ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA PEKANBARU

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA PEKANBARU"

Transkripsi

1 ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA PEKANBARU Oleh RISWANDI STEPANUS TINAMBUNAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini penulis menyatakan bahwa tesis yang berjudul Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau di Kota Pekanbaru adalah karya penulis sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Juni 2006 Riswandi Stepanus Tinambunan NRP P

3 ABSTRAK RISWANDI STEPANUS TINAMBUNAN. P Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau di Kota Pekanbaru. Dibawah bimbingan Lilik Budi Prasetyo dan Endes N. Dahlan. Faktor penting dalam permasalahan lingkungan adalah besarnya populasi manusia. Pertambahan jumlah penduduk merupakan faktor utama yang mempengaruhi perkembangan pemukiman dan kebutuhan prasarana dan sarana. Pertambahan jumlah penduduk juga akan menyebabkan terjadinya peningkatan kebutuhan energi seperti energi listrik, minyak tanah, premium dan solar. Ruang terbuka hijau semakin terdesak keberadaannya dan berubah menjadi bangunan untuk mencukupi kebutuhan fasilitas penduduk kota. Penyebaran jumlah penduduk yang tidak merata dalam suatu wilayah, akan memberikan pengaruh negatif terhadap daya dukung lingkungan. Kebutuhan energi sebagai dampak adanya kegiatan pembangunan, meningkatkan pengaruhnya terhadap kualitas udara Kota Pekanbaru. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan luas wilayah, jumlah penduduk, dan jumlah CO 2. Standar kebutuhan ruang terbuka hijau diperoleh dari studi literatur. Perkiraan jumlah ruang terbuka hijau diperoleh dengan analisis penutupan lahan. Perkiraan jumlah CO 2 dari konsumsi energi (listrik, minyak tanah, premium, dan solar) dihitung berdasarkan jumlah konsumsi dan nilai-nilai faktor emisi yang diperoleh dari studi literatur. Hasil yang diperoleh bahwa kebutuhan ruang terbuka hijau untuk Kota Pekanbaru berdasarkan luas wilayah terdapat kekurangan vegetasi dengan jumlah ,27 hektar, sedangkan berdasarkan jumlah penduduk dan emisi CO 2 masih memenuhi syarat. Untuk tingkat kecamatan, berdasarkan jumlah penduduk dan emisi hanya Rumbai dan Bukit Raya yang masih memenuhi syarat. Penambahan vegetasi yang diperlukan pada masing-masing kecamatan adalah 3.033,19 hektar untuk Kecamatan Pekanbaru Kota, Senapelan 266 hektar, Limapuluh 164,62 hektar, Sukajadi 246,34 hektar, Sail 130,40 hektar, Rumbai 5.305,67 hektar, Bukit Raya 2.206,76 hektar, dan Tampan 4.134,84 hektar. Kata Kunci : Ruang Terbuka Hijau, Analisis Spasial, Arahan Pembangunan Hutan Kota

4 ABSTRACT RISWANDI STEPANUS TINAMBUNAN. P The Analysis of Urban Green Space Requirement in Kota Pekanbaru. Under the supervision of Lilik Budi Prasetyo and Endes N. Dahlan. The main factor in environmental issues is human population. The increase of population is a major source that triggering the development of residential and other permanently public facilities. Therefore, the need of energy such as electricity, petroleum, gasoline and diesel fuel increase significantly. The existing urban green space due to the conversion of residential development is decreasing. Scattered clusters of inhabitant and residential site in one particular area generate a kind of negative impact into environmental carrying capacity. The need of energy as a sequencing consequence from urban development was considerably distressing the quality of air in Kota Pekanbaru. The study was purposed to estimate the need of urban green space based on total area, number of citizens and CO 2 level. The standard for the need of urban green space is acquired by literatures study. The estimated total need of urban green space was obtained from land coverage analysis, whereas the level of CO 2 was estimated from an amount of energy consumption (electricity, petroleum, gasoline and diesel fuel) and emission factors that obtained furthermore from literature. The result of this study revealed that based on the size of area, Kota Pekanbaru was experiencing a shortage of green space for ,27 ha, but considerably insufficient condition based on population and CO 2 emission, as well as Kecamatan Rumbai dan Kecamatan Bukit Raya for subsequent level. To comply a standard prerequirement in such space, Kecamatan Pekanbaru Kota was recommended to extend as large as 3.033,19 ha urban forest. For another district that were Kecamatan Senapelan, Limapuluh, Sukajadi Sail, Rumbai, Bukit Raya and Tampan required open spaces 266 ha, 164,62 ha, 246,34 ha, 130,40 ha, 5.305,67 ha, 2.206,76 ha, and 4.134,84 ha, respectively. Keyword : urban green space, spatial analysis, urban forest development path

5 Hak cipta milik Riswandi Stepanus Tinambunan, tahun 2006 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apa pun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya

6 ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA PEKANBARU RISWANDI STEPANUS TINAMBUNAN Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

7 Judul Tesis : Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau di Kota Pekanbaru Nama : Riswandi Stepanus Tinambunan NRP : P Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Program Pascasarjana IPB Menyetujui, Komisi Pembimbing Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, MSc Ketua Ir. Endes N. Dahlan, MS Anggota Mengetahui, Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, MS Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS Tanggal Ujian : 02 Juni 2006 Tanggal Lulus : 16 Juni 2006

8 PRAKATA Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat dan karunia yang diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan studi di Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau di Kota Pekanbaru yang merupakan syarat untuk menyelesaikan studi. Penulis berharap, karya kecil yang telah disusun dapat memberikan informasi kepada masyarakat Kota Pekanbaru secara umum dan secara khusus kepada Pemerintah Kota Pekanbaru mengenai kebutuhan ruang terbuka hijau di Kota Pekanbaru. Ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan, dukungan, dan bimbingan kepada penulis, yaitu : 1. Kedua orang tua, Bapak Prof. Dr. W.E. Tinambunan, Drs.,MS dan Ibu R. Sipayung, kedua orang kakak Rostiana dan Evi, serta kedua orang adik Harley dan Wahyu, untuk kesabaran dan kasih sayang yang diberikan. 2. Bapak Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, MSc sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Ir. Endes N. Dahlan, MS sebagai Anggota Komisi Pembimbing, atas segala bantuan pemikiran, waktu dan dorongan semangat, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis meskipun banyak keterbatasan yang dimiliki. 3. Bapak Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, MS sebagai Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan. 4. Bapak Gubernur Provinsi Riau, yang telah memberikan bantuan biaya pendidikan. 5. Instansi Pemerintah yang ada di Kota Pekanbaru, untuk pengumpulan data dan informasi yang diperlukan dalam penelitian. 6. Semua pihak yang telah membantu dalam diskusi dan tukar pikiran, sehingga penulisan menjadi lebih baik. 7. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan.

9 Penulis berharap, semoga tesis ini akan memberikan manfaat untuk berbagai pihak khususnya kepentingan studi. Bogor, Juni 2006 Riswandi Stepanus Tinambunan

10 RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Kota Pekanbaru Propinsi Riau pada tanggal 26 Desember 1976 dari pasangan W.E. Tinambunan dan R. Sipayung. Penulis merupakan anak ke tiga dari lima bersaudara. Pendidikan dasar hingga menengah dilalui penulis dari tahun 1983 hingga tahun 1995 di Kota Pekanbaru. Penulis melanjutkan pendidikan sarjana di Universitas Winaya Mukti Jatinangor, Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan. Lulus pada bulan Juli tahun Penulis melanjutkan pendidikan pascasarjana pada program studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan pada Tahun 2002, dan dinyatakan lulus pada tanggal 16 Juni 2006.

11 xi DAFTAR ISI DAFTAR ISI... xi DAFTAR TABEL... xiv DAFTAR GAMBAR... xvi DAFTAR LAMPIRAN... xvii I. PENDAHULUAN Latar Belakang Kerangka Pemikiran Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian II. TINJAUAN PUSTAKA Ruang Terbuka Hijau Hutan Kota Fungsi Hutan Kota Pencemaran Lingkungan Perkotaan Serapan Vegetasi Terhadap Karbon Dioksida Sistem Informasi Geografis Pembangunan Berkelanjutan III. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Alat dan Bahan Metode Penelitian Pengumpulan Data Analisis Data Analisis Penutupan Lahan Cropping Pengambilan Data Lapangan Klasifikasi Citra Akurasi Klasifikasi Analisis Serapan Karbon Dioksida Analisis Emisi Karbon Dioksida Penghitungan Emisi Karbon Dioksida dari Konsumsi Listrik Penghitungan Emisi Karbon Dioksida dari Konsumsi Minyak Tanah Penghitungan Emisi Karbon Dioksida dari Konsumsi Premium Penghitungan Emisi Karbon Dioksida dari Konsumsi Solar Total Emisi Karbon Dioksida Selisih Serapan Karbon Dioksida dan Emisi Karbon

12 xii Dioksida Analisis Standar Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Analisis Kesesuaian Rencana Umum Tata Ruang Kota untuk Kawasan Hijau terhadap Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Arahan Revegetasi dengan Pembangunan Hutan Kota.. 36 IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Letak dan Luas Wilayah Topografi Geologi Hidrologi Klimatologi Kependudukan Kesesuaian Lahan Arahan Pengembangan Kawasan Lindung Arahan Pengembangan Kawasan Budidaya Bentuk Ruang Terbuka Hijau di Kota Pekanbaru V. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Penutupan Lahan Klasifikasi Citra Landsat ETM Pemotongan Citra (Cropping) Klasifikasi Penutupan Lahan Akurasi Klasifikasi Analisis Serapan Karbon Dioksida Analisis Emisi Karbon Dioksida Emisi Karbon Dioksida dari Sumber Penggunaan Listrik Emisi Karbon Dioksida dari Sumber Penggunaan Minyak Tanah Emisi Karbon Dioksida dari Sumber Penggunaan Premium Emisi Karbon Dioksida dari Sumber Penggunaan Solar Total Emisi Karbon Dioksida Selisih Serapan dan Emisi Karbon Dioksida Analisis Kebutuhan Luas Ruang Terbuka Hijau Kebutuhan Luas RTH Berdasarkan Inmendagri No Tahun Kebutuhan Luas RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk Kebutuhan Luas RTH Berdasarkan Sebaran Emisi Karbon Dioksida Ketercukupan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Existing Condition Ruang Terbuka Hijau Analisis Kesesuaian Rencana Umum Tata Ruang Kawasan Hijau terhadap Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Kesesuaian RUTRK Kawasan Hijau terhadap Kebutuhan

