BAB II KAJIAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 URAIAN TANAMAN Klasifikasi Tanaman (Steenis, 2008) Regnum Divisi Sub Divisi Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Plantae : Spermathophyta : Angiospermae : Monocotyledoneae : Zingiberales : Zingiberaceae : Alpinia : Alpinia galangal (L.) Deskripsi Tanaman Merupakan terna berumur panjang, tinggi sekitar 1-2 meter, bahkan dapat mencapai 3,5 meter. Biasanya tumbuh dalam rumpun yang rapat. Umumnya lengkuas ada dua macam, yaitu lengkuas merah dan lengkuas putih. Lengkuas putih banyak digunakan sebagai rempah atau bumbu dapur, sedangkan yang banyak digunakan sebagai obat adalah lengkuas merah. Pohon lengkuas putih umumnya lebih tinggi dari pada lengkuas merah. Pohon lengkuas putih dapat mencapai tinggi 3 meter, sedangkan pohon lengkuas merah umumnya hanya sampai 1-1,5 meter. Berdasarkan ukuran rimpangnya, lengkuas juga dibedakan menjadi dua varitas, yaitu yang berimpang besar dan kecil.

2 Rimpang lengkuas berukuran besar dan tebal, berdaging, berbentuk silindris, diameter sekitar 2-4 cm, dan bercabang - cabang. Bagian luar berwarna coklat agak kemerahan atau kuning kehijauan pucat, mempunyai sisik-sisik berwarna putih atau kemerahan, keras mengkilap, sedangkan bagian dalamnya berwarna putih. Daging rimpang yang sudah tua berserat kasar. Apabila dikeringkan, rimpang berubah menjadi agak kehijauan, dan seratnya menjadi keras dan liat. Untuk mendapatkan rimpang yang masih berserat halus, panen harus dilakukan sebelum tanaman berumur lebih kurang 3 bulan. Rasanya tajam pedas, menggigit, dan berbau harum karena kandungan minyak atsirinya. Gambar. 1 Tanaman dan Rimpang Lengkuas (Alpinia galanga L.) (Anonim, 2012) Lengkuas mudah diperbanyak dengan potongan rimpang yang bermata atau bertunas. Juga dapat diperbanyak dengan pemisahan anakannya, atau dengan biji. Tanaman ini mudah dibudidayakan tanpa perawatan khusus (Steenis, 2008) Kandungan Kimia dan Khasiat

3 Lengkuas merupakan tanaman obat yang dapat bermanfaat sebagai antifungi, yang memiliki kandungan 1% minyak atsiri berwarna kuning kehijauan yang terutama terdiri dari metil-sinamat 48 %, sineol 20% - 30%, eugenol, kamfer 1 %, seskuiterpen, δ-pinen, galangin, dan lain-lain (Erna, 2005). Eugenol dan 1-asetoksi clavikol asetat (ACA) yang terdapat pada rimpang lengkuas (Alpinia galanga) dikenal memiliki efek sebagai antijamur. Salah satu efek obat dari eugenol adalah sebagai antiseptik lokal. Senyawa lain yang juga memiliki efek sebagai antijamur Candida albicans adalah diterpene. Senyawa ini berhasil diisolasi dari biji lengkuas (Alpinia galanga) dan diidentifikasi sebagai (E)-8 beta, 17-epoxylabd-12-ene-15, 16-dial. Penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa diterpene bekerja dengan cara mengubah lipid membran dari Candida albicans yang berakibat pada perubahan permeabilitas membrannya. Pelaksanaan skrining ekstrak rimpang lengkuas yang dibuat pada konsentrasi 10% (b/v) menunjukkan aktivitas antimikroba terhadap Candida albicans (Silvana, 2006). Selain itu rimpang juga mengandung resin yang disebut galangol, kristal berwarna kuning yang disebut kaemferida dan galangin, kadinen, heksabidrokadalen hidrat, kuersetin, amilum, beberapa senyawa flavonoid, glikosida sterol dan lain-lain. Menurut Harborne (1987), senyawa bioaktif dalam minyak atsiri dapat berupa senyawa golongan terpenoid. Golongan ini diketahui sebagai penyusun 6 minyak atsiri yang utama pada tanaman. Terpenoid berasal dari molekul isoprena (CH 2 =C(CH 3 )-CH=CH 2 ) dan kerangka karbonnya dibangun oleh penyambungan dua atau lebih satuan C 5. Pemilahan senyawa golongan ini membagi terpenoid ke

4 dalam beberapa kelompok yaitu monoterpen (C 10 ) dan seskuiterpen (C 15 ) yang mudah menguap, diterpen (C 20 ) yang sukar menguap, sampai senyawa yang tidak menguap yaitu triterpenoid (C 30 ) dan sterol, serta pigmen karotenoid (C 40 ). Sebagian besar terpenoid alam memiliki struktur siklik dan memiliki satu gugus fungsi atau lebih (hidroksil, karbonil). Harborne (1987) selanjutnya mengemukakan bahwa komponen bioaktif lain yang ditemukan pada tanaman adalah senyawa fenolik. Senyawa ini memiliki cincin aromatik yang mengandung satu atau dua penyulih hidroksil. Beberapa senyawa aktif lengkuas yang bersifat anti jamur adalah dari golongan fenolik. Adapun beberapa senyawa tersebut antara lain adalah galangin, kaemferol, dan kuersetin yang berasal dari golongan flavonol. Sedangkan eugenol merupakan salah satu senyawa aktif lengkuas yang berasal dari golongan fenil propanoid. Penelitian yang lebih intensif menemukan bahwa rimpang lengkuas mengandung zat-zat yang dapat menghambat enzim xanthin oksidase sehingga bersifat sebagai antitumor, yaitu trans-p-kumari diasetat, transkoniferil diasetat, asetoksi chavikol asetat, asetoksi eugenol setat, dan 4-hidroksi benzaidehida. Juga mengandung suatu senyawa diarilheptanoid yang dinamakan 1-(4-hidroksifenil)- 7-fenilheptan-3,5-diol. Buah lengkuas mengandung asetoksichavikol asetat dan asetoksieugenol asetat yang bersifat anti radang dan antitumor, juga mengandung kariofilen oksida, kario- filenol, kuersetin-3-metil eter, isoramnetin, kaemferida, galangin, galangin-3-metil eter, ramnositrin, dan 7-hidroksi-3,5-dimetoksiflavon (Yuharmen, 2002).

5 Penelitian yang dilakukan oleh Morita dan Itokawa pada tahun 1988 menunjukan bahwa biji lengkuas mengandung senyawa-senyawa diterpen yang bersifat sitotoksik dan antifungal, yaitu galanal A, galanal B, galanolakton, 12- labdiena-15,16-dial, dan 17- epoksilabd-12-ena-15,16-dial (Erna, 2005). 2.2 METODE EKSTRAKSI MASERASI Proses ekstraksi adalah penarikan atau penyarian zat-zat berkhasiat atau zat-zat aktif yang diinginkan dari bahan tanaman obat, hewan dan beberapa jenis ikan termasuk biota laut dengan menggunakan pelarut yang dipilih dimana zat yang diinginkan akan larut (Ansel, 2008). Zat-zat aktif terdapat di dalam sel, namun sel tanaman dan hewan berbeda, demikian pula ketebalannya, sehingga diperlukan metode ektraksi dengan pelarut tertentu dalam mengekstraksinya. Tujuan ekstraksi adalah untuk menarik komponen kimia yang terdapat pada bahan alam. Ekstraksi ini didasarkan pada prinsip perpindahan massa komponen zat ke dalam pelarut, dimana perpindahan mulai terjadi pada lapisan antar muka kemudian berdifusi masuk ke dalam pelarut. Proses penyarian pada sel yang dindingnya masih utuh, zat aktif yang terlarut pada cairan penyari untuk keluar dari sel, harus melewati dinding sel. Peristiwa osmosis dan difusi berperan pada proses penyarian tersebut. Pelarut organik Pelarut organik

6 + Zat aktif Gambar 2. Proses tersarinya zat aktif dalam tanaman (Mustapa, 2012) Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk kedalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan yang di luar sel, maka larutan yang terpekat didesak ke luar. Peristiwa tersebut berulang sehinggga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel. Ada beberapa metode yang dipakai untuk ekstraksi yaitu metode maserasi, perkolasi, refluks dan soxhletasi. Penelitian yang dilakukan oleh Handjani dan Purwoko (2008), metode ekstraksi yang digunakan untuk rimpang lengkuas adalah metode maserasi, dengan menggunakan pelarut etanol 70%. Pemilihan pelarut untuk proses ekstraksi tergantung dari komponen yang akan diisolasi. Salah satu sifat yang penting adalah polaritas suatu senyawa. Suatu senyawa polar diekstraksi dengan menggunakan pelarut polar, demikian pula untuk senyawa semi polar dan non polar. Derajat polaritas tergantung pada besarnya tetapan dielektrik, makin besar tetapan dielektrik makin polar pelarut tersebut. Rangkaian proses ekstraksi meliputi persiapan bahan yang akan diekstrak, kontak bahan dengan pelarut, pemisahan residu dengan filtrat dan proses penghilangan pelarut dari ekstrak. Pemilihan proses ekstraksi juga

