Lampiran - 2 National Safety Requirements

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Lampiran - 2 National Safety Requirements"

Transkripsi

1 Lampiran - 2 National Safety Requirements

2 Persyaratan Keselamatan Ketenagalistrikan Nasional Indonesia Isi Bagian I Ketentuan Umum Bab 1 Tujuan Pasal 1 Tujuan Bab 2 Lingkup Pasal 2 Lingkup Bab 3 Pengertian Pasal 3 Istilah Pasal 4 Jenis Tegangan Bab 4 Prinsip Keselamatan [ Pencegahan dari Sengatan Listrik, Kebakaran dll ] Pasal 5 Pencegahan dari Sengatan Listrik, Kebakaran, dll pada Instalasi Tenaga Listrik Pasal 6 Isolasi Rangkaian Listrik Pasal 7 Pencegahan Putusnya Penghantar Listrik, dll Pasal 8 Penyambungan Penghantar Listrik Pasal 9 Kekuatan Panas pada Peralatan Elektromekanik Pasal 10 Pencegahan Bahaya pada Peralatan Elektromekanik Bertegangan Menengah, Tinggi, atau Ekstra Tinggi Pasal 11 Pembumian Instalasi Tenaga Listrik Pasal 12 Metode Pembumian Instalasi Tenaga Listrik [ Pencegahan Kondisi Abnormal dan Tindakan Pengamanan ] Pasal 13 Pencegahan Kebakaran pada Transformator, dll yang Terhubung pada Rangkaian Listrik Bertegangan Ekstra Tinggi, dll. Pasal 14 Tindakan Pengamanan terhadap Arus Lebih Pasal 15 Tindakan Pengamanan terhadap Kegagalan Pembumian [ Pencegahan Gangguan Elektromagnetik ] Pasal 16 Pencegahan Gangguan Elektromagnetik pada Instalasi Tenaga Listrik [ Pencegahan Gangguan Penyediaan Tenaga Listrik ] Pasal 17 Pencegahan Gangguan Penyediaan Listrik dari Instalasi Tenaga Listrik 1

3 [ Pencegahan Polusi dll ] Pasal 18 Pencegahan Polusi Bagian II Pemasangan Instalasi Tenaga Listrik Bab 1 Instalasi Penyaluran Tenaga Listrik 1-1 Instalasi Tenaga Listrik untuk Penyediaan Listrik [ Pencegahan Sengatan Listrik, Kebakaran, dll ] Pasal 19 Pencegahan Sengatan Listrik atau Kebakaran pada Saluran Listrik Pasal 20 Pencegahan Sengatan Listrik dari Saluran Udara dan Penghantar Listrik Bawah Tanah Pasal 21 Pencegahan Memasuki Gardu Induk, dll selain Operator Pasal 22 Pencegahan Menaiki Benda Pendukung pada Saluran Udara Pasal 23 Ketinggian Saluran Udara dll Pasal 24 Pencegahan Sengatan Listrik dari Saluran Udara pada Pekerja Penghantar Listrik Pihak Lain Pasal 25 Pencegahan Sengatan Listrik Akibat Induksi Elektromagnetik atau Induksi Elektrostatik dari Saluran Udara [ Pencegahan Bahaya pada Penghantar Listrik dan Bangunan Lain, dll ] Pasal 26 Pencegahan Bahaya dengan Penghantar Lain Pasal 27 Pencegahan Bahaya dari Penghantar Listrik pada Bangunan Lain, dll Pasal 28 Pencegahan Bahaya dari Kabel Tanah pada Penghantar Listrik Lain dan Bangunan Lain Pasal 29 Pencegahan Gangguan dari Tegangan Abnormal pada Saluran Udara, dll [ Pencegahan Bahaya Akibat Robohnya Benda Pendukung ] Pasal 30 Pencegahan Robohnya Benda Pendukung [ Pencegahan Bahaya dari Gas Bertekanan Tinggi, dll] Pasal 31 Pencegahan Bahaya pada Peralatan Isolasi Gas, dll [ Pencegahan pada Instalasi Berbahaya ] Pasal 32 Pembatasan Pemasangan Pemutus Beban Terendam Minyak, dll Pasal 33 Larangan Pemasangan Saluran Listrik pada Tebing Curam [ Pencegahan Gangguan Elektromagnetik ] Pasal 34 Pencegahan Gangguan Komunikasi [ Pencegahan Gangguan Penyediaan ] Pasal 35 Pencegahan Gangguan Penyediaan Akibat Kerusakan Gardu, dll. Pasal 36 Kekuatan Mekanis Transformator dll Pasal 37 Pemasangan Gardu Induk Tanpa Pemantauan Tetap Pasal 38 Pelindungan Kabel Tanah Pasal 39 Pencegahan Gangguan Pemasokan pada Saluran Udara Ekstra Tinggi 2

4 Pasal 40 Pemasangan Penangkal Petir, dll pada Rangkaian Listrik Tegangan Menengah, Tinggi dan Ekstra Tinggi Pasal 41 Pemasangan Instalasi Telekomunikasi untuk Pengamanan Listrik Pasal 42 Ketersediaan Telekomunikasi Saat Bencana 1-2 Instalasi pada Pemanfaatan Tenaga listrik [ Pencegahan Sengatan Listrik, Kebakaran, dll ] Pasal 43 Pencegahan Sengatan Listrik atau Kebakaran Pengawatan di Tempat Pemanfaatan Listrik Pasal 44 Penghantar Listrik yang Digunakan dalam Pengawatan pada Pemanfaatan Tenaga Listrik Pasal 45 Pencegahan Sengatan Listrik dan Kebakaran pada Peralatan Elektromekanik yang Dipasang di Tempat Pemanfaatan Tenaga Listrik. [ Pencegahan Bahaya terhadap Pengawatan atau Bangunan Lain ] Pasal 46 Pencegahan Bahaya terhadap Pengawatan atau Bangunan Lain Akibat Pengawatan [ Tindakan Proteksi Saat Kondisi Luar Biasa ] Pasal 47 Proteksi Pengawatan dari Arus Lebih Pasal 48 Tindakan Proteksi terhadap Gangguan Tanah di Tempat Pemanfaatan Tenaga Listrik Bab 2 Instalasi Pembangkitan (Ketentuan Umum) Pasal 49 Pencegahan Memasuki Area Pembangkit, dll Selain Operator Pasal 50 Pemasangan Pembangkit Berpendingin Hydrogen Pasal 51 Pencegahan Gangguan Pemasokan Akibat Kerusakan Instalasi Pembangkitan, dll Pasal 52 Kekuatan Mekanik Pembangkit Pasal 53 Pemasangan Unit Pembangkit Tanpa Pemantauan Tetap Pasal 54 Pemasangan Instalasi Telekomunikasi untuk Pengamanan Listrik Pasal 55 Ketersediaan Telekomunikasi Saat Bencana Pasal 56 Proteksi terhadap Beban Lebih pada Motor Listrik Bab 3 Instalasi Pembangkit Tenaga Air 3-1 Ketentuan Umum Pasal 57 Lingkup Pemberlakuan Pasal 58 Definisi Pasal 59 Instalasi Proteksi, dll 3-2 Bendungan 3

5 3-2-1 Ketentuan Umum Pasal 60 Bendungan Pasal 61 Posisi Puncak Bagian Tahan Peluapan Pasal 62 Fondasi Pasal 63 Material Beton untuk Bendungan Pasal 64 Pencegahan Kebocoran Air Pasal 65 Pelimpah untuk Bendungan Pasal 66 Instalasi Saluran Keluar Air Selain Pelimpah Bendungan Beton Tipe Gravity Pasal 67 Kekuatan Badan Bendungan Pasal 68 Kestabilan Badan Bendungam Pasal 69 Pemasangan Badan Bendungan Bendungan Urugan Pasal 70 Material Badan Bendungan Pasal 71 Kestabilan Badan Bendungan Pasal 72 Pemasangan Badan Bendungan Pasal 73 Pembatasan Pemasangan Instalasi Saluran Keluar Air dll 3-3 Saluran Air Pasal 74 Ketentuan Umum Pasal 75 Instalasi Pengambilan Air Pasal 76 Kolam Penampung Pasir Pasal 77 Saluran Pembawa Air Pasal 78 Tangki Atas Pasal 79 Tangki Peredam Pasal 80 Pipa Pesat Pasal 81 Saluran Hilir 3-4 Turbin Air dan PLTA Bawah Tanah Pasal 82 Turbin Air dan Pompa Pasal 83 Pemasangan Pembangkit Bawah Tanah 3-5 Waduk dan Reservoir Pasal 84 Waduk dan Reservoir Bab 4 Instalasi Pembangkit Tenaga Uap 4-1 Ketentuan Umum Pasal 85 Lingkup Pemberlakuan 4-2 Ketel Uap dan Bagian Pendukungnya Pasal 86 Material-Material dari Ketel Uap 4

6 Pasal 87 Struktur Ketel Uap Pasal 88 Katup Pengaman Pasal 89 Sistem Penyediaan Air Pasal 90 Memutuskan Uap atau Air Pasal 91 Sistem Pelepas Air Pasal 92 Instrumentasi 4-3 Turbin Uap dan Perlengkapannya Pasal 93 Material untuk Turbin Uap dan Perlengkapannya Pasal 94 Struktur Turbin Uap, dll Pasal 95 Governor Pasal 96 Alarm dan Alat Pemadam Darurat Pasal 97 Alat Pencegah Tekanan Lebih Pasal 98 Instrumentasi 4-4 Turbin Gas dan Perlengkapannya Pasal 99 Material untuk Turbin Gas dan Perlengkapannya Pasal 100 Struktur Turbin Gas dll Pasal 101 Governor Pasal 102 Alarm dan Alat Pemadam Darurat Pasal 103 Alat Pencegah Tekanan Lebih Pasal 104 Instrumentasi 4-5 Mesin Pembakaran Internal dan Perlengkapannya Pasal 105 Material yang Digunakan untuk Mesin Pembakaran Internal Pasal 106 Struktur Mesin Pembakaran Internal, dll. Pasal 107 Governor Pasal 108 Pemadam Darurat Pasal 109 Alat Pencegah Tekanan Lebih Pasal 110 Instrumentasi 4-6 Instalasi gas cair Pasal 111 Definisi Pasal 112 Jarak Bebas Pasal 113 Zona Aman Pasal 114 Tempat Pemasangan Instalasi Pasal 115 Material Instalasi Gas Cair Pasal 116 Struktur Instalasi Gas Cair Pasal 117 Katup Pengaman, dll Pasal 118 Pencegahan Kebocoran Gas Pasal 119 Menghilangkan Elektrostatis Pasal 120 Pencegahan Kebakaran dan Sistem Pemadaman Pasal 121 Instrumentasi Pasal 122 Alarm dan Alat Pemadam Darurat Pasal 123 Alat Pemutus Pasal 124 Pertukaran Gas 5

7 Pasal 125 Notifikasi Pasal 126 Alat Tahan Panas Pasal 127 Tindakan Pelindungan Pasal 128 Bagian yang dikenai Pemanasan pada Kaburator Pasal 129 Pemberian Odorant 4-7 Instalasi Tungku Gasifikasi Pasal 130 Jarak bebas Pasal 131 Zona Aman Pasal 132 Material-Material yang Digunakan pada Instalasi Gasifikasi Pasal 133 Struktur Instalasi Gasifikasi Pasal 134 Katup Pengaman Pasal 135 Sistem Penyediaan Air Pasal 136 Memutuskan Uap atau Air Pasal 137 Sistem Pelepasan Pasal 138 Pencegahan Kebocoran Gas Pasal 139 Menghilangkan Elektrostatis Pasal 140 Pencegahan Kebakaran dan Sistem Pemadaman Pasal 141 Instrumentasi Pasal 142 Alarm dan Alat Pemadam Darurat Pasal 143 Pertukaran Gas 4-8 Instalasi Penyimpanan Bahan Bakar yang dipadatkan Limbah Mudah Terbakar Pasal 144 Alat Pengukur Kelembaban Pasal 145 Alat Pengukur Temperatur Pasal 146 Alat Pengukur Kepadatan Gas Pasal 147 Alat Pencegah Pembakaran Pasal 148 Alat Pemadam Api 4-9 Instalasi Listrik untuk Pembangkit Tenaga Uap Pasal 149 Pemasangan Instalasi di Tempat Berpotensi Ledakan Akibat Gas Mudah Terbakar, dll Pasal 150 Pemasangan Penangkap Debu Elektrik Bertegangan Ekstra Tinggi Pasal 151 Pemasangan Alat Anti Korosi Elektrik Pasal 152 Larangan Pemasangan Alat Pemanas pada Saluran Pipa(pipeline) 4-10 Ketentuan lainnya Pasal 153 Keselamatan Instalasi Khusus 6

