BAB II KAJIAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mutakhir Pada era perkembangan teknologi yang semakin pesat ini, khususnya di Indonesia. Maka permintaan masyarakat terhadap energi listrik semakin meningkat. Menyadari hal tersebut PT. PLN ( Persero ) berencana akan membangun Gardu Induk dengan kapasitas 500 kv di Antosari, Kabupaten Tabanan. Dengan kapasitas yang sangat besar ini, untuk menunjang penelitian yang akan dibuat, maka perlu melakukan atau mencari kajian-kajian mutakhir yang dapat membantu penelitian ini sehingga mendapatkan hasil yang benar. Berikut ini adalah refrensi yang digunakan dalam kajian mutakhir : 1. Penelitian dilakukan di Gardu Induk PLTU Teluk Sirih 2 x 122 MW yang masih tahap kontruksi. Dalam penelitian ini menggunakan perhitungan sistem pentanahan grid berdasarkan data yang telah diambil sebelumnya, kemudian dibandingkan dengan 34 titik hasil pengukuran langsung di lapangan. Hasil yang didapat dari perhitungan sebesar 0,7106 Ω dan dari hasil pengukuran dengan hasil rata-rata sebesar 0,38 Ω. Dari hasil perhitungan dan pengukuran sudah sesuai dengan standar yaitu < 1 Ω (Andi Syofian, 2013). 2. Seminar dan hasil penelitian dan pengabdian masyarakat yang dilakukan oleh Henry B.H. Sitorus, Herman Halomoan Sinaga, Hendrik A.N. Simanjuntak dengan judul Disain Sistem Pentanahan Grid-Rod Gardu Induk 150 kv Untuk Berbagai Kondisi Tanah di Lampung. Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Lampung, Pada penelitian ini menggunakan program, program ini menggunakan data acuan yang digunakan sebagai input untuk program perhitungan nilai tahanan pentanahan (R), tegangan sentuh (Em), tegangan langkah (Es) dan kriteria tegangan sentuh dan langkah yang diijinkan untuk sebuah gardu induk. Hasil dari perhitungan dengan program ini dibandingkan dengan data Gardu Induk Tegangan Tinggi 150 kv Sutami. Berdasarkan perbandingan hasil program dengan data salah satu gardu induk yang ada di Lampung yakni GITT 150 kv Sutami menunjukkan bahwa nilai 5

2 6 dari tahanan pentanahan, tegangan langkah, dan tegangan mesh keduanya sesuai dengan standard IEEE/ANSI Std yang berarti aman untuk manusia dan peralatan yang berada pada area gardu induk pada keadaan normal maupun gangguan tanah (Henry,dkk, 2008). 2.2 Tinjauan Pustaka Proses Penyaluran Tenaga Listrik 500 kv Tenaga listrik dibangkitkan dipusat pusat listrik seperti PLTA, PLTU, PLTD dan PLTG kemudian disalurkan melalui saluran transmisi setelah terlebih dahulu dinaikkan tegannya oleh transformator penaik tegangan yang berada di pusat listrik. Saluran transmisi tegangan tinggi mempunyai tegangan 70 kv, 150 kv dan 500 kv. Khusus untuk tegangan 500 kv dalam prakteknya sering disebut tegangan ekstra tinggi. Setelah melalui saluran transmisi maka tenaga listrik sampai ke gardu induk untuk diturunkan menjadi tegangan menengah atau tegangan distribusi primer yang bertegangan 6 kv, 12 kv atau 20 kv. Yang cenderung di gunakan di Indonesia adalah 20 kv. Jaringan setelah keluar dari gardu induk biasa di sebut jaringan distribusi, sedangkan jaringan antara pusat listrik dan gardu induk biasa disebut jaringan transmisi, baik saluran transmisi atau pun saluran distribusi ada yang berupa saluran udara dan ada yang berupa kabel tanah. Setelah melalui jaringan distribusi primer kemudian tenaga listrik diturunkan tegangannya dalam gardu gardu distribusi menjadi tegangan rendah atau jaringan distribusi sekuder dengan tegangan 380 V atau 220 V. Melalui jaringan tegangan rendah untuk selanjutnya disalurkan ke rumah rumah pelanggan (konsumen) melalui sambungan rumah hingga ke alat pengukur dan pembatas atau biasa di sebut kwh Meter.

3 Sistem Pentanahan Perilaku tahanan sistem pentanahan sangat tergantung pada frekuensi (dasar dan harmonisanya) dari arus yang mengalir ke sistem pentanahan tersebut. Dalam suatu pentanahan baik penangkal petir atau pentanahan sistem tenaga adalah berapa besar impedansi sistem pentanahan tersebut (Anggoro, 2002). Besar impedansi pentanahan tersebut sangat dipengaruhi oleh banyak faktor baik faktor internal maupun eksternal. faktor internal meliputi : 1. Dimensi konduktor pentanahan (diameter atau panjangnya.) 2. Resistivitas relatif tanah. 3. Konfigurasi sistem pentanahan. Faktor eksternal meliputi : 1. Bentuk arusnya (pulsa, sinusoidal, searah). 2. Frekuensi yang mengalir ke dalam sistem pentanahan. Pada lokasi yang digunakan untuk sistem pentanahan harus dilakukan pengukuran secara langsung untuk mengetahui nila-nilai hambatan jenis tanah yang akurat karena struktur tanah yang sesungguhnya tidak sederhana yang diperkirakan, untuk setiap lokasi yang berbeda mempunyai hambatan jenis tanah yang tidak sama (Hutauruk, 1991) Petir Petir merupakan peristiwa pelepasan muatan listrik statik di udara yang dibangkitkan dalam bagian awan petir yang disebut cells. Pelepasan muatan ini dapat terjadi dalam dua kemungkinan, yaitu (Gultom, 2008) : 1. Lightning Flash yaitu pelepasan muatan diantara awan-awan ataupun antara pusat-pusat muatan di dalam awan tersebut. 2. Lightning Strike yaitu pelepasan muatan antara awan bermuatan dengan tanah. Lebih banyak pelepasan muatan terjadi antara awan ke awan dan di dalam awan itu sendiri daripada pelepasan muatan yang terjadi antara awan bermuatan dengan tanah. Tetapi petir awan ke tanah ini sudah cukup besar untuk dapat menyebabkan kerusakan pada benda-benda di permukaan tanah.

4 8 Petir merupakan proses alam yang terjadi di atmosfir bumi pada waktu hujan. Muatan-muatan tersebut akan terkonsentrasi di dalam awan atau bagian dari awan dan muatan yang berlawanan akan timbul pada permukaan tanah di bawahnya. Jika muatan bertambah, beda potensial antara awan dan tanah akan naik, maka kuat medan listrik di udara pun akan meningkat. Jika kuat medan listrik ini melebihi kekuatan dielektrik diantara awan-awan tersebut, maka akan terjadi pelepasan muatan atau disebut dengan petir (Gultom, 2008) Proses terjadinya petir Sumber terjadinya petir adalah awan cummolonimbus atau awan guruh yang berbentuk gumpalan. Ukuran vertikal awan ini dapat mencapai 14 km sedangkan ukuran horizontalnya berkisar 1,5 km 7,5 km. Karena perbedaan ukuran vertikalnya yang besar, maka terjadi perbedaan temperatur antara bagian bawah yang dapat mencapai 5 0 C dan bagian paling atas mencapai C. Adanya perbedaan temperatur pada awan ini dan pergerakan awan yang disebabkan oleh angin membuat terjadinya polarisasi muatan listrik di dalam awan tersebut. Biasanya muatan negatif berada di bagian bawah awan tersebut dan muatan positif berada di bagian atas. Muatan listrik pada awan ini mengakibatkan adanya beda potensial antara awan dengan bumi, sehingga timbul medan listrik antara awan dengan bumi. Jika medan listrik lebih besar daripada kekuatan dielektrik udara yang berada diantara bumi dengan awan, maka akan terjadi pelepasan muatan. Pelepasan pertama terjadi di udara yang berada di sekitar awan bermuatan. Pelepasan ini disebut dengan pilot streamer. Kemudian gerakan pilot streamer yang diikuti dengan lompatan-lompatan titik-titik cahaya yang dinamakan stepped leader (Gambar 2.1.a). Arah setiap stepped leader berubah-ubah mencari udara yang mempunyai kekuatan dielektrik yang paling rendah untuk dilalui sehingga secara keseluruhan jalannya tidak lurus dan patah-patah. Setiap sambaran petir bermula dari suatu lidah petir (stepped leader) yang bergerak turun (down leader) dari awan bermuatan. Panjang setiap stepped leader sekitar 50 m (dalam rentang m), dalam interval waktu antara setiap ± 50 µs ( µs). Dari waktu ke waktu, dalam perambatannya

5 9 stepped leader mengalami percabangan sehingga terbentuk lidah petir yang bercabang-cabang. Ketika leader bergerak mendekati bumi, akan terdapat beda potensial yang makin tinggi antara ujung stepped leader dengan bumi sehingga terbentuklah pelepasan muatan pertama yang berasal dari bumi atau objek pada bumi yang bergerak ke atas menuju ujung stepped leader. Pelepasan muatan pertama ini disebut upward streamer. Apabila upward streamer telah masuk dalam zona jarak sambaran atau striking distace, terbentuklah petir penghubung (connecting leader) yang menghubungkan ujung stepped leader dengan objek yang disambar (Gambar 2.1.b). Peristiwa inilah yang disebut dengan petir. Setelah itu timbul sambaran balik (return strike) yang bercahaya sangat terang bergerak dari bumi atau objek menuju awan dan kemudian melepaskan muatan di awan (Gambar 2.1.c). Jalur yang ditempuh oleh return strike adalah sama dengan jalur turunnya stepped leader, hanya arahnya saja yang berbeda. Setelah itu terjadi juga sambaran susulan (subsequent strike) dari awan menuju bumi akibat belum pulihnya udara yang menjadi tempat jalannya sambaran yang pertama. Sambaran susulan tidak memiliki percabangan dan bisa disebut lidah panah (dart leader) (Gambar 2.1.d). Pergerakan dart leader ini sekitar 10 kali lebih cepat dari leader yang pertama (first strike) (Gultom, 2008).

