman Perssindo, Jakarta, 1997, hlm Juajir Sumardi, Op.Cit, hlm. 9.

7 d. Pembayaran oleh franchise kepada franchisor berupa sesuatu yang bernilai bagi franchisor selain dari harga borongan bonafide atas barang yang terjual. Semua pengertian yang telah dipaparkan di atas menunjukkan bahwa franchise pada dasarnya mengandung elemen-elemen pokok sebagai berikut: a. Franchisor yaitu pihak pemilik/produsen dari barang atau jasa yang telah memiliki merek tertentu serta memberikan atau melisensikan hak eksklusif tertentu untuk pemasaran dari barang atau jasa itu. b. Franchisee yaitu pihak yang menerima hak eksklusif itu dari franchisor. c. Adanya penyerahan hak-hak secara eksklusif (dalam praktek meliputi berbagai macam hak milik intelektual/hak milik perindustrian) dari franchisor kepada franchisee. d. Adanya penetapan wilayah tertentu, franchise area dimana franchisee diberikan hak untuk beroperasi diwilayah tertentu. e. Adanya imbal prestasi dari franchisee kepada franchisor yang berupa Franchise Fee dan Royalties serta biaya-biaya lain yang disepakati oleh kedua belah pihak. f. Adanya standar mutu yang ditetapkan oleh franchisor bagi franchisee, serta supervisi secara berkala dalam rangka mempertahankan mutu. g. Adanya pelatihan awal, pelatihan yang berkesinambungan, yang diselenggarakan oleh franchisor guna peningkatan keterampilan. Dari sudut pandang ekonomi franchise adalah hak yang diberikan secara khusus kepada seseorang atau kelompok, untuk memproduksi atau merakit, menjual, memasarkan suatu produk atau jasa. Sedangkan dari sudut pandang hukum franchise adalah perjanjian legal antara dua pihak dalam bekerja sama memproduksi, merakit, menjual dan memasarkan suatu produk/jasa.

8 Kata waralaba pertama kali diperkenalkan oleh Lembaga Pendidikan dan Pembinaan Manajemen (LPPM) sebagai padanan kata franchise. Amir Karamoy menyatakan bahwa waralaba bukan terjemahan langsung konsep franchise. Dalam konteks bisnis, franchise berarti kebebasan untuk menjalankan usaha secara mandiri di wilayah tertentu. Waralaba berasal dari kata wara yang berarti lebih atau istimewa dan laba berarti untung. Jadi, waralaba berarti usaha yang memberikan keuntungan lebih/istimewa. Lebih lanjut Amir Karamoy menyatakan bahwa secara hukum waralaba berarti persetujuan legal atas pemberian hak atau keistimewaan untuk memasarkan suatu produk jasa dari pemilik (pewaralaba) kepada pihak lain (terwaralaba), yang diatur dalam suatu aturan permainan tertentu 28. C. Jenis-jenis Waralaba Pada umumnya, waralaba dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu sebagai berikut 29 : 1. Distributorships (Product Franchise). Dalam waralaba ini, franchisor memberikan lisensi kepada franchise untuk menjual barang-barang hasil produksinya. Pemberian lisensi ini bisa bersifat eksklusif ataupun noneksklusif. Seringkali terjadi franchise diberi hak eksklusif untuk memasarkan disuatu wilayah tertentu. 2. Chain-Stale Business. Jenis waralaba inilah yang paling banyak dikenali masyarakat. Dalam jenis ini, franchise mengoperasikan suatu kegiatan bisnis dengan memakai franchisor. Sebagai imbalan dari penggunaan nama franchisor, maka franchise harus mengikuti metode-metode standar pengoperasian dan berada dibawah pengawasan franchisor. Dalam hal bahan-bahan yang digunakan, pilihan tempat usaha, desain tempat usaha, jam penjualan, persyaratan hara karyawan, dan lain-lain. hlm Amir Karamoy, Sukses Usaha Lewat Waralaba, Penerbit Jurnalindo Aksara Grafika, Jakarta, 1996, 29 Setiawan, Aneka Masalah Hukum dan Hukum Acara Perdata, Penerbit Alumni, Bandung, 1992, hlm.

9 3. Manufacturing atau Processing Plants. Dalam waralaba jenis ini, franchisor memberitahukan bahan-bahan serta tata cara pembuatan suatu produk, termasuk di dalamnya formula-formula rahasianya. Franchise memproduksi, kemudian memasarkan barang-barang ini sesuai standar yang telah ditetapkan franchisor. Model bisnis waralaba ada tiga macam, yaitu waralaba jasa, waralaba barang, dan waralaba distribusi. Tiga bentuk waralaba ini ditemukan dalam kategorisasi waralaba yang dibuat oleh European Court of Justice pada putusannya dalam kamus Pronuptia. Kombinasi ketiga bentuk waralaba tersebut terdapat di Indonesia yang umumnya dapat ditemui pada usaha restoran cepat saji, seperti pada McDonald s dan Kentucky Fried Chicken 30. Di Indonesia sistem waralaba setidaknya dibagi menjadi empat jenis, yaitu sebagai berikut : 1. Waralaba dengan sistem format bisnis. 2. Waralaba bagi keuntungan. 3. Waralaba kerjasama investasi. 4. Waralaba produk dan merek dagang. Dari keempat jenis sistem waralaba tersebut, sistem waralaba yang berkembang di Indonesia saat ini ialah waralaba produk dan merek dagang serta waralaba sistem format bisnis 31. Waralaba produk dan merek dagang (product and trade franchise) merupakan bentuk waralaba paling sederhana. Dalam waralaba produk dan merek dagang, franchisor memberikan hak kepada franchisee untuk menjual produk yang dikembangkan oleh 30 Adrian Sutedi, Op. Cit. hlm Ibid

10 franchisor yang disertai dengan pemberian izin untuk menggunakan merek dagang milik franchisor 32. Waralaba format bisnis (business format franchise) adalah sistem waralaba yang tidak hanya menawarkan merek dagang dan logo, tetapi juga menawarkan sistem yang komplit dan komprehensif mengenai tata cara menjalankan bisnis, termasuk didalamnya pelatihan dan konsultasi usaha. Dalam hal pemasaran, penjualan, pengelolahan stok, akunting, personalia, pemeliharaan dan pengembangan bisnis. Dengan kata lain, waralaba format bisnis adalah pemberian sebuah lisensi oleh seseorang (franchisor) kepada pihak lain (franchisee). Lisensi tersebut memberikan hak kepada franchise untuk berusaha dengan menggunakan merek dagang/nama dagang franchisor dan untuk menggunakan keseluruhan paket yang terdiri dari seluruh elemen, yang diperlukan untuk membuat seorang yang sebelumnya belum terlatih dalam bisnis dan untuk menjalankannya dengan bantuan yang terus-menerus atas dasar-dasar yang telah ditentukan 33 Martin Mandelson menyimpulkan bahwa dalam waralaba format bisnis terdapat ciriciri sebagai berikut : Konsep bisnis yang menyeluruh dari franchisor. Konsep ini berhubungan dengan pengembangan cara untuk menjalankan bisnis secara sukses yang seluruh aspeknya berasal dari franchisor. Franchisor akan mengembangkan suatu cetak biru sebagai dasar pengelolaan waralaba format bisnis tersebut. 2. Adanya proses permulaan dan pelatihan atas seluruh aspek pengelolaan bisnis yang sesuai dengan konsep franchisor. Franchise akan diberikan pelatihan mengenai metode bisnis yang diperlukan untuk mengelola bisnis sesuai dengan cetak biru yang telah dibuat oleh franchisor. Pelatihan ini biasanya menyangkut pelatihan penggunaan peralatan khusus, metode pemasaran, penyiapan produk, dan penerapan proses. Dalam pelatihan ini diharapkan franchise menjadi ahli pada seluruh bidang yang diperlukan untuk menjalankan bisnis yang khusus tersebut Anonymous, Mengenal Istilah Waralaba, diaskes tanggal 27 September 33 Martin Mendelson, Op Cit, hlm Ibid