13 xiii RTH Berdasarkan Inmendagri No. 14 Tahun Kesesuaian RUTRK Kawasan Hijau terhadap Kebutuhan RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk Kesesuaian RUTRK Kawasan Hijau terhadap Kebutuhan RTH Berdasarkan Emisi Karbon Dioksida Ketercukupan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Rencana Umum Tata Ruang Kota Arahan Revegetasi Penanaman Vegetasi Berdasarkan Existing Condition RTH Penanaman Vegetasi Berdasarkan RUTRK Pekanbaru Tahun Perbedaan Luas Penanaman Vegetasi Pengembangan Hutan Kota Manfaat Hutan Kota Kawasan Potensial untuk Lokasi Penanaman Hutan Kota VI. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

14 xiv DAFTAR TABEL 1. Faktor Emisi untuk Bahan Bakar Faktor Emisi untuk Konsumsi Listrik dengan Semua Bahan Bakar Faktor Emisi untuk Menghitung Karbon Dioksida dari Konsumsi Minyak Contoh Matrik Kesalahan Nilai Serapan Karbon Dioksida oleh Vegetasi Standar Luas RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk Luas Wilayah Kota Pekanbaru Berdasarkan Kecamatan Kemiringan Lereng dan Luas Lahan Masing-Masing Kecamatan di Kota Pekanbaru Prakiraan Jumlah Penduduk Kota Pekanbaru Tahun Prakiraan Kepadatan Penduduk Kota Pekanbaru Tahun Klasifikasi Penutupan Lahan Data Citra Landsat 7 ETM, Maret Matrik Kesalahan Serapan Karbon Dioksida dengan Tipe Vegetasi Emisi Karbon Dioksida yang Dihasilkan dari Penggunaan Listrik Emisi Karbon Dioksida yang Dihasilkan dari Penggunaan Minyak Tanah Emisi Karbon Dioksida yang Dihasilkan dari Penggunaan Premium Emisi Karbon Dioksida yang Dihasilkan dari Penggunaan Solar Total Emisi Karbon Dioksida yang Dihasilkan dari Aktivitas Kota (Listrik, Minyak Tanah, Premium dan Solar) Selisih Serapan dan Emisi Karbon Dioksida Kebutuhan RTH Berdasarkan Inmendagri No. 14 Tahun Selisih Kebutuhan RTH Berdasarkan Inmendagri No.14/88 dengan Existing Condition Kawasan Hijau Tahun Kebutuhan RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk Kesesuaian Existing Condition RTH terhadap Standar Luas RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk Kebutuhan RTH Berdasarkan Emisi Karbon Dioksida Kesesuaian Existing Condition RTH terhadap Emisi Karbon Dioksida Ketercukupan Ruang Terbuka Hijau berdasarkan Existing Condition Ruang Terbuka Hijau Rencana Penggunaan Lahan Kota Pekanbaru Tahun Kesesuaian RUTRK Untuk RTH terhadap Inmendagri No. 14 Tahun Kesesuaian RUTRK Untuk RTH terhada p Standar Luas RTH untuk Jumlah Penduduk Kesesuaian RUTRK Untuk RTH terhadap Emisi Karbon Dioksida Ketercukupan Ruang Terbuka Hijau berdasarkan Rencana Umum Tata Ruang Kota Arahan Luas dan Lokasi Penanaman Vegetasi Berdasarkan Existing Condition RTH Arahan Luas dan Lokasi Penanaman Vegetasi Berdasarkan Rencana

15 Umum Tata Ruang Kota untuk Kawasan Hijau Perbedaan Luas Penanaman Vegetasi antara Exsisting Condition Vegetasi dengan RUTRK Kawasan Hijau Potensi Jumlah Pohon yang Ditanam Pada Masing-Masing Unit Tempat Tinggal di Masing-Masing Kecamatan Sempadan Sungai yang Direncanakan sebagai Lokasi Hutan Kota xv

16 xvi DAFTAR GAMBAR 1. Kerangka Pemikiran Peta Lokasi Penelitian Diagram Alir Analisis Penutupan Lahan Taman Hutan Raya Ruang Terbuka Hijau Kawasan Rekreasi Ruang Terbuka Hijau Sempadan Sungai Ruang Terbuka Hijau Jalur Jalan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkantoran Hutan Kota Pemakaman Umum Sebagai RTH Semak Belukar Perkebunan Kelapa Sawit Cuplikan Citra Landsat 7 ETM+, 127/060, 4 Maret Potongan Citra Untuk Wilayah Studi Persentase Kelas Penutupan Lahan Tahun 2004 di Kota Pekanbaru Peta Penutupan Lahan Tahun Grafik Serapan Emisi Karbon Dioksida Oleh Vegetasi Grafik Perbandingan Emisi Karbon Dioksida yang Dihasilkan dari Penggunaan Listrik di Kota Pekanbaru Grafik Perbandingan Emisi Karbon Dioksida yang Dihasilkan dari Penggunaan Minyak Tanah di Kota Pekanbaru Grafik Perbandingan Emisi Karbon Dioksida yang Dihasilkan dari Penggunaan Premium di Kota Pekanbaru Grafik Perbandingan Emisi Karbon Dioksida yang Dihasilkan dari Penggunaan Solar di Kota Pekanbaru Grafik Perbandingan Total Emisi Karbon Dioksida yang dihasilkan Untuk Setiap Kecamatan di Kota Pekanbaru Grafik Perbandingan Emisi Karbon Dioksida Berdasarkan Sumber yang Dihasilkan di Kota Pekanbaru Rencana Penggunaan Lahan Kota Pekanbaru Tahun

17 xvii DAFTAR LAMPIRAN 1. Banyaknya Kekuatan dan Tenaga Listrik yang Dibangkitakan oleh PLN Cabang Pekanbaru Rekapitulasi Nilai Indeks Standar Pencemar Udara Tahun 2000, 2001, 2002, dan Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No. 107 Tahun 1997 Tanggal 21 November 1997 (Lampiran III) Pemakaian Listrik di Kota Pekanbaru Tahun 2004 (kwh) Realisasi SPBU di Kota Pekanbaru Tahun

18 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam kerangka pembangunan nasional, pembangunan daerah merupakan bagian yang terintegrasi. Pembangunan daerah sangat menentukan keberhasilan pembangunan nasional secara keseluruhan. Dapat diamati bahwa perkembangan pembangunan daerah telah berlangsung dengan pesat dan diperkirakan akan terus berlanjut. Perkembangan ini akan membawa dampak keruangan dalam bentuk terjadinya perubahan pola pemanfaatan ruang, baik direncanakan ataupun tidak direncanakan. Penataan ruang kawasan perkotaan diselenggarakan untuk (1) mencapai tata ruang kawasan perkotaan yang optimal, serasi, selaras, dan seimbang dalam pengembangan kehidupan manusia. (2) Meningkatkan fungsi kawasan perkotaan secara serasi, selaras, dan seimbang antara perkembangan lingkungan dengan tata kehidupan masyarakat. (3) Mengatur pemanfaatan ruang guna meningkatkan kemakmuran rakyat dan mencegah serta menanggulangi dampak negatif terhadap lingkungan alam, lingkungan buatan, dan lingkungan sosial (UU Nomor 24 Tahun 1992). Ruang terbuka hijau di wilayah perkotaan merupakan bagian dari penataan ruang kota yang berfungsi sebagai kawasan hijau pertamanan kota, kawasa n hijau hutan kota, kawasan hijau rekreasi kota, kawasan hijau kegiatan olahraga kawasan hijau dan kawasan hijau pekarangan. Ruang terbuka hijau adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas, baik dalam bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/jalur. Pemanfatan ruang terbuka hijau lebih bersifat pengisian hijau tanaman atau tumbuh-tumbuhan secara alamiah ataupun budidaya tanaman seperti lahan pertanian, pertamanan, perkebunan dan sebagainya (Inmendagri No. 14 Tahun 1988). Faktor yang sangat penting dalam permasalahan lingkungan adalah besarnya populasi manusia. Pertumbuhan penduduk merupakan faktor utama yang mempengaruhi perkembangan pemukiman dan kebutuhan prasarana dan sarana. Pertambahan jumlah penduduk juga akan menyebabkan meningkatnya kebutuhan

19 2 bahan pangan dan energi serta bertambahnya limbah domestik dengan cepat. Sejalan dengan upaya pembangunan ekonomi atau pengembangan kawasan, berbagai kegiatan masyarakat dan pemerintah yang ada di Kota Pekanbaru terjadi pada suatu ruang. Ketidaktepatan rencana dan ketidaktertiban pemanfaatan ruang dapat berpengaruh terhadap penurunan kualitas lingkungan hidup, sehingga lingkungan menjadi berkembang secara ekonomi, namun menurun secara ekologi. Kondisi demikian menyebabkan terganggunya keseimbangan ekosistem, yang dapat berupa terjadinya peningkatan suhu udara dan pencemaran udara. Peningkatan konversi lahan sekitar 60,11 % pada tahun 2004 dilakukan untuk pengembangan kawasan-kawasan pemukiman (Anonim, 2002). Rencana tata ruang untuk pemukiman tahun 2000 berjumlah hektar, sementara pada tahun 2004 jumlahnya meningkat menjadi hektar. Pengembangan kawasan untuk pemukiman terjadi karena jumlah penduduk semakin berkembang pesat, baik itu penduduk lokal ataupun pendatang yang ambil bagian dalam kegiatan perekonomian. Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) Pekanbaru Tahun memperkirakan jumlah penduduk Kota Pekanbaru sampai dengan tahun 2006 mencapai jiwa, sementara pada tahun 2002 hanya berjumlah jiwa, terjadi peningkatan sekitar 12,64%. Peningkatan jumlah penduduk akan berdampak pada perubahan penggunaan lahan baik untuk pemukiman, kawasan hijau kota ataupun peruntukan lainnya. Pembangunan yang belum merata memberikan pengaruh terhadap penyebaran jumlah penduduk. Daerah pusat kegiatan merupakan pusat kehidupan sosial, ekonomi, budaya, dan politik dalam suatu kota sehingga pada kawasan ini terdapat bangunan utama untuk kegiatan sosial ekonomi (Yunus, 2002). Rute transportasi dari segala penjuru memusat pada kawasan ini sehingga daerah pus at kegiatan merupakan kawasan dengan derajat aksesibilitas tertinggi. Penduduk Kota Pekanbaru tahun 2003 berjumlah jiwa (BPS Kota Pekanbaru, 2003). Kecamatan yang berada pada pusat kota mempunyai kecenderungan dengan kepadatan penduduk yang tinggi. Kecamatan Pekanbaru Kota mempunyai kepadatan penduduk dengan jumlah 135 jiwa/hektar, Senapelan 55 jiwa/hektar,

