BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persiapan Menghitung Beban kalor atau evaluasi equipment requirements, yang harus diingat: 1. Kondisi ruangan yang diharapkan (kondisi nyaman). Kodisi ini tergantung pada penggunaan, apakah digunakan untuk orang (kantor), produk makanan (gudang) atau farmasi. 2. Apakah ruangan digunakan dalam beban puncak secara serempak. 2.2 Kriteria Kenyamanan Pengertian tentang kenyamanan Jika seseorang berada didalam suatu ruangan tertutup untuk jangka waktu yang lama, maka pada suatu ketika ia akan merasa kurang nyaman. Sehubungan dengan hal tersebut, maka dalam tahun 1777 seorang ahli kimia bernama Lavoisier mengadakan serangkaian penelitian. Ia menerangkan bahwa kadar CO2 dadalam ruangan sebagai akibat pernafasan manusia, akan menyebabkan sesak dan panas. 5

2 Sementara itu pada tahun 1858 Max von Pettenkofer, seorang ahli dalam bidang kesehatan, menunjukan sebuah hipotesa yang menunjukan bahwa manusia menghembuskan zat beracun, yaitu CO2. Namun, dalam tahun 1905 seorang ahli kesehatan yang lain, yaitu Frugge, mengemukakan sebuah teori yang masih berlaku sampai sekarang. Ia menyatakan bahwa manusia dapat diibaratkan sebagai motor bakar, manusia harus mengeluarkan panas yang dihasilkan sebagai akibat dari kerja yang dilakukannya. Jika panas tersebut tidak dapat keluar dari badan manusia, misalnya karena temperatur dan kondisi udara sekelilingnya tidak memungkinkan hal tersebut terjadi dengan baik, maka ia akan merasakan suatu keadaan yang tidak menyenangkan. Gambar 2.1 Faktor faktor yang mempengaruhi lingkungan. (Wiranto Arismunandar, Saito Heizo, Penyegaran udara; 2005 hal. 4) 5

3 Kalor dalam tubuh diproduksi oleh proses metabolisme untuk menjaga suhu tubuh. Proses metabolisme ini dipengaruhi oleh beberapa factor seperti umur, kesehatan dan tingkat kegiatan. Sebagai contoh, suatu kondisi lingkungan tertentu cocok bagi suatu ruangan yang ditempati orang yang sehat, tetapi tidak cocok bagi orang yang sakit. Jika orang mau mengubah kebiasaan berpakaian karena berubahnya musim, mereka akan menemukan bahwa mereka dapat merasa nyaman dalam batas-kondisi yang lebih luas dari yang mereka harapkan Pengaruh temperatur dan kelembaban terhadap kenyamanan Untuk menentukan kenyamanan, maka dalam tahun 1923, Yaglou menyiapkan ruangan psikometrik. Ruang yang pertama berudara tenang, tanpa angin, dan kelembabannya 100%. Sedangkan didalam ruang kedua, temperatur, kelembaban dan gerakan udaranya dapat diubah. Yaglou ingin menentukan berapa kombinasi dari ketiga factor tersebut diatas sehingga terjadi kondisi atmosfir yang dapat memberikan rasa yang sama dengan kondisi atmosfir didalam ruang pertama. Hal tersebut dilakukan berdasarkan pengamatan yang dilakukan terhadap seseorang yang memasuki ruang kedua setelah terlebih dahulu berada didalam ruang pertama. Kondisi atmosfir didalam ruang kedua tersebut dinyatakan dengan temperature efektif (TE). Hasil pekerjaan Yaglou tersebut dituangkan dalam bentuk grafik, seperti terlihat pada Gambar 2.2 6

4 Gbr. 2.2 Temperatur Efektif (TE) dari Yaglou dan Houghton. (Wiranto Arismunandar, Saito Heizo, Penyegaran udara; 2005 hal. 5) Dalam kenyataanya, kecepatan udara didalam ruangan sangat rendah. Oleh karena itu TE dilukiskan sebagai kombinasi dari temperatur dan kelembaban saja, seperti terlihat pada gambar 2.2. Setelah experimen Yaglou tersebut diatas, Koch dan asistennya mengadakan penelitian terhadap keadaan pegawai yang bekerja dikantor, yang dilengkapi dengan system penyegaran udara, untuk waktu yang lama. Ia mengatakan bahwa kelembaban udara tidak berpengaruh terhadap temperature efektif, seperti yang pernah dinyatakan oleh Yaglou. 7

5 Gbr. 2.3 Diagram temperature efektif (TE) untuk udara tenang. (Diagram Kenyamanan ASHRE 1966) Sampai kira-kira tahun 1970 grafik tersebut pada Gambar 2.3 banyak dipergunakan oleh ASHRAE (American Society of Heating, Refrigerating and Air Conditioning Engineer) dan dikenal dengan nama ASHVE Comfort Chart (ASHVE adalah singkatan dari American Society of Heating and Ventilating Engineer, yaitu nama perhimpunan yang kemudian berkembang menjadi ASHRAE). Pada waktu ini garis yang ditengah pada diagram Yaglou maupun garis Koch dipergunakan oleh ASHRAE. Namun grafik tesebut pada waktu ini barang kali sudah tidak sesuai lagi, oleh karena TE Yaglou hamper sama dengan persepsi temperatur apabila seseorang yang berkeringat masuk kedalam ruangan yang disegarkan udaranya. Bahkan pada temperatur tinggi, orang dapat merasa 8

6 dingin karena terjadinya penguapan keringat yang membasahi badan dan bajunya. Sebaliknya Koch menunjukkan cirri-ciri persepsi temperature bagi orang yang cukup lama berada didalam ruangan yang disegarkan udaranya. Dalam hal terakhir, orang tersebut tidak akan merasakan pengaruh kelembaban udara. Pada dasarnya, prinsip pendinginan dan penyegaran ruangan berpedoman pada kondisi tersebut dibawah ini: Tabel 2.1 kenyamanan Temperatur Kelembaban Jenis Ruangan 0C Relatif, % Tempat tinggal biasa Tempat tinggal mewah, atau ruangan yang dikenai panas (Wiranto Arismunandar, Saito Heizo, Penyegaran udara; 2005 hal. 6) Daerah kenyamanan thermal untuk daerah tropis dapat dibagi menjadi: Sejuk nyaman, antara temperatur efektif 20,5 C ~22,8 C. Nyaman optimal, antara temperature efektif 22,8 C ~ 25,8 C. Hangat nyaman, antara temperature efektif 25,8 C ~ 27,1 C. Untuk mempertahankan kondisi nyaman, kecepatan udara yang jatuh diatas kepalatidak boleh lebih besar dari 0,24m/detik dan sebaliknya lebih kecil dari 0,15 m/detik. Kecepatan udara ini dapat lebih besar 0,25 m/detik tergantung dari temperatur udara kering rancangan. Zona kenyamanan thermal yang direncanakan untuk orang Indonesia umumnya 25 C ±1 C dan kelembaban udara relative 55%± 10% (Menurut Standart Nasional indonesia / SNI). 9

7 Gedung dengan jendela yang besar atau yang dilengkapi dengan lampu-lampu termasuk dalam golongan ruangan yang dikenai panas radiasi lebih banyak. Penggunaan kaca yang bersifat endotermik dan penggunaan lapisan pemantul sinar pada jendela, tentu dapat mengurangi panas radiasi matahari kedalam ruangan yang bersangkutan. Mengenai gedung yang lebih dari 55% ruangannya dikenai beban panas laten lebih besar dari pada panas sensibelnya, misalnya rumah berukuran besar, ruang pertemuan, restoran, gedung bioskop dan lainya. Bangunan tersebut trakhir dikenai panas radiasi dalam jumlah yang cukup besar. Nah apakah pengaruh panas radiasi terhadap manusia? Hal ini akan diterangkan sebagai berikut. Sebuah bola hitam, dimana didalmnya dipasang sebuah thermometer dan diletakkan ditengah-tengah sebuah ruangan, akan dipergunakan sebagai pengganti seseorang. Jika sebuah thermometer (bola kering) lain dipasang juga didalam ruangan tersebut, maka perbedaan temperature yang tercatat oleh thermometer yang ada didalam bola hitam dan thermometer bola kering tersebut diatas menunjukkan besarnya panas radiasi. Dalam hal tersebut, manusia tidak akan merasa dingin kecuali jika temperaturnya lebih besar. Gbr Kalor radiasi dari benda hitam ruangan. Gbr. Thermometer Bola (Wiranto Arismunandar, Saito Heizo, Penyegaran udara; 2005 hal. 7) 10

8 Kemampuan Penyesuaian (Adaptability) Tubuh manusia memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Dalam lingkungan yang dingin saluran darah akan mengerut untuk mengurangi kerugian panas yang diakibatkan oleh radiasi dari kulit. Oleh karena itu permukaan kulit akan menjadi lebih dingin. Sebaliknya dalam lingkungan yang panas saluran darah akan mengembang sehingga radiasi dari kulit akan bertambah besar. Selanjutnya, dalam lingkungan yang lebih panas, tubuh akan berkeringat dan proses penguapan keringat akan mendinginkan kulit. Sudah diketahui pula bahwa tubuh manusia sanggup mempertahankan temperatur tubuh konstan dalam berbagai keadaan, meskipun ada batasnya juga. 11

9 Gbr 2.5. Daerah penyesuaian dalam udara tenang (Wiranto Arismunandar, Saito Heizo, Penyegaran udara; 2005 hal. 8) Gbr. 2.5 menunjukkan adanya batas kemampuan tubuh manusia untuk menyesuaikan diri terhadap panas radiasi. Pemuda, pekerja keras, dan sebagainya, yang mengeluarkan banyak panas dari tubuhnya, menyukai lingkungan yang dingin dan dapat menyesuikan diri dengan daerah temperature lingkungan yang lebih luas. Sedangkan pegawai kantor, orang tua atau orang-orang yang sedang sakit, lebih menyukai lingkungan yang lebih hangat dan hanya mampu menyesuaikan diri dengan daerah temperatur lingkungan yang lebih sempit. Maka system pengkondisian udarayang dapat memenuhi kedua hal tersebut dapat 12

10 dikembangkan. Dari penelitian yang dilakukan ternyata bahwa temperature rata-rata permukaan kulit manusia yang terbaik adalah 33 C. hal ini dapat dicapai apabila panas radiasi tersebut sesuai dengan jumlah panas yang dihasilkan oleh badan. Orang tidak akan merasa panas atau dingin dengan tiba-tiba jika temperature kulit berubah sedikit saja. Batas keadaan netral (neutral band) ini ditetapkan pada ±1,5 C dari temperature bola kering. Dalam hal ini, temperature udara yang ekivalen adalah kira-kira setengah daripada harga tersebut diatas. Dengan mempergunakan system pendinginan udara batas perbedaan ±0,7 C dapat diterima. Oleh karena itu tubuh manusia akan bereaksi dengan cepat apabila dengan tiba-tiba dikenai udara dingin, yaitu mengkerutnya saluran darah, maka perbedaan antara temperatur udara luar dan temperatur ruangan yang didinginkan sebaiknya tidak lebih besar daripada 7 C. berdasarkan beberapa factor tersebut diatas, maka hendaknya dipergunakan pedoman pemilihan seperti disebutkan dalam pasal 1.1 atau 1.2. Empat factor lingkungan yang mempengaruhi kemampuan tubuh menyalurkan kalor adalah : suhu udara, suhu permukaan-permukaan yang ada disekitar, kelembaban dan kecepatan udara. Jumlah dan jenis pakaian serta tingkat kegiatan penghuni berinteraksi dengan keempat factor tersebut. Dalam merancang suatu system pengkondisian udara kita pusatkan pada keempat hal tersebut. Jika seseorang memakai pakaian yang wajar, maka batas-batas keadaan dibawah ini seharusnya dapat diterima. Suhu kerja 20 C sampai 26 C. 13