6 10 Gambar 2.1 Proses terjadinya petir (sumber : Gultom, 2008) Sambaran Langsung Sambaran langsung adalah sambaran apabila petir menyambar langsung pada kawat fasa atau pada kawat tanah. Pada waktu petir menyambar kawat tanah atau kawat fasa akan timbul arus besar dan sepasang gelombang berjalan yang merambat pada kawat. Arus yang besar ini dapat membahayakan peralatanperalatan yang ada pada saluran. Saluran transmisi tegangan tinggi cukup tinggi di atas tanah, maka jumlah sambaran langsung pun cukup tinggi. Makin tinggi tegangan sistem serta tinggi tiangnya, maka makin banyak pula jumlah sambaran petir ke saluran transmisi (Nash, 2010) Sambaran Tidak Langsung Sambaran tidak langsung atau sambaran induksi merupakan sambaran titik lain yang letaknya jauh tetapi objek terkena pengaruh dari sambaran sehingga dapat menyebabkan kerusakan pada objek tersebut. Bila terjadi sambaran petir ke

7 11 tanah di dekat saluran penghantar listrik, maka akan terjadi fenomena transien yang diakibatkan oleh medan elektromagnetis dari kanal petir. Fenomena petir ini terjadi pada kawat penghantar listrik. Akibat dari kejadian ini timbul tegangan lebih dan gelombang berjalan yang merambat pada kedua sisi kawat penghantar listrik di tempat sambaran berlangsung. Fenomena transien pada kawat penghantar listrik berlangsung hanya di bawah pengaruh gaya yang memaksa muatan-muatan bergerak sepanjang hantaran. Atau dengan perkataan lain transien dapat terjadi di bawah pengaruh komponen vektor kuat medan magnet yang berarah sejajar dengan arah penghantar. Jadi bila komponen vektor dari kuat medan berarah vertikal, maka tidak akan mempengaruhi atau menimbulkan transien pada penghantar (Nash, 2010) Bentuk Arus Petir Bagian penting dari sambaran petir yang merupakan bagian utama sambaran adalah sambaran balik, dimana muatan sel dalam awan petir dilepaskan ke bumi. Bila terjadi aktifitas pengumpulan atau pembentukan muatan pada awan, maka induksi muatan dengan polaritas yang berlawanan terjadi di permukaan bumi. Akibat peristiwa tersebut timbul medan listrik yang kuat diantara awan dan bumi. Medan listrik yang amat kuat itu membuat objek yang terdapat di permukaan bumi dan biasanya di tempat yang tinggi, misalnya menara, gedunggedung, pohon-pohon dan lain-lain melepaskan muatan ion positif yang berasal dari bumi. Ion positif ini membuat semacam pita di udara yang bergerak ke arah pita yang dibentuk oleh ion negatif awan. Apabila kedua pita ini bertemu di satu titik di udara, maka terjadilah sambaran balik. Pada saat inilah mengalir arus petir dari udara ke bumi melalui saluran yang dibentuk oleh kedua ujung pita tersebut. Arus pada kebanyakan sambaran berasal dari sel yang bermuatan negatif dalam awan petir, sehingga arus sambaran merupakan aliran negatif dari awan ke tanah. Jarang ditemukan sambaran yang berasal dari sel positif. Kedua polaritas mempunyai aliran arus yang sama. Bentuk-bentuk pelepasan muatan awan (Gultom, 2008):

8 12 1. Negative lightning strike Pelepasan ini berasal dari awan petir bermuatan negatif. Pada Gambar 2.2 dapat dilihat bahwa waktu muka gelombang adalah µs. Waktu mencapai nilai separuh diperkirakan sekitar 100 µs. Arus petir sekitar ka. Gambar 2.2 Negative lightning strike (sumber : Heidler, dkk, 2008) 2. Positive lightning strike Pelepasan berasal dari awan petir bermuatan positif. Pada Gambar 2.3 dapat dilihat bahwa waktu gelombang sekitar µs. waktu gelombang mencapai nilai separuh jenis pelepasan ini sangat panjang sekitar µs. Gambar 2.3 Positive lightning strike (sumber : Heidler, dkk, 2008)

9 Sistem Pentanahan Proteksi Petir Sistem pentanahan proteksi petir adalah sistem hubungan penghantar yang menghubungkan bagian badan peralatan listrik dan instalasi yang ditanahkan sehingga dapat mengamankan komponen-komponen instalasi dan makhluk hidup dari gangguan petir. Oleh karena itu, sistem pentanahan proteksi petir menjadi bagian terpenting dari sistem tenaga listrik (Sumardjati, dkk, 2008) Tahanan Jenis Tanah Tahanan jenis tanah merupakan faktor keseimbangan antara tahanan dan kapasitansi. Tahanan jenis tanah disimbolkan dengan ρ. Nilai tahanan jenis tanah tergantung dari beberapa faktor yaitu (PUIL, 2000) : 1. Jenis tanah : tanah liat, berpasir, berbatu dll. 2. Lapisan tanah : berlapis-lapis dengan tahanan berbeda. 3. Kelembaban tanah. 4. Temperatur. Nilai tahanan jenis tanah bervariasi sesuai dengan keadaan pada saat pengukuran. Semakin tinggi suhu di daerah pengukuran tanah, maka semakin tinggi nilai tahanan jenisnya. Sebaliknya semakin lembab suhu di daerah pengukuran tanah, maka semakin rendah nilai tahanan jenisnya. Untuk mendapatkan nilai tahanan tanah yang rendah sering dicoba dengan cara memberi air atau membasahi tanah, serta dengan cara mengubah komposisi kimia tanah dengan memberikan garam pada tanah dekat elektroda pentanahan dengan tujuan untuk mendapatkan tahanan jenis tanah yang rendah. Selain itu untuk mengurangi variasi nilai tahanan jenis tanah akibat pengaruh musim, pentanahan dapat dilakukan dengan cara menanam elektroda pentanahan hingga mencapai kedalaman tertentu sampai terdapat air tanah yang konstan. Untuk mendapatkan nilai tahanan jenis tanah rata-rata untuk keperluan perencanaan diperlukan pengukuran dalam jangka waktu secara periodik. Karena kadang kala penanaman memungkinkan kelembaban dan temperatur bervariasi, nilai dari tahanan jenis tanah harus diambil dalam keadaan yang paling buruk

10 14 yaitu saat kondisi tanah kering dan panas. Nilai tahanan jenis tanah rata-rata untuk bermacam-macam jenis tanah dapat dilihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 Tahanan berbagai jenis tanah (PUIL, 2000) Jenis Tanah Tahanan Jenis Tanah (Ω-m) Tanah rawa 30 Tanah liat dan tanah ladang 100 Pasir basah 200 Kerikil basah 500 Pasir dan kerikil kering 1000 Tanah berbatu Pengukuran tahanan jenis tanah Pengukuran tahanan jenis tanah bertujuan untuk menentukan besarnya tahanan jenis tanah pada suatu titik, yang digunakan untuk menentukan letak penanaman suatu sistem pentanahan. Untuk menentukan nilai tahanan jenis tanah dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan (2.1) (Hutauruk, 1999): ρ = 2 π a R...(2.1) Dengan, ρ = Tahanan jenis rata tanah (Ω-m) a = Jarak antar batang elektroda yang terdekat (m) R = Besar tahanan tanah yang diukur (Ω) Teknik Pengkondisian Tanah Diberbagai kondisi tanah diperoleh tahanan jenis tanah yang tinggi. Cara agar sistem pentanahan dapat menghasilkan nilai tahanan yang rendah yaitu dengan teknik pengkondisian tanah. Dengan cara ini tahanan jenis tanah menjadi lebih rendah dari nilai semula, sehingga elektroda pentanahan yang ditanam mernpunyai nilai tahanan pentanahan yang rendah. Macam-macam teknik pengkondisian tanah yaitu teknik bentonit, teknik arang, teknik tepung logam, teknik garam dan teknik semen konduktif (Sudiarto, 2004). Pemilihan teknik pengkondisian tanah disesuaikan dengan kondisi lokasi tergantung pada : 1. Kemudahan memperoleh bahan-bahan. 2. Kemudahan pemasangan.

11 15 3. Kemudahan pemeliharaan. 4. Besarnya nilai tahanan jenis tanah efektif yang dapat dicapai. 5. Bahaya karat terhadap elektroda pentanahan Komposisi Zat-Zat Kimia Dalam Tanah Adanya kandungan zat kimia pada tanah terutama zat organik maupun zat anorganik yang dapat larut sangat panting diperhatikan pada sistem pentanahan. Pada daerah yang memiliki curah hujan yang tinggi biasanya mempunyai tahanan jenis tanah yang tinggi dipermukaan yang disebabkan karena kandungan garam pada lapisan atas akan larut, sehingga untuk mendapatkan sistem pentanahan yang baik sesuai standar pentanahan, maka dilakukan penanaman kutub tanah yang lebih dalam agar larutan garam masih dapat dijangkau (Huwae, 2004) Jenis-Jenis Elektroda Pentanahan Ada beberapa jenis elektroda pentanahan yang biasa digunakan yaitu (Sumardjati, dkk, 2008) : a. Elektroda Batang (Rod) Elektroda batang adalah elektroda dari pipa atau besi baja yang dilapisi tembaga yang ditancapkan ke dalam tanah secara tegak lurus atau mendatar. Elektroda ini merupakan elektroda yang pertama kali digunakan dan teoriteori berawal dari elektroda jenis ini. Secara teknis, elektroda batang ini mudah pemasangannya, yaitu tinggal menancapkannya ke dalam tanah. Di samping itu, elektroda ini tidak memerlukan lahan yang luas. Untuk membuat agar tahanan pentanahan cukup kecil elektroda batang tersebut ditanam lebih dalam atau menggunakan beberapa batang elektroda. Bentuk elektroda batang dapat dilihat pada Gambar 2.4.

12 16 Batang Gambar 2.4 Cara pemasangan elektroda batang (sumber : Aslimeri, dkk, 2008) Nilai tahanan pentanahan untuk jenis elektroda batang dapat didapatkan dengan menggunakan Persamaan (2.2): = = ln ( ) 1... (2.2) Dimana, R G = Tahanan pentanahan (Ω) R R = Tahanan pentanahan untuk batangtunggal (Ω) = Tahanan jenis tanah (Ω-meter) L R = Panjang elektroda (meter) A R = Diameter elektroda (meter) b. Elektroda Pita Elektroda pita adalah elektroda yang terbuat dari hantaran berbentuk pita atau kawat berpenampang bulat yang ditanam di dalam tanah dan dan pada umumnya penanamannya tidak terlalu dalam. Penancapan ini akan bermasalah apabila mendapati lapisan-lapisan tanah yang berbatu, disamping sulit penancapannya, untuk mendapatkan nilai tahanan yang rendah juga bermasalah. Sebagai pengganti penancapan secara vertikal ke dalam tanah, dapat dilakukan dengan menanam batang hantaran secara mendatar (horizontal) dan dangkal. Kedalaman pemasangan minimal 0,5-1 meter. Bentuk elektroda pita dapat dilihat pada Gambar 2.5.

