Kuliah keempat. Ilmu Gaya. Reaksi Perletakan pada balok di atas dua tumpuan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Kuliah keempat. Ilmu Gaya. Reaksi Perletakan pada balok di atas dua tumpuan"

Transkripsi

1 Kuliah keempat Ilmu Gaya Reaksi Perletakan pada balok di atas dua tumpuan

2 Tujuan Kuliah Memberikan pengenalan dasar-dasar ilmu gaya dan mencari reaksi perletakan balok di atas dua tumpuan Diharapkan pada kuliah keempat mahasiswa mengenali konsep dasar superposisi gaya-gaya yang bekerja sejajar dan menguraikan satu gaya menjadi dua gaya sejajar Materi kuliah : konsep dasar tentang superposisi gaya-gaya yang bekerja sejajar dan menguraikan satu gaya menjadi dua gaya yang bekerja saling sejajar, konsep dasar mencari reaksi perletakan balok yang ditumpu pada dua tumpuan

3 Superposisi gaya dapat dilakukan pada beberapa gaya yang 1. Garis kerjanya sama / berimpit (colinear / segaris)) 2. Garis kerjanya tidak sama tetapi mempunyai titik tangkap sama (concurent / konkuren) 3. Garis kerjanya tidak sama dan titik tangkap gayanya tidak sama (coplanar / koplanar / sebidang) 4. Garis kerjanya sejajar.

4 Pada kedua ujung balok bekerja beban sama W1 = W2 = 10 kn Jarak beban ke as tumpuan a1 = a2 = 300 cm Benda akan seimbang dan garis kerja resultante gaya W1 dan W2 akan mempunyai garis kerja yang sama dengan garis kerja gaya RW (R dan RW mempunyai garis keja yang sama dan arahnya berlawanan. Balok akan tetap mendatar karena pada balok terjadi keseimbangan R = resultante gaya W1 dan W2 RW = reaksi akibat beban W1 dan W2 R = W1 + W2 RW = R M1 = M2 = 30 kn m

5 Jika pada balok bekerja dua gaya W1 dan W2 masingmasing dengan berat 10 KN, maka balok akan berdiri seimbang. Jika ada dua gaya bekerja sejajar dengan besar gaya sama, maka posisi resultante di tengah-tengah antara kedua beban. Besar Resultante = jumlah kedua beban Posisi resultante dari kedua gaya W1 dan W2 yaitu R akan terletak di tengah bentang balok atau pada posisi titik penumpu.

6 Pada uraian di atas cara mencari posisi resultante gaya W1 dan W2 dicari dengan keseimbangan momen kiri (M1) dan momen kanan (M2) yang terjadi pada garis kerja atau posisi tumpuan. Jika kita kembali pada konsep keseimbangan struktur maka keseimbangan akan terpenuhi jika memenuhi 3 syarat : V = 0 H = 0 M = 0 Cara lain juga dapat dilakukan dengan mencari keseimbangan momen di titik 1 atau titik 2 atau di titik mana saja pada balok.

7 Pada contoh balok di samping, akibat kedua gaya W1 dan W2 maka akan timbul reaksi RW yang nilainya sama dengan W1 + W2 (Gaya-gaya seimbang pada arah vertikal V = 0. Karena pada balok tidak ada gaya horizontal, maka H = 0. Jika ditinjau keseimbangan gaya-gaya pada titik 1, maka pada balok bekerja dua momen M2 dan MW. M2 = W2 * 600 = 10 kn * 6 m = 60 knm MW = RW * 300 = 20 kn * 3 m = 60 knm M2 = MW M = 0.

8 Jika ditinjau keseimbangan gaya gaya pada titik 2 Pada balok bekerja dua momen M1 dan MW. M1 = W1 * 600 = 10 kn * 6 m = 60 knm MW = RW * 300 = 20 kn * 3 m = 60 knm M1 = MW M = 0.

9 Jika ditinjau keseimbangan pada titik 3 Pada balok bekerja tiga momen M1, M2 dan MW. M1 = W1 * 150 = 10 kn * 1.5 m = 15 knm M2 = W2 * 450 = 10 kn * 4.5 m = 45 knm MW = RW * 150 = 20 kn * 1.5 m = 30 knm M1 + MW = M2 M = 0.

10 40 Pengantar Menentukan Resultante Gaya- Gaya Sejajar Secara Grafis H Garis Kerja Gaya H H 2 K W1 = 10 kn W2 = 10 kn RW1H RW1W2 RW2H Garis Kerja Gaya W1 Garis Kerja Gaya RW1H RW2H RW1W2 TW1W2 Garis Kerja Gaya RW1W2 RW1H Garis Kerja Gaya RW2H Garis Kerja GayaW Skala 20 mm = 10 kn

11 Disamping cara analitis tersebut, untuk mencari posisi gaya resultante juga dapat dilakukan dengan cara grafis. Buat gaya bantu H sebarang (mis kn) pada dua titik 1 dan 2 dengan arah saling berlawanan. Pada titik 1 arah gaya H kekanan dan pada titik 2 arah gaya H kekiri RW1W2 merupakan resultante dari gaya W1, dan W2. Panjang vektor gaya RW1W2 = 40 mm RW1W2 = 40/20*10 kn = 20 kn Buat resultante gaya W1 dan H (RW1H) di titik 1. Buat resultante gaya W2 dan H (RW2H) di titik 2. Kedua garis kerja gaya RW1H dan RW2H berpotongan pada titik TW1W2. Melalui titik TW1W2 buat resultante gaya RW1H dan RW2H menjadi RW1W2. Garis kerja RW1W2 akan memotong garis kerja H di titik K. Titik K mempunyai jarak 300 cm dari titik 1 dan 300 cm dari titik 2

12 Bagaiman jika beban W1 dan W2 tidak mempunyai berat yang sama. Bagaimana cara menentukan posisi dari garis kerja resultante kedua gaya tersebut dengan cara analitis dan grafis?

13 Pada kedua ujung balok bekerja beban W1 = 10 kn dan W2 = 20 kn Jarak beban ke as tumpuan a1 = a2 = 300 cm RW = W1 + W2 = 30 kn M1 = 30 kn m M2 = 60 kn m Karena M1 < M2 maka akan terjadi ketidak-seimbangan gaya yang bekerja pada benda. Benda akan berputar searah perputaran jarum jam

14 Jika posisi tumpuan dipindahkan ke kanan sejarak 1 m, maka : Pada kedua ujung balok bekerja beban W1 = 10 kn, W2 = 20 kn Jarak beban ke as tumpuan a1 = 4 m a2 = 2 m Akibat adanya momen MR = 0 kn m, maka benda seimbang. Keseimbangan benda akan terjadi jika garis kerja RW berimpit dengan garis kerja resultante gaya W1 + W2. RW = W1 + W2 M1 = 40 kn m M2 = 40 kn m M1 = M2 MR = 0 Untuk mencari posisi R dapat dilakukan dengan menggeser posisi tumpuan sedemikian rupa sehingga M pada balok = 0

15 Cara penyelesaian secara Analitis: Jika jarak garis kerja beban W1 ke garis kerja gaya R = X Jarak garis kerja beban W2 ke garis kerja gaya R = (600 X) Posisi garis kerja R harus sedemikian rupa sehingga M1 = M2 M1 = W1 * a1 = W1 * X M2 = W2 * a2 = W2 * (600 X) M1 = M2 W1 * X = W2 * (600 X) 10 * X = 20 * (600 X) 30 X = X = 400 cm

16 Cara penyelesaian secara Analitis: Untuk menentukan posisi dari garis kerja R juga dapat dilakukan dengan cara lain yaitu dengan menghitung momen pada titik 1 Posisi garis kerja R harus sedemikian rupa sehingga MRW = M2 MRW = RW * X = R * X M2 = W2 * 600 MRW = M2 RW * X = W2 * * X = 20 * X = X = 400 cm

17 Cara penyelesaian secara Analitis: Dengan cara yang sama posisi dari garis kerja R juga dapat dilakukan dengan cara lain yaitu dengan menghitung momen pada titik 2 Posisi garis kerja R harus sedemikian rupa sehingga MRW = M1 MRW = RW * (600-X) = R * (600-X) M1 = W1 * 600 MRW = M1 R * (600-X) = W1 * * (600-X) = 10 * X = = X = 400 cm

18 Cara penyelesaian secara Grafis: Buat gaya bantu H sebarang (mis kn) pada dua titik 1 dan 2 dengan arah saling berlawanan. Pada titik 1 arah gaya H kekanan dan pada titik 2 arah gaya H kekiri Pemberian dua gaya H yang saling berlawanan dengan garis kerja yang sama pada titik 1 dan 2 tidak merubah kondisi awal karena kedua gaya ini akan saling menghilangkan. Buat resultante gaya W1 dan H (RW1H) di titik 1. Buat resultante gaya W2 dan H (RW2H) di titik 2. Kedua garis kerja gaya RW1H dan RW2H berpotongan pada titik TW1W2. Melalui titik TW1W2 buat resultante gaya RW1H dan RW2H menjadi RW1W2. Garis kerja RW1W2 akan memotong garis kerja H di titik K. Titik K mempunyai jarak 400 cm dari titik 1 dan 200 cm dari titik 2 RW1W2 merupakan resultante dari gaya W1 dan W2. Panjang vektor gaya RW1W2 = 60 mm RW1W2 = 60/20*10 kn = 30 kn

19 Cara penyelesaian secara Grafis: RW1W2 merupakan resultante dari gaya W1 dan W2. Panjang vektor gaya RW1W2 = 60 mm RW1W2 = 60/20*10 kn = 30 kn

20 Cara penyelesaian secara Grafis: Cara yang sama juga dapat dilakukan dengan membuat gaya bantu H sebarang (mis kn) pada titik 1 arah gaya H kekiri sedangkan pada titik 2 arah gaya H kekanan. Buat resultante gaya W1 dan H (RW1H) di titik 1. Buat resultante gaya W2 dan H (RW2H) di titik 2. Kedua garis kerja gaya RW1H dan RW2H berpotongan pada titik TW1W2. Melalui titik TW1W2 buat resultante gaya RW1H dan RW2H menjadi RW1W2. Garis kerja RW1W2 akan memotong garis kerja H di titik K. Titik K mempunyai jarak 400 cm dari titik 1 dan 200 cm dari titik 2

