EFISIENSI PEMANFAATAN MATERIAL BAMBU PADA PERANCANGAN BANGUNAN DI KAWASAN EKOWISATA MANGROVE WONOREJO DENGAN PENDEKATAN GEOMETRI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "EFISIENSI PEMANFAATAN MATERIAL BAMBU PADA PERANCANGAN BANGUNAN DI KAWASAN EKOWISATA MANGROVE WONOREJO DENGAN PENDEKATAN GEOMETRI"

Transkripsi

1 EFISIENSI PEMANFAATAN MATERIAL BAMBU PADA PERANCANGAN BANGUNAN DI KAWASAN EKOWISATA MANGROVE WONOREJO DENGAN PENDEKATAN GEOMETRI Reza Fernando 1), Hari Purnomo 2), dan Sri Nastiti N. E. 2) 1) Program Studi Pascasarjana Perancangan Arsitektur, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Kampus ITS Keputih, Surabaya, 60111, Indonesia 2) Jurusan Arsitektur, Institut Teknologi Sepuluh Nopember ABSTRAK Terkait dengan fungsinya sebagai kawasan konservasi, bangunan pada Kawasan Ekowisata Mangrove Wonorejo harus memenuhi berbagai kriteria khusus, salah satunya adalah kriteria pemilihan jenis material yang akan digunakan pada bangunan. Material yang dapat menjadi pilihan untuk digunakan pada bangunan di kawasan tersebut adalah material material alami yang ramah lingkungan dan mudah untuk didapatkan, salah satunya adalah bambu. Bambu lazim digunakan pada berbagai elemen bangunan, namun pada pemanfaatannya seringkali menyisakan banyak potongan ruas bambu yang tidak terpakai dan terbuang sia sia. Perancangan Kawasan Ekowisata Mangrove Wonorejo ini akan mengefisiensikan sisa ruas bambu yang tidak terpakai. Hal pertama yang dilakukan adalah dengan melakukan pengelompokkan jenis bambu berdasarkan ukuran dan peruntukkannya untuk kemudian dilakukan perhitungan yang akan menghasilkan bilah bambu yang paling sedikit menghasilkan potongan ruas sisa. Bilah bambu yang telah terpilih kemudian dikaitkan dengan pendekatan geometri untuk untuk mendapatkan konfigurasi bentuk pada rancangan bangunan. Hasil akhir yang didapatkan pada proses perancangan ini adalah berupa rancangan bangunan yang tersusun dari berbagai konfigurasi bentukan geometri berupa pola dasar lantai berbentuk segienam dan pola dasar atap berbentuk segitiga yang terbuat dari material bambu. Kata kunci: Ekowisata, Mangrove, Material, Geometri PENDAHULUAN Kota Surabaya merupakan salah satu kota di Indonesia yang beruntung memiliki kawasan hutan mangrove di kawasan pesisirnya. Kawasan hutan mangrove tersebut tersebar di sepanjang kawasan Pantai Timur Surabaya (Pamurbaya) yang terbentang dari Kenjeran sampai muara Sungai Dadapan dengan panjang pantai 2,65 km dan memiliki ketebalan hutan mangrove yang bervariasi. Salah satu titik di kawasan Pamurbaya yang memiliki kawasan hutan mangrove yang cukup luas dan dengan ketebalan yang cukup merata adalah di Kawasan Ekowisata Mangrove Wonorejo yang terletak di muara Kali Jagir, Surabaya Timur. Dalam merancang sebuah kawasan termasuk bangunan di dalamnya, khususnya pada kawasan ekowisata mangrove, selain perlu memperhatikan aspek aspek kebutuhan manusia mencakup aktivitas serta kenyamanan untuk menjamin aktivitas tersebut berjalan dengan baik, diperlukan juga tinjauan yang lebih mendalam mengenai jenis material yang akan digunakan. Kawasan hutan mangrove yang rapuh mengharuskan adanya penggunaan material material yang tepat. Kriteria material yang tepat tersebut antara lain harus berupa material alami yang ramah lingkungan, mudah untuk didapatkan, tersedia dalam jumlah banyak di B-21-1

2 alam, mudah untuk dirakit, dan dapat dirangkai menjadi berbagai jenis bangunan. Jenis material alami yang memenuhi semua kriteria tersebut adalah bambu. Menurut data hasil penelitian Departemen Kehutanan Republik Indonesia terdapat 159 jenis bambu di Indonesia, yang 29 jenisnya terdapat di Pulau Jawa. Namun, tidak semua jenis bambu tersebut cocok untuk diterapkan sebagai sistem struktur bangunan. Bambu yang sesuai untuk diterapkan pada sistem bangunan tentunya adalah jenis bambu yang cukup kuat untuk menahan beban tertentu dan memiliki kelenturan yang baik, seperti yang terdapat pada jenis bambu dengan tipe tumbuh batang simpodial. Jenis bambu dengan tipe tumbuh batang simpodial yang dipilih antara lain bambu betung, bambu andong, dan bambu apus. Ketiga jenis bambu tersebut memiliki diameter dan panjang ruas yang berbeda beda. Perbedaan ukuran tersebut akan menyebabkan peruntukkan yang berbeda beda pula pada ketiganya dan pada saat pemotongan akan menyisakan ruas bambu yang tidak terpakai dalam jumlah yang berbeda beda dan cukup banyak. Sehingga terkait dengan pengaplikasiannya pada bangunan, diperlukan sebuah perhitungan yang tepat untuk memilih bilah bambu dengan ukuran panjang (jumlah ruas) tertentu dan menghasilkan seminimal mungkin sisa ruas bambu yang tidak terpakai untuk kemudian dikaitkan dengan pendekatan geometri untuk mendapatkan bentukan geometri bangunan yang menggunakan jumlah material yang paling efisien. Penelitian ini secara khusus bertujuan untuk merancang bangunan yang terdapat pada Kawasan Ekowisata Mangrove Wonorejo dengan menggunakan material alami ramah lingkungan (bamb u), dengan mengefesiensikan penggunaannya untuk meminimalisasikan limbah sisa potongan ruas bambu yang tidak terpakai dengan menerapkan pendekatan geometri. METODE Riset perancangan yang dilakukan meliputi analisa, sintesa, dan evaluasi. Pada tahap awal yaitu menganalisa kajian teori dan studi preseden sehingga didapatkan parameter dan kriteria desain mengenai prinsip pemilihan dan pengefisiensian penggunaan material serta bangunan pada kawasan ekowisata mangrove. Pada tahap ini juga menganalisa tapak dan vegetasi lahan setempat (kerapatan hutan mangrove) dan kondisi fisik bangunan existing. Dari data - data yang didapat kemudian diolah menggunakan metode transformasi dan olah geometri (Antoniades, 1990) untuk pendapatkan hasil perhitungan dari pengefisiensian penggunaan material. Hasil rancangan kemudian di evaluasi dan disesuaikan dengan parameter serta kriteria desain yang telah dibuat. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada hasil penyusunan kriteria desain untuk bangunan pada kawasan ekowisata mangrove, terkait peruntukkan masing masing jenis bambu, maka terdapat beberapa hal yang dapat dijadikan acuan dalam proses merancang selanjutnya, antara lain: Jenis bambu yang dipilih pada proses perancangan ini adalah jenis bambu betung, bambu andong, dan bambu apus. Bambu betung yang dipilih pada proses perancangan ini adalah bambu betung dengan panjang 15 m berdiameter 10 cm dengan jarak antar buku (panjang per ruas) 30 cm dan bambu betung berdiamter 20 cm dengan jarak antar buku 50 cm. Bambu andong yang dipilih pada proses perancangan ini adalah bambu andong dengan panjang 15 m berdiameter 10 cm dengan jarak antar buku (panjang per ruas) 40 cm dan bambu andong berdiameter 20 cm dengan jarak antar buku 45 cm. B-21-2