13 17 (a) Bentuk Radial (b) Bentuk Grid (c) Bentuk Lingkaran Gambar 2.5 Macam-macam cara pemasangan elektroda pita (sumber : Aslimeri, dkk, 2008) Nilai tahanan pentanahan untuk jenis elektroda pita dapat ditentukan dengan persamaan (2.3). = = ln ( ) + Dimana, R W = Tahanan dengan kisi-kisi (grid) kawat (Ω) = Tahanan jenis tanah (Ω- meter) L W = Panjang total grid kawat (m) d W = diameter kawat (m) Z W = kedalamam penanaman (m) A W = luasan yang dicakup oleh grid (m²), 5,6... (2.3) c. Elektroda Pelat Elektroda pelat adalah elektroda dari bahan pelat logam (utuh atau berlubang) atau dari kawat kasa yang di pasang tegak lurus di dalam tanah. Elektroda ini digunakan bila diinginkan tahanan pentanahan yang kecil dan sulit diperoleh dengan menggunakan jenis-jenis elektroda yang lain. Bentuk elektroda pelat dapat dilihat paada Gambar 2.6. Pelat Gambar 2.6 Cara pemasangan elektroda pelat (sumber : Aslimeri, dkk, 2008)

14 18 Tahanan pentanahan untuk jenis elektroda pelat dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan (2.4). = = ln (, ) 1... (2.4) Dimana, R P = Tahanan pentanahan pelat (Ω) ρ = Tahanan jenis tanah (Ω-meter) L P = Panjang pelat (m) W P = Lebar pelat (m) T P = Tebal pelat (m) Sistem Pentanahan Mesh Sistem pentanahan mesh adalah sistem pentanahan dengan konduktor yang ditanam secara horizontal yang terhubung satu sama lainnya berbentuk jaringjaring yang ditanam sejajar permukaan tanah. Bentuk dari sistem pentanahan mesh dapat dilihat pada Gambar 2.7 (IEEE, Standard ). Gambar 2.7 Sistem pentanahan mesh (sumber : IEEE, Standard ) Sistem Pentanahan Grid Sistem pentanahan grid digunakan bila pada sistem pentanahan pada mesh tidak bisa memberikan nilai pentanahan yang diinginkan. Sehingga diambil solusi untuk menggabungkan kedua jenis tipe pentanahan yaitu mesh dan rod dengan

15 19 tujuan untuk mendapatkan nilai pentanahan yang sesuai dengan standar yang ditetapkan. Bentuk dari sistem pentanahan mesh dapat dilihat pada Gambar 2.8 (IEEE, Standard ). Gambar 2.8 Sistem pentanahan grid (sumber : IEEE, Standard ) Besarnya nilai tahanan pentanahan dari sistem grid dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan (2.5) (IEEE, Standard ): Dimana, Rg = ρ 1 L A h 20/A R g = Tahanan pentanahan grid (Ω) ρ = Tahanan jenis rata tanah (Ω-m) L = Jumlah total panjang konduktor batang rod (m) h = Kedalaman penanaman konduktor (m) A = Luas area pentanahan grid (m 2 )... (2.5) Panjang total konduktor pentanahan (L) merupakan penjumlahan dari grid dan rod dapat dihitung dengan Persamaan (2.6) (IEEE, Standard ) : L = L c + L r... (2.6) Dengan, L c = Total panjang konduktor grid (m) L r = Total panjang dari batang rod (m

16 20 Gambar 2.9 Sistem pentanahan grid panjang L 1 dan L 2 (sumber: Sitorus, dkk, 2008) Untuk menentukan panjang konduktor pentanahan grid (Lc) dapat dirumuskan pada Persamaan (2.7) dengan mengacu pada Gambar 2.9 (IEEE, Standard ) : Dimana, dan, L c = L 1 n + L 2 m... (2.7) D 1 = L 1 m (2.8) D 2 = L 2 n (2.9) Dengan, L 1 = Panjang konduktor (m) L 2 = Lebar konduktor (m) n = Jumlah konduktor parallel sisi panjang m = Jumlah konduktor parallel sisi lebar D 1 = Jarak antar konduktor parallel sisi panjang (m) D 2 = Jarak antar konduktor parallel sisi lebar (m)

17 Pentanahan sistem grid simetri Pentanahan dengan sistem grid ini dilakukan dengan menanamkan batang-batang elektroda pentanahan kedalam tanah, sejajar dengan permukaan tanah dan elektroda tersebut dihubungkan satu dengan lainnya sehingga membentuk beberapa jaringan. Makin banyak konduktor yang ditanam dengan sistem ini, maka tegangan yang timbul pada permukaan tanah pada saat terjadi gangguan ke tanah akan terdistribusi merata. Pada pentanahan sistem grid simetri ini apabila jumlah elektroda pentanahan yang membentuk grid (kisi-kisi) menjadi banyak, maka akan menyerupai bentuk pelat dan yang optimum untuk memperoleh nilai tahanan pentanahan yang kecil (Tadjuddin, dkk, 2000) Pentanahan sistem grid tak simetri Pentanahan dengan sistem grid tak simetri ini pada perinsipnya sama dengan pentanahan sistem grid simetri. Perbedaannya hanya pada distribusi konduktor kisi-kisi (konduktor paralel yang membentuk grid ) tidak sama jaraknya untuk satu sisi. Penetapan konduktor paralel yang pertama selalu dimulai pada pertengahan daerah pentanahan. Dengan sistem grid tak simetri ini akan menyebabkan arus terdistribusi dengan baik sehingga tegangan permukaan yang timbul pada saat terjadi gangguan ke tanah menjadi lebih rendah (Tadjuddin, dkk, 2000) Tahanan Tubuh Manusia Tahanan tubuh manusia berkisar diantara 500 ohm sampai ohm tergantung dari tegangan, keadaan kulit pada tempat yang mengadakan hubungan kontak dan jalannya arus dalam tubuh. Kulit yang terdiri dari lapisan tanduk mempunyai tahanan yang tinggi, tetapi terhadap tegangan yang tinggi kulit yang menyentuh konduktor langsung terbakar, sehingga tahanan dari kulit ini tidak berarti apa-apa. Tahanan tubuh manusia ini yang dapat membatasi arus. Berdasarkan hasil penyelidikan oleh para ahli, maka sebagai pendekatan diambil nilai tahanan tubuh manusia sebesar 1000 ohm (Hutauruk, 1999).

18 Arus Melalui Tubuh Manusia Kemampuan tubuh manusia terhadap besarnya arus yang mengalir di dalamnya terbatas dan lamanya arus yang masih dapat ditahan oleh tubuh mannusia sampai batas yang belum membahayakan sukar ditetapkan. Apabila arus yang melewati tubuh manusia lebih besar dari arus yang mempengaruhi otot dapat mengakibatkan orang menjadi pingsan bahkan sampai meninggal, hal ini disebabkan arus listrik tersebut mempengaruhi jantung sehingga jantung berhenti bekerja dan peredaran darah tidak jalan. Adapun batas arus yang melewati tubuh manusia dan pengaruhnya yang telah dikemukakan oleh DR. Hans Prinz dapat dilihat pada Tabel 2.2. Tabel 2.2 Batasan-batasan arus dan pengaruhnya pada manusia (Hutauruk, 1999). Besar Arus Pengaruh pada tubuh manusia 0 0,9 ma Belum dirasakan pengaruhnya,tidak menimbulkan reaksi apaapa. 0,9 1,2 ma Baru adanya terasa adanya arus listrik, tetapi tidak menimbulkan akibat kejang, kontraksi atau kehilangan kontrol. 1,2 1,6 ma Mulai terasa seakan-akan ada yang merayap di dalam tangan. 1,6 6,0 ma Tangan sampai ke siku merasa kesemutan 6,0 8,0 ma Tangan mulai kaku, rasa kesemutan semakin bertambah 13 15,0 ma Rasa sakit tidak tertahankan, penghantar masih dapat melepaskan dengan gaya yang besar sekali ma Otot tidak sanggup lagi melepaskan penghantar 20 50,0 ma Dapat mengakibatkan kerusakan pada tubuh manusia ,0 ma Batas arus yang dapat menyebabkan kematian Tegangan Sentuh Tegangan mesh merupakan salah satu bentuk tegangan sentuh. Tegangan mesh didefinisikan sebagai tegangan peralatan yang diketanahkan terhadap tengah-tengah daerah yang dibentuk konduktor kisi-kisi selama gangguan petir. Tegangan mesh ini menyatakan tegangan tertinggi yang mungkin timbul sebagai tegangan sentuh dan inilah yang diambil sebagai tegangan untuk disain aman (Hutauruk, 1999). Contoh dari tegangan sentuh pada saat seseorang menyentuh peralatan dapat dilihat pada Gambar 2.10.

19 23 Gambar 2.10 Tegangan sentuh yang terjadi pada saat seseorang menyentuh peralatan yang diketanahkan (sumber : IEEE, Standard ) Gambar 2.10 menunjukkan tegangan sentuh yang terjadi pada seseorang menyentuh peralatan, I f merupakan arus petir, I g merupakan arus grid, R B tahanan tubuh manusia, I b merupakan arus yang melalui tubuh manusia, H merupakan tangan yang menyentuh langsung menara transmisi dan F merupakan jarak antar kaki manusia. Tegangan mesh secara pendekatan sama dengan ρ x i, dimana ρ tahanan jenis tanah dalam ohm-meter dan i arus yang melalui konduktor kisi-kisi. Tetapi tahanan jenis tanah nyatanya tidak merata, demikian juga arus i tidak sama pada semua konduktor kisi-kisi. Oleh karena itu untuk mencakup pengaruh-pengaruh jumlah konduktor parallel (n), jarak-jarak kondukor parallel (D), diameter konduktor (d) dan kedalaman penanaman (h) tegangan sentuh dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan (2.10) (IEEE, Standard ) : E m = ρi GK m K i L c + 1,15 L r...(2.10) Untuk perhitungan mencari nilai faktor koreksi (K m ) digunakan Persamaan (2.11) (IEEE, Standard ) : K m = 1 2π ln D 2 + (D+2h)2 16hd 8Dd - h 4d + K ii K h ln 8 π(2n-1)...(2.11)

