AKSESIBILITAS PETANI PADI SAWAH TERHADAP SUMBER PERMODALAN DAN FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA DI PROVINSI BANTEN. Tian Mulyaqin dan Dewi Haryani

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "AKSESIBILITAS PETANI PADI SAWAH TERHADAP SUMBER PERMODALAN DAN FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA DI PROVINSI BANTEN. Tian Mulyaqin dan Dewi Haryani"

Transkripsi

1 AKSESIBILITAS PETANI PADI SAWAH TERHADAP SUMBER PERMODALAN DAN FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA DI PROVINSI BANTEN Tian Mulyaqin dan Dewi Haryani Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten Jl.Ciptayasa Km.01 Ciruas Serang Telp : (0254) bptpbanten@yahoo.com ABSTRAK Salah satu kendala yang dihadapi para petani padi sawah dengan kepemilikan lahan sempit untuk mengembangkan usahataninya adalah kurang aksesnya ke sumber-sumber permodalan. Tujuan penelitian ini adalah ingin mengetahui aksesibilitas petani padi sawah terhadap sumber permodalan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Metode penelitian yang digunakan adalah survey terhadap 155 orang petani padi sawah dan 20 instansi terkait melalui FGD. Data usahatani yang digunakan adalah data usahatani pada musim tanam terakhir (II) tahun 2011 yang dilakukan secara purposive. Hasil pengkajian menunjukkan sebagian besar petani padi sawah di Provinsi Banten, mengakses sumber permodalan yang berasal dari kombinasi antara modal sendiri dengan modal pinjaman dari luar yang berasal lembaga keuangan informal. Lembaga keuangan formal (Bank) dan kredit program seperti KKP-E masih belum banyak diakses oleh petani padi sawah. Faktor internal yang mempengaruhi aksesibilatas petani terhadap sumber permodalan adalah: karakter petani, pendidikan, agunan, keanggotaan KelompokTani dan pengalaman pinjaman sebelumnya sedangkan faktor eksternal adalah: persyaratan skin kredit, kebijakan dan sosialisasi kredit dan fasilitator pembiayaan Kata Kunci: Akses Petani, Faktor internal dan ekternal, Padi Sawah PENDAHULUAN Ketahanan pangan di tingkat daerah merupakan landasan utama bagi terwujudnya ketahan pangan nasional. Provinsi Banten dikenal sebagai lumbung beras nasional, dengan total luas areal sawah hektar terdiri dari lahan sawah irigasi hektar dan sawah tadah hujan hektar serta sawah pasang surut hektar. Angka Tetap (ATAP) produksi padi Provinsi Banten tahun 2010 sebesar 2,05 juta ton Gabah Kering Giling (GKG), meningkat sebesar 199,04 ribu ton (10,76 persen) dibandingkan produksi padi tahun Tahun 2011 diperkirakan produksi padi meningkat sebesar 16,49 ribu ton (0,80 persen) dibandingkan tahun 2010, yaitu mencapai 2,064 juta ton GKG. (BPS Banten, 2011) Namun dari segi penguasaan lahan sawah di Provinsi Banten 75,25 persen dari total rumah tangga usaha tanaman padi ( rumah tangga tani) hanya menguasai lahan sawah kurang dari 0,5 hektar, sisanya persen menguasai lahan sawah lebih dari 0,5 hektar. Kemudian dari segi sumber utama pembiayaan usahataninya 94,51 persen dari total rumah Buletin IKATAN Vol. 3 No. 2 Tahun

2 tangga tani mengandalkan modal sendiri, 4,73 persen pinjaman perorangan, 0,24 persen pinjaman dari koperasi, 0,02 persen dari bank dan 0,5 persen dari sumber pembiayaan lainnya. (BPS, 2009) Berdasarkan data diatas menimbulkan asumsi bahwa dengan penguasaan lahan yang sempit akan menyulitkan petani untuk mengakses sumber-sumber permodalan baik formal maupun non formal. Sementara keberadaan kredit benar-benar dibutuhkan oleh petani untuk tujuan produksi, pengeluaran hidup sehari-hari sebelum hasil panen terjual dan untuk pertemuan sosial lainnya. Dikarenakan penguasaan lahan tergolong sempit, upah yang mahal dan kesempatan kerja terbatas di luar musim tanam, sebagian besar petani tidak dapat memenuhi biaya hidupnya dari satu musim ke musim lainnya tanpa pinjaman. Kredit sudah menjadi bagian hidup dan ekonomi usahatani, bila kredit tidak tersedia tingkat produksi dan pendapatan usahatani akan turun drastis. Kendala yang dihadapi para petani dan pelaku agribisnis skala kecil di Provinsi Banten untuk mengembangkan usahanya adalah kurang aksesnya ke sumber-sumber permodalan. Hal ini terlihat dari masih sangat rendahnya penyerapan dana yang disediakan dibandingkan sektor lain. Di tingkat lapangan, kredit berbunga murah yang ditujukan untuk pengembangan ekonomi rakyat (petani, usahawan dan koperasi) masih sulit cair. Pihak birokrasi beralasan karena kredit program ini ada keterbatasan-keterbatasan bagi peminat. Padahal seharusnya dalam penyaluran kredit program yang perlu diperbaiki adalah prosedur yang relatif panjang karena sering merupakan penyebab utama keengganan masyarakat pedesaan untuk berhubungan dengan bank. (Sudaryanto, 1999). Tujuan penelitian ini adalah Mengkaji sumber permodalan dan aksesibilitas petani padi sawah terhadap sumber permodalan yang ada di Provinsi Banten. METODOLOGI Pengkajian ini dilaksanakan pada tahun 2012 di sentra produksi padi sawah di Provinsi Banten yang meliputi Kabupaten Lebak, Pandeglang, Serang dan Tangerang. Komoditas padi sawah terpilih didasarkan beberapa pertimbangan sebagai berikut : (1) Komoditas strategis dan pangan pokok bagi penduduk Banten; (2) Terdapat variasi penguasaan lahan oleh petani dengan kondisi permodalan yang berbeda. Secara tentatif lokasi penelitian yaitu Kabupaten Pandeglang, Lebak, Serang,Tangerang dan Cilegon, sebagai daerah sentra produksi padi. Unit analisis penelitian ini adalah kabupaten/kota, dengan mengambil Kabupaten Lebak, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Serang, dan Kabupaten Tangerang, namun demikian kajian Buletin IKATAN Vol. 3 No. 2 Tahun

3 yang lebih rinci akan didasarkan pada studi mendalam di tingkat kecamatan sentra produksi yang ditemukan adanya petani yang mengusahakan lahannya dengan padi sawah. Selanjutnya dalam satu kabupaten/kota dipilih satu atau dua kecamatan yang dianggap representatif. Kabupaten/kota yang representatif akan ditentukan dengan melakukan studi pustaka dan studi awal. Secara terinci perencanaan sampling dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Distribusi Jumlah Contoh Menurut Kategori Contoh untuk Pengkajian Aksesibilitas Petani Padi Sawah Terhadap Berbagai Sumber Permodalan di Provinsi Banten No. Uraian Kab. Kab. Kab. Kab. Lebak Pandeglang Serang Tangerang Total 1. Petani Padi Sawah BPS Prop/Kab Disperta Prop/Kab Lembaga Keuangan formal dan Non Formal Total Data yang dibutuhkan mencakup data kuantitatif dan kualitatif. Pengumpulan data kuantitatif dilakukan melalui wawancara terstruktur, sedangkan data kualitatif dikumpulkan melalui strategi studi kasus dengan multimetode: wawancara mendalam, pengamatan langsung, dan dilengkapi dengan informasi dari dokumen tertulis yang relevan dengan tujuan kajian ini. Metoda analisis akan dilakukan secara deskriptif dengan menganalisa sumber permodalan dan kemampuan petani untuk mengakses berbagai sumber permodalan baik formal maupun non formal. HASIL DAN PEMBAHASAN Keragaan Produksi Padi Sentra produksi padi di Provinsi Banten terdapat di empat kabupaten dan merupakan lokasi pengkajian ini, yaitu Kabupaten Pandeglang, dan Kabupaten Lebak di wilayah Banten bagian Selatan serta Kabupaten Tangerang dan Kabupaten Serang di wilayah Banten bagian Utara. Kontribusi produksi padi dari empat kabupaten tersebut terhadap total produksi padi Provinsi Banten sekitar persen, sedangkan dari wilayah lain (Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan, Kota Cilegon) sekitar satu persen, dan Kota Serang sekitar 3,8 persen. Besarnya Kontribusi produksi padi Kabupaten dan Kota dapat dilihat pada Gambar 1. Buletin IKATAN Vol. 3 No. 2 Tahun

