Bab 3 Metode Penelitian

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Bab 3 Metode Penelitian"

Transkripsi

1 Bab 3 Metode Penelitian Kesulitan yang dihadapi agar paradigma usaha mikro, kecil, menengah (sedang) (UMKM) dan besar berubah, antara lain aspek sejarah usaha, sifat dan karakter pengusaha yang tidak mau menanggung resiko, tidak mau berpikir jauh ke depan dan cenderung berpikir untuk jangka pendek (Indaryani, 2004). Pengusaha bersikap lebih mempercayai apa yang diyakini benar menurut pengalaman masa lalu yang telah memberi keberhasilan. Di samping itu nilai dan norma masyarakat yang agamis (religius), memberikan warna terhadap kebiasaan dalam berusaha yang unik, yaitu kombinasi masyarakat bisnis yang religius dengan prinsip kerja adalah ibadah. Kombinasi sikap pebisnis yang agresif dan sikap pasrah pada takdir Tuhan. Sehingga tidak semua usaha/industri dengan mudah menyesuaikan (coping) dengan kondisi yang terus berubah. Rokok sebagai usaha berbasis pada masyarakat yang memberikan manfaat secara sosial, ekonomi dan budaya. Di satu sisi memiliki sifat sama seperti industri lain misalnya: bordir, jenang, mebel, kerajinan, dan sebagainya dilihat dari skalanya, tetapi industri rokok dituntut untuk selalu berinovasi dalam rangka mempertahankan pasar. Keberlanjutannya tidak hanya dipengaruhi oleh ketahanannya terhadap persaingan tetapi juga kepatuhan terhadap berbagai peraturan yang bertujuan mengendalikan produk, distribusi dan konsumennya, Peneliti semakin tertarik untuk mengkaji keberadaan rokok. Tetapi karena keterbatasan yang dimiliki, maka fokus kajian hanya pada semakin maraknya rokok illegal karena kompleksitas masalah yang dihadapi industri rokok. 45

2 Stigma Illegal Rokok, dan Kompleksitas Relasi Di Dalamnya Untuk menjawab persoalan penelitian, dibutuhkan metodologi yang tepat agar dapat mengungkap fenomena yang terjadi. Bogdan dan Taylor (1975: 21-22), mengemukakan penelitian yang dapat digunakan untuk menghasilkan suatu deskripsi tentang ucapan, perilaku, maupun tulisan yang dapat diamati oleh individu atau kelompok dalam suatu setting tertentu dari sudut pandang yang utuh, komprehensif, dan holistik sehingga menggunakan pendekatan kualitatif. Miles dan Huberman (1992:1-2), dalam pendekatan kualitatif yang menggunakan data kualitatif dapat mengikuti dan memahami alur peristiwa secara kronologis, menilai sebab-akibat dari lingkup orang setempat bahkan dapat membimbing untuk menemukan kerangka teori baru yang tidak terduga sebelumnya. Untuk mengambarkan realitas sosial yang terjadi maka digunakan studi kasus (Adelman et al. 1979). Adelman, (1977 dalam Hunga, 2005), mendefinisikan studi kasus, sebagai istilah umum untuk mengungkapkan serumpun metode penelitian yang sama-sama memumpun perhatiannya pada penelaahan seputar suatu kejadian. Studi kasus merupakan penelitian tentang status subyek yang berkaitan dengan fase spesifik dari keseluruhan personalitas yang pada akhirnya mampu memberikan gambaran secara detail tentang latar belakang, sifat-sifat serta karakter yang khas dari kasus, ataupun kasus individu. Dalam penelitian ini disajikan 3 kasus, yaitu kasus pada industri rokok golongan 1, golongan 2, dan golongan 3. Masing-masing kasus merupakan satu kesatuan yang menyangkut rantai produksi dan pemasaran. Paradigma yang digunakan adalah paradigma kritis. Karena peneliti juga memberikan pendapat yang berpihak. Untuk melihat kompleksitas pada industri rokok menggunakan teori New Institusional Economic (NIE) yang bersifat multidisipliner, bukan hanya aspek ekonomi tetapi aspek sosial, dan budaya serta politik kelembagaan. Dalam konsep NIE, aspek sosial, budaya dan politik dapat berpengaruh terhadap keputusan ekonomi. Sehingga NIE adalah konsep yang sesuai untuk melihat apa yang terjadi pada industri rokok. 46

3 Metode Penelitian Penelitian dilakukan di Kabupaten Kudus, sebagai salah satu daerah podusen rokok di Indonesia. Memahami suatu fenomena tidak hanya dilakukan melalui teknik wawancara terbuka dengan menyampaikan maksud tujuan sejak awal tetapi juga dilakukan dengan wawancara mendalam untuk mendapatkan informasi yang menjawab pertanyaan mengapa. Wawancara terbuka menggunakan pedoman yang disusun peneliti berdasarkan kebutuhan data untuk deskripsi yang dibuat. Mengumpulkan dokumentasi dari berbagai pihak, dinas terkait dengan perijinan usaha; dokumentasi tentang rokok yang disebut illegal, Pengamatan dan observasi dilakukan untuk memperoleh informasi yang terkait dengan proses. Kudus sebagai wilayah penelitian didasarkan atas pertimbangan teknis dan metodologis. Unit pengamatan adalah industri rokok sebagai sistem dalam aktivitas ekonomi. Keduanya tidak dapat dipisahkan tetapi akan saling mengkait dan terintegrasi secara individu pada skala pabrik dan secara makro pada skala industri. Tuntutan kondisi persaingan dan berbagai tekanan yang menyebabkan industri harus fleksibel. Fleksibilitas akan dapat menjamin keberlanjutan industri sebagai pilihan, kalau tidak ingin mati karena melanggar peraturan atau bangkrut karena tidak mampu bersaing. Industri rokok sudah berubah menjadi industri yang berbasis jaringan, yang bisa tidak memiliki syarat fisik pabrik dan kepemilikan bukan lagi individual tetapi menjadi industri yang beroperasi menggunakan power sharing atau menjadi moving industry. Dari sisi pemerintah industri rokok dipahami sebagai industri yang formal, memiliki berbagai legalitas (ijin usaha, pita cukai, kepastian produksi), bersifat rutin dan cenderung memiliki stabilitas kinerja yang terjaga. Sehingga pemerintah membuat golongan pabrik. Perbedaan ini menjadi kendala yang dihadapi dalam penelitian ini khususnya pada proses mengumpulkan data, karena pengertian pabrik dan industri berbeda, metode yang digunakan berbeda dan untuk tujuan yang berbeda juga. Sehingga peneliti memutuskan untuk menggunakan informasi lapangan sebagai basis data yang diolah. 47

4 Stigma Illegal Rokok, dan Kompleksitas Relasi Di Dalamnya Penelitian yang dilakukan berdasarkan fenomena yang ada di lapangan, dengan permasalahan yang ditimbulkan karena persaingan antar pabrik dalam industri, industri nasional dan global. Penolakan masyarakat terhadap keberadaan rokok, serta kebijakan pemerintah yang dirasakan semakin menekan oleh pelaku usaha. Unit analisis meliputi interaksi para aktor pada skala individu pabrik dan industri, khususnya pada produksi dan pemasaran yang terintegrasi secara horizontal dan vertikal dengan kebijakan industri hasil tembakau (IHT) rokok. Peran aktor sangat dipengaruhi oleh posisi dalam rantai, sehingga dalam kasus industri besar, menengah, dan kecil, bentuknya sangat berbeda karena sistem yang terbangun berbeda. Perbedaan ini dipengaruhi oleh jenis, macam, dan jumlah rokok yang diproduksi sesuai dengan kapasitas pabrik dan kuota yang ditetapkan oleh pemerintah karena rokok adalah barang kena cukai sehingga pembatasan tersebut harus dipatuhi. Subyek penelitian, adalah industri rokok yang terdiri dari pabrik-pabrik dalam berbagai skala. Rokok memiliki karakteristik yang berbeda dengan komoditas lain, karena itu kelembagaan industrinya juga berbeda. Kelembagaan dapat muncul secara alami atau dapat dibentuk oleh kebutuhan baik sengaja maupun tidak sengaja. Hal tersebut masuk dalam pertimbangan penentuan kasus, di samping skala industri juga turut berpengaruh terhadap kelembagaan dan interaksinya dengan institusi lain yang mendukung industri rokok atau bahkan yang menyebabkan adanya stigma rokok ilegal dan legal. Relasi aktor dalam industri formal terbangun dalam suatu sistem yang jelas dan formal, tetapi dalam perkembangan industri rokok yang berbentuk sebagai industri jaringan (network enterprise) relasinya sangat kompleks. Sehingga peneliti harus dapat mengidentifikasi relasi yang dimaksud dengan cermat, karena bisa sangat fleksibel, cair, dan polanya tidak jelas sehingga menimbulkan kekaburan. Sumber informasi dan data terdiri dari pengusaha rokok dalam skala kecil, menengah dan besar, stakeholder industri rokok (industri 48

