Kata Kunci : Status Kewarganegaraan, Perkawinan Campuran.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Kata Kunci : Status Kewarganegaraan, Perkawinan Campuran."

Transkripsi

1 STATUS KEWARGANEGARAAN ANAK DARI HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DITINJAU DARI UU NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN (Studi Kasus Di Desa Baler Bale Agung, Kecamatan Negara, Kabupaten Jembrana) Oleh: Ni Luh Putu Emmy Wahyuni Jurusan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis status kewarganegaran anak dari hasil perkawinan campuran ditinjau dari Undang-Undang No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan. Dan menganalisis status kewarganegaraan anak setelah terjadi perceraian dalam perkawinan campuran menurut Undang-Undang No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan pendekatan yuridis normatif. Adapun yang menjadi subyek penelitian adalah; kepala desa, tokoh masyarakat, orang-orang yang melakukan perkawinan campuran dan orang-orang yang telah gagal (cerai) dalam perkawinan campuran. Metode pengumpulan data menggunakan model wawancara dan pencatatan dokumen. Hasil penelitian ini adalah; (1) Status kewarganegaraan anak dari hasil perkawinan campuran sebelum adanya Undang-Undang No. 12 Tahun 2006 yaitu anak berkewarganegaraan WNA, karna sesuai dengan Undang-Undang kewarganegaraan No. 62 Tahun 1958 yang menggariskan bahwa Indonesia menaganut asas ius sanguinis patriarchal, artinya anak yang lahir dari perkawinan campuran ayah WNA dan ibu WNI otomatis anak mengikuti kewarganegaraan sang ayah yaitu kewarganegaraan WNA. (2) Status kewarganegaraan anak setelah terjadinya perceraian dalam perkawinan campuran menurut Undang-Undang No. 12 Tahun 2006 tentang kewarganegaraan yaitu berkewarganegaraan ganda, karna dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 2006 tentang kewarganegaraan telah diatur bahwa anak hasil perkawinan campuran antar warga Negara memiliki kewarganegaraan ganda sampai anak tersebut berusia 18 tahun.. Kata Kunci : Status Kewarganegaraan, Perkawinan Campuran.

2 1. PENDAHULUAN Perkawinan merupakan suatu peristiwa penting dalam kehidupan manusia, karena perkawinan tidak saja menyangkut pribadi kedua calon suami istri, tetapi juga menyangkut urusan keluarga dan masyarakat. Pada umumnya perkawinan dianggap sebagai sesuatu yang suci. Manusia dalam menempuh pergaulan hidup dalam masyarakat, ternyata tidak dapat terlepas dari adanya saling ketergantungan antara manusia dengan yang lainnya. Hal itu dikarenakan, sesuai dengan kedudukan manusia sebagai mahluk sosial, yang suka berkelompok atau berteman dengan manusia lainnya. Hidup bersama merupakan salah satu sarana untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia, baik kebutuhan yang bersifat jasmani maupun yang bersifat rohani. Demikian pula bagi seorang laki-laki ataupun seorang perempuan yang telah mencapai usia tertentu, maka ia tidak akan lepas dari permasalahan tersebut. Ia ingin memenuhi kebutuhan hidupnya, dengan melaluinya bersama dengan orang lain yang bisa dijadikan curahan hati penyejuk jiwa, tempat berbagi suka dan duka. Hidup bersama antara seorang laki-laki dan perempuan sebagai pasangan suami istri dan telah memenuhi ketentuan hukumnya, ini yang lazimnya disebut sebagai sebuah perkawinan. Perkawinan (pernikahan) pada hakekatnya, adalah merupakan ikatan lahir dan batin antara seorang laki-laki dan perempuan untuk membentuk suatu keluarga yang kekal dan bahagia. Perkawinan campuran telah, merambah seluruh pelosok Tanah Air dan kelas masyarakat. Globalisasi informasi, ekonomi, pendidikan, dan transportasi telah menggugurkan stigma bahwa kawin campur adalah perkawinan antara ekspatriat kaya dan orang Indonesia (Nuning Halle, diakses 12 Agustus 2012). Menurut survei yang dilakukan oleh Mixed Couple Club, jalur perkenalan yang membawa pasangan berbeda kewarganegaraan menikah antara lain adalah perkenalan melalui internet, kemudian bekas teman kerja/bisnis, berkenalan saat berlibur, bekas teman sekolah/kuliah, dan sahabat pena. Perkawinan campuran juga terjadi pada tenaga kerja Indonesia, dengan tenaga kerja dari negara lain. Dengan banyak terjadinya perkawinan campuran di Indonesia, sudah seharusnya

3 perlindungan hukum dalam perkawinan campuran ini diakomodir dengan baik dalam perundang-undangan di Indonesia. Berbagai masalah yang dihadapi Negara Indonesia ternyata membawa imbas kepada perubahan dalam berbagai hal. Adanya perubahan UU No. 62 Tahun 1958 menjadi UU No. 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan. Perubahan tersebut juga mendasari adanya perubahan aturan dalam Keimigrasian Indonesia. Fenomena ini merupakan fenomena yang harus disikapi bersama oleh banyak kalangan. Perubahan ini tentu akan membawa dampak positif atau negatif terhadap setiap Warga Negara Indonesia yang melakukan perkawinan dengan Warga Negara Asing. Kedua sisi ini tentu selalu berdampingan. Untuk menghindari hal itu, agar semua komponen aktif mengamati bahkan menilai perubahan yang terjadi. Karena bagaimanapun baiknya, UU kalau memang belum diketahui dan dipahami seluruh warga negara, maka akan membawa dampak tersendiri, terutama pada hubungan antara Indonesia umumnya dengan Negara lain. Kalau ditinjau dari hubungan antar wilayah, tentu bervariatif. Karena bagaimana pun juga, setiap wilayah akan memberikan tanggapan berbeda dengan pemberlakukan UU No. 12 Tahun Ini memang memerlukan pengkajian secara mendalam. Dalam konsep sosialisasi, terdapat beberapa komponen yang mengalami reaksi terhadap perubahan pemberlakuan UU tersebut. Pertama, adalah masyarakat sendiri, di mana aturan yang terlalu ketat akan mempengaruhi sistem kependudukan di wilayah tersebut. Warganegara Indonesia yang sudah melakukan perkawinan campuran dengan Warga Negara Asing. Dengan terjadinya perubahan ini, maka secara pribadi mereka tentu akan kembali melakukan koordinasi dengan negara asalnya. Dan ada kemungkinan, penerimaan mereka pun akan semakin kurang bersahabat. Langkah yang harus diambil, adalah lebih cepat melakukan koordinasi dengan negara sahabat serta negara yang kebanyakan warga negaranya telah membaur menjadi warga Negara Indonesia atau masih belum masuk menjadi WNI. Ini merupakan suatu tantangan untuk melaksanakan misinya merubah aturan lama. Hal ini juga akan mengakibatkan semakin banyaknya warga Negara Indonesia yang memegang kewarganegaraan ganda. Dan tidak tertutup kemungkinan mereka akan lebih mudah melakukan kejahatan dan melarikan diri ke negara milik