3 Bambu apus yang dipilih pada proses perancangan ini adalah bambu apus dengan panjang 15 m berdiameter 5 cm dengan jarak antar buku (panjang per ruas) 20 cm dan bambu apus berdiameter 10 cm dengan jarak antar buku 75 cm. Dengan mempertimbangkan ukurannya, bambu betung akan diperuntukkan sebagai kolom struktur bangunan, dengan diberi tulangan dan dicor beton. Dengan mempertimbangkan ukurannya, bambu andong akan diperuntukkan sebagai struktur atap bangunan. Dengan mempertimbangkan ukurannya, bambu apus akan diperuntukkan sebagai elemen pelengkap bangunan (kisi kisi, pagar pembatas, dan lantai bangunan). Jika harus dibagi bagi menjadi ruas ruas yang lebih pendek, maka diperlukan perhitungan yang tepat agar tidak menyisakan banyak ruas bambu yang tidak terpakai. Semakin sedikit sisa bambu yang dihasilkan maka akan semakin sedikit limbah konstruksi yang dihasilkan dan hal ini menjadi isu utama dalam proses perancangan ini. Berikut ini merupakan rumusan yang digunakan untuk menentukan sisa ruas yang tidak terpakai, sebagai berikut: Sisa ruas satuan = 1500 cm (panjang ruas gabungan (cm) x bilangan tertentu ( menunjukkan jumlah ruas utuh yang didapatkan) yang menghasilkan nilai < 1500 cm) : panjang ruas satuan Contoh: Menentukan sisa ruas satuan pada bambu betung berukuran kecil dengan jarak antar buku/panjang ruas satuan 30 cm, yang terdiri dari gabungan 3 ruas satuan dengan panjang ruas gabungan ketiga ruas tersebut sepanjang 90 cm sebagai berikut: Sisa ruas satuan = 1500 cm (90 cm x 16 ruas utuh) : 30 cm = 1500 cm (1440 cm) : 30 cm = 60 cm : 30 cm = 2 ruas satuan Pembagian ruas bambu yang tidak menghasilkan sisa sama sekali hingga yang menghasilkan 2 ruas satuan ditentukan sebagai satuan ruas bambu yang dapat dipertimbangkan sebagai material pilihan pertama. Pembagian ruas bambu yang menghasilkan 3 6 ruas satuan ditentukan sebagai satuan ruas bambu yang dapat dipertimbangkan sebagai material pilihan kedua. Sedangkan pembagian ruas bambu yang menghasilkan sisa ruas satuan lebih dari yang tersebut diatas maka ditentukan sebagai satuan ruas bambu yang sebaiknya tidak digunakan. Dari perhitungan dan pengelompokkan tersebut maka didapatkan tabel kesimpulan mengenai jenis dan ukuran ruas bambu yang dapat dan cocok untuk digunakan sebagai batasan ukuran pada proses perancangan, sebagai berikut: B-21-3

4 Tabel 1 Bilah bambu yang sesuai untuk digunakan pada proses perancangan No. Ruas Satuan Panjang Ruas Jumlah Ruas Utuh Sisa Ruas Bambu betung berukuran kecil, diameter 10 cm, dan jarak antar buku 30 cm ruas 360 cm 4 ruas utuh 2 ruas satuan Bambu betung berukuran besar, diameter 20 cm, dan jarak antar buku 50cm 1. 2 ruas 100 cm 15 ruas utuh - Bambu andong berukuran kecil, diameter 5 cm, dan jarak antar buku 40 cm 1. 1 ruas 40 cm 37 ruas utuh ruas 80 cm 18 ruas utuh 1 ruas satuan 3. 3 ruas 120 cm 12 ruas utuh 1 ruas satuan 4. 4 ruas 160 cm 9 ruas utuh 1 ruas satuan 5. 5 ruas 200 cm 7 ruas utuh 2 ruas satuan 6. 6 ruas 240 cm 6 ruas utuh 1 ruas satuan 7. 7 ruas 280 cm 5 ruas utuh 2 ruas satuan 8. 8 ruas 320 cm 4 ruas utuh 5 ruas satuan Bambu andong berukuran besar, diameter 10 cm, dan jarak antar buku 45 cm 1. 3 ruas 135 cm 11 ruas utuh ruas 315 cm 4 ruas utuh 5 ruas satuan Bambu apus berukuran kecil, diameter 5 cm, dan jarak antar buku 20 cm 1. 1 ruas 20 cm 75 ruas utuh ruas 40 cm 37 ruas utuh 1 ruas satuan 3. 3 ruas 60 cm 25 ruas utuh ruas 80 cm 18 ruas utuh 3 ruas satuan 5. 5 ruas 100 cm 15 ruas utuh ruas 120 cm 12 ruas utuh 3 ruas satuan 7. 7 ruas 140 cm 10 ruas utuh 5 ruas satuan 8. 8 ruas 160 cm 9 ruas utuh 3 ruas satuan 9. 9 ruas 180 cm 8 ruas utuh 3 ruas satuan ruas 200 cm 7 ruas utuh 5 ruas satuan ruas 240 cm 6 ruas utuh 3 ruas satuan ruas 280 cm 5 ruas utuh 5 ruas satuan Bambu apus berukuran besar, diameter 10 cm, dan jarak antar buku 75 cm 1. 2 ruas 150 cm 10 ruas utuh - Setelah mendapatkan jenis dan ukuran ruas bambu yang digunakan sebagai batasan ukuran material pada proses perancangan maka dilanjutkan proses merancang denah dan fasade dengan saluran perubahan bentuk (transformation) dalam geometri, sebagai berikut: 1. Perpindahan (translasi), 2. Perputaran (rotasi), 3. Pencerminan (refleksi), 4. Tesselasi Hal pertama yang akan dilakukan adalah dengan memilih bentukan geometri dasar yang ada seperti bujur sangkar, segitiga, dan lingkaran. Ketiga bentukan dasar geometri ini kemudian diperbandingkan satu sama lain berdasarkan beberapa pertimbangan, antara lain pertimbangan jumlah sisi yang dihasilkan, jumlah batang bambu yang dibutuhkan untuk membentuknya, jumlah penambahan batang bambu yang dibutuhkan untuk membentuk bentukan yang sama di sebelahnya, peletakan kolom struktur pada bangunan yang dihasilkan, variasi bentuk yang dihasilkan, jumlah pilihan arah sirkulasi yang mungkin dihasilkan, dan kestabilannya. Setelah itu, maka ditetapkanlah bentuk geometri segitiga sebagai bentukan geometri dasar yang memenuhi berbagai pertimbangan yang tersebut di atas, sebagai berikut: B-21-4

5 Tabel 2 Pertimbangan geometri pada bentukan segitiga Pertimbangan Bentukan ini memiliki tiga sudut, tiga sisi yang sama panjang, dan merupakan bentukan yang stabil. Jumlah ruas bambu yang akan digunakan untuk membentuk sebuah rangka dengan bentukan dasar ini adalah tiga ruas bambu. Setiap penambahan satu bentukan segitiga baru di salah satu sisi segitiga utama akan membutuhkan 1 2 ruasan baru (ruas bambu). Kolom struktur dapat dirancang pada setiap sisi yang terdapat pada bentukan ini dan setiap penambahan satu bentukan segitiga baru di salah satu sisi segitiga utama akan membutuhkan 1 2 ruasan (ruas bambu) sebagai kolom struktur. Variasi bentuk yang dapat diolah dari duplikasi bentukan ini beragam, antara lain bentukan segitiga, trapesium, dan segienam. Jika digunakan sebagai bentukan dasar untuk merancang pola jalur sirkulasi, bentukan ini akan memberikan tigapilihan arah sirkulasi, sesuai dengan jumlah sisinya. Pada bentuk variasinya yaitu pada bentukan segienam akan terdapat sebuah inti (core) pada titik pusat pertemuan sudut sudut segitiga pembentuknya. Jika pada bagian inti dari bentukan rangka segienam diteruskan ke atas dan ke bawah dalam bentuk kolom struktur utama bangunan, maka akan makin memperkokoh dan menstabilkan sistem rangka konstruksinya. Selain itu bentukan segienam ini akan memberikan arah sirkulasi yang lebih banyak dan menyebar (radial) dengan enam pilihan arah sirkulasi. Hal ini tentunya cocok untuk diterapkan pada kawasan hutan mangrove yang memiliki celah dengan arah yang berbeda beda. Sebagai sebuah pola lantai, bentukan segienam ini terbentuk dari enam buah segitiga sama sisi dan tersusun dari 12 ruas bambu. Apabila dibandingkan dengan variasi bentukan bujur sangkar yang juga menggunakan enam buah bujur sangkar yang tersusun dari 17 ruas bambu, maka bentukan ini lebih sedikit dan hemat dalam pemakaian ruas bambu. Untuk membentuk jalur tracking yang menghubungkan antar bangunan pada kawasan ini, maka pola segienam yang didapat di-tesselasikan satu sama lain, menyusuri sela sela kerapatan hutan mangrove. B-21-5