11 3. Proses bantuan dan bimbingan yang terus-menerus dari pihak franchisor. Menurut Juadir Sumardi, usaha bisnis waralaba dibagi menjadi dua jenis, yaitu : 1. Waralaba Format Bisnis. Dalam waralaba format bisnis, pemegang waralaba (franchise) memperoleh hak untuk memasarkan dan menjual produk atau pelayanan dalam suatu wilayah atau lokasi yang spesifik dengan menggunakan standar operasional dan pemasaran dari franchisor. Dalam bentuk ini terdapat tiga jenis waralaba yaitu, waralaba format pekerjaan, format usaha dan format investasi. 2. Waralaba Format Distribusi Pokok. Dalam waralaba format ini, franchise memperoleh lisensi untuk memasarkan produk dari suatu perusahaan tunggal dalam lokasi yang spesifik. Franchisor juga dapat memberikan franchise wilayah tertentu, dimana franchise wilayah mendapat hak untuk menjual kepada sub franchise di wilayah geografis tertentu. Franchise itu bertanggung jawab atas beberapa atau seluruh pemasaran sub franchise melatih da membantu sub franchise baru, dan melakukan pengendalian dukungan operasi, serta program penagihan royalty 35. D. Pengembangan Peraturan Perundang-Undangan Waralaba di Indonesia Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 1977 tanggal 18 Juni 1997 yang kini telah dicabut dengan dikeluarkannya peraturan terbaru yaitu Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2007 tanggal 23 Juli Waralaba menurut pasal 1 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 1977 adalah perikatan dimana salah satu pihak diberikan hak untuk memanfaatkan dan menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan ciri khas usaha yang dimiliki pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan dan atau penjualan barang atau jasa. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2007 pasal 1 ayat (1) menyebutkan pengertian waralaba adalah hak khusus yang dimiliki oleh orang perorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha dalam rangka 35 Adrian Sutedi,Op.Cit.hlm.17

12 memasarkan barang atau jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat dimanfaatkan atau digunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian waralaba. Dalam franchise ada dua pihak yang terlibat yaitu franchisor atau pemberi waralaba dan franchise atau penerima waralaba dimana masing-masing pihak terikat dalam suatu perjanjian yaitu perjanjian waralaba. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2007 dalam pasal 1 ayat (2) yang dimaksud franchisor atau pemberi waralaba adalah orang perseorangan atau badan usaha yang memberikan hak untuk memanfaatkan atau menggunakan waralaba yang dimilikinya kepada penerima waralaba. Dan dalam pasal 1 ayat (3) yang dimaksud franchise atau penerima waralaba adalah orang perseorangan atau badan usaha yang diberikan hak oleh pemberi waralaba untuk memanfaatkan atau menggunakan waralaba yang dimiliki pemberi waralaba. Sementara itu dalam pasal (3) ada enam syarat yang harus dimiliki suatu usaha apabila ingin diwaralabakan yaitu : a. Memiliki ciri khas Suatu usaha yang memiliki keunggulan atau perbedaan yang tidak mudah ditiru atau dibandingkan dengan usaha lain yang sejenis dan membuat konsumen selalu mencari ciri khas dimaksud. Misalnya sistem manajemen, cara penjualan dan pelayanan, penataan atau cara distribusi yang merupakan karakteristik khusus dari pemberi waralaba. b. Terbukti sudah memberikan keuntungan Menunjuk pada pengalaman pemberi waralaba yang telah dimiliki yang kurang lebih 5 tahun dan telah mempunyai kiat-kiat bisnis untuk mengatasi masalah-masalah dalam perjalanan usahanya, dan ini terbukti dengan masih bertahan dan berkembangnya usaha tersebut dengan menguntungkan.

13 c. Memiliki standar atas pelayanan barang atau jasa yang ditawarkan yang dibuat secara tertulis Usaha tersebut sangat membutuhkan standar secara tertulis supaya penerima waralaba dapat melaksanakan usaha dalam kerangka kerja yang jelas dan sama (standar operasional prosedur). d. Mudah diajarkan dan diaplikasikan Mudah dilaksanakan sehingga penerima waralaba yang belum memiliki pengalaman atau pengetahuan mengenai usaha sejenis dapat melaksanakannya dengan baik sesuai dengan bimbingan operasional dan manajemen yang berkesinambungan yang diberikan oleh pemberi waralaba. e. Adanya dukungan yang berkesinambungan Dukungan dari pemberi waralaba kepada penerima waralaba secara terus-menerus seperti bimbingan operasional, pelatihan dan promosi. f. Hak kekayaan intelektual yang telah terdaftar Hak kekayaan intelektual yang terkait dengan usaha seperti merek, hak cipta, hak paten, lisensi atau rahasia dagang sudah didaftarkan dan mempunyai sertifikat atau sedang dalam proses pendaftaran di instansi yang berwenang. Dalam sistem franchise ada pos-pos biaya yang normal dikeluarkan sebagai berikut 36 : 1. Royalty Pembayaran oleh pihak franchise kepada pihak franchisor sebagai imbalan dari pemakaian hak franchise oleh franchisee. Walaupun tidak tertutup kemungkinan pembayaran royalty pada suatu waktu dalam jumlah tertentu yang sebelumnya tidak diketahuinya (sistem lumsump) 36 Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis, Penerbit Citra Aditya Bakti, Bandung, 2005, hlm

14 2. Franchise fee Franchise fee adalah biaya pembelian hak waralaba yang dikeluarkan oleh pembeli waralaba (franchisee) setelah dinyatakan memenuhi persyaratan sebagai franchisee sesuai kriteria franchisor. Umumnya franchise fee dibayarkan hanya satu kali saja dan akan dikembalikan oleh franchisor kepada franchise dalam bentuk fasilitas pelatihan awal, dan dukungan set up awal dari outlet pertama yang akan dibuka oleh franchisee 37. Franchisee dalam hal ini menerima hak untuk berdagang di bawah nama dan sistem yang sama, pelatihan, serta berbagai keuntungan lainnya. Sama halnya dengan memulai bisnis secara mandiri, franchisee bertanggung jawab untuk semua biaya yang muncul guna memulai usaha ini tetapi kemungkinan mengeluarkan uang lebih rendah karena kekuatan jaringan yang dimiliki oleh franchisor. 3. Direct Expenses Biaya langsung yang harus dikeluarkan sehubungan dengan pengembangan bisnis franchise. Misalnya, terhadap pemondokan pihak yang akan menjadi pelatih dan feenya, biaya pelatihan dan biaya pada saat pembukaan. 4. Biaya sewa Ada beberapa franchisor yang menyediakan tempat bisnis, maka dalam hal demikian pihak franchisee harus membayar harga sewa tempat tersebut kepada franchisor agar tidak timbul disputes di kemudian hari. 5. Marketing and advertising fees Franchisee ikut menanggung biaya dengan menghitungnya, baik secara persentase dari omset penjualan ataupun jika ada marketing atau iklan tertentu. 37 S. Muharam, Istilah-istilah Dalam Waralaba, SMfr Franchise, 2002