21 Cara penyelesaian secara Grafis:

22 Bagaimana jika ada 3 gaya sejajar : Cara penyelesaian secara Grafis:

23 Cara penyelesaian secara Grafis: Buat gaya bantu H1 sebarang (mis kn) pada dua titik 1 dan 2 dengan arah saling berlawanan. Pada titik 1 arah gaya H1 kekiri dan pada titik 2 arah gaya H1 kekanan Buat resultante gaya W1 dan H1 (RW1H1) di titik 1. Buat resultante gaya W2 dan H1 (RW2H1) di titik 2. Kedua garis kerja gaya RW1H1 dan RW2H1 berpotongan pada titik TW1W2. Melalui titik TW1W2 buat resultante gaya RW1H1 dan RW2H1 menjadi RW1W2. Garis kerja RW1W2 akan memotong garis kerja H di titik K. Titik K mempunyai jarak 400 cm dari titik 1 dan 200 cm dari titik 2

24

25 Buat gaya bantu H2 sebarang (mis kn) pada dua titik 3 dan K dengan arah saling berlawanan. Pada titik 3 arah gaya H2 kekiri dan pada titik K arah gaya H2 kekanan Buat resultante gaya W3 dan H2 (RW3H2) di titik 3. Buat resultante gaya RW1W2 dan H2 (RW1W2H2) di titik K. Kedua garis kerja gaya RW3H2 dan RW1W2H2 berpotongan pada titik TW1W2W3. Melalui titik TW1W2W3 buat resultante gaya RW3H2 dan RW1W2H2 menjadi RW1W2W3. Garis kerja RW1W2W3 akan memotong garis kerja H di titik L. Titik K mempunyai jarak cm dari titik 1 dan cm dari titik 2

26

27 RW1W2W3 merupakan resultante dari gaya W1, W2 dan W3. Panjang vektor gaya RW1W2W3 = 100 mm RW1W2 = 100/20*10 kn = 50 kn

28 Mencari resultante gaya-gaya sejajar dengan menggunakan diagram kutub.

29 W1 = 10 kn W2 = 20 kn Skala 20 mm = 10 kn

30 Teknik mencari resultante dua gaya sejajar dengan diagram kutub A Garis Kerja Gaya W1 W1 600 Garis Kerja Gaya R K W2 Garis Kerja Gaya W2 W1 2' 1' I 0' // 0'1' // 0'2' R // 0'3' II W2 3' T12

31 Mencari resultante gaya-gaya sejajar dengan menggunakan diagram kutub. Diagram Kutub Dikethui dua gaya sejajar W1 dan W2 masing-masing 10 kn dan 20 kn dengan jarak 600 mm Susun gaya-gaya W1 dan W2 secara berurutan. Tentukan titik sebarang 0'. Hubungkan titik 0 dan 1'. Hubungkan titik 0'dan 2'. Hubungkan titik 0'dan 3'. Cara ini dikenal dengan Lukisan Kutub Gaya dengan titik 0' disebut titik kutub Melalui titik A (sebarang) tarik garis // 0'1' hingga memotong garis kerja gaya P1 di titik I. Melalui titi I tarik garis // 0'2' hingga memotong garis kerja gaya P2 di titik II. Melalui titik II tarik garis // 0'3' hingga memotong sambungan dari garis AI (// 0'1') dititik T12. Melalui titik T12 tarik garis // 1'3' dan memotong garis penghubung titik 1 dan 2 di titik K. Garis yang melalui titik T12 dan K merupakan garis kerja Gaya R.

32

33 Jika segitiga 0'1'2' dianggap sebagai segitiga gaya yang tersusun dari gaya-gaya W1, P1'0' dan P2'0', maka gaya P1'0' dan P2'0' merupakan uraian gaya W1. Jika segitiga 0'2'3' dianggap sebagai segitiga gaya yang tersusun dari gaya-gaya W2, P2'0' dan P3'0', maka gaya P2'0' dan P3'0' merupakan uraian gaya W2.

34

35 Gaya P2'0' pada segitiga gaya 0'1'2' mempunyai besar yang sama dengan gaya P2'0' pada segitiga gaya 0'2'3'. Kedua gaya tersebut mempunyai arah yang saling berlawanan sehingga bisa saling menghilangkan. Karena kedua gaya tersebut saling menghilangkan maka tinggal menyisakan gaya-gaya W1, W2, P1'0' dan gaya P3'0'. Jika gaya W1 dan W2 diketahui, maka kita dapat menguraikan resultante gaya (W1 + W2) menjadi gaya-gaya P1'0' dan P3'0'. Atau sebaliknya jika dua gaya P1'0' dan P3'0' diketahui besar dan arah dan garis kerjanya, maka kita dapat mencari resultante dari gaya (W1 + W2).

36 Posisi resultante dapat dicari dengan bantuan diagram kutub

37 W1 + W2 = R Segitiga gaya yang tersusun dari gaya-gaya W1, W2, P1'0' dan P3'0' sama dengan segitiga gaya yang tersusun dari R, P1'0' dan P2'0'. Jadi jika gaya P1'0' dan P3'0' diketahui besar, arah dan garis kerjanya, maka kita dapat menentukan besar, arah dan letak garis kerja dari gaya R yang merupakan resultante dari gaya W1 dan W2 Jadi R juga merupakan resultante dari gaya P1'0' dan P3'0'.

38 Mengapa kita dapat menggunakan pendekatan diagram kutub untuk mencari resultante gaya-gaya yang sejajar? (dapat pula digunakan untuk gaya-gaya yang tidak sejajar)

39 Jika kita perhatikan titik I dan II Pada titik I bertemu tiga garis yaitu Garis I-T12, I-II dan garis kerja gaya W1. Pada titik II bertemu tiga garis yaitu Garis I-II, T12-II dan garis kerja gaya W2.

40 Pada segitiga gaya W1, P1 0,P2 0 (segitiga o 1 2 ) gaya W1 diuraikan menjadi dua gaya P1 0 dan P2 0. Pada titik I juga dapat disusun tiga gaya W1, P1 0 dan P2 0. gaya W1 diuraikan menjadi dua gaya P1 0 dan P2 0.

41 Pada segitiga gaya W2, P2 0,P3 0 (segitiga o 1 2 ) gaya W2 diuraikan menjadi dua gaya P2 0 dan P3 0. Pada titik II juga dapat disusun tiga gaya W2, P2 0 dan P3 0. gaya W2 diuraikan menjadi dua gaya P2 0 dan P3 0.

42 Gaya P2 0 dan P3 0 bekerja pada garis kerja gaya yang sama yaitu garis I-II dan panjang vektor kedua gaya tersebut sama dengan arah berlawanan, sehingga kedua gaya tersebut bisa saling menghilangkan.

43 Gaya W1 dan W2 dapat diuraikan menjadi dua gaya P1 0 dan P3 0. Garis kerja kedua gaya tersebut bertemu pada titik T12. Jika dilihat terhadap konsep resultante dua gaya, maka gaya (W1 + W2) merupakan resultante dari gaya P1 0 dan P3 0. R = W1 + W2

44 Jadi dengan menggunakan bantuan diagram kutub kita dapat menentukan besar dan titik tangkap resultante dua gaya yang bekerja sejajar.

45 Catatan : dengan diagram kutub juga dapat dicari resultante gaya-gaya yang bekerja tidak sejajar. Bagaimana caranya? Jadi dengan menggunakan bantuan diagram kutub kita dapat menentukan besar dan titik tangkap resultante dua gaya yang bekerja sejajar.

46 Menentukan resultante tiga gaya sejajar dengan menggunakan diagram kutub gaya

47 Diagram Kutub (1) (2) 1. Susun gaya-gaya W1, W2 dan W3 dan beri nama titik awal gaya 1, 2, 3 dan 4 2. Tentukan titik pole 0 dan hubungkan dengan titik 1, 2, 3 dan 4 membentuk diagram kutub

48 (3) (6) (4) (5) Diagram Kutub (1) (2) 3. Tarik garis sembarang //1 0 dan akan memotong garis kerja W1 di titik I. 4. Melalui titik I tarik garis // 2 0 dan memotong garis kerja W2 di titik II 5. Melalui titik II tarik garis // 3 0 dan akan memotong garis kerja W3 di titik III 6. Melalui titik III tarik garis // 4 0 dan akan berpotongan dengan garis //0 1 ditik T123

49 (3) (6) (4) (5) Diagram Kutub (1) (2) 7. Melalui titik T123 tarik garis // garis 1 4 yang merupakan garis kerja gaya R dan akan memotong haris horizontal di titik A. 8. Titik A merupakan letak titik yang akan dilewati garis kerja resultante R. 9. Ukurkan panjang vektor gaya R melalui A.

50 Pengontrolan keseimbangan gaya-gaya dengan menggunakan segitiga gaya

51 Mencari resultante gaya-gaya sejajar dapat dilakukan dengan urutan yang berbeda. Perhatikan cara penentuan urutan penarikan garis dengan urutan / susunan gaya yang berbeda. Latihan : tentukan resultante gayagaya yang sama di depan (3 gaya) dengan urutan susunan diagram kutub adalah W3-W1-W2.

52 2. Uraian satu gaya menjadi dua gaya yang garis kerjanya sejajar.

53 2. Uraian satu gaya menjadi dua gaya yang garis kerjanya sejajar. Jika diketahui gaya P1 bekerja pada garis (b) dengan panjang vektor gaya (misal panjang vektor 60 mm = 6 kn) akan diuraikan menjadi dua gaya yang garis kerjanya menurut garis (a) dan garis (c). Pada contoh ini posisi kedua garis (a) dan garis (c) berjarak 40 cm dan 60 cm terhadap garis (b). P1, garis (a), garis (b) dan garis (c) dikethui. Gaya P1 akan diuraikan menjadi gaya-gaya P2 yang bekerja pada garis (a) dan gaya P3 yang bekerja pada garis (c).