20 24 Dimana, K ii = 1 Dengan rod K h = 1+ h h 0...(2.12) K i = 0, ,172 n...(2.13) Keterangan : ρ = Tahanan jenis rata tanah (Ω-m) I G = Besar arus menuju konduktor grid (A) K m = Faktor koreksi dari tegangan grid K i = Faktor koreksi yang terjadi saat peningkatan arus ekstrimitas pada grid L c = Total panjang konduktor grid (m) L r = Total panjang dari batang rod (m) Em = Tegangan sentuh yang terjadi pada grid ( V ) K ii = Faktor koreksi berat efek dari konduktor pada bagian dalam dan pojok grid K h = Faktor koreksi berat pada tekanan dari efek kedalaman grid D h = Jarak antara konduktor parallel pada kisi-kisi grid (m) = Kedalaman penanaman konduktor (m) h 0 = Konstanta kedalaman tanah grid (1 m) n n d = Jumlah konduktor parallel dalam kisi-kisi utama = n 1 x n 2 untuk menghitung nilai K m dan K i dalam menghitung tegangan sentuh = Diameter konduktor kisi-kisi grid (m) Tabel 2.3 Tegangan sentuh yang dizinkan (IEEE, Standard ) Lama Gangguan ( t, detik ) Tegangan Sentuh (Volt) 0, , , , , , , ,0 362

21 Tegangan Langkah Tegangan langkah adalah perbedaan tegangan yang terdapat diantara kedua kaki bila manusia berjalan di atas tanah sistem pentanahan pada keadaan terjadi gangguan petir (Hutauruk, 1999). Dalam hal ini dimisalkan jarak antara kedua kaki orang adalah 1 meter dan diameter kaki dimisalkan 8 cm dalam keadaan tidak memakai sepatu. Contoh tegangan langkah pada seserorang yang sedang berada di atas sistem pentanahan dapat dilihat pada Gambar Gambar 2.11 Tegangan langkah yang terjadi pada saat seseorang melangkah pada areal grid yang ditanam (sumber : IEEE, Standard ) Gambar 2.11 menunjukkan tegangan langkah yang terjadi pada seseorang saat berjalan di atas tanah sistem pentanahan, I f merupakan arus petir, I g merupakan arus grid, I b merupakan arus yang melalui tubuh manusia dan F merupakan jarak antara kaki manusia. Tegangan langkah dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan (2.14) (IEEE, Standard ) : Es = ρ I G K s K i L...(2.14) Untuk mencari faktor koreksi tegangan langkah (K s ) digunakan Persamaan (2.15) (IEEE, Standard ) : K s = 1 π 1 2h + 1 D+h + 1 D 1-0,5n-2...(2.15)

22 26 Keterangan : Es = Tegangan langkah yang terjadi pada grid ( V ) ρ = Tahanan jenis rata tanah (Ω-m) I G = Besar arus menuju konduktor grid (A) K s = Faktor koreksi dari tegangan langkah K i = Faktor koreksi yang terjadi saat peningkatan arus ekstrimitas pada grid L = Jumlah total panjang konduktor batang rod (m) n = Jumlah konduktor parallel dalam kisi-kisi utama n 1 dan n 2 yang terbesar digunakan pada K s dan K i dalam menghitung tegangan langkah D = Jarak antara konduktor parallel pada kisi-kisi grid (m) h = Kedalaman penanaman konduktor (m) Tabel 2.4 Tegangan langkah yang dizinkan (IEEE, Standard ) Lama Gangguan ( t, detik ) Tegangan Sentuh (Volt) 0, , , , , , , , Probabilitas Arus Petir Besar tegangan yang timbul pada menara transmisi tergantung pada puncak, kecuraman dan waktu muka gelombang petir. Hubungan antara puncak arus petir dan seringnya terjadi sambaran dapat dilihat pada Tabel 2.5. Hubungan antara risetime gelombang petir dan probabilitas kejadian dapat dilihat pada Tabel 2.6.

23 27 Tabel 2.5 Hubungan antara arus petir dan seringnya terjadi sambaran (Hutauruk, 1991) Arus Puncak Petir (ka) Probabilitas kejadian (%) , , ,3 Tebel 2.6 Hubungan antara risetime gelombang petir dan probabilitas kejadian (Hutauruk, 1991) Muka Gelombang Petir (μs) Probabilitas kejadian (%) 0,5 7 1,0 23 1,5 22 2, Probabilitas Kumulatif Menentukan probabilitas timbulnya tegangan sentuh dan tegangan langkah menggunakan fungsi probabilitas kumulatif terjadinya arus petir. Fungsi probabilitas kumulatif digunakan untuk menyatakan jumlah dari seluruh nilai fungsi probabilitas yang lebih kecil atau sama dengan suatu nilai yang ditetapkan. Secara matematis, fungsi probabilitas kumulatif dapat ditulis seperti Persamaan 2.16 ( ) = ( ) = ( )...(2.16) Dengan ( ) = ( ) menyatakan fungsi probabilitas kumulatif pada titik X = x yang merupakan jumlah dari seluruh nilai X sama atau kurang dari x. Sedangkan pada probabilitas kumulatif acak kontinu ditentukan dengan fungsi integral, seperti ditunjukan pada Persamaan ( ) = ( ) = ( ) ~...(2.17)

24 28 Gambar 2.12 menunjukkan contoh grafik dari sebuah fungsi probabilitas kumulatif. Gambar 2.12 Contoh grafik fungsi probabilitas kumulatif

BAB II TEGANGAN LEBIH SURYA PETIR. dibangkitkan dalam bagian awan petir yang disebut cells. Pelepasan muatan ini

BAB II TEGANGAN LEBIH SURYA PETIR. dibangkitkan dalam bagian awan petir yang disebut cells. Pelepasan muatan ini BAB II TEGANGAN LEBIH SURYA PETIR 2.1. UMUM Petir merupakan peristiwa pelepasan muatan listrik statik di udara yang dibangkitkan dalam bagian awan petir yang disebut cells. Pelepasan muatan ini dapat terjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Pentanahan Sistem pentanahan mulai dikenal pada tahun 1900. Sebelumnya sistemsistem tenaga listrik tidak diketanahkan karena ukurannya masih kecil dan tidak membahayakan.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Sistem Pembumian Gardu Induk Menentukan sistem pembumian gardu induk yang berfungsi dengan baik dari keseluruhan pemasangan pembumian dan mempunyai arti untuk mengalirkan arus

Lebih terperinci

Jenis-Jenis Elektroda Pentanahan. Oleh Maryono

Jenis-Jenis Elektroda Pentanahan. Oleh Maryono Jenis-Jenis Elektroda Pentanahan Oleh Maryono Jenis-Jenis Elektroda Pentanahan Elektroda Batang (Rod) Elektroda Pita Elektroda Pelat Elektroda Batang (Rod) ialah elektroda dari pipa atau besi baja profil

Lebih terperinci

PERBEDAAN PENAMBAHAN GARAM DENGAN PENAMBAHAN BENTONIT TERHADAP NILAI TAHANAN PENTANAHAN PADA SISTEM PENTANAHAN. IGN Janardana

PERBEDAAN PENAMBAHAN GARAM DENGAN PENAMBAHAN BENTONIT TERHADAP NILAI TAHANAN PENTANAHAN PADA SISTEM PENTANAHAN. IGN Janardana PERBEDAAN PENAMBAHAN GARAM DENGAN PENAMBAHAN BENTONIT TERHADAP NIAI TAHANAN PENTANAHAN PADA SISTEM PENTANAHAN Staf Pengajar Program Studi Teknik Elektro, Universitas Udayana ABSTRAK Tahanan pentanahan

Lebih terperinci

ANALISIS PENAMBAHAN LARUTAN BENTONIT DAN GARAM UNTUK MEMPERBAIKI TAHANAN PENTANAHAN ELEKTRODA PLAT BAJA DAN BATANG

ANALISIS PENAMBAHAN LARUTAN BENTONIT DAN GARAM UNTUK MEMPERBAIKI TAHANAN PENTANAHAN ELEKTRODA PLAT BAJA DAN BATANG JETri, Volume 13, Nomor 2, Februari 2016, Halaman 61-72, ISSN 1412-0372 ANALISIS PENAMBAHAN LARUTAN BENTONIT DAN GARAM UNTUK MEMPERBAIKI TAHANAN PENTANAHAN ELEKTRODA PLAT BAJA DAN BATANG Ishak Kasim, David

Lebih terperinci

BAB II PENANGKAL PETIR DAN ARUS PETIR. dan dari awan ke awan yang berbeda muatannya. Petir biasanya menyambar objek yang

BAB II PENANGKAL PETIR DAN ARUS PETIR. dan dari awan ke awan yang berbeda muatannya. Petir biasanya menyambar objek yang BAB II PENANGKAL PETIR DAN ARUS PETIR II. 1 PETIR Peristiwa petir adalah gejala alam yang tidak bisa dicegah oleh manusia. Petir merupakan suatu peristiwa pelepasan muatan listrik dari awan yang bermuatan

Lebih terperinci

BAB II PEMBUMIAN PERALATAN LISTRIK DENGAN ELEKTRODA BATANG. Tindakan-tindakan pengamanan perlu dilakukan pada instalasi rumah tangga

BAB II PEMBUMIAN PERALATAN LISTRIK DENGAN ELEKTRODA BATANG. Tindakan-tindakan pengamanan perlu dilakukan pada instalasi rumah tangga BAB II PEMBUMIAN PERALATAN LISTRIK DENGAN ELEKTRODA BATANG II.1. Umum (3) Tindakan-tindakan pengamanan perlu dilakukan pada instalasi rumah tangga untuk menjamin keamanan manusia yang menggunakan peralatan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengumpulan Data Dari hasil data yang di peroleh saat melakukan penelitian di dapat seperti pada table berikut ini. Tabel 4.1 Hasil penelitian Tahanan (ohm) Titik A Titik

Lebih terperinci

Pengaruh Umur Pada Beberapa Volume PENGARUH UMUR PADA BEBERAPA VOLUME ZAT ADITIF BENTONIT TERHADAP NILAI TAHANAN PENTANAHAN

Pengaruh Umur Pada Beberapa Volume PENGARUH UMUR PADA BEBERAPA VOLUME ZAT ADITIF BENTONIT TERHADAP NILAI TAHANAN PENTANAHAN PENGARUH UMUR PADA BEBERAPA VOUME ZAT ADITIF BENTONIT TERHADAP NIAI TAHANAN PENTANAHAN IGN Staf Pengajar Program Studi Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Udayana Kampus Bukit Jimbaran Bali ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Pentanahan Sistem pentanahan adalah sistem hubungan penghantar yang menghubungkan sistem, badan peralatan, dan instalasi dengan bumi atau tanah sehingga dapat mengamankan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mutakhir (State of The Art Review) Penelitian mengenai kawat tanah pada jaringan distribusi tegangan menengah saat ini telah banyak dilakukan. Beberapa penelitian yang

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI EVALUASI KEAMANAN PADA SISTEM PENTANAHAN GARDU INDUK 150 KV JAJAR. Diajukan oleh: HANGGA KARUNA D JURUSAN TEKNIK ELEKTRO