20 3 Sukajadi 121 jiwa/hektar, Sail 66 jiwa/hektar, Rumbai 5 jiwa/hektar, Bukit Raya 7 jiwa/hektar, dan Tampan 14 jiwa/hektar. Besarnya pemakaian energi listrik di Kota Pekanbaru terjadi seiring dengan meningkatnya populasi dan aktifitas masyarakat untuk berbagai kegiatan. Berdasarkan data yang diperoleh dari Perusahaan Listrik Negara (PLN) Kota Pekanbaru, terjadi peningkatan konsumsi listrik dalam hit ungan kwh. Rata-rata peningkatan hingga tahun 2004 sekitar 8,74 %. Jumlah kwh yang terpakai pada tahun 1998 yaitu sebesar dan pemakaian sampai dengan tahun 2004 berjumlah kwh (Lampiran 1). Jumlah kendaraan di Kota Pekanbaru pada Tahun 2000 berjumlah unit. Terjadi peningkatan sekitar 12,14 %, pa da akhir Tahun 2004 berjumlah unit (Direktorat Lalu Lintas, Polda RIAU). Peningkatan jumlah kendaraan akan meningkatkan kebutuhan energi yang berdampak terhadap peningkatan jumlah karbon dioksida (CO2) yang dihasilkan. Udara sebagai sumber daya alam yang mempengaruhi kehidupan manusia serta ma khluk hidup lainnya harus dijaga dan dipelihara kelestarian fungsinya untuk pemeliharaan kesehatan dan kesejahteraan manusia serta perlindungan bagi makhluk hidup lainnya. Supaya udara dapat bermanfaat sebesar -besarnya bagi pelestarian fungsi lingkungan hidup, maka udara perlu dipelihara, dijaga dan dijamin mutunya melalui pengendalian pencemaran udara (PP No.41 Tahun 1999). Berdasarkan informasi dari Laboratorium Udara BAPEDALDA Kota Pekanbaru bahwa untuk saat tertentu keadaan kualitas udara ambien Kota Pekanbaru telah melebihi ambang batas. Kriteria ambang batas ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. Kep-45/MENLH/10/1997 tentang perhitungan dan pelaporan serta informasi Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU). Parameter pencemaran udara meliputi nilai partikulat (PM-10), ozon (O3), CO, SO2 dan NO2. Nilai Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) disajikan pada Lampiran 2. Masing-masing jenis polutan terpapar dengan kriteria baik, sedang, tidak sehat, sangat tidak sehat, sampai dengan berbahaya. Dampak yang ditimbulkan

21 4 dari partikulat (PM-10) untuk kategori sedang adalah terjadi penurunan pada jarak pandang, kategori tidak sehat selain gangguan jarak pandang terjadi juga pengotoran debu, kategori sangat tidak sehat akan terjadi peningkatan sensitivitas pada penderita asma dan bronhitis (Lampiran 3). Dampak yang ditimbulkan dari Ozon (O 3 ) untuk kategori sedang akan mengakibatkan luka pada beberapa spesies tumbuhan, kategori tidak sehat mengakibatkan penurunan kemampuan daya tahan tubuh, kategori sangat tidak sehat akan mempengaruhi pernafasan penderita paruparu kronis (Lampiran III Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No. 107 Tahun 1997). Sementara dampak untuk masing-masing kategori sedang yang ditimbulkan dari karbon monoksida (CO), nitrogen (NO2), dan sulfur dioksida (SO 2 ) adalah terjadinya perubahan kimia darah, berbau, dan luka pada beberapa spesies tumbuhan. Perubahan yang terjadi mempunyai pengaruh buruk terhadap lingkungan, apalagi jika sebelumnya aparat pemerintah belum mempersiapkan strategi perencanaan khusus untuk mengantisipasi segala bentuk perubahan yang terjadi khususnya terhadap pengelolaan lingkungan hidup kawasan perkotaan secara berkesinambungan. Permasalahan lingkungan di Kota Pekanbaru ditimbulkan akibat terjadi peningkatan kawasan untuk pemukiman, peningkatan jumlah penduduk yang berhubungan dengan daya tampung lingkungan, jumlah karbon dioksida yang dihasilkan serta keberadaan vegetasi atau kawasan hijau sebagai daya dukung lingkungan. Tujuan yang ingin dicapai dengan pembangunan berkelanjutan adalah menggeser titik berat pembangunan dari hanya pembangunan ekonomi menjadi juga mencakup pembangunan sosial-budaya dan lingkungan (Keraf, 2002). Dalam konsep dasar pembangunan yang berwawasan lingkungan ada dua aspek penting yang menjadi perhatian utama yaitu lingkungan dan pembangunan. Oleh karena itu, pembangunan berwawasan lingkungan berarti pembangunan yang baik dari titik pandang ekologi atau lingkungan. Berwawasan lingkungan juga berarti adanya keharmonisan dalam hubungan manusia dan alam atau lebih spesifik antara manusia dan lingkungan fisiknya (Yakin, 1997).

22 5 Untuk mengatasi permasalahan lin gkungan yang timbul maka perlu dilakukan pengelolaan lingkungan fisik perkotaan sesuai dengan daya dukung dan kebutuhan kota. Bentuk pengelolaan dapat berupa pemanfaatan ruang yang diperuntukkan bagi penghijauan kota. Penelitian ini dilakukan supaya dapat memperoleh gambaran mengenai jumlah kebutuhan luas vegetasi untuk mendukung perkembangan kota di Kota Pekanbaru. 1.2 Kerangka Pemikiran Kota yang sedang berkembang pada umumnya berusaha untuk mengembangkan dirinya dari suatu keadaan dan sifat masyarakat tradisional dengan keadaan ekonomi terbelakang, menuju ke arah keadaan yang lebih baik. Dalam hal ekonomi, ditujukan untuk mendapatkan kesejahteraan dan tingkat ekonomi yang lebih baik. Akan tetapi perhatian terhadap pembangunan ekonomi saja tidak akan memberikan jaminan untuk suatu proses pembangunan yang stabil dan berkelanjutan apabila mengabaikan aspek lain seperti lingkungan (Tjokroamidjojo, 1995). Meningkatnya jumlah populasi penduduk kota dan kebutuhan sumber daya, keberadaan kota tidak dapat dilepaskan dari masalah-masalah lingkungan seperti keterbatasan lahan, polusi air, udara dan suara, sistem sanitasi yang buruk, dan kondisi perumahan yang tidak memadai serta masalah transportasi. Lebih lanjut, persoalan lingkungan kota juga mempunyai implikasi yang kompleks, terutama berkaitan dengan persoalan sosial ekonomi masyarakat kota. Lingkungan kota yang kurang baik dan sehat memicu berkembangnya berbagai persoalan sosial kota, baik menyangkut kriminalitas kota, persoalan psikologis penduduk kota, kemiskinan, serta konflik-konflik sosial lainnya. Pertumbuhan kegiatan ekonomi dan pembangunan yang terpusat pada daerah perkotaan, memacu arus urbanisasi sehingga berpengaruh terhadap penyebaran penduduk. Dengan meningkatnya jumlah penduduk dan luas lahan yang terbatas akan berakibat terhadap menurunnya kemampuan daya dukung dan daya tampung lingkungan. Permasalahan lain yang timbul akibat adanya pertambahan jumlah penduduk diantaranya adalah terjadinya penurunan kualitas

23 6 lingkungan yang diakibatkan dengan terjadinya penurunan kualitas udara oleh adanya kegiatan industri dan transportasi. Pencemaran terjadi dengan meningkatnya aktivitas masyarakat, dalam hal ini adalah semakin banyaknya jumlah kendaraan di kawasan perkotaan akan menimbulkan berbagai macam polusi udara yang membahayakan kesehatan manusia. Terjadinya perubahan iklim mikro dapat dirasakan dengan meningkatnya suhu udara di kawasan perkotaan sebagai dampak dari banyaknya sumber pencemar. Keadaan ini juga akan menimbulkan penurunan nilai estetika, artinya pada kawasan perkotaan, masyarakat sudah tidak dapat lagi merasakan kenyamanan yang nantinya juga akan menimbulkan permasalahan-permasalahan psikologis bagi manusia di kawasan perkotaan. Pencemaran udara juga menjadi bagian dari penurunan kualitas lingkungan sebagai akibat adanya kegiatan industri, jumlah kendaraan bermotor yang terus bertambah dan berbagai jenis aktifitas masyarakat. Perkembangan kota yang terjadi di Kota Pekanbaru terlihat dengan semakin berkembangnya perekonomian di segala sektor. Industri, perdagangan dan jasa juga memegang peranan penting dalam meningkatkan pertumbuhan perekonomian. Bertambahnya tingkat pertumbuhan penduduk juga merupakan dampak dari suatu perubahan kota yang menunjukkan banyaknya aktivitas yang terjadi di dalam kota tersebut yang pada akhirnya membutuhkan lahan yang banyak untuk pemukiman. Perkembangan kota juga akan mengakibatkan konversi terhadap lahan-lahan hijau, sehingga peran lahan hijau tersebut menjadi prioritas yang terakhir dari kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah kota. Ketiga kelompok tersebut yaitu kegiatan industri, perdagangan dan jasa berpengaruh terhadap perekonomian, pemukiman serta konversi lahan-lahan hijau akan menimbulkan dampak-dampak perubahan yang negatif dari keadaan sebelumnya terhadap lingkungan, hal ini tentu akan menimbulkan masalah-masalah baru terhadap lingkungan yang akan berpengaruh terhadap kualitas lingkungan. Perlu dilakukan suatu cara untuk penanggulangan kerusakan lingkungan akibat dari permasalahan-permasalahan lingkungan yang timbul. Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk mengatasi kerusakan lingkungan perkotaan adalah