8 Persyaratan Keselamatan Ketenagalistrikan Nasional Indonesia Bagian I Ketentuan Umum Bab 1 Tujuan Pasal 1 Tujuan Persyaratan teknik keselamatan ketenagalistrikan ditetapkan dalam perundang-undangan dengan tujuan: 1. Pencegahan sengatan listrik, kebakaran dan lain-lain. Diatur pemasangan rangkaian listrik, pembumian instalasi listrik, dll dalam rangka pencegahan sengatan listrik dan kebakaran. 2. Pencegahan keadaan luar biasa dan tindakan perlindungan Diatur pemikiran dasar terkait pencegahan dan tindakan terhadap keadaan luar biasa pada instalasi listrik. 3. Pencegahan gangguan elektromagnetik Diatur agar tidak terjadi gangguan elektromagnetik pada instalasi listrik. 4. Pencegahan gangguan penyediaan tenaga listrik Diatur bahwa gangguan instalasi tenaga listrik tidak boleh mengakibatkan gangguan penyediaan tenaga listrik. 5. Pemasangan instalasi penyediaan listrik dengan memenuhi ayat (1) sampai dengan (4) di atas Diatur persyaratan teknis untuk keselamatan instalasi menurut jenis instalasi tenaga listrik dengan menganut prinsip keselamatan instalasi tenaga listrik. Persyaratan Keselamatan Nasional merupakan aturan dasar konseptual dalam pemasangan instalasi tenaga listrik yang aman. Instalasi tenaga listrik dipasang dan dipelihara dengan mematuhi Persyaratan Keselamatan Nasional tersebut dan sesuai dengan SNI(termasuk PUIL), IEC, atau standar/petunjuk standar tersebut sebagai suatu standar teknik yang lebih terperinci dalam pemasangan instalasi. 1

9 Bab 2 Lingkup Pasal 2 Lingkup Ketentuan ini berlaku untuk semua kegiatan usaha penyediaan tenaga listrik, kecuali instalasi PLTN, PLTB, PLTS, atau PLTA yang tidak termasuk pada lingkup sebagaimana yang disebutkan pada Pasal 57, serta PLTU yang tidak termasuk pada lingkup sebagaimana yang disebutkan pada Pasal 85. Bab 3 Pengertian Pasal 3 Istilah 1) PUIL2000 adalah standar wajib yang berkaitan dengan pemasangan instalasi tenaga listrik di Indonesia. 2) Gardu Induk adalah suatu tempat yang mengubah tenaga listrik yang disalurkan dari luar dengan menggunakan transformator, pengubah arus, penyearah arus dan alat lainnya yang ditempatkan di dalam dan menyalurkannya ke luar. 3) Unit Pembangkit adalah tempat untuk membangkitkan tenaga listrik dengan cara memasang generator, motor listrik dan alat lainnya. 4) Kabel Telekomunikasi adalah kabel listrik yang digunakan untuk kepentingan telekomunikasi, termasuk kabel serat optik. Pasal 4 Jenis Tegangan Tegangan terdiri dari 4 jenis yaitu tegangan rendah, menengah, tinggi dan ekstra tinggi dengan batasan masing-masing sebagai berikut: 1) Tegangan rendah: maksimal hingga 1,000 V. 2) Tegangan menengah: lebih dari 1,000 V sampai dengan maksimal 20,000 V. 3) Tegangan tinggi: lebih dari 20,000 V sampai dengan maksimal 230,000 V. 4) Tegangan ekstra tinggi: lebih dari 230,000 V. 2

10 Bab 4 Prinsip Keselamatan [ Pencegahan dari Sengatan Listrik, Kebakaran dll ] Pasal 5 Pencegahan dari Sengatan Listrik, Kebakaran, dll pada Instalasi Tenaga Listrik Instalasi tenaga listrik harus dipasang sedemikian rupa agar tidak menimbulkan sengatan listrik, kebakaran, melukai tubuh manusia, atau merusak harta benda. Pasal 6 Isolasi Rangkaian Listrik 1. Rangkaian listrik harus dibumikan. Nilai tahanan isolasi sesuai dengan PUIL Rangkaian listrik harus memiliki kekuatan isolasi yang memadai terhadap tegangan kerja dengan mempertimbangkan tegangan abnormal yang dapat terjadi saat timbulnya gangguan. 3. Kinerja isolasi antara kumparan dalam transformator tegangan yang dipasang untuk pengukuran besaran tenaga listrik/pelindung harus sedemikian rupa dengan mempertimbangkan tegangan abnormal yang dapat terjadi saat timbulnya gangguan sehingga tidak membahayakan akibat kegagalan insulasi. Pasal 7 Pencegahan Putusnya Penghantar Listrik, dll Penghantar listrik(kabel listrik, penyulang, saluran udara, kabel telekomunikasi dll) harus dipasang sedemikian rupa sehingga tidak putus saat pengoperasian normal. Pasal 8 Penyambungan Penghantar Listrik Dalam hal melakukan penyambungan penghantar listrik: 1. Penyambungan tidak menambah tahanan listrik dari penghantar listrik pada titik sambung. 2. Dilakukan pemasangan sedemikian rupa sehingga tidak putus ketika terjadi penurunan kinerja isolasi dan pengoperasian normal. Pasal 9 Kekuatan Panas pada Peralatan Elektromekanik Peralatan elektromekanik yang dipasang pada rangkaian listrik harus tahan terhadap panas yang timbul pada peralatan elektromekanik tersebut dalam pengoperasian normal. 3

11 Pasal 10 Pencegahan Bahaya pada Peralatan Elektromekanik Bertegangan Menengah, Tinggi, atau Ekstra Tinggi 1. Peralatan elektromekanik bertegangan menengah, tinggi, atau ekstra tinggi harus dipasang sedemikian rupa agar tidak mudah disentuh oleh selain operator. 2. Saklar, pemutus daya, penangkal petir, dan peralatan sejenis lainnya yang bertegangan menengah, tinggi, atau ekstra tinggi, yang mengeluarkan busur api saat dioperasikan, harus dipasang terpisah dari dinding atau langit-langit kayu serta benda yang mudah terbakar lainnya agar tidak menimbulkan bahaya kebakaran, kecuali apabila di antara kedua benda diisolasi dengan benda tahan api. Pasal 11 Pembumian Instalasi Tenaga Listrik Pada lokasi yang memerlukan instalasi tenaga listrik harus dilakukan pembumian atau tindakan lain yang tepat agar tidak menimbulkan sengatan listrik, kebakaran, melukai tubuh manusia, atau merusak harta benda akibat kenaikan potensial listrik saat terjadi kondisi abnormal. Pasal 12 Metode Pembumian Instalasi Tenaga Listrik Apabila melakukan pembumian pada instalasi tenaga listrik, arus listrik harus bisa mengalir dengan aman dan pasti ke tanah. [ Pencegahan Kondisi Abnormal dan Tindakan Pengamanan ] Pasal 13 Pencegahan Kebakaran pada Transformator, dll yang Terhubung pada Rangkaian Listrik Bertegangan Ekstra Tinggi, dll. Transformator yang menghubungkan sisi bertegangan menengah atau sisi bertegangan tinggi dengan sisi bertegangan rendah harus dilakukan pembumian pada titik yang tepat dari transformator tersebut agar tidak menimbulkan bahaya kerusakan, sengatan listrik atau kebakaran pada instalasi tenaga listrik sisi bertegangan rendah akibat menyusupnya tegangan sisi bertegangan menengah atau tinggi. Pasal 14 Tindakan Pengamanan terhadap Arus Lebih Pada lokasi yang memerlukan dalam rangkaian listrik harus dipasang pemutus daya arus lebih atau alat lain yang tepat agar bisa mengamankan penghantar listrik dan peralatan elektromekanik dari kerusakan terbakar, serta mencegah terjadinya kebakaran akibat arus lebih. 4

12 Pasal 15 Tindakan Pengamanan terhadap Kegagalan Pembumian Pada rangkaian listrik harus dipasang pemutus daya dan tindakan lain yang tepat agar tidak terjadi kerusakan, sengatan listrik, atau kebakaran pada penghantar listrik atau peralatan elektromekanik saat terjadi kegagalan pembumian. [ Pencegahan Gangguan Elektromagnetik ] Pasal 16 Pencegahan Gangguan Elektromagnetik pada Instalasi Tenaga Listrik Instalasi tenaga listrik harus dipasang sedemikian rupa agar tidak mengganggu fungsi instalasi tenaga listrik lain dan harta benda lainnya, baik secara elektrik maupun magnetik. Untuk itu, tingkat gangguan elektrik atau magnetik harus sesuai dengan nilai yang ditetapkan dalam SNI. [ Pencegahan Gangguan Penyediaan Tenaga Listrik ] Pasal 17 Pencegahan Gangguan Penyediaan Listrik dari Instalasi Tenaga Listrik Instalasi tenaga listrik (untuk penyediaan dan pemanfaatan) bertegangan menengah, tinggi, atau ekstra tinggi harus dipasang sedemikan rupa agar kerusakan pada instalasi tersebut tidak mengganggu penyediaan tenaga listrik secara signifikan oleh pelaku usaha tenaga listrik. [ Pencegahan Polusi dll ] Pasal 18 Pencegahan Polusi Instalasi tenaga listrik harus mematuhi perundang-undangan dalam bidang lingkungan hidup untuk mencegah polusi lingkungan yang berlaku di Indonesia. 5

13 Bagian II Pemasangan Instalasi Tenaga Listrik Bab 1 Instalasi Penyaluran Tenaga Listrik 1-1 Instalasi Tenaga Listrik untuk Penyediaan Listrik [ Pencegahan Sengatan Listrik, Kebakaran, dll ] Pasal 19 Pencegahan Sengatan Listrik atau Kebakaran pada Saluran Listrik Saluran listrik harus dipasang sedemikian rupa agar tidak menimbulkan sengatan listrik, kebakaran, atau mengganggu kesehatan manusia serta mengganggu saluran kabel komunikasi. Pasal 20 Pencegahan Sengatan Listrik dari Saluran Udara dan Penghantar Listrik Bawah Tanah 1. Pada saluran udara bertegangan rendah, menengah, tinggi, atau ekstra tinggi harus menggunakan penghantar atau kabel terisolasi yang memiliki kinerja isolasi yang sesuai dengan tegangan kerja agar tidak menimbulkan sengatan listrik. 2. Kabel bawah tanah (yang dimaksud adalah penghantar listrik untuk saluran kabel bawah tanah) harus menggunakan kabel yang memiliki kinerja isolasi yang sesuai dengan tegangan kerja agar tidak menimbulkan sengatan listrik. Pasal 21 Pencegahan Memasuki Gardu Induk, dll selain Operator Pada gardu induk, gardu hubung atau tempat yang dipersamakan yang dipasang peralatan elektromekanik bertegangan menengah, tinggi, atau ekstra tinggi, saluran bus dll, harus dilakukan tindakan yang tepat sekaligus menunjukkan bahaya yang ada pada peralatan elektromekanik, bus, dll agar selain operator tidak mudah masuk ke dalam area tersebut. Pasal 22 Pencegahan Menaiki Benda Pendukung pada Saluran Udara Pada benda pendukung saluran udara harus diambil tindakan yang tepat agar tidak mudah dinaiki oleh selain operator agar tidak menimbulkan sengatan listrik. 6

14 Pasal 23 Ketinggian Saluran Udara dll 1. Saluran udara harus dipasang dengan ketinggian yang tidak mengganggu lalu lintas dan tidak menimbulkan sengatan listrik akibat induksi atau sentuhan. 2. Penyulang harus dipasang dengan ketinggian yang tidak mengganggu lalu lintas. Pasal 24 Pencegahan Sengatan Listrik dari Saluran Udara pada Pekerja Penghantar Listrik Pihak Lain 1. Benda pendukung saluran udara tidak boleh dipasang melintasi saluran udara atau saluran udara arus lemah atau penghantar listrik saluran udara kabel serat optik atau penghantar listrik arus lemah atau di antara kabel serat optik yang dibangun pihak lain. 2. Saluran udara tidak boleh dipasang menjepit saluran udara atau saluran udara arus lemah atau benda pendukung saluran udara kabel serat optik yang dibangun pihak lain. Pasal 25 Pencegahan Sengatan Listrik Akibat Induksi Elektromagnetik atau Induksi Elektrostatik dari Saluran Udara 1. Saluran udara bertegangan menengah, tinggi, atau ekstra tinggi harus dipasang sedemikian rupa agar kekuatan medan listrik 1 meter di atas permukaan tanahnya maksimal 5 KV/m, sehingga ketika terjadi induksi elektrostatik tidak menyentuh manusia. Kecuali apabila dipasang pada lokasi bukan pemukiman penduduk, seperti area persawahan/ladang dan hutan, dan tidak menimbulkan bahaya pada manusia. 2. Saluran udara bertegangan menengah, tinggi, dan ekstra tinggi harus dipasang sedemikian rupa agar induksi elektromagnetik yang terjadi pada saluran listrik arus lemah (kecuali instalasi telekomunikasi untuk keselamatan tenaga listrik) tidak membahayakan manusia. [ Pencegahan Bahaya pada Penghantar Listrik dan Bangunan Lain, dll ] Pasal 26 Pencegahan Bahaya dengan Penghantar Lain Penghantar listrik pada saluran listrik harus dipasang sedemikian rupa agar apabila berdekatan atau bersilangan dengan penghantar listrik lain atau penghantar listrik arus lemah, atau apabila dipasang pada benda pendukung yang sama, maka tidak akan merusak penghantar listrik lain atau penghantar listrik arus lemah dll, serta tidak menimbulkan bahaya sengatan listrik atau kebakaran akibat kontak yang terjadi karena persentuhan atau terputusnya aliran, dll. 7

