KEBIJAKAN PERPUSTAKAAN DALAM MENGHADAPI PERILAKU DESTRUKTIF PEMAKAI PADA PERPUSTAKAAN PERGURUAN TINGGI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KEBIJAKAN PERPUSTAKAAN DALAM MENGHADAPI PERILAKU DESTRUKTIF PEMAKAI PADA PERPUSTAKAAN PERGURUAN TINGGI"

Transkripsi

1 KEBIJAKAN PERPUSTAKAAN DALAM MENGHADAPI PERILAKU DESTRUKTIF PEMAKAI PADA PERPUSTAKAAN PERGURUAN TINGGI Makalah tidak dipublikasikan dan didokumentasikan di UPT Perpustakaan Universitas Negeri Malang Oleh : Drs. Hari Santoso, S.Sos. UPT PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS NEGERI MALANG SEPTEMBER 2008

2 KEBIJAKAN PERPUSTAKAAN DALAM MENGHADAPI PERILAKU DESTRUKTIF PEMAKAI PADA PERPUSTAKAAN PERGURUAN TINGGI Oleh : Drs. Hari Santoso, S.Sos. 1 Pendahuluan Dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya, perpustakaan perguruan tinggi sering diperhadapkan dengan berbagai masalah yang menyangkut kontak dengan pemakai. Salah satunya adalah perilaku destruktif pemakai dalam pemanfaatan bahan pustaka berupa pencoretan, perobekan, pencurian dan perlakuan pemakai yang tidak semestinya dalam memanfaatkan bahan pustaka serta perusakan terhadap fasilitas perpustakaan yang lain. Perilaku destruktif pemakai bukan saja merusak secara fisik tetapi yang lebih memprihatinkan adalah hilangnya kandungan informasi dari bahan pustaka tersebut. Perilaku destruktif pemakai merupakan wujud dari kurangnya kesadaran, penghargaan dan pemahaman akan pentingnya informasi yang dampaknya bisa merugikan banyak pihak, baik perpustakaan maupun pemakai lain. Bagi perpustakaan adanya perilaku destruktif pemakai menjadikan upaya membangun koleksi perpustakaan menjadi kurang berarti. Oleh karenanya perilaku destruktif pemakai perlu ditangani secara serius agar tidak menggejala pada pemakai lain yang pada akhirnya dapat mengakibatkan perpustakaan tidak dapat menjalankan fungsinya secara optimal. Sedangkan bagi pemakai lain perilaku destruktif pemakai berakibat pada hilangnya kesempatan untuk mengakses bahan pustaka.. Keterlambatan dalam mengatasi perilaku destruktif pemakai bukan saja dapat mengurangi minat pemakai yang lain untuk datang ke perpustakaan namun dapat berakibat kepada hal-hal yang sangat krusial yaitu hilangnya kepercayaan pemakai terhadap perpustakaan. Oleh karena itu pihak pimpinan perpustakaan perguruan tinggi perlu mengambil langkah-langkah strategis dalam mengatasi masalah tersebut sehingga upaya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat pemakai dapat terwujud dan perpustakaan dapat menjalankan tugas dan perannya secara optimal. Perilaku destruktif pemakai Untuk memahami konsep atau gambaran perilaku destruktif, tidak bisa dilepaskan dari konsep perilaku normal dan abnormal. Tingkah laku yang normal digambarkan sebagai tingkah laku yang adekuat (serasi, tepat) yang bisa diterima oleh masyarakat pada umumnya. 2 Tingkah laku pribadi yang normal tersebut ialah sikap hidupnya sesuai dengan pola kelompok masyarakat tempat ia berada, sehingga tercapai satu relasi interpersonal dan intersosial yang memuaskan. Pribadi yang normal secara relatif dekat sekali dengan integrasi jasmaniah-rohaniah yang ideal; kehidupan psikisnya kurang lebih stabil sifatnya, tidak banyak memendam konflikkonflik batin; tenang, dan jasmaniahnya sehat selalu. Sedang pribadi yang abnormal 1 Penulis adalah Pustakawan Madya Pada UPT Perpustakaan Universitas Negeri Malang Jl. Surabaya No.6 Malang Telp. (0341) pesawat 308 HP Kartono, Kartini Psikologi abnormal dan abnormalitas seksual. Bandung : Mandar Maju. 1

3 relatif jauh dari status integrasi, pada umumnya dihinggapi gangguan mental, atau ada abnormalitas pada mentalnya dan selalu diliputi banyak konflik- konflik batin, miskin jiwanya dan tidak stabil, tanpa perhatian pada lingkungannya, terpisah hidupnya dari masyarakat, selalu gelisah dan takut; dan jasmaninya sering sakit-sakitan. Dipandang dari segi patologis, tingkah laku yang abnormal adalah akibat status kepribadian yang kacau (disordered state). Tingkah laku yang dianggap abnormal oleh standar kehidupan sehari-hari, juga harus diperhatikan latar belakang kebudayaan dimana standar itu muncul. 3 Di dalam setiap masyarakat ada spektrum tingkah laku yang luas antara apa yang dianggap normal dan apa yang dianggap abnormal. Tingkah laku dikendalikan oleh norma-norma budaya yang implisit, yang menentukan bagaimana dan kapan tingkah laku itu muncul. Sedangkan latarbelakang budaya memberikan sumbangan kepada perkembangan dan manifestasi dari gangguan mental, kebudayaan memberikan label, etiket, nama pada tingkah laku abnormal, mengorganisirkan dalam katagori diagnosa (klasifikasi). Kebudayaan menentukan cara mengenali dan menerangkan perilaku abnormal (konseptualisasi dan meaning-giving), suatu kebudayaan membentuk tanggapan/sikap terhadap distress mental dan tingkah laku abnormal. 4 Kriteria pribadi yang normal dideskripsikan sebagai berikut : 1. Memiliki perasaan aman (sense of security) yang tepat, 2. Memiliki penilaian diri (self evaluation) dan insight/ wawasan rasional 3. Memiliki spontanitas dan emosionalitas yang tepat. 4. Mempunyai kontak dengan realitas secara efisien, 5. Dia memiliki dorongan-dorongan dan nafsu-nafsu jasmaniah yang sehat 6. Mempunyai pengetahuan diri yang cukup 7. Mempunyai tujuan/obyek hidup yang adekuat 8. Memiliki kemampuan untuk belajar dari pengalaman hidupnya 9. Ada kesanggupan untuk memuaskan tuntutan-tuntutan dan kebutuhan-kebutuhan dari kelompoknya 10. Ada sikap emansipasi yang sehat terhadap kelompoknya dan terhadap kebudayaan 11. Ada integrasi dalam kepribadiannya 5 Kriteria-kriteria di atas merupakan ukuran ideal yang merupakan standar yang relatif tinggi sifatnya. Seorang yang normal tidak bisa diharapkan memenuhi dengan mutlak kriteria tersebut di atas sebagai akibat keterbatasan kepribadiannya. Namun demikian dia tetap memiliki kesehatan mental yang cukup baik dan bisa digolongkan dalam klas normal. Jika seseorang terlampau jauh menyimpang dari kreteria di atas dan banyaknya segi-segi karakteristiknya yang defisiensi, maka pribadi tersebut digolongkan dalam kelompok abnormal. Gangguan-gangguan dalam kepribadian bersumber dari perkembangan kepribadian yang tidak matang dan menyimpang. Karena mengalami proses perkembangan yang 3 Clerq, Linda De Tingkah Laku Abnormal : Dari Sudut Pandang Perkembangan. Jakarta : Gramedia hal.3 4 Ibid hal.5 5 Kartono, Kartini Psikologi abnormal dan abnormalitas seksual. Bandung : Mandar Maju 2

