KERENTANAN KOROSI BATAS BUTIR BAJA TAHAN KARAT TIPE 316 DENGAN METODE ELEKTROKIMIA ROHMATULLOH NABHANI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KERENTANAN KOROSI BATAS BUTIR BAJA TAHAN KARAT TIPE 316 DENGAN METODE ELEKTROKIMIA ROHMATULLOH NABHANI"

Transkripsi

1 KERENTANAN KOROSI BATAS BUTIR BAJA TAHAN KARAT TIPE 316 DENGAN METODE ELEKTROKIMIA ROHMATULLOH NABHANI DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008

2 ABSTRAK ROHMATULLOH NABHANI. Kerentanan Korosi Batas Butir Baja Tahan Karat Tipe 316 Dengan Metode Elektrokimia. Dibimbing oleh SRI MULIJANI dan MAMAN KARTAMAN. Baja tahan karat (SS) digunakan dalam industri nuklir sebagai kelongsong bahan bakar nuklir. Sifat ketahanan korosi SS sangat baik, tetapi pada interval suhu 425 C- 815 C rentan terjadi korosi batas butir. Pada penelitian ini, sampel SS 316 diberi perlakuan pelarutan terlebih dahulu, yaitu dipanaskan pada suhu 1000 C selama 3 jam lalu dipadamkan (quenching) dalam air selama 30 menit. Setelah itu, sampel SS 316 dipanaskan pada variasi suhu yang berbeda, yaitu 350, 450, 550, dan 650 C selama 5 jam. Preparasi metalografi meliputi pengampelasan, pemolesan (polish) (khusus untuk uji reaktivasi potensiokinetik elektrokimia (EPR)), dan dicuci dengan larutan alkohol dilakukan sebelum ditentukan laju korosi (potensiodinamik) dan muatan reaktivasinya. Muatan reaktivasi diukur menggunakan uji EPR yang menunjukkan kerentanan sampel terhadap korosi batas butir. Permukaan sampel yang telah diuji EPR lalu diamati morfologinya menggunakan scanning electron microscope. Blangko dan SS 316 dengan perlakuan pelarutan dicirikan dengan difraksi sinar-x. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu pemanasan semakin tinggi pula laju korosi dan muatan rektivasinya. Sampel SS 316 yang dipanaskan pada suhu 650 C menghasilkan laju korosi dan muatan reaktivasi paling tinggi, yaitu miliinci per tahun dan 2767 mc/cm 2. Sampel yang dipanaskan pada suhu 350, 450, dan 550 C setelah perlakuan pelarutan tidak menimbulkan korosi batas butir dengan nilai muatan reaktivasi secara berturut-turut sebesar 81.72, 92.42, dan mc/cm 2. Laju korosi dan muatan reaktivasi SS 316 pada suhu 550 C dan 650 C tanpa pelarutan lebih besar dibandingkan dengan pelarutan. Spektrum difraksi sinar-x SS 316 dengan perlakuan pelarutan menunjukkan ketiadaan puncak serapan kromium karbida. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan pelarutan telah melarutkan endapan kromium karbida di batas butir.

3 ABSTRACT ROHMATULLOH NABHANI. Susceptibility to Intergranular Corrosion in Stainless Steel 316 Type by Electrochemical Method. Supervised by SRI MULIJANI and MAMAN KARTAMAN. Stainless steel (SS) was used in nuclear industry as cladding. Resistance of stainless steel is very good, but in the temperature range of 425 C-815 C is susceptible to intergranular corrosion. In this research, solution treatment on samples at 1000 C for 3 hours and then all of them were quenched in water for 30 minutes. They were heat treated at 350, 450, 550, and 650 C for 5 hours. Preparation for metallographic test were grinding, polishing (for electrochemical potentiokinetic reactivation, EPR test), and rinsing in alcohol were performed before determining corrosion rates and charge reactivation. Charge reactivation of SS 316 was determined using EPR test that showed susceptibility to intergranular corrosion. The surface of samples is tested by EPR were observed using scanning electron microscope. Blank and solution treatment of SS 316 were characterized by X-ray diffraction method. The result showed that the corrosion rates and reactivation charge increased with the increasing temperature. The corrosion rate and reactivation charge of samples heat treated at 650 C were milliinches per year and 2767 mc/cm 2, the samples were heat treated at 350, 450 and 550 C after solution treatment did not exhibit intergranular corrosion. The reactivation charges of samples at 350, 450 and 550 C respectively were 81.72, 92.42, and mc/cm 2. The corrosion rates and reactivation charge of samples that were heat treated at 550 C and 650 C without solution treatment, revealed were higher than with solution treatment. Diffraction X-ray spectrum of the solution treated sample showed the absence of chromium carbide. This is an indication that the solution treatment at 1000 C had dissolved chromium carbide in grain boundary.

4 KERENTANAN KOROSI BATAS BUTIR BAJA TAHAN KARAT TIPE 316 DENGAN METODE ELEKTROKIMIA ROHMATULLOH NABHANI Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Kimia DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008

5 Judul : Kerentanan Korosi Batas Butir Baja Tahan Karat Tipe 316 Dengan Metode Elektrokimia Nama : Rohmatulloh Nabhani NIM : G Menyetujui, Pembimbing I Pembimbing II Dra. Sri Mulijani, MS NIP Maman Kartaman, ST NIP Mengetahui: Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor Dr. drh. Hasim, DEA NIP Tanggal lulus:

6 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas ridho, rahmat, dan karunia- Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2007 ini ialah Kerentanan Korosi Batas Butir Baja Tahan Karat Tipe 316 Dengan Metode Elektrokimia. Terima kasih penulis ucapkan kepada ibu Dra. Sri Mulijani, MS dan Bapak Maman Kartaman, ST selaku pembimbing atas bimbingan, dorongan, semangat, dan ilmu yang diberikan kepada peneliti selama penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini. Terima kasih tak terhingga juga disampaikan kepada kedua orang tua (mama dan papa) serta seluruh keluarga yang memberikan dorongan semangat, bantuan materi, kesabaran, dan kasih sayang kepada penulis. Terima kasih juga tak lupa penulis ucapkan kepada Bapak Budi Briyatmoko, Bapak Yusuf Nampira, Bapak Nusin Samosir, Bapak Slamet, dan Bapak Joko atas segala fasilitas dan kemudahan yang telah diberikan. Rekan-rekan kimia 41 terima kasih atas motivasi dan dukungan yang diberikan, semoga Allah senantiasa membalas kebaikan semuanya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Maret 2008 Rohmatulloh Nabhani

7 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Tangerang pada tanggal 6 Maret 1986 dari ayah Muchlis Badruzzaman dan ibu Cucu Habibah. Penulis merupakan putra keempat dari enam bersaudara. Tahun 2004 penulis lulus dari MAN Cipasung Tasikmalaya dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih Program Studi Kimia, Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum mata kuliah Kimia TPB pada tahun ajaran 2006/2007 dan asisten praktikum mata kuliah Kimia Anorganik 2 pada tahun ajaran 2007/2008. Tahun 2007 penulis melaksanakan praktik lapangan di Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan). Selain itu, pada tahun 2006 penulis aktif sebagai pengurus Ikatan Mahasiswa Kimia (Imasika) di Departemen Kewirausahaan.

8 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... viii viii ix PENDAHULUAN... 1 TINJAUAN PUSTAKA Baja Tahan Karat... 2 Korosi Batas Butir... 2 Metode Elektrokimia... 3 SEM (Scanning Electron Microscope)... 3 XRD (X- ray Diffraction)... 3 XRF (X- ray Fluorescence)... 3 Spektrofotometer Emisi... 4 BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan... 4 Prosedur... 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Kimia Dengan XRF dan Spektrofotometer Emisi Optik... 5 Laju Korosi... 6 Kurva Potensiodinamik... 7 Derajat Sensitisasi... 8 Mikrostruktur SEM... 9 Ciri Berdasarkan XRD SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 16

9 DAFTAR TABEL Halaman 1 Komposisi kimia sampel SS 316 menggunakan XRF Komposisi kimia sampel SS 316 menggunakan Spektrofometer Emisi Optik Laju korosi sampel SS Muatan reaktivasi sampel SS DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Pengaruh suhu pemanasan pada laju korosi SS Kurva potensiodinamik SS 316 suhu 350 C-650 C setelah perlakuan pelarutan (ST) Kurva potensiodinamik SS 316 suhu 650 C setelah ST dan tanpa ST Kurva potensiodinamik SS 316 suhu 550 C setelah ST dan tanpa ST Pengaruh suhu pemanasan pada muatan reaktivasi SS Kurva potensiokinetik reaktivasi SS 316 suhu 350 C-650 C setelah ST Mikrostruktur SS 316 setelah ST Mikrostruktur SS 316 blangko SS Mikrostruktur SS 316 setelah dipanaskan pada suhu 350 C dengan ST Mikrostruktur SS 316 setelah dipanaskan pada suhu 450 C dengan ST Mikrostruktur SS 316 setelah dipanaskan pada suhu 550 C tanpa ST Mikrostruktur SS 316 setelah dipanaskan pada suhu 550 C dengan ST Mikrostruktur SS 316 setelah dipanaskan pada suhu 650 C dengan ST Mikrostruktur SS 316 setelah dipanaskan pada suhu 650 C tanpa ST (perbesaran 500 kali) Mikrostruktur SS 316 setelah dipanaskan pada suhu 650 C tanpa ST (perbesaran 3500 kali) Spektrum difraksi sinar-x SS 316 tanpa perlakuan panas (blangko) Spektrum difraksi sinar-x SS 316 dengan perlakuan ST Spektrum difraksi sinar-x SS 316 setelah dipanaskan pada suhu 650 C dengan ST... 13

10 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Pengujian standar korosi batas butir baja tahan karat Komposisi unsur berbagai jenis baja tahan karat Perbandingan sifat mekanik berbagai jenis baja tahan karat Deret galvanik beberapa paduan logam Diagram alir penelitian kerentanan korosi batas butir SS Analisis ragam dan uji Duncan pengaruh suhu pemanasan Rumus dan contoh perhitungan laju korosi dengan tafel plot Uji-t pengaruh ST sampel SS Kurva potensiokinetik reaktivasi blangko dan SS 316 dengan ST Kurva potensiokinetik reaktivasi SS 316 suhu 550 C setelah ST dan tanpa ST Kurva potensiokinetik reaktivasi SS 316 suhu 650 C setelah ST dan tanpa ST Mekanisme korosi batas butir Daerah pemanasan (heat affected zone) baja tahan karat Referensi PCPDF difraksi sinar-x SS

