STRATEGI PENANGGULANGAN HIV/AIDS DAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA PADA LEMBAGA PEMASYARAKATAM DAN RUMAH TAHANAN NEGARA DI INDONESIA TAHUN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STRATEGI PENANGGULANGAN HIV/AIDS DAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA PADA LEMBAGA PEMASYARAKATAM DAN RUMAH TAHANAN NEGARA DI INDONESIA TAHUN"

Transkripsi

1

2 STRATEGI PENANGGULANGAN HIV/AIDS DAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA PADA LEMBAGA PEMASYARAKATAM DAN RUMAH TAHANAN NEGARA DI INDONESIA TAHUN DEPARTEMEN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PEMASYARAKATAN 2005

3 KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PEMASYARAKATAN NOMOR : E.55.PK TAHUN 2005 TENTANG STRATEGI PENANGGULANGAN HIV/AIDS DAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA PADA LEMBAGA PEMASYARAKATAM DAN RUMAH TAHANAN NEGARA DI INDONESIA TAHUN DIREKTUR JENDERAL PEMASYARAKATAN Menimbang : a. bahwa penyebaran HIV/AIDS dan penyalahgunaan narkoba, sudah mencapai taraf yang mengkhawatirkan, tidak terkecuali pada Lembaga Pemasyarakatan/ Rumah Tahanan negara; b. bahwa untuk menanggulangi penyebaran HIV/AIDS dan penyalahgunaan narkoba di Lembaga Pemasyarakatan/Rumah Tahanan Negara tersebut perlu disusun perencanaan dan langkah-langkah terpadu agar dapat berhasil guna dan berdaya guna; c. bahwa sehubungan dengan hal tersebut diatas, dipandang perlu menetapkan Strategi Penanggulangan HIV/AIDS dan Penyalahgunaan Narkoba pada Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara di Indonesia. Mengingat : 1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP;

4 2. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian; 3. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan; 4. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1995 tentang Kesehatan; 5. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika; 6. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika; 7. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia; 8. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah; 9. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan KUHAP; 10. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Napi/Tahanan Pemasyarakatan; 11. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat-syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Napi/Tahanan Pemasyarakatan; 12. Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 36 Tahun 1994 tentang Komisi Penanggulangan AIDS (KPA);

5 13. Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 17 Tahun 2002 tentang Badan Narkotika Nasional; 14. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2002 tentang Penanggulangan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika, Psikotropika, Prekusor dan Zat Aditif lainnya; 15. Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor : M.05.PW Tahun 1995 tanggal 14 Maret 1995 tentang Karantina Imigrasi; 16. Keputusan Menteri Kehakiman dan HAM RI Nomor : M.75.PR Tahun 2001 tanggal 13 Desember 2001 tentang perubahan Keputusan Menteri Kehakiman dan HAM RI Nomor : M.01-PR Tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kehakiman dan HAM RI; 17. Keputusan Menteri Kehakiman dan HAM RI Nomor E.04.PR Tahun 2003 tanggal 16 April 2003 tentang Pembentukan Lembaga Pemasyarakatan Narkotika; 18. Keputusan Menteri Kehakiman dan HAM RI Nomor E.04.PR Tahun 2004 tentang Pembentukan Kelompok Kerja Penanggulangan HIV/AIDS di Lapas/Rutan di Lingkungan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan; 19. Keputusan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat/Ketua Komisi Penanggulangan AIDS Nomor 9/Kep/

6 Menko/Kesra/IV/1994 tentang Strategi Nasional Penanggulangan HIV/AIDS; 20. Keputusan Bersama Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat selaku Ketua Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Nomor 20/KEP/MENKO/KESRA/XII/2003 dan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia selaku Ketua Badan Narkotika Nasional (BNN) Nomor B/01/XII/2003/BNN Tentang Pembentukan Tim Nasional Upaya Terpadu Pencegahan Penularan HIV/AIDS dan Pemberantasan Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat/Bahan Adiktif Dengan Cara Suntik. MEMUTUSKAN : Menetapkan : KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PEMASYARAKATAN TENTANG STRATEGI PENANGGULANGAN HIV/AIDS DAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA PADA LEMBAGA PEMASYARAKATAN DAN RUMAH TAHANAN NEGARA DI INDONESIA TAHUN PERTAMA : Menerbitkan Buku Strategi Penanggulangan HIV/AIDS dan Penyalahgunaan Narkoba pada Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara di Indonesia Tahun sebagaimana tersebut dalam lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari keputusan ini;

7 KEDUA KETIGA KEEMPAT : Buku Strategi sebagaimana tersebut pada Diktum PERTAMA, merupakan pedoman yang wajib dijadikan acuan bagi Lapas/Rutan, LSM, maupun Instansi lainnya dalam penyelenggaraan penanggulangan HIV/AIDS dan Penyalahgunaan Narkoba di Lapas/Rutan; : Sumber pendanaan bagi pelaksanaan Strategi sebagaimana tersebut pada Diktum PERTAMA Keputusan ini dapat berasal dari Anggaran negara, swasta, maupun LSM dalam dan luar negeri; : Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan, apabila di kemudian hari terdapat kekeliruan dalam keputusan ini akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya. Ditetapkan : Jakarta Pada tanggal : 27 Juni 2005 DIREKTORAT JENDERAL PEMASYARAKATAN Drs. MARDJAMAN, BC.IP NIP

8 LAMPIRAN STRATEGI PENANGGULANGAN HIV/AIDS DAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA PADA LEMBAGA PEMASYARAKATAN DAN RUMAH TAHANAN NEGARA DI INDONESIA TAHUN

9 RINGKASAN EKSEKUTIF Penyalahgunaan narkoba di Indonesia dari tahun ke tahun menunjukkan perkembangan yang demikian pesatnya, apabila tidak disikapi secara multi-dimensional maka bahaya penyalahgunaan narkoba akan mengancam kehidupan bangsa dan negara karena hal tersebut berpotensi akan terjadinya kehilangan generasi (lost generation). Meningkatnya penyalahgunaan narkoba di Indonesia tidak hanya terjadi di tengah-tengah masyarakat umum saja, namun juga telah menjadi ancaman dalam kehidupan di Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara (Lapas dan Rutan). Sebagai dampak buruk lanjutan dari penyalahgunaan narkoba, terutama karena penggunaan jarum suntik adalah merebaknya berbagai penyakit menular seperti Hepatitis, TBC dan juga HIV/AIDS. Perkembangan epidemi HIV/AIDS dan penyalahgunaan narkoba melalui jarum suntik di Indonesia relatif pesat, khususnya di Lapas atau saat menjalani masa penahanan. HIV/ AIDS dan penyalahgunaan narkoba merupakan masalah kesehatan yang perlu mendapatkan prioritas pemerintah Indonesia. Oleh karena itu, Strategi Penanggulangan HIV/ AIDS dan Penyalahgunaan Narkoba Pada Lapas dan Rutan di Indonesia sangat dibutuhkan sebagai pedoman kerja selama tahun untuk mengurangi angka kesakitan dan angka kematian pada narapidana maupun masyarakat di Indonesia melalui integrasi program multisektoral. i

10 Berdasarkan visi dan misi Direktorat Bina Khusus Narkotika, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, maka disusunlah strategi penanggulangan HIV/AIDS dan penyalahgunaan narkoba pada Lapas/Rutan di Indonesia tahun yang meliputi 8 (delapan) program yaitu Program Penegakan Hukum Terhadap Penyalahguna Narkoba; Program Pencegahan dan Perawatan; Program Penelitian, Pengembangan, dan Pengamatan; Program Pengembangan Kerjasama dan Kordinasi Multisektoral; Program Lingkungan yang Kondusif; Program Rehabilitasi; Program Bimbingan Hukum dan Program Pelayanan Sosial. Direktorat Jenderal Pemasyarakatan bertanggung jawab atas pelaksanaan operasional penanggulangan HIV/ AIDS dan penyalahgunaan narkoba pada Lapas/Rutan bekerjasama dan berkoordinasi dengan pemerintah daerah, instansi terkait lainnya serta Lembaga Swadaya Masyarakat yang peduli terhadap penanggulangan HIV/AIDS dan penyalahgunaan narkoba. Dengan tersedianya strategi ini hasil akhir dari keseluruhan program ini di Lapas/Rutan dapat menekan peredaran gelap narkoba dan penyebaran penyakit menular seperti HIV/AIDS dan IMS. Selanjutnya narapidana/tahanan yang menderita sakit mendapatkan hak pelayanan kesehatan serta dapat mengikuti kegiatan baik di bidang Bimbingan Hukum maupun bidang Pelayanan Sosial di Lapas/Rutan. ii STRATEGI PENANGGULANGAN HIV/AIDS DAN PENYALAHGUNAAN

11 KATA PENGANTAR Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan hidayah-nya penyusunan Strategi Penanggulangan HIV/AIDS dan Penyalahgunaan Narkoba pada Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) dan Rumah Tahanan Negara (Rutan) di Indonesia Tahun , dapat diselesaikan. Buku Strategi ini dapat dijadikan sebagai pedoman dalam mengatasi ancaman penyebaran HIV/AIDS dan penyalahgunaan Narkoba secara menyeluruh di Lapas dan Rutan, serta mengendalikan penyakit menular lainnya seperti TBC, Hepatitis dan lain-lain yang dalam pelaksanaannya dilakukan secara bertahap. Keberhasilan penyusunan Strategi Nasional ini tidak terlepas dari hasil kerjasama instansi terkait baik di dalam jajaran Direktorat Jenderal Pemasyarakatan maupun pihakpihak lain seperti Departemen Kesehatan, Badan Narkotika Nasional (BNN), Komisi Penanggulangan AIDS (KPA), IHPCP, ASA-FHI, CHR dan lain-lain. Departemen Hukum dan HAM Republik Indonesia khususnya jajaran Direktorat Jenderal Pemasyarakatan menyadari betapa pentingnya strategi ini karena memuat kebijakan dan program dalam mengatasi ancaman penyebaran HIV/AIDS dan penyalahgunaan Narkoba pada Lapas dan Rutan di Indonesia. Strategi ini dimaksudkan sebagai pedoman bagi semua unit pelaksana teknis di lingkungan Direktorat Jenderal KATA PENGANTAR iii