NASKAH PUBLIKASI EVALUASI KEAMANAN PADA SISTEM PENTANAHAN GARDU INDUK 150 KV JAJAR. Diajukan oleh: HANGGA KARUNA D JURUSAN TEKNIK ELEKTRO NASKAH PUBLIKASI EVALUASI KEAMANAN PADA SISTEM PENTANAHAN GARDU INDUK 150 KV JAJAR Diajukan oleh: HANGGA KARUNA D 400 100 002 JURUSAN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2014

Lebih terperinci

Probabilitas Tegangan Sentuh dan Tegangan Langkah di Lokasi Rencana Gardu Induk 500 kv Antosari

Probabilitas Tegangan Sentuh dan Tegangan Langkah di Lokasi Rencana Gardu Induk 500 kv Antosari Teknologi Elektro, Vol. 15, No. 1, Januari-Juni 2016 1 Probabilitas Tegangan Sentuh dan Tegangan Langkah di Lokasi Rencana Gardu Induk 500 kv ntosari bdul Latif 1, Wayan Gede riastina 2, I Nyoman Setiawan

Lebih terperinci

BAB II IMPEDANSI SURJA MENARA DAN KAWAT TANAH

BAB II IMPEDANSI SURJA MENARA DAN KAWAT TANAH BAB II IMPEDANSI SURJA MENARA DAN KAWAT TANAH II. 1 TEORI GELOMBANG BERJALAN II.1.1 Pendahuluan Teori gelombang berjalan pada kawat transmisi telah mulai disusun secara intensif sejak tahun 1910, terlebih-lebih

Lebih terperinci

EKSERGI Jurnal Teknik Energi Vol 11 No. 1 Januari 2015; 23 28

EKSERGI Jurnal Teknik Energi Vol 11 No. 1 Januari 2015; 23 28 EKSERGI Jurnal Teknik Energi Vol 11 No. 1 Januari 2015; 23 28 ANALISIS PENGARUH KEDALAMAN PENANAMAN ELEKTRODA PEMBUMIAN SECARA HORIZONTAL TERHADAP NILAI TAHANAN PEMBUMIAN PADA TANAH LIAT DAN TANAH PASIR

Lebih terperinci

BAB 10 SISTEM PENTANAHAN JARINGAN DISTRIBUSI

BAB 10 SISTEM PENTANAHAN JARINGAN DISTRIBUSI 167 SISTEM PENTANAHAN JARINGAN DISTRIBUSI BAB 10 SISTEM PENTANAHAN JARINGAN DISTRIBUSI A. Pendahuluan Sistem pentanahan pada jaringan distribusi digunakan sebagai pengaman langsung terhadap peralatan dan

Lebih terperinci

EVALUASI SISTEM PEMBUMIAN GARDU INDUK BELAWAN

EVALUASI SISTEM PEMBUMIAN GARDU INDUK BELAWAN Laporan Penelitian EVALUASI SISTEM PEMBUMIAN GARDU INDUK BELAWAN Oleh : Ir. Leonardus Siregar, MT Dosen Tetap Fakultas Teknik LEMBAGA PENELITIAN UNIVERSITAS HKABP NOMMENSEN MEDAN 2012 1 EVALUASI SISTEM

Lebih terperinci

BAB II GANGGUAN TEGANGAN LEBIH PADA SISTEM TENAGA LISTRIK

BAB II GANGGUAN TEGANGAN LEBIH PADA SISTEM TENAGA LISTRIK BAB II GANGGUAN TEGANGAN LEBIH PADA SISTEM TENAGA LISTRIK 2.1 Umum Pada dasarnya suatu gangguan ialah setiap keadaan sistem yang menyimpang dari normal. Gangguan yang terjadi pada waktu sistem tenaga listrik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada gardu induk harus memiliki sistem pembumian yang handal yang

BAB I PENDAHULUAN. Pada gardu induk harus memiliki sistem pembumian yang handal yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada gardu induk harus memiliki sistem pembumian yang handal yang memenuhi standard aman bagi manusia dan peralatan yang berada di area gardu induk. Sistem pembumian

Lebih terperinci

SISTEM PENTANAHAN PADA GARDU INDUK

SISTEM PENTANAHAN PADA GARDU INDUK SISTEM PENTANAHAN PADA GARDU INDUK Latar Belakang Secara umum pentanahan adalah melakukan koneksi sirkuit atau peralatan ke bumi. Sistem pentanahan yang kurang baik dapat menyebabkan penurunan kualitas

Lebih terperinci

PENGARUH PASIR - GARAM, AIR KENCING SAPI, BATU KAPUR HALUS DAN KOTORAN AYAM TERNAK TERHADAP NILAI TAHANAN PEMBUMIAN PADA SAAT KONDISI TANAH BASAH

PENGARUH PASIR - GARAM, AIR KENCING SAPI, BATU KAPUR HALUS DAN KOTORAN AYAM TERNAK TERHADAP NILAI TAHANAN PEMBUMIAN PADA SAAT KONDISI TANAH BASAH PENGARUH PASIR - GARAM, AIR KENCING SAPI, BATU KAPUR HALUS DAN KOTORAN AYAM TERNAK TERHADAP NILAI TAHANAN PEMBUMIAN PADA SAAT KONDISI TANAH BASAH Oleh : Sugeng Santoso, Feri Yulianto Abstrak Sistem pembumian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Umum Lightning Arrester merupakan alat proteksi peralatan listrik terhadap tegangan lebih yang disebabkan oleh petir atau surja hubung (switching surge). Alat ini bersifat

Lebih terperinci

3. Perhitungan tahanan pembumian satu elektroda batang. Untuk menghitung besarnya tahanan pembumian dengan memakai rumus :

3. Perhitungan tahanan pembumian satu elektroda batang. Untuk menghitung besarnya tahanan pembumian dengan memakai rumus : 3. Perhitungan tahanan pembumian satu elektroda batang. Untuk menghitung besarnya tahanan pembumian dengan memakai rumus : R = Dimana : = tahanan jenbis tanah ( ) L = Panjang elektroda batang (m) A = Jari-jari

Lebih terperinci

BAB III PELINDUNG SALURAN TRANSMISI. keamanan sistem tenaga dan tak mungkin dihindari, sedangkan alat-alat

BAB III PELINDUNG SALURAN TRANSMISI. keamanan sistem tenaga dan tak mungkin dihindari, sedangkan alat-alat BAB III PELINDUNG SALURAN TRANSMISI Seperti kita ketahui bahwa kilat merupakan suatu aspek gangguan yang berbahaya terhadap saluran transmisi yang dapat menggagalkan keandalan dan keamanan sistem tenaga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Pentanahan 1 Sistem pentanahan mulai dikenal pada tahun 1900 Sebelumnya sistemsistem tenaga listrik tidak diketanahkan karena ukurannya masih kecil dan tidak membahayakan.

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI SISTEM PENTANAHAN GRID PADA TOWER TRANSMISI 150 KV

IMPLEMENTASI SISTEM PENTANAHAN GRID PADA TOWER TRANSMISI 150 KV IMPLEMENTASI SISTEM PENTANAHAN GRID PADA TOWER TRANSMISI 150 KV ( Aplikasi Pada Tower Transmisi 150 kv Antara Gardu Induk Indarung Dengan Gardu Induk Bungus) Dea Ofika Yudha (1), Ir. Arnita, M. T (2),

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori A. Fenomena Petir Proses awal terjadi petir disebabkan karena adanya awan bermuatan di atas bumi. Pembentukan awan bermuatan disebabkan karena adanya kelembaban

Lebih terperinci

Departemen Teknik Elektro Universitas Indonesia

Departemen Teknik Elektro Universitas Indonesia Departemen Teknik Elektro Universitas Indonesia April, 2011 TUJUAN PENTANAHAN Keamanan Bagi Manusia Jalur Bagi Arus Gangguan Proteksi Peralatan Safety Bagi Manusia Melindungi Manusia dari Bahaya Kejutan

Lebih terperinci

Politeknik Negeri Sriwijaya

Politeknik Negeri Sriwijaya Politeknik Negeri Sriwijaya BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Memperhatikan masalah keamanan baik terhadap peralatan dan pekerjaan, maka diperlukan usaha untuk membuat suatu sistem keamanan yang bisa melindungi

Lebih terperinci

Kata Kunci Pentanahan, Gardu Induk, Arus Gangguan Ketanah, Tegangan Sentuh, Tegangan Langkah, Tahanan Pengetanahan. I. PENDAHULUAN

Kata Kunci Pentanahan, Gardu Induk, Arus Gangguan Ketanah, Tegangan Sentuh, Tegangan Langkah, Tahanan Pengetanahan. I. PENDAHULUAN PERANCANGAN SISTEM PENGETANAHAN PERALATAN DI GARDU INDUK PLTU IPP (INDEPENDENT POWER PRODUCER) KALTIM 3 Jovie Trias Agung N¹, Drs. Ir. Moch. Dhofir, MT.², Ir. Soemarwanto, M.T.³ ¹Mahasiswa Teknik Elektro,

Lebih terperinci

ADALAH PENGHANTAR YG DITANAM DALAM BUMI DAN MEMBUAT KONTAK LANGSUNG DGN BUMI

ADALAH PENGHANTAR YG DITANAM DALAM BUMI DAN MEMBUAT KONTAK LANGSUNG DGN BUMI HASBULLAH, MT ADALAH PENGHANTAR YG DITANAM DALAM BUMI DAN MEMBUAT KONTAK LANGSUNG DGN BUMI PENGHANTAR BUMI YG TIDAK BERISOLASI YG DITANAM DALM BUMI DIANGGAP SEBAGI BAGIAN DARI ELEKTRODA BUMI ELEKTODA PITA,

Lebih terperinci

OPTIMASI JARAK MAKSIMUM PENEMPATAN LIGHTNING ARRESTER SEBAGAI PROTEKSI TRANSFORMATOR PADA GARDU INDUK. Oleh : Togar Timoteus Gultom, S.

