BAB VI PERSEPSI IDENTITAS GENDER DAN AGEN SOSIALISASI YANG MEMPENGARUHINYA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB VI PERSEPSI IDENTITAS GENDER DAN AGEN SOSIALISASI YANG MEMPENGARUHINYA"

Transkripsi

1 82 BAB VI PERSEPSI IDENTITAS GENDER DAN AGEN SOSIALISASI YANG MEMPENGARUHINYA 6.1 Identitas Gender Mahasiswa Sub-bab ini bertujuan menjawab salah satu tujuan penelitian, yaitu untuk mengidentifikasi identitas gender -maskulin, feminin, dan androgini- di kalangan mahasiswa TPB IPB. Dengan menggunakan kriteria yang diungkapkan Bem (1974), terdapat tiga puluh sifat yang ditanyakan untuk mengetahui sifat-sifat yang dimiliki mahasiswa sebagai identitas gender mereka, yang diduga selanjutnya identitas tersebut akan membentuk konsep diri. Tiga puluh sifat yang ditanyakan untuk mengetahui persepsi mengenai apakah sifat-sifat yang ditanyakan tersebut dimiliki oleh laki-laki dan atau perempuan baik sifat maskulin, feminin, atau netral. Ketiga puluh sifat tersebut sebelumnya telah dipilih berdasarkan karakteristik sifat yang mengacu pada Tes Androgini Bem (1974), dimana ketiga puluh sifat ini terbagi menjadi tiga kategori karakter sifat, yaitu : 1. Sifat maskulin sebanyak sepuluh sifat yang terdiri dari : kompetitif, ambisius, dominan, berani, rasional, bertindak sebagai pemimpin, asertif, analitis, individual, dan agresif. 2. Sifat feminin sebanyak sepuluh sifat yang terdiri dari : ulet, pengertian, setia, holistik, sabar, kreatif, lemah-lembut, kekanak-kanakan, pemalu, dan hangat.

2 83 3. Sifat netral 7 sebanyak sepuluh sifat yang terdiri dari : mudah berteman, sombong, pencemburu, jujur, tulus hati, serius, tidak berpendirian tetap, teliti, penolong, dan mudah beradaptasi. Identitas gender mahasiswa TPB diukur berdasarkan pemberian skor pada setiap sifat yang ditanyakan. Sifat-sifat tersebut telah dikategorikan berdasarkan kriteria sifat-sifat maskulin, feminin, dan netral. Kemudian, hasil skoring dikategorikan mengacu pada Tes Androgini Bem dengan rumus berikut. skor maskulin-skor feminin= skor Bem Pengkategorian diberikan berdasarkan rentang nilai skala yang telah ditetapkan Bem, yaitu rentang nilai skala androgini : -20 termasuk individu feminin, androgini (sifat maskulin dan feminin tinggi), termasuk individu yang maskulin. Setiap sifat baik maskulin, feminin, dan androgini diberi rentang skor 1 sampai dengan 7 yang menunjukkan dominan sifat pada diri individu (mahasiswa). Keterangan definisi skor-skor tersebut, yaitu skor 7 adalah selalu dan hampir selalu benar sifat tersebut ada dalam diri individu, skor 6 adalah biasanya benar, skor 5 adalah sering benar adanya, skor 4 adalah adakalanya benar sifat tersebut ada, skor 3 adalah terkadang tetapi jarang benar sifat tersebut ada, skor 2 adalah biasanya tidak benar, dan skor 1 adalah tidak atau hampir selalu tidak benar sifat tersebut ada pada diri individu. Berdasarkan skor kumulatif sifat maskulin seperti kompetitif, ambisius, dominan, berani, rasional, memimpin, asertif, analitis, individual, dan agresif diperoleh skor maskulin. Skor kumulatif sifat feminin seperti ulet, pengertian, setia, holistik, sabar, kreatif, lemah-lembut, kekanak-kanakan, pemalu, dan hangat 7 Sifat netral mempunyai arti yang berbeda dengan androgini. Sebagaimana dikemukakan di depan bahwa androgini dimana individu mempunyai karakter maskulin dan feminin yang sama-sama tinggi, sedangkan sifat netral adalah sifat-sifat yang tidak terasosiasi dalam sifat gender maskulin dan feminin.

3 84 diperoleh skor feminin. Kemudian, selisih antara skor maskulin dan skor feminin diperoleh skor Bem, yang selanjutnya dikategorikan berdasarkan rentang nilai skala yang telah dijelaskan di atas. Hasil pengukuran ini terlihat pada Tabel 22. Tabel 22. Sebaran Mahasiswa TPB IPB Menurut Identitas Gender (dalam persen) Identitas Gender Laki-laki Perempuan Total Maskulin (n=40) Feminin (n=64) Androgini (n=82) Total (%) Total (n) Pada Tabel 22 dapat dilihat bahwa mahasiswa laki-laki cenderung memiliki identitas gender maskulin, sedangkan mahasiswa perempuan memiliki identitas gender feminin. Hal ini tampaknya memperkuat dugaan bahwa laki-laki dianggap sebagai individu yang maskulin, sebaliknya perempuan sebagai individu yang feminin, dan membuktikan perbedaan jenis kelamin biologis mempengaruhi pembentukan identitas gender seseorang. Namun, mahasiswa baik laki-laki maupun perempuan juga memiliki persentase yang tinggi pada identitas gender androgini. Temuan ini berkaitan dengan domisili mahasiswa TPB IPB yang mayoritas dibesarkan di kota, mahasiswa sudah berada dalam lingkungan keluarga yang lebih terbuka (modern). Menurut Mugniesyah (2005), keluarga modern cenderung menanamkan perilaku yang androgini pada anak-anaknya. 6.2 Agen Sosialisasi Yang Mempengaruhi Identitas Gender Mahasiswa Pada hipotesis penelitian sebagaimana yang telah dikemukakan di depan bahwa diduga terdapat hubungan positif antara beberapa agen sosialisasi (significant others) dengan pembentukan identitas gender mahasiswa TPB IPB.