54 23.88 Teknik menguraikan satu gaya menjadi dua gaya sejajar dengan menggunakan diagram kutub Panjang vektor gaya 1 3 merupakan besar gaya P2 1' P P2 P P3 3' // 13 0' P1 P1 Garis (b) merupakan garis kerja gaya P1 1 Garis (a) // 0'1' Garis kerja P1 2 // 0'2' Skala 40 mm = 4 kn Garis (c) 3 2' Panjang vektor gaya 3 2 merupakan besar gaya P3

55 2. Uraian satu gaya menjadi dua gaya yang garis kerjanya sejajar. Untuk mencari besarnya gaya P2 dan P3, pertama-tama dibuat diagram kutub gaya

56 2. Uraian satu gaya menjadi dua gaya yang garis kerjanya sejajar. 1. Melalui titik 1 sebarang di garis (a) tarik garis sejajar dengan 1 0. Garis ini akan memotong garis (b) di titik Melalui titik 2 tarik garis sejajar 2 0 yang memotong garis ( c ) di titik Hubungkan titik 1 dan Melalui titik 0 pada diagram kutub tarik garis sejajar 13. Garis ini akan memotong garis 1 2 di titik 3.

57 2. Uraian satu gaya menjadi dua gaya yang garis kerjanya sejajar. Menurut cara uraian gaya sebagaimana diterangkan di depan, maka vektor gaya 1 3 ekivalen dengan gaya P2 dan vektor gaya 3 2 ekivalen dengan gaya P3. Cara grafis ini merupakan kebalikan dengan mencari resultante dua gaya sejajar.

58 2. Uraian satu gaya menjadi dua gaya yang garis kerjanya sejajar. Secara grafis : Besarnya gaya P2 = panjang vektor h1 Besarnya gaya P1 = panjang vektor h2 Dengan cara analitis maka dapat dicari besarnya gaya P2 dan P3. Kedua gaya tersebut dimomenkan ke titik B. M2 = P2 * a1 M3 = P3 * a2 = (P1 P2) * a2 P2 * a1 = (P1 P2) * a2 P2 = (a2/(a1+a2) )* P1 P3 = (a1/(a1+a2)) * P1

59 Contoh : P1 = 6 kn bekerja pada garis (a) akan diuraikan menjadi dua gaya P2 dan P3 yang bekerja pada garis (a) dan garis ( c) yang berjarak 40 cm dan 60 cm dari garis (b). Dengan cara grafis diperoleh panjang P2 = mm = kn. Panjang P2 = mm = kn Dengan cara analitis : P2 = 60/(60+40) * 6 kn = 3.6 kn P3 = 40/(60+40)* 6 kn = 2.4 kn. Catatan : semua ukuran panjang pada pengukuran dilakukan oleh komputer. Jika menggunakan penggaris maka perlu memperhatikan skala terkecil dari penggaris.

60 Pada beberapa contoh tentang uraian satu gaya menjadi dua gaya yang bekerja sejajar dilakukan pada gaya-gaya dengan arah vertikal. Cara ini juga dapat dilakukan untuk gaya-gaya yang bekerja dengan arah miring atau membentuk sudut tertentu terhadap garis horizontal.

61 2. Uraian satu gaya menjadi dua gaya yang garis kerjanya sejajar. Secara Grafis: P = 70 mm = 70/20 * 2 kn = 7 kn Pa = mm = / 20 * 2 kn = kn Pb = mm = 28.09/20 * 2 kn = kn

62 2. Uraian satu gaya menjadi dua gaya yang garis kerjanya sejajar. Secara Analitis: Untuk mencari uraian gaya P menjadi dua gaya Pa dan Pb secara analitis, maka momen Ma dan Mb dihitung sebagai berikut : Ma = Pa * 60 cos 26.5 o Mb = Pb * 90 cos 26.5 o Ma = Mb Pa * 60 cos 26.5 o = Pb * 90 cos 26.5 o Pa = 90/60 * Pb Pa = 90/60 * (P Pa) 150/60 Pa = 90/60 P Pa = 90/150 P Pb = 60/90 * 90/150 Pa = 60/150 P Pa = 90/150 P = 4.2 kn Pb = 60/150 P = 2.8 kn

63 Jika kita melihat kembali konsep resultante dari beberapa gaya baik yang bekerja konkuren maupun sejajar, maka gaya resultante merupakan satu gaya fiktif yang menggantikan bekerjanya beberapa gaya pada satu benda yang sama. Jika konsep ini kita aplikasikan pada persoalan mencari uraian beberapa gaya menjadi dua gaya, maka gaya-gaya yang akan diuraikan pertama-tama harus dicari resultantenya. Gaya resultante dari beberapa gaya kemudian diuraikan menjadi dua gaya yang garis kerjanya telah diketahui.

64 Secara Grafis: Untuk mencari uraian gaya P1 dan P2 menjadi dua gaya dengan garis kerja menurut garis a dan garis b, pertamatama dibuat diagram kutub untuk mencari resultante R yang merupakan resultante dari gaya P1 dan P2. Diagram kutub oabc digunakan untuk mencari resultante R. Dengan menggunakan gaya resultante R kemudian dibuat diagram kutub 0 1'2'. Diagram kutub 0'1'2' digunakan untuk mencari gaya Pa dan Pb

65 Secara Grafis (cara lain) : Untuk mencari uraian gaya P1 dan P2 menjadi dua gaya dengan garis kerja menurut garis a dan garis b dibuat diagram kutub 0'1'2'3'. Melalui titik 1 (sebarang) pada garis a tarik garis //0'1' yang memotong garis kerja gaya P1 di titik 2. Melalui titik 2 dibuat garis // 0'2' yang memotong garis kerja gaya P2 di titik 3. Melalui titik 3 ditarik garis // 0'3' yang memotong garis b di titik 4. Hubungkan titik 1 dan 4. Melalui titik 0' tarik garis //14 yang memotong garis 1'3' di titik 4'. Komponen garis 1'4' merupakan komponen vektor gaya Pa dan garis 4'3' merupakan komponen vektor gaya Pb. Panjang Pa = 57 mm = 5.7 kn Panjang Pb = 33 mm = 3.3. kn

66 Secara Analitis: Untuk mencari besarnya uraian gaya P1 dan P2 ke titik A dan B maka dilakukan cara superposisi (penjumlahan) dari uraian akibat gaya P1 dan akibat P2 masing-masing terhadap titik A dan B (Lihat materi kuliah 5). Akibat P1: Pa = 75/100 * P1 Pb = 25/100 * P1 Akibat P2 : Pa = 40/100 * P2 Pb = 60/100 * P2 Pa = 75/100 * /100 * 3 = 5.7 kn Pb = 25/100 * /100 * 3 = 3.3 kn Pa = 5.7 kn Pb = 3.3 kn

67 Secara Grafis: Untuk mencari uraian gaya P1, P2 dan P3 menjadi dua gaya dengan garis kerja menurut garis a dan garis b, pertamatama dibuat diagram kutub 0'1'2'3'4' Melalui titik 1 sebarang pada garis a tarik garis // 0'1' yang memotong garis kerja gaya P1 di titik 2. Melalui titik 2 tarik garis // 0'2' yang memotong garis kerja gaya P2 di titik 3. Melalui titik 3 tarik garis // 0'3' yang memotong garis kerja gaya P3 di titik 4. Melalui titik 4 tarik garis // 0'4' yang memotong garis b di titik 5. Hubungkan titik 1 dan 5. Pada diagram kutub, melalui titik 0' tarik garis // 15. Garis ini akan memotong garis 1'2'3'4' di titik 5'. Komponen garis 1'5' merupakan vektor gaya Pa dan komponen garis 5'4' merupakan vektor gaya Pb. Pa = 74 mm = 7.4 kn Pb = 66 mm = 6.6 kn

68 Secara Analitis: Akibat P1: Pa = 75/100 * P1 Pb = 25/100 * P1 Akibat P2 : Pa = 40/100 * P2 Pb = 60/100 * P2 Akibat P3: Pa = 25/100 * P3 Pb = 75/100 * P3 Pa = 75/100 * /100 * /100 * 5 = 7.4 kn Pb = 25/100 * /100 * /100 * 5 = 6.6 kn Pa = 7.4 kn Pb = 6.6 kn

69 Pada kuliah ini sudah dibahas konsep uraian satu gaya menjadi dua gaya yang memiliki garis kerja yang sejajar. Dasar analisis yang digunakan pada uraian satu gaya menjadi dua gaya yang garis kerjanya sejajar mengilhami analisa penting pada rekayasa struktur yaitu perhitungan reaksi tumpuan pada struktur. Sebagaimana halnya pada analisa gaya (resultante, uraian dan keseimbangan gaya) maka perhitungan reaksi tumpuan pada struktur dapat dilakukan dengan dua cara yaitu cara analitis dan cara grafis. Secara umum perhitungan reaksi tumpuan pada struktur selalu akan menggunakan analisa resultante gaya, uraian gaya dan keseimbangan gaya.

70 Konsep dasar mencari reaksi perletakan pada balok Untuk menghitung reaksi tumpuan pada balok yang ditumpu di dua tumpuan, maka perlu dihitung distribusi beban P pada posisi as tumpuan. Perhitungan distribusi beban ini dilakukan dengan prinsip uraian satu beban menjadi dua beban yang bekerja sejajar.

71 Konsep dasar mencari reaksi perletakan pada balok Jika P1 dan P2 adalah distribusi beban P pada kedua as tumpuan, maka reaksi RB1 dan RB2 dihitung dengan konsep keseimbangan dua gaya pada garis kerja yang sama.

72 Konsep dasar mencari reaksi perletakan pada balok Menurut cara grafis RB1 = P1 = 56 mm = 56/80 * 10 kn = 7 kn. RB2 = P2 = 24 mm = 24/80 * 10 kn = 3 kn. Menurut cara analitis RB1 = P1 = 140/200 * 10 kn = 7 kn. RB2 = P2 = 60/200 * 10 kn = 3 kn = 3 kn.

