PERATURAN DAERAH KABUPATEN AGAM NOMOR 12 TAHUN 2007 T E N T A N G PEMERINTAHAN NAGARI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI AGAM,

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERATURAN DAERAH KABUPATEN AGAM NOMOR 12 TAHUN 2007 T E N T A N G PEMERINTAHAN NAGARI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI AGAM,"

Transkripsi

1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN AGAM NOMOR 12 TAHUN 2007 T E N T A N G PEMERINTAHAN NAGARI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI AGAM, Menimbang : a. b. c. Mengingat : bahwa dengan diberlakukannya Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa, maka terjadi perubahan sistem penyelenggaraan pemerintahan Nagari; bahwa dalam pelaksanaan sistem Pemerintahan Nagari yang diatur dengan Peraturan Daerah Nomor 31 Tahun 2001, belum sepenuhnya menampung aspirasi masyarakat serta belum dapat mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan nagari yang efektif dan efisien; bahwa untuk memenuhi maksud huruf a dan b di atas, perlu ditetapkan Peraturan Daerah tentang Pemerintahan Nagari. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kabupaten Dalam Lingkungan Propinsi Sumatera Tengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1956 Nomor 25); Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme; (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 75 Tambahan Lembaran Negara Nomor 3851); Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389); Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548); Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);

2 Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 158, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4587); Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4593); Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Propinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2006 tentang Lembaran Daerah Dan Berita Daerah; Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 27 Tahun 2006 tentang Penetapan dan Penegasan Batas Desa; Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2006 tentang Pembentukan, Penghapusan, Penggabungan Desa dan Perubahan Status Desa Menjadi Kelurahan; Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2006 tentang Pedoman Pembentukan Dan Mekanisme Penyusunan Peraturan Desa; Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 30 Tahun 2006 tentang Tatacara Penyerahan Urusan Pemerintahan Kabupaten/Kota Kepada Desa; Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2006 tentang Pedoman Administrasi Desa; Peraturan Daerah Propinsi Sumatera Barat Nomor 2 Tahun 2007 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Nagari (Lembaran Daerah Tahun 2007 Nomor 2 ). Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2001 tentang Visi dan Misi Kabupaten Agam (Lembaran Daerah Tahun 2001 Nomor 2); Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2005 tentang Pandai Baca Dan Tulis Huruf Al Quran (Lembaran Daerah Tahun 2005 Nomor 5); Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2005 tentang Berpakaian Muslim (Lembaran Daerah Tahun 2005 Nomor 6); Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang (Lembaran Daerah Tahun 2005 Nomor 11); 2

3 Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN AGAM dan BUPATI AGAM MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN AGAM TENTANG PEMERINTAHAN NAGARI BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan ; 1. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Pertamaan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Pemerintah Daerah Kabupaten adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah. 3. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 4. Bupati adalah Bupati Agam. 5. Kecamatan adalah wilayah kerja Camat sebagai perangkat daerah. 6. Nagari adalah Pertamaan masyarakat hukum adat yang memiliki batas-batas wilayah tertentu berdasarkan filosofi adat Minangkabau (adat basandi syara, syara basandi Kitabullah) dan atau berdasarkan asal usul dan adat salingka nagari. 7. Jorong adalah bagian dari wilayah nagari. 8. Pemerintahan Nagari adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Nagari dan Badan Permusyawaratan Nagari dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Pertamaan Republik Indonesia. 9. Pemerintah Nagari adalah Walinagari dan Perangkat Nagari sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Nagari. 10. Walinagari adalah Pimpinan Pemerintahan Nagari yang dipilih langsung oleh masyarakat. 3

4 11. Badan Permusyawaratan Nagari selanjutnya disebut BAMUS NAGARI adalah lembaga yang merupakan perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan Nagari sebagai unsur penyelenggara pemerintahan Nagari. 12. Lembaga kemasyarakatan Nagari adalah lembaga yang dibentuk oleh masyarakat sesuai dengan kebutuhan dan merupakan mitra pemerintah nagari dalam memberdayakan masyarakat. 13. Kerapatan Adat Nagari yang selanjutnya disingkat KAN adalah Lembaga Perwakilan Permusyawaratan dan Pemufakatan adat tertinggi yang telah ada dan diwarisi secara turun temurun sepanjang adat ditengah-tengah masyarakat nagari; 14. Dana perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi. 15. Alokasi Dana Nagari adalah dana yang dialokasikan oleh Pemerintah Daerah untuk nagari yang bersumber dari bagian dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima daerah. 16. Anggaran Pendapatan dan Belanja Nagari selanjutnya disingkat APB Nagari adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan nagari yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Nagari dan BAMUS NAGARI yang ditetapkan dengan Peraturan Nagari. 17. Peraturan Nagari adalah peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh BAMUS NAGARI bersama-sama Walinagari. 18. Penduduk nagari adalah warga negara Indonesia yang bertempat tinggal di nagari yang bersangkutan. 19. Anak nagari adalah Putra-putri yang dilahirkan menurut garis keturunan ibu (matrilineal) dalam adat Minangkabau, dan orang yang diakui dan diterima sepanjang adat dalam suatu nagari. 20. Keuangan Nagari adalah semua hak dan kewajiban nagari yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik nagari berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban. 21. Pendapatan nagari adalah semua hak nagari yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan. 22. Belanja Nagari adalah semua kewajiban nagari yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan. 23. Pembiayaan nagari adalah semua penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya. 4

5 24. Badan Usaha Milik Nagari selanjutnya disingkat BUM Nagari adalah badan usaha yang dibentuk oleh nagari dan berbadan hukum yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan nagari. BAB II PEMBENTUKAN PEMERINTAHAN NAGARI Bagian Pertama Pembentukan Pasal 2 Pembentukan pemerintahan nagari bertujuan untuk meningkatkan pelayanan publik guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Pasal 3 (1) Pembentukan pemerintahan nagari sebagaimana dimaksud Pasal 2, harus memenuhi syarat : a. jumlah penduduk jiwa atau 400 KK atau lebih; b. luas wilayah minimal 600 Ha; c. wilayah kerja dapat dijangkau dan memiliki jaringan perhubungan antar jorong; d. sosial budaya yang dapat menciptakan kerukunan antar umat beragama dan kehidupan bermasyarakat sesuai dengan adat istiadat setempat; e. memiliki potensi nagari berupa sumber daya alam dan sumber daya manusia; f. memiliki batas nagari yang jelas; g. tersedianya sarana dan prasarana pendukung penyelenggaraan pemerintahan nagari; h. adanya perbedaan struktur adat dalam satu nagari; i. kemampuan keuangan daerah; dan j. Rekomendasi atau pertimbangan dari KAN. (2) Pembentukan pemerintahan nagari sebagaimana dimaksud ayat (1), atas persetujuan BAMUS NAGARI: Pasal 4 Disamping memenuhi syarat-syarat sebagaimana dimaksud Pasal 3, untuk mencapai kehidupan bernagari berdasarkan falsafah adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah, pembentukan harus memenuhi faktor-faktor sebagai berikut : a. babalai-bamusajik; b. balabuah-batapian; 5

6 c. basawah-baladang; d. babanda-babatuan; e. batanam nan bapucuak; f. mamaliaro nan banyao; g. basuku-basako; h. ninik-mamak nan ampek suku; i. baadat-balimbago; j. bapandam pakuburan; k. bapamedanan; l. kantua nagari. Pasal 5 Pembentukan pemerintahan nagari sebagaimana dimaksud Pasal 2 dapat berupa penghapusan dan penggabungan pemerintahan nagari atau pemekaran dari satu nagari menjadi dua nagari atau lebih yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Bagian kedua Mekanisme Pembentukan Pemerintahan Nagari Pasal 6 (1) Pembentukan Pemerintahan Nagari dibentuk atas prakarsa masyarakat dengan memperhatikan asal usul nagari, adat istiadat dan kondisi sosial budaya masyarakat setempat. (2) Pembentukan pemerintahan nagari sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan setelah berjalannya penyelenggaraan pemerintahan nagari paling sedikit 5 (lima) tahun. Pasal 7 Tatacara dan mekanisme pembentukan pemerintahan nagari diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. Pasal 8 Pembentukan pemerintahan nagari ditetapkan oleh Bupati atas persetujuan DPRD BAB III KEWENANGAN PEMERINTAHAN NAGARI Pasal 9 Kewenangan Pemerintahan Nagari mencakup : a. urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal usul Nagari; b. urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah yang diserahkan pengaturannya kepada Nagari; c. tugas pembantuan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Daerah; 6