5 Metode Penelitian percetakan, pedagang tembakau, dan pemerintah: Pemerintah Kab Kudus (perijinan, pengelola Dana Bagi Hasil Tembakau (DBHCHTrokok), Kantor Pelayanan dan Pengawasan Bea Cukai (KPPBC) Tipe Madya Cukai Kudus terkait kebijakan IHT rokok, kebijakan cukai dan peningkatannya, realitas rokok illegal dan jumlah penindakan. Focus Group Discussion (FGD) dengan kalangan pengusaha rokok berbagai golongan pada akhirnya membawa penulis untuk mengkaji lebih dalam tentang kebijakan IHT rokok yang mendorong munculnya rokok illegal, proses dan sistem kelembagaan produksi dan pemasaran. Pengolahan data dimulai dengan membuat transkrip wawancara, mentransfer dokumentasi suara dan gambar, memformulasikan konsep yang muncul di lapangan, dan menyusun dalam berbagai model tampilan informasi yang lebih mudah dipahami termasuk tabulasi. Data yang terkumpul sangat banyak dibandingkan dengan yang benar benar digunakan. Hal ini merupakan karakteristik informasi yang digunakan dalam penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif. Oleh karena itu analisis dilakukan selama dan secara bersamaan dengan pengumpulan data untuk menghindari data yang lebih banyak lagi dan waktu yang terbuang di lapangan. Validitas data dapat dicapai jika informan dalam kondisi sendiri dan di tempat terpisah, ketika menjawab atau memberikan informasi sama (Miles dan Huberman, 1999). Keyakinan peneliti tentang kebenaran informasi yang diberikan oleh para informan, juga merupakan bentuk validitas dan reliabilitas data dalam pendekatan kualitatif yang bersumber dari realitas sosial yang diamati. Trianggulasi data dilakukan sebagai proses mendapatkan validitas dan reliabilitas data. Teknik analisis yang digunakan adalah teknik analisis deskriptif. Analisis data dilakukan dengan reduksi data, sajian data, dan penarikan kesimpulan. Reduksi data (Milles dan Huberman, 1999 : 20), yaitu memilih hal-hal pokok yang sesuai dengan fokus penelitian. 49

6 Stigma Illegal Rokok, dan Kompleksitas Relasi Di Dalamnya Sajian data adalah proses analisis dalam bentuk matriks hasil penelitian sebagai bahan untuk menarik kesimpulan. Kesimpulan adalah tahapan yang dilakukan peneliti untuk mencari pola, model, hubungan dan/atau persamaan dari hal-hal yang sering muncul di lapangan. Misalnya istilah rokok polos; rokok putihan; rokok bodong; rokok peteng; aval; jengkok; tembakau setelan; tornette sebutan untuk rokok retur; giling atau linting, bathil. Industri rokok dikaji menggunakan pendekatan rantai dalam jaringan (value chain) baik produksi maupun pemasaran. Pendekatan ini digunakan untuk menemukan makna dan nilai tambah (added value) yang tercipta sebagai dampak dari interaksi para aktor pada industri rokok dengan skala yang berbeda sebagai kasus dalam penelitian ini (pabrik rokok golongan I, II dan III). Penggambaran makna dari realitas tersebut sangat penting untuk mendeskripsikan produk rokok yang memiliki kompleksitas bukan hanya sebagai produk atau barang material (ekonomi), tetapi juga sebagai barang sosial dan budaya, yang diciptakan oleh aktor dan habitusnya, sekaligus sebagai produk politik karena sudah menyangkut kepentingan negara secara nasional dan masyarakat global. Untuk menemukan informan para pengusaha rokok illegal peneliti menghadapi banyak kendala. Menggunakan metode snow balling, pada awalnya ditemukan pelaku usaha yang tertangkap tangan aparat ketika akan mendistribusikan rokok. Mengkonfirmasi ke Kantor Pelayanan dan Pengawasan Bea Cukai (KPPBC) Tipe Madya Kudus, yang membawa peneliti dapat menemukan aktor (pengusaha) dan pelaku lain yang terkait dengan industri rokok sebagai sistem dalam rantai produksi dan pemasaran. Jumlah informan tidak ditentukan, tetapi lebih menekankan pada jumlah informasi yang dibutuhkan. Proses melakukan seleksi informasi untuk menjadi data yang memenuhi persyaratan untuk diolah dilakukan dengan prinsip kehatihatian agar tidak terjebak kepada issue yang tidak menjadi fokus penelitian, mengingat rokok terus menjadi issue banyak kalangan 50

7 Metode Penelitian sesuai dengan kepentingannya, di kalangan masyarakat antirokok. pro dan Kebijakan yang ada harus diperhatikan perubahannya oleh pengusaha dan rantainya agar dapat menyesuaikan diri dan rokoknya terus dapat terjual. Seringnya kebijakan berubah, menyebabkan pengusaha tidak semua dapat memperhatikan dengan baik. Seringkali pengusaha tidak secara khusus menyusun strategi untuk menghindari risiko atau dampak kebijakan yang diterapkan. Kebijakan yang ditujukan untuk mengendalikan produksi dan distribusi serta konsumsi rokok dianggap menyulitkan pengusaha golongan 3 khususnya. Bagi pengusaha golongan 1 dan 2, kebijakan terintegrasi dalam perencanaan produksi, distribusi dan inovasi yang dilakukan, sehingga lebih antisipatif. Misalnya kenaikan tarif pita cukai yang terjadi setiap tahun, sudah diantisipasi dalam perencanaan tahun sebelumnya atau pada tahun berjalan. Oleh karena itu peneliti terus mengkonfirmasi apa yang terjadi, yang dimaksud dengan perubahan kebijakan dan dampaknya bagi pengusaha dan respon pengusaha, sampai pada formulasi kejadian dalam industri yang terkait dengan illegalisasi rokok. Permasalahan yang dihadapi masing-masing pengusaha dapat berbeda dengan masalah yang dihadapi secara kelompok, mengingat keberagaman dan karakteristiknya misalnya menurut definisi Dinas Perindustrian PR tertentu sebagai pengusaha mikro atau kecil tetapi dalam industri rokok mereka semua adalah pengusaha golongan 3. Dalam hal rokok illegal, pengusaha golongan 3 cenderung menjadi target dan sasaran utama kebijakan dibanding golongan 2 dan 1, hal ini disebabkan karena banyak rokok illegal yang ditemukan oleh aparat adalah rokok produksi golongan 3. Pada penindakan oleh aparat yang ditemukan bersama barang bukti, tidak selalu pemilik usaha, tetapi pegawainya (sopir, karyawan, pemilik mobil sewaan). Demikian juga jika pengawasan dilakukan di tempat produksi, pemilik usaha dapat meloloskan diri di tengah kerumunan masyarakat yang menyaksikan kejadian tersebut. 51

8 Stigma Illegal Rokok, dan Kompleksitas Relasi Di Dalamnya Tahap awal sebagai bagian studi pendahuluan yang dilakukan adalah mengikuti kegiatan sosialisasi yang dilaksanakan oleh Kantor Pelayanan dan Pengawasan Bea Cukai (KPPBC) Tipe Madya Cukai Kudus untuk mendapatkan informasi tentang apa itu rokok illegal, bagaimana modus dan bagaimana pengalaman kegiatan pengawasan, bagaimana pandangan pemerintah terhadap rokok illegal. KPPBC Tipe Madya Cukai Kudus memiliki wilayah eks Karesidenan Pati, yaitu Kabupaten Kudus, Kabupaten Pati, Kabupaten Jepara, Kabupaten Rembang, Kabupaten Blora, ditambah dengan Kabupaten Semarang dan Kabupaten Grobogan. Sehingga mempelajari fenomena rokok illegal tidak dapat dibatasi cakupannya berdasarkan wilayah administrasi. Rokok berkembang dan beroperasi dengan model klaster geografis (Porter, 2002). Aktivitas pengawasan dilakukan pada tempat produksi dan distribusi. Rokok illegal seringkali ditemukan di tempat pemberangkatan bus antar kota dan atau antar provinsi, travel agent, dan posisi (produk) dalam perjalanan di jalan raya. Bapak Haji S, 65 tahun (2008) adalah pengusaha yang fenomenal karena pengalamannya dalam memproduksi rokok. Latar belakangnya sebagai orang biasa, yang memiliki visi untuk anak-anak dan keluarganya yang pada awalnya berjuang sebagai penarik becak, tapi pada akhirnya menjadi pengusaha sukses di daerahnya, menjadi panutan dan tempat berguru di lingkungannya sehingga di lingkungan di mana Haji S tinggal menjadi suatu kawasan yang seluruh penduduknya memproduksi rokok yang berhasil. Pada awal tahun 2008, terjadi kebijakan intensifikasi pajak termasuk perubahan peraturan tarif cukai. Peraturan tersebut berlaku efektif pada awal tahun Dampak kebijakan tersebut dirasakan oleh para pengusaha rokok termasuk Pak Haji S, yang akhirnya membawanya berurusan dengan aparat. Pak Haji S terkena tindakan karena tertangkap tangan memproduksi rokok polosan di pabriknya, sehingga saat itu dikenakan sanksi berupa denda sejumlah uang sesuai dengan barang bukti. 52