6 Langkah selanjutnya adalah dengan merancang sistem struktur utama yang menjadi acuan pada seluruh bangunan pada kawasan ini dengan mempertimbangkan langkah yang telah dilakukan di atas, sehingga didapatkanlah sistem struktur rangka bambu, sebagai berikut: Konf. Lantai 5,65 5,65m Konf. Atap Keterangan: : Bambu betung : Bambu andong : Bambu apus Gambar 1 Jenis bambu dan peruntukkannya pada rancangan struktur utama bangunan dan konfigurasi pola dasar lantai dan pola dasar atap bangunan Gambar 2 Model rancangan hasil penggabungan satu unit konfigurasi lantai dan satu unit konfigurasi atap Pada satu sistem struktur utama (kolom dan atap) bangunan akan menggunakan bambu betung berukuran besar sebanyak 6 batang, bambu betung berukuran kecil sebanyak 6 batang, bambu andong berukuran besar sebanyak 24 batang, dan bambu andong berukuran kecil sebanyak 66 batang. Sedangkan setiap satu pola lantai segienam akan menggunakan bambu apus berukuran besar sebanyak 12 batang dan bambu apus berukuran kecil sebanyak 52 batang. Konfigurasi pola dasar lantai dan atap bangunan tersebut kemudian dapat ditesselasikan satu sama lain sehingga dapat membentuk luasan tertentu yang disesuaikan pada masing masing fungsi bangunan yang akan dirancang. Berikut ini merupakan variasi dari konfigurasi pola dasar lantai dan atap bangunan yang telah disesuaikan dengan kriteria masing masing bangunan yang dirancang pada kawasan ini, sebagai berikut: B-21-6

7 Tabel 3 Hasil perhitungan total jumlah bilah bambu yang digunakan pada masing masing bangunan No. Nama Bangunan Konfigurasi Perspektif Jumlah Bambu 1. Restoran BTb: 54 BTk: 54 ANb: 216 ANk: 594 BAb: 252 BAk: Total: Bangunan Penelitian dan Pembibitan BTb: 24 BTk: 24 ANb: 96 ANk: 264 BAb: 120 BAk: 520 Total: Galeri Terbuka BTb: 24 BTk: 24 ANb: 96 ANk: 264 BAb: 108 BAk: 468 Total: Meeting Point (Lobby) BTb: 36 BTk: 36 ANb: 144 ANk: 396 BAb: 144 BAk: 624 Total: Dermaga BTb: 12 BTk: 12 ANb: 48 ANk: 132 BAb: 108 BAk: 468 Total: Cottages BTb: 6 BTk: 6 ANb: 24 ANk: 66 BAb: 48 BAk: 208 Total: Resting Point BTb: 6 BTk: 6 ANb: 24 ANk: 66 BAb: 12 BAk: 52 Total: Jalur tracking BTb: 6 BAb: 12 BAk: 52 Total: 70 Keterangan: BTb BTk ANb ANk BAb BAk : Bambu betung berukuran besar : Bambu betung berukuran kecil : Bambu betung berukuran besar : Bambu betung berukuran kecil : Bambu apus berukuran besar : Bambu apus berukuran kecil B-21-7

8 KESIMPULAN DAN SARAN Jenis bambu yang sesuai untuk diterapakan pada perancangan bangunan pada kawasan ekowisata ini adalah jenis bambu betung, bambu andong, dan bambu apus. Dengan mempertimbangkan ukurannya, bambu betung akan diperuntukkan sebagai kolom struktur bangunan, dengan diberi tulangan dan dicor beton, bambu andong akan diperuntukkan sebagai struktur atap bangunan, dan bambu apus akan diperuntukkan sebagai elemen pelengkap bangunan (kisi kisi, pagar pembatas, dan lantai bangunan). Dalam memenuhi efisiensi pemanfaatan material (bambu) dengan pendekatan geometri maka didapatkan hasil rancangan berupa konfigurasi dasar lantai berbentuk segienam dan konfigurasi dasar atap bangunan berbentuk segitiga. Konfigurasi dasar ini berfungsi sebagai acuan dalam menentukan luasan dan bentukan berbagai bangunan yang dirancang pada kawasan ekowisata mangrove ini. Hasil penelitian dan perancangan ini direkomendasikan kepada para akademisi dan praktisi sebagai bahan acuan dalam merancang bangunan pada kawasan konservasi, dalam hal ini kawasan ekowisata mangrove, di daerah iklim tropis lembab dengan menekankan pada efisiensi pemanfaatan material bambu dengan pendekatan geometri. DAFTAR PUSTAKA Antoniades, Anthony C. (1992), Poetics of Architecture: Theory of Design, Van Reinhold, New York. Nostrand Frick, H. (2004), Ilmu Konstruksi Bangunan Bambu, Kanisius, Yogyakarta. Frick, H., Setiawan, P. L. (2007), Ilmu Konstruksi Struktur Bangunan: Cara Membangun Kerangka Gedung: Ilmu Konstruksi Bangunan 1, Kanisius, Yogyakarta. Heinsdorff, M. (2013), The Bamboo Architecture, Design Media Publishing Limited, Hong Kong. Stevens, G. (1990), The Reasoning Architect, McGraw-Hill Book Co, Singapore. B-21-8

IMPLEMENTASI DESAIN FASADE BANGUNAN ASRAMA MAHASISWA YANG MEMPADUKAN TUNTUTAN VISUAL DAN KENYAMANAN TERMAL DENGAN KONSEP ARSITEKTUR BIOKLIMATIK

IMPLEMENTASI DESAIN FASADE BANGUNAN ASRAMA MAHASISWA YANG MEMPADUKAN TUNTUTAN VISUAL DAN KENYAMANAN TERMAL DENGAN KONSEP ARSITEKTUR BIOKLIMATIK IMPLEMENTASI DESAIN FASADE BANGUNAN ASRAMA MAHASISWA YANG MEMPADUKAN TUNTUTAN VISUAL DAN KENYAMANAN TERMAL DENGAN KONSEP ARSITEKTUR BIOKLIMATIK Katerina 1), Hari Purnomo 2), dan Sri Nastiti N. Ekasiwi

Lebih terperinci

PERANCANGAN APARTEMEN MENGGUNAKAN DOUBLE SKIN FACADE

PERANCANGAN APARTEMEN MENGGUNAKAN DOUBLE SKIN FACADE PERANCANGAN APARTEMEN MENGGUNAKAN DOUBLE SKIN FACADE Mefita 1), Purwanita Setijanti 2), dan Hari Purnomo 3) 1) Bidang Keahlian Perancangan Arsitektur, Pascasarjana Arsitektur, Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

Meng- abadi -kan Arsitektur dalam Rancangan Gedung Konser Musik Klasik Surabaya

Meng- abadi -kan Arsitektur dalam Rancangan Gedung Konser Musik Klasik Surabaya JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 1, No. 1, (Sept. 2012) ISSN: 2301-928X G-48 Meng- abadi -kan Arsitektur dalam Rancangan Gedung Konser Musik Klasik Surabaya Fanny Florencia Cussoy, dan I Gusti Ngurah Antaryama

Lebih terperinci

BAB 3 TINJAUAN TEMA. 3.2 Latar belakang permasalahan Tema

BAB 3 TINJAUAN TEMA. 3.2 Latar belakang permasalahan Tema BAB 3 TINJAUAN TEMA 3.1 LATAR BELAKANG TEMA Tema yang diangkat untuk mendukung pasar modern ini adalah Ruang dan Sirkulasi adapun latar belakang tema ini didasari oleh unsur dari ruang dan sirkulasi merupakan

Lebih terperinci

8. PEMBAHASAN UMUM DAN REKOMENDASI Pembahasan Umum

8. PEMBAHASAN UMUM DAN REKOMENDASI Pembahasan Umum 8. PEMBAHASAN UMUM DAN REKOMENDASI 8.1. Pembahasan Umum Penggunaan bambu sebagai bahan bangunan bukan merupakan hal yang baru, tetapi pemanfaatannya pada umumnya hanya dilakukan berdasarkan pengalaman

Lebih terperinci

PENGANTAR KONSTRUKSI BANGUNAN BENTANG LEBAR

PENGANTAR KONSTRUKSI BANGUNAN BENTANG LEBAR Pendahuluan POKOK BAHASAN 1 PENGANTAR KONSTRUKSI BANGUNAN BENTANG LEBAR Struktur bangunan adalah bagian dari sebuah sistem bangunan yang bekerja untuk menyalurkan beban yang diakibatkan oleh adanya bangunan

Lebih terperinci

AR 40Z0 Laporan Tugas Akhir Rusunami Kelurahan Lebak Siliwangi Bandung BAB 5 HASIL PERANCANGAN

AR 40Z0 Laporan Tugas Akhir Rusunami Kelurahan Lebak Siliwangi Bandung BAB 5 HASIL PERANCANGAN BAB 5 HASIL PERANCANGAN 5.1 Konsep Dasar Bangunan yang baru menjadi satu dengan pemukiman sekitarnya yang masih berupa kampung. Rumah susun baru dirancang agar menyatu dengan pola pemukiman sekitarnya

Lebih terperinci

Selain itu bambu memberikan kesan alami yang eksotis dan indah sehingga akan mempengaruhi karakter orang yang tinggal di dalamnya.