4 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% Kota Tangerang Selatan Kota Tangerang Kota Cilegon Kota Serang Kab. Serang Kab. Tangerang Kab. Lebak Kab. Pandeglang Gambar 1. Kontribusi Padi di Provinsi Banten menurut Kabupaten/Kota Tahun Pada tahun 2010, kontribusi terbesar pertama dan kedua disumbang oleh Kabupaten Pandeglang yang mencapai 30,77 persen dan Kabupaten Lebak mencapai 23,78 persen dari total produksi padi di Provinsi Banten. Berdasarkan wilayah geografis, wilayah Banten Bagian Selatan menyumbang produksi padi 54,55 persen (Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Lebak) dan wilayan Banten Bagian Utara menyumbang produksi 45,45 persen (Kabupaten Serang, Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang Selatan, Kota Tangerang dan Kota Cilegon). Daerah konsentrasi pertanian memang lebih besar di wilayah Banten Bagian Selatan yang lebih banyak wilayah perdesaannya, dibandingkan dengan Wilayah Banten Bagian Utara yang merupakan wilayah konsentrasi industry dan niaga. Pemasaran hasil panen yang dilakukan petani di lokasi pengkajian hampir sebagian besar menjual hasil panennya kepada tengkulak dan penggilingan yang memberikan pinjaman kredit dalam bentuk uang dan natura (benih, pupuk, pestisida). Tetapi banyak petani yang menjual kepada tengkulak luar antar kabupaten atau antar provinsi seperti dari Karawang atau Indramayu. Adapun harga pembelian gabah antar kabupaten bervariasi seperti terlihat pada Tabel 2. Buletin IKATAN Vol. 3 No. 2 Tahun

5 Tabel 2. Rata-rata Harga Gabah Kering Panen, Harga Gabah Kering Giling dan Harga Beras Rata-rata Kabupaten Pandeglang Kabupaten Tangerang Kabupaten Lebak Kabupaten Serang Harga Gabah Kering Panen (Rp/kg) 3,075 3,450 3,075 3,425 Harga Gabah Kering Giling (Rp/kg) 3,550 4,300 3,950 4,150 Harga Beras (Rp/kg) 7,050 7,200 7,100 7,100 Sumber : data primer diolah, 2012 Wilayah Banten Bagian Selatan (Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Lebak) sebagai produsen beras paling besar, harga gabahnya lebih rendah dibandingkan wilayah Banten Bagian Utara (Kabupaten Serang dan Tangerang). Harga rata-rata gabah dan beras di Kabupaten Pandeglang lebih rendah dibandingkan tiga kabupaten lainnya. Hal ini disebabkan jumlah gabah di Kabupaten Pandeglang melimpah pada saat panen sehingga harganya lebih rendah dibandingkan kabupaten lainnya, dan bahkan Pembelian Pemerintah (HPP). harganya berada dibawah Harga Berdasarkan Inpres No 3/2012, HPP Gabah Kering Panen dalam negeri dengan kualitas kadar air maksimum 25% dan kadar hampa/kotoran maksimum 10% adalah Rp per kilogram di petani, atau Rp per kilogram di penggilingan. HPP GKG dalam negeri dengan kualitas kadar air maksimum 14% dan kadar hampa/kotoran maksimum 3% (tiga perseratus) adalah Rp per kilogram di penggilingan, atau Rp per kilogram di gudang Perum BULOG. Harga Pembelian Beras dalam negeri dengan kualitas kadar air maksimum 14% butir patah maksimum 20%, kadar menir maksimum 2% dan derajat sosoh minimum 95% adalah Rp per kilogram di gudang Perum BULOG. Sumber Permodalan Petani Sifat kegiatan pertanian yang tergantung musim berarti menghadapi banyak ketidakpastian, sehingga dalam rangka mendukung usahatani diperlukan sumber modal yang lebih fleksibel. Untuk memproduksi lebih banyak, petani harus mengeluarkan uang untuk benih/bibit unggul, pestisida, pupuk dan alat-alat. Pengeluaran-pengeluaran seperti itu harus dibiayai dari tabungan atau dengan meminjam. Sumber permodalan petani responden di lokasi pengkajian dalam berusahatani padi sawah berasal dari modal sendiri, kombinasi antara modal sendiri sebagai modal utama dan modal dari luar berupa pinjaman kredit, bantuan pemerintah Buletin IKATAN Vol. 3 No. 2 Tahun

6 berupa saprotan (pupuk, benih,) dan lainnya seperti modal pemilik dengan penggarap sebagai modal tambahan. Berdasarkan Gambar 2, sebagian besar modal yang digunakan petani untuk usahatani padi sawah berasal dari modal sendiri sebagai modal utama dan sisanya berasal dari modal luar berupa bantuan pemerintah atau pinjaman kredit. Secara keseluruhan terlihat bahwa sebagian besar petani melakukan kombinasi antara modal sendiri ditambah bantuan pemerintah (benih dan pupuk) dari program SL-PTT sebesar 25,81 persen. Petani yang memanfaakan modal luar berupa pinjaman kredit sebesar persen, dan petani yang memanfaatkan sumber modal lainnya sebesar 11,61 persen. Petani yang menggunakan kombinasi modal sendiri ditambah pinjaman kredit ini memiliki alasan ingin mengoptimalkan proses budidaya padi sawah dengan menggunakan input-input yang lebih baik dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan yang lebih besar dibandingkan dengan menggunakan sarana produksi seadanya dengan memanfaatkan sumber permodalan melalui proses peminjaman Kab. Pandeglang Kab. Lebak Kab. Tangerang Kab. Serang Banten Modal Sendiri Saja Modal Sendiri + Pinjaman Kredit Modal Sendiri + Bantuan Pemerintah Modal Sendiri + Pinjaman Kredit + Bantuan Pemerintah Modal Sendiri + Lainnya Gambar 2. Keragaan Sumber Permodalan Usahatani Padi Sawah MT II, 2011 Petani yang menggunakan modal sendiri untuk melakukan usahatani padi sawah sebanyak 16,77 persen. Petani yang hanya menggunakan modal sendiri memiliki alasan, bahwa modal sendiri sudah merasa cukup untuk memenuhi usahatani padi sawah 39 persen. Sebanyak 27 persen dari petani yang hanya memanfaatkan modal sendiri tidak mengetahui Buletin IKATAN Vol. 3 No. 2 Tahun

7 prosedur pinjaman kredit, sedangkan 18 persen menganggap prosedur pinjaman sulit terutama ke lembaga formal seperti perbankan dan kredit program seperti KUR dan KKPE. Alasan petani tidak mengakses modal ke BRI adalah prosedur pinjaman atau perolehan kredit dari BRI terlalu sulit dan ada juga yang tidak mengetahui informasi prosedur peminjamannya. Kelebihan dari lembaga ini yaitu usaha kita akan selalu dipantau dan akan diberi pinjaman yang lebih besar jika usahanya berhasil dan pengembaliannya selalu tepat, sementara kekurangannya yaitu sistem dan prosedur peminjaman masih begitu rumit sehingga banyak petani responden yang enggan untuk meminjam kelembaga ini. Demikian pula untuk kredit KKP-E, walaupun sudah berlangsung sejak tahun 2007, hasil survey di lapangan menunjukkan petani responden di Provinsi Banten belum pernah ada yang mengakses kredit program KKP-E ini. Hal ini dikarenakan beberapa alasan: 1) Sosialisasi mengenai kredit program KKP-E masih sangat kurang bahkan tidak sampai ke petani sebagai target pelaksanaan program KKP-E 2) Prosedur yang lumayan banyak dan sulit mengakibatkan petani enggan berhubungan dengan pihak Bank. 3) Peran pemerintah (penyuluh dan petugas dinas teknis) dan perbankan masih kurang dalam memfasilitasi petani untuk dapat mengakses KKP-E. Sebanyak 5 persen petani yang hanya menggunakan modal sendiri juga tidak mau melakukan pinjaman kredit dikarenakan tidak mempunyai agunan sisanya sebanyak 11 persen tidak melakukan pinjaman karena merasa takut kalau dikemudian hari tidak mampu membayar, alasan lainnya merasa takut dan enggan berhubungan dengan pihak perbankan. Alasan petani tidak meminjam modal dapat dilihat pada Gambar 3. Tidak mempunyai agunan 5% Prosedur pinjaman sulit 18% Tidak mengetahui prosedur pinjaman kredit 27% Lainnya 11% Modal sendiri sudah mencukupi kegiatan usahatani padi sawah 39% Gambar 3. Alasan Petani Responden Tidak Meminjam Modal Buletin IKATAN Vol. 3 No. 2 Tahun