9 Metode Penelitian Berperawakan kecil, tinggi 160 cm, ramah, dan dengan bersemangat mulai menceritakan sejarah hidupnya sampai menjadi pengusaha sukses, disegani para tetangga karena termasuk orang yang murah hati, tempat mereka mengadu dan mendapatkan solusi untuk permasalahan yang mereka hadapi. Zaman keemasan rokok dirasakan oleh masyarakat sampai akhir tahun Sejak awal tahun 2008, kondisinya menjadi berbeda. Saat itu pabrik rokok PB milik bapak Haji S sedang beristirahat berproduksi. Berhentinya operasional pabrik PB memang tidak dapat ditetapkan batas waktunya. Hal tersebut disebabkan rasa kecewa terhadap sikap dan tindakan aparat yang dengan semena-mena merampas semua rokok yang ada di pabriknya beserta seluruh alat produksi lainnya. Ketika itu Haji S tidak menduga bahwa aparat akan mengadakan sweeping. Pabrik juga sedang berproduksi, belum selesai dan belum akan didistribusikan. Sejak peristiwa tersebut, maka pak Haji S ingin beristirahat dulu, tidak memproduksi rokok dan selanjutnya diserahkan pengurusan pabrik PB kepada anaknya AZ, yang belum secara khusus mengelola pabrik sendiri seperti kakaknya. Pertemuan pertama peneliti diperkenalkan dengan seluruh keluarga, istri, dan 3 orang anaknya yang masih ada di rumah. Sementara seorang putranya yang diharapkan menjadi penerusnya, AZ tinggal di rumahnya sendiri yang berjarak kurang dari 100 m dari lokasi rumah Bapak Haji S. Posisi terletak di depan rumah Bapak Haji S. Tampak dari kejauhan rumah yang menjulang tinggi, dengan cat berwarna oranye dengan kondisi dan ukuran rumah yang ada di sekelilingnya. Sebuah rumah besar berlantai dua, dengan perkiraan luas bangunan tidak kurang dari 40 x 40 m. Menggunakan ornamen gebyok ukir yang sangat mahal untuk ukuran masyarakat biasa. Dihuni oleh sepasang suami istri yang masih belia dan sedang menunggu kelahiran putra kedua. Di garasi, tampak sebuah mobil Alphard dengan nomor polisi masih baru. AZ adalah putra kebanggaan Haji S. Berstatus mahasiswa Fakultas Hukum sebuah Perguruan Tinggi di Kudus. Dengan perasaan bangga Bapak Haji S menceritakan cita-citanya yang sudah dapat 53

10 Stigma Illegal Rokok, dan Kompleksitas Relasi Di Dalamnya dicapai antara lain, menyekolahkan putra-putrinya ke Perguruan Tinggi. Menurutnya, dengan sekolah tinggi akan mengubah nasib anak-anaknya sehingga tidak mengalami penderitaan seperti dirinya di masa lalu. AZ menyampaikan apa yang dirasakan terkait dengan kondisi usaha ayahnya. Sebetulnya jika ada pilihan lain, AZ lebih suka berusaha di bidang lain. Baginya kejayaan rokok sudah berlalu, saat ini banyak kebijakan yang sulit diikuti dan memberatkan pengusaha. Tetapi karena menghargai ayahnya yang telah merintis rokok sampai sedemikian rupa, AZ bertekat untuk melanjutkan usaha tersebut semampunya. AZ bermaksud merintis usaha lainnya, karena stigma rokok illegal cukup mengganggu, bukan dari sisi konsumen tetapi dari sisi pemerintah. Bapak Haji S menjadi inspirasi bagi pengusaha rokok di Kabupaten Jepara khususnya. Pada awalnya Bapak S sebagai penarik becak, kemudian menjadi pengusaha rokok yang berhasil. Bapak Haji S dikenal masyarakat sebagai orang yang dermawan dengan kontribusinya dalam pembangunan di lingkungan, seperti jalan, masjid, dan fasilitas umum lainnya. Hampir semua masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya menjadi produsen dan bisnis rokok, itu karena ajaran atau didikan Bapak Haji S. Semula komunitas ini merupakan komunitas produsen petasan yang sangat terkenal di Kabupaten Jepara, bahkan di Jawa Tengah. Hampir seluruh penduduk memilik usaha dan bisnis petasan, sampai petasan akhirnya dilarang karena menimbulkan banyak korban di kalangan masyarakat setempat dan akhirnya masyarakat kehilangan mata pencaharian. Saat itu Bapak Haji S sudah menjadi pengusaha rokok, karena itu Bapak Haji S mengajari siapa saja yang datang dan minta diajari membuat rokok dengan senang hati, sampai masingmasing berhasil menjadi pengusaha rokok dan mengalami kejayaan pada tahun Bapak Haji S beralasan mengapa hal tersebut dilakukan karena pernah merasakan bagaimana sulitnya perjalanan hidup dalam berusaha untuk meningkatkan derajat keluarganya. 54

11 Metode Penelitian Walaupun sudah berhasil dan sukses sebagai pengusaha rokok, dua (2) becak kenangan yang dulu pernah menjadi teman seperjuangan Bapak haji S masih terpelihara dan diparkir rapi di halaman rumahnya dengan cat yang baru berwarna kuning. Sampai saat ini, jika ada orang atau tetangga yang pinjam becaknya untuk narik, akan dipinjamkan dengan senang hati dan tanpa bayar sewa. Kerelaannya untuk berbagi mengukuhkan Bapak Haji S sebagai sesepuh di desanya, dan keseganan masyarakat terhadap keluarganya. Ketika ditanyakan apakah dengan mengajar berbisnis dan membuat rokok, ia tidak merasa tersaingi nantinya? Semua diserahkan kepada ALLAH, SWT; karena ALLAH sudah membagi rejeki kepada umatnya secara adil Perjuangan merintis usaha rokok menjadi pilihan terakhir setelah banyak pekerjaan dicoba Bapak Haji S termasuk menjadi tukang becak. Ketertarikannya untuk berusaha di bidang rokok karena tampak sangat sederhana prosesnya tetapi banyak yang beli. Semua bahan tersedia dan sudah dikenalnya tinggal mengetahui cara meramu tembakau dengan bumbunya dan komposisi cengkih dan saos. Komposisi yang tepat akan menghasilkan aroma dan rasa rokok seperti yang diinginkan. Mengolah tembakau memerlukan ketelitian untuk mengkombinasikan seluruh bahan, bukan hanya kemampuan mencium seluruh bahan tetapi dengan rasa ( bhs jawa : hati). Rokok yang dihasilkan bapak Haji S semula hanya dipasarkan di wilayah Kudus, mengingat masih dalam jumlah terbatas 1-2 kg tembakau. Ukuran tembakau yang digunakan menjadi pedoman kebutuhan bahan lainnya. Selanjutnya rokok mulai dibawa ke Pekalongan. Ternyata permintaan semakin banyak, rokoknya disukai masyarakat. Daerah pemasaran diperluas ke wilayah Wonosobo, kemudian terus berkembang sampai tahun 2008 pemasaran telah mencakup luar Pulau Jawa, seperti NTB dan Sumatera. Hampir semua rokok tanpa pita cukai dan dikerjakan di rumah. Usaha terus berkembang menjadi pabrik bernama PB yang menggunakan mesin, dan saat itu sedang tidak berproduksi. Selanjutnya operasional perusahaan diserahkan kepada putranya, AZ. Karena AZ belum 55