4 85 Hubungan ini diuji dengan menggunakan menggunakan tabel tabulasi silang dan didukung dengan uji statistik kai-kuadrat (chi-square) dengan taraf kepercayaan 5%, dan untuk beberapa variabel diuji dengan taraf kepercayaan 30% 8. Adapun variabel-variabel pada setiap faktor tersebut mengacu pada Gambar Hubungan Karakteristik Individu Dengan Identitas Gender Mahasiswa Terhadap karakteristik individu, khususnya faktor jenis kelamin sebagaimana dikemukakan di atas bahwa terbukti perbedaan jenis kelamin biologis, laki-laki dan perempuan, mempengaruhi pembentukan identitas gender mahasiswa TPB IPB. Selanjutnya, untuk melihat hubungan positif antara keduanya dilakukan pengujian statistik. Hasil pengujian diperoleh, berbeda nyata antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan dengan nilai pearson kai-kuadrat sebesar 26,879 dan signifikan dengan peluang kesalahan sebesar yang lebih kecil dari nilai alfa 0,05. Sehingga, hal ini membuktikan ada hubungan positif antara kedua variabel dan hipotesis penelitian diterima. Selain jenis kelamin, preferensi jenis kelamin teman sebaya mahasiswa juga diduga menjadi faktor internal mahasiswa TPB IPB yang mempengaruhi pembentukan identitas gender mereka. Pada Tabel 23 disajikan hubungan antara preferensi jenis kelamin teman sebaya mahasiswa dengan identitas gendernya. 8 Menurut Tjondronegoro yang dikemukakan secara lisan oleh Mugniesyah (2008) bahwa pada penelitian sosial pengujian kai-kuadrat dapat diuji dengan taraf kepercayaan sampai dengan 30%.

5 86 Tabel 23. Sebaran Mahasiswa Menurut Preferensi Jenis Kelamin Teman Sebaya Dan Identitas Gender di Kalangan Mahasiswa TPB IPB Preferensi Teman Sebaya Laki-laki saja Perempuan saja Laki-laki dan Perempuan Tidak Ada Identitas Gender L P L P L P L P Total Maskulin (n=40) Feminin (n=64) Androgini (n=82) Total (%) Total (n) Mahasiswa TPB IPB cenderung memiliki teman sebaya yang terdiri dari jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Selanjutnya, dilihat pada tabel bahwa mahasiswa maskulin cenderung memiliki teman sebaya laki-laki, sedangkan mahasiswa perempuan feminin lebih memilih teman sebaya perempuan. Hal ini mengindikasikan bahwa mahasiswa TPB IPB cenderung berteman dengan sesama jenis kelamin, yang berarti bahwa preferensi jenis kelamin teman sebaya memiliki korelasi dengan identitas gender mereka. Hasil uji pearson kai-kuadrat yang dilakukan memiliki nilai sebesar 8,510 dan signifikan dengan peluang kesalahan sebesar 0,203. Jika diuji dengan taraf kepercayaan 5%, disimpulkan bahwa preferensi teman sebaya tidak memiliki hubungan positif dengan identitas gender mahasiswa. Namun, pada taraf kepercayaan 30%, terbukti terdapat hubungan positif antara preferensi jenis kelamin teman sebaya dengan identitas gender mahasiswa TPB IPB Hubungan Karakteristik Keluarga Dengan Identitas Gender Mahasiswa Karakteristik keluarga mahasiswa diukur dengan melihat hubungan positif antara dua peubah, yaitu sistem kekerabatan dan tipe keluarga dimana mahasiswa

6 87 TPB IPB dominan dibesarkan. Keluarga diduga memiliki peranan penting dalam pembentukan identitas gender seseorang. Sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 24, disajikan data mengenai hubungan sistem kekerabatan dengan identitas gender mahasiswa TPB IPB. Tabel 24. Sebaran Mahasiswa Menurut Sistem Kekerabatan Dan Identitas Gender di Kalangan Mahasiswa TPB IPB Sistem Kekerabatan Patrilineal Matrilineal Bilateral Identitas Gender L P L P L P Total Maskulin (n=40) Feminin (n=64) Androgini (n=82) Total (%) Total (n) Berdasarkan Tabel 24 diatas, dapat dilihat bahwa identitas maskulin cenderung dimiliki oleh mahasiswa patrilineal laki-laki, identitas feminin cenderung dimiliki oleh mahasiswa perempuan bilateral, sedangkan untuk identitas androgini seimbang dimiliki oleh mahasiswa laki-laki dan perempuan yang berasal dari sistem kekerabatan bilateral. Dengan demikian, data di atas menunjukkan adanya hubungan positif antara sistem kekerabatan dengan identitas gender. Pengujian kai-kuadrat terhadap kedua variabel diperoleh nilai pearson sebesar 5,019 dan signifikansi dengan peluang kesalahan sebesar 0,285. Jika diuji pada taraf kepercayaan 5%, tidak terbukti adanya hubungan positif antara kedua variabel. Namun, pada taraf kepercayaan 30%, disimpulkan peubah sistem kekerabatan memiliki hubungan positif dengan identitas gender mahasiswa TPB IPB.