8 Petani yang hanya menggunakan modal sendiri sebagian besar modalnya diperoleh dari hasil panen sebelumnya. Hasil penjualan gabahnya sebagian besar mereka gunakan kembali untuk usahatani selanjutnya, sebagian lagi disimpan untuk kebutuhan sehari-hari baik untuk makan, biaya sekolah, biaya undanga, dan biaya lainnya. Petani yang menggunakan modal selain modal sendiri, sumber lainnya berasal dari pinjaman lembaga formal dan informal. Lembaga pembiayaan formal antara lain BRI, sementara lembaga informal adalah pedagang input (kios sarana produksi pertanian), penggilingan padi (RMU/Rice Milling Unit) dan pedagang output (pedagang hasil pertanian) atau tengkulak. Selain itu, petani juga memperoleh tambahan modal dari program pemerintah seperti bantuan saprodi dari program SL-PTT berupa benih padi dan pupuk. Bantuan pemerintah lainnya adalah program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) berupa bantuan permodalan usahatani yang disalurkan melalui Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan). Aksesibilitas Petani Padi Sawah Terhadap Sumber Permodalan Sebagian petani tidak memiliki masalah dengan biaya usahatani yang dikeluarkan untuk padi sawah karena cukup menggunakan modal sendiri. Petani lainnya mengandalkan modal pinjaman yang berasal dari sumber permodalan yang dapat diakses oleh petani (Gambar 4). Gambar 4. Tingkat Aksesibilitas Petani Terhadap Sumber Permodalan Pada Musim Tanam Akhir, 2011 Pada akhir musim tanam tahun 2011, sumber kredit komersial yang pernah diakses petani paling dominan adalah BRI. Namun hanya sekitar 3 persen petani yang dapat Buletin IKATAN Vol. 3 No. 2 Tahun

9 mengakses sumber permodalan tersebut. Petani yang dapat meminjam ke bank harus memiliki agunan yang disyaratkan yaitu sertifikat tanah atau bangunan. Persyaratan inilah yang selama ini menjadi kendala tingkat aksesibilitas petani terhadap lembaga perbankan. Ada beberapa alasan petani responden enggan untuk mengakses lembaga perbankan, diantaranya 1) sebagian besar petani belum memiliki sertifikat atas tanahnya, 2) Tidak memahami prosedur memperoleh kredit, 3) Anggapan prosedur kredit di perbankan sangat rumit 4) Bunga perbankan sangat tinggi 5) Ketakutan tidak bisa membayar cicilan. Petani yang dapat mengakses ke lembaga bank, memiliki mata pencaharian tidak hanya sebagai petani tetapi juga sebagai pedagang hasil pertanian, pedagang saprotan, penggilingan padi dan PNS, sehingga dapat membayar cicilan kreditnya setiap bulan. Sedangkan petani yang mengakses kredit informal masih mewarnai perekonomian di lokasi pengkajian. Namun terlihat adanya pengurangan peran tengkulak atau pedagang hasil pertanian, dimana petani sudah mengakses pinjaman kredit dari gapoktan/poktan sebanyak 31 persen. Hal ini dikarenakan adanya program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) yang sudah berlangsung dari tahun yang memberikan bantuan penguatan modal sebesar 100 juta rupiah untuk dikelola oleh Gapoktan/Kelompoktani dan digulirkan ke petani dalam bentuk pinjaman kredit. Pada tahun 2011 di Provinsi Banten juga terdapat program Gerakan Peningkatan Produksi Pangan Berbasis Korporasi (GP3K) yang merupakan program dari Kementerian BUMN untuk mendukung program Kementerian Pertanian dalam peningkatan produksi melalui Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) berupa pinjaman kredit dalam bentuk uang maupun saprodi. Program ini digulirkan dan dikelola oleh gapoktan/poktan dengan PT SHS dan PT Pertani sebagai avalisnya. Program pemerintah lainnya adalah bantuan saprodi (benih, pupuk) dari program CBN dan SLPTT dirasakan petani responden sebanyak 30 persen. Sebanyak 14 persen petani mengakses pinjaman kredit ke teman/ saudaranya. Hal ini dikarenakan pinjaman kredit dari teman/saudara selain prosedurnya mudah terkadang tidak mematok bunga bahkan tidak ada bunga sama sekali, dikarenakan alasan tolong menolong dan persaudaraan. Sumber permodalan dari pedagang hasil pertanian/tengkulak dan pedagang input (kios sarana produksi pertanian) masing-masing sebesar 6 persen. Sementara itu, sumber permodalan petani dari penggilingan padi (RMU) sebesar 7 persen dan 3 persen pinjam kepada pelepas uang. Meminjam kepada pelepas uang dilakukan jika terpaksa menghadapi keadaan darurat, tetapi umumnya bukan untuk modal usahatani. Buletin IKATAN Vol. 3 No. 2 Tahun

10 Lembaga informal banyak dipilih oleh petani padi sawah di lokasi pengkajian sebagai sarana sumber pembiayaan karena prosedur untuk mengakses lembaga ini lebih mudah dan singkat yaitu hanya dengan modal kepercayaan dari lembaga keuangan informal terhadap petani responden. Sementara prosedur untuk mengakses lembaga formal seperti bank, petani responden kebanyakan belum memahami mengenai prosedur untuk mengakses ke lembaga formal tersebut dan merasa prosedurnya terlalu rumit dan panjang sehingga mereka merasa enggan untuk menggakses ke lembaga ini serta harus memiliki agunan. Penelitian Syukur et al (1999), Supadi et al, (2004),Manurung (1998), Sudaryanto,et al (2002), dan Hermanto et al (1994) menunjukkan rendahnya sumber modal usahatani yang berasal dari kredit komersial. Pada umumnya sumber permodalan petani padi sawah di lokasi pengkajian berasal dari pedagang input (kios sarana produksi pertanian) dan pedagang output (pedagang hasil pertanian). Namun hasil pengkajian di Provinsi Banten, setelah adanya program PUAP kebanyakan petani lebih banyak mengakses gapoktan/poktan, pedagang input (kios sarana produksi pertanian), pedagang output (pedagang hasil pertanian), serta penggilingan padi (rice milling unit) yang juga berprofesi sebagai pedagang beras. Sebetulnya pemerintah juga menetapkan kebijakan/program terkait permodalan untuk usaha petani. Walaupun program-program tersebut telah dilaksanakan sejak lama, namun belum ada petani yang mampu mengaksesnya. Hasil pengkajian petani yang mampu mengakses kredit program dari KUR dan KKP-E. menunjukkan belum ada Kredit program yang sedianya dapat membantu petani dalam mengatasi masalah permodalan, tidak dapat dirasakan oleh petani padi sawah di lokasi pengkajian. Padahal aplikasi kredit program ini tidak begitu sulit yaitu dilakukan secara berkelompok dengan sistem tanggung renteng, dimana agunan yang dijadikan jaminan kredit merupakan kekayaan milik ketua/pengurus kelompok tani sehingga kelompok tani sangat selektif dalam memilih anggotanya. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Aksesibilitas Petani Terhadap Sumber Permodalan Faktor faktor yang mempengaruhi aksesibilitas petani padi sawah terhadap sumber permodalan dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal merupakan unsur dalam diri petani yang dapat mempengaruhi mudah atau tidaknya dalam mengakses sumber permodalan. Faktor eksternal merupakan unsur diluar individu petani yang secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi kemampuan akses individu atau berkelompok terhadap sumber permodalan usahatani padi sawah. Buletin IKATAN Vol. 3 No. 2 Tahun

