LeaD BUKU SAKU PANDUAN HR MENGENAI HUKUM KETENAGAKERJAAN. Partner For Your Solution I. SISTEM PENGUPAHAN DAN PERLINDUNGAN UPAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LeaD BUKU SAKU PANDUAN HR MENGENAI HUKUM KETENAGAKERJAAN. Partner For Your Solution I. SISTEM PENGUPAHAN DAN PERLINDUNGAN UPAH"

Transkripsi

1 Partner Fr Yur Slutin BUKU SAKU PANDUAN HR MENGENAI HUKUM KETENAGAKERJAAN I. SISTEM PENGUPAHAN DAN PERLINDUNGAN UPAH PENGANTAR Hak pekerja/buruh ketika telah memberikan hasil dari kerjanya kepada pengusaha adalah upah. Besarnya upah ditentukan leh banyak faktr antara lain status kerja, waktu lembur, tunjangan-tunjangan, UMP dan lain-lain. Selain diatur dalam UU 13/ 2003, persalan pengupahan dan perlindungannya banyak diatur dalam surat Edaran Menaker, Peraturan Mentri, Peraturan Pemerintah dan Keputusan Menaker. Tujuannya agar ada peraturan yang cukup jelas mengenai pengupahan terutama penghitungan upah. Harapannya buruh-pun tahu upah semestinya didapat. Beberapa pengertian Upah adalah : hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan atau peraturan perundang-undangan termasuk tunjangan bagi buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan (pasal 1 angka (30) UU 13/2003) Kebijakan pengupahan yang melindungi buruh (untuk memenuhi penghidupan yang layak pasal 88 ayat (3) UU 13/2003) : a. Upah minimum; b. Upah kerja lembur; c. Upah tidak masuk kerja karena berhalangan; d. Upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain diluar pekerjaan; e. Upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya; f. Hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah; g. Struktur dan skala pengupahan yang prprsinal; h. Upah untuk pembayaran pesangn; upah untuk penghitungan pajak penghasilan i. Bentuk dan cara pembayaran upah; j. Denda dan ptngan upah. Pengaturan pengupahan ditetapkan atas kesepakatan pengusaha dan buruh/serikat buruh serta tidak bleh lebih rendah dari ketentuan pengupahan yang ditetapkan peraturan perundang-undangan yang berlaku (pasal 91 ayat (1) UU 13/2003). upah tidak dibayar apabila buruh tidak melakukan pekerjaan kecuali (pasal 93 ayat (1),(2) & (4) UU 13/2003) a. pekerja/buruh sakit sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan. b. Pekerja/buruh perempuan yang sakit pada hari pertama dan kedua masa haidnya sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan. c. Pekerja/buruh tidak masuk bekerja karena : pekerja/buruh menikah (dibayar untuk selama 3 hari) ; menikahkan anaknya (dibayar untuk selama 2 hari) ; menghitankan anaknya (dibayar untuk selama 2 hari) ; membaptiskan anaknya (dibayar untuk selama 2 hari) ; istri melahirkan atau gugur kandungan (dibayar untuk selama 2 hari) ; suami/istri/anak/menantu/rang tua/mertua atau anggta keluarga dalam satu rumah meninggal dunia (dibayar untuk selama 2 hari) ; Disusun leh Dn I 1

2 Partner Fr Yur Slutin d. buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena sedang menjalankan kewajiban terhadap Negara (pasal 6 PP 8/1981 Tentang Perlindungan Upah) Pengusaha wajib membayar upah jika dalam menjalankan kewajiban Negara tersebut buruh tidak mendapat upah atau tunjangan lainnya dari pemerintah tapi tidak melebihi 1 tahun. Pengusaha wajib membayar kekurangan upah kepada buruh bilamana jumlah upah yang diperleh dari pemerintah kurang dari upah yang biasa diterima dari perusahaan yang bersangkutan tetapi tidak melebihi 1 tahun. Pengusaha tidak diwajibkan membayar upah kepada buruh bilamana buruh tersebut telah memperleh upah serta tunjangan lainnya yang besarnya sama atau lebih dari upah yang biasa diterima dari perusahaan yang bersangkutan. buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya (tidak melebihi dari 3 bulan) e. Pekerja/buruh bersedia melakukan pekerjaan yang telah di janjikan tetapi pengusaha tidak mempekerjakannya baik karena kesalahan sendiri maupun halangan yang seharusnya dapat dihindari pengusaha f. Pekerja/buruh melaksanakan hak istirahat g. Pekerja/buruh melaksanakan tugas serikat buruh atas persetujan pengusaha h. Pekerja/buruh melaksanakan tugas pendidikan dari perusahaan. i. Upah yang dibayarkan bagi pekerja/buruh bagi buruh yang sakit (pasal 93 UU 13/2003) : Untuk 4 bulan pertama dibayar 100% dari upah Untuk 4 bulan kedua dibayar 75% dari upah Untuk 4 bulan ketiga dibayar 50% dari upah Untuk bulan selanjutnya dibayar 25% dari upah sebelum pemutusan hubungan kerja dilakukan leh pengusaha. Kmpnen upah terdiri dari (SE Menaker N. SE-07/Men/1990): a. Upah pkk adalah : imbalan dasar yang dibayarkan kepada pekerja menurut tingkat atau jenis pekerjaan yang besarnya ditetapkan berdasarkan kesepakatan. b. Tunjangan tetap adalah : suatu pembayaran yang teratur berkaitan dengan pekerjaan yang diberikan secara tetap kepada pekerja dan keluarganya serta dibayarkan dalam satuan waktu yang sama dengan pembayaran upah pkk seperti tunjangan istri, tunjangan anak, tunjangan perumahan, tunjangan kematian, tunjangan jabatan, tunjangan keahlian dan lain-lain. Tunjangan makan dan tunjangan transprt dapat dimasukan dalam kmpnen tunjangan tetap apabila pemberian tunjangan tersebut tidak dikaitkan dengan kehadiran dan diterima secara tetap leh pekerja menurut satuan waktu, harian atau bulanan. c. Tunjangan tidak tetap adalah : suatu pembayaran yang secara langsung maupun tidak langsung berkaitan dengan pekerja yang diberikan secara tidak tetap untuk pekerja dan keluarganya serta dibayarkan menurut satuan waktu yang tidak sama dengan waktu pembayaran upah pkk seperti tunjangan transprt yang didasarkan pada kehadiran. Dalam hal kmpnen upah terdiri dari upah pkk dan tunjangan tetap maka besarnya upah pkk sedikit-dikitnya 75% dari jumlah upah pkk dan tunjangan tetap (pasal 94 UU 13/2003). Pendapatan nn upah (SE Menaker N.SE-07/Men/1990): Fasilitas. Adalah kenikmatan dalam bentuk nyata yang diberikan perusahaan leh karena hal-hal yang bersipat khusus atau untuk meningkatkan kesejahtraan pekerja seperti fasilitas kendaraan (antar jemput atau lainnya), pemberian makan secara Cuma-Cuma, sarana ibadah atau penitipan bayi, kperasi, kanti dan lain-lain. Bnus. Adalah bukan merupakan bagian dari upah melainkan pembayaran yang diterima pekerja dari hasil keuntungan perusahaan atau karena pekerja menghasilkan hasil kerja lebih besar dari target prduksi yang nrmal atau karena peningkatan prduktivitas, besarnya pembagian bnus diatur berdasarkan kesepakatan. Tunjangan Hari Raya (THR), gratifikasi dan pembagian keuntungan lainnya. Dasar penghitungan upah perhari : System kerja brngan upah rata-rata sebulan serendah-rendahnya sebesar upah minimum diperusahaan yang bersangkutan (pasal 14 ayat (1) Kepmen N. 226/Men/2000). Sistem kerja harian lepas ditetapkan secara upah bulanan yang dibayarkan berdasarkan jumlah hari kehadiran dengan perhitungan upah sehari (pasal 14 ayat (2) Kepmen NO. 226/Men/2000) a. Untuk waktu kerja 5 hari/minggu = upah bulanan dibayar 21 hari b. Untuk waktu kerja 6 hari/minggu = upah bulanan dibagi 25 hari Status Pekerjaan Harian Bulanan Rumus 3/20 x upah/hari 1/173 x upah/bulan Brngan 1/7 x upah rata-rata perhari Catatan : 3 didapat dari 6 hari kerja jam/minggu Jika disederhanakan menjadi 3 (sama-sama dibagi 2) didapat dari 1 tahun = 52 minggu x 40 jam/minggu dibagi 12 bulan. Upah rata-rata per hari = upah yang diparleh 3 bulan terakhir dibagi 3. Dasar penghitungan upah lembur (Kepmen N. kep-72/men/1984): Cnth penghitungan upah lembur : a. Upah lembur buruh harian. Misal : upah per hari (6 hari/minggu) = : 25 hari = Rp ,- upah perjam = 3/20 x Rp = 3.305,- Upah lembur pada hari biasa : Jam lembur I = 1,5 x Rp 3.305,- = Rp 4.960, Upah lembur pada hari minggu/hari besar resmi. 7 atau 5 jam I = 7jam x 2 x Rp 3.200,- = Rp ,- (1 hari) Jam ke 8 atau ke 6 (jam lembur I) = 3 x Rp 3.200,- = Rp 9.600,- Disusun leh Dn I 2