12 Pemasyarakatan, Lembaga Swadaya Masyarakat, Lembaga Donor dan lain-lain, dalam penanggulangan HIV/AIDS dan penyalahgunaan narkoba pada Lapas dan Rutan di Indonesia. Setiap pelaksana program dapat lebih mengembangkan kegiatan sesuai dengan tugas, fungsi dan kemampuan masing-masing. Kepada semua pihak yang telah membantu tersusunnya Strategi Penanggulangan HIV/AIDS dan Penyalahgunaan Narkoba di Lapas dan Rutan di Indonesia Tahun , kami ucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya, semoga apa yang kita kerjakan mendapat limpahan rahmat dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Amin. Jakarta, 27 Juni 2005 DIREKTUR JENDERAL PEMASYARAKATAN Drs. MARDJAMAN, Bc.IP NIP iv STRATEGI PENANGGULANGAN HIV/AIDS DAN PENYALAHGUNAAN

13 DAFTAR ISI RINGKASAN EKSEKUTIF KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR LAMPIRAN i iii v vii BAB I PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang 1 B. Kondisi Umum 2 1. Penyalahgunaan Narkoba 2 2. Penyebaran HIV/AIDS di Kalangan Penyalahguna Narkoba Suntik (Penasun) 6 3. Kondisi Penyebaran HIV/AIDS di Lapas/Rutan 8 C. Pengertian 13 D. Dasar Hukum 16 BAB II TUGAS POKOK, FUNGSI, DAN SUSUNAN ORGANISASI DIREKTORAT BINA KHUSUS NARKOTIKA 21 A. Tugas 21 B. Fungsi 22 C. Susunan Organisasi 22 BAB III ANALISIS SITUASI 25 A. Kondisi Internal 25 1.Kekuatan 25 DAFTAR ISI v

14 2.Kelemahan 27 B. Kondisi Eksternal 28 1.Tantangan 28 2.Peluang 29 BAB IV STRATEGI PENANGGULANGAN HIV/AIDS DAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA DI LAPAS/RUTAN TAHUN A. Visi 31 B. Misi 31 C. Tujuan Umum Khusus 32 D. Sasaran 33 E. Strategi 35 F. Kebijakan 37 G. Program 38 BAB V PROGRAM TAHUN A. Program Penegakan Hukum Terhadap Penyalahguna Narkoba Pemberantasan Penyelundupan Narkoba Ke Dalam Lapas/ Rutan 41 B. Program Pencegahan dan Perawatan Pencegahan HIV, IMS, TBC dan Penyakit Menular Lainnya Perawatan, dukungan dan pengobatan bagi ODHA Pencegahan, Perawatan dan Pengobatan bagi Ketergantungan Narkoba 51 vi STRATEGI PENANGGULANGAN HIV/AIDS DAN PENYALAHGUNAAN

15 4. Pelayanan Pengobatan untuk Mengendalikan HIV, IMS, TBC dan Penyakit-penyakit Menular Lainnya Kesehatan dan Keamanan Kerja (K-3) 58 C. Program Penelitian, Pengembangan dan Pengamatan Penelitian dan Pengembangan Pengamatan 62 D. Program Kerjasama dan Koordinasi Multisektoral Kerjasama dan Koordinasi Multisektoral Penanggulangan Berkesinambungan 66 E. Program Lingkungan yang Kondusif 68 F. Program Rehabilitasi 70 G. Program Bimbingan Hukum 71 H. Program Pelayanan Sosial 72 BAB VI PENUTUP 75 REFERENSI 76 LAMPIRAN 79 DAFTAR ISI vii

16 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1: 79 Profil Strategi Penanggulangan HIV/AIDS dan Penyalahgunaan Narkoba Pada Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara di Indonesia Tahun Lampiran 2: 86 Profil Analisis Situasi (Kualitatif) Strategi Penanggulangan HIV/AIDS dan Penyalahgunaan Narkoba Pada Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara di Indonesia Tahun Lampiran 3 88 Struktur Organisasi Direktorat Jendral Pemasyarakatan Lampiran 4 89 Struktur Organisasi Direktorat Bina Khusus Narkotika Lampiran 5 90 Struktur Organisasi Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Lampiran 6 92 Daftar Singkatan Lampiran 7 94 Daftar Nama Tim Penyusun Strategi Penanggulangan HIV/ AIDS dan Penyalahgunaan Narkoba Pada Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara di Indonesia Tahun viii STRATEGI PENANGGULANGAN HIV/AIDS DAN PENYALAHGUNAAN

17 1 P E N D A H U L U A N A. Latar Belakang Penyalahgunaan narkoba di Indonesia akhir-akhir ini berkembang pesat. Indonesia yang semula hanya sebagai tempat transit perdagangan dan peredaran gelap narkoba, namun dalam perkembangannya menjadi tempat potensial untuk pemasaran dan produksi, bahkan kini telah menjadi eksportir narkoba secara gelap. Bahaya penyalahgunaan narkoba dapat mengancam kehidupan bangsa dan negara, apabila tidak disikapi secara multi dimensional, negara berpotensi kehilangan generasi bangsa. Penanggulangan penyalahgunaan narkoba dapat dilaksanakan secara optimal oleh pemerintah dengan melibatkan lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan swasta. Situasi penyalahgunaan narkoba di Indonesia yang cenderung meningkat tidak hanya terjadi dalam masyarakat umum namun juga terjadi di Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara (Lapas/ Rutan). BAB 1 PENDAHULUAN 1

18 Perkembangan epidemi HIV/AIDS dan penyalahgunaan narkoba melalui jarum suntik di Indonesia relatif pesat. Hal ini berdampak terhadap kehidupan dalam Lapas/ Rutan. HIV/AIDS dan Penyalahgunaan narkoba merupakan masalah kesehatan yang perlu mendapatkan prioritas perhatian pemerintah Indonesia. Oleh karena itu, Strategi Penanggulangan HIV/AIDS dan Penyalahgunaan Narkoba pada Lapas dan Rutan di Indonesia sangat dibutuhkan, sebagai pedoman untuk menentukan langkah-langkah yang dapat ditempuh selama tahun untuk mengurangi angka kesakitan dan kematian pada narapidana maupun masyarakat di Indonesia melalui integrasi program multisektoral. Strategi ini mencakup berbagai upaya peningkatan status kesehatan narapidana serta masyarakat dari HIV/AIDS dan penyalahgunaan narkoba yang terjadi di Lapas/Rutan. B. Kondisi Umum 1. Penyalahgunaan Narkoba Penyalahgunaan narkoba merupakan suatu fenomena global yang terjadi di hampir semua negara di dunia, walaupun bentuk dan tingkatan yang berbeda di tiap negara. 2 STRATEGI PENANGGULANGAN HIV/AIDS DAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA PADA LAPAS DAN RUTAN DI INDONESIA ( )

19 Kecenderungan peningkatan penyalahgunaan dan penyuntikan narkoba di seluruh dunia diperkirakan telah melibatkan 20 juta orang di 128 negara. Cara pemakaian narkoba pun telah berubah dan masih terus berubah secara cepat. Salah satu perubahan besar yang terjadi adalah peralihan dari menghisap opium menjadi menyuntikkan heroin. Negara-negara berkembang, terutama di Asia Selatan, Asia Tenggara serta Amerika Latin adalah negara-negara yang mengalami perubahan cepat di dalam jalur perdagangan narkoba dan tingkat kemurnian narkoba yang tersedia. Sebagian besar negara Barat mulai mengalami epidemi penyuntikan heroin pada akhir 1960-an kemudian berlanjut hingga sepanjang an dan 1990-an 1. Sementara itu negara-negara Asia mulai mengalami epidemi ini pada akhir 1980-an dan terus berlanjut hingga 1990-an. Penyuntikan heroin saat ini telah menjadi masalah di lebih dari 100 negara di seluruh dunia dan diperkirakan terdapat 10 juta orang 1 The Centre for Harm Reduction and Asian Harm Reduction Mengurangi Dampak Buruk Narkoba di Asia, Edisi Indonesia, Jakarta: The Centre for Harm Reduction. BAB 1 PENDAHULUAN 3

20 yang menyuntik heroin secara rutin di seluruh dunia 2. Dari 100 negara tersebut, lebih dari 80 di antaranya telah melaporkan infeksi HIV di kalangan penyalahguna narkoba suntik (Penasun). Dimulai pada akhir tahun 1990-an, Indonesia juga menunjukkan peningkatan dalam jumlah kasus penyalahgunaan narkoba, termasuk peningkatan kasus Penasun. Perkiraan yang ada menyebutkan bahwa terdapat sekitar 1,3 sampai 2 juta penyalahguna narkoba di Indonesia, di antaranya adalah penyalahguna narkoba suntik 3. Sejauh ini proporsi napi dan tahanan narkoba di Lapas/Rutan sekitar 19,19% dari jumlah napi/tahanan yang ada ( jiwa) 4. 2 Ibid 3 Departemen Kesehatan Hasil Surveilans HIV di Lapas/Rutan, Jakarta: Departemen Kesehatan. 4 Departemen Kehakiman dan HAM Narapidana dan Tahanan di Lapas/ Rutan.Jakarta: Departemen Kehakiman dan HAM. 4 STRATEGI PENANGGULANGAN HIV/AIDS DAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA PADA LAPAS DAN RUTAN DI INDONESIA ( )

21 BAB 1 PENDAHULUAN 5

22 2. Penyebaran HIV/AIDS di Kalangan Penyalahguna Narkoba Suntik (Penasun) Beberapa masalah yang timbul sehubungan dengan penyalahgunaan narkoba, antara lain meningkatnya kasus kriminal dan kekerasan, penyimpangan perilaku sosial, kebutuhan pengobatan ketergantungan narkoba, kemungkinan tertularnya HIV/AIDS, Hepatitis serta penyakit lainnya akibat peningkatan jumlah Penasun. Diperkirakan sekitar 13,2 juta pengguna narkoba melalui jarum suntik (IDU), 80% di antaranya berada di negara berkembang maupun negara yang pemerintahannya sedang mengalami transisi (seperti negara-negara di Asia Tenggara dan Eropa Timur), di mana dari 80% orang yang mengalami HIV, terinfeksi melalui peralatan suntik. 5. Pada akhir 2004, di Asia dan Pasifik lebih dari 7 juta orang telah terinfeksi HIV, termasuk 1,1 juta orang yang baru terinfeksi pada tahun-tahun terakhir ini 6. 5 UNAIDS. Juli 11-16, Leadership Statement: Injecting Drug Use and HIV/ AIDS, 15 th International AIDS Conference, Bangkok, Thailand: UNAIDS 6 UNAIDS Potraits of Commitment: From Southeast Asia and The Pacific. Bangkok: UNAIDS. 6 STRATEGI PENANGGULANGAN HIV/AIDS DAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA PADA LAPAS DAN RUTAN DI INDONESIA ( )