7 d. urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan perundang-undangan diserahkan kepada Nagari. Pasal 10 Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah yang diserahkan pengaturannya kepada Nagari sebagaimana dimaksud Pasal 9 huruf b adalah urusan pemerintahan yang secara langsung dapat meningkatkan pelayanan dan pemberdayaan masyarakat. Pasal 11 Bupati melakukan pengkajian dan evaluasi terhadap jenis urusan yang akan diserahkan kepada nagari dengan mempertimbangkan aspek letak geografis, kemampuan personil, kemampuan keuangan, efisiensi dan efektivitas. Pasal 12 Penyerahan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah kepada nagari sebagaimana dimaksud Pasal 9 huruf b disertai dengan pembiayaannya. Pasal 13 (1) Apabila dalam kurun waktu 2 (dua) tahun tidak berjalan secara efektif, Pemerintah Kabupaten dapat menarik sebagian atau seluruh urusan pemerintahan yang telah diserahkan. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyerahan urusan kewenangan daerah kepada nagari sebagaimana dimaksud ayat (1) diatur dengan Peraturan Bupati. Pasal 14 (1) Tugas pembantuan dari Pemerintah, Pemerintah Propinsi dan Daerah kepada Nagari sebagaimana dimaksud Pasal 9 huruf c wajib disertai dengan dukungan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia. (2) Nagari berhak menolak melaksanakan tugas pembantuan sebagaimana dimaksud ayat (1) yang tidak disertai dengan pembiayaan, prasarana dan sarana, serta sumber daya manusia. (3) Penyelenggaraan tugas pembantuan sebagaimana dimaksud ayat (1) berpedoman kepada peraturan perundang-undangan. 7

8 BAB IV PEMERINTAH NAGARI Bagian Pertama Susunan Organisasi Pasal 15 (1) Pemerintah Nagari terdiri dari Walinagari dan Perangkat Nagari. (2) Perangkat Nagari terdiri dari Sekretaris Nagari dan perangkat nagari lainnya. (3) Perangkat nagari lainnya sebagaimana dimaksud ayat (2) terdiri dari : a. Kepala Urusan Pemerintahan; b. Kepala Urusan Pembangunan; c. Kepala Urusan Sosial dan Kemasyarakatan; d. Kepala Urusan Keuangan dan Aset; e. Bendahara; dan f. Wali Jorong. (4) Uraian tugas perangkat nagari sebagaimana dimaksud ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Nagari. (5) Bagan Struktur Pemerintah Nagari adalah sebagaimana tercantum pada lampiran I Peraturan Daerah ini dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Pasal 16 Perangkat nagari berkedudukan sebagai pembantu Walinagari dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. Bagian Kedua Walinagari Paragraf 1 Kriteria Walinagari Pasal 17 Walinagari adalah anak nagari yang memenuhi kriteria sebagai berikut: a. bertaqwa kepada Allah SWT dengan melaksanakan syariat Islam secara kaffah, berakhlakul karimah dan pandai membaca Al Quran; b. setia kepada Pancasila sebagai Dasar Negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan kepada Negara Pertamaan Republik Indonesia, serta Pemerintahan; 8

9 c. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana dengan ancaman hukuman 5 (lima) tahun atau lebih; d. tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap; e. berkelakuan baik, jujur dan adil; f. sehat jasmani dan rohani ; g. mengenal nagarinya dan dikenal oleh masyarakat nagari setempat; h. memahami, menghayati dan mengamalkan adat yang berlaku dalam nagari; i. tidak pernah diberhentikan dengan tidak hormat sebagai Walinagari atau Pegawai Negeri, atau pejabat /pegawai pada lembaga/badan. Paragraf 2 Tugas dan Wewenang Walinagari Pasal 18 (1) Walinagari mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan. (2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Walinagari mempunyai wewenang: a. memimpin penyelenggaraan pemerintahan nagari berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama BAMUS NAGARI dan peraturan perundang-undangan yang berlaku; b. mengajukan rancangan Peraturan Nagari kepada BAMUS NAGARI; c. menetapkan Peraturan Nagari yang telah mendapat persetujuan bersama BAMUS NAGARI; d. menyusun dan mengajukan rancangan Peraturan Nagari mengenai APB Nagari untuk dibahas dan ditetapkan bersama BAMUS NAGARI; e. membina kehidupan masyarakat nagari; f. membina perekonomian nagari; g. mengkoordinasikan pembangunan nagari secara partisipatif; h. mewakili nagarinya di dalam dan di luar pengadilan dan dapat menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan; i. melaksanakan wewenang lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan j. mendukung kelangsungan adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah. 9

10 Paragraf 3 Kewajiban Walinagari Pasal 19 Dalam melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1), Walinagari mempunyai kewajiban : a. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Pertamaan Republik Indonesia; b. meningkatkan kesejahteraan masyarakat; c. memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat; d. melaksanakan kehidupan demokrasi; e. melaksanakan prinsip tata pemerintahan nagari yang bersih dan bebas dari Kolusi, Korupsi dan Nepotisme; f. menjalin hubungan kerja dengan seluruh mitra kerja pemerintah nagari; g. mentaati dan menegakkan seluruh peraturan perundang-undangan serta adat setempat; h. menyelenggarakan administrasi pemerintahan nagari dengan baik dan benar; i. melaksanakan dan mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan nagari; j. melaksanakan urusan yang menjadi kewenangan nagari; k. mendamaikan perselisihan masyarakat di nagari; l. mengembangkan pendapatan masyarakat dan nagari; m. membina, mengayomi, melestarikan, nilai-nilai agama, sosial budaya dan adat; n. memberdayakan masyarakat dan kelembagaan di nagari; o. mengembangkan potensi sumber daya alam dan melestarikan lingkungan hidup; p. menggerakkan potensi perantau sebagai sumber daya pembangunan nagari; q. melaksanakan tugas yang diberikan Pemerintahan Atasan; dan r. melakukan dan mensukseskan penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan serta Pendapatan Asli Daerah. Pasal 20 (1) Selain kewajiban sebagaimana dimaksud pada Pasal 19, Walinagari mempunyai kewajiban untuk memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan nagari kepada Bupati, dan memberikan laporan keterangan pertanggungjawaban kepada BAMUS NAGARI, serta menginformasikan laporan penyelenggaraan pemerintahan nagari kepada masyarakat. (2) Laporan penyelenggaraan pemerintahan nagari sebagaimana dimaksud ayat (1) disampaikan kepada Bupati melalui Camat 1 (satu) kali dalam satu tahun. 10

11 (3) Laporan keterangan pertanggungjawaban kepada BAMUS NAGARI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan 1 (satu) kali dalam satu tahun dalam musyawarah BAMUS NAGARI. (4) Menginformasikan laporan penyelenggaraan pemerintahan nagari kepada masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat berupa selebaran yang ditempelkan pada papan pengumuman atau diinformasikan secara lisan dalam berbagai pertemuan masyarakat nagari, radio komunitas atau media lainnya. (5) Laporan sebagaimana dimaksud ayat (2) digunakan oleh Bupati sebagai dasar melakukan evaluasi penyelenggaraan pemerintahan nagari dan sebagai bahan pembinaan lebih lanjut. (6) Laporan akhir masa jabatan Walinagari disampaikan kepada Bupati melalui Camat dan kepada BAMUS NAGARI. (7) Ketentuan lebih lanjut mengenai laporan penyelenggaraan pemerintahan nagari kepada Bupati, laporan keterangan pertanggungjawaban kepada BAMUS NAGARI dan laporan penyelenggaraan pemerintahan nagari kepada masyarakat diatur dengan Peraturan Bupati. Paragraf 4 Hak Walinagari Pasal 21 Dalam melaksanakan tugas, wewenang dan kewajibannya, Walinagari mempunyai hak : a. menerima penghasilan tetap setiap bulan; b. memperoleh jaminan kesehatan; c. memperoleh tunjangan purna bhakti; d. memperoleh santunan kecelakaan; e. memperoleh uang duka; dan f. hak-hak lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Paragraf 5 Larangan Walinagari Pasal 22 Walinagari dilarang: a. menjadi pengurus partai politik; b. merangkap jabatan sebagai Ketua dan atau Anggota BAMUS NAGARI, dan lembaga kemasyarakatan di nagari bersangkutan; c. merangkap jabatan sebagai Anggota DPRD; d. terlibat kampanye pemilihan umum, pemilihan Presiden, dan Pemilihan Kepala daerah; 11