24 7 dengan pengadaan ruang terbuka hijau yang tepat dan sesuai fungsinya serta lebih khusus untuk menghasilkan suatu perencanaan hutan kota yang nantinya akan memberikan sumbangan yang positif dengan keberadaan pohon-pohon yang ditata dengan suatu perencanaan yang baik. Hutan kota merupakan bagian dari ruang terbuka hijau kota, keberadaannya memiliki makna mengamankan ekosistem alam yang besar pengaruhnya terhadap eksistensi dan kelangsungan hidup kota itu sendiri. Manfaat keberadaan hutan kota yaitu untuk memperbaiki lingkungan dan menjaga iklim, meresapkan air, menciptakan keseimbangan dan keserasian lingkungan fisik kota serta mendukung pelestarian plasma nutfah dan aspek lainnya, sehingga pembangunan dapat berjalan seiring sejalan dengan aspek kelestarian lingkungan. Pendekatan pembangunan hutan kota yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan parsial yakni menyisihkan sebagian dari kota untuk kawasan hutan kota (Dahlan, 2004). Ada beberapa metoda yang dapat dilakukan untuk menetapkan luasannya yakni berdasarkan perhitungan: (1) persentase luas (Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1988); (2) luasan perkapita (Simonds,1983); dan (3) isu penting pada suatu kota. Persentase luas yang dipakai menjadi acuan adalah 40 % dari luas wilayah adalah kawasan hijau. Luasan perkapita yang digunakan adalah kebutuhan ruang terbuka hijau masyarakat yaitu 40 meter persegi/jiwa. Isu penting yang digunakan ada lah berdasarkan jumlah karbon dioksida berdasarkan kemampuan tipe vegetasi untuk menyerap karbon dioksida (Iverson et. al. 1993). Diagram alir kerangka penelitian yang dilakukan untuk merencanakan pembangunan hutan kota untuk memenuhi kebutuhan ruang terbuka hijau di Kota Pekanbaru disajikan pada Gambar 1.

25 8 Perkembangan Kota Existing Condition RTH Standar Kebutuhan RTH Kondisi Kota RUTRK Kawasan Hijau Inmendagri No.14/88 Luas Wilayah Analisis Penutupan Lahan Jumlah Penduduk Kependudukan Luas dan Sebaran Luas dan Sebaran Jumlah Karbon dioksida Konsumsi Energi (listrik, minyak tanah, premium, solar) Analisis Kebutuhan RTH Luas dan Sebaran Kesesuaian Luas RTH Kesesuaian Luas RTH No Permasalahan Lingkungan No Arahan Penanaman Vegetasi Dengan Hutan Kota Gambar 1. Kerangka Pemikiran 1.3 Rumusan Masalah Pembangunan di Kota Pekanbaru merupakan rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh aspek kehidupan. Kawasan Kota Pekanbaru merupakan tempat yang sangat menarik bagi masyarakat untuk mengembangkan kehidupan sosial ekonomi. Kehidupan sosial ekonomi berpengaruh terhadap pertumbuhan penduduk baik secara alamiah maupun migrasi sehingga menyebabkan tidak terkendalinya perkembangan pemukiman dan lingkungan perumahan.

26 9 Faktor yang sangat penting dalam permasalahan lingkungan adalah besarnya populasi manusia. Pertumbuhan penduduk merupakan faktor utama yang mempengaruhi perkembangan pemukiman dan kebutuhan prasarana dan sarana. Pertambahan jumlah penduduk juga akan menyebabkan terjadinya peningkatan kebutuhan energi seperti energi listrik, minyak tanah, bahan bakar transportasi yaitu premium dan solar. Sejalan dengan upaya pembangunan ekonomi atau pengembangan kawasan, berbagai kegiatan masyarakat dan pemerintah yang ada di Kota Pekanbaru terjadi pada suatu ruang. Ketidaktepatan rencana dan ketidaktertiban pemanfaatan ruang dapat berpengaruh terhadap penurunan kualitas lingkungan hidup. Ruang terbuka hijau semakin terdesak keberadaannya dan berubah menjadi bangunan untuk mencukupi kebutuhan fasilitas penduduk kota. Penyebaran jumlah penduduk yang tidak merata dalam suatu wilayah, akan memberikan pengaruh yang negatif terhadap daya dukung lingkungan. Kebutuhan energi sebagai dampak adanya kegiatan pembangunan, meningkatkan pengaruhnya terhadap kualitas udara Kota Pekanbaru. Rencana tata ruang yang merupakan aplikasi peraturan mengenai ruang terbuka hijau, belum bisa diwujudkan dengan baik untuk mengakomodasi aspek-aspek yang membutuhkan ruang terbuka hijau. Secara lebih khusus, permasalahan pokok yang hendak diteliti atau diungkapkan pada penelitian ini adalah : 1. Apakah ruang terbuka hijau yang ada telah memberi keseimbangan lingkungan terhadap penyebaran dan jumlah penduduk, luas wilayah serta dampak yang ditimbulkan dari penggunaan energi (listrik, minyak tanah, premium, dan solar)? 2. Apakah rencana tata ruang untuk kawasan hijau sudah mampu mengakomodasi kebutuhan ruang terbuka hijau yang dibutuhkan masyarakat dan fungsi untuk menyerap karbon dioksida dapat terpenuhi?

27 Tujuan Penelitian Secara spesifik tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Menganalisis luas dan sebaran ruang terbuka hijau di Kota Pekanbaru. 2. Menganalisis jumlah kebutuhan ruang terbuka hijau di Kota Pekanbaru berdasarkan luas kawasan, jumlah penduduk, dan karbon dioksida yang dihasilkan. 3. Mengidentifikasi apakah luas dan sebaran ruang terbuka hijau di Kota Pekanbaru telah sesuai terhadap kebutuhan luas kawasan hijau berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau (RTH), jumlah penduduk, dan jumlah karbon dioksida yang dihasilkan. 4. Mengidentifikasi kesesuaian jumlah dan sebaran ruang terbuka hijau berdasarkan Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) terhadap kebutuhan ruang terbuka hijau. 5. Arahan penambahan ruang terbuka hijau untuk memenuhi kebutuhan ruang terbuka hijau di Kota Pekanbaru. 1.5 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian adalah ini : 1. Memberikan informasi kepada Pemerintah Daerah Kota Pekanbaru mengenai kebutuhan ruang terbuka hijau Kota Pekanbaru. 2. Sebagai bahan pertimbangan bagi Pemerintah Daerah Kota Pekanbaru untuk menentukan lokasi dan luas kawasan hijau kota. 3. Sebagai bahan rujukan dan perbandingan untuk penentuan kebutuhan ruang terbuka hijau khususnya bagi kawasan-kawasan kota yang mengalami permasalahan lingkungan yang sama.

28 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ruang Terbuka Hijau Ruang terbuka hijau kota merupakan bagian dari penataan ruang perkotaan yang berfungsi sebagai kawasan lindung. Kawasan hijau kota terdiri atas pertamanan kota, kawasan hijau hutan kota, kawasan hijau rekreasi kota, kawasan hijau kegiatan olahraga, kawasan hijau pekarangan. Ruang terbuka hijau diklasifikasi berdasarkan status kawasan, bukan berdasarkan bentuk dan struktur vegetasinya (Fandeli, 2004). Berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988 tentang Penataan ruang terbuka hijau di Wilayah Perkotaan, Ruang terbuka hijau adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas, baik dalam bentuk area/kawasan maupun dala m bentuk area memanjang/jalur dimana di dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka pada dasarnya tanpa bangunan. Dalam ruang terbuka hijau pemanfatannya lebih bersifat pengisian hijau tanaman atau tumbuh-tumbuhan secara alamiah ataupun budidaya tanaman seperti lahan pertanian, pertamanan, perkebunan dan sebagainya. 2.2 Hutan Kota Hutan kota adalah ruang terbuka yang ditumbuhi vegetasi berkayu di wilayah perkotaan. Hutan kota memberikan manfaat lingkungan sebesar -besarnya kepada penduduk perkotaan, dalam kegunaan-kegunaan proteksi, estetika, rekreasi dan kegunaan khusus lainnya (Djaiz dan Novian, 2000). Hutan kota merupakan bentuk persekutuan vegetasi pohon yang mampu menciptakan iklim mikro dan lokasinya di perkotaan atau dekat kota. Hutan di perkotaan ini tidak memungkinkan berada dalam areal yang luas. Bentuknya juga tidak harus dalam bentuk blok, akan tetapi hutan kota dapat dibangun pada berbagai penggunaan lahan. Oleh karena itu diperlukan kriteria untuk menetapkan bentuk dan luasan hutan kota. Kriteria penting yang dapat dipergunakan adalah kriteria lingkungan. Hal ini berkaitan dengan manfaat penting hutan kota berupa manfaat lingkungan yang terdiri atas konservasi mikroklimat, keindahan, serta konservasi flora dan kehidupan liar (Fandeli, 2004).

29 12 Keha diran pohon dalam lingkungan kehidupan manusia, khususnya diperkotaan, memberikan nuansa kelembutan tersendiri. Perkembangan kota yang lazimnya diwarnai dengan aneka rona kekerasan, dalam arti harfiah ataupun kiasan, sedikit banyak dapat dilunakkan dengan elemen alamiah seperti air (baik yang diam-tenang maupun yang bergerak-mengalir) dan aneka tanaman (mulai dari rumput, semak sampai pohon) (Budihardjo, 1993). Dalam pelaksanaan pembangunan hutan kota dan pengembangannya, ditentukan berdasarkan pada objek yang akan dilindungi, hasil yang dicapai dan letak dari hutan kota tersebut. Berdasarkan letaknya, hutan kota dapat dibagi menjadi lima kelas yaitu : 1. Hutan Kota Pemukiman, yaitu pembangunan hutan kota yang bertujuan untuk membantu menciptakan lingkungan yang nyaman dan menambah keindahan dan dapat menangkal pengaruh polusi kota terutama polusi udara yang diakibatkan oleh adanya kendaraan bermotor yang terus meningkat dan lain sebagainya di wilayah pemukiman. 2. Hutan Kota Industri, berperan sebagai penangkal polutan yang berasal dari limbah yang dihasilkan oleh kegiatan-kegiatan perindustrian, antara lain limbah padat, cair, maupun gas. 3. Hutan Kota Wisata/Rekreasi, berperan sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan rekreasi bagi masyarakat kota yang dilengkapi dengan sarana bermain untuk anak-anak atau remaja, tempat peristirahatan, perlindungan dari polutan berupa gas, debu dan udara, serta merupakan tempat produksi oksigen. 4. Hutan Kota Konservasi, hutan kota ini mengandung arti penting untuk mencegah kerusakan, memberi perlindungan serta pelestarian terhadap objek tertentu, baik flora maupun faunanya di alam. 5. Hutan Kota Pusat Kegiatan, hutan kota ini berperan untuk meningkatkan kenyamanan, keindahan, dan produksi oksigen di pusat-pusat kegiatan seperti pasar, termin al, perkantoran, pertokoan dan lain sebagainya. Di samping itu hutan kota juga berperan sebagai jalur hijau di pinggir jalan yang berlalulintas padat (Irwan, 1997).

