SIDANG IMO. Review Materi PPR 3. Sub-Committee on Pollution Prevention and Response (PPR) Sesi ke Februari 2015

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SIDANG IMO. Review Materi PPR 3. Sub-Committee on Pollution Prevention and Response (PPR) Sesi ke Februari 2015"

Transkripsi

1 SIDANG IMO Sub-Committee on Pollution Prevention and Response (PPR) Sesi ke Februari 2015 Review Materi PPR 3

2 Halaman ini sengaja dikosongkan 2

3 Meeting Agenda 1. Adoption of the agenda 2. Decisions of other IMO bodies 3. Safety and pollution hazards of chemicals and preparation of consequential amendments to the IBC Code 4. Review of MARPOL Annex II requirements that have an impact on cargo residues and tank washings of high viscosity and persistent floating products 5. Code for the transport and handling of limited amounts of hazardous and noxious liquid substances in bulk on offshore support vessels 6. Revised guidance on ballast water sampling and analysis 7. Production of a manual entitled "Ballast Water Management How to do it" 8. Consideration of the impact on the Arctic of emissions of Black Carbon from international shipping 9. Development of standards for shipboard gasification waste to energy systems and associated amendments to regulation 16 of MARPOL Annex VI 10. Amendments to bunker delivery note to permit the supply of fuel oil not in compliance with regulation 14 of MARPOL Annex VI 11. Guidelines for onboard sampling and verification of the sulphur content of the fuel oil used on board ships 12. Guidelines for the discharge of exhaust gas recirculation bleed-off water 13. Improved and new technologies approved for ballast water management systems and reduction of atmospheric pollution 14. Revised section II of the Manual on oil pollution contingency planning 15. Guide on oil spill response in ice and snow conditions 16. Updated IMO Dispersant Guidelines (Part IV) 17. Updated OPRC Model training courses 18. Unified interpretation to provisions of IMO environment-related Conventions 19. Biennial agenda and provisional agenda for PPR 4 3

4 4 20. Election of Chairman and Vice-Chairman for Any other business 22. Report to the Marine Environment Protection Committee

5 Halaman ini sengaja dikosongkan 5

6 6 No. No. Urut Agenda & Pembahasan Disertai Negara / Institusi yang Mengusulkan Keterangan / Historis 1. AGENDA ITEM 3 - SAFETY AND POLLUTION HAZARDS OF CHEMICALS AND PREPARATION OF CONSEQUENTIAL AMENDMENTS TO THE IBC CODE PPR 3/INF.3 PPR 3/INF.3/Corr.1 Preliminary draft chapters 17 and 18 of the IBC Code Norway 2. AGENDA ITEM 3 - SAFETY AND POLLUTION HAZARDS OF CHEMICALS AND PREPARATION OF CONSEQUENTIAL AMENDMENTS TO THE IBC CODE PPR 3/3 Records of deviations from the written criteria set out in chapter 21 of the IBC Code Norway Dokumen ini berisi draf persyaratan baru yang memungkinkan unuk pengangkutan produk yang tercantum pada Chapter 17 dan 18 pada IBC Code berdasarkan penerapan dari draf Chapter 21. Dari hasil ESPH 21 (Working on the Evaluation of the Safety and Pollution Hazards of Chemicals), dicatat bahwa pada penerapan draf Chapter 21 akan menyebabkan penambahan jumlah produk yang dianggap beracun dan harus memenuhi persyaratan pada Chapter 15 (special requirements). Untuk dapat membandingkan persyaratan baru dan lama, maka pada lampiran dari dokumen ini ditambahkan kolom o* untuk persyaratan baru. Dokumen ini berisi usulan untuk mencatat justifikasi setiap deviasi terhadap kriteria tertulis pada revisi Chapter 21 dari IBC Code berdasarkan revisi dari Chapter 17 dan 18. Memperhatikan bahwa dari hasil diskusi ESPH berdasarkan GESAMP Hazard Profiles, dimana masih ada beberapa produk berbahaya yang belum teridentifikasi dalam kritera tertulis pada revisi Chapter 21. Seperti yang tercantum pada IBC Code paragraf : where human experience or other factors indicate a need for alternative arrangements, these shall always be taken into account. Where deviations from the criteria have been recognized, they shall be properly recorded with justifications". Oleh karena itu, Co-sponsor melampirkan daftar produk berbahaya yang layak untuk mendapatkan deviasi terhadap persyaratan pengangkutan yang tercantum pada IBC Code. Sebagai contoh: Ammonium nitrate solution (93% or less) Pada revisi Chapter 21, produk ini masuk ke dalam kapal Type 3 dengan tangk1 2G (integral tank). Akan tetapi produk ini diangkut sebagai cairan panas yang dapat menyebabkan kebakaran dan residu yang dihasilkan dari produk ini bersifat eksplosif oleh karena itu layak dimasukkan pada kategori kapal Type 2 dengan tangki 1G (independent tank).

7 3. AGENDA ITEM 3 - SAFETY AND POLLUTION HAZARDS OF CHEMICALS AND PREPARATION OF CONSEQUENTIAL AMENDMENTS TO THE IBC CODE PPR 3/3/1 Analysis of impacts on carriage requirements based on application of the revised draft chapter 21 of the IBC Code Secretariat Dokumen ini berisi gambaran statistik singkat terhadap dampak dari persyaratan pengangkutan produk yang teridentifikasi dalam IBC Code berdasarkan penerapan dari draf baru Chapter 21 dari Koda tersebut, yang saat ini sedang direvisi. Gambaran statistik menyajikan jumlah produk dan persentasi kenaikannya dan penurunannya dalam pemenuhan aturan baru pada Chapter 21. Dari gambaran yang diberikan tersebut, negara Anggota, pengguna jasa perkapalan dan manufaktur dapat mengetahui implikasi dari penerapan amandemen dari Chapter 21 tersebut. 4. AGENDA ITEM 3 - SAFETY AND POLLUTION HAZARDS OF CHEMICALS AND PREPARATION OF CONSEQUENTIAL AMENDMENTS TO THE IBC CODE PPR 3/3/2 Report of the twenty-first session of the Working Group on the Evaluation of safety and pollution hazards of chemicals Dokumen ini berisi laporan hasil sesi ke-21 Working Group on the Evaluation of the Safety and Pollution Hazards of Chemicals (ESPH 21) yang diadakan pada Oktober Salah satu hasil dari sesi tersebut adalah penentuan timelime penyelesaian amanademen terkait IBC sebagai berikut: Chapter 21 Chapter 17 dan 18 7

8 8 Dengan tanggal pemberlakuan yang sama untuk kedua amandemen tersebut yaitu 1 Juli Selain hasil di atas, ESPH 21 juga telah menyusun draf MSC-MEPC Circular terkait contoh Protection Certificate untuk produk yang membutuhkan oxygen-dependent inhibitor, seperti yang disyaratkan oleh IBC Code Chapter 15. Sebagai tambahan, beberapa produk baru dan cleaning addictive telah dievaluasi. 5. AGENDA ITEM 3 - SAFETY AND POLLUTION HAZARDS OF CHEMICALS AND PREPARATION OF CONSEQUENTIAL AMENDMENTS TO THE IBC CODE PPR 3/3/3 Revision of IBC Code Identification of sensitizers Norway Dokumen ini berisi pertimbangan untuk mengamandemen Chaper 21 terkait definisi dari respiratory sensitizer dan skin sensitizer sebagai berikut: Respiratory sensitization A product is classified as a respiratory sensitizer:.1 if there is evidence in humans that the substance can induce specific respiratory hypersensitivity; and/or.2 where there are positive results from an appropriate animal test; and/or.3 where the product does not have a GESAMP Hazard Profile and is identified as a skin sensitizer (D3 = Ss) and there is no evidence to show that it is not a respiratory sensitizer Such effects are may be identified in the GESAMP Hazard Profile for of the product (D3 = Sr) or other recognized sources of such information., if no profile exists. A product that is identified as a skin sensitizer from the GESAMP Hazard Profile (D3=Ss) is not regarded as a respiratory sensitizer. ESPH 21 menyusun draf amandemen tersebut berdasarkan hasil GESAMP/EHS 52. Dari hasil tersebut didapatkan adanya sub-kategori dari sensitizer, yaitu skin sensitizers (Ss), respiratory sensitizers (Sr) atau keduanya (SrSs). Sehubungan dengan hal tersebut, ESPH beranggapan bahwa penting untuk membedakan antara produk Ss dan Sr pada list produk pada Chapter 17 untuk mempermudah dalam menetapkan persyaratan pengangkutannya. Oleh karena itu ESPH 21 sudah mengidentifikasi produk pada Chapter 17 yang termasuk Ss atau Sr, dan membuat tabel

9 seperti contoh di bawah ini: Keterangan: warna putih = Sr dan warna biru = Ss. 6. AGENDA ITEM 3 - SAFETY AND POLLUTION HAZARDS OF CHEMICALS AND PREPARATION OF CONSEQUENTIAL AMENDMENTS TO THE IBC CODE PPR 3/3/4 Revised draft chapter 21 of the IBC Code Secretariat 7. AGENDA ITEM 3 - SAFETY AND POLLUTION HAZARDS OF CHEMICALS AND PREPARATION OF CONSEQUENTIAL AMENDMENTS TO THE IBC CODE PPR 3/3/5 Guidance/procedures for the assessing of products classified under Annex I or under Annex II of MARPOL Denmark, Finland, Sweden and the United Dokumen ini berisi draf revisi Chapter 21 berdasarkan hasil review ESPH 21 terhadap IBC Code. ESPH 21 menggabungkan draf revisi Chapter 21 yang telah disetujui oleh PPR 2 dengan memasukkan usulan pada dokumen PPR 3/3/3. Dokumen ini berisi bahan diskusi untuk pengembangan guidance/prosedur untuk melakukan asesmen terhadap produk dalam Annex II yang juga diperhitungkan sebagai produk dari Annex I dan untuk memastikan bahwa kapal pengangkut produk tersebut telah memenuhi aturan dari Annex yang sesuai. Pada Annex I regulasi 1.1, Oil didefinisikan sebagai berikut: Oil means petroleum in any form including crude oil, fuel oil, sludge, oil refuse and refined products (other than those petrochemicals which are subject to the provisions of Annex II of the present Convention) and, without limiting the generality of the foregoing, includes the substances listed in appendix I to this Annex. Kata Petrochemical dapat disalahartikan sebagai produk yang sama namun berasal dari 9

