BAB 2 LANDASAN TEORI. Kompresi adalah suatu teknik pemampatan data sehingga diperoleh file dengan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 LANDASAN TEORI. Kompresi adalah suatu teknik pemampatan data sehingga diperoleh file dengan"

Transkripsi

1 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kompresi Kompresi adalah suatu teknik pemampatan data sehingga diperoleh file dengan ukuran yang lebih kecil daripada ukuran aslinya. Kompresi bekerja dengan mencari pola-pola perulangan pada data dan menggantinya dengan sebuah penanda tertentu. Ada dua jenis metode kompresi, yaitu lossless compression dan lossy compression.( Sedangkan proses untuk mengembalikan data yang telah dikompres ke bentuk semula atau bentuk aslinya disebut dekompresi (decompression). 2.2 Kompresi Lossless (Lossless Compression) Kompresi lossless adalah pemampatan data di mana antara data asli dengan data kompresi sama setelah didekompresi. Jadi teknik ini memproses data asli menjadi bentuk yang lebih ringkas tanpa hilangnya informasi. Jadi lossless tidak menghilangkan informasi-informasi dalam file asli sehingga cocok diterapkan untuk file dokumen. 2.3 Kompresi Lossy (Lossy Compression) Kompresi lossy adalah pemampatan data di mana antara data asli dengan data kompresi terdapat nilai-nilai yang berbeda, tapi nilai perbedaan ini dianggap tidak mengurangi essential informasi dari data asli. Jadi teknik ini mendapatkan data yang lebih ringkas yang dilakukan dengan melalui suatu proses penghampiran (approksimasi) dari data asli dengan tingkat error yang dapat diterima. Jadi metode lossy

2 7 menghilangkan informasi yang dianggap tidak signifikan. Biasanya teknik ini diterapkan pada file multimedia berukuran besar, misalnya pada format file JPEG (image), MPEG (video) dan MP3 (audio). 2.4 Dasar Bilangan dan Operasi Logika Dasar Bilangan Setiap bagian di dalam sebuah komputer dapat disederhanakan menjadi sebuah jaringan kerja sakelar-sakelar, yang setiap saatnya dalam keadaan hidup atau mati. Konsep yang sederhana ini pada akhirnya akan menghasilkan kekuatan dan keanekaragaman penggunaan sebuah komputer. Bilangan 0 dinyatakan sebagai sebuah sakelar yang mati dan bilangan 1 dinyatakan sebagai sebuah sakelar yang hidup. Komputer hanya terbatas dapat menghitung angka 0 dan 1, bagaimana komputer dapat bekerja?. Akan tetapi juga harus kita ingat bukankah manusia yang mengenal angka 0 sampai 9 dapat bekerja dengan angka puluhan, ratusan, ribuan bahkan sampai tak terhingga. Konsepnya adalah penggabungan bilangan tersebut, jadi walaupun komputer hanya mengenal angka 0 dan 1 tapi jika dua angka tersebut digabungkan akan memiliki komposisi yang juga tidak terhingga. Sistem bilangan manusia disebut sebagai sistem bilangan desimal yang dipergunakan di seluruh dunia. Sistem hitungan pada komputer disebut sistem biner yang hanya terdiri dari dua angka yang berbeda, yaitu 0 dan 1. Untuk menyatakan bilangan yang lebih besar dari 1, kita mengikuti konsep yang dilakukan pada sistem bilangan desimal. Kalau untuk menyatakan sepuluh pada sistem bilangan desimal menggabungkan angka 1 dan 0, pada sistem biner untuk menyatakan dua juga

3 8 menggabungkan angka 1 dan 0. Untuk bilangan lainnya juga menggunakan konsep yang sama, jadi untuk bilangan 0 sampai 10 menjadi seperti berikut ini : Tabel 2.1 Bilangan Desimal dan Biner Desimal Biner Nol 0 0 Satu 1 1 Dua 2 10 Tiga 3 11 Empat Lima Enam Tujuh Delapan Sembilan Sepuluh Dengan cara yang sama, sistem biner dapat menyatakan bilangan sampai tidak terhingga. Dalam penulisan biasanya bilangan biner diberi lambang 2 dengan posisi agak ke bawah, jadi jika ditulis 100 2, berarti bilangan tersebut bukan seratus, tapi empat, karena bilangan tersebut adalah bilangan biner. Cara penulisan lain adalah : 100B atau 100 B. Sedangkan pada bilangan desimal biasanya tidak perlu diberi tanda apaapa atau kadangkala ditulis dengan 4 10, 4D atau 4 D. Selanjutnya pada penulisan ini, bilangan desimal tidak akan diberi tanda apa-apa sedangkan bilangan biner akan

4 9 ditandai dengan 2 diakhirnya. Sekarang bagaimana caranya untuk mengubah dari bilangan desimal ke bilangan biner atau sebaliknya?. Konversi Desimal ke Biner Untuk mengkonversi bilangan desimal ke biner dapat kita lihat pada contoh di bawah ini : Misalnya kita akan mengkonversi angka 36 menjadi bilangan biner. 36 : 2 = 18 sisa 0 18 : 2 = 9 sisa 0 9 : 2 = 4 sisa 1 4 : 2 = 2 sisa 0 2 : 2 = 1 sisa 0 1 : 2 = 0 sisa 1 Mula-mula kita bagi angka yang akan dicari yaitu 36 dengan 2, hasilnya adalah 18 dengan sisa 0, selanjutnya hasil bagi tersebut yaitu 18 dibagi lagi dengan 2, hasilnya adalah 9 dengan sisa 0, demikian seterusnya sampai hasilnya sama dengan 0. Sekarang kita lihat sisa baginya, urutkan dari bawah ke atas, itulah bilangan binernya. Pada contoh di atas, jika kita urutkan sisa baginya dari bawah ke atas akan menjadi Kita coba sekali lagi, konversikan bilangan 100 menjadi bilangan biner. 100 : 2 = 50 sisa 0 50 : 2 = 25 sisa 0 25 : 2 = 12 sisa 1 12 : 2 = 6 sisa 0 6 : 2 = 3 sisa 0 3 : 2 = 1 sisa 1 1 : 2 = 0 sisa 1

5 10 Jadi 100 = Konversi Biner ke Desimal Untuk mengkonversi bilangan biner ke desimal dapat kita lihat pada contoh di bawah ini : Misalnya kita akan mengkonversi angka menjadi bilangan desimal x x x x x x2 0 = = 36. Angka paling kanan kita kalikan dengan 2 0, angka kedua dari kanan kita kalikan dengan 2 1, angka ketiga dari kanan kita kalikan dengan 2 2, demikian seterusnya sampai angka yang paling kiri. Setelah itu seluruh hasilnya dijumlahkan dan totalnya adalah bilangan desimal dari bilangan biner yang dicari. Pada contoh di atas, sama dengan 36. Contoh lain, yaitu : konversikan bilangan menjadi bilangan desimal. 1x2 6 +1x x x2 3 +1x x x2 0 = = 100 Jadi = 100 Selain bilangan desimal dan biner, kita juga mengenal sistem bilangan heksadesimal, bilangan yang memiliki dasar 16 bilangan ini terdiri dari 0 sampai 9 ditambah A, B, C, D, E, dan F untuk menyatakan bilangan 10, 11, 12, 13, 14, dan 15. Jika kita urut dari 0 sampai 15, akan kita dapatkan : Tabel 2.2 Bilangan Heksadesimal. Heksadesimal

6 A 11 B 12 C 13 D 14 E 15 F Dalam penulisan biasanya bilangan heksadesimal diberi lambang 16 dengan posisi agak ke bawah, jadi jika ditulis 10 16, berarti bilangan tersebut bukan sepuluh, tapi enam belas, karena bilangan tersebut adalah bilangan heksadesimal. Cara penulisan lain adalah : 100H atau 100 H. Selanjutnya pada penulisan ini, bilangan heksadesimal akan ditandai dengan 16 di akhirnya. Sekarang akan kita bahas bagaimana mengkonversi bilangan desimal ke bilangan heksadesimal dan sebaliknya, juga konversi dari bilangan biner ke heksadesimal dan sebaliknya.

7 12 Konversi Desimal ke Heksadesimal Untuk mengkonversi bilangan desimal ke heksadesimal dapat kita lihat pada contoh di bawah ini : Misalnya kita akan mengkonversi angka menjadi bilangan heksadesimal : 16 = 3857 sisa : 16 = 241 sisa : 16 = 15 sisa 1 15 : 16 = 0 sisa 15 (F) Mula-mula kita bagi angka yang akan dicari yaitu dengan 16, hasilnya adalah 3857 dengan sisa 7, selanjutnya hasil bagi tersebut yaitu 3857 dibagi lagi dengan 16, hasilnya adalah 241 dengan sisa 1, demikian seterusnya sampai hasilnya sama dengan 0. Sekarang kita lihat sisa baginya, jika lebih dari 9 konversikan ke heksadesimal, urutkan dari bawah ke atas, itulah bilangan heksadesimalnya. Pada contoh di atas, jika kita urutkan sisa baginya dari bawah ke atas akan menjadi F Contoh lain,yaitu : konversikan bilangan 100 menjadi bilangan heksadesimal. 100 : 16 = 6 sisa 4 6 : 16 = 0 sisa 6 Jadi 100 = Konversi Heksadesimal ke Desimal Untuk mengkonversi bilangan heksadesimal ke desimal caranya sama dengan konversi dari biner ke desimal, kita lihat pada contoh di bawah ini : Misalnya kita akan mengkonversi angka F menjadi bilangan desimal.

8 13 F x x x x16 0 = = Angka paling kanan kita kalikan dengan 16 0, angka kedua dari kanan kita kalikan dengan 16 1, angka ketiga dari kanan kita kalikan dengan 16 2, angka tearakhir (F) kita jadikan desimal terlebih dahulu (15) kemudian dikalikan dengan Setelah itu seluruh hasilnya dijumlahkan dan totalnya adalah bilangan desimal dari bilangan heksadesimal yang dicari. Pada contoh diatas, F sama dengan Contoh lain,yaitu : konversikan bilangan A1 16 menjadi bilangan desimal. 10x x16 0 = = 161. Jadi A1 16 = 161 Konversi Heksadesimal ke Biner Untuk mengkonversikan bilangan heksadesimal ke sistem bilangan biner, dapat dilakukan dengan jalan mengkonversi bilangan heksadesimal ke bilangan desimal, selanjutnya hasilnya kita konversikan ke bilangan biner. Contoh : Konversikan A1 16 ke bilangan biner. Pertama kita konversikan ke bilangan desimal seperti yang telah dibahas sebelumnya dan didapatkan A1 16 = 161, selanjutnya kita konversikan hasil tersebut ke bilangan biner, hingga didapat 161 = Jadi A1 16 = Selain cara di atas, ada cara yang lebih mudah, yaitu dengan mengkonversikan setiap angka dalam bilangan heksadesimal tersebut menjadi 4 angka bilangan biner. Sebelumnya kita akan mengacu pada tabel bilangan desimal, biner, dan heksadesimal seperti berikut ini:

9 14 Tabel 2.3 Bilangan Desimal, Biner, dan Heksadesimal. desimal biner heksadesimal A B C D E F Kita ambil contoh sebelumnya : Konversikan A1 16 ke bilangan biner. Dengan mengacu pada tabel di atas, kita konversikan setiap angka : A = = 0001 Kemudian kita gabungkan menjadi