3 Partner Fr Yur Slutin Jam ke 9 atau ke 7 (jam lembur ke II) = 4 x Rp 3.200,- = Rp ,- b. Upah lembur buruh brngan. Misal = upah rata-rata perhari (6 hari/minggu) = : 25 = Rp ,- Upah perjamnya = 1/7 x Rp ,- (perhitungan upah lemburnya disesuaikan sama dengan upah lembur harian dan bulanan) Pada hari libur resmi semua pekerja yang bekerja pada perusahaan berhak mendapat istirahat dengan upah sebagaimana biasa diterima tanpa membedakan status buruh (pasal 1 Permen N. Per- 03/Men/1987 Tentang Upah Pekerja Pada Hari Libur Resmi). UPAH MINIMUM (Kepmen N. 226/Men/2000 Tentang Perubahan pasal 1,2,3,4,8,11,20 dan 221 Permen N. Per-01/Men/1999 Tentang Upah Minimum) Adalah upah terendah yang terdiri dari upah pkk termasuk tunjangan tetap (pasal 1) Besarnya upah minimum diadakan peninjauan selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sekali (pasal 4 Kepmen N. 226/Men/2000). UMR ditetapkan dengan mempertimbangkan (pasal 6 ayat (1)) : a. Kebutuhan Hidup Minimum (KHM) b. Indeks Harga Knsumen (IHK) c. Kemampuan, perkembangan dan kelangsungan perusahaan; d. Upah pada umumnya yang berlaku didaerah tertentu dan antar daerah; e. Kndisi pasar kerja; f. Tingkat perkembangan pereknmian dan pendapatan per kapita. Upah minimum hanya berlaku bagi pekerja yang mempunyai masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun (pasal 13 ayat (2)). Bagi pekerja yang berstatus tetap, tidak tetap dan dalam masa percbaan, upah kesepakatan tertulis dengan Serikat Buruh atau wakil buruh untuk jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan (pasal 2,3 dan 5 Kepmen 231/2003 Tentang Tata Cara Penangguhan Upah Minimum). Setelah berakhirnya ijin penangguhan maka pengusaha wajib melaksanakan ketentuan upah minimum yang baru (pasal 5 ayat (2) Kepmen 231/2003). Selama permhnan penangguhan masih dalam prses penyelesaian, pengusaha tetap membayar upah sebesar upah yang biasa diterima buruh (pasal 7 ayat (1) Kepmen 231/2003). Apabila pengusaha ditlak, maka upah sekurang-kurangnya sama dengan upah minimum yang berlaku terhitung mulai tanggal berlakunya ketentuan upah minimum yang baru (pasal 7 ayat (2) Kepmen 231/2003). BUNGA ATAS UPAH (pasal 19 PP 8/1981 Tentang Perlindungan Upah) : Setiap keterlambatan membayar upah pekerja menurut waktu yang ditetapkan, pengusaha wajib memberikan tambahan upah (bunga) sesuai dengan Peraturan Pemerintah yaitu : Upah + 5% untuk tiap hari keterlambatan (mulai hari ke 4 sampai ke 8 terhitung dari hari dimana seharusnya upah dibayar). Ditambah lagi 1% /keterlambatan (sesudah hari ke 8) dengan ketentuan bahwa tambahan itu untuk 1 bulan tidak bleh melebihi 50% dari upah yang seharusnya dibayarkan. Apabila masih belum dibayar (sesudah 1 bulan), pengusaha diwajibkan pula membayar bunga sebesar bunga yang ditetapkan leh bank umtuk kredit perusahaan yang bersangkutan. DENDA (pasal 20 ayat (1) dan ayat (3) PP 8/1981) : Denda karena suatu pelanggaran hanya dapat dilakukan terhadap pekerja jika diatur secara tegas dalam suatu perjanjian tertulis atau peraturan perusahaan. Pengusaha dilarang menuntut ganti rugi terhadap pekerja yang sudah dikenakan denda, pengusaha atau rang yang diberi wewenang untuk menjatuhkan denda darinya. PEMOTONGAN UPAH (pasal 22 ayat (1) dan ayat (2) PP 8/1981) : Pemtngan upah untuk pihak ketiga hanya dapat dilakukan bilamana ada Surat Kuasa dari pekerja kecuali kewajiban pembayaran leh pekerja terhadap Negara atau pembayaran iuran ssial, jaminan ssial. GANTI RUGI (pasal 23 PP 8/1981) : permintaan ganti rugi akibat kerusakan barang atau kerugian yang lainnya baik milik pengusaha maupun pihak ketiga karena kesengajaan atau kelalaian pekerja harus diatur terlebih dahulu dalam suatu perjanjian tertulis atau peraturan perusahaan dengan ketentuan setiap bulannya tidak bleh melibihi 50% dari upah. UPAH ADALAH HUTANG YANG HARUS DIDAHULUKAN (pasal 27 PP 8/1981) : Apabila pengusaha dinyatakan pailit maka upah pekerja merupakan hutang yang harus didahulukan. DALUWARSA Putusan Mahkamah Knstitusi (MK) N.100/PUU-X/2013 membatalkan tentang masa daluarsa pasal 30 PP 8/1981 dan pasal 96 UU 13/2003 sehingga tidak ada masa daluwarsa terkait dengan upah pekerja: Upah dan segala pembayaran yang timbul dari hubungan kerja tidak dapat hapus karena adanya lewat waktu tertentu...upah dan segala pembayaran yang timbul dari hubungan kerja adalah merupakan hak milik pribadi dan tidak bleh diambil alih secara sewenang-wenang leh siapapun, baik leh perserangan maupun melalui ketentuan perundangundangan... TUNJANGAN HARI RAYA (Permen N. 4/1994 Tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja di Perusahaan) : Pengusaha wajib memberikan THR kepada pekerja yang telah mempunyai masa kerja 3 (tiga) bulan secara terus menerus atau lebih. Besarnya THR : Masa kerja 12 bulan secara terus menerus atau lebih = 1 (satu) bulan upah Masa kerja 3 bulan secara terus menerus tetapi kurang dari 12 bulan = Masa kerja x 1 (satu) bulan upah atau 12 UMR x masa kerja 12 Upah satu bulan adalah upah pkk ditambah tunjangan-tunjangan tetap. Pembayaran THR wajib dibayarkan leh pengusaha selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sebelum Hari Raya Keagamaan. Pekerja yang putus hubungan kerjanya terhitung sejak waktu 30 (tiga puluh) hari sebelum jatuh temp Hari Raya Keagamaan berhak atas THR kecuali bagi pekerja dalam hubungan kerja untuk waktu tertentu yang hubungan kerjanya berakhir sebelum jatu temp Hari Raya Keagamaan. Disusun leh Dn I 3

