BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Pangan Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang paling hakiki dan pemenuhan akan kebutuhan pangan merupakan hak asasi setiap orang, dengan demikian, pangan bagi penduduk harus tersedia setiap saat dimana saja penduduk membutuhkannya (Fardiaz dan Fardiaz, 2003). Hal serupa juga dinyatakan oleh Wirakartakusumah (2001) bahwa pangan adalah kebutuhan dasar bagi manusia dan pemenuhannya merupakan hak asasi setiap warga masyarakat, sehingga pangan harus tersedia dalam jumlah yang cukup, aman, bermutu, bergizi, beragam dengan harga yang terjangkau oleh kemampuan daya beli masyarakat. Pangan memiliki pengertian yang luas, mulai dari pangan esensial bagi kehidupan manusia yang sehat dan produktif (keseimbangan kalori, karbohidrat, protein, lemak, vitamin, serat, dan zat esensial lain) serta pangan yang dikonsumsi atas kepentingan sosial dan budaya seperti untuk kesenangan, kebugaran, kecantikan dan sebagainya. Jadi pangan tidak hanya berarti pangan pokok dan jelas tidak hanya berarti beras, melainkan pangan yang terkait dengan berbagai hal lain (Krisnamurti, 2003). Dalam pemenuhannya, saat ini manusia tidak hanya bergantung dari makanan segar, namun juga memilih dan mengkonsumsi makanan kemasan sudah menjadi kebiasaan dalam kehidupan sehari hari. B. Makanan Kemasan Definisi makanan kemasan memang tidak ada yang baku, sehingga setiap orang dapat mendefinisikan makanan kemasan dengan pengertian apa saja. Kamus besar bahasa Indonesia mendefinisikan kemasan yaitu 5

2 6 teratur, bersih dan rapi. Undang-undang No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan, dalam Pasal 1 ayat (10) mendefinisikan kemasan pangan yaitu bahan yang digunakan untuk mewadahi dan atau membungkus pangan, baik yang bersentuhan langsung dengan pangan maupun tidak. Dari beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa makanan kemasan adalah makanan yang terbungkus dengan teratur, bersih, rapi, dan mempunyai label kemasan serta masa kadaluarsa untuk dijual dalam waktu yang diperkirakan. C. Label Kemasan Pangan Semua informasi tentang sebuah produk umumnya berada pada label yang tercantum pada produk tersebut. Label dapat didefinisikan sebagai tulisan, tag, gambar atau pengertian lain yang tertulis, dicetak, distensil, diukir, dihias atau dicantumkan dengan cara apapun, pemberi kesan yang terdapat pada suatu wadah atau pengemas (Wijaya, 2001). Secara garis besar, tujuan pelabelan adalah sebagai berikut: 1. Memberi informasi tentang isi produk yang diberi kemasan tanpa harus membuka kemasan. 2. Memberi petunjuk yang tepat bagi konsumen sehingga diperoleh fungsi produk yang optimum. 3. Berfungsi sebagai sarana komunikasi produsen kepada konsumen tentang hal - hal yang perlu diketahui oleh konsumen tentang produk tersebut, terutama hal - hal yang tak dapat diketahui secara fisik. 4. Sarana periklanan bagi produsen. 5. Memberi rasa aman pada konsumen. (Wijaya, 2001) Berdasarkan UndangUndang Republik Indonesia Nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan pasal 30 ayat 1, Setiap orang yang memproduksi atau memasukkan ke dalam wilayah Indonesia pangan yang dikemas untuk

3 7 diperdagangkan wajib mencantumkan label pada, di dalam, dan atau di kemasan pangan. Pada pasal yang sama ayat 2, Label memuat sekurang kurangnya keterangan mengenai nama produk, daftar bahan yang digunakan, berat bersih atau isi bersih, nama dan alamat pihak yang memproduksi atau memasukkan pangan ke wilayah Indonesia, keterangan tentang halal, tanggal, bulan, dan tahun kadaluarsa. Menurut Wijaya (2001) kriteria penulisan label mencakup: 1. Tulisan menggunakan huruf latin atau arab. 2. Ditulis dengan bahasa Indonesia dengan huruf latin. 3. Ditulis jelas, lengkap, mudah dibaca (ukuran minimal 0,75 mm dan warna kontras). 4. Tidak boleh mencantumkan segala hal baik kata, tanda, atau gambar yang menyesatkan. 5. Tidak boleh mencantumkan nasihat, referensi, pernyataan dari siapapun dengan tujuan menaikkan penjualan. Adapun isi label mencakup: 1. Informasi yang harus dicantumkan pada label yaitu nama makanan/produk, komposisi atau daftar ingredient, isi netto, nama dan alamat pabrik/importir, nomor pendaftaran, kode produksi, tanggal kadaluarsa, petunjuk atau cara penggunaan, nilai gizi, tulisan atau pernyataan khusus. 2. Pernyataan (claim) pada label dan periklanan yaitu pernyataan tentang gizi dan pernyataan tentang kondisi dan penyakit tertentu (theurapetic claim) 3. Gambar pada label atau iklan. Label pangan adalah setiap keterangan mengenai pangan yang berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya, atau bentuk lain yang disertakan pada pangan, dimasukkan ke dalam, ditempelkan pada, atau merupakan bagian kemasan pangan. Label makanan seharusnya mencantumkan nama makanan atau nama produk, komposisi atau daftar

4 8 ingredient, isi netto, nama dan alamat pabrik atau importir, nomor pendaftaran, kode produksi, tanggal kadaluarsa, petunjuk atau cara penyimpanan, petunjuk atau cara penggunaan, nilai gizi, tulisan atau pernyataan khusus. Nama makanan memberikan informasi mengenai sifat atau keadaan makanan yang sebenarnya. Nama makanan untuk produk dalam negeri ditulis menggunakan bahasa Indonesia dan dapat ditambah dengan bahasa Inggris. Begitu pula nama makanan bagi produk impor, menggunakan nama Indonesia atau nama Inggris. Tanggal kadaluarsa memberikan informasi mengenai waktu atau tanggal yang menunjukkan suatu produk makanan masih memenuhi syarat mutu dan keamanan untuk dikonsumsi. Komposisi makanan memberikan informasi daftar lengkap ingredient penyusun makanan termasuk bahan tambahan makanan dengan urutan menurun mulai dari bagian yang terbanyak, kecuali vitamin dan mineral. Bahan tambahan makanan harus mencantumkan nama golongan, misalnya pemanis buatan, antioksidan, anti kempal, pengukur keasaman dan lainlain. Khusus untuk pewarna disebutkan nomor indeksnya. Penyedap rasa alamiah identik dan sintetik harus ditulis berbeda. Nilai gizi yang harus dicantumkan pada label makanan yaitu nilai gizi makanan yang diperkaya, nilai gizi makanan diet, dan makanan lain yang ditentukan Menteri Kesehatan, mencakup jumlah energi, protein, lemak, karbohidrat, vitamin, dan mineral atau kadar komponen tertentu. Petunjuk atau cara penyimpanan memberikan informasi mengenai hal yang mungkin mempengaruhi sifat dan mutu dari produk makanan, seperti produk susu, daging, dan lain - lain (POM, 2004). Menurut Engel et. Al., (1995), konsumen memberikan perhatian pada label kemasan dengan anggapan bahwa informasi yang tertera dalam label mungkin benar, namun informasi pada kemasan tersebut lebih banyak digunakan oleh konsumen dengan status sosio ekonomi tinggi. Status sosio ekonomi diantaranya ditunjukkan dari pendidikan, pekerjaan dan pendapatan yang dimiliki konsumen. Konsumen yang memiliki

5 9 pendidikan lebih tinggi biasanya lebih terbuka menerima informasi yang baru dalam hal ini konsumen akan memiliki perhatian yang lebih terhadap label. Disamping itu konsumen, konsumen akan memiliki kesempatan memperoleh pekerjaan yang lebih layak dan penghasilan lebih baik. Namun demikian, label biasanya tidak digunakan setuntas mungkin oleh konsumen, sehingga tidak jarang informasi pada label dipandang secara keliru, digunakan sebagian atau di abaikan sama sekali. Peranan label pada suatu produk sangat penting untuk memperoleh produk yang sesuai dengan yang diinginkan konsumen. Label produk yang dijamin kebenarannya akan memudahkan konsumen dalam menentukan beragam produk dan subtitusi di pasaran. Selain sebagai sarana pendidikan pada masyarakat, label juga dapat memberikan nilai tambah bagi produk. Kompetitor produk di pasaran yang semakin bertambah dapat menjadikan label sebagai strategi yang menarik dalam pemasaran. Meskipun dengan label pula, pihak produsen dapat secara sadar atau tidak sadar mengelabui atau bahkan mengorbankan konsumen. D. Undang Undang (UU) Republik Indonesia (RI) dan Peraturan Pemerintah (PP) tentang Label Pangan a. Undang undang RI no 7 tahun 1996 tentang pangan pasal 30 ayat 1 : Setiap orang yang memproduksi atau memasukkan ke dalam wilayah Indonesia pangan yang dikemas untuk diperdagangkan wajib mencantumkan label pada, di dalam, dan atau di kemasan pangan. Penjelasan pasal 30 ayat 1 menyatakan bahwa tujuan pemberian label pada pangan dikemas adalah agar masyarakat yang membeli atau mengkonsumsi pangan memperoleh informasi yang benar dan jelas tentang setiap produk pangan yang dikemas baik menyangkut asal, keamanan, mutu, kandungan gizi, maupun keterangan lain yang diperlukan sebelum memutuskan akan membeli atau mengkonsumsi pangan. Undang undang RI no 7