73 Konsep dasar mencari reaksi perletakan pada balok Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan akibat gaya P akan menimbulkan reaksi tumpuan RB1 dan RB2. Atau secara umum pada balok sekarang bekerja 3 gaya yaitu P, RB1 dan RB2. Ketiga gaya tersebut harus bekerja secara seimbang agar struktur tetap seimbang atau ketiga gaya tersebut harus memenuhi persamaan keseimbangan yaitu V=0, H=0 dan M=0

74 Jika kita melihat kembali keseimbangan pada balok di atas, maka : Berdasarkan V=0, maka akan menghasilkan persamaan RB1 + RB2 = P Berdasarkan H=0, karena tidak ada gaya horizontal, maka H=0 Berdasarkan M=0, maka MRB1 = MRB2 atau RB1 * 60 = RB2 * 140 RB1 = 140/60 * RB2 RB1 = 140/60 * (P-RB1) RB1 ( /60) = 140/60 * P RB1 * 200/60 = 140/60 * P RB1 = 140/200 * P RB1 = 140/200 * P RB2 = 60/200 * P

75 Konsep dasar mencari reaksi perletakan pada balok Menurut cara analitis SV = 0 RB1 + RB2= P RB1 = P RB2 = 10 3 = 7 kn Pada perhitungan reaksi perletakan RB1 dan RB2 dengan cara analitis di depan digunakan keseimbangan momen di posisi beban P. Perhitungan reaksi perletakan juga dapat dilakukan dengan cara yang sama tetapi menggunakan keseimbangan momen di titik tumpuan kiri dan kanan. Menurut cara analitis SM1 = 0 MP MRB2 = 0 10 * 60 RB2 * 200 = 0 RB2 = 60/200 * 10 kn = 3 kn.

76 Konsep dasar mencari reaksi perletakan pada balok Menurut cara analitis SV = 0 RB1 + RB2= P RB2 = P RB2 = 10 7 = 3 kn Menurut cara analitis SM2 = 0 MP MRB1 = 0 10 * 140 RB1 * 200 = 0 RB1 = 140/200 * 10 kn = 7 kn.

77 Konsep dasar mencari reaksi perletakan pada balok Dari uraian keseimbangan gaya sebagaimana telah di sampaikan di depan maka M = 0 harus berlaku untuk sebarang titik di balok. Jika dicari keseimbangan pada titik kiri dari balok (titik A) diperoleh MP - MRB2 = 0 (1) Dengan persyaratan M = 0 Maka persamaan (1) dapat dituliskan MA = MP MRB2 = 0 P * a RB2 * L = 0 RB2 = P*a/L Jadi dengan menggunakan rumus MA = 0 Dapat dicari reaksi RB2

78 Konsep dasar mencari reaksi perletakan pada balok Dengan cara yang sama : Jika dicari keseimbangan pada titik kanan dari balok (titik B) diperoleh MRB1 - MP = 0 (1) Dengan persyaratan M = 0 Maka persamaan (1) dapat dituliskan MB = MRB1 MP = 0 RB1 * L P * b = 0 RB1 = P*b/L Jadi dengan menggunakan rumus MB = 0 Dapat dicari reaksi RB1

79 Konsep dasar mencari reaksi perletakan pada balok RA = 52 mm = 52/40 * 10 kn = 13 kn RB = 48 mm = 48/40 * 10 kn = 12 kn

80 Konsep dasar mencari reaksi perletakan pada balok SMA = 0 RB * 200 P1 * 60 P2 * 120 = 0 RB = (10* *120)/200= 12 kn SV = 0 RA + RB P1 P2 = 0 RA = P1 + P2 RB = = 13 kn SMB = 0 RA * 200 P1 * 140 P2 * 80 = 0 RA = (10* *80)/200= 13 kn SV = 0 RA + RB P1 P2 = 0 RB = P1 + P2 RA = = 12 kn

81 Konsep dasar mencari reaksi perletakan pada balok SMA = 0 RB * 200 P1 * 60 P2 * 120 = 0 RB = (10* *120)/200= 12 kn SMB = 0 RA * 200 P1 * 140 P2 * 80 = 0 RA = (10 * * 80)/200 = 13 kn

82 Konsep dasar mencari reaksi perletakan pada balok SMA = 0 RB * 200 P1 * 60 P2 * 120 = 0 RB = (10* *120)/200= 12 kn SV = 0 RA + RB P1 P2 = 0 RA = P1 + P2 RB = = 13 kn SMB = 0 RA * 200 P1 * 140 P2 * 80 = 0 RA = (10* *80)/200= 13 kn SV = 0 RA + RB P1 P2 = 0 RB = P1 + P2 RA = = 12 kn

83 Tugas 1 Statika: Soal No 1 : (-80,80) P2 = 5 kn P3 Y P1 = 4 kn (80,80) P4 = 3 kn 45.0 (-80,-80) (80,-80) X Sebuah benda dengan bentuk bujur sangkar menderita 4 gaya P1, P2, P3 dan P4. Titik tangkap masing-masing gaya dapat dilihat pada gambar di samping. P3 =.. kn =.. o Tentukan : 1.Besar dan arah dari resultante gayagaya pada benda dengan menggunakan poligon gaya 2.Besar, arah dan garis kerja resultante gaya-gaya pada benda dengan menggunakan segitiga gaya secara grafis

84 Tugas 1 Statika : Soal No 2 : P2 = 6 kn P1 = 4 kn P3 P4 = 5 kn 80 cm 100 cm 100 cm Diketahui 4 (empat) gaya dengan arah vertikal dan posisi seperti terlihat pada gambar di atas. P3 =.. kn Tentukan : Besar, arah dan letak garis kerja resultante gaya-gaya dengan menggunakan cara analitis dan grafis

85 Tugas 1 Statika : Soal No 3 : a Garis kerja (a) P1 = 6 kn P2 = 6 kn Diketahui 4 (empat) gaya dengan arah dan posisi seperti terlihat pada gambar di atas. P3 =.. kn; a = cm Uraikan keempat gaya-gaya tersebut di atas sesuai dengan garis kerja (a) dan garis kerja (b) secara analitis dan grafis P3 P4 = 8 kn Garis kerja (b)

86 Tugas 1 Statika : Soal No 4 : P2 P1 P3 A B RA a1 a2 a3 RB L Diketahui balok di atas dua tumpuan menderita 3 (tiga) beban terpusat vertikal P1, P2, P3 sebagaimana terlihat pada gambar. P1 =.. kn; a1 =.. m P2 =.. kn; a2 =.. m P3 =.. kn; a3 =.. m L =. m Hitung reaksi perletakan RA dan RB dengan cara analitis dan grafis.

87 Tugas 1 Statika: Tugas diberikan pada : Nama :.. NIM :. Tanggal :. Tanda Tangan Assisten : Tugas dikumpulkan kepada masing-masing asisten paling lambat 2 (dua) minggu setelah tanggal pemberian soal.

Ilmu Gaya : 1.Kesimbangan gaya 2.Superposisi gaya / resultante gaya

Ilmu Gaya : 1.Kesimbangan gaya 2.Superposisi gaya / resultante gaya Ilmu Gaya : 1.Kesimbangan gaya 2.Superposisi gaya / resultante gaya Pada bagian kedua dari kuliah Statika kita sudah berkenalan dengan Gaya yang secara grafis digambarkan sebagai tanda panah. Definisi

Lebih terperinci

Kuliah kedua STATIKA. Ilmu Gaya : Pengenalan Ilmu Gaya Konsep dasar analisa gaya secara analitis dan grafis Kesimbangan Gaya Superposisi gaya

Kuliah kedua STATIKA. Ilmu Gaya : Pengenalan Ilmu Gaya Konsep dasar analisa gaya secara analitis dan grafis Kesimbangan Gaya Superposisi gaya Kuliah kedua STATIKA Ilmu Gaya : Pengenalan Ilmu Gaya Konsep dasar analisa gaya secara analitis dan grafis Kesimbangan Gaya Superposisi gaya Pendahuluan Pada bagian kedua dari kuliah Statika akan diperkenalkan

Lebih terperinci

BAB III PENGURAIAN GAYA

BAB III PENGURAIAN GAYA BAB III PENGURAIAN GAYA 3.1. Metode Penguraian Gaya Secara Grafis 1. Membagi sebuah gaya menjadi dua buah gaya yang konkruen Secara grafis dapat dilakukan dengan jajaran genjang gaya atau segitiga gaya.

Lebih terperinci

1.1. Mekanika benda tegar : Statika : mempelajari benda dalam keadaan diam. Dinamika : mempelajari benda dalam keadaan bergerak.

1.1. Mekanika benda tegar : Statika : mempelajari benda dalam keadaan diam. Dinamika : mempelajari benda dalam keadaan bergerak. BAB I. PENDAHULUAN Mekanika : Ilmu yang mempelajari dan meramalkan kondisi benda diam atau bergerak akibat pengaruh gaya yang bereaksi pada benda tersebut. Dibedakan: 1. Mekanika benda tegar (mechanics

Lebih terperinci

Modul Sifat dan Operasi Gaya. Ir.Yoke Lestyowati, MT

Modul Sifat dan Operasi Gaya. Ir.Yoke Lestyowati, MT Modul Sifat dan Operasi Gaya Ir.Yoke Lestyowati, MT Konten E-Learning IDB 7in1 Terintegrasi PDITT 2015 BAB I SIFAT DAN OPEASI GAYA 1.1. Capaian Pembelajaran 1.1.1. Umum 1. Mampu menggunakan teori gaya

Lebih terperinci

Pertemuan I, II I. Gaya dan Konstruksi

Pertemuan I, II I. Gaya dan Konstruksi Pertemuan I, II I. Gaya dan Konstruksi I.1 Pendahuluan Gaya adalah suatu sebab yang mengubah sesuatu benda dari keadaan diam menjadi bergerak atau dari keadaan bergerak menjadi diam. Dalam mekanika teknik,

Lebih terperinci

Oleh : Ir. H. Armeyn Syam, MT FAKULTAS TEKNIK SIPIL & PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI PADANG

Oleh : Ir. H. Armeyn Syam, MT FAKULTAS TEKNIK SIPIL & PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI PADANG Oleh : Ir. H. Armeyn Syam, MT FAKULTAS TEKNIK SIPIL & PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI PADANG Struktur rangka batang bidang adalah struktur yang disusun dari batang-batang yang diletakkan pada suatu bidang

Lebih terperinci

Mata Kuliah: Statika Struktur Satuan Acara Pengajaran:

Mata Kuliah: Statika Struktur Satuan Acara Pengajaran: Mata Kuliah: Statika Struktur Satuan Acara engajaran: Minggu I II III IV V VI VII VIII IX X XI Materi Sistem aya meliputi Hk Newton, sifat, komposisi, komponen, resultan, keseimbangan gaya, Momen dan Torsi

