BAB II KAJIAN PUSTAKA. merupakan gambaran seseorang tentang dirinya, baik yang bersifat fisik

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA. merupakan gambaran seseorang tentang dirinya, baik yang bersifat fisik"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Konsep Diri 1. Pengertian Konsep Diri Merupakan suatu kerangka acuan (frame of reference) dalam berinteraksi dengan lingkungan. Menurut Hurlock (1993) konsep diri merupakan gambaran seseorang tentang dirinya, baik yang bersifat fisik maupun psikologis yang diperoleh melalui interaksinya dengan orang lain. Cawagas (dalam Hurlock, 1993) mengemukakan bahwa konsep diri menyangkut seluruh pandangan individu akan dimensi fisik, karakteristik pribadi, motivasi, kelemahan, kepandaian dan kegagalan. Konsep diri juga dapat diartikan sebagai penilaian keseluruhan terhadap penampilan, perilaku, perasaan, sikap-sikap, kemampuan serta sumber daya yang dimiliki seseorang (Labenne dan Greene, dalam Hurlock 1969). Konsep diri sebagai suatu penilaian terhadap diri, juga dijelaskan dalam defenisi konsep diri yang dikemukakan oleh Partosuwido, dkk (dalam Hurlock, 1974) yaitu bahwa konsep diri adalah cara bagaimana individu menilai diri sendiri, bagaimana penerimaannya terhadap diri sendiri sebagaimana yang dirasakan, diyakini, dan dilakukan, baik ditinjau dari segi fisik, moral, keluarga, personal, dan sosial. Konsep diri (self concept) mengacu pada evaluasi bidang spesifik dari diri sendiri. Individu dapat membuat evaluasi diri dalam banyak 11

2 12 bidang kehidupan mereka seperti akademisi, penampilan dan lain-lain. Secara ringkas konsep diri mengacu pada evaluasi bidang yang lebih spesifik (Santrock, 2002) Hurlock (1974) mengatakan bahwa konsep diri memiliki tiga komponen utama, yaitu: a) komponen perseptual, yaitu image seseorang mengenai penampilan fisiknya dan kesan yang ditampilkan pada orang lain. Komponen ini sering disebut sebagai physical self concept, b) komponen konseptual, yaitu konsepsi seseorang mengenai karakteristik khusus yang dimiliki, baik kemampuan dan ketidakmampuan, latar belakang serta masa depannya. Komponen ini sering disebut sebagai psychological self concept, yang tersusun dari beberapa kualitas penyesuaian diri, seperti kejujuran, percaya diri, kemandirian, pendirian yang teguh dan kebalikan dari sifat-sifat tersebut, c) komponen sikap, yaitu perasaan seseorang tentang diri sendiri, sikap terhadap statusnya sekarang dan prospeknya di masa depan, sikap terhadap harga diri dan pandangan diri yang dimilikinya. 2. Dimensi Konsep Diri Menurut Coulhorn (1990) konsep diri memiliki tiga dimensi, yaitu: pengetahuan tentang diri sendiri, harapan terhadap diri sendiri dan evaluasi diri. Dimensi pertama dari konsep diri adalah apa yang kita ketahui tentang diri kita. Biasanya hal ini menyangkut hal-hal bersifat dasar seperti; usia, jenis kelamin, kebangsaan, latar belakang etnis, profesi

3 13 dan sebagainya. Jadi konsep diri seseorang dapat didasarkan pada faktor dasar, misalnya sebagai berikut: usia 15 tahun, wanita, warga negara indonesia, suku jawa, siswa. Faktor dasar ini akan menentukan seseorang dalam kelompok sosial tertentu. Selain itu setiap orang juga akan mengidentifikasi dengan kelompok sosial lain yang dapat menambah julukan dirinya dan memberikan sejumlah informasi lain yang akan masuk dalam potret mental orang tersebut. Melalui perbandingan dengan orang lain ini, seseorang memberikan penilaian kualitas dirinya. Seperti orang yang pandai atau yang bodoh, baik hati atau egois, spontan dan hati-hati. Kualitas diri ini tidak permanen tetapi berubah, bila seseorang mengubah tingkah lakunya atau dapat mengubah kelompok pembandingnya. Dimensi kedua adalah harapan terhadap diri kita sendiri. Ketika seseorang berpikir tentang siapakah dirinya, pada saat yang sama ia akan berpikir akan menjadi apa dirinya di masa yang akan datang. Prinsipnya setiap orang memiliki harapan terhadap dirinya sendiri. Harapan akan diri sendiri ini merupakan diri ideal. Diri ideal sangat berbeda untuk setiap individu. Apa pun harapan dan tujuan sesorang akan membangkitkan kekuatan yang mendorongnya menuju masa depan dan memandu kegiatannya dalam seumur hidupnya. Terakhir dimensi ketiga adalah evaluasi terhadap diri sendiri. Setiap hari setiap orang berkedudukan sebagai penilai dirinya sendiri, mengukur apakah ia bertentangan dengan (1) saya dapat menjadi apa

4 14 yaitu pengharapan seseorang terhadap dirinya dan (2) saya seharusnya menjadi apa tentang siapakah dirinya, yaitu standart seseorang bagi dirinya sendiri. Evaluasi terhadap diri sendiri ini disebut harga diri (self esteem), yang mana akan menentukan seberapa jauh seseorang akan menyukai dirinya. Semakin jauh perbedaan antara gambaran tentang siapa dirinya dengan gambaran seseorang tentang seharusnya ia menjadi, maka akan menyebabkan harga diri yang rendah. Sebaliknya bila seseorang berada dalam standart dan harapan yang ditentukan bagi dirinya sendiri, yang menyukai siapa dirinya, apa yang dikerjakan dan tujuannya maka ia akan memiliki harga diri yang tinggi Dalam hal ini, tidak menjadi soal apakah standart itu masuk akal atau pengharapan itu realistis. Misalnya jika standart seorang mahasiswa nilainya A semua, maka nilai rata-rata B+ (yang untuk mahasiswa lain mungkin menjadi sumber dari rasa harga diri yang tinggi) akan menyebabkan rasa harga diri yang rendah. Jelaslah bahwa evaluasi tentang diri sendiri merupakan komponen konsep diri yang sangat kuat. 3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konsep Diri Mead (Hurlock, 1993) menyebutkan bahwa konsep diri merupakan produk sosial, yang dibentuk melalui proses internalisasi dan organisasi pengalaman-pengalaman psikologis. Pengalaman-pengalaman psikologis ini merupakan hasil eksplorasi individu terhadap lingkungan fisik dan refleksi dari dirinya yang diterima dari orang-orang penting di sekitarnya.

5 15 Oleh karena itu banyak faktor yang mempengaruhi konsep diri seseorang. yaitu: a) Peran orang tua dan anggota keluarga yang ditandai dengan adanya integritas dan tenggang rasa yang tinggi antara anggota keluarga serta dirinya mendapat dukungan kedua orang tua dan anggota keluarga lainnya dalam menghadapi masalah, sehingga ia menjadi lebih bersikap positif serta realistis dalam memandang lingkungan dan dirinya; (b) Peran faktor sosial dengan adanya interaksi seseorang dengan orang-orang disekitarnya, apa yang dipersepsi seseorang tentang dirinya, tidak terlepas dari struktur, peran dan status sosial yang disandang orang tersebut; (c) Konsep diri merupakan produk belajar yang terjadi setiap hari dan umumnya tidak disadari oleh individu. Lebih lanjut Verderher (dalam Hurlock, 1974) juga mengemukakan bahwa terdapat empat faktor yang juga mempengaruhi konsep diri seseorang, yaitu: (a) Self appraisa-viewing self as an object, merupakan sutu pandangan yang menjadikan diri sendiri sebagai objek dalam komunikasi atau kesan kita terhadap diri sendiri, semakin besar pengalaman positif yang kita miliki semakin positif konsep diri kita, namun sebaliknya semakin besar pengalaman negatif yang kita miliki semakin negatif konsep diri kita; (b) Reaction and response of other, yaitu reaksi dan respon orang lain terhadap diri, dengan demikian, apa yang ada pada diri kita, dievaluasi oleh orang lain melalui interaksi kita dengan orang sekitar; (c) roles you play-role taking, merupakan serangkaian pola perilaku nilai dan tujuan yang diharapkan oleh masyarakat dihubungkan

6 16 dengan fungsi individu dalam kelompok sosial; (d) reference group, merupakan cara memandang perilaku seseorang berdasarkan penilaian kelompoknya, dimana dngan penilaian tersebut akan dapat mengembangkan konsep diri seseorang sebagai akibat adanya pengaruh kelompok rujukan tersebut. 4. Konsep Diri Negatif Orang yang mempunyai konsep diri negatif akan sangat sedikit mengetahui tentang dirinya, Adapun menurut Coulhoun (1990) ada dua jenis konsep diri negatif. Tipe pertama, yang merupakan sangat tidak teraturnya pandangan seseorang tentang dirinya, ia tidak memiliki kestabilan dan keutuhan diri, dan ia benar-benar tidak tahu siapa dirinya. Tipe kedua dari konsep diri negatif hampir merupakan kebalikan dari yang pertama. Disini konsep diri terlalu stabil dan terlalu teratur, dengan kata lain kaku. Mungkin karena didikan orang tua yang terlalu keras, individu tersebut menciptakan citra diri yang tidak mengijinkan adanya penyimpangan dan aturan-aturan yang menurutnya merupakan cara hidup yang tepat. Pada kedua tipe konsep diri negatif, informasi baru tentang dirinya hampir pasti menjadi penyebab, kecemasan dan rasa ancaman pada diri. Tidak satupun dari kedua konsep diri negatif cukup berfariasi dalam menyerap berbagai informasi tentang dirinya. Setiap hari dalam pikiran manusia menjadi pemilihan yang ketat tentang berbagai macam dorongan,