12 Stigma Illegal Rokok, dan Kompleksitas Relasi Di Dalamnya memiliki usaha seperti kakaknya yang sudah memiliki dua (2) buah pabrik dan beberapa merk rokok. Tentang rokok illegal, Bapak Haji S merasa tidak terlalu pusing. Sejak awal rokok yang diproduksi adalah rokok polos atau putihan. Bapak Haji S akan terus membuat rokok tersebut jika pabriknya aktif lagi. Baginya, apa yang dilakukan tidak mengganggu siapapun, masyarakat juga telah banyak dibantu dan perekonomiannya semakin baik dengan membuat rokok seperti dirinya. Kewajiban yang sangat diperhatikan adalah membayar zakat. Shodaqoh juga wajib seperti apa yang disampaikan oleh guru ngajinya. Setelah penindakan pada pabrik PB, pengalaman lainnya ketika terkena tindakan dalam perjalanan mengirim rokok. Beberapa kali terjadi dapat diselesaikan dengan membayar denda. Terakhir, tertangkap kembali dan barang bukti rokok serta kendaraan pick-up yang digunakan langsung ditahan di Polda Jateng. Sampai saat pertemuan tersebut kasusnya belum diselesaikan, mobil belum diambil dan mungkin tidak akan diambil. Keyakinan dan pandangannya tentang rokok putihan menyebabkan sikap bertahan dan merasa tidak melakukan pelanggaran. Bapak Haji S mewakili pengusaha rokok generasi tua yang telah merasakan keuntungan dan kenikmatan yang diberikan oleh rokok pada masa kejayaannya. Suami istri telah menunaikan ibadah Haji pada tahun Bagaimanapun rokok putihan adalah pahlawannya, dan rokok putihan tetap menjadi pilihannya untuk diproduksi, sekalipun secara fisik sudah sering sakit dan mulai mengurangi aktivitas di pabrik rokoknya, dan selanjutnya pabrik akan diteruskan anaknya. Dari Haji S, diperoleh informasi tentang apa itu rokok polos; rokok putihan; rokok bodong dan rokok peteng. Persepsi rokok illegal, dan alasan untuk terus memproduksinya. Bagaimana sebagai pengusaha menyikapi tekanan yang berasal dari masyarakat yang menolak keberadaan rokok; peraturan pemerintah dan persaingan. Informan utama selanjutnya adalah seorang pemuda, bernama AS berumur 20 tahun (2008). Berstatus sebagai mahasiswa sebuah 56

13 Metode Penelitian Perguruan Tinggi Negeri di Semarang. AS ditemukan atas informasi KPPBC Kudus seorang pengusaha yang masih belia, memiliki kecerdasan dan potensi besar karena pengalaman dan kepandaiannya. Saat itu (2008) ia sedang menjalani hukuman. Pertemuan dengan AS ini melalui bantuan dari banyak pihak, termasuk petugas Lembaga Pemasyarakatan (LP), sehingga dapat diatur pertemuan untuk berkenalan dan memperoleh informasi berkaitan dengan pemahaman terhadap tuduhan, motivasi, latar belakang keluarga, dan sejarah usaha, serta cita-cita selanjutnya setelah menjalani hukuman. AS memiliki kepandaian untuk meniru dan membuat berbagai saus dengan aroma sesuai permintaan. AS hanya memerlukan tiga kali menghirup saus rokok untuk bisa dibuat formulanya. Karena kepandaiannya itu, ia bahkan pernah dikontrak oleh perusahaan multinasional. Perusahaan pemesan bukan hanya puas dengan hasilnya, tetapi juga biaya yang ditawarkan sangat murah. Sebagai contoh perhitungan biaya pembuatan saus untuk satu kilo tembakau saat itu oleh perusahaan tersebut sebesar Rp ,- dan bisa lebih. Tetapi buatan AS, hanya sebesar Rp ,-. Bukan hanya memiliki keahlian membuat saus rokok saja, namun ia juga memiliki keahlian membuat pita cukai palsu yang sangat mirip dengan aslinya keluaran Departemen Keuangan, lengkap dengan hologram sebagai pengamannya. Permintaan semakin banyak bukan hanya di Pulau Jawa, tetapi juga dari berbagai tempat di luar Pulau Jawa. Itulah yang menyebabkan AS terus melakukan aktivitas yang disebut illegal oleh banyak orang, tetapi keuntungannya sangat besar. Ia merasa kegiatan yang dilakukannya itu tidak melanggar, Di rumah AS, masih ada pabrik rokok dan persewaan mobil yang selama ini dioperasikan oleh kakaknya. Selama AS menjalani hukuman penjara, usaha rokok berhenti sementara. Sebenarnya AS menggantikan kakaknya untuk di hukum karena kedapatan membuat rokok polos. AS menggantikan kakaknya untuk menjalani hukuman pidana karena kasihan dengan kakaknya yang masih memiliki anak kecil-kecil. Di Lembaga Pemasyarakatan (LP), AS menjalani pidana selama 1 tahun 1 bulan, tetapi dilaksanakan kurang dari waktu yang 57

14 Stigma Illegal Rokok, dan Kompleksitas Relasi Di Dalamnya seharusnya karena mendapatkan potongan masa hukuman. Potongan masa hukuman diperoleh karena AS berperilaku baik dan santun. Bahkan dengan keahliannya, ibu-ibu petugas disenangkan dengan aktifitasnya membuat berbagai formula untuk perawatan kecantikan. Selain itu, AS juga dipekerjakan di bagian administrasi karena memiliki keahlian komputer yang memadai. Bagi AS, rokok tidak ada yang illegal atau legal. Karena hanya merupakan sebutan yang dibuat pemerintah untuk rokok yang dianggap melanggar. Bagi AS, pengusaha tidak pernah melanggar karena pemerintah tidak pernah berkontribusi untuk mendirikan apalagi mengembangkan pabrik. Mengapa tiba-tiba memaksa pengusaha untuk membayar pita cukai sebagai kewajiban. Kewajiban yang dibebankan pemerintah dirasakan tidak adil bagi pabrik kecil. Pemerintah hanya menguntungkan pengusaha rokok besar. Dari paparan di atas, ada perbedaan antara pengusaha dan pemerintah terhadap persepsi rokok illegal. Rokok illegal adalah stigma yang diberikan pemerintah untuk menekan dan menakuti pengusaha. Pengusaha memiliki kepentingan sendiri untuk terus membuat rokok, apakah legal atau illegal, karena konsumen tidak mempermasalahkan hal tersebut. Oleh karenannya peneliti tertantang untuk mengungkap penyebab perbedaan, dari perspektif pelaku atau pemilik usaha, bukan hanya orang kepercayaan dan pegawai yang biasanya ditemukan petugas pada saat penindakan. Tidak ada informasi dari masyarakat yang membantu menemukan pengusaha yang dimaksud. Menurut masyarakat tidak ada pengusaha yang memproduksi rokok illegal. Oleh karenanya peneliti melakukan konfirmasi kepada dinas terkait dengan perijinan, institusi pelayanan dan pengawasan bea cukai (KPPBC) tipe madya Kudus yang memiliki potensi dan terkait sebagai penyebab pengusaha, lembaga usaha atau produk rokok dianggap melanggar dan disebut sebagai rokok illegal. Analisis data dilakukan di lapangan bersamaan dengan proses pengumpulan data. Hal ini yang membedakan dengan metode 58

15 Metode Penelitian penelitian kuantitatif-positivistik. Setiap informasi yang diperoleh, dapat diambil kesimpulan sementara sejak awal. Proses analisis menjadi suatu pekerjaan yang berkelanjutan dengan konsep yang ditemukan dan telah dikonfirmasi dengan realitas yang terjadi di lapangan. Analisis data lapangan pada akhirnya harus dapat menghasilkan temuan baru, yang berkontribusi terhadap penyelesaian masalah penelitian yang ditetapkan. Pendekatan kualitatif yang berbasis empiris sangat mungkin menemukan hal-hal baru yang tidak pernah terduga sebelumnya. Misalnya ditemukannya moving industry pada industri rokok; dan perubahan model spesialisasi produksi dan pemasaran. Produksi dilakukan secara tersendiri oleh pabrik dan pemasaran dilakukan oleh perusahaan lain. Sehingga rantai produksi rokok dan bisnis rokok telah berubah sedemikian rupa, bersifat fleksibel dan hubungannya bisa sangat informal. Studi pendahuluan sebelumnya telah dilakukan untuk memperoleh pengetahuan awal tentang apa, siapa, dimana dan bagaimana rokok illegal untuk membuka wawasan peneliti. Selanjutnya peneliti ke lapangan dengan tidak membawa konsep apapun. Konsep diformulasikan dari realitas yang ditemukan di lapangan. Pada akhirnya formulasi tentang realitas yang disederhanakan akan menjadi sumbangan pengetahuan dan bangunan teori baru. Bagian ini adalah bagian yang paling sulit. Hal ini memberikan pembelajaran berharga untuk berpikir kritis membedakan posisi secara epistemologis dan ontologis terkait dengan rokok illegal sebagai realitas dan sebagai bagian dari proses memformulasikan temuan baru. Membangun imajinasi teoritis dari realitas empiris adalah akhir dari tahapan pekerjaan penelitian dan pada akhirnya disusun laporan hasil penelitian dalam bentuk disertasi. 59