7 88 Faktor lain pada karakteristik keluarga yang diduga mempengaruhi identitas gender mahasiswa adalah tipe keluarga dimana mahasiswa TPB IPB dominan dibesarkan. Menurut Mead dalam Mugniesyah (2005), keluarga merupakan sumber utama dalam berkembangnya identitas gender. Berikut disajikan tabulasi silang antara pola struktur keluarga mahasiswa dengan identitas gender mahasiswa (Tabel 25). Tabel 25. Sebaran Mahasiswa Menurut Pola Struktur Keluarga Dan Identitas Gender di Kalangan Mahasiswa TPB IPB Pola Struktur Keluarga Keluarga Inti Keluarga Inti, Kakek, Nenek Keluarga Inti dan Kerabat dari Orang Tua Identitas Gender L P L P L P Total Maskulin (n=40) Feminin (n=64) Androgini (n=82) Total (%) Total (n) Sebagaimana yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa mahasiswa TPB IPB dominan dibesarkan pada keluarga inti, pada Tabel 25 tampak bahwa mahasiswa laki-laki yang dibesarkan pada keluarga inti cenderung lebih dididik menjadi individu yang maskulin, sebaliknya mahasiswa perempuan lebih dididik menjadi individu yang feminin. Temuan ini memperkuat dugaan bahwa tipe keluarga dimana mahasiswa TPB IPB dominan dibesarkan memiliki hubungan positif dengan pembentukan identitas gendernya. Melalui hasil uji statistik, diperoleh nilai kai-kuadrat 6,510 dan signifikansi dengan peluang kesalahan 0,164. Nilai ini lebih besar dari nilai alfa 0,05, sehingga disimpulkan tidak ada hubungan antara kedua variabel tersebut.

8 89 Namun, pada taraf kepercayaan 30% hasil pengujian ini membuktikan adanya hubungan positif antara tipe keluarga dengan identitas gender Hubungan Lembaga Pendidikan Dengan Identitas Gender Mahasiswa Mugniesyah (2005) mengemukakan lembaga pendidikan/sekolah merupakan agen sentral yang mensosialisasikan nilai-nilai gender. Sekolah merupakan perpanjangan tangan dari keluarga. Selain keluarga, khususnya orang tua, anak-anak memperoleh perilaku gender dari guru di sekolah. Anak perempuan cenderung mengamati perilaku feminin dari guru perempuannya, sebaliknya anak laki-laki juga mengamati dan mengikuti perilaku maskulin dari guru laki-laki. Sehingga diduga jenis kelamin guru favorit di sekolah mempengaruhi identitas gender mahasiswa TPB IPB, tabulasi silang kedua variabel ini dapat dilihat pada Tabel 26. Tabel 26. Sebaran Mahasiswa Menurut Jenis Kelamin Guru Favorit Dan Identitas Gender di Kalangan Mahasiswa TPB IPB Guru Favorit Guru Laki-laki Guru Perempuan Identitas Gender L P L P Total Maskulin (n=40) Feminin (n=64) Androgini (n=82) Total (%) Total (n) Tampak pada Tabel 26, terdapat kecenderungan guru laki-laki lebih banyak difavoritkan oleh mahasiswa laki-laki dengan identitas gender maskulin, sebaliknya mahasiswa permepuan dengan identitas feminin juga lebih banyak memfavoritkan guru perempuan. Demikian pula dengan mahasiswa yang

9 90 memiliki identitas androgini. Dengan melihat nilai persentase di atas, di duga jenis kelamin guru favorit memiliki hubungan positif dengan identitas gender mahasiswa TPB IPB. Namun, hasil pengujian statistik kai-kuardrat dengan nilai pearson sebesar 1,813 dan signifikan peluang kesalahan sebesar 0,404 tidak menunjukkan adanya hubungan positif antara kedua variabel, baik diuji dengan tafar kepercayaan 5% maupun 30% Hubungan Karakteristik Organisasi Dengan Identitas Gender Mahasiswa Sesuai dengan hipotesis penelitian bahwa karakteristik organisasi berhubungan positif dengan identitas gender mahasiswa. Karakteristik organisasi ini dilihat dari pengalaman organisasi yang pernah diikuti oleh mahasiswa TPB IPB. Pada Tabel 27 disajikan tabulasi silang untuk membuktikan adanya hubungan positif antara pengalaman organisasi mahasiswa dengan identitas gendernya. Tabel 27. Sebaran Mahasiswa Menurut Jenis Kelamin Guru Favorit Dan Identitas Gender di Kalangan Mahasiswa TPB IPB Pengalaman Organisasi 1-2 Organisasi 3-4 Organisasi >4 Organisasi Identitas Gender L P L P L P Total Maskulin (n=40) Feminin (n=64) Androgini (n=82) Total (%) Total (n) Sebagaimana yang telah dikemukakan di depan bahwa mahasiswa TPB IPB memiliki pengalaman organisasi rendah, yakni hanya mengikuti 1-2