4 Partner Fr Yur Slutin Dalam hal pekerja dipindahkan keperusahaan lain dengan masa kerja berlanjut maka pekerja berhak atas THR pada perusahaan yang baru II. HUBUNGAN KERJA, WAKTU KERJA, ISTIRAHAT DAN WAKTU CUTI PENGANTAR Hubungan kerja antara buruh dan pengusaha terjadi apabila kedua belah pihak sepakat untuk meningkatkan diri satu sama lain yang tertuang dalam perjanjian kerja. Hubungan kerja dalam peraturan perundangundangan telah jelas diatur sedemikian rupa sehingga dalam pembuat perjanjian kerja, kedua belah pihak harus mengacu kepada peraturan yang berlaku. Demikian juga halnya dengan waktu kerja, waktu istirahat dan waktu cuti, sehingga buruh dan pengusaha mengetahui hak dan kewajibannya. HUBUNGAN KERJA : Adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja yang mempunyai unsur pekerjaan, upah dan perintah (pasal 1 UU 13/2003) Perjanjian kerja adalah: perjanjian antara buruh dengan pengusaha/pemberi kerja yang memuat syaratsyarat kerja, hak dan kewajiban para pihak (pasal 1 UU 13/2003). Perjanjian kerja dibuat atas dasar (pasal 52 UU 13/2003) : Kesepakatan antara kedua belah pihak. Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum Adanya pekerjaan yang diperjanjikan. Pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Maca-macam perjanjian kerja : 1. Menurut bentuknya a. lisan/tidak tertulis (pasal 51 UU 13/2003) Perjanjian yang tidak dituangkan dalam bentuk tulisan dalam lembaran kertas Knsekuensinya : tidak dapat dipakai sebagai alat bukti bila ada pelanggaran perjanjian, tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat antara buruh dengan pengusaha, rentan untuk dilanggar leh pengusaha atau buruh. b. Tertulis (pasal 51 UU 13/2003). Perjanjian yang dituangkan dalam tulisan dalam lembaran kertas Knsekuensinya : dapat dipakai sebagai alat bukti bila ada pelanggaran perjanjian, mempunyai kekuatan hukum yang kuat dan mengikat antara buruh dan pengusaha Sekurang-kurangnya memuat nama, alamat perusahaan dan jenis usaha; nama, jenis kelamin, umur dan alamat buruh; jabatan atau jenis pekerjaan; tempat pekerjaan; besarnya upah dan cara pembayarannya; Syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan buruh; mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja; tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat; dan tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja (pasal 54 UU 13/2003) Cnthnya : Perjanjian Kerja Bersama (PKB) 2. Menurut waktu berakhirnya. a. perjanjian kerja waktu tertentu (pasal UU 13/2003). Didasarkan atas jangka waktu dan selesainya pekerjaan tertentu (bisa disebut dengan system kntrak) Dibuat secara tertulis dalam 3 rangkap untuk buruh, pengusaha dan disnaker (permenaker N. per-02/men/1993) Tidak dapat mensyaratkan adanya masa percbaan kerja, bila diisyaratkan maka BATAL DEMI HUKUM. Jenis dan sifat pekerjaan yang diperblehkan adalah pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya; pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak telalu lama dan paling lama 3 tahun; pekerjaan yang bersifat musiman; dan pekerjaan yang berhubungan dengan prduk baru, kegiatan baru atau prduk tambahan yang masih dalam percbaan atau penjajakan. Tidak dapat dilakukan untuk pekerjaan yang bersifat tetap (terus menerus di prduksi) dan dapat diperpanjang atau di perbaharui; pemberitahuan perpanjangan perjanjian paling lama 7 hari sebelum perjanjian kerja berakhir Pembaharuan perjanjian kerja hanya dapat diadakan setelah melebihi masa tenggang waktu 30 hari berakhirnya perjanjian kerja yang lama, pembaharuan hanya bleh dilakukan 1 kali dan paling lama 2 tahun Perjanjian kerja waktu tertentu dapat diadakan untuk paling lama 2 tahun dan hanya bleh di perpanjang 1 kali untuk jangka waktu paling lama 1 tahun b. Perjanjian kerja waktu tidak tertentu (pasal 56 UU 13/2003) Dapat mensyaratkan masa percbaan paling lama 3 bulan dimana pengusaha dilarang membayar upah dibawah upah minimum yang berlaku. Bila dibuat secara lisan maka pengusaha wajib membuat surat pengangkatan bagi buruh yang bersangkutan, sekurang-kurangnya memuat keterangan: nama dan alamat buruh; tanggal mulai bekerja; jenis pekerjaan; dan besarnya upah. 3. Perjanjian pembrngan (pasal UU 13/2003) Perusahaan dapat mengarahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya (badan hukum) melalui perjanjian pembrngan pekerjaan atau penyedia tenaga buruh. Syaratnya : dilakukan terpisah dari kegiatan utama; dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi kerja; merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan; tidak menghambat prses prduksi secara langsung. Perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja bagi buruh sama dengan perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja pada perusahaan pemberi pekerjaan atau peraturan perundangan yang berlaku. Apabila perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja tidak terpenuhi maka demi hukum status hubungan kerja buruh dengan perusahaan penerima pembrngan atau penyedia tenaga buruh beralih keperusahaan pemberi pekerjaan. Hubungan kerja diatur dalam perjanjian kerja secara tertulis antara perusahaan lain dan buruh yang di pekerjakan, didasarkan pada perjanjian kerja waktu tertentu atau waktu tidak tertentu. Beberapa perbedaan status buruh yang dikenal selama ini : a. Pekerja/Buruh tetap Disusun leh Dn I 4

5 Partner Fr Yur Slutin Ada surat pengangkatan (minimal dibuat rangkap dua, untuk buruh dan perusahaan) Bleh ada masa percbaan (maksimal 3 bulan) Menerima gaji secara berkala : perbulan atau perminggu. Memiliki jam kerja yang di tetapkan dalam UU 13/2003 PHK jika pengusaha jatuh pailit dengan uang pesangn sesuai dengan UU 13/2003. Hak-hak yang diterima antara lain upah sesuai UMR, kebebasan berserikat, cuti haid, cuti melahirkan atau gugur kandungan, berhak memperleh waktu menyusui, jbpjs Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan, THR, waktu istirahat, upah lembur, kesehatan dan keselamatan kerja. Bleh pada semua jenis pekerjaan. Bekerja hingga sampai PHK. b. Pekerja/Buruh kntrak Menandatangani surat perjanjian kntrak kerja (minimal dibuat rangkap dua, untuk buruh dan perusahaan) Tidak bleh ada masa percbaan Jangka waktu kerja di tentukan dalam kntrak Menerima gaji sekaligus saat tanda tangan kntrak Jam kerja tergantung jenis kerjanya atau seperti jam kerja buruh tetap Bekerja tidak lebih dari 2 tahun (maksimal 3 tahun) dapat di perpanjang 1 kali untuk maksimal 1 tahun; selanjutnya menjadi buruh tetap Hak-hak yang di terima tidak di kecualikan dari buruh tetap Tidak di PHK jika pengusaha jatuh pailit c. Buruh harian lepas Harus mendapat ijin Disnaker Tidak bleh ada masa percbaan Menerima gaji harian, didasarkan kehadiran setiap hari Tidak terikat jam kerja umum seperti di atur dalam UU 13/2003 Dapat di PHK kapanpun Bekerja tidak lebih dari 3 bulan Tidak bleh pada pekerjaan yang bersifat rutin, tetap dan berlanjut d. Buruh utsurcing Ada surat perjanjian kerja Tidak ada masa percbaan Menerima gaji secara berskala; perbulan atau perminggu Tidak bleh pada pekerjaan pkk/prduksi, hanya untuk pekerjaan penunjang Hubungan kerja dengan pemberi jasa Bleh kerja kntrak atau kerja tetap Istilah pekerja/buruh kntrak sesungguhnya tidak dikenal dalam hukum, merupakan istilah yng diberikan dalam penggunaan sehari-hari dalam masyarakat untuk menggambarkan kndisi kerja buruh yang berdasarkan kntrak kerja dalam satu jangka waktu tertentu. Istilah ini di perlawankan dengan pekerja/buruh tetap (pekerja/buruh yang memiliki pekerjaan secara tetap). Meskipun demikian bukan berarti hukum tidak mengatur mengenai buruh kntrak. Secara umum hanya di kenal pembagian antara pekerja/buruh tetap dan pekerja/buruh tidak tetap/pekerja/nuruh kntrak/buruh untuk waktu tertentu/kkwt (mencakup juga buruh brngan, buruh harian lepas, buruh sub kntrak dan lain sebagainya yang tidak termasuk buruh tetap Permenaker N. Per-02/Men/1993). Status apapun serang buruh, ia mempunyai hak yang sama tidak terkecuali. Status serang buruh tidak mengurangi hak-hak yang diperlehnya. Hal ini karena hukum mengatur tidak bleh terjadi diskriminasi atas dasar status. WAKTU KERJA (pasal 1UU 13/2003) : Adalah waktu untuk melakukan pekerjaan, dapat dilaksanakan siang hari dan/atau malam hari Siang hari adalah waktu antara pukul sampai Malam hari adalah waktu antara pukul sampai Seminggu adalah waktu selama 7 hari Waktu kerja meliputi (pasal 77 UU 13/2003): a. 7 jam /hari dan 40 jam/minggu untuk 6 hari kerja dalam 1 minggu b. 8 jam/hari dan 40 jam/minggu untuk 5 hari kerja dalam 1 minggu buruh perempuan yang anaknya masih menyusu harus di beri kesempatan sepatutnya untuk menyusui anaknya jika hal itu harus dilakukan selama waktu kerja (pasal 83 UU 13/2003) WAKTU LEMBUR (pasal 78 (1) UU 13/2003) : Adalah waktu untuk melaksanakan pekerjaan melebihi waktu kerja sebagaimana ditetapkan. Syaratnya : ada persetujuan buruh yang bersangkutan (atas dasar suka rela) dan hanya dapat dilakukan paling banyak 3 jam/hari dan 14 jam/minggu. Bekerja pada hari-hari libur resmi apabila jenis dan sifat pekerjaan harus dilaksanakan atau dijalankan secara terus menerus atau pada keadaan lain berdasarkan kesepakatan antara buruh dengan pengusaha. WAKTU ISTIRAHAT Adalah waktu untuk pemulihan setelah melakukan pekerjaan untuk waktu tertentu Istirahat antara jam kerja sekurang-kurangnya setengah jam setelah bekerja selama 4 jam terus menerus dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja (pasal 79 UU 13/2003) Istirahat mingguan adalah 1 hari untuk 6 hari kerja/minggu atau 2 hari untuk 5 hari kerja/minggu (pasal 79 UU 13/2003) Istirahat untuk menjalankan/menunaikan ibadah menurut agama bagi pekerja diberikan kesempatan yang secukupnya (pasal 80 UU 13/2003) Buruh perempuan yang dalam masa haid merasakan sakit tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua pada waktu haid (pasal 81 (1) UU 13/2003) Buruh perempuan berhak memperleh istirahat selama 1,5 bulan sebelum melahirkan dan 1,5 bulan setelah melahirkan menurut perhitungan dkter kandungan atau bidan ( pasal 82 (1) UU 13/2003) buruh perempuan yang mengalami keguguran kandungan berhak memperleh istirahat 1,5 bulan atau sesuai dengan keterangan dkter kandungan atau bidan (pasal 82 (2) UU 13/2003). WAKTU CUTI Cuti tahunan : Cuti tahunan sekurang-kurangnya 12 hari kerja setelah buruh yang bersangkutan bekerja selama 12 bulan secara terus menerus (pasal 79 (2) UU 13/2003) Aturan yang terdapat dalam Peraturan Pemerintah N. 21 Tahun 1954 : Berlaku pada perusahaan yang mempunyai buruh minimal 10 rang. Disusun leh Dn I 5