OPTIMASI JARAK MAKSIMUM PENEMPATAN LIGHTNING ARRESTER SEBAGAI PROTEKSI TRANSFORMATOR PADA GARDU INDUK. Oleh : Togar Timoteus Gultom, S. OPTIMASI JARAK MAKSIMUM PENEMPATAN LIGHTNING ARRESTER SEBAGAI PROTEKSI TRANSFORMATOR PADA GARDU INDUK Oleh : Togar Timoteus Gultom, S.T, MT ABSTRAK Tegangan lebih adalah tegangan yang hanya dapat ditahan

Lebih terperinci

Satellite SISTEM PENTANAHAN MARYONO, MT

Satellite SISTEM PENTANAHAN MARYONO, MT Satellite SISTEM PENTANAHAN MARYONO, MT Sistem pentanahan Sistem pentanahan atau biasa disebut sebagai grounding system adalah sistem pengamanan terhadap perangkat - perangkat yang mempergunakan listrik

Lebih terperinci

PEMODELAN PERLINDUNGAN GARDU INDUK DARI SAMBARAN PETIR LANGSUNG DI PT. PLN (PERSERO) GARDU INDUK 150 KV NGIMBANG-LAMONGAN

PEMODELAN PERLINDUNGAN GARDU INDUK DARI SAMBARAN PETIR LANGSUNG DI PT. PLN (PERSERO) GARDU INDUK 150 KV NGIMBANG-LAMONGAN PEMODELAN PERLINDUNGAN GARDU INDUK DARI SAMBARAN PETIR LANGSUNG DI PT. PLN (PERSERO) GARDU INDUK 150 KV NGIMBANG-LAMONGAN Oleh : Nina Dahliana Nur 2211106015 Dosen Pembimbing : 1. I Gusti Ngurah Satriyadi

Lebih terperinci

STUDI PENGARUH KONFIGURASI 1 PERALATAN PADA SALURAN DISTRIBUSI 20 KV TERHADAP PERFORMA PERLINDUNGAN PETIR MENGGUNAKAN SIMULASI ATP/EMTP

STUDI PENGARUH KONFIGURASI 1 PERALATAN PADA SALURAN DISTRIBUSI 20 KV TERHADAP PERFORMA PERLINDUNGAN PETIR MENGGUNAKAN SIMULASI ATP/EMTP STUDI PENGARUH KONFIGURASI 1 PERALATAN PADA SALURAN DISTRIBUSI 20 KV TERHADAP PERFORMA PERLINDUNGAN PETIR MENGGUNAKAN SIMULASI ATP/EMTP Oleh : Augusta Wibi Ardikta 2205.100.094 Dosen Pembimbing : 1. I

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Pentanahan Sistem pentanahan mulai dikenal pada tahun 1900 sebelumnya sistem sistem tenaga listrik tidak diketanahkan karena ukurannya masih kecil dan tidak membahayakan.

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI SISTEM PENTANAHAN GRID PADA TOWER TRANSMISI 150 KV (APLIKASI PADA TOWER SUTT 150 KV TOWER 33)

IMPLEMENTASI SISTEM PENTANAHAN GRID PADA TOWER TRANSMISI 150 KV (APLIKASI PADA TOWER SUTT 150 KV TOWER 33) IMPLEMENTASI SISTEM PENTANAHAN GRID PADA TOWER TRANSMISI 150 KV (APLIKASI PADA TOWER SUTT 150 KV TOWER 33) Ija Darmana a, Dea Ofika Yudha b, Erliwati c a Staf Pengajar Jurusan Teknik Elektro Universitas

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR GANGGUAN PETIR

BAB II TEORI DASAR GANGGUAN PETIR BAB II TEORI DASAR GANGGUAN PETIR II.1 Umum Gangguan petir pada saluran transmisi adalah gangguan akibat sambaran petir pada saluran transmisi yang dapat menyebabkan terganggunya saluran transmisi dalam

Lebih terperinci

Analisis Perbandingan Nilai Tahanan Pembumian Pada Tanah Basah, Tanah Berpasir dan Tanah Ladang

Analisis Perbandingan Nilai Tahanan Pembumian Pada Tanah Basah, Tanah Berpasir dan Tanah Ladang Analisis Perbandingan Nilai Tahanan Pembumian Pada Tanah Basah, Tanah Berpasir dan Tanah Ladang Sudaryanto Fakultas Teknik, Universitas Islam Sumatera Utara Jl. SM. Raja Teladan, Medan Abstrak Sistem pembumian

Lebih terperinci

Politeknik Negeri Sriwijaya

Politeknik Negeri Sriwijaya 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Salah satu faktor kunci dalam setiap pengamanan atau perlindungan rangkaian listrik baik keamanan bagi peralatan maupun keamanan bagi manusia adalah dengan cara menghubungkan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. adanya pengukuran, maka dapat diketahui seberapa besar nilai tahanan pembumian di

BAB II DASAR TEORI. adanya pengukuran, maka dapat diketahui seberapa besar nilai tahanan pembumian di BAB DASAR TEOR.1. Umum (1,) Pengukuran tahanan pembumian bertujuan untuk mendapatkan nilai tahanan pembumian yang diperlukan sebagai perlindungan pada instalasi listrik. Dengan adanya pengukuran, maka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terus berkembang dengan pesat dan besar. Apabila terjadi kesalahan di sistem tenaga

BAB I PENDAHULUAN. terus berkembang dengan pesat dan besar. Apabila terjadi kesalahan di sistem tenaga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem pentanahan adalah salah satu bagian dari sistem tenaga listrik, dengan pertumbuhan beban listrik yang terus meningkat menyebabkan sistem tenaga listrik terus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Dari beberapa macam peralatan pengaman jaringan tenaga listrik salah satu pengaman yang paling baik terhadap peralatan listrik dari gangguan seperti ataupun hubung singkat

Lebih terperinci

JOBSHEET PRAKTIKUM 6 WORKHSOP INSTALASI PENERANGAN LISTRIK

JOBSHEET PRAKTIKUM 6 WORKHSOP INSTALASI PENERANGAN LISTRIK JOBSHEET PRAKTIKUM 6 WORKHSOP INSTALASI PENERANGAN LISTRIK I. Tujuan 1. Mahasiswa mengetahui tentang pengertian dan fungsi dari elektrode bumi. 2. Mahasiswa mengetahui bagaimana cara dan aturan-aturan

Lebih terperinci

PENGARUH PERISAI PELAT LOGAM TERHADAP INDUKSI TEGANGAN SURJA PETIR PADA INSTALASI TEGANGAN RENDAH

PENGARUH PERISAI PELAT LOGAM TERHADAP INDUKSI TEGANGAN SURJA PETIR PADA INSTALASI TEGANGAN RENDAH PENGARUH PERISAI PELAT LOGAM TERHADAP INDUKSI TEGANGAN SURJA PETIR PADA INSTALASI TEGANGAN RENDAH Eykel Boy Suranta Ginting, Hendra Zulkarnaen Konsentrasi Teknik Energi Listrik, Departemen Teknik Elektro

Lebih terperinci

SIMULASI PENGARUH KEDALAMAN PENANAMAN DAN JARAK ELEKTRODA TAMBAHAN TERHADAP NILAI TAHANAN PEMBUMIAN. Mohamad Mukhsim, Fachrudin, Zeni Muzakki Fuad

SIMULASI PENGARUH KEDALAMAN PENANAMAN DAN JARAK ELEKTRODA TAMBAHAN TERHADAP NILAI TAHANAN PEMBUMIAN. Mohamad Mukhsim, Fachrudin, Zeni Muzakki Fuad SIMULASI PENGARUH KEDALAMAN PENANAMAN DAN JARAK ELEKTRODA TAMBAHAN TERHADAP NILAI TAHANAN PEMBUMIAN Mohamad Mukhsim, Fachrudin, Zeni Muzakki Fuad ABSTRAK Untuk mendapatkan hasil pembumian yang baik harus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sistem pentanahan merupakan sistem pengamanan terhadap perangkatperangkat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sistem pentanahan merupakan sistem pengamanan terhadap perangkatperangkat BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Sistem Pentanahan Sistem pentanahan merupakan sistem pengamanan terhadap perangkatperangkat yang mempergunakan listrik sebagai sumber tenaga, dari lonjakan listrik

Lebih terperinci

BAB II SISTEM PEMBUMIAN INSTALASI RUMAH TANGGA. Instalasi listrik merupakan susunan perlengkapan-perlengkapan listrik yang

BAB II SISTEM PEMBUMIAN INSTALASI RUMAH TANGGA. Instalasi listrik merupakan susunan perlengkapan-perlengkapan listrik yang BAB II SISTEM PEMBUMIAN INSTALASI RUMAH TANGGA II.1 Umum 2 Instalasi listrik merupakan susunan perlengkapan-perlengkapan listrik yang saling berhubungan serta memiliki ciri terkoordinasi untuk memenuhi

Lebih terperinci

Analisis Pengaruh Resistansi Pentanahan Menara Terhadap Terjadinya Back Flashover

Analisis Pengaruh Resistansi Pentanahan Menara Terhadap Terjadinya Back Flashover Analisis Pengaruh Resistansi Pentanahan Menara Terhadap Terjadinya Back Flashover oleh : Putra Rezkyan Nash 2205100063 Dosen Pembimbing : 1. I G N Satriyadi H,ST,MT. 2. Dr.Eng.I Made Yulistya N,ST,M.Sc.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Dalam penelitian ini data yang diambil dari pengukuran

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Dalam penelitian ini data yang diambil dari pengukuran BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Dalam penelitian ini data yang diambil dari pengukuran Hambatan pentanahan kaki tower SUTT 150 KV transmisi Bantul Wates. Data penelitian tersebut

Lebih terperinci

Politeknik Negeri Sriwijaya

Politeknik Negeri Sriwijaya BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Petir Petir adalah sebuah cahaya yang terang benderang yang dihasilkan oleh tenaga listrik alam yang terjadi diantara awan awan atau awan ke tanah. Sering kali terjadi

Lebih terperinci

ANALISA PENGARUH JARAK DAN KEDALAMAN TERHADAP NILAI TAHANAN PEMBUMIAN DENGAN 2 ELEKTRODA BATANG

ANALISA PENGARUH JARAK DAN KEDALAMAN TERHADAP NILAI TAHANAN PEMBUMIAN DENGAN 2 ELEKTRODA BATANG ANALISA PENGARUH JARAK DAN KEDALAMAN TERHADAP NILAI TAHANAN PEMBUMIAN DENGAN 2 ELEKTRODA BATANG Wahyono *, Budhi Prasetiyo Teknik Mesin Politeknik Negeri Semarang Jl. Prof Sudarto, SH Tembalang Semarang

Lebih terperinci

Hasrul, Evaluasi Sistem Pembumian Instalasi Listrik Domestik di Kabupaten Barru

Hasrul, Evaluasi Sistem Pembumian Instalasi Listrik Domestik di Kabupaten Barru Hasrul, Evaluasi Sistem Pembumian Instalasi Listrik Domestik di Kabupaten Barru MEDIA ELEKTRIK, Volume 5, Nomor 1, Juni 2010 EVALUASI SISTEM PEMBUMIAN INSTALASI LISTRIK DOMESTIK DI KABUPATEN BARRU Hasrul