11 1 PENDAHULUAN Pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) merupakan sumber energi listrik yang efisiensinya lebih besar dibandingkan dengan pembangkit-pembangkit listrik lainnya. Energi yang dihasilkan sebesar 17 milyar kilokalori, atau setara dengan energi yang dihasilkan dari pembakaran 2,4 juta kilogram batubara. Energi ini berasal dari panas yang dilepaskan dari pembelahan inti satu kilogram bahan nuklir 235 U. Oleh karena itu, PLTN memerlukan suatu pengamanan yang lebih besar dibandingkan dengan pembangkit listrik lainnya. Salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah masalah kelongsong (cladding) bahan bakar nuklir (Akhadi 1997). Masalah kelongsong sangat penting karena bahan bakar yang digunakan dalam PLTN ( 235 U) dapat menghasilkan radiasi. Syarat utama suatu bahan dapat digunakan sebagai kelongsong adalah mampu mengungkung unsur-unsur hasil fisi sehingga unsur-unsur tersebut tidak larut dalam air pendingin atau keluar dari reaktor. Selain itu, bahan yang digunakan tahan terhadap korosi pada suhu tinggi baik dalam kondisi uap dan air. Hal ini dilakukan agar efisiensi daya dari bahan bakar dapat dicapai dengan mudah. Efisiensi daya akan mudah dicapai jika suhu operasi selalu berada pada interval suhu 400 C 600 C (Sugondo & Futichah 2005). Baja tahan karat (SS) austenitik merupakan kelompok baja tahan karat yang paling banyak jenis paduan dan kegunaanya dalam industri umum maupun nuklir. Spesifikasi baja tahan karat yang banyak digunakan ialah SS tipe 304, 316, 321, dan 347. Aplikasi baja tahan karat di industri umum, antara lain sebagai bahan peralatan rumah tangga seperti pisau, panci oven, dan lain-lain. Selain itu, baja ini digunakan di industri kapal, otomotif, makanan dan petrokimia. Untuk mengetahui masa pakai alat, mesin, dan instalasi pabrik tersebut, maka perlu diketahui ketahanan korosinya. Selain di industri umum, baja tahan karat juga digunakan untuk kelongsong bahan bakar nuklir yang operasinya mencapai suhu 500 C. Baja tahan karat, paduan alumunium, dan zirkonium digunakan dalam industri nuklir sebagai komponen pendukung reaktor daya dalam bentuk tangki bertekanan, pipa, kelongsong, dan bahan struktur. SS 304 dan 304 L digunakan sebagai bejana bertekanan reaktor liquid metal fast breeder reactor (LMFBR), SS 316 dan 316 L digunakan sebagai kelongsong bahan bakar LMFBR, dan SS 347 untuk bejana bertekanan atau bahan struktur reaktor LMFBR (Benjamin 1983). Sifat ketahanan korosi baja tahan karat sangat baik. Akan tetapi, pada interval suhu 425 C 815 C rentan terjadi korosi batas butir (Jones 1992). Kartaman & Junaedi (2006) mengemukakan bahwa tidak dianjurkan melakukan pemanasan pada baja tahan karat di atas suhu 450 C tanpa perlakuan pelarutan terlebih dahulu karena pemanasan pada suhu tersebut akan menyebabkan sensitisasi pada baja tahan karat atau mengalami korosi batas butir. Pada penelitian ini, sebelum bahan dipanaskan pada variasi suhu yang berbeda, bahan diberi perlakuan pelarutan agar kromium karbida yang telah ada dapat larut kembali (Trethwey & Chamberlain 1991). Variasi suhu pemanasan dilakukan mengikuti Kartaman & Junaedi (2006). Uji Strauss dan Huey merupakan metode umum untuk mengevaluasi kerentanan baja tahan karat terhadap korosi batas butir. Kelemahan uji Strauss dan Huey ialah memerlukan waktu pengujian yang cukup lama. Oleh karena itu, digunakan metode elektrokimia untuk mengevaluasi ketahanan terhadap korosi batas butir. Metode elektrokimia bersifat cepat, nondestruktif, dan pengukuran dilakukan secara in situ (Silva et al. 2003). Metode elektrokimia yang digunakan ialah metode electrochemical potensiokinetic reactivation (EPR) untuk menentukan kecenderungan terjadinya korosi batas butir dan metode potensiodinamik untuk mengukur laju korosi dan pasivasi material. Jones (1992) mengemukakan bahwa metode EPR dapat dikondisikan pada berbagai suhu dengan menggunakan konsentrasi larutan asam yang lebih rendah dibandingkan metode kimia konvensional yang terdapat pada ASTM A262 (Lampiran 1). Oleh sebab itu, penelitian ini menggunakn metode elektrokimia seperti yang telah dilakukan oleh Silva et al. (2003). Penelitian ini bertujuan menentukan pengaruh suhu pemanasan dan perlakuan pelarutan (ST) baja tahan karat terhadap ketahanan korosi batas butir.

12 2 TINJAUAN PUSTAKA Baja Tahan Karat Baja tahan karat (SS) merupakan paduan besi dengan ketahanan terhadap korosi tergantung pada selaput permukaan pasif kromium oksida. Kandungan oksigen dan kromium ± 11 persen dalam bahan pengikat diperlukan untuk mempertahankan keberadaan selaput permukaan itu (Trethwey & Chamberlain 1991). Korosi utama yang dialami baja tahan karat adalah korosi batas butir dan korosi celah. Kedua jenis korosi itu dipercepat oleh ion-ion klorida yang agresif menyerang selaput kromium oksida. Kandungan karbon yang tinggi (lebih dari 0.03 %) dapat mengganggu perilaku korosi baja tahan karat akibat penggumpalan kromium karbida yang menyebabkan kadar kromium di beberapa tempat pada bahan pengikat kurang dari batas minimum untuk mempertahankan selaput oksida (Trethwey & Chamberlain 1991). Baja tahan karat memiliki empat kelompok besar, yaitu baja tahan karat austenitik, dengan penambahan nikel dan nitrogen untuk memantapkan fase austenit yang memiliki struktur kubus pusat muka pada suhu kamar. Baja tahan karat jenis ini baik untuk digunakan pada suhu rendah disebabkan unsur nikel yang membuat baja ini tidak rapuh pada suhu tersebut. Baja tahan karat austenitik memiliki sifat nonmagnetik, tahan terhadap suhu rendah maupun tinggi, kuat, keras, mengkilat, tahan terhadap oksidasi, dan dapat ditempa (Nugroho 2007). Kelompok kedua ialah baja tahan karat feritik yang memiliki struktur kubus pusat ruang. Baja ini bersifat peka terhadap korosi batas butir dengan menggumpalnya karbida dan nitrida. Penambahan unsur titanium dan niobium pada baja ini dapat mencegah berkurangnya unsur kromium di batas butir. Kelompok ketiga ialah baja tahan karat martensit yang memiliki unsur utama kromium (lebih sedikit dari baja feritik) dan kadar karbon relatif tinggi, contohnya jenis 410 dan 416. Kelompok terakhir ialah baja dupleks yang mempunyai fase campuran feritik-austenitik. Perbandingan sifat mekanik dan komposisi kimia berbagai jenis baja tahan karat terdapat di Lampiran 2 dan 3. (Trethwey & Chamberlain 1991) Korosi Batas Butir Korosi adalah penurunan mutu logam akibat reaksi elektrokimia dengan lingkungan. Korosi melibatkan reaksi oksidasi-reduksi terhadap lingkungan. Kekuatan dan sifat-sifat fisik logam/paduan menurun akibat terjadinya korosi. Pada dasarnya korosi adalah reaksi pelarutan (dissolution) logam menjadi ion pada permukaan logam yang berkontak dengan lingkungan yang mengandung air dan oksigen melalui reaksi elektrokimia. Permukaan logam akan diselimuti oleh lapisan oksida tipis yang tersebar tidak merata. Proses ini mengakibatkan terjadinya perbedaan potensial antara sistem dengan oksida logam menjadi suatu sel korosi (Trethwey & Chamberlain 1991). Ketika atom logam mengalami suatu reaksi korosi, atom itu diubah menjadi sebuah ion melalui reaksi dengan suatu unsur yang terdapat di lingkungannya. Jika digunakan simbol M untuk logam yang terdapat dalam struktur padatnya, maka korosi dapat digambarkan melalui persamaan berikut: M M z+ + 2 e Deret galvanik beberapa paduan logam yang menunjukkan ketahanan logam tersebut terhadap korosi terdapat pada Lampiran 4. Batas butir merupakan daerah antara dua buah butir, tempat pola kristal berubah orientasi. Korosi batas butir terjadi bila daerah batas butir terserang akibat terdapat endapan di dalamnya. Batas butir sering menjadi tempat pengendapan (precipitation) dan pemisahan (segregation) yang teramati pada banyak paduan. Pisahan dan endapan terdapat dalam struktur logam dalam dua macam (a) Logam antara (intermetalik), yaitu unsur-unsur yang terbentuk dari atomatom logam. Unsur ini dapat bersifat anoda atau katoda terhadap logam utama. (b) Senyawa, yaitu bahan yang terbentuk dari logam dan unsur-unsur bukan logam, seperti hidrogen, karbon, silikon, nitrogen, dan oksigen. Setiap logam yang mengandung logam antara atau senyawa pada batas-batas butirnya akan rentan terhadap korosi batas butir (Trethwey & Chamberlain 1991). Beberapa cara untuk menghambat terjadinya korosi batas butir: (a) Melakukan perlakuan pelarutan pada suhu tinggi yang diikuti pencelupan (quenching) ke air atau minyak agar

13 3 kromium karbida yang terbentuk dapat larut kembali. (b) Menambahkan unsur pembentuk karbida yang kuat pada baja, seperti titanium, niobium, dan tantalum. (c) Menggunakan baja dengan kadar karbon 0.03% atau lebih rendah sehingga karbida-karbida yang terbentuk tidak mantap (Vlack 1986). Metode Elektrokimia Pengukuran ketahanan korosi baja tahan karat menggunakan metode elektrokimia berdasarkan potensial yang dihasilkan dari reaksi elektrokimia antara logam dan larutan. Oleh karena peristiwa korosi merupakan suatu proses elektrokimia, maka metode elektrokimia dapat digunakan untuk mempelajari dan mengukur suatu sistem korosi (Supardi & Ikhsan 2007). Bila logam dimasukan ke dalam larutan, maka akan terjadi reaksi elektrokimia pada permukaan logam dan larutan. Reaksi ini menghasilkan suatu potensial elektrokimia yang disebut potensial korosi (E corr ). Potensial ini ditentukan oleh banyaknya muatan negatif yang terbentuk ketika logam itu dimasukkan ke dalam larutan. Metode elektrokimia yang digunakan pada penelitian ini, yaitu polarisasi potensiodinamik dan reaktivasi potensiokinetik elektrokimia (EPR). Teknik polarisasi potensiodinamik digunakan untuk menentukan karakteristik daerah aktif (anodik) maupun pasif (katodik) dari sistem logam-larutan. Pasivasi terjadi akibat pembentukan lapisan pelindung pada permukaan logam terhadap larutan. Teknik ini memungkinkan untuk memperoleh perhitungan laju korosi dengan teori tafel plot atau tahanan polarisasi (Supardi & Ikhsan 2007). Uji EPR merupakan penyempurnaan dari metode potensiodinamik dari daerah pasif ke daerah aktif. Uji EPR mengukur jumlah muatan yang dihubungkan dengan korosi pada daerah yang kekurangan unsur kromium dikelilingi oleh endapan kromium karbida (ASTM 1992). Uji EPR digunakan untuk mengukur derajat sensitisasi suatu material yang telah diberi perlakuan panas. Derajat sensitisasi akan menentukan besarnya korosi batas butir pada material tersebut (Jones 1992). SEM SEM merupakan alat yang digunakan untuk mengamati dan menganalisis struktur mikro dan morfologi pada bidang-bidang, antara lain ilmu dan teknologi bahan, kedokteran, dan biologi. SEM mempunyai daya pisah yang tinggi, yaitu 5 µm sehingga SEM dapat menghasilkan pembesaran maksimum kali. Analisis komposisi bahan dapat diperoleh dengan memonitor sinar-x yang dihasilkan dari interaksi elektron dengan spesimen. Ketika berkas elektron mengenai spesimen, elektron akan menembus sampai ke suatu kedalaman yang bergantung secara langsung pada energi elektron dan nomor-nomor atom dari atom-atom yang ada di dalam spesimen. Pembentukan gambar pada SEM berasal dari berkas elektron yang direfleksikan ke permukaan sampel. Perbedaan panjang gelombang dari sumber pencahayaan ini mengakibatkan perbedaan tingkat resolusi yang dapat dicapai (Samosir 2005). Fluoresensi Sinar-X (XRF) XRF adalah alat untuk menganalisis kandungan unsur dalam bahan dengan menggunakan metode spektrometri. Analisis menggunakan XRF dilakukan berdasarkan identifikasi dan pencacahan sinar-x karakteristik yang terjadi dari peristiwa efek fotolistrik. Efek fotolistrik terjadi karena elektron dalam atom target (sampel) terkena sinar berenergi tinggi (radiasi gama sinar-x) Spektrometri XRF memanfaatkan sinar-x yang dipancarkan oleh bahan yang selanjutnya ditangkap detektor untuk dianalisis kandungan unsur dalam bahan. Detektor yang digunakan ialah detektor semikonduktor SiLi. Bahan yang dianalisis menggunakan XRF berupa padatan yang mempunyai bentuk pelat dan serbuk. Intensitas sinar-x yang dihasilkan oleh atom bahan sangat dipengaruhi oleh jumlah atom yang mengalami efek fotolistrik. Kebolehjadian terjadinya efek tersebut dapat menimbulkan sinar-x dan partikel atmosfer antara sampel dan detektor (Nugroho & Rosika 2005). Keunggulan analisis menggunakan XRF ialah cepat dan tidak memerlukan preparasi yang rumit. Waktu yang dibutuhkan untuk satu kali pengukuran ialah 300 detik dan preparasi sampel tidak perlu dilakukan dengan uji merusak, sehingga sampel dapat segera diukur (Nugroho & Rosika 2005).. Difraksi Sinar X (XRD) Adanya struktur kristal dapat dilihat menggunakan difraksi sinar-x. Gelombang elektromagnetik berfrekuensi tinggi mempunyai panjang gelombang yang lebih

