PENGGUNAAN UNSUR FIKSI DALAM BUKU JURNALISME SASTRAWI: ANTOLOGI LIPUTAN MENDALAM DAN MEMIKAT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGGUNAAN UNSUR FIKSI DALAM BUKU JURNALISME SASTRAWI: ANTOLOGI LIPUTAN MENDALAM DAN MEMIKAT"

Transkripsi

1 PENGGUNAAN UNSUR FIKSI DALAM BUKU JURNALISME SASTRAWI: ANTOLOGI LIPUTAN MENDALAM DAN MEMIKAT Nurul Komariyah*) Roekhan*) Moch. Syahri*) Universitas Negeri Malang, Jln. Semarang 5 Malang. ABSTRACT: This research is intended to (1) provide the use of fictional elements in the writing of news text, (2) describes the functions of the use fictional elements in the writing of news text. This research is literature review with approach of text analysis. Data is collected from units of speech cited from the texts reflecting fictional elements and their functions. The result of the research comprises two main issues as follows: (1) there are six fictional elements, namely event, flow, characters and characterizations, setting, point of view, and dialogue used by journalists to write news in many ways, and (2) there are three functions in the use of fictional elements in news text, namely to clarify and emphasize the topic, to strengthen the dramatic value in delivering the news, and to liven up the readers imagination. Keywords: fictional elements, literary journalism, report anthology. ABSTRAK: Penelitian ini bertujuan untuk (1) memerikan penggunaan unsur-unsur fiksi pada penulisan teks berita, (2) mendeskripsikan fungsi penggunaan unsur-unsur fiksi pada teks berita. Penelitian ini merupakan penelitian kajian pustaka dengan pendekatan analisis teks. Data dikumpulkan dari unit-unit tuturan yang dikutip dari teks yang mencerminkan unsur fiksi dan fungsinya. Hasil penelitian adalah: (1) terdapat enam unsur fiksi yakni peristiwa, alur, tokoh penokohan, setting, sudut pandang dan dialog yang digunakan jurnalis untuk menulis berita dengan berbagai cara, (2) terdapat tiga fungsi penggunaan unsur fiksi dalam teks berita yaitu untuk memperjelas dan mempertegas topik, untuk menguatkan nilai dramatis pengisahan berita, dan untuk menghidupkan imajinasi pembaca. Kata kunci: unsur fiksi, jurnalisme sastra, antologi liputan. Berita merupakan suatu laporan yang berdasarkan fakta dan obyektifitas. Berita berbeda dengan opini yang bertumpu pada pendapat pribadi penulis. Berita juga berbeda dengan karya fiksi seperti novel atau cerpen yang di dalamnya memasukkan unsur imajinasi, sesuatu yang bukan fakta. Untuk membedakannya dengan karya fiksi, jurnalisme mematok standar baku bagi penyusunan berita yakni pedoman 5W dan 1H dengan pola piramida terbalik. Berita-berita model konvensional seperti straight news selalu ditampilkan dengan pola baku seperti itu. Penulisan berita yang lebih longgar dan tidak kaku dapat dilihat pada penulisan feature. Secara khusus feature adalah tulisan yang semata-mata berdasarkan daya pikat manusiawi (human interest) yang tidak terlalu terikat pada tata penulisan baku yang kaku seperti yang berlaku dalam berita lempang (Sumadiria, 2008:152). Penulisan feature yang tidak kaku tersebut membuat penyajian berita menjadi lebih menghibur. Hal tersebut dikarenakan feature menyajikan tema yang lebih menekankan pada aspek kemanusiaan dan ditulis seperti layaknya sebuah cerita. Menurut Ishwara (2005:60) feature yang baik adalah karya seni yang kreatif, namun faktual. Feature bukan fiksi. Ia menggali suatu peristiwa atau situasi dan menata informasi ke dalam suatu cerita yang menarik dan logis. Feature akan membuat pembacanya tertawa atau terharu, geram atau menarik napas panjang. *) Nurul Komariyah adalah Mahasiswa Jurusan Sastra Indonesia 2008 Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang. *) Roekhan adalah dosen Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang. *) Moch. Syahri adalah dosen Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang.

2 Teknik penulisan berita dengan lebih longgar melalui feature yang membuat berita bercerita kepada pembaca kemudian berkembang ke arah yang lebih dalam lagi. Perkembangan tersebut terjadi pada pertengahan tahun 1960-an di Amerika. Feature telah menjembatani hadirnya sebuah genre baru dalam jurnalisme, yakni jurnalisme sastra. Hal tersebut selaras dengan pernyataan Wolfe (dalam Kurnia, 2002:230) yang mengatakan bahwa feature mengandung nilai human interest dan warna cerita (colour story) yang sangat kaya, itulah sebabnya jurnalisme sastra memulainya lewat feature. Jurnalisme sastra menyajikan berita dengan gaya yang lebih naratif lagi. Tidak hanya itu, jurnalisme sastra juga mengadopsi gaya-gaya yang kerap dipakai dalam prosa fiksi dalam membingkai berita yang lebih lentur. Dalam penulisannya, jurnalisme sastra menggunakan dialog, karakter, setting, sudut pandang, bahkan gaya bahasa yang dileburkan dalam narasi. Meski menggunakan unsur-unsur pembangun prosa fiksi, jurnalisme sastra tetaplah berita yang berpegang teguh pada fakta. Harsono, dkk (2005: xii) mengatakan bahwa jurnalisme menyucikan fakta. Walau pakai kata dasar sastra tapi ia tetap jurnalisme. Setiap detail harus berupa fakta. Nama-nama orang adalah nama sebenarnya. Tempat juga memang nyata. Kejadian benar-benar kejadian. Jika merah maka ditulis merah, dan jika hitam juga harus ditulis hitam. Astraatmadja (dalam Kurnia, 2002: xxii) menuturkan, jurnalisme sastra pada awal perkembangannya di Amerika Serikat, hampir setengah abad yang silam, telah membebaskan media pers cetak dari stagnasi akibat persaingan yang ketat dengan siaran televisi yang lebih menarik dan lebih hidup. Jurnalisme kesastraan waktu itu memberikan pencerahan kepada para wartawan, dengan memperkenalkan gaya penulisan bertutur untuk reportase human interest yang sangat rinci. Suatu gaya peliputan dan pelaporan jurnalistik yang telah memperkaya jurnalisme. Dari penjelasan ini dapat diketahui bahwa untuk bersaing dengan media elektronik yang mengandalkan kecepatan, media cetak harus bergerak dinamis dan melakukan inovasi, yakni dengan menyuguhkan berita yang mendalam dengan teknik yang tidak membosankan. Disinilah jurnalisme sastra turut andil dalam pergerakan inovasi tersebut, yakni menghadirkan teknik penulisan fiksi untuk menulis laporan berita yang lebih panjang, dalam, dan menyentuh. Perkembangan jurnalisme sastra juga terjadi di Indonesia, meski tidak terlalu pesat. Di Indonesia, majalah berita Tempo adalah yang pertama menggunakan gaya penyajian sastra dalam penulisan jurnalisme. Pada tahun 1970-an, majalah ini tampil menyegarkan dunia jurnalistik di Indonesia (Kurnia, 2002:171). Salah satu wartawan Indonesia yang kerap memperkenalkan jurnalisme sastra adalah Andreas Harsono. Pada Maret 2001, Andreas dan rekan-rekannya di majalah Pantau mencoba menghadirkan berita-berita yang dikemas dengan teknik baru ini. Meski akhirnya harus terhenti karena kendala keuangan, tetapi setidaknya dari sana muncul sebuah buku yang menarik, berjudul Jurnalisme Sastrawi: Antologi Liputan Mendalam dan Memikat, yang menjadi bahan dalam penelitian ini. Ada delapan penulis yang mengisi buku ini dari hasil reportase mereka masing-masing. Harsono, dkk (2005: xviii) mengatakan bahwa delapan cerita yang dimuat antologi ini adalah hasil kerja majalah Pantau antara 2001 dan Ketertarikan peneliti untuk mengaji buku ini mengacu pada dua hal. Pertama, peneliti tertarik dengan genre jurnalisme sastra, dan ingin mempelajari serta mendalaminya secara lebih komprehensif. Ketertarikan peneliti disebabkan oleh kekaguman terhadap berita jurnalisme sastra yang bisa menggabungkan kaidah sastra dan elemen jurnalistik menjadi sebuah tulisan yang indah serta berkualitas. Fiksi yang berdasarkan imajinasi dan rekaan, sementara jurnalistik (berita) yang menjunjung tinggi fakta ternyata mampu dileburkan menjadi satu. Dengan tetap memegang teguh prinsip-prinsip seperti faktual, obyektifitas, dan akurasi, karya jurnalistik menjadi lebih enak dibaca dengan mengambil unsur-unsur pembangun prosa rekaan. Berita menjadi tidak membosankan sebab telah menjadi semacam

