PERATURAN KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL TENTANG NOMOR : 158/KA/XI/2008 TENTANG PELAKSANAAN STANDARDISASI KETENAGANUKLIRAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERATURAN KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL TENTANG NOMOR : 158/KA/XI/2008 TENTANG PELAKSANAAN STANDARDISASI KETENAGANUKLIRAN"

Transkripsi

1 BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL PERATURAN KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL NOMOR : 158/KA/XI/2008 TENTANG PELAKSANAAN STANDARDISASI KETENAGANUKLIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan standardisasi ketenaganukliran perlu ditetapkan Peraturan Kepala BATAN tentang Pelaksanaan Standardisasi Ketenaganukliran; Mengingat : Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3676); Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional; Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2005; Keputusan Presiden Nomor 16/M Tahun 2007; Peraturan Kepala BATAN Nomor 392/KA/XI/2005 tentang Organisasi Dan Tata Kerja BATAN; Keputusan Kepala BATAN Nomor 360/KA/VII/2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir; MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL TENTANG PELAKSANAAN STANDARDISASI KETENAGANUKLIRAN.

2 BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL -2- BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan: 1. Standar Ketenaganukliran adalah dokumen yang ditetapkan melalui konsensus para pemangku kepentingan dan disahkan oleh badan yang berwenang serta berisikan peraturan, pedoman, karakteristik kegiatan atau hasilnya, untuk pemakaian umum dan berulang serta bertujuan untuk mencapai tingkat keteraturan optimum dalam konteks tertentu. 2. Standardisasi ketenaganukliran adalah proses merumuskan, menetapkan, menerapkan dan merevisi standar bidang ketenaganukliran, yang dilaksanakan secara tertib dan bekerjasama dengan semua pihak. 3. Standar BATAN (SB) adalah standar yang ditetapkan oleh Kepala BATAN sebagai hasil rumusan Tim Perumus Standar BATAN setelah dicapai kata sepakat pihak terkait. 4. Tim Penyusun Rancangan Standar (TPRS) adalah Tim yang dibentuk oleh Kepala Pusat Unit Kerja eselon II dilingkungan BATAN yang bertugas menyusun rancangan standar sesuai kompetensi Unit Kerja, yang selanjutnya akan ditetapkan sebagai standar BATAN atau Standar Nasional Indonesia. 5. Tim Perumus Standar BATAN (TPSB) adalah tim yang ditetapkan oleh Kepala BATAN yang keanggotaannya terdiri dari para pemangku kepentingan sesuai dengan Standar BATAN yang akan dirumuskan atau direvisi; yang bertugas melakukan perumusan rancangan standar BATAN dan/atau merevisi standar BATAN, dengan lingkup sesuai dengan bidang kompetensi BATAN. 6. Standar Nasional Indonesia (SNI) adalah standar yang ditetapkan oleh Badan Standardisasi Nasional Indonesia dan berlaku secara nasional. 7. Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI) Ketenaganukliran adalah rancangan standar di bidang ketenaganukliran yang dirumuskan oleh Panitia Teknik atau Sub Panitia Teknik (Pantek/Sub Pantek).

3 BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL Perumusan Rancangan Standar bidang ketenaganukliran adalah rangkaian kegiatan sejak pengumpulan dan pengolahan data untuk menyusun Rancangan Standar bidang ketenaganukliran sampai tercapainya konsensus semua pihak yang terkait. 9. Penetapan Standar ketenaganukliran adalah kegiatan menetapkan Rancangan Standar bidang ketenaganukliran untuk menjadi standar ketenaganukliran. 10. Penerapan Standar bidang ketenaganukliran adalah kegiatan menggunakan Standar bidang ketenaganukliran oleh pelaku usaha/kegiatan di bidang ketenaganukliran. 11. Revisi Standar bidang ketenaganukliran adalah kegiatan penyempurnaan Standar bidang ketenaganukliran sesuai dengan kebutuhan. 12. Akreditasi adalah rangkaian kegiatan pengakuan formal oleh instansi yang berwenang yang menyatakan bahwa suatu lembaga penilai kesesuaian/laboratorium telah memenuhi persyaratan untuk melakukan kegiatan sertifikasi tertentu. 13. Sertifikasi adalah rangkaian kegiatan penerbitan sertifikat terhadap barang atau jasa. 14. Sertifikat adalah jaminan tertulis yang diberikan oleh Laboratorium penguji /kalibrasi dan institusi yang telah diakreditasi untuk menyatakan bahwa barang, jasa, proses, sistem atau personel telah memenuhi standar yang dipersyaratkan. 15. Tanda SNI adalah tanda sertifikasi yang dibubuhkan pada barang kemasan atau label yang menyatakan telah terpenuhinya persyaratan Standar Nasional Indonesia. 16. Tanda SB adalah tanda sertifikasi yang dibubuhkan pada barang kemasan atau label yang menyatakan telah terpenuhinya persyaratan Standar BATAN. 17. Barang Ketenaganukliran adalah setiap barang dan atau benda ketenaganukliran baik bergerak maupun tidak bergerak, dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan.

4 BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL Jasa Ketenaganukliran adalah setiap layanan berupa pemanfaatan, pengembangan, dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi nuklir serta pengawasan kegiatan yang berkaitan dengan tenaga nuklir. 19. Laboratorium adalah laboratorium penguji dan laboratorium kalibrasi. 20. Sistem Standardisasi adalah tatanan jaringan sarana dan kegiatan standardisasi yang serasi, selaras dan terpadu serta berwawasan nasional, yang meliputi penelitian, dan pengembangan standardisasi. 21. Sistem Standardisasi BATAN (SSB) adalah sistem standardisasi di lingkungan BATAN. 22. Badan Standardisasi Nasional (BSN) adalah badan yang membantu presiden dalam menyelenggarakan pengembangan dan pembinaan di bidang standardisasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 23. Sistem mutu adalah tatanan kerja yang mencakup struktur organisasi, tanggungjawab, prosedur, proses dan sumber daya untuk menerapkan Sistem Manajemen Mutu. 24. Panitia teknis/sub panitia teknis bidang ketenaganukliran adalah Panitia yang ditetapkan oleh BSN atas usul Badan Tenaga Nuklir Nasional yang keanggotaanya terdiri dari 4 (empat) pemangku kepentingan yaitu unsur pemerintah pusat atau pemerintah daerah, produsen, cendekiawan dan konsumen. 25. Sertifikat BATAN adalah sertifikat yang berlaku dalam lingkungan BATAN dan disahkan oleh Kepala BATAN dan berlaku selama 3 (tiga) tahun. 26. Tim Penilaian Kesesuaian Sertifikasi BATAN (TPKSB) adalah tim yang dibentuk dan ditetapkan oleh Kepala BATAN yang bertugas melaksanakan penilaian kesesuaian untuk sertifikasi BATAN terhadap barang, jasa, proses, sistem manajemen, dan/atau personel di lingkungan BATAN. 27. Tim Penilaian Kesesuaian Akreditasi BATAN adalah (TPKAB) tim yang dibentuk dan ditetapkan oleh Kepala BATAN yang bertugas melaksanakan penilaian kesesuaian untuk akreditasi BATAN terhadap laboratorium dan/atau unit kegiatan di lingkungan BATAN.

5 BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL Tim Pembinaan Standardisasi adalah tim yang dibentuk dan ditetapkan oleh Kepala BATAN yang bertugas melaksanakan pembinaan standardisasi dalam rangka penerapan standardisasi di lingkungan BATAN. 29. Tim Pengawasan Standardisasi adalah tim yang dibentuk dan ditetapkan oleh Kepala BATAN yang bertugas melaksanakan pengawasan standardisasi melalui kegiatan pemantauan, audit dan inspeksi di lingkungan BATAN. 30. Komisi Standardisasi BATAN (KSB) adalah komisi yang ditetapkan oleh Kepala BATAN yang bertugas memberi saran dan pertimbangan kepada Kepala BATAN berkenaan dengan pelaksanaan dan peningkatan kegiatan standardisasi ketenaganukliran. BAB II RUANG LINGKUP STANDARDISASI BIDANG KETENAGANUKLIRAN Pasal 2 Ruang lingkup Standardisasi bidang ketenaganukliran meliputi perumusan dan penetapan standar, penerapan standar, akreditasi, sertifikasi, pembinaan dan pengawasan standardisasi bidang ketenaganukliran, yang berlaku di lingkungan BATAN. BAB III TUJUAN STANDARDISASI KETENAGANUKLIRAN Pasal 3 Standardisasi ketenaganukliran bertujuan mendukung peningkatan produktifitas, daya guna produksi, mutu barang, jasa, proses, sistem dan/atau personel, yang dimaksudkan untuk meningkatkan daya saing, perlindungan terhadap pelaksana kegiatan dan para pemangku kepentingan khususnya dalam keselamatan, kesehatan, keamanan dan lingkungan hidup.

6 BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL -6- BAB IV KELEMBAGAAN Pasal 4 (1) Pembinaan dan pengembangan standardisasi ketenaganukliran di lingkungan BATAN dikoordinasikan oleh PSJMN. (2) Untuk memperlancar dan menunjang tugas teknis standardisasi ketenaganukliran serta meningkatkan patisipasi pemangku kepentingan, Kepala BATAN membentuk simpul-simpul fungsional antara lain yaitu KSB, Panitia Teknis, TPSB, TPKAB, TPKSB, Tim Pembina Standardisasi, dan Tim Pengawas Standardisasi. (3) PSJMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyiapkan bahan kebijakan serta ketentuan-ketentuan standardisasi bidang ketenaganukliran dengan memperhatikan masukan dari Pusat, Biro, Inspektorat, Pusdiklat, STTN, Fasilitas Utama dan Penunjang di lingkungan BATAN, serta sumber-sumber lainnya yang merupakan pemangku kepentingan ketenaganukliran. Selanjutnya dirumuskan oleh KSB dan ditetapkan oleh Kepala BATAN. (4) Hasil perumusan dan penetapan kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) akan ditetapkan menjadi pedoman dalam setiap kegiatan standardisasi di lingkungan BATAN. (5) Sistem Standardisasi BATAN dan pedoman di bidang standardisasi ketenaganukliran disusun oleh PSJMN dengan mengacu kepada Sistem Standardisasi Nasional dan peraturan yang berlaku, dirumuskan oleh KSB dan ditetapkan oleh Kepala BATAN. Pasal 5 (1) Seluruh Unit Kerja/Kegiatan di Lingkungan BATAN wajib melaksanakan standardisasi sesuai dengan bidang kompetensinya masing-masing. (2) Seluruh Unit Kerja/Kegiatan di lingkungan BATAN adalah subjek dan atau objek dari Sistem Standardisasi BATAN.