14 4 besar dari jarak antarbidang dalam kristal. Berkas gelombang elektromagnetik yang mengenai kristal mengalami difraksi sesuai hukum fisika. Hukum Bragg menyatakan bahwa jika suatu material dikenai sinar-x, maka intensitas sinar yang ditransmisikan sebagian diserap dan sebagian dihamburkan oleh atom-atom dalam material tersebut. Hukum Bragg secara matematis dirumuskan sebagai berikut n λ = 2d sinθ dengan n adalah bilngan bulat; λ adalah panjang gelombang sinar-x; d adalah jarak antarbidang; dan θ adalah sudut difraksi (Vlack 1986). Difraktometer merupakan alat yang menggunakan prinsip difraksi sinar-x melalui goniometer. Prinsip alat ini adalah penyinaran secara langsung oleh sinar-x primer dari tabung sinar-x. Sinar-sinar yang didifraksikan oleh kisi-kisi kristal cuplikan ditangkap oleh detektor Geiger. Pola difraksi yang diperoleh berupa kurva 2θ terhadap intensitas (Atkins 1999). Spektrofotometer Emisi Spektrofotometer emisi merupakan spektroskopi atom yang menggunakan sumber eksitasi seperti busur listrik atau bunga api. Sumber eksitasi memengaruhi bentuk dan intensitas emisi. Molekul tereksitasi akibat transisi dari suatu energi tereksitasi (E 2 ) ke suatu tingkat energi yang lebih rendah (E 1 ). hv = E 2 - E 1 Unsur yang terdapat dalam suatu sampel dapat ditentukan dengan membandingkan spektrum sampel dengan spektrum zat murni. Analisis kuantitatif menggunakan metode standar dengan membandingkan intensitas garis sampel dengan standar (Khopkar 1990). BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan adalah tungku tabung Naber, ultrasonic cleaner, potensiostat EG&G Princeton model 273, mesin potong Buehler, mesin ampelas dan poles Buehler, SEM J-Seoul, XRF EDAX-DX 95 Philips, spektrofotometer emisi, dan XRD. Bahan-bahan yang digunakan adalah baja tahan karat austenitik jenis 316 komersial, kertas amplas SiC grade 600, 800, dan 1200, pasta diamond 1µm, larutan etanol, larutan H 2 SO 4 1N, campuran larutan H 2 SO 4 0.5M M KSCN, dan air destilata. Prosedur Penelitian ini terdiri atas empat tahap. Tahap pertama adalah penentuan komposisi unsur bahan SS 316 dengan XRF dan spektrofotometer emisi. Tahap kedua ialah perlakuan panas pada sampel SS 316. Tahap ketiga ialah preparasi metalografi sampel SS 316. Tahap keempat ialah penentuan laju korosi dan derajat sensitisasi dengan metode potensiodinamik dan EPR. Tahap kelima ialah pencirian SS 316 dengan SEM dan XRD (Lampiran 5). Analisis Komposisi Kimia Dengan XRF dan Spektrofotometer Emisi Baja tahan karat (SS 316) komersial yang mempunyai permukaan yang rata berdiameter 3 mm ditentukan komposisi unsur Fe, Ni, dan Cr menggunakan XRF. Selain itu, SS 316 komersial ditentukan komposisi unsurunsurnya terutama unsur nonlogam menggunakan spektrofotometer emisi optik. Perlakuan Panas SS 316 komersial dipotong menggunakan mesin potong Buehler dengan tebal 3 mm sebanyak 32 buah dengan diameter 15 mm. Sebelum sampel baja tahan karat diberikan pemanasan pada berbagai suhu, maka dilakukan perlakuan pelarutan terlebih dahulu. Jumlah sampel yang diberi perlakuan ialah 20 buah. Perlakuan pelarutan dilakukan dengan cara memanaskan SS 316 pada suhu 1000 C selama 3 jam dalam tungku tabung Naber yang dialirkan gas argon lalu didinginkan cepat melalui pemadaman (quenching) dalam air selama 30 menit. Setelah itu, sampel kemudian dipanaskan kembali pada suhu 350, 450, 550, dan 650 C selama 5 jam (Kartaman & Junaedi 2006). Setiap suhu pemanasan masing-masing sebanyak 4 buah sampel. Sebanyak 8 buah sampel tanpa solution treatment dipotong dengan ketebalan 3 mm lalu dipanaskan pada suhu 550 C dan 650 C selama 5 jam. Setiap suhu pemanasan masingmasing sebanyak 4 buah sampel. Preparasi Metalografi Sampel SS 316 diampelas dengan kertas amplas SiC grade 600, 800, dan 1200 menggunakan mesin ampelas Buehler sampai permukaan baja halus dan bersih dari zat pengotor seperti lemak atau oksida yang melekat pada sampel (ASTM 1992).

15 5 Sampel dan blangko yang akan diuji dengan metode EPR setelah diampelas kemudian dipoles dengan mesin poles Buehler menggunakan pasta diamond berukuran 1µm. Sampel dan blangko baja tahan karat yang telah diampelas dan dipoles kemudian direndam dalam larutan etanol selama lima menit untuk menghilangkan lemak-lemak yang masih melekat pada sampel. Sampel dikeringkan dengan hair dryer dan dimasukkan ke dalam wadah yang kering (ASTM 1992). Penentuan Laju Korosi dengan Potensiodinamik Penentuan laju korosi sampel SS 316 dilakukan menggunakan metode potensiodinamik. Alat yang digunakan ialah Potensiostat EG&G Princeton model 273 dengan media larutan H 2 SO 4 1N sebanyak 600 ml. Potensiostat dioperasikan pada kisaran potensial -0.5 V sampai +1.2 V dengan scan rate 2 mv per detik dan kisaran arus keluaran anoda dari 1.0 sampai 10 5 µa (ASTM 1992). Penentuan Derajat Sensitisasi (EPR) Penentuan derajat sensitisasi sampel SS 316 dilakukan menggunakan metode reaktivasi potensial elektrokimia (EPR). Derajat sensitisasi akan menentukan besarnya korosi batas butir (intergranular) suatu material. Alat yang digunakan ialah Potensiostat EG&G Princeton model 273 menggunakan media campuran larutan H 2 SO M M KSCN sebanyak 600 ml. Potensiostat dioperasikan dengan scan rate 1.67 ± 0.08 mv perdetik dan kisaran densitas arus dari 1 µa sampai 100 ma/cm 2 (ASTM 1992). Pencirian dengan XRD Pencirian XRD dilakukan untuk melihat fase yang terbentuk akibat pemanasan dan perlakuan pelarutan. Blangko, sampel ST dan sampel SS 316 yang telah dipanaskan suhu 650 C dengan perlakuan ST dicirikan menggunakan XRD. Alat ini telah dihubungkan dengan sebuah komputer yang dilengkapi dengan JCPDS database Pencirian Mikrostruktur dengan SEM Pencirian mikrostruktur bertujuan melihat kemungkinan terjadinya korosi batas butir pada SS 316. Permukaan SS 316 yang telah diuji dengan metode EPR dicirikan menggunakan SEM. Rancangan Percobaan Pengaruh suhu pemanasan pada laju korosi baja taha karat dianalisis secara statistika dengan metode rancangan acak lengkap (RAL) yang dilanjutkan dengan uji Duncan (Mattjik & Sumertajaya 2002). Model rancangan tersebut adalah Y ij = µ + τ i + ε ij Keterangan: Yij = pengaruh suhu pemanasan ke-i, serta ulangan ke-j terhadap laju korosi baja tahan karat, dengan i = 1, 2, 3, 4, 5 dan j = 1, 2. µ = rataan umum τi εij = pengaruh suhu pemanasan ke-i = pengaruh acak dari perlakuan suhu pemanasan ke-i serta ulangan ke-j Hipotesis yang diuji Pengaruh suhu pemanasan H o : τ 1 = τ 2 = τ 3 = τ 4 = τ 5 = 0 (pengaruh suhu pemanasan memberikan respon yang sama terhadap laju korosi) H 1 : minimal ada satu i dengan τi 0, i = 1, 2, 3, 4, 5 Pengaruh suhu pemanasan terhadap muatan reaktivasi baja tahan karat dianalisis secara statistika dengan cara yang sama dengan laju korosi. Pengaruh perlakuan pelarutan baja tahan karat dianalisis secara statistika menggunakan uji-t dengan nilai α = 5 %. Hipotesis yang diuji H o H 1 :µ x µ y (laju korosi dan muatan reaktivasi tanpa perlakuan pelarutan lebih besar dari laju korosi dan muatan reaktivasi dengan perlakuan pelarutan) :µ x < µ y (laju korosi dan muatan reaktivasi tanpa perlakuan pelarutan lebih kecil dari laju korosi dan muatan reaktivasi dengan perlakuan pelarutan). HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Kimia dengan XRF dan Spektrofotometer emisi optik Baja tahan karat austenitik (SS 316) merupakan paduan besi dengan unsur pemadu seperti karbon, nikel, kromium, dan molibdenum. Komposisi kimia SS 316 ditentukan menggunakan XRF dan spektrofotometer emisi yang ditunjukkan pada Tabel 1 dan 2.

16 6 Tabel 1 Komposisi kimia sampel SS 316 menggunakan XRF Kadar Kadar Unsur Ulangan rerata (%b/b) (%b/b) Fe Ni Cr Tabel 2 Komposisi kimia sampel SS 316 menggunakan spektrofometer emisi optik Unsur Kadar (% Kadar (% Unsur b/b) b/b) Fe Zr 0.02 Cr V 0.11 Ni Cu 2.82 Mo 1.79 W 0.03 C 0.08 Ti 0.01 Si 0.60 Sn 0.01 S < Al 0.02 P 0.01 Pb 0.03 Mn 1.68 Nb 0.04 Zn 0.06 Pengukuran kandungan unsur Fe menggunakan XRF lebih besar dari hasil pengukuran menggunakan spektrofotometer emisi optik, sedangkan unsur Cr dan Ni hasil pengukuran spektrofotometer emisi optik lebih besar dari XRF. Hal ini terjadi disebabkan unsur-unsur nonlogam tidak teridentifikasi oleh XRF sehingga kandungan Fe yang terukur lebih besar. Pengukuran komposisi SS 316 menggunakan spektrofotometer emisi lebih akurat disebabkan unsur-unsur logam maupun nonlogam dapat teridentifikasi. Laju Korosi memanaskan sampel pada suhu 1000 C selama 3 jam yang diikuti dengan pencelupan dalam air. Laju korosi baja tahan karat dengan perlakuan ST akan dibandingkan dengan sampel tanpa ST. Hasil uji korosi sampel SS 316 ditunjukkan pada Tabel 3. Tabel 3 Laju korosi sampel SS 316 Suhu Arus Laju perlakuan Ulangan korosi korosi panas (I ( C)* corr) (MPY) Blangko ST ST ST ST ST Laju korosi rerata (MPY)* Keterangan: *ST ialah pemanasan dengan perlakuan pelarutan terlebih dahulu. *MPY: milliinches per year. Berdasarkan pengujian statistika menggunakan rancangan acak lengkap (RAL), kenaikan suhu pemanasan pada sampel SS 316 dengan ST sangat memengaruhi laju korosi SS 316. Secara umum, kenaikan suhu pada interval suhu 350 C 650 C akan menyebabkan kenaikan pula pada laju korosinya (Gambar 1), walaupun setelah dilakukan uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan nilai yang nyata antara sampel dengan perlakuan panas pada suhu 350 C dan 450 C (Lampiran 6). Kenaikan laju korosi sebanding dengan kenaikan kerapatan arus korosi (I corr ). Laju korosi suatu logam dalam asam dipengaruhi oleh garis polarisasi anoda logam dan kerapatan arus pembentukan hidrogen pada logam. Kedua faktor ini sangat menentukan besarnya I corr (Trethwey & Chamberlain 1991). Setelah diperoleh nilai I corr setiap sampel, maka laju korosi dapat dihitung menggunakan tafel plot (Lampiran 7). Pengukuran laju korosi SS 316 dalam larutan H 2 SO 4 1 N dilakukan dengan metode potensiodinamik menggunakan potensiostat dan sel elektrokimia dengan tiga buah elektroda. Baja tahan karat diberi perlakuan panas pada interval suhu 350 C 650 C. Sebelum bahan dipanaskan pada interval suhu tersebut, bahan diberi perlakuan pelarutan dengan cara