4 tidak semestinya, individu-individu tertentu memiliki cara memandang, berpikir dan berhubungan dengan dunia sekelilingnya yang bersifat maladaptif. Akibatnya mereka tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya dan dalam kasuskasus tertentu mereka menjadi menderita. Berkaitan dengan perilaku abnormal terutama yang menyangkut gangguan kepribadian dan kejahatan ada tiga kelompok gangguan utama, yaitu : 1. Gangguan Kepribadian Penderita jenis gangguan ini memiliki ciri-ciri berikut a. Hubungan pribadi dengan orang lain terganggu, dalam arti sikap dan perilakunya cenderung merugikan orang lain b. Memandang semua kesulitannya disebabkan oleh nasib buruk atau perbuatan jahat orang lain. Dengan kata lain, penderita gangguan ini tidak pernah memiliki rasa bersalah c. Tidak memiliki rasa tanggung jawab terhadap orang lain : bersikap manipulatif atau senang mengakali, mementingkan diri sendiri, tidak punya rasa bersalah, dan tidak mengenal rasa sesal bila merugikan orang lain d. Tidak pernah melepaskan diri dari pola tingkah lakunya yang maladaptif e. Selalu menghindari tanggungjawab atas masalah-masalah yang mereka timbulkan 2. Kepribadian Antisosial (Psikopatik) Para penderita gangguan ini memiliki beberapa ciri berikut : a. Perkembangan moral mereka terhambat b. Mereka tidak mampu mencontoh perbuatan-perbuatan yang diterima masyarakat (socially desirable behaviors) c. Kurang dapat bergaul dan kurang tersosialisasikan dalam arti tidak mampu mengembangkan kesetiaan pada orang,kelompok maupun nilai-nilai sosial yang berlaku sehingga sering terjadi benturan atau konflik dengan masyarakat. Gangguan ini sering disebut pula kepribadian sosiopatik 3. Perilaku Kriminal Perilaku kriminal termasuk ke dalam katagori gangguan kepribadian. Istilah kriminal atau kejahatan sendiri sebenarnya merupakan istilah hukum, tindak kejahatan adalah suatu pelanggaran hukum. Maka apa yang dipandang sebagai kejahatan sesungguhnya sangat bergantung pada hukum atau masyarakat. Sekalipun begitu, tindak kejahatan atau perilaku kriminal digolongkan ke dalam gangguan kepribadian sebab merupakan bentuk perilaku yang melawan kepentingan individu lain maupun masyarakat secara keseluruhan. Perilaku kriminal disamping disebabkan oleh faktor hereditas, biologis juga bisa disebabkan oleh latarbelakang keluarga yang patologis, misalnya keluarga retak, atau karena kepribadian yang patologis, misalnya mencuri karena memberi kenikmatan. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku abnormal merupakan tingkah laku yang menyimpang dari norma-norma tertentu dan dirasa mengganggu 3

5 orang lain atau perorangan. Dengan demikian perilaku destruktif pemakai merupakan perilaku abnormal yang keberadaannya tidak bisa diterima masyarakat pada umumnya. Yang menjadi pertanyaan adalah mengapa seseorang berperilaku destruktif? Tidak bisa dipungkiri bahwa kepribadian seseorang banyak dipengaruhi oleh masa lalunya. Perilaku destruktif seseorang tidak lain merupakan bentuk " kenakalan " yang tidak terbentuk dalam waktu seketika. Perkembangan yang dialami sejak masa kanak-kanak juga turut memberikan warna dalam pembentukan kepribadian seseorang termasuk kenakalan anak-anak. Dari aspek ilmu jiwa, maka kelakuankelakuan atau tindakan-tindakan yang menganggu ketenangan dan kepentingan orang lain, dipandang sebagai manifestasi dari gangguan jiwa atau akibat tekanan-tekanan batin yang tidak dapat diungkapkan dengan wajar. Atau dengan perkataan lain bahwa kenakalan adalah ungkapan dari ketegangan perasaan (tension), kegelisaan dan kecemasan atau tekanan batin (frustration). 6 Adakalanya kejahatan yang dilakukan seseorang bukanlah karena ia kekurangan materi, akan tetapi merupakan manifestasi dari rasa tidak puas, kecewa atau rasa tertekan, merasa kurang mendapat perhatian. Disamping ungkapan dari hati yang gelisah, mungkin pula perbuatannya itu untuk minta perhatian atau pembalasan atas tindakan dan perlakuan yang tidak menyenangkan. Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya kenakalan, misalnya faktor pendidikan, lingkungan keluarga, ekonomi, masyarakat, sosial politik dan sebagainya. Namun demikian faktor-faktor yang menonjol, yaitu : a. Kurangnya penanaman nilai-nilai agama dalam keluarga Idealnya sejak anak masih kecil orang tua membiasakan si anak pada sifat-sifat dan kebiasaan yang baik, misalnya dibiasakan menghargai hak milik orang lain, dibiasakan berkata terus terang, benar dan jujur, diajar mengatasi kesukarankesukaran yang ringan dengan tenang, diperlakuan adil dan baik, diajar suka menolong, mau memaafkan kesalahan orang, ditanamkan rasa kasih sayang sesama saudara dan sebagainya. Kebiasaan tersebut di atas akan dapat tertanam dengan mudah pada jiwa si anak, apabila orang dewasa di sekitarnya (terutama ibu-bapak) memberikan contoh-contoh dari sifat yang baik itu dalam kehidupan mereka sehari-hari, karena anak-anak lebih cepat meniru dari pada mengerti katakata yang abstrak itu. Namun disadari bahwa banyak orang tua yang tidak mengerti ajaran agama apalagi mengaplikasikan sistem nilai dari agama yang dianutnya, bahkan banyak yang memandang rendah ajaran agama itu, sehingga prosas penanaman nilai-nilai agama kepada si anak praktis tidak pernah dilaksanakan dalam banyak keluarga. Akibatnya hati nurani (super-ego) si anak menjadi lemah karena tidak terbentuk dari nilai-nilai masyarakat atau agama yang diterimanya waktu kecil. Jika hati nuraninya lemah, atau unsur pengontrol dalam diri si anak kosong dari nilai-nilai yang baik, maka sudah barang tentu akan mudah mereka terperosok ke dalam tindakan-tindakan yang tidak baik dan menurutkan apa yang menyenangkannya waktu itu saja, tanpa memikirkan akibat selanjutnya. 6 Daradjat, Zakiah Kesehatan Mental. Jakarta : Gunung Agung. 4

6 b. Kurangnya pengertian orang tua tentang pendidikan Tidak bisa dipungkiri banyak orang tua yang tidak mengerti bagaimana cara mendidik anak. Tidak sedikit orang tua yang beranggapan bahwa apabila si anak sudah terpenuhi kebutuhan jasmaninya, selesai sudah tugas mereka. Dan ada juga yang beranggapan dengan mendidik anak dengan cara keras, akan menjadikannya orang baik dan sebagainya. Orang tua menjadi lupa bahwa sebenarnya setiap orang memiliki dua kebutuhan pokok untuk bisa dipenuhi, yaitu kebutuhan jasmani dan rohani. Dalam pendidikan anak sebenarnya yang terpenting adalah keseluruhan perlakuan-perlakuan yang diterima anak dari orang tuanya, dimana dia merasa disayangi, diperhatikan dan diindahkan dalam keluarga. Anak membutuhkan perlakuan yang adil di antara saudara-saudaranya, perasaan aman dan tentram tanpa rasa ketakutan akan dimarahi, diolok atau dibandingbandingkan dengan saudara-saudaranya yang lain. Apabila kebutuhan tersebut di atas tidak terpenuhi, ia akan memenuhi kebutuhan dengan caranya sendiri dan membawanya ke dalam tindak kenakalan sebagai akibat dari perasaan tertekan karena tidak adanya perhatian orang tua dan ini sebagai hukuman atau pembalasan bagi orang tua. c. Kurang teraturnya pengisian waktu Cara pengisian waktu luang sangat berpengaruh terhadap kelakuan anak. Kebanyakan orang tua kurang memperhatikan cara yang baik untuk mengisi waktu luang bagi anak-anak. Bahkan ada orang tua yang beranggapan bahwa waktu si anak harus diisi dengan sesuatu yang bermanfaat, misalnya belajar, membantu orang tua dan sebagainya. Bermain-main, menyalurkan hobi dianggap membuang waktu. Anak yang diperlakukan seperti ini akan menggerutu, mungkin akan melawan orang tua, membolos dan mungkin akan terganggu emosinya. Jika anak dibiarkan mencarai jalan sendiri untuk mengisi waktu luang tersebut, anak akan mengisinya dengan cara yang menyenangkan hatinya tanpa mempertimbangkan hal baik dan buruk. d. Tidak stabilnya keadaan sosial, politik dan ekonomi Keadaan sosial, politik dan ekonomi yang labil berakibat masyarakat akan goncang dan gelisah yang membawa kepada perasaan panik, bingung, marah, sedih dan sebagainya. Perasaan- perasaan yang tidak menyenangkan itu akan membawa pengaruh yang tidak sedikit atas tindakan dan kelakuan orang. Kegoncangan dan kegelisahan para orang tua atau anggota masyarakat pada umumnya mempengaruhi tindakan dan perlakukan mereka terhadap anak-anak, misalnya mereka akan kurang memperhatikan atau mengacuhkan masalahmasalah khusus yang dihadapi anak-anak mereka. Bahkan mungkin para orang tua akan melampiaskan kegelisahan hatinya dengan memarahi anak-anaknya yang pada akhirnya anak-anak akan mengalami kegoncangan jiwa yang menjurus pada gangguan-gangguan kelakuan, pikiran bahkan kesehatan fisiknya. Dan yang sering terjadi adalah tindakan yang oleh orang dewasa disebut kenakalan. e. Kemerosotan moral dan mental orang dewasa Kemerosotan moral, tingkah laku dan perbuatan-perbuatan orang dewasa yang tidak baik, merupakan contoh dan teladan bagi anak-anak.anak-anak dengan mudah mendapatkan contoh dari lingkungan sekitarnya. Bagi si anak adalah lebih 5