3 karya seni yang mencerahkan pembacanya. Kedua, buku ini merupakan buku antologi liputan jurnalisme sastra yang pertama kali diterbitkan di Indonesia. Berisi delapan liputan dengan gaya sastra dari delapan penulis yang berbeda. Dari delapan karya ini, bisa dipelajari dan dianalisis bagaimana para penulisnya menggunakan teknik penulisan fiksi dalam reportase jurnalisme sastra. Tujuan penelitian adalah memerikan penggunaan unsur fiksi pada penulisan teks-teks berita dalam buku Jurnalisme Sastrawi: Antologi Liputan Mendalam dan Memikat, serta mendeskripsikan fungsi penggunaan unsur fiksi pada teks-teks berita dalam buku Jurnalisme Sastrawi: Antologi Liputan Mendalam dan Memikat. METODE Penelitian ini merupakan penelitian kajian pustaka dengan pendekatan analisis teks. Artinya, penelitian ini menganalisis teks yang terkandung dalam buku Jurnalisme Sastrawi: Antologi Liputan Mendalam dan Memikat dengan menggunakan sumber-sumber pustaka yang berkaitan dengan yang akan dianalisis. Penelitian ini mendeskripsikan atau menggambarkan cara-cara yang dipakai jurnalis dalam mengemas unsur fiksi ke dalam liputannya dan apa fungsi penggunaan unsur fiksi tersebut pada berita, kemudian menganalisis dan menafsirkan data yang ada. Pendekatan dalam penelitian ini digunakan untuk menelaah isi dari suatu dokumen, yang dalam hal ini dokumen yang dimaksud adalah buku Jurnalisme Sastrawi: Antologi Liputan Mendalam dan Memikat. Data dalam penelitian ini berupa paparan verbal bahasa atau idiografis. Artinya, data dalam penelitian ini adalah unit-unit tuturan yang dikutip dari teks yang mencerminkan unsur fiksi dan fungsinya yang diperoleh dari dialog, monolog, serta narasi dalam buku Jurnalisme Sastrawi: Antologi Liputan Mendalam dan Memikat. Sumber data penelitian ini adalah buku Jurnalisme Sastrawi: Antologi Liputan Mendalam dan Memikat, cetakan pertama yang diterbitkan oleh Yayasan Pantau pada Oktober, Antologi ini memuat delapan liputan dengan delapan penulis yang berbeda. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa tabel panduan studi dokumentasi. Prosedur pengumpulan data dilakukan peneliti dengan membaca secara kritis, teliti dan cermat teks-teks berita dalam buku Jurnalisme Sastrawi: Antologi Liputan Mendalam dan Memikat. Pembacaan ini dilakukan secara berulang-ulang dengan melibatkan pengetahuan yang dimiliki oleh peneliti. Kegiatan ini bertujuan untuk memahami dan mendapatkan kembali unsur-unsur fiksi serta fungsinya dalam teks berita. Selanjutnya, peneliti membaca sekali lagi buku Jurnalisme Sastrawi: Antologi Liputan Mendalam dan Memikat yang menjadi sumber data untuk memberi tanda/kode bagian-bagian wacana yang diangkat menjadi korpus data pemakaian unsur fiksi untuk dianalisis lebih lanjut. Untuk membedakan setiap jenis data, digunakan tanda/kode yang berbeda. Analisis data dimulai dengan tahapan identifikasi, pengkodean, pengelompokan, interpretasi, dan penarikan kesimpulan. Pengecekan keabsahan data dilakukan peneliti dengan dua kegiatan, yaitu membaca teks-teks berita yang diteliti secara berulang-ulang untuk menemukan data yang akurat sesuai dengan masalah yang akan dikaji, dan mendiskusikan serta mengonsultasikan hasil atau temuan penelitian secara rutin kepada pembimbing.

4 HASIL PENELITIAN Penggunaan Unsur Fiksi Dalam Penulisan Teks Berita Penggambaran peristiwa yang digunakan jurnalis dalam penelitian ini ditemukan ada dua cara. Pertama, penggambaran peristiwa dengan cara mendeskripsikan adegan. Adegan tersusun dari fakta yang diperoleh jurnalis lewat wawancara dengan berbagai narasumber. Narasumber yang diwawancarai dapat berjumlah sangat banyak, sehingga beberapa dari narasumber tersebut diharap dapat mengungkapkan adegan yang terjadi dari suatu peristiwa. Cara kedua yang digunakan jurnalis untuk menggambarkan peristiwa adalah dengan menarasikan berbagai peristiwa yang terjadi dalam laporan yang diberitakannya. Cara narasi digunakan jurnalis dengan menyertakan unsur-unsur yang harus selalu ada dalam narasi seperti kejadian, urutan kejadian, setting, dan pelaku. Untuk menggambarkan jalannya peristiwa dalam berita jurnalisme sastra, ada jurnalis yang memakai alur maju, alur mundur, dan ada pula yang memakai alur campuran. Alur maju digambarkan dengan cara pengurutan sebab-akibat. Penjabaran dari sebab ke akibat membuat alur tersusun secara kronologis, lurus dan urut dari peristiwa pertama hingga peristiwa terakhir. Itulah sebabnya dikatakan alur maju. Sebab dapat bertindak sebagai waktu lampau, sedangkan akibat sebagai waktu kini. Alur mundur (flashback) digambarkan dengan cara pengurutan akibat-sebab. Di bagian awal kisah berita, pembaca tidak diberi tahu apa penyebab yang menjadi pemicu dari konflik yang tengah diberitakan. Di bagian tengah hingga akhir berita, jurnalis kemudian membuat kisah mundur ke masa lalu untuk menceritakan sebab dari akibat yang telah diceritakan pada bagian awal berita. Sementara itu untuk alur campuran, digambarkan dengan cara membolak-balik susunan sebab dan akibat. Penggunaan alur campuran dalam teks berita jurnalisme sastra terlihat lebih fleksibel. Jurnalis dapat menyusun jalan cerita dari suatu berita dengan bebas. Rangkaian cerita dalam berita dapat meloncat-loncat, sesuai kemauan dan kreatifitas jurnalis. Hal ini berbeda dengan pemakaian alur maju yang hanya ditampilkan dengan cara sebab-akibat yang berarti masa lampau ke masa kini. Begitu pula dengan alur mundur yang dinyatakan dengan cara akibatsebab yang berarti masa kini ke masa lampau. Pada alur campuran, jurnalis dapat menata cerita dari beritanya dari urutan yang bisa dibolak-balik. Bisa dimulai dari akibat-sebabakibat yang berarti masa kini ke masa lampau kemudian kembali lagi ke masa kini, atau sesuai keinginannya. Tokoh-tokoh dalam berita jurnalisme sastra ditampilkan dengan cara menyebut semua nama orang yang terlibat atau yang terkait dengan peristiwa yang tengah diberitakan. Oleh karena itu, dalam satu berita saja bisa terdapat puluhan tokoh. Tokoh-tokoh tersebut ada yang bertindak sebagai pelaku peristiwa, korban dari peristiwa, saksi mata dari peristiwa, maupun narasumber yang dianggap berkompeten untuk memberikan komentar dari peristiwa yang diangkat. Semua tokoh-tokoh tersebut dimasukkan dalam berita dan dituliskan namanya, meskipun tokoh tersebut hanya muncul satu kali saja. Penokohan yang digambarkan jurnalis ditempuh dengan dua cara, yakni secara eksposisi dan secara dramatik. Jurnalis mengungkapkan secara eksplisit watak tokoh dalam penokohan secara eksposisi dan mengungkapkannya secara implisit ketika menggambarkan penokohan secara dramatik. Terdapat tiga macam setting yang digunakan jurnalis dalam teks-teks berita jurnalisme sastra, yakni setting tempat, setting waktu, dan setting suasana. Setting tempat dan setting suasana digunakan dengan cara mendeskripsikan suatu tempat atau lokasi dan suasana tertentu. Setting tempat dideskripsikan dengan melibatkan kesan indera berupa indera penglihatan dan indera penciuman. Setting suasana dideskripsikan dengan melibatkan kesan indera berupa indera penglihatan, indera penciuman, dan indera pendengaran. Sementara itu setting waktu digunakan dengan cara menyebutkan hari, tanggal, bulan, tahun, bahkan jam terjadinya suatu peristiwa. Setting pada berita jurnalisme sastra berhubungan erat dengan

