ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN. sumbangan nyata akan adanya kepastian hukum bagi penyelesaian perkara tersebut.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN. sumbangan nyata akan adanya kepastian hukum bagi penyelesaian perkara tersebut."

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang dan Rumusan Masalah Hubungan hukum antara subyek hukum yang satu dengan subyek hukum yang lain dapat timbul baik karena adanya pengaturan dalam undang-undang maupun suatu perjanjian. Bagi para pihak yang hendak melakukan suatu hubungan hukum dalam bentuk perjanjian, maka keberadaan Akta otentik mempunyai peranan yang penting dalam setiap aspek kehidupan masyarakat, dikarenakan akta otentik sebagai salah satu alat bukti yang mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna, yang dapat berdiri sendiri, tidak perlu ditambah alat bukti lain dan isinya dianggap benar sampai dibuktikan sebaliknya (vide pasal 165 HIR). Dalam berbagai macam transaksi bisnis, misalnya, transaksi jual-beli barang dan/atau jasa, transaksi di bidang perbankan, maupun transaksi di bidang pertanahan, kebutuhan akan pembuktian tertulis berupa akta otentik makin meningkat sejalan dengan berkembangnya tuntutan akan adanya jaminan kepastian hukum mengenai hak dan kewajiban bagi para pihak, terlebih lagi jika terjadi suatu sengketa dikemudian hari. Suatu perjanjian yang dituangkan dalam bentuk akta otentik, akan menentukan secara jelas hak dan kewajiban masing-masing pihak, serta menjamin akan kepastian hukum dan sekaligus dapat digunakan sebagai alat pembuktian, jika suatu hari terjadi sengketa diantara kedua belah pihak. Sehingga apabila terjadi sengketa dikemudian hari yang tidak dapat dihindari, maka dalam proses penyelesaian sengketa tersebut, akta otentik, yang merupakan alat bukti tertulis yang mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna, akan memberi sumbangan nyata akan adanya kepastian hukum bagi penyelesaian perkara tersebut.

2 Adanya keinginan dan keperluan masyarakat akan adanya suatu kepastian hukum seperti itu, maka diperlukan peranan notaris, sebagai pegawai umum yang berwenang membuat akta, dalam menentukan dan mengatur hubungan hukum diantara pihak-pihak secara tertulis dan otentik. Dewasa ini, masyarakat lebih suka membuat perjanjian, misalnya, perjanjian jualbeli, perjanjian sewa-menyewa, perjanjian kredit, yang dilakukan dengan pihak lain, dilakukan dihadapan notaris 1. Hal tersebut dikarenakan para pihak menghendaki adanya alat bukti yang kuat, yang sempurna yang kesemuanya itu hanya dapat diperoleh dalam bentuk akta otentik. Hal yang demikian, berbeda dengan akta di bawah tangan, yang mempunyai kekuatan pembuktian hanya sebatas apabila pihak lawan mengakui kebenaran tandatangannya di dalam akta tersebut. Akta otentik pada hakikatnya memuat kebenaran formal, yang di dalamnya mempunyai kekuatan pembuktian formal, materiil dan keluar, sesuai dengan apa yang telah dinyatakan oleh para pihak kepada notaris. Dalam hal ini notaris mempunyai kewajiban untuk memastikan bahwa apa yang termuat dalam Akta Notaris sungguh-sungguh telah dimengerti dan sesuai dengan kehendak para pihak, yaitu dengan cara membacakannya sehingga menjadi jelas isi Akta Notaris. Demikian juga, suatu akta notaris hendaklah tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, baik yang terkait dengan jenis perjanjian yang dibuat oleh para pihak, maupun perundang-undangan yang terkait dengan jabatan notaris sebagai pegawai umum. Aturan mengenai Notaris diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut UU Jabatan Notaris). Pengertian Notaris yang diatur pada pasal 1 angka 1 UU Jabatan Notaris adalah Pejabat Umum yang berwenang untuk 1 Sebagai salah satu macam pejabat umum. Adapun pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik adalah : Notaris, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), Pegawai Kantor Catatan Sipil, Hakim dan Panitera.

3 membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagai dimaksud dalam undang-undang ini. Sedangkan kewenangan Notaris diatur dalam pasal 15 ayat (1) UU Jabatan Notaris bahwa notaris berwenang membuat akta outentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grose, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang. Berdasarkan ketentuan pasal 1 angka (1) jo. pasal 15 ayat (1) UU Jabatan Notaris tersebut, dapat dikatakan bahwa kewenangan utama notaris adalah membuat akta otentik. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa untuk membuat suatu akta seseorang harus mempunyai kedudukan sebagai pejabat umum sebagaimana ditentukan dalam suatu undangundang. Sehingga, seorang advokat meskipun ia seorang ahli dalam bidang hukum, ia tidak berwenang untuk dapat membuat akta otentik karena advokat tidak mempunyai kedudukan sebagai pejabat umum. Sebaliknya, seorang Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) 2 mempunyai kewenangan untuk membuat akta otentik tentang jual-beli tanah. Demikian pula seorang pegawai catatan sipil meskipun bukan ahli hukum tetapi mempunyai wewenang membuat akta-akta otentik untuk hal-hal tertentu. Misalnya, dalam membuat akta kelahiran, akta kematian dan akta perkawinan. Akta otentik menurut hukum sebagai alat bukti terkuat dan terpenuh, mempunyai peranan penting dalam setiap hubungan hukum dalam kehidupan masyarakat dalam berbagai hubungan bisnis, kegiatan dibidang pertanahan dan lain-lain. Kebutuhan akan pembuktian PPAT. 2 Sejak diundangkannya UU no. 30 tahun 2004 maka jabatan Notaris sekaligus merangkap jabatan

4 tertulis berupa akta otentik makin meningkat sejalan dengan perkembangan akan tuntutan kepastian hukum dalam berbagai hubungan dan melalui akta otentik yang menentukan secara jelas hak dan kewajiban, menjamin kepastian hak sekaligus diharapkan pula dapat dihindari terjadinya sengketa. Menurut Pasal 1866 Burgerlijk Wetboek (selanjutnya disebut BW) Jo. pasal 164 Het Herziene Inlandisch Reglement (HIR) atau pasal 284 Recht Buitengewesten (RBg) bahwa alat-alat bukti dalam hukum perdata terdiri atas : 1. alat bukti tulisan, 2. alat bukti saksi, 3. alat bukti persangkaan, 4. alat bukti pengakuan, dan 5. alat bukti sumpah. Selanjutnya, alat bukti tulisan dibedakan menjadi 2 (dua) macam yaitu: 1. tulisan biasa, dan 2. akta, sedangkan akta dibedakan lagi ada 2 macam, yaitu : a. akta dibawah tangan, dan b. akta otentik.

5 Akta otentik menurut pasal 1868 BW adalah suatu akta yang dibuat oleh atau dihadapan pegawai umum yang berwenang, dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang di tempat dimana akta dibuatnya. 3 Makna terpenting dan kegunaan yang paling pokok dari adanya akta otentik adalah bertujuan memberikan kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum, karena akta otentik menentukan secara jelas hak dan kewajiban para pihak, sehingga diharapkan akan meminimalkan terjadinya suatu sengketa diantara para pihak. Kalaupun sengketa tidak dapat dihindari, akta otentik tersebut merupakan alat bukti tertulis, terkuat dan terpenuh memberikan sumbangan nyata bagi penyelesaian perkara secara murah dan cepat. Peran dan fungsi notaris dalam gerak langkah pembangunan dalam kehidupan masyarakat dewasa ini yang semakin kompleks, tentunya semakin dibutuhkan guna menunjang kelancaran dan kepastian hukum segenap bidang usaha yang dijalankan oleh anggota masyarakat, terutama dalam bidang bisnis, melalui pelayanan dan produk hukum yang dihasilkan oleh notaris. Dengan demikian seorang notaris harus mengikuti perkembangan hukum nasional, sehingga pada akhirnya notaris mampu melaksanakan profesinya secara baik dan benar. Pada prinsipnya setiap tugas atau kawajiban yang didasarkan atas kewenangan yang diberikan oleh Undang-undang, akan dapat menimbulkan konsekuensi hukum berupa tanggung-jawab, yaitu tanggung-jawab berdasarkan hukum, baik dari aspek hukum perdata maupun hukum pidana. Disamping itu juga menimbulkan tanggung-jawab berdasarkan moral dan etika. Adapun tanggung-jawab hukum notaris dalam menjalankan tugas profesinya terikat oleh aturan hukum yang mengaturnya dan notaris dituntut harus mampu mengetahui dan menguasai banyak aturan hukum yang berlaku. Apabila aturan hukum dipatuhi, maka 3 Subekti & Tjiptosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), Pradnya Paramita, Jakarta 1996 h.475