10 10 Kingdom sumber yang berbeda misalnya batu bara dan biomassa. Selain itu produk biofuel generasi kedua memiliki karakteristik yang sama dengan produk yang berasal dari crude oil. Dari definisi tersebut, ditemukan kendala pada saat melakukan asesmen produk berbahan dasar petroleum yang masuk ke dalam Annex I atau Annex II karena belum adanya guidance untuk menentukan produk campuran tersebut ke dalam Annex I maupun Annex II. Beberapa produk campuran kompleks petrochemical telah dikaji sesuai dengan Revised guidelines for the provisional assessment of liquid substances transported in bulk (MEPC.1/Circ.512), dan telah dimasukkan pada daftar produkdalam Annex II. Oleh karena itu, produk diatas yang termasuk didalam MARPOL Annex II tidak perlu memenuhi persyaratan discharge pada Annex I, sehingga menimbulkan permasalah pada penerapan aturan pada Special Area yang tercantum pada Annex I namun tidak diatur pada Annex II, sehingga discharge pada Special Area tersebut dimungkinkan terjadi. Dari hasil awal diskusi yang dicatat oleh Co-sponsor, diusulkan kondisi yang dapat dipertimbangkan untuk menilai apakah suatu produk campuran itu merupakan Oil seperti yang didefinisikan pada Annex I, sebagai berikut: 1) Produk tersebut adalah campuran petrochemical complex yang tidak diproduksi dari sintesis kimia. 2) Komposisi produk dapat dinyatakan dalam bentuk senyawa kimia individu dari golongan hidrokarbon termasuk alkana dengan rantai lurus atau bercabang, sikloalkana, dan aromatik (contohnya naphthalene), dll. 3) produk diperoleh dengan penyulingan (pemurnian dari zat pengotor) atau distilasi dari minyak mentah atau produk turunannya; 4) Komposisi dari produk diketahui oleh manufaktur dan dapat diperiksa dengan menggunakan metode analisa kimia biasa, akan tetapi bervariasi dari satu batch ke batch yang lain tergantung asal crude oildan gabungan dari beberapa tipe struktur kimia yang berbeda. 8. AGENDA ITEM 3 - SAFETY AND POLLUTION HAZARDS OF CHEMICALS AND PREPARATION OF CONSEQUENTIAL AMENDMENTS TO THE IBC CODE PPR 3/3/6 Dokumen ini berisi tanggapan terhadap dokumen PPR 3/3/1 dan konsekuensi terhadap penerapan dari usulan amandemen Chapter 21. Co-Sponsor mencatat bahwa berdasarkan analisa pada dokumen PPR 3/3/1, persyaratan pengangkutan untuk beberapa produk menjadi lebih ketat, dan semakin banyak produk yang dianggap memiliki uap beracun (T atau TF pada kolom k di Chapter 17) yang juga menimbulkan adanya persyaratan tambahan yang dipenuhi oleh kapal yang membawa

11 Analysis of impacts to carriage requirements based on application of the new draft chapter 21 of the IBC Code IPTA, ICS and INTERTANKO produk tersebut. Regulasi 13.2 mempersyaratkan alat pendeteksi uap yang mampu menguji konsentrasi racun, atau jika tidak tersedia maka pemerintah dapat memberikan exemption dan memberlakukan persyaratan terkait suplai udara untuk pernafasan. Mengacu dari regulasi diatas, Co-sponsor merasa akan banyak permasalah yang akan muncul dalam penerapan amademen Chapter 21 yang baru baik dari sisi pemilik kapal maupun dari beban administratif. Oleh karena itu Co-sponsor menyarankan agar Sub-Komite memberikan pertimbangan lebih lanjut mengenai masala deteksi uap, termasuk bagaimana memperjelas komponen mana yang harus diperiksa dan bagaimana menangani produk yang menghasilkan uap tekanan rendah. Hal ini agar tidak ada misinterpretasi dari sisi operasional kapal. Selanjutnya, Co-sponsor mengusulkan untuk mengamandemen regulasi dan untuk mengklarifikasi alat pendeteksi yang dibutuhkan. Sebagai tambahan, Co-Sponsor mengusulkan peninjauan kembali persyaratan (special requirements) dan memperhatikan hubungan penerapan regulasi tersebut dengan regulasi (bow and stern loading & unloading) dan (cooling or heating system), dimana penerapan dari ketiga regulasi tersebut di atas dapat mengakibat adanya pengurangan kapasitas produk yang dapat dibawa oleh kapal dan permasalahan dari sisi operasional. Menindaklanjuti masalah-masalah di atas, Co-sponsor mengusulkan agar Sub-Komite memberikan pertimbangannya terkait penentuan kriteria pengangkutan pada Chapter AGENDA ITEM 7 PRODUCTION OF A MANUAL ENTITLED BALLAST WATER MANAGEMENT HOW TO DO IT PPR 3/7 Second draft of the manual entitled : Ballast Water Management How to do it IMarEST Sejak PPR2,IMarEST telah melanjutkan pekerjaan dalam penelaahan dan pemutakhiran manual yang berjudul Ballast Water Management How to do it. Submisi ini berisikan versi yang telah direvisi dari dokumen tersebut, yang mengikutsertakan perkembangan terbaru dari badan badan IMO hingga MEPC 68. Masih terdapat beberapa diskusi yang masih berlangsung terkait topik ballast water management, baik pada MEPC dan Sub Komite PPR, sehingga diputuskan, melalui konsultasi dengan IMO Sekretariat, untuk tetap menjaga beberapa bagian dari manual tetap menjadi abeyance, dan akan difinalisasi di masa akan dating menunggu hasil diskusi.hal ini berlaku untuk bagian bagian sebagai berikut : Bab 8.3 dan 8.4 yang berkaitan dengan exceptions and exemptions (regulations A-3 dan 11

12 12 A-4), sehubungan dengan diskusi yang masi berlangsung Bab 9.1 berkaitan dengan BWM bagi kappa (regulasi B-3), sehubungan dengan amandemen yang masih harus menunggu (pending) dari regulasi ini; dan Bab 14, berkaitan dengan Guidelines for approval of ballast water management systems (G8), sehubungan dengan review yang masih berkelanjutan Bagian tersebut diberi tanda kotak, untuk mengindikasikan bahwa teks tersebut belum final. Menunggu keputusan sub komite terkait keberlanjutan pekerjaan ini, selanjutnya teks dapat dikembangkan melalui konsultasi dengan Sekretariat dan ketika isu tersebut telah disepakati dan terselesaikan. Sub Komite diminta untuk mempertimbangkan revisi yang telah dilakukan beserta draft terkini dari manual tersebut serta menentukan langkah langkah demi keberlangsungan aktivitas ini. 10. AGENDA ITEM 8 CONSIDERATION OF THE IMPACT ON THE ARCTIC OF EMISSIONS OF BLACK CARBON FROM INTERNATIONAL SHIPPING PPR 3/8 Proposal for a measurement protocol for voluntary Black Carbon measurement studies Germany and EUROMOT PPR 3/8/2 Comments on document PPR 3/8 Canada PPR 3/INF.6 Evaluation of Black Carbon measuremenr methods on a laboratory bench-tested marine diesel engine: a MEPC 68 setuju terhadap kebutuhan adanya protocol pada setiap studi pengukuran yang dilakukan secara sukarela untuk mengumpulkan data emisi Black Carbon kapal. Dalam lampiran dokumen ini co-sponsor menyajikan usulan measurement protocol untuk studi pengukuran black carbon secara sukarela dengan mengacu pada 4 metode yang sedang dibahas. Co-sponsor mengusulkan isi dalam measurement protocol mencakup hal-hal berikut: - Engine design parameters, maintenance status and running-in. - Fuel in use during measurement - Lube oil propertis and composition during measurement - Information on the measurement equipment - Record of determination methods for engine loads, exhaust gas flow and water content, fuel mass flow, etc - Record of measured values required for Black Carbon determination at actual load points and actual ambient conditions. Sub Committee diminta untuk mempertimbangkan usulan agar dapat memasukan draft measurement protocol yang terlampir dalam annex sebagai voluntary Black Carbon measurement studies dan agar menyetujui measurement protocol tersebut sebagai protocol yang akan digunakan untuk mengukur dan melaporkan emisi Black Carbon selanjutnya. Dokumen PPR 3/8/2

13 research plan Canada PPR 3/INF.7 Marine Black Carbon emissions: testing protocols and reporting, instrumentation and emission factors-summary of n internasonal technical workshop Canada and the Netherlands Komentar Canada Sebagai bagian dari University of California Riverside yang memimpin penelitian konsorsium black carbon (data penelitian UCR ada di PPR 3/INF.6), Canada menganggap dokumen yang disampaikan oleh Germany dan EUROMOT lebih cocok diidentifikasikan sebagai reporting protocol daripada measurement protocol Usulan untuk relevant protocol terminology yang disampaikan Canada agar dapat menjadi bahan pertimbangan komite adalah Maksud dari Reporting protocol adalah untuk memberikan template metode pengukuran netral yang parameter dan prosedur pengambilan sample dan measurement exercises dapat direkam. Parameter rinci dan prosedur untuk reporting protocol adalah - Engine design parameter and maintenance status - Fuels and lubrication oils in use during testing - Sampling configuratrion - Sample pretreatment/conditioning details - Measurement instrument, etc 11. AGENDA ITEM 8 CONSIDERATION OF THE IMPACT ON THE ARCTIC OF EMISSIONS OF BLACK CARBON FROM INTERNATIONAL SHIPPING PPR 3/8/1 Issues to be further investigated for measurement studies of Black Carbon Japan PPR 3/INF.5 Result of measurement of Black Carbon Japan Dokumen menyajikan kebutuhan untuk penyelidikan atau penelitian lebih lanjut dalam mengklarifikasi metode pengukuran Black Carbon dan menampilkan laporan dari hasil penelitian yang dilakukan oleh jepang. MEPC 68 telah menyetujui definisi Black Carbon dan juga setuju pada keperluan melakukan voluntary measurement studies dalam hal mengumpulkan data. Jepang menginvestigasi metode pengukuran dalam dok MEPC 67/INF.31 yaitu metode Filter Smoke Meter (FSN), Multi Angle Absorption Photometry (MAAP), dan Laser Induced Incandescence (LII) yang menunjukan hubungan antara metode pengukuran dan physical properties dan menunjukan bahwa Black Carbon yang terdefinisi oleh Bond et al. tidak dapat secara langsung diukur melalui metode pengukuran tersebut. (table 1). Jepang melakukan pengukuran Black Carbon di exhaust gases, di labaratorium dan di atas kapal dari 4 engine yang berbeda kandungan bahan bakarnya dengan menggunakan 5 metode pengukuran yaitu FSN, MAAP, PAS, LSM dan TOA. Hasil pengukuran menunjukan: - Konsentrasi fluktuasi tergantung pada berbagai kondisi antara lain kondisi dilusi, konposisi bahan bakar, tipe marine diesel engine (2 atau 4 stroke), rating engine, suhu 13