Sekalipun Dibenci, Tetapi Selalu Dirindukan

Sekalipun Dibenci, Tetapi Selalu Dirindukan Bab 9 Kesimpulan Di era ekonomi global persaingan industri semakin ketat. Peran teknologi informasi sangat besar yang menyebabkan cakupan wilayah produksi dan pemasaran barang dan jasa tidak dapat dibatasi

Lebih terperinci

Pendahuluan. Bab 1. Latar Belakang

Pendahuluan. Bab 1. Latar Belakang Bab 1 Pendahuluan Latar Belakang Industri rokok di Indonesia semakin tertekan dengan banyaknya masalah yang dihadapi. Permasalahan yang dihadapi oleh industri rokok bersumber dari persaingan di antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seperti kita ketahui bersama, Indonesia selain menyelenggarakan pemerintahan juga melaksanakan pembangunan.dan untuk menjalankan pembangunan suatu Negara membutuhkan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. A. Pembahasan Masalah 1. Prosedur Penindakan Peredaran Hasil Tembakau Ilegal di KPPBC Tipe Madya Pabean B

BAB IV PEMBAHASAN. A. Pembahasan Masalah 1. Prosedur Penindakan Peredaran Hasil Tembakau Ilegal di KPPBC Tipe Madya Pabean B BAB IV PEMBAHASAN A. Pembahasan Masalah 1. Prosedur Penindakan Peredaran Hasil Tembakau Ilegal di KPPBC Tipe Madya Pabean B Dalam pengumpulan data dan fakta di lapangan tim dari unit pengawasan di Kantor

Lebih terperinci

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun (Lembaran Negara Republik Indon

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun (Lembaran Negara Republik Indon BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1261, 2015 KEMENPERIN. Tembakau. Produksi Industri. ROADMAP. Pencabutan PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63/M-IND/PER/8/2015 TENTANG PETA JALAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian adalah merupakan sebuah konsep teoritik yang membahas mengenai beberapa metode yang digunakan dalam penelitian. Beberapa hal yang berhubungan dengan metodologi

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Salah satu indikator pertumbuhan sebuah kota adalah sektor ekonomi. Secara umum, dapat diperhatikan bahwa suatu kota yang berkembang dan maju, memiliki tingkat perekonomian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian kualitatif adalah suatu penelitian yang ditujukan untuk

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian kualitatif adalah suatu penelitian yang ditujukan untuk BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif deskriptif. Sesuai dengan tujuan dari penelitian ini, yaitu mengetahui perilaku konsumtif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkompetisi menghasilkan, mengeluarkan sebanyak-banyaknya berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN. berkompetisi menghasilkan, mengeluarkan sebanyak-banyaknya berbagai macam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi sekarang ini perkembangan perekonomian Indonesia mengalami peningkatan produktifitas yang tinggi di masyarakat untuk berkompetisi menghasilkan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lebih menciptakan rasa aman dalam masyarakat. bermotor dipengaruhi oleh faktor-faktor yang satu sama lain memberikan

BAB I PENDAHULUAN. lebih menciptakan rasa aman dalam masyarakat. bermotor dipengaruhi oleh faktor-faktor yang satu sama lain memberikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Dewasa ini pemerintah melakukan pembangunan di segala bidang, tidak terkecuali pembangunan dalam bidang hukum sebagai wujud reformasi di bidang hukum itu sendiri.

Lebih terperinci

Sintesa: Kelembagaan Industri Rokok yang Semakin Fleksibel dan Informal

Sintesa: Kelembagaan Industri Rokok yang Semakin Fleksibel dan Informal Bab 8 Sintesa: Kelembagaan Industri Rokok yang Semakin Fleksibel dan Informal Pengantar Persoalan penting yang dihadapi industri rokok dalam kajian ini adalah adanya tekanan yang mendorong munculnya stigma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menanggulangi terjadinya peredaran rokok ilegal dan pita cukai palsu.

BAB I PENDAHULUAN. menanggulangi terjadinya peredaran rokok ilegal dan pita cukai palsu. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengendalian dan penegakan hukum yang tepat dapat mencegah dan menanggulangi terjadinya peredaran rokok ilegal dan pita cukai palsu. Terjadinya peredaran rokok ilegal

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI

BAB II KERANGKA TEORI BAB II KERANGKA TEORI 2.1 Landasan Teori Landasan teori merupakan dasar-dasar teori dari berbagai penjelasan para ahli yang digunakan sebagai dasar untuk melakukan pengkajian terhadap fenomena ataupun

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Lokasi Penelitian

METODE PENELITIAN Lokasi Penelitian METODE PENELITIAN Penelitian ini akan memberikan gambaran secara menyeluruh dan mendalam terhadap fenomena strategi nafkah rumah tangga miskin dan pilihan strategi nafkah yang akan dijalankannya. Penelitian

Lebih terperinci

LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN FASILITASI SERTIFIKASI PRODUK DAN PROSES PRODUKSI TA. 2016

LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN FASILITASI SERTIFIKASI PRODUK DAN PROSES PRODUKSI TA. 2016 LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN FASILITASI SERTIFIKASI PRODUK DAN PROSES PRODUKSI TA. 2016 DINAS PERINDUSTRIAN PERDAGANGAN KOPERASI DAN UMKM KOTA PEKALONGAN 2016 DAFTAR ISI Prakata Daftar Isi BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 30 METODOLOGI PENELITIAN Metode Kajian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan pilihan strategi studi kasus. Menurut Moleong (2005), penelitian kualitatif merupakan penelitian yang bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karakteristik industri rokok merupakan consumer goods dan invisible (taste),

BAB I PENDAHULUAN. Karakteristik industri rokok merupakan consumer goods dan invisible (taste), BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karakteristik industri rokok merupakan consumer goods dan invisible (taste), produknya unik, konsumen loyal, bersifat konsumtif, segmen pasar usia produktif dan maskulin,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. yaitu Februari sampai dengan Maret Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan

BAB III METODE PENELITIAN. yaitu Februari sampai dengan Maret Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan 31 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Waktu pelaksanaan penelitian lapangan ini dilaksanakan selama dua bulan yaitu Februari sampai dengan Maret 2013. Penelitian ini dilaksanakan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU DI PROVINSI JAWA TENGAH GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Paradigma Penelitian Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata. Paradigma tertanam kuat dalam sosialisasi para penganut dan praktisinya.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. industri lagi, tetapi mereka harus lebih mengandalkan SDM yang kreatif.

BAB 1 PENDAHULUAN. industri lagi, tetapi mereka harus lebih mengandalkan SDM yang kreatif. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada saat ini dunia telah memasuki era industri pada gelombang keempat, yaitu industri ekonomi kreatif (creative economic industry). Industri ini telah mampu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan pembangunan kesejahteraan umum bagi rakyat Indonesia. Perlu. kepada eksekutif untuk kesejateraan rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan pembangunan kesejahteraan umum bagi rakyat Indonesia. Perlu. kepada eksekutif untuk kesejateraan rakyat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Demi terciptanya pembangunan nasional bagi seluruh rakyat Indonesia perlu adanya dana perimbangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) karena dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dimanfaatkan secara optimal dapat menjadi penggerak utama (prime mover)

I. PENDAHULUAN. dimanfaatkan secara optimal dapat menjadi penggerak utama (prime mover) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara kepulauan, Indonesia yang memiliki lebih dari 17.000 pulau dan 81.000 km panjang garis pantai, memiliki potensi beragam sumberdaya pesisir dan laut yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan pajak merupakan penerimaan dalam negeri yang terbesar (Susanto,

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan pajak merupakan penerimaan dalam negeri yang terbesar (Susanto, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan utama negara yang digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah dan pembangunan. Hal ini tertuang dalam Anggaran

Lebih terperinci

, Kementerian Perumahan Rakyat didirikan pada bulan Oktober. tahun Kementerian Perumahan Rakyat adalah unsur pelaksana

, Kementerian Perumahan Rakyat didirikan pada bulan Oktober. tahun Kementerian Perumahan Rakyat adalah unsur pelaksana BAB 3 OBJEK PENELITIAN 3.1 Sejarah Organisasi 3.1.1 Sejarah Kementerian Perumahan Rakyat Republik Indonesia Menurut buku Rencana Strategis Kementerian Perumahan Rakyat Tahun 2010-2014, Kementerian Perumahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkotaan maupun di pedesaan. Eksisnya pasar tradisional di tengah-tengah

BAB I PENDAHULUAN. perkotaan maupun di pedesaan. Eksisnya pasar tradisional di tengah-tengah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pasar tradisional merupakan salah satu institusi ekonomi yang penting dalam kehidupan masyarakat. Hal ini terlihat dari tetap eksisnya pasar tradisional baik di perkotaan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. semakin berkembangnya zaman, maka semakin tinggi pula tingkat inovasi

