GLOSSARY. 1. Daerah adalah Kabupaten Bandung. 2. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "GLOSSARY. 1. Daerah adalah Kabupaten Bandung. 2. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan"

Transkripsi

1

2 Kata Pengantar Buku ini merupakan bagian dari lampiran Peraturan Daerah Kabupaten Bandung Nomor 3 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bandung Tahun 2007 Sampai Tahun Buku rencana ini menguraikan tentang konsepsi dan strategi penataan ruang serta arahan rencana struktur ruang dan rencana alokasi pemanfaatan ruang berikut indikasi Program Pembangunan 20 tahun selama periode tahun , yang telah dibahas dalam forum seminar dan telah direvisi serta ditetapkan sebagai Buku Rencana (Laporan Akhir). Pada akhirnya buku rencana ini akan menjadi suatu kebijaksanaan yang sangat penting yang akan memayungi rencana-rencana lain di bawahnya baik yang berupa Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) maupun Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) untuk kota-kota/kawasan yang berada di wilayah Kabupaten Bandung. Sesuai dengan arahan yang telah dituangkan dalam UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, produk RTRW ini akan merupakan kebijaksanaan pengembangan makro yang ditekankan pada arahan pembentukan struktur ruang wilayah. Dalam pembahasan dan analisis pada RTRW ini dilakukan dengan tingkat kedalaman peta skala 1 : sampai 1 : , dengan demikian kebijaksanaan teknis yang lebih detail/rinci perlu dilakukan dengan skala yang lebih detail dengan mengacu pada produk RTRW ini sebagaimana telah diatur dalam pedoman penyusunan Rencana Tata Ruang Kawasan (Perkotaan, Perdesaan atau tertentu) tentang perencanaan yang berjenjang. Dengan terususunnya Buku Rencana (Laporan Akhir) Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bandung ini, diharapkan semua pihak yang berkepentingan dapat memperoleh gambaran seutuhnya tentang arahan Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bandung. Pada Kesempatan ini, kepada semua pihak yang telah membantu pada keseluruhan proses penyusunan laporan ini diucapkan terimakasih. Soreang, 19 September 2008 BUPATI BANDUNG Ttd. OBAR SOBARNA i

3 Penjelasan Istilah GLOSSARY 1. Daerah adalah Kabupaten Bandung. 2. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 3. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah 4. Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Bupati adalah Bupati Bandung. 6. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya. 7. Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang. 8. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional. 9. Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya. 10. Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. 11. Penyelenggaraan penataan ruang adalah kegiatan yang meliputi pengaturan, pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan penataan ruang. 12. Pengaturan penataan ruang adalah upaya pembentukan landasan hukum bagi pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam penataan ruang. 13. Pembinaan penataan ruang adalah upaya untuk meningkatkan kinerja penataan ruang yang diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat. 14. Pelaksanaan penataan ruang adalah upaya pencapaian tujuan penataan ruang melalui pelaksanaan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. 15. Pengawasan penataan ruang adalah upaya agar penyelenggaraan penataan ruang dapat diwujudkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. ii 1

4 Penjelasan Istilah 16. Perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang. 17. Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya. 18. Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang. 19. Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan tata ruang. 20. Rencana Tata Ruang Wilayah yang selanjutnya disingkat RTRW adalah rencana struktur tata ruang wilayah yang mengatur struktur dan pola tata ruang wilayah Kabupaten Bandung; 21. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional. 22. Sistem wilayah adalah struktur ruang dan pola ruang yang mempunyai jangkauan pelayanan pada tingkat wilayah. 23. Sistem internal perkotaan adalah struktur ruang dan pola ruang yang mempunyai jangkauan pelayanan pada tingkat internal perkotaan. 24. Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budi daya. 25. Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam, sumber daya buatan, dan nilai sejarah dan budaya bangsa guna kepentingan pembangunan yang berkelanjutan. 26. Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan. 27. Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. 28. Kawasan hutan lindung adalah kawasan hutan yang memiliki sifat khas yang mampu memberikan perlindungan kepada kawasan sekitar maupun bawahannya sebagai pengatur tata air, pencegah banjir dan erosi, serta memelihara kesuburan tanah. 29. Hutan adalah satu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan. 30. Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan kehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. 31. Daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. 32. Daya tampung lingkungan hidup kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi dan atau komponen lain yang masuk atau dimasukan kedalamnya. iii

5 Penjelasan Istilah 33. Ekosistem adalah tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan kesatuan utuh, menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas dan produktivitas lingkungan hidup. 34. Kawasan Resapan Air adalah kawasan yang mempunyai kemampuan tinggi untuk meresapkan air hujan, sehingga merupakan tempat pengisian air bumi (akuifer) yang berguna sebagai sumber air. 35. Daerah aliran sungai yang selanjutnya disebut DAS adalah suatu wilayah tertentu yang bentuk dan sifat alamnya merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya yang berfungsi menampung air yang berasal dari curah hujan dan sumber air lainnya dan kemudian mengalirkannya melalui sungai utama ke laut. 36. Sempadan sungai adalah kawasan sepanjang kanan kiri sungai, yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai. 37. Kawasan sekitar waduk dan situ adalah kawasan di sekeliling waduk dan situ yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsinya. 38. Kawasan sekitar mata air adalah kawasan di sekeliling mata air yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi mata air. 39. Ruang terbuka hijau yang selanjutnya disebut RTH adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. 40. Kawasan suaka alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di daratan maupun di perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya yang juga berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan. 41. Kawasan cagar alam adalah kawasan suaka alam yang karena kondisi alamnya mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa dan ekosistemnya atau ekosistem tertentu yang perlu dilindungi dan perkembangannya berlangsung secara alami. 42. Kawasan suaka margasatwa adalah kawasan suaka alam yang mempunyai ciri khas berupa keanekaragaman dan atau keunikan jenis satwa yang untuk kelangsungan hidupnya dapat dilakukan pembinaan dan perlindungan terhadap habitatnya. 43. Kawasan taman hutan raya adalah kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau buatan, jenis asli dan atau bukan asli yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata dan rekreasi. 44. Kawasan taman wisata alam adalah kawasan pelestarian alam yang terutama dimanfaatkan untuk pariwisata dan rekreasi alam. 45. Kawasan rawan bencana gunung berapi adalah kawasan yang sering atau berpotensi tinggi mengalami bencana gunung berapi. 46. Kawasan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung baik berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal/ lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. iv

6 Penjelasan Istilah 47. Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. 48. Kawasan perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. 49. Kawasan agropolitan adalah kawasan yang terdiri atas satu atau lebih pusat kegiatan pada wilayah perdesaan sebagai sistem produksi pertanian dan pengelolaan sumber daya alam tertentu yang ditunjukkan oleh adanya keterkaitan fungsional dan hierarki keruangan satuan sistem permukiman dan sistem agrobisnis. 50. Kawasan strategis kabupaten adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup kabupaten terhadap ekonomi, sosial, budaya, dan/ atau lingkungan. 51. Kawasan tertentu/khusus adalah kawasan yang memiliki nilai strategis dan penataan ruangnya diprioritaskan. 52. Pusat kegiatan nasional yang selanjutnya disingkat PKN atau Hierarki I adalah hierarki fungsional kota sebagai pusat kegiatan yang berpotensi sebagai pintu gerbang ke kawasan-kawasan internasional, dan mempunyai potensi mendorong daerah sekitarnya, serta sebagai pusat pelayanan keuangan/bank/jasa, pusat pengolahan/pengumpul barang, pusat jasa pemerintahan, simpul transportasi serta pusat jasa-jasa kemasyarakatan yang lain untuk nasional atau meliputi beberapa provinsi. 53. Satuan wilayah pengembangan yang selanjutnya disebut SWP adalah suatu wilayah dengan semua kota didalamnya mempunyai hubungan hierarkhi yang terikat oleh sistem jaringan jalan sebagai prasarana perhubungan darat, dan/atau yg terkait oleh sistem jaringan sungai atau perairan sebagai prasarana perhubungan air. 54. Wilayah pengembangan yang selanjutnya disingkat WP adalah wilayah yang secara geografis berada dalam satu pelayanan pusat sekunder; 55. Hierarki IIA adalah hierarki fungsional kota sebagai pusat jasa-jasa pelayanan keuangan/bank, pusat pengelolaan/pengumpul barang, simpul transportasi, pusat perdagangan, kesehatan dan pemerintahan yang melayani satu Kabupaten. 56. Hieraki IIB adalah hierarki fungsional kota sebagai pusat jasa-jasa pelayanan keuangan/bank, pusat pengelolaan/pengumpul barang, simpul transportasi, pusat perdagangan, kesehatan dan pemerintahan yang melayani beberapa kecamatan. 57. Hieraki III adalah hierarki fungsional kota sebagai pusat jasa-jasa pelayanan bagi daerah yang merupakan hinterland-nya/daerah belakangnya. 58. Hierarki IIIo adalah hierarki fungsional kota yang dilayanani langsung oleh kota hierarki I (Kota Bandung). 59. Masyarakat adalah orang perorangan, kelompok orang termasuk masyarakat hukum adat atau badan hukum. v

7 Penjelasan Istilah 60. Peran serta masyarakat adalah berbagai kegiatan masyarakat, yang timbul atas kehendak dan prakarsa masyarakat untuk berminat dan bergerak dalam penyelenggaraan penataan ruang. 61. Pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup adalah upaya sadar dan terencana yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumber daya ke dalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan. 62. Kawasan Peruntukan Industri adalah Tanah yang diperuntukan bagi kegiatan industri berdasarkan rencana tata ruang wilayah yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah. Kawasan yang secara teknis dapat digunakan untuk kegiatan industri serta tidak mengganggu kelestarian fungsi lingkungan hidup dan/atau adalah suatu kawasan yang apabila digunakan untuk kegiatan industri secara ruang apabila digunakan untuk kegiatan industri, dapat memberikan manfaat: meningkatkan produksi hasil industri dan meningkatkan daya guna investasi yang ada di daerah sekitarnya meningkatkan pembangunan lintas sektor dan lintas sub sektor serta kegiatan ekonomi sekitarnya tidak mengganggu fungsi lindung meningkatkan upaya pelestarian kemampuan sumber daya alam meningkatkan pendapatan masyarakat meningkatkan pendapatan daerah dan nasional meningkatkan kesempatan kerja meningkatkan ekspor meningkatkan kesejahteraan masyarakat vi

8 Daftar isi KATA PENGANTAR PENJELASAN ISTILAH (GLOSSARY) DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN i ii vii xi xii xiii BAB 1 PENDAHULUAN LATAR BELAKANG MAKSUD, TUJUAN DAN SASARAN FUNGSI DAN KEDUDUKAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KABUPATEN BANDUNG LANDASAN HUKUM LINGKUP WILAYAH LINGKUP MATERI PENDEKATAN DAN METODOLOGI PENYUSUNAN RTRW KABUPATEN BANDUNG KONSEPSI PENYUSUNAN RTRW KABUPATEN BANDUNG PROSES PENYUSUNAN DOKUMEN RTRW SISTEMATIKA PEMBAHASAN BAB 2 STRATEGI DAN KONSEP PENGEMBANGAN ISU STRATEGIS MENYANGKUT TATA RUANG DAN ISU REGIONAL ISU STRATEGIS MENYANGKUT TATA RUANG ISU REGIONAL ARAH KEBIJAKAN MAKRO PENGEMBANGAN WILAYAH KEBIJAKAN TATA RUANG NASIONAL KEBIJAKAN TATA RUANG PROVINSI JAWA BARAT KEBIJAKAN PENGEMBANGAN METROPOLITAN BANDUNG FUNGSI DAN PERAN KABUPATEN BANDUNG DALAM KONTEKS MAKRO ARAH KEBIJAKAN MIKRO PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN BANDUNG ISU STRATEGIS TUJUAN PEMBANGUNAN PENGEMBANGAN WILAYAH ARAH PENGEMBANGAN SEKTORAL DAN BIDANG PEMBANGUNAN vii

9 Daftar isi ARAH PENGEMBANGAN SEKTOR STRATEGIS ARAH PENGEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PENINGKATAN SDM STRATEGI PENGEMBANGAN TATA RUANG TUJUAN PENGEMBANGAN WILAYAH STRATEGI PENGEMBANGAN TATA RUANG MAKRO STRATEGI PENGEMBANGAN MIKRO KONSEP PERENCANAAN WILAYAH KABUPATEN BANDUNG KONSEP STRUKTUR TATA RUANG KONSEP POLA PEMANFAATAN RUANG KONSEP PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI KONSEP PENGEMBANGAN PRASARANA DAN SARANA WILAYAH PEMANFAATAN RUANG PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG 2-47 BAB 3 RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANDUNG RENCANA STRUKTUR TATA RUANG SISTEM KOTA-KOTA PEMBAGIAN WILAYAH PENGEMBANGAN KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG KABUPATEN BANDUNG KEBIJAKAN PERENCANAAN TATA RUANG, PEMANFAATAN RUANG DAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG STRATEGI PERENCANAAN TATA RUANG, PEMANFAATAN RUANG DAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG RENCANA POLA PEMANFAATAN RUANG RENCANA POLA PEMANFAATAN KAWASAN LINDUNG RENCANA POLA PEMANFAATAN KAWASAN BUDIDAYA RENCANA PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG DAN BUDIDAYA RENCANA PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG RENCANA PENGELOLAAN KAWASAN BUDIDAYA RENCANA PENGELOLAAN KAWASAN TERTENTU/KHUSUS RENCANA SISTEM PRASARANA WILAYAH RENCANA SISTEM PRASARANA TRANSPORTASI RENCANA SISTEM PRASARANA PENGAIRAN RENCANA SISTEM TELEKOMUNIKASI RENCANA SISTEM PRASARANA ENERGI 3-56 viii

10 Daftar isi RENCANA SISTEM PRASARANA PENGELOLAAN LINGKUNGAN RENCANA SISTEM SARANA WILAYAH PENDIDIKAN KESEHATAN PEMERINTAHAN / PELAYANAN UMUM PERDAGANGAN PERIBADATAN RENCANA PENGELOLAAN DAN PENANGANAN RAWAN BENCANA BANJIR GEMPA BUMI DAN BAHAYA GUNUNG BERAPI TANAH LONGSOR 3-74 BAB 4 PEMANFAATAN RUANG RENCANA PENATAGUNAAN TANAH, AIR, UDARA, DAN SUMBER DAYA LAINNYA RENCANA PENATAGUNAAN TANAH RENCANA PENATAGUNAAN AIR RENCANA PENATAGUNAAN UDARA RENCANA PENATAGUNAAN SUMBER DAYA LAINNYA PROGRAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN TAHAPAN PENGEMBANGAN KRITERIA TAHAPAN PENGEMBANGAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN INSENTIF DAN DISINSENTIF PROGRAM PENATAAN KAWASAN PROGRAM PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PROGRAM PENGEMBANGAN KAWASAN BUDIDAYA PERTANIAN PROGRAM PENGEMBANGAN KECAMATAN BERDASARKAN FUNGSI WILAYAH PENGEMBANGAN PROGRAM PENGEMBANGAN KAWASAN KHUSUS PROGRAM PENGEMBANGAN SISTEM PRASARANA TRANSPORTASI PROGRAM PENGEMBANGAN SISTEM IRIGASI PROGRAM PENGEMBANGAN SISTEM DRAINASE PROGRAM PENGEMBANGAN JARINGAN AIR BERSIH PROGRAM PENGEMBANGAN JARINGAN TELEKOMUNIKASI ix

11 Daftar isi PROGRAM PENGEMBANGAN JARINGAN LISTRIK PROGRAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN PROGRAM PENGEMBANGAN SARANA PROGRAM PENGELOLAAN DAN PENANGANAN BENCANA PROGRAM PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG BAB 5 PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG PRINSIP PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG PEDOMAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG PERIJINAN PEMANFAATAN RUANG PENGAWASAN PEMANFAATAN RUANG PENERTIBAN PEMANFAATAN RUANG BAB 6 HAK, KEWAJIBAN DAN PERAN MASYARAKAT KETENTUAN UMUM KETENTUAN HAK DAN KEWAJIBAN MASYARAKAT DALAM PROSES PENATAAN RUANG PELAKSANAAN HAK DAN KEWAJIBAN MASYARAKAT HAK MASYARAKAT KEWAJIBAN MASYARAKAT PERAN SERTA MASYARAKAT TATA CARA PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG PEMBERDAYAAN PERAN SERTA MASYARAKAT LAMPIRAN x

12 Daftar tabel 1.1 Wilayah Perencanaan RTRW Kabupaten Bandung Kawasan Lindung Nasional di Wilayah Provinsi Jawa Barat Pengembangan Kawasan Andalan Darat, Sektor Unggulan, Sistem Kota, dan Outlet Pendukung di Provinsi Jawa Barat SWS Kritis dan DAS Kritis Nasional Kawasan Tertinggal Nasional Sektor Unggulan di Kawasan Andalan di Provinsi Jawa Barat Kontribusi PDRB Kab. Bandung thd PDRB Metropolitan Bandung Dan Jawa Barat Berdasarkan 2.6 Harga Berlaku dan Harga Konstan Strategi Dasar Pengembangan Sektor dan Bidang Pembangunan menurut Investasi dan Peletakannya Kriteria Pengembangan Jaringan Jalan Sistem Kota di Kabupaten Bandung Arahan Fungsi Kawasan Pusat Pusat Pertumbuhan di Kabupaten Bandung Kriteria Kawasan Lindung Kriteria Kesesuaian Lahan Budidaya Perdesaan dan Perkotaan Rencana Luas Kawasan Lindung dan Budidaya Tahun 2026 di Kabupaten 3.5 Bandung Rencana Pengembangan Kawasan Permukiman Perkotaan di Kabupaten 3.6 Bandung Tahun Ketentuan Pemanfaatan Ruang Berdasarkan Fungsi Kawasan Arahan Perubahan Penggunaan Lahan untuk tiap Kawasan Rencana Pemanfaatan Ruang di Kabupaten Bandung Pola Penggunaan Lahan pada Kawasan Industri Standar Tipologi Terminal Perencanaan Pembangunan Embung dan Waduk Sebagai Sumber Air Baku Kriteria Penyaringan Penentuan Lokasi SPA di Kabupaten Bandung Kebutuhan Lahan Untuk SPA Kebutuhan Staff Untuk Operasional SPA Kebutuhan Alat Berat di SPA Dasar Penerapan Sistem Pengelolaan Air Limbah Berdasarkan Kepadatan Penduduk dan Pelayanan Air Bersih Beban Pencemaran Pada Sungai Citarum (Rata-rata tahun ) Kebutuhan Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kabupaten Bandung xi

13 Daftar gambar 1.1 Kedudukan RTRW Kabupaten Bandung Diantara Dokumen Perencanaan Lainnya Peta Orientasi Kabupaten Bandung Contoh Skema Pemilahan Berbasis Pengumpulan Terjadwal Skema Pengelolaan Sampah Kabupaten Bandung xii

14 Daftar lampiran Tabel 1 Rencana Pengembangan jaringan Jalan Kabupaten Bandung Lamp-1 Tabel 2 Kawasan / Sentra Unggulan Perikanan..... Lamp-4 Tabel 3 Kawasan / Sentra Unggulan Peternakan... Lamp-5 Tabel 4 Jumlah Fasilitas Pendidikan (unit dan luas) di Kabupaten Bandung Tahun Lamp-6 Tabel 5 Proyeksi Jumlah Fasilitas Pendidikan (unit dan luas) di Kabupaten Bandung Tahun Lamp-7 Tabel 6 Proyeksi Jumlah Fasilitas Pendidikan (unit dan luas) di Kabupaten Bandung Tahun 2017 Lamp-8 Tabel 7 Proyeksi Jumlah Fasilitas Pendidikan (unit dan luas) di Kabupaten Bandung Tahun 2022 Lamp-9 Tabel 8 Proyeksi Jumlah Fasilitas Pendidikan (unit dan luas) di Kabupaten Bandung Tahun Lamp-10 Tabel 9 Jumlah fasilitas Rekreasi/ Taman/Olahraga (unit dan luas) di Kabupaten Bandung Tahun Lamp-11 Tabel 10 Proyeksi Jumlah fasilitas Rekreasi/ Taman/Olahraga (unit dan luas) di Kabupaten Bandung Tahun Lamp-12 Tabel 11 Proyeksi Jumlah fasilitas Rekreasi/ Taman/Olahraga (unit dan luas) di Kabupaten Bandung Tahun Lamp-13 Tabel 12 Proyeksi Jumlah fasilitas Rekreasi/ Taman/Olahraga (unit dan luas) di Kabupaten Bandung Tahun Lamp-14 Tabel 13 Proyeksi Jumlah fasilitas Rekreasi/ Taman/Olahraga (unit dan luas) di Kabupaten Bandung Tahun Lamp-15 Tabel 14 Jumlah Fasilitas Peribadatan (unit dan luas) di Kabupaten Bandung Tahun Lamp-16 Tabel 15 Proyeksi Jumlah Fasilitas Peribadatan (unit dan luas) di Kabupaten Bandung Tahun Lamp-17 Tabel 16 Proyeksi Jumlah Fasilitas Peribadatan (unit dan luas) di Kabupaten Bandung Tahun 2017 Lamp-18 Tabel 17 Proyeksi Jumlah Fasilitas Peribadatan (unit dan luas) di Kabupaten Bandung Tahun 2022 Lamp-19 Tabel 18 Proyeksi Jumlah Fasilitas Peribadatan (unit dan luas) di Kabupaten Bandung Tahun 2027 Lamp-20 Tabel 19 Jumlah Fasilitas Perekonomian (unit dan luas) di Kabupaten Bandung Tahun Lamp-21 Tabel 20 Proyeksi Jumlah Fasilitas Perekonomian (unit dan luas) di Kabupaten Bandung Tahun 2012 Lamp-22 Tabel 21 Proyeksi Jumlah Fasilitas Perekonomian (unit dan luas) di Kabupaten Bandung Tahun 2017 Lamp-23 Tabel 22 Proyeksi Jumlah Fasilitas Perekonomian (unit dan luas) di Kabupaten Bandung Tahun 2022 Lamp-24 Tabel 23 Proyeksi Jumlah Fasilitas Perekonomian (unit dan luas) di Kabupaten Bandung Tahun 2027 Lamp-25 Tabel 24 Jumlah Fasilitas Kesehatan (unit dan luas) di Kabupaten Bandung Tahun 2007 Lamp-26 Tabel 25 Proyeksi Jumlah Fasilitas Kesehatan (unit dan luas) di Kabupaten Bandung Tahun Lamp-27 Tabel 26 Proyeksi Jumlah Fasilitas Kesehatan (unit dan luas) di Kabupaten Bandung Tahun Lamp-28 Tabel 27 Proyeksi Jumlah Fasilitas Kesehatan (unit dan luas) di Kabupaten Bandung Tahun Lamp-29 Tabel 28 Proyeksi Jumlah Fasilitas Kesehatan (unit dan luas) di Kabupaten Bandung Tahun Lamp-30 Tabel 29 Rencana Pemanfaatan Lahan per Kecamatan di Kabupaten Bandung (Ha)... Lamp-31 Tabel 30 Rencana Kebutuhan Perumahan & Permukiman di Kabupaten Bandung Tahun Lamp-32 Tabel 31 Proyeksi Timbulan Sampah di Kabupaten Bandung Tahun Lamp-33 Tabel 32 Perkiraan Timbulan Air Limbah Domestik di Kabupaten Bandung Tahun Lamp-34 Tabel 33 Rekapitulasi Kebutuhan Air Kabupaten Bandung Tahun Lamp-35 Tabel 34 Perkiraan Kebutuhan Energi Listrik di Kabupaten Bandung Tahun Lamp-37 Tabel 35 Perkiraan Kebutuhan Telekomunikasi di Kabupaten Bandung Tahun Lamp-38 Tabel 36 Indikasi Program Utama 5 Tahunan... Lamp-39 Gambar 1 Rencana Struktur Ruang Kota.... Lamp-49 Gambar 2 Rencana Pola Pemanfaatan Ruang Lamp-50 Gambar 3 Rencana Pengembangan Kawasan Perkotaan.. Lamp-51 Gambar 4 Rencana Pengembangan jaringan Jalan Kabupaten Bandung Tahun Lamp-52 Gambar 5 Rencana Peningkatan, Pembangunan Terminal dan Pengembangan Prasarana Angkutan Masal Tahun Lamp-53 Gambar 6 Rencana Jaringan Jalan Keretaapi dan Stasiun... Lamp-54 Gambar 7 Rencana Pengembangan Jaringan Drainase... Lamp-55 Gambar 8 Rencana Pengembangan Wilayah Pelayanan Air Bersih Lamp-56 Gambar 9 Rencana Pengembangan Air Baku. Lamp-57 Gambar 10 Wilayah Pelayanan Persampahan.. Lamp-58 Gambar 11 Rencana Pengolahan Air Limbah Lamp-59 xiii

15 Daftar lampiran Gambar 12 Potensi Bencana Lamp-60 Gambar 13 Rencana Pola Pemanfaatan Ruang dan Zona Kendala Pengembangan.. Lamp-61 Gambar 14 Zona Konservasi Air tanah Lamp-62 Gambar 15 Potensi Pertambangan. Lamp-63 Gambar 16 Saluran Irigasi dan Bendung Teknis.... Lamp-64 xiv

16 Pendahuluan 1.1 LATAR BELAKANG Penataan ruang adalah proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang. Tujuan penyelenggaraan penataan ruang di daerah adalah terlaksananya perencanaan tata ruang secara terpadu dan menyeluruh; terwujudnya t e r t i b p e m a nf a a ta n r u a n g ; s e r ta terselenggaranya pengendalian pemanfaatan ruang. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bandung merupakan arahan pelaksanaan pembangunan dan payung kebijakan (policy) dalam rangka pemanfaatan dan pengendalian ruang. Berdasarkan UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, ruang lingkup penataan ruang meliputi perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang. Selanjutnya, berdasarkan Pasal 35, pengendalian pemanfaatan ruang diselenggarakan melalui kegiatan penetapan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi. Dalam penjelasan pasal 35, pengendalian pemanfaatan ruang dimaksudkan agar pemanfaatan ruang dilakukan sesuai dengan rencana tata ruang. Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa salah satu muatan substansi dalam evaluasi adalah menilai kemajuan pemanfaatan ruang yang dapat diukur dengan melihat kesesuaian dan atau ketidaksesuaian antara rencana dengan fungsi ruang. Dalam UU No.26 tahun 2007 pasal 26 ayat 5 disebutkan bahwa RTRW Kabupaten ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun. Sesuai dengan UU Nomor 12 tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Bandung Barat, maka RTRW Kabupaten Bandung perlu disesuaikan dengan adanya pemekaran Kabupaten Barat tersebut. Dengan demikian perlu adanya kegiatan penyusunan RTRW Kabupaten Bandung dan penyusunan RTRW Kabupaten Bandung Barat. 1.2 MAKSUD, TUJUAN DAN SASARAN A. Maksud Penyusunan RTRW Maksud penyusunan RTRW adalah sebagai pedoman yang operasional dalam pengelolaan pembangunan yang mampu memadukan kepentingan sektor-sektor dan keseimbangan perkembangan antar wilayah sesuai dengan fungsi yang diembannya serta sesuai dengan daya dukung lingkungannya secara berkelanjutan melalui proses yang partisipatif. B. Tujuan Penataan Ruang Tujuan penataan ruang Kabupaten Bandung adalah : 1. Mencapai optimasi dan sinergi pemanfaatan sumberdaya secara berkelanjutan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat dan 1-1

17 Pendahuluan ketahanan nasional; 2. M e n c i p t a k a n k e s e r a s i a n d a n keseimbangan antara lingkungan dan sebaran kegiatan; 3. Meningkatkan daya guna dan hasil guna pelayanan atas pengembangan dan pengelolaan ruang; 4. Mewujudkan keseimbangan dan keserasian perkembangan antar bagian wilayah kota serta antar sektor dalam rangka mendorong pelaksanaan otonomi daerah; 5. mewujudkan perlindungan fungsi ruang dan mencegah serta menanggulangi dampak negatif terhadap lingkungan. C. Sasaran penyempurnaan RTRW Sejalan dengan telah ditetapkannya perubahan terhadap UU No. 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang menjadi UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, maka selanjutnya perencanaan tata ruang mempunyai masa perencanaan untuk 20 tahun ( ). Sedangkan sasaran yang ingin dicapai melalui penyempurnaan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bandung ini adalah: 1. Terumuskannya konsep dan strategi pengembangan Kabupaten Bandung secara fungsional yang terkait dengan konstelasi pengembangan ruang yang lebih luas di Wilayah Propinsi Jawa Barat khususnya kabupaten-kabupaten yang berbatasan. 2. Terumuskannya struktur tata ruang K a b u p a t e n B a n d u n g y a n g mengintegrasikan antarpusat kegiatan dan jaringan prasarana. 3. Terumuskannya rencana pemanfaatan ruang Kabupaten Bandung baik yang menyangkut kawasan terbangun maupun kawasan terbuka hijau. 4. Terumuskannya rencana pengembangan sarana dan prasarana Kabupaten Bandung 5. Terumuskannya kawasan-kawasan yang diprioritaskan pengembangannya di Kabupaten Bandung. 6. Terumuskannya pedoman pengendalian pemanfaatan ruang di Kabupaten Bandung. 1.3 FUNGSI DAN KEDUDUKAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KABUPATEN BANDUNG Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bandung diharapkan dapat berfungsi sebagai: a. Sebagai matra keruangan dari pembangunan daerah; b. Sebagai dasar kebijakan pokok pemanfaatan ruang di wilayah kabupaten; c. Sebagai alat untuk mewujudkan keseimbangan perkembangan antar wilayah kebupaten dan antar kawasan serta keserasian antar sektor; d. Sebagai alat untuk mengalokasikan investasi yang dilakukan pemerintah, masyarakat dan swasta; e. Sebagai pedoman untuk penyusunan 1-2

18 Pendahuluan rencana rinci tata ruang kawasan; f. S e b a g a i d a s a r p e n g e n d a l i a n pemanfaatan ruang; g. Sebagai dasar pemberian izin lokasi pembangunan skala besar. Sedangkan kedudukan RTRW Kabupaten Bandung dalam dokumen perencanaan lain dapat dilihat pada Gambar LANDASAN HUKUM Landasan hukum yang menjadi dasar pertimbangan dalam Penyempurnaan RTRW Kabupaten Bandung tahun anggaran 2007 adalah sebagai berikut : 1. Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Kabupaten Dalam Lingkungan Jawa Barat (Berita Negara Tahun 1950); GAMBAR 1.1 KEDUDUKAN RTRW KABUPATEN BANDUNG DIANTARA DOKUMEN PERENCANAAN LAINNYA RPJ RPJM Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional Peraturan Lain yang Bersifat U m u m / P a r a d i g m a t i s (Desentralisasi, Good Governance) & Regulatif Penataan Ruang RPJP Da RPJM Da Prop Rencana Tata Ruang Wilayah Perda Propinsi yang Bersifat Umum (Non Spasial)/ & Regulatif Pengelolaan Jalan RPJP Da Kab/Kota Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Perda Kabupaten yang Bersifat Umum (Non Spasial)/ & Regulatif Pengelolaan Jalan RPJM Da Kab/Kota RTR Kawasan RDTR Kawasan RTRK Kawasan 1-3

19 Pendahuluan 2. Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Republik Indonesia Nomor 2043); 3. Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Pertambangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1967, Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2931); 4. Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3234), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1988 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1988 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3368); 5. Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3274); 6. Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1990 tentang Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419); 7. Undang-Undang RI Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3501); 8. Undang-Undang RI Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3469); 9. Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 27, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3470); 10. Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3478); 11. Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3480); 12. Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 1992, tentang Kesehatan. 13. Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3839); 14. Undang-Undang RI Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menjadi Undang- Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4412) 15. Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 2002 tetang Pertanahan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4169); 16. Undang-Undang RI Nomor 28 Tahun

20 Pendahuluan tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4247); 17. Undang-Undang RI Nomor 27 Tahun 2003,tentang Panas Bumi; 18. Undang-Undang RI Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377); 19. Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang -undangan(lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389); 20. Undang-Undang RI Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan (Lembaran Negara Tahun 2004 nomor 25, tambahan lembaran negara nomor 4411); 21. Undang-Undang RI Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia RI Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia RI Nomor 4421); 22. Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 23. Undang-Undang RI Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); 24. Undang-Undang RI Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4444); 25. Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Bandung Barat; 26. Undang-Undang RI Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana; 27. Undang-Undang RI Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725 ); 28. Peraturan Pemerintah RI Nomor 22 tahun 1982 tentang Pengaturan Tata Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3225); 29. Peraturan Pemerintah RI Nomor 28 Tahun 1985 tentang Perlindungan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3294); 30. Peraturan Pemerintah RI Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 3445); 31. Peraturan Pemerintah RI Nomor 5 tahun 1992, tentang Cagar Budaya; 32. Peraturan Pemerintah RI Nomor 41 Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan; 33. Peraturan Pemerintah RI Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan; 34. Peraturan Pemerintah RI Nomor 51 Tahun 1993 tentang Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1993 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 1-5

21 Pendahuluan Nomor 3538); 35. Peraturan Pemerintah RI nomor 191 Tahun 1995, tentang Pemeliharaan dan pemanfaatan Benda Cagar Budaya; 36. Peraturan Pemerintah RI nomor 67 Tahun 1996, tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1990, tentang Kepariwisataan; 37. Peraturan Pemerintah RI Nomor 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban, serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3660); 38. Peraturan Pemerintah RI Nomor 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3721); 39. Peraturan Pemerintah RI Nomor 68 tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3776); 40. Peraturan Pemerintah RI Nomor 18 Tahun 1999 jo Peraturan Pemerintah Nomor 85 tahun 1999, tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun; 41. Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran dan/atau Perusakan Laut (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3816); 42. Peraturan Pemerintah RI Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3838); 43. Peraturan Pemerintah RI Nomor 41 Tahun 1999, tentang Pengelolaan Kualitas Udara; 44. Peraturan Pemerintah RI Nomor 10 Tahun 2000 tentang Tingkat Ketelitian Peta untuk Penataan Ruang Wilayah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3934); 45. Peraturan Pemerintah RI Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3952); 46. Peraturan Pemerintah RI Nomor 108 Tahun t e n t a n g T a t a C a r a Pertanggungjawaban Kepala Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 210, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4027); 47. Peraturan Pemerintah RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan atas Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4090); 48. Peraturan Pemerintah RI Nomor 70 Tahun 2001 tentang Kebandarudaraan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4146); 49. Peraturan Pemerintah RI Nomor 82 Tahun 2001, tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air; 50. Peraturan Pemrintah RI Nomor 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4242) 51. Peraturan Pemerintah RI Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 45, Tambahan 1-6

22 Pendahuluan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4385 ); 52. Peraturan Pemerintah RI Nomor 15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4489; 53. Peraturan Pemerintah RI Nomor 16 Tahun 2005, tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum; 54. Peraturan Presiden RI Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum; 55. Peraturan Pemerintah RI Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan P e n g a w a s a n P e n y e l e n g g a r a a n Pemerintahan Daerah; 56. Peraturan Pemerintah RI Nomor 20 Tahun 2006 tentang Irigasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 20); 57. Peraturan Pemerintah RI Nomor 34 Tahun 2006, tentang Jalan; 58. Peraturan Pemerintah RI Nomor 3 Tahun 2008, tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan Serta Pemanfaatan Hutan (Lembaran Negara Nomor 16 Tahun 2008, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4814); 59. Keputusan Presiden RI Nomor 62 Tahun 2002 tentang Koordinasi Penataan Ruang Nasional; 60. Keputusan Presiden RI Nomor 53 Tahun 1989 tentang Kawasan Industri; 61. Keputusan Presiden RI Nomor 57 tahun 1989, tentang Kriteria Kawasan Budidaya; 62. Keputusan Presiden RI Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung; 63. Keputusan Presiden RI Nomor 33 Tahun 1991 tentang Penggunaan Tanah bagi Kawasan Industri; 64. Keputusan Presiden RI Nomor 74 Tahun 2001 tentang Tata Cara Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah; 65. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1987 tentang Penyerahan Prasarana Lingkungan, Utilitas Umum, dan Fasilitas Sosial Perumahan Kepada Pemerintah Daerah; 66. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 1987, tentang Pedoman Penyusunan Rencana Kota; 67. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 1996 tentang Pedoman Perubahan Pemanfaatan Lahan Perkotaan; 68. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang di Daerah; 69. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 1998 tentang Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam Proses Perencanaan Tata Ruang di Daerah; 70. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2006 tentang Jenis dan Bentuk Produk Hukum Daerah; 71. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 16 Tahun 2006 tentang Prosedur Penyusunan Produk Hukum Daerah; 72. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2006 tentang Lembaran Daerah dan Berita Daerah; 73. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor. P.14/Menhut-II/2006 tentang Pinjam Pakai Kawasan Hutan; 74. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 31 Tahun 1995 Tentang Terminal Transportasi Jalan; 75. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 134 Tahun 1998 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Daerah Tingkat I dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II; 76. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup, Nomor 35/MENLH/12/1998, tanggal

23 Pendahuluan Desember 1998, tentang Amdal Regional Bandung Utara; 77. Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 327/KPTS/ M/2002 Tahun 2002 tentang Penetapan Enam Pedoman Bidang Penataan Ruang; 78. Keputusan bersama Menteri dalam Negeri dan Menteri Kesehatan Nomor 34 Tahun 2005 dan Nomor 1138/Menkes/PB/VIII/2005 tentang Pengembangan Kabupaten/Kota Sehat; 79. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 147 Tahun 2004 tentang Pedoman Koordinasi Penataan Ruang Daerah; 80. Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 375/M/ KPTS/2004 tentang Penetapan Ruas-ruas Jalan dalam Jaringan Primer menurut peranannya sebagai Jalan Arteri, Jalan Kolektor 1, Kolektor 2, Kolektor Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 376/M/ KPTS/2004 tentang Penetapan Ruas-ruas Jalan Menurut Statusnya; 82. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 369/KPTS/M/2005 tentang Rencana Umum Jaringan Jalan Nasional 83. Peraturan Daerah Provinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat Nomor 11 Tahun 1997 tentang Irigasi (Lembaran Daerah Tahun 1997 Nomor 3, Seri C); 84. Peraturan Daerah Provinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat Nomor 12 Tahun 1997 tentang Pembangunan di Pinggir Sungai dan Sumber Air (Lembaran Daerah Tahun 1997 Nomor 1 A, Seri C); 85. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 1 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pembentukan dan Teknik Penyusunan Peraturan Daerah (Lembaran Daerah Tahun 2000 Nomor 2, Seri D); 86. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 3 Tahun 2001 tentang Pola Induk Pengelolaan Sumber Daya Air di Jawa Barat (Lembaran Daerah Tahun 2001 Nomor 1, Seri C); 87. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 10 Tahun 2001 tentang Pengambilan dan Pemanfaatan Air Permukaan (Lembaran Daerah Tahun 2001 Nomor 1, Seri D); 88. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 16 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Air Bawah Tanah (Lembaran Daerah Tahun 2001 Nomor 21, Seri C); 89. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 17 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Pertambangan (Lembaran Daerah Tahun 2001 Nomor 22, Seri C); 90. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 19 Tahun 2001 tentang Pengurusan Hutan (Lembaran Daerah Tahun 2001 Nomor 2, Seri C) jo Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 8 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 19 Tahun 2001 tentang Pengurusan Hutan (Lembaran Daerah Tahun 2003 Nomor 8, Seri E); 91. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 21 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Perhubungan (Lembaran Daerah Tahun 2001 Nomor 4, Seri C); 92. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pengelolaan Lingkungan Geologi (Lembaran Daerah Tahun 2002 Nomor 2, Seri E); 93. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 11 Tahun 2001 tentang Penebangan Pohon pada Perkebunan Besar di Jawa Barat (Lembaran Daerah Tahun 2002 Nomor 6, Seri E); 94. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 2 Tahun 2003 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Barat; 95. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 8 Tahun 2005 tentang Sempadan Sumber Air (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2005 Nomor 16 Seri E, Tambahan Lembaran Daerah Nomor 19); 1-8

24 Pendahuluan 96. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 2 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung; 97. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 1 tahun 2008 tentang Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kawasan Bandung Utara (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2008 Nomor 1 Seri E, Tambahan Lembaran Daerah Nomor 38); 98. Peraturan Daerah Kabupaten Bandung Nomor 31 Tahun 2000 tentang Kebersihan, Ketertiban, Keindahan dan Kesehatan Lingkungan; 1.5 LINGKUP WILAYAH Lingkup wilayah Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bandung ini adalah seluruh wilayah administrasi Kabupaten Bandung dengan data-data sebagai berikut : b. Batas-batas : Sebelah utara : Kabupaten Bandung Barat, Kota Bandung dan Kabupaten Sumedang. Sebelah timur : Kabupaten Sumedang dan Kabupaten Garut Sebelah selatan : Kabupaten Garut dan Kabupaten Cianjur Sebelah barat : Kabupaten Bandung Barat, Kota Bandung dan Kota Cimahi b. Batas astronomis : 6 o 49' 7 o 18' Lintang Selatan dan di antara 107 o 14' 107 o 56' Bujur Timur c. Luas wilayah : ,67 Ha d. Jumlah Kecamatan : 31 Kecamatan GAMBAR 1.2 PETA ORIENTASI KABUPATEN BANDUNG 1-9

25 Pendahuluan Tabel 1.1 Wilayah Perencanaan RTRW Kabupaten Bandung No Wilayah Pengembangan Kecamatan Luas Wilayah (Ha) Jumlah Penduduk Wilayah Soreang Kec. Soreang 2.550, Kec. Kutawaringin 4.730, Kec. Katapang 1.572, Kec. Rancabali Kec. Pasirjambu , Kec. Ciwidey 4.846, Wilayah Baleendah Kec. Baleendah 4.155, Kec. Dayeuhkolot 1.102, Kec. Bojongsoang 2.781, Wilayah Banjaran Kec. Banjaran 4.291, Kec. Pangalengan , Kec. Cangkuang 2.461, Kec. Cimaung 5.500, Kec. Arjasari 6.497, Kec. Pameungpeuk 1.462, Wilayah Majalaya Kec. Majalaya 2.536, Kec. Ciparay 4.617, Kec. Pacet 9.193, Kec. Kertasari , Kec. Paseh 5.102, Kec. Ibun 5.456, Kec. Solokan Jeruk 2.400, Wilayah Cicalengka Kec. Cicalengka 3.599, Kec. Nagreg 4.930, Kec. Cikancung 4.013, Wilayah Cileunyi Kec. Cileunyi 3.157, Kec. Rancaekek 4.524, Wilayah Cimenyan-Cilengkrang Kec. Cimenyan 5.308, Kec. Cilengkrang 3.011, Wilayah Margaasih-Margahayu Kec. Margaasih 1.834, Kec. Margahayu 1.054, Jumlah , Sumber: Hasil Analisis Tahun

26 Pendahuluan 1.6 LINGKUP MATERI Adapun lingkup materi yang akan dibahas dalam Penyusunan RTRW Kabupaten Bandung ini mengacu kepada UU No.26/2007 tentang Penataan Ruang, dan ketentuan dan arahan dalam Kepmen Kimpraswil Nomor 327/KPTS/ M/2002 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten. Mengacu kepada peraturan tersebut, maka substansi data dan analisis dalam penyempurnaan RTRW Kabupaten Bandung akan meliputi : a. Kebijaksanaan Pembangunan b. Analisis Regional c. Ekonomi dan sector unggulan d. Sumberdaya Manusia e. Sumberdaya buatan f. Sumberdaya alam g. Sistem Permukiman h. Penggunaan Lahan i. Skema Pembiayaan Pembangunan j. Kelembagaan 1.7 PENDEKATAN DAN METODOLOGI PENYEMPURNAAN RTRW KABUPATEN BANDUNG KONSEPSI PENYUSUNAN RTRW KABUPATEN BANDUNG Dalam konteks perkembangan dan perubahan yang berlangsung, beberapa tahapan dilakukan sebelum melakukan Penyusunan RTRW Kabupaten Bandung, yakni: 1. Reorientasi Prinsip Penataan Ruang Kabupaten Bandung Secara garis besar, prinsip yang menjadi orientasi penataan ruang Kabupaten Bandung adalah: a. Keseimbangan pertumbuhan antar bagian wilayah. Rencana tata ruang perlu diperankan sebagai instrumen untuk mensinergikan perkembangan di seluruh Wilayah Kabupaten Bandung menurut asas demokratisasi ruang, sehingga perbedaan perkembangan antar daerah diarahkan menuju integrasi fungsi ruang secara komplementer. b. Perlindungan terhadap kelestarian lingkungan. Masalah pelestarian lingkungan pada dasarnya telah menjadi pertimbangan dalam penataan ruang terdahulu, namun kejelasan fungsi dan kriteria perlindungan lingkungan menjadi semakin lengkap sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. c. Peranserta masyarakat sebagai subyek penataan ruang perlu dilembagakan menurut mekanisme yang diatur dalam peraturan-perundangan, sesuai dengan perkembangan dan berdasarkan kemampuan setempat. d. Keterbukaan dan akuntabilitas proses penataan ruang dalam rangka mewujudkan good governance yang menjadi salah satu persyaratan pengelo laan pemba nguna n di Indonesia. Penyempurnaan RTRW Kabupaten Bandung dapat diperankan sebagai bagian dari proses menuju good governance dalam penataan ruang. 1-11