6 10 tahun 1996 tentang pangan pasal 30 ayat 1 menyatakan bahwa label memuat sekurang kurangnya keterangan mengenai nama produk, daftar bahan yang digunakan, berat bersih atau isi bersih, nama dan alamat pihak yang memproduksi atau memasukkan pangan ke wilayah Indonesia, keterangan tentang halal, tanggal, bulan, dan tahun kadaluarsa. b. Peraturan Pemerintah no 69 tahun 1999 tentang label dan iklan pangan menyatakan bahwa label pada produk pangan merupakan keterangan mengenai pangan yang berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya, atau bentuk lain yang disertakan pada, atau merupakan bagian kemasan pangan, baik yang berupa makanan maupun minimum hasil dari cara dan metode produksi tertentu. Peraturan ini juga menyatakan bahwa tujuan pencantuman label adalah sebagai berikut: 1. Terciptanya perdagangan pangan yang jujur dan bertanggung jawab. 2. Label dan iklan merupakan sarana yang penting, sehingga perlu diatur agar informasinya benar dan tidak menyesatkan. 3. Masyarakat berhak mendapatkan informasi yang benar dan tidak menyesatkan mengenai pangan yang akan dikonsumsinya, khususnya yang disampaikan melalui label dan iklan pangan. Peraturan Pemerintah no 69 tahun 1999 bab II mengenai label pangan pada pasal 2 menyebutkan bahwa produsen atau importir wajib mencantumkan label dan label harus tidak mudah lepas, luntur atau rusak dan terletak pada bagian kemasan yang mudah dilihat dan dibaca. Pasal 3 menyebutkan bahwa: 1. Label berisi tentang keterangan pangan.

7 11 2. Syarat minimum keterangan mencakup nama produk, daftar bahan yang digunakan, berat bersih atau isi bersih, nama dan alamat produsen/importir, tanggal, bulan, dan tahun kadaluarsa. c. Undang Undang RI no 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen. Pada pasal 4 ayat 3 yang berisi tentang hak dan kewajiban konsumen menyatakan bahwa konsumen memiliki hak untuk hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa. Penjelasan dari pasal tersebut adalah setiap konsumen memiliki hak untuk mengetahui semua informasi yang ada pada barang atau jasa dalam hal ini adalah makanan dengan benar, jelas, dan jujur. Untuk itulah, label kemasan yang ada pada makanan kemasan seharusnya mencantumkan informasi dengan benar, jelas, dan jujur mengenai apa saja yang terkandung di dalamnya. d. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 180/Menkes/Per/IV/1985 tentang makanan daluarsa. Pada pasal 2 ayat 1 menyatakan bahwa Pada label dari makanan tertentu yang diproduksi, diimpor dan diedarkan harus dicantumkan tanggal daluarsa secara jelas. Penjelasan dari pasal tersebut adalah untuk label dari makanan kemasan sebaiknya mencantumkan tanggal daluarsa, karena dengan adanya tanggal daluarsa yang tercatum pada kemasan secara tidak langsung produsen akan melindungi konsumen dari bahaya yang dapat ditimbulkan dari makanan daluarsa. Selain itu, sebaiknya pula konsumen untuk bisa lebih teliti dalam memilih bahan makanan terutama bahan makanan kemasan. E. Peran Label Pangan dalam Pemilihan Produk Makanan Kemasan yang Aman, Sehat, dan Bergizi Seimbang Di Indonesia, kebijakan dan peraturan pelabelan produk pangan olahan termaktub dalam undang-undang pangan No. 7 tahun 1996, Bab I,

8 12 Pasal 1 (15) tentang label pangan, Bab I, pasal 1 (14) tentang gizi pangan, dan pasal 1 (16) tentang iklan pangan, Bab IV, pasal tentang label dan iklan pangan. Peraturan lainnya tertera dalam peraturan Menteri Kesehatan RI no 79/Menkes/PER/III/1979, dan Peraturan Pemerintah (PP) No. 69 tahun 1996 tentang labelisasi pangan. Dalam peraturan tentang label dan periklanan makanan ini diatur tentang tata cara pelabelan serta ketentuan-ketentuan yang menyertainya. Peraturan ini telah dilengkapi dengan keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (Dirjen POM). Label berfungsi sebagai alat penyampai informasi, alat promosi perusahaan, sebagai sarana komunikasi produsen dan konsumen. Oleh karena itu sudah selayaknya informasi yang dimuat pada label adalah sebenar-benarnya dan tidak menyesatkan. Hanya saja, mengingat label dapat berfungsi sebagai iklan, disamping sudah menjadi sifat manusia untuk mudah jatuh dalam kekhilafan dan berbuat kecurangan baik yang disengaja maupun tidak sengaja. Seharusnya fungsi label adalah juga memberi rasa aman dan percaya konsumen. Informasi yang harus dicantumkan pada label adalah sebagai berikut: nama makanan/nama produk, komposisi atau ingredient, isi netto, nama dan alamat pabrik/importer, nomor pendaftaran, kode produksi, tanggal kadaluarsa, petunjuk atau cara penggunaannya, petunjuk atau cara penyimpanannya, nilai gizi, tulisan atau pernyataan lain. Bahan tambahan pangan (BTP) juga harus dicantumkan secara lengkap. F. Perilaku Konsumen Perilaku adalah tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan atau lingkungan (Depdiknas, 2005). Dari pandangan biologis perilaku merupakan suatu kegiatan atau aktifitas organisme yang bersangkutan. Robert Kwick (1974), menyatakan bahwa perilaku adalah

9 13 tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati dan bahkan dapat dipelajari. (dikutip dari Notoatmodjo, 2003). Perilaku konsumen didefinisikan sebagai tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului tindakan ini (Engel et. al, 1995). Sikap biasanya memainkan peranan utama dalam membentuk perilaku. Sikap yang positif akan menimbulkan perilaku yang positif dan sikap yang negatif akan menimbulkan perilaku yang negatif. Perilaku muncul sebagai hasil interaksi antara individu dan lingkungannya. Sehingga perilaku juga bisa dikatakan sebagai reaksi yang terjadi karena adanya stimulus atau interaksi antara individu dengan lingkungannya dan benar benar dilakukan seseorang dalam bentuk tindakan. Tahapan ini meliputi pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan pembelian dan terakhir yaitu hasil penilaian konsumen terhadap produk yang telah dibeli. Tahapan tahapan ini tidak selalu dilakukan oleh konsumen, kecuali untuk produk - produk yang relatif baru di pasaran, sedangkan untuk produk produk yang sudah biasa dikonsumsi oleh konsumen biasanya ada proses yang tidak dilakukan, seperti pencarian informasi. Perilaku konsumen dalam memilih produk selalu berbeda - beda, jika dicermati, perilaku konsumen dipusat pusat perbelanjaan modern atau tempat lainnya, akan didapatkan setidaknya tiga kelompok. Pertama, konsumen yang hanya mempertimbangkan faktor harga (murah atau tidak). Kedua, konsumen yang hati hati dalam memilih produk karena dorongan agama. Ketiga, konsumen yang membeli karena faktor kesehatan, atau karena kualitas dan lebih tertarik pada tabel komposisi bahan yang tertera pada kemasan produk (AlAsyhar, 2002). Tindakan membeli yang dilakukan oleh konsumen berwujud pada pilihan pilihan konsumen terhadap merk, jumlah produk, tempat, waktu dan frekuensi pembelian. Keputusan konsumen yang dilaksanakan dalam