11 Kelembaban: pada suhu pengembunan 2 hingga 17 C. Kecepatan udara rata-rata: hingga 0,25 m/det Kualitas Udara Kualitas udara harus dijaga untuk kepentingan kesehatan dan kenyamanan. Sumber-sumber pengotor dapat berada didalam dan diluar ruangan. Kualitas udara didalam ruangan diatur dengan menyingkirkan komponen pengotor tersebut atau dengan memasukkan udara segar. Ventilasi memegang peranan penting dalam kedua proses tersebut. Ventilasi didefinisikan sebagai kegiatan pemasukkan udara segar secara alamiah atau mekanis kedalam ruangan. Biasanya ventilasi udara diambil dari udara luar dan udara yang didaurkan. Udara luar diprlukan untuk proses pencampuran. Ventilasi menimbulkan beban yang berarti bagi mesin pendingin, karena itu ventilasi merupakan faktor yang utama dalam penggunaan energi. Cara dan jenis penghunian ruangan serta pemilihan ventilasi harus diperhatikan dengan baik. Sebagai contoh, jika merokok diijinkan pada sebagian atau suatu ruangan, tetapi dilarang didalam bagian ruang yang lain maka tingkat ventilasi untuk daerah merokok jangan disamakan dengan daerah yang lain. Juga, penyaringan dan pembersihan udara untuk pendauran ulang harus diperhatikan dengan teliti. Udara yang didaur akan menghemat energi jika suhu udara luar sangat tinggi atau sangat rendah Tujuan Ventilasi a). menghilangkan gas-gas yang tidak menyenangkan yang ditimbulkan oleh keringat dan sebagainya dan gas-gas pembakaran (CO2) yang ditimbulkan oleh pernafasan dan proses-proses pembakaran. 14

12 b). menghilangkan uap air yang timbul sewaktu memasak, mandi dan sebagainya. c). menghilangkan kalor yang berlebihan. d). membantu mendapatkan kenyamanan termal Ventilasi Ruangan. Suatu ruangan yang layak ditempati, misalkan kantor, pertokoan, pabrik, ruang kerja, kamar mandi, binatu dan ruangan lainnya untuk tujuan tertentu, harus dilengkapi dengan : a). ventilasi alami. b). ventilasi mekanis atau sistem pengkondisian udara Ventilasi Alami. Ventilasi alami terjadi karena adanya perbedaan tekanan di luar suatu bangunan gedung yang disebabkan oleh angin dan karena adanya perbedaan temperatur, sehingga terdapat gas-gas panas yang naik di dalam saluran ventilasi. Ventilasi alami pada suatu ruangan dapat berasal dari jendela, bukaan, ventilasi di pintu atau sarana lain dari ruangan yang bersebelahan (termasuk teras tertutup), jika kedua ruangan tersebut berada dalam satuan hunian yang sama atau teras tertutup milik umum, dan dalam bangunan klas 2, dan hunian tunggal pada bangunan klas 3 atau sebagian bangunan klas 4, pada : a). Ruang yang diventilasi bukan kompartemen sanitasi. b). Jendela, bukaan, pintu dan sarana lainnya dengan luas ventilasi tidak kurang dari 5% terhadap luas lantai dari ruangan yang diventilasi. 15

13 c). Ruangan yang bersebelahan memiliki jendela, bukaan, pintu atau sarana lainnya dengan luas ventilasi tidak kurang dari 5% terhadap kombinasi luas lantai dari kedua ruangan. Perancangan sistem ventilasi alami dilakukan sebagai berikut : a). Tentukan kebutuhan ventilasi udara yang diperlukan sesuai fungsi ruangan. b). Tentukan ventilasi gaya angin atau ventilasi gaya termal yang akan digunakan Ventilasi Gaya Angin. Faktor yang mempengaruhi laju ventilasi yang disebabkan gaya angin termasuk : a). Kecepatan rata-rata. b). Arah angin yang kuat. c). Variasi kecepatan dan arah angin musiman dan harian. d). Hambatan setempat, seperti bangunan yang berdekatan, bukit, pohon dan semak belukar Liddamnet (1988) meninjau relevansi tekanan angin sebagai mekanisme penggerak. Model simulasi lintasan aliran jamak dikembangkan dan menggunakan ilustrasi pengaruh angin pada laju pertukaran udara. Kecepatan angin biasanya terendah pada musim panas dari pada musim dingin. Pada beberapa tempat relatif kecepatannya di bawah setengah rata-rata untuk lebih dari beberapa jam per bulan. Karena itu, sistem ventilasi alami sering dirancang untuk kecepatan angin setengah rata-rata dari musiman. 16

14 Persamaan di bawah ini menunjukkan kuantitas gaya udara melalui ventilasi bukaan inlet oleh angin atau menentukan ukuran yang tepat dari bukaan untuk menghasilkan laju aliran udara : Q = K A. A. V... (2.1) (SNI 2001, Hal. :5) dimana : Q = laju aliran udara, m3 / detik. A = luas bebas dari bukaan inlet, m2. V = kecepatan angin, m/detik. CV = effectiveness dari bukaan (CV dianggap sama dengan 0,5 ~ 0,6 untuk angin yang tegak lurus dan 0,25 ~ 0,35 untuk angin yang diagonal). Inlet sebaiknya langsung menghadap ke dalam angin yang kuat. Jika tida ada tempat yang menguntungkan, aliran yang dihitung dengan persamaan diatas akan berkurang, jika penempatannya kurang lazim, akan berkurang lagi Ventilasi Mekanik. Persyaratan dalam perencanaan ventilasi mekanik antara lain: a) Sistem ventilasi mekanis harus diberikan jika ventilasi alami yang memenuhi syarat tidak memadai. b). Penempatan Fan harus memungkinkan pelepasan udara secara maksimal dan juga memungkinkan masuknya udara segar atau sebaliknya. c). Sistem ventilasi mekanis bekerja terus menerus selama ruang tersebut dihuni. d) Bangunan atau ruang parkir tertutup harus dilengkapi sistem ventilasi mekanis untuk membuang udara kotor dari dalam dan minimal 2/3 volume udara ruang harus terdapat pada ketinggian maksimal 0,6 meter dari lantai. 17

15 e). Ruang parkir pada ruang bawah tanah (besmen) yang terdiri dari lebih satu lantai, gas buang mobil pada setiap lantai tidak boleh mengganggu udara bersih pada lantai lainnya. f). Besarnya pertukaran udara yang disarankan untuk berbagai fungsi ruangan arus sesuai ketentuan yang berlaku. 1) Perancangan Sistem Ventilasi Mekanis. Perancangan sistem ventilasi mekanis dilakukan sebagai berikut : 1). tentukan kebutuhan udara ventilasi yang diperlukan sesuai fungsi ruangan. 2). tentukan kapasitas fan. 3). Rancang sistem distribusi udara, baik menggunakan cerobong udara (ducting) atau fan yang dipasang pada dinding/atap. Jumlah laju aliran udara yang perlu disediakan oleh sistem ventilasi mengikuti persyaratan pada tabel kebutuhan udara ruangan. Untuk mengambil perolehan kalor yang terjadi di dalam ruangan, diperlukan laju aliran udara dengan jumlah tertentu untuk menjaga supaya temperatur udara di dalam ruangan tidak bertambah melewati harga yang diinginkan. Jumlah laju aliran udara V (m3/detik) tersebut, dapat dihitung dengan persamaan :...(2.2) (SNI 2001, Hal. :8) dimana : V = laju aliran udara (m3/detik). q = perolehan kalor (Watt). f = densitas udara (kg/m3). 18

16 c = panas jenis udara (joule/kg.0c). (tl td ) = kenaikan temperatur terhadap udara luar (0C). `Tabel 2.2 Kebutuhan udara luar 19

17 (SNI, Tata cara perancangan system ventilasi dan pengkondisian udara pada bangunan gedung, 2001, Hal. :8) 2.4. Pengertian Kalor Kalor/ panas adalah energi yang diterima oleh benda sehingga suhu benda 20

18 atau wujudnya berubah. Ukuran jumlah panas dinyatakan dalam notasi British Thermal Unit (BTU). Air digunakan sebagai standar untuk menghitung jumlah panas karena untuk menaikkan temperature 1 F untuk tiap 1 lb air diperlukan panas 1 BTU. Pada dasarnya beban kalor digolongkan menjadi 2 jenis yaitu kalor laten dan kalor sensible. Kalor sensible adalah panas yang menyebabkan terjadinya kenaikan/penurunan temperatur, tetapi phasa (wujud) tidak berubah. Kalor laten adalah panas yang diperlukan untuk merubah phasa (wujud) benda, tetapi temperaturnya tetap. Beban kalor terdiri dari alat penyegar udara dan beban kalor yang ada di dalam ruangan. Untuk beban kalor alat penyegar udara agar menghasilkan udara penyegar yang masuk ke dalam ruangan dari alat penyegar udara pada temperature dan kelembaban tertentu maka jumlah kalor yang harus dilayani oleh alat penyegar udara tersebut adalah beban kalor ruangan, beban kalor dari udara luar yang masuk ke dalam alat penyegar, beban blower dan motor, dan kebocoran dari saluran. Beban kalor ruangan dan beban kalor alat penyegar udara pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi beban kalor sensibel dan beban kalor laten Beban Kalor. Beban pendinginan ruangan adalah laju aliran kalor yang harus diambil dari dalam ruangan untuk mempertahankan temperatur dan kelmbaban udara relatif ruangan pada kondisi yang diinginkan. Sumber beban kalor dikelompokkan menjadi 2, yaitu kalor yang bersumber dari dalam ruangan ( Internal) dan kalor yang bersumber dari luar ruangan ( external). 21

19 Gbr Beban kalor ruangan (SNI, Tata cara perancangan system ventilasi dan pengkondisian udara pada bangunan gedung, 2001, Hal. :22 ) Klasifikasi Beban Kalor Perhitungan beban pendinginan membahas sumber panas dari dua jenis panas, yaitu; 1. Sensibel Heat, adalah kalor yang berhubungan dengan perubahan temperature dari udara. Penambahan kalor sensible (sensible heat gain) adalah kalor sensible yang secara langsung masuk dan ditambahkan kedalam ruangan ruangan yang dikondisikan melalui konduksi, konveksi atau radiasi. Kalor sensibel yang terdapat pada ruangan biasanya bersumber pada: - Perpindahan Panas melalui struktur gedung yaitu dengan cara konduksi, konveksi dan radiasi - Panas masuk ruangan yang dihasilkan oleh radiasi sinar matahari melalui jendela yang transparan atau translusion material. - Panas sensibel yang dibawa oleh udara ventilasi dan infiltrasi dari udara 22

20 luar. - Panas sensibel yang dihasilkan oleh penghuni ruangan. - Panas sensibel yang diakibatkan oleh nyala lampu, motor, peralatan listrik dan sejenisnya. - Panas sensibel yang dihasilkan olehmesin pendingin (AC) itu sendiri, sperti fan motor dan komponen elektronika. 1. Laten Heat, adalah panas yang berhubungan dengan perubahan fase dari air. Penambahan kalor laten (laten heat gain) terjadi apabila ada penambahan uap air pada ruangan yang dikondisikan, misalnya karena penghuni ruangan atau peralatan yang menhasilkan uap. Sumber kalor laten dikelompokkan menjadi: - Panas laten dari luar masuk dalam ruangan yang dibawa oleh udara ventilasi atau infiltrasi. - Panas laten dari Penghuni ruangan. - Panas laten yang diakibatkan dari memasak air, madi air panas atau peralatan penghasil uap lainya Beban Kalor External (External Cooling Load) Beban kalor ini terjadi akibat penambahan panas didalam ruangan yang dikondisikan karena sumber kalor dari luar yang masuk melalui selubung bangunan (building envelope) atau kerangka bangunan (building shell) dan dinding partisi. Sumber kalor external yang termasuk beban pendinginan adalah: 1. Penambahan kalor radiasi matahari melalui benda transparan seperti kaca, mika dll. 2. Penambahan kalor konduksi matahari melalui dinding luar dan atap. 23