15 Pasal 27 Pencegahan Bahaya dari Penghantar Listrik pada Bangunan Lain, dll Penghantar listrik pada saluran listrik harus dipasang sedemikian rupa agar apabila berdekatan atau bersilangan dengan bangunan lain atau tumbuhan tidak merusak bangunan lain atau tumbuhan tersebut, serta tidak menimbulkan bahaya sengatan listrik atau kebakaran akibat persentuhan atau putusnya aliran, dll. Pasal 28 Pencegahan Bahaya dari Kabel Tanah pada Penghantar Listrik Lain dan Bangunan Lain Kabel tanah, penghantar listrik pada bangunan, penghantar listrik dalam terowongan, dan penghantar listrik yang dipasang secara tetap pada bangunan lain harus dipasang sedemikian rupa agar apabila bersentuhan atau bersilangan dengan penghantar listrik lain, penghantar listrik arus lemah, dll atau pipa (penghantar lain, dll) tidak akan merusak penghantar listrik lain akibat terlepasnya busur api ketika terjadi kerusakan. Pasal 29 Pencegahan Gangguan dari Tegangan Abnormal pada Saluran Udara, dll 1. Apabila saluran udara bertegangan menengah, tinggi, atau ekstra tinggi dan saluran udara dengan tingkat tegangan berbeda atau rendah dipasang pada benda pendukung yang sama, harus dilakukan pembumian atau tindakan lain yang tepat guna menghindari kerusakan pada instalasi tenaga listrik yang bertegangan berbeda atau rendah, akibat kontak tegangan listrik tinggi ketika terjadi kondisi abnormal. 2. Apabila memasang peralatan elektromekanik bertegangan rendah pada benda pendukung di bagian atas penghantar listrik pada saluran listrik udara bertegangan menengah, tinggi, dan ekstra tinggi, harus dilakukan pembumian dan tindakan lain yang tepat agar tidak merusak instalasi listrik bertegangan rendah akibat penyusupan tegangan listrik tinggi saat kondisi abnormal. [ Pencegahan Bahaya Akibat Robohnya Benda Pendukung ] Pasal 30 Pencegahan Robohnya Benda Pendukung 1. Apabila akan memasang material dan konstruksi benda pendukung pada saluran udara atau saluran udara untuk kereta (termasuk hal yang terkait dengan penyulang dalam hal memasang penyulang) harus aman agar tidak roboh dengan mempertimbangkan beban tarikan, beban angin dari penghantar listrik, dll yang menopang benda pendukung tersebut, serta perubahan cuaca, getaran, benturan, dan dampak lingkungan eksternal lain yang biasa diperkirakan di lokasi pemasangan tersebut. 2. Benda pendukung pada saluran udara bertegangan menengah, tinggi, atau ekstra tinggi harus dipasang dengan konstruksi yang aman agar tidak roboh secara 8

16 serentak. [ Pencegahan Bahaya dari Gas Bertekanan Tinggi, dll] Pasal 31 Pencegahan Bahaya pada Peralatan Isolasi Gas, dll Peralatan bertekanan udara yang digunakan peralatan isolasi gas dan saklar atau pemutus daya yang dipasang pada gardu induk, gardu hubung, atau lokasi-lokasi sejenis harus dipasang berdasarkan ketentuan berikut ini: 1) Material dan konstruksi yang bertekanan harus kuat dan aman terhadap tekanan kerja maksimum. 2) Tangki udara pada peralatan bertekanan udara harus anti korosi. 3) Harus memiliki fungsi bisa menurunkan tekanan sebelum tekanan tersebut mencapai tekanan kerja maksimum apabila tekanan meningkat. 4) Peralatan bertekanan udara harus memiliki fungsi bisa memperbaiki tekanan secara otomatis, ketika tekanan tangki udara utama mengalami penurunan. 5) Harus memiliki fungsi bisa mendeteksi tekanan abnormal secara cepat. 6) Gas isolasi yang digunakan pada peralatan isolasi gas harus yang tidak mudah terbakar, tidak korosif, dan tidak beracun. [ Pencegahan pada Instalasi Berbahaya ] Pasal 32 Pembatasan Pemasangan Pemutus Beban Terendam Minyak, dll Saklar, pemisah, dan pemutus daya yang menggunakan minyak isolasi dilarang dipasang pada benda pendukung dalam saluran udara. Pasal 33 Larangan Pemasangan Saluran Listrik pada Tebing Curam Saluran listrik dilarang dipasang pada tebing curam. [ Pencegahan Gangguan Elektromagnetik ] Pasal 34 Pencegahan Gangguan Komunikasi 1. Saluran listrik harus dipasang sedemikian rupa agar tidak menimbulkan gelombang yang akan mengganggu fungsi instalasi radio secara signifikan dan berkelanjutan. 2. Saluran listrik harus dipasang sedemikian rupa agar tidak menimbulkan gangguan komunikasi akibat induksi terhadap saluran listrik arus lemah. 9

17 [ Pencegahan Gangguan Penyediaan ] Pasal 35 Pencegahan Gangguan Penyediaan Akibat Kerusakan Gardu, dll. 1. Pada baterai yang digunakan sebagai sel bahan bakar atau sumber listrik tetap harus dipasang alat pemutus rangkaian otomatis, apabila terjadi kerusakan signifikan pada peralatan elektromekanik, atau apabila terjadi terjadi kondisi abnormal pada peralatan elektromekanik tersebut yang dapat mengganggu penyediaan listrik pada pengusahaan listrik umum secara signifikan. 2. Pada transformator bertegangan menengah, tinggi, atau ekstra tinggi, atau pengubah fase, harus dipasang alat pemutus rangkaian otomatis atau diambil tindakan lain yang tepat, apabila terjadi kondisi abnormal pada peralatan elektromekanik tersebut, karena beresiko merusak peralatan elektromekanik tersebut secara signifikan atau beresiko mengganggu suplai listrik pada pengusahaan listrik umum. Pasal 36 Kekuatan Mekanis Transformator dll Transformator, pengubah fase saluran bus dan isolator yang mendukungnya harus memiliki dampak mekanik yang timbul dari arus hubungan singkat. Pasal 37 Pemasangan Gardu Induk Tanpa Pemantauan Tetap Gardu induk yang tidak ditempatkan pemantauan secara tetap harus diperlakukan sedemikian rupa agar gardu dapat dihentikan secara aman dan pasti saat kejadian luar biasa, kecuali pembangkit cadangan untuk kondisi darurat. Pasal 38 Pelindungan Kabel Tanah 1. Kabel tanah dipasang sedemikian rupa, sehingga dapat bertahan terhadap tekanan kendaraan dan benda berat lainnya serta tidak mengalami dampak dari pekerjaan pengeboran, dengan memasang tanda adanya kabel tanah yang tertanam. 2. Apabila memungkinkan dengan pengerjaan di dalamnya, kabel tanah harus tersedia tindakan pencegahan kebakaran. Pasal 39 Pencegahan Gangguan Pemasokan pada Saluran Udara Ekstra Tinggi 1. Saluran udara ekstra tinggi tidak boleh dipasang di daerah kota dan daerah padat perumahan penduduk lainnya. Kecuali dipasang sedemikian rupa agar tidak terjadi gangguan pemasokan listrik secara signifikan yang berkaitan dengan usaha ketenagalistrikan umum, akibat kerusakan saluran listrik bersangkutan yang disebabkan kebakaran di daerahnya. 10

18 2. Jarak horizontal antara saluran udara ekstra tinggi dengan bangunan harus minimal 4 m, agar kerusakan penghantar listrik akibat kebakaran bangunan tersebut tidak menggangu secara signifikan pemasokan listrik yang berkaitan dengan usaha ketenagalistrikan umum. 3. Jarak bebas horizontal dalam hal saluran udara ekstra tinggi dipasang di bagian bawah bangunan, jalan, jembatan pejalan atau bangunan lainnya harus minimal 4 m agar kerusakan penghantar listrik akibat kerobohan bangunan tersebut tidak mengganggu secara signifikan pemasokan listrik yang berkaitan dengan usaha ketenagalistrikan umum. Pasal 40 Pemasangan Penangkal Petir, dll pada Rangkaian Listrik Tegangan Menengah, Tinggi dan Ekstra Tinggi Agar dapat mencegah kerusakan instalasi tenaga listrik yang dipasang pada rangkaian akibat tegangan petir, maka harus dipasang penangkal petir atau perlakuan lainnya pada titik sekitar sebagaimana diatur sebagai berikut: 1) titik masuk/keluar saluran udara gardu induk atau tempat yang dipersamakan 2) sisi tegangan menengah, tinggi dan ektra tinggi dalam hal transformator untuk distribusi yang disambungkan pada saluran udara yang dilengkapi tindakan pengamanan, seperti pemasangan alat pemutus tenaga arus lebih, dll 3) titik masuk tempat pelanggan menerima penyaluran dari saluran udara tegangan menengah, tinggi dan ekstra tinggi Pasal 41 Pemasangan Instalasi Telekomunikasi untuk Pengamanan Listrik 1. Antara instalasi yang diperlukan untuk mencegah gangguan pemasokan listrik yang berkaitan dengan usaha ketenagalistrikan umum dan menjaga keselamatan, seperti gardu induk, gardu hubung, pusat pengatur beban (yang memberi perintah operasional sistem listrik), kantor perwakilan teknik, dll, harus dilengkapi instalasi telekomunikasi untuk pengamanan listrik. 2. Saluran telekomunikasi untuk pengamanan listrik harus dipasang sedemikian rupa agar tidak mengganggu fungsi komunikasi akibat dampak mekanik, kebakaran, dll. Pasal 42 Ketersediaan Telekomunikasi Saat Bencana Material dan struktur benda pendukung untuk antenna komunikasi radio atau reflektor (selanjutnya disebut antenna komunikasi radio, dll) harus dipasang sedemikian rupa agar tidak menggangu fungsi telekomunikasi, akibat kerobohan dengan mempertimbangkan beban angin. Kecuali antenna komunikasi radio, dll dipasang di benda pendukung saluran udara dalam rangka memantau kondisi sekitar saluran listrik. 11

19 1-2 Instalasi pada Pemanfaatan Tenaga listrik [ Pencegahan Sengatan Listrik, Kebakaran, dll ] Pasal 43 Pencegahan Sengatan Listrik atau Kebakaran Pengawatan di Tempat Pemanfaatan Listrik 1. Pengawatan di tempat pemanfaatan listrik harus dipasang sedemikian rupa sesuai dengan kondisi tempat dan tegangan, agar tidak terjadi sengatan listrik atau kebakaran, 2. Dalam hal penghantar bergerak disambungkan pada peralatan elektromekanik, pemasangan harus sedemikian rupa agar tidak terjadi sengatan listrik atau kebakaran akibat cacat penyambungan. 3. Dengan mengesampingkan ketentuan ayat 1 dan 2 diatas, dalam hal tegangan tinggi dan ekstra tinggi, penghantar bergerak dilarang dipasang. Pasal 44 Penghantar Listrik yang Digunakan dalam Pengawatan pada Pemanfaatan Tenaga Listrik 1. Kecuali penghantar telanjang, penghantar listrik yang digunakan dalam pengawatan harus memiliki kekuatan mekanis dan kinerja isolasi yang cukup sesuai dengan kondisi tempat dan tegangan agar tidak terjadi sengatan listrik dan kebakaran. 2. Penghantar telanjang tidak boleh digunakan dalam pengawatan. Pasal 45 Pencegahan Sengatan Listrik dan Kebakaran pada Peralatan Elektromekanik yang Dipasang di Tempat Pemanfaatan Tenaga Listrik. Peralatan elektromekanik yang dipasang di tempat pemanfaatan tenaga listrik harus dipasang sedemikian rupa agar bagian aktif tidak terbuka dan tidak menimbulkan pemanasan yang mengganggu manusia atau terjadinya kebakaran. Kecuali bagian aktif yang terbuka atau elemen pemanasan tidak dapat dihindarkan dalam peggunaan peralatan tersebut, dan pemasangannya tidak akan menimbulkan sengatan atau bahaya terhadap manusia atau timbulnya kebakaran. [ Pencegahan Bahaya terhadap Pengawatan atau Bangunan Lain ] Pasal 46 Pencegahan Bahaya terhadap Pengawatan atau Bangunan Lain Akibat Pengawatan 1. Pengawatan yang berdekatan atau bersilangan dengan pengawatan lain atau jaringan telekomunikasi harus dipasang sedemikian rupa agar tidak terjadi sengatan listrik 12