10 91 organisasi saja. Pada Tabel 11 tampak mahasiswa TPB yang memiliki identitas maskulin, persentase laki-laki selalu lebih besar dibandingkan dengan perempuan. Sebaliknya, pada identitas gender feminin, persentase mahasiswa perempuan lebih besar. Namun, pada identitas androgini, persentase mahasiswa menunjukkan jumlah yang sebanding antara keduanya. Hal ini menunjukkan adanya hubungan positif antara pengalaman organisasi mahasiswa dengan identitas gendernya. Hasil penelitian di atas didukung oleh teori yang dikemukakan oleh Wood (2001) dalam Mugniesyah (2005) bahwa laki-laki cenderung mendominasi dalam kehidupan organisasi, dan bentuk-bentuk maskulin dalam berkomunikasi merupakan standar atau baku pada kebanyakan lingkungan organisasi, sehingga perempuan/gaya feminin menjadi berbeda dan inferior. Hasil pengujian kai-kuadrat diperoleh nilai pearson sebesar 9,243 dan signifikan dengan peluang kesalahan sebesar Dilihat bahwa nilai signifikansi kesalahan, baik pada taraf 5% dan 30% terbukti bahwa ada hubungan positif antara pengalaman organisasi mahasiswa dengan idenitas gender. Sehingga dapat disimpulkan, hipotesis penelitian diterima Hubungan Media Massa Dengan Identitas Gender Mahasiswa Media massa telah mempengaruhi perilaku dan budaya, termasuk menyangkut sosialisasi gender. Wood (2001) dalam Mugniesyah (2005) menyatakan bahwa media secara umum merepresentasikan stereotipe laki-laki dan perempuan, media memperkuat stereotipe maskulinitas laki-laki dengan menampilkan laki-laki sebagai sosok yang kuat, aktif, petualang, agresif, dan kurang terlibat dalam hubungan kemanusiaan (individual). Sejalan denga

11 92 kebudayaan gender, media juga menampilkan perempuan sebagai objek seksual yang selalu tampil cantik, jelita, pasif, tergantung/tidak mandiri, dan seringkali ditampilkan sebagai individu yang tidak kompeten dan bodoh. Karakteristik media massa pada penelitian ini diukur dari pemuatan nilai gender pada kategori acara dalam media massa. Faktor ini diduga mempengaruhi pembentukan identitas gender mahasiswa TPB IPB. Tabulasi silang yang menunjukkan hubungan antara variabel pemuatan nilai gender dan identitas gender mahasiswa ini dapat dilihat pada Tabel 28. Tabel 28. Sebaran Mahasiswa Menurut Pemuatan Nilai Gender Pada Media Massa Dan Identitas Gender di Kalangan Mahasiswa TPB IPB Pemuatan Nilai Gender Pada Media Massa Acara Maskulin Acara Maskulin Acara Feminin dan Feminin Identitas Gender L P L P L P Total Maskulin (n=40) Feminin (n=64) Androgini (n=82) Total (%) Total (n) Tampak pada Tabel 12 bahwa secara keseluruhan, mahasiswa TPB dengan identitas gender -maskulin, feminin, dan androgini- cenderung lebih menyukai kategori acara yang maskulin. Namun, ada perbedaan dimana mahasiswa laki-laki lebih banyak yang menyukai kategori acara maskulin, sebaliknya perempuan lebih banyak menyukai acara yang tergolong feminin. Hal ini mengidikasikan bahwa ada hubungan antara pemuatan nilai gender pada media massa yang direprestasikan dengan acara yang difavoritkan oleh mahasiswa TPB dengan identitas gender mereka.

12 93 Hasil pengujian kai-kuadrat diperoleh nilai pearson sebesar 13,077 dan nilai signifikansi dengan peluang kesalahan 0,01. Nilai ini lebih kecil dari nilai alfa 0,05 pada taraf kepercayaan 50%, sehingga membuktikan adanya hubungan positif antara pemuatan nilai gender pada media massa dengan identitas gender mahasiswa TPB IPB dan memperkuat dugaan bahwa mahasiswa laki-laki memperoleh sifat kemaskulinannya dengan melihat sosok laki-laki yang ditampilkan pada media massa, demikian pula sebaliknya dengan mahasiswa perempuan yang memperoleh sifat feminin sebagaimana sosok perempuan yang ditampilkan pada media massa. 6.3 Ikhtisar Mengacu pada skor Tes Androgini Bem diketahui bahwa mahasiswa TPB IPB laki-laki cenderung memiliki identitas gender maskulin, sedangkan mahasiswa perempuan memiliki identitas gender feminin. Hal ini membuktikan dugaan bahwa perbedaan jenis kelamin secara biologis mempengaruhi pembentukan identitas gender mahasiswa. Dari lima peubah yang diduga mempengaruhi pembentukan identitas gender pada mahasiswa, terdapat dua peubah yaitu jenis kelamin dan media massa dengan taraf kepercayaan 5% yang terbukti memiliki hubungan positif dengan identitas gender mahasiswa. Sementara peubah keluarga, teman sebaya, pengalaman organisasi berhubungan positif pada taraf kepercayaan dengan nilai alfa sebesar 30%.

BAB V PROFIL GENDER DAN AGEN SOSIALISASI MAHASISWA TPB TAHUN AJARAN 2007/2008. Komposisi mahasiswa TPB IPB menurut jenis kelamin disajikan pada

BAB V PROFIL GENDER DAN AGEN SOSIALISASI MAHASISWA TPB TAHUN AJARAN 2007/2008. Komposisi mahasiswa TPB IPB menurut jenis kelamin disajikan pada 68 BAB V PROFIL GENDER DAN AGEN SOSIALISASI MAHASISWA TPB TAHUN AJARAN 2007/2008 5.1 Karakteristik Individu 5.1.1 Jenis Kelamin Komposisi mahasiswa TPB IPB menurut jenis kelamin disajikan pada Tabel 7.

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN TEORITIS Tinjauan Pustaka Pengertian Gender dan Tri Peranan (Tripple Roles)

BAB II PENDEKATAN TEORITIS Tinjauan Pustaka Pengertian Gender dan Tri Peranan (Tripple Roles) 27 BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengertian Gender dan Tri Peranan (Tripple Roles) Sebagaimana dikemukakan Mugniesyah (2005), konsep gender -dibaca jender- dalam Kamus Oxford diartikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun , pemerintah mengakui masih rendahnya kualitas sumberdaya

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun , pemerintah mengakui masih rendahnya kualitas sumberdaya 17 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2004-2009, pemerintah mengakui masih rendahnya kualitas sumberdaya manusia (SDM) Indonesia. Hal

Lebih terperinci

SELF & GENDER. Diana Septi Purnama.

