LAMPIRAN PERATURAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 04 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PEMBERIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LAMPIRAN PERATURAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 04 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PEMBERIAN"

Transkripsi

1 DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN PERATURAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 04 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PEMBERIAN PERTIMBANGAN DPD RI TERHADAP RUU TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN BELANJA NEGARA JAKARTA 2014

2 DAFTAR ISI PEDOMAN PELAKSANAAN PEMBERIAN PERTIMBANGAN DPD RI TERHADAP RUU TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA DAFTAR ISI.... I BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Umum... 1 B. Maksud dan Tujuan... 2 C. Dasar Hukum... D. Ruang Lingkup BAB II TUGAS DAN WEWENANG DPD RI DALAM PEMBERIAN PERTIMBANGAN TERHADAP RUU APBN... 4 BAB III PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN APBN... 7 A. Sekilas APBN... 7 B. Siklus APBN C. Perencanaan D. Penganggaran dan Penetapan APBN E. Pelaksanaan dan Pelaporan APBN F. Pemeriksaan dan Pertanggungjawaban APBN G. Anggaran Daerah Dalam APBN BAB IV PELAKSANAAN FUNGSI DPD RI DALAM PEMBERIAN PERTIMBANGAN TERHADAP KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN POKOK-POKOK KEBIJAKAN FISKAL SERTA DANA TRANSFER DAERAH... A. Input (Masukan Informasi) B. Proses Pembahasan dan Keluaran C. Pengesahan dan Tindak Lanjut D. Publikasi BAB V PELAKSANAAN FUNGSI DPD RI DALAM PEMBERIAN PERTIMBANGAN TERHADAP RUU TENTANG APBN... A. Input (Masukan Informasi) B. Proses Pembahasan dan Keluaran C. Pengesahan dan Tindak Lanjut D. Publikasi

3 BAB VI PELAKSANAAN FUNGSI DPD RI DALAM PEMBERIAN PERTIMBANGAN TERHADAP RUU TENTANG PERUBAHAN APBN... A. Input (Masukan Informasi) B. Proses Pembahasan dan Keluaran C. Pengesahan dan Tindak Lanjut D. Publikasi BAB VII PELAKSANAAN FUNGSI DPD RI DALAM PEMBERIAN PERTIMBANGAN TERHADAP RUU TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN ATAS PELAKSANAAN APBN... A. Input (Masukan Informasi) B. Proses Pembahasan dan Keluaran C. Pengesahan dan Tindak Lanjut D. Publikasi BAB VIII DUKUNGAN KEAHLIAN DAN ADMINISTRATIF PELAKSANAAN FUNGSI DPD RI DALAM PEMBERIAN PERTIMBANGAN TERHADAP RUU TENTANG APBN BAB IX PENUTUP BAB X LAMPIRAN A. Rancangan Umum Agenda dan Jadwal DPD Terkait Proses Perencanaan dan Anggaran (APBN) B. Flowchart Pertimbangan DPD terhadap RUU APBN, RUU APBN Perubahan dan RUU Pertanggungjawaban APBN... 71

4 BAB I PENDAHULUAN A. Umum Dewan Perwakilan Daerah merupakan Lembaga Negara dalam cabang kekuasaan legislatif yang dibentuk berdasarkan amandemen UUD NRI Tahun Mandat kontitusional DPD RI termaktub pada Pasal 22C, Pasal 22D, Pasal 23, Pasal 23E, dan Pasal 23F Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yaitu meliputi fungsi legislasi, pengawasan, dan penganggaran. Pasal 22D ayat (2) dan Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan salah satu fungsi DPD yaitu memberikan pertimbangan kepada DPR atas RUU tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RUU APBN), selain RUU lainnya yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama. Pasal 23 Ayat (2) menegaskan bahwa rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah. Pemberian pertimbangan terhadap RUU APBN sendiri merupakan produk yang secara rutin telah dihasilkan oleh DPD melalui Komite IV. Namun demikian, pemberian pertimbangan dimaksud masih berdasarkan aturan internal yang disusun oleh Komite IV dan belum menjadi standar kelembagaan DPD. Dalam rangka memperkuat pelaksanaan fungsi tersebut, diperlukan penguatan aturan dengan menstandardisasi pedoman pelaksanaan pemberian pertimbangan terhadap RUU APBN menjadi Keputusan DPD. Aturan standar ini penting untuk menjamin kualitas proses dan hasil penyusunan APBN dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sebagaimana amanat UUD NRI Tahun Penyusunan pedoman ini semakin penting karena DPD terus berupaya melakukan optimalisasi pelaksanaan fungsi penganggaran pada setiap komite. Hal ini diharapkan dapat mempertajam dan memperkuat subtansi pertimbangan DPD khususnya dalam 1

5 memperjuangkan aspirasi daerah (menyangkut dana perimbangan, transfer daerah/desa) di dalam APBN. B. Maksud dan Tujuan Pedoman pelaksanaan pemberian pertimbangan DPD RI terhadap RUU APBN ini diharapkan dapat menyajikan gambaran umum proses pemberian pertimbangan terhadap RUU APBN berdasarkan ketentuan perundang-undangan. Pedoman ini juga memuat mekanisme dan tata cara pemberian pertimbangan terhadap RUU APBN sebagai pegangan DPD RI. Dengan adanya pedoman ini diharapkan pemberian pertimbangan terhadap RUU APBN dapat dilaksanakan secara transparan dan akuntabel sehingga menjamin penganggaran negara dalam APBN yang berorientasi untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. C. Dasar Hukum Pemberian pertimbangan DPD RI terhadap RUU APBN didasarkan pada ketentuan perundang-undangan sebagai berikut. 1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun ) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara 3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara 4) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional 5) Undang-Undang No. 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) ) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD. D. Ruang Lingkup Ruang lingkup pedoman pemberian pertimbangan DPD RI terhadap RUU APBN yang terdiri dari: 2

6 (1) Pertimbangan DPD RI Terhadap Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal serta Dana Transfer Daerah dalam RUU APBN (2) Pertimbangan DPD RI Terhadap RUU APBN (3) Pertimbangan DPD RI Terhadap RUU Perubahan APBN, dan (4) Pertimbangan DPD RI Terhadap RUU Pertanggungjawaban Atas Pelaksanaan APBN. Pedoman ini mencakup pembahasan prinsip-prinsip, prosedur, dan mekanisme pemberian pertimbangan sehingga diharapkan pengelolaan keuangan negara dapat terselenggara secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. 3

7 BAB II TUGAS DAN WEWENANG DPD RI DALAM PEMBERIAN PERTIMBANGAN TERHADAP RUU APBN Pasal 22D ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 menyebutkan bahwa Dewan Perwakilan Daerah ikut membahas rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah, serta memberikan pertimbangan kepada Dewan Perwakilan Rakyat atas rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan dan agama. Selanjutnya terkait pelaksanaan fungsi pertimbangan terhadap RUU APBN pada Bab Hal Keuangan Pasal 23 ayat (2) kembali ditegaskan bahwa Rancangan Undangundang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah. Ketentuan konstitusi di atas dijabarkan lebih lanjut di dalam UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD pada Pasal 282 ayat (1) yang menyebutkan bahwa terhadap rancangan undang-undang tentang APBN, DPD memberikan pertimbangan kepada DPR paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum diambil persetujuan bersama antara DPR dan Presiden. Selanjutnya, Pasal 282 ayat (3) menegaskan bahwa pertimbangan sebagaimana dimaksud disampaikan secara tertulis oleh pimpinan DPD kepada DPR setelah diputuskan dalam sidang paripurna DPD. Terkait pertimbangan DPD ini, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 92/PUU- X/2012 yang memperkuat kedudukan DPD RI menegaskan bahwa hal terpenting di dalam fungsi pemberian pertimbangan DPD adalah adanya kewajiban dari DPR dan Presiden untuk meminta pertimbangan DPD atas RUU APBN. Oleh karena itu, sudah seharusnya pertimbangan DPD terhadap RUU APBN mendapatkan perhatian serius dari DPR dan Presiden dalam proses pembahasan dan persetujuan atas RUU APBN, terlebih lagi pertimbangan DPD tersebut pasti berkaitan dengan kepentingan daerah-daerah. 4

8 Pemberian pertimbangan DPD RI terhadap RUU APBN dilaksanakan oleh Alat Kelengkapan DPD RI yang ruang lingkupnya melaksanakan fungsi anggaran, yaitu Komite IV. Lingkup tugas Komite IV dalam pemberian pertimbangan RUU APBN diatur pada Pasal 79 ayat (1) huruf d. Peraturan DPD Nomor 1 Tahun 2014 tentang Tata Tertib (Tatib DPD) yang menyebutkan bahwa lingkup tugas Komite IV yaitu dalam hal (1) pelaksanaan fungsi anggaran terkait pertimbangan atas rancangan undang-undang APBN; serta (2) pelaksanaan fungsi pengawasan dengan melakukan pembahasan atas hasil pemeriksaan BPK untuk kepentingan penyusunan RUU APBN. Adapun dalam pelaksanaan tugas penyusunan pertimbangan tersebut, Komite IV menerima masukan dari Komite I, Komite II, dan Komite III sebagaimana diatur dalam Pasal 76 ayat (1) huruf c menyangkut fungsi anggaran pada setiap Komite yaitu memberi masukan bahan penyusunan pertimbangan atas rancangan undang-undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara kepada Komite yang bersangkutan. Selanjutnya diperjelas pada Pasal 79 ayat (1) huruf a, b, dan c. Ruang lingkup Komite I, II, dan III yaitu (2) Penyampaian bahan masukan dalam rangka penyusunan pertimbangan atas rancangan undang-undang APBN sebagai pelaksanaan fungsi anggaran. Dalam rangka melaksanakan fungsi penganggaran pada tiap-tiap komite tersebut dibentuk Tim APBN di Komite I, Komite II, dan Komite III yang berjumlah masing-masing 9 (sembilan) orang mewakili gugus wilayah. Selain itu, Komite IV juga menerima masukan dari Badan Akuntabilitas Publik berdasarkan ketentuan Pasal 147 ayat (4) huruf a. Badan Akuntabilitas Publik dalam menyusun tindak lanjut hasil pemeriksaan BPK berupa masukan kepada Komite IV untuk bahan pertimbangan yang akan disampaikan dalam Sidang paripurna. UU Nomor 17 Tahun 2014 dan Peraturan Tatib DPD menjelaskan mekanisme penyusunan pertimbangan RUU APBN sebagai berikut: (1) Dalam melaksanakan fungsi anggaran, DPD memberikan pertimbangan kepada DPR atas rancangan undang-undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. (2) Pemberian pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Bab VII tentang Tata Cara Pelaksanaan Fungsi Legislasi, Bagian Keenam Tentang Penyusunan Pertimbangan atas Rancangan Undang-Undang dari DPR atau Presiden dari Peraturan Tata Tertib ini. 5

9 (3) Dalam menyusun pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Alat Kelengkapan DPD yang ditunjuk menggunakan Laporan Hasil Pemeriksaan BPK sebagai bahan. (4) Pimpinan DPD menyampaikan pertimbangan DPD atas rancangan undang-undang tentang APBN, selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari sejak diterimanya surat dari pimpinan DPR dan sebelum diambil persetujuan bersama antara DPR dan Presiden, disertakan nama Anggota tim DPD yang mewakili DPD. (5) Dalam hal DPR tidak menyampaikan permintaan pertimbangan kepada DPD atas rancangan undang-undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Pimpinan DPD menyampaikan surat kepada pimpinan DPR untuk menanyakan hal tersebut. 6

10 BAB III PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN APBN A. Sekilas APBN Anggaran pendapatan dan belanja negara, selanjutnya disebut APBN, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat (Pasal 1 Angka 7 UU 17/2003). APBN merupakan wujud dari pengelolaan keuangan negara yang ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. RUU APBN diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama dengan DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD (Pasal 23 UU NRI Tahun 1945). Tahun anggarannya meliputi masa satu tahun, mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember (Pasal 4 UU 17/2003). Setelah APBN ditetapkan dengan undang-undang, pelaksanannya dituangkan lebih lanjut dengan Keputusan Presiden. Dalam pengelolaan keuangan negara, APBN dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan (Pasal 3 Ayat (1) UU 17/2003). Pengelolaan dimaksud mencakup keseluruhan kegiatan perencanaan, penguasaan, penggunaan, pengawasan, dan pertanggungjawaban. Dokumen APBN yang dihasilkan yakni APBN (disebut APBN Induk), perubahan APBN, dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN yang setiap tahun ditetapkan dengan undang-undang. Berdasarkan aspek pendapatan, prinsip penyusunan APBN ada tiga, yaitu (1) intensifikasi penerimaan anggaran dalam jumlah dan kecepatan penyetoran, (2) intensifikasi penagihan dan pemungutan piutang negara, (3) penuntutan ganti rugi atas kerugian yang diderita oleh negara dan penuntutan denda. Sementara berdasarkan aspek pengeluaran, prinsip penyusunan APBN adalah (1) hemat, efesien, dan sesuai dengan kebutuhan, (2) terarah, terkendali, sesuai dengan rencana program atau kegiatan, (3) semaksimal mungkin menggunakan hasil produksi dalam negeri dengan memperhatikan kemampuan atau potensi nasional. 7

11 1. Fungsi dan Peran APBN Dalam rangka mendorong perekonomiam nasional, pemerintah menerapkan kebijakan fiskal melalui APBN. Tujuannya agar target-target pembangunan nasional tercapai. Peran tersebut dilakukan pemerintah melalui fungsi APBN yakni fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan stabilisasi. (Pasal 3 Ayat (4) UU 17/2003). Fungsi otorisasi, mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan, Dengan demikian, pembelanjaan atau pendapatan dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyat. Fungsi perencanaan, mengandung arti bahwa anggaran negara dapat menjadi pedoman bagi negara untuk merencanakan kegiatan pada tahun tersebut. Bila suatu pembelanjaan telah direncanakan sebelumnya, maka negara dapat membuat rencana-rencana untuk medukung pembelanjaan tersebut. Misalnya, telah direncanakan dan dianggarkan akan membangun proyek pembangunan jalan dengan nilai sekian miliar. Maka, pemerintah dapat mengambil tindakan untuk mempersiapkan proyek tersebut agar bisa berjalan dengan lancar. Fungsi pengawasan, berarti anggaran negara harus menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintah negara sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Dengan demikian akan mudah bagi rakyat untuk menilai apakah tindakan pemerintah menggunakan uang negara untuk keperluan tertentu itu dibenarkan atau tidak. Fungsi alokasi, berarti bahwa anggaran negara harus diarahkan untuk mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya serta meningkatkan efesiensi dan efektivitas perekonomian. Fungsi distribusi, berarti bahwa kebijakan anggaran negara harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. Fungsi stabilisasi, memiliki makna bahwa anggaran pemerintah menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian 2. Asumsi Dasar dan Postur APBN Secara umum struktur APBN adalah, (a) Pendapatan Negara dan Hibah, (b) Belanja Negara, (c) Keseimbangan Primer, (d) Surplus/Defisit Anggaran, (e) Pembiayaan. 8

12 Struktur APBN dituangkan dalam format yang disebut i-account atau yang sering disebut postur APBN. Postur APBN disusun dengan mempertimbangkan asumsi dasar makro ekonomi sebagai basis perhitungan. Asumsi makro ekonomi yang dimaksud yakni pertumbuhan ekonomi (%), inflasi (%), tingkat suku bunga Surat Perbendahaan Negara (SPN) 3 bulan (5), nilai tukar (Rp/US$1), harga minyak (US$/barrel), Lifting minyak (ribu barrel/hari), lifting gas (MBEOPD atau setara ribu barrel/hari). Apabila variabel asumsi dasar makro ekonomi mengalami perubahan dari yang semula ditetapkan, maka besaran pendapatan negara, belanja negara, defisit dan pembiayaan anggaran dalam postur APBN juga akan berubah. Tabel 3.1. Postur Utama APBN Sumber : Kementrian Keuangan (2014) 9

13 Kementrian Keuangan (2014) mencatat bahwa peningkatan pertumbuhan ekonomi, inflasi, serta kenaikan lifting minyak dan gas bumi akan berdampak positif terhadap postur APBN. Peningkatan pertumbuhan ekonomi akan berdampak langsung pada kenaikan perpajakan dan berdampak tidak langsung terhadap kenaikan anggaran transfer ke daerah, terutama dana bagi hasil (DBH), dana alokasi umum (DAU), dan Dana Otonomi Khusus. Dampak peningkatan pertumbuhan ekonomi terhadap kenaikan penerimaan perpajakan jauh lebih besar jika dibandingkan dengan kenaikan belanja negara sehingga secara total peningkatan pertumbuhan ekonomi akan berdampak positif terhadap postur APBN. Sementara, tingkat inflasi mempengaruhi besaran APBN melalui perubahan PDB nominal. Selanjutnya perubahan lifting minyak dan gas akan mempengaruhi besaran APBN pada anggaran yang bersumber dari penjualan minyak mentah Indonesia, baik melalui penerimaan PPh migas, PNBP SDA migas, dan DBH migas. Namun demikian, kenaikan tingkat suku bunga SPN 3 bulan, depresiasi nilai tukar dan peningkatan harga minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP) akan berdampak negatif terhadap postur APBN. Perubahan tingkat bunga SPN 3 bulan hanya akan berdampak pada sisi belanja negara, terutama pembayaran bunga utang. Sementara, fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS memiliki dampak pada semua sisi APBN, baik pendapatan negara, belanja negara, maupun pembiayaan anggaran terutama pada anggaran yang menggunakan mata uang dollar AS sebagai komponen perhitungannya. Selanjutnya, perubahan ICP mempengaruhi besaran APBN terutama pada anggaran yang menggunakan harga minyak mentah sebagai perhitungan. Kenaikan ICP berdampak positif terhadap penerimaan migas, namun dilain pihak kenaikan subsidi energi dan DBH migas jauh lebih besar, sehingga secara total kenaikan ICP akan berdampak pada peningkatan defisit APBN. B. Siklus APBN Siklus APBN merupakan tahapan yang berisikan rangkaian kegiatan dan selalu berulang dalam jangka waktu tertentu. Siklus APBN dimulai dari proses perencanaan sampai dengan perhitungan anggaran hingga disahkannya undang-undang APBN, termasuk 10