21 3. Penambahan kalor konduksi matahari melalui benda transparan seperti kaca dan mika. 4. Penambahan kalor melalui partisi, langit-langit, lantai. 5. Infiltrasi udara luar yang masuk kedalam ruangan yang dikondisikan. 6. Ventilasi udara luar yang masuk kedalam ruangan yang dikondisikan Beban Kalor Internal (Internal Cooling Load) Beban kalor internal terjadi karena dilepaskannya kalor sensible maupun kalor laten dari sumber yang ada didalam ruangan yang dikondisikan. Sumber kalor yang termasuk beban pendinginan antara lain: 1. Penambahan kalor karena orang yang ada didalam ruanga yang dikondisikan. 2. Penambahan kalor karena adanya pencahayaan buatan didalam ruang yang dikondisikan. 3. Penambahan kalor karena adanya motor-motor listrik yang ada didalam ruangan yang dikondisikan. 4. Penambahan kalor karena adanya peralatan-peralatan listrik atau pemanas yang ada didalam ruangan yang dikondisikan Metode Perhitungan Beban Beban pendinginan sebenarnya adalah jumlah panas yang dipindahkan oleh sistem pengkondisian udara setiap hari. Beban pendinginan terdiri atas panas yang berasal dari ruang dan tambahan panas. Tambahan panas adalah jumlah panas setiap saat yang masuk kedalam ruang melalui kaca secara radiasi maupun melalui 24

22 dinding akibat perbedaan temperatur. Pengaruh penyimpanan energi pada struktur bangunan perlu dipertimbangkan dalam perhitungan tambahan panas. Perhitungan beban pendingin dapat diperoleh dari ASHRAE Handbook of Fundamentals. Tata cara perhitungan ini dapat menghasilkan sistem pengaturan udara yang terlalu besar yang mengakibatkan kurang efisien dalam pemakaian. Dengan makin besarnya biaya-biaya pemakaian energi maka makin dirasa perlu mengadakan optimasi sistem pengaturan udara suatu gedung atau bangunan yang harus dihitung dari waktu kewaktu secara dinamis. Prosedur perhitungan beban pendinginan yang sangat dekat dengan konsep keseimbangan kalor adalah Metode Fungsi Transfer (TFM : Transfer Function Metode), yang diperkenalkan oleh ASHRAE pada tahun Prosedur perhitungan menempuh dua langkah yaitu: - Langkah pertama : menetapkan penambahan kalor dari semua sumber. - Langkah kedua : menentukan konversi dari penambahan kalor menjadi beban pendinginan. Versi yang lebih sederhana dari TFM selanjutnya dikembangkan oleh ASHRAE pada tahun Prosedur perhitungannya menempuh hanya satu langkah, yaitu menggunakan Metode Temperatur Beban Pendingin (CLTD : Cooling Load Temperature Difference), faktor beban pendinginan karena matahari (SCL = Solar Cooling Load Factor), dan faktor beban pendinginan internal (CLF = Internal Cooling Load Factor). 25

23 Pilihan lain dari teknik perhitungan beban kalor menggunakan Metode Perbedaan Temperature Ekuivalen Total (TETD = Total Equvalent Temperature Difference) dan waktu rata-rata (TA = Time Everage), dalam menghitung beban pendinginan. Prosedurnya juga menempuh dua langkah, yaitu: - Langkah pertama : Penambahan kalor. - Langkah kedua : Beban Pendinginan. Metode ini diperkenalkan ASHRAE tahun 1967, dan oleh Carrier pada tahun 1965 dengan metode ETD (tanpa TA). Gambar 2.7. perbedaan besarnya penambahan kalor sesaaat dan beban pendinginan sesaat. 26

24 (SNI, Tata cara perancangan system ventilasi dan pengkondisian udara pada bangunan gedung, 2001, Hal. :25) Metode Perbedaan Temperatur Ekuivalen Total (TETD / TA) a). Penambahan kalor dari luar ruangan. :26) 1). T e = t o + α. l t / h o ε. δ. R / h o... (2.3) (SNI 2001, Hal. :26) T e = t oa + α / h o. ( l DT / 24 ) ε. α.r / h o... (2.4) (SNI 2001, Hal. Dimana : T e : temperatur udara matahari (C 0 ) T o : temperatur udara kering pada jam tertentu(c 0 ) α : absorbtansi permukaan untuk radiasi matahari α/h o : faktor warna permukaan : 0,01 untuk warna terang : 0,30 untuk warna gelap l t : beban kejadian matahari total : 1.15 (SHGF) 27

25 ε.δ.r / h o : faktor radiasi gelombang gelombang panjang : -7 0 F untuk permukaan horizontal : 0 0 F untuk permukaan vertikal t ea : teperatur udara matahari rata-rata 24 jam t oa : teperatur udara kering rata-rata 24 jam l DT : penambahan kalor matahari harian total 2). Atap dan dinding luar. q : U. A. ( TETD)... (2.5) (SNI 2001, Hal. :26) :26) TETD : t ea t i + λ. ( t eδ - t ea )... (2.6) (SNI 2001, Hal. Dimana : U : koefisien perpindahan panas rancangan untuk atap atau untuk dinding luar. A : luas permukaan atap atau dinding luar, dihitung dari ganbar bangunan. (m 2 ). TETD : perbedaan temperatur ekuivalen total dari atap atau dinding luar. t i : temperatur udara kering dalam ruangan. (C 0 ). 28

26 λ : faktor pengurangan t eδ : temperatur udara matahari pada waktu tertinggal 0 Jam. 3). Kaca. Konveksi = U.A.( t o t 1 )... (2.7) (SNI 2001, Hal. :27) Matahari = U.A.( t o t 1 )... (2.8) (SNI 2001, Hal. :27) Dimana : U : koefien perpindahaan kalor rancangan untuk kaca. SC : koefisien peneduh SHGF : faktor penambahan kalor matahari, sesuai orientasi, asimut, jam dan bulan. t o : temperatur bola kering udara luar pada jam tertentu. 4). Partisi, langit-langit dan lantai. q = U.A. (t b t i )... (2.9) (SNI 2001, Hal. :27) Dimana : t b : temperatur didalam ruangan yang bersebelahan. t i : temperatur didalam ruangan yang direncanakan. b). Penambahan kalor dari dalam ruangan yang dikondisikan. 29

27 1). Orang. q sensibel = N. (penambahan kalor sensibel).... (2.10) (SNI 2001, Hal. :27) q laten = N. (penambahan kalor laten).... (2.11) (SNI 2001, Hal. :27) Dimana : N : jumlah orang yang berada dalam ruangan. 2). Pencahayaan. q el = W. F ul. F sa... (2.12) (SNI 2001, Hal. :27) Dimana : W : watt daya listrik untuk pencahayaan. F ul : faktor penggunaan pencahayaan. F sa : faktor toleransi khusus. 3). Daya tenaga. q p = P.EF... (2.13) (SNI 2001, Hal. :28) Dimana : P : daya listrik (KW) EF : faktor efisiensi. 30

28 4). Peralatan lain q sensibel = q is. F ua. F ra... (2.14) (SNI 2001, Hal. :28) atau : q sensibel = (q is. F ua. F ra ) / F fl... (2.15) (SNI 2001, Hal. :28) q laten = q il. F ua... (2.16) (SNI 2001, Hal. :28) Dimana: q is, q il : penambahan kalor sensibel dan laten peralatan F ua, F ra, F fl : faktor pemakaian, faktor radiasi, factor cerobong asap. c). Udara ventilasi dan infiltrasi. q sensibel = 1,10. Q.(t o t i ).... (2.17) (SNI 2001, Hal. :28) q laten = Q. (W o W i ).... (2.18) (SNI 2001, Hal. :28) Dimana : Q : aliran udara ventilasi atau infiltrasi, (CMH). 31

29 t o, t i : temperatur udara diluar dan didalm ruangan, ( 0 C). W o, W i : kandungan uap air didalam dan diluar ruangan (lb. Uap air/lb. Udara kering). d). Beban pendinginan. 1). Sensibel : q sensibel = q cf + q arf + q c... (2.19) (SNI 2001, Hal. :28) q cf = [q s,1. (1-rf 1 )] + [q s,2. (1- rf 2 )]+... rf n... (2.20) (SNI 2001, Hal. :28) q arf = Ʃ [(q s,1. rf 1 ) + (q s,2. rf 2 )+... rf n ) γ ] / θ... (2.21) (SNI 2001, Hal. :29) y=h a+1- θ q c = (q sc,1 +q sc,2 + q sc,ᵦ)... (2.22) (SNI 2001, Hal. :29) Dimana : q sensibel : beban pendinginan sensibel, watt. q cf : sebagian kecil konveksi penambahan kalor sensibel jam tertentu untuk elemen beban n, watt. q sc,1 : penambahan kalor sensibel jam untuk elemen beban 1,...n. 32

30 r f1 : sebagian kecil radiasi penambahan kalor sensibel jam untuk elemen beban, watt. q arf : sebagian kecil radiasi rata-rata penambahan kalor sensibel jam untuk n elemen beban, watt. θ : jumlah jam diatas sebagian kecil radiasi rata-rata penambahan panas sensibel. h α : jam tertentu, 1 sampai 24, dimana beban pendinginan dihitung. γ : satu dari jam perhitungan, dari hα +1- θ sampai hα, untuk sebagian kecil radiasi dari penambahan kalor sensibel yang akan dirataratakan untuk setiap n elemen beban. q c : penambahan kalor sensibel konveksi jam tertentu untuk unsur beban β yang idak mempunyai komponen radiasi, watt. 2). Laten. Q laten = (q 1,1 + q 1,2 + q 1,β )... (2.23) (SNI 2001, Hal. :29) Dimana: q laten : beban pendinginan laten, (watt, kcal/h). q 1 : penambahan kalor laten jam tertentu untuk elemen beban, (watt, kcal/h) Metode Fungsi Transfer (TFM Metode) 33

31 a). Penambahan Kalor dari dalam ruangan. 1). t e : t o + α. l t / h o ε. δ.r /h o... (2.24) (SNI 2001, Hal. :29) t ea : t oa + α / h o. (l dt /24) - ε. δ.r /h o... (2.25) (SNI 2001, Hal. :29) Dimana: t e : temperatur udara matahari. t o : temperatur udara kering pada jam tertentu. α : absorbtansi permukaan untuk radiasi matahari. α / h o : faktor warna permukaan. : 0,026 untuk warna terang. : 0,052 untuk warna gelap. l t : beban kejadian matahari total. : 1.15 (SHGF) ε. δ.r /h o : faktor radiasi gelombang panjang. : -7 0 F untuk permukaan horisontal. : -0 0 F untuk permukaan vertikal. 34

32 t ea : temperatur udara matahari rata-rata 24 jam. t oa : temperatur udara kering rata-rata 24 jam. l DT : penambahan kalor matahari harian total. 2). Atap dan dinding q eo : A. [Ʃ b n. (t e,θ-nδ ) Ʃ d n. [(q e, θ-nδ)/a]-t rc Ʃ d n ]... (2.26) (SNI 2001, Hal. :30) Dimana: n=0 n=1 n=0 b,c dan d : koefisien funsi transfer konduksi atap atau dinding luar. U tabel : koefisien perpindahan kalor konstruksi atap atau dinding luar. Penyesuaian b dan c dengan perbandingan U aktual / U tabel. θ : jam dimana perhitungan dibuat. δ : interval waktu (1 jam). e : elemen yang dianalisa, atap atau dinding. A : luas elemen yang dianalisis. 3). Kaca. :31) Konveksi (q): U. A. (t o -t i )... (2.27) (SNI 2001, Hal. 35