7 mudah meniru dari pada berpikir dan berusaha mencari realisasi dari pengertianpengertian yang abstrak. Tindakan orang tua yang kurang mengindahkan kaidah-kaidah moral, suka mengganggu kepentingan orang lain dan sebagainya akan dengan mudah ditiru oleh anak-anak. f. Banyaknya film dan buku-buku bacaan yang tidak baik Film dan buku-buku bacaan yang menggambarkan kejahatan-kejahatan, kelihayan penjahat, kelicikan perampok dan pencuri, bandit dan gelora-gelora jiwa muda, banyak sekali disenangi. Kejahatan, kerusakan moral dan kelicikan pelaku-pelaku dalam cerita-cerita tersebut menarik perhatian orang, terutama anak-anak muda yang pada dasarnya juga ada merasa tekanan-tekanan perasaan, baik dari orangtua/keluarganya maupun dari masayarakat luar. Jiwa yang tertekan akan mencari jalan penyalurannya ke luar. Jika penyaluran yang wajar tidak mungkin, maka cara-cara yang tidak wajar akan terjadi, antara lain ialah mengidentifikasikan (menyamakan) dirinya dengan pelaku-pelaku dalam cerita itu yang cocok dengan dirinya. Bacaan dan film memberikan kesempatan bagi anakanak untuk mengungkapkan rasa hatinya yang terpendam, disamping mempunyai pengaruh merangsang anak-anak untuk mengikuti dan mencontohnya dalam kehidupan sehari-hari. Akhirnya secara tidak disadari mereka telah meniru atau meneladani pahlawan-pahlawan yang tidak bermoral yang terdapat dalam film dan bacaan-bacaan tersebut. Perilaku destruktif pemakai dalam pemanfaatan bahan pustaka yang berwujud perobekan, pencurian dan perusakan bahan pustaka, merupakan bentuk tingkah laku pemakai yang sangat merugikan banyak pihak. Kerugian yang timbul sebagai akibat kejahatan ini dapat berupa kerugian material maupun moral. Kerugian material,adalah timbulnya korban-korban kejahatan (victims), rusak atau musnahnya harta benda (damages), hilangnya kesempatan pemakai lain untuk mengakses bahan pustaka serta semakin meningkatnya biaya yang harus dikeluarkan bagi penanggulangan kejahatan tersebut. Sedangkan kerugian moral berupa semakin berkurang atau hilangnya kepercayaan masyarakat pemakai terhadap kinerja perpustakaan. Terjadinya tindak destruktif dalam pemanfaatan bahan pustaka di perpustakaan perguruan tinggi dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu : 1. Lemahnya sistem pengawasan bahan pustaka Pada beberapa perpustakaan sering yang menjadi penyebab tingginya tingkat kerusakan dan hilangnya bahan pustaka adalah lemahnya sistem pengawasan terhadap bahan pustaka. Longgarnya pemeriksaan atau kurang telitinya petugas dalam memeriksa bahan pustaka yang akan dibawa keluar oleh pemakai menjadi penyebab banyaknya buku-buku yang hilang. Demikian juga lemahnya pengawasan terhadap bahan pustaka yang ada di rak menyebabkan pemakai dengan leluasa merobek sebagian isi bahan pustaka atau mencuri bahan pustaka 2. Sistem layanan yang tidak profesional 6

8 Layanan yang berbelit-belit atau rumit dan terlalu birokratis, lamban serta sikap petugas yang kurang simpatik, peraturan perpustakaan yang tidak dilaksanakan secara konsisten, rendahnya kualitas layanan bisa menimbulkan rasa tidak puas dari pemakai. Ketidakpuasan pemakai dapat berakibat pemakai mengambil jalan pintas dengan merusak, merobek dan mencuri bahan pustaka. 3. Kurangnya kesadaran pemakai akan pentingnya pelestarian bahan pustaka. Kurangnya kesadaran pemakai akan pentingnya pelestarian bahan pustaka disebabkan oleh kurangnya penanaman nilai-nilai agama dimana orang tua yang tidak pernah menanamkan nilai-nilai agama kepada anaknya mengakibatkan hati nurani (super-ego) si anak menjadi lemah karena tidak terbentuk dari nilai-nilai masyarakat atau agama yang diterimanya waktu kecil. Jika hati nuraninya lemah, atau unsur pengontrol dalam diri si anak kosong dari nilai-nilai yang baik, maka sudah barang tentu akan mudah mereka terperosok ke dalam tindakan-tindakan yang tidak baik dan menurutkan apa yang menyenangkannya waktu itu saja, tanpa memikirkan akibat selanjutnya. Wujud dari lemahnya unsur pengontrol tersebut antara lain berupa kurangnya kesadaran, penghargaan dan pemahaman akan pentingnya informasi yang dampaknya bisa merugikan baik perpustakaan maupun pemakai lain karena hilangnya kesempatan untuk mengakses bahan pustaka tersebut. 4. Tersumbatnya saluran komunikasi antara perpustakaan dan pemakai Keberhasilan perpustakaan dalam menjalankan tugas dan fungsinya, ditentukan juga oleh kualitas komunikasi dengan masyarakat pemakainya. Ketidakharmonisan hubungan antara perpustakaan dan pemakai bisa berakibat timbul sikap apriori dari pemakai terhadap perpustakaan yang pada akhirnya bisa mengakibatkan pemakai tidak mempunyai rasa memiliki terhadap sumber daya yang ada perpustakaan. Jika pemakai tidak mendapatkan kepuasan dalam layanan perpustakaan, maka pemakai memiliki kecenderungan menghalalkan segala cara untuk memenuhi kebutuhan informasinya termasuk merobek dan mencuri bahan pustaka. Pemakai yang mempunyai hubungan menyenangkan dengan pustakawan/petugas perpustakaan, biasanya mengembangkan sikap positif terhadap sumber daya yang dimilki oleh perpustakaan. Sebaliknya pengalaman yang tidak menyenangkan dari pustakawan/petugas perpustakaan, akan mengarah kepada sikap yang negatif baik kepada perpustakaan secara umum maupun terhadap koleksi yang dimiliki perpustakaan. Strategi dalam mengatasi perilaku destruktif pemakai di perpustakaan perguruan tinggi Bagaimanapun juga perilaku destruktif pemakai dalam pemanfaatan bahan pustaka sangat merugikan perpustakaan, sehingga menghambat upaya perpustakaan dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Oleh sebab itu perlu ada langkah-langkah kongkret untuk mengatasi masalah tersebut diantaranya melalui upaya : 1. Membangun kerjasama dengan unsur pimpinan, institusi terkait dan organisasi kemahasiswaan pada tingkat jurusan, fakultas maupun universitas 7

9 Bagaimanapun juga penanganan terhadap perilaku destruktif pemakai tidak bisa dilakukan secara parsial, melainkan harus secara komprehensif dan integratif. Dalam hal ini perpustakaan perlu mendapatkan dukungan dari pimpinan univesitas baik dalam bentuk produk hukum berupa keputusan-keputusan maupun dukungan dana. Demikian juga dengan institusi terkait di lingkungan univeritas, meskipun memiliki fungsi yang berbeda namun masing-masing merupakan bagian yang integral yang saling menunjang dalam mencapai tujuan perguruan tinggi. Kerjasama antar institusi akan memberikan manfaat bagi perpustakaan dalam bentuk dukungan dalam mengatasi perilaku destruktif pemakai. Langkah berikutnya adalah membangun hubungan dengan berbagai organisasi kemahasiswaan baik pada tingkat jurusan, fakultas maupun pada tingkat universitas. Cara yang bisa dilakukan adalah dengan melibatkan organisasi kemahasiswaan dalam pengembangan program perpustakaan. Diharapkan dengan kerjasama ini mahasiswa timbul rasa memiliki dan turut bertanggung jawab terhadap kelancaran pelaksanaan kegiatan perpustakaan dalam menjalankan misinya. Bidang-bidang yang memungkinkan mahasiswa terlibat dalam pengembangan perpustakaan meliputi : pemilihan bahan pustaka, pengembangan otomasi perpustakaan, promosi perpustakaan, pendidikan pemakai perpustakaan, pendidikan dan pelatihan, magang, pameran dan kerjasama kemitraan lain yang saling menguntungkan. Adanya kerjasama dengan organisasi kemahasiswaan diharapkan terjadi proses pencerahan terhadap kesadaran pemakai akan pentingnya pelestarian bahan pustaka. Berbagai upaya dalam membangun komunikasi antara perpustakaan dan pemakai diharapkan dapat menimbulkan aspek-aspek yang menyangkut pengertian, kesenangan, pengaruh pada sikap, hubungan yang makin baik dan melahirkan tindakan yang konstruktif dari pemakai. 2. Membangun sistem layanan prima yang berorientasi kepada kepuasan pemakai Syarat yang harus dipenuhi oleh suatu lembaga termasuk perpustakaan agar berhasil dalam persaingan adalah menciptakan dan mempertahankan pemakai sebagai pelanggan. 7 Penciptaan kepuasan pelanggan ini pada dasarnya merupakan tujuan organisasi baik yang bergerak dalam bidang bisnis maupun jasa. 8 Dengan terciptanya kepuasan pemakai akan dapat memberikan beberapa manfaat, yaitu : (1) terjalinnya hubungan antara perpustakaan dan pemakain menjadi harmonis, (2) memberikan dasar yang baik bagi pelaksanaan layanan berikutnya (3) terciptanya loyalitas pemakai, (4) membentuk suatu rekomendasi dari mulut ke mulut yang menguntungkan perpustakaan, dan (5) reputasi perpustakaan menjadi baik di mata pemakai Kepuasan pemakai bergantung pada kualitas layanan (service quality) yang diberikan oleh perpustakaan yang memasarkan jasa layanan. Kualitas layanan mempunyai peranan yang strategis di masa depan. Hal ini dikarenakan masa yang 7 Suyono, Bambang Pengaruh Kulitas Layanan Akademik dan Administratif terhadap Kepuasan Mahasiswa Universitas Negeri Malang (UM). Ilmu Pengetahuan Sosial Tahun.35 Nomor 2 Desember Schnaars, S.P Marketing Strategy : Customers and Competitions. Edisi kedua, New York : Free Press. 8

