Tanggapan Komnas Perempuan terhadap. Draft RUU Perlindungan Pekerja Indonesia di Luar Negeri

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Tanggapan Komnas Perempuan terhadap. Draft RUU Perlindungan Pekerja Indonesia di Luar Negeri"

Transkripsi

1 Tanggapan Komnas Perempuan terhadap Draft RUU Perlindungan Pekerja Indonesia di Luar Negeri 1. Pendapat Umum Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mengapresiasi inisiatif DPR untuk memperbaiki Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri (UU PPTKILN) dengan membuat Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Indonesia di Luar Negeri (RUU PPILN). Beberapa langkah maju dalam RUU PPILN memang patut diapresiasi, demikian pula dengan diakomodirnya beberapa usulan masyarakat sipil dan lembaga HAM nasional. Pemerintah Indonesia telah meratifikasi Konvensi Migran 1990 dengan Undang Undang Nomor 6 Tahun 2012 tentang Pengesahan International Convention On The Protection Of The Rights Of All Migrant Workers and Members Of Their Families (Konvensi Internasional Mengenai Perlindungan Hak-Hak Seluruh Pekerja Migran Dan Anggota Keluarganya). Konvensi Migran 1990 merupakan standar baku bagi perlindungan pekerja migran dan anggota keluarganya di Indonesia dan implikasinya, maka setiap aturan dan perundangundangan organik yang diterbitkan pemerintah terkait dengan pekerja migran dan keluarganya, harus merujuk pada subtansi konvensi tersebut. Komnas Perempuan membuat catatan kemajuan yang penting, terutama jika dibandingkan dengan Undang- Undang PPTKILN adalah: a. Paradigma perlindungan dan non diskriminatif terhadap pekerja migran dan keluarganya sudah mulai digunakan, dengan beberapa catatan. Upaya perlindungan dapat dilihat pada bagian khusus mengenai perlindungan hukum, sosial dan ekonomi; b. Pendidikan dan pelatihan diletakkan sebagai kegiatan prioritas; c. Pelibatan pemerintah daerah; d. Pembagian kewenangan dan tanggungjawab antar lembaga kementerian lebih jelas; e. Pembiayaan lebih jelas; f. Mengakui pentingnya perlindungan bagi anggota keluarga Pekerja Migran. Namun demikian, Komnas Perempuan masih melihat beberapa kelemahan. Terlebih lagi Daftar Isian Masalah (DIM) dan tanggapan Pemerintah terhadap RUU PPILN, merupakan kemunduran (set back) atas draft RUU PPILN itu sendiri. Secara umum kelemahan RUU PPILN ini terlihat pada: a. RUU PPILN ini belum sepenuhnya merujuk pada standar baku perlindungan hak-hak pekerja migran dan anggota keluarganya, sebagaimana tercantum dalam Undang Undang Nomor 6 Tahun 2012 Tentang Ratifikasi Konvensi Migran 1990, seharusnya baik dalam Naskah Akademis maupun dalam RUU harus mengintegrasikan komitmen negara dalam undang undang yang organik ini, demi percepatan implementasinya; b. RUU PPILN ini belum menggunakan analisis gender dalam penyusunan pasal per pasal. Artinya fakta ketidakadilan gender yang selalu dihadapi pekerja migran Indonesia belum menjadi prioritas kerja dalam materi muatan undang-undang; 1

2 c. RUU PPILN masih memandang pekerja migran sebagai satu entitas secara parsial karena memandang pekerja migran hanya sebagai pekerja, tidak memandang bekerja dan pekerja sebagai bagian dari pemenuhan dirinya sebagai manusia dengan segala harkat dan martabat kemanusiaannya, termasuk dirinya dalam berkeluarga, memiliki hasrat dan kebutuhan manusiawi yang perlu dipenuhi selain kebutuhan dan hak sebagai pekerja; d. Terdapat ketimpangan antara Naskah Akademik RUU PPILN dengan isi RUU PPILN, sehingga persoalan dan kebutuhan perbaikan kebijakan yang diuraikan dalam Naskah Akademik tidak terjewantahkan secara komprehensif pada muatan materi RUU PPILN; e. RUU PPILN masih berorientasi bisnis. Peran PPPILN/PPTKIS, Asuransi dan Perbankan masih dominan. Pengaturan terhadap PPPILN/PPTKIS tidak jauh berbeda dengan UU No. 39/2004 tentang PPTKILN; f. Pembagian peran, fungsi, hak dan kewajiban pelaksanaan, pemenuhan hak pekerja migran, termasuk perlindungan belum memenuhi prinsip kewajiban negara, karena justru didelegasikan pada pihak swasta; g. Sanksi dan penghukuman terhadap setiap orang dan badan hukum negara maupun swasta yang terkait penyelenggaraan migrasi pekerja Indoensia belum diatur secara jelas. Hal ini dapat berpotensi RUU ini akan menyalahi prinsip imperatif dari sebuah kebijakan. 2. Pendapat terhadap Sejumlah Isu Krusial a. Judul Undang Undang Perlindungan Pekerja Indonesia di Luar Negeri (UU PPILN), secara umum masih belum menunjukan cara pandang yang komprehensif terhadap pekerja migran sebagai manusia utuh, bukan semata pekerja, namun juga manusia yang berjenis kelamin, memiliki atau menjadi anggota keluarga, sehingga entitas pekerja migran semestinya tidak dilepaskan dari hal-hal tersebut. Komnas Perempuan mengusulkan agar judul RUU Perlindungan Pekerja Indonesia di Luar Negeri diubah menjadi RUU Perlindungan Pekerja Migran Indonesia dan Anggota Keluarganya. b. Definisi dan Ruang Lingkup Terkait definisi dan ruang lingkup pekerja migran dan anggota keluarganya, Komnas Perempuan berpendapat agar RUU ini langsung merujuk pada Konvensi Migran 1990 Pasal 2 Ayat (2). c. Hak dan Kewajiban Pekerja Migran dan Keluarganya Perihal hak dan kewajiban pekerja migran dan anggota keluarganya, Komnas Perempuan berpendapat agar semua hak yang tertulis dalam Konvensi Migran 1990 secara eksplisit dirujuk oleh undang-undang ini. d. Kontrak Mandiri Di beberapa negara tujuan kerja seperti Hongkong, Singapura dan Taiwan, maka pekerja migran yang telah berpengalaman dan memiliki informasi untuk mendapatkan dan memilih pengguna jasa, memilih melakukan kontrak mandiri, yaitu kontrak langsung antara pekerja migran dengan pengguna jasa tanpa menggunakan perantara/jasa agen, perekrutan secara tradisional atau melalui keluarga, yaitu model lama yang dijadikan PRT dalam perekrutan. Hal tersebut penting menjadi perhatian. Namun, hal tersebut terkendala oleh aturan yang tetap mewajibkan pekerja migran menggunakan jasa agen. RUU PPILN ini penting untuk menegaskan pengaturan hak pekerja migran yang ingin melakukan kontrak mandiri dan bebas dari intervensi serta intimidasi. 2

3 e. Informasi dan Pendaftaran Salah satu persoalan mendasar dalam proses migrasi Pekerja Migran Indonesia adalah terbatasnya informasi yang dimiliki oleh pekerja migran tentang bagaimana cara bermigrasi yang aman. Berdasarkan hasil pemantauan yang dilakukan oleh Komnas Perempuan, maka selama ini yang menjadi sumber informasi utama atau rujukan adalah sponsor/calo yang merupakan petugas lapangan perekrut dari Perusahaan Pengerah Tenaga Kerja Swasta (PPTKIS). RUU PPILN harus memuat kewajiban negara untuk menyebarluaskan informasi mengenai migrasi aman dan pendaftaran bagi warga yang berminat menjadi pekerja migran, yang selama ini masih belum jelas. Penyebaran informasi mengenai tata cara migrasi aman harus mencapai samapi ke pelosok desa, sehingga pihak yang menjadi kunci penyebaran informasi mengenai migrasi aman ini bukan lagi PPTKIS atau petugas lapangan, namun pemerintah daerah. Perihal pendaftaran untuk bekerja ke luar negeri, termasuk proses administrasi sebaiknya dimulai di tingkat kelurahan dan pendaftaran di dinas tenaga kerja kabupaten. Setelah melakukan proses pendaftaran untuk menjadi pekerja migran, maka setidaknya beberapa informasi lain juga harus diketahui dan diterima oleh pekerja migran, yaitu: a. Informasi permintaan tenaga kerja dari negara tujuan (job order) b. Budaya/adat istiadat c. Sistem hukum dan ketenagakerjaan d. Identitas pengguna jasa e. Situasi umum calon pengguna jasa f. Anggota keluarga pengguna jasa f. Posisi dan Tanggungjawab Sektor Swasta dalam Tata Kelola Migrasi Tenaga Kerja Peran sektor swasta dalam proses migrasi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke luar negeri selama ini sangat dominan. Mulai dari soal penyebaran informasi, perekrutan, pendidikan dan pelatihan, asuransi hingga pemberangkatan. Penyelesaian masalah-masalah yang dihadapi pekerja migran dan keluarganya, maka PPTKIS adalah tempat yang dirujuk pertama kali oleh pekerja migran dan keluarganya, meskipun ini menyangkut dalam hal penyelesaian masalah antar negara. Perlu adanya ketegasan mengenai peran-peran yang semestinya menjadi tanggung jawab utama negara dan yang bisa didelegasikan kepada pihak swasta dan organisasi masyarakat. Komnas Perempuan berpendapat bahwa kewajiban perlindungan dan pemenuhan hak pekerja migran dan anggota keluarganya merupakan tugas utama pemerintah, sedangkan untuk beberapa bidang dapat melibatkan atau didelegasikan pada pihak swasta dan masyarakat. Demikian juga tidak semua bagian dalam tata kelola migrasi dan perlindungan pekerja migran dapat didelegasikan kepada pihak swasta. Pada tabel berikut dapat terlihat peran yang menjadi tanggung jawab pemerintah dan peran yang dapat didelegasikan kepada pihak swasta atau kelompok masyarakat. 3

4 Pemerintah Pendidikan & Pelatihan Informasi & Pendaftaran Penempatan Asuransi dan Jaminan Sosial Pengawasan Internal Pemenuhan Hak Korban Sektor Swasta Pendidikan & Pelatihan Transportasi & Akomodasi Asuransi (optional) Pemulihan Korban dalam Makna Luas Kelompok Masyarakat Warga Pengawasan (Check & Balance) Pendidikan & Pelatihan oleh CSO/TU Pemulihan Korban dalam Makna luas Kewajiban korporasi (sektor swasta) dalam konteks HAM sebagaimana dalam Guiding Principles for the Implementation of the Protect, Respect and Remedy Framework, 1 antara lain: 1. Setiap tindakan korporasi untuk mencegah, mengukur dampak dan menghormati Hak Asasi Manusia harus sesuai dengan standar hukum Hak Asasi Manusia Internasional, dan diterapkan secara internal dalam semua struktur korporasi; 2. Kewajibannya korporasi dalam menjalankan harus memiliki kebijakan untuk mengukur efek yang ditimbulkan oleh operasinya ataupun yang berhubungan dengan aktifitasnya, dalam berbagai skala, dengan cara identifikasi, mencegah, mengurangi dan memulihkan berbagai pelanggaran HAM dan tindakan yang merugikan dan dapat mempertanggungjawabkannya; 3. Kegiatan mengidentifikasi, mencegah dan mengurangi dampak yang merugikan Hak Asasi Manusia, korporasi melakukan proses due diligence yang harus mencakup penilaian aktual dan potensial akan dampak Hak Asasi Manusia, menanggapi sesegera mungkin atas temuan dan mempertanggungjawabkan kinerjanya. Penilaian aktual ini harus disadari terus-menerus, karena kondisi Hak Asasi Manusia juga dapat berubah, dan juga harus diintegrasikan dalam upaya pemulihan dan operasional korporasi; 4. Keterlibatan dengan kelompok-kelompok yang berpotensi terkena dampak dan para pemangku kepentingan terkait lainnya, sesuai dengan ukuran, sifat dan konteks operasional; 5. Guna mempertanggungjawabkan kinerja Hak Asasi Manusia, korporasi harus terbuka untuk komplain atau suara kekhawatiran dari masyarakat yang potensial terkena dampak. Begitu pula memberi laporan secara berkala atas operasi yang dilakukan, khususnya berkaitan dengan resiko. Sementara itu kewajiban Negara dalam pengaturan korporasi atau pihak swasta untuk menghormati HAM yang terdapat dalam dokumen yang sama, yaitu: 1. Negara harus melindungi dari bisnis yang berhubungan dengan pelanggaran Hak Asasi Manusia di dalam wilayah mereka dan/atau yurisdiksi dengan mengambil langkah yang tepat untuk mencegah, 1 Dokumen Guiding Principle on Business and Human Right Implementing the United nation Protect, Respect and Remedy Framework, diunduh dari 4

5 menyelidiki, menghukum dan ganti rugi atas pelanggaran tersebut melalui kebijakan yang efektif, regulasi, dan ajudikasi; 2. Negara seharusnya mendorong perusahaan bisnis yang berdomisili di wilayah mereka dan/ atau yurisdiksi mereka untuk menghormati Hak Asasi Manusia di seluruh operasi global mereka, termasuk yang dilakukan oleh anak perusahaan dan badan hukum lainnya yang terkait; 3. Sebagai bagian dari fungsi kebijakan dan regulasi, maka negara harus mengatur dengan jelas harapan mereka untuk semua bisnis perusahaan yang beroperasi atau berdomisili di wilayah mereka dan/ atau yurisdiksi untuk menghormati Hak Asasi Manusia, dan mengambil langkah yang diperlukan untuk mendukung, mendorong dan jika perlu meminta mereka untuk melakukan, termasuk upaya: a. Menegakkan hukum yang mengharuskan perusahaan bisnis untuk menghormati Hak Asasi Manusia; b. Memastikan bahwa hukum dan kebijakan yang mengatur pembentukan perusahaan bisnis baru maupun yang sedang berjalan, seperti hukum perusahaan, tidak membatasi tetapi memungkinkan bisnis untuk menghormati Hak Asasi Manusia; c. Memberikan bimbingan yang efektif untuk perusahaan bisnis tentang bagaimana menghormati Hak Asasi Manusia; d. Mendorong, dan bila dibutuhkan, perusahaan bisnis untuk menyediakan komunikasi yang memadai terhadap kinerja Hak Asasi Manusia mereka. Standar Internasional yang secara khusus terkait dengan posisi agen penyalur tenaga kerja adalah Konvensi ILO 181 tentang Penyalur Tenaga Kerja Swasta. Konvensi ini semestinya harus dijadikan pedoman dalam pelaksanaan penyalur tenaga kerja swasta. Komnas Perempuan berpandangan bahwa peran sektor swasta dalam sistem migrasi tenaga kerja tidak bisa dihapus begitu saja, namun tidak boleh juga mendapat peran besar sebagaimana yang terjadi sebelumnya. Prinsip-prinsip umum yang harus dijalankan penyalur tenaga kerja swasta sesuai Konvensi ILO 181 adalah : 1. Badan penyalur tenaga kerja swasta memperlakukan para pekerja tanpa diskriminasi berdasarkan ras, warna kulit, jenis kelamin, agama, pandangan politik, keturunan, kedudukan sosial, atau bentuk diskriminasi lainnya yang diatur dalam undang undang dan ketentuan umum di negara yang bersangkutan, seperti usia dan kecacatan; 2. Pengolahan data pribadi para pekerja oleh badan penyalur tenaga kerja swasta harus: a. Dilaksanakan dengan cara yang melindungi data ini dan menjamin kerahasiaan para pekerja sesuai hukum dan ketentuan umum di negara masing-masing; b. Terbatas pada hal-hal yang menyangkut kualifikasi dan pengalaman profesional dari pekerja yang bersangkutan serta informasi lainnya yang benar-benar berkaitan. 3. Badan Penyalur Tenaga Kerja Swasta tidak boleh membebankan langsung maupun tidak langsung, seluruhnya atau sebagiannya, biaya dari para pekerja; 4. Pekerja anak tidak digunakan atau disediakan oleh badan penyalur tenaga kerja swasta; 5. Adanya perlindungan yang memadai atas pekerja yang diterima oleh badan penyalur tenaga kerja swasta menyangkut: a. Kebebasan berserikat; b. Perundingan kesepakatan kerja bersama; c. Upah minimum; d. Jam kerja dan kondisi kerja lainnya; e. Jaminan sosial berdasarkan undang undang; f. Akses ke pelatihan; g. Keselamatan dan kesehatan kerja; h. Ganti rugi bila terjadi kecelakaan atau penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan; 5

6 i. Ganti rugi bila terjadi ketidakmampuan pemberi kerja untuk membayar upah serta perlindungan atas tuntutan para pekerja, seperti: Perlindungan serta jaminan terhadap pekerja wanita yang hamil, serta perlindungan dan jaminan mengasuh bayi. Dua standar internasional tersebut yaitu Guiding Principle on Business and Human Right Implementing the United nation Protect, Respect and Remedy Framework dan Konvensi ILO 181 tentang Penyalur Tenaga Kerja Swasta harus menjadi rujukan dalam mengatur keterlibatan sektor swasta dalam tata kelola migrasi tenaga kerja, baik itu dalam bentuk badan usaha agen penyalur, asuransi, agen travel dan badan-badan swasta lain yang terlibat. g. Pembiayaan Perihal biaya penempatan (cost structure) pekerja migran merupakan salah satu persoalan yang belum diatur dengan jelas pada UU 39/2004 tentang PPTKILN. Baik itu komponen, besaran biaya dan pihak yang menanggung biaya tersebut. Pada setiap negara tujuan kerja maka kebijakan mengenai pembiayaan migrasi berbeda. Yang jelas pada beberapa negara, seperti: Hongkong, Taiwan dan Singapura, pembiayaan migrasi dibayarkan melalui pemotongan upah pekerja migran. Sedang negara negara tujuan kerja di kawasan Timur Tengah membebankan pembiayaan kepada pengguna jasa/pemberi kerja. Pembebanan biaya migrasi kepada pengguna jasa sekilas nampak menguntungkan pekerja migran, namun praktik pembebanan biaya sepenuhnya ada pada pengguna jasa, berkonotasi pada pembelian tenaga kerja yang siap diperkerjakan tanpa standar kerja yang layak. Komnas Perempuan berpandangan, pada prinsipnya, beban biaya migrasi dapat dibagi kepada berbagai pihak, sehingga besaran biaya bekerja keluar negeri tidak boleh membebani para pekerja migran, hal ini terlalu berat dan menjadi eksploitatif. Standar biaya penempatan (cost structure) pekerja migran harus ditentukan berdasarkan standar pada masing-masing negara tujuan kerja. Sedangkan perihal siapa yang menanggung beban biaya, menurut Komnas Perempuan dapat dibagi sebagai berikut: 1. Pekerja migran menanggung biaya pengurusan dokumen pribadi seperti; KTP, paspor dan asuransi (yang bersifat sukarela); 2. Pemerintah menanggung biaya pendidikan dan pelatihan, ujian kompetensi, biaya perlindungan dan pemulihan; 3. Pemberi kerja menanggung biaya visa, permit kerja, tiket pesawat PP, asuransi; 4. Agensi menanggung biaya asuransi dan perlindungan, dengan catatan bila negara tujuan masih mensyaratkan penggunaan jasa agensi. h. Pendidikan dan Pelatihan Komnas Perempuan mengusulkan agar penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan dapat dilakukan oleh pemerintah melalui BLK yang tersedia, baik dari pihak swasta dan juga memberi ruang bagi organisasi masyarakat warga atau serikat buruh untuk menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan. Sebagaimana telah disebutkan pada bagian sebelumnya bahwa ketika pelibatan pihak swasta maka standar, aturan dan pengawasan harus dilakukan secara komprehensif. Demikian pula dalam hal keterlibatan organisasi masyarakat warga dan serikat buruh, maka pemerintah harus memiliki sistem, standar, kurikulum dan pengawasan yang komprehensif terhadap terselenggaranya pendidikan dan pelatihan tersebut. 6

7 Persoalan mendasar dalam pendidikan dan pelatihan yaitu muatan materi dan kurikulum pendidikan, yang hanya mencakup keterampilan dan bahasa dengan muatan yang belum memadai. Sementara pengetahuan mengenai hak-hak pekerja migran, kondisi sosial, hukum, kebiasaan dan budaya dari negara tujuan kerja hanya diberikan saat proses Pemberangkatan Akhir Pemberangkatan (PAP). Dampak dari lemahnya kurikulum pendidikan dan pelatihan adalah berbagai persoalan yang dihadapi pekerja migran. Terbatasnya pengetahuan pekerja migran atas sistem hukum dan adat kebiasaan negara tujuan mengakibatkan pekerja migran terjerat kasus hukum. Pendidikan dan pelatihan pekerja migran yang diselenggarakan oleh pemerintah dilakukan melalui BLK yang dimiliki oleh pemerintah yang tersebar di daerah-daerah. Konsekuensi dari fungsionalisasi semua BLK milik pemerintah adalah rehabilitasi infrastruktur yang telah ada dan penambahan jumlah BLK di daerahdaerah yang merupakan daerah asal pekerja migran. i. Pekerja Rumah Tangga Migran Data menyebutkan kurang lebih 80% Pekerja Migran Indonesia bekerja pada sektor domestik sebagai Pekerja Rumah Tangga (PRT). Kerentanan bidang dan ruang kerja pekerja rumah tangga, membutuhkan perhatian dan aturan khusus dalam RUU PPILN ini. Komnas Perempuan mengusulkan agar ada bab khusus dalam RUU PPILN ini yang membahas pekerja rumah tangga. Aturan dan jaminan perlindungan PRT migran tersebut merujuk pada Konvensi ILO 189 tentang Kerja Layak bagi PRT. Paradigma yang menempatkan pekerjaan rumah tangga sebagai pekerjaan tanpa keterampilan dalam RUU PPILN ini harus diubah. Lewat sistem pendidikan dan pelatihan yang terstandar dengan baik, PRT memiliki keterampilan dalam hal membidangi pekerjaan-pekerjaan seperti memasak, merawat anak dan orang tua serta jasa kebersihan. Penting juga membatasi beban kerja PRT seturut keterampilan dan kompetensi yang dimiliki. Para pemberi kerja dilarang mempekerjakan PRT dengan beban kerja berlapis-lapis. j. Pemenuhan Hak Pekerja Migran yang Menjadi Korban Penanganan dan pemenuhan hak pekerja migran yang menjadi korban, maka pemerintah harus menyediakan layanan untuk penyelesaian perselisihan, bantuan hukum dan pemulihan. Dalam proses migrasi persoalan yang dialami oleh pekerja migran dapat dibedakan menjadi perselisihan yang terkait dengan hubungan kerja atau hubungan industrial dan persoalan yang terkait dengan pelanggaran Hak Asasi Manusia. Berbagai perselisihan dan kasus tersebut dapat terjadi di setiap tahapan migrasi. Terkait dengan penyelesaian perselisihan dan bantuan hukum, Komnas Perempuan mengusulkan agar dalam perubahan Undang Undang Nomor 39/2004 tentang PPTKILN, memuat kewajiban pemerintah untuk membangun sistem terpadu penyelesaian perselisihan, bantuan hukum dan pemulihan bagi pekerja migran dan anggota keluarganya, baik di dalam dan di luar negeri. Penyediaan layanan bantuan hukum dan penyelesaian perselisihan merupakan bagian dari upaya pemenuhan hak-hak pekerja migran sebagai warga negara dan khususnya juga pemenuhan hak-hak pekerja migran yang menjadi korban, dalam hal ini hak atas keadilan, kebenaran dan pemulihan. Sistem terpadu penyelesaian perselisihan, bantuan hukum dan pemulihan yang dimaksud antara lain: 1. Adanya desk khusus bagi pekerja migran di perwakilan RI di luar negeri yang terpadu dan terkoordinasi dengan Lembaga/Kementerian terkait di dalam negeri sebagai rujukan utama pekerja migran; 7

8 2. Adaya SOP penyelesaian perselisihan pekerja migran dan anggota keluarganya baik di dalam dan di luar negeri; 3. Adanya penyediaan Advokat dan Paralegal untuk mendampingi proses penyelesaian perselisihan dan kasus hukum yang dialami sampai tuntas; 4. Penyelesaian perselisihan, bantuan hukum dan pemulihan mencakup semua persoalan yang dihadapi pada setiap tahapan migrasi; 5. Tersedianya layanan untuk rehabilitasi fisik, psikis, sosial dan ekonomi yang komprehensif hingga ke daerah asal. k. Asuransi Perlindungan pekerja migran seringkali disederhanakan dalam skema asuransi. Padahal, untuk beberapa resiko-resiko yang terkait dengan pelanggaran HAM dan kejahatan kemanusiaan tidak dapat ditanggung oleh asuransi, misalnya kekerasan seksual, pemerkosaan dan penyiksaan. Terkait dengan perlindungan dan pemenuhan hak-hak pekerja migran yang menjadi korban, sistem dan pelaksanaan asuransi pekerja migran saat ini tidak memadai dan tidak bisa diletakkan sebagai satu-satunya skema perlindungan bagi pekerja migran. Asuransi hanya salah satu bentuk perlindungan pekerja migran yang bersifat sekunder. Asuransi harus ditempatkan menjadi bagian dari skema besar perlindungan pekerja migran di mana penanggungjawab utamanya adalah pemerintah. Beberapa pelanggaran dan kekerasan yang dialami oleh pekerja migran seperti kekerasan seksual, pemerkosaan, penganiayaan, kecacatan fisik, dan deportasi tidak dapat dimasukan dalam skema resiko yang ditanggung oleh asuransi, karena beberapa resiko tersebut masuk dalam kategori pelanggaran HAM, maka penanggungjawab utamanya adalah pemerintah. Pemerintah bertanggungjawab untuk memenuhi hak korban untuk keadilan, kebenaran dan pemulihan. Sementara resiko-resiko lain khas pekerja migran, seperti: kerja tidak sesuai kontrak, majikan bermasalah, dipindahkan kerjakan tanpa kesepakatan, gagal berangkat, dapat diletakkan dalam skema asuransi, namun beban pembiayaan premi asuransi harus ditanggungkan kepada pemerintah melalui dana perlindungan pekerja migran. Sedangkan resiko lain, seperti: kecelakaan kerja dan program asuransi kesehatan, asuransi jiwa dan pendidikan dapat dibebankan pada pengguna jasa. l. Kewenangan, Tanggung Jawab dan Kelembagaan Pembagian peran dan kewenangan harus lebih diperjelas untuk menghindari tumpang tindih dan kerancuan kewenangan. Peran-peran pelaksana perlindungan dan pengawasan tidak boleh dilakukan oleh lembaga yang sama, kecuali dalam hal pengawasan internal atas kinerja kementerian dan lembaga bersangkutan. Terkait dengan kewenangan dan tanggung jawab Kementerian Luar Negeri dalam perlindungan Pekerja Migran Indonesia, maka penguatan perwakilan RI di negara-negara tujuan kerja Pekerja Migran Indonesia adalah keharusan. Peningkatan jumlah dan peran atase tenaga kerja hanya akan berdampak signifikan bila didukung dengan peningkatan kualitas dan kuantitas tenaga kekonsuleran. Komnas Perempuan juga mengusulkan adanya muatan materi HAM dan gender dalam konteks penanganan dan pelayanan kepada pekerja migran dalam pendidikan diplomat dan konsul, sebagai upaya peningkatan kualitas pelayanan terhadap pekerja migran di luar negeri. 8

9 Pemerintah daerah harus menjadi pihak kunci dalam proses penyebaran dan informasi bagi pekerja migran dan anggota keluarganya. Hal lain yang harus menjadi perhatian adalah pengawas di lintas batas agar disiapkan pos pengaduan untuk mengatasi masalah pekerja migran. m. Pengawasan dan Partisipasi Masyarakat Pengawasan terhadap penyelenggaraan layanan migrasi tenaga kerja dapat dilakukan dalam dua hal, yaitu pengawasan internal dan eksternal. Pengawasan internal adalah pengawasan yang dilakukan oleh lembaga atau kementerian terkait secara internal untuk memantau proses pelaksanaan kewenangan dan tanggung jawab yang menjadi tugas kementerian atau lembaga tersebut. Pengawasan eksternal adalah pengawasan yang dilakukan oleh lembaga atau kelompok atau masyarakat di luar kementerian atau lembaga yang menyelenggarakan layanan. Pengawasan internal RUU PPILN sudah cukup memuat kewajiban tersebut, namun terkait pengawasan eksternal, perlu diperjelas model pengawasan seperti apa agar pelayanan publik terkait migrasi tenaga kerja ini dapat dilaksanakan dengan baik. Sasaran pengawasan adalah setiap pelayanan dan penyelenggaraan migrasi tenaga kerja pada setiap tahapannya agar dilakukan oleh lembaga dan kementerian terkait. n. Pengakuan Serikat Pekerja Migran dan Partisipasi Masyarakat Pengakuan serikat pekerja migran dan pelibatan mereka dalam setiap pembuatan kebijakan dan program yang terkait dengan mereka harus juga diatur dalam RUU PPILN. Di banyak negara tujuan kerja, serikat pekerja migran berperan penting dalam negosiasi dan pendamping utama bagi pekerja migran yang menghadapi kasus dan mengalami masalah. (1) Serikat pekerja migran dan masyarakat memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk seluas-luasnya berperan aktif dalam perlindungan, pemenuhan dan pemajuan hak-hak pekerja migran Indonesia dan keluarganya, yang meliputi: pengawasan terhadap proses perlindungan kepada pekerja migran dan anggota keluarganya, pemberian informasi, pemberian usul, saran, pengaduan, pendampingan kepada pekerja migran dan anggota keluarganya; (2) Serikat pekerja migran dan masyarakat berhak terlibat dalam setiap proses penyusunan pengambilan keputusan, dan pelaksanaan peraturan perundang-undangan, kebijakan, dan program, terkait perlindungan pekerja migran dan anggota keluarganya. o. Pemidanaan & Penghapusan Impunitas Praktik impunitas terhadap pelaku kekerasan dan pelanggaran terhadap pekerja migran merupakan salah satu persoalan serius yang mengakibatkan berulangnya kasus-kasus pekerja migran. Pelaku kekerasan dan pelanggaran terutama badan hukum selama ini hanya diberi sanksi administratif semata. Bahkan setelah pencabutan izin operasional masih memungkinkan untuk mendirikan perusahaan yang baru. RUU PPILN penting untuk menegaskan aspek pidana dan pemidanaan terhadap pelaku kekerasan dan pelanggaran terhadap pekerja migran, baik bagi pelaku perorangan maupun badan hukum. Jakarta, Januari

Lampiran Usulan Masukan Terhadap Rancangan Undang-Undang Bantuan Hukum

Lampiran Usulan Masukan Terhadap Rancangan Undang-Undang Bantuan Hukum Lampiran Usulan Masukan Terhadap Rancangan Undang-Undang Bantuan Hukum No. Draft RUU Bantuan Hukum Versi Baleg DPR RI 1. Mengingat Pasal 20, Pasal 21, Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28H ayat

Lebih terperinci

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK Di dalam UUD 1945 Bab XA tentang Hak Asasi Manusia, pada dasarnya telah dicantumkan hak-hak yang dimiliki oleh setiap orang atau warga negara. Pada

Lebih terperinci

-2- Selanjutnya, peran Pemerintah Daerah dalam memberikan pelindungan kepada Pekerja Migran Indonesia dilakukan mulai dari desa, kabupaten/kota, dan p

-2- Selanjutnya, peran Pemerintah Daerah dalam memberikan pelindungan kepada Pekerja Migran Indonesia dilakukan mulai dari desa, kabupaten/kota, dan p TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I KESRA. Pekerja Migran. Pelindungan. Pencabutan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 242) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

Mengenal Konvensi PBB 1990 tentang Perlindungan Hak-Hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya

Mengenal Konvensi PBB 1990 tentang Perlindungan Hak-Hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya Mengenal Konvensi PBB 1990 tentang Perlindungan Hak-Hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya (Konvensi Migran 1990) KOMNAS PEREMPUAN KOMISI NASIONAL ANTI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN Mengenal

Lebih terperinci

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG SALINAN BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN CALON TENAGA KERJA INDONESIA/ TENAGA KERJA INDONESIA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

2017, No memperoleh pekerjaan dan penghasilan yang layak, yang pelaksanaannya dilakukan dengan tetap memperhatikan harkat, martabat, hak asasi

2017, No memperoleh pekerjaan dan penghasilan yang layak, yang pelaksanaannya dilakukan dengan tetap memperhatikan harkat, martabat, hak asasi No.242, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESRA. Pekerja Migran. Pelindungan. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6141) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

REKOMENDASI KEBIJAKAN KOALISI PEREMPUAN INDONESIA TERHADAP RUU PPILN

REKOMENDASI KEBIJAKAN KOALISI PEREMPUAN INDONESIA TERHADAP RUU PPILN REKOMENDASI KEBIJAKAN KOALISI PEREMPUAN INDONESIA TERHADAP RUU PPILN RUU PPILN Harus Sejalan dengan Agenda Pembangunan Nasional: Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG PELINDUNGAN PEKERJA MIGRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG PELINDUNGAN PEKERJA MIGRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG PELINDUNGAN PEKERJA MIGRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa bekerja merupakan hak

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG PELINDUNGAN PEKERJA MIGRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG PELINDUNGAN PEKERJA MIGRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG PELINDUNGAN PEKERJA MIGRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa bekerja merupakan hak

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk

Lebih terperinci

15B. Catatan Sementara NASKAH REKOMENDASI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA. Konferensi Perburuhan Internasional

15B. Catatan Sementara NASKAH REKOMENDASI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA. Konferensi Perburuhan Internasional Konferensi Perburuhan Internasional Catatan Sementara 15B Sesi Ke-100, Jenewa, 2011 NASKAH REKOMENDASI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA 15B/ 1 NASKAH REKOMENDASI TENTANG PEKERJAAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA KABUPATEN KENDAL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA KABUPATEN KENDAL Menimbang PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA KABUPATEN KENDAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL, : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

2013, No.3 2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Da

2013, No.3 2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Da No.3, 2013 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TENAGA KERJA. Perlindungan. Luar Negeri. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5388) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

Mewujudkan Payung Hukum Penghapusan Diskriminasi Gender di Indonesia Prinsip-Prinsip Usulan Terhadap RUU Kesetaraan dan Keadilan Gender

Mewujudkan Payung Hukum Penghapusan Diskriminasi Gender di Indonesia Prinsip-Prinsip Usulan Terhadap RUU Kesetaraan dan Keadilan Gender Mewujudkan Payung Hukum Penghapusan Diskriminasi Gender di Indonesia Prinsip-Prinsip Usulan Terhadap RUU Kesetaraan dan Keadilan Gender Mewujudkan Payung Hukum Penghapusan Diskriminasi Gender di Indonesia

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2017 TENTANG PELINDUNGAN PEKERJA MIGRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2017 TENTANG PELINDUNGAN PEKERJA MIGRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2017 TENTANG PELINDUNGAN PEKERJA MIGRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa bekerja merupakan

Lebih terperinci

R201 Rekomendasi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Rangga, 2011

R201 Rekomendasi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Rangga, 2011 R201 Rekomendasi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Rangga, 2011 2 R-201: Rekomendasi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Rangga, 2011 R201 Rekomendasi tentang Pekerjaan Yang Layak

Lebih terperinci

Akses Buruh Migran Terhadap Keadilan di Negara Asal: Studi Kasus Indonesia

Akses Buruh Migran Terhadap Keadilan di Negara Asal: Studi Kasus Indonesia MIGRANT WORKERS ACCESS TO JUSTICE SERIES Akses Buruh Migran Terhadap Keadilan di Negara Asal: Studi Kasus Indonesia RINGKASAN EKSEKUTIF Bassina Farbenblum l Eleanor Taylor-Nicholson l Sarah Paoletti Akses

Lebih terperinci

15A. Catatan Sementara NASKAH KONVENSI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA. Konferensi Perburuhan Internasional

15A. Catatan Sementara NASKAH KONVENSI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA. Konferensi Perburuhan Internasional Konferensi Perburuhan Internasional Catatan Sementara 15A Sesi Ke-100, Jenewa, 2011 NASKAH KONVENSI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA 15A/ 1 NASKAH KONVENSI TENTANG PEKERJAAN YANG

Lebih terperinci

K189 Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Tangga, 2011

K189 Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Tangga, 2011 K189 Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Tangga, 2011 2 K-189: Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Tangga, 2011 K189 Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi

Lebih terperinci

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri (Lembaran Negara Republik

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri (Lembaran Negara Republik BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1048, 2015 BNP2TKI. TKI. Penempatan. Pelayanan. Tata Cara Penundaan. Pencabutan PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

Institute for Criminal Justice Reform

Institute for Criminal Justice Reform UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN

Lebih terperinci

2015, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 124, Tamba

2015, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 124, Tamba BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1370, 2015 BNP2TKI. Calon TKI. Daerah Perbatasan. Kabupaten Nunukan. Penempatan. Pelayanan. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 1 TAHUN 2016

LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 1 TAHUN 2016 1 LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 1 TAHUN 2016 PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

R-111 REKOMENDASI DISKRIMINASI (PEKERJAAN DAN JABATAN), 1958

R-111 REKOMENDASI DISKRIMINASI (PEKERJAAN DAN JABATAN), 1958 R-111 REKOMENDASI DISKRIMINASI (PEKERJAAN DAN JABATAN), 1958 2 R-111 Rekomendasi Diskriminasi (Pekerjaan dan Jabatan), 1958 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan

Lebih terperinci

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia 3 Perbedaan dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia Bagaimana Ketentuan Mengenai dalam tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia? Menurut hukum internasional, kejahatan

Lebih terperinci

No ekonomi. Akhir-akhir ini di Indonesia sering muncul konflik antar ras dan etnis yang diikuti dengan pelecehan, perusakan, pembakaran, perkel

No ekonomi. Akhir-akhir ini di Indonesia sering muncul konflik antar ras dan etnis yang diikuti dengan pelecehan, perusakan, pembakaran, perkel TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 4919 DISKRIMINASI.Ras dan Etnis. Penghapusan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 170) PENJELASAN A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION ON THE PROTECTION OF THE RIGHTS OF ALL MIGRANT WORKERS AND MEMBERS OF THEIR FAMILIES (KONVENSI INTERNASIONAL

Lebih terperinci

2008, No e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tenta

2008, No e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tenta LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.170, 2008 DISKRIMINASI.Ras dan Etnis. Penghapusan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4919) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN

Lebih terperinci

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi 6 Perbedaan dengan Undang Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi Bagaimana Ketentuan Mengenai dalam Undang Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi? Undang Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang

Lebih terperinci

BAB I. memiliki jumlah penduduk yang tinggi seperti Indonesia. Masalah. dan membutuhkan penanganan segera supaya tidak semakin membelit dan

BAB I. memiliki jumlah penduduk yang tinggi seperti Indonesia. Masalah. dan membutuhkan penanganan segera supaya tidak semakin membelit dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Sebuah negara tidak akan pernah bisa lepas dari berbagai permasalahan yang berhubungan dengan warga negaranya. Terlebih pada negara-negara yang memiliki jumlah penduduk

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN PENGAWASAN TERHADAP PENYELENGGARAAN PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Bab 5. KESIMPULAN dan SARAN

Bab 5. KESIMPULAN dan SARAN 72 Bab 5 KESIMPULAN dan SARAN 5.1 Kesimpulan Setiap manusia berhak atas penghidupan yang layak. Amanat konstitusi menghendaki agar negara mampu memberikan setiap Warga Negara Indonesia pekerjaan dan dengan

Lebih terperinci

dengan pilihan mereka sendiri dan hak perundingan bersama. 2.2 Pihak perusahaan menerapkan sikap terbuka terhadap aktivitas-aktivitas serikat

dengan pilihan mereka sendiri dan hak perundingan bersama. 2.2 Pihak perusahaan menerapkan sikap terbuka terhadap aktivitas-aktivitas serikat Kode Etik Pemasok Kode Etik Pemasok 1. KEBEBASAN MEMILIH PEKERJAAN 1.1 Tidak ada tenaga kerja paksa atau wajib dalam bentuk apa pun, termasuk pekerjaan terikat, perdagangan manusia, atau tahanan dari penjara.

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Discrimination and Equality of Employment

Discrimination and Equality of Employment Discrimination and Equality of Employment Pertemuan ke-3 Disusun oleh: Eko Tjiptojuwono Sumber: 1. Mathis, R.L. and J.H. Jackson, 2010. Human Resources Management 2. Stewart, G.L. and K.G. Brown, 2011.

Lebih terperinci

BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOSOBO,

Lebih terperinci

DEKLARASI TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN. Diproklamasikan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa

DEKLARASI TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN. Diproklamasikan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa DEKLARASI TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN Majelis Umum, Diproklamasikan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 20 Desember 1993 [1] Mengikuti perlunya penerapan secara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1999 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1999 TENTANG Menimbang : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NO. 111 CONCERNING DISCRIMINATION IN RESPECT OF EMPLOYMENT AND OCCUPATION (KONVENSI ILO MENGENAI DISKRIMINASI

Lebih terperinci

4. Metoda penerapan Konvensi No.111

4. Metoda penerapan Konvensi No.111 Diskriminasi dan kesetaraan: 4. Metoda penerapan Konvensi No.111 Kesetaraan dan non-diskriminasi di tempat kerja di Asia Timur dan Tenggara: Panduan 1 Tujuan belajar Mengidentifikasi kebijakan dan tindakan

Lebih terperinci

Diadaptasi oleh Dewan Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 18 Januari 2002

Diadaptasi oleh Dewan Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 18 Januari 2002 Protokol Konvensi Hak Anak Tentang Perdagangan Anak, Prostitusi Anak dan Pronografi Anak Diadaptasi oleh Dewan Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 18 Januari 2002 Negara-negara peserta tentang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENILAIAN DAN PENETAPAN MITRA USAHA DAN PENGGUNA PERSEORANGAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENILAIAN DAN PENETAPAN MITRA USAHA DAN PENGGUNA PERSEORANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENILAIAN DAN PENETAPAN MITRA USAHA DAN PENGGUNA PERSEORANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

-1- PENJELASAN ATAS QANUN ACEH NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI ACEH

-1- PENJELASAN ATAS QANUN ACEH NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI ACEH -1- PENJELASAN ATAS QANUN ACEH NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI ACEH I. UMUM Salah satu kewenangan Pemerintah Aceh yang diamanatkan dalam Nota Kesepahaman antara Pemerintah

Lebih terperinci

K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975

K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975 K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975 1 K-143 Konvensi Pekerja Migran (Ketentuan Tambahan), 1975 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang

Lebih terperinci

2017, No e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf d, perlu menetapkan Peraturan Komisi Nasional

2017, No e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf d, perlu menetapkan Peraturan Komisi Nasional No.856, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KOMNASHAM. RAN Bisnis dan HAM. Pengesahan. PERATURAN KOMISI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA NOMOR 001 TAHUN 2017 TENTANG PENGESAHAN RENCANA AKSI NASIONAL BISNIS

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA (TKI) DI LUAR NEGERI: SEBUAH MANDAT KEMERDEKAAN NEGARA INDONESIA

PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA (TKI) DI LUAR NEGERI: SEBUAH MANDAT KEMERDEKAAN NEGARA INDONESIA PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA (TKI) DI LUAR NEGERI: SEBUAH MANDAT KEMERDEKAAN NEGARA INDONESIA Oleh: Drs. H. Irgan Chairul Mahfiz (Wakil Ketua Komisi IX DPR RI) Perlindungan TKI dalam Konsitusi Pembukaan

Lebih terperinci

NO. UNDANG-UNDANG NOMOR 39 TAHUN 2004 DRAF REVISI UU 39 TAHUN 2004 Versi TIMUS CATATAN/ KETERANGAN TIMUS

NO. UNDANG-UNDANG NOMOR 39 TAHUN 2004 DRAF REVISI UU 39 TAHUN 2004 Versi TIMUS CATATAN/ KETERANGAN TIMUS MATRIKS PERSANDINGAN UU 39 TAHUN 2004 TENTANG PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI DAN DRAFT RUU PERUBAHAN ATAS UU UU 39 TAHUN 2004 NO. UNDANG-UNDANG NOMOR 39 TAHUN 2004 DRAF

Lebih terperinci

Bahan Diskusi Sessi Kedua Implementasi Konvensi Hak Sipil Politik dalam Hukum Nasional

Bahan Diskusi Sessi Kedua Implementasi Konvensi Hak Sipil Politik dalam Hukum Nasional Bahan Diskusi Sessi Kedua Implementasi Konvensi Hak Sipil Politik dalam Hukum Nasional Oleh Agung Putri Seminar Sehari Perlindungan HAM Melalui Hukum Pidana Hotel Nikko Jakarta, 5 Desember 2007 Implementasi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENILAIAN DAN PENETAPAN MITRA USAHA DAN PENGGUNA PERSEORANGAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENILAIAN DAN PENETAPAN MITRA USAHA DAN PENGGUNA PERSEORANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENILAIAN DAN PENETAPAN MITRA USAHA DAN PENGGUNA PERSEORANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENILAIAN DAN PENETAPAN MITRA USAHA DAN PENGGUNA PERSEORANGAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENILAIAN DAN PENETAPAN MITRA USAHA DAN PENGGUNA PERSEORANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENILAIAN DAN PENETAPAN MITRA USAHA DAN PENGGUNA PERSEORANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR KECAMATAN KERUAK DESA TANJUNG LUAR

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR KECAMATAN KERUAK DESA TANJUNG LUAR PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR KECAMATAN KERUAK DESA TANJUNG LUAR PERATURAN DESA TANJUNG LUAR NOMOR 03 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBINAAN TENAGA KERJA INDONESIA ASAL DESA TANJUNG LUAR YANG

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN

PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

Hak Beribadah di Indonesia Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 4 Agustus 2015; disetujui: 6 Agustus 2015

Hak Beribadah di Indonesia Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 4 Agustus 2015; disetujui: 6 Agustus 2015 Hak Beribadah di Indonesia Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 4 Agustus 2015; disetujui: 6 Agustus 2015 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) menyebut istilah basic human rights (hak-hak asasi

Lebih terperinci

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN PENGAWASAN TERHADAP PENYELENGGARAAN PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDON

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN PENGAWASAN TERHADAP PENYELENGGARAAN PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDON LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.30, 2015 TENAGA KERJA. Pengawasan. Penempatan. Perlindungan. Luar Negeri. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5660) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKALAN

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKALAN PEMERINTAH KABUPATEN BANGKALAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKALAN NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI OLEH PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

Pengertian Anak dan Pentingnya Mendefinisikan Anak Secara Konsisten dalam Sistem Hukum 1 Oleh: Adzkar Ahsinin

Pengertian Anak dan Pentingnya Mendefinisikan Anak Secara Konsisten dalam Sistem Hukum 1 Oleh: Adzkar Ahsinin Bahan Bacaan: Modu 2 Pengertian Anak Pengertian Anak dan Pentingnya Mendefinisikan Anak Secara Konsisten dalam Sistem Hukum 1 Oleh: Adzkar Ahsinin A. Situasi-Situasi yang Mengancam Kehidupan Anak Sedikitnya

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA (TKI) DI LUAR NEGERI

PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA (TKI) DI LUAR NEGERI PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA (TKI) DI LUAR NEGERI Latar Belakang Bekerja adalah hak asasi manusia. Setiap tenaga kerja mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk mendapat pekerjaan yang layak,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia, Copyright (C) 2000 BPHN UU 5/1998, PENGESAHAN CONVENTION AGAINST TORTURE AND OTHER CRUEL, INHUMAN OR DEGRADING TREATMENT OR PUNISHMENT (KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2004 TENTANG PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2004 TENTANG PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2004 TENTANG PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH TAHUN 2009 NOMOR 3

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH TAHUN 2009 NOMOR 3 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH TAHUN 2009 NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DAN PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2004 TENTANG PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2004 TENTANG PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2004 TENTANG PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN OPTIONAL PROTOCOL TO THE CONVENTION ON THE RIGHTS OF THE CHILD ON THE SALE OF CHILDREN, CHILD PROSTITUTION AND CHILD PORNOGRAPHY

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NO. 111 CONCERNING DISCRIMINATION IN RESPECT OF EMPLOYMENT AND OCCUPATION (KONVENSI ILO MENGENAI DISKRIMINASI DALAM

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION ON THE RIGHTS OF PERSONS WITH DISABILITIES (KONVENSI MENGENAI HAK-HAK PENYANDANG DISABILITAS) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG PERATURAN DAERAH KABUPTEN LUMAJANG NOMOR 48 TAHUN 2007 T E N T A N G PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DI KABUPATEN LUMAJANG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Apa itu migrasi? Apakah Migrasi Tenaga Kerja? Migrasi adalah tindakan berpindah ke tempat lain baik di dalam satu negara maupun ke negara lain.

Apa itu migrasi? Apakah Migrasi Tenaga Kerja? Migrasi adalah tindakan berpindah ke tempat lain baik di dalam satu negara maupun ke negara lain. Apa itu migrasi? Migrasi adalah tindakan berpindah ke tempat lain baik di dalam satu negara maupun ke negara lain. Apakah Migrasi Tenaga Kerja? 1 Manfaat Bekerja ke Luar Negeri Membantu ekonomi keluarga.

Lebih terperinci

Pedoman Pemasok Olam. Dokumen terakhir diperbarui. April Pedoman Pemasok Olam April

Pedoman Pemasok Olam. Dokumen terakhir diperbarui. April Pedoman Pemasok Olam April Pedoman Pemasok Olam Dokumen terakhir diperbarui April 2018 Pedoman Pemasok Olam April 2018 1 Daftar Isi Pendahuluan 3 Prinsip Pedoman Pemasok 4 Pernyataan Pemasok 6 Lampiran 1 7 Pendahuluan Olam berusaha

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 57, 1999 KONVENSI. TENAGA KERJA. HAK ASASI MANUSIA. ILO. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

2017, No kewajiban negara untuk memastikan bahwa perempuan memiliki akses terhadap keadilan dan bebas dari diskriminasi dalam sistem peradilan

2017, No kewajiban negara untuk memastikan bahwa perempuan memiliki akses terhadap keadilan dan bebas dari diskriminasi dalam sistem peradilan No.1084, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA MA. Mengadili Perkara Perempuan. Pedoman. PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN MENGADILI PERKARA PEREMPUAN BERHADAPAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PELAYANAN TERHADAP HAK-HAK ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG,

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PELAYANAN TERHADAP HAK-HAK ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG, PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PELAYANAN TERHADAP HAK-HAK ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG, Menimbang : a. bahwa anak yang merupakan tunas dan generasi

Lebih terperinci

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PENAJAM

Lebih terperinci

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 122 TAHUN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 122 TAHUN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 122 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DI KABUPATEN TANGERANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1998 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION AGAINST TORTURE AND OTHER CRUEL, INHUMAN OR DEGRADING TREATMENT OR PUNISHMENT (KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. bahwa anak merupakan amanah

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN Y ANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN Y ANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1998 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION AGAINST TORTURE AND OTHER CRUEL, INHUMAN OR DEGRADING TREATMENT OR PUNISHMENT (KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN PENGAWASAN TERHADAP PENYELENGGARAAN PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

K168. Konvensi Promosi Kesempatan Kerja dan Perlindungan terhadap Pengangguran, 1988 (No. 168)

K168. Konvensi Promosi Kesempatan Kerja dan Perlindungan terhadap Pengangguran, 1988 (No. 168) K168 Konvensi Promosi Kesempatan Kerja dan Perlindungan terhadap Pengangguran, 1988 (No. 168) K168 - Konvensi Promosi Kesempatan Kerja dan Perlindungan terhadap Pengangguran, 1988 (No. 168) 2 K168 Konvensi

Lebih terperinci

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK Diskriminasi merupakan suatu bentuk ketidakadilan di berbagai bidang yang secara tegas dilarang berdasarkan UUD 1945. Penegakan hukum melawan perlakuan

Lebih terperinci

R-188 REKOMENDASI AGEN PENEMPATAN KERJA SWASTA, 1997

R-188 REKOMENDASI AGEN PENEMPATAN KERJA SWASTA, 1997 R-188 REKOMENDASI AGEN PENEMPATAN KERJA SWASTA, 1997 2 R-188 Rekomendasi Agen Penempatan kerja Swasta, 1997 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang bertugas

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 61/PUU-XIII/2015

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 61/PUU-XIII/2015 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 61/PUU-XIII/2015 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENGAWASAN TERHADAP UPAYA PENGHAPUSAN DISKRIMINASI RAS DAN ETNIS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENGAWASAN TERHADAP UPAYA PENGHAPUSAN DISKRIMINASI RAS DAN ETNIS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENGAWASAN TERHADAP UPAYA PENGHAPUSAN DISKRIMINASI RAS DAN ETNIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN PEKERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN PEKERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN PEKERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MASA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT NOMOR 5 TAHUN 2008 SERI E NOMOR 5 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

KABUPATEN TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA (TKI)

KABUPATEN TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA (TKI) KABUPATEN TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA (TKI) KABUPATEN TULUNGAGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

TENAGA KERJA INDONESIA: ANTARA KESEMPATAN KERJA, KUALITAS, DAN PERLINDUNGAN. Penyunting: Sali Susiana

TENAGA KERJA INDONESIA: ANTARA KESEMPATAN KERJA, KUALITAS, DAN PERLINDUNGAN. Penyunting: Sali Susiana TENAGA KERJA INDONESIA: ANTARA KESEMPATAN KERJA, KUALITAS, DAN PERLINDUNGAN Penyunting: Sali Susiana Pusat Pengkajian Pengolahan Data dan Informasi Sekretariat Jenderal Dewan Perwakilan Rakyat Republik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2004 TENTANG PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2004 TENTANG PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI UNDANG-UNDANG NOMOR 39 TAHUN 2004 TENTANG PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa bekerja merupakan hak asasi

Lebih terperinci

Pekerjaan rumah tangga adalah pekerjaan. Pekerja rumah tangga, seperti juga pekerja-pekerja lainya, berhak atas kerja layak.

Pekerjaan rumah tangga adalah pekerjaan. Pekerja rumah tangga, seperti juga pekerja-pekerja lainya, berhak atas kerja layak. Konvensi No. 189 Konvensi mengenai kerja layak bagi pekerja rumah tangga Pekerjaan rumah tangga adalah pekerjaan. Pekerja rumah tangga, seperti juga pekerja-pekerja lainya, berhak atas kerja layak. Pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perserikatan Bangsa-Bangsa setelah perang dunia ke-2 tanggal 10 Desember

I. PENDAHULUAN. Perserikatan Bangsa-Bangsa setelah perang dunia ke-2 tanggal 10 Desember I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perserikatan Bangsa-Bangsa setelah perang dunia ke-2 tanggal 10 Desember 1984 mengadopsi Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) yang mennunjukan komitmennya untuk

Lebih terperinci

Perlindungan sosial untuk pekerja migran di ASEAN. Celine Peyron Bista Kantor Regional ILO untuk Asia dan Pasifik Jakarta, 29 September 2016

Perlindungan sosial untuk pekerja migran di ASEAN. Celine Peyron Bista Kantor Regional ILO untuk Asia dan Pasifik Jakarta, 29 September 2016 Perlindungan sosial untuk pekerja migran di ASEAN Celine Peyron Bista Kantor Regional ILO untuk Asia dan Pasifik Jakarta, 29 September 2016 Struktur presentasi Apa itu perlindungan sosial? Perlindungan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN OPTIONAL PROTOCOL TO THE CONVENTION ON THE RIGHTS OF THE CHILD ON THE SALE OF CHILDREN, CHILD PROSTITUTION AND CHILD PORNOGRAPHY

Lebih terperinci

BAB 9 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK

BAB 9 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK BAB 9 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK A. KONDISI UMUM Dalam rangka mewujudkan persamaan di depan hukum, penghapusan praktik diskriminasi terus menerus dilakukan, namun tindakan pembedaan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. membuktikan bahwa pemerintah Indonesia belum mampu memberikan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. membuktikan bahwa pemerintah Indonesia belum mampu memberikan BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Permasalahan yang terjadi pada TKI di Saudi Arabia selama bertahuntahun membuktikan bahwa pemerintah Indonesia belum mampu memberikan perlindungan yang maksimal

Lebih terperinci

R-166 REKOMENDASI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA, 1982

R-166 REKOMENDASI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA, 1982 R-166 REKOMENDASI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA, 1982 2 R-166 Rekomendasi Pemutusan Hubungan Kerja, 1982 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang bertugas memajukan

Lebih terperinci

BUPATI BULUNGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK TERHADAP TINDAK KEKERASAN

BUPATI BULUNGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK TERHADAP TINDAK KEKERASAN SALINAN BUPATI BULUNGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK TERHADAP TINDAK KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIANJUR NOMOR 01 TAHUN 2012 TENTANG PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA KABUPATEN CIANJUR KE LUAR NEGERI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIANJUR NOMOR 01 TAHUN 2012 TENTANG PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA KABUPATEN CIANJUR KE LUAR NEGERI PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIANJUR NOMOR 01 TAHUN 2012 TENTANG PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA KABUPATEN CIANJUR KE LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIANJUR, Menimbang

Lebih terperinci