SELF & GENDER. Diana Septi Purnama. SELF & GENDER Diana Septi Purnama Email: dianaseptipurnama@uny.ac.id www.uny.ac.id KONSEP DIRI Penghayatan individu terhadap identitasnya, sekumpulan keyakinan mengenai dirinya sebagai seorang individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Psychological well-being (PWB) atau kesejahteraan psikologis merupakan suatu kondisi yang menjadikan individu dapat mengenali, menggali dan memiliki potensi yang khas

Lebih terperinci

2016 ISU FEMINITAS DAN MASKULINITAS DALAM ORIENTASI PERAN GENDER SISWA MINORITAS

2016 ISU FEMINITAS DAN MASKULINITAS DALAM ORIENTASI PERAN GENDER SISWA MINORITAS BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan salah satu penyelenggara pendidikan formal yang bertujuan untuk mempersiapkan dan mengasah keterampilan para siswa

Lebih terperinci

Oleh: RESTU DIRESIKA KISWORO A

Oleh: RESTU DIRESIKA KISWORO A PERSEPSI IDENTITAS GENDER DAN KONSEP DIRI TENTANG PERANAN GENDER (Kasus Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama Institut Pertanian Bogor Tahun Ajaran 2007/2008) Oleh: RESTU DIRESIKA KISWORO A 14204030 PROGRAM

Lebih terperinci

BAB VII OUTPUT PEMBELAJARAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

BAB VII OUTPUT PEMBELAJARAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA 91 BAB VII OUTPUT PEMBELAJARAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA 7.1 Hubungan Antara Tingkat Kehadiran dengan Sikap Terhadap Keberlanjutan Pendidikan Hipotesis awal menyatakan bahwa terdapat hubungan

Lebih terperinci

BAB V PROSES SOSIALISASI NILAI KERJA PERTANIAN. 5.1 Proses Sosialisasi Nilai Kerja Pertanian dalam Keluarga Mahasiswa Batak Toba di IPB

BAB V PROSES SOSIALISASI NILAI KERJA PERTANIAN. 5.1 Proses Sosialisasi Nilai Kerja Pertanian dalam Keluarga Mahasiswa Batak Toba di IPB BAB V PROSES SOSIALISASI NILAI KERJA PERTANIAN 5. Proses Sosialisasi Nilai Kerja Pertanian dalam Keluarga Mahasiswa Batak Toba di IPB Proses sosialisasi nilai kerja pertanian dilihat dari pernah tidaknya

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Berdasarkan data skala motivasi berprestasi dan skala peran jenis dilakukan pengujian terhadap hipotesis penelitian dengan menggunakan teknik ANOVA

Lebih terperinci

BAB VII HUBUNGAN SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA ANGGOTA KOPERASI DENGAN RELASI GENDER DALAM KOWAR

BAB VII HUBUNGAN SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA ANGGOTA KOPERASI DENGAN RELASI GENDER DALAM KOWAR BAB VII HUBUNGAN SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA ANGGOTA KOPERASI DENGAN RELASI GENDER DALAM KOWAR Norma dan nilai gender dalam masyarakat merujuk pada gagasan-gagasan tentang bagaimana seharusnya

Lebih terperinci

BAB VII HUBUNGAN PERILAKU KONSUMSI DENGAN SIKAP TERHADAP MAKANAN POKOK NON BERAS

BAB VII HUBUNGAN PERILAKU KONSUMSI DENGAN SIKAP TERHADAP MAKANAN POKOK NON BERAS 86 BAB VII HUBUNGAN PERILAKU KONSUMSI DENGAN SIKAP TERHADAP MAKANAN POKOK NON BERAS Dalam penelitian ini, akan dibahas mengenai hubungan perilaku konsumsi dengan sikap terhadap singkong, jagung, dan ubi.

Lebih terperinci

Oleh: RESTU DIRESIKA KISWORO A

Oleh: RESTU DIRESIKA KISWORO A PERSEPSI IDENTITAS GENDER DAN KONSEP DIRI TENTANG PERANAN GENDER (Kasus Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama Institut Pertanian Bogor Tahun Ajaran 2007/2008) Oleh: RESTU DIRESIKA KISWORO A 14204030 PROGRAM

Lebih terperinci

BAB III TEMUAN PENELITIAN

BAB III TEMUAN PENELITIAN BAB III TEMUAN PENELITIAN Bab ini merupakan bab yang menjabarkan temuan penelitian yang mencakup : karakteristik responden, peran significant others, konsep diri, kemampuan mereduksi konflik dalam pemutusan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam data pemilih pada pemilihan Peratin Pekon Rawas Kecamatan Pesisir

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam data pemilih pada pemilihan Peratin Pekon Rawas Kecamatan Pesisir 59 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Responden Responden dalam penelitian ini adalah para pemilih pemula yang tercatat dalam data pemilih pada pemilihan Peratin Pekon Rawas Kecamatan Pesisir Tengah

Lebih terperinci

BAB IX ANALISIS KEBERHASILAN BMT SWADAYA PRIBUMI

BAB IX ANALISIS KEBERHASILAN BMT SWADAYA PRIBUMI BAB IX ANALISIS KEBERHASILAN BMT SWADAYA PRIBUMI 9.1 Keberhasilan BMT Swadaya Pribumi dalam Pemenuhan Kebutuhan praktis dan kebutuhan strategis Gender Keberhasilan BMT Swadaya Pribumi pada penelitian ini

Lebih terperinci

Dekonstruksi Maskulinitas dan Feminitas dalam Sinetron ABG Jadi Manten Skripsi Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Pendidikan Strata 1