33 Matahari (q): A. (SC).(SHGF)... (2.28) (SNI 2001, Hal. :31) Dimana : U : koefisien perpindahan kalor rancangan kaca. SC : koefisien peneduh. SHGF : faktor penambahan kalor matahari, sesuai orientasi, asimut, jam dan bulan. A : luas area kaca. 4). Partisi, langit-langit dan lantai. q : U.A.(t b -t i ).... (2.29) (SNI 2001, Hal. :31) Dimana: t b : temperatur didalam ruangan yang bersebelahan. t i : temperatur dalam ruangan yang direncanakan. b). Penambahan kalor dari dalam ruangan yang dikondisikan. 1). Orang. q sensibel : N. (penambahan kalor sensibel)... (2.30) (SNI 2001, Hal. :31) q laten : N. (penambahan kalor laten)... (2.31) (SNI 2001, Hal. :31) 36

34 Dimana: N : jumlah orang didalam ruangan yang dikondisikan. 2). Pencahayaan. q el : W.F ul.f sa... (2.32) (SNI 2001, Hal. :31) Dimana: W : daya listrik dari pencahayaan, watt. F ul : factor penggunaan cahaya. Fsa : factor toleransi khusus. 3). Daya (Tenaga). q p : P.E f... (2.33) (SNI 2001, Hal. :32) Dimana: P : daya listrik, watt. E f : factor efisiensi. 4). Peralatan Lain. q sensibel = q is. F ua. F ra... (2.34) (SNI 2001, Hal. :32) 37

35 atau : q sensibel = (q is. F ua. F ra ) / F fl... (2.35) (SNI 2001, Hal. :32) q laten = q il. F ua... (2.36) (SNI 2001, Hal. :32) Dimana: q is, q il : penambahan kalor sensibel dan laten peralatan F ua, F ra, F fl : faktor pemakaian, faktor radiasi, factor cerobong asap. c). Udara ventilasi dan infiltrasi. q sensibel = 1,10. Q.(t o t i ).... (2.37) (SNI 2001, Hal. :32) q laten = Q. (W o W i )... (2.38) (SNI 2001, Hal. :32) Q total = 4.5. Q. (H o H i )... (2.39) (SNI 2001, Hal. :32) Dimana : Q : aliran udara ventilasi atau infiltrasi, cfm. t o, t i : temperatur udara diluar dan didalm ruangan, 0 F. 38

36 W o, W i : kandungan uap air didalam dan diluar ruangan (lb. Uap air/lb. Udara kering). H o, H i : enthalpy udara luar dan didalam ruangan, BTU/lb (udara kering). d). Beban pendinginan. 1). Sensibel : q θ = q cf + q arf + q c... (2.40) (SNI 2001, Hal. :32) q tf = Ʃ(V o. q θ,i + V 1. q θ,i-δ + V 2. q θ,i-2δ +..)+(W 1 -Q θ- δ + W 2. Q θ- 2δ )... i=1... (2.41) (SNI 2001, Hal. :33) q sc = Ʃ (q c,j )... (2.42) (SNI 2001, Hal. :33) j=i Dimana : q tf : beban pendinginan sensibel dari elemen penambah kalor yang mempunyai komponen konveksi dan radiasi watt. v,w : koefisien fungsi transfer ruangan. q θ : setiap i elemen penambah kalor yang mempunyai komponen radiasi 39

37 δ : interval waktu q sc : beban pendingingan sensibel dari elemen penambah kalor yang hanya mempunyai komponen konveksi. q c : setiap i elemen penambah kalor yang hanya mempunyai omponen konveksi 2). Laten. q 1 = Ʃ (q c,n )... (2.43) (SNI 2001, Hal. :33) Dimana: n=1 q 1 : setiap n elemen penambah kalor laten Metode Cooling Load Temperature Differnce (CLTD) Metode perhitungan beban pendinginan ini pertama kali diperkenalkan pada tahun Cooling dan Pemanasan CLTD / CLF / Metode SCL dianggap sebagai pendekatan yang cukup akurat dari keuntungan panas total melalui selubung bangunan untuk keperluan menentukan kapasitas mesin pendingin. Metode ini dikembangkan sebagai alternatif perhitungan sederhana untuk metode perhitungan yang sulit dan berat seperti metode fungsi transfer dan suhu udara. Kesalahan ketika menggunakan metode CLTD / CLF / SCL cenderung kurang dari dua puluh persen dari dan kurang dari sepuluh persen. 40

38 Setelah diperkenalkan pada tahun 1979 oleh ASHRAE, penelitian dilanjutkan pada peningkatan akurasi metode CLTD / CLF. Penelitian diselesaikan pada tahun 1984 mengungkapkan beberapa faktor yang tidak diperhitungkan dalam publikasi asli dari metode; temuan adalah hasil dari penelitian ASHRAE proyek 359. Pada tahun 1988 penelitian ASHRAE Proyek 472 bekerja untuk memperbaiki kelalaian dengan pengenalan sistem klasifikasi untuk dinding, atap, dan zona. Selain itu, database faktor bobot dihasilkan untuk membantu ketidakakuratan sebelumnya. Kemajuan di masing-masing daerah terinspirasi upaya revisi / kompilasi, dan pada tahun 1993 metode CLTD / CLF / SCL yang singkat disusun oleh Spitler, McQuiston, dan Lindsey. ( method). Perhitungan kapasitas cooling load dalam setahun dilakukan dengan mempertimbangkan empat hari kritis matahari dalam setahun. Yaitu : - 21 maret : matahri berada didaerah katulistiwa (0 LU = 0 LS) juni : matahari berada diposisi paling utara dibelahan bumi utara (23,5 LU ) september : matahari berada dikatulistiwa desember : matahri berada diposisi paling selatan dibelahan bumi selatan (23,5 LS ). - Dan juga mempertimbnagkan tanggal 21 oktober, yaitu matahari memberikan kontribusi beban panas terbesar pada bidang orientasi barat 41

39 dan bidang horisontal.sedangkan pada tabel CLTD (wallgroup 4, pukul 16:00), kontribusi terbesar pada bidang orientasi timur. (Soegijanto 1989). Perhitungan CLTD dilakukan hourly selama satu hari penuh dimulai dengan pukul dan berakhir pukul sehingga dapat digambarkan profil bangunan secara utuh. Menurut majalah konstruksi (Soegijanto, 1983), konduksi dan radiasi matahari melalui kaca adalah beban panas yang paling besar dan yan paling berpengaruh pada beban pendinginan. Dalam tulisan berjudul Konservasi energi melalui sistem HVAC : Apabila dianggap beban panas 100% maka, fluktuasi beban dari jam hingga jam sebesar 80 sampai 100%. Dari jumlah beban panas ini, penyumbang panas terbesar adalah panas sinar matahari yang masuk melaui kaca sebesar 45%, disusul panas melalui infiltrasi udara luar 20%, panas dari penghuni 18%, panas melalui dinding 9%, panas dari lampu 8% dan yang terakhir panas melalui atap 3%. Sebagai pembanding pada perhitungan Rule of Thump disini menggunakan tiga acuan, dimana perhitungan ini didasarkan pada koefisien beban pendinginan dalam satuan m2/tr. Sehingga jumlah pendinginan beban adalah : Beban pendinginan : koefisien x luas lantai yang dikondisikan. Perhitungan rule of thumb disini menggunakan luas lantai, bukan menggunakan volume ruang. Penggunaan volume ruang dalam perhitungan memang lebih tepat, namun penggunaan luas lantai dimaksudkan untuk lebih mempermudah perhitungan dan selain itu memiliki nilai ketepatan yang tidak jauh 42

40 berbeda dengan menggunakan volume ruang. Hal ini dapat dijelaskan karena koefisien beban pendinginan tersebut dibedakan menurut fungsi dari bangunan tersebut. Misalnya koefisien untuk perkantoran berbeda dengan restoran. Sedangkan kisaran tinggi ruang hampir sama untuk fungsi zona ruang yang sama. Dengan demikian, dengan menyebut luas lantai dan fungsi zona ruang yang memiliki kisaran tinggi ruang tertentu, sama dengan menyebutkan volume lantai dan dan fungsi ruang tersebut. Berikut ini adalah rumusan yang dipakai dalam perhitungan dengan metode CLTD, yaitu: a). Penambahan kalor dari luar ruangan yang dikondisikan. 1). Beban radiasi matahari melalui kaca. Secara Konduksi q conduksi = U. A. CLTD correction... (2.44) (STOCKER,HA: 77) CLTD Corr = CLTD + ( T r ) (T o 29.4)...(2.45) (STOCKER,HA: 77) Dimana : q conduksi : kalor konduksi melalui kaca, watt/ hr. U : koefisien perpindahan panas bahan total, watt/ m 2. hr. 0C. CLTD : cooling load temperature difference untuk kaca, 0 C. 43

41 CLTD corr : cooling load temperature difference koreksi untuk kaca, 0 C. T r : temperature bola kering ruangan, 0 C. T 0 : temperature rata-rata udara luar, 0 C. Tabel 2.3 nilai koefisien perpindahan panas kaca NILAI U NO SECTION MATERIAL THICK HEAT CONDUCTIVITY CALCULATION Single Glass Air Outdoor Glass Air Indoor U = 5.18 kcal/m².h.²c (Perhitungan penulis) Secara radiasi q pancaran = A. (SC). (SCL)... (2.46) (SNI 2001, Hal. :33) Dimana : q pancaran : kalor pancaran melalui kaca, (Watt/h). SC : shanding coeficien (koefisien peneduh). SCL : solar cooling load factor (koefisien peneduh) CLF : cooling load factor. 44

42 A : luas permukaan luar kaca (m). 2). Konduksi matahari melalui kaca, atap dan dinding. q = U.A. (CLTD)... (2.47) (SNI 2001, Hal. :34) Dimana : U : koefisien perpindahaan kalor rancangan untuk atap atau dinding, atau untuk kaca. A : luas permukaan atap, dinding luar, atau kaca luar. CLTD : perbedaan temperatur beban pendinginan atap, dinding atau kaca. JAM Tabel 2.4 nilai CLTD 0 C 45

43 3). Beban pendinginan dari partisi, langit-langit dan lantai. q = U.A. (T b -T rc )... (2.48) (SNI 2001, Hal. :34) Dimana : U : koefisien perpindahaan kalor rancangan untuk partisi, langit-langit, atau lantai 46

44 A : luas permukaan partisi, langit-langit atau lantai, dihitung dari gambar. T b : temperatur ruangan yang besebelahan. T rc : temperatur ruangan yang direncanakan. 4). Beban pendinginan dari ventilasi. q = Q.1,2. Δt... (2.49) (SNI 2001, Hal. :36) Dimana : Q : Air flow, m 3 /h, cfm. Δt : perbedaan suhu luar dan suhu dalam ruangan, 0 C, 0 F. b). Beban pendinginan dalam. 1). Beban kalor orang. q s = N. (penambahan kalor sensibel). (CLF).. (2.50) (SNI 2001, Hal. :34) q l = N. (penambahan kalor laten). (CLF)... (2.51) (SNI 2001, Hal. :34) Dimana : N : jumlah orang dalam ruangan yang dikondisikan CLF : faktor beban pendinginan sesuai jam penghunian. 47

45 Tabel 2.5. nilai kalor yang dihasilkan manusia Catatan : CLF = 1.0 dengan kepadatan tinggi atau 24 jam penghunian atau jika pendinginan dimatikan pada malam hari atau selama libur. 2). Beban pencahayaan. q = W. F ul. F sa. (CLF)... (2.52) (SNI 2001, Hal. :35) Dimana : W : daya lampu, watt. F ul : faktor penggunaan cahaya. F sa : faktor toleransi khusus. 48

46 CLF : faktor beban pendinginan sesuai jam penghunian. 3). Daya listrik. q = P. E F. (CLF)... (2.53) (SNI 2001, Hal. :35) Dimana : P : daya listrik yang digunakan, watt. E F : faktor toleransi. CLF : faktor beban pendinginan sesuai jam penghunian. Catatan : CLF = 1.0 dengan 24 jam beroperasi atau jika pendinginan mati pada malam hari atau selama libur. 4). Peralatan lainnya. q sensibel = (1,10).(Q).(t o -t i )... (2.54) (SNI 2001, Hal. :35) q laten : 0,68.Q.(W o -W i )... (2.55) (SNI 2001, Hal. :35) q total : 4,5.Q.(h o -h i )... (2.56) (SNI 2001, Hal. :35) Dimana : Q : aliran udara ventilasi atau infiltrasi, (CMH). 49

47 t o,t i : temperatur udara luar dan temperatur udara ruangan, ( 0 C). W o -W i : kandungan uap air diluar dan didalam ruangan (gr.uap air/lb. udara kering). h o -h i : enthalpy udara luar dan didalam ruangan, btu/lb (udara kering). 50

BAB III PERHITUNGAN BEBAN PENDINGIN

BAB III PERHITUNGAN BEBAN PENDINGIN 57 BAB III PERHITUNGAN BEBAN PENDINGIN 3.1 Beban Pendingin Tabel 3.1.1 Flow Chart Perhitungan Beban kalor gedung secara umum ada 2 macam yaitu kalor sensible dan kalor laten. Beban kalor laten dan sensible

Lebih terperinci

BAB 9. PENGKONDISIAN UDARA

BAB 9. PENGKONDISIAN UDARA BAB 9. PENGKONDISIAN UDARA Tujuan Instruksional Khusus Mmahasiswa mampu melakukan perhitungan dan analisis pengkondisian udara. Cakupan dari pokok bahasan ini adalah prinsip pengkondisian udara, penggunaan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 10 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 PSIKROMETRI Psikrometri adalah ilmu yang mengkaji mengenai sifat-sifat campuran udara dan uap air yang memiliki peranan penting dalam menentukan sistem pengkondisian udara.

