BAB II ANJAK PIUTANG (FACTORING) SEBAGAI LEMBAGA PEMBIAYAAN Pengertian dan Pengaturan Lembaga Pembiayaan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II ANJAK PIUTANG (FACTORING) SEBAGAI LEMBAGA PEMBIAYAAN Pengertian dan Pengaturan Lembaga Pembiayaan"

Transkripsi

1 BAB II ANJAK PIUTANG (FACTORING) SEBAGAI LEMBAGA PEMBIAYAAN 2.1. Pengertian dan Pengaturan Lembaga Pembiayaan Sebelum kita membahas permasalahan mengenai Anjak Piutang ( Factoring) sebagai lembaga Pembiayaan, ada baiknya kita ketahui terlebih dahulu mengenai istilah Lembaga Pembiayaan dan bagaimana pengaturan dari lembaga Pembiayaan itu sendiri. Jika kita lihat dari eksistensinya, istilah lembaga pembiayaan mungkin belum sepopuler dengan istilah lembaga keuangan dan lembaga perbankan. Karena keberadaan lembaga pembiayaan masih baru jika dibandingkan dengan lembaga keuangan yaitu bank. Dimana nenek moyang kita sudah lama mengenal lembaga keuangan dibandingkan lembaga pembiayaan. Dan seiring dengan adanya kebutuhan ekonomi masyarakat, lembaga pembiayaan ini menjadi tumbuh dan berkembang semakin pesat. Keberadaan lembaga pembiayaan merupakan suatu hal yang positif karena dengan adanya lembaga pembiayaan dapat membantu usaha-usaha yang kekurangan modal dalam menjalankan kegiatan usahanya. Apabila dilihat dari istilah dan penekanan dan kegiatan usaha antara lembaga pembiayaan dan lembaga keuangan jelaslah sangat berbeda. Lembaga pembiayaan ini kegiatan usahanya lebih 38 38

2 39 menekankan pada fungsi pembiayaan, yaitu dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat sedangkan lembaga keuangan menjalankan usahanya baik dalam penyediaan dana maupun jasa keuangan bukan pembiayaan. 51 Lembaga pembiayaan atau perusahaan pembiayaan adalah badan usaha dalam kelompok Lembaga Jasa Keuangan Non Bank yang didirikan untuk melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan mengenai lembaga pembiayaan. 52 Seperti yang telah disebutkan di Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan pada Pasal 1 Bab 1 Ketentuan Umum, Lembaga Pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 84/PMK/012/2006 tentang Perusahaan Pembiayaan pada Pasal 1 huruf (b), Perusahaan Pembiayaan adalah badan usaha di luar Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan yang termasuk dalam bidang usaha Lembaga Pembiayaan. 51 Sunaryo, 2008, Hukum Lembaga Pembiayaan, Sinar Grafika, Jakarta, hal Bess Finance, 2013, Pengertian, Peran dan Fungsi Perusahaan Pembiayaan, Diakses 23 Oktober 2014.

3 40 Dari definisi-definisi lembaga pembiayaan menurut peraturan perundang-undangan yang telah ada sebelumnya, pengembangan kegiatan lembaga Pembiayaan dahulu sudah diatur pertama kali berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan selanjutnya disebut Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan kemudian selanjutnya ditindaklajuti dengan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 1251/KMK.013/1988 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan, sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 468/KMK.017/1995 dan terakhir diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 84/PMK.012/2006 tentang Perusahaan Pembiayaan. Selain dari peraturan-peraturan tersebut, adapun beberapa peraturan yang masih berlaku dalam rangka meningkatkan pengembangan lembaga pembiayaan antara lain ; a. Surat keputusan Menteri Keuangan No. 448/KMK.017/2000 tanggal 27 Oktober tentang Perusahaan Pembiayaan. Peraturan ini merupakan dasar bagi pengembangan Perusahaan Pembiayaan. b. Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan No. 607/KMK.017/1995 dan Gubernur Bank Indonesia No. 28/9/KEP/GBI tanggal 19 Desember 1995 tentang Pelaksanaan Pengawasan Perusahaan Pembiayaan.

4 41 c. Surat Edaran Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan Nomor SE.1087/LK/1996 tanggal 27 Februari 1996 tentang Petunjuk Pelaksanaan dan Sanksi Bagi Perusahaan Pembiayaan. Bila dicermati peraturan-peraturan tersebut telah banyak mengalami perubahan dan perkembangan dari tahun ke tahun. Menyikapi perkembangan lembaga pembiayaan saat ini, sudah seharusnya peraturan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah lebih memadai dan tidak hanya sekedar berbentuk Keputusan Menteri maupun Peraturan Presiden. Yang diharapkan disini adalah adanya peraturan hukum yang berbentuk undang-undang yang mengatur mengenai lembaga Pembiayaan, guna lebih menjamin kepastian hukum Bentuk Hukum dan Jenis-Jenis Lembaga Pembiayaan Lembaga pembiayaan muncul karena adanya pemenuhan pembiayaan dan dalam menjalankan kegiataannya dilaksanakan oleh perusahaan pembiayaan. Menurut Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 angka (2), Perusahaan Pembiayaan adalah badan usaha yang khusus didirikan untuk melakukan Sewa Guna Usaha, Anjak Piutang, Pembiayaan Konsumen, dan/atau usaha Kartu Kredit. Dikenal sebagai pembiayaan karena menawarkan model-model formulasi baru terhadap pemberi dana, seperti dalam bentuk leasing, factoring, dan sebagainya.

5 42 Mengenai bentuk hukum badan usaha yang diberi wewenang berusaha di bidang lembaga pembiayaan yang meliputi Bank, Lembaga Keuangan Bukan Bank dan Perusahaan Pembiayaan, ditentukan bahwa untuk Perusahaan Pembiayaan tersebut berbentuk Perseroan Terbatas atau Koperasi yang telah disebutkan pada Pasal 6 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan. Definisi dari Perseroan Terbatas menurut Bab I Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian, yang melakukan kegiatan usaha dengan modal tertentu, yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanannya. Jika dilihat dari definisi Perseroan Terbatas, maka akan ditemukan lima unsur pokok, yaitu : a. Perseroan Terbatas merupakan suatu badan hukum; b. Didirikan berdasarkan perjanjian; c. Menjalankan usaha tertentu; d. Memiliki modal yang terbagi dalam saham-saham; e. Memenuhi persyaratan undang-undang.

6 43 Menurut Pasal 7 ayat 1 dan 2 Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Pembiayaan yang berbentuk Perseroan Terbatas tersebut dapat dimiliki oleh : a. Warga Negara Indonesia atau Badan Usaha Indonesia. b. Badan Usaha Asing dan Warga Negara Indonesia sebagai Usaha Patungan. c. Pemilikan saham oleh Badan Usaha Asing sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf (b) ditentukan sebesar-besarnya adalah 85% dari modal disetor. Sebagai badan hukum, Perseroran Terbatas memenuhi unsurunsur atau karakteristik suatu badan hukum seperti yang ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007, yaitu organisasi yang teratur, harta kekayaan sendiri, mempunyai tujuan sendiri, dan akta pendiriannya disahkan oleh pejabat yang berwenang. Perseroan Terbatas ini memperoleh status badan hukumnya sejak akta pendiriannya disahkan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. 53 Selanjutnya apa yang dimaksud dengan Koperasi menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian pada Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 ayat (1) Koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan atau badan hukum Koperasi, dengan pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai 53 Sunaryo, Op.Cit, hal.4

7 44 modal untuk menjalankan usaha, yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan nilai dan prinsip Koperasi. Dari masing-masing definisi diatas, Perseroan Terbatas dan Koperasi sama-sama merupakan badan usaha yang berbadan hukum karena di dalamnya juga memiliki karakteristik sebagai badan hukum. Tetapi antara Perseroan Terbatas dengan Koperasi memiliki beberapa perbedaan, antara lain : a. Dilihat dari segi permodalannya, PT merupakan perusahaan dengan konsentrasi modal yang terbagi atas saham-saham, sedangkan koperasi pada intinya merupakan organisasi ekonomi rakyat yang berwatak sosial dan beranggotakan orang-orang. b. Dilihat dari hak suaranya, dalam PT besar kecilnya hak suara pemegang saham tergantung dari nilai saham yang dimiliki. Dalam koperasi semua anggota koperasi mempunyai hak suara yang sama dengan tanpa melihat besar kecilya simpanan yang dimiliki oleh masing-masing anggota. c. Dilihat dari tujuannya, PT bertujuan untuk memperoleh keuntungan yang sebebsar-besarnya. Sedangkan dalam koperasi mencari keuntungan bukanlah merupakan tujuan utama, yang terpenting adalah kesejahteraan anggotanya. d. Dilihat dari legalitasnya, PT memperoleh status badan hukum setelah akta pendiriannya mendapat pengesahan dari Menteri

8 45 Kehakiman dan Hak Asasi Manusia. Sedangkan Koperasi untuk memperoleh status badan hukum setelah akta pendiriannya disahkan oleh Pejabat Koperasi. 54 Pada Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan Pasal 2 sampai 4 menyebutkan jenis Lembaga Pembiayaan meliputi : a. Perusahaan Pembiayaan Adalah badan usaha yang khusus didirikan untuk melakukan Sewa Guna Usaha, Anjak Piutang, Pembiayaan Konsumen, dan/atau usaha Kartu Kredit. b. Perusahaan Modal Ventura (Venture Capital Company) Adalah badan usaha yang melakukan usaha pembiayaan/penyertaan modal ke dalam suatu perusahaan yang meneriman bantuan pembiayaan ( Investee Company) untuk jangka waktu tertentu dalam bentuk penyertaan saham, penyertaan melalui pembelian obligasi konversi, dan/atau pembiayaan berdasarkan pembagian atas hasil usaha. c. Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur Adalah badan usaha yang didirikan khusus untuk melakukan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana pada proyek infrastruktur. 54 Ibid, hal.5.

9 46 Pada pasal 3 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2009, untuk kegiatan usaha Perusahaan Pembiayaan meliputi : a. Sewa Guna Usaha (Leasing) b. Anjak Piutang (Factoring) c. Usaha Kartu Kredit (Credit Card) d. Pembiayaan Konsumen (Consumer Finance) Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006 pada Bab II Kegiatan Usaha Pasal 2 menyebutkan juga jenis kegiatan usaha Perusahaan Pembiayaan yaitu : a. Sewa Guna Usaha (Leasing) b. Anjak Piutang (Factoring) c. Usaha Kartu Kredit (Credit Card), dan/atau d. Pembiayaan Konsumen (Consumer Finance) Melihat lingkup bidang usaha perusahaan pembiayaan yang jenisnya beragam tersebut, perusahaan pembiayaan yang melakukan lebih dari saru kegiatan sering pula disebut multi finance company. 55 1) Sewa Guna Usaha (Leasing) Sewa Guna Usaha merupakan salah satu bentuk usaha yang dapat dijadikan alternatif guna mengatasi kesulitan permodalan dalam rangka pembiayaan suatu perusahaan untuk menjalankan kegiatan usahanya. Menurut Subekti (1979), Leasing adalah perjanjian sewa menyewa yang telah berkembang 55 Ibid, hal.6

10 47 dikalangan pengusaha, dimana pihak lessor (pihak yang menyewakan) yang sering merupakan Perusahaan Leasing, menyewakan suatu perangkat alat perusahaan (mesin -mesin), termasuk service, pemeliharaan dan lain-lain kepada Lessee (penyewa) untuk jangka waktu tertentu. 56 Dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2009 pada Pasal 1 Angka (5) tentang Lembaga Pembiayaan, Sewa Guna Usaha (Leasing) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara Sewa Guna Usaha dengan hak opsi (Finance Lease) maupun Sewa Guna Usaha tanpa hak opsi (Operating Lease) untuk digunakan oleh Penyewa Guna Usaha (Lesse) selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara angsuran. Jika dicermati, ada 3 pihak yang terlibat dalam sistem pembiayaan Leasing, yaitu : a) Pihak Lessor, yakni pihak yang menyewakan atau pihak yang memberikan pembiayaan dengan cara leasing kepada pihak yang membutuhkan. b) Pihak Lessee, merupakan pihak penyewa atau pihak yang memerlukan barang modal. 56 Subekti Dalam Miranda Nasihin, 2012, Segala Hal Tentang Hukum Lembaga Pembiayaan, Buku Pintar, Yogyakarta, hal.27.