14 pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN. Siklus APBN saling beririsan pada satu tahun anggaran. Misalnya pada tahun anggaran 2015 terdapat sebagian siklus APBN tahun 2014 (tahap pemeriksaaan dan pertanggungjawaban APBN), sebagian siklus APBN tahun anggaran 2015 (tahap pelaksanaan), dan sebagian siklus APBN tahun anggaran 2016 (tahap perencanaan dan penganggarannya). Dengan proses tersebut maka secara mendasar siklus APBN dilaksanakan melalui beberapa tahapan yakni; (1) Tahapan perencanaan Pada bagian ini merupakan satu kesatuan dalam sistem perencanaan pembangunan nasional. Pada tahap ini juga dilakukan dalam proses internal di pemerintahan untuk menghasilkan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) serta proses pembahasan RKP dengan DPR. Pada proses internal dimulai dengan Mentri PPN/Bappenas melakukan evaluasi pencapaian RPJM serta menyampaikan surat edaran Menteri PPN/Kepala Bappenas tentang Penyusunan Inisiatif Baru kepada Kementrian/Lembaga (K/L). Proses internal ini berhenti hingga Penetapan Peraturan Presiden tentang RKP. Sementara pada tahap pembahasan RKP dengan DPR ini, dimulai dengan pembahasan RKP serta Kebijakan Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal. Dalam proses ini dibahas pagu indikatif Kementrian/Lembaga. Proses dengan DPR ini selesai hingga Rapat Paripurna DPR dengan agenda penyampaian laporan hasil pembahasan tentang RKP dan Pembicaraan Pendahuluan RAPBN di Badan Anggaran (Banggar) DPR. 11

15 Gambar 3.1. Siklus Penyusunan, Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban APBN Sumber : Kementrian Keuangan 2014 (diolah) (2) Tahapan Penganggaran dan Penetapan APBN Pada tahap ini penganggaran APBN dibagi dalam dua proses pula yakni pada internal di pemerintah serta pembahasan dengan DPR untuk penetapan APBN. Pada pembahasan internal pemerintah dimulai dengan Menteri Keuangan bersama Menteri PPN/Kepala Bappenas menyusun Pagu Indikatif (untuk belanja K/L). Proses internal ini selesai ketika Kementrian Keuangan menghimpun RKA-K/L hasil penelahaan untuk digunakan sebagai bahan penyusunan nota keuangan, rancangan APBN, rancangan undang-undang tentang APBN. Sedangkan pembahasan dengan DPR untuk penetapan APBN dimulai dari pengajuan RUU APBN dan Nota Keuangannya oleh Presiden untuk dibahas bersama DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD. Proses ini selesai saat penetapan APBN dalam sidang paripurna DPR. Proses yang sama juga dilakukan untuk APBN Perubahan dimana Presiden mengajukan RUU APBN Perubahan dan Nota Keuangannya hingga penetapan APBN Perubahan dalam sidang paripurna DPR. 12

16 (3) Tahapan Pelaksanaan dan Pelaporan Tahapan pelaksanaan APBN dimulai pada tahun anggaran berjalan dimulai dari Mentri Keuangan menyusun rincian APBN sesuai RKA-K/L yang ditetapkan melalui Keputusan Presiden. Proses pelaksanaan APBN ini selesai hingga pelaksanaan program dan kegiatan oleh Kementrian/Lembaga selaku pengguna anggaran juga selesai dilakukan pada akhir Desember tahun berjalan. Sementara pelaporan APBN dimulai setelah pelaksanaan APBN berjalan 1 semester serta memperkirakan perkembangan pelaksanaan APBN untuk 1 semester berikutnya (prognosis). Pelaporan APBN ini dibahas oleh Badan Anggaran DPR dengan melibatkan komisi DPR terkait dan alat kelengkapan lainnya di DPR. (4) Tahapan Pemeriksaan dan Pertanggungjawaban Tahapan pemeriksanaan dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan pada Laporan Keuangan Pemerintah Pusat sebagai laporan pertanggunjawaban APBN Presiden kepada DPR. Proses ini dimulai dari Pemerintah menyampaikan RUU Pertanggungjawaban APBN atas pelaksanaan APBN hingga paripurna DPR untuk penetapan UU pertanggunjawaban APBN atas Pelaksanaan DPR. C. Perencanaan Undang-Undang 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) mendefinisikan perencanaan adalah satu kesatuan tata cara perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana-rencana pembangunan dalam jangka panjang, menengah, dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggara negara dan masyarakat di tingkat pusat dan daerah. Perencanaan merupakan proses terpenting sebelum melakukan suatu kegiatan dengan tujuan mendukung antar pelaku pembangunan, menjamin adanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi serta menjamin keterkaitan dan konsistensi, antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pengawasan, mengoptimalkan partisipasi masyarakat, menjamin tercapainya penggunaan sumberdaya secara efesien, efektif, berkeadilan dan berkelanjutan. Dalam UU tersebut, di tingkat nasional, dokumen perencanaan dibagi dalam beberapa bentuk yakni terdiri dari: (i) Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP); (ii) 13

17 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN); (iii) Rencana Kerja Pemerintah (RKP); (iv) Rencana Strategis (Renstra) Kementrian/Lembaga; serta (v) Rencana Kerja (Renja) Kementrian Lembaga. Hal yang sama di tingkat daerah terdapat beberapa dokumen perencanaan yakni: (i) Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD); (ii) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD); (iii) Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD); (iv) Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renstra SKPD); serta (v) Rencana Kerja SKPD. Penjelasan beberapa dokumen diatas, diantaranya yakni RPJP merupakan dokumen perencanaan yang menjabarkan lebih lanjut dari tujuan pemerintahan negara Indonesia yang berisi visi, misi dan arah pembangunan nasional. Dokumen ini memiliki rentang waktu 20 (dua puluh) tahun. RPJM sendiri yakni dokumen perencanaan yang menjabarkan visi, misi dan program presiden untuk periode 5 (lima) tahun yang penyusunannnya berpedoman pada RPJP Nasional. Dokumen dengan status legalnya peraruran presiden berisi strategi pembangunan nasional, kebijakan umum, kerangka ekonomi makro dan program kementrian, lintas kementrian dan kewilayahan yang memuat kerangka regulasi dan kerangka pendanaan. Sementara RKP merupakan dokumen perencanaan tahunan yang berisi prioritas pembangunan nasional, rencana kerangka ekonomi makro, arah kebijakan fiskal, program kementrian dan kewilayahan yang memuat program dalam kerangka regulasi dan kerangka pendanaan. Selain itu, Renstra K/L adalah dokumen perencanaan Kementrian/Lembaga untuk periode 5 (lima) tahun. Renstra K/L memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan serta program dan kegiatan pokok sesuai dengan tugas dan fusngi kementrian/lembaga denfan berpedoman pada Rancangan Awal RPJM Nasional. Sementara Renja K/L adalah dokumen perencanaan Kementrian/Lembaga untuk periode 1 (satu) tahun yang memuat kebijakan, program dan kegiatan sebagai penjabaran Renstra K/L. Pola yang sama juga berlaku pada tingkat daerah dengan beberapa penyesuaian, baik untuk RPJPD, RPJMD, RKPD, Renstra SKPD, Renja SKPD. Untuk menghasilkan dokumen-dokumen di atas dilakukan proses perencanaan dengan pendekatan politik, teknokratik, partipastif, serta proses top-down dan bottom-up. Pendekatan politik dilakukan Pemilihan Presiden/Kepala Daerah menghasilkan rencana pembangunan hasil proses politik (public choice theory of planning), khususnya penjabaran 14

18 Visi dan Misi dalam RPJM/D. Proses Teknokratik dilakukan menggunakan metode dan kerangka berpikir ilmiah oleh lembaga atau satuan kerja yang secara fungsional bertugas untuk itu. Kemudian, pendekatan partisipatif dilaksanakan dengan melibatkan seluruh stakeholders, antara lain melalui Musrenbang. Mulai dari Musrenbang Desa, Musrenbang Kecamatan, Musrenbang Kabupaten/Kota, Musrenbang Provinsi hingga Musrenbang Nasional. Terakhir, yakni pendekatan top-down dan bottom-up yang dilaksanakan menurut jenjang pemerintahan. Pola hubungan dokumen perencanaan memiliki hubungan yang terikat dimana hirarki di tingkat pemerintahan pusat, RPJP menjadi pedoman dalam penyusunan RPJM, RPJM menjadi pedoman dalam penyusunan Renstra K/L, RPJM dijabarkan dalam RKP. Kemudian, Renstra K/L dipedomani dalam penyusunan Renja K/L serta RKP menjadi acuan dalam penyusunan Renja K/L. Di tingkat daerah, pola serupa juga terjadi dalam penyusunan dokumen perencanaan daerah, misalnya RPJPD menjadi pedoman dalam penyusunan RPJMD hingga dokumen RKPD menjadi acuan dalam penyusunan dokumen Renja SKPD. Dokumen perencanaan yang telah disusun ini ditindaklanjuti dalam bentuk dokumen penganggaran. Mekanisme penganggaran ini diatur lebih lanjut oleh beberapa peraturan perundang-undangan diantaranya UU 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan UU 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, beserta dengan peraturan turunannya. Dalam peraturan tersebut juga diatur mengenai hubungan antara APBN, APBD, dan transfer fiskal. Secara teoritis, praktek antara perencanaan dan penganggaran merupakan suatu siklus yang bersifat kontiyu dan berhubungan satu dengan yang lainnya, seperti yang diilustrasikan oleh Gambar di bawah. Hubungan antara perencanaan dan penganggaran merupakan hubungan yang bersifat resiprokal, artinya kedua hal tersebut bersifat dinamis tetapi juga bersifat saling mengikat antara satu dengan yang lainnya. Keterkaitan perencanaan dan penganggaran dapat dilihat dalam gambar dibawah ini. 15

19 Gambar 3.2. Alur Perencanaan dan Penganggaran Sumber : Bappenas (2013) Berdasarkan penjelasan diatas, proses perencanaan tahunan menghasilkan dokumen RKP. Penyusunan RKP dilakukan dalam dua proses. Pertama, dilakukan oleh internal pemerintah untuk menghasilkan RKP versi Pemerintah. Kedua, kegiatan yang melibatkan pihak legislatif untuk menghasilkan RKP hasil kesepakatan pemerintah dan DPR. Pada proses pertama diatas dimulai bulan Januari pada saat presiden memberi arahan dalam kebijakan pembangunan untuk tahun mendatang. Langkah selanjutnya yakni: (1) Bappenas akan mengevaluasi target-target Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) (2) Bappenas menyampaikan surat edaran Menteri PPN/Kepala Bappenas tentang Penyusunan Inisiatif Baru kepada Kementrian/Lembaga (K/L) (3) K/L menyampaikan inisiatif baru kepada Bappenas dan Kemenkeu c.q DJA dengan melihar arahan Presiden, hasil evaluasi kebijakan berjalan dan peningkatan efektifitas dan efesiensisan pendanaan program dan kegiatan (4) Bappenas melakukan penyelerasan kapasitas fiskal, baseline, dan inisiatif baru tahap 1 (pertama) 16

20 (5) Sidang Kabinet tentang Rancangan Awal RKP dan Pagu Indikatif APBN t+1 (6) Menteri PPN/Kepala Bappenas dan Menkeu menyampaikan Rancangan Awal RKP dan Pagu Indikatif APBN t+1 kepada K/L pada minggu ketiga Maret (7) Pelaksanaan pertemuan tiga pihak (Trilateral Meeting), Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) (8) Sidang Kabinet dalam rangka penetapan Rancangan Akhir RKP untuk APBN t+1 (9) Penetapan Peraturan Presiden tentang RKP sekitar bulan Mei. Selanjutnya pada proses kedua adalah perencanaan untuk menghasilkan RKP hasil kesepakatan bersama dengan DPR. Pada tahapan ini dibahas kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal sebagai dasar RUU APBN. Tahapannya dimulai pada pertengahan bulan Mei dengan penyampaian Kepres tentang Rencana Kerja Pemerintah oleh Pemerintah kepada DPR untuk dibahas bersama DPR. Kemudian pada tanggal 20 Mei atau sehari sebelumnya (jika tanggal tersebut jatuh pada hari libur) dilaksanakan Rapat Paripurna DPR RI dengan agenda Pemerintah menyampaikan pokok-pokok pembicaraan RAPBN yang meliputi: (1) Kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiscal (2) Kebijakan umum dan prioritas anggaran K/L (3) Rincian unit organisasi, fungsi dan program Pada minggu berikutnya (Minggu III Mei) dilaksanakan Rapat Paripurna DPR RI dengan agenda Pandangan Fraksi-Fraksi atas Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal dalam RAPBN yang diajukan oleh Pemerintah. Lalu, pada Minggu IV dilaksanakan Rapat Paripurna DPR RI dengan agenda Tanggapan Pemerintah terhadap pandangan Fraksi-Fraksi atas Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal dalam RAPBN yang diajukan oleh Pemerintah. Pada Minggu I Juni dilaksanakan Rapat Kerja Badan Anggaran (Banggar) dengan Pemerintah (Menteri PPN/Kepala Bappenas & Menteri Keuangan) dan Gubernur BI dengan agenda penyampaian RKP & Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal dalam RAPBN dan pembentukan Panja. 17

21 Selanjutnya pada Minggu I-II Juni dilaksanakan Raker Komisi VII dan XI DPR RI dengan Mitra Kerjanya dengan agenda pembahasan asumsi dasar. Pada saat yang sama dilaksanakan Raker Komisi I s.d XI DPR RI dengan Mitra Kerjanya masing-masing dengan agenda membahas Rencana Kerja dan Anggaran K/L (hasilnya disampaikan secara tertulis kepada Banggar untuk disinkronisasi). Pada Minggu IV Juni dilaksanakan Rapat Kerja Banggar dengan Pemerintah (Menteri PPN/Kepala Bappenas & Menkeu) dan Gubernur BI dengan agenda laporan dan pengesahan hasil panja-panja tentang RKP dan Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok- Pokok Kebijakan Fiskal dalam RAPBN. Selanjutnya sesuai pembahasan Banggar tersebut, Komisi-Komisi menggelar Raker/RDP dengan Mitra Kerjanya guna menyempurnakan alokasi anggaran menurut fungsi, program, dan kegiatan kementerian/lembaga (Minggu I Juli). Pada Minggu II-IV Juni dilaksanakan Rapat Panja-Panja dengan agenda pembahasan RKP dan Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal serta penyampaian sinkronisasi oleh komisi-komisi dengan mitra kerjanya kepada Banggar dan Menteri Keuangan untuk bahan penyusunan RUU APBN dan Nota Keuangannya. Tahapan ini ditutup dengan Rapat Paripurna dengan agenda penyampaian laporan hasil pembahasan tentang RKP dan Pembicaraan Pendahuluan RAPBN di Banggar DPR (paling lambat Juli). D. Penganggaran dan Penetapan APBN Proses penganggaran akan menghasilkan APBN dilakukan dalam dua proses yakni pertama, melalui mekanisme internal pemerintah untuk menghasilkan APBN usulan pemerintah (Rancangan APBN dan Nota Keuangan). Kedua, kegiatan yang melibatkan pihak legislatif untuk menghasilkan APBN hasil kesepakatan pemerintah dan DPR. Dengan kata lain terdapat proses penetapan APBN. Dalam proses ini, DPD turut memberikan pertimbangan kepada DPR terhadap RUU APBN beserta nota keuangannya. Pada proses pertama diatas untuk menghasilkan Rancangan APBN tersebut, Menteri Keuangan bersama Menteri PPN/Kepala Bappenas menyusun Pagu Indikatif 18

22 (untuk belanja K/L) dengan memperhatikan kapasitas fiskal dan pemenuhan prioritas pembangunan nasional. Pagu indikatif tersebut dirinci menurut organisasi, program dan indikasi pendanaan untuk menjabarkan kebijakan yang ditetapkan Presiden. Pagu indikatif diatas yang kemudian dibahas dengan DPR melalui rapat pembicaraan pendahuluan APBN yang juga telah dibahas sebelumnya. Berdasarkan masukan dari DPR dan juga pertimbangan DPD ini maka Kementrian Keuangan akan menyusun pagu anggaran kementrian/lembaga yang selanjutnya menjadi dasar Kementrian/Lembaga menyusun Rencana Kerja dan Anggaran Kementrian/Lembaga (RKA- K/L). Pagu anggaran K/L diatas merupakan batas tertinggi anggaran yang dialokasikan kepada K/L dalam penyusunan RKA-K/L. Penyusunan RKA K/L oleh Kementrian/Lembaga berdasarkan pagu anggaran, renja K/L, RKP hasil kesepakatan Pemerintah dan DPR serta standar biaya. Penyusunan RKA- K/L tersebut menggunakan pendekatan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM), penganggaran terpadu dan penganggaran berbasis kinerja. K/L menyusun RKA-K/L secara terstruktur dan dirinci menurut klasifikasi anggaran yang meliputi klasifikasi organisasi dan klasifikasi fungsi. Kemudian, RKA-K/L tersebut ditelaah dalam forum penelaahan antara K/L dengan Kementrian Keuangan dan Kementrian PPN/Kepala Bappenas. Proses selanjutnya, Kementrian Keuangan menghimpun RKA-K/L hasil penelahaan untuk digunakan sebagai bahan penyusunan nota keuangan, rancangan APBN, rancangan undang-undang tentang APBN. Dokumen-dokumen tersebut disampaikan ke DPR untuk dilakukan pembahasan bersama antara pemerintah dengan DPR pada bulan Agustus tahun sebelumnya. Pada proses kedua yakni penetapan APBN. Pada proses ini merupakan proses pengajuan UU APBN dan Nota Keuangannya oleh Presiden untuk dibahas bersama DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD. Pengambilan keputusan oleh DPR mengenai RUU tentang APBN dilakukan selambat-lambatnya 2 (dua) bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan atau pemerintah menyelasaikan pembhaasan Rancangan APBN dan Rancangan Undang-Undang APBN dengan DPR paling lambat akhir bulan 19