14 14 dari sampling point. - Konsentrasi yang didapatkan dari PAS, FSN dan MAAP berkaitan, walaupun terjadi inkonsistensi. (gbr 1 dan 2) - Semua metode pengukuran tersebut tidak dapat mengukur equivalent black carbon concentration yang sama dalam kondisi yang sama. Yang diperlukan adalah untuk mengukur nilai actual Black Carbon bukan nilai equivalent Black Carbon. Namun lima metode pengukuran diatas hanya dapat mengukur equivalent Black Carbon. Oleh sebab itu, pertimbangan lebih lanjut mungkin diperlukan sebagai metode yang tepat untuk mengukur Black Carbon sesuai dengan definisi dari Bond et al. Diasumsikan bahwa ada beberapa solusi untuk mengembangkan metode estimasi untuk mengkonvert konsentrasi equivalent black carbon menjadi konsentrasi Black Carbon. Dalam hal ini, jepang mempertimbangkan bahwa penelitian lebih lanjut untuk mengevaluasi definisi Black Carbon perlu dilakukan. Data hasil pengukuran Black Carbon yang dilakukan oleh Jepang dapat dilihat dalam dokumen PPR 3/INF AGENDA ITEM 10 - AMENDMENTS TO BUNKER DELIVERY NOTE TO PERMIT THE SUPPLY OF FUEL OIL NOT IN COMPLIANCE WITH REGULATION 14 OF MARPOL ANNEX VI PPR 3/10 Amendment to the last paragraph of appendix V of MARPOL Annex VI (Information to be included in the bunker delivery note (regulation 18.5) Co-sponsor Dokumen ini berisi usulan perubahan pada appendix V MARPOL Annex VI mengenai informasi yang harus dimasukan pada BDN (Bunker Delvery Note) yang berkaitan dengan kandungan sulfur pada bahan bakar kapal. Regulasi 4 pada MARPOL Annex VI memungkinkan equivalent tetapi dalam deklarasi yang ditandatangani oleh supplier hanya memberikan pencegahan dengan pembatasan kandungan sulfur pada bahan bakar sehingga hanya bahan bakar yang memenuhi regulasi 14.1 atau 14.4 yang dapat digunakan pada kapal. Meskipun kapal telah terpasang teknologi alternatif sesuia regulasi 4. Co-sponsor berpendapat kapal yang telah terpasang teknologi alternatif sesuai dengan regulasi 4 seharusnya dapat diijinkan menggunakan bahan bakar dengan kandungan sulfur yang tidak memenuhi regulasi 14.1 atu 14.4 karena gas buang akan dibersihkan kandungan sulfurnya sebelum dibuang ke uadara bebas. Co-sponsor memberikan revisi paragraf terakhir appendix V sebagai berikut: A declaration signed and certified by the fuel oil supplier's representative that the fuel oil supplied is in conformity with regulation 18.3 of this Annex and that the sulphur content of the fuel oil supplied does not exceed: the limit value given by regulation 14.1 of MARPOL Annex VI;

15 the limit value given by regulation 14.4 of MARPOL Annex VI; or the purchaser's specified limit value of (% m/m) This declaration shall be completed by the fuel oil supplier's representative by marking the applicable box(es) with a cross (x). 13. AGENDA ITEM 12 GUIDELINES FOR THE DISCHARGE OF EXHAUST GAS RECIRCULATION BLEED-OFF WATER PPR 3/12 Draft Guidelines for the discharge of exhaust gas recirculation bleed-off water Japan Dokumen ini berisi usulan draft Guidelines for the discharge of exhaust gas recirculation bleed-off water. Draft guidelines ini sama seperti lampiran pada dokumen MEPC 68/3/13. Guidelines ini berisi persyaratan secara spesifik pada pembuangan bleed-off water apabila mesin menggunakan EGR untuk memenuhi persyaratan penurunan NOx sesuai regulasi MARPOL Annex VI. Bleed-off water harus memenuhi persyaratan sama seperti pada 2009 Guidelines for exhaust gas cleaning systems. Pada MEPC 68 mempertimbangkan usulan dokumen MEPC 68/3/13 mengenai pengembangan pedoman untuk pembuangan bleed-off water pada EGR yang digunakan untuk menurunkan emisi NOx. Selanjutnya MEPC 68 meminta PPR 3 untuk pengembangan tahap awal pedoman tersebut. Sub Komite diundang untuk mempertimbangkan draft guidelines tersebut. 14. AGENDA ITEM 16 UPDATED IMO DISPERSANT GUIDELINES (PART IV) PPR 3/16 Report of the Correspondence Group on the IMO Dispersant Guidelines and the Revision of section II of the Manual on Oil Pollution Contingency Planning United States Dokumen ini merangkum pekerjaan yang dilakukan oleh grup korespondensi yang dibentuk oleh PPR 2 untuk memfinalisasi part IV dari IMO Dispersant Guidelines dan revisi bab II dari Manual on Oil Pollution Contingency Planning Untuk pekerjaan Correspondence Group terkait final draft revisi bab II dari Manual on Oil Pollution Contingency Planning dapat dilihat pada dokumen PPR 3/14. Terkait pengembangan part IV dari IMO Dispersant Guidelines dapat disampaikan sebagai berikut : Part IV dikhususkan untuk aplikasi "Sub-sea dispersant". Bab ini juga mengikutsertakan pengalaman yang diperoleh dari insiden Deepwater Horizon juga perkembangan teknik yang dilakukan oleh sector public dan industry. Saat ini Sub Komite sedang berusaha mengembangkan versi final dari part part IV dari IMO Dispersant Guidelines untuk dimasukkan sebagai pelaporan dalam PPR 4. 15

16 16 Pada PPR 2, hanya daftar isi part IV yang dibahas, Berikut adalah pembaharuan utama berkaitan dengan pengembangan yang dibuat sejak pengembangan terhadap dokumen tersebut : 1. United states telah mengembangkan dan memperluas outline dari part IV Guidelines dan esan utam yang diperlukan untuk setiap section 2. Draft pertama dari dokumen telah diselesaikan dan sedang direview oleh delegasi dari United States sebelum diserahkan kepada keseluruhan CG. Penelitian terbaru dan guidelines subsea dispersant yang diterbitkan oleh berbagai agen pemerintah US juga telah dipertimbangkan untuk disertakan dalam dokumen. 3. Delegasi dari US mengalami sejumlah penundaan administratif sehingga mempengaruhi perkembangan dari part IV Guidelines, termasuk penundaan peer review dan publikasi dari key reference documents, selain dari kepergian anggota yang sangat ahli, dan 4. Telah diantisipasi bahwa setelah PPR 3, CG akan kembali meriview pekerjaan yang dilakukan oleh para ahli dari U.S. dan memulai pekerjaan finalisasi isi dari part IV IMO Dispersant Guidelines. 15. AGENDA ITEM 18 UNIFIED INTERPRETATION TO PROVISIONS OF IMO ENVIRONMENT-RELATED CONVENTIONS PPR 3/18 Provisions regarding approval of selective catalytic reduction (SCR) systems in resolution MEPC.198(62) and guidance for the selection of an "Engine Group" in the NOx Technical Code 2008 IACS Annex dokumen ini memberikan salinan IACS UI untuk memfasilitasi implementasi secara konsisten dan global untuk NOx Technical Code, 2008 (NTC 2008) dan resolusi MEPC.198(62) terkait 2011 Guidelines addressing additional aspects to the NOx Technical Code 2008 with regard to particular provisions related to marine diesel engines fitted with Selective Catalytic Reduction (SCR) Systems, berkaitan dengan approval SCR Sistem. Terdapat delapan belas (18) unified interpretations berkairan dengan resolusi MEPC.198(62) dan dua (2) unified interpretations yang relevan terhadap NTC 2008 tersedia dalam annex dokumen ini. Latar belakang teknis interpretasi tersebut tersedia dalam setiap annex. Dalam pengembangan UI tersebut, IACS juga telah berkonsultasi dengan engine manufacturers dan pihak lain yang berkompeten dan terkait. Sub komite diminta untuk mempertimbangkan IACS UI yang tersedia, dikarenakan hal tersebut akan mulai diberlakukan oleh anggota IACS tidak lebih dari 1 Juli 2016 kecuali terdapat instruksi tertulis untuk pengaplikasiannya (akibat perbedaan interpretasi) dari Administrasi Negara Bendera.

17 16. AGENDA ITEM 18 UNIFIED INTERPRETATION TO PROVISIONS OF IMO ENVIRONMENT-RELATED CONVENTIONS PPR 3/18/1 Clarification on regulation 36 of MARPOL Annex I for categorizing offshore terminal (Single Point Moorings (SPMs) or Conventional Buoy Moorings (CBMs)) line flush with seawater as part of tanker cargo/ballast operations in the Oil Record Book Oil Companies International Marine Forum (OCIMF) Dokumen ini mencari kejelasan cargo/ballast operation category of offshore terminal (Single Point Moorings (SPMs) atau Conventional Buoy Moorings (CBMs)) line flush with seawater yang sesuai dan berlangsung selama operasi cargo transfer rutin pada oil tanker sesuai MARPOL Annex I. Selama operasi normal kargo transfer pada offshore marine terminals (SPMs and CBMs) dan saat penyelesaian cargo operations, subsea hoses dan fitting dapat terisi dengan minyak atau : selama ada permintaan dari terminal serta mengikuti kaidah praktis industri, maka dapat pula terisi dengan air laut sementara tidak difungsikan atau sedang melakukan perawatan terhadap instrument tersebut. Hal tersebut dapat dicapai dengan back flushing dari tankers cargo manifold dan adalah proses industri yang telah lama berlangsung. Subsea hoses dan fitting dapat terisi dengan air laut dalam rangka me mitigasi risiko polusi terhadap lingkungan maritime dari kemungkinan kebocoran subsea fitting, hoses dan pipelines dan/atau untuk keselamatan selama aktivitas maintenance. Bangunan baru offshore terminal disarankan untuk mengadopsi sebuah desain yang mengizinkan resirkulasi dari hoses ke shore, namun, banyak terminal yang telah ada masih belum memiliki fasilitas resirkulasi. Dengan demikian, shipboard cargo/ballast operations membutuhkan manajemen dari line flush seawater sesuai MARPOL Annex I dan dicatat dalam Oil Record Book (Part II). Namun, hal ini menjadi sebuah practical challenge karena sludh water (seawater) tidak didefinisikan dalam MARPOL Annex I, meskipun uanya adalah oily water mixture. OCIMF mempersilahkan Sub KOmite untuk mereview lampiran annex (OCIMF Single Point Mooring Maintenance and Operation Guide 3rd Edition 2015 chapter 4.7) sebagai referensi dari petunjuk praktis industri. Penggunaan air laut untuk line flushing ke instalasi offshore marine terminals (SPMs dan CBMs) adalah sebuah recognized shipboard operation yang menjamin keselamatan dan 17