27 Pendahuluan 2. Memperjelas Kedudukan dan Substansi Penataan Ruang Pada Tingkat Kabupaten Bandung dan Kecamatan Pada skala nasional telah dilangsungkan pembaharuan dalam kebijaksanaan pembangunan daerah, yaitu perkuatan menuju otonomi daerah pada tingkat Daerah Kabupaten/Kota. Dengan demikian, peran dan fungsi Kabupaten Bandung dalam perencanaan, pema nfaatan, da n pengendalian pemanfaatan ruang perlu diposisikan kembali secara tepat. Dapat dipahami bahwa sebagai salah satu konsekuensi otonomi daerah, setiap Daerah Kabupaten/Kota memiliki kewenangan yang lebih besar untuk mengembangkan potensi masing-masing, namun kondisi ini sekaligus membuka peluang bagi terjadinya konflik kepentingan antardaerah Kabupaten/Kota. Oleh karenanya, peran pengarahan (guidance) dari Pemerintah Provinsi menjadi penting untuk mencegah terjadinya konflik kepentingan melalui kewenangan yang bersifat lintas Kabupaten dan Kota. Dalam rangka mengintegrasikan dan mensinergikan pembangunan antardaerah Kabupaten/Kota, beberapa hal pokok yang perlu diatur dalam RTRW Kabupaten Bandung adalah delineasi dan p e n g e l o l a a n k a w a s a n l i n d u n g, pengembangan jaringan infrastruktur berfungsi primer, pengelolaan daerah aliran sungai, penetapan fungsi dan hirarki pusat-pusat pembentuk struktur ruang kota, penetapan kawasan strategis dan kepentingan pertahanan-keamanan nasional. 3. Mengintegrasikan Pembangunan Sektoral A r t i p e n t i n g t e r s e l e n g g a r a n y a pembangunan sektoral yang terintegrasi adalah tercapainya efisiensi dalam pemanfaatan sumberdaya alam secara kolektif, serta terhindarnya konflik kepentingan antar sektor. Dengan demikian, Penyusunan RTRW Kabupaten Band u ng a ka n be r pe ran u nt uk mengidentifikasi prioritas pemanfaatan ruang serta menciptakan keterhubungan antar sektor melalui prasarana dan sarana wilayah berskala kabupaten. 4. Memperkuat Pelembagaan Penataan Ruang Pelembagaan penataan ruang mencakup proses perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian pemanfaatan ruang yang pada hakekatnya berfungsi sebagai suatu mekanisme yang menjamin berlangsungnya penyelenggaraan penataan ruang secara taat asas serta secara iteratif mengintegrasikan rencana tata ruang antardaerah Kabupaten/Kota maupun secara vertikal antara Daerah Propinsi dengan Daerah Kabupaten/Kota. Penyempurnaan RTRW Kabupaten Bandung diharapkan dapat berperan sebagai bagian dari proses pelembagaan penataan ruang untuk mencapai konsistensi antara perencanaan dengan implementasinya serta keterpaduan antara perencanaan tata ruang terkait. 1-12

28 Pendahuluan PROSES PENYUSUNAN DOKUMEN Proses penyusunan dokumen meliputi : 1. Tahap Persiapan dan Identifikasi a) Penajaman metode dan rencana kerja b) Penyiapan perangkat survey c) Penyiapan peta dasar dan Citra Satelit d) Pengumpulan data awal e) Pengkajian awal terhadap data sekunder f) Perumusan Design/Pedoman survai. 2. Tahap Survai Lapangan, Pengumpulan Data & Identifikasi a) Pelaksanaan Survai lapangan b) Penyerapan Aspirasi Masyarakat/ Stakeholders c) Pengumpulan, Tabulasi, Kompilasi, dan Interpretasi d) Identifikasi Data kebijakan dan Teori e) Identifikasi Karakteristik Internal Wilayah dan Wilayah Eksternal Terkait. Data yang dikumpulkan pada tahap ini adalah data-data yang terkait atau merupakan karakteristik dari Kabupaten Bandung dan Propinsi Jawa Barat yang lebih luas, sekaligus pelengkapan kembali data internal maupun eksternal yang telah dikumpulkan pada tahap pengumpulan data awal apabila pada saat pengumpulan data awal data yang diperoleh belum/kurang lengkap. Data tersebut meliputi aspekaspek : Kebijaksanaan Pembangunan Daerah Data-data untuk Analisis Regional Data karakteristik wilayah (ekonomi dan sektor unggulan, sumberdaya manusia, sumber daya buatan, fisik dasar dan sumber daya alam, sistem permukiman, penggunaan Lahan, P e m b i a y a a n P e m b a n g u n a n, Kelembagaan). 3. Tahap Analisis dan Identifikasi Potensi dan Masalah Kawasan Berdasarkan data-data yang telah ditabulasi maupun digambarkan secara g r a f i s, k e m u d i a n d i i d e n t i f i k a s i karakteristiknya. Karakteristik yang diidentifikasi sesuai dengan data-data yang diperoleh pada tahap sebelumnya, yakni meliputi: Kondisi fasilitas dan sarana yang mempengaruhi hirarki pusat pelayanan sarana & fasilitas di wilayah Kondisi fisik dan SDA wilayah (DAS, Geologi, SDA, Topografi, Hidrologi, Klimatologi, Jenis tanah, Rawan bencana, dll.) Kondisi perekonomian dan pembiayaan kota yang diidentifikasi meliputi: s t r u k t u r e k o n o m i w i l a y a h, pertumbuhan ekonomi, profil dan perkembangan investasi, pendapatan perkapita, dan perkembangan sektor utama. Sedangkan identifikasi pembiayaan daerah penunjang pengembangan wilayah meliputi Kemampuan Pembiayaan Kota dan kemungkinan bantuan dari Pemerintah yang lebih tinggi tingkatannya maupun bentuk-bentuk/pola-pola kerja sama 1-13

29 Pendahuluan pembiayaan dengan pihak lain (swasta, masyarakat, maupun Pemerintah Negara lain). Kondisi kependudukan & sosial di wilayah Kabupaten maupun yang lebih luas (Metropolitan Bandung). Kondisi sosial kependudukan yang diidentifikasi meliputi: jumlah, kepadatan, dan perkembangan penduduk, pola migrasi, ketenagakerjaan, serta IPM & IKM penduduk, dan kondisi lainnya sebagaimana diatur dalam Pedoman Penyusunan RTR (Rencana Tata Ruang) menurut Kepmen Kimpraswil 327/M/ KPTS/2001. Kondisi infrastuktur yang meliputi infrastruktur transportasi, pengairan, energi, telekomunikasi, dll. Kondisi Kelembagaan pembangunan di kawasan Kabupaten Bandung, yang meliputi kelembagaan Pemerintah Kota serta kelembagaan non pemerintah lainnya yang menunjang pengembangan kawasan Kota Bandung. Identifikasi Klasifikasi Hirarki Pusat Pelayanan Sarana dan Fasilitas Identifikasi penggunaan Ruang dan kondisi Pertanahan. 4. Tahap Penyusunan Rencana dan Indikasi Program Berdasarkan hasil kajian makro maupun mikro Kabupaten Bandung, selanjutnya dilakukan perumusan strategi dan kebijakan tata ruang Kabupaten Bandung. Rumusan konsep RTRW yang dilengkapi peta-peta dengan tingkat ketelitian skala 1: : 1. Rencana Struktur dan Pola Pemanfaatan Ruang; 2. Rencana Pengelolaan Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya; 3. R e n c a n a S i s t e m P r a s a r a n a Transportasi, Telekomunikasi, Energi, Pengairan, dan Prasarana Pengelolaan Lingkungan; 4. Rencana Penatagunaan Tanah, Air, Udara, Hutan, dan Sumberdaya Alam Lainnya; 5. R e n c a n a S i s t e m K e g i a t a n Pembangunan. 1.8 SISTEMATIKA PEMBAHASAN Sistematika Dokumen Rencana Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bandung dibagi dalam enam bagian, yaitu: Bab 1 Tahun ini Bab ini merupakan bab pendahuluan membahas mengenai latar belakang, maksud dan tujuan, ruang lingkup, metode pendekatan serta hasil keluaran dari kegiatan Penyusunan RTRW Kabupaten Bandung. Bab 2 Bab ini menjelaskan Konsep dan Strategi Pengembangan, yang mencakup arah kebijakan makro dan mikro, serta konsep tata ruang. Bab 3 Bab ini merupakan produk akhir dari kegiatan, yaitu Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bandung, meliputi Rencana Struktur Tata Ruang, Rencana Pola Pemanfaatan Ruang, Rencana Pengelolaan dan Pengendalian Kawasan. 1-14

30 Pendahuluan Bab 4 Bab ini menguraikan mengenai pemanfaatan ruang yang meliputi pola penatagunaan tanah, air dan udara serta rencana program pembangunan di Kabupaten Bandung. Bab 5 Bab ini merupakan bab yang menguraikan mengenai pengendalian pemanfaatan ruang di Kabupaten Bandung. Bab 6 Merupakan bab terakhir yang menjabarkan mengenai peran serta masyarakat dalam perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang. 1-15

31 Konsep dan Strategi Pengembangan 2.1 ISU STRATEGIS MENYANGKUT TATA RUANG DAN ISU REGIONAL ISU STRATEGIS MENYANGKUT TATA RUANG Isu Strategis Menyangkut Tata Ruang Wilayah, antara lain: Penurunan kualitas dan kuantitas sumber daya alam dan lingkungan di cekungan Bandung umumnya, yaitu pada sumber daya udara, air, lahan, hutan, dan mineral/ batuan; Penurunan kualitas lingkungan (estetika dan fungsi) antara lain pada sungai dan saluran, danau-waduk, situ, mata air, hutan, pemukiman, fasilitas umum dan lain -lain; Pengelolaan dan penanganan hasil kegiatan berupa bahan limbah (padat, cair dan gas) menyangkut teknis pembuangan, kelembagaan, peraturan dan partisipasi/ kepedulian masyarakat; Perambahan hutan yang menyebabkan terjadinya erosi, banjir, kekeringan dan bencana lainnya Rendahnya kualitas dan kuantitas prasarana dan sarana dasar/ infrastruktur wilayah (sarana dan prasarana lingkungan permukiman perdesaan dan permukiman, kesehatan dan pendidikan). Konflik pemanfaatan ruang antara masyarakat, dunia usaha serta pemerintah; ISU REGIONAL Sedangkan Isu regional yang ada di Kabupaten Bandung antara lain: a. Sinergi/keterpaduan rencana tata ruang wilayah perbatasan Kab/Kota, antara lain: Sinergi rencana struktur ruang antara Kab/ Kota berbatasan di Metropolitan Bandung (peran dan fungsi kota) Rencana Pola Pemanfaatan ruang menyangkut kaw lindung dan budidaya (contoh: pengembangan zona industri Kab. Sumedang dengan rencana tata ruang Kec Rancaekek/Kab. Bandung karena pencemaran S. Cikijing) Pengembangan Kawasan skala besar (contoh: Pengembangan Kota Baru Gede Bage dengan rencana Kota Baru Tegalluar) b. Isu menyangkut aspek Infrastruktur di Kabupaten Bandung Permasalahan Transportasi antara lain: Terjadinya urban sprawl dan spill over perkembangan Kota Bandung yang menyebabkan kemacetan di wilyah perbatasan, khususnya Kab. Bandung dengan Kota Bandung yang disebabkan adanya commuter yang sangat cepat berkembang; 2-1

32 Konsep dan Strategi Pengembangan Belum terwujudnya sistem angkutan massal yang didukung dengan prasarana jalan yang memadai yang menghubungkan antar Kabupaten dan Kota Permasalahan Drainase yaitu belum adanya sistem drainase dan sistem sewerage terpadu yang mampu menangani persoalan terjadinya genangan banjir khususnya pada kawasan-kawasan permukiman padat di perbatasan Kab dengan Kota Bandung serta persoalan drainase lainnya yang bersifat lintas Kab/kota.(contoh pada persimpangan antara jalan TOL Padaleunyi dengan jalanjalan propinsi, yaitu : ruas jalan kopo, jalan Moh Toha, jalan Buah Batu, jalan Cibaduyut, Jl. Margaasih dan lain-lain) Permasalahan Air Bersih antara lain: Sistem penyediaan Air Bersih yang belum terpadu antara Kabupaten Bandung dengan Kota Bandung serta Kota Cimahi dan Kabupaten Bandung Barat serta kabupaten lainnya. Exploitasi Air bawah tanah masih tinggi Pemanfaatan air permukaan dengan teknologi recycle masih kurang Terbatasnya sumber-sumber air untuk penyediaan air baku untuk skala metro Bandung (waduk/tandon/danau) c. Isu menyangkut Pengelolaan Lingkungan di Kabupaten Bandung antara lain: timbulnya pencemaran terhadap lahan pertanian di Kec. Rancaekek Kab. Bandung Belum memadainya fasilitas pengelolaan limbah domestik / IPLT untuk memenuhi kebutuhan permukiman, khususnya metropolitan Bandung Fasilitas Pengelolaan Sampah, dengan isu utama yaitu Belum tersedianya fasilitas pengelolaan sampah yang memadai untiuk melayani kebutuhan penge;lolaan persampahan dalam konteks metropolitan Bandung (GBWMC) Konservasi Sumber Daya Alam, dengan isu utama antara lain: Masih tingginya areal Lahan Kritis Belum mantapnya pengelolaan Sumber daya air (mata air, sungai dan perairan umum lainnya) Masih tingginya exploitasi air bawah tanah, baik oleh industri maupun domestik IPAL antara lain: dan IPLT, dengan isu utama Tidak berfungsinya sistem IPAL industri di Kab. Sumedang berimplikasi Danau Cisanti, hulu sungai Citarum di Gunung Wayang 2-2

33 Konsep dan Strategi Pengembangan 2.2 ARAH KEBIJAKAN MAKRO PENGEMBANGAN WILAYAH KEBIJAKAN TATA RUA NG NASIONAL Rencana Tata Ruang Nasional (RTRWN) merupakan arah kebijakan tata ruang yang bersifat menyeluruh, mengatur arahan pengembangan pusat-pusat kegiatan di wilayah Indonesia. RTRWN merupakan merupakan kebijakan ruang yang memerlukan penjabaran lebih lanjut ke dalam kebijakan ruang lain yang lebih rendah dengan tingkat kedetailan yang lebih tinggi. Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) telah ditetapkan struktur dan pola pemanfaatan ruang wilayah nasional, yang salah satu komponennya adalah penetapan kawasan andalan dan kawasan tertentu. Kedua jenis kawasan tersebut mengandung pengertian sebagai berikut: 1. Kawasan Andalan mengandung pengertian sebagai kawasan yang secara nasional menyangkut hajat hidup orang banyak, baik ditinjau dari sudut kepentingan politik, ekonomi, sosial, budaya, lingkungan maupun pertahanan dan keamanan. Selain itu, kawasan ini dapat juga merupakan kawasan yang prospektif untuk berkembang mempunyai peluang untuk dikembangkan karena didalamnya terdapat sumber daya alam, mempunyai akses terhadap pusat pertumbuhan, dekat dengan dan dapat menjadi pusat-pusat permukiman dan dimungkinkan untuk pengadaan prasarana pendukung secara ekonomis. 2. Kawasan Tertentu/Kawasan Khusus mengandung pengertian sebagai kawasan yang memerlukan perhatian dan penanganan khusus yang meliputi kawasankawasan yang cepat pertumbuhannya atau mempunyai potensi untuk tumbuh lebih cepat dari kawasan lainnya, kawasan yang peka atau menghadapi krisis lingkungan, kawasan yang sangat tertinggal serta kawasan perbatasan yang penting baik dari segi ekonomi maupun pertahanan keamanan. A. STRUKTUR DAN POLA PEMANFAATAN RUANG WILAYAH NASIONAL Arah kebijakan pokok pembangunan daerah ke depan dalam kebijakan tahapan pertumbuhan RTRWN adalah sebagai berikut : a. Memacu pembangunan dan hasil-hasilnya dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat sesuai dengan keunggulan komparatif dan kompetitif daerah dalam mewujudkan daya saing nasional. b. Meningkatkan prakarsa dan peran serta aktif masyarakat, swasta dan pemerintah daerah c. Meningkatkan pendayagunaan/pengelolaan potensi daerah secara optimal dan terpadu dalam semangat otonomi daerah dalam kerangka NKRI. 2-3

34 Konsep dan Strategi Pengembangan d. Mengupayakan pemerataan hasil-hasil pembangunan di seluruh wilayah tanah air, daerah dan kawasan yang kurang berkembang (seperti Kawasan Timur Indonesia, daerah terpencil dan daerah perbatasan) Struktur dan Pola Pemanfaatan Ruang Wilayah Nasional meliputi strategi atau langkah-langkah yang perlu dibuktikan dalam pengembangan dan pengelolaan kawasan untuk mewujudkan tata ruang yang diinginkan. Struktur dan pola ini diharapkan dapat dicapai dengan menerapkan strategi: 1. Strategi pengembangan dan pengelolaan kawasan berfungsi lindung 2. Strategi pengembangan dan pengelolaan kawasan berfungsi budidaya Pola dan Pemanfaatan Ruang Wilayah Nasional menggambarkan secara indikatif sebaran kegiatan pelestarian alam kegiatan budaya produksi serta persebaran permukiman. Pola ini secara spasial dapat memperlihatkan pola kawasan Arahan-arahan dalam Kebijakan Struktur Ruang RTRWN Struktur Ruang Wilayah Nasional adalah suatu struktur yang memperlihatkan pola jaringan prasarana transportasi, kelistrikan, telekomunikasi dan air dalam mendukung sistem permukiman dan kawasan-kawasan andalan serta kawasan kerjasama dengan negara tetangga. Hirarki fungsional kota dalam wilayah nasional terdiri dari Pusat Kegiatan Nasional (PKN), Pusat Kegiatan Wilayah (PKW), dan Pusat Kegiatan Lokal (PKL). Arahan-arahan di dalam kebijakan struktur ruang meliputi : a. Arahan Pengembangan Sistem Kota, dengan tujuan : Menata dan mengarahkan perkembangan kota-kota di bagian Utara dan Tengah. Mengembangkan secara terbatas kota-kota di bagian Selatan. Menata distribusi Pusat Kegiatan Nasional (PKN) dan Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) yang mendukung keserasian perkembangan kegiatan pembangunan antar wilayah. Arahan pengembangan sistem kota di wilayah Kabupaten Bandung adalah : 1. Mengembangkan Pusat Kegiatan Nasional (PKN), meliputi Metropolitan Bandung. 2. Mengembangkan Pusat Kegiatan Lokal (PKL), meliputi: Majalaya, Cileunyi, Banjaran, Soreang, Pangalengan, Ciwidey dan Ciparay. b. Arahan Pengembangan Infrastruktur Wilayah, dengan tujuan: 1. Meningkatkan dan mempertahankan tingkat pelayanan infrastruktur transportasi yang ada untuk mendukung tumbuhnya pusat-pusat pertumbuhan. 2. Mewujudkan keseimbangan ketersediaan air pada musim hujan dan kemarau. 3. Meningkatkan dan mempertahankan jaringan irigasi yang ada dalam rangka swasembada pangan. 2-4

35 Konsep dan Strategi Pengembangan 4. Meningkatkan ketersediaan energi dan jaringan telekomunikasi. 5. Meningkatkan ketersediaan infrastruktur permukiman seperti prasarana pengolahan air bersih, IPLT/IPAL dan Fasilitas Pengelolaan Sampah (FPS) Regional serta infrastruktur lainnya (kesehatan, pendidikan, faslitas, pelayanan, ekonomi dll). c. Arahan Pengembangan Kawasan Andalan Penetapan beberapa wilayah di Provinsi Jawa Barat sebagai kawasan andalan adalah untuk mendorong : 1. Terwujudnya suatu kawasan yang mampu berperan mendorong pertumbuhan ekonomi bagi kawasan tersebut dan kawasan sekitarnya serta dapat mendukung struktur ruang Propinsi Jawa Barat sesuai dengan yang telah direncanakan. 2. Sinergisasi keselarasan pengembangan antar wilayah dan antar sektor. Pengembangan wilayah Kabupaten Bandung dapat lebih meningkat melalui penciptaan integrasi dan kerjasama menguntungkan antar wilayah berbatasan. Bentuknya berupa pemanfaatan dan pengembangan potensi dan sektor unggulan wilayah secara maksimal dengan mema nfaatkan keunggulan komparatif dan kompetitif tiap wilayah. d. Arah Kebijakan Pengembangan Jaringan Transportasi Nasional, yang diwujudkan dalam strategi sebagai berikut: Menetapkan jaringan transportasi nasional dengan prinsip selalu terpadu dan optimal dalam menunjang dinamika perkembangan kawasan, yang dijabarkan ke dalam kriteria penetapan sistem transportasi. Mempertahankan dan memelihara jaringan transportasi nasional, dijabarkan dengan strategi mengamankan daerahdaerah sempadan jalur kereta api, jalan (termasuk tol/arteri), pelabuhan laut dan jalur pelayaran, serta bandar udara dan jalur penerbangan dalam rangka mempertahankan keberadaan sistem transportasi nasional. Mengembangkan jaringan transportasi nasional Memanfaatkan jaringan transportasi nasional secara bersyarat, diupayakan dengan strategi mengembangkan transportasi di pesisir secara bersyarat ketat. Tujuan Nasional Pemanfaatan Ruang Salah satu muatan RTRWN adalah tujuan n a s i o n a l p e m a n f a a t a n r u a n g. Memperhatikan tata ruang yang ada dan skenario ruang 2020 yang diinginkan, tujuan nasional pemanfaatan ruang adalah peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pertahanan keamanan, yang diupayakan melalui : a. Pemanfaatan sumber daya nasional yang optimal, meliputi: 2-5

36 Konsep dan Strategi Pengembangan pemanfaatan sumber daya alam yang seoptimal mungkin dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan; d. Kemampuan memelihara pertahanan keamanan negara yang dinamis dan memperkuat integrasi nasional. pengaturan lokasi pemanfaatan lahan yang menghasilkan sinergi keterkaitan sektor dalam wilayah nasional dan menghindari konflik pemanfaatan ruang dan sumber daya; penetapan pokok-pokok kriteria penentuan kawasan budidaya serta kebijaksanaan pengelolaannya. b. Keseimbangan perkembangan antar kawasan nasional melalui pemanfaatan ruang kawasan secara serasi, selaras dan seimbang serta berkelanjutan dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi, mempercepat pertumbuhan kawasan tertinggal dan meningkatkan daya dukung lingkungan nasional. c. Pencegahan kerusakan fungsi lingkungan hidup, meliputi : peningkatan fungsi lindung terhadap tanah, air, iklim, keanekaragaman hayati, tumbuhan dan satwa serta nilai sejarah dan budaya bangsa; pemeliharaan keanekaragaman hayati, ekosistem dan keunikan alam serta kearifan tradisional; penetapan pokok-pokok kriteria berdasarkan prinsip meningkatkan dan memelihara fungsi lindung fisik wilayah dan sosial budaya bangsa dalam penentuan kawasan lindung serta kebijaksanaan pengelolaannya. Untuk mew uju dkan peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pertahanan keamanan, perlu dirumuskan arah kebijakan dan strategi pengembangan pola pemanfaatan ruang nasional berupa pemanfaatan kawasan lindung, kawasan budidaya (termasuk dengan pertahanan dan keamanan), dan kawasan tertentu, beserta arah kebijakan dan strategi pengembangan struktur ruang berupa sistem perkotaan, sistem transportasi, dan sistem infrastruktur wilayah pendukung lainnya. Pentahapan Rencana Pemanfaatan Ruang Wilayah Nasional Pentahapan rencana pengembangan wilayah nasional dilakukan dengan menggunakan pendekatan Incremental Capital Output Ratio (ICOR), skenario ekonomi Indonesia, dan kebijakan nasional. Berdasarkan pendekatan ICOR, diperoleh tingkat efisiensi pembangunan daerah (kabupaten/kota). Hal ini dilakukan dengan mengkaji kinerja daerah dari berbagai aspek, yaitu jumlah penduduk dan indeks pembangunan manusia/ipm, nilai tambah PDRB, ketersediaan infrastruktur, dan tingkat manajemen pembangunan daerah. Sedangkan dari kajian terhadap skenario ekonomi Indonesia, terdapat dua tahapan yang terakomodasikan dalam pengaturan RTRWN, yaitu pada: 2-6

37 Konsep dan Strategi Pengembangan Tahapan pemulihan ekonomi (hingga 2004) Tahapan pertumbuhan ekonomi (hingga 2020) Kebijakan nasional yang dimaksud adalah kebijakan pembangunan yang telah ada dalam berbagai peraturan perundangan dan memiliki implikasi keruangan ke depan yang berarti (signifikan). Paling tidak ada tiga kebijakan yang termasuk dalam kategori ini, yaitu i) Kebijakan prioritas pembangunan Kawasan Timur Indonesia (KTI), ii) Kebijakan pembangunan Kawasan Perbatasan dan Tertinggal, dan iii) K e b i j a k a n p e m b a n g u n a n y a n g mewujudkan Indonesia sebagai negara yang memiliki nilai kompetitif dari negara maritim dan agraris. Secara singkat dapat disebutkan bahwa dengan kebijakan, prinsip ship follows the trade harus dirubah menjadi trade follows the ship (keberpihakan). A. Tahapan Pemulihan Skenario pengembangan ekonomi wilayah nasional pada tahap pemulihan ekonomi (sampai dengan 2004) menggambarkan bahwa pengembangan ruang juga mengalami pemulihan. Kawasan/sentra produksi yang sempat berhenti, diharapkan mulai kembali berproduksi. Perkembangan kawasan baru relatif tidak ada akibat tidak ada investasi. Secara ruang, jika dilihat melalui skenario ini maka khusus untuk ekonomi wilayah Pulau Jawa dengan infrastruktur yang baik, mendorong baik industri hulu maupun hilir serta pengembangan agrobisnis terpadu yang sempat menurun, terutama di Pantai Utara dengan mendorong ekspor-impor dan keterkaitan dengan pulau lainnya. Struktur ruang yang terwujud adalah pemulihan kembali fungsi kota-kota PKN (semua kriteria) dan didukung oleh pemulihan kembali fungsi Jalan Lintas Utara dan Tengah, yang didukung oleh pemulihan bandara dan pelabuhan serta kereta api, demikian pula dengan pemulihan prasarana sumberdaya air, listrik dan telekomunikasi mendukung pemulihan sistem kota dan kawasan. B. Tahapan Pertumbuhan Skenario ruang tahun diindikasikan dengan meningkatnya investasi masuk dalam berbagai usaha industri, pertanian, pertambangan, jasa dan lain-lain. Dengan demikian, secara ruang akan ada kemungkinan, yaitu munculnya kawasan/lokasi baru kegiatan ekonomi dan semakin intensifnya pengelolaan kawasan/lokasi akibat peningkatan kegiatan ekonomi baru. Dan dalam RTRWN pada tahapan pertumbuhan ini menjabarkan bahwa Kabupaten Bandung yang berada dalam kawasan Cekungan merupakan salah satu kawasan andalan yang paling diprioritaskan. Berdasarkan kebijakan yang telah ditetapkan dalam RTRWN, Kawasan Cekungan Bandung memiliki arahan pengembangan sebagai : 2-7

38 Konsep dan Strategi Pengembangan 1. Kawasan pengembangan andalan prioritas nasional 2. Pengembangan pusat kawasan andalan prioritas 1 Sistem Kota-kota Faktor penting dalam pembentuk struktur ruang adalah sistem kota-kota, yaitu adanya pembagian fungsi dan skala pelayanan kota menurut hirarkinya. Dalam kaitan ini, untuk wilayah Kabupaten Bandung dan sekitarnya, RTRWN menetapkan beberapa kota prioritas. Kota Kota prioritas tersebut di atas dimaksudkan untuk dapat berperan sebagai: Kota-kota pusat pertumbuhan Pusat penyebaran pelayanan sektor-sektor ekonomi serta sekaligus sebagai counter magnet Kota-kota sebagai buffer city atau penya ngga untuk mengantisipasi perkembangan kota-kota besar lainnya. Kota yang ditetapkan sebagai PKN pada dasarnya memenuhi kriteria sebagai pusat yang mempunyai potensi sebagai pintu gerbang ke kawasan-kawasan internasional dan mempunyai potensi untuk mendorong daerah sekitarnya; pusat jasa-jasa pelayanan keuangan/ bank, pusat pengolahan/ pengumpul barang, simpul, pusat jasa pemerintahan, serta pusat jasajasa kemasyarakatan yang lain untuk nasional atau meliputi beberapa provinsi. Sedangkan kota-kota yang berperan sebagai PKL memenuhi kriteria sebagai pusat jasajasa pelayanan keuangan/ bank, pusat pengelolaan/ pengumpul barang, simpul transportasi, pusat jasa pemerintahan yang melayani satu kabupaten atau beberapa kecamatan. B. POLA PEMANFAATAN RUANG WILAYAH NASIONAL Pola pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten Bandung menggambarkan secara indikatif sebaran kegiatan pelestarian alam dan cagar budaya, kegiatan produksi, serta persebaran kegiatan strategis nasional. Pola ini secara spasial memperlihatkan pola persebaran kawasan lindung, pola pengembangan kawasan budidaya dan pola pengembangan kawasan fungsional. 1) Pengembangan Kawasan Lindung Pola pengelolaan kawasan lindung menggambarkan kawasan berfungsi lindung dalam ruang wilayah, baik di darat, laut dan udara. Pola ini memperlihatkan keterkaitan kawasan-kawasan lindung dengan lokasi pengembangan kawasan budidaya dan sektor produksi di dalamnya serta keterkaitan dengan lokasi kawasan fungsional. Kawasan-kawasan lindung tersebut meliputi kawasan lahan gambut, cagar budaya, rawan bencana (banjir, longsor, tsunami, kenaikan muka air laut akibat pernanasan global, dsb). 2-8

39 Konsep dan Strategi Pengembangan Tabel 2.1 Kawasan Lindung Nasional di Wilayah Provinsi Jawa Barat Nama Kawasan Lindung Luas (Ha) TN. Gunung Gede-Pangrango CA. G.Tangkuban Perahu 1290 CA. Leuweung Sancang 2157 CA. Gunung Tilu 8000 CA. Gunung Papandayan 6620 CA. Gunung Burangrang 2700 CA. Kawah Kamojang 7636 CA. Gunung Simpang SM. Cikepuh 8127 SM. Gunung Sawal 5400 TW. Gunung Tampomas 1250 CAL. Leuweung Sancang 1150 CAL. Pulau Sangiang 1228 Jumlah Keterangan: TN : Taman Nasional CA : Cagar Alam TW: Taman Wisata SM : Suaka Margasatwa CAL: Cagar Alam Laut Sumber : Draft RTRWN, 2004 Penetapan kawasan lindung didasarkan pada kawasan lindung yang telah ditetapkan di dalam RTRWN dengan penyesuaian berdasarkan penetapan kawasan lindung dari RTRWP masing-masing Provinsi. Luas kawasan lindung di Jawa Barat diperkirakan seluas sekitar Ha. Kawasan lindung yang terdapat di Provinsi Jawa Barat terdiri dari Taman Nasional, Taman Wisata, Cagar Alam Laut, Cagar Alam dan Suaka Margasatwa. 2) Pengembangan Kawasan Budidaya Penetapan kawasan budidaya memuat arahan yang mencakup kegiatan sektor-sektor produksi dan jasa (pertanian t a n a m a n p a n g a n, k e h u t a n a n, pertambangan, pariwisata, perindustrian dan permukiman). Pengelolaan kawasan budidaya di Jawa Barat diarahkan sebagai berikut : 1) Kawasan budidaya yang perkembangannya berada di kawasan lindung diupayakan agar tidak semakin meluas kegiatannya, karena akan dapat menimbulkan kerusakan lingkungan. Upaya yang dilakukan dari kawasan lindung perlu dilakukan agar fungsi kawasan lindung tidak terganggu. 2) Wilayah yang perkembanganya sangat lambat (tertinggal) didorong melalui peningkatan keterkaitan dengan wilayah lainnya yang telah berkembang. Untuk itu perlu adanya dukungan prasarana yang memadai agar keterkaitan tersebut dapat terwujud. 3) Perlu peningkatan keterkaitan di kawasan budidaya baik keterkaitan antar kawasan perdesaan dan perkotaan maupun keterkaitan antar kawasan lainnya. 4) Pengembangan kawasan budidaya yang berada di bagian hulu sungai dilakukan dengan memperhatikan kawasan yang berada di bagian hilir, sehingga dampak negatif yang ditimbulkan oleh kegiatan 2-9

40 Konsep dan Strategi Pengembangan yang berada di hulu sungai tidak berpengaruh terhadap kegiatan yang ada di bagian hilir sungai. 3) Pengembangan Kawasan Andalan Dengan mengacu pada RTRWN (2004), telah ditetapkan arahan bagi pengembangan kawasan-kawasan andalan di Jawa Barat. Kabupaten Bandung sendiri termasuk ke dalam Kawasan Andalan Cekungan Bandung (lihat Tabel 2.2). 4) Kawasan Kritis Dengan mengacu pada RTRWN (2004), telah menetapkan beberapa kawasan yang dianggap kritis secara ekologi sehingga secara fungsional tidak bisa berfungsi dengan optimal. Kawasan-kawasan tersebut adalah SWS dan DAS. Wilayah Sungai Citarum merupakan SWS Kritis di Jawa Barat, dengan salah satu DAS nya, yaitu DAS Citarum Hulu terletak di Kabupaten Bandung. 5) Kawasan Tertentu Pola kawasan tertentu memperlihatkan indikasi sebaran kawasan fungsional tertentu, dan Kawasan Tertinggal yang perlu dikembangkan hingga 2020 untuk mewujudkan tujuan pembangunan nasional yaitu mengurangi kesenjangan wilayah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Adapun kawasan tertinggal di Jawa Barat menurut RTRWN dapat dilihat pada Tabel 2.4. Tabel 2.2 Pengembangan Kawasan Andalan Darat, Sektor Unggulan, Sistem Kota, dan Outlet Pendukung di Provinsi Jawa Barat Provinsi / Kawasan Andalan Sektor Unggulan Kota Dalam Kawasan WS yang melayani Pelabuhan Bandar udara PKN PKW Jawa Barat KW.Cekungan Bandung Industri Perkotaan Bandung Sumedang Citarum Tanaman Pangan Pariwisata Perkebunan Kota Inti: Bandung Kota Satelit: Soreang Jatinangor Kota Lainnya Sumber : Draft RTRWN,

41 Konsep dan Strategi Pengembangan Tabel 2.3 SWS Kritis dan DAS Kritis Nasional No Propinsi SWS 1 Jawa Barat Ciujung-Ciliman Ciujung Jawa Barat/ Tengah Cisadeg-Cikuningan Citarum Cimanuk Ciwulan Sumber: RTRWN, 2004 Citanduy Cisadeg DAS Cikuningan Citarum Hulu Citarum Hilir Cimanuk Cisanggarung Ciwulan Citanduy Tabel 2.4 Kawasan Tertinggal Nasional Jawa Barat terkait de ngan Penyempurnaan RTRW Kabupaten Bandung adalah bahwa RTRW Kabupaten/Kota perlu melakukan penyesuaian terhadap materi terhadap RTRWP Jawa Barat untuk menjamin keterpaduan dan keserasian penataan ruang sesuai dengan kesepakatan yang dilakukan antara Provinsi dan Kabupaten/ Kota. 2. Kebijakan Pemanfaatan Ruang Tujuan kebijakan struktur tata ruang wilayah Jawa Barat adalah mewujudkan pemerataan pertumbuhan wilayah dengan m e m p e r t a h a n k a n k e s e i m b a n g a n lingkungan, ketersediaan sumber daya alam. PROPINSI KAB/KOTA YG TERMASUK DLM KWS. TERTINGGAL JAWA BARAT Priangan Timur Tasikmalaya dan Ciamis Cianjur Kab. Cianjur(Cianjur selatan) Sukabumi Sukabumi bagian selatan Bandung Selatan Kab. Bandung Sumber: RTRWN, KEBIJAKAN TATA RUA NG PROVINSI JAWA BARAT A. KEBIJAKAN PENATAAN RUANG 1. Kebijakan Perencanaan Tata Ruang Untuk mewujudkan rencana tata ruang yang berkelanjutan dan operasional, maka kebijakan perencanaan tata ruang Provinsi Struktur tata ruang Jawa Barat diarahkan pada : 1. Pengaturan sistem kota-kota di wilayah utara dan tengah serta mengembangkan secara terbatas kotakota di wilayah selatan. Pengaturan sistem kota-kota dibagi menjadi 3 (tiga) pusat pertumbuhan utama yang jangkauan pelayanannya mencakup skala pelayanan nasional, yaitu Metropolitan Bodebek, Bandung, dan Cirebon. Beberapa kota di utara, tengah, dan selatan akan difungsikan sebagai pusat kegiatan wilayah yang skala pelayanannya mencakup beberapa wilayah kabupaten/kota. Skala 2-11

42 Konsep dan Strategi Pengembangan pelayanan ini diharapkan akan dapat menciptakan suatu interaksi yang mendorong terwujudnya keseimbangan dalam perkembangan wilayahnya. 2. Pengembangan infrastruktur wilayah difokuskan pada wilayah-wilayah yang didorong perkembangnnya, yaitu pada wilayah bagian utara dan tengah. Kebijakan pengembangan infrastruktur untuk wilayah bagian selatan sangat dibatasi mengingat perkembangan wilayah ini perlu dikendalikan karena sebagian besar fungsi pemanfaatannya bersifat lindung. Kebijakan pengembangan infrastruktur wilayah adalah : a. Mempertahankan dan meningkatkan pelayanan infrastruktur transportasi yang ada untuk mendukung tumbuhnya pusatpusat pertumbuhan dan kawasan andalan. b. Menyediakan infrastruktur yang berfungsi sebagai penyediaan dan penampung air baku untuk mewujudkan keseimbangan ketersediaan air pada musim hujan dan kemarau. c. Mempertahankan dan meningkatkan jaringan irigasi yang ada dalam rangka ketahanan pangan. d. Meningkatkan ketersediaan energi dan jaringan telekomunikasi. e. Meningkatkan ketersediaan infrastruktur permukiman. 3. Pengembangan kawasan andalan dilakukan melalui pengembangan 6 (enam) kegiatan utama, yaitu agribisnis, industri, pariwisata, jasa, bisnis kelautan, dan sumber daya alam di 8 (delapan) kawasan andalan. Kebijakan pengembangannya adalah : 1. Mewujudkan suatu kawasan yang mampu mendorong pertumbuhan ekonomi bagi kawasan tersebut dan sekitarnya serta dapat mendukung struktur ruang Jawa Barat sesuai dengan yang telah direncanakan. 2. Menciptakan sinergi keselarasan pengembangan antarwilayah dan antarsektor. 4. Pengembangan kawasan pertahanan keamana n, un tuk menga manka n kepentingan pertahanan dan keamanan negara di beberapa kawasan yang disesuaikan dengan rencana tata ruang pertahanan keamanan. Kebijakan pola tata ruang pada masa datang difokuskan pada aspek kemampuan daya dukung dan daya tampung wilayah Jawa Barat. Salah satu kebijakan yang disusun adalah melakukan pengaturan p e m a n f a a t a n r u a n g, k h u s u s n y a mewujudkan fungsi kawasan lindung dengan menetapkan 45% dari luas Jawa Barat sebagai kawasan lindung. Sementara itu, kawasan budidaya lebih diarahkan untuk mempertahankan lahan sawah yang ada, serta mengoptimalkan sentra-sentra produksi yang mendukung pengembanga agribisnis dan agroindustri di Kawasan 2-12

43 Konsep dan Strategi Pengembangan Andalan. Dengan mempertimbangkan kondisi daya tampung lingkungan eksisting, maka kebijakan pola tata ruang wilayah Jawa Barat meliputi : 1. Kebijakan pola tata ruang kawasan lindung yaitu meningkatkan luas kawasan yang berfungsi lindung dan menjaga kualitas kawasan lindung. 2. Kebijakan pola tatar uang kawasan budidaya yaitu mempertahankan lahan sawah. 3. Kebijakan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup, yaitu meningkatkan daya dukung lingkungan alamiah dan buatan serta menjaga keseimbangan daya tampung lingkungan untuk menjaga proses pembangunan berkelanjutan. 3. Kebijakan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Tujuan pengendalian pemanfaatan ruang adalah menjaga konsistensi pemanfaatan ruang dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan. Sasarannya adalah terminimalisasinya penyimpangan terhadap RTRWP yang dilaksanakan melalui pengawasan dan penertiban. Kebijakan pengendalian pemanfaatan ruang adalah : 1. Mengendalikan pemanfaatan ruang melalui pengawasan dan penertiban yang didasarkan kepada RTRWP. 2. Menjadikan pemberian ijin pemanfaatan ruang sebagai salah satu alat pengendalian pemanfaatan ruang dan yang merupakan kewenangan Kabupaten/Kota dalam pelaksanaannya memperhatikan dan mempertimbangkan RTRWP. B. RENCANA TATA RUANG WILAYAH 1. Rencana Struktur Tata Ruang Pengembangan sistem kota-kota bertujuan untuk mewujudkan keseimbangan dan keselarasan pembangunan antarwilayah sesuai fungsi yang diembannya, daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Rencana pengembangan sistem kotakota di Jawa Barat adalah : a. Menata dan mengarahkan perkembangan pusat-pusat kegiatan di bagian utara dan tengah; b. Mengembangkan secara terbatas pusatpusat kegiatan di bagian selatan; c. Menata distribusi PKN dan PKW yang mendukung keserasian perkembangan kegiatan pembangunan antarwilayah. Sasaran dari rencana tersebut adalah berkembangnya 3 (tiga) Pusat Kegiatan Nasional, diantaranya PKN Metropolitan Bandung. Kota Bandung ditetapkan sebagai PKN, karena kecenderungan perkembangan perkotaan yang terjadi di kota tersebut cukup intensif. Hal ini dapat dilihat pada p e r t u m b u h a n b e r b a g a i s e k t o r 2-13

44 Konsep dan Strategi Pengembangan pembangunan yang cukup tinggi baik di kabupaten maupun Kota Bandung sebagai bagian dari wilayah PKN Metropolitan Bandung. Kegiatan PKN saat ini menunjukan kinerja perkembangan yang pesat, yang diindikasikan dengan alih fungsi lahan menuju kawasan perkotaan yang tinggi. Kabupaten Bandung memiliki persentase tingkat urbanisasi sebesar 63,32% dan Kota Bandung sebesar 100 %. Pengembangan PKN Metropolitan Bandung dapat dilakukan di Kota Bandung dengan strategi mengarahkan perkembangan di Kabupaten Bandung. Hal ini mengingat tingkat jenuh untuk suatu wilayah. Selain itu pengembangan PKN Metropolitan Bandung diupayakan untuk tidak memberikan arahan pengembangan yang tinggi dibagian barat daya PKN Metropolitan Bandung. Hal ini mengingat kondisi DAS Citarum yang memiliki tingkat erosi yang tinggi dan juga adanya kewajiban melakukan alih fungsi lahan menjadi lahan lindung pada level sangat tinggi dalam memenuhi target 45 % kawasan lindung di Provinsi Jawa Barat. 2. Rencana Pengembangan Prasarana Wilayah Berdasarkan kondisi wilayah, potensi dan kepentingan wilayah maka sistem prasarana wilayah Jawa Barat yang diarahkan untuk dikembangkan adalah sistem jaringan Prasarana Perhubungan Darat, Prasarana Perhubungan Laut, Prasarana Perhubungan Udara, Prasarana Pengairan dan Prasarana Pos dan Telekomunikasi. C. KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN LINDUNG Pengembangan kawasan lindung bertujuan untuk mewujudkan kelestarian fungsi lingkungan hidup, meningkatkan daya dukung lingkungan dan menjaga keseimbangan ekosistem antar wilayah guna mendukung proses pembangunan berkelanjutan di Jawa Barat. Arahan Pengembangan Kawasan Andalan Pengembangan kawasan andalan bertujuan menciptakan pertumbuhan dan pemerataan pembangunan wilayah sesuai dengan kegiatan utamanya melalui penyediaan prasarana wilayah. Rencana pengembangan kawasan andalan adalah menetapkan kawasan yang mampu mendorong pertumbuhan ekonomi bagi kawasan tersebut maupun kawasan sekitarnya. Sasaran dari rencana pengembangan 2-14