7 BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL -7- (3) Unit Kerja/Kegiatan di lingkungan BATAN adalah Pusat, Biro, Inspektorat, Pusdiklat, STTN, Fasilitas Utama dan Penunjang di lingkungan BATAN. BAB V PERUMUSAN DAN PENETAPAN STANDAR Pasal 6 (1) Perumusan standar di bidang ketenaganukliran dilakukan sesuai dengan SSN untuk menghasilkan Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI) ketenaganukliran. (2) Perumusan RSNI ketenaganukliran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Panitia Teknis yang dikelola BATAN dan dikoordinasikan oleh PSJMN. (3) Hasil perumusan RSNI ketenaganukliran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) selanjutnya disampaikan kepada PSJMN untuk dikonsesuskan, ketentuan konsensus mengikuti aturan yang berlaku. (4) RSNI ketenaganukliran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) setelah mencapai konsensus dari semua pihak terkait, oleh PSJMN disampaikan kepada BSN untuk ditetapkan menjadi SNI di bidang ketenaganukliran. (5) Perumusan standar BATAN dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam SSB. (6) Penyusunan Rancangan Standar BATAN sebagaimana dimaksud diatas dilakukan oleh Tim Penyusun Rancangan Standar dan dirumuskan oleh Tim Perumus Standar BATAN. (7) Hasil perumusan standar BATAN disampaikan ke PSJMN untuk dikonsensuskan bersama pemangku kepentingan, setelah mencapai kata sepakat dari semua pihak terkait, oleh PSJMN disampaikan kepada Kepala BATAN untuk ditetapkan menjadi standar BATAN. (8) Standar BATAN dikaji ulang sekurang-kurangnya dalam 5 (lima) tahun atau sesuai kebutuhan. Kaji ulang dilakukan oleh Tim Perumus Standar BATAN (TPSB).

8 BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL -8- (9) Hasil kaji ulang dapat berupa revisi, amandemen, abolisi, format ulang, tanpa perubahan atau usulan untuk SNI. Pasal 7 (1) SNI di bidang ketenaganukliran dikaji ulang sekurang-kurangnya sekali dalam waktu 5 (lima) tahun, dilakukan oleh Panitia Teknis. (2) Hasil pengkajian ulang SNI di bidang ketenaganukliran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa amandemen, suplemen, revisi, abolisi, format ulang dan/atau tanpa perubahan. Pasal 8 (1) Dalam rangka perumusan RSNI atau RSB dan pengkajian SNI atau SB ketenaganukliran PSJMN dapat melakukan penelitian dan pengembangan standardisasi bersama-sama Panitia Teknis atau TPSB ketenaganukliran. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perumusan Standar Nasional Ketenaganukliran dan standar BATAN dilakukan sesuai SSB. BAB VI PENERAPAN STANDAR, AKREDITASI DAN SERTIFIKASI Pasal 9 (1) Penerapan SNI atau SB ketenaganukliran dapat bersifat sukarela atau wajib. (2) SNI di bidang ketenaganukliran yang bersifat sukarela atau wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ketentuannya ditetapkan oleh BSN, untuk SB ketentuannya ditetapkan oleh Kepala BATAN. (3) SNI dan/atau SB ketenaganukliran yang bersifat wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan berkaitan dengan kepentingan keselamatan, kesehatan, keamanan masyarakat atau kelestarian fungsi lingkungan hidup dan/atau pertimbangan ekonomis.

9 BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL -9- (4) Pemberlakuan SNI ketenaganukliran secara wajib ditetapkan dengan Peraturan Bersama Kepala BATAN, Kepala BAPETEN dan BSN. (5) Pemberlakuan SB secara wajib ditetapkan dengan Peraturan Kepala BATAN. (6) Penerapan SNI dan/atau SB ketenaganukliran dilakukan melalui proses sertifikasi dan akreditasi. Pasal 10 (1) Akreditasi laboratorium penguji/kalibrasi dan lembaga penilai kesesuaian yang melaksanakan sertifikasi dilakukan oleh instansi yang berwenang secara nasional (KAN, KNAPPP) atau untuk lingkup BATAN oleh BATAN cq PSJMN. (2) Laboratorium penguji/kalibrasi, lembaga penilai kesesuaian dan PSJMN sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bertanggungjawab atas sertifikat yang diterbitkannya. (3) Sertifikasi dilakukan oleh laboratorium penguji/kalibrasi dan lembaga penilai kesesuaian yang telah diakreditasi secara nasional atau oleh BATAN cq PSJMN. (4) PSJMN dapat melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) melalui penilaian kesesuaian yang dibantu oleh TPKAB dan TPKSB. (5) Barang atau jasa ketenaganukliran, proses, system dan personel yang telah memenuhi persyaratan SNI/SB akan diberikan sertifikat dan/atau dibubuhi tanda SNI/SB. (6) Syarat dan tata cara pemberian sertifikat, dan pembubuhan tanda SNI atau SB sebagaimana dimaksud pada ayat (5) mengikuti pedoman yang ditetapkan oleh BSN untuk tanda SNI dan pedoman BATAN untuk tanda SB. Pasal 11 (1) Pelaksana kegiatan dan pemangku kepentingan di bidang ketenaganukliran yang menerapkan SNI ketenaganukliran atau SB yang diberlakukan secara wajib, harus memiliki sertifikat dan/atau tanda SNI/SB.

10 BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL -10- (2) Pelaksana kegiatan dan pemangku kepentingan di bidang ketenaganukliran yang barang dan/atau jasanya telah mendapat sertifikat dan/atau tanda SNI/SB, dilarang memproduksi dan/atau mengedarkan barang dan atau jasa yang tidak memenuhi SNI/SB. Pasal 12 (1) Untuk mendapatkan sertifikat, pelaksana kegiatan dan pemangku kepentingan di bidang ketenaganukliran wajib memenuhi persyaratan sistem mutu yang ditetapkan dalam SNI ketenaganukliran atau SB yang sesuai dengan kegiatannya. (2) Untuk mendapatkan sertifikat produk ketenaganukliran, Pelaksana kegiatan dan pemangku kepentingan di bidang ketenaganukliran wajib memiliki sertifikat hasil uji dan sertifikat sistem mutu. BAB VII PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 13 (1) Dalam rangka penerapan standardisasi oleh unit kerja dan laboratorium penguji/kalibrasi, fasilitas utama dan penunjang di lingkungan BATAN, PSJMN melaksanakan pembinaan standardisasi, sedangkan pembinaan teknis dilaksanakan oleh masing-masing unit kerja yang bersangkutan. (2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi workshop, seminar, pelatihan dan sosialisasi standardisasi. Pasal 14 (1) Pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan BATAN, barang/jasa ketenaganukliran yang telah memperoleh sertifikat dan/atau dibubuhi tanda SNI ketenaganukliran atau SB yang diberlakukan secara wajib, dilakukan oleh PSJMN dalam bentuk audit, pemantauan atau inspeksi.

11 BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL -11- (2) Pengawasan secara internal harus dilakukan oleh unit kerja masing-masing yang menerapkan standardisasi. (3) Pengawasan terhadap kegiatan BATAN yang terkait dengan perijinan ketenaganukliran dilakukan oleh PSJMN dalam bentuk audit jaminan mutu nuklir. Pasal 15 (1) Biaya perumusan standar, akreditasi dan sertifikasi, serta pembinaan dan pengawasan dibebankan kepada anggaran PSJMN. (2) Besarnya biaya-biaya tersebut disesuaikan dengan biaya standardisasi dan ketentuan lain yang berlaku. BAB VIII SANKSI Pasal 16 Unit kerja, laboratorium dan pelaksana kegiatan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 dapat dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan sertifikat. BAB IX PENUTUP Pasal 17 (1) Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. (2) Dengan berlakunya peraturan ini maka keputusan Kepala BATAN Nomor 199/KA/IV/2004 tentang pelaksanaan standardisasi ketenaganukliran di lingkungan Badan Tenaga Nuklir Nasional dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.

12 BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL -12- (3) Pelaksanaan peraturan ini secara rinci diatur dalam dokumen Sistem Standardisasi BATAN dan pedoman-pedoman pelaksanaannya sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan ini, merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari peraturan ini. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 3 Nopember 2008 KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL, -ttd- HUDI HASTOWO Salinan sesuai dengan aslinya, Kepala Biro Kerjasama, Hukum, dan Hubungan Masyarakat, Ferhat Aziz

13 S S B BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL 2008

14 Sistem Standardisasi BATAN KATA PENGANTAR Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) adalah institusi pemerintah yang memiliki tugas dan fungsi melaksanakan penelitian, pengembangan dan pemanfaatan iptek nuklir serta perumusan kebijakan tentang ketenaganukliran di Indonesia yang sepenuhnya ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Untuk itu BATAN dituntut untuk dapat mengoperasikan fasilitas nuklir yang berkeselamatan handal dan menghasilkan produk iptek nuklir yang bermutu, bermanfaat, berdayasaing dan berdayaguna bagi masyarakat. BATAN juga dituntut untuk lebih meningkatkan kesiapan dan peran aktifnya dalam kegiatan-kegiatan iptek nuklir dalam lingkup nasional, regional dan internasional sebagai perwujudan partisipasi dan kontribusinya terhadap pembangunan nasional dan persaingan dalam era global. Sistem Standardisasi BATAN (SSB) dikembangkan untuk maksud memberikan dukungan dalam mencapai tujuan tersebut di atas dengan cara menetapkan dan melaksanakan standardisasi pada seluruh lingkup kegiatan di BATAN yang tujuan akhirnya adalah untuk mewujudkan jaminan mutu dan jaminan keselamatan terhadap produk iptek nuklir yang memenuhi persyaratan dan harapan para pemangku kepentingan serta selaras dengan filosofi pengembangan dan pembangunan ilmu pengetahuan dan teknologi nuklir. SSB disusun mengacu pada Sistem Standardisasi Nasional (SSN) dan peraturan perundangundangan dibidang ketenaganukliran sehingga dalam penerapannya dapat harmonis dan tertelusur ke peraturan perundang-undangan dibidang ketenaganukliran dan atau persyaratan lainnya dalam lingkup nasional dan internasional. SSB ini mengatur dan menetapkan kebijakan-kebijakan tentang kelembagaan standardisasi, perumusan standar ketenaganukliran, akreditasi, sertifikasi, pembinaan dan pengawasan standardisasi, kerjasama dan pemasyarakatan standardisasi dan Litbang standardisasi. SSB dibuat dan diterbitkan berdasar pada Surat Keputusan Kepala BATAN Nomor 199/KA/IV/2004 Tentang Pelaksanaan Standardisasi Ketenaganukliran di lingkungan BATAN. SSB tahun 2008 ini merupakan pengembangan dan penyempurnaan dari SSB tahun 2004 dan diterbitkan untuk menggantikan Edisi tahun 2004 tersebut. Dokumen SSB tahun 2008 ini dilengkapi dengan tiga pedoman yaitu: (1) Pedoman Perumusan Standar Ketenaganukliran, (2) Pedoman Akreditasi dan Sertifikasi BATAN dan (3) Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Standardisasi. Pedoman-pedoman tersebut menguraikan lebih rinci tentang pelaksanaan kebijakan standardisasi yang harus diterapkan oleh seluruh pusat/unit kerja di lingkungan BATAN. i