30 13 Mengenai luasan dan persentase adalah bahwa luas hutan kota dalam suatu hamparan yang kompak paling sedikit 0,25 (dua puluh lima per seratus) hektar (pasal 8 ayat 2), sedangkan mengenai persentase luas hutan kota paling sedikit 10 % (sepuluh per seratus) dari wilayah perkotaan dan atau disesuaikan dengan kondisi setempat (pasal 8 ayat 3) (PP No. 63 tahun 2002). Secara umum bentuk hutan kota adalah : 1. Jalur Hijau. Jalur Hijau berupa peneduh jalan raya, jalur hijau di bawah kawat listrik, di tepi jalan kereta api, di tepi sungai, di tepi jalan bebas hambatan. 2. Taman Kota. Taman Kota diartikan seba gai tanaman yang ditanam dan ditata sedemikian rupa, baik sebagian maupun semuanya hasil rekayasa manusia, untuk mendapatkan komposisi tertentu yang indah. 3. Kebun dan Halaman. Jenis tanaman yang ditanam di kebun dan halaman biasanya dari jenis yang dapat me nghasilkan buah. 4. Kebun Raya, Hutan Raya, dan Kebun Binatang. Kebun raya, hutan raya dan kebun binatang dapat dimasukkan ke dalam salah satu bentuk hutan kota. Tanaman dapat berasal dari daerah setempat, maupun dari daerah lain baik dalam negeri maupun luar negeri. 5. Hutan Lindung, daerah dengan lereng yang curam harus dijadikan kawasan hutan karena rawan longsor. Demikian pula dengan daerah pantai yang rawan akan abrasi air laut (Dahlan, 1992). 2.3 Fungsi Hutan Kota Salah satu upaya yang dilakukan untuk mengembalikan kondisi lingkungan perkotaan yang rusak adalah dengan pembangunan ruang terbuka hijau kota yang mampu memperbaiki keseimbangan ekosistem kota. Upaya ini bisa dilakukan dengan cara membangun hutan kota yang memiliki beranekaragam manfaat. Manfaat hutan kota diantaranya adalah sebagai berikut : Identitas Kota Jenis tanaman dapat dijadikan simbol atau lambang suatu kota yang dapat dikoleksi pada areal hutan kota. Propinsi Sumatra Barat misalnya, flora yang dikembangkan untuk tujuan tersebut di atas adalah Enau (Arenga pinnata ) dengan

31 14 alasan pohon tersebut serba guna dan istilah pagar-ruyung menyiratkan makna pagar enau. Jenis pilihan lainnya adalah kayu manis (Cinnamomum burmanii), karena potensinya besar dan banyak diekspor dari daerah ini (Fandeli, 2004). Nilai Estetika Komposisi vegetasi dengan strata yang bervariasi di lingkungan kota akan menambah nilai keindahan kota tersebut. Bentuk tajuk yang bervariasi dengan penempatan (pengaturan tata ruang) yang sesuai akan memberi kesan keindahan tersendiri. Tajuk pohon juga berfungsi untuk memberi kesan lembut pada bangunan di perkotaan yang cenderung bersifat kaku. Suatu studi yang dilakukan atas keberadaan hutan kota terhadap nilai estetika adalah bahwa masyarakat bersedia untuk membayar keberadaan hutan kota karena memberikan rasa keindahan dan kenyamanan (Tyrväinen, 1998). Penyerap Karbondioksida (CO 2 ) Hutan merupakan penyerap gas karbon dioksida yang cukup penting, selain dari fito-plankton, ganggang dan rumput laut di samudera. Dengan berkurangnya ke mampuan hutan dalam menyerap gas ini sebagai akibat menyusutnya luasan hutan akibat perladangan, pembalakan dan kebakaran, maka perlu dibangun hutan kota untuk membantu mengatasi penurunan fungsi hutan tersebut. Cahaya matahari akan dimanfaatkan oleh semua tumbuhan, baik hutan kota, hutan alami, tanaman pertanian dan lainnya dalam proses fotosintesis yang berfungsi untuk mengubah gas karbon dioksida dengan air menjadi karbohidrat (C 6 H 12 O 6 ) dan oksigen (O 2 ). Proses kimia pembentukan karbohidrat (C 6 H 12 O 6 ) dan oksigen (O 2 ) adalah 6 CO H 2 O + Energi dan klorofil menjadi C 6 H 12 O O 2. Proses fotosintesis sangat bermanfaat bagi manusia. Pada proses fotosintesis dapat menyerap gas yang bila konsentarasinya meningkat akan beracun bagi manusia dan hewan serta akan mengakibatkan efek rumah kaca. Di lain pihak proses fotosintesis menghasilkan gas oksigen yang sangat diperlukan oleh manusia dan hewan. Jenis tanaman yang baik sebagai penyerap gas Karbondioksida (CO 2 ) dan penghasil oksigen adalah damar (Agathis alba ), daun kupu-kupu (Bauhinia purpurea), lamtoro gung (Leucaena leucocephala), akasia

32 15 (Acacia auriculiformis), dan beringin (Ficus benjamina). Penyerapan karbon dioksida oleh hutan kota dengan jumlah pohon berumur tahun mampu mengurangi karbon dioksida sebanyak 800 ton per tahun (Simpson and McPherson, 1999). Pelestarian Air Tanah Sistem perakaran tanaman dan serasah yang berubah menjadi humus akan mengurangi tingkat erosi, menurunkan aliran permukaan dan mempertahankan kondisi air tanah di lingkungan sekitarnya. Pada musim hujan laju aliran permukaan dapat dikendalikan oleh penutupan vegetasi yang rapat, sedangkan pada musim kemarau potensi air tanah yang tersedia bisa memberikan manfaat bagi kehidupan di lingkungan perkotaan. Hutan kota dengan luas minimal setengah hektar mampu menahan aliran permukaan akibat hujan dan meresapkan air ke dalam tanah sejumlah m 3 setiap tahun (Urban Forest Research, 2002). Penahan Angin Hutan kota berfungsi sebagai penahan angin yang mampu mengurangi kecepatan angin %. Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam mendesain hutan kota untuk menahan angin adalah sebagai berikut : Jenis tanaman yang ditanam adalah tanaman yang memiliki dahan yang kuat. a. Daunnya tidak mudah gugur oleh terpaan angin dengan kecepatan sedang b. Memiliki jenis perakaran dalam. c. Memiliki kerapatan yang cukup (50-60 %). d. Tinggi dan lebar jalur hutan kota cukup besar, sehingga dapat melindungi wilayah yang diinginkan. Penanaman pohon yang selalu hijau sepanjang tahun berguna sebagai penahan angin pada musim dingin, sehingga pada akhirnya dapat menghemat energi sampai dengan 50 persen energi yang digunakan untuk penghangat ruangan pada pemakaian sebuah rumah. Pada musim panas

33 16 pohon-pohon akan menahan sinar matahari dan memberikan kesejukan di dalam ruangan (Forest Service Publications. Trees save energy, 2003). Ameliorasi Iklim Hutan kota dapat dibangun untuk mengelola lingkungan perkotaan untuk menurunkan suhu pada waktu siang hari da n sebaliknya pada malam hari dapat lebih hangat karena tajuk pohon dapat menahan radiasi balik (reradiasi) dari bumi. Jumlah pantulan radiasi matahari suatu hutan sangat dipengaruhi oleh panjang gelombang, jenis tanaman, umur tanaman, posisi jatuhnya sinar matahari, keadaan cuaca dan posisi lintang. Suhu udara pada daerah berhutan lebih nyaman daripada daerah yang tidak ditumbuhi oleh tanaman. Selain suhu, unsur iklim mikro lain yang diatur oleh hutan kota adalah kelembaban. Pohon dapat memberikan kesejukan pada daerah-daerah kota yang panas (heat island) akibat pantulan panas matahari yang berasal dari gedung-gedung, aspal dan baja. Daerah ini akan menghasilkan suhu udara 3-10 derajat lebih tinggi dibandingkan dengan daerah pedesaan. Penanaman pohon pada suatu areal akan mengurangi temperatur atmosfer pada wilayah yang panas tersebut (Forest Service Publications, Trees Modify Local Climate, 2003). Habitat Hidupan Liar Hutan kota bisa berfungsi sebagai habitat berbagai jenis hidupan liar dengan keanekaragaman hayati yang cukup tinggi. Hutan kota merupakan tempat perlindungan dan penyedia nutrisi bagi beberapa jenis satwa terutama burung, mamalia kecil dan serangga. Hutan kota dapat menciptakan lingkungan alami dan keanekaragaman tumbuhan dapat menciptakan ekosistem lokal yang akan menyediakan tempat dan ma kanan untuk burung dan binatang lainnya (Forest Service Publications, Trees Reduce Noise Pollution and Create Wildlife and Plant Diversity, 2003). Produksi Terbatas atau Manfaat Ekonomi Manfaat hutan kota dalam aspek ekonomi bisa diperoleh secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung, manfaat ekonomi hutan kota diperoleh dari penjualan atau penggunaan hasil hutan kota berupa kayu bakar maupun kayu perkakas. Penanaman jenis tanaman hutan kota yang bisa menghasilkan biji, buah