11 48 c) Pihak Supplier, merupakan pihak yang menyediakan barang modal yang menjadi objek leasing. 57 Dari pengertian Sewa Guna Usaha terkandung beberapa unsur yaitu : a) Pembiayaan perusahaan tidak dilakukan dalam bentuk sejumlah dana, tetapi dalam bentuk peralatan atau barang modal yang akan digunakan dalam proses produksi. b) Penyediaan barang modal. Peralatan atau barang modal ini biasanya disediakan oleh supplier atas biaya dari lessor untuk dipergunakan oleh lessee. c) Pembayaran sewa secara berkala. Lessee membayar harga barang modal kepada lessor secara angsuran, sebagai imbalan penggunaan barang modal berdasarkan perjanjian sewa guna usaha. d) Dalam jangka waktu tertentu ( long term). Lamanya waktu sewa guna usaha yang dimulai sejak diterimanya barang modal oleh lessee sampai dengan perjanjian sewa guna usaha berakhir. e) Adanya hak pilih ( opsi) bagi lesse. Pada akhir masa leasing, lesse mempunyai hak untuk menentukan apakah dia ingin membeli barang modal tersebut, memperpanjang perjanjia 57 Munir Fuady, Op. Cit, hal.7.

12 49 sewa guna usaha, ataukah mengembalikan barang modal tersebut kepada lessor. f) Nilai sisa (residual value) yaitu nilai barang modal pada akhir masa sewa guna usaha yang telah disepakati oleh lessor pada lesse pada awal masa sewa guna usaha. 58 2) Anjak Piutang (Factoring) Anjak piutang dalam bahasa Inggris sering disebut sebagai factoring. Anjak piutang ( Factoring) menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006 pada Pasal 1 huruf (e) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk pembelian piutang dagang jangka pendek suatu perusahaan berikut pengurusan atas piutang tersebut. Sedangkan perusahaan anjak piutang bisa didefinisikan dengan perusahaan yang kegiatannya melakukan penagihan atau pembelian atau pengambilalihan atau pengelolaan hutang piutang suatu perusahaan dengan imbalan atau pembayaran tertentu dari perusahaan (klien). 59 Adapun pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan anjak piutang (factoring) ini adalah : 58 Diakses 27 Oktober 2014, Gianyar. 59 Miranda Nasihin, Op.Cit, ha.l 55.

13 50 a) Pihak Perusahaan Factor, yakni yang merupakan pihak pemberi jasa factoring. Dalam hal ini dia bertindak sebagai pihak pembeli piutang. b) Pihak Klien, merupakan pihak yang mempunyai piutang/tagihan yang akan dijual kepada pihak perusahaan factor. c) Pihak Customer, yakni pihak debitur yang berhutang kepada pihak klien, untuk selanjutnya dia akan membayar hutangnya kepada pihak Perusahaan Factor. 60 Menurut Abdulkadir Muhammad dan Rilda Murniati, merinci unsur-unsur utama pengertian anjak piutang sebagai berikut : a) Subjek anjak piutang adalah perusahaan anjak piutang (factoring company), klien (supplier), dan nasabah (customer). b) Objek anjak piutang yaitu piutang jangka pendek milik klien. c) Peristiwa anjak piutang, yaitu kontrak pengalihan piutang jangka pendek antara pihak klien dan perusahaan anjak piutang. d) Hubungan anjak piutang, hubungan kewajiban antara klien dan perusahaan anjak piutang. Klien berkewajiban menjual dan menjamin serta mengalihkan piutang jangka pendek hasil 60 Munir Fuady, Op.Cit, hal. 57.

14 51 transaksi perdagangan kepada perusahaan anjak piutang. Adapun perusahaan anjak piutang berkewajiban membiayai dalam bentuk pembelian atau pengalihan piutang jangka pendek hasil transaksi perdagangan, menatausahakan utang tersebut dan menagih piutang perusahaan klien. e) Jangka waktu anjak piutang, yaitu sesuai dengan piutang jangka pendek. Piutang perdagangan jangka pendek umumnya berkisar antara 30 (tiga puluh) sampai 90 (sembilan puluh) hari. 61 3) Usaha Kartu Kredit (Credit Card) Kartu kredit merupakan salah satu alat bayar pengganti uang tunai dalam transaksi perdagangan yang sudah dikenal luas oleh masyarakat indonesia. Penggunaan istilah kartu kredit sering disebut juga dengan Credit Card. Sebagai salah satu bentuk alat pembayaran, kartu kredit memiliki karakteristik sendiri yang berbeda dengan jenis alat pembayaran lainnya. Pada umumnya kartu kredit berukuran kecil seperti SIM (Surat Izin Mengemudi) yang terbuat dari bahan plastik dimana di kartu tersebut tercantum nama pemilik kartu kredit, nomor kartu kredit, tanda tangan pemilik kartu dan nama bank penerbit kartu kredit tersebut Op.Cit, hal.9.

15 52 Menurut Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2009, Usaha Kartu kredit adalah kegiatan pembiayaan untuk pembelian barang dan/atau jasa dengan menggunakan kartu kredit. Sedangkan pengertian kartu kredit itu sendiri menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/11/PBI/2009, Kartu Kredit adalah AMPK yang dapat digunakan untuk melakukan pembayaran atas kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi, termasuk transaksi pembelanjaan dan/atau untuk melakukan penarikan tunai dimana kewajiban pembayaran pemegang kartu dipenuhi terlebih dahulu oleh acquirer atau penerbit dan pemegang kartu berkewajiban melakukan pembayaran pada waktu yang telah disepakati baik secara sekaligus (charge card) ataupun secara angsuran. 4) Pembiayaan Konsumen (Consumer Finance) Dalam bahasa Inggris pembiayaan konsumen disebut dengan istilah Consumer Finance, yang pada dasarnya sama saja dengan kredit konsumen ( Consumer Credit). Perbedaannya hanya terletak pada lembaga yang membiayainya, dimana pembiayaan konsumen diberikan oleh perusahaan pembiayaan ( financing company), sedangkan kredit konsumen biasa diberikan oleh Bank. 62 Pembiayaan konsumen adalah suatu pinjaman atau kredit yang diberikan oleh suatu perusahaan kepada debitur untuk pembelian barang dan jasa 62 Ibid, hal. 13.

16 53 yang akan langsung dikonsumsikan oleh konsumen, dan bukan untuk tujuan produksi atau distrisbusi. Perusahaan yang memberikan pembiayaan diatas disebut perusahaan pembiayaan konsumen (Customer Finance Company). 63 Selain itu pengertian lainnya terdapat dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006 pada Pasal 1 huruf (g) bahwa Pembiayaan Konsumen (Consumer Finance) adalah kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang berdasarkan kebutuhan konsumen dengan pembayaran secara angsuran Pengertian dan Klasifikasi Anjak Piutang (Factoring) Kebutuhan akan modal atau dana segar merupakan hal sangat diperlukan oleh suatu perusahaan ( client). Dengan adanya modal tersebut perusahaan akan dapat memanfaatkan peluang-peluang keuntungan dari usaha yang dijalankannya. Sering sekali perusahaan mengalami kesulitan ini yang disebabkan terbatasnya sumber permodalan perusahaan, terutama bagi perusahaan-perusahaan kecil. Perusahaan ( client) melihat adanya prospek kenaikan penjualan yang cukup besar ditahun yang akan datang, dan kenaikan penjualan itu sendiri menyebabkan kenaikan akan kebutuhan modal. Untuk mengantisipasi keadaan tersebut, perusahaan membutuhkan modal tambahan khususnya untuk modal kerja. Kekurangan akan 63 Huraiyah, 2013, Diakses 27 Oktober 2014.

17 54 modal ini tidak dapat dipenuhi oleh dana perusahaan sendiri karena keterbatasan dana internal. 64 Dilain pihak, pemenuhan modal melalui pinjaman bank terkendala masalah jaminan sebagai persyaratan perbankan. Pada sisi lain perusahaan ( client) mempunyai tagihan (piutang) yang belum jatuh tempo yang dapat menopang aktivitas perusahaan, terutama bagi kegiatan produksi yang segera membutuhkan dana tunai. Kenyataan adanya piutang tersebut akan memperlambat arus kas perusahaan karena modal berupa dana tunai kas, baru akan masuk setelah piutang tersebut jatuh tempo. 65 Keterlambatan modal yang berupa dana tunai yang dibutuhkan perusahaan pada gilirannya akan mengganggu kegiatan operasional perusahaan dalam berproduksi. Artinya perusahaan tidak dapat melakukan proses produksi karena tidak adanya dana tunai. Menghadapi fenomena ini, akhirnya perusahaan ( client) mencari alternatif untuk mendapatkan dana tunai dengan menjual atau mengalihkan tagihan (piutang) kepada perusahaan Anjak Piutang (Factoring). Adanya perusahaan Anjak Piutang ( Factoring) ini, maka perusahaan ( client) akan memperoleh dana tunai yang dibutuhkan 64 Veithzal Rivai, dkk, 2007, Bank dan Financial Institution Management, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal Miranda Nasihin, Op.Cit, hal.54.

18 55 dengan jalan menjual atau mengalihkan piutang dagang yang dimilikinya kepada perusahaan Anjak Piutang ( Factoring) yang bersedia membelinya. Anjak Piutang dalam bahasa Inggrisnya sering disebut Factoring. Anjak piutang merupakan suatu istilah yang berasal dari gabungan kata anjak yang artinya pindah atau alih, dan piutang yang berarti tagihan sejumlah uang. Berdasarkan arti kata tersebut secara sederhana anjak piutang berarti pengalihan piutang dari pemiliknya kepada pihak lain. 66 Konsep pranata lembaga Factoring tidak dikenal dalam system Civil law sebagaimana yang dianut dalam system hukum Indonesia. Factoring yang dikenal dewasa ini pertama kali tumbuh di Amerika Serikat pada tahun 1889, kemudian menyebar di Kanada sekitar tahun 1930-an sampai kemudian meluas ke Negara-negara Eropa Barat, Australia, Selandia Baru, Jepang, Filipina dan akhirnya Indonesia mulai mengenal lembaga ini pada akhir tahun 1988 sejak berlakunya Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1988 tanggal 27 Desember Pertama kali sebutan Factoring sudah dikenal sejak 2000 tahun yang lalu dipergunakan di Mesopotania dalam bentuk yang sangat sederhana, yakni pihak Factor biasanya bertindak sebagai 66 Ibid. 67

19 56 agen penjual yang sekaligus sebagai pemberi perlindungan kredit yang kemudian lazim dikenal sebagai general Factoring. Pada abad 19, Factoring ini telah meninggalkan sifat keagenannya dan mulai beralih pada pengelolaan kredit bagi Cliennya, yaitu menjamin kredit, merupakan embrio dari bisnis Anjak Piutang modern yang dikenal saat ini dan karenannya tidak heran sistem hukum yang digunakan berasal dari sistem Common Law. 68 Guna memberikan pengertian yang utuh dan lebih jelas, perlu kiranya dikemukakan pengertian anjak piutang berdasarkan peraturan yang ada dan pandangan-pandangan dari para ahli. Mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 84/PMK.012/2006 tentang Perusahaan Pembiayaan dan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan, pengertian Anjak Piutang ( Factoring) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk pembelian piutang dagang jangka pendek suatu perusahaan berikut pengurusan atas piutang tersebut. Melengkapi pengertian Anjak Piutang ( Factoring ) diatas, dan mengingat masih beragamnya persepsi-persepsi yang berkembang di masyarakat, berikut ini dikemukakan pengertian Anjak Piutang (Factoring) dari para ahli sebagai berikut : 68 Rinus Pantouw, Op.Cit, hal. 5.