45 Konsep dan Strategi Pengembangan kawasan andalan berkembangnya kegiatankegiatan yang menjadi unggulan di setiap kawasan andalan. Arahan: Kawasan Cekungan Bandung sebagai pusat pengembangan sumberdaya manusia dalam rangka mendukung industri, perdagangan, dan jasa, pertanian holtikultura, pariwisata, perkebunan, perikanan, peternakan, pendidikan dan pengetahuan. Tujuan: Mengembangkan pusat kualitas sumberdaya manusia Meningkatkan pemanfaatan teknologi informasi Meningkatkan potensi pariwisata serta prasarana dan sarana pendukungnya Meningkatkan penyediaan sarana dan prasarana untuk mengantisipasi peluang kerja di dalam dan luar negri. Sasaran: Termanfaatkannya lembaga-lembaga pendidikan dan pelatihan dengan melakukan sinergisasi antar lembaga tersebut melalui pembentukan forum komunikasi lembaga terkait. Meningkatnya kemampuan sumberdaya manusia daerah Cekungan Bandung dalam pembuatan cinderamata khas daerah. Peningkatan dapat dilakukan dengan mengadakan pelatihan-pelatihan. Meningkatkan prasarana komunikasi dan media dengan mendorong jasa telepon dan internet dalam kegiatan bisnis dan menyediakan prasarana pendukung komunikasi lainnya KEBIJAKAN PENGEMBANGAN METROPOLITAN BANDUNG 1. ARAHAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PEMANFAATAN RUANG Arahan kebijakan pemanfaatan ruang Wilayah Metropolitan Bandung adalah sebagai berikut: a. Mengendalikan pertumbuhan kota secara ekspansif yang tidak terkendali (Urban sprawl) dan pertumbuhan menerus (konurbasi) di koridor Bandung-Soreang. b. Meningkatkan aksesibilitas melalui penataan pembangunan fisik dan peningkatan kapasitas pelayanan transportasi di sepanjang koridor Bandung- Soreang. c. Relokasi kegiatan-kegiatan industri pada kawasan-kawasan industri di Banjaran, dan sebagainya. d. Mendorong pengaturan dan pembatasan daerah pengambilan air tanah pada zonazona konservasi air tanah di Cekungan Bandung. e. Diarahkan untuk meningkatkan spesialisasi fungsi jasa pendidikan, teknologi sistem informasi, industri dan pariwisata (urban tourism). f. Meningkatkan kualitas pelayanan pemerintahan yang mendukung terjaganya minat investasi di sektor perkotaan. g. Menyiapkan aturan pemintakatan (zoning regulation). 2-15

46 Konsep dan Strategi Pengembangan 2. ARAHAN STRUKTUR PEMANFAATAN RUANG Penataan struktur ruang Wilayah Metropolitan Bandung meliputi penataan sistem kota-kota dan sistem transportasi. Penataan sistem kota - kota dilakukan dengan: Memantapkan pembagian peran dan fungsi Soreang sebagai pusat pengembangan, agro -industri dan permukiman. Mempertahankan fungsi Bandung Raya sebagai pusat pertumbuhan wilayah nasional yang mendukung pelayanan pengembangan wilayah di sekitarnya dan bahkan untuk seluruh wilayah nasional, dengan tetap memantapkan fungsi-fungsi keterkaitan dengan pusat-pusat pertumbuhan wilayah. Sementara itu, penataan sistem transportasi meliputi: Pengembangan jalan tol : o Cikampek Purwakarta Padalarang o Bogor Sukabumi Padalarang Pembangunan dan peningkatan jalan penghubung: o Cicalengka Majalaya Banjaran Soreang Batujajar Padalarang o Pengalengan Caringin Cidaun Sindangbarang o Rancabali Tanggeung Sagaranten Jampang Kulon. Mengembangkan sistem transportasi massal intra urban yang sinergis dengan pusatpusat permukiman dan pengembangan kegiatan usaha. 3. ARAHAN POLA PEMANFAATAN RUANG Arahan pola pemanfaatan ruang terutama dilakukan dengan menentukan kawasan lindung dan kawasan budidaya. Kawasan lindung yang berada di Wilayah Metropolitan Bandung antara lain: Telaga Patenggang di Kabupaten Bandung Gunung Tangkuban Perahu di Kabupaten Bandung Gunung Malabar di Kabupaten Bandung Gunung Cigenteng Cipanji di Kabupaten Bandung Gunung Yunghun di Kabupaten Bandung Penetapan kawasan lindung di wilayah tersebut diperuntukkan untuk melindungi Wilayah Metropolitan Bandung dan sekitarnya dari ancaman degradasi lingkungan. Selain kawasan lindung, p e n e t a p a n k a w a s a n b u d i d a y a diperuntukkan bagi kawasan budidaya permukiman dan budidaya perkotaan. Penetapan kawasan budidaya perkotaan dilakukan dengan menerapkan sistem kota yaitu Kota Bandung sebagai PKN dan Kabupaten Bandung sebagai PKL. Arahan Pengembangan Kawasan Andalan Selain rencana pengembangan kota-kota, 2-16

47 Konsep dan Strategi Pengembangan dalam RTRWP Jawa Barat juga terdapat rencana pe ngembangan Wilayah Metropolitan Bandung sebagai kawasan andalan. Kawasan andalan bertujuan menciptakan pertumbuhan dan pemerataan pembangunan wilayah sesuai dengan kegiatan utamanya melalui penyediaan prasarana wilayah. Tabel 2.5 Sektor Unggulan di Kawasan Andalan di Provinsi Jawa Barat Kawasan Cekungan Bandung dsk Sumber: PP No.47 Tahun 1997 Rencana pengembangan kawasan andalan adalah menetapkan 8 (delapan) kawasan yang mampu mendorong pertumbuhan ekonomi bagi kawasan tersebut m a u p u n k a w a s a n sekitarnya. Sasaran dari rencana pengembangan k a w a s a n a n d a l a n b e r k e m b a n g n y a kegiatan-kegiatan yang menjadi unggulan di setiap kawasan andalan. D i d a s a r k a n tinja uan arahan p a d a t e rh a da p kebijaksanaan Sektor Unggulan 1 Industri 2 Perdagangan dan Jasa 3 Pariwisata 4 Pertanian Holtikultura 5 Perkebunan 6 Perikanan 7 Peternakan 8 Pendidikan dan pengetahuan tata ruang yang tertuang dalam RTRWN dan RTRWP Jawa Barat, dapat disimpulkan bahwa dalam konteks wilayah yang lebih luas, arahan kebijakan di Wilayah Metropolitan Bandung adalah sebagai berikut: Pengembangan konsep dekonsentrasi kegiatan perkotaan melalui peningkatan pertumbuhan di lima kota kecil, yaitu Padalarang, Soreang, Banjaran, Majalaya dan Cicalengka Pembatasan pertumbuhan terutama ke kawasan konservasi di bagian Utara dan antara Jalan Tol Panci dan Citarum (kawasan penyangga) Pembatasan pengembangan industri (di Batujajar, dan Padalarang): Pengembangan jalur terbuka hijau sepanjang Sungai Citarum (Majalaya sampai ke Saguling) Perlindungan terhadap kawasan Sungai Citarum dan Waduk Saguling Sungai Citarum melintasi kawasan industri Baleendah 2-17

48 Konsep dan Strategi Pengembangan Pengembangan kegiatan perumahan (Batujajar, Banjaran, Ciparay, Rancaekek dan Cicalengka). Selain itu, dapat dirumuskan pula kawasankawasan yang diarahkan sebagai pusat pelayanan dan pengembangan di wilayah metropolitan Bandung, yakni : Margaasih Margahayu - Dayeuh Kolot Bojongsoang - Baleendah (pusat pelayanan lokal dan fungsi penyangga), Soreang (pusat pelayanan regional/kota satelit), Banjaran (pusat pelayanan regional/kota satelit), Majalaya (pusat pelayanan regional/kota satelit), Cicalengka (pusat pelayanan lokal/kota satelit), Padalarang (pusat pelayanan regional/kota satelit), Lembang (pusat pelayanan regional), Pangalengan (fungsi khusus pariwisata dan agropolitan) FUNGSI DAN PERAN KABUPATEN BANDUNG DALAM KONTEKS MAKRO Menurut RTRW Provinsi Jawa Barat, khususnya dalam pola pengembangan pemanfaatan ruang kawasan budidaya, Kabupaten Bandung diarahkan untuk kegiatan industri, perdagangan dan jasa, pariwisata, pertanian holtikultura, perkebunan, perikanan, peternakan, pendidikan dan pengetahuan. Selama ini Kabupaten Bandung merupakan salah satu kawasan yang penting dalam memberikan kontribusi terhadap Propinsi Jawa Barat dan Metropolitan Bandung dalam hal kegiatan perekonomian. Mengenai peranan Kabupaten Bandung ditinjau dari kontribusi perekonomiannya terhadap pembentukan PDRB Jawa Barat, selama periode Kabupaten Bandung memberikan sumbangan rata-rata sebesar 21% per tahun untuk wilayah Metropolitan Bandung sedangkan untuk Jawa Barat hampir 100%. Ditinjau dari segi geografis, Kabupaten Bandung memiliki kedudukan yang cukup strategis ditinjau dari skala regional. Kabupaten Bandung memiliki sejumlah potensi yang dapat menunjang percepatan pertumbuhan dan perkembangan di Kabupaten Bandung, di antaranya : Kabupaten Bandung berada pada jalur jalan lintas regional Jawa, yang menghubungkan Pulau Jawa dengan propinsi-propinsi lain di Pulau Sumatera. Pengembangan jaringan kereta api untuk memperluas daya hubung antar wilayah di Pulau Jawa maupun Sumatera-Jawa dan meningkatkan transportasi antar moda baik penumpang atau barang. Faktor-faktor tersebut memberikan keuntungan lokasional bagi Kabupaten B a n d u n g d a l a m p e n g e m b a n g a n perdagangan, jasa, dan industri. Selain itu, hal tersebut memberikan akses yang tinggi 2-18

49 Konsep dan Strategi Pengembangan terhadap faktor-faktor perdagangan dan industri serta pengembangan pemasaran produk-produk yang dihasilkan oleh kabupaten Bandung. Hal lain yang memberikan keuntungan adalah bahwa kedekatan Pulau Sumatera dengan Pulau Jawa (Kabupaten Bandung) yang merupakan wilayah dengan konsentrasi penduduk yang cukup tinggi, sehingga merupakan pangsa pasar yang sangat besar bagi produk industri maupun perdagangan. Berdasarkan kebijakan makro, Kabupaten Bandung berfungsi sebagai daerah belakang Metropolitan Bandung yang berpusat di Kota Bandung. Berdasarkan kebijakan makro di atas, Kabupaten Bandung diarahkan pengembangannya sebagai berikut : - Pengendalian pemanfaatan ruang terbangun di bagian utara dan selatan d e n g a n a d a n y a k e t e r b a t a s a n pengembangan ruang karena mengemban fungsi sebagai kawasan konservasi. - Pembatasan pengembangan di Margaasih Margahayu - Dayeuh Kolot Bojongsoang - Baleendah yang memiliki fungsi penyangga untuk membatasi pengembangan urban sprawl Kota Bandung. - Pengembangan Kecamatan Lembang, Padalarang, Soreang, Banjaran, Majalaya dan Cicalengkan sebagai kota-kota satelit di sekitar Kota Bandung. - Pengembangan fungsi-fungsi khusus di Kecamatan Ciwidey dan Pangalengan (pariwisata). 2.3 ARAH KEBIJAKAN MIKRO PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN BANDUNG Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bandung sesungguhnya merupakan pedoman bagi pelaksanaan pembangunan dan pemanfaatan ruang di Kabupaten Bandung. RTRW Kabupaten Bandung ini harus sesuai dan mengacu pada peraturan perundang-undangan penataan ruang yang berlaku, yaitu Undang - undang Penataan Ruang dan peraturan mengenai penataan ruang lainnya, diantaranya yang mengenai Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Barat, serta Rencana Tata Ruang Kawasan Metropolitan Bandung ISU STRATEGIS Dari tinjauan perkembangan dan permasalahan Kabupaten Bandung, dalam pengembangan wilayahnya, Kabupaten Bandung dihadapkan pada beberapa isu strategis berikut : 1. Lingkungan Isu lingkungan di Kabupaten Bandung meliputi : penurunan kualitas dan kuantitas linngkungan; konflik penyediaan lahan Fasilitas Pengelolaan Sampah (FPS) dan pencemaran lingkungan sekitar FPS; meningkatnya areal lahan kritis; degradasi kuantitas air tanah; perubahan bentang alam; belum terkelolanya limbah B3; menurunnya kualitas udara; masih rendahnya kepedulian masyarakat terhadap 2-19

50 Konsep dan Strategi Pengembangan pengelolaan lingkungan hidup; masih rendahnya penegakan hukum. Isu lingkungan tersebut terjadi terutama dipicu oleh masih rendahnya pengelolaan kawasan lindung yang ada terutama di Kawasan Bandung Utara dan Bandung Selatan, serta kawasan sempadan sungai. Hal ini mengakibatkan penurunan luas kawasan resapan air, dan sedimentasi yang tinggi, yang kemudian menyebabkan banjir terutama di Kecamatan Baleendah, Dayeuh Kolot, Majalaya, dan menurunnya muka air tanah hampir di seluruh bagian wilayah Kabupaten Bandung. 2. Struktur Ruang Kota Fungsi kota satelit yang diarahkan untuk kota-kota kecil di sekitar Kota Bandung (Soreang, Banjaran, Majalaya, Cileunyi- Rancaekek dan Cicalengka) ternyata belum terwujud, sehingga ketergantungan Kabupaten Bandung terhadap Kota Bandung masih sangat tinggi. Hal ini juga dipicu rendahnya aksesibilitas antar kota-kota satelit ini dengan Soreang sebagai Ibukota Kabupaten Bandung. Penyusunan RTRW Kabupaten Bandung ini dilakukan diantaranya juga terkait dengan munculnya beberapa rencana strategis yang akan mempengaruhi struktur ruang kota yang telah direncanakan, yaitu : Kebijakan pengembangan Kabupaten Bandung bagian selatan karena wilayah ini relatif tertinggal perkembangannya dibanding wilayah lain di Kabupaten Bandung; Pembangunan Jalan Tol Purbaleunyi, dan Rencana Tol Soreang-Pasirkoja, Tol Cisumdawu, Pembangunan Kawasan Gedebage, dan Kawasan Terpadu Tegalluar Rencana pengembangan Agrowisata dan Agropolitan, Rencana pembangunan Waduk Cileunca, Ciwidey, Sentosa dan Cimeta. 3. Alih Fungsi Lahan Masalah alih fungsi lahan ini terkait dengan aspek kelembagaan yang saat ini banyak menjadi sorotan, yaitu masalah koordinasi antar institusi yang ada dalam hal pemberian ijin pelaksanaan pembangunan. 4. Pelayanan Infrastruktur Pelayanan infrastruktur belum dapat dinikmati secara maksimal oleh penduduk Kabupaten Bandung secara merata. Sistem transportasi terpadu antar moda belum dikembangkan. Sistem jaringan jalan yang ada tidak berbeda dengan kondisi lima tahun yang lalu. Sementara itu pengelolaan lalu lintas yang kurang optimal mengakibatkan timbulnya kemacetan di banyak jalan terutama di jalan-jalan utama. Selain itu, dengan terjadinya musibah di Fasilitas Pengelolaan Sampah (FPS) Leuwigajah dan ditutupnya FPS ini mengakibatkan pengelolaan sampah menjadi persoalan khusus saat ini. 5. Keterpaduan Rencana Pengembangan Wilayah Kabupaten Bandung merupakan bagian dari 2-20

51 Konsep dan Strategi Pengembangan pengembangan Kawasan Andalan Cekungan B a n d u n g. S e h i n g g a d a l a m pengembangannya menuntut keterpaduan agar dalam skala pengembangan makro dapat tercipta rencana pengembangan ruang yang terintegrasi antar satu wilayah dengan wilayah lainnya. Keterpaduan tersebut terutama dalam aspek rencana p e m a n f a a t a n l a h a n, r e n c a n a pengembangan jaringan prasarana dan aspek institusi/kelembagaan TUJUAN PENGEMBANGAN WILAYAH Mewujudkan kesejahteraan masyarakat melalui pengembangan yang seimbang antar bagian wilayah berdasarkan karakteristik dan potensi wilayah dengan memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan yang didukung dengan penyediaan infrastruktur wilayah PENGEMBANGAN WILAYAH Perencanaan pembangunan terdiri dari tujuan-tujuan pembangunan, yang berimplikasi ke spasial. Secara tidak langsung, produk rencana dan kebijakan yang dapat digunakan dalam menata struktur ruang kota : 1. Peraturan guna lahan (rencana penggunaan lahan) 2. Investasi infrastruktur 3. Pajak Dalam rangka mewujudkan tata ruang kota yang sesuai dengan rencana tata ruang, maka strategi pengembangan sektor-sektor dan bidang pembangunan dapat dilihat dari 2 (dua) pendekatan, yaitu pendekatan investasi infrastruktur dan pendekatan peletakannya pada ruang wilayah berupa rencana penggunaan lahan. Investasi pembangunan secara garis besar dibedakan atas Social Overhead Capital (SOC) atau investasi publik, dan Directly Productive Activity (DPA) atau investasi privat. Bentuk investasi publik adalah berupa prasarana kota dan sarana atau fasilitas sosial/umum, dan penanganannya oleh Pemerintah (baik pusat maupun daerah). Sementara investasi privat berupa kegiatan-kegiatan produktif langsung seperti : industri, perdagangan, jasa-jasa komersial, pengangkutan, perumahan dan bangunan-bangunan properti dan sebagainya ; yang umumnya merupakan investasi swasta atau masyarakat. Urutan yang ideal, atau lazimnya dalam pembangunan yang terencana, adalah investasi SOC (publik) mendahului investasi DPA (private). Namun dalam kasus-kasus khusus dapat saja investasi DPA diletakkan tanpa menunggu investasi SOC terlebih dulu. Dan pendekatan peletakan pembangunan fisik dapat dibedakan, yaitu pada : kawasan-kawasan yang telah terbangun (built up area), kawasan-kawasan pengembangan baru (development area). Investasi SOC berupa prasarana dan sarana di kawasan terbangun biasanya berdasarkan 2-21

52 Konsep dan Strategi Pengembangan Tabel 2.7 Strategi Dasar Pengembangan Sektor dan Bidang Pembangunan menurut Investasi dan Peletakannya Investasi Peletakkannya Kawasan Terbangun (Built Up Area) Kawasan Pengembangan Baru (Development Area) SOC / Publik : Prasarana, Sarana / Fasilitas DPA / Privat : Kegiatan produktif, dan pembangunan oleh swasta / masyarakat 1 Memenuhi kebutuhan karena kekurangan 3 Memapankan kegiatan 4 Peningkatan / intensifikasi 5 Bila jenuh cenderung akan pindah 2 Mendahului pembangunan untuk merangsang / menarik kegiatan atau investasi lainnya 6 Mengikuti investasi SOC yang mendahuluinya 7 Untuk kegiatan tertentu mungkin mendahului SOC (tetapi sangat terbatas) Catatan : Kawasan terbangun kepadatan tinggi terletak di bagian tengah di sekitar wilayah Kota Bandung Kawasan pengembangan baru terletak di bagian pinggir wilayah Kabupaten Bandung mengikuti kawasan terbangun sebelumnya, dan pada sub-pusat / kota kecamatan. prinsip memenuhi kebutuhan yang masih kurang menurut kebutuhan nyata. Sementara investasi SOC di kawasankawasan pengembangan baru bertujuan untuk merangsang atau menarik agar sektor -sektor pembangunan lainnya, terutama investasi DPA, masuk ke kawasan tersebut. Investasi DPA di kawasan terbangun pada prinsipnya adalah memapankan kegiatannya atau bahkan meningkatkan kegiatannya, sehingga muncul prinsip intensifikasi kegiatan. Namun dengan keterbatasan-keterbatasan ruang, mungkin sesekali kawasan terbangun tersebut telah "jenuh" untuk investasi DPA yang bersangkutan. Oleh karena itu ada gejala pendorong untuk investasi DPA ini pindah ke luar kawasan terbangun, dan diharapkan masuk ke kawasan-kawasan pengembangan baru. Sementara untuk investasi DPA di kawasan pengembangan baru relatif akan mengikuti sejauh mana investasi SOC telah diletakkan di kawasan baru tersebut. Untuk kegiatan-kegiatan investasi yang sangat khusus mungkin saja investasi DPA mendahului investasi SOC. Lazimnya kegiatan ini sangat tinggi tingkat komersialnya. A. I n t e n s i f i k a s i / E k s t e n s i t i k a s i Pemanfaatan Ruang Sebagaimana umumnya karakter kota, kawasan pusat kota dan sekitarnya merupakan kawasan dengan nilai tanah (land value) yang relatif tinggi dan diisi oleh kegiatan- kegiatan komersial (perdagangan dan jasa). Kawasan ini 2-22

53 Konsep dan Strategi Pengembangan dikelilingi oleh kawasan perumahan yang cenderung lebih padat. Untuk kawasan pusat kota dan permukiman sekitarnya ini cenderung berkembang dengan pola intensifikasi. Secara fisik pola ini ditunjukkan oleh bangunan rapat dan konstruksinya yang bertingkat. Pola intensifikasi dalam pemanfaatan ruang di kawasan pusat kota tersebut dapat berupa bangunan bertingkat dengan kegiatan-kegiatan pertokoan/pusat perbelanjaan, pasar, kantor-kantor jasa komersial, rumah susun, yaitu kompleks hunian yang bertingkat, dan lain-lainnya. Di samping pola intensifikasi di atas, perkembangan fisik kota terutama ke arah pinggiran akan berpola ekstensifikasi, berupa pengembangan lokasi-lokasi baru yang belum terbangun dewasa ini. Berbarengan dengan itu pada lokasi-lokasi tertentu yang mencirikan sebagai pusat pelayanan, selain ekstensifikasi akan muncul pula intensifikasi, walau tidak seintensif kawasan pusat kota. Demikian pula halnya di lokasi-lokasi tertentu di tepi jalan-jalan utama kota. Kedua pola (intensifikasi dan ekstensifikasi) diatas akan "membutuhkan" penyediaan prasara na (infra struktur) dalam pengembangannya. Dengan demikian salah satu faktor penting yang akan menentukan adalah kemungkinan pengembangan prasarana, terutama prasarana dasar permukiman (jalan, air bersih. listrik, sanitasi, drainase, dan lain-lainnya). A. Pengembangan Sistem Prasarana Transportasi Pengembanga n sistem prasarana transportasi diarahkan untuk meningkatkan interaksi antar pusat pertumbuhan atau wilayah pengembangan, juga dengan wilayah penunjangnya. Upaya peningkatan interaksi tersebut dilakukan melalui peningkatan kapasitas jalan khususnya yang menghubungkan pusat-pusat pertumbuhan. Arahan dari pengembangan sistem prasarana transportasi di Kabupaten Bandung sebagai berikut: a) Pengembangan jaringan jalan primer (regional) diharapkan selain dapat meningkatkan keterhubungan antar pusatpusat pengembangan, juga dapat meningkatkan aksesibilitas antar wilayah; b) Pengembangan jaringan transportasi diselaraskan dan dipadukan dengan pengembangan sistem permukiman dan w i l a y a h p e n g e m b a n g a n d e n g a n menggunakan pertimbangan : 1. Pusat-pusat permukiman sebagai simpul pelayanan transportasi; 2. Kebutuhan pelayanan sarana (terminal dan sub terminal) serta jenis moda pada masing-masing simpul didasarkan pada hirarki dan fungsi permukiman serta tingkat perkembangan kawasan. C. Pengembangan Fasilitas dan Utilitas Kota Pengembangan fasilitas akan mengacu kepada penjenjangan pelayanan serta besarnya jumlah penduduk yang dilayani. 2-23

54 Konsep dan Strategi Pengembangan Untuk itu dapat didekati dengan kecenderungan pertumbuhan penduduk yang dilayani, standar-standar yang ada yang disesuaikan dengan karakteristik yang ada di Kabupaten Bandung. Dalam hal ini standar pelayanan setiap fasilitas diperhitungkan dari tingkat pelayanan serta kapasitas rata-rata saat ini. Pada prinsipnya fasilitas yang ada dewasa ini telah berkembang sesuai dengan kebutuhan riil dan perkembangan fisik kota. Bila dibutuhkan pengembangan sifatnya lebih kepada peningkatan. Sementara pengembangan fasilitas baru cenderung pada kawasankawasan pengembangan baru ARAH PENGEMBANGAN SEKTORAL DAN BIDANG PEMBANGUNAN Arah kebijakan pengembangan setiap sektor di Kabupaten Bandung adalah sebagai berikut : A. Sektor Industri Pembangunan sarana dan prasarana serta meningkatkan efisiensi dan produktifitas, serta daya saing melalui keterkaitan sektor industri yang berorientasi ekspor. Pengembangan utilitas, berupa prasarana, pada prinsipnya sama dengan pengembangan fasilitas. Hanya saja pada kawasan terbangun perlu dikaji apakah masih kurang penyediaannya. Untuk itu diperlukan kajian atau rencana pengembangan sektoral prasarana yang bersangkutan. Pada bagianbagian wilayah kota tertentu, seringkali ditemui masih kurangnya penyediaan prasarana berupa jaringan-jaringan prasarana, atau mungkin diperlukan bentuk -bentuk pengembangan prasarana berupa pemenuhan "volume" sesuai kebutuhan, atau mungkin diperlukan bentuk-bentuk prasarana baru sejalan dengan perkembangan yang ada. Pengembangan dan penataan pendukung sektor industri diharapkan bisa mendatangkan investasi yang cukup besar. Penyempurnaan infrastruktur dan menciptakan kemudahan-kemudahan dalam upaya memperbesar peluang investor. Mendorong industri barang modal utama yang mendukung sektor pertanian agar terus berkembang, demikian pula agroindustri yang mengolah hasil-hasil pertanian. Meningkatkan desentralisasi industri ke daerah-daerah, sesuai dengan potensinya. Untuk industri baru dikembangkan di Kawasan Kota baru Tegalluar. 2-24

55 Konsep dan Strategi Pengembangan B. Sektor Pertanian dan Kehutanan Pertanian Pembangunan pertanian dan kehutanan harus menempatkan secara efisien sumberdaya yang ada serta terpadu dan saling menunjang dengan pembangunan di sektor lain terutama pembangunan industri, pembangunan daerah pedesaan, transmigrasi serta upaya memelihara kelestarian alam dan lingkungan hidup. Dalam kebijaksanaan umum perlu diperhatikan perwilayahan komoditi yang berpegang pada asas keterpaduan yang meliputi keterpaduan wilayah, keterpaduan komoditi dan keterpaduan usaha tani. Melanjutkan usaha intensifikasi, ekstensifikasi, diversifikasi dan rehabilitasi, serta melaksanakannya secara terpadu disesuaikan dengan kondisi tanah, air dan iklim dengan tetap memelihara kelestarian sumber alam dan lingkungan hidup serta m e m p e r h a t i k a n p o la k e h i d u p a n masyarakat. Pembangunan sub sektor pertanian tanaman pangan untuk meningkatkan produksi, meningkatkan pendapatan petani dan efisiensi usaha tani, memperbaiki gizi masyarakat, mendorong terbukanya kesempatan kerja dan kesempatan berusaha, serta meningkatkan ekspor. Untuk memenuhi kebutuhan protein hewani yang dikonsumsi masyarakat, peningkatan produksi peternakan harus tetap dilanjutkan, pembangunan sub sektor perikanan terus dilanjutkan dan tidak hanya sekedar peningkatan produksi tetapi m e n c a k u p k e p e n t i ng a n a ng go ta masyarakat. Upaya peningkatan produksi perkebunan guna menggerakan dan memacu peningkatan ekspor dan bidang lain seperti industri melaui perluasan areal, intensifikasi, rehabilitasi dan diversifikasi. Kehutanan dan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Pemantapan kawasan hutan di Kabupaten Bandung sesuai dengan peruntukannya dan fungsinya sebagai hutan lindung, Penyediaan ruang terbuka hijau (RTH) di seluruh bagian wilayah kabupaten, Penataan jalur hijau di sepanjang jalan. Sumberdaya Air dan Drainase Menjaga stabilitas air sebagai bahan baku air bersih, dan irigasi Pengelolaan drainase kabupaten untuk mencegah terjadinya banjir dan genangan. C. Sektor Transportasi Membangun jalan baru, meningkatkan pemeliharaan sarana dan prasarana perhubungan darat, untuk memperlancar arus orang, barang dan jasa yang dapat menunjang kegiatan di berbagai bidang. Meningkatkan daya dukung jalan untuk menunjang mobilitas barang, serta membangun jalan baru dalam rangka pemerataan pembangunan di Kabupaten Bandung Pengembangan pusat-pusat pertumbuhan baru untuk mengurangi pergerakan ke arah pusat Kota Bandung. 2-25

56 Konsep dan Strategi Pengembangan D. S e k t o r P a r i w i s a t a, P o s d a n Telekomunikasi Mengembangkan objek wisata terutama mengembangkan wisata terkait dengan potensi alam dan budaya Kabupaten Bandung. Mengembangkan sektor kepariwisataan yang potensial, misalnya wisata perairan di beberapa waduk. D. Sektor Perumahan dan Permukiman Pembangunan dan perbaikan perumahan diupayakan lebih ditingkatkan dan diperluas sehingga makin merata dengan senantiasa memperhatikan rencana pengembangan dan keterpaduan dengan lingkungan sosial di sekitarnya. Mulai diarahkan pengembangan perumahan vertikal pada kawasan-kawasan dengan penduduk padat, untuk tetap menjaga keseimbangannya dengan ruang terbuka hijau terutama pada daerah-daerah yang berbatasan langsung dengan Kota Bandung ARAH PENGEMBANGAN SEKTOR STRATEGIS Sinkronisasi program pembangunan dilandaskan pada perhitungan-perhitungan berbagai hal, terutama pertimbangan terhadap keterbatasan kemampuan pendanaan pembangunan oleh pemerintah dan kondisi kemampuan pihak swasta/ investor. Hal ini mengharuskan adanya sistem prioritas dalam program pembangunan dengan kriteria bahwa program yang dirumuskan kerangka dasar yang pokok dalam membentuk tata ruang kota, sehingga pencerminan kebijaksanaan rencana tata ruang wilayah dapat diwujudkan secara terstruktur dan dinamis. Sebagai prioritas utama dalam kebijaksanaan RTRW ini adalah pengisian fungsi pusat dan sub pusat yang direncanakan dengan fasilitas dan kelengkapan sarana penunjangnya. Hal ini dimaksudkan agar pola struktur pusat pelayanan dapat terbentuk terlebih dahulu sehingga upaya pendistribusian kegiatan dan pola persebaran penduduk/ kepadatan yang dikehendaki terutama menyangkut prasarana jaringan jalan yang merupakan kerangka pokok tata ruang wilayah kota. Penerapan struktur hirarki akan sangat mendukung pola tata ruang yang dituju serta menjamin tingkat aksesibilitas lokasi secara efektif dan efisien. Tahap berikutnya adalah pembangunan terminal terpadu yang secara bertahap akan memadukan beberapa jenis/ moda transportasi darat. Transportasi darat meliputi sistem perangkutan penumpang dan barang oleh kendaraan umum dan kereta api. Tahapan program pembangunan tersebut dilaksanakan oleh pihak pemerintah (Pemerintah Pusat dan Daerah), kerjasama swasta dan masyarakat sesuai dengan relevansi penanganan programnya. Dengan adanya skala prioritas pengembangan ini diharapkan dapat memacu mekanisme p e r c e p a t a n p e r t u m b u h a n d a n 2-26

57 Konsep dan Strategi Pengembangan perkembangan sektor-sektor utama kegiatan kota, utamanya yang mencakup pembangunan infrastruktur/ prasarana dan sarana pelayanan permukiman, dan lainlain. Atas dasar tahapan dan prioritas pengembangan tersebut disusun indikasi program pembangunan sesuai dengan arahan struktur tata ruang kota. Sehubungan dengan kondisi daya dukung dan daya tampung Kabupaten Bandung, maka untuk menunjang rencana tata ruang yang ada, direkomendasikan bentuk-bentuk pengembangan khusus antara lain yaitu : pengembangan sistem blok di tepi jalanjalan utama kota dan pembangunan bangunan secara vertikal, saluran samping jalan-jalan utama, pengembangan ruang tepi sungai-sungai besar, dan intensifikasi pemanfaatan ruang. 1. Pengembangan Kawasan Agrowisata Besarnya potensi pertanian dan wisata di bagian utara dan selatan Kabupaten Bandung, serta potensi kemampuan lahannya sebagai kawasan berfungsi lindung harus dikembangkannya secara seimbang. Sektor yang dapat dikembangkan ke arah ini adalah pertanian dan pariwisata, sehingga lahan berfungsi lindung tersebut tetap terjaga fungsinya tanpa mengabaikan k e m a m p u a n e k o n o m i n y a u n t u k dikembangkan. 2. Pengembangan Industri Di Luar Kawasan/ Zona Industri Dalam rencana pemanfaatan ruang/ lahan diarahkan pengembangan industri dalam bentuk kawasan industri yaitu di Kecamatan Margaasih dan di rencana Kota Baru Tegalluar. Namun ada kecenderungan pula berkembangnya industri secara sendiri -sendiri di luar kawasan/zona industri tersebut, terutama karena kecenderungan perkembangan industri yang telah berkembang saat ini. Untuk pengembangan industri secara sendiri-sendiri (bukan dalam bentuk kawasan/zona industri) direkomendasikan pada kawasan industri yang telah berkembang (Majalaya, Banjaran, Rancaekek dll) dengan pembatasan pada jenis industri ringan dan industri rumah tangga. Namun untuk itu harus dapat dipenuhi prinsip-prinsip dasar, yaitu : Industri yang dikembangkan adalah industri yang tidak berdampak polusi (berdampak berat); Pengembangan pola industrial estate untuk mengantisipasi perkembangan industri. Mendorong perubahan dari zona industri yang ada ke dalam bentuk Kawasan Industri. 3. Intensifikasi Pemanfaatan Ruang Sebagaimana karakter kota pada umumnya, di Kabupaten Bandung kecenderungan intensifikasi pemanfaatan ruang di kawasan yang berbatasan langsung dengan kota Bandung sebagai pusat wilayah Metropolitan Bandung. Kecamatankecamatan Margaasih, Margahayu, Dayeuh 2-27

58 Konsep dan Strategi Pengembangan Kolot, Bojongsoang dan Baleendah akan berkembang lebih pesat dibandingkan kawasan lain bila tidak dibatasi pengembangan terbangunnya. Terkait dengan fungsinya sebagai penyangga untuk membatasi pengembangan urban sprawl Kota Bandung, maka pengembangan kawasan terbangun di wilayah ini dilakukan melalui intensifikasi lahan dengan bangunan vertikal. Dengan upaya intensifikasi tersebut diharapkan dapat mengurangi tekanan terhadap ruang, dan dapat memberikan ruang terbuka yang memadai. Dalam rencana detail hal ini dapat dirumuskan dengan penetapan KDB (Koefisien Dasar Bangunan) dan KLB (Koefisien Lantai Bangunan) menurut blok-blok dalam wilayah perencanaannya. Faktor lain yang perlu diperhatikan dalam intensifikasi pemanfaatan ruang ini antara lain adalah : keindahan kawasan/ kota (landscape), kepadatan lalu lintas, dukungan prasarana yang memadai, misalnya air bersih, pemadam kebakaran, untuk bangunan bertingkat. 4. Pengembangan Sistem Blok Perkembangan yang terjadi sebelumnya di tepi-tepi jalan utama lazimnya cenderung kepada kegiatan perdagangan dan jasa, campuran antara hunian dan usaha. Ataupun perumahan dengan kapling besar dan mewah. Karena kapling-kapling di tepi jalan ini relatif menerus dan penuh, maka lahan yang terletak di belakangnya kurang akses ke jalan. Bahkan di bagian-bagian kota yang lama cenderung menjadi lingkungan kumuh dan nilai tanahnya relatif rendah. Di Kabupaten Bandung ada jalan-jalan utama yang lama, baru, atau direncanakan. Untuk mengantisipasi kemungkinan tersebut diatas, maka direkomendasikan pengembangan dengan sistem blok (block system). Dengan sistem blok ini, 'tekanan' terhadap jalan utama tersebut dapat dikurangi, misalnya kebutuhan parkir, ruang terbuka, pedagang bergerak, dan sebagainya. Pengembangan dengan sistem blok ini dapat pula diterapkan pada lahan/ruang di sekitamya pusat kota bila akan dilakukan renovasi atau renewal, misalnya pada kawasan-kawasan kumuh. Melihat pergeseran fungsi lahan yang terjadi di Kabupaten Bandung akibat 2-28

59 Konsep dan Strategi Pengembangan pertumbuhan penduduk yang meningkat tiap tahun, dan ketersediaan lahan yang tidak mencukupi untuk pembangunan permukiman maka penting adanya pembangunan vertikal dengan ketentuan yang berlaku. 5. Pengembangan Ruang Tepi Sungai Besarnya masalah keruangan di sekitar sungai-sungai di Kabupaten Bandung, diantaranya banjir, maka secara bertahap perlu dikembangkan pola/konsep water front city (bangunan hadap air), disertai pula dengan pembangunan tanggul (retaining wall), penataan sempadan sungai, dan pembangunan jalan (jalan inspeksi). 2.4 ARAH PENGEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PENINGKATAN SDM Jumlah Penduduk Berdasarkan hasil Survey Ekonomi Nasional (Susenas) penduduk Kabupaten Bandung Tahun 2001 berjumlah jiwa (sebelum pemekaran wilayah). Pada Tahun 2005, penduduk kabupaten ini bertambah menjadi jiwa (sebelum pemekaran wilayah). Laju pertumbuhan penduduk secara alami dipengaruhi oleh angka kelahiran, kematian dan migrasi. Berdasarkan hasil sensus, laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Bandung periode mengalami peningkatan dengan rata-rata pertumbuhan penduduk 3,3 % pertahun dalam rentang waktu empat tahun. Penambahan jumlah penduduk yang lebih dari jiwa per tahun menunjukkan bahwa rata -rata perkembangan penduduk di Kabupaten Bandung sangat pesat. Selain fungsi, keindahan kawasan sekitar sungai menjadi pertimbangan dalam pengembangannya Pengembangan ruang di tepi sungai dapat pula dikaitkan dengan pengembangan pariwisata. Pembangunan hotel, restoran, sarana rekreasi, dan lainnya dapat merupakan bentuk-bentuk pengisiannya. Persebaran dan kepadatan penduduk. Penduduk Kabupaten Bandung tersebar di 30 kecamatan dengan tingkat perkembangan dan kepadatan yang berbeda-beda. Konsentrasi penduduk yang cukup tinggi pada umumnya tersebar di wilayah kecamatan yang selama ini menjadi pusat pertumbuhan ekonomi yang pada umumnya berada di wilayah tengah dan timur Kabupaten. Selain itu penyebaran penduduk yang tinggi juga terjadi di wilayah-wilayah kecamatan yang 2-29

60 Konsep dan Strategi Pengembangan berbatasan langsung dengan Kota Cimahi dan Kab. Bandung Barat seperti; Margaasih, serta wilayah yang berbatasan dengan Kota Bandung seperti; Margahayu, Bojongsoang, Dayeuhkolot dan Cileunyi. Penyebaran penduduk yang relatif rendah pada umumnya terdapat di wilayah selatan Kabupaten Bandung, seperti Rancabali, Pasirjambu dan Kertasari. Sektor Pendidikan Salah satu tujuan nasional yang diemban pemerintah adalah upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, keberhasilan upaya tersebut tercermin 3 faktor yang dapat diangkat sebagai rekayasa dalam kerangka Dispute Kualitatif yakni belajar, kurikulum dan guru. Sektor Tenaga Kerja Permasalahan yang dihadapi sektor t e n a g a k e r j a a n t a r a l a i n k e t i d a k s e i m b a n g a n a n t a r a perbandingan jumlah pencari kerja dengan lapangan kerja. Permasalahan lain di sektor ketenagakerjaan adalah rendahnya keahlian dan keterampilan tenaga kerja sehingga menyebabkan rendahnya produktivitas usaha. Arah kebijakan pengembangannya, yaitu : Akses pendidikan diperluas, terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah Mengembangkan usaha-usaha yang banyak menyerap tenaga kerja guna menampung dan mengurangi jumlah pengangguran. Melaksanakan usaha-usaha untuk menaikan produktivitas tenaga kerja dengan m e l a k s a n a k a n p r o g r a m - p r o g r a m pendidikan, pelatihan dan kursus-kursus keterampilan, serta kegiatan magang. Memberikan jaminan pelaksanaan hak-hak pekerja dan perlindungan pekerja dengan cara memberdayakan organisasi-organisasi buruh dan LSM, serta pengawasan terhadap penerapan standar upah minimum. Permasalahan utama sektor pendidikan di Kabupaten Bandung adalah kurangnya sarana dan prasarana pendidikan, belum adanya kawasan pendidikan unggulan yang terpadu, banyaknya anak putus sekolah sebagai akibat dari krisis ekonomi dan mutu pendidikan yang masih harus ditingkatkan. Tantangan dunia pendidikan antara lain, pertama sebagai akibat krisis ekonomi dunia pendidikan dituntut untuk mempertahankan pogram pembangunan pendidikan yang sudah dicapai. Kedua, 2-30

61 Konsep dan Strategi Pengembangan untuk mengantisipasi era globalisasi dunia pendidikan dituntut untuk menyiapkan sumber daya manusia yang mampu bersaing di tingkat global. Ketiga, sejalan dengan diberlakukannya otonomi daerah maka materi pendidikan harus lebih banyak mamperhatikan keberagaman daerah dan mendorong pemberdayaan masyarakat. Arah Kebijakannya, yaitu : MeningkatkaSn akses masyarakat kepada pendidikan terutama masyarakat yang b e r p e n g h a s i l a n r e n d a h d e n g a n pembangunan sarana dan prasarana pendidikan. Merehabilitasi dan perbaikan terhadap sarana dan prasarana pendidikan yang sudah rusak. Mewujudkan adanya sekolah unggulan yang terpadu dalam rangka menciptakan SDM unggul. Pengawasan terhadap anak didik secara terpadu yang melibatkan orang tua, guru dan aparat pemerintahan kota agar dapat dihindari adanya kanakalan remaja. Pembinaan dan pengembangan pendidikan non formal di masyarakat. Memperluas kesempatan memperoleh pendidikan melalui bea siswa bagi anak berprestasi dan kurang mampu, pengadaan sarana belajar dan optimalisasi peran swasta dalam dunia pendidikan. Pembinaan pendidikan buta aksara. Sektor Kesehatan Peningkatan kualitas sumber daya manusia tidak terlepas dari pembangunan sektor kesehatan. Tingkat kesehatan dapat diukur dari beberapa indikator kesehatan, antara lain angka kematian bayi, pertolongan kelahiran, angka kematian ibu melahirkan, angka harapan hidup, dan angka penyakit dan sebagainya. Global warming yang terjadi telah memberikan kontribusi terhadap terjadinya pola penyebaran penyakit, ditunjang dengan aktifitas manusia dalam pengelolaan sumber daya mengakibatkan terganggunya keseimbangan lingkungan dan berdampak pada munculnya penyakit berbasis lingkungan. Sementara itu, globalisasi telah berdampak pula pada perubahan gaya hidup dan peningkatan penyakit degeneratif atau penyakitpenyakit non infectious. Disamping itu munculnya kembali penyakit-penyakit yang dulu dianggap sudah punah, saat ini menjadi pertimbangan dalam pemecahan masalah kesehatan. Arah kebijakannya, yaitu : Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan derajat kesehatan bagi semua penduduk agar kualitas SDM meningkat, kebijaksanaan ini ditempuh malalui upaya pencegahan, penyembuhan, pemulihan dan rehabilitasi kesehatan. Prioritas pelayanan kesehatan ditujukan kapada penduduk berpenghasilan rendah dan atau keluarga Pra sejahtera dan keluarga sejahtera 1 (satu). Melaksanakan upaya-upaya pemerataan dan peningkatan pelayanan kesehatan melalui 2-31