10 15 Jadi A1 16 = Contoh lain : Konversikan F ke bilangan biner. Dengan mengacu pada tabel di atas, kita konversikan setiap angka : F = = = = 0111 Kita gabungkan menjadi Jadi F = Konversi Biner ke Heksadesimal Untuk mengkonversikan bilangan biner ke sistem bilangan heksadesimal, dapat dilakukan dengan jalan mengkonversi bilangan biner ke bilangan desimal, selanjutnya hasilnya kita konversikan ke bilangan heksadesimal. Contoh : Konversikan ke bilangan heksadesimal. Pertama kita konversikan ke bilangan desimal seperti yang telah dibahas sebelumnya dan didapatkan = 161, selanjutnya kita konversikan hasil tersebut ke bilangan heksadesimal, hingga didapat 161 = A1 16. Jadi = A1 16 Selain cara di atas, ada cara yang lebih mudah, yaitu dengan membagi-bagi bilangan tersebut setiap 4 angka kemudian setiap 4 angka tersebut dikonversikan menjadi 1 angka bilangan heksadesimal. Kita ambil contoh sebelumnya : Konversikan ke bilangan heksadesimal. Pertama kita potong-potong bilangan tersebut atas 4 angka setiap potongnya dari kanan, kemudian konversikan setiap 4 angka tersebut ke bilangan heksadesimal dengan mengacu tabel di atas

11 16 A 1 Kemudian kita gabungkan menjadi A1. Jadi = A1 16 Contoh lain : Konversikan ke bilangan heksadesimal. Pertama kita bagi empat-empat dari kanan, kemudian dengan mengacu pada tabel di atas, kita konversikan setiap angka. Karena jumlah angka pada bilangan tersebut sebanyak 11 angka, sisa tiga angka kita tambahkan 0 di sebelah kirinya Kita gabungkan menjadi 695. Jadi = Bit, Nibble, dan Byte Satu angka biner selalu dinyatakan sebagai satu bit, jadi satu bit dapat mempunyai nilai 0 atau 1. Meskipun bilangan dapat dihasilkan dari sembarang besaran angka biner atau bit, ada besaran bit tertentu yang akan sering dijumpai, yang paling sering, kita akan berurusan dengan kombinasi 8-bit yang biasa dinyatakan sebagai satu byte. Dalam dunia komputer byte adalah selalu satu unit 8-bit, jadi satu byte dapat menyatakan bilangan diantara 0 hingga 255. Unit dari empat bit kadangkala disebut nibble, jadi satu byte terdiri atas dua nibble. 1 byte

12 nibble 1 bit Gambar 2.1 Bit, Nibble, dan Byte Operasi Logika a. Operator NOT Operator NOT adalah yang paling mudah untuk dimengerti, operator ini hanya mengatakan: pindahkan sakelar ke keadaan sebaliknya, bila sakelar itu hidup membuatnya mati dan bila ia mati, membuatnya hidup. Akibat dari sebuah operator NOT pada sebuah bit adalah ia mengubah 1 menjadi 0 atau 0 menjadi 1. NOT 0 = 1 NOT 1 = 0 NOT 1011 = 0100 Seringkali satu garis di atas sebuah bilangan digunakan sebagai pengganti NOT. 0 = 1 1 = = 0100 b. Operator AND Operator AND menguji apakah dua buah sakelar kedua-duanya dalam keadaan hidup, jadi hasil operator AND akan 1 hanya jika kedua bilangan sama dengan 1. Dengan kata lain jika salah satu bilangan atau kedua-duanya sama dengan 0 maka hasilnya akan menjadi 0.

13 18 0 AND 0 = 0 0 AND 1 = 0 1 AND 0 = 0 1 AND 1 = 1 Sebuah titik (.) seringkali digunakan sebagai pengganti kata AND = = = = 1 c. Operator OR Operator OR menguji apakah dua buah sakelar salah satu atau kedua-duanya dalam keadaan hidup, jadi hasil operator OR akan 1 jika salah satu atau kedua bilangan sama dengan 1. Dengan kata lain hasilnya akan menjadi 0 hanya jika keduaduanya sama dengan 0 maka. 0 OR 0 = 0 0 OR 1 = 1 1 OR 0 = 1 1 OR 1 = 1 Sebuah tanda plus (+) seringkali digunakan sebagai pengganti kata OR = = = = 1

14 19 d. Operator XOR Operator XOR (exclusive OR) menguji adanya perbedaan dan perubahan, jika terdapat perbedan antara kedua keadaan maka hasilnya menjadi 1, sebaliknya jika kedua keadaan sama maka hasilnya menjadi 0, XOR dapat didefinisikan sebagai berikut : 0 XOR 0 = 0 0 XOR 1 = 1 1 XOR 0 = 1 1 XOR 1 = 0 Sebuah tanda seringkali digunakan sebagai pengganti kata OR. 0 0 = = = = Algoritma Run Length Algoritma Run length digunakan untuk memampatkan data yang berisi karakterkarakter berulang. Saat karakter yang sama diterima secara berderet empat kali atau lebih (lebih dari tiga), algoritma ini mengkompres data dalam suatu tiga karakter berderetan. Algoritma Run length paling efektif pada file-file grafis, di mana biasanya berisi deretan panjang karakter yang sama. Metode yang digunakan pada algoritma ini adalah dengan mencari karakter yang berulang lebih dari 3 kali pada suatu file untuk kemudian diubah menjadi sebuah bit

15 20 penanda (marker bit) diikuti oleh sebuah bit yang memberikan informasi jumlah karakter yang berulang dan kemudian ditutup dengan karakter yang dikompres, yang dimaksud dengan bit penanda disini adalah deretan 8 bit yang membentuk suatu karakter ASCII. Jadi jika suatu file mengandung karakter yang berulang, misalnya AAAAAAAA atau dalam biner sebanyak 8 kali, maka data tersebut dikompres menjadi Dengan demikian kita dapat menghemat sebanyak 5 bytes. Agar lebih jelas algoritma Run length dapat digambarkan sebagai berikut : X bit penanda Gambar 2.2 Algoritma Run length. Deretan data sebelah kiri merupakan deretan data pada file asli, sedangkan deretan data sebelah kanan merupakan deretan data hasil pemampatan dengan algoritma Run length. Langkah-langkah yang dilakukan adalah : 1. Lihat apakah terdapat deretan karakter yang sama secara berurutan lebih dari tiga karakter, jika memenuhi lakukan pemampatan. Pada contoh di atas deretan karakter yang sama secara berurutan sebanyak 8 karakter, jadi lebih dari tiga dan dapat dilakukan pemampatan. 2. Berikan bit penanda pada file pemampatan, bit penanda disini berupa 8 deretan bit yang boleh dipilih sembarang asalkan digunakan secara konsisten pada seluruh bit penanda pemampatan. Bit penanda ini berfungsi untuk menandai bahwa karakter selanjutnya adalah karakter pemampatan sehingga tidak membingungkan pada saat

16 21 mengembalikan file yang sudah dimampatkan ke file aslinya. Pada contoh di atas bit penanda ini dipilih Tambahkan deretan bit untuk menyatakan jumlah karakter yang sama berurutan, pada contoh di atas karakter yang sama berurutan sebanyak delapan kali, jadi diberikan deretan bit (8 desimal). 4. Tambahkan deretan bit yang menyatakan karakter yang berulang, pada contoh di atas karakter yang berulang adalah atau karakter A pada karakter ASCII. Untuk melakukan proses pengembalian ke data asli (decompression), dilakukan langkah-langkah berikut ini : 1. Lihat karakter pada hasil pemampatan satu-persatu dari awal sampai akhir, jika ditemukan bit penanda, lakukan proses pengembalian. 2. Lihat karakter setelah bit penanda, konversikan ke bilangan desimal untuk menentukan jumlah karakter yang berurutan. 3. Lihat karakter berikutnya, kemudian lakukan penulisan karakter tersebut sebanyak bilangan yang telah diperoleh pada karakter sebelumnya (point 2). Sebagai contoh lain jika sebuah file berisi karakter berturut-turut :

17 22 Jika dimampatkan dengan metoda Run-Length, hasilnya akan menjadi Dengan langkah-langkah pengembalian yang telah dijelaskan di atas, akan didapatkan hasil yang sama seperti file aslinya, yaitu : (ada bit penanda, jadi dapat dilakukan proses pengembalian) (diubah ke desimal menjadi 6, jadi jumlah karakter yang berulang sebanyak 6 kali)

18 23 Contoh lain jika sebuah file berisi karakter berturut-turut : Hasilnya akan berjumlah 7 bytes. Kemudian lakukan pengembalian ke file aslinya. Jika kita akan membuat program pemampatan data dengan algoritma ini, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Pemilihan bit penanda diusahakan dipilih pada karakter yang paling sedikit jumlahnya terdapat pada file yang akan dimampatkan, sebab jika pada file asli ditemukan karakter yang sama dengan bit penanda, terpaksa kita harus menulis karakter tersebut sebanyak dua kali pada file pemampatan. Hal ini harus dilakukan untuk menghindari kesalahan mengenali apakah bit penanda pada file pemampatan tersebut benar-benar bit penanda atau memang karakter dari file yang asli. Sebagai contoh jika terdapat deretan data pada file asli seperti berikut ini :

19 Dengan cara seperti yang telah dijelaskan sebelumnya kita dapatkan hasil pemampatan sebagai berikut : Jika dilakukan proses pengembalian ke file aslinya (decompression) maka akan diperoleh hasil :

20 25. (sebanyak = 254 kali) Ternyata hasil tersebut tidak sesuai dengan file aslinya. Untuk menjaga agar hal tersebut tidak terjadi, jika pada file asli terdapat karakter yang sama dengan bit penanda, maka pada file pemampatan karakter tersebut ditulis sebanyak dua kali secara berturutan. Pada saat pengembalian ke file asli, jika ditemukan bit penanda yang berderetan sebanyak dua kali, hal itu berarti karakter tersebut bukan bit penanda, tapi karakter asli dari file aslinya. 2.6 Algoritma Huffman Dasar pemikiran algoritma ini adalah bahwa setiap karakter ASCII biasanya diwakili oleh 8 bits. Jadi misalnya suatu file berisi deretan karakter ABACAD maka ukuran file tersebut adalah 6 x 8 bits = 48 bit atau 6 bytes. Jika setiap karakter tersebut di beri kode lain misalnya A=1, B=00, C=010, dan D=011, berarti kita hanya perlu file dengan ukuran 11 bits ( ), yang perlu diperhatikan ialah bahwa kode-kode tersebut harus unik atau dengan kata lain suatu kode tidak dapat dibentuk dari kode-kode yang lain. Pada contoh di atas jika kode D kita ganti dengan 001, maka kode tersebut dapat dibentuk dari kode B ditambah dengan kode A yaitu 00 dan 1, tapi kode 011 tidak dapat dibentuk dari kode-kode yang lain. Selain itu karakter yang paling sering muncul,

21 26 kodenya diusahakan lebih kecil jumlah bitnya dibandingkan dengan karakter yang jarang muncul. Pada contoh di atas karakter A lebih sering muncul (3 kali), jadi kodenya dibuat lebih kecil jumlah bitnya dibanding karakter lain. Untuk menentukan kode-kode dengan kriteria bahwa kode harus unik dan karakter yang sering muncul dibuat kecil jumlah bitnya, kita dapat menggunakan algoritma Huffman. Sebagai contoh, sebuah file yang akan dimampatkan berisi karakterkarakter PERKARA. Dalam kode ASCII masing-masing karakter dikodekan sebagai : P = 50H E = 45H R = 52H K = 4BH A = 41H = B = B = B = B = B Maka jika diubah dalam rangkaian bit, PERKARA menjadi : P E R K A R A yang berukuran 56 bit. Langkah pertama adalah menghitung frekuensi kemunculan masing-masing karakter, jika kita hitung ternyata P muncul sebanyak 1 kali, E sebanyak 1 kali, R sebanyak 2 kali, K sebanyak 1 kali dan A sebanyak 2 kali. Jika disusun dari yang kecil : E = 1 K = 1 P = 1 A = 2 R = 2