34 17 atau bunga dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan oleh masyarakat untuk meningkatkan taraf gizi, kesehatan dan penghasilan masyarakat. Buah kenari selain untuk dikonsumsi juga dapat dimanfaatkan untuk kerajinan tangan. Bunga tanjung dapat diambil bunganya. Buah sawo, pala, kelengkeng, duku, asam, menteng dan lain -lain dapat dimanfaatkan oleh masyarakat untuk meningkatkan gizi dan kesehatan masyarakat kota. Sedangkan secara tidak langsung, manfaat ekonomi hutan kota berupa perlindungan terhadap angin serta fungsi hutan kota sebagai perindang, menambah kenyamanan masyarakat kota dan meningkatkan nilai estetika lingkungan kota. (Fandeli, 2004). Hutan kota dapat meningkatkan stabilitas ekonomi masyarakat dengan cara menarik minat wisatawan dan peluang-peluang bisnis lainnya, orang-orang akan menikmati kehidupan dan berbelanja dengan waktu yang lebih lama di sepanjang jalur hijau, kantor-kantor dan apartemen di areal yang berpohon akan disewakan serta banyak orang yang akan menginap dengan harga yang lebih tinggi dan jangka waktu yang lama, kegiatan dilakukan pada perkantoran yang mempunyai banyak pepohonan akan memberikan produktifitas yang tinggi kepada para pekerja (Forest Service Publications, Trees Increase Economic Stability, 2003). 2.4 Pencemaran Lingkungan Perkotaan Pencemaran lingkungan adalah perubahan lingkungan yang tidak menguntungkan, sebagian karena tindakan manusia, disebabkan perubahan pola penggunaan energi dan materi, tingkatan radiasi, bahan-bahan fisika dan kimia, dan jumlah organisme. Perbuatan ini dapat mempengaruhi langsung manusia, atau tidak langsung melalui air, hasil pertanian, peternakan, benda -benda, perilaku dalam apresiasi dan rekreasi di alam bebas (Sastrawijaya, 2000). Pencemaran udara ialah jika udara di atmosfer dicampuri dengan zat atau radiasi yang berpengaruh jelek terhadap organisme hidup. Jumlah pengotoran ini cukup banyak sehingga tidak dapat diabsorpsi atau dihilangkan. Umumnya pengotoran ini bersifat alamiah, misalnya gas pembusukan, debu akibat erosi, dan serbuk tepung sari yang terbawa angin, kemudian ditambah oleh manusia karena

35 18 ulah hidupnya dan jumlah serta kadar bahayanya semakin meningkat. Pencemar udara dapat digolongkan kedalam tiga kategori, yaitu (1) pergesekan permukaan; (2) penguapan; (3) pembakaran; (Sastrawijaya, 2000). Pada keadaan yang masih pada batas-batas kemampuan alamiah, udara di atmosfer sebagai suatu sistem mempunyai kemampuan ekologis untuk beradaptasi dan mengadakan mekanisme pengendalian alamiah (ecological auto-mechanism) dengan unsur-unsur yang ada dalam ekosistem (kemampuan pengenceran dengan tumbuh-tumbuhan maupun lain-lain). Gangguan-gangguan terhadap ketimpangan susunan udara atmosfir dikatakan apabila zat-zat pencemar telah melewati angka batas atau baku mutu yang ditentukan oleh kuantitas kontaminan, lamanya berlangsung maupun potensialnya. Nilai ambang batas tersebut berbeda untuk masing-masing kontaminan yang ditentukan berdasarkan pertimbangan aspek kesehatan, estetika, pertumbuhan industri dan lain-lain (Ryadi, 1982). Gas buang sisa pembakaran bahan bakar minyak mengandung bahanbahan pencemar seperti sulfur dioksida (SO2), nitrogen oksida (NOx), karbon monoksida (CO), volatile hydrocarbon (VHC), suspended particulate matter dan partikel lainnya. Bahan-bahan pencemar tersebut dapat berdampak negatif terhadap manusia ataupun ekosistem bila melebihi konsentrasi tertentu. Peningkatan penggunaan bahan bakar minyak untuk sektor transportasi menyebabkan gas buang yang mengandung polutan juga akan naik dan akan mempertinggi kadar pencemaran udara (Sugiyono, 1998). 2.5 Serapan Vegetasi Terhadap Karbon Dioksida Salah satu komponen yang penting dalam konsep tata ruang adalah menetapkan dan mengaktifkan jalur hijau dan hutan kota, baik yang akan direncanakan maupun yang sudah ada namun kurang berfungsi. Selain itu jenis pohon yang ditanam perlu menjadi pertimbangan, karena setiap jenis tanaman mempunyai kemampuan menjerap yang berbeda -beda (Gusmailina, 1996). Vegetasi juga mempunyai peranan yang besar dalam ekosistem, apalagi jika kita mengamati pembangunan yang meningkat di perkotaan yang sering kali tidak menghiraukan kehadiran lahan untuk vegetasi. Vegetasi ini sangat berguna

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam kerangka pembangunan nasional, pembangunan daerah merupakan bagian yang terintegrasi. Pembangunan daerah sangat menentukan keberhasilan pembangunan nasional secara

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA PEKANBARU

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA PEKANBARU ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA PEKANBARU Oleh RISWANDI STEPANUS TINAMBUNAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

Manfaat hutan kota diantaranya adalah sebagai berikut :

Manfaat hutan kota diantaranya adalah sebagai berikut : BENTUK DAN FUNGSI HUTAN KOTA 1. Bentuk Hutan Kota Pembangunan hutan kota dan pengembangannya ditentukan berdasarkan pada objek yang dilindungi, hasil yang dicapai dan letak dari hutan kota tersebut. Berdasarkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang sangat menentukan keberhasilan pembangunan nasional secara menyeluruh. Pembangunan daerah telah berlangsung

Lebih terperinci

Tabel 28. Kesesuaian RUTRK untuk RTH terhadap Inmendagri No. 14 Tahun RUTRK Untuk RTH (ha)

Tabel 28. Kesesuaian RUTRK untuk RTH terhadap Inmendagri No. 14 Tahun RUTRK Untuk RTH (ha) 80 Tabel 28. Kesesuaian RUTRK untuk RTH terhadap Inmendagri No. 14 Tahun 1988 RUTRK Untuk RTH (ha) Kebutuhan RTH Berdasarkan Inmendagri No.14/88 Selisih (ha) Pekanbaru Kota 0 90-90 * Senapelan 0 266-266

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebutuhan Hutan Kota di Perkotaan Hutan kota adalah ruang terbuka yang ditumbuhi vegetasi berkayu di wilayah perkotaan. Hutan kota memberikan manfaat lingkungan sebesar-besarnya

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Pekanbaru. Kota Pekanbaru terletak pada 101 0 18 sampai 101 0 36 Bujur Timur serta 0 0 25 sampai 0 0 45 Lintang Utara.

Lebih terperinci

Tabel 19. Selisih Serapan dan Emisi Karbon Dioksida. (ton) ,19 52,56 64,59 85,95 101, , , ,53

Tabel 19. Selisih Serapan dan Emisi Karbon Dioksida. (ton) ,19 52,56 64,59 85,95 101, , , ,53 70 Tabel 19. Selisih Serapan dan Emisi Karbon Dioksida Pekanbaru Kota Senapelan Limapuluh Sukajadi Sail Rumbai Bukit Raya Tampan Emisi CO 2 (ton) 176.706,19 52,56 64,59 85,95 101,42 24.048,65 32.864,12

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ruang Terbuka Hijau 2.2 Hutan Kota

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ruang Terbuka Hijau 2.2 Hutan Kota II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ruang Terbuka Hijau Ruang terbuka hijau kota merupakan bagian dari penataan ruang perkotaan yang berfungsi sebagai kawasan lindung. Kawasan hijau kota terdiri atas pertamanan kota,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang

PENDAHULUAN. banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan dunia era sekarang ini begitu cepat, ditandai dengan banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang sebelumnya kota telah berkembang menjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri dan Klasifikasinya Industri merupakan suatu usaha atau kegiatan pengolahan bahan mentah atau barang setengah jadi menjadi barang jadi yang memiliki nilai tambah untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Perencanaan Hutan Kota Arti kata perencanaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Fak. Ilmu Komputer UI 2008) adalah proses, perbuatan, cara merencanakan (merancangkan).

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur.

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Hutan Kota Hutan dalam Undang-Undang No. 41 tahun 1999 tentang kehutanan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Permasalahan utama pada kawasan perkotaan umumnya adalah konversi lahan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Permasalahan utama pada kawasan perkotaan umumnya adalah konversi lahan, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengembangan Kawasan Perkotaan Menurut UU Penataan Ruang No. 26 Tahun 2007, yang dimaksud kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang TINJAUAN PUSTAKA Penghijauan Kota Kegiatan penghijauan dilaksanakan untuk mewujudkan lingkungan kota menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang asri, serasi dan sejuk dapat

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA UMUM Pembangunan kota sering dicerminkan oleh adanya perkembangan fisik kota yang lebih banyak ditentukan

Lebih terperinci

Tabel 11. Klasifikasi Penutupan Lahan Data Citra Landsat 7 ETM, Maret 2004

Tabel 11. Klasifikasi Penutupan Lahan Data Citra Landsat 7 ETM, Maret 2004 53 5.1.3 Klasifikasi Penutupan Lahan Klasifikasi data Citra Landsat dilakukan untuk pengelompokan penutupan lahan pada tahun 2004. Metode yang dipergunakan adalah klasifikasi terbimbing (Supervised Classification).

Lebih terperinci

TENTANG BUPATI NGANJUK, Undang-undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi

TENTANG BUPATI NGANJUK, Undang-undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi t'r - PEMERINTAH KABUPATEN NGANJUK SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 09 TAHUN 2OO5 TENTANG PEMBANGUNAN DAN PENGELOLAAN HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGANJUK, Menimbang

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. DAFTAR ISI... viii. DAFTAR TABEL...

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. DAFTAR ISI... viii. DAFTAR TABEL... DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii ABSTRAK... vi ABSTRACT... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... xv DAFTAR GAMBAR... xviii BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 ayat (1) menyebutkan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesatnya kemajuan dan kestabilan pembangunan nasional menempatkan Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai kota metropolitan dengan kondisi perekonomian yang selama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan usaha-usaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan usaha-usaha untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan usaha-usaha untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya. Hal ini penting sebab tingkat pertambahan penduduk di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkat dengan tajam, sementara itu pertambahan jaringan jalan tidak sesuai

BAB I PENDAHULUAN. meningkat dengan tajam, sementara itu pertambahan jaringan jalan tidak sesuai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota merupakan ekosistem buatan yang terjadi karena campur tangan manusia dengan merubah struktur di dalam ekosistem alam sesuai dengan yang dikehendaki (Rohaini, 1990).

