PEMERINTAH KABUPATEN BANYUASIN DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG UNIT I BANYUASIN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEMERINTAH KABUPATEN BANYUASIN DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG UNIT I BANYUASIN"

Transkripsi

1 PEMERINTAH KABUPATEN BANYUASIN DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG UNIT I BANYUASIN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG (RPHJP) KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG (KPHL) UNIT I BANYUASIN KABUPATEN BANYUASIN Banyuasin, Desember 2015

2 LEMBAR PENGESAHAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG (RPHJP) KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG (KPHL) UNIT I BANYUASIN KABUPATEN BANYUASIN PROVINSI SUMATERA SELATAN Disusun Oleh : Kepala KPHL Unit I Banyuasin UDI SETIAWAN, S.Hut, M.Si NIP Diketahui Oleh : Kepala Dinas Kehutanan Dan Perkebunan Kabupaten Banyuasin Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Selatan Ir. SYUHADA ADJIS UMAR, S.Sos, MT NIP Ir. SIGIT WIBOWO NIP Disahkan Oleh : An. Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Direktur Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung Ir. B. HERUDOJO TJIPTONO, MP NIP

3 KATA PENGANTAR RPHJP merupakan Perencanaan Pengelolaan Hutan Jangka Panjang pada Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Model Unit I Banyuasin. Proses penyusunan rencana yang baik memerlukan basis data yang baik dengan sumber data yang falid dan akurat serta pelibatan pemangku kepentingan dalam proses penyusunananya. Alhamdulillah dokumen Perencanaan Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP) Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Model Unit I Banyuasin berhasil dirampungkan. Dengan telah selesainya penyusunan dokumen ini, kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu, Kepala Pusdal Regional I, BPKH Wilayah II Palembang, Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Selatan, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Banyuasin dan Tenaga Pakar dari Universitas Muhamadiyah Palembang RPHJP memerlukan penyempurnaan kedepannya. Fasilitasi penyusunan RPHJP KPH Model oleh UPT Kemenhut diharapkan dapat menjaring data informasi yang lebih detil dan akurat serta saran, usulan perbaikan dari semua pemangku kepentingan. Mudah-mudahan pengelolaan Kawasan Hutan pada KPHL Unit I Banyuasin, Kabupaten Banyuasin makin baik di masa mendatang untuk kelestarian sumber daya alam dan kesejahteraan masyarakat. Pangkalan Balai, Desember 2015 Kepala UPT KPHL Unit I Banyuasin UDI SETIAWAN, S.Hut, M.Si. NIP

4 DAFTAR ISI Kata Pengantar... ii Lembar Pengesahan... iii Daftar Isi... iv Daftar Tabel... vi Daftar Gambar... viii Ringkasan Eksekutif... ix I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... Bab I Maksud dan Tujuan... Bab I Sasaran... Bab I Ruang Lingkup... Bab I Batasan Pengertian... Bab I - 7 II. DESKRIPSI KAWASAN 2.1 Risalah Wilayah... Bab II Potensi Wilayah KPHL Model Banyuasin... Bab II Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat... Bab II Luas Wilayah dan Penggunaan... Bab II Penduduk... Bab II Aktivitas Ekonomi... Bab II PDRB Kabupaten Banyuasin... Bab II Kondisi Posisi KPH dalam Prespektif Tata Ruang Wilayah dan Pembangungan Daerah... Bab II Posisi Kelembagaan KPH... Bab II Isu Strategis, Kendala dan Permasalahan... Bab II Kegiatan Pembangunan Kehutanan yang Telah Dilakukan... Bab II - 48 III. VISI DAN MISI 3.1 Visi dan Misi Dinas Kehutanan dan Perkebunan... Bab III Visi dan Misi KPHL Model Banyuasin... Bab III Strategi Pengelolaan Hutan... Bab III Tujuan dan Sasaran KPHL Model Banyuasin... Bab III - 6

5 IV. ANALISIS DAN PROYEKSI 4.1 Analisa Strategis dan Faktor Penentu Keberhasilan... Bab IV Analisa SWOT... Bab IV Proyeksi... Bab IV - 26 V. RENCANA KEGIATAN 5.1 Inventarisasi Berkala Wilayah Kelola serta Penataan Hutannya... Bab V Pemanfaatan Hutan pada Wilayah Tertentu... Bab V Pemberdayaan Masyarakat... Bab V Penyelenggaraan Rehabilitasi pada Areal KPHL Model Banyuasin. Bab V Pembinaan dan Pemantauan (controlling) Pelaksanaan Rehabilitasi Bab V Penyelenggaraan Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam... Bab V Penyelenggaraan Koordinasi & Sinkronisasi Antar Pemegang Izin.. Bab V Koordinasi & Sinergi dengan Instansi dan Pemangku Kepentingan. Bab V Penyediaan dan Peningkatan Kapasitas SDM... Bab V Penyedian Pendanaan... Bab V Pengembangan Pangkalan Data (data base)... Bab V Rasionalisasi Wilayah Kelola... Bab V Review Rencana Pengelolaan (minimal 5 tahun sekali)... Bab V Pengembangan Investasi... Bab V Kegiatan Lain Yang Relevan... Bab V - 25 VI. PEMBINAAN, PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN 6.1 Pembinaan... Bab VI Pengawasan... Bab VI Pengendalian... Bab VI - 2 VII. PEMANTAUAN, EVALUASI DAN PELAPORAN 7.1 Pemantauan... Bab VII Evaluasi... Bab VII Pelaporan... Bab VII - 2 VIII. PENUTUP... Bab VIII - 1

6 DAFTAR TABEL Tabel 1. Sebaran luas fungsi hutan berdasarkan jenis KPH... I - 4 Tabel 2. Letak Wilayah Administratif KPHL Model Banyuasin... II - 2 Tabel 3. Lahan Kritis Kabupaten Banyuasin... II - 9 Tabel 4. Penggunaan Lahan di Kabupaten Banyuasin... II - 10 Tabel 5. Rincian revisi kawasan HLP di Kabupaten Banyuasin... II - 12 Tabel 6. Pembagian Blok dan Petak wilayah KPHL BANYUASIN... II - 15 Tabel 7. Peta Pembagian Resort kawasan KPHL Model Banyuasin... II - 15 Tabel 8. Tabel Kondisi Tutupan Lahan... II - 18 Tabel 9. Luasan Kawasan Hutan Lindung di Kabupaten Banyuasin Thn 2011 II - 18 Tabel 10. Luas Wilayah Menurut Kecamatan di Kabupaten Banyuasin, II - 23 Tabel 11. Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan Tahun II - 24 Tabel 12. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan in dan Sex Ratio di Kabupaten Banyuasin II - 25 Tabel 13. Jumlah Penduduk, Rumah Tangga & Rata-Rata Anggota Rumah Tangga di Kabupaten Banyuasin II - 26 Tabel 14. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Menurut Kecamatan di Kabupaten Banyuasin, 2012*)... II - 26 Tabel 15. Persentase Penduduk berumur 15 keatas menurut kegiatan, II - 27 Tabel 16. Luas Lahan Pertanian Menurut Jenis Lahan Per Kecamatan di Kabupaten Banyuasin, II - 28 Tabel 17. Luas Lahan Pertanian Menurut Jenis Lahan Per Kecamatan di Kabupaten Banyuasin, II - 29 Tabel 18. Luas Lahan Pertanian Menurut Jenis Lahan Per Kecamatan di Kabupaten Banyuasin, II - 30

7 Tabel 19. Luas Panen & Produksi Padi Menurut Kecamatan, II - 31 Tabel 20. Luas Panen dan Produksi Padi Sawah menurut jenisnya Banyuasin, II - 32 Tabel 21. Luas areal dan produksi perkebunan karet di Kabupaten Banyuasin Tahun II -33 Tabel 22. Populasi Unggas Menurut Jenis Unggas di Kabupaten Banyuasin... II -34 Tabel 23. Produksi Hasil Kayu Olahan yang Dipasarkan di dalam Negeri di Kabupaten Banyuasin, Tahun II - 35 Tabel 24. Potensi Wisata di Kabupaten Banyuasin... II - 37 Tabel 25. PDRB Kabupaten Banyuasin Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku (juta rupiah), II - 39 Tabel 26. Rehabilitasi Hutan Melalui Pembangunan Hutan Rakyat... II - 47 Tabel 27. Strategi Kombinasi Strength (Kekuatan) dan Opportunity (Peluang) Dalam Analisis SWOT... IV -7 Tabel 28. Strategi Kombinasi Strength (Kekuatan) dan Ancaman (Treat) Dalam Analisis SWOT... IV -12 Tabel 29. Strategi Kombinasi Kelemahan (Weakness) & Peluang (Opportunity) Dalam Analisis SWOT... IV -14 Tabel 30. Strategi Kombinasi Kelemahan (Weakness) dan Ancaman (Treat) Dalam Analisis SWOT... IV -18 Tabel 31. Koherensi Antara Visi, Misi, Tujuan, Kombinasi Faktor (Strategi) dan Sasaran Program Indikatif... IV -21 Tabel 32. Jumlah Plot Inventarisasi Hutan Disetiap Blok Pengelolaan... V - 2

8 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Peta Wilayah KPHL Model Banyuasin... II - 1 Gambar 2. Peta Curah Hujan Kabupaten Banyuasin... II - 4 Gambar 3. Peta Lereng Kabupaten Banyuasin... II - 5 Gambar 4. Peta Kontur Kabupaten Banyuasin... II - 6 Gambar 5. Peta Jenis Tanah... II - 7 Gambar 6. Peta Aliran Sungai... II - 8 Gambar 7. Peta Penggunaan Lahan Kabupaten Banyuasin... II - 10 Gambar 8. Peta Penetapan Wilayah KPHL Model Banyuasin... II -11 Gambar 9. Kondisi Penutupan Lahan di Kabupaten Banyuasin... II -12 Gambar 10. Peta pembagian kawasan KPHL Ke dalam Resort... II - 13 Gambar 11. Peta Nilai Sex Ratio Perkecamatan di Kabupaten Banyuasin Tahun 2012 Tahun II -24 Gambar 12. Persentase Produksi Padi Sawah dan Padi Ladang... II -27 Gambar 13. Luas areal perkebunan karet rakyat, negara dan swasta Di Kabupaten Banyuasin... II -33 Gambar 14. Populasi Unggas Menurut Jenis Unggas di Kab. Tahun II -34 Gambar 15. Penyelenggaraan Pengurusan Dinas dan Penyelenggaraan Pengelolaan KPH... II -43 Gambar 16. Lokasi Rencana RHL di KPHL Model Banyuasin... V 13

9 DAFTAR PUSTAKA Anonymous, 2005 Pembangunan Calon Taman Hutan Kota Basin di Hutan Produksi Kemampo Kabupaten Banyuasin Anonymous, 2006 Laporan Hasil Inventarisasi Hutan L:indung Pantai Pulau Rimau Anonymous, 2009 Laporan Hasil Inventarisasi Hutan L:indung Pantai Telang Anonymous, 2010 Laporan Hasil Identifikasi Gangguan Kawasan HLP Telang dan HLP Pulau Rimau Anonymous, 2011 Rencana Pengelolaan Rehabilitasi Hutan dan Lahan Kabupaten Banyuasin Tahun Anonymous, 2012 Banyuasin Dalam Angka Anonymous, 2012 Data BaseInformasi Pembangunan Kabupaten Banyuasin 2012 Anonymous, 2012 Laporan Hasil Inventarisasi Hutan L:indung Pantai Upang Anonymous, 2012 Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Banyuasin Anonymous, 2013 Profil Desa Pesisir Kabupaten Banyuasin Anonymous, 2013 Laporan Hasil Identifikasi Gangguan Kawasan HLP Upang Anonymous, 2014 Laporan Hasil Identifikasi Gangguan Kawasan HLP Saleh Barat

10 RINGKASAN EKSEKUTIF Kawasan hutan di Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan telah ditetapkan menjadi salah satu wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: SK.76/Menhut- II/2010 tanggal 10 Februari Dan Pentapan sebagai KPH Model berdasarkan SK. Menteri Kehutanan Nomor : SK.961/Menhut-II/2013 tanggal 27 Desember 2013 seluas Ha. Dalam melaksanakan kegiatannya, KPHL Model Banyuasin memerlukan Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP). Tujuan pengelolaan adalah untuk mewujudkan masyarakat Kabupaten Banyuasin yang mandiri dan sejahtera melalui pemberdayaan ekonomi dan aktif dalam pengelolaan sumber daya hutan melalui kelembagaan dan tata kelola kawasan hutan yang efektif dan efisien. RPHJP disusun sebagai pedoman dan arahan dalam pengelolaan kawasan hutan dalam jangka panjang (10 Tahun) yang juga merupakan acuan pokok pengelolaan jangka pendek, jangka menengah dan rencana teknis lainnya. KPHL Model Banyuasin mempunyai potensi yang dapat dikembangkan dari jasa lingkungan yang didukung oleh sumber daya alam yang dimiliki, diantaranya persediaan air bersih, penyimpanan carbon, media penelitian dan pendidikan, keanekaragaman hayati, jasa lingkungan serta wisata alam. Kabupaten Banyuasin memiliki pesona alam yang tidak dimiliki daerah lain seperti pesona alami HP Kemampo dan potensi panorama pesisir pantai, alam mangrove, kuliner berbasis mangrove dan ekowisata perairan. Masyarakat disekitar dan di dalam kawasan KPHL Model Banyuasin umumnya adalah etnis bugis dan jawa. Selanjutnya sistem sosial masyarakat ini terkait erat dengan penguasaan sumber daya alam, terutama lahan dan hutan. Masyarakat yang tinggal di dalam dan disekitar kawasan KPHL Model Banyuasin merupakan masyarakat agraris dengan aktifitas seperti pertanian tanaman pangan, perkebunan, peternakan dan perikanan. Tidaklah mengherankan bila hutan adalan lanskap penting Kabupaten Banyuasin dan semua pihak menyadari akan hal ini. Oleh sebab itu keberadaannya menjadi pertimbangan penting dalam pembangunan wilayah kabupaten. Semua dokumen perencanaan pembangunan seperti RPJP, RPJM, RTRW Kabupaten Banyuasin menyatakan pentingnya pengelolaan hutan secara lestari untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat berbasis sumber daya alam. Dengan demikian, peranan KPHL Model Banyuasin cukup besar dalam mendukung tercapainya target pembangunan yang ditetapkan dalam berbagai Rencana pembangunan tersebut. Keberadaan KPHL Model Banyuasin diharapkan dapat memberikan solusi pengelolaan kawasan hutan tingkat tapak di Kabupaten Banyuasin tentunya dengan dukungan dari semua pihak terkait. Kelembagaan KPHL Model Banyuasin saat ini ditetapkan melalui Revisi Peraturan Bupati Nomor 56 Tahun 2011 menjadi Peraturan Bupati Nomor 420 Tahun 2013 tentang Unit Pelaksana Teknis (UPT) KPH Lindung dan Produksi dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Banyuasin. Kondisi ini membutuhkan percermatan khusus dalam tata hubungan kerja antara UPT KPHL

11 Model Banyuasin, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Banyuasin dengan unit kerja lainnya, baik kehutanan maupun non kehutanan yang terkait. Organisasai Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Model Banyuasin saat ini masih setingkat Eselon IV yakni UPT KPHL Model Unit I Banyuasin di bawah Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Banyuasin. Berdasarkan PP No 3 Tahun 2008 menjelaskan bahwa tugas dari kepala KPH adalah menyusun perencanaan pengelolaan hutan. Penyusunan rencana pengelolaan hutan dilakukan dengan mengacu pada rencana kehutanan nasional, provinsi, maupun kabupaten/kota, dan memperhatikan aspirasi, nilai budaya masyarakat setempat. Dalam menyusun rencana kerja ini, Kepala KPH berhadapan dengan sejumlah isu strategis, antara lain; 1) Pelaksanaan tata batas yang menjadi wilayah kelola KPHL Model Banyuasin yang sebagian belum dilaksanakan oleh pihak BPKH Wilayah II Palembang, 2) Belum terkoordinirnya penggunaan kawasan hutan untuk kegiatan di luar kehutanan, potensi hutan belum teriventarisir secara baik, tingkat okupasi kawasan hutan oleh masyarakat khususnya yang berada di sekitar kawasan hutan cukup tinggi dan cepat akibat akses ke dalam kawasan hutan yang mudah. Dia lain pihak ada pula sejumlah kendala seperti; 1) Hasil inventarisasi yang dilakukan oleh Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Banyuasin belum lengkap dan sudah tidak up to date serta belum dapat dimanfaatkan untuk menyusun Rencana Pengelolaan Hutan karena masih terdapat kekurangan data seperti pemanfaatan hutan dan konflik kehutanan yang ada, 2) Informasi mengenai status, penggunaan dan penutupan lahan juga tidak tersedia, dan 3) Data Aksebilitas dan Data Demografi juga belum terkumpul. Sementara itu Kepala KPH berhadapan dengan sejumlah persoalan seperti; belum diakuinya sebagian kawasan hutan oleh masyarakat, batas kawasan hutan di lapangan sebagian belum jelas dan perlu direkonstruksi, adanya klaim masyarakat sebagai penggarap di dalam kawasan hutan, belum adanya data potensi secara lengkap pada wilayah KPHL Model Unit I Banyuasin, dan laju pertumbuhan penduduk disekitar wilayah KPHL serta 4) Rendahnya kualitas dan kuantitas tenaga teknis pengelola KPH yang dapat membantu tugas KKPH dalam menyusun RPHJP ini. Sebagai penutup, Dokumen Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP) Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Model Unit I Banyuasin ini telah disusun menurut ketentuan-ketentuan yang berlaku dan telah menyajikan data yang sahih pada saat dokumen ini disusun sebagai dasar penentuan arah pengembangan KPHL Model Unit I Banyuasin kedepan.

12 Bab 1 Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumberdaya alam berupa hutan merupakan anugerah dan amanat tak ternilai yang diberikan Tuhan untuk kelangsungan semua makhluk ciptaannya. Karena hutan merupakan satu-satunya sistem alam yang efektif mengatur tata air, tanah dan udara untuk kehidupan di bumi. Hutan merupakan sumberdaya alam yang erat kaitannya dengan kehidupan manusia, penting dikuasai oleh negara dan dimanfaatkan sebesar besarnya untuk kesejahteraan masyarakat. Sebagai karunia dan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa hutan harus dikelola secara baik, arif dan bijaksana berdasarkan ilmu dan akhlak mulia, dimana pemanfaatannya yang tidak melebihi daya dukung dan kemampuan pemulihan hutan itu sendiri. Sesuai dengan yang diamanatkan Undang- Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat 3 bahwa kekayaan sumberdaya alam dan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan di peruntukan sebesar besarnya untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Berdasarkan Undang Undang 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan pada pasal 6 disebutkan bahwa hutan secara keseluruhan mempunyai tiga fungsi yakni fungsi konservasi, fungsi lindung dan fungsi produksi. Hutan lindung sebagai fungsi lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah. Pengelolaan hutan secara umum merupakan usaha untuk mewujudkan pengelolaan hutan lestari berdasar tata hutan, rencana pengelolaan, pemanfaatan hutan, rehabilitasi hutan, perlindungan hutan dan konservasi. Untuk mewujudkan pengelolaan hutan lestari maka seluruh kawasan hutan terbagi ke dalam Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) sesuai amanat UU No. 41 Tahun KPH menjadi bagian dari penguatan sistem pengurusan

13 Bab 1 Pendahuluan I-2 hutan nasional, provinsi dan kabupaten/kota. Kebijakan strategis dari pemerintah pusat, diantaranya adalah PP No. 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan, kemudian disempurnakan di dalam PP No. 3 Tahun 2008 dan Peraturan Menteri Kehutanan No.6/Menhut-II/2009 tentang Pembentukan Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan. Dalam PP dan Permenhut tersebut dijelaskan mengenai Kesatuan Pengelolan Hutan (KPH), adalah wilayah pengelolaan hutan sesuai fungsi pokok dan peruntukannya yang dapat dikelola secara efisien dan lestari. yang berperan sebagai penyelenggara pengelolaan hutan di tingkat tapak. Keberadaan KPH menjadi semakin kuat dengan dikeluarkannya Permendagri Nomor 61 Tahun 2010 yang mengamanatkan bentuk organisasi KPH sebagai salah satu Satuan Kerja Perangkat Daerah, ditetapkan dengan Peraturan Daerah, dan bertanggung jawab kepada Gubernur atau Bupati/Walikota melalui Sekretaris Daerah. Selain itu pemerintah pusat sudah mengeluarkan peraturan yang terkait dengan pelaksanaan teknis antara lain: Permenhut No.6 Tahun 2010 tentang Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria (NSPK) Pengelolaan Hutan pada Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP); Permenhut Nomor 41 Tahun 2011 tentang Standarisasi Fasilitasi Sarana dan Prasarana KPHL dan KPHP Model, yang kemudian disempurnakan melalui Permenhut Nomor 54 Tahun 2011; dan Permenhut Nomor 42 Tahun 2011 tentang Standar Kompetensi Bidang Teknis Kehutanan pada KPHL dan KPHP. Dari 10 unit Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) yang ditetapkan melalui Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor SK.76/Menhut-II/2010 tanggal 10 Februari 2010, salah satunya adalah KPHL Unit I Banyuasin seluas Ha yang terdiri dari fungsi Hutan Lindung Ha dan fungsi Hutan Produksi Ha. Berikutnya ditetapkan kembali sebagai KPH Lindung Model Unit I Banyuasin Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan berdasarkan SK.961/Menhut-II/2013 tanggal 27 Desember 2013 seluas ± Ha.