Dekonstruksi Maskulinitas dan Feminitas dalam Sinetron ABG Jadi Manten Skripsi Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Pendidikan Strata 1 Dekonstruksi Maskulinitas dan Feminitas dalam Sinetron ABG Jadi Manten Skripsi Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Pendidikan Strata 1 Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Pembahasan pada bagian metode penelitian ini akan menguraikan mengenai (a) Identifikasi Variabel Penelitian, (b) Definisi Operasional Variabel Penelitian, (c) Populasi, Sampel,

Lebih terperinci

Sesi 8: Pemberitaan tentang Masalah Gender

Sesi 8: Pemberitaan tentang Masalah Gender Sesi 8: Pemberitaan tentang Masalah Gender 1 Tujuan belajar 1. Memahami arti stereotip dan stereotip gender 2. Mengidentifikasi karakter utama stereotip gender 3. Mengakui stereotip gender dalam media

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki

BAB 1 PENDAHULUAN. Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki dan perempuan dibedakan sesuai dengan perannya masing-masing yang dikonstruksikan

Lebih terperinci

BAB III. Perbedaan individual

BAB III. Perbedaan individual BAB III Perbedaan individual aprilia_tinalidyasari@uny.ac.id Tujuan Mahasiswa dapat menjelaskan perbedaan individual yang ada pada siswa meliputi : Perbedaan gender Kemampuan Kepribadian Gaya belajar Aplikasinya

Lebih terperinci

BAB VI ANALISIS PROSES PEMBELAJARAN DAN FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

BAB VI ANALISIS PROSES PEMBELAJARAN DAN FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI 67 BAB VI ANALISIS PROSES PEMBELAJARAN DAN FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI Proses pendidikan melalui pembelajaran menurut Sudjana (2006) adalah interaksi edukatif antara masukan (input) sarana dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Alfian Rizanurrasa Asikin, 2014 Bimbingan pribadi sosial untuk mengembangkan kesadaran gender siswa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Alfian Rizanurrasa Asikin, 2014 Bimbingan pribadi sosial untuk mengembangkan kesadaran gender siswa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja atau dikenal dengan istilah adolescene adalah suatu transisi proses pertumbuhan dan perkembangan seorang individu dalam keseluruhan hidupnya. Transisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masyarakat batak toba menganut sistem kekeluargaan patrilineal yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masyarakat batak toba menganut sistem kekeluargaan patrilineal yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat batak toba menganut sistem kekeluargaan patrilineal yaitu keturunan ditarik dari ayahnya. Dilihat dari marga yang dipakai oleh orang batak yang diambil dari

Lebih terperinci

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Data pemahaman konsep matematis siswa untuk setiap sampel penelitian yaitu

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Data pemahaman konsep matematis siswa untuk setiap sampel penelitian yaitu IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Data Pemahaman Konsep Matematis Siswa Data pemahaman konsep matematis siswa untuk setiap sampel penelitian yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol

Lebih terperinci

BAB VI FAKTOR-FAKTOR YANG BERKAITAN DENGAN KOMPETENSI DALAM MENGIKUTI PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA (PKM)

BAB VI FAKTOR-FAKTOR YANG BERKAITAN DENGAN KOMPETENSI DALAM MENGIKUTI PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA (PKM) BAB VI FAKTOR-FAKTOR YANG BERKAITAN DENGAN KOMPETENSI DALAM MENGIKUTI PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA (PKM) Faktor yang berpotensi berhubungan dengan Kompetensi remaja dalam mengikuti Program Kreativitas

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Populasi, Contoh, dan Teknik Penarikan Contoh

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Populasi, Contoh, dan Teknik Penarikan Contoh METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Desain penelitian ini adalah cross sectional study. Penelitian dilakukan di 6 sekolah yang terdiri dari SMA dan SMK negeri dan swasta di Kota Bogor.

Lebih terperinci

BAB VII MOTIVASI BERPERANSERTA PESERTA POSDAYA PADA POSDAYA

BAB VII MOTIVASI BERPERANSERTA PESERTA POSDAYA PADA POSDAYA BAB VII MOTIVASI BERPERANSERTA PESERTA POSDAYA PADA POSDAYA 7.1 Gambaran Peserta Posdaya Dalam Posdaya berperanserta responden terdiri dari motivasi merencanakan, motivasi melaksanakan, dan motivasi mengevaluasi

Lebih terperinci

HASIL. Karakteristik Remaja

HASIL. Karakteristik Remaja HASIL Karakteristik Remaja Jenis Kelamin dan Usia. Menurut Monks, Knoers dan Haditono (1992) kelompok usia remaja di bagi ke dalam empat kategori, yakni usia pra remaja (10-12 tahun), remaja awal (12-15

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA HUBUNGAN ANTAR VARIABEL-VARIABEL PENELITIAN

BAB IV ANALISA HUBUNGAN ANTAR VARIABEL-VARIABEL PENELITIAN 59 BAB IV ANALISA HUBUNGAN ANTAR VARIABEL-VARIABEL PENELITIAN Dalam bab ini, peneliti menjelaskan hubungan antara variabel-variabel penelitian ini, dimana yang utama adalah hubungan antara sosialisasi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. instrumen harus memenuhi persyaratan utama, yaitu valid dan reliabel Uji Angket Pengukur Dimensi Kepemimpinan.