Lebih terperinci

KONSTRUKSI BALOK DENGAN BEBAN TERPUSAT DAN MERATA

KONSTRUKSI BALOK DENGAN BEBAN TERPUSAT DAN MERATA 1 KONSTRUKSI BALOK DENGAN BEBAN TERPUSAT DAN MERATA A. Tujuan Instruksional Setelah selesai mengikuti kegiatan belajar ini diharapkan peserta kuliah STATIKA I dapat : 1. Menghitung reaksi, gaya melintang,

Lebih terperinci

TUGAS MAHASISWA TENTANG

TUGAS MAHASISWA TENTANG TUGAS MAHASISWA TENTANG o DIAGRAM BIDANG MOMEN, LINTANG, DAN NORMAL PADA BALOK KANTILEVER. o DIAGRAM BIDANG MOMEN, LINTANG, DAN NORMAL PADA BALOK SEDERHANA. Disusun Oleh : Nur Wahidiah 5423164691 D3 Teknik

Lebih terperinci

2 Mekanika Rekayasa 1

2 Mekanika Rekayasa 1 BAB 1 PENDAHULUAN S ebuah konstruksi dibuat dengan ukuran-ukuran fisik tertentu haruslah mampu menahan gaya-gaya yang bekerja dan konstruksi tersebut harus kokoh sehingga tidak hancur dan rusak. Konstruksi

Lebih terperinci

KESEIMBANGAN BENDA TEGAR

KESEIMBANGAN BENDA TEGAR KESETIMBANGAN BENDA TEGAR 1 KESEIMBANGAN BENDA TEGAR Pendahuluan. Dalam cabang ilmu fisika kita mengenal MEKANIKA. Mekanika ini dibagi dalam 3 cabang ilmu yaitu : a. KINEMATIKA = Ilmu gerak Ilmu yang mempelajari

Lebih terperinci

MODUL 1 STATIKA I PENGERTIAN DASAR STATIKA. Dosen Pengasuh : Ir. Thamrin Nasution

MODUL 1 STATIKA I PENGERTIAN DASAR STATIKA. Dosen Pengasuh : Ir. Thamrin Nasution STATIKA I MODUL 1 PENGETIAN DASA STATIKA Dosen Pengasuh : Materi Pembelajaran : 1. Pengertian Dasar Statika. Gaya. Pembagian Gaya Menurut Macamnya. Gaya terpusat. Gaya terbagi rata. Gaya Momen, Torsi.

Lebih terperinci

Gaya. Gaya adalah suatu sebab yang mengubah sesuatu benda dari keadaan diam menjadi bergerak atau dari keadaan bergerak menjadi diam.

Gaya. Gaya adalah suatu sebab yang mengubah sesuatu benda dari keadaan diam menjadi bergerak atau dari keadaan bergerak menjadi diam. Gaya Gaya adalah suatu sebab yang mengubah sesuatu benda dari keadaan diam menjadi bergerak atau dari keadaan bergerak menjadi diam. Dalam mekanika teknik, gaya dapat diartikan sebagai muatan yang bekerja

Lebih terperinci

KULIAH MEKANIKA TEKNIK GAYA DAN BEBAN

KULIAH MEKANIKA TEKNIK GAYA DAN BEBAN KULIAH MEKANIKA TEKNIK GAYA DAN BEBAN by AgungSdy GAYA Gaya adalah suatu sebab yang mengubah sesuatu benda dari keadaan diam menjadi bergerak atau sebaliknya Gaya digambarkan sebagai Vektor yang memiliki

Lebih terperinci

B.1. Menjumlah Beberapa Gaya Sebidang Dengan Cara Grafis

B.1. Menjumlah Beberapa Gaya Sebidang Dengan Cara Grafis BAB II RESULTAN (JUMLAH) DAN URAIAN GAYA A. Pendahuluan Pada bab ini, anda akan mempelajari bagaimana kita bekerja dengan besaran vektor. Kita dapat menjumlah dua vektor atau lebih dengan beberapa cara,

Lebih terperinci

A. Pendahuluan. Dalam cabang ilmu fisika kita mengenal MEKANIKA. Mekanika ini dibagi dalam 3 cabang ilmu yaitu :

A. Pendahuluan. Dalam cabang ilmu fisika kita mengenal MEKANIKA. Mekanika ini dibagi dalam 3 cabang ilmu yaitu : BAB VI KESEIMBANGAN BENDA TEGAR Standar Kompetensi 2. Menerapkan konsep dan prinsip mekanika klasik sistem kontinu dalam menyelesaikan masalah Kompetensi Dasar 2.1 Menformulasikan hubungan antara konsep

Lebih terperinci

STATIKA I. Reaksi Perletakan Struktur Statis Tertentu : Balok Sederhana dan Balok Majemuk/Gerbe ACEP HIDAYAT,ST,MT. Modul ke: Fakultas FTPD

STATIKA I. Reaksi Perletakan Struktur Statis Tertentu : Balok Sederhana dan Balok Majemuk/Gerbe ACEP HIDAYAT,ST,MT. Modul ke: Fakultas FTPD Modul ke: 02 Fakultas FTPD Program Studi Teknik Sipil STATIKA I Reaksi Perletakan Struktur Statis Tertentu : Balok Sederhana dan Balok Majemuk/Gerbe ACEP HIDAYAT,ST,MT Reaksi Perletakan Struktur Statis

Lebih terperinci

C 7 D. Pelat Buhul. A, B, C, D, E = Titik Buhul A 1 2 B E. Gambar 1

C 7 D. Pelat Buhul. A, B, C, D, E = Titik Buhul A 1 2 B E. Gambar 1 Konstruksi rangka batang atau vakwerk adalah konstruksi batang yang terdiri dari susunan batangbatang lurus yang ujungujungnya dihubungkan satu sama lain sehingga berbentuk konstruksi segitigasegitiga.

Lebih terperinci

STATIKA. Dan lain-lain. Ilmu pengetahuan terapan yang berhubungan dengan GAYA dan GERAK

STATIKA. Dan lain-lain. Ilmu pengetahuan terapan yang berhubungan dengan GAYA dan GERAK 3 sks Ilmu pengetahuan terapan yang berhubungan dengan GAYA dan GERAK Statika Ilmu Mekanika berhubungan dengan gaya-gaya yang bekerja pada benda. STATIKA DINAMIKA STRUKTUR Kekuatan Bahan Dan lain-lain

Lebih terperinci

KESEIMBANGAN BENDA TEGAR

KESEIMBANGAN BENDA TEGAR Dinamika Rotasi, Statika dan Titik Berat 1 KESEIMBANGAN BENDA TEGAR Pendahuluan. Dalam cabang ilmu fisika kita mengenal ME KANIKA. Mekanika ini dibagi dalam 3 cabang ilmu yaitu : a. KINE MATI KA = Ilmu

Lebih terperinci

KONSTRUKSI BALOK DENGAN BEBAN TIDAK LANGSUNG DAN KOSTRUKSI BALOK YANG MIRING

KONSTRUKSI BALOK DENGAN BEBAN TIDAK LANGSUNG DAN KOSTRUKSI BALOK YANG MIRING KONSTRUKSI BALOK DENGAN BEBAN TIDAK LANGSUNG 1 I Lembar Informasi A. Tujuan Progam Setelah selesai mengikuti kegiatan belajar 3 diharapkan mahasiswa dapat : 1. Menghitung dan menggambar bidang D dan M

Lebih terperinci

Struktur Rangka Batang Statis Tertentu

Struktur Rangka Batang Statis Tertentu Mata Kuliah : Statika Kode : TSP 106 SKS : 3 SKS Struktur Rangka Batang Statis Tertentu Pertemuan 10, 11, 12 TIU : Mahasiswa dapat menghitung reaksi perletakan pada struktur statis tertentu Mahasiswa dapat

Lebih terperinci

BESARAN VEKTOR B A B B A B

BESARAN VEKTOR B A B B A B Besaran Vektor 8 B A B B A B BESARAN VEKTOR Sumber : penerbit cv adi perkasa Perhatikan dua anak yang mendorong meja pada gambar di atas. Apakah dua anak tersebut dapat mempermudah dalam mendorong meja?

Lebih terperinci

Pertemuan IX,X,XI V. Metode Defleksi Kemiringan (The Slope Deflection Method) Lanjutan

Pertemuan IX,X,XI V. Metode Defleksi Kemiringan (The Slope Deflection Method) Lanjutan ahan Ajar Analisa Struktur II ulyati, ST., T Pertemuan IX,X,XI V. etode Defleksi Kemiringan (The Slope Deflection ethod) Lanjutan V.1 Penerapan etode Defleksi Kemiringan Pada Kerangka Kaku Statis Tak Tentu

Lebih terperinci

Persamaan Tiga Momen

Persamaan Tiga Momen Persamaan Tiga omen Persamaan tiga momen menyatakan hubungan antara momen lentur di tiga tumpuan yang berurutan pada suatu balok menerus yang memikul bebanbeban yang bekerja pada kedua bentangan yang bersebelahan,

Lebih terperinci

Rencana Pelaksanaan Pemelajaran (RPP) KURIKULUM /2017

Rencana Pelaksanaan Pemelajaran (RPP) KURIKULUM /2017 Lampiran 6 RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) MEKANIKA TEKNIK Sekolah Mata Pelajaran Kelas/Semester AlokasiWaktu Paket Keahlian : SMK N 1 Pajangan : Mekanika Teknik : X/I : 3 x 2 x 45 menit : Teknik

Lebih terperinci

Pertemuan VI,VII III. Metode Defleksi Kemiringan (The Slope Deflection Method)

Pertemuan VI,VII III. Metode Defleksi Kemiringan (The Slope Deflection Method) ahan jar nalisa Struktur II ulyati, ST., T Pertemuan VI,VII III. etode Defleksi Kemiringan (The Slope Deflection ethod) III.1 Uraian Umum etode Defleksi Kemiringan etode defleksi kemiringan (the slope

Lebih terperinci

STRUKTUR STATIS TAK TENTU

STRUKTUR STATIS TAK TENTU . Struktur Statis Tertentu dan Struktur Statis Tak Tentu Struktur statis tertentu : Suatu struktur yang mempunyai kondisi di mana jumlah reaksi perletakannya sama dengan jumlah syarat kesetimbangan statika.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada saat ini rangka batang sangat penting untuk pembangunan, seperti konstruksi untuk atap, jembatan, menara atau bangunan tinggi lainnya. Bentuk struktur rangka