22 27 Untuk karakter yang memiliki frekuensi kemunculan sama seperti E, K dan P disusun menurut kode ASCII-nya, begitu pula untuk A dan R. Selanjutnya buatlah node masing-masing karakter beserta frekuensinya sebagai berikut : E,1 K,1 P,1 A,2 R,2 Ambil 2 node yang paling kiri (E dan K), lalu buat node baru yang merupakan gabungan dua node tersebut, node gabungan ini akan memiliki cabang masing-masing 2 node yang digabungkan tersebut. Frekuensi dari node gabungan ini adalah jumlah frekuensi cabang-cabangnya. Jika kita gambarkan akan menjadi seperti berikut ini : EK,2 P,1 A,2 R,2 E,1 K,1 Jika kita lihat frekuensi tiap node pada level paling atas, EK=2, P=1, A=2, dan R=2. Node-node tersebut harus diurutkan lagi dari yang paling kecil, jadi node EK harus digeser ke sebelah kanan node P dan ingat jika menggeser suatu node yang memiliki cabang, maka seluruh cabangnya harus diikutkan juga. Setelah diuurutkan hasilnya akan menjadi sebagai berikut : P,1 EK,2 A,2 R,2 E,1 K,1 Setelah node pada level paling atas diurutkan (level berikutnya tidak perlu diurutkan), berikutnya kita gabungkan kembali 2 node paling kiri seperti yang pernah

23 28 dikerjakan sebelumnya. Node P digabung dengan node EK menjadi node PEK dengan frekuensi 3 dan gambarnya akan menjadi seperti berikut ini : PEK,3 A,2 R,2 P,1 EK,2 E,1 K,1 Kemudian diurutkan lagi menjadi : A,2 R,2 PEK,3 P,1 EK,2 E,1 K,1 Demikian seterusnya sampai diperoleh pohon huffman seperti gambar berikut ini : PEKAR,7 PEK,3 AR,4 P,1 EK,2 A,2 R,2 E,1 K,1 Setelah pohon huffman terbentuk, berikan tanda bit 0 untuk setiap cabang ke kiri dan bit 1 untuk setiap cabang ke kanan seperti gambar berikut :

24 29 PEKAR,7 0 1 PEK,3 AR, P,1 EK,2 A,2 R,2 0 1 E,1 K,1 Gambar 2.3 Huffman Tree. Untuk mendapatkan kode huffman masing-masing karakter, telusuri karakter tersebut dari node yang paling atas (PEKAR) sampai ke node karakter tersebut dan susunlah bit-bit yang dilaluinya. Untuk mendapatkan kode Karakter E, dari node PEKAR kita harus menuju ke node PEK melalui bit 0 dan selanjutnya menuju ke node EK melalui bit 1, dilanjutkan ke node E melalui bit 0, jadi kode dari karakter E adalah 010. Untuk mendapatkan kode Karakter K, dari node PEKAR kita harus menuju ke node PEK melalui bit 0 dan selanjutnya menuju ke node EK melalui bit 1, dilanjutkan ke node K melalui bit 1, jadi kode dari karakter K adalah 011. Untuk mendapatkan kode Karakter P, dari node PEKAR kita harus menuju ke node PEK melalui bit 0 dan selanjutnya menuju ke node P melalui bit 0, jadi kode dari karakter P adalah 00. Untuk mendapatkan kode Karakter A, dari node PEKAR kita harus menuju ke node AR melalui bit 1 dan selanjutnya menuju ke node A melalui bit 0, jadi kode dari karakter A adalah 10. Terakhir, untuk mendapatkan kode Karakter R, dari node PEKAR kita harus menuju ke node AR melalui bit 1 dan selanjutnya menuju ke node R melalui bit 1, jadi kode dari karakter R adalah 11. Hasil akhir kode Huffman dari file di atas adalah :

25 30 E = 010 K = 011 P = 00 A = 10 R = 11 Dengan kode ini, file yang berisi karakter-karakter PERKARA akan menjadi lebih kecil, yaitu : = 16 bit P E R K A R A Dengan Algoritma huffman berarti file ini dapat kita hemat sebanyak = 40 bit. Untuk proses pengembalian ke file aslinya, kita harus mengacu kembali kepada kode huffman yang telah dihasilkan, seperti contoh di atas hasil pemampatan adalah : dengan kode huffman : E = 010 K = 011 P = 00 A = 10 R = 11 Ambillah satu-persatu bit hasil pemampatan mulai dari kiri, jika bit tersebut termasuk dalam daftar kode, lakukan pengembalian, jika tidak ambil kembali bit selanjutnya dan jumlahkan bit tersebut. Bit pertama dari hasil pemampatan di atas adalah 0, karena 0 tidak termasuk dalam daftar kode kita ambil lagi bit kedua yaitu 0, lalu digabungkan menjadi 00, jika kita lihat daftar kode 00 adalah kode dari karakter P. Selanjutnya bit

26 31 ketiga diambil yaitu 0, karena 0 tidak terdapat dalam daftar kode, kita ambil lagi bit keempat yaitu 1 dan kita gabungkan menjadi juga tidak terdapat dalam daftar, jadi kita ambil kembali bit selanjutnya yaitu 0 dan digabungkan menjadi terdapat dalam daftar kode yaitu karakter E. Demikian selanjutnya dikerjakan sampai bit terakhir sehingga akan didapatkan hasil pengembalian yaitu PERKARA. 2.7 Algoritma Halfbyte Algoritma halfbyte memanfaatkan empat bit sebelah kiri yang sering sama secara berurutan terutama pada file-file text. Misalnya pada suatu file text berisi tulisan mengambil, dalam heksadesimal dan biner karakter-karakter tersebut diterjemahkan sebagai : Tabel 2.4 Contoh Karakter pada File Teks. Karakter Heksadesimal Biner m e n g a m b i l 6D 65 6E D C

27 32 Jika anda perhatikan karakter-karakter tersebut memiliki empat bit sebelah kiri yang sama yaitu Gejala seperti inilah yang dimanfaatkan oleh algoritma halfbyte. Saat karakter yang empat bit pertamanya sama diterima secara berderet tujuh kali atau lebih, algoritma ini mengkompres data tersebut dengan bit penanda kemudian karakter pertama dari deretan empat bit yang sama diikuti dengan pasangan empat bit terakhir deretan berikutnya dan ditutup dengan bit penutup. Algoritma ini paling efektif pada file-file text di mana biasanya berisi text-text yang memiliki empat bit pertama yang sama. Agar lebih jelas algoritma halfbyte dapat digambarkan sebagai berikut : Gambar 2.4 Algoritma Halfbyte. bit penanda Deretan data sebelah kiri merupakan deretan data pada file asli, sedangkan deretan data sebelah kanan merupakan deretan data hasil pemampatan dengan algoritma halfbyte. Langkah-langkah yang dilakukan adalah : 1. Lihat apakah terdapat deretan karakter yang 4 bit pertamanya sama secara berurutan tujuh karakter atau lebih, jika memenuhi lakukan pemampatan. Pada contoh di atas deretan karakter yang sama secara berurutan sebanyak 9 karakter, jadi dapat dilakukan pemampatan. 2. Berikan bit penanda pada file pemampatan, bit penanda disini berupa 8 deretan bit (1 byte) yang boleh dipilih sembarang asalkan digunakan secara konsisten pada seluruh bit penanda pemampatan. Bit penanda ini berfungsi untuk menandai bahwa karakter

28 33 selanjutnya adalah karakter pemampatan sehingga tidak membingungkan pada saat mengembalikan file yang sudah dimampatkan ke file aslinya. Pada contoh di atas bit penanda ini dipilih Tambahkan karakter pertama 4 bit kiri berurutan dari file asli, pada contoh di atas karakter pertama 4 bit kiri berurutan adalah Gabungkan 4 bit kanan karakter kedua dan ketiga kemudian tambahkan ke file pemampatan. Pada contoh di atas karakter kedua dan ketiga adalah dan , gabungan 4 bit kanan kedua karakter tersebut adalah Lakukan hal ini sampai akhir deretan karakter dengan 4 bit pertama yang sama. 5. Tutup dengan bit penanda pada file pemampatan. Untuk melakukan proses pengembalian ke data asli (decompression), dilakukan langkah-langkah berikut ini : 1. Lihat karakter pada hasil pemampatan satu-persatu dari awal sampai akhir, jika ditemukan bit penanda, lakukan proses pengembalian. 2. Lihat karakter setelah bit penanda, tambahkan karakter tersebut pada file pengembalian. 3. Lihat karakter berikutnya, jika bukan bit penanda, ambil 4 bit kanan dan kiri lalu gabungkan dengan 4 bit kiri karakter di atasnya. Hasil gabungan tersebut ditambahkan pada file pengembalian. Lakukan sampai ditemukan bit penanda. Sebagai contoh lain jika sebuah file berisi karakter berturut-turut

29 Jika dimampatkan dengan metoda halfbyte, hasilnya akan menjadi Dengan langkah-langkah pengembalian yang telah dijelaskan di atas, akan didapatkan hasil yang sama seperti file aslinya. Contoh lain pemampatan dengan metoda halfbyte pada deretan karakter berikut :

30 Hasil pemampatannyanya akan berjumlah 9 bytes. Kemudian lakukan pengembalian ke file aslinya. Jika anda akan membuat program pemampatan data dengan algoritma ini, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Pemilihan bit penanda diusahakan dipilih pada karakter yang paling sedikit jumlahnya terdapat pada file yang akan dimampatkan, sebab jika pada file asli ditemukan karakter yang sama dengan bit penanda, terpaksa anda harus menulis karakter tersebut sebanyak dua kali pada file pemampatan. Hal ini harus dilakukan untuk menghindari kesalahan mengenali apakah bit penanda pada file pemampatan tersebut benar-benar bit penanda atau memang karakter dari file yang asli. Sebagai contoh jika terdapat deretan data pada file asli seperti berikut ini :

31 Dengan cara seperti yang telah dijelaskan sebelumnya kita dapatkan hasil pemampatan sebagai berikut : Jika dilakukan proses pengembalian ke file aslinya (decompression) maka akan diperoleh hasil :

32 37 Ternyata hasil tersebut tidak sesuai dengan file aslinya. Untuk menjaga agar hal tersebut tidak terjadi, jika pada file asli terdapat karakter yang sama dengan bit penanda, maka pada file pemampatan karakter tersebut ditulis sebanyak dua kali secara berturutan. Pada saat pengembalian ke file asli, jika ditemukan bit penanda yang berderetan sebanyak dua kali, hal itu berarti karakter tersebut bukan bit penanda, tapi karakter asli dari file aslinya. Pada kasus lain dapat terjadi penggabungan 4 bit kanan menghasilkan sebuah karakter yang sama dengan bit penanda sehingga diduga karakter itu adalah bit penutup, misalnya terdapat deretan data pada file asli seperti berikut ini : Dengan algoritma halfbyte kita dapatkan hasil pemampatan sebagai berikut :

