SURVEI LAMPU SWA-BALAST YANG MEMENUHI PERSYARATAN LABEL HEMAT ENERGI DAN IDENTIFIKASI KEBIJAKAN PENDUKUNG. M. Indra al Irsyad dan Weltis Sasnofia
|
|
- Fanny Atmadja
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 SURVEI LAMPU SWA-BALAST YANG MEMENUHI PERSYARATAN LABEL HEMAT ENERGI DAN IDENTIFIKASI KEBIJAKAN PENDUKUNG M. Indra al Irsyad dan Weltis Sasnofia Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Ketenagalistrikan, Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi S A R I Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 06 Tahun 2011 telah mensyaratkan lampu swa-balast yang beredar di pasar harus membubuhkan label tanda hemat energi. Namun hingga 1 tahun lebih pelaksanaannya, belum ada produsen dan distributor yang melaksanakan peraturan tersebut. Survei seberapa banyak jenis lampu swa-balast yang memenuhi persyaratan perlu dilakukan untuk mengevaluasi apakah persyaratan yang ditetapkan memang sulit untuk dipenuhi oleh lampu yang ada dipasaran. Ruang lingkup survei meliputi pengambilan sampel lampu di pasar DKI Jakarta sekaligus melakukan pengujian di laboratorium P3TKEBTKE. Dari 78 jenis lampu yang diuji, 29% lampu tidak memenuhi nilai lumen minimum yang dipersyaratkan (tidak mendapatkan bintang), sedangkan lampu yang mendapatkan bintang 1 dan 2 masing-masing 8%, lampu dengan bintang 3 sebanyak 18% dan lampu dengan bintang 4 sebanyak 37%. Hal ini membuktikan persyaratan yang telah ditetapkan pemerintah dapat dipenuhi sebagian besar produsen/ distributor lampu sekaligus menyaring lampu yang tidak hemat energi. Untuk lebih mendorong produsen/ distributor melakukan labelisasi sekaligus memproduksi/ menjual lampu dengan bintang 4, pemerintah perlu menginstruksikan setiap kementerian/lembaga, pemerintah daerah serta badan usaha milik negara dan daerah untuk hanya menggunakan lampu bintang 4. Cara lain adalah dengan memberikan fasilitas kredit lampu bintang 4 dengan skema misalnya PLN menjual lampu tersebut dan pembayarannya boleh di-angsur dalam tagihan listrik. Kesimpulan lain yang menarik dari hasil pengujian adalah program labelisasi berpotensi untuk tidak efektif dalam melakukan penghematan energi. Walaupun konsumen membeli lampu swa-balast 9W bintang 4 dibandingkan lampu swa-balast 9W bintang 1 namun kedua lampu mengkonsumsi daya yang sama yaitu 9W. Masyarakat perlu informasi tambahan mengenai kategori peruntukkan lampu berdasarkan daya dan bintang ataup informasi ekuivalensi daya lampu dan bintang. Kata kunci : ekuivalensi daya, fasilitas kredit, label hemat energi, lampu swabalast 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sistem penerangan merupakan kebutuhan listrik paling mendasar baik itu masyarakat yang belum tersambung maupun yang sudah tersambung listrik. Sebagai sumber penerangan, lampu membantu masyarakat dalam menjalankan aktivitasnya dimalam hari. Namun karena sifatnya tersebut, lampu berkontribusi terhadap lonjakan beban di malam hari 70 M&E, Vol. 10, No. 2, Juni 2012
2 khususnya pada jam WIB WIB atau yangbiasa disebut sebagai waktu beban puncak (WBP). Dampak WBP pada ketahanan energi dapat diilustrasikan pada Gambar 1. Beban listrik terendah (beban dasar) terjadi pada jam WIB dan kemudian mulai naik pada pukul WIB yaitu saat masyarakat mulai menjalankan aktivitas di pagi hari. Beban kemudian turun pada pukul WIB yang diperkirakan akibat masyarakat sedang dalam perjalanan menuju kantor. Saat aktivitas kantor dimulai pada pukul WIB beban listrik mulai naik dan akan turun kembali pada saat jam pulang kantor yaitu WIB dengan sedikit penurunan di jam istirahat yaitu pukul WIB. Pada saat WBP, masyarakat yang telah tiba di rumah mulai menyalakan lampu, TV, AC dan peralatan elektronik lain yang membutuhkan tambahan suplai listrik baru sebesar MW atau 32% dari beban luar WBP (LWBP). Tambahan suplai listrik di WBP berarti investasi pembangkit baru namun investasi tersebut hanya digunakan selama 6 jam/hari. Dengan harga listrik yang sama antara beban di WBP dan LWBP, investasi pembangkit listrik baru di WBP jelas bukan pilihan investasi yang menarik bagi investor. Walau tidak seluruhnya WBP disebabkan oleh pemakaian lampu, namun efisiensi penggunaan lampu merupakan prioritas utama. Pemerintah telah menetapkan lampu sebagai produk pemanfaat tenaga listrik pertama yang diterapkan labelisasi tanda hemat energi melalui Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 06 Tahun 2011 tentang Pembubuhan Label Tanda Hemat Energi Untuk Lampu Swa-balast. Peraturan tersebut telah mewajibkan seluruh lampu swa-balast yang beredar di dalam negeri untuk melakukan labelisasi paling lambat Oktober 2011 namun hingga saat ini pelaksanaannya belum berjalan. Kajian ini bertujuan untuk melakukan survei apakah mayoritas lampu swa-balast yang beredar dipasar belum mampu memenuhi persyaratan tingkat hemat energi yang ditetapkan sehingga produsen/ distributor enggan melakukan labelisasi. Survei meliputi pengambilan sampel lampu secara acak di Gambar 1. Pola beban sistem Jawa Madura Bali (JAMALI) tanggal 8 April 2012 (Sumber: diunduh pada tanggal 9 April 2012) Survei Lampu Swa-Balast yang Memenuhi Persyaratan... ; M. Indra al Irsyad dan Weltis Sasnofia 71
3 pasar yang ada di Jakarta sekaligus mengujinya pada laboratorium P3TKEBTKE. Hasil survei kemudian menjadi dasar dalam identifikasi kebijakan yang diperlukan agar produsen/ distributor mau segera melakukan labelisasi sekaligus memproduksi/ mendistribusikan lampu bintang Dasar Hukum a. UU No. 30 Tahun 2007 tentang Energi; Pasal 25 ayat 3: Pengguna energi dan produsen peralatan hemat energi yang melaksanakan konservasi energi diberi kemudahan dan/atau insentif oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah. b. Undang-Undang No. 5/1984 Tentang Perindustrian; Pasal 9 butir 4: Pengaturan dan pembinaan bidang usaha industri dilakukan dengan memperhatikan pencegahan timbulnya kerusakan dan pencemaran terhadap lingkungan hidup, serta pengamanan terhadap keseimbangan dan kelestarian sumber daya alam. c. PP 70/2009 Tentang Konservasi Energi; Pasal 4 : Pemerintah bertanggung jawab secara nasional untuk merumuskan dan menetapkan kebijakan, strategi dan program konservasi energi. Pasal 7: Pengusaha bertanggung jawab menghasilkan produk dan/atau jasa yang hemat energi. d. Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. Pasal 105 Ayat (2) :Konsep pengadaan ramah lingkungan dapat diterapkan dengan persyaratan-persyaratan tertentu yang mengarah pada pemanfaatan sumber daya alam secara arif dan mendukung pelestarian lingkungan hidup. e. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya MineralNomor 06 Tahun 2011 tentang Pembubuhan Label Tanda Hemat Energi Untuk Lampu Swa-balast. 2. JENIS LAMPU DAN METODA UJI 2.1. Jenis Lampu Kesadaran masyarakat untuk menggunakan lampu yang hemat energi sebenarnya telah membaik seiring turunnya harga lampu hemat energi. Pada Gambar 2, permintaan lampu pijar terus menurun dari 150 juta lampu di 2002 Gambar 2. Penjualan lampu di dalam negeri (Sumber: Apperlindo) 72 M&E, Vol. 10, No. 2, Juni 2012