20 atau kebakaran akibat sentuhan abnormal. 2. Pengawatan yang berdekatan atau bersilangan dengan pipa air, gas atau benda yang dipersamakan harus dipasang sedemikian rupa agar pelepasan tidak menimbulkan kerusakan bangunan tersebut serta kebocoran, atau pelepasan tidak menimbulkan sengatan listrik atau kebakaran melalui bangunan tersebut. [ Tindakan Proteksi Saat Kondisi Luar Biasa ] Pasal 47 Proteksi Pengawatan dari Arus Lebih Alat proteksi arus lebih harus dipasang di tempat yang tepat agar kebakaran akibat kepanasan peralatan elektromekanik yang berlebihan dapat dihindari. Dalam hal dipasang beberapa alat proteksi arus, harus dipasang sedemikian rupa dengan mempertimbangkan koordinasi proteksi antara alat utama dan cadangannya. Pasal 48 Tindakan Proteksi terhadap Gangguan Tanah di Tempat Pemanfaatan Tenaga Listrik Tindakan proteksi atau tindakan tepat lainnya harus dilakukan agar tidak terjadi sengatan listrik atau kebakaran saat terjadi gangguan tanah. 13

21 Bab 2 Instalasi Pembangkitan (Ketentuan Umum) Pasal 49 Pencegahan Memasuki Area Pembangkit, dll Selain Operator Pada unit pembangkit atau tempat yang dipersamakan yang dipasang peralatan elektromekanik bertegangan menengah, tinggi, atau ekstra tinggi,saluran bus, dll, harus dilakukan tindakan yang tepat sekaligus menunjukkan bahaya yang ada pada peralatan elektromekanik, bus, dll agar selain operator tidak mudah masuk ke dalam area tersebut. Pasal 50 Pemasangan Pembangkit Berpendingin Hydrogen Pembangkit berpendingin hydrogen dan pendingin hydrogen yang terdapat di dalamnya harus dipasang dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Memiliki struktur sedemikian rupa agar tidak terjadi kebocoran hydrogen atau kemasukan udara 2) Pembangkit, pipa penyalur hydrogen, katup, dll harus memiliki kekuatan yang cukup terhadap tekanan yang timbul saat ledakan hydrogen dengan tekanan udara 3) Bagian segel poros pembangkit dapat menghentikan kebocoran hydrogen atau mengeluarkan hydrogen yang bocor dengan aman. 4) Pemasukan dan pengeluaran hygrogen pada pembangkit dapat dilakukan dengan aman. 5) Memiliki fungsi untuk mendeteksi kondisi luar biasa secara dini dan memberi peringatan. Pasal 51 Pencegahan Gangguan Pemasokan Akibat Kerusakan Instalasi Pembangkitan, dll Generator harus dilengkapi alat pemutus rangkaian secara otomatis saat terjadi kondisi luar biasa pada peralatan elektromekanik yang dapat merusak peralatan tersebut dan menggangu pemasokan tenaga listrik. Pasal 52 Kekuatan Mekanik Pembangkit 1. Generator, saluran bus dan isolator yang mendukungnya harus memiliki ketahanan yang cukup terhadap dampak mekanik yang timbul akibat arus hubung singkat. 2. Bagian berputar pembangkit yang disambungkan ke turbin air harus memiliki ketahanan yang cukup terhadap kecepatan yang timbul saat pemutusan beban. Sedangkan bagian berputar pembangkit yang disambungkan ke turbin uap, turbin 14

22 gas atau mesin pembakaran internal harus memiliki ketahanan terhadap kecepatan saat governor darurat atau alat pemutus darurat lainnya bekerja. 3. Generator harus memiliki kekuatan mekanik yang cukup secara struktural terhadap getaran terbesar yang dapat timbul pada bantalan atau poros utama. Pasal 53 Pemasangan Unit Pembangkit Tanpa Pemantauan Tetap 1. Unit pembangkit sebagaimana dimaksud di ketentuan berikut atau areal unit tersebut yang tidak ditempatkan seseorang yang memiliki pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan dalam operasional atau tanpa pemantauan secara tetap seseorang yang memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam operasional unit, dilarang dibangun. (1) Unit pembangkit yang dapat mengganggu manusia dan harta benda saat terjadinya kondisi luar biasa dan perlu pengendalian sesuai dengan kondisi luar biasa tersebut (2) Unit pembangkit yang dapat mengganggu pemasokan tenaga listrik yang berkaitan dengan usaha ketenagalistrikan umum saat terjadinya kondisi luar biasa. (3) Unit pembangkit yang perlu penemuan kondisi luar biasa secara dini 2. Unit pembangkit selain yang disebut di ayat 1, areal unit tersebut atau unit pembangkit dimana tidak ada pemantauan tetap oleh seseorang yang memiliki pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan dalam operasional di gardu induk, harus diperlakukan sedemikian rupa agar dapat berhenti secara aman dan pasti saat kondisi luar biasa, kecuali generator cadangan untuk darurat. Pasal 54 Pemasangan Instalasi Telekomunikasi untuk Pengamanan Listrik 1. Antara instalasi yang diperlukan untuk mencegah gangguan pemasokan listrik yang berkaitan dengan usaha ketenagalistrikan umum dan menjaga keselamatan, seperti gardu induk, gardu hubung, pusat pengatur beban ( yang memberi perintah operasional sistem listrik), kantor perwakilan teknik, dll, harus dilengkapi instalasi telekomunikasi untuk pengamanan listrik. 2. Saluran telekomunikasi untuk pengamanan listrik harus dipasang sedemikian rupa agar tidak menggangu fungsi komunikasi akibat dampak mekanik, kebakaran, dll. Pasal 55 Ketersediaan Telekomunikasi Saat Bencana Material dan struktur benda pendukung untuk antenna komunikasi radio atau reflector (selanjutnya disebut antenna komunikasi radio, dll) harus dipasang sedemikian rupa agar tidak mengganggu fungsi telekomunikasi akibat kerobohan dengan mempertimbangkan beban angin. Kecuali antenna komunikasi radio, dll dipasang di benda pendukung saluran udara dalam rangka memantau kondisi sekitar saluran listrik. 15

23 Pasal 56 Proteksi terhadap Beban Lebih pada Motor Listrik Motor listrik yang dipasang di dalam bangunan (kecuali yang outputnya maksimal 0.2kilowatt) harus dipasang pemutus arus lebih atau tindakan lain yang tepat agar tidak terjadi kebakaran akibat pembakaran motor tersebut yang disebabkan arus lebih. Kecuali motor tersebut secara struktural atau sifat beban yang dimiliki tidak terdapat resiko terjadinya arus lebih. 16

24 Bab 3 Instalasi Pembangkit Tenaga Air 3-1 Ketentuan Umum Pasal 57 Lingkup Pemberlakuan 1. Bab ini berlaku untuk instalasi yang dipasang untuk pembangkit dengan tenaga air. 2. Bab ini berlaku untuk semua bendungan yang memenuhi kriteria berikut: (1) bendungan yang mempunyai ketinggian 15 meter atau lebih, diukur dari dasar lembah terdalam dan dengan daya tampung sekurang-kurangnya meter kubik; atau (2) bendungan yang mempunyai ketinggian kurang dari 15 meter atau, diukur dari dasar lembah terdalam dan dengan daya tampung sekurang-kurangnya meter kubik; atau (3) bangunan penahan air lainnya di luar ketentuan yang disebut dalam butir (1) dan atau (2) ayat ini yang ditetapkan oleh Komisi Keamanan Bendungan. Pasal 58 Definisi Dalam ketentuan ini, 1) Saluran Air adalah instalasi pengambilan air, kolam penampung pasir, saluran air, tangki atas, tangki peredam, pipa pesat, (instalasi untuk mengambil air dari instalasi pengambil air secara langsung ke turbin air dalam hal tidak terdapat tangki atas atau tangki peredam) dan saluran hilir. 2) Debit Banjir Desain adalah permukaan air maksimum pada hulu bagian tahan peluapan bendungan saat volume aliran banjir melalui pelimpah yang diperkirakan terjadi sekali dalam 200 tahun di titik hulu bendungan. Khusus untuk bendungan yang tidak memerlukan penyesuaian volume air yang berketinggian maksimal 15 m, maka permukaan air maksimum saat debit banjir dengan volume pada titik hulu bendungan yang diperhitungkan berdasarkan dengan hasil observasi secara hydrometeor atau meteorologikal pada daerah aliran. Pasal 59 Instalasi Proteksi, dll Bendungan, Saluran Air, dll harus dipasang pagar, tembok, dll atau dipasang tanda bahaya agar orang tidak jatuh dari tempat tersebut, kecuali tempat dimana tidak mudah dimasuki orang karena kondisi daerah, dll. 17

25 3-2 Bendungan Ketentuan Umum Pasal 60 Bendungan Bendungan harus dipasang dengan memenuhi ketentuan berikut: 1) Untuk bendungan beton tipe gravity dan bendungan beton tipe berongga, strukturnya harus aman dengan mempertimbangkan permukaan air, volume air dan kondisi sungai lainnya, beban mati, tekanan air hidrostatik, tekanan air dinamika, tekanan lumpur, daya seismik dan tekanan angkat. 2) Untuk bendungan urugan, strukturnya harus aman dengan mempertimbangkan permukaan air, volume air, kondisi sungai lainnya, beban mati, tekanan air hidrostatik, daya seismik dan tekanan air pori. 3) Untuk bendungan selain 1) dan 2) di atas, strukturnya harus aman dengan mempertimbangkan permukaan air, volume air, kondisi sungai lainnya, beban mati, tekanan air dan beban lainnya yang diperkirakan. Pasal 61 Posisi Puncak Bagian Tahan Peluapan Tingginya puncak bagian yang tahan peluapan harus sesuai dengan tingginya Debit Banjir Desain ditambah nilai tinggi jagaan (menurut jenis bendungan dan ada tidaknya pintu pelimpahan). Tinggi jagaan(tinggi jagaan minimum) terhadap Debit Banjir Desain hw + ha + hi dan minimum 1m Dengan catatan hw: tinggi ombak akibat angin ha: 0.5m dalam hal terdapat pelimpahan banjir, 0m dalam hal tidak terdapat pelimpahan banjir hi: Untuk bendungan urugan 1m, untuk bendungan beton 0m Pasal 62 Fondasi Fondasi bendungan harus memiliki kekuatan dan sifat kedap air yang diperlukan dalam stabilisasi bendungan. 18

26 Pasal 63 Material Beton untuk Bendungan Material yang digunakan untuk bendungan harus memenuhi ketentuan berikut: 1) Beton harus membeku dan menjadi padat secara tepat sesuai dengan mutunya. 2) Agregat harus kuat dan tahan tahan lama. 3) Agregat, air dan bahan campuran tidak boleh mengandung asam, garam, material organik atau lumpur yang mengganggu pembekuan beton, mendorong kekaratan tulang besi atau mengganggu penyatuan beton dengan tulang besi. Pasal 64 Pencegahan Kebocoran Air Badan bendungan dan bagian sentuh antara badan bendungan dan fondasi harus sedemikian rupa agar tidak terjadi kebocoran yang membahayakan. Pasal 65 Pelimpah untuk Bendungan 1. Pada badan bendungan atau sekitarnya harus dipasang pelimpahan banjir agar mengantisipasi banjir dengan ketentuan sebagai berikut: (1) Pelimpah harus dipasang di dekat badan bendungan untuk bendungan urugan, atau di badan bendungan atau didekatnya untuk bendungan lainnya. (2) Pelimpah (kecuali pintu) harus stabil terhadap beban mati, tekanan hidrostatik, tekanan dinamika air, tekanan lumpur, daya seismik, tekanan angkat, beban temparatur serta beban total air limpahan melalui pelimpah tersebut saat Debit Banjir Desain. (3) Tegangan yang berlaku pada pelimpah di bangunan beton (kecuali pintu) akibat beban mati, tekanan air hidrostatik, tekanan dinamika air, tekanan lumpur, daya seismik, tekanan angkat, beban temperatur serta beban total air limpahan melalui pelimpah tersebut saat Debit Banjir Desain tidak boleh melebihi tegangan maksimal yang diperbolehkan menurut material yang digunakan. (4) Pelimpah harus dirancang sedemikian rupa agar menjaga keselamatan dan tidak memberi dampak negatif pada bendungan dan sekitarnya dalam hal total air limpahan melalui pelimpah tersebut saat Debit Banjir Desain. (5) Dirancang sedemikian rupa agar tidak mengalir benda yang dapat menggangu fungsi pelimpah. 2. Pintu pelimpah harus dipasang dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Harus kedap air 2) Fungsi buka tutup daun pintu mudah dan pasti 3) Material yang digunakan untuk daun pintu harus memiliki komposisi kimia dan kinerja mekanik yang diperlukan. 4) Tegangan yang berlaku pada daun pintu akibat beban mati, tekanan hidrostatik, tekanan dinamika air, tekanan lumpur, daya seismik, buoyancy dan daya buka-tutup, tidak boleh melebihi tegangan maksimal yang diperbolehkan menurut material yang digunakan. 5) Tidak memimbulkan getaran yang membahayakan saat buka tutup daun pintu. 19