14 Bab 1 Pendahuluan I-3 Secara administrasi wilayah KPHL Unit I Banyuasin berada di Kabupaten Banyuasin yang terletak di 9 Kecamatan meliputi Kecamatan Banyuasin II, Tanjung Lago, Sumber Marga Telang, Muara Telang, Makarti Jaya, Air Saleh, Muara Sugihan, Banyuasin III dan Rantau Bayur. Berdasarkan Peraturan Bupati Banyuasin Nomor 420 Tahun 2013 tanggal 24 April 2013, kelembagaan KPH Lindung Unit I Banyuasin merupakan Unit Pelaksana Teknis Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Banyuasin. Permasalahan hutan secara umum sebagaimana terdapat juga di KPHL Unit I Banyuasin saat ini adalah terjadinya penguasaan lahan oleh masyarakat secara individu ataupun kelompok yang dijadikan sebagai areal perkebunan, pertanian, pemukiman, tambak/usaha perikanan, sarana umum dan sarana sosial. Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan adanya lembaga yang mengelola hutan di tingkat tapak yaitu KPH. KPH diharapkan mampu menjadi garis depan dan menjembatani untuk mewujudkan harmonisasi pemanfaatan hutan oleh berbagai pihak dalam kerangka pengelolaan hutan lestari, dapat mengidentifikasi keberadaan dan kebutuhan masyarakat terhadap manfaat sumberdaya hutan dengan lebih jelas dan cermat. Demikian pula penyelesaian konflik maupun pencegahan terjadinya konflik lebih dapat dikendalikan. Selain itu, KPH diharapkan dapat memfasilitasi komunikasi dengan Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah untuk menata hak dan akses masyarakat terhadap sumberdaya hutan. Untuk mewujudkan KPH dapat berjalan pada arah yang benar, mencapai tujuan dan sasaran secara efektif dan efisien, serta pencapaian multi manfaat berdasarkan fungsi pokoknya sebagai fungsi lindung, maka diperlukan adanya rencana pengelolaan. Dalam menyusun rencana pengelolaan KPH diperlukan kuantifikasi dan formulasi, strategi dan program kerja, serta struktur organisasi dan aspek finansial untuk menyiapkan kondisi agar dapat dimonitor, dilaporkan dan diverifikasi dalam suatu basis unit-unit kelestarian yang permanen. Dengan adanya rencana pengelolaan jangka panjang maka akan memudahkan penyusunan rencana pengelolaan jangka pendek yang lebih terukur.

15 Bab 1 Pendahuluan I-4 Pada kerangka inilah maka perlu disusun Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP) KPHL Unit I Banyuasin sebagai acuan rencana kerja di tingkat tapak dalam bentuk unit-unit pengelolaan yang akan mengelola hutan secara terintegrasi melalui kaidah-kaidah pengelolaan hutan yang dapat menjamin keberlangsungan fungsinya (sustainable forest management) sebagaimana yang dimandatkan dalam peraturan perundangan yang mengharuskan adanya dokumen perencanaan untuk pengelolaan jangka panjang. Teknik penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang ini mengacu pada Peraturan Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan Nomor P.5/VII-WP3H/2012 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Hutan pada KPHL dan KPHP. Rencana pengelolaan hutan jangka panjang (10 tahun) bersifat komprehensif dan indikatif yang menjadi acuan bagi penyusunan rencana pengelolaan jangka pendek dan rencana-rencana teknis yang lebih operasional di tingkat lapangan Tujuan Pengelolaan Tujuan penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP) KPH Lindung Unit I Banyuasin Kabupaten Banyuasin adalah: a) Memberikan arahan pengelolaan hutan ke depan bagi para pihak yang berkepentingan dalam kegiatan pembangunan kehutanan di wilayah KPHL Unit I Banyuasin. b) Mewujudkan suatu rencana pengelolaan hutan spasial yang memperhatikan dan mempertimbangkan potensi, permasalahan dan kearifan lokal wilayah KPHL Model Unit I Banyuasin yang terintegrasi. c) Menjamin terselenggaranya kegiatan pengelolaan hutan yang optimal dalam rangka mewujudkan pengelolaan hutan yang efektif dan efisien d) Menghimpun saran-saran yang berkaitan dengan kegiatan kehutanan yang mencakup rencana pengelolaan serta pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan dan sumberdaya hutan yang mengarah pada tercapainya pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan yang maksimum dan lestari, baik secara ekologis, ekonomis, dan sosial.

16 Bab 1 Pendahuluan I-5 e) Tersedianya dokumen rencana pengelolaan yang terencana dan terukur serta memiliki tata waktu yang jelas sehingga kegiatan pengelolaan hutan dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien untuk memberikan hasil yang optimal. f) Menjadi acuan bagi rencana pengelolaan jangka pendek dan rencanarencana teknis pengelolaan lainnya pemanfaatan, penggunaan, rehabilitasi dan perlindungan kawasan hutan KPHL Unit I Banyuasin di tingkat tapak. 1.3 Sasaran a) Terhimpun dan terdeskripsikannya data dan informasi kondisi biofisik serta kondisi sosial ekonomi masyarakat di dalam dan sekitar KPHL Banyuasin yang dapat digunakan sebagai dasar dalam perencanaan pengelolaan hutan berkelanjutan. b) Tersusunnya tata hutan KPH Lindung Banyuasin yang didasarkan pada kondisi biofisik, sosial ekonomi, dan sosial budaya yang sesuai dengan fungsi kawasan serta dapat mengakomodasi kepentingan perlindungan dan pemanfaatan (pemberdayaan masyarakat), baik untuk kepentingan pemanfaatan maupun penggunaan kawasan hutan. c) Tersusunnya Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP) KPHL Model Unit I Banyuasin untuk 10 (sepuluh) tahun kedepan dari yang akan dijadikan sebagai acuan dalam penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Pendek yang disesuaikan dengan kondisi setiap blok dan petak dengan mengacu pada Perdirjen P.5/VII- WP3H/ Ruang Lingkup Ruang lingkup penyusunan rencana pengelolaan hutan jangka panjang meliputi aspek ekologi, ekonomi dan sosial budaya. Untuk dapat menyusun Rencana Pengelolaan Jangka Panjang membutuhkan data inventarisasi hutan, data biogeofisik dan sosial ekonomi hasil identifikasi, penataan hutan

17 Bab 1 Pendahuluan I-6 yang diperoleh melalui survey teristis, penginderaan jauh, baik diperoleh dari data primer maupun data sekunder hasil pengolahan data lapangan. Data sekunder berupa data dari instansi dan hasil penelitian. Data hasil survey pengumpulan di lapangan meliputi: 1) Risalah wilayah KPH yang meliputi: letak, luas, aksesibilitas kawasan, batas-batas, sejarah wilayah KPH; 2) Potensi wilayah KPH antara lain penutupan vegetasi, potensi kayu/non kayu, keberadaan flora dan fauna langka, potensi jasa lingkungan, dan wisata alam); 3) Informasi sosial budaya masyarakat di dalam dan di sekitar hutan termasuk keberadaan masyarakat hukum adat; 4) Informasi izi-izin pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan yang ada diwilayah kelola; 5) Kondisi posisi KPH dalam perspektif tata ruang wilayah dan pembangunan daerah; 6) Informasi kegiatan pembangunan kehutanan yang pernah dilaksanakan pada wilayah KPH; 7) Informasi lain yang relevan; 8) Isu strategis, kendala dan permasalahan Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Planologi Kehutanan Nomor: P.5/VII-WP3H/2012 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan pada Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) yang meliputi : 1. Pendahuluan; 2. Deskripsi kawasan yang didalamnya terdapat informasi risalah wilayah KPH, potensi wilayah KPH, data informasi sosial budaya, serta data informasi perijinan yang telah ada; Kondisi posisi KPHP dalam perspektif tata ruang wilayah dan pembangunan daerah; Isu strategis kendala dan permasalahan. 3. Visi dan misi dalam pengelolaan hutan;

18 Bab 1 Pendahuluan I-7 4. Analisis dan proyeksi yang memuat analisis data dan informasi yang saat ini tersedia baik primer maupun sekunder serta proyeksi kondisi wilayah KPH di masa yang akan datang; 5. Rencana kegiatan, yang memuat rencana kegiatan strategi selama jangka waktu pengelolaan antara lain: inventarisasi berkala wilayah kelola serta penataan hutannya, Pemanfaatan hutan pada wilayah tertentu, pemberdayaan masyarakat, pembinaan dan pemantauan (controlling) pada areal KPHP yang telah ada ijin pemanfaatan maupun penggunaan kawasan hutan, penyelenggaraan rehabilitasi pada areal di luar ijin, Pembinaan dan pemantauan (controlling) pelaksanaan rehabilitasi dan reklamasi pada areal yang sudah ada ijin pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutannya, penyelenggaraan perlindungan hutan dan konservasi alam, penyelenggaraan koordinasi dan sinkronisasi antar pemegang ijin, koordinasi dan sinergi dengan instansi dan stakeholder terkait, Penyediaan dan peningkatan kapasitas SDM, Penyediaan pendanaan, Pengembangan database, Rasionalisasi wilayah kelola, Review Rencana Pengelolaan (minimal setiap 5 tahun), dan Pengembangan investasi. Selain itu dalam dokumen ini juga memuat yang terkait dengan pembinaan, pengawasan dan pengendalian serta pemantauan, evaluasi dan pelaporan. 1.5 Batasan dan Pengertian Dalam rangka lebih memahami dokumen Rencana Pengelolaan Hutan dalam wilayah KPHL UnitI Banyuasin, maka perlu diuraikan beberapa batasan pengertian sebagai berikut : 1. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam dan lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. 2. Kawasan Hutan adalah Wilayah tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap

19 Bab 1 Pendahuluan I-8 (UU 41 Tahun 1999 yang telah dirubah oleh Keputusan MK No. 45 Tahun 2011). 3. Hutan Lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut dan memelihara kesuburan tanah. 4. Hutan Produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan. 5. Pengurusan Hutan meliputi kegiatan penyelenggaraan yaitu perencanaan kehutanan, pengelolaan hutan, penelitian dan pengembangan pendidikan dan latihan serta penyuluhan kehutanan dan pengawasan (UU 41 tahun 1999) pembentukan wilayah pengelolaan hutan dan penyusunan rencana kehutanan. 6. Perencanaan kehutanan meliputi kegiatan inventarisasi hutan, pengukuhan kawasan hutan, penatagunaan, kawasan hutan 7. Penataan Hutan adalah kegiatan rancang bangun unit pengelolaan hutan, mencakup pengelompokan sumberdaya hutan sesuai dengan tipe ekosistem dan potensi yang terkandung di dalamnya dengan tujuan untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat secara lestari. 8. Pengelolaan Hutan adalah kegiatan yang meliputi tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan; pemanfaatan hutan; penggunaan kawasan hutan; rehabilitasi dan reklamasi hutan; perlindungan hutan dan konservasi alam. 9. Pemanfaatan hutan adalah kegiatan untuk memanfaatkan kawasan hutan, memanfaatkan jasa lingkungan, memanfaatkan hasil hutan kayu dan bukan kayu serta memungut hasil hutan kayu dan bukan kayu secara optimal dan adil untuk kesejahteraan masyarakat dengan tetap menjaga kelestariannya.

20 Bab 1 Pendahuluan I Penggunaan kawasan hutan merupakan penggunaan untuk kepentingan pembangunan di luar kehutanan tanpa mengubah status dan fungsi pokok kawasan hutan. 11. Rehabilitasi hutan dan lahan adalah upaya untuk memulihkan, mempertahankan, dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan sehingga daya dukung, produktivitas dan peranannya dalam mendukung sistem penyangga kehidupan tetap terjaga. 12. Reklamasi hutan adalah usaha untuk memperbaiki atau memulihkan kembali lahan dan vegetasi hutan yang rusak agar dapat berfungsi secara optimal sesuai dengan peruntukannya. 13. Perlindungan hutan adalah usaha untuk mencegah dan membatasi kerusakan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan, yang disebabkan oleh perbuatan manusia, ternak, kebakaran, daya-daya alam, hama dan penyakit, serta mempertahankan dan menjaga hak-hak negara, masyarakat dan perorangan atas hutan, kawasan hutan, hasil hutan, investasi serta perangkat yang berhubungan dengan pengelolaan hutan. 14. Tata Batas dalam wilayah KPH adalah melakukan penataan batas dalam wilayah kelola KPH berdasarkan pembagian Blok dan petak. 15. Inventarisasi hutan adalah rangkaian kegiatan pengumpulan data untuk mengetahui keadaan dan potensi sumber daya hutan serta lingkungannya secara lengkap. 16. Blok adalah bagian wilayah KPH yang dibuat relatif permanen untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengelolaan. 17. Petak adalah bagian dari blok dengan luasan tertentu dan menjadi unit usaha pemanfaatan terkecil yang mendapat perlakuan pengelolaan atau silvikultur yang sama. 18. Kesatuan Pengelolaan Hutan selanjutnya disebut KPH adalah wilayah pengelolaan hutan sesuai fungsi pokok dan peruntukannya yang dapat dikelola secara efisien dan lestari.

21 Bab 1 Pendahuluan I Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung selanjutnya disebut KPHL adalah KPH yang luas wilayahnya seluruh atau sebagian besar didominasi kawasan hutan lindung. 20. Para pihak adalah pengelola KPHL Model Banyuasin, perwakilan pemerintah yang berwenang, serta perwakilan masyarakat penerima manfaat dan dampak pengelolaan KPHL Model Banyuasin. Partisipasi parapihak dapat berupa penyampaian informasi sebagai bentuk penyampaian informasi paling rendah, sampai dengan keterlibatan parapihak pada setiap tahapan proses penyusunan rencana pengelolaan. 21. KPH adalah wujud awal dari KPH yang secara bertahap dikembangkan menuju situasi dan kondisi aktual organisasi KPH ditingkat tapak. 22. Resort Pengelolaan Hutan adalah kawasan hutan dalam wilayah kelola KPH yang merupakan bagian dari wilayah KPH yang dipimpin oleh Kepala Resort KPH dan bertanggungjawab kepada Kepala KPH. 23. Wilayah Tertentu adalah wilayah hutan yang situasi dan kondisinya belum menarik bagi pihak ketiga untuk mengembangkan usaha pemanfaatannya. 24. Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang adalah rencana pengelolaan hutan pada tingkat strategis berjangka waktu 10 (sepuluh) tahun atau selama jangka benah pembangunan KPH. 25. Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Pendek adalah rencana pengelolaan hutan berjangka waktu 1 (satu) tahun pada tingkat operasional berbasis petak/blok. 26. Hasil Hutan Bukan Kayu yang selanjutnya disingkat HHBK adalah hasil hutan hayati baik nabati maupun hewani beserta produk turunan fan budidaya kecuali kayu yang berasal dari hutan. 27. Pemanfaatan Jasa Lingkungan adalah kegiatan untuk memanfaatkan potensi jasa lingkungan dengan tidak merusak lingkungan dan mengurangi fungsi utamanya.

22 Bab 1 Pendahuluan I Ekowisata adalah suatu bentuk perjalanan wisata ke area alami yang dilakukan dengan tujuan mengkonservasi lingkungan dan melestarikan kehidupan dan kesejahteraan penduduk setempat. 29. Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu yang selanjutnya disingkat IUPHHK adalah izin usaha yang diberikan untuk memanfaatkan hasil hutan berupa kayu dalam hutan alam pada hutan produksi melalui kegiatan pemanenan atau penebangan, pengayaan, pemeliharaan dan pemasaran. 30. Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman Rakyat yang selanjutnya disingkat IUPHHK-HTR adalah izin usaha yang diberikan untuk memanfaatkan hasil hutan berupa kayu dalam hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun oleh perorangan atau koperasi untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur dalam rangka menjamin kelestarian sumberdaya hutan. 31. Hutan Kemasyarakatan adalah hutan negara yang pemanfaatan utamanya ditujukan untuk memberdayakan masyarakat setempat. 32. Pemberdayaan Masyarakat Setempat adalah upaya untuk meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat setempat untuk mendapatkan manfaat sumber daya hutan secara optimal dan adil melalui pengembangan kapasitas dan pemberian akses dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat. 33. Menteri adalah Menteri yang diserahi tugas dan bertanggung jawab di bidang kehutanan. 34. KPHL Unit I Banyuasin adalah Unit Pelaksana Teknis Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Banyuasin pada kelompok hutan lindung Pulau Rimau, Air Telang, Muara Musi, Pulau Payung, Upang Air Saleh, Muara Saleh, dan kelompok hutan produksi Kemampo dan Muara Sugihan..

23 Bab II. Deskripsi Kawasan II-1 BAB II DESKRIPSI KAWASAN 2.1. Risalah Wilayah KPH Letak dan Luas Kabupaten Banyuasin mempunyai wilayah seluas ,99 Km 2 yang terletak antara 1, Lintang Selatan dan Bujur Timur yang terbagi dalam 19 kecamatan meliputi 288 desa dan 16 kelurahan. Kecamatan terluas yaitu Kecamatan Banyuasin II dengan wilayah seluas 3.632,40 Km 2 atau sekitar 30,70% dari luas wilayah Kabupaten Banyuasin. Kecamatan dengan luas terkecil adalah Kecamatan Sumber Marga Telang dengan wilayah seluas 174,89 Km 2 atau sekitar 1,48% dari luas wilayah Kabupaten Banyuasin. Berdasarkan penetapan wilayah KPHL dan KPHP Provinsi Sumatera Selatan sebagaimana yang tercantum pada Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor SK.76/Menhut-II/2010 tanggal 10 Februari 2010 kawasan hutan tetap di kabupaten Banyuasin dibagi menjadi 2 Tipe Unit Kesatuan Pengelolaan Hutan yaitu KPH Produksi dan KPH Lindung. Salah satu KPH Lindung adalah KPHL Unit I Banyuasin yang secara geografis terletak pada '00" sampai dengan " Bujur Timur dan " sampai dengan 03 00'00" Lintang Selatan. Secara administrasi wilayah KPHL Model Unit I Banyuasin berada di Kabupaten Banyuasin yang terletak di 9 Kecamatan terdiri dari Kecamatan Banyuasin II, Tanjung Lago, Sumber Marga Telang, Muara Telang, Makarti Jaya, Air Saleh, Muara Sugihan, Banyuasin III dan Rantau Bayur. KPHL Unit I Banyuasin ditetapkan sebagai KPH Model di Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan berdasarkan SK 961/Menhut-II/2013 tanggal 27 Desember 2013 seluas ± Ha. Luasan ini sama sebagaimana

24 Bab II. Deskripsi Kawasan II-2 yang tercantum pada Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: SK.822/Menhut-II/2013 tentang Perubahan Peruntukkan Kawasan Hutan dan Perubahan Fungsi Kawasan Hutan di Provinsi Sumatera Selatan yakni ± Ha yang terdiri dari ± Ha Hutan Lindung dan ±5.659 Ha Hutan Produksi. Dengan mempedomani penetapan kawasan hutan serta melakukan padu serasi terhadap kepentingan pembangunan daerah, maka Kementerian Kehutanan kembali mengeluarkan kebijakan melalui Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor SK.866/Menhut-II/2014 tentang Kawasan Hutan dan Konservasi Perairan di Provinsi Sumatera Selatan. Merujuk pada Keputusan Menteri Kehutanan tersebut, maka luas wilayah pengelolaaan KPHL Unit I Banyuasin menjadi ± Ha yang terdiri dari Ha merupakan fungsi Hutan Produksi dan Ha merupakan fungsi Hutan Lindung, semuanya tersebar dalam 10 kelompok hutan, lebih terperinci luas setiap kelompok disajikan pada tabel 2.1. Gambar 2.1. Wilayah KPHL Unit Banyuasin berdasarkan fungsi hutan

25 Bab II. Deskripsi Kawasan II-3 Tabel 2.1. Sebaran luas kelompok hutan berdasarkan fungsi No Nama Kelompok Hutan 1 HL. Telang Luas (Ha) Wilayah Administrasi Banyuasin II, Tanjung Lago dan Sumber marga telang 2 HL. Upang Banyuasin II, Makarti Jaya 3 HL. Muara Musi Banyuasin II, Muara Telang 4 HL.Muara Saleh Muara Sugihan 5 HL.Pulau Payung 497 Banyuasin II 6 HL. Pulau Rimau Banyuasin II, Tanjung Lago 7 HL.Saleh Barat I Makarti Jaya, Air Salek 8 HL.Saleh barat II 420 Makarti Jaya, Air Salek 9 HP. Muara Sugihan Muara Sugihan 10 HP. Kemampo 607 Banyuasin III, Rantau Bayur Jumlah Sumber : SK. 866/Menhut-II/ Batas-Batas Sebagai batas kawasan hutan secara geografis berada antara '00" sampai dengan " Bujur Timur dan " sampai dengan 03 00'00" Lintang Selatan. Adapun batas-batas administrasi wilayah KPHL Model Unit I Banyuasin adalah sebagai berikut : 1. Sebalah Utara berbatasan dengan Selat Bangka 2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Ogan Komering Ilir ; Kota Palembang dan Kabupaten Muara Enim Provinsi Sumatera Selatan 3. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Ogan Komering Ilir Provinsi Sumatera Selatan 4. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Musi Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan

26 Bab II. Deskripsi Kawasan II-4 Tata batas pada kawasan hutan KPHL Unit I Banyuasin telah dilaksanakan sejak tahun 1993 dengan daftar penataan batas sebagai berikut. Tabel 2.2. Penataan batas di kawasan hutan KPHL Unit I Banyuasin No Kelompok Hutan Tahun Panjang Keterangan 1 HL Muara Saleh 1994/ ,36 km 2 HP Muara Sugihan 3 HL P Rimau 1993/ ,05 km 4 HL Saleh Barat I 1995/ ,48 km 5 HL Saleh Barat II 1995/ HL telang 1993/ ,12 km 7 HL Upang 1993/ ,66 km 8 HP Kemampo 16 km Sumber : BPKH Wilayah II Palembang Pembagian Blok/Zona dan Kondisi Geofisik Pembagian blok merupakan bagian proses kegiatan penataan hutan sebagai kegiatan rancang bangun unit pengelolaan hutan, mencakup kegiatan pengelompokan sumberdaya hutan sesuai dengan tipe ekosistem dan potensi yang terkandung di dalamnya dengan tujuan untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat secara lestari (PP. 6/2007 jo. PP 3/2008). Oleh karena itu tujuan dari penataan pembagian blok adalah untuk menata kawasan hutan agar di dalamnya dapat diselenggarakan semua pekerjaan teknis kehutanan secara efektif dan efisien. Pada Permenhut Nomor P.6/Menhut-II/2010 tentang Norma, Standar Prosedur dan Kriteria Pengelolaan Hutan pada KPHL dan KPHP, Bab III tentang Tata Hutan dan Pengelolaan Hutan Pasal 6 ayat 2 menyebutkan bahwa Pembagian blok harus memperhatikan karakteristik biofisik lapangan, kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar, potensi sumberdaya alam dan keberadaan hak-hak atau ijin usaha pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan, sedangkan pada Pasal 7 ayat 3 menyebutkan bahwa Dalam hal wilayah yang bersangkutan telah ada ijin atau hak, pembagian petak menyesuaikan dengan

27 Bab II. Deskripsi Kawasan II-5 petak yang telah dibuat oleh pemegang ijin atau hak. Atas dasar itu, berikut diuraikan beberapa kondisi geofisik yang akan menjadi pertimbangan dalam pembagian blok. a. Iklim Tipe iklim KPH Lindung Unit I Banyuasin, sebagaimana tipe iklim secara umum di Sumatera Selatan yaitu beriklim tropis. Pernyataan iklim tropis ini digambarkan oleh beberapa ahli dengan berbagai istilah : Termasuk iklim Afa (iklim hujan tropis), menurut Koppen. Termasuk iklim A (daerah sangat basah), menurut Schmidt-Ferguson Termasuk iklim B1 (daerah dengan 7 sampai 9 bulan basah dan dua bulan kering), menurut Oldeman Wilayah yang beriklim tropis secara umum mempunyai dua musim, yaitu musim kemarau dan musim penghujan, dengan suhu rata-rata 26,10 C - 27,40 C serta kelembaban rata-rata dan kelembaban relatif 69,4 % - 85,5 % sepanjang tahun. Kondisi iklim secara umum beriklim tropis basah, termasuk di wilayah Kabupaten Banyuasin. Secara lebih rinci dari pengamatan 6 stasiun klimatologi yaitu Stasiun Hujan Sungai Lilin, Sungsang, Sembawa dan Betung, Air Sugihan, Mariana serta Badaruddin II, sebaran tipe iklim di Kabupaten Banyuasin berdasarkan tipe iklim menurut Oldeman terbagi menjadi 4 (tiga) yaitu tipe iklim B2, tipe iklim B, tipe iklim B1 dan tipe iklim C2. Tipe Iklim B2, meliputi Sebagian besar Kecamatan Banyuasin II, Pulau Rimau, Tungkal Ilir, Betung, Sembawa, Makarti Jaya bagian utara, Suak Tapeh bagian barat serta bagian timur Banyuasin tiga dengan curah hujan rata-rata mm/tahun. Tipe Iklim B, dengan curah hujan ratarata mm/tahun, meliputi sebagian besar Kecamatan Muara

28 Bab II. Deskripsi Kawasan II-6 Sugihan, Air Salek, Makarti Jaya, Muara Telang, Air Marga Telang, Tanjung Lago, Rantau Bayur, Talang Kelapa dan bagian utara Kecamatan Sembawa. Tipe Iklim B1, dengan curah hujan rata-rata mm/tahun, meliputi sebagian besar Kecamatan Muara Padang, Talang Kelapa, bagian selatan Makarti Jaya dan Muara Telang serta bagian barat Tanjung Lago. Tipe Iklim C2, dengan curah hujan rata-rata mm/tahun meliputi sebagian besar Kecamatan Banyuasin I, Air Kumbang, Rambutan, Muara Padang dan bagian selatan Talang Kelapa. b. Jenis Tanah dan Geologi Jenis tanah yang tersebar dibeberapa wilayah Kabupaten Banyuasin antara lain Alluvial, Andosol, Glei, Hidromorf, Latosol, Litosol dan Regosol. Dari beberapa jenis tanah tersebut tersebar dibeberapa wilayah dengan persebaran sebagai berikut. Tabel 2.3. Sebaran jenis tanah di wilayah Kabupaten Banyuasin No Jenis Tanah Sebaran Wilayah 1 Alluvial Sepanjang Wilayah Timur dan Tengah Kabupaten Banyuasin serta sebagian kecil Kec. Banyuasin II dan Kecamatan Tungkal Ilir 2 Andosol Kecamatan Talang Kelapa dan Kecamatan Rantau Bayur 3 Glei Tersebar di seluruh Kabupaten Banyuasin 4 Hidromorf Kecamatan Banyuasin I, Air Kumbang, Mariana, Suak Tapeh dan Kecamatan Banyuasin III 5 Latosol Kecamatan Rambutan 6 Litosol Kecamatan Rambutan, Kecamatan Rantau Bayur dan Kecamatan Banyuasin II 7 Regosol Kecamatan Sembawa, Kecamatan Tanjung Lago, Kecamatan Talang Kelapa dan Kecamatan Makarti Jaya. Sumber : Peta Tanah Sumatera Selatan

29 Bab II. Deskripsi Kawasan II-7 Dari ketujuh jenis tanah yang tersebar di kawasan Banyuasin jenis tanah yang mendominasi adalah jenis tanah glei yaitu jenis tanah yang terbentuk karena pengaruh genangan air, dilanjutkan dengan jenis tanah alluvial yang merupakan hasil endapan erosi di dataran rendah serta sebaran paling kecil jenis tanah latasol yang banyak mengandung zat besi dan aluminium akan tetapi tingkat kesuburannya rendah, tanah ini berada di selatan Kecamatan Rambutan. Berdasarkan peta jenis tanah yang ada, struktur tanah di KPH Lindung Unit I Banyuasin pada umumnya tersusun dari tanah Aluvial Coklat Kekelabuan, Glei Humus & Organosol, Aluvial Hidromorf, dan Renzina & Litosol. Sebaran tanah dapat dilihat pada peta tanah yang disajikan di lampiran, sedangkan persentasi struktur tanah disajikan pada (tabel 2.4). Tabel 2.4. Sebaran luas jenis tanah KPHL Banyuasin No Jenis tanah Kelompok Hutan Luas (ha) Persentasi (%) 1 Aluvial coklat Air Telang ,61 kekela 2 Glei humus, organosol, dan Air Telang, air Upang, Muara Musi, Muara ,53 Aluvial Hidromorf Saleh, Muara Sugihan, Pulau Payung, Pulau Rimau, Saleh Barat 3 Renzina dan litosol Kemampo 607 0,86 Jumlah Sumber : Peta Tanah Sumatera Selatan Uraian dari karakteristik tanah yang berada di wilayah KPH tersebut adalah: 1) Tanah aluvial coklat kekelabuan Jenis tanah Aluvial coklat kekelabuan mempunyai bahan induk endapan liat, terdapat di daerah yang datar yang sering digenangi air, sehingga warna tanah kelabu tua atau kehitam hitaman, sifat tanah

30 Bab II. Deskripsi Kawasan II-8 lekat tanpa struktur. Jenis tanah ini dapat dimanfaatkan sebagai daerah persawahan. 2) Glei humus dan organosol Glei humus : tanah ini terbentuk dari hasil endapan bahan aluvial. Tanah ini terbentuk diwilayah dengan curah hujan lebih dari mm/tahun. Tanah glei humus jenuh air sehingga berwarna kelabu dan memiliki kandungan bahan organik tinggi di lapisan atas. Tanah jenis ini tersebar di dataran rendah yang berawa-rawa atau di rawa berhutan. Pada umumnya tanah ini banyak digunakan untuk persawahan. Organosol (gambut) : Jenis tanah ini berasal dari bahan induk organik seperti dari hutan rawa atau rumput rawa, dengan ciri dan sifat: tidak terjadi deferensiasi horizon secara jelas, ketebalan lebih dari 0.5 meter, warna coklat hingga kehitaman, tekstur debu lempung, tidak berstruktur, konsistensi tidak lekat-agak lekat, kandungan organik lebih dari 30% untuk tanah tekstur lempung dan lebih dari 20% untuk tanah tekstur pasir, umumnya bersifat sangat asam (ph 4.0). Tanaman yang dapat tumbuh di tanah argonosol adalah karet, nanas, palawija, dan padi. 3) Aluvial hidromorf Tanah berasal dari endapan baru, yang terbentuk dari material halus hasil pengendapan aliran sungai di dataran rendah atau lembah. Endapan terbentuk dari pasir dan tanah liat. Bahan organik jumlahnya berubah tidak teratur sesuai dengan kedalaman. Hanya terdapat epipedon ochrik, histik atau sulfurik, dan kandungan pasir kurang dari 60 %. Jenis tanah ini bersifat hidromorf dan berwarna kelabu, coklat dan hitam. Jenis tanah ini masih muda, belum mengalami

31 Bab II. Deskripsi Kawasan II-9 perkembangan, berasal dari bahan induk aluvium, tekstur beraneka ragam, belum terbentuk struktur, konsistensi dalam keadaan basah lekat, ph bermacam-macam, kesuburan sedang hingga tinggi. Penyebarannya di daerah dataran aluvial sungai, dataran aluvial pantai dan daerah cekungan (depresi). Produktifitas tanah ini dari rendah sampai tinggi dan digunakan untuk pertambakan, pertanian padi dan palawija. 4) Renzina dan litosol Renzina merupakan tanah dengan epipedon mollik (warna gelap, kandungan bahan organik lebih dari 1%, kejenuhan basa lebih dari 50%), dibawahnya terdiri atas batu kapur. Litosol merupakan tanah mineral tanpa atau sedikit perkembangan profil, batuan induknya batuan beku atau batuan sedimen keras, kedalaman tanah dangkal (< 30 cm) bahkan kadang-kadang merupakan singkapan batuan induk (outerop). Tekstur tanah beranekaragam, dan pada umumnya berpasir, umumnya tidak berstruktur, terdapat kandungan batu, kerikil dan kesuburannya bervariasi. Tanaman yang dapat tumbuh di tanah litosol adalah rumput ternak, palawija, dan tanaman keras. Struktur geologi yang ada di wilayah KPH Lindung Banyuasin terdiri dari struktur geologi aluvium endapan pantai serta batu lempung, batu lanau dan batu pasir. Sebaran geologi tersebut dapat dilihat pada peta geologi yang disajikan di lampiran, sedangkan persentasi luasan struktur geologi yang ada pada areal KPH Lindung Unit I Banyuasin disajikan pada (tabel 2.5).

32 Bab II. Deskripsi Kawasan II-10 Tabel 2.5. Sebaran luas struktur geologi KPHL Banyuasin No Struktur geologi Kelompok hutan Luas (ha) 1 Aluvium endapan pantai Air Telang, Air Upang, Muara Musi, Muara Saleh, Muara Sugihan, Pulau Payung, Pulau Rimau, Saleh Barat 2 Batu lempung, batu anau dan Kemampo 607 batu pasir Jumlah Sumber : Peta Geologi Sumatera Selatan 1) Aluvium endapan pantai Batuan aluvium adalah batuan sedimen yang dibentuk atau diendapkan oleh sungai-sungai. Endapan aluvium pantai dengan jenis tanah dicirikan oleh warna abu-abu muda - kecoklatan, bersifat agak lepas - lepas dengan ukuran butir-lempung-pasir dengan ketebalan umumnya kurang dari 1 meter. 2) Batu lempung, batu lanau dan batu pasir Batu lempung, Tipe utama batu lempung menurut terjadinya terdiri dari lempung residu dan lempung letakan (sedimen), lempung residu adalah sejenis lempung yang terbentuk karena proses pelapukan (alterasi) batuan beku dan ditemukan disekitar batuan induknya. Kemudian material lempung ini mengalami proses diagenesa sehingga membentuk batu lempung. Warna batu ini coklat, keemasan, coklat, merah, abu-abu. Batuan ini sering ditemukan di Pinggiran sungai ataupun pinggiran danau. Batu lempung dapat dimanfaatkan untuk dijadikan kerajinan, seperti asbak, patung, celengan, dll. Batu lanau, Lanau adalah tanah atau butiran penyusun tanah/batuan yang berukuran di antara pasir dan lempung. Lanau dapat membentuk

33 Bab II. Deskripsi Kawasan II-11 endapan yang mengapung di permukaan air maupun yang tenggelam. Lanau biasanya terbentuk dari pecahnya kristal kuarsa berukuran pasir. Kriteria menurut Skala Udden-Wentworth, ukuran partikel lanau berada di antara 3,9 sampai 62,5 μm, lebih besar daripada lempung tetapi lebih kecil daripada pasir. ISO memberi batasan antara 0,002 mm dan 0,063 mm, lempung harus lebih kecil dan pasir lebih besar. Pada kenyataannya, ukuran lempung dan lanau sering kali saling tumpang tindih, karena keduanya memiliki bangunan kimiawi yang berbeda. Lempung terbentuk dari partikel-partikel berbentuk datar/lempengan yang terikat secara elektrostatik. Kriteria USDA, yang diadopsi oleh FAO, memberi batas ukuran 0,05 mm untuk membedakan pasir dari lanau. Ini berbeda dari batasan Unified Soil Classification System (USCS) dan Sistem Klasifikasi Tanah AASHTO (lembaga pengatur standar sipil Amerika Serikat), yang memberi ukuran batas mm (atau pengayak #200). Lanau dan lempung dibedakan bukan dari ukuran tetapi dari plastisitasnya. Batu pasir, merupakan batuan endapan yang terutama terdiri dari mineral berukuran pasir atau butiran batuan. Sebagian besar batu pasir terbentuk oleh kuarsa atau feldspar karena mineral-mineral tersebut paling banyak terdapat di kulit bumi. Seperti halnya pasir, batu pasir dapat memiliki berbagai jenis warna, dengan warna umum adalah coklat muda, coklat, kuning, merah, abu-abu dan putih. Karena lapisan batu pasir sering kali membentuk karang atau bentukan topografis tinggi lainnya, warna tertentu batu pasir dapat dapat diidentikkan dengan daerah tertentu.

34 Bab II. Deskripsi Kawasan II-12 c. Topografi Pada umumnya wilayah Kabupaten Banyuasin berada pada kisaran kemiringan lereng 0-2% seluas Ha dan 2-5% seluas Ha. Beberapa wilayah yang berada pada dataran rendah dengan kisaran kemiringan lereng 0-2% berupa lahan rawa pasang surut tersebar di sepanjang Pantai Timur sampai ke pedalaman meliputi wilayah Kecamatan Muara Padang, Makarti Jaya, Muara Telang, Banyuasin II, Pulau Rimau, Air Salek Muara Sugihan, sebagian Kecamatan Talang Kelapa, Betung dan Tungkal Ilir. Selanjutnya berupa lahan rawa lebak terdapat di Kecamatan Rantau Bayur, sebagian Kecamatan Rambutan, sebagian kecil Kecamatan Banyuasin I. Sedangkan lahan kering dengan topografi agak bergelombang dan kisaran kemiringan lereng 2-5% terdapat di sebagian besar HP Kemampo. Berdasarkan sifat dan kondisi topografi serta kemiringan tersebut, kemampuan lahannya Kabupaten Banyuasin berada dalam kemampuan pengembangan sangat tinggi, dengan klasifikasi kelerengan 0-2% cocok untuk pengembangan pemukiman dan pertanian akan tetapi, wilayah pada kelerengan ini berpotensi terhadap bencana banjir. Berdasarkan tipe ekosistem hutan, KPH Lindung Unit I Banyuasin didominasi oleh hutan mangrove, sehingga tingkat kelas lereng di wilayah KPHL tersebut didominasi oleh kelas lereng satu dengan tingkat kemiringan (0-8)% dengan kualifikasi datar, yaitu terdiri dari 80% luas dataran rendah basah berupa pesisir pantai, rawa pasang surut dan lebak serta 20% luasan merupakan dataran datar berombak dengan kisaran ketinggian 0-60 meter di atas permukaan laut.

35 Bab II. Deskripsi Kawasan II-13 d. Hidrologi dan Karakteristik Wilayah DAS Kabupaten Banyuasin secara hidrologis dipengaruhi oleh sungaisungai besar seperti Sungai Musi, Sungai Banyuasin, Air Salek dan Sungai Komering. Khusus di daerah timur kondisi hidrologi Kabupaten Banyuasin dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Dari sisi hidrologi berdasarkan sifat tata air, wilayah Kabupaten Banyuasin dapat dibedakan menjadi daerah dataran kering dan daerah dataran basah yang sangat dipengaruhi oleh pola aliran sungai. Aliran sungai di daerah dataran basah pola alirannya termasuk rectangular, sedangkan di daerah dataran kering pola alirannya dendritic. Beberapa sungai besar seperti Sungai Musi, Sungai Banyuasin, Sungai Calik, Sungai Telang, Sungai Upang dan yang lainnya berperan sebagai sarana transportasi air berupa alur pelayaran pedalaman yang dapat menghubungkan pusat kegiatan wilayah, pusat kegiatan lingkungan, antar pusat pelayanan lokal serta antar pusat pelayanan lingkungan. Pola aliran di wilayah ini, terutama didaerah rawa-rawa dan pasang surut umumnya rectangular, sedangkan untuk daerah yang dipengaruhi oleh pasang surut aliran sungainya adalah subparali, dimana daerah bagian tengah di setiap daerah sering dijumpai genangan air yang cukup luas. Terkait kondisi hidrologi, Kabupaten Banyuasin terbagi kedalam 5 wilayah daerah aliran sungai, sub DAS Banyuasin merupakan sub DAS terbesar meliputi Kecamatan Tungkal Ilir, Pulau Rimau, Suak Tapeh, Sembawa, Betung, Banyuasin III, Tanjung Lago dan bagian selatan Banyuasin II, sub DAS Benawang meliputi sepanjang wilayah timur Kecamatan Muara Sugihan, Sumber Marga Telang dan Muara Padang, sub DAS Sembilang yang meliputi bagian utara kawasan Taman Nasional Sembilang dan sub DAS Musi yang meliputi Kecamatan Rambutan, Banyuasin I, Air Kumbang, Talang Kelapa, Makarti Jaya, Muara Telang, Air

36 Bab II. Deskripsi Kawasan II-14 Salek, Tanjung Lago, Rantau Bayur serta sebagian wilayah di Kecamatan Banyuasin II. Hasil analisis hidrologi KPH Lindung Unit I Banyuasin secara mayoritas termasuk kedalam Daerah Aliran Sungai (DAS) Musi hanya HP Kemampo yang masuk ke DAS Banyuasin, sedangkan sebagian HP Muara Sugihan dan HL Muara Saleh termasuk didalam DAS Benawang. Berikut disajikan beberapa wilayah DAS yang meliputi kawasan hutan KPHL Unit I Banyuasin. Tabel 2.6. Wilayah DAS dalam kawasan hutan KPHL Unit I Banyuasin No Wilayah DAS Kelompok Hutan Kecamatan Keterangan 1 Bulurarinding HL Muara Saleh Muara Padang 2 Banyuasin HL Pulau Rimau Banyuasin II Talang Kelapa 3 Musi HL Saleh Barat I Muara Padang Makarti Jaya 4 Musi HL Saleh Barat II Muara Padang Makarti 5 Banyuasin HL Telang Banyuasin II 6 Musi HL Upang Banyuasin II Makarti Jaya 7 Musi HP Muara Sugihan Muara Padang 8 Musi HP Kemampo Pangkalan Balai Sumber : BPDAS Musi Palembang e. Pembagian Blok/Zona Penataan hutan adalah kegiatan rancang bangun unit pengelolaan hutan, mencakup kegiatan pengelompokan sumberdaya hutan sesuai dengan tipe ekosistem dan potensi yang terkandung di dalamnya dengan tujuan untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat secara lestari. Oleh karena itu tujuan dari penataan hutan adalah untuk menata kawasan hutan agar di dalamnya dapat

37 Bab II. Deskripsi Kawasan II-15 diselenggarakan semua pekerjaan teknis kehutanan secara efektif dan efisien. e.1. Resor Pengelolaan Untuk intensifikasi pengelolaan hutan, KPHL Unit I Banyuasin dibagi menjadi wilayah pengelolaan yang lebih kecil yang disebut Resor Pengelolaan. Pembagian Resor Pengelolaan memperhatikan aspek biogefisik dan aspek sosial ekonomi kawasan hutan tersebut, hal ini ditujukan untuk menata kawasan hutan agar di dalamnya dapat diselenggarakan semua pekerjaan teknis kehutanan secara efektif dan efisien. Berdasarkan Peraturan Bupati Nomor 420 Tahun 2013 Tanggal 24 April 2013 KPHL Unit I Banyuasin dibagi menjadi 8 (delapan) Resor Pengelolaan terdiri dari : (i)resor Lindung Air Telang, (ii) Resor Lindung Pulau Rimau (iii) Resor Lindung Muara Musi, (iv)resor Lindung Upang, (v) Resor Lindung Saleh Barat, (vi) Resor Lindung Muara Saleh dan (vii) Resor Produksi kemampo, (viii) Resor Produksi Muara Sugihan. e.2. Pembagian Blok Pengelolaan Berdasarkan status fungsi kawasan, KPHL Unit I Banyuasin terdiri dari Hutan Lindung dan Hutan Produksi, sehingga pembagian zona/blok didasarkan atas dua fungsi hutan tersebut. Pada hutan yang statusnya sebagai Hutan Lindung akan dibagi menjadi Blok Inti dan Blok Pemanfaatan HL, sedangkan untuk kawasan hutan yang fungsinya sebagai Hutan Produksi menjadi Blok Pemanfaatan Hutan Tanaman, Blok Pemanfaatan HP dan Blok Khusus. Pertimbangan pembagian blok tersebut diuaraikan sebagai berikut:

