Konsep dan Teori Gender

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Konsep dan Teori Gender"

Transkripsi

1

2 Hak cipta (copyright 2008) milik Pusat Pelatihan Gender dan Peningkatan Kualitas Perempuan, BKKBN. Hak cipta dilindungi oleh Undang-undang Dilarang memperbanyak atau mengutip sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apapun, termasuk ilustrasi, tanpa izin tertulis dari Pusat Pelatihan Gender dan Peningkatan Kualitas Perempuan, BKKBN. ISBN: Penulis: Dra. Sri Sundari Sasongko Editor: dr. Nelly Nangoy, MPH Penata Letak: Bambang M.S. Asep Sopari cetakan ke dua, januari 2009

3 Kata Pengantar Dengan mengucap syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, Modul Program Pembelajaran Jarak Jauh Pengarusutamaan Gender (PJJ-PUG) dalam Program KB Nasional, khususnya Modul 2 tentang ini dapat diselesaikan. Modul yang ada di pegangan Anda ini merupakan cetakan kedua yang diperuntukkan bagi petugas lapangan di provinsi pengembangan. Modul pelatihan ini perlu dikembangkan oleh masingmasing pengguna dalam memenuhi tuntutan pengetahuan dan program secara terus menerus. Saran dari berbagai pihak untuk kesempurnaan modul ini sangat kami harapkan. Kepada penulis, kami sampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan atas kerja kerasnya dalam menyelesaikan modul ini, yang telah disesuaikan dengan kurikulum dan Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP) yang baru. Jakarta, Januari 2009 Kepala Pusat Pelatihan Gender dan Peningkatan Kualitas Perempuan, DR. Djoko Sulistyo, MA i

4 Daftar Isi Kata Pengantar... Daftar Isi... i iii BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Relevansi... 1 C. Kompetensi Dasar... 2 D. Petunjuk Mempelajari Modul... 2 BAB II URAIAN MATERI... 7 Kegiatan Belajar Satu Konsep Gender... 7 A. Indikator Keberhasilan... 7 B. Uraian Materi: 1. Pengertian dan Perbedaan Gender dan Seks Konsep Perubahan Perilaku dan Bentuk-bentuk Diskriminasi... 9 C. Rangkuman D. Tes Formatif E. Umpan Balik ii

5 Kegiatan Belajar Dua Teori Gender A. Indikator Keberhasilan B. Uraian Materi: 1. Teori Nurture Teori Nature Teori Equilibrium C. Rangkuman D. Tes Formatif E. Umpan Balik Kegiatan Belajar Tiga Pendekatan Mencapai Kesetaraan Gender A. Indikator Keberhasilan B. Uraian Materi: 1. Permasalahan yang Menimbulkan Konflik Gender Program Penyadaran/Persuasif PUG dan Langkah-langkah Intervensi C. Rangkuman D. Tes Formatif E. Umpan Balik BAB III PENUTUP Kunci Jawaban Daftar Kepustakaan iii

6 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hakikatnya, semua mahluk diciptakan berpasangan. Pada manusia misalnya, ada laki-laki dan perempuan. Keduanya diciptakan dalam derajat, harkat, dan martabat yang sama. Kalaupun memiliki bentuk dan fungsi yang berbeda, itu semua agar keduanya saling melengkapi. Namun dalam perjalanan kehidupan manusia, banyak terjadi perubahan peran dan status atas keduanya, terutama dalam masyarakat. Proses tersebut lama kelamaan menjadi kebiasaan dan membudaya. Dan berdampak pada terciptanya perlakuan diskriminatif terhadap salah satu jenis kelamin. Karena itu, masalah stereotip, subordinasi, marjinalisasi, beban ganda, dan kekerasan (terutama terhadap perempuan) seperti pelecehan seksual dan perdagangan perempuan (trafficking) telah berlangsung lama. Sama lamanya dengan perjalanan sejarah peradaban manusia. B. RELEVANSI Berbagai bahan bacaan tentang konsep dan teori gender telah banyak tersedia di berbagai toko buku dan perpustakaan. Namun, informasi yang dikemas 1

7 dalam bentuk modul belajar mandiri masih sangat terbatas. Oleh karena itu, kami menyusunnya dengan harapan: 1. dapat meningkatkan pengetahuan, sikap, dan pemahaman tentang konsep dan teori gender; 2. dapat dijadikan bahan pembelajaran; 3. bermanfaat bagi widyaiswara maupun fasilitator dalam mengembangkan program pembelajaran, khususnya dalam mengelola suatu team learning maupun team teaching; 4. Bermanfaat bagi para petugas lapangan (PPLKB/ PKB) dalam menambah angka kredit. C. KOMPETENSI DASAR Setelah mempelajari materi ini, peserta diharapkan mampu memahami konsep dan teori gender serta pendekatan untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender. D. PETUNJUK MEMPELAJARI MODUL 1. Bacalah secara berurutan, mulai dari Kata Pengantar, Latar Belakang, Relevansi, Kompetensi Dasar, Petunjuk Mempelajari Modul, Deskripsi Kegiatan, baru kemudian Materi. Cara ini akan memperlancar Anda dalam memahami isi modul, karena Anda sebelumnya sudah mengetahui apa yang ingin dicapai dan bagaimana cara mencapainya. 2

8 2. Kerjakanlah soal-soal yang telah disediakan pada setiap akhir kegiatan belajar. Untuk mengecek kebenaran jawaban Anda, lihatlah kunci jawaban yang terdapat setelah rangkuman. Jangan melihat kunci jawaban sebelum Anda menyelesaikan soal-soalnya. 3. Bila telah selesai mempelajari materi tiap kegiatan belajar, dan telah selesai mengerjakan soal-soal latihannya, hitunglah tingkat penguasaan Anda sesuai dengan petunjuk yang ada pada rambu jawaban. Tulislah hasil (skor) yang Anda peroleh pada kolom tingkat penguasaan Anda dalam deskripsi (gambaran) kegiatan belajar. 4. Bila Anda mendapat kesulitan dalam mempelajari modul ini, berdiskusilah dengan teman sekerja pada setiap kesempatan, seperti pada saat Staf Meeting di kecamatan atau Rapat Konsultasi di kabupaten/kota. 5. Jika Anda telah selesai mempelajari satu modul, Anda akan mengikuti kegiatan tutorial minimal satu kali dari tutor pembimbing dari tingkat provinsi dan satu kali dari tutor pembimbing tingkat kabupaten/kota. 3

9 6. Setelah Anda mempelajari dua modul, selanjutnya Anda berhak mengikuti tes sumatif yang dilakukan oleh BKKBN pusat. Bagi yang memperoleh nilai tes sumatif minimal dengan hasil baik, akan mendapatkan sertifikat yang dapat diperhitungkan dalam pengumpulan angka kredit. 7. Jika Anda ingin mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap modul ini, isilah matrik kegiatan belajar seperti berikut ini 4

10 MATRIK KEGIATAN BELAJAR MANDIRI 5

11 BAB II URAIAN MATERI Kegiatan Belajar Satu KONSEP GENDER A. INDIKATOR KEBERHASILAN Setelah mempelajari materi ini, Anda dapat menjelaskan pengertian dan perbedaan gender dan seks serta dapat menjelaskan konsep perubahan perilaku dan bentuk-bentuk diskriminasi. B. URAIAN MATERI 1. Pengertian dan Perbedaan Gender dan Seks Istilah gender dikemukakan oleh para ilmuwan sosial dengan maksud untuk menjelaskan perbedaan perempuan dan laki-laki yang mempunyai sifat bawaan (ciptaan Tuhan) dan bentukan budaya (konstruksi sosial). Seringkali orang mencampuradukkan ciri-ciri manusia yang bersifat kodrati (tidak berubah) dengan yang bersifat non-kodrati (gender) yang bisa berubah dan diubah. Perbedaan peran gender ini juga menjadikan orang berpikir kembali tentang pembagian peran yang dianggap telah melekat, baik pada perempuan maupun laki-laki. 6

12 Apa itu gender? Gender adalah perbedaan peran, fungsi, dan tanggungjawab antara laki-laki dan perempuan yang merupakan hasil konstruksi sosial dan dapat berubah sesuai dengan perkembangan jaman. Apa itu seks? Seks adalah perbedaan jenis kelamin yang ditentukan secara biologis. Seks melekat secara fisik sebagai alat reproduksi. Oleh karena itu, seks merupakan kodrat atau ketentuan Tuhan sehingga bersifat permanen dan universal. Apa perbedaan gender dan seks? Lihatlah tabel di bawah ini! Tabel 1.1 Perbedaan Gender dan Seks GENDER Bisa berubah Dapat dipertukarkan Tergantung musim Tergantung budaya masingmasing Bukan kodrat (buatan masyarakat) SEKS/ JENIS KELAMIN Tidak bisa berubah Tidak dapat dipertukarkan Berlaku sepanjang masa Berlaku di mana saja Kodrat (ciptaan Tuhan): perempuan menstruasi, hamil, melahirkan, menyusui 7