10 14 bentuk tindakan membeli tidak muncul begitu saja, tetapi melalui suatu tahapan tertentu seperti telah dijelaskan di atas. Selain itu keputusan pembelian oleh konsumen juga dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Lawrence Green, perilaku dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yaitu: 1. Faktor faktor Predisposisi (pre disposing factors) Yaitu, pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut oleh masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi dan lain sebagainya. Ikhwal ini dapat dijelaskan sebagai berikut. Untuk perilaku kesehatan misalnya: pemeriksaan kesehatan bagi ibu hamil diperlukan pengetahuan dan kesadaran ibu tersebut tentang manfaat periksa hamil, baik bagi kesehatan ibu sendiri dan janinnya. disamping itu kadang-kadang kepercayaan, tradisi dan sistem nilai masyarakat juga dapat mendorong atau menghambat ibu tersebut untuk periksa kehamilan. Misalnya orang hamil tidak boleh di suntik (periksa hamil termasuk suntik anti tetanus), karena suntikan bisa menyebabkan anak cacat. Faktor-faktor ini terutama yang positif mempermudah terwujudnya perilaku, maka sering disebut faktor pemudah. 2. Faktor-faktor pemungkin (enabling factors) Faktor-faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat, misalnya: air bersih, temapat pembuangan sampah, tempat pembuangan tinja, ketersediaan makanan yang bergizi dan sebagainya. Termasuk juga fasilitas pelayanan kesehatan

11 15 seperti puskesmas, rumah sakit, poliklinik, posyandu, polindes, pos obat desa, dokter atau bidan praktek swasta, dan sebagainya. Untuk berperilaku sehat, masyarakat memerlukan sarana dan prasarana pendukung, misalnya: perilaku pemeriksaan kehamilan. ibu hamil yang mau periksa hamil tidak hanya karena dia tahu dan sadar manfaat periksa hamil saja, melainkan ibu tersebut dengan mudah harus dapat memperoleh fasilitas atau tempat periksa hamil, misalnya: puskesmas, polindes, bidan praktek, ataupun rumah sakit. fasilitas ini pada hakekatnya mendukung atau memungkinkan terwujudnya perilaku kesehatan, maka faktor-faktor ini disebut faktor pendukung, atau faktor pemungkin. 3. Faktor-faktor penguat (reinforcing factors) Faktor-faktor ini meliputi sikap dan perilaku tokoh masyarakat (toma), tokoh agama (toga), sikap dan perilaku para petugas kesehatan. termasuk juga disini undangundang, peraturan-peraturan baik dari pusat maupun pemerintah daerah yang terkait dengan kesehatan. untuk berperilaku sehat, masyarakat kadang-kadang bukan hanya perlu pengetahuan dan sikap positif, dan dukungan fasilitas saja, melainkan diperlukan perilaku contoh (acuan) dari para tokoh masyarakat, tokoh agama, para petugas, lebihlebih pada petugas kesehatan. disamping itu undangundang juga diperlukan untuk memperkuat perilaku masyarakat tersebut seperti perilaku periksa hamil, serta kemudahan memperoleh fasilitas periksa hamil, juga diperlukan peraturan atau perundang-undangan yang mengharuskan ibu hamil periksa hamil (Notoatmodjo, 2003).

12 16 Menurut Engel et. al. (1995) ada dua faktor yang menentukan pembelian oleh konsumen, yaitu pengaruh lingkungan dan perbedaan individu 1. Faktor individu konsumen Faktor individu (karakteristik demografi konsumen) terdiri dari jenis kelamin, usia, dan pengetahuan konsumen. Karakteristik demografi konsumen akan menggambarkan adanya pertukaran nilai, kebutuhan, kebiasaan maupun perilaku yang berbeda antara suatu kelompok konsumen dengan lainnya (Mowen dan Minor, 2002). a) Jenis kelamin. Jenis kelamin terdiri atas pria dan wanita. Faktor jenis kelamin mempunyai pengaruh dalam keputusan pembelian oleh konsumen. Konsumen wanita umumnya memiliki lebih banyak kriteria dalam membeli suatu produk. b) Usia. Umur adalah rentang kehidupan yang diukur dengan tahun, dikatakan masa awal dewasa adalah usia 18 tahun sampai 40 tahun, dewasa Madya adalah 41 sampai 60 tahun, dewasa lanjut >60 tahun, umur adalah lamanya hidup dalam tahun yang dihitung sejak dilahirkan (Harlock, 2004). Konsumen melakukan pembelian sepanjang hidupnya dan setiap tahapan kehidupan dari mulai bayi hingga dewasa akan membeli barang atau jasa sesuai dengan adanya perbedaan kebutuhan. Pemilihan dan selera terhadap pangan dan barang lainnya dipengaruhi oleh faktor usia (Kotler, 2002). c) Pengetahuan. Pengetahuan yang dimiliki konsumen dapat meningkatkan kemampuan konsumen untuk mengerti suatu pesan, membantu mengamati logika yang salah, dan dapat menghindari penafsiaran yang tidak benar (Engel et al., 1995). Menurut Setiadi (2003), pengetahuan yang dimiliki seseorang merupakan unsur dari

13 17 kepribadiannya. Semakin tinggi pengetahuan yang dimiliki seseorang maka akan semakin mantap serta lebih berhati - hati dalam menentukan keputusan. Pengetahuan merupakan hasil dari usaha manusia untuk tahu. Pekerjaan tahu tersebut adalah hasil dari kenal, insaf, mengerti, dan pandai (Salam, 2003). Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan (knowledge) adalah hasil tahu dari manusia yang sekedar menjawab pertanyaan What. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan, penciuman, rasa, dan raba. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior). Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui, segala sesuatu yang diketahui berkenaan dengan hal (mata pelajaran) (Tim penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2002). Menurut Bloom dan Skinner pengetahuan adalah kemampuan seseorang untuk mengungkapkan kembali apa yang diketahuinya dalam bentuk bukti jawaban baik lisan atau tulisan, bukti atau tulisan tersebut merupakan suatu reaksi dari suatu stimulasi yang berupa pertanyaan baik lisan atau tulisan (Notoatmodjo, 2003). a. Kategori Pengetahuan Menurut Arikunto (2006), pengetahuan dibagi dalam 3 kategori, yaitu: 1. Baik : Bila subyek mampu menjawab dengan benar 76% - 100% dari seluruh petanyaan 2. Cukup : Bila subyek mampu menjawab dengan benar 56% - 75% dari seluruh pertanyaan 3. Kurang: Bila subyek mampu menjawab dengan benar 40% - 55% dari seluruh pertanyaan

14 18 Sedangkan menurut Ali Khomsan (2000), yaitu : 1. Baik, jika > 80% 2. Sedang, jika 60% - 80% 3. Kurang, jika < 60% 2. Faktor lingkungan Pengaruh lingkungan merupakan faktor diluar individu yang akan mempengaruhi seseorang dalam mengambil keputusan. Berbagai rangsangan ataupun stimulus diluar individu tersebut dapat berupa iklan ataupun promosi yang dapat dijadikan sumber informasi bagi konsumen (Kotler, 2002). a) Sumber informasi. Sumber informasi diartikan sebagai subjek ataupun karakter penyampai pesan. Keahlian dan validitas sumber informasi sangat mempengaruhi konsumen. Semakin ahli dan terpercaya sumber informasi maka konsumen akan semakin percaya (Mowen dan Minor, 2002). Menurut Kotler (2002), sumber informasi dapat dikelompokkan menjadi empat: a) Sumber pribadi, yaitu informasi yang berasal dari keluarga, teman, tetangga maupun kenalan. b) Sumber komersial, yaitu informasi yang berasal dari iklan, wiraniaga, distributor, kemasan maupun model produk yang dipajang. c) Sumber publik, yaitu media massa maupun organisasi. d) Sumber pengalaman, yaitu evaluasi dan pemakaian produk. Karakteristik konsumen dan produk akan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap sumber informasi yang digunakan. Sebagian besar konsumen memperoleh informasi dari sumber komersial. Akan tetapi sumber informasi yang efektif berasal dari sumber pribadi. Sumber komersial umumnya berperan sebagai pemberi informasi, sedangkan sumber pribadi berperan sebagai

15 19 evaluator. Pada kondisi tertentu, konsumen mencari informasi secara aktif yaitu dengan mencari bahan bacaan, menelpon teman, maupun mengevaluasi produk dengan berkunjung ke toko (Kotler, 2002) G. Teknik Sampling Teknik sampling merupakan teknik dalam pengambilan sampling. Pada dasarnya teknik sampling dikelompokkan menjadi dua (Sukardi, 2003), yaitu: 1. Probability Sampling Probability sampling adalah teknik sampling yang memberikan peluang atau kesempatan yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel. Pemilihan sampel dengan cara probabilitas (probability) ini sangat dianjurkan pada penelitian kuantitatif. Dalam Probability sampling, ada 4 macam teknik yang dapat digunakan (Sukardi, 2003), antara lain: a. Sampling Acak (Random Sampling) Sampling acak adalah sampling dimana elemen elemen sampelnya ditentukan atau dipilih berdasarkan nilai probabilitas dan pemilihannya dilakukan secara acak (Supranto, 1998). Sampling acak ini mempunyai kelemahan (Nasution, 2003), antara lain: sampling jenis ini sukar atau sulit, ada kalanya tidak mungkin memperoleh data lengkap tentang keseluruhan populasi. Sedangkan ciri sampling acak yaitu, setiap unsure dari keseluruhan populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih (Nasution, 2003). Dalam penelitian hal penting yang harus diperhatikan untuk mendapatkan responden yang akan dijadikan sempel, maka peneliti