Lebih terperinci

BAB III PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN. Perhitungan beban pendinginan office PT. XX yang berlokasi di Jakarta

BAB III PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN. Perhitungan beban pendinginan office PT. XX yang berlokasi di Jakarta BAB III PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN Perhitungan beban pendinginan office PT. XX yang berlokasi di Jakarta selatan, terdiri dari dua lantai yaitu: Lantai 1, terdiri dari : firs aid, locker female, toilet

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN, PERHITUNGAN BEBAN PENDINGIN, DAN PEMILIHAN UNIT AC

BAB III PERENCANAAN, PERHITUNGAN BEBAN PENDINGIN, DAN PEMILIHAN UNIT AC BAB III PERENCANAAN, PERHITUNGAN BEBAN PENDINGIN, DAN PEMILIHAN UNIT AC Dalam perancangan pemasangan AC pada Ruang Dosen dan Teknisi, data-data yang dibutuhkan diambil dari berbagai buku acuan. Data-data

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DATA PERHITUNGAN BEBAN PENDINGIN

BAB IV ANALISA DATA PERHITUNGAN BEBAN PENDINGIN BAB IV ANALISA DATA PERHITUNGAN BEBAN PENDINGIN Dalam perhitungan beban pendingin gedung yang akan dikondisikan oleh mesin pendingin didapat data-data dari gedung tersebut, sebagai berikut : IV.1 Nama

Lebih terperinci

BAB III DATA ANALISA DAN PERHITUNGAN PENGKONDISIAN UDARA

BAB III DATA ANALISA DAN PERHITUNGAN PENGKONDISIAN UDARA BAB III DATA ANALISA DAN PERHITUNGAN PENGKONDISIAN UDARA Data analisa dan perhitungan dihitung pada jam terpanas yaitu sekitar jam 11.00 sampai dengan jam 15.00, untuk mengetahui seberapa besar pengaruh

Lebih terperinci

Laporan Tugas Akhir 2012 BAB II DASAR TEORI

Laporan Tugas Akhir 2012 BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem Tata Udara [sumber : 5. http://ridwan.staff.gunadarma.ac.id] Sistem tata udara adalah proses untuk mengatur kondisi suatu ruangan sesuai dengan keinginan sehingga dapat memberikan

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. W. Arismunandar, Heizo Saito, 1991, Penyegaran Udara, Cetakan ke-4, PT. Pradnya Paramita, Jakarta

DAFTAR PUSTAKA. W. Arismunandar, Heizo Saito, 1991, Penyegaran Udara, Cetakan ke-4, PT. Pradnya Paramita, Jakarta DAFTAR PUSTAKA W. Arismunandar, Heizo Saito, 1991, Penyegaran Udara, Cetakan ke-4, PT. Pradnya Paramita, Jakarta Standar Nasional Indonesia (SNI) : Tata Cara Perancangan Sistem Ventilasi dan Pengkondisian

Lebih terperinci

Universitas Mercu Buana 49

Universitas Mercu Buana 49 BAB III METODE PENELITIAN Ada dua faktor yang menjadi beba dalam sebuah mesin pendingin yaitu beban internal dan beban ekternal. Seperti yang telah dibahas pada bab sebelumnya beban internal terjadi karena

Lebih terperinci

BAB III DASAR PERANCANGAN INSTALASI AIR CONDITIONING

BAB III DASAR PERANCANGAN INSTALASI AIR CONDITIONING BAB III DASAR PERANCANGAN INSTALASI AIR CONDITIONING 3.1 Perngertian dan Standar Pengkondisian Udara Bangunan Pengkondisian udara adalah suatu usaha ang dilakukan untuk mengolah udara dengan cara mendinginkan,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Perencanaan pengkondisian udara dalam suatu gedung diperlukan suatu perhitungan beban kalor dan kebutuhan ventilasi udara, perhitungan kalor ini tidak lepas dari prinsip perpindahan

Lebih terperinci

Analisis Konsumsi Energi Listrik Pada Sistem Pendingin Ruangan (Air Conditioning) Di Gedung Direktorat Politeknik Negeri Pontianak

Analisis Konsumsi Energi Listrik Pada Sistem Pendingin Ruangan (Air Conditioning) Di Gedung Direktorat Politeknik Negeri Pontianak 13 Analisis Konsumsi Energi Listrik Pada Sistem Pendingin an (Air Conditioning) Di Gedung Direktorat Politeknik Negeri Pontianak Rina Dwi Yani Program Studi Manajemen Energi, Magister Teknik Elektro Fakultas

Lebih terperinci

Bab 14 Kenyamanan Termal. Kenyaman termal

Bab 14 Kenyamanan Termal. Kenyaman termal Bab 14 Kenyamanan Termal Dr. Yeffry Handoko Putra, S.T, M.T E-mail: yeffry@unikom.ac.id 172 Kenyaman termal Kenyaman termal adalah suatu kondisi yang dinikmati oleh manusia. Faktor-faktor kenyamanan termal

Lebih terperinci

LAMPIRAN I. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN I. Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN I LAMPIRAN II LAMPIRAN III Perhitungan beban pendinginan pada penelitian. Bangunan yang digunakan dalam melakukan penelitian berlokasi di daerah 40 o LU. Temperature didalam ruangan dan diluar

Lebih terperinci

BAB IV: KONSEP Pendekatan Konsep Bangunan Hemat Energi

BAB IV: KONSEP Pendekatan Konsep Bangunan Hemat Energi BAB IV: KONSEP 4.1. Konsep Dasar Perancangan Konsep dasar yang akan di gunakan dalam perancangan ini adalah Arsitektur hemat energi yang menerapkan Pemanfaatan maupun efisiensi Energi dalam rancangan bangunan.

Lebih terperinci

BAB III PERHITUNGAN. Tugas Akhir

BAB III PERHITUNGAN. Tugas Akhir BAB III PERHITUNGAN 3.1 Beban Pendingin Ruangan Beban pendingin ruangan adalah beban laju aliran panas yang harus dipindahkan dari udara ruangan untuk mempertahankan temperatur ruangan sesuai yang diinginkan.

Lebih terperinci

SMK NEGERI I CIREBON 2011 Visit us on : ptu.smkn1-cirebon.sch.id

SMK NEGERI I CIREBON 2011 Visit us on : ptu.smkn1-cirebon.sch.id Oleh Rd. INDHAYATI HERLINA, ST., MM. MOH. ARIS AS ARI, S.Pd PROGRAM KEAHLIAN TEKNIK PENDINGINAN DAN TATA UDARA SMK NEGERI I CIREBON 2011 Visit us on : ptu.smkn1-cirebon.sch.id CHAPTER I VENTILATION, INFILTRATION

Lebih terperinci

STUDI EVALUASI SISTEM PENGKONDISIAN UDARA DI JURUSAN TEKNIK ELEKTRO KAMPUS BUKIT JIMBARAN DENGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE

STUDI EVALUASI SISTEM PENGKONDISIAN UDARA DI JURUSAN TEKNIK ELEKTRO KAMPUS BUKIT JIMBARAN DENGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE STUDI EVALUASI SISTEM PENGKONDISIAN UDARA DI JURUSAN TEKNIK ELEKTRO KAMPUS BUKIT JIMBARAN DENGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE M. N. Hanifan, 1 I.G.D Arjana, 2 W. Setiawan 3 1,2,3 Jurusan Teknik Elektro, FakultasTeknik,UniversitasUdayana

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PERHITUNGAN

BAB IV ANALISIS DAN PERHITUNGAN BAB IV ANALISIS DAN PERHITUNGAN 4.1 Analisa Data Pengumpulan data di maksudkan untuk mendapatkan gambaran dalam proses perhitungan beban pendingin pada ruang kerja lantai 2, data-data yang di perlukan

Lebih terperinci

BAB IV PERHITUNGAN PENDINGIN GEDUNG

BAB IV PERHITUNGAN PENDINGIN GEDUNG BAB IV PERHITUNGAN PENDINGIN GEDUNG 4.1. Survey Penggunaan Gedung Survey yang dilakukan pada PT.FOOD STATION di jalan raya Cipinang (Pasar Induk), Jakarta Timur. Posisi gedung menghadap dari utara ke selatan

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL Pada bab ini diuraikan mengenai analisis dan interpretasi hasil perhitungan dan pengolahan data yang telah dilakukan pada bab IV. Analisis dan interpretasi hasil akan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut ASHRAE (American Society of Heating, Refrigerating and

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut ASHRAE (American Society of Heating, Refrigerating and BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Menurut ASHRAE (American Society of Heating, Refrigerating and Airconditioning Engineers, 1989), kenyamanan termal merupakan perasaan dimana seseorang merasa nyaman dengan keadaan

Lebih terperinci

PERHITUNGAN DAN METODE KONSTRUKSI SISTEM PENDINGINAN TERHADAP AUDITORIUM

PERHITUNGAN DAN METODE KONSTRUKSI SISTEM PENDINGINAN TERHADAP AUDITORIUM PERHITUNGAN DAN METODE KONSTRUKSI SISTEM PENDINGINAN TERHADAP AUDITORIUM Krisanto Elim 1, Anthony Carissa Surja 2, Prasetio Sudjarwo 3, dan Nugroho Susilo 4 ABSTRAK : Tujuan penelitian sistem tata udara

Lebih terperinci

BAGIAN III PRINSIP-PRINSIP ESTIMASI BEBAN PENDINGIN TATA UDARA

BAGIAN III PRINSIP-PRINSIP ESTIMASI BEBAN PENDINGIN TATA UDARA BAGIAN III PRINSIP-PRINSIP ESTIMASI BEBAN PENDINGIN TATA UDARA UNIT 9 SUMBER-SUMBER PANAS Delapan unit sebelumnya telah dibahas dasar-dasar tata udara dan pengaruhnya terhadap kenyamanan manusia. Juga

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 1. Prinsip Kerja Mesin Pendingin Penemuan siklus refrigerasi dan perkembangan mesin refrigerasi merintis jalan bagi pembuatan dan penggunaan mesin penyegaran udara. Komponen utama

Lebih terperinci

BAB IV. ducting pada gedung yang menjadi obyek penelitian. psikometri untuk menentukan kapasitas aliran udara yang diperlukan untuk

BAB IV. ducting pada gedung yang menjadi obyek penelitian. psikometri untuk menentukan kapasitas aliran udara yang diperlukan untuk BAB IV PERHITUNGAN RANCANGAN PENGKONDISI UDARA Pada bab ini akan dilakukan perhitungan rancangan pengkondisian udara yang meliputi perhitungan beban pendinginan, analisa psikometri, dan perhitungan rancangan

Lebih terperinci

ANALISA KEBUTUHAN BEBAN PENDINGIN DAN DAYA ALAT PENDINGIN AC UNTUK AULA KAMPUS 2 UM METRO. Abstrak

ANALISA KEBUTUHAN BEBAN PENDINGIN DAN DAYA ALAT PENDINGIN AC UNTUK AULA KAMPUS 2 UM METRO. Abstrak ANALISA KEBUTUHAN BEBAN PENDINGIN DAN DAYA ALAT PENDINGIN AC UNTUK AULA KAMPUS 2 UM METRO. Kemas Ridhuan, Andi Rifai Program Studi Teknik Mesin Universitas muhammadiyah Metro Jl. Ki Hjar Dewantara No.