13 A p a y a n g m e m b e d a k a n l a k i - l a k i d a n perempuan dilihat dari aspek sifat, fungsi, ruang lingkup, dan tanggungjawab? Dilihat dari aspek sifat, fungsi, ruang lingkup, dan tanggungjawab perempuan dan laki-laki dapat dibedakan seperti dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 1.2 Perbedaan Laki-laki dan Perempuan Dilihat dari Sifat, Fungsi, Ruang Lingkup, dan Tanggungjawab ASPEK LAKI-LAKI PEREMPUAN Sifat Fungsi Ruang Lingkup Tanggungjawab (peran) Maskulin Produksi Publik Nafkah Utama Feminin Reproduksi Domestik Nafkah Tambahan 2. Konsep Perubahan Perilaku dan Bentuk-bentuk Diskriminasi Gender Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perilaku manusia/individu? Perilaku manusia/individu dipengaruhi oleh konstruksi biologis, sosial, dan agama. Tabel 1.3 Konstruksi Biologis, Sosial, dan Agama KONSTRUKSI BIOLOGIS Berbeda ciri fisik perempuan dan laki-laki, serta tidak dapat dipertukarkan karena produk alamiah (hormon) KONSTRUKSI SOSIAL Berbeda peran dan tanggungjawab perempuan dan laki-laki, dan dapat dipertukarkan karena produk budaya (tata nilai) KONSTRUKSI AGAMA Berbeda posisi perempuan dan laki-laki, dan tidak dapat dipertukarkan karena ajaran agama (dogmatis) 8

14 Dalam upaya mengubah perilaku seseorang terhadap pemahaman gender, ada beberapa istilah yang perlu diketahui: a. Buta Gender (gender blind), yaitu kondisi/ keadaan seseorang yang tidak memahami tentang pengertian/konsep gender karena ada perbedaan kepentingan laki-laki dan perempuan. b. Sadar Gender (gender awareness), yaitu kondisi/ keadaan seseorang yang sudah menyadari kesamaan hak dan kewajiban antara perempuan dan laki-laki. c. Peka/Sensitif Gender (gender sensitive), yaitu kemampuan dan kepekaan seseorang dalam melihat dan menilai hasil pembangunan dan aspek kehidupan lainnya dari perspektif gender (disesuaikan kepentingan yang berbeda antara laki-laki dan perempuan). d. Mawas Gender (gender perspective), yaitu kemampuan seseorang memandang suatu keadaan berdasarkan perspektif gender. e. Peduli/Responsif Gender (gender concern/ responcive), yaitu kebijakan/program/kegiatan atau kondisi yang sudah dilakukan dengan memperhitungkan kepentingan kedua jenis kelamin. Tabel 1.4 Bagan Perubahan Perilaku BUTA GENDER/ gender blind SADAR GENDER/ gender awareness PEKA GENDER/ gender sensitive MAWAS GENDER/ gender perspective PEDULI GENDER/ Gender concern/ responsive Apa gender? Siapa? Peran gender Diskriminasi Mengapa ada pembedaan? Apa ada masalah? Masalah apa? Mengapa? 9

15 Untuk memahami gender lebih lanjut, perlu diperhatikan juga mengenai terjadinya ketidakadilan gender. Ketidakadilan gender atau diskriminasi gender merupakan akibat dari adanya sistem (struktur) sosial dimana salah satu jenis kelamin (laki-laki maupun perempuan) menjadi korban. Hal ini terjadi karena adanya keyakinan dan pembenaran yang ditanamkan sepanjang peradaban manusia dalam berbagai bentuk dan cara yang menimpa kedua belah pihak, walaupun dalam kehidupan sehari-hari lebih banyak dialami oleh perempuan. Apa saja bentuk-bentuk diskriminasi gender tersebut? Ketidakadilan atau diskriminasi gender sering terjadi dalam keluarga dan masyarakat serta di tempat kerja dalam berbagai bentuk, yaitu: a. Stereotip/Citra Baku, yaitu pelabelan terhadap salah satu jenis kelamin yang seringkali bersifat negatif dan pada umumnya menyebabkan terjadinya ketidakadilan. Misalnya, karena perempuan dianggap ramah, lembut, rapi, maka lebih pantas bekerja sebagai sekretaris, guru Taman Kanak-kanak; kaum perempuan ramah dianggap genit; kaum laki-laki ramah dianggap perayu. b. Subordinasi/Penomorduaan, yaitu adanya anggapan bahwa salah satu jenis kelamin dianggap lebih rendah atau dinomorduakan posisinya dibandingkan dengan jenis kelamin lainnya. Contoh: Sejak dulu, perempuan mengurus pekerjaan domestik sehingga perempuan dianggap sebagai orang rumah atau teman yang ada di belakang. 10

16 c. Marginalisasi/Peminggiran, adalah kondisi atau proses peminggiran terhadap salah satu jenis kelamin dari arus/pekerjaan utama yang berakibat kemiskinan. Misalnya, perkembangan teknologi menyebabkan apa yang semula dikerjakan secara manual oleh perempuan diambil alih oleh mesin yang pada umumnya dikerjakan oleh lakilaki. d. Beban Ganda/Double Burden, adalah adanya perlakuan terhadap salah satu jenis kelamin dimana yang bersangkutan bekerja jauh lebih banyak dibandingkan dengan jenis kelamin lainnya. Mengapa Beban Ganda bisa terjadi? Berbagai observasi menunjukkan bahwa perempuan mengerjakan hampir 90 persen dari pekerjaan dalam rumah tangga. Karena itu, bagi perempuan yang bekerja di luar rumah, selain bekerja di wilayah publik, mereka juga masih harus mengerjakan pekerjaan domestik. e. Kekerasan/Violence, yaitu suatu serangan Akibat Diskriminasi Berbagai bentuk diskriminasi merupakan hambatan untuk tercapainya keadilan dan kesetaraan gender atau kemitrasejajaran yang harmonis antara perempuan dan laki-laki, karena dapat menimbulkan: konflik stres pada salah satu pihak relasi gender yang kurang harmonis terhadap fisik maupun psikologis seseorang, sehingga kekerasan tersebut tidak hanya menyangkut fisik (perkosaan, pemukulan), tetapi juga nonfisik (pelecehan seksual, ancaman, paksaan, yang bisa terjadi di rumah tangga, tempat kerja, tempat-tempat umum. 11

17 C. RANGKUMAN l Dengan mengetahui dan memahami pengertian gender dan seks, seseorang diharapkan tidak lagi mencampuradukkan pengertian kodrat (ciptaan Tuhan) dan non-kodrati (buatan masyarakat yang bisa berubah sepanjang jaman). Konstruksi sosial dapat terjadi karena pada dasarnya sikap dan perilaku manusia dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal, yaitu konstruksi biologis, konstruksi sosial, dan konstruksi agama. Pemahaman tentang perbedaan seks dan gender sangat penting karena keduanya merupakan kunci untuk tidak terjadinya kesalahan analisis, baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat yang seringkali menimbulkan ketidakadilan gender. Ketidakadilan gender dapat dihilangkan apabila masyarakat memahami dan mawas diri serta bertekad mengubah perilaku ke arah yang responsif gender dalam setiap kegiatan. Dengan demikian, perlu adanya kesepakatan dalam hal pembagian peran, sehingga laki-laki dan perempuan dapat menjadi mitra yang setara dan seimbang dalam kehidupan di keluarga, masyarakat, dan pemerintahan. 12

18 D. TES FORMATIF Untuk mengetahui tingkat pemahaman Anda terhadap materi kegiatan belajar 1, maka kerjakanlah soal-soal di bawah ini. 1) Berilah tanda silang (X) pada B bila pernyataan di bawah ini benar, dan huruf S bila salah. 2) Untuk mengganti pilihan jawaban, lingkarilah dengan tanda silang (X) terhadap jawaban yang telah dipilih tersebut. 1. B S Gender adalah perbedaan peran, fungsi, dan tanggungjawab antara laki-laki dan perempuan yang merupakan hasil konstruksi sosial dan dapat berubah sesuai perkembangan jaman. 2. B S Seks adalah perbedaan jenis kelamin yang ditentukan secara biologis, dan secara fisik melekat pada masingmasing jenis kelamin, merupakan kodrat Tuhan dan dapat berubah sesuai kemampuan ekonomi yang bersangkutan. 3. B S Diskriminasi gender merupakan kondisi yang adil dan wajar sebagai akibat dari sistem dan struktur sosial yang ditanamkan sejak lama. 4. B S Stereotip/citra baku adalah pelabelan (biasanya negatif) terhadap salah satu jenis kelamin, terutama terhadap perempuan. 13