7 mempertimbangkan titik didih dari pelarut yang digunakan (Houghton dan Raman, 1998). Jokopriyambodo, dkk pada tahun 1999 menyatakan bahwa hasil ekstraksi khususnya dari rimpang lengkuas dipengaruhi oleh jenis dan rasio pelarut, derajat kehalusan simplisia serta teknik dan waktu ekstraksi. Ekstraksi dengan cara perkolasi dan maserasi tidak menunjukkan perbedaan terhadap kadar ekstrak total lengkuas sedangkan pelarut yang paling banyak menghasilkan ekstrak total adalah pelarut etanol : air dengan perbandingan 7 : 3 v/v. Maserasi adalah salah satu metode ekstraksi atau penyarian zat aktif bahan alam yang dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari yang sesuai selama 3 hari pada temperatur kamar dan terlindung dari cahaya. Cairan penyari akan masuk ke dalam sel melewati dinding sel. Isi sel akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan di luar sel. Larutan yang konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh cairan penyari dengan konsentrasi rendah (proses difusi). Peristiwa tersebut berulang sampai terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel. Maserasi digunakan untuk penyarian simplisia yang mengandung zat aktif yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengandung zat yang mudah mengembang dalam cairan penyari, tidak mengandung benzoin, stirak dan lainlain.

8 Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan. Kerugian cara maserasi adalah penyariannya lama dan penyariannya kurang sempurna. Pada penyarian dengan cara maserasi perlu dilakukan pengadukan, diperlukan untuk meratakan konsentrasi larutan di luar butir serbuk simplisia, sehingga dengan pengadukan tersebut tetap terjaga adanya derajat konsentrasi yang sekecil-kecilnya antara urutan di dalam sel dengan di luar sel (Voigt, 1995). 2.3 URAIAN UMUM KRIM Krim adalah bentuk sediaan berupa cairan kental atau emulsi setengah padat baik bertipe air dalam minyak (A/M) atau minyak dalam air (M/A) yang mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai (mengandung air tidak kurang dari 60%) yang dimaksudkan untuk pemakaian luar. Krim biasanya digunakan sebagai emolien atau pemakaian obat pada kulit. Krim tipe air dalam minyak mudah menjadi kering dan mudah rusak (Anonim, 1978). Formulasi krim yang ideal harus bersifat antara lain tidak toksik, tidak mengiritasi, tidak menyebabkan alergi, tidak meninggalkan bekas, dan tidak melukai. Krim dapat berfungsi sebagai : 1) Sebagai bahan pembawa substansi obat untuk kulit 2) Sebagai pelumas pada kulit 3) Sebagai pelindung kulit untuk mencegah kontak permukaan kulit dengan rangsang kulit

9 Untuk membuat krim digunakan zat pengemulsi, umumnya berupa surfaktan anion, kation atau nonion. Pemilihan zat pengemulsi krim harus disesuaikan dengan jenis dan sifat krim yang dikehendaki. Untuk krim tipe minyak dalam air (M/A) digunakan zat pengemulsi seperti trietanolamin stearat dan golongan sorbitan, polisorbat, poliglikol, dan sabun. Untuk membuat krim tipe air dalam minyak (A/M) digunakan zat pengemulsi seperti lemak bulu domba, setil alkohol, setasium, stearil alkohol dan emulgida (Anonim, 1978) Formulasi Krim 1. Asam Lemak dan Alkohol Asam stearat digunakan dalam krim yang basisnya dapat dicuci dengan air, sebagai zat pengemulsi untuk memperoleh konsistensi krim tertentu serta untuk memperoleh efek yang tidak menyilaukan pada kulit. Jika sabun stearat digunakan sebagai pengemulsi, maka umumnya kalium hidroksida atau trietanolamin ditambahkan secukupnya agar bereaksi dengan 8 20 % asam stearat. Asam lemak yang tidak bereaksi meningkatkan konsistensi krim. Krim ini bersifat lunak dan menjadi mengkilap atau berkilau dan waktu penyimpanan, disebabkan oleh adanya pembentukan kristal-kristal asam stearat. Krim yang dibuat dengan natrium stearat mempunyai konsistensi yang jauh lebih keras. Stearil alkohol dan setil alkohol (palmitil alkohol) digunakan sebagai pembantu pengemulsi dan emolien di dalam krim. Dalam jumlah yang cukup, stearil alkohol menghasilkan krim keras yang dapat diperlunak dengan setil alkohol (Lachman, dkk, 2008).

10 2. Zat Pengemulsi Sabun yang larut dalam air merupakan salah satu pengemulsi yang pertama kali digunakan untuk emulsi minyak dalam air dari sediaan semipadat. Kekentalan krim atau salep mencegah bergabungnya fase teremulsi dan membantu menstabilkan emulsi tersebut. Penambahan zat-zat polar yang bersifat lemak, seperti setil alkohol dan gliseril monostearat, cenderung menstabilkan emulsi minyak dalam air dari sediaan semipadat. Lapisan tipis antar muka yang terbentuk disekitar tetesan-tetesan fase terdispersi dalam sistem seperti itu yang biasanya berupa padatan, membuat sediaan teremulsi menjadi lebih kaku. Ion-ion polivalen, seperti magnesium, kalsium, dan aluminium, cenderung menstabilkan emulsi air dalam minyak dengan membentuk ikatan silang dengan gugus-gugus polar bahan-bahan lemak. Hampir semua sediaan krim semipadat dan salep teremulsi memerlukan lebih dari satu zat pengemulsi. Kombinasi dari suatu zat aktif permukaan dengan zat pembantu pengemulsi yang larut dalam minyak disebut sistem pengemulsi campuran. Sabun trietanolamin stearat yang dikombinasikan dengan setil alkohol merupakan contoh suatu pengemulsi campuran untuk emulsi minyak dalam air (M/A). Malam tawon dan ion kalsium bervalensi dua atau sejumlah kecil zat aktif permukaan yang larut didalam air merupakan contoh pengemulsi campuran untuk emulsi air dalam minyak (A/M). Kestabilan maksimum suatu emulsi terjadi bila terbentuk suatu antarmuka lapisan tipis yang kompleks. Lapisan tipis seperti ini terbentuk jika suatu zat yang larut didalam minyak ditambahkan dan bereaksi dengan surfaktan yang larut dalam air pada antarmuka. Basis krim air dalam minyak (A/M) yang lunak dapat dibuat dari

11 ion kalsium sebagai zat pembantu pengemulsi. Basis tersebut dapat dibuat lebih keras dengan mengurangi kandungan minyak mineralnya (Lachman, dkk, 2008). 3. Poliol Propilen glikol, gliserin, sorbitol 70% dan polietilen glikol dengan berat molekul yang lebih rendah digunakan sebagai bahan pelembab (humektan) di dalam krim. Pilihan suatu pelembab tidak hanya berdasarkan laju perubahan kelembaban, tetapi juga atas efeknya terhadap susunan dan viskositas sediaan. Bahan-bahan ini mencegah krim menjadi kering, dan mencegah pembentukan kerak bila krim dikemas didalam botol. Disamping itu, bahan-bahan ini juga memperbaiki konsistensi dan mutu terhapusnya suatu krim jika digunakan pada kulit, sehingga memungkinkan krim dapat menyebar tanpa digosok. Penambahan kandungan pelembab menyebabkan sediaan lebih pekat. Sorbitol 70% lebih higroskopis daripada gliserin dan digunakan pada konsentrasi yang lebih rendah, umumya 3% sorbitol 70% sebanding dengan 10% gliserin. Propilen glikol dan polietilen glikol kadang-kadang dikombinasi dengan gliserin, karena kemampuan menyerap lembab oleh propilen glikol dan polietilen glikol lebih rendah dibandingkan gliserin (Lachman, dkk, 2008). 3. Jenis Bahan Pembawa (Basis) Bahan pembawa yang digunakan untuk sediaan farmasetik berbeda dengan bahan pembawa yang digunakan untuk kosmetik, karena didalam kosmetik adanya penetrasi kedalan kulit tidak diinginkan. Penetrasi atau perlindungan diinginkan dalam suatu sediaan farmasetik semipadat, sedangkan efek kosmetik atau penampilannya pada kulit tidak begitu penting. Suatu formulasi yang baik

12 dari sediaan farmasetik semipadat seharusnya efektif secara terapetis dan juga menarik secara kosmetik, dengan upaya keras di bawah petunjuk dokter. Sediaan terapetis yang termasuk dalam golongan sediaan semipadat adalah produk-produk yang dimaksudkan untuk digunakan pada kulit. Kelarutan dan stabilitas obat didalam basis, juga sifat luka pada kulit, menentukan pilihan dari pembawa sediaan semipadat. The United States Pharmacopeia (USP) XX memperkenalkan 4 golongan bahan pembawa salep (basis salep), yaitu : a) Basis hidrokarbon, merupakan jenis pembawa yang bersifat hidrofilik (bersifat lemak), contohnya petrolatum dan malam tawon. b) Basis serap, dibentuk dengan penambahan zat-zat yang dapat bercampur dengan hidrokarbon dan zat yang memiliki gugus polar seperti sulfat, hidroksi, karboksil, dan lainnya. Contohnya lanolin. c) Basis yang larut dalam air, contohnya polietilen glikol. d) Basis yang dapat dicuci dengan air Basis yang dapat dicuci dengan air adalah emulsi minyak dalam air (M/A), yang dikenal sebagai krim. Basis vanishing cream termasuk dalam golongan ini. Vanishing cream umumnya yaitu emulsi minyak dalam air, mengandung air dalam persentase yang besar dan asam stearat (Ansel, 2008). Disebut vanishing cream karena waktu krim ini digunakan dan digosokan pada kulit (setelah pemakaian), hanya sedikit atau tidak terlihat bukti nyata tentang adanya krim yang sebelumnya, karena air menguap meninggalkan sisa berupa selaput asam stearat yang tipis (Lachman, dkk, 2008).