11 Faktor internal yang mempengaruhi kemampuan petani dalam mengakses sumber permodalan diantaranya: a. Karakter Petani. Karakter yang baik akan memudahkan lembaga penyalur skim kredit untuk memberikan pinjaman. Namun karakter yang baik lebih banyak keliatan dari sesudah ada pengalaman petani mengakses lembaga penyalur skim kredit sebelumnya. b. Pendidikan. Pendidikan akan meningkatkan kemampuan petani dalam memahami prosedur kredit yang dikeluarkan oleh lembaga penyalur skim kredit. Selain itu pendidikan menyebabkan petani lebih aktif dalam mengakses sendiri berbaai sumber informasi mengenai permodalan. c. Agunan. Petani yang memiliki agunan berupa sertifikat tanah akan memudahkan petani dalam mengkakses lembaga keuangan formal seperti bank. d. Keanggotaan Kelompok Tani. Petani yang sudah bergabung dengan kelompok tani atau gabungan kelompok tani mempunyai peluang lebih besar untuk dapat mengakses permodalan terutama kredit program maupun bantuan permodalan pemerintah seperti program SL-PTT, PUAP dll. e. Pengalaman pinjaman sebelumnya. Petani yang sudah sering berhubungan dengan bank umumnya memiliki akses yang lebih baik untuk mendapatkan pinjaman dari lembaga pembiayaan, terutama petani yang memiliki track record yang baik dalam pembayarannya. Berbeda dengan petani yang memiliki track record yang buruk, tidak akan pernah mendapatkan kepercayaan atau pinjaman dari lembaga pembiayaan yang ada. Sementara itu, faktor eksternal (di luar individu petani) yang mempengaruhi tingkat aksesibilitas petani terhadap sumber permodalan baik kredit formal maupun non formal adalah sebagai berikut: a. Persyaratan skim kredit. Makin mudah prosedur dan persyaratan skim kredit yang ditawarkan, makin besar tingkat akses petani terhadap lembaga penyalur kredit tersebut. Kredit formal seperti perbankan selalu mensyaratkan berbagai macam hal dan prosedur, sehingga banyak petani yang enggan berhubungan dengan perbankan karena menggap prosedurnya terlalu rumit padahal mereka memiliki agunan. Berbeda dengan lembaga kredit non formal prosedur mereka sangat singkat dah sangat cepat terealisasi, sehingga petani sangat besar sekali aksesnya ke lembaga kredit ini walaupun tanpa agunan. b. Kebijakan dan sosialisasi kredit program. Kebijakan dan sosialisasi kredit program yang dikucurkan oleh pemerintah melalui berbagai lembaga penyalur sangat berpengaruh Buletin IKATAN Vol. 3 No. 2 Tahun

12 terhadap aksesibilitas petani. Ada tidaknya kebijakan kredit program sangat tergantung dari kebijakan pemerintah. Hasil kajian menunjukkan pada tahun 2011 kebijakan kredit program yang ada di Provinsi Banten diantaranya KKP-E, KUR, GP3K dan PUAP. KKP-E dan KUR yang penyaluran kreditnya dilakukan melalui perbankan masih kurang banyak di akses oleh petani karena kurangnya sosialisasi dari lembaga penyalur kredit program ini. Bahkan kredit program seperti KKP-E dan KUR untuk kegiatan pertanian terkesan ditutup-tutupi oleh pihak perbankan dikarenakan resiko usaha pertanian sangat tinggi. Hal ini diindikasikan dari sebagian besar petani responden (80%) tidak mengetahui prosedur kredit program KKP-E dan KUR, bahkan untuk KKP-E belum ada petani yang mengakses kredit program tersebut. c. Fasilitator pembiayaan. Keberadaan fasilitator atau mediator untuk menjembatani petani dengan pihak lembaga pembiayaan sangat menentukan aksesibilitas petani terhadap kredit terutama kredit program/komersil. Seperti kasus KUR, KKP-E dan GP3K peran PPL sangat besar untuk membantu petani dalam mengajukan kredit ke perbankan. Namun sebagian besar penyuluh lapang di tiap kabupaten masih belum memahami betul prosedur memperoleh kredit program KKP-E. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kredit program yang diluncurkan oleh pemerintah untuk membantu usahatani padi petani seperti KUR, KKP-E dan lainnya. Sebagian besar petani padi di Provinsi Banten masih mengandalkan pada modal sendiri untuk usaha tersebut. Hasil pengakajian terdapat lima pola sumber pembiayaan usahatani padi yaitu: ) modal sendiri, b) modal sendiri+injaman, 3) modal sendiri+bantuan pemerintah, 4) modal sendiri+bantuan pemerintah+pinjaman dan, 5) lainnya. Kredit program yang sudah diakses adalah KUR dan GP3K, namun hanya sebagian kecil petani yang mampu mengaksesnya. Bahkan petani belum pernah mengakses kredit program KKP-E, padahal kredit ini tidak sulit yaitu dilakukan secara berkelompok dengan system tanggung renteng, dengan agunan berupa kekayaaan milik ketua/pengurus kelompok tani. 2. Aksesibilitas petani padi sawah terhadap sumber permodalan terdiri dari faktor internal dari rumahtangga petani yaitu karakter petani, pendidikan, agunan, keanggotaan kelompok tani, pengalaman pinjaman sebelumnya, dan eksternal terkait dengan sumber pembiayaan seperti persyaratan skim kredit, kebijakan dan sosialisasi kredit program serta fasilitator pembiayaan. Alasan petani yang tidak mengakses sumber modal yang bersifat Buletin IKATAN Vol. 3 No. 2 Tahun

13 komersial dikarenakan mereka tidak tahu prosedurnya, kalaupun sudah tahu merasa prosedurnya berbelit-belit serta tidak mempunyai agunan 3. Tidak semua petani mampu menyediakan modal sendiri untuk kegiatan usahataninya. Dengan modal terbatas, petani tidak mampu memenuhi kebutuhan sarana produksi untuk usahatani padi sawah, yang berdampak negatif terhadap pencapaian produksinya 4. Walaupun pemerintah meluncurkan kredit program untuk petani, namun penyerapan beberapa skim tersebut di Provinsi Banten masih relative rendah, bahkan untuk KKP-E masih belum terserap. Disisi lain, pemerintah telah mencanangkan program surplus beras minimal 10 juta ton pada tahun Oleh karena itu, beberapa hal yang harus dilakukan adalah sebagai berikut : a. Pemerintah melalui Dinas Pertanian Provinsi/Kabupaten/Kota melakukan sosialisasi kepada petani khususnya petani padi secara intensif tentang kebijakan pemerintah terkait sumber permodalan baik yang bersifat komersial maupun kredit program, sehingga petani memperoleh pemahaman secara utuh dan komprehensif. b. Bagi perbankan yang menyediakan pinjaman komersial dan menjadi kepanjangan tangan pemerintah untuk kredit program juga melakukan sosialisasi secara massif kepada petani. Belajar dari program PUAP, perbankan menyediakan tenaga yang bertugas melakukan sosialisasi sekaligus mendampingi petani agar dapat mengakses pinjaman dari perbankan. c. Pemerintah meninjau kembali skim permodalan yang diluncurkan melalui kredit program terutama seperti KUR, KKP-E. Masih rendahnya penyerapan kedua skim tersebut dapat dikarenakan aturan dan prosedur pinjaman yang tidak mungkin petani mampu mengaksesnya. Hasil kajian menunjukkan petani tidak mampu mengakses pinjaman komersial karena persayaratan agunan dan prosedur yang berbelit-belit. DAFTAR PUSTAKA BPS Provinsi Banten, Analisis Profil Rumah Tangga Usaha Tani Provinsi Banten Tahun 2011 (komoditi padi dan kedelai). Badan Pusat Statistik. Banten Hermanto dan Mat Syukur Kajian Sumber Modal Petani Sub Sektor Tanaman Pangan. Makalah disampaikan pada Pelatihan Metoda Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian di BLPP Cihea-Cianjur, Jawa Barat, 12 Januari 10 Februari Hermanto Keragaan Penyaluran Kredit Pertanian : Suatu Analisis Data Makro.Monograph Series No.3. Perkembangan Kredit Pertanian di Indonesia (Andin H.Taryoto. Abunawan Buletin IKATAN Vol. 3 No. 2 Tahun