15 Sistem Standardisasi BATAN Dengan diterbitkannya Sistem Standardisasi BATAN tahun 2008 maka seluruh pusat/unit kerja di lingkungan BATAN pada setiap kegiatannya harus menerapkan standardisasi dengan mengacu pada dokumen ini sesuai dengan lingkup dan kepentingannya. Jakarta, 3 Nopember 2008 Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional -ttd- Dr. Hudi Hastowo NIP ii

16 Sistem Standardisasi BATAN DAFTAR ISI KATA PENGANTAR...i DAFTAR ISI... iii BAB I PENDAHULUAN Latar belakang Pengertian Ruang lingkup Sistem Standardisasi BATAN Tujuan Sistem Standardisasi BATAN Arah pengembangan Sistem Standardisasi BATAN...7 BAB II KEBIJAKAN STANDARDISASI KETENAGANUKLIRAN Perkembangan lingkungan strategis Kondisi yang diharapkan Visi Sistem Standardisasi BATAN Misi Sistem Standardisasi BATAN Kebijakan Standardisasi BATAN Program Standardisasi BATAN BAB III KELEMBAGAAN STANDARDISASI KETENAGANUKLIRAN Pusat Standardisasi dan Jaminan Mutu Nuklir (PSJMN) Komisi Standardisasi BATAN (KSB) Tim Perumus Standar BATAN (TPSB) Tim Penyusun Rancangan Standar (TPRS) Tim Penilaian Kesesuaian Akreditasi BATAN (TPKAB) Tim Penilaian Kesesuaian Sertifikasi BATAN (TPKSB) Badan Standardisasi Nasional (BSN) BAB IV PERUMUSAN STANDAR KETENAGANUKLIRAN Program perumusan standar ketenaganukliran Perumusan rancangan standar ketenaganukliran Tahapan perumusan standar ketenaganukliran iii

17 Sistem Standardisasi BATAN BAB V PENERAPAN STANDAR KETENAGANUKLIRAN Unsur-unsur pemangku kepentingan dalam penerapan SNI ketenaganukliran/sb Pendukung penerapan SNI ketenaganukliran/sb Evaluasi penerapan standar Pemberlakuan wajib standar ketenaganukliran Ketentuan pemberlakuan wajib standar ketenaganukliran Penilaian kesesuaian terhadap penerapan standar Pembinaan dan pengawasan standardisasi...28 BAB VI KERJASAMA DAN PEMASYARAKATAN STANDARDISASI KETENAGANUKLIRAN Kerjasama standardisasi ketenaganukliran Kerjasama dalam rangka perumusan standar ketenaganukliran Kerjasama dalam rangka penerapan standar ketenaganukliran Kerjasama pembinaan dan pengawasan standardisasi ketenaganukliran Dokumentasi dan informasi standardisasi ketenaganukliran...30 BAB VII PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN STANDARDISASI KETENAGANUKLIRAN Penelitian dalam lingkup perumusan standar Penelitian dalam lingkup penerapan standar Penelitian dalam lingkup pembinaan standardisasi Penelitian dalam lingkup pengawasan standardisasi...33 DAFTAR ACUAN iv

18 Sistem Standardisasi BATAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Standardisasi sebagai suatu unsur penunjang pembangunan iptek nuklir, mempunyai peranan penting dalam upaya mengoptimalkan pendayagunaan sumberdaya ketenaganukliran dan seluruh kegiatan pembangunan iptek nuklir. Perangkat-perangkat standardisasi juga berperan untuk menunjang produktivitas serta nilai tambah produk ketenaganukliran, khususnya dalam pengembangan industri ketenaganukliran serta perlindungan bagi konsumen. Peningkatan program dan kegiatan standardisasi ketenaganukliran selaras dengan kebijakan strategik BATAN yang tertuang dalam dokumen Renstra BATAN bahwa iptek nuklir sebagai bagian yang terintegrasi dengan pembangunan nasional. Perkembangan organisasi dan sumberdaya standardisasi dalam lingkungan BATAN harus mampu menunjang pengembangan standardisasi ketenaganukliran. Kemampuan ini perlu dioptimalkan sehingga manfaatnya dapat dirasakan secara maksimal oleh semua pihak, melalui penggalangan partisipasi bersama seluruh unit kerja BATAN secara serasi dan selaras. Pengarahan dan pengerahan seluruh potensi standardisasi juga diperlukan untuk mendukung kegiatan pencapaian sasaran dalam Rencana Strategik BATAN, terutama yang tertuang sebagai Sasaran Utama Program BATAN. Seluruh pelaksanaan kegiatan di lingkungan BATAN harus menerapkan proses standardisasi untuk mewujudkan manajemen mutu terpadu atau Total Quality Management (TQM), dengan tujuan akhir menjamin mutu produk ketenaganukliran. Dengan demikian, standardisasi ketenaganukliran dapat dipergunakan sebagai alat kebijakan pemerintah dalam menata struktur pembangunan secara lebih baik dan dalam memberikan perlindungan kepada masyarakat. Pemerintah terutama BATAN dan para pengguna hasil teknologi nuklir memerlukan standar-standar terkait dengan ketenaganukliran dalam jumlah dan kualitas yang semakin meningkat untuk menunjang tujuan strategis, antara lain peningkatan daya saing dan ekspor produk ketenaganukliran, peningkatan efisiensi nasional serta menunjang program bidang ketenaganukliran yang terkait dengan sektor lainnya dalam sistem pembangunan nasional. Sejalan dengan itu, wawasan dalam kegiatan standardisasi ketenaganukliran sangat diperlukan untuk mengarahkan dan mengkoordinasikan program serta pengembangan standardisasi ketenaganukliran yang tanggap terhadap kebutuhan nasional. Diperlukan 1 dari 34

19 Sistem Standardisasi BATAN adanya suatu sistem standardisasi ketenaganukliran yang disebut Sistem Standardisasi BATAN, dan disingkat dengan SSB yang melingkupi dan merangkum secara serasi dan selaras serta menjadi dasar dan pedoman bagi seluruh kegiatan standardisasi ketenaganukliran di Indonesia terutama di lingkungan BATAN. SSB yang disusun mengacu pada Sistem Standardisasi Nasional (SSN) sebagai penjabaran Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000 tentang Sistem Standardisasi Nasional, merupakan dasar dan pedoman pelaksanaan standardisasi di lingkungan BATAN yang harus diacu oleh semua unit kerja dan telah ditetapkan dalam Surat Keputusan Kepala BATAN Nomor 199/KA/IV/2004 Tentang Pelaksanaan Standardisasi Ketenaganukliran di Lingkungan BATAN. Dokumen SSB ini dilengkapi dengan Pedoman Standardisasi BATAN sebagai pedoman pelaksanaannya, antara lain : - Pedoman tentang Perumusan Standar Ketenaganukliran (PSB 01 : 2008) - Pedoman tentang Akreditasi dan Sertifikasi BATAN (PSB 02 : 2008) - Pedoman tentang Pembinaan dan Pengawasan Standardisasi (PSB 03 : 2008) 1.2 Pengertian Beberapa pengertian yang terdapat dalam SSB adalah sebagai berikut : standar dokumen yang ditetapkan melalui konsensus para pemangku kepentingan dan disahkan oleh badan yang berwenang serta berisikan peraturan, pedoman, karakteristik kegiatan atau hasilnya, untuk pemakaian umum dan pemakaian berulang serta bertujuan untuk mencapai tingkat keteraturan optimum dalam konteks tertentu standardisasi proses merumuskan, menetapkan, menerapkan dan merevisi standar, yang dilaksanakan secara tertib dan bekerjasama dengan semua pihak/pemangku kepentingan Sistem Standardisasi BATAN (SSB) tatanan jaringan sarana dan kegiatan standardisasi di lingkungan BATAN yang serasi, selaras dan terpadu serta berwawasan nasional, yang meliputi penelitian dan pengembangan standardisasi, perumusan standar, penetapan standar, pemberlakuan standar, penerapan standar, akreditasi, sertifikasi, metrologi, pembinaan dan pengawasan 2 dari 34

20 Sistem Standardisasi BATAN standardisasi, kerjasama, informasi dan dokumentasi, pemasyarakatan, pendidikan dan pelatihan standardisasi sistem mutu tatanan kerja yang mencakup struktur organisasi, tanggung jawab, prosedur, proses dan sumberdaya untuk mewujudkan budaya mutu metrologi ilmu pengetahuan tentang pengukuran metrologi radiasi nuklir metrologi yang menyangkut persyaratan teknik dalam pemakaian zat radioaktif dan atau sumber radiasi lainnya yang diatur berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang bertujuan menjamin kesehatan dan keselamatan dengan memberikan ketelitian dan keandalan yang dapat dipertanggungjawabkan Standar Nasional Indonesia (SNI) standar yang ditetapkan oleh Badan Standardisasi Nasional dan berlaku secara nasional Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI) rancangan standar yang dirumuskan oleh Panitia Teknis (PT) perumusan standar setelah tercapai konsensus dari semua pihak pemangku kepentingan Standar BATAN (SB) standar yang ditetapkan oleh BATAN setelah dicapai kata sepakat dari pihak pemangku kepentingan Rancangan Standar BATAN (RSB) rancangan standar yang dirumuskan oleh Tim Perumus Standar BATAN (TPSB) setelah tercapai konsensus dari semua pihak pemangku kepentingan perumusan rancangan standar 3 dari 34