4 salah satu pasangan. Selain itu proses penanganan keimigrasian pun akan semakin kurang efektif. Karena semakin ketat aturannya, biasanya diikuti oleh birokrasi yang semakin panjang. Dan ini akan menyebabkan keresahan bagi mereka yang memiliki kewarganegaraan ganda. Kedua, Berkaitan dengan status dan kedudukan hukum anak dari hasil perkawinan campuran, mengingat dengan diberlakukannya Undang-undang No. 12 tahun 2006 tentu saja membawa konsekuensi-konsekuansi yang berbeda dengan Undang-Undang yang terdahulu, di mana seorang anak sudah terlanjur dilahirkan dari suatu perkawinan campuran (Suwarningsih, Dalam perundang-undangan di Indonesia, perkawinan campuran didefinisikan dalam Pasal 57 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan : Yang dimaksud dengan perkawinan campuran dalam Undang-undang ini ialah, perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan asing dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia. Selama hampir setengah abad, pengaturan kewarganegaraan dalam perkawinan campuran antara Warga Negara Indonesia dengan Warga Negara Asing, mengacu pada UU Kewarganegaraan No. 62 Tahun Seiring berjalannya waktu, UU ini dinilai tidak sanggup lagi mengakomodir kepentingan para pihak dalam perkawinan campuran, terutama perlindungan untuk istri dan anak. Barulah pada 11 Juli 2006, DPR mengesahkan Undang-Undang Kewarganegaraan yang baru yaitu Undang-Undang No. 12 Tahun Lahirnya Undang-Undang ini disambut gembira oleh sekelompok kaum ibu yang menikah dengan Warga Negara Asing, walaupun pro dan kontra masih saja timbul, namun secara garis besar Undang-Undang baru yang memperbolehkan dwi kewarganegaraan terbatas ini sudah memberikan perubahan baru dalam mengatasi persoalan-persoalan yang lahir dari perkawinan campuran. Persoalan yang rentan dan sering timbul dalam perkawinan campuran, adalah masalah kewarganegaraan anak. UU kewarganegaraan yang lama menganut prinsip kewarganegaraan tunggal, sehingga anak yang lahir dari perkawinan campuran hanya bisa memiliki satu kewarganegaraan, yang dalam UU

5 tersebut ditentukan bahwa yang harus diikuti adalah kewarganegaraan ayahnya. Pengaturan ini menimbulkan persoalan apabila di kemudian hari perkawinan orang tua pecah, tentu ibu akan kesulitan mendapat pengasuhan anaknya yang Warga Negara Asing. Anak, adalah subjek hukum yang belum cakap melakukan perbuatan hukum sendiri sehingga harus dibantu oleh orang tua atau walinya yang memiliki kecakapan. Pengaturan status hukum anak hasil perkawinan campuran dalam UU Kewarganegaraan yang baru, memberi perubahan yang positif, terutama dalam hubungan anak dengan ibunya, karena UU baru ini mengizinkan kewarganegaraan ganda terbatas untuk anak hasil perkawinan campuran. UU Kewarganegaraan yang baru ini menuai pujian dan juga kritik, termasuk terkait dengan status anak. Penulis juga menganalisis sejumlah potensi masalah yang bisa timbul dari kewarganegaraan ganda pada anak. Seiring berkembangnya zaman dan sistem hukum, UU Kewarganegaraan yang baru ini penerapannya semoga dapat terus dikritisi oleh para ahli hukum perdata internasional, terutama untuk mengantisipasi potensi masalah. 2. METODE PENELITIAN Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang ditempuh melalui serangkaian proses yang panjang. Dalam konteks ilmu social, kegiatan penelitian diawali dengan adanya minat untuk mengkaji secara mendalam munculnya fenomena tertentu. Dalam penelitian pengunaan metode yang tepat merupakan salah satu hal yang penting, di samping juga ditentukan oleh kecermatan peneliti dalam menyelidiki masalah yang akan di teliti di lapangan. Dengan demikian metode penelitian tidak saja bertujuan untuk memberikan peluang sebesar-besarnya bagi penemuan kebenaran objektif serta dapat menjaga agar pengetahuan dan pengembangannya memiliki nilai ilmiah yang tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat yang menyatakan, bahwa Metode adalah cara berfikir dan berbuat yang telah dipersiapkan dengan baik untuk melakukan penelitian, dan mencapai suatu tujuan penelitian (Kartini Kartono, 1980:15), sedangkan menurut (Netra 1997:1) metode penelitian adalah metode yang digunaan dalam mengadakan penelitian

6 berbagai ilmu pengetahuan. Sementara menurut (Winarno Surachmad 1990:75) mengemukakan metode penelitian adalah cara utama yang diperlukan untuk mencapai tujuan misalnya untuk mencapai serangkaian hipotesa dengan mempergunakan teknik dan alat-alat tertentu. Lain halnya dengan Hadari Mawawi (1983:24) yang mengatakan bahwa metode penelitian adalah ilmu yang memperbincangkan metode-metode ilmiah dalam menggali ilmu pengetahuan. Berdasarkan dari beberapa pendapat tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa metode penelitian adalah salah satu cara yang digunakan oleh seorang peneliti dalam melaksanakan penelitian untuk mencapai tujuan penelitian. Maka sejalan dengan itu, akan dibahas metode yang digunakan dalam melaksanakan penelitian selanjutnya. Suatu penelitian yang ilmiah harus direncanakan terlebih dahulu, karena keberhasilan usaha penelitian sangat ditentukan dari rancangan yang dibuat sebelumnya. Kegunaan dari rancangan penelitian ini tidak lain adalah untuk memberikan pedoman atau petunjuk dalam melaksanakan penelitian, menentukan batas-batas penelitian, dan memberikan gambaran tentang apa yang dapat dilakukan dan kesulitan apa yang dihadapi dalam proses penelitian. Adapun jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Yang ingin dicapai dan di kaji dari sebuah penelitian deskriptif kualitatif dalah pemikiran, makna, dan cara pandang manusia mengenai gejala-gejala yang menjadi fokus dalam penelitian (Bungin, 1996:56). Sehubungan dengan hal itu penelitian ini menggunakan pendekatan secara yuridis normatif. Secara yuridis normatif maksudnya adalah pendekatan yang dilakukan atau ditunjukkan hanya pada peraturan yang tertulis dan bahan hukum lainnya (Bambang Waluyo, 1991:13), yaitu pendekatan analisis terhadap Undang-Undang No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan RI, di samping itu juga membandingkan terhadap perundang-undangan lainnya, dimana perundang-undangan tersebut mempunyai relevansinya dengan masalah yang akan dibahas.

7 Lokasi penelitian menunjuk pada pengertian lokasi situasi social, yang dicirikan oleh adanya tiga unsure yaitu tempat, pelaku dan kegiatan (Artini, :39) sehingga dengan demikian dapat disimpulkan bahwa lokasi penelitian adalah tempat peneliti mengambil data dan tempat penelitian itu dilaksanakan terkait dengan permasalahan yang diangkat menjadi objek kajian, sehingga dalam hal ini dilakukan di Desa Baler Bale Agung Kecamatan Negara Kabupaten Jembrana. Dalam sebuah penelitian haruslah ada subjek yang akan dijadikan sebagai pendukung bagi peneliti dalam melakukan suatu penelitian. Adapun subjek yang menjadi sasaran penelitian yang berkedudukan sebagai informan atau responden yang nantinya akan memberikan informasi terkait permasalahan yang akan di kaji oleh peneliti. Dalam hal ini yang dijadikan sebagai subjek penelitian adalah, Kepala desa, tokoh masyarakat, orang-orang yang melakukan perkawinan campuran dan orangorang yang telah gagal (cerai) dalam perkawinan campuran di Desa Baler Bale Agung Kecamatan Negara Kabupaten Jembrana. Oleh karena itu dalam penelitian ini penulis menentukan informan/responden dengan menggunakan teknik purposive sampling yaitu penelitian ini berdasarkan pertimbangan tujuan penelitian, bahwa informan tersebut dapat memberikan informasi yang dibutuhkan untuk penelitian ini. Untuk mendukung tulisan ini agar sesuai dengan harapan dan dipertanggungjawabkan maka sumber data dalam penelitian ini antara lain: 1) Data primer yaitu data yang diperoleh melalui hasil wawancara kepada informan, yaitu, Kepala desa, tokoh masyarakat, orang-orang yang melakukan perkawinan campuran dan orang-orang yang telah gagal (cerai) dalam perkawinan campuran di Desa Baler Bale Agung Kecamatan Negara Kabupaten Jembrana. 2) Data sekunder, yang digunakan adalah dengan melakukan penelitian kepustakaan, yaitu dengan cara mengkaji kembali peraturan yang sudah ada, baik dalam bahan bacaan literatur yang memiliki keterkaitan dengan materi dalam penelitian ini serta untuk menyempurnakan data lapangan. Selain itu, data sekunder dalam penelitian ini juga mempergunakan UU No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan.