14 Mintoro. Soentoro. Hermanto (Editor). Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Hal Malcham Manajemen Usahatani Daerah Tropis.LP3S. Bogor Manurung, V.T Keragaan Kelembagaan Perkreditan Usaha Penangkapan Ikan Tuna Skala Kecil di Kawasan Indonesia Timur. FAE, Vol.16 No.2, Desember Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Hal Sudaryanto, T dan M. Syukur. 1999, Pengembangan Lembaga Keuangan AlternatifMendukung Pembangunan Ekonomi Pedesaan. Hlm Dalam Sudaryanto, I W. Rusastra, A. Syam dan M. Ariani (Eds). Analisis Kebijaksanaan: Pendekatan Pembangunan dan Kebijaksanaan Pengembangan Agribisnis. Monograph Series No. 22. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Supadi dan Mat Syukur Aksesibilitas Petani Terhadap Sumber Permodalan. PPPSEP. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Bogor Syukur, M, Sumaryanto, Saptana, A. Rozany Nurmanaf, Budi Wiryono, Iwan Setiajie Anugerah, Sumedi Kajian Skim Kredit Usahatani Menunjang Pengembangan IP-Padi-300 di Jawa Barat. Kerja sama Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian dengan ARMP II, Badan Litbang Pertanian. Buletin IKATAN Vol. 3 No. 2 Tahun

BULETIN IKATAN VOL.3 NO. 1 TAHUN

BULETIN IKATAN VOL.3 NO. 1 TAHUN KETERSEDIAAN DAN PEMANFAATAN SUMBER PEMBIAYAAN USAHATANI PADI SAWAH DI KABUPATEN PANDEGLANG PROVINSI BANTEN Tian Mulyaqin dan Yati Astuti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten Jl. Ciptayasa KM.01

Lebih terperinci

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PETANI PADI DALAM PEMANFAATAN SUMBER PERMODALAN: STUDI KASUS DI KABUPATEN SERANG PROVINSI BANTEN

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PETANI PADI DALAM PEMANFAATAN SUMBER PERMODALAN: STUDI KASUS DI KABUPATEN SERANG PROVINSI BANTEN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PETANI PADI DALAM PEMANFAATAN SUMBER PERMODALAN: STUDI KASUS DI KABUPATEN SERANG PROVINSI BANTEN Tian Mulyaqin, Yati Astuti, dan Dewi Haryani Peneliti, Balai Pengkajian Tekonologi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional dewasa ini salah satunya diprioritaskan pada bidang ketahanan pangan, sehingga pemerintah selalu berusaha untuk menerapkan kebijakan dalam peningkatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah pengembangan hortikultura untuk meningkatkan pendapatan petani kecil. Petani kecil yang dimaksud dalam pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Dalam pembangunan pertanian, beras merupakan komoditas yang memegang posisi strategis. Beras dapat disebut komoditas politik karena menguasai hajat hidup rakyat Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian memegang peranan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian memegang peranan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian memegang peranan penting pada perekonomian nasional. Untuk mengimbangi semakin pesatnya laju pertumbuhan

Lebih terperinci

PERLUNYA RESI GUDANG UNTUK MENSTABILKAN HARGA BERAS DI PROVINSI BANTEN

PERLUNYA RESI GUDANG UNTUK MENSTABILKAN HARGA BERAS DI PROVINSI BANTEN PERLUNYA RESI GUDANG UNTUK MENSTABILKAN HARGA BERAS DI PROVINSI BANTEN Dewi Haryani, Viktor Siagian dan Tian Mulyaqin Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten Jln.Ciptayasa KM.01 Ciruas Serang (42182)

Lebih terperinci

KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH

KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH Oleh: Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian TUJUAN KEBIJAKAN DAN KETENTUAN HPP Harga jual gabah kering panen (GKP) petani pada saat panen raya sekitar bulan Maret-April

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam pembangunan nasional karena sektor ini menyerap sumber daya manusia yang paling besar dan merupakan sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di dunia yang masih

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di dunia yang masih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di dunia yang masih menghadapi sejumlah permasalahan, baik di bidang ekonomi, sosial, hukum, politik, maupun

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Beras merupakan makanan pokok yang dikonsumsi sebagian besar masyarakat Indonesia. Sampai saat ini 95% masyarakat Indonesia masih mengkonsumsi beras sebagai makanan pokok,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Pertanian di Indonesia Tahun Pertanian ** Pertanian. Tenaga Kerja (Orang)

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Pertanian di Indonesia Tahun Pertanian ** Pertanian. Tenaga Kerja (Orang) I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan jumlah penduduk lebih dari 230 juta jiwa, dari jumlah penduduk tersebut sebagian bekerja dan menggantungkan sumber perekonomiannya

Lebih terperinci

LAPORAN KEGIATAN KINERJA PENYALURAN DAN PEMANFAATAN KREDIT PROGRAM PERTANIAN KKPE DI PROVINSI BALI

LAPORAN KEGIATAN KINERJA PENYALURAN DAN PEMANFAATAN KREDIT PROGRAM PERTANIAN KKPE DI PROVINSI BALI LAPORAN KEGIATAN KINERJA PENYALURAN DAN PEMANFAATAN KREDIT PROGRAM PERTANIAN KKPE DI PROVINSI BALI I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan mendasar bagi pengembangan usaha pertanian adalah lemahnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. produksi hanya diterima petani setiap musim sedangkan pengeluaran harus

I. PENDAHULUAN. produksi hanya diterima petani setiap musim sedangkan pengeluaran harus I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Keterbatasan modal merupakan permasalahan yang paling umum terjadi dalam usaha, terutama bagi usaha kecil seperti usahatani. Ciri khas dari kehidupan petani adalah perbedaan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 Gram

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 Gram I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kekayaan sumber daya alam dalam bidang pertanian merupakan keunggulan yang dimiliki Indonesia dan perlu dioptimalkan untuk kesejahteraan rakyat. Pertanian merupakan aset

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor utama yang menopang kehidupan masyarakat, karena sektor pertanian menjadi mata pencaharian sebagian besar penduduk Indonesia. Sehingga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap manusia untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari guna mempertahankan hidup. Pangan juga merupakan

Lebih terperinci

Bab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan

Bab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan 122 Bab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan IV.1 Kondisi/Status Luas Lahan Sawah dan Perubahannya Lahan pertanian secara umum terdiri atas lahan kering (non sawah)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. adalah masalah keterbatasan modal yang dimiliki oleh para petani. Permasalahan

I. PENDAHULUAN. adalah masalah keterbatasan modal yang dimiliki oleh para petani. Permasalahan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada umumnya masalah kemiskinan berhubungan erat dengan permasalahan pertanian di Indonesia. Masalah paling dasar bagi sebagian besar petani Indonesia adalah masalah keterbatasan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan sumber devisa negara, pendorong pengembangan wilayah dan sekaligus

I. PENDAHULUAN. dan sumber devisa negara, pendorong pengembangan wilayah dan sekaligus I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peran yang strategis dalam pembangunan perekonomian nasional diantaranya sebagai penyedia bahan pangan, bahan baku industri, pakan dan bioenergi,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Laju 2008 % 2009 % 2010* % (%) Pertanian, Peternakan,

I PENDAHULUAN. Laju 2008 % 2009 % 2010* % (%) Pertanian, Peternakan, I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan permasalahan yang banyak dihadapi oleh setiap negara di dunia. Sektor pertanian salah satu sektor lapangan usaha yang selalu diindentikan dengan kemiskinan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis dilandasi oleh teori-teori mengenai konsep marketable dan marketed surplus, serta faktor-faktor yang memepengaruhinya.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor dengan penyerapan tenaga kerja paling banyak di Indonesia dibandingkan dengan sektor lainnya. Badan Pusat Statistik (2009) melaporkan

Lebih terperinci

BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH

BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH 67 BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH Bab ini akan membahas keefektifan Program Aksi Masyarakat Agribisnis Tanaman Pangan (Proksi Mantap) dalam mencapai sasaran-sasaran

Lebih terperinci

BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI

BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI 7.1. Produktivitas Usahatani Produktivitas merupakan salah satu cara untuk mengetahui efisiensi dari penggunaan sumberdaya yang ada (lahan) untuk menghasilkan keluaran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap) merupakan daerah agraris dan

I. PENDAHULUAN Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap) merupakan daerah agraris dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap) merupakan daerah agraris dan salah satu sentra produksi beras di Sulawesi Selatan (Sul-Sel). Potensi komoditas padi tersebut tergolong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor pertanian dan agribisnis di pedesaan merupakan sumber pertumbuhan perekonomian nasional. Agribisnis pedesaan berkembang melalui partisipasi aktif petani

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini Bab I Pendahuluan Di setiap negara manapun masalah ketahanan pangan merupakan suatu hal yang sangat penting. Begitu juga di Indonesia, terutama dengan hal yang menyangkut padi sebagai makanan pokok mayoritas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di dunia yang masih banyak menghadapi permasalahan diberbagai bidang seperti ekonomi, sosial, hukum, politik dan bidang-bidang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sebagai penyedia pangan yang cukup bagi penduduknya dan pendukung