5 penggunaan detail. Detail inilah yang memberikan kekuatan pada berita jurnalisme sastra sehingga laporan yang dihasilkan bisa sarat dengan informasi yang mendalam. Sudut pandang yang digunakan jurnalis untuk mengisahkan beritanya ada tiga macam, yaitu sudut pandang orang pertama, sudut pandang orang ketiga, dan sudut pandang campuran. Sudut pandang orang pertama dengan cara menyebut saya sebagai tokoh utama. Saya merujuk pada diri si jurnalis sendiri. Jurnalis mengisahkan beritanya dari sudut penceritaannya sendiri. Hal ini tidak menjadi masalah karena jurnalis menjadi salah satu pelaku dalam peristiwa yang tengah diberitakan. Jurnalis menjadi orang yang mengikuti dan menjalani secara langsung peristiwa tersebut. Selain itu, penggunaan sudut pandang orang pertama ini tetap disertai berbagai bukti dan fakta. Salah satu bukti dan fakta tersebut diperoleh jurnalis dari wawancara dengan narasumber. Sudut pandang orang ketiga digunakan jurnalis dengan cara menyebut nama-nama tokoh dalam berita, yang diselingi variasi kata ganti dia dan mereka sebagai tokoh utama dan tokoh sampingan. Dalam sudut pandang orang ketiga ini, jurnalis sama sekali tidak memasukkan dirinya sebagai saya dalam peristiwa yang diberitakan. Sementara sudut pandang campuran digunakan dengan cara menggabungkan sudut pandang orang ketiga dan sudut pandang orang pertama. Jurnalis menyebut dirinya sebagai saya, dan menyebut tokoh-tokoh berita dengan nama serta kata ganti dia, mereka sebagai tokoh utama maupun tokoh tambahan. Saya muncul ketika menceritakan sesi wawancara, ketika menyatakan pengalaman yang berkaitan dengan peristiwa yang diberitakan, dan ketika memberikan analisis terhadap peristiwa. Penggunaan dialog oleh jurnalis dalam penelitian ini ditemukan ada tiga cara. Pertama, penggunaan dialog dengan cara menampilkan perdebatan antartokoh. Perbedaan pendapat antara beberapa tokoh yang berujung pada sebuah perdebatan dituliskan jurnalis dalam bentuk dialog dan percakapan yang cukup panjang. Kedua, penggunaan dialog dengan cara menampilkan wawancara jurnalis dengan narasumber. Jurnalis mengutip dialog atau percakapan wawancaranya dengan beberapa narasumber. Ketiga, penggunaan dialog dengan cara menampilkan emosi para tokoh berita. Emosi beberapa tokoh berita yang mengumpat, berteriak, untuk mengungkapkan kekesalan atau kejengkelan juga dikutip jurnalis dalam sebuah dialog. Fungsi Penggunaan Unsur Fiksi Dalam Penulisan Teks Berita Terdapat tiga fungsi penggunaan unsur fiksi dalam penulisan teks berita yang ditemukan dalam penelitian ini. Fungsi pertama adalah untuk memperjelas dan mempertegas topik yang tengah diterangkan oleh jurnalis. Fungsi tersebut ada pada unsur fiksi berupa dialog. Topik utama yang tengah diceritakan jurnalis dalam beritanya semakin terlihat jelas dengan menampilkan dialog antara beberapa tokoh berita yang membuat adanya titik tekan pada topik utama. Fungsi dari pemakaian unsur fiksi yang kedua adalah untuk menguatkan nilai dramatis pengisahan berita. Fungsi tersebut ada pada unsur fiksi berupa dialog. Nilai dramatis dihasilkan dari dialog beberapa tokoh yang diucapkan dengan intonasi tinggi dan membawa nuansa yang penuh dengan emosi sebagai klimaks. Hal ini membuat pengisahan berita menjadi dramatis dan berpotensi untuk membangkitkan emosi pembaca. Fungsi dari pemakaian unsur fiksi yang ketiga adalah untuk menghidupkan imajinasi pembaca. Fungsi ini ada pada penggunaan unsur fiksi berupa pendeskripsian adegan dari suatu peristiwa, pendeskripsian setting tempat, dan pendeskripsian setting suasana. Deskripsi dapat membuat peristiwa, tempat, dan suasana yang sedang diberitakan oleh jurnalis menjadi lebih hidup karena dapat menyeret imajinasi pembaca. Pembaca dapat membayangkan dan merasakan sendiri segala hal yang digambarkan. Deskripsi yang melibatkan indera pendengaran dapat membuat pembaca seolah-olah mendengar sendiri bunyi dan suara yang digambarkan. Deskripsi yang melibatkan indera penciuman membuat pembaca seolah-olah

6 dapat mencium bau atau aroma yang digambarkan. Sementara itu deskripsi yang melibatkan indera penglihatan membuat pembaca seolah-olah dapat melihat atau menyaksikan sendiri peristiwa yang diberitakan oleh jurnalis. PEMBAHASAN Adegan yang digunakan jurnalis untuk menggambarkan peristiwa tersusun dari rangkaian fakta yang diperoleh jurnalis dengan wawancara yang melibatkan cukup banyak narasumber. Kurnia (2002:46) mengatakan bahwa untuk melaporkan suatu peristiwa secara lengkap, kerja jurnalis harus lebih dari sekedar melaporkan fakta-fakta dan menyusunnya secara kronologis. Mereka harus melakukan pengamatan yang melebihi kerja reportase biasa. Mereka harus mencatat fakta-fakta di balik rangkaian adegan peristiwa-berita. Mungkin saja mereka perlu mewawancarai lebih dari selusin orang agar bisa menggali semua fakta yang ada. Jurnalis menyampaikan scene demi scene adegan dari peristiwa yang tengah dilaporkan layaknya sebuah film. Scene tersebut berisi sejumlah adegan yang dideskripsikan sehingga fakta yang sedang dikisahkan benar-benar terasa dalam benak pembaca. Hal tersebut sesuai dengan yang disampaikan Sudjiman (1991:91 92) bahwa dengan teknik adegan, cerita disajikan serupa dengan penyajian sebuah adegan di dalam drama atau film. Dengan demikian, pada pembaca timbul perasaan seolah-olah dia sangat dekat dengan tempat kejadian dan melihat langsung peristiwa yang disajikan. Supomo (2012) menjelaskan bahwa narasi adalah cerita yang didasarkan pada urut-urutan suatu kejadian atau peristiwa. Narasi dapat berbentuk narasi ekspositoris dan narasi imajinatif. Unsur-unsur penting dalam sebuah narasi adalah kejadian, tokoh, alur, serta setting yang terdiri atas setting waktu, tempat, dan suasana. Penggambaran alur yang digunakan jurnalis dengan cara merangkai sebab dan akibat sesuai dengan penjelasan Adiwardoyo dan A. Hayati (1990:10), bahwa alur cerita dikatakan alur urutan (episodik, maju) apabila peristiwa-peristiwa yang ada disusun berdasarkan urutan sebab akibat, kronologis (sesuai dengan urutan waktu), tempat, dan hirarkis. Alur cerita dikatakan alur mundur (flashback) apabila peristiwa-peristiwa yang ada disusun berdasarkan akibat sebab, waktu kini ke waktu lampau. Alur cerita dikatakan alur campuran (eklektik) apabila peristiwa-peristiwa yang ada disusun secara campuran antara sebab akibat sebab, waktu kini ke waktu lampau, dan lampau ke waktu kini. Putra (2010:54) menambahkan bahwa di dalam alur terdapat kausalitas, yakni munculnya suatu peristiwa sebagai akibat dari sebab peristiwa yang lain. Hadirnya tokoh dan karakter dalam berita jurnalisme sastra adalah hal yang sangat penting. Harsono, dkk (2005:xiv) mengutarakan, jurnalisme sastra meminta adanya karakter atau tokoh yang membantu mengikat cerita. Ada karakter utama dan ada karakter pembantu. Karakter utama seyogyanya orang yang terlibat dalam pertikaian. Untuk menampilkan karakter, jurnalis menggunakan penokohan eksposisi secara eksplisit dan dramatik secara implisit. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Adiwardoyo dan A. Hayati (1990:11 12), bahwa cara penggambaran dikatakan eksposisi apabila pengarang menerangkan secara langsung sifat-sifat watak itu, baik yang bersifat batiniah maupun lahiriah. Pengarang menggambarkan secara langsung kondisi badannya, umurnya, kesukaannya, kesopanannya, dan sebagainya. Sudjiman (1991:26 27) menambahkan, dalam metode dramatik, watak tokoh dapat disimpulkan pembaca dari pikiran, cakapan, dan lakuan tokoh yang disajikan pengarang, bahkan juga dari penampilan fisiknya serta dari gambaran lingkungan atau tempat tokoh. Cakapan atau lakuan tokoh demikian pula pikiran tokoh yang dipaparkan oleh pengarang dapat menyiratkan sifat wataknya. Metode dramatik menyiratkan watak tokoh di