17 Suhu perlakuan p anas ( C) tanpa ST ST kerapatan arus meningkat sampai suatu harga maksimum (I maks ). Potensial saat kerapatan arus maksimum (I maks ) disebut potensial pasif primer (E pp ) (Gambar 2, 3, dan 4). Gambar 1 Pengaruh suhu pemanasan pada laju korosi SS 316. Berdasarkan pengujian statistika menggunakan uji-t, sampel SS 316 dengan perlakuan ST memiliki nilai laju korosi yang lebih rendah dibandingkan tanpa perlakuan ST (Lampiran 8). Hal ini disebabkan adanya pemanasan pada suhu 1000 C selama 3 jam yang diikuti dengan pendinginan cepat dalam air dapat menekan pembentukan karbida pada batas butir yang bersifat katodik terhadap logam utama (Trethwey & Chamberlain 1991). Adanya perlakuan pelarutan dapat melarutkan semua inti kromium karbida dan menyebabkan fase padatan dalam paduan menjadi homogen (Lim et al. 2000). Ketahanan korosi sampel SS 316 tanpa perlakuan ST lebih rendah disebabkan ketika proses pembuatan sampel dimungkinkan terjadi proses peluluhan las pada baja tahan karat. Proses ini menyebabkan terbentuknya daerah heat affected zone (HAZ), yang secara mikro mengakibatkan inti-inti kromium karbida sudah ada lebih dahulu di batas butir (Jones 1992). Terbentuknya inti-inti kromium karbida di batas butir akan menyebabkan daerah di sekitar batas butir kekurangan unsur kromium yang akan menyebabkan mudah terjadinya korosi (Aydogdu 2004). Kurva Potensiodinamik Kurva potensiodinamik digunakan untuk melihat perilaku pasivasi logam dalam larutan elektrolit setelah diberi potensial tertentu. Gambar 2, 3, dan 4 menunjukkan pengeplotan potensial terhadap log i bahan SS 316. Titik O atau E kor menyatakan kondisi terkorosi secara bebas. Kurva pada potensial yang lebih negatif daripada E kor, menggambarkan logam dalam kondisi katodik atau terjadi reaksi reduksi pada logam dan larutan. Jika potensial ditingkatkan, maka kerapatan arus akan meningkat. Kondisi ini merupakan daerah aktif sampel atau terjadi reaksi oksidasi pada sampel. Apabila potensial dibuat semakin positif dibanding E kor, Gambar 2 Kurva potensiodinamik SS 316 suhu 350 C-650 C setelah ST. Gambar 3 Kurva potensiodinamik SS 316 suhu 650 C setelah ST dan tanpa ST.

18 8 Gambar 4 Kurva potensiodinamik SS 316 suhu 550 C setelah ST dan tanpa ST. Secara umum nilai I maks pada sampel dengan perlakuan ST meningkat dengan meningkatnya suhu perlakuan panas sedangkan nilai E pp pada berbagai suhu bersifat konstan (Gambar 2). Nilai I maks sampel yang dipanaskan pada suhu 550 C dan 650 C tanpa ST lebih besar dari sampel dengan perlakuan ST (ST-550 C & ST- 650 C) (Gambar 3 dan 4). Nilai I maks menunjukkan kemudahan suatu logam dalam membentuk lapisan pasif. Nilai I maks dipengaruhi oleh suhu dan ph larutan. Pada suhu yang tinggi dan ph yang rendah, nilai I maks akan meningkat (Aydogdu 2004). Perubahan kurva polarisasi sangat tergantung pada kemudahan logam tersebut membentuk lapisan pasif. Gambar 2, 3, dan 4 menunjukkan bahwa lapisan pasif kromium oksida akan mudah terbentuk pada saat nilai E pp dan I maks rendah. Semakin tinggi nilai E pp dan I maks maka semakin sulit pula terjadinya pasivasi. Nilai I maks dan E pp juga mempengaruhi kestabilan lapisan pasif kromium oksida. Nilai I maks dan E pp yang rendah menyebabkan lapisan pasif kromium oksida yang lebih stabil (Aydogdu 2004). Setelah kerapatan arus mencapai nilai maksimum (I maks ), namun tiba-tiba turun ke nilai yang sangat rendah (I pas ). Pada titik tersebut logam mencapai kondisi pasif karena terlindung oleh permukaan pasif kromium oksida. Nilai I maks dan I pas merupakan nilai kerapatan arus yang saling berkaitan, yaitu nilai yang diperlukan untuk memasifkan logam (I maks ) dan nilai yang dibutuhkan untuk mempertahankan selaput pasif ketika telah terbentuk. Berbeda dengan I mak, nilai I pas tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap suhu perlakuan panas dan ketahanan korosi pada sampel (Gambar 2, 3, dan 4 ). Nilai I pas sampel yang dipanaskan pada suhu 550 C dan 650 C tanpa ST lebih besar daripada sampel dengan perlakuan ST (ST-550 C & 650 C) (Gambar 3 dan 4). Secara umum, nilai I maks sebesar 100 sampai 1000 kali lebih besar dari nilai I pas. Hal ini dapat disimpulkan bahwa pertama kali dibutuhkan kerapatan arus yang tinggi, tetapi ketika logam terpasifkan permukaannya yang cukup luas dapat terlindungi secara efisien dengan kerapatan arus yang sangat kecil (Trethwey & Chamberlain 1991). Penambahan potensial lebih lanjut hampir tidak menimbulkan pengaruh, sampai pada potensial yang cukup tinggi sehingga energi bebas yang tersedia untuk korosi melebihi kemampuan proteksi. Ketika hal ini terjadi, selaput permukaan kromium oksida pecah dan korosi mengalami percepatan kembali. Daerah ini disebut transpasif (Trethwey & Chamberlain 1991). Potensial terbentuknya daerah transpasif pada berbagai perlakuan suhu baik ST maupun nonst yaitu pada kisaran potensial mv (Gambar 2, 3, dan 4). Pada interval potensial ini, selaput pasif kromium oksida akan larut akibat penerapan potensial yang sangat positif (Bundjali et al. 2004). Derajat Sensitisasi Derajat sensitisasi sampel SS 316 diukur menggunakan metode EPR dalam campuran larutan 0.5 M H 2 SO 4 dan 0.01 M KSCN. Penggunaan larutan H 2 SO 4 saja walaupun dalam konsentrasi yang tinggi tidak dapat merusak selaput pasif kromium oksida dan memunculkan endapan kromium karbida. Oleh karena itu, ditambahkan larutan KSCN sebagai aktivator (Aydogdu 2004). Menurut Lim et al. (2000), KSCN merupakan larutan korosif yang kuat serta aktivator daerah batas butir yang terbaik. Selain KSCN, senyawa organosulfur yang dapat digunakan sebagai aktivator ialah natrium tiosulfat, tioasetamida, dan sulfokarbamida (Fang 1998 diacu dalam Aydogdu 2004). Apabila baja tahan karat mengalami perlakuan panas pada suhu tertentu dapat mengakibatkan sensitisasi atau pembentukan kromium karbida di batas butir yang selanjutnya menghasilkan korosi batas butir. Pengukuran derajat sensitisasi sampel berdasarkan jumlah muatan selama reaktivasi yang diberikan (Jones 1992). Hasil pengukuran muatan reaktivasi sampel SS 316 ditunjukkan pada Tabel 4.

19 9 Tabel 4 Muatan reaktivasi SS 316 Suhu perlakuan panas ( C)* Blangko ST ST-350 ST-450 ST-550 Ulangan Muatan reaktivasi (mc/cm 2 ) Muatan reaktivasi rerata (mc/ cm 2 ) ST Keterangan: *ST ialah pemanasan dengan perlakuan pelarutan terlebih dahulu. Berdasarkan pengujian statistika menggunakan rancangan acak lengkap (RAL), kenaikan suhu pemanasan pada sampel SS 316 dengan perlakuan ST sangat memengaruhi muatan reaktivasi SS 316. Secara umum, kenaikan suhu pada interval suhu 350 C-650 C akan menyebabkan kenaikan pula pada jumlah muatan reaktivasi (Gambar 5), walaupun setelah dilakukan uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan nilai yang nyata antara sampel dengan perlakuan panas pada suhu 350 C dan 450 C (Lampiran 6) tanpa ST ST Suhu p erlakuan panas ( C) Gambar 5 Pengaruh suhu pemanasan pada muatan reaktivasi SS 316. Muatan reaktivasi (Q) dihitung berdasarkan luas daerah di bawah kurva puncak reaktivasi yang dibatasi oleh nilai E kor (Gambar 6). Kenaikan jumlah muatan reaktivasi pada suhu 550 C dan 650 C secara signifikan menunjukkan bahwa pada suhu tersebut, sampel SS 316 mulai tersensitisasi korosi batas butir (Gambar 6). Korosi pada daerah batas butir yang kekurangan kromium akan menyebabkan kenaikan kerapatan arus secara cepat ketika potensial elektrokimia diubah dari daerah pasif ke daerah aktif (Clark 2005). Gambar 6 Kurva potensiokinetik reaktivasi SS 316 suhu 350 C-650 C setelah ST. Berdasarkan pengujian statistika menggunakan uji-t, sampel SS 316 dengan perlakuan pelarutan (ST, ST-550 C, dan ST- 650 C) memiliki nilai muatan reaktivasi yang lebih rendah dibandingkan tanpa perlakuan ST (blangko, suhu 550 C, dan 650 C) (Lampiran 8). Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan ST pada suhu 1000 C telah efektif dalam mengurangi intensitas sensitisasi baja tahan karat (Silva et al. 2003). Perbandingan kurva potensiokinetik reaktivasi SS 316 dengan ST dan tanpa ST terdapat pada Lampiran 9, 10, dan 11. Mikrostruktur SEM Gejala korosi batas butir sampel SS 316 juga dapat diamati pada mikrostruktur yang dapat dilihat menggunakan scanning electron microscope (SEM). Hasil pengamatan menggunakan SEM ini dapat diperlihatkan pada Gambar 7 sampai dengan Gambar 15.

20 10 Gambar 7 Mikrostruktur SS 316 setelah perlakuan ST. Gambar 11 Mikrostruktur SS 316 setelah dipanaskan pada suhu 550 C tanpa ST. Gambar 8 Mikrostruktur blangko SS 316. Gambar 12 Mikrostruktur SS 316 setelah dipanaskan pada suhu 550 C dengan ST. Gambar 9 Mikrostruktur SS 316 setelah dipanaskan pada suhu 350 C dengan ST. Gambar 13 Mikrostruktur SS 316 setelah dipanaskan pada suhu 650 C dengan ST. Gambar 10 Mikrostruktur SS 316 setelah dipanaskan pada suhu 450 C dengan ST. Gambar 14 Mikrostruktur SS 316 setelah dipanaskan pada suhu 650 C tanpa ST (pembesaran 500 kali ).

21 11 Gambar 15 Mikrostruktur SS 316 setelah dipanaskan pada suhu 650 C tanpa ST (pembesaran 3500 kali). Mikrostruktur blangko SS 316 dan ST terlihat tidak terdapat inti kromium karbida (Gambar 7 dan 8). Hal ini sangat sesuai dengan laju korosi dan muatan reaktivasi yang dihasilkan memilki nilai yang rendah dibandingkan perlakuan sampel lainnya. Perlakuan ST pada suhu 1000 C tidak akan menyebabkan terbentuknya endapan kromium karbida bila dilakukan pendinginan dengan cepat, tetapi bila didinginkan secara perlahanlahan atau dibiarkan selama beberapa waktu pada suhu ± 650 C, karbon akan mengendap membentuk endapan kromium karbida di batas butir (Vlack 1986). Mikrostruktur SS 316 yang dipanaskan pada suhu 350 C dan 450 C juga tidak terdapat endapan kromium karbida. Energi yang dihasilkan oleh pemanasan sampel SS 316 dengan perlakuan ST pada suhu 350 C dan 450 C selama 5 jam belum cukup untuk menyebabkan difusi unsur karbon ke batas butir sehingga belum menghasilkan endapan kromium karbida (Gambar 9 dan 10). Hal ini sesuai dengan pengujian derajat sensitisasi dengan metode EPR yang menghasilkan nilai muatan reaktivasi yang rendah. Mikrostruktur SS 316 yang dipanaskan pada suhu 550 C dan 650 C tanpa ST terlihat adanya endapan kromium karbida berwarna hitam, walaupun endapan tersebut belum membentuk butiran yang sempurna. Berdasarkan ASTM A 262, mikrostruktur batas butir ini termasuk pada tahap step permulaan karena tidak ada satu butir pun yang secara menyeluruh dikelilingi endapan kromium karbida. Endapan kromium karbida pada sampel dengan suhu pemanasan 650 C lebih banyak dari suhu 550 C (Gambar 11, 14, dan 15). Gambar 12 dan 13 menunjukkan bahwa adanya perlakuan ST dapat mengurangi pembentukan endapan kromium karbida di batas butir. Hal ini terbukti pada sampel yang dipanaskan pada suhu 550 C dan 650 C dengan perlakuan ST memiliki jumlah endapan kromium karbida yang lebih kecil. Proses pemanasan pada suhu 650 C adalah proses pemanasan yang berada dalam interval suhu kritis baja tahan karat austenitik. Pemanasan pada suhu tersebut menyebabkan terjadinya pembentukan endapan kromium karbida di batas butir melalui mekanisme difusi unsur karbon (Kartaman & Junaedi 2006) (Lampiran 12). Pada suhu 650 C, laju difusi unsur kromium pada SS 316 sebesar cm/detik, sedangkan unsur karbon sebesar cm/detik. Atom karbon memiliki laju difusi yang besar disebabkan memiliki jari-jari dan bobot atom yang lebih rendah dari kromium (Aydoĝdu 2004). Kromium karbida yang terbentuk pada batas butir akan mengakibatkan daerah kekurangan unsur kromium atau chromium depleted zone dan secara mikro dapat menyebabkan beda potensial antara daerah sekitar batas butir sehingga bahan tersebut mudah mengalami korosi batas butir dengan laju korosi cukup tinggi. Menurut Silva et al. (2003), bila daerah sekitar batas butir yang tersensitisasi dicirikan menggunakan energy dispersive X-ray (EDX) akan menunjukkan puncak karbon tinggi dan puncak kromium yang rendah. Hal ini menunjukkan bahwa daerah tersebut kekurangan kromium dan kaya unsur karbon. Sensitisasi pada baja tahan karat menyebabkan kegagalan bahan atau retak korosi akibat tegangan (stress corrosion cracking) (Trethwey dan Chamberlain 1991). Ciri Berdasarkan XRD Tujuan pencirian menggunakan XRD ialah untuk melihat perubahan fase akibat perlakuan ST dan perlakuan panas pada suhu 650 C. Gambar 16 menunjukkan spektrum difraksi sinar-x blangko SS 316. Puncak-puncak pada sudut 43.31, 50.57, dan menunjukkan adanya fase austenit (FeNiCr). Fase austenit baja tahan karat memiliki struktur kubus pusat muka (fcc). Hal ini sesuai dengan parameter kisi fase austenit baja tahan karat (a=3.591=b=c) (Lampiran 13). Struktur kubus pusat muka pada fase ini menyebabkan baja tahan karat austenitik bersifat nonmagnetik.

22 Fe-Ni-Cr (γ) 2000 Intensitas (arb. unit) Fase-fase lain/ (pengotor) Fe-Ni-Cr (γ) Cr23C Sudut 2θ / o Fe-Ni-Cr (γ) Gambar 16 Spektrum difraksi sinar-x blangko SS 316. Puncak dan menunjukkan adanya inti kromium karbida (Cr 23 C 6 ) dan senyawa pengotor. Adanya kromium karbida disebabkan oleh pengelasan pada proses pabrikasi baja. Proses pengelasan dapat menyebabkan terbentuknya heat affected zone (HAZ) yang berada pada interval suhu krits terjadinya korosi batas butir (Lampiran 13) (Jones 1992). Gambar 17 menunjukkan spektrum difraksi sinar-x SS 316 setelah perlakuan ST. Puncak-puncak pada sudut 43.47, 50.65, dan menunjukkan adanya fase austenit (FeNiCr). Perlakuan ST menyebabkan hilangnya puncak serapan kromium karbida dan senyawa pengotor yang terdapat pada blangko. Menurut Lim et al. (2000), perlakuan ST dapat melarutkan inti-inti kromium karbida dan menyebabkan homogenitas fase dalam paduan yang akan meningkatkan ketahanan korosi. Gambar 18 menunjukkan spektrum difraksi sinar-x SS 316 setelah pemanasan suhu 650 C dengan perlakuan ST. Puncakpuncak pada sudut 43.55, 50.69, dan menunjukkan adanya fase austenit (FeNiCr). Adanya pemanasan suhu 650 C menyebabkan terbentuknya endapan kromium karbida pada puncak Senyawa oksida yang muncul signifikan pada spektrum ini ialah Cr 2 O 3 dan Fe 2 O 3 pada puncak dan Senyawa-senyawa lain yang muncul dengan intensitas rendah antara lain Fe 3 O 4 (35.07 ), Ni 2 O 3 (56.09 ), dan CrO 2 (36.77 ). Referensi penentuan puncak-puncak hasil difraksi sinar- X terdapat pada Lampiran 14.

23 Fe-Ni-Cr (γ) 2000 Intensitas (arb. unit) Fe-Ni-Cr (γ) 2000 Fe-Ni-Cr (γ) Sudut 2θ / o Gambar 17 Spektrum difraksi sinar-x SS 316 dengan perlakuan ST Fe-Ni-Cr (γ) Intensitas (arb. unit) Fe3O4 Cr2O3 200 Fe-Ni-Cr (γ) CrO2 Cr23C6 Ni2O Sudut 2θ / o Fe-Ni-Cr (γ) Gambar 18 Spektrum difraksi sinar-x SS 316 setelah dipanaskan pada suhu 650 C dengan ST.

24 14 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Pemanasan pada suhu 350 C 650 C setelah perlakuan pelarutan dapat memengaruhi laju korosi dan muatan reaktivasi SS 316. Semakin tinggi suhu pemanasan semakin tinggi pula laju korosi dan muatan reaktivasinya. Sampel SS 316 yang dipanaskan pada suhu 650 C menghasilkan laju korosi dan muatan reaktivasi paling tinggi, yaitu milliinches per year (MPY) dan 2767 mc/cm 2. Muatan reaktivasi menunjukkan kerentanan terhadap korosi batas butir. Sampel yang dipanaskan suhu 350, 450, dan 550 C setelah ST tidak menimbulkan korosi batas butir dengan muatan reaktivasi berturutturut sebesar 81.72, 92.42, dan mc/cm 2. Laju korosi dan muatan reaktivasi SS 316 pada suhu 550 C dan 650 C tanpa ST lebih besar dari ST dengan perlakuan panas yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan ST telah cukup meningkatkan ketahanan korosi batas butir pada SS 316. Saran Bila baja tahan karat austenitik (SS 316) digunakan pada suhu di atas 550 C, dianjurkan modifikasi material terlebih dahulu. Modifikasi paduan dilakukan dengan penambahan unsur pemadu, seperti Mo, Nb, dan TI pada konsentrasi tertentu serta mengurangi kadar karbon hingga 0.03 %. Kedua hal ini akan mencegah terbentuknya endapan kromium karbida di batas butir. DAFTAR PUSTAKA Akhadi, Muklis Pengantar Teknologi Nuklir. Jakarta: PT Rineka Cipta. ASTM Annual Book of ASTM Standards. Section 3. Vol Philadelphia: American Society for Testing and Materials. Atkins PW Kimia Fisika Jilid 2. Edisi ke-4. Kartohadiprodjo II, penerjemah; Indarto PW, editor. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Physical Chemistry. Aydoĝdu GH Determination of susceptibility to intergranular corrosion in AISI 304 L type stainless steel by electrochemical reactivation method. [tesis]. Teheran: Department of Metallurgical and Material Engineering of Teheran. Benjamin M Nuclear Reactor Materials and Aplications. New York: Van Nostrand Reinhold. Bundjali B, Surdia NM, Liang OB Konstruksi diagram potensial ph baja karbon dalam buffer asetat secara potensiodinamik. Jurnal Matematika dan Sains;9: Clark TD An analysis of microstructure and corrosion resistance in underwater friction stir welded 304 L stainless steel. [tesis]. Brigham: Department of Mechanical Engineering Brigham Young University. Jones DA Principles and Prevention of Corrosion. New York: Macmillan. Kartaman MA, Junaedi Efek perlakuan panas terhadap korosi intergranular baja tahan karat austenitik menggunakan metode kimia (Heuy test). Hasil-hasil penelitian EBN. Tangerang: PTBN Batan. Khopkar SM Konsep Dasar Kimia Analitik. Saptorahardjo A, penerjemah; Jakarta: UI Pr. Terjemahan dari: Basic Concepts of Analytical Chemistry. Lim YS et al Influence of laser surface melting on the susceptibility to intergranular corrosion of sensitized Alloy 600. J Corrosion Science;43: Mattjik AA, Sumertajaya IM Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. Jilid I. Bogor: IPB Pr. Nugroho A, K Rosika Aplikasi XRF untuk analisis unsur dalam bahan. Seminar Nasional MIPA, Universitas Indonesia; Depok, November Depok: Universitas Indonesia. Nugroho D Klasifikasi stainless steel. s.htm. [26 April 2008].

KERENTANAN KOROSI BATAS BUTIR BAJA TAHAN KARAT TIPE 316 DENGAN METODE ELEKTROKIMIA ROHMATULLOH NABHANI

KERENTANAN KOROSI BATAS BUTIR BAJA TAHAN KARAT TIPE 316 DENGAN METODE ELEKTROKIMIA ROHMATULLOH NABHANI KERENTANAN KOROSI BATAS BUTIR BAJA TAHAN KARAT TIPE 316 DENGAN METODE ELEKTROKIMIA ROHMATULLOH NABHANI DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008

Lebih terperinci

PENGARUH PERLAKUAN PANAS TERHADAP KETAHANAN KOROSI BATAS BUTIR BAJA TAHAN KARAT TIPE 316

PENGARUH PERLAKUAN PANAS TERHADAP KETAHANAN KOROSI BATAS BUTIR BAJA TAHAN KARAT TIPE 316 Urania Vol. 14 No. 3, Juli 2008 : 106-160 PENGARUH PERLAKUAN PANAS TERHADAP KETAHANAN KOROSI BATAS BUTIR BAJA TAHAN KARAT TIPE 316 Maman K Ajiriyanto (1), Joko Kisworo (1), Rohmatulloh Nabhani (2), Sri

Lebih terperinci

UJI KETAHANAN KOROSI TEMPERATUR TINGGI (550OC) DARI LOGAM ZIRKONIUM DAN INGOT PADUAN

UJI KETAHANAN KOROSI TEMPERATUR TINGGI (550OC) DARI LOGAM ZIRKONIUM DAN INGOT PADUAN PKMI-3-2-1 UJI KETAHANAN KOROSI TEMPERATUR TINGGI (550 O C) DARI LOGAM ZIRKONIUM DAN INGOT PADUAN Zr-Mo-Fe-Cr SEBAGAI KANDIDAT KELONGSONG (CLADDING) BAHAN BAKAR NUKLIR Beni Hermawan, Incik Budi Permana,

Lebih terperinci

Studi sensitasi baja tahan karat tipe 316 sebagai bahan kelongsong dan struktur fast breeder reactors

Studi sensitasi baja tahan karat tipe 316 sebagai bahan kelongsong dan struktur fast breeder reactors Studi sensitasi baja tahan karat tipe 316 sebagai bahan kelongsong dan struktur fast breeder reactors Maman Kartaman A, Rosika Kriswarini, Dian Anggraini Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir-BATAN, Kawasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Pengaruh pengelasan..., RR. Reni Indraswari, FT UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Pengaruh pengelasan..., RR. Reni Indraswari, FT UI, 2010. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Baja tahan karat Austenitic stainless steel (seri 300) merupakan kelompok material teknik yang sangat penting yang telah digunakan luas dalam berbagai lingkungan industri,

Lebih terperinci

BAB I PEDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pipa merupakan salah satu kebutuhan yang di gunakan untuk

BAB I PEDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pipa merupakan salah satu kebutuhan yang di gunakan untuk BAB I PEDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pipa merupakan salah satu kebutuhan yang di gunakan untuk mendistribusikan aliran fluida dari suatu tempat ketempat yang lain. Berbagi jenis pipa saat ini sudah beredar

Lebih terperinci

Gambar 2.1. Proses pengelasan Plug weld (Martin, 2007)

Gambar 2.1. Proses pengelasan Plug weld (Martin, 2007) BAB II DASAR TEORI 2.1 TINJAUAN PUSTAKA Proses pengelasan semakin berkembang seiring pertumbuhan industri, khususnya di bidang konstruksi. Banyak metode pengelasan yang dikembangkan untuk mengatasi permasalahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Korosi dapat didefinisikan sebagai penurunan mutu suatu logam akibat reaksi elektrokimia dengan lingkungannya, yang melibatkan pergerakan ion logam ke dalam larutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mekanik, listrik, kimia dan konstruksi, dan bahkan kehidupan sehari-hari dapat

BAB I PENDAHULUAN. mekanik, listrik, kimia dan konstruksi, dan bahkan kehidupan sehari-hari dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Baut adalah salah satu komponen pengikat, banyak digunakan dalam industri mekanik, listrik, kimia dan konstruksi, dan bahkan kehidupan sehari-hari dapat ditemukan

Lebih terperinci

Ir. Hari Subiyanto, MSc

Ir. Hari Subiyanto, MSc Tugas Akhir TM091486 METALURGI Budi Prasetya Awab Putra NRP 2104 100 018 Dosen Pembimbing: Ir. Hari Subiyanto, MSc ABSTRAK Austenitic stainless steel adalah suatu logam paduan yang mempunyai sifat tahan

Lebih terperinci

KARAKTERISASI PADUAN AlFeNiMg HASIL PELEBURAN DENGAN ARC FURNACE TERHADAP KEKERASAN

KARAKTERISASI PADUAN AlFeNiMg HASIL PELEBURAN DENGAN ARC FURNACE TERHADAP KEKERASAN No.06 / Tahun III Oktober 2010 ISSN 1979-2409 KARAKTERISASI PADUAN AlFeNiMg HASIL PELEBURAN DENGAN ARC FURNACE TERHADAP KEKERASAN Martoyo, Ahmad Paid, M.Suryadiman Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir -

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Laju Korosi Baja Karbon Pengujian analisis dilakukan untuk mengetahui prilaku korosi dan laju korosi baja karbon dalam suatu larutan. Pengujian ini dilakukan dengan

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI TEMPERATUR PADA PROSES PERLAKUAN PANAS BAJA AISI 304 TERHADAP LAJU KOROSI

PENGARUH VARIASI TEMPERATUR PADA PROSES PERLAKUAN PANAS BAJA AISI 304 TERHADAP LAJU KOROSI Teknika : Engineering and Sains Journal Volume, Nomor, Juni 207, 67-72 ISSN 2579-5422 online ISSN 2580-446 print PENGARUH VARIASI TEMPERATUR PADA PROSES PERLAKUAN PANAS BAJA AISI 304 TERHADAP LAJU KOROSI

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer. 10 dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil sintesis paduan CoCrMo Pada proses preparasi telah dihasilkan empat sampel serbuk paduan CoCrMo dengan komposisi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Baja Baja merupakan paduan yang terdiri dari unsur utama besi (Fe) dan karbon (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang tersusun dalam

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 24 3.1. Metodologi penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian yang dilakukan menggunakan diagram alir seperti Gambar 3.1. PEMOTONGAN SAMPEL UJI KEKERASAN POLARISASI DICELUPKAN DALAM LARUTAN DARAH

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2012 sampai Januari 2013 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2012 sampai Januari 2013 di 27 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pelaksanaan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2012 sampai Januari 2013 di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas Lampung.

Lebih terperinci

PENGARUH LAJU KOROSI PELAT BAJA LUNAK PADA LINGKUNGAN AIR LAUT TERHADAP PERUBAHAN BERAT.

PENGARUH LAJU KOROSI PELAT BAJA LUNAK PADA LINGKUNGAN AIR LAUT TERHADAP PERUBAHAN BERAT. PENGARUH LAJU KOROSI PELAT BAJA LUNAK PADA LINGKUNGAN AIR LAUT TERHADAP PERUBAHAN BERAT. Hartono Program Diploma III Teknik Perkapala, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro ABSTRACT One of the usage

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kata korosi berasal dari bahasa latin Corrodere yang artinya perusakan

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kata korosi berasal dari bahasa latin Corrodere yang artinya perusakan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Dasar Korosi Kata korosi berasal dari bahasa latin Corrodere yang artinya perusakan logam atau berkarat. Korosi adalah terjadinya perusakan material (khususnya logam)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ragam, oleh sebab itu manusia dituntut untuk semakin kreatif dan produktif dalam

BAB I PENDAHULUAN. ragam, oleh sebab itu manusia dituntut untuk semakin kreatif dan produktif dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penerapan teknologi rekayasa material saat ini semakin bervariasi hal ini disebabkan oleh tuntutan untuk memenuhi kebutuhan manusia yang beraneka ragam, oleh sebab

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN 4.1. KARAKTERISTIK SERBUK 4.1.1. Serbuk Fe-50at.%Al Gambar 4.1. Hasil Uji XRD serbuk Fe-50at.%Al Berdasarkan gambar di atas, dapat diketahui bahwa secara keseluruhan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dibandingkan jenis martensitik, dan feritik, di beberapa lingkungan korosif seperti air

BAB 1 PENDAHULUAN. dibandingkan jenis martensitik, dan feritik, di beberapa lingkungan korosif seperti air BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Baja nirkarat austenitik AISI 304, memiliki daya tahan korosi lebih baik dibandingkan jenis martensitik, dan feritik, di beberapa lingkungan korosif seperti air laut.

Lebih terperinci

PENGARUH PERLAKUAN PANAS PADA ANODA KORBAN ALUMINIUM GALVALUM III TERHADAP LAJU KOROSI PELAT BAJA KARBON ASTM A380 GRADE C

PENGARUH PERLAKUAN PANAS PADA ANODA KORBAN ALUMINIUM GALVALUM III TERHADAP LAJU KOROSI PELAT BAJA KARBON ASTM A380 GRADE C PENGARUH PERLAKUAN PANAS PADA ANODA KORBAN ALUMINIUM GALVALUM III TERHADAP LAJU KOROSI PELAT BAJA KARBON ASTM A380 GRADE C Kharisma Permatasari 1108100021 Dosen Pembimbing : Dr. M. Zainuri, M.Si JURUSAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) 39 HASIL DAN PEMBAHASAN Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) Hasil karakterisasi dengan Difraksi Sinar-X (XRD) dilakukan untuk mengetahui jenis material yang dihasilkan disamping menentukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Penelitian dilaksanakan sejak bulan Februari hingga Agustus 2015. Ekstraksi hemin dan konversinya menjadi protoporfirin dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. DIAGRAM ALIR PENELITIAN Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian 38 3.2. ALAT DAN BAHAN 3.2.1 Alat Gambar 3.2 Skema Peralatan Penelitian Die Soldering 3.2.2 Bahan Bahan utama

Lebih terperinci

KERANGKA KONSEP PENELITIAN PENGARUH NITROCARBURIZING TERHADAP LAJU KOROSI, KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO PADA MATERIAL DUPLEX STAINLESS STEEL

KERANGKA KONSEP PENELITIAN PENGARUH NITROCARBURIZING TERHADAP LAJU KOROSI, KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO PADA MATERIAL DUPLEX STAINLESS STEEL KERANGKA KONSEP PENELITIAN PENGARUH NITROCARBURIZING TERHADAP LAJU KOROSI, KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO PADA MATERIAL DUPLEX STAINLESS STEEL A. Kerangka Konsep Baja stainless merupakan baja paduan yang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN komposisi tidak homogen akan memiliki perbedaan kelarutan dalam pembersihan, sehingga beberapa daerah ada yang lebih terlarut dibandingkan dengan daerah yang lainnya. Ketika oksida dihilangkan dari permukaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Korosi merupakan salah satu permasalahan penting yang harus dihadapi oleh berbagai macam sektor industri di Indonesia terutama industri perkapalan. Tidak sedikit

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian 28 Bab III Metodologi Penelitian III.1 Tahap Penelitian Penelitian ini terbagi dalam empat tahapan kerja, yaitu : Tahapan kerja pertama adalah persiapan bahan dasar pembuatan film tipis ZnO yang terdiri

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Padatan TiO 2 Amorf Proses sintesis padatan TiO 2 amorf ini dimulai dengan melarutkan titanium isopropoksida (TTIP) ke dalam pelarut etanol. Pelarut etanol yang digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Dalam proses pembuatan komponen-komponen atau peralatan-peralatan permesinan dan industri, dibutuhkan material dengan sifat yang tinggi maupun ketahanan korosi yang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 52 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. DATA PENELITIAN 1. Material Penelitian a. Tipe Baja : A 516 Grade 70 Bentuk : Plat Tabel 7. Komposisi Kimia Baja A 516 Grade 70 Komposisi Kimia Persentase (%) C 0,1895 Si

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Peralatan Penelitian Bahan-bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini antara lain bubuk magnesium oksida dari Merck, bubuk hidromagnesit hasil sintesis penelitian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. standar, dilanjutkan pengukuran kadar Pb dalam contoh sebelum dan setelah koagulasi (SNI ).

HASIL DAN PEMBAHASAN. standar, dilanjutkan pengukuran kadar Pb dalam contoh sebelum dan setelah koagulasi (SNI ). 0.45 µm, ph meter HM-20S, spektrofotometer serapan atom (AAS) Analytic Jena Nova 300, spektrofotometer DR 2000 Hach, SEM-EDS EVO 50, oven, neraca analitik, corong, pompa vakum, dan peralatan kaca yang

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-Agustus 2012 di Instalasi Elemen

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-Agustus 2012 di Instalasi Elemen III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-Agustus 2012 di Instalasi Elemen Bakar Eksperimental (IEBE), Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir (PTBN)-

Lebih terperinci

Oleh: Az Zahra Faradita Sunandi Dosen Pembimbing: Prof.Dr.Ir. Sulistijono, DEA

Oleh: Az Zahra Faradita Sunandi Dosen Pembimbing: Prof.Dr.Ir. Sulistijono, DEA Seminar Proposal Tugas Akhir Oleh: Az Zahra Faradita Sunandi 2710100026 Dosen Pembimbing: Prof.Dr.Ir. Sulistijono, DEA Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Instiut Teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juga menjadi bisnis yang cukup bersaing dalam perusahaan perbajaan.

BAB I PENDAHULUAN. juga menjadi bisnis yang cukup bersaing dalam perusahaan perbajaan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Pipa merupakan salah satu kebutuhan yang di gunakan untuk mendistribusikan aliran fluida dari suatu tempat ketempat yang lain. Berbagi jenis pipa saat ini sudah beredar

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Perkembangan Riset dan Teknologi di Bidang Industri ke-20 BAHAN TEKNIK MEKANIKA BAHAN

Prosiding Seminar Nasional Perkembangan Riset dan Teknologi di Bidang Industri ke-20 BAHAN TEKNIK MEKANIKA BAHAN Pengaruh Kromium dan Perlakuan Panas pada Baja Fe-Ni-Cr terhadap Kekerasan dan Struktur Mikro Meilinda Nurbanasari 1, Dodi Mulyadi 2 1 Dosen Tetap Jurusan Teknik Mesin, FTI, Institut Teknologi Nasional,

Lebih terperinci

LAJU DAN BENTUK KOROSI PADA BAJA KARBON MENENGAH YANG MENDAPAT PERLAKUAN PADA SUHU AUSTENIT DIUJI DI DALAM LARUTAN NaCl 3 N

LAJU DAN BENTUK KOROSI PADA BAJA KARBON MENENGAH YANG MENDAPAT PERLAKUAN PADA SUHU AUSTENIT DIUJI DI DALAM LARUTAN NaCl 3 N Jurnal Desiminasi Teknologi, Volume 1, Nomor 1, Januari 2013, Hal 44-49 LAJU DAN BENTUK KOROSI PADA BAJA KARBON MENENGAH YANG MENDAPAT PERLAKUAN PADA SUHU AUSTENIT DIUJI DI DALAM LARUTAN NaCl 3 N R. KOHAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Logam merupakan salah satu jenis bahan yang sering dimanfaatkan untuk dijadikan peralatan penunjang bagi kehidupan manusia dikarenakan logam memiliki banyak kelebihan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik komposit CSZ-Ni dengan

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik komposit CSZ-Ni dengan 20 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Desain Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah eksperimen. Pada penelitian ini dilakukan pembuatan keramik komposit CSZ-Ni dengan menggunakan metode tape

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia, Jurusan Pendidikan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia, Jurusan Pendidikan 28 BAB III METODE PENELITIAN III. 1 Tempat Dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia, Jurusan Pendidikan Kimia, Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Hasil Uji Korosi Dari pengujian yang telah dilakukan maka diperoleh hasil berupa data hasil perhitungan weight loss, laju korosi dan efisiensi inhibitor dalam Tabel

Lebih terperinci

ANALISA PERBANDINGAN LAJU KOROSI MATERIAL STAINLESS STEEL SS 316 DENGAN CARBON STEEL A 516 TERHADAP PENGARUH AMONIAK

ANALISA PERBANDINGAN LAJU KOROSI MATERIAL STAINLESS STEEL SS 316 DENGAN CARBON STEEL A 516 TERHADAP PENGARUH AMONIAK ANALISA PERBANDINGAN LAJU KOROSI MATERIAL STAINLESS STEEL SS 316 DENGAN CARBON STEEL A 516 TERHADAP PENGARUH AMONIAK * Ir. Soewefy, M.Eng, ** Indra Prasetyawan * Staff Pengajar Jurusan Teknik Perkapalan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Korosi Baja Karbon dalam Lingkungan Elektrolit Jenuh Udara

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Korosi Baja Karbon dalam Lingkungan Elektrolit Jenuh Udara BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Korosi Baja Karbon dalam Lingkungan Elektrolit Jenuh Udara Untuk mengetahui laju korosi baja karbon dalam lingkungan elektrolit jenuh udara, maka dilakukan uji korosi dengan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari 2013, dilaksanakan di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari 2013, dilaksanakan di III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari 2013, dilaksanakan di Laboratorium Material Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Lampung, Laboratorium

Lebih terperinci

ANALISA LAJU KOROSI PENGARUH POST WELD HEAT TREATMENT TERHADAP UMUR PIPA PADA PIPA API 5L GRADE B

ANALISA LAJU KOROSI PENGARUH POST WELD HEAT TREATMENT TERHADAP UMUR PIPA PADA PIPA API 5L GRADE B ANALISA LAJU KOROSI PENGARUH POST WELD HEAT TREATMENT TERHADAP UMUR PIPA PADA PIPA API 5L GRADE B Oleh : Ikhsan Kholis *) ABSTRAK Jaringan perpipaan banyak digunakan dalam kegiatan eksplorasi minyak dan

Lebih terperinci

BAB II KOROSI dan MICHAELIS MENTEN

BAB II KOROSI dan MICHAELIS MENTEN BAB II : MEKANISME KOROSI dan MICHAELIS MENTEN 4 BAB II KOROSI dan MICHAELIS MENTEN Di alam bebas, kebanyakan logam ditemukan dalam keadaan tergabung secara kimia dan disebut bijih. Oleh karena keberadaan

Lebih terperinci

ELEKTROKIMIA DAN KOROSI (Continued) Ramadoni Syahputra

ELEKTROKIMIA DAN KOROSI (Continued) Ramadoni Syahputra ELEKTROKIMIA DAN KOROSI (Continued) Ramadoni Syahputra 3.3 KOROSI Korosi dapat didefinisikan sebagai perusakan secara bertahap atau kehancuran atau memburuknya suatu logam yang disebabkan oleh reaksi kimia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hidupnya. Salah satu contoh diantaranya penggunaan pelat baja lunak yang biasa

I. PENDAHULUAN. hidupnya. Salah satu contoh diantaranya penggunaan pelat baja lunak yang biasa 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia telah banyak memanfaatkan logam untuk berbagai keperluan di dalam hidupnya. Salah satu contoh diantaranya penggunaan pelat baja lunak yang biasa digunakan sebagai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. DIAGRAM ALIR PENELITIAN Untuk mengetahui perilaku korosi pada baja dari sponge bijih besi laterite dan membandingkannya secara kuantitatif dengan perilaku korosi dari baja

Lebih terperinci

Sudaryatno Sudirham ing Utari. Mengenal. Sudaryatno S & Ning Utari, Mengenal Sifat-Sifat Material (1)

Sudaryatno Sudirham ing Utari. Mengenal. Sudaryatno S & Ning Utari, Mengenal Sifat-Sifat Material (1) Sudaryatno Sudirham ing Utari Mengenal Sifat-Sifat Material (1) 16-2 Sudaryatno S & Ning Utari, Mengenal Sifat-Sifat Material (1) BAB 16 Oksidasi dan Korosi Dalam reaksi kimia di mana oksigen tertambahkan

Lebih terperinci

BAB V DIAGRAM FASE ISTILAH-ISTILAH

BAB V DIAGRAM FASE ISTILAH-ISTILAH BAB V DIAGRAM FASE ISTILAH-ISTILAH Komponen : adalah logam murni atau senyawa yang menyusun suatu logam paduan. Contoh : Cu - Zn (perunggu), komponennya adalah Cu dan Zn Solid solution (larutan padat)

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian 22 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alur Proses Penelitian Mulai Preparasi dan larutan Pengujian Polarisasi Potensiodinamik untuk mendapatkan kinetika korosi ( no. 1-7) Pengujian Exposure (Immersion) untuk

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. Tugas Akhir ini Disusun Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta

TUGAS AKHIR. Tugas Akhir ini Disusun Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta TUGAS AKHIR PENGARUH POST WELD HEAT TREATMENT PADA PENGELASAN BAJA TAHAN KARAT AUSTENITIK TERHADAP UJI KOMPOSISI KIMIA, STRUKTUR MIKRO, KEKERASAN DAN TARIK Tugas Akhir ini Disusun Guna Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

PENGARUH NITROGEN TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO PADUAN IMPLAN Co-28Cr-6Mo-0,4Fe-0,2Ni YANG MENGANDUNG KARBON HASIL PROSES HOT ROLLING

PENGARUH NITROGEN TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO PADUAN IMPLAN Co-28Cr-6Mo-0,4Fe-0,2Ni YANG MENGANDUNG KARBON HASIL PROSES HOT ROLLING PENGARUH NITROGEN TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO PADUAN IMPLAN Co-28Cr-6Mo-0,4Fe-0,2Ni YANG MENGANDUNG KARBON HASIL PROSES HOT ROLLING Kafi Kalam 1, Ika Kartika 2, Alfirano 3 [1,3] Teknik Metalurgi

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV. 1 Analisis Hasil Pengujian Metalografi dan Spektrometri Sampel Baja Karbon Dari hasil uji material pipa pengalir hard water (Lampiran A.1), pipa tersebut terbuat dari baja

Lebih terperinci

KINERJA INHIBITOR Na 2 CrO 4 DALAM LARUTAN Nacl UNTUK MELINDUNGI BAJA TAHAN KARAT AUSTENITIK TERSENSITISASI DARI SERANGAN SCC Ishak `*) ABSTRAK

KINERJA INHIBITOR Na 2 CrO 4 DALAM LARUTAN Nacl UNTUK MELINDUNGI BAJA TAHAN KARAT AUSTENITIK TERSENSITISASI DARI SERANGAN SCC Ishak `*) ABSTRAK Jurnal Reaksi Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol 2 No. 3 Juni 2004 ISSN 1693-248X KINERJA INHIBITOR Na 2 CrO 4 DALAM LARUTAN Nacl UNTUK MELINDUNGI BAJA TAHAN KARAT AUSTENITIK TERSENSITISASI

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 29 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan selama bulan februari sampai Agustus 2015 di Laboratorium Kimia Material dan Hayati FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia,

Lebih terperinci

PENGARUH PROSES TEMPERING PADA HASIL PENGELASAN BAJA TERHADAP MECHANICAL PROPPERTIES DAN SIFAT KOROSI

PENGARUH PROSES TEMPERING PADA HASIL PENGELASAN BAJA TERHADAP MECHANICAL PROPPERTIES DAN SIFAT KOROSI PENGARUH PROSES TEMPERING PADA HASIL PENGELASAN BAJA 516-70 TERHADAP MECHANICAL PROPPERTIES DAN SIFAT KOROSI Material baja karbon A 516 yang telah diklasi klasifikasikan : American Society For Testing

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisa Laju Korosi Stainless Steel AISI 304 Pengujian terhadap impeller dengan material baja tahan karat AISI 304 dengan media limbah pertambangan batu bara di BATAN Puspitek

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN. Salah satu industri yang cukup berkembang di Indonesia saat ini adalah

1 BAB I PENDAHULUAN. Salah satu industri yang cukup berkembang di Indonesia saat ini adalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu industri yang cukup berkembang di Indonesia saat ini adalah industri baja. Peningkatan jumlah industri di bidang ini berkaitan dengan tingginya kebutuhan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Persiapan sampel Sampel yang digunakan adalah pelat baja karbon rendah AISI 1010 yang dipotong berbentuk balok dengan ukuran 55mm x 35mm x 8mm untuk dijadikan sampel dan

Lebih terperinci

Korosi telah lama dikenal sebagai salah satu proses degradasi yang sering terjadi pada logam, khusunya di dunia body automobiles.

Korosi telah lama dikenal sebagai salah satu proses degradasi yang sering terjadi pada logam, khusunya di dunia body automobiles. JURUSAN TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA Korosi telah lama dikenal sebagai salah satu proses degradasi yang sering terjadi pada logam,

Lebih terperinci

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab II Tinjauan Pustaka Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Pengertian Korosi Korosi berasal dari bahasa Latin corrous yang berarti menggerogoti. Korosi didefinisikan sebagai berkurangnya kualitas suatu material (biasanya berupa logam

Lebih terperinci

STUDI EKONOMIS PENGARUH POST WELD HEAT TREATMENT TERHADAP UMUR PIPA

STUDI EKONOMIS PENGARUH POST WELD HEAT TREATMENT TERHADAP UMUR PIPA STUDI EKONOMIS PENGARUH POST WELD HEAT TREATMENT TERHADAP UMUR PIPA OLEH : NICKY ERSANDI NRP. 4105 100 041 DOSEN PEMBIMBING : DONY SETYAWAN, ST., M.Eng 1. PENDAHULUAN A. Latar belakang Material kapal harus

Lebih terperinci

MAKALAH FABRIKASI DAN KARAKTERISASI XRD (X-RAY DIFRACTOMETER)

MAKALAH FABRIKASI DAN KARAKTERISASI XRD (X-RAY DIFRACTOMETER) MAKALAH FABRIKASI DAN KARAKTERISASI XRD (X-RAY DIFRACTOMETER) Oleh: Kusnanto Mukti / M0209031 Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret Surakarta 2012 I. Pendahuluan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Metalurgi merupakan ilmu yang mempelajari pengenai pemanfaatan dan pembuatan logam dari mulai bijih sampai dengan pemasaran. Begitu banyaknya proses dan alur yang harus

Lebih terperinci

Studi Eksperimen Perbandingan Laju Korosi pada Plat ASTM (American Society For Testing and Material) A36 dengan Menggunakan Variasi Sudut Bending

Studi Eksperimen Perbandingan Laju Korosi pada Plat ASTM (American Society For Testing and Material) A36 dengan Menggunakan Variasi Sudut Bending JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) G-56 Studi Eksperimen Perbandingan Laju Korosi pada Plat ASTM (American Society For Testing and Material) A36 dengan Menggunakan

Lebih terperinci

SIDANG TUGAS AKHIR. oleh : Rosalia Ishida NRP Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Ir. Sulistijono, DEA Dr. Hosta Ardhyananta, ST, MSc

SIDANG TUGAS AKHIR. oleh : Rosalia Ishida NRP Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Ir. Sulistijono, DEA Dr. Hosta Ardhyananta, ST, MSc SIDANG TUGAS AKHIR oleh : Rosalia Ishida NRP 2706 100 005 Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Ir. Sulistijono, DEA Dr. Hosta Ardhyananta, ST, MSc Dalam penggunaannya, baja sering mengalami kerusakan, salah satunya

Lebih terperinci

Penghambatan Korosi Baja Beton dalam Larutan Garam dan Asam dengan Menggunakan Campuran Senyawa Butilamina dan Oktilamina

Penghambatan Korosi Baja Beton dalam Larutan Garam dan Asam dengan Menggunakan Campuran Senyawa Butilamina dan Oktilamina Jurnal Gradien Vol.3 No.1 Januari 2007 : 231-236 Penghambatan Korosi Baja Beton dalam Larutan Garam dan Asam dengan Menggunakan Campuran Senyawa Butilamina dan Oktilamina Samsul Bahri Program Studi Teknik

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN BaTiO 3 merupakan senyawa oksida keramik yang dapat disintesis dari senyawaan titanium (IV) dan barium (II). Proses sintesis ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu, tekanan,

Lebih terperinci

PENGARUH PROSES QUENCHING TERHADAP LAJU KOROSI BAHAN BAKAR PADUAN UZr

PENGARUH PROSES QUENCHING TERHADAP LAJU KOROSI BAHAN BAKAR PADUAN UZr PENGARUH PROSES QUENCHING TERHADAP LAJU KOROSI BAHAN BAKAR PADUAN UZr ABSTRAK Masrukan, Agoeng Kadarjono Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir BATAN Kawasan PUSPIPTEK Serpong, Tangerang Selatan 15314, Banten

Lebih terperinci

PENGHAMBATAN KOROSI BAJA BETON DALAM LARUTAN GARAM DAN ASAM DENGAN MENGGUNAKAN CAMPURAN SENYAWA BUTILAMINA DAN OKTILAMINA

PENGHAMBATAN KOROSI BAJA BETON DALAM LARUTAN GARAM DAN ASAM DENGAN MENGGUNAKAN CAMPURAN SENYAWA BUTILAMINA DAN OKTILAMINA Nama : M.Isa Ansyori Fajri NIM : 03121003003 Shift : Selasa Pagi Kelompok : 3 PENGHAMBATAN KOROSI BAJA BETON DALAM LARUTAN GARAM DAN ASAM DENGAN MENGGUNAKAN CAMPURAN SENYAWA BUTILAMINA DAN OKTILAMINA Korosi

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI KONSENTRASI LARUTAN NaCl TERHADAP KETAHANAN KOROSI HASIL ELEKTROPLATING Zn PADA COLDROLLED STEEL AISI 1020

PENGARUH VARIASI KONSENTRASI LARUTAN NaCl TERHADAP KETAHANAN KOROSI HASIL ELEKTROPLATING Zn PADA COLDROLLED STEEL AISI 1020 SIDANG TUGAS AKHIR PENGARUH VARIASI KONSENTRASI LARUTAN NaCl TERHADAP KETAHANAN KOROSI HASIL ELEKTROPLATING Zn PADA COLDROLLED STEEL AISI 1020 Oleh: Pathya Rupajati (2706 100 039) Dosen Pembimbing: Prof.

Lebih terperinci

PENGARUH PENGERJAAN DINGIN TERHADAP KETAHANAN KOROSI AISI 1020 HASIL ELEKTROPLATING Zn DI MEDIA NaCl. Oleh : Shinta Risma Ingriany ( )

PENGARUH PENGERJAAN DINGIN TERHADAP KETAHANAN KOROSI AISI 1020 HASIL ELEKTROPLATING Zn DI MEDIA NaCl. Oleh : Shinta Risma Ingriany ( ) SIDANG TUGAS AKHIR PENGARUH PENGERJAAN DINGIN TERHADAP KETAHANAN KOROSI AISI 1020 HASIL ELEKTROPLATING Zn DI MEDIA NaCl Oleh : Shinta Risma Ingriany (2706100025) Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Ir. Sulistijono,

Lebih terperinci

Moch. Novian Dermantoro NRP Dosen Pembimbing Ir. Muchtar Karokaro, M.Sc. NIP

Moch. Novian Dermantoro NRP Dosen Pembimbing Ir. Muchtar Karokaro, M.Sc. NIP Pengaruh Variasi Bentuk dan Ukuran Scratch Polyethylene Wrap Terhadap Proteksi Katodik Anoda Tumbal Al-Alloy pada Baja AISI 1045 di Lingkungan Air Laut Moch. Novian Dermantoro NRP. 2708100080 Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Secara garis besar, tahapan pelaksanaan penelitian yaitu : Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian 22 Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode bent beam dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik Ni-CSZ dengan metode kompaksi

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik Ni-CSZ dengan metode kompaksi 19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang dilakukan pada penelitian ini adalah eksperimen. Pada penelitian ini dilakukan pembuatan keramik Ni-CSZ dengan metode kompaksi serbuk. 3.2

Lebih terperinci

Pengaruh Rapat Arus dan Asam Borat terhadap Kualitas dan Morfologi Hasil Elektrodeposisi Kobal pada Substrat Tembaga

Pengaruh Rapat Arus dan Asam Borat terhadap Kualitas dan Morfologi Hasil Elektrodeposisi Kobal pada Substrat Tembaga Pengaruh Rapat Arus dan Asam Borat terhadap Kualitas dan Morfologi Hasil Elektrodeposisi Kobal pada Substrat Tembaga Siti Elin Huriyati, Abdul Haris, Didik Setiyo Widodo Laboratorium Kimia Analitik, Jurusan

Lebih terperinci

Jurnal Sains & Teknologi KOROSI PADA LASAN BAJA ANTIKARAT AISI 316 L. Sumaryono

Jurnal Sains & Teknologi KOROSI PADA LASAN BAJA ANTIKARAT AISI 316 L. Sumaryono JUS TEKNO Jurnal Sains & Teknologi ISSN 2580-2801 KOROSI PADA LASAN BAJA ANTIKARAT AISI 316 L Sumaryono Program Studi Teknik Elektro Sekolah Tinggi Teknologi Duta Bangsa Abstrak Austenitic stainless steel

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian III.1 Metode Penelitian Adapun langkah-langkah pengerjaan dalam penelitian ini adalah pertama mengambil sampel baja karbon dari pabrik tekstil yang merupakan bagian dari pipa

Lebih terperinci

Gambar 4.1 Penampang luar pipa elbow

Gambar 4.1 Penampang luar pipa elbow BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Latar Belakang Material Material yang digunakan pada penelitian ini merupakan material yang berasal dari pipa elbow pada pipa jalur buangan dari pompa-pompa pendingin

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Baja atau besi banyak digunakan di masyarakat, mulai dari peralatan rumah

I. PENDAHULUAN. Baja atau besi banyak digunakan di masyarakat, mulai dari peralatan rumah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Baja atau besi banyak digunakan di masyarakat, mulai dari peralatan rumah tangga, sekolah, gedung, mobil, motor, dan lain-lain. Tidak hanya dalam masyarakat, penggunaan

Lebih terperinci

Pengaruh Perlakuan Panas Pada Anoda Korban Aluminium Galvalum Iii terhadap Laju Korosi Pelat Baja Karbon Astm A380 Grade C

Pengaruh Perlakuan Panas Pada Anoda Korban Aluminium Galvalum Iii terhadap Laju Korosi Pelat Baja Karbon Astm A380 Grade C JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 1, No. 1, (Sept. 2012) ISSN: 2301-928X B-47 Pengaruh Perlakuan Panas Pada Anoda Korban Aluminium Galvalum Iii terhadap Laju Korosi Pelat Baja Karbon Astm A380 Grade C Kharisma

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 2 Skema Pembuatan elektrode pasta karbon.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 2 Skema Pembuatan elektrode pasta karbon. 3 Pasta dimasukkan ke ujung tabung hingga penuh dan padat. Permukaan elektrode dihaluskan menggunakan ampelas halus dan kertas minyak hingga licin dan berkilau (Gambar 2). Gambar 2 Skema Pembuatan elektrode

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI ph DAN ASAM ASETAT TERHADAP KARAKTERISTIK KOROSI CO 2 BAJA BS 970

PENGARUH VARIASI ph DAN ASAM ASETAT TERHADAP KARAKTERISTIK KOROSI CO 2 BAJA BS 970 TUGAS AKHIR MM091381 PENGARUH VARIASI ph DAN ASAM ASETAT TERHADAP KARAKTERISTIK KOROSI CO 2 BAJA BS 970 Dosen Pembimbing : Budi Agung Kurniawan, ST., M.Sc Oleh : Inti Sari Puspita Dewi (2707 100 052) Latar

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.2 DATA HASIL ARANG TEMPURUNG KELAPA SETELAH DILAKUKAN AKTIVASI

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.2 DATA HASIL ARANG TEMPURUNG KELAPA SETELAH DILAKUKAN AKTIVASI 39 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 PENDAHULUAN Hasil eksperimen akan ditampilkan pada bab ini. Hasil eksperimen akan didiskusikan untuk mengetahui keoptimalan arang aktif tempurung kelapa lokal pada

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN ANALISA

BAB 4 HASIL DAN ANALISA 30 BAB 4 HASIL DAN ANALISA 4.1 Hasil Pengujian Polarisasi Potensiodinamik 4.1.1 Data Laju Korosi (Corrosion Rate) Pengujian polarisasi potensiodinamik dilakukan berdasarkan analisa tafel dan memperlihatkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR-

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR- BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR- BATAN Bandung meliputi beberapa tahap yaitu tahap preparasi serbuk, tahap sintesis dan tahap analisis. Meakanisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1 Latar Belakang Penerapan teknologi rekayasa material saat ini semakin bervariasi. Hal ini disebabkan oleh tuntutan untuk memenuhi kebutuhan manusia yang beraneka ragam, sehingga manusia

Lebih terperinci

ANALISIS PROSES TEMPERING PADA BAJA DENGAN KANDUNGAN KARBON 0,46% HASILSPRAY QUENCH

ANALISIS PROSES TEMPERING PADA BAJA DENGAN KANDUNGAN KARBON 0,46% HASILSPRAY QUENCH ANALISIS PROSES TEMPERING PADA BAJA DENGAN KANDUNGAN KARBON 0,46% HASILSPRAY QUENCH Sumidi, Helmy Purwanto 1, S.M. Bondan Respati 2 Program StudiTeknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Wahid Hasyim Semarang

Lebih terperinci

PENGAMATAN STRUKTUR MIKRO PADA KOROSI ANTAR BUTIR DARI MATERIAL BAJA TAHAN KARAT AUSTENITIK SETELAH MENGALAMI PROSES PEMANASAN

PENGAMATAN STRUKTUR MIKRO PADA KOROSI ANTAR BUTIR DARI MATERIAL BAJA TAHAN KARAT AUSTENITIK SETELAH MENGALAMI PROSES PEMANASAN PENGAMATAN STRUKTUR MIKRO PADA KOROSI ANTAR BUTIR DARI MATERIAL BAJA TAHAN KARAT AUSTENITIK SETELAH MENGALAMI PROSES PEMANASAN ANWAR BUDIANTO *, KRISTINA PURWANTINI *, BA.TJIPTO SUJITNO ** * Sekolah Tinggi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Deskripsi Data

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Deskripsi Data BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data Penelitian ini merupakan eksperimen untuk mengetahui pengaruh temperatur media pendingin pasca pengelasan terhadap laju korosi dan struktur mikro.

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN. peralatan sebagai berikut : XRF (X-Ray Fluorecense), SEM (Scanning Electron

BAB V HASIL PENELITIAN. peralatan sebagai berikut : XRF (X-Ray Fluorecense), SEM (Scanning Electron BAB V HASIL PENELITIAN Berikut ini hasil eksperimen disusun dan ditampilkan dalam bentuk tabel, gambar mikroskop dan grafik. Eksperimen yang dilakukan menggunakan peralatan sebagai berikut : XRF (X-Ray

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metoda eksperimen.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metoda eksperimen. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metoda eksperimen. Penelitian dilakukan dengan beberapa tahapan yang digambarkan dalam diagram alir

Lebih terperinci

Pengaruh Polutan Terhadap Karakteristik dan Laju Korosi Baja AISI 1045 dan Stainless Steel 304 di Lingkungan Muara Sungai

Pengaruh Polutan Terhadap Karakteristik dan Laju Korosi Baja AISI 1045 dan Stainless Steel 304 di Lingkungan Muara Sungai Pengaruh Polutan Terhadap Karakteristik dan Laju Korosi Baja AISI 1045 dan Stainless Steel 304 di Lingkungan Muara Sungai Muhammad Nanang Muhsinin 2708100060 Dosen Pembimbing Budi Agung Kurniawan, ST,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan yaitu eksperimen. Pembuatan serbuk CSZ menggunakan cara sol gel. Pembuatan pelet dilakukan dengan cara kompaksi dan penyinteran dari serbuk calcia-stabilized

Lebih terperinci

METODE X-RAY. Manfaat dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut :

METODE X-RAY. Manfaat dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut : METODE X-RAY Kristalografi X-ray adalah metode untuk menentukan susunan atom-atom dalam kristal, di mana seberkas sinar-x menyerang kristal dan diffracts ke arah tertentu. Dari sudut dan intensitas difraksi

Lebih terperinci