12 e. merugikan kepentingan umum, meresahkan sekelompok masyarakat, dan mendiskriminasikan warga atau golongan masyarakat lain; f. melakukan kolusi, korupsi dan nepotisme, menerima uang, barang dan/atau jasa dari pihak lain yang dapat mempengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya; g. menyalahgunakan wewenang; h. melanggar sumpah/janji jabatan ; i. menjadi advokat atau kuasa hukum dalam perkara yang melibatkan antar warganya ; j. melakukan perbuatan yang melanggar norma agama dan adat. Bagian Ketiga Sekretaris Nagari Pasal 23 Sekretaris Nagari diangkat dan diberhentikan oleh Sekretaris Daerah atas nama Bupati. Pasal 24 (1) Sekretaris Nagari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 diisi oleh Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi persyaratan, yaitu : a. berpendidikan paling rendah lulusan SLTA atau sederajat; b. mempunyai pengetahuan tentang teknis pemerintahan; c. mempunyai kemampuan di bidang administrasi perkantoran; d. mempunyai pengalaman di bidang administrasi keuangan dan di bidang perencanaan; e. memahami sosial budaya masyarakat setempat; dan f. bersedia tinggal di nagari yang bersangkutan. (2)Apabila pengisian jabatan Sekretaris Nagari oleh PNS belum dapat dipenuhi, maka jabatan Sekretaris Nagari ditetapkan dengan Keputusan Camat atas usul Walinagari Pasal 25 (1) Sekretaris Nagari mempunyai tugas dan kewajiban membantu Walinagari dalam penyelenggaraan Pemerintahan Nagari. (2) Dalam pelaksanaan tugas dan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Sekretaris Nagari menyelenggarakan fungsi : a. Perumusan rencana program-program dan tugas-tugas umum pemerintahan nagari untuk kelancaran tugas; 12

13 b. Pengkoordinasian dan pengelolaan data dalam rangka penyusunan laporan pelaksanaan tugas-tugas nagari; c. Pemberian pelayanan administratif kepada seluruh perangkat nagari; d. Pelaksanaan urusan ketatausahaan dan kearsipan administrasi kepegawaian serta administrasi keuangan; dan e. Pelaksanaan tugas lainnya yang berhubungan dengan bidang tugas sesuai dengan ketentuan, petunjuk dan kebijaksanaan pimpinan. Bagian Keempat Kepala Urusan Pasal 26 (1) Kepala Urusan diangkat dan diberhentikan oleh Walinagari atas persetujuan Camat. (2) Pengangkatan dan pemberhentian sebagaimana dimaksud ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Walinagari. Pasal 27 Kepala Urusan sebagaimana dimaksud Pasal 26, harus memenuhi persyaratan: a. Bertaqwa kepada Allah SWT dengan melaksanakan syariat Islam secara kaffah, berakhlakul karimah dan pandai membaca Al Quran; b. Setia kepada Pancasila sebagai Dasar Negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan kepada Negara Pertamaan Republik Indonesia, serta Pemerintahan; c. Berpendidikan sekurang-kurangnya sekolah lanjutan tingkat atas atau pendidikan sederajat; d. berusia paling rendah 20 (dua puluh) tahun dan paling tinggi 60 (enam puluh) tahun; e. berkelakuan baik, jujur dan adil; f. sehat jasmani dan rohani ; g. menetap di nagari yang bersangkutan h. memiliki kemampuan dan keterampilan dalam bidang administrasi dan komputerisasi; i. sanggup bekerjasama dengan Walinagari; j. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan keputusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana dengan ancaman hukuman 5 (lima) tahun atau lebih; k. memahami adat yang berlaku dalam nagari ; l. khusus untuk Kepala Urusan Keuangan memiliki kemampuan dalam bidang administrasi keuangan. 13

14 Pasal 28 (1) Dalam rangka pengangkatan Kepala Urusan Walinagari membentuk Tim seleksi dengan Keputusan Walinagari. (2) Pembentukan Tim sebagaimana dimaksud ayat (1) paling lama 15 (lima belas) hari semenjak pelantikan Walinagari atau semenjak Kepala Urusan berhenti atau diberhentikan. (3) Anggota Tim berjumlah 3 (tiga) orang yang berasal dari Pemerintah Nagari 2 (dua) orang dan aparat Kecamatan 1 (satu) orang. Pasal 29 (1) Tim mengumumkan penerimaan pengisian jabatan Kepala Urusan. (2) Anggota masyarakat yang memenuhi persyaratan mengajukan permohonan secara tertulis kepada Walinagari. (3) Anggota masyarakat yang memenuhi persyaratan akan diseleksi melalui ujian tertulis dan wawancara. Pasal 30 (1) Hasil seleksi disampaikan oleh Tim Seleksi kepada Walinagari untuk diteruskan kepada Camat untuk mendapatkan persetujuan (2) Dalam meminta persetujuan Camat, Walinagari mengajukan 3 (tiga) orang calon untuk masing-masing jabatan. (3) Camat memberikan persetujuan/rekomendasi terhadap salah satu calon yang diajukan. Pasal 31 Walinagari menetapkan pengangkatan Kepala Urusan paling lama 30 (tiga puluh) hari semenjak pemberian persetujuan/rekomendasi oleh Camat sebagaimana dimaksud Pasal 29 ayat (3). Paragraf 1 Kepala Urusan Pemerintahan Pasal 32 (1) Kepala urusan pemerintahan mempunyai tugas menyusun program pembinaan wilayah, keamanan dan ketertiban, menyelesaikan sengketa perdata yang menjadi wewenangnya, melaksanakan administrasi kependudukan, dan melaksanakan kegiatan yang berhubungan dengan kesatuan bangsa dan politik. 14

15 (2) Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud ayat (1) Kepala Urusan Pemerintahan mempunyai fungsi : a. Pengumpulan dan pengolahan data yang berhubungan dengan bidang tugas sebagai bahan acuan dalam rangka pembinaan masyarakat dan pembinaan wilayah; b. Pelaksanaan tugas-tugas keagrarian sesuai dengan kewenangannya; c. Pelaksanaan administrasi kependudukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. d. Pengumpulan dan pengolahan data bidang ketentraman dan ketertiban dan mengiventarisir potensi rakyat dalam rangka memperkecil akibat bencana dan melaksanakan pembinaan keamanan dan ketertiban. e. Pelaksanaan kegiatan dalam rangka pembinaan Pertamaan bangsa dan perlindungan masyarakat; f. Pelaksanaan pembinaan kerukunan antar warga; g. Pengumpulan bahan dan menyusun laporan pelaksanaan tugas; h. Pelaksanaan pemungutan pajak-pajak daerah seperti PBB dan pajak daerah serta retribusi daerah lainnya sesuai dengan ketentuan; i. Penginventarisasian segala permasalahan yang berhubungan dengan tugas urusan pemerintahan dan menyusun kebijakan pemecahannya; j. Pelaksanaan tugas-tugas lain yang berhubungan dengan petunjuk dan kebijakan pimpinan. Paragraf 2 Kepala Urusan Pembangunan Pasal 33 (1) Kepala Urusan Pembangunan mempunyai tugas menyusun program kerja, mengolah data bidang pembangunan, meningkatkan partisipasi dan swadaya gotong royong masyarakat, mengadministrasikan bantuan pembangunan yang masuk di nagari, menyiapkan bahan dalam rangka musyawarah perencanaan pembangunan nagari. (2) Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Urusan Pembangunan mempunyai fungsi : a. Pendataan sarana dan prasarana serta potensi pembangunan nagari; b. Pelaksanaan pembinaan terhadap perencanaan, pelaksanaan pembangunan nagari. c. Pemberdayaan masyarakat dalam rangka meningkatkan partisipasi dan swadaya gotong royong; d. Pendataan terhadap jumlah dan jenis bantuan yang ada di nagari; e. Penyiapan bahan dalam rangka pelaksanaan musyawarah rencana pembangunan nagari; 15