PENDAHULUAN. semakin berkembangnya zaman, maka semakin tinggi pula tingkat inovasi I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini semakin berkembangnya jumlah permintaan produk pangan, semakin berkembangnya zaman, maka semakin tinggi pula tingkat inovasi perusahaan untuk memproduksi pangan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Sebagai dasar untuk menjawab persoalan penelitian berdasarkan pada masalah yang akan dibahas, maka diperlukan suatu metode penelitian. Sehingga penulis dapat mengkaji dalam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 46 BAB III METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Secara metodologis, metode penelitian kualitatif digunakan tidak saja berkenaan dengan teknik

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku

III. METODE PENELITIAN. data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif didefinisikan sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hampir terjadi diberbagai daerah terutama di kota-kota besar. Kondisi semacam

BAB I PENDAHULUAN. hampir terjadi diberbagai daerah terutama di kota-kota besar. Kondisi semacam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini permasalahan jumlah penduduk merupakan permasalahan yang memiliki dampak terhadap seluruh aspek kehidupan, salah satunya adalah permasalahan lalu

Lebih terperinci

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU DI KABUPATEN KUDUS

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU DI KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU DI KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa agar pengelolaan dana bagi

Lebih terperinci

Dinamika Pelanggaran Hukum

Dinamika Pelanggaran Hukum Dinamika Pelanggaran Hukum 1. Berbagai Kasus Pelanggaran Hukum Pelanggaran hukum disebut juga perbuatan melawan hukum, yaitu tindakan seseorang yang tidak sesuai atau bertentangan dengan aturanaturan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak dan secara terus menerus berkembang untuk selalu meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. banyak dan secara terus menerus berkembang untuk selalu meningkatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia, perusahaan perusahaan multinasional saat ini semakin banyak dan secara terus menerus berkembang untuk selalu meningkatkan kinerjanya demi persaingan global.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pula pada kemampuan pengusaha untuk mengkombinasikan fungsi-fungsi. tersebut agar usaha perusahaan dapat berjalan lancar.

BAB I PENDAHULUAN. pula pada kemampuan pengusaha untuk mengkombinasikan fungsi-fungsi. tersebut agar usaha perusahaan dapat berjalan lancar. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemasaran merupakan salah satu dari kegiatan-kegiatan pokok yang dilakukan oleh para pengusaha dalam usahanya untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya, untuk berkembang

Lebih terperinci

RANTAI NILAI DALAM AKTIVITAS PRODUKSI KLASTER INDUSTRI GENTENG KABUPATEN GROBOGAN JAWA TENGAH

RANTAI NILAI DALAM AKTIVITAS PRODUKSI KLASTER INDUSTRI GENTENG KABUPATEN GROBOGAN JAWA TENGAH RANTAI NILAI DALAM AKTIVITAS PRODUKSI KLASTER INDUSTRI GENTENG KABUPATEN GROBOGAN JAWA TENGAH TUGAS AKHIR DISUSUN OLEH: HENDRA YUDHO PRAKOSO L2D 004 318 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

PROGRAM RINTISAN PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN DAN PEREKONOMIAN KAWASAN BERBASIS IPTEK (KIMBIS) DI LAMONGAN

PROGRAM RINTISAN PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN DAN PEREKONOMIAN KAWASAN BERBASIS IPTEK (KIMBIS) DI LAMONGAN PROGRAM RINTISAN PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN DAN PEREKONOMIAN KAWASAN BERBASIS IPTEK (KIMBIS) DI LAMONGAN Oleh : Budi wardono Istiana Achmad nurul hadi Arfah elly BALAI BESAR PENELITIAN SOSIAL EKONOMI KELAUTAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat besar dalam membantu perekonomian rakyat. UKM Menurut UU No. 20 tahun 2008 Usaha Kecil dan Menengah adalah usaha

BAB I PENDAHULUAN. sangat besar dalam membantu perekonomian rakyat. UKM Menurut UU No. 20 tahun 2008 Usaha Kecil dan Menengah adalah usaha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peran UKM telah teraktualisasi sejak masa krisis sampai saat sekarang ini. Selama masa krisis hingga saat ini, keberadaan UKM mampu menjadi motor penggerak utama ekonomi

Lebih terperinci

Bab 7 Penerapan Kebijakan Industri Hasil Tembakau (IHT) Rokok

Bab 7 Penerapan Kebijakan Industri Hasil Tembakau (IHT) Rokok Bab 7 Penerapan Kebijakan Industri Hasil Tembakau (IHT) Rokok Rokok termasuk salah satu Barang Kena Cukai (BKC) karena sifat dan karateristiknya. Penentuan barang kena cukai untuk setiap negara berbeda-beda.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan bidang ekonomi di Indonesia telah berlangsung selama 40

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan bidang ekonomi di Indonesia telah berlangsung selama 40 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan bidang ekonomi di Indonesia telah berlangsung selama 40 tahun. Bermula ketika masa orde baru, pembangunan ekonomi di pedesaan diprioritaskan pada

Lebih terperinci

RESUME 21 BUTIR PLATFORM KEBIJAKAN PARTAI KEADILAN SEJAHTERA (1) PEMANTAPAN EKONOMI MAKRO

RESUME 21 BUTIR PLATFORM KEBIJAKAN PARTAI KEADILAN SEJAHTERA (1) PEMANTAPAN EKONOMI MAKRO RESUME 21 BUTIR PLATFORM KEBIJAKAN PARTAI KEADILAN SEJAHTERA (1) PEMANTAPAN EKONOMI MAKRO Membangun kembali fundamental ekonomi yang sehat dan mantap demi meningkatkan pertumbuhan, memperluas pemerataan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Disertasi ini mengkaji tentang relasi gender dalam keterlibatan perempuan. minoritas seperti pemuda, petani, perempuan, dan

BAB I PENDAHULUAN. Disertasi ini mengkaji tentang relasi gender dalam keterlibatan perempuan. minoritas seperti pemuda, petani, perempuan, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Disertasi ini mengkaji tentang relasi gender dalam keterlibatan perempuan di radio komunitas. Karakteristik radio komunitas yang didirikan oleh komunitas, untuk komunitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek termasuk di dalamnya struktur sosial, sikap masyarakat, serta institusi nasional dan mengutamakan

Lebih terperinci

PEMAHAMAN DAN IMPLEMENTASI KETAATAN HUKUM PEDAGANG KAKI LIMA. (Studi Kasus pada PKL di Jalan R. Suprapto. Purwodadi Kabupaten Grobogan)

PEMAHAMAN DAN IMPLEMENTASI KETAATAN HUKUM PEDAGANG KAKI LIMA. (Studi Kasus pada PKL di Jalan R. Suprapto. Purwodadi Kabupaten Grobogan) PEMAHAMAN DAN IMPLEMENTASI KETAATAN HUKUM PEDAGANG KAKI LIMA (Studi Kasus pada PKL di Jalan R. Suprapto Purwodadi Kabupaten Grobogan) NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 20/PMK.07/2009 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 20/PMK.07/2009 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 20/PMK.07/2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 84/PMK.07/2008 TENTANG PENGGUNAAN DANA BAGI HASIL CUKAI

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian kualitatif mengarahkan peneliti menjelajahi kancah dan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian kualitatif mengarahkan peneliti menjelajahi kancah dan BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian kualitatif mengarahkan peneliti menjelajahi kancah dan menggunakan sebagian besar waktunya dalam mengumpulkan data secara langsung, dan data yang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Pengambilan lokasi di Panti asuhan ini

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Pengambilan lokasi di Panti asuhan ini BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Pelaksanaan penelitian mengenai tipe-tipe interaksi sosial di Panti asuhan ini, peneliti mengambil lokasi di Panti asuhan Santa Maria, Ganjuran, Bantul,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Rancangan Penelitian. permasalahan yang sangat kompleks dan dinamis sehingga penting untuk

BAB III METODE PENELITIAN. A. Rancangan Penelitian. permasalahan yang sangat kompleks dan dinamis sehingga penting untuk BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Permasalahan sosial yang terjadi di tengah masyarakat merupakan permasalahan yang sangat kompleks dan dinamis sehingga penting untuk mengkaji secara holistik

Lebih terperinci

KONSEP EKO EFISIENSI DALAM PEMANFAATAN KELUARAN BUKAN PRODUK DI KLASTER INDUSTRI MEBEL KAYU BULAKAN SUKOHARJO TUGAS AKHIR

KONSEP EKO EFISIENSI DALAM PEMANFAATAN KELUARAN BUKAN PRODUK DI KLASTER INDUSTRI MEBEL KAYU BULAKAN SUKOHARJO TUGAS AKHIR KONSEP EKO EFISIENSI DALAM PEMANFAATAN KELUARAN BUKAN PRODUK DI KLASTER INDUSTRI MEBEL KAYU BULAKAN SUKOHARJO TUGAS AKHIR Oleh: HEPILIA KORNILASARI L2D 004 319 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN TERHADAP PERBUATAN MELAWAN HUKUM ATAS PEREDARAN HASIL TEMBAKAU CUKAI ILEGAL DI KABUPATEN SUMEDANG