33 Jika dilakukan proses pengembalian ke file aslinya (decompression) maka akan diperoleh hasil : Ternyata hasil tersebut tidak sesuai dengan file aslinya. Untuk menjaga agar hal tersebut tidak terjadi, jika terdapat penggabungan 4 bit kanan yang menghasilkan sebuah karakter yang sama dengan bit penanda, maka deretan file tersebut tidak usah dimampatkan. Pada contoh-contoh di atas, jumlah karakter berurutan yang memiliki 4 bit pertama sama jumlahnya ganjil, jika ditemukan kasus jumlahnya genap maka karakter terakhir tidak perlu dimampatkan, contohnya jika pada file asli terdapat karakter-karakter sebagai berikut :

34 Karena karakter-karakter di atas berjumlah 8 (genap) maka yang dimampatkan hanya karakter 1 sampai 7, sedangkan karakter terakhir ( ) tidak perlu dimampatkan. 2.8 Rasio Kompresi Rasio kompresi digunakan untuk menjelaskan perbedaan antara sebuah file dan hasil kompresinya. Ada beberapa cara untuk mengekspresikan angka rasio kompresi, salah satunya adalah rasio antar input dengan output, misalnya rasio kompresi 3:1. Cara yang lain adalah menggunakan persentase dari 0% sampai 100%, angka persentase ini didapatkan dari hasil kompresi file dibagi file sesungguhnya dikali 100%. 2.9 Analisis Algoritma Menurut Horowitz (1998) algoritma adalah suatu kumpulan instruksi tertentu yang bila diikuti akan menyelesaikan tugas tertentu. Algoritma dapat dituliskan dengan berbagai cara, namun perlu diperhatikan bahwa tiap instruksi dalam algoritma harus jelas dan tidak membingungkan. Analisis algoritma merupakan suatu cara yang dipakai untuk menilai kinerja dari algoritma. Analisis ini biasanya berdasarkan pada waktu proses (time complexity) dan jumlah memori yang dibutuhkan (space complexity). Time complexity adalah waktu yang dibutuhkan komputer untuk menyelesaikan suatu proses dan space complexity adalah jumlah memori yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu proses (Horowitz et.all, 1998,p12). Dalam analisis algoritma dikenal adanya order of magnitude, yaitu suatu bilangan yang menunjukkan frekuensi suatu instruksi atau perintah dijalankan (Sahni,1998). Misalkan ada tiga buah program sebagai berikut :

35 40 x = x + y for( i = 1; i + + ; i <= n) { x = x + y} for( i = 1; i + + ; i <= n) { for( i = 1; i + + ; i <= n) { x = x + y} } (a) (b) (c) Pada program (a) hanya terdiri dari x = x + y, artinya instruksi hanya dijalankan satu kali dan nilai kompleksitasnya adalah 1. Sedangkan pada program (b) instruksi dijalankan sebanyak n kali dan nilai kompleksitasnya adalah n dan pada program (c) perintah dijalankan sebanyak 2 n, sehingga nilai kompleksitasnya adalah 2 n. Nilai-nilai 1, n, n 2 disebut dengan order of magnitude. Nilai kompleksitas waktu dapat dinyatakan dalam bentuk notasi matematik yaitu : Θ, Ω, Ο yang disebut asymtotic notation. Notasi Θ merupakan fungsi yang menyatakan kompleksitas waktu dari suatu instruksi. Jika terdapat dua fungsi kompleksitas waktu yaitu f (n) dan g (n), dapat dinyatakan bahwa f (n) adalah Θ ( g( n)). Jika terdapat suatu nilai riil positif c 1 dan c2 dan sebuah nilai positif integer n0 sedemikian sehingga c1. g( n) f ( n) c2. g( n) untuk semua n > n0. Jadi dapat disimpulkan jika f (n) adalah Θ ( g( n)),maka g (n) merupakan fungsi batas atas dan batas bawah dari f (n),yang berarti kondisi terbaik (batas bawah) dan kondisi terburuk (batas atas) memiliki suatu nilai waktu yang sama yaitu pada suatu faktor konstan. Notasi Ω meyatakan batas atas dari kompleksitas waktu dari suatu instruksi. Jika terdapat dua fungsi kompleksitas waktu yaitu : f (n) dan g (n) bahwa f (n) adalah Ω ( g( n)). Jika terdapat suatu nilai riil konstan c > 0, dapat dinyatakan dan sebuah nilai positif integer n 0, sedemikian sehingga f ( n) c. g( n) untuk semua n > n0. Artinya jika

36 41 f (n) adalah Ο ( g( n)), maka fungsi g(n) memiliki nilai pertambahan waktu yang lebih besar dari f (n). Notasi Ο menyatakan batas bawah dari kompleksitas waktu dari suatu instruksi. Jika f (n) adalah Ο( g( n)) dan jika terdapat suatu riil konstan c > 0 dan sebuah nilai positif integer n 0, sehingga f ( n) c. g( n) untuk semua n > n0, yang artinya jika f (n) adalah Ω ( g( n)), maka fungsi g(n) memiliki nilai pertambahan waktu yang lebih kecil dari f (n). Misalkan dapat dilihat beberapa teorema di bawah ini : Teorema 1 Jika f (n) dan g(n) adalah kompleksitas waktu, maka berlaku : 1. f (n) adalah Θ ( f ( n)) 2. f (n) adalah Θ( g( n)) jika dan hanya jika g(n) adalah Θ ( f ( n)) 3. jika f (n) adalah Θ( g( n)) dan g(n) adalah Θ ( h( n)), maka f (n) adalah Θ ( h( n)) Teorema 2 Jika f (n) dan g(n) adalah suatu fungsi kompleksitas waktu maka berlaku : 1. untuk semua c > 0, fungsi c. f ( n) adalah Θ ( f ( n)) 2. jika f ( ) adalah Θ( g( n )) dan f ( ) adalah Θ ( f ( n )), maka ( f + f )( ) 2 adalah Θ ( g( n)) 1 n 2 n 1 n 3. jika f ( ) adalah Θ( g ( n 1 )) dan f ( ) adalah Θ ( g ( n 2 )), maka f * f )( ) adalah 1 n Θ ( g1 * g 2 )( n) Teorema 3 Hubungan antara notasi Θ,Ω, dan Ο 1. f (n) adalah Ο( g( n)) jika dan hanya jika g(n) adalah Ω ( f ( n)) 2 n ( 1 2 n

37 42 2. f (n) adalah Θ( g( n)) jika dan hanya jika f (n) adalah Ο( g( n)) dan f (n) adalah Ω ( f ( n)) Teorema 4 m m 1 Jika A( n) = am n + am 1 n a1 n + a0 adalah sebuah polinomial yang memilki m derajat m maka A( n) = Ο( n ). Hal ini menunjukkan bahwa suku yang berderajat lebih tinggi mendominasi suku yang lebih rendah, artinya laju pertambahan waktunya akan lebih besar jika derajatnya lebih tinggi, f (n) akan mendominasi T (n) jika T (n) sama dengan Ο ( f ( n)). Teorema 5 Misalkan T ( n) = Ο( f ( )) dan T ( n) = Ο( g( )) maka : 1 n 2 n 1. T n) + T ( n) = Ο( f ( n)) + Ο( g( n)) = Ο(max( f ( n), g( )) 1( 2 n 2. T n) * T ( n) = Ο( f ( n)) * Ο( g( n)) = Ο( f ( n) * g( )) 1( 2 n 3. ( c * f ( n)) = Ο( f ( n)), c merupakan suatu konstanta 4. f ( n) = Ο( f ( n)) 2.10 STD (State Transition Diagram) STD merupakan suatu modelling tool yang menggambarkan sifat ketergantungan pada waktu di sistem. Pada mulanya STD hanya digunakan untuk menggambarkan suatu sistem yang memiliki sifat real time, seperti process control, telephone switching system, high speed data acquisition, dan lain-lain. Pada STD terdapat dua macam kerja, yaitu : passive dan active. Passive adalah sistem yang melakukan kontrol terhadap lingkungan, tetapi lebih bersifat memberikan reaksi atau

38 43 menerima data saja. Contoh : sistem yang bertugas hanya mengumpulkan atau menerima data melalui sinyal yang dikirimkan. Active adalah sistem yang melakukan kontrol terhadap lingkungan secara aktif dan dapat menerima data serta memberikan respon terhadap lingkungan sesuai dengan program yang telah ditentukan. Contoh : sistem komputer yang ditempatkan pada suatu robot atau sistem yang digunakan pada proses kontrol. Notasi : State disimbolkan segi empat bentuk : Dipakai untuk mempresentasikan status menunggu terhadap keadaan yang akan terjadi. Transition state disimbolkan dengan anak panah bentuk : State adalah kumpulan keadaan atau atribut yang mencirikan seseorang atau suatu benda pada waktu tertentu atau kondisi tertentu. Contoh : menunggu pengguna memberikan input, menunggu instruksi berikutnya, dan lain-lain. Kondisi (condition) adalah suatu kejadian (event) pada lingkungan eksternal yang dapat dideteksi oleh sistem. Contoh : sebuah sinyal, interupsi, dal lain-lain. Hal ini menyebabkan perubahan terhadap state dari state menunggu A ke state menunggu B atau memindahkan aktifitas A ke aktifitas B. Aksi (action) adalah dilakukan sistem bila terjadi perubahan state atau merupakan reaksi terhadap kondisi. Aksi akan menghasilkan output atau tampilan pada layar, menghasilkan hasil kalkulasi dan lainnya. Berikut adalah contoh ilustrasinya :

39 44 condition State 1 action State 2 Gambar 2.5 State Transition Diagram Penelitian Relevan Penelitian yang relevan dengan penelitian ini sebagai berikut : Penelitian dengan judul Analisis dan Perancangan Program Kompresi Menggunakan Burrows Wheeler Transform, Move to Front, Run Length Encoding, dan Arithmetic Coding ditulis Rudi Sutiono, Lilyana, dan Handi Kristianto (2004). Skripsi ini membahas tentang kompresi data dengan algoritma Burrows Wheeler Transform, Move to Front, Run Length Encoding, dan Arithmetic Coding. Penelitian dengan judul Analisis Perbandingan Kinerja Kompresi dari algoritma Huffman, Arithmetic, dan LZW (Liv-Zempel-Wealch) ditulis oleh Doddyanto (2004). Skripsi ini membahas tentang kompresi data dengan algoritma Huffman, Arithmetic, dan LZW Pengacuan Hipotesis Hipotesis Statistik Menurut Ronald E. Walpole (1995,p288) hipotesis statistik adalah pernyataan atau dugaan mengenai satu atau lebih populasi. Kebenaran dari suatu hipotesis statistik tidak akan pernah diketahui dengan pasti, kecuali bila seluruh populasi diamati. Dalam kebanyakan situasi hal itu tidak mungkin untuk dilakukan karena itu diperlukan sampel