20 57 1. Dahlan Siamat Anjak Piutang adalah sebagai transaksi pembelian dan atau pengalihan serta pengurusan piutang atau tagihan jangka pendek klien (penjual) kepada perusahaan factoring, kemudian akan ditagih oleh perusahaan anjak piutang ( factoring) kepada pembeli karena adanya pembayaran kepada klien oleh perusahaan factoring (factor) Veithzal Rivai Factoring didefinisikan sebagai suatu usaha yang dilakukan oleh perusahaan baik dalam bentuk piutang maupun promes atas dasar diskonto dari klien dengan syarat recourse maupun without recourse sehingga hak penagihan berpindah kepada perusahaan Anjak Piutang (Factoring). 70 Selain itu, beberapa pengertian Anjak Piutang ( Factoring), diantaranya : a. Pembelian oleh perusahaan Factoring terhadap piutang milik klien atau supplier. b. Suatu kontrak dimana perusahaan Factoring menyediakan jasa sekurang-kurangnya antara lain : 1) Jasa pembiayaan 2) Jasa pembukuan 69 Veithzal Rivai, Op.Cit, hal Veithzal Rivai, Op.Cit, hal.1265.

21 58 3) Jasa penagihan piutang 4) Jasa perlindungan terhadap resiko kredit Sudargo Gautama Anjak Piutang atau Factoring pada intinya adalah pelaksanaan usaha pembelian piutang atas dasar suatu tingkat diskonto tertentu dari sisi penjual piutang. Perusahaan anjak piutang (Factoring) bertindak sebagai pembeli piutang, sehingga segala aktivitas penagihan dan pengurusan piutang bersangkutan selanjutnya beralih kepada pembeli piutang yang dalam hal ini adalah Perusahaan Anjak Piutang (Factoring) Handowo Dipo Anjak piutang adalah suatu suatu teknik pendanaan jangka pendek dengan memanfaatkan piutang yang dimiliki oleh suatu perusahaan Subagyo Usaha Anjak Piutang ( Factoring) adalah usaha pembiayaan dalam bentuk pembelian dan/atau pengalihan serta pengurusan piutang atau tagihan jangka pendek suatu perusahaan (debitur) dari transaksi perdagangan dalam dan luar negeri. Hak ini 71 Veithzal Rivai, Loc.Cit. 72 Veithzal Rivai, Loc.Cit. 73 Veithzal Rivai, Loc.Cit.

22 59 diperoleh perusahaan Anjak Piutang ( Factoring Company) dari penjual (kreditur) Henry Campbell Black Factoring is sale of accounts receivable of a firm to a factor at a discounted price. The purchase of accounts receivable from business by a factor, who there by assumes the risk of coss in return for some agreed discount Peter Collin Factoring is selling debts to debt factor, which is person who buys debts at discount, and enforces them for himself or enforces them for a commission Y. Sri Susilo Anjak Piutang atau Factoring merupakan suatu perjanjian antara pihak perusahaan anjak piutang ( Factor) dengan perusahaan yang menerima jasa anjak piutang (Client) yang mewajibkan pihak Factor untuk memberikan jasa yang berupa : a. Pembiayaan atas piutang dagang yang dimiliki klien. b. Non-pembiayaan berupa antara lain penagihan piutang dan administrasi penjualan. 74 Veithzal Rivai, Loc.Cit. 75 Henry Campbell Black, 1979, Black Law Dictionary, Edisi ke-5, St.Paul Minu. West Publishing Co, hal Peter Collin, 2001, Dictionary of Law, Peter Collin Publishing Ltd, Finland, hal.144.

23 60 Serta mewajibkan pihak klien untuk : a. Menjual atau menjamin piutangnya kepada pihak factor. b. Memberikan balas jasa financial kepada factor. 77 Berdasarkan pengertian Anjak Piutang ( Factoring) diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa Anjak Piutang adalah suatu cara pembiayaan atau pendanaan jangka pendek dengan memanfaatkan piutang yang dimiliki oleh suatu perusahaan ( client). Perusahaan yang bersangkutan menjual atau menyerahkan hak atas piutangnya kepada perusahaan Anjak Piutang ( Factor). Kemudian perusahaan anjak piutang ( Factor) menyerahkan sejumlah uang kepada perusahaan (Client) tersebut sebesar prosentase tertentu dari jumlah nilai piutang. Sebagai imbalan, perusahaan Anjak Piutang ( Factor) membebankan biaya administrasi dan bunga pada perusahaan (Client) tersebut. Dari penjualan piutang oleh perusahaan (Client) kepada perusahaan Anjak Piutang ( Factor) tersebut, kemudian memberikan hak kepada perusahaan Anjak Piutang ( Factor) untuk menagih piutang dagang kepada Customer (debitur). Pada kenyataannya, kegiatan Anjak Piutang ( Factoring) ini sudah sangat berkembang di masyarakat. Dan jika di lihat dari perkembanganya, fasilitas Anjak Piutang ( Factoring) yang ditawarkan oleh perusahaan anjak piutang dapat dibedakan dalam 77 Y. Sri Susilo dkk, 2000, Bank Dan Lembaga Keuangan Lainnya, Salemba Empat, Jakarta, hal. 155.

24 61 beberapa jenis. Menurut Munir Fuady, factoring diklasifikasikan ke dalam beberapa jenis yang lazim berlaku sebagai berikut : 1. Dilihat dari sudut keterlibatan klien a. Recourse Factoring Yaitu jenis Factoring, dengan mana apabila pihak perusahaan Factor ternyata tidak mendapatkan atau tidak penuh mendapatkan tagihannya dari pihak Customer, maka pihak klien masih tetap bertanggung jawab untuk melunasinya. Bahkan ada jenis Factoring yang memberikan opsi untuk pihak perusahaan Factor untuk menjual piutangnya kembali kepada klien. Menurut sistem KUH Perdata, maka jika tidak ditentukan lain oleh para pihak, maka setiap factoring dianggap merupakan Recourse Facoring by the operation of law. Sebab, dalam setiap perjanjian jual beli termasuk jual beli piutang, apabila jual beli selesai dilakukan, jual beli tersebut tidak dapat dibatalkan ileh salah satu pihak kecuali (a) berlakunya syarat batal, (b) ditentukan lain oleh para pihak. b. Without Recourse Factoring Yaitu jenis Factoring yang meletakkan beban tagihan beserta seluruh risikonya sepenuhnya pada para pihak perusahaan Factor. Jadi jika misalnya terjadi kegagalan dalam penagihan piutang, merupakan tanggung jawab pihak perusahaan Factor

25 62 sendiri, sementara pihak klien tidak lagi bertanggung jawab. Kecuali ada unsur kesalahan pada pihak klien. 2. Dilihat dari segi negara tempat kedudukan para pihak a. Domestic Factoring Yaitu Factoring dimana semua para pihak berada dalam satu negara. b. International Factoring Yaitu Factoring dimana pihak customernya berada di luar negeri. Untuk international factoring ini sering disebut juga dengan istilah Export Factoring. 3. Dilihat dari segi pemberitahuan kepada pihak Customer a. Disclosed Factoring Yakni Factoring yang pengalihan piutang kepada perusahaan factor diberitahukan kepada Customer. b. Undisclosed Factoring Yakni merupakan Factoring dimana alihan piutangnya tidak diberitahukan kepada pihak Customer. Sering disebut juga dengan Confidential Factoring. Factoring seperti ini krusial kedudukannya dalam sistem hukum Indonesia mengingat KUH Perdata mensyaratkan persetujuan atau setidak-tidaknya pemberitahuan setiap adanya Cessie (atas piutang biasa) kepada pihak debitur. Persetujuan tersebut tentunya bisa saja dilakukan sebelum Cessie dilakukan bahkan pada saat

26 63 dibuatnya perjanjian yang menimbulkan piutang. Apa yang dikenal dengan nama Invoice Discounting juga merupakan bentuk Factoring yang konfidensial ini. 4. Dilihat dari segi Sarana Pengalihan a. Factoring dengan Account Receivables Dalam hal ini dokumentasi yang dialihkan kepada perusahaan Factor oleh klien adalah bukti-bukti hutang dalam bentuk account receivables. b. Factoring dengan Prommissory Notes Dalam hal ini, pihak Customer mengeluarkan promissory notes atas hutang-hutangnya terhadap pihak klien. Selanjutnya klien mengendorse promissory notes tersebut kepada pihak perusahaan Factor sebagai salah satu mata rantai dari proses pengalihan piutangnya. 5. Dilihat dari segi service yang diberikan a. Maturity Factoring Merupakan jenis Factoring dimana perusahaan Factor hanya memberikan jasa penatabukuan, proteksi dan pengontrolan kredit, dan penagihan. Dalam hal ini, biasanya pembayaran kepada klien oleh perusahaan Factor baru dilakukan apabila pembayaran oleh Customer telah dilakukan, atau yang dikenal dengan istilah Pay As Paid Arrangement. Factoring yang

27 64 bersifat non financing ini sering disebut juga Service Factoring. b. Financial Factoring Merupakan jenis Factoring yang memberikan jasa-jasa, disamping jasa-jasa yang diberikan oleh manurity factoring, ditambah lagi dengan jasa pemberian bantuan financial. Jasa financial ini diberikan lewat pemberian advance payment oleh perusahaan Factor kepada klien sebelum jatuh tempo atau sebelum ditagihnya piutang. Factoring yang menyediakan full service, yakni ikut menyediakan jasa penagihan, jaminan pembayaran hutang ( with recourse) dan financial, sering juga disebut dengan old line factoring. Namun kadang-kadang istilah old line factoring digunakan juga khusus terhadap Factoring yang bergerak hanya dibidang pembelian piutangpiutang dagang semata-mata. 6. Dilihat dari segi banyaknya piutang yang dialihkan a. Facultative Factoring Merupakan jenis Factoring yang dalam agreementnya diberikan hak opsi untuk perusahaan factor untuk menentukan nanti pada saat piutang terbentuk, apakah piutang diterima dengan transaksi Factoring atau tidak. Dalam hal ini, factor keamanan bagi perusahaan Factor merupakan salah satu pertimbangan bagi perusahaan Factor tersebut untuk

28 65 mengambil sikap. Sementara itu, sebelum piutang dinyatakan diterima oleh perusahaan Factor, klien bebas menjual piutangnya kepada orang lain. b. Whole Turnover Factoring Dalam hal ini, perjanjian factoring dilakukan atas seluruh turnover dari perusahaan klien, atas piutang yang telah ada dan yang akan ada. Dengan demikian, dengan deal yang demikian, menghindari klien untuk menjual piutangnya kepada pihak lain. 7. Disamping itu terdapat juga berbagai bentuk khusus dari factoring, antara lain sebagai berikut : a. Bulk Factoring Merupakan jenis Factoring dimana klienlah yang bertanggung jawab untuk melakukan penagihan tetapi tagihan-tagihan tersebut masuk ke account pihak perusahaan Factor, account mana ditunjukkan dalam invoice yang bersangkutan. Jadi jasa yang diberikan oleh perusahaan Factor hanyalah bantuan financial semata-mata. b. Agency factoring Merupakan sistem pembiayaan lewat invoice discounting secara confidensial, atas dasar bahwa piutang dialihkan kepada perusahaan khusus yang namanya mirip dengan perusahaan klien, padahal perusahaan-perusahaan khusus

29 66 tersebut adalah agennya pihak perusahaan Factor. Atau dapat juga justru pihak perusahaan Factor yang bertindak sebagai agen dari klien. Dalam hal ini, jasa Factoring hanya menyediakan jasa penagihan, sehingga tidak ubahnya seperti debt collector semata-mata Subjek dan Objek Anjak Piutang ( Factoring) Sebagaimana telah dipaparkan pada uraian sebelumnya bahwa Anjak Piutang ( Factoring) merupakan kegiatan pembiayaan dalam bentuk pembelian piutang dagang jangka pendek suatu perusahaan berikut pengurusan atas piutang tersebut. Bila dicermati dalam Anjak Piutang ditawarkan pembiayaan jangka pendek yang diperoleh dari pengalihan atas piutang debitur kepada perusahaan Anjak Piutang ( Factoring). 78 Fungsi pokok dari usaha Anjak Piutang ( Factoring) ini adalah untuk memenuhi kebutuhan dana lancer bagi usaha-usaha yang menjual barang atau jasa secara kredit dan menerima pengalihan piutang dengan suatu diskonto tertentu. 79 Berdasarkan batasan atau pengertian Anjak Piutang (Factoring), maka dapat diketahui subyek dan obyek dari Anjak 78 Iyah Faniyah, Anjak Piutang (Factoring) Sebagai Alternatif Permodalan Usaha Mikro Kecil Dan Menengah (UMKM), Jurnal Supremasi Hukum No.1 Volume 22 Januari 2013, hal Ibid.