BAB III PELAKSANAAN TERHADAP PERBUATAN MELAWAN HUKUM ATAS PEREDARAN HASIL TEMBAKAU CUKAI ILEGAL DI KABUPATEN SUMEDANG BAB III PELAKSANAAN TERHADAP PERBUATAN MELAWAN HUKUM ATAS PEREDARAN HASIL TEMBAKAU CUKAI ILEGAL DI KABUPATEN SUMEDANG A. Para Pihak Yang Terkait Dengan Penerapan Cukai 1. Pengusaha Industri Tembakau Definisi

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI BIREUEN,

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI BIREUEN, QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI BIREUEN, Menimbang : a. bahwa pengelolaan sampah memerlukan suatu

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NO 5 TAHUN 2008 TENTANG KAWASAN TERBATAS MEROKOK

IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NO 5 TAHUN 2008 TENTANG KAWASAN TERBATAS MEROKOK IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NO 5 TAHUN 2008 TENTANG KAWASAN TERBATAS MEROKOK (STUDI KASUS KAWASAN TERBATAS MEROKOK DI PUSAT PERBELANJAAN ITC MEGA GROSIR SURABAYA) SKRIPSI OLEH : KARINA VASHTI AYUNINGTYAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan mengembangkan perusahaannya.

BAB I PENDAHULUAN. dan mengembangkan perusahaannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suatu perusahaan dapat menentukan sasaran pasar yang ditetapkan atas dasar pilihan segmen pasar yang relatif menarik. Penetapan pilihan tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tempat obyek wisata berada mendapat pemasukan dari pendapatan setiap obyek

BAB I PENDAHULUAN. tempat obyek wisata berada mendapat pemasukan dari pendapatan setiap obyek 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pariwisata merupakan salah satu hal yang penting bagi suatu negara, dengan adanya pariwisata suatu negara atau lebih khusus lagi pemerintah daerah tempat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode dan Desain Penelitian Dalam Penelitian ini, peneliti menggunakan metode studi kasus dengan pendekatan kualitatif. Menurut Moleong (2010 hlm.6) : Penelitian kualitatif

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian dan Pendekatan Ditinjau dari segi fokus penelitian, maka jenis penelitian yang tepat adalah penelitian kualitatif, yaitu rangkaian kegiatan atau proses menjaring

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERTEMBAKAUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERTEMBAKAUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERTEMBAKAUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa tembakau merupakan salah satu kekayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Menurut Undang-undang No. 10 tahun 1998 tentang perubahan atas

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Menurut Undang-undang No. 10 tahun 1998 tentang perubahan atas BAB I PENDAHULUAN.. Latar Belakang Masalah Menurut Undang-undang No. 0 tahun 998 tentang perubahan atas Undang-undang No. 7 tahun 99 tentang perbankan, Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor pajak, khususnya penerimaan di sektor cukai hasil tembakau. Yaitu

BAB I PENDAHULUAN. sektor pajak, khususnya penerimaan di sektor cukai hasil tembakau. Yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Dapat diketahui bahwa pendapatan asli bangsa Indonesia salah satunya dari sektor pajak, khususnya penerimaan di sektor cukai hasil tembakau. Yaitu penerimaan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. Humas merencanakan beragam jenis program Corporate Social

BAB IV ANALISIS DATA. Humas merencanakan beragam jenis program Corporate Social BAB IV ANALISIS DATA A. Temuan penelitian Humas merencanakan beragam jenis program Corporate Social Responsibility (CSR) yang dikategorikan untuk pelayanan pelanggan loyal yang sangat mengesankan para

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. industri semakin meningkat. Banyak perusahaan perusahaan baru yang

BAB 1 PENDAHULUAN. industri semakin meningkat. Banyak perusahaan perusahaan baru yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dengan memasuki era perdagangan bebas saat ini, tantangan dalam bidang industri semakin meningkat. Banyak perusahaan perusahaan baru yang bermunculan, sehingga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tujuan program Konversi minyak tanah ke LPG yang ditetapkan oleh

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tujuan program Konversi minyak tanah ke LPG yang ditetapkan oleh I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan program Konversi minyak tanah ke LPG yang ditetapkan oleh Pemerintah adalah mengurangi beban subsidi Pemerintah terhadap minyak tanah, mengalokasikan kembali minyak

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pandanan Kecamatan Wonosari Kabupaten Klaten. yaitu bulan Oktober sampai bulan Desember 2012.

BAB III METODE PENELITIAN. Pandanan Kecamatan Wonosari Kabupaten Klaten. yaitu bulan Oktober sampai bulan Desember 2012. BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian mengenai Pola Asuh Orang Tua terhadap Anak dalam Keluarga pada Bidang Pendidikan, berlokasi di Dusun Pandanan Desa Pandanan Kecamatan Wonosari

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR KEP-22/BC/2001 TANGGAL 20 APRIL 2001 TENTANG KEMASAN PENJUALAN ECERAN HASIL TEMBAKAU

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR KEP-22/BC/2001 TANGGAL 20 APRIL 2001 TENTANG KEMASAN PENJUALAN ECERAN HASIL TEMBAKAU KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR KEP-22/BC/2001 TANGGAL 20 APRIL 2001 TENTANG KEMASAN PENJUALAN ECERAN HASIL TEMBAKAU DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI, Menimbang : bahwa dalam rangka menciptakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Metode merupakan cara utama yang dipergunakan untuk mencapai suatu tujuan. Sedangkan penelitian adalah usaha untuk menemukan, mengembangkan, menguji kebenaraan suatu pengetahuan

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan PEMAHAMAN DAN KETAATAN HUKUM MASYARAKAT DESA (Studi Kasus Jual Beli Sepeda Motor Hasil Curian di Masyarakat Desa Ngrandu Kecamatan Geyer Kabupaten Grobogan Tahun 2013) NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG,

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG, PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG, Menimbang : a. bahwa dengan adanya pertambahan penduduk dan pola konsumsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berkembangnya arus modernisasi serta cepatnya perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berkembangnya arus modernisasi serta cepatnya perkembangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berkembangnya arus modernisasi serta cepatnya perkembangan teknologi, membawa perubahan yang signifikan dalam pergaulan dan moral manusia, sehingga banyak

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pemuda Hijau Indonesia) regional Yogyakarta ini menggunakan metode

BAB III METODE PENELITIAN. Pemuda Hijau Indonesia) regional Yogyakarta ini menggunakan metode BAB III METODE PENELITIAN A. Bentuk Penelitian Penelitian tentang volunterisme pemuda kota dalam KOPHI (Koalisi Pemuda Hijau Indonesia) regional Yogyakarta ini menggunakan metode penelitian kualitatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak separuh dekade yang lalu, terdapat suatu aktivitas baru pada

BAB I PENDAHULUAN. Sejak separuh dekade yang lalu, terdapat suatu aktivitas baru pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak separuh dekade yang lalu, terdapat suatu aktivitas baru pada beberapa warung internet (warnet) di Yogyakarta. Beberapa warnet seolah beralih fungsi dari tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kecil Menengah (UMKM). Adalah suatu kegiatan ekonomi yang berperan

BAB I PENDAHULUAN. Kecil Menengah (UMKM). Adalah suatu kegiatan ekonomi yang berperan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usaha kecil menengah (UKM) sering disebut juga sebagai Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Adalah suatu kegiatan ekonomi yang berperan penting untuk suatu Negara atau

Lebih terperinci

MANAGEMENT. (Chapter 2)

MANAGEMENT. (Chapter 2) MANAGEMENT (Chapter 2) SUMMARY MID TERM EXAM 2013/2014 Chapter 2 Pandangan Omnipotent (Mumpuni) dan Simbolis terhadap Manajemen Omnipotent View of Management Pandangan bahwa para manajer bertanggung jawab

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Skripsi ini menggunakan pendekatan yang menjadi landasan kerja

BAB III METODE PENELITIAN. Skripsi ini menggunakan pendekatan yang menjadi landasan kerja BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Skripsi ini menggunakan pendekatan yang menjadi landasan kerja adalah penelitian kualitatif yang berdasarkan fenomenologis. Dimana pendekatan

Lebih terperinci

TUGAS LAPORAN. Analisis Proses Bisnis Perusahaan Manufaktur. PT. HM SAMPOERNA Tbk. Laporan ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

TUGAS LAPORAN. Analisis Proses Bisnis Perusahaan Manufaktur. PT. HM SAMPOERNA Tbk. Laporan ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah TUGAS LAPORAN Analisis Proses Bisnis Perusahaan Manufaktur PT. HM SAMPOERNA Tbk. Laporan ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Analisis Proses Bisnis (APB) Disusun Oleh : Nama : Andrian Ramadhan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Boyband Korea (Studi pada Komunitas Safel Dance Club ) mengambil. penggemar boyband Korea di Kota Yogyakarta.