7 dalam lakuan dan dialog si tokoh. Tidak jarang lakuan dan cakapannya ini mengungkapkan pula watak tokoh yang lain. Setting dalam berita jurnalisme sastra berhubungan erat dengan detail. Jurnalis harus memiliki kemampuan yang tinggi untuk mendapatkan detail yang bahkan terkesan remeh dan tidak penting. Sebab pada akhirnya nanti, detail akan dapat memperkaya laporannya. Kurnia (2002:76 77) menyatakan, perekaman detail-detail amatan jurnalis akan memberi kekuatan literer dalam pelaporan mereka. Jurnalis harus mencatat berbagai detail. Setiap detail laporan yang baik harus melambangkan setting komunitas sosial tertentu, sebuah tempat dideskripsikan dengan berbagai keterangan. Dalam menggunakan sudut pandang untuk berita yang dikisahkannya, jurnalis memiliki wewenang dan kebebasan untuk menentukan. Jurnalis bisa memilih dan menentukan akan menggunakan sudut pandang orang pertama, orang ketiga, atau sudut pandang campuran. Hal ini sesuai dengan penjelasan Kurnia (2002:82) bahwa amatan bisa hadir melalui sudut pandang penulis, lewat seorang saya atau I. Bisa juga melalui tokohtokoh kisahnya. Penggunaan dialog dalam berita jurnalisme sastra berkaitan erat dengan wawancara jurnalis yang sangat intensif dengan narasumber. Hal ini sejalan dengan pernyataan Kurnia (2002:55 57) bahwa melalui dialog, orang-orang di dalam news story dapat ditampilkan seasli orang-orang dalam kehidupan sehari-hari pembaca. Penulisan dialog didapat dengan upaya mengaji pikiran-pikiran narasumber lewat wawancara-wawancara intensif yang kemudian dilaporkan dengan berbagai nuansa emosinya dan hal lain yang berkaitan dengannya. Untuk mencapai itu, jurnalis melakukan investigasi. Mereka mempelajari referensi pemikiran dan pengalaman narasumber. Wawancara dilakukan secara mendalam, bila perlu berulang-ulang. Semua itu untuk memperoleh rekonstruksi pikiran dan emosi yang pas serta bahan-bahan lain yang diperlukan. Menurut Mencher, pedoman wawancara bagi jurnalis adalah mendengarkan dengan tekun semua yang dikatakan orang sambil mengamati situasinya. Kerja menangkap karakter dan melukiskan orang yang hendak dikisah-laporkan termasuk dalam kerja pengamatan dialog para tokoh. Fungsi bahwa dialog dapat menjelaskan dan menegaskan topik disampaikan Kurnia (2002:58), yang mengatakan bahwa dialog dapat menjadi alat penjelas bagi topik yang tengah diterangkan. Nurgiyantoro (2005:311) menambahkan, gaya dialog dapat memberikan kesan realistis, sungguh-sungguh, dan memberi penekanan terhadap cerita atau kejadian yang dituturkan dengan gaya narasi. Penggunaan unsur dialog juga dapat memiliki fungsi untuk menguatkan nilai dramatis pengisahan berita. Molly Blair (dalam Putra, 2010:114) mengungkapkan bahwa dalam literary journalism terdapat fakta yang disampaikan secara sastrawi, yang sanggup menggugah emosi pembaca. Emosi adalah unsur penting dalam berita jurnalisme sastra. Kurnia (2002:58) mengungkapkan, dialog merupakan elemen penting bagi tampilan estetis, yang sekaligus menguatkan nilai dramatis pengisahan berita. Fungsi lain dari penggunaan unsur fiksi adalah untuk menghidupkan imajinasi pembaca. Fungsi ini ada pada penggunaan unsur fiksi berupa pendeskripsian adegan dari suatu peristiwa, pendeskripsian setting tempat, dan pendeskripsian setting suasana. Deskripsi yang dipenuhi gambaran yang detail terhadap peristiwa, tempat, dan suasana membuat pembaca seolah-olah menyaksikan dan mengamati sendiri semua itu. Putra (2010:153) mengungkapkan, tanpa gambar pun, pembaca dapat membayangkan apa yang ditulis. Seakan-akan ia hadir di sana karena lukisannya hidup. Untuk dapat menghidupkan imajinasi pembaca, jurnalis perlu memahami arti penting dari diksi. Di sini jurnalis harus mampu menjadi orang yang pandai meramu kata-kata. Diksi yang digunakan untuk membuat deskripsi yang melibatkan indera harus dapat membuat pembaca seolah-olah mendengar, melihat, dan merasa. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan Kurnia (2002:43 44) bahwa kata-kata sebagai satuan unsur terkecil dalam

8 wacana penulisan jurnalisme, mendapat perhatian besar dari para jurnalis baru. Kata-kata harus dipilih, dipikirkan, dan dipertimbangkan kemungkinan nilai reduplikasi imajinya dalam benak pembaca. Para jurnalis baru harus ketat berkutat dengan kata-kata seperti ketatnya para sastrawan memilih diksi untuk karya literer mereka. Kata-kata harus membuat pembaca merasa mendengar dan melihat. Laporan dibuat sedemikian rupa agar pembaca secara nyata dapat merasakan apa yang terjadi. Deskripsi yang dipenuhi dengan gambaran yang detail terhadap peristiwa, tempat, dan suasana membuat pembaca seolah-olah menyaksikan dan dapat mengamati sendiri semua gambaran tersebut. Kurnia (2002:202) kembali menegaskan, bahwa setting dapat membuat pembaca jadi merasa seperti berada dalam ruang observasi dan bisa secara langsung mengamati peristiwa yang sedang terjadi. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas, disimpulkan bahwa keenam unsur fiksi yang digunakan dalam menulis teks-teks berita dalam buku Jurnalisme Sastrawi: Antologi Liputan Mendalam dan Memikat adalah peristiwa atau persoalan, alur, tokoh dan penokohan, setting, sudut pandang, dan dialog. Peristiwa digunakan dengan dua cara, yaitu mendeskripsikan adegan dan menarasikan persoalan-persoalan yang diberitakan. Alur maju dirangkai dengan menampilkan sebab-akibat, alur mundur dirangkai dengan menampilkan akibat-sebab, dan alur campuran dengan cara membolak-balik urutan sebab dan akibat. Tokoh ditampilkan dengan cara menyebut semua nama orang yang terlibat atau yang terkait dengan peristiwa yang tengah diberitakan, ada yang bertindak sebagai pelaku, korban, saksi mata, maupun narasumber. Penokohan eksposisi dengan cara menyebutkan secara langsung watak tokoh, sementara penokohan dramatik dengan cara yang tidak langsung seperti misalnya dengan menampilkan tindakan atau perilaku tokoh. Setting tempat dan setting suasana digunakan dengan cara deskripsi yang melibatkan kesan indera seperti indera penglihatan dan indera penciuman. Sementara setting waktu digunakan dengan cara menyebutkan hari, tanggal, bulan, tahun, bahkan jam terjadinya suatu peristiwa. Sudut pandang orang pertama digunakan dengan cara menyebut saya yang merujuk pada diri jurnalis sendiri sebagai tokoh utama yang dilengkapi dengan data dan fakta seperti wawancara. Sudut pandang orang ketiga digunakan dengan cara menyebut nama-nama tokoh yang ada dalam berita sebagai tokoh utama atau tokoh tambahan diselingi dengan kata ganti dia dan mereka. Sudut pandang campuran digunakan dengan cara menyebut nama-nama tokoh berita dan kata gantinya serta menyertakan jurnalis sebagai saya dalam pengisahan berita. Saya muncul ketika menceritakan sesi wawancara, ketika menyatakan pengalaman yang berkaitan dengan peristiwa yang diberitakan, dan ketika memberikan analisis terhadap peristiwa. Dialog digunakan dengan cara menampilkan perdebatan antartokoh, menampilkan wawancara jurnalis dengan narasumber, dan menampilkan emosi para tokoh berita. Fungsi pemakaian unsur fiksi dalam penulisan teks berita ada tiga. Pertama, untuk memperjelas dan mempertegas topik yang tengah diterangkan oleh jurnalis. Fungsi tersebut ada pada unsur fiksi berupa dialog. Kedua, untuk menguatkan nilai dramatis pengisahan berita. Fungsi ini juga ada pada unsur fiksi berupa dialog. Ketiga, untuk menghidupkan imajinasi pembaca. Fungsi ini ada pada penggunaan unsur fiksi berupa pendeskripsian adegan dari suatu peristiwa, pendeskripsian setting tempat, dan pendeskripsian setting suasana.

9 SARAN Berdasarkan simpulan pertama, maka peneliti memberikan saran pada pihak-pihak berikut. Saran bagi jurnalis, supaya dapat mengembangkan penulisan berita ber-genre jurnalisme sastra. Berita yang dikemas dengan teknik jurnalisme sastra dengan menggunakan unsur-unsur fiksi akan memperkaya dunia jurnalistik. Saran bagi pendidik sastra, diharapkan dapat memperkenalkan cara baru mengenai unsur-unsur karya sastra sehingga peserta didik dapat mengaplikasikan unsur-unsur fiksi tidak hanya untuk berkarya sastra, tetapi juga untuk karya lain, seperti penulisan berita. Saran bagi pendidik jurnalistik, agar bisa memperkenalkan jurnalisme sastra kepada peserta didik. Terlebih mengingat bahwa di negara luar seperti Amerika Serikat, genre ini sudah sangat bekembang. Berdasarkan simpulan kedua, maka peneliti memberikan saran pada pihak-pihak berikut. Saran bagi pembaca, penelitian ini dapat dijadikan tambahan pengetahuan, terutama bahwa unsur-unsur fiksi tidak hanya memiliki fungsi dalam karya sastra, tetapi juga memiliki fungsi dalam teks berita. Saran bagi peneliti selanjutnya yang ingin melakukan penelitian sejenis, diharapkan dapat menggunakan penelitian ini sebagai salah satu referensi penelitian yang disertai dengan pengembangan masalah dari sudut pandang yang berbeda. Sebagai contoh, dapat lebih menggali fungsi-fungsi dari penggunaan diksi atau gaya bahasa dalam penulisan teks berita jurnalisme sastra. DAFTAR RUJUKAN Adiwardoyo, Winarno dan A.Hayati Latihan Apresiasi Sastra. Malang: Yayasan Asih Asah Asuh (YA 3). Harsono, Andreas., Chik Rini., Agus Sopian., Linda Christanty., Coen Husain Pontoh., Alfian Hamzah., Eriyanto., Budi Setiyono. (Eds.) Jurnalisme Sastrawi: Antologi Liputan Mendalam dan Memikat. Jakarta: Yayasan Pantau Ishwara, Luwi Catatan-Catatan Jurnalisme Dasar. Jakarta: Kompas Kurnia, Septiawan Santana Jurnalisme Sastra. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Nurgiyantoro, Burhan Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Putra, Masri Sareb Literary Journalism Jurnalistik Sastrawi. Jakarta: Salemba Humanika Sudjiman, Panuti Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya Sumadiria, A.S Haris Jurnalistik Indonesia Menulis Berita dan Feature Panduan Praktis Jurnalis Profesional. Bandung: Simbiosa Rekatama Media Supomo, Anita Ratih. 06 Januari Jenis-jenis Wacana Bahasa Indonesia, (Online), ( diakses 30 Maret 2012.