23 Oktober. Setelah DPR RI menerima RUU APBN beserta Nota Keuangan dan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud, Pimpinan DPR memberitahukan rencana pembahasan RUU APBN kepada Pimpinan DPD. Pada Minggu III Agustus dilaksanakan Rapat Paripurna DPR RI dengan agenda Pemandangan Umum Fraksi-Fraksi terhadap RUU APBN beserta Nota Keuangannya. Pada Paripurna berikutnya (Minggu IV Agustus) Pemerintah menyampaikan jawaban terhadap Pemandangan Umum Fraksi-Fraksi tersebut. Rangkaian agenda dilanjutkan dengan Raker Banggar DPR RI dengan Pemerintah (Menteri Keuangan) dan Gubernur BI dengan agenda: (1) Penyampaian pokok-pokok RUU APBN dan Nota Keuangannya (2) Pembentukan Panja dan Tim Perumus draft RUU APBN. Selanjutnya, dilaksanakan Raker Komisi VII dan XI DPR RI dengan Mitra Kerjanya dengan agenda pembahasan asumsi dasar dalam RUU APBN. Pada saat yang sama dilaksanakan Raker Komisi I s.d XI DPR RI dengan Mitra Kerjanya masing-masing dengan agenda membahas Rencana Kerja dan Anggaran K/L (pada Minggu IV Agustus Minggu I September). Hasil Raker Komisi-Komisi dengan Mitra Kerjanya disampaikan kepada Banggar. Sebagai tindak lanjut, dilaksanakan Rapat Panja-Panja pembahasan RUU APBN beserta Nota Keuangannya (Minggu I-IV September). Pada kesempatan ini, DPD menyampaikan pertimbangan terhadap RUU APBN kepada DPR paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum diambil persetujuan bersama antara DPR dan Pemerintah. Rapat Panja dilanjutkan dengan Rapat Tim Perumus draf RUU APBN (Minggu IV September). Pada Minggu IV September dilaksanakan Rapat Kerja Banggar dengan Pemerintah (Menteri Keuangan dan Menteri PPN/Kepala Bapenas) dan Gubernur BI dengan agenda: (1) Laporan dan pengesahan hasil Panja dan Tim Perumus RUU APBN (2) Pendapat Akhir Mini Fraksi sebagai sikap akhir (3) Pendapat Pemerintah (4) Pengambilan keputusan untuk dilanjutkan ke Tingkat II 20

24 Anggota Banggar dari komisi menyampaikan hasil pembahasan Banggar kepada komisi yang bersangkutan secara tertulis. Selanjutnya Komisi-Komisi melaksanakan Raker dengan Mitra Kerjanya dengan agenda penyesuaian RKA/KL sesuai hasil pembahasan Banggar (selama 7 hari kerja untuk disampaikan kembali ke Banggar untuk ditetapkan) (Minggu I Oktober). Rangkaian tahapan diakhiri pada Rapat Paripurna DPR RI dengan agenda: (1) Penyampaian laporan hasil pembahasan tingkat I di Badan Anggaran DPR RI (2) Pernyataan persetujuan/penolakan dari setiap Fraksi secara lisan yang diminta oleh Pimpinan Rapat Paripurna (3) Penyampaian Pendapat Akhir Pemerintah Jika rancangan APBN disetujui dan ditetapkan oleh DPR menjadi APBN, tugas pemerintah selanjutnya adalah menetapkan alokasi anggaran K/L sebagai batas tertinggi anggaran pengeluaran yang dialokasikan kepada K/L. Alokasi ini berpedoman pada hasil pembahasan APBN yang dituangkan dalam berita acara hasil kesepakatan pembahasan rancangan APBN antara Pemerintah dan DPR. Alokasi anggaran tersebut ditetapkan dengan Keputusan Presiden paling lambat tanggal 30 November dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Undang-Undang tentang APBN. Proses penetapan APBN diatas juga berlaku untuk APBN Perubahan (APBN-P). Tahapan ini diawali dengan pengumuman dalam Rapat Paripurna tentang Perubahan RUU APBN beserta Nota Perubahannya dan akan dibahas oleh Badan Anggaran dan komisi terkait. Jika tidak terjadi perubahan asumsi ekonomi makro dan/atau perubahan postur APBN yang sangat signifikan, pembahasan dilakukan di Badan Anggaran dan pelaksanaannya disampaikan dalam laporan keuangan pemerintah. Menindaklanjuti hal di atas, dilaksanakan Rapat Kerja Banggar dengan Pemerintah (Menteri Keuangan) dan Gubernur BI dengan agenda: (1) Penyampaian pokok-pokok RUU Perubahan APBN dan Nota Perubahannya; (2) Pembentukan panja dan tim perumus draf RUU Perubahan APBN 21

25 Dalam rangkaian tidak lanjut, dilaksanakan Rapat Kerja Komisi VII dan XI dengan Mitra Kerjanya dengan agenda pembahasan asumsi dasar dalam RUU Perubahan APBN. Pada saat yang sama dilaksanakan Rapat Kerja/RDP Komisi-Komisi dengan Mitra Kerjanya dengan agenda pembahasan perubahan RKA/KL. Selanjutnya, Banggar DPR RI melaksanakan Rapat Intern dengan agenda penyampaian hasil Rapat Kerja/RDP Komisi dengan Mitra Kerjanya dalam rangka pembahasan Perubahan RKA/KL. Kemudian dilaksanakan Rapat Panja-Panja dengan agenda Pembahasan RUU Perubahan APBN beserta Nota Perubahannya. Selanjutnya, dilaksanakan Rapat Tim Perumus dengan agenda Draf RUU Perubahan APBN. Setelah rumusan Draf RUU Perubahan APBN siap, dilaksanakan Rapat Kerja Badan Anggaran dengan Pemerintah (Menteri Keuangan) dan Gubernur BI dengan agenda: (1) Laporan dan pengesahan hasil panja dan tim perumus RUU Perubahan APBN (2) Pendapat akhir mini Fraksi sebagai sikap akhir (3) Pendapat Pemerintah (4) Pengambilan keputusan untuk dilanjutkan ke Tingkat II Raker di atas ditindaklanjuti dengan Rapat Kerja/RDP Komisi-Komisi dengan Mitra Kerjanya dengan agenda penyempurnaan Perubahan RKA K/L sesuai hasil pembahasan Banggar. Dilanjutkan dengan penyampaian hasil penyempurnaan oleh Komisi-Komisi dengan Mitra Kerjanya kepada Banggar dan Menteri Keuangan. Tahapan ini diakhiri dengan pelaksanaan Rapat Paripurna DPR RI, yang dilaksanakan paling lama satu bulan dalam masa sidang setelah RUU Perubahan diajukan oleh Pemerintah ke DPR RI. Rapat Paripurna DPR RI dimaksud dengan agenda: (1) Penyampaian laporan hasil pembahasan tingkat I di Banggar (2) Penyataan persetujuan/penolakan dari setiap Fraksi secara lisan yang diminta oleh Pimpinan Rapat Paripurna (3) Penyampaian Pendapat Akhir Pemerintah 22

26 E. Pelaksanaan dan Pelaporan APBN Pelaksanaan APBN dilakukan pada tahun APBN berjalan yang didasarkan atas Rencana Kerja dan Anggaran Kementrian/Lembaga yang ditetapkan dalam APBN tahun sebelumnya. Prosesnya dimulai dari Mentri Keuangan menyusun rincian APBN sesuai RKA-K/L yang ditetapkan melalui Keputusan Presiden. Selanjutnya Mentri Keuangan menyusun dan menetapkan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) berdasarkan rincian APBN tersebut. DIPA tersebut kemudian diserahkan kepada Kementrian/Lembaga selaku pengguna anggaran untuk selanjutnya dilakukan pelaksanaan APBN, baik melalui proses pengadaan barang dan jasa pemerintah dan lain sebagainya. Untuk melihat perkembangan dan capaian pelaksanaan APBN maka pemerintah wajib menyusun laporan pelaksanaan APBN. Pelaporan APBN dilaksanakan secara periodik dalam rangka transparansi dan akuntabilitas akuntabilitas penyelenggaraan negara. Pelaporan APBN dilakukan dalam bentuk laporan realisasi pelaksanaan APBN semester 1 (satu) dan prognosis 6 (enam) bulan berikutnya. Laporan realisasi pelaksanaan APBN memuat Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Neraca dan Laporan Arus Kas, serta Catatan Atas Laporan Keuangan yang sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintah. Laporan realisasi tersebut disampaikan kepada DPR dan DPD. DPD memberikan pertimbangan kepada DPR terhadap laporan realisasi pelaksanaan APBN sebelum dilakukan pembahasan antara DPR dan pemerintah yang diwakili oleh Menteri Keuangan dan Menteri Perencanaan. Badan Anggaran sebagai alat kelengkapan DPR bersama menteri Keuangan dan Menteri perencanaan melakukan pembahasan atas laporan realisasi APBN beserta capaian kinerjanya. Hasil pembahasan laporan realisasi APBN menjadi bahan masukan DPR dan Pemerintah dalam pembahasan RUU Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN. F. Pemeriksaaan dan Pertanggungjawaban APBN Tahapan pertanggungjawaban atas pelaksanaan APB dimulai pada bulan Juli, yaitu diawali dengan Rapat Paripurna DPR RI dengan agenda Pemerintah menyampaikan 23

27 RUU Pertanggungjawaban APBN atas pelaksanaan APBN (laporan keuangan yang telah diperiksa BPK). Paripurna DPR RI berikutnya mengagendakan Pandangan Fraksi terhadap RUU Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN. Selanjutnya, dilaksanakan Rapat Paripurna DPR RI dengan agenda BPK menyampaikan laporan keuangan pemerintah pusat. Sebagai tindak lanjut rangkaian Rapat Paripurna di atas, dilaksanakan Rapat Kerja Banggar dengan Pemerintah (Menteri Keuangan) dengan agenda: (1) Penyampaian pokok-pokok RUU Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN (2) Pembentukan Panja dan Tim Perumusa Draf RUU Pada saat yang sama dilaksanakan Rapat Kerja Komisi-Komisi dengan Mitra Kerjanya dengan agenda pembahasan laporan keuangan negara. Hasil pembahasan laporan keuangan negara dalam Rapat Kerja Komisi dengan Mitra Kerjanya sebagaimana dimaksud disampaikan kepada Banggar. Sesuai kewenangan, DPD menyampaikan pertimbangan kepada DPR atas hasil pemeriksaan atas keuangan negara dari BPK. Agenda dilanjutkan dengan Rapat Panja-Panja dengan agenda Pembahasan RUU Pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN. Setelah hasil pembahasan Panja-Panja diperoleh dilanjutkan dengan Rapat Kerja Banggar dengan Pemerintah (Menteri Keuangan) dengan agenda: (1) Laporan dan pengesahan hasil panja dan tim perumus RUU Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN (2) Pendapat akhir mini Fraksi sebagai sikap akhir (3) Pengambilan keputusan untuk dilanjutkan ke Tingkat II Selanjutnya dilaksanakan Rapat Kerja dengan agenda penyampaian hasil penyempurnaan oleh komisi-komisi dengan mitra kerjanya kepada Banggar dan Menteri Keuangan untuk ditetapkan. Kemudian, pada bulan September dilaksanakan Rapat Paripura dengan agenda: (1) Penyampaian laporan hasil pembahasan tingkat I di Banggar 24

28 (2) Penyataan persetujuan atau penolakan dari setiap Fraksi secara lisan yang diminta oleh Pimpinan Rapat Paripurna (3) Penyampaian pendapat akhir Pemerintah Hasil penetapan pertanggungjawaban APBN dilakukan dalam waktu paling lama 3 bulan setelah pemerintah menyampaikan RUU Pertangggungjawaban atas Pelaksanaan APBN disampaikan ke DPR maupun DPD. G. Anggaran Daerah Dalam APBN Anggaran daerah dalam APBN merupakan alokasi dalam APBN yang bersumber dari belanja maupun pembiayaan. Dari sisi belanja dapat bersumber dari belanja pemerintah pusat dan transfer daerah. Sementara dari sisi pembiayaan dialokasikan melalui pinjaman daerah, baik dalam bentuk obligasi daerah maupun bentuk lainnya. Pada sisi transfer daerah dan pembiayaan masuk melalui APBD. Namun demikian, pada belanja pemerintah pusat (kementrian/lembaga) juga dapat masuk ke APBD melalui hibah kepada daerah. Anggaran daerah dalam APBN melalui belanja pemerintah pusat dilakukan dalam beberapa bentuk. Pertama, mendanai kewenangan 6 urusan pemerintah pusat yang bersifat absolut, seperti politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional dan agama. Untuk mendanainya dilakukan melalui dana vertikal di daerah sesuai dengan nomenklatur struktur kelembagaan, program dan kegiatan masing-masing Kementrian/Lembaga yang bertanggungjawab pada urusan tersebut. Misalnya saja keberadaan kantor wilayah Kementrian Agama pada masing-masing propinsi. Kedua, mendanai urusan pemerintahan yang bersifat Konkuren serta urusan Pemerintahan Umum. Urusan konkururen yakni urusan pemerintahan yang dibagi antara Pemerintah Pusat dan Daerah Provinsi serta Daerah Kabupaten/Kota. Urusan kongkuren ini dibagi untuk urusan yang sifatnya wajib, seperti pendidikan, kesehatan, pekerjaan umum dan penataan ruang hingga kearsipan. Sementara urusan konkuren yang sifatnya pilihan yakni kelautan perikanan, pariwisata, pertanian hingga transmigrasi. Selanjutnya urusan pemerintahan umum berkaitan dengan pembinaan wawasan kebangsaan dan ketahanan nasional, kerukunan antar sukubangsa, koordinasi pelaksanaan tugas 25

29 antarinstansi hingga pelaksanaan urusan pemerintahan yang bukan merupakan kewenangan daerah dan tidak dilaksanakan oleh instansi vertikal. Dalam melaksanakan urusan pemerintahan konkuren dan pemerintahan umum terdapat beberapa anggaran kementrian/lembaga yang ada di daerah. Utamanya adalah Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan. Dana dekonsentrasi digunakan untuk mendanai pelimpahan urusan yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat; (i) kepada Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat, (ii) kepada instansi vertikal di wilayah tertentu; (iii) dan/atau kepada gubernur dan bupati/walikota sebagai penanggungjawab urusan pemerintahan umum. Sementara dana tugas pembantuan yakni dana yang digunakan untuk membiayai penugasan dari Pemerintah Pusat kepada daerah otonom untuk melaksanakan sebagian Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat atau dari Pemerintah Daerah provinsi kepada Daerah Kabupaten/Kota untuk melaksanakan sebagian urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah Provinsi. Selain dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan, dana APBN yang berasal dari kementrian/lembaga juga dapat berupa program dan kegiatan. Misalnya saja anggaran APBN untuk program jaminan kesehatan nasional yang saat ini dalam bentuk BPJS, Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri, dan lain sebagainya. Bentuk lainnya adalah dalam bentuk subsidi untuk program-program Kementrian/Lembaga, seperti subsidi benih, pupuk dan lain sebagainya. Selanjutnya dalam bentuk hibah kepada pemerintah daerah, misalnya hibah program Mass Rapit Transport (MRT) dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Sumber utama anggaran daerah dalam APBN dalam bentuk transfer daerah. Kementran Keuangan (2013) mencatat bahwa transfer daerah dalam APBN memiliki tujuan untuk; (1) mempercepat pembangunan daerah dan meningkatkan kualitas pelayanan publik di daerah dan mengurangi ketimpangan pelayanan publik antar daerah; (2) Meningkatkan kemampuan keuangan daerah dan mengurangi perbedaan (gap) antara pusat dan daerah dan antar daerah terutama dalam rangka mendanai pembangunan infrastruktur, pendidikan dan kesehatan di daerah; (3) mendukung kesinambungan fiskal nasional (fiscal sustainability) dalam rangka kebijakan ekonomi makro; (4) meningkatkan kemampuan keuangan daerah dalam menggali potensi ekonomi daerah; (5) meningkatkan singkronisasi 26

30 antara rencana pembangunan nasional dengan rencana pembangunan daerah; serta (6) mempercepat pembangunan di beberapa provinsi khusus melalui pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur, pemberdayaan ekonomi rakyat, pengentasan kemiskinan, serta pendanaan pendidikan, sosial dan kesehatan. Transfer daerah dapat berupa dana perimbangan, dana otonomi khusus dan dana penyesuaian serta dana desa. Dana perimbangan merupakan merupakan dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Jumlah Dana Perimbangan ditetapkan setiap tahun anggaran dalam APBN. Dana perimbangan yang meliputi Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Gambar 3.3. Ruang Lingkup Transfer Daerah Dalam APBN Sumber : diolah dari beberapa sumber 27

31 DAU adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. DAU tersebut dialokasikan dalam bentuk block grant yaitu penggunaannya diserahkan sepenuhnya kepada daerah. Besaran DAU nasional ditetapkan dalam APBN yaitu sekurang-kurangnya 26 persen dari Pendapatan Dalam Negeri (PDN) neto. Kebijakan PDN neto digunakan dengan mempertimbangkan unsur-unsur pengurang PDN dengan tetap menjaga peningkatan riil alokasi DAU setiap tahun. Sementara, DBH adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah penghasil berdasarkan angka persentase tertentu dengan tujuan mengurangi ketimpangan kemampuan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Prinsip DBH yakni By Origin dimana daerah penghasil mendapat porsi yang lebih besar dari daerah lain yang berada dalam provinsi tersebut (pemerataan). Selain itu penyaluran keseluruhan DBH didasarkan pada realisasi penerimaannya. DBH terdiri atas DBH pajak dan DBH sumberdaya alam. DAK sendiri adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah sesuai dengan prioritas nasional. Prioritas tersebut termuat dalam Rencana Kerja Pemerintah dalam tahun anggaran bersangkutan. Saat ini, DAK dibagi dalam dua kelompok besar yakni DAK Pelayanan Dasar dan DAK Non Pelayanan Dasar yang semuanya berjumlah 14 bidang. DAK pelayanan dasar meliputi (1) DAK Bidang Pendidikan, (2) DAK Bidang Kesehatan, (3) DAK Bidang Infrastruktur Irigasi, (4) DAK Bidang Infrastruktur Sanitasi dan Air Minum, (5) DAK Bidang Transportasi dan (6) DAK Bidang Energi Perdesaan. Kelompok kedua yakni DAK nonpelayanan dasar yakni (1) DAK Bidang Kelautan dan Perikanan, (2) DAK Bidang Pertanian, (3) DAK Bidang Prasaranan Pemerintah Daerah, (4) DAK Bidang Lingkungan Hidup, (5) DAK Bidang Kehutanan, (6) DAK Bidang Keluarga Berencana, (7) DAK Bidang Sarana Perdagangan dan (8) DAK Bidang Perumahan dan Permukiman. Perhitungan DAK untuk masing-masing bidang diatas 28