Lebih terperinci

Perancangan Sistem Penangkal Petir Batang Tegak Tunggal, Tugas Akhir BAB II TEORI DASAR

Perancangan Sistem Penangkal Petir Batang Tegak Tunggal, Tugas Akhir BAB II TEORI DASAR BAB II TEORI DASAR 2.1 Proses terjadinya sambaran petir Proses pelepasan muatan antara awan dan bumi sama seperti peristiwa tembus antara dua buah elektroda. Agar terjadi pelepasan muatan, perbedaan tegangan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan mulai bulan september 2013 sampai dengan bulan maret

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan mulai bulan september 2013 sampai dengan bulan maret 41 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan september 2013 sampai dengan bulan maret 2014 dengan mengambil tempat di Gedung UPT TIK UNILA. 3.2

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam merencanakan suatu sistem pengaman (Proteksi) yang ada

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam merencanakan suatu sistem pengaman (Proteksi) yang ada BAB II LANDASAN TEORI II.1. Tegangan Lebih Dalam merencanakan suatu sistem pengaman (Proteksi) yang ada hubungannya dengan tenaga atau arus listrik, maka perlu diperhatikan keadaan peralatan itu pada waktu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gardu induk maka tenaga listrik tidak dapat disalurkan. Sehingga pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. gardu induk maka tenaga listrik tidak dapat disalurkan. Sehingga pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gardu Induk merupakan bagian vital dari sistem tenaga listrik, tanpa adanya gardu induk maka tenaga listrik tidak dapat disalurkan. Sehingga pembangunan suatu gardu

Lebih terperinci

Politeknik Negeri Sriwijay A BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Politeknik Negeri Sriwijay A BAB II TINJAUAN PUSTAKA Politeknik Negeri Sriwijay A BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gardu Induk Gardu induk adalah suatu instalasi yang terdiri dari peralatan listrik yang merupakan pusat beban yang diambil untuk menghubungkan sistem

Lebih terperinci

KONDUKTOR ALUMUNIUM PADA SISTEM GROUNDING. Galuh Renggani Wilis Dosen Prodi Teknik Mesin Universitas Pancasakti Tegal

KONDUKTOR ALUMUNIUM PADA SISTEM GROUNDING. Galuh Renggani Wilis Dosen Prodi Teknik Mesin Universitas Pancasakti Tegal KONDUKTOR ALUMUNIUM PADA SISTEM GROUNDING Galuh Renggani Wilis Dosen Prodi Teknik Mesin Universitas Pancasakti Tegal Abstrak Grounding adalah sistem pengamanan terhadap perangkat-perangkat mempergunakan

Lebih terperinci

LEMBAR JUDUL LEMBAR PENGESAHAN

LEMBAR JUDUL LEMBAR PENGESAHAN DAFTAR ISI Hal LEMBAR JUDUL LEMBAR PENGESAHAN ABSTRAK... i ABSTRACT... iii KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR TABEL... xv BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Tinjauan

Lebih terperinci

JURNAL IPTEKS TERAPAN Research of Applied Science and Education V9.i1 ( )

JURNAL IPTEKS TERAPAN Research of Applied Science and Education V9.i1 ( ) IMPLEMENTASI SISTEM PENTANAHAN GRID PADA TOWER TRANSMISI 150 KV (APLIKASI PADA TOWER SUTT 150 KV TOWER 33) Ija Darmana *, Dea Ofika Yudha, Erliwati Staf Pengajar Jurusan Teknik Elektromedik Politeknik

Lebih terperinci

Perencanaan Sistem Pentanahan Tenaga Listrik Terintegrasi Pada Bangunan

Perencanaan Sistem Pentanahan Tenaga Listrik Terintegrasi Pada Bangunan Perencanaan Sistem Pentanahan Tenaga Listrik Terintegrasi Pada Bangunan Jamaaluddin 1) ; Sumarno 2) 1,2) Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Sidoarjo Jamaaluddin.dmk@gmail.com Abstrak - Syarat kehandalan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Alur Penelitian BAB III METODE PENELITIAN 1. Mulai Alur penelitian di mulai dengan mecari teori yang berkaitan dengan judul dan metode skripsi selengkap mungkin 2. Studi Teory Setelah mendapatkan teori

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Pembumian (Grounding System) Sistem pembumian adalah suatu rangkaian/jaringan mulai dari kutub pembumian /elektroda, hantaran penghubung/conductor sampai terminal pembumian

Lebih terperinci

Presented by dhani prastowo PRESENTASI FIELD PROJECT

Presented by dhani prastowo PRESENTASI FIELD PROJECT Presented by dhani prastowo 6408 030 033 PRESENTASI FIELD PROJECT Latar Belakang Masalah Kesimpulan dan Saran Identifikasi Masalah Isi Pengumpulan dan pengolahan data Tinjauan Pustaka Metodologi Penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum 1 Salah satu faktor kunci dalam setiap pengamanan atau perlindungan rangkaian listrik, baik keamanan bagi peralatan maupun keamanan bagi manusia.adalah dengan cara menghubungkan

Lebih terperinci

PERUBAHAN KONFIGURASI ELEKTRODE PENTANAHAN BATANG TUNGGAL UNTUK MEREDUKSI TAHANAN PENTANAHAN

PERUBAHAN KONFIGURASI ELEKTRODE PENTANAHAN BATANG TUNGGAL UNTUK MEREDUKSI TAHANAN PENTANAHAN PERUBAHAN KONFIGURASI ELEKTRODE PENTANAHAN BATANG TUNGGAL UNTUK MEREDUKSI TAHANAN PENTANAHAN Wiwik Purwati Widyaningsih Jurusan Teknik Mesin, Program Studi Teknik Konversi Energi Politeknik Negeri Semarang,

Lebih terperinci

SISTEM PEMBUMIAN PERALATAN RUANG STUDIO TEKNIK ARSITEKTUR GEDUNG B FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA JALAN PB. SUDIRMAN DENPASAR

SISTEM PEMBUMIAN PERALATAN RUANG STUDIO TEKNIK ARSITEKTUR GEDUNG B FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA JALAN PB. SUDIRMAN DENPASAR KARYA ILMIAH SISTEM PEMBUMIAN PERALATAN RUANG STUDIO TEKNIK ARSITEKTUR GEDUNG B FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA JALAN PB. SUDIRMAN DENPASAR oleh : I GUSTI NGURAH JANARDANA NIP. 196208151992031002 JURUSAN

Lebih terperinci

BAB II PEMAHAMAN TENTANG PETIR

BAB II PEMAHAMAN TENTANG PETIR BAB II PEMAHAMAN TENTANG PETIR 2.1 Pendahuluan Petir terjadi akibat perpindahan muatan negatif menuju ke muatan positif. Menurut batasan fisika, petir adalah lompatan bunga api raksasa antara dua massa

Lebih terperinci

PENGAMANAN TERHADAP TEGANGAN SENTUH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM PEMBUMIAN NETRAL ( TN ) DAN SISTEM PEMBUMIAN PENGAMAN ( TT ) DI AREA TANGERANG.

PENGAMANAN TERHADAP TEGANGAN SENTUH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM PEMBUMIAN NETRAL ( TN ) DAN SISTEM PEMBUMIAN PENGAMAN ( TT ) DI AREA TANGERANG. PENGAMANAN TERHADAP TEGANGAN SENTUH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM PEMBUMIAN NETRAL ( TN ) DAN SISTEM PEMBUMIAN PENGAMAN ( TT ) DI AREA TANGERANG. TUGAS AKHIR Diajukan Guna Memenuhi persyaratan Gelar Strata

Lebih terperinci

BAB II TEGANGAN TINGGI. sehingga perlu penjelasan khusus mengenai pengukuran ini. Ada tiga jenis tegangan

BAB II TEGANGAN TINGGI. sehingga perlu penjelasan khusus mengenai pengukuran ini. Ada tiga jenis tegangan BAB II TEGANGAN TINGGI 2.1 Umum Pengukuran tegangan tinggi berbeda dengan pengukuran tegangan rendah, sehingga perlu penjelasan khusus mengenai pengukuran ini. Ada tiga jenis tegangan tinggi yang akan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI 15 BAB III LANDASAN TEORI Tenaga listrik dibangkitkan dalam Pusat-pusat Listrik seperti PLTA, PLTU, PLTG, PLTP dan PLTD kemudian disalurkan melalui saluran transmisi yang sebelumnya terlebih dahulu dinaikkan

Lebih terperinci

JURNAL IPTEKS TERAPAN Research of Applied Science and Education V9.i2 ( )

JURNAL IPTEKS TERAPAN Research of Applied Science and Education V9.i2 ( ) IMPLEMENTASI SISTEM PENTANAHAN GRID PADA TOWER TRANSMISI 150 KV (APLIKASI PADA TOWER SUTT 150 KV TOWER 33) Ija Darmana *, Dea Ofika Yudha, Erliwati Staf Pengajar Jurusan Teknik Elektro Universitas Bung

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Tempat Penelitian Penelitian tugas akhir ini dilakukan di Gardu Induk 150 KV Teluk Betung Tragi Tarahan, Bandar Lampung, Provinsi Lampung. B. Data Penelitian Untuk mendukung terlaksananya

Lebih terperinci

2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Saluran Transmisi Saluran transmisi merupakan bagian dari sistem tenaga listrik yang berperan menyalurkan daya listrik dari pusat-pusat pembangkit listrik ke gardu induk.

Lebih terperinci

ANALISIS PERLINDUNGAN TRANSFORMATOR DISTRIBUSI YANG EFEKTIF TERHADAP SURJA PETIR. Lory M. Parera *, Ari Permana ** Abstract

ANALISIS PERLINDUNGAN TRANSFORMATOR DISTRIBUSI YANG EFEKTIF TERHADAP SURJA PETIR. Lory M. Parera *, Ari Permana ** Abstract ANALISIS PERLINDUNGAN TRANSFORMATOR DISTRIBUSI YANG EFEKTIF TERHADAP SURJA PETIR Lory M. Parera *, Ari Permana ** Abstract Pemanfaatan energi listrik secara optimum oleh masyarakat dapat terpenuhi dengan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI SISTEM PENTANAHAN (PEMBUMIAN) TITIK NETRAL 3

DAFTAR ISI SISTEM PENTANAHAN (PEMBUMIAN) TITIK NETRAL 3 DAFTAR ISI 18.1. SISTEM PENTANAHAN (PEMBUMIAN) TITIK NETRAL 3 Halaman 18.1.1. Umum 3 18.1.2. Tujuan Pentanahan Titik Netral Sistem 4 18.1.3. Sistem Yang Tidak Ditanahkan (Floating Grounding) 5 18.1.4.