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. instrumen harus memenuhi persyaratan utama, yaitu valid dan reliabel Uji Angket Pengukur Dimensi Kepemimpinan. BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1. Uji Instrumen. Instrumen pengukur seluruh variabel pada penelitian ini menggunakan kuesioner atau angket, disampaikan kepada responden untuk dapat memberikan pernyataan

Lebih terperinci

BAB 4 Hasil Penelitian dan Interpretasi

BAB 4 Hasil Penelitian dan Interpretasi 47 BAB 4 Hasil Penelitian dan Interpretasi Pada bab ini, akan dipaparkan hasil penelitian serta interpretasi dari hasil penelitian tersebut. Akan dijabarkan gambaran umum responden dan hasil dari analisa

Lebih terperinci

BAB VIII ANALISIS HUBUNGAN KARAKTERISTIK PESERTA PRODUK PEMBIAYAAN DAN KESETARAAN GENDER DALAM BMT SWADAYA PRIBUMI

BAB VIII ANALISIS HUBUNGAN KARAKTERISTIK PESERTA PRODUK PEMBIAYAAN DAN KESETARAAN GENDER DALAM BMT SWADAYA PRIBUMI BAB VIII ANALISIS HUBUNGAN KARAKTERISTIK PESERTA PRODUK PEMBIAYAAN DAN KESETARAAN GENDER DALAM BMT SWADAYA PRIBUMI Hubungan antara karakteristik peserta produk pembiayaan BMT Swadaya Pribumi dan dalam

Lebih terperinci

BAB VIII SIKAP PEMILIH PEMULA DI PEDESAAN TERHADAP PEMILU PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN 2009

BAB VIII SIKAP PEMILIH PEMULA DI PEDESAAN TERHADAP PEMILU PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN 2009 BAB VIII SIKAP PEMILIH PEMULA DI PEDESAAN TERHADAP PEMILU PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN 2 Sikap pemilih pemula di pedesaan terhadap Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2 adalah kecenderungan seorang pemilih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pada anak-anak sedini mungkin agar tidak menghambat tugas-tugas perkembangan anak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pada anak-anak sedini mungkin agar tidak menghambat tugas-tugas perkembangan anak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemandirian merupakan salah satu aspek kepribadian manusia yang tidak dapat berdiri sendiri, artinya terkait dengan aspek kepribadian yang lain dan harus dilatihkan

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil pembahasan pada Bab IV maka terdapat beberapa hasil yang dapat disimpulkan di dalam penelitian ini, yaitu: Tingkat kecenderungan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang muncul pada saat atau sekitar suatu periode tertentu dari kehidupan individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang muncul pada saat atau sekitar suatu periode tertentu dari kehidupan individu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses sosialisasi merupakan salah satu tugas perkembangan terpenting bagi anak-anak juga remaja. Menurut Hurlock (2008) tugas perkembangan adalah tugas yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satunya dapat dipengaruhi oleh gender. Gaya kepemimpinan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. satunya dapat dipengaruhi oleh gender. Gaya kepemimpinan merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap pemimpin memiliki gaya masing-masing, yang salah satunya dapat dipengaruhi oleh gender. Gaya kepemimpinan merupakan sebuah norma perilaku yang dipakai

Lebih terperinci

BAB V PROFIL RELAWAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERKOTAAN

BAB V PROFIL RELAWAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERKOTAAN 49 BAB V PROFIL RELAWAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERKOTAAN Profil relawan PNPM-MP Kelurahan Situ Gede dalam penelitian ini akan dilihat dari dua faktor yaitu faktor internal dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelamin, anatomi biologis dan hormon-hormon dalam tubuh. Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. kelamin, anatomi biologis dan hormon-hormon dalam tubuh. Hal tersebut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada dasarnya laki-laki dan perempuan dibedakan oleh indentitas jenis kelamin, anatomi biologis dan hormon-hormon dalam tubuh. Hal tersebut menimbulkan perbedaan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT KESADARAN GENDER DENGAN PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP CITRA PEREMPUAN DriLAM IKLAN DI TELEVISI

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT KESADARAN GENDER DENGAN PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP CITRA PEREMPUAN DriLAM IKLAN DI TELEVISI HUBUNGAN ANTARA TINGKAT KESADARAN GENDER DENGAN PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP CITRA PEREMPUAN DriLAM IKLAN DI TELEVISI (Kasus Mahasiswa Asrama Tingkat Persiapan Bersama, Institut Pertanian Bogor Tahun Ajaran

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Karakteristik Responden Pra Pemilu 2009 Karakteristik responden berdasarkan peubah demografi yang diamati terdapat pada Gambar 3 sampai Gambar 6. Pada Gambar 3 dapat diketahui

Lebih terperinci

BAB V PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP KESADARAN GENDER

BAB V PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP KESADARAN GENDER BAB V PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP KESADARAN GENDER Persepsi mahasiswa peserta Mata Kuliah Gender dan Pembangunan terhadap kesadaran gender yaitu pandangan mahasiswa yang telah mengikuti Mata Kuliah Gender

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Persaingan yang semakin ketat, perubahan lingkungan yang cepat, dan kemajuan teknologi yang pesat mendorong pelaku usaha untuk selalu melakukan perubahan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pola Asuh Orang Tua 2.1.1 Pengertian Pola Asuh Orang Tua Menurut Hurlock (1999) orang tua adalah orang dewasa yang membawa anak ke dewasa, terutama dalam masa perkembangan. Tugas

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Peran Pekerjaan dan Keluarga Fenomena wanita bekerja di luar rumah oleh banyak pihak dianggap sebagai sesuatu yang relatif baru bagi masyarakat Indonesia. Kendati semakin lumrah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. upaya dari anggota organisasi untuk meningkatkan suatu jabatan yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. upaya dari anggota organisasi untuk meningkatkan suatu jabatan yang ada. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Masyarakat hidup secara berkelompok dalam suatu kesatuan sistem sosial atau organisasi. Salah satu bidang dalam organisasi yaitu bidang politik (Wirawan,