8 3. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 3.1 Bentuk-bentuk Perkawinan Campuran Bentuk-bentuk Perkawinan Campuran dapat di jelaskan menjadi 3 bagian diantaranya adalah sebagai berikut : a. Perkawinan Campuran Antar Kewarganegaraan, menurut Undang - Undang No.1 Tahun 1974 Pasal 57 yang dimaksud perkawinan campuran ialah perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia. b. Perkawinan Campuran Antar Adat : Perkawinan Campuran menurut pengertian hukum adat, yang sering menjadi bahan perbincangan dalam masyarakat hukum kekerabatan adat, ialah Perkawinan antar adat, yaitu perkawinan yang terjadi antara suami dan isteri yang adat istiadatnya berlainan, baik dalam kesatuan msyarakat hukum adat dari suatu daerah, maupun di antara anggota msyarakat adat yang daerah asal / suku bangsanya berlainan. c. Perkawinan Campuran Antar Agama : Perkawinan Campuran antar Agama terjadi apabila seorang pria dan seorang wanita yang berbeda agama yang dianutnya melakukan perkawinan dengan tetap mempertahankan agamanya masing - masing. 3.2 Faktor-faktor Yang Menyebabkan Terjadinya Perkawinan Campuran Perkawinan campuran telah banyak terjadi di Indonesia dalam berbagai tingkatan masyarakat. Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya perkawinan campuran tersebut, antara lain : faktor ekonomi, faktor transportasi, faktor globalisasi informasi, faktor pendidikan, faktor kecanggihan teknologi, dan masih banyak lagi. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Mixed Couple Club, jalur perkenalan yang membawa pasangan berbeda kewarganegaraan menikah antara lain adalah perkenalan melalui internet, kemudian mantan teman kerja atau bisnis, berkenalan saat berlibur,

9 mantan teman sekolah atau kuliah, dan sahabat pena. Perkawinan campuran juga terjadi pada tenaga kerja Indonesia dengan tenaga kerja dari Negara lain. Dengan banyak terjadi perkawinan campuran di Indonesia sudah seharusnya perlindungan hukum dalam perkawinan campuran ini diatur dengan baik dalam perundang undangan di Indonesia agar tidak merugikan masing masing subjek hukum dalam perkawinan. 3.3 Kendala Yang Dihadapi Orang-orang Melakukan Perkawinan Campuran Perlu untuk diketahui kendala orang-orang yang melakukan perkawinan campuran. Salah satunya ialah kehilangan kewarganegaraan. Bahkan mereka yang melakukan perkawinan campuran dapat memperoleh kewarganegaraan dari pasangannya dan juga kehilangan kewarganegaraannya. Kehilangan kewarganegaraan Indonesia karena Perkawinan Campuran diatur dalam Pasal 26 ayat (1 dan 2) Undang-Undang No. 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan RI (UU Kewarganegaraan). Bagi perempuan WNI yang menikah dengan laki-laki WNA, maka secara otomatis status kewarganegaraannya copot dan dia mengikuti hukum negara asal suaminya. Akan tetapi, dengan adanya UU No. 12 tahun 2006 tentang kewarganegaraan seorang perempuan WNI bisa tidak kehilangan status WNI-nya selama ia mengajukan permohonan kepada Kementerian Hukum dan HAM, dengan catatan ia tidak memiliki kewarganegaraan ganda. Sedangkan bagi laki-laki WNI yang kawin dengan wanita WNA akan kehilangan kewarganegaraannya menurut hukum negara asal istrinya, karena kewarganegaraan suami mengikuti kewarganegaraan istri sebagai akibat hukum dari perkawinan tersebut. Selain itu, diatur pula tentang status kewarganegaraan anak yang lahir dari kawin campur. Anak mendapatkan hak memiliki kewarganegaraan ganda sampai usia 18 tahun. Ketentuannya di atur pada Pasal 4 huruf c, huruf d, huruf h, pasal 5 dan pasal 6 ayat (1) UU Kewarganegaraan), sampai berusia 18 (delapan belas) tahun.

10 Akan tetapi, ketika usia mereka sudah 18 tahun, si anak berhak untuk memilih kewarganegaraan mereka. Dengan catatan, pernyataan untuk memilih kewarganegaraan tersebut disampaikan dalam waktu paling lambat 3 (tiga) tahun setelah si anak berusia 18 tahun atau sudah kawin, sesuai dengan Pasal 6 ayat (3) UU Kewarganegaraan. 3.4 Upaya-Upaya Yang Dilakukan Dalam Perkawinan Campuran Dengan adanya Undang-Undang Nomor 12 tahun 2006, pemerintah berusah memenuhi tuntutan masyarakat, dalam rangka memperoleh status kewarganegaraan seseorang, yang disesuaikan dengan perkembangan zaman. Karena secara sosiologis, undang-undang kewarganegaraan yang lama (Undang-Undang Nomor 62 tahun 1958 jo Undang-Undang Nomor 3 tahun 1976) sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan dan tuntutan masyarakat Indonesia sebagai bagian dari masyarakat Internasional dalam pergaulan global, yang menghendaki adanya persamaan perlakuan dan kedudukan warga negara di hadapan hukum serta adanya kesetaraan dan keadilan gender. Di dalam undang-undang kewarganegaraan yang baru (Undang-Undang Nomor 12 tahun 2006) berusaha mengikuti tuntutan masyarakat dan melaksanakan amanat Undang-Undang Dasar dengan memperhatikan asas-asas kewarganegaraan umum atau universal, yaitu asas ius sanguinis, ius soli dan campuran. Adapun Asasasas yang dianut dalam Undang-Undang Nomor 12 tahun 2006 ini sebagai berikut : 1. asas ius sanguinis (law of the blood) adalah asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan keturunan, bukan berdasarkan negara tempat kelahiran; 2. asas ius soli (law of the soil) secara terbatas adalah asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan Negara tempat kelahiran, yang diberlakukan terbatas bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang;