6 risiko bagi notaris untuk menghadapi gugatan keperdataan maupun tuntutan pidana menjadi sangat kecil. Disamping tanggung-jawab baik dari aspek hukum keperdataan dan hukum pidana, sebenarnya notaris juga mempunyai tanggung-jawab moral, yang berkaitan dengan norma moral, yang dipergunakan sebagai ukuran bagi notaris untuk menentukan benar salahnya atau baik buruknya tindakan yang dilakukan dalam menjalankan profesinya, dan juga tanggungjawab etika berhubungan dengan profesi notaris yang menitikberatkan pada pekerjaan yang dilakukan, dan untuk itu dalam menjalankan tugas dan kewenangannya notaris membutuhkan keterampilan teknik dan keahlian khusus di bidang pembuatan akta otentik secara profesional yaitu memiliki kualitas ilmu yang tidak diragukan dalam melayani klien serta mampu bekerja secara mandiri dan harus netral, dalam arti, tidak memihak kepada salah satu pihak. Di dalam kehidupan masyarakat seringkali ditemui adanya akta yang dibuat oleh atau dihadapan notaris, yang dalam pembuatannya tidak memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan oleh Undang-undang, yang mengakibatkan akta tersebut hanya mempunyai kekuatan seperti akta di bawah tangan. Seandainya hal tersebut diakibatkan karena kesalahan dari notaris, maka secara hukum notaris harus bertanggung gugat. Oleh karena itu, seorang notaris dalam menjalankan tugas dan kewenangannya harus benar-benar menguasai hukum dan memiliki dedikasi yang tinggi dalam melaksanakan keseluruhan aturan yang ada, terkhusus yang ada di dalam Undang-Undang Jabatan Notaris. Wewenang notaris dalam membuat akta otentik meliputi semua perbuatan hukum, perjanjian dan ketetapan. Hal ini berarti bahwa notaris dapat membuat berbagai macam dan jenis akta sebagaimana dikehendaki oleh para pihak, terkhusus dalam lapangan hukum keperdataan saja. Di dalam akta yang dibuat oleh notaris, berisikan hal-hal sebagai berikut : 4 4 G.H.S. Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, Erlangga, Jakarta 1982, h.53

7 1) tanggal dari akta itu; 2) tandatangan-tandatangan yang ada dalam akta itu; 3) identitas dari orang-orang yang hadir; 4) bahwa apa yang tercantum dalam akta itu adalah sesuai dengan apa yang diterangkan oleh para penghadap kepada notaris untuk dicantumkan dalam akta itu, sedang kebenaran dari keterangan-keterangan itu sendiri hanya pasti antara pihak-pihak yang bersangkutan sendiri. Dengan dicantumkannya tanggal, identitas, kehendak pihak-pihak penghadap serta tanda tangan, dimaksudkan agar dapat menjamin kepastian tanggal ditandatangani dan tanggal diberlakukannya akta notaris tersebut. Adanya kewajiban pencantuman tanda-tangan di dalam akta Notaris ditentukan di dalam pasal 44 ayat (1) UU Jabatan Notaris bahwa pihak yang mempunyai kewajiban untuk menandatangani akta adalah : setiap penghadap, saksi dan Notaris. Berkenaan dengan penandatanganan oleh saksi, didalam praktek seringkali dilakukan oleh para pegawai dari kantor Notaris, dimana akta itu dibuat, dengan pertimbangan demi efisiensi pembuatan akta Notaris. Sehingga jarang sekali setiap penghadap, apalagi yang tidak memahami akan pembuatan suatu perjanjian, mengikutsertakan saksi untuk menyaksikan sekaligus menandatangani akta Notaris yang mereka buat. Adanya kebiasaan penandatanganan saksi instrumentaris yang bersangkutan tersebut, perlu dilakukan suatu penelaahan norma hukum akan akibat hukumnya terhadap sifat otentitasnya suatu akta Notaris. Berdasarkan keseluruhan uraian sebagaimana terurai diatas, maka permasalahan hukum yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah : a. Syarat-syarat formal apa sajakah yang harus dipenuhi dalam penandatanganan saksi instumentaris guna menjamin otentisitas akta notaris? b. Apakah akibat hukumnya jika syarat-syarat formal penandatanganan saksi instrumentaris tersebut tidak dipenuhi?

8 2. Tujuan penelitian a. Guna menelaah dan menganalisis mengenai syarat-syarat formal yang harus dipenuhi dalam penandatanganan saksi instrumentaris. b. Guna menelaah dan menganalisis mengenai akibat hukum jika syarat-syarat formal dalam penandatanganan saksi instrumentaris tersebut tidak dipenuhi. 3. Manfaat Penelitian a. Memahami syarat-syarat formal penandatanganan saksi instrumentaris dalam suatu akta Notaris. b. Memahami akibat hukum jika syarat-syarat formal dalam penandatanganan saksi instrumentaris tidak dipenuhi. 4. Kajian Pustaka Akta adalah surat yang diberi tandatangan, yang memuat peristiwa-peristiwa yang menjadi dasar daripada suatu hak atau perikatan yang dibuat sejak semula dengan sengaja untuk pembuktian. 5 Dengan demikian akta merupakan surat, yang ditandatangani, memuat peristiwa-peristiwa sebagai perbuatan hukum dan digunakan sebagai pembuktian. Oleh karena itu jika tulisan dibubuhi tanda tangan namun bukan dimaksudkan untuk suatu perbuatan hukum, maka akta tersebut tidak mempunyai fungsi sebagai suatu akta pada umumnya. Akta dibedakan antara akta di bawah tangan dengan akta otentik. Akta di bawah tangan adalah akta yang dibuat tidak oleh dan dihadapan pejabat yang untuk itu, melainkan akta yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana ditentukan dalam pasal 1869 BW yang 1998, h Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata di Indonesia, Edisi V, Cet I, Liberty, Yogyakarta,

9 menentukan bahwa : Suatu akta yang karena tidak berkuasanya atau tidak cakapnya pegawai yang dimaksud diatas atau karena suatu cacat dalam bentuknya tidak dapat diperlakukan sebagai akta autentik, namun demikian mempunyai kekuatan sebagai tulisan di bawah tangan jika ditandatangani oleh para pihak. Sedangkan akta otentik adalah akta yang dibuat oleh atau di hadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu, bentuknya ditentukan undang-undang dan dibuat ditempat obyek perjanjian itu berada, sebagaimana ditentukan dalam pasal 1868 B.W. Akta autentik merupakan akta yang mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna sebagaimana ditentukan dalam pasal 1870 B.W., sedangkan untuk akta dibawah tangan, apabila akan dijadikan sebagai alat bukti, pada umumnya diusahakan agar supaya mempunyai kekuatan pembuktian yang kuat. Hal ini dapat dilakukan antara lain apabila tanda tangan para pihak di dalam akta di bawah tangan diakui sebagai tanda tangan yang bersangkutan. Selain pengakuan tanda tangan yang bersangkutan, dapat diupayakan penguatan pembuktiannya yaitu dengan cara melegalisasi akta di bawah tangan tersebut dihadapan/dilakukan oleh pejabat yang berwenang. Kegunaan akta, baik itu akta autentik maupun akta di bawah tangan tersebut, kesemuanya dalam rangka penggunaannya sebagai alat bukti yaitu sebagai alat bukti tertulis. Akta dapat berfungsi formal (formalitas causa), yang berarti bahwa untuk untuk sahnya suatu perjanjian, yaitu : perjanjian formil, yang mensyaratkan keabsahannya dalam bentuk tertulis (akta). Adapun sebagai contoh dari suatu perjanjian yang harus dituangkan dalam bentuk akta sebagai syarat formil ialah : pasal 1610 BW tentang perjanjian pemborongan, pasal 1767 BW tentang perjanjian hutang piutang dengan bunga dan pasal 1851 BW tentang perdamaian. Sehingga untuk pembuatan perjanjian-perjanjian tersebut semuanya disyaratkan adanya akta sekurang-kurangnya akta di bawah tangan. Sedangkan untuk pembuatan perjanjian-perjanjian yang disyaratkan dengan akta otentik, antara lain ialah : pasal 1171 BW tentang pembebanan