38 Bab II. Deskripsi Kawasan II-16 (1) Hutan lindung yang letaknya berada pada areal-areal yang berbatasan dengan laut atau bantaran sungai akan ditetapkan menjadi blok inti hutan lindung yang akan berfungsi sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan, mengendalikan abrasi serta mencegah intrusi air laut. (2) Hutan lindung yang memilki akses dekat dengan masyarakat dan mempunyai potensi untuk dikembangkan HHBK dan jasa lingkungan akan di tetapkan menjadi blok pemanfaatan hutan lindung. (3) Hutan produksi yang sudah dimanfaatkan sebagai hutan tanaman oleh pemilik izin (IUPHHK-HT) akan dijadikan sebagai blok pemanfaatan hutan tanaman. (4) Hutan produksi yang sudah ditetapkan menjadi kawasan hutan dengan tujuan khusus (KHDTK) akan ditetapkan sebagai blok khusus. (5) Berdasarkan pertimbangan biofisik Hutan Produksi Kemampo termasuk pada tipe hutan dataran rendah dengan tingkat kemiringan relatif datar dan adanya masyarakat pada kawasan hutan, sehingga untuk areal yang tidak termasuk pada blok khusus KHDTK akan dijadikan blok pemanfaatan HP. Tabel 2.7: Pembagian Blok Tata Hutan Blok Tata Hutan Fungsi dan Kelompok Hutan Luas (ha) Jumlah Luas (ha) Inti HL-Air Telang HL-Air Upang HL-MuaraMusi HL-Muara Saleh HL-P. Payung 497 HL-PulauRimau HL-Saleh Barat Pemanfaatan HL HL-Air Telang HL-Air Upang HL-MuaraMusi 1.326

39 Bab II. Deskripsi Kawasan II-17 HL-Muara Saleh HL-PulauRimau HL-Saleh Barat I 405 HL-Saleh Barat II 420 Pemanfaatan-HP HP Kemampo Pemanfaatan-HT HP - Muara Sugihan Khusus KHDTK HP Kemampo Jumlah Sumber : Tata Hutan KPHL Unit I Banyuasin Selanjutnya semua blok dalam tata hutan akan dikelompokkan menjadi kelas-kelas hutan. Dari kelas-kelas hutan tersebut masing-masing akan dikelompokkan lagi menjadi kelas perusahaan seperti diuraikan pada tabel berikut. Tabel 2.8. Korelasi Tata Hutan, Kelas Hutan dan Kelas Perusahaan Blok Tata Hutan Kelas Hutan Kelas Perusahaan Blok Inti HL Perlindungan kawasan Ekowisata 1. Wisata Edukasi 2. Wisata Penelitian Blok Pemanfaatan HL Jasa Lingkungan Pengembangan hutan bukan kayu hasil Ekowisata 1. Wisata Bahari 2. Wisata Kuliner (mangrove dan laut) 3. Wisata Edukasi 4. Wisata Penelitian PLTS Penggunaan Kawasan Hasil Hutan Non Kayu 1. Getah (jelutung dan karet) 2. Nipah 3. Rotan 4. Kemiri 5. Keranji 6. Lebah madu Agrosylvofishery

40 Bab II. Deskripsi Kawasan II Nilam 8. Tanaman Sela Semusim 9. Ikan 10. Udang 11. Kepiting Benih dan bibit 12. Mangrove 13. Tanaman Keras 14. Tanaman Rawa Jasa Lingkungan Ekowisata 1. Wisata alam 2. Wisata edukasi 3. Wisata Penelitian PLTS Penangkaran Satwa Pengembangan hasil Benih dan Bibit Pemanfaatan HP hutan bukan kayu HHBK 1. Getah karet 2. Kemiri 3. Gaharu 4. Benih dan bibit 5. Lebah madu 6. Tanaman sela semusim Pengembangan hasil 1. Kayu Pertukangan hutan kayu 2. Kayu Serat dan energi Pemanfaatan-HT Hutan Tanaman 1. Kayu energi Industri 2. Kayu serat Khusus /KHDTK Jasa lingkungan Arboretum Ekowisata 1. Wisata alam 2. Wisata edukasi 3. Wisata Penelitian Pengembangan hutan kayu Penelitian pendidikan hasil dan Tanaman Sela Semusim 1. Sengon 2. Akasia 3. Tembesu 4. Kayu putih 5. Jati

41 Bab II. Deskripsi Kawasan II Pulai 7. Eukaliptus 8. Jelutung 9. Meranti 10. Mahoni 11. Rotan 12. Gaharu 13. Sungkai 14. Ky bawang 15. Ulin 16. Bambang lanang Sumber : Hasil analisis Aksesibilitas kawasan KPHL Unit I Banyuasin mayoritas berada di wilayah perairan, sehingga aksesibilitas sebagian besar menggunakan aksesibilitas perairan yakni akses sungai dengan menggunakan speed boat, ketek atau perahu. Namun untuk wilayah HP Kemampo dan HL Pulau Rimau aksesibilatasnya adalah jalan darat dengan kondsi jalan yang baik menggunakan jalan lintas provinsi, begitu juga untuk wilayah HL Telang dapat diakses jalan darat melalui jalan Pelabuhan Tanjung Api Api. Untuk wilayah HL Upang, HL Muara Musi, HL Saleh Barat, HL Muara Sugihan merupakan daerah perairan, sehingga untuk menjangkau wilayah tersebut hanya bisa digunakan dengan memakai jalan sungai dengan menggunakan speed boat, ketek atau perahu. Berdasarkan kajian dari peta aksesibilitas kawasan, akses terhadap kawasan KPHL Banyuasin tergolong menjadi tiga kualitas akses yakni akses rendah, sedang, tinggi.

42 Bab II. Deskripsi Kawasan II-20 Gambar 2.2. Kondisi akses di wilayah KPHL Banyuasin Tabel 2.9. Aksesibilitas menuju wilayah KPHL Banyuasin Jarak Menuju Waktu Tempuh Kawasan hutan Kota Kota Kota Kota Jenis Kabupate Kecamata Kabupate Kecamata Jalan Keterangan n n n n HP Kemampo 3 Km 6 Km 20 menit 35 menit Jalan darat Kontruksi aspal HL Muara Saleh 42 Km 7 Km 2 jam 0,5 jam Jalan air HL Pulau Rimau 37 Km 2 Km 1 jam 10 menit Jalan darat Jalan air HL Saleh Barat I 55 Km 5 Km 2 jam 0,5 jam Jalan air - HL Saleh Barat 55 Km 5 Km 2 jam 0,5 jam Jalan air - II HL Air Telang 80 Km 5 Km 3 jam 0,5 jam Jalan darat Kontruksi aspal HL Air Upang 50 Km 7 Km 2 jam 0,5 jam Jalan air - HP Muara 70 Km 5 Km 3 jam 1 jam Jalan air Jalan Batu Sugihan Jalan darat Sumber : Hasil analisis

43 Bab II. Deskripsi Kawasan II-21 Gambar 2.3. Akses jalan air dan darat menuju KPHL Banyuasin Selain itu terdapat akses jalan yang berada di dalam kawasan hutan yang sejak dulu dibuat oleh masyarakat untuk akses pemanfaatan hutan dan jalur transportasi penghubung antar kelompok/pemukinan masyarakat. Akses ini kedepan dapat dimanfaatkan dalam kerangka pengelolaan hutan sebagai jalur transfortasi dalam kegiatan pengamanan dan pengawasan hutan. i. Sejarah Kawasan KPH KPHL Unit I Banyuasin terdiri dari dua status fungsi hutan yakni Hutan Lindung dan hutan produksi, sedangkan berdasarkan kelompok hutan terdiri dari 10 kelompok hutan dengan penjabaran sejarah sebagai berikut. Berdasarkan risalah kawasan hutan berawal dari risalah Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) melalui Keputusan Menteri Pertanian Nomor 925/Kpts/Um/12/1982 tanggal 27 Desember 1982 jo Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 410/Kpts-II/1986 tanggal 29 Desember 1986). Luasan kawasan hutan saat itu adalah ,54 Ha yang semuanya berstatus

44 Bab II. Deskripsi Kawasan II-22 sebagai Hutan Lindung. Sebaran luas kelompok hutan dari hutan lindung tersebut adalah sebagai berikut. Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 76/Kpts-II/2001 tentang Penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan Provinsi Sumatera Selatan tanggal 15 Maret 2001 yang merupakan hasil paduserasi antara TGHK dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Daerah Provinsi Sumatera Selatan, total luas kawasan hutan sebagaimana yang tertuang dalam lampiran Keputusan Menteri tersebut adalah Ha. Luasan kawasan hutan berdasarkan keputusan SK. 76 Tahun 2001 ini terlihat ada perubahan yakni ada kawasan hutan yang dikeluarkan yaitu HL Pulau Payung, sebagian dari HL Air Telang dan HL Pulau Rimau, ada perubahan fungsi hutan untuk hutan Kemampo dari HL menjadi Tahura dan ada penambahan kawasan hutan yakni HP Muara Saleh. Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: SK.822/Menhut-II/2013 tentang perubahan peruntukkan kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan di Provinsi Sumatera Selatan, ada beberapa perubahan fungsi kawasan, penambahan dan pelepasan. Risalah fungsi dan luas kawasan hutan KPHL Unit I Banyuasin dari beberapa dekade kebijakan adalah sebagai berikut. No Tabel Sejarah Fungsi dan Luas Kawasan Hutan KPHL Unit I Banyuasin Nama Kelompok Hutan Luas pada TGHK th 1986 (ha) Luas pada SK.76 th 2001 (ha) Luas pada SK.822 th 2013 (ha) 1 HL. Air Telang , ,87 2 HL. Muara Saleh , ,66 3 HL. Air Upang 6.792, ,21 4 HL. Pulau Rimau , ,93 5 HL Pulau Payung 546,14 497,18 6 HL. Saleh Barat , ,69 7 HL. Kemampo 1.665,20 8 HP. Muara Saleh HL.Saleh Barat ,32 10 Tahura

45 Bab II. Deskripsi Kawasan II-23 No Nama Kelompok Hutan Luas pada TGHK th 1986 (ha) Luas pada SK.76 th 2001 (ha) Luas pada SK.822 th 2013 (ha) Kemampo 11 HL. Muara Musi ,15 12 HP. Muara 5.060,95 Sugihan 13 HP Kemampo 606,59 Jumlah , ,55 Sumber : Hasil analisis Peta Kawasan Hutan Penetapan kawasan hutan yang meliputi kawasan hutan KPHL Unit I Banyuasin dimulai tahun 1998 dan penetapan selanjutnya adalah tahun 2014 dengan uraian penetapan sebagai berikut : 1. Kelompok hutan HL Air Upang penetapan melalui SK Mentri Kehutanan no. 72/Kpts-II/1998 tanggal 11 Februari 1998 seluas 6.490,03 Ha. 2. Kelompok hutan HL Pulau Rimau dengan penetapan No. SK.2855/Menhut- VII/KUH/2014 seluas ,94 Ha. 3. Kelompok hutan HL Muara Musi dengan penetapan No. SK.2856/Menhut- VII/KUH/2014 seluas ,94 Ha. 4. Kelompok hutan HL Muara Saleh dan HP Muara Sugihan ditetapkan melalui SK.3596/Menhut-VII/KUH/2014 seluas ,57 Ha. 5. Kelompok hutan HP Kemampo dengan penetapan No. SK.4187/Menhut- VII/KUH/2014 seluas 606,59 Ha. Sampai saat ini kawasan hutan yang berada di wilayah KPHL Unit I Banyuasin yang sudah ditetapkan mencapai ,21 Ha dengan perincian sebagai berikut: Tabel Kawasan Hutan KPHL Banyuasin yang telah ditetapkan No Fungsi dan Kelompok Hutan SK. Menhut Luas 1 HL Air Upang 72/Kpts-II/1998 tgl 11 Feb 6.490,03

46 Bab II. Deskripsi Kawasan II HL Pulau Rimau SK.2855/Menhut-VII/KUH /2014 tgl 16 April ,94 3 HL Muara Musi SK.2856/Menhut-VII/KUH /2014 tgl 16 April ,71 4 HL Air Telang SK.3577/Menhut-VII/KUH /2014 tgl 2 Mei ,37 5 HL Muara Saleh dan HP SK.3596/Menhut- Muara Sugihan VII/KUH/2014 tgl 2 Mei ,57 6 HP Kemampo SK.4187/Menhut-VII/KUH /2014 tgl 10 Juni ,59 Jumlah ,21 Sumber : Penetapan Kawasan Hutan, Ditjen Planologi Kehutanan Dalam rangka memenuhi tuntutan dinamika pembangunan dan optimalisasi fungsi kawasan hutan, khususnya kawasan hutan yang ada di Provinsi Sumatera Selatan pemerintah kembali mengeluarkan kebijakan melalui Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: SK.866/Menhut-II/2014 tentang Kawasan Hutan dan Konservasi Perairan Provinsi Sumatera Selatan tanggal 29 September Khususnya untuk kawasan hutan yang meliputi wilayah KPHL Banyuasin terdapat wilayah yang memiliki status dampak penting cakupan luas dan bernilai strategis (DPCLS) yang berada di HL Muara Saleh ±2.706 Ha, HL Saleh Barat II ±411 Ha dan yang berada di HL Telang ±857 Ha. Terkait dengan itu luas kawasan KPHL Unit I Banyuasin terinci sebagai berikut. Tabel Kawasan Hutan KPHL berdasarkan SK.866/Menhut-II/2014 No Fungsi dan Kelompok Hutan Luas 1 Hutan Lindung Telang Hutan Lindung Upang Hutan Lindung Muara Musi Hutan Lindung Muara Saleh Hutan Lindung Pulau Payung Hutan Lindung Pulau Rimau Hutan Lindung Saleh Barat I Hutan Lindung Saleh barat II 420

47 Bab II. Deskripsi Kawasan II-25 No Fungsi dan Kelompok Hutan Luas 9 Hutan Produksi Muara Sugihan Hutan Produksi Kemampo 607 Jumlah Sumber : SK.866/Menhut-II/ Potensi Wilayah KPHL Banyuasin Informasi penutupan vegetasi Kondisi hutan pada wilayah unit KPHL Unit I Banyuasin merupakan jenis hutan lindung pantai yang didominasi oleh jenis mangrove berada pada sepanjang wilayah pesisir pantai Sumatera. Hanya wilayah Kemampo yang bukan merupakan hutan pantai, melainkan hutan tanah kering dengan tipe hutan hujan tropika basah berada pada wilayah dengan topografi datar. Komposisi sumberdaya alamnya cukup melimpah baik flora ataupun faunanya. Berdasarkan hasil inventarisasi yang telah dilakukan oleh Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Banyuasin Tahun 2006 (Kawasan Hutan Lindung Pantai Pulau Rimau) dan Tahun 2009 (Kawasan Hutan Lindung Pantai Air Telang) dan Tahun 2012 (Kawasan Hutan Lindung Pantai Upang) dapat diketahui bahwa 60% - 75% kawasan hutan lindung dalam kondisi tidak berhutan dan 25% - 40% dalam kondisi berhutan. Pada kondisi yang berhutan terdapat beberapa jenis tanaman mangrove yang dominan antara lain api-api, bakau, pedada, dan nyirih. Berdasarkan data peta penutupan lahan hasil penafsiran citra Landsat dan SPOT 6 tahun 2014 yang bersumber dari BPKH wilayah II Palembang, jenis penutupan lahan yang berada di wilayah KPH Lindung Banyuasin terdiri dari 9 jenis penutupan lahan yakni belukar rawa, hutan mangrove primer, hutan mangrove sekunder, perkebunan rawa, sawah, tambak, hutan tanaman dan pertanian campuran. Luasan dari masing-masing tipe tutupan lahan disajikan pada tabel 2.13.

48 Bab II. Deskripsi Kawasan II-26 Gambar 2.4. Beberapa tipe penutupan lahan kawasan hutan KPHL Banyuasin Tabel Sebaran luas tipe penutupan lahan KPHL Banyuasin No Tipe penutupan lahan Luas (ha) Persentasi (%) 1 Belukar Rawa (Br) ,37 2 Hutan Mangrove Primer (Hmp) ,32 3 Hutan Mangrove Sekunder (Hms) ,00 4 Perkebunan (Pk) ,62 5 Rawa (Rw) ,05 6 Sawah (Sw) ,96 7 Tambak (Tm) ,14 8 Hutan Tanaman (Ht) ,19 9 Pertanian Campuran (Pc) 607 0,86 Jumlah Sumber : Penafsiran Citra Landsat dan SPOT 6 Tahun 2014

49 Bab II. Deskripsi Kawasan II-27 1) Hutan Mangrove Primer Berdasarkan Badan Standarisasi Nasional Indonesia, hutan primer adalah hutan alam atau hutan yang tumbuh dan berkembang secara alami, stabil dan belum pernah mengalami gangguan eksploitasi oleh manusia. Adapun hutan mangrove primer didefinisikan sebagai hutan yang tumbuh di daerah pantai atau sekitar muara yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut yang belum menampakkan adanya bekas gangguan baik gangguan secara alami maupun gangguan manusia. yang disebabkan oleh Hasil survey vegetasi yang dilakukan tim BPKH Wilayah II Palembang, kondisi hutan mangrove primer yang ada di wilayah KPHL Unit I Banyuasin didominasi oleh bakau, buta-buta, api-api, jangkang dan nyirih. Hasil analisa vegetasi dari setiap strata disajikan pada tabel berikut. Tabel Hasil analisa vegetasi pada strata semai No. Jenis Kerapatan Frekwensi KR FR INP 1 Bakau 4.117,73 5,63 44,25 37,97 82,23 2 Tumu 2.475,62 3,31 26,60 22,36 48,97 3 Buta-buta 1.206,71 3,13 12,97 21,10 34,06 4 Api - api 982,78 1,69 10,56 11,39 21,95 5 Jangkang 323,45 0,50 3,48 3,38 6,85 6 Nyirih 199,04 0,56 2,14 3,80 5,94 7 Pedada 37,32 0,13 0,40 0,84 1,24 8 Parak 24,88 0,13 0,27 0,84 1,11 9 Gora-gora 24,88 0,06 0,27 0,42 0,69 10 Kalas 12,44 0,06 0,13 0,42 0,56

50 Bab II. Deskripsi Kawasan II-28 Tabel Hasil analisis vegetasi pada strata pancang No. Jenis Kerapatan Frekwensi KR FR INP 1 Bakau 516,27 5,75 28,47 31,08 59,55 2 Bata-buta 298,57 3,69 16,47 19,93 36,40 3 Tumu 304,79 3,31 16,81 17,91 34,72 4 Api - api 329,67 2,56 18,18 13,85 32,03 5 Jangkang 248,81 2,06 13,72 11,15 24,87 6 Tengar 37,32 0,25 2,06 1,35 3,41 7 Nyirih 21,77 0,25 1,20 1,35 2,55 8 Jawi 18,66 0,19 1,03 1,01 2,04 9 Pedada 12,44 0,13 0,69 0,68 1,36 10 Parak 9,33 0,13 0,51 0,68 1,19 11 Gora-gora 6,22 0,06 0,34 0,34 0,68 12 Pemiri 6,22 0,06 0,34 0,34 0,68 13 Kalas 3,11 0,06 0,17 0,34 0,51 Tabel Hasil analisis vegetasi pada strata tiang No. Jenis Kerapatan Frekwensi Dominansi KR FR DR INP 1 Bakau 107,12 6,55 0,54 36,01 38,10 35,43 109,54 2 Tumu 101,33 5,09 0,53 34,06 29,63 34,87 98,56 3 Buta-buta 47,77 2,91 0,25 16,06 16,93 16,46 49,45 4 Api - api 29,68 1,91 0,15 9,98 11,11 9,61 30,70 5 Jangkang 7,24 0,36 0,04 2,43 2,12 2,47 7,02 6 Nyirih 3,62 0,27 0,02 1,22 1,59 1,03 3,84 7 Torosan 0,72 0,09 0,00 0,24 0,53 0,13 0,90 Tabel Hasil analisis vegetasi pada strata pohon No. Jenis Kerapatan Frekwensi Dominansi KR FR DR INP 1 Buta-buta 15,31 5,19 57,97 16,10 20,19 68,24 104,53 2 Bakau 36,31 6,13 2,41 38,17 23,84 2,84 64,85 3 Api - api 20,44 4,06 1,67 21,48 15,82 1,96 39,26 4 Jangkang 6,94 3,31 14,38 7,29 12,90 16,93 37,12 5 Tumu 10,25 3,88 0,31 10,78 15,09 0,36 26,22 6 Nyirih 0,94 0,94 3,32 0,99 3,65 3,91 8,54 7 Buta-buta 1,69 1,13 0,02 1,77 4,38 0,03 6,18

51 Bab II. Deskripsi Kawasan II-29 8 Pedada 1,44 0,31 1,63 1,51 1,22 1,91 4,64 9 Beringin 0,31 0,13 2,69 0,33 0,49 3,17 3,99 10 Tengar 1,25 0,44 0,10 1,31 1,70 0,11 3,13 11 Parak 0,06 0,06 0,41 0,07 0,24 0,48 0,79 12 Jawi-jawi 0,19 0,13 0,05 0,20 0,49 0,06 0,74 Sumber : Hasil analisis data inventarisasi Gambar 2.5. Kondisi hutan primer yang ada di KPHL Banyuasin 2) Hutan Mangrove Sekunder Hutan sekunder adalah hutan yang tumbuh secara alamiah sesudah terjadinya kerusakan/perubahan pada vegetasi hutan yang pertama. Pada hutan sekunder biasanya telah mengalami gangguan baik secara alami maupun gangguan oleh manusia, biasanya ditandai dengan adanya jaringan jalan ataupun jaringan sistem eksploitasi lainnya. Hutan mangrove sekunder adalah hutan yang tumbuh di daerah pantai atau sekitar muara yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut yang telah memperlihatkan adanya bekas gangguan baik gangguan secara alami ataupun gangguan yang disengaja oleh aktivitas manusia yang ditandai dengan adnya pola alur, bercak, dan genangan atau bekas terbakar.

52 Bab II. Deskripsi Kawasan II-30 Hasil survey vegetasi yang dilakukan tim BPKH wilayah II Palembang, kondisi hutan mangrove sekunder yang ada di wilayah KPHL Unit I Banyuasin didominasi oleh jenis bakau, pedada dan jangkang. Hasil analisa vegetasi dari setiap strata disajikan pada tabel berikut. Tabel Hasil analisis vegetasi pada strata semai No. Jenis Kerapatan Frekwensi KR FR INP 1 Bakau 4.578,03 6,00 82,14 80,00 162,14 2 Jangkang 597,13 0,50 10,71 6,67 17,38 3 Pedada 398,09 1,00 7,14 13,33 20,48 Tabel Hasil analisis vegetasi pada strata pancang No. Jenis Kerapatan Frekwensi KR FR INP 1 Bakau 19,14 0,15 100,00 100,00 200,00 Tabel Hasil analisis vegetasi pada strata tiang No. Jenis Kerapatan Frekwensi Dominansi KR FR DR INP 1 Bakau 90,23 4,33 0,358 97,14 92,86 98,14 288,14 2 Pedada 2,65 0,33 0,007 2,86 7,14 1,86 11,86 Tabel Hasil analisis vegetasi pada strata pohon No. Jenis Kerapatan Frekwensi Dominansi DR KR FR INP 1 Bakau 2,38 49,00 8,00 98,30 98,99 94,12 291,40 2 Pedada 0,04 0,50 0,50 1,70 1,01 5,88 8,60 Sumber : Hasil analisis

53 Bab II. Deskripsi Kawasan II-31 Gambar 2.6. Kondisi hutan sekunder di KPHL Unit I Banyuasin 3) Belukar Rawa Vegetasi semak belukar disebabkan karena terjadinya kerusakan lahan baik secara alami maupun kegiatan yang disengaja. Suksesi dari kejadian tersebut akan terbentuk menjadi dua kondisi yaitu belukar murni dan belukar campuran. Belukar murni merupakan areal yang sudah klimaks dengan didominasi vegetasi tanaman bawah yang termasuk pada habitus semak, perdu dan herba yang menyusun areal tersebut. Sedangkan belukar campuran selain vegetasi tanaman bawah beberapa jenis anakan pohon pionir mampu bersaing. Belukar rawa merupakan hutan rawa atau hutan mangrove yang tumbuh kembali (mengalami suksesi), namun perubahan tersebut belum optimal sehingga lebih banyak didominasi oleh vegetasi bawah meliputi habitus semak, perdu dan herba dan hanya sedikit habitus pohon. Hasil survey tim BPKH tidak ditemukan vegetasi habitus pohon pada penutupan lahan tipe belukar.

54 Bab II. Deskripsi Kawasan II-32 Gambar 2.7. Kondisi belukar rawa di KPHL Banyuasin 4) Hutan Nipah Nipah tumbuh di bagian belakang hutan mangrove, terutama di dekat aliran sungai yang memasok lumpur ke pesisir. Palma ini dapat tumbuh di wilayah yang berair agak tawar, sepanjang masih terpengaruh pasang-surut air laut yang menghantarkan buah-buahnya yang mengapung. Di tempat-tempat yang sesuai, tegakan nipah membentuk jalur lebar tak terputus di belakang lapisan hutan mangrove, kurang lebih sejajar dengan garis pantai. Nipah mampu bertahan hidup di atas lahan yang agak kering atau yang kering sementara dari kondisi air yang surut (Mangrove Information Centre, 2009). Tumbuhnya nipah di belakang hutan mangrove terutama berada di belakang mangrove yang ada sungainya, sehingga sering tampak nipah memenuhi bantaran sungai. Selain itu tumbuhnya nipah dipengaruhi oleh tingkat salinitas yang rendah karena semakin ke belakang dari arah laut tingkat salinitas air sungai semakin rendah.

55 Bab II. Deskripsi Kawasan II-33 Kondisi hutan nipah yang ada di kawasan hutan KPHL Unit I Banyuasin, selain hamparan nipah terdapat juga jenis-jenis pohon yang berasosiasi dengan nipah tumbuh di sela-sela dan diantara nipah. Pohonpohon tersebut menyebar baik secara lateral ataupun secara struktural ditingkat anakan yang termasuk pada strata semai dan pancang ataupun di strata tiang dan pohon. Hasil analisa vegetasi di tipe penutupan lahan nipah tercantum pada tabel berikut. Gambar 2.8. Kondisi tutupan hutan nipah di KPHL Banyuasin Tabel Hasil analisis vegetasi pada strata semai No. Jenis Kerapatan Frekwensi KR FR INP 1 Buta-buta 421,06 1,62 40,74 47,73 88,47 2 Jangkang 222,01 0,73 21,48 21,59 43,07 3 Tumu 153,11 0,46 14,81 13,64 28,45 4 Parak 68,90 0,23 6,67 6,82 13,48 5 Api - api 68,90 0,12 6,67 3,41 10,08 6 Bakau 45,93 0,08 4,44 2,27 6,72 7 Pedada 30,62 0,08 2,96 2,27 5,24 8 Gora-gora 15,31 0,04 1,48 1,14 2,62 9 Kalas 7,66 0,04 0,74 1,14 1,88 Sumber : Hasil analisis

56 Bab II. Deskripsi Kawasan II-34 Tabel Hasil analisis vegetasi pada strata pancang No. Jenis Kerapatan Frekwensi KR FR INP 1 Bakau 516,27 5,75 28,47 31,08 59,55 2 Buta-buta 298,57 3,69 16,47 19,93 36,40 3 Tumu 304,79 3,31 16,81 17,91 34,72 4 Api - api 329,67 2,56 18,18 13,85 32,03 5 Jangkang 248,81 2,06 13,72 11,15 24,87 6 Tengar 37,32 0,25 2,06 1,35 3,41 7 Nyirih 21,77 0,25 1,20 1,35 2,55 8 Jawi-jawi 18,66 0,19 1,03 1,01 2,04 9 Pedada 12,44 0,13 0,69 0,68 1,36 10 Parak 9,33 0,13 0,51 0,68 1,19 11 Gora-gora 6,22 0,06 0,34 0,34 0,68 12 Pemiri 6,22 0,06 0,34 0,34 0,68 13 Kalas 3,11 0,06 0,17 0,34 0,51 Tabel Hasil analisis vegetasi pada strata tiang No. Jenis Kerapatan Frekwensi Dominansi KR FR DR INP 1 Api - api 3,06 0,23 0,01 12,20 13,33 12,75 38,27 2 Bakau 3,67 0,27 0,02 14,63 15,56 15,34 45,53 3 Buta-buta 4,59 0,23 0,02 18,29 13,33 19,87 51,50 4 Jangkang 3,67 0,31 0,02 14,63 17,78 14,50 46,91 5 Nyirih 1,84 0,15 0,01 7,32 8,89 7,65 23,85 6 Tomo 2,14 0,08 0,01 8,54 4,44 7,75 20,73 7 Torosan 0,31 0,04 0,00 1,22 2,22 0,74 4,18 8 Tumu 5,82 0,42 0,02 23,17 24,44 21,41 69,03 Sumber : Hasil Analisis

57 Bab II. Deskripsi Kawasan II-35 Tabel Hasil analisis vegetasi pada strata pohon No. Jenis Kerapatan Frekwensi Dminansi KR FR DR INP 1 Buto-buto 4,58 1,04 16,291 30,13 20,93 82,05 133,11 2 Jangkang 2,92 0,77 1,860 19,24 15,50 9,37 44,11 3 Api - api 2,19 1,12 0,320 14,43 22,48 1,61 38,52 4 Bakau 2,54 0,65 0,196 16,71 13,18 0,99 30,87 5 Tumu 2,19 0,77 0,065 14,43 15,50 0,33 30,26 6 Parak 0,15 0,12 1,096 1,01 2,33 5,52 8,86 7 Nyirih 0,23 0,23 0,003 1,52 4,65 0,02 6,19 Jambujambu 8 0,19 0,12 0,012 1,27 2,33 0,06 3,65 9 Jawi-jawi 0,12 0,08 0,004 0,76 1,55 0,02 2,33 10 Siapi-api 0,08 0,08 0,007 0,51 1,55 0,03 2,09 Sumber : Hasil analisis 5) Perkebunan Perkebunan dalam hal ini adalah kawasan hutan yang dikelola oleh masyarakat secara intensif dengan komoditas kelapa, karet dan kelapa sawit. Gambar 2.9. Kondisi perkebunan yang ada dalam kawasan KPHL Banyuasin

58 Bab II. Deskripsi Kawasan II-36 6) Sawah Bersawah menanam padi merupakan kativitas pertama masyarakat pada saat membuka lahan hutan. Aktivitas ini ada yang masih berlangsung sampai sekarang dengan kondisi persawahan pasang surut, rawa lebak dan sawah tadah hujan. 7) Tambak Kondisi tambak yang ada dalam kawasan hutan KPHL Unit I Banyuasin saat ini ada tambak yang masih aktif dan ada tambak yang kondisinya tidak aktif/ sudah ditinggalkan sehingga menjadi lahan terbuka. Gambar Kondisi tambak yang ada dalam kawasan KPHL Banyuasin 8) Hutan Tanaman Hutan tanaman merupakan wilayah IUPHHK-HTI yang saat ini ditanami dengan tanaman pokok bakau dan karet. 9) Pertanian Campuran Pertanian campuran merupakan lahan yang diolah untuk komoditi pertanian dipadukan dengan tanaman buah-buahan serta tanaman kayu baik yang tumbuh alami ataupun yang tumbuh dibudidayakan.

59 Bab II. Deskripsi Kawasan II Potensi Hasil Hutan Kayu (HHK) dan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK). a. Hasil Hutan kayu Hasil hutan kayu yang dihasilkan di wilayah KPHL Unit I Banyuasin berasal dari wilayah hutan yang diusahakan oleh IUPHHK-HTI PT. Ciptamas Bumi Subur yang mengusahakan kayu serat bakau dan karet. Alokasi jenisjenis tanaman dalam penataan areal kerja terdiri dari tanaman pokok, tanaman unggulan dan tanaman kehidupan. Tercatat realisasi penanaman dari setiap kelompok tanaman adalah sebagai berikut. Tabel Realisasi penanaman pada HTI PT. CBS Realisasi penanaman Realisasi penanaman Kelompok Status tahun 2012 tahun 2013 Jenis Tanaman Luas (ha) Jumlah Luas Jumlah (btg) (ha) (btg) Tanaman pokok Bakau Karet Tanaman Bakau unggulan Tanaman kehidupan Karet Sumber : PT. Ciptamas Bumi Subur Berdasarkan hasil survey analisis vegetasi yang dilakukan oleh Tim BPKH wilayah II Palembang, diketahui terdapat potensi kayu dari beberapa jenis kayu yang termasuk pada kelas komersil satu dan kelas komersil II. Selain itu terdapat juga jenis yang tidak termasuk pada kelas komersil ataupun kelas kayu indah, sehingga dikelompokkan menjadi kelompok kayu lain-lain. Jenis-jenis yang termasuk pada kelas komersil tersebut disajikan pada tabel berikut.

60 Bab II. Deskripsi Kawasan II-38 Tabel Kelompok jenis komersil Kelas Komersil Jenis Kelompok Komersil-I 1. Bakau 2. Api-api 3. Tengar 4. Pedada Sumber: Kepmenhut No. 163/Kpts-II/2003 Kelompok Komersil-II 1. Jangkang 2. Jambujambu 3. Nyirih 4. Tumu Kelompok Lain- Lain 1. Beringin 2. Buta-buta 3. Jawi-jawi 4. Parak Dari beberapa kelompok jenis tersebut yang paling dominan adalah kelompok jenis komersil-i mencapai 54% sedangkan kelompok komersil-ii dan kelompok lain-lain masing-masing mencapai 23%. Berdasarkan kelas diameter didominasi oleh kelas diameter dibawah 30cm (Ø<30 cm, informasi sebaran kelas diameter lebih jelas disajikan grafik pada gambar Jumlah volume dan luas bidang dasar dari seluruh potensi kayu tersebut dirangkum pada tabel berikut. Tabel Potensi kayu di Hutan Lindung KPHL Unit I Banyuasin No. Kelompok Kelas Diameter (cm) Jenis 10 - < < < <50 50 Jumlah N B V N B V N B V N B V N B V N B V 1 Komersil I 7,29 0,11 0,90 7,40 0,38 2,28 6,29 0,58 3,62 3,22 0,46 3,06 1,38 0,36 2,29 25,58 1,89 12,15 2 Komersil II 5,29 1,78 1,85 2,58 6,00 5,27 1,09 0,10 0,40 0,82 0,12 0,72 0,40 0,11 0,57 10,18 8,11 8,80 3 Lain-Lain 2,76 6,94 5,06 5,09 23,17 16,56 0,93 1,62 1,45 0,22 0,03 0,15 0,04 0,02 0,05 9,04 31,79 23,28 Jumlah 15,33 8,83 7,82 15,07 29,55 24,12 8,31 2,30 5,47 4,27 0,62 3,93 1,82 0,49 2,9044,80 41,79 44,23 Keterangan: N= Jumlah batang /Ha; B= Luas Bidang Dasar (m 2 /Ha); V= Volume Pohon (m 3 /Ha)

61 Bab II. Deskripsi Kawasan II-39 Gambar Tabel jumlah batang pada kelas diameter dari setiap kelompok komersil Dalam menjamin kelanjutan persediaan kayu (sustained stock) pada hutan lindung adalah tersedianya permudaan yang merupakan proses peremajaan kembali secara alami dari pohon-pohon penyusun tegakan yang telah mati atau karena kerusakan lain. Permudaan dalam hal ini tersusun dari anakan tingkat semai dan pancang yang tumbuh secara alami dari tegakan hutan. Potensi anakan tersebut secara keseluruhan dirangkum pada tabel berikut. Tabel Potensi anakan kayu di KPHL Banyuasin Jumlah Batang Tingkat Permudaan No Kelas Komersil Semai Pancang Tiang 1 Komersiil Satu Komersiil Dua (KRC) Lain-Lain Jumlah Sumber : Hasil analisis

62 Bab II. Deskripsi Kawasan II-40 b. Hasil Hutan Bukan Kayu Potensi hasil hutan bukan kayu yang yang sangat dominan saat ini adalah hasil ikutan yang didapat dari tumbuhan nipah yakni daun nipah dan buah nipah. Berdasarkan hasil penafsiran citra SPOT 6 Tahun 2014 luas penutupan lahan nipah ±24.154,97 Ha, 33,22 % Luasan dari Kawasan Hutan KPHL. Sebaran Nipah yang sudah terdata terdapat di HL Muara Sugihan, HL Air Telang dan hampir di seluruh wilayah yang ada di perairan sungai merata terdapat nipah. Terdapat HHBK yang sudah berkembang banyak yaitu getah karet terutama di wilayah Hutan Produksi Kemampo yang tengah diusahakan oleh masyarakat. Berdasarkan sejarah getah jelutung pernah berkembang di wilayah KPHL Banyuasin, sehingga hal ini menjadi berpotensi untuk dikembangkan kembali. Ada beberapa HHBK yang memiliki potensi untuk dikembangkan di wilayah KPHL Unit I Banyuasin yakni hasil hutan mangrove, buah kemiri, gaharu, bambu, rotan, nilam, benih tanaman hutan dan tanaman obat. Selain itu terdapat potensi HHBK berupa sumberdaya perikanan dan burung walet yang ada diperairan laut dan sungai di wilayah KPHL Unit I Banyuasin seperti ikan, kepiting dan udang yang dapat dikembangkan melalui program silvofishery Keberadaan flora dan fauna langka Flora dan fauna langka diartikan merupakan flora dan fauna yang dilindungi oleh Undang-undang indonesia yang diimplementasikan pada Peraturan Pemerintah No.7 Tahun 1999 tentang Perlidungan Tumbuhan dan Satwa. Selai itu flora fauna tersebut akan menjadi perhatian apa bila sudah termasuk pada red list IUCN yaitu lembaga internasional yang memberikan informasi dan analisis mengenai status, tren, dan ancaman terhadap spesies untuk memberitahukan, dan mempercepat tindakan dalam upaya konservasi keanekaragaman hayati. Lembaga international lain yang menjadi bahan

63 Bab II. Deskripsi Kawasan II-41 pertimbanganan adalah CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) atau konvensi perdagangan internasional tumbuhan dan satwa liar spesies terancam yang bertujuan untuk melindungi tumbuhan dan satwa liar terhadap perdagangan internasional spesimen tumbuhan dan satwa liar yang mengakibatkan kelestarian spesies tersebut terancam. Berdasarkan Inventarisasi/Risalah Hutan di Kawasan Hutan Lindung Pantai Pulau Rimau dan Hutan Lindung Pantai Telang (Tahun 2006 dan 2009) yang dilanjutkan dengan inventarisasi Hutan Lindung Pantai Upang (Tahun 2012) serta hasil survey tim BPKH tahun 2014 cukup banyak ditemukan keberagaman jenis flora maupun fauna dipadukan dengan data sekunder dari hasil survey Taman nasional Sembilang terdapat beberapa flora yang terdata ada di dalam kawasan KHPL Banyuasin. Tabel Daftar flora yang ada di wilyah KPHL Unit I Banyuasin Famili Nama Lokal Nama Ilmiah Keterangan Pandanaceae Rasau Pandanus helicopus Semak Rasau nangka Pandanus artocarpus Semak Pandan Pandanus tecorius Semak Rhizophoracea Bakau Rhizopora spp Pohon Tumu Bruguiera gymnorhiza Pohon Tancang Bruguiera sp Pohon Tengar Ceriops tegar Pohon Amaryllidaceae Bakung Crinum asiaticum Herba Nephentaceae Kantong semar Nephentes sp Herba Sonneratiaceae Prepat Aegiceris comiculatum Pohon Pedada Sonneratia alba Pohon Aviceniiaceae Api-api Aveicennia spp Pohon Araceae Keladi payau Cryptocoryne ciliata Herba Nipah Nypha fructicans Rumpun Nibung Oncosperma tigillarium Palma Apocynaceae Pulai Alstonia scholaris Pohon Euphorbiaceae Mahang Macaranga spp Pohon Buta-buta Excoecaria agallocha Pohon

64 Bab II. Deskripsi Kawasan II-42 Famili Nama Lokal Nama Ilmiah Keterangan Myrtaceaea Jambu-jambu Eugenia spp Pohon Kelat Eugenia longiflora Pohon Gelam Melaluca leucadendra Pohon Combretaceae Ketapang Terminalia catapa Pohon Moraceae Kayu ara Ficus scortechinii Pohon Beringin Ficus benyamina Pohon Lecythidaceaea Putat Barringstonia asiatica Pohon Malvaceae Waru Hibiscus tillaceus Pohon Anacardiaceae Terentang Cmpnosperma sp Pohon Meliaceae Nyirih Xylocarpus granatum Pohon Paikilospermum Herba Ara hantu suavolens Palas Licuala paludosa Herba Jawi-jawi Pohon Parak Pohon Marabira Pohon Torosan Pohon Parak Pohon Gora-gora Pohon Pemiri Pohon Kalas Pohon Dari daftar flora terdapat flora yang terdata sebagai flora dilindungi yakni kantong semar (Nepenthes sp), namun kantong semar dalam hal ini belum teridentifikasi speciesnya karena yang dilindungi adalah kantong semar dengan species Nepenthes ampullaria. Namun demikian semua jenis kantong semar sudah masuk pada daftar appendix II CITES.

65 Bab II. Deskripsi Kawasan II-43 Tabel Daftar Keragaman satwa dan kelimpahannya yang menyebar di wilayah studi No Nama lokal Nama ilmiah Status Perlindungan UU IUCN CITES Amfibi dan Reptil 1 Ular sanca Broghammerus - - App II reticulatus 2 Bunglon hutan Gonocephalus liogaster - VU - 3 Biawak Varanus salvator - - App II 4 Buaya muara Crocodylus porosus EN App II 5 Biuku Orlitia borneensis - EN App II 6 Kura-kura pipi putih Siebenrockiella crassicollis - VU App II 7 Labi-labi Amyda cartilaginea - VU App II Mamalia 1 Beruang madu Herctos malayanus VU App I 2 Landak Hystrix brachyura LC App II 3 Berang-berang Lutrogale perspicillata VU App II 4 Monyet Macaca fascicularis - LC App II 5 Beruk Macaca nemestrina - VU App II 6 Simpai merah Presbytis melalophos EN App I 7 Kucing bakau Fellis viverrina LR App II Aves 1 Elang bondol Haliastur indus - App II 2 Elang bido Spilornis cheela - App II 3 Raja udang biru Alcedo coerulescens Burung kuntul Bubulcus ibis Burung Enggang Buceros rhinoceros - NT App II

66 Bab II. Deskripsi Kawasan II-44 No Nama lokal Nama ilmiah Status Perlindungan UU IUCN CITES 6 Bangau tongtong Leptoptilos javanicus VU - 7 Punai bakau Treron fulvicollis - NT - 8 Bangau bluwok Mycteria cinerea VU App I 9 Ibis pelatuk besi Threskiornis melanocephalus Sumber: Data TN. Sembilang 2008 dan laporan NKT PT.TPJ 2014 (diolah) Keterangan: ( )= dilindungi UU CR= Critically Endangared (kritis),lr=low Risk (Resiko rendah), VU=Vulnerable (Rentan), LC=Least Concern ( kurang diperhatikan ), NT= Near Threatened (Hampir terancam) Gambar Satwa dilindungi yang ada di KPHL Banyuasin Potensi jasa lingkungan dan wisata alam Pengertian hutan lindung sebagaimana yang tertuang dalam UU No 41 Tahun 1999 Pasal 1 ayat 8 mendefinisikan bahwa, hutan lindung sebagai kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir,

67 Bab II. Deskripsi Kawasan II-45 mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah. Ekosistem mangrove merupakan ekosistem interface antara ekosistem daratan dengan ekosistem lautan. Oleh karena itu, ekosistem ini mempunyai fungsi spesifik yang kelangsungannya bergantung pada dinamika yang terjadi di ekosistem daratan dan lautan. Dalam hal ini, mangrove merupakan sumberdaya renewable resources yang menyediakan berbagai jenis produk langsung dan tidak langsung serta jasa lingkungan. Fungsi hutan mangrove dalam tatanan level ekosistim adalah sebagai fungsi proteksi garis pantai dari hempasan gelombang, dari tiupan angin kencang, mengatur sedimentasi, retensi nutrient, memperbaiki kualitas air, mengendalikan intruisi air laut, pengaturan air bawah tanah (groundwater), dan stabilitas iklim mikro. Selain itu berfunsi juga sebagai pembentukan daratan dan pengendapan lumpur serta sebagai habitat fauna. Khusus untuk KPHL Banyuasin keberadaannya menjadi buffer zone terhadap kawasan TN Sembilang. Produk dari hutan lindung yang dapat memberikan fungsi ekologis dan memberikan nilai ekonomi yaitu dengan cara mengembangkan jasa lingkungan. Potensi jasa lingkungan yang dapat dikembangkan di wilayah KPH Lindung Banyuasin adalah ekowisata berupa edukasi wisata dan wisata kuliner bahari serta jasa simpanan dan serapan carbon serta pemanfaatan kawasan hutan yang sudah terbuka untuk kegiatan bernilai ekonomi dengan pertimbangan nilai ekologi tinggi. Untuk wilayah Kemampo telah ada Kawasan Penelitian yang diinisiasi oleh BPTH Sumatera dan BPK Palembang serta telah dibangunnya bumi perkemahan oleh Pemerintah Kabupaten Banyuasin. Di wilayah Telang terdapat Pelabuhan Samudera Tanjung Api Api, dimana kawasan hutan sepanjang jalan akses ke pelabuhan dapat dikembangkan menjadi rest area dengan memperhatikan fungsi ekologis kawasan, Kampung Nelayan Sungsang, rumah makan terapung di Upang yang dapat dipakai sebagai akses memajukan jasa lingkungan berupa ekowisata pada KPHL Unit I

68 Bab II. Deskripsi Kawasan II-46 Model Banyuasin. Keunggulan komparatif di bidang pariwisata ini belum dikelola dengan sebaik-baiknya untuk mendatangkan sebanyak mungkin wisatawan ke Kabupaten Banyuasiin (Banyuasin Dalam Angka Tahun 2012) Data Informasi Sosial Budaya Masyarakat Masyarakat di sekitar dan di dalam kawasan KPHL Unit I Banyuasin umumnya adalah etnis Bugis, Jawa dan Sumatera. Untuk Kawasan Hutan yang berada pada pesisir pantai Kabupaten Banyuasin didominasi etnis Bugis. Berdasarkan kelompok mata pencaharian, masyarakat yang tinggal di dalam dan di sekitar kawasan KPHL Unit I Banyuasin merupakan masyarakat agraris dengan aktifitas seperti pertanian tanaman pangan, perkebunan, peternakan dan perikanan. Pertanian tanaman pangan yang dominan dilakukan adalah padi dan tanaman kelapa sawit. Masyarakat sekitar hutan bermata pencaharian sebagai nelayan, buruh tani dan peladang dengan tingkatan pendapatan ekonomi masih rendah dan tingkat pendidikan masyarakat juga masih rendah. Keterampilan masyarakat sekitar yang ada saat ini adalah pengrajin daun nipah. Kondisi sosial budaya serta kearifan lokal masyarakat kawasan hutan yang sudah berlangsung di sekitar kawasan hutan KPHL Unit I Banyuasin perlu diakomodir untuk menghindari konflik kepentingan. Rencana pengelolaan KPH dengan inovasi dan teknologi baru cenderung menimbulkan resistensi apabila tidak dilakukan secara partisipatif dan akomodatif agar tepat sasaran. Oleh karena itu, arah kebijakan pengelolaan hutan KPHL Unit I Banyuasin perlu mempertimbangkan adat istiadat masyarakat sekitar hutan terutama menyangkut hubungan sosial masyarakat dengan sumber daya hutan meliputi upacara adat dan penghormatan terhadap nilai-nilai setempat, hak ulayat masyarakat setempat yang sudah ada serta kelembagaan

69 Bab II. Deskripsi Kawasan II-47 masyarakat yang sudah ada seperti kader konservasi, kelompok tani hutan, kelompok pencinta lingkungan dan kelembagaan yang lain. Nama Kecamatan Banyuasin II Rantau Bayur Banyuasin III Tanjung Kondisi wilayah dan kependudukan Terdapat 28 desa yang wilayahnya berada di dalam dan sekitar kawasan hutan KPH Lindung Unit I Banyuasin dengan luas keseluruhan mencapai 1.563,88 km 2 yang terdapat di 9 kecamatan. Data luas wilayah dan kependudukan dari setiap desa, disajikan pada tabelberikut. Tabel Luas wilayah dan data kependudukan setiap desa Nama Desa Luas Wilayah (km²) Kepadatan penduduk Jumlah penduduk Lakilaki Perempuan Sex Ratio Teluk 38,40 54, ,61 Payo Muara 74,25 17, ,76 Sungsang Rimau 231,75 6, ,99 Sungsang Sungsang 20,00 184, ,27 III Sungsang 65,51 72, ,87 IV Sungsang 28, ,11 I Sungsang 65,30 93, ,49 II Prajen 50,00 18, ,42 Jaya Marga 36,15 225, ,07 Sungsang Sungai Semut 25,00 84, ,71 Lebung 34,00 143, ,22 Lubuk 28,00 44, ,49 Rengas Kayuara 22,36 108, ,41 Kuning Manggar 35,63 39, ,96

70 Bab II. Deskripsi Kawasan II-48 Nama Kecamatan Lago Muara Sugihan Makarti Jaya Air Saleh Sumber Marga Telang Muara Telang Nama Desa Raya Kuala Putian Bunga Karang Juru Taroh Sido Makmur Tirto Mulyo Luas Wilayah (km²) Kepadatan penduduk Jumlah penduduk Lakilaki Perempuan Sex Ratio 313,60 8, ,50 96,57 21, ,77 27,43 49, ,26 19,36 74, ,46 16,14 78, ,29 Gilirang 25,82 50, ,70 Ganesha 40,34 39, ,93 Mukti Kuala Sugihan 15,33 78, ,50 Upang 46,65 42, ,70 Ceria Upang 27,58 25, ,01 Cemara Pendowo 14,52 148, ,34 Harjo Upang 78,19 19, ,86 Makmur Air Solok 87,50 27, ,02 Batu Sri Tiga * 174,89 122,76 21,469 10,696 21,469 99,29 Bunga karang Teluk Payau Muara Sungsang Marga Sungsang Karang anyar * 341,57 100,57 34,350 17,402 34, ,67 Sumber : Kecamatan dalam angka Kabupaten Banyuasin, 2013 Ket : * = merupakan data kecamatan

71 Bab II. Deskripsi Kawasan II-49 Secara geografis dan kondisi tipe lahan desa-desa yang berada di dalam dan sekitar kawasan hutan KPH Lindung Banyuasin berupa pantai, pesisir dan dataran rendah. Aksesibilitas dari masing-masing desa ke kota kecamatan bervariasi ada yang memakai jenis transfortasi darat, trasfortasi air, serta transfortasi darat dan air. Jarak dari masng-masing desa ke kota kecamatan serta jenis tranfortasi yang digunakan lebih terperinci disajikan pada tabel berikut. Tabel Jarak dan jenis transfortasi dari desa ke kota kecamatan No Nama Kecamatan/Desa Jarak (Km2) Jenis Transfortasi I. Kecamatan Banyuasin II 1 Teluk Payo 20 Air dan darat 2 Muara Sungsang 5 Air dan darat 3 Rimau Sungsang 185 Air 4 Sungsang III 0,8 Darat 5 Sungsang IV 1,2 Darat 6 Sungsang I 0,0 Darat 7 Sungsang II 0,5 Darat 8 Prajen Jaya 0,7 Darat 9 Marga Sungsang 17 Air 10 Sungai Semut 25 Air II Rantau Bayur 1 Lebung 27 Darat 2 Lubuk Rengas 25 Darat III Banyuasin III 1 Kayuara Kuning 2 Darat IV Tanjung Lago 1 Manggar Raya 31 Darat dan Air 2 Kuala Putian 20,5 Darat 3 Bunga Karang 21,5 Darat V Muara Sugihan 1 Juru Taroh 20 2 Sido Makmur 10 Darat dan Air 3 Tirto Mulyo 8 Darat dan Air 4 Gilirang 15 Darat dan Air 5 Ganesha Mukti 12 Air 6 Kuala Sugihan 16 Air

72 Bab II. Deskripsi Kawasan II-50 No Nama Kecamatan/Desa Jarak (Km2) Jenis Transfortasi VI Makarti Jaya 1 Upang Ceria 25 Air 2 Upang Cemara 26 Air 3 Pendowo Harjo 14 Darat 4 Upang Makmur 6,5 Air VII Air Saleh 1 Air Solok Batu 27 Darat dan Air VIII Sumber Marga Telang 1 Sri Tiga 42 Darat dan Air IX Muara Telang 50 Darat dan Air Sumber : Kecamatan dalam angka Kabupaten Banyuasin, Sarana Prasarana Desa Sarana prasara umum yang ada di desa meliputi sarana prasarana sekolah, tempat ibadah dan fasilitas kesehatan. Sarana prasarana umum tersebut belum tersebar ada di setiap desa melainkan hanya di beberapa desa saja. Lebih lengkap sarana prasaran desa yang ada dapat dilihat pada tabel 2.35, 2.36 dan tabel Tabel Sarana pendidikan desa No Nama Kecamatan/Desa TK SD SLTP SLTA Akademi/PT II. Kec. Banyuasin II 1 Teluk Payo 2 2 Muara Sungsang 2 3 Rimau Sungsang 1 4 Sungsang III 5 Sungsang IV 2 6 Sungsang I Sungsang II 2 8 Prajen Jaya 1 9 Marga Sungsang 10 Sungai Semut 2 1 II Kec. Rantau Bayur 1 Lebung 3 1

73 Bab II. Deskripsi Kawasan II-51 No Nama Kecamatan/Desa TK SD SLTP SLTA Akademi/PT 2 Lubuk Rengas 1 III Kec. Banyuasin III 1 Kayuara Kuning 1 1 IV Kec. Tanjung Lago 1 Manggar Raya 1 2 Kuala Putian 2 3 Bunga Karang 2 V Kec. Muara Sugihan 1 Juru Taroh 1 2 Sido Makmur 3 Tirto Mulyo 1 4 Gilirang 1 5 Ganesha Mukti 2 6 Kuala Sugihan VI Kec. Makarti Jaya 1 Upang Ceria 1 2 Upang Cemara 1 3 Pendowo Harjo 3 4 Upang Makmur 1 VII Kec. Air Saleh 1 Air Solok Batu 1 VIII Sumber Marga Telang 1 Sri Tiga Sumber : Kecamatan dalam angka Kabupaten Banyuasin, 2013 Tabel Sarana peribadatan desa No Nama Kecamatan/Desa Masjid Surau Gereja Pura Wihara III. Kec. Banyuasin II 1 Teluk Payo Muara Sungsang Rimau Sungsang Sungsang III Sungsang IV Sungsang I Sungsang II 4 3

74 Bab II. Deskripsi Kawasan II-52 No Nama Kecamatan/Desa Masjid Surau Gereja Pura Wihara 8 Prajen Jaya Marga Sungsang Sungai Semut 3 2 II Kec. Rantau Bayur 1 Lebung 3 2 Lubuk Rengas 3 III Kec. Banyuasin III 1 Kayuara Kuning 4 IV Kec.Tanjung Lago 1 Manggar Raya Kuala Putian Bunga Karang 4 1 V Kec. Muara Sugihan 1 Juru Taroh 2 Sido Makmur 3 Tirto Mulyo 4 Gilirang 5 Ganesha Mukti 6 Kuala Sugihan VI Kec. Makarti Jaya 1 Upang Ceria Upang Cemara Pendowo Harjo Upang Makmur 3 2 VII Air Saleh 1 Air Solok Batu 2 VIII Sumber Marga Telang 1 Sri Tiga Sumber : Kecamatan dalam angka Kabupaten Banyuasin, 2013

75 Bab II. Deskripsi Kawasan II-53 Tabel Sarana kesehatan desa No Nama Kecamatan/Desa Dokter Paramedis Dok.Gigi Bidan Dukun Bayi IV. Kec. Banyuasin II Teluk Payo 2 Muara Sungsang 1 3 Rimau Sungsang 4 Sungsang III 5 Sungsang IV 6 Sungsang I 1 7 Sungsang II 8 Prajen Jaya 9 Marga Sungsang 10 Sungai Semut II Kec. Rantau Bayur Lebung 6 2 Lubuk Rengas 4 III Kec. Banyuasin III Kayuara Kuning 1 2 IV Kec. Tanjung Lago Manggar Raya 2 Kuala Putian 3 Bunga Karang 1 V Kec. Muara Sugihan Juru Taroh 2 Sido Makmur 3 Tirto Mulyo 4 Gilirang 5 Ganesha Mukti 6 Kuala Sugihan 1 VI Kec. Makarti Jaya Upang Ceria Upang Cemara Pendowo Harjo Upang Makmur 1 3 VII Kec. Air Saleh Air Solok Batu 1 VIII Sumber Marga Telang 1 Sri Tiga Sumber : Kecamatan dalam angka Kabupaten Banyuasin, 2013

76 Bab II. Deskripsi Kawasan II Pekerjaan dan mata pencaharian Pada umumnya pekerjaan masyarakat yang ada di sekitar dan didalam kawasan KPH Lindung Banyuasin terdiri dari petani, buruh, nelayan, pedagang, dan PNS. Presentasi dari keragaman pekerjaan tersebut (contoh kasus di Desa Kayuara Kuning dan Air Saleh) dapat diuraikan sebagai berikut. Tabel Persentasi jenis pekerjaan (Ds Kayuara Kuning dan Air Saleh) Jenis pekerjaan Presentasi (%) Belum bekerja 19,7 PNS 1,55 TNI/Polri 0,44 Wiraswata 4,40 Pelajara/ Mahasiswa 49,48 Paramedis 0,16 Petani/ Peternak 14,86 Pensiunan 0,23 Buruh 5,94 Nelayan 1,23 Pedagang 1,38 Pegawai swasta 0,95 Pada umumnya jenis lahan yang ada di Kabupaten Banyuasin adalah lahan kering tadah hujan, lahan pasang surut, dan lahan rawa lebak. Pemanfaatan dari seiap jenis lahan tersebut diuraikan secara berturut-turut pada tabel tabel Tabel Luas Panen dan Produksi Padi Sawah Per Kecamatan Jenis Padi Sawah No Kecamatan Pasang surut/tidar land Sonar/Sonarity Luas panen (ha) Produksi (ton Luas panen (ha) Produksi (ton 1 Rantau Bayur Banyuasin III 298,0 614, Tanjung Lago , , Muara Sugihan , , Makarti Jaya , , Air Saleh , , Banyuasin II , , Muara Telang , , Sumber Marga Telang Jumlah/total , Sumber : BPS Kabupaten Banyuasin, 2013

77 Bab II. Deskripsi Kawasan II-55 Tabel Luas Lahan Pertanian Menurut Jenis Lahan per Kecamatan No Kecamatan Tadah hujan (ha) Jenis lahan sawah Pasang Lebak, Surut (ha) Polder, Lainnya Sementara tidak digunakan 1 Rantau Bayur Banyuasin III Tanjung Lago Muara Sugihan Makarti Jaya Air Saleh Banyuasin II Muara Telang Sumber Marga Telang Jumlah/total Sumber : BPS Kabupaten Banyuasin, 2013 Tabel Luas Lahan Pertanian Menurut Jenis Lahan per Kecamatan No Kecamatan Pekarangan / Bangunan Tegalan / Kebun Ladang Tadah hujan Sementara tidak digunakan 1 Rantau Bayur Banyuasin III Tanjung Lago Muara Sugihan Makarti Jaya Air Saleh Banyuasin II Muara Telang Sumber Marga Telang Jumlah/total Sumber : BPS Kabupaten Banyuasin, 2013

78 Bab II. Deskripsi Kawasan II-56 Tabel Luas Lahan Pertanian Menurut Jenis Lahan per Kecamatan No Kecamatan Kolam/ Empng Sementara tidak diusahakan Jenis Lahan Bukan Sawah Hutan Hutan Rakyt Negara Perkeb unan Lainlain 1 Rantau Bayur Banyuasin III Tanjung Lago Muara Sugihan Makarti Jaya Air Saleh Banyuasin II Muara Telang Sumber Marga Telang Jumlah/total Sumber : BPS Kabupaten Banyuasin, 2013 Tabel 2.42.Luas Panen dan Produksi Padi per Kecamatan di Kabupaten Banyuasin Padi Sawah Padi ladang Jumlah/Total Luas Produksi Luas Prod Luas Produksi No Kecamatan panen (ton) panen uksi panen (ton) (ha) (ha) (ton) (ha) 1 Rantau Bayur , Banyuasin III , Tanjung Lago , Muara Sugihan , Makarti Jaya , Air Saleh , Banyuasin II , Muara Telang , Smbr Marga Telang Jumlah/total , Sumber : BPS Kabupaten Banyuasin, 2013

79 Bab II. Deskripsi Kawasan II-57 Berdasarkan hasil survey tim BPKH, didapat data keragaman mata pencaharian penduduk dari masing-masing desa antara lain: No Nama Desa Tabel.43. Keragaman mata pencaharian penduduk di desa Pertanian lahan kering tanaman pangan Perkebunan kelapa Peternakan Perikanan/ nelayan Bersa wah 1 Air Solok 2 Gelirang 3 Daya Murni 4 Ganesha Mukti 5 Penuguhan 6 Kelapa Dua 7 Bumi Rejo 8 Mangga Raya 9 Upang makmur 10 Desa Sungai 11 Pendowo Harjo 12 Tirta Kencana Keterangan: ( ) dominan; ( ) tambahan/sampingan Mayoritas masyarakat memiliki lahan persawahan dan lahan kebun kelapa. Kelapa yang dikembangkan termasuk kelapa sawit dan kelap kopra. Komoditi kelapa sawit lebih banyak dikembangkan oleh perusahaan, sedangkan kelapa kopra banyak dikembangkan oleh masyarakat secara pribadi dan kelompok dalam wadah koperasi.

80 Bab II. Deskripsi Kawasan II-58 Penghasil petani dari bersawah mencapai Rp. 6 Juta per panen (6 bulan) berarti Rp 1 juta rupiah per bulan. Penghasilan dari berkebun kelapa berpenghasilan Rp. 15 juta rupiah per panen (3 bulan) berarti Rp. 5 Juta Rupiah per bulan, sedangkan yang merangkap menjadi buruh perusahaan kebun kelapa sawit mendapat tambahan penghasilan Rp ,- per hari atau kurang lebih Rp. 2 juta per bulan.penduduk yang bermata pencaharian berpenghasilan Rp. 15 juta rupiah per panen (3 bulan) berarti Rp. 5 Juta Rupiah per bulan, sedangkan yang merangkap menjadi buruh perusahaan kebun kelapa sawit mendapat tambahan penghasilan Rp ,- per hari atau kurang lebih Rp. 2 juta per bulan. Penduduk yang bermata pencaharian nelayan berpenghasilan Rp. 3 juta rupiah per bulan. Mayarakat yang berkebun kelapa kopra, rata-rata memilki 2 ha/kk dengan penghasilan kelapa mencapai biji/ha. Terdapat banyak sumberdaya alam yang menjadi sumber penghasilan masyarakat seperti komoditi pertanian, perkebunan, perikanan dan peternakan. Jenis-jenis komoditi yang menjadi penghasilan masyarakat diuraikan pada tabel 4.45.

81 Bab II. Deskripsi Kawasan II-59 Nama Kecamatan Tabel Keragaman komoditi sebagai sumber penghasilan masyarakat Palawija (ton) Hortikultura (ton) Perkebunan (ton) Peternakan (ekor) Perikanan Ubi Ubi Kelapa Ayam Padi Jagung Cabe Timun Pisang Kelapa Karet Kopi Sapi Kambing Itik (ton) jalar kayu sawit buras 76, , ,89 Banyuasin II Banyuasin , , III Muara ,30 Sugihan Rantau , ,8 157, Bayur Tanjung ,8 113, , ,19 55,83 1,83 289, ,61 lago,27 7 Makarti , ,85 Jaya Air Saleh 69, ,9 Sumber : Kecamatan Dalam Angka, 2013

82 Bab II. Deskripsi Kawasan II Keberadaan masyarakat hukum adat Pengertian masyarakat adat yang berdasarkan hasil Kongres Masyarakat Adat Nasional I yang dikemukakan oleh Moniaga (2004), yaitu kelompok masyarakat yang memiliki asal usul leluhur (secara turun temurun) di wilayah geografis tertentu serta memiliki sistem nilai, ideologi, ekonomi, politik, budaya, sosial dan wilayah sendiri, sedangkan menurut AMAN mengemukaan bahawa masyarakat adat adalah Komunitas-komunitas yang hidup berdasarkan asal-usul leluhur secara turun-temurun di atas suatu wilayah adat, yang memiliki kedaulatan atas tanah dan kekayaan alam, kehidupan sosial budaya yang diatur oleh Hukum adat dan Lembaga adat yang mengelola keberlangsungan kehidupan masyarakatnya. Berdasarkan pengertian tersebut masyarakat yang berada di dalam dan sekitar KPH Lindung Unit I Banyuasin tidak terdapat masyarakat adat. Desa-desa yang ada disekitar KPHL Banyuasin dapat dikelompokkan menjadi dua yakni desa lama yaitu desa asal yang terbentuk oleh perpindahan penduduk untuk mencari nafkah dan desa yang dibentuk melalui proses transmigrasi, sehingga masyarakat yang ada merupakan masyarakat gabungan dari berbagai etnis seperti bugis, jawa, sunda, marga sungsang, marga Tanjung Raja, marga Tungkal Hilir dan marga Mangsang Interaksi Masyarakat Terhadap Kawasan Hutan Keterikatan masyarakat terhadap sumber daya hutan sangat dipengaruhi oleh karakteristik masyarakat dalam menjalankan mata pencaharian mereka. Mayoritas mata pencaharian masyarakat di sekitar kawasan adalah berkebun kelapa, bersawah, petani tambak dan nelayan. Untuk perluasan lahan garapan kebun, sawah dan tambak maka kawasan hutan menjadi sasaran perluasan lahan, sehingga tekanan terhadap kawasan semakin tinggi. Namun demikian ada masyarakat yang ketergantungannya terhadap hutan kecil yaitu

83 Bab II. Deskripsi Kawasan II-61 masyarakat Desa Sungsang III, yang mana profesi masyarakat tersebut mayoritas adalah nelayan melaut. Adapun ketergantungannya terhadap hutan hanya untuk memenuhi kebutuhan dasar yakni kayu bakar dan tiang-tiang untuk rumah. Hasil hutan bukan kayu yang dimanfaatkan oleh masyarakat adalah daun nipah dan ikan. Upaya meningkatkan taraf ekonomi masyarakat kedepan melalui pemberdayaan dan pengembangan usahatani dan perikanan masyarakat sekitar hutan. Untuk pemanfaatan hasil hutan bukan kayu akan dikembangkan berbagai kegiatan perhutanan sosial dengan memanfaatkan ruang tumbuh dikawasan hutan yang tidak mengganggu tanaman pokok, usaha tani dimaksud diantaranya berupa pengembangan hasil hutan bukan kayu, sedangkan kegiatan perikanan merupakan pembesaran kepiting dan jasa lingkungan 2.4. Kondisi Posisi Areal Kerja KPHL dalam Perspektif Rencana Pembangunan Kondisi Posisi dalam Perspektif RKTN Berdasarkan Rencana Kehutanan Tingkan Nasional (RKTN), pada wilayah KPHL terdapat tiga pengelompokkan peruntukkan lahan yakni arahan untuk pengelolaan hutan alam dan gambut, arahan untuk pelaksanaan rehabilitasi dan arahan untuk pengelolaan konservasi. Luasan areal dari setiap arahan pengelolaan tersaji pada tabel Tabel Peruntukan lahan berdasarkan RKTN Arahan peruntukkan lahan Luas Arahan hutan alam dan gambut ,75 Arahan untuk rehabilitasi ,54 Arahan untuk konservasi 606,59 Sumber : Peta RKTN

84 Bab II. Deskripsi Kawasan II Kondisi Posisi dalam Moratorium Dalam rangka menyelesaikan berbagai upaya penyempurnaan tata kelola hutan dan lahan gambut yang tengah berlangsung untuk penurunan emisi dari deforestasi serta degradasi hutan telah diterbitkan Instruksi Presiden RI No. 6 tahun 2013 tentang Penundaan Pemberian Izin baru dan penyempurnaan tata kelola hutan alam primer dan lahan gambut sebagai kelanjutan dari Instruksi Presiden No. 10 Tahun Menteri Kehutanan menetapkan peta indikatif penundaan pemberian izin baru dan direvisi setiap 6 bulan sekali. Sehubungan dengan itu pada wilayah KPH Lindung Banyuasin ada wilayah yang masuk sebagai wilayah penundaan izin baru seluas ,94 ha, peta disajikan pada lampiran. Gambar Wilayah moratorium di KPHL Banyuasin Kondisi Posisi dalam Perspektif Tata Ruang Wilayah Persebaran kawasan hutan lindung di Kabupaten Banyuasin meliputi Kecamatan Air Salek, Banyuasin II, Makarti Jaya, Muara Sugihan, Muara Telang, Tanjung Lago, Sumber Marga Telang. Secara rinci rencana

85 Bab II. Deskripsi Kawasan II-63 persebaran dan pengembangan kawasan Hutan lindung di kabupaten Banyuasin ditampilkan pada Tabel dibawah ini: Tabel 2.46.Sebaran kawasan hutan lindung di Kabupaten Banyuasin Perubahan Kawasan Hutan Lindung (Ha) Nama Kawasan Pengurangan Nama Penambahan Luasan HL Kawasan Luasan HL Hutan Lindung Pantai Telang 4.545,75 Air Upang 497,18 HL Pantai Telang 180 Saleh Barat 1.394,16 I HL Muara Saleh Total 8.610,75 Total 1.891,34 Total kawasan hutan lindung , , ,34 = ,25 Sumber : Usulan Revisi RTRW 2011 Selanjutnya dalam RTRW Kabupaten Banyuasin dirumuskan tujuan pengembangan RTRW Kabupaten Banyuasin, adalah untuk : a. Mewujudkan sarana dan prasarana infrastruktur yang memadai bagi kelancaran distribusi barang dan jasa serta informasi dalam wilayah Kabupaten Banyuasin. b. Mewujudkan pemanfaatan ruang daerah yang serasi dan optimal sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan daya dukung lingkungan serta sesuai dengan kebijaksanaan pembangunan nasional dan daerah yang berkelanjutan. c. Mewujudkan daya dukung lingkungan yang berkelanjutan dalam pengelolaan kawasan, untuk menjamin tetap berlangsungnya konservasi air dan tanah, menjamin tersedianya air tanah dan permukaan serta penanggulangan banjir. d. Mengembangkan perekonomian wilayah yang produktif, efektif dan efisien berdasarkan karakteristik wilayah bagi terciptanya kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan dan pembangunan yang berkelanjutan.

86 Bab II. Deskripsi Kawasan II-64 Strategi pemanfaatan ruang daerah merupakan pelaksanaan kebijakan penataan ruang daerah yang meliputi : a. Mendorong peningkatan pembangunan infrastruktur wilayah dan kawasan sebagai penunjang pembangunan dan pengembangan ekonomi kerakyatan; b. Membangun tatanan ekonomi daerah berdasarkan keunggulan kompetitif sektor pertanian, peternakan, perkebunan, kehutanan, perikanan, kelautan dan sektor pertambangan serta energi menuju Banyuasin sedjahtera c. Mendorong terselenggaranya pembangunan kawasan yang dapat menjamin tetap berlangsungnya konservasi air dan tanah, menjamin tersedianya air tanah dan air permukaan serta penanggulangan banjir dengan mempertimbangkan daya dukung lingkungan yang berkelanjutan dalam pengelolaan kawasan. d. Mendorong pengembangan perekonomian wilayah yang produktif, efektif dan efisien berdasarkan karakteristik wilayah bagi terciptanya kesejahteraan masyarakat dan pembangunan yang berkelanjutan. Kondisi KPHL Unit I Banyuasin dalam indikasi program untuk mewujudkan pola ruang daerah untuk mewujudkan pengelolaan kawasan lindung di daerah, meliputi : a. rencana perwujudan hutan lindung; b. rencana perwujudan kawasan hutan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan dibawahnya; c. rencana perwujudan suaka alam dan cagar budaya; d. rencana perwujudan mitigasi kawasan rawan bencana. Pada Peraturan Daerah Kabupaten Banyuasin Nomor 28 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banyuasin tahun , Bab IX pasal 39 menyebutkan bahwa pemanfaatan ruang dalam

87 Bab II. Deskripsi Kawasan II-65 rangka perwujudan pola ruang untuk kawasan lindung antara lain dilakukan melalui: a. Pemanfaatan ruang wilayah kabupaten mengacu pada rencana struktur ruang, dan pola ruang. b. pemanfaatan ruang wilayah kabupaten dilaksanakan melalui penyusunan dan pelaksanaan program pemanfaatan ruang beserta perkiraan pendanaannya. c. Perkiraan pendanaan program pemanfaatan ruang disusun sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan Kondisi Posisi dalam Perspektif Pembangunan Daerah Salah satu misi pembangunan Jangka Panjang Kabupaten Banyuasin Tahun di bidang ekonomi adalah Mewujudkan Perekonomian Daerah Yang Maju Dan Mandiri adalah memperkuat perekonomian daerah berbasis keunggulan dan potensi masing-masing wilayah menuju daerah yang maju berdasarkan keunggulan lokal yang kompetitif dengan pembangunan sistem pengelolaan, produksi, distribusi dengan pelibatan masyarakat sekitar. Secara lebih spesifik dirumuskan Arah Pembangunan Daerah Kabupaten Banyuasin yaitu; a. Tersedianya infrastruktur dasar bagi masyarakat, pemantapan penyelenggaraan pemerintahan, serta mempertahankan swasembada pangan, yang ditunjukkan oleh kemandirian pangan dapat dipertahankan pada tingkat aman dan dalam kualitas gizi yang memadai serta tersedianya instrumen jaminan pangan untuk tingkat rumah tangga. Hal ini dapat dicapai bila basis sumber daya alam seperti air, flora dan fauna dapat dilestarikan, sumber daya hutan merupakan sumber daya basis untuk mencapai tujuan ini.

88 Bab II. Deskripsi Kawasan II-66 b. Terwujudnya tata pemerintahan yang baik dan bersih dengan meningkatkan kemampuan pemerintah daerah yang amanah, profesional dan berwibawa untuk pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan yang ditunjukan oleh: 1) Membaiknya pengelolaan dan pendayagunaan sumber daya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup yang dicerminkan oleh tetap terjaganya fungsi dan daya dukung dan kemampuan pemulihannya dalam mendukung kualitas kehidupan sosial dan ekonomi secara serasi, seimbang dan lestari. 2) Terpeliharanya kekayaaan keragaman jenis dan kekhasan sumber daya alam untuk mewujudkan nilai tambah dan daya saing daerah, serta modal pembangunan daerah. 3) Meningkatnya kesadaran, sikap mental, dan perilaku masyarakat dalam pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup untuk menjaga kenyamanan dan kualitas kehidupan. Terhadap pembangunan daerah, peranan KPHL Unit I Banyuasin cukup besar dalam mendukung tercapainya target pembangunan baik yang ditetapkan dalam Rencana Jangka Panjang (RJP) dan Rencana Jangka Menengah Daerah (RJMD) khususnya dalam pengentasan kemiskinan, pembukaan lapangan kerja dan pengurangan pengangguran, serta memberikan konstribusi terhadap pendapatan daerah. Keberadaan KPHL Model Banyuasin diharapkan dapat memberikan solusi pengelolaan kawasan hutan tingkat tapak di Kabupaten Banyuasin tentunya dengan dukungan dari semua pihak terkait. Bentuk dukungan yang diharapkan dapat berupa bentuk kerjasama dalam pengelolaan kawasan hutan dengan tetap memperhatikan kelembagaan masyarakat yang ada sebagai bukti keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan pada tingkat tapak. Dengan pengelolaan yang baik diharapkan dapat menjadi sumber pendapatan

89 Bab II. Deskripsi Kawasan II-67 darerah Kabupaten Banyuasin yang nantinya secara langsung dapat membantu peningkatan perekonomian masyarakat sekitar kawasan hutan dengan pengelolaan hutan yang lestari. Baik RPJP, RPJM, RTRW Kabupaten Banyuasin menyiratkan pentingnya pengelolaan hutan yang memperhatikan ketiga aspek pengelolaan secara lestari yaitu lestari produksi, lestari ekologis dan lestari sosial budaya. Semuanya berguna untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan berbasis sumberdaya alam, hal ini menuntut pengelolaan hutan yang produktif dan bijak Kondisi Posisi dalam Pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Api-Api (KEK TAA) merupakan kawasan yang dipersiapkan fokus untuk membangun dalam rangka peningkatan nilai tambah dari pemanfaatan sumberdaya alam yang ada di Sumatera Selatan yaitu kelapa sawit, karet dan batubara. Kawasan tersebut berada di dekat wilayah KPHL Banyuasin tepatnya di Kecamatan banyuasin II seluas ha. Legalitas dari kegiatan ini adalah Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2014 yang ditindak lanjuti dengan Keputusan Presiden No. 45 Tahun 2014 tentang Dewan Kawasan KEK Provinsi Sumatera Selatan. Pembangunan KEK TAA akan dibangun melalui 4 (empat) tahapan, yakni Tahap 1. Meliputi pembangunan Kantor Manajemen, Kantor Pemerintahan, Kantor Perijinan Satu Atap, Pos Keamanan, Unit Pemadam Kebakaran, Kantor Administrasi Keluar Masuk Barang, Pertokoan, Industri Kimia Dasar, Water Treatment Plant, Waste Water Treatment Plant, Ruang Terbuka Hijau; Tahap 2. Meliputi pembangunan Industri Kimia Dasar, Industri Keci-Usaha Kecil Menengah, Waste Water Treatment Plant, Power Plant, Ruang Terbuka Hijau;

90 Bab II. Deskripsi Kawasan II-68 Tahap 3. Meliputi pembangunan Kantor Manajemen, Kantor Pemerintahan, Industri Kimia Dasar, Ruang Terbuka Hijau dan Kolam Retensi dan; Tahap 4. Meliputi pembangunan Kantor Pemerintahan, Kantor Manajemen, Industri Kimia Dasar, Industri Kecil Menengah, Aneka Industri, dan Ruang Terbuka Hijau (Sumber: Proposal KEK, Bapeda Sumsel). Keberadaan KEK TAA terhadap KPHL Banyuasin, akan berdampak positif yaitu meningkatnya pasar konsumen sehubungan dengan rencana KHPL akan membangun sarana prasarana ekowisata bahari dan pembangunan rest area di pinggir jalan menuju pelabuhan pada kawasan hutan dengan memperhatikan fungsi ekologinya. Disamping itu akan mempengaruhi roda penggerak ekonomi masyarakat sehingga tekanan masyarakat akan kebutuhan lahan hutan teralihkan dengan profesi baru. Namun demikian akan berdampak negatif terhadap pencemaran dan kelesatrian hutan apa bila tidak dikelola dengan baik.

91 Bab II. Deskripsi Kawasan II-69 Gambar Lay Out Pembanguan KEK Tanjung Api-api dan Tanjung Carat (Sumber: Proposan pengembangan KEK, Bapeda Sumsel) 2.5. Informasi Pemanfaatan dan Penggunaan Hutan Pemanfaatan Hutan Pada kawasan hutan KPHL Unit I Banyuasin terdapat pemanfaatan hutan oleh PT. Ciptamas Bumi Subur (CBS) selaku pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) Hutan Tanaman Industri (HTI) melalui Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 70/Menhut-II/2005 tanggal 29 Maret 2005 pada kawasan Hutan Produksi Air Saleh dan Air Sugihan seluas ±7.550ha yang terletak di Kabupaten Banyuasin dan Kabupaten Ogan Komering Ilir Provinsi Sumatera Selatan. Dalam izin usaha hutan tanaman yang diusahakan oleh PT. CBS termasuk pada kelas perusahaan kayu serat, dengan mengusahakan tanaman pokok bakau dan karet.

92 Bab II. Deskripsi Kawasan II-70 Izin pemanfaatan lain yang ada di kawasan hutan KPHL Banyuasin adalah Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK). Penetapan KHDTK tersebut melalui Keputusan Menteri Kehutanan Nomor. 57/Menhut-II/2004 tanggal 18 Februari 2004, menetapkan kawasan hutan produksi Kemampo sebagai KHDTK seluas 250 ha dan menunjuk Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Tanaman Palembang (sekarang Balai Penelitian Kehutanan Palembang) sebagai pengelolanya. Semua pemanfaatan hutan yang ada dalam kawasan hutan KPHL Unit I Banyuasin dirangkum pada tabel berikut. Tabel Daftar pemanfaatan hutan melalui mekanisme perizinan di KPHL Banyuasin No Pemegang izin 1 PT. Ciptamas Bumi Subur 2 Balai Penelitian Kehutanan (BPK) Palembang Perizinan Jenis Izin Surat Keputusan IUPHHK- HTI KHDTK Sumber : BPKH Wilayah II Palembang Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 70/Menhut- II/2005 tanggal 29 Maret 2005 Keputusan Menteri Kehutanan Nomor. 57/Menhut- II/2004 tanggal 18 Februari 2004 Jenis Tanaman Bakau karet Sengon, akasia, tembesu, rotan, jabon,jati, rotan, gaharu,ulin dll dan Luas Sesuai Izin ha 250 ha

93 Bab II. Deskripsi Kawasan II-71 Pengembangan jenis tanaman sebagai uji coba/ penelitian yang sudah berjalan di KHDTK adalah sebagai berikut: Tabel Daftar species yang sudah dikembang di KHDTK No Jenis yang dikembangkan Tahun Luas Keterangan Tanam (ha) 1 Sengon (Paraserianthes falcataria) ,5 2 Acacia mangium ,0 3 Acacia mangium ,0 4 Tembesu (Fagrarea fragrans) ,0 5 Kayu putih (Melaleuca cajuputi) ,5 6 Jati (Tectona grandis) ,5 7 Pulai (Alstonia scholaris) ,0 8 Eucalyptus pellita ,5 9 Jelutung, Ramin, Meranti ,5 Dikembangkan dengan teknik Agrosyilvofishery 10 Gelam Dikembangkan dengan teknik Agrosyilvofishery 11 Pulai (Alstonia scholaris) ,0 12 Mahoni dan tembesu ,0 13 Mahoni (Swietenia macrophyilla) ,0 14 Meranti (Shorea leprosula) ,0 15 Hymenea courbaryl 16 Rotan (Calamus manan) ,5 17 Gaharu ,0 18 Tanaman unggulan dan tanaman ,0 Arboretum langka 19 Sungkai (Peronema canescecns) ,5 20 Kayu bawang (Dysoxylum ,0 mollissimum) 21 Jabon (Anthocepalus cadamba) ,5 22 Rotan Jernang ,5 23 Bambang lanang dan Kayu bawang ,5 24 Ulin , jenis tanaman 2011 Pengayaan arboretum (1ha) Jumlah 40,5 ha

94 Bab II. Deskripsi Kawasan II Penggunaan Hutan Dari seluruh kawasan hutan KPHL Unit I Banyuasin, tidak terdapat izin penggunaan kawasan hutan Isu Strategis Kendala dan Permasalahan Beberapa permasalahan yang muncul yang merupakan gangguan, tantangan dan kendala dalam pengelolaan hutan KPHL Banyuasin adalah. 1. Belum adanya penandaan batas yang jelas di lapangan. 2. Terdapatnya perbedaan luasan dan batas-batas kawasan hutan antara SK. 76/Kpts-II/2001 dengan SK. 822/Menhut-II/2013 dan SK. 866/ Menhut-II/ Belum ada peta kawasan hutan yang sudah ditetapkan. 4. Tingginya okupasi dan konflik penggunaan lahan hutan oleh masyarakat di dan sekitar kawasan secara pribadi maupun kelompok. 5. Tingginya klaim masyarakat atas kawasan hutan sebagai lahan garapan pribadi. 6. Masih banyak kawasan hutan yang belum diakui sebagian kawasan hutan oleh masyarakat 7. Masih rendahnya pemahaman multi pihak terhadap KPH. 8. Dalam wilayah kerja KPH, banyak terdapat tutupan bukan sebagai ekosistim hutan (tidak berhutan) 9. Belum lengkapnya data identifikasi dan inventarisasi potensi KPHL Banyuasin. 10. Kurangnya sumber daya manusia pada Unit Pengelola KPHL Banyuasin 11. Sarana dan prasarana pendukung belum memadai 12. Lemahnya perlindungan dan pengamanan terhadap hutan dan kawasan hutan

95 Bab II. Deskripsi Kawasan II Lemahnya penegakan hukum terhadap pelanggaran tindak pidana kehutanan 14. Kurangnya informasi teknologi tepat guna untuk mengolah hasil hutan bukan kayu. 15. Berkurangnya sumber daya flora dan fauna. 16. Meningkatnya jumlah penduduk yang memanfaatkan kawasan hutan. 17. Rendahnya kesadaran masyarakat dan pengusaha dalam pelestarian alam. 18. Tingginya kebutuhan lahan untuk kegiatan diluar Kehutanan 19. Banyaknya penduduk miskin di dalam dan disekitar hutan. 20. Terdapat ego sektoral /konflik kepentingan 21. Banyak pemukiman dan perkebunan permanen yang berada di dalam kawasan KPHL Banyuasin 22. Terbatasnya pendanaan untuk pembangunan sektor kehutanan Informasi lahan Lahan Kritis Secara umum lahan kritis yang berada di Kabupaten Banyuasin sebagaimana yang tercantum dalam RTKRHL DAS Wilayah Musi dapat diketahui bahwa kerusakan hutan dan lahan mencapai Ha. Kawasan yang harus segera direhabilitasi ini memiliki indek penutupan lahan 0,47% - 9,74% yang berarti masuk dalam kategori jelek (> 30%). Luasan tersebut tidak termasuk luasan yang berada dalam kondisi potensial kritis. Jumlah hutan dan lahan kritis di Kabupaten Banyuasin disajikan pada tabel berikut : Tabel Lahan Kritis Kabupaten Banyuasin No Kecamatan Lahan Kritis (Ha) 1 Air Salek Banyuasin I ,945 3 Air Kumbang