10 akan datang pemakai akan semakin memegang peranan penting bagi keberhasilan perpustakaan. 9 Kualitas layanan (service quality) memiliki korelasi yang signifikan dengan kepuasan pemakai. Bila kualitas layanan yang diberikan sesuai dengan harapan pemakai, maka pemakai akan merasa puas demikian juga sebaliknya bila kualitas layanan yang diberikan tidak sesuai harapan pemakai, maka pemakai akan merasa tidak puas. Ada dua faktor utama yang mempengaruhi kualitas layanan, yaitu expected service (layanan yang diharapkan) dan perceived service (layanan yang diterima). Dengan demikian kualitas layanan dapat diukur dengan membandingkan antara kualitas layanan yang diharapkan dengan yang diterima dan dirasakan oleh para pemakai. Apabila expected service sesuai dengan perceived service, maka kualitas layanan yang diberikan dirasakan baik dan memuaskan. Sedangkan bila kualitas layanan yang diterima melampaui harapan, maka kualitas layanan dirasakan sebagai kualitas yang ideal. Sebaliknya bila kualitas layanan yang diterima lebih rendah dari yang diharapkan, maka kualitas layanan dikatakan jelek dan tidak memuaskan. Dengan demikian ideal dan rendahnya kualitas jasa bergantung pada kemampuan perpustakaan dalam memenuhi harapan pemakai. Pemakai perpustakaan pada dasarnya memiliki suatu harapan kepada perpustakaan dalam bentuk pemenuhan informasi yang bisa didapat dengan cepat, mudah dan akurat. Untuk itu sudah sepatutnya perpustakaan perguruan tinggi memanfaatkan perkembangan teknologi informasi untuk bisa menjawab kebutuhan informasi pemakai yang semakin kompleks. Pemanfaatan teknologi informasi untuk pengelolaan perpustakaan dan pengawasan koleksi kiranya menjadi prioritas program pengembangan perpustakaan. Cara-cara tradisional atau konvensional sudah tidak mampu lagi untuk mengatasi perkembangan-perkembangan yang ada. Penataan kondisi fisik perpustakaan perlu dilakukan untuk menimbulkan dampak kognitif atau emosional kepada pemakai, sehingga memberikan kepuasan pada saat mengakses berbagai sumber informasi yang ada di perpustakaan. Demikian juga kuantitas, kualitas, kelengkapan, kemutakhiran dan keragaman bahan pustaka perlu mendapatkan perhatian agar perpustakaan dapat memenuhi kebutuhan pemakai akan informasi. Unsur lain yang juga menjadi penentu keberhasilan perpustakaan dalam memberikan kepuasan kepada pemakai adalah sumberdaya manusia. Sukses tidaknya pelayanan perpustakaan banyak bergantung dari 3 faktor yang pada hakekatnya dapat diprosentasikan sebagai berikut : 5 % bergantung atas fasilitas, 20 % diakibatkan oleh koleksi/bahan pustaka yang ada, dan 75 % sebagai result dari staf perpustakaan yang bersangkutan. 10 Oleh sebab itu pustakawan di perpustakaan perguruan tinggi dituntut memiliki persyaratan, yaitu pandai bergaul (komunikatif); mempunyai perhatian, siap melayani dan membantu pemakai; memiliki daya imajinasi yang luas; terampil dalam menjalankan tugasnya; 9 Sutjipto, B.W Strategi Manajemen Kualitas Dalam era Globalisasi. Usahawan. Oktober hlm Trimo, Suyono Pedoman Pelaksanaan Perpustakaan. Bandung : Remadja Karya 9

11 mengenal dengan baik siapa yang akan dilayani; pandai menempatkan persoalan atau pertanyaan pengunjung dengan tepat dan cepat; dan mempunyai pengetahuan yang luas tentang dunia perpustakaan dan informasi dan memiliki komptetensi dalam bidangnya. Namun demikian dalam mengatasi perilaku destruktif pemakai bukan berarti tanpa masalah. Ada beberapa kendala yang dialami perpustakaan dalam mengatasi perilaku negatif pemakai, yaitu: (1) sulitnya mengontrol perilaku pemakai; (2) dibutuhkan dana yang cukup besar untuk memanfaatkan teknologi informasi di perpustakaan ; dan (3) dibutuhkan waktu yang relatif lama untuk mengubah perilaku destruktif pemakai maupun pustakawan yang tidak profesional. Oleh karena itu penanganan terhadap perilaku destruktif pemakai dalam pemanfaatan bahan pustaka harus mendapatkan prioritas dalam program perpustakaan perguruan tinggi sehingga tujuan dan sasaran perpustakaan dalam memenuhi kebutuhan pemakai dapat terwujud dan tercipta hubungan yang harmonis antara perpustakaan dengan pemakai. Penutup Untuk bisa menjalankan tugas dan fungsinya, perpustakaan perguruan tinggi berkewajiban menjaga keutuhan koleksinya. Perilaku destruktif pemakai bukan saja merugikan perpustakaan, tetapi juga pemakai perpustakaan yang lain dan oleh sebab itu perlu penanganan yang serius dengan melibatkan semua unsur civitas akademika. Disamping itu perpustakaan juga dituntut untuk meningkatkan kualitas layananannya dengan lebih mengutamakan kepuasan pemakai. Agar lebih efektif dalam penanganan terhadap masalah perilaku destruktif pemakai, perpustakaan harus secara proaktif membangun hubungan dan kerjasama dengan berbagai unsur di lingkungan universitas baik unsur pimpinan, institusi terkait maupun organisasi kemahasiswaan. Demikian juga pemanfaatan teknologi informasi, peningkatan kualitas dan kuantitas sumberdaya manusia, pengembangan koleksi hendaknya menjadi prioritas program pengembangan perpustakaan sehingga perpustakaan dapat menjalankan misinya dalam memenuhi kebutuhan informasi dari masyarakat pemakainya. Daftar Pustaka Atmasasmita, Romli Capita Selecta Kriminologi. Bandung : Armico Clerq, Linda De Tingkah Laku Abnormal : Dari Sudut Pandang Perkembangan. Jakarta : Gramedia Daradjat, Zakiah Kesehatan Mental. Jakarta : Gunung Agung. Kartono, Kartini Psikologi abnormal dan abnormalitas seksual. Bandung : Mandar Maju. Kotler, Philip Marketing for Non Profit Organization. Englewood Cliffs. New Jersey : Prentice-Hall Levitt, T Marketing Success Throught Differentiation of Anything. Harvard Business Review. Vol.58(7) : Schnaars, S.P Marketing Strategy : Customers and Competitions. Edisi kedua, New York : Free Press. 10

12 Supratiknya, A Mengenal Perilaku Abnormal. Yogyakarta : Kanisius. Sutjipto, B.W Strategi Manajemen Kualitas Dalam era Globalisasi. Usahawan. Oktober hlm.6-11 Suyono, Bambang Pengaruh Kulitas Layanan Akademik dan Administratif terhadap Kepuasan Mahasiswa Universitas Negeri Malang (UM). Ilmu Pengetahuan Sosial Tahun.35 Nomor 2 Desember Tjiptono, F Strategi Pemasaran. Yogyakarta : Penerbit Nadi Perspektif Manajemen & Pemasaran Kontemporer. Yogyakarta : Penerbit Nadi Trimo, Suyono Pedoman Pelaksanaan Perpustakaan. Bandung : Remadja Karya 11

13 12

BAB 1 PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan.