10 hipotik, pasal 1682 BW tentang schenking dan pasal 1945 BW tentang melakukan sumpah oleh orang lain. Di samping itu, akta mempunyai fungsi sebagai alat bukti (probationis causa), disini sifat tertulisnya suatu perjanjian dalam bentuk akta itu tidak membuat sahnya perjanjian tetapi hanyalah agar dapat digunakan sebagai alat bukti di kemudian hari. 6 Fungsi akta sebagai alat bukti inilah sebagai fungsi terpenting dari sebuah akta. Adapun mengenai kekuatan pembuktian akta dapat dibedakan antara lain : 7 1. Kekuatan pembuktian lahir. Maksud kekuatan pembuktian lahir ialah kekuatan yang didasarkan atas keadaan lahir, apa yang tampak pada lahirnya, yaitu surat yang tampaknya (dari lahir) seperti akta, dianggap (mempunyai kekuatan) seperti akta sepanjang tidak terbukti sebaliknya. 2. Kekuatan pembuktian formil. Maksud kekuatan pembuktian formil ini didasarkan atas benar tidaknya ada pernyataan oleh yang bertanda-tangan di bawah akta itu. Kekuatan pembuktikan formil ini memberi kepastian tentang peristiwa bahwa pejabat dan para pihak menyatakan dan melakukan apa yang dimuat dalam akta. 3. Kekuatan pembuktian materiil Maksud kekuatan pembuktian materiil ini memberi kepastian tentang materi suatu akta, memberi kepastian tentang peristiwa bahwa pejabat atau para pihak menyatakan dan melakukan seperti yang dimuat dalam akta. 6 Riduan Syahrani, Hukum Acara Perdata Di Lingkungan Peradilan Umum, (selanjutnya disebut Riduan Syahrani 1), Pustaka Kartini, Jakarta, 1988, h Abdulkadir Muhammad, Hukum Acara Perdata Indonesia, (selanjutnya disebut Abdulkadir Muhammad 1), Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, h. 121.

11 Berkenaan dengan hal tersebut, maka yang dimaksud dengan akta adalah : 8 1) perbuatan handeling/perbuatan hukum (rechtshandeling) itulah pengertian yang luas, dan 2) suatu tulisan yang dibuat untuk dipakai/digunakan sebagai bukti perbuatan hukum tersebut, yaitu berupa tulisan yang diajukan kepada pembuktian sesuatu. Dengan demikian fungsi akta bagi para pihak adalah : 1) syarat untuk menyatakan adanya suatu perbuatan hukum, 2) alat pembuktian, dan 3) alat pembuktian satu-satunya. Akta termasuk sebagai salah satu bukti tertulis, yang dibedakan menjadi dua bagian, yaitu : 1. surat yang berbentuk akta; 2. surat-surat lain, yang bukan berbentuk akta. 9 Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi supaya surat dapat disebut sebagai akta, adalah sebagai berikut : 1) surat itu harus ditandatangani; 2) surat itu harus memuat peristiwa-peristiwa yang menjadi dasar sesuatu hak atau perikatan, dan 3) surat itu diperuntukkan sebagai alat bukti. 10 Menurut Pasal 1867 B.W., menentukan bahwa pembuktian dengan tulisan dilakukan dengan tulisan-tulisan otentik maupun dengan tulisan-tulisan di bawah tangan. Jadi akta 8 Victor M. Sitomurang dan Cormentyna Sitanggang, Gross Akta Dalam Pembuktian dan Eksekusi, Rineka Cipta, Jakarta 1993, h Hamzah, Tanggapan Terhadap Makalah yang Berjudul Kekuatan Hukum Akta Notaris Sebagai Alat Bukti, Media Notariat, No Tahun IV, Oktober, 1989, h Victor M. Situmorang, op. cit., h

12 sebagai bukti terdiri dari akta di bawah tangan dan akta otentik. Di dalam pemeriksaan di persidangan terutama perkara perdata, para pihak yang berperkara bebas mengemukakan peristiwa-peristiwa yang berkenaan dengan perkaranya. Majelis hakim memperhatikan dan mengamati semua peristiwa yang dikemukakan oleh pihak-pihak dalam persidangan. Hal ini dilakukan untuk memperoleh kepastian bahwa peristiwa atau hubungan hukum sungguhsungguh telah terjadi. Hakim dalam hal ini memerlukan pembuktian yang meyakinkannya guna dapat menerapkan norma hukum secara tepat, benar dan adil, untuk itulah para pihak yang berperkara wajib memberikan keterangan disertai bukti-bukti mengenai peristiwa atau hubungan hukum yang telah terjadi. Dengan demikian dalam proses persidangan diperlukan pembuktian secara yuridis, yaitu menyajikan fakta-fakta yang cukup menurut hukum untuk memberikan kepastian kepada majelis hakim mengenai terjadinya peristiwa atau hubungan hukumnya. Adapun alat bukti dalam perkara perdata, diatur dalam Pasal 1866 B.W., terdiri dari : 1. alat bukti tertulis; 2. pembuktian dengan sanksi; 3. persangkaan-persangkaan; 4. pengakuan; 5. sumpah. Adapun urutan-urutan alat-alat bukti di atas menunjukkan bahwa dalam hukum perdata bukti tulisan kedudukannya lebih diutamakan atau lebih tinggi dibandingkan dengan yang lainnya, hal itu dikarenakan karena dalam lalu lintas keperdataan seringkali orang dengan sengaja menyediakan suatu bukti yang dapat dipakai kalau timbul suatu perselisihan, dan bukti yang disediakan lazimnya berupa tulisan. 11 Lebih lanjut, dapat dikatakan bahwa bukti tulisan dalam perkara perdata merupakan bukti yang utama Terhadap bukti tulisan 11 Ibid., h. 25.

13 dalam hukum perdata ada beberapa bentuk, diantaranya yang paling kuat dan sangat berharga untuk pembuktian adalah akta. 12 Hal yang terpenting dari suatu akte adalah suatu tulisan yang dengan sengaja dibuat untuk dijadikan bukti tentang suatu peristiwa dan ditandatangani, sehingga unsur-unsur yang penting untuk suatu akta adalah kesengajaan untuk menciptakan suatu bukti tertulis dan penandatanganan tulisan itu. Adapun syarat penandatanganan suatu akta dapat dilihat dalam ketentuan pasal 1874 BW atau Pasal 1 dari Ordonansi tahun 1867 No. 29 Sedangkan makna Akta Autentik menurut UU Jabatan Notaris sebagaimana dimaksudkan dalam makna Akta Notaris, sebagaimana secara eksplisit diatur dalam pasal 1 angka 7 UU Jabatan Notaris, yang menyatakan bahwa Akta Notaris adalah Akta Autentik yang dibuat oleh atau dihadapan Notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini. Pada dasarnya akta notaris yang di dalamnya berisikan tentang perbuatan-perbuatan dan hal-hal lain yang dikonstatir oleh Notaris, umumnya harus mengikuti ketentuan-ketentuan yang dicantumkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, mengenai hal ini antara lain B.W. dan Peraturan Jabatan Notaris. Akta yang dibuat Notaris adalah akta otentik dan otentisitasnya bertahan terus, bahkan sampai sesudah Notaris itu meninggal dunia. Pada dasarnya akta yang dibuat baik oleh maupun di hadapan Notaris adalah selain atas dasar permintaan undang-undang, juga demi kepentingan pihakpihak yang membutuhkan jasa Notaris tersebut. 5. Metode Penelitian 1. Tipe Penelitian Dalam penelitian ini metode yang dipilih adalah penelitian hukum. Pemilihan metode ini karena ilmu hukum adalah sifatnya yang normatif, berbeda dengan metode dalam ilmu 12 Ibid., h. 25.