40 45 dari populasi dan menggunakan informasi dari sampel tersebut untuk memutuskan seberapa besar kemungkinan hipotesis tersebut benar atau salah Pengujian Hipotesis Menurut J. Supranto (2001,p124) pengujian hipotesis statistik adalah prosedur yang memungkinkan keputusan dapat dibuat, yaitu keputusan untuk menolak atau tidak menolak hipotesis yang sedang dipersoalkan atau diuji. Untuk menguji hipotesis digunakan data yang dikumpulkan dari sampel, sehingga merupakan data perkiraan (estimate). Itulah sebabnya, keputusan yang dibuat dalam menolak atau menerima hipotesis mengandung ketidakpastian (uncertainty), maksudnya keputusan bisa benar dan juga bisa salah. Adanya unsur ketidakpastian menyebabkan resiko bagi pembuatan keputusan. Besar kecilnya resiko dinyatakan dalam nilai probabilitas. Pengujian hipotesis erat kaitannya dengan pembuatan keputusan. Dalam menerima atau menolak suatu hipotesis yang kita uji, ada satu hal yang perlu dipahami, bahwa penolakan suatu hipotesis berarti menyimpulkan bahwa hipotesis itu salah, sedangkan menerima suatu hipotesis semata-mata mengimplikasikan bahwa kita tidak mempunyai bukti untuk mempercayai sebaliknya. Karena pengertian ini statistikawan atau peneliti seringkali mengambil sebagai hipotesisnya suatu pernyataan yang diharapkan akan ditolaknya. Hipotesis yang dirumuskan dengan harapan akan ditolak biasanya disebut hipotesis nol. Penolakan hipotesis nol (dilambangkan dengan H 0 ) mengakibatkan penerimaan suatu hipotesis alternatif (dilambangkan dengan H 1 atau H a ). Hipotesis nol mengenai suatu parameter harus didefinisikan sedemikian rupa, sehingga menyatakan dengan pasti sebuah nilai bagi parameter itu, sementara hipotesis alternatifnya membolehkan

41 46 beberapa kemungkinan lainnya. Jadi bila H 0 menyatakan bahwa probabilitas suatu pendugaan adalah 0,5 ( H 0 : p = 0,5), maka hipotesis alternatifnya 0,5, p < 0,5 atau p 0,5. H a dapat berupa p > Pengujian Perbedaan Nilai Tengah Pengujian perbedaan nilai tengah dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan nilai tengah dari dua populasi yang dibandingkan. Uji ini memiliki hipotesis H 0 yang menyatakan tidak ada perbedaan nilai tengah antara dua populasi dan hipotesis alternatif yang menyatakan ada perbedaan nilai tengah dari dua populasi. Uji yang dilakakukan dapat berupa uji satu-arah ataupun uji dua-arah. Uji satu-arah memiliki arti daerah kritik terbentuk dapat berada di sebelah kiri atau sebelah kanan dari sebaran statistik. Sedangkan uji dua-arah, wilayah kritiknya terpisah menjadi dua di sebelah kanan dan sebelah kiri. Uji satu-arah dapat dinyatakan dalam hipotesis sebagai berikut : H = 0 : μ 1 μ 2 d 0 H 1 : μ < d H 1 : μ > d μ atau μ Sedangkan untuk uji dua-arah dapat dinyatakan dalam hipotesis sebagai berikut : H = H 0 : μ 1 μ 2 d 0 1 : μ 1 μ 2 d 0 Berdasarkan sampel yang diamati, pengujian perbedaan nilai tengah dapat dibagi menjadi dua, yaitu pengujian perbedaan nilai tengah pada kelompok sampel yang sama dan pengujian perbedaan nilai tengah pada kelompok sampel yang berbeda.

42 Uji t Uji t merupakan salah satu uji statistik parametrik yang dapat digunakan pada uji perbedaan nilai tengah. Uji ini mengacu pada sebaran t yaitu sebaran yang berbentuk lonceng yang dipengaruhi oleh dua besaran yang berubah-ubah yaitu rata-rata dan ragam. Menurut Cooper (2001,p506) uji t yang biasanya digunakan untuk menguji perbedaan rata-rata kelompok sampel yang bersifat berbeda atau saling bebas dapat juga digunakan untuk menguji perbedaan rata-rata kelompok sampel yang bersifat sama atau saling berhubungan dengan cara mengambil nilai selisih dari rata-rata kedua sampel. Keterbatasan uji ini adalah jumlah sampel yang diamati hanya terbatas sampai 30 buah sampel sedangkan untuk jumlah sampel yang lebih dari 30 dapat menggunakan uji dengan sebaran lainnya seperti uji z Sebaran Normal Sebaran peluang kontinu yang paling penting dalam bidang statistika adalah sebaran normal, yang grafiknya dikenal dengan nama kurva normal,yaitu kurva yang berbentuk genta, yang dapat digunakan dalam banyak sekali gugusan data yang terjadi di alam, industri, dan penelitian. Suatu peubah acak kontinu X yang memiliki sebaran berbentuk genta disebut peubah acak normal. Persamaan matematik bagi sebaran peluang peubah acak normal ini bergantung pada dua parameter μ dan σ, yaitu nilai tengah dan simpangan bakunya. Oleh karena itu, kita lambangkan nilai-nilai fungsi kepekatan bagi X ini dengan n ( x; μ, σ ). Bila X adalah suatu peubah acak normal 2 dengan nilai tengah μ dan ragam σ, maka persamaan kurva normalnya adalah sebagai

43 48 berikut : 1 x μ 2 σ 2 1 n ( x; μ, σ ) = e, untuk < x < dan π = 3, serta 2πσ e = 2, Uji Wilcoxon Uji wilcoxon merupakan uji non parametrik yang dapat digunakan untuk menguji perbedaan nilai tengah. Berbeda dengan uji parametrik yang memperhatikan distribusi data dan parameter, uji non parametrik tidak memerlukan data untuk menyebar pada distribusi tertentu, misalnya distribusi normal (siegel,1988). Uji wilcoxon dalam pengujiannya menggunakan tabel H, penggunaan tabel H ini hanya dapat dilakukan dengan jumlah sampel tidak melebihi 15. Menurut Siegel (1988,p91) untuk sampel yang besar dapat digunakan tabel Z. Pada tahap pemberian rank pada nilai perbedaan ada kemungkinan terdapat beberapa nilai perbedaan memiliki rank yang sama. Hal ini perlu diperhatikan dalam uji wilcoxon dengan penggunaan tabel Z. Nilai-nilai rank yang sama dihitung ragamnya yang kemudian menjadi faktor koreksi untuk ragam yang digunakan pada uji wilcoxon. Uji wilcoxon dapat menjadi alternatif pengujian untuk mengetahui perbedaan rata-rata antar populasi dengan menguji sampelnya dengan tidak memperhatikan distribusi dari datanya. Uji ini dapat menjadi alternatif untuk menggantikan uji parametrik yang harus memperhatikan distribusi datanya.

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. kepustakaan dan studi laboratorium, di mana penulis mempelajari teori-teori teknik

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. kepustakaan dan studi laboratorium, di mana penulis mempelajari teori-teori teknik BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Dalam penulisan ini metode penelitian yang digunakan adalah metode studi kepustakaan dan studi laboratorium, di mana penulis mempelajari teori-teori teknik

Lebih terperinci

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA UNIVERSITAS BINA NUSANTARA Program Ganda Teknik Informatika Statistika Skripsi Sarjana Program Ganda Semester Ganjil 2005/2006 ANALISIS PERBANDINGAN ALGORITMA RUN LENGTH, HUFFMAN DAN HALFBYTE UNTUK PEMAMPATAN

Lebih terperinci

ALGORITMA RUN-LENGTH HALF-BYTE & HUFFMAN. untuk PEMAMPATAN FILE

ALGORITMA RUN-LENGTH HALF-BYTE & HUFFMAN. untuk PEMAMPATAN FILE i ALGORITMA RUN-LENGTH HALF-BYTE & HUFFMAN untuk PEMAMPATAN FILE Huffman Run-Length Half-Byte Penyusun: Herry Sujaini (23299043) Yessi Mulyani (23299518) ii i KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puja dan puji

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 6 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Kompresi Data Kompresi adalah mengecilkan/ memampatkan ukuran. Kompresi Data adalah teknik untuk mengecilkan data sehingga dapat diperoleh file dengan ukuran yang lebih kecil

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN. kompresi yang dibuat dengan menggunakan algoritma run length, huffman, dan halfbyte

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN. kompresi yang dibuat dengan menggunakan algoritma run length, huffman, dan halfbyte BAB ANALISIS DAN PEMBAASAN Pada bab ini dibahas mengenai proses analisis dan pengujian program aplikasi kompresi yang dibuat dengan menggunakan algoritma run length, huffman, dan halfbyte terhadap file

Lebih terperinci

BAB III METODE KOMPRESI HUFFMAN DAN DYNAMIC MARKOV COMPRESSION. Kompresi ialah proses pengubahan sekumpulan data menjadi suatu bentuk kode

BAB III METODE KOMPRESI HUFFMAN DAN DYNAMIC MARKOV COMPRESSION. Kompresi ialah proses pengubahan sekumpulan data menjadi suatu bentuk kode BAB III METODE KOMPRESI HUFFMAN DAN DYNAMIC MARKOV COMPRESSION 3.1 Kompresi Data Definisi 3.1 Kompresi ialah proses pengubahan sekumpulan data menjadi suatu bentuk kode untuk menghemat kebutuhan tempat

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI ALGORITMA RUN LENGTH, HALF BYTE DAN HUFFMAN UNTUK KOMPRESI FILE

IMPLEMENTASI ALGORITMA RUN LENGTH, HALF BYTE DAN HUFFMAN UNTUK KOMPRESI FILE Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2 (SNATI 2) ISBN: 979-76-6-6 Yogyakarta, Juni 2 IMPLEMENTASI ALGORITMA RUN LENGTH, HALF BYTE DAN HUFFMAN UNTUK KOMPRESI FILE Meckah Merdiyan, Wawan Indarto

Lebih terperinci

PEMAMPATAN DATA DIGITAL MENGGUNAKAN METODA RUN-LENGTH

PEMAMPATAN DATA DIGITAL MENGGUNAKAN METODA RUN-LENGTH PEMAMPATAN DATA DIGITAL MENGGUNAKAN METODA RUN-LENGTH Oleh : Yustini & Hadria Octavia Jurusan Teknik Elektro Politenik Negeri Padang ABSTRACT Data compression can be very effective when we used and store

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Algoritma Optimal Mismatch ini mencari data secara berurut pada tiap

BAB 2 LANDASAN TEORI. Algoritma Optimal Mismatch ini mencari data secara berurut pada tiap BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Algoritma Optimal Mismatch Algoritma Optimal Mismatch ini mencari data secara berurut pada tiap karakter dalam teks sehingga pencarian seperti ini disebut pencarian sekuensial

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kompresi Data Kompresi data adalah proses mengkodekan informasi menggunakan bit atau information-bearing unit yang lain yang lebih rendah daripada representasi data yang tidak

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Kompresi File Pada dasarnya semua data itu merupakan rangkaian bit 0 dan 1. Yang membedakan antara suatu data tertentu dengan data yang lain adalah ukuran dari rangkaian bit dan

Lebih terperinci

ANALISIS PERBANDINGAN PEMAMPATAN DATA TEKS DENGAN MENGGUNAKAN METODE HUFFMAN DAN HALF BYTE

ANALISIS PERBANDINGAN PEMAMPATAN DATA TEKS DENGAN MENGGUNAKAN METODE HUFFMAN DAN HALF BYTE ANALISIS PERBANDINGAN PEMAMPATAN DATA TEKS DENGAN MENGGUNAKAN METODE HUFFMAN DAN HALF BYTE Supiyandi 1, Okta Frida 2 1 Fakultas Ilmu Komputer Program Studi Sistem Komputer 2 Program Studi Teknik Komputer