16 f. Penyusunan rencana strategis pengembangan sarana dan prasarana pembangunan nagari; g. Mengawasi, menginventarisir dan mengevaluasi segala permasalahan yang berhubungan dengan pembangunan serta menyusun rencana pemecahannya; (3) Pelaksanaan tugas lain yang berhubungan dengan bidang tugas dan fungsi sesuai ketentuan, petunjuk dan kebijaksanaan pimpinan. Paragraf 3 Kepala Urusan Sosial Kemasyarakatan Pasal 34 (1) Kepala Urusan Sosial Kemasyarakatan mempunyai tugas membantu Walinagari dibidang kemasyarakatan, melaksanakan kegiatan pendataan sarana dan prasarana peribadatan, melaksanakan penyaluran bantuan korban bencana, melaksanakan pendataan terhadap jumlah dan jenis penyandang masalah sosial, melaksanakan kegiatan yang berhubungan dengan masalah pendidikan, pemberdayaan masyarakat dan masalah kesehatan, serta melestarikan nilai-nilai agama dan adat yang telah membudaya ditengah-tengah masyarakat. (2) Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud ayat (1) Kepala Urusan Sosial Kemasyarakatan mempunyai fungsi : a. Penyusunan rencana program dalam rangka pelaksanaan pembinaan keagamaan, kesehatan, pendidikan, kesejahteraan sosial, pemuda dan olah raga serta pemberdayaan perempuan; b. Pelaksanaan pelayanan masyarakat di bidang kesejahteraan sosial; c. Pengumpulan dan penyaluran bantuan-bantuan terhadap korban bencana dan penyandang masalah sosial; d. Pembinaan terhadap kegiatan kesejahteraan keluarga, pemuda dan olah raga dan organisasi kemasyarakatan lainnya; e. Pembina terhadap organisasi keagamaan, dan kegiatan-kegiatan keagamaan serta kegiatan-kegiatan sosial lainnya; f. Pelaksanaan segala usaha dalam rangka meningkatkan peranan perempuan dan pemberdayaan perempuan; g. Monitoring dan pembinaan pelayanan kesehatan masyarakat; h. Penginventarisasian segala permasalahan yang berhubungan dengan kesejahteraan sosial dan menyusun rencana kebijakan pemecahannya; dan (3) Pelaksanaan tugas lain yang sesuai dengan bidang tugas berdasarkan ketentuan dan petunjuk serta kebijakan pimpinan. 16

17 Paragraf 4 Kepala Urusan Keuangan dan Aset Pasal 35 (1) Kepala Urusan Keuangan dan Aset mempunyai tugas melaksanakan pengolahan keuangan nagari, administrasi keuangan nagari, menerima, menghimpun dan membuat laporan pertanggungjawaban keuangan, dan mengumpulkan bahan untuk penyusunan Rancangan APB Nagari serta melaksanakan tugas lain sesuai bidang tugasnya. (2) Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Kepala Urusan Keuangan dan Aset mempunyai fungsi : a. Pelaksanaan administrasi keuangan nagari; b. Pengumpulan bahan-bahan penyusunan rencana APB Nagari; c. Pembuatan laporan pertanggungjawaban keuangan; d. Pengelolaan keuangan nagari; e. Penerimaan dan penyaluran bantuan keuangan dari pemerintah daerah; f. Penyusunan rencana penggunaan uang; g. Pelaksanaan penataan administrasi keuangan nagari; h. Pelaksanaan pengelolaan inventaris dan kekayaan nagari; dan i. Pelaksanaan pemeliharaan inventaris nagari. Bagian Kelima Bendahara Pasal 36 (1) Bendahara mempunyai tugas melaksanakan administrasi keuangan nagari, menerima, mengeluarkan, menghimpun dan membuat laporan pertanggungjawaban keuangan, serta melaksanakan tugas lain sesuai bidang tugasnya. (2) Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Bendahara mempunyai fungsi : a. Pelaksanaan administrasi keuangan nagari; b. Pembuatan laporan pertanggungjawaban keuangan; c. Penatausahaan penerimaan dan pengeluaran keuangan nagari; d. Mengajukan dokumen Surat Permintaan Pembayaran Uang Persediaan (SPP-UP), Surat Permintaan Pembayaran Ganti Uang (SPP-GU), Surat Permintaan Pembayaran Tambahan Uang (SPP-TU), Surat Permintaan Pembayaran Langsung (SPP-LS) untuk di setujui Walinagari; e. Menerima, memeriksa dan mencatat Surat Pertanggungjawaban keuangan; f. Menandatangani kwitansi pembayaran uang; 17

18 g. Penyusunan rencana penggunaan uang; h. Pelaksanaan penataan administrasi keuangan nagari; (3) Memungut dan menyetorkan seluruh penerimaan potongan dan pajak yang dipungutnya ke rekening kas negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. Bagian Keenam Wali Jorong Pasal 37 (1) Wali Jorong diangkat dan diberhentikan oleh Walinagari dengan Keputusan Walinagari. (2) Wali Jorong diangkat oleh Walinagari setelah terlebih dahulu dimusyawarahkan dengan tokoh masyarakat Jorong setempat. (3) Apabila musyawarah tidak menghasilkan mufakat, maka Walinagari menetapkan Wali Jorong atas persetujuan/rekomendasi Camat. Pasal 38 Walinagari menetapkan pengangkatan Wali Jorong paling lama 30 (tiga puluh) hari semenjak pelantikan Walinagari atau semenjak Wali Jorong berhenti atau diberhentikan. Pasal 39 Wali Jorong sebagaimana dimaksud Pasal 37, harus memenuhi persyaratan: a. Bertaqwa kepada Allah SWT dengan melaksanakan syariat Islam secara kaffah, berakhlakul karimah dan pandai membaca Al Quran; b. setia kepada Pancasila sebagai Dasar Negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan kepada Negara Pertamaan Republik Indonesia, serta Pemerintahan; c. berpendidikan sekurang-kurangnya sekolah lanjutan tingkat pertama atau pendidikan sederajat; d. berusia paling rendah 20 (dua puluh) tahun dan paling tinggi 60 (enam puluh) tahun; e. berkelakuan baik, jujur dan adil; f. sehat jasmani dan rohani ; g. mengenal nagarinya dan menetap di nagari yang bersangkutan; h. memahami adat yang berlaku dalam nagari ; i. sanggup bekerjasama dengan Walinagari; j. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan keputusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana dengan ancaman hukuman 5 (lima) tahun atau lebih; 18

19 Pasal 40 (1) Wali Jorong mempunyai tugas membantu Walinagari dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan, kemasyarakatan dan pembangunan di wilayah kerjanya. (2) Untuk menjalankan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Wali Jorong mempunyai fungsi : a. pelaksanaan tugas bidang pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan; b. pelaksanaan kegiatan peningkatan partisipasi dan swadaya gotong royong masyarakat; c. pelaksanaan kegiatan ketentraman dan ketertiban; d. pengayoman dan pembinaan adat istiadat setempat dan pemberdayaan masyarakat; e. pelaksanaan kegiatan-kegiatan sosial dan keagamaan dalam masyarakat; f. pelaksanaan fungsi-fungsi lain yang diberikan oleh Walinagari. Bagian Ketujuh Pemberhentian Kepala Urusan dan Wali Jorong Pasal 41 (1) Kepala Urusan dan Wali Jorong berhenti karena : a. meninggal dunia; b. atas permintaan sendiri; c. diberhentikan. (2) Kepala Urusan dan Wali Jorong sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf c diberhentikan karena : a. berakhir masa jabatannya dan telah dilantik pejabat yang baru; b. tidak lagi memenuhi syarat sebagaimana dimaksud Pasal 27; c. tidak lagi memenuhi syarat sebagaimana dimaksud Pasal 39 huruf a, huruf b, huruf c, huruf e, huruf f, dan huruf j; d. tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap secara berturut-turut selama 6 (enam) bulan; e. tidak melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai perangkat nagari; f. melanggar sumpah; g. melanggar larangan bagi perangkat nagari. (3) Terhadap Kepala Urusan dan Wali Jorong yang berhenti atau diberhentikan berdasarkan alasan yang tersebut pada ayat (1) huruf a dan huruf b, ayat (2) huruf b. huruf c, huruf d, huruf e, huruf f dan huruf g, Walinagari mengangkat penjabat dari 19

20 perangkat nagari paling lambat 7 (tujuh) hari setelah Kepala Urusan atau Wali Jorong berhenti atau diberhentikan. (4) Masa jabatan penjabat Wali Jorong selambat-lambatnya 6 (enam) bulan. Bagian Kedelapan Pemberhentian Sementara Kepala Urusan dan Wali Jorong Pasal 42 (1) Kepala Urusan dan Wali Jorong diberhentikan sementara karena dinyatakan melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun berdasarkan putusan pengadilan yang belum memperoleh kekuatan hukum tetap. (2) Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud ayat (1) ditetapkan dengan keputusan Walinagari atas persetujuan Camat. (3) Selama Kepala Urusan dan Wali Jorong dikenakan pemberhentian sementara, maka Walinagari menunjuk penjabat sementara dari salah seorang perangkat nagari. (4) Dalam hal yang bersangkutan dinyatakan tidak bersalah Walinagari atas persetujuan/rekomendasi Camat mencabut keputusan pemberhentian sementara dan mengukuhkan kembali yang bersangkutan pada jabatan semula. (5) Apabila berdasarkan putusan pengadilan tingkat pertama terbukti melakukan perbuatan yang dituduhkan, yang bersangkutan melakukan upaya banding, selambatlambatnya 1 (satu) tahun sejak putusan pengadilan tingkat pertama dan upaya banding belum selesai, Walinagari atas persetujuan/rekomendasi Camat dapat memberhentikan yang bersangkutan. (6) Dalam hal yang bersangkutan dinyatakan bersalah berdasarkan keputusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, Walinagari atas persetujuan/rekomendasi Camat memberhentikan yang bersangkutan dengan tidak hormat. Bagian Kesembilan Masa jabatan Kepala Urusan dan Wali Jorong Pasal 43 Masa jabatan Kepala Urusan dan Wali Jorong selama 6 (enam) tahun. 20