KEMAMPUAN MENULIS CERPEN BERDASARKAN PENGALAMAN SISWA DI SMP NEGERI 17 KOTA JAMBI

KEMAMPUAN MENULIS CERPEN BERDASARKAN PENGALAMAN SISWA DI SMP NEGERI 17 KOTA JAMBI KEMAMPUAN MENULIS CERPEN BERDASARKAN PENGALAMAN SISWA DI SMP NEGERI 17 KOTA JAMBI Pada hakikatnya belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi. Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia diarahkan untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Astri Rahmayanti, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Astri Rahmayanti, 2013 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap hari media massa dapat memberikan aneka sajian yang dapat dinikmati para pembaca setianya. Dalam satu edisi para pembaca mendapatkan berbagai informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. usaha penulis untuk memberikan perincian-perincian dari objek yang sedang

BAB I PENDAHULUAN. usaha penulis untuk memberikan perincian-perincian dari objek yang sedang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Deskripsi atau pemerian merupakan sebuah bentuk tulisan yang bertalian dengan usaha penulis untuk memberikan perincian-perincian dari objek yang sedang dibicarakan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (fiction), wacana naratif (narrative discource), atau teks naratif (narrativetext).

BAB I PENDAHULUAN. (fiction), wacana naratif (narrative discource), atau teks naratif (narrativetext). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Karya sastra adalah sebuah karya imajiner yang bermedia bahasa dan memiliki nilai estetis. Karya sastra juga merupakan sarana untuk mengungkapkan ide, gagasan

Lebih terperinci

RAGAM TULISAN KREATIF. Muhamad Husni Mubarok, S.Pd., M.IKom

RAGAM TULISAN KREATIF. Muhamad Husni Mubarok, S.Pd., M.IKom RAGAM TULISAN KREATIF C Muhamad Husni Mubarok, S.Pd., M.IKom HAKIKAT MENULIS Menulis merupakan salah satu dari empat aspek keterampilan berbahasa. Menulis merupakan kemampuan menggunakan pola-pola bahasa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. bagaimana unsur cerita atau peristiwa dihadirkan oleh pengarang sehingga di dalam

BAB II KAJIAN TEORI. bagaimana unsur cerita atau peristiwa dihadirkan oleh pengarang sehingga di dalam BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Drama Sebagai Karya Fiksi Sastra sebagai salah satu cabang seni bacaan, tidak hanya cukup dianalisis dari segi kebahasaan, tetapi juga harus melalui studi khusus yang berhubungan

Lebih terperinci

PENULISAN KARANGAN FIKSI * Oleh: ASHADI SIREGAR

PENULISAN KARANGAN FIKSI * Oleh: ASHADI SIREGAR PENULISAN KARANGAN FIKSI * Oleh: ASHADI SIREGAR 1. ASAS-ASAS KARANGAN FIKSI 1.1. Karangan fiksi, karangan khayali, karangan imajiner; yaitu karangan yang berasal dari dunia subyektif seseorang, atau ekspresi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalamnya mencakup struktur, pesan yang disampaikan, sudut pandang, dan nilai.

BAB I PENDAHULUAN. dalamnya mencakup struktur, pesan yang disampaikan, sudut pandang, dan nilai. BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Narasi memiliki unsur penting pada jurnalistik. Jurnalis tidak hanya sekadar menulis artikel tetapi harus memberikan cerita kepada pembaca yang di dalamnya

Lebih terperinci

CERITA FIKSI DALAM BUKU TEKS BAHASA INDONESIA SMP

CERITA FIKSI DALAM BUKU TEKS BAHASA INDONESIA SMP CERITA FIKSI DALAM BUKU TEKS BAHASA INDONESIA SMP Dini Pangestuning Tyas 1 ) Roekhan 2 ) Ida Lestari 2 ) Universitas Negeri Malang, jalan Semarang 5 Malang E-mail: dinipangestu@yahoo.co.id ABSTRAK: Tujuan

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. dan pengenalan yang tepat, pertimbangan, penilaian dan pernyataan yang

II. LANDASAN TEORI. dan pengenalan yang tepat, pertimbangan, penilaian dan pernyataan yang II. LANDASAN TEORI 2.1.Kemampuan Mengapresiasi Cerpen 2.1.1 Pengertian Apresiasi Secara leksikal, appreciation apresiasi mengacu pada pengertian pemahaman dan pengenalan yang tepat, pertimbangan, penilaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, mengolah, dan

BAB I PENDAHULUAN. maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, mengolah, dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan ungkapan pikiran dan perasaan, baik tentang kisah maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, mengolah, dan mengekspresikan gagasan

Lebih terperinci

intrinsiknya seperti peristiwa, plot, tokoh, latar, sudut pandang, dan lain-lain yang semuanya bersifat imajinatif. Novel adalah karya fiksi yang

intrinsiknya seperti peristiwa, plot, tokoh, latar, sudut pandang, dan lain-lain yang semuanya bersifat imajinatif. Novel adalah karya fiksi yang 1 PENDAHULUAN Karya sastra adalah salah satu bentuk karya seni yang pada dasarnya merupakan sarana menuangkan ide atau gagasan seorang pengarang. Kehidupan manusia dan berbagai masalah yang dihadapinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui cipta, rasa, dan karsa manusia. Al-Ma ruf (2009: 1) menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN. melalui cipta, rasa, dan karsa manusia. Al-Ma ruf (2009: 1) menjelaskan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan salah satu bentuk seni yang diciptakan melalui cipta, rasa, dan karsa manusia. Al-Ma ruf (2009: 1) menjelaskan karya sastra merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan dan kepentingannya. Seperti yang diibaratkan oleh Djafar Assegaf. sarana untuk mendapatkan informasi dari luar.

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan dan kepentingannya. Seperti yang diibaratkan oleh Djafar Assegaf. sarana untuk mendapatkan informasi dari luar. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebutuhan manusia akan informasi dewasa ini menjadi sebuah kebutuhan yang tidak bisa dikesampingkan. Hal tersebut mendorong manusia untuk mencari informasi

Lebih terperinci

KEMAMPUAN MENULIS CERITA BERBAHASA JAWA SISWA KELAS IX SMP NEGERI 1 CANDI SIDOARJO. Ayuningtiastutik 1 Roekhan 2 Heri Suwignyo 3

KEMAMPUAN MENULIS CERITA BERBAHASA JAWA SISWA KELAS IX SMP NEGERI 1 CANDI SIDOARJO. Ayuningtiastutik 1 Roekhan 2 Heri Suwignyo 3 KEMAMPUAN MENULIS CERITA BERBAHASA JAWA SISWA KELAS IX SMP NEGERI 1 CANDI SIDOARJO Ayuningtiastutik 1 Roekhan 2 Heri Suwignyo 3 Universitas Negeri Malang, Jalan Semarang 5 Malang E-mail: Ayukuning11@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab pendahuluan ini akan diberikan gambaran mengenai latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab pendahuluan ini akan diberikan gambaran mengenai latar belakang 1 BAB I PENDAHULUAN Dalam bab pendahuluan ini akan diberikan gambaran mengenai latar belakang penelitian. Ruang lingkup penelitian dibatasi pada unsur intrinsik novel, khususnya latar dan objek penelitian

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN Pada bagian ini akan diuraikan secara berturut-turut: simpulan, implikasi, dan saran A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, dapat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan hasil dialog manusia dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan hasil dialog manusia dengan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan hasil imajinasi manusia yang dapat menimbulkan kesan pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan hasil dialog manusia dengan problematika yang

Lebih terperinci

Ciri khas tulisan feature

Ciri khas tulisan feature PERTEMUAN 9 FEATURE PENGERTIAN FEATURE Feature adalah sejenis karangan ringan yang disiapkan penulisannya sebagai bacaan hiburan, namun tetap membeberkan fakta yang ada. Dengan kata lain feature suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. realitas, dan sebagainya. Sarana yang paling vital untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. realitas, dan sebagainya. Sarana yang paling vital untuk memenuhi kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam sepanjang hidupnya hampir-hampir tidak pernah dapat terlepas dari peristiwa komunikasi. Di dalam komunikasi manusia memerlukan sarana untuk mengungkapkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 FEATURE Feature adalah artikel yang kreatif, kadang-kadang subyektif, yang terutama dimaksudkan untuk membuat senang dan memberi informasi kepada pembaca tentang suatu kejadian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di

BAB I PENDAHULUAN. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra lahir di tengah-tengah masyarakat sebagai hasil imajinasi pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di sekitarnya.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. 2.1 Tinjauan Pustaka Dewi Lestari adalah salah seorang sastrawan Indonesia yang cukup

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. 2.1 Tinjauan Pustaka Dewi Lestari adalah salah seorang sastrawan Indonesia yang cukup BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Dewi Lestari adalah salah seorang sastrawan Indonesia yang cukup diperhitungkan karya-karyanya dan dianggap sebagai pengarang produktif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa Sansekerta yang berarti alat untuk mengajar, buku petunjuk, buku instruksi