19 5. B S Subordinasi atau penomorduaan adalah anggapan bahwa kaum perempuan lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki. 6. B S Marjinalisasi/ peminggiran adalah kondisi atau proses peminggiran terhadap kaum perempuan dari arus/ pekerjaan utama sehingga secara agregat kaum perempuan lebih miskin. 7. B S Beban Ganda adalah adanya perlakuan terhadap salah satu jenis kelamin dimana pihak yang bersangkutan bekerja lebih banyak dibandingkan dengan pihak lain. 8. B S Kesetaraan dan keadilan gender adalah suatu kondisi dimana porsi dan siklus sosial perempuan dan lakilaki setara, serasi, seimbang, dan harmonis. 9. B S Bias Gender adalah kebijakan/ program/ kegiatan atau kondisi yang memihak atau merugikan salah satu jenis kelamin. 10. B S Responsif Gender adalah kebijakan/ program/ kegiatan atau kondisi yang sudah dilakukan dengan memperhitungkan kepentingan kaum lakilaki dengan baik. 14

20 E. UMPAN BALIK Cocokkanlah hasil jawaban Anda dengan kunci jawaban yang ada pada akhir modul ini. Hitunglah jawaban Anda yang benar, kemudian gunakanlah rumus (formula) di bawah ini untuk mengetahui skor jawaban Anda. Jumlah soal yang dijawab benar X 100% Jumlah keseluruhan soal Kategori tingkat penguasaan yang Anda capai: > 81 % = Baik % = Cukup < 60 % = Kurang Jika tingkat kategori penguasaan Anda sudah baik, maka lanjutkanlah latihan dengan menerapkan pola diskusi dengan mitra kerja Anda. Tetapi bila penguasaan Anda masih dalam tingkat kategori cukup, apalagi kurang, maka cobalah mempelajari ulang seluruh materi modul ini sehingga penguasaan Anda pada tes formatif berikutnya berada pada tingkat kategori baik. 15

21 Kegiatan Belajar Dua TEORI GENDER A. INDIKATOR KEBERHASILAN Setelah mempelajari materi pada kegiatan belajar dua ini, Anda diharapkan dapat menjelaskan tentang pendekatan berbagai teori gender, khususnya Teori Nature, Teori Nurture, dan Teori Equilibrium terhadap realitas relasi perempuan dan laki-laki. B. URAIAN MATERI Masalah Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG) bukan saja menjadi perhatian kaum perempuan, tetapi telah menarik perhatian para ahli dan politisi. Edward Wilson dari Harvard University (1975) membagi perjuangan kaum perempuan secara sosiologis atas dua kelompok besar, yaitu konsep nurture (konstruksi budaya) dan konsep nature (alamiah). Disamping kedua aliran tersebut, terdapat paham kompromistis yang dikenal dengan keseimbangan (equilibrium). Paham ini menekankan pada konsep kemitraan dan keharmonisan dalam hubungan antara perempuan dan laki-laki. 16

22 Dalam khazanah pengetahuan tentang gender terdapat banyak teori yang berkembang dan dijadikan rujukan dalam menganalisis permasalahan gender. Teori-teori yang dimaksud adalah nurture, nature, equilibrium, adaptasi awal, teknik lingkungan, struktural, struktural-fungsional, dan teori konflik sosial. Teori nurture, nature, dan equilibrium merupakan teori awal tentang gender. Namun dalam perkembangan selanjutnya, seiring dengan perkembangan isu gender, bermunculan teori-teori lain sebagaimana disebutkan di atas. Dalam modul PJJ- PUG ini hanya akan diuraikan tiga teori tentang gender. 1. Teori Nurture Bagaimana gender menurut teori nurture? Menurut teori nurture, adanya perbedaan perempuan dan laki-laki pada hakikatnya adalah hasil konstruksi sosial budaya sehingga menghasilkan peran dan tugas yang berbeda. Perbedaan tersebut menyebabkan perempuan selalu tertinggal dan terabaikan peran dan konstribusinya dalam hidup berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Perjuangan untuk persamaan dipelopori oleh orangorang yang konsen memperjuangkan kesetaraan perempuan dan laki-laki (kaum feminis) yang cenderung mengejar kesamaan atau fifty-fifty yang kemudian dikenal dengan istilah kesamaan kuantitas (perfect equality). Perjuangan tersebut sulit dicapai karena berbagai hambatan, baik dari nilai agama maupun budaya. Karena itu, aliran nurture melahirkan paham sosial konflik yang 17

23 memperjuangkan kesamaan proporsional dalam segala aktivitas masyarakat seperti di tingkatan manajer, menteri, militer, DPR, partai politik, dan bidang lainnya. Untuk mencapai tujuan tersebut, dibuatlah program khusus (affirmatif action) guna memberikan peluang bagi pemberdayaan perempuan yang kadangkala berakibat timbulnya reaksi negatif dari kaum laki-laki karena apriori terhadap perjuangan tersebut. Tabel 2.1 Konsep Teori Nurture Perbedaan adalah hasil konstruksi sosial Tertindas Menindas Sosial Konflik TEORI NURTURE Setiap manusia mempunyai hak yang sama Mengejar kesamaan 50:50 2. Teori Nature Ba ga im ana pula p anda ngan teori natur e tentang gender? Menurut teori nature, adanya perbedaan perempuan dan laki-laki adalah kodrat sehingga tidak dapat berubah dan bersifat universal. Perbedaan biologis ini memberikan indikasi dan implikasi bahwa di antara kedua jenis tersebut memiliki peran dan tugas yang berbeda. 18

24 Manusia, baik perempuan maupun laki-laki, memiliki perbedaan kodrat sesuai dengan fungsinya masing-masing. Dalam kehidupan sosial, ada pembagian tugas (division of labour), begitu pula dalam kehidupan keluarga karena tidaklah mungkin sebuah kapal dikomandani oleh dua nakhoda. Talcott Persons dan Bales (1979) berpendapat bahwa keluarga adalah sebagai unit sosial yang memberikan perbedaan peran suami dan isteri untuk saling melengkapi dan saling membantu satu sama lain. Keharmonisan hidup hanya dapat diciptakan bila terjadi pembagian peran dan tugas yang serasi antara perempuan dan laki-laki, dan hal ini dimulai sejak dini melalui pola pendidikan dan pengasuhan anak dalam keluarga. Aliran ini melahirkan paham struktural fungsional yang menerima perbedaan peran, asal dilakukan secara demokratis dan dilandasi oleh kesepakatan (komitmen) antara suami-isteri dalam keluarga, atau antara perempuan dan laki-laki dalam kehidupan masyarakat. Tabel 2.2 Konsep Teori Nature Beda biologis dan naluri Laki-laki (maskulin) Perempuan (feminin) Struktural Fungsional TEORI NATURE Falsafah Plato dan sosiologi Masyarakat Keluarga strata dan tugas 19

25 3. Teori Equilibrium Bagaimana gender menurut teori equilibrium? Disamping kedua aliran tersebut, terdapat paham kompromistis yang dikenal dengan keseimbangan (equilibrium) yang menekankan pada konsep kemitraan dan keharmonisan dalam hubungan antara perempuan dan laki-laki. Pandangan ini tidak mempertentangkan antara kaum perempuan dan laki-laki karena keduanya harus bekerjasama dalam kemitraan dan keharmonisan dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, dan berbangsa. Karena itu, penerapan kesetaraan dan keadilan gender harus memperhatikan masalah kontekstual (yang ada pada tempat dan waktu tertentu) dan situasional (sesuai situasi/keadaan), bukan berdasarkan perhitungan secara matematis (jumlah/quota) dan tidak bersifat universal. Tabel 2.3 Konsep Teori Equilibrium TEORI KESEIM- BANGAN EQUILIB- RIUM Beda Biologis Beda Sosial Budaya Perbaiki: Kondisi & Posisi L & P, khususnya Perempuan - Kontekstual (keluarga, masyarakatri tual agama) - Situasional (budaya lokal, ekonomi, sosial, adat) Alam berputar sesuai orbitnya Manusia berkeluarga: alamiah 20