27 6) Daun pintu memiliki struktur sedemikian rupa sehingga tidak bengkok. 7) Dirancang sedemikian rupa agar beban yang diberi pada daun pintu dapat dialihkan secara aman pada badan bendungan, dll. 8) Daun pintu dirancang sedemikian rupa agar dapat dihentikan dengan pasti ketika terjadi kondisi luar biasa saat buka tutup pintu. 9) Harus dipasang alat tertentu, sehingga dapat diketahui operator tentang kondisi operasional daun pintu. Pasal 66 Instalasi Saluran Keluar Air Selain Pelimpah Instalasi saluran keluar air selain pelimpah harus dipasang sedemikian rupa agar tidak memberi dampak negatif pada bendungan dan sekitarnya Bendungan Beton Tipe Gravity Pasal 67 Kekuatan Badan Bendungan 1. Tegangan kompresi yang berlaku pada badan bendungan beton tipe gravity akibat beban mati, tekanan air hidrostatik, tekanan dinamika air, tekanan lumpur, daya seismik dan tekanan angkat, tidak boleh melebihi tegangan kompresi maksimal yang diperbolehkan menurut beton yang digunakan. 2. Gaya tarik yang berlaku pada badan bendungan beton tipe gravity (kecuali sekitar bagian tahan limpah yang diperkuat dengan besi bertulang terhadap gaya tarik) akibat beban mati, tekanan air hidrostatik, tekanan dinamika air, tekanan lumpur, daya seismik dan tekanan angkat, tidak boleh melebihi gaya tarik maksimal yang diperbolehkan menurut beton yang digunakan, kecuali yang ditentukan pada ayat berikut. 3. Gaya tarik yang berlaku pada badan bendungan beton tipe gravity akibat beban mati, tekanan air hidrostatik, tekanan dinamika air, tekanan lumpur, daya seismik dan tekanan angkat, tidak boleh timbul ke arah tegak lurus pada akhir hulu badan bendungan. Pasal 68 Kestabilan Badan Bendungam Bendungan beton tipe gravity harus stabil dari geseran badan bendungan serta bagian sentuh antara badan bendungan dan fondasinya. Pasal 69 Pemasangan Badan Bendungan Badan bendungan beton tipe gravity harus dipasang dengan ketentuan sebagai berikut: (1) Dirancang agar tidak menimbulkan retak yang membahayakan beton 20

28 (2) Bagian yang terbuka, seperti koridor, instalasi saluran keluar air, pipa pesat, dll., yang dipasang didalam badan bendungan harus dirancang sedemikian rupa agar aman terhadap tegangan akibat konsentrasi tegangan atau perubahan temperatur. (3) Bagian sambung antara bagian atas atau fondasi dengan jaringan pada bendungan beton tipe berongga harus dirancang sedemikian rupa agar aman terhadap konsentrasi tegangan Bendungan Urugan Pasal 70 Material Badan Bendungan 1. Material tanah yang digunakan dalam badan bendungan urugan harus memenuhi ketentuan berikut: (1) Memiliki kekuatan dan kedap air yang diperlukan untuk kestabilan bendungan. (2) Tidak bersifat ekspansi atau susut yang menggangu kestabilan bendungan (3) Yang tidak menjadi lumpur (4) Tidak mengandung bahan organik dan bukan bersifat larut. 2. Material selain material tanah yang digunakan untuk dinding tahan air pada bendungan urugan harus memiliki sifat kedap air, kekuatan, tahan lama yang diperlukan untuk kestabilan bendungan. 3. Material untuk badan bendungan kecuali material tanah yang digunakan untuk dinding tahan air pada bendungan urugan harus memiliki kekuatan, tahan lama dan daya tembus air yang diperlukan untuk kestabilan bendungan. Pasal 71 Kestabilan Badan Bendungan Bendungan urugan harus stabil terhadap geseran badan bendungan. Pasal 72 Pemasangan Badan Bendungan Badan bendungan urugan harus dipasang dengan ketentuan berikut: 1. Dinding tahan air harus memenuhi ketentuan sebagai berikut: i. Tingginya puncak dinding tahan air melebihi tinggi Debit Banjir Desain ditambah tinggi jagaan menurut ada tidaknya pintu pelimpah. ii. Dirancang sedemikian rupa agar tidak kehilangan fungsi tahan air akibat deformasi atau retak. iii. Dirancang sedemikian rupa agar tidak menimbulkan erosi buluh pada dinding tahan air serta bagian sentuh antara dinding tahan air dengan fondasi. iv. Dalam hal material tanah yang digunakan pada dinding, sisi hulu dan hilir 21

29 agar material tersebut. tidak mengalir. 2. Untuk bendungan urugan dengan menggunakan material yang hampir merata pada badan bendungan, agar garis rembesan tidak bersilangan dengan permukaan miring pada badan bendungan. 3. Permukaan miring pada badan bendungan urugan agar tidak mengalami erosi akibat ombak, air hujan, dll. Pasal 73 Pembatasan Pemasangan Instalasi Saluran Keluar Air dll Instalasi saluran air keluar atau saluran air tidak boleh dipasang pada badan bendungan urugan. 3-3 Saluran Air Pasal 74 Ketentuan Umum 1. Saluran air harus dipasang dengan ketentuan sebagai berikut: (1) Dirancang sedemikian rupa agar tidak mengalami kerusakan akibat banjir, longsor, dll. (2) Agar air dapat dikeluarkan saat kemungkinan masuknya volume air lebih dari volume air lepas desain. (3) Agar tidak mengalami kerusakan yang berarti akibat masuknya pohon-pohon, sampah, pasir, dll. (4) Material beton yang digunakan untuk saluran air harus sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur pada Pasal 63. (5) Material selain beton yang digunakan untuk saluran air harus memiliki komposisi kimia dan kinerja mekanik yang diperlukan dalam saluran air. (6) Dalam hal dipasang pintu pengatur air atau katup pengatur air: a. pintu pengatur air atau katup pengatur air harus sesuai dengan ketentuan ayat 2 Pasal 65 (kecuali 3 dan 4). b. Tegangan yang berlaku pada pintu pengatur air atau katup pengatur air akibat beban mati, tekanan air hidrostatik, tekanan dinamika air, daya seismik dan buoyancy, tidak boleh melebihi tegangan maksimal yang diperbolehkan menurut material yang digunakan. 2. Dalam hal instalasi tenaga air untuk pembangkitan merupakan bangunan listrik untuk umum, saluran air harus dipasang sedemikian rupa agar saat beban penuh diputus, air lebih harus diperlakukan sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu rumah orang, sawah/ladang, jalan dan harta benda lainnya, kecuali dipasang di tempat dimana tidak akan mengganggu rumah orang, sawah/ladang, jalan dan harta benda lainnya, mengingat kondisi sekitar instalasi secara geografis dan lainnya. 22

30 Pasal 75 Instalasi Pengambilan Air Instalasi pengambilan air harus dipasang dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Instalasi pengambilan air harus stabil terhadap beban mati, tekanan air hidorstatik, tekanan air dinamika, tekanan lumpur, daya seismik, tekanan angkat dan tekanan tanah dan tegangan akibat beban tersebut tidak melebihi tegangan maksimal yang diperbolehkan menurut material yang digunakan. 2) Dalam hal instalasi pengambilan air disambungkan langsung dengan saluran tekan atas atau badan pika pada pipa pesat, instalasi pengambilan air dirancang sedemikian rupa agar menjaga aliran air dengan baik dan tidak memberi dampak negatif pada saluran air dan turbin air. 3) Kecuali volume air masuk ke saluran air tidak akan melebihi volume air lepas desain pada bangunan atau instalasi pengambil air yang merupakan instalasi pengambilan air dari sungai torrent, instalasi pengambilan air harus disediakan pintu pengatur air atau katup pengatur air. Pasal 76 Kolam Penampung Pasir Kolam penampung pasir harus dipasang dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Kolam penampung pasir harus stabil terhadap beban mati, tekanan air, daya seismik dan tekanan tanah, dan tegangan terhadap beban tersebut tidak boleh melebihi tegangan maksimal yang diperbolehkan menurut material yang digunakan. 2) Memiliki kemampuan untuk mengendapkan pasir dan tanah yang dapat mengakibatkan kerusakan secara signifikan pada saluran air dan turbin air pada hilir. Pasal 77 Saluran Pembawa Air Saluran pembawa air harus dipasang dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Saluran air harus stabil terhadap beban mati, beratnya air, tekanan air, daya seismik, tenakan tanah, beban berlapis, beban nagin, beban temperature dan tekanan luar, dan tegangan terhadap beban tersebut tidak boleh melebihi tegangan maksimal yang diperbolehkan menurut material yang digunakan. 2) Dirancang sedemikian rupa agar tidak memberi dampak negatif pada rumah orang, sawah/ladang, jalan, dll., akibat kebocoran air. 3) Dalam hal tidak berupa terowongan atau saluran terbuka yang tidak terproteksi, agar tidak memberi kerusakan yang signifikan pada saluran air dan turbin air akibat kejatuhan batu, dll. 4) Dalam hal berupa saluran tekan atas: a) Dipasang pada posisi dibawah garis batas air/hgl saat permukaan air terendah pada instalasi pengambilan air dan tangki peredam b) Dalam hal saluran tekan atas digabungkan dengan pegambilan air sungai 23

PENCEGAHAN KEBAKARAN. Pencegahan Kebakaran dilakukan melalui upaya dalam mendesain gedung dan upaya Desain untuk pencegahan Kebakaran.

PENCEGAHAN KEBAKARAN. Pencegahan Kebakaran dilakukan melalui upaya dalam mendesain gedung dan upaya Desain untuk pencegahan Kebakaran. LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG KETENTUAN DESAIN SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN DAN LEDAKAN INTERNAL PADA REAKTOR DAYA PENCEGAHAN KEBAKARAN Pencegahan Kebakaran

Lebih terperinci

TUGAS MAKALAH INSTALASI LISTRIK

TUGAS MAKALAH INSTALASI LISTRIK TUGAS MAKALAH INSTALASI LISTRIK Oleh: FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK ELEKTRO PRODI S1 PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRO UNIVERSITAS NEGERI MALANG Oktober 2017 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring jaman

Lebih terperinci

GLOSSARY STANDAR KOMPETENSI TENAGA TEKNIK KETENAGALISTRIKAN BIDANG PEMBANGKITAN ENERGI BARU DAN TERBARUKAN

GLOSSARY STANDAR KOMPETENSI TENAGA TEKNIK KETENAGALISTRIKAN BIDANG PEMBANGKITAN ENERGI BARU DAN TERBARUKAN GLOSSARY GLOSSARY STANDAR KOMPETENSI TENAGA TEKNIK KETENAGALISTRIKAN BIDANG PEMBANGKITAN ENERGI BARU DAN TERBARUKAN Bangunan Sipil Adalah bangunan yang dibangun dengan rekayasa sipil, seperti : bangunan

Lebih terperinci

KRITERIA PERENCANAAN BENDUNG KARET

KRITERIA PERENCANAAN BENDUNG KARET KRITERIA PERENCANAAN BENDUNG KARET Bendung karet adalah bendung gerak yang terbuat dari tabung karet yang mengembang sebagai sarana operasi pembendungan air. Berdasarkan media pengisi tabung karet, ada

Lebih terperinci

MITIGASI DAMPAK KEBAKARAN

MITIGASI DAMPAK KEBAKARAN LAMPIRAN III PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG KETENTUAN DESAIN SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN DAN LEDAKAN INTERNAL PADA REAKTOR DAYA MITIGASI DAMPAK KEBAKARAN III.1.