30 67 Piutang ( Factoring). Transaksi Anjak Piutang ( Factoring) dituangkan dalam Perjanjian Anjak Piutang. Subyek perjanjian Anjak Piutang ( Factoring) adalah pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi Anjak Piutang ( Factoring). Pihak-pihak tersebut adalah Perusahaan Anjak Piutang ( Factor), Klien (Client), dan Nasabah/Debitur (Customer). 1. Perusahaan Anjak Piutang (Factor) Perusahaan Anjak Piutang ( Factor) adalah badan usaha yang melakukan usaha pembiayaan dalam bentuk pembelian dan/atau pengalihan serta pengurusan piutang atau tagihan jangka pendek suatu perusahaan dari transaksi perdagangan dalam atau luar negeri. Pihak yang dapat menjadi perusahaan Anjak Piutang (Factor) adalah perusahaan yang bergerak khusus dalam usaha Anjak Piutang atau perusahaan yang disamping bergerak dibidang Anjak Piutang, tetapi juga bergerak dibidang usaha finansial lainnya, seperti bidang leasing, consumer finance, credit card (perusahaan multifinance) dan Bank. Bank juga diperkenankan melakukan usaha Anjak Piutang berdasarkan ketentuan Pasal 6 huruf (e) Undang -Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan. Pada penjelasan ketentuan Pasal 6 huruf (e) tersebut ditegaskan bahwa kegiatan Anjak Piutang merupakan kegiatan pengurusan piutang atau tagigan

31 68 jangka pendek dari transaksi perdagangan dalam atau luar negeri, yang dilakukan dengan cara pengambilalihan atau pembelian piutang tersebut. Bila dilihat pada perkembangannya dewasa ini kecenderungan bagi bank untuk memperluas jasa-jasa yang diberikannya, daripada hanya bertahan pada jasa-jasa konvensionalnya, misalnya menyalurkan kredit dan menghimpun dana dari masyarakat. Sebagaimana dikemukakan oleh Munir Fuady, bank sekarang semakin cenderung menjadi semacam Financial Supermarket, yakni meramu berbagai kegiatan, seperti kegiatan bank konvensional, grokerage, merchant bank, atau Factoring Penjual Piutang/Klien (Client) Penjual Piutang ( Client) adalah perusahaan yang menjual piutang dagang jangka pendek kepada perusahaan Anjak Piutang (Factor). Penjual piutang adalah pihak yang mempunyai piutang. Dari pengertian tentang penjual piutang diatas, penjual piutang disyaratkan harus harus merupakan suatu perusahaan. Dengan demikian usaha perseorangan tidak dimungkinkan untuk menjual piutangnya dengan cara Anjak Piutang ( Factoring). Meskipun penjual piutang ( Client) itu suatu perusahaan, namun tidak berarti hanya perusahaan yang berbadan hukum saja, 80 Munir Fuady, Op.Cit, hal. 70.

32 69 seperti PT (Perseroan Terbatas) atau Koperasi tetapi juga meliputi perusahaan yang tidak berbadan hukum, seperti Firma, CV, Persekutuan Perdata, dan sebagainya. 3. Nasabah/Debitur (Customer) Nasabah atau debitur (Customer) adalah pihak yang berhutang kepada penjual piutang ( Client). Dengan terjadinya transaksi Anjak Piutang ( Factoring), maka hutangnya Customer kepada Client tersebut dialihkan kepada perusahaan Anjak Piutang ( Factor). Posisi customer disini cukup penting, karena ia dapat menentukan macet tidaknya serta lunasnya piutang client yang telah dialihkan kepada Perusahaan Anjak Piutang (Factor). Sebelum perusahaan Anjak Piutang mengambil keputusan untuk membeli atau mengambilalih tagihan (piutang) Client, maka yang dinilai adalah kemampuan/kemauan bayar Customer. Apabila kemampuan dan bonafiditas Customer meragukan, maka pihak Perusahaan Anjak Piutanng ( Factor) akan berpikir dua kali untuk membeli piutang dari Client. Selanjutnya berdasarkan pengertian Anjak Piutang (Factoring), maka obyek Anjak Piutang adalah piutang atau tagihan. Meskipun obyek Anjak Piutang adalah piutang atau tagihan, tetapi tidak semua piutang dapat menjadi obyek anjak piutang. Dalam Anjak Piutang hanya piutang dagang (piutang yang timbul dari adanya transaksi perdagangan) saja yang dapat menjadi obyek Anjak

33 70 Piutang. Dengan demikian, piutang yang timbul dari hibah, pinjam meminjam uang (kredit bank) bukan merupakan obyek Anjak Piutang (Factoring). 81 Menurut Munir Fuady, piutang dagang yang biasanya menjadi obyek Anjak Piutang adalah sebagai berikut : 1. Piutang atau tagihan berdasarkan invoice suatu perusahaan yang belum jatuh tempo. 2. Piutang yang timbul dari surat-surat berharga yang belum jatuh tempo. 3. Piutang yang timbul dari proses pengiriman barang, sebagai pengganti letter of credit (LC). 4. Piutang berupa tagihan-tagihan tertentu yang belum jatuh tempo, seperti yang terbit dari penggunaan kartu kredit ( credit card), biro perjalanan (travel buroau). 82 Sementara menurut Veithzal Rivai, umumnya terdapat dua instrument pengalihan hak tagih (piutang) dari Client terhadap Perusahaan Anjak Piutang (Factor), yaitu invoice (faktur-faktur dagang) dan promissory not (surat sanggup). Sementara itu, di Indonesia transaksi Anjak Piutang ( Factoring) umumnya menggunakan invoice, sedangkan promissory note relative belum ada, hal ini semata-mata karena usaha Anjak Piutang masih terbilang 81 Sunaryo, Op.Cit, hal Munir Fuady, Op.Cit, hal. 88.

34 71 baru dan memerlukan waktu untuk menyesuaikan dengan perkembangan, khususnya para pelaku bisnis dan perdagangan di Indonesia. 83 Pembatasan lain atas obyek Anjak Piutang ( Factoring) adalah bahwa piutang yang akan dialihkan tersebut adalah piutang jangka pendek dan belum jatuh tempo. Piutang dagang jangka pendek biasanya berkisar antara hari. Selain itu, piutang yang menjadi obyek Anjak Piutang bukanlah piutang yang sudah macet, sehingga tidak memberi kesan bahwa Anjak Piutang sama dengan debt collector yang di dalamnya ada unsur tekanan dan kekerasan Bentuk Dan Substansi Anjak Piutang (Factoring) Pada prinsipnya kegiatan Anjak Piutang ( Factoring) berupa pembelian dan/atau pengalihan piutang dagang jangka pendek dari Client kepada Perusahaan Anjak Piutang ( Factor). Pembelian dan/atau pengalihan piutang tersebut didasarkan kehendak bersama antara Client dan Factor yang kemudian diwujudkan dalam bentuk perjanjian. Menurut Subekti, suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. 84 Dari perjanjian 83 Veithzal Rivai, Op.Cit, hal Subekti R, Op. Cit, hal. 1.

35 72 itu kemudian menimbulkan perikatan atau hubungan hukum yang selanjutnya melahirkan hak dan kewajiban bagi kedua belah pihak. Hubungan Client dengan Perusahaan Anjak Piutang ( Fcator) diikat dengan suatu perjanjian yang namanya Perjanjian Anjak Piutang. Berdasarkan perjanjian tersebut Perusahaan Anjak Piutang (Factor) menyediakan pembiayaan kepada Client dalam bentuk pembelian dan/atau pengalihan piutang jangka pendek yang timbul atau berasal dari transaksi perdagangan. Apabila dicermati dari segi penggolongan menurut BW, perjanjian Anjak Piutang termasuk dalam perjanjian tidak bernama (onbenoemde overeenkomst), yaitu perjanjian yang tidak diatur dalam BW (Kitab Undang -Undang Hukum Perdata), akan tetapi terdapat dalam masyarakat. 85 Suatu perjanjian disebut perjanjian tidak bernama sebab pada waktu kodifikasi belum dikenal, dan oleh karenanya belum diberi nama dalam kodifikasi. Pada dasarnya menurut ketentuan Pasal 1338 ayat (1) BW dengan prinsip kebebasan berkontrak kepada para pihak bebas membuat perjanjian tentang apa saja asal tidak bertentangan dengan kesusilaan, kepatutan, dan ketertiban umum (Pasal 1337 BW). Jika dilihat dari segi bentuknya, Perjanjian Anjak Piutang umumnya dibuat dalam bentuk tertulis. Peraturan perundang- 85 Mariam Darus Badrulzaman dkk, Op. Cit, hal. 67.

36 73 undangan tidak menentukan apakah perjanjian tertulis harus dibuat dalam bentuk akta Otentik (Akta Notaris) atau akta dibawah tangan. Secara yuridis, baik dalam bentuk akta Otentik maupun akta dibawah tangan sama-sama mempunyai kekuatan hukum, yang membedakan hanyalah pada segi hukum pembuktiannya. Menurut Pasal 1868 BW, akta Otentik adalah akta yang di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang yang dibuat oleh atau dihadapan pegawai yang berkuasa (pegawai umum) untuk itu, ditempat dimana akta dibuatnya. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa disebut akta Otentik apabila memenuhi syaratsyarat sebagai berikut : 1. Akta tersebut dibuat dihadapan pegawai umum yang ditunjuk oleh undang-undang. 2. Bentuk akta ditentukan oleh undang-undang dan cara membuatnya akta harus menurut ketentuan yang ditetapkan undang-undang. 3. Dibuat ditempat pejabat berwenang membuat akta tersebut. 86 Sementara akta dibawah tangan menurut Pasal 1874 BW adalah surat atau tulisan yang dibuat oleh para pihak, tidak melalui perantara pejabat yang berwenang (pejabat umum) untuk dijadikan alat bukti, jadi semata-mata dibuat antara para pihak yang berkepntingan. Dengan demikian semua perjanjian yang dibuat 86 Sutarno, 2003, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, CV. Alfabeta, Bandung, hal. 101.