21 Bagian Kesepuluh Larangan Perangkat Nagari Pasal 44 Perangkat nagari dilarang : a. menjadi pengurus partai politik b. merangkap jabatan dengan Walinagari, Anggota BAMUS NAGARI dan Ketua Lembaga Kemasyarakatan nagari; c. melakukan hal-hal yang dapat menurunkan kehormatan atau martabat negara, pemerintah, pemerintah daerah, pemerintah nagari dan masyarakat d. melalaikan tindakan yang menjadi kewajibannya yang merugikan kepentingan negara, pemerintah, pemerintah daerah, pemerintah nagari dan masyarakat; e. menyalahgunakan wewenang, bertindak sewenang-wenang, melakukan penyelewengan dan bertindak diluar ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; f. melakukan perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku dan/atau norma-norma agama dan adat yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Bagian Kesebelas Pelantikan Perangkat Nagari Pasal 45 (1) Sekretaris Nagari dilantik oleh Camat atas nama Bupati. (2) Kepala Urusan dan Wali Jorong dilantik oleh Walinagari. Pasal 46 (1) Sebelum memangku jabatannya, Perangkat Nagari mengucap sumpah. (2) Susunan kata-kata sumpah Perangkat Nagari sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagai berikut : Demi Allah, saya bersumpah bahwa saya akan memenuhi kewajiban saya selaku Perangkat Nagari dengan sebaik-baiknya, sejujur-jujurnya, dan seadil-adilnya; Bahwa saya akan selalu taat dalam menjalankan Syariat Islam dan norma adat serta mempertahankan Pancasila sebagai dasar negara; Dan bahwa saya akan menegakkan kehidupan demokrasi dan Undang-Undang Dasar 1945 serta melaksanakan segala peraturan perundang-undangan dengan seluruslurusnya yang berlaku bagi nagari, daerah dan Negara Pertamaan Republik Indonesia. 21

22 Bagian Keduabelas Tata Kerja Pasal 47 (1) Dalam pelaksanaan tugasnya, perangkat Nagari menerapkan prinsip-prinsip keterpaduan serta berdayaguna dan berhasil guna. (2) Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) maka : a. Sekretaris Nagari bertanggung jawab kepada Walinagari; b. Kepala Urusan bertanggung jawab kepada Walinagari melalui Sekretaris Nagari; c. Bendahara bertanggungjawab kepada Walinagari melalui Sekretaris Nagari; d. Wali Jorongbertanggung jawab kepada Walinagari. BAB V KEDUDUKAN KEUANGAN Bagian Pertama Penghasilan Pasal 48 (1) Walinagari dan Perangkat Nagari berhak menerima penghasilan tetap setiap bulan. (2) Disamping penghasilan tetap sebagaimana dimaksud ayat (1), Walinagari dan Perangkat Nagari dapat menerima penghasilan lainnya sesuai dengan kemampuan keuangan nagari. (3) Penghasilan tetap dan penghasilan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dicantumkan dalam APB Nagari. (4) Penghasilan tetap sebagaimana dimaksud ayat (1) tidak berlaku bagi perangkat nagari yang berasal dari Pegawai Negeri. Bagian Kedua Uang Duka dan Santunan Kecelakaan Pasal 49 (1) Apabila Walinagari dan Perangkat Nagari mengalami kecelakaan dalam dan sewaktu menjalankan tugas, sehingga untuk selanjutnya tidak dapat lagi menjalankan tugas dan kewajibannya, maka kepadanya diberikan tunjangan kecelakaan sebesar dua bulan penghasilan tetap. (2) Apabila Walinagari dan Perangkat Nagari meninggal dunia dalam dan sewaktu menjalankan tugasnya, maka kepadanya diberikan tunjangan kematian sebesar dua bulan penghasilan tetap. 22

23 Bagian Ketiga Tunjangan Purna Bhakti Pasal 50 Walinagari dan Perangkat Nagari yang diberhentikan dengan hormat dari jabatannya dan mempunyai masa kerja secara berturut-turut sekurang-kurangnya 6 (enam) tahun diberikan tunjangan Purna Bhakti sebesar dua bulan penghasilan tetap. BAB VI BADAN PERMUSYAWARATAN NAGARI Bagian Pertama Kedudukan Pasal 51 BAMUS NAGARI berkedudukan sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Nagari. Bagian Kedua Persyaratan Anggota BAMUS NAGARI Pasal 52 Yang dapat dipilih menjadi Anggota BAMUS NAGARI adalah penduduk dan anak nagari dengan syarat-syarat: a. bertaqwa kepada Allah SWT dengan menjalankan syariat Islam secara kaffah, berakhlakul karimah dan pandai membaca Al Quran; b. setia kepada Pancasila sebagai Dasar Negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan kepada Negara Pertamaan Republik Indonesia, serta Pemerintah; c. berpendidikan sekurang-kurangnya tamat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama atau sederajat; d. berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun; e. sehat jasmani dan rohani; f. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling rendah 5 (lima) tahun; g. tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap; h. tidak pernah melanggar ketentuan adat; i. bertempat tinggal di nagari yang bersangkutan dan atau bertempat tinggal yang mudah diakses setelah terpilih menjadi anggota BAMUS NAGARI. 23

24 Bagian Ketiga Keanggotaan Pasal 53 (1) Anggota BAMUS NAGARI terdiri dari unsur ninik mamak, alim ulama, cadiak pandai, bundo kanduang, dan generasi muda. (2) Jumlah anggota BAMUS NAGARI ditetapkan dengan jumlah ganjil, paling sedikit 5 (lima) orang dan paling banyak 11 (sebelas) orang dengan memperhatikan luas wilayah, jumlah penduduk dan kemampuan keuangan nagari. (3) Penentuan jumlah anggota BAMUS NAGARI berdasarkan jumlah penduduk sebagaimana dimaksud ayat (2) adalah sebagai berikut : - penduduk s.d jiwa = 5 orang - penduduk jiwa = 7 orang - penduduk jiwa = 9 orang - penduduk atau lebih = 11 orang Bagian Keempat Mekanisme Penetapan Anggota BAMUS NAGARI Pasal 54 (1) Calon anggota BAMUS NAGARI ditetapkan secara musyawarah dan mufakat. (2) Musyawarah dan mufakat sebagaimana dimaksud ayat (1) difasilitasi dan dipimpin oleh Walinagari selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sebelum berakhirnya masa jabatan BAMUS NAGARI. (3) Peserta musyawarah dan mufakat sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah unsur ninik mamak, alim ulama, cadiak pandai, bundo kanduang, generasi muda. (4) Hasil musyawarah dan mufakat sebagaimana dimaksud ayat (1) dituangkan dalam Berita Acara Penetapan Anggota BAMUS NAGARI yang ditandatangai oleh Walinagari dan perwakilan setiap unsur. (5) Anggota BAMUS NAGARI terpilih disampaikan Walinagari kepada Bupati melalui Camat untuk ditetapkan dengan Keputusan Bupati paling lambat 3 (tiga) hari setelah Berita Acara ditanda tangani. Bagian Kelima Pengesahan dan Penetapan Anggota BAMUS NAGARI Pasal 55 (1) Pengesahan anggota BAMUS NAGARI terpilih ditetapkan dengan Keputusan Bupati. (2) Bupati dapat mendelegasikan kewenangan pengesahan anggota BAMUS NAGARI kepada Camat. 24