15 6. Assignment fees Biaya yang harus dibayar oleh pihak franchisee kepada pihak franchisor jika pihak franchisee mengalihkan bisnisnya kepada pihak lain, termasuk bisnis yang merupakan objeknya franchise. Oleh pihak franchisor biaya itu dimanfaatkan untuk kepentingan persiapan pembuatan perjanjian penyerahan, pelatihan pemegang franchise yang baru dan sebagainya. Setiap hubungan bisnis yang ada selalu saja ada faktor kerugian dan keuntungannya. Demikian juga dengan bisnis franchise ada keuntungan dan kerugian yang terjadi di dalamnya. Keuntungan dari bisnis franchise dapat dikemukakan sebagai berikut 38 : 1. Diberikannya latihan dan pengalaman yang diberikan oleh franchisor. Latihan awal ini diikuti oleh pengawasan yang berlanjut. 2. Diberikannya bantuan finansial dari franchisor. Biaya permulaan tinggi, dan sumber modal dari pengusaha sering terbatas. Bila prospek usaha dianggap suatu resiko yang baik, franchisor sering memberikan dukungan finansial kepada franchise. 3. Diberikannya penggunaan nama perdagangan, produk atau merek yang telah dikenal secara luas. Kerugian dalam bisnis franchise antara lain sebagai berikut : 1. Adanya program latihan yang dijanjikan oleh franchisor kedangkala jauh dari apa yang diinginkan oleh franchisee. 2. Perincian setiap hari tentang penyelenggaraan perusahaan sering diabaikan. 3. Hanya sedikit sekali kebebasan yang diberikan kepada franchisee untuk menjalankan akal budi mereka sendiri. Mereka mendapatkan diri mereka terikat pada suatu kontrak yang melarang untuk membeli baik peralatan maupun perbekalan dari tempat lain. Pada 38 Richard Burton Simatupang, Op.Cit, hlm

16 bisnis franchisee jarang mempunyai hak untuk menjual perusahaan kepada pihak ketiga tanpa terlebih dahulu menawarkannya kepada franchisor dengan harga yang sama. Dalam format bisnis waralaba, terdiri dari beberapa unsur yaitu : 1. Single unit franchise Format yang paling sederhana dan paling banyak digunakan karena kemudahannya. Pewaralaba memberikan hak kepada terwaralaba untuk menjalankan usaha atas nama usahanya, dengan panduan prosedur yang telah ditetapkan sebelumnya. Terwaralaba hanya diperkenankan untuk menjalankan usahanya pada sebuah cabang/unit yang telah disepakati. 2. Area franchise Hak waralaba yang diberikan kepada individu atau perusahaan meliputi wilayah geografis yang telah ditentukan dalam perjanjian waralaba (franchise agreement). Pada prakteknya area franchise dapat diberikan target dan dead line berkaitan dengan jumlah outlet yang harus dibuka. 3. Master franchise Format master franchise memberikan hak pada pemegangnya untuk menjalankan usahanya disebuah teritori ataupun sebuah negara dan bukan hanya membuka usaha, pemegang hak dapat menjual lisensi kepada sub franchise dengan ketentuan yang telah disepakati 39. Pelaksanaan perjanjian waralaba ini dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2007 pada pasal 4 ayat (1) disebutkan bahwa waralaba diselenggarakan berdasarkan perjanjian terulis antara pemberi waralaba dengan penerima waralaba dengan memperhatikan hukum Indonesia dan pada pasal 4 ayat (2) disebutkan pula dalam hal 39 diakses tanggal 25 September 2013

17 perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditulis dalam bahasa asing, perjanjian tersebut harus diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Dengan demikian, apabila pihak pewaralaba pihak asing, sedangkan terwaralaba adalah Indonesia, maka perjanjiannya terikat pada Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang waralaba. Sedangkan untuk format perjanjian itu sendiri tidak menyebutkan harus menggunakan akta notaris atau tidak, baik dalam peraturan yang lama maupun peraturan yang baru. Ketentuan pasal 5 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2007, perjanjian waralaba memuat klausula paling sedikit : a. Nama dan alamat para pihak; b. Jenis hak kekayaan intelektual; c. Kegiatan usaha; d. Hak dan kewajiban para pihak; e. Bantuan, fasilitas, bimbingan operasional, pelatihan dan pemasaran yang diberikan pemberi waralaba kepada penerima waralaba; f. Wilayah usaha; g. Jangka waktu perjanjian; h. Tata cara pembayaran imbalan; i. Kepemilikan, perubahan kepemilikan dan hak ahli waris; j. Penyelesaian sengketa; dan k. Tata cara perpanjangan, pengakhiran dan pemutusan perjanjian. Selanjutnya dijelaskan pula dalam pasal 6 ayat (1) bahwa dalam perjanjian waralaba ini dapat memuat klausula pemberian hak bagi penerima waralaba untuk menunjuk penerima waralaba lain dan dalam ayat (2) ditegaskan kembali bahwa penerima waralaba yang diberi

18 hak untuk menunjuk penerima waralaba lain, harus memiliki dan melaksanakan sendiri paling sedikit satu tempat usaha waralaba. Dalam pasal 7 disebutkan kewajiban pemberi waralaba, dimana pemberi waralaba harus memberikan prospektus penawaran waralaba kepada calon penerima waralaba pada saat melakukan penawaran. Selanjutnya prospektus penawaran waralaba sebagaimana dimaksud memuat paling sedikit mengenai : a. Data identitas pemberi waralaba; b. Legalitas usaha pemberi waralaba; c. Sejarah kegiatan usahanya; d. Struktur organisasi pemberi waralaba; e. Laporan keuangan dua tahun terakhir; f. Jumlah tempat usaha; g. Daftar penerima waralaba; dan h. Hak dan kewajiban pemberi waralaba dan penerima waralaba. Selain harus memberikan prospektus penawaran waralaba kepada calon penerima waralaba, pemberi waralaba berkewajiban pula untuk memberikan pembinaan dalam bentuk pelatihan, bimbingan operasional manajemen, pemasaran, penelitian dan pengembangan kepada penerima waralaba secara berkesinambungan (Pasal 8), dan mengutamakan penggunaan barang atau jasa hasil produksi dalam negeri sepanjang memenuhi standar mutu barang atau jasa yang ditetapkan secara tertulis oleh pemberi waralaba (pasal 9 ayat (1)). Seperti yang telah disebutkan dalam pasal 7,8 dan pasal 9 tentang kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan pemberi waralaba, disini ada kewajiban lain yang harus dilakukan pula oleh pemberi waralaba yaitu termuat dalam pasal 10 ayat (1) yang menyebutkan pemberi waralaba wajib mendaftarkan prospektus penawaran waralaba sebelum membuat perjanjian waralaba

19 dengan penerima waralaba. Kemudian disebutkan lagi bahwa pendaftaran prospektus penawaran waralaba dapat dilakukan oleh pihak lain yang diberi kuasa. Permohonan pendaftaran prospektus penawaran waralaba diajukan dengan melampirkan dokumen : a. Fotokopi prospektus penawaran waralaba; b. Fotokopi legalitas usaha, Di samping kewajiban yang harus dilakukan pemberi waralaba, Peraturan Pemerintah pada pasal 11 ayat (1) mengamanatkan kepada penerima waralaba agar mendaftarkan perjajian waralaba. Pendaftaran perjanjian waralaba sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh pihak lain yang diberi kuasa. Permohonan pendaftaran perjanjian waralaba diajukan dengan melampirkan dokumen : a. Fotokopi legalitas usaha; b. Fotokopi perjanjian waralaba; c. Fotokopi prospektus penawaran waralaba; dan d. Fotokopi kartu tanda penduduk pemilik/pengurus perusahaan. Permohonan pendaftaran waralaba tersebut selanjutnya diajukan kepada menteri yang menyelenggarakan tugas pemerintahan dibidang perdagangan. Setelah diajukan kepada menteri, apabila permohonan telah memenuhi persyaratan seperti yang ditentukan maka diterbitkanlah Surat Tanda Pendaftaran Waralaba (STPW) yang berlaku untuk jangka waktu lima tahun. Apabila dalam hal perjanjian waralaba belum berakhir, Surat Tanda Pendaftaran Waralaba tersebut dapat diperpanjang untuk jangka lima tahun. Adapun proses permohonan dan penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Waralaba tidak dikenakan biaya. Dalam hal ini pemerintah selain sebagai pembuat peraturan perundang-undangan juga berperan aktif melakukan pembinaan waralaba, dalam hal :