Lebih terperinci

Bagian 2 Persyaratan dasar

Bagian 2 Persyaratan dasar Bagian 2 Persyaratan dasar 2.1 Proteksi untuk keselamatan 2.1.1 Umum 2.1.1.1 Persyaratan dalam pasal ini dimaksudkan untuk menjamin keselamatan manusia, dan ternak dan keamanan harta benda dari bahaya

Lebih terperinci

HYDRO POWER PLANT. Prepared by: anonymous

HYDRO POWER PLANT. Prepared by: anonymous HYDRO POWER PLANT Prepared by: anonymous PRINSIP DASAR Cara kerja pembangkit listrik tenaga air adalah dengan mengambil air dalam jumlah debit tertentu dari sumber air (sungai, danau, atau waduk) melalui

Lebih terperinci

BAB II PENANGKAL PETIR DAN ARUS PETIR. dan dari awan ke awan yang berbeda muatannya. Petir biasanya menyambar objek yang

BAB II PENANGKAL PETIR DAN ARUS PETIR. dan dari awan ke awan yang berbeda muatannya. Petir biasanya menyambar objek yang BAB II PENANGKAL PETIR DAN ARUS PETIR II. 1 PETIR Peristiwa petir adalah gejala alam yang tidak bisa dicegah oleh manusia. Petir merupakan suatu peristiwa pelepasan muatan listrik dari awan yang bermuatan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Dasar Steam merupakan bagian penting dan tidak terpisahkan dari teknologi modern. Tanpa steam, maka industri makanan kita, tekstil, bahan kimia, bahan kedokteran,daya, pemanasan

Lebih terperinci

SISTEM DETEKSI DAN PEMADAMAN KEBAKARAN

SISTEM DETEKSI DAN PEMADAMAN KEBAKARAN LAMPIRAN II PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG KETENTUAN DESAIN SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN DAN LEDAKAN INTERNAL PADA REAKTOR DAYA SISTEM DETEKSI DAN PEMADAMAN KEBAKARAN

Lebih terperinci

BAB III METODE & DATA PENELITIAN

BAB III METODE & DATA PENELITIAN BAB III METODE & DATA PENELITIAN 3.1 Distribusi Jaringan Tegangan Rendah Pada dasarnya memilih kontruksi jaringan diharapkan memiliki harga yang efisien dan handal. Distribusi jaringan tegangan rendah

Lebih terperinci

Makalah Pembangkit listrik tenaga air

Makalah Pembangkit listrik tenaga air Makalah Pembangkit listrik tenaga air Di susun oleh : Muhamad Halfiz (2011110031) Robi Wijaya (2012110003) Alhadi (2012110093) Rari Ranjes Noviko (2013110004) Sulis Tiono (2013110008) Jurusan Teknik Mesin

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR... TAHUN... TENTANG KESELAMATAN KETENAGALISTRIKAN

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR... TAHUN... TENTANG KESELAMATAN KETENAGALISTRIKAN RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR... TAHUN... TENTANG KESELAMATAN KETENAGALISTRIKAN Menimbang: bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 28 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan,

Lebih terperinci

SISTEM PROTEKSI PADA GENERATOR

SISTEM PROTEKSI PADA GENERATOR SISTEM PROTEKSI PADA GENERATOR GANGGUAN PADA GENERATOR Pada Sirkit Listrik Generator yang menyebabkan tripnya PMT, pada umumnya disebabkan oleh : 1. Gangguan diluar seksi generator tetapi PMT generator

Lebih terperinci

Sumber-Sumber Energi yang Ramah Lingkungan dan Terbarukan

Sumber-Sumber Energi yang Ramah Lingkungan dan Terbarukan Sumber-Sumber Energi yang Ramah Lingkungan dan Terbarukan Energi ramah lingkungan atau energi hijau (Inggris: green energy) adalah suatu istilah yang menjelaskan apa yang dianggap sebagai sumber energi

Lebih terperinci

DAFTAR STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) BIDANG BAHAN KONSTRUKSI BANGUNAN DAN REKAYASA SIPIL

DAFTAR STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) BIDANG BAHAN KONSTRUKSI BANGUNAN DAN REKAYASA SIPIL DAFTAR (SNI) BIDANG BAHAN KONSTRUKSI BANGUNAN DAN REKAYASA SIPIL No. Judul Standar Nomor Standar Ruang Lingkup D Pemukiman (Cipta Karya) 2. Keselamatan & Kenyamanan Metoda Uji 1. Metode Pengujian Jalar

Lebih terperinci

BAB II JARINGAN DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK. Pusat tenaga listrik umumnya terletak jauh dari pusat bebannya. Energi listrik

BAB II JARINGAN DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK. Pusat tenaga listrik umumnya terletak jauh dari pusat bebannya. Energi listrik BAB II JARINGAN DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK 2.1. Umum Pusat tenaga listrik umumnya terletak jauh dari pusat bebannya. Energi listrik yang dihasilkan pusat pembangkitan disalurkan melalui jaringan transmisi.

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG DESAIN SISTEM CATU DAYA DARURAT UNTUK REAKTOR DAYA 2 PERSYARATAN KHUSUS DESAIN SISTEM CATU DAYA DARURAT Lampiran ini menguraikan

Lebih terperinci

Peranti listrik rumah tangga dan sejenis Keselamatan Bagian 2-41: Persyaratan khusus untuk pompa

Peranti listrik rumah tangga dan sejenis Keselamatan Bagian 2-41: Persyaratan khusus untuk pompa Standar Nasional Indonesia Peranti listrik rumah tangga dan sejenis Keselamatan Bagian 2-41: Persyaratan khusus untuk pompa (IEC 60335-2-41 (2005-06), IDT) ICS 13.120; 97.180; 23.080 Badan Standardisasi

Lebih terperinci

SISTEM PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN I

SISTEM PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN I Pertemuan ke-12 Materi Perkuliahan : Sistem penanggulangan bahaya kebakaran 1 (Sistem deteksi kebakaran, fire alarm, fire escape) SISTEM PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN I Kebakaran adalah bahaya yang diakibatkan

Lebih terperinci

SESSION 8 HYDRO POWER PLANT. 1. Potensi PLTA 2. Jenis PLTA 3. Prinsip Kerja 4. Komponen PLTA 5. Perencanaan PLTA

SESSION 8 HYDRO POWER PLANT. 1. Potensi PLTA 2. Jenis PLTA 3. Prinsip Kerja 4. Komponen PLTA 5. Perencanaan PLTA SESSION 8 HYDRO POWER PLANT 1. Potensi PLTA 2. Jenis PLTA 3. Prinsip Kerja 4. Komponen PLTA 5. Perencanaan PLTA 6. Kelebihan dan Kekurangan PLTA 1. POTENSI PLTA Teoritis Jumlah potensi tenaga air di permukaan

Lebih terperinci

DAFTAR BARANG DAN BAHAN GUNA PERBAIKAN DAN/ATAU PEMELIHARAAN PESAWAT TERBANG YANG MENDAPAT BEA MASUK DITANGGUNG PEMERINTAH UNTUK TAHUN ANGGARAN 2012

DAFTAR BARANG DAN BAHAN GUNA PERBAIKAN DAN/ATAU PEMELIHARAAN PESAWAT TERBANG YANG MENDAPAT BEA MASUK DITANGGUNG PEMERINTAH UNTUK TAHUN ANGGARAN 2012 2012, No.612 8 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 100/PMK.011/2012 TENTANG BEA MASUK DITANGGUNG PEMERINTAH ATAS IMPOR BARANG DAN BAHAN GUNA PERBAIKAN DAN/ATAU PEMELIHARAAN PESAWAT

Lebih terperinci

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran K-13 Kelas X Geografi MITIGASI BENCANA ALAM II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami banjir. 2. Memahami gelombang pasang.

Lebih terperinci

INFRASTRUKTUR ENERGI LISTRIK

INFRASTRUKTUR ENERGI LISTRIK INFRASTRUKTUR ENERGI LISTRIK A.1 Pembangkit Listrik Bagian dari alat industri yang dipakai untuk memproduksi dan membangkitkan tenaga listrikdari berbagai sumber tenaga, seperti PLTU, PLTD, PLTA, dll.

Lebih terperinci

DAFTAR BARANG DAN BAHAN GUNA PERBAIKAN DAN/ATAU PEMELIHARAAN PESAWAT TERBANG YANG MENDAPAT BEA MASUK DITANGGUNG PEMERINTAH UNTUK TAHUN ANGGARAN 2011

DAFTAR BARANG DAN BAHAN GUNA PERBAIKAN DAN/ATAU PEMELIHARAAN PESAWAT TERBANG YANG MENDAPAT BEA MASUK DITANGGUNG PEMERINTAH UNTUK TAHUN ANGGARAN 2011 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 117/PMK.011/2011 TENTANG BEA MASUK DITANGGUNG PEMERINTAH ATAS IMPOR BARANG DAN BAHAN GUNA PERBAIKAN DAN/ATAU PEMELIHARAAN PESAWAT TERBANG UNTUK TAHUN ANGGARAN

Lebih terperinci

ANALISIS DAN KRITERIA PENERIMAAN

ANALISIS DAN KRITERIA PENERIMAAN SALINAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN III PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG DESAIN PROTEKSI BAHAYA INTERNAL SELAIN KEBAKARAN DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tegangan tinggi digunakan dalam peralatan X-Ray. Dalam bidang industri, listrik

BAB I PENDAHULUAN. tegangan tinggi digunakan dalam peralatan X-Ray. Dalam bidang industri, listrik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini listrik tegangan tinggi banyak digunakan dalam berbagai bidang. Listrik tegangan tinggi digunakan dalam bidang sistem tenaga listrik, medis, industri, dan

Lebih terperinci

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL,

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL, KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR 901 K/30/MEM/2003 TANGGAL 30 JUNI 2003 TENTANG PEMBERLAKUAN STANDAR NASIONAL INDONESIA 04-6292.2.80-2003 MENGENAI PERANTI LISTRIK UNTUK RUMAH TANGGA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perusahaan Listrik Negara ( PLN ) mempunyai sistem transmisi listrik di Pulau Jawa yang terhubung dengan Pulau Bali dan Pulau Madura yang disebut dengan sistem interkoneksi

Lebih terperinci

PELATIHAN PENGELASAN DAN PENGOPERASIAN KOMPRESOR

PELATIHAN PENGELASAN DAN PENGOPERASIAN KOMPRESOR MAKALAH PELATIHAN PENGELASAN DAN PENGOPERASIAN KOMPRESOR PROGRAM IbPE KELOMPOK USAHA KERAJINAN ENCENG GONDOK DI SENTOLO, KABUPATEN KULONPROGO Oleh : Aan Ardian ardian@uny.ac.id FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II PENDAHULUAN BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Motor Bakar Bensin Motor bakar bensin adalah mesin untuk membangkitkan tenaga. Motor bakar bensin berfungsi untuk mengubah energi kimia yang diperoleh dari

Lebih terperinci

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA SALINAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN II PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG DESAIN PROTEKSI BAHAYA INTERNAL SELAIN KEBAKARAN DAN

Lebih terperinci

LAMPIRAN III PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG BATASAN DAN KONDISI OPERASI INSTALASI NUKLIR NONREAKTOR

LAMPIRAN III PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG BATASAN DAN KONDISI OPERASI INSTALASI NUKLIR NONREAKTOR KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN III PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG BATASAN DAN KONDISI OPERASI INSTALASI NUKLIR NONREAKTOR PARAMETER

Lebih terperinci

BAB IV PERAWATAN KOMPRESOR SENTRAL DI PT.PLN APP DURIKOSAMBI

BAB IV PERAWATAN KOMPRESOR SENTRAL DI PT.PLN APP DURIKOSAMBI BAB IV PERAWATAN KOMPRESOR SENTRAL DI PT.PLN APP DURIKOSAMBI 4.1 In Service / Visual Inspection 4.1.1 Pengertian Merupakan kegiatan inspeksi atau pengecekan yang dilakukan dengan menggunakan 5 sense (panca

Lebih terperinci

UNIT I INSTALASI PENERANGAN PERUMAHAN SATU FASE

UNIT I INSTALASI PENERANGAN PERUMAHAN SATU FASE UNIT I INSTALASI PENERANGAN PERUMAHAN SATU FASE I. TUJUAN 1. Praktikan dapat mengetahui jenis-jenis saklar, pemakaian saklar cara kerja saklar. 2. Praktikan dapat memahami ketentuanketentuan instalasi

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 PENGERTIAN Berdasarkan IEV (International Electrotechnical Vocabulary) 441-14-20 disebutkan bahwa Circuit Breaker (CB) atau Pemutus Tenaga (PMT) merupakan peralatan saklar /

Lebih terperinci

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 8. Penggunaan Alat Dan Bahan Laboratorium Latihan Soal 8.4

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 8. Penggunaan Alat Dan Bahan Laboratorium Latihan Soal 8.4 1. Cara aman membawa alat gelas adalah dengan... SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 8. Penggunaan Alat Dan Bahan Laboratorium Latihan Soal 8.4 Satu tangan Dua tangan Dua jari Lima jari Kunci Jawaban : B Alat-alat

Lebih terperinci

BAB II STRUKTUR JARINGAN DAN PERALATAN GARDU INDUK SISI 20 KV

BAB II STRUKTUR JARINGAN DAN PERALATAN GARDU INDUK SISI 20 KV BAB II STRUKTUR JARINGAN DAN PERALATAN GARDU INDUK SISI 20 KV 2.1. UMUM Gardu Induk adalah suatu instalasi tempat peralatan peralatan listrik saling berhubungan antara peralatan yang satu dengan peralatan

Lebih terperinci

Peranti listrik rumah tangga dan sejenisnya Keselamatan Bagian 2-41: Persyaratan khusus untuk pompa

Peranti listrik rumah tangga dan sejenisnya Keselamatan Bagian 2-41: Persyaratan khusus untuk pompa Standar Nasional Indonesia Peranti listrik rumah tangga dan sejenisnya Keselamatan Bagian 2-41: Persyaratan khusus untuk pompa ICS 13.120; 23.080; 97.180 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

Pelatihan Sistem PLTS Maret PELATIHAN SISTEM PLTS PROTEKSI DAN KESELAMATAN KERJA Serpong, Maret Oleh: Fariz M.