21 Sistem Standardisasi BATAN rangkaian kegiatan sejak pengumpulan dan pengolahan data untuk menyusun rancangan standar sampai tercapainya konsensus dari semua pihak pemangku kepentingan penetapan standar kegiatan menetapkan rancangan standar menjadi standar penerapan standar kegiatan menggunakan standar revisi standar kegiatan penyempurnaan standar sesuai dengan kebutuhan penilaian kesesuian suatu kegiatan untuk menilai apakah suatu objek tertentu telah memenuhi ketentuan yang ditetapkan dalam suatu standar tertentu akreditasi Nasional serangkaian kegiatan pengakuan formal oleh pihak berwenang secara nasional (KAN, KNAPPP, BAN, BAPETEN, LAN dll), yang menyatakan bahwa suatu unit kegiatan /laboratorium telah memenuhi persyaratan untuk melakukan kegiatan sertifikasi tertentu akreditasi BATAN serangkaian kegiatan pengakuan formal oleh BATAN, yang menyatakan bahwa suatu unit kegiatan/laboratorium telah memenuhi persyaratan untuk melakukan kegiatan sertifikasi tertentu sertifikasi BATAN rangkaian kegiatan penerbitan sertifikat oleh BATAN terhadap barang, jasa, proses, sistem manajemen, dan atau personel di lingkungan BATAN 4 dari 34

22 Sistem Standardisasi BATAN sertifikasi Nasional rangkaian kegiatan penerbitan sertifikat terhadap barang, jasa, proses, sistem, dan atau personel oleh suatu unit/institusi yang telah diakreditasi oleh pihak berwenang secara nasional sertifikat jaminan tertulis yang diberikan oleh laboratorium penguji/kalibrasi dan unit kegiatan yang melaksanakan sertifikasi yang telah diakreditasi untuk menyatakan bahwa barang, jasa, proses, sistem atau personel telah memenuhi standar yang dipersyaratkan laboratorium laboratorium pengujian, laboratorium kalibrasi, laboratorium litbang dan kegiatan lainnya tanda SNI tanda sertifikasi yang dibubuhkan pada barang kemasan atau label yang menyatakan bahwa barang tersebut telah memenuhi persyaratan SNI tanda SB tanda sertifikasi yang dibubuhkan pada barang kemasan atau label yang menyatakan bahwa barang tersebut telah memenuhi persyaratan SB Badan Standardisasi Nasional (BSN) badan yang membantu Presiden dalam menyelenggarakan pengembangan dan pembinaan di bidang standardisasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku Pusat Standardisasi dan Jaminan Mutu Nuklir (PSJMN) unit kerja di lingkungan BATAN yang bertanggung jawab dalam mengkoordinasikan kegiatan standardisasi, baik secara struktural maupun fungsional 5 dari 34

23 Sistem Standardisasi BATAN Komisi Standardisasi BATAN (KSB) komisi yang ditetapkan oleh Kepala BATAN, bertugas memberi saran dan pertimbangan kepada Kepala BATAN berkenaan dengan pelaksanaan dan peningkatan kegiatan standardisasi ketenaganukliran Panitia Teknis (PT) bidang ketenaganukliran panitia teknis yang ditetapkan oleh BSN atas usulan BATAN yang keanggotaannya terdiri dari unsur-unsur pemerintah/regulator, dunia usaha, cendekiawan dan konsumen, yang bertugas melaksanakan tugas-tugas teknis tertentu dalam rangka proses perumusan RSNI dan/atau revisi SNI ketenaganukliran Tim Perumus Standar BATAN (TPSB) tim yang dibentuk dan ditetapkan oleh Kepala BATAN yang keanggotaannya terdiri dari wakil unit kerja dengan tugas dan fungsi sesuai dengan bidang kompetensi BATAN, yang bertugas melakukan tugas-tugas teknis tertentu dalam rangka perumusan Rancangan Standar BATAN (RSB) dan atau merevisi Standar BATAN (SB) Tim Penyusun Rancangan Standar (TPRS) tim yang dibentuk dan ditetapkan oleh Kepala Unit kerja di lingkungan BATAN yang bertugas menyusun konsep rancangan standar sesuai kompetensi unit kerja, yang selanjutnya akan diusulkan sebagai RSB atau RSNI Tim Penilaian Kesesuaian Akreditasi BATAN (TPKAB) tim yang dibentuk dan ditetapkan oleh Kepala BATAN yang bertugas melaksanakan penilaian kesesuaian untuk akreditasi BATAN terhadap laboratorium dan/atau unit kegiatan di lingkungan BATAN Tim Penilaian Kesesuaian Sertifikasi BATAN (TPKSB) tim yang dibentuk dan ditetapkan oleh Kepala BATAN yang bertugas melaksanakan penilaian kesesuaian untuk sertifikasi BATAN terhadap barang, jasa, proses, sistem manajemen, dan/atau personel di lingkungan BATAN 6 dari 34

24 Sistem Standardisasi BATAN Tim Penguji Sertifikasi Personel (TPSP) tim yang dibentuk dan ditetapkan oleh Kepala BATAN yang bertugas melaksanakan ujian kualifikasi untuk sertifikasi personel Masyarakat Standardisasi Indonesia (Mastan) organisasi masyarakat independen sebagai wadah untuk mensinergikan pelaku usaha, konsumen, ilmuwan, dan pemerintah (pemangku kepentingan) dalam upaya mewujudkan industri nasional dengan daya saing yang tangguh di tingkat nasional, regional dan internasional serta perlindungan konsumen, pelaku usaha dan masyarakat lainnya dengan penerapan dan pengembangan sistem mutu, keselamatan, keamanan, kesehatan, maupun fungsi kelestarian lingkungan hidup melalui Sistem Standardisasi Nasional yang selaras dengan Sistem Internasional 1.3 Ruang lingkup Sistem Standardisasi BATAN Ruang lingkup SSB meliputi unsur-unsur kelembagaan standardisasi, perumusan standar, penetapan standar, pemberlakuan standar, penerapan standar, akreditasi, sertifikasi, pembinaan dan pengawasan, kerjasama dan pemasyarakatan, dan litbang standardisasi ketenaganukliran yang berlaku di lingkungan BATAN. 1.4 Tujuan Sistem Standardisasi BATAN Tujuan disusunnya SSB adalah untuk mewujudkan jaminan mutu hasil pembangunan iptek nuklir yang dapat meningkatkan efesiensi nasional dan menunjang program ketenaganukliran yang terkait dengan sektor lainnya dalam sistem pembangunan nasional, dengan jalan meningkatkan keterpaduan, keselarasan, keserasian dan keseimbangan unsur-unsur dalam SSB. 1.5 Arah pengembangan Sistem Standardisasi BATAN SSB dikembangkan untuk mencapai suatu budaya mutu BATAN dengan tujuan terwujudnya jaminan mutu hasil pembangunan iptek nuklir yang memenuhi persyaratan dan harapan para pemangku kepentingan, selaras dengan pengembangan pembangunan ilmu pengetahuan dan teknologi nuklir. Untuk itu seluruh kegiatan pelaksanaan tugas dan fungsi unit kerja dilingkungan BATAN harus menerapkan sistem mutu. Pemenuhan persyaratan dan harapan para pemangku kepentingan didekati dengan pelaksanaan standardisasi terhadap sumber daya litbangyasa yang digunakan, proses, produk dan sistem manajemen yang sesuai dengan tujuan organisasi serta melakukan 7 dari 34

25 Sistem Standardisasi BATAN proses perbaikan berkelanjutan sehingga tercapai budaya mutu BATAN dalam melaksanakan pembangunan iptek nuklir. 8 dari 34

26 Sistem Standardisasi BATAN BAB II KEBIJAKAN STANDARDISASI KETENAGANUKLIRAN 2.1 Perkembangan lingkungan strategis Secara umum kemajuan iptek berkembang pesat di berbagai negara sehingga memungkinkan peningkatan laju kebutuhan konsumen dan pertumbuhan ekonomi yang semakin cepat. Hasil litbangyasa terbukti bermanfaat bagi masyarakat dan harus didayagunakan melalui kerjasama, kemitraan agar memberikan manfaat yang lebih nyata secara komersial bagi masyarakat. Hal tersebut menjadi tantangan bagi para pelaku iptek untuk berupaya terus mendukung teknologi produksi agar mutu produknya dapat bersaing, antara lain dengan mendayagunakan seoptimal mungkin langkah-langkah inovasi teknologi yang memperhatikan faktor quality, cost, and delivery (QCD). Dengan diberlakukannya Undang-undang No.10 tahun 1997 tentang Ketenaganukliran dan peraturan perundangan lainnya dibidang ketenaganukliran serta PP 102 tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional maka BATAN sebagai institusi yang memiliki tugas dan fungsi melaksanakan penelitian dan pengembangan iptek nuklir dituntut untuk dapat mengoperasikan fasilitas nuklir yang berkeselamatan handal dan menghasilkan produk iptek nuklir yang bermutu, bermanfaat dan berdayaguna bagi masyarakat. Seiring dengan tuntutan terhadap BATAN untuk lebih meningkatkan peran aktifnya dalam kegiatan-kegiatan standardisasi nasional, regional dan internasional seperti KAN, IAEA, ISO, IEC, dan sebagainya. BATAN memiliki peluang dan tantangan dalam pengembangan industri nuklir baik dibidang energi maupun non energi seperti yang dijelaskan dalam Renstra BATAN. Peluang yang dimiliki BATAN adalah memanfaatkan modal dasar dengan kemampuan serta pengalaman yang dimiliki dalam melaksanakan litbangyasa iptek nuklir. Hasil litbangyasa yang telah terbukti bermanfaat bagi masyarakat harus didayagunakan melalui kerjasama dan kemitraan agar memberikan manfaat lebih nyata secara komersial bagi masyarakat. Tantangan yang dihadapi BATAN khususnya dalam penerapan standardisasi di bidang ketenaganukliran adalah : a. kesadaran masyarakat dan pelaku usaha serta pelaksana litbangyasa terhadap standar dan mutu produk nuklir masih relatif rendah; b. jumlah standar yang dapat mendukung produk ketenaganukliran masih belum mencukupi; 9 dari 34