BAB 1 PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan. 1 BAB 1 PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan. Dimulai dari masa bayi, anak-anak, remaja, dewasa dan masa tua. Pada setiap masa pertumbuhan manusia

Lebih terperinci

STRATEGI PEMBERDAYAAN PERPUSTAKAAN SEKOLAH YANG BERORIENTASI PADA KEPUASAN PEMAKAI MELALUI KEGIATAN PROMOSI

STRATEGI PEMBERDAYAAN PERPUSTAKAAN SEKOLAH YANG BERORIENTASI PADA KEPUASAN PEMAKAI MELALUI KEGIATAN PROMOSI STRATEGI PEMBERDAYAAN PERPUSTAKAAN SEKOLAH YANG BERORIENTASI PADA KEPUASAN PEMAKAI MELALUI KEGIATAN PROMOSI Makalah tidak dipublikasikan dan didokumentasikan di UPT Perpustakaan Universitas Negeri Malang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap manusia pasti melewati tahap-tahap perkembangan yaitu masa bayi, masa kanak-kanak, masa remaja, dan masa dewasa. Namun ada suatu masa dimana individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 21 tahun dan belum menikah (www.google.com). Menurut UU No. 23 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. 21 tahun dan belum menikah (www.google.com). Menurut UU No. 23 Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Konsep anak didefinisikan dan dipahami secara bervariasi dan berbeda, sesuai dengan sudut pandang dan kepentingan yang beragam. Menurut UU No. 4 Tahun 1979

Lebih terperinci

BAB XII PERILAKU MENYIMPANG

BAB XII PERILAKU MENYIMPANG BAB XII PERILAKU MENYIMPANG A. Pengertian Perilaku Menyimpang Perilaku menyimpang dapat terjadi di mana-mana dan kapan saja, baik di rumah, di sekolah maupun di masyarakat. Banyak faktor atau sumber yang

Lebih terperinci

MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri)

MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri) MODUL PERKULIAHAN Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri) Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi 03 MK61112 Aulia Kirana,

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. falsafah baru ini disebut konsep pemasaran (marketing concept). Konsep

II. LANDASAN TEORI. falsafah baru ini disebut konsep pemasaran (marketing concept). Konsep II. LANDASAN TEORI 2.1 Arti dan Pentingnya Pemasaran Pemasaran merupakan faktor penting untuk mencapai sukses bagi perusahaan akan mengetahui adanya cara dan falsafah yang terlibat didalamnya. Cara dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling berinteraksi. Melalui interaksi ini manusia dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling berinteraksi. Melalui interaksi ini manusia dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial, manusia membutuhkan kehadiran orang lain untuk saling berinteraksi. Melalui interaksi ini manusia dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan

Lebih terperinci

PROMOSI SEBAGAI MEDIA PEMBERDAYAAN PERPUSTAKAAN SEKOLAH

PROMOSI SEBAGAI MEDIA PEMBERDAYAAN PERPUSTAKAAN SEKOLAH PROMOSI SEBAGAI MEDIA PEMBERDAYAAN PERPUSTAKAAN SEKOLAH Hari Santoso Pustakawan Universitas Negeri Malang. Alamat instansi Jl. Surabaya No. 6 Malang. Telp. 0341-571035 Abstrak. Beberapa alasan penyebab

Lebih terperinci

Pengantar Psikologi Abnormal

Pengantar Psikologi Abnormal Pengantar Psikologi Abnormal NORMAL (SEHAT) sesuai atau tidak menyimpang dengan kategori umum ABNORMAL (TIDAK SEHAT) tidak sesuai dengan kategori umum. PATOLOGIS (SAKIT) sudut pandang medis; melihat keadaan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN PERILAKU AGRESIF PADA REMAJA

HUBUNGAN ANTARA KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN PERILAKU AGRESIF PADA REMAJA HUBUNGAN ANTARA KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN PERILAKU AGRESIF PADA REMAJA Skripsi Untuk memenuhi persyaratan Dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Psikologi Disusun oleh : NITALIA CIPUK SULISTIARI F 100 040

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perceraian merupakan kata yang umum dan tidak asing lagi di telinga masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi trend, karena untuk menemukan informasi

Lebih terperinci

BAB II FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TIMBULNYA PENCURIAN PADA SAAT TERJADI BENCANA ALAM

BAB II FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TIMBULNYA PENCURIAN PADA SAAT TERJADI BENCANA ALAM BAB II FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TIMBULNYA PENCURIAN PADA SAAT TERJADI BENCANA ALAM Pada kenyataannya tindakan dari pencurian itu sangatlah membuat orang resah dan bertambah menderita dengan tindakan tersebut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting di dalam suatu kehidupan. manusia. Teori Erikson memberikan pandangan perkembangan mengenai

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting di dalam suatu kehidupan. manusia. Teori Erikson memberikan pandangan perkembangan mengenai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa yang penting di dalam suatu kehidupan manusia. Teori Erikson memberikan pandangan perkembangan mengenai kehidupan manusia dalam beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesulitan mengadakan adaptasi menyebabkan banyak kebimbangan, pribadi yang akibatnya mengganggu dan merugikan pihak lain.

BAB I PENDAHULUAN. Kesulitan mengadakan adaptasi menyebabkan banyak kebimbangan, pribadi yang akibatnya mengganggu dan merugikan pihak lain. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan masyarakat modern yang serba kompleks sebagai produk kemajuan teknologi, mekanisasi, industrialisasi, dan urbanisasi memunculkan banyak masalah

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN AFEKTIF

PERKEMBANGAN AFEKTIF PERKEMBANGAN AFEKTIF PTIK PENGERTIAN AFEKTIF Afektif menurut Kamus Bahasa Indonesia adalah berkenaan dengan rasa takut atau cinta, mempengaruhi keadaan, perasaan dan emosi, mempunyai gaya atau makna yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami perubahan-perubahan di berbagai bidang, seperti ilmu pengetahuan, teknologi, politik, ekonomi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, karena pada masa ini remaja mengalami perkembangan fisik yang cepat dan perkembangan psikis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anak dikemudian hari. Apa yang dilihat, didengar, dan dirasakan waktu kecil

BAB I PENDAHULUAN. anak dikemudian hari. Apa yang dilihat, didengar, dan dirasakan waktu kecil BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pendidikan secara umum diawali dalam suatu keluarga, orang tua yang bertanggung jawab dengan kelanjutan kehidupan pendidikan anak-anaknya, karena pengaruh yang diterima

Lebih terperinci

KENAKALAN REMAJA : PENYEBAB & SOLUSINYA. Oleh : Eva Imania Eliasa, M.Pd

KENAKALAN REMAJA : PENYEBAB & SOLUSINYA. Oleh : Eva Imania Eliasa, M.Pd KENAKALAN REMAJA : PENYEBAB & SOLUSINYA Oleh : Eva Imania Eliasa, M.Pd A. PENDAHULUAN Kenakalan remaja biasanya dilakukan oleh remaja-remaja yang gagal dalam menjalani prosesproses perkembangan jiwanya,

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. diketahui bahwa ketiga subjek mengalami self blaming. Kemudian. secara mendalam peneliti membahas mengenai self blaming pada

BAB VI PENUTUP. diketahui bahwa ketiga subjek mengalami self blaming. Kemudian. secara mendalam peneliti membahas mengenai self blaming pada 144 BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa ketiga subjek mengalami self blaming. Kemudian secara mendalam peneliti membahas mengenai self

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan mental adalah terwujudnya keharmonisan antara fungsi-fungsi jiwa, serta

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan mental adalah terwujudnya keharmonisan antara fungsi-fungsi jiwa, serta BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan mental adalah terwujudnya keharmonisan antara fungsi-fungsi jiwa, serta kesanggupan untuk menghadapi problem-problem biasa yang terjadi dan merasakan