20 a. Pendidikan dan pelatihan waralaba; b. Rekomendasi untuk memanfaatkan sarana perpasaran; c. Rekomendasi untuk mengikuti pameran waralaba baik di dalam negeri dan luar negeri; d. Bantuan konsultasi melalui klinik bisnis; e. Penghargaan kepada pemberi waralaba lokal terbaik; dan f. Bantuan perkuatan permodalan. 40 Sementara itu Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan waralaba sesuai dengan kewenangannya masing-masing dapat mengenakan sanksi administratif bagi pemberi waralaba dan penerima waralaba yang melanggar ketentuan dalam Pasal 8, Pasal 10 dan Pasal 11 seperti tersebut diatas, sanksi yang diberikan dapat berupa : a. Peringatan Tertulis Sanksi administratif berupa peringatan tertulis dikenakan kepada pemberi waralaba dan penerima waralaba yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 10 dan Pasal 11. Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan paling banyak tiga kali dalam tenggang waktu dua minggu terhitung sejak tanggal surat peringatan sebelumnya diterbitkan. b. Denda Sanksi administratif berupa denda, dikenakan kepada pemberi waralaba yang tidak melakukan pendaftaran prospektus penawaran waralaba sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 atau penerima waralaba yang tidak melakukan pendaftaran perjanjian waralaba 40 Akbar Arus Silondae dan Andi Fariana, Aspek Hukum dalam Ekonomi & Bisnis, Penerbit Mitra Wacana Media, Jakarta, 2010, hlm 26

21 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 setelah diterbitkannya surat peringatan tertulis ketiga. Denda sebagaimana dimaksud dikenakan paling banyak Rp ,00 (seratus juta rupiah). c. Pencabutan Surat Tanda Pendaftaran Waralaba Sanksi administratif berupa pencabutan Surat Tanda Pendaftaran Waralaba dikenakan kepada pemberi waralaba yang tidak melakukan pembinaan kepada penerima waralaba sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 setelah diterbitkannya surat peringatan tertulis ketiga.

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat serta kompleks melahirkan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat serta kompleks melahirkan berbagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat serta kompleks melahirkan berbagai bentuk kerjasama bisnis. Kerjasama bisnis yang terjadi sangat beraneka ragam tergantung pada

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG WARALABA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG WARALABA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG WARALABA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk lebih meningkatkan tertib usaha dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARALABA. waralaba dapat diartikan sebagai usaha yang memberikan untung lebih atau

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARALABA. waralaba dapat diartikan sebagai usaha yang memberikan untung lebih atau 19 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARALABA A. Pengertian Waralaba (Franchise) Istilah franchise dipakai sebagai padanan istilah bahasa Indonesia waralaba. Waralaba terdiri atas kata wara dan laba. Wara artinya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah franchise dalam Bahasa Prancis memiliki arti kebebasan atau freedom.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah franchise dalam Bahasa Prancis memiliki arti kebebasan atau freedom. 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Waralaba Istilah franchise dalam Bahasa Prancis memiliki arti kebebasan atau freedom. Namun dalam praktiknya, istilah franchise justru di populerkan di Amerika Serikat.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG WARALABA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG WARALABA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG WARALABA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk lebih meningkatkan tertib usaha dengan

Lebih terperinci

Franchise Bisnis dan Pengaturan Hukum Lintas Batas

Franchise Bisnis dan Pengaturan Hukum Lintas Batas Franchise Bisnis dan Pengaturan Hukum Lintas Batas Latar Belakang Globalisasi sebagai hal yang mau tidak mau akan mempengaruhi kegiatan perekonomian di Indonesia merupakan salah satu aspek pula yang harus

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Restoran

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Restoran II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Restoran (Marsum 2009 dalam Firbani 2006) menjelaskan bahwa, restoran adalah suatu tempat atau bangunan yang diorganisasikan secara komersial, yang menyelenggarakan pelayanan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang meliputi banyak variabel diantaranya jual beli, barter sampai kepada leasing,

BAB I PENDAHULUAN. yang meliputi banyak variabel diantaranya jual beli, barter sampai kepada leasing, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan di bidang perekonomian merupakan pembangunan yang paling utama di Indonesia. Hal ini dikarenakan keberhasilan di bidang ekonomi akan mendukung pembangunan

Lebih terperinci

memberi kebebasan kepada para pihak. Hakikat dari pengertian franchise adalah

memberi kebebasan kepada para pihak. Hakikat dari pengertian franchise adalah 2.1 Franchise 2.1.1 Pengertian Franchise Franchise berasal dari kata Perancis, yakni franchir, yang mempunyai arti memberi kebebasan kepada para pihak. Hakikat dari pengertian franchise adalah mandiri

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53/M-DAG/PER/8/2012 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN WARALABA

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53/M-DAG/PER/8/2012 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN WARALABA PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53/M-DAG/PER/8/2012 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN WARALABA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERDAGANGAN, Menimbang: a. bahwa untuk mengoptimalkan

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERJANJIAN WARALABA (FRANCHISE AGREEMENT) DI BIDANG PENDIDIKAN (STUDI DI LEMBAGA BIMBINGAN BELAJAR

PELAKSANAAN PERJANJIAN WARALABA (FRANCHISE AGREEMENT) DI BIDANG PENDIDIKAN (STUDI DI LEMBAGA BIMBINGAN BELAJAR PELAKSANAAN PERJANJIAN WARALABA (FRANCHISE AGREEMENT) DI BIDANG PENDIDIKAN (STUDI DI LEMBAGA BIMBINGAN BELAJAR PRIMAGAMA QUANTUM KIDS CABANG RADEN SALEH PADANG) SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap Perusahaan memiliki tujuan untuk memperoleh laba dan. mendatang. Menurut Asosiasi Franchise Indonesia (AFI), waralaba adalah

BAB I PENDAHULUAN. Setiap Perusahaan memiliki tujuan untuk memperoleh laba dan. mendatang. Menurut Asosiasi Franchise Indonesia (AFI), waralaba adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap Perusahaan memiliki tujuan untuk memperoleh laba dan mampu bertahan dalam dunia bisnis. Tujuan ini hanya dapat dicapai dengan memiliki strategi bisnis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia pada dewasa ini telah dikenal usaha franchise di berbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia pada dewasa ini telah dikenal usaha franchise di berbagai bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia pada dewasa ini telah dikenal usaha franchise di berbagai bidang baik makanan, pelayanan kesehatan, pendidikan dan lain sebagainya. Hal ini tergantung dari

Lebih terperinci

Menteri Perdagangan Republik Indonesia

Menteri Perdagangan Republik Indonesia Menteri Perdagangan Republik Indonesia PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31/M-DAG/PER/8/2008 TENTANG PENYELENGGARAAN WARALABA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERDAGANGAN

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Abdulkadir, Muhammad. Hukum Perusahaan Indonesia. Bandung : PT. Citra

DAFTAR PUSTAKA. Abdulkadir, Muhammad. Hukum Perusahaan Indonesia. Bandung : PT. Citra DAFTAR PUSTAKA A. Buku Abdulkadir, Muhammad. Hukum Perusahaan Indonesia. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1999. Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2007 tentang waralaba (selanjutnya disebut PP No. 42 Tahun 2007) dalam

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2007 tentang waralaba (selanjutnya disebut PP No. 42 Tahun 2007) dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bisnis waralaba atau franchise sedang berkembang sangat pesat di Indonesia dan sangat diminati oleh para pengusaha karena prosedur yang mudah, tidak berbelit-belit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemerintah Republik Indonesia dewasa ini sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan nasional dan dasawarsa terakhir telah menjadikan pembangunan di bidang

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. III/No. 6/Juli/2015

Lex et Societatis, Vol. III/No. 6/Juli/2015 PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PARA PIHAK TERHADAP PEMUTUSAN PERJANJIAN WARALABA (FRANCHISE) DALAM PERSPEKTIF HUKUM BISNIS 1 Oleh : Cindi Pratiwi Kondo 2 ABSTRAK Penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif.