27 Sistem Standardisasi BATAN c. standar-standar ketenaganukliran yang sudah dirumuskan dan dikonsensuskan belum diterapkan secara konsisten; d. peraturan yang mendorong terwujudnya penerapan standar yang efektif juga masih belum memadai; e. hal lain yang diperlukan dalam rangka memfasilitasi terjaminnya mutu produk iptek nuklir dalam negeri. 2.2 Kondisi yang diharapkan Kondisi yang diharapkan BATAN adalah menghasilkan produk iptek nuklir yang berfokus dari keunggulan komparatif menjadi keunggulan kompetitif, sebagai antisipasi dalam memasuki era globalisasi yang menuntut persaingan yang sangat ketat. Faktor yang mendukung tercapainya kondisi tersebut adalah dengan meningkatkan efisiensi dan produktivitas dalam pelaksanaan program BATAN. Sebagai pendorong peningkatan efisiensi dan produktivitas, diperlukan adanya suatu sistem standardisasi yang mencakup antara lain: infrastruktur standar, penilaian kesesuaian, pembinaan dan pengawasan penerapan standar. Oleh karena itu perlu dibentuk Sistem Standardisasi BATAN (SSB) yang implementasinya dapat menghasilkan : a. informasi standardisasi yang diperlukan oleh pelaku usaha/pelaku litbangyasa, pemerintah dan konsumen dalam rangka memperlancar arus diseminasi produk ketenaganukliran; b. sejumlah SB dan SNI ketenaganukliran yang mencukupi, yang selaras dengan standar internasional untuk kebutuhan jaminan mutu produk ketenaganukliran; c. penerapan standar yang dapat menunjang peningkatan efisiensi dan produktivitas pelaksanaan kegiatan BATAN serta menjamin tercapainya sasaran program BATAN; d. sertifikasi dan akreditasi yang independen dan kredibel di lingkungan BATAN; e. keunggulan kompetitif atas produk ketenaganukliran melalui pembinaan dan pengawasan standardisasi. 2.3 Visi Sistem Standardisasi BATAN Terwujudnya produk ketenaganukliran yang berkeselamatan handal dan berdaya saing tinggi. 2.4 Misi Sistem Standardisasi BATAN Dalam mewujudkan visi di atas, maka misi SSB adalah: a. menata perangkat regulasi, kelembagaan, menyediakan piranti dan sumber daya manusia; 10 dari 34

28 Sistem Standardisasi BATAN b. melaksanakan standardisasi pada pelaksanaan litbangyasa iptek nuklir berdasarkan kebutuhan pasar; c. menjalin kerja sama yang harmonis dengan pemangku kepentingan nasional maupun internasional; d. memasyarakatkan standardisasi untuk memacu kesadaran pelaksana litbangyasa iptek nuklir dan pemangku kepentingan akan pentingnya keselamatan dan daya saing produk ketenaganukliran. 2.5 Kebijakan standardisasi BATAN Untuk melaksanakan misi di atas maka ditetapkan kebijakan standardisasi BATAN sebagai berikut: peningkatan kesadaran unit kerja di lingkungan BATAN dan masyarakat terhadap standardisasi; a. peningkatan jaminan mutu produk ketenaganukliran, perlindungan konsumen dan kelestarian lingkungan melalui penerapan standar dan regulasi; b. peningkatan mutu perumusan standar bidang ketenaganukliran dan penyelarasan dengan standar nasional dan/atau standar internasional; c. peningkatan insfrastruktur standardisasi ketenaganukliran; d. peningkatan peran aktif dalam kerjasama standardisasi nasional dan internasional. Dalam menetapkan kebijakan standardisasi di bidang ketenaganukliran perlu memperhatikan: a. program pemerintah dalam memantapkan dan meningkatkan pendayagunaan produk ketenaganukliran Indonesia melalui peningkatan jaminan mutu produk, dan penggunaan produk dalam negeri; b. bidang kompetensi BATAN yang tertuang dalam Rencana Strategik BATAN/Rencana program jangka menengah dan panjang sebagaimana diuraikan sebagai sasaran jangka menengah dan jangka panjang yang disebut Sasaran Utama BATAN; c. pengembangan dan pemantapan SB dan SNI ketenaganukliran, dalam rangka meningkatkan kepercayaan masyarakat dalam dan luar negeri terhadap produk ketenaganukliran Indonesia; d. pengembangan program jaminan mutu, keselamatan, keamanan, kesehatan, dan kelestarian lingkungan dengan pengembangan jaringan informasi standar dan mutu hasil ketenaganukliran serta meningkatkan kesadaran masyarakat terutama di lingkungan BATAN tentang pentingnya standardisasi ketenaganukliran; 11 dari 34

29 Sistem Standardisasi BATAN e. peningkatan efisiensi, efektivitas dan produktivitas litbangyasa ketenaganukliran dalam rangka peningkatan daya saing dan nilai tambah dalam menghasilkan produk ketenaganukliran; f. peningkatan partisipasi aktif BATAN dalam kegiatan standardisasi nasional dan internasional; g. pengembangan dan penyempurnaan kegiatan standardisasi dalam rangka memperoleh pengakuan pada tingkat nasional melalui kerjasama dengan pusat-pusat standardisasi dalam bidang terkait; h. peningkatan kerjasama dengan IAEA dalam pengembangan standardisasi ketenaganukliran. 2.6 Program standardisasi BATAN Sebagai penjabaran kebijakan standardisasi BATAN, maka disusun program standardisasi BATAN, yang meliputi: a. pengembangan informasi dan sosialisasi standardisasi bidang ketenaganukliran; b. penyusunan pedoman-pedoman pelaksanaan SSB; c. pembinaan unit kerja dan unit kegiatan dalam penerapan standar; d. peningkatan pemberlakuan wajib SNI ketenaganukliran dan SB; e. pengembangan penerapan sukarela dan wajib standar (SNI, SB); f. penyelarasan SNI ketenaganukliran dan SB terhadap standar internasional; g. prioritas perumusan standar ketenaganukliran sehubungan dengan masuknya opsi nuklir dalam kebijakan energi nasional; h. penelitian dan pengembangan standardisasi ketenaganukliran; i. pembinaan terhadap unit kegiatan yang melaksanakan fungsi standardisasi di lingkungan BATAN; j. memperluas kerjasama standardisasi ketenaganukliran di tingkat nasional dan internasional; k. peningkatan sumberdaya manusia, sarana dan prasarana standardisasi ketenaganukliran yang kredibel. 12 dari 34

30 Sistem Standardisasi BATAN BAB III KELEMBAGAAN STANDARDISASI KETENAGANUKLIRAN Kegiatan standardisasi BATAN dilaksanakan oleh semua unit kerja di lingkungan BATAN dan dikoordinasikan oleh unit kerja yang memiliki tugas dan fungsi melaksanakan standardisasi dalam hal ini adalah Pusat Standardisasi dan Jaminan Mutu Nuklir. Semua unit kerja diharapkan dapat berpartisipasi aktif dengan bebas dan terarah dalam kegiatan standardisasi. 3.1 Pusat Standardisasi dan Jaminan Mutu Nuklir (PSJMN) Berdasarkan Peraturan Kepala BATAN Nomor 392/KA/XI/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja BATAN, sebagaimana diuraikan dalam BAB IX bahwa PSJMN mempunyai tugas melaksanakan standardisasi, akreditasi, dan sertifikasi serta jaminan mutu nuklir. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud di atas, PSJMN menyelenggarakan fungsi : a. pelaksanaan standardisasi radiasi dan nuklir; b. pelaksanaan akreditasi dan sertifikasi; c. pelaksanaan dan pembinaan program jaminan mutu nuklir; d. pelaksanaan kegiatan tata usaha. Dalam melaksanakan koordinasi kegiatan standardisasi, PSJMN didukung oleh simpul-simpul kerja fungsional yang terdiri dari KSB, TPSB, TPKAB, TPKSB, TPSP, TPRS dan PT. 3.2 Komisi Standardisasi BATAN (KSB) Untuk memperlancar dan menunjang tugas teknis standardisasi, serta meningkatkan partisipasi aktif pihak-pihak pemangku kepentingan dilingkungan BATAN, Kepala BATAN membentuk KSB. Keanggotaan komisi terdiri dari pejabat eselon I dan eselon II BATAN yang ditunjuk sebagai wakil setiap kedeputian, sebagai ketua komisi adalah Sekretaris Utama (Sestama) dan sekretaris komisi adalah Kepala PSJMN. KSB mempunyai tugas membantu Kepala BATAN dalam merumuskan kebijakan kegiatan standardisasi ketenaganukliran. KSB mempunyai fungsi memberikan pertimbangan dan saran kepada Kepala BATAN dalam rangka : 13 dari 34

31 Sistem Standardisasi BATAN a. menyusun, mengembangkan, mengkaji dan menyempurnakan SSB mencakup perumusan standar, penerapan standar, sistem mutu, dan pembinaan serta pengawasan standardisasi ketenaganukliran; b. memantau, menganalisis dan mengevaluasi kegiatan standardisasi ketenaganukliran dan mengusulkan alternatif penyempurnaannya; c. menyusun prioritas dan klasifikasi program standardisasi BATAN; d. menyusun dan mengembangkan pola pembinaan serta pengawasan standardisasi ketenaganukliran dan pola peningkatan peran aktif dari pihak pemangku kepentingan dalam kegiatan standardisasi ketenaganukliran; e. mendorong adanya peraturan teknis pemberlakuan standar ketenaganukliran dengan mengembangkan cara kerja dengan menerapkan standar secara wajib atau sukarela; f. mengkaji hasil penilaian kesesuaian penerapan standar dalam rangka pengambilan keputusan akreditasi/sertifikasi; g. lain-lain yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan SSB. 3.3 Tim Perumus Standar BATAN (TPSB) TPSB adalah tim yang ditetapkan oleh Kepala BATAN yang bertugas untuk melakukan pekerjaan teknis tertentu dalam rangka perumusan RSB dan atau merevisi SB. Susunan keanggotan TPSB harus mewakili 4 unsur dari pemangku kepentingan (wakil PSJMN dan/atau BKHH sebagai pengatur, wakil TPRS sebagai pengusul/konseptor, wakil unit-unit kerja sebagai pengguna dan para pakar) dan struktur TPSB terdiri dari ketua, wakil ketua, sekretaris dan anggota. Keanggotaan TPSB diusulkan oleh PSJMN berdasarkan bidang kompetensi Standar BATAN yang akan dirumuskan. TPSB dibentuk sesuai dengan bidang kompetensi BATAN, sebagai berikut : a. TPSB Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi (ATIR); b. TPSB Pembuatan Isotop dan Senyawa Bertanda (PISB); c. TPSB Pengelolaan Limbah Radioaktif (PLR); d. TPSB Rekayasa dan Pembuatan Perangkat Nuklir (RPPN); e. TPSB Daur Bahan Bakar Nuklir (DBBN); f. TPSB Reaktor Daya (RD); g. TPSB Administrasi Manajemen dan Organisasi (AMO). 3.4 Tim Penyusun Rancangan Standar (TPRS) TPRS dibentuk oleh kepala unit kerja dengan tugas menyusun konsep rancangan standar dalam bidang kompetensi unit kerja yang akan diusulkan sebagai standar 14 dari 34