Lebih terperinci

SEGI TIGA KESEIMBANGAN: TUHAN, MANUSIA DAN ALAM RAYA

SEGI TIGA KESEIMBANGAN: TUHAN, MANUSIA DAN ALAM RAYA SEGI TIGA KESEIMBANGAN: TUHAN, MANUSIA DAN ALAM RAYA MANUSIA MAKHLUK BUDAYA: HAKEKAT MANUSIA Manusia Makhluk ciptaan Tuhan, terdiri dari tubuh dan jiwa sebagai kesatuan utuh. Manusia merupakan makhluk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Gaya kehidupan anak-anak remaja sekarang ini banyak mengalami perubahan. Perubahan itu meliputi cara berpikir, tata cara bertingkah laku, bergaul dan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sosial anak telah dimulai sejak bayi, kemudian pada masa kanak-kanak dan selanjutnya pada masa remaja. Hubungan sosial anak pertamatama masih sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Remaja merupakan fase perubahan baik itu dalam bentuk fisik, sifat, sikap, perilaku maupun emosi. Seiring dengan tingkat pertumbuhan fisik yang semakin berkembang,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kualitas Pelayanan 2.1.1 Pengertian Kualitas Kata kualitas mengandung banyak definisi dan makna karena orang yang berbeda akan mengartikannya secara berlainan, seperti kesesuaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah ini merupakan masalah sensitif yang menyangkut masalah-masalah

BAB I PENDAHULUAN. masalah ini merupakan masalah sensitif yang menyangkut masalah-masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak kejahatan atau perilaku kriminal selalu menjadi bahan yang menarik serta tidak habis-habisnya untuk dibahas dan diperbincangkan, masalah ini merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia terlahir dalam keadaan yang lemah, untuk memenuhi kebutuhannya tentu saja manusia membutuhkan orang lain untuk membantunya, artinya ia akan tergantung

Lebih terperinci

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA PERILAKU DELINKUEN DITINJAU DARI KECERDASAN EMOSI PENYANDANG TUNALARAS DI SLB-E BHINA PUTERA SURAKARTA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S1 Psikologi Disusun oleh

Lebih terperinci

SIMPOSIUM GURU. Oleh ASEP INDRAYANA, S.Pd., M.Pd.,M.Pd.,Kons NIP Guru Bimbingan Konseling SMK Negeri 5 Surakarta

SIMPOSIUM GURU. Oleh ASEP INDRAYANA, S.Pd., M.Pd.,M.Pd.,Kons NIP Guru Bimbingan Konseling SMK Negeri 5 Surakarta SIMPOSIUM GURU JUDUL : Upaya Meningkatkan Kesehatan Mental Melalui Layanan Bimbingan Kelompok Siswa Kelas X TS A SMK Negeri 5 Surakarta Tahun Pelajaran 2013/2014 Oleh ASEP INDRAYANA, S.Pd., M.Pd.,M.Pd.,Kons

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perilaku menyimpang. Dalam perspektif perilaku menyimpang masalah sosial

BAB I PENDAHULUAN. perilaku menyimpang. Dalam perspektif perilaku menyimpang masalah sosial 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kenakalan remaja dalam studi masalah sosial dapat dikategorikan ke dalam perilaku menyimpang. Dalam perspektif perilaku menyimpang masalah sosial terjadi karena

Lebih terperinci

BABI PENDAHULUAN. Dalam menjalani suatu kehidupan, banyak orang yang mempunyai pemikiran

BABI PENDAHULUAN. Dalam menjalani suatu kehidupan, banyak orang yang mempunyai pemikiran BABI PENDAHULUAN BABI PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam menjalani suatu kehidupan, banyak orang yang mempunyai pemikiran bahwa faktor inteligensi merupakan faktor utama yang mempengaruhi keberhasilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tanpa karakter adalah manusia yang sudah membinatang. Orang orang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tanpa karakter adalah manusia yang sudah membinatang. Orang orang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membicarakan karakter merupakan hal yang sangat penting dan mendasar. Karakter adalah mustika hidup yang membedakan manusia dengan binatang. Manusia tanpa karakter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. asing bisa masuk ke negara Indonesia dengan bebas dan menempati sector-sektor

BAB I PENDAHULUAN. asing bisa masuk ke negara Indonesia dengan bebas dan menempati sector-sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Memasuki era globalisasi ini membawa Indonesia dalam tantangan yang berat, khususnya dalam sektor tenaga kerja. Sebab pada era globalisasi ini tenaga kerja asing bisa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bagi sebagian besar orang, masa remaja adalah masa yang paling berkesan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bagi sebagian besar orang, masa remaja adalah masa yang paling berkesan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bagi sebagian besar orang, masa remaja adalah masa yang paling berkesan dan menyenangkan. Pengalaman baru yang unik serta menarik banyak sekali dilalui pada masa ini.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun anak yang abnormal (anak peyandang cacat). Tidak semua anak

BAB I PENDAHULUAN. maupun anak yang abnormal (anak peyandang cacat). Tidak semua anak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan di dunia mempunyai hak asasi manusia (HAM) yang sama. Demikian juga dalam hal memperoleh pendidikan, setiap warga Negara berhak memperoleh

Lebih terperinci

KESEHATAN MENTAL. SURYANTO, M.Kes.

KESEHATAN MENTAL. SURYANTO, M.Kes. KESEHATAN MENTAL SURYANTO, M.Kes. SEJARAH GERAKAN HYGIENE MENTAL 1. Awal Gerakan Hygiene Mental a. Philippe Pinel : di Perancis b. William Tuke : Inggris c. Dorothea Dix : di Amerika pada abad 19 d. Clifford

Lebih terperinci

PERILAKU AGRESIF ORANGTUA TERHADAP ANAK DITINJAU DARI RELIGIUSITAS

PERILAKU AGRESIF ORANGTUA TERHADAP ANAK DITINJAU DARI RELIGIUSITAS PERILAKU AGRESIF ORANGTUA TERHADAP ANAK DITINJAU DARI RELIGIUSITAS SKRIPSI DIAN SAVITRI 99.40.3019 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG 2005 PERILAKU AGRESIF ORANGTUA TERHADAP

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Tipe Kepribadian Tangguh (Hardiness) Istilah kepribadian ( personality) berasal dari bahasa Yunani kuno, persone

BAB II LANDASAN TEORI. A. Tipe Kepribadian Tangguh (Hardiness) Istilah kepribadian ( personality) berasal dari bahasa Yunani kuno, persone BAB II LANDASAN TEORI A. Tipe Kepribadian Tangguh (Hardiness) 1. Pengertian Kepribadian Istilah kepribadian ( personality) berasal dari bahasa Yunani kuno, persone yang artinya topeng yang biasanya dipakai

Lebih terperinci

KENAKALAN REMAJA DAN SOLUSINYA

KENAKALAN REMAJA DAN SOLUSINYA KENAKALAN REMAJA DAN SOLUSINYA Disusun sebagai tugas akhir mata kuliah Ilmu Sosial Budaya Dasar MEDAN 2012 KATA PENGANTAR Segala puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah Yang Maha Esa, yang atas rahmat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

Lebih terperinci

Dalam keluarga, semua orangtua berusaha untuk mendidik anak-anaknya. agar dapat menjadi individu yang baik, bertanggungjawab, dan dapat hidup secara

Dalam keluarga, semua orangtua berusaha untuk mendidik anak-anaknya. agar dapat menjadi individu yang baik, bertanggungjawab, dan dapat hidup secara BABI PENDAHULUAN BABI PENDAHULUAN 1.1. LA TAR BELAKANG MASALAH Dalam keluarga, semua orangtua berusaha untuk mendidik anak-anaknya agar dapat menjadi individu yang baik, bertanggungjawab, dan dapat hidup

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ensiklopedia indonesia, perkataan perkawinan adalah nikah;

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ensiklopedia indonesia, perkataan perkawinan adalah nikah; BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Perkawinan Menurut Ensiklopedia indonesia, perkataan perkawinan adalah nikah; sedangkan menurut Purwadarminta (1979), kawin adalah perjodohan laki-laki dan perempuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juga adalah apa yang dikerjakan oleh organisme tersebut, baik dapat diamati secara langsung

BAB I PENDAHULUAN. juga adalah apa yang dikerjakan oleh organisme tersebut, baik dapat diamati secara langsung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prilaku remaja pada hakekatnya adalah suatu aktivitas pada remaja itu sendiri, prilaku juga adalah apa yang dikerjakan oleh organisme tersebut, baik dapat diamati secara

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS UPAYA GURU PAI DALAM MEMBINA MORAL SISWA SMP NEGERI 1 KANDEMAN BATANG

BAB IV ANALISIS UPAYA GURU PAI DALAM MEMBINA MORAL SISWA SMP NEGERI 1 KANDEMAN BATANG BAB IV ANALISIS UPAYA GURU PAI DALAM MEMBINA MORAL SISWA SMP NEGERI 1 KANDEMAN BATANG A. Analisis tentang Upaya Guru PAI dalam Membina Moral Siswa SMP Negeri 1 Kandeman Batang Sekolah adalah lingkungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Anjarsari (2011: 19), mengatakan bahwa kenakalan adalah perbuatan anti. orang dewasa diklasifikasikan sebagai tindakan kejahatan.