23 Di beberapa negara, seperti Indonesia, Cina, Thailand, Myanmar, Malaysia, Iran, Vietnam dan India Timurlaut, telah ditemukan bukti-bukti bahwa telah terjadi ledakan epidemi HIV di antara para Penasun. Tingkat penyebaran HIV di antara Penasun biasanya mencapai 60-90% dalam waktu 6 bulan sampai satu tahun, dimulai saat ditemukannya kasus pertama 7. Di Indonesia, peningkatan kasus HIV/AIDS karena penyalahgunaan narkoba, khususnya dengan cara suntik, telah meningkat dengan tajam pada tahun Hal tersebut terlihat melalui hasil surveilans pada Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) di Jakarta yang menunjukkan telah terjadi peningkatan infeksi HIV secara signifikan di antara kelompok 7 The Centre for Harm Reduction and Asian Harm Reduction Mengurangi dampak Buruk. 8 Ministry of Health Indonesia and The National AIDS Commission Special Cabinet Session on HIV/AIDS: The Threat of HIV/AIDS in Indonesia is Increasingly Evident and Calls for More Concrete Measure of Prevention. Jakarta: Family Health International and USAID. BAB 1 PENDAHULUAN 7

24 penyalahguna narkoba, yaitu dari 0% pada tahun 1997 menjadi 48% pada tahun Kondisi Penyebaran HIV/AIDS di Lapas/Rutan Sejalan dengan meningkatnya kasus HIV/AIDS dalam masyarakat, terjadi pula peningkatan dalam Lapas/ Rutan. Seperti terdapat dalam tabel di bawah ini : Tabel 2. Prevalensi HIV Pada Narapidana di Indonesia NO PROPINSI PREVALENSI HIV PADA NAPI DKI Jawa Barat Jawa Timur Bali Lampung Babel DIY Banten Kalimantan Timur Sumber : Departemen Kesehatan (September, 2004). 9 Reid, G dan Costigan, G Revisting the Hidden Epidemic: A Situational Assessment of Drug Use in Asia in the Context of HIV/AIDS. The Centre for Harm Reduction. Melbourne, Australia: The Macfarlane Burnet Institute for Medical Research and Public Health Ltd. 8 STRATEGI PENANGGULANGAN HIV/AIDS DAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA PADA LAPAS DAN RUTAN DI INDONESIA ( )

25 Tabel di atas memperlihatkan peningkatan prevalensi HIV di Lapas/Rutan. Contohnya di Lapas/Rutan DKI Jakarta pada tahun 2002 sebesar 7,55% meningkat pada 2003 menjadi 17,65%, Jawa Barat pada tahun 2002 sebesar 5 % menjadi 21,1% pada tahun 2003, dan Banten pada tahun 2002 sebesar 10,8 % menjadi 21,3% pada tahun Angka HIV akan kelihatan lebih kecil apabila populasi Lapas/Rutan dilihat secara keseluruhan, namun masalah ini tetap perlu untuk diperhatikan. Perkiraan yang dibuat pada tahun 2002 menyatakan bahwa sekitar 8-12% napi/tahanan adalah HIV positif 10. Kesehatan napi/tahanan berhubungan erat dengan kesehatan dalam masyarakat. Tanpa intervensi kesehatan masyarakat yang tepat, Lapas/Rutan dapat menjadi tempat yang potensial bagi penyebaran HIV. Walaupun demikian, dengan langkah-langkah yang tepat Lapas/Rutan juga dapat menawarkan peluang pencegahan yang baik. 10 Departemen Kesehatan Estimasi Nasional Infeksi HIV Pada Orang Dewasa Indonesia, Tahun 2003". Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan. BAB 1 PENDAHULUAN 9

26 Sejalan dengan tujuan strategi kesehatan masyarakat, maka Lapas/Rutan pun mempunyai tujuan untuk mempromosikan, melindungi kesehatan, mengurangi tingkat penyakit dan kematian di antara napi/tahanan. Dengan adanya epidemi ganda HIV/AIDS dan penyalahgunaan narkoba yang terjadi dalam tahuntahun terakhir ini, memunculkan tantangan baru dan penting bagi isu kesehatan masyarakat di Lapas/Rutan. Bukti-bukti yang ada dari negara-negara lain mengindikasikan bahwa tingkat infeksi HIV di kalangan napi/tahanan secara signifikan lebih tinggi dari pada yang ada dalam masyarakat 11. Beberapa napi/tahanan memang telah terinfeksi sebelum masuk Lapas/Rutan, tetapi sebagian terinfeksi pada waktu mereka berada dalam Lapas/Rutan. Perilaku yang membuat napi/tahanan rawan HIV telah umum terjadi, yaitu akibat perilaku berisiko yang meliputi praktik seksual tidak aman, penggunaan bersama peralatan suntik, tato, kekerasan lain termasuk perkosaan dan kekerasan berdarah umum 11 UNAIDS. April UNAIDS Best Practice Collection: UNAIDS point of view on Prisons and AIDS. New York: United Nations. 10 STRATEGI PENANGGULANGAN HIV/AIDS DAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA PADA LAPAS DAN RUTAN DI INDONESIA ( )

27 lainnya. Meskipun angka penyalahgunaan narkoba suntik di Lapas/Rutan lebih kecil dari penyalahgunaan di masyarakat, tetap sangat berbahaya 12. Hal ini disebabkan karena adanya kelangkaan peralatan setiap kali menyuntik, dan jarum yang sama biasanya akan digunakan bersama dan bergantian. Hal tersebut sebagai faktor utama terjadinya kasus HIV baru di dalam Lapas/Rutan. Hubungan seksual tidak aman di antara napi/tahanan adalah faktor penting lainnya dalam penularan HIV di antara napi/tahanan. Angka hubungan seksual sesama jenis di Lapas/Rutan berbeda antara negara yang satu dengan yang lainnya. Hubungan seksual ini bisa dilakukan atas dasar suka sama suka, tetapi juga dapat terjadi karena adanya pemaksaan, yang di dalamnya terdapat unsur perkosaan. Risiko tertular HIV pun menjadi tinggi, mengingat tidak adanya penggunaan kondom dan terjadinya luka pada waktu terjadi pemaksaan. 12 The Centre for Harm Reduction and Asian Harm Reduction Mengurangi Dampak Buruk narkoba di Asia, Edisi Indonesia, Jakarta: The Centre for Harm Reduction BAB 1 PENDAHULUAN 11

28 Tato dan bentuk penusukan lain pada kulit, umum terjadi dalam Lapas/Rutan dan juga menyebabkan adanya risiko penularan HIV karena langkanya peralatan steril. Terdapat pula risiko penularan HIV dari ibu pengidap HIV ke anak, apabila napi/tahanan hamil dan menyusui tidak mendapatkan pelayanan kesehatan yang selayaknya. Lapas/Rutan di Indonesia telah memainkan peranan yang cukup aktif dalam menghadapi HIV dan penyalahgunaan narkoba. Walaupun beberapa napi/tahanan telah berstatus HIV positif pada waktu mereka masuk ke dalam Lapas/ Rutan, terdapat bukti-bukti yang menunjukkan bahwa penularan juga terjadi di antara napi/tahanan. Di Indonesia, seperti halnya juga di negara lain, penelitian yang ada menunjukkan bahwa umumnya penularan HIV di Lapas/Rutan terjadi karena adanya penggunaan bersama peralatan suntik dan melalui hubungan seksual tidak aman. 12 STRATEGI PENANGGULANGAN HIV/AIDS DAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA PADA LAPAS DAN RUTAN DI INDONESIA ( )

29 C. Pengertian a. AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah kumpulan gejala penyakit (sindroma) yang mengindikasikan menurunnya kekebalan tubuh yang disebabkan oleh HIV. b. Lembaga Pemasyarakatan selanjutnya disebut Lapas adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan napi/ tahanan dan anak didik pemasyarakatan (psl. 1 Undang-undang no. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan). c. Rumah Tahanan Negara, selanjutnya disebut Rutan adalah unit pelaksana teknis tempat tersangka dan terdakwa ditahan selama proses penyelidikan, penuntutan dan pemeriksaaan di sidang pengadilan (Keputusan Menkeh RI No. M.02-PK Tahun 1990). d. Narkoba adalah singkatan dari narkotika, psikotropika dan bahan adiktif lainnya. e. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, BAB 1 PENDAHULUAN 13

30 mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan (Undang- Undang No. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika). f. Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikotropika melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktifitas mental dan perilaku (Undang-Undang No.5 Tahun 1997 tentang Psikotropika). g. Zat (bahan) adiktif ialah bahan yang penyalahgunaannya dapat menimbulkan ketergantungan psikis (Undang-Undang No. 23 Tahun 1995 tentang Kesehatan). h. Ketergantungan narkotika adalah gejala dorongan untuk menggunakan narkotika secara terus menerus, toleransi dan gejala putus narkotika apabila penyalahgunaan dihentikan (Undang-Undang No. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika). i. Penyalahguna adalah orang yang menggunakan narkotika tanpa sepengetahuan dan pengawasan dokter (Undang-Undang No. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika). 14 STRATEGI PENANGGULANGAN HIV/AIDS DAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA PADA LAPAS DAN RUTAN DI INDONESIA ( )

31 j. HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus penyebab AIDS. HIV terdapat di dalam cairan tubuh seseorang yang telah terinfeksi seperti di dalam darah, air mani atau cairan vagina, serta ibu yang sedang menyusui. k. Infeksi Menular Seksual (IMS) adalah penyakitpenyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual. l. Voluntary Counselling and Testing (VCT) adalah gabungan dua kegiatan yaitu konseling dan tes HIV secara sukarela ke dalam satu jaringan pelayanan agar lebih menguntungkan baik bagi pihak klien maupun bagi pemberi pelayanan kesehatan. m. Informed consent adalah pernyataan kesediaan untuk mendapat pelayanan test HIV secara tertulis. n. Pendidikan sebaya merupakan program edukasi yang melibatkan sekelompok orang dengan berbagai status sosial atau latar belakang di mana mereka saling belajar dan berbagi pengalaman secara formal maupun informal terhadap perspektif isu yang relatif sama pada HIV/AIDS dan narkoba suntik. o. Narapidana (UU 12/95) adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di Lapas. BAB 1 PENDAHULUAN 15

32 p. Tahanan adalah tersangka atau terdakwa yang di tempatkan dalam Rutan/Cabang Rutan (PP No. 58. Thn. 1999). q. Ko-infeksi (coinfection) adalah infeksi yang menyertai infeksi utama. r. Terapi ketergantungan dan pengalihan narkoba (drug substitution treatment/subsitusi obat) adalah salah satu bentuk terapi medis untuk mengatasi ketergantungan narkoba di mana jenis obat yang digunakan menurut rekomendasi pemerintah maupun WHO (World Health Organization). s. PEP (post exposure prophylaxis/profilaksis pasca pajanan) yaitu upaya menghindari terjadinya penularan bakteri, virus, zat renik patogen yang bisa menyebabkan penyakit. D. Dasar Hukum a. Undang Undang Dasar 1945 dengan Amandemennya. b. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 Tentang KUHAP. c. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian. 16 STRATEGI PENANGGULANGAN HIV/AIDS DAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA PADA LAPAS DAN RUTAN DI INDONESIA ( )