7 17 ingatan dan tanggapan, yang semua itu akan terefleksi dalam diri. Jadi agar seseorang dapat memahami dan menerima diri sendiri, maka konsep dirinya harus dilengkapi dengan pengertian yang cukup luas mencakup bermacam-macam fakta yang berbeda tentang diri kita. Dengan kata lain konsep diri idealnya harus luas dan tersusun dengan teratur. Orang dengan konsep diri yang tidak teratur dan konsep diri yang sempit benar-benar tidak memiliki kategori mental yang dapat dikaitkan dengan informasi yang bertentangan tentang dirinya. Oleh karena itu ia mengubah terus menerus konsep dirinya atau melindungi konsep dirinya yang kokoh dengan mengubah atau menolak informasi yang baru. Dalam kaitannya dengan evaluasi diri, konsep diri negatif sesuai dengan istilahnya merupakan penilaian negatif terhadap diri sendiri. Apapun yang diketahui tentang dirinya, ia tidak pernah merasa cukup baik. Apapun yang diperolehnya tidak berharga dibanding dengan apa yang diperoleh orang lain. Hal ini dapat menuntun seseorang ke arah kelemahan emosional. Dari hasil penilaian Dobson dan Shaw (Coulhoun, 1990) bahwa konsep diri yang negatif seringkali berhubungan dengan depresi klinis. Atau seseorang akan merasa cemas terus menerus, karena menghadapi informasi tentang dirinya. Dalam hal ini kecemasan atau depresi akan mengikis harga dirinya sehingga menyebabkan kekecewaan emosional yang lebih parah. Harapan orang yang memiliki konsep diri negatif terhadap dirinya sangat sedikit. Mereka menganggap dirinya tidak akan merancang

8 18 pengharapannya sedemikian rupa, sehingga dalam kenyataannya ia tidak dapat mencapai suatu apapu yang berharga. Kegagalan ini akan merusak harga dirinya yang memang sudah rapuh. Lebih lanjut lagi akan menyebabkan citra diri yang lebih negatif dan pada akhirnya bisa menyebabkan penghancuran diri. Brook dan Emmert (Rakmat,1995) menyebutkan ciri-ciri orang yang memiliki konsep diri negatif antara lain, 1) peka terhadap ktitik, 2) responsif terhadap pujian, meskipun mungkin ia berpura-pura menghindarinya, 3) hiperkritis terhadap orang lain, 4) merasa tidak disenangi oleh orang lain, sehingga sulit menciptakan kehangatan dan keakraban dengan orang lain, 5) pesimis terhadap kompetisi. 5. Konsep Diri Positif Dasar dari konsep diri yang positif adalah adanya penerimaan diri. Hal ini disebabkan orang yang memiliki konsep diri positif mengenal dirinya dengan baik. Tidak seperti halnya dengan konsep diri negatif, konsep diri yang positif bersifat stabil dan bevariasi. Konsep diri ini meliputi baik informasi yang positif maupun yang negatif tentang dirinya. Jadi orang yang memiliki konsep diri positif dapat menerima dan memahami kenyataan yang bermacam-macam tentang dirinya sendiri. Karena konsep diri yang positif dapat menampung seluruh pengalaman dirinya, maka hasil evaluasi dirinya pun positif. Ia dapat menerima dirinya secara apa adanya. Hal ini tidak berarti bahwa ia tidak

9 19 pernah kecewa terhadap dirinya sendiri atau bahwa ia gagal mengenali kesalahannya sebagai suatu kesalahan. Tetapi ia tidak perlu merasa bersalah terus menerus atas keberadaannya. Dengan menerima diri sendiri ia dapat menerima orang lain. Orang yang memiliki konsep diri positif merancang tujuan-tujuan yang sesuai dengan kemampuannya dan realistis, artinya memiliki kemungkinan besar untuk dapat mencapai tujuan tersebut. Disamping itu tujuan itu cukup berharga sehingga kalau ia berhasil mencapainya akan meningkatkan harga dirinya. Yang paling penting dari pengharapan yang realistis adalah pengharapan tentang kehidupannya sebagai individu. Oleh karena konsep diri yang positif mampu mengasimilasikan seluruh pengalaman individu, baik yang positif maupun yang negatif, maka hal ini merupakan modal yang berharga dalam menghadapi kehidupan di masa depan. Orang yang berkonsep diri positif dapat menyongsong masa depannya dengan bebas. Baginya hidup merupakan suatu proses penemuan, yang dapat membuat dirinya tertarik, memberi kejutan dan imbalan yang menyenangkan. Oleh karena itu konsep diri yang positif akan menuntun seseorang untuk bertindak dengan spontan dan memperlakukan orang lain dengan ramah dan hormat. Cara hidup seperti ini akan membuat hidup terasa menyenangkan, penuh kejutan dan imbalan yang menyenangkan Berlawanan dengan ciri-ciri orang yang memiliki konsep diri negatif yang dikemukakan Brook dan Emmert di atas, maka ciri-ciri orang

10 20 yang memiliki konsep diri positif antara lain, 1) yakin akan kemampuannya untuk mengatasi suatu masalah, 2) merasa setara dengan orang lain, 3) menerima pujian dengan tanpa merasa malu, 4) menyadari bahwa setiap orang memiliki berbagai perasaan, keinginan dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui oleh masyarakat, 5) mampu memperbaiki diri, karena ia sanggup mengungkapkan aspek-aspek kepribadian yang tidak disenanginya dan berusaha untuk mengubahnya. 6. Peran Konsep Diri Dalam Perilaku Sebagai inti kepribadian, konsep diri akan menentukan keberhasilan seseorang dalam menghadapi permasalahan yang timbul dalam kehidupannya. Hal ini disebabkan konsep diri merupakan internal frame of reference, yaitu merupakan kerangka acuan bagi tingkah laku individu (Meichati, dalam Hurlock 1974). Menurut Pudjigjogyanti (dalam Hurlock,1974), ada tiga alasan yang dapat mejelaskan peran konsep diri dalam menentukan perilaku seseorang, yaitu: a) Konsep diri mempunyai peran penting dalam mempertahankan keselarasan batin (inner consistency), apabila timbul perasaan atau persepsi yang tidak seimbang atau saling bertentangan, maka akan terjadi situasi psikologis yang tidak menyenangkan, sehingga ia akan mengubah perilakunya; b) Seluruh sikap dan pandangan individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi individu dalam menafsirkan pengalamannya, sebuah kejadian dapat ditafsirkan secara berbeda-beda

11 21 oleh beberapa individu, karena masing-masing mempunyai sikap dan pandangan berbeda terhadap diri sendiri; c) Konsep diri menentukan pengharapan individu, Mc Candless (dalam Hurlock, 1974), mengatakan bahwa konsep diri merupakan seperangkat harapan serta penilaian perilaku yang menunjuk kepada harapan-harapan tersebut. 7. Peran Konsep Diri dalam Aktualisasi Diri Roger (Coulhorn, 1990) mengatakan bahwa meskipun diri mempunyai tendensi inheren untuk mengaktualisasikan diri, namun sangat meudah dipengaruhi oleh lingkungan, khususnya oleh lingkungan sosial. Pengalaman pada masa kanak-kanak memiliki peranan yang sangat besar dalam menentukan keberhasilan individu tersebut untuk mengaktualisasikan diri. Sebagai bagian dari konsep diri, individu juga akan mengembangkan gambaran akan menjadi siapa atau mungkin ingin menjadi siapa dirinya nanti (diri ideal). Gambaran-gambaran itu dibentuk sebagai akibat dari bertambah kompleksnya interaksi-interaksi dengan orang lain. Dengan mengamati reaksi orang lain terhadap tingkah lakunya, individu secara ideal akan mengembangkan suatu pola kemungkinan adanya beberapa ketidakharmonisan antara diri yang sebagaimana adanya dengan diri ideal dapat diperkecil. Karena ketidaksesuaian antara gambaran diri yang sebenarnya dengan diri ideal akan menimbulkan ketidakpuasan dalam penyesuaian diri. Hal ini

12 22 disebabkan sebagian besar penilaian tentang harga diri tergantung pada seberapa dekat seseorang dengan ideal self-nya. Semakin dekat diri yang sebenarnya dengan diri ideal, semakin tinggi pula harga diri seseorang. Harga diri merupakan evaluasi seseorang terhadap diri sendiri, yang menyatakan sikap menerima atau menolak, bahkan lebih jauh dikemukakan bahwa harga diri akan menunjukkan seberapa besar seseorang percaya bahwa dirinya mampu, berarti berhasil dan beharga. Harga diri ini akan menentukan penerimaan diri, menurut Jersild (Hurlock, 1974) adalah individu dapat menerima emosi-emosinya, memiliki keyakinan akan kemampuannya untuk mengatasi hidup, mau menerima tanggung jawab dan tantangan terhadap kemampuannya, tanpa menjangkau hal-hal yang tidak mungkin dan mempunyai penghargaan yang sehat terhadap hak-haknya dan diri sebagai orang yang berguna meskipun tidak sempurna. Penerimaan diri ini bukan berarti merasa puas terhadap diri sendiri, tetapi lebih cenderung kepada kemauan untuk menghadapi kenyataan-kenyataan dan kondisi-kondisi hidup, baik yang menyenangkan ataupun tidak, menurut kemampuannya. Dalam kaitannya dengan aktualisasi diri, Rogers (Coulhoun, 1990) mengatakan bahwa kunci dari aktualisasi diri adalah konsep diri. Orang yang positif berarti memiliki penerimaan diri dan harga diri yang positif. Mereka menganggap dirinya berharga dan cenderung menerima diri sendiri sebagaimana adanya. Sebaliknya, orang yang memiliki konsep diri negatif, menunjukkan penerimaan diri negatif pula. Mereka memiliki

13 23 perasaan kurang berharga, yang menyebabkan perasaan benci atau penolakan terhadap diri sendiri. Johnson dan Medinnus (dalam Hurlock, 1974) mengatakan bahwa konsep diri yang positif yang nampak dalam bentuk penghargaan terhadap diri sendiri dan penerimaan diri adalah merupakan dasar perkembangan kepribadiaan yang sehat. Oleh karena itu sebagaimana telah dikemukakan di atas bahwa kepribadian yang sehat merupakan syarat dalam mencapai aktualisasi diri, maka hanya orang yang memiliki konsep diri positif saja yang akan dapat mengaktualisasikan diri sepenuhnya. Sedangkan orangorang yang memiliki konsep diri negatif cenderung mengembangkan gangguan dalam penyesuaian diri. Hal ini disebabkan adanya ketidakharmonisan (incongruence) antara konsep diri dengan kenyataan yang mengitari mereka atau dengan kata lain mereka tidak dapat mengembangkan kepribadian yang sehat. Oleh karena itu mereka tidak dapat mengaktualisasika semua segi dari dirinya. B. Skizofrenia 1. Pengertian Morel (dalam Coleman, dkk, 1980) menggunakan istilah demence precoce atau gangguan mental dini untuk melukiskan bentuk psikosis tertentu yang sesuai dengan pengertian skozofrenia sekarang. Selanjutnya Kraeplin (dalam Coleman, dkk, 1980) mensistematiskan istilah tersebut menjadi dementia praecox yang merupakan kamerosotan otak (dementia)