62 Konsep dan Strategi Pengembangan pembangunan sarana dan prasarana kesehatan, peningkatan kuantitas dan kualitas tenaga medis dan penanganan penyakit menular. Meningkatkan kesadaran dan peran serta masyarakat akan hidup sehat dan kesehatan lingkungan. Melaksanakan konsep pembangunan kawasan berwawasan lingkungan dan kesehatan yang berkelanjutan pada setiap sektor pembangunan. Sektor Kependudukan dan Keluarga Berencana Keseluruhan program pembangunan menuju pada perbaikan taraf hidup seluruh penduduk. Kondisi kependudukan meliputi pertumbuhan penduduk, komposisi penduduk, kepadatan penduduk dan persebaran penduduk merupakan faktorfaktor yang harus dicermati dalam menyusun kebijaksanaan dan pelaksanaan pembangunan. Salah satu pemecahan masalah pertumbuhan penduduk adalah pelaksanaan program-program Keluarga Berencana. Program ini sudah terlaksana dengan baik akan tetapi sangat membutuhkan kesadaran dan peran serta masyarakat untuk menyukseskan program ini. Arah Kebijakannya, yaitu : Mendorong masyarakat untuk berperan aktif dalam pelaksanaan program Keluarga Berencana. Memantapkan administrasi kependudukan, meliputi pendaftaran dan pencatatan penduduk secara tertib dan rapi serta terciptanya Bank data Kependudukan yang dapat menampung, mengolah, menyimpan, menemukan kembali dan mendistribusikan berbagai jenis data kependudukan. Meningkatkan peran wanita dan generasi muda dalam proses pelaksanaan program Keluarga Berencana. Kesejahtaraan Sosial Dampak dari krisis ekonomi di Kabupaten Bandung antara lain meningkatnya jumlah penyandang masalah sosial antara lain anak jalanan, penduduk miskin, tuna susila, gelandangan dan pengemis, kenakalan remaja, kriminalitas dan tindak kekerasan. Selain itu penyandang masalah sosial yang lain adalah penyandang cacat, lanjut usia dan sebagainya. Permasalahan dan tantangan yang dihadapi dalam penyelenggaraan pembinaan bagi penyandang sosial ini antara lain, krisis ekonomi yang berkembang menjadi krisis sosial yang sampai sekarang belum tuntas penyelesaiannya. Terbatasnya sarana dan prasarana, kurangnya kepedulian masyarakat terhadap para penyandang masalah sosial, termasuk korban bencana alam dan kebakaran. Arah kebijakannya, yaitu: Meningkatkan kepedulian terhadap para penyandang masalah sosial melalui penyediaan lapangan kerja dan pengakuan 2-32

63 Konsep dan Strategi Pengembangan sebagai anggota masyarakat. Mengupayakan kehidupan yang layak berdasarkan atas rasa kemanusiaan. Menyediakan sarana dan prasarana serta fasilitas pembinaan. Meningkatkan kemitraan semua pihak dalam menyelenggarakan penanganan masalah sosial, termasuk penanganan bencana alam. 2.5 STRATEGI PENGEMBANGAN TATA RUANG Strategi pengembangan tata ruang Kabupaten Bandung mencakup strategi pengembangan tata ruang makro dan tata ruang mikro. Strategi ini akan menjadi dasar konsep pengembangan wilayah Kabupaten Bandung dan rencana tata ruang wilayah Kabupaten Bandung TUJUAN PENGEMBANGAN WILAYAH Tujuan pengembangan wilayah Kabupaten Bandung yang menjadi dasar penetapan strategi pengembangan tata ruang makro dan mikro adalah : Mengefektifkan pemanfaatan lahan perkotaan yang tersedia sesuai dengan daya dukungnya, melalui penyiapan sarana dan prasarana perkotaan yang sesuai dengan fungsi yang ditetapkan. Memanfaatkan secara efisien sarana dan prasarana perkotaan, melalui pengarahan dan percepatan pembangunan sarana dan prasarana perkotaan STRATEGI PENGEMBANGAN TATA RUANG MAKRO Strategi pengembangan tata ruang makro wilayah Kabupaten Bandung adalah : Peningkatan hubungan eksternal Kabupaten Bandung dengan Kota Bandung sebagai pusat dari Metropolitan Bandung. Diharapkan peningkatan hubungan eksternal ini dapat mendukung peran Kabupaten Bandung sebagai kawasan belakang dan menjadi kawasan produksi utama bagi Kota Bandung. Mengarahkan perkembangan kawasan perkotaan / sistem kota-kota yang terstruktur, melalui penentuan hirarki dan fungsi kota-kota yang ada. Memantapkan fungsi kawasan lindung, melalui pembatasan pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang di kawasan lindung sesuai dengan daya dukung lingkungan. Jalur distribusi penunjang pengembangan potensi wilayah 2-33

64 Konsep dan Strategi Pengembangan Peningkatan hubungan eksternal Kabupaten Bandung dengan pusat-pusat pertumbuhan lain di sekitarnya (Bandung Barat, Cimahi, Subang, Garut, Sumedang). Pusat pertumbuhan tersebut dimanfaatkan sebagai pusat pemasaran komoditas maupun pusat koleksi baik secara langsung maupun tidak langsung dan diharapkan dengan peningkatan hubungan eksternal tersebut dapat mendukung peran Kabupaten Bandung sebagai pusat pertumbuhan bagi wilayah-wilayah tersebut STRATEGI PENGEMBANGAN MIKRO Strategi pengembangan tata ruang mikro wilayah Kabupaten Bandung adalah : Penetapan dan pemantapan peran dan fungsi kota-kota secara hirarkis dalam kerangka sistem wilayah pengembangan ekonomi dan sistem pembangunan perkotaan. Mengembangkan sistem pusatpusat permukiman sebagai satu kesatuan pengembangan sehingga terbentuk fungsi dan hirarki pusat permukiman. Tujuan kebijakan ini adalah mewujudkan p e m e r a t a a n d a n k e s e i m b a n g a n pertumbuhan antar wilayah melalui penjalaran perkembangan yang serasi, dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya. Peningkatan penyediaan jaringan transportasi wilayah yang menghubungkan antar simpul-simpul secara hirarkis untuk memperlancar koleksi dan distribusi barang dan jasa Memperkuat keterkaitan antar kawasan perdesaan dan kawasan perkotaan (Urban- Rural Linkage) Pengembangan kawasan berfungsi lindung dan konservasi dengan konsep Ekowisata, agar fungsi lindung tetap terjaga tanpa mengabaikan kebutuhan ekonomi dalam pembangunan. Pengendalian pemanfaatan ruang pada kawasan yang memiliki daya dukung lingkungan rendah, dan pemulihan kawasan lindung terutama pada kawasan rawan bencana dan berfungsi lindung. Karena secara geografis Kabupaten Bandung mempunyai potensi yang sangat besar terkait dengan fungsi dan peran Kota Bandung sebagai ibukota Provinsi Jawa Barat, dan peran Kabupaten Bandung sebagai kawasan belakang Kota Bandung, hal tersebut perlu ditunjang oleh ketersediaan fasilitas yang mencukupi baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Banyaknya kawasan rawan bencana maupun kawasan lindung memerlukan pertimbangan dalam menentukan kawasan yang layak dibangun baik untuk kegiatan perkotaan maupun permukiman, sehingga fungsifungsi lindung tetap terjaga. Perlu pengaturan pola penggunaan lahan, yang saat ini cenderung berkembang pesat akibat desakan pengembangan kawasan terbangun dari Kota Bandung. 2-34

65 Konsep dan Strategi Pengembangan 2.6 KONSEP PERENCANAAN WILAYAH KABUPATEN BANDUNG KONSEP STRUKTUR TATA RUANG A. Fungsi Wilayah Sesuai dengan visi, misi dan tujuan Kabupaten Bandung, maka sektor-sektor perekonomian yang akan dikembangkan terutama pada sektor sekunder yang memiliki keterkaitan dengan sektor primer pada skala regional Metropolitan Bandung dan Provinsi Jawa Barat, yaitu Industri Pengolahan, Pertanian, dan Pariwisata, serta sektor jasa pada skala lokal Kabupaten Bandung. Fungsi kawasan yang telah berkembang saat ini dan berpotensi untuk terus dikembangkan adalah : 1. Fungsi pemerintahan dan perkantoran: yaitu pemerintah tingkat kabupaten. 2. Fungsi jasa perdagangan, keuangan, dan jasa publik : mencakup jasa pendukung kegiatan perdagangan dan jasa distribusi produk pertanian dan industri tingkat regional metropolitan Bandung, serta jasa pelayan publik tingkat kabupaten. 3. Fungsi Industri : mencakup industri ringan (konveksi dll), dan industri rumah tangga (pengolahan makanan) serta industri lainnya yang memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan secara berkelanjutan. 4. Fungsi wisata :mencakup wisata lokal dan regional bahkan nasional, yaitu wisata alam dan wisata buatan/terpadu. B. Struktur Ruang Struktur ruang merupakan kerangka struktural yang menampilkan bentuk ruang wilayah dan dapat dilihat dari unsur kegiatan fungsional kawasannya, dihubungkan oleh sistem transportasi serta didukung oleh ketersediaan sarana dan prasarana wilayah. Struktur ruang Kabupaten Bandung merupakan penjabaran struktur ruang Provinsi Jawa Barat. Adapun tujuan pembentukan konsep struktur tata ruang Kabupaten Bandung adalah mewujudkan keseimbangan pertumbuhan antara wilayah dengan mempertahankan daya dukung serta daya tampung lingkungan, yaitu diarahkan pada : P e n g a t u r a n s i s t e m p u s a t - p u s a t pertumbuhan, dengan arah pengembangan barat timur, dan pengembangan secara terbatas pusat-pusat pertumbuhan di wilayah utara dan selatan dengan maksud meningkatkan peran pusat pertumbuhan sebagai pusat pelayanan dengan tetap membatasi perkembangan fisik terbangun ke kawasan lindung. Mendayagunakan fasilitas pelayanan yang penyebarannya dila kukan secara berjenjang sesuai kebutuhan dan tingkat pelayanan, dan difokuskan pada wilayahwilayah yang didorong perkembangannya, yaitu pada wilayah bagian barat dan timur. Menciptakan daya tarik bagi seluruh bagian wilayah pembangunan (WP) dengan 2-35

66 Konsep dan Strategi Pengembangan penyebaran pusat-pusat pelayanan ke seluruh kawasan Kabupaten Bandung. Menciptakan dinamika perkembangan kota yang sinergis. Kota-kota/simpul-simpul dalam sistem perwilayahan, antara lain memenuhi kriteria sebagai berikut : a. Mempunyai potensi dan cenderung berkembang pesat serta dapat menarik minat investasi b. Berfungsi sebagai pusat pelayanan jasa dan produksi yang didukung oleh tingkat ketersediaan prasarana dan sarana lingkungan permukiman yang memadai serta memberikan manfaat : Meningkatkan perkembangan pembangunan lintas sektor, terutama sektor ekonomi M e n i n g k a t k a n p e n d a p a t a n d a n kesejahteraan masyarakat Tidak mengganggu upaya pelestarian SDA dan fungsi lindung, serta aman dari bahaya bancana alam. Memiliki akses yang berorientasi dalam skala pelayanan regional dan lokal. Perumusan struktur tata ruang Kabupaten Bandung di masa mendatang diarahkan untuk mengintegrasikan pengembangan kawasan budidaya dan pertimbangan limitasi dan kendala daya dukung lingkungan. Dasar pertimbangan dalam pengembangan sistem kota-kota di wilayah Kabupaten Bandung adalah : Arahan kebijakan yang telah ada, baik dalam lingkup nasional, provinsi, dan Metropolitan Bandung, maupun kebijakan RTRW Kabupaten Bandung sebelumnya, diantaranya : o Pengembangan kota kota satelit dan fungsi khusus. Pengembangan kota satelit Kota Bandung mencakup Soreang, Banjaran, Majalaya dan Cicalengka. o Pembatasan perkembangan pada kawasan rawan lindung (penyangga) dan bencana (longsor dan banjir) yang menunjukkan perkembangan kegiatan relatif pesat. Pembatasan ini antara lain Dayeuh Kolot, Bojongsoang, dan Baleendah serta wilayah bagian selatan (antara lain Pangalengan dan Ciwidey). Permasalahan yang terjadi dari tidak terwujudnya RTRW Kabupaten Bandung , yaitu tidak efektifnya fungsi pusat-pusat pengembangan kawasan. Kecenderungan perkembangan yang terjadi (menyangkut penduduk, ekonomi, dan fisik), yang mengindikasikan potensi kawasan tersebut untuk berkembang. Berdasarkan hasil analisis dapat diidentifikasikan kawasan yang memiliki fungsi kegiatan khusus, yakni : Margaasih-Margahayu-Dayeuh Kolot Bojong Soang- Baleendah (pusat pelayanan : permukiman, perdagangan dan jasa, industri, fungsi husus: penyangga, kawasan banjir) Soreang (pusat pelayanan : pemerintahan, permukiman, perdagangan dan jasa) 2-36

67 Konsep dan Strategi Pengembangan Banjaran (pusat pelayanan : permukiman, perdagangan dan jasa, industri), Majalaya (pusat pelayanan : permukiman, perdagangan dan jasa, industri) Cicalengka-Rancaekek (pusat pelayanan : permukiman, perdagangan dan jasa, industri,) Pangalengan (fungsi khusus : pariwisata serta agropolitan) Kawasan agropolitan di Bandung Selatan Ciwidey (fungsi khusus : pariwisata serta agropolitan). Keterbatasan daya dukung lingkungan terutama daya dukung lahan dan sumber daya air dalam mendukung perkembangan kawasan budidaya secara berkelanjutan. Sebagian besar wilayah utara dan selatan Kabupaten Bandung merupakan kawasan konservasi dan kawasan budidaya pertanian yang akan menjadi potensi pengembangan budidaya yang unggul. Beberapa permasalahan yang terjadi saat ini menjadi dasar pertimbangan pengembangan wilayah Kabupaten Bandung, yaitu : Kota-kota kecil di Kabupaten Bandung yang terletak di sekitar Kota Bandung yang difungsikan sebagai counter magnet dapat dikatakan tidak tercapai. Hal tersebut diindikasikan dari tingginya ketergantungan perkembangan fisik, sosial dan ekonomi Kabupaten Bandung terhadap Kota Bandung. Sistem transportasi belum mendukung, padahal peranannya sangat penting dalam menghubungkan Kota Bandung sebagai kota inti dengan kota-kota di Kabupaten Bandung, serta antar kotakota di Kabupaten Bandung. Keberadaan kawasan konservasi yang dimaksudkan untuk membatasi perkembangan Kota Bandungi ke kawasan pinggiran (Kabupaten Bandung) ternyata tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Strategi tata ruang yang dikembangkan belum memperkirakan keberlanjutan kegiatan industri dalam kaitannya dengan daya dukung sumberdaya air. Dengan demikian upaya untuk mengembangkan kota-kota kecil sebagai kawasan industri seperti Majalaya, Rancaekek Cicalengka tidak dapat dipertahankan dan memerlukan relokasi. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut, maka konsep struktur tata ruang Kabupaten Bandung adalah sebagai berikut : 1. Mengembangan pusat primer untuk 2-37

68 Konsep dan Strategi Pengembangan Kabupaten Bandung (Soreang). Bentuk wilayah Kabupaten Bandung yang mengelilingi Kota Inti Bandung, kekompakan pengembangannya sulit diwujudkan, hal ini menyulitkan pemerataan pelayanan dan perencanaan sistem transportasi. Dengan adanya pusat primer dan dukungan pengembangan jaringan jalan yang akan menghubungkan wilayah-wilayah di Kabupaten Bandung menuju pusat ini, maka akan membantu pusat ini untuk memberikan pelayanan yang lebih baik, sehingga ketergantungan Kabupaten Bandung terhadap kota inti dapat dikurangi. 2. Membagi wilayah kabupaten menjadi 6 (enam) wilayah pengembangan yang dilayani oleh Pusat Primer Soreang. 3. Mengembangkan sistem kota-kota dengan hirarki sesuai pembagian jenjang pelayanannya (hirarki IIa, IIb, III dan IV). 4. Penciptaan fungsi-fungsi baru di kawasan yang potensial untuk dikembangkan di sekitar kota Bandung, yaitu pada pusatpusat WP yang akan dikembangkan: Soreang sebagai pusat utama Kabupaten Bandung, yang didukung oleh kota hirarki yang lebih kecil. Pusat-pusat ini harus didukung dengan ketersediaan sarana dan prasarana perkotaan yang memadai, untuk mengalihkan pemusatan pergerakan ke kota inti. 5. Pengembangan sistem transportasi terutama diarahkan untuk menata fungsi dan struktur jaringan jalan yang sesuai dengan sebaran fungsi kegiatan primer dan sekunder, pada pembentukan struktur jaringan jalan dengan pola ring-radial, sehingga pusat-pusat WP yang akan terbentuk saling dihubungkan dengan jaringan jalan tersebut KONSEP POLA PEMANFAATAN RUANG Konsep pengembangan pemanfaatan ruang Kabupaten Bandung diwujudkan dengan memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan, dan dimaksudkan untuk menciptakan pola pemanfaatan ruang yang mampu menjadi wadah bagi berlangsungnya berbagai kegiatan penduduk serta keterkaitan fungsional antar kegiatan, sehingga tercipta keserasian antara satu kegiatan dengan kegiatan lain serta tetap menjaga k e l e s t a r i a n l i n g k u n g a n. D a l a m mengembangkan konsep pemanfaatan ruang kota ini disesuaikan dengan potensi dan permasalahan yang ada di Kabupaten Bandung, dengan tetap mempertimbangkan hal-hal berikut : Keserasian arahan pemanfaatan ruang Wilayah Pembangunan Kabupaten Bandung dengan arahan tata ruang Propinsi Jawa Barat, Metropolitan Bandung dan keserasian dengan tata ruang Kota Bandung. Peran dan fungsi Kabupaten Bandung sesuai 2-38

69 Konsep dan Strategi Pengembangan dengan struktur tata ruang Propinsi Jawa Barat. Pola penggunaan lahan eksisting dan kecenderungan perkembangannya, baik fisik, sosial maupun ekonomi ke dalam konsep pemanfaatan ruang yang mudah dilaksanakan (realistis). Potensi dan kendala fisik alam. Mengamankan kawasan lindung guna menjaga kelestarian daya dukung lingkungan. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut, maka konsep pengembangan pemanfaatan ruang wilayah diarahkan sebagai berikut : 1. Perkembangan wilayah terbangun diarahkan dan diprioritaskan ke arah barat dan timur serta bagian selatan-tengah. 2. Dalam kaitannya dengan keterbatasan daya dukung lingkungan, wilayah Kabupaten Bandung ini perlu didukung dengan p e m b a t a s a n d a n p e n g e n d a l i a n perkembangan pada kawasan-kawasan yang berdasarkan aspek lingkungan perlu mendapat perlindungan (kawasan konservasi), terutama di bagian utara dan bagian selatan serta bagian tengah yang berada di sempadan sungai Citarum dan anak-anak sungainya. 3. Pembatasan pengembangan kawasan, yaitu kawasan di sekitar kota Bandung (Margaasih, Margahayu, Dayeuh Kolot, Bojong Soang, Baleendah) sebagai kawasan penyangga (bukan lagi sebagai kawasan konservasi). Pesatnya permintaan perkembangan kawasan terbangun d i k e n d a l i k a n d e n g a n s t r a t e g i pengembangan kawasan terbangun vertikal. 4. Pengembangan kegiatan industri dilakukan melalui relokasi industri-industri yang ada di kota inti dan kota-kota kecil lainnya yang menghadapi masalah ketersediaan air tanah ke kawasan yang dekat dengan sumber air permukaan 5. Peningkatan keterkaitan pengembangan kawasan konservasi dengan kawasan budidaya pertanian, perkebunan, perikanan, dan peternakan dalam suatu kawasan agropolitan; di mana perlindungan terhadap kawasan konservasi menjadi lebih optimal di lain pihak pengembangan budi daya menjadi lebih baik. Kawasan agropolitan ini terletak di selatan Kabupaten Bandung. Pemanfaatan Kawasan Lindung Pengembangan kawasan lindung diarahkan dengan mengembangkan kawasan lindung yang telah ditetapkan, dan kawasankawasan lain yang dapat berfungsi lindung ( p e r t a n i a n, p e r k e b u n a n ), s e r t a mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam dan buatan pada kawasan lindung. Pengembangan kawasan yang memberikan per lindungan terha dap kawasan b a w a h a n n y a d i l a k u k a n d e n g a n mempertahankan dan mengfungsikan 2-39

70 Konsep dan Strategi Pengembangan kembali kawasan resapan air untuk menjamin ketersediaan sumber daya air dan melindungi kawasan dari bahaya longsor dan erosi. dan mendorong pengembangan kawasan budidaya yang sesuai dengan RTRW. Pengembangan kawasan budidaya ini meliputi : 1. Pengembangan Kawasan Perumahan Pengembangan Kawasan Perumahan diarahkan untuk : a. Membatasi pengembangan kawasan perumahan di bagian utara dan selatan yang berfungsi lindung. Pembatasan dalam hal luas lahan perumahan, maupun besaran KDB dan KLB pada setiap kavling rumah. Pengembangan kawasan lindung di Bandung Selatan melibatkan peran petani di sekitar hutan Untuk kawasan perlindungan setempat, pengembangannya adalah dengan melindungi kawasan lindung yang ditetapkan dari alih fungsi lahan, serta mengembangkan kawasan yang potensial sebagai jalur hijau, terutama sempadan sungai. Untuk kawasan pelestarian alam, pengembangannya adalah dengan melindungi kawasan lindung yang ditetapkan dari alih fungsi lahan. Pemanfaatan Kawasan Budidaya Pengembangan kawasan budidaya diupayakan melalui pengendalian alih fungsi lahan yang tidak sesuai dengan peruntukan yang ditetapkan dalam RTRW, b. Membatasi proporsi kawasan perumahan maksimum 60% dari luas lahan yang sesuai untuk perumahan, c. Mengembangkan perumahan secara vertikal di kawasan padat penduduk diantaranya Margahayu, Margaasih, Dayeuhkolot, dan Bojongsoang serta kecamatan-kecamatan lain yang padat penduduk, meliputi rumah susun 4 lantai, apartemen 8 lantai dan apartemen lebih dari 8 lantai. d. Revitalisasi kawasan permukiman kumuh, dan diarahkan untuk dikembangkan menjadi rumah susun sederhana. 2. Pengembangan Kawasan Jasa Pemerintahan Pengembangan Kawasan Jasa Pemerintahan adalah kawasan pemerintahan tingkat kabupaten, yaitu mempertahankan kawasan pemerintahan yang telah ada di Soreang. 2-40

71 Konsep dan Strategi Pengembangan 3. Pengembangan Kawasan Perdagangan dan Jasa a. Pengembangan pasar dilakukan melalui : - Mengatur, menata dan mengendalikan pasar yang mengganggu lalu lintas yang diintegrasikan dengan keberadaan terminal serta fasilitas penduduk lainnya. - Merelokasi pasar bila tidak didukung prasarana yang memadai. b. Pengembangan pusat belanja dan jasa dilakukan melalui : Mengarahkan pengembangan pusat belanja dan jasa terutama di Soreang sebagai ibukota Kabupaten Bandung, untuk mengurangi ketergantungan masyarakat ke Kota Bandung. Kemudian diikuti pengembangan pusat belanja dan jasa hirarki lebih rendah di setiap pusat WP. 4. Pengembangan Kawasan Industri Pengembangan industri ringan (pengolahan makanan, dan garmen), dan industri rumah tangga, yang tidak boros air, dipertahankan di kawasan industri yang telah ada saat ini, yaitu di Margaasih, Katapang, Dayeuhkolot, Pameungpeuk, Bojongsoang, Rancaekek, Majalaya, Solokanjeruk dan Cicalengka. 5. Pengembangan Kawasan Pertanian Pengembangan kawasan pertanian diarahkan terutama terkait dengan daya dukungnya sebagai kawasan pertanian, yaitu : Industri makanan kecil sebagai produsen oleholeh khas yang cukup diminati terutama pada kunjungan wisatawan di akhir minggu a. Pengembangan Pertanian Tanaman Lahan Basah Diarahkan pada sawah-sawah yang telah ada saat ini, terutama yang didukung oleh prasarana irigasi. Rencana alih fungsi lahan sawah harus diikuti dengan pencetakan lahan sawah seluas paling sedikit lahan yang dialih fungsikan, yang lokasinya sesuai untuk kesesuaian lahan sawah dan didukung prasarana irigasi. Lahan yang sesuai untuk sawah terdapat di diantaranya di Soreang, Kutawaringin, Ciwidey, Pameungpeuk, Banjaran, Ciparay, Rancaekek dan kecamatan lain. a. Pengembangan Pertanian Tanaman Pangan Lahan Kering Diarahkan pada lahan-lahan yang saat ini telah berkembang, dan dilakukan pembatasan kawasan terbangun, yaitu di Cimenyan, Ciwidey, Arjasari, Kertasari, Pacet, Cikancung. 2-41

72 Konsep dan Strategi Pengembangan a. Pengembangan Pertanian Tanaman Tahunan (Perkebunan) Dapat digolongkan sebagai kawasan budidaya fungsi lindung, sehingga luasannya dipertahankan tidak berkurang, yaitu pada kawasan perkebunan yang telah ada saat ini (Rancabali, Pasirjambu, Pangalengan, Kertasari). a. Pengembangan Kawasan Perikanan Darat Diarahkan di Bojongsoang, dan Majalaya, serta beberapa waduk yang ada serta beberapa lokasi pada perairan umum. 6. Pengembangan Kawasan Hutan Pengembangan kawasan hutan terutama terkait dengan fungsi konservasi yang juga dapat dimanfaatkan fungsi ekonominya yaitu hutan produksi dan hutan rakyat. Seperti halnya kawasan perkebunan, maka kawasankawasan hutan ini akan menjadi kawasan pelindung hutan lindung dari kemungkinan alih fungsi lahan. Alih fungsi lahan akan sangat dibatasi untuk mempertahankan fungsi lindungnya. 7. Pengembangan Kawasan Pariwisata KONSEP PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI Konsep Pengembangan Sistem Jaringan Jalan Dalam pengembangan sistem jaringan jalan yang akan dikembangkan pola ring radial. Pola ring berfungsi untuk meningkatkan peran Kabupaten Bandung melalui peningkatan pusat -pusat pelayanan menghubungkan pusat-pusat pengembangan wilayah hirarki II dan III mulai dari Cileunyi, Rancaekek, Banjaran, dan Soreang. Pola Radial berfungsi untuk meningkatkan dalam mendukung upaya penyebaran pembangunan di wilayah selatan Kabupaten Bandung, yaitu dari Soreang menuju Ciwidey untuk wilayah Selatan bagian Barat dan dari Banjaran menuju Pangalengan untuk wilayah Selatan bagian Timur Guna mendukung pola tersebut, maka konsep pengembangan yang dikembangkan adalah: Peningkatan kualitas pergerakan, Peningkatan kualitas pergerakan dilakukan antara lain dengan meningkatkan kapasitas ruas jalan dan daya dukung struktur dari jalan, perbaikan geometrik jalan, peningkatan fungsi jalan dan pembangunan jalan tol. P a r i w i s a t a y a n g a k a n d i k e m b a n g k a n t e r u t a m a pariwisata alam, yaitu di Ciwidey dan Pangalengan. Serta lokasi lain y a n g m e m p u n y a i p o t e n s i dikembangkan sebagai pariwisata alami. Selain itu dikembangkan pula pariwisata buatan/ pariwisata terpadu. Pengembangan jalan ditujukan untuk peningkatan mobilitas orang dan barang 2-42

73 Konsep dan Strategi Pengembangan Tabel 2.8 Kriteria Pengembangan Jaringan Jalan No Jalan Arteri Primer Jalan Kolektor Primer 1 Jalan arteri primer dalam kota merupakan terusan jalan arteri luar kota 2 Jalan arteri primer melalui dan menuju kawasan primer 3 Jalan arteri primer dirancang berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 60 km/jam 4 Lebar perkerasan jalan arteri primer tidak kurang dari 8 meter Jalan kolektor primer dalam kota merupakan terusan jalan kolektor primer luar kota Jalan kolektor primer melalui atau menuju kawasan primer atau jalan arteri primer Jalan kolektor primer dirancang berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 40 km/jam Lebar perkerasan jalan kolektor primer tidak kurang dari 7 meter 5 Lalu lintas jarak jauh pada jalan arteri primer adalah lalu lintas regional, tidak boleh terganggu oleh lalu lintas ulang alik dan lalu lintas lokal yang bersumber kegiatan lokal Lalu lintas jarak jauh pada jalan kolektor primer adalah lalu lintas regional, tidak boleh terganggu oleh lalu lintas ulang alik dan lalu lintas lokal yang bersumber kegiatan lokal 6 Jumlah jalan masuk/akses ke jalan arteri primer sangat dibatasi secara efisien, jarak antar jalan masuk/akses tidak boleh lebih pendek dari 500 meter 7 Kendaraan angkutan barang berat dan kendaraan umum bus dapat diijinkan melalui jalan ini 8 Persimpangan pada jalan arteri primer diatur dengan pengaturan tertentu yang sesuai dengan volume lalu lintasnya 9 Jalan arteri primer mempunyai kapasitas jalan lebih besar dari volume lalu lintas rata-rata 10 Lokasi berhenti dan parkir pada badan jalan tidak diijinkan 11 Harus mempunyai perlengkapan jalan yang cukup, seperi rambu, marka, lampu pengatur lalu lintas, lampu penerangan jalan dan lain-lain 12 Jalan arteri primer harus dilengkapi dengan median 13 Jalur khusus disediakan yang dapat digunakan untuk sepeda dan kendaraan lambat lainnya Jumlah jalan masuk/akses ke jalan kolektor primer dibatasi secara efisien, jarak antar jalan masuk/akses tidak boleh lebih pendek dari 400 meter Kendaraan angkutan barang berat dan kendaraan umum bus dapat diijinkan melalui jalan ini Persimpangan pada jalan kolektor primer diatur dengan pengaturan tertentu yang sesuai dengan volume lalu lintasnya Jalan kolektor primer mempunyai kapasitas jalan lebih besar dari volume lalu lintas rata-rata Lokasi berhenti dan parkir pada badan jalan sangat dibatasi dan tidak diijinkan pada jam sibuk Harus mempunyai perlengkapan jalan yang cukup, seperi rambu, marka, lampu pengatur lalu lintas, lampu penerangan jalan dan lain-lain Jalan kolektor primer tidak harus dilengkapi dengan median Dianjurkan tersedia jalur khusus yang dapat digunakan untuk sepeda dan kendaraan lambat lainnya 2-43

74 Konsep dan Strategi Pengembangan peningkatan kapasitas jalan peningkatan fungsi jalan (menjadi kolektor primer): Pembangunan jalan dan jembatan baru serta pengembangan dan pembangunan terminal. Dalam lingkup penataan ruang yang lebih luas (kaitannya dengan daerah lain di luar Kabupaten Bandung), penataan jaringan jalan meliputi jaringan jalan yang menghubungkan daerah lainnya. Oleh karena itu, kebijakan berfokus pada pengembangan sarana dan prasarana jalan yang menghubungkan wilayah pengembangan untuk mengakomodir kebutuhan pergerakan. Pengembangan jalan ditujukan untuk mendukung pergerakan orang dan barang antar simpul-simpul wilayah pengembangan di dalam Kabupaten Bandung, serta mendukung pergerakan barang dan jasa untuk keluar masuk Kabupaten Bandung. Pengembangan jaringan jalan terdiri dari jaringan jalan arteri dan jaringan jalan kolektor primer. Jaringan jalan primer dikembangkan untuk melayani dan menghubungkan Kabupaten Bandung dengan Kota Bandung dan kabupaten lainnya. Jaringan jalan primer juga melayani beberapa kawasan pengembangan di Kabupaten Bandung. Konsep Pengembangan Sistem Angkutan Umum Pengembangan sistem angkutan umum di Kabupaten Bandung selain untuk keperluan lokal juga saling terintegrasi dengan sistem angkutan umum yang melayani skala regional, pengembangan angkutan umum masal, p e n g e m b a n g a n t e r m i n a l. K o n s e p pengembangan angkutan umum ini bertujuan untuk meningkatkan akses Kabupaten Bandung sebagai wilayah yang pendukung Kota Bandung sebagai PKN dan pusat produksi pertanian.. Sedangkan dalam lingkup regional, sistem angkutan umum yang dikembangkan dapat mendukung terciptanya struktur keterkaitan Kabupaten Bandung dengan wilayah-wilayah lainnya. Selain itu, jenis moda dan jumlah angkutan yang dioperasikan diusahakan untuk mencakupi kebutuhan masyarakat akan angkutan umum Angkutan Kota Antar Provinsi (AKAP), Angkutan Kota Dalam Provinsi (AKDP), angkutan kota dan angkutan perdesaan. Moda angkutan yang dikembangkan untuk skala pelayanan regional merupakan angkutan masal (menggunakan jalan maupun jalur rel kereta api, monorail dan LRT (light rapid transport)) yaitu kendaraan dengan daya angkut lebih besar dan pengembangan angkutan kereta api dari Ciwidey Bandung Cicalengka KONSEP PENGEMBANGAN PRASARANA DAN SARANA WILAYAH Tujuan pengembangan prasarana dan sarana Kabupaten Bandung diantaranya untuk mendukung pencapaian fungsi pelayanan lokal dan regional secara merata dan menyeluruh ke seluruh kawasan Kabupaten Bandung tersebut. Dengan adanya pengembangan prasarana dan sarana diharapkan dapat memacu perkembangan Kabupaten Bandung secara merata dan menyeluruh. Adapun prasarana dan sarana yang akan dikembangkan di Kabupaten Bandung, di antaranya meliputi penyediaan sistem 2-44

75 Konsep dan Strategi Pengembangan jaringan air bersih, jaringan drainase, persampahan, jaringan listrik, jaringan telepon, serta fasilitas umum dan sosial. Sistem Jaringan Air Bersih Dalam pengembangan system jaringan air bersih bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat akan air bersih guna menunjang peningkatan kesehatan. Pemenuhan kebutuhan air bersih penduduk Kabupaten Bandung masih sangat minim. Hal ini terlihat belum meratanya pelayanan air bersih untuk seluruh masyarakat Kabupaten Bandung. Untuk itu perlu dilakukan upaya penyediaan air bersih yang memenuhi standar yang akan ditentukan, baik dari segi kualitas maupun segi kuantitasnya. Sedangkan kendala utama upaya penyediaan air bersih ini adalah keterbatasan sumber air yang tersedia, baik itu sumber air tanah maupun sumber air permukaan. Adapun konsep pengembangan sistem jaringan air bersih Kabupaten Bandung dilakukan dengan cara mengembangkan sistem jaringan perpipaan PDAM ke seluruh wilayah dengan mengikuti pola jaringan jalan dan jalan baru juga pengembangan sistem perpipaan pada wilayah-wilayah yang belum terlayani sistem perpipaan. Sistem Jaringan Drainase Pada prinsipnya, konsep pengembangan sistem jaringan drainase di Kabupaten Bandung tetap memanfaatkan sistem jaringan drainase yang sudah ada, membangun sistem jaringan drainase baru, serta memanfaatkan sungai-sungai yang ada di Kabupaten Bandung dan sekitarnya sebagai jaringan pembuangan akhir. Adapun langkah-langkah konsep pengembangan sistem jaringan drainase yang berhirarki di Kabupaten Bandung, berupa: Mengatur kembali sistem jaringan drainase yang berhirarki dan terpadu sesuai fungsinya, baik secara kualitas maupun kuantitasnya. Normalisasi dan rehabilitasi saluran-saluran pembuangan akhir, yaitu sungai-sungai, agar tidak terjadi luapan sungai akibat air sungai tidak dapat dialirkan dengan cepat. Pengembangan kolam retensi atau kanal sebagai sistem jaringan drainase primer yang dibangun sesuai kondisi topografinya dengan kapasitas yang dapat menampung limpasan air hujan dari saluran sekunder dan tertier, yang selanjutnya dialirkan ke sungai atau catchment area untuk mengisi air tanah Pengembangan sistem jaringan drainase sekunder pada setiap sisi jalan yang alirannya disesuaikan dengan kondisi topografinya, sehingga tidak terjadi genangan di badan jalan pada saat musim hujan, yang selanjutnya dialirkan ke saluran primer atau ke saluran pembuangan akhir Pembuatan sistem saluran drainase tersier 2-45

76 Konsep dan Strategi Pengembangan secara terpadu dan terintegrasi dengan sistem jaringan drainase kotanya, terutama di wilayah permukiman yang belum ada jaringan drainasenya dan di wilayah permukiman baru Sistem Pengelolaan Sampah Konsep pengelolaan sampah di Kabupaten Bandung, khususnya di kawasan yang merupakan pusat-pusat perkotaan dilakukan dengan melalui proses berikut : Proses pengumpulan dan pengangkutan sampah dilaksanakan secara terpilah Proses pengumpulan sampah terpilah dilakukan baik secara individual maupun komunal melalui bak-bak penampungan terpilah yang disediakan di setiap unit lingkungan perumahan maupun unit kegiatan komersil dan perkantoran. Proses pengumpulan sampah ini dapat dilakukan dengan sistem door to door dengan menggunakan gerobak sampah yang selanjutnya dikumpulkan di bak-bak p e n a m p u n g a n t e r p i l a h y a n g pelaksanaannya dapat dilakukan oleh masing-masing unit lingkungan Proses Pengangkutan Sampah ke TPS / FPS Proses pengangkutan sampah dilakukan dari bak-bak penampungan terpilah ke Tempat Pembuangan Sampah Sementara (TPSS) transfer dipo, selanjutnya diangkut dengan menggunakan truck/dump truck menuju Fasilitas Pengelolaan Sampah (FPS). Peningkatan kesadaran masyarakat untuk mengelola persampahan harus dilakukan secara reguler. Sistem Pengelolaan Air Limbah Pengembangan sistem pengelolaan air limbah domestik dilakukan dengan menyusun master plan pengelolaan air limbah domestik, meningkatkan jumlah tangki septic individual maupun komunal (on site sanitation), revitalisasi dan pemanfaatan Instalasi Pengolahan Limbah Tinja dan IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) domestik yang ada, pembangunan saluran penampung buangan air limbah rumah tangga dan pembangunan IPAL domestik. Sedangkan pengembangan pengelolaan air limbah industri industri dilakukan melalui pembangunan dan optimalisasi IPAL di masing-masing industri, pembangunan IPAL terpadu di zone industri, penerapan manager pengendali pencemaran (MPP), pembangunan IPAL industri kecil terpadu, serta penerapan manajemen produksi bersih. Sistem Jaringan Listrik Sebagai bagian dari Kota Metropolitan, Kabupaten Bandung harus didukung oleh ketersediaan fasilitas dan utilitas yang memadai. Listrik merupakan kebutuhan primer bagi sebuah kota saat ini. Hampir semua aktivitas masyarakat membutuhkan dukungan energi listrik. Untuk mengembangkan jaringan listrik di masa mendatang maka diperlukan 2-46

77 Konsep dan Strategi Pengembangan penambahan daya listrik. Hal ini mengingat tingkat kebutuhan energi listrik penduduk semakin meningkat sejalan dengan perkembangan Kabupaten Bandung sebagai p e n g a r u h k e m a j u a n t e k n o l o g i. Pengembangan jaringan listrik di Kabupaten Bandung ini dilakukan secara bertahap mengikuti perkembangan dan dilakukan secara terpadu dengan pengembangan jaringan lainnya yang ada di Propinsi Jawa Barat. Sistem Jaringan Telekomunikasi P e n g e m b a n g a n s i s t e m j a r i n g a n t e l e k o m u n i k a s i a d a l a h d e n g a n meningkatkan kualitas dan jangkauan pelayanan telekomunikasi. pemeliharaan fasilitas yang telah ada, dan melengkapi fasilitas yang kurang di wilayah belum atau kurang terlayani. 2.7 PEMANFAATAN RUANG Rencana pemanfaatan ruang diwujudkan berdasarkan konsep pengembangan struktur tata ruang dan pola pemanfaatan lahan, yaitu : 1. Menjabarkan dan menyusun tahapan dan prioritas program berdasarkan persoalan mendesak yang harus ditangani, serta antisipasi arah pengembangan di masa depan. 2. Mendorong kemitraan dengan swasta dan masyarakat dalam penyediaan pelayanan kota. 3. Menyusun mekanisme dan perangkat insentif untuk mendorong pengembangan kegiatan yang sesuai dengan rencana tata ruang. 4. Menyusun mekanisme dan p e r a n g k a t d i s i n s e n t i f u n t u k mengendalikan perkembangan kegiatan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang. 2.8 PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG Pengembangan Fasilitas Umum dan Fasilitas Sosial Diarahkan melalui penyediaan fasilitas sosial dan fasilitas umum di pusat-pusat pelayanan WP dan lingkungan sesuai dengan skala pelayanannya, melalui Pengendalian pemanfaatan ruang mengacu pada rencana yang lebih rinci dari RTRW ini, dengan memperhatikan ketentuan, standar teknis, kelengkapan prasarana, kualitas ruang dan standar kinerja kegiatan y a n g d i t e t a p k a n. P e n g e n d a l i a n pemanfaatan ruang meliputi : 2-47

78 Konsep dan Strategi Pengembangan 1. Mekanisme Perijinan a. M e n y e l e n g g a r a k a n p e n g e n d a l i a n pemanfaatan ruang melalui mekanisme perijinan yang efektif. b. Menyusun ketentuan teknis, standar teknis, kualitas ruang dan standar kinerja sebagai rujukan bagi penerbitan ijin. c. Menerapkan proses pengkajian rancangan dalam proses penerbitan perijinan bagi kegiatan yang berdampak penting. 2. Pengawasan h. Menerapkan prinsip ketidaksesuaian penggunaan yang rasional dalam penertiban pemanfaatan ruang, yaitu kegiatan yang sudah ada dan berijin tetapi tidak sesuai rencana tata ruang dapat diijinkan dengan ketentuan tidak mengubah fungsi, tidak memperluas kecuali sesuai fungsi dalam rencana tata ruang, dan apabila ijin habis, maka fungsi dan ketentuan harus mengikuti peruntukan yang ada dalam rencanan tata ruang. a. Menyusun mekanisme dan kelembagaan pengawasan yang menerus dan berjenjang dengan melibatkan aparat wilayah dan masyarakat. b. Menyerahkan tanggung jawab utama pengawasan teknis pemanfaatan ruang kepada instansi yang meneribitkan perijinan. c. Mengefektifkan TKPRD untuk koordinasi pengendalian. d. Menyediakan mekanisme peran serta masyarakat dalam pengawasan. 3. Penertiban e. Mengintensifkan upaya penertiban secara tegas dan konsisten terhadap kegiatan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang atau tidak berijin. f. Mengefektifkan fungsi penyidik dalam menertibkan pelanggaran pemanfaatan ruang. g. Menyusun dan menerapkan perangkat sanksi administratif dan fiskal yang sesuai dan tepat. 2-48