BAB I PENDAHULUAN. bahasa Sansekerta yang berarti alat untuk mengajar, buku petunjuk, buku instruksi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah salah satu seni yang menggunakan bahasa sebagai mediumnya dan kehidupan manusia subjeknya. Kata sastra dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Sansekerta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sastra merupakan tulisan yang bernilai estetik dengan kehidupan manusia sebagai

I. PENDAHULUAN. Sastra merupakan tulisan yang bernilai estetik dengan kehidupan manusia sebagai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra merupakan tulisan yang bernilai estetik dengan kehidupan manusia sebagai objeknya dan bahasa sebagai mediumnya. Menurut Esten (2000: 9), sastra merupakan pengungkapan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK STRUKTUR PERCAKAPAN DAN KONTEKS PADA RUBRIK KARTUN OPINI DALAM HARIAN KOMPAS

KARAKTERISTIK STRUKTUR PERCAKAPAN DAN KONTEKS PADA RUBRIK KARTUN OPINI DALAM HARIAN KOMPAS KARAKTERISTIK STRUKTUR PERCAKAPAN DAN KONTEKS PADA RUBRIK KARTUN OPINI DALAM HARIAN KOMPAS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berkaitan erat dengan berbagai aspek kehidupan. Menurut Undang-Undang No. 33 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berkaitan erat dengan berbagai aspek kehidupan. Menurut Undang-Undang No. 33 Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia adalah homo pluralis yang memiliki cipta, rasa, karsa, dan karya sehingga dengan jelas membedakan eksistensinya terhadap makhluk lain. Karena memiliki

Lebih terperinci

Mata Kuliah : PR Writing 1. Topik ke-8: Menulis Feature. abdurrahman/prw1/2009 1

Mata Kuliah : PR Writing 1. Topik ke-8: Menulis Feature. abdurrahman/prw1/2009 1 Mata Kuliah : PR Writing 1 Topik ke-8: Menulis Feature abdurrahman/prw1/2009 1 Tujuan Instruksional Umum Selesai perkuliahan diharapkan mahasiswa menjelaskan pengetian feature dan jenis-jenis feature serta

Lebih terperinci

MENULIS FIKSI DENGAN MODEL PEMBELAJARAN EFEKTIF UNTUK SISWA SEKOLAH DASAR KELAS TINGGI. Nurmina 1*) ABSTRAK

MENULIS FIKSI DENGAN MODEL PEMBELAJARAN EFEKTIF UNTUK SISWA SEKOLAH DASAR KELAS TINGGI. Nurmina 1*) ABSTRAK MENULIS FIKSI DENGAN MODEL PEMBELAJARAN EFEKTIF UNTUK SISWA SEKOLAH DASAR KELAS TINGGI Nurmina 1*) 1 Dosen Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Almuslim, Bireuen *) Email: minabahasa1885@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari

BAB I PENDAHULUAN. Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari kebudayaan. Usianya sudah cukup tua. Kehadiran hampir bersamaan dengan adanya manusia. Karena ia diciptakan

Lebih terperinci

Jurnalisme Sastra dalam Buku Bre-X

Jurnalisme Sastra dalam Buku Bre-X Jurnalisme Sastra dalam Buku Bre-X (Analisis Isi Kuantitatif Penerapan Jurnalisme Sastra dalam Buku Bre-X: Sebungkah Emas di Kaki Pelangi karya Bondan Winarno) Yolanda Fredericca Dr. Lukas S. Ispandriarno,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Tujuan pembelajaran bahasa Indonesia adalah mempertinggi kemahiran siswa dalam menggunakan bahasa meliputi kemahiran menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra adalah salah satu bentuk karya seni yang pada dasarnya merupakan sarana menuangkan ide atau gagasan seorang pengarang. Kehidupan manusia dan pelbagai

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang melakukan kajian terhadap novel Jatisaba karya Ramayda Akmal. Metode yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

BAHAN PELATIHAN PROSA FIKSI

BAHAN PELATIHAN PROSA FIKSI BAHAN PELATIHAN PROSA FIKSI Ma mur Saadie SASTRA GENRE SASTRA nonimajinatif - esai - kritik - biografi - otobiografi - sejarah - memoar - catatan harian Puisi imajinatif Prosa Fiksi Drama GENRE SASTRA

Lebih terperinci

MENU UTAMA UNSUR PROSA FIKSI PENGANTAR PROSA FIKSI MODERN

MENU UTAMA UNSUR PROSA FIKSI PENGANTAR PROSA FIKSI MODERN ENCEP KUSUMAH MENU UTAMA PENGANTAR PROSA FIKSI MODERN UNSUR PROSA FIKSI CERPEN NOVELET NOVEL GENRE SASTRA SASTRA nonimajinatif Puisi - esai - kritik - biografi - otobiografi - sejarah - memoar - catatan

Lebih terperinci

Sifat dan Bentuk Karangan

Sifat dan Bentuk Karangan Sifat dan Bentuk Karangan by webmaster - Wednesday, December 02, 2015 http://anisam.student.akademitelkom.ac.id/?p=51 Karangan adalah bentuk tulisan yang mengungkapkan pikiran dan perasaan pengarang dalam

Lebih terperinci

Dokumenter Episode ke 3. Menemukan Ide dan Merumuskan Konsep

Dokumenter Episode ke 3. Menemukan Ide dan Merumuskan Konsep Dokumenter Episode ke 3 Menemukan Ide dan Merumuskan Konsep Menemukan Ide Untuk mendapatkan Ide, dibutuhkan kepekaan dokumentaris terhadap lingkungan sosial, budaya, politik, dan alam semesta Rasa INGIN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan material meliputi kebutuhan pokok, sekunder dan tersier.

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan material meliputi kebutuhan pokok, sekunder dan tersier. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan umat manusia tidak lepas dari kebutuhan material dan nonmaterial. Kebutuhan material meliputi kebutuhan pokok, sekunder dan tersier. Sedangkan dalam

Lebih terperinci

Program Studi Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Udayana

Program Studi Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Udayana ANALISIS PSIKOLOGI SASTRA TOKOH-TOKOH NOVEL BIOLA PASIR DARI MASA LALU KARYA D.K. SUMIRTA Ni Komang Dewi Anggraeni email: dewianggraeni081292@gmail.com Program Studi Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan

Lebih terperinci

3. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR BAHASA INDONESIA SMA/SMK/MA/MAK

3. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR BAHASA INDONESIA SMA/SMK/MA/MAK 3. KOMPETENSI INTI DAN BAHASA INDONESIA SMA/SMK/MA/MAK KELAS: X Tujuan kurikulum mencakup empat kompetensi, yaitu (1) kompetensi sikap spiritual, (2) sikap sosial, (3) pengetahuan, dan (4) keterampilan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai pengetahuan tentang kode bahasa, kode budaya dan kode sastra.

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai pengetahuan tentang kode bahasa, kode budaya dan kode sastra. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Memahami sebuah karya sastra pada dasarnya bukanlah persoalan mudah, karena pemahaman sastra berkaitan erat dengan proses sifat karya sastra itu sendiri. Maka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia tidak pernah lepas dari bahasa. Bahasa merupakan sarana untuk berkomunikasi antarsesama manusia. Bahasa sebagai sarana komunikasi dapat berupa

Lebih terperinci

RANCANGAN PEMBELAJARAN

RANCANGAN PEMBELAJARAN RANCANGAN PEMBELAJARAN 1. Institusi : FISIP Jurusan Ilmu Komunikasi 2. Tahun Akademik : 2011/2012 3. Semester : IV 4. Nama dan Kode Mata Kuliah : Jurnalistik Media Cetak (SPK 2207) 5. SKS : 2 6. Pengampu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khususnya bahasa Indonesia sebagai salah satu mata pelajaran yang penting dan

BAB I PENDAHULUAN. khususnya bahasa Indonesia sebagai salah satu mata pelajaran yang penting dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran bahasa merupakan salah satu aspek yang penting dalam kehidupan manusia. Kemampuan berbahasa seseorang dapat menunjukkan kepribadian serta pemikirannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat maupun bangsa. Pendidikan juga merupakan proses pertumbuhan dan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat maupun bangsa. Pendidikan juga merupakan proses pertumbuhan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peran yang sangat penting bagi kehidupan diri sendiri, masyarakat maupun bangsa. Pendidikan juga merupakan proses pertumbuhan dan perkembangan

Lebih terperinci

Peningkatan Keterampilan Menulis Cerpen dengan Strategi Copy The Master Melalui Media Audio Visual pada Siswa Kelas IX-C SMPN 2 ToliToli

Peningkatan Keterampilan Menulis Cerpen dengan Strategi Copy The Master Melalui Media Audio Visual pada Siswa Kelas IX-C SMPN 2 ToliToli Peningkatan Keterampilan Menulis Cerpen dengan Strategi Copy The Master Melalui Media Audio Visual pada Siswa Kelas IX-C SMPN 2 ToliToli Mashura SMP Negeri 2 ToliToli, Kab. ToliToli, Sulteng ABSTRAK Strategi

Lebih terperinci

LITBANG KOMPAS NURUL FATCHIATI

LITBANG KOMPAS NURUL FATCHIATI LITBANG KOMPAS NURUL FATCHIATI jurnalistik jurnalisme KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) jurnalistik (n) (hal) yang menyangkut kewartawanan dan persuratkabaran jurnalisme (n) pekerjaan mengumpulkan, menulis,