32 menggunakan Kriteria Umum, Kriteria Khusus serta Kriteria Teknis yang disesuaikan kebijakan masing-masing bidang diatas. Selain Dana Perimbangan diatas juga terdapat Dana Otonomi Khusus dan Dana Keistimewaan. Dana otonomi khusus sesuai amanat UU No. 35 Tahun 2008 tentang Penetapan Perpu No. 1 Tahun 2008 tentang Perubahan atas UU No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Papua menjadi Undang-Undang. Dana otonomi khusus Provinsi Papua dan Propinsi Papua Barat dialokasikan dengan besaran setara dua persen DAU nasional. Alokasinya 70 persen untuk Provinsi Papua dan 30 persen untuk Papua Barat. Penggunaan dana otonomi khusus terutama ditujukan untuk pendanaan di bidang pendidikan dan kesehatan. Sedangkan otonomi khusus Provinsi Aceh dialokasikan dengan besaram setara dua persen dari DAU nasional sesuai UU No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Penggunaannya diarahkan untuk mendanai pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur, pemberdayaan ekonomi rakyat, pengentasan kemiskinan serta pendanaan pendidikan, sosial dan kesehatan. Selanjutnya Dana Keistimewaan DI Yogyakarta yang dialokasikan dalam rangka penyelenggaraan kewenangan keistimewaan DIY. Keistimewaan tersebut adalah wewenang tambahan tertentu yang dimiliki DIY selain wewenang yang ditentukan dalam UU Pemerintah Daerah yakni; (1) tata cara pengisian jabatan, kedudukan, tugas dan wewenang Gubernur dan Wakil Gubernur; (2) kelembagaan Pemerintah Daerah DIY; (3) kebudayaan; (4) pertanahan; dan (5) tata ruang. Alokasi dana keistimewaan DIY diajukan oleh Pemda DIY, dibahas dengan Kementrian Dalam Negeri dan Kementrian/lembaga terkait, yang kemudian dianggarkan dan ditetapkan dalam APBN sesuai dengan kemampuan keuangan negara. Komponen dana transfer daerah berikutnya yakni Dana Transfer lainnya. Dana Transfer lainnya adalah dana yang dialokasikan untuk membantu daerah dalam rangka melaksanakan kebijakan tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan. Dana transfer lainnya terdiri atas dana Tunjangan Profesi Guru Pegawai Negeri Sipil Daerah (PNSD), dana Tambahan Penghasilan Guru PNSD, dana Bantuan Operasional Sekolah, dana Insentif Daerah dan dana Proyek Pemerintah Daerah dan Desentralisasi. Dana Tunjangan Profesi Guru PNSD diberikan kepada guru PNSD yang telah memperoleh 29

33 sertifikat pendidik dan memenuhi persyaratan lainnya sesuai peraturan perundangan. Dana ini diberikan sebesar satu kali gaji pokok PNS yang bersangkutan tidak termasuk untuk bulan ke-13. Sementara Dana Tambahan Penghasilan Guru PNSD diberikan bagi Guru PNSD khususnya bagi yang belum menerima tunjangan profesi, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan diberikan tambaham penghasilan tiap bulan sebesar Rp ,00. Hal ini sesuai dengan Peraturan Presiden No. 52 Tahun 2009 tentang Tambahan Penghasilan bagi Guru PNSD. Dana BOS sendiri dialokasikan untuk mendukung penyelenggaraan pendidikan dasar yang merupakan urusan daerah. Alokasi BOS yang diterima sekolah dihitung berdasarkan jumlah siswa per sekolah dan satuan biaya BOS satuan pendidikan dasar. Mekanismenya adalah hibah dan merupakan stimulus bagi daerah dan bukan pengganti (subsitusi) dari kewajiban daerah untuk menyediakan anggaran pendidikan. Selanjutnya, komponen dana transfer lainnya yakni Dana Insentif Daerah. Dana ini dialokasikan kepada daerah sebagai penghargaan atas pencapaian kinerja daerah di bidang pengelolaan keuangan, kinerja pendidikan dan kinerja ekonomi dan kesejahteraan. Dana ini ditujukan untuk membantu daerah dalam rangka melaksanakan fungsi pendidikan sebagai salah satu kebijakan pemerintah pusat. Terakhir, Dana Transfer Lainnya yakni Dana Proyek Pemerintah Daerah dan Desentralisasi (P2D2). Dana ini merupakan dana pinjaman dari Bank Dunia yang ditandatangani pada tanggal 23 Juni 2010 yang akan berakhir pada 31 Desember Dana P2D2 bersumber dari APBN (pinjaman luar negeri) yang dialokasikan sebagai insentif kepada provinsi, kabupaten dan kota daerah percontohan P2D2 berdasarkan hasil keluaran sesuai dengan perjanjian pinjaman antara Pemerintah RI dengan Bank Dunia. Verikasi keluaran (output) adalah proses verifikasi atas keluaran pelaksanaan DAK bidang infrastruktur jalan, infrastruktur irigasi, dan infrastruktur air minum yang dilakukan oleh Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Selain itu, diluar dana transfer daerah lainnya terdapat Dana Desa yang baru saja disahkan oleh parlemen. Dana Desa menurut UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa merupakan dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada setiap desa dan digunakan untuk mendanai urusan yang menjadi kewenangan Desa yang meliputi 30

34 penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, pemberdayaan masyarakat dan kemasyarakatan. Alokai Dana Desa dalam APBN bersumber dari Belanja Pusat dengan mengefektifkan program yang berbasis desa secara merata dan berkeadilan. Selain itu, dana desa juga bersumber dari bagian hasil pajak daerah dan retribusi daerah kabupaten/kota paling sedikit 10 % dari pajak dan retribusi daerah. Kemudian, alokasi dana desa juga paling sedikit 10 % dari dana perimbangan yang diterima Kabupaten/Kota dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus (DAK). 31

35 BAB IV PELAKSANAAN FUNGSI DPD RI DALAM PEMBERIAN PERTIMBANGAN TERHADAP KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN POKOK-POKOK KEBIJAKAN FISKAL SERTA DANA TRANSFER DAERAH A. Input (Masukan Informasi) Berkenaan dengan pelaksanaan fungsi pertimbangan terhadap kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal serta dana transfer daerah, terdapat dua tahap kegiatan yang dilakukan yaitu: Tahap Pra Rencana Kerja Pemerintah (Pra-RKP) dan Tahap pemberian pertimbangan itu sendiri. Pada dua tahap kegiatan dimaksud masukan informasi diperoleh melalui: 1) Hasil serap aspirasi daerah. Pada Tahap Pra-RKP: serap aspirasi ini dilaksanakan dalam rangka pelaksanaan fungsi representasi. Anggota melakukan serap aspirasi daerah melalui kegiatan di daerah (reses). Kategori aspirasi yang dihimpun oleh anggota ada dua: (1) Aspirasi menyangkut daerah masing-masing, disampaikan langsung kepada pemerintah daerah sebagai bahan masukan Musrenbangda. (2) Aspirasi pusat, disampaikan/diproses secara kelembagaan DPD. Pada Tahap Pertimbangan: serap aspirasi dalam bentuk menerima, merumuskan, dan menindaklanjuti masukan hasil Musrenbangda, selain memperkuat aspirasi yang telah disampaikan pada tahap Pra-RKP. 2) Hasil pengawasan. Pengawasan dilaksanakan oleh Alat Kelengkapan DPD sesuai dengan tupoksinya. Terdapat dua jenis pengawasan yang dilakukan oleh Alat Kelengkapan DPD, yaitu: (1) Pelaksanaan pengawasan terhadap UU Sektoral dan (2) Pelaksanaan pengawasan terhadap UU APBN Sektor yang terkait. 3) Masukan dari Budget Office (BO) dan Puskada Pada Tahap Pra-RKP: BO memberikan masukan berupa panduan (daftar isian) yang diperlukan dalam rangka menghimpun aspirasi daerah. 32

36 Pada Tahap Pertimbangan: Fokus kajian BO : (1) mengevaluasi keterkaitan RPJPN, RPJPD, RPJMN, RPJMD dan akomodasinya pada RKPN, RKPD. (2) pertimbangan atas Indikator ekonomi makro APBN, IPM, dan IDI. Sementara Puskada bertugas menghimpun dan merumuskan seluruh aspirasi daerah dalam program pembangunan. B. Proses Pembahasan dan Keluaran 1. Tahapan Pra-RKP DPD mendahului pembahasan (pembicaraan) pendahuluan dengan Pemerintah sebelum DPR melakukan agenda tersebut dengan Pemerintah. Tahapan pembicaraan pendahuluan dengan Pemerintah ini dalam rangka menyampaikan aspirasi resmi DPD agar masuk di dalam Rencana Kerja Pemerintah. Langkah ini dilakukan sebagai strategi DPD agar usulan anggaran prioritas daerah dapat masuk dan diterima terlebih dahulu oleh Pemerintah untuk diperjuangkan di dalam RKP. Adapun tahapan kegiatan pada Pra-RKP adalah sebagai berikut: (1) Setiap Anggota DPD melakukan serap aspirasi daerah masing-masing pada Reses Masa Sidang I (Desember-Januari). BO mempersiapkan petunjuk teknis berupa panduan (daftar isian) yang diperlukan dalam rangka menghimpun aspirasi daerah serta memberikan hasil kajian yang berfokus pada analisa dan proyeksi RKP tahun yang akan datang apakah ada perubahan atau tidak ada perubahan dari RKP tahun sebelumnya. Hasil serap aspirasi selama Reses tersebut dikonsolidasikan oleh Kelompok Provinsi dan dipilah mana yang merupakan aspirasi yang ditujukan untuk daerah masing-masing dan aspirasi untuk disampaikan kepada pemerintah pusat. Terkait aspirasi daerah masing-masing, Kelompok Provinsi melaksanakan Raker dengan Pemda untuk menyampaikan aspirasi dimaksud sebagai materi masukan untuk Musrenbangda. Terkait aspirasi untuk pemerintah pusat disampaikan kepada dan diproses secara kelembagaan DPD melalui komite-komite terkait. Aspirasi untuk pemerintah pusat tersebut dihimpun dan dirumuskan oleh Puskada dan hasilnya disampaikan kepada komite-komite sebagai bahan rapat kerja dengan pemerintah. Selain itu 33

37 Puskada juga merumuskan hasil-hasil pengawasan yang dilaksanakan oleh komite-komite. (2) Memasuki Masa Sidang II (Januari-Februari), Komite I, II, III, dan IV serta Kelompok Provinsi melakukan konsolidasi hasil serap aspirasi dan pengawasan selama Reses Masa Sidang I dengan menerima dan membahas masukan dari Puskada. Konsolidasi hasil serap aspirasi di masing-masing Komite dilakukan oleh Tim APBN masing-masing Komite. Selanjutnya, tiap-tiap komite melaksanakan Raker dengan kementerian sektoral dalam rangka memasukkan aspirasi masing-masing komite agar diakomodir di dalam Rencana Kerja kementerian/lembaga terkait. Raker ini menghasilkan kesepakata Pra-RKP sektoral (Minggu I Februari). Catatan: Raker dengan kementerian sektoral dimaksud dilakukan maksimal dengan menteri/kepala lembaga atau yang mewakili (Dirjen/Eselon I) atau jika tidak memungkinkan bisa dalam bentuk konsultasi/komunikasi dengan pejabat terkait yang terpenting target memasukkan aspirasi tercapai. (3) Hasil kesepakatan Pra-RKP sektoral sebagaimana poin (2) dikonsolidasikan oleh Komite IV dalam Ragab Komite IV dengan Tim APBN Komite I, II, dan III sebagai usulan resmi aspirasi DPD. Usulan tersebut selanjutnya disampaikan kepada Pemerintah dalam Raker Komite IV dengan Menteri PPN/Kepala Bappenas dan Menkeu dengan mengikutsertakan Tim APBN Komite I, II, dan III. Raker ini dilaksanakan dalam rangka penguatan kesepakatan Pra-RKP sektoral dan hasil yang diharapkan adalah adanya kesepakatan Pra-RKP dengan Menteri PPN/Bappenas dan Menkeu (Minggu II Februari). Secara internal, hasil kesepakatan ini menjadi bahan/informasi bagi anggota untuk Musrenbangda. 2. Tahapan Pertimbangan Pelaksanaan pembahasan pertimbangan atas kerangka ekonomi makro dan pokokpokok kebijakan fiskal serta dana transfer daerah sebagai pembicaraan pendahuluan RUU APBN dilaksanakan oleh DPD menyesuaikan dengan tahapan dan waktu pembahasan pembicaraan pendahuluan yang dilakukan oleh DPR dan Pemerintah. 34

38 DPD menyampaikan pertimbangan atas kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal serta dana transfer daerah secara komprehensif, sekurang-kurangnya mencakup: (1) Pertimbangan terhadap kerangka ekonomi makro (2) Pertimbangan terhadap kebijakan fiskal (3) Pertimbangan terhadap kebijakan pendapatan negara (4) Pertimbangan terhadap kebijakan belanja negara (5) Pertimbangan terhadap prioritas pembangunan daerah Pembicaraan Pendahuluan RAPBN dilaksanakan oleh DPR bersama Pemerintah dimulai pada pertengahan bulan Mei dengan penyampaian Kepres tentang Rencana Kerja Pemerintah oleh Pemerintah kepada DPR untuk dibahas bersama DPR. Paralel dengan kegiatan yang dilakukan oleh DPR dan Pemerintah, pada tahapan ini DPD memberikan pertimbangan terhadap Kerangka Ekonomi Makro, Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal, dan Dana Transfer Daerah. Pertimbangan DPD disampaikan kepada DPR pada bulan Juli sebelum penyampaian Nota Keuangan dan RUU APBN oleh Presiden tanggal 16 Agustus. Hal ini dilakukan agar usulan prioritas setiap daerah dapat diperjuangkan dalam anggaran kementerian/lembaga. Adapun kegiatan yang dilakukan oleh DPD dalam rangka pembahasan pertimbangan dimaksud adalah sebagai berikut. (1) Proses penyusunan pertimbangan dilakukan pada saat DPD menerima dokumen kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal serta Rencana Kerja Pemerintah. Dalam rangka memberikan pertimbangan dimaksud diharapkan sebelumnya setiap Anggota DPD mendampingi daerah dalam melakukan Musrenbang Provinsi untuk menyerap aspirasi prioritas daerah (berbekal hasil kesepakatan Pra-RKP pada tahap sebelumnya). Selanjutnya, Pimpinan DPD dan Komite IV diharapkan menghadiri Musrenbangnas untuk untuk menyerap aspirasi prioritas daerah dalam rangka pembicaraan pendahuluan RAPBN. Sebagai bahan awal (masukan/input) komite-komite menerima hasil kajian BO dan masukan Puskada. Hasil kajian BO berfokus pada (1) evaluasi keterkaitan RPJPN, 35

39 RPJPD, RPJMN, RPJMD dan akomodasinya pada RKPN, RKPD, (2) pertimbangan atas Indikator ekonomi makro APBN, Indeks Pembangunan Manusia, dan Indeks Demokrasi Indonesia. Sementara masukan Puskada berupa rumusan hasil serap asiprasi daerah dalam program pembangunan yang telah disepakati dengan pemerintah pada tahap Pra-RKP serta hasil-hasil pengawasan komite sebelumnya untuk dijadikan masukan dalam rangka penyusunan pertimbangan. (2) Dalam rangka persipan penyusunan pertimbangan, Komite IV melaksanakan Rapat Pleno dengan agenda pembahasan/pengkajian Kerangka Ekonomi Makro, Pokok- Pokok Kebijakan Fiskal, dan Dana Transfer Daerah dengan membahas hasil kajian BO dan masukan Puskada. Komite IV juga dapat mengundang pakar, akademisi, dan pihak-pihak terkait dalam forum Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) guna memperoleh masukan. (3) Sebagai tindak lanjut hasil pembahasan/persiapan penyusunan pertimbangan, Komite IV melaksanakan Raker dengan Pemerintah (Menteri Keuangan dan Menteri PPN/Kepala Bappenas) dan Gubernur BI mengikutsertakan Tim APBN Komite I, II, dan III, dan Panitia Urusan Rumah Tangga DPD dengan agenda untuk mendapatkan informasi umum tentang: (a) Kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiscal (b) Kebijakan umum dan prioritas anggaran K/L (c) Rincian unit organisasi, fungsi, program, dan kegiatan Fokus bahasan yang ingin didalami oleh DPD pada Raker ini adalah pagu indikatif kementerian/lembaga (termasuk pagu DPD) serta perhatian khusus terhadap isu-isu tertentu antara lain rekening-rekening bantuan sosial ke daerah. (4) Hasil Raker sebagaimana dimaksud pada poin (3) ditindaklanjuti oleh Komite- Komite dengan Raker Komite I-IV bersama Kementerian Sektoral masing-masing guna membahas RKP pada masing-masing kementerian. Tujuan utama dari Raker ini adalah (1) memastikan usulan resmi aspirasi daerah yang disampaikan pada Tahap Pra-RKP (bulan Januari) telah masuk dalam RKP kementerian sektoral, (2) memasukkan usulan baru aspirasi daerah hasil Musrenbang Provinsi. 36