79 Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bandung 3.1 RENCANA STRUKTUR TATA RUANG SISTEM KOTA-KOTA Struktur tata ruang Kabupaten Bandung dibentuk oleh : Sistem kota-kota, yang terdiri dari kotakota/simpul-simpul dengan fungsinya m a s i n g - m a s i n g d a l a m l i n g k u p pengembangan wilayah. Jaringan prasarana utama wilayah yang mengaitkan secara fungsional dan spasial antar kota-kota yang akan dikembangkan. Beberapa prinsip dasar pertimbangan dalam pengembangan sistem kota-kota/pusat permukiman di wilayah Kabupaten Bandung adalah : Membatasi limpahan perkembangan perkotaan dari Kota Bandung untuk tidak meluas secara ekspansif dan tidak beraturan ke arah Kabupaten Bandung Mengembangkan sistem transportasi yang mendukung struktur yang direncanakan dan meningkatkan aksesibilitas antar sub pusat wilayah untuk mengurangi ketergantungan kepada Kota Bandung Menjaga keberadaan kawasan lindung Mengintegrasikan fungsi dan sistem kotakota / pusat permukiman Mengantisipasi perkembangan kegiatan di masa mendatang Secara konseptual struktur tata ruang Kabupaten Bandung merupakan pola polisentrik (polisentrik Urban Region), dengan dua pusat utama. Sistem kota yang akan dikembangkan di Kabupaten Bandung dilakukan berdasarkan pertimbangan : 1. Hirarki sistem kota yang dianalisis berdasarkan Indeks Sentralitas dan tingkat aksesilbilitas dari setiap kecamatan di Kabupaten Bandung. 2. Memiliki perkembangan kegiatan fungsional perkotaan dan kawasan terbangun yang pesat serta dapat menarik minat investasi. 3. Berfungsi sebagai pusat pelayanan jasa dan produksi yang didukung oleh tingkat ketersediaan prasarana dan sarana lingkungan permukiman yang memadai serta memberikan manfaat : meningkatkan ketersediaan untuk pengembangan wilayahnya, meningkatkan perkembangan lintas sektor, terutama sektor ekonomi, m e n i n g k a t k a n p e n d a p a t a n d a n kesejahteraan masyarakat. 4. Daya dukung lahan terkait dengan sebaran kawasan lindung dan kawasan rawan bencana di sekitar pusat-pusat pemukiman yang ada. 3-1

80 Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bandung 5. Sebaran penduduk perkotaan dan desa-desa yang mempunyai sifat perkotaan (desa urban). 6. Memiliiki akses yang berorientasi pada skala pelayanan regional dan lokal. 7. Arahan kebijakan yang telah ada. Berdasarkan pertimbangan tersebut, kemudian ditentukan hirarki dari masing-masing kota di wilayah Kabupaten Bandung seperti dapat dilihat pada Tabel 3.1 dan Gambar 3.1. Sistem kota-kota tersebut, didukung oleh jaringan jalan yang membentuk pola ringradial. Pola ring akan menghubungkan pusatpusat kota hirarki II a dan II b, yaitu : dari timur melalui Cileunyi, Rancaekek, Majalaya, Banjaran dan Soreang. Peningkatan akses wilayah selatan bagian barat; Soreang-Ciwidey dan Banjaran-Pangalengan dan untuk melayani pergerakan dan peningkatan akses wilayah selatan, selatan-timur, serta Cileunyi- Cicalengka di bagian timur memanfaatkan jaringan jalan yang telah berkembang saat ini. Kecamatan kecamatan yang berbatasan langsung dengan Kota Bandung diarahkan sebagai wilayah yang berfungsi hirarkhi III 0, yang berorientasi pada fungsi Kota Bandung sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN) adalah Kecamatan Margahayu, Margaasih, Cilengkrang Hirarki I Hirarki IIa Hirarki IIb: Hirarki III Hirarki Io Hirarki IV Kota Ciwidey- Rancabali. Bandung Pasirjambu Soreang Kutawaringin - Katapang Tabel 3.1 Sistem Kota di Kabupaten Bandung Banjaran Pangalengan, Cangkuang, Cimaung, Arjasari, Pameungpeuk. Kutawaringin Majalaya Ciparay Kertasari, Pacet, Ibun, Solokanjeruk. Paseh. Baleendah Cileunyi- Rancaekek Cicalengka Dayeuhkolot Bojongsoang Cimenyan, Cilengkrang, Margahayu, Margaasih, Nagreg, Cikancung Sumber : Hasil Analisis,

81 Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bandung dan Kecamatan Cimenyan. Wilayah-wilayah tersebut dalam perkembangannya sangat terpengaruh oleh perkembangan Kota Bandung, sehingga dapat dijadikan sebagai buffer zone/ wilayah penyangga bagi wilayah pengembangan lainnya di Kabupaten Bandung PEMBAGIAN WILAYAH PENGEMBANGAN Pengembangan wilayah Kabupaten Bandung tidak hanya diarahkan pada kawasan perkotaan melainkan mencakup pula kawasan bukan perkotaan. Sistem kota - kota merupakan arahan untuk menetapkan sistem perwilayahan dengan hirarki pusat pusat pelayanan jasa dan produksi sesuai dengan fungsi, kecenderungan p e r k e m b a n g a n d a n o r i e n t a s i perkembangannya. Sistem kota - kota dilakukan melalui pengembangan pusat pusat permukiman sebagai pusat pelayanan jasa ekonomi, jasa pemerintahan dan jasa sosial lainnya, bagi kawasan permukiman perkotaan dan perdesaan, maupun dalam hubungan interaksi antar pusat-pusat permukiman dengan wilayah-wilayah yang dilayaninya secara hirarkis. Dengan demikian, pusat-pusat permukiman sebagaimana dimaksud diatas meliputi pusat-pusat permukiman perkotaan dan perdesaan. Berdasarkan penentuan sistem kota di atas, homogenitas kawasan, serta interaksi antar wilayah, maka sistem kota disusun dalam satuan wilayah pengembangan. Wilayah Pengembangan (WP) di Kabupaten Bandung meliputi: (lihat Gambar 3.1): 1. WP Soreang-Kutawaringin-Katapang dengan pusat Kota Soreang, meliputi Kecamatan Soreang, Katapang, Kutawaringin, Ciwidey, Pasirjambu, Rancabali. 2. WP Banjaran dengan pusat Kota Banjaran, m e l i p u t i K e c a m a t a n B a n j a r a n, Pameungpeuk, Cangkuang, Arjasari, Cimaung, Pangalengan. 3. WP Baleendah dengan pusat Kota Baleendah, meliputi Kecamatan Baleendah, Dayeuhkolot, Bojongsoang. 4. WP Majalaya dengan pusat Kota Majalaya, meliputi Kecamatan Majalaya, Ciparay, Solokanjeruk, Pacet, Kertasari, Paseh, dan Ibun. 5. WP Cileunyi-Rancaekek dengan pusat kota Cileunyi meliputi Kecamatan Cileunyi, dan Rancaekek 6. WP Cicalengka dengan pusat kota Cicalengka meliputi Kecamatan Cicalengka, Nagreg, dan Cikancung. 7. WP yang ketersediaan fasilitas pelayanan wilayahnya merupakan bagian dari PKN Kota Bandung meliputi Kecamatan Margahayu, Margaasih, Cilengkrang dan Cimenyan, Untuk mewujudkan struktur ruang dan arah pengembangan di tiap kota maupun tiap wilayah pengembangan maka perlu adanya fungsi pengembangan yang harus ditetapkan agar ada ketegasan dalam kebijaksanaan pengembangan di masa mendatang. Penetapan fungsi didasarkan pada pertimbangan : Hiraki kota/kawasan perkotaan Jangkauan pelayanan perkotaan tersebut terhadap wilayah belakangnya Basis ekonomi kota/kawasan perkotaan dalam wilayah yang lebih luas Kedudukan perkotaan tersebut dalam skala regional. 3-3

82 Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bandung Berdasarkan pertimbangan di atas, fungsi kota di Kabupaten Bandung dapat dilihat pada Tabel 3.2. Tabel 3.2 Arahan Fungsi Kawasan Pusat Pusat Pertumbuhan di Kabupaten Bandung No Wilayah Pengembangan Pusat Pertumbuhan Fungsi Utama Kawasan Fasilitas Pelayanan Minimal 1. WP Soreang Kutawaringin - Katapang Soreang Pemerintahan Jasa Perdagangan Permukiman Pertanian Pariwisata 2. WP Banjaran Banjaran Industri Industri non polutif (Kec. Katapang) Jasa dan Perdagangan Permukiman Pertanian Pariwisata Konservasi Sarana Pemerintahan Pendidikan : SD, SLTP, SMU, PT/Akademi Kesehatan : RSD, pengembangan program pelayanan kesehatan prefentif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif. Terminal Type B Peribadatan Perekonomian : pasar, perdagangan, grosir Fasilitas rekreasi dan olahraga Akomodasi : Hotel Pendidikan : SD, SLTP, SMU, PT/Akademi Kesehatan : Peningkatan sarana dan fasilitas DTP Banjaran dan Pangalengan pengembangan program pelayanan kesehatan prefentif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif. Terminal Type B Peribadatan Perekonomian : pasar, perdagangan, grosir Fasilitas rekreasi dan olahraga Akomodasi : Hotel 3-4

83 Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bandung 3. WP Baleendah Baleendah Jasa dan Perdagangan Pertanian Industri non polutif Permukiman Pendidikan 4. WP Majalaya Majalaya Industri Permukiman Pertanian Jasa dan Perdagangan Pendidikan : SD, SLTP, SMU, PT/Akademi Kesehatan : Puskesmas Perkotaan dan kesehatan matra pengembangan program pelayanan kesehatan prefentif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif. Terminal Type C Peribadatan Perekonomian : pasar, perdagangan, grosir Fasilitas rekreasi dan olahraga Akomodasi : Hotel Pendidikan : SD, SLTP, SMU, PT/Akademi Kesehatan : RSUD, Puskesmas Majalaya, dengan kesehatan Matra dan pengembangan program pelayanan kesehatan prefentif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif. Terminal Type B Peribadatan Perekonomian : pasar, perdagangan, grosir Fasilitas rekreasi dan olahraga Akomodasi : Hotel/ penginapan lainnya 5. WP Cileunyi- Rancaekek Cileunyi Permukiman Jasa dan Perdagangan Industri Pertanian Konservasi Pendidikan : SD, SLTP, SMU, PT/Akademi Kesehatan : Peningkatan fasilitas, dan sarana pada DTP, dan pengembangan Puskesmas perkotaan pengembangan program pelayanan kesehatan prefentif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif. Terminal Type C Peribadatan Perekonomian : pasar, perdagangan, grosir Fasilitas rekreasi dan olahraga Akomodasi : Hotel/ penginapan lainnya 3-5

84 Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bandung 6. WP Cicalengka Cicalengka Industri WP yang merupakan bagian dari PKN Kota Bandung Margahayu Margaasih Cilengkrang Cimenyan Jasa Perdagangan Pertanian Permukiman Industri Permukiman Jasa Perdagangan Konservasi Permukiman Lahan Pertanian Pariwisata Perdagangan dan Jasa Pendidikan : SD, SLTP, SMU, PT/Akademi Kesehatan : RSD, dan Puskesmas UGD dan pengembangan program pelayanan kesehatan prefentif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif. Terminal Type C Peribadatan Perekonomian : pasar, perdagangan, grosir Fasilitas rekreasi dan olahraga Akomodasi : Hotel/ penginapan lainnya Pendidikan : SD, SLTP, SMU, Kesehatan : Puskesmas DTP di Margaasih, RSIA di Bihbul dan pembangunan Puskesmas Bihbul pengganti dan pengembangan program pelayanan kesehatan prefentif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif. Peribadatan Pendidikan : SD, SLTP, SMU, Kesehatan : Puskesmas Peribadatan Akomodasi dan pendukungnya Sumber : Hasil Analisis, Untuk wilayah industri sarana pelayanan kesehatan dilengkapi dengan pelayanan kesehatan kerja. - Health village Centre dikembangkan di kawasan pedesaan - Wilayah pariwisata sarana pelayanan kesehatan dilengkapi dengan UGD dan Kesehatan Matra dengan pelayanan 24 jam. 3.2 KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG KABUPATEN BANDUNG Kebijakan Perencanaan Tata Ruang, Pemanfaatan Ruang dan Pengendalian Pemanfaatan Ruang A. Kebijakan Perencanaan Tata Ruang : Pada dasarnya kebijakan perencanaan tata ruang meliputi : 3-6

85 Penyusunan kerangka regulasi (perangkat lunak) sebagai penjabaran dari RTRW P e n i n j a u a n k e m b a l i d a n penyempurnaan RTRW Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bandung B. Kebijakan Pemanfaatan Ruang Pada dasarnya kebijakan pemanfaatan ruang meliputi : Kebijakan Pengembangan Struktur Ruang yang terdiri dari: 1. Kebijakan Pengembangan Sistem Kotakota, antara lain : - K e b i j a k a n P e m b a n g u n a n / pengembangan infrastruktur sistem kota-kota - Kebijakan Pengembangan Sistem Kota kota sesuai fungsi utamanya 2. Kebijakan Pengembangan Kawasan Strategis yaitu melalui Pengembangan Kawasan Strategis di Kabupaten Bandung 3. Kebijakan Pengembangan Infrastruktur Wilayah - Kebijakan Pengembangan Sistem Prasarana Transportasi, yang terdiri dari : Kebijakan Pembangunan dan Pengembangan Sistem Jaringan Jalan Kebijakan Pengembangan Sistem Angkutan Umum Massal Kebijakan Pengembangan Sarana Transportasi - Kebijakan Pengembangan Sistem Irigasi yaitu Kebijakan Pengembangan Sistem Prasarana Sumber Daya Air - Kebijakan Pengembangan Sistem Drainase yaitu Kebijakan Peningkatan Kualitas Sistem Drainase - Kebijakan Pengembangan Jaringan Air Bersih yaitu Kebijakan Peningkatan Kualitas Sistem Air Bersih dan pelayanan air bersih - Kebijakan Pengembangan Jaringan Telekomunikasi Jaringan irigasi penunjang pengembangan potensi pertanian Kabupaten Bandung - Kebijakan Pengembangan Jaringan Listrik dan Energi - Kebijakan Sistem Persampahan (Pengembangan fasilitas pengelolaan sampah) - Kebijakan Sistem Sanitasi Lingkungan yang terdiri dari: a. Kebijakan Peningkatan Kualitas Sistem Sanitasi Permukiman b. Kebijakan Pengembangan Sistem Pengolahan Air Limbah dan B3 c. Kebijakan Pengembangan Sistem Pengolahan Limbah Tinja 4. Kebijakan Pengembangan Pola Ruang Kebijakan Pengelolaan dan Pemantapan Kawasan lindung Kebijakan pengendalian, pemulihan, pelestarian, dan rehabilitasi Kawasan Lindung Kebijakan pengembangan kawasan budidaya sesuai dengan kapasitas d a y a d u k u n g l i n g k u n g a n (ketersediaa n air, kawasa n konservasi, iklim mikro dll) dan kesesuaian lainnya Kebijakan pembangunan perumahan dan permukiman dilaksanakan secara efisien dengan memperhatikan kelayakan teknis, sosial, ekonomi, politik / demokratis dan lingkungan. Kebijakan pengembangan fasilitas sosial dan fasilitas umum. Kebijakan Pengembangan potensi perekonomian daerah 3-7

86 Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bandung C. Kebijakan Pengendalian Tata Ruang: Kebijakan Pengendalian Tata Ruang terdiri dari : Pengaturan zonasi rencana pola ruang (land use plan compatibilty) Pengendalian dan Pengawasan Pemanfaatan Ruang Penerapan Mekanisme dan prosedur perizinan Penerapan sistem insentif dan disinsentif Arahan / Penerapan sanksi Strategi Perencanaan Tata Ruang, Pemanfaatan Ruang dan Pengendalian Pemanfaatan Ruang A. Strategi Perencanaan Tata Ruang Berikut merupakan Strategi yang harus dilakukan untuk melaksanakan kebijakan pada aspek perencanaan tata ruang; a. Strategi dalam melaksanakan kebijakan penyusunan kerangka regulasi (perangkat lunak) sebagai penjabaran dari RTRW, meliputi: Penyusunan regulasi / perangkat lunak sebagai tindak lanjut RTRW Penyusunan perencanaan terperinci tata ruang (spesifik) kawasan strategis berbasis potensi kawasan Pendataan skala besar penyusunan sistem dan prosedur untuk kemudahan operasionalisasi RTRW dan peraturan terkait lainnya (IMB, Site Plan, PBS) b. Strategi untuk melaksanakan kebijakan peninjauan kembali dan penyempurnaan RTRW meliputi: Peningkatan ketersediaan data yang lebih akurat dan aktual, baik data spasial berupa peta dasar dan peta tematik maupun data non spasial R e v i e w R T R W d e n g a n mempertimbangkan perkembangan/ dinamika wilayah B. Strategi pemanfaatan ruang Berikut merupakan Strategi yang harus dilakukan untuk melaksanakan kebijakan pada aspek pemanfaatan tata ruang; a. Strategi pengembangan tata ruang makro wilayah Kabupaten Bandung adalah : Peningkatan hubungan eksternal Kabupaten Bandung dengan Kota Bandung sebagai pusat dari Metropolitan Bandung. Diharapkan peningkatan hubungan eksternal ini dapat mendukung peran Kabupaten Bandung sebagai kawasan belakang dan menjadi kawasan produksi utama bagi Kota Bandung. Peningkatan hubungan eksternal Kabupaten Bandung dengan pusatpusat pertumbuhan lain di sekitarnya (Kota Cimahi, Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Subang, Kabupaten Garut, Kabupaten Sumedang). Pusat pertumbuhan tersebut dimanfaatkan sebagai pusat pemasaran komoditas maupun pusat koleksi baik secara langsung maupun tidak langsung dan diharapkan dengan peningkatan hubungan eksternal tersebut dapat mendukung peran Kabupaten Bandung sebagai pusat pertumbuhan bagi wilayah-wilayah tersebut. b. Strategi pengembangan tata ruang mikro wilayah Kabupaten Bandung adalah : Penetapan dan pemantapan peran dan fungsi kota-kota secara hirarkis dalam kerangka sistem wilayah pengembangan ekonomi dan sistem p e m b a n g u n a n p e r k o t a a n. Mengembangkan sistem pusat-pusat permukiman sebagai satu kesatuan pengembangan sehingga terbentuk fungsi dan hirarki pusat permukiman. Tujuan kebijakan ini adalah mewujudkan pemerataan dan keseimbangan pertumbuhan antar wilaya h m e lalui p enja laran perkembangan yang serasi, dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya. 3-8

87 Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bandung Peningkatan penyediaan jaringan t r a n s p o r t a s i w i l a y a h y a n g menghubungkan antar simpul-simpul secara hirarkis untuk memperlancar koleksi dan distribusi barang dan jasa Memperkuat keterkaitan antar kawasan perdesaan dan kawasan perkotaan (Urban-Rural Linkage) Pengembangan budidaya pada kawasan berfungsi lindung harus d i l a k s a n a k a n d e n g a n t e t a p mempertahankan fungsi lindungnya. Pengendalian pemanfaatan ruang pada kawasan yang memiliki daya dukung lingkungan rendah, dan pemulihan kawasan lindung terutama pada kawasan rawan bencana dan berfungsi lindung. Secara geografis Kabupaten Bandung mempunyai potensi yang sangat besar terkait dengan fungsi dan peran Kota Bandung sebagai ibukota Provinsi Jawa Barat, sehingga perlu ditunjang oleh ketersediaan infrastruktur yang memadai baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Banyaknya kawasan rawan bencana maupun kawasan lindung memerlukan pertimbangan dalam menentukan kawasan yang layak dibangun baik untuk kegiatan perkotaan maupun permukiman, sehingga fungsi-fungsi lindung tetap terjaga. Perlu penga turan pola penggunaan lahan, yang saat ini cenderung berkembang pes at a kibat desakan/ pengaruh pengembangan kawasan terbangun dari Kota Bandung. c. Strategi untuk melaksanakan Kebijakan Pembangunan/pengembangan infrastruktur sistem kota-kota, meliputi: Pengembangan WP Soreang Kutawaringin - Katapang sebagai pusat pemerintahan melalui peningkatan aksesibilitas/interkoneksi dengan wilayah lain serta penyediaan sarana dan prasarana pendukung yang memadai Pengembangan WP Banjaran, WP Majaya, WP Cileunyi-Rancaekek dan WP Cicalengka melalui penyediaan/ pembangunan sarana dan prasarana pendukung sebagai sistem kota-kota dengan hierarki II b Pengembangan WP Margaasih, Margahayu, Cilengkrang dan Cimenyan yang lebih dititikberatkan kepada pembangunan dan pengembangan bidang pendidikan dasar serta fasilitas pelayana n kes ehatan (skala puskesmas) d. Strategi untuk melaksanakan kebijakan pengembangan sistem kota kota sesuai fungsinya, meliputi : Pengembangan WP Soreang Kutawaringin - Katapang dengan pusat Kota Soreang sebagai pusat pemerintahan serta jasa dan perdagangan serta membatasi pengembangan industri dan tetap mempertahankan kawasan sebagai sentra kegiatan pertanian (lahan basah dan lahan kering) Pengembangan WP Baleendah dengan pusat Kota Baleendah sebagai kawasan permukiman, kawasan pertanian dan kawasan industri Pengembangan WP Banjaran dengan pusat Kota Banjaran sebagai kawasan industri, permukiman serta kawasan agropolitan P e n g e m b a n g a n W P Majalaya dengan pusat Kota Majalaya sebagai kawasan i n d u s t r i m e l a l u i pengendalian kegiatan industri tekstil, jasa/ perdagangan serta kawasan permukiman dan pertanian P e n g e m b a n g a n W P Cicalengka dengan pusat Kota Cicalengka sebagai kawasan permukiman, perdagangan/ jasa serta kawasan industri dan pertanian 3-9

88 Pengembangan WP Cileunyi- Rancaekek dengan pusat kota Cileunyi sebagai kawasan permukiman, perdagangan dan jasa, kawasan industri Pengembangan WP (Margahayu - Margaasih yang merupakan bagian dari PKN Kota Bandung) melalui pengendalian kawasan permukiman perkotaan Pengembangan WP (Cimenyan- Cilengkrang yang merupakan bagian dari PKN Kota Bandung) dengan tetap mempertahankan fungsi konservasi kawasan bandung utara e. Strategi untuk melaksanakan kebijakan pengembangan kawasan strategis di Kabupaten Bandung, yaitu melalui pengembangan Kawasan Strategis dengan menitikberatkan kepada pengembangan potensi ekonomi, pemberdayaan potensi m a s ya r a k a t l o k a l d e n g a n t e t a p memperhatikan aspek kelestarian lingkungan, serta penerapan sistem insentif dan disinsentif f. Strategi untuk melaksanakan Kebijakan Pembangunan dan Pengembangan Sistem Jaringan Jalan yaitu melalui pengembangan sistem jaringan jalan sesuai hirarki dan fungsinya yang diarahkan untuk memecahkan kemacetan lalulintas dan pengembangan wilayah secara lebih terpadu g. Strategi untuk melaksanakan kebijakan pengembangan sistem angkutan umum massal meliputi: Pengembangan insentif bagi sistem angkutan masal berupa: penyediaan infrastruktur dan insentif lainnya (sistem retribusi, pajak, dll) Pengembangan sistem angkutan masal Kereta Api atau Monorel/LRT melalui kerjasama dengan Pemerintah Pusat, Propinsi serta BUMN terkait. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bandung Peningkatan kualitas dan cakupan air bersih, baik di perdesaan ataupun di perkotaan 3-10 h. Strategi untuk melaksanakan kebijakan pengembangan sarana transportasi meliputi: Pengembangan sistem angkutan umum berdasarkan hierarki wilayah yang murah/ekonomis, aman dan nyaman Pengembangan sistem terminal terpadu dengan fasilitas pasar/perdagangan i. Strategi untuk melaksanakan kebijakan pengembangan sistem prasarana sumber daya air meliputi: Pengembangan sistem irigasi yang t e r i n t e g r a s i d e n g a n r e n c a n a pengembangan budidaya pertanian (intensifikasi lahan basah, pencetakan sawah baru dan kegiatan pertanian lainnya) Pengembangan sumber daya air secara terpadu dan menyeluruh dengan pendekatan sub DAS j. Strategi untuk melaksanakan kebijakan peningkatan kualitas sistem drainase yaitu melalui penataan dan pengembangan sistem drainase dengan memperhatikan karaktristik wilayah perkotaan secara terpadu dan menyeluruh dengan infrastruktur lain k. Strategi untuk melaksanakan kebijakan peningkatan kualitas sistem air bersih dan pelayanan air bersih meliputi pengembangan sistem pelayanan jaringan air bersih secara lebih terpadu dengan melibatkan berbagai stakeholder melalui : Identifikasi sumber-sumber air (mata air, air permukaan, air tanah) Perbaikan manajemen Pengembangan sumber-sumber air baku baru Kemitraan pemerintah, masyarakat serta swasta Peningkatan infrastruktur l. Strategi untuk melaksanakan kebijakan p e ng e m b a n gan jaringan telekomunikasi yaitu melalui pengembangan sistem telekomunikasi di kabupaten bandung melalui pemanfaatan teknologi komunikasi / informasi berdasarkan rencana induk/

89 Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bandung masterplan pengembangan telekomunikasi yang terpadu m. Strategi untuk melaksanakan kebijakan pengembangan jaringan listrik dan energi yaitu melalui pengembangan jaringan listrik dan energi yang diarahkan untuk menjangkau daerah-daerah terpencil serta pengembangan energi alternatif n. Strategi untuk melaksanakan kebijakan pengembangan fasilitas pengelolaan sampah yaitu melalui pengembangan sistem pelayanan persampahan dengan pendekatan 4 R (reduce, reuse, recycle dan recovery) o. Strategi untuk melaksanakan kebijakan peningkatan kualitas sistem sanitasi permukiman adalah melalui pengembangan sistem sanitasi lingkungan yang didorong ke arah sistem sanitasi berbasis komunal p. Strategi untuk melaksanakan kebijakan pengembangan sistem air limbah dan B3 yaitu melalui pengembangan sistem pengolahan air limbah dan B3 melalui: Pengembangan sistem IPAL terpadu/ kolektif pada zone-zone industri Mengarahkan zone-zone industri untuk menjadi kawasan industri dengan fasilitas pengelolaan lingkungan yang terpadu Mengarahkan pembangunan industri ke dalam zone industri yang sudah ada (infilling) Mengatur secara ketat terhadap industriindustri polutif (tekstil, makanan dll) Tidak memberikan ijin pengambilan air tanah dalam untuk proses produksi bagi industri polutif tetapi mengarahkan industri untuk menerapkan sestem daur ulang (recycling) q. Strategi untuk melaksanakan kebijakan pengembangan sistem pengolahan limbah tinja, meliputi; Mendorong sistem pengolahan limbah tinja dengan menggunakan sistem penyaluran limbah on site Mendorong kesadaran masyarakat untuk memperhatikan/berpartisipasi dalam hal sanitasi lingkungan r. Strategi untuk melaksanakan kebijakan pengelolaan dan pemantapan kawasan lindung yaitu dengan mempertahankan kawasan lindung melalui upaya rehabilitasi lahan serta meningkatkan kualitas kawasan lindung melalui perbaikan sistem, aturan, prosedur, kriteria, standar teknis s. Strategi untuk melaksanakan kebijakan pengendalian, pemulihan, pelestarian, dan rehabilitasi Kawasan Lindung yaitu melalui pengendalian/pengaturan secara ketat terhadap kegiatan budidaya yang berpotensi merusak/mengganggu kawasan lindung serta pembatasan/pengalihan kegiatan-kegiatan budidaya pada kawasan rawan bencana t. Strategi untuk melaksanakan kebijakan pengembangan kawasan budidaya sesuai dengan kapasitas daya dukung lingkungan (ketersediaan air, kawasan konservasi, iklim mikro) dan kesesuaian lainnya meliputi: Pengembanga n kegiatan-kegiatan budidaya yang berfungsi lindung melalui pengembangan tanaman-tanaman yang berfungsi konservasi dan yang bernilai ekonomi Pengembangan kegiatan pertanian dan peternakan dengan cara intensifikasi (pemanfaatan teknologi) berdasarkan kesesuaian lahannya u. Strategi untuk melaksanakan kebijakan pembangunan perumahan dan permukiman dilaksanakan secara efisien dengan memperhatikan kelayakan teknis, sosial, ekonomi, politik dan lingkungan meliputi: P e m b a n g u n a n p e r u m a h a n d a n permukiman dilaksanakan secara kemitraan antara pemerintah dan masyarakat, dengan bertumpu pada keswadayaan masyarakat, adil dan terbuka, serta mempercepat penyusunan ketentuan perundang-undangan serta ketentuan-ketentuan teknis sebagai pedoman operasionalisasi pengembangan perumahan Pengembangan sistem insentif bagi pembangunan rumah vertikal untuk masyarakat bawah dan menengah v.strategi untuk melaksanakan Kebijakan pengembangan fasilitas sosial dan fasilitas umum yaitu melalui pengembangan fasilitas sosial dan fasilitas umum melalui inventarisasi aset, penyebaran infrastruktur, 3-11

90 Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bandung peningkatan fasilitas pendidikan dan kesehatan w.strategi untuk melaksanakan Kebijakan Pengembangan potensi perekonomian daerah yaitu melalui pengembangan potensi perekonomian daerah melalui promosi investasi, aplikasi teknologi, serta pemberdayaan usaha ekonomi mikro (UKM) yang terintegrasi dengan sistem ekonomi makro C. Strategi Pengendalian Ruang Strategi untuk melaksanakan kebijakan pengendalian dan pengawasan pemanfaatan ruang, meliputi: Pengaturan zonasi rencana pola ruang berdasarkan land use plan compatibilty P e n g e n d a l i a n d a n P e n g a w a s a n Pemanfaatan Ruang secara konsisten Penerapan Mekanisme dan prosedur perizinan yang efisien dan efektif Penerapan sistem insentif dan disinsentif untuk mendukung perwujudan tata ruang sesuai rencana Arahan / Penerapan sanksi yang jelas sesuai ketentuan perundang-undangan 3.3 RENCANA POLA PEMANFAATAN RUANG Pola pemanfaatan ruang yang akan dikembangkan di Kabupaten Bandung dirumuskan berdasarkan pertimbangan : Arahan pola pemanfaatan ruang berdasarkan rencana tata ruang wilayah Provinsi Jawa Barat dan Metropolitan Bandung. Analisis daya dukung pengembangan wilayah, terutama daya dukung lahan untuk berbagai kegiatan budidaya dan sumberdaya air. Penetapan status hutan berdasarkan SK Menteri Kehutanan. Penggunaan lahan eksisting (berdasarkan Citra SPOT 2004). Konsep struktur tata ruang yang akan diterapkan. Pengalokasian peruntukan lahan sesuai kebutuhan luas dan kesesuaiannya. Didasarkan pada pertimbangan di atas, rencana pola pemanfaatan ruang Kabupaten Bandung meliputi alokasi pemanfaatan ruang : 1. Kawasan Lindung, yang terdiri dari kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya (hutan lindung, kawasan resapan air), kawasan perlindungan setempat (sempadan sungai, kawasan sekitar danau dan mata air), kawasan suaka alam, dan kawasan rawan bencana. 2. Kawasan Budidaya, yang terdiri dari kawasan permukiman/perkotaan, kawasan pertanian (lahan basah, lahan kering dengan tanaman tahunan, dan lahan kering dengan tanaman semusim), serta kawasan hutan produksi (tanaman tahunan) RENCANA POLA PEMANFAATAN KAWASAN LINDUNG Kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam, sumber daya buatan dan nilai sejarah serta budaya bangsa guna kepentingan pembangunan berkelanjutan. Secara keseluruhan, pola spasial pemanfaatan ruang kawasan lindung tersebar terutama di bagian utara dan selatan Kabupaten Bandung. 3-12

91 Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bandung Tabel 3.3 Kriteria Kawasan Lindung No Pemanfaatan Ruang Kriteria 1. Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya 1.1 Kawasan Hutan Lindung Hutan konservasi Hutan lindung dan atau kawasan hutan lainnya dengan nilai skor > 125 (kelas lereng, jenis tanah, intensitas hujan); dan atau Lereng lapangan > 40% dan pada daerah yang tanahnya peka terhadap erosi dengan kelerengan lapangan lebih dari 25%; dan atau Kawasan hutan yang mempunyai ketinggian 2000 meter atau lebih di atas permukaan laut. 1.2 Kawasan Resapan Air Kawasan dengan curah hujan rata-rata lebih dari 1000 mm/tahun 2. Kawasan perlindungan setempat Lapisan tanahnya berupa pasir halus berukuranminimal 1/16 mm; Mempunyai kemampuan meluluskan air dengan kecepatan lebih dari 1m/hari; Kedalaman muka air tanah lebih dari 10 m terhadap permukaan tanah setempat Kelerengan kurang dari 15%; Kedudukan muka iar tanah dangkal lebih tinggi dari kedudukan muka air tanah dalam. 2.1 Kawasan Sekitar Danau/Situ/ Waduk Daratan sepanjang tepian waduk dan situ yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik waduk dan situ sekurang-kurangnya 50 m dari titik pasang tertinggi ke arah darat 2.2 Kawasan Sempadan Sungai sekurang-kurangnya 5 m di sebelah luar sepanjang kaki tanggul di luar kawasan perkotaan dan 3 m di sebelah luar sepanjang kaki tanggu dalam kawasan perkotaan; Sekurang-kurangnya 100 m di kanan kiri sungai besar dan 50 m di kanan kiri sungai kecil yang tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan Sekurang-kurangnya 10 m dari tepi sungai untuk yang mempunyai kedalaman tidak lebih dari 3 m; Sekurang-kurangnya 15 m dari tepi sungai untuk sungai yang mempunyai kedalaman lebih dari 3 m sampai dengan 20 m Sekurang-kurangnya 30 m dari tepi sungai untuk sungai yang mempunyai kedalaman lebih dari 20 m; Sekurang-kurangnya 100 m dari tepi sungai untuk sngai yang terpengaruh oleh pasang surut air laut, dan berfungsi sebagai jalur hijau. sekurang-kurangnya 5 m di sebelah luar sepanjang kaki tanggul di luar kawasan perkotaan dan 3 m di sebelah luar sepanjang kaki tanggu dalam kawasan perkotaan; 2.3 Kawasan sekitar Mata Air Kawasan di sekitar mata air dengan radius sekurang-kurangnya 200 meter, bagian hilir dapat difungsikan utk kawasan berfungsi lindung sepanjang tidak bertentangan dengan fungsi konservasi 3-13

92 Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bandung 2.4 Kawasan Suaka Alam Mewakili formasi biota tertentu dan/atau unit-unit penyusunannya. Mempunyai kondisi alam, baik biota maupun fisiknya yang masih asli dan tidak atau belum diganggu manusia. Mempunyai luas dan bentuk tertentu agar menunjang pengelolaan yang efektif dengan daerah penyangga yang cukup luas. 3 Kawasan Pelestarian Alam Mempunyai ciri khas yang dapat merupakan satu-satunya contoh di suatu daerah serta keberadaannya memerlukan konversi. 3.1 Taman Hutan Raya Wilayah dengan ciri khas asli maupun buatan, baik pada kawasan yang ekosistemnya masih utuh atau kawasan yang sudah berubah Memiliki keindahan alam, tumbuhan, satwa, dan gejala alam Mempunyai luas wilayah yang memungkinkan untuk membangun koleksi tumbuhan dan/atau satwa baik jenis asli dan/atau tidak asli Memiliki akses yang baik untuk keperluan pariwisata 3.2 Taman Wisata Alam Kawasan darat dan atau perairan yang ditunjuk untuk mempunyai luas yang cukup dan lapangannya tidak membahayakan serta memiliki keadaan yang menarik dan indah baik secara alamiah maupun buatan; Memenuhi kebutuhan rekreasi dan atau olah raga serta mudah di jangkau; 4 Kawasan Rawan Bencana 4.1 Kawasan Rawan Bencana Gunung Berapi Kawasan dengan jarak atau radius tertentu dari pusat letusan yang terpengaruh langsung dan tidak langsung, dengan tingkat kerawanan yang berbeda; Kawasan berupa lembah yang akan menjadi daerah aliran lahar dan lava 4.3 Kawasan Rawan Gempa Bumi Daerah yang mempunyai sejarah kegempaan yang merusak; Derah yang dilalui oleh patahan aktif; Daerah yang mempunyai catatan kegempaan dengan kekuatan (magnitudo) lebih besar dari 5 pada skala richter; Daerah dengan batuan dasar berupa endapan lepas seperti endapan sungai, endapan pantai dan batuan lapuk; 4.3 Kawasan Rawan Gerakan Tanah Kawasan lembah bertebing curam yang disusun batuan mudah longsor Daerah dengan kerentanan tinggi untuk terkena gerakan tanah, terutama jika kegiatan manusia menimbulkan gangguan pada lereng di kawasan ini 4.4 Kawasan Rawan Banjir Daerah yang diidentifikasi sering dan berpotensi tinggi mengalami bencana banjir 5. Kawasan Pertahanan dan Keamanan kawasan latihan/sekolah militer, kawasan pangkalan Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Udara, kawasan militer TNI Angkatan Darat, dan TNI POLRI. Sumber: Hasil Analisis Tahun

93 Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bandung Kawasan ini pada dasarnya merupakan kawasan yang berdasarkan analisis daya dukung mempunyai keterbatasan untuk dikembangkan karena adanya faktor-faktor limitasi yang menjadi kriteria (lereng, jenis tanah, curah hujan, ketinggian; serta zona bahaya gunung api, zona kerentanan gerakan tanah, dan zona konservasi air potensial sangat tinggi). Kriteria kawasan lindung tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.3. Berdasarkan Kriteria pada Tabel 3.3, kawasan Berdasarkan kriteria pada Tabel 3.3, kawasan hutan lindung di Kabupaten Bandung meliputi lahan seluas ± ,39 Ha ( 19,43 % ), yang tersebar di bagian selatan dan utara Kabupaten Bandung, yaitu : Kecamatan Cileunyi, Cilengkrang, Cimenyan, Ciwidey, Rancabali, Pasirjambu, Pangalengan, Kertasari, Banjaran, Arjasari, Pacet, Ibun, Paseh, Cimaung. lindung di Kabupaten Bandung meliputi lahan seluas ± ,71 ha ( 26,20 %). Kawasan lindung di Kabupaten Bandung meliputi : 1. Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya Pengembangan kawasan ini diarahkan pada fungsi perlindungan wilayah atau yang memiliki keterkaitan kuat dengan fungsi hidrologis. Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya di Kabupaten Bandung terdiri dari : Kawasan lindung di Kecamatan Kertasari a. Kawasan Hutan Lindung Kawasan hutan lindung adalah kawasan hutan yang memiliki sifat khas yang mampu memberikan perlindungan kepada kawasan sekitar maupun bawahannya sebagai pengatur tata air, pencegah banjir dan erosi serta memelihara kesuburan tanah. Perlindungan terhadap kawasan hutan lindung dilakukan untuk memelihara dan mempertahankan kawasan hutan dengan tutupan vegetasi. Kawasan hutan diharapkan dapat menjamin ketersediaan unsur hara tanah, air tanah, dan air permukaan. b. Kawasan Resapan Air Kawasan resapan air adalah kawasan yang mempunyai kemampuan tinggi untuk meresapkan air hujan sehingga merupakan tempat pengisian air bumi yang berguna sebagai sumber air. Perlindungan terhadap kawasan resapan air dilakukan untuk memberikan ruang yang cukup bagi peresapan air hujan pada daerah tertentu untuk keperluan penyediaan k e b u t u h a n a i r t a n a h d a n penanggulangan banjir, baik untuk kawasan bawahannya maupun kawasan 3-15

94 Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bandung yang bersangkutan. Kawasan ini dapat berupa kawasan budidaya hutan, perkebunan dan pertanian lahan kering. Pembangunan dapat dilakukan melalui disintensif antara lain tidak membangun infrastuktur pada kawasan ini dan pembatasan KDB (Koefisien Dasar Bangunan). Untuk kawasan resapan air yang telah terbangun, upaya pengendalian dilakukan dengan membangun parit resapan, sumur resapan atau danau resapan. Berdasarkan kriteria seperti pada Tabel 3.3, kawasan resapan air di kawasan perencanaan tersebar di Kecamatan Cimenyan dan Cilengkrang (Bagian Utara) dan beberapa kecamatan di Bagian selatan antara lain: Kecamatan Rancabali, Ciwidey, Pasirjambu, Kertasari, Pangalengan, Paseh, Pacet, Ibun, Cimaung dan lainlain. Di Kabupaten Bandung, danau yang menjadi kawasan perlindungan setempat ini adalah Waduk Cileunca dan Cipanunjang terdapat di Kecamatan Pangalengan, Danau Ciharus dan Pangkalan yang terdapat di Kecamatan Ibun, Danau Patengan dan Waduk Santosa di Kecamatan Rancabali. b. Sempadan Sungai Sempadan sungai adalah kawasan sepanjang kiri sungai, termasuk sungai buatan/kanal/saluran irigasi primer, yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai. Perlindungan terhadap sempadan sungai dilakukan untuk melindungi sungai dari kegiatan manusia yang dapat mengganggu dan 2. Kawasan perlindungan setempat terdiri atas : Kawasan lindung yang merupakan kawasan perlindungan setempat terdiri dari : a. Kawasan Sekitar Danau/Situ/Waduk Dalam Keppres No 32 tahun 1990 terdapat pasal yang mengatur mengenai pengelolaan kawasan perlindungan setempat. Kriteria kawasan sekitar danau/situ yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik/danau antara m dari titik pasang tertinggi kearah darat atau sesuai dengan peraturan yang berlaku. Penetapan kawasan sempadan sungai untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai merusak kualitas air sungai, kondisi fisik pinggir dan dasar sungai serta mengamankan aliran sungai. 3-16

95 Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bandung Tujuan ditetapkan kawasan sempadan sungai adalah melindungi sungai dari kegiatan manusia yang dapat menggangu dan merusak kualitas air sungai, kondisi fisik pinggir dan dasar sungai, serta mengamankan aliran sungai. Kriteria kawasan sempadan sungai adalah sekurang-kurangnya (atau sesuai peraturan yang berlaku) : 100 meter kiri kanan sungai besar dan 50 meter di kiri kanan anak sungai yang berada di luar permukiman, 50 kiri kanan sungai besar dan 25 meter kiri kanan anak sungai bila berada di area permukiman. Sesuai Keppres No 32 Tahun 1990, pada sepanjang sungai sungai tersebut perlu ditetapkan sebagai kawasan sempadan sungai di wilayah permukiman berupa daerah sepanjang sungai yang diperkirakan cukup untuk dibangun jalan inspeksi. Sungai-sungai utama di Kabupaten Bandung adalah Sungai Citarum, Cirasea, Citarik, Cipamokolan, Cijaura, Cikapundung, Cisangkuy, Citepus, Ciwidey, Cimahi dan Sungai Cimeta. c. Kawasan Sekitar Mata Air Kawasan sekitar mata air adalah kawasan di sekeliling mata air yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi mata air. Perlindungan terhadap kawasan sekitar mata air dilakukan untuk melindungi mata air dari kegiatan budidaya yang dapat merusak kualitas air dan kondisi fisik dengan jari-jari 200 meter di sekitar mata air. Daerah-daerah mata air di Kabupaten Bandung cukup banyak dijumpai di sekitar perbukitan utara, timur dan selatan. Daerah yang tidak dijumpai sumber mata air adalah daerah dataran, meliputi Kecamatan Bojongsoang, Margahayu dan Rancaekek. Kawasan sekitar danau/situ/waduk, kawasan sempadan sungai dan kawasan sekitar mata air, seperti halnya kawasan resapan air, pemanfaatannya dapat berupa kawasan budidaya hutan, pertanian lahan kering dan perkebunan/tanaman tahunan. d. Kawasan Hutan Suaka Alam Berdasarkan kriteria pada Tabel 3.3, kawasan suaka alam yang terdapat di Kabupaten Bandung adalah Cagar Alam 8.592,14 Ha. Cagar Alam terletak di Kecamatan Pangalengan, Pasirjambu, dan Rancabali. Sedangkan Taman Wisata Alam terletak di Pangalengan, Cimaung, Pasirjambu, dan Rancabali. 3. Kawasan Pelestarian Alam Kawasan pelestarian alam yang terdapat di wilayah Kabupaten Bandung terdapat seluas 265,37 Ha, antara lain adalah Taman Hutan Raya di Kecamatan Cimenyan, juga terdapat di Kecamatan Rancabali. Taman Hutan Raya adalah 3-17