Lebih terperinci

Dr. WAHYU WIBOWO Fakultas Bahasa dan Sastra Universitas Nasional 2012

Dr. WAHYU WIBOWO Fakultas Bahasa dan Sastra Universitas Nasional 2012 Dr. WAHYU WIBOWO Fakultas Bahasa dan Sastra Universitas Nasional 2012 Untuk memahami Penulisan Kreatif, sebelumnya cobalah pahami perihal manajemen bahasa berikut ini Manajemen bahasa adalah SENI dan ILMU

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Membaca pada hakikatnya adalah suatu yang rumit yang melibatkan banyak hal,

BAB II LANDASAN TEORI. Membaca pada hakikatnya adalah suatu yang rumit yang melibatkan banyak hal, BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Membaca Membaca pada hakikatnya adalah suatu yang rumit yang melibatkan banyak hal, tidak hanya sekedar melafalkan tulisan, tetapi juga melibatkan aktivitas visual,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Karya sastra merupakan hasil cipta, rasa dan karsa manusia, selain memberikan hiburan juga sarat dengan nilai, baik nilai keindahan maupun nilai- nilai ajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan hal-hal di luar karya sastra. Faktor sejarah dan lingkungan ikut

BAB I PENDAHULUAN. dengan hal-hal di luar karya sastra. Faktor sejarah dan lingkungan ikut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan karya imajinatif yang mempunyai hubungan erat dengan hal-hal di luar karya sastra. Faktor sejarah dan lingkungan ikut membentuk karya

Lebih terperinci

merupakan suatu berita singkat (tidak detail) yang hanya menyajikan informasi terpenting saja terhadap suatu peristiwa yang diberitakan. adalah berita yang menampilkan berita-berita ringan namun menarik.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. imajinasi antara pengarang dengan karya sastra. Salah satu bentuk karya sastra yang

BAB 1 PENDAHULUAN. imajinasi antara pengarang dengan karya sastra. Salah satu bentuk karya sastra yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam dunia sastra banyak terlahir karya yang menarik untuk dipelajari maupun dikaji. Sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni (Wellek dan Warren, 1989:3).

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. pembelajaran sastra berlangsung. Banyak siswa yang mengeluh apabila disuruh

1. PENDAHULUAN. pembelajaran sastra berlangsung. Banyak siswa yang mengeluh apabila disuruh 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembelajaran sastra di sekolah kini tampak semakin melesu dan kurang diminati oleh siswa. Hal ini terlihat dari respon siswa yang cenderung tidak antusias saat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR, DAN HIPOTESIS TINDAKAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR, DAN HIPOTESIS TINDAKAN 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR, DAN HIPOTESIS TINDAKAN Pada bab ini akan diuraikan empat hal pokok yaitu: (1) kajian pustaka, (2) landasan teori, (3) kerangka berpikir, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan cerminan, gambaran atau refleksi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan cerminan, gambaran atau refleksi kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan cerminan, gambaran atau refleksi kehidupan yang terjadi di masyarakat ataupun kehidupan seseorang. Karya sastra merupakan hasil kreasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pujangga besar Yunani, Horatius dalam bukunya Ars Poetica (dalam A.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pujangga besar Yunani, Horatius dalam bukunya Ars Poetica (dalam A. digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pujangga besar Yunani, Horatius dalam bukunya Ars Poetica (dalam A. Teeuw, 1988:183) menyatakan bahwa tujuan penyair menulis sajak adalah memberi nikmat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. problematika yang dialaminya dalam kehidupan. Problematika dapat timbul

I. PENDAHULUAN. problematika yang dialaminya dalam kehidupan. Problematika dapat timbul I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan hasil imajinasi manusia yang dapat menimbulkan kesan pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan hasil dialog manusia dengan problematika yang dialaminya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI. peneliti memaparkan mengenai penelitian-penelitian yang pernah menganalisis tokoh utama

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI. peneliti memaparkan mengenai penelitian-penelitian yang pernah menganalisis tokoh utama BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Penelitian tentang tokoh utama dalam novel tentu sudah banyak diteliti. Berikut ini peneliti memaparkan mengenai penelitian-penelitian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitan Betta Anugrah Setiani, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitan Betta Anugrah Setiani, 2013 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitan Menulis merupakan keterampilan berbahasa produktif yang paling sedikit digunakan di antara empat keterampilan yang kita miliki; mendengarkan, berbicara, membaca

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kemampuan berbahasa erat hubungannya dengan kemampuan berpikir. Bahasa

BAB 1 PENDAHULUAN. Kemampuan berbahasa erat hubungannya dengan kemampuan berpikir. Bahasa 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemampuan berbahasa erat hubungannya dengan kemampuan berpikir. Bahasa seseorang mencerminkan pikirannya. Semakin terampil seseorang berbahasa, semakin jelas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Nenden Lilis Aisiyah (cerpenis dan pengajar di Jurusan Pendidikan Bahasa dan

I. PENDAHULUAN. Nenden Lilis Aisiyah (cerpenis dan pengajar di Jurusan Pendidikan Bahasa dan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Nenden Lilis Aisiyah (cerpenis dan pengajar di Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Pendidikan Indonesia) menyatakan dalam Artikel Sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan seni yang bermediumkan bahasa dan dalam proses terciptanya melalui intensif, selektif, dan subjektif. Penciptaan suatu karya sastra bermula

Lebih terperinci

GURU BAHASA INDONESIA, GURU SASTRA ATAU SASTRAWAN

GURU BAHASA INDONESIA, GURU SASTRA ATAU SASTRAWAN GURU BAHASA INDONESIA, GURU SASTRA ATAU SASTRAWAN MENGAJARKAN SASTRA Tiurnalis Siregar Universitas Sumatera Utara ABSTRAK Karya Sastra merupakan salah satu sarana yang dapat digunakan guru untuk meningkatkan

Lebih terperinci

DIKSI DALAM NOVEL SAAT LANGIT DAN BUMI BERCUMBU KARYA WIWID PRASETYO OLEH INDRAWATI SULEMAN

DIKSI DALAM NOVEL SAAT LANGIT DAN BUMI BERCUMBU KARYA WIWID PRASETYO OLEH INDRAWATI SULEMAN 1 DIKSI DALAM NOVEL SAAT LANGIT DAN BUMI BERCUMBU KARYA WIWID PRASETYO OLEH INDRAWATI SULEMAN UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO FAKULTAS SASTRA DAN BUDAYA JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN

Lebih terperinci

Buku Teks Bahasa Indoneia Siswa Kelas VII SMP Negeri 11 Kota Jambi. Oleh Susi Fitria A1B1O0076

Buku Teks Bahasa Indoneia Siswa Kelas VII SMP Negeri 11 Kota Jambi. Oleh Susi Fitria A1B1O0076 Kemampuan Siswa menentuan Tokoh, Karekter Tokoh, dan Latar Cerpen Pada Buku Teks Bahasa Indoneia Siswa Kelas VII SMP Negeri 11 Kota Jambi Oleh Susi Fitria A1B1O0076 Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang membangkitkan pesona dengan alat bahasa (Soemardjo, 1997:3). Demikian juga menurut Luxemburg (1992:23) sastra dapat dipandang

BAB I PENDAHULUAN. yang membangkitkan pesona dengan alat bahasa (Soemardjo, 1997:3). Demikian juga menurut Luxemburg (1992:23) sastra dapat dipandang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, ide, semangat dan keyakinan dalam satu bentuk gambaran konkrit yang membangkitkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mengandung instruksi atau pedoman, dari kata dasar sas instruksi atau

BAB I PENDAHULUAN. yang mengandung instruksi atau pedoman, dari kata dasar sas instruksi atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Istilah sastra secara etimologi berasal dari bahasa Sansekerta yang artinya teks yang mengandung instruksi atau pedoman, dari kata dasar sas instruksi atau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perubahan fakta cerita novel Pintu Terlarang karya Sekar Ayu Asmara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perubahan fakta cerita novel Pintu Terlarang karya Sekar Ayu Asmara 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian yang Relevan Sebelumnya Perubahan fakta cerita novel Pintu Terlarang karya Sekar Ayu Asmara ke dalam film Pintu Terlarang disutradarai oleh Sheila Thimoty belum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikarenakan karya sastra banyak mengangkat kisah tentang kehidupan sosial,

BAB I PENDAHULUAN. dikarenakan karya sastra banyak mengangkat kisah tentang kehidupan sosial, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan sebuah karya yang dapat menghibur sekaligus dapat memberikan pelajaran hidup kepada para penikmatnya. Hal tersebut dikarenakan karya

Lebih terperinci

Tugas Praktikum Media Siaran FEATURE. Disusun Oleh : DEPARTEMEN KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

Tugas Praktikum Media Siaran FEATURE. Disusun Oleh : DEPARTEMEN KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA Tugas Praktikum Media Siaran FEATURE Disusun Oleh : Reni Kasmita Yusnita Sari Arya Widura Ritonga Fitriani Purba Yohana A14051794 A24051629 A24051682 A34051762 E44052034 DEPARTEMEN KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan sebuah cerita fiksi atau rekaan yang dihasilkan lewat proses kreatif dan imajinasi pengarang. Tetapi, dalam proses kreatif penciptaan