11 3. asas kewarganegaraan tunggal adalah asas yang menentukan satu kewarganegaraan bagi setiap orang; 4. asas kewarganegaraan ganda terbatas adalah asas yang menentukan kewarganegaraan ganda bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang. Undang-Undang Nomor 12 tahun 2006, pada dasarnya tidak mengenal kewarganegaraan ganda (bipartide) ataupun tanpa kewarganegaraan (apartide). Selain asas-asas tersebut di atas, beberapa asas khusus juga menjadi dasar penyusunan undang-undang tentang kewarganegaraan antara lain, asas kepentingan, asas perlindungan maksimum, asas persamaan di dalam hokum dan pemerintahan, asas kebenaran substantive, asas non diskriminatif dan sebagainya. Dengan berlakunya undang-undang ini, terjadi perubahan hukum khususnya pengaturan mengenai kewarganegaraan Republik Indonesia, dari yang tadinya seseorang ingin menjadi warga negara Indonesia harus mengajukan permohonan kepada Presiden melalui Pengadilan Negeri setempat, kemudian melalui Menteri Hukum dan HAM, dan seterusnya, yang memerlukan waktu lama dan banyak persoalan. Sedangkan dalam undang-undang kewarganegaraan yang baru seseorang yang ingin menjadi warga negara Republik Indonesia hanya membuat pernyataan secara tertulis, untuk memilih kewarganegaraannya dan disampaikan kepada Pejabat yang berwenang. 4. PENUTUP 4.1 Kesimpulan Berdasarkan pemaparan yang telah disampaikan maka penelitian ini memberikan pokok-pokok kesimpulan sebagai berikut: 1. Undang-Undang No. 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan RI memberikan jaminan kewarganegaraan anak dari hasil perkawinan campuran. Berdasarkan ketentuan tersebut menyatakan bahwa anak dari hasil perkawinan campuran mendapat hak untuk menentukan atau memilih

12 kewarganegaraan. Hak tersebut diberikan jika telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan setelah berusia 18 tahun. 2. Dengan berlakunya Undang-Undang No. 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan RI memberikan peluang yang besar terhadap perlindungan hak-hak anak dari hasil perkawinan campuran. Anak hasil dari perkawinan campuran hendaknya memanfaatkan ketentuan tersebut untuk melegasisasikan kewarganegaraan anak sesudah 18 tahun. 3. Perkawinan campuran yang dilakukan antara Warga Negara Indonesia dan Warga Negara Asing menimbulkan akibat hukum yaitu : pertama adanya hubungan antara suami dan isteri, isteri tidak lagi diharuskan mengikuti kewarganegaraan suami karena Undang Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan tidak lagi menganut asas kesatuan kewarganegaraan dalam perkawinan yang mengacu kepada suami. Kedua hubungan antara orang tua dan anak, anak dari hasil perkawinan campuran memperoleh kewarganegaraan ganda terbatas sampai berumur 18 (delapanbelas) tahun atau sudah kawin, setelah berumur 18 (delapanbelas) tahun atau sudah kawin ia dapat memilih menjadi Warga Negara Indonesia atau berkewarganegaraan asing sesuai dengan kewarganegaraan salah satu orang tuanya. 4.2 SARAN Penulis memberikan beberapa saran yang berkaitan dengan status kewarganegaraan anak dari hasil perkawinan campuran sebagai berikut: 1. Anak hasil perkawinan campuran hendaknya memanfaatkan ketentuan tersebut untuk melegalisasikan kewarganegaraan sesudah 18 tahun. Dan pasangan perkawinan campuran memahami dengan baik ketentuan hukum kewarganegaraan sehingga paham hak-hak dan kewajiban sebagai konsekuensi atas perkawinan yang dilakukan. sehingga aparat yang menangani status kewarganegaraan anak hasil perkawinan campuran agar

13 melaksanakan ketentuan UU kewarganegaraan secara adil dan tidak diskriminatif. 2. Saran yang dapat diberikan pada pasangan perkawinan campuran yaitu memahami dengan baik ketentuan-ketentuan hukum kewarganegaraan sehingga dapat mengetahui hak-hak dan kewajiban yang menjadi konsekuensi atas perkawinan yang dilakukan. 3. Demi lebih efektivitasnya Undang Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan, maka kepada masyarakat perlu diberikannya penyuluhan hukum tentang peranan dan akibat hukum dari perkawinan campuran terhadap status kewarganegaraan para pihak, sehingga akibat hukum yang timbul dari perkawinan campuran beralih kewarganegaraan dan status anak anak mereka benar benar dapat dipahami oleh masyarakat. DAFTAR PUSTAKA Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, Asshiddiqie, Jimly, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Raja Grafindo Persada, Jakarta, Gautama, Sudargo, Hukum Perdata Internasional Indonesia, Jilid III Bagian I (Buku ke-7), Penerbit Alumni, Bandung, Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan

BAB I PENDAHULUAN. ketergantungan dengan manusia lainnya. Hal ini disebabkan karena manusia

BAB I PENDAHULUAN. ketergantungan dengan manusia lainnya. Hal ini disebabkan karena manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dalam pergaulan hidup masyarakat sangat membutuhkan atau adanya ketergantungan dengan manusia lainnya. Hal ini disebabkan karena manusia merupakan makhluk sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. istri, tetapi juga menyangkut urusan keluarga dan masyarakat. Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. istri, tetapi juga menyangkut urusan keluarga dan masyarakat. Perkawinan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu peristiwa penting dalam kehidupan manusia, karena perkawinan tidak saja menyangkut pribadi kedua calon suami istri, tetapi juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertentu, maka ia tidak akan lepas dari permasalahan tersebut. Ia ingin memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. tertentu, maka ia tidak akan lepas dari permasalahan tersebut. Ia ingin memenuhi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkawinan merupakan suatu peristiwa penting dalam kehidupan manusia, karena perkawinan tidak saja menyangkut pribadi kedua calon suami istri, tetapi juga menyangkut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Indonesia merupakan negara hukum yang menyadari, mengakui, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Indonesia merupakan negara hukum yang menyadari, mengakui, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Indonesia merupakan negara hukum yang menyadari, mengakui, dan menjamin hak asasi manusia dalam proses penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara serta memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kewarganegaraan Republik Indonesia, sejak 1 Agustus 2006 untuk. menggantikan Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 Tentang

BAB I PENDAHULUAN. Kewarganegaraan Republik Indonesia, sejak 1 Agustus 2006 untuk. menggantikan Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 Tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, sejak 1 Agustus 2006 untuk menggantikan Undang-Undang Nomor 62 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti perdagangan, perekonomian bahkan sampai pada masalah perkawinan.

BAB I PENDAHULUAN. seperti perdagangan, perekonomian bahkan sampai pada masalah perkawinan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era globalisasi seperti sekarang ini, dimana teknologi informasi dan transportasi sudah sangat maju dan berkembang, menyebabkan hubungan antar bangsa menjadi sangat

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA I. UMUM Warga negara merupakan salah satu unsur hakiki dan unsur pokok suatu negara. Status

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

Kewarganegaraan dan Hak Asasi Manusia

Kewarganegaraan dan Hak Asasi Manusia Kewarganegaraan dan Hak Asasi Manusia Oleh: R. Herlambang Perdana Wiratraman Dosen Hukum Tata Negara dan Hak Asasi Manusia Fakultas Hukum Universitas Airlangga Email: herlambang@unair.ac.id atau HP. 081332809123

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Setiap manusia di muka bumi ini diciptakan saling berpasang-pasangan. Seorang pria dan seorang wanita yang ingin hidup bersama dan mereka telah memenuhi persyaratan-persyaratan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.. TAHUN.. TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.. TAHUN.. TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.. TAHUN.. TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa warga negara merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. instansi vertikal yang melaksanakan tugas dekonsentrasi pusat di Provinsi

BAB I PENDAHULUAN. instansi vertikal yang melaksanakan tugas dekonsentrasi pusat di Provinsi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Kepulauan Riau adalah instansi vertikal yang melaksanakan tugas dekonsentrasi pusat di Provinsi Kepulauan Riau,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara

Lebih terperinci

PERKAWINAN CAMPURAN DAN AKIBAT HUKUMNYA. Oleh : Sasmiar 1 ABSTRACT

PERKAWINAN CAMPURAN DAN AKIBAT HUKUMNYA. Oleh : Sasmiar 1 ABSTRACT PERKAWINAN CAMPURAN DAN AKIBAT HUKUMNYA Oleh : Sasmiar 1 ABSTRACT Mixed marriage according to Nomor.1 Act of 1974 on Marriage is a marriage between Indonesian citizens with a foreign citizen (Article 57).

Lebih terperinci

HUKUM KEWARGANEGARAAN H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI

HUKUM KEWARGANEGARAAN H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI HUKUM KEWARGANEGARAAN H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI NEGARA ORGANISASI KEKUASAAN UNSUR NEGARA WILAYAH PEMERINTAH YANG BERDAULAT RAKYAT PENGAKUAN DARI NEGARA LAIN ISTILAH-ISTILAH WARGA NEGARA Warga suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau para pemuka agama. Aturan tata tertib itu terus berkembang maju, bahkan. negara Indonesia dengan warga negara asing.

BAB I PENDAHULUAN. atau para pemuka agama. Aturan tata tertib itu terus berkembang maju, bahkan. negara Indonesia dengan warga negara asing. BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Masalah Aturan tata tertib perkawinan sudah ada sejak masyarakat masih sederhana dan dipertahankan oleh anggota masyarakat serta para pemuka masyarakat adat atau para

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan Undang-Undang sebagai warga negara. Berdasarkan Penjelasan BAB X

BAB I PENDAHULUAN. dengan Undang-Undang sebagai warga negara. Berdasarkan Penjelasan BAB X BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Pasal 26 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, ditentukan bahwa Yang menjadi warganegara adalah orang-orang bangsa Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id Menimbang : a. bahwa negara

Lebih terperinci

UU NO. 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN RI

UU NO. 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN RI UU NO. 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN RI PENDAHULUAN Pemerintah RI pada tanggal 1 Agustus 2006 telah mensahkan UU No. 12 tentang Kewarganegaraan RI. Dengan diundangkannya UU tersebut, UU kewarganegaraan

Lebih terperinci

UU NO. 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN RI PENDAHULUAN Pemerinta h RI pada tanggal 1 Agustus 2006 telah mensahkan UU No.

UU NO. 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN RI PENDAHULUAN Pemerinta h RI pada tanggal 1 Agustus 2006 telah mensahkan UU No. UU NO. 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN RI PENDAHULUAN Pemerinta h RI pada tanggal 1 Agustus 2006 telah mensahkan UU No. 12 tentang Kewarganegaraan RI. Dengan diundangkannya UU tersebut, UU kewarganegaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. Dalam era globalisasi ini, Indonesia mengalami perkembangan di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. Dalam era globalisasi ini, Indonesia mengalami perkembangan di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Dalam era globalisasi ini, Indonesia mengalami perkembangan di berbagai bidang, seperti perkembangan di bidang politik, sosial, budaya, ekonomi, pertahanan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KEWARGANEGARAAN DI INDONESIA. 1. Yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa asli dan orang-orang bangsa lain

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KEWARGANEGARAAN DI INDONESIA. 1. Yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa asli dan orang-orang bangsa lain BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KEWARGANEGARAAN DI INDONESIA A. PENGERTIAN DAN ASAS-ASAS KEWARGANEGARAAN. Defenisi kewarganegaraan secara umum yaitu hak dimana manusia tinggal dan menetap di suatu kawasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dianggap sebagai sesuatu yang suci dan karenanya setiap agama selalu

BAB I PENDAHULUAN. dianggap sebagai sesuatu yang suci dan karenanya setiap agama selalu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan suatu peristiwa penting dalam kehidupan manusia, karena perkawinan tidak saja menyangkut pribadi kedua calon suami istri, tetapi juga menyangkut

Lebih terperinci

STATUS PERKAWINAN INTERNASIONAL DAN PERJANJIAN PERKAWINAN. (Analisis Kasus WNI Yang Menikah Dengan Warga Negara Prancis di Jepang)

STATUS PERKAWINAN INTERNASIONAL DAN PERJANJIAN PERKAWINAN. (Analisis Kasus WNI Yang Menikah Dengan Warga Negara Prancis di Jepang) STATUS PERKAWINAN INTERNASIONAL DAN PERJANJIAN PERKAWINAN (Analisis Kasus WNI Yang Menikah Dengan Warga Negara Prancis di Jepang) A. Latar Belakang Masalah Seorang WNI menikah dengan warga Negara Prancis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia diciptakan oleh sang kholiq untuk memiliki hasrat dan keinginan untuk melangsungkan perkawinan. Sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertukaran pelajar, rekan bisnis ataupun sahabat pena 1.

BAB I PENDAHULUAN. pertukaran pelajar, rekan bisnis ataupun sahabat pena 1. BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Adanya kemajuan teknologi di bidang informasi, ekonomi, pendidikan, dan transportasi akan mempermudah seseorang di belahan dunia manapun untuk berhubungan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suami istri, tetapi juga menyangkut urusan keluarga dan masyarakat 2. Pada

BAB I PENDAHULUAN. suami istri, tetapi juga menyangkut urusan keluarga dan masyarakat 2. Pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu peristiwa penting dalam kehidupan manusia, karena perkawinan tidak saja menyangkut pribadi kedua calon suami istri, tetapi juga menyangkut

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa negara Republik

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol.II/No. 2/April/2014

Lex Privatum, Vol.II/No. 2/April/2014 HAK MEWARIS ANAK YANG LAHIR DARI PERKAWINAN CAMPURAN BERDASARKAN SISTEM HUKUM INDONESIA 1 Oleh : Sinta Hermin Lotulung 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana status

Lebih terperinci

2008 di Lt.6 (Dit. Jen. Administrasi Hukum Umum) Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia. Pertanyaan sebagai berikut : 1. Berdasarkan Undang-Undang

2008 di Lt.6 (Dit. Jen. Administrasi Hukum Umum) Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia. Pertanyaan sebagai berikut : 1. Berdasarkan Undang-Undang Lampiran A. Kutipan Wawancara Dengan A.A.Oka Mahendra, S.H., M.H., Staf Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia dan Salah Satu Tim Perumus Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan (DPR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang laki-laki, ada daya saling menarik satu sama lain untuk hidup

BAB I PENDAHULUAN. seorang laki-laki, ada daya saling menarik satu sama lain untuk hidup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap makhluk hidup memerlukan interaksi dan komunikasi satu sama lain, khususnya bagi umat manusia. Interaksi dan komunikasi ini sangat diperlukan karena manusia ditakdirkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1974, TLN No.3019, Pasal.1.

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1974, TLN No.3019, Pasal.1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia

Lebih terperinci

REVISI UNDANG-UNDANG PERKAWINAN

REVISI UNDANG-UNDANG PERKAWINAN REVISI UNDANG-UNDANG PERKAWINAN Oleh: HERU SUSETYO Dosen Fakultas Hukum UIEU heru.susetyo@indonusa.ac.id ABSTRAK Undang Undang Perkawinan No. 1 tahun 1974 lahir antara lain dari perjuangan panjang kaum

Lebih terperinci

Kewarganegaraan. Pengembangan dan Pemeliharaan sikap dan nilai-nilai kewarganegaraan. Uly Amrina ST, MM. Kode : Semester 1 2 SKS.

Kewarganegaraan. Pengembangan dan Pemeliharaan sikap dan nilai-nilai kewarganegaraan. Uly Amrina ST, MM. Kode : Semester 1 2 SKS. Modul ke: Kewarganegaraan Pengembangan dan Pemeliharaan sikap dan nilai-nilai kewarganegaraan Fakultas Teknik Uly Amrina ST, MM Program Studi Teknik Industri Kode : 90003 Semester 1 2 SKS Hak dan Kewajiban

Lebih terperinci

The Enactment of Marriage Agreement Post Constitutional Court Verdict

The Enactment of Marriage Agreement Post Constitutional Court Verdict The Enactment of Marriage Agreement Post Constitutional Court Verdict Heniyatun 1 *, Puji Sulistyaningsih 2, Bambang Tjatur Iswanto 3 1,2,3 Hukum/Fakultas Hukum, *Email: heniyatun@ummgl.ac.id Keywords:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhan Yang Maha Esa. 5 Dalam perspektif

BAB I PENDAHULUAN. yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhan Yang Maha Esa. 5 Dalam perspektif BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Perkawinan ialah ikatan lahir dan batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. luasnya pergaulan internasional atau antar negara adalah adanya praktek

BAB I PENDAHULUAN. luasnya pergaulan internasional atau antar negara adalah adanya praktek BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu dampak akan pesatnya teknologi yang berakibat pada luasnya pergaulan internasional atau antar negara adalah adanya praktek perkawian campuran. Di Indonesia

Lebih terperinci

HAK WARIS ATAS TANAH YANG DIPEROLEH ANAK BELUM DEWASA DARI HASIL PERKAWINAN BEDA KEWARGANEGARAAN

HAK WARIS ATAS TANAH YANG DIPEROLEH ANAK BELUM DEWASA DARI HASIL PERKAWINAN BEDA KEWARGANEGARAAN KARYA ILMIAH HAK WARIS ATAS TANAH YANG DIPEROLEH ANAK BELUM DEWASA DARI HASIL PERKAWINAN BEDA KEWARGANEGARAAN Oleh : NUR AINI NIM : 12213050 PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. meliputi manusia, hewan, dan tumbuhan. Diantara ciptaan-nya, manusia

BAB 1 PENDAHULUAN. meliputi manusia, hewan, dan tumbuhan. Diantara ciptaan-nya, manusia BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuhan Yang Maha Esa menciptakan alam semesta beserta isinya yang meliputi manusia, hewan, dan tumbuhan. Diantara ciptaan-nya, manusia merupakan makhluk Tuhan yang paling

Lebih terperinci

Hak dan Kewajiban Warga Negara

Hak dan Kewajiban Warga Negara KEWARGANEGARAAN Modul ke: Hak dan Kewajiban Warga Negara by Fakultas FEB Syahlan A. Sume Program Studi MANAJEMEN www.mercubuana.ac.id DESKRIPSI MODUL 6 KEWARGANEGARAAN HAK DAN KEWAJIBANWARGA NEGARA : Pada

Lebih terperinci

WARGA NEGARA DAN KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA

WARGA NEGARA DAN KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA TUGAS MAKALAH WARGA NEGARA DAN KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan Disusun oleh: Nama : Niko Arwenda NPM : 1C114899 Kelas : 1KA25 Dosen

Lebih terperinci

PENTINGNYA PENCATATAN PERKAWINAN MENURUT UNDANG- UNDANG NO.1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

PENTINGNYA PENCATATAN PERKAWINAN MENURUT UNDANG- UNDANG NO.1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN PENTINGNYA PENCATATAN PERKAWINAN MENURUT UNDANG- UNDANG NO.1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN Oleh: Wahyu Ernaningsih, S.H.,M.Hum. Dosen Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya Abstrak Putusan Mahkamah Konstitusi

Lebih terperinci

HUKUM KEWARGANEGARAAN H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI

HUKUM KEWARGANEGARAAN H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI HUKUM KEWARGANEGARAAN H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI Isi Hukum Kewarganegaraan (UU No 12 Tahun 2006) Ꜿ Siapa yang termasuk warga negara (Pasal 2 s/d 7 UU No 12 Tahun 2006) Ꜿ Cara-cara memperoleh status kewarganegaraan

Lebih terperinci

(Negara dan Kedaulatan)

(Negara dan Kedaulatan) PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Materi Kuliah HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA (Negara dan Kedaulatan) Modul 10 Oleh : Rohdearni Tetty Yulietty Munthe, SH/08124446335 77 1. Tujuan Pembelajaran Umum Setelah proses

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP A.KESIMPULAN. Sebagai kesimpulan dapat dikemukakan bahwa perlindungan hukum terhadap

BAB III PENUTUP A.KESIMPULAN. Sebagai kesimpulan dapat dikemukakan bahwa perlindungan hukum terhadap 82 BAB III PENUTUP A.KESIMPULAN Sebagai kesimpulan dapat dikemukakan bahwa perlindungan hukum terhadap perempuan dan anak di bidang kewarganegaraan menurut UU No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan

Lebih terperinci

ISSN : Keywords : citizenship, children. Staf Pengajar STMIK Sinar Nusantara Surakarta. Jurnal Ilmiah SINUS.57

ISSN : Keywords : citizenship, children. Staf Pengajar STMIK Sinar Nusantara Surakarta. Jurnal Ilmiah SINUS.57 ISSN : 1693 1173 Status Kewarganegaraan Anak Yang Terlahir Dari Ibu WNI Dan Ayah WNA Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia Tika Andarasni Parwitasari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sarana untuk bergaul dan hidup bersama adalah keluarga. Bermula dari keluarga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sarana untuk bergaul dan hidup bersama adalah keluarga. Bermula dari keluarga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bagian yang terkecil dan yang pertama kali digunakan manusia sebagai sarana untuk bergaul dan hidup bersama adalah keluarga. Bermula dari keluarga inilah kemudian

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan uraian dalam bab-bab sebelumnya, disimpulkan bahwa :

BAB IV PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan uraian dalam bab-bab sebelumnya, disimpulkan bahwa : BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian dalam bab-bab sebelumnya, disimpulkan bahwa : 1. Pelaksanaan pendaftaran untuk memperoleh kewarganegaraan Republik Indonesia anak hasil perkawinan campuran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling ketergantungan antara manusia yang satu dengan manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling ketergantungan antara manusia yang satu dengan manusia yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam menjalani kehidupan bermasyarakat ternyata tidak lepas untuk saling ketergantungan antara manusia yang satu dengan manusia yang lainnya, hal

Lebih terperinci

WARGANEGARA DAN KEWARGANEGARAAN

WARGANEGARA DAN KEWARGANEGARAAN WARGANEGARA DAN KEWARGANEGARAAN DASAR HUKUM Pasal 26 UUD 1945 UU no 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan KEWARGANEGARAAN Keanggotaan seseorang dalam satuan politik tertentu (secara khusus: negara) yang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG SELATAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SRAGEN, Menimbang : a. bahwa untuk memberikan perlindungan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. suatu sistem pemerintahan sangat ditentukan oleh baik buruknya penyelenggaraan

I. PENDAHULUAN. suatu sistem pemerintahan sangat ditentukan oleh baik buruknya penyelenggaraan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyelenggaraan pelayanan publik merupakan upaya negara untuk memenuhi kebutuhan dasar dan hak-hak sipil setiap warga negara atas barang, jasa, dan pelayanan administrasi

Lebih terperinci

Aji Wicaksono S.H., M.Hum. Modul ke: Fakultas DESAIN SENI KREATIF. Program Studi DESAIN PRODUK

Aji Wicaksono S.H., M.Hum. Modul ke: Fakultas DESAIN SENI KREATIF. Program Studi DESAIN PRODUK Modul ke: Hak Dan Kewajiban Warga Negara Pada Modul ini kita akan mempelajari pengertian, asas kewarganegaraan, serta unsur kewarganegaraan, juga permasalahan dalam memperoleh status warga negara hak serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. TLN No. 3019, ps.1.

BAB I PENDAHULUAN. TLN No. 3019, ps.1. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia di zaman keterbukaan dan demokrasi sekarang ini, tidak dapat lagi membatasi pergaulan antar penduduk yang berbeda kewarganegaraannya. Sering terjadi

Lebih terperinci

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac. DAMPAK PEMBATALAN PERKAWINAN AKIBAT WALI YANG TIDAK SEBENARNYA TERHADAP ANAK DAN HARTA BERSAMA MENURUT HAKIM PENGADILAN AGAMA KEDIRI (Zakiyatus Soimah) BAB I Salah satu wujud kebesaran Allah SWT bagi manusia

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SUNGAI PENUH NOMOR 05 TAHUN 2010

LEMBARAN DAERAH KOTA SUNGAI PENUH NOMOR 05 TAHUN 2010 LEMBARAN DAERAH KOTA SUNGAI PENUH NOMOR 05 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KOTA SUNGAI PENUH NOMOR 05 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan usia muda merupakan perkawinan yang terjadi oleh pihak-pihak

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan usia muda merupakan perkawinan yang terjadi oleh pihak-pihak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia

Lebih terperinci

BAB I. Persada, 1993), hal Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, cet.17, (Jakarta:Raja Grafindo

BAB I. Persada, 1993), hal Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, cet.17, (Jakarta:Raja Grafindo BAB I 1. LATAR BELAKANG Salah satu kebutuhan hidup manusia selaku makhluk sosial adalah melakukan interaksi dengan lingkungannya. Interaksi sosial akan terjadi apabila terpenuhinya dua syarat, yaitu adanya

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BLORA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

PEMERINTAH KABUPATEN BLORA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN Menimbang : PEMERINTAH KABUPATEN BLORA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLORA, a. bahwa dengan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUARA ENIM, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan kependudukan

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM ANAK AKIBAT PERCERAIAN DARI PERKAWINAN CAMPURAN 1 Oleh : Juanda Wiranata 2

PERLINDUNGAN HUKUM ANAK AKIBAT PERCERAIAN DARI PERKAWINAN CAMPURAN 1 Oleh : Juanda Wiranata 2 PERLINDUNGAN HUKUM ANAK AKIBAT PERCERAIAN DARI PERKAWINAN CAMPURAN 1 Oleh : Juanda Wiranata 2 ABSTRAK Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang :

Lebih terperinci

KAJIAN YURIDIS PENETAPAN PENGADILAN AGAMA MUNGKID NOMOR PERKARA 0019/Pdt.P/2012/PA. Mkd TENTANG ITSBAT NIKAH DALAM MENENTUKAN SAHNYA STATUS PERKAWINAN

KAJIAN YURIDIS PENETAPAN PENGADILAN AGAMA MUNGKID NOMOR PERKARA 0019/Pdt.P/2012/PA. Mkd TENTANG ITSBAT NIKAH DALAM MENENTUKAN SAHNYA STATUS PERKAWINAN KAJIAN YURIDIS PENETAPAN PENGADILAN AGAMA MUNGKID NOMOR PERKARA 0019/Pdt.P/2012/PA. Mkd TENTANG ITSBAT NIKAH DALAM MENENTUKAN SAHNYA STATUS PERKAWINAN Mochammad Didik Hartono 1 Mulyadi 2 Abstrak Perkawinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup terpisah dari kelompok manusia lainnya. Dalam menjalankan kehidupannya setiap manusia membutuhkan

Lebih terperinci

PENGATURAN PERKAWINAN SEAGAMA DAN HAK KONSTITUSI WNI Oleh: Nita Ariyulinda Naskah diterima : 19 September 2014; disetujui : 3 Oktober 2014

PENGATURAN PERKAWINAN SEAGAMA DAN HAK KONSTITUSI WNI Oleh: Nita Ariyulinda Naskah diterima : 19 September 2014; disetujui : 3 Oktober 2014 PENGATURAN PERKAWINAN SEAGAMA DAN HAK KONSTITUSI WNI Oleh: Nita Ariyulinda Naskah diterima : 19 September 2014; disetujui : 3 Oktober 2014 Membentuk suatu keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan suatu institusi sosial yang diakui disetiap kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan suatu institusi sosial yang diakui disetiap kebudayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pernikahan merupakan suatu institusi sosial yang diakui disetiap kebudayaan atau masyarakat. Sekalipun makna pernikahan berbeda-beda, tetapi praktekprakteknya pernikahan

Lebih terperinci

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Implikasi Status Anak yang Berkewarganegaraan Ganda terhadap Status Keimigrasiannya Dihubungkan dengan Undang-Undang No.12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan RI dan

Lebih terperinci

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN GURU KELAS SD

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN GURU KELAS SD SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN GURU KELAS SD BAB IV PENGERTIAN DAN PRINSIP KEWARGANEGARAAN SERTA NILAI MORAL DAN NORMA DALAM MASYARAKAT Dra.Hj.Rosdiah Salam, M.Pd. Dra.

Lebih terperinci

2002), hlm Ibid. hlm Komariah, Hukum Perdata (Malang; UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang,

2002), hlm Ibid. hlm Komariah, Hukum Perdata (Malang; UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang, Pendahuluan Perkawinan merupakan institusi yang sangat penting dalam masyarakat. Di dalam agama islam sendiri perkawinan merupakan sunnah Nabi Muhammad Saw, dimana bagi setiap umatnya dituntut untuk mengikutinya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau di kota. Namun banyak manusia yang sudah mempunyai kemampuan baik

BAB I PENDAHULUAN. atau di kota. Namun banyak manusia yang sudah mempunyai kemampuan baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan bermasyarakat, hampir semua manusia hidup terikat dalam sebuah jaringan dimana seorang manusia membutuhkan manusia lainnya untuk dapat hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai hubungan yang erat sekali dengan agama/kerohanian sehingga

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai hubungan yang erat sekali dengan agama/kerohanian sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki ketentuan hukum yang berlaku nasional dalam hukum perkawinan, yaitu Undang-undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Ketentuan Undang-undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasarkan Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasarkan Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang dimaksud dengan perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI TENGAH,

Lebih terperinci

FH UNIVERSITAS BRAWIJAYA

FH UNIVERSITAS BRAWIJAYA NO PERBEDAAN BW/KUHPerdata Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 1 Arti Hukum Perkawinan suatu persekutuan/perikatan antara seorang wanita dan seorang pria yang diakui sah oleh UU/ peraturan negara yang bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada kodratnya Tuhan menciptakan manusia untuk saling berpasang-pasangan

BAB I PENDAHULUAN. Pada kodratnya Tuhan menciptakan manusia untuk saling berpasang-pasangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada kodratnya Tuhan menciptakan manusia untuk saling berpasang-pasangan antara laki-laki dan perempuan yang bertujuan membentuk suatu rumah tangga dari sebuah perkawinan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakikatnya seorang anak dilahirkan sebagai akibat dari hubungan

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakikatnya seorang anak dilahirkan sebagai akibat dari hubungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakikatnya seorang anak dilahirkan sebagai akibat dari hubungan antara seorang laki-laki dan perempuan, yang hubungannya dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG TAHUN 2011 S A L I N A N

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG TAHUN 2011 S A L I N A N 24 PEBRUARI 2011 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG TAHUN 2011 S A L I N A N SERI E NOMOR 10 PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN

Lebih terperinci

RechtsVinding Online Konsep Kewarganegaran Ganda Tidak Terbatas (Dual Nasionality) Dalam Sistem Kewarganegaraan Di Indonesia

RechtsVinding Online Konsep Kewarganegaran Ganda Tidak Terbatas (Dual Nasionality) Dalam Sistem Kewarganegaraan Di Indonesia Konsep Kewarganegaran Ganda Tidak Terbatas (Dual Nasionality) Dalam Sistem Kewarganegaraan Di Indonesia Oleh: Eka Martiana Wulansari * Naskah diterima: 27 Maret 2015; disetujui: 09 April 2015 Setiap negara

Lebih terperinci

BAHAN SOSIALISASI KEBIJAKAN ADMINDUK

BAHAN SOSIALISASI KEBIJAKAN ADMINDUK BAHAN SOSIALISASI KEBIJAKAN ADMINDUK KEBIJAKAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL BAGI PERKAWINAN CAMPUR DAN ANAK BERKEWARGANEGARAAN GANDA TERBATAS KEMENTERIAN DALAM NEGERI DITJEN KEPENDUDUKAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1975 dan Peraturan Menteri Agama Nomor 3 dan 4 Tahun 1975 bab II

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1975 dan Peraturan Menteri Agama Nomor 3 dan 4 Tahun 1975 bab II BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pencatatan perkawinan dalam pelaksanaannya diatur dengan PP No. 9 Tahun 1975 dan Peraturan Menteri Agama Nomor 3 dan 4 Tahun 1975 bab II Pasal 2 ayat (1) PP

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENCATATAN PERKAWINAN DAN PELAPORAN AKTA YANG DITERBITKAN OLEH NEGARA LAIN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PEMBATALAN PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG NO 1 TAHUN 1974 DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM FAKTOR PENYEBAB SERTA AKIBAT HUKUMNYA

PEMBATALAN PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG NO 1 TAHUN 1974 DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM FAKTOR PENYEBAB SERTA AKIBAT HUKUMNYA PEMBATALAN PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG NO 1 TAHUN 1974 DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM FAKTOR PENYEBAB SERTA AKIBAT HUKUMNYA (Studi Kasus di Pengadilan Agama Klaten ) SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk

Lebih terperinci

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui status anak yang lahir dari perkawinan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui status anak yang lahir dari perkawinan PERLINDUNGAN HUKUM BAGI ANAK YANG LAHIR DARI PERKAWINAN CAMPURAN Anugerah Gilang Priandena Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta Email: anugerah.gilang64@yahoo.com ABSTRAK Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam hidupnya akan mengalami berbagai peristiwa hukum.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam hidupnya akan mengalami berbagai peristiwa hukum. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia dalam hidupnya akan mengalami berbagai peristiwa hukum. Peristiwa hukum yang pasti dialami oleh manusia adalah kelahiran dan kematian. Sedangkan peristiwa

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK TERKAIT PERKAWINAN CAMPURAN DENGAN WARGA NEGARA ASING (WNA) DI INDONESIA Oleh : Delfiyanti

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK TERKAIT PERKAWINAN CAMPURAN DENGAN WARGA NEGARA ASING (WNA) DI INDONESIA Oleh : Delfiyanti 1 2 3 TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK TERKAIT PERKAWINAN CAMPURAN DENGAN WARGA NEGARA ASING (WNA) DI INDONESIA Oleh : Delfiyanti ABSTRACT From various cases, problem of Woman

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Modul ke: HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA Fakultas TEKNIK Martolis, MT Program Studi Teknik Mesin NEGARA = State (Inggris), Staat (Belanda),Etat (Perancis) Organisasi tertinggi

Lebih terperinci

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1974 (1/1974) Tanggal: 2 JANUARI 1974 (JAKARTA)

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1974 (1/1974) Tanggal: 2 JANUARI 1974 (JAKARTA) Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 1 TAHUN 1974 (1/1974) Tanggal: 2 JANUARI 1974 (JAKARTA) Sumber: LN 1974/1; TLN NO. 3019 Tentang: PERKAWINAN Indeks: PERDATA. Perkawinan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bersama-sama dengan orang lain serta sering membutuhkan antara yang satu

BAB I PENDAHULUAN. bersama-sama dengan orang lain serta sering membutuhkan antara yang satu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa di muka bumi ini sebagai makhluk yang paling sempurna. Salah satu buktinya bahwa manusia diberikan cipta, rasa,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG FORMULIR DAN BUKU YANG DIGUNAKAN DALAM PENDAFTARAN PENDUDUK DAN PENCATATAN SIPIL

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG FORMULIR DAN BUKU YANG DIGUNAKAN DALAM PENDAFTARAN PENDUDUK DAN PENCATATAN SIPIL PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG FORMULIR DAN BUKU YANG DIGUNAKAN DALAM PENDAFTARAN PENDUDUK DAN PENCATATAN SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam. Sinar Baru al Gesindo, Jakarta. Cet. Ke XXVII. Hal. 374.

BAB I PENDAHULUAN. 1 Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam. Sinar Baru al Gesindo, Jakarta. Cet. Ke XXVII. Hal. 374. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di muka bumi ini Tuhan telah menciptakan segala sesuatu saling berpasangan, ada laki-laki dan perempuan agar merasa tenteram saling memberi kasih sayang dari suatu ikatan

Lebih terperinci

BAB III KEWARISAN ANAK DALAM KANDUNGAN MENURUT KUH PERDATA 1. A. Hak Waris Anak dalam Kandungan menurut KUH Perdata

BAB III KEWARISAN ANAK DALAM KANDUNGAN MENURUT KUH PERDATA 1. A. Hak Waris Anak dalam Kandungan menurut KUH Perdata BAB III KEWARISAN ANAK DALAM KANDUNGAN MENURUT KUH PERDATA 1 A. Hak Waris Anak dalam Kandungan menurut KUH Perdata Anak dalam kandungan menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) memiliki

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN 1 2 TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN (Studi Penelitian di Pengadilan Agama Kota Gorontalo) Nurul Afry Djakaria

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul

BAB I PENDAHULUAN. tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu ikatan yang sah untuk membina rumah tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul amanah dan tanggung jawab.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : a. bahwa Pemerintah Kabupaten Bantul

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.02-HL TAHUN 2006

PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.02-HL TAHUN 2006 Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia - permentatacara PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.02-HL.05.06 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA MENYAMPAIKAN PERNYATAAN UNTUK MENJADI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia dalam setiap perjalanan hidupnya, sudah pasti memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia dalam setiap perjalanan hidupnya, sudah pasti memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam setiap perjalanan hidupnya, sudah pasti memiliki ketidakmampuan untuk bertahan hidup sendiri. Hal ini membuat manusia belajar untuk hidup berkelompok

Lebih terperinci