13 Hilangnya krim ini dari kulit dipermudah oleh emulsi minyak dalam air yang terkandung didalamnya. Krim dapat digunakan pada kulit dengan luka yang basah, karena bahan pembawa minyak didalam air cenderung untuk menyerap cairan yang dikeluarkan oleh luka tersebut. Basis yang dapat dicuci dengan air akan membentuk suatu lapisan tipis yang semipermeabel setelah air menguap pada tempat yang digunakan. Tetapi emulsi air dalam minyak dari sediaan semipadat cenderung membentuk suatu lapisan hidrofobik pada kulit. Emulsi-emulsi dari sediaan semipadat telah dikenal dengan baik sebagai campuran atau dispersi yang relatif stabil dari fase hidrofilik dengan fase lipofilik. Fase yang didispersikan dalam bentuk butiran-butiran halus dikenal sebagai fase diskontinu atau fase internal, lainnya adalah fase kontinu atau fase eksternal. Pembawa jenis vanishing cream merupakan contoh yang mewakili emulsi minyak dalam air. Sedangkan basis serap umumnya merupakan emulsi air dalam minyak (Lachman, dkk, 2008). 4. Bahan Pengawet Bahan pengawet kimia untuk sediaan semipadat seperti metilparaben, propilparaben, senyawa amonium kuaterner (misalnya benzalkonium klorida), asam borat dan garam fenilmerkuri ditambahkan pada sediaan semipadat untuk mencegah kontaminasi, kemunduran, dan kerusakan oleh bakteri serta jamur, karena sebagian besar komponen dalam sediaan ini dapat bertindak sebagai substrat bagi mikroorganisme ini (Lachman, dkk, 2008). Bahan pengawet yang sering digunakan umumnya metil paraben 0,12-0,18% dan propil paraben 0,02-0,05% (Syamsuni, 2007).

14 Agar lebih stabil, disamping zat pengawet, ditambahkan antioksidan. Antioksidan seperti butilhidroxyanisol (BHA), butilhidroxytoluen (BHT), α- tokoferol dan propil galat ditambahkan pada sediaan semipadat jika akan terjadi kerusakan akibat oksidasi. Banyak senyawa organik mudah mengalami autoksidasi bila dipaparkan ke udara, dan lemak yang teremulsi terutama peka terhadap serangan. Sistem antioksidan ditentukan oleh komponen-komponen formulasi, dan pemilihan antioksidan tergantung pada beberapa faktor seperti toksisitas, iritasi, potensi, tercampurkan, bau, perubahan warna, kelarutan, dan kestabilan. Seringkali dua antioksidan digunakan karena kombinasi tersebut sering memberikan efek sinergistik (Lachman, dkk, 2008) Pembuatan Emulsi Sediaan Semipadat (Krim) Waktu, temperatur dan kerja mekanik merupakan tiga variabel dalam pembuatan emulsi sediaan semipadat. Ketiga faktor tersebut saling berhubungan, dan harus dikontrol dengan hati-hati. Peralatan disediakan untuk pengontrolan berbagai aspek pembuatan emulsi, seperti pengontrolan yang sempurna terhadap temperatur, pengaturan waktu pengocokan, dan kecepatan pengadukan. Pencampuran Fase Fase. Biasanya fase-fase dicampur pada temperatur C, karena pada temperatur ini fase cair yang baik sekali dapat terjadi. Temperatur pencampuran fase dapat diturunkan beberapa derajat jika titik leleh fase lemak cukup rendah untuk mencegah kristalisasi atau pembekuan komponenkomponen sebelum waktunya. Fase-fase dapat dicampur dengan salah satu dari tiga cara berikut : a. Pencampuran berbagai fase secara bersamaan

15 b. Penambahan fase diskontinu pada fase kontinu c. Penambahan fase kontinu pada fase diskontinu Metode pertama memerlukan pompa yang sebanding dan pengadukan terus menerus. Metode emulsifikasi ini cocok untuk pelaksanaan terus menerus atau pelaksanaan dengan batch atau skala yang besar. Metode kedua dapat digunakan untuk sistem emulsi yang mempunyai fase dispersi dengan volume rendah. Metode ketiga lebih disukai untuk berbagai sistem emulsi, karena emulsi mengalami inversi dari tipe emulsi selama penambahan fase kontinu, yang mengakibatkan fase terdispersi lebih halus. Dispersi atau fase air dalam emulsi M/A ditambahkan perlahan-lahan pada fase internal dengan pengadukan. Konsentrasi awal dari air yang rendah dibandingkan dengan konsentrasi minyak mengakibatkan pembentukan emulsi A/M (Lachman, dkk, 2008). Stabilitas krim akan rusak jika campurannya terganggu oleh perubahan suhu dan perubahan komposisi (adanya penambahan salah satu fase secara berlebihan). Pengenceran krim hanya dapat dilakukan jika sesuai pengenceran yang cocok, yang harus dilakukan dengan teknik aseptis. Krim yang sudah diencerkan harus digunakan dalam waktu 1 (satu) bulan. Cara pembuatan krim yaitu bagian lemak dilebur diatas tangas air kemudian ditambahkan bagian airnya dengan zat pengemulsi, aduk sampai terjadi suatu campuran yang berbentuk krim (Syamsuni, 2007).

16 2.3.3 Penyimpanan dan Pengemasan Krim Krim dikemas dan disimpan dengan cara yang sama dengan salep. Krim biasanya dikemas baik dalam botol atau dalam tube, botol dapat dibuat dari gelas tidak berwarna, warna hijau, amber atau biru atau buran dan porselen putih. Botol plastik juga dapat digunakan.wadah dari gelas buram dan berwarna berguna untuk krim yang mengandung obat yang peka terhadap cahaya. Tube krim lebih sering yaitu ukuran 5-30 g. Botol krim dapat diisi dalam skala kecil oleh seorang ahli farmasi dengan mengemas sejumlah krim yang sudah ditimbang kedalam botol dengan memakai spatula yang fleksibel dan menekannya ke bawah, sejajar melalui tepi botol guna menghindari kemungkinan terperangkapnya udara di dalam botol. Ide mengemas krim dalam botol ialah untuk menghasilkan tingkat permukaan salep yang cukup tinggi mendekati bagian atas botol, tapi tidak begitu tinggi sampai tutupnya kena apabila ditutup botolnya. Beberapa ahli farmasi dengan keterampilannya menggunakan spatula menempatkan lingkaran ditengah-tengah pemakaian krim. Krim yang dibuat dengan cara melebur dapat dituangkan langsung kedalam botol krim untuk dibekukan dalam botol. Krim ini biasanya tampak sebagai hasil akhir yang bagus. Pembuatan krim dalam skala besar, bertekanan, pengisi mendiring sejumlah tertentu dari krim masuk kedalam botol. Tube umumnya diisi dengan bertekanan alat pengisi dari bagian ujung belakang yang terbuka (ujung yang berlawanan dari ujung tutup) dari tube yang kemudian ditutup dengan segel. Krim yang dibuat dengan cara peleburan dapat dituangkan langsung kedalam tube. Pada skala kecil seperti yang dibuat

17 mendadak, pengisian dari tube salep oleh ahli farmasi di apotek, tube dapat diisi dengan cara : 1) Krim yang telah dibuat digulung diatas kertas perkamen menjadi bentuk silinder, diameter silinder sedikit lebih kecil dari tube supaya dapat diisikan dengan panjang kertas yang lebih dari silinder 2) Dengan tutup dari tube dilepas supaya udara keluar, silinder dari krim dengan kertas dimasukan kedalam bagian ujung bawah tube yang terbuka 3) Potongan kertas yang meliputi salep dipegang oleh satu tangan sedang lainnya menekan dengan spatula yang berat kearah tutup tube sampai tube tadi penuh dan sambil menarik perlahan-lahan kertas krim tadi dilepaskan, ratakan permukaan krim dengan spatula, kurang lebih ½ inci dari ujung bawah. 4) Bagian bawah yang disisakan lipatan 2 x 1/8 inci dan dibuat dari ujung bawah tube yang dipipihkan, ditekan.jepit penyegel tepat diatas lipatan untuk menjamin bahwa sudah betul-betul tertutup. Penjepitan dapat digunakan dengan tang tangan atau dengan mesin lipat (crimper) yang dijalankan dengan tangan atau kaki. Krim dalam tube lebih luas pemakaiannya daripada botol, disebabkan lebih mudah dan menyenangkan digunakan oleh pasien dan tidak mudah menimbulkan keracunan. Pengisian dalam tube juga mengurangi terkena udara dan menghindari kontaminasi dari mikroba yang potensial, oleh karena itu akan lebih stabil dan dapat tahan lama pada pemakaian dibandingkan dengan krim dalam botol.