4 menjadi hanya 48 juta lampu di Masyarakat telah beralih ke lampu swa-balast yang mengalami kenaikan permintaan signifikan dari 49 juta lampu di 2002 menjadi 250 juta lampu lebih di Permintaan lampu neon, yang umumnya berasal dari perkantoran, tetap naik secara perlahan. Tingkat hemat energi sebuah lampu dinyatakan dalam satuan efikasi yang merupakan rasio antara kuat cahaya (luminous flux) yang mempunyai satuan lumen dengan pemakaian energi listrik yang dinyatakan dalam satuan watt. Tingkat efikasi lampu yang beredar dipasar terus meningkat seiring perkembangan teknologi lampu. Beberapa teknologi lampu yang masih beredar dapat dibandingkan pada Tabel 1. a. Lampu pijar (incandescent). Lampu jenis ini merupakan bola lampu edison yang paling tradisional. Lampu ini mengeluarkan cahaya dalam spektrum yang luas dan hangat, namun hampir 90% daya yang dikonsumsi dirubah menjadi panas dibandingkan cahaya. b. Lampu halogen. Halogen merupakan jenis lain dari lampu pijar namun mempunyai color rendering yang lebih baik sehingga biasanya digunakan sebagai pencahayaan pada pekerjaan yang membutuhkan detil tinggi. Efikasi lampu halogen pun lebih baik khususnya pada jenis MR16 yang telah dilengkapi dengan reflektor cahaya. c. Lampu light emitting diodes (LEDs). LEDs merupakan teknologi yang sedang berkembang sehingga harganya masih mahal. Namun, hal tersebut terkompensasi oleh usia yang lama, efikasi yang tinggi, lebih ramah lingkungan, dan color rendering yang baik. d. Lampu neon/ fluorescent tube. Prinsip kerja lampu jenis ini adalah cahaya ultraviolet dihasilkan dan dirubah ke cahaya tampak melalui lapisan fosfor pada tabung kaca. Lampu neon mempunyai usia 4-5 kali dibandingkan lampu pijar. Teknologi terbaru dari jenis lampu ini memperbaiki kedipan cahaya (flicker) sehingga color rendering-nya sebaik lampu pijar. Mengingat lampu fluorescent mengandung merkuri dan gas lain, diperlukan penanganan khusus dalam pembuangannya. e. Lampu swa-balast/ compact fluorescent (CFL). Permintaan lampu jenis ini sedang berkembang, sebagaimana pada Gambar 2, karena pemakaian energinya yang lebih Tabel 1. Karakteristik tiap jenis lampu Jenis Efikasi Color Rendering Range Rata-rata Index Usia (jam) Incandescent Sangat baik Halogen Sangat baik LED Fluorescent Cukup Baik CFL Baik MV Cukup MH Cukup Baik HPS SON Cukup LPS SOX Tidak Baik Catatan : Color rendering index (CRI) adalah satuan tingkat kesamaan warna permukaan yang terkena warna sumber cahaya dengan warna permukaan acuan. Semakin baik CRI maka semakin sama dengan warna sesungguhnya. Survei Lampu Swa-Balast yang Memenuhi Persyaratan... ; M. Indra al Irsyad dan Weltis Sasnofia 73
5 sedikit daripada lampu pijar, usia yang 8 kali lebih lama dan kualitas cahaya yang baik. Akan tetapi, perkembangan tersebut terhambat oleh isu lingkungan mengenai jumlah merkuri yang dikandungnya dan limbah ballast yang menjadi satu dengan lampu. f. Lampu CFL tanpa ballast. Akibat kritik limbah ballast pada CFL yang seharusnya dapat digunakan kembali maka kemudian muncul teknologi CFL tanpa ballast. Pada saat lampu CFL mati, maka cukup lampu saja yang dibuang sedangkan ballast-nya dapat dipakai berulang kali.ballast tersebut dapat dipakai pada berbagai daya lampu dan dapat di redupkan (dimming). Dengan kelebihannya tersebut, lampu jenis mempunyai efikasi dan usia lebih baik dengan lampu swa-balast. g. Lampu High Intensity Discharge (HID). Lampu jenis ini menggabungkan electric arc dan gas sehingga dalam kemasan yang kecil mampu menghasilkan jumlah cahaya yang lebih tinggi dibandingkan dengan lampu pijar dan fluorescent. Lampu jenis HID biasa digunakan pada luas area yang luas dan membutuhkan efikasi dan usia yang lama. Kelemahan umum dari jenis lampu ini adalah memerlukan ballast tambahan dan waktu start-up selama beberapa menit untuk mencapai pencahayaan penuh. Jenis utama dari lampu HID adalah mercury vapour (MV), metal halide (MH) dan high pressure sodium (HPS). 1) Lampu Mercury Vapor (MV). MV mempunyai efikasi 3 kali lebih baik dan usia yang lebih lama dibandingkan lampu pijar namun lebih boros energi dibandingkan lampu fluorescent. Kelemahan lain adalah color rendering yang rendah, memerlukan waktu startup hingga 5 menit, pemeliharaan lumen yang rendah dan sensitif terhadap perubahan tegangan. 2) Lampu Metal Halide (MH). Lampu metal halide yang dilengkapi dengan tabung filamen mempunyai color rendering dan efikasi yang lebih baik dibandingkan MV namun usia yang lebih pendek. Limbah lampu jenis ini perlu ditangani secara khusus karena mengandung merkuri. 3) Lampu High Pressure Sodium (HPS) dan White "SON". Lampu HPS merupakan lampu HID yang paling efisien dengan usia lebih baik daripada lampu MH. Lampu jenis ini umumnya digunakan untuk penerangan jalan umum (PJU) dan lampu keamanan yang tidak membutuhkan color rendering yang baik. White "SON" merupakan salah satu jenis HPS dengan color rendering yang lebih baik namun usia dan efikasi yang lebih rendah. 4) Lampu Low Pressure Sodium (LPS). Secara komersial, lampu LPS merupakan lampu yang paling efisien walaupun usianya tidak selama HPS. Selain itu, lampu LPS dapat langsung menyala walaupun membutuhkan waktu untuk mencapai tingkat pencahayaan penuh. Kelebihan lain adalah pemeliharaan lumen yang baik, dan distribusi cahaya yang lebih merata dibandingkan lampu HID lainnya. Walaupun Permen ESDM No. 06/2011 hanya mengatur lampu swabalast CFL, namun survei pada kajian ini diperluas hingga lampu LED swabalast sebagai perbandingan efisiensi Metode Pengujian Pengujian tingkat hemat energi lampu compact fluorescent (CFL) menggunakan metoda SNI IEC 60969:2009 dengan alur pengujian pada Gambar 3 sementara untuk lampu LED swabalast menggunakan metoda uji IEC untuk pengujian kinerja lampu LED. Perbedaan pengujian terletak pada perlunya proses ageing selama 100 jam untuk lampu CFl sementara lampu LED tidak memerlukannya. Pada policy paper ini, karena keterbatasan waktu, pengujian hanya dilakukan pada uji daya lampu dan fluks luminous untuk mengetahui tingkat hemat energi lampu tersebut. 74 M&E, Vol. 10, No. 2, Juni 2012