14 sosial. 13. Penelitian hukum (legal research) ini dilakukan dengan metode sesuai dengan karakter yang khas dari ilmu hukum (jurisprudence) yang berbeda dengan ilmu sosial (social science) atau ilmu alam (natural science) Pendekatan Masalah Penelitian ini tergolong sebagai penelitian hukum yang bersifat normatif. 15 Sedangkan pendekatan terhadap permasalahan yang dikaji dalam penelitian hukum ini dengan secara statute approach, dan conceptual approach. 16 Dengan pendekatan secara statute approach (pendekatan undang-undang) dalam menghadapi suatu fakta hukum, ditelusuri ketentuan hukum yang relevan, ketentuan hukum itu berada dalam pasal yang berisi norma, yang dalam logika hokum merupakan suatu proposisi (normatif). Sehingga guna memahami suatu Norma sebagai suatu bentuk proposisi yang tersusun atas rangkaian konsep (hukum), maka diperlukan suatu pendekatan konseptual (conceptual approach). 17 Di samping dua pendekatan di atas, untuk mempertajam analisis dalam tesis tersebut perlu diketengahkan beberapa kasus terkait dengan pokok bahasan dimaksud ( case approach). 13 Philipus M Hadjon dan Tatiek Sri Djatmiati, Argumentasi Hukum, cet.kedua, Gajah Mada University Press, Yogajakarta, 2005, h J.J.H. Bruggink, Rechtsreflecties, Dalam Arief Sidharta, Op.cit., h Lihat juga Philipus Mandiri Hadjon dan Tatiek Sri Djatmiati, Argumentasi Hukum, Gajah Mada University Press, Yogjakarta, 2005, h Philipus M. Hadjon, dan Tatiek Sri Djatmiati, Argumentasi Hukum, cet. 1, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 2005, h Philipus M. Hadjon, dan Tatiek Sri Djatmiati, Ibid., hlm Lihat pula Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, cet. I, Prenada Media, Jakarta, 2005, h Ibid., h Lihat pula Peter Mahmud Marzuki, Ibid., h , dalam metode pendekatan perundang-undangan peneliti perlu memahami hirarki, dan asas-asas dalam perundang-undangan. Lain itu pula, dalam pendekatan perundang-undangan peneliti bukan saja melihat kepada bentuk peraturan perundangundangan saja melainkan juga menelaah materi muatannya, yakni mempelajari dasar ontologisnya, lahirnya undang-undang, landasan filosofi undang-undang, dan ratio legisnya (berkaitan dengan a jaran interpretasi atau penafsiran).

15 3. Sumber Bahan Hukum Bahan hukum yang dipergunakan dalam kajian penelitian ini meliputi : bahan huku primer, meliputi peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan hukum pembuktian, hukum acara perdata, hukum perikatan, hukum kontrak (perjanjian), hukum pertanahan, hukum kenotarisan, dan putusan-putusan hukum (pengadilan) yang telah berkekuatan hukum tetap. 18 Bahan hukum sekunder, meliputi buku literatur, textbook, doktrin, jurnal, majalah, maupun media surat kabar yang memuat materi yang relevan dengan bidang kajian ini. 4. Prosedur Pengumpulan Bahan Hukum Bahan hukum baik primer maupun sekunder diperoleh akan diinventarisasi dan diidentifikasi untuk selanjutnya dipergunakan dalam menganalisis permasalahan yang berhubungan dengan kajian penelitian ini. Dalam melakukan inventarisasi serta identifikasi bahan hukum digunakan sistem kartu (card system) yaitu dengan mengurutkan bahan-bahan hukum sebagai sumbernya, sehingga penatalaksanaan secara kritis, logis dan sistematis yang kemudian dilakukan analisis secara mendalam (in depth) atas fakta-fakta hukum hukum yang ditemukan. Dengan langkah-langkah demikian diharapkan akan lebih mempermudah alur penyesuaian penelitian ini. 5. Pengolahan Bahan Bukum Setelah melalui tahapan-tahapan inventarisasi dan identifikasi terhadap sumber bahan hukum yang relevan (primer dan sekunder), langkah berikutnya melakukan sistematisasi keseluruhan bahan hukum yang ada baik yang menyangkut hukum pembuktian, hukum acara perdata, hukum perikatan, hukum kontrak (perjanjian), hukum 18 Putusan-putusan hukum ini adalah putusan hukum yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap sehingga dapat dijadikan sebagai stare decisis.

16 pertanahan, hukum kenotarisan. Proses sistematisasi ini juga diberlakukan terhadap teoriteori, konsep-konsep, doktrin serta bahan rujukan lainnya. Rangkaian tahapan inventarisasi, identifikasi dan sistematisasi tersebut dimaksudkan untuk mempermudah pengkajian dari permasalahan penelitian. Rangkaian tahapan selanjutnya adalah melakukan analisis dengan menggunakan penalaran deduktif disertai uraian deskriptif yang bersifat analitis, sehingga mempermudah mengkaji permasalahan dalam penelitian ini. 6. Pertanggung jawaban sistematika Pendahuluan saya letakkan dalam bab I, karena dalam pendahuluan akan diketahui secara garis besar masalah yang dibicarakan dalam disertasi ini, sebagaimana gambaran umum agar dapat digunakan untuk pedoman dalam membahas bab-bab berikutnya. Bab II membahas mengenai syarat-syarat formal dalam penandatanganan saksi pegawai guna menjamin otentitas akta Notaris. Dengan dibahasnya bab permasalahan ini maka akan tergambarkan secara mendalam mengenai makna dan arti pentingnya otentitas akta Notaris, serta syarat-syarat formal dalam penandatanganan saksi instrumentaris. Bab III membahas mengenai akibat hukum tidak dipenuhi syarat-syarat formal penandatanganan saksi instrumentaris. Dengan dibahasnya bab permasalahan ini maka akan tergambarkan secara mendalam mengenai akta Notaris yang batal demi hukum dan/atau dapat dibatalkan, serta akta Notaris yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan. ini. Bab V membahas kesimpulan dan saran dari permasalahan yang dibahas dalam thesis

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guna mendapatkan suatu putusan akhir dalam persidangan diperlukan adanya bahan-bahan mengenai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guna mendapatkan suatu putusan akhir dalam persidangan diperlukan adanya bahan-bahan mengenai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guna mendapatkan suatu putusan akhir dalam persidangan diperlukan adanya bahan-bahan mengenai fakta-fakta. Dengan adanya bahan yang mengenai fakta-fakta itu

Lebih terperinci

BAB I. Kehadiran profesi Notaris sangat dinantikan untuk memberikan

BAB I. Kehadiran profesi Notaris sangat dinantikan untuk memberikan BAB I 1. Latar Belakang Masalah Kehadiran profesi Notaris sangat dinantikan untuk memberikan jaminan kepastian atas transaksi bisnis yang dilakukan para pihak, sifat otentik atas akta yang dibuat oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia ada tata hukum yaitu tata tertib dalam pergaulan hidup

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia ada tata hukum yaitu tata tertib dalam pergaulan hidup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara kita adalah negara hukum, demikianlah makna yang tersirat dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945. Hal ini berarti di negara Indonesia ada tata hukum

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Notaris sebagai pejabat umum yang diangkat oleh negara memiliki kewajiban dan kewenangan yang diatur secara khusus dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AKTA NOTARIIL. Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut acte atau akta

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AKTA NOTARIIL. Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut acte atau akta BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AKTA NOTARIIL 2.1 Pengertian Akta Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut acte atau akta dan dalam bahasa Inggris disebut act atau deed. Secara etimologi menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah mempunyai peran paling pokok dalam setiap perbuatan-perbuatan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah mempunyai peran paling pokok dalam setiap perbuatan-perbuatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Penelitian Seiring dengan perkembangan zaman dan era globalisasi saat ini, peran notaris sebagai pejabat umum pembuat akta yang diakui secara yuridis oleh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada dasarnya segala sesuatu yang dikerjakan oleh seseorang baik dengan sengaja maupun tidak, harus dapat dimintakan pertanggungjawaban terlebih lagi yang berkaitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. 1. Hal itu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. 1. Hal itu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. 1 Hal itu menegaskan bahwa pemerintah menjamin kepastian hukum dalam kehidupan bermasyarakat,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKTA SERTA KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA NOTARIS. A. Pengertian Akta dan Macam-Macam Akta