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERJANJIAN WARALABA BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG WARALABA DI SURAKARTA

PELAKSANAAN PERJANJIAN WARALABA BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG WARALABA DI SURAKARTA PELAKSANAAN PERJANJIAN WARALABA BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG WARALABA DI SURAKARTA (STUDI KASUS DI RESTORAN CEPAT SAJI Mc DONALD S DAN STEAK MAS MBONG) SKRIPSI Disusun dan

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM HAKI DALAM PERJANJIAN WARALABA

PERLINDUNGAN HUKUM HAKI DALAM PERJANJIAN WARALABA PERLINDUNGAN HUKUM HAKI DALAM PERJANJIAN WARALABA TESIS Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Derajat S2 Program Studi Magister Kenotariatan Oleh : Adesia Adilman B4B008005 PEMBIMBING : Dr. Budi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perkembangan bisnis waralaba di Indonesia tergolong sangat prospektif karena

I. PENDAHULUAN. Perkembangan bisnis waralaba di Indonesia tergolong sangat prospektif karena 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan bisnis waralaba di Indonesia tergolong sangat prospektif karena potensi pasarnya sangat besar dan tergolong pesat yang melibatkan banyak pengusaha lokal

Lebih terperinci

BISNIS WARALABA. STMIK-STIE Mikroskil. Maggee Senata

BISNIS WARALABA. STMIK-STIE Mikroskil. Maggee Senata BISNIS WARALABA STMIK-STIE Mikroskil Maggee Senata Pengembangan Bisnis Internasional Menurut Keegan : 1. 2. 3. 4. 5. Export Licensed Franchise Joint Venture Direct Ownership Mengenal Waralaba Waralaba

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bisnis internasional. Bentuk kerjasama bisnis ini ditandai dengan semakin

BAB I PENDAHULUAN. bisnis internasional. Bentuk kerjasama bisnis ini ditandai dengan semakin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam era globalisasi dewasa ini, pertumbuhan ekonomi terasa semakin meningkat dan kompleks, termasuk pula didalamnya mengenai bentuk kerjasama bisnis internasional.

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN WARALABA. (Studi Pada Perjanjian Waralaba Rumah Makan Ayam Bakar Wong Solo) S K R I P S I

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN WARALABA. (Studi Pada Perjanjian Waralaba Rumah Makan Ayam Bakar Wong Solo) S K R I P S I PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN WARALABA (Studi Pada Perjanjian Waralaba Rumah Makan Ayam Bakar Wong Solo) S K R I P S I S K R I P S I Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Syarat-syarat

Lebih terperinci

Pedoman Pasal 50b Tentang Pengecualian Waralaba. Bab I: PENDAHULUAN

Pedoman Pasal 50b Tentang Pengecualian Waralaba. Bab I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pedoman Pasal 50b Tentang Pengecualian Waralaba Bab I: PENDAHULUAN Perkembangan usaha waralaba di Indonesia telah mengalami kemajuan yang pesat di berbagai bidang, antara lain seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia bisnis di Indonesia telah memasuki era globalisasi,

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia bisnis di Indonesia telah memasuki era globalisasi, BAB I PENDAHULUAN Perkembangan dunia bisnis di Indonesia telah memasuki era globalisasi, sehingga dunia usaha dituntut untuk berkembang semakin pesat. Hal ini dimulai dengan perdagangan bebas Asean (AFTA)

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PENERBITAN SURAT TANDA PENDAFTARAN USAHA WARALABA

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PENERBITAN SURAT TANDA PENDAFTARAN USAHA WARALABA PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 12/M-DAG/PER/3/2006 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PENERBITAN SURAT TANDA PENDAFTARAN USAHA WARALABA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN WARALABA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN WARALABA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG, BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN WARALABA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

STIMIK AMIKOM YOGYAKARTA

STIMIK AMIKOM YOGYAKARTA KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS USAHA TELA-TELA DI SUSUN OLEH : EKO BUDI APRIANTO 10.12.4738 STIMIK AMIKOM YOGYAKARTA KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah SWT yang dengan kebesarandan keagungannya telah memberikan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Penulis. Irsyad Anshori

KATA PENGANTAR. Penulis. Irsyad Anshori KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan rahmatnya sehingga penulis bisa menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul Waralaba sebagai Peluang Usaha yang Paling

Lebih terperinci

KEDUDUKAN HUKUM PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN WARALABA DI INDONESIA

KEDUDUKAN HUKUM PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN WARALABA DI INDONESIA KEDUDUKAN HUKUM PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN WARALABA DI INDONESIA oleh Ida Ayu Trisnadewi Made Mahartayasa Bagian Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Udayana Abstrak Saat ini berbisnis dengan konsep

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SEMARANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN WARALABA

PEMERINTAH KABUPATEN SEMARANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN WARALABA DHARMOTTAMA SATYA PRAJA PEMERINTAH KABUPATEN SEMARANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN WARALABA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sudah ada, dikenal istilah franchise yang sudah di Indonesiakan menjadi

BAB I PENDAHULUAN. yang sudah ada, dikenal istilah franchise yang sudah di Indonesiakan menjadi 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Franchise adalah merupakan kegiatan berwirausaha dengan membeli bisnis yang sudah ada, dikenal istilah franchise yang sudah di Indonesiakan menjadi waralaba. Waralaba

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lebih mudah bagi pemerintah untuk menjalankan pembangunan di bidang lainnya

BAB I PENDAHULUAN. lebih mudah bagi pemerintah untuk menjalankan pembangunan di bidang lainnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan di bidang ekonomi akan mendukung pembangunan di bidang lainnya. Hal ini dikarenakan ekonomi merupakan suatu bidang yang penting di seluruh dunia. Dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara berkembang yang terus berproses untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara berkembang yang terus berproses untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara berkembang yang terus berproses untuk menjadikan negaranya menjadi negara maju dengan berbagai kegiatan demi tercapainya pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memulai usaha dari nol, karena telah ada sistem yang terpadu dalam. berminat untuk melakukan usaha waralaba.

BAB I PENDAHULUAN. memulai usaha dari nol, karena telah ada sistem yang terpadu dalam. berminat untuk melakukan usaha waralaba. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Konsep bisnis waralaba akhir-akhir ini telah menjadi salah satu pusat perhatian sebagai bentuk terobosan pengembangan usaha. Mengingat usaha yang diwaralabakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring berkembangnya zaman, kehidupan manusia juga berkembang. memenuhi kebutuhannya. Produsen berusaha menjual produknya sebanyak

BAB I PENDAHULUAN. Seiring berkembangnya zaman, kehidupan manusia juga berkembang. memenuhi kebutuhannya. Produsen berusaha menjual produknya sebanyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring berkembangnya zaman, kehidupan manusia juga berkembang. Kebutuhan manusia juga mengalami perubahan menjadi semakin beragam seiring berkembangnya zaman dan teknologi.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN WARALABA. dimana masing-masing pihak berjanji akan menaati apa yang tersebut dalam perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN WARALABA. dimana masing-masing pihak berjanji akan menaati apa yang tersebut dalam perjanjian BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN WARALABA 2.1. Pengertian Perjanjian Secara umum dapat dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan perjanjian adalah persetujuan tertulis atau dengan lisan yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nomor 12/M-Dag/Per/3/2006 tentang Ketentuan dan tata Cara Penerbitan. Surat Tanda Pendaftaran Usaha Waralaba.