96 Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bandung kawasan pelestarian alam yang didalamnya terdapat jenis-jenis tumbuhan, satwa atau ekosistem yang khas, yang dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan, pariwisata dan rekreasi. Perlindungan terhadap taman hutan raya dilakukan untuk menjamin berlangsungnya fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya, untuk pengembangan pendidikan, rekreasi dan pariwisata, serta peningkatan kualitas lingkungan sekitarnya dan perlindungan dari pencemaran. Taman Wisata Alam di Kabupaten Bandung adalah Taman Wisata Alam Talaga Patengan dan Cimanggu seluas 799,91 ha yang terdapat di Kecamatan Rancabali. Taman Wisata Alam adalah Kawasan darat dan atau perairan yang ditunjuk untuk mempunyai luas yang c u k u p d a n la p a nga n n ya ti d a k membahayakan serta memiliki keadaan yang menarik dan indah baik secara alamiah maupun buatan; 4. Kawasan Rawan Bencana Alam Kawasan rawan bencana alam adalah kawasan yang sering atau berpotensi tinggi mengalami bencana alam. Perlindungan terhadap kawasan rawan bencana alam dilakukan untuk melindungi manusia dan kegiatannya dari bencana yang disebabkan oleh alam. Kriteria kawasan lindung untuk bencana seperti gerakan tanah dan banjir dapat dilihat pada Tabel 3.3. Berdasarkan kriteria seperti pada Tabel 3.3, kawasan rawan bencana gerakan tanah (longsor) secara umum menyebar di bagian utara dan selatan Kabupaten Bandung, yaitu terdapat di Kecamatan Rancabali, Pasirjambu, Rancabali, Cileunyi, Cilengkrang, Pangalengan, Kertasari, Cicalengka, Nagreg. Kawasan bencana banjir terletak di Kecamatan Bojongsoang, Baleendah, Pameungpeuk, Solokanjeruk, Majalaya, Cicalengka, Banjaran, Rancaekek, Dayeuhkolot dan Katapang RENCANA POLA PEMANFAATAN KAWASAN BUDIDAYA Kawasan budidaya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi untuk dibudidayakan atas dasar kondisi potensi sumber daya alam, manusia dan buatan. Termasuk dalam kawasan budidaya ini adalah kawasan pertanian, kawasan permukiman dan industri. Pola pemanfaatan ruang kawasan budidaya secara spasial mengarah pada bagian wilayah barattimur, mencakup wilayah yang berdasarkan analisis daya dukung lahan tergolong sangat tinggi dan tinggi, baik untuk pengembangan kawasan budidaya perdesaan/pertanian maupun perkotaan. Kriteria penetapan kawasan budidaya dapat dilihat pada Tabel 3.4. Kawasan Budidaya di Kabupaten Bandung terdiri dari budidaya perdesaan, perkotaan dan kawasan tertentu. Luas dan persentase masingmasing peruntukan lahan lindung dan budidaya dapat dilihat pada Tabel

97 Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bandung Tabel 3.4 Kriteria Kesesuaian Lahan Budidaya Perdesaan dan Perkotaan JENIS FUNGSI KRITERIA Kawasan Hutan Produksi Hutan Produksi dan Hutan Rakyat Kawasan hutan dengan faktor-faktor kelas lereng, jenis tanah, dan intensitas hujan setelah masingmasing dikalikan denga angka penimbang mempunyai jumlah nilai (skor) 124 atau kurang, di luar hutan suaka alam, hutan pelestarian alam dan hutan lindung. Nilai skore fisik wilayah Kemiringan lereng > 40 % Kedalaman efektif tanah >60 cm Iklim tipe A menurut Oldeman Berfungsi sebagai resapan air tanah Daerah kritis/bahaya lingkungan : daerah longsoran, patahan aktif, daerah krisis erosi Kawasan Pertanian Kawasan Pertanian Lahan Basah Ketinggian < 1000 m dpl dpl kecuali lahan sawah yang sudah ada dan tidak mengganggu kelestarian tanah dan air Kemiringan lereng < 40% kecuali jenis tanah regosol, litosol, rezina, dan organosol dengan kemiringan < 15 % Kedalaman efektif tanah > 30 cm Terdapat sistem irigasi (teknis, setengah teknis dan sederhana) Bukan daerah kritis/ bahaya lingkungan beraspek geologi seperti daerah patahan aktif, erosi dan longsoran Terdapat sistem irigasi (teknis, setengah teknis dan sederhana) Bukan daerah rawan bencana Kawasan yang secara teknis dapat digunakan untuk pertanian lahan basah. Meningkatkan upaya pelestarian dan meningkatkan/menjaga ketahanan pangan daerah. Secara ruang apabila digunakan untuk pertanian lahan basah dapat memberikan manfaat untuk kesejahteraan masyarakat dan berfungsi lindung. 3-19

98 Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bandung Kawasan Pertanian Lahan Kering Ketinggian < 1000 m dpl Nilai skor fisik wilayah < 125 Kemiringan tanah < 40 % kecuali lahan-lahan yang pemanfaatannya memakai kaidah-kaidah teknis konservasi tanah dan air Kedalaman efektif tanah >30 cm Mempunyai tipe iklim A, B1, B2, C2 atau D2 menurut Oldeman Daerah kritis/ bahaya lingkungan: daerah longsoran, patahan aktif, daerah krisis erosi permukaan Kemiringan lereng < 40% Kedalaman efektif tanah > 30 cm Kawasan yang secara teknis dapat digunakan untuk kawasan pertanian lahan kering. Secara ruang dimungkinkan untuk kegiatan pertanian lahan kering dan dapat memberikan manfaat untuk meningkatkan kesejahteraan masyrakat. Meningkatkan produksi dan produktivitas pertanian menjaga ketahanan pangan daerah serta mendorong pendayagunaan infestasi. Menjaga fungsi lindung Bukan daerah rawan bencana Kawasan Tanaman Tahunan/ Perkebunan Ketinggian < 2000 m dpl kecuali lahan yang sudah ditanami tanaman tahunan dan tidak mengganggu kelestarian tanah dan air Nilai skor fisik wilayah < 125 Kemiringan tanah < 40 %, kecuali jenis tanah regosol, litosol, rezina, dan organosol dengan kemiringan < 15 % Kemiringan lereng < 40% Kedalaman efektif tanah > 30 cm Di luar kawasan hutan lindung Mempunyai tipe iklim A, B1, B2, C2 atau D2 menurut Oldeman Berfungsi sebagai resapan air tanah Wilayah kritis/bahaya lingkungan : daerah longsoran, patahan aktif, daerah krisis erosi permukaan Kawasan yang sudah ditanami tanaman tahunan / perkebunan yang tidak mengganggu tanah dan air Di luar kawasan lindung Kawasan yang secara teknis dapat digunakan untuk kegiatan perkebunan 3-20

99 Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bandung Secara ruang sesuai untuk kegiatan perkebunan dan memberikan manfaat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Menjaga fungsi resapan air Bukan daerah rawan bencana Kawasan Peternakan Tersediahijauan makanan ternak Tersedia pasokan air Iklim dan lahan pendukung usaha peternakan Wilayah yang potensial untuk pengembangan peternakan dan secara teknis dapat digunakan untuk usaha peternakan. Secara ruang kegiatan peternakan memberikan manfaat bagi kesejahteraan masyarakat Kawasan Perikanan Meningkatkan fungsi lindung Tersedia sumber air yang mencukupi Kawasan Pertambangan Bukan daerah rawan bencana alam (banjir/ kekeringan) Wilayah potensial untuk pengembangan perikanan yang secara teknis memenuhi persyaratan perikanan Wilayah yang secara ruang apabila digunakan untuk perikanan memberikan manfaat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Meningkatkan fungsi lindung. Mempunyai potensi bahan tambang, dan apabila dimanfaatkan tidak mangganggu kelestarian lingkungan hidup dan secara ruang akan memberikan manfaat dalam meningkatkan pendapatan masyarakat dan daerah. Kawasan Perkotaan Kawasan Permukiman Kemiringan lereng < 15%. Ketersediaan air terjamin Tidak berada pada daerah resepan air dan rawan bencana Berada dekat dengan pusat kegiatan Bebas dari bahaya gangguan setempat Aksesibiltas dan sirkulasi transportasi baik Berorientasi langsung ke jalan arteri/kolektor Kawasan Peruntukan Industri Ketinggian < 1000 m dpl Kemiringan lereng < 3% Ketersediaan air baku yang cukup Adanya sistem pembuangan limbah Tidak terletak di kawasan tanaman pangan lahan basah 3-21

100 Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bandung Kawasan Perdagangan dan Jasa Kemiringan lereng < 15% Ketersediaan air terjamin Aksesibilitas baik Terletak di pusat kota/kegiatan Kawasan Pariwisata Memiliki panorama dan atau panorama alam MEmiliki Tinggalan Budaya dan atau sejarah Memiliki dukungan sarana dan prasarana transportasi dan komunikasi Memiliki dukungan seni dan kerajinan/potensi souvenir (makanan, minuman, produk seni lainnya) Memiliki dukungan SDM sekitar Memiliki luasan yang cukup Sumber : Keppres No 57 Tahun 1989 tentang Kawasan Budidaya, dan Hasil Analisis. A. KAWASAN BUDIDAYA PERDESAAAN / PERTANIAN 1. Kawasan Hutan Produksi Kawasan hutan produksi merupakan kawasan budidaya yang berfungsi lindung. Kawasan ini di Kabupaten Bandung terdiri dari Hutan Produksi, Hutan Rakyat. Dan Kawasan Tanaman Hutan. Hutan Produksi seluas ± 40,29 ha terdapat di Kecamatan Kertasari. Hutan Rakyat seluas ± 2.855,40 Ha, terdapat hampir di setiap kecamatan di Kabupaten Bandung. 2. Kawasan Pertanian Kawasan budidaya pertanian adalah kawasan dengan fungsi utama pertanian, didasarkan pada kondisi alami, manusia, dan buatan. Pemanfaatan lahan untuk pertanian dikelompokan pada peruntukan pertanian lahan basah (padi sawah) dan pertanian lahan kering (tanaman pangan lahan kering, tanaman tahunan, perkebunan, dan hutan produksi). Delineasi kawasan pertanian didasarkan pada kriteria yang dipakai mengacu pada Pedoman Kesesuaian Lahan menurut Pusat Penelitian dan Agroklimat (1982). Parameter untuk menilai kriteria yaitu kedalaman efektif, kesuburan tanah, tekstur, drainase, erodibilitas, lereng, banjir dan iklim. Dalam hal ini lahan yang diarahkan untuk kawasan pertanian budidaya adalah lahan yang cukup sesuai. Kondisi lahan lainnya seperti lahan yang sesuai marginal dan tidak sesuai saat ini, apabila secara eksisting telah dilakukan perbaikan dan atau memungkinkan dilakukan perbaikan 3-22

101 Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bandung Kawasan pertanian lahan basah (padi sawah) Terdapat seluas ± ,42 Ha, tersebar di seluruh kecamatan dengan jumlah terbesar terletak di Kecamatan Ciparay dan Pacet. Kawasan pertanian lahan kering (dengan tanaman tahunan dan tanaman semusim) Kegiatan budidaya hortikultura di Bandung Selatan diasumsikan cukup sesuai. Pola p e m a n f a a t a n r u a n g u n t u k pengembangan kawasan budidaya pertanian berdasarkan kesesuaian lahan adalah sebagai berikut : Kawasan tanaman tahunan dan atau perkebunan Seperti halnya kawasan hutan produksi, merupakan kawasan budidaya yang berfungsi lindung. Di kabupaten Bandung kawasan ini terdapat seluas ± ,63 Ha tersebar hampir di seluruh kecamatan terutama di kecamatankecamatan bagian selatan Kabupaten Bandung, kecuali di Kecamatan Katapang, Margahayu, Dayeuhko lot, Bojo n gsoang, Rancaekek, Cangkuang. Terdapat seluas ± ,51 Ha, tersebar hampir di setiap kecamatan di Kabupaten Bandung dengan jumlah terbesar terdapat di Kecamatan Arjasari, Pangalengan, dan Pasirjambu. Kawasan perikanan Kawa sa n perikanan dapat dikembangkan berdasarkan hasil kesesuaian lahan seluas ± 740,97 ha dapat dikelompokkan ke dalam 3 kelompok kawasan yaitu kawasan pembenihan ikan tersebar di Kecamatan Ciparay, Pacet, Ibun dan Majalaya. Kawasan pendedelan ikan tersebar di Kecamatan Banjaran, Dayeuhkolot, Cileunyi, Bojongsoang, Pameungpeuk, Pacet, Majalaya, Ciparay, dan Rancaekek. Kawasan pembesaran (Kolam air deras) tersebar di Kecamatan Ciwidey, Soreang, Pacet, Banjaran, Cangkuang, Majalaya, dan Ibun. 3-23

102 Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bandung Tabel 3.5 Rencana Luas Kawasan Lindung dan Budidaya Tahun 2027 di Kabupaten Bandung No. KAWASAN POLA RUANGTAHUN 2027 LUAS (HA) % I Lindung ,71 26,20 1 Perairan 947,32 0,54 2 Hutan Konservasi 9.652,47 5,48 3 Hutan Lindung ,39 19,43 4 Ruang Terbuka Hijau 303,53 0,17 5 Sempadan 1.028, II Budidaya Berfungsi Lindung ,32 24,77 1 Hutan Produksi 40,29 0,02 2 Hutan Rakyat 2.855,40 1,62 3 Kawasan Tanaman Tahunan ,63 23,12 III Tidak berfungsi lindung ,64 49,04 A Kawasan Budidaya Pertanian ,17 26,19 1 Kawasan Pertanian Lahan Basah ,42 19,10 2 Kawasan Pertanian Lahan Kering ,51 6,62 3 Kawasan Perikanan 740,97 0,42 4 Kawasan Peternakan 107,27 0,06 B Kawasan Budidaya Non Pertanian ,46 22,84 1 Kawasan Permukiman ,59 17,61 2 Kawasan Peruntukan Industri 5.543,03 3,15 3 Pemerintahan/Fasum 336,91 0,19 4 Perdagangan/jasa 2.251,22 1,28 5 Kawasan Hankam 599,.99 0,34 6 Kawasan Pariwisata terpadu 498,74 0,28 Jumlah ,67 100,00 Sumber : Hasil Analisis. Kawasan peternakan Kawasan peternakan seluas ± 107,27ha terbagi dalam 3 kawasan pengembangan yaitu kawasan sapi perah, terdapat di Kecamatan Pangalengan, Ciwidey, Arjasari, Pasirjambu, Cilengkrang dan Cangkuang. Kawan pengembangan sapi potong terdapat di Kecamatan 3-24

103 Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bandung Cikancung, Nagreg dan Cimenyan. Kawasan pengembangan domba tersebar di Kecamatan Ibun, Paseh, Pacet, Banjaran, Arjasari, Baleendah, Bojongsoang, Soreang, d a n M a r g a h a y u. L u a s pengembangan unggas tersebar di Kecamatan Cikancung, Rancaekek, Majalaya, Ciparay, Arjasari, Cimaung, dan Ciwidey. 3. Kawasan Pariwisata Kawasan pariwisata di Kabupaten Bandung sebagian besar merupakan kawasan wisata alam. Kawasan wisata tersebut dibagi dalam 4 (empat) kawasan (sumber : Dinas Pariwisata Kabupaten Bandung) yaitu kawasan pariwisata alam, kawasan pariwisata budaya, kawasan pariwisata agro dan kawasan pariwisata terpadu dan olah raga. Rincian wisata dan lokasi adalah sebagai berikut: a. Kawasan Pariwisata Alam Gunung Patuha/Kawah Putih, Ranca Upas, Cimanggu, Walini, Situ Patengan, Kawah Cibuni, Curug Cisabuk (Kecamatan Rancabali), Gunung Puntang (Kecamatan Cimaung), Cibolang, Punceling, Situ C i l e u n c a, K a w a h G u n u n g Papandayan, Arung Jeram P a l a y a n g a n ( K e c a m a t a n Pangalengan), Situ Cisanti (Kecamatan Kertasari), Kawah kamojang, Situ Ciarus (Kecamatan Ibun), Gunung Keneng (Kecamatan Ciwidey), Cur ug C inulang (Kecamatan Cicalengka), Curug Eti (Kecamatan Majalaya), Situ S i p a t a h u n a n ( K e c a m a t a n Baleendah), Oray Tapa (Kecamatan Cimenyan), Batukuda (Kecamatan Cilengkrang), Curug Cilengkrang (Kecamatan Cilengkrang), Curug Simandi Racun (Kecamatan Pacet). b. Kawasan Pariwisata Budaya Agrowisata strawberry petik sendiri semakin diminati. Kawasan Pariwisata Budaya, meliputi : Gunung Padang (Kecamatan Ciwidey), Rumah adat C i ko n d a n g, R u m a h H i t a m (Kecamatan Pangalengan), Rumah Adat Bumi Alit (Kecamatan Banjaran), Situs Kampung Mahmud (Kecamatan Margaasih), Situs Karang Gantung (Kecamatan 3-25

104 Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bandung Pacet), Situs Bo jonmenje (Kecamatan Rancaekek), Sentra Seni Jelekong (Kecamatan Baleendah), Sentra Seni Cimenyan (Kecamatan Cimenyan), Sentra Kerajinan (Kecamatan Pasirjambu), Sentra wisata seni Benjang (Kecamatan Cileunyi). c. Kawasan Pariwisata Agro Agrowisata Strawberry : Kecamatan Pasirjambu, Kecamatan Rancabali, Kecamatan Ciwidey, Kecamatan Pacet, Kecamatan Arjasari, Kecamatan Pangalengan, Kecamatan Ibun, Kecamatan Paseh. Agrowisata Teh: Kertamanah, Malabar (Kecamatan P a n g a l e n g a n ), R a n c a b a l i (Kevamatan Rancabali), Gambung (Kecamatan Pasirjambu) Agrowisata Sayuran : Kecamatan Pasirjambu, Kecamatan Rancabali, Kecamatan Ciwidey, Kecamatan Pacet, Kecamatan Kertasari, Kecamatan Arjasari, Kecamatan Pangalengan. Agrowowisata Herbal: Kecamatan Rancabali, Kecamatan pasirjambu, Kecamatan Ciwidey. d. Kawasan Pariwisata Terpadu dan Olahraga Kawasan Pariwisata Terpadu dan Olahraga, meliputi : Stadion Si Jalak Harupat (Kecamatan Soreang), Arena Golf Margahayu/ BIG (Kecamatan Margahayu), arena Dago Golf (Kecamatan Cimenyan), Kawasan Wisata Terpadu Cimenyan (Kecamatan Cimenyan) Arena Golf (Kecamatan Cikancung). B. KAWASAN BUDIDAYA PERKOTAAN Kawasan budidaya non-pertanian atau kawasan perkotaan adalah kawasan yang berdasarkan analisis fisik dasar (kemiringan/lereng, daya dukung fondasi, hidrogeologi, kerentanan gerakan tanah, potensi erosi, dan bahaya gunung api) mempunyai daya dukung tinggi untuk dikembangkan sebagai kawasan perkotaan (lihat Tabel 3.6). Di dalamnya termasuk permukiman dan industri. Karena beberapa bagian kawasan yang mempunyai daya dukung tinggi untuk pengembangan kawasan perkotaan ini ternyata tumpang-tindih dengan kesesuaian lahan untuk pertanian, maka dalam hal ini pola pemanfaatan ruang kawasan perkotaan tidak sepenuhnya sama dengan potensi daya d u k u n g n y a t e t a p i j u g a mempertimbangkan keberadaan lahan sawah beririgasi teknis sebagai faktor 3-26

105 Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bandung Stadion si Jalak Harupat menjadi salah satu landmark Kabupaten Bandung kendala di samping kecenderungan perkembangan kawasan terbangun. Secara spasial pola pemanfaatan ruang kawasan budidaya mengarah pada bagian wilayah barat-timur, sementara ke arah utara dibatasi oleh kawasan resapan air (konservasi potensial sangat tinggi), dan ke selatan dibatasi hanya bersifat linear sepanjang jalan utama yang menghubungan kota Bandung dengan Kota Ciwidey, serta dengan Pangalengan. 1. Kawasan Permukiman Kawasan permukiman di Kabupaten Bandung per kecamatan dibagi dalam 4 (empat) kategori berdasarkan jumlah penduduk. Klasifikasi permukiman tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.6. Rencana pengembangan kawasan permukiman di Kab. Bandung hingga tahun 2026 seluas ± ,59 ha ( 17,61 %) dari total luas wilayah Kab. Bandung. Dari keseluruhan luas kawasan pemukiman tersebut, yang diarahkan untuk pengembangan pemukiman untuk kawasan perkotaan seluas ± ,85 ha dan pengembangan permukiman di luar kawasan perkotaan seluas ± ,74 ha. Pengembangan permukiman di kawasan perkotaan diarahkan untuk perumahan t e r o r g a n i s i r, s e d a n g k a n pengembangan permukiman di luar kawasan perkotaan diarahkan 3-27

106 Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bandung Tabel 3.6 Rencana Pengembangan Kawasan Permukiman Perkotaan di Kabupaten Bandung tahun 2027 NO KAWASAN PERKOTAAN LUAS WILAYAH LUAS PEMUKIMAN (HA) PERSENTASE (%) 1 Soreang/Katapang 2.688, , Ciwidey/Pasirjambu 1.846, , Banjaran 1.837,56 840, Ciparay 1.606,45 785, Majalaya 3.448, , Baleendah/Dayeuhkolot/Bojongsoang 4.472, , Cileunyi/Rancaekek 3.170, , Cicalengka 1.248,47 816, Pangalengan 984,90 468, Margahayu/Margaasih 2.888, , TOTAL , , Sumber: Hasil Analisis, 2006 untuk permukiman yang tumbuh a l a m i, n a m u n d a l a m pengembangannya dibatasi sesuai dengan fungsi ruangnya /KWT (Koefisien Wilayah Terbangun disesuaikan dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan). 2. Kawasan Perdagangan dan Jasa Kawasan perdagangan dan jasa dibedakan berdasarkan tingkat pelayanannya, yaitu yang memiliki fungsi pelayanan kecamatan dicirikan dengan pengelompokkan letak, terletak di seluruh k e c a m a t a n, d a n k a w a s a n perdagangan / jasa yang memiliki fungsi untuk melayani kecamatan lain terletak di kota-kota hirarki II dan III, yaitu Kecamatan Soreang, Banjaran, Majalaya, dan Cileunyi. Luas kawasan ini di Kab. Bandung ± 2.251,22 Ha. 3. Kawasan Peruntukan Industri Kawasan peruntukan industri lama yang telah berkembang terletak di Kecamatan Margaasih, Katapang, Dayeuhkolot, Pameungpeuk, B a l e e n d a h, B o j o n g s o a n g, 3-28

107 Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bandung Solokanjeruk, Banjaran, Arjasari, Cileunyi, Majalaya, Cikancung, Rancaekek, Cicalengka, Arjasari, Margahayu dan Pameungpeuk. Peruntukan industri lama ini terutama di wilayah selatan Kota Bandung diperuntukan bagi jenis industri rumah tangga, pengolahan makanan dan industri yang tidak menggunakan air banyak. Rencana luas kawasan Industri di Kab. Bandung adalah seluas ± 5.43,03 Ha. Ketentuan mengenai kawasan industri/zona industri dilaksanakan melalui : Peningkata n nila i tamba h pemanfaatan ruang dalam memenuhi kebutuhan ruang bagi pengembangan kegiatan industri, dengan tetap mempertahankan kelestarian fungsi lingkungan hidup. Mengarahkan kegiatan industri yang non polutif dan tidak menggunakan air dalam jumlah besar ke Kawasan Industri Margaasih. Penataan zona-zona industri yang terbatas hanya mengisi ruang kosong di antara industri yang telah ada (infilling), agar tercapai k e s e r a s i a n d a n o p t i m a s i pemanfaatan ruang/lahan. Pengembangan jenis-jenis industri yang ada di zona-zona industri adalah industri yang ramah lingkungan (non polutif) dan tidak boros air tanah dalam maupun air permukaan. Bagi industri polutif pada zona industri non polutif dapat diijinkan dengan memenuhi persyaratan sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku. 4. Kawasan Konservasi Budaya dan Sejarah Bersejarah) (Artefak/Bangunan Kawasan konservasi budaya dan sejarah di Kabupaten Bandung yang harus dilindungi adalah sebagai berikut : Rumah adat Cikondang - Kecamatan Pangalengan Kampung Mahmud - Kecamatan Margaasih Situs (Candi) Bojong Menje Kecamatan Rancaekek 3.4 RENCANA PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG DAN BUDIDAYA Berdasarkan pola pemanfaatan ruang yang telah dirumuskan, selanjutnya dirumuskan pedoman pengelolaan kawasan, yang meliputi pengelolaan kawasan lindung, dan kawasan budidaya di Kabupaten Bandung. Kawasan budidaya dibagi menjadi kawasan perdesaan, perkotaan dan tertentu/khusus. Rencana pengelolaan kawasan ini merupakan bentukbentuk upaya pengelolaan untuk mewujudkan rencana struktur dan pola pemanfaatan ruang yang telah ditetapkan RENCANA PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG Pemantapan kawasan lindung merupakan perwujudan dari pengembangan struktur tata ruang wilayah yang berlandaskan pada prinsip pembangunan berkelanjutan. Setelah kawasan lindung ini ditetapkan sebagai wilayah limitasi atau kendala bagi pengembangan kawasan budidaya di Kabupaten Bandung, maka perlu dimantapkan agar kawasan lindung dapat 3-29

108 Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bandung terjaga dan berfungsi sesuai dengan perannya. Pertimbangan pertimbangan yang digunakan bagi pemantapan kawasan lindung ini yaitu : Hasil analisis kesesuaian lahan, Kriteria menurut Keppres No. 32 tahun 1990 dan UU No. 41 Tahun 1999, Rencana sektoral (perkebunan, kehutanan dsb). Kawasan lindung yang perlu dimantapkan fungsinya di Kabupaten Bandung terdiri dari : (1) Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya (Hutan Lindung); (2) Kawasan Perlindungan Setempat; (3) Kawasan Suaka Alam; (4) Kawasan Pelestarian Alam; dan (5) Kawasan Rawan Bencana. Secara umum pengelolaan kawasan lindung diarahkan untuk : 1. meningkatkan fungsi lindung terhadap tanah, air, dan iklim. 2. mempertahankan keanekaragaman flora, fauna dan tipe ekosistem serta keunikan alam. hujan pada kawasan yang mempunyai fungsi konservasi potensial tinggi 5. memberikan perlindungan terhadap sempadan sungai dari kegiatan yang dapat mengganggu dan merusak kualitas sungai, kondisi pinggir sungai dan dasar sungai serta mengamankan aliran sungai 6. memberikan perlindungan terhadap kawasan sekitar danau/waduk untuk melindungi waduk dari kegiatan budidaya yang dapat mengganggu kelestarian fungsinya 7. memberikan perlindungan terhadap kawasan sekitar mata air untuk melindungi mata air dari kegiatan budidaya yang dapat kualitas air dan kondisi fisik kawasan sekitarnya. Secara umum kebijaksanaan pemantapan kawasan lindung diarahkan pada upaya meliputi : 1. Mempertahankan status, fungsi dan kualitas kawasan lindung (dalam dan luar hutan) yang ada melalui upaya rehabilitasi, konservasi, dan pengelolaan kawasan lindung. 3. mempertahankan/memantapkan fungsi lindung dari kawasan hutan lindung yang dilakukan untuk mencegah terjadinya erosi, bencana banjir, sedimentasi, dan menjaga fungsi hidrologis untuk menjamin ketersediaan air tanah dan air permukaan 4. mempertahankan fungsi kawasan resapan air yang dilakukan untuk memberikan ruang yang cukup bagi peresapan air 3-30

109 Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bandung 2. Mengarahkan secara bertahap kawasankawasan yang sesungguhnya sesuai untuk kawasan lindung dan secara kriteria lokasi dan standar teknis memenuhi untuk ditetapkan sebagai kawasan lindung (antara lain kawasan hutan produksi). 3. M e n g u r a n g i d a m p a k s e k a l i g u s mengembalikan kawasan berfungsi lindung di luar hutan secara bertahap ke fungsi semula yang telah ditetapkan sesuai kriteria dan standar teknisnya. Upayanya dilakukan melalui peningkatan fungsi hidroorologis kawasan lindung di luar kawasan hutan, yakni kawasan resapan air, sempadan pantai, sempadan sungai, rawan bencana, dan kawasan perkebunan yang masuk dalam kriteria skor > Mengatasi dan mencegah dampak perkembangan permukiman dan kegiatan budidaya yang berada di kawasan lindung saat ini. 5. Mencegah terjadinya alih fungsi lahan dari kawasan lindung ke kawasan budidaya, melalui pengendalian yang efektif dan kontinyu. Setelah dilakukan analisis tumpang tindih (super impose) diketahui terdapat konflik kawasan lindung dan kegiatan budidaya. Berdasarkan kenyataan tersebut, maka kebijaksanaan bagi pengarahan kegiatan budidaya yang telah ada di kawasan lindung adalah : 1. Pelarangan kegiatan budidaya pada kawasan lindung mencakup kawasan hutan lindung, cagar alam, kawasan rawan bencana gunung berapi dan kawasan rawan gerakan tanah, kecuali tidak mengganggu fungsi lindung kawasan tersebut. 2. Kegiatan budidaya yang sudah ada dan tidak mengganggu fungsi lindung di kawasan lindung yang telah ditetapkan dapat diijinkan, dan harus dikendalikan agar tidak berkembang lebih lanjut. 3. Kegiatan budidaya yang mengganggu fungsi lindung, harus dikembalikan fungsinya sebagai kawasan lindung, sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku pada peraturan pemerintah No.29/ RENCANA PENGELOLAAN KAWASAN BUDIDAYA Dalam satu wilayah kabupaten terdapat dua jenis kawasan fungsional yaitu kawasan perdesaan dan kawasan perkotaan serta bisa terdapat kawasan tertentu. Kawasan budidaya yang akan dikembangkan di Kabupaten Bandung secara garis besar mencakup kawasan budidaya perdesaan yang didominasi kegiatan pertanian, kawasan budidaya perkotaan dan kawasan khusus. A. RENCANA PENGELOLAAN KAWASAN PERDESAAN/PERTANIAN Kawasan Pedesaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi. Keberadaan kawasan perdesaan masih berperan besar di Kabupaten Bandung, yang dapat dilihat dari cakupan wilayahnya jauh lebih besar dibandingkan dengan kawasan perkotaan. 3-31

110 Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bandung Di kawasan perdesaan sesuai dengan daya dukung lahannya dapat dikembangkan kegiatan -kegiatan budidaya yang berbasis pada lahan, yakni : Hutan Produksi Hutan Rakyat Pertanian tanaman pangan lahan basah (sawah) Pertanian lahan kering dengan tanaman semusim Pertanian lahan kering dengan tanaman tahunan / perkebunan. Pariwisata. Industri berbasis pertanian (agro-industri). Peternakan. Perikanan. Mengingat sempitnya kawasan lindung di Kabupaten Bandung, beberapa kawasan budidaya di atas dapat difungsikan sebagai kawasan lindung, yaitu Hutan Produksi, Hutan Rakyat, Pertaninan tanaman tahunan / perkebunan. Pengelolaan kawasan ini diarahkan untuk mempertahankan keberadaan kawasan-kawasan budidaya berfungsi lindung tersebut. Selain itu, meskipun secara ekonomi peranan sektor pertanian di Kabupaten Bandung terus menurun seiring dengan perubahan struktur ekonomi dari pertanian ke industri dan perdagangan-jasa, pengembangan kawasan perdesaan tetap perlu mendapat perhatian. Hal ini mengingat daya serap tenaga kerjanya yang masih besar selain pertumbuhan penduduk perdesaan sendiri dapat memberikan tekanan terhadap lahan. Upaya-upaya pengembangan kawasan perdesaan justru menjadi sangat penting sebagai salah satu strategi untuk mengurangi arus migrasi desa-kota sebagai akibat dari semakin besarnya tekanan penduduk agraris. Penguasaan lahan yang semakin kecil oleh rumah tangga pertanian di kawasan perdesaan pada dasarnya akan mempunyai dampak terhadap besarnya tekanan terhadap kawasan berfungsi lindung, selain mendorong arus migrasi desa-kota yang semakin besar. Pengelolaan pemanfaatan kawasan budidaya pertanian di Kabupaten Bandung diarahkan untuk mengoptimalkan pemanfaatan ruang kawasan yang berdasarkan kesesuaian lahannya potensial untuk dikembangkan sebagai kawasan pertanian sebagai berikut : 1. Pemanfaatan kawasan budidaya hutan produksi dan hutan rakyat, diarahkan untuk Pemanfaatan kawasan hutan (budidaya terbatas) dilakukan dengan Pengembangan budidaya tanaman tahunan dengan mempertimbangkan konservasi lahan. Dalam hal ini perlu dilakukan upayaupaya : Ketentuan pokok tentang status dan f u n g s i h u t a n, p e n g u r u s a n hutan,perencanaan hutan dan pengelolaan Pemanfaatan kawasan pertanian perkebunan dan kawasan hutan karena fungsinya dapat dikategorikan kawasan lindung, maka kawasan ini harus dimantapkan atau bahkan diperluas seperti halnya kawasan lindung, Pelarangan perambahan atau alih fungsi lahan pada kawasan ini. Pengembangan budidaya hutan, perkebunan/buah-buahan dengan partisipasi masyarakat Pengembangan unit usaha pengolahan hasil pertanian. 3-32

111 Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bandung 2. Pemanfaatan kawasan budidaya pertanian lahan basah, diarahkan untuk memenuhi kebutuhan pangan serta peningkatan produksi. Dalam hal ini perlu dilakukan upaya-upaya : Intensifikasi pertanian Perbaikan saluran irigasi dan bangunan irigasi lainnya Penurunan ketergantungan pada pupuk buatan Pencegahan konversi lahan 3. Pemanfaatan kawasan budidaya pertanian lahan kering dengan tanaman semusim diarahkan untuk peningkatan produktivitas pertanian dan peningkatan nilai ekonomis komoditas. Dalam hal ini perlu dilakukan upaya-upaya : peningkatan intensifikasi pertanian pengembangan komoditas bernilai ekonomis 4. Pemanfaatan kawasan budidaya pertanian lahan kering dengan tanaman tahunan diarahkan untuk peningkatan produksi dengan mempertimbangkan konservasi lahan dan perluasan lahan terutama kawasan kritis. Dalam hal ini perlu dilakukan upaya-upaya : Penganekaragaman budidaya tanaman tahunan peningkatan produktivitas lahan dengan multi kultur pengembangan budidaya di kawasan lahan kritis 5. Peternakan Pemanfaatan kawasan peternakan diarahkan untuk penyediaan protein hewani masyarakat dalam hal ini perlu upaya-upaya: - Penyediaan bibit unggul - Penyediaan hijauan makanan ternak - Pencegahan dan penyediaan penyakit hewan menular - Pengolahan dan pemanfaatan limbah ternak. 6. Pemanfaatan kawasan perikanan diarahkan untuk penyediaan protein ikani bagi masarakat. Dalam hal ini perlu upayaupaya: - Penyediaan benih/bibit unggul - Penyediaan pakan alami - Pengendalian lingkungan perairan - Mengembangkan budidaya di perairan umum - Penanganan dan pengendalian hama/ penyakit ikan - Peningkatan difersifikasi pengolahan hasil perikanan B. RENCANA PENGELOLAAN KAWASAN BUDIDAYA PERKOTAAN Kawasan Perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, 3-33

112 Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bandung pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi. Karena menyangkut pengertian kawasan perkotaan secara fungsional, delineasi kawasan perkotaan di Kabupaten Bandung mencakup : Aglomerasi desa-desa perkotaan (desa urban) menurut definisi BPS, yang didasarkan pada kepadatan penduduk, persentase penduduk bekerja di sektor bukan pertanian, dan jumlah fasilitas perkotaan Kawasan terbangun yang telah ada dan kecenderungan perkembangannya Kawasan yang berdasarkan analisis fisik dasar mempunyai daya dukung tinggi untuk pengembangan kawasan perkotaan. Dengan dasar pertimbangan di atas, kawasan perkotaan yang dikembangkan di kabupaten Bandung meliputi : Banjaran, Baleendah, Majalaya, Banjaran, Cileunyi-Rancaekek, dan Cicalengka. Kawasan perkotaan dalam konteks pengembangan kota satelit yang lebih kecil lagi ukurannya tetapi mempunyai peranan penting karena mengemban fungsi khusus dan diperkirakan dapat tumbuh pesat (kota hirarki III di Kabupaten Bandung) Pengendalian pemanfaatan kawasan nonpertanian atau perkotaan dilakukan dengan prinsip : Membatasi perkembangan kawasan perkotaan untuk tidak meluas secara ekspansif dan tidak beraturan; Mempertahankan keberadaan kawasan lindung dan kawasan pertanian lahan basah (sawah beririgasi teknis) Mengintegrasikan fungsi pengembangan dan sistem kota-kota Mengantisipasi perkembangan kegiatan di masa mendatang yang juga dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal. Penataan kota-kota agar tercipta integritas keruangan Kawasan perkotaan di kecamatankecamatan yang terletak di pinggiran luar kota Bandung yang selama ini telah mengalami proses suburbanisasi. Kawasan perkotaan dalam konteks pengembangan kota-kota hirarki II a dan II b di Kabupaten Bandung yaitu Soreang, Pengendalian pemanfaatan kawasan budidaya non-pertanian/ kawasan perkotaan dilakukan sesuai pembagian wilayah pengembangan yang pada dasarnya akan memberi arahan pengembangan / pemanfaatan ruang sesuai dengan fungsi utamanya masin-masing. Secara rinci arahan pemanfaatan ruang tiap Wilayah Pengembangan (WP) adalah sebagai berikut : 1. WP Soreang-Katapang dengan pusat Kota Soreang, meliputi Kecamatan Soreang, Katapang, Kutawaringin, Ciwidey, Pasirjambu, Rancabali. Fungsi kegiatannya adalah pemerintahan, Industri non polutif, perdagangan, permukiman, pertanian, 3-34

113 Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bandung pariwisata, industri (zone yang sudah ada), konservasi di bagian selatan. Arahan pemanfaatan ruangnnya adalah : a. Penataan sarana dan prasarana pemerintahan dan perkotaan skala kabupaten. b. Perdagangan, untuk mengantisipasi pengalihan perdagangan dari Kota Bandung c. Jasa yang mendukung kegiatan fungsi wilayah, baik skala WP maupun skala Kabupaten d. Pembangunan industri pada zone-zone industri yang ada (infilling) dan diarahkan untuk menjadi kawasan industri; e. Pengembangan pertanian sawah irigasi teknis sebagai lumbung padi Metropolitan Bandung a. Penataan sarana dan prasarana perkotaan b. Pengembangan permukiman. c. Pembangunan industri pada zone-zone industri yang ada (infilling) dan diarahkan untuk menjadi kawasan industri. d. Pengembangan pertanian sawah irigasi teknis sebagai lumbung padi Metropolitan Bandung e. P e n g e m b a n g a n e k o w i s a t a d i Pangalengan f. Peng embanga n industri yang mendukung pertanian (agroindustri) g. Pengembangan agribisnis 3. WP Baleendah dengan pusat Kota Baleendah, meliputi Kecamatan Baleendah, Dayeuhkolot dan, Bojongsoang. Fungsi kegiatannya adalah industri non polutif, perdagangan, permukiman, dan pertanian. Arahan pemanfaatan ruangnya : a. Penataan sarana dan prasarana perkotaan b. Pengembangan permukiman. f. Pengembangan ekowisata di Ciwidey g. Peng embanga n industri yang mendukung pertanian (agroindustri) h. Pengembangan agribisnis 2. WP Banjaran dengan pusat Kota Banjaran, m e l i p u t i K e c a m a t a n B a n j a r a n, Pameungpeuk, Cangkuang, Arjasari, Cimaung, Pangalengan. Fungsi kegiatannya adalah industri, jasa, perdagangan, permukiman, pertanian, pariwisata, konservasi di bagian selatan. Arahan pemanfaatan ruangnya : c. Pembangunan industri pada zone-zone industri yang sudah ada (infilling) dan diarahkan untuk menjadi kawasan industri. d. Pengembangan pertanian sawah irigasi teknis sebagai lumbung padi Metropolitan Bandung e. Peng embanga n industri yang mendukung pertanian (agroindustri) 4. WP Majalaya dengan pusat Kota Majalaya, meliputi Kecamatan Majalaya, Ciparay, Solokanjeruk, Pacet, Kertasari, Paseh, dan Ibun. Fungsi kegiatannya adalah 3-35

114 Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bandung permukiman, perdagangan, Industri, dan pertanian. Arahan pemanfaatan ruangnya : a. Pengembangan permukiman b. Pengembangan jasa serta perdagangan grosir c. Pengembangan industri pada zone-zone industri yang sudah ada (infilling) dan diarahkan untuk menjadi kawasan industri. d. Pengembangan pertanian berorientasi langsung kepada PKN Kota Bandung, meliputi : Kecamatan Margahayu, Margaasih, Cilengkrang dan Cimenyan. Arahan pemanfaatan ruangnya adalah: a. Pengembangan permukiman. b. Pengembangan perdagangan dan jasa c. Pengembangan pertanian d. Kawasan Konservasi (untuk Cilengkrang dan Cimenyan) 5. WP Cileunyi-Rancaekek dengan pusat kota Cileunyi meliputi Kecamatan Cileunyi dan Rancaekek. Fungsi kegiatannya adalah jasa, perdagangan, permukiman serta industri ramah lingkungan. Arahan pemanfaatan ruangnya adalah : a. Pengembangan permukiman b. Pengembangan perdagangan grosir c. Pengembangan industri pada zone-zone industri yang sudah ada (infilling). d. Pengembangan pertanian 6. WP Cicalengka dengan pusat kota Cicalengka meliputi Kecamatan Cicalengka, Nagreg dan Cikancung. Fungsi kegiatannya adalah Industri ramah lingkungan jasa dan perdagangan, pertanian, dan permukiman. Arahan pemanfaatan ruangnya adalah : a. Pengembangan industri pada zone-zone industri yang sudah ada (infilling). b. Pengembangan perdagangan grosir c. Pengembangan pertanian d. Pengembangan permukiman 7. Wilayah WP yang karena letaknya berbatasan langsung dan secara geografis C. PEDOMAN PEMANFAATAN RUANG KAWASAN LINDUNG DAN BUDIDAYA Pemanfaatan ruang kawasan lindung dan budidaya diatur berdasarkan ketentuan teknis pemanfaatan ruang di Kabupaten Bandung. Ketentuan teknis pemanfaatan kawasan lindung adalah : a. Di dalam kawasan lindung dilarang melakukan kegiatan budidaya apapun, kecuali pembangunan prasarana vital dengan luas areal maksimum 2% dari luas kawasan lindung. b. Di dalam kawasan non-hutan yang berfungsi lindung diperbolehkan kegiatan budidaya secara terbatas dengan tetap memelihara fungsi lindung kawasan dan wajib melaksanakan upaya perlindungan terhadap lingkungan hidup. c. Kegiatan budidaya yang sudah ada di kawasan lindung dan mempunyai dampak penting terhadap lingkungan hidup, serta dapat mengganggu fungsi lindung harus dikembaikan ke fungsi lindung secara bertahap sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 3-36

115 Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bandung Sedangkan ketentuan pemanfaatan kawasan budidaya adalah : 1. Pemanfaatan tanah yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang tidak dapat ditingkatkan pemanfaatannya. 2. Pemanfaatan tanah di kawasan budidaya yang belum di atur dalam rencana rinci tata ruang dilaksanakan dengan mempertimbangkan kriteria dan standar pemanfaatan ruang. Tabel 3.7 Ketentuan Pemanfaatan Ruang Berdasarkan Fungsi Kawasan FUNGSI KAWASAN PEMANFAATA N RUANG PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG Lindung Hutan Lindung Hutan lindung yang ditetapkan bersifat mutlak sehingga tidak boleh dikonversi untuk kepentingan lain Tidak diperkenankan adanya budidaya termasuk mendirikan bangunan kecuali bangunan yang menunjang fungsi kawasan dan atau bangunan merupakan bagian dari suatu jaringan atau transmisi bagi kepentingan umum Resapan Air Pengambilan air tanah dilarang pada semua kedalaman kecuali untuk keperluan air minum rumah tangga penduduk setempat Budidaya Pertanian Sempadan Sungai S e m p a d a n Mata Air H u t a n Produksi Terbatas Budidaya Pertanian Tanaman Tahunan/ Perkebunan Kegiatan budidaya non pertanian diperkenankan dengan persyaratan teknis yang sangat ketat dibuktikan dengan kajian lingkungan sehingga tidak merubah fungsi kawasan sebagai resapan air. Perlindungan tebing-tebing/bantaran sungai yang potensial terhadap erosi dan longsor dilakukan dengan penanaman tanaman keras dengan ketentuan (jarak dari bibir sungai) : Lebar sungai <2,5m, areal penanaman berjarak minimum 10 m Lebar sungai 2,5 m 10 m,areal penanaman berjarak minimum 50m Lebar > 10 m, areal penanaman minimum 100 m Tidak diperkenankan adanya budidaya termasuk mendirikan bangunan, kecuali bangunan yang menunjang fungsi kawasan dan atau bangunan merupakan bagian dari suatu jaringan atau transmisi bagi kepentingan umum dan Pariwisata Perlindungan sumber mata air dilakukan dengan penanaman tanaman keras minimal sampai radius 100 m. Tidak diperkenankan adanya budidaya termasuk mendirikan bangunan, kecuali bangunan yang menunjang fungsi kawasan dan atau bangunan merupakan bagian dari suatu jaringan atau transmisi bagi kepentingan umum Tidak diperkenakan adanya bangunan kecuali bangunan berupa fasilitas bagi pengelolaan hutan produksi dan wisata dan bangunan pengamanan hutan produksi Luas bangunan maksimum sebesar 2% dari luas hutan produksi Diperkenakan adanya kegiatan budidaya yang meningkatkan dan atau mempertahankan kelestarian konservasi air dan tanah Tidak diperkenankan adanya bangunan kecuali bangunan penunjang unit produksi perkebunan seperti pabrik, gudang, pembibitan, perumahan karyawan dan Akomodasi Wisata Luas bangunan penunjang dibatasi sesuai hasil kajian detil dengan mempertimbangkan daya dukung lingkungan. 3-37