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN.

BAB III PERANCANGAN. BAB III PERANCANGAN 3.1 Beban Pendinginan (Cooling Load) Beban pendinginan pada peralatan mesin pendingin jarang diperoleh hanya dari salah satu sumber panas. Biasanya perhitungan sumber panas berkembang

Lebih terperinci

PERHITUNGAN ULANG SISTEM PENGKONDISIAN UDARA PADA GERBONG KERETA API PENUMPANG EKSEKUTIF MALAM (KA. GAJAYANA)

PERHITUNGAN ULANG SISTEM PENGKONDISIAN UDARA PADA GERBONG KERETA API PENUMPANG EKSEKUTIF MALAM (KA. GAJAYANA) PERHITUNGAN ULANG SISTEM PENGKONDISIAN UDARA PADA GERBONG KERETA API PENUMPANG EKSEKUTIF MALAM (KA. GAJAYANA) DOSEN PEMBIMBING: ARY BACHTIAR KRISHNA PUTRA, S.T, M.T, Ph.D TANTY NURAENI 2107100631 JURUSAN

Lebih terperinci

BAGIAN II : UTILITAS TERMAL REFRIGERASI, VENTILASI DAN AIR CONDITIONING (RVAC)

BAGIAN II : UTILITAS TERMAL REFRIGERASI, VENTILASI DAN AIR CONDITIONING (RVAC) BAGIAN II : UTILITAS TERMAL REFRIGERASI, VENTILASI DAN AIR CONDITIONING (RVAC) Refrigeration, Ventilation and Air-conditioning RVAC Air-conditioning Pengolahan udara Menyediakan udara dingin Membuat udara

Lebih terperinci

PERHI TUNGAN BEBAN PENDI NGI N PADA RUANG LABORATORI UM KOMPUTER PAPSI - I TS

PERHI TUNGAN BEBAN PENDI NGI N PADA RUANG LABORATORI UM KOMPUTER PAPSI - I TS PERHI TUNGAN BEBAN PENDI NGI N PADA RUANG LABORATORI UM KOMPUTER PAPSI - I TS Oleh : LAURA SUNDARION 2107 030 075 Dosen Pembimbing : Ir. Denny M.E SOEDJONO, MT LATAR BELAKANG Sistem pengkondisian udara

Lebih terperinci

JTM Vol. 04, No. 1, Februari

JTM Vol. 04, No. 1, Februari JTM Vol. 04, No. 1, Februari 2015 20 ANALISA OPTIMALISASI KEBUTUHAN DAYA KOIL PENDINGIN SISTEM PENGKONDISIAN UDARA PADA RANGKAIAN RUANG KELAS LANTAI 4 GEDUNG D UNIVERSITAS MERCUBUANA JAKARTA Fikry Zulfikar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Tabel Hasil Pengujian Beban Kalor Setelah dilakukan perhitungan beban kalor didalam ruangan yang meliputi beban kalor sensible dan kalor laten untuk ruangan dapat

Lebih terperinci

Tata cara perancangan sistem ventilasi dan pengkondisian udara pada bangunan gedung.

Tata cara perancangan sistem ventilasi dan pengkondisian udara pada bangunan gedung. Kembali SNI 03-6572-2001 Tata cara perancangan sistem ventilasi dan pengkondisian udara pada bangunan gedung. 1. Ruang lingkup. 1.1. Standar Tata cara perancangan sistem ventilasi dan pengkondisian udara

Lebih terperinci

PERHITUNGAN BEBAN PENDINGIN PADA LANTAI 2 GEDUNG SENTRA BISNIS & DISTRIBUSI PT. CITRA NUSA INSAN CEMERLANG (CNI)

PERHITUNGAN BEBAN PENDINGIN PADA LANTAI 2 GEDUNG SENTRA BISNIS & DISTRIBUSI PT. CITRA NUSA INSAN CEMERLANG (CNI) TUGAS AKHIR PERHITUNGAN BEBAN PENDINGIN PADA LANTAI 2 GEDUNG SENTRA BISNIS & DISTRIBUSI PT. CITRA NUSA INSAN CEMERLANG (CNI) Diajukan Sebagai Syarat Akademis Untuk Menempuh Gelar Sarjana Strata (S 1) Teknik

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Tugas Akhir

BAB II DASAR TEORI. Tugas Akhir BAB II DASAR TEORI 2.1 Definisi dari Penyegaran Udara Penyegaran udara adalah suatu proses untuk mendinginkan udara sehingga di peroleh temperature dan kelembaban relatif yang sesuai dengan yang dipersyaratkan

Lebih terperinci

Kajian Termis pada Beberapa Material Dinding untuk Ruang Bawah Tanah. I G B Wijaya Kusuma 1)

Kajian Termis pada Beberapa Material Dinding untuk Ruang Bawah Tanah. I G B Wijaya Kusuma 1) Kusuma Vol. 10 No. 2 April 2003 urnal TEKNIK SIPIL Kajian Termis pada Beberapa Material Dinding untuk Ruang Bawah Tanah I G B Wijaya Kusuma 1) Abstrak Karena terbatasnya lahan yang tersedia di kodya Denpasar,

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. pengembangan dari teknologi mesin pendingin. Alat ini dipakai bertujuan untuk

BAB II DASAR TEORI. pengembangan dari teknologi mesin pendingin. Alat ini dipakai bertujuan untuk BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengertian Umum Air Conditioning (AC) atau alat pengkondisi udara merupakan modifikasi pengembangan dari teknologi mesin pendingin. Alat ini dipakai bertujuan untuk memberikan udara

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Agar efisiensi operasi AC maximum, masing-masing komponen AC harus

III. METODE PENELITIAN. Agar efisiensi operasi AC maximum, masing-masing komponen AC harus III. METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Agar efisiensi operasi AC maximum, masing-masing komponen AC harus beroperasi pada tingkat efisiensi optimalnya. Untuk mempertahankan agar kinerja operasi selalu

Lebih terperinci

Pemanfaatan Sistem Pengondisian Udara Pasif dalam Penghematan Energi

Pemanfaatan Sistem Pengondisian Udara Pasif dalam Penghematan Energi Pemanfaatan Sistem Pengondisian Udara Pasif dalam Penghematan Energi Lia Laila Prodi Teknologi Pengolahan Sawit, Institut Teknologi dan Sains Bandung Abstrak. Sistem pengondisian udara dibutuhkan untuk

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA STUDI KASUS

BAB IV ANALISA STUDI KASUS BAB IV ANALISA STUDI KASUS IV.1 GOR Bulungan IV.1.1 Analisa Aliran Udara GOR Bulungan terletak pada daerah perkotaan sehingga memiliki variasi dalam batas-batas lingkungannya. Angin yang menerpa GOR Bulungan

Lebih terperinci

STUDI KINERJA MESIN PENGKONDISI UDARA TIPE TERPISAH (AC SPLIT) PADA GERBONG PENUMPANG KERETA API EKONOMI

STUDI KINERJA MESIN PENGKONDISI UDARA TIPE TERPISAH (AC SPLIT) PADA GERBONG PENUMPANG KERETA API EKONOMI STUDI KINERJA MESIN PENGKONDISI UDARA TIPE TERPISAH (AC SPLIT) PADA GERBONG PENUMPANG KERETA API EKONOMI Ozkar F. Homzah 1* 1 Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Tridinanti Palembang Jl.

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Hotel Sapadia Siantar. Hotel Danau Toba International Medan. Rumah Sakit Columbia Asia Medan

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Hotel Sapadia Siantar. Hotel Danau Toba International Medan. Rumah Sakit Columbia Asia Medan BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.1.1 Tempat Penelitian Tempat penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: Hotel Sapadia Siantar Hotel Danau Toba International

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PIRANTI LUNAK PENAKSIRAN BEBAN PENDINGINAN TATA-UDARA BANGUNAN

PENGEMBANGAN PIRANTI LUNAK PENAKSIRAN BEBAN PENDINGINAN TATA-UDARA BANGUNAN PENGEMBANGAN PIRANTI LUNAK PENAKSIRAN BEBAN PENDINGINAN TATA-UDARA BANGUNAN 1 Erfan Purnama 2 Wisnu Hendradjit 3 Agus Samsi Program Studi Teknik Fisika, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi

Lebih terperinci

PENGHAWAAN DALAM BANGUNAN. Erick kurniawan Harun cahyono Muhammad faris Roby ardian ipin

PENGHAWAAN DALAM BANGUNAN. Erick kurniawan Harun cahyono Muhammad faris Roby ardian ipin PENGHAWAAN DALAM BANGUNAN Erick kurniawan Harun cahyono Muhammad faris Roby ardian ipin PENGHAWAAN Penghawaan adalah aliran udara di dalam rumah, yaitu proses pertukaran udara kotor dan udara bersih Diagram

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori. 2.1 AC Split

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori. 2.1 AC Split BAB II DASAR TEORI 2.1 AC Split Split Air Conditioner adalah seperangkat alat yang mampu mengkondisikan suhu ruangan sesuai dengan yang kita inginkan, terutama untuk mengkondisikan suhu ruangan agar lebih

Lebih terperinci

Konservasi energi sistem tata udara pada bangunan gedung

Konservasi energi sistem tata udara pada bangunan gedung Konservasi energi sistem tata udara pada bangunan gedung 1. Ruang lingkup 1.1. Standar ini memuat; perhitungan teknis, pemilihan, pengukuran dan pengujian, konservasi energi dan rekomendasi sistem tata

Lebih terperinci

PERANCANGAN ULANG INSTALASI TATA UDARA VRV SYSTEM KANTOR MANAJEMEN KSO FORTUNA INDONESIA JAKARTA PUSAT

PERANCANGAN ULANG INSTALASI TATA UDARA VRV SYSTEM KANTOR MANAJEMEN KSO FORTUNA INDONESIA JAKARTA PUSAT PERANCANGAN ULANG INSTALASI TATA UDARA VRV SYSTEM KANTOR MANAJEMEN KSO FORTUNA INDONESIA JAKARTA PUSAT LASITO NIM: 41313110031 PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR EFEKTIFITAS PERUBAHAN AIR CHANGES TERHADAP PERUBAHAN TEMPERATURE DAN RH

TUGAS AKHIR EFEKTIFITAS PERUBAHAN AIR CHANGES TERHADAP PERUBAHAN TEMPERATURE DAN RH TUGAS AKHIR EFEKTIFITAS PERUBAHAN AIR CHANGES TERHADAP PERUBAHAN TEMPERATURE DAN RH Diajukan Sebagia Salah Satu Syarat Dalam Meraih Gelar Sarjana Teknik (ST) Pada Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

Udara luar = 20 x 30 cmh = 600 cmh Area yang di kondisikan = 154 m². Luas Kaca (m²)