33 d. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan. e. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1995 Tentang Kesehatan. f. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika. g. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika. h. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia. i. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Otonomi Daerah. j. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 Tentang Pelaksanaan KUHAP. k. Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pembinaan dan Pembimbingan Napi/Tahanan Pemasyarakatan. l. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 Tentang Syarat-syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Napi/ Tahanan Pemasyarakatan. m. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 1994 Tentang Komisi Penanggulangan AIDS. BAB 1 PENDAHULUAN 17

34 n. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2002 Tentang Badan Narkotika Nasional. o. Instruksi Presiden Republik Indonesia No. 3 Tahun 2002, tentang Penanggulangan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika, Psikotropika, Prekursor dan Zat Adiktif Lainnya. p. Keputusan Menteri Kehakiman RI No. M.05.PW Tahun 1995 tanggal 14 Maret 1995 tentang Karantina Imigrasi. q. Keputusan Menteri Kehakiman dan HAM RI No. M.75.PR Tahun 2001 tanggal 13 Desember 2001 tentang perubahan Keputusan Menteri Kehakiman dan HAM RI No. M.01-PR Tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI. r. Keputusan Menteri Kehakiman dan HAM RI No. M.PR Tahun 2001, tanggal 13 Desember 2001 dan No. M.04.PR Tahun 2003 tanggal 16 April 2003 tentang Pembentukan Lembaga Pemasyarakatan Narkotika. s. Keputusan Menteri Hukum dan HAM No. E.04.PR Tahun 2004 Tentang Pembentukan 18 STRATEGI PENANGGULANGAN HIV/AIDS DAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA PADA LAPAS DAN RUTAN DI INDONESIA ( )

35 Kelompok Kerja Penanggulangan HIV/AIDS di Lapas/ Rutan di Lingkungan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Departemen Hukum dan HAM RI. t. Keputusan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat/Ketua Komisi Penanggulangan AIDS No. 9/Kep/ Menko/Kesra/IV/1994 Tentang Strategi Nasional Penanggulangan HIV/AIDS. u. Keputusan Bersama Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat selaku Ketua Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) No. 20//KEP/MENKO/ KESRA/XII/2003 dan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia selaku Ketua Badan Narkotika Nasional (BNN) No. B/01/XII/2003/BNN Tentang Pembentukan Tim Nasional Upaya Terpadu Pencegahan Penularan HIV/AIDS dan Pemberantasan Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat/Bahan Adiktif Dengan Cara Suntik v. Nota Kesepahaman Dirjen Pemasyarakatan, Departemen Kehakiman dan HAM RI dan Dirjen P2M&PL Departemen Kesehatan RI Tentang Peningkatan Upaya Penanggulangan TBC di Lapas/ Rutan/Cabang Rutan di Seluruh Wilayah Indonesia. BAB 1 PENDAHULUAN 19

36 (No. SK: KS dan NO.E.36.UM.06.07, Tanggal 24 Maret Tahun 2004, tentang Peningkatan Upaya Penanggulangan Tuberkolosis di Lapas/Rutan/ Cabang Rutan di Seluruh Indonesia). 20 STRATEGI PENANGGULANGAN HIV/AIDS DAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA PADA LAPAS DAN RUTAN DI INDONESIA ( )

37 2 TUGAS POKOK, FUNGSI, DAN SUSUNAN ORGANISASI DIREKTORAT BINA KHUSUS NARKOTIKA Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia merupakan salah satu anggota dari Komisi Penanggulangan AIDS Nasional. Direktorat Jenderal Pemasyarakatan mempunyai tugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan serta standarisasi teknis di bidang Pemasyarakatan. Salah satu tugas Direktorat Jenderal Pemasyarakatan adalah menangani penanggulangan HIV/AIDS dan penyalahgunaan narkoba, yang secara teknis dilaksanakan oleh Direktorat Bina Khusus Narkotika. A. Tugas Direktorat Bina Khusus Narkotika mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Direktorat Jenderal Pemasyarakatan di bidang perawatan kesehatan, pelayanan sosial, bimbingan hukum dan kemitraan bagi tahanan dan warga binaan pemasyarakatan khusus narkotika berdasarkan kebijakan teknis yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pemasyarakatan. BAB 2 TUGAS POKOK, FUNGSI, DAN SUSUNAN ORGANISASI DIREKTORAT BINA KHUSUS NARKOTIKA 21

38 B. Fungsi Untuk melaksanakan tugas tersebut, Direktorat Bina Khusus Narkotika menyelenggarakan fungsi: a. Penyiapan penyusunan rancangan kebijakan dan pembinaan teknis perawatan kesehatan bagi tahanan dan warga binaan pemasyarakatan khusus narkotika; b. Penyiapan penyusunan rancangan kebijakan dan pembinaan teknis pelayanan sosial bagi tahanan dan warga binaan pemasyarakatan khusus narkotika; c. Penyiapan penyusunan rancangan kebijakan dan pembinaan teknis bimbingan hukum bagi tahanan dan warga binaan pemasyarakatan khusus narkotika; d. Penyiapan penyusunan rancangan kebijakan dan pembinaan teknis kemitraan; e. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat. C. Susunan Organisasi Direktorat Bina Khusus Narkotika terdiri dari: a. Direktur Bina Khusus Narkotika; b. Sub Bagian Tata Usaha; 22 STRATEGI PENANGGULANGAN HIV/AIDS DAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA PADA LAPAS DAN RUTAN DI INDONESIA ( )

39 c. Subdit Perawatan Kesehatan; Seksi Identifikasi Ketergantungan Narkotika; Seksi Perawatan Jasmani; Seksi Perawatan Mental Rohani. d. Subdit Bimbingan Hukum; Seksi Konsultasi Hukum; Seksi Pembinaan Kesadaran Hukum; Seksi Pembinaan Kesadaran Berbangsa dan Bernegara. e. Subdit Pelayanan Sosial; Seksi Pendidikan dan Bimbingan Lanjutan; Seksi Ketrampilan dan Usaha; Seksi Seni dan Budaya. f. Subdit Kemitraan; Seksi Kerjasama Instansi Pemerintah; Seksi Kerjasama LSM dan Antar Negara; Seksi Monitoring dan Evaluasi. BAB 2 TUGAS POKOK, FUNGSI, DAN SUSUNAN ORGANISASI DIREKTORAT BINA KHUSUS NARKOTIKA 23

40 24 STRATEGI PENANGGULANGAN HIV/AIDS DAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA PADA LAPAS DAN RUTAN DI INDONESIA ( )

41 3 ANALISIS SITUASI A. Kondisi Internal 1. Kekuatan a. Tugas pokok dan fungsi Direktorat Bina Khusus Narkotika Direktorat Jenderal Pemasyarakatan. b. Dibentuknya Lapas Narkotika serta tugas pokok dan fungsi berdasarkan Keputusan Menteri. c. Minat yang tinggi dari aparatur/sdm Direktorat Bina Khusus Narkotika dan Lapas/Rutan untuk meningkatkan kemampuan dan pengetahuan. d. Sudah adanya Kelompok Kerja (Pokja) Ditjen Pemasyarakatan mengenai penanggulangan HIV/ AIDS yang terdiri dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Komisi Penanggulangan AIDS, Departemen Kesehatan, Departemen Sosial, Badan Narkotika Nasional, organisasi non-pemerintah dan lembaga donor, yang dibentuk pada tahun BAB 3 ANALISIS SITUASI 25

42 e. Sudah ada penyuluhan kepada petugas pemasyarakatan dan napi/tahanan mengenai HIV/ AIDS dan narkoba. f. Sudah adanya temu konsultasi antara Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Kepala Lapas/Rutan dan Dinas Kesehatan mengenai program penanggulangan HIV/AIDS di Lapas/Rutan di tingkat propinsi. g. Sudah adanya peraturan perundang-undangan mengenai HIV/AIDS dan penyalahgunaan narkoba h. Adanya Kelompok Kerja Penanggulangan HIV/AIDS di tingkat Propinsi dan Kabupaten/Kota. i. Adanya dukungan kebijakan dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan dalam pengembangan kemampuan sumber daya manusia melalui tugas belajar. j. Adanya dukungan kebijakan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan dalam pelaksanaan rehabilitasi sosial bagi napi/tahanan narkoba. 26 STRATEGI PENANGGULANGAN HIV/AIDS DAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA PADA LAPAS DAN RUTAN DI INDONESIA ( )

43 2. Kelemahan a. Kemampuan dan pengetahuan petugas Lapas/ Rutan untuk menangani Lapas/Rutan masih perlu ditingkatkan. b. Diindikasikan adanya penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba pada Lapas/Rutan. c. Dukungan dana operasional Direktorat Bina Khusus Narkotika dan Lapas/Rutan Narkotika kurang memadai. d. Belum ada subseksi rehabilitasi sosial di Lapas/ Rutan. e. Terbatasnya sarana dan prasarana kesehatan. f. Layanan Konseling dan VCT belum optimal. g. Belum tersedianya sarana tes HIV, narkoba dan penyakit menular lainnya secara optimal. h. Jumlah petugas pemasyarakatan pada Lapas/ Rutan belum sesuai dengan beban kerja. i. Tidak semua Lapas/Rutan memiliki angka riil mengenai jumlah narapidana dan tahanan yang berlatar belakang penyalahguna narkoba suntik. j. Sebagian besar Lapas/Rutan di kota-kota besar, memiliki tingkat hunian melebihi daya tampung. BAB 3 ANALISIS SITUASI 27

44 B. Kondisi Eksternal 1. Tantangan a. Bahaya penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba telah berkembang sangat pesat baik pada kehidupan keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara. b. Indonesia bukan lagi sebagai tempat transit perdagangan dan peredaran gelap narkoba, namun sudah menjadi daerah pemasaran dan bahkan telah menjadi produsen gelap narkoba. c. Kurangnya pemahaman tentang bahaya penyalahgunaan narkoba di masyarakat. d. Tingginya peredaran gelap narkoba menyebabkan meningkatnya penyalahgunaan narkoba di Indonesia. e. Peningkatan kasus HIV secara signifikan pada kelompok penyalahguna narkoba. f. Masih kurangnya koordinasi lintas sektoral dalam penanganan HIV dan narkoba. g. Masih adanya stigma dan diskriminasi dari masyarakat terhadap pengidap HIV/AIDS. 28 STRATEGI PENANGGULANGAN HIV/AIDS DAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA PADA LAPAS DAN RUTAN DI INDONESIA ( )