40 (5) Hasil Raker Komite I-IV dengan Kementerian Sektoral dikonsolidasikan dan dibahas bersama pada Rapat Gabungan Komite IV dengan mengundang Tim APBN komite terkait sebagai representasi dari masing-masing komite. Hasilnya dirumuskan dan dijadikan bahan masukan finalisasi penyusunan pertimbangan DPD oleh Komite IV. (6) Komite IV melaksanakan Rapat Pleno dengan agenda finalisasi naskah pertimbangan terhadap Kerangka Ekonomi Makro, Pokok-pokok kebijakan fiskal, dan Dana Transfer Daerah. Setelah naskah selesai disusun, Komite IV kembali mengundang Tim APBN komite-komite dalam Rapat Gabungan untuk menjelaskan subtansi naskah pertimbangan dan akomodasi aspirasi seluruh komite. C. Pengesahan dan Tindak Lanjut Rancangan pertimbangan yang disusun oleh Komite IV selanjutnya disampaikan pada sidang paripurna untuk mendapatkan pengesahan setelah sebelumnya disampaikan laporan oleh Komite IV dan Anggota menyampaikan pendapatnya. Keputusan DPD tentang Pertimbangan terhadap Kerangka Ekonomi Makro, Kebijakan Fiskal, serta Dana Transfer Daerah selanjutnya menjadi pertimbangan DPD kepada DPR. Berdasarkan UU tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, Pimpinan DPD menyampaikan pertimbangan tertulis sebagaimana dimaksud melalui Pimpinan DPR untuk ditindaklanjuti. Bersamaan dengan itu, Pimpinan DPD menyampaikan permintaan tertulis melalui Pimpinan DPR agar Pimpinan Alat Kelengkapan DPR (Badan Anggaran) dapat menerima Pimpinan Alat Kelengkapan DPD (Komite IV) guna menyampaikan dan ikut membahas pertimbangan dimaksud, baik secara tertulis maupun lisan, dalam forum Rapat Pleno Badan Anggaran DPR. Dalam rangka mengawal pertimbangan DPD sebagaimana dimaksud, Komite IV menugaskan satu Tim untuk terus mengikuti perkembangan pembahasan dan hasilnya dilaporkan kepada Komite IV. Bilamana pembahasan tidak sesuai dengan aspirasi DPD, Tim diberikan kewenangan untuk melakukan langkah-langkah yang diperlukan, termasuk melakukan lobi kepada pihak-pihak terkait, agar aspirasi yang terkandung dalam pertimbangan DPD dapat diterima/disetujui oleh DPR dan Pemerintah. 37

41 D. Publikasi Pelaksanaan fungsi DPD RI dalam pemberian pertimbangan terhadap Kerangka Ekonomi Makro, Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal, dan Dana Transfer Daerah dalam RUU APBN merupakan satu bentuk pelaksanaan amanat rakyat yang dimandatkan oleh Konstitusi dan peraturan perundang-undangan. Oleh karena ini, sebagai bentuk transparansi dan akuntabilitas publik, pertimbangan DPD tersebut wajib dipublikasikan baik secara kelembagaan maupun perorangan anggota DPD ke daerah masing-masing. Sekretariat Jenderal DPD RI memfasilitasi publikasi aktivitas (proses dan progres) serta subtansi (materi muatan) pertimbangan DPD RI melalui media informasi publik agar rakyat dan daerah mengetahui dan memahami. 38

42 Tabel 1 : Alokasi Waktu & Aktivitas Pembahasan Kerangka Ekonomi Makro, Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal, dan Dana Transfer Daerah WAKTU AKTIVITAS DPR, PEMERINTAH AKTIVITAS DPD Oktober- Februari Persiapan penyusunan RKP Tahap Pra-RKP Anggota melakukan serap aspirasi daerah (masa reses). BO mempersiapkan juknis serap aspirasi. Puskada menghimpun, mengkompilasi, dan merekapitulasi hasil serap aspirasi daerah. Konsolidasi oleh Kelompok Provinsi dengan kategori: (1) aspirasi kepada Pemda; (2) aspirasi kepada pemerintah pusat. Raker Kelompok Provinsi dengan Pemda untuk menyampaikan aspirasi kepada Pemda (masukan Musrenbangda) Tim APBN Komite dan Kelompok Provinsi mengkonsolidasikan hasil serap aspirasi dan ditindaklanjuti melalui Raker dengan kementerian sektoral menghasilkan kesepakatan Pra-RKP sektoral. Komite IV mengkonsolidasikan hasil kesepakatan Pra-RKP sektoral dan menindaklanjuti melalui Raker dengan Menteri PPN/Kepala Bappenas dan Menkeu mengikutsertakan Tim APBN Komite I, II, III menghasilkan kesepakatan Pra-RKP. (Februari) Tahap Pertimbangan 39

43 WAKTU AKTIVITAS AKTIVITAS DPD DPR, PEMERINTAH Maret- Musrenbang Kab/Kota Anggota DPD mendampingi daerah dalam April Musrenbang Provinsi Musrenbang Provinsi Anggota melalui Kelompok Provinsi mengkonsolidasikan prioritas daerah dalam Musrenbangda sebagai masukan kepada Komite IV April- Mei Musrenbang Nasional Pimpinan DPD dan Komite IV menghadiri Musrenbangas. 20 Mei Pembicaraan Pendahuluan - kerangka ekonomi makro - kebijakan fiskal - Kebijakan non anggaran Juni Pandangan Fraksi-fraksi Tanggapan Pemerintah Rapat Kerja Komisi- Komite IV mengkonsolidasikan prioritas daerah dalam Musrenbangnas. Keseluruhan hasil serap aspirasi prioritas daerah tersebut bersama dengan hasil pengawasan Komite menjadi masukan proses penyusunan pertimbangan. Rapat Pleno Komite IV. BO dan Puskada menyampaikan hasil analisa dan masukannya. Komite IV dapat melakukan RDPU dengan pakar, akademisi, dll. Raker dengan Menteri Keuangan, Menteri PPN/Kepala Bappenas, dan Gubernur Bank Indonesia mengikutsertakan Komite I, II, III, dan PURT Komite melakukan Raker Kementerian Sektoral masing-masing pada minggu III dan IV memastikan aspirasi prioritas daerah yang 40

44 WAKTU AKTIVITAS DPR, PEMERINTAH komisi dengan Kementerian (minggu I dan II) AKTIVITAS DPD disampaikan bulan Februari (kesepakatan Pra- RKP) telah masuk dalam RKP serta memasukkan aspirasi (baru) hasil Musrenbang Provinsi. Juli Laporan Komisi ke Badan Anggaran (Banggar) Rapat Banggar untuk alokasi anggaran Pembahasan Komisikomisi dengan Kementerian (sinkronisasi alokasi anggaran sesuai hasil pembahasan Banggar) Konsolidasi hasil Raker Kementerian sektoral dengan Tim APBN Komite I, Komite II, dan Komite III dalam Rapat Gabungan. Finalisasi Pertimbangan DPD terhadap Kerangka Ekonomi Makro, Pokok-pokok Kebijakan Fiskal, dan Dana Transfer Daerah. Hasilnya disampaikan kepada Tim APBN komite-komite dalam Rapat Gabungan untuk cek akhir sebelum Paripurna. Paripurna pengesahan pertimbangan DPD Penyampaian pertimbangan kepada DPR (Badan Anggaran DPR) Rapat Paripurna hasil pembahasan RKP dan pembicaraan pendahuluan Banggar 16 Agustus Pidato Presiden Penyampaian Nota Keuangan dan RUU APBN 41

45 BAB V PELAKSANAAN FUNGSI DPD RI DALAM PEMBERIAN PERTIMBANGAN TERHADAP RUU TENTANG APBN A. Input (Masukan Informasi) Berkenaan dengan pelaksanaan fungsi pertimbangan terhadap RUU tentang APBN, Komite IV menyusun pertimbangan dimaksud berdasarkan telaah atas: 1) Hasil serap aspirasi daerah Merupakan rangkaian hasil serap aspirasi pada Tahap Pra-RKP dan pembicaraan pendahuluan RAPBN (termasuk di dalamnya hasil-hasil Musrenbangda). Pada pokoknya DPD berusaha mengkonsolidasi dan merumuskan kebutuhan riil masyarakat dan daerah yang selayaknya menjadi dasar subtansi RUU APBN. 2) Hasil pengawasan Merupakan rangkaian hasil pengawasan tiap-tiap komite terhadap pelaksanaan UU sektoral dan UU APBN sektoral. 3) Kajian Budget Office (BO) Kajian BO memberikan gambaran umum anggaran ke daerah dalam RAPBN sekurangnya meliputi: DAU, DAK, DBH, Dana Dekon/TP, Dana Desa, Dana Otsus, Dana Hibah, Dana Penyesuaian, Dana Darurat, Dana Keistimewaan, Program Sharing Pusat-Daerah, dll B. Proses Pembahasan dan Keluaran Pelaksanaan pembahasan pertimbangan DPD terhadap RUU APBN menyesuaikan dengan tahapan dan waktu pembahasan pembicaraan yang dilakukan oleh DPR dan Pemerintah. Target yang ingin dicapai oleh DPD pada pemberian pertimbangan terhadap RUU APBN adalah untuk memastikan proses penganggaran dalam APBN sejalan dengan pencapaian tujuan dan sasaran rencana pembangunan nasional baik jangka pendek, jangka 42

46 menengah, maupun jangka panjang, serta memastikan usulan anggaran prioritas daerah dapat diakomodir. DPD menyampaikan pertimbangan terhadap RUU APBN secara komprehensif, sekurang-kurangnya mencakup: (1) Pertimbangan terhadap asumsi dasar ekonomi makro (2) Pertimbangan terhadap pendapatan negara (3) Pertimbangan terhadap anggaran belanja pemerintah pusat (4) Pertimbangan terhadap kebijakan desentralisasi fiskal (5) Pertimbangan terhadap defisit, pembiayaan anggaran, dan resiko fiskal (6) Pertimbangan terhadap proyeksi APBN jangka menengah DPD RI menyampaikan pertimbangan terhadap RUU APBN kepada DPR sekitar bulan Oktober. Proses pembahasan diawali pada saat Pimpinan DPD menerima RUU APBN dan permohonan pemberian pertimbangan terhadap RUU APBN dari Pimpinan DPR. Setelah Pimpinan DPD menerima RUU APBN dan permintaan pertimbangan oleh DPR, selanjutnya Pimpinan DPD dalam forum Paripurna meminta Komite terkait (Komite IV) untuk menyusun pertimbangan dimaksud dengan menerima masukan dari komite lainnya. Apabila paripurna tidak dapat dilaksanakan dalam waktu 3 (tiga) hari sejak diterimanya RUU APBN tersebut maka Panitia Musyawarah dapat memutuskan Komite terkait (Komite IV) untuk menyusun pertimbangan. Pada saat yang bersamaan RUU APBN tersebut disampaikan kepada seluruh Anggota DPD oleh Sekretariat Jenderal. Berdasarkan penugasan tersebut, Komite melakukan pembahasan dan penyusunan rancangan pertimbangan terhadap RUU APBN dengan mekanisme pembahasan sebagai berikut: (1) Proses penyusunan pertimbangan dilakukan setelah DPD menerima permintaan pertimbangan dari DPR. Dalam rangka persiapan awal, Komite IV melaksanakan Rapat Pleno dengan agenda telaah atas RUU APBN dengan 43

47 membahas hasil kajian BO dan mendengarkan informasi Sekretariat Jenderal terkait jadwal dan agenda pembahasan (menyesuaikan jadwal dan agenda pembahasan di DPR). Komite IV juga dapat mengundang pakar, akademisi, dan pihak-pihak terkait dalam forum Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) guna memperoleh masukan. Komite IV meminta Komite I, II, III mempersiapkan masukan materi/subtansi berupa aspirasi dan hasil pengawasan. Hasil kajian dan analisis BO yang disampaikan ke seluruh komite berfokus pada gambaran umum anggaran ke daerah dalam RAPBN sekurangnya meliputi: DAU, DAK, DBH, Dana Dekon, Dana Desa, Dana Otsus, Dana Hibah, Dana Penyesuaian, Dana Darurat, Dana Keistimewaan, Program Sharing Pusat-Daerah, dll (2) Guna menindaklanjuti hasil pembahasan pada poin (1), Komite IV melaksanakan Raker dengan Dirjen Anggaran dan Dirjen Perimbangan Keuangan mengikutsertakan Tim APBN Komite I, II, dan III dengan agenda pendalaman informasi tentang RUU APBN beserta Nota Keuangannya dengan fokus bahasan: gambaran umum anggaran ke daerah dalam APBN sekurangnya meliputi: DAU, DAK, DBH, Dana Dekon, Dana Desa, Dana Otsus, Dana Hibah, Dana Penyesuaian, Dana Darurat, Dana Keistimewaan, Program Sharing Pusat-Daerah, dll. (3) Hasil Raker sebagaimana dimaksud pada poin (2) ditindaklanjuti oleh komitekomite dengan Raker Komite I-IV bersama Kementerian Sektoral masingmasing dengan fokus bahasan dana ke daerah dalam RAPBN sesuai kedekatan fungsi masing-masing komite. Selanjutnya, masing-masing komite dapat melakukan rapat konsultasi dengan komisi-komisi DPR dengan agenda penyamaan persepsi/pemahaman terkait pokok-pokok RAPBN serta memastikan usulan anggaran prioritas daerah tersampaikan kepada komisikomisi DPR untuk diperjuangkan. (4) Hasil Raker Komite I-IV dengan kementerian sektoral dan konsultasi dengan DPR dikonsolidasikan dan dibahas bersama pada Rapat Gabungan Komite IV dengan mengundang Tim APBN komite terkait sebagai representasi dari 44

48 masing-masing komite. Hasilnya dirumuskan dan dijadikan bahan masukan finalisasi penyusunan pertimbangan DPD oleh Komite IV. (5) Komite IV melaksanakan Rapat Pleno dengan agenda finalisasi naskah pertimbangan terhadap RUU APBN. Setelah naskah selesai disusun, Komite IV kembali mengundang Tim APBN komite-komite dalam Rapat Gabungan untuk menjelaskan subtansi naskah pertimbangan dan akomodasi aspirasi seluruh komite. C. Pengesahan dan Tindak Lanjut Rancangan pertimbangan yang disusun oleh Komite IV selanjutnya disampaikan pada sidang paripurna untuk mendapatkan pengesahan setelah sebelumnya disampaikan laporan oleh Komite dan Anggota menyampaikan pendapatnya. Keputusan DPD tentang Pertimbangan terhadap RUU APBN selanjutnya menjadi pertimbangan DPD kepada DPR. Berdasarkan Pasal 282 UU tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, Pimpinan DPD menyampaikan pertimbangan tertulis sebagaimana dimaksud melalui Pimpinan DPR untuk ditindaklanjuti. Sesuai ketentuan undang-undang, Pimpinan DPD menyampaikan pertimbangan dimaksud selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari sejak diterimanya surat dari pimpinan DPR dan sebelum diambil persetujuan bersama antara DPR dan Presiden, disertakan nama anggota tim DPD yang mewakili DPD. Mengingat pelaksanaan pemberian pertimbangan DPD terhadap RUU APBN merupakan amanat konstitusi, untuk memastikan bahwa pertimbangan tersebut diterima oleh Alat Kelengkapan DPR, maka Pimpinan DPD menyampaikan permintaan tertulis melalui Pimpinan DPR agar Pimpinan Alat Kelengkapan DPR (Badan Anggaran) dapat menerima Pimpinan Alat Kelengkapan DPD (Komite IV) guna menyampaikan dan ikut membahas pertimbangan dimaksud, baik secara tertulis maupun lisan, dalam forum Rapat Pleno Badan Anggaran DPR. Dalam rangka mengawal pertimbangan DPD sebagaimana dimaksud, Komite IV menugaskan satu Tim untuk terus mengikuti perkembangan pembahasan dan hasilnya dilaporkan kepada Komite IV. Bilamana pembahasan tidak sesuai dengan aspirasi DPD, Tim diberikan kewenangan untuk melakukan langkah-langkah yang diperlukan, termasuk 45

49 melakukan lobi kepada pihak-pihak terkait, agar aspirasi yang terkandung dalam pertimbangan DPD dapat diterima/disetujui oleh DPR dan Pemerintah. D. Publikasi Pelaksanaan fungsi DPD RI dalam pemberian pertimbangan terhadap RUU tentang APBN merupakan satu bentuk pelaksanaan amanat rakyat yang dimandatkan oleh Konstitusi dan peraturan perundang-undangan. Oleh karena ini, sebagai bentuk transparansi dan akuntabilitas publik, pertimbangan DPD tersebut wajib dipublikasikan baik secara kelembagaan maupun perorangan anggota DPD ke daerah masing-masing. Sekretariat Jenderal DPD RI memfasilitasi publikasi aktivitas (proses dan progres) serta subtansi (materi muatan) pertimbangan DPD RI melalui media informasi publik agar rakyat dan daerah mengetahui dan memahami. 46

50 Tabel 2 : Alokasi Waktu & Aktivitas Pembahasan RUU APBN WAKTU AKTIVITAS AKTIVITAS DPD DPR, PEMERINTAH Agustus 16 Pidato Presiden 22 Penyampaian Nota Keuangan dan RUU APBN Pandangan Fraksi-fraksi Rapat Pleno Komite IV (pengkajian dan pembahasan). BO dan Sekretariat Jenderal menyampaikan hasil analisa dan 25 Tanggapan Pemerintah masukannya. Komite IV dapat melakukan RDPU dengan pakar, akademisi, dll. September 8 Raker Banggar dengan Komite IV Raker Komite Raker dengan Menkeu dan Gubernur BI dengan Kementerian sektoral Raker Komisi-komisi dengan Kementerian Rapat Panja Dirjen Anggaran dan Dirjen Perimbangan Keuangan, mengikutsertakan Komite I, II, dan masing-masing Rapat Konsultasi Komite I, II, III, dan IV dengan Komisi-komisi DPR. III (Tim APBN) Rapat Gabungan Komite IV dengan Komite I, II, III (Tim APBN) untuk mengkonsolidasikan hasil Raker dengan Kementerian Sektoral dan konsultasi dengan 47

51 komisi-komisi DPR Pleno Komite IV konsolidasi masukan dan finalisasi Pertimbangan RUU APBN. Naskah pertimbangan hasil finalisasi disampaikan ke komite-komite dalam Rapat Gabungan untuk cek akhir sebelum Paripurna. Oktober Rapat Banggar Rapat Banggar dengan Menkeu dan Bappenas Rapat Banggar dengan Komisi Raker Komisi dan Kementerian Penyesuaian RKA/KL ke Banggar Penyampaian Laporan Pembahasan Pernyataan Persetujuan Fraksi Tanggapan Pemerintah Pengesahan RUU APBN Paripurna Pengesahan Keputusan Pertimbangan RUU APBN Penyampaian Pertimbangan DPD terhadap RUU APBN (1) Pimpinan DPD kepada Pimpinan DPR (2) Komite IV kepada Badan Anggaran 48