Lebih terperinci

MULTIMEDIA system. Roni Andarsyah, ST., M.Kom Lecture Series

MULTIMEDIA system. Roni Andarsyah, ST., M.Kom Lecture Series MULTIMEDIA system Roni Andarsyah, ST., M.Kom Lecture Series Kompresi data teks (Huffman coding, RLE coding, LZW coding, arithmetic coding Representasi dan kompresi data suara dan audio Representasi dan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Jurusan Ilmu Komputer Fakultas Matematika dan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Jurusan Ilmu Komputer Fakultas Matematika dan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Jurusan Ilmu Komputer Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung. Waktu penelitian dilakukan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kompresi 2.1.1 Sejarah kompresi Kompresi data merupakan cabang ilmu komputer yang bersumber dari Teori Informasi. Teori Informasi sendiri adalah salah satu cabang Matematika yang

Lebih terperinci

Perbandingan Algoritma Kompresi Terhadap Objek Citra Menggunakan JAVA

Perbandingan Algoritma Kompresi Terhadap Objek Citra Menggunakan JAVA Perbandingan Algoritma Terhadap Objek Menggunakan JAVA Maria Roslin Apriani Neta Program Studi Magister Teknik Informatika, Universitas Atma Jaya Yogyakarta Jl. Babarsari no 43 55281 Yogyakarta Telp (0274)-487711

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan teknologi komputer memberikan banyak manfaat bagi manusia di berbagai aspek kehidupan, salah satu manfaatnya yaitu untuk menyimpan data, baik data berupa

Lebih terperinci

Penerapan Pengkodean Huffman dalam Pemampatan Data

Penerapan Pengkodean Huffman dalam Pemampatan Data Penerapan Pengkodean Huffman dalam Pemampatan Data Patrick Lumban Tobing NIM 13510013 Program Studi Teknik Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha 10

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kompresi data merupakan suatu proses pengubahan ukuran suatu file atau dokumen menjadi lebih kecil secara ukuran. Berkembangnya teknologi hardware dan software

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Citra Digital Citra adalah suatu representasi, kemiripan atau imitasi dari suatu objek atau benda, misal: foto seseorang mewakili entitas dirinya sendiri di depan kamera. Sedangkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Setelah membaca bab ini maka pembaca akan memahami pengertian tentang kompresi, pengolahan citra, kompresi data, Teknik kompresi, Kompresi citra. 2.1 Defenisi Data Data adalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan besarnya data yang digunakan pada teknologi informasi saat ini berkembang sangat cepat yang sangat mempengaruhi media penyimpanan dan transmisi data. Hal

Lebih terperinci

KOMPRESI FILE MENGGUNAKAN ALGORITMA HUFFMAN KANONIK

KOMPRESI FILE MENGGUNAKAN ALGORITMA HUFFMAN KANONIK KOMPRESI FILE MENGGUNAKAN ALGORITMA HUFFMAN KANONIK Asrianda Dosen Teknik Informatika Universitas Malikussaleh ABSTRAK Algoritma Huffman adalah salah satu algoritma kompresi. Algoritma huffman merupakan

Lebih terperinci

Pemampatan Citra. Esther Wibowo Erick Kurniawan

Pemampatan Citra. Esther Wibowo Erick Kurniawan Pemampatan Citra Esther Wibowo esther.visual@gmail.com Erick Kurniawan erick.kurniawan@gmail.com Mengapa? MEMORI Citra memerlukan memori besar. Mis. Citra 512x512 pixel 256 warna perlu 32 KB (1 pixel =

Lebih terperinci

BAB 2. LANDASAN TEORI 2.1. Algoritma Huffman Algortima Huffman adalah algoritma yang dikembangkan oleh David A. Huffman pada jurnal yang ditulisnya sebagai prasyarat kelulusannya di MIT. Konsep dasar dari

Lebih terperinci

Contoh kebutuhan data selama 1 detik pada layar resolusi 640 x 480 : 640 x 480 = 4800 karakter 8 x 8

Contoh kebutuhan data selama 1 detik pada layar resolusi 640 x 480 : 640 x 480 = 4800 karakter 8 x 8 Kompresi Data Contoh : (1) Contoh kebutuhan data selama 1 detik pada layar resolusi 640 x 480 : Data Teks 1 karakter = 2 bytes (termasuk karakter ASCII Extended) Setiap karakter ditampilkan dalam 8 x

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia modern sekarang ini kebanyakan aktivitas manusia selalu

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia modern sekarang ini kebanyakan aktivitas manusia selalu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam dunia modern sekarang ini kebanyakan aktivitas manusia selalu berhubungan dengan dokumentasi atau data. Data-data yang ada haruslah tersimpan dengan

Lebih terperinci

STMIK GI MDP. Program Studi Teknik Informatika Skripsi Sarjana Komputer Semester Ganjil Tahun 2010/2011

STMIK GI MDP. Program Studi Teknik Informatika Skripsi Sarjana Komputer Semester Ganjil Tahun 2010/2011 STMIK GI MDP Program Studi Teknik Informatika Skripsi Sarjana Komputer Semester Ganjil Tahun 2010/2011 ANALISIS METODE HUFFMAN UNTUK KOMPRESI DATA CITRA DAN TEKS PADA APLIKASI KOMPRESI DATA Shelly Arysanti

Lebih terperinci

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP Hak cipta dan penggunaan kembali: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah, memperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda mencantumkan nama penulis

Lebih terperinci

Pemampatan Citra Pemampatan Citra versus Pengkodean Citra

Pemampatan Citra Pemampatan Citra versus Pengkodean Citra Bab 10 Pemampatan Citra P ada umumnya, representasi citra digital membutuhkan memori yang besar. Sebagai contoh, citra Lena dalam format bitmap yang berukuran 512 512 pixel membutuhkan memori sebesar 32

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kompresi Data Kompresi data adalah proses mengkodekan informasi menggunakan bit atau information-bearing unit yang lain yang lebih rendah daripada representasi data yang tidak

Lebih terperinci

Kompresi. Definisi Kompresi

Kompresi. Definisi Kompresi 1 Kompresi Bahan Kuliah : Sistem Multimedia PS TI Undip Gasal 2011/2012 2 Definisi Kompresi Memampatkan/mengecilkan ukuran Proses mengkodekan informasi menggunakan bit yang lain yang lebih rendah daripada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1-1

BAB 1 PENDAHULUAN 1-1 BAB 1 PENDAHULUAN Bab ini berisi penjelasan mengenai latar belakang tugas akhir, identifikasi masalah, tujuan tugas akhir, metodologi tugas akhir dan sistematika penulisan tugas akhir. 1.1 Latar Belakang

Lebih terperinci

Penerapan Pohon Biner Huffman Pada Kompresi Citra

Penerapan Pohon Biner Huffman Pada Kompresi Citra Penerapan Pohon Biner Huffman Pada Kompresi Citra Alvin Andhika Zulen (3507037) Program Studi Teknik Informatika, Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung, Jalan Ganesha No 0 Bandung,

Lebih terperinci

Algoritma Huffman dan Kompresi Data

Algoritma Huffman dan Kompresi Data Algoritma Huffman dan Kompresi Data David Soendoro ~ NIM 13507086 Jurusan Teknik Informatika ITB, Bandung, email: if17086@students.if.itb.ac.id Abstract Algoritma Huffman merupakan salah satu algoritma

Lebih terperinci

PERBANDINGAN ALGORITMA HUFFMAN DAN ALGORITMA SHANNON-FANO PADA PROSES KOMPRESI BERBAGAI TIPE FILE. Irwan Munandar

PERBANDINGAN ALGORITMA HUFFMAN DAN ALGORITMA SHANNON-FANO PADA PROSES KOMPRESI BERBAGAI TIPE FILE. Irwan Munandar PERBANDINGAN ALGORITMA HUFFMAN DAN ALGORITMA SHANNON-FANO PADA PROSES KOMPRESI BERBAGAI TIPE FILE I. Pendahuluan Irwan Munandar Balai Pendidikan dan Pelatihan Tambang Bawah Tanah Keterbatasan komputer

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kompresi data adalah suatu proses untuk mengubah sebuah input data stream (stream sumber atau data mentah asli) ke dalam aliran data yang lain yang berupa output

Lebih terperinci

PENGGUNAAN POLINOMIAL UNTUK STREAM KEY GENERATOR PADA ALGORITMA STREAM CIPHERS BERBASIS FEEDBACK SHIFT REGISTER

PENGGUNAAN POLINOMIAL UNTUK STREAM KEY GENERATOR PADA ALGORITMA STREAM CIPHERS BERBASIS FEEDBACK SHIFT REGISTER PENGGUNAAN POLINOMIAL UNTUK STREAM KEY GENERATOR PADA ALGORITMA STREAM CIPHERS BERBASIS FEEDBACK SHIFT REGISTER Arga Dhahana Pramudianto 1, Rino 2 1,2 Sekolah Tinggi Sandi Negara arga.daywalker@gmail.com,

Lebih terperinci

SISTEM BILANGAN REPRESENTASI DATA

SISTEM BILANGAN REPRESENTASI DATA SISTEM BILANGAN REPRESENTASI DATA Data : bilangan biner atau informasi berkode biner lain yang dioperasikan untuk mencapai beberapa hasil penghitungan penghitungan aritmatik, pemrosesan data dan operasi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini akan membahas landasan atas teori-teori ilmiah untuk mendukung penelitian ini. Teori-teori yang dibahas mengenai pengertian citra, kompresi citra, algoritma dan jenisnya,

Lebih terperinci

Implementasi Metode HUFFMAN Sebagai Teknik Kompresi Citra

Implementasi Metode HUFFMAN Sebagai Teknik Kompresi Citra Jurnal Elektro ELEK Vol. 2, No. 2, Oktober 2011 ISSN: 2086-8944 Implementasi Metode HUFFMAN Sebagai eknik Kompresi Citra Irmalia Suryani Faradisa dan Bara Firmana Budiono Jurusan eknik Elektro, Institut

Lebih terperinci

Aplikasi Penggambar Pohon Biner Huffman Untuk Data Teks

Aplikasi Penggambar Pohon Biner Huffman Untuk Data Teks Aplikasi Penggambar Pohon Biner Huffman Untuk Data Teks Fandi Susanto STMIK MDP Palembang fandi@stmik-mdp.net Abstrak: Di dalam dunia komputer, semua informasi, baik berupa tulisan, gambar ataupun suara

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kompresi Data Dalam ilmu komputer, pemampatan data atau kompresi data adalah sebuah cara untuk memadatkan data sehingga hanya memerlukan ruangan penyimpanan lebih kecil sehingga

Lebih terperinci

Teknik Kompresi Citra Menggunakan Metode Huffman

Teknik Kompresi Citra Menggunakan Metode Huffman SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA UNY 26 A-5 Teknik Kompresi Citra Menggunakan Metode Huffman Tri Rahmah Silviani, Ayu Arfiana Program Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta Email:

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Citra (image) adalah kombinasi antara titik, garis, bidang, dan warna untuk menciptakan suatu imitasi dari suatu obyek, biasanya obyek fisik atau manusia. Citra dapat

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR PENGOLAHAN CITRA DIGITAL. foto, bersifat analog berupa sinyal sinyal video seperti gambar pada monitor

BAB II TEORI DASAR PENGOLAHAN CITRA DIGITAL. foto, bersifat analog berupa sinyal sinyal video seperti gambar pada monitor BAB II TEORI DASAR PENGOLAHAN CITRA DIGITAL 2.1 Pendahuluan Citra adalah suatu representasi, kemiripan, atau imitasi dari suatu objek. Citra sebagai keluaran suatu sistem perekaman data dapat bersifat