I. PENDAHULUAN. Anjarsari (2011: 19), mengatakan bahwa kenakalan adalah perbuatan anti. orang dewasa diklasifikasikan sebagai tindakan kejahatan. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah kenakalan remaja bukan merupakan permasalahan baru yang muncul kepermukaan, akan tetapi masalah ini sudah ada sejak lama. Banyak cara, mulai dari tindakan prefentif,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Prestasi belajar atau hasil belajar adalah realisasi atau pemekaran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Prestasi belajar atau hasil belajar adalah realisasi atau pemekaran BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prestasi Belajar 1. Pengertian Prestasi Belajar Prestasi belajar atau hasil belajar adalah realisasi atau pemekaran dari kecakapan potensial atau kapasitas yang dimiliki seseorang.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lingkungan merupakan sesuatu yang berada di luar batasan-batasan kemampuan

I. PENDAHULUAN. Lingkungan merupakan sesuatu yang berada di luar batasan-batasan kemampuan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Lingkungan merupakan sesuatu yang berada di luar batasan-batasan kemampuan dan potensi genetik seseorang. Lingkungan berperan dalam menyiapkan fasilitasfasilitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keluarga Sejahtera dibentuk berdasarkan perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup dan memiliki hubungan yang sama, selaras dan seimbang antar anggota

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial yang selalu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial yang selalu BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Penyesuaian Sosial 2.1.1 Pengertian penyesuaian sosial Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial yang selalu membutuhkan kehadiran orang lain untuk berinteraksi. Agar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Gangguan Jiwa BAB II TINJAUAN TEORI 2.1.1 Pengertian Gangguan Jiwa Gangguan jiwa merupakan perubahan sikap dan perilaku seseorang yang ekstrem dari sikap dan perilaku yang dapat menimbulkan penderitaan

Lebih terperinci

Salah satu perkembangan yang penting dalam kehidupan manusia adalah. masa perkembangan anak, yang merupakan masa pembentukan dan peletakan

Salah satu perkembangan yang penting dalam kehidupan manusia adalah. masa perkembangan anak, yang merupakan masa pembentukan dan peletakan BABI PENDAHULUAN BABI PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu perkembangan yang penting dalam kehidupan manusia adalah masa perkembangan anak, yang merupakan masa pembentukan dan peletakan fondasi

Lebih terperinci

PERAN BUKU BACAAN DAN LINGKUNGAN DALAM MENUNJANG PERKEMBANGAN BAHASA ANAK

PERAN BUKU BACAAN DAN LINGKUNGAN DALAM MENUNJANG PERKEMBANGAN BAHASA ANAK PERAN BUKU BACAAN DAN LINGKUNGAN DALAM MENUNJANG PERKEMBANGAN BAHASA ANAK Makalah tidak dipublikasikan dan didokumentasikan di UPT Perpustakaan Universitas Negeri Malang Oleh : Drs. Hari UPT PERPUSTAKAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 KONTEKS MASALAH Komunikasi merupakan aktivitas dasar manusia yang tidak akan pernah terlepas dari kehidupan manusia sehari-hari. Kita mengetahui bahwa manusia merupakan makhluk yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial, yaitu makhluk yang saling membutuhkan dan saling berinteraksi. Dalam interaksi antar manusia

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pola Asuh Orang Tua 2.1.1 Pengertian Pola Asuh Orang Tua Menurut Hurlock (1999) orang tua adalah orang dewasa yang membawa anak ke dewasa, terutama dalam masa perkembangan. Tugas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kekuatan seseorang dalam menghadapi kehidupan di dunia ini berawal dari keluarga. Keluarga merupakan masyarakat terkecil yang sangat penting dalam membentuk

Lebih terperinci

MENGATASI KONFLIK RUMAH TANGGA (STUDI BK KELUARGA)

MENGATASI KONFLIK RUMAH TANGGA (STUDI BK KELUARGA) GUIDENA, Vol.1, No.1, September 2011 MENGATASI KONFLIK RUMAH TANGGA (STUDI BK KELUARGA) Nurul Atieka Universitas Muhammadiyah Metro PENDAHULUAN Semua orang dalam membina keluarga, menginginkan keluarga

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN PERILAKU MELAYANI PADA PERAWAT DI RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH ROEMANI SEMARANG. Skripsi

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN PERILAKU MELAYANI PADA PERAWAT DI RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH ROEMANI SEMARANG. Skripsi HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN PERILAKU MELAYANI PADA PERAWAT DI RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH ROEMANI SEMARANG Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. oleh orang dewasa maka akan mendapat sangsi hukum.

BAB II LANDASAN TEORI. oleh orang dewasa maka akan mendapat sangsi hukum. BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Kenakalan Remaja 2.1.1. Pengertian Kenakalan Remaja Menurut Arif Gunawan (2011) definisi kenakalan remaja adalah : Istilah juvenile berasal dari bahasa Latin juvenilis, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama bagi anak yang memberi dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah satunya adalah

Lebih terperinci

KESEHATAN MENTAL. Oleh : Isti Yuni Purwanti

KESEHATAN MENTAL. Oleh : Isti Yuni Purwanti KESEHATAN MENTAL Oleh : Isti Yuni Purwanti Beberapa definisi kesehatan mental : Terhindarnya orang dari gejala-gejala gangguan jiwa dan dari gejalagejala penyakit jiwa Kemampuan untuk menyesuaikan diri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hak bagi setiap warga negara. Oleh karena itu, pendidikan tidak hanya untuk anak normal saja, anak berkebutuhan khusus pun mempunyai hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan berinteraksi dengan orang lain demi kelangsungan hidupnya. Karena pada

BAB I PENDAHULUAN. dan berinteraksi dengan orang lain demi kelangsungan hidupnya. Karena pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk individu dan sekaligus makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Manusia perlu berkomunikasi dan berinteraksi

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA. Skripsi

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA. Skripsi HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA Skripsi Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh Derajat Sarjana S-1 Psikologi Diajukan Oleh: SISKA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Banyak sekali latar belakang kekerasan terhadap anak mulai dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Banyak sekali latar belakang kekerasan terhadap anak mulai dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Banyak sekali latar belakang kekerasan terhadap anak mulai dari ketidakpuasan seseorang terhadap kondisi hidupnya sehingga melihat anak yang tidak berdaya sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagi setiap kalangan masyarakat di indonesia, tidak terkecuali remaja.

BAB I PENDAHULUAN. bagi setiap kalangan masyarakat di indonesia, tidak terkecuali remaja. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kecepatan arus informasi dan semakin majunya teknologi sekarang ini yang dikenal dengan era globalisasi memberikan bermacam-macam dampak bagi setiap kalangan

Lebih terperinci

Definisi keluarga broken home menurut Gerungan (2009:199) adalah:

Definisi keluarga broken home menurut Gerungan (2009:199) adalah: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bagi seorang anak, keluarga merupakan kelompok sosial pertama dan terutama yang dikenalnya. Pada pendidikan keluarga seorang anak tumbuh dan berkembang. Sumaatmadja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. normal dan sehat, bekerja me nyajikan kehidupan sosial yang mengasyikkan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. normal dan sehat, bekerja me nyajikan kehidupan sosial yang mengasyikkan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bekerja mencerminkan kondisi manusia yang sehat lahir dan batin, sedangkan tidak bekerja sama sekali, mengindikasikan kondisi macet atau sakit atau adanya suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHALUAN. A. Latar Belakang Masalah. status sebagai orang dewasa tetapi tidak lagi sebagai masa anak-anak. Fase remaja

BAB I PENDAHALUAN. A. Latar Belakang Masalah. status sebagai orang dewasa tetapi tidak lagi sebagai masa anak-anak. Fase remaja BAB I PENDAHALUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja adalah fase kedua dalam kehidupan setelah fase anak-anak. Fase remaja disebut fase peralihan atau transisi karena pada fase ini belum memperoleh status

Lebih terperinci

TUGAS. Oleh : MEI ZAQI HILDAYANA

TUGAS. Oleh : MEI ZAQI HILDAYANA TUGAS MANAJEMEN PEMASARAN JASA PERPUSTAKAAN PERAN PUSTAKAWAN DALAM PEMBENTUKAN CITRA PERPUSTAKAAN Oleh : MEI ZAQI HILDAYANA 07540021 PRODI ILMU PERPUSTAKAAN DAN INFORMASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat beradaptasi dengan baik maka ia akan memiliki kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat beradaptasi dengan baik maka ia akan memiliki kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Setiap orang pasti akan mengalami banyak masalah dalam kehidupannya. Salah satu masalah yang harus dihadapi adalah bagaimana seseorang dapat beradaptasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kenakalan remaja? Harapan remaja sebagai penerus bangsa yang menentukan