BAB I PENDAHULUAN. Nomor 12/M-Dag/Per/3/2006 tentang Ketentuan dan tata Cara Penerbitan. Surat Tanda Pendaftaran Usaha Waralaba. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Waralaba atau Franchising adalah salah satu strategi pemasaran dari banyak kemungkinan cara memasarkan usaha. Waralaba adalah sebuah bentuk jaringan bisnis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lapangan-lapangan pekerjaan baru, investasi-investasi yang dapat menjadi solusi

BAB I PENDAHULUAN. lapangan-lapangan pekerjaan baru, investasi-investasi yang dapat menjadi solusi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mewujudkan kesejahteraan bagi rakyatnya adalah salah satu tujuan suatu negara tidak terkecuali Indonesia. Pembangunan di bidang perekonomian merupakan salah

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK YURIDIS PERJANJIAN WARALABA. Oleh: Selamat Widodo

KARAKTERISTIK YURIDIS PERJANJIAN WARALABA. Oleh: Selamat Widodo KARAKTERISTIK YURIDIS PERJANJIAN WARALABA Oleh: Selamat Widodo Fakultas Hukum, Universitas Muhammadiyah Purwokerto, Purwokerto E-mail: swidodo.sh@gmail.com Abstrak Waralaba didasarkan pada suatu perjanjian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. adanya perjanjian franchise. Franchise, adalah pemberian hak oleh franchisor

I. PENDAHULUAN. adanya perjanjian franchise. Franchise, adalah pemberian hak oleh franchisor 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Arus globalisasi ekonomi dunia dan kerjasama di bidang perdagangan dan jasa berkembang sangat pesat dewasa ini, salah satu bentuknya adalah dengan adanya perjanjian franchise.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat ukur kemakmuran dari suatu negara. 1 Untuk mencapainya diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat ukur kemakmuran dari suatu negara. 1 Untuk mencapainya diperlukan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tingkat ekonomi yang tinggi adalah salah satu hal yang dapat dijadikan sebagai alat ukur kemakmuran dari suatu negara. 1 Untuk mencapainya diperlukan niat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perkembangan ekonomi di Indonesia yang demikian pesat tidak terlepas dari

I. PENDAHULUAN. Perkembangan ekonomi di Indonesia yang demikian pesat tidak terlepas dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ekonomi di Indonesia yang demikian pesat tidak terlepas dari perkembangan ekonomi internasional, bahkan bukan saja dibidang ekonomi namun di bidang lain seperti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manajemen. Waralaba juga dikenal sebagai jalur distribusi yang sangat efektif

I. PENDAHULUAN. manajemen. Waralaba juga dikenal sebagai jalur distribusi yang sangat efektif I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Waralaba pada hakekatnya adalah sebuah konsep pemasaran dalam rangka memperluas jaringan usaha secara cepat, sistem ini dianggap memiliki banyak kelebihan terutama menyangkut

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG WARALABA (FRANCHISE)

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG WARALABA (FRANCHISE) BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG WARALABA (FRANCHISE) A. PENGERTIAN WARALABA Pada awalnya pengertian waralaba diatur pada pasal 1 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 16 Tahun 1997 tentang Waralaba

Lebih terperinci

DAFTAR LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53/M-DAG/PER/8/2012 TENTANG PENYELENGGARAAN WARALABA

DAFTAR LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53/M-DAG/PER/8/2012 TENTANG PENYELENGGARAAN WARALABA 15 DAFTAR LAMPIRAN 1. Lampiran I : Hal-hal Yang Harus Dimuat Dalam Prospektus Penawaran Waralaba 2. Lampiran II : Hal-hal Yang Harus Dimuat Dalam Perjanjian Waralaba 3. Lampiran III : A-1 Surat Permohonan

Lebih terperinci

Undang-Undang Merek, dan Undang-Undang Paten. Namun, pada tahun waralaba diatur dengan perangkat hukum tersendiri yaitu Peraturan

Undang-Undang Merek, dan Undang-Undang Paten. Namun, pada tahun waralaba diatur dengan perangkat hukum tersendiri yaitu Peraturan KEDUDUKAN TIDAK SEIMBANG PADA PERJANJIAN WARALABA BERKAITAN DENGAN PEMENUHAN KONDISI WANPRESTASI Etty Septiana R 1, Etty Susilowati 2. ABSTRAK Perjanjian waralaba merupakan perjanjian tertulis antara para

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Perjanjian yang dibuat oleh para pihak akan menimbulkan adanya hubungan hukum diantara mereka. Hubungan hukum adalah hubungan yang diatur

Lebih terperinci

PERSIAPAN LEGALISASI USAHA WARALABA

PERSIAPAN LEGALISASI USAHA WARALABA PERSIAPAN LEGALISASI USAHA WARALABA Disampaikan Oleh: CARLO M. BATUBARA, SH Konsultan Dari EMP PARTNERSHIP Disampaikan Pada: Bimbingan Tehnis Tentang Penyusunan Sistem Waralaba Bagi UMKM Selasa, 13 Juli

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM HAKI DALAM PERJANJIAN WARALABA

PERLINDUNGAN HUKUM HAKI DALAM PERJANJIAN WARALABA PERLINDUNGAN HUKUM HAKI DALAM PERJANJIAN WARALABA Anik Tri Haryani 1) 1 Dosen Fakultas Hukum Universitas Merdeka Madiun Abstrak Pembangunan di bidang ekonomi masih merupakan agenda utama bangsa Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ekonomi di Indonesia. Kegiatan ekonomi yang banyak diminati oleh pelaku usaha

I. PENDAHULUAN. ekonomi di Indonesia. Kegiatan ekonomi yang banyak diminati oleh pelaku usaha I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian di Indonesia mengalami kemajuan yang cukup pesat. Hal ini terlihat semakin banyaknya pelaku usaha yang melakukan kegiatan ekonomi di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Guna mencapai tujuan tersebut pemerintah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian waralaba..., Elfiera Juwita Yahya, FH UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian waralaba..., Elfiera Juwita Yahya, FH UI, Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Franchise berasal dari bahasa Perancis, yang berarti bebas atau bebas dari perhambaan atau perbudakan (free from servitude). 1 Black s Law Dictionary

Lebih terperinci

MERINTIS USAHA MELALUI BISNIS FRANCHISE Retno Djohar Juliani Dosen Administrasi Niaga Universitas Pandanaran

MERINTIS USAHA MELALUI BISNIS FRANCHISE Retno Djohar Juliani Dosen Administrasi Niaga Universitas Pandanaran MERINTIS USAHA MELALUI BISNIS FRANCHISE Retno Djohar Juliani Dosen Administrasi Niaga Universitas Pandanaran ABSTRACT Franchising is business opportunity for beginning of trade. Business franchising is

Lebih terperinci

STRATEGI UNTUK BERWARALABA

STRATEGI UNTUK BERWARALABA STRATEGI UNTUK BERWARALABA NAMA: HARIYONO NUGROHO NIM: 10.11.4486 KELAS: S1 TI 2M STMIK AMIKOM YOGYAKARTA PENDAHUALUAN Hingga tahun 2002, upaya pemulihan ekonomi indonesia masih belum membuahkan hasil

Lebih terperinci

BAB 2 PERJANJIAN WARALABA DI TINJAU DARI HUKUM WARALABA (STUDI PERJANJIAN WARALABA DI PT. X)

BAB 2 PERJANJIAN WARALABA DI TINJAU DARI HUKUM WARALABA (STUDI PERJANJIAN WARALABA DI PT. X) BAB 2 PERJANJIAN WARALABA DI TINJAU DARI HUKUM WARALABA (STUDI PERJANJIAN WARALABA DI PT. X) 2.1. TINJAUAN UMUM WARALABA 2.1.1. Sejarah Waralaba Perkembangan waralaba secara pesat dimulai pada akhir abad

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Franchise berasal dari bahasa Prancis yang artinya kejujuran atau