I. PENDAHULUAN. sebagai penyedia pangan yang cukup bagi penduduknya dan pendukung I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam kerangka pembangunan nasional, mandat utama sektor pertanian adalah sebagai penyedia pangan yang cukup bagi penduduknya dan pendukung perkembangan sektor-sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Selama beberapa dekade terakhir sektor pertanian masih menjadi tumpuan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Selama beberapa dekade terakhir sektor pertanian masih menjadi tumpuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Selama beberapa dekade terakhir sektor pertanian masih menjadi tumpuan dalam pembangunan Indonesia, namun tidak selamanya sektor pertanian akan mampu menjadi

Lebih terperinci

KINERJA PENGELOLAAN DANA GAPOKTAN MENUJU LKMA DALAM MENDUKUNG KEBERLANJUTAN PROGRAM SWASEMBADA PADI

KINERJA PENGELOLAAN DANA GAPOKTAN MENUJU LKMA DALAM MENDUKUNG KEBERLANJUTAN PROGRAM SWASEMBADA PADI KINERJA PENGELOLAAN DANA GAPOKTAN MENUJU LKMA DALAM MENDUKUNG KEBERLANJUTAN PROGRAM SWASEMBADA PADI Rudi Hartono Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu Jl. Irian Km. 6,5. Telp. 0736 23030 E-mail

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 98 BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bagian ini akan dikemukakan hasil temuan studi yang menjadi dasar untuk menyimpulkan keefektifan Proksi Mantap mencapai tujuan dan sasarannya. Selanjutnya dikemukakan

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN PERBERASAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN PERBERASAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN PERBERASAN PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka stabilitas ekonomi nasional, meningkatkan pendapatan petani, peningkatan ketahanan pangan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komoditas pangan masyarakat Indonesia yang dominan adalah beras yang

BAB I PENDAHULUAN. Komoditas pangan masyarakat Indonesia yang dominan adalah beras yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komoditas pangan masyarakat Indonesia yang dominan adalah beras yang berfungsi sebagai makanan pokok sumber karbohidrat. Beras merupakan komoditi pangan yang memiliki

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA RAMALAN II TAHUN 2014)

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA RAMALAN II TAHUN 2014) No. 52/11/36/Th. VIII, 3 November 2014 PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA RAMALAN II TAHUN 2014) TAHUN 2014 LUAS PANEN PADI SAWAH MENINGKAT TETAPI PRODUKTIVITAS MENURUN Berdasarkan Angka Ramalan

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1

Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1 Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1 Kebijakan pemberian subsidi, terutama subsidi pupuk dan benih yang selama ini ditempuh

Lebih terperinci

PROPOSAL PENELITIAN PENINGKATAN 20 PERSEN AKSES PETANI TERHADAP BERBAGAI SUMBER PEMBIAYAAN USAHATANI

PROPOSAL PENELITIAN PENINGKATAN 20 PERSEN AKSES PETANI TERHADAP BERBAGAI SUMBER PEMBIAYAAN USAHATANI PROPOSAL PENELITIAN PENINGKATAN 20 PERSEN AKSES PETANI TERHADAP BERBAGAI SUMBER PEMBIAYAAN USAHATANI Bambang Sayaka Henny Mayrowani Sri Hery Susilowati Prayogo Utomo Hadi Rudy Rivai Sunarya Sugiyarto Azhari

Lebih terperinci

Sisvaberti Afriyatna Dosen Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Palembang ABSTRAK

Sisvaberti Afriyatna Dosen Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Palembang ABSTRAK ANALISIS PENDAPATAN PADA USAHATANI PADI SAWAH LEBAK DENGAN SISTEM YARNEN DAN TUNAI DI KECAMATAN RAMBUTAN KABUPATEN BANYUASIN Sisvaberti Afriyatna Dosen Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sampai saat ini sektor pertanian tetap dijadikan sebagai sektor andalan, karena sektor ini telah terbukti tetap bertahan dari badai krisis moneter, sementara itu sektor-sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peran penting mewujudkan kesejahteraan sosial bagi masyarakat. Selain itu sektor pertanian memiliki peran strategis dalam pembangunan nasional

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA TETAP 2014 DAN ANGKA RAMALAN I 2015)

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA TETAP 2014 DAN ANGKA RAMALAN I 2015) No. 33/07/36/Th. IX, 1 Juli 2015 PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA TETAP 2014 DAN ANGKA RAMALAN I 2015) PRODUKSI PADI 2014 MENURUN SIGNIFIKAN DIBANDING TAHUN 2013, TAHUN 2015 DIPREDIKSI AKAN MENGALAMI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) Peran kelembagaan dalam membangun dan mengembangkan

Lebih terperinci

Suplemen 2. tahun. Pergerakan. masih. beras. sebesar 1%, lebih. masih per hektar 4. P200 yaitu. Badan. Pusat Statistik 3

Suplemen 2. tahun. Pergerakan. masih. beras. sebesar 1%, lebih. masih per hektar 4. P200 yaitu. Badan. Pusat Statistik 3 Suplemen 2 SELAYANG PANDANG PRODUKSI BERAS DI PROPINSI SUMATERAA SELATAN Produksi dan Konsumsi Sebagai salah satu kebutuhan pokok masyarakat Indonesia, merupakan jenis komoditas yang kerapkali menyumbangkan

Lebih terperinci

VI. KERAGAAN USAHATANI KENTANG DAN TOMAT DI DAERAH PENELITIAN

VI. KERAGAAN USAHATANI KENTANG DAN TOMAT DI DAERAH PENELITIAN 73 VI. KERAGAAN USAHATANI KENTANG DAN TOMAT DI DAERAH PENELITIAN 6.1. Karakteristik Lembaga Perkreditan Keberhasilan usahatani kentang dan tomat di lokasi penelitian dan harapan petani bagi peningkatan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN MENYANGGA ANJLOKNYA HARGA GABAH PADA PANEN RAYA BULAN FEBRUARI S/D APRIL 2007

KEBIJAKAN MENYANGGA ANJLOKNYA HARGA GABAH PADA PANEN RAYA BULAN FEBRUARI S/D APRIL 2007 KEBIJAKAN MENYANGGA ANJLOKNYA HARGA GABAH PADA PANEN RAYA BULAN FEBRUARI S/D APRIL 2007 Pendahuluan 1. Produksi padi di Indonesia mengikuti siklus musim, dimana panen raya dimulai pada bulan Februari sampai

Lebih terperinci

STRUKTUR ONGKOS USAHA TANAMAN PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI TAHUN 2014

STRUKTUR ONGKOS USAHA TANAMAN PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI TAHUN 2014 No. 70/12/72/Th. XVII, 23 Desember 2014 STRUKTUR ONGKOS USAHA TANAMAN PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI TAHUN 2014 TOTAL BIAYA PER MUSIM TANAM UNTUK SATU HEKTAR LUAS PANEN PADI SAWAH PADA TAHUN 2014 SEBESAR Rp

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara agraris di dunia, dimana sektor

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara agraris di dunia, dimana sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara agraris di dunia, dimana sektor pertanian masih menjadi mata pencaharian umum dari masyarakat Indonesia. Baik di sektor hulu seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Indonesia merupakan negara agraris yang artinya sektor pertanian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Indonesia merupakan negara agraris yang artinya sektor pertanian BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang artinya sektor pertanian memiliki peranan yang sangat penting. Indonesia dikenal dengan negara yang kaya akan hasil alam, kondisi

Lebih terperinci

KEMITRAAN PEMASARAN BENIH PADI DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH KALIMANTAN SELATAN

KEMITRAAN PEMASARAN BENIH PADI DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH KALIMANTAN SELATAN KEMITRAAN PEMASARAN BENIH PADI DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH KALIMANTAN SELATAN Retna Qomariah, Yanuar Pribadi, Abdul Sabur, dan Susi Lesmayati Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kalimantan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Modal merupakan salah satu faktor produksi yang sangat penting keberadaannya dalam usahatani. Keterbatasan modal masih menjadi permasalahan yang sering dihadapi oleh

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian Dalam upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sektor pertanian telah dilaksanakan banyak program pembiayaan pertanian.