BAB III METODE PENELITIAN. Boyband Korea (Studi pada Komunitas Safel Dance Club ) mengambil. penggemar boyband Korea di Kota Yogyakarta. 26 BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian yang berjudul Analisis Perilaku Fanatisme Penggemar Boyband Korea (Studi pada Komunitas Safel Dance Club ) mengambil lokasi penelitian di kota

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Moleong (2001 ; 112 ) mengatakan bahwa sumber data utama dalam penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Moleong (2001 ; 112 ) mengatakan bahwa sumber data utama dalam penelitian [ BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Pendekatan Penelitian Dalam penelitian penulis menggunakan pendekatan deskriptif dengan penelitian kualitatif. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Hermawan Warsito

Lebih terperinci

BAB III METODA PENELITIAN. adalah para pengrajin bambu, petani dan konsumen bambu di Kecamatan. Minggir yang masing-masing sebanyak 6 orang.

BAB III METODA PENELITIAN. adalah para pengrajin bambu, petani dan konsumen bambu di Kecamatan. Minggir yang masing-masing sebanyak 6 orang. BAB III METODA PENELITIAN A. Obyek dan Subyek Penelitian Objek yang diteliti dalam penelitian ini adalah UKM kerajinan bambu di Desa Brajan Kecamatan Minggir Sleman. Sedangkan subyek yang diteliti adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tindakan kekerasan yang terjadi di lingkungan masyarakat semakin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tindakan kekerasan yang terjadi di lingkungan masyarakat semakin 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindakan kekerasan yang terjadi di lingkungan masyarakat semakin meresahkan. Dalam menyelesaikan suatu konflik atau permasalahan disertai dengan tindakan kekerasan.

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Strategi Strategi merupakan cara-cara yang digunakan oleh organisasi untuk mencapai tujuannya melalui pengintegrasian segala keunggulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman, teknologi dan. mengakibatkan berbagai perilaku manusia sebagai konsumen semakin mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman, teknologi dan. mengakibatkan berbagai perilaku manusia sebagai konsumen semakin mengalami 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan zaman, teknologi dan pola pikir manusia mengakibatkan berbagai perilaku manusia sebagai konsumen semakin mengalami banyaknya perubahan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pacitan. Pemilihan lokasi penelitian ini karena SMAN 1 Ngadirojo. berbagai prestasi yang diraih oleh siswa dan guru.

BAB III METODE PENELITIAN. Pacitan. Pemilihan lokasi penelitian ini karena SMAN 1 Ngadirojo. berbagai prestasi yang diraih oleh siswa dan guru. BAB III METODE PENELITIAN A. Latar Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SMAN 1 Ngadirojo Kabupaten Pacitan. Pemilihan lokasi penelitian ini karena SMAN 1 Ngadirojo Kabupaten Pacitan

Lebih terperinci

III. METODE KAJIAN 3.1. Strategi Kajian Batas-Batas Kajian

III. METODE KAJIAN 3.1. Strategi Kajian Batas-Batas Kajian III. METODE KAJIAN 3.1. Strategi Kajian 3.1.1. Batas-Batas Kajian Kajian pengembangan aktifitas usaha kecil ini adalah dengan memberdayakan kekuatan sumber daya lokal sebagai potensi dalam proses pengembangan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. data kualitatif. Hal ini sesuai dengan pendapat Bogdan dan

BAB III METODE PENELITIAN. data kualitatif. Hal ini sesuai dengan pendapat Bogdan dan 40 BAB III METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian Pendekatan penelitian yang digunakan adalah kualitatif, karena data yang digunakan adalah data kualitatif yang diperoleh melalui metode dan analisis data

Lebih terperinci

Kisi-kisi instrumen Perusahaan

Kisi-kisi instrumen Perusahaan Kisi-kisi instrumen Perusahaan Variabel Indikator Pernyataan Pengaruh pemerintah Apakah kondisi politik, pemerintahan dan keamanan mempengaruhi terhadap penjualan produk dari PT. Fajar Jaya Teknik? Hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan dan Pertumbuhan UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) merupakan salah satu motor pengerak yang sangat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan dan Pertumbuhan UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) merupakan salah satu motor pengerak yang sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan dan Pertumbuhan UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) merupakan salah satu motor pengerak yang sangat penting bagi pembangunan dan pertumbuhan ekonomi di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menunjang kegiatan sehari-hari adalah sektor jasa transportasi. Transportasi

BAB I PENDAHULUAN. menunjang kegiatan sehari-hari adalah sektor jasa transportasi. Transportasi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu sektor jasa yang memiliki peranan yang cukup vital dalam menunjang kegiatan sehari-hari adalah sektor jasa transportasi. Transportasi merupakan sarana mobilitas

Lebih terperinci

8 BANGUNAN TEORI INTEGRASI AGROINDUSTRI

8 BANGUNAN TEORI INTEGRASI AGROINDUSTRI 8 BANGUNAN TEORI INTEGRASI AGROINDUSTRI Pengembangan agroindustri terintegrasi, seperti dikemukakan oleh Djamhari (2004) yakni ada keterkaitan usaha antara sektor hulu dan hilir secara sinergis dan produktif

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wirausaha memiliki peran penting dalam perkembangan ekonomi suatu negara, salah satu contohnya adalah negara adidaya Amerika. Penyumbang terbesar perekonomian Amerika

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dengan perkembangan zaman dan teknologi bertambahnya limbah di masyarakat karena masyarakat pada masa kini hanya bisa menggunakan, mengonsumsi, dan menikmati barangbarang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Metode merupakan jalan yang di tempuh untuk mencapai pemahaman. Jalan untuk mencapai pemahaman tersebut ditetapkan secara bertanggung jawab secara ilmiah dan data yang di cari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menarik orang mendatangi kota. Dengan demikian orang-orang yang akan mengadu nasib di

BAB 1 PENDAHULUAN. menarik orang mendatangi kota. Dengan demikian orang-orang yang akan mengadu nasib di BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehidupan kota yang selalu dinamis berkembang dengan segala fasilitasnya yang serba gemerlapan, lengkap dan menarik serta menjanjikan tetap saja menjadi suatu faktor

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. untuk menggambarkan locus of control pada pasangan suami isteri yang hamil

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. untuk menggambarkan locus of control pada pasangan suami isteri yang hamil BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan desain penelitian kualitatif yang bertujuan untuk menggambarkan locus of control pada pasangan suami isteri yang hamil sebelum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Sejarah Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Jenderal Bea dan Cukai sebagaimana telah diubah dengan Peraturan

BAB I PENDAHULUAN. 1. Sejarah Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Jenderal Bea dan Cukai sebagaimana telah diubah dengan Peraturan BAB I PENDAHULUAN A. Gambaran Umum Perusahaan 1. Sejarah Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Tipe Madya Pabean B Yogyakarta Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 74/PMK.01/2009

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Di dalam kehidupannnya manusia pasti berinteraksi dengan orang lain. Sejak

BAB 1 PENDAHULUAN. Di dalam kehidupannnya manusia pasti berinteraksi dengan orang lain. Sejak BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam kehidupannnya manusia pasti berinteraksi dengan orang lain. Sejak manusia dilahirkan ke dunia ini, mereka telah bersosialisasi dan berinteraksi dengan keluarga

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian lapangan atau (field research),

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian lapangan atau (field research), BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian lapangan atau (field research), menggunakan pendekatan kualitatif yang merupakan metode untuk menemukan secara spesifik

Lebih terperinci

2017, No c. bahwa pada tanggal 4 Oktober 2017, Pemerintah bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia telah menyepakati tar

2017, No c. bahwa pada tanggal 4 Oktober 2017, Pemerintah bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia telah menyepakati tar BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1485, 2017 KEMENKEU. Cukai Hasil Tembakau. Tarif. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 146/PMK.010/2017 TENTANG TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 146/PMK.010/2017 TENTANG TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 146/PMK.010/2017 TENTANG TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 146/PMK.010/2017 TENTANG TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. usahanya (Peraturan Menteri Kesehatan No.304 Tahun 1989) rumah makan, yang salah satunya adalah rumah makan pondok zam-zam yang

BAB I PENDAHULUAN. usahanya (Peraturan Menteri Kesehatan No.304 Tahun 1989) rumah makan, yang salah satunya adalah rumah makan pondok zam-zam yang BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak keanekaragaman, terutama di bidang kuliner. Setiap daerah atau provinsi di Indonesia memiliki ciri khas dan masakan yang

Lebih terperinci