14 24 yang diderita oleh orang muda (praecox) yang pada akhirnya dapat menyebabkan kekaburan keseluruhan kepribadian. Pada akhirnya Eugen Bleuler (dalam Coleman, dkk, 1980) memperkenalkan istilah skizofrenia atau.jiwa yang terbelah., sebab gangguan ini ditandai dengan disorganisasi proses berpikir, rusaknya koherensi antara pikiran dan perasaan, serta berorientasi diri kedalam dan menjauh dari realitas yang intinya terjadi perpecahan antara intelek dan emosi. Lebih lanjur Halgin dan Whitbourne (1995) menyatakan skizofrenia merupakan gangguan akibat suatu rangkaian simptom seperti gangguan dalam isi pikiran, bentuk pikiran, persepsi, afeksi, kepekaan diri, motivasi, tingkah laku dan fungsi interpersonal. Skizofrenia merupakan suatu deskripsi sindroma dengan variasi penyebab (banyak yang belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau "deteriorating") yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada perimbangan pengaruh genetik, fisik, dan sosial budaya. Defenisi yang lebih rinci mengenai skizofrenia bersumber dari Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa Indonesia (PPDGJ-III) yang mengemukakan bahwa gangguan skizofrenia adalah sekelompok gangguan psikotik dengan gangguan dasar pada kepribadian, terjadi distorsi khas proses pikir, kadang-kadang mempunyai perasaan bahwa dirinya sedang dikendalikan oleh kekuatan dari luar dirinya, paham yang kadang-kadang aneh, gangguan persepsi, efek abnormal yang tidak terpadu dengan situasi nyata/sebenarnya dan autisme.

15 25 Individu yang mengalami skizofrenia akan mengalami gangguan pikiran persepsi, dan emosi, serta individu tersebut mungkin menghindari interaksi sosial dengan orang lain dan menunjukkan perilaku-perilaku yang cenderung aneh (bizzare) (Barlow & Durand, 1995). Menurut Opler dan Andreasen (dalam Barlow & Durand, 1995) terdapat dua klasifikasi simtom yang ditunjukkan individu yang mmengalami skizofrenia, yaitu: a) simtom negatif, simtom ini menunjukkan hilangnya fungsi normal individu, seperti menghindari interaksi sosial atau emosi yang datar; b) simtom positif, sebaliknya pada simtom positif ditunjukkan dengan hadirnya gangguan perilaku seperti halusinasi, delusi dan kondisi emosional yang sangat ekstrim. Mueser dan Gingerich (2006) memberikan definisi medis untuk skizofrenia yaitu penyakit khusus yang dikarakteristikkan oleh adanya masalah pada fungsi sosial, merawat diri, dan kesulitan membedakan suatu hal yang nyata dan tidak nyata. Definisi dan simtom yang ditunjukkan oleh individu yang mengalami skizofrenia memperlihatkan bahwa individu tersebut tidak berfungsi secara normal lagi. 2. Epidemologi Skizofrenia dapat ditemukan pada semua kelompok masyarakat dan di berbagai daerah. Insiden dan tingkat prevalensi sepanjang hidup secara kasar hampir sama di seluruh dunia. Gangguan ini mengenai

16 26 hampir 1% populasi dewasa dan biasanya onsetnya pada usia remaja akhir atau awal masa dewasa. Pada laki-laki biasanya gangguan ini mulai pada usia lebih muda yaitu tahun sedangkan pada perempuan lebih lambat yaitu sekitar tahun. Insiden skizofrenia lebih tinggi pada laki-laki daripada perempuan dan lebih besar di daerah urban dibandingkan daerah rural (Sadock, 2003). Menurut Howard, Castle, Wessely, dan Murray (dalam Purba, 2009), di seluruh dunia prevalensi seumur hidup skizofrenia kira-kira sama antara laki-laki dan perempuan diperkirakan sekitar 0,2%-1,5%. Meskipun ada beberapa ketidaksepakatan tentang distribusi skizofrenia di antara laki-laki dan perempuan, perbedaan di antara kedua jenis kelamin dalam hal umur dan onset-nya jelas. Onset untuk perempuan lebih rendah dibandingkan laki-laki, yaitu sampai umur 36 tahun, yang perbandingan risiko onsetnya menjadi terbalik, sehingga lebih banyak perempuan yang mengalami skizofrenia pada usia yang lebih lanjut bila dibandingkan dengan laki-laki. 3. Etiologi Terdapat beberapa pendekatan yang dominan dalam menganalisa penyebab skizofrenia, antara lain : (a) Faktor genetik atau keturunan dapat menentukan timbulnya skizofrenia, yang mana melibatkan lebih dari satu gen, (b)..faktor biokimia yang berasal dari ketidakseimbangan kimiawi

17 27 otak yang disebut neurotransmitter, aktivitas neurotransmitter dopamine yang berlebihan di bagian-bagian tertentu otak, juga neurotransmitter lain seperti serotonin dan norepinephrine tampaknya juga memainkan peranan (Durand dalam Purba, 2009); (c)..faktor psikologis dan sosial antara lain adanya trauma yang bersifat kejiwaan, adanya hubungan orang tua-anak yang patogenik, serta interaksi yang patogenik dalam keluarga (Wiraminaradja & Sutardjo dalam Purba, 2005). 4. Perjalanan Penyakit Perjalanan penyakit skizofrenia sangat bervariasi pada tiap-tiap individu. Perjalanan klinis skizofrenia berlangsung secara perlahan-lahan, meliputi beberapa fase yang dimulai dari keadaan premorbid, prodromal, fase aktif dan keadaan residual (Sadock, 2003). Pola gejala premorbid merupakan tanda pertama penyakit skizofrenia, walaupun gejala yang ada dikenali hanya secara retrospektif. Karakteristik gejala skizofrenia yang dimulai pada masa remaja akhir atau permulaan masa dewasa akan diikuti dengan perkembangan gejala prodromal yang berlangsung beberapa hari sampai beberapa bulan. Tanda dan gejala prodromal skizofrenia dapat berupa cemas, gundah (gelisah), merasa diteror atau depresi. Penelitian retrospektif terhadap pasien dengan skizofrenia menyatakan bahwa sebagian penderita mengeluhkan gejala somatik, seperti nyeri kepala, nyeri punggung dan otot, kelemahan dan masalah pencernaan (Sadock, 2003).

18 28 Fase aktif skizofrenia ditandai dengan gangguan jiwa yang nyata secara klinis, yaitu adanya kekacauan dalam pikiran, perasaan dan perilaku. Penilaian pasien skizofrenia terhadap realita terganggu dan pemahaman diri buruk sampai tidak ada. Fase residual ditandai dengan menghilangnya beberapa gejala klinis skizofrenia. Yang tinggal hanya satu atau dua gejala sisa yang tidak terlalu nyata secara klinis, yaitu dapat berupa penarikan diri (withdrawal) dan perilaku aneh (Buchnan dalam Sadock, 2003). 5. Tipe-tipe Skizofrenia Diagnosa Skizofrenia berawal dari Diagnostik and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM) yaitu: DSM-III (American Psychiatric Assosiation, 1980) dan berlanjut dalam DSM-IV (American Psychiatric Assosiation,1994) dan DSM-IV-TR (American Psychiatric Assosiation,2000). Berikut ini adalah tipe skizofrenia dari DSM-IV-TR Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala yang dominan yaitu (Davidson, 2006) : a) Tipe Paranoid Ciri utama skizofrenia tipe ini adalah waham yang mencolok atau halusinasi auditorik dalam konteks terdapatnya fungsi kognitif dan afektif yang relatif masih terjaga. Waham biasanya adalah waham kejar atau waham kebesaran, atau keduanya, tetapi waham dengan tema lain (misalnya waham kecemburuan, keagamaan, atau somalisas)

19 29 mungkin juga muncul. Ciri-ciri lainnya meliputi ansietas, kemarahan, menjaga jarak dan suka berargumentasi, dan agresif. b) Tipe Disorganized (tidak terorganisasi) Ciri utama skizofrenia tipe disorganized adalah pembicaraan kacau, tingkah laku kacau dan afek yang datar atau inappropriate. Pembicaraan yang kacau dapat disertai kekonyolan dan tertawa yang tidak erat kaitannya dengan isi pembicaraan. Disorganisasi tingkah laku dapat membawa pada gangguan yang serius pada berbagai aktivitas hidup sehari-hari. c) Tipe Katatonik Ciri utama skizofrenia tipe ini adalah gangguan pada psikomotor yang dapat meliputi ketidakbergerakan motorik (waxy flexibility). Aktivitas motor yang berlebihan, negativism yang ekstrim, sama sekali tidak mau bicara dan berkomunikasi (mutism), gerakan-gerakan yang tidak terkendali, mengulang ucapan orang lain (echolalia) atau mengikuti tingkah laku orang lain (echopraxia). d) Tipe Undifferentiated Tipe Undifferentiated merupakan tipe skizofrenia yang menampilkan perubahan pola simptom-simptom yang cepat menyangkut semua indikator skizofrenia. Misalnya, indikasi yang sangat ruwet, kebingungan (confusion), emosi yang tidak dapat dipegang karena berubah-ubah, adanya delusi, referensi yang berubahubah atau salah, adanya ketergugahan yang sangat besar, autisme

20 30 seperti mimpi, depresi, dan sewaktu-waktu juga ada fase yang menunjukkan ketakutan. e) Tipe Residual Tipe ini merupakan kategori yang dianggap telah terlepas dari skizofrenia tetapi masih memperlihatkan gejala-gejala residual atau sisa, seperti keyakinan-keyakinan negatif, atau mungkin masih memiliki ide-ide tidak wajar yang tidak sepenuhnya delusional. Gejala-gejala residual itu dapat meliputi menarik diri secara sosial, pikiran-pikiran ganjil, inaktivitas, dan afek datar. 6. Pemulihan Skizofrenia Sesungguhnya tiga dari empat penderita skizofrenia dapat mengalami perbaikan yang bermakna atau pulih dengan baik dan dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara normal, tetapi sembuh atau tidaknya belum dapat diketahui. Satu-satunya jalan untuk mengendalikan gejala adalah dengan pemberian antipsikotik yang dikombinasikan dengan terapi pendukung (tanpa obat-obatan) berupa dukungan dan motivasi secara kontinyu. Shean (2010) dalam bukunya yang berjudul recovery from schizophrenia mengatakan bahwa konsep pulih dimaknai sebagai alternatif filosofis terbentuknya sebuah harapan dan rasa optimisme pada individu yang terdiagnosa skizofrenia dimana ia mampu untuk membangun produktivitas dan kebermaknaan hidup didalam masyarakat.

21 31 Untuk pulih pasien dengan gangguan kejiwaan harus memiliki keyakinan dalam dirinya dan realisasi bahwa pemulihan itu sendiri adalah memungkinkan. Pemulihan itu sendiri mencakup penyelesaian masalah yang terkait gangguan seperti halusinasi, waham dan gejala lainnya, selain proses pemulihan yakni mengembangkan pandangan optimis pasien terhadap kehidupan dan rasa kelayakan dirinya untuk diterima di dalam komunitas pilihannya. Pemulihan adalah suatu proses, terkadang hasil pemulihan akan diikuti oleh kegagalan seperti munculnya kekambuhan dan adanya penolakan terhadap penyembuhan sehingga hal tersebut tidak perlu dianggap sebagai tanda-tanda kegagalan dari upaya pemulihan. Pemulihan terhadap skizofrenia maupun penyakit mental lainnya akan dimaknai berbeda oleh setiap orang, pemulihan ini merupakan tanggung jawab dan keputusan pasien bukanya keputusan dari dokter, tentunya dengan adanya dukungan dari berbagai pihak selama perjalanan pemulihan ini. Pemulihan dari gangguan skizofrenia atau segala bentuk penyakit mental bisa berbeda untuk orang yang berbeda. Pemulihan menempatkan tanggung jawab dan pengambilan keputusan di tangan pasien, bukan dokter. Pemulihan mengandalkan dukungan dari orang lain pada titik-titik tertentu disepanjang proses penyembuhan tersebut sehingga memungkinkan pasien mempunyai kontrol lebih besar atas jalur pemulihan yang sesuai dengan kebutuhannya. Hal tersebut akan

22 32 memungkinkan mereka untuk menemukan apa yang terbaik untuk mereka oleh mereka sendiri, dan belajar dari pengalaman orang lain. Ada berbagai konsep yang mendasari pemulihan skizofrenia antara lain; ( diakses pada tanggal 1 Agustus 2012) a) Harapan, Harapan sangat penting dan harus ditemukan, dipupuk dan dipelihara. harapan untuk pulih dapat digambarkan sebagai kunci untuk pemulihan,. Dan itu termasuk kepercayaan diri, gigih melalui saat yang tidak menentu dan disaat terjadi kemunduran yang memang pasti terjadi, dengan keyakinan bahwa ada masa depan yang lebih baik. b) Arti dan tujuan hidup Mengembangkan makna dan tujuan dalam hidup yang baru adalah penting. Pasien harus didorong atau dibantu dalam menemukan arti dan tujuan hidup ini melalui pengembangan keterampilan baru, atau peran sosial atau keahlian yang baru.. Makna baru juga dapat ditemukan melalui mengadopsi filosofi baru, praktek politik atau agama. Ini pada dasarnya adalah sebuah proses penemuan diri. c) Pemberdayaan dan identitas diri Sebuah faktor penting dari pemulihan adalah pemberdayaan pasien dan memulihkan rasa percaya diri. Hal ini penting karena memiliki penyakit mental yang serius dapat mengakibatkan pasien menjadi

23 33 merasa tidak berdaya akibat pengalaman seperti kurungan paksa (rawat paksa di rumah sakit), stigma, dan sikap paternalistik dari penjaga dan tim perawatan. Hal ini dapat mengakibatkan pasien mengadopsi identitas baru, sesuai dengan gambar ketidakmampuan dan tidak berharga, dan mengadopsi peran sebagai orang cacat/sakit. Pasien perlu dibantu dalam mengembangkan kepercayaan diri, kemandirian, dan ketegasan. d) Hubungan yang mendukung Teman dan keluarga yang percaya dan mendukung pasien tidak ternilai harganya dalam proses pemulihan Hubungan ini jauh lebih penting dibandingkan dengan dukungan tenaga profesional kesehatan mental. Pengguna jasa lain (penderita gangguan jiwa lain) juga dapat mempunyai arti penting agar pasien bisa pulih. Selalu mempertimbangkan saran dari keluarga dan teman, serta profesional kesehatan mental. e) Mengenal diri Sangat penting untuk memulihkan rasa percaya diri. Salah satu strategi yang telah digunakan adalah untuk mengatur keterlibatan sosial Anda dengan membatasi hanya kepada orang lain yang memberikan hubungan yang positif, aman dan bermakna, sehingga memungkinkan ruang individu untuk mengembangkan pemahaman, spiritualitas diri mereka dan minat. Pengenalan diri ini dibantu melalui

24 34 hubungan dan atmosfer di mana ada penerimaan, kebersamaan dan rasa memiliki. C. Konsep Diri Pasien Skizofrenia Yang Telah Pulih Menurut Rakhmat (1995) pada dasarnya setiap individu mempunyai konsep diri, baik yang positif maupun yang negatif, hanya derajat atau kadarnya yang berbeda-beda. Kenyataannya tidak ada individu yang sepenuhnya memiliki konsep diri positif atau negatif. Tetapi karena konsep diri memegang peranan penting dalam menentukan dan mengarahkan seluruh perilaku individu, maka sedapat mungkin individu yang bersangkutan harus mempunyai konsep diri yang positif atau baik. Keseimbangan berbagai konsep diri antara lain gambaran diri (body image), ideal diri, harga diri, peran dan identitas diri sangat mempengaruhi kesehatan individu. Karena individu dengan konsep diri yang baik/sehat akan memiliki keseimbangan dalam kehidupan. Fox (dalam Knapen 2007) mengatakan adanya harga diri yang rendah selalu ditemukan pada pasien kejiwaan semacam depresi psikotik, pasien dengan gangguan kecemasan dan skizofrenia yang terkait dengan ketidakstabilan emosi, ketidak bermaknaan hidup, rendahnya penyesuaian dan interaksi sosial. Pasien yang telah pulih dari gangguan skizofrenia berarti ia telah mampu untuk membangun harga dirinya ke arah positif, dengan begitu akan terbentuk suatu gambaran konsep diri yang positif pula. Lebih lanjut Fox (2007) menyatakan bahwa harga diri secara luas dianggap sebagai

25 35 indikator kunci bagi kesehatan mental, dengan terbentuk harga diri positif tersebut maka pasien mampu untuk membuktikan bahwa mereka layak untuk diterima di dalam masyarakat kembali dan secara langsung menunjukkan keberhasilan pemulihan dari gangguan skizofrenia yang dialaminya. Pada taraf awal pemulihan pasien akan dihadapkan pada berbagai masalah baik fisik, psikologis maupun sosial yang mana mempengaruhi kualitas hidupnya. Caron dkk (2005) menyatakan kualitas hidup penderita ini dapat menjadi acuan keberhasilan dari suatu pemulihan pasien skizofrenia. semakin baik kualitas hidup pasien dalam artian ia mampu untuk berfungsi sesuai dengan peran yang diharapkan dalam komunitas pilihannya maka hal tersebut menunjukkan pemulihan yang pasien alami akan semakin tercapai. Pembentukan kosep diri pada pasien skizofrenia yang dinyatakan pulih juga ditandai dengan adanya penerimaan diri, yang dimaknai dengan pasien bisa menerima dan memahami kondisinya. Dengan menerima kondisi dirinya pasien akan dapat menerima orang lain dan merancang tujuan-tujuan yang sesuai dengan kemampuannya secara realistis. Disamping itu tujuan tersebut cukup berharga sehingga apabila ia berhasil mencapainya maka akan meningkatkan harga dirinya dengan adanya hal tersebut maka pemulihan terhadap gangguan pasien akan lebih maksimal dan tercapai. D. Penelitian Terdahulu Studi kasus tentang konsep diri serta pemulihan dari gangguan skizofrenia telah banyak menarik para kalangan profesional maupun pemerhati gangguan

26 36 skizofrenia. Terdapat beberapa penelitian yang telah dilakukan terkait dengan permasalahan pada gangguan skizofrenia ini, antara lain penelitian yang dilakukan oleh Kusumowardani (2006) yang melakukan penelitian pada para pasien skizofrenia yang menjalani rawat inap pada fase rehabilitasi dan pernah dirawat lebih dari satu kali dimana penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara persepsi pasien skizofrenia tentang perilaku keluarga dengan frekuensi kekambuhan pasien. Penelitian ini menunjukkan persepsi pasien tentang perilaku keluarga sebagian besar positif (59%), sedangkan frekuensi kekambuhan adalah jarang (51,3%). Dari uji statistik terbukti ada hubungan bermakna yang lemah antara persepsi pasien tentang perilaku keluarga dengan frekuensi kekambuhannya Dari penelitian ini menunjukkan bahwa jika pasien dengan gangguan skizofrenia mendapatkan penanganan yang tepat serta menjalani proses rehabilitasi dan pengobatan yang memadai akan dapat lebih membentuk daya persepsinya ke arah positif, yang mana dengan persepsi yang positif akan terbentuk pula konsep diri yang positif pada pasien tersebut, selain itu penanganan yang tepat dan memadai juga akan dapat mengurangi frekuensi kekambuhan terhadap gangguannya. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Purba (2009) yang ingin mengetahui perbedaan ketidakmampuan bersosiliasi pada penderita skizofrenia melalui pemberian intervensi rehabilitasi. Hasil penelitian menunjukkan skor rata-rata (mean) untuk penderita skizofrenia yang diberi intervensi rehabilitasi adalah 95,525 > 66 (skor ratarata/mean hipotetik). Sedangkan skor rata-rata (mean)

27 37 penderita skizofrenia yang tidak diberi intervensi rehabilitasi adalah 60,75 < 66 (skor rata-rata/mean hipotetik). Hal ini menunjukkan bahwa penderita skizofrenia yang diberi intervensi rehabilitasi memiliki kemampuan melakukan aktivitas hidup sehari-hari, seperti aktivitas yang berkaitan dengan tidur,bak, bab, mandi, ganti pakaian, makan, minum, menjaga kebersihan diri dan menjaga keselamatan diri yang lebih baik dibandingkan penderita skizofrenia yang tidak diberi intervensi rehabilitasi. Dari penelitian ini membuktikan bahwa pasien yang memiliki gangguan skizofrenia akan memiliki kehidupan baik apabila dilakukan penanganan yang memadai seperti pemberian rehabilitasi yang berkelanjutan serta adanya dukungan dari pihak-pihak terdekatnya seperti keluarga, teman dekat dan lingkungan tempat tinggalnya. Dengan adanya tersebut maka secara bertahap pemulihan terhadap gangguan skizofrenia yang dimiliki pasien akan lebih tercapai selain itu pemberian dukungan ini akan semakin membentuk konsep diri yang baik guna mendukung kelanjutan masa depan pasien dalam melakukan aktivitasnya secara normal kembali. Selain itu juga terdapat penelitian yang dilakukan oleh Ju-Yang, dkk (2009) yang melalui design eksperimental ingin mengetahui efek dari terapi kelompok melalui instruksi multimedia terhadap konsep diri pasien skizofrenia, dimana penelitian ini menunjukkan bahwa 22 pasien yang dijadikan subjek terdapat perbedaan yang signifikan dalam skor Tes Menggambar Proyektif House-Tree-Person antara sebelum (0,035) dan sesudah (0,72) intervensi terapi kelompok. Yang mana dapat disimpulkan dari

28 38 peneitian ini bahwa terapi kelompok melalui instruksi multimedia akan dapat meningkatkan konsep diri pasien skizofrenia. Penelitian tentang konsep diri juga dilakukan oleh Knapen, dkk (2007) yang mana ingin meneliti variabel yang mempengauhi konsep diri fisik pasien dengan gangguan depresi dan kecemasan. Dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa hanya 2 dari 6 variabel yang dapat mempengaruhi konsep diri secara fisik pasien yaitu tingkat depresi pasien dan hambatan yang dialami pasien. Tingkat depresi berhubungan dengan keparahan gangguan yang dimiliki oleh pasien yang mana dapat disimpulkan semakin tinggi tingkat keparahan depresi akan semakin mempengaruhi konsep diri-nya. Selain itu hambatan yang dialami pasien terhadap gangguannya juga berperan dalam konsep diri ini seperti dukungan keluarga, penangan yang kurang tepat di Rumah Sakit serta pengobatan yang kurang memadai. Dari pemaparan diatas menunjukkan bahwa dalam pemulihan skizofrenia pertama-tama perlu dibentuk konsep diri baik dalam diri pasien yang mana dapat mendukung proses pemulihannya. Dengan terbentuknya konsep diri yang baik tersebut pasien mempunyai harapan dan keyakinan bahwa hidupnya akan menjadi lebih baik serta dengan terbentuknya pengetahuan positif tentang gambaran mentalnya maka akan mengurangi dampak munculnya atau kekambuhan kembali terhadap gangguan yang dimilikinya. Kenyataannya tidak ada individu yang sepenuhnya memiliki konsep diri positif atau negatif. Tetapi karena konsep diri memegang peranan penting dalam menentukan dan

29 39 mengarahkan seluruh perilaku individu, maka sedapat mungkin individu yang bersangkutan harus mempunyai konsep diri yang positif atau baik. E. Kerangka Teoritik Skizofrenia diketahui sebagai salah satu gangguan kejiwaan yang memiliki tingkat keparahan tertinggi, dimana individu yang mengalami gangguan ini memperlihatkan bahwa individu tersebut tidak berfungsi secara normal lagi yang dikarakteristikkan oleh adanya masalah pada fungsi sosial, merawat diri, dan kesulitan membedakan suatu hal yang nyata dan tidak nyata. Namun diketahui bahwa pemulihan dari gangguan ini bukanlah hal yang mustahil. Pulih disini diartikan sebagai suatu perjalanan kesembuhan, dan perubahan positif yang memungkinkan seseorang dengan penyakit mental yang serius untuk menjalani hidup yang lebih berarti. Dukungan sangat diperlukan bagi individu dengan skizofrenia untuk dapat pulih dari gangguan yang dialaminya. Dukungan tersebut berupa kesadaran dari keluarga pasien untuk terus memotivasi pasien ke arah kesembuhan dengan melakukan pengobatan secara rutin. Selain itu individu yang mengalami skizofrenia harus terus dilatih untuk membentuk kesadaran dalam dirinya untuk mencapai pemulihan Pada taraf awal pemulihan dari skizofrenia individu akan dihadapkan pada berbagai kesulitan dimana pada taraf ini individu akan mulai membentuk kualitas hidupnya kembali. Individu yang sedang pulih dari gangguan skizofrenia akan ditandai oleh pembentukan konsep diri yakni

30 40 adanya penerimaan diri yang dimaknai dengan individu bisa menerima dan memahami kondisinya. Penerimaan diri ini bukan berarti merasa puas terhadap diri sendiri, tetapi lebih cenderung kepada kemauan untuk menghadapi kenyataan-kenyataan dan kondisi-kondisi hidup, baik yang menyenangkan ataupun tidak, menurut kemampuannya. Disamping itu juga Ia tidak perlu merasa bersalah terus menerus atas keberadaannya. Dengan menerima kondisi dirinya pasien akan dapat menerima orang lain dan merancang tujuan-tujuan atau harapan yang sesuai dengan kemampuannya secara realistis. Disamping itu tujuan tersebut cukup berharga sehingga apabila ia berhasil mencapainya maka akan meningkatkan harga dirinya. Harga diri merupakan evaluasi seseorang terhadap diri sendiri, yang menyatakan sikap menerima atau menolak, bahkan lebih jauh dikemukakan bahwa harga diri akan menunjukkan seberapa besar seseorang percaya bahwa dirinya mampu, berarti berhasil dan beharga. Individu yang memiliki harga diri yang tinggi mampu membangun perasaan yang berakar dalam penerimaan diri sendiri tanpa syarat, walaupun melakukan kekalahan dan kegagalan tetapi tetap merasa sebagai seorang yang penting dan berharga. Kaitannya dengan orang yang telah pulih dari skizofrenia, berarti orang tersebut mampu untuk menunjukkan bahwa dirinya bukan lagi sebagai orang yang sakit dan layak untuk diterima sebagai bagian masyarakat serta dia bisa menunjukkan kemampuannya dan perannya sebagai orang yang normal.ia tidak terhambat dengan gangguan skizofrenia yang pernah ia alami, namun ia

31 41 mampu menunjukkan dirinya bahwa dia sebagai orang yang telah pulih dengan membangun tujuan-tujuan dan harapan yang realistis. Gambar 2.1: Kerangka Teoritik Orang Dengan Skizofrenia Kesadaran diri Dukungan Keluarga Peran Sosial Faktor Eksternal Pemulihan Konsep Diri Gambaran Diri Harga Diri Penerimaan Diri Harapan Faktor Internal

BAB I PENDAHULUAN. Jumlah orang dengan gangguan skizofrenia dewasa ini semakin. terutama di negara-negara yang sedang berkembang seperti indonesia dan

BAB I PENDAHULUAN. Jumlah orang dengan gangguan skizofrenia dewasa ini semakin. terutama di negara-negara yang sedang berkembang seperti indonesia dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jumlah orang dengan gangguan skizofrenia dewasa ini semakin mengalami peningkatan dan menjadi masalah kesehatan masyarakat utama, terutama di negara-negara yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kognitif tertentu dapat berkembang kemudian (Sadock, 2003).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kognitif tertentu dapat berkembang kemudian (Sadock, 2003). 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Skizofrenia Skizofrenia adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan suatu gangguan psikiatrik mayor yang ditandai dengan adanya perubahan pada persepsi, pikiran,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pikiran, afek, dan perilaku seseorang. Kesadaran yang jernih dan kemampuan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pikiran, afek, dan perilaku seseorang. Kesadaran yang jernih dan kemampuan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. KONSEP SKIZOFRENIA 1.1. Definisi Skizofrenia Skizofrenia adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan suatu gangguan psikiatrik mayor yang ditandai dengan adanya perubahan

Lebih terperinci

Skizofrenia. 1. Apa itu Skizofrenia? 2. Siapa yang lebih rentan terhadap Skizofrenia?

Skizofrenia. 1. Apa itu Skizofrenia? 2. Siapa yang lebih rentan terhadap Skizofrenia? Skizofrenia Skizofrenia merupakan salah satu penyakit otak dan tergolong ke dalam jenis gangguan mental yang serius. Sekitar 1% dari populasi dunia menderita penyakit ini. Pasien biasanya menunjukkan gejala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masing-masing dari kita mungkin pernah menyaksikan di jalan-jalan, orang yang berpakaian compang-camping bahkan terkadang telanjang sama sekali, berkulit dekil, rambut

Lebih terperinci

Modul ke: Pedologi. Skizofrenia. Fakultas PSIKOLOGI. Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog. Program Studi Psikologi.

Modul ke: Pedologi. Skizofrenia. Fakultas PSIKOLOGI. Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog. Program Studi Psikologi. Modul ke: Pedologi Skizofrenia Fakultas PSIKOLOGI Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id SCHIZOPHRENIA Apakah Skizofrenia Itu? SCHIZOS + PHREN Gangguan jiwa dimana penderita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa menurut WHO (World Health Organization) adalah ketika

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa menurut WHO (World Health Organization) adalah ketika 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan jiwa menurut WHO (World Health Organization) adalah ketika seseorang tersebut merasa sehat dan bahagia, mampu menghadapi tantangan hidup serta dapat menerima

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan disability (ketidakmampuan) (Maramis, 1994 dalam Suryani,

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan disability (ketidakmampuan) (Maramis, 1994 dalam Suryani, BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Skizofrenia merupakan salah satu gangguan kejiwaan berat dan menunjukkan adanya disorganisasi (kemunduran) fungsi kepribadian, sehingga menyebabkan disability (ketidakmampuan)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyimpangan dari fungsi psikologis seperti pembicaraan yang kacau, delusi,

BAB I PENDAHULUAN. penyimpangan dari fungsi psikologis seperti pembicaraan yang kacau, delusi, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Skizofrenia merupakan sekelompok reaksi psikotik yang mempengaruhi berbagai area fungsi individu, termasuk fungsi berfikir dan berkomunikasi, menerima dan menginterpretasikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan kehidupan sehari-hari, hampir 1 % penduduk dunia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. dengan kehidupan sehari-hari, hampir 1 % penduduk dunia mengalami BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Skizofrenia merupakan gangguan jiwa yang paling banyak terjadi, gejalanya ditandai dengan adanya distorsi realita, disorganisasi kepribadian yang parah, serta ketidakmampuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kognitif tertentu dapat berkembang kemudian (Sadock, 2003).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kognitif tertentu dapat berkembang kemudian (Sadock, 2003). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Skizofrenia Skizofrenia adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan suatu gangguan psikiatrik mayor yang ditandai dengan adanya perubahan pada persepsi, pikiran,

Lebih terperinci

PERAN DUKUNGAN KELUARGA PADA PENANGANAN PENDERITA SKIZOFRENIA

PERAN DUKUNGAN KELUARGA PADA PENANGANAN PENDERITA SKIZOFRENIA PERAN DUKUNGAN KELUARGA PADA PENANGANAN PENDERITA SKIZOFRENIA SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh : ESTI PERDANA PUSPITASARI F 100 050 253 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesalahpahaman, dan penghukuman, bukan simpati atau perhatian.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesalahpahaman, dan penghukuman, bukan simpati atau perhatian. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Skizofrenia merupakan suatu sindrom penyakit klinis yang paling membingungkan dan melumpuhkan. Gangguan psikologis ini adalah salah satu jenis gangguan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Skizofrenia adalah gangguan mental yang sangat berat. Gangguan ini ditandai dengan gejala-gejala positif seperti pembicaraan yang kacau, delusi, halusinasi, gangguan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena adanya kekacauan pikiran, persepsi dan tingkah laku di mana. tidak mampu menyesuaikan diri dengan diri sendiri, orang lain,

BAB I PENDAHULUAN. karena adanya kekacauan pikiran, persepsi dan tingkah laku di mana. tidak mampu menyesuaikan diri dengan diri sendiri, orang lain, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gangguan jiwa merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya kekacauan pikiran, persepsi dan tingkah laku di mana individu tidak mampu menyesuaikan

Lebih terperinci

GAMBARAN POLA ASUH KELUARGA PADA PASIEN SKIZOFRENIA PARANOID (STUDI RETROSPEKTIF) DI RSJD SURAKARTA

GAMBARAN POLA ASUH KELUARGA PADA PASIEN SKIZOFRENIA PARANOID (STUDI RETROSPEKTIF) DI RSJD SURAKARTA GAMBARAN POLA ASUH KELUARGA PADA PASIEN SKIZOFRENIA PARANOID (STUDI RETROSPEKTIF) DI RSJD SURAKARTA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1 Keperawatan Disusun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Skizofrenia adalah suatu penyakit yang mempengaruhi otak dan menyebabkan timbulnya pikiran, persepsi, emosi, gerakan dan perilaku yang aneh dan terganggu. Penyakit ini

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Konsep Diri 1. Pengertian Konsep Diri Banyak pengertian yang diberikan oleh para ahli mengenai konsep diri. Fitts (dalam Agustiani, 2006), mengemukakan bahwa konsep diri merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Skizofrenia merupakan suatu penyakit yang mempengaruhi otak dan menyebabkan timbulnya gangguan pikiran, persepsi, emosi, gerakan dan perilaku yang aneh. Penyakit ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk sosial, selalu berinteraksi dengan lingkungannya.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk sosial, selalu berinteraksi dengan lingkungannya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial, selalu berinteraksi dengan lingkungannya. Agar hubungan yang terjalin dengan lingkungan dapat berjalan dengan baik, setiap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Gangguan Jiwa BAB II TINJAUAN TEORI 2.1.1 Pengertian Gangguan Jiwa Gangguan jiwa merupakan perubahan sikap dan perilaku seseorang yang ekstrem dari sikap dan perilaku yang dapat menimbulkan penderitaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masa sekarang ini depresi menjadi jenis gangguan jiwa yang paling sering dialami oleh masyarakat (Lubis, 2009). Depresi adalah suatu pengalaman yang menyakitkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Chaplin,gangguan jiwa adalah ketidakmampuan menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data

Lebih terperinci

/BAB I PENDAHULUAN. yang dapat mengganggu kelompok dan masyarakat serta dapat. Kondisi kritis ini membawa dampak terhadap peningkatan kualitas

/BAB I PENDAHULUAN. yang dapat mengganggu kelompok dan masyarakat serta dapat. Kondisi kritis ini membawa dampak terhadap peningkatan kualitas 1 /BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan jiwa merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan utama di negara - negara maju. Meskipun masalah kesehatan jiwa tidak dianggap sebagai gangguan yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan gejala-gejala positif seperti pembicaraan yang kacau, delusi, halusinasi,

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan gejala-gejala positif seperti pembicaraan yang kacau, delusi, halusinasi, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Skizofrenia adalah gangguan mental yang sangat berat. Gangguan ini ditandai dengan gejala-gejala positif seperti pembicaraan yang kacau, delusi, halusinasi, gangguan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pada gangguan jiwa berat dan beberapa bentuk waham yang spesifik sering

BAB 1 PENDAHULUAN. pada gangguan jiwa berat dan beberapa bentuk waham yang spesifik sering BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Waham merupakan salah satu jenis gangguan jiwa. Waham sering ditemui pada gangguan jiwa berat dan beberapa bentuk waham yang spesifik sering ditemukan pada penderita

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Hasil Belajar. Seluruh pengetahuan, keterampilan, kecakapan dan perilaku siswa

TINJAUAN PUSTAKA. A. Hasil Belajar. Seluruh pengetahuan, keterampilan, kecakapan dan perilaku siswa 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Belajar Seluruh pengetahuan, keterampilan, kecakapan dan perilaku siswa terbentuk dan berkembang seiring dengan proses pembelajaran. Penguasaan pengetahuan dan keterampilan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pengamatan terhadap suatu objek tertentu (Wahid, dkk, 2006).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pengamatan terhadap suatu objek tertentu (Wahid, dkk, 2006). 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan (Knowledge) 2.1.1 Pengertian Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil dari mengingat suatu hal. Dengan kata lain, pengetahuan dapat diartikan sebagai mengingat suatu

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Waham adalah keyakinan yang salah, menetap, dipegang teguh. dan tidak dapat digoyahkan dan tidak sesuai dengan latar belakang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Waham adalah keyakinan yang salah, menetap, dipegang teguh. dan tidak dapat digoyahkan dan tidak sesuai dengan latar belakang BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Waham kebesaran Waham adalah keyakinan yang salah, menetap, dipegang teguh dan tidak dapat digoyahkan dan tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan, sosial dan budaya.

Lebih terperinci

BABI PENDAHULUAN. kehidupan individu selalu dan tidak lepas dari masalah yang ada sehingga kadangkala

BABI PENDAHULUAN. kehidupan individu selalu dan tidak lepas dari masalah yang ada sehingga kadangkala BABI PENDAHULUAN BABI PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Stres adalah fakta dalam hidup dan bagian dari kehidupan. Sepanjang kehidupan individu selalu dan tidak lepas dari masalah yang ada sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu gangguan jiwa (Neurosa) dan sakit jiwa (Psikosa) (Yosep, hubungan interpersonal serta gangguan fungsi dan peran sosial.

BAB I PENDAHULUAN. yaitu gangguan jiwa (Neurosa) dan sakit jiwa (Psikosa) (Yosep, hubungan interpersonal serta gangguan fungsi dan peran sosial. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Gangguan jiwa adalah kumpulan dari keadaan-keadaan yang tidak normal, baik yang berhubungan dengan fisik, maupun dengan mental. Keabnormalan tersebut dibagi

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT KECEMASAN DENGAN KEMANDIRIAN PELAKSANAAN AKTIVITAS HARIAN PADA KLIEN SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT KECEMASAN DENGAN KEMANDIRIAN PELAKSANAAN AKTIVITAS HARIAN PADA KLIEN SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA TINGKAT KECEMASAN DENGAN KEMANDIRIAN PELAKSANAAN AKTIVITAS HARIAN PADA KLIEN SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA SKRIPSI Diajukan sebagai syarat untuk memperoleh Gelar S-1

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang berlainan jenis yang hidup bersama atau seorang laki-laki atau seorang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang berlainan jenis yang hidup bersama atau seorang laki-laki atau seorang BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Keluarga 2.1.1 Defenisi Keluarga Keluarga adalah suatu ikatan atas dasar perkawinan antara orang dewasa yang berlainan jenis yang hidup bersama atau seorang laki-laki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pengendalian diri serta terbebas dari stress yang serius. Kesehatan jiwa

BAB I PENDAHULUAN. dalam pengendalian diri serta terbebas dari stress yang serius. Kesehatan jiwa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan jiwa menurut UU No.36 tahun 2009 adalah "Kondisi jiwa seseorang yang terus tumbuh berkembang dan mempertahankan keselarasan, dalam pengendalian diri serta

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa (Mental Disorder) merupakan salah satu dari empat

BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa (Mental Disorder) merupakan salah satu dari empat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gangguan jiwa (Mental Disorder) merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan utama di Negara-negara maju, modern dan industri. Keempat masalah kesehatan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ringan dan gangguan jiwa berat. Salah satu gangguan jiwa berat yang banyak

BAB I PENDAHULUAN. ringan dan gangguan jiwa berat. Salah satu gangguan jiwa berat yang banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gangguan jiwa merupakan suatu gangguan yang mengganggu fungsi mental sehingga menempatkan seseorang dalam kategori tidak sejahtera. Gangguan jiwa adalah respon maladaptif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan Jiwa menurut Rancangan Undang-Undang Kesehatan Jiwa tahun

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan Jiwa menurut Rancangan Undang-Undang Kesehatan Jiwa tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan Jiwa menurut Rancangan Undang-Undang Kesehatan Jiwa tahun 2012(RUU KESWA,2012) adalah kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, mental, dan spiritual

Lebih terperinci

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 GAMBARAN POLA ASUH

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 GAMBARAN POLA ASUH GAMBARAN POLA ASUH PENDERITA SKIZOFRENIA Disusun Oleh: Indriani Putri A F 100 040 233 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 GAMBARAN POLA ASUH BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedaruratan psikiatri adalah sub bagian dari psikiatri yang. mengalami gangguan alam pikiran, perasaan, atau perilaku yang

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedaruratan psikiatri adalah sub bagian dari psikiatri yang. mengalami gangguan alam pikiran, perasaan, atau perilaku yang BAB II. TINJAUAN PUSTAKA II.1. Kedaruratan Psikiatri Kedaruratan psikiatri adalah sub bagian dari psikiatri yang mengalami gangguan alam pikiran, perasaan, atau perilaku yang membutuhkan intervensi terapeutik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian

BAB I PENDAHULUAN. Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian setiap orang. Ketika menikah, tentunya orang berkeinginan untuk mempunyai sebuah keluarga yang

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Skizofrenia merupakan sindroma klinis yang berubah-ubah dan sangat

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Skizofrenia merupakan sindroma klinis yang berubah-ubah dan sangat BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Skizofrenia Skizofrenia merupakan sindroma klinis yang berubah-ubah dan sangat mengganggu. Psikopatologinya melibatkan kognisi, emosi, persepsi dan aspek lain dari perilaku.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berat sebesar 4,6 permil, artinya ada empat sampai lima penduduk dari 1000

BAB I PENDAHULUAN. berat sebesar 4,6 permil, artinya ada empat sampai lima penduduk dari 1000 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Orang dianggap sehat jika mereka mampu memainkan peran dalam masyarakat dan perilaku pantas dan adaptif.organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendefeniskan kesehatan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kasus gangguan jiwa berat mendapatkan perhatian besar di berbagai negara. Beberapa

BAB I PENDAHULUAN. Kasus gangguan jiwa berat mendapatkan perhatian besar di berbagai negara. Beberapa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kasus gangguan jiwa berat mendapatkan perhatian besar di berbagai negara. Beberapa peneliti melaporkan kasus gangguan jiwa terbesar adalah skizofrenia. Menurut capai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Skizofrenia merupakan suatu penyakit otak persisten dan serius yang mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam memproses informasi, hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga menimbulkan beberapa macam penyakit dari mulai penyakit dengan kategori ringan sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah. Skizofrenia adalah salah satu gangguan jiwa berat yang menimbulkan beban bagi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah. Skizofrenia adalah salah satu gangguan jiwa berat yang menimbulkan beban bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Skizofrenia adalah salah satu gangguan jiwa berat yang menimbulkan beban bagi pemerintah, keluarga serta masyarakat. Dalam beberapa penelitian menemukan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa dewasa yang meliputi berbagai macam perubahan yaitu perubahan biologis, kognitif, sosial dan emosional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Autis adalah suatu gejala psikosis pada anak-anak yang unik dan menonjol yang sering disebut Sindrom Kanner yang dicirikan dengan ekspresi wajah yang kosong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan jiwa yang terjadi di Era Globalisasi dan persaingan bebas

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan jiwa yang terjadi di Era Globalisasi dan persaingan bebas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gangguan jiwa yang terjadi di Era Globalisasi dan persaingan bebas cenderung meningkat. Peristiwa kehidupan yang penuh tekanan seperti kehilangan orang yang dicintai,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Manusia adalah mahluk sosial yang terus menerus membutuhkan orang lain disekitarnya. Salah satu kebutuhannya adalah kebutuhan sosial untuk melakukan interaksi sesama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahwa gangguan jiwa merupakan penyakit yang sulit disembuhkan, memalukan,

BAB I PENDAHULUAN. bahwa gangguan jiwa merupakan penyakit yang sulit disembuhkan, memalukan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gangguan jiwa merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Gangguan jiwa dapat menyerang semua usia. Sifat serangan penyakit biasanya akut tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. World Health Organitation (WHO) mendefinisikan kesehatan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. World Health Organitation (WHO) mendefinisikan kesehatan sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang World Health Organitation (WHO) mendefinisikan kesehatan sebagai keadaan sehat fisik, mental, dan sosial, bukan semata-mata keadaan tanpa penyakit atau kelemahan. Definisi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Skizofrenia adalah suatu penyakit otak persisten dan serius yang mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam memproses informasi, hubungan

Lebih terperinci

GANGGUAN PSIKOTIK TERBAGI. Pembimbing: Dr. M. Surya Husada Sp.KJ. disusun oleh: Ade Kurniadi ( )

GANGGUAN PSIKOTIK TERBAGI. Pembimbing: Dr. M. Surya Husada Sp.KJ. disusun oleh: Ade Kurniadi ( ) GANGGUAN PSIKOTIK TERBAGI Pembimbing: Dr. M. Surya Husada Sp.KJ disusun oleh: Ade Kurniadi (080100150) DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN JIWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RUMAH SAKIT JIWA PROVINSI

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Barlow, H.D., & Durand, V.M. (1995). Abnormal Psychology. Amerika. Serikat: Brook/Cole Publishing Company.

DAFTAR PUSTAKA. Barlow, H.D., & Durand, V.M. (1995). Abnormal Psychology. Amerika. Serikat: Brook/Cole Publishing Company. DAFTAR PUSTAKA Barlow, H.D., & Durand, V.M. (1995). Abnormal Psychology. Amerika Serikat: Brook/Cole Publishing Company. Bungin, B. (2001). Metodologi Penelitian Sosial: Format-Format Kuantitatif dan Kualitatif.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN Skizofrenia merupakan salah satu gangguan mental yang menimbulkan efek merusak pada kehidupan penderita maupun anggota-anggota keluarga. Sebagai lingkungan yang terdekat, maka keluarga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. persepsi, afek, rasa terhadap diri (sense of self), motivasi, perilaku dan

BAB I PENDAHULUAN. persepsi, afek, rasa terhadap diri (sense of self), motivasi, perilaku dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Skizofrenia (Schizophrenia) adalah gangguan dengan serangkaian simtom yang meliputi gangguan konteks berpikir, bentuk pemikiran, persepsi, afek, rasa terhadap diri (sense

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor keturunan merupakan salah satu penyebabnya. Candra (2006)

BAB I PENDAHULUAN. faktor keturunan merupakan salah satu penyebabnya. Candra (2006) BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Skizofrenia adalah penyakit yang diakibatkan gangguan susunan sel-sel syaraf pada otak manusia. Skizofrenia termasuk psikosa dan penyebabnya sampai kini belum diketahui

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. dengan orang lain (Keliat, 2011).Adapun kerusakan interaksi sosial

BAB II TINJAUAN TEORI. dengan orang lain (Keliat, 2011).Adapun kerusakan interaksi sosial BAB II TINJAUAN TEORI A. KONSEP DASAR 1. Pengertian Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. efektif, konsep diri yang positif dan kestabilan emosional (Videbeck, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. efektif, konsep diri yang positif dan kestabilan emosional (Videbeck, 2011). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut UU Kesehatan Jiwa No. 3 Tahun 1996, kesehatan jiwa adalah kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual, emosional secara optimal dari seseorang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Empati, secara harfiah, dalam bahasa Yunani, yaitu empatheia,

BAB 1 PENDAHULUAN. Empati, secara harfiah, dalam bahasa Yunani, yaitu empatheia, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Empati, secara harfiah, dalam bahasa Yunani, yaitu empatheia, dapat diartikan sebagai kekuatan untuk memahami hal di luar diri kita atau juga memiliki makna tersirat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sisiokultural. Dalam konsep stress-adaptasi penyebab perilaku maladaptif

BAB 1 PENDAHULUAN. sisiokultural. Dalam konsep stress-adaptasi penyebab perilaku maladaptif BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gangguan jiwa merupakan penyakit dengan multi kausal, suatu penyakit dengan berbagai penyebab yang bervariasi. Kausa gangguan jiwa selama ini dikenali meliputi kausa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Prevalensi penderita skizofrenia pada populasi umum berkisar 1%-1,3% (Sadock

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Prevalensi penderita skizofrenia pada populasi umum berkisar 1%-1,3% (Sadock BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penderita skizofrenia dapat ditemukan pada hampir seluruh bagian dunia. Prevalensi penderita skizofrenia pada populasi umum berkisar 1%-1,3% (Sadock dan Sadock,

Lebih terperinci

GANGGUAN SKIZOAFEKTIF FIHRIN PUTRA AGUNG

GANGGUAN SKIZOAFEKTIF FIHRIN PUTRA AGUNG GANGGUAN SKIZOAFEKTIF FIHRIN PUTRA AGUNG - 121001419 LATAR BELAKANG Skizoafektif Rancu, adanya gabungan gejala antara Skizofrenia dan gangguan afektif National Comorbidity Study 66 orang Skizofrenia didapati

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sendiri. Kehidupan yang sulit dan komplek mengakibatkan bertambahnya

BAB 1 PENDAHULUAN. sendiri. Kehidupan yang sulit dan komplek mengakibatkan bertambahnya 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan yang pesat dalam berbagai bidang kehidupan manusia yang meliputi bidang ekonomi, teknologi, sosial, dan budaya serta bidangbidang yang lain telah membawa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. semua orang, hal ini disebabkan oleh tingginya angka kematian yang disebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. semua orang, hal ini disebabkan oleh tingginya angka kematian yang disebabkan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit kanker adalah penyakit yang sangat berbahaya bahkan dapat mengakibatkan kematian. Sampai saat ini kanker masih menjadi momok bagi semua orang, hal ini

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang penting secara klinis yang terjadi pada seseorang dan dikaitkan dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. yang penting secara klinis yang terjadi pada seseorang dan dikaitkan dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Gangguan jiwa adalah suatu sindroma atau pola psikologis atau perilaku yang penting secara klinis yang terjadi pada seseorang dan dikaitkan dengan adanya distress (misalnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Gangguan jiwa atau mental menurut DSM-IV-TR (Diagnostic and Stastistical

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Gangguan jiwa atau mental menurut DSM-IV-TR (Diagnostic and Stastistical BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gangguan jiwa atau mental menurut DSM-IV-TR (Diagnostic and Stastistical Manual of Mental Disorder, 4th edition) adalah perilaku atau sindrom psikologis klinis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa pada manusia. Menurut World Health Organisation (WHO),

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa pada manusia. Menurut World Health Organisation (WHO), 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Multi krisis yang menimpa masyarakat dewasa ini merupakan salah satu pemicu yang menimbulkan stres, depresi dan berbagai gangguan kesehatan jiwa pada manusia.

Lebih terperinci

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa keempat subyek memiliki karakteristik individu yang memiliki harapan tinggi. Namun, karakteristik yang muncul

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dengan karakteristik berupa gangguan pikiran (asosiasi longgar, waham),

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dengan karakteristik berupa gangguan pikiran (asosiasi longgar, waham), BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Skizofrenia adalah suatu kumpulan gangguan kepribadian yang terbelah dengan karakteristik berupa gangguan pikiran (asosiasi longgar, waham), gangguan persepsi (halusinasi), gangguan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Mayang Wulan Sari,2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Mayang Wulan Sari,2014 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan manusia terbagi menjadi beberapa fase selama rentang kehidupan. Beberapa fase tersebut diantaranya fase bayi, anak-anak, remaja hingga dewasa.

Lebih terperinci

EPIDEMIOLOGI MANIFESTASI KLINIS

EPIDEMIOLOGI MANIFESTASI KLINIS DEFINISI Gangguan Bipolar dikenal juga dengan gangguan manik depresi, yaitu gangguan pada fungsi otak yang menyebabkan perubahan yang tidak biasa pada suasana perasaan, dan proses berfikir. Disebut Bipolar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Halusinasi adalah gangguan terganggunya persepsi sensori seseorang,dimana tidak terdapat stimulus. Pasien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada. Pasien merasa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa adalah gangguan dalam cara berfikir (cognitive),

BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa adalah gangguan dalam cara berfikir (cognitive), BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gangguan jiwa adalah gangguan dalam cara berfikir (cognitive), kemauan (volition), emosi (affective), dan tindakan (psychomotor). Dari berbagai penelitian dapat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. seseorang karena konsep diri merupakan kerangka acuan (frame of reference) dalam

BAB II KAJIAN TEORI. seseorang karena konsep diri merupakan kerangka acuan (frame of reference) dalam BAB II KAJIAN TEORI A. Konsep diri Konsep diri adalah gambaran tentang diri individu itu sendiri, yang terjadi dari pengetahuan tentang diri individu itu sendiri, yang terdiri dari pengetahuan tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial, dimana untuk mempertahankan kehidupannya

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial, dimana untuk mempertahankan kehidupannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial, dimana untuk mempertahankan kehidupannya manusia memerlukan hubungan interpersonal yang positif baik dengan individu lainnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan jiwa yang terjadi di Era Globalisasi dan persaingan bebas

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan jiwa yang terjadi di Era Globalisasi dan persaingan bebas 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gangguan jiwa yang terjadi di Era Globalisasi dan persaingan bebas cenderung meningkat. Peristiwa kehidupan yang penuh tekanan seperti kehilangan orang yang dicintai,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menentukan arah dan tujuan dalam sebuah kehidupan. Anthony (1992)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menentukan arah dan tujuan dalam sebuah kehidupan. Anthony (1992) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepercayaan diri pada dasarnya adalah kemampuan dasar untuk dapat menentukan arah dan tujuan dalam sebuah kehidupan. Anthony (1992) menyatakan bahwa kepercayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Ketertarikan Pembukaan Undang-undang Dasar Negara Indonesia tahun 1945 menuliskan dengan jelas cita-cita bangsa Indonesia. Cita-cita tersebut sekaligus menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang unik dan terus mengalami perkembangan di

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang unik dan terus mengalami perkembangan di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah individu yang unik dan terus mengalami perkembangan di sepanjang kehidupannya sejalan dengan pertambahan usianya. Manusia merupakan individu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit jiwa sampai saat ini memang masih dianggap sebagai penyakit yang memalukan, menjadi aib bagi si penderita dan keluarganya sendiri. Masyarakat kita menyebut

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. mau dan mampu mewujudkan kehendak/ keinginan dirinya yang terlihat

BAB II LANDASAN TEORI. mau dan mampu mewujudkan kehendak/ keinginan dirinya yang terlihat BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Tentang Kemandirian 2.1.1 Pengertian Kemandirian Pengertian mandiri berarti mampu bertindak sesuai keadaan tanpa meminta atau tergantung pada orang lain. Mandiri adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lingkungan sering menilai seseorang berdasarkan pakaian, cara bicara, cara berjalan, dan bentuk tubuh. Lingkungan mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 SKIZOFRENIA Skizofrenia adalah suatu gangguan psikotik dengan penyebab yang belum diketahui yang dikarakteristikkan dengan gangguan dalam pikiran, mood dan perilaku. 10 Skizofrenia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. (affective atau mood disorder) yang ditandai dengan kemurungan, kelesuan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. (affective atau mood disorder) yang ditandai dengan kemurungan, kelesuan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Berbagai macam tekanan sering dirasakan oleh individu. Tekanan-tekanan tersebut antara lain adalah tingginya tingkat persaingan dalam memperoleh pekerjaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jepang adalah salah satu negara maju yang cukup berpengaruh di dunia saat ini. Jepang banyak menghasilkan teknologi canggih yang sekarang digunakan juga oleh negara-negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perpecahan antara pemikiran, emosi dan perilaku. Stuart, (2013) mengatakan

BAB I PENDAHULUAN. perpecahan antara pemikiran, emosi dan perilaku. Stuart, (2013) mengatakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Skizofrenia merupakan gangguan kesehatan serius yang perlu mendapatkan perhatian dari keluarga. Townsend (2014), mengatakan skizofrenia yaitu terjadi perpecahan antara

Lebih terperinci

1. Dokter Umum 2. Perawat KETERKAITAN : PERALATAN PERLENGKAPAN : 1. SOP anamnesa pasien. Petugas Medis/ paramedis di BP

1. Dokter Umum 2. Perawat KETERKAITAN : PERALATAN PERLENGKAPAN : 1. SOP anamnesa pasien. Petugas Medis/ paramedis di BP NOMOR SOP : TANGGAL : PEMBUATAN TANGGAL REVISI : REVISI YANG KE : TANGGAL EFEKTIF : Dinas Kesehatan Puskesmas Tanah Tinggi Kota Binjai PUSKESMAS TANAH TINGGI DISAHKAN OLEH : KEPALA PUSKESMAS TANAH TINGGI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Stigma Menurut Chaplin (2004) stigma adalah suatu cacat atau cela pada karakter seseorang. Sedangkan menurut Green (dalam Cholil; 1997) stigma adalah ciri negatif

Lebih terperinci

BAB 1 PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan.

BAB 1 PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan. 1 BAB 1 PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan. Dimulai dari masa bayi, anak-anak, remaja, dewasa dan masa tua. Pada setiap masa pertumbuhan manusia

Lebih terperinci

A. Pengertian Defisit Perawatan Diri B. Klasifikasi Defisit Perawatan Diri C. Etiologi Defisit Perawatan Diri

A. Pengertian Defisit Perawatan Diri B. Klasifikasi Defisit Perawatan Diri C. Etiologi Defisit Perawatan Diri A. Pengertian Defisit Perawatan Diri Kurang perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting) (Maslim, 2001). Kurang perawatan diri adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, karena pada masa ini remaja mengalami perkembangan fisik yang cepat dan perkembangan psikis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain, kesulitan karena persepsinya terhadap dirinya sendiri (Djamaludin,

BAB I PENDAHULUAN. lain, kesulitan karena persepsinya terhadap dirinya sendiri (Djamaludin, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gangguan jiwa adalah kesulitan yang harus dihadapi oleh orang lain, kesulitan karena persepsinya terhadap dirinya sendiri (Djamaludin, 2001). Gangguan jiwa erat hubungannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Skizofrenia merupakan suatu penyakit otak persisten dan serius yang mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam memproses informasi, hubungan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Kesehatan jiwa merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Kesehatan jiwa merupakan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Kesehatan jiwa merupakan suatu keadaan dimana seseorang yang terbebas dari gangguan jiwa,dan memiliki sikap positif untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. seluruh gangguan jiwa. Skizofrenia adalah penyakit yang menyebabkan. yang mengakibatkan perilaku psikotik, gangguan dalam memproses

BAB 1 PENDAHULUAN. seluruh gangguan jiwa. Skizofrenia adalah penyakit yang menyebabkan. yang mengakibatkan perilaku psikotik, gangguan dalam memproses 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Skizofrenia termasuk jenis psikosis yang menempati urutan atas dari seluruh gangguan jiwa. Skizofrenia adalah penyakit yang menyebabkan timbulnya pikiran, persepsi,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satunya adalah masalah tentang kesehatan jiwa yang sering luput dari

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satunya adalah masalah tentang kesehatan jiwa yang sering luput dari BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia saat ini, banyak mengalami keprihatinan dengan kesehatan, salah satunya adalah masalah tentang kesehatan jiwa yang sering luput dari perhatian. Orang sengaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara global, diperkirakan sebanyak 24 juta orang telah menderita skizofrenia (WHO, 2009). Di Indonesia, menurut Riskesdas (2007), sebanyak 1 juta orang atau sekitar

Lebih terperinci