18 Kebanyakan krim harus disimpan pada temperature dibawah 30 0 C untuk mencegah melembek apalagi dasar krimnya bersifat dapat mencair (Ansel, 2008). 2.4 KULIT Kulit merupakan suatu organ besar yang berlapis-lapis, dimana pada orang dewasa beratnya kira-kira delapan pon, tidak termasuk lemak. Kulit menutupi permukaan lebih dari cm 2 dan mempunyai bermacam-macam fungsi dan kegunaan. Kulit berfungsi sebagai pembatas terhadap serangan fisika dan kimia. Beberapa bahan seperti ion nikel, gas mostar, serta minyak damar dari Rhus toksikodendron, umumnya dikenal sebagai racun ivy, dapat menembus pembatas tersebut, sedangkan umumnya zat-zat lain tidak dapat. Kulit berfungsi sebagai termostat dalam mempertahankan suhu tubuh, melindungi tubuh dari serangan mikroorganisme, sinar ultraviolet, dan beberapa pula dalam mengatur tekanan darah. Gambar 3. Penampang Kulit (Anonim, 2009)

19 Secara anatomi, kulit terdiri dari banyak lapisan jaringan, tetapi pada umumnya kulit dibagi dalam tiga lapisan jaringan : epidermis, dermis, dan lapisan lemak di bawah kulit. Lapisan terluar adalah stratum korneum atau lapisan tanduk yang terdiri dari sel-sel padat, mati, dan sel-sel keratin yang berlapis-lapis dengan kerapatan 1,55. Karena sifat alami dari stratum korneum ini, maka nilai koefisien difusi dalam jaringan ini seribu kali (bahkan lebih) lebih kecil dari jaringan kulit lainnya, sehingga menghasilkan daya tahan yang lebih tinggi dan umumnya tidak dapat ditembus. Dibawah stratum korneum terdapat lapisan-lapisan metabolik aktif dari epidermis.lapisan basal atau lapisan germinal terletak tepat di atas dermis. Sel-sel epidermis memulai gerakan mitotiknya menuju ke permukaan, sel-sel memipih dan menyusut untuk kemudian mati secara perlahan-lahan karena kekurangan oksigen dan makanan (Lachman,dkk, 2008). 2.5 URAIAN UMUM FUNGI Dalam sistematika organisme hidup, jamur ditempatkan dalam kelas tersendiri, tidak ditempatkan sebagai kelas tumbuhan dan juga kelas hewani. Fungi adalah mikroorganisme heterotrofik. Mereka memerlukan senyawa organik untuk nutrisinya. Sebagian besar jamur adalah saprofilik dan lainnya bersifat parasit. Bersifat saprofilik artinya jamur di alam berperan sebagai pengurai bahan organik, yang bermanfaat untuk peragian makanan dan juga produksi antibiotika. Bersifat parasit artinya fungi dapat menyerbu inang yang hidup lalu tumbuh dengan subur

20 sebagai parasit. Sebagai parasit, mereka menimbulkan penyakit pada tumbuhan, hewan, dan manusia. Fungi bereproduksi dengan berbagai cara, meliputi penguncupan, pembelahan atau sporulasi. Spora dapat dihasilkan secara seksual atau aseksual dan dapat dikelilingi oleh tubuh buah. Fungi dapat tumbuh dalam lingkungan yang tidak menguntungkan bagi kebanyakan mikroorganisme lain, yang meliputi adanya asam dan konsentrasi gula yang tinggi (Pelczar dan Chan, 2008). 2.6 URAIAN UMUM ANTIFUNGI Antifungi atau antimikotika adalah senyawa yang digunakan untuk mengobati infeksi jamur. Dari segi terapeutik, infeksi jamur pada manusia dibedakan atas 2, yaitu infeksi sistemik dan infeksi topikal (dermatofit dan mukokutan). Infeksi topikal dermatofit ini biasa disebut dermatofitosis. Dermatofitosis adalah penyakit yang disebabkan oleh kolonisasi jamur dermatofit yang menyerang jaringan yang mengandung keratin seperti stratum korneum kulit, rambut dan kuku pada manusia dan hewan. Dermatifitosis ini disebabkan oleh Trichophyton, Microsporum dan Epidermophyton. (a) (b) (c) Gambar. 4 Jamur Penyebab Infeksi Kulit (a) Microsporum, (b) Trichophyton, (c) Epidermophyton (Anonim 2009)

21 Infeksi jamur dermatofit terjadi pada tempat yang sedikit menerima aliran darah, seperti kuku, kulit, dan rambut. Hal ini menyebabkan distribusi obat ke daerah itu sangat sulit jika diberikan secara sistemik. Jamur membelah atau berkembang biak lebih lambat dibandingkan bakteri, padahal peristiwa membelah merupakan saat yang tepat bagi antimikroba untuk membunuh fungi. Terjadi atau tidaknya infeksi jamur, sangat ditentukan oleh peran hospest mengingat banyak infeksi jamur bersifat oportunistik. Artinya, akan terjadi lagi infeksi jika daya tahan tubuh melemah, misalnya infeksi Candida albican yang menyebabkan keputihan. Mengingat tempat infeksi jamur di daerah yang vaskularisasinya (aliran darah) sangat rendah, maka pemberian obat secara topikal sangat penting. Dengan demikian sangat penting adanya antifungi lokal maupun antifungi sistemik. Istilah antifungi mempunyai dua pengertian yaitu fungisidal dan fungistatik. Fungisidal didefinisikan sebagai suatu senyawa yang dapat membunuh fungi sedangkan fungistatik dapat menghambat pertumbuhan fungi tanpa mematikannya. Antifungi dapat diklasifikasikan berdasarkan cara kerjanya ataupun struktur kimianya. Aktivitas kerja dari antifungi yaitu dengan beberapa cara, antara lain : 1) Pengaruh terhadap dinding sel 2) Pengaruh terhadap membran sel 3) Pengaruh terhadap enzim 4) Pengaruh terhadap sintesis protein dan asam nukleat (Priyanto, 2008)

22 2.7 URAIAN BAHAN 1) Asam Stearat (Kibbe, 2009) Nama Resmi Titik Lebur : Stearic Acid : C Range : Creams 1-20% Rumus Molekul : C 18 H 36 O 2 Rumus Struktur : Pemerian : Keras, berwarna putih atau sedikit kekuningan, agak mengkilap dan berupa padatan kristal atau serbuk putih (atau putih kekuningan). Sedikit berbau dan berasa. Kelarutan : Larut dalam benzena, karbon tetraklorida, kloroform dan eter; larut dalam etanol (95%), heksana,dan propilenglikol, praktis tidak larut dalam air. Kegunaan : Sebagai basis dan emulgator 2) Trietanolamin (Kibbe, 2009) Nama Resmi Titik Lebur : Triethanolamine : C Range : Emulgator 2-4 % Rumus Molekul : C 6 H 15 NO 3 Rumus Struktur :

23 Pemerian : Cairan kental yang jernih, tidak berwarna hingga berwarna kuning pucat yang memiliki sedikit bau ammoniak. Kelarutan : Dapat bercampur dengan air dan alkohol dan larut dalam kloroform, 1 bagian dalam 63 bagian etil eter, 1 bagian dalam 24 bagian benzen. Kegunaan : Sebagai pengalkalis dan pengemulsi 3) α-tokoferol (Kibbe, 2009) Nama Resmi Sinonim Titik Lebur : Alpha Tocopherol (BP) : Vitamin E : C Range : % Rumus Molekul : C 29 H 50 O 2 Rumus Struktur : Pemerian : Minyak kental praktis tidak berbau, jernih, tidak berwarna, kuning, kuning-kecoklatan, atau kuning keabuan. Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, larut dalam alkohol, dapat bercampur dengan aseton, kloroform, eter dan minyak tumbuhan. Kegunaan : Sebagai antioksidan

24 4) Gliserin (Kibbe, 2009) Nama Resmi Titik Lebur : Glycerin : 17,8 0 C Range : Humektan 30 Rumus Molekul : C 3 H 8 O 3 Rumus Struktur : Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, kental, praktis tidak berbau, sedikit rasa tajam mirip propilenglikol. Kelarutan : Bercampur dengan aseton, kloroform, etanol (95%), air; larut dalam 1 dalam 6 bagian eter; tidak bercampur dengan minyak mineral ringan atau minyak-minyak lemak, tetapi akan melarutkan beberapa minyak essensial. Kegunaan : Sebagai humektan (pelembut) 5) Metyl Paraben (Kibbe, 2009) Nama Resmi Sinonim Titik Lebur : Methyl Hydroxybenzoate : Nipagin : C Range : Cream 0,12-0,18 % Rumus Molekul : C 8 H 8 O 3