Selain itu bambu memberikan kesan alami yang eksotis dan indah sehingga akan mempengaruhi karakter orang yang tinggal di dalamnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Bambu sebagai hasil hutan bukan kayu (HHBK) sangat potensial untuk mensubstitusi kayu bagi industri yang menggunakan kayu sebagai bahan baku. Selain berpotensi sebagai

Lebih terperinci

Bentuk Analogi Seni Pertunjukan dalam Arsitektur

Bentuk Analogi Seni Pertunjukan dalam Arsitektur JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 6, No.2, (2017) 2337-3520 (2301-928X Print) G 70 Bentuk Analogi Seni Pertunjukan dalam Arsitektur Laksmi Dewayani dan Nur Endah Nuffida Departemen Arsitektur, Fakultas

Lebih terperinci

PUSAT EDUKASI EKOSISTEM HUTAN BAKAU DI SURABAYA

PUSAT EDUKASI EKOSISTEM HUTAN BAKAU DI SURABAYA JURNAL edimensi ARISTEKTUR, No. 1 (2012) 1-8 1 PUSAT EDUKASI EKOSISTEM HUTAN BAKAU DI SURABAYA Penulis P. Yohana Natalia Cahyono Tjio dan Dosen P. Roni Gunawan Sunaryo, ST.,M.T. Program Studi Teknik Arsitektur,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Berfikir Sengkang merupakan elemen penting pada kolom untuk menahan beban gempa. Selain menahan gaya geser, sengkang juga berguna untuk menahan tulangan utama dan

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERANCANGAN PRINSIP TEMA Keindahan Keselarasan Hablumminal alam QS. Al-Hijr [15]: 19-20 ISLAM BLEND WITH NATURE RESORT HOTEL BAB V KONSEP PERANCANGAN KONSEP DASAR KONSEP TAPAK KONSEP RUANG KONSEP BENTUK KONSEP STRUKTUR

Lebih terperinci

Fasilitas Edu-wisata Pembudidayaan Mangrove Wonorejo di Surabaya

Fasilitas Edu-wisata Pembudidayaan Mangrove Wonorejo di Surabaya JURNAL edimensi ARSITEKTUR Vol. 1, No. 1-2(2013) 70-76 70 Fasilitas Edu-wisata Pembudidayaan Mangrove Wonorejo di Surabaya Penulis P. Priscillia Harly O, dan Dosen P. Eunike Kristi J., S.T.,M.Des.Sc. Prodi

Lebih terperinci

BAB V KAJIAN TEORI Uraian Interpretasi dan Elaborasi Teori Tema Desain. teknologi. Menurut Niomba dkk, Eco-Tech Architecture adalah sebuah

BAB V KAJIAN TEORI Uraian Interpretasi dan Elaborasi Teori Tema Desain. teknologi. Menurut Niomba dkk, Eco-Tech Architecture adalah sebuah BAB V KAJIAN TEORI 5.1 Kajian Teori Penekanan/Tema Desain Tema Desain : Eco-Technology Arsitektur 5.1.1 Uraian Interpretasi dan Elaborasi Teori Tema Desain 5.1.1.1 Pengertian Eco-Technology Eco-tech merupakan

Lebih terperinci

BAB IV KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB IV KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BAB IV KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN Rumusan konsep ini merupakan dasar yang digunakan sebagai acuan pada desain studio akhir. Konsep ini disusun dari hasil analisis penulis dari tinjauan pustaka

Lebih terperinci

II. EKSPLORASI DAN PROSES RANCANG

II. EKSPLORASI DAN PROSES RANCANG JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) G-63 Merepresentasikan Kejutan sebagai Tema dalam Rancangan Galeri Kuliner di Kawasan Tunjungan Surabaya Yuli Indri Ani dan

Lebih terperinci

PERENCANAAN GEDUNG RESEARCH CENTER-ITS SURABAYA DENGAN METODE PRACETAK

PERENCANAAN GEDUNG RESEARCH CENTER-ITS SURABAYA DENGAN METODE PRACETAK PERENCANAAN GEDUNG RESEARCH CENTER-ITS SURABAYA DENGAN METODE PRACETAK Jurusan Teknik Sipil - Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Penulis Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. untuk mencari ketinggian shear wall yang optimal untuk gedung perkantoran 22

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. untuk mencari ketinggian shear wall yang optimal untuk gedung perkantoran 22 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Umum Metode penelitian ini menggunakan metode analisis perancangan yang difokuskan untuk mencari ketinggian shear wall yang optimal untuk gedung perkantoran 22 lantai.

Lebih terperinci

BAB VI HASIL RANCANGAN. Konsep perancangan yang digunakan adalah sustainable architecture

BAB VI HASIL RANCANGAN. Konsep perancangan yang digunakan adalah sustainable architecture BAB VI HASIL RANCANGAN 6.1 Hasil Perancangan Konsep perancangan yang digunakan adalah sustainable architecture yang kaitannya sangat erat dengan objek perancangan hotel resort wisata organik dimana konsep

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ruang Terbuka Hijau di Jakarta Jakarta adalah ibukota negara republik Indonesia yang memiliki luas sekitar 661,52 km 2 (Anonim, 2011). Semakin banyaknya jumlah penduduk maka

Lebih terperinci

Penerapan Budaya Sunda dalam Perancangan Pasar Rakyat Kasus: Pasar Sederhana, Bandung

Penerapan Budaya Sunda dalam Perancangan Pasar Rakyat Kasus: Pasar Sederhana, Bandung TEMU ILMIAH IPLBI 2016 Penerapan Budaya Sunda dalam Perancangan Pasar Rakyat Atika Almira (1), Agus S. Ekomadyo (2) (1) Mahasiswa Program Sarjana Arsitektur, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan

Lebih terperinci

Hotel Resor dan Fasilitas Wisata Mangrove di Pantai Jenu, Tuban

Hotel Resor dan Fasilitas Wisata Mangrove di Pantai Jenu, Tuban JURNAL edimensi ARISTEKTUR Vol. 1, No. 1 (2012) 1-7 1 Hotel Resor dan Fasilitas Wisata Mangrove di Pantai Jenu, Tuban Penulis : Albert Santoso dan Dosen Pembimbing : Ir. Handinoto, M.T. Program Studi Arsitektur,

Lebih terperinci

KAJIAN ARSITEKTUR HEMAT ENERGI SECARA PASIF PADA PERUMAHAN DI MALANG

KAJIAN ARSITEKTUR HEMAT ENERGI SECARA PASIF PADA PERUMAHAN DI MALANG KAJIAN ARSITEKTUR HEMAT ENERGI SECARA PASIF PADA PERUMAHAN DI MALANG Ertin Lestari Adhi Widyarthara Gaguk Sukowiyono Program Studi Arsitektur Institut Teknologi Nasional Malang ABSTRAKSI Malang sebagai

Lebih terperinci

BAB V. KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB V. KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BAB V. KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN V.1. Konsep Dasar Perancangan Sekolah Islam Terpadu memiliki image tersendiri didalam perkembangan pendidikan di Indonesia, yang bertujuan memberikan sebuah pembelajaran

Lebih terperinci

BAB V I KLASIFIKASI KONSEP DAN APLIKASI RANCANGAN. dari permasalahan Keberadaan buaya di Indonesia semakin hari semakin

BAB V I KLASIFIKASI KONSEP DAN APLIKASI RANCANGAN. dari permasalahan Keberadaan buaya di Indonesia semakin hari semakin BAB V I KLASIFIKASI KONSEP DAN APLIKASI RANCANGAN Pusat pembudidayaan dan wisata penangkaran buaya dirancang berangkat dari permasalahan Keberadaan buaya di Indonesia semakin hari semakin menurun. Hal