6 START Persiapan: Pengkondisian alat, parameter listrik dan ruangan, dan lembar kerja Sesuai persyaratan pabrikan Uji Dimensi Lampu Uji Pemulaan dan Penyalaan Sesuai persyaratan pabrikan Proses pengusiaan (ageing) 100 jam dengan periode mati 8 kali dalam 24 jam selama 10 menit Uji Daya Lampu & Fluks Luminous Uji pemeliharaan lumen, setelah pengoperasian 2000 jam (termasuk operasi ageing 100 jam, dengan periode mati 8 kali dalam 24 jam selama 10 menit) ukur kembali nilai lumennya Sesuai persyaratan pabrikan Daya tidak melebihi 115% daya tertera, lumen sesuai persyaratan pabrikan Sesuai persyaratan pabrikan Uji usia pada 20 lampu uji (operasi penyalaan dengan periode mati 8 kali dalam 24 jam selama 10 menit) hingga 50% lampu rusak/mati Sesuai persyaratan pabrikan STOP Gambar 3. Alur pengujian lampu CFL swa-balast di SNI IEC 60969:2009 Fluks luminous diukur dengan tegangan suplai sebesar tegangan tertera lampu yang dinyatakan oleh pabrikan/distributor. Apabila tegangan dinyatakan dalam bentuk range maka tegangan suplai yang diberikan adalah tegangan tengah. Jumlah sampel pengujian tiap jenis lampu sebanyak 3 buah dengan pengukuran 3 kali setiap sampel. Jenis lampu yang dimaksud adalah merk berbeda, merk sama daya berbeda, merk sama daya sama bentuk lampu berbeda ataupun merk sama daya sama bentuk lampu sama namun warna pencahayaan berbeda. Jumlah lampu yang diuji sebanyak 78 jenis lampu dengan perincian sebagaimana pada Gambar 4. Peralatan yang digunakan dalam pengujian adalah photometer, power analyzer dan power suplai yang ada di laboratorium P3TKEBTKE - Badan Penelitian dan Pengembangan Energi dan Sumber Daya Mineral sebagaimana pada Gambar 4. Kemampuan laboratorium tersebut dalam melakukan uji kinerja lampu telah terakreditasi oleh Komiter Akreditasi Nasional (KAN) sejak Survei Lampu Swa-Balast yang Memenuhi Persyaratan... ; M. Indra al Irsyad dan Weltis Sasnofia 75
7 Gambar 4. Data jenis lampu yang diuji 3. DISKUSI KEBIJAKAN Dari 78 jenis lampu yang diuji, 29% lampu tidak memenuhi nilai lumen minimum yang dipersyaratkan dalam Permen ESDM 06/ 2011.Lampu yang tidak mendapatkan bintang tersebut terdistribusi merata di lampu 3-9 W (35%), W (30%) dan W (35%). Lampu uji yang mendapatkan bintang 1 dan 2 masing-masing 8%, lampu uji dengan bintang 3 sebanyak 18% dan lampu dengan bintang 4 sebanyak 37%. Lampu bintang 4 didominasi oleh lampu dengan daya 10-15W (41%) kemudian diikuti oleh lampu dengan daya W (34%), 3-9 W (21%) dan 26W ke atas (3%). Selain itu, dapat disimpulkan bahwa lampu dengan daya rendah mempunyai kecenderungan mempunyai bintang yang kecil, misal dari 27 lampu dengan daya 3-9 W hanya 22% yang mempunyai bintang 4 sedangkan lampu dengan daya W sebesar 48% dan lampu dengan daya 16-25W sebesar 40%. Upaya pemerintah dalam mendorong (push) program label hemat energi sejak 2011 belum berjalan dengan baik walaupun hanya 29% lampu yang beredar dipasar saat ini tidak memenuhi persyaratan minimum hemat energi lampu swa-balast. Tersaringnya lampu-lampu tersebut dari pasar diperkirakan tidak akan banyak mempengaruhi harga lampu akibat berkurangnya suplai mengingat masih ada 71% lampu jenis lain yang dapat menggantikan. Berdasarkan fakta tersebut, pemerintah dapat terus menjalankan program label hemat energi pada lampu swa-balast melalui pengawasan lampu dipasar secara kontinyu.namun selain itu, diperlukan strategi lain untuk mempercepat proses labelisasi sekaligus menarik produsen/ distributor dalam meningkatkan efisiensi lampu yang diproduksi/ didistribusikan. Beberapa strategi tersebut adalah : a. Penciptaan pasar produk dengan label hemat energi (pull strategy). Kurangnya kesadaran produsen dan distributor lampu untuk mengikuti program label hemat energi disebabkan oleh adanya biaya labelisasi, kekhawatiran akan berkurangnya penjualan lampu akibat tidak mendapatkan jumlah bintang yang baik dan harga lampu yang menjadi lebih mahal serta yang terutama adalah masih kurangnya kemampuan pemerintah dalam mengawasi pelaksanaan program labelisasi. Pengawasan memerlukan sumber daya 76 M&E, Vol. 10, No. 2, Juni 2012
8 manusia dan dana yang besar bila melihat cakupan wilayah Indonesia yang luas. Sebagai penjual yang meminimalisasi biaya, produsen/ distributor akan melihat lemahnya pengawasan tersebut untuk tidak melakukan labelisasi. Dalam game theory, produsen akan mendapatkan payoff yang lebih rendah bila mengeluarkan biaya labelisasi sementara ada produsen lain yang tidak melakukannya dan tidak mendapatkan sanksi dari pemerintah. Payoff yang optimal bagi seluruh produsen/ distributor adalah sepakat untuk tidak melakukan labelisasi karena pemerintah tidak dapat menarik lampu tanpa label karena hal itu berarti pemerintah harus menarik seluruh lampu yang beredar dipasar saat ini. Upaya untuk memberi payoff yang lebih pada para produsen/ distributor adalah dengan memberikan insentif. Insentif tidak harus berupa monetary incentive namun bisa berupa protection incentive. Insentif proteksi yang dimaksud adalah instansi pemerintah dan badan usaha milik negara/ daerah wajib menggunakan lampu dengan jumlah bintang 4. Insentif semacam ini tidak memerlukan dasar hukum baru karena setidaknya telah ada Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. Ayat (2) Pasal 105 menyebutkan bahwa konsep pengadaan ramah lingkungan dapat diterapkan dengan persyaratan-persyaratan tertentu yang mengarah pada pemanfaatan sumber daya alam secara arif dan mendukung pelestarian lingkungan hidup. Kebijakan ini akan menjadi pasar yang besar bagi produsen/ distributor mengingat saat ini jumlah kantor pemerintahan di seluruh Indonesia sebanyak gedung dengan konsumsi listrik total 2,6 TWh di 2010 (PLN Statistics 2010, 2011). Ketika produsen/ distributor melakukan labelisasi untuk memenuhi persyaratan tersebut, maka akan ada lampu dengan label jumlah bintang 1 dan 3 yang tidak memenuhi persyaratan pengadaan namun dapat didistribusikan ke pasar. Saat dipasar telah ada lampu dengan label hemat energi, maka pemerintah dapat dengan tegas menarik lampu yang tidak mempunyai label. Berdasarkan survei harga lampu pada Gambar 5, lampu bintang 4sebenarnya mempunyai harga yang bersaing dengan harga lampu bintang dibawahnya. Pemberianinsentif moneter, seperti pengurangan pajak penjualan, pengurangan tarif impor dan fasilitas kredit pembelian lampu bintang 4 oleh PLN, akan membuat daya tarik lampu bintang 4 lebih baik. Untuk pemberian kredit, lampu dapat dibeli pada unit layanan PLN, bank, koperasi, tempat kerja ataupun tempat lain yang sering berhubungan dengan konsumen dan kemudian konsumen kemudian mengangsur pembayarannya selama 2-3 bulan. Angsuran kemudian dipotong langsung setiap bulannya melalui rekening tagihan listrik ataupun pemotongan gaji. Gambar 5. Alur pengujian lampu CFL swabalast di SNI IEC 60969:2009 Survei Lampu Swa-Balast yang Memenuhi Persyaratan... ; M. Indra al Irsyad dan Weltis Sasnofia 77