Udara luar = 20 x 30 cmh = 600 cmh Area yang di kondisikan = 154 m². Luas Kaca (m²) BAB IV ANALISIS DAN PERHITUNGAN 4.1 Perhitungan Beban Pendingin AC Sentral Lantai = 1 Luas = 154 m² Kondisi = CDB CWB R Kg/kg Luar ruangan = 33 27 7,24 Dalam ruangan = 24 16 45,11 Selisih = 9 11 25,13

Lebih terperinci

Jurnal Kajian Teknik Mesin Vol. 2 No. 1 April

Jurnal Kajian Teknik Mesin Vol. 2 No. 1 April PERENCANAAN TATA UDARA SISTEM DUCTING RUANG AULA LANTAI 8 UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 JAKARTA Deni Pradana Putra [1], M Fajri Hidayat,ST,MT [2] Fakultas Teknik,Program Studi Teknik Mesin,Universitas 17

Lebih terperinci

T P = T C+10 = 8 10 T C +10 = 4 5 T C+10. Pembahasan Soal Suhu dan Kalor Fisika SMA Kelas X. Contoh soal kalibrasi termometer

T P = T C+10 = 8 10 T C +10 = 4 5 T C+10. Pembahasan Soal Suhu dan Kalor Fisika SMA Kelas X. Contoh soal kalibrasi termometer Soal Suhu dan Kalor Fisika SMA Kelas X Contoh soal kalibrasi termometer 1. Pipa kaca tak berskala berisi alkohol hendak dijadikan termometer. Tinggi kolom alkohol ketika ujung bawah pipa kaca dimasukkan

Lebih terperinci

KAJIAN KONSERVASI ENERGI PADA BANGUNAN KAMPUS UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) DITINJAU DARI ASPEK PENCAHAYAAN DAN PENGHAWAAN ALAMI

KAJIAN KONSERVASI ENERGI PADA BANGUNAN KAMPUS UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) DITINJAU DARI ASPEK PENCAHAYAAN DAN PENGHAWAAN ALAMI KAJIAN KONSERVASI ENERGI PADA BANGUNAN KAMPUS UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) DITINJAU DARI ASPEK PENCAHAYAAN DAN PENGHAWAAN ALAMI Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang

Lebih terperinci

Pathologi Bangunan dan Gas Radon Salah satu faktor paling populer penyebab terganggunya kesehatan manusia yang berdiam

Pathologi Bangunan dan Gas Radon Salah satu faktor paling populer penyebab terganggunya kesehatan manusia yang berdiam PATHOLOGI BANGUNAN DAN KENYAMANAN TERMAL Tri Harso Karyono Majalah Konstruksi, April 1997 Dalam ilmu bahasa, pathologi berarti ilmu tentang penyakit, dengan pengertian ini, ilmu tersebut dianggap tidak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan tentang aplikasi sistem pengabutan air di iklim kering

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan tentang aplikasi sistem pengabutan air di iklim kering 15 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Tinjauan tentang aplikasi sistem pengabutan air di iklim kering Sebuah penelitian dilakukan oleh Pearlmutter dkk (1996) untuk mengembangkan model

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. Perancangan Ulang Sistem Pengondisian Udara Untuk Ruangan Pelapisan Krispi Di PT. XYZ

TUGAS AKHIR. Perancangan Ulang Sistem Pengondisian Udara Untuk Ruangan Pelapisan Krispi Di PT. XYZ TUGAS AKHIR Perancangan Ulang Sistem Pengondisian Udara Untuk Ruangan Pelapisan Krispi Di PT. XYZ Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Dalam Mencapai Gelar Sarjana Strata Satu (S1) Disusun Oleh : Nama : Tosim

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. Laporan Tugas Akhir 4

BAB II TEORI DASAR. Laporan Tugas Akhir 4 BAB II TEORI DASAR Sistem tata udara adalah suatu proses mendinginkan/memanaskan udara sehingga dapat mencapai suhu dan kelembaban yang diinginkan/dipersyaratkan. Selain itu, mengatur aliran udara dan

Lebih terperinci

Analisis Konsumsi Energi Listrik Pada Sistem Pengkondisian Udara Berdasarkan Variasi Kondisi Ruangan (Studi Kasus Di Politeknik Terpikat Sambas)

Analisis Konsumsi Energi Listrik Pada Sistem Pengkondisian Udara Berdasarkan Variasi Kondisi Ruangan (Studi Kasus Di Politeknik Terpikat Sambas) Analisis Konsumsi Energi Listrik Pada Sistem Pengkondisian Udara Berdasarkan Variasi Kondisi (Studi Kasus Di Politeknik Terpikat Sambas) Iman Syahrizal ), Seno Panjaitan ), Yandri ) ) Program Studi Teknik

Lebih terperinci

Perbandingan Perhitungan OTTV dan RETV Gedung Residensial Apartement.

Perbandingan Perhitungan OTTV dan RETV Gedung Residensial Apartement. Perbandingan Perhitungan OTTV dan RETV Gedung Residensial Apartement. Dian Fitria, Thesa Junus D. Green Building Engineers, Divisi Sustainability, PT Asdi Swasatya Abstrak Besar panas yang masuk ke dalam

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. PERHITUNGAN BEBAN PENDINGIN RUANG UTAMA Lt. 3 KANTOR MANAJEMEN PT SUPERMAL KARAWACI DENGAN METODE CLTD

TUGAS AKHIR. PERHITUNGAN BEBAN PENDINGIN RUANG UTAMA Lt. 3 KANTOR MANAJEMEN PT SUPERMAL KARAWACI DENGAN METODE CLTD TUGAS AKHIR PERHITUNGAN BEBAN PENDINGIN RUANG UTAMA Lt. 3 KANTOR MANAJEMEN PT SUPERMAL KARAWACI DENGAN METODE CLTD Diajukan guna melengkapi sebagian syarat dalam mencapai gelar Sarjana Strata Satu (S1)

Lebih terperinci

TOPIK: PANAS DAN HUKUM PERTAMA TERMODINAMIKA. 1. Berikanlah perbedaan antara temperatur, panas (kalor) dan energi dalam!

TOPIK: PANAS DAN HUKUM PERTAMA TERMODINAMIKA. 1. Berikanlah perbedaan antara temperatur, panas (kalor) dan energi dalam! TOPIK: PANAS DAN HUKUM PERTAMA TERMODINAMIKA SOAL-SOAL KONSEP: 1. Berikanlah perbedaan antara temperatur, panas (kalor) dan energi dalam! Temperatur adalah ukuran gerakan molekuler. Panas/kalor adalah

Lebih terperinci

PENGARUH TEKANAN TERHADAP PENGKONDISIAN UDARA SISTEM EKSPANSI UDARA

PENGARUH TEKANAN TERHADAP PENGKONDISIAN UDARA SISTEM EKSPANSI UDARA PENGARUH TEKANAN TERHADAP PENGKONDISIAN UDARA SISTEM EKSPANSI UDARA Sumanto 1), Wayan Sudjna 2), Harimbi Setyowati 3), Andi Ahmad Rifa i Prodi Teknik Industri 1), Prodi Teknik Mesin 2), Prodi Teknik Kimia

Lebih terperinci

OPTIMASI PENGGUNAAN PENCAHAYAAN ALAMI PADA RUANG KERJA DENGAN MENGATUR PERBANDINGAN LUAS JENDELA TERHADAP DINDING

OPTIMASI PENGGUNAAN PENCAHAYAAN ALAMI PADA RUANG KERJA DENGAN MENGATUR PERBANDINGAN LUAS JENDELA TERHADAP DINDING JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1-6 1 OPTIMASI PENGGUNAAN PENCAHAYAAN ALAMI PADA RUANG KERJA DENGAN MENGATUR PERBANDINGAN LUAS JENDELA TERHADAP DINDING Muhammad Rofiqi Athoillah, Totok Ruki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Annis & McConville (1996) dan Manuaba (1999) dalam Tarwaka (2004)

BAB I PENDAHULUAN. Annis & McConville (1996) dan Manuaba (1999) dalam Tarwaka (2004) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Annis & McConville (1996) dan Manuaba (1999) dalam Tarwaka (2004) menyatakan bahwa ergonomi adalah kemampuan untuk menerapkan informasi menurut karakter, kapasitas

Lebih terperinci

...(2) adalah perbedaan harga tengah entalphi untuk suatu bagian. kecil dari volume.

...(2) adalah perbedaan harga tengah entalphi untuk suatu bagian. kecil dari volume. Cooling Tower Menara pendingin adalah suatu menara yang digunakan untuk mendinginkan air pendingin yang telah menjadi panas pada proses pendinginan, sehingga air pendingin yang telah dingin itu dapat digunakan

Lebih terperinci

PENERUSAN PANAS PADA DINDING GLAS BLOK LOKAL

PENERUSAN PANAS PADA DINDING GLAS BLOK LOKAL PENERUSAN PANAS PADA DINDING GLAS BLOK LOKAL Frans Soehartono 1, Anik Juniwati 2, Agus Dwi Hariyanto 3 Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Kristen Petra Jl. Siwalankerto

Lebih terperinci

benar kering. Kandungan uap air dalam udara pada untuk suatu keperluan harus dibuang atau malah ditambahkan. Pada bagan psikometrik ada dua hal yang p

benar kering. Kandungan uap air dalam udara pada untuk suatu keperluan harus dibuang atau malah ditambahkan. Pada bagan psikometrik ada dua hal yang p BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Alat Pendingin Central Alat pendingin central merupakan alat yang digunakan untuk mengkondisikan udara ruangan, dimana udara dingin dari alat tersebut dialirkan

Lebih terperinci

Pengeringan. Shinta Rosalia Dewi

Pengeringan. Shinta Rosalia Dewi Pengeringan Shinta Rosalia Dewi SILABUS Evaporasi Pengeringan Pendinginan Kristalisasi Presentasi (Tugas Kelompok) UAS Aplikasi Pengeringan merupakan proses pemindahan uap air karena transfer panas dan

Lebih terperinci

BAB III DATA GEDUNG DAN LINGKUNGAN

BAB III DATA GEDUNG DAN LINGKUNGAN BAB III DATA GEDUNG DAN LINGKUNGAN 3.1 Letak Geografis Gedung Ofice PT. Karya Intertek Kencana ( Jakarta Barat ) berdasarkan data dari Badan Meterologi dan Geofisika, Jakarta terletak pada garis bujur

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. apartemen, dan pusat belanja memerlukan listrik misalnya untuk keperluan lampu

II. TINJAUAN PUSTAKA. apartemen, dan pusat belanja memerlukan listrik misalnya untuk keperluan lampu II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sistem Tata Udara Hampir semua aktifitas dalam gedung seperti kantor, hotel, rumah sakit, apartemen, dan pusat belanja memerlukan listrik misalnya untuk keperluan lampu penerangan,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Radiasi Matahari IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Jansen (1995) menyatakan bahwa posisi matahari diperlukan untuk menentukan radaisi surya yang diteruskan melalui kaca dan bahan transparan lain, dimana

Lebih terperinci

9/17/ KALOR 1

9/17/ KALOR 1 9. KALOR 1 1 KALOR SEBAGAI TRANSFER ENERGI Satuan kalor adalah kalori (kal) Definisi kalori: Kalor yang dibutuhkan untuk menaikkan temperatur 1 gram air sebesar 1 derajat Celcius. Satuan yang lebih sering

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI DATA PERHITUNGAN BEBAN PENDINGIN

BAB III METODOLOGI DATA PERHITUNGAN BEBAN PENDINGIN BAB III METODOLOGI DATA PERHITUNGAN BEBAN PENDINGIN Ada dua faktor yang akan menjadi beban dari sebuah mesin pendingin yaitu beban internal dan beban eksternal. Beban internal terjadi karena pengeluaran

Lebih terperinci

DINAMIKA Jurnal Ilmiah Teknik Mesin

DINAMIKA Jurnal Ilmiah Teknik Mesin PERHITUNGAN BEBAN PENDINGINAN PADA GEDUNG PARIWISATA BARUGA SAPTA PESONA SULAWESI TENGGARA Prinob Aksar Staf Pengajar Program Studi Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Halu Oleo Kampus Hijau Bumi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN UMUM