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKTA SERTA KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA NOTARIS. A. Pengertian Akta dan Macam-Macam Akta BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKTA SERTA KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA NOTARIS A. Pengertian Akta dan Macam-Macam Akta Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut acte atau akta dan dalam bahasa

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH BERDASARKAN PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI DAN KUASA UNTUK MENJUAL YANG DIBUAT OLEH NOTARIS

PELAKSANAAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH BERDASARKAN PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI DAN KUASA UNTUK MENJUAL YANG DIBUAT OLEH NOTARIS PELAKSANAAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH BERDASARKAN PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI DAN KUASA UNTUK MENJUAL YANG DIBUAT OLEH NOTARIS Bambang Eko Mulyono Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Lamongan. ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB II PROSEDUR PENGAMBILAN FOTOKOPI MINUTA AKTA DAN PEMANGGILAN NOTARIS DI INDONESIA

BAB II PROSEDUR PENGAMBILAN FOTOKOPI MINUTA AKTA DAN PEMANGGILAN NOTARIS DI INDONESIA BAB II PROSEDUR PENGAMBILAN FOTOKOPI MINUTA AKTA DAN PEMANGGILAN NOTARIS DI INDONESIA A. Akta Notaris Sebagai Alat Bukti Tertulis Yang Sempurna Lembaga Notariat merupakan lembaga kemasyarakatan yang timbul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bukti dalam ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya

BAB I PENDAHULUAN. bukti dalam ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Hukum perdata mengenal mengenal tentang adanya alat-alat bukti. Alat bukti dalam ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut KUH Perdata)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum maupun perbuatan hukum yang terjadi, sudah barang tentu menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. hukum maupun perbuatan hukum yang terjadi, sudah barang tentu menimbulkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejalan dengan berkembangnya kehidupan manusia dalam bermasyarakat, banyak sekali terjadi hubungan hukum. Hubungan hukum tersebut, baik peristiwa hukum maupun perbuatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menemukan hukum yang akan diterapkan (rechtoepasing) maupun ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. menemukan hukum yang akan diterapkan (rechtoepasing) maupun ditemukan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembuktian adalah tahap yang memiliki peranan penting bagi hakim untuk menjatuhkan putusan. Proses pembuktian dalam proses persidangan dapat dikatakan sebagai sentral

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKTA. Menurut S. J. Fockema Andreae, dalam bukunya Rechts geleerd

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKTA. Menurut S. J. Fockema Andreae, dalam bukunya Rechts geleerd BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKTA A. Pengertian Akta Menurut S. J. Fockema Andreae, dalam bukunya Rechts geleerd Handwoorddenboek, kata akta itu berasal dari bahasa Latin acta yang berarti geschrift 32

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Dalam perkembangan jaman yang semakin maju saat ini membuat setiap orang dituntut untuk senantiasa meningkatkan kualitas diri dan kualitas hidupnya. Salah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan hukum dalam mendukung jalannya roda pembangunan maupun dunia usaha memang sangat penting. Hal ini terutama berkaitan dengan adanya jaminan kepastian hukum.

Lebih terperinci

KEDUDUKAN AKTA OTENTIK SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PERKARA PERDATA. Oleh : Anggun Lestari Suryamizon, SH. MH

KEDUDUKAN AKTA OTENTIK SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PERKARA PERDATA. Oleh : Anggun Lestari Suryamizon, SH. MH MENARA Ilmu Vol. X Jilid 1 No.70 September 2016 KEDUDUKAN AKTA OTENTIK SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PERKARA PERDATA Oleh : Anggun Lestari Suryamizon, SH. MH ABSTRAK Pembuktian merupakan tindakan yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam setiap hubungan hukum kehidupan masyarakat, baik dalam

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam setiap hubungan hukum kehidupan masyarakat, baik dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Akta otentik sebagai alat bukti terkuat dan terpenuh mempunyai peranan penting dalam setiap hubungan hukum kehidupan masyarakat, baik dalam berbagai hubungan bisnis,

Lebih terperinci

KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DI BAWAH TANGAN YANG TELAH MEMPEROLEH LEGALITAS DARI NOTARIS. Oleh : Lusy K.F.R. Gerungan 1

KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DI BAWAH TANGAN YANG TELAH MEMPEROLEH LEGALITAS DARI NOTARIS. Oleh : Lusy K.F.R. Gerungan 1 KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DI BAWAH TANGAN YANG TELAH MEMPEROLEH LEGALITAS DARI NOTARIS Oleh : Lusy K.F.R. Gerungan 1 A. PENDAHULUAN Notaris dengan kewenangan yang diberikan oleh perundang-undangan itu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan perbuatan hukum. Peristiwa hukum pada hekekatnya adalah

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan perbuatan hukum. Peristiwa hukum pada hekekatnya adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia di dalam perjalanan hidupnya pasti akan mengalami peristiwa hukum dan perbuatan hukum. Peristiwa hukum pada hekekatnya adalah kejadian, keadaan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang. (UUPT) modalnya terdiri dari sero-sero atau saham-saham.

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang. (UUPT) modalnya terdiri dari sero-sero atau saham-saham. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT) modalnya terdiri dari sero-sero

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengatur hidup manusia dalam bermasyarakat. Didalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. mengatur hidup manusia dalam bermasyarakat. Didalam kehidupan 11 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial yang hidup berkelompok akan berusaha agar tatanan kehidupan masyarakat seimbang dan menciptakan suasana tertib, damai, dan

Lebih terperinci

BAB II AKTA NOTARIS DAPAT MENJADI BATAL OLEH SUATU PUTUSAN PENGADILAN

BAB II AKTA NOTARIS DAPAT MENJADI BATAL OLEH SUATU PUTUSAN PENGADILAN 28 BAB II AKTA NOTARIS DAPAT MENJADI BATAL OLEH SUATU PUTUSAN PENGADILAN A. Karakter Yuridis Akta Notaris Dalam hukum acara perdata, alat bukti yang sah atau diakui oleh hukum terdiri dari : a. Bukti tulisan;

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasal 1 ayat (3) Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasal 1 ayat (3) Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 1 ayat (3) Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan secara tegas bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara hukum. Prinsip negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Perdata (Burgerlijkrecht) ialah rangkaian peraturan-peraturan

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Perdata (Burgerlijkrecht) ialah rangkaian peraturan-peraturan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum Perdata (Burgerlijkrecht) ialah rangkaian peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dengan orang lain, dengan menitikberatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Notaris sebagai pihak yang bersentuhan langsung dengan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Notaris sebagai pihak yang bersentuhan langsung dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberadaan notaris sangat penting ditengah-tengah masyarakat. Notaris memberikan jaminan kepastian hukum pada masyarakat menyangkut pembuatan akta otentik. Akta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam Pasal 1 ayat (3) menentukan secara tegas bahwa negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. dalam Pasal 1 ayat (3) menentukan secara tegas bahwa negara Republik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam Pasal 1 ayat (3) menentukan secara tegas bahwa negara Republik Indonesia adalah negara hukum. Prinsip

Lebih terperinci

BAB III PERANAN NOTARIS DALAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DENGAN ADANYA SURAT KETERANGAN WARIS

BAB III PERANAN NOTARIS DALAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DENGAN ADANYA SURAT KETERANGAN WARIS BAB III PERANAN NOTARIS DALAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DENGAN ADANYA SURAT KETERANGAN WARIS A. Kedudukan Notaris Pasal 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (UUJN), menyebutkan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum. bukti yang sempurna berkenaan dengan perbuatan hukum di bidang

BAB I PENDAHULUAN. dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum. bukti yang sempurna berkenaan dengan perbuatan hukum di bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Notaris sebagai pejabat umum merupakan salah satu organ Negara yang dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum kepada masyarakat, teristimewa dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN TENTANG DASAR HUKUM TRANSAKSI ELEKTRONIK DI INDONESIA