Lebih terperinci

Mekanika Rekayasa/Teknik I

Mekanika Rekayasa/Teknik I Mekanika Rekayasa/Teknik I Norma Puspita, ST. MT. Universitas Indo Global Mandiri Mekanika??? Mekanika adalah Ilmu yang mempelajari dan meramalkan kondisi benda diam atau bergerak akibat pengaruh gaya

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Pengertian rangka

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Pengertian rangka BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengertian rangka Rangka adalah struktur datar yang terdiri dari sejumlah batang-batang yang disambung-sambung satu dengan yang lain pada ujungnya, sehingga membentuk suatu rangka

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA KECEPATAN

BAB IV ANALISA KECEPATAN BAB IV ANALISA KECEPATAN PUSAT SESAAT Pusat sesaat adalah : - sebuah titik dalam suatu benda dimana benda lain berputar terhadapnya. - Sebuah titik sekutu yang terletak pada 2 buah benda yang mempunyai

Lebih terperinci

VEKTOR A. Vektor Vektor B. Penjumlahan Vektor R = A + B

VEKTOR A. Vektor Vektor B. Penjumlahan Vektor R = A + B Amran Shidik MATERI FISIKA KELAS X 11/13/2016 VEKTOR A. Vektor Vektor adalah jenis besaran yang mempunyai nilai dan arah. Besaran yang termasuk besaran vektor antara lain perpindahan, gaya, kecepatan,

Lebih terperinci

Struktur Statis Tertentu : Rangka Batang

Struktur Statis Tertentu : Rangka Batang Mata Kuliah : Statika & Mekanika Bahan Kode : CIV 102 SKS : 4 SKS Struktur Statis Tertentu : Rangka Batang Pertemuan 9 Kemampuan akhir yang diharapkan Mahasiswa dapat melakukan analisis reaksi perletakan

Lebih terperinci

MEKANIKA TEKNIK. Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Tugas Akhir. Disusun Oleh: Andri Firardi Utama L0G

MEKANIKA TEKNIK. Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Tugas Akhir. Disusun Oleh: Andri Firardi Utama L0G MEKANIKA TEKNIK Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Tugas Akhir Disusun Oleh: Andri Firardi Utama L0G 007 010 PROGRAM STUDI DIPLOMA III TEKNIK PERKAPALAN PROGRAM STUDI DIPLOMA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

MODUL ILMU STATIKA DAN TEGANGAN (MEKANIKA TEKNIK)

MODUL ILMU STATIKA DAN TEGANGAN (MEKANIKA TEKNIK) MODUL ILMU STATIKA DAN TEGANGAN (MEKANIKA TEKNIK) PROGRAM KEAHLIAN TEKNIK GAMBAR BANGUNAN SMK NEGERI 1 JAKARTA 1 KATA PENGANTAR Modul dengan kompetensi menerapkan ilmu statika dan tegangan ini merupakan

Lebih terperinci

TM. V : Metode RITTER. TKS 4008 Analisis Struktur I

TM. V : Metode RITTER. TKS 4008 Analisis Struktur I TKS 4008 Analisis Struktur I TM. V : METODE RITTER vs CULLMAN Dr.Eng. Achfas Zacoeb, ST., MT. Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Metode RITTER Metode keseimbangan potongan (Ritter)

Lebih terperinci

Pertemuan V,VI III. Gaya Geser dan Momen Lentur

Pertemuan V,VI III. Gaya Geser dan Momen Lentur Pertemuan V,VI III. Gaya Geser dan omen entur 3.1 Tipe Pembebanan dan Reaksi Beban biasanya dikenakan pada balok dalam bentuk gaya. Apabila suatu beban bekerja pada area yang sangat kecil atau terkonsentrasi

Lebih terperinci

MENGHITUNG MOMEN GAYA DALAM STATIKA BANGUNAN

MENGHITUNG MOMEN GAYA DALAM STATIKA BANGUNAN MENGHITUNG MOMEN GY DLM STTIK BNGUNN BG- TKB.002.-77 24 JM 5 kn 2 kn 10 kn 4 kn 3 m 5 kn 10 kn 4 kn 2 kn 2 m 2 m 2 m 2 m 2 m 2 m Penyusun : TIM FKULTS TEKNIK UNIVERSITS NEGERI YOGYKRT DIREKTORT PENDIDIKN

Lebih terperinci

BAB II METODE DISTRIBUSI MOMEN

BAB II METODE DISTRIBUSI MOMEN II MTO ISTRIUSI MOMN.1 Pendahuluan Metode distribusi momen diperkenalkan pertama kali oleh Prof. Hardy ross pada yahun 1930-an yang mana merupakan sumbangan penting yang pernah diberikan dalam analisis

Lebih terperinci

BAB IV KONSTRUKSI RANGKA BATANG. Konstruksi rangka batang adalah suatu konstruksi yg tersusun atas batangbatang

BAB IV KONSTRUKSI RANGKA BATANG. Konstruksi rangka batang adalah suatu konstruksi yg tersusun atas batangbatang BAB IV KONSTRUKSI RANGKA BATANG A. PENGERTIAN Konstruksi rangka batang adalah suatu konstruksi yg tersusun atas batangbatang yang dihubungkan satu dengan lainnya untuk menahan gaya luar secara bersama-sama.

Lebih terperinci

BAB 1 BESARAN VEKTOR. A. Representasi Besaran Vektor

BAB 1 BESARAN VEKTOR. A. Representasi Besaran Vektor BAB 1 BESARAN VEKTOR TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Menjelaskan definisi vektor, dan representasinya dalam sistem koordinat cartesius 2. Menjumlahan vektor secara grafis dan matematis 3. Melakukan perkalian vektor

Lebih terperinci

MODUL PERKULIAHAN. Gaya Dalam Struktur Statis Tertentu Pada Portal Sederhana

MODUL PERKULIAHAN. Gaya Dalam Struktur Statis Tertentu Pada Portal Sederhana MODUL PERKULIAHAN Gaya Dalam Struktur Statis Tertentu Pada Portal Sederhana Abstract Fakultas Fakultas Teknik Perencanaan dan Desain Program Studi Teknik Sipil Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh 08 Kompetensi

Lebih terperinci

BESARAN VEKTOR. Gb. 1.1 Vektor dan vektor

BESARAN VEKTOR. Gb. 1.1 Vektor dan vektor BAB 1 BESARAN VEKTOR Tujuan Pembelajaran 1. Menjelaskan definisi vektor, dan representasinya dalam sistem koordinat cartesius 2. Menjumlahkan vektor secara grafis dan dengan vektor komponen 3. Melakukan

Lebih terperinci

Rangka Batang (Truss Structures)

Rangka Batang (Truss Structures) Rangka Batang (Truss Structures) Jenis Truss Plane Truss ( 2D ) Space Truss ( 3D ) Definisi Truss Batang Atas Batang Diagonal Titik Buhul/ Joint Batang Bawah Batang Vertikal Truss : Susunan elemen linier

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Spin Coating Metode Spin Coating

BAB II DASAR TEORI 2.1 Spin Coating Metode Spin Coating BAB II DASAR TEORI 2.1 Spin Coating Spin coating telah digunakan selama beberapa dekade untuk aplikasi film tipin. Sebuah proses khas melibatkan mendopositokan genangan kecil dari cairan resin ke pusat

Lebih terperinci

PENGARUH DAN FUNGSI BATANG NOL TERHADAP DEFLEKSI TITIK BUHUL STRUKTUR RANGKA Iwan-Indra Gunawan PENDAHULUAN

PENGARUH DAN FUNGSI BATANG NOL TERHADAP DEFLEKSI TITIK BUHUL STRUKTUR RANGKA Iwan-Indra Gunawan PENDAHULUAN PENGARUH DAN FUNGSI BATANG NOL TERHADAP DEFLEKSI TITIK BUHUL STRUKTUR RANGKA Iwan-Indra Gunawan INTISARI Konstruksi rangka batang adalah konstruksi yang hanya menerima gaya tekan dan gaya tarik. Bentuk

Lebih terperinci

Pertemuan I,II I. Struktur Statis Tertentu dan Struktur Statis Tak Tentu

Pertemuan I,II I. Struktur Statis Tertentu dan Struktur Statis Tak Tentu Pertemuan I,II I. Struktur Statis Tertentu dan Struktur Statis Tak Tentu I.1 Golongan Struktur Sebagian besar struktur dapat dimasukkan ke dalam salah satu dari tiga golongan berikut: balok, kerangka kaku,

Lebih terperinci

MEKANIKA TEKNIK 02. Oleh: Faqih Ma arif, M.Eng

MEKANIKA TEKNIK 02. Oleh: Faqih Ma arif, M.Eng MODUL PEMBELAJARAN MEKANIKA TEKNIK 02 Oleh: Faqih Ma arif, M.Eng. faqih_maarif07@uny.ac.id +62856 433 95 446 JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

Lebih terperinci

Jenis Jenis Beban. Bahan Ajar Mekanika Bahan Mulyati, MT

Jenis Jenis Beban. Bahan Ajar Mekanika Bahan Mulyati, MT Jenis Jenis Beban Apabila suatu beban bekerja pada area yang sangat kecil, maka beban tersebut dapat diidealisasikan sebagai beban terpusat, yang merupakan gaya tunggal. Beban ini dinyatakan dengan intensitasnya

Lebih terperinci

Bab 1 -Pendahuluan Hitung Vektor.

Bab 1 -Pendahuluan Hitung Vektor. Bab 1 -Pendahuluan Hitung Vektor. Soal 1-0 Pada suatu benda bekerja dua gaya : 100 N pada 170 o dan 100 N pada 50 o. Tentukan resultannya. Pembahasan: Diketahui : 1 = 100 N pada 170 o = 100 N pada 50 o

Lebih terperinci

Gambar solusi 28

Gambar solusi 28 Gambar solusi 27 Gambar solusi 28 Gambar solusi 29 Gambar solusi 30 Gambar solusi 31 Gambar solusi 32a Gambar solusi 32b Gambar solusi 32c Gambar solusi 40 Gambar soal no 27 Gambar soal no 28 Gambar soal

Lebih terperinci

Selain besaran pokok dan turunan, besaran fisika masih dapat dibagi atas dua kelompok lain yaitu besaran skalar dan besaran vektor

Selain besaran pokok dan turunan, besaran fisika masih dapat dibagi atas dua kelompok lain yaitu besaran skalar dan besaran vektor Selain besaran pokok dan turunan, besaran fisika masih dapat dibagi atas dua kelompok lain yaitu besaran skalar dan besaran vektor Besaran skalar adalah besaran yang hanya memiliki nilai saja. Contoh :

Lebih terperinci

DINAMIKA (HKM GRK NEWTON) Fisika Dasar / Fisika Terapan Program Studi Teknik Sipil Salmani, ST., MS., MT.