52 BAB VI PELAKSANAAN FUNGSI DPD RI DALAM PEMBERIAN PERTIMBANGAN TERHADAP RUU TENTANG PERUBAHAN APBN A. Input (Masukan Informasi) Berkenaan dengan pelaksanaan fungsi pertimbangan terhadap RUU tentang Perubahan APBN, Komite IV menyusun pertimbangan dimaksud berdasarkan telaah atas: 1) Hasil serap aspirasi daerah Serap aspirasi daerah pada pokonya dimaksudkan untuk mengkonsolidasi dan merumuskan kepentingan dan kebutuhan riil masyarakat dan daerah yang selayaknya menjadi dasar subtansi RUU Perubahan APBN. 2) Hasil pengawasan. Merupakan rangkaian hasil pengawasan tiap-tiap komite terhadap pelaksanaan UU sektoral dan UU APBN sektoral. Masing-masing komite sesuai dengan tupoksinya melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan APBN tahun berjalan dan hasil pengawasan tersebut menjadi input bagi pertimbangan terhadap RUU Perubahan APBN pada tahun berjalan. 3) Kajian Budget Office (BO) dan Masukan Puskada Kajian BO memberikan gambaran dan analisa terhadap kerangka umum perubahan APBN. Sementara masukan Puskada berupa konsolidasi hasil aspirasi dan pengawasan tiap-tiap komite. B. Proses Pembahasan dan Keluaran Perubahan APBN dapat dilakukan tergantung pada prognosis Pemerintah terhadap perubahan asumsi makro dan postur APBN. Pembahasan RUU tentang Perubahan APBN antara Pemerintah dengan DPR dilakukan sebelum tahun anggaran bersangkutan berakhir tanggal 31 Desember (Pasal 27 ayat (3) UU 17/2003). Perubahan APBN dilakukan apabila terjadi asumsi ekonomi makro dan/atau perubahan postur APBN. Pembahasan dilakukan paling lama 1 (satu) bulan dalam masa sidang setelah RUU tentang Perubahan APBN disampaikan Pemerintah kepada DPR. 49

53 Proses pembahasan RUU perubahan APBN sama dengan APBN induk, namun tidak melalui tahap pemandangan umum fraksi dan jawaban pemerintah atas pandangan umum fraksi-fraksi (short cut). DPD RI memberikan pertimbangan terhadap RUU Perubahan APBN berdasarkan dasar argumentasi yang dijadikan pertimbangan oleh Pemerintah dalam mengajukan RUU tersebut, dengan tetap mengedepankan pencapaian tujuan dan sasaran rencana pembangunan jangka pendek, jangka menengah, maupun jangka panjang. DPD berharap perubahan APBN dilakukan secara objektif dan rasional serta benar-benar dapat mengantisipasi perkembangan ekonomi maupun lingkungan strategis nasional maupun dunia sehingga tidak mengganggu rencana dan pencapaian pembangunan. Adapun subtansi pertimbangan DPD paling kurang mencakup: (1) Pertimbangan DPD terhadap kerangka ekonomi makro dan kebijakan fiskal (2) Pertimbangan DPD terhadap pokok-pokok perubahan APBN yang diajukan Pemerintah Proses pembahasan diawali pada saat Pimpinan DPD menerima RUU Perubahan APBN dan permohonan pemberian pertimbangan terhadap RUU Perubahan APBN dari Pimpinan DPR. Setelah Pimpinan DPD menerima RUU Perubahan APBN dan permintaan pertimbangan oleh DPR, selanjutnya Pimpinan DPD dalam forum paripurna meminta Komite terkait (Komite IV) untuk menyusun pertimbangan dimaksud dengan menerima masukan dari komite-komite. Apabila paripurna tidak dapat dilaksanakan dalam waktu 3 (tiga) hari sejak diterimanya RUU Perubahan APBN tersebut maka Panitia Musyawarah dapat memutuskan Komite terkait (Komite IV) untuk menyusun pertimbangan. Pada saat yang bersamaan RUU Perubahan APBN tersebut disampaikan kepada seluruh Anggota DPD oleh Sekretariat Jenderal. Berdasarkan penugasan tersebut, Komite IV melakukan pembahasan dan penyusunan rancangan pertimbangan terhadap RUU Perubahan APBN. Komite IV melaksanakan pembahasan dimaksud dengan mekanisme sebagai berikut: 50

54 (1) Proses penyusunan pertimbangan dilakukan setelah DPD menerima permintaan pertimbangan dari DPR. Dalam rangka persiapan penyusunan pertimbangan dimaksud, Komite IV melaksanakan Rapat Pleno dengan agenda telaah atas RUU Perubahan APBN dengan membahas hasil kajian BO terkait perubahan asumsi ekonomi makro dan/atau perubahan postur APBN. Komite IV juga mendengarkan masukan dari Puskada berupa konsolidasi aspirasi dan pengawasan tiap-tiap komite atas pelaksanaan APBN tahun berjalan. Komite IV juga dapat mengundang pakar, akademisi, dan pihak-pihak terkait dalam forum Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) guna memperoleh masukan. Komite IV meminta Komite I, II, III mempersiapkan masukan materi/subtansi berupa aspirasi dan hasil pengawasan. Sebagai masukan awal, BO menyampaikan hasil kajian dan analis kepada seluruh komite, yaitu berupa analisa terhadap perubahan asumsi ekonomi makro dan/atau perubahan postur APBN. Sementara Puskada mengkonsolidasi dan merumuskan aspirasi dan pengawasan tiap-tiap komite khususnya terhadap pelaksanaan APBN tahun berjalan. (2) Guna menindaklanjuti hasil pembahasan pada poin (1), Komite IV melaksanakan Raker dengan Menkeu dan Gubernur BI dengan mengikutsertakan Tim APBN Komite I, II, dan III dengan agenda pendalaman informasi tentang perubahan asumsi ekonomi makro dan/atau perubahan postur APBN. (3) Hasil Raker sebagaimana dimaksud pada poin (2) ditindaklanjuti oleh komitekomite dengan Raker Komite I-IV bersama kementerian sektoral masingmasing dengan fokus bahasan perubahan postur APBN khususnya menyangkut dana ke daerah, sesuai kedekatan fungsi masing-masing komite. (4) Hasil Raker Komite I-IV dengan kementerian sektoral dikonsolidasikan dan dibahas bersama pada Rapat Gabungan Komite IV dengan mengundang Tim APBN Komite terkait sebagai representasi dari masing-masing komite. Hasilnya dirumuskan dan dijadikan bahan masukan finalisasi penyusunan pertimbangan DPD oleh Komite IV. 51

55 (5) Komite IV melaksanakan Rapat Pleno dengan agenda finalisasi naskah pertimbangan terhadap RUU Perubahan APBN. Setelah naskah selesai disusun, Komite IV kembali mengundang Tim APBN komite-komite dalam Rapat Gabungan untuk menjelaskan subtansi naskah pertimbangan dan akomodasi aspirasi seluruh komite. C. Pengesahan dan Tindak Lanjut Rancangan pertimbangan yang telah disusun oleh Komite IV tersebut selanjutnya disampaikan pada sidang paripurna untuk mendapatkan pengesahan setelah sebelumnya disampaikan laporan oleh Komite IV dan Anggota menyampaikan pendapatnya. Keputusan DPD tentang Pertimbangan terhadap RUU Perubahan APBN selanjutnya menjadi pertimbangan DPD kepada DPR. Berdasarkan UU tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, Pimpinan DPD menyampaikan pertimbangan tertulis sebagaimana dimaksud melalui Pimpinan DPR untuk ditindaklanjuti. Bersamaan dengan itu, Pimpinan DPD menyampaikan permintaan tertulis melalui Pimpinan DPR agar Pimpinan Alat Kelengkapan DPR (Badan Anggaran) dapat menerima Pimpinan Alat Kelengkapan DPD (Komite IV) guna menyampaikan dan ikut membahas pertimbangan dimaksud, baik secara tertulis maupun lisan, dalam forum Rapat Pleno Badan Anggaran DPR. Dalam rangka mengawal pertimbangan DPD sebagaimana dimaksud, Komite IV menugaskan satu Tim untuk terus mengikuti perkembangan pembahasan dan hasilnya dilaporkan kepada Komite IV. Bilamana pembahasan tidak sesuai dengan aspirasi DPD, Tim diberikan kewenangan untuk melakukan langkah-langkah yang diperlukan, termasuk melakukan lobi kepada pihak-pihak terkait, agar aspirasi yang terkandung dalam pertimbangan DPD dapat diterima/disetujui oleh DPR dan Pemerintah. D. Publikasi Pelaksanaan fungsi DPD RI dalam pemberian pertimbangan terhadap RUU tentang Perubahan APBN merupakan satu bentuk pelaksanaan amanat rakyat yang dimandatkan oleh Konstitusi dan peraturan perundang-undangan. 52

56 Oleh karena ini, sebagai bentuk transparansi dan akuntabilitas publik, pertimbangan DPD tersebut wajib dipublikasikan baik secara kelembagaan maupun perorangan anggota DPD ke daerah masing-masing. Sekretariat Jenderal DPD RI memfasilitasi publikasi aktivitas (proses dan progres) serta subtansi (materi muatan) pertimbangan DPD RI melalui media informasi publik agar rakyat dan daerah mengetahui dan memahami. 53

57 Tabel 3 : Alokasi Waktu & Aktivitas Pembahasan RUU Perubahan APBN WAKTU AKTIVITAS AKTIVITAS DPD DPR, PEMERINTAH Menyesuaikan RUU Perubahan APBN Rapat Pleno Komite IV. BO dan Puskada (pembahasan diterima DPR, DPR menyampaikan analisa dan masukannya. paling lama 1 menyampaikan Komite IV dapat melakukan RDPU bulan) permintaan pertimbangan dengan pakar, akademisi, dll. DPD Raker Komite IV dengan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia, mengikutsertakan Tim APBN Komite I, II, dan III. Rapat Kerja Banggar dengan Pemerintah (Menteri Keuangan) dan Gubernur BI 1. Penyampaian pokokpokok RUU Perubahan APBN dan Nota Perubahannya; 2. Pembentukan panja 54

58 WAKTU AKTIVITAS DPR, PEMERINTAH dan tim perumus draf RUU Perubahan APBN AKTIVITAS DPD Rapat Kerja Komisi VII Raker Komite I, II, III, dan IV dengan dan XI dengan Mitra Kementerian sektoral masing-masing. Kerjanya dengan agenda pembahasan asumsi dasar dalam RUU Perubahan APBN Rapat Kerja/RDP Komisi-Komisi dengan Mitra Kerjanya dengan agenda pembahasan Komite IV Rapat Gabungan dengan Tim APBN Komite I, II, III mengkonsolidasikan hasil Raker dengan Kementerian Sektoral perubahan RKA/KL. Banggar DPR RI melaksanakan Rapat Intern dengan agenda penyampaian hasil Rapat Kerja/RDP Komisi dengan Mitra Kerjanya dalam rangka pembahasan Perubahan RKA/KL. Pleno Komite IV pembahasan hasil Raker/RDP/RDPU 55

59 WAKTU AKTIVITAS DPR, PEMERINTAH AKTIVITAS DPD Finalisasi Pertimbangan DPD terhadap RUU Perubahan APBN. Hasilnya disampaikan kembali kepada Tim APBN komite-komite dalam Rapat Gabungan untuk cek akhir sebelum Paripurna Rapat Panja-Panja dengan agenda Pembahasan RUU Perubahan APBN beserta Nota Perubahannya Paripurna pengesahan pertimbangan DPD Penyampaian pertimbangan kepada DPR (Badan Anggaran DPR) Rapat Tim Perumus dengan agenda Draft RUU Perubahan APBN Rapat Kerja Badan Anggaran dengan Pemerintah (Menteri Keuangan) dan Gubernur BI dengan agenda laporan panja dan timus; pendapat akhir mini thd RUU Perubahan APBN Penyempurnaan oleh Komisi-Komisi Rapat Paripurna DPR pengesahan RUU Perubahan APBN 56

60 BAB VII PELAKSANAAN FUNGSI DPD RI DALAM PEMBERIAN PERTIMBANGAN TERHADAP RUU TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN ATAS PELAKSANAAN APBN A. Input (Masukan Informasi) Berkenaan dengan pelaksanaan fungsi pertimbangan terhadap RUU tentang Pertanggungjawaban Atas Pelaksanaan APBN, Komite IV menyusun pertimbangan dimaksud berdasarkan telaah atas: 1) Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) yang telah diaudit BPK Komite IV melakukan pendalaman dan pengkajian atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) yang telah diaudit BPK sebagai bahan penyusunan pertimbangan terhadap RUU Pertanggungjawaban Atas Pelaksanaan APBN. 2) Laporan Kinerja Pemerintah (LAKIP dan SAKIP Lembaga Pemerintah Kementerian/Nonkementerian). Tiap-tiap komite membahas Laporan Kinerja Pemerintah sesuai mitra kerjanya masing-masing sebagai bahan penyusunan pertimbangan terhadap RUU Pertanggungjawaban Atas Pelaksanaan APBN oleh Komite IV. 3) Pendapat Badan Akuntabilitas Publik (BAP) Pendapat BAP terhadap tindak lanjut hasil pemeriksaan BPK sebagai bahan penyusunan pertimbangan terhadap RUU Pertanggungjawaban Atas Pelaksanaan APBN oleh Komite IV. 4) Kajian Budget Office dan Puskada Kajian BO berupa analisa terhadap RUU Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN dikomparasikan dengan LKPP yang sudah diaudit BPK serta LKP, LAKIP dan SAKIP Lembaga Pemerintah (kementerian/nonkementerian). Sementara masukan Puskada berupa konsolidasi hasil aspirasi dan pengawasan tiap-tiap komite. 57

61 B. Proses Pembahasan dan Keluaran Pasal 30 ayat (1) UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara mengamanatkan bahwa Presiden menyampaikan RUU tentang Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN kepada DPR berupa laporan keuangan yang telah diperiksa oleh BPK selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir. Setelah menerima RUU Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN dari Presiden, DPR selanjutnya menyampaikan surat permintaan pertimbangan kepada DPD. Menindaklanjuti hal tersebut, DPD membahas dan merumuskan pertimbangan kepada DPR atas hasil pemeriksaan atas keuangan negara dari BPK guna dijadikan bahan dalam pembahasan RUU dimaksud sebelum ditetapkan menjadi undang-undang. DPD RI memberikan pertimbangan terhadap RUU Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN dengan mendasarkan analisa dan kajian atas dokumen yang diterima dari Pemerintah, sebagai berikut: (1) Keterangan Pemerintah mengenai RUU tentang Pentanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN. (2) LKPP yang telah diaudit oleh BPK (audited) (3) Ikhtisar Laporan Kinerja Pemerintah Setelah Pimpinan DPD menerima RUU Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN dan permintaan pertimbangan oleh DPR, selanjutnya Pimpinan DPD dalam forum paripurna meminta Komite terkait (Komite IV) untuk menyusun pertimbangan dimaksud dengan menerima masukan dari komite-komite. Apabila paripurna tidak dapat dilaksanakan dalam waktu 3 (tiga) hari sejak diterimanya RUU Pertanggujawaban atas Pelaksanaan APBN tersebut maka Panitia Musyawarah dapat memutuskan Komite terkait (Komite IV) untuk menyusun pertimbangan. Pada saat yang bersamaan RUU Pertanggujawaban atas Pelaksanaan APBN tersebut disampaikan kepada seluruh Anggota DPD oleh Sekretariat Jenderal. Berdasarkan penugasan tersebut, Komite melakukan pembahasan dan penyusunan rancangan pertimbangan terhadap RUU Pertanggujawaban APBN. Komite IV melaksanakan pembahasan pertimbangan dimaksud dengan mekanisme sebagai berikut: 58

62 (1) Proses penyusunan pertimbangan dilakukan setelah DPD menerima RUU Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN dan permintaan pertimbangan dari DPR. Dalam rangka persiapan penyusunan pertimbangan dimaksud, Komite IV melaksanakan Rapat Pleno dengan agenda telaah atas RUU Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN dengan membahas hasil kajian BO terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (audited) dan Ikhtisar Laporan Kinerja Pemerintah. Komite IV juga mendengarkan masukan dari Puskada berupa konsolidasi hasil pengawasan tiap-tiap komite. Komite IV juga dapat mengundang pakar, akademisi, dan pihak-pihak terkait dalam forum Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) guna memperoleh masukan. Komite IV meminta Komite I, II, III mempersiapkan masukan materi/subtansi berupa hasil pengawasan dan pembahasan LKP mitra kerja masing-masing. Sebagai masukan awal pembahasan, BO menyampaikan kajian dan analisis atas RUU Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN kepada seluruh komite, yaitu berupa analisa terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (audited) dan Ikhtisar Laporan Kinerja Pemerintah. Sementara Puskada mengkonsolidasi dan merumuskan hasil pengawasan tiap-tiap komite. (2) Guna menindaklanjuti hasil pembahasan pada poin (1), Komite IV melaksanakan Raker BPK dan Menkeu dengan mengikutsertakan Tim APBN Komite I, II, dan III dengan agenda penyampaian Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (hasil audit BPK) dan Ikhtisar Laporan Kinerja Pemerintah. (3) Badan Akuntabilitas Publik (BAP DPD RI) menyampaikan hasil pengawasan terhadap tindak lanjut hasil pemeriksaan BPK sebagai bahan masukan. (4) Hasil Raker sebagaimana dimaksud pada poin (2) ditindaklanjuti oleh komitekomite dengan Raker Komite I-IV bersama kementerian sektoral masingmasing dengan fokus bahasan Laporan Kinerja Pemerintah. (5) Hasil Raker Komite I-IV dengan kementerian sektoral serta masukan BAP dikonsolidasikan dan dibahas bersama pada Rapat Gabungan Komite IV dengan mengundang Tim APBN komite terkait sebagai representasi dari masing-masing komite serta BAP. Hasilnya dirumuskan dan dijadikan bahan masukan finalisasi penyusunan pertimbangan DPD oleh Komite IV. 59