II. TINJAUAN PUSTAKA. Franchise berasal dari bahasa Prancis yang artinya kejujuran atau 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Franchise Franchise berasal dari bahasa Prancis yang artinya kejujuran atau kebebasan. Pengertian di Indonesia, yang dimaksud dengan Franchise adalah perikatan dimana

Lebih terperinci

Berdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

Berdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Pedoman Pelaksanaan Ketentuan Pasal 50 Huruf b tentang Pengecualian Penerapan UU No. 5 Tahun 1999 terhadap Perjanjian yang Berkaitan dengan Waralaba Berdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN BISNIS FRANCHISE

PERLINDUNGAN HUKUM PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN BISNIS FRANCHISE PERLINDUNGAN HUKUM PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN BISNIS FRANCHISE Oleh : Putu Prasmita Sari I Gusti Ngurah Parwata Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT The title of this scientific

Lebih terperinci

PELUANG BISNIS DALAM BISNIS WARALABA (FRANCHISE) Erwandy S1-SI-2L STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

PELUANG BISNIS DALAM BISNIS WARALABA (FRANCHISE) Erwandy S1-SI-2L STMIK AMIKOM YOGYAKARTA PELUANG BISNIS DALAM BISNIS WARALABA (FRANCHISE) Erwandy 10.12.5252 S1-SI-2L STMIK AMIKOM YOGYAKARTA Abstraksi Peluang bisnis dapat kita temukan di mana-mana. Salah satunya yaitu Franchise. Bisnis Franchise

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KOMISI NO. 57/2009. Tentang Pengecualian Penerapan UU No. 5 Tahun 1999 terhadap Perjanjian yang Berkaitan dengan Waralaba

KEPUTUSAN KOMISI NO. 57/2009. Tentang Pengecualian Penerapan UU No. 5 Tahun 1999 terhadap Perjanjian yang Berkaitan dengan Waralaba KEPUTUSAN KOMISI NO. 57/2009 Tentang Pengecualian Penerapan UU No. 5 Tahun 1999 terhadap Perjanjian yang Berkaitan dengan Waralaba Pedoman Pelaksanaan Ketentuan Pasal 50 Huruf b tentang Pengecualian Penerapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mudahnya untuk dilaksanakan. Oleh karena itu bisnis di zaman sekarang ini

BAB I PENDAHULUAN. mudahnya untuk dilaksanakan. Oleh karena itu bisnis di zaman sekarang ini 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan zaman dan begitu pesatnya sektor perekonomian yang semakin meningkat, dinamis dengan penuh persaingan serta tidak mengenal batas-batas

Lebih terperinci

SYARAT-SYARAT PEMBENTUKAN PERJANJIAN WARALABA BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG WARALABA

SYARAT-SYARAT PEMBENTUKAN PERJANJIAN WARALABA BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG WARALABA SYARAT-SYARAT PEMBENTUKAN PERJANJIAN WARALABA BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG WARALABA Oleh Zhanniza Elrian Angelita I Made Tjatrayasa Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi yang bergerak melaju sangat pesat, serta

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi yang bergerak melaju sangat pesat, serta BAB I PENDAHULUAN Dalam era globalisasi yang bergerak melaju sangat pesat, serta pertumbuhan ekonomi yang meningkat dan laju bisnis yang semakin erat dalam persaingan, munculah usaha bisnis internasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan yang sangat pesat, hal ini tidak terlepas dari pengaruh

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan yang sangat pesat, hal ini tidak terlepas dari pengaruh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ekonomi dunia dan kerja sama di bidang perdagangan dan jasa mengalami perubahan yang sangat pesat, hal ini tidak terlepas dari pengaruh globalisasi yang

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ANDALAS PADANG

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ANDALAS PADANG DRAFT SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENERIMA WARALABA DALAM PERJANJIAN WARALABA DENGAN PIHAK ASING BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG WARALABA SKRIPSI INI DIAJUKAN UNTUK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya franchise merupakan suatu konsep pemasaran dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya franchise merupakan suatu konsep pemasaran dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya franchise merupakan suatu konsep pemasaran dalam rangka memperluas jaringan usaha secara cepat, Sistem franchise dianggap memiliki banyak kelebihan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian dan Pengaturan Hukum tentang Waralaba. Di Indonesia bisnis penjualan secara retail semacam waralaba mulai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian dan Pengaturan Hukum tentang Waralaba. Di Indonesia bisnis penjualan secara retail semacam waralaba mulai 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Waralaba dan Kriteria Usaha Waralaba 1. Pengertian dan Pengaturan Hukum tentang Waralaba Di Indonesia bisnis penjualan secara retail semacam waralaba mulai dikembangkan, misalnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi sekarang ini, kemajuan di berbagai bidang berkembang dengan pesat. Secara umum

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi sekarang ini, kemajuan di berbagai bidang berkembang dengan pesat. Secara umum BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini dengan kehidupan manusia yang semakin canggih disertai pengaruh perkembangan modernisasi, menimbulkan tuntutan kebutuhan hidup yang semakin besar.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 16 TAHUN 1997, TENTANG WARALABA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 16 TAHUN 1997, TENTANG WARALABA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 16 TAHUN 1997, TENTANG WARALABA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa untuk menciptakan tertib usaha dengan cara Waralaba serta perlindungan terhadap konsumen, dipandang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan dalam sebuah perjanjian yang di dalamnya dilandasi rasa saling

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan dalam sebuah perjanjian yang di dalamnya dilandasi rasa saling BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu perwujudan dari adanya hubungan antar manusia adalah dilaksanakan dalam sebuah perjanjian yang di dalamnya dilandasi rasa saling percaya satu dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. itu tidaklah mudah. Salah satu alternatif yang di ambil guna mencukupi

BAB I PENDAHULUAN. itu tidaklah mudah. Salah satu alternatif yang di ambil guna mencukupi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era modern seperti saat ini manusia selalu ingin tercukupi semua kebutuhannya, namun pada kenyataannya untuk mencukupi kebutuhan hidup itu tidaklah mudah.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah waralaba atau dalam bahasa asing disebut dengan franchise asal katanya

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah waralaba atau dalam bahasa asing disebut dengan franchise asal katanya II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Waralaba Istilah waralaba atau dalam bahasa asing disebut dengan franchise asal katanya berasal dari Perancis Kuno yang memiliki arti bebas. Sekitar abad pertengahan,

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM HaKI DALAM PERJANJIAN WARALABA DI INDONESIA. Oleh : Lathifah Hanim, SH.M.Hum.M.Kn. Dosen Fakultas Hukum UNISSULA.

PERLINDUNGAN HUKUM HaKI DALAM PERJANJIAN WARALABA DI INDONESIA. Oleh : Lathifah Hanim, SH.M.Hum.M.Kn. Dosen Fakultas Hukum UNISSULA. PERLINDUNGAN HUKUM HaKI DALAM PERJANJIAN WARALABA DI INDONESIA Oleh : Lathifah Hanim, SH.M.Hum.M.Kn. Dosen Fakultas Hukum UNISSULA Abstract Always related to the provision granting franchise rights to

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai usaha yang terus berkembang di segala bidang. Usaha yang

BAB I PENDAHULUAN. berbagai usaha yang terus berkembang di segala bidang. Usaha yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ekonomi yang semakin maju harus menjamin perlindungan dalam dunia usaha. Perkembangan tersebut memunculkan berbagai usaha yang terus berkembang di segala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan dampak yang baik secara pribadi maupun terhadap orang lain.