116 Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bandung Permukiman Pertanian Tanaman Tahunan P e r t a n i a n Lahan Kering P e r t a n i a n Lahan Basah Permukiman Perkotaan Permukiman Perdesaan Diperkenankan adanya budidaya peternakan, permukiman pedesaan dan kegiatan pariwisata beserta fasilitas penunjangnya Lahan terbangun dibatasi disesuaikan dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan. Diperkenankan adanya budidaya peternakan, permukiman pedesaan dan kegiatan pariwisata beserta fasilitas penunjangnya. Lahan terbangun dibatasi disesuaikan dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan berdasarkan kajian detil. Diperkenankan adanya bangunan: Bangunan yang menunjang fungsi kawasan/kegiatan utama untuk kepentingan umum Jalan sesuai dengan kebutuhan Permukiman perdesaan dan pariwisata/agrowisata Dapat dibangun fasilitas yang dapat menunjang fungsi perkotaan. Dapat dibangun akomodasi pariwisata perkotaan serta sarana sosial ekonomi sesuai kebutuhan Pemanfaatan air tanah dalam/ sumur bor harus dikendalikan secara ketat sesuai peraturan yang berlaku. Sistem Prasarana Drainase Koefisien pengaliran permukaan (run off) melalui pembuatan sumur resapan kolam retensi serta Ruang Terbuka Hijau (RTH) Harus mempertimbangkan badan sungai yang ada sebagai saluran penerima Perhitungan drainase berdasarkan banjir 10 tahunan Air Bersih Pengambilan air baku diutamakan dari air permukaan Untuk meningkatkan recharge air tanah dianjurkan membuat sumur resapan terutama pada tanah yang stabil dan mempunyai daya serap tinggi Perhitungan kebutuhan air bersih rata-rata120 liter/orang/hari Lahan terbangun dibatasi disesuaikan dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan. Dapat dibangun fasilitas yang dapat menunjang fungsi perdesaan. Diperkenankan adanya : Bangunan yang menunjang fungsi kawasan/kegiatan utama untuk kepentingan umum Jalan sesuai dengan kebutuhan Permukiman perdesaan dan pariwisata/agrowisata Lahan terbangun dibatasi berdasarkan daya dukung dan daya tampung lingkungan berdasarkan kajian detil (permukiman kepadatan rendah). Sumber : Hasil Analisis Tahun Kegiatan dalam rangka pemanfaatan ruang di atas dan atau di bawah tanah yang tidak terkait dengan penguasaan tanah dapat dilaksanakan apabila tidak mengganggu penggunaan dan pemanfaatan tanah ybs. 4. Kegiatan dalam rangka pemanfaatan ruang di atas dan atau di bawah tanah dilaksanakan berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku. 3-38

117 Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bandung Ketentuan pemanfaatan ruang Kabupaten Bandung didasarkan pada kemiringan lereng, ketinggian lahan, fungsi kawasan, kepadatan bangunan, intensitas bangunan dan ketentuan perubahan guna lahan. a. Topografi (Kemiringan Lereng) Kemiringan lereng atau topografi suatu kawasan akan ikut berpengaruh terhadap peruntukan lahan seperti sistem perencanaan jaringan jalan, sistem pengaliran jaringan drainase dan utilitas lainnya, peletakan bangunan-bangunan, dan aspek visual. Kemiringan lereng maksimum yang diperbolehkan untuk dikembangkan di Kabupaten Bandung adalah 30%, sedangkan kemiringan lereng 30% - 40% diarahkan sebagai kawasan pembatas (buffer) atau budidaya terbatas yang berfungsi lindung dan kemiringan lereng >40% diarahkan dan dipertahankan sebagai kawasan lindung. Ketinggian < 1000 m dpl diarahkan pada fungsi budidaya pertanian dan budidaya permukiman, ketinggian m dpl diarahkan pada fungsi lindung dan budidaya pertanian, sedangkan ketinggian > 2000 m dpl diarahkan dan dipertahankan sebagai fungsi lindung. c. Fungsi Kawasan Ketentuan pemanfaatan atau pengaturan ruang untuk kawasan lindung dan budidaya di Kabupaten Bandung dapat dilihat pada Tabel 3.7. d. Kepadatan Bangunan Ketentuan kepadatan bangunan di Kabupaten Bandung diatur secara lebih terperinci di dalam rencana tata ruang yang detil (RDTRK). Untuk wilayah-wilayah yang belum memiliki rencana detil, ketentuan kepadatan bangunan diatur dalam tabel 3.8 berikut: b. Ketinggian Ketinggian Kabupaten Bandung mempunyai keterkaitan dengan jumlah curah hujan. Semakin tinggi suatu wilayah/area, semakin tinggi juga curah hujannya sehingga berpengaruh terhadap fungsinya sebagai kawasan konservasi potensial. Pembagian ketinggian lahan di Kabupaten Bandung sesuai dengan karakteristiknya terbagi menjadi tiga bagian yaitu : Ketinggian < 1000 m dpl Ketinggian m dpl Ketinggian > 2000 m dpl 3-39

118 Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bandung Tabel 3.8 Arahan Penggunaan Lahan untuk tiap Kawasan Rencana Pemanfaatan Ruang di Kabupaten Bandung RENCANA POLA PEMANFAATAN RUANG Kawasan Lindung Kawasan Budidaya No. KATEGORI PENGGUNAAN Kawasan Budidaya Pertanian (KBP) KB-NP KHL KSA KRA SS- KSW KR B LB LK-TS LK-TT KHP KPERM/ KPERK 1. Permukiman Perkotaan Perumahan X X X X X B B B X I Industri X X X X X B B B X T/B Perdagangan dan Jasa X X X X X B B B X I Bangunan Umum Fasum/Pemerintahan Fasos X X X X X B B B X I 2. Permukiman Perdesaan X X X X X T T T T I 3. Pertanian Sawah X X X X T I I I B T Ladang/Tegalan X X T T T T I I T T Perkebunan X X T T T T I I T X Peternakan X X T X X B T T B X 4. Hutan Hutan Produksi X X T T T T T T T X Hutan Lindung I I I I I X X X T T 5. Pariwisata T T B B B B B B B B 6. Pertambangan X X X X B B B B B B 7. Prasarana Utama Wilayah IPAL X X X B B B B B B B FPS X X X X X B B B B T/B Sumber : Hasil Analisis Tahun 2006 Keterangan : dibatasi. Pembatasan dapat berupa standar I : Penggunaan lahan atau kategori penggunaan lahan diizinkan sesuai dengan rencana pemanfaatan ruang kawasan utamanya pembangunan minimum, pembatasan kegiatan, atau peraturan tambahan lainnya. B : Penggunaan lahan memerlukan izin penggunaan T : Penggunaan lahan dizinkan secara Terbatas atau bersyarat. Izin ini diperlukan untuk penggunaan- 3-40

119 Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bandung penggunaan yang memiliki potensi dampak penting terhadap kawasan sekitarnya / wilayah yang lebih luas. X : Penggunaan lahan atau kategori penggunaan lahan tidak diizinkan. KAWASAN LINDUNG KHL : Kawasan Hutan Lindung KSA : Kawasan Suaka Alam KRA : Kawasan Resapan Air / Kawasan Konsenservasi Potensial Sangat Tinggi KRB : Kawasan Rawan Bencana SS-KSW : Sempadan Sungai, Kawasan Sekitar Waduk KAWASAN BUDIDAYA Kawasan Budidaya Pertanian LB : Pertanian Lahan Basah LK-TS : Pertanian Lahan Kering dengan Tanaman Semusim LK-TT : Pertanian Lahan Basan dengan Tanaman Tahunan HP: Hutan Produksi Kawasan Budidaya Non-Pertanian KPerm/KPerk : Kawasan Permukiman / Perkotaan Ketentuan pembatasan serta persyaratan ditentukan lebih lanjut dalam peraturan yang lebih e. Intensitas Bangunan (KDB dan KLB) Intensitas bangunan yang diatur adalah Koefisien Dasar Bangunan dan Koefisien Lantai Bangunan. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) adalah persentase berdasarkan perbandingan antara luas lantai dasar bangunan terhadap luas persil yang dikuasai. Koefisien Lantai Bangunan (KLB) adalah besaran ruang yan dihitung dari perbandingan antara luas seluruh lantai bangunan terhadap luas persil yang dikuasai. Ketentuan KDB dan KLB maksimum di Kabupaten Bandung ditentukan melalui rencana yang lebih terperinci atau melalui kajian detil. D. KETENTUAN / KRITERIA / PERSYARATAN PEMBANGUNAN FASILITAS PENDUKUNG BUDIDAYA Untuk perencanaan lokasi fasilitas-fasilitas yang merupakan pendukung kegiatan budidaya (fasiltas umum/sosial maupun fasilitas komersil), baik yang dibiayai oleh pemerintah atau swasta atau merupakan kerjasama antara pemerintah dan pihak swasta, antara lain: fasilitas Pendidikan, kesehatan, pelayanan ekonomi, fasilitas pemerintahan, TPU/TPBU, fasilitas pengelolaan lingkungan (IPAL, Persampahan, air bersih, sanitasi lingkungan) dan fasilitas penunjang transportasi (SPBU, rest area), fasilitas kebudayaan dan pariwisata serta fasilitas pendukung kegiatan budidaya lainnya tidak diatur secara secara spesifik (exact location) dalam zonasi pemanfaatan ruang tetapi lebih ditentukan berdasarkan kajian teknis, keserasian lingkungan serta estetika ruang. terperinci 3-41

120 Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bandung E. TOLERANSI AKURASI PEMETAAN UNTUK PERENCANAAN RUANG Perencanaan RTRW ini berbasis peta dasar dengan skala 1 : sehingga akurasi geometrik di dalam penentuan lokasi perencanaan aktivitas pemanfaatan ruang / pengembangan budidaya mempunyai toleransi Antara m. F. POTENSI KEBENCANAAN Kegiatan pengembangan budidaya yang sesuai dengan RTRW, namun berdasarkan kajian detail berpotensi menimbulkan bencana tidak diizinkan RENCANA PENGELOLAAN KAWASAN STRATEGIS Kawasan Strategis merupakan kawasan prioritas yang membutuhkan pengembangan/ penanganan mendesak atau kawasan yang mempunyai potensi pengembangan yang dapat memajukan perekonomian wilayah, atau kawasan yang mempunyai permasalahan yang harus segera ditangani. Dikaitkan dengan fungsi khusus, struktur dan pola pemanfaatan ruang yang ingin direncanakan di Kabupaten Bandung, kawasan prioritas yang akan dikembangkan adalah : 1. Kawasan Kota Baru Tegalluar (KBT) Kawasan ini dikembangkan sebagai Kota Baru untuk pengembangan kawasan pemukiman skala besar, kawasan industri, pengembangan waduk/danau buatan, kawasan jasa/perdagangan serta kawasan komersial lainnya. Pengelolaan Kawasan ini mengikuti ketentuan pemanfaatan kawasan lindung dan budidaya. Rencana pengembangan KBT diarahkan melalui kerjasama pemerintah dengan konsorsium swasta atau dilakukan melalui mekanisme pengembangan secara parsial, namun dengan tetap mengacu kepada Rencana Induk, Rencana Detil Kawasan KBT yang diatur secara lebih spesifik dalam peraturan tersendiri. Dalam pengembangan KBT dapat dikembangkan Kasiba/Lisiba berdiri sendiri. 2. Kawasan Industri Margaasih Kawasan ini diharapkan dapat menjadi prioritas pengembangan kawasan industri di bagian barat Kabupaten Bandung dengan luas ± 500 ha yang terletak di Desa Margaasih Kecamatan Margaasih. Pada kawasan ini ditunjang oleh kegiatan lainnya yang sesuai dengan fungsi kawasan. Ketentuan teknis pemanfaatan kawasan industri adalah sebagai berikut : Harus memperhatikan kelestarian lingkungan Harus dilengkapi dengan instalasi pengolahan limbah Harus memperhatikan suplai air bersih Jenis industri yang dikembangkan adalah industri yang ramah lingkungan dan memenuhi baku mutu lingkungan/ nilai ambang batas yang ditetapkan oleh peraturan yang berlaku. Pengelolaan limbah industri sebaiknya dikelola secara terpadu. Pembatasan pembangunan perumahan baru di kawasan peruntukan industri. Harus memiliki dokumen lingkungan (AMDAL/UPL-UKL). 3-42

121 No Jenis Penggunaan 1 K a v l i n g Industri 2 Jalan dan Saluran 3 R u a n g T e r b u k a Hijau 4 F a s i l i t a s Penunjang Memperhatikan penataan kawasan perumahan di sekitar kawasan peruntukan industri. Pembangunan kawasan industri minimal berjarak 2 km dari permukiman dan berjarak dari pusat kota. Persyaratan pemanfaatan air tanah dalam sesuai dengan peraturan yang berlaku. Pola penggunaan lahan pada Kawasan Industri dapat dilihat pada Tabel berikut. Di dalam Kawasan Industri Margaasih ini, dapat dimungkinkan kegiatankegiatan komersil lainnya, a.l: jasa, perdagangan, perumahan. 3. Kawasan Sekitar Stadion Olah Raga Si Jalak Harupat Tabel 3.9 Pola Penggunaan Lahan pada Kawasan Industri Sumber: hasil analisis Struktur Penggunaan (%) M a k s i m a l 60% Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bandung Keterangan Setiap kavling karus mengikuti ketentuan yang berlaku 8-12% T e r d a p a t j a l a n primer dan jalan sekunder. Tekanan g a n d a r p r i m e r minimal 8 ton dan sekundre minimal 5 ton. Perkerasan jalan minimal 7 m. Minimal 20 % Dapat berupa jalur hijau, taman. 6-12% D a p a t b e r u p a perumahan terbtas, perdagangan, jasa, p e r i b a d a t a n, kesehatan. Kawasan ini merupakan kawasan khusus olah raga yang diprioritaskan penataan ruangnya dengan luas ± 740 ha terletak di Kecamatan Katapang dan Kecamatan Kutawaringin. Kawasan ini diharapkan dapat menjadi pusat kegiatan untuk pengembangan kawasan olahraga terpadu yang di dukung dengan faslitas-fasilitas lainnya a.l: jasa, perdagangan, perumahan, industri terbatas/selektif. Rencana detil pengembangan kawasan olahraga ini diatur dalam peraturan tersendiri. 3.5 RENCANA SISTEM PRASARANA WILAYAH RENCANA SISTEM PRASARANA TRANSPORTASI Rencana sistem prasarana transportasi dirumuskan dalam rangka pengembangan sistem prasarana transportasi untuk meningkatkan pelayanan jaringan transportasi wilayah. Rencana sistem prasarana transportasi meliputi : Penentuan fungsi jalan, rencana pembangunan jalan, rencana pengembangan terminal, dan rencana pengembangan sistem angkutan umum. Jaringan jalan di Kabupaten Bandung memiliki pola berbentuk radial, yang memusat kearah Kota Bandung. Jaringan-jaringan jalan utama merupakan garis lurus yang ditarik dari arah pusat Kota Bandung. Bentuk tersebut menunjukkan bahwa orientasi perkembangan wilayah adalah ke Kota Bandung. Fungsi jaringan jalan tersebut selain sebagai jalan internal wilayah Kabupaten Bandung, juga mempunyai fungsi regional sebagai penghubung wilayah kabupaten dengan Kota Bandung. Keadaan ini mengakibatkan jaringan jalan 3-43

122 Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bandung utama berstatus Jalan Propinsi dan Jalan Kabupaten. Selain jaringan jalan regional, terdapat juga jaringan jalan yang menghubungkan kota - kota kecamatan di Wilayah Kabupaten Bandung. Jaringan jalan tersebut sebagian berstatus jalan kabupaten. Jaringan jalan penghubung kota-kota kecamatan tersebut berpola melingkar dan berorientasi pada jalur regional. Dengan demikian, dari pola jaringan jalan yang sudah ada tampak hubungan antara kota-kota kecamatan dengan ibukota Kabupaten Bandung sebagai pusat pertumbuhan wilayah kabupaten masih lemah. Hal ini juga diakibatkan oleh kondisi geografis wilayah yang dipisahkan oleh wilayah Kota Bandung, akibatnya interaksi antar wilayah timur barat dan utara selatan, harus melalui wilayah Kota Bandung. Hubungan pusat wilayah kecamatan sudah relatif baik, dengan dibangunnya jaringan jalan kabupaten yang memotong jaringan jalan radial diatas. Interaksi yang masih kurang adalah hubungan antar kota kecamatan yang berlokasi jauh di bagian selatan (misalnya Kecamatan Kertasari, Pangalengan dan Ciwidey) dan wilayah bagian timur laut (misa lnya Kecama ta n Cilengkra ng). Berdasarkan data dari Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Bandung dan SK Bupati Bandung, panjang jaringan jalan di Kabupaten Bandung menurut status jalannya adalah untuk jalan negara sepanjang 29,94 Km, jalan propinsi sepanjang 178,21 km, jalan kabupaten sepanjang 813,88 km dan jalan desa sepanjang 4.566,69 km, sehingga panjang jalan keseluruhan di Kabupaten Bandung adalah 5.588,72 Km. Rencana sistem prasarana transportasi untuk Kabupaten Bandung akan diarahkan untuk menunjang struktur ruang yang akan dibentuk. Dalam konteks transportasi sebagai alat pemenuh kebutuhan wilayah, maka demand pergerakan eksisting yang mengarah ke Bandung dan Cimahi sebagai kota inti perlu ditanggulangi dengan segera. Konsep transportasi yang sesuai untuk menanggulangi permasalahan tersebut adalah dengan menyediakan sarana transportasi massal antar wilayah. Moda yang paling sesuai untuk itu adalah kereta api, oleh karena itu arahan transportasi Kabupaten Bandung adalah transportasi kereta api atau ligth rail transportasi (monorel). A. Kriteria Pengembangan Jaringan Jalan Kriteria jaringan jalan berdasarkan fungsinya yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 tahun 2006 tentang Jalan diuraikan sebagai berikut : 1. Jalan Arteri Primer Kriteria jalan arteri primer antara lain: a. Jalan arteri primer didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 60 (enam puluh) kilometer per jam dengan ruang manfaat jalan (lebar badan jalan) paling sedikit 11 (sebelas) meter dan ruang pengawasan jalan paling sedikit 15 (lima belas) meter. b. Jalan arteri primer mempunyai kapasitas yang lebih besar dari volume lalu lintas rata-rata. c. Pada jalan arteri primer lalu lintas jarak jauh tidak boleh terganggu oleh 3-44

123 Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bandung lalu lintas ulang alik, lalu lintas lokal, dan kegiatan lokal. d. Jumlah jalan masuk ke jalan arteri primer dibatasi sedemikian rupa sehingga ketentuan sebagaimana dimaksud pada point (a), point (b), dan point (c) harus tetap terpenuhi. e. Persimpangan sebidang pada jalan arteri primer dengan pengaturan tertentu harus memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada point (a), point (b), dan point (c) f. Jalan arteri primer yang memasuki kawasan perkotaan dan/atau kawasan pengembangan perkotaan tidak boleh terputus. 2. Jalan Kolektor Primer Kriteria jalan kolektor primer antara lain: a. Jalan kolektor primer didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 40 (empat puluh) kilometer per jam dengan ruang manfaat jalan (lebar badan jalan) paling sedikit 9 (sembilan) meter dan ruang pengawasan jalan paling sedikit 10 (sepuluh) meter. b. Jalan kolektor primer mempunyai kapasitas yang lebih besar dari volume lalu lintas rata-rata. c. Jumlah jalan masuk dibatasi dan direncanakan sehingga ketentuan sebagaimana dimaksud pada point (a) dan point b (2) masih tetap terpenuhi. d. Persimpangan sebidang pada jalan kolektor primer dengan pengaturan tertentu harus tetap memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada point (a), point (b), dan point (c). e. Jalan kolektor primer yang memasuki kawasan perkotaan dan/atau kawasan pengembangan perkotaan tidak boleh terputus. 3. Jalan Lokal Primer Kriteria jalan lokal primer antara lain: a. Jalan lokal primer didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 20 (dua puluh) kilometer per jam dengan lebar badan jalan paling sedikit 7,5 (tujuh koma lima) meter. b. Jalan lokal primer yang memasuki kawasan perdesaan tidak boleh terputus. B. Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Jalan Rencana pengembangan jaringan jalan meliputi peningkatan jalan dan pembangunan jalan baru berdasarkan starus dan fungsi jalan. 1. Peningkatan Jalan Jalan Nasional dengan kelengkapan fasilitas jalannya: Cileunyi-Tasik Cileunyi-Sumedang 2. Peningkatan Jalan Propinsi dengan kelengkapan fasilitas jalannya: Moh. Toha-Dayeuhkolot Dayeuhkolot-Baleendah Baleendah-Pameungpeuk 3-45

124 Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bandung Baleendah-Banjaran Banjaran-Cimaung Cimaung-Pangalengan Buahbatu-Bojongsoang Bojongsoang-Baleendah Baleendah-Ciparay Ciparay-Majalaya Majalaya-Cijapati Nagreg-Lebakjero Soreang-Cihampelas Kopo-Katapang Katapang-Soreang Soreang-Pasirjambu Pasirjambu-Ciwidey Ciwidey-Rancabali Rancabali-Cidaun Bojongsoang-Dayeuhkolot 3. Peningkatan Jalan Kolektor Primer 4 (Jalan Kabupaten) dengan kelengkapan fasilitas jalannya: Soreang-Cangkuang Cangkuang-Banjaran Pangalengan-Pintu-Talun-Santosa Andir-Rancamanyar Rancamanyar-Katapang Rancamanyar-Sayuran Sayuran-Cibaduyut Asem-Sukasari Sukasari-Rancamanyar Sayati-Cangkuang Cangkuang-Palasari Majalaya-Ibun Gambung-Palayangan Palayangan-Pintu Rancabali-Cisabuk (Bts. Cianjur) Banjaran-Arjasari Arjasari-Pinggirsari Pinggirsari-Garduh Cicalengka-Sawahbera Ciwidey-Datarpuspa Tugu-Kulalet-Munjul Ciparay-Sapan Sapan-Tegalluar Tegalluar-Solokanjeruk Peundeuy-Bj.Salam Bj.Salam-Tj.Laya Tanjunglaya-Bojongemas Bojongemas-Tegalluar Majalaya-Bojong Bojong-Rancaekek Sp.Solokanjeruk-Rancaekek Lingkar Majalaya Ciparay-Pacet Pacet-Kertasari Kertasari-Santosa Santosa-Cibatarua (Bts.Garut) 4. Peningkatan Jalan Lokal Primer (Jalan Kabupaten ) dengan kelengkapan fasilitas jalannya: Mengger-Sukapura Sukapura-Cipagalo Tonjong-Rancakole-Ciketut Maruyung-Cibulakan-Babakan Cangkring-Arjasari Neglasari-Garduh Biru-Neglasari Maruyung-Padasuka Andir-Mandalasari-Mekarjaya Wangisagara-Ibun 3-46

125 Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bandung Ibun-Dukuh Panundaan-Cibodas Cibodas-Rancabolang Cangkuang-Cikalong Cikalong-Pataruman Cimaung-Gunung Puntang Banjaran-Sindangpanon Sindangpanon-Pasirhuni-Pasirmulya Kamasan-Tarajusari Tarajusari-Bojongsereh Kopo-Jatisari Jatisari-Cantilan Kawah Putih-Rancabolang Citaman-Payadap Panyadap-Bojong Cikurutug-Narawita Ciluluk-Cicalengka Cigentur-Curugdedes-Drawati-Loa Cijagra-Los Logawa-Cipeujeuh-Cipaku Bojong-Sukamanah Sukamanah-Cipaku Panggilingan-Sudi-Ibun-Laksana Cipaku-Loa-Patrol-Walahir Pintu-Wates Cicalengka-Sindangwangi Ciririp-Bangsaya-Buninagara Citere-Kertamanah-Sukamenak Kaler 5. Pembangunan Jalan Baru Nasional dengan kelengkapan fasilitas jalannya: Cicalengka Nagreg 6. Pembangunan Jalan Baru Propinsi dengan kelengkapan fasilitas jalannya: Cirengit-Rancaketan Rancaketan-Rancamanyar Rancamanyar-Sayuran Sayuran-Cibaduyut Cigondewah-TKI TKI-Soreang Ciwastra-Buahbatu-Rancamanuk 7. Pembangunan Jalan Baru Kolektor Primer 4 (Jalan Kabupaten) dengan kelengkapan fasilitas jalannya: Gor-Soreang Lingkar Tengah Soreang Terusan Lingkar Majalaya Lingkar Majalaya-Biru Biru-Ciparay Cipagalo Tegalluar Ciherang-Bojong Bojong-Narawita Narawita-Cikasungka Jaksanarata-Bojongmalaka Bojongmalaka-Katapang Katapang-Stadion Akses Barat Stadion Bojong-Bojongwaru Cebek-Gor Soreang Cebek-Lkr.Tengah Sangkali-Ds.Cingcin Bojong-Cembul Citeureup-Ciodeng Gandasari-Citaliktik Soreang-Sekarwangi Murugul - Parungserab Balahuni - Sekarwangi Lembur Tegal-Sukarame Lingkar Selatan Soreang 3-47

126 Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bandung Lingkar Tengah Soreang - Panyirapan CPI-Cincinkolot-Citaliktik Gd.Tutuka-Gandasari Bojongemas-Cibulukadu Lingkar Utara Soreang Lingkar tengah Utara Soreang Lingkar Banjaran Lingkar Ciparay Rencana Jalan Tol Soroja atau jalan akses tol pasirkoja Rencana Jalan Tol Ujungberung - Gdbage - Majalaya (Tol Tegalluar) Rencana Jalan Cileunyi -Sumedang - Dawuan Adapun rencana pengembangan jaringan jalan di Kabupaten Bandung dapat dilihat pada tabel di bagian lampiran. By Pass Cisisrung Batas Kota 8. Pembangunan Jalan Baru Lokal Primer (Jalan Kabupaten) dengan kelengkapan fasilitas jalannya: Stasiun Rancaekek-Bojongmalati Bojongmalati-Cibiruhilir Rancaekek-Cileunyi Cileunyi-Cibiruhilir Cibiru-Babakan Ciburial-Galumpit Taraju-Langonsari Langonsari-Bojongsereh Sekeawi-Bojongwaru Cipeer- CPI Rencana Jalan TKI Sadu-Lingkar Tengah Soreang 9. Pembangunan Jalan Baru Lokal Sekunder (Jalan Kabupaten) dengan kelengkapan fasilitas jalannya: Sindangsari-Cibiruhilir Sekebulu-Maribaya Padamulya-Balekambang Cileunyi Terpadu 10. Pembangunan Jalan Tol dengan kelengkapan fasilitas jalannya: B. Rencana Pengembangan Sistem Angkutan dan Terminal Rencana pengembangan sistem angkutan dan terminal dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Penataan angkutan umum Untuk mengatasi permasalahan pergerakan yang disebabkan oleh angkutan umum, maka diperlukan penataan angkutan umum dan pengembangan terminal. Untuk jangka pendek, yang diperlukan terlebih dahulu adalah penataan angkutan umum yang akan dilakukan untuk Angkutan Kota Antar Provinsi (AKAP), Angkutan Kota Dalam Provinsi (AKDP), angkutan kota dan angkutan perdesaan. 3-48

127 Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bandung 2. Pengembangan sistem angkutan massal Sistem angkutan massal yang diusulkan untuk berupa monorail, double decker, busline, LRT dan peningkatan jalur kereta api. Untuk jangka menengah, yang dilakukan adalah penyediaan busline dan monorail serta peningkatan beberapa jalur kereta api dan pembuatan jalur LRT. Peningkatan jalur kereta api yang diusulkan untuk jangka menengah adalah jalan rel tunggal Rancaekek-Jatinangor (4,5 km) dan jalan rel kedua Kiaracondong-Cicalengka (16,5 km). Peningkatan jalur kereta api ini juga disertai upaya pendukung seperti perbaikan stasiun sepanjang jalur Pada la rang-cicalengka, perbaika n persinyala n sepa nja ng Gedebage- Cicalengka, penambahan sarana KRD baru beserta perbaikan dipo/bengkelnya, serta perbaikan persilangan antara KA dan jalan. Pembuatan jalur LRT yang diusulkan adalah jalur Stasiun-Batununggal-Cicaheum (9,2 km), Batununggal-Soreang (24,2 km), Alunalun-Dayeuhkolot (8,4 km), Stasiun- Bandara Husein-Cipedes (6,8 km) dan Stasiun-Dago (3,2 km). Pembuatan jalur LRT juga disertai upaya pendukung seperti penyediaan sarana LRT, dipo, kantor, pengendalian dan komunikasi. Pada beberapa ruas jalan utama seperti koridor Bandung Soreang, Bandung - Banjaran, Bandung Majalaya, Bandung Cielunyi Rancaekek, diupayakan melalui penggantian moda angkutan jalan raya yang berkapasitas lebih besar dari angkutan kota (angkot). Pengembangan sistem angkutan massal untuk jangka panjang merupakan kelanjutan dari berbagai upaya yang dilakukan dalam tahap menengah. Untuk upaya peningkatan jalur kereta api, pada tahap jangka panjang yang dilakukan adalah lanjutan perbaikan stasiun sepanja ng Pada larang-cicalengka, penambahan sarana KRD dan perluasan dipo/bengkel KRD. Untuk LRT ada beberapa jalur baru yang diusulkan yaitu jalur Cimahi-Tanjungsari (36 km), Alunalun-Majalaya (25,5 km), dan Stasiun-Kopo- Soreang (19 km). Penambahan jalur ini juga memerlukan penambahan sarana LRT, dipo dan pusat pengendalian dan komunikasi. Sedangkan dalam transportasi kereta api, permasalahan yang ada antara lain: o Kondisi jaringan jalan kereta api: mengikuti jalur jalan arteri yaitu menghubungkan kota-kota pusat kegiatan ekonomi primer. o Jaringan jalan kereta api yang o beroperasi merupakan jalur lintas Pulau Jawa Utara-Tengah koridor Padalarang Bandung Cicalengka Jaringan jalan kereta api tidak aktif adalah: Koridor Soreang Ciwidey Koridor Rancaekek 3-49

128 Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bandung Sehingga pembangunan jaringan jalan kereta api dan stasiun diarahkan pada: Koridor Bandung Ciwidey Koridor Bandung Dayeuhkolot Banjaran Koridor Rancaekek Tanjungsari Koridor Kiaracondong Cicalengka 3. Pengembangan Terminal Pembangunan terminal tipe A di Cileunyi Pembangunan terminal tipe B di Soreang Pembangunan terminal tipe B di Majalaya Pengembangan terminal tipe B di Banjaran Pengembangan terminal tipe C di Cicalengka Pengembangan terminal tipe C di Ciparay Pengembangan terminal tipe C di Pangalengan Pengembangan terminal tipe C di Ciwidey Pengembangan terminal antar moda di Rancaekek Pengembangan terminal tipe C di Patengan Rancabali Pengembangan terminal tipe C Pacet Pengembangan terminal tipe C Kertasari Pengembangan terminal tipe C Ibun Pengembangan terminal tipe C Cikancung Pengembangan terminal tipe C Nagreg RENCANA SISTEM PRASARANA PENGAIRAN A. Rencana Sistem Prasarana Irigasi Sektor pertanian merupakan salah satu sektor perekonomian di Kabupaten Bandung yang sangat berperan dalam perkembangan perekonomian di samping sektor industri. Namun demikian laju pertumbuhan PDRB sektor pertanian cenderung turun walaupun produksi pangan khususnya tanaman padi cenderung meningkat. Oleh karena itu di sektor pertanian perlu adanya pencetakan sawah baru dengan didukung sistem pengairan yang efektif dan efisien. Hal ini dimaksudkan untuk menggantikan lahan-lahan yang dikonversi oleh perumahan terorganisasi dan industri, yang tujuannya untuk pemenuhan kebutuhan pangan bagi masyarakat Kabupaten Bandung. Lahanlahan yang akan dibuka sebagai persawahan merupakan lahan yang sesuai untuk pengembangan kegiatan pertanian lahan basah, dan bukan bukan lahan yang termasuk kriteria lindung Di wilayah Kabupaten Bandung terdapat 29 Daerah Irigasi (DI), dengan rincian 26 Irigasi Teknis dan 3 irigasi setengah teknis. Dilihat dari luasnya, irigasi fungsional mencapai 85,99 % dari luas baku irigasi. Berdasarkan sistem mikro irigasi dapat dibedakan menjadi irigasi teknis, setengah teknis dan sederhana. Ketiga jenis ini semua dana pembangunan maupun perawatannya diberikan oleh pemerintah daerah. Selain itu ada juga irigasi desa, yang mana saluran irigasi ini dibangun oleh pemerintah tapi perawatannya diserahkan pada masyarakat / desa yang bersangkutan. 3-50

129 Tabel 3.10 Standar Tipologi Terminal Tipe A Tipe B Tipe C Keterangan Fungsi Terminal Melayani kendaraan umum untuk angkutan antar kota antar propinsi dan atau angkutan antar kota dan angkutan pedesaan Melayani kendaraan umum untuk angkutan antar kota dalam propinsi, angkutan kota dan angkutan pedesaan Melayani angkutan pedesaan Fungsi Terminal (KM 31 Thn 1985) Pasal 2 Fasilitas Utama Terminal a. Jalur pemberangkatan dan kedatangan b. Tempat parkir c. Kantor terminal d. Tempat tunggu e. Menara pengawas f. Loket penjual karcis g. Rambu-rambu dan papan informasi h. Pelataran parkir pengantar atau taksi Fasilitas Penunjang Terminal a. Kamar kecil/toilet b. Mushola c. Kios/kantin d. Ruang pengobatan e. Ruang informasi dan pengaduan f. Telepon umum g. Tempat penitipan barang h. Taman Lokasi Terminal a. Terletak dalam jaringan trayek antar kota antar propinsi dan/atau angkutan lintas batas negara. b. Terletak di jalan arteri dengan kelas jalan sekurangkurangnya kelas III A c. Jarak antar dua terminal penumpang tipe A sekurangkurangnya 20 km d. Luas lahan yang tersedia sekurang-kurangnya 5 Ha e. Mempunyai akses jalan masuk atau jalan keluar ke dan dari terminal dengan jarak sekurang-kurangnya 100 meter. Instansi Penetap Lokasi Terminal Dirjen Hubungan Darat setelah mendengar pendapat Gubernur dan Kepala Kanwil Departemen Perhubungan setempat/kadis Perhubungan Setempat. a. Jalur pemberangkatan dan kedatangan b. Tempat parkir c. Kantor terminal d. Tempat tunggu e. Menara pengawas f. Loket penjual karcis g. Rambu-rambu dan papan informasi h. Pelataran parkir pengantar atau taksi a. Kamar kecil/toilet b. Mushola c. Kios/kantin d. Ruang pengobatan e. Ruang informasi dan pengaduan f. Telepon umum g. Tempat penitipan barang h. Taman a. Terletak dalam jaringan trayek antar kota antar propinsi dalam propinsi. b. Terletak di jalan arteri dengan kelas jalan sekurangkurangnya kelas III B c. Jarak antar dua terminal penumpang tipe A sekurandengan Tipe B sekurang-kurangnya 20 km d. Luas lahan yang tersedia sekurang-kurangnya 3 Ha e. Mempunyai akses jalan masuk atau jalan keluar ke dan dari terminal dengan jarak sekurang-kurangnya 50 meter. Gubernur setelah mendengar pendapat dari Kepala Kanwil Departemen Perhubungan dan mendapat persetujuan dari Dirjen/Kadis Perhubungan Setempat. a. Jalur pemberangkatan dan kedatangan b. Kantor terminal c. Tempat tunggu d. Rambu-rambu dan papan informasi a. Kamar kecil/toilet b. Mushola c. Kios/kantin d. Ruang pengobatan e. Ruang informasi dan pengaduan f. Telepon umum g. Tempat penitipan barang h. Taman a. Terletak didalam wilayah Kabupaten dan dalam jaringan pedesaan. b. Terletak di jalan arteri dengan kelas jalan sekurang-kurangnya kelas III C c. Luas lahan yang tersedia sesuai dengan permintaan angkutan d. Mempunyai akses jalan masuk atau jalan keluar ke dan dari terminal sesuai dengan kebutuhan. Walikota setelah mendengar pendapat dari Kepala Kanwil Departemen Perhubungan dan mendapat persetujuan Gubernur/Kadis Perhubungan Setempat Fasilitas Terminal (KM Thn 1985) Pasal 3 Fasilitas Terminal (KM Thn 1985) Pasal 5 Lokasi Terminal (KM Thn 1985) Pasal 11, 12 dan 13 Instansi Penetap Lokasi Terminal (KM 31 Thn 1985) Pasal 14 Penyelenggaraan Terminal Direktorat Jenderal Gubernur Walikota Penyelenggaraan Terminal (KM 31 Thn 1985) Pasal 17

130 Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bandung Faktor penunjang meningkatnya produksi di lahan basah tersebut (padi) adalah adanya prasarana pengairan. Oleh karena itu arahan pengembangan dari sistem jaringan prasarana pengairan akan sangat tergantung pada arahan rencana sektor pertanian. Tingginya laju pertumbuhan penduduk di Kabupaten Bandung merupakan suatu tantangan bagi sektor pertanian. Walaupun bukan merupakan penyumbang terbesar namun cukup memberi peranan terhadap persediaan bahan pangan di Jawa Barat. Untuk mempertahankan dan meningkatkan produksi tanaman pangan khususnya padi tersebut maka sistem jaringan irigasi atau prasarana pengairan ini perlu untuk dikembangkan baik berupa penambahan prasarana jaringan baru pada lahan-lahan sawah yang belum terjangkau jaringan irigasi yang sebetulnya mempunyai potensi sebagai sentra produksi padi maupun meningkatkan fungsi jaringan irigasi yang telah ada melalui usaha intensifikasi. B. Rencana Sistem Drainase Pembangunan rencana sistem drainase saat ini antara lain belum memadainya jaringan drainase baik dalam jumlah maupun kapasitas. Sistem drainase eksisting baru mencakup sebagian kecil dari daerah pelayanan dan sebagian besar berada di daerah pusat-pusat kegiatan saja. Dapat dikatakan banyak terdapat fungsi saluran drainase yang masih digunakan bersama-sama dengan sistem penyaluran air limbah baik domestik maupun industri (sistem tercampur) sehingga terjadi penurunan kapasitas aliran pada saat musim hujan. 1. Perencanaan Umum Sistem Drainase Konsep perencanaan sistem drainase yang akan dikembangkan di Kab. Bandung adalah sistem drainase makro yang akan menjadi limpahan utama dari sistem drainase perkotaan. Dapat juga dikembangkan konsep ekodrainase dalam pengembangan sistem sehingga aliran air dapat ditahan dengan menggunakan sistem embung di sepanjang aliran. Disamping itu sistem ini harus terintegrasi dengan pengembangan jalan karena akan mempermudah pe laksanaan dan pe layanannya. Selanjutnya seluruh perencanaan dan perubahan terhadap tata guna lahan diharapkan bisa sinergis dengan pengembangan sistem drainase yang ada disekitarnya dengan memperhitungkan kecukupan kapasitas badan penerima yang tersedia. P a r a m e t e r t e r p e n t i n g d a l a m pengembangan drainase adalah penentuan arah aliran. Sistem drainase harus mengikuti prinsip gravitasi dari daerah tinggi ke rendah sehingga secara teknis dapat berjalan dengan baik dan secara ekonomis tidak membutuhkan biaya yang besar. 2. Rencana Pengembangan Sistem Drainase Rencana pengembangan sistem drainase di Kabupaten Bandung diarahkan pada sistem drainase makro dan sistem drainase perkotaan. Apabila memungkinkan dapat dikembangkan sistem ekodrainase pada penerapannya di lapangan. Sasaran dari rencana pengembangan sistem drainase ini adalah tersedianya sistem yang memadai 3-52

131 Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bandung ditinjau dari segi kapasitas dan bisa mengatasi berbagai gangguan yang selama ini menjadi penyebab kurang berfungsinya sistem drainase tersebut. Adapun pokokpokok rencana tersebut antara lain : Normalisasi dan pemeliharaan jaringan drainase yang ada Pembangunan dan pengembangan kolam retensi di kawasan perkotaan Pembangunan dan pengembangan jaringan drainase di kawasan perkotaan. Pembuatan embung penampung air tersebar di seluruh kecamatan. Pengelolaan sumberdaya air dengan bekerjasama dengan pemerintahan daerah terdekat di Daerah perbatasan dengan Kota/Kabupaten Lain. C. Rencana Sistem Penyediaan Air Minum Setelah diidentifikasi terdapat beberapa beberapa permasalahan menyangkut sistem penyediaan air bersih untuk kabupaten Bandung. Walaupun saat ini lebih terfokus pada pelayanan sistem perpipaan, PDAM Kabupaten Bandung pada tahun 2006 hanya dapat melayani 25,15% penduduk administrasi daerah pelayanan perkotaan dan sebesar 8,95% penduduk administrasi daerah pelayanan perdesaan atau sebesar 6,43% dari total penduduk. Kondisi pelayanan air perpipaan tersebut masih cukup rendah karena belum terpasangnya seluruh jaringan distribusi. Penggunaan air tanah dangkal oleh sebagian penduduk seperti sumur dan mata air juga sangat mempengaruhi tingkat pelayanan sistem perpipaan (PDAM Kab. Bandung, 2006) 1. Perkiraan kebutuhan air Bersih Perkiraan kebutuhan air bersih pada p e m b a h a s a n i n i di p e r h i t u n g ka n berdasarkan kebutuhan air perkapita, pertumbuhan dan perkembangan penduduk, dan pengklasifikasian jenis kebutuhan. Perlu juga diperhitungkan adanya perkembangan tingkat perekonomian dan kemampuan penyedia dalam melayani perkembangan kebutuhan air bersih untuk masa yang akan datang. Diterbitkannya PP 16/2005 yang mengharuskan para penyedia air harus mampu mendistribusikan air layak minum (potable water) pada tahun 2026 juga harus menjadi pertimbangan. Untuk kebutuhan air bersih yang akan digunakan dalam studi ini ditetapkan sebesar 120 L/ orang/hari, untuk perkotaan dan 80 L/ orang/hari. Kehilangan air tahun 2007 dengan sistem peripaan pelayanan PDAM sekitar 41,9% dan akan diprediksikan menurun agar mencapai target yang ditetapkan oleh standar yaitu mencapai maksimal 20% pada tahun Pengembangan Sistem Penyediaan Air Bersih Target yang dicanangkan pemerintah diharapkan 80% penduduk perkotaan dan 50% penduduk perdesaan dapat terlayani oleh air bersih. Pengembangan yang dilakukan di Kabupaten Bandung adalah menjadikan seluruh kecamatan dapat terlayani oleh sistem perpipaan pada akhir tahun perencanaan. Rencana utama dari sistem penyediaan air besih di Kabupaten Bandung adalah : 3-53