37 74 antara para pihak sendiri disebut dengan akta dibawah tangan. Jadi kata dibawah tangan dapat dibuat oleh siapa saja, bentuknya bebas, dan dapat dibuat dimana saja. 87 Akta Otetntik mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna. Sebuah akta Otentik merupakan dokumen yang sah dan dapat menjadi alat bukti yang sempurna. Sempurna disini artinya hakim menganggap semua yang tertera dalam akta tersebut merupakan hal yang benar, kecuali ada akta lain yang dapat membuktikan bahwa isi akta tersebut salah. 88 Sementara terhadap akta dibawah tangan, apabila tandatangan itu diakui, maka akta dibawah tangan itu memberikan terhadap orang-orang yang menandatanganinya suatu bukti yang sempurna seperti akta Otentik. 89 Jika tandatangannya itu tidak diakui atau dipungkiri oleh pihak yang membubuhkan, maka pihak yang mengajukan akta dibawah tangan itu harus mencari alat-alat bukti baru yang membenarkan bahwa tandatangan tersebut dibubuhkan oleh pihak yang memungkiri. Anjak Piutang ( Factoring) dalam BW (KUH Perdata) tidak dikenal. Namun keberadaannya dimungkinkan dalam sistem hukum 87 Ibid, hal Ira Koesoemawati dan Yunirman Rijan, 2009, Ke Notaris, Raih Asa Sukses, Jakarta, hal Subekti R, Hukum Pembuktian, Pradnya Paramita, Jakarta, hal. 31 (Selanjutnya disebut Subekti R I).

38 75 Indonesia, karena hukum perjanjian di Indonesia menganut azas kebebasan berkontrak sebagaimana tercantum dalam Pasal 1338 ayat (1) BW, bahwa Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlak u sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya artinya hukum perjanjian (berdasarkan azas kebebasan berkontrak) memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada para pihak untuk membuat perjanjian apa saja, termasuk perjanjian Anjak Piutang, asal tidak bertentangan dengan undang-undang kesusilaan, dan ketertiban umum. Begitu juga halnya dalam menentukan isi (substansi) perjanjian, berdasarkan azas kebebasan berkontrak para pihak bebas menentukan isi perjanjian Anjak Piutang, terlebih-lebih belum adanya ketentuan perundang-undangan yang mengatur tentang apa saja yang menjadi isi (substansi) perjanjian Anjak Piutang. Sehubungan dengan azas kebebasan berkontrak, maka kebebasan yang dimaksud meliputi : 1. Kebebasan tiap orang untuk memutuskan apakah ia akan membuat perjanjian atau tidak membuat perjanjian. 2. Kebebasan tiap orang untuk memilih dengan siapa ia akan membuat perjanjian. 3. Kebebasan para pihak untuk menentukan bentuk perjanjian. 4. Kebebasan para pihak untuk menentukan isi perjanjian.

39 76 5. Kebebasan para pihak untuk menentukan cara membuat perjanjian. 90 Menurut Dahlan Siamat, bahwa dalam Perjanjian Anjak Piutang minimal memuat hal-hal sebagai berikut : 1. Ketentuan Umum a. Ketentuan mengenai penawaran penjualan piutang dari perusahaan klien kepada perusahaan anjak piutang, termasuk cara dan persyaratannya. b. Ketentuan mengenai yang memuat hak perusahaan anjak piutang untuk menerima atau menolak piutang-piutang yang idtawarkan berdasarkan ketentuan-ketentuan yang disepakati. c. Ketentuan mengenai harga penjualan piutang, termasuk kalkulasinya, waktu pembayaran, uang muka ( advanced payment). d. Ketentuan mengenai jaminan yang diberikan oleh klien atas piutang yang ditawarkan untuk dijual kepada perusahaan anjak piutang, dan risiko akibat jaminan yang tidak benar. e. Ketentuan mengenai ruang lingkup administrasi piutang yang dilakukan oleh perusahaan anjak piutang, kewajiban pelaporan kepada klien, dan ketentuan biaya administrasi yang diperhitungkan. 90 Syahmin AK, 2006, Hukum Kontrak Internasional, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 154.

40 77 f. Ketentuan pembelian kembali piutang dalam hal terjadinya keadaan-keadaan tertentu, dan penetapan harga penjualan kembali piutang tersebut. 2. Keabsahan Piutang (Validity of Receivable) Perusahaan anjak piutang akan meminta klien untuk memberikan jaminan bahwa piutang yang dijual benar-benar ada dan barang yang telah diserahkan kepada nasabah. Apabila piutang dalam bentuk pemberian jasa, maka klien harus menjamin bahwa pemberian jasa tersebut telah dilakukan. Klien juga harus menjamin bahwa nilai jumlah piutang oleh klien benar-benar telah dihitung dengan benar, dan piutang tersebut bebas dari perselisihan dan tidak dilakukan contratrading oleh nasabah atau kemungkinan akan dituntut oleh pihak ketiga. 3. Pengalihan Risiko Perusahaan anjak piutang perlu menetapkan apakah dalam pengalihan risiko dilakukan dengan syarat : a. Without recourse, yaitu risiko tidak terbayarnya faktur atau piutang oleh nasabah berada pada perusahaan anjak piutang. b. With recourse, yaitu risiko tidak terbayarnya piutang berada pada klien. 4. Pengalihan Piutang (Cessie) Dalam pelaksanaan pengalihan piutang ( Cessie) perlu diatur ketentuan antara lain sebagai berikut :

41 78 a. Pengalihan piutang harus dibuat dalam suatu akta dibawah tangan atau akta otentik dengan melampirkan dokumen yang mendukung. b. Setiap faktur yang dialihkan seyogianya mencantumkan keterangan di dalamnya yang menerangkan bahwa faktur tersebut sudah dialihkan kepada perusahaan anjak piutang. 5. Pemberitahuan atau Notifikasi Pemberitahuan ( Notification) atas pengalihan piutang meliputi hal-hal sebagai berikut : a. Pengalihan piutang harus diberitahukan kepada nasabah dan disetujui atau diakui oleh pejabat yang berwenang dari pihak nasabah. b. Pemberitahuan ini merupakan tanggung jawab dari klien. c. Pemberitahuan oleh klien ini hanya diperlukan sekali untuk setiap nasabah pada waktu pengalihan pertama. d. Persetujuan atau pengakuan terhadap pemberitahuan ini oleh nasabah dapat pula dilakukan dengan persetujuan terhadap instruksi pembayaran. e. Pemberitahuan ini tidak diharuskan untuk kegiatan anjak piutang semacam invoice discounting factoring maupun undisclosed factoring.

42 79 6. Syarat Pembayaran Klien diminta untuk menjamin bahwa setiap piutang yang dijual memiliki persyaratan pembayaran yang sama dengan persyaratan penjualan yang disetujui oleh perusahaan anjak piutang sebelumnya. Pembayaran oleh nasabah dilakukan secara langsung kepada perusahaan anjak piutang dari waktu ke waktu. 7. Perubahan Persyaratan Klien diwajibkan memberitahukan perusahaan anjak piutang secara tertulis setiap ada rencana perubahan atas ketentuanketentuan dan persyaratan kredit yang diberikan kepada nasabah sepanjang yang berkaitan dengan piutang atau tagihan yang dijual tersebut. 8. Tanggung Jawab Klien atau Nasabah Klien harus membayar kepada perusahaan anjak piutang nilai piutang yang dijual apabila terdapat hal-hal sebagai berikut : a. Nasabah tidak mengakui kebenaran piutang atau jumlah piutang yang harus dibayar nasabah; b. Nasabah tidak membayar sebagian atau tidak sepenuhnya melunasi tagihan yang telah jatuh tempo; c. Nasabah mengalami kebangkrutan; d. Klien melakukan wanprestasi atau melanggar ketentuan kontrak dengan nasabah yang menimbulkan adanya tagihan tersebut.

43 80 9. Jaminan Klien a. Klien harus menjamin bahwa hak perusahaan anjak piutang atas piutang yang dibelinya tersebut tidak menjadi hapus. b. Klien tidak diperbolehkan membuat pernyataan lunas atas suatu piutang yang telah dijual tanpa persetujuan tertulis dari perusahaan anjak piutang. c. Klien harus selalu memenuhi kesepakatan atau ketentuan perjanjian dengan nasabah yang berkaitang dengan piutang yang dijual kepada perusahaan anjak piutang. d. Klien harus menyerahkan laporan keuangan tahunan atau pertengahan tahun buku kepada perusahaan anjak piutang. e. Perusahaan anjak piutang dapat melakukan pemeriksaan dan mengkopi dokumen yang ada dikantor klien yang berkaitang dengan tagihan dimaksud. 91 Menurut Munir, diantara dokumen yang biasanya ada dalam setiap transaksi anjak piutang di dalam praktik dan hukum di Indonesia adalah sebagai berikut : a. Perjanjian yang menyebabkan timbulnya piutang, seperti jual beli atau ekspor-impor antara klien dan nasabah. b. Permohonan/penawaran jasa anjak piutang oleh/kepada klien. c. Perjanjian anjak piutang antara perusahaan anjak piutang dank lien. 91 Dahlan Dalam Sunaryo, Op.Cit, hal

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. A. Pembiayaan Konsumen dan Dasar Hukumnya

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. A. Pembiayaan Konsumen dan Dasar Hukumnya BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN A. Pembiayaan Konsumen dan Dasar Hukumnya 1. Pembiayaan Konsumen Pembiayaan konsumen merupakan salah satu model pembiayaan yang dilakukan oleh

Lebih terperinci

BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN LAIN 116

BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN LAIN 116 A. PENGERTIAN ANJAK PIUTANG Anjak piutang (factoring) adalah suatu kontarak di mana perusahaan anjak piutang menyediakan jasa-jasa sekurang-kurangnya: jasa pembiayaan, jasa perlindungan terhadap resiko

Lebih terperinci

Tujuan makalah ini dibuat adalah untuk: ANJAK PIUTANG

Tujuan makalah ini dibuat adalah untuk: ANJAK PIUTANG PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sekarang ini, perusahaan mempunyai alternatif lain untuk memperoleh dana tunai yaitu dengan menjual atau mengalihkan faktur-faktur piutang yang dimilikinya ke dalam kegiatan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 1988 TENTANG LEMBAGA PEMBIAYAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 1988 TENTANG LEMBAGA PEMBIAYAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 1988 TENTANG LEMBAGA PEMBIAYAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka menunjang pertumbuhan ekonomi maka sarana penyediaan dana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG LEMBAGA PEMBIAYAAN, PERUSAHAAN PEMBIAYAAN DAN WANPRESTASI. 2.1 Pengertian dan Dasar Hukum Lembaga Pembiayaan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG LEMBAGA PEMBIAYAAN, PERUSAHAAN PEMBIAYAAN DAN WANPRESTASI. 2.1 Pengertian dan Dasar Hukum Lembaga Pembiayaan 22 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG LEMBAGA PEMBIAYAAN, PERUSAHAAN PEMBIAYAAN DAN WANPRESTASI 2.1 Pengertian dan Dasar Hukum Lembaga Pembiayaan 2.1.1 Pengertian Lembaga Pembiayaan Istilah lembaga pembiayaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBIAYAAN. menerus atau teratur (regelmatig) terang-terangan (openlijk), dan dengan tujuan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBIAYAAN. menerus atau teratur (regelmatig) terang-terangan (openlijk), dan dengan tujuan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBIAYAAN A. Pengertian Lembaga Pembiayaan Perusahaan merupakan Badan Usaha yang menjalankan kegiatan di bidang perekonomian (keuangan, industri, dan perdagangan), yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan ini, maka banyak lembaga pembiayaan (finance) dan bank (bank

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan ini, maka banyak lembaga pembiayaan (finance) dan bank (bank 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan zaman di bidang teknologi telah memacu perusahaan untuk menghasilkan produk electronic yang semakin canggih dan beragam. Kelebihan-kelebihan atas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dalam Pasal 1618 menyebutkan bahwa,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dalam Pasal 1618 menyebutkan bahwa, 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perseroan Terbatas 1. Pengertian Perseroan Terbatas Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dalam Pasal 1618 menyebutkan bahwa, perseroan adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 1988 TENTANG LEMBAGA PEMBIAYAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 1988 TENTANG LEMBAGA PEMBIAYAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 1988 TENTANG LEMBAGA PEMBIAYAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka menunjang pertumbuhan ekonomi maka sarana penyediaan dana

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dalam Pasal 1618 menyebutkan bahwa, perseroan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dalam Pasal 1618 menyebutkan bahwa, perseroan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perseroan Terbatas 1. Pengertian Perseroan Terbatas Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dalam Pasal 1618 menyebutkan bahwa, perseroan adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang

Lebih terperinci

PERAN ANJAK PIUTANG DALAM EKONOMI

PERAN ANJAK PIUTANG DALAM EKONOMI Pertemuan ke - 13 Anjak piutang adalah beralih atau perpindahannya piutang. Sehingga perjanjian anjak piutang adalah perjanjian yang mendasari perpindahan tagihan sejumlah piutang kepada pihak yang lain.