TINJAUAN TENTANG DASAR HUKUM TRANSAKSI ELEKTRONIK DI INDONESIA Jurnal Hukum, Vol. XIX, No. 19, Oktober 2010: 63-76 ISSN 1412-0887 63 TINJAUAN TENTANG DASAR HUKUM TRANSAKSI ELEKTRONIK DI INDONESIA M. Yusron, MZ SH., MH 1 ABSTRAK Transaksi elektronik diatur dalam KUHPerdata

Lebih terperinci

Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mengetahui kekuatan pembuktian alat bukti

Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mengetahui kekuatan pembuktian alat bukti TINJAUAN TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN PEMERIKSAAN SETEMPAT DALAM PEMERIKSAAN SENGKETA PERDATA ( SENGKETA TANAH ) DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA Febrina Indrasari,SH.,MH Politeknik Negeri Madiun Email: febrinaindrasari@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam keadaan yang sedang dilanda krisis multidimensi seperti yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam keadaan yang sedang dilanda krisis multidimensi seperti yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam keadaan yang sedang dilanda krisis multidimensi seperti yang sedang dialami negara Indonesia sekarang ini, tidak semua orang mampu memiliki sebuah rumah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Negara Republik Indonesia merupakan suatu negara hukum dimana kekuasaan tunduk pada hukum. Hukum mengatur hubungan antara individu yang satu dengan yang lain ataupun

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS LEGALISASI AKTA DI BAWAH TANGAN OLEH NOTARIS AYU RISKIANA DINARYANTI / D

TINJAUAN YURIDIS LEGALISASI AKTA DI BAWAH TANGAN OLEH NOTARIS AYU RISKIANA DINARYANTI / D TINJAUAN YURIDIS LEGALISASI AKTA DI BAWAH TANGAN OLEH NOTARIS AYU RISKIANA DINARYANTI / D 101 10 225 ABSTRAK Kekuatan pembuktian akta di bawah tangan sebagai alat bukti dalam proses persidangan di pengadilan

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENGAKUAN TERGUGAT SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM KASUS PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA SURAKARTA SKRIPSI

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENGAKUAN TERGUGAT SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM KASUS PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA SURAKARTA SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENGAKUAN TERGUGAT SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM KASUS PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA SURAKARTA SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna mencapai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 64 BAB III METODE PENELITIAN Menurut Peter Mahmud, Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi.

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA TEORI. Undang Hukum Perdata tentang Perikatan. Mempunyai sifat sistem terbuka,

BAB III KERANGKA TEORI. Undang Hukum Perdata tentang Perikatan. Mempunyai sifat sistem terbuka, 1 BAB III KERANGKA TEORI A. Perjanjian Hukum tentang Perjanjian diatur dalam buku III Kitab Undang- Undang Hukum Perdata tentang Perikatan. Mempunyai sifat sistem terbuka, maksudnya dalam hukum perikatan/perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia menjadi hal yang tidak terelakkan, terutama dalam memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. manusia menjadi hal yang tidak terelakkan, terutama dalam memenuhi kebutuhan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Pada saat ini dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi maka hubungan antar manusia menjadi hampir tanpa batas, karena pada dasarnya manusia adalah

Lebih terperinci

BAB II. AKTA NOTARIS SEBAGAI AKTA OTENTIK YANG MEMILIKI KESALAHAN MATERIL A. Tinjauan Yuridis Tentang Akta dan Macam-Macam Akta

BAB II. AKTA NOTARIS SEBAGAI AKTA OTENTIK YANG MEMILIKI KESALAHAN MATERIL A. Tinjauan Yuridis Tentang Akta dan Macam-Macam Akta BAB II AKTA NOTARIS SEBAGAI AKTA OTENTIK YANG MEMILIKI KESALAHAN MATERIL A. Tinjauan Yuridis Tentang Akta dan Macam-Macam Akta Akta menurut A.Pitlo merupakan surat yang ditandatangani, diperbuat untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tugas, fungsi dan kewenangan Notaris. Mereka belum bisa membedakan tugas mana

BAB I PENDAHULUAN. tugas, fungsi dan kewenangan Notaris. Mereka belum bisa membedakan tugas mana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagian besar masyarakat Indonesia masih belum faham terhadap pengertian, tugas, fungsi dan kewenangan Notaris. Mereka belum bisa membedakan tugas mana yang menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga Kemasyarakatan yang dikenal sebagai notariat timbul dari

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga Kemasyarakatan yang dikenal sebagai notariat timbul dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lembaga Kemasyarakatan yang dikenal sebagai notariat timbul dari kebutuhan dalam pergaulan sesama manusia, yang menghendaki adanya alat bukti baginya mengenai hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang biak, serta melakukan segala aktifitasnya berada diatas tanah.

BAB I PENDAHULUAN. berkembang biak, serta melakukan segala aktifitasnya berada diatas tanah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah merupakan suatu hal yang erat hubungannya dan tidak bisa dilepaskan dari kehidupan manusia, karena manusia bertempat tinggal, berkembang biak, serta melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan pasal..., Ita Zaleha Saptaria, FH UI, ), hlm. 13.

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan pasal..., Ita Zaleha Saptaria, FH UI, ), hlm. 13. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada alam demokratis seperti sekarang ini, manusia semakin erat dan semakin membutuhkan jasa hukum antara lain jasa hukum yang dilakukan oleh notaris. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh para pihak.

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh para pihak. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam praktik sehari-hari, hubungan antara manusia yang satu dengan manusia yang lain maupun hubungan antara manusia dengan badan hukum atau badan hukum dengan badan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilihat atau diketahui saja, melainkan hukum dilaksanakan atau ditaati. Hukum

BAB I PENDAHULUAN. dilihat atau diketahui saja, melainkan hukum dilaksanakan atau ditaati. Hukum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum bukanlah semata-mata sekedar sebagai pedoman untuk dibaca, dilihat atau diketahui saja, melainkan hukum dilaksanakan atau ditaati. Hukum harus dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan pemerintah. Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban dan

BAB I PENDAHULUAN. dengan pemerintah. Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia merupakan suatu negara hukum dimana kekuasaan tunduk pada hukum. Sebagai negara hukum, maka hukum mempunyai kedudukan paling tinggi dalam pemerintahan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyebutkan dengan tegas, dalam Pasal 1 angka 3, bahwa Indonesia adalah Negara yang berdasarkan

Lebih terperinci

DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016 Website :

DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016 Website : ALAT BUKTI SURAT DALAM PENYELESAIAN PERKARA PERDATA PADA PENGADILAN NEGERI TEMANGGUNG (Studi Kasus Putusan No. 45/Pdt.G/2013/PN Tmg) Abdurrahman Wahid*, Yunanto, Marjo Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas

Lebih terperinci

ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN. berbasiskan internet yaitu pelaksanaan lelang melalui internet.

ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN. berbasiskan internet yaitu pelaksanaan lelang melalui internet. 11 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Pesatnya perkembangan teknologi informasi membawa perubahan pada berbagai sisi kehidupan. Dengan teknologi informasi yang berkembang saat ini, maka memudahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semua akta adalah otentik karena ditetapkan oleh undang-undang dan juga

BAB I PENDAHULUAN. Semua akta adalah otentik karena ditetapkan oleh undang-undang dan juga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semua akta adalah otentik karena ditetapkan oleh undang-undang dan juga karena dibuat oleh atau dihadapan seorang pejabat umum. Tugas dan pekerjaan notaris sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Pasal 1 ayat (3). Hukum merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan

BAB I PENDAHULUAN Pasal 1 ayat (3). Hukum merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara hukum. berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1 ayat (3). Hukum merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat. Keberadaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu alat bukti, maka tulisan tersebut dinamakan akta (acte) 1.