16 20 harus mengetahui jumlah responden yang ada dalam populasi. Teknik memilih sampling acak ini dapat dilakukan dengan beberapa cara (Sukardi,2003), antara lain: 1. Cara manual atau tradisional 2. Menggunakan tabel random Langkah langkah dalam penarikan sampel adalah menetapkan ciri ciri populasi yang menjadi sasaran dan akan diwakili oleh sampel di dalam penyelidikan. Penarikan sampel dalam penelitian bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai populasi tersebut. Dalam teknik acak ini ada beberapa macam sampling acak (Nana Syaodih, 2009), yaitu: 1. Sampling Acakan yang Sederhana (Simple Random Sampling) Dalam pengambilan acakan sederhana (Simple Random Sampling) seluruh individu yang menjadi anggota populasi memiliki peluang yang sama dan bebas dipilih sebagai anggota sampel. Setiap individu memiliki peluang yang sama untuk diambil sebagai sampel, karena individu individu tersebut memiliki karakteristik yang sama. Setiap individu juga bebas dipilih karena pemilihan individu individu tersebut tidak akan mempengaruhi individu yang lain. 2. Sampling Acakan dengan Stratifikasi (Stratified Random Sampling) Populasi biasanya perlu digolongkan menurut ciri (stratifikasi) tertentu untuk keperluan penelitian. 3. Sampling Acakan secara Proporsional (Proportionate Stratified Random Sampling) 4. Sampling Acakan secara tak Proporsional menurut Stratifikasi (Disproportionate Stratified Random Sampling)

17 21 Sampling ini hampir sama dengan sampling stratifikasi, bedanya proporsi sub kategori kategorinya tidak didasarkan atas proporsi yang sebenarnya dalam populasi. Hal ini dilakukan karena sub kategori tertentu terlampau sedikit jumlah sampelnya. 5. Sampling Acak Klaster-Berstrata (Stratified-Cluster) Random ini merupakan gabungan atau perpaduan dari cara pengambilan sampel acak berstrata dengan sampel acak cluster. Setiap populasi memiliki karakteristik yang berbeda. Populasi yang memiliki strata saja terjadi karena peneliti sendiri sudah membatasi populasinya pada klaster tertentu tapi klaster ini masih cukup luas. b. Teknik Klaser/Sampling Daerah/Area sampling (Cluster Sampling) Area sampling ini merupakan sampling menurut daerah atau pengelompokannya (Nasution, 2003). Teknik klaser ini memilih sample berdasarkan pada kelompok, daerah, atau kelompok subjek secara alami berkumpul bersama. Teknik klaser atau yang sering disebut dengan area sampling ini mempunyai beberapa keuntungan dan kelemahan (Nasution, 2003), antara lain: i. Keuntungan: 1. Teknik ini dapat digunakan peneliti yang melibatkan jumlah populasi yang besar dan tersebar di daerah yang luas. 2. Pelaksanaanya lebih mudah, biaya yang digunakan lebih murah kerana berpusat pada daerah yang terbatas. 3. Generalisasi yang diperoleh berdasarkan penelitian daerah daerah tertentu dapat berlaku pada daerah daerah diluar sampel. ii. Kelemahan: jumlah individu dalam setiap daerah tidak sama.

18 22 c. Teknik Secara Stratifikasi Teknik stratifikasi ini harus digunakan sejak awal, ketika peneliti mengetahui bahwa kondisi populasi terdiri atas beberapa anggota yang memiliki stratifikasi atau lapisan yang berbeda antara satu dengan lainnya. Ketepatan teknik stratifikasi dapat ditingkatkan dengan menggunakan proporsional besar kecilnya anggota lapisan dari populasi ditentukan oleh besar kecilnya jumlah anggota populasi dalam lapisan yang ada (Sukardi, 2003). d. Teknik Secara Sistematis (Systematic Sampling) Teknik pemilihan sampel ini menggunakan prinsip proporsional, dengan cara menentukan pilihan sampel pada setiap 1/k dimana k adalah suatu angka pembagi yang telah ditentukan (misal: 5,6 atau 10) (Sukardi, 2003) 2. Non Probability Sampling Teknik non probability sampling merupakan cara pengambilan sampel yang pada prinsipnya menggunakan pertimbangan tertentu yang digunakan oleh peneliti. Teknik ini dapat dalakukan dengan mudah dalam waktu yang sangat singkat. Tapi kelemahan tehnik ini adalah hasilnya tidak dapat diterima dan berlaku bagi seluruh populasi, karena sebagian besar dari populasi tidak dilibatkan dalam penelitian (Nasution, 2003). Dalam teknik non probability sampling ini ada 6 macam teknik memilih sampel (Nasution, 2003), yaitu: a. Teknik memilih sampel secara kebetulan (Accidental Sampling) Teknik ini dikatakan secara kebetulan karena peneliti memang sengaja memilih sampel kepada siapapun yang ditemui peneliti atau by accident pada tempat, waktu, dan cara yang telah ditentukan (Sukardi, 2003). Sampel aksidental adalah sampel yang diambil dari siapa saja yang kebetulan ada (Nasution, 2003).

19 23 Teknik ini juga mempunyai kelebihan, metode ini sangat mudah, murah, dan cepat untuk dilakukan. Sedangkan kekurangan teknik ini adalah sampel ini sama sekali tidak representatif tentu saja tak mungkin diambil suatu kesimpulan yang bersifat generalisasi. Teknik ini mempunyai kekurangan dan kelebihan, kelebihan dari teknik ini adalah mudah untuk dilakukan dan mudah memperoleh informasi yang diinginkan, sedangkan kekurangan dari teknik ini jika orang yang lewat bukan orang yang diharapkan dipilih sabagai sampel, sehingga akan terjadi bias responden dan bias informasi. b. Teknik Sampling Sistematis Sampling sistematis yaitu memilih sampel dari suatu daftar menurut urutan tertentu (Nasution, 2003). Misal, tiap individu yang ke-10 atau ke-n dalam anggota perkumpulan buruh. Sampling sistematis ini mempunyai keuntungan dan kekurangan (Nasution, 2003), yaitu: i. Keuntungan, cara ini mudah dalam pelaksanaannya dan cepat diselesaikan serta kesalahan tentang memilih individu mudah diketahui dan tidak mempengaruhi hasil. ii. Kerugian, bahwa individu yang berada diantara yang kesekian dan kesekian dikesampingkan, sehingga cara ini tidak sebaik sampling acakan. c. Memilih Sampel dengan Teknik Bertujuan (Purposive Sampling) Penelitian tertentu dilakukan secara intensif untuk memperoleh gambaran utuh tentang suatu kasus. Teknik ini biasanya dilakukan dalam penelitian kualitatif, penelitian ini bertujuan mempelajari kasus-kasus tertentu. Teknik ini mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan, (Nasution, 2003), yaitu:

20 24 i. Kelebihan a) Sampel ini dipilih sedemikian rupa, sehingga relevan dengan desain penelitian. b) Cara ini relatif mudah dan murah untuk dilaksanakan. c) Sampel yang dipilih adalah individu yang menurut pertimbangan penelitian dapat didekati. ii. Kekurangan a) Tidak ada jaminan sepenuhnya bahwa sampel itu representatif seperti halnya dengan sampel acakan atau random. b) Setiap sampling yang acakan atau random yang tidak memberikan kesempatan yang sama untuk dipilih kepada semua anggota populasi. c) Tidak dapat dipakai penggolongan statistik guna mengambil kesimpulan. d. Memilih Sampel dengan Kuota atau Jatah (Quota Sampling) Sampling kuota ini merupakan metode memilih sampel yang mempunyai ciri ciri tertentu dalam jumlah atau kuota yang diinginkan (Nasution, 2003). Teknik ini juga mempunyai kekurangan dan kelebihan (Nasution, 2003), yaitu: i. Kelebihan a) Dalam pelaksanaannya mudah, murah, dan cepat. b) Hasilnya berupa kesan-kesan umum yang masih kasar yang tak dapat dipandang sebagai generalisasi umum. c) Dalam sampel dapat dengan sengaja kita masukan orangorang yang mempunyai ciri ciri yang kita inginkan ii. Kekurangan, a) Kecenderungan memilih orang yang mungkin didekati bahkan yang dekat pada kita yang mungkin ada biasnya.

21 25 b) Memiliki ciri yang tidak dimiliki populasi dalam keseluruhannya. e. Memilih Sampel dengan Cara Getok Tular (Snowball Sampling) Sampling ini digunakan untuyk menyelidiki hubungan antar manusia dalam kelompok yang akrab atau menyelidiki cara-cara informasi tersebar dikalangan tertentu (Nasution, 2003). Sampling ini mempunyai kelebihan dan kekurangan (Nasution, 2003), yaitu: i. Kelebihan a) Sampling ini digunakan untuk meneliti penyebaran informasi tertentu dikalangan kelompok terbatas sampling serupa ini sangat bermanfaat. ii. Kekurangan a) Dalam penentuan kelompok bermula ada unsur subyektif, jadi tidak dipilih secara random atau acak. b) Penanganannya sukar sekali dikendalikan jika jumlah sampel melebihi 100 orang. f. Sampling Jenuh dan Padat Sampling dikatakan jenuh (tuntas) bila seluruh populasi dijadikan sampel (Nasution, 2003). Sedangkan dikatakan padat bila jumlah sampel lebih dari setengah dari populasi (Nasution, 2003). Sampling jenuh baik digunakan jika julah populasinya dibawah 1000 orang. Tetapi, apabila jumlah samplingnya lebih dari 1000 orang maka sampling jenuh tidak praktis lagi dikarenakan biaya dan waktu yang digunakan sangat banyak.

22 26 H. Kerangka Teori Faktor faktor yang mempengaruhi dalam memilih produk makanan kemasan FAKTOR PREDISPOSISI: A. Pengetahuan Tentang Makanan Kemasan: a. Label Makanan Kemasan b. Kualitas c. Jenis Bahan d. Berat Bahan e. Kemasan B. Karakteristik Konsumen: a. Usia b. Jenis Kelamin c. Ras/Suku d. Agama KEPUTUSAN MEMILIH FAKTOR ENABLING: A. Kondisi Fisik Makanan Kemasan B. Keanekaragaman Produk C. Kemudahan Mendapat FAKTOR REINFORCING: A. Sumber Informasi Pribadi Dari Keluarga, Teman, Tetangga, Kenalan B. Media Massa/Organisasi C. Sumber Pengalaman Pemakaian Produk D. Harga dan Iklan Sumber: Mowen and Minor, Kotler (2002) dan Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2010)

23 27 I. Kerangka Konsep TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG LABEL MAKANAN KEMASAN JENIS KELAMIN PRAKTEK PEMILIHAN MAKANAN KEMASAN USIA KONSUMEN J. Hipotesis a. Ada hubungan antara tingkat pengetahuan konsumen tentang label makanan kemasan dengan praktek pemilihan makanan kemasan. b. Ada hubungan antara jenis kelamin dengan praktek pemilihan makanan kemasan. c. Ada hubungan antara usia dengan praktek pemilihan makanan kemasan.

BAB III POPULASI, SAMPEL DAN TEHNIK SAMPLING

BAB III POPULASI, SAMPEL DAN TEHNIK SAMPLING BAB III POPULASI, SAMPEL DAN TEHNIK SAMPLING A. Populasi 1. Pengertian Populasi Populasi berasal dari kata Population (Bahasa Inggris), yang berarti jumlah penduduk. Oleh karena itu apabila disebutkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Makanan Makanan adalah hasil dari proses pengolahan suatu bahan pangan yang dapat diperoleh dari hasil pertanian, perkebunan, perikanan dan adanya teknologi. Makanan dalam ilmu

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa salah satu tujuan pengaturan, pembinaan dan pengawasan pangan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: 1. bahwa salah satu tujuan pengaturan, pembinaan, dan pengawasan pangan

Lebih terperinci

Abstrak/Ringkasan. Pendahuluan. tokogurusosial.wordpress.com billaharasyas.gmail.com

Abstrak/Ringkasan. Pendahuluan. tokogurusosial.wordpress.com billaharasyas.gmail.com Abstrak/Ringkasan Dalam suatu penelitian pendidikan, seperti tugas akhir penelitian atau skripsi maupun dalam melakukan penelitian tentang masalah-masalah pendidikan yang ada di sekitar agar dapat dicari

Lebih terperinci

PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN

PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN UMUM Terciptanya perdagangan pangan yang jujur dan bertanggung jawab merupakan salah satu tujuan penting

Lebih terperinci

Lampiran 1. Checklist Survei Pencantuman Label pada Produk Susu Formula dan Makanan Bayi

Lampiran 1. Checklist Survei Pencantuman Label pada Produk Susu Formula dan Makanan Bayi 41 Lampiran 1. Checklist Survei Pencantuman Label pada Produk Susu Formula dan Makanan Bayi I II NO Nama Produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 a b c d a b c a b c d e f a b

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. sebuah informasi produk agar mudah dipahami oleh konsumen. Label

PENDAHULUAN. Latar Belakang. sebuah informasi produk agar mudah dipahami oleh konsumen. Label PENDAHULUAN Latar Belakang Label merupakan salah satu alat komunikasi untuk menyampaikan sebuah informasi produk agar mudah dipahami oleh konsumen. Label yang disusun secara baik akan memudahkan konsumen

Lebih terperinci

Mata Kuliah - Etika Periklanan-

Mata Kuliah - Etika Periklanan- Mata Kuliah - Etika Periklanan- Modul ke: PP Terkait Periklanan Fakultas FIKOM Ardhariksa Z, M.Med.Kom Program Studi Marketing Communication and Advertising www.mercubuana.ac.id HUKUM POSITIF KU Perdata

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa salah satu tujuan pengaturan, pembinaan dan pengawasan pangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peringkat pertama dari sederet kebutuhan lain. Setiap individu membutuhkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peringkat pertama dari sederet kebutuhan lain. Setiap individu membutuhkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Makanan Ringan Makanan adalah kebutuhan pokok manusia yang menurut Maslow menduduki peringkat pertama dari sederet kebutuhan lain. Setiap individu membutuhkan sejumlah makanan

Lebih terperinci

LAMPIRAN Lampiran 1. Daftar Lembaga Pemberi Kode Halal Asing yang Disahkan Oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI)

LAMPIRAN Lampiran 1. Daftar Lembaga Pemberi Kode Halal Asing yang Disahkan Oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) 62 LAMPIRAN Lampiran 1. Daftar Lembaga Pemberi Kode Halal Asing yang Disahkan Oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) Lampiran 2. Checklist Kesesuaian Pencantuman Label I II N O JENIS PRODUK 1 2 3 4 5 6 7 8

Lebih terperinci

Dengan pengukuran dapat dihitung pengaruh variabel satu terhadap yang lain. Fungsi :

Dengan pengukuran dapat dihitung pengaruh variabel satu terhadap yang lain. Fungsi : Dengan pengukuran dapat dihitung pengaruh variabel satu terhadap yang lain. Fungsi : a) Memberikan data kuantitatif yang dapat diolah dengan statistik, Pengumpulan data dapat melalui observasi, angket

Lebih terperinci

TEKNIK SAMPLING. METODE TIDAK ACAK (unprobability sampling)

TEKNIK SAMPLING. METODE TIDAK ACAK (unprobability sampling) TEKNIK SAMPLING BAGIAN 2 METODE TIDAK ACAK (unprobability sampling) PENGERTIAN Adalah teknik pemilihan sampel yang tidak didasarkan atas hukum probabilitas, dan oleh sebab itu tidak mengharuskan adanya

Lebih terperinci

a. bahwa salah satu tujuan pengaturan, pembinaan, dan pengawasan pangan adalah terciptanya perdagangan pangan yang jujur dan bertanggung jawab;

a. bahwa salah satu tujuan pengaturan, pembinaan, dan pengawasan pangan adalah terciptanya perdagangan pangan yang jujur dan bertanggung jawab; PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu tujuan pengaturan, pembinaan, dan pengawasan pangan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu tujuan pengaturan, pembinaan, dan pengawasan pangan

Lebih terperinci

TEKNIK SAMPLING MODUL: 7

TEKNIK SAMPLING MODUL: 7 TEKNIK SAMPLING MODUL: 7 ISTILAH PENTING DALAM PENELITIAN POPULASI ELEMEN SAMPEL SUBYEK SAMPLING Proses menyeleksi sejumlah elemen dari populasi sehingga dengan mempelajari sampel dan memahami sifat-sifat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONEASIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONEASIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONEASIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa salah satu tujuan pengaturan, pembinaan, dan pengawasan pangan adalah terciptanya

Lebih terperinci

BAB IV PEMILIHAN DATA (SAMPEL) PENELITIAN

BAB IV PEMILIHAN DATA (SAMPEL) PENELITIAN BAB IV PEMILIHAN DATA (SAMPEL) PENELITIAN Populasi dan Sampel Pengertian Populasi Populasi atau universe adalah jumlah keseluruhan dari satuan-satuan atau individu-individu yang karakteristiknya hendak

Lebih terperinci

Pedoman Pencantuman Informasi Nilai Gizi Pada Label Pangan

Pedoman Pencantuman Informasi Nilai Gizi Pada Label Pangan DIREKTORAT STANDARDISASI PRODUK PANGAN DEPUTI BIDANG PENGAWASAN KEAMANAN PANGAN DAN BAHAN BERBAHAYA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA 2005 Pedoman Pencantuman Informasi Nilai Gizi Pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PELABELAN. informasi verbal tentang produk atau penjualnya. 17

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PELABELAN. informasi verbal tentang produk atau penjualnya. 17 18 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PELABELAN A. Pengertian Label Label merupakan suatu bagian dari sebuah produk yang membawa informasi verbal tentang produk atau penjualnya. 17 Menurut Tjiptono label merupakan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.18,2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Label dan Iklan. Pangan Olahan. Pengawasan Klaim. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 131, 1999 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3867) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. informasi tentang produk yang akan digunakan, informasi dapat didefenisikan

BAB I PENDAHULUAN. informasi tentang produk yang akan digunakan, informasi dapat didefenisikan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini konsumen semakin kritis dalam mencari dan menggali informasi tentang produk yang akan digunakan, informasi dapat didefenisikan sebagai isi dari apa yang

Lebih terperinci

2016, No Undang Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Neg

2016, No Undang Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Neg No.792, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPOM. Label Gizi. Acuan. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG ACUAN LABEL GIZI DENGAN

Lebih terperinci

POPULASI, SAMPEL, METODE SAMPLING. Musafaah, SKM, MKM

POPULASI, SAMPEL, METODE SAMPLING. Musafaah, SKM, MKM POPULASI, SAMPEL, METODE SAMPLING Musafaah, SKM, MKM Definisi Populasi Jumlah keseluruhan subjek atau objek penelitian keseluruhan unsur yang akan diteliti yang ciricirinya akan ditaksir (diestimasi).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. negara-negara maju seperti diabetes melitus, jantung koroner, penyakit

I. PENDAHULUAN. negara-negara maju seperti diabetes melitus, jantung koroner, penyakit 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Serat pangan sempat cukup lama diabaikan sebagai faktor penting dalam gizi makanan. Hal ini disebabkan karena serat pangan tidak menghasilkan energi. Selain itu, kekurangan

Lebih terperinci

2016, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Ne

2016, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Ne No. 887, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPOM. Klaim. Pangan Olahan. Label dan Iklan. pengawasan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG PENGAWASAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu tujuan pengaturan, pembinaan, dan pengawasan pangan

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 42 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.5.12.11.09955 TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN

Lebih terperinci

PELABELAN DAN IKLAN PANGAN

PELABELAN DAN IKLAN PANGAN PELABELAN DAN IKLAN PANGAN BAHAYA BIOLOGIS BAHAYA KIMIA AMANKAN PANGAN dan BEBASKAN PRODUK dari BAHAN BERBAHAYA BAHAYA FISIK BEBAS BAHAYA PP No. 69/1999 tentang Label dan Iklan Pangan Pengertian (1) Label

Lebih terperinci

6.5 Pertimbangan penentuan ukuran sampel

6.5 Pertimbangan penentuan ukuran sampel 6.5 Pertimbangan penentuan ukuran sampel 1. Pertimbangan Ukuran Sampel Pertimbangan Penentuan Ukuran Sampel 4 hal yang harus dipertimbangkan dalam menentukan besarnya sampel dalam suatu penelitian : 1)

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. A. Tinjauan Umum Tentang Perlindungan Konsumen

BAB III TINJAUAN TEORITIS. A. Tinjauan Umum Tentang Perlindungan Konsumen BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Tinjauan Umum Tentang Perlindungan Konsumen 1. Pengertian Konsumen Pengertian konsumen menurut Undang-undang No. 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen sebelum berlakunya

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.00.05.23.3644 TE N TA N G KETENTUAN POKOK PENGAWASAN SUPLEMEN MAKANAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Decision tree kelompok pelanggaran umum. A. Larangan Iklan Pangan Berkaitan dengan Penggunaan Kata-Kata atau Ilustrasi yang Berlebihan

Lampiran 1. Decision tree kelompok pelanggaran umum. A. Larangan Iklan Pangan Berkaitan dengan Penggunaan Kata-Kata atau Ilustrasi yang Berlebihan Lampiran 1. Decision tree kelompok pelanggaran umum A. Larangan Iklan Pangan Berkaitan dengan Penggunaan Kata-Kata atau Ilustrasi yang Berlebihan Q1 Apakah iklan pangan yang dievaluasi menggunakan kata-kata

Lebih terperinci

Advertisement of Nutrition Message in Food Product. Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc.

Advertisement of Nutrition Message in Food Product. Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc. Advertisement of Nutrition Message in Food Product Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc. Tren penggunaan pesan terkait kesehatan oleh produsen semakin meningkat, sehingga memberikan konsekuensi penting

Lebih terperinci

The First Food Technology Undergraduate Program Outside of North America Approved by the Institute of Food Technologists (IFT)

The First Food Technology Undergraduate Program Outside of North America Approved by the Institute of Food Technologists (IFT) Department of Food Science and Technology Bogor Agricultural University http://itp.fateta.ipb.ac.id Tujuan Aturan Label dan Iklan Pangan (PP 69/1999) Terciptanya perdagangan pangan yang jujur dan bertanggung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khususnya dibidang perindustrian dan perdagangan nasional telah. Mayoritas konsumen Indonesia sendiri adalah konsumen makanan, jadi

BAB I PENDAHULUAN. khususnya dibidang perindustrian dan perdagangan nasional telah. Mayoritas konsumen Indonesia sendiri adalah konsumen makanan, jadi 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pembangunan dan perkembangan perekonomian umumnya dan khususnya dibidang perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi barang

Lebih terperinci

2015, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perdaga

2015, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perdaga BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1519, 2015 KEMENDAG. Label. Pencantuman. Barang. Kewajiban. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73/M-DAG/PER/9/2015 TENTANG KEWAJIBAN

Lebih terperinci

MENENTUKAN SUMBER DATA

MENENTUKAN SUMBER DATA MENENTUKAN SUMBER DATA Jurusan Pendidikan Bahasa Jerman Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta 2013 A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Salah satu tahapan penting dalam penelitian adalah

Lebih terperinci

Menimbang : Mengingat :

Menimbang : Mengingat : KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.00.5.1.2569 TENTANG KRITERIA DAN TATA LAKSANA PENILAIAN PRODUK PANGAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang : Mengingat

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TENTANG KOSMETIK

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TENTANG KOSMETIK KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.00.05.4.1745 TENTANG KOSMETIK Menimbang : a. bahwa penggunaan kosmetik pada saat ini sudah merupakan suatu kebutuhan bagi masyarakat; b. bahwa

Lebih terperinci

Minggu 11. Pengambilan Sampel. Metode Penelitian. By : Dra. Ai Lili Yuliati, MM

Minggu 11. Pengambilan Sampel. Metode Penelitian. By : Dra. Ai Lili Yuliati, MM Metode Penelitian Minggu 11 Pengambilan Sampel By : Dra. Ai Lili Yuliati, MM Further Information : Mobile : 08122035131 08112345541 alili1955@gmail.com 1 Topik Bahasan Beberapa Istilah dalam pengambilan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR MUTU GIZI, PELABELAN, DAN PERIKLANAN SUSU FORMULA PERTUMBUHAN DAN FORMULA PERTUMBUHAN ANAK USIA 1-3 TAHUN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN [LN 1996/99, TLN 3656]

UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN [LN 1996/99, TLN 3656] UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN [LN 1996/99, TLN 3656] BAB X KETENTUAN PIDANA Pasal 55 Barangsiapa dengan sengaja: a. menyelenggarakan kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan,

Lebih terperinci

BAB 5 PENENTUAN POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN. Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau

BAB 5 PENENTUAN POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN. Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau BAB 5 PENENTUAN POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN 5.1. Populasi dan Sampel Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang memiliki kuantitas atau kualitas tertentu yang ditentukan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.591, 2013 KEMENTERIAN KESEHATAN. Peringatan. Informasi. Kesehatan. Kemasan Rokok. Pencantuman. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2013 TENTANG

Lebih terperinci

II. KETENTUAN HUKUM TERKAIT KEAMANAN PANGAN. A. UU Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

II. KETENTUAN HUKUM TERKAIT KEAMANAN PANGAN. A. UU Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 II. KETENTUAN HUKUM TERKAIT KEAMANAN PANGAN A. UU Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 dalam BAB XA mengenai Hak Asasi Manusia pada pasal

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.5.12.11.09955 TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang

Lebih terperinci

KLASIFIKASI SAMPLING ATRIBUT VARIABEL. kualitatif (dihitung) peta p np. kuantitatif (diukur) peta X - R. 1. Cara Pemeriksaan Karakteristik

KLASIFIKASI SAMPLING ATRIBUT VARIABEL. kualitatif (dihitung) peta p np. kuantitatif (diukur) peta X - R. 1. Cara Pemeriksaan Karakteristik Metode Sampling KLASIFIKASI SAMPLING 1. Cara Pemeriksaan Karakteristik ATRIBUT kualitatif (dihitung) peta p np VARIABEL kuantitatif (diukur) peta X - R 2. Cara Penggunaan 1. SINGLE SAMPLING defect < standard

Lebih terperinci

Selamat membaca, mempelajari dan memahami

Selamat membaca, mempelajari dan memahami Selamat membaca, mempelajari dan memahami Materi kuliah elearning Metode Penelitian Kuantitatif POPULASI DAN SAMPEL Oleh Dr. Triana Noor Edwina D.S Fakultas Psikologi UMBY Populasi Adalah wilayah generalisasi

Lebih terperinci

Mengapa Kita Perlu Melakukan Sampling?

Mengapa Kita Perlu Melakukan Sampling? Pengertian Dasar yang Terkait Populasi: sekelompok orang, kejadian, atau segala sesuatu yang ingin diteliti oleh peneliti. Elemen: anggota dari populasi Rerangka populasi: daftar yang memuat semua elemen

Lebih terperinci

TEKNIK SAMPLING. Oleh: Rofi Amiyani ( )

TEKNIK SAMPLING. Oleh: Rofi Amiyani ( ) TEKNIK SAMPLING Diresume dari presentasi Asri Fauzi, Wan Denny Pramana Putra, dan Konstantinus Denny Pareira Meke pada mata kuliah Metode Penelitian Penelitian, kelas PM A 2016, Pendidikan Matematika,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.710, 2013 BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Minuman. Khusus. Ibu Hamil. Menyusui. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2013

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kegiatan kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat, yang. pelayanan kesehatan dasar. Kegiatan kegiatan yang ada dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kegiatan kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat, yang. pelayanan kesehatan dasar. Kegiatan kegiatan yang ada dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Posyandu 1. Pengertian Pos Pelayanan Terpadu atau yang sering disebut dengan Posyandu adalah suatu forum komunikasi, alih teknologi dan pelayanan kesehatan masyarakat yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Air Susu Ibu (ASI) 1. Pengertian ASI Air susu Ibu (ASI) mengandung semua bahan yang diperlukan bayi, mudah dicerna, memberi perlindungan terhadap infeksi, selalu segar, bersih

Lebih terperinci

1 Populasi dan Sampel

1 Populasi dan Sampel Populasi dan Sampel 1 2 Populasi Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk mempelajari

Lebih terperinci

PERTEMUAN 10 PERANCANGAN SAMPEL DAN PENGUMPULAN DATA

PERTEMUAN 10 PERANCANGAN SAMPEL DAN PENGUMPULAN DATA PERTEMUAN 10 PERANCANGAN SAMPEL DAN PENGUMPULAN DATA PENGERTIAN Sampling merupakan salah satu alat yang penting dalam melakukan riset pemasaran yang berkaitan dengan pengumpulan, analisis, intrepretasi

Lebih terperinci

Perilaku kesehatan pada garis besarnya dikelompokkan menjadi 2 yakni (Notoatmodjo, 2003):

Perilaku kesehatan pada garis besarnya dikelompokkan menjadi 2 yakni (Notoatmodjo, 2003): 2.3 macam-macam perilaku kesehatan Perilaku dapat diberi batasan sebagai suatu tanggapan individu terhadap rangsangan yang berasal dari dalam maupun luar diri individu tersebut. Secara garis besar bentuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terdiri dari Persepsi (perception), Respon terpimpin (Guided Respons),

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terdiri dari Persepsi (perception), Respon terpimpin (Guided Respons), BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku 1. Pengertian perilaku Semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik dapat diamati secara langsung maupun tidak dapat diamati oleh pihak luar. Dimana perilaku terdiri

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2013

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2013 PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2013 TENTANG PENCANTUMAN PERINGATAN KESEHATAN DAN INFORMASI KESEHATAN PADA KEMASAN PRODUK TEMBAKAU 1 2 PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

Mencermati Label dan Iklan Pangan. Purwiyatno Hariyadi

Mencermati Label dan Iklan Pangan. Purwiyatno Hariyadi Mencermati Label dan Iklan Pangan Purwiyatno Hariyadi Hanya dengan menonton televisi atau membaca surat kabar kita bisa merasakan adanya perubahan arah yang terjadi pada industri pangan. Perubahan itu

Lebih terperinci

Prof. Dr. Ir. Zulkifli Alamsyah, M.Sc. Program Studi Agribisnis UNIVERSITAS JAMBI

Prof. Dr. Ir. Zulkifli Alamsyah, M.Sc. Program Studi Agribisnis UNIVERSITAS JAMBI Prof. Dr. Ir. Zulkifli Alamsyah, M.Sc. Program Studi Agribisnis UNIVERSITAS JAMBI MENGAPA PERLU SAMPEL? Populasi terlalu besar Keterbatasan aksesibilitas Keterbatasan sumberdaya: Dana Tenaga Waktu Homogenitas

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa pangan merupakan kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilirik pengusaha karena potensinya cukup besar. Ketatnya persaingan

BAB I PENDAHULUAN. dilirik pengusaha karena potensinya cukup besar. Ketatnya persaingan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Industri kosmetik belakangan ini memang menjadi magnet yang dilirik pengusaha karena potensinya cukup besar. Ketatnya persaingan bisnis industri kosmetik menuntut

Lebih terperinci

POPULASI DAN SAMPEL Apakah populasi? Populasi diartikan sebagai sekumpulan unsur atau elemen yang menjadi obyek penelitian. Elemen populasi ini biasan

POPULASI DAN SAMPEL Apakah populasi? Populasi diartikan sebagai sekumpulan unsur atau elemen yang menjadi obyek penelitian. Elemen populasi ini biasan POPULASI DAN SAMPEL POPULASI DAN SAMPEL Apakah populasi? Populasi diartikan sebagai sekumpulan unsur atau elemen yang menjadi obyek penelitian. Elemen populasi ini biasanya merupakan satuan analisis. Populasi:

Lebih terperinci

GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN INDUSTRI RUMAH TANGGA PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR GORONTALO, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

Pengembangan Kelembagaan Pangan di Indonesia Pasca Revisi Undang-Undang Pangan. Ir. E. Herman Khaeron, M.Si. Wakil Ketua Komisi IV DPR RI

Pengembangan Kelembagaan Pangan di Indonesia Pasca Revisi Undang-Undang Pangan. Ir. E. Herman Khaeron, M.Si. Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Pengembangan Kelembagaan Pangan di Indonesia Pasca Revisi Undang-Undang Pangan Ir. E. Herman Khaeron, M.Si. Wakil Ketua Komisi IV DPR RI KEBIJAKAN PANGAN INDONESIA Kebijakan pangan merupakan prioritas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang khusus agar ibu dan janin dalam keadaan sehat. Karena itu kehamilan yang

BAB I PENDAHULUAN. yang khusus agar ibu dan janin dalam keadaan sehat. Karena itu kehamilan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehamilan merupakan proses reproduksi yang normal, tetapi perlu perawatan diri yang khusus agar ibu dan janin dalam keadaan sehat. Karena itu kehamilan yang normal

Lebih terperinci

ALUR KERJA DENGAN SAMPLE SAMPEL POPULASI TEMUAN

ALUR KERJA DENGAN SAMPLE SAMPEL POPULASI TEMUAN POPULASI DAN SAMPEL PENGERTIAN Populasi merupakan sekumpulan orang atau objek yang memiliki kesamaan dalam satu atau beberapa hal dan yang membentuk masalah pokok dalam suatu riset khusus. Populasi yang

Lebih terperinci

Teknik Pengambilan Sampel. Dewi Gayatri

Teknik Pengambilan Sampel. Dewi Gayatri Teknik Pengambilan Sampel Dewi Gayatri 1. Pengambilan secara acak Acak sederhana Acak sistematik Stratifikasi Klaster Bertahap (multistage) SAMPLING 2. Pengambilan sampel tanpa acak Pengambilan sampel

Lebih terperinci

Populasi dan Sampel. Capaian Pembelajaran Mahasiswa mampu memahami populasi dan sampel dalam penelitian pendidikan. Indikator. Populasi dan Sampel

Populasi dan Sampel. Capaian Pembelajaran Mahasiswa mampu memahami populasi dan sampel dalam penelitian pendidikan. Indikator. Populasi dan Sampel Populasi dan Sampel Afid Burhanuddin Capaian Pembelajaran Mahasiswa mampu memahami populasi dan sampel dalam penelitian pendidikan Indikator Mahasiswa mampu memahami subjek dalam penelitian pendidikan.