6 Partner Fr Yur Slutin Buruh berhak atas istirahat tahunan tiap kali setelah ia mempunyai masa kerja 12 bulan berturut-turut pada satu pengusaha/perusahaan atau beberapa pengusaha dari satu rganisasi pengusaha. Lamanya istirahat tahunan dihitung untuk tiap 23 hari bekerja, satu hari istirahat sampai paling banyak 12 hari kerja. Hak atas istirahat tahunan akan gugur apabila dalam waktu 6 bulan setelah lahirnya hak tersebut buruh ternyata tidak menggunakan haknya bukan karena alasan yang diberikan pengusaha atau bukan alasan istimewa. Selama istirahat tahunan, buruh berhak atas upah penuh. Dengan persetujuan antara buruh dengan pengusaha, istirahat tahunan dapat dibagi dalam beberapa bagian. Buruh berhak atas suatu pembayaran penggantian istirahat tahunan bila saat di PHK ia sudah mempunyai masa kerja sedikit-dikitnya 6 bulan terhitung sejak saat ia berhak atas istirahat tahunan yang terakhir. Bila perusahaan pindah tangan maka masa kerja pada perusahaan yang lama dianggap sebagai masa kerja pengusaha yang baru Peraturan ini tidak mengurangi perjanjian antara buruh dan pengusaha tentang istirahat tahunan yang lebih menguntungkan buruh dari apa yang ditetapkan disini. CUTI PANJANG : Cuti panjang sekurang-kurangnya 2 bulan dan dilaksanakan pada tahun ketujuh dan kedelapan, masingmasing 1 bulan bagi buruh yang telah bekerja selama 6 tahun secara terus menerus pada perusahaan yang sama dengan ketentuan buruh tersebut tidak berhak lagi atas istirahat tahunanya dalam 2 tahun berjalan dan selanjutnya berlaku untuk setiap kelipatan masa kerja 6 tahun (pasal 79 (2) UU III. PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) PENGANTAR Berbicara mengenai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) tidak terlepas dari hak-hak, syarat-syarat, unsurunsur yang termasuk PHK dan prsedur PHK itu sendiri, yang harus dipenuhi leh pengusaha ketika terjadi pengakhiran hubungan kerja. Hal tersebut jelas diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan. Bagi pembuat Undang-Undang sendiri bermaksud untuk melindungi buruh, meskipun dalam praktek banyak terjadi penyimpangan dan penapsiran Undang-Undang serta jauh dari pelindungan terhadap buruh. PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) Adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara buruh dan pengusaha (Pasal 1 UU 13/2003) Selama putusan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial (PPHI) yang kita kenal sekarang hakim Ad Hc yang efektif berlaku mulai tanggal 14 Januari 2006, belum ditetapkan, baik pengusaha maupun buruh harus tetap melaksanakan segala kewajiban atau pengusaha dapat melakukan penyimpangan berupa tindakan skrsing kepada buruh yang sedang dalam prses PHK dengan tetap wajib membayar upah beserta hak-hak lainnya yang biasanya diterima buruh (Pasal 155 ayat (2) dan ayat (3) UU 13/2003). Pengusaha dilarang melakukan PHK dengan alasan (pasal 153 UU 13/2003) : Buruh berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dkter selama waktu tidak melampaui 12 (dua belas) bulan secara terus menerus. Buruh berhalangan menjalankan pekerjaan nya karena memenuhi kewajibannya terhadap negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Buruh menjalankan ibadah yang di perintahkan agamanya. Buruh menikah. Buruh perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan atau menyusui bayinya. Buruh mendirikan, menjadi anggta dan atau pengurus serikat buruh, buruh melakukan kegiatan serikat buruh diluar jam kerja atau didalam jam kerja atas kesepakatan pengusaha atau berdasarkasn ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama. Karena perbedaan paham, agama, aliran plitik, suku, warna kulit, glngan, jenis kelamin, kndisi fisik atau status perkawinan. Buruh dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja atau sakit akibat hubungan kerja yang menurut surat keterangan dkter yang jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan. Dalam hal terjadi PHK, pengusaha diwajibkan membayar uang pesangn dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima (Pasal 156 ayat (1) UU 13/2003). I. Perhitungan uang pesangn paling sedikit sebagai berikut (pasal 156 ayat (2) UU 13/2003)): Masa kerja 1 tahun = 1 bulan upah. Masa kerja 1 tahun/lebih tetapi kurang dari 2 tahun = 2 bulan upah Masa kerja 2 tahun/lebih tetapi kurang dari 3 tahun = 3 bulan upah Masa kerja 3 tahun/lebih tetapi kurang dari 4 tahun = 4 bulan upah Masa kerja 4 tahun/lebih tetapi kurang dari 5 tahun = 5 bulan upah Masa kerja 5 tahun/lebih tetapi kurang dari 6 tahun = 6 bulan upah Masa kerja 6 tahun/lebih tetapi kurang dari 7 tahun = 7 bulan upah Masa kerja 7 tahun/lebih tetapi kurang dari 8 tahun = 8 bulan upah Masa kerja 8 tahun/lebih = 9 bulan upah. II. Penghitungan uang penghargaan masa kerja ditetapkan sebagai berikut (Pasal 156 ayat (3) UU 13/2003) : Masa kerja 3 tahun/lebih tetapi kurang dari 6 tahun = 2 bulan upah Masa kerja 6 tahun/lebih tetapi kurang dari 9 tahun = 3 bulan upah Masa kerja 9 tahun/lebih tetapi kurang dari 12 tahun = 4 bulan upah Masa kerja 12 tahun/lebih tetapi kurang dari 15 tahun = 5 bulan upah Masa kerja 15 tahun/lebih tetapi kurang dari 18 tahun = 6 bulan upah Masa kerja 18 tahun/lebih tetapi kurang dari 21 tahun = 7 bulan upah Masa kerja 21 tahun/lebih tetapi kurang dari 24 tahun = 8 bulan upah Masa kerja 24 tahun/lebih = 10 bulan upah III. Uang penggantian hak meliputi (pasal 156 ayat (4) UU 13/2003) : Cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur Biaya atau ngks pulang untuk buruh dan keluarganya ketempat dimana buruh diterima bekerja Penggantian perumahan serta pengbatan dan perawatan ditetapkan sebesar 15 % dari uang pesangn dan atau uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat. Disusun leh Dn I 6