26 Jadi, dalam pembahasan gender dikenal tiga pendekatan, yaitu teori nature, teori nurture, dan teori equilibrium, seperti dalam skema berikut. Tabel 2.4 Gabungan Teori Nature, Nurture, dan Equilibrium KONSEP NATURE BIOLOGIS KODRATI KONSEP EQUILIBRIUM KERAGAMAN BIOLOGIS & KULTURAL KONSEP NURTURE KON- STRUKSI SOSIAL Keragaman peran/ fungsi karena biologis dan naluri Keragaman peran/ fungsi karena biologis, naluri, dan budaya Keragaman peran/ fungsi karena sosial budaya STRUK- TURAL FUNG- SIONAL KONTEKS- TUAL & SITU- ASIONAL KONFLIK: PERTEN- TANGAN SOSIAL KKG C. RANGKUMAN Gender perlu dipersoalkan karena perbedaan konsep gender secara sosial telah melahirkan perbedaan peran perempuan dan laki-laki dalam masyarakat. Secara umum, adanya gender telah melahirkan perbedaan peran, tanggungjawab, fungsi, bahkan ruang tempat manusia beraktivitas. 21

27 Menurut teori nurture, adanya perbedaan perempuan dan laki-laki pada hakikatnya adalah hasil konstruksi sosial budaya sehingga menghasilkan peran dan tugas yang berbeda. Sedangkan menurut teori nature, adanya perbedaan perempuan dan laki-laki adalah karena kodrat yang menyebabkan perbedaan biologis yang memberikan implikasi bahwa kedua jenis tersebut memiliki peran dan tugas yang berbeda. Lalu, teori equilibrium dikenal dengan adanya keseimbangan atau kompromistis yang menekankan pada konsep kemitraan dan keharmonisan dalam bekerjasama/ hubungan antara perempuan dan laki-laki. Pada hakikatnya, untuk mengembangkan dan mematangkan berbagai potensi yang ada pada diri perempuan dapat memanfaatkan hak dan kesempatan yang sama dengan laki-laki sebagai sumber daya pembangunan. Namun hingga kini masih dirasakan ada kesenjangan gender atau bias gender dalam berbagai sektor pembangunan sehingga posisi dan kondisi kaum perempuan belum setara dengan kaum laki-laki. 22

28 D. TES FORMATIF Agar Anda dapat mengetahui tingkat pemahaman terhadap materi yang telah dipelajari, kerjakan latihan di bawah ini. Berikan tanda silang (X) pada huruf B bila pernyataan tersebut benar, atau S bila salah. 1. B S Ada tiga teori yang membahas tentang gender, yaitu teori nature, nurture, dan equilibrium. 2. B S Adanya perbedaan peran dan tugas perempuan dan laki-laki yang pada hakikatnya adalah hasil konstruksi sosial budaya disebut aliran/teori nature. 3. B S Teori equilibrium adalah suatu pandangan yang mempertentangkan antara kaum perempuan dan laki-laki, dan dilandasi dengan konflik dikotomis. 4. B S Setiap pihak, baik perempuan maupun laki-laki, memiliki kelemahan sekaligus kekurangan yang perlu dilengkapi pihak lain dalam kerjasama yang setara. 5. B S Perjuangan untuk persamaan hak oleh kaum feminis disebut kesamaan kuantitas (perfect equality) sulit dicapai karena hambatan agama maupun budaya. 23

29 6. B S Keharmonisan hidup dapat diciptakan apabila ada pembagian peran dan tugas yang serasi antara perempuan dan laki-laki melalui pola pendidikan dan pengasuhan anak dalam keluarga. 7. B S Ada dua pendekatan dalam pembangunan bagi kaum perempuan, yaitu pendekatan kesejahteraan dan pemberdayaan. 8. B S Paham kompromistis bukanlah teori equilibrium yang menekankan kemitraan perempuan dan laki-laki. 9. B S Penerapan KKG tidak perlu memperhatikan masalah kontekstual dan situasional karena tidak bersifat universal. 10. B S Saat ini masih dirasakan ada kesenjangan gender dalam berbagai sektor pembangunan sehingga posisi dan kondisi perempuan belum setara dengan kaum laki-laki. 24

30 E. UMPAN BALIK Cocokkanlah hasil jawaban Anda dengan kunci jawaban yang ada pada akhir modul ini. Hitunglah jawaban Anda yang benar, kemudian gunakanlah rumus (formula) di bawah ini untuk mengetahui skor jawaban Anda. Jumlah soal yang dijawab benar X 100% Jumlah keseluruhan soal Kategori tingkat penguasaan yang Anda capai: > 80 % = Baik % = Cukup < 60 % = Kurang Jika tingkat kategori penguasaan Anda sudah baik, maka lanjutkanlah latihan dengan menerapkan pola diskusi dengan mitra kerja Anda. Tetapi bila penguasaan Anda masih dalam tingkat kategori cukup, apalagi kurang, maka cobalah mempelajari ulang seluruh materi modul ini sehingga penguasaan Anda pada tes formatif berikutnya berada pada tingkat kategori baik. 25

31 Kegiatan Belajar Tiga PENDEKATAN MENCAPAI KESETARAAN GENDER A. INDIKATOR KEBERHASILAN Setelah mempelajari materi ketiga ini, Anda dapat: 1. mengidentifikasi permasalahan yang menimbulkan konflik gender dalam berbagai aspek; 2. menjelaskan tentang program-program persuasif/ penyadaran; 3. menjelaskan langkah intervensi melalui PUG untuk mewujudkan KKG. B. URAIAN MATERI 1. Permasalahan yang Menimbulkan Konflik Gender Apa yang dimaksud dengan konflik gender dalam berbagai aspek? Konflik gender adalah berbagai masalah kritis yang dihadapi, terutama oleh perempuan. Walaupun perjuangan perempuan telah berjalan cukup lama, namun sampai saat ini masih dirasakan adanya kesenjangan gender. 26

32 Di Indonesia terdapat beberapa hal yang merendahkan harkat dan martabat perempuan sebagai keprihatinan bersama, antara lain: Masih banyak perempuan dirugikan dengan adanya peraturan perundang-undangan yang diskriminatif (bias gender). Banyaknya penipuan dan perdagangan perempuan untuk dipekerjakan dengan penghasilan yang menjanjikan (TKW, dsb.). Perlindungan hukum yang kurang memadai terhadap tindak kekerasan, perkosaan, dan penyiksaan fisik dan nonfisik. Budaya kawin muda (< 16 tahun) yang diikuti dengan tingkat perceraian yang tinggi dapat merendahkan martabat perempuan. Diskriminasi dalam kesempatan pendidikan, pelatihan, dan kesempatan kerja (peraturan sekolah yang masih bias gender). Adanya budaya, adat istiadat yang bias gender (laki-laki tidak boleh melakukan pekerjaan domestik, perempuan tidak perlu memperoleh pendidikan tinggi). Dari aspek kesehatan reproduksi, masih ada pendapat bahwa KB adalah urusan perempuan (tabu untuk dibicarakan secara terbuka). Masalah tersebut perlu dianalisis guna mengidentifikasi dan mengungkapkan kedudukan, fungsi, peran, dan tanggungjawab perempuan dan laki-laki serta faktor-faktor yang mempengaruhi dan yang berdampak dalam kehidupan keluarga dan mas-yarakat seperti tujuan MDG s tahun

33 Apa itu MDG s MDG s atau Millenium Development Goals adalah kesepakatan internasional yang merumuskan delapan butir tujuan/sasaran program pembangunan, untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia dalam kehidupan keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara. 8 TUJUAN PEMBANGUNAN MILENIUM (MILLENIUM DEVELOPMENT GOAL s )TAHUN Menanggulangi kemiskinan dan kelaparan 2. Memenuhi standar pendidikan dasar untuk semua orang 3. Meningkatkan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan 4. Mengurangi angka kematian bayi 5. Meningkatkan kesehatan ibu 6. Memerangi HIV/AIDS, malaria, dan penyakit menular lainnya 7. Mengelola lingkungan hidup yang berkelanjutan 8. Mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan 2. Program Penyadaran/Persuasif Bagaimana program penyadaran gender tersebut dilakukan? Program penyadaran gender dilakukan dalam rangka mening-katkan kualitas kehidupan perempuan dan laki-laki, serta kesejahteraannya melalui beberapa langkah sebagai berikut. 1. Mengidentifikasi masalah gender yang mempengaruhi program dan kegiatan. 2. Memformulasikan kembali secara eksplisit kebijakan/program/kegiatan yang bias gender agar manfaat yang sama akan diperoleh perempuan dan laki-laki. 3. Melakukan advokasi kebijakan, rencana, tujuan, dan kegiatan yang telah direvisi kepada pejabat/ tokoh yang berwenang untuk memperoleh komitmen dan dukungan yang memadai. 4. Melakukan sosialisasi tentang kebijakan dan rencana yang sudah direvisi. 28