132 Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bandung a. Pembangunan sistem baru untuk melayani daerah yang belum terlayani b. Peningkatan kapasitas produksi PDAM dan menurunkan kehilangan air c. Perbaikan, pemeliharaan dan rehabilitasi terhadap kapasitas sistem transmisi dan distribusi d. Mengembangkan sistem penyediaan air bersih regional untuk beberapa kelompok kecamatan berikut : Cileunyi, Rancaekek, Majalaya, Ciparay. Soreang, Margahayu, Margaasih, K a t a p a n g, D a y e u h k o l o t, B o j o n g s o a n g, B a l e e n d a h, Pangalengan, Cimaung, Banjaran dan Pameungpeuk Ciwidey, Pasirjambu Secara umum kebijakan dalam sistem penyediaan air bersih meliputi (Laporan Penunjang Penataan Ruang Metropolitan Bandung) : Peningkatan Penyediaan Sumber Air Baku Konservasi Daerah Resapan dan Bantaran Sungai Meningkatkan Pelayanan Sistem Distribusi Perpipaan di Kawasan Perkotaan Mengembangkan Sistem Jaringan Pelayanan Lintas Wilayah Pengembangan sistem air bersih akan difokuskan kepada upaya pengeksplorasian sumber air baru sekaligus peningkatan jaringan distribusi air bersih dan infrastruktur yang berkaitan dengannya. Sumber air baru diharapkan dapat teratasi dengan pembangunan embung dan waduk, serta penyadapan air baku dari Waduk Saguling. Beberapa rencana pengembangan yang berkaitan dengan peningkatan penyediaan air baku dari waduk dan pembangunan embung adalah sebagai berikut : 1. Pembangunan Waduk Sukawana, m 3 /hari 2. Pembangunan Waduk Tegalluar (Luas 10 km2 dan kedalaman 5 m), 82,192 m 3 /hari 3. Pembangunan Waduk Santosa (Cisangkuy), m 3 /hari 4. Pembangunan Embung Cikuda, m3/hari 5. Pembangunan Embung Peuris Hilir (Cirasea), m 3 /hari 6. Pembangunan Embung Sekejolang (Cidurian), m 3 /hari 7. Penyediaan Suplesi Cibatarua ke Sungai Cisangkuy, 8. Pembangunan Waduk Ciwidey m3/hari 9. Pembangunan Waduk Patrol 10. Pembangunan Waduk Kadaleman Ds. Pakutandang Kec. Ciparay m3/ hari 11. Penyediaan Suplesi dari Sungai Cipamokolan, m 3 /hari 12. Pembangunan Embung Bojongbambu (Ciwidey) dan Embung lain di Ciwidey, m 3 /hari 13. Pembangunan Embung di Pangalengan, m 3 /hari Selain pembangunan beberapa embung dan suplesi waduk di atas, pemanfaatan air permukaan untuk menambah sumber air baku baru perlu dilakukan dengan menggunakan sumber air permukaan antara 3-54

133 Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bandung lain dari Sungai Cisangkuy dan Sungai Citarik. Lebih lengkap pemanfaatan air permukaan digambarkan pada peta di bawah. Pemanfaatan air dari S. Cisangkuy dapat diperoleh melalui sudetan antar wilayah sungai dari Cibatarua ke S. Cisangkuy termasuk B. Santosa (volume 16, juta m3) untuk memperoleh tambahan 1 m3/det. Pemanfaatan air tersebut harus diikuti dengan peningkatan kapasitas pipa-pipa yang ada dan instalasi pengolahan air dari S. Cisangkuy ke Bandung. Pemanfaatan S. Citarum dilakukan dengan pembangunan intake sungai, pekerjaan instalasi pengolahan air dan transmisi di Citarum Hulu. Perlu dilakukan pula identifikasi, perlindungan dan penggunaan mata air secara optimal sebagai sumber air bersih dengan kualitas dan kuantitas yang signifikan bagi pemenuhan kebutuhan masyarakat, terutama untuk wilayah pedesaan. Untuk itu perlu dilakukan konservasi daerah resapan dan bantaran sungai. Hal ini dapat dilakukan dengan cara pelaksanaan arboretum di daerah hulu Sungai Citarum, yaitu Gunung Wayang, dan perencanaan serta penataan kembali daerah bantaran sungai dan DAS. Selain itu ditingkatkan pengaturan pemanfaatan lahan di daerah resapan, hulu, bantaran sungai, terutama Sungai Cikapundung dan Citarik, untuk meningkatkan potensinya sebagai sumber air baku dan mempertahankan kualitas air sungai. Konservasi air tanah perlu dilakukan untuk membatasi penggunaan air tanah terutama sekali oleh pihak industri. Namun yang tak kalah pentingnya adalah pendataan kembali penggunaan air tanah. Sementara peningkatan sistem air bersih itu sendiri meliputi peningkatan jaringan distribusi air bersih PDAM di Bandung Timur. Pembangunan sistem penyediaan air bersih pedesaan dengan menggunakan terminal air dan hidran umum, terutama untuk desa-desa di Kabupaten Bandung, seperti Kecamatan Rancaekek, Kecamatan Cicalengka, Kecamatan Ciparay dan Kecamatan Ibun. Untuk mengurangi pengambilan air tanah dilakukan penyediaan air olahan untuk standar industri (Klasifikasi D). Daerah industri Majalaya dari Citarum Hulu dan daerah industri Rancaekek-Cicalengka dari Citarik Hulu dengan debit secara keseluruhan dapat mencapai 3,6 m3/det. Perencanaan pengembangan sumber daya air bersih direncanakan akan menggunakan embung dan waduk sebagai sumber air permukaan. Telah diidentifikasi beberapa embung serta waduk yang dapat dijadikan sebagai sumber air potensial beserta daerah pelayanan yang direncanakan serta tambahan persentase pelayanan terhadap kondisi suplai air bersih eksisting. Lebih jelas dapat dilihat pada tabel perencanaannya pada Tabel RENCANA SISTEM TELEKOMUNIKASI Pengembangan jaringan telepon di Kabupaten Bandung sifatnya hanya eksentifikasi saja dan tidak ditemui masalah prinsip dalam hal ini. 3-55

134 Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bandung Namun PT. Telkom tetap harus selalu siap mengantisipasi tingkat kebutuhan ini, mengingat perkembangan Kabupaten Bandung di masa mendatang, terutama dengan berkembangnya kegiatan komersial dan kegiatan permukiman. Kondisi ini perlu diantisipasi oleh PT. Telkom untuk selalu siap menyediakan dan melayani permintaan sambungan baru, seiring semakin meningkatnya kebutuhan penduduk di Kabupaten Bandung di masa mendatang. Sebagai acuan, standar pengadaan sarana telepon adalah 4 unit untuk setiap 100 penduduk. Berdasar standar tersebut, maka pengembangan jaringan telepon Kabupaten B a n d u n g d i r e n c a n a k a n d e n g a n mengembangkan/meningkatkan STO serta menambah Rumah Kabel (RK) guna meningkatkan kapasitas sambungan telepon terpasangnya. Sistem jaringan telepon yang akan dikembangkan masih tetap memanfaatkan sentral telepon otomat (STO) yang ada di Kabupaten Bandung, sehingga akan menghemat dalam pembangunan jaringannya. Dari sentral telepon tersebut, kemudian diteruskan ke rumah-rumah kabel (RK), dan diteruskan ke jaringan transmisi, yang selanjutnya ke drop wire dan akhirnya ke rumah-rumah atau ke tempat kegiatan lainnya. Sistem Pola Jaringan Kabel Telepon. Sistem jaringan kabel primer dan sekunder saat ini sudah menggunakan kabel bawah tanah, hanya dari kabel rumah box telepon pembagi menggunakan kabel atas. Untuk dimasa yang akan datang dalam kurun waktu tahun sistem tersebut diharapkan dapat ditingkatkan, untuk kawasan baru hendaknya sistem kabel atas dari rumah box telepon pembagi kerumah bangunan sudah sistem bawah tanah/sistem instalasi yang menyatu dengan rencana kawasan tersebut. Untuk kabel primer dan sekunder dibawah tanah harus diatur pola jaringannya dengan mengikuti pola jaringan jalan yang ada disisi jaringan jalan sebelah kanan, tidak satu jalur dengan jaringan pipa air bersih dan dengan jaringan kabel listrik. Begitu pula dengan jaringan kabel atas dari rumah box telepon pembagi ke rumah-rumah bangunan-bangunan hendaknya mengikuti pola jaringan jalan atau gang/lorong yang ada disisi sebelah kanan. Kabel primer-sekunder bawah tanah tersebut hendaknya ditempatkan dalam satu box utilitas telepon khusus. Penempatan box utilitas telepon tersebut hendaknya disesuaikan dengan kondisi jalan yang ada dan atau rencana jalan yang ada. Sedangkan untuk rumah box pembagi telepon harus diatur peletakannya agar terciptanya keindahan dan kerapihan kota. Rumah box pembagi telepon tersebut hendaknya diletakan pada luasan tertentu. Tidak terletak dibahu jalan atau trotoar dan untuk box telepon umum direncanakan pada pusat-pusat kegiatan kota, mulai dari pusat utama kota, pusat sub kota bagian wilayah kota, pusat kota kecamatan, pusat sub pembagian kota/kelurahan/ pusat lingkungan dan kawasan-kawasan fungsional kota dan ruas-ruas jalan utama serta pertemuan 3 jalan utama atau lebih serta di komplek fasilitas bangunan umum RENCANA SISTEM PRASARANA ENERGI Sistem jaringan listrik Kabupaten Bandung sampai saat ini masih menggunakan sistem jaringan kabel atas. Namun untuk 15 tahun 3-56

135 Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bandung Tabel 3.11 Perencanaan Pembangunan Embung dan Waduk Sebagai Sumber Air Baku No. Embung/Waduk Debit produksi Daerah Pelayanan Debit pemakaian Tambahan Persentase (m3/hari) (m3/hari) Pelayanan (%) 1 E. Sekejolang 3425 Cimenyan E. Cikuda 4884 Cimenyan E. Peuris Hilir 9758 Cilengkrang E. Pasir Sangiang Tanjungsari Cimanggung E. Ciwidey Soreang E. Citarum Pacet Ibun E. Pangalengan Pangalengan Cimaung Banjaran E. Babakan 7425 Pasirjambu E. Cangkorah Pasirjambu E. Bojongbambu Rancabali Gununghalu W. Santosa Bojongsoang Baleendah Pameungpeuk W. Cipamokolan Majalaya Ciparay Solokanjeruk W.Tegalluar Kertasari Banjaran Arjasari Suplesi Cibatarua Dayeuh Kolot Kota Bandung

136 Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bandung kedepan idealnya sudah harus dipikirkan sistem jaringan kabel listrik bawah tanah khususnya untuk bagian wilayah pusat kota dan pada jaringan-jaringan utama serta kawasankawasan khusus. Pola jaringan kabel listrik direncanakan mengikuti pola jaringan jalan yang ada kecuali untiuk jaringan tegangan tinggi dapat melintasi daerah tertentu. Sedangkan untuk jaringan kabel listrik tegangaan menengah dan rendaah direncanakan disisi kiri jalan satu jalur dengan pipa air bersih dibawah tanah. Untuk jaringan kabel tegangan tinggi hendaknya diatur pengamanannya terhadap lingkungan yaitu 25 meter kesamping dan disisi jaringan tersebut harus bebas bangunan, dijadikan jalur hijau tanpa bangunan. Pengembangkan jaringan listrik Kabupaten Bandung di masa mendatang berupa peningkatan dan pengembangan jaringan listrik yang diprioritaskan pada penyediaan sambungan baru melalui penyambungan jaringan yang ada ke wilayah baru mengikuti jaringan listrik yang sudah ada. Pengembangan listrik meliputi penentuan lokasi yang akan dilayani, jenis pelayanan, distribusi jaringan (tegangan menengah, distribusi dan sebagainya) serta distribusi gardu. Prinsip dasar perencanaan jaringan listrik di Kabupaten Bandung dalam pendistribusiannya ke konsumen dapat dilakukan melalui : Gardu Induk (GI), distribusi utama jaringan tegangan menengah KV, yang berfungsi untuk menyalurkan daya listrik dari Gardu Induk (GI) ke Gardu Distribusi (GD) atau ke industri-industri dengan jarak pelayanan ideal mencapai 8 Km hingga maksimum berjarak 12 Km. Gardu Distribusi (GD), yang berfungsi sebagai penurun tegangan, dari tegangan menengah 70 KV 150 KV menjadi tegangan rendah 380 V / 220 V, untuk melayani kebutuhan sehari-hari konsumen domestik; Jaringan Tegangan Rendah, merupakan jaringan distribusi dari GD ke konsumen langsung yang menggunakan sistem distribusi melingkar dengan sistem penyaluran melalui kabel tanah yang prioritas pengembangannya dilakukan di pusat pemerintahan, serta melalui kabel udara dengan biaya yang rendah yang dikembangakan di permukiman penduduk. Untuk menunjang realisasi tersebut, maka direncanakan sistem penerangan listrik dengan penekanan faktor-faktor sebagai berikut : a. Jumlah pemadaman per tahun yang sekecil mungkin q Waktu pemadaman per gangguan yang sependek mungkin q Kualitas tegangan yang baik, tegangan yang stabil pada titik beban b. Efesien sistem yang baik, dengan memperkecil kerugian di saluran tegangan tinggi, menengah dan rendah c. Fleksibel sistem yang baik, mampu menampung penambahan beban yang diakibatkan oleh peningkatan penduduk dan aktivitasnya. 3-58

137 Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bandung d. Ekonomis, dalam arti sistem yang direncanakan secara ekonomis, dan sejauh mungkin memanfaatkan sistem yang telah ada. Adapun rencana kebutuhan listrik di wilayah perencanaan pada tahun 2006 sebesar VA atau ,533 KV, kebutuhan ini meningkat menjadi VA atau ,741 KV pada tahun Kebutuhan akan listrik terdiri atas Kebutuhan rumah tangga, Sosial Ekonomi dan Penerangan Jalan. Untuk jelasnya lihat lihat tabel pada bagian lampiran RENCANA SISTEM PRASARANA PENGELOLAAN LINGKUNGAN Rencana pengelolaan sistem prasarana pengelolaan lingkungan dirumuskan untuk meningkatkan pelayanan terhadap kebutuhan sanitasi lingkungan bagi kegiatan permukiman, produksi, jasa, dan kegiatan sosial ekonomi lainnya melalui pengembangan sistem prasarana pengelolaan lingkungan yang terdiri dari Tempat Pembuangan Sementara (TPS), Fasilits Pengelolaan Sampah (FPS), serta sistem pengelolaan limbah cair dan limbah udara. A. Rencana Sistem Pengelolaan Limbah Padat 1. Rencana Sistem Persampahan Jumlah timbulan sampah di Kabupaten Bandung setiap harinya pada tahun 2006 adalah m 3 /hari. Jumlah tersebut berdasarkan banyaknya jumlah penduduk dikali timbulan sampah tiap orang tiap hari. Dilihat dari data yang ada pada tahun 2006, kondisi sarana persampahan di Kabupaten Bandung masih belum dapat melayani hal ini dapat terlihat dari beberapa kecamatan yang belum mempunyai sarana pengangkutan baik kendaraan, land countainer, bahkan gerobak. Fasilitas Pengelolaan Sampah (FPS) Salah satu arahan dalam pengelolaan persampahan bersama di Metropolitan Bandung menurut GBWMC (Greater Bandung Waste Management Corporation) dalam Laporan Penunjang Penataan Ruang Metropo lita n Ba ndung dilakukan pengelolaan persampahan dilakukan melalui penggunaan FPS Regional dengan sistem sanitary landfill. Hal ini untuk meminimalisir dampak lingkungan akibat pengoperasian FPS open dumping yang tersebar di beberapa titik. Terdapat beberapa lokasi calon FPS di Kabupaten Bandung yang juga dapat melayani wilayah Metropolitan Bandung lainnya di luar Kabupaten Bandung (Kota Bandung, Kota Cimahi, sebagian Kabupaten Sumedang, yaitu FPS Nagreg untuk melayani wilayah Kabupaten Bandung sekaligus Metropolitan Bandung bagian timur. Penentuan calon FPS ditetapkan berdasarkan SNI tentang Tata Cara Pemilihan Lokasi FPS. Meskipun demikian, diperlukan studi lebih lanjut untuk menilai kelayakan kedua calon lokasi FPS ini atau alternatif lain, baik dari aspek teknis lingkungan serta aspek sosial disamping upaya percepatan implementasi terhadap calon FPS yang dinilai paling layak. SPA (Stasiun Peralihan Antara) 3-59

138 Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bandung Konsekuensi dari penerapan FPS Terpadu adalah biaya pengangkutan sampah menuju FPS menjadi semakin besar dan tidak efisien. Untuk mengantisipasi hal tersebut maka diperlukan adanya Stasiun Peralihan Antara (SPA), di mana sampah dari kota/wilayah diangkut menuju SPA dan selanjutnya dengan kendaraan pengangkut yang lebih besar sampah dari beberapa lokasi pelayanan SPA diangkut ke FPS untuk proses lebih lanjut. Parameter K o n d i s i tanah Jarak ke s u m b e r - sumber air Tabel 3.12 Kriteria Penyaringan Penentuan Lokasi SPA di Kabupaten Bandung Kriteria Penyaringan Di luar daerah-daerah yang pematusan tanahnya buruk, muka air tanah tinggi (<1m ke permukaan), permeabilitas tinggi. Tidak di daerah yang mengandung sumber daya alam yang bermanfaat. >200 m dari sumber air Banjir Jarak jalan utama dari raya Tidak di dalam area yang berpengaruh untuk menggenangi < 1km dari jalan utama Kriteria Penentuan Lokasi SPA Penggunaan data GIS (Geographical Information System) adalah metoda yang dapat digunakan untuk memperoleh daftar lokasi yang sesuai serta memenuhi persyaratan lokasi SPA. Tabel berikut ini memberikan karakteristik geografis tertentu di wilayah Pemerintah Daerah, yang dapat digunakan dalam analisis GIS, untuk identifikasi lahan yang memenuhi kriteria dan lahan yang tidak termasuk dalam pertimbangan. Jarak sungai saluran ke dan L o k a s i pariwisata Jarak dari p u s a t penduduk Luas yang diperlukan L a h a n umum >200 m dari sungai-sungai dan aliranaliran utama >100 m dari aliran-aliran lain >1km dari lokasi pariwisata atau tempat bersejarah >500 m dari daerah yang sensitif di kota utama >250 m dari daerah yang sensitif di pusat penduduk yang lebih kecil Ditempatkan di daerah industri/niaga Kurang lebih 2 Ha untuk SPA regional Kurang lebih 0.5 ha untuk TPS Pemda Dapat dipergunakan untuk lokasi Stasium Peralihan Antara. Lokasi SPA dipengaruhi oleh centroid sampah, volume sampah yang harus diangkut, jarak SPA tehadap lokasi FPS, dan tentunya biaya. Dengan demikian keputusan diperlukan atau tidaknya SPA tergantung dari perhitungan kelayakan keuangan. Pertimbangan pemilihan lokasi Sumber : Laporan Penunjang Penataan Ruang Metropolitan Bandung, 2005 SPA harus terletak dekat dengan jalan tol atau jalan utama sebab transportasi sampah dari SPA ke FPS menggunakan truk kontainer. 3-60

139 Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bandung Lokasi SPA usulan untuk Kabupaten Bandung: a. Majalaya FPS tujuan: FPS Nagreg b. Bojongsoang, Kabupaten Bandung FPS tujuan: FPS Nagreg c. Soreang, Kabupaten Bandung FPS tujuan: FPS Leuwigajah Calon lokasi SPA Soreang adalah eks calon lokasi FPS yang pernah diusulkan pada penelitian-penelitian sebelumnya akan tetapi tidak memungkinkan untuk dijadikan FPS karena telah dipenuhi oleh permukiman. Walaupun demikian, sebagai calon lokasi SPA masih memungkinkan karena SPA tidak membutuhkan lahan yang terlalu luas. Calon lokasi SPA Bojongsoang merupakan hasil penelitian tim GBWMC, sedangkan calon lokasi SPA Gedebage dipilih berdasarkan rencana pengembangan kawasan Bandung Timur. Luas lahan yang diperlukan untuk pembangunan SPA bergantung pada kapasitas tiap-tiap jenis SPA. Tabel 3.13 Kebutuhan Lahan Untuk SPA Sumber: GBWMC, 2004 Jumlah pekerja/staff yang dibutuhkan untuk tiap-tiap jenis SPA akan berbeda-beda tergantung kapasitas SPA, seperti ditunjukkan oleh Tabel 3.14 Tabel 3.14 Kebutuhan Staff Untuk Operasional SPA Sumber: GBWMC, 2004 Kapasitas (Ton) Keb. lahan 0.2 Ha 0.4 Ha 0.6 Ha 1 Ha No. Pekerja/Staff 1 Manajemen SPA 500 SPA 1000 Jumlah SPA 1500 SPA 2000 Ka. Shift Mandor Operator Dozer Wheel Loader Forklift Trailer Compactor Supir Site Vehicles Tank Truck Pekerja Pengemasan Gudang J e m b a t a n timbang Teknisi Bengkel Adm. Umum Keuangan Satpam C l e a n i n g Service Jumlah

140 Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bandung SPA Cileunyi dengan kapasitas 2000 ton per hari akan membutuhkan lahan seluas 1 Ha, dengan total pekerja sebanyak 264 orang (bertahap). Dengan demikian adanya SPA dapat membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar. Lokasi SPA Gedebage pun letaknya cukup strategis karena adanya rencana akses jalan tol sehingga memudahkan akses menuju FPS Nagreg, serta mudah dijangkau dari beberapa kecamatan di sekitarnya. Kebutuhan alat berat untuk operasional di SPA menurut masing-masing jenis SPA ditunjukkan oleh Tabel berikut. Alat Berat Sumber: GBWMC, 2004 Reduksi Sampah Tabel 3.15 Kebutuhan Alat Berat di SPA Jumlah (unit) Bulldozer 5.6m Fork Lift 1500kg Site Vehicles Tracktor for trailer Trailer Container for Trailer Tank Truck for Leachate Wheel Loader m Penanganan persampahan wilayah Kabupaten Bandung memerlukan adanya reduksi timbulan sampah yang diangkut ke FPS serta yang diurug di FPS, melalui kegiatan reduksi di setiap tahap pengelolaan sampah. Reduksi sampah dilakukan sebelum sampah terbentuk dan setelah sampah ada di lingkungan. Reduksi timbulan sampah yang telah terbentuk dapat dilakukan dengan memanfaatkan karakter sampah itu sendiri sesuai jenisnya, sehingga selain tereduksi juga menghasilkan nilai ekonomi. Kegiatan ini juga dapat dikatakan sebagai pengolahan sampah, yaitu dengan cara: Komposting sampah basah Daur ulang sampah kering layak daur Kegiatan ini dapat dilakukan secara terpusat, dengan memanfaatkan SPA dan FPS sekaligus sebagai sentra daur ulang, terutama di SPA Gedebage dan FPS Leuwigajah. Reduksi sampah terangkut ke SPA dan FPS dilakukan dengan mengoptimalkan peran sektor optimal yang secara eksisting telah berlangsung, yaitu dengan sistem pemilahan sampah di sumber. Dengan demikian, kegiatan daur ulang dapat berlangsung dengan lebih cepat dan mudah karena derajat ketercampuran sampah dapat dikurangi semaksimal mungkin. Terkait dengan konsep pemilahan sampah di sumber, pengumpulan dan pengangkutan sampah selayaknya direncanakan mengikuti konsep tersebut sehingga sampah tidak tercampur hingga TPS dan FPS. Alternatif konsep pengumpulan/pengangkutan sampah terpilah: 1. Modifikasi pada sarana/kendaraan pengumpul/pengangkut sehingga 3-62

141 Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bandung memungkinkan adanya penyekatan antara sampah basah dan sampah kering. Tabel 3.16 Dasar Penerapan Sistem Pengelolaan Air Limbah Berdasarkan Kepadatan Penduduk dan Pelayanan Air bersih Pengumpulan/pengangkutan sampah yang telah terpilah di sumber timbulan Kepadatan (jiwa/ha) dilakukan secara teratur seperti biasa, dengan menyimpan sampah sesuai jenisnya pada kendaraan pengumpul yang telah tersekat/terpisah. Tingkat suplai air bersih Rendah < 60 Sedang Tinggi Tinggi Sekali > 300 Kelebihan: - Tidak perlu pembiasaan dan edukasi lebih kepada konsumen pelayanan sampah, selain dari memilah sampah. - Baik sampah kering maupun sampah basah diangkut bersamaan pada jadwal pengumpulan sampah Kekurangan: - Diperlukan penambahan dan/atau modifikasi kendaraan/sarana pengumpul 2. Pembedaan jadwal pengumpulan/ pegangkutan untuk sampah basah dan sampah kering. Pengumpulan/pengangkutan sampah yang telah terpilah di sumber timbulan dilakukan secara teratur dengan p e m b e d a a n t e r h a d a p j a d w a l pengumpulan sampah basah dan sampah kering sehingga sampah tidak tercampur pada kendaraan pengumpul. Dengan demikian, tidak diperlukan modifikasi pada sarana/kendaraan pengumpul (penyekatan dsb). Penjadwalan pengumpulan pada tiap sumber dapat berbeda sesuai area pelayanan kendaraan pengumpul pada hari yang sama. Rendah < 30 % Sedang (30 60) % Tinggi > 60 % On-Site Pribadi On-Site Pribadi On-Site Pribadi Kelebihan: - Tidak perlu penambahan dan/atau modifikasi sarana dan kendaraan pengumpul - Sampah jenis tertentu terkonsentrasi pada hari tertentu Kekurangan: - Perlu pembiasaan dan edukasi lebih kepada para konsumen pelayanan sampah untuk menaati jadwal pengumpulan - Ada masa menyimpan sampah jenis tertentu (sampah kering) di setiap sumber timbulan. On-Site Bersama On-Site Bersama On-Site Komunal Off-Site dengan peningkatan air bersih On-Site Umum Off-Site dengan peningkatan air bersih Off-Site Off-Site Off-Site Sumber : Dirjen Cipta Karya, UNDP INS/84/505 Cara yang kedua disebut juga sebagai Pemilahan Berbasis Pengumpulan Terjadwal (Murdeani, 2005). Contoh skema pemilahan berbasis pengumpulan terjadwal dapat dilihat pada Gambar 3.1 Konsep ini 3-63

142 Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bandung lebih diutamakan untuk diterapkan pada wilayah domestik/permukiman. Gambar 3.1 Contoh Skema Pemilahan Berbasis Pengumpulan Terjadwal Sumber: GBWMC, 2004 Gambar 3.2 Skema Pengelolaan Sampah Kabupaten Bandung Sumber : Draft Laporan Antara GBWMC, Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) Timbulan Limbah B3 yang potensial dihasilkan dari kegiatan industri (lumpur IPAL dan limbah batubara) dan kegiatan Rumah Sakit (limbah medis infeksius). Tercatat sekitar 126 industri pengguna batubara dengan total limbah batubara (fly ash dan bottom ash) yang ditimbulkan adalah 120 ton/hari. Saat ini pengelolaan limbah batu bara (FA +DA) masih belum dilakukan sesuai PP Nomor 18 tahun 1999 Jo 85 tahun 1999 sejak dari pengumpulan, penyimpanan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan dan penimbunan akhir. Untuk pengumpulan dan penyimpanan dilakukan oleh penyelenggara kegiatan/ perusahaan yang sifatnya internal, akan tetapi pengelolaan selanjutnya yang bersifat eksternal seperti pengangkutan, pemanfaatan, pengelolaan dan penimbunan akhir memerlukan pihak lain yang harus dipatuhi atau mempunyai ijin Kementrian Lingkungan Hidup sehingga pengelolaan tersebut masih tercecer dan belum sesuai dengan peraturan yang ada. Rencana Pengelolaan Limbah B3 adalah sebagai berikut : a. Pembangunan Integrated Incinerator untuk Limbah Medis b. Pembangunan Pengolahan/Pemanfaatan Limbah Batubara terpadu c. Penerapan waste minimization pada industri d. Penerapan teknologi pengolahan air limbah yang menghasilkan lumpur sedikit e. Peningkatan kesadaran pelaku industri dalam pengelolaan limbah B3 B. Rencana Sistem Pengelolaan Air Limbah Prinsip pengelolaan air limbah menggunakan pendekatan spasial dengan memperhatikan kepadatan penduduk dan supplai air bersih, berdasarkan criteria dari Dirjen Cipta Karya, 3-64

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2007 SAMPAI TAHUN 2027

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2007 SAMPAI TAHUN 2027 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2007 SAMPAI TAHUN 2027 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG; Menimbang

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso KATA PENGANTAR Sebagai upaya mewujudkan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang yang efektif, efisien dan sistematis guna menunjang pembangunan daerah dan mendorong perkembangan wilayah

Lebih terperinci

BAHAN TAYANGAN MATERI SOSIALISASI

BAHAN TAYANGAN MATERI SOSIALISASI BAHAN TAYANGAN MATERI SOSIALISASI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 27 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2016 SAMPAI TAHUN 2036 PEMERINTAH KABUPATEN BANDUNG BADAN

Lebih terperinci

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Menggantikan UU No. 24 Tahun 1992 gg Tentang Penataan Ruang 1 Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman

Lebih terperinci

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Menggantikan UU No. 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

BUPATI BATANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 07 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BATANG TAHUN

BUPATI BATANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 07 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BATANG TAHUN BUPATI BATANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 07 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BATANG TAHUN 2011 2031 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BATANG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP LAMPIRAN II PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG PEDOMAN PERSETUJUAN SUBSTANSI DALAM PENETAPAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan adalah proses yang dilakukan secara sadar dan berkelanjutan mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat. Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG PEDOMAN PERSETUJUAN SUBSTANSI DALAM PENETAPAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG

Lebih terperinci

oleh para pelaku pembangunan dalam mengembangkan Kabupaten Pacitan.

oleh para pelaku pembangunan dalam mengembangkan Kabupaten Pacitan. 1.1 LATAR BELAKANG Kabupaten Pacitan merupakan bagian dari Koridor Tengah di Pantai Selatan Jawa yang wilayahnya membentang sepanjang pantai Selatan Pulau Jawa. Berdasarkan sistem ekonomi, geokultural

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

Bab II Bab III Bab IV Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Kabupaten Sijunjung Perumusan Tujuan Dasar Perumusan Tujuan....

Bab II Bab III Bab IV Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Kabupaten Sijunjung Perumusan Tujuan Dasar Perumusan Tujuan.... DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar Gambar Daftar Grafik i ii vii viii Bab I Pendahuluan. 1.1. Dasar Hukum..... 1.2. Profil Wilayah Kabupaten Sijunjung... 1.2.1 Kondisi Fisik

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TRENGGALEK

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TRENGGALEK PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TRENGGALEK 2012-2032 BUPATI TRENGGALEK SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Meureudu, 28 Mei 2013 Bupati Pidie Jaya AIYUB ABBAS

KATA PENGANTAR. Meureudu, 28 Mei 2013 Bupati Pidie Jaya AIYUB ABBAS KATA PENGANTAR Sesuai Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Pasal 11 ayat (2), mengamanatkan pemerintah daerah kabupaten berwenang dalam melaksanakan penataan ruang wilayah kabupaten

Lebih terperinci

20. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3445 Tahun 1991);

20. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3445 Tahun 1991); RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR : 1 TAHUN 2002 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SIAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK Menimbang : a. bahwa untuk mengarahkan pembangunan

Lebih terperinci

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 32 TAHUN 1990 (32/1990) Tanggal : 25 JULI 1990 (JAKARTA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan

Lebih terperinci

PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG:

PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG: MATERI 1. Pengertian tata ruang 2. Latar belakang penataan ruang 3. Definisi dan Tujuan penataan ruang 4. Substansi UU PenataanRuang 5. Dasar Kebijakan penataan ruang 6. Hal hal pokok yang diatur dalam

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN KATA PENGANTAR Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, mengamanatkan bahwa RTRW Kabupaten harus menyesuaikan dengan Undang-undang tersebut paling lambat 3 tahun setelah diberlakukan.

Lebih terperinci

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2011-2031 I. UMUM 1. Faktor yang melatarbelakangi disusunnya Rencana Tata Ruang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2011 NOMOR : 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2011 NOMOR : 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2011 NOMOR : 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2010-2030 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 7/2004, SUMBER DAYA AIR *14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1

LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1 LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1 LAMPIRAN II CONTOH PETA RENCANA POLA RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 2 LAMPIRAN III CONTOH PETA PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS KABUPATEN L

Lebih terperinci

Ketentuan Umum Istilah dan Definisi

Ketentuan Umum Istilah dan Definisi Ketentuan Umum 2.1. Istilah dan Definisi Penyusunan RDTR menggunakan istilah dan definisi yang spesifik digunakan di dalam rencana tata ruang. Berikut adalah daftar istilah dan definisinya: 1) Ruang adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 12 TAHUN 2005 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 8 TAHUN 2005 TENTANG RENCANA UMUM TATA RUANG IBU KOTA KABUPATEN LEBAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 9 2011 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 09 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN PERIZINAN PEMANFAATAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BEKASI,

Lebih terperinci

RENCANA TATA RUANG WI LAYAH KABUPATEN MAGELANG

RENCANA TATA RUANG WI LAYAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH NOMOR 5 TAHUN 2011 RENCANA TATA RUANG WI LAYAH KABUPATEN MAGELANG 2010 2030 BUPATI MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 21 TAHUN 2001 SERI D.3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 21 TAHUN 2001 SERI D.3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 21 TAHUN 2001 SERI D.3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG RENCANA UMUM TATA RUANG KOTA PANIMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BUPATI PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PEMALANG TAHUN

BUPATI PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PEMALANG TAHUN - 0 - BUPATI PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PEMALANG TAHUN 2011-2031 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEMALANG, Menimbang

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang selain merupakan sumber alam yang penting artinya bagi

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2011 NOMOR 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2011 NOMOR 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2011 NOMOR 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2010-2030 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB 5 RTRW KABUPATEN

BAB 5 RTRW KABUPATEN BAB 5 RTRW KABUPATEN Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten terdiri dari: 1. Rencana Struktur dan Pola Pemanfaatan Ruang; 2. Rencana Pengelolaan Kawasan Lindung dan Budidaya; 3. Rencana Pengelolaan

Lebih terperinci

BUPATI BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 27 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 27 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 27 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2016-2036 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (2) Undangundang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang perlu

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BENER MERIAH

PEMERINTAH KABUPATEN BENER MERIAH PEMERINTAH KABUPATEN BENER MERIAH QANUN KABUPATEN BENER MERIAH NOMOR : 13 TAHUN 2006 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH ( RTRW ) KABUPATEN BENER MERIAH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI BENER

Lebih terperinci

WALIKOTA MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI

WALIKOTA MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI WALIKOTA MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI BAGIAN WILAYAH PERKOTAAN MALANG TENGAH TAHUN 2016-2036 DENGAN

Lebih terperinci

RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN LAMONGAN

RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN LAMONGAN Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa sehingga Naskah Akademis untuk kegiatan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lamongan dapat terselesaikan dengan baik

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 17 TAHUN 2003 SERI D.14 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 08 TAHUN 2003 TENTANG RENCANA UMUM TATA RUANG KOTA SUMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BUPATI BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH

BUPATI BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH BUPATI BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG, Menimbang :

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 11 TAHUN 2002 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 7 TAHUN 2002 TENTANG REVISI RENCANA UMUM TATA RUANG KOTA MALINGPING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG sebagai Dokumen ROADMAP KECAMATAN, dimana, berdasarkan (1) luas, (2) jumlah desa dan (3) jumlah penduduk. LANDASAN PENYUSUNAN ROADMAP Pasal 223 Desa/kelurahan.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN PENGEMBANGAN PERUMAHAN KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

REPUBLIK INDONESIA 47 TAHUN 1997 (47/1997) 30 DESEMBER 1997 (JAKARTA)

REPUBLIK INDONESIA 47 TAHUN 1997 (47/1997) 30 DESEMBER 1997 (JAKARTA) Menimbang : PP 47/1997, RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 47 TAHUN 1997 (47/1997) Tanggal: 30 DESEMBER 1997 (JAKARTA) Sumber:

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 16 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 16 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 16 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG

Lebih terperinci

BUPATI BANDUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 23 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI BANDUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 23 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI BANDUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 23 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DINAS DAERAH KABUPATEN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KABUPATEN NGAWI

RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KABUPATEN NGAWI 1.1. LATAR BELAKANG Pertumbuhan dan perkembangan suatu wilayah dilatarbelakangi oleh berbagai aspek kehidupan seperti perkembangan penduduk, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, dinamika kegiatan ekonomi,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 64 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 64 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 64 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA DAN MEKANISME PEMBERIAN INSENTIF DAN DISINSENTIF PENATAAN RUANG PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 16 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 16 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 16 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG

Lebih terperinci

PENJELASAN A T A S PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN

PENJELASAN A T A S PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 72 PENJELASAN A T A S PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2011-2031 I. UMUM. Latar belakang disusunnya Rencana Tata Ruang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (2) Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI, KABUPATEN, DAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENINJAUAN

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR : 1 TAHUN 2002 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SIAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR : 1 TAHUN 2002 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SIAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR : 1 TAHUN 2002 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SIAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK Menimbang : a. bahwa untuk mengarahkan pembangunan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pemanfaatan ruang wilayah nasional

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN

Lebih terperinci

Gambar 1. Kedudukan RD Pembangunan DPP, KSPP, KPPP dalam Sistem Perencanaan Tata Ruang dan Sistem Perencanaan Pembangunan RIPPARNAS RIPPARPROV

Gambar 1. Kedudukan RD Pembangunan DPP, KSPP, KPPP dalam Sistem Perencanaan Tata Ruang dan Sistem Perencanaan Pembangunan RIPPARNAS RIPPARPROV LAMPIRAN I PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN DAN ANALISIS PENENTUAN LOKASI KAWASAN INDUSTRI TEMBAKAU

STRATEGI PENGEMBANGAN DAN ANALISIS PENENTUAN LOKASI KAWASAN INDUSTRI TEMBAKAU Pekerjaan Jasa Konsultansi STRATEGI PENGEMBANGAN DAN ANALISIS PENENTUAN LOKASI KAWASAN INDUSTRI TEMBAKAU Pada bagian ini akan dijelaskan analisis mengenai analisis strategi pengembangan kawasan industri

Lebih terperinci

AMDAL. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan By Salmani, ST, MS, MT.

AMDAL. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan By Salmani, ST, MS, MT. AMDAL Analisis Mengenai Dampak Lingkungan By Salmani, ST, MS, MT. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN UULH = Undang-Undang Lingkungan Hidup no 23 Tahun 1997, yang paling baru adalah UU no 3 tahun 2009 tentang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BENER MERIAH

PEMERINTAH KABUPATEN BENER MERIAH PEMERINTAH KABUPATEN BENER MERIAH QANUN KABUPATEN BENER MERIAH NOMOR : 14 TAHUN 2006 TENTANG RENCANA UMUM TATA RUANG (RUTR) KAWASAN PERKOTAAN REDELONG IBUKOTA KABUPATEN BENER MERIAH DENGAN RAHMAT ALLAH

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM

BAB III GAMBARAN UMUM BAB III GAMBARAN UMUM 3.1 Letak Geografis Letak Geografis Kecamatan Pasirjambu Kabupaten Bandung terletak pada koordinat 107 0 14 107 0 56 bujur timur dan 6 0 49 7 0 18 lintang selatan. Kecamatan Pasirjambu

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1992 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1992 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1992 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ruang wilayah Negara kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KABUPATEN NGAWI. Laporan Akhir

RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KABUPATEN NGAWI. Laporan Akhir Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat Rahmat dan Hidayahnya laporan penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Ngawi ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat pada

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL.

MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL. PP 47/1997, RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL... Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 47 TAHUN 1997 (47/1997) Tanggal: 30 DESEMBER 1997 (JAKARTA) Sumber: LN 1997/96;

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM 4.1. Regulasi Penataan Ruang

IV. KEADAAN UMUM 4.1. Regulasi Penataan Ruang IV. KEADAAN UMUM 4.1. Regulasi Penataan Ruang Hasil inventarisasi peraturan perundangan yang paling berkaitan dengan tata ruang ditemukan tiga undang-undang, lima peraturan pemerintah, dan empat keputusan

Lebih terperinci

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Penataan Ruang Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Kawasan peruntukan hutan produksi kawasan yang diperuntukan untuk kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO

PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO Salinan PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOJONEGORO NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG RENCANA UMUM TATA RUANG KOTA (RUTRK) DENGAN KEDALAMAN RENCANA DETAIL TATA RUANG KOTA (RDTRK) BOJONEGORO

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG Sesuai dengan amanat Pasal 20 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1992 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1992 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1992 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

PENDEKATAN ASPEK LINGKUNGAN DALAM KEBIJAKAN PENATAAN RUANG NASIONAL

PENDEKATAN ASPEK LINGKUNGAN DALAM KEBIJAKAN PENATAAN RUANG NASIONAL PENDEKATAN ASPEK LINGKUNGAN DALAM KEBIJAKAN PENATAAN RUANG NASIONAL Ir. Iman Soedradjat, MPM DIREKTUR PENATAAN RUANG NASIONAL disampaikan pada acara: SEMINAR NASIONAL PERTIMBANGAN LINGKUNGAN DALAM PENATAAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SIAK SRI INDRAPURA KABUPATEN SIAK TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SIAK SRI INDRAPURA KABUPATEN SIAK TAHUN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SIAK SRI INDRAPURA KABUPATEN SIAK TAHUN 2002-2011 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SIAK SRI INDRAPURA KABUPATEN SIAK TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SIAK SRI INDRAPURA KABUPATEN SIAK TAHUN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SIAK SRI INDRAPURA KABUPATEN SIAK TAHUN 2002-2011 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SIAK SRI INDRAPURA KABUPATEN SIAK TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SIAK SRI INDRAPURA KABUPATEN SIAK TAHUN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SIAK SRI INDRAPURA KABUPATEN SIAK TAHUN 2002-2011 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 05 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI PROVINSI GORONTALO

PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 05 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 05 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI PROVINSI GORONTALO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR GORONTALO, Menimbang : a. bahwa Lingkungan

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Atas dukungan dari semua pihak, khususnya Bappeda Kabupaten Serdang Bedagai kami sampaikan terima kasih. Sei Rampah, Desember 2006

KATA PENGANTAR. Atas dukungan dari semua pihak, khususnya Bappeda Kabupaten Serdang Bedagai kami sampaikan terima kasih. Sei Rampah, Desember 2006 KATA PENGANTAR Untuk mencapai pembangunan yang lebih terarah dan terpadu guna meningkatkan pembangunan melalui pemanfaatan sumberdaya secara maksimal, efektif dan efisien perlu dilakukan perencanaan, pelaksanaan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN 2011-2031 I. UMUM Proses pertumbuhan dan perkembangan wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

L E M B A R A N D A E R A H

L E M B A R A N D A E R A H L E M B A R A N D A E R A H KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN TAHUN 2004 NOMOR 1 SERI E NO. SERI 1 P E R A T U R A N D A E R A H KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG RENCANA TATA RUANG

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

Sistematika Rancangan Peraturan Presiden tentang RencanaTata Ruang Pulau/Kepulauan dan RencanaTata Ruang Kawasan Strategis Nasional

Sistematika Rancangan Peraturan Presiden tentang RencanaTata Ruang Pulau/Kepulauan dan RencanaTata Ruang Kawasan Strategis Nasional Sistematika Rancangan Peraturan Presiden tentang RencanaTata Ruang Pulau/Kepulauan dan RencanaTata Ruang Kawasan Strategis Nasional Coffee Morning Jakarta, 1 November 2011 DIREKTORAT JENDERAL PENATAAN

Lebih terperinci

Rencana Struktur Tata Ruang Kawasan Perkotaan Metropolitan. Skala peta = 1: Jangka waktu perencanaan = 20 tahun

Rencana Struktur Tata Ruang Kawasan Perkotaan Metropolitan. Skala peta = 1: Jangka waktu perencanaan = 20 tahun Rencana Struktur Tata Ruang Kawasan Perkotaan Metropolitan Skala peta = 1: 100.000 Jangka waktu perencanaan = 20 tahun Fungsi : Menciptakan keserasian pembangunan kota inti dengan Kawasan Perkotaan sekitar

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 2 TAHUN 2003 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN MAGELANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 2 TAHUN 2003 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 2 TAHUN 2003 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN MAGELANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAGELANG Menimbang : a. bahwa Rencana Tata Ruang Wilayah

Lebih terperinci