7 Partner Fr Yur Slutin Buruh yang mengundurkan diri atas kemauan sendiri memperleh uang penggantian hak sesuai dengan ketentuan dalam UU 13/2003 dan ditambah dengan uang pisah yang besar dan pelaksanaannya diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan dan PKB (bila tugas dan fungsinya tidak mewakili kepentingan pengusaha secara langsung) Pasal 162 UU 13/2003. Pengusaha dapat melakukan PHK terhadap buruh dalam hal terjadi perubahan status, penggabungan, peleburan atau perubahan kepemilikan perusahaan (Pasal 163 UU 13/2003): Pengusaha dapat melakukan PHK karena perusahaan tutup yang disebabkan (Pasal 164 UU 13/2003) : Perusahaan mengalami kerugian secara terus menerus selama 2 tahun atau keadaan memaksa Perusahaan melakukan efisiensi, buruh berhak mendapat 2 kali ketentuan uang pesangn, 1 kali ketentuan uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak. Pengusaha dapat melakukan PHK terhadap buruh karena perusahaan pailit, Bila hubungan kerja berakhir karena buruh meninggal dunia, ahli waris buruh berhak mendapatkan 2 kali ketentuan uang pesangn, 1 kali ketentuan uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak (pasal 166 UU 13/2003). IV. HAK AZASI DAN KEBEBASAN BESERIKAT PENGANTAR Semua rang di muka bumi mempunyai Hak Azasi Manusia (HAM) begitupun rakyat Indnesia, khusus kaum buruh mempunyai hak untuk menentukan nasibnya sendiri termasuk kemerdekaan berserikat, berkumpul, mengeluarkan pikiran baik secara lisan maupun secara tulisan, memperleh pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, serta mempunyai kedudukan yang sama dalam hukum merupakan hak setiap warga negara. Dalam rangka mewujudkan kemerdekaan berserikat, buruh berhak membentuk dan mengembangkan serikat buruh yang bebas, terbuka, mandiri, demkratis. Serikat buruh harus memperjuangkan, melindungi, dan membela kepentingan dan kesejahteraan buruh beserta keluarganya, serta mewujudkan hubungan industrial yang seimbang dan berkeadilan ssial. Karena itu hak untuk melindungi kepentingan para buruh maka seharusnya membentuk serikat buruh yang mampu melindungi dan memperjuangkan kepentingan kaum buruh itu sendiri. Pemerintah Indnesia sejak rde baru berkuasa tidak pernah membiarkan kaum buruh bebas beserikat dan jika ada yang berani akan berhadapan dengan resik yang luar biasa, seperti penangkapan, penculikan, memenjarakan bahkan membunuh aktifis yang berani membentuk serikat buruh di luar SPASALI. Akhirnya SPASALI menjadi rganisasi tunggal, dibanyak kasus perburuhan membela pengusaha. Namun, tahun 1998 rakyat Indnesia bersama dengan kekuatan massa mahasiswa, LSM dan serikat buruh memaksa Sehart berhenti jadi Presiden, sejak itu pula kebebasan berserikat mulai dirasakan dan lahirlah Undang-undang N. 21 Tahun 2000 tentang serikat pekerja/serikat buruh. Dengan maksud UU tersebut dibuat bertujuan untuk melindungi buruh, meskipun dalam praktek banyak terjadi penyimpangan dan penapsiran UU serta jauh dari pelindungan terhadap buruh sendiri. Dasar hukum yang melindungi kaum buruh berserikat selain UU N. 21 tahun 2000 tentang serikat pekerja/serikat buruh diantaranya; 1. Pasal 5 ayat (1), pasal 20 ayat (2), pasal 27, dan pasal 28 Undang-undang Dasar 1945 sebagaimana telah diubah dengan Perubahan Pertama Tahun 1999; 2. Undang-undang Nmr 18 Tahun 1956 tentang Persetujuan Knvensi Organisasi Perburuhan Internasinal Nmr 98 mengenai Berlakunya Dasar-Dasar daripadanya Hak Untuk Berrganisasi dan untuk Berunding Bersama (Lembaran Negara Tahun 1956 Nmr 42, Tambahan Lembaran Negara Nmr 1050) ; 3. Undang-undang Nmr 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Tahun 1999 Nmr 165, Tambahan Lembaran Negara Nmr 3886); 4. Serikat buruh mempunyai sifat bebas, terbuka, mandiri, demkratis, dan bertanggung jawab. (Pasal 3 UU 21/2000) Tujuan serikat buruh adalah; 1. Bertujuan memberikan perlindungan, pembelaan hak dan kepentingan, serta meningkatkan kesejahteraan yang layak bagi pekerja/buruh dan keluarganya 2. Untuk mencapai tujuan Serikat buruh mempunyai fungsi : a. sebagai pihak dalam pembuatan perjanjian kerja bersama dan penyelesaian perselisihan industrial; b. sebagai wakil buruh dalam lembah kerja sama dibidang ketenagakerjaan sesuai dengan tingkatannya; c. sebagai sarana menciptakan hubungan industrial yang harmnis, dinamis, dan berkeadilan sesuai dengan peraaturan perundang-undangan yang berlaku; d. sebagai sarana penyalur aspirasi dalam memperjuangkan hak dan kepentingan anggtanya; e. sebagai perencana, pelaksana, dan penanggung jawab pemgkan pekerja/buruh sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; f. sebagai wakil pekerja/buruh dalam memperjuangkan kepemilikan saham dalam perusahaan. (Pasal 4 UU 21/2000) Setiap buruh berhak membentuk dan menjadi anggta serikat pekerja/serikat buruh. Dan Serikat serikat buruh dibentuk leh sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) rang buruh. (Pasal 5 UU 21/2000) Serikat buruh yang telah mempunyai nmr bukti pencatatan sesuai Pasal 2 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi N. : Kep. 16/Men/2001 tentang Tata Cara Pencatatan Serikat Buruh, berkewajiban : a. melindungi dan membela anggta dari pelanggaran hak-hak dan memperjuangkan kepentingannya; b. memperjuangkan peningkatan kesejahteraan anggta dan keluarganya; c. mempertanggungjawabkan kegiatan rganisasi kepada anggtanya sesuai dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga. (Pasal 27 UU 21/2000) Siapapun dilarang menghalang-halangi atau memaksa buruh untuk membentuk atau tidak membentuk, menjadi pengurus atau tidak menjadi pengurus, menjadi anggta atau tidak menjadi anggta dan/atau menjalankan atau tidak menjalankan kegiatan serikat buruh dengan cara; a. Melakukan pemutusan hubungan kerja, memberhentikan sementara, menurunkan jabatan, atau melakukan mutasi; Disusun leh Dn I 7

8 Partner Fr Yur Slutin b. Tidak membayar atau mengurangi upah pekerja/buruh; c. Melakukan intimidasi dalam bentuk apapun; d. Melakukan kampanye anti pembentukan serikat buruh. (Pasal 28 UU 21/2000) Pengusaha harus memberikan kesempatan kepada pengurus dan/atau anggta serikat buruh untuk menjalankan kegiatan serikat buruh dalam jam kerja yang disepakati leh kedua belah pihak dan/atau yang diatur dalam perjanjian kerja bersama. Dan tetap mendapat upah penuh (Pasal 29 UU 21/2000) Keuangan Serikat buruh bersumber dari : a. iuran anggta yang besarnya ditetapkan bersama. b. usaha yang sah. c. bantuan anggta atau pihak lain yang tidak mengikat. (Pasal 30 UU 21/2000) Barang siapa yang menghalang-halangi atau memaksa buruh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp ,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp ,00 (lima ratus juta rupiah). Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tindak pidana kejahatan. 21/2000) (Pasal 43 UU Selain buruh disektr jasa, industri, pertambangan, perkebunan dan sektr lainnya. Pegawai negeri sipil-pun mempunyai hak istimewa yakni dapat membentuk serikat selain rganisasi yang menjadi kuda tunggangan pemerintah. (Pasal 44 UU 21/2000) Demikian secara singkat penjelasan tentang hak-hak nrmatif yang diatur dalam perundang-undangan dan peraturan pemerintah Indnesia. Semga bisa bermanfaat Terimakasih DI Disusun leh Dn I 8

Pasal 88 s.d pasal 98 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;

Pasal 88 s.d pasal 98 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan; DASAR HUKUM * UUD 1945, pasal 28 D ayat (2) : Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja Pasal 88 s.d pasal 98 UU No. 13 Tahun 2003

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG PERLINDUNGAN BURUH/PEKERJA INFORMAL DI KABUPATEN LOMBOK TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003 UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003 BAB XII PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA Pasal 150 Ketentuan mengenai pemutusan hubungan kerja dalam undang-undang ini meliputi pemutusan hubungan kerja yang terjadi di badan usaha

Lebih terperinci

-2-1. Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/bu

-2-1. Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/bu LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.237, 2015 TENAGA KERJA. Pengupahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5747). PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NO. 21 TH 2000