34 5. Menyusun petunjuk pelaksanaan dan program aksi. 6. Menelaah kembali program dan kegiatan. Sesuai kesepakatan nasional, setiap orang yang telah memperoleh pemahaman mengenai gender disebut Gender Focal Point (GFP). Untuk memantau dan memberikan umpan balik pelaksanaan PUG di setiap tingkatan wilayah, dibentuk Pokja PUG yang terdiri dari GFP di lembaga/instansi/sektor/ institusi/ tokoh yang memiliki keberpihakan kepada KKG. Bagaimana peran PLKB/ PKB dalam program penyadaran gender? Apabila di lapangan menemukan kondisi yang masih bias gender, maka PLKB/PKB harus melakukan langkah-langkah tersebut di atas sesuai dengan kebutuhan wilayahnya, sehingga ada upaya-upaya konkrit untuk mencapai keseimbangan/keharmonisan antara laki-laki dan perempuan dalam keluarga. Contoh: KIE dan pelayanan medis diupayakan memenuhi kebutuhan laki-laki dan perempuan secara seimbang. Implementasi gender budget di daerah yang berlandaskan Inpres Nomor 9 tahun 2000, diperkuat oleh Keputusan Menteri Dalam Negeri nomor 132 tahun 2003 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan PUG dalam pembangunan daerah. Dengan demikian, perencanaan dan pelaksanaan PUG dalam pembangunan, harus dilakukan oleh seluruh instansi dan lembaga pemerintahan di provinsi, kabupaten/kota yang pengaturannya ditetapkan 29

35 dalam Peraturan Daerah (Perda) di semua tingkatan sampai dengan kelurahan, sehingga proses perencanaan yang responsif gender tercermin dalam Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD). Melalui anggaran berbasis gender (gender budgeting), yang merupakan sebuah pendekatan bahwa uang masyarakat digunakan berdasarkan kesetaraan gender, berarti pula apakah dana/pengeluaran itu telah mencukupi kebutuhan laki-laki dan perempuan. 3. PUG dan Langkah-langkah Intervensi Apa itu PUG? PUG adalah suatu strategi untuk mencapai keadilan dan kesetaraan gender melalui kebijakan dan program yang memperhatikan kepentingan laki-laki dan perempuan secara seimbang mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi. Apa tujuan PUG? Dalam Inpres Nomor 9 tahun 2000 disebutkan bahwa tujuan PUG adalah: 1. membentuk mekanisme untuk formulasi kebijakan dan program yang responsif gender; 2. memberikan perhatian khusus kepada kelompokkelompok yang mengalami marjinalisasi, sebagai akibat dari bias gender; 3. meningkatkan pemahaman dan kesadaran semua pihak, baik pemerintah maupun nonpemerintah, untuk melakukan tindakan yang sensitif gender di bidang masing-masing. 30

36 Siapa sasaran PUG? Sasaran utama PUG adalah lembaga pemerintah yang bertugas sebagai pelaksana pemerintahan dari pusat hingga daerah, berperan dalam membuat kebijakan program dan kegiatan serta perencanaan program. Sasaran lain adalah organisasi profesi, organisasi swasta, organisasi keagamaan, tokoh, dan keluarga. Apa upaya praktis yang harus dilakukan? Upaya praktis yang harus dilakukan adalah: 1. seluruh aparat penegak hukum, hendaknya sensitif gender; 2. pemerintah hendaknya melakukan PUG dalam setiap program kerja dan anggaran untuk pemberdayaan masyarakat; 3. setiap individu (mulai dari dalam keluarga), tidak melakukan diskriminasi, khususnya terhadap perempuan dalam segala aspek kehidupan. Bagaimana alur pikir pelaksanaan PUG? Alur pikir pelaksanaan PUG merupakan strategi untuk mempercepat tercapainya KKG tergambar dalam bagan seperti berikut ini. 31

37 Tabel 2.5 Alur Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender KOMITMEN NASIONAL Masalah Perempuan dan Gender V I S I M I S I SUBYEK - Pemerintah prov, kab, - Keagamaan - LSM &swasta - Org politik/ sosial - masyarakat AWAL - Komitmen - Kebijakan - Kelembagaan - Sumber daya data - Civil siciety OBYEK OUTPUT - Per-UUan - Kebijakan - RPJMN/ D - Program - Sumber daya - Jaringan K K G Mengapa langkah intervensi diperlukan? Langkah intervensi diperlukan untuk merancang rencana aksi yang bertujuan sebagai suatu pendekatan untuk mengarusutamakan gender kedalam program di masing-masing bidang/sektor, dengan menggunakan unsur-unsur SMART, yaitu: Specific (spesifik) Measurable (terukur) Attainable (tercapai) Reality-based (kesesuaian) Time-bound (waktu) Rencana aksi hendaknya sederhana, berdaya guna, dan dapat dicapai serta menjelaskan hubungan antara kesetaraan gender dengan tata pemerintahan yang baik (good governance). 32

38 Faktor-faktor apakah yang dapat menentukan baik-tidaknya suatu rencana aksi? Salah satu caranya adalah dengan memperhatikan SMART, sebagai berikut. 1. Memperhatikan isu gender/ketimpangan gender didalam memperoleh akses, kontrol, partisipasi dan manfaat atas sumber daya pembangunan. 2. Rencana aksi perlu dirumuskan secara spesifik dan berhubungan dengan kondisi yang akan diubah (jelas dan berkaitan langsung). 3. Rencana aksi tersebut dapat menunjukkan apa yang telah dicapai, melalui umpan balik dan tanggapan. 4. Rencana aksi yang dapat dicapai dalam batas biaya yang wajar, artinya dapat dibuat sederhana dan tidak memerlukan biaya besar juga tidak membutuhkan teknologi yang tidak dimiliki di tempat kerjanya (sederhana dan efektif serta mendapat dukungan). 5. Rencana aksi itu mengikuti materi yang sudah dipelajari selama pelatihan untuk diterapkan di tempat kerja sesuai dengan kebutuhan. 6. Topik dalam rencana aksi tersebut berhubungan dengan sesuatu yang dibutuhkan saat ini dan benar-benar penting. Dengan demikian, langkah intervensi tersebut bertujuan untuk dapat mengidentifikasi berbagai aspek pekerjaan dimana isu gender perlu dipertimbangkan, dianalisis, dan diintegrasikan serta untuk meyakinkan bahwa rencana aksi dimaksud berhubungan dengan organisasi/tempat kerja, khususnya dalam rangka mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender. 33

39 C. RANGKUMAN Dalam rangka pendekatan pencapaian kesetaraan gender di Indonesia masih terdapat hambatan karena adanya peraturan perundang-undangan yang diskriminatif, perlindungan hukum yang dirasakan masih kurang, dan adanya budaya (adat istiadat) yang bias gender. Dalam rangka mempersiapkan program persuasif, maka langkah awal perlu menyediakan data terpilah yang berkaitan dengan isu gender, khususnya karena ada ketimpangan gender di dalam memperoleh akses, manfaat, peran, dan kontrol atas sumber daya pembangunan, termasuk faktor penyebabnya. Jika terjadi bias gender, maka perlu disusun kegiatan dengan formulasi baru agar diperoleh manfaat sama bagi perempuan dan laki-laki melalui pelaksanaan program aksi. Sebelum melaksanakan PUG, terlebih dahulu perlu melakukan analisis gender untuk mengetahui masalah kesenjangan gender dan faktor-faktor penyebabnya. Strategi ini ditempuh melalui kebijakan-kebijakan dan program serta kegiatankegiatannya dengan memperhatikan pengalaman, aspirasi, kebutuhan, dan permasalahan perempuan dan laki-laki kedalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi di berbagai bidang kehidupan masyarakat dan pembangunan. 34

40 Dalam melaksanakan pendekatan kesetaraan gender, langkah pertama yang perlu dilakukan adalah menyempurnakan perangkat hukum pidana dalam melindungi setiap individu dan ketersediaan data serta peningkatan partisipasi masyarakat. Sedangkan anggaran untuk pendekatan pencapaian kesetaraan gender di daerah pun sudah jelas dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 132 tahun 2003 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan PUG dalam Pembangunan di Daerah, dan proses perencanaannya tercermin dalam RAPBD. Untuk mewujudkan KKG, maka rencana aksi (langkah intervensi) yang bertujuan untuk mengarusutamakan gender kedalam program masing-masing bidang/ sektor perlu memperhatikan unsur SMART, yaitu specific, measurable, attainable, reality-based, dan time-bound. 35