25 Pasal 56 (1) Selambat-lambatnya 15 (lima belas hari) hari setelah ditetapkannya Keputusan Bupati sebagaimana dimaksud Pasal 55 ayat (1), anggota BAMUS NAGARI yang bersangkutan dilantik oleh Bupati atau Pejabat lain yang ditunjuk. (2) Pada saat pelantikan sebagaimana dimaksud ayat (1), anggota BAMUS NAGARI bersumpah secara bersama-sama dihadapan masyarakat dan dipandu oleh Bupati atau Pejabat lain yang ditunjuk. (3) Susunan kata-kata sumpah anggota BAMUS NAGARI adalah sebagai berikut : Demi Allah saya bersumpah : - bahwa saya akan memenuhi kewajiban saya sebagai Anggota BAMUS NAGARI dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya; - bahwa saya akan selalu taat dalam menjalankan Syariat Islam dan norma adat serta mempertahankan Pancasila sebagai dasar negara; - bahwa saya akan menegakkan kehidupan demokrasi dan Undang-Undang Dasar 1945 serta melaksanakan segala peraturan perundang-undangan dengan seluruslurusnya yang berlaku bagi nagari, daerah dan Negara Pertamaan Republik Indonesia. Bagian Keenam Fungsi dan Wewenang Pasal 57 (1) BAMUS NAGARI berfungsi menetapkan Peraturan Nagari bersama Walinagari, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. (2) Pelaksanaan fungsi sebagaimana dimaksud ayat (1) diatur dengan tata tertib BAMUS NAGARI. Pasal 58 Dengan menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud pasal 57 ayat (1), BAMUS NAGARI mempunyai tugas dan wewenang : a. Membahas Rancangan Peraturan Nagari bersama Walinagari; b. Melaksanakan pengawasan terhadap kinerja Pemerintah Nagari dan pelaksanaan Peraturan Nagari serta Peraturan Walinagari; c. Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Walinagari; d. Membentuk panitia pemilihan Walinagari; e. Menggali, menampung, menghimpun, merumuskan dan menyalurkan aspirasi masyarakat. f. Menyusun tata tertib BAMUS NAGARI. 25

26 Bagian Ketujuh Hak, Kewajiban dan Larangan Paragraf 1 Hak Pasal 59 BAMUS NAGARI mempunyai hak : a. meminta keterangan kepada Pemerintah Nagari; b. menyatakan pendapat. Pasal 60 Anggota BAMUS NAGARI mempunyai hak : a. mengajukan rancangan Peraturan Nagari; b. mengajukan pertanyaan; c. menyampaikan usul dan pendapat; d. memilih dan dipilih; dan e. memperoleh tunjangan. Paragraf 2 Kewajiban Pasal 61 (1) BAMUS NAGARI mempunyai kewajiban menyampaikan laporan penyelenggaraan tugas dan fungsi kepada masyarakat. (2) Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud ayat (1) dilaksanakan 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun paling lambat 2 (dua) bulan setelah berakhirnya tahun anggaran. Pasal 62 Anggota BAMUS NAGARI mempunyai kewajiban : a. mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Repubik Indonesia Tahun 1945 dan mentaati segala peraturan perundang-undangan; b. melaksanakan kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan Nagari; c. mempertahankan dan memelihara hukum nasional serta keutuhan Negara Pertamaan Republik Indonesia; d. menyerap, menampung, menghimpun, dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat; e. memproses pemilihan Walinagari; f. mendahulukan kepentingan umum diatas kepentingan pribadi, kelompok dan golongan; g. menghormati nilai-nilai sosial budaya dan adat istiadat masyarakat setempat; dan 26

27 h. menjaga norma dan etika dalam hubungan kerja dengan lembaga kemasyarakatan. Paragraf 3 Larangan Pasal 63 (1) Pimpinan dan anggota BAMUS NAGARI tidak boleh merangkap jabatan sebagai Walinagari, Perangkat Nagari, dan Ketua Lembaga Kemasyarakatan di Nagari. (2) Pimpinan dan Anggota BAMUS NAGARI dilarang : a. Melanggar sumpah jabatan; b. Menyalahgunakan wewenang; c. Merugikan kepentingan umum, meresahkan masyarakat dan mendiskriminasikan warga atau golongan masyarakat lainnya; d. Melakukan korupsi, kolusi, nepotisme dan menerima uang, barang dan/atau jasa dari pihak lain yang dapat mempengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya; dan e. Sebagai pelaksana proyek nagari. Bagian Kedelapan Masa Keanggotaan dan Pemberhentian Paragraf 1 Masa Keanggotaan Pasal 64 (1) Masa jabatan anggota BAMUS NAGARI adalah 6 (enam) tahun terhitung sejak tanggal pelantikan. (2) Anggota BAMUS NAGARI dapat dipilih kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya. Paragraf 2 Pemberhentian Pasal 65 Keanggotaan BAMUS NAGARI berhenti atau diberhentikan karena : a. Meninggal dunia; b. Atas permintaan sendiri; c. Tidak lagi memenuhi syarat-syarat sebagaimana dimaksud Pasal 52 huruf a, huruf b, huruf c, huruf e, huruf f, huruf g, dan huruf i; d. Melalaikan tugas-tugasnya sebagai anggota BAMUS NAGARI; e. Melanggar sumpah sebagai anggota BAMUS NAGARI; 27

28 f. Melanggar larangan sebagai anggota BAMUS NAGARI; g. Tidak lagi mendapat kepercayaan dari unsur yang diwakilinya. Pasal 66 Tata cara pemberhentian dan penggantian antar waktu anggota BAMUS NAGARI diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. Paragraf 3 Pimpinan BAMUS NAGARI Pasal 67 (1) Pimpinan BAMUS NAGARI terdiri dari 1 (satu) orang Ketua, 1 (satu) orang Wakil Ketua, dan 1 (satu) orang Sekretaris dan sekaligus merangkap sebagai anggota. (2) Pimpinan sementara BAMUS NAGARI adalah anggota tertua dan dibantu oleh anggota termuda. Paragraf 4 Tata Cara Pemilihan Pimpinan BAMUS NAGARI Pasal 68 (1) Pimpinan BAMUS NAGARI sementara sebagaimana dimaksud pada Pasal 67 ayat (2) memimpin musyawarah untuk memilih pimpinan BAMUS NAGARI defenitif. (2) Musyawarah sebagaimana dimaksud ayat (1) dihadiri oleh seluruh anggota BAMUS NAGARI. (3) Apabila seluruh anggota BAMUS NAGARI sebagaimana dimaksud ayat (2) tidak terpenuhi, musyawarah ditunda selama 1 (satu) jam. (4) Setelah penundaan 1 (satu) jam, kehadiran seluruh anggota tidak terpenuhi, musyawarah harus dihadiri sekurang-kurangnya ½ (satu per dua) dari jumlah anggota BAMUS NAGARI. (5) Apabila jumlah anggota BAMUS NAGARI sebagaimana dimaksud ayat (4) tidak terpenuhi, maka musyawarah dibatalkan. Paragraf 5 Tata Tertib Pasal 69 (1) Untuk kelancaran pelaksanaan rapat/sidang BAMUS NAGARI, terlebih dahulu BAMUS NAGARI menetapkan peraturan tata tertib. (2) Peraturan tata tertib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan melalui sidang BAMUS NAGARI. (3) Peraturan tata tertib ditetapkan dengan berpedoman kepada Peraturan Bupati. 28

29 Bagian Kesembilan Sekretariat BAMUS NAGARI Pasal 70 (1) Dalam melaksanakan tugasnya, BAMUS NAGARI dibantu oleh Sekretariat BAMUS NAGARI. (2) Sekretariat BAMUS NAGARI dipimpin oleh Sekretaris BAMUS NAGARI. Bagian Kesepuluh Keuangan Pasal 71 (1) Pimpinan dan anggota BAMUS NAGARI menerima penghasilan sesuai dengan kemampuan keuangan nagari. (2) Tunjangan Pimpinan dan Anggota BAMUS NAGARI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam APB Nagari. Pasal 72 (1) Untuk kegiatan BAMUS NAGARI disediakan biaya operasional sesuai kemampuan keuangan Nagari. (2) Pengelolaan biaya operasional dikelola oleh Sekretaris BAMUS NAGARI. (3) Biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan setiap tahun dalam APB Nagari. BAB VII PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI NAGARI Bagian Pertama Asas Pasal 73 Peraturan Perundang-undangan di Nagari dibentuk berdasarkan pada asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang meliputi : a. kejelasan tujuan; b. kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat; c. kesesuaian antara jenis dan materi muatan; d. dapat dilaksanakan; e. kedayagunaan dan kehasilgunaan; f. kejelasan rumusan;dan g. keterbukaan. 29

30 Pasal 74 (1) Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan mengandung asas : a. pengayoman; b. kemanusiaan; c. kebangsaan; d. kekeluargaan; e. kenusantaraan; f. bhinneka tunggal ika; g. keadilan kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan; h. ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau i. keseimbangan, keserasian, dan keselarasan. (2) Selain asas sebagaimana ayat (1), Peraturan Perundang-undangan tertentu dapat berisi asas lain sesuai dengan bidang hukum Peraturan Perundang-undangan yang bersangkutan Bagian Kedua Jenis- jenis Peraturan Perundang-undangan di nagari Pasal 75 Jenis Peraturan Perundang-undangan di nagari meliputi : a. Peraturan Nagari; b. Peraturan Walinagari; c. Keputusan Walinagari; d. Instruksi Walinagari. Bagian Ketiga Materi Peraturan Perundang-undangan di nagari Pasal 76 (1) Peraturan Nagari memuat seluruh materi dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan Nagari, pembangunan nagari, dan pemberdayaan masyarakat, serta penjabaran lebih lanjut dari ketentuan peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi. (2) Peraturan Walinagari memuat penjabaran pelaksanaan Peraturan Nagari yang bersifat pengaturan. (3) Keputusan Walinagari memuat penjabaran pelaksanaan Peraturan Nagari dan Peraturan Walinagari yang bersifat penetapan. (4) Instruksi Walinagari memuat perintah dari atasan kepada bawahan untuk melaksanakan tugas-tugas pemerintahan atau untuk melaksanakan peraturan perundang-undangan. 30