45 h. Tingginya jumlah narapidana dan tahanan yang memiliki latar belakang sebagai penyalahguna narkoba suntik. 2. Peluang a. Adanya dukungan dari pemerintah daerah. b. Adanya kesempatan mengikuti pelatihan dan pendidikan HIV/AIDS bagi pegawai di lingkungan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan baik di dalam maupun luar negeri. c. Adanya dukungan kebijakan pemerintah maupun kesepakatan bersama antara instansi pemerintah mengenai penanggulangan HIV/AIDS dan penyalahgunaan narkoba. d. Adanya LSM yang peduli AIDS bahkan mulai melaksanakan kegiatan di Lapas/Rutan. e. Terbentuknya KPA Propinsi dan KPA Kabupaten/ Kota. f. Terbentuknya BNP di Propinsi dan BNK di Kabupaten/Kota. BAB 3 ANALISIS SITUASI 29

46 g. Adanya kerja sama dengan pihak-pihak yang terkait dalam penanggulangan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba baik dalam negeri maupun luar negeri. h. Tersedianya dana dari lembaga donor internasional untuk pelaksanaan program-program penanggulangan HIV/AIDS (MKEP.MENKO. KESRA/XII/2003 No.20). i. Terbukanya peluang untuk meningkatkan koordinasi dengan lembaga pemerintahan lainnya yang berfokus pada penanggulangan HIV/AIDS dan penyalahgunaan narkoba. j. Terbukanya peluang melakukan kegiatan advokasi dengan melibatkan para anggota DPR yang akan mendukung program penanggulangan HIV/AIDS dan penyalahguna narkoba berdasarkan buktibukti yang ada melalui kegiatan legislasi. k. Sudah ada dukungan dari tokoh agama, tokoh masyarakat dan media massa dalam penanggulangan HIV/AIDS dan penyalahgunaan Narkoba. l. Adanya beberapa daerah yang mempunyai peraturan daerah tentang HIV/AIDS. 30 STRATEGI PENANGGULANGAN HIV/AIDS DAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA PADA LAPAS DAN RUTAN DI INDONESIA ( )

47 4 STRATEGI PENANGGULANGAN HIV/AIDS DAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA DI LAPAS/RUTAN TAHUN Visi dan misi dalam penanggulangan HIV/AIDS dan narkoba di Lapas/Rutan yang terkait dengan tugas dan fungsi Direktorat Bina Khusus Narkotika adalah sebagai berikut: A. Visi Terwujudnya manusia mandiri yang bebas HIV/AIDS dan penyalahgunaan narkoba. B. Misi 1. Melaksanakan perawatan kesehatan. 2. Melaksanakan bimbingan hukum. 3. Melaksanakan pelayanan sosial. 4. Membangun kemitraan. C. Tujuan Strategi ini disusun untuk memberi arah dan pedoman dalam setiap upaya penanggulangan HIV/AIDS dan penanggulangan penyalahgunaan narkoba di Lapas/Rutan. BAB 4 STRATEGI PENANGGULANGAN HIV/AIDS DAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA PADA LAPAS DAN RUTAN DI INDONESIA ( ) 31

48 1. Tujuan Umum Mencegah dan mengurangi penularan HIV, meningkatkan kualitas hidup ODHA, meningkatkan penegakan hukum dan mengembangkan metode pelayanan terapi rehabilitasi Narkoba di lingkungan Lapas/Rutan. 2. Tujuan Khusus a. Mengurangi penyebaran HIV/AIDS terhadap napi/ tahanan dan petugas di Lapas/Rutan. b. Memberikan perawatan, pengobatan dan dukungan bagi penderita HIV/AIDS di Lapas/Rutan. c. Memberikan rehabilitasi sosial yang meliputi bimbingan hukum dan pelayanan sosial terhadap napi/tahanan. d. Meningkatkan pemberantasan dan penanggulangan penyalahgunaan serta peredaran Narkoba di Lapas/ Rutan. e. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petugas pemasyarakatan sebagai tenaga terapi dan rehabilitasi di dalam Lapas/Rutan. 32 STRATEGI PENANGGULANGAN HIV/AIDS DAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA PADA LAPAS DAN RUTAN DI INDONESIA ( )

49 f. Mencegah, merawat dan mengobati penyakit menular di Lapas/Rutan seperti: TBC, Hepatitis, IMS (Infeksi Menular Seksual) dan lainnya. g. Membangun kemitraan dan koordinasi multisektoral antara Departemen Hukum dan HAM dengan pihakpihak terkait baik pemerintah, swasta, maupun LSM dari dalam/luar negeri. h. Membangun data base yang akurat tentang penyalahgunaan peredaran gelap narkoba dan besaran penyebaran penularan HIV/AIDS serta penyakit menular lainnya. D. Sasaran 1. Terhindarnya napi/tahanan dan petugas Lapas/Rutan dari penyalahgunaan narkoba. 2. Berkurangnya derita bagi pengidap HIV/AIDS dan mencegah infeksi yang lebih luas di Lapas/Rutan. 3. Meningkatnya kualitas kesehatan napi/tahanan melalui upaya pencegahan infeksi HIV/AIDS dan penyakit menular lainnya di Lapas/Rutan. BAB 4 STRATEGI PENANGGULANGAN HIV/AIDS DAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA PADA LAPAS DAN RUTAN DI INDONESIA ( ) 33

50 4. Berkurangnya penularan HIV/AIDS dan risiko kesehatan lainnya melalui penyediaan berbagai layanan pencegahan, perawatan, pengobatan dan pasca rawat. 5. Meningkatnya pelayanan terhadap pengidap HIV/AIDS dan penyakit menular lainnya di lingkungan Lapas/ Rutan. 6. Meningkatnya pelaksanaan langkah-langkah implementasi kesehatan dan keamanan dalam pekerjaan di Lapas/Rutan. 7. Meningkatnya kualitas program pencegahan, pengobatan dan perawatan HIV/AIDS dan penyakit menular lainnya, serta pencegahan penyalahgunaan narkoba di Lapas/Rutan. 8. Didapatnya informasi tentang besaran, penyebaran dan kecenderungan perilaku risiko baru, penularan IMS dan HIV/AIDS, yang dapat digunakan dalam memformulasikan kebijakan dan kegiatan pencegahan HIV/ AIDS. 9. Terwujudnya keselarasan dan keterpaduan kebijakan pencegahan, perawatan dan pengobatan HIV/AIDS serta penanggulangan penyalahgunaan narkoba di Lapas/ Rutan. 34 STRATEGI PENANGGULANGAN HIV/AIDS DAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA PADA LAPAS DAN RUTAN DI INDONESIA ( )

51 10.Terwujudnya jaminan penanggulangan yang berkesinambungan terhadap penderita HIV/AIDS di Lapas/Rutan. 11.Berkembangnya kebijakan yang dapat menciptakan suatu lingkungan yang mendukung pelaksanaan program pencegahan dan perawatan bagi penderita HIV/AIDS serta penyalahgunaan narkoba secara komprehensif di Lapas/Rutan. 12.Meningkatnya pelaksanaan terapi dan rehabilitasi sosial bagi napi/tahanan narkoba dengan berbagai metode yang dapat dipertanggungjawabkan. 13.Meningkatnya pelaksanaan bimbingan hukum sehingga terwujud napi/tahanan yang sadar hukum serta sadar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. 14.Meningkatnya pelayanan sosial bagi napi/tahanan narkotika untuk membentuk napi/tahanan yang memiliki kemampuan dan keterampilan usaha dengan dilandasi pergembangan kepribadian. E. Strategi Sebagai cara untuk mencapai tujuan dan sasaran, maka strategi yang dilakukan adalah: BAB 4 STRATEGI PENANGGULANGAN HIV/AIDS DAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA PADA LAPAS DAN RUTAN DI INDONESIA ( ) 35

52 1. Membangun hubungan yang harmonis antara pemerintah, instansi terkait, swasta, LSM baik dalam maupun luar negeri, organisasi profesi, masyarakat bisnis, media massa, pemuka agama, pemuka masyarakat serta melibatkan ODHA dan keluarganya dalam menyusun Strategi Penanggulangan HIV/AIDS dan penyalahgunaan narkoba di Lapas/Rutan; 2. Menerapkan Prosedur Kewaspadaan atau Pencegahan Universal dalam setiap tindakan medis di Lapas/Rutan; 3. Menggali dan mendayagunakan sumber dana dari berbagai pihak yang peduli terhadap penanggulangan HIV/AIDS dan penyalahgunaan narkoba di Lapas/Rutan baik yang berasal dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, masyarakat, swasta maupun bantuan lain dari luar negeri; 4. Monitoring dan evaluasi program dilakukan secara berkala dan terintegrasi dengan menggunakan indikator-indikator pencapaian dalam periode tahunan maupun lima tahunan; 5. Meningkatkan kemampuan petugas pemasyarakatan melalui berbagai pelatihan di bidang penanggulangan HIV/AIDS dan penyalahgunaan narkoba. 36 STRATEGI PENANGGULANGAN HIV/AIDS DAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA PADA LAPAS DAN RUTAN DI INDONESIA ( )

53 F. Kebijakan Kebijakan yang menjadi acuan dalam penanggulangan HIV- AIDS dan penyalahgunaan narkoba pada Lapas/Rutan di Indonesia tahun antara lain: 1. Meningkatkan penanganan dan tindakan hukum terhadap penyalahgunaan narkoba dan obat berbahaya dengan memutus jaringan dan peredarannya; 2. Meningkatkan pelaksanaan penanggulangan HIV/AIDS di Lapas/Rutan; 3. Melindungi kerahasiaan ODHA dan memberikan hak atas pelayanan pengobatan, perawatan dan dukungan tanpa diskriminasi; 4. Melakukan VCT untuk menegakkan diagnosis infeksi HIV/AIDS pada napi/tahanan. 5. Meningkatkan pelaksanaan pembinaan napi/tahanan penyalahgunaan narkoba yang berbasis masyarakat; 6 Meningkatkan efisiensi dan efektifitas kerja pemasyarakatan dalam rangka pelayanan tahanan dan pembinaan napi/tahanan; 7 Meningkatkan kerjasama lintas sektoral antar instansi pemerintah dengan melibatkan organisasi non pemerintah serta orang-orang yang peduli akan masalah HIV/AIDS dan penyalahgunaan narkoba; BAB 4 STRATEGI PENANGGULANGAN HIV/AIDS DAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA PADA LAPAS DAN RUTAN DI INDONESIA ( ) 37