41 D. TES FORMATIF Agar Anda mengetahui tingkat pemahaman Anda terhadap materi tersebut, maka kerjakan tes di bawah ini. Berikan tanda silang (X) pada huruf B bila benar, atau S bila salah. 1. B S Yang dimaksud dengan permasalahan atau konflik gender di Indonesia adalah timbulnya bias gender dalam perlindungan hukum, budaya, adat istiadat, aspek kesehatan (reproduksi) dan diskriminasi dalam berbagai bidang. 2. B S Analisis gender dan indikator gender tidak diperlukan dalam pelaksanaan pengarusutamaan gender (gender mainstreaming). 3. B S Setiap sektor atau institusi hendaknya membentuk GFP (Gender Focal Point) untuk memantau pelaksanaan program PUG di unit kerjanya masingmasing. 4. B S Kaum perempuan belum merasa ada keterlibatan politik dan jabatan publik. 5. B S Dalam rangka pendekatan kesetaraan gender, yang perlu diperhatikan adalah pendidikan, layanan kesehatan, dan kualitas hidup melalui PUG sesuai Inpres No. 9 tahun

42 6. B S Ketimpangan gender dilihat dari segi akses, kontrol, peran, dan manfaat atas sumber daya pembangunan. 7. B S Anggaran untuk pencapaian kesetaraan gender di daerah, tidak tercantum dalam RAPBD. 8. B S Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 132 tahun 2003 adalah mengenai Pedoman Umum tentang Pelaksanaan PUG. 9. B S Pelaksanaan pengarusutamaan gender hanya sampai tingkat provinsi saja. 10. B S Program aksi (langkah intervensi) menggunakan unsur SMART, yaitu special, measurable, attainable, reality-based, dan time-bound. 38

43 E. UMPAN BALIK Cocokkanlah hasil jawaban Anda dengan kunci jawaban yang ada pada akhir modul ini. Hitunglah jawaban Anda yang benar, kemudian gunakanlah rumus (formula) di bawah ini untuk mengetahui skor jawaban Anda. Jumlah soal yang dijawab benar X 100% Jumlah keseluruhan soal Kategori tingkat penguasaan yang Anda capai: > 81 % = Baik % = Cukup < 60 % = Kurang Jika tingkat kategori penguasaan Anda sudah baik, maka lanjutkanlah latihan dengan menerapkan pola diskusi dengan mitra kerja Anda. Tetapi bila penguasaan Anda masih dalam tingkat kategori cukup, apalagi kurang, maka cobalah mempelajari ulang seluruh materi modul ini sehingga penguasaan Anda pada tes formatif berikutnya berada pada tingkat kategori baik. 39

44 BAB III PENUTUP Konsep dan teori gender perlu dipelajari dan disosialisasikan kepada seluruh lapisan masyarakat agar kesetaraan dan keadilan antara perempuan dan laki-laki terwujud. Untuk mendorong, mengefektifkan, dan mengoptimalkan upaya pengarusutamaan gender dalam pembangunan nasional, maka dipandang perlu mengeluarkan Inpres No. 9 tahun 2000 tentang pengarusutamaan gender dalam rangka meningkatkan kedudukan, peran, dan kualitas perempuan dalam mewujudkan KKG. Melalui modul belajar mandiri ini diharapkan proses sosialisasi dan advokasi gender dapat dilakukan dengan mempertimbangkan kepentingan laki-laki dan perempuan. Semoga modul ini dapat menjadi acuan bagi Petugas Lapangan KB dalam mewujudkan hari esok yang lebih cerah. 40

45 KUNCI JAWABAN NO KEGIATAN KEGIATAN KEGIATAN BELAJAR 1 BELAJAR 2 BELAJAR 3 1 B B B 2 S S S 3 S S B 4 S B S 5 S B B 6 S B B 7 B S S 8 B S B 9 B S S 10 S B S 41

46 DAFTAR KEPUSTAKAAN BKKBN Analisis Gender. Jakarta: BKKBN Pusat BKKBN & UNFPA Fakta Isu Gender dalam Pembangunan Indonesia Tahun Jakarta: BKKBN & UNFPA. BKKBN: Puslat Gender dan PKP Kumpulan Bahan Pembelajaran Pelatihan Pengarusutamaan Gender Bidang Kesehatan Reproduksi dan Kependudukan. Jakarta: Puslat Gender dan PKP, BKKBN Pusat. Kantor Meneg Pemberdayaan Perempuan Panduan Pelaksanaan Inpres No. 9 Tahun 2000 tentang PUG dalam Pembangunan Nasional. Jakarta: Kantor Meneg Pemberdayaan Perempuan. Kantor Meneg PP, BKKBN, dan UNFPA Panduan dan Bunga Rampai PUG. Jakarta: Kantor Meneg PP, BKKBN, dan UNFPA. Murfitriati, dkk Bahan Bacaan 2, Gender dalam Kesehatan Reproduksi: Isu Global Gender. Jakarta: Puslat Gender dan PKP, BKKBN Pusat. 42

2. Teoretisasi Gender

2. Teoretisasi Gender 2. Teoretisasi Gender Sumber: Dra. Sri Sundari Sasongko, 2009, BKKBN: Jakarta Konsep Perubahan Perilaku dan Bentuk-bentuk Diskriminasi Gender: Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perilaku manusia/individu?

Lebih terperinci

1Konsep dan Teori Gender

1Konsep dan Teori Gender 1Konsep dan Teori Gender Pengantar Dalam bab ini akan disampaikan secara detil arti dan makna dari Gender, serta konsepsi yang berkembang dalam melihat gender. Hal-hal mendasar yang perlu dipahami oleh

Lebih terperinci

GENDER DAN PENDIDIKAN: Pengantar

GENDER DAN PENDIDIKAN: Pengantar GENDER DAN PENDIDIKAN: Pengantar 90 menit Managed by IDP Education Australia IAPBE-2006 TUJUAN Peserta mampu: 1. Memahami konsep gender sebagai konstruksi sosial 2. Memahami pengaruh gender terhadap pendidikan

Lebih terperinci

C KONSEP PENGURUSUTAMAAN/ MAINSTREAMING GENDER

C KONSEP PENGURUSUTAMAAN/ MAINSTREAMING GENDER C KONSEP PENGURUSUTAMAAN/ MAINSTREAMING GENDER 1. Tentang Lahirnya PUG Pengarusutamaan Gender PUG secara formal diadopsi dalam Beijing Flatform For Action BPFA tahun yang menyatakan bahwa pemerintah dan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1604, 2014 BNPB. Penanggulangan. Bencana. Gender. Pengarusutamaan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1604, 2014 BNPB. Penanggulangan. Bencana. Gender. Pengarusutamaan. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1604, 2014 BNPB. Penanggulangan. Bencana. Gender. Pengarusutamaan. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUNINGAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA. a. INPRES No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA. a. INPRES No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam 10 BAB. II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengarusutamaan Gender (PUG) 1. Kebijakan Pengarusutamaan Gender Terkait dengan Pengarusutamaan Gender (PUG), terdapat beberapa isitilah yang dapat kita temukan, antara lain

Lebih terperinci

BAB II. Kajian Pustaka. Studi Kesetaraan dan Keadilan Gender Dalam Pembangunan 9

BAB II. Kajian Pustaka. Studi Kesetaraan dan Keadilan Gender Dalam Pembangunan 9 BAB II Kajian Pustaka Studi Kesetaraan dan Keadilan Gender Dalam Pembangunan 9 Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG) sudah menjadi isu yang sangat penting dan sudah menjadi komitmen bangsa-bangsa di dunia

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KESETARAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KESETARAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KESETARAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara melindungi dan menjamin

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG

PEMERINTAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG PEMERINTAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG NOMOR 04 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara melindungi

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA SABANG NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN RESPONSIF GENDER DALAM PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

PERATURAN WALIKOTA SABANG NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN RESPONSIF GENDER DALAM PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA PERATURAN WALIKOTA SABANG NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN RESPONSIF GENDER DALAM PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA WALIKOTA SABANG, Menimbang : a. bahwa dokumen perencanaan

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU PERATURAN WALIKOTA PEKANBARU NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

WALIKOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU PERATURAN WALIKOTA PEKANBARU NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH WALIKOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU PERATURAN WALIKOTA PEKANBARU NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKANBARU,

Lebih terperinci

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER SALINAN BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN, Menimbang Mengingat :