25 Rumus Struktur : Pemerian : Serbuk kristal yang tidak berwarna atau putih, bau khas yang lemah. Kelarutan : 1 gram larut dalam 400 ml air, dan 20 ml air mendidih, 3 ml alkohol, 10 ml eter. Larut dalam gliserin, minyak dan lemak-lemak. Kegunaan : Sebagai pengawet 6) Propil Paraben (Kibbe, 2009) Nama Resmi Sinonim Titik Lebur : Propyl Hydroxybenzoate : Nipasol : 96 0 C Range : Cream 0,02-0,18 % Rumus Molekul : C 10 H 12 O 3 Rumus Struktur : Pemerian : Kristal tidak berwarna atau serbuk putih, tidak berbau, tidak berasa. Kelarutan : Satu gram larut dalam 2500 ml air, 1,5 ml alcohol atau 3 ml eter. Kegunaan : Sebagai pengawet

26 7) Air Suling (Kibbe, 2009) Nama Resmi Rumus Molekul Pemerian Kegunaan : Aquadest : H 2 O : Cairan jernih, tidak berwarna : Sebagai pelarut dan fase air

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang lengkuas (Alpinia galanga L.) memberikan hasil sebagai berikut : Tabel 2 :

Lebih terperinci

Kode Bahan Nama Bahan Kegunaan Per wadah Per bets

Kode Bahan Nama Bahan Kegunaan Per wadah Per bets I. Formula Asli R/ Krim Kosmetik II. Rancangan Formula Nama Produk : Jumlah Produk : 2 @ 40 g Tanggal Pembuatan : 16 Januari 2013 No. Reg : No. Bets : Komposisi : Tiap 40 g mengandung VCO 15% TEA 2% Asam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 19 Juni 2012 pukul WITA

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 19 Juni 2012 pukul WITA BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada tanggal 19 Juni 2012 pukul 10.00 WITA sampai dengan selesai. Dilaksanakan di Laboratorium Farmasetika Jurusan Farmasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kulit yang sering terjadi dikalangan masyarakat adalah jerawat. Jerawat atau Acne vulgaris adalah suatu prosen peradangan kronik kelenjar polisebasea yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kulit merupakan jaringan pelindung yang lentur dan elastis, yang

BAB I PENDAHULUAN. Kulit merupakan jaringan pelindung yang lentur dan elastis, yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kulit merupakan jaringan pelindung yang lentur dan elastis, yang menutupi permukaan tubuh. Fungsi kulit secara keseluruhan adalah antara lain kemampuannya sebagai penghadang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Pengamatan dan Hasil Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Pengamatan dan Hasil Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Hasil Pengamatan dan Hasil Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steen). Daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steen) sebelum

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sehingga kosmetika menjadi stabil (Wasitaatmadja,1997).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sehingga kosmetika menjadi stabil (Wasitaatmadja,1997). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengawet Bahan Pengawet adalah bahan yang dapat mengawetkan kosmetika dalam jangka waktu selama mungkin agar dapat digunakan lebih lama. Pengawet dapat bersifat antikuman sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Staphylococcus aureus merupakan salah satu mikroorganisme yang hidup di kulit (Jawetz et al., 1991). Kulit merupakan organ tubuh manusia yang sangat rentan terhadap

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA I

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA I LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA I PEMBUATAN DAN CARA EVALUASI CREAM ZETACORT Disusun oleh : Nama : Linus Seta Adi Nugraha No. mahasiswa : 09.0064 Tgl. Praktikum : 30 April 2010 Hari : Jumat Dosen pengampu

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSTRASI

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSTRASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSTRASI EKTRAKSI Ekstraksi tanaman obat merupakan suatu proses pemisahan bahan obat dari campurannya dengan menggunakan pelarut. Ekstrak adalah sediaan yang diperoleh dengan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Hasil Evaluasi Sediaan a. Hasil pengamatan organoleptis Hasil pengamatan organoleptis menunjukkan krim berwarna putih dan berbau khas, gel tidak berwarna atau transparan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mikosis superfisialis adalah infeksi jamur superfisial yang disebabkan oleh kolonisasi jamur atau ragi. Penyakit yang termasuk mikosis superfisialis adalah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan sediaan losio minyak buah merah a. Perhitungan HLB butuh minyak buah merah HLB butuh minyak buah merah yang digunakan adalah 17,34. Cara perhitungan HLB

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengumpulan Getah Jarak Pengumpulan getah jarak (Jatropha curcas) berada di Bandarjaya, Lampung Tengah yang berusia 6 tahun. Pohon jarak biasanya dapat disadap sesudah berumur

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Data Ekstrak Buah Tomat (Solanum lycopersicum L.) Ekstark buah tomat memiliki organoleptis dengan warna kuning kecoklatan, bau khas tomat, rasa manis agak asam, dan bentuk

Lebih terperinci

Dalam bidang farmasetika, kata larutan sering mengacu pada suatu larutan dengan pembawa air.

Dalam bidang farmasetika, kata larutan sering mengacu pada suatu larutan dengan pembawa air. Pendahuluan Dalam bidang farmasetika, kata larutan sering mengacu pada suatu larutan dengan pembawa air. Pelarut lain yang digunakan adalah etanol dan minyak. Selain digunakan secara oral, larutan juga

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Palu, Sulawesi Tengah, Indonesia. Tanaman ini termasuk jenis tumbuhan dari

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Palu, Sulawesi Tengah, Indonesia. Tanaman ini termasuk jenis tumbuhan dari BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini digunakan bahan baku minyak atsiri daun sebagai bahan aktif gel antiseptik. Minyak atsiri daun ini berasal dari Palu, Sulawesi Tengah, Indonesia.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Landasan Teori

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Landasan Teori digilib.uns.ac.id 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Mahkota Dewa a. Klasifikasi Mahkota Dewa Kingdom Devisi Kelas Ordo Family : Tumbuhan : Magnoliophyta : Magnoliopsida : Malvales : Thymelaeaceae

Lebih terperinci

Metoda-Metoda Ekstraksi

Metoda-Metoda Ekstraksi METODE EKSTRAKSI Pendahuluan Ekstraksi proses pemisahan suatu zat atau beberapa dari suatu padatan atau cairan dengan bantuan pelarut Pemisahan terjadi atas dasar kemampuan larutan yang berbeda dari komponen-komponen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Staphylococcus aureus adalah salah satu bakteri penyebab infeksi piogenik pada kulit. Infeksi yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus antara lain bisul, jerawat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kulit merupakan organ terbesar pada tubuh kita yang melindungi bagian dalam tubuh dari gangguan fisik maupun mekanik, gangguan panas atau dingin, dan gangguan

Lebih terperinci

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin.

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin. Lemak dan minyak merupakan senyawa trigliserida atau trigliserol, dimana berarti lemak dan minyak merupakan triester dari gliserol. Dari pernyataan tersebut, jelas menunjukkan bahwa lemak dan minyak merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Minyak canola (Brasicca napus L.) adalahminyak yang berasal dari biji

BAB I PENDAHULUAN. Minyak canola (Brasicca napus L.) adalahminyak yang berasal dari biji BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Minyak canola (Brasicca napus L.) adalahminyak yang berasal dari biji tumbuhan canola, yaitu tumbuhan asli Kanada Barat dengan bunga berwarna kuning. Popularitas dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia termasuk daerah beriklim tropis yang merupakan tempat endemik penyebaran nyamuk. Dari penelitiannya Islamiyah et al., (2013) mengatakan bahwa penyebaran nyamuk

Lebih terperinci

I. ISOLASI EUGENOL DARI BUNGA CENGKEH

I. ISOLASI EUGENOL DARI BUNGA CENGKEH Petunjuk Paktikum I. ISLASI EUGENL DARI BUNGA CENGKEH A. TUJUAN PERCBAAN Mengisolasi eugenol dari bunga cengkeh B. DASAR TERI Komponen utama minyak cengkeh adalah senyawa aromatik yang disebut eugenol.

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat)

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) Abstrak Kulit buah langsat diekstraksi menggunakan metode maserasi dengan pelarut yang berbeda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. turunan asam amino fenil alanin yaitu 2-acetyl-1-pyrroline (Faras et al., 2014).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. turunan asam amino fenil alanin yaitu 2-acetyl-1-pyrroline (Faras et al., 2014). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pandan wangi merupakan tanaman yang sering dimanfaatkan daunnya sebagai bahan tambahan makanan, umumnya sebagai bahan pewarna hijau dan pemberi aroma. Aroma khas dari

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada tahap awal formulasi, dilakukan orientasi untuk mendapatkan formula krim yang baik. Orientasi diawali dengan mencari emulgator yang sesuai untuk membentuk krim air

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi, karena memiliki protein yang

I. PENDAHULUAN. penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi, karena memiliki protein yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Daging ayam merupakan salah satu bahan pangan yang memegang peranan cukup penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi, karena memiliki protein yang berkualitas tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kecil daripada jaringan kulit lainnya. Dengan demikian, sifat barrier stratum korneum

BAB I PENDAHULUAN. kecil daripada jaringan kulit lainnya. Dengan demikian, sifat barrier stratum korneum BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara anatomi, kulit terdiri dari banyak lapisan jaringan, tetapi pada umumnya kulit dibagi menjadi tiga lapis jaringan yaitu epidermis, dermis dan lapis lemak di

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Total Fenolat Senyawa fenolat merupakan metabolit sekunder yang banyak ditemukan pada tumbuh-tumbuhan, termasuk pada rempah-rempah. Kandungan total fenolat dendeng sapi yang

Lebih terperinci

Determinasi tanaman pisang raja (Musa paradisiaca L.) dilakukan di. Universitas Sebelas Maret. Tujuan dari determinasi tanaman ini adalah untuk

Determinasi tanaman pisang raja (Musa paradisiaca L.) dilakukan di. Universitas Sebelas Maret. Tujuan dari determinasi tanaman ini adalah untuk BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Determinasi Tanaman Buah pisang raja diperoleh dari Pasar Legi, Surakarta, Jawa Tengah. Determinasi tanaman pisang raja (Musa paradisiaca L.) dilakukan di Laboratorium Biologi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan kekayaan alamnya. Tanahnya yang subur dan iklimnya yang tropis memungkinkan berbagai jenis tumbuhan dapat dibudidayakan

Lebih terperinci

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK TUJUAN : Mempelajari proses saponifikasi suatu lemak dengan menggunakan kalium hidroksida dan natrium hidroksida Mempelajari perbedaan sifat sabun dan detergen A. Pre-lab

Lebih terperinci

FORMULASI SEDIAAN SEMISOLIDA

FORMULASI SEDIAAN SEMISOLIDA FORMULASI SEDIAAN SEMISOLIDA @Dhadhang_WK Laboratorium Farmasetika Unsoed 1 Pendahuluan Sediaan farmasi semisolid merupakan produk topikal yang dimaksudkan untuk diaplikasikan pada kulit atau membran mukosa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tanaman Pandan. Klasifikasi Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) menurut Van

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tanaman Pandan. Klasifikasi Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) menurut Van BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Pandan 1. Klasifikasi Tanaman Klasifikasi Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) menurut Van steenis (1997) adalah sebagai berikut: Regnum Divisio Classis Ordo

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Mikroemulsi merupakan emulsi jernih yang terbentuk dari fasa lipofilik, surfaktan, kosurfaktan dan air. Dispersi mikroemulsi ke dalam air bersuhu rendah akan menyebabkan

Lebih terperinci

Analisis Fitokimia (Harborne 1987) Uji alkaloid. Penentuan Bakteriostatik Uji flavonoid dan senyawa fenolik. Penentuan Bakterisidal

Analisis Fitokimia (Harborne 1987) Uji alkaloid. Penentuan Bakteriostatik Uji flavonoid dan senyawa fenolik. Penentuan Bakterisidal 6 dari 1 maka volume bakteri yang diinokulasikan sebanyak 50 µl. Analisis Fitokimia (Harborne 1987) Uji alkaloid. Sebanyak 0.1 gram serbuk hasil ekstraksi flaonoid dilarutkan dengan 3 ml kloroform dan

Lebih terperinci

PEMBUATAN DAN CARA EVALUASI SEDIAAN KRIM. I. TUJUAN Untuk mengetahui cara pembuatan dan evaluasi sediaan krim.

PEMBUATAN DAN CARA EVALUASI SEDIAAN KRIM. I. TUJUAN Untuk mengetahui cara pembuatan dan evaluasi sediaan krim. PEMBUATAN DAN CARA EVALUASI SEDIAAN KRIM I. TUJUAN Untuk mengetahui cara pembuatan dan evaluasi sediaan krim. II. DASAR TEORI Definisi sediaan krim : Farmakope Indonesia Edisi III, krim adalah bentuk sediaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh dermatofit, yaitu sekelompok infeksi jamur superfisial yang

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh dermatofit, yaitu sekelompok infeksi jamur superfisial yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tinea atau dermatofitosis adalah nama sekelompok penyakit kulit yang disebabkan oleh dermatofit, yaitu sekelompok infeksi jamur superfisial yang tumbuh di lapisan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi Proksimat Komposisi rumput laut Padina australis yang diuji meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan kadar abu tidak larut asam dilakukan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Dilakukan identifikasi dan karakterisasi minyak kelapa murni menggunakan GC-MS oleh LIPI yang mengacu kepada syarat mutu minyak kelapa SNI 01-2902-1992. Tabel 4.1.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelindung, maupun pembalut penyumbat (Lachman, dkk., 1994). Salah satu bahan

BAB I PENDAHULUAN. pelindung, maupun pembalut penyumbat (Lachman, dkk., 1994). Salah satu bahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat-obat sediaan topikal selain mengandung bahan berkhasiat juga bahan tambahan (pembawa) yang berfungsi sebagai pelunak kulit, pembalut pelindung, maupun pembalut

Lebih terperinci

METODE EKSTRAKSI Ekstrak Ekstraksi 1. Maserasi Keunggulan

METODE EKSTRAKSI Ekstrak Ekstraksi 1. Maserasi Keunggulan METODE EKSTRAKSI Ekstrak merupakan sediaan sari pekat tumbuh-tumbuhan atau hewan yang diperoleh dengan cara melepaskan zat aktif dari masing-masing bahan obat, menggunakan menstrum yang cocok, uapkan semua

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Mikroemulsi merupakan emulsi yang stabil secara termodinamika dengan ukuran globul pada rentang 10 nm 200 nm (Prince, 1977). Mikroemulsi dapat dibedakan dari emulsi biasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nyamuk merupakan vektor dari beberapa penyakit seperti malaria, filariasis, demam berdarah dengue (DBD), dan chikungunya (Mutsanir et al, 2011). Salah satu penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahkota dewa (Phaleria Macrocarpa (Scheff.) Boerl.) merupakan salah satu buah yang memiliki aktivitas antioksidan kuat. Hal ini dikarenakan kandungan flavonoid

Lebih terperinci

BAB 3 PERCOBAAN. 3.3 Hewan Percobaan 3 ekor Kelinci albino galur New Zealand dengan usia ± 3 bulan, bobot minimal 2,5 kg, dan jenis kelamin jantan.

BAB 3 PERCOBAAN. 3.3 Hewan Percobaan 3 ekor Kelinci albino galur New Zealand dengan usia ± 3 bulan, bobot minimal 2,5 kg, dan jenis kelamin jantan. BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan Air suling, cangkang telur ayam broiler, minyak VCO, lanolin, cera flava, vitamin E asetat, natrium lauril sulfat, seto stearil alkohol, trietanolamin (TEA), asam stearat, propilenglikol,

Lebih terperinci

SALEP, KRIM, GEL, PASTA Dosen : Kuni Zu aimah B., S.Farm., M.Farm., Apt. Mata Kuliah : Preskripsi (2 SKS)

SALEP, KRIM, GEL, PASTA Dosen : Kuni Zu aimah B., S.Farm., M.Farm., Apt. Mata Kuliah : Preskripsi (2 SKS) SALEP, KRIM, GEL, PASTA Dosen : Kuni Zu aimah B., S.Farm., M.Farm., Apt. Mata Kuliah : Preskripsi (2 SKS) Salep, krim, gel dan pasta merupakan sediaan semipadat yang pada umumnya digunakan pada kulit.

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG [1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG [1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.1 Karakteristik Minyak Atsiri Wangi Hasil penelitian menunjukkan minyak sereh wangi yang didapat desa Ciptasari Pamulihan, Kabupaten Sumedang dengan pengujian meliputi bentuk,

Lebih terperinci

11/10/2017. Telur. Titis Sari Kusuma. Ilmu Bahan Makanan-Telur MACAM TELUR

11/10/2017. Telur. Titis Sari Kusuma. Ilmu Bahan Makanan-Telur MACAM TELUR Telur Titis Sari Kusuma 1 MACAM TELUR 2 1 TELUR Nilai gizi telur sangat lengkap, sumber protein yang baik, kadarnya sekitar 14%, >> tiap butir telur akan diperoleh sekitar 8 gram protein. Kandungan asam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. adalah lapidan sebelah dalam dari butiran padi, termasuk sebagian kecil

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. adalah lapidan sebelah dalam dari butiran padi, termasuk sebagian kecil BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dedak padi merupakan hasil samping proses penggilingan padi terdiri dari lapisan sebelah luar butiran padi dengan sebuah lembaga biji, sedangkan bekatul adalah lapidan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17. Tegangan Permukaan (dyne/cm) Tegangan permukaan (dyne/cm) 6 dihilangkan airnya dengan Na 2 SO 4 anhidrat lalu disaring. Ekstrak yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan radas uap putar hingga kering.

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Karakterisasi Fisik Vitamin C

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Karakterisasi Fisik Vitamin C 29 BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada tahap awal penelitian dilakukan pemeriksaan terhadap bahan baku vitamin C meliputi pemerian, kelarutan, identifikasi dan penetapan kadar. Uji kelarutan dilakukan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Evaluasi Krim Hasil evaluasi krim diperoleh sifat krim yang lembut, mudah menyebar, membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat dioleskan pada

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Perlakuan Terhadap Sifat Fisik Buah Pala Di Indonesia buah pala pada umumnya diolah menjadi manisan dan minyak pala. Dalam perkembangannya, penanganan pascapanen diarahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bakteri Staphylococcus aureus merupakan penyebab terbesar penyakit kulit dengan manifestasi klinik berupa abses pada kulit, nanah dan bisul. Infeksi pada kulit

Lebih terperinci

MONOGRAFI. B. Bahan Tambahan PROPYLEN GLYCOL. : Metil etilen glikol Rumus kimia : C 3 H 8 O 2

MONOGRAFI. B. Bahan Tambahan PROPYLEN GLYCOL. : Metil etilen glikol Rumus kimia : C 3 H 8 O 2 MONOGRAFI A. Bahan Aktif HIDROKORTISON Nama senyawa : Hydrocortisoni Acetatis Struktur Molekul : C 23 H 32 O 6 BM : 404,50 Pemerian : - penampilan : serbuk hablur - warna : putih atau hampir putih - bau

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. graveolens L.), kemangi (Ocimum bacilicum L.) serta campuran keduanya. terhadap pertumbuhan Candida albicans in vitro yang

BAB V PEMBAHASAN. graveolens L.), kemangi (Ocimum bacilicum L.) serta campuran keduanya. terhadap pertumbuhan Candida albicans in vitro yang 1 BAB V PEMBAHASAN Penelitian mengenai efek antifungi ekstrak etanolik seledri (Apium graveolens L.), kemangi (Ocimum bacilicum L.) serta campuran keduanya terhadap pertumbuhan Candida albicans in vitro

Lebih terperinci

Sediaan perawatan dan pembersih kulit adalah sediaan yang digunakan untuk maksud

Sediaan perawatan dan pembersih kulit adalah sediaan yang digunakan untuk maksud CLEANSING CREAM Sediaan perawatan dan pembersih kulit adalah sediaan yang digunakan untuk maksud perawatan kulit agar kulit menjadi bersih dan sehat terlindung dari kekeringan~an sengatan cuaca, baik panas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapsul Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi atas kapsul

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium SBRC LPPM IPB dan Laboratorium Departemen Teknologi Industri Pertanian FATETA IPB mulai bulan September 2010

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sirup 2.1.1 Defenisi Sirup Sirup adalah larutan pekat dari gula yang ditambah obat dan merupakan larutan jernih berasa manis. Dapat ditambah gliserol, sorbitol atau polialkohol

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ini telah dilaksanakan pada percobaan uji mikrobiologi dengan menggunakan ekstrak etanol daun sirih merah. Sebanyak 2,75 Kg daun sirih merah dipetik di

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN 25 BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Ekstraksi simplisia segar buah duku dilakukan dengan cara dingin yaitu maserasi karena belum ada data tentang kestabilan komponen ekstrak buah duku terhadap panas.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Superficial mycoses merupakan hal yang lazim terjadi di seluruh dunia. Berdasarkan pernyataan para ilmuan St. John's Institute of Dermatology London, memperkirakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Luka bakar merupakan masalah utama di beberapa negara di dunia. Diperkirakan bahwa 75% dari semua kematian luka bakar berhubungan dengan infeksi (Shankar et al., 2009).

Lebih terperinci

PEMBUATAN TELUR ASIN RASA BAWANG SEBAGAI ALTERNATIF PENINGKATAN NILAI JUAL TELUR BEBEK Oleh : Dr. Das Salirawati, M.Si

PEMBUATAN TELUR ASIN RASA BAWANG SEBAGAI ALTERNATIF PENINGKATAN NILAI JUAL TELUR BEBEK Oleh : Dr. Das Salirawati, M.Si PEMBUATAN TELUR ASIN RASA BAWANG SEBAGAI ALTERNATIF PENINGKATAN NILAI JUAL TELUR BEBEK Oleh : Dr. Das Salirawati, M.Si Pendahuluan Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) khususnya IPA yang makin

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Satu

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Satu HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Satu Penentuan Formula Pembuatan Sabun Transparan Penelitian tahap satu merupakan tahap pemilihan formula pembuatan sabun trasnparan. Hasil penelitian tahap satu ini

Lebih terperinci

Larutan bening. Larutab bening. Endapan hijau lumut. Larutan hijau muda

Larutan bening. Larutab bening. Endapan hijau lumut. Larutan hijau muda BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Analisis Fitokimia Buah Mengkudu (Morinda citrifolia L) Sampel buah mengkudu kering dan basah diuji dengan metoda fitokimia untuk mengetahui ada atau tidaknya

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Alat-alat gelas, Neraca Analitik (Adam AFA-210 LC), Viskometer

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Alat-alat gelas, Neraca Analitik (Adam AFA-210 LC), Viskometer BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. ALAT Alat-alat gelas, Neraca Analitik (Adam AFA-210 LC), Viskometer Brookfield (Model RVF), Oven (Memmert), Mikroskop optik, Kamera digital (Sony), ph meter (Eutech), Sentrifugator

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Surfaktan Surfaktan (surface active agent) adalah senyawa amphiphilic, yang merupakan molekul heterogendan berantai panjangyang memiliki bagian kepala yang suka air (hidrofilik)

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. L.) yang diperoleh dari Pasar Sederhana, Kelurahan. Cipaganti, Kecamatan Coblong dan Pasar Ciroyom, Kelurahan Ciroyom,

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. L.) yang diperoleh dari Pasar Sederhana, Kelurahan. Cipaganti, Kecamatan Coblong dan Pasar Ciroyom, Kelurahan Ciroyom, BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengumpulan Tanaman Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah kulit kentang (Solanum tuberosum L.) yang diperoleh dari Pasar Sederhana, Kelurahan Cipaganti,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Nilam Gambar 1. Daun Nilam (Irawan, 2010) Tanaman nilam (Pogostemon patchouli atau Pogostemon cablin Benth) merupakan tanaman perdu wangi berdaun halus dan berbatang

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan sampel ascidian telah dilakukan di Perairan Kepulauan Seribu. Setelah itu proses isolasi dan pengujian sampel telah dilakukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kulit kering merupakan salah satu masalah kulit yang sering dijumpai, dimana kulit kering akan terlihat kusam, permukaan bersisik, kasar dan daerah putih kering merata

Lebih terperinci

GEL & AEROSOL Perbedaan gel dan jeli Formulasi dan evaluasi Jenis aerosol kosmetik Formulasi Aerosol Contoh-contoh formula

GEL & AEROSOL Perbedaan gel dan jeli Formulasi dan evaluasi Jenis aerosol kosmetik Formulasi Aerosol Contoh-contoh formula 10/25/2012 1 GEL & AEROSOL Perbedaan gel dan jeli Formulasi dan evaluasi Jenis aerosol kosmetik Formulasi Aerosol Contoh-contoh formula @Dh hadhang_wk Laboratorium Farmasetika Unso oed GEL Semi padat yang

Lebih terperinci

Lampiran 1. Surat keterangan hasil identifikasi tumbuhan jahe merah

Lampiran 1. Surat keterangan hasil identifikasi tumbuhan jahe merah Lampiran 1. Surat keterangan hasil identifikasi tumbuhan jahe merah Lampiran 2. Gambar tumbuhan jahe merah Lampiran 3. Gambar makroskopik rimpang jahe merah Rimpang jahe merah Rimpang jahe merah yang diiris

Lebih terperinci

AKTIVITAS ANTIMIKROBA EKSTRAK LAOS PUTIH (ALPINIA GALANGAS) TERHADAP BAKTERI Escericia coli DAN Salmonella sp. Lely Adel Violin Kapitan 1

AKTIVITAS ANTIMIKROBA EKSTRAK LAOS PUTIH (ALPINIA GALANGAS) TERHADAP BAKTERI Escericia coli DAN Salmonella sp. Lely Adel Violin Kapitan 1 AKTIVITAS ANTIMIKROBA EKSTRAK LAOS PUTIH (ALPINIA GALANGAS) TERHADAP BAKTERI Escericia coli DAN Salmonella sp Lely Adel Violin Kapitan 1 1 Jurusan Farmasi Poltekkes Kemenkes Kupang (*Jurusan Farmasi, Telp

Lebih terperinci

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri PENANGANAN Jenis Kerusakan Bahan Pangan Kerusakan mikrobiologis Kerusakan mekanis Kerusakan fisik Kerusakan biologis Kerusakan kimia Kerusakan

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Uji Identifikasi Fitokimia Uji identifikasi fitokimia hasil ekstraksi lidah buaya dengan berbagai metode yang berbeda dilakukan untuk mengetahui secara kualitatif kandungan senyawa

Lebih terperinci

Buletin Peternakan Edisi IV 2017 Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Prov. Sulawesi Selatan

Buletin Peternakan Edisi IV 2017 Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Prov. Sulawesi Selatan PROSES PEMBUATAN TELUR ASIN SEBAGAI PELUANG USAHA Oleh : Andi Mulia, Staff Pengajar di UIN Alauddin Makassar Telur adalah salah satu sumber protein hewani yang memilik rasa yang lezat, mudah dicerna, dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Evaluasi kestabilan dari formula Hair Tonic sari lidah buaya (Aloe vera L.) dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Evaluasi kestabilan dari formula Hair Tonic sari lidah buaya (Aloe vera L.) dengan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Evaluasi kestabilan dari formula Hair Tonic sari lidah buaya (Aloe vera L.) dengan berdasarkan variasi konsentrasi bahan peningkat viskositas memberikan

Lebih terperinci

FORMULASI LOTION EKSTRAK BUAH RASPBERRY(Rubus rosifolius) DENGAN VARIASI KONSENTRASI TRIETANOLAMIN SEBAGAI EMULGATOR SERTA UJI HEDONIK TERHADAP LOTION

FORMULASI LOTION EKSTRAK BUAH RASPBERRY(Rubus rosifolius) DENGAN VARIASI KONSENTRASI TRIETANOLAMIN SEBAGAI EMULGATOR SERTA UJI HEDONIK TERHADAP LOTION FORMULASI LOTION EKSTRAK BUAH RASPBERRY(Rubus rosifolius) DENGAN VARIASI KONSENTRASI TRIETANOLAMIN SEBAGAI EMULGATOR SERTA UJI HEDONIK TERHADAP LOTION Megantara, I. N. A. P. 1, Megayanti, K. 1, Wirayanti,

Lebih terperinci

Bilamana beberapa fase berada bersama-sama, maka batas di antara fase-fase ini dinamakan antarmuka (interface).

Bilamana beberapa fase berada bersama-sama, maka batas di antara fase-fase ini dinamakan antarmuka (interface). 2 3 4 Bilamana beberapa fase berada bersama-sama, maka batas di antara fase-fase ini dinamakan antarmuka (interface). Antar muka dapat berada dalam beberapa jenis, yang dapat berwujud padat, cair atau

Lebih terperinci

II.3 Alasan Penggunaan Bahan 1) Tween 80 dan Span 80 - Tween 80 dan span 80 digunakan sebagai emulgator nonionik dan digunakan untuk sediaan krim

II.3 Alasan Penggunaan Bahan 1) Tween 80 dan Span 80 - Tween 80 dan span 80 digunakan sebagai emulgator nonionik dan digunakan untuk sediaan krim II.3 Alasan Penggunaan Bahan 1) Tween 80 dan Span 80 - Tween 80 dan span 80 digunakan sebagai emulgator nonionik dan digunakan untuk sediaan krim (Faradiba, 2013) - Krim dengan zat pengemulsi nonionik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tujuan untuk menghasilkan efek lokal, contoh : lotion, salep, dan krim.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tujuan untuk menghasilkan efek lokal, contoh : lotion, salep, dan krim. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Obat Kulit Topikal Kortikosteroid Sediaan topikal adalah sediaan yang penggunaannya pada kulit dengan tujuan untuk menghasilkan efek lokal, contoh : lotion, salep, dan krim.

Lebih terperinci

PEMISAHAN CAMPURAN proses pemisahan

PEMISAHAN CAMPURAN proses pemisahan PEMISAHAN CAMPURAN Dalam Kimia dan teknik kimia, proses pemisahan digunakan untuk mendapatkan dua atau lebih produk yang lebih murni dari suatu campuran senyawa kimia. Sebagian besar senyawa kimia ditemukan

Lebih terperinci

I. Judul: Isolasi Minyak Jahe Dari Rimpang Jahe (Zinger Officinale) II. Tanggal Percobaan: 6 Maret 2013 III. Tanggal selesai Percobaan: 6 Maret 2013

I. Judul: Isolasi Minyak Jahe Dari Rimpang Jahe (Zinger Officinale) II. Tanggal Percobaan: 6 Maret 2013 III. Tanggal selesai Percobaan: 6 Maret 2013 I. Judul: Isolasi Minyak Jahe Dari Rimpang Jahe (Zinger Officinale) II. Tanggal Percobaan: 6 Maret 2013 III. Tanggal selesai Percobaan: 6 Maret 2013 IV. Tujuan Percobaan: 1. Memilih peralatan yang dibutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Radikal bebas adalah sebuah atom atau molekul yang mempunyai satu atau lebih elektron tidak berpasangan pada orbital terluarnya (Clarkson dan Thompson, 2000)

Lebih terperinci

Reaksi Dehidrasi: Pembuatan Sikloheksena. Oleh : Kelompok 3

Reaksi Dehidrasi: Pembuatan Sikloheksena. Oleh : Kelompok 3 Reaksi Dehidrasi: Pembuatan Sikloheksena Oleh : Kelompok 3 Outline Tujuan Prinsip Sifat fisik dan kimia bahan Cara kerja Hasil pengamatan Pembahasan Kesimpulan Tujuan Mensintesis Sikloheksena Menentukan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS KANDUNGAN TUMBUHAN OBAT. ANALISIS Etil p-metoksi sinamat DARI RIMPANG KENCUR (Kaempferia galanga L.)

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS KANDUNGAN TUMBUHAN OBAT. ANALISIS Etil p-metoksi sinamat DARI RIMPANG KENCUR (Kaempferia galanga L.) LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS KANDUNGAN TUMBUHAN OBAT ANALISIS Etil p-metoksi sinamat DARI RIMPANG KENCUR (Kaempferia galanga L.) Disusun oleh: Nama : Eky Sulistyawati FA/08708 Putri Kharisma FA/08715 Gol./Kel.

Lebih terperinci

1. Unit alat yang dipakai sederhana, hanya dibutuhkan bejana perendam

1. Unit alat yang dipakai sederhana, hanya dibutuhkan bejana perendam Maserasi Maserasi adalah sediaan cair yang dibuat dengan cara mengekstraksi bahan nabati yaitu direndam menggunakan pelarut bukan air (pelarut nonpolar) atau setengah air, misalnya etanol encer, selama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang optimal dan untuk mengatasi berbagai penyakit secara alami.

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang optimal dan untuk mengatasi berbagai penyakit secara alami. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengobatan tradisional dengan memanfaatkan tumbuhan berkhasiat obat merupakan pengobatan yang dimanfaatkan dan diakui masyarakat dunia, hal ini menandai kesadaran untuk

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Penelitian ini diawali dengan pemeriksaan bahan baku. Pemeriksaan bahan baku yang akan digunakan dalam formulasi mikroemulsi ini dimaksudkan untuk standardisasi agar diperoleh

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Metodologi penelitian ini meliputi penyiapan dan pengolahan sampel, uji

BAB III METODOLOGI. Metodologi penelitian ini meliputi penyiapan dan pengolahan sampel, uji 19 BAB III METODOLOGI Metodologi penelitian ini meliputi penyiapan dan pengolahan sampel, uji pendahuluan golongan senyawa kimia, pembuatan ekstrak, dan analisis kandungan golongan senyawa kimia secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah kesehatan. Hal ini cukup menguntungkan karena bahan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah kesehatan. Hal ini cukup menguntungkan karena bahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanfaatan bahan alam yang berasal dari tumbuhan sebagai obat tradisional telah lama dilakukan oleh masyarakat Indonesia untuk menangani berbagai masalah kesehatan.

Lebih terperinci

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. (1965). Hasil determinasi tanaman. Determinasi dari suatu tanaman bertujuan untuk mengetahui kebenaran

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. (1965). Hasil determinasi tanaman. Determinasi dari suatu tanaman bertujuan untuk mengetahui kebenaran BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Determinasi Tanaman Determinasi dari suatu tanaman bertujuan untuk mengetahui kebenaran identitas tanaman tersebut, apakah tanaman tersebut benar-benar tanaman yang

Lebih terperinci

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PENANGANAN PASCA PANEN KUNYIT. Feri Manoi

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PENANGANAN PASCA PANEN KUNYIT. Feri Manoi STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PENANGANAN PASCA PANEN KUNYIT Feri Manoi PENDAHULUAN Untuk memperoleh produk yang bermutu tinggi, maka disusun SPO penanganan pasca panen tanaman kunyit meliputi, waktu panen,

Lebih terperinci

BAB I PEMBUATAN SEDIAAN HERBAL

BAB I PEMBUATAN SEDIAAN HERBAL BAB I PEMBUATAN SEDIAAN HERBAL A. Informasi Umum Sediaan Herbal Dalam buku ini yang dimaksud dengan Sediaan Herbal adalah sediaan obat tradisional yang dibuat dengan cara sederhana seperti infus, dekok

Lebih terperinci