96 Bab II. Deskripsi Kawasan II-74 No Kecamatan Lahan Kritis (Ha) 4 Banyuasin II ,814 5 Banyuasin III ,017 6 Sumbawa 7 Betung ,325 8 Makarti Jaya 8.577,061 9 Muara Padang , Muara Sugihan 9251, , , Rambutan , Rantau Bayur , Talang Kelapa , Tanjung Lago , Tungkal Ilir ,843 Jumlah , Muara Telang Pulau Rimau Sumber Marga Telang Suak Tapeh Sumber : RTkRHL-DAS Wilayah BPDAS Musi, 2009 Gambar Areal lahan kritis di KPHL Unit I Banyuasin

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG NORMA, STANDAR, PROSEDUR DAN KRITERIA PENGELOLAAN HUTAN PADA KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG (KPHL) DAN KESATUAN PENGELOLAAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.46/Menhut-II/2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.46/Menhut-II/2013 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.46/Menhut-II/2013 TENTANG TATA CARA PENGESAHAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG DAN KESATUAN PENGELOLAAN

Lebih terperinci

tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Kehutanan Tahun , implementasi kebijakan prioritas pembangunan yang

tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Kehutanan Tahun , implementasi kebijakan prioritas pembangunan yang PENDAHULUAN BAB A. Latar Belakang Pemerintah telah menetapkan bahwa pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) menjadi salah satu prioritas nasional, hal tersebut tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA)

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA 9 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor P.46/Menhut-II/2013 TENTANG TATA CARA PENGESAHAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG DAN KESATUAN

Lebih terperinci

2016, No. -2- Kehutanan, diperlukan penyempurnaan Peraturan Menteri Kehutanan sebagaimana dimaksud dalam huruf b; d. bahwa berdasarkan pertimbangan se

2016, No. -2- Kehutanan, diperlukan penyempurnaan Peraturan Menteri Kehutanan sebagaimana dimaksud dalam huruf b; d. bahwa berdasarkan pertimbangan se BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 336, 2016 KEMEN-LHK. Pengelolaan Hutan. Rencana. Pengesahan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.64/MENLHK-SETJEN/2015

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 61 TAHUN 2010 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 61 TAHUN 2010 TENTANG SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 61 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI DAN TATA KERJA KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG DAN KESATUAN PENGELOLAAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DIREKTUR JENDERAL PENGENDALIAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN HUTAN LINDUNG,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DIREKTUR JENDERAL PENGENDALIAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN HUTAN LINDUNG, 1 PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PENGENDALIAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN HUTAN LINDUNG NOMOR P.7/PDASHL/SET/KUM.1/11/2016 TENTANG STANDAR OPERASIONALISASI KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BUPATI OGAN KOMERING ULU SELATAN

BUPATI OGAN KOMERING ULU SELATAN BUPATI OGAN KOMERING ULU SELATAN PROVINSI SUMATERA SELATAN PERATURAN BUPATI OGAN KOMERING ULU SELATAN NOMOR V TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS KESATUAN

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI DAN HUTAN LINDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

2 tentang Fasilitasi Biaya Operasional Kesatuan Pengelolaan Hutan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara

2 tentang Fasilitasi Biaya Operasional Kesatuan Pengelolaan Hutan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.811, 2015 KEMEN-LHK. Biaya Operasional. Kesatuan Pengelolaan Hutan. Fasilitasi. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.20/MenLHK-II/2015

Lebih terperinci

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala Geografi Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala TANAH Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO P E T I K A N PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUKOMUKO NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA KERJA KANTOR KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI (KPHP)

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI BATULANTEH KABUPATEN SUMBAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBAWA,

Lebih terperinci

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 25 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 25 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 25 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI MODEL KOTAWARINGIN

Lebih terperinci

(KPH) Peraturan terkait Kesatuan Pengelolaan Hutan

(KPH) Peraturan terkait Kesatuan Pengelolaan Hutan KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN DIREKTORAT WILAYAH PENGELOLAAN DAN PENYIAPAN AREAL PEMANFAATAN KAWASAN HUTAN Peraturan terkait Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) COOPERATION

Lebih terperinci

LEMBAR KERJA SISWA. No Jenis Tanah Jenis tanaman Pemanfaatannya

LEMBAR KERJA SISWA. No Jenis Tanah Jenis tanaman Pemanfaatannya LEMBAR KERJA SISWA KELOMPOK :. Nama Anggota / No. Abs 1. ALFINA ROSYIDA (01\8.6) 2.. 3. 4. 1. Diskusikan tabel berikut dengan anggota kelompok masing-masing! Petunjuk : a. Isilah kolom dibawah ini dengan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. NOMOR : P.20/MenLHK-II/2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. NOMOR : P.20/MenLHK-II/2015 TENTANG PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA 013 NOMOR : P.20/MenLHK-II/2015 TENTANG FASILITASI BIAYA OPERASIONAL KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.202,2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.6/Menhut-II/2012 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN (DEKONSENTRASI) BIDANG KEHUTANAN TAHUN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.17/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2/2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN NOMOR P.12/MENLHK-II/2015

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

BUPATI ALOR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BUPATI ALOR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR BUPATI ALOR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG MODEL ALOR PANTAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.42/Menhut-II/2010 TENTANG SISTEM PERENCANAAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.42/Menhut-II/2010 TENTANG SISTEM PERENCANAAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.42/Menhut-II/2010 TENTANG SISTEM PERENCANAAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.22, 2008 DEPARTEMEN KEHUTANAN. KAWASAN. Pelestarian.Suaka Alam. Pengelolaan. Pedoman.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.22, 2008 DEPARTEMEN KEHUTANAN. KAWASAN. Pelestarian.Suaka Alam. Pengelolaan. Pedoman. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.22, 2008 DEPARTEMEN KEHUTANAN. KAWASAN. Pelestarian.Suaka Alam. Pengelolaan. Pedoman. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.41 /Menhut-II/2008 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Desa Pesisir di Indonesia dihadapkan pada empat persoalan pokok, yakni: (1) tingginya tingkat kemiskinan masyarakat pesisir; pada tahun 2010 kemiskinan di desa-desa

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.14/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2/2017 TENTANG TATA CARA INVENTARISASI DAN PENETAPAN FUNGSI EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Kata Pengantar..

DAFTAR ISI. Kata Pengantar.. DAFTAR ISI Halaman Kata Pengantar.. Daftar Isi. Daftat Tabel. Daftar Gambar i-ii iii iv-vi vii-vii BAB I PENDAHULUAN 1 I.1. Latar Belakang. 1 I.2. Dasar Hukum...... 4 I.3. Tujuan..... 5 I.4. Manfaat......

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN DAN PENGELOLAAN KPH

PEMBANGUNAN DAN PENGELOLAAN KPH KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DITJEN PLANOLOGI KEHUTANAN DAN TATA LINGKUNGAN PEMBANGUNAN DAN PENGELOLAAN KPH (Memperkuat KPH dalam Pengelolaan Hutan Lestari untuk Pembangunan Nasional / daerah

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PEMANFAATAN HUTAN

OPTIMALISASI PEMANFAATAN HUTAN OPTIMALISASI PEMANFAATAN HUTAN Direktur Wilayah Pengelolaan dan Penyiapan Areal Pemanfaatan Kawasan Hutan Disampaikan pada Acara Gelar Teknologi Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan 12 Mei 2014

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung.

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. IV. GAMBARAN UMUM A. Kondisi Umum Kabupaten Lampung Tengah Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. Luas wilayah Kabupaten Lampung Tengah sebesar 13,57 % dari Total Luas

Lebih terperinci

2014, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik I

2014, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik I No.2023, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN LHK. Pelimpahan. Urusan. Pemerintahan. (Dekonsentrasi) Bidang Kehutanan. Tahun 2015 Kepada 34 Gubernur. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, Draft 19 April 2009 PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P. 9 /Menhut-II/2011. /Menhut-II/2009 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN (DEKONSENTRASI) BIDANG KEHUTANAN TAHUN 2011

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN BANYUASIN DI PROVINSI SUMATERA SELATAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN BANYUASIN DI PROVINSI SUMATERA SELATAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN BANYUASIN DI PROVINSI SUMATERA SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA MOR : P.25/Menhut-II/2013 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN (DEKONSENTRASI) BIDANG KEHUTANAN TAHUN 2013 KEPADA 33 GUBERNUR PEMERINTAH PROVINSI

Lebih terperinci

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG TAHUN

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG TAHUN UPT. KPHL BALI TENGAH RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG TAHUN 2014-2023 UPT. KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG (KPHL) BALI TENGAH MATRIKS RENCANA KEGIATAN UPT.KPH BALI TIMUR 2013-2022 Denpasar,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan lebih lanjut ketentuan Bab IV Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

PEMBENTUKAN WILAYAH KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN,

PEMBENTUKAN WILAYAH KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN, PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. 6/Menhut-II/2009 TENTANG PEMBENTUKAN WILAYAH KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PROVINSI SUMATERA SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI LAKITAN KABUPATEN MUSI RAWAS DENGAN

Lebih terperinci

IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 37 IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah Pengelolaan Kawasan Hutan Produksi Terusan Sialang Kawasan Hutan Produksi Terusan Sialang merupakan kawasan hutan produksi yang telah ditetapkan sejak tahun

Lebih terperinci

2011, No.68 2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Ind

2011, No.68 2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Ind No.68, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Dekonsentrasi. Bidang Kehutanan. 9PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P. 9/Menhut-II/2011. /Menhut-II/2009 TENTANG PELIMPAHAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN BANYUASIN DI PROVINSI SUMATERA SELATAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN BANYUASIN DI PROVINSI SUMATERA SELATAN 1 of 14 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN BANYUASIN DI PROVINSI SUMATERA SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAROS. NOMOR : 05 Tahun 2009 TENTANG KEHUTANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAROS. NOMOR : 05 Tahun 2009 TENTANG KEHUTANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAROS NOMOR : 05 Tahun 2009 TENTANG KEHUTANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAROS Menimbang : a. bahwa guna meningkatkan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.63/Menhut-II/2011

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.63/Menhut-II/2011 PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.63/Menhut-II/2011 TENTANG PEDOMAN PENANAMAN BAGI PEMEGANG IZIN PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN DALAM RANGKA REHABILITASI DAERAH ALIRAN SUNGAI Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA SELATAN, Menimbang : a. bahwa Daerah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Kepulauan Meranti secara geografis terletak pada koordinat antara sekitar 0 42'30" - 1 28'0" LU dan 102 12'0" - 103 10'0" BT, dan terletak

Lebih terperinci

BAB 2 Perencanaan Kinerja

BAB 2 Perencanaan Kinerja BAB 2 Perencanaan Kinerja 2.1 Rencana Strategis Tahun 2013-2018 Rencana Stategis Dinas Kean Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013-2018 mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No. 5794. KEHUTANAN. Hutan. Kawasan. Tata Cara. Pencabutan (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 326). PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, 9PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.99/MENLHK/SETJEN/SET.1/12/2016 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN TAHUN 2017

Lebih terperinci

TENTANG HUTAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN,

TENTANG HUTAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN, PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 49/Menhut-II/2008 TENTANG HUTAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN, Menimbang: a. bahwa dalam rangka pemberdayaan masyarakat di dalam dan sekitar

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 022 TAHUN 2017 TENTANG TUGAS, POKOK, FUNGSI, DAN URAIAN TUGAS DINAS KEHUTANAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 022 TAHUN 2017 TENTANG TUGAS, POKOK, FUNGSI, DAN URAIAN TUGAS DINAS KEHUTANAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 022 TAHUN 2017 TENTANG TUGAS, POKOK, FUNGSI, DAN URAIAN TUGAS DINAS KEHUTANAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA 5 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.36/MENHUT-II/2013 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA

Lebih terperinci

2017, No Pengolahan Air Limbah Usaha Skala Kecil Bidang Sanitasi dan Perlindungan Daerah Hulu Sumber Air Irigasi Bidang Irigasi; Mengingat : 1.

2017, No Pengolahan Air Limbah Usaha Skala Kecil Bidang Sanitasi dan Perlindungan Daerah Hulu Sumber Air Irigasi Bidang Irigasi; Mengingat : 1. No.247, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-LHK. Penggunaan DAK. Pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah Usaha Skala Kecil Bidang Sanitasi dan Perlindungan Daerah Hulu Sumber Air Irigasi bidang

Lebih terperinci

KONDISI UMUM PERUSAHAAN

KONDISI UMUM PERUSAHAAN KONDISI UMUM PERUSAHAAN Sejarah Kebun PT. National Sago Prima dahulu merupakan salah satu bagian dari kelompok usaha Siak Raya Group dengan nama PT. National Timber and Forest Product yang didirikan pada

Lebih terperinci

KAJIAN UMUM WILAYAH Wilayah Administrasi, Letak Geografis dan Aksesbilitas

KAJIAN UMUM WILAYAH Wilayah Administrasi, Letak Geografis dan Aksesbilitas KAJIAN UMUM WILAYAH Pengembangan Kota Terpadu Mandiri (KTM) di Kawasan Transmigrasi dirancang dengan kegiatan utamanya pertanian termasuk pengelolaan sumberdaya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai

Lebih terperinci

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN HUTAN LINDUNG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PENGENDALIAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN HUTAN LINDUNG NOMOR

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 38 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KESATUAN PENGELOLAAN

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 38 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KESATUAN PENGELOLAAN PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 38 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG KABUPATEN LUWU TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1127, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Reklamasi Hutan. Areal Bencana. Pedoman. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.48/Menhut-II/2013 TENTANG PEDOMAN REKLAMASI

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. Dekonsentrasi. Pemerintah. Provinsi.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. Dekonsentrasi. Pemerintah. Provinsi. 13, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. Dekonsentrasi. Pemerintah. Provinsi. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.5/Menhut-II/2009 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 4. Dinamika Lithosferlatihan soal 4.6

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 4. Dinamika Lithosferlatihan soal 4.6 SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 4. Dinamika Lithosferlatihan soal 4.6 1. Komponen tanah yang baik yang dibutuhkan tanaman adalah.... bahan mineral, air, dan udara bahan mineral dan bahan organik

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P. 36/Menhut-II/2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P. 36/Menhut-II/2010 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P. 36/Menhut-II/2010 TENTANG TIM TERPADU DALAM RANGKA PENELITIAN PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb. KATA PENGANTAR Assalamu alaikum wr.wb. Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas karunia-nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan buku Penghitungan Deforestasi Indonesia Periode Tahun 2009-2011

Lebih terperinci

2011, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik I

2011, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik I BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.407, 2011 KEMENTERIAN KEHUTANAN. IUPHHK. Hutan Tanaman Rakyat. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.55/Menhut-II/2011 TENTANG TATA CARA PERMOHONAN

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi 69 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak dan Luas Daerah Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi Lampung yang letak daerahnya hampir dekat dengan daerah sumatra selatan.

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Wilayah Administrasi Kota Bandung merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak pada 6 o 49 58 hingga 6 o 58 38 Lintang Selatan dan 107 o 32 32 hingga

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 7/2004, SUMBER DAYA AIR *14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

geografi Kelas X PEDOSFER II KTSP & K-13 Super "Solusi Quipper" F. JENIS TANAH DI INDONESIA

geografi Kelas X PEDOSFER II KTSP & K-13 Super Solusi Quipper F. JENIS TANAH DI INDONESIA KTSP & K-13 Kelas X geografi PEDOSFER II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini kamu diharapkan memiliki kemampuan untuk memahami jenis tanah dan sifat fisik tanah di Indonesia. F. JENIS TANAH

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA KEMITRAAN PEMANFAATAN HUTAN DI WILAYAH TERTENTU PADA KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG DAN KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI DI

Lebih terperinci

BAB II PERENCANAAN STRATEGIS

BAB II PERENCANAAN STRATEGIS BAB II PERENCANAAN STRATEGIS 2.1 Rencana Strategis Tahun 2013-2018 Rencana Stategis Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013-2018 mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)

Lebih terperinci

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 19 3.1 Luas dan Lokasi BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Kabupaten Humbang Hasundutan mempunyai luas wilayah seluas 2.335,33 km 2 (atau 233.533 ha). Terletak pada 2 o l'-2 o 28' Lintang Utara dan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM KABUPATEN BANYUASIN

GAMBARAN UMUM KABUPATEN BANYUASIN GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN POTENSI KABUPATEN BANYUASIN BANYUASIN GAMBARAN UMUM KABUPATEN BANYUASIN Kec. Tungkal Ilir Kec. Betung Kec. Suak Tapeh Kec. Pulau Rimau Kec. Tanjung Lago Kec. Kec. Banhyuasin Sembawa

Lebih terperinci

2012, No.62 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang K

2012, No.62 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang K LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.62, 2012 LINGKUNGAN HIDUP. Pengelolaan. Daerah Aliran Sungai. Pelaksanaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5292) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.48/Menhut-II/2013 TENTANG PEDOMAN REKLAMASI HUTAN PADA AREAL BENCANA ALAM

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.48/Menhut-II/2013 TENTANG PEDOMAN REKLAMASI HUTAN PADA AREAL BENCANA ALAM MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.48/Menhut-II/2013 TENTANG PEDOMAN REKLAMASI HUTAN PADA AREAL BENCANA ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

Gambar 9. Peta Batas Administrasi

Gambar 9. Peta Batas Administrasi IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Letak Geografis Wilayah Kabupaten Garut terletak di Provinsi Jawa Barat bagian Selatan pada koordinat 6 56'49'' - 7 45'00'' Lintang Selatan dan 107 25'8'' - 108 7'30'' Bujur

Lebih terperinci

2016, No Kepada 34 Gubernur Pemerintah Provinsi Selaku Wakil Pemerintah; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Su

2016, No Kepada 34 Gubernur Pemerintah Provinsi Selaku Wakil Pemerintah; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Su BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 134, 2016 KEMENLH-KEHUTANAN. Dekonsentrasi. 34 Gubernur. Pelimpahan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65/MenLHK-Setjen/20152015

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.9/Menhut-II/2011P. /Menhut-II/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.9/Menhut-II/2011P. /Menhut-II/2009 TENTANG Draft 10 vember 2008 Draft 19 April 2009 PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.9/Menhut-II/2011P. /Menhut-II/2009 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN (DEKONSENTRASI) BIDANG

Lebih terperinci

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.180, 2013 SDA. Rawa. Pengelolaan. Pengawasan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5460) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.31/MENHUT-II/2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR P.55/MENHUT- II/2011 TENTANG TATA CARA PERMOHONAN IZIN USAHA PEMANFAATAN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.326, 2015 KEHUTANAN. Hutan. Kawasan. Tata Cara. Pencabutan (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5794). PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN - 1 - PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2012 TENTANG STRATEGI NASIONAL PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2012 TENTANG STRATEGI NASIONAL PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2012 TENTANG STRATEGI NASIONAL PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ekosistem

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Seluruh kawasan hutan yaitu hutan konservasi, hutan lindung dan hutan produksi

TINJAUAN PUSTAKA. Seluruh kawasan hutan yaitu hutan konservasi, hutan lindung dan hutan produksi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) 1. Pembentukan Wilayah KPH Seluruh kawasan hutan yaitu hutan konservasi, hutan lindung dan hutan produksi harus dilaksanakan proses pembentukan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. 28/Menhut-II/2006

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. 28/Menhut-II/2006 MENTERI KEHUTANAN REPUIBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. 28/Menhut-II/2006 TENTANG SISTEM PERENCANAAN KEHUTANAN MENTERI KEHUTANAN Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan pasal 43 ayat

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P.36/MENHUT-II/2013 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P.36/MENHUT-II/2013 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P.36/MENHUT-II/2013 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.47/MENHUT-II/2013

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.47/MENHUT-II/2013 PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.47/MENHUT-II/2013 TENTANG PEDOMAN, KRITERIA DAN STANDAR PEMANFAATAN HUTAN DI WILAYAH TERTENTU PADA KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG DAN KESATUAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan

Lebih terperinci

Keputusan Menteri Kehutanan No. 31 Tahun 2001 Tentang : Penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan

Keputusan Menteri Kehutanan No. 31 Tahun 2001 Tentang : Penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan Keputusan Menteri Kehutanan No. 31 Tahun 2001 Tentang : Penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan Menimbang : a. bahwa dengan Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 677/Kpts-II/1998 jo Keputusan Menteri

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 TENTANG PERHUTANAN SOSIAL

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 TENTANG PERHUTANAN SOSIAL PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 TENTANG PERHUTANAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2012 TENTANG STRATEGI NASIONAL PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2012 TENTANG STRATEGI NASIONAL PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2012 TENTANG STRATEGI NASIONAL PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ekosistem

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hutan bagi masyarakat bukanlah hal yang baru, terutama bagi masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Hutan bagi masyarakat bukanlah hal yang baru, terutama bagi masyarakat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan bagi masyarakat bukanlah hal yang baru, terutama bagi masyarakat yang masih memiliki nilai-nilai dan kultur tradisional. Sejak jaman dahulu, mereka tidak hanya

Lebih terperinci