Lebih terperinci

Lembaga Keuangan: Leasing dan Factoring

Lembaga Keuangan: Leasing dan Factoring Pasar dan Lembaga Keuangan Lembaga Keuangan: Leasing dan Factoring Leasing/Sewa Guna Usaha: Kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi (finance

Lebih terperinci

EKSISTENSI ANJAK PIUTANG (FACTORING) DARI SISI YURIDIS DAN EKONOMIS

EKSISTENSI ANJAK PIUTANG (FACTORING) DARI SISI YURIDIS DAN EKONOMIS EKSISTENSI ANJAK PIUTANG (FACTORING) DARI SISI YURIDIS DAN EKONOMIS Holy Oktaviani Putri Mahasiswa S2 Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sebelasm Maret Surakarta Burhanudin Harahap

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 448/KMK.017/2000 TENTANG PERUSAHAAN PEMBIAYAAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 448/KMK.017/2000 TENTANG PERUSAHAAN PEMBIAYAAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 448/KMK.017/2000 TENTANG PERUSAHAAN PEMBIAYAAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pemulihan perekonomian nasional,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Tentang Lembaga Pembiayaan Pada tanggal 20 Desember 1988 (PakDes 20, 1988) memperkenalkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Tentang Lembaga Pembiayaan Pada tanggal 20 Desember 1988 (PakDes 20, 1988) memperkenalkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tentang Lembaga Pembiayaan Pada tanggal 20 Desember 1988 (PakDes 20, 1988) memperkenalkan istilah lembaga pembiayaan yakni badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam

Lebih terperinci

ASPEK HUKUM LEMBAGA PEMBIAYAAN

ASPEK HUKUM LEMBAGA PEMBIAYAAN ASPEK HUKUM LEMBAGA PEMBIAYAAN ANDRI HELMI M, SE., MM HUKUM BISNIS SEJARAH LEMBAGA PEMBIAYAAN Dimulai sejak tahun 1974, berdasarkan Surat Keputusan Bersama 3 Menteri, yaitu: Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Modal ventura sebagai lembaga pembiayaan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Modal ventura sebagai lembaga pembiayaan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Modal ventura sebagai lembaga pembiayaan 1. Lembaga pembiayaan Pembiayaan sendiri berasal dari bahasa inggris financing, yang berasal dari kata finance yang artinya dalam kata benda

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 84/PMK. 012/2006 TENTANG PERUSAHAAN PEMBIAYAAN MENTERI KEUANGAN,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 84/PMK. 012/2006 TENTANG PERUSAHAAN PEMBIAYAAN MENTERI KEUANGAN, Menimbang : a. SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 84/PMK. 012/2006 TENTANG PERUSAHAAN PEMBIAYAAN MENTERI KEUANGAN, bahwa dalam rangka meningkatkan peran Perusahaan Pembiayaan dalam pembangunan nasional,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. macam kegiatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk dapat memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. macam kegiatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk dapat memenuhi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia selalu berusaha untuk mencapai kesejahteraan dalam hidupnya. Hal ini menyebabkan setiap manusia di dalam kehidupannya senantiasa melakukan berbagai

Lebih terperinci

MEKANISME PENGALIHAN PIUTANG DALAM PERJANJIAN FACTORING LOAN DIVERGENCE MECHANISM IN FACTORING AGREEMENT. Oleh: Indra Kesuma Hadi *)

MEKANISME PENGALIHAN PIUTANG DALAM PERJANJIAN FACTORING LOAN DIVERGENCE MECHANISM IN FACTORING AGREEMENT. Oleh: Indra Kesuma Hadi *) Mekanisme Pengalihan Piutang dalam Perjanjian Factoring Kanun Jurnal Ilmu Hukum Indra Kesuma Hadi No. 66, Th. XVII (Agustus, 2015), pp. 327-340. MEKANISME PENGALIHAN PIUTANG DALAM PERJANJIAN FACTORING

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK 44 BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK 3.1 Hubungan Hukum Antara Para Pihak Dalam Perjanjian Kartu Kredit 3.1.1

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA PEMBIAYAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA PEMBIAYAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA PEMBIAYAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka upaya meningkatkan peran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam rangka untuk mencapai tujuan yang diinginkan oleh suatu perusahaan, maka

I. PENDAHULUAN. Dalam rangka untuk mencapai tujuan yang diinginkan oleh suatu perusahaan, maka I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam rangka untuk mencapai tujuan yang diinginkan oleh suatu perusahaan, maka dibutuhkan alternatif sumber pembiayaan yang bertujuan untuk mendapatkan tambahan dana

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERBUATAN-PERBUATAN PENDIRI SEBELUM PERSEROAN MEMPEROLEH PENGESAHAN BADAN HUKUM Oleh: Adem Panggabean BAB I PENDAHULUAN

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERBUATAN-PERBUATAN PENDIRI SEBELUM PERSEROAN MEMPEROLEH PENGESAHAN BADAN HUKUM Oleh: Adem Panggabean BAB I PENDAHULUAN AKIBAT HUKUM TERHADAP PERBUATAN-PERBUATAN PENDIRI SEBELUM PERSEROAN MEMPEROLEH PENGESAHAN BADAN HUKUM Oleh: Adem Panggabean A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Perseroan Terbatas (PT) sebelumnya diatur

Lebih terperinci

Leasing ialah setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barangbarang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan, dengan jangka

Leasing ialah setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barangbarang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan, dengan jangka LEASING Leasing ialah setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barangbarang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan, dengan jangka waktu berdasarkan pembayaran-pembayaran berkala

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian Perjanjian Definisi perjanjian diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Selanjutnya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut SK Menkeu No / KMK.013 / 1988 Lembaga Pembiayaan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut SK Menkeu No / KMK.013 / 1988 Lembaga Pembiayaan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Lembaga Pembiayaan 1. Pengertian Lembaga Pembiayaan Menurut SK Menkeu No. 1251 / KMK.013 / 1988 Lembaga Pembiayaan Merupakan badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bersifat terbuka, perdagangan sangat vital bagi upaya untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. bersifat terbuka, perdagangan sangat vital bagi upaya untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perdagangan merupakan sektor jasa yang menunjang kegiatan ekonomi antar anggota masyarakat dan antar bangsa. Bagi Indonesia dengan ekonominya yang bersifat terbuka,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak, yang isinya adalah hak dan kewajiban, suatu hak untuk menuntut sesuatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jika dibandingkan dengan lembaga keuangan konvensial, yaitu bank. Berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. jika dibandingkan dengan lembaga keuangan konvensial, yaitu bank. Berdasarkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah lembaga pembiayaan mungkin belum sepopuler dengan istilah lembaga keuangan dan lembaga perbankan. Belum akrabnya dengan istilah ini bisa jadi karena dilihat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN PEMBIAYAAN DI INDONESIA. Sesuai dengan kaidah ekonomi, dimana ada demand dan di sisi lain ada

BAB II TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN PEMBIAYAAN DI INDONESIA. Sesuai dengan kaidah ekonomi, dimana ada demand dan di sisi lain ada BAB II TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN PEMBIAYAAN DI INDONESIA A. Pengertian dan Sejarah Perusahaan Pembiayaan 1. Defenisi Perusahaan Pembiayaan Sesuai dengan kaidah ekonomi, dimana ada demand dan di sisi lain

Lebih terperinci

22/10/2016. Syarat-syarat dalam factoring. Hubungan hukum para pihak dalam factoring PENGERTIAN FACTORING HUKUM PERBANKAN DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN

22/10/2016. Syarat-syarat dalam factoring. Hubungan hukum para pihak dalam factoring PENGERTIAN FACTORING HUKUM PERBANKAN DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN HUKUM PERBANKAN DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN FACTORING (ANJAK PIUTANG ) PENGERTIAN FACTORING Anjak piutang atau disebut factoring erat kaitannya dengan piutang yang melibatkan pembelian oleh perusahaan factoring

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing lagi di masyarakat dan lembaga jaminan memiliki peran penting dalam rangka pembangunan perekonomian

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang Masalah 3 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Munculnya lembaga anjak piutang (Factoring) dapat mengatasi berbagai kendala yang muncul dalam dunia usaha dan dapat menjadi alternatif pembiayaan suatu usaha

Lebih terperinci

Kata kunci: anjak piutang, pelaku usaha. EKSISTENSI PERJANJIAN ANJAK PIUTANG BAGI PELAKU USAHA 1 Oleh : Elko Lucky Mamesah 2

Kata kunci: anjak piutang, pelaku usaha. EKSISTENSI PERJANJIAN ANJAK PIUTANG BAGI PELAKU USAHA 1 Oleh : Elko Lucky Mamesah 2 EKSISTENSI PERJANJIAN ANJAK PIUTANG BAGI PELAKU USAHA 1 Oleh : Elko Lucky Mamesah 2 ABSTRAK Tujuan penulisan ini, untuk mengetahui dan memahami eksistensi perjanjian anjak piutang bagi pelaku usaha, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mengalami pertumbuhan di segala aspek, diantaranya adalah aspek

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mengalami pertumbuhan di segala aspek, diantaranya adalah aspek BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mengalami pertumbuhan di segala aspek, diantaranya adalah aspek ekonomi. Kondisi demikian tidak terlepas dari peran pelaku usaha. Pelaku usaha berperan penting

Lebih terperinci

PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN (Studi Tentang Hubungan Hukum Dalam Perjanjian Di PT. Adira Dinamika. Multi Finance Tbk.

PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN (Studi Tentang Hubungan Hukum Dalam Perjanjian Di PT. Adira Dinamika. Multi Finance Tbk. PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN (Studi Tentang Hubungan Hukum Dalam Perjanjian Di PT. Adira Dinamika Multi Finance Tbk. Cabang Purwodadi) NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai

Lebih terperinci

STIE DEWANTARA Manajemen Asuransi, Pegadaian & Anjak Piutang

STIE DEWANTARA Manajemen Asuransi, Pegadaian & Anjak Piutang Manajemen Asuransi, Pegadaian & Anjak Piutang Manajemen Lembaga Keuangan, Sesi 5 Pengertian Asuransi Asuransi Assurantie (B. Belanda) = Pertanggungan Assecurare (B. Latin) = Meyakinkan orang Asuransi Bahasa

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 8/28/PBI/2006 TENTANG KEGIATAN USAHA PENGIRIMAN UANG GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 8/28/PBI/2006 TENTANG KEGIATAN USAHA PENGIRIMAN UANG GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 8/28/PBI/2006 TENTANG KEGIATAN USAHA PENGIRIMAN UANG GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa saat ini jumlah transaksi maupun nilai nominal pengiriman uang baik di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produk dan ragam yang dihasilkan dan yang menjadi sasaran dari produk-produk

BAB I PENDAHULUAN. produk dan ragam yang dihasilkan dan yang menjadi sasaran dari produk-produk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi dan industri dapat dilihat tolak ukur keberhasilannya dari beberapa faktor, antara lain ditandai dengan banyaknya produk dan ragam yang dihasilkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Kartu Kredit (Credit Card) Pengertian kartu kredit tidak ditemukan di dalam KUH Perdata maupun KUHD dan belum ada kata sepakat dari para ahli mengenai kartu kredit,

Lebih terperinci

KEDUDUKAN PERUSAHAAN ANJAK PIUTANG DALAM HAL PIHAK NASABAH WANPRESTASI

KEDUDUKAN PERUSAHAAN ANJAK PIUTANG DALAM HAL PIHAK NASABAH WANPRESTASI KEDUDUKAN PERUSAHAAN ANJAK PIUTANG DALAM HAL PIHAK NASABAH WANPRESTASI Oleh: Ketut Hari Purnayasa Tanaya Dewa Gede Rudy A.A Sri Indrawati Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT BANK. kelemahan, kelamahan-kelemahan tersebut adalah : 7. a. Hanya menyangkut perjanjian sepihak saja

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT BANK. kelemahan, kelamahan-kelemahan tersebut adalah : 7. a. Hanya menyangkut perjanjian sepihak saja BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT BANK 1. Pengaturan Perjanjian Kredit Pengertian perjanjian secara umum dapat dilihat dalam Pasal 1313 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, yaitu suatu perbuatan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN. TENTANG PERSEKUTUAN PERDATA, PERSEKUTUAN FIRMA, DAN PERSEKUTUAN KOMANDITER

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN. TENTANG PERSEKUTUAN PERDATA, PERSEKUTUAN FIRMA, DAN PERSEKUTUAN KOMANDITER RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.... TAHUN. TENTANG PERSEKUTUAN PERDATA, PERSEKUTUAN FIRMA, DAN PERSEKUTUAN KOMANDITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jenis dan variasi dari masing-masing jenis barang dan atau jasa yang akan

BAB I PENDAHULUAN. jenis dan variasi dari masing-masing jenis barang dan atau jasa yang akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian yang pesat telah menghasilkan berbagai jenis dan variasi dari masing-masing jenis barang dan atau jasa yang akan dikonsumsi. Barang dan atau

Lebih terperinci

MODAL VENTURA & ANJAK PIUTANG NUR DODY ZAKKI, SE., M.SM

MODAL VENTURA & ANJAK PIUTANG NUR DODY ZAKKI, SE., M.SM PERTEMUAN 12 MODAL VENTURA & ANJAK PIUTANG NUR DODY ZAKKI, SE., M.SM Pengertian/Definisi Handowo Dipo, MV: Suatu dana usaha dalam bentuk saham atau pinjaman yang bisa dialihkan menjadi saham. Toni Lorenz,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kehadiran bank sebagai penyedia jasa keuangan berkaitan dengan kepentingan

I. PENDAHULUAN. Kehadiran bank sebagai penyedia jasa keuangan berkaitan dengan kepentingan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehadiran bank sebagai penyedia jasa keuangan berkaitan dengan kepentingan masyarakat yang akan mengajukan pinjaman atau kredit kepada bank. Kredit merupakan suatu istilah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKEMBANGAN PERUSAHAAN FACTORING (ANJAK PIUTANG) DI INDONESIA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKEMBANGAN PERUSAHAAN FACTORING (ANJAK PIUTANG) DI INDONESIA 14 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKEMBANGAN PERUSAHAAN FACTORING (ANJAK PIUTANG) DI INDONESIA A. Sejarah Usaha Anjak Piutang (Factoring) Konsep pranata lembaga Anjak Piutang (Factoring) tidak dikenal

Lebih terperinci

BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN LAINNYA

BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN LAINNYA BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN LAINNYA Oleh Safia Anggraeni., M.Pd. INSTITUT BISNIS MUHAMMADIYAH BEKASI 2016 LITERATUR 1. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya Edisi revisi-cet.16. Dr. Kasmir. Jakarta: RajaGrafindo

Lebih terperinci

BAB II PEMBIAYAAN KONSUMEN SEBAGAI SALAH SATU BIDANG USAHA PEMBIAYAAN. 2.1.1. Pengertian Lembaga Pembiayaan. dibutuhkan masyarakat perlu diperluas.

BAB II PEMBIAYAAN KONSUMEN SEBAGAI SALAH SATU BIDANG USAHA PEMBIAYAAN. 2.1.1. Pengertian Lembaga Pembiayaan. dibutuhkan masyarakat perlu diperluas. BAB II PEMBIAYAAN KONSUMEN SEBAGAI SALAH SATU BIDANG USAHA PEMBIAYAAN 2.1. Lembaga Pembiayaan 2.1.1. Pengertian Lembaga Pembiayaan Dewasa ini Indonesia termasuk salah satu negara yang berkembang perekonomiannya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG USAHA PERSEORANGAN DAN BADAN USAHA BUKAN BADAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG USAHA PERSEORANGAN DAN BADAN USAHA BUKAN BADAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG USAHA PERSEORANGAN DAN BADAN USAHA BUKAN BADAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sehubungan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RERANGKA PEMIKIRAN. a. Pengertian Lembaga Pembiayaan. Tahun 2009 Tentang Lembaga Pembiayaan, Lembaga Pembiayaan adalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RERANGKA PEMIKIRAN. a. Pengertian Lembaga Pembiayaan. Tahun 2009 Tentang Lembaga Pembiayaan, Lembaga Pembiayaan adalah BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RERANGKA PEMIKIRAN A. KAJIAN PUSTAKA 1. LEMBAGA PEMBIAYAAN a. Pengertian Lembaga Pembiayaan Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2009 Tentang Lembaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak asing dikenal di tengah-tengah masyarakat adalah bank. Bank tersebut

BAB I PENDAHULUAN. tidak asing dikenal di tengah-tengah masyarakat adalah bank. Bank tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya lembaga keuangan di Indonesia dibedakan atas dua bagian, yakni lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan non bank, namun dalam praktek sehari-hari

Lebih terperinci

http://www.hadiborneo.wordpress.com/ PENGERTIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN (CONSUMERS FINANCE) Lembaga pembiayaan konsumen (consumers finance) adalah suatu lembaga atau badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan hubungan atau pergaulan antar masyarakat memiliki batasan yang

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan hubungan atau pergaulan antar masyarakat memiliki batasan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara hukum pada prinsipnya mengakui bahwa kehidupan hubungan atau pergaulan antar masyarakat memiliki batasan yang menjamin hak-hak pribadi dan komunal.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TERHADAP PERJANJIAN SEWA BELI. belum diatur dalam Dari beberapa definisi yang dikemukakan oleh para pakar

BAB II TINJAUAN TERHADAP PERJANJIAN SEWA BELI. belum diatur dalam Dari beberapa definisi yang dikemukakan oleh para pakar BAB II TINJAUAN TERHADAP PERJANJIAN SEWA BELI A. Pengaturan Sewa Beli di Indonesia Perjanjian sewa beli adalah termasuk perjanjian jenis baru yang timbul dalam masyarakat. Sebagaimana perjanjian jenis

Lebih terperinci

PENGATURAN PENGALIHAN PIUTANG DARI KLIEN KEPADA PERUSAHAAN FACTOR DALAM KEGIATAN ANJAK PIUTANG

PENGATURAN PENGALIHAN PIUTANG DARI KLIEN KEPADA PERUSAHAAN FACTOR DALAM KEGIATAN ANJAK PIUTANG PENGATURAN PENGALIHAN PIUTANG DARI KLIEN KEPADA PERUSAHAAN FACTOR DALAM KEGIATAN ANJAK PIUTANG Oleh: Anak Agung Putu Krisna Putra 1, I Made Udiana 2 Abstrack The Presidential Regulation Number 9 of 2009

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN PENJAMINAN KREDIT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

PENGIKATAN PERJANJIAN DAN AGUNAN KREDIT

PENGIKATAN PERJANJIAN DAN AGUNAN KREDIT PENGIKATAN PERJANJIAN DAN AGUNAN KREDIT Rochadi Santoso rochadi.santoso@yahoo.com STIE Ekuitas Bandung Abstrak Perjanjian dan agunan kredit merupakan suatu hal yang lumrah dan sudah biasa dilakukan dalam

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN II.1 PENGERTIAN ANJAK PIUTANG

BAB II PEMBAHASAN II.1 PENGERTIAN ANJAK PIUTANG BAB II PEMBAHASAN II.1 PENGERTIAN ANJAK PIUTANG Factoring dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi anjak piutang. Menurut Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1251/KMK.013/1988 tanggal 20 Desember 1988,perusahaan

Lebih terperinci

BAB 8 JENIS JENIS MODAL

BAB 8 JENIS JENIS MODAL BAB 8 JENIS JENIS MODAL Sejalan dengan perkembangan teknologi dan makin jauhnya spesialisasi dalam perusahaan serta makin banyaknya perusahaanperusahaan yang menjadi besar, maka masalah modal dalam perusahaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa latin testamentum,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa latin testamentum, 19 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN 2.1 Perjanjian Pembiayaan Konsumen 2.1.1 Pengertian Perjanjian Pembiayaan konsumen Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa

Lebih terperinci

Bab IV Lembaga Pembiayaan Dalam Kegiatan Bisnis Hukum Bisnis Semester Gasal 2014 Universitas Pembangunan Jaya

Bab IV Lembaga Pembiayaan Dalam Kegiatan Bisnis Hukum Bisnis Semester Gasal 2014 Universitas Pembangunan Jaya Bab IV Lembaga Pembiayaan Dalam Kegiatan Bisnis Hukum Bisnis Semester Gasal 2014 Universitas Pembangunan Jaya Irma Nawnangwulan 1 LEMBAGA PEMBIAYAAN BADAN USAHA YANG MELAKUKAN KEGIATAN PEMBIAYAAN DALAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara Indonesia yang menganut Negara welfare state yaitu negara yang

BAB I PENDAHULUAN. negara Indonesia yang menganut Negara welfare state yaitu negara yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan negara di zaman sekarang begitu pesat dan cepat dari perkembangan Sumber Daya Manusia dan Sumber Daya Alam, bahkan di negara Indonesia yang menganut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya modal dalam mengembangkan unit usaha yang sedang dijalankan,

BAB I PENDAHULUAN. adanya modal dalam mengembangkan unit usaha yang sedang dijalankan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, seiring dengan pertumbuhan perekonomian yang terjadi, kebutuhan masyarakat atas barang atau jasa semakin meningkat sekaligus bervariasi. Hal ini

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN /PMK.010/201... TENTANG PERUSAHAAN PEMBIAYAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

PERATURAN MENTERI KEUANGAN /PMK.010/201... TENTANG PERUSAHAAN PEMBIAYAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR /PMK.010/201... TENTANG PERUSAHAAN PEMBIAYAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 8 dan Pasal

Lebih terperinci

1. Pengertian. 2. Peraturan Pembiayaan Konsumen. 3. Manfaat Pembiayaan Konsumen. PEMBIAYAAN KONSUMEN (Consumer Finance) 30-Oct-16