54 8. Meningkatkan penegakan hukum terhadap penyimpangan kebijakan yang telah ditetapkan; 9. Meningkatkan upaya terapi dan rehabilitasi sosial dengan berbagai metode yang sudah teruji di Lapas/ Rutan melalui kerjasama dengan berbagai pihak yang berkompeten di bidang terapi maupun rehabilitasi napi/ tahanan kasus narkoba; 10.Meningkatkan upaya bimbingan hukum sebagai bentuk kegiatan yang menunjang keberhasilan penanggulangan penyalahgunaan narkoba. 11.Meningkatkan pelayanan sosial di Lapas/Rutan sebagai bentuk pelayanan yang berkesinambungan bagi napi/ tahanan narkotika. G. Program Untuk menanggulangi HIV/AIDS dan penyalahgunaan narkoba di Lapas/Rutan, ditetapkan delapan program prioritas: 1. Penegakan hukum terhadap penyalahgunaan Narkoba; 2. Pencegahan dan Perawatan; 3. Penelitian, Pengembangan dan Pengamatan; 38 STRATEGI PENANGGULANGAN HIV/AIDS DAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA PADA LAPAS DAN RUTAN DI INDONESIA ( )

55 4. Kerjasama dan Koordinasi Multi-sektoral; 5. Lingkungan yang Kondusif; 6. Rehabilitasi; 7. Bimbingan Hukum; 8. Pelayanan Sosial. BAB 4 STRATEGI PENANGGULANGAN HIV/AIDS DAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA PADA LAPAS DAN RUTAN DI INDONESIA ( ) 39

56 40 STRATEGI PENANGGULANGAN HIV/AIDS DAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA PADA LAPAS DAN RUTAN DI INDONESIA ( )

57 5 PROGRAM TAHUN A. Program Penegakan Hukum Terhadap Penyalahguna Narkoba 1. Pemberantasan Penyelundupan Narkoba ke Dalam Lapas/Rutan Napi/tahanan dan petugas yang terbukti terlibat dalam penyalahgunaan narkoba di Lapas/Rutan ditindak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. a. Tujuan Menciptakan Lapas/Rutan yang bebas dari penyalahgunaan narkoba. b. Kegiatan Kegiatan yang dapat dilaksanakan untuk mencapai tujuan ini adalah sebagai berikut: 1) Meningkatkan koordinasi dengan pihak kepolisian dan BNN/BNP/BNK; 2) Meningkatkan kualitas pengamanan di dalam Lapas/Rutan; BAB 5 PROGRAM TAHUN

58 3) Mengoptimalkan fungsi Satgas P4GN (Pencegahan, Pemberantasan, Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba) di Lapas/Rutan. B. Program Pencegahan dan Perawatan 1. Pencegahan HIV, IMS, TBC dan Penularan Menular lainnya HIV dikaitkan dengan perilaku manusia seperti hubungan seks yang tidak aman dan penyalahgunaan narkoba suntik. Perilaku seks dan penyuntikan dapat membuat seseorang menjadi rentan terhadap infeksi lain, yang pada gilirannya akan membuat rentan terhadap infeksi HIV. Kegiatan pencegahan mencakup peningkatan pengetahuan dan keterampilan napi/tahanan, yang sesuai dengan kebutuhan khusus mereka sebelum dan selama masa penahanan serta masa persiapan pelepasan. Pencegahan juga membutuhkan kondisi di mana para napi/tahanan memiliki akses terhadap materi yang diperlukan yang berisi informasi mengenai caracara melindungi diri. 42 STRATEGI PENANGGULANGAN HIV/AIDS DAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA PADA LAPAS DAN RUTAN DI INDONESIA ( )

59 Program komunikasi, informasi dan edukasi hendaknya bersandar pada langkah-langkah yang berdasarkan pada bukti (evidence-based) seperti penggunaan kondom, pelaksanaan kewaspadaan umum, pengurangan dampak buruk penyalahgunaan narkoba dan sebagainya. Selain itu, materi KIE hendaknya memuat pesan jelas serta sesuai dengan budaya Lapas/Rutan serta tingkat pendidikan napi/tahanan. Penyampaian materi tentang pengetahuan HIV/AIDS harus disajikan dalam kurikulum pendidikan yang disusun secara sistematis yang disampaikan melalui pendidikan formal dan non formal serta dilakukan oleh petugas/ pelatih yang memiliki kemampuan memadai. Untuk menghasilkan tenaga pelatih diperlukan peningkatan kapasitas bagi petugas Lapas/Rutan (capacity building). Berdasarkan konsep tersebut, maka sasarannya meliputi: BAB 5 PROGRAM TAHUN

60 Kelompok rentan: Kelompok rentan adalah kelompok orang dengan kondisi tubuh mudah tertular HIV dan penyakit infeksi menular lainnya pada saat mereka tinggal di Lapas/Rutan, yang tercermin dari kondisi kesehatan, usia, jenis kelamin serta orientasi seksualnya. Kelompok rentan mencakup ibu yang sedang hamil, wanita, remaja dan waria (transsexuals) Kelompok berisiko infeksi: Kelompok berisiko infeksi terdiri dari kelompok orang yang mempunyai perilaku risiko atau risiko infeksi yang relatif tinggi karena keberadaan status kesehatan atau lingkungan kerja yang dimilikinya. Kelompok tersebut meliputi: Pengguna narkoba jarum suntik; Orang yang melakukan hubungan seksual tidak aman; Orang bertato; Orang yang cenderung menindik bagian tubuhnya; Orang yang terinfeksi melalui penularan seksual; 44 STRATEGI PENANGGULANGAN HIV/AIDS DAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA PADA LAPAS DAN RUTAN DI INDONESIA ( )

WALIKOTA GORONTALO PERATURAN DAERAH KOTA GORONTALO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG

WALIKOTA GORONTALO PERATURAN DAERAH KOTA GORONTALO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG WALIKOTA GORONTALO PERATURAN DAERAH KOTA GORONTALO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS DAN ACQUIRED IMMUNO DEFICIENCY SYNDROME DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG Menimbang: a. bahwa HIV merupakan virus perusak sistem kekebalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Millennium Development Goals (MDGs), sebuah deklarasi global yang telah

BAB I PENDAHULUAN. Millennium Development Goals (MDGs), sebuah deklarasi global yang telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu masalah internasional dalam bidang kesehatan adalah upaya menghadapi masalah Infeksi Menular Seksual (IMS) yang tertuang pada target keenam Millennium Development

Lebih terperinci

2 2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik I

2 2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik I BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1238, 2015 KEMENKES. Pengguna Napza Suntik. Dampak. Pengurangan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2015 TENTANG PENGURANGAN DAMPAK

Lebih terperinci

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN WALIKOTA DENPASAR NOMOR 21 TAHUN 2011 T E N T A N G PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI KOTA DENPASAR WALIKOTA DENPASAR,

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN WALIKOTA DENPASAR NOMOR 21 TAHUN 2011 T E N T A N G PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI KOTA DENPASAR WALIKOTA DENPASAR, WALIKOTA DENPASAR PERATURAN WALIKOTA DENPASAR NOMOR 21 TAHUN 2011 T E N T A N G PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI KOTA DENPASAR WALIKOTA DENPASAR, Menimbang: a. b. c. bahwa dalam upaya untuk memantau penularan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan HIV/AIDS di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan karena

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan HIV/AIDS di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan karena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan HIV/AIDS di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan karena dari tahun ke tahun terus meningkat. Dalam sepuluh tahun terakhir, peningkatan AIDS sungguh mengejutkan.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Sydrome) merupakan masalah kesehatan di dunia sejak tahun 1981, penyakit ini berkembang secara pandemi.

Lebih terperinci

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS (HIV) DAN ACQUIRED IMMUNO DEFICIENCY SYNDROME (AIDS) DI KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS, Menimbang

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. United Nation, New York, telah menerbitkan World Drugs Report 2015 yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. United Nation, New York, telah menerbitkan World Drugs Report 2015 yang 1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) yang bermarkas besar di United Nation, New York, telah menerbitkan World Drugs Report 2015 yang melaporkan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome atau yang lebih dikenal dengan

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome atau yang lebih dikenal dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Acquired Immune Deficiency Syndrome atau yang lebih dikenal dengan AIDS adalah suatu penyakit yang fatal. Penyakit ini disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi prioritas dan menjadi isu global yaitu Infeksi HIV/AIDS.

BAB I PENDAHULUAN. menjadi prioritas dan menjadi isu global yaitu Infeksi HIV/AIDS. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit menular saat ini masih menjadi masalah utama kesehatan masyarakat di Indonesia dan merupakan penyebab kematian bagi penderitanya. Penyakit menular adalah penyakit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome) merupakan masalah kesehatan di dunia sejak tahun 1981, penyakit ini berkembang secara pandemik.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang setinggitingginya.

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PROBOLINGGO NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV / AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROBOLINGGO, Menimbang

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Human Immunodeficiency Virus / Acquired Immunodeficiency Syndrome atau yang kita kenal dengan HIV/AIDS saat ini merupakan global health issue. HIV/AIDS telah

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 11 TAHUN 2006 TENTANG PENANGGULANGAN HIV/AIDS DI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 11 TAHUN 2006 TENTANG PENANGGULANGAN HIV/AIDS DI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 11 TAHUN 2006 TENTANG PENANGGULANGAN HIV/AIDS DI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERDANG BEDAGAI, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

KESEPAKATAN BERSAMA ANTARA KOMISI PENANGGULANGAN AIDS (KPA) DENGAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL (BNN)

KESEPAKATAN BERSAMA ANTARA KOMISI PENANGGULANGAN AIDS (KPA) DENGAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL (BNN) KESEPAKATAN BERSAMA ANTARA KOMISI PENANGGULANGAN AIDS (KPA) DENGAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL (BNN) NOMOR 21 KEP/MENKO/KESRAlXII/2003 NOMOR B/O4/XII/2003/BNN TENTANG UPAYA TERPADU PENCEGAHAN PENULARAN HIV/AIDS

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2008 NOMOR 4-A PEMERINTAH KOTA SURAKARTA PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 4-A TAHUN 2008 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2008 NOMOR 4-A PEMERINTAH KOTA SURAKARTA PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 4-A TAHUN 2008 TENTANG BERITA DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2008 NOMOR 4-A PEMERINTAH KOTA SURAKARTA PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 4-A TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN HUMAN IMUNODEFICIENCY VIRUS DAN ACQUIRED IMUNODEFICIENCY

Lebih terperinci

TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 48 TAHUN 2004 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV/AIDS

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS (HIV) DAN ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY SYNDROME (AIDS) DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PENANGGULANGAN HIV/AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PENANGGULANGAN HIV/AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PENANGGULANGAN HIV/AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang: a. bahwa HIV merupakan virus perusak sistem kekebalan tubuh

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2008

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2008 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN HIV/AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUKUMBA, Menimbang: a.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGASEM,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGASEM, 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGASEM, Menimbang : a. bahwa HIV merupakan virus perusak sistem

Lebih terperinci

SKRIPSI. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh :

SKRIPSI. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh : SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN TENTANG HIV-AIDS DAN VOLUNTARY COUNSELLING AND TESTING (VCT) SERTA KESIAPAN MENTAL MITRA PENGGUNA NARKOBA SUNTIK DENGAN PERILAKU PEMERIKSAAN KE KLINIK VCT DI SURAKARTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah 13 BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini menjelaskan tentang Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian dan Sistematika Penulisan. 1.1. Latar Belakang Masalah Permasalahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kekebalan tubuh manusia. Acquired Immunodeficiency Syndrome atau AIDS. tubuh yang disebabkan infeksi oleh HIV (Kemenkes RI, 2014).