UNDANG-UNDANG NO. 21 TH 2000 UNDANG-UNDANG NO. 21 TH 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul, mengeluarkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003 UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003 BAB X PERLINDUNGAN, PENGUPAHAN, DAN KESEJAHTERAAN Bagian Kesatu Perlindungan Paragraf 1 Penyandang Cacat Pasal 67 1. Pengusaha yang mempekerjakan tenaga kerja penyandang cacat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 97 Undang-Undang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN [LN 2003/39, TLN 4279] Pasal 184

UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN [LN 2003/39, TLN 4279] Pasal 184 UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN [LN 2003/39, TLN 4279] BAB XVI KETENTUAN PIDANA DAN SANKSI ADMINISTRATIF Bagian Pertama Ketentuan Pidana Pasal 183 74 1, dikenakan sanksi pidana

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan Peraturan Kepala

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN DAN PENGAWASAN TENAGA KERJA (2)

PERLINDUNGAN DAN PENGAWASAN TENAGA KERJA (2) HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN IX) PERLINDUNGAN DAN PENGAWASAN TENAGA KERJA (2) copyright by Elok Hikmawati 1 PENGUPAHAN Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai

Lebih terperinci

Jam Kerja, Cuti dan Upah. Lusiani Julia Program Officer ILO Jakarta April 2017

Jam Kerja, Cuti dan Upah. Lusiani Julia Program Officer ILO Jakarta April 2017 Jam Kerja, Cuti dan Upah Lusiani Julia Program Officer ILO Jakarta April 2017 Tujuan Pembelajaran Mengenal peraturan yang terkait dengan jam kerja, cuti dan upah Waktu Kerja Watu Istirahat Waktu Kerja

Lebih terperinci

RINGKASAN PERATURAN KETENAGAKERJAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 Oleh: Irham Todi Prasojo, S.H.

RINGKASAN PERATURAN KETENAGAKERJAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 Oleh: Irham Todi Prasojo, S.H. 1 2 3 4 58 Dapat diadakan paling lama 2 (dua) tahun dan PKWT Jangka Waktu 5 59 ayat 4 hanya dapat diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka Kontrak waktu paling lama 1 (satu) tahun Outsourcing hanya untuk

Lebih terperinci

PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (1)

PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (1) HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN XIII) PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (1) copyright by Elok Hikmawati 1 Pemutusan Hubungan Kerja Pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003 UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003 BAB IX HUBUNGAN KERJA Pasal 50 Hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh. Pasal 51 1. Perjanjian kerja dibuat secara tertulis

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN

UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN Industrial Relation in Indonesia UU No. 13, Tahun 2003 HRM - IM TELKOM 1 DEFINISI KETENAGAKERJAAN. Segala yang berhubungan dengan tenaga kerja pada saat sebelum, selama, dan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG PERLINDUNGAN UPAH

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG PERLINDUNGAN UPAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG PERLINDUNGAN UPAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. Bahwa sistem pengupahan yang berlaku sekarang

Lebih terperinci

Undang-undang No. 21 Tahun 2000 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

Undang-undang No. 21 Tahun 2000 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH Daftar Isi BAB I KETENTUAN UMUM I-7 BAB II ASAS, SIFAT, DAN TUJUAN I-8 BAB III PEMBENTUKAN I-10 BAB

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1997 TENTANG KETENAGAKERJAAN [LN 1997/73, TLN 3702]

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1997 TENTANG KETENAGAKERJAAN [LN 1997/73, TLN 3702] UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1997 TENTANG KETENAGAKERJAAN [LN 1997/73, TLN 3702] Bagian Kedua Ketentuan Pidana Pasal 171 Barangsiapa : a. tidak memberikan kesempatan yang sama kepada

Lebih terperinci

BAB I KETENTUAN U M U M

BAB I KETENTUAN U M U M UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG K E T E N A G A K E R J A A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional dilaksanakan

Lebih terperinci

Serikat Pekerja/Serikat Buruh

Serikat Pekerja/Serikat Buruh Serikat Pekerja/Serikat Buruh a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul, mengeluarkan pikiran baik secara lisan maupun secara tulisan, memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan,

Lebih terperinci

Pemutusan Hubungan Kerja

Pemutusan Hubungan Kerja Pemutusan Hubungan Kerja Suatu langkah pengakhiran hubungan kerja antara pekerja dan pengusaha karena suatu hal tertentu. Pasal 1 angka 25 UU Ketenagakerjaan: Pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG PERLINDUNGAN UPAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG PERLINDUNGAN UPAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG PERLINDUNGAN UPAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sistem pengupahan yang berlaku sekarang ini sudah tidak lagi sesuai

Lebih terperinci

Perselisihan dan Pemutusan. hubungan kerja. berhak memutuskannya dengan pemberitahuan pemutusan BAB 4

Perselisihan dan Pemutusan. hubungan kerja. berhak memutuskannya dengan pemberitahuan pemutusan BAB 4 BAB 4 Perselisihan dan Pemutusan Hubungan Kerja 1. Perselisihan dan Pemutusan Hubungan Kerja Ketentuan mengenai pemutusan hubungan kerja dalam undang-undang meliputi pemutusan hubungan kerja yang terjadi

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 131, 2000 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3989) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

FAQ HAK BURUH MELAKUKAN AKSI DEMONSTRASI 1

FAQ HAK BURUH MELAKUKAN AKSI DEMONSTRASI 1 FAQ HAK BURUH MELAKUKAN AKSI DEMONSTRASI 1 1. Apa itu Demonstrasi? Pasal 1 ayat 3 UU No 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Dimuka Umum. Unjuk rasa atau Demonstrasi adalah kegiatan yang

Lebih terperinci

NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,

Lebih terperinci

Penjelasan Mengenai Sistem Ketenagakerjaan di Indonesia

Penjelasan Mengenai Sistem Ketenagakerjaan di Indonesia Penjelasan Mengenai Sistem Ketenagakerjaan di Indonesia Penjelasan mengenai penentuan upah sehari Sesuai ketentuan Pasal 77 ayat (2) UU Ketenagakerjaan No. 13/2003, bahwa waktu kerja adalah: 1. a. 7 (tujuh)

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 21 TAHUN 2000 (21/2000) TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 21 TAHUN 2000 (21/2000) TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 21 TAHUN 2000 (21/2000) TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kemerdekaan

Lebih terperinci

KISI-KISI HUKUM KETENAGAKERJAAN

KISI-KISI HUKUM KETENAGAKERJAAN KISI-KISI HUKUM KETENAGAKERJAAN BAB 1 PERJANJIAN KERJA 1.1. DEFINISI Pasal 1 UU No. 13/2003 14. Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja / buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG PERLINDUNGAN UPAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG PERLINDUNGAN UPAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SP MDF FSPMI Klari ~ Karawang PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG PERLINDUNGAN UPAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA / SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA / SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA / SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBL1K INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kemerdekaan berserikat,

Lebih terperinci

PERATURAN - PERATURAN PENTING DALAM UU KETENAGAKERJAAN NO 13 TAHUN 2003

PERATURAN - PERATURAN PENTING DALAM UU KETENAGAKERJAAN NO 13 TAHUN 2003 1 42 ayat 1 Tenaga Kerja Asing wajib memiliki izin tertulis dari menteri/pejabat Pidana Penjara 1 ~ 4 Tahun 42 ayat 2 Pemberi kerja perorangan dilarang mempekerjakan orang asing Pidana Penjara 1 ~ 4 Tahun

Lebih terperinci

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1. 1) Setiap bentuk usaha milik swasta yang memperkerjakan pekerjaan dengan tujuan mencari keuntungan atau tidak.