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEKADAU NOMOR 03 TAHUN 2007 TENTANG PEMERINTAH DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEKADAU,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEKADAU NOMOR 03 TAHUN 2007 TENTANG PEMERINTAH DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEKADAU, PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEKADAU NOMOR 03 TAHUN 2007 TENTANG PEMERINTAH DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEKADAU, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 13 ayat (1), Pasal

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KETAPANG

PEMERINTAH KABUPATEN KETAPANG PEMERINTAH KABUPATEN KETAPANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAHAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KETAPANG,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2005 TENTANG DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2005 TENTANG DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2005 TENTANG DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 216 ayat (1)

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA TAHUN 2006 NOMOR 13 SERI E NOMOR SERI 9 PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 10 TAHUN 2006

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA TAHUN 2006 NOMOR 13 SERI E NOMOR SERI 9 PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 10 TAHUN 2006 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA TAHUN 2006 NOMOR 13 SERI E NOMOR SERI 9 PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 10 TAHUN 2006 TENTANG STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAHAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2005 TENTANG DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2005 TENTANG DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2005 TENTANG DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 216 ayat (1)

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI, PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI, Menimbang : a. bahwa sebagai pelaksanaan Pasal 42 Peraturan

Lebih terperinci

11 LEMBARAN DAERAH Oktober KABUPATEN LAMONGAN 7/E 2006 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 10 TAHUN 2006 TENTANG

11 LEMBARAN DAERAH Oktober KABUPATEN LAMONGAN 7/E 2006 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 10 TAHUN 2006 TENTANG 11 LEMBARAN DAERAH Oktober KABUPATEN LAMONGAN 7/E 2006 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 10 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTAWARINGIN BARAT,

Lebih terperinci

~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ~ 1 ~ SALINAN BUPATI KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAYONG

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 3 TAHUN 2008 TENTANG PEMERINTAH DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWAKARTA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 3 TAHUN 2008 TENTANG PEMERINTAH DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWAKARTA, 1 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 3 TAHUN 2008 SERI D PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 3 TAHUN 2008 TENTANG PEMERINTAH DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWAKARTA,

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR TAHUN 2014 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG,

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR TAHUN 2014 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG, RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR TAHUN 2014 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG, Menimbang :a. bahwa sesuai dengan Pasal 65 ayat (2)

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR... TAHUN... TENTANG TATA CARA PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR... TAHUN... TENTANG TATA CARA PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR... TAHUN... TENTANG TATA CARA PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG, Menimbang : a. sesuai

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 16 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 16 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 16 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA Menimbang : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANJUNG

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GRESIK Menimbang : bahwa sebagai wujud pelaksanaan

Lebih terperinci

Pemerintahan Desa diselenggarakan oleh Pemerintah Desa

Pemerintahan Desa diselenggarakan oleh Pemerintah Desa PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA BERDASARKAN PERDA KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 3 TAHUN 2015 Pemerintahan Desa diselenggarakan oleh Pemerintah Desa Pemerintah Desa adalah kepala Desa yang dibantu oleh perangkat

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

P E R A T U R A N D A E R A H

P E R A T U R A N D A E R A H P E R A T U R A N D A E R A H KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAHAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI SELATAN,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR : 811 TAHUN : 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA Menimbang : DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA BATU

PEMERINTAH KOTA BATU PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BATU, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESAWARAN NOMOR 06 TAHUN 2010 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PESAWARAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESAWARAN NOMOR 06 TAHUN 2010 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PESAWARAN, PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESAWARAN NOMOR 06 TAHUN 2010 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PESAWARAN, Menimbang Mengingat : : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMPANG NOMOR : 2 TAHUN 2006 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAHAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SAMPANG, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR : 729 TAHUN : 2006 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERANG, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI PACITAN PERATURAN BUPATI PACITAN NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG

BUPATI PACITAN PERATURAN BUPATI PACITAN NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG BUPATI PACITAN PERATURAN BUPATI PACITAN NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH NOMOR 10 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKALIS NOMOR 04 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAHAN DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKALIS NOMOR 04 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAHAN DESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKALIS NOMOR 04 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAHAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKALIS, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

BADAN PERMUSYAWARATAN DESA LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 03 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 03 TAHUN 2007 T E N T A N G BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DISUSUN OLEH BAGIAN HUKUM SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN BONE

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR : 6 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR : 6 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR : 6 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TASIKMALAYA Menimbang : bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG 1 PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 14 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALANG, Menimbang : a. bahwa Desa sebagai

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BIMA NOMOR 7 TAHUN 2006

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BIMA NOMOR 7 TAHUN 2006 [2006] PERATURAN DAERAH KABUPATEN BIMA NOMOR 7 TAHUN 2006 Badan Permusyawaratan Desa Pemerintah Kabupaten Bima Bagian Hukum Setda. Bima PEMERINTAH KABUPATEN BIMA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BIMA NOMOR 7

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2006 NOMOR: 6

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2006 NOMOR: 6 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2006 NOMOR: 6 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR: 6 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENGANGKATAN, PELANTIKAN DAN PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENGANGKATAN, PELANTIKAN DAN PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENGANGKATAN, PELANTIKAN DAN PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 4 TAHUN 2007 T E N T A N G PEMBENTUKAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 4 TAHUN 2007 T E N T A N G PEMBENTUKAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 4 TAHUN 2007 T E N T A N G PEMBENTUKAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAKPAK BHARAT, Menimbang : a. bahwa desa memiliki

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKALIS NOMOR 06 TAHUN 2008 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKALIS,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKALIS NOMOR 06 TAHUN 2008 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKALIS, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKALIS NOMOR 06 TAHUN 2008 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKALIS, Menimbang : a. bahwa untuk terselenggaranya urusan pemerintahan,

Lebih terperinci

BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

BADAN PERMUSYAWARATAN DESA PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR : 4 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TULUNGAGUNG Menimbang : Bahwa untuk

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 7 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JOMBANG, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LD. 5 2008 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT,

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK TENGAH

BUPATI LOMBOK TENGAH BUPATI LOMBOK TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH NOMOR 8 TAHUN 2006 T E N T A N G BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK TENGAH, Menimbang Mengingat : bahwa

Lebih terperinci

P E R A T U R A N D A E R A H

P E R A T U R A N D A E R A H P E R A T U R A N D A E R A H KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI SELATAN, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN KAMPUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN KAMPUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN KAMPUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TULANG BAWANG BARAT Menimbang : a. bahwa untuk terwujudnya

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KETAPANG

PEMERINTAH KABUPATEN KETAPANG PEMERINTAH KABUPATEN KETAPANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KETAPANG, Menimbang : Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUTAI TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI TIMUR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUTAI TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI TIMUR LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUTAI TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI TIMUR NOMOR : TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG 1 PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 14 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALANG, Menimbang : a. bahwa Desa sebagai

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 25 TAHUN 2006 TENTANG ORGANISASI PEMERINTAHAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 25 TAHUN 2006 TENTANG ORGANISASI PEMERINTAHAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 25 TAHUN 2006 TENTANG ORGANISASI PEMERINTAHAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan pelaksanaan Pemerintahan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARO NOMOR 01 TAHUN 2008 T E N T A N G BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARO,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARO NOMOR 01 TAHUN 2008 T E N T A N G BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARO, PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARO NOMOR 01 TAHUN 2008 T E N T A N G BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARO, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 209 dan

Lebih terperinci

BUPATI KEPULAUAN MERANTI

BUPATI KEPULAUAN MERANTI BUPATI KEPULAUAN MERANTI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 12 TAHUN 20112011 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAHAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 6 TAHUN 2008

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 6 TAHUN 2008 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 6 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANAH LAUT,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI KLUNGKUNG, Menimbang : a. bahwa sesuai dengan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MOJOKERTO NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PERANGKAT DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MOJOKERTO,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MOJOKERTO NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PERANGKAT DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MOJOKERTO, PERATURAN DAERAH KABUPATEN MOJOKERTO NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PERANGKAT DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MOJOKERTO, Menimbang : Mengingat : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 50 ayat

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang

Lebih terperinci

Pasal 23 Pemerintahan Desa diselenggarakan oleh Pemerintah Desa.

Pasal 23 Pemerintahan Desa diselenggarakan oleh Pemerintah Desa. BAB V PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA Pasal 23 Pemerintahan Desa diselenggarakan oleh Pemerintah Desa. Pasal 24 Penyelenggaraan Pemerintahan Desa berdasarkan asas: a. kepastian hukum; b. tertib penyelenggaraan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI CIAMIS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI CIAMIS PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI CIAMIS Menimbang : a. bahwa untuk menunjang program demokratisasi di tingkat

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 4 TAHUN 2007 SERI D.2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD)

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 4 TAHUN 2007 SERI D.2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 4 TAHUN 2007 SERI D.2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 07 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 07 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 07 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR TAHUN 2015 TENTANG KEWENANGAN DAN KELEMBAGAAN DESA

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR TAHUN 2015 TENTANG KEWENANGAN DAN KELEMBAGAAN DESA BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR TAHUN 2015 TENTANG KEWENANGAN DAN KELEMBAGAAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GROBOGAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN ALOR TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR,

LEMBARAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN ALOR TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR, LEMBARAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN ALOR No. : 7, 2006 PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 7 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR, Menimbang :

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAHAN DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAHAN DESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAHAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN, Menimbang: a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2006 T E N T A N G

BUPATI LOMBOK TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2006 T E N T A N G BUPATI LOMBOK TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2006 T E N T A N G PEDOMAN PENYUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAHAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK

Lebih terperinci

T E N T A N G PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU UTARA

T E N T A N G PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU UTARA PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU UTARA NOMOR 07 TAHUN 2007 T E N T A N G PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU UTARA Menimbang :

Lebih terperinci

BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

BADAN PERMUSYAWARATAN DESA LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2007 NOMOR 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KERINCI NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA Menimbang : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KERINCI,

Lebih terperinci

11 LEMBARAN DAERAH Oktober KABUPATEN LAMONGAN 6/E 2006 SERI E

11 LEMBARAN DAERAH Oktober KABUPATEN LAMONGAN 6/E 2006 SERI E 11 LEMBARAN DAERAH Oktober KABUPATEN LAMONGAN 6/E 2006 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 09 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAHAN DESA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG PERANGKAT DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang : a.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG PERANGKAT DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang : a. PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG PERANGKAT DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang : a. bahwa dalam rangka terwujudnya penyelenggaraan pemerintah desa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG, PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG, Menimbang : a. bahwa dengan telah ditetapkannya Undang-undang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MOJOKERTO

PEMERINTAH KABUPATEN MOJOKERTO p PEMERINTAH KABUPATEN MOJOKERTO PERATURAN DAERAH KABUPATEN MOJOKERTO NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI M0JOKERTO Menimbang : bahwa dengan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang Mengingat PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 42

Lebih terperinci

DHARMMOTTAMA SATYA PRAJA PEMERINTAH KABUPATEN SEMARANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 11 TAHUN 2006 TENTANG

DHARMMOTTAMA SATYA PRAJA PEMERINTAH KABUPATEN SEMARANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 11 TAHUN 2006 TENTANG DHARMMOTTAMA SATYA PRAJA PEMERINTAH KABUPATEN SEMARANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 11 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BUPATI ALOR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

BUPATI ALOR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA BUPATI ALOR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN BUPATI SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERANG, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Desa memiliki hak asal usul dan hak tradisional

Lebih terperinci

S A L I N A N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 4 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG

S A L I N A N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 4 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG S A L I N A N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 4 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN SUMEDANG 2015 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAYONG UTARA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROPINSI SUMATERA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2007 POKOK-POKOK PEMERINTAHAN NAGARI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT

PERATURAN DAERAH PROPINSI SUMATERA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2007 POKOK-POKOK PEMERINTAHAN NAGARI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT Menimbang: PERATURAN DAERAH PROPINSI SUMATERA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2007 POKOK-POKOK PEMERINTAHAN NAGARI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT a. bahwa berdasarkan hasil evaluasi penyelenggaraan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 7 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 7 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 7 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN, Menimbang: a. bahwa Badan Permusyaratan Desa merupakan perwujudan

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BUOL

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BUOL PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BUOL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUOL NOMOR 7 TAHUN 2006 T E N T A N G PEMBENTUKAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BUOL, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 9 TAHUN 2006

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 9 TAHUN 2006 PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAHAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP Menimbang:

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG

PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR : 5 TAHUN 2006 SERI : D NOMOR : 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ASAHAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ASAHAN NOMOR 11 TAHUN 2008 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ASAHAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN ASAHAN NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ASAHAN, Menimbang

Lebih terperinci

B U P A T I T A N A H L A U T PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT

B U P A T I T A N A H L A U T PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT 1 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 9 TAHUN 2015 B U P A T I T A N A H L A U T PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PERANGKAT DESA DAN BADAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal 42 ayat

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK, PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 42 ayat (1)

Lebih terperinci

BUPATI KEPULAUAN MERANTI

BUPATI KEPULAUAN MERANTI [[ BUPATI KEPULAUAN MERANTI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 13 TAHUN 20112011 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat : BUPATI KEPULAUAN

Lebih terperinci

Dengan persetujuan bersama. DEWAN PERMUSYAWARATAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN dan BUPATI MUSI BANYUASIN MEMUTUSKAN :

Dengan persetujuan bersama. DEWAN PERMUSYAWARATAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN dan BUPATI MUSI BANYUASIN MEMUTUSKAN : PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI BANYUASIN, Menimbang : a. bahwa dengan berlakunya Undang-Undang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LINGGA

PEMERINTAH KABUPATEN LINGGA PEMERINTAH KABUPATEN LINGGA PERATURAN DAERAH KABUPATEN LINGGA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LINGGA Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.7, 2014 PEMERINTAHAN. Desa. Penyelenggaraan. Pembangunan. Pembinaan. Pemberdayaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5495) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUMAJANG NOMOR 21 TAHUN 2006 T E N T A N G PEDOMAN PENYUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAHAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 64 TAHUN 1999 TENTANG PEDOMAN UMUM PENGATURAN MENGENAI DESA

KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 64 TAHUN 1999 TENTANG PEDOMAN UMUM PENGATURAN MENGENAI DESA KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 64 TAHUN 1999 TENTANG PEDOMAN UMUM PENGATURAN MENGENAI DESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 111 Undang-undang Nomor 22 Tahun

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA

PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 7 TAHUN 2006 T E N T A N G BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MURUNG RAYA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PEMERINTAH DESA DAN PERANGKAT DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PEMERINTAH DESA DAN PERANGKAT DESA 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PEMERINTAH DESA DAN PERANGKAT DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI FLORES TIMUR,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI FLORES TIMUR, PERATURAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang: a. BUPATI FLORES TIMUR, bahwa untuk menjamin pelaksanaan pembentukan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA PRABUMULIH NOMOR 3 TAHUN 2007 WALIKOTA PRABUMULIH,

PERATURAN DAERAH KOTA PRABUMULIH NOMOR 3 TAHUN 2007 WALIKOTA PRABUMULIH, PERATURAN DAERAH KOTA PRABUMULIH NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PRABUMULIH, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan pasal 200 ayat

Lebih terperinci

BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

BADAN PERMUSYAWARATAN DESA LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 03 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 03 TAHUN 2007 T E N T A N G BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DISUSUN OLEH BAGIAN HUKUM SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN BONE

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAHAN DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAHAN DESA BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAHAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAHAN

Lebih terperinci

: 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang Pembentukan

: 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang Pembentukan BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLORA, Menimbang : a. bahwa badan permusyawaratan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 8 TAHUN 2007 SERI E =============================================================

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 8 TAHUN 2007 SERI E ============================================================= LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 8 TAHUN 2007 SERI E ============================================================= PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMILIHAN,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAHAN DESA

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAHAN DESA PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAHAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI BANDUNG BARAT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PERANGKAT DESA

BUPATI BANDUNG BARAT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PERANGKAT DESA BUPATI BANDUNG BARAT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PERANGKAT DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, Menimbang :

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MUSI RAWAS

PEMERINTAH KABUPATEN MUSI RAWAS PEMERINTAH KABUPATEN MUSI RAWAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAHAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TANA TORAJA PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANA TORAJA NOMOR : 4 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN LEMBANG

PEMERINTAH KABUPATEN TANA TORAJA PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANA TORAJA NOMOR : 4 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN LEMBANG PEMERINTAH KABUPATEN TANA TORAJA PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANA TORAJA NOMOR : 4 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN LEMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANA TORAJA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA BAGIAN HUKUM DAN PERUNDANG-UNDANGAN SETDA KABUPATEN WAKATOBI TAHUN 2008 DAFTAR

Lebih terperinci