Pelatihan Sistem PLTS Maret PELATIHAN SISTEM PLTS PROTEKSI DAN KESELAMATAN KERJA Serpong, Maret Oleh: Fariz M. PELATIHAN SISTEM PLTS PROTEKSI DAN KESELAMATAN KERJA Serpong, 24-26 Maret 2015 Oleh: Fariz M. Rizanulhaq Balai Besar Teknologi Energi (B2TE) TUJUAN DAN SASARAN Peserta memahami berbagai macam alat proteksi

Lebih terperinci

GLOSSARY STANDAR KOMPETENSI TENAGA TEKNIK KETENAGALISTRIKAN BIDANG JASA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN TENAGA LISTRIK

GLOSSARY STANDAR KOMPETENSI TENAGA TEKNIK KETENAGALISTRIKAN BIDANG JASA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN TENAGA LISTRIK GLOSSARY GLOSSARY STANDAR KOMPETENSI TENAGA TEKNIK KETENAGALISTRIKAN BIDANG JASA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN TENAGA LISTRIK Ash Handling Adalah penanganan bahan sisa pembakaran dan terutama abu dasar yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar-Dasar Sistem Proteksi 1 Sistem proteksi adalah pengaman listrik pada sistem tenaga listrik yang terpasang pada : sistem distribusi tenaga listrik, trafo tenaga, transmisi

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG DESAIN SISTEM CATU DAYA DARURAT UNTUK REAKTOR DAYA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG DESAIN SISTEM CATU DAYA DARURAT UNTUK REAKTOR DAYA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG DESAIN SISTEM CATU DAYA DARURAT UNTUK REAKTOR DAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II ARUS BOCOR DAN KELEMBABAN UDARA

BAB II ARUS BOCOR DAN KELEMBABAN UDARA BAB II ARUS BOCOR DAN KELEMBABAN UDARA II.1 Jenis Isolator Isolator merupakan salah satu bahan dielektrik yang digunakan untuk memisahkan konduktor bertegangan dengan kerangka penyangga yang dibumikan.

Lebih terperinci

Bagian 6 Perlengkapan Hubung Bagi dan Kendali (PHB) serta komponennya

Bagian 6 Perlengkapan Hubung Bagi dan Kendali (PHB) serta komponennya SNI 0405000 Bagian 6 Perlengkapan Hubung Bagi dan Kendali (PHB) serta komponennya 6. Ruang lingkup 6.. Bab ini mengatur persyaratan PHB yang meliputi, pemasangan, sirkit, ruang pelayanan, penandaan untuk

Lebih terperinci

BAB IX. PROTEKSI TEGANGAN LEBIH, ARUS BOCOR DAN SURJA HUBUNG (TRANSIENT)

BAB IX. PROTEKSI TEGANGAN LEBIH, ARUS BOCOR DAN SURJA HUBUNG (TRANSIENT) BAB IX. PROTEKSI TEGANGAN LEBIH, ARUS BOCOR DAN SURJA HUBUNG (TRANSIENT) 9.1. PROTEKSI TEGANGAN LEBIH/ KURANG 9.1.1 Pendahuluan. Relai tegangan lebih [ Over Voltage Relay ] bekerjanya berdasarkan kenaikan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Radiator Radiator memegang peranan penting dalam mesin otomotif (misal mobil). Radiator berfungsi untuk mendinginkan mesin. Pembakaran bahan bakar dalam silinder mesin menyalurkan

Lebih terperinci

SISTEM PROTEKSI RELAY

SISTEM PROTEKSI RELAY SISTEM PROTEKSI RELAY SISTEM PROTEKSI PADA GARDU INDUK DAN SPESIFIKASINYA OLEH : WILLYAM GANTA 03111004071 JURUSAN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2015 SISTEM PROTEKSI PADA GARDU INDUK

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Pentanahan Sistem pentanahan mulai dikenal pada tahun 1900. Sebelumnya sistemsistem tenaga listrik tidak diketanahkan karena ukurannya masih kecil dan tidak membahayakan.

Lebih terperinci

BAB II PEMBUMIAN PERALATAN LISTRIK DENGAN ELEKTRODA BATANG. Tindakan-tindakan pengamanan perlu dilakukan pada instalasi rumah tangga

BAB II PEMBUMIAN PERALATAN LISTRIK DENGAN ELEKTRODA BATANG. Tindakan-tindakan pengamanan perlu dilakukan pada instalasi rumah tangga BAB II PEMBUMIAN PERALATAN LISTRIK DENGAN ELEKTRODA BATANG II.1. Umum (3) Tindakan-tindakan pengamanan perlu dilakukan pada instalasi rumah tangga untuk menjamin keamanan manusia yang menggunakan peralatan

Lebih terperinci

Peranti listrik rumah tangga dan sejenis Keselamatan Bagian 2-80: Persyaratan khusus untuk kipas angin

Peranti listrik rumah tangga dan sejenis Keselamatan Bagian 2-80: Persyaratan khusus untuk kipas angin SNI IEC 60335-2-80:2009 Standar Nasional Indonesia Peranti listrik rumah tangga dan sejenis Keselamatan Bagian 2-80: Persyaratan khusus untuk kipas angin (IEC 60335-2-80 (2005-11), IDT) ICS 13.120 Badan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Air merupakan kebutuhan vital setiap makhluk hidup. Dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Air merupakan kebutuhan vital setiap makhluk hidup. Dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air merupakan kebutuhan vital setiap makhluk hidup. Dalam kehidupan manusia, air tidak hanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan domestik saja, yaitu digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB III KEADAAN UMUM MENARA SUTET

BAB III KEADAAN UMUM MENARA SUTET BAB III KEADAAN UMUM MENARA SUTET SUTET atau Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi merupakan media pendistribusian listrik oleh PLN berupa kabel dengan tegangan listriknya dinaikkan hingga mencapai 500kV

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

BAB IV HASIL DAN ANALISIS BAB IV HASIL DAN ANALISIS Gambar 4.1 Lokasi PT. Indonesia Power PLTP Kamojang Sumber: Google Map Pada gambar 4.1 merupakan lokasi PT Indonesia Power Unit Pembangkitan dan Jasa Pembangkitan Kamojang terletak

Lebih terperinci

TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa

TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa AY 12 TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa tanah ke tempat yang relatif lebih rendah. Longsoran

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN INSTALASI SISTEM TENAGA LISTRIK

BAB III PERENCANAAN INSTALASI SISTEM TENAGA LISTRIK BAB III PERENCANAAN INSTALASI SISTEM TENAGA LISTRIK 3.1 Tahapan Perencanaan Instalasi Sistem Tenaga Listrik Tahapan dalam perencanaan instalasi sistem tenaga listrik pada sebuah bangunan kantor dibagi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 6 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem tenaga listrik DC Arus listrik searah dikenal dengan singkatan DC (Direct Current). Sesuai dengan namanya listrik arus searah itu mengalir ke satu jurusan saja dalam

Lebih terperinci

kondisi jalur di pusat perbelanjaan di jantung kota Yogyakarta ini kurang BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

kondisi jalur di pusat perbelanjaan di jantung kota Yogyakarta ini kurang BAB V KESIMPULAN DAN SARAN kondisi jalur di pusat perbelanjaan di jantung kota Yogyakarta ini kurang memadai. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Penelitian ini telah melakukan evaluasi terhadap kondisi jalur evakuasi darurat

Lebih terperinci

1. DEFINISI BENDUNGAN

1. DEFINISI BENDUNGAN 1. DEFINISI BENDUNGAN Bendungan atau Dam adalah konstruksi yang dibangun untuk menahan laju air menjadi waduk, danau, atau tempat rekreasi. Seringkali bendungan juga digunakan untuk mengalirkan air ke

Lebih terperinci

Penyebab Banjir. Ada beberapa jenis banjir:

Penyebab Banjir. Ada beberapa jenis banjir: Banjir merupakan bencana paling alami yang sering dikaitkan dengan penderitaan manusia dan kerugian ekonomi. Sebanyak 90 persen dari kerusakan yang berhubungan dengan semua bencana alam adalah disebabkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Proses Penyaluran Tenaga Listrik Ke Konsumen Didalam dunia kelistrikan sering timbul persoalan teknis, dimana tenaga listrik dibangkitkan pada tempat-tempat tertentu, sedangkan

Lebih terperinci

BAB IV. PENGOPERASIAN dan PENANGANAN ELECTROSTATIC PRECIPITATOR

BAB IV. PENGOPERASIAN dan PENANGANAN ELECTROSTATIC PRECIPITATOR BAB IV PENGOPERASIAN dan PENANGANAN ELECTROSTATIC PRECIPITATOR 4.1 Pengoperasian Untuk mengoperasikan ESP, ada presedur yang harus diperhatikan, yaitu : 1. Pemeriksaan sebelum start-up 2. Start-up 3. Pemeliharaan

Lebih terperinci

PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA AIR (PLTA)

PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA AIR (PLTA) PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA AIR (PLTA) Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) adalah pembangkit listrik yang mengandalkan energi potensial dan kinetik dari air untuk menghasilkan energi listrik. Energi listrik

Lebih terperinci

PEMELIHARAAN PENTANAHAN PADA PENTANAHAN ABSTRAK

PEMELIHARAAN PENTANAHAN PADA PENTANAHAN ABSTRAK PEMELIHARAAN PENTANAHAN PADA PENTANAHAN Soehardi, Sabari D3 Teknik Elektro Politeknik Harapan Bersama Jl Dewi Sartika No 71 Tegal Telp/Fax (0283) 352000 ABSTRAK Dilapangan dijumpai juga kasus Pentanahan

Lebih terperinci

TATA CARA DAN PERSYARATAN TEKNIS PENYIMPANAN DAN PENGUMPULAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

TATA CARA DAN PERSYARATAN TEKNIS PENYIMPANAN DAN PENGUMPULAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN Lampiran : Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor : Kep-01/Bapedal/09/1995 Tanggal : 5 September 1995 TATA CARA DAN PERSYARATAN TEKNIS PENYIMPANAN DAN PENGUMPULAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA

Lebih terperinci

MODUL 3 TEKNIK TENAGA LISTRIK PRODUKSI ENERGI LISTRIK (1)

MODUL 3 TEKNIK TENAGA LISTRIK PRODUKSI ENERGI LISTRIK (1) MODUL 3 TEKNIK TENAGA LISTRIK PRODUKSI ENERGI LISTRIK (1) 1. 1. SISTEM TENAGA LISTRIK 1.1. Elemen Sistem Tenaga Salah satu cara yang paling ekonomis, mudah dan aman untuk mengirimkan energi adalah melalui

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 PEDOMAN TEKNIS KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

LAMPIRAN 1 PEDOMAN TEKNIS KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA LAMPIRAN 1 PEDOMAN TEKNIS KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA LAMPIRAN SURAT KEPUTUSAN MENTERI TENTANG PEDOMAN TEKNIS KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA Nomor : 384 / KPTS / M / 2004 Tanggal : 18 Oktober 2004

Lebih terperinci

L/O/G/O RINCIAN PERALATAN GARDU INDUK

L/O/G/O RINCIAN PERALATAN GARDU INDUK L/O/G/O RINCIAN PERALATAN GARDU INDUK Disusun Oleh : Syaifuddin Z SWITCHYARD PERALATAN GARDU INDUK LIGHTNING ARRESTER WAVE TRAP / LINE TRAP CURRENT TRANSFORMER POTENTIAL TRANSFORMER DISCONNECTING SWITCH

Lebih terperinci

BAB III SISTEM PROTEKSI JARINGAN DISTRIBUSI

BAB III SISTEM PROTEKSI JARINGAN DISTRIBUSI BAB III SISTEM PROTEKSI JARINGAN DISTRIBUSI 3.1 Umum Sebaik apapun suatu sistem tenaga dirancang, gangguan pasti akan terjadi pada sistem tenaga tersebut. Gangguan ini dapat merusak peralatan sistem tenaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia banyak sekali daerah yang,mengalami longsoran tanah yang tersebar di daerah-daerah pegunngan di Indonesia. Gerakan tanah atau biasa di sebut tanah longsor

Lebih terperinci

Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai.

Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai. Tipe-Tipe Tanah Longsor 1. Longsoran Translasi Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai. 2. Longsoran Rotasi Longsoran

Lebih terperinci

125 SNI YANG SUDAH DITETAPKAN BSN DI BIDANG USAHA MINYAK DAN GAS BUMI

125 SNI YANG SUDAH DITETAPKAN BSN DI BIDANG USAHA MINYAK DAN GAS BUMI 125 SNI YANG SUDAH DITETAPKAN BSN DI BIDANG USAHA MINYAK DAN GAS BUMI NO NOMOR SNI J U D U L KETERANGAN 1. SNI 07-0728-1989 Pipa-pipa baja pengujian tekanan tinggi untuk saluran pada industri minyak dan

Lebih terperinci

1. Proteksi Generator

1. Proteksi Generator 1. Proteksi Generator Generator merupakan sumber energi listrik didalam sistem tenaga listrik, maka perlu diproteksi dari semua gangguan jangan sampai mengalami kerusakan karena kerusakan generator akan

Lebih terperinci

BAB II BUSUR API LISTRIK

BAB II BUSUR API LISTRIK BAB II BUSUR API LISTRIK II.1 Definisi Busur Api Listrik Bahan isolasi atau dielekrik adalah suatu bahan yang memiliki daya hantar arus yang sangat kecil atau hampir tidak ada. Bila bahan isolasi tersebut

Lebih terperinci

Standard Operating Procedure PENGOPERASIAN CHAINSAW (CHAINSAW OPERATION)

Standard Operating Procedure PENGOPERASIAN CHAINSAW (CHAINSAW OPERATION) 1. KAPAN DIGUNAKAN Prosedur ini berlaku pada saat melakukan pekerjaan menggunakan chainsaw 2. TUJUAN Prosedur ini memberikan petunjuk penggunaan chainsaw secara aman dalam melakukan pekerjaan dimana chainsaw

Lebih terperinci

Dengan cara pemakaian yang benar, Anda akan mendapatkan manfaat yang maksimal selama bertahun-tahun.

Dengan cara pemakaian yang benar, Anda akan mendapatkan manfaat yang maksimal selama bertahun-tahun. SELAMAT ATAS PILIHAN ANDA MENGGUNAKAN PEMANAS AIR (WATER HEATER) DOMO Dengan cara pemakaian yang benar, Anda akan mendapatkan manfaat yang maksimal selama bertahun-tahun. Bacalah buku petunjuk pengoperasian

Lebih terperinci

MODUL 7 SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA. (Listrik) TINGKAT : XI PROGRAM KEAHLI AN TEKNI K PEMANFAATAN TENAGA LI STRI K

MODUL 7 SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA. (Listrik) TINGKAT : XI PROGRAM KEAHLI AN TEKNI K PEMANFAATAN TENAGA LI STRI K MODUL 7 SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (Listrik) TINGKAT : XI PROGRAM KEAHLI AN TEKNI K PEMANFAATAN TENAGA LI STRI K DISUSUN OLEH : Drs. SOEBANDONO 7. Listrik Energi listrik Energi listrik

Lebih terperinci

Persyaratan Tempat Penyimpanan Sementara Limbah B3 Yulinah Trihadiningrum 11 Nopember 2009

Persyaratan Tempat Penyimpanan Sementara Limbah B3 Yulinah Trihadiningrum 11 Nopember 2009 Persyaratan Tempat Penyimpanan Sementara Limbah B3 Yulinah Trihadiningrum 11 Nopember 2009 Sumber pencemar di perkotaan Hazardous waste storage Acuan Permen LH no. 30/2009 tentang Tentang Tata Laksana

Lebih terperinci

BAB 5 DASAR POMPA. pompa

BAB 5 DASAR POMPA. pompa BAB 5 DASAR POMPA Pompa merupakan salah satu jenis mesin yang berfungsi untuk memindahkan zat cair dari suatu tempat ke tempat yang diinginkan. Zat cair tersebut contohnya adalah air, oli atau minyak pelumas,

Lebih terperinci

PROSEDUR MOBILISASI DAN PEMASANGAN PIPA AIR MINUM SUPLEMEN MODUL SPAM PERPIPAAN BERBASIS MASYARAKAT DENGAN POLA KKN TEMATIK

PROSEDUR MOBILISASI DAN PEMASANGAN PIPA AIR MINUM SUPLEMEN MODUL SPAM PERPIPAAN BERBASIS MASYARAKAT DENGAN POLA KKN TEMATIK PROSEDUR MOBILISASI DAN PEMASANGAN PIPA AIR MINUM SUPLEMEN MODUL SPAM PERPIPAAN BERBASIS MASYARAKAT DENGAN POLA KKN TEMATIK A. DEFINISI - Pengangkutan Pekerjaan pemindahan pipa dari lokasi penumpukan ke

Lebih terperinci

BAB II ISOLATOR PENDUKUNG HANTARAN UDARA

BAB II ISOLATOR PENDUKUNG HANTARAN UDARA BAB II ISOLATOR PENDUKUNG HANTARAN UDARA Isolator memegang peranan penting dalam penyaluran daya listrik dari gardu induk ke gardu distribusi. Isolator merupakan suatu peralatan listrik yang berfungsi

Lebih terperinci

Keputusan Kepala Bapedal No. 1 Tahun 1995 Tentang : Tata Cara Dan Persyaratan Teknis Penyimpanan Dan Pengumpulan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun

Keputusan Kepala Bapedal No. 1 Tahun 1995 Tentang : Tata Cara Dan Persyaratan Teknis Penyimpanan Dan Pengumpulan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun Keputusan Kepala Bapedal No. 1 Tahun 1995 Tentang : Tata Cara Dan Persyaratan Teknis Penyimpanan Dan Pengumpulan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun Oleh : KEPALA BAPEDAL Nomor : 1 TAHUN 1995 Tanggal :

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PERATURAN DAN KEBIJAKAN DI BIDANG PENGUMPULAN DAN PEMANFAATAN LIMBAH B3

IMPLEMENTASI PERATURAN DAN KEBIJAKAN DI BIDANG PENGUMPULAN DAN PEMANFAATAN LIMBAH B3 IMPLEMENTASI PERATURAN DAN KEBIJAKAN DI BIDANG PENGUMPULAN DAN PEMANFAATAN LIMBAH B3 Bidakara, 20 November 2014 Penyimpanan & Pengumpulan LB3 Kegiatan menyimpan limbah B3 yang dilakukan oleh penghasil

Lebih terperinci

METODE PELAKSANAAN BENDUNGAN

METODE PELAKSANAAN BENDUNGAN METODE PELAKSANAAN BENDUNGAN 1. Saluran Bangunan Pelimpah (Spillway) dan peredam energi Gambar 1. Layout Spillway Pekerjaan pembangunan bangunan pelimpah (spillway) adalah sebagai berikut : Pekerjaan Tanah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Mulai tahap perencanaan hingga tahap analisis, penelitian dilaksanakan berdasarkan sumber yang berkaitan dengan topik yang dipilih, yaitu penelitian tentang agregat

Lebih terperinci

PERSYARATAN UMUM DAN PERSYARATAN TEKNIS GUDANG TERTUTUP DALAM SISTEM RESI GUDANG

PERSYARATAN UMUM DAN PERSYARATAN TEKNIS GUDANG TERTUTUP DALAM SISTEM RESI GUDANG LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI NOMOR : 03/BAPPEBTI/PER-SRG/7/2007 TANGGAL : 9 JULI 2007 PERSYARATAN UMUM DAN PERSYARATAN TEKNIS GUDANG TERTUTUP 1. Ruang lingkup

Lebih terperinci

BAB II TRANSFORMATOR DAYA DAN PENGUBAH SADAPAN BERBEBAN. Tenaga listrik dibangkitkan dipusat pusat listrik (power station) seperti

BAB II TRANSFORMATOR DAYA DAN PENGUBAH SADAPAN BERBEBAN. Tenaga listrik dibangkitkan dipusat pusat listrik (power station) seperti 6 BAB II TRANSFORMATOR DAYA DAN PENGUBAH SADAPAN BERBEBAN 2.1 Sistem Tenaga Listrik Tenaga listrik dibangkitkan dipusat pusat listrik (power station) seperti PLTA, PLTU, PLTD, PLTP dan PLTGU kemudian disalurkan

Lebih terperinci

Bangunan Air. Dr. Eng Indradi W TA. 2012/2013 Genap

Bangunan Air. Dr. Eng Indradi W TA. 2012/2013 Genap Bangunan Air Dr. Eng Indradi W TA. 2012/2013 Genap Kontrak Perkuliahan Kompetensi yang diharapkan : Mampu mendefinisikan bangunan air dan menghubungkan dengan bangunan utama irigasi Mampu mengidentifikasikan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian

Lebih terperinci

V. BAHAYA DAN PENGENDALIAN KEBAKARAN DAN PELEDAKAN AKIBAT LISTRIK

V. BAHAYA DAN PENGENDALIAN KEBAKARAN DAN PELEDAKAN AKIBAT LISTRIK V. BAHAYA DAN PENGENDALIAN KEBAKARAN DAN PELEDAKAN AKIBAT LISTRIK Penyebab Kebakaran dan Pengamanan - Ukuran kabel yang tidak memadai. Salah satu faktor yang menentukan ukuran kabel atau penghantar adalah

Lebih terperinci

Standart Kompetensi Kompetensi Dasar

Standart Kompetensi Kompetensi Dasar POLUSI Standart Kompetensi : Memahami polusi dan dampaknya pada manusia dan lingkungan Kompetensi Dasar : Mengidentifikasi jenis polusi pada lingkungan kerja 2. Polusi Air Polusi Air Terjadinya polusi

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN NOMOR : KEP-01/BAPEDAL/09/1995

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN NOMOR : KEP-01/BAPEDAL/09/1995 Salinan BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN ( BAPEDAL ) KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN NOMOR : KEP-01/BAPEDAL/09/1995 TENTANG TATA CARA DAN PERSYARATAN TEKNIS PENYIMPANAN DAN PENGUMPULAN

Lebih terperinci

Kumpulan gambar pemeriksaan dan perbaikan dari hal yang mudah terlenakan Bab Perindustrian

Kumpulan gambar pemeriksaan dan perbaikan dari hal yang mudah terlenakan Bab Perindustrian Kumpulan gambar pemeriksaan dan perbaikan dari hal yang mudah terlenakan Bab Perindustrian Institut Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Dewan Eksekutif Yuan Berdasarkan data 5 tahun terakhir dari pemeriksaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pelaksanaan berasal dari kata laksana yang berarti kegiatan 5. Pelaksanaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pelaksanaan berasal dari kata laksana yang berarti kegiatan 5. Pelaksanaan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelaksanaan Pelaksanaan berasal dari kata laksana yang berarti kegiatan 5. Pelaksanaan juga dapat diartikan sebagai suatu rencana realistis, praktis dan pragmatis yang telah

Lebih terperinci

KONVERSI ENERGI AIR HASBULLAH, MT. Teknik Elektro FPTK UPI, 2009

KONVERSI ENERGI AIR HASBULLAH, MT. Teknik Elektro FPTK UPI, 2009 KONVERSI ENERGI AIR HASBULLAH, MT Teknik Elektro FPTK UPI, 2009 LATAR BELAKANG Total pembangkit kelistrikan yang dimiliki Indonesia saat ini adalah sebesar 25.218 MW, yang terdiri atas 21.769 MW milik

Lebih terperinci

MODUL 1 2 DI KLAT PRODUKTI F MULOK I I BAHAN KERJA

MODUL 1 2 DI KLAT PRODUKTI F MULOK I I BAHAN KERJA MODUL 1 2 DI KLAT PRODUKTI F MULOK I I BAHAN KERJA () TINGKAT : XII PROGRAM KEAHLI AN TEKNI K PEMANFAATAN TENAGA LI STRI K DISUSUN OLEH : Drs. SOEBANDONO LEMBAR KERJA SISWA 1-2 Bahan yang ada disekitar

Lebih terperinci

SEMINAR ELEKTRIFIKASI MASA DEPAN DI INDONESIA. Dr. Setiyono Depok, 26 Januari 2015

SEMINAR ELEKTRIFIKASI MASA DEPAN DI INDONESIA. Dr. Setiyono Depok, 26 Januari 2015 SEMINAR ELEKTRIFIKASI MASA DEPAN DI INDONESIA Dr. Setiyono Depok, 26 Januari 2015 KETAHANAN ENERGI DAN PENGEMBANGAN PEMBANGKITAN Ketahanan Energi Usaha mengamankan energi masa depan suatu bangsa dengan

Lebih terperinci

BAB II KARAKTERISTIK PEMUTUS TENAGA

BAB II KARAKTERISTIK PEMUTUS TENAGA BAB II KARAKTERISTIK PEMUTUS TENAGA 2.1 Fungsi Pemutus Tenaga Pemutus tenaga (PMT) adalah saklar yang dapat digunakan untuk menghubungkan atau memutuskan arus atau daya listrik sesuai dengan ratingnya.

Lebih terperinci