BAB 1 PENDAHULUAN. kekebalan tubuh manusia. Acquired Immunodeficiency Syndrome atau AIDS. tubuh yang disebabkan infeksi oleh HIV (Kemenkes RI, 2014). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus atau HIV adalah sejenis virus yang menyerang/menginfeksi sel darah putih yang menyebabkan menurunnya kekebalan tubuh manusia. Acquired

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Profil Kesehatan Sumatera Utara Tahun 2013, salah satu penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Profil Kesehatan Sumatera Utara Tahun 2013, salah satu penyakit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Profil Kesehatan Sumatera Utara Tahun 2013, salah satu penyakit menular yang belum dapat diselesaikan dan termasuk iceberg phenomenon atau fenomena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN HIV (Human Immunodeficiency Virus) virus ini adalah virus yang diketahui sebagai penyebab AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome). HIV merusak sistem ketahanan tubuh,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI PERATURAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR 03 TAHUN 2009 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI KOTA BEKASI

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI PERATURAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR 03 TAHUN 2009 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI KOTA BEKASI LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 3 2009 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR 03 TAHUN 2009 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI KOTA BEKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

MENUNAIKAN HAK PELAYANAN KESEHATAN NAPI DAN TAHANAN

MENUNAIKAN HAK PELAYANAN KESEHATAN NAPI DAN TAHANAN MENUNAIKAN HAK PELAYANAN KESEHATAN NAPI DAN TAHANAN Oleh Patri Handoyo Kondisi kesehatan di dalam lembaga pemasyarakatan (lapas) dan rumah tahanan negara (rutan) Indonesia sejak tahun 2000-an telah terbawa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV / AIDS DAN IMS DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU

PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV / AIDS DAN IMS DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV / AIDS DAN IMS DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KEPULAUAN RIAU,

Lebih terperinci

NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PENYALAHGUNAAN DAN PEREDARAN GELAP NARKOBA (P4GN) DI KABUPATEN BANYUWANGI

NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PENYALAHGUNAAN DAN PEREDARAN GELAP NARKOBA (P4GN) DI KABUPATEN BANYUWANGI BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PENYALAHGUNAAN DAN PEREDARAN GELAP NARKOBA (P4GN) DI KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN BERSAMA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA TENTANG

PERATURAN BERSAMA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERATURAN BERSAMA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA JAKSA AGUNG REPUBLIK

Lebih terperinci

LEMBAR FAKTA HARI AIDS SEDUNIA 2014 KEMENTERIAN KESEHATAN 1 DESEMBER 2014

LEMBAR FAKTA HARI AIDS SEDUNIA 2014 KEMENTERIAN KESEHATAN 1 DESEMBER 2014 LEMBAR FAKTA HARI AIDS SEDUNIA 2014 KEMENTERIAN KESEHATAN 1 DESEMBER 2014 1. Hari AIDS Sedunia diperingati setiap tahun, dengan puncak peringatan pada tanggal 1 Desember. 2. Panitia peringatan Hari AIDS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjangkiti sel-sel sistem kekebalan tubuh manusia (terutama sel T CD-4

BAB I PENDAHULUAN. menjangkiti sel-sel sistem kekebalan tubuh manusia (terutama sel T CD-4 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah retrovirus yang menjangkiti sel-sel sistem kekebalan tubuh manusia (terutama sel T CD-4 positif, makrofag, dan komponen komponen

Lebih terperinci

Kegiatan Penanggulangan HIV/AIDS Melalui Serosurvey Di Kabupaten Sinjai Provinsi Sulawesi Selatan Tahun Sitti Fatimah 1, Hilmiyah 2

Kegiatan Penanggulangan HIV/AIDS Melalui Serosurvey Di Kabupaten Sinjai Provinsi Sulawesi Selatan Tahun Sitti Fatimah 1, Hilmiyah 2 Kegiatan Penanggulangan HIV/AIDS Melalui Serosurvey Di Kabupaten Sinjai Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 201 Sitti Fatimah 1, Hilmiyah 2 1 Puskesmas Bulupoddo, 2 Dinas Kesehatan Kabupaten Sinjai, Sulawesi

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH,

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang: a. bahwa Human Immunodeficiency Virus (HIV),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang awalnya

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang awalnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang awalnya menyerang sistem kekebalan tubuh manusia, menyebabkan penyakit Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS)

Lebih terperinci

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 68 TAHUN 2013 TENTANG PUSKESMAS LAYANAN SATU ATAP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA YOGYAKARTA Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kesehatan masyarakat yang yang dialami Indonesia saat ini sangat

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kesehatan masyarakat yang yang dialami Indonesia saat ini sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah kesehatan masyarakat yang yang dialami Indonesia saat ini sangat kompleks dan menjadi beban ganda dalam pembiayaan pembangunan kesehatan. Pola penyakit yang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABANAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABANAN, PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABANAN, Menimbang: a. bahwa HIV merupakan virus perusak sistem kekebalan

Lebih terperinci

PERATURAN SELAKU KETUA KOMISI PENANGGULANGAN AIDS NASIONAL NOMOR: 02/PER/MENKO/KESRA/I/2007 TENTANG

PERATURAN SELAKU KETUA KOMISI PENANGGULANGAN AIDS NASIONAL NOMOR: 02/PER/MENKO/KESRA/I/2007 TENTANG PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT Rl SELAKU KETUA KOMISI PENANGGULANGAN AIDS NASIONAL NOMOR: TENTANG KEBIJAKAN NASIONAL PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS MELALUI PENGURANGAN DAMPAK BURUK

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA

Lebih terperinci

SITUASI EPIDEMI HIV DAN AIDS SERTA PROGRAM PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI DKI JAKARTA KOMISI PENANGGULANGAN AIDS PROVINSI DKI JAKARTA 2015

SITUASI EPIDEMI HIV DAN AIDS SERTA PROGRAM PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI DKI JAKARTA KOMISI PENANGGULANGAN AIDS PROVINSI DKI JAKARTA 2015 SITUASI EPIDEMI HIV DAN AIDS SERTA PROGRAM PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI DKI JAKARTA KOMISI PENANGGULANGAN AIDS PROVINSI DKI JAKARTA 2015 LATAR BELAKANG DKI Jakarta merupakan salah satu provinsi di Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS-ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY SYNDROME (HIV DAN AIDS) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang diakibatkan oleh HIV (Human Immunodeficiency Virus). Jalur transmisi

BAB I PENDAHULUAN. yang diakibatkan oleh HIV (Human Immunodeficiency Virus). Jalur transmisi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome) merupakan penyakit yang diakibatkan oleh HIV (Human Immunodeficiency Virus). Jalur transmisi HIV adalah melalui kontak seksual;

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.465, 2014 PERATURAN BERSAMA. Penanganan. Pencandu. Penyalahgunaan. Narkotika. Lembaga Rehabilitasi. PERATURAN BERSAMA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA MENTERI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan masyarakat di berbagai negara, termasuk di Indonesia. Masalah

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan masyarakat di berbagai negara, termasuk di Indonesia. Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Epidemi Human Immunodeficiency Virus (HIV) secara global masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di berbagai negara, termasuk di Indonesia. Masalah kesehatan yang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JAYAPURA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV/AIDS DAN IMS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JAYAPURA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV/AIDS DAN IMS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JAYAPURA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV/AIDS DAN IMS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JAYAPURA, Menimbang : a. bahwa perkembangan HIV/AIDS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Angka HIV/AIDS dari tahun ke tahun semakin meningkat. Menurut laporan

BAB I PENDAHULUAN. Angka HIV/AIDS dari tahun ke tahun semakin meningkat. Menurut laporan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Angka HIV/AIDS dari tahun ke tahun semakin meningkat. Menurut laporan Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (PP dan PL) Departemen Kesehatan

Lebih terperinci

MODUL PEMBELAJARAN DAN PRAKTIKUM MANAJEMEN HIV AIDS DISUSUN OLEH TIM

MODUL PEMBELAJARAN DAN PRAKTIKUM MANAJEMEN HIV AIDS DISUSUN OLEH TIM MODUL PEMBELAJARAN DAN PRAKTIKUM MANAJEMEN HIV AIDS DISUSUN OLEH TIM PROGRAM STUDI D III KEBIDANAN POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES GORONTALO TAHUN 2013 DAFTAR ISI Daftar Isi... 2 Pendahuluan... 3 Kegiatan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2015 NOMOR 6

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2015 NOMOR 6 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2015 NOMOR 6 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

Lebih terperinci

Penanggulangan HIV/AIDS pada Warga Binaan Lembaga Pemasyarakatan/Rumah Tahanan

Penanggulangan HIV/AIDS pada Warga Binaan Lembaga Pemasyarakatan/Rumah Tahanan Catatan Kebijakan # 2 Penanggulangan HIV/AIDS pada Warga Binaan Lembaga Pemasyarakatan/Rumah Tahanan Apakah penting penanggulangan HIV di Rutan/Lapas Jumlah tahanan dan warga binaan dewasa di Indonesia

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang mengakibatkan

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang mengakibatkan BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang mengakibatkan Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS). Virus ini menyerang sistem kekebalan (imunitas) tubuh

Lebih terperinci

PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS 2013 PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS 24 HLM, LD Nomor 4 TAHUN 2013

PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS 2013 PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS 24 HLM, LD Nomor 4 TAHUN 2013 PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS 2013 PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS 24 HLM, LD Nomor 4 TAHUN 2013 ABSTRAK : - bahwa penularan virus HIV dan AIDS semakin