63 (6) Komite IV melaksanakan Rapat Pleno dengan agenda finalisasi naskah pertimbangan terhadap RUU Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN. Setelah naskah selesai disusun, Komite IV kembali mengundang Tim APBN komitekomite dan BAP dalam Rapat Gabungan untuk menjelaskan subtansi naskah pertimbangan dan akomodasi aspirasi seluruh komite dan BAP. C. Pengesahan dan Tindak Lanjut Rancangan pertimbangan yang telah disusun oleh Komite IV tersebut selanjutnya disampaikan pada Sidang Paripurna DPD RI untuk mendapatkan pengesahan setelah sebelumnya disampaikan laporan oleh Komite IV dan Anggota menyampaikan pendapatnya. Keputusan DPD tentang Pertimbangan terhadap RUU Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN selanjutnya menjadi pertimbangan DPD kepada DPR. Berdasarkan UU tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, Pimpinan DPD menyampaikan pertimbangan tertulis sebagaimana dimaksud melalui Pimpinan DPR untuk ditindaklanjuti. Bersamaan dengan itu, Pimpinan DPD menyampaikan permintaan tertulis melalui Pimpinan DPR agar Pimpinan Alat Kelengkapan DPR (Badan Anggaran) dapat menerima Pimpinan Alat Kelengkapan DPD (Komite IV) guna menyampaikan dan ikut membahas pertimbangan dimaksud, baik secara tertulis maupun lisan, dalam forum Rapat Pleno Badan Anggaran DPR. Dalam rangka mengawal pertimbangan DPD sebagaimana dimaksud, Komite IV menugaskan satu Tim untuk terus mengikuti perkembangan pembahasan dan hasilnya dilaporkan kepada Komite IV. Bilamana pembahasan tidak sesuai dengan aspirasi DPD, Tim diberikan kewenangan untuk melakukan langkah-langkah yang diperlukan, termasuk melakukan lobi kepada pihak-pihak terkait, agar aspirasi yang terkandung dalam pertimbangan DPD dapat diterima/disetujui oleh DPR dan Pemerintah. D. Publikasi Pelaksanaan fungsi DPD RI dalam pemberian pertimbangan terhadap RUU tentang Pertanggungjawaban Atas Pelaksanaan APBN merupakan satu bentuk pelaksanaan amanat rakyat yang dimandatkan oleh Konstitusi dan peraturan perundang-undangan. 60

64 Oleh karena ini, sebagai bentuk transparansi dan akuntabilitas publik, pertimbangan DPD tersebut wajib dipublikasikan baik secara kelembagaan maupun perorangan anggota DPD ke daerah masing-masing. Sekretariat Jenderal DPD RI memfasilitasi publikasi aktivitas (proses dan progres) serta subtansi (materi muatan) pertimbangan DPD RI melalui media informasi publik agar rakyat dan daerah mengetahui dan memahami. 61

65 Tabel 4 : Alokasi Waktu & Aktivitas Pembahasan RUU Pertanggungjawaban Atas Pelaksanaan APBN WAKTU AKTIVITAS AKTIVITAS DPD DPR, PEMERINTAH Menyesuaikan Paripurna penyampaian Rapat Pleno Komite IV. BO dan Puskada (sesuai RUU menyampaikan hasil analisa dan ketentuan Pertanggungjawaban atas masukannya. Komite IV dapat selambat- pelaksanaan APBN; mengadakan RDPU dengan pakar, lambatnya 6 pandangan fraksi-fraksi akademisi, dll. bulan setelah thd RUU tahun Pertanggungjawaban atas anggaran pelaksanaan APBN; berakhir; penyampaian audit BPK sekitar bulan atas LKPP Juli dan berakhir September) Permintaan pertimbangan kepada DPD Rapat Kerja Banggar dengan Pemerintah (Menteri Keuangan): 1. Penyampaian pokokpokok RUU pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN Raker Komite IV dengan BPK dan Menteri Keuangan, mengikutsertakan Komite I, II, dan III dengan agenda mengenai hasil pemeriksaan BPK dan penjelasan mengenai pokok-pokok RUU Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN 62

66 WAKTU AKTIVITAS DPR, PEMERINTAH 2. Pembentukan panja dan tim perumus draft RUU AKTIVITAS DPD Rapat Kerja/RDP BAP DPD dapat menyampaikan hasil Komisi-Komisi dengan pengawasan terhadap tindak lanjut hasil Mitra Kerjanya dengan pemeriksaan BPK sebagai bahan agenda pembahasan masukan. laporan keuangan negara Raker Komite I, II, III, dan IV dengan Badan Akuntabilitas Kementerian sektoral masing-masing Keuangan Negara dengan fokus pada Laporan Kinerja (BAKN) dapat Pemerintah. menyampaikan telaahan terhadap LKPP yang telah diaudit BPK. Komite IV Rapat Gabungan dengan Tim APBN Komite I, II, III, dan BAP untuk mengkonsolidasikan hasil Raker Komite Banggar DPR RI dengan Kementerian sektoral dan temuan melaksanakan Rapat BAP Intern dengan agenda penyampaian hasil Rapat Kerja/RDP Komisi dengan Mitra Kerjanya Pleno Komite IV pembahasan hasil Raker/RDP/RDPU Finalisasi Pertimbangan DPD terhadap RUU Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN. Hasilnya 63

67 WAKTU AKTIVITAS DPR, PEMERINTAH AKTIVITAS DPD disampaikan kepada Tim APBN komite- Rapat Panja-Panja dengan agenda Pembahasan RUU RUU komite dan BAP dalam Rapat Gabungan untuk cek akhir sebelum Paripurna. Paripurna pengesahan pertimbangan DPD Pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN Penyampaian pertimbangan kepada DPR (Badan Anggaran DPR) Rapat Tim Perumus dengan agenda Draf RUU Pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN Rapat Kerja Badan Anggaran dengan Pemerintah (Menteri Keuangan) dengan agenda laporan panja dan timus; pendapat akhir mini thd RUU Pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN Penyempurnaan oleh Komisi-Komisi Rapat Paripurna DPR pengesahan RUU Pertanggjawaban APBN (paling lama 3 bulan) 64

68 BAB VIII DUKUNGAN KEAHLIAN DAN ADMINISTRATIF PELAKSANAAN FUNGSI DPD RI DALAM PEMBERIAN PERTIMBANGAN TERHADAP RUU TENTANG APBN Dalam pelaksanaan pemberian pertimbangan terhadap RUU APBN, DPD RI mendapatkan dukungan keahlian berupa kajian dan analisis perencanaan dan penganggaran dari Budget Office (BO) dan dukungan administratif dalam menghimpun, mengkompilasi dan merekapitulasi aspirasi daerah hasil kunjungan kerja anggota/komite dari Pusat Kajian Daerah (Puskada). Sebagai supporting system DPD, BO memberikan dukungan keahlian sementara Puskada memberikan dukungan administratif dalam rangka penyusunan pertimbangan kepada komite-komite khususnya kepada Komite IV sebagai alat kelengkapan DPD yang melaksanakan fungsi anggaran. Secara fungsional BO bertanggung jawab kepada DPD dan secara administrasi berada di bawah koordinasi Sekretariat Jenderal DPD RI. Sementara itu, Puskada merupakan organ struktural Sekretariat Jenderal DPD RI. BO melaksanakan kegiatan pengkajian dan analisis terhadap RAPBN, sementara Puskada menghimpun informasi/aspirasi daerah terkait APBN secara berkala dan berkesinambungan dengan mengikuti siklus pembahasan RAPBN setiap tahun. Tanpa menunggu jadwal dan/atau permintaan pertimbangan terhadap RUU APBN dari DPR kepada DPD, BO dan Puskada secara proaktif melaksanakan pengkajian, analisa, dan menghimpun informasi/aspirasi terkait APBN sebagai bagian dari dukungan subtansi terhadap tugas-tugas komite dalam fungsi penganggaran sekaligus sebagai langkah antisipatif atas permintaan pertimbangan terhadap RUU APBN. Hasil-hasil kajian BO dan masukan Puskada disampaikan ke seluruh komite sebagai bahan pembahasan anggaran di masing-masing komite. Selain itu, BO bertugas menyajikan rancangan tahapan pelaksanaan pemberian pertimbangan terhadap RUU APBN setiap tahun sebagai panduan bagi Komite IV dan komite lainnya agar dapat mengoptimalkan fungsi pemberian pertimbangan dalam batasan waktu yang sangat singkat. Sementara itu, Puskada harus selalu menyajikan informasi 65

69 terkait prioritas pembangunan daerah dan konsolidasi hasil serap aspirasi dan pengawasan anggota DPD/kelompok provinsi serta tiap-tiap komite sepanjang periode pemberian pertimbangan. Dengan demikian, BO dan Puskada harus selalu update dengan siklus pembahasan APBN. Hasil pengkajian BO sebagaimana dimaksud disajikan dalam bentuk analisa pilihan-pilihan kebijakan dan disampaikan kepada seluruh komite, dan secara khusus kepada Komite IV, sebagai bahan untuk menyusun pertimbangan. Sementara, informasi aspirasi daerah yang dihimpun Puskada memberikan gambaran dan analisa prioritas program pembangunan daerah yang diperjuangkan DPD. BO diharapkan lebih fokus pada aspek yang terkait dengan kewenangan khusus DPD, antara lain perimbangan keuangan/dana transfer daerah/desa. Dalam melaksanakan pengkajian dan analisis tersebut di atas, BO dapat melakukan kegiatan penelitian ilmiah, menggalang kerjasama dengan perguruan tinggi dan lembaga kajian, melaksanakan lokakarya, diskusi fokus grup (FGD), dan expert meeting. Sementara Puskada dapat menjalin komunikasi dan koordinasi dengan pihak-pihak terkait untuk memperoleh informasi yang akurat terkait aspirasi prioritas program/anggaran pembangunan daerah. 66

70 BAB IX PENUTUP Demikian pedoman pelaksanaan pemberian pertimbangan DPD RI terhadap RUU APBN. Dengan adanya pedoman ini diharapkan dapat menyajikan gambaran umum proses pemberian pertimbangan terhadap RUU APBN berdasarkan ketentuan perundangundangan. Pedoman ini juga memuat mekanisme dan tata cara pemberian pertimbangan terhadap RUU APBN sebagai pegangan DPD RI. Dengan adanya pedoman ini diharapkan pemberian pertimbangan terhadap RUU APBN dapat dilaksanakan secara transparan dan akuntabel sehingga menjamin penganggaran negara dalam APBN yang berorientasi untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pengaturan lebih lanjut tentang hal-hal teknis pelaksanaan pemberian pertimbangan ditindaklanjuti oleh Komite IV. 67

71 Pentahapan Pra RKP Rancangan Umum Agenda dan Jadwal DPD Terkait Proses Perencanaan dan Anggaran (APBN) Kegiatan Waktu 1 Serap aspirasi daerah 2 Puskada himpun hasil serap aspirasi & pengawasan III-IV 3 Konsolidasi tiap2 Komite (termasuk Kelp Prov) III-IV 4 Raker Komite2 dg Kemen Sektoral I 5 Konsolidasi Komite IV dg Tim APBN komite2 (Ragab) I-II 6 Raker Komite IV/Tim APBN Komite2 dg Bapennas & Menkeu II MS II (Sidang: 12 Jan-18 Feb Reses: 19 Feb-22 Mar) MS III (Sidang: 23 Mar-17 Apr Reses: 18 Apr- MS IV (Sidang 18 Mei-3 Jul Reses: 4 Jul-18 Agt) MS II MS 17 Mei) III MS IV MS I (Sidang: 1 Okt-5 Des Reses: 6 Des-11 Jan) Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus Sept Okt Nov Des MS I I* Pertimbangan I (Kerangka Ekonomi Makro & Kebijakan Fiskal) 1 Musrenbang Prov ** 2 Musrenbang Nas 3 Permintaan pertimbangan III 4 Kajian BO + Masukan Puskada III-IV 5 Pleno Komite IV (Persiapan) IV 6 Raker Komite IV/Tim APBN Komite2 dan PURT dg Menkeu, Bappenas, BI IV 7 Raker Komite2 dg Kemen Sektoral I-II 8 Konsolidasi Hasil Raker (Ragab Komite IV dg Tim APBN Komite2) II-III 9 Pleno Komite IV (Naskah Pertimbangan) III 10 Ragab Komite IV dg Tim APBN Komite2 (Finalisasi Naskah Pertimbangan) III-IV 11 Paripurna IV I 12 Penyampaian ke DPR IV I Pertimbangan II (RUU APBN) 1 Permintaan pertimbangan *** III-IV 2 Kajian BO + Masukan Puskada III-IV 3 Pleno Komite IV (Persiapan) I-II 4 Raker Komite IV/Tim APBN Komite2 dg Dirjen Anggaran & Dirjen Perimbangan Keu I-II 5 Raker Komite2 dg Kemen Sektoral III-IV 6 Konsultasi Komite2 dg Komisi2 DPR III-IV 7 Konsolidasi Hasil Raker & Konsultasi (Ragab Komite IV dg Tim APBN Komite2) III-IV 8 Pleno Komite IV (Naskah Pertimbangan) IV 9 Ragab Komite IV dg Tim APBN Komite2 (Finalisasi Naskah Pertimbangan) IV 10 Paripurna IV I 11 Penyampaian ke DPR IV I 9:58 AM19/03/2015

72 Pentahapan Kegiatan Waktu MS II (Sidang: 12 Jan-18 Feb Reses: 19 Feb-22 Mar) MS III (Sidang: 23 Mar-17 Apr Reses: 18 Apr- MS IV (Sidang 18 Mei-3 Jul Reses: 4 Jul-18 Agt) MS II MS 17 Mei) III MS IV MS I (Sidang: 1 Okt-5 Des Reses: 6 Des-11 Jan) Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus Sept Okt Nov Des Pertimbangan RUU Perubahan APBN 1 Permintaan Pertimbangan I **** ***** 2 Kajian BO + Masukan Puskada I 3 Pleno Komite IV (Persiapan) I 4 Raker Komite IV/Tim APBN Komite2 dg Menkeu & Gub BI I-II 5 Raker Komite2 dg Kemen Sektoral II 6 Konsolidasi Hasil Raker (Ragab Komite IV dg Tim APBN Komite2) II-III 7 Pleno Komite IV (Naskah Pertimbangan) III-IV 8 Ragab Komite IV dg Tim APBN Komite2 (Finalisasi Naskah Pertimbanga III-IV 9 Paripurna IV 10 Penyampaian ke DPR IV Catt: pembahasan paling lama satu bulan MS I Pertimbangan RUU Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN 1 Permintaan Pertimbangan 2 Kajian BO + Masukan Puskada 3 Pleno Komite IV (Persiapan) 4 Raker Komite IV/Tim APBN Komite2 dg BPK & Menkeu 5 Raker Komite2 dg Kemen Sektoral 6 Konsolidasi Hasil Raker (Ragab Komite IV dg Tim APBN Komite2 dan BAP) 7 Pleno Komite IV (Naskah Pertimbangan) 8 Ragab Komite IV dg Tim APBN Komite2 dan BAP (Finalisasi Naskah Pertimbangan) 9 Paripurna 10 Penyampaian ke DPR Catt: selambat2nya disampaikan enam bulan setelah tahun anggaran berakhir (Penetapan sbg RUU paling lama 3 bulan sejak disampaikan) ****** ******* Keterangan: * Reses Masa Sidang I, 6 Des-11 Jan (Serap Aspirasi Pra-RKP) ** Reses Masa Sidang II, 19 Feb-22 Mar (Musrenbang Prov) *** Reses Masa Sidang IV, 4 Jul-18 Agst (Serap Aspirasi RUU APBN) **** Reses Masa Sidang II, 19 Feb-22 Mar (Serap Aspirasi RUU APBN-P, jika APBN-P mulai dibahas Maret/April) ***** Reses Masa Sidang III, 18 Apr-17 Mei (Serap Aspirasi RUU APBN-P, jika APBN-P mulai dibahas Mei/Juni) ****** Reses Masa Sidang III, 18 Apr-17 Mei (Pengawasan Laks APBN) ******* Reses Masa Sidang IV, 4 Jul-18 Agst (Pengawasan Laks APBN) 2/12/2014 9:33

73 Pertimbangan DPD Terhadap RUU APBN, RUU Perubahan APBN, RUU Pertanggungjawaban APBN

74 (1) Bagan Alur Pertimbangan DPD Terhadap RUU APBN

75 Aspirasi utk Daerah Kelp Provinsi Raker dg Pemda Masukan utk Musrenbangda Anggota/Komite Laks serap aspirasi daerah Puskada (Kompilasi & Rekapitulasi) Anggota/Komite Laks Pengawasan Bahan/informasi anggota utk Musrenbangda BO Okt-Feb Komite I-IV + Kelp Provinsi (konsolidasi analisis) Komite I-IV Raker dg Kemen Sektoral Februari Komite IV/Tim APBN Komite I,II,III Raker dg MenPPN/Bappenas, Menkeu Kesepakatan Pra-RKP Sektoral Kesepakatan Pra-RKP * Input BO berupa panduan teknis ttg apa yg hrs diserap dari daerah utk diusulkan dlm RKP, serta analisa yg berfokus pada RKP tahun yad ada perubahan atau tdk dari tahun yll Ragab Komite IV dg Tim APBN Komite I,II,III (konsolidasi) 1

76 Hasil Musrenbangda (Mar-Apr) Hasil Musrebangnas (Apr-Mei) Puskada BO Kerangka Ekonomi Makro Kebijakan Fiskal Transfer Daerah dan Rancangan RKP Hasil RDP/RDPU dg pihak terkait dan pakar Komite IV (konsolidasi analisis) Komite IV/Tim APBN Komite I,II,III, dan PURT Raker dg Menkeu, MenPPN/Bapenas Gub BI Komite I-IV Raker dg Kemen Sektoral Juni Fokus bahasan: (1) Memastikan aspirasi yg disampaiakan pd bulan Januari (pra-rkp); (2) memasukkan usulan baru hasil Musrenbang Provinsi Komite IV Ragab dg Tim APBN Komite I,II,III (konsolidasi, tmsk dari Kelp Provinsi) Komite IV susun Pertimbangan RAPBN Tahap I Komite IV Ragab Finalisasi dg Tim APBN Komite I,II,III Fokus bahasan: pagu indikatif kementerian/lembaga termasuk DPD; perhatian khusus rekening2 bansos PARIPURNA Pertimbangan DPD ke DPR Juli Publikasi oleh Lembaga dan Anggota ke Daerah Mei Fokus kajian BO: (1) mengevaluasi keterkaitan RPJPN, RPJPD, RPJMN, RPJMD dan akomodasinya pada RKPN, RKPD. (2) pertimbangan atas Indikator ekonomi makro APBN, IPM, dan IDI Fokus Puskada: rumusan hasil serap aspirasi dan program pembangunan serta pengawasan * Hasil kajian BO dan Masukan Puskada disampaikan ke seluruh komite 2

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENYUSUNAN, PELAKSANAAN DAN PERTANGGUNJAWABAN ANGGARAN PENDAPATAN BELANJA NEGARA SERTA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

1/8/2014 Biro Analisa APBN 1

1/8/2014 Biro Analisa APBN 1 1/8/2014 Biro Analisa APBN 1 UUD 1945 Pasal 20: Tiap-tiap Undang-undang menghendaki persetujuan DPR Jika sesuatu rancangan undang-undang tidak mendapat persetujuan DPR, maka rancangan undang-undang tadi

Lebih terperinci

RAPAT KOORDINASI BIRO ANALISA ANGARAN DAN PELAKSANAAN APBN 19 MARET /19/2014 Biro Analisa APBN 1

RAPAT KOORDINASI BIRO ANALISA ANGARAN DAN PELAKSANAAN APBN 19 MARET /19/2014 Biro Analisa APBN 1 RAPAT KOORDINASI BIRO ANALISA ANGARAN DAN PELAKSANAAN APBN 19 MARET 2014 3/19/2014 Biro Analisa APBN 1 148 106 94 57 46 38 28 26 17 3/19/2014 Biro Analisa APBN 2 FUNGSI HA SIL SEKRETARIAT JENDERAL TENAGA

Lebih terperinci

Disampaikan Dalam Pembekalan Tenaga Ahli DPR RI Tanggal April /3/2013 Biro Analisa APBN 1

Disampaikan Dalam Pembekalan Tenaga Ahli DPR RI Tanggal April /3/2013 Biro Analisa APBN 1 Disampaikan Dalam Pembekalan Tenaga Ahli DPR RI Tanggal 15-17 April 2013 4/3/2013 Biro Analisa APBN 1 UUD 1945 Pasal 20: (1) Tiap-tiap Undang-undang menghendaki persetujuan DPR (2) Jika sesuatu rancangan

Lebih terperinci

Oleh Drs. Setyanta Nugraha, MM

Oleh Drs. Setyanta Nugraha, MM Oleh Drs. Setyanta Nugraha, MM Disampaikan dalam rangka Kunjungan Ilmiah Himpunan Mahasiswa Administrasi Negara FISIP Universitas Jayabaya Jakarta 28 Oktober 2013 11/26/2013 Biro Analisa APBN 1 KONSTITUSI

Lebih terperinci

MEKANISME PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA NEGARA

MEKANISME PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA NEGARA MEKANISME PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA NEGARA KOMPETENSI DASAR Mamahami pelaksanaan pasal-pasal yang mengatur tentang keuangan negara INDIKATOR Sumber Keuangan Negara Mekanisme Pengelolaan Keuangan Negara

Lebih terperinci

TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG

TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 4 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG Bagian Hukum Setda Kabupaten Bandung

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH DAN PELAKSANAAN MUSYAWARAH

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa untuk memberikan pedoman

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI BANDUNG, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk memberikan pedoman

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk memberikan pedoman

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk memberikan pedoman

Lebih terperinci

WALIKOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA CIREBON

WALIKOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA CIREBON WALIKOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA CIREBON DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CIREBON, Menimbang

Lebih terperinci

Tata Tertib DPR Bagian Kesatu Umum Pasal 99 Pasal 100 Pasal 101 Pasal 102

Tata Tertib DPR Bagian Kesatu Umum Pasal 99 Pasal 100 Pasal 101 Pasal 102 Tata Tertib DPR Bagian Kesatu Umum Pasal 99 1. Rancangan undang-undang dapat berasal dari DPR, Presiden, atau DPD. 2. Rancangan undang-undang dari DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan

Lebih terperinci

Bagian Ketiga Tugas dan Wewenang Pasal 71. Bagian Ketiga Tugas dan Wewenang. Pasal 6

Bagian Ketiga Tugas dan Wewenang Pasal 71. Bagian Ketiga Tugas dan Wewenang. Pasal 6 Persandingan UU Nomor 27 tahun 2009 tentang MD3 dan TATIB DPR Dalam kaitannya dengan pembahasan dan penetapan APBN, Peran DPD, Partisipasi Masyarakat, dan tata cara pelaksanaan rapat. UU NOMOR 27 TAHUN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR. No. 1, 2013 Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Flores Timur Nomor 0085

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR. No. 1, 2013 Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Flores Timur Nomor 0085 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR No. 1, 2013 Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Flores Timur Nomor 0085 PERATURAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG TIMUR, Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan

Lebih terperinci

BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN BUPATI HUMBANG HASUNDUTAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO

PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 14 TAHUN 2007 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG ESA BUPATI KULON PROGO, Menimbang :

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH SALINAN BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang: a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. RPJMD Kabupaten Grobogan Tahun I 1

BAB I PENDAHULUAN. RPJMD Kabupaten Grobogan Tahun I 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Pemerintah Pusat memberikan kewenangan yang lebih besar kepada daerah untuk melakukan serangkaian

Lebih terperinci

BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME TAHUNAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG,

BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME TAHUNAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG, 1 BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME TAHUNAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG, Menimbang : a. bahwa untuk lebih menjamin ketepatan dan

Lebih terperinci

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH -1- BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,

Lebih terperinci

UU No 17/2014 tentang MD3

UU No 17/2014 tentang MD3 UU No 17/2014 tentang MD3 Fungsi anggaran dilaksanakan untuk membahas dan memberikan persetujuan atau tidak memberikan persetujuan terhadap RUU tentang APBN yang diajukan oleh Presiden. Amanat Konstitusi

Lebih terperinci

PENGANGGARAN SEKTOR PUBLIK

PENGANGGARAN SEKTOR PUBLIK PENGANGGARAN SEKTOR PUBLIK ANGGARAN Rencana operasi keuangan, yang mencakup estimasi pengeluaran yang diusulkan, dan sumber pendapatan yang diharapkan untuk membiayainya dalam periode waktu tertentu Fungsi

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Page 1 of 12 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang

Lebih terperinci

ANGGARAN PENDAPATAN & BELANJA NEGARA DIANA MA RIFAH

ANGGARAN PENDAPATAN & BELANJA NEGARA DIANA MA RIFAH ANGGARAN PENDAPATAN & BELANJA NEGARA DIANA MA RIFAH DEFINISI Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) adalah suatu daftar atau penjelasan terperinci mengenai penerimaan dan pengeluaran negara untuk suatu

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2008 NOMOR : 07 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2008 NOMOR : 07 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2008 NOMOR : 07 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG TAHAPAN, TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN SERTA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 58 TAHUN : 2006 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 58 TAHUN : 2006 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 58 TAHUN : 2006 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA CIMAHI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH. Lab. Politik dan Tata Pemerintahan, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya

PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH. Lab. Politik dan Tata Pemerintahan, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DR. TJAHJANULIN DOMAI, MS Lab. Politik dan Tata Pemerintahan, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya 1. Pendahuluan - Pengantar - Tujuan - Definisi 2. Ketentuan Pengelolaan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2010 TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2010 TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2010 TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR, Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 27 ayat

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 58 TAHUN : 2006 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 58 TAHUN : 2006 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 58 TAHUN : 2006 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA CIMAHI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2018 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2010010 TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DAN PELAKSANAAN MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG)

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : TAHUN 2009 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : TAHUN 2009 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : TAHUN 2009 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21/DPD RI/I/ TENTANG HASIL PENGAWASAN

KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21/DPD RI/I/ TENTANG HASIL PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH NOMOR 21/DPD RI/I/2013 2014 HASIL PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH TERHADAP UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2013 PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR

Lebih terperinci

Ekonomi Bisnis dan Financial

Ekonomi Bisnis dan Financial Tugas Kuliah Matrikulasi Ekonomi Bisnis dan Financial Dosen : Dr. Prihantoro, Msc Rangkuman Jurnal/Makalah Judul Makalah : Pengelolaan APBN dalam Sistem Manajemen Keuangan Negara Penulis Makalah : Suminto,

Lebih terperinci

PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA

PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA K E M E N T E R I A N K E U A N G A N PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA Budget Goes To Campus UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN YOGYAKARTA, 21 NOVEMBER 2017 POKOK BAHASAN PENDAHULUAN PROSES PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2010010 TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DAN PELAKSANAAN MUSYAWARAH PERENCANAAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2010010 TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

RENCANA KERJA SKPD JANGAN ASAL JADI

RENCANA KERJA SKPD JANGAN ASAL JADI RENCANA KERJA SKPD JANGAN ASAL JADI http://prfmnews.com/images/apbd.jpg Tilongkabila Ketua Dewan Kabupaten Bone Bolango (Dekab Bonbol) Faisal Mohie menghimbau Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 02 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 02 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 02 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DEPOK,

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN GUBERNUR BALI TANGGAL 25 MEI 2015 NOMOR 26 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) PROVINSI BALI TAHUN 2016

LAMPIRAN PERATURAN GUBERNUR BALI TANGGAL 25 MEI 2015 NOMOR 26 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) PROVINSI BALI TAHUN 2016 LAMPIRAN PERATURAN GUBERNUR BALI TANGGAL 25 MEI 2015 NOMOR 26 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) PROVINSI BALI TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk memberikan pedoman

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa atas berkat rahmat

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DAN PELAKSANAAN MUSYAWARAH PERENCANAAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG Nomor 2 Tahun 2008 PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah pada pasal 260 menyebutkan bahwa Daerah sesuai dengan kewenangannya menyusun rencana pembangunan Daerah

Lebih terperinci

BUPATI MALUKU TENGGARA

BUPATI MALUKU TENGGARA SALINAN N BUPATI MALUKU TENGGARA PERATURAN BUPATI MALUKU TENGGARA NOMOR 3.a TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN UMUM PERENCANAAN DAERAH KABUPATEN MALUKU TENGGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALUKU

Lebih terperinci

GUBERNUR SULAWESI BARAT

GUBERNUR SULAWESI BARAT GUBERNUR SULAWESI BARAT RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI BARAT NOMOR TAHUN 2017 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAN PENGANGGARAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI BARAT,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEUANGAN. Penanggulangan Kemiskinan. Pendanaan. Pusat. Daerah. Pedoman.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEUANGAN. Penanggulangan Kemiskinan. Pendanaan. Pusat. Daerah. Pedoman. No.418, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEUANGAN. Penanggulangan Kemiskinan. Pendanaan. Pusat. Daerah. Pedoman. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 168 /PMK.07/2009 TENTANG

Lebih terperinci

KEMENTERIAN DALAM NEGERI

KEMENTERIAN DALAM NEGERI KEMENTERIAN DALAM NEGERI KEMENTERIAN DALAM NEGERI PAPARAN PADA RAPAT KERJA KEUANGAN DAERAH DAN SOSIALISASI PERMENDAGRI NOMOR 38 TAHUN 2018 TENTANG PEDOMAN UMUM PENYUSUNAN APBD TA 2019 TENTANG ISU STRATEGIS

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG PENGERTIAN DASAR

A. LATAR BELAKANG PENGERTIAN DASAR PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Mengingat bahwa hakekat Pembangunan Nasional meliputi pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia, maka fungsi pembangunan daerah adalah sebagai

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DAN PELAKSANAAN MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

2017, No Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); 3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Pere

2017, No Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); 3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Pere LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.105, 2017 PEMERINTAHAN. Pembangunan. Nasional. Perencanaan. Penganggaran. Sinkronisasi. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6056) PERATURAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa atas berkat rahmat

Lebih terperinci

Pemerintah Kota Bengkulu BAB 1 PENDAHULUAN

Pemerintah Kota Bengkulu BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perencanaan pembangunan nasional adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan dengan memperhitungkan sumber daya yang

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB I P E N D A H U L U A N BAB I P E N D A H U L U A N 1.1. Latar Belakang Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) adalah dokumen perencanaan pembangunan tahunan yang disusun untuk menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan,

Lebih terperinci

DPR merupakan lembaga perwakilan rakyat yang berkedudukan sebagai lembaga negara. DPR mempunyai fungsi: legislasi; anggaran; dan pengawasan.

DPR merupakan lembaga perwakilan rakyat yang berkedudukan sebagai lembaga negara. DPR mempunyai fungsi: legislasi; anggaran; dan pengawasan. Disampaikan dalam Kunjungan Ilmiah Himpunan Mahasiswa Jurusan Administrasi Negara FISIP Universitas Jayabaya Jakarta 18 November 2014 DPR merupakan lembaga perwakilan rakyat yang berkedudukan sebagai lembaga

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 15 2005 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 7 TAHUN 2005 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN DOKUMEN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN GARUT DENGAN MENGHARAP

Lebih terperinci

BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : Mengingat : BUPATI

Lebih terperinci

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 02 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 02 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 02 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH, RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH, RENCANA STRATEGIS

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG TATA LAKSANA PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG TATA LAKSANA PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH 1 PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG TATA LAKSANA PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MADIUN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI SERDANG BEDAGAI PROVINSI SUMATERA UTARA

BUPATI SERDANG BEDAGAI PROVINSI SUMATERA UTARA BUPATI SERDANG BEDAGAI PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA DAN PEDOMAN PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG KEUANGAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG KEUANGAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG KEUANGAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pengelolaan keuangan negara digunakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa atas berkat rahmat

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA DEWAN PERWAKILAN DAERAH KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH NOMOR 4/DPD RI/I/2013-2014 PERTIMBANGAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG PERTANGGUNGJAWABAN ATAS PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2003 TENTANG KEUANGAN NEGARA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2003 TENTANG KEUANGAN NEGARA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2003 TENTANG KEUANGAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT

SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NO. 6 2009 SERI. E PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 6 TAHUN 2009 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

ANGGARAN SEKTOR PUBLIIK (AnSP) Bandi, Dr., M.Si., Ak., CA. SIKLUS ABPN

ANGGARAN SEKTOR PUBLIIK (AnSP) Bandi, Dr., M.Si., Ak., CA. SIKLUS ABPN ANGGARAN SEKTOR PUBLIIK (AnSP) SIKLUS ABPN Overview Anggaran Sektor Publik Sesi 3 Copyright 2016 bandi.staff.fe.uns.ac.id. SIKLUS APBN & ASUMSI DASAR EKONOMI Tujuan Pembelajaran pada sesi ini adalah sebagai

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA SALINAN NOMOR : 3 TAHUN 2012 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA Menimbang :

Lebih terperinci

BAB III PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH DALAM PRAKTEK

BAB III PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH DALAM PRAKTEK 63 BAB III PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH DALAM PRAKTEK A. Konsep Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Menurut Freedman dalam anggaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pelaksanaan pembangunan daerah yang selama ini dilaksanakan di Kabupaten Subang telah memberikan hasil yang positif di berbagai segi kehidupan masyarakat. Namum demikian,

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI SUMATERA UTARA TAHUN 2016

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI SUMATERA UTARA TAHUN 2016 RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI SUMATERA UTARA TAHUN 2016 PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA UTARA I-0 2015 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem

Lebih terperinci

BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH SALINAN BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 01 TAHUN 2006

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 01 TAHUN 2006 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 01 TAHUN 2006 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 01 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN DOKUMEN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DAN PELAKSANAAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 02 TAHUN 2010 TENTANG MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH MALUKU

PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 02 TAHUN 2010 TENTANG MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH MALUKU PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 02 TAHUN 2010 TENTANG MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR MALUKU, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kabupaten Banyuwangi Tahun I-1

BAB I PENDAHULUAN. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kabupaten Banyuwangi Tahun I-1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam penyelenggaraan pembangunan perlu disusun beberapa dokumen yang dijadikan pedoman pelaksanaan sebagai satu kesatuan dalam sistem perencanaan pembangunan nasional,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa atas berkat rahmat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Lampiran Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 9 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Tahun 2011-2015

Lebih terperinci

BUPATI TOLITOLI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM PEMBANGUNAN TERINTEGRASI DAERAH

BUPATI TOLITOLI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM PEMBANGUNAN TERINTEGRASI DAERAH BUPATI TOLITOLI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM PEMBANGUNAN TERINTEGRASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TOLITOLI, Menimbang : a. bahwa Sistem Perencanaan

Lebih terperinci

BUPATI ROKAN HULU PROVINSI RIAU

BUPATI ROKAN HULU PROVINSI RIAU BUPATI ROKAN HULU PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI ROKAN HULU NOMOR 23 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN ROKAN HULU TAHUN 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ROKAN HULU,

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROVINSI GORONTALO

PEMERINTAH PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROVINSI GORONTALO PEMERINTAH PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROVINSI GORONTALO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR GORONTALO,

Lebih terperinci

Perkembangan Perekonomian dan Arah Kebijakan APBN 2014

Perkembangan Perekonomian dan Arah Kebijakan APBN 2014 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Perkembangan Perekonomian dan Arah Kebijakan APBN 2014 Jakarta, 10 Juni 2014 Kunjungan FEB UNILA Outline 1. Peran dan Fungsi APBN 2. Proses Penyusunan APBN 3. APBN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA SELATAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA SELATAN, PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa atas berkat rahmat

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 10 TAHUN 2005 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 10 TAHUN 2005 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 10 TAHUN 2005 TENTANG PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH, RENCANA STRATEGIS DAN RENCANA KERJA SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH SERTA MUSYAWARAH RENCANA PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEMALANG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

BAPPEDA KAB. LAMONGAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten Lamongan tahun 2005-2025 adalah dokumen perencanaan yang substansinya memuat visi, misi, dan arah pembangunan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pemerintahan yang

Lebih terperinci