32 Sistem Standardisasi BATAN ketenaganukliran, baik sebagai SB atau SNI ketenaganukliran sesuai dengan program perumusan standar yang telah ditetapkan. Bila konsep rancangan standar tersebut akan dijadikan SNI ketenaganukliran, maka konsep rancangan standar tersebut akan dirumuskan dan dikonsensuskan oleh Panitia Teknis (PT), dan bila akan dijadikan sebagai SB, konsep rancangan tersebut akan dirumuskan dan dikonsensuskan oleh TPSB. 3.5 Tim Penilaian Kesesuaian Akreditasi BATAN (TPKAB) TPKAB adalah tim yang dibentuk dan ditetapkan oleh Kepala BATAN, yang mempunyai tugas melaksanakan penilaian kesesuaian terhadap laboratorium dan unit kegiatan inspeksi di lingkungan BATAN, TPKAB bertanggung jawab kepada Kepala BATAN. 3.6 Tim Penilaian Kesesuaian Sertifikasi BATAN (TPKSB) TPKSB adalah tim yang dibentuk dan ditetapkan oleh Kepala BATAN, mempunyai tugas melaksanakan penilaian kesesuaian terhadap sistem manajemen, produk litbangyasa dan personel di lingkungan BATAN. TPKSB bertanggung jawab kepada Kepala BATAN. 3.7 Badan Standardisasi Nasional (BSN) BSN adalah badan yang membantu presiden dalam menyelenggarakan pengembangan dan pembinaan dibidang standardisasi nasional sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. BSN mengkoordinasikan kegiatan standardisasi nasional yang dilaksanakan oleh semua pemangku kepentingan yaitu pemerintah, produsen, konsumen maupun kaum profesional (ilmuwan). Keempat pemangku kepentingan tersebut diharapkan dapat berpartisipasi aktif dengan bebas dan terarah dalam kegiatan standardisasi. Dalam melaksanakan kegiatannya BSN dibantu oleh simpul-simpul kerja fungsional yang terdiri dari komisi, panitia teknis perumus SNI, Komite Akreditasi Nasional (KAN), Komite Standar Nasional untuk Satuan Ukuran (KSNSU), lembaga sertifikasi, lembaga inspeksi, laboratorium, dan lembaga standardisasi lainnya Komite Akreditasi Nasional (KAN) KAN adalah lembaga non struktural yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada presiden, mempunyai tugas menetapkan akreditasi dan memberikan pertimbangan dan saran kepada BSN dalam menetapkan sistem akreditasi dan sertifikasi. KAN dibentuk dengan Keputusan Presiden No. 78 Tahun 2001 tentang Komite Akreditasi Nasional. KAN memberikan akreditasi kepada lembaga sertifikasi, lembaga inspeksi dan laboratorium baik yang berlokasi di Indonesia maupun di luar negeri. Dalam rangka saling pengakuan, Komite Akreditasi Nasional bertugas memperjuangkan keberterimaan atas 15 dari 34

33 Sistem Standardisasi BATAN sertifikat yang diterbitkan oleh lembaga sertifikasi, lembaga inspeksi dan laboratorium yang telah diakreditasi oleh KAN di tingkat regional dan internasional. Anggota KAN adalah wakil-wakil dari instansi pemerintah, dunia usaha, konsumen, cendekiawan dan kalangan profesional. KAN memberikan hak kepada lembaga sertifikasi, lembaga inspeksi, dan laboratorium yang telah diakreditasi untuk menerbitkan sertifikat atau laporan sesuai dengan ruang lingkup akreditasi yang telah diberikan dengan membubuhkan logo KAN. Cara penggunaan logo KAN diatur dalam pedoman KAN. KAN menetapkan peraturan dan persyaratan pemberian, pemeliharaan, perluasan, perpanjangan, penundaan, dan pencabutan akreditasi, baik sebagian atau keseluruhan dari lingkup akreditasi. Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, KAN berkoordinasi dengan BSN Panitia Teknis perumus standar ketenaganukliran (PT) Panitia teknis perumus standar ketenaganukliran ditetapkan oleh BSN atas usulan BATAN sebagai instansi teknis, bertugas untuk melakukan pekerjaan teknis dalam rangka perumusan standar ketenaganukliran. Pada saat ini BATAN mengelola 3 (tiga) Panitia Teknis dengan lingkup bidang rekayasa energi nuklir, pengukuran radiasi, dan uji tak rusak. Panitia teknis perumus standar ketenganukliran secara lebih rinci mempunyai tugas: a. membantu BATAN sebagai instansi teknis dalam perumusan RSNI dan/atau revisi SNI ketenaganukliran yang ditetapkan oleh BSN; b. melakukan pembahasan teknis dan konsensus RSNI dengan koordinasi BATAN cq. PSJMN; c. memberikan tanggapan (atas nama pemerintah Indonesia) terhadap konsep standar dari badan-badan standardisasi internasional (ISO, IEC, dan CAC) maupun regional dalam bidang ketenaganukliran dengan koordinasi BATAN cq. PSJMN melalui BSN, bila diminta oleh BSN. 3.8 Komite Nasional Akreditasi Pranata Penelitian dan Pengembangan (KNAPPP) Komite Nasional Akreditasi Pranata Penelitian dan Pengembangan (KNAPPP) adalah suatu lembaga non struktural yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada menteri negara riset dan teknologi (MNRT) yang ditetapkan melalui keputusan MNRT dengan tugas menetapkan akreditasi pranata penelitian dan pengembangan serta memberikan 16 dari 34

SISTEM STANDARDISASI NASIONAL (SSN)

SISTEM STANDARDISASI NASIONAL (SSN) SISTEM STANDARDISASI NASIONAL (SSN) 1 SISTEM STANDARDISASI NASIONAL 1. Tatanan jaringan sarana dan kegiatan standarisasi yang serasi, selaras dan terpadu serta berwawasan nasional. 2. Merupakan dasar dan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL 1 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Standar adalah spesifikasi

Lebih terperinci

j ajo66.wordpress.com 1

j ajo66.wordpress.com 1 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 170/Kpts/OT.210/3/2002 TENTANG PELAKSANAAN STANDARDISASI NASIONAL DI BIDANG PERTANIAN MENTERI PERTANIAN Menimbang : a. bahwa sebagai

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah No. 102 Tahun Tentang : Standardisasi Nasional

Peraturan Pemerintah No. 102 Tahun Tentang : Standardisasi Nasional Peraturan Pemerintah No. 102 Tahun 2000 Tentang : Standardisasi Nasional Menimbang : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa dalam rangka mendukung peningkatan produktivitas, daya guna produksi, mutu barang,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendukung peningkatan produktivitas, daya guna

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, - 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendukung peningkatan produktivitas, daya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa dalam rangka mendukung peningkatan produktivitas, daya guna produksi,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 19/M-IND/PER/5/2006 T E N T A N G

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 19/M-IND/PER/5/2006 T E N T A N G PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 19/M-IND/PER/5/2006 T E N T A N G STANDARDISASI, PEMBINAAN DAN PENGAWASAN STANDAR NASIONAL INDONESIA BIDANG INDUSTRI MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 58/Permentan/OT.140/8/ TENTANG PELAKSANAAN SISTEM STANDARDISASI NASIONAL DI BIDANG PERTANIAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 58/Permentan/OT.140/8/ TENTANG PELAKSANAAN SISTEM STANDARDISASI NASIONAL DI BIDANG PERTANIAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 58/Permentan/OT.140/8/2007................... TENTANG PELAKSANAAN SISTEM STANDARDISASI NASIONAL DI BIDANG PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA 19/M-IND/PER/5/2006 T E N T A N G

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA 19/M-IND/PER/5/2006 T E N T A N G PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 19/M-IND/PER/5/2006 T E N T A N G STANDARDISASI, PEMBINAAN DAN PENGAWASAN STANDAR NASIONAL INDONESIA BIDANG INDUSTRI MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Pemerintah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Pemerintah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Pemerintah Negara

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 199, 2000 BADAN STANDARISASI. Standarisasi Nasional. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

2 Mengingat penyelenggaraan kegiatan standardisasi dan penilaian kesesuaian; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, hur

2 Mengingat penyelenggaraan kegiatan standardisasi dan penilaian kesesuaian; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, hur LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.216, 2014 PERDAGANGAN. Standardisasi. Penilaian Kesesuaian Perumusan. Pemberlakuan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5584) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

STANDARDISASI (STD) Oleh: Gunadi, M.Pd NIP (No HP ) data\:standardisasi_gun 1

STANDARDISASI (STD) Oleh: Gunadi, M.Pd NIP (No HP ) data\:standardisasi_gun 1 STANDARDISASI (STD) Oleh: Gunadi, M.Pd NIP. 19770625 200312 1 002 (No HP. 08121569151) data\:standardisasi_gun 1 REFERENSI Internet SAE Hand Book Volume 1-4 PP No 102 Tahun 2000 tentang SNI UU No. 5 Tahun

Lebih terperinci

Keputusan Kepala Bapedal No. 29 Tahun 1997 Tentang : Standardisasi, Akreditasi, Dan Sertifikasi Bidang Lingkungan

Keputusan Kepala Bapedal No. 29 Tahun 1997 Tentang : Standardisasi, Akreditasi, Dan Sertifikasi Bidang Lingkungan Keputusan Kepala Bapedal No. 29 Tahun 1997 Tentang : Standardisasi, Akreditasi, Dan Sertifikasi Bidang Lingkungan KEPALA BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan

Lebih terperinci

MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2016 TENTANG KOMITE NASIONAL AKREDITASI

Lebih terperinci

BAB III STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) 3.1 Peraturan Perundang Undangan Standar Nasional Indonesia (SNI)

BAB III STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) 3.1 Peraturan Perundang Undangan Standar Nasional Indonesia (SNI) BAB III STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) 3.1 Peraturan Perundang Undangan Standar Nasional Indonesia (SNI) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.844, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BATAN. Unit Kerja. Rinvian Tugas. Perubahan. PERATURAN KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA BADAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PEINDUSTRIAN. SNI. Industri.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PEINDUSTRIAN. SNI. Industri. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.308, 2009 DEPARTEMEN PEINDUSTRIAN. SNI. Industri. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 86/M-IND/PER/9/2009 TENTANG STANDAR NASIONAL INDONESIA BIDANG

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 58/Permentan/OT.140/8/2007 TENTANG PELAKSANAAN SISTEM STANDARDISASI NASIONAL DI BIDANG PERTANIAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 58/Permentan/OT.140/8/2007 TENTANG PELAKSANAAN SISTEM STANDARDISASI NASIONAL DI BIDANG PERTANIAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 58/Permentan/OT.140/8/2007 TENTANG PELAKSANAAN SISTEM STANDARDISASI NASIONAL DI BIDANG PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1997 TENTANG BADAN STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1997 TENTANG BADAN STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1997 TENTANG BADAN STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sejalan dengan tahap perkembangan kemampuan nasional di bidang

Lebih terperinci

SISTEM STANDARDISASI NASIONAL

SISTEM STANDARDISASI NASIONAL SALINAN LAMPIRAN KEPUTUSAN KEPALA BADAN STANDARDISASI NASIONAL NOMOR : 3401/BSN-I/HK.71/11/2001 TANGGAL : 26 November 2001 SISTEM STANDARDISASI NASIONAL BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pertumbuhan