BAB V KESIMPULAN UMUM 177 BAB V KESIMPULAN UMUM Kesimpulan 1 Perilaku termal dalam bangunan percobaan menunjukan suhu pukul 07.00 WIB sebesar 24.1 o C,, pukul 13.00 WIB suhu mencapai 28.4 o C, pada pukul 18.00 WIB suhu mencapai

Lebih terperinci

BAB IV PERHITUNGAN DAN PERANCANGAN BEBAN PENDINGIN 4.1 PERHITUNGAN SECARA MANUAL DAN TEORISTIS

BAB IV PERHITUNGAN DAN PERANCANGAN BEBAN PENDINGIN 4.1 PERHITUNGAN SECARA MANUAL DAN TEORISTIS 56 BAB IV PERHITUNGAN DAN PERANCANGAN BEBAN PENDINGIN 4.1 PERHITUNGAN SECARA MANUAL DAN TEORISTIS Perhitungan beban thermal secara manual dan teoristis merupakan prinsip dasar. Beban termal pada sebuah

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 PERAN ENERGI DALAM ARSITEKTUR

LAMPIRAN 1 PERAN ENERGI DALAM ARSITEKTUR LAMPIRAN 1 PERAN ENERGI DALAM ARSITEKTUR Prasato Satwiko. Arsitektur Sadar Energi tahun 2005 Dengan memfokuskan permasalahan, strategi penataan energi bangunan dapat dikembangkan dengan lebih terarah.strategi

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Tabel 2.1 Daya tumbuh benih kedelai dengan kadar air dan temperatur yang berbeda

BAB II DASAR TEORI. Tabel 2.1 Daya tumbuh benih kedelai dengan kadar air dan temperatur yang berbeda BAB II DASAR TEORI 2.1 Benih Kedelai Penyimpanan benih dimaksudkan untuk mendapatkan benih berkualitas. Kualitas benih yang dapat mempengaruhi kualitas bibit yang dihubungkan dengan aspek penyimpanan adalah

Lebih terperinci

Laporan Tugas Akhir BAB II TEORI DASAR

Laporan Tugas Akhir BAB II TEORI DASAR BAB II TEORI DASAR 2.1 Sistem Tata Udara Secara umum pengkondisian udara adalah suatu proses untuk mengkondisikan udara pada suatu tempat sehingga tercapai kenyamanan bagi penghuninya. Tata udara meliputi

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print)

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print) A634 Perencanaan Ulang Sistem Pengkondisian Udara pada Lantai 1 dan 2 Gedung Surabaya Suite Hotel di Surabaya Wahyu Priatna dan Ary Bachtiar Krishna Putra Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri,

Lebih terperinci

STUDI TERHADAP KONSERVASI ENERGI PADA GEDUNG SEWAKA DHARMA KOTA DENPASAR YANG MENERAPKAN KONSEP GREEN BUILDING

STUDI TERHADAP KONSERVASI ENERGI PADA GEDUNG SEWAKA DHARMA KOTA DENPASAR YANG MENERAPKAN KONSEP GREEN BUILDING STUDI TERHADAP KONSERVASI ENERGI PADA GEDUNG SEWAKA DHARMA KOTA DENPASAR YANG MENERAPKAN KONSEP GREEN BUILDING I Wayan Swi Putra 1, I Nyoman Satya Kumara 2, I Gede Dyana Arjana 3 1.3 Jurusan Teknik Elektro,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 ALAT PENGKONDISIAN UDARA Alat pengkondisian udara merupakan sebuah mesin yang secara termodinamika dapat memindahkan energi dari area bertemperatur rendah (media yang akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kaum Petani dengan kultur agraris khas pedesaan Indonesia bermukim di perumahan dengan bentuk bangunan yang mempunyai tata ruang dan tata letak sederhana. Hampir seluruh

Lebih terperinci

Perancangan Desain Ergonomi Ruang Proses Produksi Untuk Memperoleh Kenyamanan Termal Alami

Perancangan Desain Ergonomi Ruang Proses Produksi Untuk Memperoleh Kenyamanan Termal Alami Perancangan Desain Ergonomi Ruang Proses Produksi Untuk Memperoleh Kenyamanan Termal Alami Teguh Prasetyo Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Trunojoyo Madura Jl. Raya Telang Po

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Sebagai strategi passive cooling dengan prinsip ventilasi, strategi night

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Sebagai strategi passive cooling dengan prinsip ventilasi, strategi night BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Sebagai strategi passive cooling dengan prinsip ventilasi, strategi night ventilative cooling masih kurang dikenal di Indonesia. Dalam riset-riset terdahulu,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dasar Dasar Perpindahan Kalor Perpindahan kalor terjadi karena adanya perbedaan suhu, kalor akan mengalir dari tempat yang suhunya tinggi ke tempat suhu rendah. Perpindahan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN KHUSUS

BAB III TINJAUAN KHUSUS BAB III TINJAUAN KHUSUS 3.1 Latar Belakang Tema Tema Green Architecture dipilih karena mengurangi penggunaan energi dan polusi, serta menciptakan hunian dengan saluran, penyekatan, ventilasi, dan material

Lebih terperinci

Perbandingan Perhitungan OTTV dan ETTV Gedung Komersial - Kantor

Perbandingan Perhitungan OTTV dan ETTV Gedung Komersial - Kantor Perbandingan Perhitungan OTTV dan ETTV Gedung Komersial - Kantor Tubagus A. Dimas, Dian Fitria, Thesa Junus D. Green Building Engineers, Divisi Sustainability, PT Asdi Swasatya Abstrak Besar panas yang

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS MENGHITUNG NILAI OTTV DI LABTEK IXC

LAPORAN TUGAS MENGHITUNG NILAI OTTV DI LABTEK IXC AR 3121 FISIKA BANGUNAN LAPORAN TUGAS MENGHITUNG NILAI DI LABTEK IXC KELOMPOK 2 Indra Rhamadhan 15213025 Raudina Rahmi 15213037 Shafira Anjani 15213027 Putri Isti Karimah 15213039 Estu Putri 15213029 Fajri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tugas Akhir ini diberi judul Perencanaan dan Pemasangan Air. Conditioning di Ruang Kuliah C2 PSD III Teknik Mesin Universitas

BAB I PENDAHULUAN. Tugas Akhir ini diberi judul Perencanaan dan Pemasangan Air. Conditioning di Ruang Kuliah C2 PSD III Teknik Mesin Universitas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Judul Tugas Akhir Tugas Akhir ini diberi judul Perencanaan dan Pemasangan Air Conditioning di Ruang Kuliah C2 PSD III Teknik Mesin Universitas Diponegoro Semarang. Alasan pemilihan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Self Dryer dengan kolektor terpisah. (sumber : L szl Imre, 2006).

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Self Dryer dengan kolektor terpisah. (sumber : L szl Imre, 2006). 3 BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengering Surya Pengering surya memanfaatkan energi matahari sebagai energi utama dalam proses pengeringan dengan bantuan kolektor surya. Ada tiga klasifikasi utama pengering surya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pembenihan Ikan. 2.2 Pengaruh Suhu Terhadap Ikan

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pembenihan Ikan. 2.2 Pengaruh Suhu Terhadap Ikan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembenihan Ikan Pemeliharaan larva atau benih merupakan kegiatan yang paling menentukan keberhasilan suatu pembenihan ikan. Hal ini disebabkan sifat larva yang merupakan stadia

Lebih terperinci

STUDI ANALISA OPTIMASI PENGHEMATAN ENERGI PADA SISTEM TATA UDARA DI TERMINAL KARGO BANDARA SOEKARNO HATTA. Budi Yanto Husodo 1,Novitri Br Sianturi 2

STUDI ANALISA OPTIMASI PENGHEMATAN ENERGI PADA SISTEM TATA UDARA DI TERMINAL KARGO BANDARA SOEKARNO HATTA. Budi Yanto Husodo 1,Novitri Br Sianturi 2 STUDI ANALISA OPTIMASI PENGHEMATAN ENERGI PADA SISTEM TATA UDARA DI TERMINAL KARGO BANDARA SOEKARNO HATTA Budi Yanto Husodo 1,Novitri Br Sianturi 2 1,2 Program Studi Teknik Elektro, Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

besarnya energi panas yang dapat dimanfaatkan atau dihasilkan oleh sistem tungku tersebut. Disamping itu rancangan tungku juga akan dapat menentukan

besarnya energi panas yang dapat dimanfaatkan atau dihasilkan oleh sistem tungku tersebut. Disamping itu rancangan tungku juga akan dapat menentukan TINJAUAN PUSTAKA A. Pengeringan Tipe Efek Rumah Kaca (ERK) Pengeringan merupakan salah satu proses pasca panen yang umum dilakukan pada berbagai produk pertanian yang ditujukan untuk menurunkan kadar air

Lebih terperinci

AIR CONDITIONING (AC) Disiapkan Oleh: Muhammad Iqbal, ST., M.Sc Jurusan Teknik Arsitektur Universitas Malikussaleh Tahun 2015

AIR CONDITIONING (AC) Disiapkan Oleh: Muhammad Iqbal, ST., M.Sc Jurusan Teknik Arsitektur Universitas Malikussaleh Tahun 2015 AIR CONDITIONING (AC) Disiapkan Oleh: Muhammad Iqbal, ST., M.Sc Jurusan Teknik Arsitektur Universitas Malikussaleh Tahun 2015 Defenisi Air Conditioning (AC) merupakan ilmu dan praktek untuk mengontrol

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR EFEKTIFITAS DESICCANT DALAM MENGONTROL RH DIBANDING HEATER DAN HEATING COIL

TUGAS AKHIR EFEKTIFITAS DESICCANT DALAM MENGONTROL RH DIBANDING HEATER DAN HEATING COIL TUGAS AKHIR EFEKTIFITAS DESICCANT DALAM MENGONTROL RH DIBANDING HEATER DAN HEATING COIL Disusun oleh : ZAINAL ABIDIN (41306110043) JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS MERCU BUANA

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR ANALISA BEBAN KALOR PADA RUANGAN SERVER SEBUAH GEDUNG PERKANTORAN

LAPORAN TUGAS AKHIR ANALISA BEBAN KALOR PADA RUANGAN SERVER SEBUAH GEDUNG PERKANTORAN LAPORAN TUGAS AKHIR ANALISA BEBAN KALOR PADA RUANGAN SERVER SEBUAH GEDUNG PERKANTORAN Diajukan Guna Memenuhi Syarat Kelulusan Mata Kuliah Tugas Akhir Pada Program Sarjana Strata Satu (S1) Disusun Oleh

Lebih terperinci

BAB IV: KONSEP Konsep Dasar Arsitektur Bioklimatik.

BAB IV: KONSEP Konsep Dasar Arsitektur Bioklimatik. BAB IV: KONSEP 4.1. Konsep Dasar 4.1.1. Arsitektur Bioklimatik Arsitektur bioklimatik adalah suatu pendekatan yang mengarahkan arsitek untuk mendapatkan penyelesaian desain dengan memperhatikan hubungan

Lebih terperinci

STUDI ANALISA OPTIMASI PENGHEMATAN ENERGI PADA SISTEM TATA UDARA DI TERMINAL KARGO BANDARA SOEKARNO HATTA. Budi Yanto Husodo 1,Novitri Br Sianturi 2

STUDI ANALISA OPTIMASI PENGHEMATAN ENERGI PADA SISTEM TATA UDARA DI TERMINAL KARGO BANDARA SOEKARNO HATTA. Budi Yanto Husodo 1,Novitri Br Sianturi 2 STUDI ANALISA OPTIMASI PENGHEMATAN ENERGI PADA SISTEM TATA UDARA DI TERMINAL KARGO BANDARA SOEKARNO HATTA Budi Yanto Husodo 1,Novitri Br Sianturi 2 1,2 Program Studi Teknik Elektro, Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci