BAB II DASAR TEORI. Studi komparansi kinerja..., Askha Kusuma Putra, FT UI, 2008

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II DASAR TEORI. Studi komparansi kinerja..., Askha Kusuma Putra, FT UI, 2008"

Transkripsi

1 BAB II DASAR TEORI 2.1 PRINSIP-PRINSIP PEMBAKARAN Proses Pembakaran Pembakaran merupakan oksidasi cepat bahan bakar disertai dengan produksi panas, atau panas dan cahaya. Pembakaran sempurna bahan bakar terjadi hanya jika ada pasokan oksigen yang cukup. Oksigen (O 2 ) merupakan salah satu elemen bumi paling umum yang jumlahnya mencapai 20.9% dari udara. Bahan bakar padat atau cair harus diubah ke bentuk gas sebelum dibakar. Biasanya diperlukan panas untuk mengubah cairan atau padatan menjadi gas. Bahan bakar gas akan terbakar pada keadaan normal jika terdapat udara yang cukup. Hampir 79% udara (tanpa adanya oksigen) merupakan nitrogen, dan sisanya merupakan elemen lainnya. Nitrogen dianggap sebagai pengencer yang menurunkan suhu yang harus ada untuk mencapai oksigen yang dibutuhkan untuk pembakaran. Nitrogen mengurangi efisiensi pembakaran dengan cara menyerap panas dari pembakaran bahan bakar dan mengencerkan gas buang. Nitrogen juga mengurangi transfer panas pada permukaan alat penukar panas, juga meningkatkan volum hasil samping pembakaran. Nitrogen ini juga dapat bergabung dengan oksigen (terutama pada suhu nyala yang tinggi) untuk menghasilkan oksida nitrogen (NOx), yang merupakan pencemar beracun. Karbon, hidrogen dan sulfur dalam bahan bakar bercampur dengan oksigen di udara membentuk karbon dioksida, uap air dan sulfur dioksida, melepaskan panas masing-masing kkal, kkal dan kkal. Pada kondisi tertentu, karbon juga dapat bergabung dengan oksigen membentuk karbon monoksida, dengan melepaskan sejumlah kecil panas (2.430 kkal/kg karbon). Karbon terbakar 9

2 yang membentuk CO 2 akan menghasilkan lebih banyak panas per satuan bahan bakar daripada bila menghasilkan CO atau asap. Gambar 2.1 Reaksi kimia C, H, dan S terhadap O Pembakaran Tiga T Tujuan dari pembakaran yang baik adalah melepaskan seluruh panas yang terdapat dalam bahan bakar. Hal ini dilakukan dengan pengontrolan tiga T pembakaran yaitu (1) Temperature/ suhu yang cukup tinggi untuk menyalakan dan menjaga penyalaan bahan bakar, (2) Turbulence/ turbulensi atau pencampuran oksigen dan bahan bakar yang baik, dan (3) Time/ waktu yang cukup untuk pembakaran yang sempurna. Bahan bakar yang umum digunakan seperti gas alam dan propana biasanya terdiri dari karbon dan hidrogen. Uap air merupakan produk samping pembakaran hidrogen, yang dapat mengambil panas dari gas buang, yang mungkin dapat digunakan untuk transfer panas lebih lanjut. Gas alam mengandung lebih banyak hidrogen dan lebih sedikit karbon per kg daripada bahan bakar minyak, sehingga akan memproduksi lebih banyak uap air. Sebagai akibatnya, akan lebih banyak panas yang terbawa pada pembuangan saat membakar gas alam. Terlalu banyak atau terlalu sedikitnya bahan bakar pada jumlah udara pembakaran tertentu, dapat mengakibatkan tidak terbakarnya bahan bakar dan terbentuknya karbon monoksida. Jumlah O 2 tertentu diperlukan untuk pembakaran yang sempurna dengan tambahan sejumlah udara (udara berlebih) diperlukan untuk menjamin pembakaran yang sempurna. Walaupun demikian, terlalu banyak udara berlebih akan mengakibatkan kehilangan panas dan efisiensi. Sehingga tantangan utama dalam efisiensi pembakaran adalah mengarah ke karbon yang tidak terbakar (dalam abu atau gas yang tidak terbakar sempurna), yang masih menghasilkan CO selain CO 2. 10

3 Gambar 2.2 Perbedaan pembakaran sempurna, baik dan tidak sempurna Proses Pembakaran Pada Mesin Diesel Proses pembakaran pada mesin diesel berbeda dengan proses pembakaran pada mesin otto. Pada mesin diesel yang juga disebut dengan Compressed Ignition Engine, proses pembakaran terjadi secara spontan akibat adanya pencampuran bahan bakar pada udara yang bertekanan tinggi diruang bakar. Pada mesin otto yang biasa disebut Spark Ignition Engine, penyalaan bahan bakar yang sebelumnya dicampur dengan udara di dalam karburator menggunakan percikan bunga api dari busi. Proses pembakaran yang terjadi didalam ruang bakar mesin diesel dimulai dengan penyemprotan bahan bakar pada temperatur tertentu dan tekanan yang tinggi agar butiran-butiran bahan bakar secara langsung akan berubah menjadi uap didalam ruang bakar. Temperatur dan tekanan bahan bakar yang masuk ke ruang bakar akan mengkondisikan kecepatan penguapan bahan bakar tersebut. Uap bahan bakar yang terjadi selanjutnya bercampur dengan udara disekitarnya (didalam ruang bakar) sehingga tercapai pencampuran yang sesuai antara uap bahan bakar dengan udara pembakar. Pencampuran uap bahan bakar dengan udara pembakar akan sangat menentukan kesempurnaan proses pembakaran yang diawali dengan proses penyalaan. Proses penyalaan pada mesin diesel dapat terjadi pada banyak tempat, yaitu tempat-tempat dimana terdapat campuran yang sesuai antara bahan bakar dengan udara untuk proses penyalaan. Proses penyalaan yang terjadi akan dengan sangat cepat meningkatkan temperatur dan tekanan campuran uap bahan bakar dan udara sehingga mengakibatkan terjadinya proses pembakaran pada campuran tersebut. 11

4 Proses pembakaran dapat dipercepat dengan cara memusar udara yang masuk kedalam silinder sehingga terjadi percepatan pencampuran uap bahan bakar dengan udara. Hal ini bertujuan agar terjadi proses pembakaran yang lebih sempurna sehingga power yang dihasilkan menjadi lebih besar dan pemakaian bahan bakar menjadi lebih efisien. Efisiensi pembakaran yang terjadi sangat ditentukan jenis bahan bakar yang digunakan. Karakteristik bahan bakar yang dimiliki oleh setiap jenis bahan bakar sangat berpengaruh desain ruang bakar mesin diesel. Umumnya desain ruang bakar mesin diesel didahului dengan penentuan jenis bahan bakar yang digunakan serta karakteristik dari bahan bakar tersebut. Penggunaan bahan bakar dengan karakteristik yang berbeda dari karakteristik bahan bakar yang direncanakan pada saat merencanakan desain ruang bakar akan menyebabkan perubahan unjuk kerja mesin tersebut serta perubahan dampak kerusakan yang mungkin diakibatkan pada periode operasi yang sama yang menyebabkan perubahan periode pemeliharaan pada mesin tersebut. Ada dua jenis perlakuan yang diterapkan agar penggunaan bahan bakar dari jenis yang berbeda dari jenis bahan bakar desainnya dapat beroperasi pada mesin diesel yang ada. Perlakuan tersebut meliputi modifikasi mesin dan treatment bahan bakar. Modifikasi mesin dapat dilakukan dengan perubahan sistem suplai bahan bakar misalnya dengan perubahan atau penambahan tangki bahan bakar, penambahan pemanas bahan bakar dan perubahan sistem injeksi bahan bakar. Modifikasi mesin umumnya dilakukan untuk penggunaan bahan minyak nabati (Straight Vegetable Oil/SVO) atau minyak hewani secara langsung dan penggunaan minyak bahan bakar (Marine Fuel Oil/MFO) sebagai bahan bakar mesin diesel. Treatment bahan bakar dilakukan dengan membuat jenis bahan bakar yang berbeda tersebut sehingga memiliki karakteristik utama yang mirip dengan jenis bahan bakar desainnya. Treatment bahan bakar ini diterapkan pada penggunaan bahan bakar biodiesel sebagai bahan bakar untuk mesin diesel. 12

5 2.1.4 Siklus Termodinamika Mesin Diesel 4-Langkah Siklus Tertutup Siklus ini merupakan permodelan ideal untuk menganalisa proses termodinamika pada siklus Diesel. Diasumsikan gas yang terdapat pada silinder adalah udara. Pada persamaan di bawah, udara diasumsikan sebagai gas ideal dengan specific heat konstan. Siklus termodinamika yang terjadi pada siklus ialah : Gambar 2.3 Siklus diesel tertutup Keterangan : 1 ke2 : kompresi isentropik 2 ke 3 : pemanasan reversibel tekanan tetap 3 ke 4 : ekspansi isentropik 4 ke 1 : pendinginan reversibel volume tetap Gambar 2.4 Diagram P-V siklus diesel Siklus Terbuka Siklus Diesel terbuka merupakan permodelan ideal untuk menganalisa proses yang terjadi pada compression-ignition engine. Siklus ini terdiri dari tujuh macam proses, termasuk proses yang ada pada mesin aktual, namun tanpa proses overlaping. 13

6 Expansionn (3-4) Merupakan perpanjangan dari akhir proses injection-combustion menuju TMB. Proses ini diasumsikan sebagai isentropik. Gambar 2.5 Siklus diesel terbuka Keterangan : Compression (1-2) Proses dimulai padaa saat posisi piston berada di titik mati bawah (TMB) dan posisi katup intake ditutup sampai dengan posisi piston berada pada titik mati atas (TMA). Proses ini biasanya diasumsikan sebagai reversibel adiabatik, maka siklus termodinamika yang terjadi ialah isentropik. Gas yang dikompresikan merupakan udara yang dibawa ke silinder dari langkah intake (7-1). Fuel Injection and Combustion (2-3) Dimulai pada posisii TMA ketika volume berada pada nilai minimum. Tidak seperti siklus spark-engine, tidak ada bahan bakar pada silinder. Selama proses pembakaran, bahan bakar diinjeksikan dan dibakar. Pada permodelan ideal, pembakaran digantikan dengan pemanasann pada tekanan konstan, dimana panas yang dimasukkan sama dengan energi yang dilepaskan pada pembakaran bahan bakar. Exhaust Blowdown (4-5) 14

7 Terjadi ketika katup exhaust terbuka. Gas meninggalkan silinder hingga tekanan pada silinder sama dengan tekanan pada exhaust manifold. Exhaust (5-6) Mencakup dari TMB hingga TMA, gas pada silinder didorong keluar pada tekanan yang konstan. Pada permodelan ideal, tekanan pada katup exhaust diabaikan. Intake Blowdown (6-7) Terjadi ketika katup exhaust dalam posisi tertutup dan katup intake dalam posisi terbuka. Tekanan pada silinder sama dengan tekanan pada manifold intake. Intake (7-1) Pada saat piston menuju ke bawah, udara ditarik masuk ke silinder. Tekanan pada katup intake diabaikan. Gambar 2.6 Diagram P-V, T-V dan T-s dari siklus diesel 15

8 2.1.5 Persamaan-Persamaan Pada Siklus Diesel Ideal Persamaan energi yang terjadi pada keempat proses adalah : u 2 - u 1 = q 12 - w 12 u 4 - u 3 = q 34 - w 34 u 3 - u 2 = q 23 - w 23 u 1 - u 4 = q 41 - w 41 Persamaan gas ideal dapat dinyatakan dengan : P.v = R.T u = c v.t h = c p.t s = c p.ln(t) - R. ln(p) c v = R/(k-1) Gambar 2.7 Siklus diesel c p = k.c v Maka persamaan untuk keempat proses ialah : Kompresi : Karena s 2 = s 1, P2 P 1 T T 1 v = v 1 2 k ( k 1) 2 = r c = r k c P. v P. v 1 k dimana r c ialah rasio kompresi pada mesin ( T T ) R 1 k ( T T ) w12 = = = u1 u2 = cv 1 q = 12 0 Combustion: Pada langkah ini, tekanan konstan, maka w q ( v v ) = P v P. v = R( T ) 23 = P T 2 ( h h ) = q = c T ) 23 = 3 2 in p ( 3 T

9 β = v3/v2 atau disebut juga sebagai cut-off ratio, karena ini merupakan perbandingan volume ketika aliran bahan bakar dihentikan dengan volume ketika aliran bahan bakar baru dimasukkan. Ekspansi : Reaksi termodinamika yang terjadi ialah isentropis, sehingga v 4 = v 1, P P 3 4 v = v 4 3 k 2.5 T T 3 4 v = v q 34 = k P. v P. v = 1 k R ( T T ) ( T T ) w34 = = u3 u4 = cv 3 1 k Cooling: Karena volume konstan, maka w 41 = q 41 = (u 1 -u 4 ) = q out = c v (T 1 -T 4 ) Energi yang terjadi pada siklus Diesel ini ialah : 2.10 w net = w 12 + w 34 Efisiensi thermal sebesar : η w net t = = 1 q23 η t = 1 k q q out in ( T 4 T 1 ) ( T T ) η t = 1 c c v p ( T4 T1 ) ( T T )

10 2.1.6 Siklus Diesel Aktual Siklus aktual ini digunakan sebagai dasar untuk desain dari hampir semua mesin diesel modern. Gambar 2.8 Siklus diesel aktual Gambar diatas merupakan diagram P-V untuk mesin diesel 4-langkah. Dari gambar, dapat terlihat bahwa garis volume dibagi menjadi 16 unit. Unit-unit ini menggambarkan rasio kompresi sebesar 16 : 1. Semakin besar rasio kompresi, maka temperatur yang dibutuhkan untuk pembakaran juga semakin meningkat. Bahan bakar diinjeksikan pada titik C, dan proses pembakaran dijabarkan dengan garis CD. Proses pembakaran pada mesin diesel terjadi dengan volume yang dapat dikatakan konstan dalam waktu yang singkat. Pada periode ini terjadi kenaikan tekanan yang drastis hingga piston mencapai titik sedikit melebihi TDC. Kemudian, proses pembakaran berlanjut dengan tekanan yang relatif konstan yang kemudian turun perlahan hingga proses ini berhenti di titik D. Diagram P-V untuk bahan bakar dari mesin diesel yang mengoperasikan siklus 2-langkah hampir sama dengan diagram diatas. Perbedaan yang terjadi disebabkan tidak adanya saluran exhaust dan intake yang dipisah. Hal ini terjadi karena proses intake dan exhaust terjadi dalam interval waktu yang relatif singkat (meliputi BDC) dan tidak membutuhkan langkah penuh dari piston seperti dalam mesin 4-langkah. Sehingga, jika diagram siklus Diesel 2-langkah dianalogikan 18

11 dengan diagram diatas, fase exhaust dan intake berada diantara titik E dan B dengan beberapa overlap pada pelaksanaannya. Jadi, perbedaan mendasar dari siklus Otto dan Diesel terletak pada : - lokasi pencampuran antara bahan bakar dan udara - rasio kompresi - metode pembakaran - proses pembakaran 2.2 SIFAT BAHAN BAKAR MESIN DIESEL Pembakaran pada mesin diesel adalah proses yang terjadi pada saat bahan bakar hidrokarbon yang mampu auto-ignition diinjeksikan ke dalam silinder yang berisi udara bertekanan dan bertemperatur tinggi hasil kompresi. Pada saat bahan bakar diinjeksikan ke dalam silinder, bahan bakar tidak langsung terbakar. Tetapi terdapat periode waktu yang disebut ignition delay, yaitu total waktu dari, bahan bakar dipanaskan, menguap, bercampur dengan udara dan bereaksi secara kimia menghasilkan auto-ignition. Setelah beberapa waktu kemudian, ignition akan terjadi secara spontan di beberapa lokasi tertentu. Lokasi ignition cenderung terjadi pada daerah yang mempunyai fuel-air ratio mendekati stoikometri. 1. Bahan bakar harus terbakar di dalam mesin Sifat yang terpenting dari bahan bakar mesin diesel harus mampu autoignition pada saat temperatur dan tekanan yang terjadi di silinder saat bahan bakar diinjeksikan. Nilai yang dipakai untuk mengukur ini adalah Cetane Number (ASTM D 613). Bahan bakar yang mempunyai cetane number yang tinggi cenderung mempunyai ignition delay yang pendek dan jumlah premixed combustion yang sedikit karena waktu yang dibutuhkan untuk mempersipakan bahan bakar juga sedikit. Cetane number merupakan faktor yang penting dalam sifat bahan bakar mesin solar terutama pada bahan bakar alternatif nabati. 2. Bahan bakar harus melepaskan energi pada saat terbakar Energi yang terdapat di dalam bahan bakar sama dengan jumlah total energi panas yang dikeluarkan pada saat bahan bakar mulai terbakar pada 19

12 kondisi ambient hingga terjadi produk yang kemudian dingin hingga ke kondisi ambient. Fenomena ini disebut entalpi pembakaran yang menghasilkan air dalam bentuk cairan atau gas. Jika air pada gas buang berupa cairan maka panas yang dihasilkan adalah higher heating value (HHV) atau gross heating value. Tetapi jika air yang dihasilkan berupa gas (uap air) maka yang dihasilkan adalah lower heating value (LHV) atau nett heating value. Pada mesin diesel kebanyakan tidak mempunyai kondensor sehingga yang dipakai kebanyakan adalah LHV. Nilai kalor yang terkandung di dalam bahan bakar tergantung dari beberapa hal, diantaranya adalah, proses penyulingan, waktu pembuatan,dan sumber pasokan dari bahan bakar, serta komposisi bahan bakar itu sendiri. Tes yang telah dilakukan menunjukkan bahwa efisiensi aktual antara mesin diesel berbahan bakar fosil dan mesin diesel berbahan bakar biodiesel mempunyai referensi yang sama. Oleh karena itu, BSFC (Brake Spesific Fuel Consumption Ratio) yang merupakan parameter yang banyak dipakai untuk menunjukkan nilai ekonomi bahan bakar menunjukkan 12,5% lebih tinggi pada mesin diesel berbahan biodiesel BSFC menunjukkan efisiensi dari seberapa banyak bahan bakar yang diperlukan untuk melakukan sejumlah kerja. Jadi semakin kecil nilai BSFC maka mesin diesel tersebut semakin efisiensi. Akan tetapi, nilai tersebut tidak mencakup informasi mengenai tentang jumlah energi yang terkandung di dalam bahan bakar sehingga tidak dapat dipakai untuk perbandingan mesin diesel yang berbeda bahan bakar. Kata brake mengandung arti bahwa power yang diukur langsung pada output shaft. Efisiensi thermal bahan bakar biasanya didefinisikan sebagai rasio antara power yang dihasilkan mesin terhadap energi pada bahan bakar yang terpakai, biasanya diindikasikan dengan lower heating value (LHV) bahan 20

13 bakar. Pada saat brake power terpakai, maka efisiensi termal dapat dihitung dengan persamaan : 2.15 Nilai LHVdapat diukur dengan menggunakan calorimeter atau dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berdasarkan komposisi bahan bakar. 3. Bahan bakar harus menyediakan jumlah energi yang besar setiap volumenya. Densitas dari suatu bahan bakar tidak menjadi suatu parameter yang terlalu penting untuk mesin diesel tetapi yang terpenting adalah nilai energi yang terkandung di dalamnya. Untuk perkiraan awal, bahan bakar mesin diesel hidrokarbon rata-rata mempunyai energi yang sama setiap massanya. Bahan bakar yang berbeda biasanya dihubungkan dengan densitasnya. Makin besar nilai densitasnya, maka makin besar energi potensialnya. 4. Bahan bakar tidak boleh membatasi kinerja mesin diesel pada temperatur yang rendah Bahan bakar mesin diesel mempunyai rantai hidrokarbon yang pendek yang disebut dengan waxes dimana mengkristal pada saat temperatur normal mesin diesel beroperasi. Jika temperaturnya cukup rendah, kristalkristal wax ini akan berkumpul dan menghalangi filter bahan bakar yang akan berakibat akan berhentinya operasi mesin. Bahkan pada temperatur yang sangat rendah, bahan bakar bisa memadat. Ada zat additive yang disebut sebagai pour point depressants yang berguna untuk mencegah pengumpulan kristal-kristal wax di titik lokasi penyumbatan filter bahan bakar. ASTM D2500 digunakan untuk mengukur nilai Cloud Point dari suatu bahan bakar. 5. Bahan bakar tidak bersifat korosif Banyak komponen yang terdapat dalam sisten injeksi bahan bakar mesin diesel terbuat dari High-Carbon Steels dan sangat rentan akan air yang berakibat pada pengaratan. Bahaya akan air yang dikandung oleh bahan 21

14 bakar menjadi kegagalan utama dalam sistem injeksi bahan bakar mesin diesel. Banyak mesin diesel dilengkapi dengan separator air yang membuat droplet air yang berukuran kecil berkumpul menjadi kumpulan air yang cukup besar untuk selanjutnya dibuang dari aliran bahan bakar. Bahan bakar diesel mengandung air berlebih yang apabila masuk kedalam sistem injeksi dapat mengakibatkan kerusakan dalam waktu yang singkat. ASTM D 2709 dipakai untuk mengukur jumlah air dan sedimen di dalam bahan bakar mesin diesel. Metode yang dipakai pada prinsipnya memakai gaya sentrifugal untuk mengumpulkan air yang terkandung. Beberapa bahan logam yang terkandung di dalam bahan bakar terutama sulfur juga bersifat korosif. Karena copper sangat peka terhadap jenis korosi ini, maka sering dipakai sebagai indikator untuk mengetahui korosifitas bahan bakar. 6. Bahan bakar tidak boleh mengandung sedimen yang dapat menyumbat sistem dan menyebabkan keausan Filter mesin diesel didesain untuk dapat menangkap partikel-partikel kecil yang berukuran lebih besar dari 10 mikron. Pada mesin-mesin diesel yang baru dilengkapi dengan filter yang mampu menangkap partikel berukuran 2 mikron. Kegunaan filter ini untuk mencegahnya material-material asing yang akan masuk kedalam sistem injeksi bahan bakar. Akan tetapi, pada saat bahan bakar berada pada temperatur yang tinggi, material asing itu dapat merubah bentuknya dan dapat larut di dalam bahan bakar. Material ini dapat membentuk kumpulan sedimen yang dapat menyumbat sistem dan membuat tebal permukaan komponen mesin yang bergerak misalnya piston dan stang piston. Banyak metode penelitian yang telah dikembangkan untuk mengukur kecenderungan bahan bakar mesin diesel untuk menghasilkan sedimen tersebut, seperti ASTM D2274, akan tetapi tidak satu pun bahan bakar yang mempunyai spesifikasi yang disebutkan dalam ASTM D 975. Pada saat bahan bakar terbakar, secara stoikometri dihasilkan CO 2 dan uap air. Material-material inorganic dalam bahan bakar tersebut kemungkinan juga menghasilkan abu yang dapat menyebabkan keausan pada piston dan 22

15 silinder. Terdapat metode ASTM D 482 yang dapat dipakai untuk mengkarakterisasi jenis abu yang terdapat dalam bahan bakar mesin diesel. Selain itu pada saat bahan bakar terbakar pada temperatur yang tinggi sedangkan tidak ada oksigen yang tersedia, maka bahan bakar tersebut akan pyrolize menjadi residu yang kaya akan karbon. Hal ini tidak boleh terjadi di dalam silinder mesin diesel yang sedang beroperasi karena dapat menyebabkan pengumpulan residu seperti pada nozzel injeksi dan dapat membatasi pergerakan dari komponen mesin diesel yang bergerak. Sistem injeksi mesin diesel mempunyai komponen-komponen yang mempunyai tugas yang berat. Komponen ini tentunya harus memerlukan pelumasan untuk mencegah keausan. Semua sistem injeksi mesin diesel sangat tergantung pada jenis bahan bakar yang dipakainya agar dapat memberikan pelumasan ini. 7. Bahan bakar tidak boleh menghasilkan polusi yang berlebihan Dalam kondisi yang ideal, semua karbon dalam bahan bakar akan terbakar menjadi karbon dioksida dan semua hidrogen akan berubah menjadi uap air. Dalam banyak kasus kondisi ini tercapai, akan tetapi jika terdapat kandungan sulfur di dalam bahan bakar maka akan teroksidasi menjadi sulfur dioksisda dan sulfur trioksida. Zat okida sulfat ini dapat bereaksi dengan uap air membentuk asam sulfat zat sulfat lainnya. Zat sulfat ini dapat membentuk partikel di gas buang dan menaikkan level partikulat yang dihasilkan. Selain itu sulfur merupakan zat katalis yang sangat beracun. Aromatics adalah sejenis hidrokarbon yang mempunyai struktur kimia yang stabil. Zat ini terdapat di dalam bahan bakar pada level 30-35%. Aromatics merupakan zat yang mempunyai energi yang lebih besar per volumenya akan tetapi mempunyai kelemahan yaitu menghasilkan partikulat dan emisi NO x yang besar juga. Biodiesel tidak mengandung aromatics dan juga mempunyai kadar sulfat yang rendah. Jadi dari segi polusi yang dihasilkan, biodiesel tidak berbahaya karena tidak menghasilkan partikulat sebanyak bahan bakar hidrokarbon. 23

16 8. Properties bahan bakar tidak boleh menyimpang dari spesifikasi desain Viskositas bahan bakar mesin diesel seperti yang disebutkan pada ATM D975 mempunyai jarak nilai yang kecil. Kebanyakan sistem injeksi mesin diesel mengkompresikan bahan bakar menggunakan piston dan pompa silinder yang disebut plunger dan barrel. Untuk mendapatkan tekanan yang tinggi maka clearance antara plunger dan barrel sangat kecil. Oleh karenanya, pada sebagian fraksi bahan bakar dapat bocor pada saat kompresi. Jika viskositas bahan bakar rendah, maka kebocoran ini dapat menyebabkan loss power yang cukup signifikan. Dan jika viskositas juga terlalu tinggi dari spesifikasi standarnya maka pompa injeksi tidak dapat menyuplai bahan bakar pada chamber pompa. Kedua kondisi tersebut berujung pada akibat hilangnya tenaga mesin. Apabila bahan bakar mempunyai viskositas yang sangat tinggi (ekstrem), maka akan terjadi degradasi dari kabut di dalam silinder yang mengakibatkan pengabutan yang jelek dan menghasilkan asap hitam. Karakterisasi standard bahan bakar mesin diesel dapat dilihat pada ASTM D975. Standard ini membagi bahan bakar mesin diesel menjadi 5 jenis, yaitu : Tabel 2.1 Pembagian Bahan Bakar Mesin Diesel Sumber : ASTM D975 24

17 Pada ASTM D975 hanya menyebutkan batas nilai yang harus dimiliki bahan bakar untuk dapat digunakan pada mesin diesel dan tidak menyebutkan komposisi bahan bakar yang harus dimiliki maupun asal sumbernya. Jadi pada penelitian yang kami lakukan menggunakan CPO sebagai bahan bakar alternatif mesin diesel (biofuel) harus memenuhi nilai minimum yang terdapat pada ASTM D974 tersebut. Solar adalah salah satu bahan bakar motor diesel, yang dihasilkan dari penyulingan minyak mentah (crude oil) pada temperatur 200 C sampai 340 C. Kualitas solar sebagai bahan bakar motor diesel sangat menentukan kelancaran operasi. unjuk kerja, usia motor dan juga kebersihan gas buang motor diesel serta unsur pencemar udara. Sebagai bahan bakar mesin diesel, solar mempunyai beberapa sifat fisik yang mempengaruhi proses pembakaran di dalam silinder dan tingkat emisi gas buang, antara lain sebagai berikut: Angka Setana (Cetane number) Kualitas bahan bakar diesel terhadap kecepatan penyalaan dinyatakan dengan bilangan atau angka "Setana". Bilangan ini merupakan salah satu karakteristik utama pada bahan bakar diesel. Sebenarnya angka setana berhubungan denaan ignition delay (waktu penyalaan). Ignition delay sangat berpengaruh terhadap proses pembakaran didalam ruang bakar. Bahan bakar dengan angka setana yang tinggi, akan menghasilkan pembakaran yang sempurna dan mesin mudah dihidupkan, karena waktu pembakaran tertundanya (ignition delay) sangat pendek, disamping kemungkinan terjadinya detonasi semakin kecil. Bahan bakar dengan angka setana yang lebih rendah maka akan mengalami kesulitan penyalaan pada suhu rendah dan juga akan menghasilkan suara yang berisik dikarenakan ignition delay yang terlalu lama disebabkan makin besarnya tekanan puncak silinder yang terjadi pada ruang bakar. Namun angka setana yang terlalu tinggi juga tidak baik digunakan dikarenakan ignition delay yang terjadi terlalu pendek atau terlalu awal sehingga pencampurannya dengan udara tidak sempurna dan akan menyebabkan emisi gas buang yang buruk. Pada beberapa penelitian 25

18 membuktikan bahwa angka setana biodiesel lebih tinggi daripada solar. Sehingga biodiesel menjadi pilihan yang sangat menguntungkan Densitas (Density) Densitas sangat berhubungan dengan kandungan energi yang dinyatakan dalam berat per satuan volume. Bila ukuran bahan bakar dinyatakan dalam unit volume, maka nilai kalor bahan bakar akan lebih tinggi harganya bila dinyatakan per satuan volume. Pada sistem injeksi bahan bakar motor diesel bahan bakar diinjeksikan berbasis ukuran volume, sehingga bila ada variasi densitas akan menyebabkan perbedaan power output. Makin besar densitas akan menimbulkan emisi smoke dan power yang lebih hesar. Maka pada prinsipnya akan lebih menguntungkan menggunakan bahan bakar yang mempunyai densitas yang lebih besar. Kekentalan (Viscosity) Pada umumnya syarat viskositas adalah maksimum, tetapi dalam beberapa hal, syarat minimum juga diperlukan. Viskositas kinematis biasanya diukur dengan viscosity meter dengan unit stoke atau cm 2 /detik, dan viskositas absolut dalarn poise, yang mana tenaga yang dibutuhkan untuk memutar luasan sebesar 1 cm 2 dengan kecepatan 1 m/s dalarn bidang paralel yang dipisahkan dalam fluida. Untuk memudahkan perhitungannya menggunakan satuan unit centipoise (cp) dan centistokes (cs). Kenaikan viskositas akan menurunkan sudut injeksi penyemprotan, penetrasi dan distribusi bahan bakar dalam ruang bakar. Disamping dengan tingginya viskositas bahan bakar akan menimbulkan panas yang berlebihan pada injektor sehingga tidak dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Sedangkan bahan bakar dengan viskositas terlalu rendah akan dapat menyebabkan kebocoran bahan bakar tersebut pada pompa bahan bakar dan injektor, dan menyebabkan atomisasi bahan bakar yang halus serta penurunan tingkat penetrasi bahan bakar tersebut di ruang bakar. Untuk itu pentingnya menentukan viskositas yang tepat pada bahan bakar diesel sesuai dengan kebutuhan. CPO memiliki viskositas yang lebih tinggi dibandingkan dengan solar, hal ini yang menyebabkan CPO pada konsentrasi tinggi memerlukan pemanasan awal. 26

19 Selain itu viskositas juga menggambarkan tingkat pelumasan dari bahan bakar. Secara logika, viskositas bahan bakar yang lebih tinggi memiliki tingkat pelumasan yang lebih baik. Disebabkan karena fungsi solar adalah sebagai bahan bakar, maka nilai viskositas diusahakan tidak terlalu tinggi. Oleh karena itu bahan bakar solar memiliki viskositas yang relatif rendah agar bahan bakar lebih mudah teratomisasi pada saat diinjeksikan ke dalam ruang bakar dan tidak mengalami hambatan di dalam sistem pemompaan dan injeksi. Disisi lain viskositas yang terlalu rendah akan menyebabkan panas berlebihan yang ditimbulkan oleh kurangnya pelumasan pada dinding silinder dan piston sehingga membuat komponen mensin menjadi cepat aus. Volatilitas (Volatility) Volatilitas adalah kecenderungan sifat bahan bakar cair untuk berubah menjadi gas. Volatilitas bahan bakar banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain : densitas, suhu penyalaan sendiri (autoignition), titik nyala (flash point), viskositas dan angka setana. Volatilitas yang rendah akan menyebabkan penyumbatan sistem injeksi akibat dari uap bahan bakar. Sedangkan volatilitas yang tinggi mesin akan susah hidup pada cuaca dingin, pembakaran yang tidak sempurna sehingga menyebabkan kotoran diruang bakar dan tingkat emisi yang tinggi. Nilai Kalor Bahan Bakar (LHV) Nilai kalor suatu bahan bakar menunjukkan kandungan energi dalarn bentuk panas yang dimiliki oleh setiap kilogram atau liter bahan bakar yang dihasilkan pada saat proses pembakaran. Motor diesel adalah suatu pesawat yang menghasilkan energi mekanis dari proses pembakaran bahan bakar, besarnya energi mekanis tersebut tergantung pada kandungan panas yang dimiliki bahan bakar. Dalam hukum-hukum fisika dan ilmu termodinamika dikenal hukum kekekalan energi. Hukum ini menyatakan bahwa energi tersebut adalah kekal dan energi dapat dikonversi (diubah) dari satu bentuk ke bentuk energi yang lain. Besar kecilnya energi panas yang dikonversi menjadi energi mekanis tergantung dari 27

20 nilai kalor yang dimiliki oleh suatu bahan bakar. Nilai kalor biodiesel lebih rendah daripada solar, sehingga akan terjadi konsumsi bahan bakar yang lebih besar daripada solar. Titik Nyala (Flash Point) Titik nyala adalah temperatur terendah suatu bahan bakar yang pada saat dipanaskan, maka uap yang bercampur dengan udara dari hasil pemanasan tersebut akan menyala bila diberikan api kecil. Nyala tersebut tidak kontinyu, hanya berupa kilatan api. Titik nyala menunjukkan temperatur terendah bahan bakar akan mulai menyala bila tercampur dengan udara. Hal ini penting diketahui untuk mengatasi masalah yang berkaitan dengan keamanan pada saat penyimpanan dan penanganan bahan bakar. Titik nyala sebaiknya harus cukup tinggi untuk menghindari bahaya kebakaran pada suhu ambient yang normal. Kadar Air (Water Content) Kadar air pada bahan bakar diesel merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja mesin. Adanya kandungan air pada bahan bakar meskipun dalam jumlah sedikit akan menyebabkan terjadinya penyumbatan pada saluran dan filter bahan bakar, terutama untuk negara yang memiliki musin dingin. Hal tersebut terjadi karena terbentuknya kristal-kristal es pada suhu rendah di dalam bahan bakar. Kadar Belerang (Sulfur Content) Kadar belerang dalam bahan bakar diesel dari hasil penyulingan pertama (straigth-run) sangat bergantung pada asal minyak mentah yang akan diolah. Minyak mentah yang mengandung kadar belerang tinggi akan berpengaruh terhadap ketahanan mesin diesel. Kandungan belerang yang berlebihan akan menyebabkan keausan pada komponen mesin. Hal ini terjadi disebabkan oleh adanya partikel-partikel padat yang terbentuk pada saat pembakaran, selain itu juga dapat disebabkan oleh adanya oksida belerang, seperti SO 2 dan SO 3. 28

21 Titik tuang (Pour Point) Titik tuang adalah batas temperatur tuang dimana mulai terbentuk kristalkristal parafin yang dapat menyumbat saluran bahan bakar dan injektor. Titik tuang dipengaruhi oleh derajat ketidak jenuhan (angka iodium), semakin tinggi angka iodium maka nilai titik tuang akan semakin rendah. Selain itu titik tuang juga dipengaruhi oleh panjang rantai karbon, semakin panjang rantai karbon maka semakin tinggi pula nilai titik tuang. 2.3 BAHAN BAKAR CPO Bahan bakar CPO termasuk jenis straight vegetable oil (SVO) dan memiliki komposisi kimia yang sama dengan vegetable oil yaitu triglicerol (C 3 H 8 (OOCR) 3. Struktur kimia CPO ini berbeda dengan struktur kimia biodiesel yang berupa asam lemak (alkyl ester & methyl ester) (3RCOOH). Pengolahan CPO menjadi biodiesel akan menimbulkan penurunan berat molekul dari bahan bakar nabati tersebut sebesar 30% dan penurunan viskositas yang cukup signifikan. Pemanfaatan straight vegetable oil sebagai bahan bakar mesin diesel pada mulanya dilakukan oleh Rudolf Diesel pada tahun 1900 dengan menggunakan minyak kacang tanah (peanut oil). Pengujian tersebut dilakukan dengan menggunakan bahan bakar minyak kacang tanah pada mesin diesel yang didesain menggunakan bahan bakar solar (petrolium oil) tanpa merubah atau memodifikasi mesin. Hasil pengujian menyebutkan bahwa pengoperasian mesin diesel dapat berjalan dengan baik tanpa adanya kesulitan yang berarti dengan konsumsi bahan bakar sebesar 240 gram/bhp pada nilai kalor bahan bakar sebesar kalori/kg. Penggunaan bahan bakar minyak nabati secara langsung juga digunakan oleh Amerika pada saat perang dunia ke-2 dengan memanfaatkan minyak biji kapas dan minyak jagung. Walton J tahun 1938 menyampaikan bahwa terdapat 20 jenis vegetable oil (jarak/castor, biji anggur/grapeseed, maize, camelina, biji labu/pumpkinseed, beechnut, lobak/rapeseed, lupin, pea, poppyseed, kacang tanah/peanut, ganja/hemp, rami/linseed, chestnut, biji bunga matahari/sunflower seed, sawit/palm, zaitun/olive, kedelai/soybean, biji kapas/cottonseed, and shea butter) yang dapat digunakan sebagai bahan bakar mesin diesel. 29

22 Pengggunaan minyak nabati sebagai bahan bakar mesin diesel dikarenakan adanya persamaan sifat-sifat atau karakteristik minyak nabati dengan petrodiesel. Adanya persamaan karakteristik disini tidak berarti mutlak seluruh parameter minyak diesel harus sama dan terpenuhi pada minyak nabati. Parameter utama yang paling penting agar penggunaan bahan bakar minyak nabati dapat dilakukan secara langsung sebagai bahan bakar mesin diesel adalah viskositas bahan bakar, asam lemak bebas, density, titik nyala dan nilai kalor bahan bakar. Karakteristik bahan bakar minyak sawit dan biodiesel ditunjukkan pada Tabel 2.2 berikut : Tabel 2.2 Karakteristik Minyak Sawit CPO dan Biodiesel No Uraian Unit Biodiesel Minyak Sawit CPO *) 1 Kinematic Viscosity at 40 o C cst ,7 2 Density at 40 o C gr/cm Density at 15 o C gr/cm3-0, Total Acid Number (TAN) mg KOH/gr < 0.8 7,8 4 Flash Point oc > Water Content % vol < ,05 6 Cetane Index 62.1 **) 62,5 7 Heating Value kj/kg **) Sumber : BPPT, Standard Biodiesel Indonesia (SNI), Workshop Pemanfaatan Biodiesel sebagai Bahan Bakar Alternatif Mesin Diesel, Jakarta, 26 Mei 2005 **), *) Karakteristik viskositas dan density (berat jenis) bahan bakar minyak nabati jenis straight vegetable oil (SVO) sangat tergantung pada perubahan temperatur bahan bakar. Hal ini yang menyebabkan bahan bakar tersebut dijual berdasarkan satuan berat (kg atau ton), sedangkan bahan bakar petrodiesel dijual dengan satuan volume (liter atau barrel). Pengaruh perubahan temperatur terhadap viskositas dan densitas ditunjukkan pada gambar 2.9 dan 2.10 dibawah ini. 30

23 Gambar 2.9 Pengaruh temperatur terhadap densitas bahan bakar nabati sumber : Dr. Roman Przybylski, Canola Oil: Physical and Chemical Properties Gambar 2.10 Pengaruh temperatur terhadap viskositas bahan bakar nabati sumber : Dr. Roman Przybylski, Canola Oil: Physical and Chemical Properties Di Indonesia, pemanfaatan minyak tumbuhan secara langsung sebagai bahan bakar mesin diesel saat ini belum berkembang dengan baik dibandingkan pemanfaatan biodiesel dengan mengkonversikan minyak nabati menjadi ester (metil atau etil ester) ). Hal ini disebabkan karena adanya pandangan bahwa pada proses thermal (panas) di dalam mesin akan menyebabkan minyak nabati terurai menjadi gliserin dan asam lemak. Asam lemak dapat teroksidasi atau terbakar relatif sempurna, akan tetapi gliserin akan menghasilka an pembakaran yang kurang sempurna dan dapat terpolimerisasi menjadi senyawa plastis yang agak padat. Senyawa ini akan menyebabkan kerusakan pada mesin, karena membentuk 31

24 deposit pada pompa injektor. Oleh karena itu perlu dilakukan modifikasi pada mesin-mesin kendaraan bermotor komersial apabila menggunakan minyak tumbuhan langsung (100 %) sebagai bahan bakar pengganti solar / minyak diesel. 2.4 PARAMETER UNJUK KERJA MESIN DIESEL Beberapa parameter yang dicatat selama pengujian unjuk kerja mesin digunakan sebagai data mentah yang kemudian diolah menjadi data hasil pengujian. Dari data hasil pengujian akan terlihat ada tidaknya peningkatan atau penurunan performa mesin yang diuji dengan menggunakan bahan bakar CPO 100% dan campurannya dengan solar. Hasil pengujian tersebut ditunjukkan dengan parameter fuel consumption, specific fuel consumption, daya, efisiensi thermal dan komposisi gas buang yang pada pengujian ini akan diukur opasitasnya. Hasil akhir dari pengujian bahan bakar CPO 100% dan campurannya dengan solar pada variasi campuran yang didapat akan dibandingkan dengan bahan bakar solar murni sebagai pembanding (dasar acuan) dan direpresentasikan ke dalam bentuk grafik karakteristik mesin diesel genset. Berikut ini akan diuraikan metode perhitungannya, sedangkan tabel data mentah serta tabel hasil perhitungan disertakan pada Lampiran Laju Konsumsi Bahan Bakar (FC) Konsumsi bahan bakar per satuan waktu ( FC Fuel Consumption ) dapat ditentukan melalui persamaan berikut: dimana : V g = Volume bahan bakar yang dipergunakan [liter] 2.16 t = waktu yang dibutuhkan [detik] Konsumsi Bahan Bakar Spesifik (SFC) Persamaan untuk menghitung Konsumsi Bahan Bakar Spesifik ( Spesific Fuel Consumption ) adalah sebagai berikut : 32

25 2.17 dimana: SFC = Spesific fuel oil consumption (kg/kwh) E = Energi yang terukur (kwh) W = Daya yang dihasilkan (kw) t = waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan energi (s) m bb = jumlah bahan bakar (kg) = V g * ρ V g ρ = volume bahan bakar yang dipergunakan (L/hr) = berat jenis bahan bakar (kg/l) Daya Listrik Keluaran daya listrik yang dihasilkan mesin diesel genset diukur dengan bantuan Watthour Meter pada satuan waktu pengukuran. Besarnya daya listrik yang dihasilkan ditentukan berdasarkan persamaan sebagai berikut: dimana : W = Daya listrik yang dihasilkan (kw) E = Energi listrik yang terukur (kwh) t = waktu pengukuran (s) Jumlah Input Energi Bahan Bakar Jumlah kalor masuk (Q m ) dirumuskan: dimana: Q m = jumlah kalor masuk (kcal) LHV = nilai kalor bawah bahan bakar (kcal/kg) m bb = jumlah bahan bakar (kg) Efisiensi Thermal (η th ) Sumber energi untuk menggerakkan mesin adalah energi kimia yang tersimpan didalam bahan bakar. Fakta yang terjadi adalah piston, bagian mesin 33

26 yang berfungsi untuk mengkonversikan energi kimia menjadi tenaga, bekerja tidak terlalu efisien untuk mengubah seluruh energi kimia menjadi tenaga (energi mekanik). Lebih kurang sepertiga dari energi bahan bakar tersebut dikeluarkan melalui pipa pembuangan sebagai panas yang hilang, sepertiga lagi hilang ke sistem pendinginan mesin (radiator) dan hanya menyisakan lebih kurang sepertiga untuk digunakan sebagai pembangkit tenaga mesin. Efisiensi Thermal, η th, merupakan ukuran pemakaian bahan bakar oleh mesin. Efisiensi ini menunjukkan seberapa banyak daya yang dihasilkan oleh sejumlah laju panas yang dihasilkan oleh pembakaran bahan bakar. Laju pelepasan panas sendiri merupakan hasil dari laju aliran bahan bakar dan nilai pembakaran bahan bakar. Sehingga untuk meningkatkan efisiensi thermal, daya output mesin dapat ditambah dengan cara meningkatkan laju aliran bahan bakar atau dengan menggunakan bahan bakar dengan nilai pembakaran yang tinggi. Efisiensi thermal dari mesin diesel genset menyatakan besarnya efektifitas energi bahan bakar yang disuplai ke ruang bakar dalam menghasilkan kerja. Efisiensi thermal dapat ditentukan melalui persamaan berikut: 2.20 dimana: η th E W t Q m m bb = Efisiensi thermal = Energi yang terukur (kwh) = Daya listrik yang dihasilkan (kw) = waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan energi (s) = jumlah kalor masuk (kcal) = jumlah bahan bakar (kg) Emisi Gas Buang Exhaust Diesel menghasilkan lebih dari 400 campuran partikel berbeda, uap dan material racun organik, yang disebabkan akibat proses pembakaran bahan bakar. Beberapa racun yang ditemukan pada exhaust Diesel antara lain : 34

27 Tabel 2.3 Tabel Daftar Racun Pada Exhaust Diesel carbon monoxide sulfur dioxide arsenic acetaldehyde benzene formaldehyde inorganic lead manganese compounds mercury compounds methanol phenol cyanide compound Tingkat polutan pada kendaraan juga tergantung pada tahun pembuatan, kebanyakan mobil tua menghasilkan asap yang lebih banyak sehingga menghasilkan polutan yang besar pula. Dibawah ini ditampilkan grafik perbandingan antara smoke factor yang diakibatkan berdasarkan daya per waktu yang dihasilkan yang dikaitkan dengan tahun pembuatan mobil. Gambar 2.11 Grafik Pengaruh Asap Terhadap VSP Sumber : Bambang Sugiarto, Motor Pembakaran Dalam Oleh karena itu, harus ada proses pencegahan agar efek dari exhaust Diesel dapat dikurangi sehingga tidak membahayakan bagi lingkungan. Untuk mengetahui tingkat polutan pada exhaust Diesel digunakan smoke analyzer. Smoke analyzer ini digunakan untuk mengukur nilai opasitas suatu exhaust Diesel. 35

28 Gambar 2.12 Portable smoke analyzer Cara Kerja Smoke Analyzer : Gambar 2.13 Diagram skematik smoke analyzer Sampel gas dimasukkan kedalam measurement cell, light source memancarkan sinar, apabila receiver menerima sinar secara penuh berarti opasitas 0% dan jika sinar tidak diterima sama sekali berarti opasitas 100%, jadi makin besar cahaya yang dikirim terganggu dibaca oleh receiver maka makin besar nilai opasitasnya. 36

29 Gambar 2.14 Aplikasi penggunaan smoke analyzer Saat digunakan probe smoke analyzer biasa diletakkan pada sistem exhaust knalpot, setelah itu mesin dijalankan pada rpm tertentu hingga didapatkan nilai opasitas yang nilainya konstan. Gambar 2.15 Contoh hasil pengujian smoke analyzer Gambar diatas adalah contoh tampilan keluaran dari pengujian smoke analyzer. Dapat dilihat bahwa pada saat mesin 0 rpm, tingkat opasitasnya 27%.. Gambar 2.16 Hasil pengukuran smoke analyzer Tampilan gambar diatas menunjukkan hasil dari smoke analyzer dalam bentuk grafik dimana pada contoh diatas mesin dipertahankan melakukan putaran 3000 rpm sampai 3400 rpm. 37

STUDI KOMPARASI KINERJA MESIN BERBAHAN BAKAR SOLAR DAN CPO DENGAN PEMANASAN AWAL SKRIPSI

STUDI KOMPARASI KINERJA MESIN BERBAHAN BAKAR SOLAR DAN CPO DENGAN PEMANASAN AWAL SKRIPSI STUDI KOMPARASI KINERJA MESIN BERBAHAN BAKAR SOLAR DAN CPO DENGAN PEMANASAN AWAL SKRIPSI Oleh : ASKHA KUSUMA PUTRA 0404020134 PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN EORI 2.. PROSES PEMBAKARAN PADA MESIN DIESEL Pada mesin diesel yang juga disebut dengan Compressed Ignition Engine, proses pembakaran terjadi secara spontan akibat adanya pencampuran bahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori Apabila meninjau mesin apa saja, pada umumnya adalah suatu pesawat yang dapat mengubah bentuk energi tertentu menjadi kerja mekanik. Misalnya mesin listrik,

Lebih terperinci

Uji Eksperimental Pertamina DEX dan Pertamina DEX + Zat Aditif pada Engine Diesel Putaran Konstan KAMA KM178FS

Uji Eksperimental Pertamina DEX dan Pertamina DEX + Zat Aditif pada Engine Diesel Putaran Konstan KAMA KM178FS Uji Eksperimental Pertamina DEX dan Pertamina DEX + Zat Aditif pada Engine Diesel Putaran Konstan KAMA KM178FS ANDITYA YUDISTIRA 2107100124 Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Ir. H D Sungkono K, M.Eng.Sc Kemajuan

Lebih terperinci

Gambar 1. Motor Bensin 4 langkah

Gambar 1. Motor Bensin 4 langkah PENGERTIAN SIKLUS OTTO Siklus Otto adalah siklus ideal untuk mesin torak dengan pengapian-nyala bunga api pada mesin pembakaran dengan sistem pengapian-nyala ini, campuran bahan bakar dan udara dibakar

Lebih terperinci

Bab 4 Data dan Analisis Hasil Pengujian

Bab 4 Data dan Analisis Hasil Pengujian Bab 4 Data dan Analisis Hasil Pengujian Pembahasan terhadap data hasil pengujian didasarkan pada hasil pengujian sifat bahan bakar yang dalam pelaksanaannya dilakukan di PetroLab Service, Rawamangun, oleh

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN BAHAN BAKAR SOLAR, BIOSOLAR DAN PERTAMINA DEX TERHADAP PRESTASI MOTOR DIESEL SILINDER TUNGGAL

PENGARUH PENGGUNAAN BAHAN BAKAR SOLAR, BIOSOLAR DAN PERTAMINA DEX TERHADAP PRESTASI MOTOR DIESEL SILINDER TUNGGAL Jurnal Konversi Energi dan Manufaktur UNJ, Edisi terbit II Oktober 217 Terbit 64 halaman PENGARUH PENGGUNAAN BAHAN BAKAR SOLAR, BIOSOLAR DAN PERTAMINA DEX TERHADAP PRESTASI MOTOR DIESEL SILINDER TUNGGAL

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN ADITIF PADA PREMIUM DENGAN VARIASI KONSENTRASI TERHADAP UNJUK KERJA ENGINE PUTARAN VARIABEL KARISMA 125 CC

PENGARUH PENAMBAHAN ADITIF PADA PREMIUM DENGAN VARIASI KONSENTRASI TERHADAP UNJUK KERJA ENGINE PUTARAN VARIABEL KARISMA 125 CC PENGARUH PENAMBAHAN ADITIF PADA PREMIUM DENGAN VARIASI KONSENTRASI TERHADAP UNJUK KERJA ENGINE PUTARAN VARIABEL KARISMA 125 CC Riza Bayu K. 2106.100.036 Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Ir. H.D. Sungkono K,M.Eng.Sc

Lebih terperinci

PENGARUH PEMAKAIAN ALAT PEMANAS BAHAN BAKAR TERHADAP PEMAKAIAN BAHAN BAKAR DAN EMISI GAS BUANG MOTOR DIESEL MITSUBISHI MODEL 4D34-2A17 Indartono 1 dan Murni 2 ABSTRAK Efisiensi motor diesel dipengaruhi

Lebih terperinci

Jika diperhatikan lebih jauh terdapat banyak perbedaan antara motor bensin dan motor diesel antara lain:

Jika diperhatikan lebih jauh terdapat banyak perbedaan antara motor bensin dan motor diesel antara lain: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Motor diesel Motor diesel adalah jenis khusus dari mesin pembakaran dalam karakteristik utama pada mesin diesel yang membedakannya dari motor bakar yang lain, terletak pada metode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Studi komparansi kinerja..., Askha Kusuma Putra, FT UI, 2008

BAB I PENDAHULUAN. Studi komparansi kinerja..., Askha Kusuma Putra, FT UI, 2008 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Semakin meningkatnya kebutuhan minyak sedangkan penyediaan minyak semakin terbatas, sehingga untuk memenuhi kebutuhan minyak dalam negeri Indonesia harus mengimpor

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA

BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA 4.1 Data Hasil Penelitian Mesin Supra X 125 cc PGM FI yang akan digunakan sebagai alat uji dirancang untuk penggunaan bahan bakar bensin. Mesin Ini menggunakan sistem

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hidrogen Hidrogen adalah unsur kimia terkecil karena hanya terdiri dari satu proton dalam intinya. Simbol hidrogen adalah H, dan nomor atom hidrogen adalah 1. Memiliki berat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Motor Bakar. Motor bakar torak merupakan internal combustion engine, yaitu mesin yang fluida kerjanya dipanaskan dengan pembakaran bahan bakar di ruang mesin tersebut. Fluida

Lebih terperinci

II. TEORI DASAR. kelompokaan menjadi dua jenis pembakaran yaitu pembakaran dalam (Internal

II. TEORI DASAR. kelompokaan menjadi dua jenis pembakaran yaitu pembakaran dalam (Internal II. TEORI DASAR A. Motor Bakar Motor bakar adalah suatu pesawat kalor yang mengubah energi panas menjadi energi mekanis untuk melakukan kerja. Mesin kalor secara garis besar di kelompokaan menjadi dua

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI. 1. Langkah Hisap (Intake)

BAB 2 DASAR TEORI. 1. Langkah Hisap (Intake) BAB 2 DASAR TEORI 2.1 Motor Diesel Motor pembakaran dalam didefinisikan sebagai mesin kalor yang berfungsi mengkonversikan energi kimia yang terkandung dalam bahan bakar menjadi energi mekanis dan prosesnya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN PERHITUNGAN SERTA ANALISA

BAB III METODE PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN PERHITUNGAN SERTA ANALISA BAB III METODE PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN PERHITUNGAN SERTA ANALISA 3.1 Metode Pengujian 3.1.1 Pengujian Dual Fuel Proses pembakaran di dalam ruang silinder pada motor diesel menggunakan sistem injeksi langsung.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PERFORMANSI MOTOR DIESEL Motor diesel adalah jenis khusus dari mesin pembakaran dalam. Karakteristik utama dari mesin diesel yang membedakannya dari motor bakar lain terletak

Lebih terperinci

FINONDANG JANUARIZKA L SIKLUS OTTO

FINONDANG JANUARIZKA L SIKLUS OTTO FINONDANG JANUARIZKA L 125060700111051 SIKLUS OTTO Siklus Otto adalah siklus thermodinamika yang paling banyak digunakan dalam kehidupan manusia. Mobil dan sepeda motor berbahan bakar bensin (Petrol Fuel)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN LITERATUR

BAB II TINJAUAN LITERATUR BAB II TINJAUAN LITERATUR Motor bakar merupakan motor penggerak yang banyak digunakan untuk menggerakan kendaraan-kendaraan bermotor di jalan raya. Motor bakar adalah suatu mesin yang mengubah energi panas

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DATA DAN PERHITUNGAN

BAB IV ANALISA DATA DAN PERHITUNGAN BAB IV ANALISA DATA DAN PERHITUNGAN 4..1. Analisis Reaksi Proses Proses Pembakaran 4.1.1 Perhitungan stoikiometry udara yang dibutuhkan untuk pembakaran Untuk pembakaran diperlukan udara. Jumlah udara

Lebih terperinci

ANALISA KINERJA MESIN OTTO BERBAHAN BAKAR PREMIUM DENGAN PENAMBAHAN ADITIF OKSIGENAT DAN ADITIF PASARAN

ANALISA KINERJA MESIN OTTO BERBAHAN BAKAR PREMIUM DENGAN PENAMBAHAN ADITIF OKSIGENAT DAN ADITIF PASARAN Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin, SNTTM-VI, 2007 Jurusan Teknik Mesin, Universitas Syiah Kuala ANALISA KINERJA MESIN OTTO BERBAHAN BAKAR PREMIUM DENGAN PENAMBAHAN ADITIF OKSIGENAT DAN ADITIF PASARAN

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Motor Bakar Motor bakar adalah suatu tenaga atau bagian kendaran yang mengubah energi termal menjadi energi mekanis. Energi itu sendiri diperoleh dari proses pembakaran. Pada

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN ADITIF ABD 01 SOLAR KE DALAM MINYAK SOLAR TERHADAP KINERJA MESIN DIESEL

PENGARUH PENAMBAHAN ADITIF ABD 01 SOLAR KE DALAM MINYAK SOLAR TERHADAP KINERJA MESIN DIESEL PENGARUH PENAMBAHAN ADITIF ABD 01 SOLAR KE DALAM MINYAK SOLAR TERHADAP KINERJA MESIN DIESEL H. Sulaeman, Fardiansyah Jurusan Mesin, Universitas Muhammadiyah Jakarta Abstrak. Semenjak tahun 1990 penggunaan

Lebih terperinci

Denny Haryadhi N Motor Bakar / Tugas 2. Karakteristik Motor 2 Langkah dan 4 Langkah, Motor Wankle, serta Siklus Otto dan Diesel

Denny Haryadhi N Motor Bakar / Tugas 2. Karakteristik Motor 2 Langkah dan 4 Langkah, Motor Wankle, serta Siklus Otto dan Diesel Karakteristik Motor 2 Langkah dan 4 Langkah, Motor Wankle, serta Siklus Otto dan Diesel A. Karakteristik Motor 2 Langkah dan 4 Langkah 1. Prinsip Kerja Motor 2 Langkah dan 4 Langkah a. Prinsip Kerja Motor

Lebih terperinci

Ma ruf Ridwan K

Ma ruf Ridwan K 1 Pengaruh penambahan kadar air dalam bahan bakar solar dan tekanan pengabutan terhadap emisi kepekatan asap hitam motor diesel donfenk Oleh : Ma ruf Ridwan K 2502009 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 MOTOR DIESEL Motor diesel adalah motor pembakaran dalam (internal combustion engine) yang beroperasi dengan menggunakan minyak gas atau minyak berat sebagai bahan bakar dengan

Lebih terperinci

UJI PERFORMANSI MESIN YANMAR TS 50 MENGGUNAKAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI MINYAK KEPAYANG (PANGIUM EDULE)

UJI PERFORMANSI MESIN YANMAR TS 50 MENGGUNAKAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI MINYAK KEPAYANG (PANGIUM EDULE) UJI PERFORMANSI MESIN YANMAR TS 50 MENGGUNAKAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI MINYAK KEPAYANG (PANGIUM EDULE) Turmizi Jurusan Teknik Mesin, Politeknik Negeri Lhokseumawe Jln. Banda Aceh - Medan, Buketrata,

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : Mesin diesel, minyak solar, Palm Methyl Ester, simulasi. 1. Pendahuluan

ABSTRAK. Kata kunci : Mesin diesel, minyak solar, Palm Methyl Ester, simulasi. 1. Pendahuluan Studi Perbandingan Performa Motor Diesel dengan Bahan Bakar Solar dan Palm Methyl Ester Berbasis Pada Simulasi Oleh Yahya Putra Anugerah 1), Semin Sanuri 2), Aguk Zuhdi MF 2) 1) Mahasiswa : Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN PENINGKATAN PERFORMA MESIN YAMAHA CRYPTON. Panjang langkah (L) : 59 mm = 5,9 cm. Jumlah silinder (z) : 1 buah

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN PENINGKATAN PERFORMA MESIN YAMAHA CRYPTON. Panjang langkah (L) : 59 mm = 5,9 cm. Jumlah silinder (z) : 1 buah BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN PENINGKATAN PERFORMA MESIN YAMAHA CRYPTON 4.1 Analisa Peningkatan Performa Dalam perhitungan perlu diperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan kamampuan mesin, yang meliputi

Lebih terperinci

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK BIJI KARET DENGAN PENGUJIAN MENGGUNAKAN MESIN DIESEL (ENGINE TEST BED)

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK BIJI KARET DENGAN PENGUJIAN MENGGUNAKAN MESIN DIESEL (ENGINE TEST BED) PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK BIJI KARET DENGAN PENGUJIAN MENGGUNAKAN MESIN DIESEL (ENGINE TEST BED) Dwi Ardiana Setyawardhani 1), Sperisa Distantina 1), Anita Saktika Dewi 2), Hayyu Henfiana 2), Ayu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. BBM petrodiesel seperti Automatic Diesel Oil (ADO) atau solar merupakan

BAB I PENDAHULUAN. BBM petrodiesel seperti Automatic Diesel Oil (ADO) atau solar merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BBM petrodiesel seperti Automatic Diesel Oil (ADO) atau solar merupakan sumber energi yang dikonsumsi paling besar di Indonesia. Konsumsi bahan bakar solar terus meningkat

Lebih terperinci

Spark Ignition Engine

Spark Ignition Engine Spark Ignition Engine Fiqi Adhyaksa 0400020245 Gatot E. Pramono 0400020261 Gerry Ardian 040002027X Handoko Arimurti 0400020288 S. Ghani R. 0400020539 Transformasi Energi Pembakaran Siklus Termodinamik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. aktifitas yang diluar kemampuan manusia. Umumnya mesin merupakan suatu alat

I. PENDAHULUAN. aktifitas yang diluar kemampuan manusia. Umumnya mesin merupakan suatu alat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembuatan mesin pada awalnya bertujuan untuk memberikan kemudahan dalam aktifitas yang diluar kemampuan manusia. Umumnya mesin merupakan suatu alat yang berfungsi untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Motor Bakar Motor bakar adalah motor penggerak mula yang pada prinsipnya adalah sebuah alat yang mengubah energi kimia menjadi energi panas dan diubah ke energi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan oli bekas untuk mengetahui emisi gas buang pada mesin diesel, hasil

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan oli bekas untuk mengetahui emisi gas buang pada mesin diesel, hasil 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu. Ale,B.B, (2003), melakukan penelitian dengan mencampur kerosin dengan oli bekas untuk mengetahui emisi gas buang pada mesin diesel, hasil penelitian

Lebih terperinci

ANALISIS PENCAMPURAN BAHAN BAKAR PREMIUM - PERTAMAX TERHADAP KINERJA MESIN KONVENSIONAL

ANALISIS PENCAMPURAN BAHAN BAKAR PREMIUM - PERTAMAX TERHADAP KINERJA MESIN KONVENSIONAL FLYWHEEL: JURNAL TEKNIK MESIN UNTIRTA Homepage jurnal: http://jurnal.untirta.ac.id/index.php/jwl ANALISIS PENCAMPURAN BAHAN BAKAR PREMIUM - PERTAMAX TERHADAP KINERJA MESIN KONVENSIONAL Sadar Wahjudi 1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi merupakan aspek penting dalam kehidupan manusia dan merupakan kunci utama diberbagai sektor. Semakin hari kebutuhan akan energi mengalami kenaikan seiring dengan

Lebih terperinci

TURBIN GAS. Berikut ini adalah perbandingan antara turbin gas dengan turbin uap. Berat turbin per daya kuda yang dihasilkan lebih besar.

TURBIN GAS. Berikut ini adalah perbandingan antara turbin gas dengan turbin uap. Berat turbin per daya kuda yang dihasilkan lebih besar. 5 TURBIN GAS Pada turbin gas, pertama-tama udara diperoleh dari udara dan di kompresi dengan menggunakan kompresor udara. Udara kompresi kemudian disalurkan ke ruang bakar, dimana udara dipanaskan. Udara

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Motor Bakar Salah satu jenis penggerak mula yang banyak dipakai adalah mesin kalor, yaitu mesin yang menggunakan energi thermal untuk melakukan kerja mekanik atau yang mengubah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS

BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Motor Diesel Motor Diesel adalah motor pembakaran dalam (internal combustion engine) yang beroperasi dengan menggunakan minyak gas atau minyak

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pada penelitian yang telah dilakukan, katalis yang digunakan dalam proses metanolisis minyak jarak pagar adalah abu tandan kosong sawit yang telah dipijarkan pada

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i. KATA PENGANTAR... ii. DAFTAR ISI... v. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR GAMBAR... xi. DAFTAR LAMPIRAN... xiv

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i. KATA PENGANTAR... ii. DAFTAR ISI... v. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR GAMBAR... xi. DAFTAR LAMPIRAN... xiv DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN... xiv BAB I. PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Rumusan Masalah...

Lebih terperinci

M.Mujib Saifulloh, Bambang Sudarmanta Lab. TPBB Jurusan Teknik Mesin FTI - ITS Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya

M.Mujib Saifulloh, Bambang Sudarmanta Lab. TPBB Jurusan Teknik Mesin FTI - ITS Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya KARAKTERISASI UNJUK KERJA MESIN DIAMOND TYPE Di 800 SISTEM INJEKSI BERTINGKAT BERBAHAN BAKAR BIODIESEL KEMIRI SUNAN DENGAN PERUBAHAN CAMSHAFT FUEL PUMP M.Mujib Saifulloh, Bambang Sudarmanta Lab. TPBB Jurusan

Lebih terperinci

PENGARUH FILTER UDARA PADA KARBURATOR TERHADAP UNJUK KERJA MESIN SEPEDA MOTOR

PENGARUH FILTER UDARA PADA KARBURATOR TERHADAP UNJUK KERJA MESIN SEPEDA MOTOR PENGARUH FILTER UDARA PADA KARBURATOR TERHADAP UNJUK KERJA MESIN SEPEDA MOTOR Naif Fuhaid 1) ABSTRAK Sepeda motor merupakan produk otomotif yang banyak diminati saat ini. Salah satu komponennya adalah

Lebih terperinci

PERENCANAAN MOTOR BAKAR DIESEL PENGGERAK POMPA

PERENCANAAN MOTOR BAKAR DIESEL PENGGERAK POMPA TUGAS AKHIR PERENCANAAN MOTOR BAKAR DIESEL PENGGERAK POMPA Disusun : JOKO BROTO WALUYO NIM : D.200.92.0069 NIRM : 04.6.106.03030.50130 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Lebih terperinci

Pratama Akbar Jurusan Teknik Sistem Perkapalan FTK ITS

Pratama Akbar Jurusan Teknik Sistem Perkapalan FTK ITS Pratama Akbar 4206 100 001 Jurusan Teknik Sistem Perkapalan FTK ITS PT. Indonesia Power sebagai salah satu pembangkit listrik di Indonesia Rencana untuk membangun PLTD Tenaga Power Plant: MAN 3 x 18.900

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. Mesin diesel pertama kali ditemukan pada tahun 1893 oleh seorang berkebangsaan

BAB II TEORI DASAR. Mesin diesel pertama kali ditemukan pada tahun 1893 oleh seorang berkebangsaan BAB II TEORI DASAR 2.1. Sejarah Mesin Diesel Mesin diesel pertama kali ditemukan pada tahun 1893 oleh seorang berkebangsaan Jerman bernama Rudolf Diesel. Mesin diesel sering juga disebut sebagai motor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perkembangan teknologi yang terjadi saat ini banyak sekali inovasi baru yang tercipta khususnya di dalam dunia otomotif. Dalam perkembanganya banyak orang yang

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Motor Bakar 3.2 Hukum Utama Termodinamika Penjelasan Umum

BAB II DASAR TEORI 2.1 Motor Bakar 3.2 Hukum Utama Termodinamika Penjelasan Umum 4 BAB II DASAR TEORI 2.1 Motor Bakar Motor bakar adalah sebuah mekanisme yang menstransformasikan energi panas menjadi energi mekanik melalui sebuah konstruksi mesin. Perubahan, energi panas menjadi energi

Lebih terperinci

SKRIPSI MOTOR BAKAR. Disusun Oleh: HERMANTO J. SIANTURI NIM:

SKRIPSI MOTOR BAKAR. Disusun Oleh: HERMANTO J. SIANTURI NIM: SKRIPSI MOTOR BAKAR UJI EKSPERIMENTAL PENGARUH PENGGUNAAN CAMPURAN BAHAN BAKAR DIMETIL ESTER [B 06] DENGAN BAHAN BAKAR SOLAR TERHADAP UNJUK KERJA MESIN DIESEL Disusun Oleh: HERMANTO J. SIANTURI NIM: 060421019

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI TIMING INJECTION DAN CAMPURAN BAHAN BAKAR TERHADAP UNJUK KERJA MOTOR DIESEL

PENGARUH VARIASI TIMING INJECTION DAN CAMPURAN BAHAN BAKAR TERHADAP UNJUK KERJA MOTOR DIESEL PENGARUH VARIASI TIMING INJECTION DAN CAMPURAN BAHAN BAKAR TERHADAP UNJUK KERJA MOTOR DIESEL Taufiq Heri Susanto 1) Margianto 2) Ena Marlina 3) Program Strata Satu Teknik Mesin Universitas Islam Malang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan untuk mengetahui fenomena yang terjadi pada mesin Otto dengan penggunaan bahan bakar yang ditambahkan aditif dengan variasi komposisi

Lebih terperinci

Materi. Motor Bakar Turbin Uap Turbin Gas Generator Uap/Gas Siklus Termodinamika

Materi. Motor Bakar Turbin Uap Turbin Gas Generator Uap/Gas Siklus Termodinamika Penggerak Mula Materi Motor Bakar Turbin Uap Turbin Gas Generator Uap/Gas Siklus Termodinamika Motor Bakar (Combustion Engine) Alat yang mengubah energi kimia yang ada pada bahan bakar menjadi energi mekanis

Lebih terperinci

Pengaruh Suhu dan Tekanan Udara Masuk Terhadap Kinerja Motor Diesel Tipe 4 JA 1

Pengaruh Suhu dan Tekanan Udara Masuk Terhadap Kinerja Motor Diesel Tipe 4 JA 1 Pengaruh Suhu dan Tekanan Udara Masuk Terhadap Kinerja Motor Diesel Tipe 4 JA 1 (Philip Kristanto) Pengaruh Suhu dan Tekanan Udara Masuk Terhadap Kinerja Motor Diesel Tipe 4 JA 1 Philip Kristanto Dosen

Lebih terperinci

BAB III PROSES PEMBAKARAN

BAB III PROSES PEMBAKARAN 37 BAB III PROSES PEMBAKARAN Dalam pengoperasian boiler, prestasi yang diharapkan adalah efesiensi boiler tersebut yang dinyatakan dengan perbandingan antara kalor yang diterima air / uap air terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini kebutuhan bahan bakar bagi penduduk di seluruh dunia semakin meningkat, sementara cadangan bahan bakar fosil semakin menipis. Oleh karena itu banyak negara

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI MOTOR DIESEL PERAWATAN MESIN DIESEL 1 SILINDER

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI MOTOR DIESEL PERAWATAN MESIN DIESEL 1 SILINDER LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI MOTOR DIESEL PERAWATAN MESIN DIESEL 1 SILINDER Di susun oleh : Cahya Hurip B.W 11504244016 Pendidikan Teknik Otomotif Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta 2012 Dasar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biodiesel Biodiesel merupakan bahan bakar rendah emisi pengganti diesel yang terbuat dari sumber daya terbarukan dan limbah minyak. Biodiesel terdiri dari ester monoalkil dari

Lebih terperinci

UJI PERFORMANSI MESIN OTTO SATU SILINDER DENGAN BAHAN BAKAR PREMIUM DAN PERTAMAX PLUS

UJI PERFORMANSI MESIN OTTO SATU SILINDER DENGAN BAHAN BAKAR PREMIUM DAN PERTAMAX PLUS UJI PERFORMANSI MESIN OTTO SATU SILINDER DENGAN BAHAN BAKAR PREMIUM DAN PERTAMAX PLUS Rio Arinedo Sembiring 1, Himsar Ambarita 2. Email: rio_gurky@yahoo.com 1,2 Jurusan Teknik Mesin, Universitas Sumatera

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Turbin gas adalah suatu unit turbin dengan menggunakan gas sebagai fluida kerjanya. Sebenarnya turbin gas merupakan komponen dari suatu sistem pembangkit. Sistem turbin gas paling

Lebih terperinci

Sumber: Susanto, Lampiran 1 General arrangement Kapal PSP Tangki bahan bakar 10. Rumah ABK dan ruang kemudi

Sumber: Susanto, Lampiran 1 General arrangement Kapal PSP Tangki bahan bakar 10. Rumah ABK dan ruang kemudi LAMPIRAN 66 Lampiran 1 General arrangement Kapal PSP 01 Keterangan: 1. Palkah ikan 7. Kursi pemancing 2. Palkah alat tangkap 8. Drum air tawar 3. Ruang mesin 9. Kotak perbekalan 4. Tangki bahan bakar 10.

Lebih terperinci

Rencana Pembelajaran Kegiatan Mingguan (RPKPM).

Rencana Pembelajaran Kegiatan Mingguan (RPKPM). Rencana Pembelajaran Kegiatan Mingguan (RPKPM). Pertemuan ke Capaian Pembelajaran Topik (pokok, subpokok bahasan, alokasi waktu) Teks Presentasi Media Ajar Gambar Audio/Video Soal-tugas Web Metode Evaluasi

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. SEJARAH MOTOR DIESEL Pada tahun 1893 Dr. Rudolf Diesel memulai karier mengadakan eksperimen sebuah motor percobaan. Setelah banyak mengalami kegagalan dan kesukaran, mak akhirnya

Lebih terperinci

KAJIAN EKSPRIMENTAL PENGARUH BAHAN ADITIF OCTANE BOSTER TERHADAP NILAI KALOR BAHAN BAKAR SOLAR

KAJIAN EKSPRIMENTAL PENGARUH BAHAN ADITIF OCTANE BOSTER TERHADAP NILAI KALOR BAHAN BAKAR SOLAR KAJIAN EKSPRIMENTAL PENGARUH BAHAN ADITIF OCTANE BOSTER TERHADAP NILAI KALOR BAHAN BAKAR SOLAR Tekad Sitepu Staf Pengajar Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara Abstrak Tulisan

Lebih terperinci

PERFORMANSI MESIN SEPEDA MOTOR SATU SILINDER BERBAHAN BAKAR PREMIUM DAN PERTAMAX PLUS DENGAN MODIFIKASI RASIO KOMPRESI

PERFORMANSI MESIN SEPEDA MOTOR SATU SILINDER BERBAHAN BAKAR PREMIUM DAN PERTAMAX PLUS DENGAN MODIFIKASI RASIO KOMPRESI PERFORMANSI MESIN SEPEDA MOTOR SATU SILINDER BERBAHAN BAKAR PREMIUM DAN PERTAMAX PLUS DENGAN MODIFIKASI RASIO KOMPRESI Robertus Simanungkalit 1,Tulus B. Sitorus 2 1,2, Departemen Teknik Mesin, Fakultas

Lebih terperinci

PENGARUH PEMANASAN BAHAN BAKAR DENGAN RADIATOR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN KINERJA MESIN BENSIN

PENGARUH PEMANASAN BAHAN BAKAR DENGAN RADIATOR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN KINERJA MESIN BENSIN PENGARUH PEMANASAN BAHAN BAKAR DENGAN RADIATOR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN KINERJA MESIN BENSIN Suriansyah Sabarudin 1) ABSTRAK Proses pembakaran bahan bakar di dalam silinder dipengaruhi oleh: temperatur,

Lebih terperinci

Proses Pembuatan Biodiesel (Proses Trans-Esterifikasi)

Proses Pembuatan Biodiesel (Proses Trans-Esterifikasi) Proses Pembuatan Biodiesel (Proses TransEsterifikasi) Biodiesel dapat digunakan untuk bahan bakar mesin diesel, yang biasanya menggunakan minyak solar. seperti untuk pembangkit listrik, mesinmesin pabrik

Lebih terperinci

Nugrah Rekto P 1, Eka Bagus Syahrudin 2 1,2

Nugrah Rekto P 1, Eka Bagus Syahrudin 2 1,2 Analisa Pengaruh Penggunaan Campuran Bahan Bakar Solar Dengan Minyak Goreng Bekas Terhadap Unjuk Kerja Motor Diesel Nugrah Rekto P 1, Eka Bagus Syahrudin 2 1,2 Teknik Mesin STT Wiworotomo Purwokerto, Jl.

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1. Motor Bensin Penjelasan Umum

BAB II DASAR TEORI 2.1. Motor Bensin Penjelasan Umum 4 BAB II DASAR TEORI 2.1. Motor Bensin 2.1.1. Penjelasan Umum Motor bensin merupakan suatu motor yang menghasilkan tenaga dari proses pembakaran bahan bakar di dalam ruang bakar. Karena pembakaran ini

Lebih terperinci

BAB V TURBIN GAS. Berikut ini adalah perbandingan antara turbin gas dengan turbin uap. No. Turbin Gas Turbin Uap

BAB V TURBIN GAS. Berikut ini adalah perbandingan antara turbin gas dengan turbin uap. No. Turbin Gas Turbin Uap BAB V TURBIN GAS Pada turbin gas, pertama-tama udara diperoleh dari udara dan di kompresi dengan menggunakan kompresor udara. Udara kompresi kemudian disalurkan ke ruang bakar, dimana udara dipanaskan.

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN ADITIF NABATI SOLAR TERHADAP UNJUK KERJA DAN KETAHANAN MESIN DIESEL GENERATOR SET TF55R

PENGARUH PENAMBAHAN ADITIF NABATI SOLAR TERHADAP UNJUK KERJA DAN KETAHANAN MESIN DIESEL GENERATOR SET TF55R PENGARUH PENAMBAHAN ADITIF NABATI SOLAR TERHADAP UNJUK KERJA DAN KETAHANAN MESIN DIESEL GENERATOR SET TF55R Wilviari Vekky V.R dan Bambang Sudarmanta Lab. TPBB Jurusan Teknik Mesin FTI - ITS Jl. Arief

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN ALAT PENGHEMAT BAHAN BAKAR BERBASIS ELEKTROMAGNETIK TERHADAP UNJUK KERJA MESIN DIESEL ABSTRAK

PENGARUH PENGGUNAAN ALAT PENGHEMAT BAHAN BAKAR BERBASIS ELEKTROMAGNETIK TERHADAP UNJUK KERJA MESIN DIESEL ABSTRAK PENGARUH PENGGUNAAN ALAT PENGHEMAT BAHAN BAKAR BERBASIS ELEKTROMAGNETIK TERHADAP UNJUK KERJA MESIN DIESEL Didi Eryadi 1), Toni Dwi Putra 2), Indah Dwi Endayani 3) ABSTRAK Seiring dengan pertumbuhan dunia

Lebih terperinci

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA 4.1 Identifikasi Kendaraan Gambar 4.1 Yamaha RX Z Spesifikasi Yamaha RX Z Mesin : - Tipe : 2 Langkah, satu silinder - Jenis karburator : karburator jenis piston - Sistem Pelumasan

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI TEMPERATUR PEMANASAN AWAL BIODIESEL TERHADAP KONSUMSI BAHAN BAKAR DAN DAYA PADA MOTOR DIESEL 4 TAK 4 SILINDER

PENGARUH VARIASI TEMPERATUR PEMANASAN AWAL BIODIESEL TERHADAP KONSUMSI BAHAN BAKAR DAN DAYA PADA MOTOR DIESEL 4 TAK 4 SILINDER PENGARUH VARIASI TEMPERATUR PEMANASAN AWAL BIODIESEL TERHADAP KONSUMSI BAHAN BAKAR DAN DAYA PADA MOTOR DIESEL 4 TAK 4 SILINDER Muhammad Agus Sahbana 1), Naif Fuhaid 2) ABSTRAK Biodiesel merupakan bahan

Lebih terperinci

Pengaruh Kerenggangan Celah Busi terhadap Konsumsi Bahan Bakar pada Motor Bensin

Pengaruh Kerenggangan Celah Busi terhadap Konsumsi Bahan Bakar pada Motor Bensin Jurnal Kompetensi Teknik Vol. 4, No. 1, November 212 1 Pengaruh Celah Busi terhadap Konsumsi Bahan Bakar pada Motor Bensin Syahril Machmud 1, Untoro Budi Surono 2, Yokie Gendro Irawan 3 1, 2 Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Minyak Goreng 1. Pengertian Minyak Goreng Minyak goreng adalah minyak yang berasal dari lemak tumbuhan atau hewan yang dimurnikan dan berbentuk cair dalam suhu kamar dan biasanya

Lebih terperinci

ANALISIS PEMAKAIAN BAHAN BAKAR HIGH SPEED DIESEL DAN BIODIESEL (B30) TERHADAP KONSUMSI BAHAN BAKAR DAN EMISI GAS BUANG MESIN DIESEL PLTD 1.

ANALISIS PEMAKAIAN BAHAN BAKAR HIGH SPEED DIESEL DAN BIODIESEL (B30) TERHADAP KONSUMSI BAHAN BAKAR DAN EMISI GAS BUANG MESIN DIESEL PLTD 1. ANALISIS PEMAKAIAN BAHAN BAKAR HIGH SPEED DIESEL DAN BIODIESEL (B30) TERHADAP KONSUMSI BAHAN BAKAR DAN EMISI GAS BUANG MESIN DIESEL PLTD 1.4 MW Buchari Ali 1), Prasetyo Adi Nugroho 2) Program Studi Teknik

Lebih terperinci

UJI EKSPERIMENTAL BAHAN BAKAR CAMPURAN BIOSOLAR DENGAN ZAT ADITIF TERHADAP UNJUK KERJA MOTOR DIESEL PUTARAN KONSTAN

UJI EKSPERIMENTAL BAHAN BAKAR CAMPURAN BIOSOLAR DENGAN ZAT ADITIF TERHADAP UNJUK KERJA MOTOR DIESEL PUTARAN KONSTAN UJI EKSPERIMENTAL BAHAN BAKAR CAMPURAN BIOSOLAR DENGAN ZAT ADITIF TERHADAP UNJUK KERJA MOTOR DIESEL PUTARAN KONSTAN Oleh : Eddien Nurhadiansah Putra 2106 100 097 Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Ir. H D Sungkono

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB 4 ANALISA DAN PEMBAHASAN BAB 4 ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1.Analisa Diameter Rata-rata Dari hasil simulasi yang telah dilakukan menghasilkan proses atomisasi yang terjadi menunjukan perbandingan ukuran diameter droplet rata-rata

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Bahan Baku Minyak Minyak nabati merupakan cairan kental yang berasal dari ekstrak tumbuhtumbuhan. Minyak nabati termasuk lipid, yaitu senyawa organik alam yang tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang. Secara umum ketergantungan manusia akan kebutuhan bahan bakar

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang. Secara umum ketergantungan manusia akan kebutuhan bahan bakar BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Secara umum ketergantungan manusia akan kebutuhan bahan bakar yang berasal dari fosil dari tahun ke tahun semakin meningkat, sedangkan ketersediaannya semakin berkurang

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PENGARUH TEMPERATUR SOLAR DAN BIODIESEL TERHADAP PERFORMA MESIN DIESEL DIRECT INJECTION PUTARAN KONSTAN

PERBANDINGAN PENGARUH TEMPERATUR SOLAR DAN BIODIESEL TERHADAP PERFORMA MESIN DIESEL DIRECT INJECTION PUTARAN KONSTAN PERBANDINGAN PENGARUH TEMPERATUR SOLAR DAN BIODIESEL TERHADAP PERFORMA MESIN DIESEL DIRECT INJECTION PUTARAN KONSTAN 1 ) 2) 2) Murni, Berkah Fajar, Tony Suryo 1). Mahasiswa Magister Teknik Mesin Universitas

Lebih terperinci

MAKALAH. SMK Negeri 5 Balikpapan SISTEM PENDINGIN PADA SUATU ENGINE. Disusun Oleh : 1. ADITYA YUSTI P. 2.AGUG SETYAWAN 3.AHMAD FAKHRUDDIN N.

MAKALAH. SMK Negeri 5 Balikpapan SISTEM PENDINGIN PADA SUATU ENGINE. Disusun Oleh : 1. ADITYA YUSTI P. 2.AGUG SETYAWAN 3.AHMAD FAKHRUDDIN N. MAKALAH SISTEM PENDINGIN PADA SUATU ENGINE Disusun Oleh : 1. ADITYA YUSTI P. 2.AGUG SETYAWAN 3.AHMAD FAKHRUDDIN N. Kelas : XI. OTOMOTIF Tahun Ajaran : 2013/2014 SMK Negeri 5 Balikpapan Pendahuluan Kerja

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR TM Ari Budi Santoso NRP : Dosen Pembimbing Dr. Bambang Sudarmanta, ST. MT.

TUGAS AKHIR TM Ari Budi Santoso NRP : Dosen Pembimbing Dr. Bambang Sudarmanta, ST. MT. TUGAS AKHIR TM091486 Ari Budi Santoso NRP : 2106100132 Dosen Pembimbing Dr. Bambang Sudarmanta, ST. MT. JURUSAN TEKNIK MESIN Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2012

Lebih terperinci

8/5/2010. variasi volume campuran terhadap unjuk kerja dan emisi gas buang mesin diesel.

8/5/2010. variasi volume campuran terhadap unjuk kerja dan emisi gas buang mesin diesel. Tugas Akhir (TM 09148) Konversi Energi PENGARUH PENAMBAHAN BIODIESEL MINYAK BIJI ALPUKAT (PERSEA GRATISSIMA) (10 30%) PADA SOLAR TERHADAP UNJUK KERJA DIESEL GENERATOR SET JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu campuran komplek antara hidrokarbon-hidrokarbon sederhana

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu campuran komplek antara hidrokarbon-hidrokarbon sederhana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran udara yang diakibatkan oleh gas buang kendaraan bermotor pada akhir-akhir ini sudah berada pada kondisi yang sangat memprihatinkan dan memberikan andil yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Bambang (2016) dalam perancangan tentang modifikasi sebuah prototipe kalorimeter bahan bakar untuk meningkatkan akurasi pengukuran nilai

Lebih terperinci

Rencana Pembelajaran Kegiatan Mingguan (RPKPM).

Rencana Pembelajaran Kegiatan Mingguan (RPKPM). Rencana Pembelajaran Kegiatan Mingguan (RPKPM). Pertemuan ke Capaian Pembelajaran Topik (pokok, subpokok bahasan, alokasi waktu) Teks Presentasi Media Ajar Gambar Audio/Video Soal-tugas Web Metode Evaluasi

Lebih terperinci

BAB III SISTEM REFRIGERASI DAN POMPA KALOR

BAB III SISTEM REFRIGERASI DAN POMPA KALOR BAB III SISTEM REFRIGERASI DAN POMPA KALOR Untuk mengenalkan aspek-aspek refrigerasi, pandanglah sebuah siklus refrigerasi uap Carnot. Siklus ini adalah kebalikan dari siklus daya uap Carnot. Gambar 1.

Lebih terperinci

KONTROL SISTEM BAHAN BAKAR PADA ELECTRONIC FUEL INJECTION (EFI) Oleh Sutiman, M.T

KONTROL SISTEM BAHAN BAKAR PADA ELECTRONIC FUEL INJECTION (EFI) Oleh Sutiman, M.T KONTROL SISTEM BAHAN BAKAR PADA ELECTRONIC FUEL INJECTION (EFI) Oleh Sutiman, M.T Pendahuluan Tujuan dari penggunaan sistem kontrol pada engine adalah untuk menyajikan dan memberikan daya mesin yang optimal

Lebih terperinci

ANALISA PENGARUH PEMANASAN AWAL BAHAN BAKAR SOLAR TERHADAP PERFORMA DAN KONSUMSI BAHAN BAKAR PADA MESIN MOTOR DIESEL SATU SILINDER

ANALISA PENGARUH PEMANASAN AWAL BAHAN BAKAR SOLAR TERHADAP PERFORMA DAN KONSUMSI BAHAN BAKAR PADA MESIN MOTOR DIESEL SATU SILINDER ANALISA PENGARUH PEMANASAN AWAL BAHAN BAKAR SOLAR TERHADAP PERFORMA DAN KONSUMSI BAHAN BAKAR PADA MESIN MOTOR DIESEL SATU SILINDER Imron Rosyadi Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Sultan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. dipakai saat ini. Sedangkan mesin kalor adalah mesin yang menggunakan

BAB II DASAR TEORI. dipakai saat ini. Sedangkan mesin kalor adalah mesin yang menggunakan BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengertian Umum Motor Bakar Motor bakar merupakan salah satu jenis mesin kalor yang banyak dipakai saat ini. Sedangkan mesin kalor adalah mesin yang menggunakan energi panas untuk

Lebih terperinci

TUGAS. MAKALAH TENTANG Gasoline Direct Injection (GDI) Penyusun : 1. A an fanna fairuz (01) 2. Aji prasetyo utomo (03) 3. Alfian alfansuri (04)

TUGAS. MAKALAH TENTANG Gasoline Direct Injection (GDI) Penyusun : 1. A an fanna fairuz (01) 2. Aji prasetyo utomo (03) 3. Alfian alfansuri (04) TUGAS MAKALAH TENTANG Gasoline Direct Injection (GDI) Penyusun : 1. A an fanna fairuz (01) 2. Aji prasetyo utomo (03) 3. Alfian alfansuri (04) 4. Fajar setyawan (09) 5. M. Nidzar zulmi (20) Kelas : XII

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. temperatur di bawah 123 K disebut kriogenika (cryogenics). Pembedaan ini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. temperatur di bawah 123 K disebut kriogenika (cryogenics). Pembedaan ini BAB II TINJAUAN PUSTAKA 21 Mesin Refrigerasi Secara umum bidang refrigerasi mencakup kisaran temperatur sampai 123 K Sedangkan proses-proses dan aplikasi teknik yang beroperasi pada kisaran temperatur

Lebih terperinci

PEMBUATAN BIODIESEL DARI ASAM LEMAK JENUH MINYAK BIJI KARET

PEMBUATAN BIODIESEL DARI ASAM LEMAK JENUH MINYAK BIJI KARET PEMBUATAN BIODIESEL DARI ASAM LEMAK JENUH MINYAK BIJI KARET Dwi Ardiana Setyawardhani*), Sperisa Distantina, Hayyu Henfiana, Anita Saktika Dewi Jurusan Teknik Kimia Universitas Sebelas Maret Surakarta

Lebih terperinci

PENGARUH PERBANDINGAN SOLAR - BIODIESEL (MINYAK JELANTAH) TERHADAP EMISI GAS BUANG PADA MOTOR DIESEL

PENGARUH PERBANDINGAN SOLAR - BIODIESEL (MINYAK JELANTAH) TERHADAP EMISI GAS BUANG PADA MOTOR DIESEL JANATEKNIKA VOL.11 NO. 2/JULI 2009 PENGARUH PERBANDINGAN SOLAR - BIODIESEL (MINYAK JELANTAH) TERHADAP EMISI GAS BUANG PADA MOTOR DIESEL Dosen Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Janabadra

Lebih terperinci

ANALISIS PERFORMANSI MOTOR BAKAR DIESEL SWD 8FG PLTD AYANGAN TAKENGON ACEH TENGAH

ANALISIS PERFORMANSI MOTOR BAKAR DIESEL SWD 8FG PLTD AYANGAN TAKENGON ACEH TENGAH ANALISIS PERFORMANSI MOTOR BAKAR DIESEL SWD 8FG PLTD AYANGAN TAKENGON ACEH TENGAH LAPORAN TUGAS AKHIR Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Pendidikan Diploma III PROGRAM

Lebih terperinci

SFC = Dimana : 1 HP = 0,7457 KW mf = Jika : = 20 cc = s = 0,7471 (kg/liter) Masa jenis bahan bakar premium.

SFC = Dimana : 1 HP = 0,7457 KW mf = Jika : = 20 cc = s = 0,7471 (kg/liter) Masa jenis bahan bakar premium. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Perhitungan dan pembahasan dari proses pengambilan data dan pengumpulan data yang dikumpulkan meliputi data spesifikasi obyek penelitian dan hasil pengujian. Data-data tersebut

Lebih terperinci

PENGARUH PEMANASAN BAHAN BAKAR BIODIESEL (MINYAK JARAK-SOLAR) TERHADAP KANDUNGAN EMISI GAS BUANG MESIN DIESEL

PENGARUH PEMANASAN BAHAN BAKAR BIODIESEL (MINYAK JARAK-SOLAR) TERHADAP KANDUNGAN EMISI GAS BUANG MESIN DIESEL PENGARUH PEMANASAN BAHAN BAKAR BIODIESEL (MINYAK JARAK-SOLAR) TERHADAP KANDUNGAN EMISI GAS BUANG MESIN DIESEL Achmad Aminudin, Sukarni, dan Retno Wulandari Program Studi Teknik Mesin, FT-UM Jl. Surabaya

Lebih terperinci