Lebih terperinci

2012, No Mengingat Menetapkan d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Perat

2012, No Mengingat Menetapkan d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Perat BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.932, 2012 KEMENTERIAN NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI. Komite Nasional Akreditasi. Pranata Penelitian dan Pengembangan. PERATURAN MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1991 TENTANG TENTANG STANDAR NASIONAL INDONESIA. Presiden Republik Indonesia,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1991 TENTANG TENTANG STANDAR NASIONAL INDONESIA. Presiden Republik Indonesia, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1991 TENTANG TENTANG STANDAR NASIONAL INDONESIA Presiden Republik Indonesia, Menimbang: a. bahwa dalam rangka peningkatan produktivitas dan daya guna

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 19, 1991 ( EKONOMI. INDUSTRI. PERDAGANGAN Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

Lebih terperinci

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL,

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL, - 1 - RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL NOMOR 21 TAHUN 2014 TENTANG RINCIAN TUGAS UNIT KERJA

Lebih terperinci

Renstra Pusat Akreditasi Lembaga Sertifikasi BSN Tahun RENSTRA PUSAT AKREDITASI LEMBAGA SERTIFIKASI TAHUN

Renstra Pusat Akreditasi Lembaga Sertifikasi BSN Tahun RENSTRA PUSAT AKREDITASI LEMBAGA SERTIFIKASI TAHUN RENSTRA PUSAT AKREDITASI LEMBAGA SERTIFIKASI TAHUN 2015-2019 BADAN STANDARDISASI NASIONAL 2015 Kata Pengantar Dalam rangka melaksanakan amanat Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan

Lebih terperinci

Keputusan Kepala Bapedal No. 30 Tahun 1997 Tentang : Organisasi Dan Tata Kerja Komite Akreditasi Badan Pengendalian Dampak Lingkungan

Keputusan Kepala Bapedal No. 30 Tahun 1997 Tentang : Organisasi Dan Tata Kerja Komite Akreditasi Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Keputusan Kepala Bapedal No. 30 Tahun 1997 Tentang : Organisasi Dan Tata Kerja Komite Akreditasi Badan Pengendalian Dampak Lingkungan KEPALA BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN, Menimbang: a. bahwa dalam

Lebih terperinci

Yuuk..belajar lagi!!!

Yuuk..belajar lagi!!! Yuuk..belajar lagi!!! SUB SISTEM PENERAPAN STANDAR 1. Mendukung terwujudnya jaminan mutu barang, jasa, proses, sistem atau personil sehingga memberi kepercayaan pelanggan 2. menjamin peningkatan produktivitas,

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 197 TAHUN 1998 TENTANG BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 197 TAHUN 1998 TENTANG BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 197 TAHUN 1998 TENTANG BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

KEPALA BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN

KEPALA BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN NOMOR : KEP-30/BAPEDAL/05/1997 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KOMITE AKREDITASI BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN KEPALA BADAN PENGENDALIAN DAMPAK

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 1998 TENTANG BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 1998 TENTANG BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 1998 TENTANG BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

- 2 - Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:

- 2 - Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: - 2 - Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN. BAB I

Lebih terperinci

- 7 - BAB III STANDARDISASI. Bagian Kesatu Perencanaan

- 7 - BAB III STANDARDISASI. Bagian Kesatu Perencanaan - 7 - BAB III STANDARDISASI Bagian Kesatu Perencanaan Pasal 10 (1) Perencanaan perumusan SNI disusun dalam suatu PNPS. (2) PNPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat program perumusan SNI dengan judul

Lebih terperinci

BATAN KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL,

BATAN KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL, PERATURAN KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL NOMOR : 196/KA/XI/2011 TENTANG PEDOMAN KUALIFIKASI DAN SERTIFIKASI PETUGAS DAN SUPERVISOR IRADIATOR (STANDAR BATAN BIDANG APLIKASI TEKNOLOGI ISOTOP DAN RADIASI)

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL NOMOR : 171/KA/VII/2012 TENTANG SISTEM MANAJEMEN BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL

PERATURAN KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL NOMOR : 171/KA/VII/2012 TENTANG SISTEM MANAJEMEN BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL PERATURAN KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL NOMOR : 171/KA/VII/2012 TENTANG SISTEM MANAJEMEN BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL, Menimbang:

Lebih terperinci

*48622 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (KEPPRES) NOMOR 197 TAHUN 1998 (197/1998) TENTANG BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL

*48622 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (KEPPRES) NOMOR 197 TAHUN 1998 (197/1998) TENTANG BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL Copyright (C) 2000 BPHN KEPPRES 197/1998, BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL *48622 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (KEPPRES) NOMOR 197 TAHUN 1998 (197/1998) TENTANG BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL PRESIDEN

Lebih terperinci

BATAN PERATURAN KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL NOMOR : 212/KA/XII/2011 TENTANG STANDAR PELAYANAN BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL

BATAN PERATURAN KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL NOMOR : 212/KA/XII/2011 TENTANG STANDAR PELAYANAN BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL PERATURAN KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL NOMOR : 212/KA/XII/2011 TENTANG STANDAR PELAYANAN BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL, Menimbang : a. bahwa Badan Tenaga Nuklir

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG KESELAMATAN KETENAGALISTRIKAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG KESELAMATAN KETENAGALISTRIKAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA KONSEP TGL. 9-4-2003 RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG KESELAMATAN KETENAGALISTRIKAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan Bab

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2018 TENTANG BADAN STANDARDISASI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2018 TENTANG BADAN STANDARDISASI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2018 TENTANG BADAN STANDARDISASI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

Kebijakan Penerapan Standar Pedoman dan Manual Sekretariat Komite Teknis Bahan Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil

Kebijakan Penerapan Standar Pedoman dan Manual Sekretariat Komite Teknis Bahan Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil 1 Kebijakan Penerapan Standar Pedoman dan Manual Sekretariat Komite Teknis 91-01 Bahan Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG DEWAN STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG DEWAN STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG DEWAN STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa standardisasi merupakan sarana penunjang yang sangat penting

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS PUSAT INFORMASI DAN DOKUMENTASI STANDARDISASI BADAN STANDARDISASI NASIONAL TAHUN

RENCANA STRATEGIS PUSAT INFORMASI DAN DOKUMENTASI STANDARDISASI BADAN STANDARDISASI NASIONAL TAHUN RENCANA STRATEGIS PUSAT INFORMASI DAN DOKUMENTASI STANDARDISASI BADAN STANDARDISASI NASIONAL TAHUN 2015-2019 BADAN STANDARDISASI NASIONAL 2015 KATA PENGANTAR Rencana Strategis Pusat Informasi dan Dokumentasi

Lebih terperinci

BAB IV PENILAIAN KESESUAIAN. Bagian Kesatu Kegiatan Penilaian Kesesuaian

BAB IV PENILAIAN KESESUAIAN. Bagian Kesatu Kegiatan Penilaian Kesesuaian - 14 - BAB IV PENILAIAN KESESUAIAN Bagian Kesatu Kegiatan Penilaian Kesesuaian Pasal 30 (1) Pemenuhan terhadap persyaratan SNI dibuktikan melalui kegiatan Penilaian Kesesuaian. (2) Kegiatan Penilaian Kesesuaian

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN STANDARDISASI. Revisi 1

RENCANA STRATEGIS PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN STANDARDISASI. Revisi 1 RENCANA STRATEGIS PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN STANDARDISASI Revisi 1 BADAN STANDARDISASI NASIONAL 2016 RENCANA STRATEGIS PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN STANDARDISASI BADAN STANDARDISASI NASIONAL

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS KEDEPUTIAN BIDANG PENERAPAN STANDAR DAN AKREDITASI BADAN STANDARDISASI NASIONAL TAHUN

RENCANA STRATEGIS KEDEPUTIAN BIDANG PENERAPAN STANDAR DAN AKREDITASI BADAN STANDARDISASI NASIONAL TAHUN RENCANA STRATEGIS KEDEPUTIAN BIDANG PENERAPAN STANDAR DAN AKREDITASI BADAN STANDARDISASI NASIONAL TAHUN 2015 2019 JAKARTA 2015 Kata Pengantar Dalam rangka melaksanakan amanat Undang-Undang No. 25 Tahun

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 06 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN UMUM STANDARDISASI KOMPETENSI PERSONIL DAN LEMBAGA JASA LINGKUNGAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.4, 2014 EKONOMI. Pembangunan. Perindustrian. Perencanaan. Penyelenggaraan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5492) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendukung peningkatan produktivitas, daya guna

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan

Lebih terperinci

RENSTRA BHHK BIRO HUKUM, HUMAS DAN KERJA SAMA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL RENCANA STRATEGIS

RENSTRA BHHK BIRO HUKUM, HUMAS DAN KERJA SAMA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL RENCANA STRATEGIS RENCANA STRATEGIS RENSTRA BHHK 2015 2019 BIRO HUKUM, HUMAS DAN KERJA SAMA Prima dalam layanan hukum, informasi, kerjasama, dan keamanan nuklir BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL Jln. Kuningan Barat, Mampang

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL

PERATURAN KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL PERATURAN KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL, Menimbang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL, PERATURAN KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL 2 TAHUN 2014 TENTANG KELAS JA DAN PENEMPATAN PEGAWAI PADA KELAS JA DI BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA Nomor : 07 /PRT/M/2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENELITIAN, DAN PENGEMBANGAN DI BIDANG JALAN

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA Nomor : 07 /PRT/M/2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENELITIAN, DAN PENGEMBANGAN DI BIDANG JALAN PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA Nomor : 07 /PRT/M/2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENELITIAN, DAN PENGEMBANGAN DI BIDANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM,

Lebih terperinci

2 global sebagai sarana peningkatan kemampuan ekonomi bangsa Indonesia. Untuk melindungi kepentingan negara dalam menghadapi era globalisasi tersebut

2 global sebagai sarana peningkatan kemampuan ekonomi bangsa Indonesia. Untuk melindungi kepentingan negara dalam menghadapi era globalisasi tersebut TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI PERDAGANGAN. Standardisasi. Penilaian Kesesuaian Perumusan. Pemberlakuan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 216) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN I. UMUM Untuk mencapai tujuan dibentuknya Pemerintah Negara Republik Indonesia yang diamanatkan

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN :

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2002 TENTANG SISTEM NASIONAL PENELITIAN, PENGEMBANGAN, DAN PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENETAPAN STANDAR KOMPETENSI KERJA NASIONAL