BAB I PENDAHULUAN. memberikan dampak yang baik secara pribadi maupun terhadap orang lain. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keadaan perekonomian Indonesia saat ini mendorong setiap individu atau masyarakat untuk terus menciptakan peluang usaha yang banyak dan kreatif. Setiap usaha yang dibangun

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERJANJIAN WARALABA INTERNASIONAL DI INDONESIA PADA PT. FASTFOOD INDONESIA TBK. SKRIPSI

PELAKSANAAN PERJANJIAN WARALABA INTERNASIONAL DI INDONESIA PADA PT. FASTFOOD INDONESIA TBK. SKRIPSI PELAKSANAAN PERJANJIAN WARALABA INTERNASIONAL DI INDONESIA PADA PT. FASTFOOD INDONESIA TBK. SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Hukum Oleh ERITHA INDAH FAUZIYANE 07

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1997 TENTANG WARALABA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1997 TENTANG WARALABA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1997 TENTANG WARALABA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk menciptakan tertib usaha dengan cara Waralaba serta perlindungan terhadap

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa jasa konstruksi mempunyai peran strategis dalam pembangunan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini makanan bukan hanya kebutuhan melainkan juga menjadi bagian dari gaya hidup seseorang. Peningkatan minat masyarakat untuk mengunjungi restoran disebabkan oleh

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa jasa konstruksi mempunyai peran strategis dalam pembangunan

Lebih terperinci

FRANCHISE Pendahuluan Konsep Perdagangan Baru: Waralaba (Franchise)

FRANCHISE Pendahuluan Konsep Perdagangan Baru: Waralaba (Franchise) FRANCHISE Pendahuluan Aktivitas franchising dalam bentuknya yang banyak ditemui saat ini merupakan suatu fenomena bisnis yang baru. Sistim ini sudah dipakai di Indonesia walaupun belum ada badan yang menampung

Lebih terperinci

BAB III PENERAPAN KLAUSULA BUYBACK DALAM PERJANJIAN WARALABA. 3.1 Alasan Penerapan Buyback dalam Perjanjian Waralaba

BAB III PENERAPAN KLAUSULA BUYBACK DALAM PERJANJIAN WARALABA. 3.1 Alasan Penerapan Buyback dalam Perjanjian Waralaba BAB III PENERAPAN KLAUSULA BUYBACK DALAM PERJANJIAN WARALABA 3.1 Alasan Penerapan Buyback dalam Perjanjian Waralaba 3.1.1 Alasan Penerapan Buyback dari Pemberi Waralaba Perjanjian Waralaba merupakan perjanjian

Lebih terperinci

Definisi Waralaba ABSTRAK

Definisi Waralaba ABSTRAK ABSTRAK Kepastian hukum untuk berusaha dengan format bisnis waralaba jauh lebih baik.hal ini terlihat dari semakin banyaknya payung hukum yang dapat melindungi bisnis waralaba, Perkembangan waralaba di

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa jasa konstruksi mempunyai peran strategis dalam pembangunan

Lebih terperinci

MENJALANKAN BISNIS. Ade Rismanto, ST.,MM.

MENJALANKAN BISNIS. Ade Rismanto, ST.,MM. MENJALANKAN BISNIS Ade Rismanto, ST.,MM. Untuk memulai sebuah usaha memang harus didahului dengan taktik dan strategi. Membuat usaha yang besar tidak selalu membutuhkan modal yang besar. Mengawalinya dengan

Lebih terperinci

BAB I Perlindungan Hukum Dalam Franchise (Waralaba)

BAB I Perlindungan Hukum Dalam Franchise (Waralaba) DAFTAR ISI Halaman Kata Pengantar... i Daftar Isi...ii Bab I Pendahuluan...1 Bab II Permasalahan...4 Bab III Pembahasan...5 A. Peran strategis Pemerintah Propinsi Sebagai Wakil Pemerintah Pusat di Daerah...5

Lebih terperinci

BAB II LATAR BELAKANG MUNCULNYA PERJANJIAN WARALABA (FRANCHISE) 1313 Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih

BAB II LATAR BELAKANG MUNCULNYA PERJANJIAN WARALABA (FRANCHISE) 1313 Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih BAB II LATAR BELAKANG MUNCULNYA PERJANJIAN WARALABA (FRANCHISE) A. Defenisi Perjanjian Waralaba (Franchise) Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dijelaskan dalam Pasal 1313 Perjanjian adalah suatu

Lebih terperinci

BISNIS FRANCHISE/ WARALABA

BISNIS FRANCHISE/ WARALABA Lampiran 6.2: HandOut: BISNIS FRANCHISE/ WARALABA MENGAPA FRANCHISE? Bisnis franchise di Indonesia makin marak. Di kotakota besar sampai dengan di daerah, kini tersedia berbagai produk dan layanan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut saling terkait satu dengan yang lainnya. Untuk memulai hal tersebut akan dipaparkan contoh yang sangat sederhana.

BAB I PENDAHULUAN. tersebut saling terkait satu dengan yang lainnya. Untuk memulai hal tersebut akan dipaparkan contoh yang sangat sederhana. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan manusia dalam kesehariannya memang tidak dapat dilepaskan dari berbagai aspek. Aspek tersebut antara lain seperti aspek hukum, ekonomi, sosial, budaya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sejalan dengan ratifikasi Indonesia pada perjanjian-perjanjian

Lebih terperinci

OLEH : AKBP RADIANT, S.I.K., M.HUM. KASUBDIT I / INDAGSI DITresKRIMSUS POLDA JATIM

OLEH : AKBP RADIANT, S.I.K., M.HUM. KASUBDIT I / INDAGSI DITresKRIMSUS POLDA JATIM OLEH : AKBP RADIANT, S.I.K., M.HUM. KASUBDIT I / INDAGSI DITresKRIMSUS POLDA JATIM 1 2 3 UU NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PERDAGANGAN PERMENDAG NO.07 TH 2017 TENTANG PENERBITAN SURAT IZIN USAHA PERDAGANGAN

Lebih terperinci

Pedoman Pasal 50 huruf d Tentang Pengecualian terhadap Perjanjian dalam Rangka Keagenan

Pedoman Pasal 50 huruf d Tentang Pengecualian terhadap Perjanjian dalam Rangka Keagenan Pedoman Pasal 50 huruf d Tentang Pengecualian terhadap Perjanjian dalam Rangka Keagenan Berdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Komisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tabel 1. Perkembangan Jumlah Restoran di Kota Bogor Tahun Tahun Jumlah Pertumbuhan (%)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tabel 1. Perkembangan Jumlah Restoran di Kota Bogor Tahun Tahun Jumlah Pertumbuhan (%) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang terdiri dari beragam suku dan adat istiadat serta norma-norma yang dianut. Keragaman suku yang ada di Indonesia memiliki budaya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa jasa konstruksi mempunyai peran strategis dalam pembangunan

Lebih terperinci

SURAT PERJANJIAN FRANCHISE

SURAT PERJANJIAN FRANCHISE SURAT PERJANJIAN FRANCHISE Yang bertandatangan di bawah ini: 1) Enno Mulyono, Pemilik Enno's Martabak beralamat di Jalan Singkep no 23. RT02/RW09 Gunung Simping, Kec, Cilacap Tengah, Cilacap, Jawa Tengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup masyarakat adalah melalui jalur wirausaha. Kemampuan teknologi dan. tersebut kepada pihak lain untuk menjalankan usahanya.

BAB I PENDAHULUAN. hidup masyarakat adalah melalui jalur wirausaha. Kemampuan teknologi dan. tersebut kepada pihak lain untuk menjalankan usahanya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada era modern ini, manusia selalu ingin tercukupi semua kebutuhannya, namun pada kenyataannya untuk mencukupi kebutuhan hidup itu tidaklah mudah. Salah satu alternatif

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa paten merupakan kekayaan intelektual yang diberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyerahkan fee dari keuntungan yang diperoleh ke pemilik lisensi. Jenis

BAB I PENDAHULUAN. menyerahkan fee dari keuntungan yang diperoleh ke pemilik lisensi. Jenis 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bisnis waralaba adalah bisnis lisensi, artinya pengelola waralaba harus menyerahkan fee dari keuntungan yang diperoleh ke pemilik lisensi. Jenis bisnis waralaba

Lebih terperinci