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 41 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWASAN PRODUK TEMBAKAU YANG BEREDAR, PENCANTUMAN PERINGATAN KESEHATAN DALAM IKLAN DAN KEMASAN PRODUK TEMBAKAU, DAN PROMOSI

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. Bahwa pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya

Lebih terperinci

PENGARUH PERILAKU IBU DALAM MEMBERIKAN MAKANAN PENDAMPING ASI TERHADAP STATUS GIZI BAYI USIA 7-12 BULAN. Kolifah *), Rizka Silvia Listyanti

PENGARUH PERILAKU IBU DALAM MEMBERIKAN MAKANAN PENDAMPING ASI TERHADAP STATUS GIZI BAYI USIA 7-12 BULAN. Kolifah *), Rizka Silvia Listyanti Prosiding Seminar Nasional Fakultas Ilmu Kesehatan ISSN 2460-4143 PENGARUH PERILAKU IBU DALAM MEMBERIKAN MAKANAN PENDAMPING ASI TERHADAP STATUS GIZI BAYI USIA 7-12 BULAN Kolifah *), Rizka Silvia Listyanti

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsumen dan Perilaku Konsumen Konsumen adalah orang yang melakukan tindakan menghabiskan nilai barang dan jasa setelah mengeluarkan sejumlah

Lebih terperinci

Menimbang : Mengingat :

Menimbang : Mengingat : MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 220/Men.Kes/Per/IX/76 tentang PRODUKSI DAN PEREDARAN KOSMETIKA DAN ALAT KESEHATAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG ACUAN LABEL GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG ACUAN LABEL GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG ACUAN LABEL GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA

Lebih terperinci

Teknik Pengambilan Sampel

Teknik Pengambilan Sampel Teknik Pengambilan Sampel Amiyella Endista Email : amiyella.endista@yahoo.com Website : www.berandakami.wordpress.com Pengambilan Sampel Pengambilan sampel dibagi menjadi dua, yaitu: 1. Secara acak (probability

Lebih terperinci

POPULASI DAN SAMPEL. Aria Gusti.

POPULASI DAN SAMPEL. Aria Gusti. POPULASI DAN SAMPEL Aria Gusti Email : aria.psikm@gmail.com Populasi Kumpulan semua individu dalam suatu batas tertentu Populasi studi Kumpulan individu yang akan diamati ciri-cirinya disebut populasi

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.227, 2012 KESEJAHTERAAN. Pangan. Ketahanan. Ketersediaan. Keamanan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5360) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2016 TENTANG PENCANTUMAN INFORMASI TANPA BAHAN TAMBAHAN PANGAN PADA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) 2.1.1 Definisi Buku KIA Buku KIA adalah buku yang berisi catatan kesehatan ibu mulai dari hamil, bersalin, nifas, dan catatan kesehatan anak

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016 TENTANG PENGAWASAN SUPLEMEN KESEHATAN

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016 TENTANG PENGAWASAN SUPLEMEN KESEHATAN FILE EDIT 16 November 2016 Masukan dapat disampaikan kepada Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen melalui email mmi_stand_ot@yahoo.com, telp/fax 021-4241038 paling lambat

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR PER. 02/MEN/2010 TENTANG PENGADAAN DAN PEREDARAN PAKAN IKAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR PER. 02/MEN/2010 TENTANG PENGADAAN DAN PEREDARAN PAKAN IKAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 02/MEN/2010 TENTANG PENGADAAN DAN PEREDARAN PAKAN IKAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

2 3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara R

2 3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara R No.1706, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDAG. Wajib Kemasan. Minyak Goreng. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80/M-DAG/PER/10/2014 TENTANG MINYAK GORENG WAJIB

Lebih terperinci

PELABELAN PANGAN. ALBINER SIAGIAN Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

PELABELAN PANGAN. ALBINER SIAGIAN Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara 1. Pengertian Label PELABELAN PANGAN ALBINER SIAGIAN Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Informasi tentang produk, pada umumnya tertera pada apa yang disebut sebagai label. Menurut

Lebih terperinci

Berikut adalah beberapa istilah dan definisi yang digunakan dalam Pedoman ini.

Berikut adalah beberapa istilah dan definisi yang digunakan dalam Pedoman ini. Berikut adalah beberapa istilah dan definisi yang digunakan dalam Pedoman ini. 2.1 Label pangan adalah setiap keterangan mengenai pangan yang berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya atau bentuk lain

Lebih terperinci

LEMBAR PERSETUJUAM SEBAGAI RESPONDEN (INFORM CONSENT)

LEMBAR PERSETUJUAM SEBAGAI RESPONDEN (INFORM CONSENT) 83 LAMPIRAN Lampiran 1 Kuisioner Penelitian KUISIONER PENELITIAN PENGETAHUAN GIZI SEBAGAI FAKTOR DOMINAN KEBIASAAN MEMBACA LABEL INFORMASI GIZI PADA MAHASISWA FAKULTAS ILMU - ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. TAHAPAN PENELITIAN Penelitian dibagi menjadi lima tahap, yaitu (1) penyusunan kuesioner, (2) pembuatan kuesioner online, (3) uji coba kuesioner, (4) pengumpulan data, dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam berinteraksi dengan lingkungannya. dan berinteraksi di dunia. Menurut Assael, gaya hidup adalah A mode of

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam berinteraksi dengan lingkungannya. dan berinteraksi di dunia. Menurut Assael, gaya hidup adalah A mode of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Gaya Hidup Gaya hidup menurut Kotler (2002:192) adalah pola hidup seseorang di dunia yang iekspresikan dalam aktivitas, minat, dan opininya. Gaya hidup menggambarkan

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 60 TAHUN 2010 TENTANG PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBERDAYA LOKAL GUBERNUR JAWA BARAT,

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 60 TAHUN 2010 TENTANG PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBERDAYA LOKAL GUBERNUR JAWA BARAT, PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 60 TAHUN 2010 TENTANG PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBERDAYA LOKAL GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang Mengingat a. bahwa dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN

III. METODELOGI PENELITIAN III. METODELOGI PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup semua pengertian dan pengukuran yang dipergunakan untuk mendapatkan data yang akan dianalisis

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN. Logo Tara. Kode. Kemasan Pangan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN. Logo Tara. Kode. Kemasan Pangan. No.92, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN. Logo Tara. Kode. Kemasan Pangan. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24/M-IND/PER/2/2010 TENTANG PENCANTUMAN

Lebih terperinci

MAKALAH SAMPLING JENUH

MAKALAH SAMPLING JENUH MAKALAH SAMPLING JENUH (TUGAS METODELOGI PENELITIAN) Disusun oleh: Kelompok 8 Dian Eka Kurnia (12310060) Dwi Dhomas Narwahtuti (12310061) Fendy Sukowati Ningsih (12310065) Gusti Ayu Putu Dewi (12310068)

Lebih terperinci

PERATURAN DAN PELABELAN KEMASAN PANGAN. Disampaikan dalam : Diklat Teknis Desain Kemasan Produk Pangan bagi Penyuluh Perindustrian 2

PERATURAN DAN PELABELAN KEMASAN PANGAN. Disampaikan dalam : Diklat Teknis Desain Kemasan Produk Pangan bagi Penyuluh Perindustrian 2 PERATURAN DAN PELABELAN KEMASAN PANGAN Disampaikan dalam : Diklat Teknis Desain Kemasan Produk Pangan bagi Penyuluh Perindustrian 2 Biodata Evi Septiana Pane Sidoarjo, 27 September 1985 pyrena_eve@yahoo.com

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN BISNIS

METODOLOGI PENELITIAN BISNIS METODOLOGI PENELITIAN BISNIS 1 POPULASI DAN TEKNIK PENARIKAN SAMPEL POPULASI: Objek atau subjek yang mempunyai kuantitas dan karekteristik tertentu yang dipelajari oleh peneliti, dan kemudian ditarik kesimpulannya.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prakti prientasi pasien baru 1. Pengertian Orientasi Orientasi adalah melihat atau meninjau supaya kenal atau tahu (Purwadarminta, 1999). Dalam konteks keperawatan orientasi

Lebih terperinci

Metoda Penelitian TEKNIK SAMPLING

Metoda Penelitian TEKNIK SAMPLING Metoda Penelitian TEKNIK SAMPLING Jika Cukup Sesendok Tak Perlu Semangkok Dasar pemikiran Data yang dipergunakan dalam suatu penelitian belum tentu merupakan keseluruhan dari suatu populasi karena beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. asasi setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. asasi setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk melaksanakan

Lebih terperinci