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN PERBERASAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN PERBERASAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN PERBERASAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka stabilitas ekonomi nasional, meningkatkan pendapatan

Lebih terperinci

STATISTIK HARGA PRODUSEN GABAH

STATISTIK HARGA PRODUSEN GABAH ht tp :// yo gy ak ar ta.b ps.g o.id Katalog BPS : 7103005.34 STATISTIK HARGA PRODUSEN GABAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA 2014 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA .id ps.g o ta.b ar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi sumberdaya manusia suatu bangsa. Untuk mencapai ketahanan pangan diperlukan ketersediaan pangan dalam jumlah dan kualitas

Lebih terperinci

STRATEGI PENINGKATAN PEMANFAATAN FASILITAS KREDIT PERBANKAN PADA USAHA TANI PADI SAWAH

STRATEGI PENINGKATAN PEMANFAATAN FASILITAS KREDIT PERBANKAN PADA USAHA TANI PADI SAWAH STRATEGI PENINGKATAN PEMANFAATAN FASILITAS KREDIT PERBANKAN PADA USAHA TANI PADI SAWAH SKRIPSI Oleh: SITI MAYSARAH ZEBUA 070304021 AGRIBISNIS PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG KEBIJAKAN PENGADAAN GABAH/BERAS DAN PENYALURAN BERAS OLEH PEMERINTAH

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG KEBIJAKAN PENGADAAN GABAH/BERAS DAN PENYALURAN BERAS OLEH PEMERINTAH INSTRUKSI PRESIDEN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG KEBIJAKAN PENGADAAN GABAH/BERAS DAN PENYALURAN BERAS OLEH PEMERINTAH PRESIDEN, Dalam rangka stabilisasi ekonomi nasional, melindungi tingkat pendapatan petani,

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BPS PROVINSI JAWA BARAT BPS PROVINSI JAWA BARAT BADAN PUSAT STATISTIK No. 66/12/32/Th.XVI, 23 Desember 2014 STRUKTUR ONGKOS USAHA TANAMAN PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI TAHUN 2014 TOTAL BIAYA PER MUSIM TANAM UNTUK SATU HEKTAR LUAS

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI, JAGUNG DAN KEDELAI (ANGKA TETAP 2013 DAN ANGKA RAMALAN I 2014)

PRODUKSI PADI, JAGUNG DAN KEDELAI (ANGKA TETAP 2013 DAN ANGKA RAMALAN I 2014) No. 32/07/36/Th. VIII, 1 Juli 2014 PRODUKSI PADI, JAGUNG DAN KEDELAI (ANGKA TETAP 2013 DAN ANGKA RAMALAN I 2014) PRODUKSI PADI 2013 MENINGKAT SIGNIFIKAN DIBANDING TAHUN 2012, TAHUN 2014 DIPREDIKSI AKAN

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi 5.2. Jumlah Kepala Keluarga (KK) Tani dan Status Penguasaan Lahan di Kelurahan Situmekar

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi 5.2. Jumlah Kepala Keluarga (KK) Tani dan Status Penguasaan Lahan di Kelurahan Situmekar V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49 29 Lintang Selatan dan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PROVINSI LAMPUNG dan SUBSIDI PUPUK ORGANIK

GAMBARAN UMUM PROVINSI LAMPUNG dan SUBSIDI PUPUK ORGANIK 34 IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI LAMPUNG dan SUBSIDI PUPUK ORGANIK 4.1 Gambaran Umum Provinsi Lampung Lintang Selatan. Disebelah utara berbatasan dengann Provinsi Sumatera Selatan dan Bengkulu, sebelah Selatan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sektor pertanian dalam tatanan pembangunan nasional memegang peranan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sektor pertanian dalam tatanan pembangunan nasional memegang peranan PENDAHULUAN Latar Belakang Sektor pertanian dalam tatanan pembangunan nasional memegang peranan penting karena selain bertujuan menyediakan pangan bagi seluruh masyarakat, juga merupakan sektor andalan

Lebih terperinci

VI ALOKASI PRODUK. Tabel 23. Sebaran Petani Berdasarkan Cara Panen di Kabupaten Karawang Tahun Petani Padi Ladang Cara Panen

VI ALOKASI PRODUK. Tabel 23. Sebaran Petani Berdasarkan Cara Panen di Kabupaten Karawang Tahun Petani Padi Ladang Cara Panen 6.1 Alokasi Produk (Hasil Panen) VI ALOKASI PRODUK Dari hasil pengamatan di lapangan, alokasi produk atau hasil panen baik petani padi sawah maupun petani padi ladang antara lain di antaranya: natura panen,

Lebih terperinci

SEBARAN DAN POTENSI PRODUSEN BENIH PADI UNGGUL MENDUKUNG PENYEDIAAN BENIH BERMUTU DI KALIMANTAN SELATAN

SEBARAN DAN POTENSI PRODUSEN BENIH PADI UNGGUL MENDUKUNG PENYEDIAAN BENIH BERMUTU DI KALIMANTAN SELATAN SEBARAN DAN POTENSI PRODUSEN BENIH PADI UNGGUL MENDUKUNG PENYEDIAAN BENIH BERMUTU DI KALIMANTAN SELATAN Fakhrina dan Agus Hasbianto Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kalimantan Selatan Jl. P.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi pertanian dari kondisi yang kurang menguntungkan menjadi kondisi yang lebih menguntungkan (long

Lebih terperinci

menghasilkan limbah yang berupa jerami sebanyak 3,0 3,7 ton/ha.

menghasilkan limbah yang berupa jerami sebanyak 3,0 3,7 ton/ha. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Padi 2.1.1 Klasifikasi Tanaman Padi Klasifikasi botani tanaman padi adalah sebagai berikut: Divisi Sub Divisi Kelas Keluarga Genus : Spermatophyte : Angiospermae : Monotyledonae

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT BADAN PUSAT STATISTIK BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 71/12/ Th. XVII, Desember 2014 STRUKTUR ONGKOS USAHA TANAMAN PADI DAN JAGUNG TAHUN 2014 TOTAL BIAYA PER MUSIM TANAM UNTUK SATU HEKTAR LUAS PANEN

Lebih terperinci

ANALISIS TATANIAGA BERAS

ANALISIS TATANIAGA BERAS VI ANALISIS TATANIAGA BERAS Tataniaga beras yang ada di Indonesia melibatkan beberapa lembaga tataniaga yang saling berhubungan. Berdasarkan hasil pengamatan, lembagalembaga tataniaga yang ditemui di lokasi

Lebih terperinci

Analisis Kebijakan Pembiayaan Sektor Pertanian

Analisis Kebijakan Pembiayaan Sektor Pertanian LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2007 Analisis Kebijakan Pembiayaan Sektor Pertanian Oleh : Sahat M. Pasaribu Bambang Sayaza Jefferson Situmorang Wahyuning K. Sejati Adi Setyanto Juni Hestina PUSAT ANALISIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang artinya bahwa pertanian memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini dapat ditunjukkan dari banyaknya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga

I. PENDAHULUAN. rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendapatan rumahtangga petani adalah pendapatan yang diterima oleh rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga petani dapat berasal dari

Lebih terperinci

KELEMBAGAAN AGRIBISNIS PADA BERBAGAI TIPE DESA

KELEMBAGAAN AGRIBISNIS PADA BERBAGAI TIPE DESA KELEMBAGAAN AGRIBISNIS PADA BERBAGAI TIPE DESA Bambang Irawan dan Sri Hastuti Suhartini PENDAHULUAN Kelembagaan memiliki pengertian yang sangat luas. Kelembagaan dapat diartikan sebagai aturan main yang

Lebih terperinci

PENCAPAIAN SURPLUS 10 JUTA TON BERAS PADA TAHUN 2014 DENGAN PENDEKATAN DINAMIKA SISTEM (SYSTEM DYNAMICS)

PENCAPAIAN SURPLUS 10 JUTA TON BERAS PADA TAHUN 2014 DENGAN PENDEKATAN DINAMIKA SISTEM (SYSTEM DYNAMICS) BAB II PENCAPAIAN SURPLUS 10 JUTA TON BERAS PADA TAHUN 2014 DENGAN PENDEKATAN DINAMIKA SISTEM (SYSTEM DYNAMICS) Agung Prabowo, Hendriadi A, Hermanto, Yudhistira N, Agus Somantri, Nurjaman dan Zuziana S

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah sektor agribisnis. Hal ini terlihat dari peran sektor agribisnis