Lebih terperinci

MAKALAH OBSERVASI DISTRIBUSI LISTRIK di Perumahan Pogung Baru. Oleh :

MAKALAH OBSERVASI DISTRIBUSI LISTRIK di Perumahan Pogung Baru. Oleh : MAKALAH OBSERVASI DISTRIBUSI LISTRIK di Perumahan Pogung Baru Oleh : I Gede Budi Mahendra Agung Prabowo Arif Budi Prasetyo Rudy Rachida NIM.12501241010 NIM.12501241013 NIM.12501241014 NIM.12501241035 PROGRAM

Lebih terperinci

Studi Pengaruh Jenis Tanah dan Kedalaman Pembumian Driven Rod terhadap Resistansi Jenis Tanah

Studi Pengaruh Jenis Tanah dan Kedalaman Pembumian Driven Rod terhadap Resistansi Jenis Tanah Vokasi Volume 8, Nomor 2, Juni 2012 ISSN 1693 9085 hal 121-132 Studi Pengaruh Jenis Tanah dan Kedalaman Pembumian Driven Rod terhadap Resistansi Jenis Tanah MANAGAM RAJAGUKGUK Jurusan Teknik Elektro Fakultas

Lebih terperinci

BAB II TEORI UMUM PEMBUMIAN GRID PADA DUA LAPIS TANAH. Sistem pembumian peralatan-peralatan pada gardu induk biasanya

BAB II TEORI UMUM PEMBUMIAN GRID PADA DUA LAPIS TANAH. Sistem pembumian peralatan-peralatan pada gardu induk biasanya BAB II TEORI UMUM PEMBUMIAN GRID PADA DUA LAPIS TANAH 2.1 Umum Sistem pembumian peralatan-peralatan pada gardu induk biasanya menggunakan konduktor yang ditanam secara horisontal, dengan bentuk kisikisi

Lebih terperinci

STUDI PENGARUH KANDUNGAN AIR TANAH TERHADAP TAHANAN JENIS TANAH LEMPUNG (CLAY)

STUDI PENGARUH KANDUNGAN AIR TANAH TERHADAP TAHANAN JENIS TANAH LEMPUNG (CLAY) STUDI PENGARUH KANDUNGAN AIR TANAH TERHADAP TAHANAN JENIS TANAH LEMPUNG (CLAY) (Dwi Agus Setiono, Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura) ABSTRAK Nilai tahanan jenis sangat bergantung pada jenis tersebut.

Lebih terperinci

SISTEM PROTEKSI TERHADAP SAMBARAN PETIR LANGSUNG (DIRECT STRIKE) KE GARDU INDUK. Sudut Lindung. Menara Transmisi Dan Gardu Induk

SISTEM PROTEKSI TERHADAP SAMBARAN PETIR LANGSUNG (DIRECT STRIKE) KE GARDU INDUK. Sudut Lindung. Menara Transmisi Dan Gardu Induk SISTEM PROTEKSI TERHADAP SAMBARAN PETIR LANGSUNG (DIRECT STRIKE) KE GARDU INDUK Sudut Lindung Menara Transmisi Dan Gardu Induk Proteksi Sistem Tenaga EP3076 Disusun Oleh : Bryan Denov (18013003) Aulia

Lebih terperinci

ANALISIS SAMBARAN PETIR PADA TIANG TRANSMISI DENGAN MENGGUNAKAN METODE LATTICE

ANALISIS SAMBARAN PETIR PADA TIANG TRANSMISI DENGAN MENGGUNAKAN METODE LATTICE JETri, Volume 1, Nomor 2, Februari 2002, Halaman 1-12, ISSN 1412-0372 ANALISIS SAMBARAN PETIR PADA TIANG TRANSMISI DENGAN MENGGUNAKAN METODE LATTICE Syamsir Abduh Dosen Jurusan Teknik Elektro-FTI, Universitas

Lebih terperinci

SISTEM PENTANAHAN GRID PADA GARDU INDUK PLTU TELUK SIRIH. Oleh: ABSTRAK ABSTRACT

SISTEM PENTANAHAN GRID PADA GARDU INDUK PLTU TELUK SIRIH. Oleh: ABSTRAK ABSTRACT SISTEM PENTANAHAN GRID PADA GARDU INDUK PLTU TELUK SIRIH Oleh: AndiSyofian. ST. MT Dosen Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Padang ABSTRAK Sistem pentanahan bertujuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Pentanahan Sistem pentanahan adalah sistem hubungan penghantar yang menghubungkan sistem, badan peralatan dan instalasi dengan bumi/tanah sehingga dapat mengamankan manusia

Lebih terperinci

BAB II JARINGAN DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK. Pusat tenaga listrik umumnya terletak jauh dari pusat bebannya. Energi listrik

BAB II JARINGAN DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK. Pusat tenaga listrik umumnya terletak jauh dari pusat bebannya. Energi listrik BAB II JARINGAN DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK 2.1. Umum Pusat tenaga listrik umumnya terletak jauh dari pusat bebannya. Energi listrik yang dihasilkan pusat pembangkitan disalurkan melalui jaringan transmisi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang PT. PLN (Persero) merupakan suatu perusahaan yang bergerak dalam bidang penyedia tenaga listrik, salah satu bidang usahanya yaitu sistem distribusi tenaga listrik.

Lebih terperinci

EVALUASI KEAMANAN PADA SISTEM PENTANAHAN GARDU INDUK 150 KV NGAWI

EVALUASI KEAMANAN PADA SISTEM PENTANAHAN GARDU INDUK 150 KV NGAWI EVALUASI KEAMANAN PADA SISTEM PENTANAHAN GARDU INDUK 150 KV NGAWI Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Oleh: WIRATAMA BIMBY

Lebih terperinci

LATIHAN UAS 2012 LISTRIK STATIS

LATIHAN UAS 2012 LISTRIK STATIS Muatan Diskrit LATIHAN UAS 2012 LISTRIK STATIS 1. Dua buah bola bermuatan sama (2 C) diletakkan terpisah sejauh 2 cm. Gaya yang dialami oleh muatan 1 C yang diletakkan di tengah-tengah kedua muatan adalah...

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Isolator. Pada suatu sistem tenaga listrik terdapat berbagai bagian yang memiliki

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Isolator. Pada suatu sistem tenaga listrik terdapat berbagai bagian yang memiliki BAB II DASAR TEORI 2.1 Isolator Pada suatu sistem tenaga listrik terdapat berbagai bagian yang memiliki tegangan dan juga tidak bertegangan. Sehingga bagian yang tidak bertegangan ini harus dipisahkan

Lebih terperinci

PERENCANAAN SISTEM PENGETANAHAN PERALATAN UNTUK UNIT PEMBANGKIT BARU DI PT. INDONESIA POWER GRATI JURNAL

PERENCANAAN SISTEM PENGETANAHAN PERALATAN UNTUK UNIT PEMBANGKIT BARU DI PT. INDONESIA POWER GRATI JURNAL PERENCANAAN SISTEM PENGETANAHAN PERALATAN UNTUK UNIT PEMBANGKIT BARU DI PT. INDONESIA POWER GRATI JURNAL Diajukan untuk memenuhi sebagai persyaratan Memperoleh gelar Sarjana Teknik Disusun oleh : IGNATIUS

Lebih terperinci

SISTEM PROTEKSI TERHADAP TEGANGAN LEBIH PADA GARDU TRAFO TIANG 20 kv

SISTEM PROTEKSI TERHADAP TEGANGAN LEBIH PADA GARDU TRAFO TIANG 20 kv Rahmawati, Sistem Proteksi Terhadap Tegangan Lebih Pada Gardu Trafo SISTEM PROTEKSI TERHADAP TEGANGAN LEBIH PADA GARDU TRAFO TIANG 20 kv Yuni Rahmawati, S.T., M.T., Moh.Ishak Abstrak: Gangguan tegangan

Lebih terperinci

GROUNDING SYSTEM HASBULLAH, MT. Electrical engineering Dept. Oktober 2008

GROUNDING SYSTEM HASBULLAH, MT. Electrical engineering Dept. Oktober 2008 GROUNDING SYSTEM HASBULLAH, MT Electrical engineering Dept Oktober 2008 GROUNDING SYSTEM Petir adalah suatu fenomena alam, yang pembentukannya berasal dari terpisahnya muatan di dalam awan cumulonimbus

Lebih terperinci

Kata Kunci Proteksi, Arrester, Bonding Ekipotensial, LPZ.

Kata Kunci Proteksi, Arrester, Bonding Ekipotensial, LPZ. PERANCANGAN SISTEM PROTEKSI PETIR INTERNAL PADA CONDOTEL BOROBUDUR BLIMBING KOTA MALANG Priya Surya Harijanto¹, Moch. Dhofir², Soemarwanto ³ ¹Mahasiswa Teknik Elektro, ² ³Dosen Teknik Elektro, Universitas

Lebih terperinci

FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RESPON TRANSIEN PEMBUMIAN GRID

FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RESPON TRANSIEN PEMBUMIAN GRID FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RESPON TRANSIEN PEMBUMIAN GRID Fransiscus M.S. Sagala, Zulkarnaen Pane Konsentrasi Teknik Energi Listrik, Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Sumatera

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pentanahan Sistem pentanahan mulai dikenal pada tahun 1900. Sebelumnya sistemsistem tenaga listrik tidak diketanahkan karena ukurannya masih kecil dan tidak membahayakan.

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. hari. Jumlah hari guruh yang terjadi pada suatu daerah dalam satu tahun disebut

BAB II DASAR TEORI. hari. Jumlah hari guruh yang terjadi pada suatu daerah dalam satu tahun disebut BAB II DASAR TEORI II.1 Hari Guruh Tahunan Isokreaunic Level (I kl ) Hari guruh adalah hari dimana guruh terdengar minimal satu kali dalam satu hari. Jumlah hari guruh yang terjadi pada suatu daerah dalam

Lebih terperinci

BAB 2 KLASIFIKASI JARINGAN DISTRIBUSI

BAB 2 KLASIFIKASI JARINGAN DISTRIBUSI KLASIFIKASI JARINGAN DISTRIBUSI 11 BAB 2 KLASIFIKASI JARINGAN DISTRIBUSI A. Pendahuluan Sistem jaringan distribusi tenaga listrik dapat diklasifikasikan dari berbagai segi, antara lain adalah : 1. Berdasarkan

Lebih terperinci

Penentuan Daerah Perlindungan Batang Petir

Penentuan Daerah Perlindungan Batang Petir 56 JNTETI, Vol. 4, No. 1, Februari 2015 enentuan Daerah erlindungan Batang etir Bayu urnomo 1, T. Haryono 2 Abstract External lightning protection system consisting of a finial, down-conductor and grounding

Lebih terperinci