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1. 1) Setiap bentuk usaha milik swasta yang memperkerjakan pekerjaan dengan tujuan mencari keuntungan atau tidak. PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA TENTANG PENYELESAIAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA DAN PENETAPAN UANG PESANGON, UANG JASA DAN GANTI KERUGIAN DI PERUSAHAAN SWASTA Peraturan Menteri Tenaga Kerja R.I. Nomor: PER-03/MEN/1996

Lebih terperinci

Oleh: Arum Darmawati. Disampaikan pada acara Carrier Training Preparation UGM, 27 Juli 2011

Oleh: Arum Darmawati. Disampaikan pada acara Carrier Training Preparation UGM, 27 Juli 2011 Oleh: Arum Darmawati Disampaikan pada acara Carrier Training Preparation UGM, 27 Juli 2011 Hukum Ketenagakerjaan Seputar Hukum Ketenagakerjaan Pihak dalam Hukum Ketenagakerjaan Hubungan Kerja (Perjanjian

Lebih terperinci

PEMBERHENTIAN KARYAWAN (Pemutusan Hubungan Kerja) PERTEMUAN 14

PEMBERHENTIAN KARYAWAN (Pemutusan Hubungan Kerja) PERTEMUAN 14 PEMBERHENTIAN KARYAWAN (Pemutusan Hubungan Kerja) PERTEMUAN 14 1 SUB POKOK BAHASAN PENGERTIAN ALASAN-ALASAN PEMBERHENTIAN PROSES PEMBERHENTIAN PASAL 153, UU PERBURUHAN NO.13/2003 PASAL 156 (KEWAJIBAN PERUSAHAAN)

Lebih terperinci

FAQ HAK PEKERJA MELAKUKAN AKSI UNJUK RASA 1

FAQ HAK PEKERJA MELAKUKAN AKSI UNJUK RASA 1 FAQ HAK PEKERJA MELAKUKAN AKSI UNJUK RASA 1 1. Apa itu unjuk rasa? 2. Apakah seorang Pekerja boleh melakukan aksi demonstrasi? Pasal 102 ayat (2) UU Ketenagakerjaan menyatakan : Dalam melaksanakan hubungan

Lebih terperinci

Aspek Hubungan Kerja dan Perjanjian Kerja di Indonesia. Berdasarkan UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

Aspek Hubungan Kerja dan Perjanjian Kerja di Indonesia. Berdasarkan UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Aspek Hubungan Kerja dan Perjanjian Kerja di Berdasarkan UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Hubungan Kerja Hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh

Lebih terperinci

Upah Hak pekerja/buruh uang imbalan termasuk tunjangan

Upah Hak pekerja/buruh uang imbalan termasuk tunjangan Pengupahan Upah Hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu PK,

Lebih terperinci

HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN IV) PERJANJIAN KERJA. copyright by Elok Hikmawati

HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN IV) PERJANJIAN KERJA. copyright by Elok Hikmawati HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN IV) PERJANJIAN KERJA copyright by Elok Hikmawati 1 PENDAHULUAN Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH NO. 08 TH 1981

PERATURAN PEMERINTAH NO. 08 TH 1981 PERATURAN PEMERINTAH NO. 08 TH 1981 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG PERLINDUNGAN UPAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. Bahwa sistem

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional dilaksanakan dalam

Lebih terperinci

MAKALAH HUKUM KETENAGAKERJAAN KETIDAKSUAIAN PENGUPAHAN KERJA LEMBUR

MAKALAH HUKUM KETENAGAKERJAAN KETIDAKSUAIAN PENGUPAHAN KERJA LEMBUR MAKALAH HUKUM KETENAGAKERJAAN KETIDAKSUAIAN PENGUPAHAN KERJA LEMBUR DISUSUN OLEH : TEGUH SANTOSO (13.11.106.701201.1711) M. BACHRUL ULUM (13.11.106.701201.1712) M. ADITYA (13.11.106.701201.1713) ARIEF

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN DI INDONESIA

UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN DI INDONESIA UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN DI INDONESIA UU No 21/2000 Tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh UU No 13/2003 Tentang Ketenagakerjaan UU No 2/2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial UNTUK

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.102 /MEN/VI/2004 TENTANG WAKTU KERJA LEMBUR DAN UPAH KERJA LEMBUR

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.102 /MEN/VI/2004 TENTANG WAKTU KERJA LEMBUR DAN UPAH KERJA LEMBUR MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.102 /MEN/VI/2004 TENTANG WAKTU KERJA LEMBUR DAN UPAH KERJA LEMBUR MENTERI

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NO. 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAAN

UNDANG-UNDANG NO. 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAAN UNDANG-UNDANG NO. 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAAN BAB I BAB II BAB III BAB IV BAB V BAB VI BAB VII BAB VIII BAB IX BAB X BAB XI BAB XII BAB XIII BAB XIV BAB XV BAB XVI BAB XVII BAB XVIII KETENTUAN

Lebih terperinci

CV. WARNET FAUZAN TANGERANG PERATURAN DIREKTUR NOMOR 4 TAHUN 2018 TENTANG PENGUPAHAN DAN KESEJAHTERAAN KARYAWAN

CV. WARNET FAUZAN TANGERANG PERATURAN DIREKTUR NOMOR 4 TAHUN 2018 TENTANG PENGUPAHAN DAN KESEJAHTERAAN KARYAWAN CV. WARNET FAUZAN TANGERANG PERATURAN DIREKTUR NOMOR 4 TAHUN 2018 TENTANG PENGUPAHAN DAN KESEJAHTERAAN KARYAWAN BAB I PENGUPAHAN Pasal 1 SISTEM PENGUPAHAN 1. Hak untuk menerima gaji timbul pada saat adanya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Peran menurut Soerjono Soekanto (1982 : 60) adalah suatu sistem kaidah kaidah yang berisikan

TINJAUAN PUSTAKA. Peran menurut Soerjono Soekanto (1982 : 60) adalah suatu sistem kaidah kaidah yang berisikan TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Peran Peran menurut Soerjono Soekanto (1982 : 60) adalah suatu sistem kaidah kaidah yang berisikan patokan patokan perilaku, pada kedudukan kedudukan tertentu dalam masyarakat,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dimana perlindungan tersebut menurut hukum dan undang-undang yang berlaku. Karena pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dimana perlindungan tersebut menurut hukum dan undang-undang yang berlaku. Karena pada BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perlindungan Hukum Di dalam Kamus Umum khususnya bidang hukum dan politik hal. 53 yang ditulis oleh Zainul Bahry, S.H., Perlindungan Hukum terdiri dari 2 suku kata yaitu: Perlindungan

Lebih terperinci

SISTEM PENGUPAHAN DI INDONESIA

SISTEM PENGUPAHAN DI INDONESIA SISTEM PENGUPAHAN DI INDONESIA Sistem Penentuan Upah (pengupahan) yang berlaku di Indonesia adalah sistem yang berbasis indeks biaya hidup dan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) per Kapita sebagai proksi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka

Lebih terperinci

file://\\ \web\prokum\uu\2003\uu htm

file://\\ \web\prokum\uu\2003\uu htm Page 1 of 49 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional dilaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG PERLINDUNGAN UPAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG PERLINDUNGAN UPAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG PERLINDUNGAN UPAH PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa sistem pengupahan yang berlaku sekarang ini sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan, sehingga

Lebih terperinci

STANDARISASI PEMUTUSAN

STANDARISASI PEMUTUSAN STANDARISASI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA DI PERUSAHAN Oleh : Ayu, Puput, Vitariai Badai, Habib, Yanuar Rizki Latar Belakang Penciptaan Lapangan Pekerjaan Indikator Ketenagakerjaan Krisis Ekonomi Global Pemutusan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1997 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1997 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1997 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka

Lebih terperinci

NOMOR 25 TAHUN 1997 TENTANG KETENAGAKERJAAN

NOMOR 25 TAHUN 1997 TENTANG KETENAGAKERJAAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1997 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN,PENGUPAHAN DAN KESEJAHTERAAN

PERLINDUNGAN,PENGUPAHAN DAN KESEJAHTERAAN PERLINDUNGAN,PENGUPAHAN DAN KESEJAHTERAAN (UNDANG UNDANG No : 13 TAHUN 2003) PERLINDUNGAN 1.PENYANDANG CACAT 1. ANAK 2. PEREMPUAN 3. WAKTU KERJA 4. KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA 1 1 PENYANDANG CACAT

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Tentang Tenaga Kerja 2.1.1. Pengertian Tenaga Kerja Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan, baik di dalam maupun di luar hubungan kerja,

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Direktur Pendidikan Menengah Kejuruan Dr.Gatot Hari Priowirjanto

KATA PENGANTAR. Direktur Pendidikan Menengah Kejuruan Dr.Gatot Hari Priowirjanto KATA PENGANTAR Modul ini merupakan salah satu modul yang membahas tentang Undang Undang. Sub kompetensi yang harus dicapai siswa dengan mempelajari modul Memahami Undang Undang Tenaga Kerja yang Berlaku.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1997 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1997 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1997 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG TENTANG KETENAGAKERJAAN BAB I KETENTUAN UMUM

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG TENTANG KETENAGAKERJAAN BAB I KETENTUAN UMUM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG TENTANG KETENAGAKERJAAN BAB I KETENTUAN UMUM PASAL 1 Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan : 1. Ketenagakerjaan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 73, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3702)

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 73, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3702) LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 73, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3702) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1997 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN

Lebih terperinci

*10099 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 25 TAHUN 1997 (25/1997) TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*10099 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 25 TAHUN 1997 (25/1997) TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 25/1997, KETENAGAKERJAAN *10099 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 25 TAHUN 1997 (25/1997) TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perlindungan hukum pada dasarnya tidak membedakan antara pria dan perempuan, terutama dalam hal pekerjaan. Setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi

Lebih terperinci

GUBERNUR SUMATERA BARAT

GUBERNUR SUMATERA BARAT GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 30 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PEMBUATAN PERATURAN PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1997 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1997 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1997 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional di laksanakan dalam

Lebih terperinci

CONTOH SURAT PERJANJIAN KERJA

CONTOH SURAT PERJANJIAN KERJA CONTOH SURAT PERJANJIAN KERJA SURAT PERJANJIAN KERJA Nomer: Yang bertanda tangan di bawah ini: 1. Nama : Jabatan : Alamat : Dalam hal ini bertindak atas nama direksi ( nama perusahaan ) yang berkedudukan

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN : BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

MEMUTUSKAN : BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG TATA CARA PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN HAKIM AD-HOC PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN HAKIM AD-HOC PADA MAHKAMAH AGUNG PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003 UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003 BAB XI HUBUNGAN INDUSTRIAL Bagian Kesatu Umum Pasal 102 1. Dalam melaksanakan hubungan industrial, pemerintah mempunyai fungsi menetapkan kebijakan, memberikan pelayanan, melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di bidang ketenagakerjaan, pihak-pihak yang terlibat didalamnya, yaitu pekerja,

BAB I PENDAHULUAN. Di bidang ketenagakerjaan, pihak-pihak yang terlibat didalamnya, yaitu pekerja, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di bidang ketenagakerjaan, pihak-pihak yang terlibat didalamnya, yaitu pekerja, pengusaha dan pemerintah akan menimbulkan terselenggaranya hubungan industrial. Tujuan

Lebih terperinci

BAB II PROSEDUR PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

BAB II PROSEDUR PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN HUBUNGAN INDUSTRIAL BAB II PROSEDUR PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN HUBUNGAN INDUSTRIAL D. Pengertian Hubungan Industrial Berdasarkan Undang-Undang

Lebih terperinci

CONTOH SURAT PERJANJIAN KERJA

CONTOH SURAT PERJANJIAN KERJA 31 CONTOH SURAT PERJANJIAN KERJA SURAT PERJANJIAN KERJA Nomer: ---------------------------------- Yang bertanda tangan di bawah ini: 1. Nama : Jabatan : Alamat : Dalam hal ini bertindak atas nama direksi

Lebih terperinci

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Hubungan Kerja Hubungan antara buruh dengan majikan, terjadi setelah diadakan perjanjian oleh buruh dengan majikan, dimana buruh menyatakan kesanggupannya untuk bekerja pada majikan dengan menerima upah

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER-02/MEN/ 1993 TAHUN 1993 TENTANG KESEPAKATAN KERJA WAKTU TERTENTU

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER-02/MEN/ 1993 TAHUN 1993 TENTANG KESEPAKATAN KERJA WAKTU TERTENTU PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER-02/MEN/ 1993 TAHUN 1993 TENTANG KESEPAKATAN KERJA WAKTU TERTENTU MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka melaksanakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka

Lebih terperinci

perjanjian kerja waktu tertentu yakni terkait masalah masa waktu perjanjian yang

perjanjian kerja waktu tertentu yakni terkait masalah masa waktu perjanjian yang perjanjian kerja waktu tertentu yakni terkait masalah masa waktu perjanjian yang dibolehkan dan sifat kerja yang dapat dibuat perjanjian kerja waktu tertentu. Faktor pendidikan yang rendah dan kurangnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kemerdekaan ketenagakerjaan di Indonesia diatur dengan ketentuan Undang-

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kemerdekaan ketenagakerjaan di Indonesia diatur dengan ketentuan Undang- 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Hukum Ketenagakerjaan Hukum ketenagakerjaan adalah hukum yang mengatur tentang tenaga kerja. Hukum ketenagakerjaan semula dikenal dengan istilah perburuhan. Setelah

Lebih terperinci

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP. 48/MEN/IV/2004 TENTANG TATA CARA PEMBUATAN DAN PENGESAHAN PERATURAN PERUSAHAAN SERTA PEMBUATAN DAN PENDAFTARAN PERJANJIAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP. 48/MEN/IV/2004 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP. 48/MEN/IV/2004 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP. 48/MEN/IV/2004 TENTANG TATA CARA PEMBUATAN DAN PENGESAHAN PERATURAN PERUSAHAAN SERTA PEMBUATAN DAN PENDAFTARAN PERJANJIAN

Lebih terperinci

PENGUPAHAN BURUH KONSTRUKSI DALAM PERSPEKTIF HUKUM KETENAGAKERJAAN

PENGUPAHAN BURUH KONSTRUKSI DALAM PERSPEKTIF HUKUM KETENAGAKERJAAN PENGUPAHAN BURUH KONSTRUKSI DALAM PERSPEKTIF HUKUM KETENAGAKERJAAN Dewi Yustiarini 1 1 Jurusan Pendidikan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Kejuruan, Universitas Pendidikan Indonesia E-mail: dewiyustiarini@upi.edu

Lebih terperinci

HUKUM KETENAGA KERJAAN BERDASARKAN UU NO 13 TAHUN 2003

HUKUM KETENAGA KERJAAN BERDASARKAN UU NO 13 TAHUN 2003 HUKUM KETENAGA KERJAAN BERDASARKAN UU NO 13 TAHUN 2003 PENGUSAHA PEMERINTAH UU NO 13 TAHUN 2003 UU KETENAGAKERJAAN PEKERJA MASALAH YANG SERING DIHADAPI PENGUSAHA - PEKERJA MASALAH GAJI/UMR MASALAH KESEJAHTERAAN

Lebih terperinci

Perjanjian Kerja PK 000/SDP DIR/III/2008

Perjanjian Kerja PK 000/SDP DIR/III/2008 Perjanjian Kerja PK 000/SDP DIR/III/2008 Yang bertanda tangan dibawah ini, masing-masing : I. PT. SURVINDO DWI PUTRA diwakili oleh : Nama : Ricky Wibowo Tjahjadi Jabatan : Direktur Utama Alamat : Wima

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO.13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PREDISEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO.13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PREDISEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO.13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PREDISEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka

Lebih terperinci

: KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP.48/MEN/IV/2004 TENTANG

: KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP.48/MEN/IV/2004 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP.48/MEN/IV/2004 TENTANG TATA CARA PEMBUATAN DAN PENGESAHAN PERATURAN PERUSAHAAN SERTA PEMBUATAN DAN PENDAFTARAN PERJANJIAN

Lebih terperinci

Undang-undang No 13 tahun 2003 POKOK-POKOK KETENTUAN NORMATIF HUBUNGAN INDUSTRIAL KETENAGAKERJAAN DAN SERIKAT PEKERJA

Undang-undang No 13 tahun 2003 POKOK-POKOK KETENTUAN NORMATIF HUBUNGAN INDUSTRIAL KETENAGAKERJAAN DAN SERIKAT PEKERJA Undang-undang No 13 tahun 2003 POKOK-POKOK KETENTUAN NORMATIF HUBUNGAN INDUSTRIAL KETENAGAKERJAAN DAN SERIKAT PEKERJA 1 Seekor tiram berjemur diri dipantai dengan kedua kulitnya yang terbuka lebar, Tatkala

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya

Lebih terperinci

NO 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN

NO 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PREDISEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka

Lebih terperinci

BUPATI BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,

BUPATI BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, BUPATI BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : a. bahwa sesuai dengan peranan dan kedudukan bidang

Lebih terperinci

MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA Nomor : Kep - 150 / Men / 2000 TENTANG

MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA Nomor : Kep - 150 / Men / 2000 TENTANG MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA Nomor : Kep - 150 / Men / 2000 TENTANG PENYELESAIAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA DAN PENETAPAN UANG PESANGON, UANG

Lebih terperinci

MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA Nomor : Kep / Men / 2000 TENTANG

MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA Nomor : Kep / Men / 2000 TENTANG MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA Nomor : Kep - 150 / Men / 2000 TENTANG PENYELESAIAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA DAN PENETAPAN UANG PESANGON, UANG

Lebih terperinci

CONTOH SURAT PERJANJIAN KERJA KONTRAK

CONTOH SURAT PERJANJIAN KERJA KONTRAK 2 CONTOH SURAT PERJANJIAN KERJA KONTRAK SURAT PERJANJIAN KERJA KONTRAK Nomer: -------------------------------------------- Yang bertanda tangan di bawah ini: 1. Nama : ---------------------------------------------------

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional dilaksanakan dalam

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL III - 1 III - 2 Daftar Isi BAB I KETENTUAN UMUM III-9 BAB II TATACARA PENYELESAIAN PERSELISIHAN

Lebih terperinci