Lebih terperinci

BAB VI PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB VI PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BAB VI PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN 6.1 PROGRAM DASAR PERENCANAAN 6.1.1 Program Ruang Rekapitulasi Ruang Dalam No Jenis Ruang Luas 1 Kelompok Ruang Fasilitas Utama 2996 m2 2 Kelompok Ruang Fasilitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan dengan luas wilayah daratan dan perairan yang besar. Kawasan daratan dan perairan di Indonesia dibatasi oleh garis pantai yang menempati

Lebih terperinci

BAB III ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR

BAB III ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR BAB III ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR 3.1. ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR PELAT Struktur bangunan gedung pada umumnya tersusun atas komponen pelat lantai, balok anak, balok induk, dan kolom yang merupakan

Lebih terperinci

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RUMAH SUSUN SEDERHANA DAN SEWA ( RUSUNAWA ) MAUMERE DENGAN SISTEM RANGKA PEMIKUL MOMEN KHUSUS

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RUMAH SUSUN SEDERHANA DAN SEWA ( RUSUNAWA ) MAUMERE DENGAN SISTEM RANGKA PEMIKUL MOMEN KHUSUS PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RUMAH SUSUN SEDERHANA DAN SEWA ( RUSUNAWA ) MAUMERE DENGAN SISTEM RANGKA PEMIKUL MOMEN KHUSUS Oleh: AGUS JUNAEDI 3108 040 022 Dosen Pembimbing Ir. SUNGKONO, CES Ir. IBNU PUDJI

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERANCANGAN BAB V KONSEP PERANCANGAN 5.1 Konsep Dasar Pusat Pendididkan Lingkungan Hidup (PPLH) merupakan suatu sistem pembelajaran yang melingkupi berbagai tatanan kehidupan makhluk hidup beserta lingkungannya. Pusat

Lebih terperinci

Penerapan Tema Terhubung (kembali) dengan Alam sebagai Penyelesaian Desain pada Perancangan Islamic Center Pakem

Penerapan Tema Terhubung (kembali) dengan Alam sebagai Penyelesaian Desain pada Perancangan Islamic Center Pakem 3209100042_Auryn Lusida Amir 1 Penerapan Tema Terhubung (kembali) dengan Alam sebagai Penyelesaian Desain pada Perancangan Islamic Center Pakem Auryn Lusida Amir dan Muhammad Faqih Jurusan Arsitektur,

Lebih terperinci

KONSTRUKSI PONDASI Pondasi Dangkal Pasangan Batu bata/batu kali

KONSTRUKSI PONDASI Pondasi Dangkal Pasangan Batu bata/batu kali KONSTRUKSI PONDASI 9.1 Konstruksi Pondasi Batu Kali atau Rollaag Konstruksi pondasi ini merupakan bagian dari konstruksi bangunan gedung dan sangat penting karena sangat menentukan kekokohan bangunan.

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERANCANGAN. Studi Tipologi Bangunan Pabrik Gula Krebet. Kawasan Pabrik gula yang berasal dari buku, data arsitek dan sumber-sumber lain

BAB V KONSEP PERANCANGAN. Studi Tipologi Bangunan Pabrik Gula Krebet. Kawasan Pabrik gula yang berasal dari buku, data arsitek dan sumber-sumber lain BAB V KONSEP PERANCANGAN 5.1. Konsep Perancangan Konsep dasar yang digunakan dalam Revitalisasi Kawasan Pabrik Gula Krebet Malang ini mencangkup empat aspek yaitu: Standar Perancangan Objek Prinsip-prinsip

Lebih terperinci

MODIFIKASI PERENCANAAN STRUKTUR BAJA KOMPOSIT PADA GEDUNG PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS NEGERI JEMBER

MODIFIKASI PERENCANAAN STRUKTUR BAJA KOMPOSIT PADA GEDUNG PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS NEGERI JEMBER MAKALAH TUGAS AKHIR PS 1380 MODIFIKASI PERENCANAAN STRUKTUR BAJA KOMPOSIT PADA GEDUNG PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS NEGERI JEMBER FERRY INDRAHARJA NRP 3108 100 612 Dosen Pembimbing Ir. SOEWARDOYO, M.Sc. Ir.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. 3.1 Dasar-dasar Perancangan

BAB III METODOLOGI. 3.1 Dasar-dasar Perancangan BAB III METODOLOGI 3.1 Dasar-dasar Perancangan Struktur gedung beton komposit masih jarang digunakan pada gedunggedung bertingkat tinggi terutama di indonesia karena material ini masih tergolong baru bila

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERANCANGAN BAB V KONSEP PERANCANGAN V.1 TEMA PENGEMBANGAN DESAIN Proses merancang bangunan untuk mengurangi dampak lingkungan yang kurang baik, meningkatkan kenyamanan manusia dengan peningkatan efisiensi, mengurangi

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. Adapun pengelompokkan jenis kegiatan berdasarkan sifat, yang ada di dalam asrama

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. Adapun pengelompokkan jenis kegiatan berdasarkan sifat, yang ada di dalam asrama BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN V.1 Konsep Perancangan Kegiatan Adapun pengelompokkan jenis kegiatan berdasarkan sifat, yang ada di dalam asrama mahasiswa Universitas Bina Nusantara, adalah sebagai

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH STUDIO PERANCANGAN ARSITEKTUR 06 KODE / SKS : KK / 4 SKS. Sub Pokok Bahasan dan Sasaran Belajar

SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH STUDIO PERANCANGAN ARSITEKTUR 06 KODE / SKS : KK / 4 SKS. Sub Pokok Bahasan dan Sasaran Belajar 1 1. Pengantar Perkuliahan 1.1. Materi Pokok Studio Perancangan Arsitektur 6 Mahasiswa dapat menguraikan materi tugas perancangan arsitektur 4, yaitu : fungsi kegiatan mejemuk dan komplek dalam suatu kawasan

Lebih terperinci

BAB I. penting. efek yang. tekan beton. lebih besar. Diilustrasikan I-1.

BAB I. penting. efek yang. tekan beton. lebih besar. Diilustrasikan I-1. BAB I PENDAHULUAN 1..1 Latar Belakang Perencanaan struktur bertujuan untuk menghasilka an suatu struktur yang stabil, kuat, kokoh dan memenuhi tujuan-tujuaatas, kolom merupakan komponen struktur yang paling

Lebih terperinci

BAB VI HASIL PERANCANGAN. Konsep tersebut berawal dari tema utama yaitu Analogy pergerakan air laut, dimana tema

BAB VI HASIL PERANCANGAN. Konsep tersebut berawal dari tema utama yaitu Analogy pergerakan air laut, dimana tema BAB VI HASIL PERANCANGAN 6.1 Hasil Rancangan Kawasan Perancangan Pengembangan Kawasan Wisata Pantai Boom Di Kabupaten Tuban ini memakai konsep Sequence (pergerakan dari satu tempat ketempat lain sepanjang

Lebih terperinci

5 BAB V KONSEP DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

5 BAB V KONSEP DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN 5 BAB V KONSEP DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN Konsep perancangan mengacu pada karakteristik arsitektur organik, yaitu 1. Bukan meniru bentuk dari alam tapi mengembangkan prinsip yang ada di alam Mengembangkan

Lebih terperinci

Penerapan Metafora Paramadiwa pada Perancangan Pusat Kesenian Jawa Timur Paramadiwa Surabaya

Penerapan Metafora Paramadiwa pada Perancangan Pusat Kesenian Jawa Timur Paramadiwa Surabaya JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 5, No.1, (2016) 2337-3520 (2301-928X Print) G-4 Penerapan Metafora Paramadiwa pada Perancangan Pusat Kesenian Jawa Timur Paramadiwa Surabaya Adinda Sukma Bidari dan Rullan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN CATATAN DOSEN PEMBIMBING HALAMAN PENGANTAR PERNYATAAN ABSTRAK DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN CATATAN DOSEN PEMBIMBING HALAMAN PENGANTAR PERNYATAAN ABSTRAK DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN CATATAN DOSEN PEMBIMBING HALAMAN PENGANTAR PERNYATAAN ABSTRAK DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL i ii iii v vi viii xi xiv BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Beton merupakan elemen struktur bangunan yang telah dikenal dan banyak dimanfaatkan sampai saat ini. Beton juga telah banyak mengalami perkembangan-perkembangan baik

Lebih terperinci

Desain Hunian Terapung di Jakarta Utara

Desain Hunian Terapung di Jakarta Utara JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 6, No.2, (2017) 2337-3520 (2301-928X Print) G 88 Desain Hunian Terapung di Jakarta Utara Adelia Hanindya Nastiti dan Ima Defiana Departemen Arsitektur, Fakultas Teknik

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR DIAGRAM...