Lebih terperinci

MODUL BAHASA INDONESIA CERITA PENDEK

MODUL BAHASA INDONESIA CERITA PENDEK YAYASAN WIDYA BHAKTI SEKOLAH MENENGAH ATAS SANTA ANGELA TERAKREDITASI A Jl. Merdeka No. 24 Bandung 022. 4214714 Fax.022. 4222587 http//: www.smasantaangela.sch.id, e-mail : smaangela@yahoo.co.id 043 URS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana dikatakan Horatio (Noor, 2009: 14), adalah dulce et utile

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana dikatakan Horatio (Noor, 2009: 14), adalah dulce et utile BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan struktur dunia rekaan, artinya realitas dalam karya sastra adalah realitas rekaan yang tidak sama dengan realitas dunia nyata. Karya sastra itu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bahan kajian bahasa Indonesia diarahkan kepada penguasaan empat keterampilan

I. PENDAHULUAN. bahan kajian bahasa Indonesia diarahkan kepada penguasaan empat keterampilan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), standar kompetensi bahan kajian bahasa Indonesia diarahkan kepada penguasaan empat keterampilan berbahasa,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu objek tertentu. Rene Wellek mengatakan bahwa sastra adalah institusi sosial

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu objek tertentu. Rene Wellek mengatakan bahwa sastra adalah institusi sosial BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Rumusan Masalah 1.1.1. Latar Belakang Sastra 1 merupakan curahan hati manusia berupa pengalaman atau pikiran tentang suatu objek tertentu. Rene Wellek mengatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wellek dan Warren (1993:14) bahasa adalah bahan baku kesusastraan, seperti

BAB I PENDAHULUAN. Wellek dan Warren (1993:14) bahasa adalah bahan baku kesusastraan, seperti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan hasil karya cipta manusia yang mengandung daya imajinasi dengan menggunakan bahasa sebagai medianya. Menurut Wellek dan Warren (1993:14) bahasa

Lebih terperinci

Oleh Sri Lestari Siregar Prof. Dr. Tiur Asi Siburian, M. Pd.

Oleh Sri Lestari Siregar Prof. Dr. Tiur Asi Siburian, M. Pd. 0 PENGARUH MODEL THINK TALK WRITE (TTW)TERHADAP KEMAMPUAN MENGANALISIS UNSUR-UNSUR INTRINSIK CERPEN OLEH SISWA KELAS XI SMK NEGERI 1 TANJUNG PURA TAHUN PEMBELAJARAN 2014/2015 Oleh Sri Lestari Siregar Prof.

Lebih terperinci

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Pertemuan Ke- : 1, 2, 3, 4 Alokasi Waktu : 4 40 menit Standar Kompetensi : Memahami pembacaan puisi Kompetensi Dasar : Menanggapi cara pembacaan puisi 1. mengungkapkan isi puisi 2. menangkap isi puisi

Lebih terperinci

32. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/ Madrasah Aliyah (MA)

32. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/ Madrasah Aliyah (MA) 32. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/ Madrasah Aliyah (MA) A. Latar Belakang Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional peserta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. harus dipenuhi, seperti kebutuhan untuk mengetahui berita tentang dunia fashion,

BAB I PENDAHULUAN. harus dipenuhi, seperti kebutuhan untuk mengetahui berita tentang dunia fashion, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Media telah menjadi bagian dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, bahkan kita tidak akan pernah terlepas dari media. Seiring dengan perkembangan peradaban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jepang merupakan salah satu negara yang terkenal akan ragam

BAB I PENDAHULUAN. Jepang merupakan salah satu negara yang terkenal akan ragam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jepang merupakan salah satu negara yang terkenal akan ragam kebudayaannya. Situmorang (1995: 3) menjelaskan bahwa kebudayaan adalah sebuah jaringan makna yang dianyam

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Sekolah : SMA SMA Negeri 1 Wonogiri Mata Pelajaran/Tema : Bahasa Indonesia/ Kelas/Semester Waktu : XI / Ganjil : 1 x Pertemuan (2 x 45 menit) Hari : Kamis, 23 Desember

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk

BAB II LANDASAN TEORI. Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Membaca 2.1.1 Pengertian Membaca Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan, yang hendak disampaikan oleh penulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seni. Hal ini disebabkan seni dalam sastra berwujud bacaan atau teks sehingga

BAB I PENDAHULUAN. seni. Hal ini disebabkan seni dalam sastra berwujud bacaan atau teks sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nilai seni dalam sebuah karya tidak selalu berwujud pada benda tiga dimensi saja. Adapun kriteria suatu karya dapat dikatakan seni jika karya tersebut memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra lahir dari hasil kreatifitas dan imajinasi manusia, serta pemikiran dan

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra lahir dari hasil kreatifitas dan imajinasi manusia, serta pemikiran dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra lahir dari hasil kreatifitas dan imajinasi manusia, serta pemikiran dan juga pengalaman yang dimiliki oleh individu atau kelompok. Keindahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 Tinjauan aspek sosiokultural puisi-puisi pada harian Solopos dan relevansinya sebagai materi ajar alternatif bahasa Indonesia di SMA (harian Solopos edisi oktober-desember 2008) Oleh: Erwan Kustriyono

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI Pada bab ini penulis akan memaparkan beberapa penelitian sebelumnya,konsep dan landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini. Pertama-tama penulis

Lebih terperinci

TOKOH DAN PENOKOHAN DALAM TEKS CERITA FANTASI KARYA SISWA KELAS VII SMP NEGERI 1 PAYAKUMBUH

TOKOH DAN PENOKOHAN DALAM TEKS CERITA FANTASI KARYA SISWA KELAS VII SMP NEGERI 1 PAYAKUMBUH TOKOH DAN PENOKOHAN DALAM TEKS CERITA FANTASI KARYA SISWA KELAS VII SMP NEGERI 1 PAYAKUMBUH Oleh: Elin Nofia Jumesa 1, Abdurahman 2, Emidar 3. Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FBS Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan induk dari seluruh disiplin ilmu. Pengetahuan sebagai hasil proses belajar manusia baru tampak nyata apabila dikatakan, artinya diungkapkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. berjudul Citra Perempuan dalam Novel Hayuri karya Maria Etty, penelitian ini

BAB II LANDASAN TEORI. berjudul Citra Perempuan dalam Novel Hayuri karya Maria Etty, penelitian ini 12 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Penelitian Sejenis Penelitian lain yang membahas tentang Citra Perempuan adalah penelitian yang pertama dilakukan oleh Fitri Yuliastuti (2005) dalam penelitian yang berjudul

Lebih terperinci

Menulis Berita. Silahkan mencoba menulis sebuah berita sesuai kaedah ejaan yang benar. Drs. Masari, MM. Modul ke: Fakultas TEKNIK

Menulis Berita. Silahkan mencoba menulis sebuah berita sesuai kaedah ejaan yang benar. Drs. Masari, MM. Modul ke: Fakultas TEKNIK Modul ke: Menulis Berita Silahkan mencoba menulis sebuah berita sesuai kaedah ejaan yang benar Fakultas TEKNIK Drs. Masari, MM Program Studi TEKNIK MESIN http://www.mercubuana.ac.id Teknik Penulisan Berita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. indah dan berusaha menyalurkan kebutuhan keindahan manusia, di samping itu

BAB I PENDAHULUAN. indah dan berusaha menyalurkan kebutuhan keindahan manusia, di samping itu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif manusia dalam kehidupannya, dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Sastra seni kreatif menggunakan

Lebih terperinci

HUBUNGAN KEMAMPUAN MEMBACA SASTRA DENGAN KEMAMPUAN MENULIS KARANGAN NARASI SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 LUBUK BASUNG

HUBUNGAN KEMAMPUAN MEMBACA SASTRA DENGAN KEMAMPUAN MENULIS KARANGAN NARASI SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 LUBUK BASUNG HUBUNGAN KEMAMPUAN MEMBACA SASTRA DENGAN KEMAMPUAN MENULIS KARANGAN NARASI SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 LUBUK BASUNG Oleh: Retna Yeni 1, Erizal Gani 2, Afnita 3 Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan dan intelektual, sosial,

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan dan intelektual, sosial, 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan dan intelektual, sosial, dan emosional peserta didik merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dalam bentuk cerita. Kata novel berasal dari bahasa Italia yaitu novella yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dalam bentuk cerita. Kata novel berasal dari bahasa Italia yaitu novella yang BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Seluk Beluk Novel Novel adalah sebuah karya fiksi prosa yang ditulis secara naratif, biasanya dalam bentuk cerita. Kata novel berasal dari bahasa Italia yaitu novella yang dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra adalah karya lisan atau tertulis yang memiliki berbagai ciri keunggulan seperti keorisinilan, keartistikan, keindahan dalam isi dan ungkapannya (Sudjiman,

Lebih terperinci

MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE TIPE SCRIPT SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENYIMAK DONGENG SISWA SMP

MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE TIPE SCRIPT SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENYIMAK DONGENG SISWA SMP MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE TIPE SCRIPT SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENYIMAK DONGENG SISWA SMP Heru Susanto, Eti Sunarsih Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, STKIP Singkawang,

Lebih terperinci

33. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunanetra (SMALB A)

33. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunanetra (SMALB A) 271 33. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunanetra (SMALB A) A. Latar Belakang Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional

Lebih terperinci