Lebih terperinci

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUKUMBA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT 1 BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 39 TAHUN 2014 PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 39 TAHUN 2014 TENTANG PANDUAN TEKNIS PENGARUSUTAMAAN GENDER DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

Lebih terperinci

WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BLITAR NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH SALINAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DI PROVINSI KALIMANTAN TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GAWI SABARATAAN PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER (PUG) DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DI KABUPATEN MALANG. BAB I KETENTUAN UMUM

PERATURAN BUPATI TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER (PUG) DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DI KABUPATEN MALANG. BAB I KETENTUAN UMUM BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 33 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER (PUG) DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DI KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER

BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK UTARA, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI SERANG PROVINSI BANTEN

BUPATI SERANG PROVINSI BANTEN SALINAN Menimbang BUPATI SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERANG, : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI DAERAH

PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI TENGAH,

Lebih terperinci

Dra. Tati Hatimah, MA. Dipreentasikan pada Kajian Gender PSGA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Dra. Tati Hatimah, MA. Dipreentasikan pada Kajian Gender PSGA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Dra. Tati Hatimah, MA Dipreentasikan pada Kajian Gender PSGA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 1 ISTILAH GENDER Pertama kali diperkenalkan oleh Robert Stoller (1968) untuk memisahkan pencirian manusiayang

Lebih terperinci

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat - 1 - Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PELINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA,

Lebih terperinci

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN RESPONSIF GENDER PADA SATUAN KERJA PERANGKAT ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR

Lebih terperinci

BUPATI BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DIDAERAH

BUPATI BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DIDAERAH 1 BUPATI BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DIDAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BINTAN, Menimbang

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN BUPATI BULUNGAN TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DI KABUPATEN BULUNGAN.

MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN BUPATI BULUNGAN TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DI KABUPATEN BULUNGAN. BUPATI BULUNGAN SALINAN PERATURAN BUPATI BULUNGAN NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DI KABUPATEN BULUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR TAHUN 2010 TENTANG BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

Pemahaman Analisis Gender. Oleh: Dr. Alimin

Pemahaman Analisis Gender. Oleh: Dr. Alimin Pemahaman Analisis Gender Oleh: Dr. Alimin 1 2 ALASAN MENGAPA MENGIKUTI KELAS GENDER Isu partisipasi perempuan dalam politik (banyak caleg perempuan) Mengetahui konsep gender Bisa menulis isu terkait gender

Lebih terperinci

KEDUDUKAN, TUGAS, FUNGSI & KEWENANGAN MENTERI PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK UU NO. 39 TAHUN 2008 TENTANG KEMENTERIAN NEGARA

KEDUDUKAN, TUGAS, FUNGSI & KEWENANGAN MENTERI PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK UU NO. 39 TAHUN 2008 TENTANG KEMENTERIAN NEGARA KEDUDUKAN, TUGAS, FUNGSI & KEWENANGAN MENTERI PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK UU NO. 39 TAHUN 2008 TENTANG KEMENTERIAN NEGARA Penduduk Indonesia 231 Juta 49,9% Perempuan Aset dan Potensi,

Lebih terperinci

2011, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Pe

2011, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Pe No.927, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN DALAM NEGERI. Pengarusutamaan Gender. Daerah. Pedoman. PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN

Lebih terperinci

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 36 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Peran Pekerjaan dan Keluarga Fenomena wanita bekerja di luar rumah oleh banyak pihak dianggap sebagai sesuatu yang relatif baru bagi masyarakat Indonesia. Kendati semakin lumrah,

Lebih terperinci

Rancangan Final 8 April 2013

Rancangan Final 8 April 2013 PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN RESPONSIF GENDER PADA SATUAN KERJA PERANGKAT ACEH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM GUBERNUR ACEH, Menimbang: a. bahwa dokumen perencanaan

Lebih terperinci

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 62 TAHUN 2015 TENTANG BENTUK-BENTUK PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN MEKANISME PENGARUSUTAMAAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BUPATI SOPPENG PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SOPPENG NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI SOPPENG PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SOPPENG NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH 1 BUPATI SOPPENG PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SOPPENG NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SOPPENG,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARIMUN NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN

PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARIMUN NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN 1 PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARIMUN NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARIMUN, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 35 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 35 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN NOMOR 29/E, 2011 PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 35 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

GENDER DALAM PERKEMBANGAN MASYARAKAT. Agustina Tri W, M.Pd

GENDER DALAM PERKEMBANGAN MASYARAKAT. Agustina Tri W, M.Pd GENDER DALAM PERKEMBANGAN MASYARAKAT Agustina Tri W, M.Pd Manusia dilahirkan o Laki-laki kodrat o Perempuan Konsekuensi dg sex sbg Laki-laki Sosial Konsekuensinya dg sex sbg Perempuan 2 Apa Pengertian

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 7 TAHUN : 2013 PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : 132 TAHUN 2003 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : 132 TAHUN 2003 TENTANG MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : 132 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DI DAERAH MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang

Lebih terperinci

- 1 - GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

- 1 - GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH SALINAN - 1 - SALINAN GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

STRATEGI PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PENCAPAIAN TUJUAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

STRATEGI PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PENCAPAIAN TUJUAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak STRATEGI PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PENCAPAIAN TUJUAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN OLEH: DEPUTI BIDANG PUG BIDANG POLITIK SOSIAL DAN HUKUM Disampaikan

Lebih terperinci

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keberagaman kebutuhan kelompok dan individu masyarakat, tak terkecuali

BAB I PENDAHULUAN. keberagaman kebutuhan kelompok dan individu masyarakat, tak terkecuali BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prinsip partisipasi, transparansi dan akuntabilitas dalam good governance menjamin berlangsungnya proses pembangunan yang partisipatoris dan berkesetaraan gender. Menurut

Lebih terperinci

BUPATI TORAJA UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN

BUPATI TORAJA UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN BUPATI TORAJA UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TORAJA UTARA NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TORAJA UTARA, Menimbang

Lebih terperinci

GENDER, PEMBANGUNAN DAN KEPEMIMPINAN

GENDER, PEMBANGUNAN DAN KEPEMIMPINAN G E N D E R B R I E F S E R I E S NO. 1 GENDER, PEMBANGUNAN DAN KEPEMIMPINAN The Australia-Indonesia Partnership for Reconstruction and Development Local Governance and Community Infrastructure for Communities

Lebih terperinci

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 118 TAHUN 2015

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 118 TAHUN 2015 BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 118 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DI KABUPATEN TANGERANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Kebijakan Jender. The Partnership of Governance Reform (Kemitraan) 1.0

Kebijakan Jender. The Partnership of Governance Reform (Kemitraan) 1.0 Kebijakan Jender 1.0 The Partnership of Governance Reform (Kemitraan) 2015 1 Latar Belakang Jender dipahami sebagai pembedaan sifat, peran, dan posisi perempuan dan lakilaki yang dibentuk oleh masyarakat,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : a. bahwa dalam penyelenggaraan

Lebih terperinci

1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan;

1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan; PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB 12 PENINGKATAN KUALITAS KEHIDUPAN

BAB 12 PENINGKATAN KUALITAS KEHIDUPAN BAB 12 PENINGKATAN KUALITAS KEHIDUPAN DAN PERAN PEREMPUAN SERTA KESEJAHTERAAN DAN PERLINDUNGAN ANAK Permasalahan mendasar dalam pembangunan pemberdayaan perempuan dan anak yang terjadi selama ini adalah

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 1 TAHUN 2014

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 1 TAHUN 2014 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 1 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI LUWU TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PUSAT PELAYANAN TERPADU PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN ANAK KABUPATEN LUWU TIMUR DENGAN RAHMAT

PERATURAN BUPATI LUWU TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PUSAT PELAYANAN TERPADU PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN ANAK KABUPATEN LUWU TIMUR DENGAN RAHMAT PERATURAN BUPATI LUWU TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PUSAT PELAYANAN TERPADU PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN ANAK KABUPATEN LUWU TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR : 10 TAHUN 2005 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR : 10 TAHUN 2005 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR : 10 TAHUN 2005 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender

Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender XVII Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender Salah satu strategi pokok pembangunan Propinsi Jawa Timur 2009-2014 adalah pengarusutamaan gender. Itu artinya, seluruh proses perencanaan,

Lebih terperinci

PENDEKATAN TEORITIS. Tinjauan Pustaka

PENDEKATAN TEORITIS. Tinjauan Pustaka 5 PENDEKATAN TEORITIS Tinjauan Pustaka Konsep Gender Gender merupakan suatu konsep yang merujuk pada peran dan hubungan antara laki-laki dan perempuan yang tidak ditentukan oleh perbedaan biologis, tetapi

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG, PERATURAN BUPATI PANDEGLANG NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER (PUG) DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DI KABUPATEN PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN KABUPATEN KOTABARU

BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN KABUPATEN KOTABARU BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN KABUPATEN KOTABARU BUPATI KOTABARU, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA MILIK NEGARA TIDAK DIPERDAGANGKAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER BIDANG PENDIDIKAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKALONGAN, PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

WALIKOTA PEKALONGAN, PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN,

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 26 Tahun 2016 Seri E Nomor 18 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 26 Tahun 2016 Seri E Nomor 18 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG BERITA DAERAH KOTA BOGOR Nomor 26 Tahun 2016 Seri E Nomor 18 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER KOTA BOGOR Diundangkan dalam Berita Daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang luas. Tanaman tertentu adalah tanaman semusim dan atau tanaman

BAB I PENDAHULUAN. yang luas. Tanaman tertentu adalah tanaman semusim dan atau tanaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkebunan merupakan aktivitas budi daya tanaman tertentu pada lahan yang luas. Tanaman tertentu adalah tanaman semusim dan atau tanaman tahunan yang jenis

Lebih terperinci

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 119 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 119 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 119 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYUSUNAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN RESPONSIF GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PENGARUSUTAMAAN GENDER MELALUI PPRG KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK

PENGARUSUTAMAAN GENDER MELALUI PPRG KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK PENGARUSUTAMAAN GENDER MELALUI PPRG KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK PENGARUSUTAMAAN GENDER Strategi untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender melalui kebijakan dan program

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA PAREPARE NOMOR 5 TAHUN

PERATURAN DAERAH KOTA PAREPARE NOMOR 5 TAHUN WALIKOTA PAREPARE PERATURAN DAERAH KOTA PAREPARE NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PAREPARE, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

WALIKOTA PROBOLINGGO

WALIKOTA PROBOLINGGO WALIKOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN WALIKOTA KOTA PROBOLINGGO NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROBOLINGGO, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

DAFTAR TABEL. Tabel IV.1 Data Jumlah Penduduk Kota Medan berdasarkan Kecamatan Tabel IV.2 Komposisi pegawai berdasarkan jabatan/eselon...

DAFTAR TABEL. Tabel IV.1 Data Jumlah Penduduk Kota Medan berdasarkan Kecamatan Tabel IV.2 Komposisi pegawai berdasarkan jabatan/eselon... DAFTAR TABEL Tabel IV.1 Data Jumlah Penduduk Kota Medan berdasarkan Kecamatan... 40 Tabel IV.2 Komposisi pegawai berdasarkan jabatan/eselon... 54 Tabel IV.3 Komposisi pegawai berdasarkan golongan kepangkatan...

Lebih terperinci

BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang

Lebih terperinci

PENERAPAN PUG DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

PENERAPAN PUG DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN KELAUTAN DAN PERIKANAN PENERAPAN PUG DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DEPUTI BIDANG PUG BIDANG EKONOMI KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK PERPRES NO. 5 TAHUN 2010 RPJMN 2010-2014 A. 3

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maksud dan tujuan pembangunan. Tidaklah mudah untuk mengadakan perubahan

BAB I PENDAHULUAN. maksud dan tujuan pembangunan. Tidaklah mudah untuk mengadakan perubahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang sangat penting untuk menyampaikan maksud dan tujuan pembangunan. Tidaklah mudah untuk mengadakan perubahan pembangunan di setiap

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hakikat

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2014 NOMOR 1 SERI E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2014 NOMOR 1 SERI E LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2014 NOMOR 1 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAH RESPONSIF GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG 1 Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58 Tambahan Le

Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58 Tambahan Le WALIKOTA PAREPARE PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN WALIKOTA PAREPARE NOMOR 79 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN RENCANA KERJA SATUAN KERJA PEMERINTAH DAERAH BERPERSPEKTIF GENDER KOTA PAREPARE WALIKOTA PAREPARE

Lebih terperinci

KETIMPANGAN GENDER DIBEBERAPA BIDANG PEMBANGUNAN DI BALI Oleh : Ni Luh Arjani

KETIMPANGAN GENDER DIBEBERAPA BIDANG PEMBANGUNAN DI BALI Oleh : Ni Luh Arjani KETIMPANGAN GENDER DIBEBERAPA BIDANG PEMBANGUNAN DI BALI Oleh : Ni Luh Arjani Abstrak Isu gender tidak hanya merupakan isu regional ataupun nasional, tetapi sudah merupakan isu global. Isu yang menonjol

Lebih terperinci

GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN GUBERNUR PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR : 62 TAHUN 2011 TENTANG

GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN GUBERNUR PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR : 62 TAHUN 2011 TENTANG GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN GUBERNUR PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR : 62 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI LINGKUP PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN BADAN PEMBERDAYAAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER KABUPATEN SINJAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER KABUPATEN SINJAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI, PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER KABUPATEN SINJAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan

Lebih terperinci

BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 37 TAHUN 2013

BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 37 TAHUN 2013 BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 37 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA AKSI DAERAH PERCEPATAN PENCAPAIAN TARGET MILLENNIUM DEVELOPMENT GOALS KABUPATEN MUSI RAWAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

WALI KOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT

WALI KOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT SALINAN WALI KOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALI KOTA DEPOK NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI KOTA DEPOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALI KOTA DEPOK, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mana perbedaan perempuan dan laki-laki yang bersifat kodrat sebagai ciptaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mana perbedaan perempuan dan laki-laki yang bersifat kodrat sebagai ciptaan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Gender Istilah gender diketengahkan oleh para ilmuwan sosial untuk menjelaskan mana perbedaan perempuan dan laki-laki yang bersifat kodrat sebagai ciptaan Tuhan dan mana

Lebih terperinci

WALI KOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALI KOTA CIREBON NOMOR 6 TAHUN 2018 TENTANG PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI KOTA CIREBON

WALI KOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALI KOTA CIREBON NOMOR 6 TAHUN 2018 TENTANG PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI KOTA CIREBON -- WALI KOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALI KOTA CIREBON NOMOR 6 TAHUN 2018 TENTANG PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI KOTA CIREBON DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALI KOTA CIREBON, Menimbang

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN NASIONAL BERWAWASAN GENDER

PEMBANGUNAN NASIONAL BERWAWASAN GENDER PEMBANGUNAN NASIONAL BERWAWASAN GENDER oleh : Sally Astuty Wardhani Asdep Gender dalam Pendidikan Kementerian PP dan PA Disampaikan pada : Rapat koordinasi PUG Bidang Pendidikan lintas Sektor Batam, 29

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kantor Pemberdayaan Perempuan Kabupaten mempunyai peranan dan fungsi penting serta strategis dalam rangka melayani masyarakat Kabupaten Badung di bidang Peningkatan

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 66 TAHUN : 2013 PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 66 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN PUSAT PELAYANAN TERPADU PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN

PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN

Lebih terperinci

Press Release Rapat Koordinasi Nasional Pembangunan Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak Tahun 2010

Press Release Rapat Koordinasi Nasional Pembangunan Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak Tahun 2010 RAKORNAS PP DAN PA 2010 Jakarta, 29 Juni 2010 Jakarta, KLA.Org - Press Release Rapat Koordinasi Nasional Pembangunan Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak Tahun 2010 Rakornas PP dan PA Tahun 2010

Lebih terperinci

BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 34 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYUSUNAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN RESPONSIF GENDER (PPRG)

BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 34 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYUSUNAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN RESPONSIF GENDER (PPRG) BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 34 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYUSUNAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN RESPONSIF GENDER (PPRG) BUPATI MALANG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mengintegrasikan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 21 TAHUN TAHUN 2013

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 21 TAHUN TAHUN 2013 GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 21 TAHUN 2013 21 TAHUN 2013 TENTANG PANDUAN TEKNIS PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PEREMPUAN DAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Chandra Dewi Puspitasari

PEREMPUAN DAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Chandra Dewi Puspitasari PEREMPUAN DAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA Oleh: Chandra Dewi Puspitasari Pendahuluan Kekerasan terutama kekerasan dalam rumah tangga merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan terhadap martabat

Lebih terperinci

Gender, Social Inclusion & Livelihood

Gender, Social Inclusion & Livelihood Gender, Social Inclusion & Livelihood LATAR BELAKANG KOMITMEN AWAL PEMBANGUNAN UTK MELIBATKAN SELURUH KOMPONEN BANGSA BAIK L/P DALAM PEMBANGUNAN Rencana Aksi Daerah Pengarusutamaan Gender ditujukan untuk

Lebih terperinci