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR DIAGRAM... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR DIAGRAM... i ii iv v viii xiv xix xx BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dua dari banyak faktor yang dapat memancing orang dari luar daerah untuk datang

BAB I PENDAHULUAN. dua dari banyak faktor yang dapat memancing orang dari luar daerah untuk datang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beberapa akibat yang sering terlihat di daerah yang tengah berkembang seperti kota Padang adalah peningkatan bisnis dan perdagangan. Dan ini adalah dua dari banyak

Lebih terperinci

BAB VI HASIL RANCANGAN. digunakan adalah High-Tech Expression yaitu hith tech yang tidak hanya

BAB VI HASIL RANCANGAN. digunakan adalah High-Tech Expression yaitu hith tech yang tidak hanya BAB VI HASIL RANCANGAN Seperti dijelaskan pada bab sebelumnya, konsep dasar perancangan yang digunakan adalah High-Tech Expression yaitu hith tech yang tidak hanya terpaku pada satu unsur saja tetapi unsur

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. struktur agar dapat mendesain suatu struktur gedung yang baik. Pemahaman akan

BAB 1 PENDAHULUAN. struktur agar dapat mendesain suatu struktur gedung yang baik. Pemahaman akan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem struktur sangat perlu untuk dipahami oleh seorang perencana struktur agar dapat mendesain suatu struktur gedung yang baik. Pemahaman akan akan sistem stuktur

Lebih terperinci

5. HASIL RANCANGAN. Gambar 47 Perspektif Mata Burung

5. HASIL RANCANGAN. Gambar 47 Perspektif Mata Burung 5. HASIL RANCANGAN 5.1 Hasil Rancangan pada Tapak Perletakan massa bangunan pada tapak dipengaruhi oleh massa eksisting yang sudah ada pada lahan tersebut. Di lahan tersebut telah terdapat 3 (tiga) gedung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dampak pada perubahan pola kehidupan sosial masyarakat dengan trend

BAB I PENDAHULUAN. dampak pada perubahan pola kehidupan sosial masyarakat dengan trend BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem kehidupan masyarakat, secara khusus masyarakat di Kota Yogyakarta dari hari ke hari juga terus berkembang. Urbanisasi membawa pengaruh besar dalam berbagai bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maka kegiatan pemerintahan yang berkaitan dengan hukum dan perundangundangan

BAB I PENDAHULUAN. maka kegiatan pemerintahan yang berkaitan dengan hukum dan perundangundangan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana alam gempa bumi dengan kekuatan besar yang melanda Daerah Istimewa Yogyakarta pada tanggal 27 Mei 2006 telah menghancurkan ribuan rumah, jembatan dan gedung-gedung

Lebih terperinci

BAB V HASIL RANCANGAN

BAB V HASIL RANCANGAN BAB V HASIL RANCANGAN 5.1 Perancangan Tapak 5.1.1 Pemintakatan Secara umum bangunan dibagi menjadi beberapa area, yaitu : Area Pertunjukkan, merupakan area dapat diakses oleh penonton, artis, maupun pegawai.

Lebih terperinci

MODIFIKASI PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RAWAT INAP RUMAH SAKIT DENGAN SISTEM FLAT SLAB DAN SHEAR WALL

MODIFIKASI PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RAWAT INAP RUMAH SAKIT DENGAN SISTEM FLAT SLAB DAN SHEAR WALL TUGAS AKHIR MODIFIKASI PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RAWAT INAP RUMAH SAKIT DENGAN SISTEM FLAT SLAB DAN SHEAR WALL Mahasiswa : ADE ROSE RAHMAWATI 3111 105 001 Dosen Pembimbing : BAMBANG PISCESA, ST. MT.

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN STUDIO PERANCANGAN ARSITEKTUR 1 / 4 SKS

SATUAN ACARA PERKULIAHAN STUDIO PERANCANGAN ARSITEKTUR 1 / 4 SKS SATUAN ACARA PERKULIAHAN STUDIO PERANCANGAN ARSITEKTUR 1 / 4 SKS Pertemuan Ke Sub dan TIK 1 1. Pengantar Perkuliahan 1.1. Materi Pokok Studio Perancangan Arsitektur 1 Mahasiswa dapat menguraikan materi

Lebih terperinci

MODIFIKASI PERENCANAAN GEDUNG APARTEMEN PUNCAK PERMAI DENGAN MENGGUNAKAN BALOK BETON PRATEKAN PADA LANTAI 15 SEBAGAI RUANG PERTEMUAN

MODIFIKASI PERENCANAAN GEDUNG APARTEMEN PUNCAK PERMAI DENGAN MENGGUNAKAN BALOK BETON PRATEKAN PADA LANTAI 15 SEBAGAI RUANG PERTEMUAN MODIFIKASI PERENCANAAN GEDUNG APARTEMEN PUNCAK PERMAI DENGAN MENGGUNAKAN BALOK BETON PRATEKAN PADA LANTAI 15 SEBAGAI RUANG PERTEMUAN Reza Murby Hermawan dan Endah Wahyuni Jurusan Teknik Sipil, Fakultas

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN STUDIO PERANCANGAN ARSITEKTUR 2 / 3 SKS

SATUAN ACARA PERKULIAHAN STUDIO PERANCANGAN ARSITEKTUR 2 / 3 SKS SATUAN ACARA PERKULIAHAN STUDIO PERANCANGAN ARSITEKTUR 2 / 3 SKS Pertemuan Ke Sub dan TIK 1 1. Pengantar Perkuliahan 1.1. Materi Pokok Studio Perancangan Arsitektur 2 Mahasiswa dapat menguraikan materi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Mei - Juli Lokasi penelitian adalah di kawasan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Mei - Juli Lokasi penelitian adalah di kawasan III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada Mei - Juli 2014. Lokasi penelitian adalah di kawasan hutan mangrove pada lahan seluas 97 ha, di Pantai Sari Ringgung

Lebih terperinci

SAINS ARSITEKTUR II GRAHA WONOKOYO SEBAGAI BANGUNAN BERWAWASAN LINGKUNGAN DI IKLIM TROPIS. Di susun oleh : ROMI RIZALI ( )

SAINS ARSITEKTUR II GRAHA WONOKOYO SEBAGAI BANGUNAN BERWAWASAN LINGKUNGAN DI IKLIM TROPIS. Di susun oleh : ROMI RIZALI ( ) SAINS ARSITEKTUR II GRAHA WONOKOYO SEBAGAI BANGUNAN BERWAWASAN LINGKUNGAN DI IKLIM TROPIS Di susun oleh : ROMI RIZALI (0951010018) Dosen Pembimbing : HERU SUBIYANTORO ST. MT. UPN VETERAN JAWA TIMUR FAKULTAS

Lebih terperinci

Hotel Resor dan Wisata Budidaya Trumbu Karang di Pantai Pasir Putih Situbondo

Hotel Resor dan Wisata Budidaya Trumbu Karang di Pantai Pasir Putih Situbondo JURNAL edimensi ARISTEKTUR Vol. 1, No. 1 (2012) 1-6 1 Hotel Resor dan Wisata Budidaya Trumbu Karang di Pantai Pasir Putih Situbondo Penulis: Yusak Budianto, dan Dosen Pembimbing: Ir. Irwan Santoso, M.T.

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERANCANGAN BAB V KONSEP PERANCANGAN 5.1 konsep Dasar 5.1.1 Tata Letak Bangunan Gate entrance menuju Fasilitas Wisata Agro terletak di jalan akses masuk wisata Kawah Putih, dengan pertimbangan aksesibilitas jalan

Lebih terperinci

BAB 5 PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ASRAMA MAHASISWA UNIVERSITAS DIPONEGORO

BAB 5 PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ASRAMA MAHASISWA UNIVERSITAS DIPONEGORO BAB 5 PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ASRAMA MAHASISWA UNIVERSITAS DIPONEGORO 6.1.PROGRAM DASAR PERENCANAAN 6.1.1. Tapak Tapak yang digunakan adalah tapak existing Asrama Universitas Diponegoro, dengan

Lebih terperinci

MODIFIKASIN PERANCANGAN GEDUNG APARTEMEN THE PAKUBUWONO HOUSE DENGAN BALOK PRATEKAN

MODIFIKASIN PERANCANGAN GEDUNG APARTEMEN THE PAKUBUWONO HOUSE DENGAN BALOK PRATEKAN MODIFIKASIN PERANCANGAN GEDUNG APARTEMEN THE PAKUBUWONO HOUSE DENGAN BALOK PRATEKAN Muhammad Naufal, Endah Wahyuni, ST., MSc., PhD, IR. Soewardojo, M.Sc. Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERANCANGAN BAB V KONSEP PERANCANGAN 5.1 Konsep Dasar Konsep dasar yang diterapkan pada perancangan pusat industri pengalengan ikan layang di Brondong lamongan adalah arsitektur hemat energi. Pada perancangan pusat

Lebih terperinci

Integrasi Budaya dan Alam dalam Preservasi Candi Gambarwetan

Integrasi Budaya dan Alam dalam Preservasi Candi Gambarwetan JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 5, No.2, (2016) 2337-3520 (2301-928X Print) G-169 Integrasi Budaya dan Alam dalam Preservasi Candi Gambarwetan Shinta Octaviana P dan Rabbani Kharismawan Jurusan Arsitektur,

Lebih terperinci

Pusat Penjualan Mobil Hybrid Toyota di Surabaya

Pusat Penjualan Mobil Hybrid Toyota di Surabaya JURNAL edimensi ARSITEKTUR, No. 1 (2012) 1-6 1 Pusat Penjualan Mobil Hybrid Toyota di Surabaya Gladwin Sogo Fanrensen, Esti Asih Nurdiah Program Studi Teknik Arsitektur, Universitas Kristen Petra Jl. Siwalankerto

Lebih terperinci

BAB VI HASIL PERANCANGAN. Konsep desain kawasan menggunakan konsep dasar transformasi yang

BAB VI HASIL PERANCANGAN. Konsep desain kawasan menggunakan konsep dasar transformasi yang BAB VI HASIL PERANCANGAN 6.1 Desaian Kawasan Konsep desain kawasan menggunakan konsep dasar transformasi yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, yaitu konsep perancangan yang mengambil dari sistem sirkulasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. struktur ini memiliki keunggulan dibanding dengan struktur dengan sistem

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. struktur ini memiliki keunggulan dibanding dengan struktur dengan sistem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Struktur beton pracetak mengalami perkembangan yang sangat pesat. Sistem struktur ini memiliki keunggulan dibanding dengan struktur dengan sistem konvensional.

Lebih terperinci

BAB IV KONSEP. 4.1 Ide Awal

BAB IV KONSEP. 4.1 Ide Awal BAB IV KONSEP 4.1 Ide Awal Kawasan Manggarai, menurut rencana pemprov DKI Jakarta akan dijadikan sebagai kawasan perekonomian yang baru dengan kelengkapan berbagai fasilitas. Fasilitas utama pada kawasan

Lebih terperinci

ABSTRAKSI. Basuki Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammdiyah Surakarta Jalan A.Yani Tromol Pos I Pabelan Kartasura Surakarta 57102

ABSTRAKSI. Basuki Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammdiyah Surakarta Jalan A.Yani Tromol Pos I Pabelan Kartasura Surakarta 57102 nalisis Perbandingan Kebutuhan Biaya..(Basuki) NLISIS PERBNDINGN KEBUTUHN BHN (BIY) TULNGN SENGKNG KONVENSIONL DN SENGKNG LTERNTIF PD BLOK BETON BERTULNG BNGUNN GEDUNG 2 LNTI Basuki Jurusan Teknik Sipil

Lebih terperinci

MENGGAMBAR RENCANA PELAT LANTAI BANGUNAN

MENGGAMBAR RENCANA PELAT LANTAI BANGUNAN MENGGAMBAR RENCANA PELAT LANTAI BANGUNAN mbaran konstruksi beton untuk keperluan pelaksanaan pembangunan gedung sangat berperan. Untuk itu perlu dikuasai oleh seseorang yang berkecimpung dalam pelaksanaan

Lebih terperinci

Pengembangan Stasiun Pusat RegionaL di Manggarai Jakarta Selatan

Pengembangan Stasiun Pusat RegionaL di Manggarai Jakarta Selatan G14 Pengembangan Stasiun Pusat RegionaL di Manggarai Jakarta Selatan Muhamad Agra Adhiprasasta dan Vincent Totok Noerwasito Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB VI HASIL RANCANGAN. mengacu pada tema dasar yaitu high-tech architecture, dengan tujuh prinsip tema

BAB VI HASIL RANCANGAN. mengacu pada tema dasar yaitu high-tech architecture, dengan tujuh prinsip tema BAB VI HASIL RANCANGAN Pada bab sebelumnya telah dijelaskan tentang konsep perancangan yang mengacu pada tema dasar yaitu high-tech architecture, dengan tujuh prinsip tema yang terkandung antara lain celebration

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Metoda yang banyak digunakan dalam mendesain struktur beton bertulang

BAB 1 PENDAHULUAN. Metoda yang banyak digunakan dalam mendesain struktur beton bertulang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Metoda yang banyak digunakan dalam mendesain struktur beton bertulang adalah sistem balok anak dan balok induk. Sistem balok anak dan balok induk banyak digunakan

Lebih terperinci

GABRIEL FAKRIMAR

GABRIEL FAKRIMAR STUDI PERILAKU KEKUATAN SAMBUNGAN PADA PORTAL BAMBU AKIBAT BEBAN HORIZONTAL JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA GABRIEL FAKRIMAR 3105

Lebih terperinci

PERANCANGAN MODIFIKASI STRUKTUR FLAT SLAB DENGAN SISTEM STRUKTUR SRPMM DAN SHEAR WALL PADA GEDUNG RSUD KEPANJEN MALANG

PERANCANGAN MODIFIKASI STRUKTUR FLAT SLAB DENGAN SISTEM STRUKTUR SRPMM DAN SHEAR WALL PADA GEDUNG RSUD KEPANJEN MALANG PERANCANGAN MODIFIKASI STRUKTUR FLAT SLAB DENGAN SISTEM STRUKTUR SRPMM DAN SHEAR WALL PADA GEDUNG RSUD KEPANJEN MALANG Oleh : ANDY SETYAWAN 3107 100 610 Dosen Pembimbing : Ir. KURDIAN SUPRAPTO, MS JURUSAN

Lebih terperinci

ELEMEN-ELEMEN STRUKTUR BANGUNAN

ELEMEN-ELEMEN STRUKTUR BANGUNAN ELEMEN-ELEMEN BANGUNAN Struktur bangunan adalah bagian dari sebuah sistem bangunan yang bekerja untuk menyalurkan beban yang diakibatkan oleh adanya bangunan di atas tanah. Fungsi struktur dapat disimpulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembangunan prasarana fisik di Indonesia saat ini banyak pekerjaan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembangunan prasarana fisik di Indonesia saat ini banyak pekerjaan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam pembangunan prasarana fisik di Indonesia saat ini banyak pekerjaan konstruksi bangunan menggunakan konstruksi baja sebagai struktur utama. Banyaknya penggunaan

Lebih terperinci

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH SERAT BAMBU TERHADAP SIFAT-SIFAT MEKANIS CAMPURAN BETON

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH SERAT BAMBU TERHADAP SIFAT-SIFAT MEKANIS CAMPURAN BETON Konferensi Nasional Teknik Sipil 4 (KoNTekS 4) Sanur-Bali, 2-3 Juni 2010 STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH SERAT BAMBU TERHADAP SIFAT-SIFAT MEKANIS CAMPURAN BETON Helmy Hermawan Tjahjanto 1, Johannes Adhijoso

Lebih terperinci

BAB VI ANALISIS DAN KONSEP NON PERMASALAHAN

BAB VI ANALISIS DAN KONSEP NON PERMASALAHAN BAB VI ANALISIS DAN KONSEP NON PERMASALAHAN VI.1. Analisis Perancangan Non Permasalahan VI.1.1. Sistem Struktur Bangunan Sistem struktur yang digunakan untuk mewujudkan bentukan yang sesuai dengan konsep

Lebih terperinci

Bab IV Analisa Perancangan

Bab IV Analisa Perancangan Bab IV Analisa Perancangan 4.1 Analisa Pemilihan Tapak Kriteria Pemilihan Tapak Pasar Baru Pasar baru adalah salah satu ruang publik diantara banyak ruang publik yang ada di jakarta yang persis bersebelahan