Lebih terperinci

WALIKOTA LANGSA PROVINSI ACEH QANUN KOTA LANGSA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

WALIKOTA LANGSA PROVINSI ACEH QANUN KOTA LANGSA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM SALINAN WALIKOTA LANGSA PROVINSI ACEH QANUN KOTA LANGSA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG PERATURAN DAERAH SAMPANG NOMOR : 11 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SAMPANG, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang semula merupakan ruang tumbuh berbagai jenis tanaman berubah menjadi

BAB I PENDAHULUAN. yang semula merupakan ruang tumbuh berbagai jenis tanaman berubah menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daya tarik kota yang sangat besar bagi penduduk desa mendorong laju urbanisasi semakin cepat. Pertumbuhan penduduk di perkotaan semakin pesat seiring dengan perkembangan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MELAWI NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MELAWI, Menimbang : a. bahwa dalam upaya menciptakan wilayah

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS

BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS 4.1 Analisis Pengaruh Peningkatan Penjualan Kendaraan Bermotor terhadap Peningkatan Emisi CO 2 di udara Indonesia merupakan negara pengguna kendaraan bermotor terbesar ketiga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kota lebih banyak mencerminkan adanya perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kota lebih banyak mencerminkan adanya perkembangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kota lebih banyak mencerminkan adanya perkembangan fisik kota yang ditentukan oleh pembangunan sarana dan prasarana. Lahan yang seharusnya untuk penghijauan

Lebih terperinci

PERENCANAAN HUTAN KOTA UNTUK MENINGKATKAN KENYAMANAN DI KOTA GORONTALO IRNA NINGSI AMALIA RACHMAN

PERENCANAAN HUTAN KOTA UNTUK MENINGKATKAN KENYAMANAN DI KOTA GORONTALO IRNA NINGSI AMALIA RACHMAN PERENCANAAN HUTAN KOTA UNTUK MENINGKATKAN KENYAMANAN DI KOTA GORONTALO IRNA NINGSI AMALIA RACHMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan tingginya kepadatan penduduk dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen

Lebih terperinci

Kriteria angka kelahian adalah sebagai berikut.

Kriteria angka kelahian adalah sebagai berikut. PERKEMBANGAN PENDUDUK DAN DAMPAKNYA BAGI LINGKUNGAN A. PENYEBAB PERKEMBANGAN PENDUDUK Pernahkah kamu menghitung jumlah orang-orang yang ada di lingkunganmu? Populasi manusia yang menempati areal atau wilayah

Lebih terperinci

Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA. Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD.

Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA. Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD. Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD. Tujuan Memahami makna dan manfaat hutan kota pada penerapannya untuk Lanskap Kota. Memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan

BAB I PENDAHULUAN. utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aktivitas transportasi khususnya kendaraan bermotor merupakan sumber utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan kendaraan yang digerakan

Lebih terperinci

ke segala arah dan melepaskan panas pada malam hari. cukup pesat. Luas wilayah kota Pematangsiantar adalah km 2 dan

ke segala arah dan melepaskan panas pada malam hari. cukup pesat. Luas wilayah kota Pematangsiantar adalah km 2 dan Kota memiliki keterbatasan lahan, namun pemanfaatan lahan kota yang terus meningkat mengakibatkan pembangunan kota sering meminimalkan ruang terbuka hijau. Lahan-lahan pertumbuhan banyak yang dialihfungsikan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap pembangunan menimbulkan suatu dampak baik itu dampak terhadap ekonomi, kehidupan sosial, maupun lingkungan sekitar. DKI Jakarta sebagai kota dengan letak yang

Lebih terperinci

STUDI IDENTIFIKASI KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU MENGGUNAKAN TEKNIK INTERPRETASI CITRA IKONOS (STUDI KASUS KECAMATAN LUBUK BAJA DI KOTA BATAM)

STUDI IDENTIFIKASI KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU MENGGUNAKAN TEKNIK INTERPRETASI CITRA IKONOS (STUDI KASUS KECAMATAN LUBUK BAJA DI KOTA BATAM) STUDI IDENTIFIKASI KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU MENGGUNAKAN TEKNIK INTERPRETASI CITRA IKONOS (STUDI KASUS KECAMATAN LUBUK BAJA DI KOTA BATAM) Suprajaka 1, Abdul Haris Mogot 1 1 Jurusan Teknik Planologi

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Emisi CO 2 di kota Pematangsiantar 5.1.1 Emisi CO 2 yang berasal dari energi (bahan bakar fosil) Bahan bakar utama dewasa ini adalah bahan bakar fosil yaitu gas alam, minyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sungai maupun pencemaran udara (Sunu, 2001). dan dapat menjadi media penyebaran penyakit (Agusnar, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. sungai maupun pencemaran udara (Sunu, 2001). dan dapat menjadi media penyebaran penyakit (Agusnar, 2007). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berkembangnya sektor industri dan pemanfaatan teknologinya tercipta produk-produk untuk dapat mencapai sasaran peningkatan kualitas lingkungan hidup. Dengan peralatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pembangunan yang terjadi di wilayah perkotaan sedang mengalami perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan yang terjadi lebih banyak

Lebih terperinci

ANALISIS DAN SINTESIS

ANALISIS DAN SINTESIS 55 ANALISIS DAN SINTESIS Lokasi Lokasi PT Pindo Deli Pulp and Paper Mills yang terlalu dekat dengan pemukiman penduduk dikhawatirkan dapat berakibat buruk bagi masyarakat di sekitar kawasan industri PT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Perubahan iklim akibat pemanasan global saat ini menjadi sorotan utama berbagai masyarakat dunia. Perubahan iklim dipengaruhi oleh kegiatan manusia berupa pembangunan

Lebih terperinci

*39929 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 63 TAHUN 2002 (63/2002) TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

*39929 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 63 TAHUN 2002 (63/2002) TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright (C) 2000 BPHN PP 63/2002, HUTAN KOTA *39929 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 63 TAHUN 2002 (63/2002) TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Hal ini disebabkan karena manusia memerlukan daya dukung unsur unsur

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Hal ini disebabkan karena manusia memerlukan daya dukung unsur unsur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Interaksi manusia dengan lingkungan hidupnya merupakan suatu proses yang wajar dan terlaksana sejak manusia itu dilahirkan sampai ia meninggal dunia. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG DI BERBAGAI TIPE DAERAH TEPI (EDGES) TAMAN HUTAN RAYA SULTAN SYARIF HASYIM PROPINSI RIAU DEFRI YOZA

KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG DI BERBAGAI TIPE DAERAH TEPI (EDGES) TAMAN HUTAN RAYA SULTAN SYARIF HASYIM PROPINSI RIAU DEFRI YOZA KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG DI BERBAGAI TIPE DAERAH TEPI (EDGES) TAMAN HUTAN RAYA SULTAN SYARIF HASYIM PROPINSI RIAU DEFRI YOZA SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengaruhnya terhadap ekosistem secara global. Udara yang kita pakai untuk

BAB I PENDAHULUAN. pengaruhnya terhadap ekosistem secara global. Udara yang kita pakai untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Udara merupakan sumber daya alam milik bersama yang besar pengaruhnya terhadap ekosistem secara global. Udara yang kita pakai untuk bernafas umumnya tidak atau kurang

Lebih terperinci

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi 3.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis dan kamera digital. Dalam pengolahan data menggunakan software AutoCAD, Adobe Photoshop, dan ArcView 3.2 serta menggunakan hardware

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 9 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 410 Desember 2011 (Lampiran 2), bertempat di wilayah Kota Selatpanjang, Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau.

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Luas Hutan Kota di Kotamadya Jakarta Selatan Berdasarkan Peraturan Penentuan luas hutan kota mengacu kepada dua peraturan yang berlaku di Indonesia yaitu menurut PP No 62 Tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dan peningkatan kebutuhan hidup manusia, tidak dapat dipungkiri bahwa tekanan terhadap perubahan lingkungan juga akan meningkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin meningkat pula kebutuhan akan lahan-lahan untuk menyediakan permukiman, sarana penunjang ekonomi

Lebih terperinci

SUMMARY. ANALISIS KADAR NITROGEN DIOKSIDA (NO₂) dan KARBONMONOKSIDA (CO) DI UDARA AMBIEN KOTA GORONTALO

SUMMARY. ANALISIS KADAR NITROGEN DIOKSIDA (NO₂) dan KARBONMONOKSIDA (CO) DI UDARA AMBIEN KOTA GORONTALO SUMMARY ANALISIS KADAR NITROGEN DIOKSIDA (NO₂) dan KARBONMONOKSIDA (CO) DI UDARA AMBIEN KOTA GORONTALO Oleh : Yuliana Dauhi Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Dan Keolahragaan Universitas

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PROBOLINGGO NOMOR 10 TAHUN 2005 TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROBOLINGGO, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mencegah

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.5. La Nina. El Nino. Pancaroba. Badai tropis.

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.5. La Nina. El Nino. Pancaroba. Badai tropis. SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.5 1. Perubahan iklim global yang terjadi akibat naiknya suhu permukaan air laut di Samudra Pasifik, khususnya sekitar daerah ekuator

Lebih terperinci

Tabel 14. Emisi Karbon Dioksida yang Dihasilkan dari Penggunaan Listrik

Tabel 14. Emisi Karbon Dioksida yang Dihasilkan dari Penggunaan Listrik 60 5.3.1 Emisi Karbon Dioksida Dari Sumber Penggunaan Listrik Penghitungan emisi karbon dioksida dari penggunaan listrik dilakukan berdasarkan jumlah konsumsi listrik (kwh) pada tahun 2004 (Lampiran 4)

Lebih terperinci

INVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM

INVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM INVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM Izzati Winda Murti 1 ), Joni Hermana 2 dan R. Boedisantoso 3 1,2,3) Environmental Engineering,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR TAHUN TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR TAHUN TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR TAHUN TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, bahwa hutan kota mempunyai fungsi dan peran yang penting dalam menunjang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang ditujukan untuk kesejahteraan manusia, pada dasarnya menimbulkan suatu dampak yang positif maupun negatif. Pembangunan yang tidak berwawasan lingkungan dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Central Business District (CBD) Berdasarkan Undang-Undang No. 24 Tahun 1992 mengenai penataan ruang, pada Pasal 1 disebutkan bahwa kawasan perkotaan adalah kawasan yang mempunyai

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI I. UMUM Di dalam undang-undang no 26 Tahun 2007 tentang penataan Ruang, dijelaskan

Lebih terperinci

Geografi LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN II. K e l a s. xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013

Geografi LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN II. K e l a s. xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013 xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013 Geografi K e l a s XI LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1.