Lebih terperinci

PEDOMAN KNAPPP 01:2005. Kata Pengantar

PEDOMAN KNAPPP 01:2005. Kata Pengantar Kata Pengantar Pertama-tama, kami mengucapkan puji syukur kepada Allah SWT yang atas izinnya revisi Pedoman Komisi Nasional Akreditasi Pranata Penelitian dan Pengembangan (KNAPPP), yaitu Pedoman KNAPPP

Lebih terperinci

Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan PERATURAN-PERATURAN BERKAITAN DENGAN KESELAMATAN KETENAGALISTRIKAN

Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan PERATURAN-PERATURAN BERKAITAN DENGAN KESELAMATAN KETENAGALISTRIKAN PERATURAN-PERATURAN BERKAITAN DENGAN KESELAMATAN KETENAGALISTRIKAN 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1985 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

K A T A P E N G A N T A R

K A T A P E N G A N T A R K A T A P E N G A N T A R Salah satu tugas Menteri Negara Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi adalah melakukan koordinasi pelaksanaan kegiatan penelitian dan pengembangan secara nasional untuk memacu

Lebih terperinci

BATAN PERATURAN KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL NOMOR: 167/KA/VIII/2011 TENTANG PENGELOLAAN INSENTIF KEGIATAN RISET

BATAN PERATURAN KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL NOMOR: 167/KA/VIII/2011 TENTANG PENGELOLAAN INSENTIF KEGIATAN RISET PERATURAN KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL NOMOR: 167/KA/VIII/2011 TENTANG PENGELOLAAN INSENTIF KEGIATAN RISET KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL, Menimbang: a. bahwa dalam rangka ketertiban dan kelancaran

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 2052 K/40/MEM/2001 TENTANG STANDARDISASI KOMPETENSI TENAGA TEKNIK KETENAGALISTRIKAN

KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 2052 K/40/MEM/2001 TENTANG STANDARDISASI KOMPETENSI TENAGA TEKNIK KETENAGALISTRIKAN KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 2052 K/40/MEM/2001 TENTANG STANDARDISASI KOMPETENSI TENAGA TEKNIK KETENAGALISTRIKAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL, Menimbang. : bahwa sebagai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2002 TENTANG SISTEM NASIONAL PENELITIAN, PENGEMBANGAN, DAN PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2002 TENTANG SISTEM NASIONAL PENELITIAN, PENGEMBANGAN, DAN PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2002 TENTANG SISTEM NASIONAL PENELITIAN, PENGEMBANGAN, DAN PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BATAN KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL,

BATAN KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL, KEPUTUSAN KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL NOMOR : 127/KA/VII/2009 TENTANG PENETAPAN STANDAR BATAN TENTANG PEDOMAN KUALIFIKASI DAN SERTIFIKASI PETUGAS ANALISIS AKTIVASI NEUTRON (SB 0007 BATAN:2009)

Lebih terperinci

FORUM MANAJEMEN Vol. 06 No. 4

FORUM MANAJEMEN Vol. 06 No. 4 PENINGKATAN KESELAMATAN PADA KEGIATAN USAHA MIGAS MELALUI PENERAPAN STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) DAN STANDAR KOMPETENSI KERJA NASIONAL INDONESIA (SKKNI) Oleh: Ali Supriyadi*) ABSTRAK Kegiatan usaha

Lebih terperinci

2017, No.9 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Sarana adalah segala sesuatu yang dapat dipakai sebaga

2017, No.9 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Sarana adalah segala sesuatu yang dapat dipakai sebaga LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.9, 2017 EKONOMI. Pembangunan. Perindustrian. Sarana. Prasarana. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6016) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendukung peningkatan produktivitas, daya guna

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL, PERATURAN KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL NOMOR TAHUN 2014 TENTANG PENYETARAAN DAN PENEMPATAN PEGAWAI PADA JABATAN DI BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN TENAGA

Lebih terperinci

BUPATI BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 04 TAHUN 2013 TENTANG PEMBINAAN JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,

BUPATI BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 04 TAHUN 2013 TENTANG PEMBINAAN JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, BUPATI BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 04 TAHUN 2013 TENTANG PEMBINAAN JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : a. bahwa jasa konstruksi mempunyai peran

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2001 TENTANG ALAT DAN MESIN BUDIDAYA TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2001 TENTANG ALAT DAN MESIN BUDIDAYA TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2001 TENTANG ALAT DAN MESIN BUDIDAYA TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa alat dan mesin budidaya tanaman merupakan salah satu

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR TENTANG INOVASI DAERAH DI PROVINSI JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR TENTANG INOVASI DAERAH DI PROVINSI JAWA TENGAH Draft 4 GUBERNUR JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR TENTANG INOVASI DAERAH DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2001 TENTANG ALAT DAN MESIN BUDIDAYA TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2001 TENTANG ALAT DAN MESIN BUDIDAYA TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2001 TENTANG ALAT DAN MESIN BUDIDAYA TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa alat dan mesin budidaya tanaman merupakan salah satu

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL, NOMOR : 193/KA/IV/2004 TENTANG

KEPUTUSAN KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL, NOMOR : 193/KA/IV/2004 TENTANG BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL J A K A R T A KEPUTUSAN KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL NOMOR : 193/KA/IV/2004 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA SERTIFIKASI SISTEM MUTU BATAN QUALITY SYSTEM SERVICES Menimbang

Lebih terperinci

2017, No (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 322); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN KEPALA BADAN STANDARDISASI NASIONAL TENT

2017, No (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 322); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN KEPALA BADAN STANDARDISASI NASIONAL TENT No.821, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BSN. Tanda SNI. Tanda Kesesuaian Berbasis SNI. PERATURAN KEPALA BADAN STANDARDISASI NASIONAL NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENGGUNAAN TANDA SNI DAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1980 TENTANG BADAN TENAGA ATOM NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1980 TENTANG BADAN TENAGA ATOM NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1980 TENTANG BADAN TENAGA ATOM NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: bahwa berhubung dengan berkembangnya

Lebih terperinci

PEDOMAN KNAPPP 02 : 2007 PERSYARATAN AKREDITASI PRANATA PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KOMISI NASIONAL AKREDITASI PRANATA PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

PEDOMAN KNAPPP 02 : 2007 PERSYARATAN AKREDITASI PRANATA PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KOMISI NASIONAL AKREDITASI PRANATA PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PEDOMAN KNAPPP 02 : 2007 PERSYARATAN AKREDITASI PRANATA PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KOMISI NASIONAL AKREDITASI PRANATA PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN Pedoman ini diterbitkan oleh Sekretariat KNAPPP Alamat:

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 2012 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 2012 TENTANG SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS DALAM PENYUSUNAN ATAU

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2001 TENTANG ALAT DAN MESIN BUDIDAYA TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2001 TENTANG ALAT DAN MESIN BUDIDAYA TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2001 TENTANG ALAT DAN MESIN BUDIDAYA TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa alat dan mesin budidaya tanaman merupakan

Lebih terperinci

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2012 tentang Kegiatan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2012 tentang Kegiatan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1032, 2017 KEMEN-ESDM. Standardisasi Kompetensi. Pencabutan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2017 TENTANG STANDARDISASI

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.61, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA IPTEK. Keinsinyuran. Profesi. Penyelenggaraan. Kelembagaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5520) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 1094 K/30/MEM/2003 TENTANG STANDAR LATIH KOMPETENSI TENAGA TEKNIK KETENAGALISTRIKAN

KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 1094 K/30/MEM/2003 TENTANG STANDAR LATIH KOMPETENSI TENAGA TEKNIK KETENAGALISTRIKAN KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 1094 K/30/MEM/2003 TENTANG STANDAR LATIH KOMPETENSI TENAGA TEKNIK KETENAGALISTRIKAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PENGELOLAAN PENDIDIKAN OLEH SATUAN PENDIDIKAN NONFORMAL

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PENGELOLAAN PENDIDIKAN OLEH SATUAN PENDIDIKAN NONFORMAL SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PENGELOLAAN PENDIDIKAN OLEH SATUAN PENDIDIKAN NONFORMAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PEMBANGUNAN SARANA DAN PRASARANA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PEMBANGUNAN SARANA DAN PRASARANA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PEMBANGUNAN SARANA DAN PRASARANA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR : 36 TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR : 36 TAHUN 2016 TENTANG WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR : 36 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KEPEMUDAAN DAN OLAHRAGA KOTA

Lebih terperinci

TENTANG STANDARDISASI KOMPETENSI TENAGA TEKNIK KHUSUS BIDANG GEOLOGI DAN PERTAMBANGAN

TENTANG STANDARDISASI KOMPETENSI TENAGA TEKNIK KHUSUS BIDANG GEOLOGI DAN PERTAMBANGAN KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 1086 K/40/MEM/2003 TENTANG STANDARDISASI KOMPETENSI TENAGA TEKNIK KHUSUS BIDANG GEOLOGI DAN PERTAMBANGAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL,

Lebih terperinci

JAMINAN MUTU UNTUK PERSIAPAN PEMBANGUNAN PLTN

JAMINAN MUTU UNTUK PERSIAPAN PEMBANGUNAN PLTN JAMINAN MUTU UNTUK PERSIAPAN PEMBANGUNAN PLTN Syahrudin PSJMN-BATAN, Kawasan PUSPIPTEK, GD71, Lt.2,Cisauk, Tangerang Abstrak Jaminan Mutu untuk Persiapan Pembangunan PLTN. Standar sistem manajemen terus

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2014 TENTANG SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2014 TENTANG PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA DI BIDANG METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 147, 2001 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4157) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG PENDIDIKAN KEDINASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG PENDIDIKAN KEDINASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG PENDIDIKAN KEDINASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : bahwa dalam rangka pelaksanaan

Lebih terperinci

BUPATI TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TASIKMALAYA,

BUPATI TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TASIKMALAYA, BUPATI TASIKMALAYA PERATURAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 32 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS UNIT DI LINGKUNGAN DINAS KOPERASI, PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN KABUPATEN TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2007 TENTANG BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2007 TENTANG BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2007 TENTANG BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

Daftar Isi. Kata Pengantar... Daftar Isi... BAB I PENDAHULUAN Kondisi Umum Potensi dan Permasalahan 6

Daftar Isi. Kata Pengantar... Daftar Isi... BAB I PENDAHULUAN Kondisi Umum Potensi dan Permasalahan 6 RENCANA STRATEGIS PUSAT AKREDITASI LABORATORIUM DAN LEMBAGA INSPEKSI KEDEPUTIAN BIDANG PENERAPAN STANDAR DAN AKREDITASI BADAN STANDARDISASI NASIONAL TAHUN 2015 2019 JAKARTA 2015 Kata Pengantar Dalam rangka

Lebih terperinci