1. Pengertian. 2. Peraturan Pembiayaan Konsumen. 3. Manfaat Pembiayaan Konsumen. PEMBIAYAAN KONSUMEN (Consumer Finance) 30-Oct-16 PEMBIAYAAN KONSUMEN (Consumer Finance) Oleh : Nanda Praditya : 156010200111032/ 11 Dzulhida Saridewi : 156010200111034/ 12 Ilil Mufarrikha : 156010200111077/ 31 1. Pengertian Secara substansial pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu roda perekonomian masyarakat. Namun sayangnya pertumbuhan institusi perekonomian tersebut tidak

Lebih terperinci

seperti yang dimaksud dalam ketentuan Undang-Undang tentang definisi dari kredit ini sendiri

seperti yang dimaksud dalam ketentuan Undang-Undang tentang definisi dari kredit ini sendiri seperti yang dimaksud dalam ketentuan Undang-Undang tentang definisi dari kredit ini sendiri dapat dilihat dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang

Lebih terperinci

Pembelanjaan Jangka Panjang 1 BAB 14 PEMBELANJAAN JANGKA PANJANG

Pembelanjaan Jangka Panjang 1 BAB 14 PEMBELANJAAN JANGKA PANJANG Pembelanjaan Jangka Panjang 1 BAB 14 PEMBELANJAAN JANGKA PANJANG Pembelanjaan Jangka Panjang 2 PEMBELANJAAN JANGKA PANJANG Terdapat beberapa alternatif sumber dana jangka panjang yang tersedia bagi suatu

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH DARI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH TERAKHIR DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

Sistem Informasi Debitur. Peraturan Bank Indonesia No. 7/8/PBI/ Januari 2005 MDC

Sistem Informasi Debitur. Peraturan Bank Indonesia No. 7/8/PBI/ Januari 2005 MDC Sistem Informasi Debitur Peraturan Bank Indonesia No. 7/8/PBI/2005 24 Januari 2005 MDC PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 7/ 8 /PBI/2005 TENTANG SISTEM INFORMASI DEBITUR GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. Istiana Heriani*

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. Istiana Heriani* Al Ulum Vol.61 No.3 Juli 2014 halaman 17-23 17 AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA Istiana Heriani* ABSTRAK Masalah-masalah hukum yang timbul dalam perjanjian

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 199/PMK.010/2008 TENTANG INVESTASI DANA PENSIUN MENTERI KEUANGAN,

- 1 - PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 199/PMK.010/2008 TENTANG INVESTASI DANA PENSIUN MENTERI KEUANGAN, - 1 - PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 199/PMK.010/2008 TENTANG INVESTASI DANA PENSIUN MENTERI KEUANGAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka menunjang keberhasilan penyelenggaraan Program Pensiun, investasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi sangat memerlukan tersedianya dana. Oleh karena itu, keberadaan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi sangat memerlukan tersedianya dana. Oleh karena itu, keberadaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Pembangunan nasional suatu bangsa mencakup di dalamnya pembangunan ekonomi. Dalam pembangunan ekonomi diperlukan peran serta lembaga keuangan untuk

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1169/KMK.01/1991 TENTANG KEGIATAN SEWA GUNA USAHA (LEASING) MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1169/KMK.01/1991 TENTANG KEGIATAN SEWA GUNA USAHA (LEASING) MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1169/KMK.01/1991 TENTANG KEGIATAN SEWA GUNA USAHA (LEASING) MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka untuk lebih memberikan

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015 PEMBERLAKUAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK MENURUT HUKUM PERDATA TERHADAP PELAKSANAANNYA DALAM PRAKTEK 1 Oleh : Suryono Suwikromo 2 A. Latar Belakang Didalam kehidupan sehari-hari, setiap manusia akan selalu

Lebih terperinci

BAB II KEBERADAAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN DALAM INDUSTRI JASA KEUANGAN DAN PRANATA HUKUM INDONESIA

BAB II KEBERADAAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN DALAM INDUSTRI JASA KEUANGAN DAN PRANATA HUKUM INDONESIA BAB II KEBERADAAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN DALAM INDUSTRI JASA KEUANGAN DAN PRANATA HUKUM INDONESIA A. Keberadaan Lembaga Pembiayaan Konsumen Dalam Industri Jasa Keuangan Indonesia 1. Industri Jasa

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM PARA PIHAK DALAM PEMBIAYAAN PERUSAHAAN DENGAN SISTEM ANJAK PIUTANG

PERLINDUNGAN HUKUM PARA PIHAK DALAM PEMBIAYAAN PERUSAHAAN DENGAN SISTEM ANJAK PIUTANG PERLINDUNGAN HUKUM PARA PIHAK DALAM PEMBIAYAAN PERUSAHAAN DENGAN SISTEM ANJAK PIUTANG SOFYAN HIDAYAT ABSTRAK Banyak sektor usaha yang menghadapi berbagai masalah dalam menjalankan kegiatan usaha. Masalah-masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. harga-harga produksi guna menjalankan sebuah perusahaan bertambah tinggi

BAB I PENDAHULUAN. harga-harga produksi guna menjalankan sebuah perusahaan bertambah tinggi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan pembangunan ekonomi yang dilakukan pemerintah sekarang ini, tidak hanya harga kebutuhan sehari-hari yang semakin tinggi harganya, namun harga-harga produksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau mesin. Transportasi digunakan untuk memudahkan manusia dalam

BAB I PENDAHULUAN. atau mesin. Transportasi digunakan untuk memudahkan manusia dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Transportasi adalah pemindahan manusia atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan sebuah kendaraan yang digerakan oleh manusia atau mesin. Transportasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memproduksi dapat tetap berproduksi. Pada dasarnya kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. yang memproduksi dapat tetap berproduksi. Pada dasarnya kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat sebagai pelaku utama dalam pembangunan perlu mendapatkan perhatian dan dukungan yang serius dari pemerintah yang berkewajiban mengarahkan, membimbing,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan pelaku usaha yang bergerak di keuangan. Usaha keuangan dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak di bidang

BAB I PENDAHULUAN. dengan pelaku usaha yang bergerak di keuangan. Usaha keuangan dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak di bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada hakekatnya setiap orang berhak mendapatkan perlindungan dari hukum. Hampir seluruh hubungan hukum harus mendapat perlindungan dari hukum. Oleh karena itu terdapat

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERSEKUTUAN PERDATA, PERSEKUTUAN FIRMA, DAN PERSEKUTUAN KOMANDITER

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERSEKUTUAN PERDATA, PERSEKUTUAN FIRMA, DAN PERSEKUTUAN KOMANDITER RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERSEKUTUAN PERDATA, PERSEKUTUAN FIRMA, DAN PERSEKUTUAN KOMANDITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

Pegadaian dan Sewa Guna Usaha

Pegadaian dan Sewa Guna Usaha Pegadaian dan Sewa Guna Usaha A. Pegertian Usaha Gadai Secara umum pegertian usaha gadai adalah kegiatan menjaminkan barang-barang berharga kepada pihak tertentu, guna memperoleh sejumlah uang dan barang

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIBAKUKAN OLEH PT. BANK X

BAB 4 ANALISIS PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIBAKUKAN OLEH PT. BANK X 44 BAB 4 ANALISIS PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIBAKUKAN OLEH PT. BANK X 4.1 Kedudukan Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Perjanjian yang akan dianalisis di dalam penulisan skripsi

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. Lembaga pembiayaan mempunyai beberapa bidang usaha, yaitu : 1. Perusahaan Sewa Guna Usaha (Leasing Company)

II. LANDASAN TEORI. Lembaga pembiayaan mempunyai beberapa bidang usaha, yaitu : 1. Perusahaan Sewa Guna Usaha (Leasing Company) 8 II. LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Lembaga Pembiayaan Lembaga Pembiayaan menurut Kepres RI No.61 tahun 1988, pasal 1 ayat 2 pembiayaan adalah Badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Definisi pembiayaan (finance) berdasarkan Surat Keputusan Menteri

BAB I PENDAHULUAN. Definisi pembiayaan (finance) berdasarkan Surat Keputusan Menteri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Balakang Masalah Dalam perkembangan bisnis dan usaha dana merupakan salah satu sarana penting dalam rangka pembiayaan. Kalangan perbankan selama ini diandalkan sebagai satu-satunya

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB PENANGGUNG DALAM PERJANJIAN KREDIT NURMAN HIDAYAT / D

TANGGUNG JAWAB PENANGGUNG DALAM PERJANJIAN KREDIT NURMAN HIDAYAT / D TANGGUNG JAWAB PENANGGUNG DALAM PERJANJIAN KREDIT NURMAN HIDAYAT / D101 07 022 ABSTRAK Perjanjian kredit merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam pemberian kredit. Tanpa perjanjian kredit yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kebahasaan tersebut memiliki kemiripan atau kesamaan unsur-unsur, yaitu : 2

II. TINJAUAN PUSTAKA. kebahasaan tersebut memiliki kemiripan atau kesamaan unsur-unsur, yaitu : 2 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perlindungan Hukum 1. Pengertian Perlindungan Hukum Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, mengartikan perlindungan adalah tempat berlindung, perbuatan melindungi. 1 Pemaknaan kata

Lebih terperinci

BAB III Hasil Penelitian dan Analisis

BAB III Hasil Penelitian dan Analisis BAB III Hasil Penelitian dan Analisis A. Hasil Penelitian Pemaparan dalam Bab ini dibagi melalui dua cara penyajian. Penyajian yang pertama adalah akan dikemukakan mengenai kerangka periodisasi yang di

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT A. Pengertian Hukum Jaminan Kredit Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, zekerheidsrechten atau security of law. Dalam Keputusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini, perkembangan ekonomi berkembang sangat pesat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini, perkembangan ekonomi berkembang sangat pesat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, perkembangan ekonomi berkembang sangat pesat. Banyaknya produk barang dan/atau jasa yang ditawarkan para pelaku usaha kepada masyarakat sama-sama

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ANDALAS PADANG

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ANDALAS PADANG SKRIPSI PELAKSANAAN PERJANJIAN BAKU DALAM PENERBITAN KARTU KREDIT DAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI NASABAH PADA BANK BNI SYARIAH CABANG PADANG Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM KREDIT DAN PERJANJIAN KREDIT BANK. Istilah kredit bukanlah hal yang asing dalam kehidupan sehari-hari di

BAB II TINJAUAN UMUM KREDIT DAN PERJANJIAN KREDIT BANK. Istilah kredit bukanlah hal yang asing dalam kehidupan sehari-hari di BAB II TINJAUAN UMUM KREDIT DAN PERJANJIAN KREDIT BANK A. Pengertian dan Dasar Hukum Kredit 1. Pengertian Kredit Istilah kredit bukanlah hal yang asing dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat. Hal ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan Suatu perjanjian

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

KAJIAN YURIDIS PENGALIHAN PIUTANG DARI KREDITUR KEPADA PERUSAHAAN FACTORING DALAM PERUSAHAAN PEMBIAYAAN ANJAK PIUTANG

KAJIAN YURIDIS PENGALIHAN PIUTANG DARI KREDITUR KEPADA PERUSAHAAN FACTORING DALAM PERUSAHAAN PEMBIAYAAN ANJAK PIUTANG KAJIAN YURIDIS PENGALIHAN PIUTANG DARI KREDITUR KEPADA PERUSAHAAN FACTORING DALAM PERUSAHAAN PEMBIAYAAN ANJAK PIUTANG Oleh Luh Kade Pebria Satyani Anak Agung Gede Agung Dharma Kusuma Bagian Hukum Keperdataan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan di bidang teknologi telah memacu perusahaan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan di bidang teknologi telah memacu perusahaan untuk BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kemajuan di bidang teknologi telah memacu perusahaan untuk menghasilkan produk yang semakin canggih dan beragam, antara lain sepeda motor. Kelebihan-kelebihan atas suatu

Lebih terperinci