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah sektor agribisnis. Hal ini terlihat dari peran sektor agribisnis I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sektor yang mempunyai peranan strategis bagi perekonomian Indonesia adalah sektor agribisnis. Hal ini terlihat dari peran sektor agribisnis sebagai penyedia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor pertanian antara lain: menyediakan pangan bagi seluruh penduduk,

BAB I PENDAHULUAN. sektor pertanian antara lain: menyediakan pangan bagi seluruh penduduk, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris, artinya sektor pertanian memegang peranan penting dalam tatanan pembangunan nasional. Peran yang diberikan sektor pertanian antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. energi, serta untuk mengelola lingkungan hidupnya. Tidak perlu di ragukan lagi

BAB I PENDAHULUAN. energi, serta untuk mengelola lingkungan hidupnya. Tidak perlu di ragukan lagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian adalah kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang dilakukan manusia untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku industri, atau sumber energi, serta untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian berperan penting dalam perekonomian Indonesia dan dalam pembangunan nasional. Pembangunan dan perubahan struktur ekonomi tidak bisa dipisahkan dari

Lebih terperinci

STRUKTUR ONGKOS USAHA TANAMAN PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI DI PROVINSI BANTEN TAHUN 2014

STRUKTUR ONGKOS USAHA TANAMAN PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI DI PROVINSI BANTEN TAHUN 2014 BADAN PUSAT STATISTIK No. 59/12/36/ Th. VIII, 23 Desember 2014 STRUKTUR ONGKOS USAHA TANAMAN PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI DI PROVINSI BANTEN TAHUN 2014 TOTAL BIAYA PER MUSIM TANAM UNTUK SATU HEKTAR LUAS PANEN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan merupakan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan merupakan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan merupakan bagian dari pembangunan nasional. Secara umum posisi sektor perkebunan dalam perekonomian nasional

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. Penelitian menyimpulkan sebagai berikut:

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. Penelitian menyimpulkan sebagai berikut: VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1. Kesimpulan Penelitian menyimpulkan sebagai berikut: 1. Usahatani padi organik masih sangat sedikit dilakukan oleh petani, dimana usia petani padi organik 51

Lebih terperinci

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti: PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

KAJIAN PENURUNAN KUALITAS GABAH-BERAS DILUAR KUALITAS PENDAHULUAN

KAJIAN PENURUNAN KUALITAS GABAH-BERAS DILUAR KUALITAS PENDAHULUAN KAJIAN PENURUNAN KUALITAS GABAH-BERAS DILUAR KUALITAS PENDAHULUAN Latar Belakang Beras berperan besar dalam hidup dan kehidupan sebagian besar rakyat Indonesia, khususnya golongan menengah kebawah. Bahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia di samping kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia di samping kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia di samping kebutuhan sandang dan papan. Pangan sebagai kebutuhan pokok bagi kehidupan umat manusia merupakan penyedia

Lebih terperinci

V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Demografi Desa Citeko, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor Desa Citeko merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Cisarua. Desa Citeko memiliki potensi lahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sumber pangan utama penduduk Indonesia. Jumlah penduduk yang semakin

I. PENDAHULUAN. sumber pangan utama penduduk Indonesia. Jumlah penduduk yang semakin I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia memiliki sumber daya lahan yang sangat luas untuk peningkatan produktivitas tanaman pangan khususnya tanaman padi. Beras sebagai salah satu sumber pangan utama

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Pembiayaan dalam dunia usaha sangat dibutuhkan dalam mendukung keberlangsungan suatu usaha yang dijalankan. Dari suatu usaha yang memerlukan pembiayaan

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HAK PETANI DEBITOR KREDIT USAHA TANI (KUT) YANG TAAT UNTUK PEROLEHAN KREDIT KETAHANAN PANGAN DAN ENERGI (KKP-E) MELALUI MEDIASI PERBANKAN

PERLINDUNGAN HAK PETANI DEBITOR KREDIT USAHA TANI (KUT) YANG TAAT UNTUK PEROLEHAN KREDIT KETAHANAN PANGAN DAN ENERGI (KKP-E) MELALUI MEDIASI PERBANKAN PERLINDUNGAN HAK PETANI DEBITOR KREDIT USAHA TANI (KUT) YANG TAAT UNTUK PEROLEHAN KREDIT KETAHANAN PANGAN DAN ENERGI (KKP-E) MELALUI MEDIASI PERBANKAN Juri Juswadi Staf Pengajar Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Tahun. Pusat Statistik 2011.htpp://www.BPS.go.id/ind/pdffiles/pdf [Diakses Tanggal 9 Juli 2011]

BAB I. PENDAHULUAN. Tahun. Pusat Statistik 2011.htpp://www.BPS.go.id/ind/pdffiles/pdf [Diakses Tanggal 9 Juli 2011] BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sumber mata pencaharian masyarakat Indonesia. Sektor pertanian yang meliputi pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan merupakan kegiatan

Lebih terperinci

ppbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ppbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ppbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahan merupakan sumber daya alam yang memiliki fungsi yang sangat luas dalam memenuhi berbagai kebutuhan manusia. Di lihat dari sisi ekonomi, lahan merupakan input

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian nasional. Peran strategis pertanian tersebut digambarkan melalui kontribusi yang nyata melalui pembentukan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. adalah mencukupi kebutuhan pangan nasional dengan meningkatkan. kemampuan berproduksi. Hal tersebut tertuang dalam RPJMN

BAB I. PENDAHULUAN. adalah mencukupi kebutuhan pangan nasional dengan meningkatkan. kemampuan berproduksi. Hal tersebut tertuang dalam RPJMN 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Menurut Dillon (2009), pertanian adalah sektor yang dapat memulihkan dan mengatasi krisis ekonomi di Indonesia. Peran terbesar sektor pertanian adalah

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara Agraris dimana sebagian besar penduduknya berprofesi sebagai petani. Hal ini di dukung dengan kenyataan bahwa di Indonesia tersedia

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA TETAP 2015)

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA TETAP 2015) No. 39/07/36/Th.X, 1 Juli 2016 PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA TETAP 2015) PRODUKSI PADI 2015 NAIK 7,00 PERSEN DIBANDINGKAN TAHUN 2014 A. PADI Produksi padi Provinsi Banten tahun 2015 sebesar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara beriklim tropis mempunyai potensi yang besar

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara beriklim tropis mempunyai potensi yang besar I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara beriklim tropis mempunyai potensi yang besar mengembangkan sektor pertanian. Sektor pertanian tetap menjadi tumpuan harapan tidak hanya dalam

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN 5.1. Gambaran Umum Desa Purwasari Desa Purwasari merupakan salah satu Desa pengembangan ubi jalar di Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor. Usahatani ubi jalar menjadi

Lebih terperinci

ARAH KEBIJAKAN PENYULUHAN MENDUKUNG SWASEMBADA PANGAN

ARAH KEBIJAKAN PENYULUHAN MENDUKUNG SWASEMBADA PANGAN ARAH KEBIJAKAN PENYULUHAN MENDUKUNG SWASEMBADA PANGAN Oleh : KEPALA BADAN PPSDMP 1 DASAR HUKUM PENYELENGGARAAN PENYULUHAN PERTANIAN UU No. 16 Thn 2006 Tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang kaya akan hasil pertanian, kehutanan, perkebunan, peternakan, dan perikanan yang artinya masyarakat banyak yang bermata pencaharian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pascapanen adalah serangkaian kegiatan yang meliputi pemanenan, pengolahan, sampai dengan hasil siap konsumsi (Hasbi, 2012:187). Sedangkan penanganan pascapanen adalah

Lebih terperinci

Abstrak. Kata kunci: Evaluasi, Pemberdayaan, Efektivitas, Kesejahteraan

Abstrak. Kata kunci: Evaluasi, Pemberdayaan, Efektivitas, Kesejahteraan Judul : Evaluasi Pelaksanaan Program Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat (LDPM) Pada Gapoktan Di Kabupaten Tabanan : Studi Gapoktan Aseman III di Desa Megati. Nama : Gede Crisna Wijaya NIM : 1306105100

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menjadi komoditas pangan yang dapat mempengaruhi kebijakan politik

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menjadi komoditas pangan yang dapat mempengaruhi kebijakan politik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beras merupakan makanan pokok di Indonesia. Beras bagi masyarakat Indonesia menjadi komoditas pangan yang dapat mempengaruhi kebijakan politik di negara ini. Gejolak

Lebih terperinci