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN HUMAN IMUNODEFICIENCY VIRUS/ ACQUIRED IMUNODEFICIENCY SYNDROME

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN HUMAN IMUNODEFICIENCY VIRUS/ ACQUIRED IMUNODEFICIENCY SYNDROME SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN HUMAN IMUNODEFICIENCY VIRUS/ ACQUIRED IMUNODEFICIENCY SYNDROME DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR, Menimbang:

Lebih terperinci

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 26 TAHUN 2010 TENTANG PENGARUSUTAMAAN HIV DAN AIDS MELALUI PENDIDIKAN

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 26 TAHUN 2010 TENTANG PENGARUSUTAMAAN HIV DAN AIDS MELALUI PENDIDIKAN GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 26 TAHUN 2010 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PAPUA, Menimbang Mengingat : a. bahwa menurut hasil STHP 2006, epidemi HIV dan AIDS di Provinsi

Lebih terperinci

NOMOR : 6 TAHUN 2013 TENTANG

NOMOR : 6 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 6 TAHUN 2013 TENTANG PENGENDALIAN HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS/ACQUIRED IMMUNO DEFICIENCY SYNDROME (HIV/AIDS) DAN PENYAKIT MENULAR SEKSUAL (PMS) DI KABUPATEN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dan masih sering timbul sebagai KLB yang menyebabkan kematian

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dan masih sering timbul sebagai KLB yang menyebabkan kematian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit menular masih menjadi masalah utama kesehatan masyarakat di Indonesia dan masih sering timbul sebagai KLB yang menyebabkan kematian penderitanya. Departemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan diduga akan berkepanjangan karena masih terdapat faktor-faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. dan diduga akan berkepanjangan karena masih terdapat faktor-faktor yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Epidemi HIV&AIDS di Indonesia sudah berlangsung selama 15 tahun dan diduga akan berkepanjangan karena masih terdapat faktor-faktor yang memudahkan penularan virus penyakit

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyalahgunaan narkoba mempunyai dimensi yang luas dan kompleks, baik dari segi medis maupun psikologi sosial. Peredaran narkoba pada saat ini sudah sangat mengkhawatirkan.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG, PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN, PENANGGULANGAN DAN PENGENDALIAN HUMAN IMMUNEDEFIENCY VIRUS (HIV)/ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY SYNDROME (AIDS) DAN INFEKSI MENULAR

Lebih terperinci

1 DESEMBER HARI AIDS SE-DUNIA Stop AIDS: Akses untuk Semua! Mardiya. Kondisi tersebut jauh meningkat dibanding tahun 1994 lalu yang menurut WHO baru

1 DESEMBER HARI AIDS SE-DUNIA Stop AIDS: Akses untuk Semua! Mardiya. Kondisi tersebut jauh meningkat dibanding tahun 1994 lalu yang menurut WHO baru Artikel 1 DESEMBER HARI AIDS SE-DUNIA Stop AIDS: Akses untuk Semua! Mardiya Tidak dapat dipungkiri, epidemi HIV/AIDS telah berkembang begitu pesat di seluruh dunia termasuk Indonesia. Kasus ini paling

Lebih terperinci

S A L I N A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PROBOLINGGO,

S A L I N A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PROBOLINGGO, 02 Maret 2015 BERITA DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO NOMOR 29 S A L I N A N PERATURAN BUPATI PROBOLINGGO NOMOR : 29 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PENYALAHGUNAAN DAN PEREDARAN GELAP NARKOBA

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV-AIDS

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV-AIDS 1 BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV-AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIDOARJO, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG Menimbang: a. bahwa HIV merupakan virus perusak sistem kekebalan

Lebih terperinci

Penjangkauan dalam penggulangan AIDS di kelompok Penasun

Penjangkauan dalam penggulangan AIDS di kelompok Penasun Catatan Kebijakan # 3 Penjangkauan dalam penggulangan AIDS di kelompok Penasun Stigma terhadap penggunaan narkoba di masyarakat selama ini telah membatasi para pengguna narkoba untuk memanfaatkan layananlayanan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV)/ Accuired Immune Deficiency Syndrome (AIDS)

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV)/ Accuired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Menular Seksual merupakan penyakit infeksi yang ditularkan melalui aktivitas seksual dengan pasangan penderita infeksi yang disebabkan oleh virus, bakteri,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT RI SELAKU KETUA KOMISI PENANGGULANGAN AIDS NASIONAL NOMOR: 02 /PER/MENKO/KESRA/I/2007

PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT RI SELAKU KETUA KOMISI PENANGGULANGAN AIDS NASIONAL NOMOR: 02 /PER/MENKO/KESRA/I/2007 PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT RI SELAKU KETUA KOMISI PENANGGULANGAN AIDS NASIONAL NOMOR: 02 /PER/MENKO/KESRA/I/2007 TENTANG KEBIJAKAN NASIONAL PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS MELALUI

Lebih terperinci

PENANGGULANGAN HIV / AIDS

PENANGGULANGAN HIV / AIDS RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NO 5 TAHUN 2007 TENTANG PENANGGULANGAN HIV / AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULELENG: Menimbang : a. bahwa HIV merupakan virus perusak sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif (NAPZA) sudah menjadi masalah di tingkat nasional, regional maupun global. Hasil dari laporan perkembangan situasi

Lebih terperinci

2. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431);

2. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431); BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 33 TAHUN 2016 SERI B.25 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 33 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KOLABORASI TB-HIV (TUBERKULOSIS-HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS) KABUPATEN

Lebih terperinci

BUPATI LAMPUNG TENGAH PROVINSI LAMPUNG

BUPATI LAMPUNG TENGAH PROVINSI LAMPUNG BUPATI LAMPUNG TENGAH PROVINSI LAMPUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TENGAH NOMOR 08 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HIV/AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMPUNG

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV / AIDS DAN IMS DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 25 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 25 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 25 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TULUNGAGUNG,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

LEMBARAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR LEMBARAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 05 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 05 TAHUN 2007 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV/AIDS DAN INFEKSI MENULAR SEKSUAL DENGAN

Lebih terperinci

BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 71 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 71 TAHUN 2013 TENTANG SALINAN BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 71 TAHUN 2013 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS-ACQUIRED

Lebih terperinci

BUPATI PROBOLINGGO PERATURAN BUPATI PROBOLINGGO NOMOR : 25 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI KABUPATEN PROBOLINGGO

BUPATI PROBOLINGGO PERATURAN BUPATI PROBOLINGGO NOMOR : 25 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI KABUPATEN PROBOLINGGO SALINAN BUPATI PROBOLINGGO PERATURAN BUPATI PROBOLINGGO NOMOR : 25 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI KABUPATEN PROBOLINGGO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PROBOLINGGO,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala

BAB 1 PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV). Virus tersebut merusak sistem

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah retrovirus yang menginfeksi

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah retrovirus yang menginfeksi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah retrovirus yang menginfeksi sel-sel dari sistem kekebalan tubuh, menghancurkan atau merusak fungsinya. Selama infeksi berlangsung,

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. Universitas Indonesia

Bab I Pendahuluan. Universitas Indonesia 14 Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Pada era globalisasi ini semakin banyak masalah yang dihadapi oleh negara, baik negara maju maupun negara berkembang, tak terkecuali dengan negara kita. Salah satu

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV/AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV/AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV/AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PONTIANAK, Menimbang : a. bahwa perkembangan penyebaran HIV/AIDS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sasaran pembangunan milenium (Millennium Development Goals/MDGs)

BAB 1 PENDAHULUAN. Sasaran pembangunan milenium (Millennium Development Goals/MDGs) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sasaran pembangunan milenium (Millennium Development Goals/MDGs) yang ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa dan pemerintah Indonesia, berbeda dengan Indonesia

Lebih terperinci

2017, No d. bahwa untuk belum adanya keseragaman terhadap penyelenggaraan rehabilitasi, maka perlu adanya pengaturan tentang standar pelayanan

2017, No d. bahwa untuk belum adanya keseragaman terhadap penyelenggaraan rehabilitasi, maka perlu adanya pengaturan tentang standar pelayanan No.1942, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNN. Standar Pelayanan Rehabilitasi. PERATURAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2017 TENTANG STANDAR PELAYANAN REHABILTASI BAGI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala yang timbul akibat

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala yang timbul akibat 16 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Human Immuno-deficiency Virus (HIV), merupakan suatu virus yang menyerang system kekebalan tubuh manusia dan melemahkan kemampuan tubuh untuk melawan penyakit yang

Lebih terperinci

BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PENYALAHGUNAAN DAN PEREDARAN GELAP NARKOBA (P4GN) DI KABUPATEN JEMBER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN UMUM PEMBENTUKAN KOMISI PENANGGULANGAN AIDS DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM RANGKA PENANGGULANGAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN UMUM PEMBENTUKAN KOMISI PENANGGULANGAN AIDS DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM RANGKA PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI DAERAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodefficiency Virus (HIV) adalah virus penyebab Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodefficiency Virus (HIV) adalah virus penyebab Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodefficiency Virus (HIV) adalah virus penyebab Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) yang menyerang sistem kekebalan tubuh sehingga pengidap akan rentan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Permasalahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba (narkotika,

I. PENDAHULUAN. Permasalahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba (narkotika, 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba (narkotika, psikotropika dan bahan adiktif lainnya non tembakau dan alkohol) baik di tingkat global, regional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. generasi baik secara kualitas maupun kuantitas. sesuatu yang mengarah pada aktivitas positif dalam pencapaian suatu prestasi.

BAB I PENDAHULUAN. generasi baik secara kualitas maupun kuantitas. sesuatu yang mengarah pada aktivitas positif dalam pencapaian suatu prestasi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan nasional yang berkaitan dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba di Indonesia tidak kunjung tuntas dan semakin memprihatinkan bahkan sampai mengancam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Data kasus HIV/AIDS mengalami peningkatan dari tahun Menurut

BAB 1 PENDAHULUAN. Data kasus HIV/AIDS mengalami peningkatan dari tahun Menurut BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Data kasus HIV/AIDS mengalami peningkatan dari tahun 2008-2009. Menurut data per 31 Desember 2008 dari Komisi Penanggulangan AIDS Pusat, di 10 Propinsi jumlah kasus

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA dan GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA MEMUTUSKAN :

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA dan GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA MEMUTUSKAN : 13. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusa n antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pandemi Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS), saat ini merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pandemi Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS), saat ini merupakan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pandemi Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS), saat ini merupakan pandemi terhebat dalam kurun waktu dua dekade terakhir. AIDS adalah kumpulan gejala penyakit

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS- ACQUIRED IMMUNO DEFICIENCY SYNDROME

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS- ACQUIRED IMMUNO DEFICIENCY SYNDROME SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS- ACQUIRED IMMUNO DEFICIENCY SYNDROME DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN,

Lebih terperinci