Lebih terperinci

TEKNIK KOMPRESI LOSSLESS TEXT

TEKNIK KOMPRESI LOSSLESS TEXT TEKNIK KOMPRESI LOSSLESS TEXT Teknik Elektro Unibraw Kompresi Memampatkan / mengecilkan raw data Kompresi Multimedia: memampatan raw data multimedia Kompresi multimedia adalah mutlak mengingat ukuran raw

Lebih terperinci

KOMPRESI CITRA. Pertemuan 12 Mata Pengolahan Citra

KOMPRESI CITRA. Pertemuan 12 Mata Pengolahan Citra KOMPRESI CITRA Pertemuan 12 Mata Pengolahan Citra PEMAMPATAN CITRA Semakin besar ukuran citra semakin besar memori yang dibutuhkan. Namun kebanyakan citra mengandung duplikasi data, yaitu : Suatu piksel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bidang teknologi informasi, komunikasi data sangat sering

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bidang teknologi informasi, komunikasi data sangat sering BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam bidang teknologi informasi, komunikasi data sangat sering dilakukan. Komunikasi data ini berhubungan erat dengan pengiriman data menggunakan sistem transmisi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemampatan data (data compression) merupakan salah satu kajian di dalam ilmu komputer yang bertujuan untuk mengurangi ukuran file sebelum menyimpan atau memindahkan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Distribusi Normal Salah satu distribusi frekuensi yang paling penting dalam statistika adalah distribusi normal. Distribusi normal berupa kurva berbentuk lonceng setangkup yang

Lebih terperinci

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan jaman yang semakin pesat membuat komputerisasi pada kehidupan sehari-hari semakin wajar. Data-data yang dahulu hanya disimpan dalam bentuk tercetak, saat

Lebih terperinci

2.1 Desimal. Contoh: Bilangan 357.

2.1 Desimal. Contoh: Bilangan 357. 2.Sistem Bilangan Ada beberapa sistem bilangan yang digunakan dalam sistem digital. Yang paling umum adalah sistem bilangan desimal, biner, oktal, dan heksadesimal. Sistem bilangan desimal merupakan sistem

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini penulis memaparkan teori-teori ilmiah yang didapat dari metode pencarian fakta yang digunakan untuk mendukung penulisan skripsi ini dan sebagai dasar pengembangan sistem

Lebih terperinci

Perbandingan Kompresi Data Menggunakan Algoritma Huffman dan Algoritma DMC

Perbandingan Kompresi Data Menggunakan Algoritma Huffman dan Algoritma DMC Perbandingan Kompresi Data Menggunakan Algoritma Huffman dan Algoritma DMC Emil Fahmi Yakhya - 13509069 Program Studi Teknik Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi komputer semakin pesat dewasa ini, sehingga sangat membantu manusia dalam mengolah data untuk mendapatkan informasi. Aktivitas yang dulunya dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan suatu informasi pada saat sekarang ini berkembang sangat pesat dan memberikan peran yang sangat penting untuk menjalin pertukaran informasi yang cepat.

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB LANDASAN TEORI.1 Pengertian File Teks Teks adalah kumpulan dari karakter karakter atau string yang menjadi satu kesatuan. Teks yang memuat banyak karakter didalamnya selalu menimbulkan masalah pada

Lebih terperinci

KOMPRESI DATA MENGGUNAKAN METODE HUFFMAN Ari Wibowo Jurusan Teknik Informatika, Politeknik Negeri Batam

KOMPRESI DATA MENGGUNAKAN METODE HUFFMAN Ari Wibowo Jurusan Teknik Informatika, Politeknik Negeri Batam KOMPRESI DATA MENGGUNAKAN METODE HUFFMAN Ari Wibowo Jurusan Teknik Informatika, Politeknik Negeri Batam wibowo@polibatam.ac.id Abstrak Kompresi data (pemampatan data) merupakan suatu teknik untuk memperkecil

Lebih terperinci

DATA COMPRESSION CODING USING STATIC AND DYNAMIC METHOD OF SHANNON-FANO ALGORITHM

DATA COMPRESSION CODING USING STATIC AND DYNAMIC METHOD OF SHANNON-FANO ALGORITHM Media Informatika, Vol. 5, No. 2, Desember 2007, 129-139 ISSN: 0854-4743 DATA COMPRESSION CODING USING STATIC AND DYNAMIC METHOD OF SHANNON-FANO ALGORITHM Romi Wiryadinata Mahasiswa Sekolah Pascasarjana

Lebih terperinci

KINERJA DAN PERFORMA ALGORITMA KOMPRESSI LOSSLESS TERHADAP OBJEK CITRA DIGITAL

KINERJA DAN PERFORMA ALGORITMA KOMPRESSI LOSSLESS TERHADAP OBJEK CITRA DIGITAL KINERJA DAN PERFORMA ALGORITMA KOMPRESSI LOSSLESS TERHADAP OBJEK CITRA DIGITAL Aditya Wijaya, Suryarini Widodo Jurusan Teknik Informatika Fakultas Teknologi Industri Univesitas Gunadarma Jl. Margonda Raya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kemajuan teknologi memicu kebutuhan informasi yang semakin besar. Sayangnya kebutuhan informasi yang besar ini berdampak pada kebutuhan storage (media penyimpanan)

Lebih terperinci

Penerapan Algoritma Huffman dalam Kompresi Gambar Digital

Penerapan Algoritma Huffman dalam Kompresi Gambar Digital Penerapan Algoritma Huffman dalam Kompresi Gambar Digital David Theosaksomo 13515131 Program Studi Teknik Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha 10 Bandung

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI DAN ANALISIS KINERJA ALGORITMA SHANNON- FANO UNTUK KOMPRESI FILE TEXT

IMPLEMENTASI DAN ANALISIS KINERJA ALGORITMA SHANNON- FANO UNTUK KOMPRESI FILE TEXT IMPLEMENTASI DAN ANALISIS KINERJA ALGORITMA SHANNON- FANO UNTUK KOMPRESI FILE TEXT Sutardi Staf Pengajar Jurusan Pendidikan Teknik Informatika Fakultas Teknik Universitas Halu Oleo Kampus Hijau Bumi Tridarma

Lebih terperinci

BAB III KONSEP, DESAIN DAN PENGUMPULAN MATERI 3.1. Konsep Dalam membangun program Aplikasi Simulasi Metoda Kompresi Data Huffman dengan Adobe Flash Profesional / Action Script 3.0 ini peneliti akan menganalisa

Lebih terperinci

ANALISIS PERBANDINGAN ALGORITMA HUFFMAN DAN RUN LENGTH ENCODING PADA KOMPRESI FILE AUDIO SKRIPSI HELBERT SINAGA

ANALISIS PERBANDINGAN ALGORITMA HUFFMAN DAN RUN LENGTH ENCODING PADA KOMPRESI FILE AUDIO SKRIPSI HELBERT SINAGA ANALISIS PERBANDINGAN ALGORITMA HUFFMAN DAN RUN LENGTH ENCODING PADA KOMPRESI FILE AUDIO SKRIPSI HELBERT SINAGA 131421097 PROGRAM STUDI S1 ILMU KOMPUTER FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

JURNAL IT STMIK HANDAYANI

JURNAL IT STMIK HANDAYANI VOLUME 5, DESEMBER 04 Sitti Zuhriyah Sistem Komputer, STMIK Handayani Makassar zuhriyahsompa@yahoo.com Abstrak Di dalam dunia komputer, semua informasi, baik berupa tulisan, gambar ataupun suara semuanya

Lebih terperinci

KOMPRESI DATA DAN TEKS. By : Nurul Adhayanti

KOMPRESI DATA DAN TEKS. By : Nurul Adhayanti KOMPRESI DATA DAN TEKS By : Nurul Adhayanti KOMPRESI DATA DAN TEKS KOMPRESI DATA Kompresi berarti memampatkan/mengecilkan ukuran Kompresi data adalah proses mengkodekan informasi menggunakan bit atau information-bearing

Lebih terperinci

ANALISIS KOMPRESI DATA TEKNIK LOSSLESS COMPRESSION

ANALISIS KOMPRESI DATA TEKNIK LOSSLESS COMPRESSION ANALISIS KOMPRESI DATA TEKNIK LOSSLESS COMPRESSION MENGGUNAKAN DATA CALGARY CORPUS 1. Latar Belakang Irwan Munandar Balai Pendidikan dan Pelatihan Tambang Bawah Tanah Kompresi data merupakan suatu upaya

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 7. Menuliskan kode karakter dimulai dari level paling atas sampai level paling bawah.

BAB II DASAR TEORI. 7. Menuliskan kode karakter dimulai dari level paling atas sampai level paling bawah. 4 BAB II DASAR TEORI 2.1. Huffman Code Algoritma Huffman menggunakan prinsip penyandian yang mirip dengan kode Morse, yaitu tiap karakter (simbol) disandikan dengan rangkaian bit. Karakter yang sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat, populasi penggunanya pun semakin meningkat, sehingga data atau informasi

BAB I PENDAHULUAN. pesat, populasi penggunanya pun semakin meningkat, sehingga data atau informasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang semakin pesat, populasi penggunanya pun semakin meningkat, sehingga data atau informasi digital pun semakin

Lebih terperinci

KOMPRESI TEKS MENGGUNAKAN ALGORITMA DAN POHON HUFFMAN. Nama : Irfan Hanif NIM :

KOMPRESI TEKS MENGGUNAKAN ALGORITMA DAN POHON HUFFMAN. Nama : Irfan Hanif NIM : KOMPRESI TEKS MENGGUNAKAN ALGORITMA DAN POHON HUFFMAN Nama : Irfan Hanif NIM : 13505049 Program Studi Teknik Informatika Institut Teknologi Bandung Jalan Ganesha No 10 Bandung E-mail : if15049@students.if.itb.ac.id

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE HUFFMAN DALAM PEMAMPATAN CITRA DIGITAL

PENERAPAN METODE HUFFMAN DALAM PEMAMPATAN CITRA DIGITAL PENERPN MEODE HUFFMN DLM PEMMPN CIR DIGIL Edy Victor Haryanto Universitas Potensi Utama, Jl. K.L. os Sudarso Km. 6,5 No. 3 j Mulia Medan edy@potensi-utama.ac.id, edyvictor@gmail.com abstrak Citra adalah

Lebih terperinci

Kata kunci: pohon biner, metode Huffman, metode Kanonik Huffman, encoding, decoding.