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu alat bukti, maka tulisan tersebut dinamakan akta (acte) 1. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan akan adanya alat bukti tertulis dalam suatu pembuktian di Pengadilan mengakibatkan semua perbuatan hukum yang dilakukan oleh masyarakat yang menyangkut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya peningkatan pendapatan perkapita masyarakat dan. meningkatnya kemajuan tersebut, maka semakin di perlukan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya peningkatan pendapatan perkapita masyarakat dan. meningkatnya kemajuan tersebut, maka semakin di perlukan berbagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan dalam kehidupan perekonomian sangat berkembang pesat beriring dengan tingkat kebutuhan masyarakat yang beraneka ragam ditandai dengan adanya peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sarana dan prasarana lainnya. akan lahan/tanah juga menjadi semakin tinggi. Untuk mendapatkan tanah

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sarana dan prasarana lainnya. akan lahan/tanah juga menjadi semakin tinggi. Untuk mendapatkan tanah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan manusia untuk mencukupi kebutuhan, baik langsung untuk kehidupan seperti bercocok tanam atau tempat tinggal,

Lebih terperinci

TANGAN YANG DILEGALISASI NOTARIS 1 Oleh : Ghita Aprillia Tulenan 2

TANGAN YANG DILEGALISASI NOTARIS 1 Oleh : Ghita Aprillia Tulenan 2 KEDUDUKAN DAN FUNGSI AKTA DI BAWAH TANGAN YANG DILEGALISASI NOTARIS 1 Oleh : Ghita Aprillia Tulenan 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana fungsi akta dibawah tangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan serta penghidupan masyarakat baik dari segi sosial, ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan serta penghidupan masyarakat baik dari segi sosial, ekonomi, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan salah satu sumber alam yang sangat penting bagi kehidupan manusia karena fungsi dan perannya mencakup berbagai aspek kehidupan serta penghidupan

Lebih terperinci

AKTA NOTARIS SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PENYELESAIAN PERKARA PERDATA MISSARIYANI / D ABSTRAK

AKTA NOTARIS SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PENYELESAIAN PERKARA PERDATA MISSARIYANI / D ABSTRAK AKTA NOTARIS SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PENYELESAIAN PERKARA PERDATA MISSARIYANI / D 101 10 630 ABSTRAK Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik mengenal semua perbuatan, perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembuatan akta pemberian hak tanggungan atas tanah. 3 Dalam pengelolaan bidang

BAB I PENDAHULUAN. pembuatan akta pemberian hak tanggungan atas tanah. 3 Dalam pengelolaan bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelaksanaan tanah diselenggarakan atas dasar peraturan perundangundangan tertentu, yang secara teknis menyangkut masalah pengukuran, pemetaan dan pendaftaran peralihannya.

Lebih terperinci

KEDUDUKAN ALAT BUKTI TULISAN TERHADAP PENYELESAIAN PERKARA DI PENGADILAN. Rosdalina Bukido. Abstrak

KEDUDUKAN ALAT BUKTI TULISAN TERHADAP PENYELESAIAN PERKARA DI PENGADILAN. Rosdalina Bukido. Abstrak KEDUDUKAN ALAT BUKTI TULISAN TERHADAP PENYELESAIAN PERKARA DI PENGADILAN Rosdalina Bukido Abstrak Pembuktian merupakan salah satu aspek yang sangat penting didatangkan dan disiapkan oleh para pihak (Penggugat

Lebih terperinci

BAB IV. Putusan Pengadilan Agama Malang No.0758/Pdt.G/2013 Tentang Perkara. HIR, Rbg, dan KUH Perdata atau BW. Pasal 54 Undang-undang Nomor 7

BAB IV. Putusan Pengadilan Agama Malang No.0758/Pdt.G/2013 Tentang Perkara. HIR, Rbg, dan KUH Perdata atau BW. Pasal 54 Undang-undang Nomor 7 BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PENGAKUAN SEBAGAI UPAYA PEMBUKTIAN DALAM PUTUSAN PENGADILAN AGAMA MALANG NO. 0758/PDT.G/2013 TENTANG PERKARA CERAI TALAK A. Analisis Yuridis Terhadap Pengakuan Sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. zoon politicon, yakni sebagai makhluk yang pada dasarnya. selalu mempunyai keinginan untuk berkumpul dengan manusia-manusia lainnya

BAB I PENDAHULUAN. zoon politicon, yakni sebagai makhluk yang pada dasarnya. selalu mempunyai keinginan untuk berkumpul dengan manusia-manusia lainnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam dunia filsafat, para filosof, khususnya Aristoteles menjuluki manusia dengan zoon politicon, yakni sebagai makhluk yang pada dasarnya selalu mempunyai keinginan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terikat di dalamnya. Menurut Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,

BAB I PENDAHULUAN. yang terikat di dalamnya. Menurut Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan akan adanya alat bukti tertulis dalam suatu pembuktian di persidangan mengakibatkan setiap perbuatan hukum masyarakat yang menyangkut pihak-pihak sebaiknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di dalam perkembangan kehidupan masyarakat saat ini suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di dalam perkembangan kehidupan masyarakat saat ini suatu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam perkembangan kehidupan masyarakat saat ini suatu perjanjian tertulis merupakan hal yang sangat penting dan dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari, hal ini

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia, Suatu Penjelasan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993 hlm. 23

PENDAHULUAN. R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia, Suatu Penjelasan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993 hlm. 23 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945). Sebagai negara hukum pemerintah negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dibuat oleh pihak bank. Salah satu persyaratan yang wajib dipenuhi dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang dibuat oleh pihak bank. Salah satu persyaratan yang wajib dipenuhi dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fasilitas kredit sangat diperlukan bagi masyarakat untuk memperoleh dana dari pihak pemberi pinjaman seperti bank dengan berbagai peruntukan baik itu modal usaha maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tetapi hakikat profesinya menuntut agar bukan nafkah hidup itulah yang

BAB I PENDAHULUAN. tetapi hakikat profesinya menuntut agar bukan nafkah hidup itulah yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Profesi hukum termasuk didalamnya profesi Notaris, merupakan suatu profesi khusus yang sama dengan profesi luhur lainnya yakni profesi dalam bidang pelayanan kesehatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan yang harus dipenuhi, seperti kebutuhan akan sandang, pangan, dan papan.dalam usaha untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 25 BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Hukum perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia peraturan mengenai notaris dicantumkan dalam Reglement op het

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia peraturan mengenai notaris dicantumkan dalam Reglement op het BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lembaga kenotariatan telah dikenal sejak jaman penjajahan Belanda. Hal ini dibuktikan dengan catatan sejarah yang termuat dalam beberapa buku saat ini. Di Indonesia

Lebih terperinci

KEKUATAN YURIDIS METERAI DALAM SURAT PERJANJIAN

KEKUATAN YURIDIS METERAI DALAM SURAT PERJANJIAN KEKUATAN YURIDIS METERAI DALAM SURAT PERJANJIAN Oleh : Komang Kusdi Wartanaya Nyoman A. Martana Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT: This paper entitled Juridical Power of Seal on

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih tetap berlaku sebagai sumber utama. Unifikasi hak-hak perorangan atas

BAB I PENDAHULUAN. masih tetap berlaku sebagai sumber utama. Unifikasi hak-hak perorangan atas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) pada tanggal 24 September 1960, telah terjadi perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti jual beli, hibah, dan lain-lain yang menyebabkan adanya peralihan hak milik

BAB I PENDAHULUAN. seperti jual beli, hibah, dan lain-lain yang menyebabkan adanya peralihan hak milik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kepemilikan terhadap harta benda baik bergerak maupun tidak bergerak diatur secara komplek dalam hukum di Indonesia. Di dalam hukum perdata, hukum adat maupun

Lebih terperinci

Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut UUJN) disebutkan bahwa y

Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut UUJN) disebutkan bahwa y PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara hukum yang mempunyai berbagai macam profesi yang bergerak di bidang hukum. Profesi di bidang hukum merupakan suatu profesi yang ilmunya

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. III/No. 2/Apr-Jun/2015

Lex Privatum, Vol. III/No. 2/Apr-Jun/2015 KAJIAN YURIDIS PELANGGARAN NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA AUTENTIK MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 JO. UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 1 Oleh : Cicilia R. S. L. Tirajoh 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Institusi keuangan mempunyai peranan yang sangat penting karena melalui

BAB I PENDAHULUAN. Institusi keuangan mempunyai peranan yang sangat penting karena melalui 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum islam merupakan bagian dalam tata hukum di Indonesia dimana bagi setiap muslim diwajibkan untuk menerapkan aturan yang telah ditentukan oleh Allah SWT termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran, BAB I PENDAHULUAN Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran, perkawinan, dan kematian. Dengan adanya kelahiran maka berakibat pada timbulnya hak dan kewajban baik dari

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perikatan merupakan hubungan hukum yang tercipta karena adanya peristiwa