BAB I PENDAHULUAN. kenakalan remaja? Harapan remaja sebagai penerus bangsa yang menentukan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kenakalan remaja merupakan salah satu masalah pelik yang dihadapi bangsa Indonesia dari tahun ke tahun. Lalu apa sebenarnya penyebab kenakalan remaja? Harapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang mendorong semua lapisan masyarakat untuk masuk kedalam

BAB I PENDAHULUAN. berkembang mendorong semua lapisan masyarakat untuk masuk kedalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan teknologi dan informasi yang saat ini semakin cepat dan berkembang mendorong semua lapisan masyarakat untuk masuk kedalam system dunia yang mengglobal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia membutuhkan interaksi dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan pada aspek afektif, kognitif dan psikomotor. Upaya untuk

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan pada aspek afektif, kognitif dan psikomotor. Upaya untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran pendidikan jasmani pada tingkat sekolah dasar meliputi pengembangan pada aspek afektif, kognitif dan psikomotor. Upaya untuk mengembangkan ketiga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat melekat pada diri manusia. Seksualitas tidak bisa dihindari oleh makhluk

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat melekat pada diri manusia. Seksualitas tidak bisa dihindari oleh makhluk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sampai saat ini masalah seksualitas selalu menjadi topik yang menarik untuk dibicarakan. Hal ini dimungkinkan karena permasalahan seksual telah menjadi suatu hal yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada masa remaja, terjadi proses pencarian jati diri dimana remaja banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada masa remaja, terjadi proses pencarian jati diri dimana remaja banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masa remaja, terjadi proses pencarian jati diri dimana remaja banyak melakukan interaksi dengan lingkungan sosialnya dan sekolah merupakan salah satu tempat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat pada anak-anaknya (Friedman et al., 2010). yang masih bertanggung jawab terhadap perkembangan anak-anaknya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat pada anak-anaknya (Friedman et al., 2010). yang masih bertanggung jawab terhadap perkembangan anak-anaknya. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Orang Tua 1. Pengertian Orang tua adalah orang yang lebih tua atau orang yang dituakan, terdiri dari ayah dan ibu yang merupakan guru dan contoh utama untuk anakanaknya karena

Lebih terperinci

UPAYA MENINGKATKAN KUALITAS JASA LAYANAN INFORMASI DI PERPUSTAKAAN

UPAYA MENINGKATKAN KUALITAS JASA LAYANAN INFORMASI DI PERPUSTAKAAN ARTIKEL UPAYA MENINGKATKAN KUALITAS JASA LAYANAN INFORMASI DI PERPUSTAKAAN Rr. Siti Dwijati, S.Sos, M.Si Staf Perpustakaan Universitas Airlangga Staf Pengajar Ilmu Perpustakaan UWKS Abstrak Perpustakaan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KEPUASAN SEKSUAL DENGAN KEPUASAN PERNIKAHAN SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA KEPUASAN SEKSUAL DENGAN KEPUASAN PERNIKAHAN SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA KEPUASAN SEKSUAL DENGAN KEPUASAN PERNIKAHAN SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai Derajat S-1, Sarjana Psikologi Disusu Oleh: NUR ZULAIKAH F 100 030 010 FAKULTAS

Lebih terperinci

REKREASI. "Segala sesuatu ada masanya. Page 1

REKREASI. Segala sesuatu ada masanya. Page 1 REKREASI "Segala sesuatu ada masanya. Page 1 Perbedaan Rekreasi & Hiburan Ada perbedaan yang nyata antara rekreasi dan hiburan. Bilamana sesuai dengan namanya, Rekreasi cenderung untuk menguatkan dan membangun

Lebih terperinci

Bab I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya tujuan utama suatu perusahaan adalah

Bab I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya tujuan utama suatu perusahaan adalah Bab I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada dasarnya tujuan utama suatu perusahaan adalah mencari keuntungan, dalam hal ini adalah laba. Laba dapat diperoleh dari para pelanggan atau konsumen, maka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga menurut Lestari (2012) memiliki banyak fungsi, seperti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga menurut Lestari (2012) memiliki banyak fungsi, seperti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga menurut Lestari (2012) memiliki banyak fungsi, seperti melahirkan anak, merawat anak, menyelesaikan suatu permasalahan, dan saling peduli antar anggotanya.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Pemasaran Perusahaan merupakan hal yang penting dalam upaya untuk memberikan kepuasan terhadap kebutuhan konsumen. Dalam setiap perusahaan, aktivitas dibidang pemasaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anak-anak terus bekerja, dan daya serap anak-anak tentang dunia makin meningkat.

BAB I PENDAHULUAN. anak-anak terus bekerja, dan daya serap anak-anak tentang dunia makin meningkat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia kognitif anak-anak ialah kreatif, bebas dan penuh imajinasi. Imajinasi anak-anak terus bekerja, dan daya serap anak-anak tentang dunia makin meningkat.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masa sekarang dan yang akan datang. Namun kenyataan yang ada, kehidupan remaja

I. PENDAHULUAN. masa sekarang dan yang akan datang. Namun kenyataan yang ada, kehidupan remaja I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja adalah generasi masa depan, penerus generasi masa kini yang diharapkan mampu berprestasi, bisa dibanggakan dan dapat mengharumkan nama bangsa pada masa sekarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak pernah dikenalkan pada aturan maka akan berperilaku tidak disiplin

BAB I PENDAHULUAN. tidak pernah dikenalkan pada aturan maka akan berperilaku tidak disiplin 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kedisiplinan sangat penting diterapkan dalam lembaga pendidikan dan dibutuhkan oleh setiap siswa. Keluarga merupakan salah satu panutan utama dalam penanaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Keluarga merupakan sekumpulan orang yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Keluarga merupakan sekumpulan orang yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan unsur penentu pertama dan utama keberhasilan pembinaan anak sebagai generasi penerus. Keluarga inti adalah keluarga yang terdiri dari ayah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek Anak merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus dijaga dan dipelihara karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan - 1. Bab I. Pendahuluan. Era globalisasi dewasa ini merupakan suatu isu yang banyak

Bab I Pendahuluan - 1. Bab I. Pendahuluan. Era globalisasi dewasa ini merupakan suatu isu yang banyak Bab I Pendahuluan - 1 Bab I Pendahuluan 1.1 Latar belakang penelitian Era globalisasi dewasa ini merupakan suatu isu yang banyak mendapat perhatian oleh banyak pihak, yang ditandai dengan adanya kemajuan

Lebih terperinci

PENCEGAHAN DAN PENAGGULANGAN PLAGIARISME DALAM PENULISAN KARYA ILMIAH DI LINGKUNGAN PERPUSTAKAAN PERGURUAN TINGGI Oleh : Drs. Hari Santoso, S.Sos.

PENCEGAHAN DAN PENAGGULANGAN PLAGIARISME DALAM PENULISAN KARYA ILMIAH DI LINGKUNGAN PERPUSTAKAAN PERGURUAN TINGGI Oleh : Drs. Hari Santoso, S.Sos. PENCEGAHAN DAN PENAGGULANGAN PLAGIARISME DALAM PENULISAN KARYA ILMIAH DI LINGKUNGAN PERPUSTAKAAN PERGURUAN TINGGI Oleh : Drs. Hari Santoso, S.Sos. 1 Abstrak. Beberapa elemen penting yang membatasi definisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan Akhlak dapat terbentuk. Dalam kehidupan sehari-hari akhlak

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan Akhlak dapat terbentuk. Dalam kehidupan sehari-hari akhlak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting, dan tidak dapat ditinggalkan dalam setiap kehidupan manusia. Hal itu dikarenakan bahwa dengan pendidikanlah

Lebih terperinci

GUILTY FEELING PADA RESIDIVIS

GUILTY FEELING PADA RESIDIVIS GUILTY FEELING PADA RESIDIVIS SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persayaratan Dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh: TRI SETYONUGROHO F. 100 020 204 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurlaela Damayanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurlaela Damayanti, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan suatu fase perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa dimana pada masa ini remaja memiliki kematangan emosi, sosial, fisik dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. emosional yang besar pada setiap wanita yang normal, juga pada kedua orang

BAB I PENDAHULUAN. emosional yang besar pada setiap wanita yang normal, juga pada kedua orang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kehamilan dan kelahiran bayi itu pada umumnya memberikan arti emosional yang besar pada setiap wanita yang normal, juga pada kedua orang tua bayi. Wanita-wanita hamil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari hubungannya dengan orang lain. Keberadaan orang lain dibutuhkan manusia untuk melakukan suatu

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Penelitian ini mendapatkan konsep awal tentang anti-materialisme

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Penelitian ini mendapatkan konsep awal tentang anti-materialisme BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Penelitian ini mendapatkan konsep awal tentang anti-materialisme berdasarkan eksplorasi terhadap sikap hidup orang-orang yang memandang diri mereka sebagai tidak materialistis.

Lebih terperinci