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERANCANGAN BAB V KONSEP PERANCANGAN V.1.Konsep Dasar Konsep dasar pada bangunan baru ini adalah dengan pendekatan arsitektur kontekstual, dimana desain perancangannya tidak lepas dari bangunan eksisting yang ada.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi dibidang pembangunan gedung bertingkat semakin

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi dibidang pembangunan gedung bertingkat semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi dibidang pembangunan gedung bertingkat semakin berkembang pesat dewasa ini, namun dewasa ini, lahan yang tersisa semakin minim sementara kebutuhan

Lebih terperinci

BAB V : KONSEP. 5.1 Konsep Dasar Perancangan

BAB V : KONSEP. 5.1 Konsep Dasar Perancangan BAB V : KONSEP 5.1 Konsep Dasar Perancangan Dalam konsep dasar perancangan Bangunan Hotel dan Konvensi ini dipengaruhi oleh temanya, yaitu Arsitektur Hijau. Arsitektur Hijau adalah arsitektur yang berwawasan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. 3.1 Pendekatan. Untuk mengetahui besarnya pengaruh kekangan yang diberikan sengkang

BAB III METODOLOGI. 3.1 Pendekatan. Untuk mengetahui besarnya pengaruh kekangan yang diberikan sengkang BAB III METODOLOGI 3.1 Pendekatan Untuk mengetahui besarnya pengaruh kekangan yang diberikan sengkang terhadap kekakuan dan kekuatan struktur beton bertulang berlantai banyak pada studi ini melalui beberapa

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN 5.1 Konsep Makro 5.1.1 Site terpilih Gambar 5.1 Site terpilih Sumber : analisis penulis Site terpilih sangat strategis dengan lingkungan kampus/ perguruan tinggi

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERANCAGAN

BAB V KONSEP PERANCAGAN BAB V KONSEP PERANCAGAN 5.1 Konsep Dasar Konsep dasar dari perancangan gedung ini adalah merancang bangunan pendidkan yang interaktif, dengan hal tersebut konsep aplikasi pada arsitektur sebagai wadah

Lebih terperinci

Desain Spasial Kawasan sebagai Dasar Pengembangan Ekspresi Visual Tepi Sungai Kalimas Surabaya

Desain Spasial Kawasan sebagai Dasar Pengembangan Ekspresi Visual Tepi Sungai Kalimas Surabaya TEMU ILMIAH IPLBI 2016 Desain Spasial Kawasan sebagai Dasar Pengembangan Ekspresi Visual Tepi Sungai Kalimas Surabaya Ririn Dina Mutfianti, F. Priyo Suprobo Perencanaan Dan Perancangan Kota, Program Studi

Lebih terperinci

PEMAHAMAN TEKNOLOGI BANGUNAN PADA BANGUNAN BENTANG LEBAR DAN BANGUNAN TINGGI

PEMAHAMAN TEKNOLOGI BANGUNAN PADA BANGUNAN BENTANG LEBAR DAN BANGUNAN TINGGI Amanda Putri 1306403636 PEMAHAMAN TEKNOLOGI BANGUNAN PADA BANGUNAN BENTANG LEBAR DAN BANGUNAN TINGGI STRUKTUR GREAT COURT BRITISH MUSEUM Great Court British Museum terletak diantara beberapa gedung The

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Jakarta sebagai salah satu kota besar di Indonesia tidak dapat lepas dari

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Jakarta sebagai salah satu kota besar di Indonesia tidak dapat lepas dari BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Jakarta sebagai salah satu kota besar di Indonesia tidak dapat lepas dari kebutuhan akan sarana tempat tinggal, gedung perkantoran ataupun pusat hiburan yang dapat

Lebih terperinci

PERENCANAAN GEDUNG RESEARCH CENTER-ITS SURABAYA DENGAN METODE PRACETAK

PERENCANAAN GEDUNG RESEARCH CENTER-ITS SURABAYA DENGAN METODE PRACETAK JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-5 1 PERENCANAAN GEDUNG RESEARCH CENTER-ITS SURABAYA DENGAN METODE PRACETAK Andy Kurniawan Budiono, I Gusti Putu Raka Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil

Lebih terperinci

BAB VI HASIL RANCANGAN. utama yang di bagikan dalam kebutuhan primer, sekunder, dan penunjang, dari

BAB VI HASIL RANCANGAN. utama yang di bagikan dalam kebutuhan primer, sekunder, dan penunjang, dari BAB VI HASIL RANCANGAN 6.1 Hasil Rancangan Kawasan Perancangan Pusat Dokumentasi Arsitektur Nusantara mewadahi 3 fasilitas utama yang di bagikan dalam kebutuhan primer, sekunder, dan penunjang, dari pembagian

Lebih terperinci

JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 5, No.2, (2016) ( X Print) G-303

JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 5, No.2, (2016) ( X Print) G-303 JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 5, No.2, (2016) 2337-3520 (2301-928X Print) G-303 Pendekatan Ekologis dan Tektonika Bahan Pada Perancangan Galeri Seni Ketukangan Nurul Fauziah dan Murtijas Sulistijowati

Lebih terperinci

Ujian Tesis. DISTRIBUSI ALIRAN UDARA PADA PERUMAHAN BERPOLA GRID DI LAHAN BERKONTUR (Kampung Jacky Chan di Aceh Besar) QURRATUL AINI

Ujian Tesis. DISTRIBUSI ALIRAN UDARA PADA PERUMAHAN BERPOLA GRID DI LAHAN BERKONTUR (Kampung Jacky Chan di Aceh Besar) QURRATUL AINI Ujian Tesis DISTRIBUSI ALIRAN UDARA PADA PERUMAHAN BERPOLA GRID DI LAHAN BERKONTUR (Kampung Jacky Chan di Aceh Besar) QURRATUL AINI - 3211 204 704 DOSEN PEMBIMBING: Dr. Eng. Ir. Dipl. Ing Sri Nastiti N.E.,

Lebih terperinci

FASILITAS PECINTA SEPEDA DI SURABAYA

FASILITAS PECINTA SEPEDA DI SURABAYA JURNAL edimensi ARSITEKTUR Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 1 FASILITAS PECINTA SEPEDA DI SURABAYA Lydia Myrtha Tandono Ir. Handinoto, M.T. Program Studi Teknik Arsitektur, Universitas Kristen Petra Jl. Siwalankerto

Lebih terperinci

BAB VI HASIL PERANCANGAN. Penerapan Tema dasar Arsitektur Islam yang berwawasan lingkungan pada

BAB VI HASIL PERANCANGAN. Penerapan Tema dasar Arsitektur Islam yang berwawasan lingkungan pada 190 BAB VI HASIL PERANCANGAN Penerapan Tema dasar Arsitektur Islam yang berwawasan lingkungan pada bangunan, terbagi menjadi tiga wujud nilai yaitu Hablumminal alam, Hablumminannas, dan Hablumminallah,

Lebih terperinci

BAB III METODE PERANCANGAN. proses merancang, disertai dengan teori-teori dan data-data yang terkait dengan

BAB III METODE PERANCANGAN. proses merancang, disertai dengan teori-teori dan data-data yang terkait dengan BAB III METODE PERANCANGAN 3.1 Metode Umum Metode perancangan dalam seminar ini yaitu berupa penjelasan dari awal proses merancang, disertai dengan teori-teori dan data-data yang terkait dengan obyek perancangan

Lebih terperinci

BAB VI HASIL PERANCANGAN. 3. Pembangunan sebagai proses 2. Memanfaatkan pengalaman

BAB VI HASIL PERANCANGAN. 3. Pembangunan sebagai proses 2. Memanfaatkan pengalaman BAB VI HASIL PERANCANGAN 1.1 Dasar Perancangan Hasil perancangan Eduwisata Kakao di Glenmore Banyuwangi mempunyai dasar tema Arsitektur Ekologis dengan mengacu pada ayat Al-quran. Tema Arsitektur Ekologis

Lebih terperinci

berupa penuangan ide atau keinginan dari pemilik yang dijadikan suatu pedoman

berupa penuangan ide atau keinginan dari pemilik yang dijadikan suatu pedoman BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan Perencanaan merupakan langkah awal dari suatu pembangunan fisik berupa penuangan ide atau keinginan dari pemilik yang dijadikan suatu pedoman oleh perencana agar

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bambu merupakan tanaman dari famili rerumputan (Graminae) yang banyak dijumpai dalam kehidupan manusia, termasuk di Indonesia. Secara tradisional bambu dimanfaatkan untuk

Lebih terperinci