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perikatan merupakan hubungan hukum yang tercipta karena adanya peristiwa 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian dan Syarat Sah Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Perikatan merupakan hubungan hukum yang tercipta karena adanya peristiwa hukum antara para pihak yang melakukan perjanjian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum, pernyataan tersebut diatur di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, Pasal 1 ayat (3). Sebagai konsekuensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyangkut pihak-pihak sebaiknya dituangkan dalam suatu surat yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. menyangkut pihak-pihak sebaiknya dituangkan dalam suatu surat yang memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan adanya alat bukti tertulis dalam suatu pembuktian di persidangan mengakibatkan setiap perbuatan hukum masyarakat yang menyangkut pihak-pihak sebaiknya

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 41 III. METODE PENELITIAN Penelitian merupakan kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran, secara sistematis, metodologis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kehadiran profesi Notaris sangat dinantikan untuk memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Kehadiran profesi Notaris sangat dinantikan untuk memberikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehadiran profesi Notaris sangat dinantikan untuk memberikan jaminan kepastian atas transaksi bisnis yang dilakukan para pihak, sifat otentik atas akta yang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian normatif (dokcrinal research) yaitu

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian normatif (dokcrinal research) yaitu III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini adalah penelitian normatif (dokcrinal research) yaitu penelitian hukum dengan mengkaji bahan-bahan hukum, baik bahan hukum primer maupun bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Didalam kehidupan masyarakat yang serba kompleks setiap individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Didalam kehidupan masyarakat yang serba kompleks setiap individu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Didalam kehidupan masyarakat yang serba kompleks setiap individu mempunyai aneka ragam warna kepentingan yang harus dipenuhi dalam rangka memenuhi kebutuhan,

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. VI/No. 5/Jul/2017. KEKUATAN PEMBUKTIAN SURAT MENURUT HUKUM ACARA PERDATA 1 Oleh: Fernando Kobis 2

Lex Crimen Vol. VI/No. 5/Jul/2017. KEKUATAN PEMBUKTIAN SURAT MENURUT HUKUM ACARA PERDATA 1 Oleh: Fernando Kobis 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN SURAT MENURUT HUKUM ACARA PERDATA 1 Oleh: Fernando Kobis 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana pengaturan bukti surat menurut Hukum Acara Perdata

Lebih terperinci

BAB II PROSEDUR PEMBUATAN AKTA KEPUTUSAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM

BAB II PROSEDUR PEMBUATAN AKTA KEPUTUSAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM BAB II PROSEDUR PEMBUATAN AKTA KEPUTUSAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM A. Bentuk-bentuk Rapat Umum Pemegang Saham dan Pengaturannya 1. Akta Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham Notaris yang hadir dalam pelaksanaan

Lebih terperinci

Heru Guntoro. Perjanjian Sewa Menyewa

Heru Guntoro. Perjanjian Sewa Menyewa Heru Guntoro. Perjanjian Sewa Menyewa... 473 Kewajiban pihak yang satu adalah menyerahkan barangnya untuk dinikmati oleh pihak yang lain, sedangkan kewajiban pihak yang terakhir ini adalah membayar harga

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. III/No. 4/Mei/2015. AKIBAT HUKUM BAGI NOTARIS DALAM PELANGGARAN PENGGANDAAN AKTA 1 Oleh: Reinaldo Michael Halim 2

Lex et Societatis, Vol. III/No. 4/Mei/2015. AKIBAT HUKUM BAGI NOTARIS DALAM PELANGGARAN PENGGANDAAN AKTA 1 Oleh: Reinaldo Michael Halim 2 AKIBAT HUKUM BAGI NOTARIS DALAM PELANGGARAN PENGGANDAAN AKTA 1 Oleh: Reinaldo Michael Halim 2 ABSTRAK Dilakukannya penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah akibat hukum bagi notaris dalam pelanggaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun hukum tidak tertulis. Hukum yang diberlakukan selanjutnya akan

BAB I PENDAHULUAN. maupun hukum tidak tertulis. Hukum yang diberlakukan selanjutnya akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki sistem hukum. Dalam menjalani kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara hal yang sangat diperlukan adalah ditegakkannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hukum waris perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, termasuk

BAB I PENDAHULUAN. Hukum waris perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, termasuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum waris perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, termasuk dalam lapangan atau bidang hukum perdata. Semua cabang hukum yang termasuk dalam bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satunya yaitu membeli dari lelang. Perihal lelang diatur dalam Peraturan

BAB I PENDAHULUAN. salah satunya yaitu membeli dari lelang. Perihal lelang diatur dalam Peraturan BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Hak milik atas sesuatu barang dapat diperoleh dari berbagai macam cara, salah satunya yaitu membeli dari lelang. Perihal lelang diatur dalam Peraturan Lelang Peraturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) saat ini, membuat masyarakat tidak

BAB I PENDAHULUAN. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) saat ini, membuat masyarakat tidak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bertambahnya jumlah pejabat umum yang bernama Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) saat ini, membuat masyarakat tidak asing lagi dengan keberadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam kegiatannya untuk memenuhi kehidupan sehari-hari tidak

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam kegiatannya untuk memenuhi kehidupan sehari-hari tidak 1 A. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN Manusia dalam kegiatannya untuk memenuhi kehidupan sehari-hari tidak lepas dari keterikatan dengan sesamanya. Setiap individu mempunyai kehendak dan kepentingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khusus (benoemd) maupun perjanjian umum (onbenoemd) masih berpedoman

BAB I PENDAHULUAN. khusus (benoemd) maupun perjanjian umum (onbenoemd) masih berpedoman 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sampai sekarang pembuatan segala macam jenis perjanjian, baik perjanjian khusus (benoemd) maupun perjanjian umum (onbenoemd) masih berpedoman pada KUH Perdata,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan tanah hak kepada pihak lain untuk selama-lamanya (hak atas tanah

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan tanah hak kepada pihak lain untuk selama-lamanya (hak atas tanah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia diciptakan oleh Allah SWT sebagai makhluk sosial, yaitu makhluk yang hidup dengan saling berdampingan satu dengan yang lainnya, saling membutuhkan dan saling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial, tidak akan lepas dari apa yang dinamakan dengan tanggung jawab.

BAB I PENDAHULUAN. sosial, tidak akan lepas dari apa yang dinamakan dengan tanggung jawab. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Kebijakan pemerintah terhadap jabatan notaris, bahwa Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan UUD Negara R.I. tahun 1945

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan perikatan yang terkait dengan kehidupan sehari-hari dan juga usaha

BAB I PENDAHULUAN. dengan perikatan yang terkait dengan kehidupan sehari-hari dan juga usaha 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Kehadiran notaris sebagai pejabat publik adalah jawaban dari kebutuhan masyarakat akan kepastian hukum atas setiap perikatan yang dilakukan, berkaitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai sesuatu hak atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai sesuatu hak atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai sesuatu hak atau menunjuk pada suatu peristiwa, diwajibkan membuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut, sebagaimana

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. III/No. 2/Apr-Jun/2015. KEKUATAN AKTA DI BAWAH TANGAN SEBAGAI ALAT BUKTI DI PENGADILAN 1 Oleh : Richard Cisanto Palit 2

Lex Privatum, Vol. III/No. 2/Apr-Jun/2015. KEKUATAN AKTA DI BAWAH TANGAN SEBAGAI ALAT BUKTI DI PENGADILAN 1 Oleh : Richard Cisanto Palit 2 KEKUATAN AKTA DI BAWAH TANGAN SEBAGAI ALAT BUKTI DI PENGADILAN 1 Oleh : Richard Cisanto Palit 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui apa yang menjadi dasar pembuatan akta

Lebih terperinci

KAJIAN HUKUM PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUS PERKARA SENGKETA TANAH AKIBAT PERBUATAN MELAWAN HUKUM

KAJIAN HUKUM PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUS PERKARA SENGKETA TANAH AKIBAT PERBUATAN MELAWAN HUKUM KAJIAN HUKUM PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUS PERKARA SENGKETA TANAH AKIBAT PERBUATAN MELAWAN HUKUM (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta Nomor: 91/Pdt.G/2009/PN.Ska) Oleh : Dyah Kristiani (12100038)

Lebih terperinci