DINAMIKA (HKM GRK NEWTON) Fisika Dasar / Fisika Terapan Program Studi Teknik Sipil Salmani, ST., MS., MT. DINAMIKA (HKM GRK NEWTON) Fisika Dasar / Fisika Terapan Program Studi Teknik Sipil Salmani, ST., MS., MT. HUKUM-HUKUM GERAK NEWTON Beberapa Definisi dan pengertian yang berkaitan dgn hukum gerak newton

Lebih terperinci

ANGKA UKUR. Angka ukur diletakan di tengah-tengah garis ukur. Angka ukur tidak boleh dipisahkan oleh garis gambar. Jadi boleh ditempatkan dipinggir.

ANGKA UKUR. Angka ukur diletakan di tengah-tengah garis ukur. Angka ukur tidak boleh dipisahkan oleh garis gambar. Jadi boleh ditempatkan dipinggir. PEMBERIAN UKURAN ANGKA UKUR Angka ukur diletakan di tengah-tengah garis ukur. Angka ukur tidak boleh dipisahkan oleh garis gambar. Jadi boleh ditempatkan dipinggir. ANGKA UKUR Jika angka ukur ditempatkan

Lebih terperinci

Analisis Struktur Statis Tak Tentu dengan Metode Distribusi Momen

Analisis Struktur Statis Tak Tentu dengan Metode Distribusi Momen ata Kuliah : Analisis Struktur Kode : CIV - 09 SKS : 4 SKS Analisis Struktur Statis Tak Tentu dengan etode Distribusi omen Pertemuan 14, 15 Kemampuan Akhir yang Diharapkan ahasiswa dapat melakukan analisis

Lebih terperinci

BAB II PELENGKUNG TIGA SENDI

BAB II PELENGKUNG TIGA SENDI BAB II PELENGKUNG TIGA SENDI 2.1 UMUM Struktur balok yang ditumpu oleh dua tumpuan dapat menahan momen yang ditimbulkan oleh beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut, ini berarti sebagian dari penempangnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA.. Sambungan Sambungan-sambungan pada konstruksi baja hampir tidak mungkin dihindari akibat terbatasnya panjang dan bentuk dari propil propil baja yang diproduksi. Sambungan bisa

Lebih terperinci

MEKANIKA REKAYASA. Bagian 1. Pendahuluan

MEKANIKA REKAYASA. Bagian 1. Pendahuluan MEKANIKA REKAYASA Bagian 1 Pendahuluan i ii Mekanika Rekayasa Bagian 1 PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah swt. Tuhan pemilik alam semesta, dan tak lupa pula shalawat beriring salam kepada pelopor ilmu

Lebih terperinci

GAYA. Gaya adalah interaksi antara benda-benda yang berpengaruh terhadap bentuk atau gerak atau keduanya pada benda yang terlibat.

GAYA. Gaya adalah interaksi antara benda-benda yang berpengaruh terhadap bentuk atau gerak atau keduanya pada benda yang terlibat. GAYA Gaya adalah interaksi antara benda-benda yang berpengaruh terhadap bentuk atau gerak atau keduanya pada benda yang terlibat. Gaya adalah besaran vektor: Besar (magnitude) Arah (direction and sense)

Lebih terperinci

Metode Defleksi Kemiringan (The Slope Deflection Method)

Metode Defleksi Kemiringan (The Slope Deflection Method) etode Defleksi Kemiringan (The Slope Deflection ethod) etode defleksi kemiringan dapat digunakan untuk menganalisa semua jenis balok dan kerangka kaku statis tak-tentu tentu. Semua sambungan dianggap kaku,

Lebih terperinci

FISIKA XI SMA 3

FISIKA XI SMA 3 FISIKA XI SMA 3 Magelang @iammovic Standar Kompetensi: Menerapkan konsep dan prinsip mekanika klasik sistem kontinu dalam menyelesaikan masalah Kompetensi Dasar: Merumuskan hubungan antara konsep torsi,

Lebih terperinci

II. GAYA GESER DAN MOMEN LENTUR

II. GAYA GESER DAN MOMEN LENTUR II. GAYA GESER DAN MOMEN LENTUR 2.1. Pengertian Balok Balok (beam) adalah suatu batang struktural yang didesain untuk menahan gaya-gaya yang bekerja dalam arah transversal terhadap sumbunya. Jadi, berdasarkan

Lebih terperinci

PRINCIPLES OF STATIC

PRINCIPLES OF STATIC HUKUM NEWTON HUKUM NEWTON PETAMA Σ = 0 Keseimbangan gaya HUKUM NEWTON KEDUA = m.a benda bergerak dengan percepatan konstan HUKUM NEWTON KETIGA Aksi = - eaksi STATIK terkait dengan kesetimbangan, aksi dan

Lebih terperinci

BAB IV DIAGRAM GAYA GESER (SHEAR FORCE DIAGRAM SFD) DAN DIAGRAM MOMEN LENTUR (BENDING MOMENT DIAGRAM BMD)

BAB IV DIAGRAM GAYA GESER (SHEAR FORCE DIAGRAM SFD) DAN DIAGRAM MOMEN LENTUR (BENDING MOMENT DIAGRAM BMD) IV IGRM GY GESER (SHER FORE IGRM SF) N IGRM MOMEN LENTUR (ENING MOMENT IGRM M) alok adalah suatu bagian struktur yang dirancang untuk menumpu beban yang diterapkan pada beberapa titik di sepanjang struktur

Lebih terperinci

Metode Grafis. Metode CREMONA. TKS 4008 Analisis Struktur I

Metode Grafis. Metode CREMONA. TKS 4008 Analisis Struktur I TKS 4008 Analisis Struktur I Metode Grafis Dr.Eng. Achfas Zacoeb, ST., MT. Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Metode CREMONA Metode Cremona pada dasarnya sama dengan metode keseimbangan

Lebih terperinci

Pertemuan III,IV,V II. Metode Persamaan Tiga Momen

Pertemuan III,IV,V II. Metode Persamaan Tiga Momen Pertemuan III,IV,V II. etode Persamaan Tiga omen II. Uraian Umum etode Persamaan Tiga omen Analisa balok menerus, pendekatan yang lebih mudah adalah dengan menggunakan momen-momen lentur statis yang tak

Lebih terperinci

BAHAN AJAR 4. Medan Magnet MATERI FISIKA SMA KELAS XII

BAHAN AJAR 4. Medan Magnet MATERI FISIKA SMA KELAS XII BAHAN AJAR 4 Medan Magnet MATERI FISIKA SMA KELAS XII GAYA LORENTZ Pada percobaan oersted telah dibuktikan pengaruh arus listrik terhadap kutub magnet, bagaimana pengaruh kutub magnet terhadap arus listrik

Lebih terperinci

III. TEGANGAN DALAM BALOK

III. TEGANGAN DALAM BALOK . TEGANGAN DALA BALOK.. Pengertian Balok elentur Balok melentur adalah suatu batang yang dikenakan oleh beban-beban yang bekerja secara transversal terhadap sumbu pemanjangannya. Beban-beban ini menciptakan

Lebih terperinci

BAB I TEGANGAN DAN REGANGAN

BAB I TEGANGAN DAN REGANGAN BAB I TEGANGAN DAN REGANGAN.. Tegangan Mekanika bahan merupakan salah satu ilmu yang mempelajari/membahas tentang tahanan dalam dari sebuah benda, yang berupa gaya-gaya yang ada di dalam suatu benda yang

Lebih terperinci

Kuliah 8 : Tegangan Normal Eksentris

Kuliah 8 : Tegangan Normal Eksentris Kuliah 8 : Tegangan Normal Eksentris Tegangan akibat gaya normal eksentris (Tegangan Normal Eksentris) Tegangan normal akibat gaya normal dapat dihitung dengan membagi besarnya gaya normal dan luas penampang.

Lebih terperinci

a home base to excellence Mata Kuliah : Struktur Beton Lanjutan Kode : TSP 407 Pelat Pertemuan - 3

a home base to excellence Mata Kuliah : Struktur Beton Lanjutan Kode : TSP 407 Pelat Pertemuan - 3 Mata Kuliah : Struktur Beton Lanjutan Kode : TSP 407 SKS : 3 SKS Pelat Pertemuan - 3 TIU : Mahasiswa dapat mendesain berbagai elemen struktur beton bertulang TIK : Mahasiswa dapat mendesain sistem pelat

Lebih terperinci

Metode Distribusi Momen

Metode Distribusi Momen etode Distribusi omen etode distribusi momen pada mulanya dikemukakan oleh Prof. Hardy Cross etode distribusi momen dapat digunakan untuk menganalisa semua jenis balok dan kerangka kaku statis taktentu.

Lebih terperinci

Tarikan/dorongan yang bekerja pada suatu benda akibat interaksi benda tersebut dengan benda lain. benda + gaya = gerak?????