9 b. Penambahan informasi baru pada kemasan lampu. Permasalahan lain dari label hemat energi di lampu adalah efektivitas tanda label hemat energi dalam menurunkan pemakaian energi nasional. Misal berdasarkan hasil pengukuran, lampu X 14 W mempunyai label bintang 1 sementara lampu Y 14W mempunyai label bintang 4, maka konsumen yang sadar hemat energi akan memilih lampu Y14W. Namun, hal ini tidak menurunkan konsumsi energi konsumen sebab konsumsi daya kedua lampu tersebut sama yaitu 14W. Konsumen belum mempunyai informasi yang jelas mengenai dampak perbedaan jumlah bintang sehingga tetap memilih lampu dengan daya 14W. Kondisi yang berbeda bila labelisasi diterapkan pada TV. Konsumsi daya tentu akan berbeda antara TV 14" bintang 4 dan TV 14" bintang 1. Pemerintah perlu mendorong produsen/ distributor untuk mencantumkan informasi peruntukkan lampu pada kemasannya. SNI mengenai standar konservasi energi pada sistem pencahayaan telah mengatur tingkat pencahayaan standar bagi tiap jenis ruangan sebagaimana pada Tabel 2. Berdasarkan nilai di Tabel 2 tersebut maka dapat dikategorikan peruntukkan lampu pada range tingkat cahaya tertentu yaitu Tabel 2. Tingkat pencahayaan rata-rata yang direkomendasikan SNI FUNGSI RUANGAN TINGKAT PENCAHAYAAN (LUX, LUMEN/M2) FUNGSI RUANGAN TINGKAT PENCAHAYAAN (LUX, LUMEN/M2) RUMAH TINGGAL PERKANTORAN Teras 60 R. Direktur 350 R. Tamu R. Kerja 350 R. Makan R. Komputer 350 R. Kerja R. Rapat 300 K. Tidur R. Gambar 750 K. Mandi 250 Gudang Arsip 150 Dapur 250 R. Arsip Aktif 300 Garasi 60 PERTOKOAN/ R. PAMER HOTEL DAN RESTAURAN R. Pamer obyek berukuran besar 500 Lobi, koridor 100 Toko kue dan makanan 250 R. Serbaguna 200 Toko bunga 250 R. Makan 250 Toko buku dan alat tulis/ gambar 300 Kafetaria 200 Toko perhiasan, arloji 500 K. Tidur 150 Toko barang kulit dan sepatu 500 Dapur 300 Toko pakaian 500 INDUSTRI (UMUM) Pasar swalayan 500 Gudang Toko mainan 500 Pekerjaan kasar Toko alat listrik 250 Pekerjaan menengah Toko alat musik dan olahraga 250 Pekerjaan halus LEMBAGA PENDIDIKAN Pekerjaan amat halus 1000 R. Kelas 250 Pemeriksaan warna 750 Perpustakaan 300 RUMAH SAKIT/ BALAI Laboratorium 500 R. Rawat Inap 250 R. Gambar 750 R. Operasi, bersalin 300 Kantin 200 Laboratorium 500 RUMAH IBADAH R. rehabilitasi 250 Masjid 200 Gereja 200 Vihara M&E, Vol. 10, No. 2, Juni 2012
10 lumen, lumen, lumen, lumen, lumen dan lumen. Berdasarkan Tabel 2, lampu dengan tingkat pencahayaan lumen hanya layak dipakai untuk teras dan garasi seluas 5 m 2 dan gudang kecil berukuran 3 m 2. Kategori peruntukkan lampu dengan tingkat pencahayaan lumen dapat dinamakan "Lampu Untuk Bukan Area Kerja dengan Luas Maksimum 5 m 2 ". Apabila luas area lebih dari itu, maka konsumen dapat menggunakan 2 unit lampu atau menggunakan kategori peruntukan lampu yang lebih baik. Informasi kategori peruntukan semacam itu akan membantu konsumen dalam memilih daya dan jumlah bintang lampu yang dibutuhkan sehingga manfaat label hemat energi pada penurunan konsumsi energi baru dapat dirasakan. Misal, konsumen akan lebih bijak memilih lampu A 5W (bintang 2) daripada lampu B 11W (bintang 0) mengingat tingkat pencahayaan yang dihasilkan sama namun konsumsi energinya menjadi lebih rendah. Kategori peruntukkan kedua adalah lampu dengan tingkat pencahayaan lumen. Tingkat pencahayaan tersebut sesuai untuk lobi, koridor, kamar mandi, ruang tamu, ruang makan dan ruang kerja dengan luas area yang tidak melebihi 5 m 2. Kategori peruntukkan lampu dengan tingkat pencahayaan ini dapat dinamakan dengan "Lampu Untuk Area Umum dengan Luas Maksimum 5 m 2. Sampling pengujian lampu diatas 500 lumen tidak menemukan adanya lampu yang tidak mendapat bintang. Namun, walaupun begitu tetap diperlukan informasi peruntukkan agar konsumen dapat memilih daya dan bintang lampu yang sesuai dengan kebutuhannya. Pemberian nama kategori peruntukkan tersebut akan lebih tepat dilakukan berdasarkan kesepakatan bersama antara produsen, distributor, pemerintah dan asosiasi luminer. Bila pemberian nama kategori peruntukkan tidak dapat disepakati dan terlalu rumit, maka informasi lain yang dapat disampaikan adalah ekuivalensi daya lampu pada bintang yang berbeda. Gambar 6 menujukkan adanya overlapping tingkat pencahayaan lampu bintang 4 daya 3-9 W dengan lampu bintang 1 daya W. Hal ini berarti bahwa lampu 9 W bintang 4 setara lampu 12 W bintang 1. Tabel 3 merupakan hasil analisa mengenai informasi ekuivalensi yang perlu disampaikan dalam kemasan lampu. Manfaat keekonomian dari Tabel 3 adalah pemilihan lampu 9 W bintang 4 daripada lampu 11 W bintang 1 akan menghemat tagihan listrik sebesar Rp 2.500,-/ tahun dengan asumsi pemakaian listrik rata-rata Tabel 3. Informasi ekuivalensi lampu Daya Lampu (W) Bintang 4 Bintang 3 Bintang Setara lampu bintang 2 dengan daya 1-2 W lebih tinggi Setara lampu bintang 1 dengan daya 2-3 W lebih tinggi Setara lampu bintang 1 dengan daya 4 W lebih tinggi > 26 Setara lampu bintang 1 dengan daya 7 W lebih tinggi Setara lampu bintang 1 dengan daya 1 W lebih tinggi Setara lampu bintang 1 dengan daya 2 W lebih tinggi Setara lampu bintang 1 dengan daya 3 W lebih tinggi Setara lampu bintang 1 dengan daya 6 W lebih tinggi Setara lampu bintang 1 dengan daya 1 W lebih tinggi Setara lampu bintang 1 dengan daya 1 W lebih tinggi Setara lampu bintang 1 dengan daya 2 W lebih tinggi Setara lampu bintang 1 dengan daya 4 W lebih tinggi Survei Lampu Swa-Balast yang Memenuhi Persyaratan... ; M. Indra al Irsyad dan Weltis Sasnofia 79
11 Gambar 6. Ekuivalensi daya lampu pada berbagai jumlah bintang (Sumber: Permen ESDM 06/2011) 8 jam per hari dan tarif listrik sebesar Rp 415,-/ kwh (tarif golongan rumah tangga 450 VA). Penghematan tersebut masih tidak mampu menutupi perbedaan harga sebesar Rp 5.000,-. Untuk itu, penambahan informasi usia lampu akan bermanfaat bagi konsumen dalam mempertimbangkan nilai keekonomian lampu. Konsumen akan indifference antara memilih lampu 9 W bintang 4 dengan lama usia 2 tahun atau lampu 11 W bintang 1 dengan lama usia 1 tahun. Hal lain yang perlu diawasi pemerintah adalah verifikasi spesifikasi teknis yang dicantumkan dalam kemasan lampu. Hasil pengujian menunjukkan bahwa beberapa lampu mengkonsumsi daya yang tidak sesuai dengan daya tertera. 4. REKOMENDASI Pengujian lampu swa-balast yang telah dilakukan menunjukkan bahwa 71% lampu swabalast yang diuji telah memenuhi persyaratan minimal label hemat energi sebagaimana pada Permen ESDM 06/2011. Dari 6 lampu LED yang diuji, 3 lampu mendapat bintang 4, 1 lampu bintang 3, 1 lampu bintang 2 dan 1 lampu tidak memenuhi persyaratan minimal. Hal ini membuktikan bahwa persyaratan yang ditetapkan pemerintah dapat dipenuhi oleh sebagian besar jenis lampu swa-balast sehingga pemerintah hanya perlu menarik produsen/ distributor untuk segera melakukan labelisasi. Beberapa terobosan yang dapat dilakukan adalah kewajiban instansi pemerintah dan badan usaha milik negara/daerah untuk menggunakan lampu dengan label bintang 4 serta mengusahakan kredit lampu hemat energi tersebut. Kredit tersebut sebaiknya dilakukan oleh instansi yang akan selalu berhubungan oleh konsumen seperti PLN, tempat kerja, Telkom dan sebagainya agar menjamin kelancaran pembayaran angsuran. Walaupun berbagai insentif tersebut berhasil menarik penggunaan lampu hemat energi namun hal tersebut tidak berarti konsumsi energi konsumen akan otomatis menurun. Label hemat energi yang sekarang tidak menjelaskan kepada masyarakat mengenai peruntukkan ataupun ekuivalensi lampu tersebut. Penggantian lampu 80 M&E, Vol. 10, No. 2, Juni 2012
12 18W bintang 1 dengan lampu 18W bintang 4 tidak menurunkan konsumsi energi listrik. Sebaliknya, konsumen tidak mempunyai informasi mengenai daya lampu bintang 4 yang dapat digunakan agar menghasilkan tingkat pencahayaan yang sama. Mengatasi hal tersebut, kemasan lampu perlu diberi informasi tambahan mengenai peruntukkan ataupun luas area cakupan yang sesuai dengan lampu tersebut. Alternatif lain yang lebih mudah dilakukan adalah membandingkan lampu bintang 4 dengan lampu bintang 1 lain dengan daya yang lebih besar. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa lampu bintang 4 setara lampu bintang 1 dengan daya 1-7 W lebih tinggi sementara lampu bintang 2 dapat menggantikan lampu bintang 1 dengan daya 1-4 W lebih tinggi. DAFTAR PUSTAKA Badan Standarisasi Nasional SNI tentang Konservasi Energi Pada Sistem Pencahayaan. Jakarta. Badan Standarisasi Nasional SNI IEC 60969:2009 tentang Lampu Swa-balast untuk pelayanan pencahayaan umum - Persyaratan unjuk kerja. Jakarta. 9 April Beban Harian Sistem JAMALI. International Electrotechnical Commission. IEC Self-ballasted LED-lamps for general lighting services - Performance requirements. Pemerintah Republik Indonesia Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 06 Tahun 2011 tentang Pembubuhan Label Tanda Hemat Energi Untuk Lampu Swa-balast. Jakarta. Pemerintah Republik Indonesia Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2011 tentang Tarif Tenaga Listrik Yang Disediakan Oleh Perusahaan Perseroan (Persero) PT Perusahaan Listrik Negara. Jakarta. PT PLN (Persero) Jakarta. Survei Lampu Swa-Balast yang Memenuhi Persyaratan... ; M. Indra al Irsyad dan Weltis Sasnofia 81
BAB IV ANALISIS DATA. menentukan berapa besar energi yang dikonsumsi per tahun. Data yang diperoleh,
BAB IV ANALISIS DATA 4.1 Analisis Intensitas Konsumsi Energi Perhitungan Intensitas Konsumsi Energi (IKE) dibutuhkan data penunjang guna menentukan berapa besar energi yang dikonsumsi per tahun. Data yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejalan dengan perkembangan teknologi saat ini. Energi menjadi kebutuhan primer pada kebutuhan manusia. Menurut Buku Perencanaan Efisiensi dan Elastisitas Energi
Lebih terperinciMENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR TAHUN 2010 TENTANG
MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR TAHUN 2010 TENTANG PEMBUBUHAN LABEL TANDA HEMAT ENERGI UNTUK LAMPU SWABALAST DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pengelola energi listrik di Indonesia telah melakukan salah satu kegiatan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sesuai Keputusan Presiden RI. No. 43 Tahun 1991 Tentang Konversi Energi, maka Perusahaan Umum Listrik Negara (PLN) selaku penyedia dan pengelola energi listrik
Lebih terperinciSNI IEC 60969:2008. Copy SNI ini dibuat oleh BSN untuk Panitia Teknis Perumusan SNI 31-01 Elektronika Untuk Keperluan Rumah Tangga
Standar Nasional Indonesia Lampu swa-balast untuk pelayanan pencahayaan umum Persyaratan unjuk kerja (IEC 60969 Edition 1.2 (2001), Self-ballasted lamps for general lighting services - Performance requirements,
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
7 BAB II LANDASAN TEORI 1.1 Pengertian dan Ruang Lingkup Petunjuk teknis sistem pencahayaan buatan dimaksudkan untuk digunakan sebagai pegangan bagi para perancang dan pelaksana pembangunan gedung didalam
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.556,2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 13 TAHUN 2012 TENTANG PENGHEMATAN PEMAKAIAN TENAGA LISTRIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciANALISIS PENGUJIAN KINERJA NILAI EFIKASI DAN FAKTOR DAYA INISIAL LAMPU LED BULB SWABALAST MENGGUNAKAN STANDAR IEC/PAS 62612:2009
Ketenagalistrikan dan Energi Terbarukan Vol. 13 No. 2 Desember 2014 : 115 122 ISSN 1978-2365 ANALISIS PENGUJIAN KINERJA NILAI EFIKASI DAN FAKTOR DAYA INISIAL LAMPU LED BULB SWABALAST MENGGUNAKAN STANDAR
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. konservasi energi listrik untuk perencanaan dan pengendalian pada gedung
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Penelitian sebelumnya yang sebelumnya tentang kajian managemen konservasi energi listrik untuk perencanaan dan pengendalian pada gedung perkantoran PT. PHE
Lebih terperinciBab 7 Jenis-jenis Lampu. Dr. Yeffry Handoko Putra, S.T, M.T Jenis Lampu
Bab 7 Jenis-jenis Lampu Dr. Yeffry Handoko Putra, S.T, M.T E-mail: yeffry@unikom.ac.id 58 Jenis Lampu 59 1 Lampu Pijar (incadescent) Lampu Pelepasan (gas discharge lamp) - Tekanan rendah (Lampu Flurescent,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sesuai Keputusan Presiden RI. No. 43 Th 1991 Tentang Konversi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sesuai Keputusan Presiden RI. No. 43 Th 1991 Tentang Konversi Energi, maka Perusahaan Listrik Negara (PLN) selaku penyedia dan pengelola energi listrik di Indonesia
Lebih terperinciMENTERI ENERGI DAN SUMBER DAY A MINERAL REPUBLIK INDONESIA
MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAY A MINERAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR: 06 TAHUN 2011 TENTANG PEMBUBUHAN LABEL TANDA HEMAT ENERGI UNTUK LAMPU SWABALAST DENGAN
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.557,2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 14 TAHUN 2012 TENTANG MANAJEMEN ENERGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI
Lebih terperinciMenghitung kebutuhan jumlah titik lampu dalam ruangan
Menghitung kebutuhan jumlah titik lampu dalam ruangan Setiap ruang pada bangunan rumah, kantor, apartement, gudang, pabrik, dan lainnya, membutuhkan penerangan. Baik penerangan / pencahayaan alami (pada
Lebih terperinciTENTANG PENGHE. : a. Peraturan. b. menetapkan. Gubernur : 1. Pemerintah. Menimbang. tentang. Nomor ); 4. Tahun. Prov Jatim
GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG PENGHE EMATAN PEMAKAIAN TENAGA LISTRIK DI LINGKUNGAN PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWAA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang
Lebih terperincitata cahaya yang berkualitas dan efisien titovianto widyantoro
tata cahaya yang berkualitas dan efisien titovianto widyantoro Tata cahaya yang berkualitas dan efisien Kualitas tata cahaya Teknologi tata cahaya Efisiensi energi pada tata cahaya Desain tata cahaya yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini, pertumbuhan penduduk di Indonesia bertambah sejalan dengan deret ukur. Hal ini berkaitan dengan semakin bertambahnya sejumlah anggota dalam setiap
Lebih terperinci1 BAB I PENDAHULUAN. Saat ini terus dilakukan studi berkelanjutan oleh para peneliti mengenai apa
1 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini terus dilakukan studi berkelanjutan oleh para peneliti mengenai apa yang menyebabkan pemanasan global atau global warming. Salah satu hal yang telah dipelajari
Lebih terperinci2014, No Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821); 2. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang En
No.829, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN ESDM. Hemat Energi. Label. Pembubuhan. Lampu Swabalast. PERATURAN MENTERI ENERGI SUMBERDAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG PEMBUBUHAN
Lebih terperinciMEDIA ELEKTRIK, Volume 3 Nomor 1, Juni 2008
Zulhajji, Penghematan Energi Listrik Rumah Tangga dengan Metode Demand Side Management PENGHEMATAN ENERGI LISTRIK RUMAH TANGGA DENGAN METODE DEMAND SIDE MANAGEMENT (DSM) Zulhajji Jurusan Pendidikan Teknik
Lebih terperinciTEKNIKA VOL. 2 NO
ANALISA KONSERVASI ENERGI PENCAHAYAAN PADA GEDUNG KULIAH DI UNIVERSITAS IBA Bahrul Ilmi, Reny Afriany Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas IBA, Palembang Email: bahrul.ilmii@yahoo.com
Lebih terperinciSETAHUN PROGRAM DEMAND SIDE MANAGEMENT
SETAHUN PROGRAM DEMAND SIDE MANAGEMENT 2001-2002 A. Program DSM 1. Latar Belakang : Kebijakan Pemerintah di bidang energi yang ditempuh sejak awal tahun 1980 an dan direvisi secara periodik dituangkan
Lebih terperinciPENGUJIAN TINGKAT PENCAHAYAAN DI RUANG KULIAH SEKOLAH C LANTAI III- O5
EKSERGI Jurnal Teknik Energi Vol 13 No. 3 September 2017; 68-73 PENGUJIAN TINGKAT PENCAHAYAAN DI RUANG KULIAH SEKOLAH C LANTAI III- O5 Supriyo, Ismin T. R. Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Semarang
Lebih terperinciJurnal Teknologi Elektro, Universitas Mercu Buana ISSN: ANALISA PEMAKAIAN DAYA LAMPU LED PADA RUMAH TIPE 36
ANALISA PEMAKAIAN DAYA LAMPU LED PADA RUMAH TIPE 36 Moethia Faridha, M. Dahlan Yusuf Saputra Jurusan Teknik Elektro Uniska M A B Banjarmasin Jl. Adyaksa No2 Banjarmasin Kalimantan Selatan Email:bariethia@gmail.com
Lebih terperinciProsedur Energi Listrik
Prosedur Energi Listrik Oleh: Dr. Giri Wiyono, M.T. Jurusan Pendidikan Teknik Elektro, Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta giriwiyono@uny.ac.id Prosedur Audit Energi Listrik Pada Bangunan Gedung
Lebih terperinciAnalisis Antisipasi Potensi Pemborosan Pada Energi Penerangan Di Industri Tekstil PT. Z
Analisis Antisipasi Potensi Pemborosan Pada Energi Penerangan Di Industri Tekstil PT. Z Nasrul Fatah (0906556332) nazfat@yahoo.com Program Studi Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Indonesia Kampus
Lebih terperinciEnergi dan Ketenagalistrikan
ANALISIS KONSUMSI ENERGI LISTRIK PADA TELEVISI CRT DAN LED Tri Anggono dan Khalif Ahadi Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Ketenagalistrikan dan Energi Baru dan Terbarukan anggono_tri@yahoo.com
Lebih terperinciKEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2000 TENTANG HARGA JUAL TENAGA LISTRIK YANG DISEDIAKAN OLEH PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO)
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2000 TENTANG HARGA JUAL TENAGA LISTRIK YANG DISEDIAKAN OLEH PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO) PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Keperluan pencahayaan ruangan menempati urutan terbesar kedua setelah sistem tata udara. Sebagaimana diketahui bahwa sumber daya alam untuk membangkitkan listrik adalah
Lebih terperinciLAMPIRAN I KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 48 TAHUN 2000 TANGGAL : 31 MARET 2000 GOLONGAN TARIF DASAR LISTRIK
LAMPIRAN I GOLONGAN DASAR LISTRIK No. GOLONGAN BATAS DAYA KETERANGAN 1. S-1/TR 220 VA Tarif S-1 yaitu tarif untuk keperluan pemakai sangat kecil (tegangan rendah) 2. S-2/TR 250 VA s.d 200 kva Tarif S-2
Lebih terperinciPROGRAM STUDI TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA 2017 LAPORAN TUGAS AKHIR
ANALISIS AUDIT ENERGI UNTUK PENCAPAIAN EFISIENSI ENERGI DI GEDUNG PUSAT PEMERINTAHAN KOTA TANGERANG NUR MUHAMAD HAKIKI NIM: 41312010028 PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MERCU BUANA
Lebih terperinciBAB IV DATA DAN PEMBAHASAN
BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN 4.1. Data yang Didapat Data yang diperoleh dalam penelitian ini untuk menunjang sebagai analisis perbandingan lampu yaitu menggunakan data jenis lampu yang digunakan pada area
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Bangunan Area Parkir Bangunan area parkir berlapis (multistorey car park) di gedung Wisma 46 terdiri dari 8 lantai, tetapi yang dipergunakan untuk sarana parkir
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Hadirnya energi listrik ke dalam kehidupan manusia merupakan salah satu hal penting yang mendukung pesatnya perkembangan kemajuan kehidupan di dunia sekarang ini. Hampir setiap
Lebih terperinciPeningkatan Efisiensi Penggunaan Energi Listrik untuk Pencahayaan di Ruang Laboratorium Listrik dengan LHE
Peningkatan Efisiensi Penggunaan Energi Listrik untuk Pencahayaan di Ruang Laboratorium Listrik dengan LHE Eko Widiarto Jurusan Teknik Elektro, Politeknik Negeri Semarang E-mail : ewidiarto8@gmail.com
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak ditemukan pada tahun 1800an oleh Michael Faraday atau yang sekarang mendapat gelar sebagai bapak listrik, listrik telah menjadi kebutuhan penting dan sangat fundamental
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN
III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Tugas akhir ini dilakukan di gedung rektorat Unila. Proses tugas akhir dilakukan dengan penyiapan alat dan bahan, pengumpulan data bangunan, hingga menyusun
Lebih terperinciNO. GOLONGAN TARIF BATAS DAYA KETERANGAN
LAMPIRAN I NO. GOLONGAN TARIF BATAS DAYA KETERANGAN 1 S-1/TR 220 VA Tarif S-1 yaitu tarif untuk keperluan pemakai sangat kecil (tegangan rendah). 2 S-2/TR 250 VA s.d 200 Tarif S-2 yaitu tarif untuk keperluan
Lebih terperinciLAMPIRAN A: SPESIFIKASI TEKNIS SEKTOR PENERANGAN JALAN UMUM
LAMPIRAN A: SPESIFIKASI TEKNIS SEKTOR PENERANGAN JALAN UMUM REGULASI TEKNIS TERKAIT PJU Telah diterbitkan 11 Peraturan Menteri ESDM tentang pemberlakukan SNI Wajib untuk produk ketenagalistrikan. Standar
Lebih terperinciPenghematan Biaya Listrik Dengan Memanfaatkan Lampu LED Di Rumah Tangga
Penghematan Biaya Listrik Dengan Memanfaatkan LED Di Rumah Tangga Bambang Winardi Jurusan Teknik Elektro, Universitas Diponegoro, Jl. Prof. Soedarto, SH, Kampus Undip Tembalang, Semarang, Indonesia 50275
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dibawah Kementrian Keuangan yang bertugas memberikan pelayanan masyarakat
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Umum Gedung Keuangan Negara Yogyakarta merupakan lembaga keuangan dibawah Kementrian Keuangan yang bertugas memberikan pelayanan masyarakat serta penyelenggaraan
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 1998 TENTANG HARGA JUAL TENAGA LISTRIK YANG DISEDIAKAN OLEH PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO) PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 70 TAHUN 1998 TENTANG HARGA JUAL TENAGA LISTRIK YANG DISEDIAKAN OLEH PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO) PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa tenaga listrik sangat
Lebih terperinciANALISA DAN PERANCANGAN AUDIT ENERGI PADA PENGGUNAAN LAMPU HOTEL CIPUTRA SEMARANG
ANALISA DAN PERANCANGAN AUDIT ENERGI PADA PENGGUNAAN LAMPU HOTEL CIPUTRA SEMARANG Nugroho Utomo ( L2F008072) Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Jln. Prof. Soedarto,SH, Tembalang,
Lebih terperinciANALISIS PERBANDINGAN PEMAKAIAN LISTRIK ANTARA LAMPU HEMAT ENERGI DENGAN LAMPU PENDAR TANPA KAPASITOR
ANALISIS PERBANDINGAN PEMAKAIAN LISTRIK ANTARA LAMPU HEMAT ENERGI DENGAN LAMPU PENDAR TANPA KAPASITOR Iman Setiono Staf pengajar PSD III Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro Jalan Prof.
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2003 TENTANG HARGA JUAL TENAGA LISTRIK TAHUN 2004 YANG DISEDIAKAN OLEH PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO) PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinciSITUASI ENERGI DI INDONESIA. Presented by: HAKE
SITUASI ENERGI DI INDONESIA Presented by: HAKE Potensi Dan Pemanfaatan Energi Fosil Dan Energi Terbarukan No Energi Fosil Sumber Daya Cadangan Rasio Ct/Produksi Produksi (Sd) Terbukti (CT) (Tahun) 1 Minyak
Lebih terperinciKebijakan. Manajemen Energi Listrik. Oleh: Dr. Giri Wiyono, M.T. Jurusan Pendidikan Teknik Elektro, Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta
Kebijakan Manajemen Energi Listrik Oleh: Dr. Giri Wiyono, M.T. Jurusan Pendidikan Teknik Elektro, Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta giriwiyono@uny.ac.id KONDISI ENERGI SAAT INI.. Potensi konservasi
Lebih terperinciPENGHEMATAN ENERGI PENERANGAN JALAN UMUM DKI JAKARTA: SURVEI, POTENSI DAN KEEKONOMIAN
Ketenagalistrikan Dan Energi Terbarukan, Vol. 9 No. 2 Desember 2 : 89-98 ISSN 978-2365 PENGHEMATAN ENERGI PENERANGAN JALAN UMUM DKI JAKARTA: SURVEI, POTENSI DAN KEEKONOMIAN M. Indra al Irsyad, Marhento
Lebih terperinciANALISIS AUDIT ENERGI DI BENGKEL LAS POLITEKNIK NEGERI BENGKALIS
ANALISIS AUDIT ENERGI DI BENGKEL LAS POLITEKNIK NEGERI BENGKALIS Johny Custer Jurusan Teknik Elektro Politeknik Negeri Bengkalis E-mail: johnycaster@polbeng.ac.id Abstrak Penggunaan alat-alat las di Bengkel
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS HASIL PEKERJAAN. Sebelum suatu instalasi listrik dinyatakan layak untuk dapat digunakan,
BAB IV ANALISIS HASIL PEKERJAAN 4.1 Analisis dan Pembahasan Sebelum suatu instalasi listrik dinyatakan layak untuk dapat digunakan, maka diperlukan pemeriksaan terhadap instalasi listrik tersebut. Hal
Lebih terperinciKONSENTRASI TEKNIK ENERGI ELEKTRIK
ANALISIS PENINGKATAN EFISIENSI PENGGUNAAN ENERGI LISTRIK PADA SISTEM PENCAHAYAAN DAN AIR CONDITIONING (AC) DI GEDUNG PERPUSTAKAAN UMUM DAN ARSIP DAERAH KOTA MALANG JURNAL SKRIPSI KONSENTRASI TEKNIK ENERGI
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 METODE PENGUMPULAN DATA Agar tujuan penelitian ini tercapai, perlu diketahui penggunaan konsumsi daya yang ada di hotel Permai ini, data-data yang akan dicari adalah data-data
Lebih terperinciKarakteristik dan Efisiensi Lampu Light Emiting Dioda (LED) sebagai Lampu Hemat Energi
Karakteristik dan Efisiensi Lampu Light Emiting Dioda (LED) sebagai Lampu Hemat Energi Vandri Ahmad Isnaini 1) ; Rahmi Putri Wirman 2) ; Indrawata Wardhana 3) 1,2,3) Jurusan Pendidikan Fisika, FITK, IAIN
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
www.bpkp.go.id NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG TARIF TENAGA LISTRIK YANG DISEDIAKAN OLEH PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO) PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang: a. bahwa dalam
Lebih terperinciANALISIS UMUR LAMPU PIJAR TERHADAP PENGARUH POSISI PEMASANGAN
ANALISIS UMUR LAMPU PIJAR TERHADAP PENGARUH POSISI PEMASANGAN Ahmad Rizal Sultan 1) Abstrak : Secara umum, tiap jenis lampu listrik memiliki umur sendiri. Namun karena berbagai faktor umur rata-rata belum
Lebih terperinciKonservasi energi pada sistem pencahayaan
Standar Nasional Indonesia Konservasi energi pada sistem pencahayaan ICS 91.160.01 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Pendahuluan... ii 1 Ruang Iingkup... 1 2 Acuan... 1 3 Istilah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Salpanio, R. (2007), melakukan penelitian mengenai Audit Energi pada kampus
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Studi Pustaka Salpanio, R. (2007), melakukan penelitian mengenai Audit Energi pada kampus UNDIP PLEBURAN SEMARANG dengan sample hanya 21 pelanggan. Hasil dari penelitian ini
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
www.legalitas.org KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2003 TENTANG HARGA JUAL TENAGA LISTRIK TAHUN 2004 YANG DISEDIAKAN OLEH PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO) PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA
Lebih terperinciPolicy Paper PENGHEMATAN ENERGI DI PENERANGAN JALAN UMUM
Policy Paper PENGHEMATAN ENERGI DI PENERANGAN JALAN UMUM Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Ketenagalistrikan, Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (P3TKEBTKE) Badan Penelitian dan Pengembangan
Lebih terperinciAnalisis Konservasi Energi Listrik pada Rumah Tinggal Daya 2200VA dengan Beban Penerangan
Analisis Konservasi Energi Listrik pada Rumah Tinggal Daya 2200VA dengan Beban Penerangan Bambang Priyandono Jurusan Teknik Elektro Politeknik Negeri Bandung Abstrak Dewasa ini konservasi energi sangat
Lebih terperinciMODUL III INTENSITAS CAHAYA
MODUL III INTENSITAS CAHAYA Pada modul ini akan dijelaskan pendahuluan, tinjauan pustaka, metodologi praktikum, dan lembar kerja praktikum. I. PENDAHULUAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai latar belakang
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Umum Pada dasarnya penggunaan energi listrik di industri dibagi menjadi dua pemakaian yaitu pemakaian langsung untuk proses produksi dan pemakaian untuk penunjang proses produksi.
Lebih terperinci2015, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 96, Tambahan Lemba
No.963, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA ESDM. Tenaga Listrik. 10 MW. PLTA. Pembelian. Pencabutan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2015 TENTANG PEMBELIAN
Lebih terperinciEFEKTIVITAS KEBIJAKAN FIT (FEED IN TARIFF) ENERGI BARU DAN TERBARUKAN DI INDONESIA. Nanda Avianto Wicaksono dan Arfie Ikhsan Firmansyah
EFEKTIVITAS KEBIJAKAN FIT (FEED IN TARIFF) ENERGI BARU DAN TERBARUKAN DI INDONESIA Nanda Avianto Wicaksono dan Arfie Ikhsan Firmansyah Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Ketenagalistrikan, Energi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan bagi kelanjutan suatu perusahaan, karena jika sebuah produk dipasarkan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemasaran adalah faktor yang sangat penting bagi kesuksesan suatu produk dan bagi kelanjutan suatu perusahaan, karena jika sebuah produk dipasarkan dengan cara yang
Lebih terperinci1. S-1/TR 220 VA Golongan tarif untuk keperluan pemakaian sangat kecil. 2. S-2/TR 250 VA s.d. 200 kva
LAMPIRAN I GOLONGAN DASAR LISTRIK GOLONGAN KETERANGAN TR/TM/TT *) 1. S-1/TR 220 VA Golongan tarif untuk keperluan pemakaian sangat kecil. 2. S-2/TR 250 VA s.d. 200 kva Golongan tarif untuk keperluan pelayanan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi yang menyebabkan kebutuhan akan tenaga listrik juga semakin meningkat. Berdasarkan data statistik Perusahaan Listrik
Lebih terperinciKEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 83 TAHUN 2001 TENTANG
Menimbang : KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 83 TAHUN 2001 TENTANG HARGA JUAL TENAGA LISTRIK YANG DISEDIAKAN OLEH PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO) PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinciBAB I 1 PENDAHULUAN. Perusahaan Listrik Negara (PLN) pada tahun 2014 melalui Peraturan
BAB I 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perusahaan Listrik Negara (PLN) pada tahun 2014 melalui Peraturan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor 09 Tahun 2014, menetapkan penyesuaian Tarif Tenaga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dengan semakin meningkatnya penggunaan energi sejalan dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Dengan semakin meningkatnya penggunaan energi sejalan dengan berkembangnya perekonomian dan industri, maka disadari pula pentingnya penghematan energi
Lebih terperinciEVALUASI PENGGUNAAN LAMPU LED SEBAGAI PENGGANTI LAMPU KONVENSIONAL
EVALUASI PENGGUNAAN LAMPU SEBAGAI PENGGANTI LAMPU KONVENSIONAL Abdullah Iskandar 1), Agus Supriyadi 2) 1) Dosen Program Studi Teknik Elektro Universitas Islam Lamongan 2) Program Studi Teknik Elektro Universitas
Lebih terperinciBAB III METODE PEMBAHASAN
BAB III METODE PEMBAHASAN Tujuan dari suatu sistem instalasi listrik adalah untuk dapat memanfaatkan energi listrik semaksimal dan seefisien mungkin, serta aman dan andal. Pembahasan dalam penulisan ini
Lebih terperinci2 b. bahwa penyesuaian tarif tenaga listrik yang disediakan oleh Perusahaan Perseroan (Persero) PT Perusahaan Listrik Negara sebagaimana dimaksud dala
BERITA NEGARA No.885, 2014 KEMEN ESDM. Tarif. Listrik. PT PLN. Perubahan. MINERAL NOMOR 09 TAHUN 2014 TENAGA LISTRIK YANG DISEDIAKAN OLEH PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO) PT PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciEVALUASI PENGGUNAAN LAMPU LED SEBAGAI PENGGANTI LAMPU KONVENSIONAL
16 Jurnal Program Studi Teknik Elektro JE-Unisla EVALUASI PENGGUNAAN LAMPU LED SEBAGAI PENGGANTI LAMPU KONVENSIONAL Suharijanto 1), Abdullah Iskandar 2), Agus Supriyadi 3) 11) Dosen Fakultas Teknik Prodi
Lebih terperinciMANFAAT DEMAND SIDE MANAGEMENT DI SISTEM KELISTRIKAN JAWA-BALI
MANFAAT DEMAND SIDE MANAGEMENT DI SISTEM KELISTRIKAN JAWA-BALI 1. Kondisi Kelistrikan Saat Ini Sistem Jawa-Bali merupakan sistem interkoneksi dengan jaringan tegangan ekstra tinggi 500 kv yang membentang
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL. Tarif. Tenaga Listrik. PT. PLN.
No.314, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL. Tarif. Tenaga Listrik. PT. PLN. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Lampu Hemat Energi Seperti telah diuraikan pada bab sebelumnya bahwa jenis yang digunakan pada penelitian ini adalah jenis LHE adalah lampu jenis Fluorescen atau lebih
Lebih terperinciKEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 83 TAHUN 2001 TENTANG
NOMOR 83 TAHUN 2001 TENTANG HARGA JUAL TENAGA LISTRIK YANG DISEDIAKAN OLEH PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO) PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mempertahankan kelangsungan penyediaan
Lebih terperinciPERATURAN DIREKTUR JENDERAL INDUSTRI ALAT TRANSPORTASI DAN TELEMATIKA NOMOR : 21/IATT/PER/10/2007 TENTANG
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL INDUSTRI ALAT TRANSPORTASI DAN TELEMATIKA NOMOR : 21/IATT/PER/10/2007 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PENGAWASAN PENERAPAN STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) LAMPU SWA-BALAST UNTUK PELAYANAN
Lebih terperinciLangkah mudah memilih AC yang Hemat Energi & Cara merawat AC
Tips untuk Konservasi Energi 6 Tips untuk merawat AC Anda agar Hemat Listrik dan Tahan Lama :. Bersihkan saringan udara (pre-filter) secara teratur (disarankan kali sebulan) & lakukanlah sevis berkala
Lebih terperinciBERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 14 SERI E PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG
BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 14 SERI E PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENGHEMATAN PEMAKAIAN TENAGA LISTRIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJARNEGARA,
Lebih terperinciANALISIS PEMAKAIAN ENERGI PADA SETRIKA LISTRIK TANPA UAP DALAM MENUNJANG PENETAPAN STANDAR KINERJA ENERGI MINIMUM
P-ISSN 1978-2365 E-ISSN 2528-1917 ANALISIS PEMAKAIAN ENERGI PADA SETRIKA LISTRIK TANPA UAP DALAM MENUNJANG PENETAPAN STANDAR KINERJA ENERGI MINIMUM ANALYSIS OF ENERGY UTILIZATION ON NON-STEAM ELECTRIC
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam melakukan suatu kegiatan, manusia selalu memanfaatkan energi, baik yang disadari maupun tidak disadari. Namun, setiap kegiatan yang memanfaatkan energi memiliki
Lebih terperinciPERANGKAT LUNAK AUDIT SEBAGAI ALAT BANTU SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN UNTUK UPAYA KONSERVASI ENERGI
PERANGKAT LUNAK AUDIT SEBAGAI ALAT BANTU SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN UNTUK UPAYA KONSERVASI ENERGI JURNAL PUBLIKASI Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Disusun Oleh : INDAH
Lebih terperinciSKEMA SERTIFIKASI LAMPU SWA-BALLAST UNTUK PELAYANAN PENCAHAYAAN UMUM SKEMA SERTIFIKASI
1/10/2014 dari 5 SKEMA 1. PERSYARATAN KESELAMATAN (SNI 04-6504-2001) 2. PERSYARATAN UNJUK KERJA (SNI IEC 60969:2009) NO FUNGSI PENILAIAN KESESUAIAN PERSYARATAN A. AWAL DAN RE- I. APLIKASI 1.1 Permohonan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perhatian utama saat ini adalah terus meningkatnya konsumsi energi di Indonesia.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini, energi listrik merupakan kebutuhan penting dalam kelangsungan hidup manusia. Masalah di bidang tersebut yang sedang menjadi perhatian utama saat
Lebih terperinciANALISA KEBUTUHAN ENERGI MINIMUM PADA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS LANCANG KUNING TAHUN 2016
ANALISA KEBUTUHAN ENERGI MINIMUM PADA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS LANCANG KUNING TAHUN 2016 Masnur Putra Halilintar 1, Daniel Meliala 2, Hazra Yuvendius 3 1,2,3 Program Studi Teknik Elektro, Fakultas Teknik,
Lebih terperinci24 Feb 17. Perilaku Berhemat Energi Listrik. Semakin tinggi peradaban seseorang semakin beragam kebutuhan energinya.
Perilaku Berhemat Energi Listrik TIM PENGABDIAN PADA MASYARAKAT JURUSAN TEKNIK ELEKTRO UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA Semakin tinggi peradaban seseorang semakin beragam kebutuhan energinya.
Lebih terperinci2 b. bahwa penyesuaian Tarif Tenaga Listrik Yang Disediakan Oleh Perusahaan Perseroan (Persero) PT Perusahaan Listrik Negara sebagaimana dimaksud dala
BERITA NEGARA No.417, 2014 KEMEN ESDM. Tarif. Listrik. PT PLN. Pencabutan. TARIF TENAGA LISTRIK YANG DISEDIAKAN OLEH PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO) PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciKEPPRES 104/2003, HARGA JUAL TENAGA LISTRIK TAHUN 2004 YANG DISEDIAKAN OLEH PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO) PT. PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA
Copyright (C) 2000 BPHN KEPPRES 104/2003, HARGA JUAL TENAGA LISTRIK TAHUN 2004 YANG DISEDIAKAN OLEH PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO) PT. PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA *51348 (KEPPRES) NOMOR 104 TAHUN 2003 (104/2003)
Lebih terperinciBab III ENERGI LISTRIK
Bab III ENERGI LISTRIK Daftar isi Energi Listrik Perubahan Listrik Menjadi Kalor Daya Listrik Hemat Energi Energi Listrik Hukum kekekalan energi Energi tidak dapat dibuat dan dimusnahkan, tetapi dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ini, kebutuhan akan energi listrik meningkat dan memegang peranan penting
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penulisan Sejalan dengan berkembangnya teknologi elektronik digital dewasa ini, kebutuhan akan energi listrik meningkat dan memegang peranan penting dalam menunjang
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah : 1. Study literature, yaitu penelusuran literatur yang bersumber dari buku, media, pakar
Lebih terperinci2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 30
No.665, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ESDM. Penyediaan Lampu Tenaga Surya Hemat Energi. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2017 TENTANG TATA
Lebih terperinciSTUDI EVALUASI PERENCANAAN INSTALASI PENERANGAN HOTEL NEO BY ASTON PONTIANAK
STUDI EVALUASI PERENCANAAN INSTALASI PENERANGAN HOTEL NEO BY ASTON PONTIANAK Putra Arif Dermawan Program Studi Teknik Elektro Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura putra.pad16@gmail.com
Lebih terperinciKajian Pemanfaatan Ballast Elektronik Bekas Pada Lampu TL
10 Kajian Pemanfaatan Ballast Elektronik Bekas Pada Lampu TL Syaifurrahman (1), Abang Razikin (1), Madduhir Siregar (1), Jamhir Islami (2) (1,2) Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Untan (3) PLP Ahli
Lebih terperinciAUDIT ENERGI DAN ANALISA PELUANG HEMAT ENERGI PADA BANGUNAN GEDUNG PT. X
AUDIT ENERGI DAN ANALISA PELUANG HEMAT ENERGI PADA BANGUNAN GEDUNG PT. X Audit Energi Dan Analisa Peluang Hemat Energi AUDIT ENERGI DAN ANALISA PELUANG HEMAT ENERGI PADA BANGUNAN GEDUNG PT. X Derry Septian1,
Lebih terperinciVI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Persepsi Masyarakat Mengenai Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) Ciesek
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Persepsi Masyarakat Mengenai Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) Ciesek Persepsi yang diberikan masyarakat terhadap pembangunan PLTMH merupakan suatu pandangan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2009 TENTANG KONSERVASI ENERGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2009 TENTANG KONSERVASI ENERGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan
Lebih terperinci