Kata kunci: pohon biner, metode Huffman, metode Kanonik Huffman, encoding, decoding. ALGORITMA HUFFMAN KANONIK UNTUK KOMPRESI TEKS SMS Moch Ginanjar Busiri 13513041 Program Studi Teknik Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha 10 Bandung

Lebih terperinci

DIGITAL IMAGE CODING. Go green Aldi Burhan H Chandra Mula Fitradi Mardiyah

DIGITAL IMAGE CODING. Go green Aldi Burhan H Chandra Mula Fitradi Mardiyah DIGITAL IMAGE CODING Go green Aldi Burhan H Chandra Mula Fitradi Mardiyah KOMPRESI LOSSLESS Teknik kompresi lossless adalah teknik kompresi yang tidak menyebabkan kehilangan data. Biasanya digunakan jika

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Data dan informasi dapat disajikan bukan hanya dalam bentuk teks semata, melainkan dalam bentuk gambar (image), audio dan video. Apalagi dilihat sekarang perkembangan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Kompresi data merupakan proses mengkonversi input data stream (aliran

BAB III LANDASAN TEORI. Kompresi data merupakan proses mengkonversi input data stream (aliran BAB III LANDASAN TEORI A. Kompresi Data Kompresi data merupakan proses mengkonversi input data stream (aliran sumber) menjadi aliran data yang lain (output, bitstream, atau aliran terkompresi) dengan ukuran

Lebih terperinci

PROTOTIPE KOMPRESI LOSSLESS AUDIO CODEC MENGGUNAKAN ENTROPY ENCODING

PROTOTIPE KOMPRESI LOSSLESS AUDIO CODEC MENGGUNAKAN ENTROPY ENCODING PROTOTIPE KOMPRESI LOSSLESS AUDIO CODEC MENGGUNAKAN ENTROPY ENCODING Andreas Soegandi Jurusan Teknik Informatika, Fakultas Ilmu Komputer, Bina Nusantara University Jln. K.H. Syahdan No. 9, Palmerah, Jakarta

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KOMPRESI FILE DATA DENGAN ALGORITMA HUFFMAN, HALF BYTE DAN RUN LENGTH

PERBANDINGAN KOMPRESI FILE DATA DENGAN ALGORITMA HUFFMAN, HALF BYTE DAN RUN LENGTH Studi Informatika: Jurnal Sistem Informasi, 7(2), 2014, 1-6 PERBANDINGAN KOMPRESI FILE DATA DENGAN ALGORITMA HUFFMAN, HALF BYTE DAN RUN LENGTH Fakultas Sains dan Teknologi Program Studi Sistem Informasi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Dalam penulisan tugas akhir ini, penulis mengambil beberapa materi dan memaparkan teori-teori ilmiah yang didapat dari metode pencarian fakta yang digunakan untuk mendukung penyusunan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kompresi Data Kompresi data adalah proses mengubah sebuah aliran data input menjadi aliran data baru yang memiliki ukuran lebih kecil. Aliran yang dimaksud adalah berupa file

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB LANDASAN TEORI. Pengertian File Teks File teks merupakan file yang berisi informasi-informasi dalam bentuk teks. Data yang berasal dari dokumen pengolah kata, angka yang digunakan dalam perhitungan,

Lebih terperinci

PERANCANGAN APLIKASI KOMPRESI CITRA DENGAN METODE RUN LENGTH ENCODING UNTUK KEAMANAN FILE CITRA MENGGUNAKAN CAESAR CHIPER

PERANCANGAN APLIKASI KOMPRESI CITRA DENGAN METODE RUN LENGTH ENCODING UNTUK KEAMANAN FILE CITRA MENGGUNAKAN CAESAR CHIPER PERANCANGAN APLIKASI KOMPRESI CITRA DENGAN METODE RUN LENGTH ENCODING UNTUK KEAMANAN FILE CITRA MENGGUNAKAN CAESAR CHIPER Dwi Indah Sari (12110425) Mahasiswa Program Studi Teknik Informatika, Stmik Budidarma

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI DAN ANALISIS KINERJA ALGORITMA ARIHTMETIC CODING DAN SHANNON-FANO PADA KOMPRESI CITRA BMP

IMPLEMENTASI DAN ANALISIS KINERJA ALGORITMA ARIHTMETIC CODING DAN SHANNON-FANO PADA KOMPRESI CITRA BMP IMPLEMENTASI DAN ANALISIS KINERJA ALGORITMA ARIHTMETIC CODING DAN SHANNON-FANO PADA KOMPRESI CITRA BMP Syahfitri Kartika Lidya 1) Mohammad Andri Budiman 2) Romi Fadillah Rahmat 3) Jurusan Teknologi Informasi

Lebih terperinci

Perbandingan Kompresi File Data Dengan Algoritma Huffman, Half Byte Dan Run Length

Perbandingan Kompresi File Data Dengan Algoritma Huffman, Half Byte Dan Run Length Perbandingan Kompresi File Data Dengan Algoritma Huffman, Half Byte Dan Run Length Nuryasin, ST,MKom Staf Pengajar Fakultas Sains dan Teknologi Program Studi Sistem Informasi Universitas Islam Negeri Syarif

Lebih terperinci

Penggunaan Pohon Huffman Sebagai Sarana Kompresi Lossless Data

Penggunaan Pohon Huffman Sebagai Sarana Kompresi Lossless Data Penggunaan Pohon Huffman Sebagai Sarana Kompresi Lossless Data Aditya Rizkiadi Chernadi - 13506049 Program Studi Teknik Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung, Jl.

Lebih terperinci

Analisa Perbandingan Rasio Kecepatan Kompresi Algoritma Dynamic Markov Compression Dan Huffman

Analisa Perbandingan Rasio Kecepatan Kompresi Algoritma Dynamic Markov Compression Dan Huffman Analisa Perbandingan Rasio Kecepatan Kompresi Algoritma Dynamic Markov Compression Dan Huffman Indra Kelana Jaya Universitas Methodist Indonesia Medan, Indonesia indrakj_sagala@yahoo.com Resianta Perangin-angin

Lebih terperinci

ANALISA DAN PERBANDINGAN ALGORITMA RUN LENGTH ENCODING DAN ALGORITMA LZW ( LEMPEL ZIV WECH ) DALAM PEMAMPATAN TEKS

ANALISA DAN PERBANDINGAN ALGORITMA RUN LENGTH ENCODING DAN ALGORITMA LZW ( LEMPEL ZIV WECH ) DALAM PEMAMPATAN TEKS ANALISA DAN PERBANDINGAN ALGORITMA RUN LENGTH ENCODING DAN ALGORITMA LZW ( LEMPEL ZIV WECH ) DALAM PEMAMPATAN TEKS Indra Sahputra Harahap (12110809) Mahasiswa Program Studi Teknik Informatika, Stmik Budidarma

Lebih terperinci

APLIKASI KOMPRESI TEKS SMS PADA MOBILE DEVICE BERBASIS ANDROID DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA HUFFMAN KANONIK

APLIKASI KOMPRESI TEKS SMS PADA MOBILE DEVICE BERBASIS ANDROID DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA HUFFMAN KANONIK APLIKASI KOMPRESI TEKS SMS PADA MOBILE DEVICE BERBASIS ANDROID DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA HUFFMAN KANONIK Rozzi Kesuma Dinata (1), Muhammad Al hafizh Hasmar (2) (1)Program Studi Teknik Informatika Universitas

Lebih terperinci

PEMAMPATAN TATA TEKS BERBAHASA INDONESIA DENGAN METODE HUFFMAN MENGGUNAKAN PANJANG SIMBOL BERVARIASI

PEMAMPATAN TATA TEKS BERBAHASA INDONESIA DENGAN METODE HUFFMAN MENGGUNAKAN PANJANG SIMBOL BERVARIASI PEMAMPATAN TATA TEKS BERBAHASA INDONESIA DENGAN METODE HUFFMAN MENGGUNAKAN PANJANG SIMBOL BERVARIASI Tri Yoga Septianto 1, Waru Djuiatno, S.T., M.T. 2, dan Adharul Muttaqin S.T. M.T. 1 Mahasisawa Teknik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemajuan teknologi dewasa ini menyebabkan saling ketergantungan antara komputer dan telekomunikasi semakin besar. Jaringan-jaringan komputer mempunyai andil

Lebih terperinci

Konstruksi Kode dengan Redundansi Minimum Menggunakan Huffman Coding dan Range Coding

Konstruksi Kode dengan Redundansi Minimum Menggunakan Huffman Coding dan Range Coding Konstruksi Kode dengan Redundansi Minimum Menggunakan Huffman Coding dan Range Coding Aris Feryanto (NIM: 357) Jurusan Teknik Informatika ITB, Bandung 432, email: aris_feryanto@yahoo.com Abstract Banyak

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI SELF ORGANIZING MAP DALAM KOMPRESI CITRA DIGITAL

IMPLEMENTASI SELF ORGANIZING MAP DALAM KOMPRESI CITRA DIGITAL IMPLEMENTASI SELF ORGANIZING MAP DALAM KOMPRESI CITRA DIGITAL Hisar M. Simbolon (1) Sri Suwarno (2) Restyandito (3) hisarliska@gmail.com sswn@ukdw.ac.id dito@ukdw.ac.id Abstraksi Kompresi citra digital

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejak ditemukannya alat untuk menangkap suatu gambar pada bidang dua dimensi (citra) berupa kamera, dengan semakin berkembangnya teknologi pada saat ini sehingga

Lebih terperinci

STATISTIKA. Statistika pengkuantifikasian (pengkuantitatifan) hasil-hasil pengamatan terhadap kejadian, keberadaan, sifat/karakterisitik, tempat, dll.

STATISTIKA. Statistika pengkuantifikasian (pengkuantitatifan) hasil-hasil pengamatan terhadap kejadian, keberadaan, sifat/karakterisitik, tempat, dll. STATISTIKA Statistika pengkuantifikasian (pengkuantitatifan) hasil-hasil pengamatan terhadap kejadian, keberadaan, sifat/karakterisitik, tempat, dll. Statistika deskriptif: pencatatan dan peringkasan hasil

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP )

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Pengolahan Citra Digital Kode : IES 6 Semeste r : VI Waktu : x x 5 Menit Pertemuan : & 4 A. Kompetensi. Utama Mahasiswa dapat memahami tentang sistem pengolahan

Lebih terperinci

N, 1 q N-1. A mn cos 2M , 2N. cos. 0 p M-1, 0 q N-1 Dengan: 1 M, p=0 2 M, 1 p M-1. 1 N, q=0 2. α p =

N, 1 q N-1. A mn cos 2M , 2N. cos. 0 p M-1, 0 q N-1 Dengan: 1 M, p=0 2 M, 1 p M-1. 1 N, q=0 2. α p = tulisan. Secara umum, steganografi dapat diartikan sebagai salah satu cara menyembunyikan suatu pesan rahasia (message hiding) dalam data atau pesan lain yang tampak tidak mengandung apa-apa sehingga keberadaan

Lebih terperinci

DIKTAT MATA KULIAH KOMUNIKASI DATA BAB V DETEKSI DAN KOREKSI KESALAHAN

DIKTAT MATA KULIAH KOMUNIKASI DATA BAB V DETEKSI DAN KOREKSI KESALAHAN DIKTAT MATA KULIAH KOMUNIKASI DATA BAB V DETEKSI DAN KOREKSI KESALAHAN IF Pengertian Kesalahan Ketika melakukan pentransmisian data seringkali kita menjumpai data yang tidak sesuai dengan yang kita harapkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tertulis, audio dan video. Objek-objek tersebut yang sebelumnya hanya bisa

BAB 1 PENDAHULUAN. tertulis, audio dan video. Objek-objek tersebut yang sebelumnya hanya bisa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada zaman ini, teknologi sudah mengalami perkembangan pesat, dan telah mengubah standar hidup masyarakat secara keseluruhan. Salah satu bukti perkembangan teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam storage lebih sedikit. Dalam hal ini dirasakan sangat penting. untuk mengurangi penggunaan memori.

BAB I PENDAHULUAN. dalam storage lebih sedikit. Dalam hal ini dirasakan sangat penting. untuk mengurangi penggunaan memori. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era informasi seperti sekarang ini, siapa yang tak kenal yang namanya tempat penyimpanan data atau yang sering disebut memori. Di mana kita dapat menyimpan berbagai

Lebih terperinci