Tarikan/dorongan yang bekerja pada suatu benda akibat interaksi benda tersebut dengan benda lain. benda + gaya = gerak????? DINAMIKA PARTIKEL GAYA Tarikan/dorongan yang bekerja pada suatu benda akibat interaksi benda tersebut dengan benda lain Macam-macam gaya : a. Gaya kontak gaya normal, gaya gesek, gaya tegang tali, gaya

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS STRUKTUR

BAB III ANALISIS STRUKTUR BAB III ANALISIS STRUKTUR Persoalan yang dibahas dalam mata kuliah prasyarat terdahulu adalah mengenai kesetimbangan suatu benda tegar dan semua gaya yang terlibat merupakan gaya luar terhadap benda tegar

Lebih terperinci

VI. BATANG LENTUR. I. Perencanaan batang lentur

VI. BATANG LENTUR. I. Perencanaan batang lentur VI. BATANG LENTUR Perencanaan batang lentur meliputi empat hal yaitu: perencanaan lentur, geser, lendutan, dan tumpuan. Perencanaan sering kali diawali dengan pemilihan sebuah penampang batang sedemikian

Lebih terperinci

I. DEFORMASI TITIK SIMPUL DARI STRUKTUR RANGKA BATANG

I. DEFORMASI TITIK SIMPUL DARI STRUKTUR RANGKA BATANG Materi Mekanika Rekayasa 4 Statika : 1. Deformasi pada Konstruksi Rangka atang : - Cara nalitis : metoda unit load - Cara Grafis : - metoda welliot - metoda welliot mohr 2. Deformasi pada Konstrusi alok

Lebih terperinci

sendi Gambar 5.1. Gambar konstruksi jembatan dalam Mekanika Teknik

sendi Gambar 5.1. Gambar konstruksi jembatan dalam Mekanika Teknik da beberapa macam sistem struktur, mulai dari yang sederhana sampai dengan yang kompleks; sistim yang paling sederhana tersebut disebut dengan konstruksi statis tertentu. Contoh : contoh struktur sederhana

Lebih terperinci

BAB 3 DINAMIKA ROTASI DAN KESETIMBANGAN BENDA TEGAR

BAB 3 DINAMIKA ROTASI DAN KESETIMBANGAN BENDA TEGAR 80 BAB 3 DINAMIKA ROTASI DAN KESETIMBANGAN BENDA TEGAR Benda tegar adalah benda yang dianggap sesuai dengan dimensi ukuran sesungguhnya dengan jarak antar partikel penyusunnya tetap. Ketika benda tegar

Lebih terperinci

M E K A N I K A R E K A Y A S A I KODE MK : SEMESTER : I / 3 SKS

M E K A N I K A R E K A Y A S A I KODE MK : SEMESTER : I / 3 SKS M E K A N I K A R E K A Y A S A I KODE MK : SEMESTER : I / 3 SKS Tujuan : Memahami & menganalisa berbagai persoalan gaya, momen pada benda masif dalam bidang datar Materi : 1. Pengertian gaya 2. Pengertian

Lebih terperinci

BAB 7 ANALISA GAYA DINAMIS

BAB 7 ANALISA GAYA DINAMIS BAB 7 ANALISA GAYA DINAMIS Gaya dinamis adalah gaya yang disebabkan oleh percepatan. Pada suatu mekanisme yang bergerak, seperti yang ditunjukkan gambar 7.1 terjadi percepatan linier (A) dan percepatan

Lebih terperinci

KEANDALAN STRUKTUR BALOK SEDERHANA DENGAN SIMULASI MONTE CARLO

KEANDALAN STRUKTUR BALOK SEDERHANA DENGAN SIMULASI MONTE CARLO KEANDALAN STRUKTUR BALOK SEDERHANA DENGAN SIMULASI MONTE CARLO Stevan Setiawan NRP : 0421026 Pembimbing : Olga Pattipawaej, Ph.D FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Diktat-elemen mesin-agustinus purna irawan-tm.ft.untar

BAB 1 PENDAHULUAN. Diktat-elemen mesin-agustinus purna irawan-tm.ft.untar BAB 1 PENDAHULUAN Elemen mesin merupakan ilmu yang mempelajari bagian-bagian mesin dilihat antara lain dari sisi bentuk komponen, cara kerja, cara perancangan dan perhitungan kekuatan dari komponen tersebut.

Lebih terperinci

GARIS PENGARUH REAKSI PERLETAKAN

GARIS PENGARUH REAKSI PERLETAKAN GARIS PENGARUH REAKSI PERLETAKAN BIDANG D AKIBAT BEBAN MATI BIDANG M GARIS PENGARUH REAKSI PERLETAKAN GARIS PENGARUH D AKIBAT BEBAN BERJALAN GARIS PENGARUH M CONTOH APLIKASI DI LAPANGAN BALOK JEMBATAN

Lebih terperinci

II. KAJIAN PUSTAKA. gaya-gaya yang bekerja secara transversal terhadap sumbunya. Apabila

II. KAJIAN PUSTAKA. gaya-gaya yang bekerja secara transversal terhadap sumbunya. Apabila II. KAJIAN PUSTAKA A. Balok dan Gaya Balok (beam) adalah suatu batang struktural yang didesain untuk menahan gaya-gaya yang bekerja secara transversal terhadap sumbunya. Apabila beban yang dialami pada

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS STRUKTUR STATIS TERTENTU

BAB III ANALISIS STRUKTUR STATIS TERTENTU III ISIS STRUKTUR STTIS TERTETU. PEDHUU.. Diskripsi Singkat nalisis struktur statis tertentu mempelajari masalah cara menghitung reaksi perletakan struktur statis tertentu dan menggambar gaya gaya dalam

Lebih terperinci

Bab 6 Defleksi Elastik Balok

Bab 6 Defleksi Elastik Balok Bab 6 Defleksi Elastik Balok 6.1. Pendahuluan Dalam perancangan atau analisis balok, tegangan yang terjadi dapat diteritukan dan sifat penampang dan beban-beban luar. Untuk mendapatkan sifat-sifat penampang

Lebih terperinci

3- Deformasi Struktur

3- Deformasi Struktur 3- Deformasi Struktur Deformasi adalah salah satu kontrol kestabilan suatu elemen balok terhadap kekuatannya. iasanya deformasi dinyatakan sebagai perubahan bentuk elemen struktur dalam bentuk lengkungan

Lebih terperinci

Modul 4 PRINSIP DASAR

Modul 4 PRINSIP DASAR Modul 4 PRINSIP DASAR 4.1 Pendahuluan Ilmu statika pada dasarnya merupakan pengembangan dari ilmu fisika, yang menjelaskan kejadian alam sehari-hari, yang berkaitan dengan gaya-gaya yang bekerja. Insinyur

Lebih terperinci

Contoh Soal dan Pembahasan Dinamika Rotasi, Materi Fisika kelas 2 SMA. Pembahasan. a) percepatan gerak turunnya benda m.

Contoh Soal dan Pembahasan Dinamika Rotasi, Materi Fisika kelas 2 SMA. Pembahasan. a) percepatan gerak turunnya benda m. Contoh Soal dan Dinamika Rotasi, Materi Fisika kelas 2 SMA. a) percepatan gerak turunnya benda m Tinjau katrol : Penekanan pada kasus dengan penggunaan persamaan Σ τ = Iα dan Σ F = ma, momen inersia (silinder

Lebih terperinci

BAB 3 DINAMIKA. Tujuan Pembelajaran. Bab 3 Dinamika

BAB 3 DINAMIKA. Tujuan Pembelajaran. Bab 3 Dinamika 25 BAB 3 DINAMIKA Tujuan Pembelajaran 1. Menerapkan Hukum I Newton untuk menganalisis gaya pada benda diam 2. Menerapkan Hukum II Newton untuk menganalisis gaya dan percepatan benda 3. Menentukan pasangan

Lebih terperinci

GAMBAR TEKNIK PROYEKSI ISOMETRI. Gambar Teknik Proyeksi Isometri

GAMBAR TEKNIK PROYEKSI ISOMETRI. Gambar Teknik Proyeksi Isometri GAMBAR TEKNIK PROYEKSI ISOMETRI Gambar Teknik i halaman ini sengaja dibiarkan kosong Gambar Teknik ii Daftar Isi Daftar Isi... iii... 1 1 Pendahuluan... 1 2 Sumbu, Garis, dan Bidang Isometri... 2 3 Skala

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Statika rangka Dalam konstruksi rangka terdapat gaya-gaya yang bekerja pada rangka tersebut. Dalam ilmu statika keberadaan gaya-gaya yang mempengaruhi sistem menjadi suatu obyek

Lebih terperinci

Pengertian Momen Gaya (torsi)- momen gaya.

Pengertian Momen Gaya (torsi)- momen gaya. Pengertian Momen Gaya (torsi)- Dalam gerak rotasi, penyebab berputarnya benda merupakan momen gaya atau torsi. Momen gaya atau torsi sama dengan gaya pada gerak tranlasi. Momen gaya (torsi) adalah sebuah

Lebih terperinci

Mekanika Rekayasa III

Mekanika Rekayasa III Mekanika Rekayasa III Metode Hardy Cross Pertama kali diperkenalkan oleh Hardy Cross (1993) dalam bukunya yang berjudul nalysis of Continuous Frames by Distributing Fixed End Moments. Sebagai penghargaan,

Lebih terperinci

Pertemuan XII,XIII,XIV,XV VI. Metode Distribusi Momen (Cross) VI.1 Uraian Umum Metode Distribusi Momen

Pertemuan XII,XIII,XIV,XV VI. Metode Distribusi Momen (Cross) VI.1 Uraian Umum Metode Distribusi Momen Bahan Ajar Analisa Struktur II ulyati, ST., T Pertemuan XII,XIII,XIV,XV VI. etode Distribusi omen (Cross) VI.1 Uraian Umum etode Distribusi omen etode distribusi momen pada mulanya dikemukakan oleh Prof.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA STRUKTUR

BAB IV ANALISA STRUKTUR BAB IV ANALISA STRUKTUR 4.1 Data-data Struktur Pada bab ini akan membahas tentang analisa struktur dari struktur bangunan yang direncanakan serta spesifikasi dan material yang digunakan. 1. Bangunan direncanakan

Lebih terperinci

BAB 3 DINAMIKA GERAK LURUS

BAB 3 DINAMIKA GERAK LURUS BAB 3 DINAMIKA GERAK LURUS A. TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Menerapkan Hukum I Newton untuk menganalisis gaya-gaya pada benda 2. Menerapkan Hukum II Newton untuk menganalisis gerak objek 3. Menentukan pasangan

Lebih terperinci

MODUL 12 WESEL 1. PENGANTAR

MODUL 12 WESEL 1. PENGANTAR MODUL 12 WESEL 1. PENGANTAR Telah disebutkan bahwa pada jalan rel perpindahan jalur dilakukan melalui peralatan khusus yang dikenal sebagai wesel. Apabila dua jalan rel yang terletak pada satu bidang saling

Lebih terperinci