18 18 meningkatkan perlindungan lingkungan dengan menggantikan isi dari sambungan tersebut dengan air laut dalam rangka menjaga idle hose penuh dengan air daripada cargo (oil). Sebelum penggunaan hoses berikutnya utuk cargo transfer, air laut dan segala sisa residu cargo yang tertinggal pada hose umumnya disalurkan ke slop tank kapal untuk menghindari kontaminasi dari cargo utama yang di transfer. Adalah sangat penting untuk dicatat bahwa operasi yang dijelaskan dalam UI ini, untuk tujuan penjelasan, adalah sangan spesifik pada pemindahan kargo dari hose string with seawater sementara sedang idle atau untuk tujuan maintenance. Draft UI tersebut tidak bertujuan untuk menjadi diaplikasikan untuk apa yang dipertimbangkan / serupa dengan operasi pada Floating (Production) Storage Offtake units (F(P)SOs) yang meliputi : production, commissioning atau decommissioning water yang kemudian, dapat melibatkan produk lain selain cargo residue dan seawater. Untuk mempromosikan implementasi yang efektif dan konsisten bagi regulasi 36.2 dari MARPOL Annex I dan pengisian pada Oil Record Book, maka diusulkan bahwa penjelasan diperlukan bagi manajemen yang sesuai untuk oily mixtures ini. Sebagai tambahan, pemahaman umum pada isu ini dari segenap stakeholder dapat menghilangkan segala ketidakjelasan yang dapat berakibat bagi penundaan yang tidak perlu seperti violations atau detentions. The Line Flush secara prinsipnya terdiri dari seawater dan kemungkinan campuran minyak dari cargo residue. Jumlah line flush harus dicatat dan dibuang sesuai dengan aturan MARPOL. Hambatan yang telah diidentifikasi OCIMF adalah apabila tanker tiba pada discharge terminal dimana beberapa terminal/otoritas lokal enggan untuk menerima line flush diakibatkan ketidakpastian dokumentasi komposisi dari content. Namun demikian, OCIMF berpendapat bahwa komposisi content diketahui (jelas) yang kemudian seharusnya tidak menjadi sebuah isu khusus. Usulan Proposal OCIM adalah sebagai berikut : Untuk menghindari amandemen terhadap mandatory instrument, adalah pandangan OCIMF bahwa isu ini dapat diselesaikan dengan mengkategorikan flush water (seawater)

19 dalam MARPOL Annex I Regulasi Disposal of residues Selanjutnya, Oil Record Book (Part II) harus mencakup sebuah entri data dalam item J. Disarankan bahwa entri data menggunakan kata yang serupa dengan contoh di bawah untuk menghindari ketidakpastian : 1. at load port where flush water is received by the tanker, use the suggested wording for remarks: (J) At the request of (terminal xxxxx) a quantity of flush water (sea water) has been loaded into the ship's tanks as per item J 56 and J 55. Terminals certificate of origin attached; (J) 55 Port Slop tank m³ flush water 57.3 transferred from (terminal xxxxx) SBM hoses; and 2. at discharge port where flush water is disposed of by the tanker: (J) 55 Port slop tank m³ flush water 57.1 Disposed to (terminal xxxx) reception tank 220 m³ (receipt from reception facility attached), or m³ flush water mixed with cargo (receipt from reception facility attached). Adapun rekomendasi best practice tambahan adalah sebagai berikut : Adalah dianggap good practice bahwa receipt yang menjelaskan line flush harus disediakan dari terminal operator untuk mengkonfirmasi content sebagai seawater dan cargo residue dan kemudian dipertimbangkan sebagai cargo slops dan tidak menjadi bagian dari cargo (OIL) sesuai aturan MARPOL. 17. AGENDA ITEM 18 UNIFIED Dokumen ini memberikan komentar terhadap dokumen PPR 3/18 yang berkaitan dengan 19

20 20 INTERPRETATION TO PROVISIONS OF IMO ENVIRONMENT-RELATED CONVENTIONS PPR 3/18/2 Comments on document PPR 3/18 Provisions regarding approval of selective catalytic reduction (SCR) systems in resolution MEPC.198(62) and guidance for the selection of an "Engine Group" in the NOX Technical Code 2008 United States usulan UI terkait approval of selective catalytic reduction (SCR) systems pada resolusi MEPC.198(62) dan petunjuk pemilihan Engine Group pada NOx Technical Code Beberapa usulan UI adalah amandemen terhadap 2011 Guidelines addressing additional aspects to the NOx Technical Code 2008 with regard to particular provisions related to marine diesel engines fitted with Selective Catalytic Reduction (SCR) Systems dan/atau NO X Technical Code 2008 dan untuk dipertimbangkan. Revisi tambahan juga diusulkan untuk meminta confirmatory check dari emisi NO X dan monitoring emisi NO x secara terus menerus selama operasi dari mesin yang dilengkapi sistem SCR. United States memiliki beberapa pertimbangan khusus terhadap UI yang diberikan yaitu MPC 107, 114, 117, 118, 119, 121, 122 dan 124, dikarenakan mereka akan memberikan batasan aplikasi 2011 Guidelines dan menjadi berlawanan dengan Regulasi 13 MARPOL Annex VI standarisasi NOx yang telah ketat. United States merekomendasikan usulan UI tersebut untuk dipertimbangkan secara hati hati tidak sebagai individual, namun sebagai keseluruhan efek terkait baik bagi NTC maupun 2011 Guidelines. Selanjutnya, setelah Sub Komite mengidentifikasi UI yang diperlukan untuk menjawab pertanyaan dari proses sertifikasi mesin yang dilengkapi SCR, maka Sub komite agar mempertimbangkan apakah hal tersebut (UI) akan menjadi lebih tepat sebagai amandemen NTC dab/atau 2011 Guidelines. Dengan melakukan seperti tersebut, akan mengurangi ketidakpastian dalam program kontrol emisi Internasional dengan mempertahankan intergritas dari keseluruhan rezim komprehensif ini. Selanjutnya United States mengusulkan Amandemen terhadap 2011 Guidelines sebagai berikut : Guidelines 2011 agar di amandemen untuk membutuhkan confirmation testing setelah pemasangan SCR system baik untuk Skema A dan B; juga Menggunakan pemonitoran NOx secara terus menerus melalui pengukuran di atas kapal untuk memverifikasi emisi bagi mesin yang telah tersertifikasi sesuai Skema A dan B untuk dipertimbangkan kembali, karena hal ini diperkirakan hanya dibutuhkan

21 untuk kegunaan maintenance dan warranty, dalam rangka memverifikasi bahwa gabungan mesin/unit SCR berfungsi sesuai. Karena hal tersebut di atas, bersamaan dengan MPC yang diusulkan IACS adalah perubahan signifikan, maka United States merekomendasikan bahwa apabila Sub- Committee merasa amandemen tersebut adalah relevan, maka Sub Komite agar meminta MEPC untuk mengadopsi item pekerjaan untuk amandemen 2011 Guidelines dan untuk menambah hal tersebut sebagai program kerja Sub Komite PPR. 21

Technical Information

Technical Information Technical Information No. : 053-2016 11 Maret 2016 Kepada Perihal : Semua pihak yang berkepentingan : Laporan Singkat IMO Sub Committee Meeting on Pollution Prevention and Response sesi ke -3 (PPR 3) Ringkasan

Lebih terperinci

Technical Information

Technical Information Technical Information No. : 082-2017 31 Januari 2017 Kepada Perihal : Semua Pihak yang Berkepentingan : Laporan Singkat IMO Sub Committee Meeting Pollution Prevention and Response sesi ke 4 (PPR 4) Ringkasan

Lebih terperinci

Informasi Teknik. : Laporan Singkat Sidang Sesi ke-3 dari Sub-Committee on Implementation of IMO Instrument (III 3)

Informasi Teknik. : Laporan Singkat Sidang Sesi ke-3 dari Sub-Committee on Implementation of IMO Instrument (III 3) Informasi Teknik No. : 064-2016 1 Agustus 2016 Kepada Perihal : Semua Pihak yang Berkepentingan : Laporan Singkat Sidang Sesi ke-3 dari Sub-Committee on Implementation of IMO Instrument (III 3) Ringkasan

Lebih terperinci

No. : Juni 2016

No. : Juni 2016 Informasi Teknik No. : 062-2016 27 Juni 2016 Kepada Perihal : Semua pengguna jasa BKI : Update Regulasi IMO Ringkasan Tujuan dari Informasi Teknik ini adalah untuk menginformasikan kepada pelanggan BKI

Lebih terperinci

Technical Information

Technical Information Technical Information No. : 053-2016 11 Maret 2016 Kepada Perihal : Semua pihak yang berkepentingan : Laporan Singkat IMO Sub Committee Meeting on Pollution Prevention and Response sesi ke -3 (PPR 3) Ringkasan

Lebih terperinci

Technical Information

Technical Information Technical Information No. : 079 2016 19 Desember 2016 Kepada : Semua Pihak yang Berkepentingan Perihal : Instrumen Wajib IMO yang mulai berlaku pada Ringkasan Informasi Teknik ini berisi informasi mengenai

Lebih terperinci

Informasi Teknik. Perihal : Laporan Singkat IMO Marine Environment Protection Committee sesi ke 70 (MEPC 70)

Informasi Teknik. Perihal : Laporan Singkat IMO Marine Environment Protection Committee sesi ke 70 (MEPC 70) Informasi Teknik No. : 076-2016 28 Oktober 2016 Kepada : Semua Pihak yang Berkepentingan Perihal : Laporan Singkat IMO Marine Environment Protection Committee sesi ke 70 (MEPC 70) Ringkasan Informasi Teknik

Lebih terperinci

Informasi Teknik. Perihal : Laporan Singkat IMO Marine Environment Protection Committee sesi ke 71 (MEPC 71)

Informasi Teknik. Perihal : Laporan Singkat IMO Marine Environment Protection Committee sesi ke 71 (MEPC 71) Informasi Teknik No. : 095-2017 7 Juli 2017 Kepada : Semua Pihak yang Berkepentingan Perihal : Laporan Singkat IMO Marine Environment Protection Committee sesi ke 71 (MEPC 71) Ringkasan Informasi Teknik

Lebih terperinci

Informasi Teknik. : Laporan Singkat Sidang Sesi ke2 dari SubCommittee on Implementation of IMO Instruments (III 2)

Informasi Teknik. : Laporan Singkat Sidang Sesi ke2 dari SubCommittee on Implementation of IMO Instruments (III 2) Informasi Teknik No. : 038 2015 29 Juli 2015 Kepada Perihal : Semua Pengguna jasa BKI : Laporan Singkat Sidang Sesi ke2 dari SubCommittee on Implementation of IMO Instruments (III 2) Ringkasan Informasi

Lebih terperinci

Informasi Teknik. 2. Beberapa agenda yang didiskusikan selama pertemuan tersebut antara lain: Topik

Informasi Teknik. 2. Beberapa agenda yang didiskusikan selama pertemuan tersebut antara lain: Topik Informasi Teknik No. : 104 2017 16 Oktober 2017 Kepada Perihal : Semua Pihak yang Berkepentingan : Laporan Singkat IMO SubCommittee on Implementation of IMO Instruments (III 4) Ringkasan Informasi Teknik

Lebih terperinci

Informasi Teknik. No. : Juni Perihal : Penerapan IMO Mandatory Instrument yang akan diberlakukan 01 Juli 2016

Informasi Teknik. No. : Juni Perihal : Penerapan IMO Mandatory Instrument yang akan diberlakukan 01 Juli 2016 Informasi Teknik No. : 061-2016 17 Juni 2016 Kepada : Semua pengguna jasa BKI Perihal : Penerapan IMO Mandatory Instrument yang akan diberlakukan 0 Ringkasan Tujuan dari Informasi Teknik ini adalah untuk

Lebih terperinci

No. : Maret : Laporan Singkat Sidang Sesi ke-3 dari Sub-Committee on Ship Systems and Equipment (SSE 3)

No. : Maret : Laporan Singkat Sidang Sesi ke-3 dari Sub-Committee on Ship Systems and Equipment (SSE 3) Informasi Teknik No. : 054-2016 30 Maret 2016 Kepada Perihal : Semua Pihak yang Berkepentingan : Laporan Singkat Sidang Sesi ke-3 dari Sub-Committee on Ship Systems and Equipment (SSE 3) Ringkasan Informasi

Lebih terperinci

Informasi Teknik. No. : Juni Perihal : Penerapan IMO Mandatory Instrument yang akan diberlakukan 01 Juli 2016

Informasi Teknik. No. : Juni Perihal : Penerapan IMO Mandatory Instrument yang akan diberlakukan 01 Juli 2016 Informasi Teknik No. : 061-2016 17 Juni 2016 Kepada : Semua pengguna jasa BKI Perihal : Penerapan IMO Mandatory Instrument yang akan diberlakukan 0 Ringkasan Tujuan dari Informasi Teknik ini adalah untuk

Lebih terperinci

LAPORAN MONITORING KONVENSI HASIL SIDANG INTERNATIONAL MARITIME ORGANIZATION (IMO) PERIODE MEI TAHUN 2013 International Maritime Organization (IMO)

LAPORAN MONITORING KONVENSI HASIL SIDANG INTERNATIONAL MARITIME ORGANIZATION (IMO) PERIODE MEI TAHUN 2013 International Maritime Organization (IMO) LAPORAN MONITORING KONVENSI HASIL SIDANG INTERNATIONAL MARITIME ORGANIZATION (IMO) PERIODE MEI TAHUN 2013 International Maritime Organization (IMO) pada bulan Mei 2013 telah melakukan 2 (dua) kali kegiatan

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYELENGGARAAN DIKLAT KETERAMPILAN KHUSUS PELAUT INTERNATIONAL MARITIME DANGEROUS GOODS (IMDG) CODE

PEDOMAN PENYELENGGARAAN DIKLAT KETERAMPILAN KHUSUS PELAUT INTERNATIONAL MARITIME DANGEROUS GOODS (IMDG) CODE Lampiran XLI Peraturan Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Perhubungan Nomor : SK.2162/HK.208/XI/Diklat-2010 Tanggal : 16 November 2010 PEDOMAN PENYELENGGARAAN DIKLAT KETERAMPILAN KHUSUS PELAUT

Lebih terperinci

Technical Information

Technical Information Technical Information No. : 055-2016 25 April 2016 Kepada : Semua pengguna jasa BKI Perihal : Laporan Singkat IMO Marine Environment Protection Committee sesi ke 69 (MEPC 69) Ringkasan Informasi Teknik

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PERHUBUNGAN MINISTRY OF TRANSPORTATION DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT DIRECTORATE GENERAL OF SEA TRANSPORTATION

KEMENTERIAN PERHUBUNGAN MINISTRY OF TRANSPORTATION DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT DIRECTORATE GENERAL OF SEA TRANSPORTATION KEMENTERIAN PERHUBUNGAN MINISTRY OF TRANSPORTATION DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT DIRECTORATE GENERAL OF SEA TRANSPORTATION LAPORAN PEMERIKSAAN KAPAL UNTUK PENERBITAN DOKUMEN OTORISASI PENGANGKUTAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.879, 2012 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Manajemen Keselamatan kapal. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 45 TAHUN 2012 TENTANG MANAJEMEN KESELAMATAN

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT

KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT GEDUNG KARYA LANTAI 12 S.D 17 JL. MEDAN MERDEKA BARAT No. 8 JAKARTA -10110 TEL. : 3811308,3505006,3813269,3447017 3842440 Pst. : 4213,4227,4209,4135

Lebih terperinci

Selected Updates on IMO Regulations

Selected Updates on IMO Regulations Selected Updates on IMO Regulations A. Selected Mandatory Hardware-related requirements (Construction or installation of Additional Equipment, Device, Apparatus, Arrangement) - 1 - SOLAS regulation II-1/3-12

Lebih terperinci

ISO/DIS 9001:2015 Pengenalan Revisi dan Transisi

ISO/DIS 9001:2015 Pengenalan Revisi dan Transisi Selamat Datang di Pelatihan IAPMO R&T Registration Services ISO/DIS 9001:2015 Pengenalan Revisi dan Transisi QMS-100, Rev 1, dated 2/20/2015 1 Agenda Pengenalan Annex SL Perubahan ISO 9001 Ringkasan QMS-100,

Lebih terperinci

Technical Information

Technical Information Kepada Technical Information No. : 125-2018 : Semua Pihak yang Berkepentingan 16 Maret 2018 Perihal : Laporan Singkat IMO Ship Systems and Equipment Sub-Committee sesi ke 5 (SSE 5) Ringkasan Informasi

Lebih terperinci

No. : Juni 2016

No. : Juni 2016 Informasi Teknik No. : 062-2016 27 Juni 2016 Kepada Perihal : Semua pengguna jasa BKI : Update Regulasi IMO Ringkasan Tujuan dari Informasi Teknik ini adalah untuk menginformasikan kepada pelanggan BKI

Lebih terperinci

Informasi Teknik. 1. Berikut beberapa agenda yang didiskusikan pada sidang SDC 3 yang berkaitan dengan pekerjaan BKI:

Informasi Teknik. 1. Berikut beberapa agenda yang didiskusikan pada sidang SDC 3 yang berkaitan dengan pekerjaan BKI: Informasi Teknik No. : 050 2016 15 Februari 2016 Kepada Perihal : Semua Pengguna jasa BKI : Laporan Singkat Sidang Sesi ke3 dari SubCommittee on Ship Design and Construction (SDC 3) Ringkasan Informasi

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PERHUBUNGAN

KEMENTERIAN PERHUBUNGAN PENERBITAN DAN PENGUKUHAN DOKUMEN PENYESUAIAN MANAJEMEN KESELAMATAN (DOCUMENT OF COMPLIANCE/DOC) : SOP-PMKK-0 Tgl Berlaku : 0-0-0 kepada evaluasi kepada Auditor ISM Code Untuk penerbitan DOC pertama. Permohonan.

Lebih terperinci

Informasi Teknik. : Laporan Singkat Sidang Sesi ke-3 dari Sub-Committee on Implementation of IMO Instrument (III 3)

Informasi Teknik. : Laporan Singkat Sidang Sesi ke-3 dari Sub-Committee on Implementation of IMO Instrument (III 3) Informasi Teknik No. : 064-2016 1 Agustus 2016 Kepada Perihal : Semua Pihak yang Berkepentingan : Laporan Singkat Sidang Sesi ke-3 dari Sub-Committee on Implementation of IMO Instrument (III 3) Ringkasan

Lebih terperinci

LAPORAN MONITORING KONVENSI HASIL SIDANG INTERNATIONAL MARITIME ORGANIZATION (IMO) PERIODE JANUARI DAN FEBRUARI TAHUN 2013 International Maritime

LAPORAN MONITORING KONVENSI HASIL SIDANG INTERNATIONAL MARITIME ORGANIZATION (IMO) PERIODE JANUARI DAN FEBRUARI TAHUN 2013 International Maritime LAPORAN MONITORING KONVENSI HASIL SIDANG INTERNATIONAL MARITIME ORGANIZATION (IMO) PERIODE JANUARI DAN FEBRUARI TAHUN 2013 International Maritime Organization (IMO) dalam kurun waktu Januari sampai dengan

Lebih terperinci

Informasi Teknik. Perihal : Laporan Singkat IMO Marine Environment Protection Committee sesi ke 70 (MEPC 70)

Informasi Teknik. Perihal : Laporan Singkat IMO Marine Environment Protection Committee sesi ke 70 (MEPC 70) Informasi Teknik No. : 076-2016 28 Oktober 2016 Kepada : Semua Pihak yang Berkepentingan Perihal : Laporan Singkat IMO Marine Environment Protection Committee sesi ke 70 (MEPC 70) Ringkasan Informasi Teknik

Lebih terperinci

Informasi Teknik. : Persyaratan terbaru Australia terkait Manajemen Air Balas untuk Kapal yang Berlayar di Perairan Internasional.

Informasi Teknik. : Persyaratan terbaru Australia terkait Manajemen Air Balas untuk Kapal yang Berlayar di Perairan Internasional. Informasi Teknik No. : 066-2016 18 Agustus 2016 Kepada Perihal : Pihak yang berkepentingan : Persyaratan terbaru Australia terkait Manajemen Air Balas untuk Kapal yang Berlayar di Perairan Internasional.

Lebih terperinci

ISO Sistem Manajemen Lingkungan. MRY, Departemen Teknologi Industri Pertanian, IPB

ISO Sistem Manajemen Lingkungan. MRY, Departemen Teknologi Industri Pertanian, IPB ISO 14001 Sistem Manajemen Lingkungan Apa itu SML? Suatu sistem untuk mengevaluasi resiko lingkungan sehingga dapat dikelola dengan cara yang konsisten. Prosesnya sistematis dan komprehensif, meliputi

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2005

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2005 PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN AMENDMENT TO THE BASEL CONVENTION ON THE CONTROL OF TRANSBOUNDARY MOVEMENTS OF HAZARDOUS WASTES AND THEIR DISPOSAL ( AMENDEMEN

Lebih terperinci

Informasi Teknik. : Semua Pengguna jasa dan Surveyor/Auditor BKI. Perihal : Ringkasan hasil sidang Komite Keselamatan Maritim IMO ke 94 (MSC 94)

Informasi Teknik. : Semua Pengguna jasa dan Surveyor/Auditor BKI. Perihal : Ringkasan hasil sidang Komite Keselamatan Maritim IMO ke 94 (MSC 94) Informasi Teknik No. : 022 2014 26 Nopember 2014 Kepada : Semua Pengguna jasa dan Surveyor/Auditor BKI Perihal : Ringkasan hasil sidang Komite Keselamatan Maritim IMO ke 94 (MSC 94) Ringkasan Sidang Komite

Lebih terperinci

Technical Information

Technical Information Technical Information No. : 038 2015 29 July 2015 To Subject : All BKI Customers : Summary Report of IMO Meetings of SubCommittee on Implementation of IMO Instrument (III) 2 nd session Summary This Technical

Lebih terperinci

Informasi Teknik. Perihal : Laporan Singkat IMO Maritime Safety Committee sesi ke 97 (MSC 97)

Informasi Teknik. Perihal : Laporan Singkat IMO Maritime Safety Committee sesi ke 97 (MSC 97) Informasi Teknik No. : 077-2016 25 November 2016 Kepada : Semua Pihak yang Berkepentingan Perihal : Laporan Singkat IMO Maritime Safety Committee sesi ke 97 (MSC 97) Ringkasan Informasi Teknik ini merupakan

Lebih terperinci

LAPORAN MONITORING KONVENSI HASIL SIDANG INTERNATIONAL MARITIME ORGANIZATION (IMO) PERIODE JUNI TAHUN 2013

LAPORAN MONITORING KONVENSI HASIL SIDANG INTERNATIONAL MARITIME ORGANIZATION (IMO) PERIODE JUNI TAHUN 2013 LAPORAN MONITORING KONVENSI HASIL SIDANG INTERNATIONAL MARITIME ORGANIZATION (IMO) PERIODE JUNI TAHUN 2013 International Maritime Organization (IMO) pada bulan Juni 2013 telah melakukan sidang Maritime

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA. Telepon : (Sentral) NOMOR : KP. 365 TAHUN 2012 TENTANG

KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA. Telepon : (Sentral) NOMOR : KP. 365 TAHUN 2012 TENTANG KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA Jalan Merdeka Barat No. 8 Jakarta 10110 KotakPosNo. 1389 Jakarta 10013 Telepon : 3505550-3505006 (Sentral) Fax:3505136-3505139 3507144 PERATURAN

Lebih terperinci

Technical Information

Technical Information Technical Information No. : 055-2016 25 April 2016 Kepada : Semua pengguna jasa BKI Perihal : Laporan Singkat IMO Marine Environment Protection Committee sesi ke 69 (MEPC 69) Ringkasan Informasi Teknik

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 05 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH DI PELABUHAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 05 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH DI PELABUHAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 05 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH DI PELABUHAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa dalam upaya pelestarian fungsi lingkungan

Lebih terperinci

Menuju Warsawa: Isu-isu Utama Negosiasi Pendanaan. Suzanty Sitorus Pokja Pendanaan Dewan Nasional Perubahan Iklim

Menuju Warsawa: Isu-isu Utama Negosiasi Pendanaan. Suzanty Sitorus Pokja Pendanaan Dewan Nasional Perubahan Iklim Menuju Warsawa: Isu-isu Utama Negosiasi Pendanaan Suzanty Sitorus Pokja Pendanaan Dewan Nasional Perubahan Iklim Proses UNFCCC terkait pendanaan, 2013 ADP 2-1 Bonn 29 Apr-3 Mei Intersessional Bonn 3-14

Lebih terperinci

Technical Information

Technical Information Technical Information No. : 086-2017 24 Maret 2017 Kepada Perihal : Semua Pihak yang Berkepentingan : Laporan Singkat IMO Ship Systems and Equipment Sub-Committee sesi ke 4 (SSE 4) Ringkasan Informasi

Lebih terperinci

Technical lnformation

Technical lnformation K I Technical lnformation 1964 No. : 040 2015 30 September 2015 To Subject : AllBKlCustomers : Summary Report of lmo Meetings of Sub-Committee on Carriage of Cargoes and Containers (CCC) 2nd session Summary

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK CV.Niagara dalam melaksanakan aktivitas, tidak terlepas dari penggunaan peralatan-peralatan yang termasuk kedalam kelompok aktiva tetap dan dikarenakan bahwa peralatan-peralatan yang digunakan

Lebih terperinci

Tahapan pembangunan proyek dalam skema JCM. Rini Setiawati Sekretariat JCM Indonesia

Tahapan pembangunan proyek dalam skema JCM. Rini Setiawati Sekretariat JCM Indonesia Tahapan pembangunan proyek dalam skema JCM Rini Setiawati Sekretariat JCM Indonesia Sekretariat JCM Indonesia Pemerintah Jepang Pemerintah Indonesia Anggota Komite Bersama Jepang Komite Bersama JCM Anggota

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT. GEDUNG KARYA LANTAI 12 s/d 17

KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT. GEDUNG KARYA LANTAI 12 s/d 17 SSSk KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT GEDUNG KARYA LANTAI 12 s/d 17 JL. MEDAN MERDEKA BARAT No. 8 JAKARTA -10110 TEL. : 3811308,3505006,3813269,3447017 3842440 Pst. : 4213,4227,4209,4135

Lebih terperinci

Informasi Teknik. : Laporan Singkat IMO Sub Committee Carriage of Cargoes and Containers Sesi ke-3 (CCC 3)

Informasi Teknik. : Laporan Singkat IMO Sub Committee Carriage of Cargoes and Containers Sesi ke-3 (CCC 3) Informasi Teknik No. : 070-2016 14 September 2016 Kepada Perihal : Semua pengguna jasa BKI : Laporan Singkat IMO Sub Committee Carriage of Cargoes and Containers Sesi ke-3 (CCC 3) Ringkasan Informasi Teknik

Lebih terperinci

Persyaratan Umum Lembaga Sertifikasi Ekolabel

Persyaratan Umum Lembaga Sertifikasi Ekolabel Pedoman KAN 801-2004 Persyaratan Umum Lembaga Sertifikasi Ekolabel Komite Akreditasi Nasional Kata Pengantar Pedoman ini diperuntukkan bagi lembaga yang ingin mendapat akreditasi sebagai Lembaga Sertifikasi

Lebih terperinci

Informasi Teknik. : Laporan Singkat Sidang IMO Meeting of Maritime Safety Committee (MSC) Sesi ke-95

Informasi Teknik. : Laporan Singkat Sidang IMO Meeting of Maritime Safety Committee (MSC) Sesi ke-95 Informasi Teknik No. : 036-2015 25 Juni 2015 Kepada Perihal : Semua Pengguna jasa BKI : Laporan Singkat Sidang IMO Meeting of Maritime Safety Committee (MSC) Sesi ke-95 Ringkasan Informasi Teknik ini merupakan

Lebih terperinci

MRV dalam skema JCM. Sekretariat JCM Indonesia

MRV dalam skema JCM. Sekretariat JCM Indonesia MRV dalam skema JCM Sekretariat JCM Indonesia 1 Memahami MRV Garis besar konsep MRV dalam skema mitigasi perubahan iklim M R V Measurement / Pengukuran Reporting / Pelaporan Verification / Verifikasi Registri

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYELENGGARAAN DIKLAT KETERAMPILAN KHUSUS PELAUT ADVANCED FIRE FIGHTING (AFF)

PEDOMAN PENYELENGGARAAN DIKLAT KETERAMPILAN KHUSUS PELAUT ADVANCED FIRE FIGHTING (AFF) Lampiran XXXII Peraturan Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Perhubungan Nomor : SK.2162/HK.208/XI/Diklat-2010 Tanggal : 16 November 2010 PEDOMAN PENYELENGGARAAN DIKLAT KETERAMPILAN KHUSUS PELAUT

Lebih terperinci

REPCON Kelautan. Skema Pelaporan Sukarela dan Rahasia

REPCON Kelautan. Skema Pelaporan Sukarela dan Rahasia REPCON Kelautan Skema Pelaporan Sukarela dan Rahasia REPCON Skema Pelaporan Sukarela dan Rahasia REPCON adalah skema pelaporan sukarela dan rahasia. REPCON memungkinkan siapapun yang memiliki perhatian

Lebih terperinci

Analisis Perbandingan Emisi Gas Buang Mesin Diesel Menggunakan Bahan Bakar Solar dan CNG Berbasis Pada Simulasi

Analisis Perbandingan Emisi Gas Buang Mesin Diesel Menggunakan Bahan Bakar Solar dan CNG Berbasis Pada Simulasi JURNAL TEKNIK SISTEM PERKAPALAN Vol. 1, No. 1, (213) 1-5 1 Analisis Perbandingan Emisi Gas Buang Mesin Diesel Menggunakan Bahan Bakar dan Berbasis Pada Simulasi Yustinus Setiawan, Semin dan Tjoek Soeprejitno

Lebih terperinci

Informasi Teknik. Perihal : Laporan Singkat IMO Maritime Safety Committee sesi ke 99 (MSC 99)

Informasi Teknik. Perihal : Laporan Singkat IMO Maritime Safety Committee sesi ke 99 (MSC 99) Informasi Teknik No. : 139-2018 25 Mei 2018 Kepada : Semua Pihak yang Berkepentingan Perihal : Laporan Singkat IMO Maritime Safety Committee sesi ke 99 (MSC 99) Ringkasan Informasi Teknik ini merupakan

Lebih terperinci

AMENDEMEN MONTREAL AMENDEMEN ATAS PROTOKOL MONTREAL YANG DIADOPSI OLEH PERTEMUAN KESEMBILAN PARA PIHAK

AMENDEMEN MONTREAL AMENDEMEN ATAS PROTOKOL MONTREAL YANG DIADOPSI OLEH PERTEMUAN KESEMBILAN PARA PIHAK PASAL 1: AMENDEMEN AMENDEMEN MONTREAL AMENDEMEN ATAS PROTOKOL MONTREAL YANG DIADOPSI OLEH PERTEMUAN KESEMBILAN PARA PIHAK A. Pasal 4, ayat 1 qua Ayat berikut wajib dimasukkan sesudah Pasal 4 ayat 1 ter

Lebih terperinci

Pokja Broadband MASTEL Sub Pokja 2.5 GHz

Pokja Broadband MASTEL Sub Pokja 2.5 GHz Pokja Broadband MASTEL Sub Pokja 2.5 GHz Masukan Asosiasi Satelit Indonesia (ASSI) Regulasi dan Prinsip Pemanfaatn Alokasi Spektrum 2.5 GHz Eddy Setiawan 21 Januari 2010 Prinsip Pemanfaatan Alokasi Spektrum

Lebih terperinci

Chain of Custody of Forest Based Products Specifications for the IFCC claim

Chain of Custody of Forest Based Products Specifications for the IFCC claim IFCC Standard / Standar IFCC IFCC ST 2002-1 2013-10-30 Chain of Custody of Forest Based Products Specifications for the IFCC claim Lacak Balak untuk Produk-produk Hasil Hutan Ketentuan-ketentuan untuk

Lebih terperinci

DAFTAR NEGARA DALAM KERANGKA PROYEK PERCONTOHAN KEDUA UNTUK PELAKSANAAN SISTEM SERTIFIKASI MANDIRI

DAFTAR NEGARA DALAM KERANGKA PROYEK PERCONTOHAN KEDUA UNTUK PELAKSANAAN SISTEM SERTIFIKASI MANDIRI 13 2013, No.1034 LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39/M-DAG/PER/8/2013 TENTANG KETENTUAN SERTIFIKASI MANDIRI (SELF-CERTIFICATION) DALAM KERANGKA PROYEK PERCONTOHAN KEDUA

Lebih terperinci

Informasi Teknik. Perihal : Laporan Singkat IMO Maritime Safety Committee sesi ke 98 (MSC 98)

Informasi Teknik. Perihal : Laporan Singkat IMO Maritime Safety Committee sesi ke 98 (MSC 98) Informasi Teknik No. : 094-2017 19 Juni 2017 Kepada : Semua Pihak yang Berkepentingan Perihal : Laporan Singkat IMO Maritime Safety Committee sesi ke 98 (MSC 98) Ringkasan Informasi Teknik ini merupakan

Lebih terperinci

BSN PEDOMAN Persyaratan umum lembaga sertifikasi produk. Badan Standardisasi Nasional

BSN PEDOMAN Persyaratan umum lembaga sertifikasi produk. Badan Standardisasi Nasional BSN PEDOMAN 401-2000 Persyaratan umum lembaga sertifikasi produk Badan Standardisasi Nasional Adopsi dari ISO/IEC Guide 65 : 1996 Prakata ISO (Organisasi Internasional untuk Standardisasi) dan IEC (Komisi

Lebih terperinci

JADWAL RCCHEM LEARNING CENTER TAHUN 2017

JADWAL RCCHEM LEARNING CENTER TAHUN 2017 JADWAL RCCHEM LEARNING CENTER TAHUN No Judul Kursus Biaya Investasi Tanggal Januari 1 TRAINING PROMO AWAL TAHUN "Implementasi Control Chart Pada Pengujian Februari 1 Pelatihan Tiga Hari : Pemilihan, Revisi

Lebih terperinci

Emisi gas buang Sumber bergerak Bagian 3 : Cara uji kendaraan bermotor kategori L Pada kondisi idle SNI

Emisi gas buang Sumber bergerak Bagian 3 : Cara uji kendaraan bermotor kategori L Pada kondisi idle SNI Emisi gas buang Sumber bergerak Bagian 3 : Cara uji kendaraan bermotor kategori L Pada kondisi idle SNI 19-7118.3-2005 Daftar Isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif...

Lebih terperinci

Informasi Teknik. : Sistem Identifikasi Otomatis (Automatic Identification System (AIS)) Bagi Kapal Berbendera Indonesia

Informasi Teknik. : Sistem Identifikasi Otomatis (Automatic Identification System (AIS)) Bagi Kapal Berbendera Indonesia Informasi Teknik No. : 068-2016 22 Agustus 2016 Kepada Perihal : Semua Pihak yang Berkepentingan : Sistem Identifikasi Otomatis (Automatic Identification System (AIS)) Bagi Kapal Berbendera Indonesia Ringkasan

Lebih terperinci

Sesi 2A : Aturan dan Hukum Menuntun ke Pengembangan Program Pemantauan Kualitas Udara

Sesi 2A : Aturan dan Hukum Menuntun ke Pengembangan Program Pemantauan Kualitas Udara Sesi 2A : Aturan dan Hukum Menuntun ke Pengembangan Program Pemantauan Kualitas Udara Tujuan: 1. Mengulas faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan untuk pemantauan dan pengendalian udara 2. Aturan dan

Lebih terperinci

Pengembangan Software Loading Manual Kapal Tanker Ukuran Sampai Dengan DWT

Pengembangan Software Loading Manual Kapal Tanker Ukuran Sampai Dengan DWT Pengembangan Software Loading Manual Kapal Tanker Ukuran Sampai Dengan 17500 DWT Oleh : NUR RIDWAN RULIANTO 4106100064 Dosen Pembimbing : Prof. Ir. Djauhar Manfaat M. Sc., Ph.D JURUSAN TEKNIK PERKAPALAN

Lebih terperinci

SIKLUS HIDUP PENGEMBANGAN SYSTEM

SIKLUS HIDUP PENGEMBANGAN SYSTEM SIKLUS HIDUP PENGEMBANGAN SYSTEM Siklus hidup pengembangan sistem ( development life cycle / SDLC ) adalah tahapan aktivitas yang harus dikerjakan oleh pengembang sistem untuk menghasilkan sebuah sistem

Lebih terperinci

Oleh Fretty Harauli Sitohang JURUSAN TEKNIK SISTEM PERKAPALAN FAKULTAS TEKNOLOGI KELAUTAN ITS

Oleh Fretty Harauli Sitohang JURUSAN TEKNIK SISTEM PERKAPALAN FAKULTAS TEKNOLOGI KELAUTAN ITS Tinjauan Teknis Ekonomis Perbandingan Penggunaan Diesel Engine dan Motor Listrik sebagai Penggerak Cargo Pump pada Kapal Tanker KM Avila. Oleh Fretty Harauli Sitohang JURUSAN TEKNIK SISTEM PERKAPALAN FAKULTAS

Lebih terperinci

Application form. Information on your organisation:

Application form. Information on your organisation: Application form This document provides guidance on how to apply to Kumacaya. You can either use this format or your own format. The main point is to have all the information required included in the funding

Lebih terperinci

PSN Pedoman Standardisasi Nasional

PSN Pedoman Standardisasi Nasional PSN Pedoman Standardisasi Nasional Adopsi Standar ISO/IEC menjadi Standar Nasional Indonesia BADAN STANDARDISASI NASIONAL Daftar Isi Daftar Isi...i Kata Pengantar...ii 1 Ruang Lingkup... 1 2 Acuan Normatif...

Lebih terperinci

1998 Amandments to the International Convention on Maritime Search and Rescue, 1979 (Resolution MCS.70(69)) (Diadopsi pada tanggal 18 Mei 1998)

1998 Amandments to the International Convention on Maritime Search and Rescue, 1979 (Resolution MCS.70(69)) (Diadopsi pada tanggal 18 Mei 1998) 1998 Amandments to the International Convention on Maritime Search and Rescue, 1979 (Resolution MCS.70(69)) (Diadopsi pada tanggal 18 Mei 1998) Adopsi Amandemen untuk Konvensi Internasional tentang Pencarian

Lebih terperinci

Audit Energi. Institut Teknologi Indonesia. Teddy Dharmawan

Audit Energi. Institut Teknologi Indonesia. Teddy Dharmawan Audit Energi Institut Teknologi Indonesia Teddy Dharmawan 114132512 Pendahuluan Pada awalnya, ISO 50001 berasal dari permintaan sebuah lembaga di bawah PBB, yaitu United Nations Industrial Development

Lebih terperinci

APPENDIX A. Sumber dan Tujuan. Data. Arus Data. Proses Transformasi. Penyimpanan Data

APPENDIX A. Sumber dan Tujuan. Data. Arus Data. Proses Transformasi. Penyimpanan Data L 1 APPENDIX A Berikut ini adalah contoh simbol-simbol standar yang digunakan dalam diagram alir data yaitu : Simbol Nama Penjelasan Sumber dan Tujuan Data Orang dan organisasi yang mengirim data ke dan

Lebih terperinci

BUKU RANCANGAN PENGAJARAN

BUKU RANCANGAN PENGAJARAN BUKU RANCANGAN PENGAJARAN Mata Ajaran Pengantar Teknik Peran Disusun oleh : Gerry Liston Putra Sunaryo Program Studi Teknik Peran Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Indonesia 2016 PENGANTAR

Lebih terperinci

Indonesia Regulation & Pipelines International Standardd &

Indonesia Regulation & Pipelines International Standardd & Indonesia Regulation & Pipelines International Standardd & Certification INDOPIPE The 5 th International IndoensiaGas Infrastructure Conference & Exhibition by Rudiyanto, Chairman of APITINDO Content 1.

Lebih terperinci

Staff Instruction SI PROCEDURES FOR ASSIGNMENT OF AIRCRAFT REGISTRATION MARKS

Staff Instruction SI PROCEDURES FOR ASSIGNMENT OF AIRCRAFT REGISTRATION MARKS LAMPIRAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 273 Tahun 2015 TANGGAL : 8 April 2015 Staff Instruction SI 45-01 PROCEDURES FOR ASSIGNMENT OF AIRCRAFT REGISTRATION MARKS Amendment : 00

Lebih terperinci

Emisi gas buang Sumber bergerak Bagian 1 : Cara uji kendaraan bermotor kategori M, N, dan O berpenggerak penyalaan cetus api pada kondisi idle

Emisi gas buang Sumber bergerak Bagian 1 : Cara uji kendaraan bermotor kategori M, N, dan O berpenggerak penyalaan cetus api pada kondisi idle Emisi gas buang Sumber bergerak Bagian 1 : Cara uji kendaraan bermotor kategori M, N, dan O berpenggerak penyalaan cetus api pada kondisi idle SNI 19-7118.1-2005 Daftar Isi Daftar isi... i Prakata... ii

Lebih terperinci

United Nations Climate Change Conference (UNCCC Warsaw) COP19, CMP9, SBSTA39, SBI39, ADP2.3. Kantor UKP-PPI/DNPI

United Nations Climate Change Conference (UNCCC Warsaw) COP19, CMP9, SBSTA39, SBI39, ADP2.3. Kantor UKP-PPI/DNPI United Nations Climate Change Conference (UNCCC Warsaw) COP19, CMP9, SBSTA39, SBI39, ADP2.3 Kantor UKP-PPI/DNPI Alur Perundingan 19th session of the Conference of the Parties to the UNFCCC (COP19) 9th

Lebih terperinci

SISTEM SWITCHING POMPA VAKUM TAMBAHAN PADA TUNGKU REDUKSI ME-11. Achmad Suntoro Pusat Rekayasa PerangkatNuklir- BATAN

SISTEM SWITCHING POMPA VAKUM TAMBAHAN PADA TUNGKU REDUKSI ME-11. Achmad Suntoro Pusat Rekayasa PerangkatNuklir- BATAN PRIMA Volume 5, Nomor 9, November 2008 ISSN: 1411-0296 SISTEM SWITCHING POMPA VAKUM TAMBAHAN PADA TUNGKU REDUKSI ME-11 ABSTRAK Achmad Suntoro Pusat Rekayasa PerangkatNuklir- BATAN Telah dipasang pompa

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 23 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Definisi mengenai Kualitas Saat kata kualitas digunakan, kita mengartikannya sebagai suatu produk atau jasa yang baik yang dapat memenuhi keinginan kita. Menurut ANSI/ASQC Standard

Lebih terperinci

Lampiran III MARPOL 73/78 PERATURAN TENTANG PENCEGAHAN PENCEMARAN OLEH BAHAN BAHAN BERBAHAYA YANG DIANGKUT MELALUI LAUT DALAM BENTUK KEMASAN

Lampiran III MARPOL 73/78 PERATURAN TENTANG PENCEGAHAN PENCEMARAN OLEH BAHAN BAHAN BERBAHAYA YANG DIANGKUT MELALUI LAUT DALAM BENTUK KEMASAN Lampiran III MARPOL 73/78 PERATURAN TENTANG PENCEGAHAN PENCEMARAN OLEH BAHAN BAHAN BERBAHAYA YANG DIANGKUT MELALUI LAUT DALAM BENTUK KEMASAN Peraturan 1 Penerapan 1 Kecuali secara tegas ada ketentuan lain,peraturan

Lebih terperinci

2016, No Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbaha

2016, No Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbaha BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 287, 2016 KEMEN-LHK. Limbah. Bahan Berbahaya dan Beracun. Uji Karateristik. Tata Cara. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.55/Menlhk-Setjen/2015

Lebih terperinci

Reference. SOLAS Regulation VI/5-1. Note: mulai berlaku pada tanggal 1/1/2011. SOLAS regulation V/18.9. Note : mulai berlaku pada tanggal 1/7/2012

Reference. SOLAS Regulation VI/5-1. Note: mulai berlaku pada tanggal 1/1/2011. SOLAS regulation V/18.9. Note : mulai berlaku pada tanggal 1/7/2012 LAPORAN MONITORING KONVENSI HASIL SIDANG INTERNATIONAL MARITIME ORGANIZATION (IMO) PERIODE MARET TAHUN 2013 International Maritime Organization (IMO) pada bulan Maret 2013 telah melakukan 2 (dua) kali

Lebih terperinci

Presentasi Hasil TA. Estimasi Gas Buang Kapal Dengan Metode USEPA Secara Real Time Dengan Menggunakan Data Automatic Identification System (AIS)

Presentasi Hasil TA. Estimasi Gas Buang Kapal Dengan Metode USEPA Secara Real Time Dengan Menggunakan Data Automatic Identification System (AIS) Presentasi Hasil TA Marine Reliability, Availability, Maintenability & Safety Estimasi Gas Buang Kapal Dengan Metode USEPA Secara Real Time Dengan Menggunakan Data Automatic Identification System (AIS)

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.5931 PENGESAHAN. Konvensi. 2006. Maritim. Ketenagakerjaan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 193) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1 A. LATAR BELAKANG.

BAB I PENDAHULUAN I-1 A. LATAR BELAKANG. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Pada pengangkutan barang melalui laut, pengangkut mempunyai kewajiban dan tanggung jawab untuk melindungi dan menjamin keamanan serta keselamatan muatan selama dalam

Lebih terperinci

ASME B31.3: Chapter 1

ASME B31.3: Chapter 1 ASME B31.3: Chapter 1 November 7, 2009 1 Comment ASME B31.3 adalah makanan wajib bagi Piping Stress Engineer dan Piping Engineer pada umumnya, terutama yang sedng mengerjakan project dibidang Petrokimia,

Lebih terperinci

ANALISIS PERAMALAN SUKU CADANG HYDRAULIC OIL FILTER KOMATSU DI PT KOMATSU MARKETING AND SUPPORT INDONESIA

ANALISIS PERAMALAN SUKU CADANG HYDRAULIC OIL FILTER KOMATSU DI PT KOMATSU MARKETING AND SUPPORT INDONESIA ANALISIS PERAMALAN SUKU CADANG HYDRAULIC OIL FILTER KOMATSU DI PT KOMATSU MARKETING AND SUPPORT INDONESIA NAMA MAHASISWA : Galih Trisno Saputra Instansi : -- Alamat : -- Telp : -- Email Penulis : galihtrisno@ymail.com

Lebih terperinci

Pratama Akbar Jurusan Teknik Sistem Perkapalan FTK ITS

Pratama Akbar Jurusan Teknik Sistem Perkapalan FTK ITS Pratama Akbar 4206 100 001 Jurusan Teknik Sistem Perkapalan FTK ITS PT. Indonesia Power sebagai salah satu pembangkit listrik di Indonesia Rencana untuk membangun PLTD Tenaga Power Plant: MAN 3 x 18.900

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/3/2017 TENTANG BAKU MUTU EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR TIPE BARU KATEGORI M, KATEGORI N, DAN KATEGORI

Lebih terperinci

ABSTRAK. vi Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. vi Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Politeknik Pos Indonesia (Poltekpos) adalah lembaga pendidikan tinggi yang bertujuan menjadi sebuah penyelenggara pendidikan terkemuka yang menghasilkan sumber daya manusia profesional berdasarkan

Lebih terperinci

II. LINGKUP KEGIATAN PERUSAHAAN DAERAH PENELITIAN...22

II. LINGKUP KEGIATAN PERUSAHAAN DAERAH PENELITIAN...22 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR/FOTO... ix DAFTAR LAMPIRAN... x INTISARI... xi ABSTRACT... xii I. PENDAHULUAN......1 1.1. Latar Belakang......1

Lebih terperinci

Keputusan Menteri Perhubungan No. 86 Tahun 1990 Tentang : Pencegahan Pencemaran Oleh Minyak Dari Kapal-Kapal

Keputusan Menteri Perhubungan No. 86 Tahun 1990 Tentang : Pencegahan Pencemaran Oleh Minyak Dari Kapal-Kapal Keputusan Menteri Perhubungan No. 86 Tahun 1990 Tentang : Pencegahan Pencemaran Oleh Minyak Dari Kapal-Kapal MENTERI PERHUBUNGAN Menimbang : a. bahwa dalam rangka melindungi kelestarian lingkungan laut

Lebih terperinci

LINGKUNGAN HIDUP NOMOR :. TAHUN 2007 : BAKU TINGKAT KEBISINGAN KENDARAAN BERMOTOR TIPE BARU

LINGKUNGAN HIDUP NOMOR :. TAHUN 2007 : BAKU TINGKAT KEBISINGAN KENDARAAN BERMOTOR TIPE BARU LAMPIRAN II C : PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR :. TAHUN 2007 TENTANG TANGGAL : BAKU TINGKAT KEBISINGAN KENDARAAN BERMOTOR TIPE BARU :.. /.. /. FORM ISIAN UNTUK KENDARAAN BERMOTOR KATEGORI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari kebutuhan manusia yang tidak terpuaskan, sehingga selalu terikat

BAB I PENDAHULUAN. dari kebutuhan manusia yang tidak terpuaskan, sehingga selalu terikat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perdagangan merupakan salah satu faktor sentral, bagi negara berkembang maupun negara maju untuk memusatkan kekuatan ekonominya, hal ini tidak lepas dari tingginya tuntutan

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. KESIMPULAN 1. PROSES PENANGANAN BARANG BERBAHAYA DI SETIAP PELABUHAN a) Proses penanganan serta pengelolaan bahan berbahaya dan beracun (B3) di setiap Pelabuhan dinilai

Lebih terperinci

PENENTUAN NILAI KETIDAKPASTIAN HASIL KALIBRASI DRYER OVEN MESIN SKRIPSI. Oleh: ARIE MULYA NUGRAHA

PENENTUAN NILAI KETIDAKPASTIAN HASIL KALIBRASI DRYER OVEN MESIN SKRIPSI. Oleh: ARIE MULYA NUGRAHA PENENTUAN NILAI KETIDAKPASTIAN HASIL KALIBRASI DRYER OVEN MESIN SKRIPSI Oleh: ARIE MULYA NUGRAHA 41306120011 PROGRAM STUDY TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS MERCUBUANA JAKARTA 2010 PENENTUAN

Lebih terperinci

Informasi Teknik. : Prosedur pelaksanaan verifikasi pertengahan (Intermediate verification) ISPS Code terhadap kapal.

Informasi Teknik. : Prosedur pelaksanaan verifikasi pertengahan (Intermediate verification) ISPS Code terhadap kapal. Informasi Teknik No. : 069-2016 25 Agustus 2016 Kepada Perihal : Semua pihak yang berkepentingan : Prosedur pelaksanaan verifikasi pertengahan (Intermediate verification) ISPS Code terhadap kapal. Ringkasan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN ANNEX III, ANNEX IV, ANNEX V, AND ANNEX VI OF THE INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE PREVENTION OF POLLUTION FROM SHIPS 1973 AS

Lebih terperinci

2 2. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1998 tentang Pemeriksaan Kecelakaan Kapal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 1, Tambahan Lem

2 2. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1998 tentang Pemeriksaan Kecelakaan Kapal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 1, Tambahan Lem BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 272, 2015 KEMENHUB. Keselamatan Pelayaran. Standar. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 20 TAHUN 2015 TENTANG STANDAR KESELAMATAN PELAYARAN DENGAN

Lebih terperinci

Analisa Proses dan Perencanaan Bisnis

Analisa Proses dan Perencanaan Bisnis KEWIRAUSAHAAN - 2 Modul ke: Analisa Proses dan Perencanaan Bisnis Fakultas Galih Chandra Kirana, SE.,M.Ak Program Studi www.mercubuana.ac.id DOKUMENTASI PROSES Purchasing Department Manufacturing Department

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT GEDUNG KARYA LANTAI 12 S.D 17

KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT GEDUNG KARYA LANTAI 12 S.D 17 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT GEDUNG KARYA LANTAI 12 S.D 17 JL. MEDAN MERDEKA BARAT No. 8 1 TEL : 3811308, 3505006, 38 13269, 34470171 TLX : 3844492, 3458540 3842440 JAKARTA-10110

Lebih terperinci

namun metode ini hanya dapat membekali operator kapal yang merupakan subyek langsung dari kecelakaan kapal.

namun metode ini hanya dapat membekali operator kapal yang merupakan subyek langsung dari kecelakaan kapal. BAB I. PENDAHULUAN Proses terbitnya peraturan-peraturan internasional dalam penanggulangan bencana di laut boleh dikatakan sudah sangat reaktif terhadap pengalaman terjadinya beberapa bencana laut dan

Lebih terperinci