Lebih terperinci

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 10 SUMBERDAYA LAHAN Sumberdaya Lahan Lahan dapat didefinisikan sebagai suatu ruang di permukaan bumi yang secara alamiah dibatasi oleh sifat-sifat fisik serta bentuk

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Eksisting dan Evaluasi Ruang Terbuka Hijau Kecamatan Jepara Jenis ruang terbuka hijau yang dikembangkan di pusat kota diarahkan untuk mengakomodasi tidak hanya fungsi

Lebih terperinci

KAJIAN HUTAN KOTA DALAM PENGEMBANGAN KOTA DEMAK

KAJIAN HUTAN KOTA DALAM PENGEMBANGAN KOTA DEMAK KAJIAN HUTAN KOTA DALAM PENGEMBANGAN KOTA DEMAK Mohhamad Kusyanto Program Studi Teknik Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sultan Fatah (UNISFAT) Jl. Diponegoro 1B Jogoloyo Demak Telpon (0291) 681024

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kota Kota adalah suatu pusat permukiman penduduk yang besar dan luas. Dalam Kota terdapat berbagai ragam kegiatan ekonomi dan budaya. Adakalanya kota didirikan sebagai tempat

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG, Menimbang

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG, Menimbang PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Akan tetapi udara yang benar-benar bersih saat ini sudah sulit diperoleh, khususnya

BAB 1 : PENDAHULUAN. Akan tetapi udara yang benar-benar bersih saat ini sudah sulit diperoleh, khususnya 1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara merupakan unsur yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan manusia, hewan, dan tumbuhan semuanya membutuhkan udara untuk mempertahankan hidupnya.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG,

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG, PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebakaran hutan dan lahan di Indonesia terjadi setiap tahun dan cenderung meningkat dalam kurun waktu 20 tahun terakhir. Peningkatan kebakaran hutan dan lahan terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, keadaan dan mahluk termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Komposisi dan Perilaku Gas Buang Kendaraan Bermotor Emisi kendaraan bermotor mengandung berbagai senyawa kimia. Komposisi dari kandungan senyawa kimianya tergantung

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Judul... Halaman Pengesahan... Kata Pengantar Dan Persembahan... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI. Halaman Judul... Halaman Pengesahan... Kata Pengantar Dan Persembahan... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI Halaman Judul... Halaman Pengesahan... Kata Pengantar Dan Persembahan... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... ABSTRAK... i ii iii vi iv xi xiii xiv BAB I PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran, yaitu masuknya zat pencemar yang berbentuk gas, partikel kecil atau aerosol ke dalam udara (Soedomo,

Lebih terperinci

INFORMASI RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI PROVINSI JAMBI

INFORMASI RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI PROVINSI JAMBI INFORMASI RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI PROVINSI JAMBI Saat ini banyak kota besar yang kekurangan ruang terbuka hijau atau yang sering disingkat sebagai RTH. Padahal, RTH ini memiliki beberapa manfaat penting

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3Perubahan tutupan lahan Jakarta tahun 1989 dan 2002.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3Perubahan tutupan lahan Jakarta tahun 1989 dan 2002. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi geografis daerah kajian Kota Jakarta merupakan ibukota Republik Indonesia yang berkembang pada wilayah pesisir. Keberadaan pelabuhan dan bandara menjadikan Jakarta

Lebih terperinci

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perencanaan dan Perancangan Lanskap Planning atau perencanaan merupakan suatu gambaran prakiraan dalam pendekatan suatu keadaan di masa mendatang. Dalam hal ini dimaksudkan

Lebih terperinci

Pengembangan RTH Kota Berbasis Infrastruktur Hijau dan Tata Ruang

Pengembangan RTH Kota Berbasis Infrastruktur Hijau dan Tata Ruang TEMU ILMIAH IPLBI 2015 Pengembangan RTH Kota Berbasis Infrastruktur Hijau dan Tata Ruang Studi Kasus: Kota Manado Ingerid L. Moniaga (1), Esli D. Takumansang (2) (1) Laboratorium Bentang Alam, Arsitektur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. RTH dalam Penataan Ruang Wilayah Perkotaan Perkembangan kota merepresentasikan kegiatan masyarakat yang berpengaruh pada suatu daerah. Suatu daerah akan tumbuh dan berkembang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA JAMBI

LEMBARAN DAERAH KOTA JAMBI LEMBARAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 06 TAHUN 2009 SERI E NOMOR 02 PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 06 TAHUN 2009 TENTANG HUTAN KOTA Menimbang DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA JAMBI, : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.71/Menhut-II/2009 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.71/Menhut-II/2009 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.71/Menhut-II/2009 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. repository.unisba.ac.id

BAB 1 PENDAHULUAN. repository.unisba.ac.id BAB 1 PENDAHULUAN Lingkungan adalah bagian tidak terpisahkan dari hidup kita sebagai tempat di mana kita tumbuh, kita berpijak, kita hidup. Dalam konteks mensyukuri nikmat Allah atas segala sesuatu yang

Lebih terperinci

ANALISIS PENERAPAN KEBIJAKAN PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DARI KENDARAAN BERMOTOR BERDASARKAN ESTIMASI BEBAN EMISI (Studi Kasus : DKI JAKARTA)

ANALISIS PENERAPAN KEBIJAKAN PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DARI KENDARAAN BERMOTOR BERDASARKAN ESTIMASI BEBAN EMISI (Studi Kasus : DKI JAKARTA) ANALISIS PENERAPAN KEBIJAKAN PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DARI KENDARAAN BERMOTOR BERDASARKAN ESTIMASI BEBAN EMISI (Studi Kasus : DKI JAKARTA) RAHMAWATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejadian kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan Barat telah dikenal sejak tahun 1997 dan merupakan bencana nasional yang terjadi setiap tahun hingga

Lebih terperinci

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN IPA BAB XV POPULASI PENDUDUK

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN IPA BAB XV POPULASI PENDUDUK SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN IPA BAB XV POPULASI PENDUDUK Dr. RAMLAWATI, M.Si. Drs. H. HAMKA L., M.S. SITTI SAENAB, S.Pd., M.Pd. SITTI RAHMA YUNUS, S.Pd., M.Pd. KEMENTERIAN PENDIDIKAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JOMBANG, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU KECAMATAN KOTA TENGAH KOTA GORONTALO. Sri Sutarni Arifin 1. Intisari

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU KECAMATAN KOTA TENGAH KOTA GORONTALO. Sri Sutarni Arifin 1. Intisari ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU KECAMATAN KOTA TENGAH KOTA GORONTALO Sri Sutarni Arifin 1 Intisari Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau khususnya pada wilayah perkotaan sangat penting mengingat besarnya

Lebih terperinci

Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988 Tentang : Penataan Ruang Terbuka Hijau Di Wilayah Perkotaan

Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988 Tentang : Penataan Ruang Terbuka Hijau Di Wilayah Perkotaan Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988 Tentang : Penataan Ruang Terbuka Hijau Di Wilayah Perkotaan MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang: 1. bahwa untuk mendukung kebijaksanaan Pemerintah dalam upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan

BAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan I. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Indonesia adalah salah satu negara yang dikenal memiliki banyak hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan tropis Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada pulau. Berbagai fungsi ekologi, ekonomi, dan sosial budaya dari

BAB I PENDAHULUAN. pada pulau. Berbagai fungsi ekologi, ekonomi, dan sosial budaya dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Hutan merupakan bagian penting di negara Indonesia. Menurut angka resmi luas kawasan hutan di Indonesia adalah sekitar 120 juta hektar yang tersebar pada

Lebih terperinci

Iklim Perubahan iklim

Iklim Perubahan iklim Perubahan Iklim Pengertian Iklim adalah proses alami yang sangat rumit dan mencakup interaksi antara udara, air, dan permukaan daratan Perubahan iklim adalah perubahan pola cuaca normal di seluruh dunia

Lebih terperinci

BUKU DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SURABAYA 2012 DAFTAR TABEL

BUKU DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SURABAYA 2012 DAFTAR TABEL DAFTAR TABEL Tabel SD-1. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama... 1 Tabel SD-1A. Perubahan Luas Wilayah Menurut Penggunaan lahan Utama Tahun 2009 2011... 2 Tabel SD-1B. Topografi Kota Surabaya...

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Penjelasan PP Nomor 63 Tahun 2002 Menimbang : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 Undang-undang

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Kata Pengantar... 1 Daftar Isi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Tujuan... 5

DAFTAR ISI. Kata Pengantar... 1 Daftar Isi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Tujuan... 5 1 DAFTAR ISI Kata Pengantar... 1 Daftar Isi... 2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 3 1.2 Permasalahan... 4 1.3 Tujuan... 5 BAB II PEMBAHASAN/ISI 2.1 Hakikat Penghijauan Lingkungan... 6 2.2 Peran

Lebih terperinci

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà - 1 - jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA, Menimbang Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kota dan Hutan Kota ( Permasalahan Lingkungan Kota

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kota dan Hutan Kota ( Permasalahan Lingkungan Kota 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kota dan Hutan Kota Kota adalah suatu pusat permukiman penduduk yang besar dan luas, terdapat berbagai ragam kegiatan ekonomi dan budaya. Pada kenyataannya kota merupakan tempat

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA POSO (STUDI KASUS : KECAMATAN POSO KOTA)

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA POSO (STUDI KASUS : KECAMATAN POSO KOTA) ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA POSO (STUDI KASUS : KECAMATAN POSO KOTA) Juliana Maria Tontou 1, Ingerid L. Moniaga ST. M.Si 2, Michael M.Rengkung, ST. MT 3 1 Mahasiswa S1 Program Studi

Lebih terperinci

ESTIMASI SEBARAN KERUANGAN EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR DI KOTA SEMARANG LAPORAN TUGAS AKHIR

ESTIMASI SEBARAN KERUANGAN EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR DI KOTA SEMARANG LAPORAN TUGAS AKHIR ESTIMASI SEBARAN KERUANGAN EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR DI KOTA SEMARANG LAPORAN TUGAS AKHIR Oleh : AMBAR YULIASTUTI L2D 004 294 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci