NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA TENTANG PENYELENGGARAAN JARINGAN UTILITAS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA TENTANG PENYELENGGARAAN JARINGAN UTILITAS"

Transkripsi

1 NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA TENTANG PENYELENGGARAAN JARINGAN UTILITAS PEMERINTAH KOTA SURABAYA TAHUN 2016

2 DAFTAR ISI DAFTAR ISI HAL Ii BAB I. PENDAHULUAN.. 1 A : Latar Belakang.. 1 B : Identifikasi Masalah 3 C : Maksud dan Tujuan.. 4 D : Metode Pendekatan 5 BAB II. TELAAH AKADEMIK.. 7 A : Keabsahan Tindakan Peerintah Daerah dala elakukan 7 penyelenggaraan Jaringan Utilitas B : Peanfaatan Box Culvert sebagai Media Penepatan Jaringan 9 Utilitas Terpadu. C : Kajian Praktik penyelenggaraan Jaringan Utilitas selaa ini 13 D : Kajian Ipleentasi Penyelenggaraan Jaringan Utilitas.. 16 BAB III. EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT.. 19 BAB IV. LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS 26 A : Landasan Filosofis. 26 B : Landasan Sosiologis 29 C : Landasan Yuridis. 48 BAB V : JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP MATERI MUATAN PERATURAN DAERAH 51 BAB VI : PENUTUP. 54 A. KESIMPULAN B. SARAN Naskah Akadeis ii

3 DAFTAR GAMBAR Gabar 1 : Pebongkaran jalan di Jalan Arief Rachan Haki, Surabaya.. HAL 2 Gabar 2 : Ducting Syste.. 10 Gabar 3 : Walkway Integrated Coon Utility di Singapura DAFTAR GRAFIK HAL Grafik 1 : Piraida Penduduk Surabaya tahun DAFTAR TABEL HAL Tabel 1 : Jarak Kabel Tanah Dengan Utilitas Lain.. 11 Tabel 2 : Perusahaan yang telah easang jaringan utilitas 13 Tabel 3 : Persebaran Penduduk Surabaya di setiap Kecaatan.. 31 Tabel 4 : Rekapitulasi panjang jalan di Kota Surabaya tahun Tabel 5 : Panjang Jalan Tahun dan Tabel 6 : Panjang Jalan di Surabaya dan Kondisinya. 33 Tabel 7 : Panjang Jalan di Surabaya per Kecaatan.. 33 Tabel 8 : Progra Rehabilitasi Jalan dan Rehabilitasi Saluran tahun Tabel 9 : Panjang Jaringan Jalan berdasarkan Kondisi Tahun 2010, 2011, Tabel 10 Tabel 11 : Panjang Jalan Dala Kondisi Baik dibandingkan dengan keseluruhan panjang jalan.. 41 : Progra Rehabilitasi Jalan yang dilakukan oleh Peerintah Kota.. 41 Tabel 12 : Pebangunan Jalan Baru di Surabaya kurun waktu Tabel 13 Pebangunan Pedestrian di Surabaya kurun waktu Tabel 14 Pebangunan Box Culvert di Surabaya tahun Naskah Akadeis iii

4 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota Surabaya erupakan kota terbesar kedua di Indonesia dengan luas wilayah 333,063 k² dan dengan kepadatan penduduk saat ini encapai jiwa per k2 1. Angka ini engalai peningkatan dari kepadatan penduduk tahun 2009 yang sebesar jiwa per k². Data ini enunjukan bahwa dari tahun ke tahun kepadatan penduduk Kota Surabaya selalu engalai peningkatan. Kondisi ini endorong pentingnya perencanaan tata ruang yang pria oleh Peerintah kota, sehingga dapat diwujudkan tata wilayah kota yang baik dala pebangunan infrastruktur ulai dari pebangunan gedung, sarana transportasi terasuk jalan, saluran drainase, penepatan jaringan utilitas serta fasilitas-fasilitas uu lainnya. Disisi lain keberadaan infrastruktur terutaa infrastuktur jalan eegang peranan penting bagi perkebangan kota Surabaya. Infrastruktur jalan yang baik dan kondisi tata ruang wilayah yang baik enjadi salah satu daya tarik bagi penanaan odal di Kota Surabaya yang akan beribas positif pada perkebangan perekonoian di kota Surabaya. Hal ini sejalan dengan visi Surabaya sebagaiana tertuang dala Rencana Pebangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) kota Surabaya tahun sebagai Kota Perdagangan dan Jasa Internasional, berkarakter Lokal yang Cerdas, Bersih dan Manusiawi dan Berbasis Ekologi. 2 Lebih lanjut dengan tingkat perkebangan obilitas asyarakat, aka penyediaan infrastuktur jalan yang eadai eegang posisi utaa kebutuhan asyarakat. Sehubungan dengan kehendak peerintah kota untuk elakukan penataan kota sesuai dengan Rencana Pebangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) kota Surabaya tahun , terdapat beberapa perasalahan yang harus endapatkan prioritas penanganan dari Peerintah Kota Surabaya untuk dilakukan penyelesaiannya, yaitu terkait dengan pengendalian pebangunan jaringan utilitas serta upaya untuk enepatkan jaringan utilitas pada box culvert yang nantinya digunakan sebagai sarana jaringan utilitas terpadu, tidak hanya sekedar untuk sarana drainase. Terkait dengan pengendalian pebangunan jaringan utilitas di Surabaya, terdapat juga perasalahan yang ditibulkan dari pebangunan/peulihan jaringan utilitas dengan cara erusak jalan. Banyak dijupai jalan yang baru dilapisi ulang (overlay) harus dibongkar lagi karena ada pebangunan/peulihan jaringan utilitas. Dala peulihan kondisi jalan akibat pekerjaan jaringan utilitas 1 Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, RMJMD Kota Surabaya , Bapekko Surabaya Naskah Akadeis 1

5 tersebut, selain ebutuhkan biaya yang tak sedikit, juga sangat enggangu kenyaanan estetika kota Surabaya. Dapat diilustrasikan sebagai contoh Jalan Arief Rachan Haki, salah satu jalan protokol di kota Surabaya yang engalai pebongkaran jalan dikarenakan adanya peasangan kabel. Gabar 1. Pebongkaran jalan di Jalan Arief Rachan Haki, Surabaya Peasangan utilitas dengan enggunakan galian, selain erusak infrastruktur jalan, ebutuhkan waktu laa untuk elakukan peulihan kondisi jalan, juga berakibat pada berkurangnya kapasitas jalan untuk enapung laju kendaraan berotor yang akhirnya beribas pada enabah parahnya perasalahan acetnya jalan di Kota Surabaya. Seiring dengan peningkatan kebutuhan peasangan jaringan utilitas untuk eningkatkan pelayanan kepada asyarakat dan kecenderungan untuk pebangunan atau peulihan jaringan utilitas dengan ebongkar jalan atau erusak sarana/prasarana kota, hal ini endasari kehendak Peerintah Kota Surabaya perlu enerapkan kebijakan pengendalian pebangunan jaringan utilitas dan penerapan kebijakan untuk enyediakan box culvert untuk bisa enepatkan jaringan utilitas agar ditepatkan secara terpadu. Saat ini Peerintah Kota telah ebangun box culvert di berbagai titik jalan di wilayah Kota Surabaya. Diharapkan endatang box culvert ini tidak hanya dianfaatkan sebagai saluran air saja naun diptialkan sebagai sarana penepatan jaringan utilitas. Kehendak peerintah kota ini perlu didukung dengan adanya kebijakan pengendalian bagi instansi utilitas dala ebangun jaringan utilitas nya yang baru dan dala elakukan peeliharaan dala jaringan utilitasnya yang eksisting agar tidak erusak sarana prasarana kota. Sehingga pekerjaan peeliharaan jaringan utilitas harus segera disertai dengan pekerjaan perbaikan jalan, atau sarana prasarana kota yang terkena dapak pekerjaan tersebut. Mendatang diharapkan peasangan jaringan utilitas akan dilakukan dibawah perukaan tanah dan apabila eungkinkan dilakukan secara terpadu di dala box culvert. Kebijakan perapian jaringan saran utilitas ini sangat penting untuk enunjang peningkatan kenyaanan dan estetika kota Surabaya. Naskah Akadeis 2

6 Beranjak dari peikiran diatas, diperlukan adanya pengaturan tentang pengendalian pebangunan jaringan utilitas, baik yang diatas perukaan tanah aupun yang dibawah perukaan tanah, terasuk pengaturan tentang ketentuan Izin Pelaksanaan kegiatan dan penepatan jaringan utilitas. Dengan adanya pengaturan ini diharapkan pebangunan jaringan utilitas dapat dilakukan dengan tertata dan enunjang peningkatan kenyaanan, keaanan dan estetika kota Surabaya. B. Identifikasi Masalah Dala elakukan pengendalian pebangunan jaringan utilitas di Kota Surabaya, terdapat beberapa perasalahan engenai perencanaan, perizinan, pelaksanaan, pengawasan dan pelaporan pebangunan jaringan utilitas dan peanfaatan box culvert sebagai tepat peasangan jaringan utilitas terpadu. Isuisu tersebut eliputi, asalah koordinasi kewenangan, infrastruktur, kebutuhan finansial kondisi ekonoi, sosial dan budaya asyarakat, serta asalah teknis peasangan box culvert. Berkaitan dengan isu koordinasi kelebagaan, perasalahan utaa adalah engenai kepastian huku dan kebijakan daerah dala elakukan penataan peanfaatan jaringan utilitas terpadu, yang dilakukan oleh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan perusahaan-perusahaan swasta yang bergerak di bidang jaringan utilitas. Perasalahan-perasalahan yang tibul dala pebangunan jaringan utilitas adalah sebagai berikut: 1. Peasangan dan/atau perbaikan jaringan utilitas yang ada saat ini dilakukan dengan etode penggalian jalan, sehingga erusak sarana/prasarana kota Surabaya yang telah ada. 2. Kondisi eksisting banyaknya jaringan utilitas yang berada diatas perukaan tanah dan jaringan tersebut belu berizin. 3. Keinginan peerintah kota Surabaya dala enabah pebangunan box culvert seringkali engenai jaringan utilitas yang telah ada, sehingga perlu dilakukan peindahan jaringan utilitas eksisting. Peindahan jaringan utilitas eksisting ini ebutuhkan biaya yang sangat besar, dan seluruh keperluan pendaan tersebut dibebankan pada anggaran peerintah kota Surabaya. Hal ini enibulkan beban pada APBD. 4. Peanfaatan jaringan utilitas secara terpadu erupakan suatu kebijakan yang bersifat encegah dan enata keberadaaan jaringan utilitas di kota Surabaya, terasuk untuk pengendalian terhadap proses pengawasan dan peeliharaan jaringan utilitas. jaringan utilitas terpadu tersebut direncanakan dipasang di dala box culvert. Mengingat keterbatasan sarana prasarana saat ini, ketentuan Naskah Akadeis 3

7 peasangan jaringan utilitas di sarana jaringan utlitas terpadu hanya berlaku bagi titik utilitas yang diungkinan untuk itu. 5. Diperlukan sarana yang bertujuan untuk encapai kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan sehingga diperlukan pengaturan penegakan huku yang dapat ditaati dan dilaksanakan oleh seua pihak. Sarana huku tersebut berupa pengaturan dala bentuk huku Peraturan Daerah sehingga terdapat legalitas dari kewajiban instansi utilitas untuk eenuhi seluruh ketentuan yang elekat pada izin. Melaksanakan pebangunan jaringan utilitas dengan wajib elakukan perbaikan/peulihan sarana/prasarana kota serta kewajiban bagi instansi utilitas untuk eletakkan jaringan utilitasnya secara terpadu pada box culvert (apabila diungkinkan). Upaya penegakan huku eegang peranan penting dala endorong kepatuhan peasang jaringan utilitas untuk eenuhi kewajibannya. C. Maksud dan Tujuan Tujuan penyusunan naskah akadeik ini adalah untuk engkaji dan eneliti secara akadeik pokok-pokok ateri yang ada dan harus ada dala rancangan Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Jaringan Utilitas. Keterkaitan pokokpokok pikiran dengan peraturan perundang-undangan yang lain juga diperlukan dala kerangka pengelolaan barang daerah, fungsi pelayanan peerintah kota terhadap asyarakat atas keutuhan infrastruktur dan peenuhan hak anusia untuk endapatkan infrastruktur yang eadai guna enunjang obilitasnya setiap hari. Pengaturan ini juga bertujuan untuk eberikan kepastian huku atas prosedur pelaksanaan pebangunan jaringan utilitas di Kota Surabaya. Sasaran yang hendak dicapai dengan tersusunnya Rancangan Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Jaringan Utilitas adalah eberikan kewajiban bagi instansi utilitas agar elakukan perbaikan/peulihan terhadap sarana/prasarana kota yang rusak sebagai akibat pebangunan/peeliharaan jaringan utilitas serta berusaha untuk eanfaatkan box culvert yang disediakan oleh Peerintah Kota Surabaya yang diperuntukkan untuk eletakkan jaringan utilitas secara terpadu (bila diungkinkan). Ketentuan pebangunan dan penepatan jaringan utilitas ini wajib dilakukan oleh seluruh perusahaan yang elaksanakan pelayanannya dengan enggunakan edia jaringan utilitas, seperti PDAM, PGN, perusahaan seluler, dan perusahaan-perusahaan lain yang eiliki jaringan utilitas di kota Surabaya. Penyelenggaraan jaringan utiltas wajib tetap eperhatikan estetika kota dan kebutuhan asyarakat, enghargai dan eenuhi hak setiap orang untuk Naskah Akadeis 4

8 enikati pelayanan dari Peerintah Kota Surabaya, khususnya dala hal penyediaan infrastruktur. D. Metode Pendekatan Metode yang digunakan dala penyusunan naskah akadeik ini adalah etode sosiolegal. Dengan ini, aka kaidah-kaidah huku baik yang berbentuk peraturan perundang-undangan, aupun kebiasaan dan keungkinan perasalahan yang tibul dala kegiatan penataan jaringan utilitas secara terpadu dicari dan digali, untuk keudian diruuskan enjadi ruusan pasal-pasal yang dituangkan ke dala rancangan peraturan daerah (Raperda). Metode ini dilandasi oleh sebuah teori bahwa huku yang baik huku yang juga berlandaskan pada kenyataan yang ada dala asyarakat, bukan seata-ata erupakan kehendak penguasa saja. Secara sisteatis penyusunan naskah akadeik dilakukan elalui tahapantahapan yang runtut dan teratur. Tahapan yang dilakukan eliputi: a. inventarisasi bahan huku; b. identifikasi bahan huku; c. sisteatisasi bahan huku; d. analisis bahan huku; dan e. perancangan dan penulisan Rangkaian tahapan diulai dengan inventarisasi dan identifikasi terhadap suber bahan huku yang relevan (prier dan sekunder), yaitu peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan keabsahan peerintah daerah dala elakukan penataan penyelenggaraan jaringan utlitas di Kota Surabata, serta kewenangan peerintah dala hal eaksa instansi utilitas (BUMN/BUMD/Swasta) untuk elakukan perbaikan/peulihan terhadap sarana/prasarana kota yang rusak sebagai akibat pebangunan/peeliharaan jaringan utilitas serta berusaha untuk eanfaatkan box culvert sebagai edia peasangan jaringan utilitas secara terpadu (apabila di titik tersebut sudah tersedia box culvert). Langkah berikutnya elakukan sisteatisasi keseluruhan bahan huku yang ada. Proses sisteatisasi ini juga diberlakukan terhadap asas-asas huku, teori-teori, konsep-konsep, doktrin serta bahan rujukan lainnya. Rangkaian tahapan tersebut diaksudkan untuk eperudah pengkajian dari perasalahan peanfaatan jaringan utlitas terpadu. Melalui rangkaian tahapan ini diharapkan apu eberi rekoendasi yang endukung perlunya reinterpretasi dan reorientasi peahaan terhadap kewenangan peerintah daerah dala elakukan penataan penyelenggaraan jaringan utilitas di Kota Surabaya, instruent yang dilakukan dala elakukan Naskah Akadeis 5

9 penataan dan pengendalian serta prosedur atau tahapan yang dilakukan agar penyelenggaraan jaringan utilitas dapat dilakukan secara optial. Secara garis besar proses penyusunan peraturan daerah ini eliputi tiga tahap yaitu: 1. Tahap Konseptualisasi Tahap ini erupakan tahap awal dari kegiatan technical assistance yang dilakukan oleh ti penyusun. Pada tahap ini ti penyusun elakukan konseptualisasi naskah Akadeik dan peruusan Rancangan Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Jaringan Utilitas dengan stakeholder untuk elakukan identifikasi asalah dan alternatif solusi yang dapat digunakan dala enyelesaikan asalah. Kegiatan konseptualisasi juga dilakukan dengan adanya rapat-rapat koordinasi ti. Stakeholder yang terlibat dala inventarisasi dan identifikasi perasalahan adalah Pengusaha, PDAM, PGN, SKPD terkait di lingkungan peerintah daerah elalui Foru Group diskusi. 2. Tahap Sosialisasi dan Konsultasi Publik Pada tahap ini, ti penyusunan elakukan Sosialisasi dan Konsultasi publik engenai Peraturan Daerah Tentang peanfaatan jaringan utlitas terpadu di Kota Surabaya elalui diskusi yang dihadiri oleh Stakeholder. Target output kegiatan sosialisasi ini adalah tersosialisasikannya rencana pebentukan rancangan Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Jaringan Utilitas dan eperoleh asukan dari peserta guna perbaikan dan penyepurnaan rancangan peraturan daerah. 3. Tahap Proses Politik dan Penetapan Proses politik dan penetapan erupakan tahap akhir dari kegiatan technical assistance. Proses politik erupakan pebahasan Raperda tentang Penyelenggaraan Jaringan Utilitas. Tahap penetapan adalah tahap ketika Raperda sudah disetujui oleh DPRD Kota Surabaya bersaa dengan Walikota Surabaya untuk disahkan enjadi Peraturan Daerah. Naskah Akadeis 6

10 BAB II TELAAH AKADEMIK A. KEABSAHAN TINDAKAN PEMERINTAH DAERAH DALAM MELAKUKAN PENYELENGGARAAN JARINGAN UTILITAS Otonoi daerah berdasarkan Undang-Undang Noor 23 Tahun 2014 tentang Peerintahan Daerah sebagaiana telah diubah dengan Undang-Undang No 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Noor 23 Tahun 2014 tentang Peerintah Daerah, enggunakan prinsip otonoi seluas-luasnya dala arti daerah diberikan kewenangan engurus dan engatur seua urusan peerintahan diluar yang enjadi urusan peerintah pusat. Kewenangan urusan peerintahan sebagaiana diaksud dala Undang-Undang Noor 23 Tahun 2014 terdiri atas kewenangan urusan absolut, urusan konkuren dan urusan peerintahan uu. Daerah epunyai kewenangan untuk engatur dan engurus urusan konkuren yang telah ditetapkan dala Undang-undang a quo. Kewenangan urusan konkuren tersebut eliputi kewenangan wajib (yang berkaitan dengan pelayanan dasar dan yang tidak berkaitan dengan pelayanan dasar) aupun kewenangan pilihan sebagaiana dinyatakan dala ketentuan Pasal 12 Undang-Undang Noor 23 Tahun 2014 tentang Peerintahan Daerah, yaitu: (1) Urusan Peerintahan Wajib yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar, eliputi: a. pendidikan; b. kesehatan; c. pekerjaan uu dan penataan ruang; d. peruahan rakyat dan kawasan perukian; e. ketenteraan, ketertiban uu, dan pelindungan f. asyarakat; dan g. sosial. (2) Urusan Peerintahan Wajib yang tidak berkaitan dengan Pelayanan Dasar, eliputi: a. tenaga kerja; b. peberdayaan perepuan dan pelindungan anak; c. pangan; d. pertanahan; e. lingkungan hidup; f. adinistrasi kependudukan dan pencatatan sipil; g. peberdayaan asyarakat dan Desa; h. pengendalian penduduk dan keluarga berencana; i. perhubungan; Naskah Akadeis 7

11 j. kounikasi dan inforatika; k. koperasi, usaha kecil, dan enengah; l. penanaan odal;. kepeudaan dan olah raga; n. statistik; o. persandian; p. kebudayaan; q. perpustakaan; dan r. kearsipan. (3) Urusan Peerintahan Pilihan, eliputi: a. kelautan dan perikanan; b. pariwisata; c. pertanian; d. kehutanan; e. energi dan suber daya ineral; f. perdagangan; g. perindustrian; dan h. transigrasi. Penataan kota erupakan urusan wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar, oleh karenanya Peerintah Kota WAJIB enerapkan kebijakan-kebijakan yang dianggap perlu untuk dapat ewujudkan penataan kota yang nyaan, aan dan berestetika. Keinginan peerintah kota untuk elakukan pengendalian terhadap penyelenggaraan jaringan utilitas erupakan salah satu bentuk dari pengendalian terhadap penataan kota. Kewenangan peerintah kota Surabaya dala elakukan penataan ruang di wilayah kota Surabaya juga tertuang dala Undang-undang Noor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Pasal 11 ayat (2) bahwa Peerintah Daerah Kota dala pelaksanaan penataan ruang wilayah kota berwenang, eliputi: a. perencanaan tata ruang wilayah; b. peanfaatan ruang wilayah; dan c. pengendalian peanfaatan ruang wilayah. Peanfaatan ruang wilayah tersebut dapat dibedakan antara peanfaatan ruang secara vertikal aupun peanfaatan ruang di dala bui. 3 Peanfaatan ruang secara vertikal dan peanfaatan ruang di dala bui diaksudkan untuk eningkatkan keapuan ruang dala enapung kegiatan secara lebih intensif. Contoh peanfaatan ruang secara vertikal berupa bangunan bertingkat, baik di atas tanah aupun di dala bui. Seentara itu, peanfaatan ruang untuk 3 Pasal 32 ayat 2 Undang Undang Noor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Naskah Akadeis 8

12 jaringan utilitas terasuk dala kategori peanfaatan ruang lainnya di dala bui yang digunakan antara lain, untuk jaringan utilitas (jaringan transisi listrik, jaringan telekounikasi, jaringan pipa air bersih, dan jaringan gas, dan lain-lain) dan jaringan kereta api aupun jaringan jalan bawah tanah. Sehingga berdasarkan Undang-Undang Noor 23 Tahun 2014 tentang Peerintahan Daerah dan Undang-Undang Noor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, encantukan bahwa Peerintah Kota Surabaya eiliki dasar huku dan kewenangan dala elakukan pengendalian jaringan utilitas sebagai bentuk untuk ewujudkan penataan ruang di Kota Surabaya. B. PEMANFAATAN BOX CULVERT SEBAGAI MEDIA PENEMPATAN JARINGAN UTILITAS TERPADU Keinginan Peerintah Kota untuk erapikan siste jaringan di Kota Surabaya erupakan kebijakan yang berkelanjutan, sehingga perlu diulai dengan langkah-langkah pengaturan kebijakan, diantaranya dengan enerbitkan peraturan daerah tentang penyelenggaraan jaringan utilitas. Sejalan dengan pengaturan jaringan utilitas tersebut, Peerintah Kota juga berkehendak untuk enata keseluruhan jaringan utilitas tersebut ke dala sebuah siste jaringan utilitas terpadu dengan eanfaatkan keberadaan box culvert. Naun untuk penyediaan box culvert di seluruh wilayah kota Surabaya ebutuhkan investasi yang tidak sedikit, sehingga perlu dilakukan secara bertahap. Oleh karenanya peanfaatan box culvert sebagai edia jaringan utilitas terpadu baru dapat dilakukan bila telah tersedia di wilayah titik peasangan jaringan utilitas tersebut. Pasal 1 angka 11 Peraturan Walikota Noor 38 Tahun 2013 tentang Pebangunan Jaringan Utilitas, eberikan definisi jaringan utilitas adalah siste jaringan instalasi antara lain : a. Jaringan beserta kelengkapan untuk instalasi air inu/bersih, telekounikasi (fiber optic), gas dan bahan bakar lainnya, listrik, sanitasi, alat peberi isyarat lalu lintas, televisi kabel, alat peantau kelayakan udara dan jaringan lainnya; b. Jaringan kabel tanah / udara, kabel duct, tiang telepon, gardu-gardu dan sarana telekounikasi lainnya; c. Jaringan pipa di dala tanah dan jaringan utilitas lain. d. Jaringan utilitas dibangun pada prinsipnya pada prasarana kota (jalan) yang diiliki/dikuasai oleh Peerintah daerah. Sedangkan Menurut Petunjuk Desain Drainase Perukaan Jalan No.008/T/BNKT (1990), Utilitas adalah fasilitas uu yang enyangkut kepentingan asyarakat banyak yang epunyai sifat pelayanan lokal aupun Naskah Akadeis 9

13 wilayah diluar bangunan pelengkap dan perlengkapan jalan. Terasuk dala pengertian ini antara lain : a. Jaringan Listrik b. Jaringan Telko c. Jaringan air bersih d. Jaringan distribusi gas dan bahan bakar lainnya e. Jaringan sanitasi f. Dan lain-lain Peanfaatan box culvert sebagai edia integrasi jaringan utilitas sudah banyak diterapkan di Negara-negara di luar negeri, isalnya Singapuran dan China. Penerapan ruang penanaan pipa aupun kabel sepanjang koridor jalan disebut sebagai ducting syste. Berikut erupakan contoh desain ducting syste yang diterapkan pada infrastructure in place at Marina Bay, Singapura. Gabar 2. Ducting Syste Dala konsep integrasi tersebut, perlu diperhatikan engenai diensi box culvert yang digunakan, diensi jaringan utilitas yang akan dipasang didala box culvert, kebutuhan (julah) jaringan utilitas yang akan dipasang, serta jarak aan yang diijinkan sesuai peraturan yang berlaku. Jarak aan kabel tanah dengan utilitas lain perlu diperhatikan guna enjain keaanan box culvert yang digunakan sebagai edia peasangan jaringan utilitas terpadu. Berikut ini erupakan jarak aan kabel tanah dengan jaringan utilitas yang lain. Naskah Akadeis 10

14 Tabel 1. Jarak Kabel Tanah Dengan Utilitas Lain Persilangan Dengan Kabel Tegangan Rendah (TR) Kabel Telko Pipa Gas Negara Pipa Air Suber : PT.PLN (Persero), 2010 Jarak Tidak Kurang Dari >30c >50c >50c >10c China juga sudah enerapkan Walkway Integrated Coon Utility. Walkway Integrated Coon Utility erupakan sebuah terowongan utilitas yang engitegrasikan antara fungsi penepatan utilitas dan jalan. 4 Istilah ini saa dengan ducting syste yang digunakan di negara Singapura. Walkway Integrated Coon Utility eberikan anfaat baru karena bisa digunakan sebagai trotoar, persipangan jalan, dan lintasan jalan. Walkway Integrated Coon Utility terdiri dari dua ukuran, ukuran yang lebih pendek encakup seua lini utilitas lokal dan ukuran yang lebih tinggi untuk utilitas utaa. Berikut erupakan Walkway Integrated Coon Utility di Singapura. Gabar 3 : Walkway Integrated Coon Utility di Singapura Secara teknis, rencana pebangunan box culvert sebagai edia penepatan jaringan utilitas secara terpadu berpijak pada analisa tentang 4 Bushan, sebagaiana dikutip dala Feasibility Study Peasangan Jaringan Utilitas secara terpadu, Dinas PU Bina Marga dan Peatusan, 2013 Naskah Akadeis 11

15 keaanan (jarak aan antar utilitas dan keaanan penepatan jaringan) dan kelayakan (Feasilibility study) dari segi anfaat, ekonoi dan kondisi teknis. Dala hal penepatan jaringan utilitas secara terpadu dala edia box culvert, Peerintah perlu eperhatikan pelayanan yang akan diberikan atas kewajiban yang diberikan kepada perusahaan yang easang jaringan untuk eletakkan jaringannya di tepat yang telah disediakan oleh Peerintah Kota. Perlu endapatkan perhatian bahwa kewajiban penepatan jaringan utilitas secara terpadu baru bisa diberlakukan dala hal di titik tepat penepatan jaringan utilitas tersebut telah terpasang sarana box culvert sebagai edia jaringan utilitas terpadu. Persebaran peasangan box culvert telah banyak dilakukan oleh Peerintah Kota di seluruh wilayah Surabaya, naun julah ini asih jauh dari cukup, engingat luas wilayah Surabaya dan tingginya tingkat kebutuhan asyarakat atas jaringan utilitas, keberadaan box culvert perlu terus ditabah pada setiap tahunnya. Dala upaya untuk ewujudkan penataan peanfaatan jaringan utilitas terpadu yang sesuai dengan tata ruang dan endorong pertubuhan kota serta eperhatikan aspek keaanan, peeliharaan jaringan utilitas dan pengelolaan lingkungan sekitar box culvert, aka penataan peanfaatan box culvert sebagai jaringan utilitas terpadu harus eperhatikan: a. aspek keaanan box culvert; b. keapuan peeliharaan jaringan; c. kewajiban para peilik jaringan utiltas untuk enepatkan jaringan utilitasnya di dala box culvert yang ditentukan; d. kewajiban dari para peilik jaringan untuk ebayar retribusi dari peanfaatan box culvert jaringan utilitas tersebut; dan e. pelayanan yang diberikan oleh peerintah kota kepada para peilik jaringan atas penepatan tersebut. Penataan box culvert sebagai jaringan utilitas terpadu juga harus enyesuaikan dengan zonasi tata ruang, serta penanganan atas keberadaan jaringan utilitas eksisting yang telah diletakkan di bawah badan jalan. Dala hal di titik tepat peasangan tersebut belu tersedia jaringan box culvert, aka instansi utilitas wajib easang dan enepatkan jaringan utilitasnya dengan rapi di bawah perukaan tanah. Apabila terjadi kerusakan sarana/prasarana kota akibat pekerjaannya tersebut, aka instansi utilitas wajib segera eperbaiki kondisi tersebut. Naskah Akadeis 12

16 Sapai saat ini terdapat beberapa perusahaan yang telah easang jaringan utilitas (terasuk jaringan fiber optic) saat ini di Kota Surabaya, sebagaiana dijelaskan dala tabel berikut: Tabel 2. Perusahaan yang telah easang jaringan utilitas No. Naa Perusahaan Jaringan 1 PT. PLN (Persero) 2 Perusahaan Gas Negara (PGN) 3 Dinas PDAM 4 PT. Telko Jaringan fiber optik 5 PT. XL Jaringan fiber optik 6 PT. Telkosel Jaringan fiber optik 7 PT. Indosat Jaringan fiber optik Suber : Dinas PU Bina Marga dan Peatusan, Surabaya (2013) Perusahaan-perusahaan tersebut ada yang easang jaringan utilitas ditas perukaan tanah (PT. PLN) dan ada yang easangnya di dala perukaan tanah. Dengan keberadaan peraturan ini akan eberikan kepastian huku tentang penyelenggaraan jaringan utilitas di Kota Surabaya, terasuk hak dan kewajiban dari para peilik jaringan utilitas. C. KAJIAN PRAKTIK PENYELENGGARAAN JARINGAN UTILITAS SELAMA INI Peasangan dan/atau perbaikan jaringan utilitas dilakukan di daerah Ruang Milik Jalan (RUMIJA) dan dilakukan dengan etode elakukan galian jalan. Hal ini enibulkan perasalahan karena seringkali terhalang akibat pebangunan atau peulihan jaringan utilitas ini, banyak sarana/prasarana kota yang rusak. Di sisi lain kegiatan galian jalan untuk pebangunan atau peulihan jaringan utilitas tersebut engakibatkan jalan yang seula berkondisi baik enjadi berpotensi rusak karena adanya galian tersebut. Selain hal tersebut, terkadang terdapat beberapa instansi utilitas yang tidak elaksanakan perbaikan/ peeliharaan terhadap kerusakan yang ada pada aset daerah yang telah enjadi pebangunan atau peulihan jaringan utilitas. Keberadaan jaringan utilitas yang ditana dala tanah tanpa standarisasi pengaturan, juga enibulkan kesulitan bagi peerintah Kota untuk elakukan pebangunan infrastruktur lain dei kepentingan uu. Hal ini dikarenakan Naskah Akadeis 13

17 pebangunan seringkali engenai jaringan utilitas yang telah ada, dan oleh karenanya peerintah kota harus eindahkan jaringan tersebut atas beban biaya peerintah. Selain ebutuhkan biaya ahal juga enibulkan in-efisiensi tenaga dan waktu yang diperlukan untuk kegiatan peindahan jaringan tersebut. Kondisi ini ebebani anggaran daerah, diana alokasi anggaran tersebut seharusnya dapat diafaatkan untuk pebangunan infrastuktur lain yang lebih beranfaat bagi asyarakat. Oleh karenanya penataan atas penyelenggaraan jaringan utilitas sangatlah endesak untuk segera dilakukan, sehingga atas kondisi tersebut, Peerintah Kota Surabaya enerbitkan Peraturan Walikota Noor 38 Tahun 2013 tentang Pebangunan Jaringan Utilitas di Kota Surabaya yang telah dicabut dan diganti dengan Peraturan Walikota Noor 49 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Jaringan Utilitas di Kota Surabaya. Peraturan Walikota ini diubah dengan Peraturan Walikota Surabaya Noor 8 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Walikoa Surabaya Noor 49 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Jaringan Utilitas di Kota Surabaya (Perwali 8/ 2016). Di dala Pasal 2 Perwali 8/2016, enegaskan bahwa penyelenggaraan jaringan utilitas bertujuan untuk eberikan kepastian huku kepada asyarakat dan aparatur Peerintah Daerah dala engatur perencanaan, perizinan, pelaksanaan, pengendalian, pengawasan dan pelaporan atas penyelenggaraan jaringan utilitas.lebih lanjut, Pasal 3 Perwali 8/2016 engatur tentang prinip-prinsip yang harus dilaksanakan dala penyelenggaraan jaringan utilitas, yaitu: a. berorientasi terhadap pelayanan asyarakat; b. engutaakan kepentingan uu; c. kesesuaian dengan rencana tata ruang wilayah daerah; d. keaanan, ketertiban dan keselaatan uu; dan e. estetika. Dala rangka pebinaan dan pengawasan penyelenggaraan jaringan utilitas, aka saat ini dibentuk Ti Koordinasi Pebangunan Jaringan Utilitas (KPJU) untuk eastikan kebijakan penataan penyelenggaraan jaringan utilitas. Ti KPJU sebagaiana diaksud dala Pasal 4 Perwali 8/2016, yaitu: a. Ti Monitoring dan Evaluasi KPJU, terdiri dari: 1. Walikota selaku Pebina I; 2. Wakil Walikota selaku Pebina II; 3. Sekretaris Daerah selaku Pengarah; 4. Asisten Perekonoian dan Pebangunan selaku Koordinator; 5. Kepala Bagian Bina Progra selaku sekretaris erangkap anggota; 6. Kepala Badan Perencanaan Pebangunan selaku anggota. Naskah Akadeis 14

18 b. Ti Teknis KPJU, terdiri dari: 1. Kepala Dinas Pekerjaan Uu Bina Marga dan Peatusan selaku Ketua; 2. Kepala Bidang Perancangan dan Peanfaatan pada Dinas Pekerjaan Uu Bina Marga dan Peatusan selaku Sekretaris; 3. Unsur Dinas Pekerjaan Uu Bina Marga dan Peatusan selaku Anggota; 4. Unsur Badan Perencanaan Pebangunan selaku Anggota; 5. Unsur Dinas Pekerjaan Uu Cipta Karya dan Tata Ruang selaku Anggota; 6. Unsur Dinas Kebersihan dan Pertaanan selaku Anggota; 7. Unsur Dinas Perhubungan selaku Anggota; 8. Unsur Dinas Kounikasi dan Inforatika selaku Anggota; 9. Unsur Bagian Bina Progra selaku Anggota. Peraturan Walikota a quo ewajibkan setiap peilik jaringan utilitas (instansi utilitas) dala hal elaksanakan Pebangunan Jaringan Utilitas, wajib eiliki Surat Izin Pelaksanaan Kegiatan dan Izin Penepatan. Pengaturan ini asih enyisakan kesulitan bagi peerintah kota untuk elakukan pengendalian penyelenggaraan jaringan utilitas, khususnya pada penerapan sanksi bagi instansi utilitas yang elanggar. Oleh karenanya di dala hal pengaturan engenai pengendalian penyelenggaraan jaringan utilitas seharusnya dala bentuk huku Peraturan Daerah, karena euat hak dan kewajiban asyarakat. Di dala peraturan daerah tersebut engatur engenai ketentuan perizinan, hak dan kewajiban atas izin yang diterbitkan serta penerapan sanksi dala hal instansi utilitas tidak engindahkan ketentuan yang elekat pada izin. Berdasarkan kondisi eksisting tentang penyelenggaraan jaringan utilitas, bentuk huku yang digunakan sebagai payung huku saat ini asih berupa Peraturan walikota, sehingga diperlukan pengaturan dala bentuk huku Peraturan Daerah yang substansinya eber kepastian huku tentang hak dan kewajiban baik bagi peerintah kota aupun instansi utilitas. Keberadaan pengaturan ini erupakan tindak peerintahan (bestuur handelilngen) sebagai upaya penyelesaian perasalahan terkait dengan penyelenggaraan jaringan utilitas agar pebangunan jaringan utilitas dapat dilakukan secara terencana, sisteatis, sesuai dengan tata ruang dan eningkatkan estetika kota, serta dapat endorong perkebangan perekonoian dan kenyaanan asyarakat. Naskah Akadeis 15

19 D. KAJIAN IMPLEMENTASI PENYELENGGARAAN JARINGAN UTILITAS erupakan salah satu upaya huku yang eberikan dasar huku dan prosedur bagi peerintah Kota Surabaya dala elakukan pengendalian atas penyelenggaraan jaringan utilitas. Terasuk di dalanya adalah kewajiban setiap instansi utilitas untuk eiliki Izin Pelaksanaan Kegiatan sebelu eulai kegiatan pebangunan jaringan utilitas dan izin penepatan sebelu jaringan utilitas tersebut ditepatkan, sekaligus enegaskan kewajiban instansi utilitas untuk eenuhi seua ketentuan yang elekat pada izin, diantaranya adalah peulihan kondisi sarana prasarna kota yang terkena pekerjaan peasangan/ peeliharaan jaringan utilitas, serta eletakkan jaringan utilitasya pada box culvert sebagai edia jaringan utilitas terpadu apabila telah tersedia di titik peasangan tersebut. Kewajiban eenuhi ketentuan yang elekat pada izin tersebut, disertai dengan ruusan sanksi yang diterapkan apabila si pegang izin elanggar ketentuan tersebut. Dengan adanya pengaturan penyelenggaraan jaringan utilitas, aka Peerintah kota epunyai dasar huku dala elakukan tindakan-tindakan pengendalian terhadap penyelenggaraan jaringan utilitas di kota Surabaya, baik atas jaringan yang berada di atas perukaan tanah (sebagaiana yang sudah ada eksisting) dan jaringan utilitas yang berada di bawah perukaan tanah. Pengendalian terhadap pebangunan jaringan utilitas diatas perukaan tanah dapat dilakukan dengan eberikan paraeter yang ketat dala eberikan perizinan pebangunan jaringan utilitas baru yang akan dipasang di atas perukaan tanah. paraeter yang dapat digunakan yaitu keaanan dan estetika serta prinsip-prinsip Asas-asas Uu Peerintahan yang Baik (AUPB) sebagaiana diatur dala Pasal 10 Undang-Undang Noor 30 Tahun 2014 tentang Adinistrasi Peerintahan. Dengan penerapan paraeter yang jelas, aka segala kegiatan pebangunan jaringan utilitas baru yang berada di atas perukaan tanah diharapkan dapat dikendalikan dengan baik. Terkait dengan jaringan utilitas di atas tanah eksisting yang belu eiliki izin, aka peerintah kota berkewajiban untuk elakukan upaya-upaya fasilitasi dan endorong agar pihak instanasi utilitas segera engurus perizinan yang diperlukan. Dala rangka endukung keinginan peerintah kota dala ewujudkan penataan jaringan utilitas yang berestetika, aka khusus untuk jaringan utilitas yang berada di atas perukaan tanah diperlukan aturan peralihan bahwa instansi utilitas diharapkan eindahkan jaringannya ke dala perukaan tanah dala waktu tahun endatang. Jangka waktu ini diperlukan agar instansi utilitas sudah dapat erencanakan pebangunan utilitas yang akan Naskah Akadeis 16

20 ereka lakukan. Pebangunan jaringan utilitas sangat terkait dengan julah investasi yang besar, oleh karenanya kepastian huku dari peerintah kota yang dituangkan dala Raperda ini sangat diperlukan bagi ereka untuk engatur rencana kerja asing-asing. Sedangkan dala hal pengendalian terhadap pebangunan jaringan utilitas baru di dala perukaan tanah atau terhadap kegiatan peeliharaan jaringan utilitas eksisting di dala perukaan tanah, aka diperlukan ketentuan tegas, bahwa instansi utilitas wajib eenuhi seluruh ketentuan yang elekat pada izin, terasuk di dalanya elakukan perbaikan dan peulihan kondisi sarana prasarana kota yang terkena dapak pebangunan. Dala hal instansi utilitas tidak au/tidak bersedia/ belu elakukannya, aka Peerintah daerah dapat elakukan kegiatan perbaikan/peulihan tersebut, dengan pebiayaan yang bersuber dari pencairan jainan pelaksanaan/ jainan peeliharaan yang telah disapaikan oleh instansi utilitas sebagai prasyarat penerbitan izin. Terkait dengan kebijakan pengendalian pebangunan jaringan utilitas di dala perukaan tanah, dala hal pada titik penepatan jaringan tersebut terlah tersedia box culvert yang erupakan edia jaringan utilitas terpadu, aka instansi utilitas berkewajiban untuk eindahkan jaringan ereka asuk ke dala jaringan utilitas. Kebijakan ini akan diterapkan bertahap, sesuai dengan keapuan peerintah kota dala enyediakan infrastruktur. Tujuan pebentukan peraturan daerah ini adalah untuk enjawab perasalahan tentang penyelenggaraan jaringan utilitas selaa ini sebagaiana telah dikeukakan sebelunya. Pengaturan tentang Penyelenggaraan Jaringan Utilitas diharapkan dapat eaksa para instansi utilitas dan eberikan kepastian huku atas prosedur penyelenggaraan jaringan utilitas, ketentuan perizinan (bagi jaringan utilitas yang berada di atas dan dibawah perukaan tanah) dan sanksi yang dapat diterapkan, ketentuan jainan pelaksanaan dan jainan peeliharaan serta secara tidak langsung engajak kepada para instansi utilitas untuk ulai erencanakan kegiatan pebangunan jaringan utilitasnya. Untuk encapai tujuannya, aka di dala pengaturan tentang Penyelenggaraan Jaringan Utilitas perlu engatur hal-hal, diantaranya: a. Perencanaan pebangunan jaringan utilitas. b. Perizinan bagi instansi utilitas dala elaksanakan pebangunan/peulihan jaringan utilitas. c. Hak dan Kewajiban yang elekat pada izin bagi instansi utilitas ketika elaksanakan pebangunan/peulihan jaringan utilitas, baik dala hal perbaikan/peeliharan sarana/prasarana kota yang rusak. Naskah Akadeis 17

21 d. Ketentuan Jainan pelaksanaan dan jainan peeliharaan. e. Ketentuan engenai sewa. f. Penyediaan sarana box culvert oleh Peerintah Daerah sebagai tepat untuk enepatkan jaringan utilitas secara terpadu. g. Pengendalian dan pengawasan. h. Penegakan Huku. i. Ketentuan peralihan (untuk engakoodasi kondisi eksisting yang ada). Naskah Akadeis 18

22 BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT Penataan peanfaatan jaringan utilitas erupakan salah satu upaya peerintah untuk elakukan penataan ruang di wilayah kota. Dengan deikian pengaturan peanfaatan jaringan utilitas di Kota Surabaya harus didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan penataan jaringan utilitas dan penataan ruang wilayah. Hal ini erupakan aanat dari Undang-Undang Noor 12 Tahun 2011 tentang Pebentukan Peraturan Perundang-Undangan yang encantukan bahwa pebentukan peraturan perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi baik wewenang aupun substansinya. Dala ebentuk Peratuan Daerah tentang Penyelenggaraan Jaringan Utilitas perlu elakukan kajian terhadap beberapa peraturan perundang-undangan yang terkait, baik secara vertikal aupun secara horisontal.analisis peraturan perundangundangan juga dilakukan terhadap peraturan daerah, khususnya yang berlaku sebagai dasar huku terhadap penataan peanfaatan jaringan utilitas terpadu. Dengan deikian dala ebentuk Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Jaringan Utilitas, peraturan perundang-undangan yang dievaluasi dan dianalisis adalah peraturan perundang-undangan yang eliputi: 1. Undang-Undang Noor 23 Tahun 2014 tentang Peerintahan Daerah Sebagaiana Telah Diubah Dengan Undang-Undang Noor 9 tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Noor 23 Tahun Dala Pasal 236 Undang-Undang Noor 23 Tahun 2014 tentang Peerintahan Daerah sebagaiana telah diubah dengan Undang-Undang Noor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Noor 23 Tahun 2014 telah engatur tentang kewenangan peerintah daerah dala ebentuk Peraturan Daerah, (1) Untuk enyelenggarakan Otonoi Daerah dan Tugas Pebantuan, Daerah ebentuk Perda. (2) Perda sebagaiana diaksud pada ayat (1) dibentuk oleh DPRD dengan persetujuan bersaa kepala Daerah. Naskah Akadeis 19

23 (3) Perda sebagaiana diaksud pada ayat (1) euat ateri uatan: a. penyelenggaraan Otonoi Daerah dan Tugas Pebantuan; dan b. penjabaran lebih lanjut ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. (4) Selain ateri uatan sebagaiana diaksud pada ayat (3) Perda dapat euat ateri uatan lokal sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Selain hal tersebut dapat kita pahai bahwa penyelenggaraan urusan peerintahan sebagaiana diatur dala Undang-Undang Noor 23 Tahun 2014 Pasal 9 terbagi atas Urusan Absolut, Urusan konkuren dan urusan peerintahan uu. Urusan absolut erupakan urusan yang enjadi kewenangan peerintah pusat untuk enyelenggarakannya. Terasuk dala kategori urusan absolut ini yaitu Politik luar negeri, pertahanan, keaanan, yustisi, oneter dan fiskal nasional dan agaa. Sedangkan urusan konkuren erupakan urusan yang dibagi antara peerintah pusat dan peerintah daerah (Peerintah provinsi, peerintah kabupaten/kota). Urusan konkuren tersebut dapat dibedakan enjadi urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan wajib dapat dibedakan lagi enjadi urusan peerintahan wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar dan urusan peerintahan wajib yang tidak berkaitan dengan pelayanan dasar. Dari ketentuan dala Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tersebut ada beberapa urusan peerintahan yang dapat dilakukan oleh Peerintah Kota Surabaya sebagaiana telah diatur dala Pasal 12, yang engatur sebagai berikut : 1. Urusan Peerintahan Wajib yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar eliputi: a. pendidikan; b. kesehatan; c. pekerjaan uu dan penataan ruang; d. peruahan rakyat dan kawasan perukian; e. ketenteraan, ketertiban uu, dan pelindungan f. asyarakat; dan g. sosial. 2. Urusan Peerintahan Wajib yang tidak berkaitan dengan Pelayanan Dasar, eliputi: a. tenaga kerja; b. peberdayaan perepuan dan pelindungan anak; c. pangan; d. pertanahan; Naskah Akadeis 20

24 e. lingkungan hidup; f. adinistrasi kependudukan dan pencatatan sipil; g. peberdayaan asyarakat dan Desa; h. pengendalian penduduk dan keluarga berencana; i. perhubungan; j. kounikasi dan inforatika; k. koperasi, usaha kecil, dan enengah; l. penanaan odal;. kepeudaan dan olah raga; n. statistik; o. persandian; p. kebudayaan; q. perpustakaan; dan r. kearsipan. 3. Urusan Peerintahan Pilihan sebagaiana diaksud dala Pasal 11 ayat (1) eliputi: a. kelautan dan perikanan; b. pariwisata; c. pertanian; d. kehutanan; e. energi dan suber daya ineral; f. perdagangan; g. perindustrian; dan h. transigrasi. Terkait dengan ketentuan pasal 12 Jo. Pasal 236 Undang-Undang Noor 23 Tahun 2014 tentang Peerintahan Daerah sebagaiana telah diubah kedua kalinya dengan Undang-Undang Noor 9 Tahun 2015, dapat dipahai bahwa urusan penataan ruang erupakan salah satu urusan wajib terkait dengan pelayanan dasar yang wajib dilakukan oleh Peerintah Kota Surabaya. Oleh karenanya dala elaksanakan urusan peerintahan yang enjadi otonoi daerah Peerintah Kota Surabaya perlu ditetapkan Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Jaringan Utilitas sebagai dasar legalitas bagi peerintah kota Surabaya untuk elakukan penataan dan pengendalian terhadap penyelenggaraan jaringan utilitas di wilayah kota Surabaya. Naskah Akadeis 21

25 2. Undang-Undang Noor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Dala hal penataan ruang, Pasal 11 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) Undang- Undang No 26 Tahun 2007 engatur tentang kewenangan Peerintah Daerah Kota, yang eliputi: (1) Wewenang peerintah daerah kabupaten/kota dala penyelenggaraan penataan ruang eliputi: a. pengaturan, pebinaan, dan pengawasan terhadap pelaksanaan penataan ruang wilayah kabupaten/kota dan kawasan strategis kabupaten/kota; b. pelaksanaan penataan ruang wilayah kabupaten/kota; c. pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis kabupaten/kota; dan d. kerja saa penataan ruang antarkabupaten/ kota. (2) Wewenang peerintah daerah kabupaten/kota dala pelaksanaan penataan ruang wilayah kabupaten/kota sebagaiana diaksud pada ayat (1) huruf b eliputi: a. perencanaan tata ruang wilayah kabupaten/ kota; b. peanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota; dan c. pengendalian peanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota. (3) Dala pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis kabupaten/kota sebagaiana diaksud pada ayat (1) huruf c, peerintah daerah kabupaten/kota elaksanakan: a. penetapan kawasan strategis kabupaten/kota; b. perencanaan tata ruang kawasan strategis kabupaten/kota; c. peanfaatan ruang kawasan strategis kabupaten/kota; dan d. pengendalian peanfaatan ruang kawasan strategis kabupaten/kota. Selain itu dapat dipahai bahwa Peanfaatan ruang wilayah tersebut dapat dibedakan enjadi : 1. peanfaatan ruang secara vertikal 2. peanfaatan ruang di dala bui. 5 Penjelasan Pasal 32 a quo enyatakan bahwa tujuan Peanfaatan ruang secara vertikal dan peanfaatan ruang di dala bui adalah untuk eningkatkan keapuan ruang dala enapung kegiatan secara lebih intensif. Peanfaatan ruang secara vertikal, seisal berupa bangunan bertingkat, baik di atas tanah aupun di dala bui. Sedangkan, peanfaatan ruang lainnya di dala bui, antara lain, untuk jaringan utilitas (jaringan transisi listrik, jaringan telekounikasi, jaringan pipa air bersih, dan jaringan gas,dan lain-lain) dan jaringan kereta api aupun jaringan jalan bawah tanah. 5 Pasal 32 ayat 2 Undang Undang Noor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Naskah Akadeis 22

26 Dala rangka pengendalian peanfaatan ruang tersebut, Peerintah Daerah dapat enggunakan beberapa instruen sebagaiana dijelaskan dala Pasal 35 diantaranya elalui: a. penetapan peraturan zonasi; b. ketentuan perizinan; c. peberian insentif dan disinsentif; serta d. pengenaan sanksi. Instruen tersebut haruslah bersifat engikat asyarakat, dengan deikian figur huku yang tepat dala engatur nora-nora yang engikat asyarakat dala pengendalian Penyelenggaraan Jaringan Utilitas adalah Peraturan Daerah. 3. Peraturan Walikota Noor 49 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Jaringan Utiitas di Kota Surabaya, sebagaiana diubah dengan Peraturan Walikoya Noor 8 Tahun 2016 tentang Perubahan atas peraturan Walikota Noor 49 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Jaringan Utilitas di Kota Surabaya Peraturan Walikota Noor 49 Tahun 2015 (Perwali 49/2015) tersebut erubah dan encabut Peraturan Walikota Noor 38 Tahun 2013 tentang Pebangunan Jaringan Utilitas di Kota Surabaya. Berdasarkan Pasal 1 angka 13 Perwali 49/2015 yang diaksud dengan Jaringan Utilitas adalah siste jaringan instalasi antara lain : a. Jaringan beserta kelengkapan untuk instalasi air inu/bersih, telekounikasi, gas dan bahan bakar lainnya, listrik, sanitasi, alat peberi isyarat lalu lintas, televisi kabel, alat peantau kelayakan udara dan jaringan lainnya; b. Jaringan kabel tanah / udara, kabel duct, tiang telepon, gardu-gardu dan sarana telekounikasi lainnya; c. Jaringan pipa di dala tanah dan jaringan utilitas lain. Lebih lanjut, Pasal 3 enegaskan prinsip-prinsip yang harus elandasi penyelenggaraan jaringan utilitas, diantaranya: a. berorientasi terhadap pelayanan asyarakat; b. engutaakan kepentingan uu; c. kesesuaian dengan rencana tata ruang wilayah daerah; d. keaanan, ketertiban dan keselaatan uu; dan e. estetika. Dari ketentuan tersebut, jelas bahwa setiap penyelenggaraan jaringan utilitas haruslah sesuai dengan tata ruang kota yang telah ditetapkan serta eenuhi prinsip estetika. Untuk eastikan penyelenggaraan jaringan utilitas telah sesuai Naskah Akadeis 23

27 dengan prinsip-prinsip tersebut, aka dibentuklah Ti Koordinasi Penyelenggaran Utilitas (KJPU), yang terdiri dari Ti Monitoring dan Evaluasi; dan Ti Teknis. Ketentuan engenai ti onitoring dan evaluasi dan ti teknis tersebut diatur dala Pasal 4-6 Perwali a quo. Setiap unsur dala Ti KPJU wajib elaksanakan tugas sebagaiana yang ditentukan dala perwali 49/2015. Dala penyelenggaraan jaringan utilitas, terdapat beberapa tahapan, yaitu: a. Perencanaan (Pasal 7) dala tahap perencanaan ini, setiap instansi utilitas wajib enyapaikan rencana induk peasangan jaringan utilitas kepada Walikota elalui Kepla Dinas Pekerjaan Uu Bina Marga dan Peatusan, disertai dengan penyapaian progra tahunan peasangan jaringan utilitas kepada Kepala Dinas Pekerjaan Uu Bina Marga dan Peatusan paling labat pada akhir bulan Noveber tahun sebelunya. Rencana induk ini akan dibahas oleh Ti Teknis KPJU dengan elibatkan instansi utilitas. Hasilnya disapaikan kepada ti Monev KPJU. b. Pelaksanaan (Pasal 9) Pebangunan jaringan utilitas dilaksanakan di dala tanah dan/atau di dala tanah. Keseluruhan kegiatan pebangunan jaringan utilitas tersebut perlu endapatkan izin dengan paraeter yang jelas. Dala hal di lokasi peasangan jaringan utilitas telah terdapat jaringan box culvert sebagai edia jaringan utilitas terpadu, aka instansi utilitas wajib easang jaringan utilitasnya pada jaringan utilitas terpadu tersebut. c. Kewajiban Instansi Utilitas (Pasal 11) Sebelu elaksanakan kegiatan penyelenggaraan jaringan utilitas, instansi utilitas wajib eiliki Izin Pelaksanaan Kegiatan dan Izin Penepatan (Pasal 14). Instansi utilitas sebagai peegang izin wajib elaksanakan: - pengaturan lalu lintas selaa pelaksanaan pekerjaan pebangunan atau peeliharaan jaringan utilitas dengan berkoordinasi kepada instansi yang berwenang; - enjaga, eelihara jaringan utilitas dan bertanggungjawab atas segala kerusakan yang ditibulkan. Naskah Akadeis 24

28 d. Sewa untuk penepatan jaringan utilitas pada sarana jaringan utilitas terpadu dan/atau ruang anfaat jalan ilik/dikuasi oleh peerintah daerah (Pasal 12) Pengaturan ini dilakukan sesuai dengan prosedur sewa barang ilik daerah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ketentuan dala Peraturan Walikota ini cukup lengkap, naun perlu dipahai bahwa terdapat beberapa hal yang tidak bisa diatur dala Peraturan Walikota tersebut, khususnya berkaitan dengan bagaiana penindakan terhadap instansi utilitas yang telah elakukan pelanggaran dala pebangunan/peeliharaan jaringan utilitas. Oleh karenanya dan erujuk pada Undang-Undang Noor 12 Tahun 2011 tentang Pebentukan peraturan perundang-undangan, substansi dasar legalitas pengaturan penyelenggaraan jaringan utilitas harus dala bentuk peraturan daerah, yang didalanya selain euat ketentuan perizinan juga ekanise sanksi apabila terjadi pelanggaran terhadap ketentuan yang elekat pada izin.. Naskah Akadeis 25

29 BAB IV LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS DAN YURIDIS A. Landasan Filosofis Berbicara tentang dasar/landasan filosofis suatu peraturan perundangundangan, pada prinsipnya terdapat dua pandangan. Pandangan pertaa enyatakan bahwa landasan filosofis adalah landasan yang berkaitan dengan dasar atau ideologi negara, yaitu nilai-nilai (cita huku) yang terkandung dala Pancasila, sedangkan pandangan yang kedua enyatakan bahwa landasan filosofis adalah pandangan atau ide pokok yang elandasi seluruh isi peraturan perundang-undangan. Menurut Pebukaan UUD 1945 alinea IV, tujuan terbentuknya Negara Indonesia antara lain adalah dala rangka ensejahterakan rakyat. Ukuran kesejahteraan antara lain dapat diukur dari kecukupan kebutuhan anusia, yang eliputi antara lain: sandang, pangan, dan papan. Dala eenuhi kebutuhan tersebut, perlu didukung dengan infrastuktur yang eadai sehingga tercipta kenyaanan asyarakat dala beraktivitas sehari-hari dei enunjang hak asyarakat untuk berusaha guna endapatkan penghidupan yang layak sebagaiana tercantu dala Pasal 27 ayat (2) UUD Negara Republik Tahun Dengan ketersediaan infrastuktur yang eadai dan peningkatan estetika kota elalui penataan jaringan utilitas di dala kota akan eningkatkan kenyaanan asyarakat dan endorong kreativitas asyarakat dala berusaha. Disisi lain, kepentingan para instansi utilitas harus tetap terjaga, guna enjaga keberlangsungan usahanya serta guna enjain ketersediaan peenuhan kebutuhan dasar asyarakat, engingat bahwa jaringan utilitas terkait dengan kebutuhan dasar asyarakat, contoh: air (PDAM), gas (Perusahaan Gas Negara), litrik (PLN), Telekounikasi (PT. Telko) serta kabel fiber optic yang terkait dengan telekounikasi (PT. Telkosel, PT.XL, PT. Indosat). Dala enyeibangkan hak anusia untuk berusaha, eperoleh kenyaanan dala berkegiatan sehari-hari dan eperoleh pelayanan dasar dari adanya jaringan utilitas serta hak para pelaku usaha peilik jaringan utilitas untuk tetap enepatkan jaringan utilitasnya dala rangka elakukan usahanya dan pelayanan bagi asyarakat, aka Peerintah Kota Surabaya berkehendak untuk ebentuk Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Jaringan Utilitas, agar pebangunan/peeliharaan jaringan utilitas yang tersedia di Kota Surabaya dapat eberikan kewajiban pada instansi utilitas untuk tetap eperbaiki/eelihara sarana/prasarana kota yang ungkin bisa rusak. Ruang lingkup pengaturan ini Naskah Akadeis 26

BAB I PENDAHULUAN. dalam skala prioritas pembangunan nasional dan daerah di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dalam skala prioritas pembangunan nasional dan daerah di Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pebangunan ekonoi erupakan asalah penting bagi suatu negara, untuk itu sejak awal pebangunan ekonoi endapat tepat penting dala skala prioritas pebangunan nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di bidang-bidang lain, seperti sosial, politik, dan budaya. perbedaan antara yang kaya dengan yang miskin.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di bidang-bidang lain, seperti sosial, politik, dan budaya. perbedaan antara yang kaya dengan yang miskin. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pebangunan ekonoi erupakan asalah penting bagi suatu negara, untuk itu sejak awal pebangunan ekonoi endapat tepat penting dala skala prioritas pebangunan nasional

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2005 TENTANG PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2005 TENTANG PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2005 TENTANG PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menibang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segi kuantitas dan kualitasnya. Penambahan jumlah konsumen yang tidak di ikuti

BAB I PENDAHULUAN. segi kuantitas dan kualitasnya. Penambahan jumlah konsumen yang tidak di ikuti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air erupakan kebutuhan yang penting bagi kehidupan anusia. Manusia tidak dapat elanjutkan kehidupannya tanpa penyediaan air yang cukup dala segi kuantitas dan kualitasnya.

Lebih terperinci

WALIKOTA TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG

WALIKOTA TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG WALIKOTA TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PERIZINAN TERTENTU DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

KESEPAKATAN BERSAMA ANTARA

KESEPAKATAN BERSAMA ANTARA ' '' FinnjfT ' i ^ v - 'V KESEPKTN BERSM NTR MENTERI NEGR LINGKUNGN HIDUP REPUBLIK INDONES KEPL KEPOLISIN NEGR REPUBLIK INDONESI, DN JKS GUNG REPUBLIK INDONESI Noor : 11 /M EN LH/07/2011 Noor : B /2 0

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daya nasional yang memberikan kesempatan bagi peningkatan demokrasi, dan

BAB I PENDAHULUAN. daya nasional yang memberikan kesempatan bagi peningkatan demokrasi, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pebangunan daerah sebagai bagian yang integral dari pebangunan nasional dilaksanakan berdasakan prinsip otonoi daerah dan pengaturan suber daya nasional yang

Lebih terperinci

PANDUAN SELEKSI TINGKAT KAB/KOTA

PANDUAN SELEKSI TINGKAT KAB/KOTA PANDUAN SELEKSI TINGKAT KAB/KOTA CERDAS CERMAT EMPAT PILAR MPR (PANCASILA, UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945, NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA, BHiNNEKA TUNGGAL IKA, DAN KETETJ\PAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber untuk membiayai dirinya dan keluarganya, dan bagi tenaga kerja yang

BAB I PENDAHULUAN. sumber untuk membiayai dirinya dan keluarganya, dan bagi tenaga kerja yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Upah bagi para pekerja erupakan faktor penting karena erupakan suber untuk ebiayai dirinya dan keluarganya, dan bagi tenaga kerja yang berpendidikan upah erupakan hasil

Lebih terperinci

BAB 3 SEJARAH SINGKAT TEMPAT RISET. 3.1 Sejarah Singkat Badan Pusat Statistik (BPS)

BAB 3 SEJARAH SINGKAT TEMPAT RISET. 3.1 Sejarah Singkat Badan Pusat Statistik (BPS) BAB 3 SEJARAH SINGKAT TEMPAT RISET 3.1 Sejarah Singkat Badan Pusat Statistik (BPS) Adapun sejarah Badan Pusat Statistik di Indonesia terjadi epat asa peerintah di Indonesia, antara lain : 1. Masa Peerintahan

Lebih terperinci

THE CAUSALITY AVAILABILITY OF FOOD AND ECONOMIC GROWTH IN CENTRAL JAVA

THE CAUSALITY AVAILABILITY OF FOOD AND ECONOMIC GROWTH IN CENTRAL JAVA THE CAUSALITY AVAILABILITY OF FOOD AND ECONOMIC GROWTH IN CENTRAL JAVA Juli Biantoro 1, Didit Purnoo 2 1,2 Fakultas Ekonoi dan Bisnis, Universitas Muhaadiyah Surakarta dp274@us.ac.id Abstrak Ketahanan

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PROGRAM LEGISLASI DAERAH PEMERINTAH PROVINSI BALI TAHUN 2012

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PROGRAM LEGISLASI DAERAH PEMERINTAH PROVINSI BALI TAHUN 2012 GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PROGRAM LEGISLASI DAERAH PEMERINTAH PROVINSI BALI TAHUN 2012 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa penyusunan

Lebih terperinci

karya yang terampil, ahli, dan memiliki motivasi yang tinggi serta bermental ideologi

karya yang terampil, ahli, dan memiliki motivasi yang tinggi serta bermental ideologi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dewasa ini pengebangan suber daya anusia (huan resources) telah enjadi fokus perhatian utaa dan upaya terpenting dari langkahlangkah pebangunan di negara kita yang sekarang

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKSI PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM KOTA DENPASAR NOMOR : 16 / PDAM / KPTS / 2018 TENTANG

KEPUTUSAN DIREKSI PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM KOTA DENPASAR NOMOR : 16 / PDAM / KPTS / 2018 TENTANG KEPUTUSAN DIREKSI PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM KOTA DENPASAR NOMOR : 16 / PDAM / KPTS / 2018 TENTANG KETENTUAN BIAYA PENGATURAN PELAYANAN PELANGGAN AIR MINUM PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM KOTA DENPASAR DIREKSI

Lebih terperinci

PERAN PEMERINTAH KOTA DALAM ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM

PERAN PEMERINTAH KOTA DALAM ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM KEMENTERIAN DALAM NEGERI DIREKTORAT JENDERAL BINA PEMBANGUNAN DAERAH PERAN PEMERINTAH KOTA DALAM ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM PADA ACARA KNOWLEDGE MANAGEMEN FORUM 2015 (ASOSIASI PEMERINTAH KOTA SELURUH INDONESIA)

Lebih terperinci

SISTEM RESI GUDANG SOLUSI BAGI PETANI

SISTEM RESI GUDANG SOLUSI BAGI PETANI SISTEM RESI GUDANG SOLUSI AGI PETANI Noviarina Purnai Putri Siste Resi Gudang ulai di kenal di Indonesia sejak 5 tahun terakhir. Sebelu uncul Undang- Undang no 9 Tahun 2006 Tentang Siste Resi Gudang banyak

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 57 TAHUN 2007 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENATAAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 57 TAHUN 2007 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENATAAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 57 TAHUN 2007 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENATAAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 57 TAHUN 2007 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENATAAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 57 TAHUN 2007 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENATAAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 57 TAHUN 2007 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENATAAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 73 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA KECAMATAN DAN KELURAHAN KOTA

Lebih terperinci

Volume 17, Nomor 2, Hal Juli Desember 2015

Volume 17, Nomor 2, Hal Juli Desember 2015 Volue 17, Noor 2, Hal. 111-120 Juli Deseber 2015 ISSN:0852-8349 EFEKTIVITAS PENGGUNAAN MEDIA MIND MAP TERHADAP PRESTASI BELAJAR BIOLOGI SISWA KELAS VII SMP NEGERI 2 KERINCI TAHUN PELAJARAN 2014/2015 Efriana

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA KEPUTUSAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR / 473 / /2010 TENTANG BADAN KOORDINASI PENATAAN RUANG DAERAH KOTA SURABAYA

WALIKOTA SURABAYA KEPUTUSAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR / 473 / /2010 TENTANG BADAN KOORDINASI PENATAAN RUANG DAERAH KOTA SURABAYA WALIKOTA SURABAYA KEPUTUSAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 188.45/ 473 /436.1.2/2010 TENTANG BADAN KOORDINASI PENATAAN RUANG DAERAH KOTA SURABAYA Menimbang : a. bahwa dalam rangka menserasikan dan mensinergikan

Lebih terperinci

PEMETAAN MEDAN ELEKTROMAGNETIK PADA PEMUKIMAN PENDUDUK DI BAWAH JARINGAN SUTT 150 KV PLN WILAYAH KALIMANTAN BARAT

PEMETAAN MEDAN ELEKTROMAGNETIK PADA PEMUKIMAN PENDUDUK DI BAWAH JARINGAN SUTT 150 KV PLN WILAYAH KALIMANTAN BARAT PEMETAAN MEDAN ELEKTROMAGNETIK PADA PEMUKIMAN PENDUDUK DI BAWAH JARINGAN SUTT 5 KV PLN WILAYAH KALIMANTAN BARAT Baharuddin Progra Studi Teknik Elektro, Universitas Tanjungpura, Pontianak Eail : cithara89@gail.co

Lebih terperinci

Membelajarkan Geometri dengan Program GeoGebra

Membelajarkan Geometri dengan Program GeoGebra Mebelajarkan Geoetri dengan Progra GeoGebra Oleh : Jurusan Pendidikan Mateatika FMIPA UNY Yogyakarta Eail: ali_uny73@yahoo.co ABSTRAK Peanfaatan teknologi koputer dengan berbagai progranya dala pebelajaran

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PROGRAM LEGISLASI DAERAH PEMERINTAH PROVINSI BALI TAHUN 2009

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PROGRAM LEGISLASI DAERAH PEMERINTAH PROVINSI BALI TAHUN 2009 GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PROGRAM LEGISLASI DAERAH PEMERINTAH PROVINSI BALI TAHUN 2009 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa penyusunan

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT

PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

Sistem Informasi Manajemen Penjualan Pada Koperasi Pegawai Negeri Kantor

Sistem Informasi Manajemen Penjualan Pada Koperasi Pegawai Negeri Kantor Siste Inforasi Manajeen Penjualan Pada Koperasi Pegawai Negeri Kantor Gubernur Berbasis Web Deasy AnnisaSari, Helfi Nasution 2, Anggi Sriurdianti Sukato 3. Progra Studi Inforatika Universitas Tanjungpura,2,3

Lebih terperinci

Penggunaan Media Manik-Manik Untuk Meningkatkan Kemampuan Belajar Matematika Anak Tunagrahita. Maman Abdurahman SR dan Hayatin Nufus

Penggunaan Media Manik-Manik Untuk Meningkatkan Kemampuan Belajar Matematika Anak Tunagrahita. Maman Abdurahman SR dan Hayatin Nufus Riset PenggunaanMedia Manik-Manik* Maan Abdurahan SR HayatinNufus Penggunaan Media Manik-Manik Untuk Meningkatkan Keapuan Belajar Mateatika Anak Tunagrahita Maan Abdurahan SR Hayatin Nufus Universitas

Lebih terperinci

BUPATI GUNUNGKIDUL BUPATI GUNUNGKIDUL,

BUPATI GUNUNGKIDUL BUPATI GUNUNGKIDUL, BUPATI GUNUNGKIDUL PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG POLA HUBUNGAN KERJA ANTAR PERANGKAT DAERAH DAN ANTARA KECAMATAN DENGAN PEMERINTAHAN DESA BUPATI GUNUNGKIDUL, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

MAKALAH SISTEM BASIS DATA

MAKALAH SISTEM BASIS DATA MAKALAH SISTEM BASIS DATA (Entity Relationship Diagra (ERD) Reservasi Hotel) Disusun Oleh : Yulius Dona Hipa (16101055) Agustina Dau (15101635) Arsenia Weni (16101648) PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMARIKA

Lebih terperinci

DIN PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG

DIN PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG DIN PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA SEKRETARIAT DAERAH, SEKRETARIAT DPRD DAN DINAS DAERAH PROVINSI KEPULAUAN

Lebih terperinci

Oleh: Drs. Hamdani, MM, M.Si, Ak, CA,CIPSAS Staf Ahli Mendagri Bidang Ekonomi dan Pembangunan

Oleh: Drs. Hamdani, MM, M.Si, Ak, CA,CIPSAS Staf Ahli Mendagri Bidang Ekonomi dan Pembangunan Oleh: Drs. Hamdani, MM, M.Si, Ak, CA,CIPSAS Staf Ahli Mendagri Bidang Ekonomi dan Pembangunan KEMENTERIAN DALAM NEGERI DIREKTORAT JENDERAL BINA PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2017 Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan

Lebih terperinci

BAB III. METODE PENELITIAN. Tabel 1. Indikator/ Indikasi Penelitian

BAB III. METODE PENELITIAN. Tabel 1. Indikator/ Indikasi Penelitian 39 BAB III. METODE PENELITIAN 3.1. Tipe Penelitian Penelitian ini terasuk tipe penelitian dengan pendekatan analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Analisis ini dipergunakan untuk enggabarkan tentang

Lebih terperinci

RANCANGAN ALAT SISTEM PEMIPAAN DENGAN CARA TEORITIS UNTUK UJI POMPA SKALA LABORATORIUM. Oleh : Aprizal (1)

RANCANGAN ALAT SISTEM PEMIPAAN DENGAN CARA TEORITIS UNTUK UJI POMPA SKALA LABORATORIUM. Oleh : Aprizal (1) RANCANGAN ALAT SISTEM PEMIPAAN DENGAN CARA TEORITIS UNTUK UJI POMPA SKALA LABORATORIUM Oleh : Aprizal (1) 1) Dosen Progra Studi Teknik Mesin. Fakultas Teknik Universitas Pasir Pengaraian Eail. ijalupp@gail.co

Lebih terperinci

ISSN WAHANA Volume 67, Nomer 2, 1 Desember 2016

ISSN WAHANA Volume 67, Nomer 2, 1 Desember 2016 ISSN 0853 4403 WAHANA Volue 67, Noer 2, Deseber 206 PERBANDINGAN LATIHAN BOLA DIGANTUNG DAN BOLA DILAMBUNGKAN TERHADAP HASIL BELAJAR SEPAK MULA DALAM PERMAINAN SEPAK TAKRAW PADA SISWA PUTRA KELAS X-IS

Lebih terperinci

BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 80 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 80 TAHUN 2008 TENTANG BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 80 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN JARINGAN UTILITAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang

Lebih terperinci

JSIKA Vol. 5, No. 5. Tahun 2016 ISSN X

JSIKA Vol. 5, No. 5. Tahun 2016 ISSN X SISTEM INFORMASI MANAJEMEN ASET TI PADA KEMENTERIAN AGAMA KOTA PROBOLINGGO Zulfikar Rahan 1) Arifin Puji Widodo 2) Anjik Sukaaji 3) S1 / Jurusan Siste Inforasi Institut Bisnis dan Inforatika STIKOM Surabaya

Lebih terperinci

PROGRAM/KEGIATAN PEMBANGUNAN YANG AKAN DI UPLOAD DALAM HALAMAN WEBSITE

PROGRAM/KEGIATAN PEMBANGUNAN YANG AKAN DI UPLOAD DALAM HALAMAN WEBSITE PROGRAM/KEGIATAN PEMBANGUNAN YANG AKAN DI UPLOAD DALAM HALAMAN WEBSITE www.anggaraikab.go.id No. Uraian Kegiatan Keterangan. Profil Kecaatan Struktur Organisasi Peraturan Daerah CAMAT RUTENG Kabupaten

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 42 2012 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 42 TAHUN 2012 TENTANG BADAN KOORDINASI PENATAAN RUANG DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BEKASI, Menimbang

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATAKERJA SEKRETARIAT DAERAH DAN SEKRETARIAT DEWAN PERWAKILAN

Lebih terperinci

BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN

BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN 10.1. PEDOMAN TRANSISI Walaupun masa jabatan Walikota Lubuklinggau periode 2013 2018 akan berakhir pada bulan Pebruari 2018, namun pelaksanaan RPJMD Kota Lubuklinggau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan umum dari penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah. Dengan terbitnya Undang-undang

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 38 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 38 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 38 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Konsep teori graf diperkenalkan pertama kali oleh seorang matematikawan Swiss,

I. PENDAHULUAN. Konsep teori graf diperkenalkan pertama kali oleh seorang matematikawan Swiss, I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Konsep teori graf diperkenalkan pertaa kali oleh seorang ateatikawan Swiss, Leonard Euler pada tahun 736, dala perasalahan jebatan Konigsberg. Teori graf erupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB III PEMODELAN SISTEM DINAMIK PLANT. terbuat dari acrylic tembus pandang. Saluran masukan udara panas ditandai dengan

BAB III PEMODELAN SISTEM DINAMIK PLANT. terbuat dari acrylic tembus pandang. Saluran masukan udara panas ditandai dengan BAB III PEMODELAN SISTEM DINAMIK PLANT 31 Kriteria rancangan plant Diensi plant yang dirancang berukuran 40cx60cx50c, dinding terbuat dari acrylic tebus pandang Saluran asukan udara panas ditandai dengan

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA SEKRETARIAT DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN

PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA SEKRETARIAT DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA SEKRETARIAT DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN, Menimbang

Lebih terperinci

KAJIAN METODE ZILLMER, FULL PRELIMINARY TERM, DAN PREMIUM SUFFICIENCY DALAM MENENTUKAN CADANGAN PREMI PADA ASURANSI JIWA DWIGUNA

KAJIAN METODE ZILLMER, FULL PRELIMINARY TERM, DAN PREMIUM SUFFICIENCY DALAM MENENTUKAN CADANGAN PREMI PADA ASURANSI JIWA DWIGUNA Jurnal Mateatika UNAND Vol. 3 No. 4 Hal. 160 167 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Mateatika FMIPA UNAND KAJIAN METODE ZILLMER, FULL PRELIMINARY TERM, DAN PREMIUM SUFFICIENCY DALAM MENENTUKAN CADANGAN PREMI PADA

Lebih terperinci

BAB 2 PERENCANAAN DAN PENETAPAN KINERJA

BAB 2 PERENCANAAN DAN PENETAPAN KINERJA BAB 2 PERENCANAAN DAN PENETAPAN KINERJA 2.1 RPJMD Tahun 2008-2013 Pemerintah Kabupaten Bogor telah menetapkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI, PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PERSYARATAN UMUM DAN PERSYARATAN TEKNIS GUDANG TERTUTUP DALAM SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN

BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN 5.1. Visi Proses Pembangunan Kabupaten Musi Rawas lima tahun ke depan tidak bisa dilepaskan dari capaian kinerja lima tahun terakhir, selain telah menghasilkan

Lebih terperinci

WALIKOTA TASIKMALAYA

WALIKOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA KEPUTUSAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR : 22 TAHUN 2003 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI DAN RINCIAN TUGAS UNIT BADAN PERENCANAAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA SEKRETARIAT DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA SEKRETARIAT DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA SEKRETARIAT DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA

Lebih terperinci

WALIKOTA TANGERANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG,

WALIKOTA TANGERANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG, WALIKOTA TANGERANG PROVINSI BANTEN ================================================================ PERATURAN WALIKOTA TANGERANG NOMOR 89 TAHUN 2014 TENTANG TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA KECAMATAN DENGAN

Lebih terperinci

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.HH-01.PP.05.01 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN FASILITASI PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1490, 2014 KEMENPERA. Perumahan. Kawasan Pemukiman. Daerah. Pembangunan. Pengembangan. Rencana. Pedoman. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N I - 1

BAB I PENDAHULUAN R P J M D K O T A S U R A B A Y A T A H U N I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Undang-Undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) dan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah mengamanatkan,

Lebih terperinci

MODUL PERTEMUAN KE 6 MATA KULIAH : FISIKA TERAPAN

MODUL PERTEMUAN KE 6 MATA KULIAH : FISIKA TERAPAN 43 MODUL PERTEMUAN KE 6 MATA KULIAH : MATERI KULIAH: Mekanika klasik, Huku Newton I, Gaya, Siste Satuan Mekanika, Berat dan assa, Cara statik engukur gaya.. POKOK BAHASAN: DINAMIKA PARTIKEL 6.1 MEKANIKA

Lebih terperinci

1 1. POLA RADIASI. P r Dengan : = ½ (1) E = (resultan dari magnitude medan listrik) : komponen medan listrik. : komponen medan listrik

1 1. POLA RADIASI. P r Dengan : = ½ (1) E = (resultan dari magnitude medan listrik) : komponen medan listrik. : komponen medan listrik 1 1. POLA RADIASI Pola radiasi (radiation pattern) suatu antena : pernyataan grafis yang enggabarkan sifat radiasi suatu antena pada edan jauh sebagai fungsi arah. pola edan (field pattern) apabila yang

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA BAPPEDA KABUPATEN BLORA NOMOR /2033 TAHUN 2011

KEPUTUSAN KEPALA BAPPEDA KABUPATEN BLORA NOMOR /2033 TAHUN 2011 KEPUTUSAN KEPALA BAPPEDA KABUPATEN BLORA NOMOR 050.07/2033 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA STRATEGIS SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BLORA TAHUN 2010-2015 Bappeda

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Data dan Variabel 2.1.1 Data Pengertian data enurut Webster New World Dictionary adalah things known or assued, yang berarti bahwa data itu sesuatu yang diketahui atau dianggap.

Lebih terperinci

BAB VIII INDIKASI RENCANA PROGRAM PRIORITAS YANG DISERTAI KEBUTUHAN PENDANAAN

BAB VIII INDIKASI RENCANA PROGRAM PRIORITAS YANG DISERTAI KEBUTUHAN PENDANAAN BAB VIII INDIKASI RENCANA PROGRAM PRIORITAS YANG DISERTAI KEBUTUHAN PENDANAAN 8.1 Program Prioritas Pada bab Indikasi rencana program prioritas dalam RPJMD Provinsi Kepulauan Riau ini akan disampaikan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG TATA HUBUNGAN KERJA ANTAR PENYELENGGARA PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG JARINGAN UTILITAS TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG JARINGAN UTILITAS TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG JARINGAN UTILITAS TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa dengan semakin

Lebih terperinci

TERMODINAMIKA TEKNIK II

TERMODINAMIKA TEKNIK II DIKTAT KULIAH TERMODINAMIKA TEKNIK II TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARMA PERSADA 2005 i DIKTAT KULIAH TERMODINAMIKA TEKNIK II Disusun : ASYARI DARAMI YUNUS Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK PREDIKSI PERKEMBANGAN FISIK KOTA (Studi Kasus Kota Singaraja-Bali)

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK PREDIKSI PERKEMBANGAN FISIK KOTA (Studi Kasus Kota Singaraja-Bali) Jurnal Nasional Pendidikan Teknik Inforatika (JANAPATI) Volue 2, Noor 3, Deseber 2013 SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK PREDIKSI PERKEMBANGAN FISIK KOTA (Studi Kasus Kota Singaraja-Bali) I Wayan Krisna

Lebih terperinci

BUPATI KAPUAS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

BUPATI KAPUAS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH 1 SALINAN BUPATI KAPUAS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KAPUAS NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG POLA HUBUNGAN KERJA STAF AHLI BUPATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAPUAS, Menimbang : a.

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR TAHUN 2016 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR TAHUN 2016 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR TAHUN 2016 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2017 WALIKOTA MAGELANG PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI SUMBAWA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN SUMBAWA DAN STAF AHLI BUPATI

PERATURAN BUPATI SUMBAWA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN SUMBAWA DAN STAF AHLI BUPATI PERATURAN BUPATI SUMBAWA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN SUMBAWA DAN STAF AHLI BUPATI BUPATI SUMBAWA Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH ISTIMEWA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH ISTIMEWA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH ISTIMEWA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG KELEMBAGAAN PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH PROVINSI JAWA BARAT

GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH PROVINSI JAWA BARAT SALINAN GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH PROVINSI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA

Lebih terperinci

KEPUTUSAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR : 64 TAHUN 2004 TENTANG URAIAN TUGAS JABATAN STRUKTURAL PADA DINAS PEKERJAAN UMUM KOTA TASIKMALAYA

KEPUTUSAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR : 64 TAHUN 2004 TENTANG URAIAN TUGAS JABATAN STRUKTURAL PADA DINAS PEKERJAAN UMUM KOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA KEPUTUSAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR : 64 TAHUN 2004 TENTANG URAIAN TUGAS JABATAN STRUKTURAL PADA DINAS PEKERJAAN UMUM KOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA Menimbang : a. bahwa dengan

Lebih terperinci

PERANCANGAN SISTEM KOMPUTERISASI PROSES PINJAMAN DAN ANGSURAN PINJAMAN ANGGOTA KOPERASI ( STUDI KASUS PADA KOPERASI AMANAH SEJAHTERA SEMARANG )

PERANCANGAN SISTEM KOMPUTERISASI PROSES PINJAMAN DAN ANGSURAN PINJAMAN ANGGOTA KOPERASI ( STUDI KASUS PADA KOPERASI AMANAH SEJAHTERA SEMARANG ) PERANCANGAN SISTEM KOMPUTERISASI PROSES PINJAMAN DAN ANGSURAN PINJAMAN ANGGOTA KOPERASI ( STUDI KASUS PADA KOPERASI AMANAH SEJAHTERA SEMARANG ) Siti Munawaroh, S.Ko Abstrak: Koperasi Aanah Sejahtera erupakan

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1 Visi Visi merupakan cara pandang ke depan tentang kemana Pemerintah Kabupaten Belitung akan dibawa, diarahkan dan apa yang diinginkan untuk dicapai dalam kurun

Lebih terperinci

BAB 2 PERENCANAAN KINERJA. 2.1 RPJMD Kabupaten Bogor Tahun

BAB 2 PERENCANAAN KINERJA. 2.1 RPJMD Kabupaten Bogor Tahun BAB 2 PERENCANAAN KINERJA 2.1 RPJMD Kabupaten Bogor Tahun 2013-2018 Pemerintah Kabupaten Bogor telah menetapkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) berdasarkan amanat dari Peraturan Daerah

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 2 TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 2 TAHUN BUPATI BONDOWOSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA SEKRETARIAT DAERAH, SEKRETARIAT DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DAN STAF AHLI KABUPATEN BONDOWOSO

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2018 WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk penyelenggaraan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Proses produksi di bidang pertanian secara umum merupakan kegiatan

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Proses produksi di bidang pertanian secara umum merupakan kegiatan 2 III. KERANGKA PEMIKIRAN Proses produksi di bidang pertanian secara uu erupakan kegiatan dala enciptakan dan enabah utilitas barang atau jasa dengan eanfaatkan lahan, tenaga kerja, sarana produksi (bibit,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 6 2016 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR 06 TAHUN 2016 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN DAERAH KOTA BEKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH ISTIMEWA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR TAHUN TENTANG KELEMBAGAAN PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA STAF AHLI BUPATI BUPATI TANGERANG,

PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA STAF AHLI BUPATI BUPATI TANGERANG, 1 PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA STAF AHLI BUPATI BUPATI TANGERANG, Menimbang : Mengingat : a. bahwa Rincian Tugas, Fungsi dan Tata Kerja Staf

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN PELAYANAN SKPD

BAB II GAMBARAN PELAYANAN SKPD BAB II GAMBARAN PELAYANAN SKPD 2.1. Tugas dan Fungsi, dan Struktur Organisasi SKPD Berdasarkan Peraturan Gubernur Sulawesi Tenggara Nomor 28 Tahun 2009 tentang Uraian Tugas Jabatan Struktural dan Non Struktural

Lebih terperinci

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA dan GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA dan GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA, Menimbang

Lebih terperinci

2.1 RPJMD Kabupaten Bogor Tahun

2.1 RPJMD Kabupaten Bogor Tahun BAB 2 PERENCANAAN KINERJA 2.1 RPJMD Kabupaten Bogor Tahun 2013-2018 Pemerintah Kabupaten Bogor telah menetapkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) berdasarkan amanat dari Peraturan Daerah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2007 TENTANG PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN ANTARA PEMERINTAH, PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI, DAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2007 TENTANG PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN ANTARA PEMERINTAH, PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI, DAN PERATURAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2007 TENTANG PEMBAGIAN URUSAN AN ANTARA,, DAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN Visi dan misi merupakan gambaran apa yang ingin dicapai Kota Surabaya pada akhir periode kepemimpinan walikota dan wakil walikota terpilih, yaitu: V.1

Lebih terperinci

PEMBENTUKAN SEL-SEL MESIN UNTUK MENDAPATKAN PENGURANGAN JARAK DAN BIAYA MATERIAL HANDLING DENGAN METODE HEURISTIK DI PT. BENGKEL COKRO BERSAUDARA

PEMBENTUKAN SEL-SEL MESIN UNTUK MENDAPATKAN PENGURANGAN JARAK DAN BIAYA MATERIAL HANDLING DENGAN METODE HEURISTIK DI PT. BENGKEL COKRO BERSAUDARA PEMBENTUKAN SEL-SEL MESIN UNTUK MENDAPATKAN PENGURANGAN JARAK DAN BIAYA MATERIAL HANDLING DENGAN METODE HEURISTIK DI PT. BENGKEL COKRO BERSAUDARA Babang Purwanggono, Andre Sugiyono Progra Studi Teknik

Lebih terperinci

NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH KOTA SURABAYA

NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH KOTA SURABAYA NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH KOTA SURABAYA Bagian Organisasi dan Tata Laksana Sekretariat Daerah Kota Surabaya 2016 DAFTAR ISI

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN : PERATURAN WALIKOTA TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, FUNGSI, DAN TATA KERJA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

MEMUTUSKAN : PERATURAN WALIKOTA TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, FUNGSI, DAN TATA KERJA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 88 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, FUNGSI, DAN TATA KERJA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG,

Lebih terperinci

KEWENANGAN KEPALA DAERAH DALAM MELAKUKAN INOVASI PENGEMBANGAN KAWASAN INDUSTRI DI DAERAH

KEWENANGAN KEPALA DAERAH DALAM MELAKUKAN INOVASI PENGEMBANGAN KAWASAN INDUSTRI DI DAERAH Jurnal Psikologi September 2015, Vol. III, No. 1, hal 28-38 KEWENANGAN KEPALA DAERAH DALAM MELAKUKAN INOVASI PENGEMBANGAN KAWASAN INDUSTRI DI DAERAH Khoirul Huda Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Lebih terperinci

ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM INFORMASI KEPENDUDUKAN DI DESA WANUREJO, BOROBUDUR, MAGELANG NASKAH PUBLIKASI

ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM INFORMASI KEPENDUDUKAN DI DESA WANUREJO, BOROBUDUR, MAGELANG NASKAH PUBLIKASI ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM INFORMASI KEPENDUDUKAN DI DESA WANUREJO, BOROBUDUR, MAGELANG NASKAH PUBLIKASI diajukan oleh Desy Verina Sari 0.2.480 kepada SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER

Lebih terperinci

WALIKOTA TANGERANG PROVINSI BANTEN ================================================================ PERATURAN WALIKOTA TANGERANG

WALIKOTA TANGERANG PROVINSI BANTEN ================================================================ PERATURAN WALIKOTA TANGERANG WALIKOTA TANGERANG PROVINSI BANTEN ================================================================ PERATURAN WALIKOTA TANGERANG NOMOR 70 TAHUN 2014 TENTANG TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS BINA MARGA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN 2012-2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 70 TAHUN 2013 TENTANG FUNGSI, RINCIAN TUGAS DAN TATA KERJA DINAS PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH KOTA YOGYAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

WALIKOTA BATAM PERATURAN WALIKOTA BATAM NOMOR : 62 TAHUN 2012

WALIKOTA BATAM PERATURAN WALIKOTA BATAM NOMOR : 62 TAHUN 2012 WALIKOTA BATAM PERATURAN WALIKOTA BATAM NOMOR : 62 TAHUN 2012 TENTANG URAIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI SEKRETARIAT DAERAH DAN SEKRETARIAT DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA BATAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Rancang Bangun Sistem Informasi Perpustakaan Berbasis Web Pada SMPN 71 Jakarta

Rancang Bangun Sistem Informasi Perpustakaan Berbasis Web Pada SMPN 71 Jakarta Siposiu Nasional Ilu Pengetahuan dan Teknologi (SIMNASIPTEK) 207 ISBN: 978-602-6268-4-9 Rancang Bangun Siste Inforasi Perpustakaan Berbasis Web Pada SMPN 7 Jakarta Kurniawati, Ghofar Taufik 2 STMIK Nusa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk penyelenggaraan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 66 SERI D

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 66 SERI D BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 66 SERI D PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 1220 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA PADA DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN

Lebih terperinci