Lebih terperinci

PRIJANTO: TANGAN KEDUA YANG SETIA DAN BISA DIANDALKAN. Oleh: Niniek L. Karim, Bagus Takwin, Dicky Pelupessy, Nurlyta Hafiyah

PRIJANTO: TANGAN KEDUA YANG SETIA DAN BISA DIANDALKAN. Oleh: Niniek L. Karim, Bagus Takwin, Dicky Pelupessy, Nurlyta Hafiyah PRIJANTO: TANGAN KEDUA YANG SETIA DAN BISA DIANDALKAN Oleh: Niniek L. Karim, Bagus Takwin, Dicky Pelupessy, Nurlyta Hafiyah Muncul dari kalangan perwira militer, Prijanto adalah sosok yang sebelumnya tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi perkembangan psikologis individu. Pengalaman-pengalaman

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi perkembangan psikologis individu. Pengalaman-pengalaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Sepanjang rentang kehidupan individu, banyak hal yang dipelajari dan mempengaruhi perkembangan psikologis individu. Pengalaman-pengalaman bersama keluarga dan

Lebih terperinci

4. ANALISIS DAN INTERPRETASI DATA

4. ANALISIS DAN INTERPRETASI DATA 4. ANALISIS DAN INTERPRETASI DATA Pada bab ini akan diuraikan hasil penelitian dan interpretasinya. Pembahasan dalam bab 4 ini meliputi gambaran umum responden, ada tidaknya hubungan antara sikap terhadap

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. Sejarah panjang bangsa Eropa mengenai perburuan penyihir (witch hunt) yang

BAB IV KESIMPULAN. Sejarah panjang bangsa Eropa mengenai perburuan penyihir (witch hunt) yang BAB IV KESIMPULAN Sejarah panjang bangsa Eropa mengenai perburuan penyihir (witch hunt) yang terjadi pada abad pertengahan, sampai saat ini masih menyisakan citra negatif yang melekat pada perempuan. Sampai

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI. Setelah melaksanakan semua kegiatan dalam penelitian ini, dapat

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI. Setelah melaksanakan semua kegiatan dalam penelitian ini, dapat BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI A. SIMPULAN Setelah melaksanakan semua kegiatan dalam penelitian ini, dapat dikemukakan simpulan mengenai kemampuan siswa dalam memahami teks bahasa Inggris dan pengaruh

Lebih terperinci

I. IDENTITAS INDIVIDU Jawaban 1. Nama xxxxx 2. Jenis Kelamin 1. Laki-laki 2. Perempuan 3. Tempat dan Tanggal lahir

I. IDENTITAS INDIVIDU Jawaban 1. Nama xxxxx 2. Jenis Kelamin 1. Laki-laki 2. Perempuan 3. Tempat dan Tanggal lahir LAMPIRAN 117 118 PERSEPSI IDENTITAS GENDER DAN KONSEP DIRI TENTANG PERANAN GENDER Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Pertanian 2008 A KUESIONER PROFIL RESPONDEN No. Responden

Lebih terperinci

BAB VI ANALISIS HUBUNGAN KARAKTERISTIK ANGGOTA DAN RELASI GENDER DALAM KOWAR

BAB VI ANALISIS HUBUNGAN KARAKTERISTIK ANGGOTA DAN RELASI GENDER DALAM KOWAR BAB VI ANALISIS HUBUNGAN KARAKTERISTIK ANGGOTA DAN RELASI GENDER DALAM KOWAR Karakteristik setiap anggota koperasi berbeda satu sama lain. Karakteristik ini dapat dilihat dari umur, tingkat pendidikan,

Lebih terperinci

BAB IV PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN BAB IV PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Subjek Penelitian Subjek dalam penelitian ini merupakan siswa kelas XI SMK Saraswati Salatiga yang populasinya berjumlah 478 siswa. Kelas XI SMK Saraswati

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab ini menguraikan hasil penelitian sesuai dengan data yang diperoleh. Pembahasan diawali dengan memberikan gambaran subjek penelitian, pelaksanaan penelitian, pengumpulan

Lebih terperinci

MACAM-MACAM PERBEDAAN INDIVIDUAL PADA PESERTA DIDIK PROGRAM PENGAJARAN INDIVIDUAL

MACAM-MACAM PERBEDAAN INDIVIDUAL PADA PESERTA DIDIK PROGRAM PENGAJARAN INDIVIDUAL MACAM-MACAM SUMBER PERBEDAAN INDIVIDUAL PADA PESERTA DIDIK IMPLIKASI PROGRAM PENGAJARAN INDIVIDUAL SUMBER PERBEDAAN INDIVIDUAL Faktor Bawaan Sel Jantan Gen + Sel Betina Faktor Lingkungan Chromosom Chromosom

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat Kabupaten Way Kanan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat Kabupaten Way Kanan 56 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Identitas Responden Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat Kabupaten Way Kanan yang berjumlah 100 responden. Identitas responden selanjutnya didistribusikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ini bisa dilihat dengan begitu maraknya shopping mall atau pusat

BAB I PENDAHULUAN. Ini bisa dilihat dengan begitu maraknya shopping mall atau pusat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan fashion, model busana, rancangan pakaian, gaya kostum dan lain-lain di Indonesia sudah sampai dititik yang mengesankan. Ini bisa dilihat dengan begitu

Lebih terperinci

EVA IMANIA ELIASA, M.Pd

EVA IMANIA ELIASA, M.Pd PERBEDAAN INDIVIDUAL EVA IMANIA ELIASA, M.Pd SUMBER PERBEDAAN INDIVIDUAL 1. Faktor Bawaan Merupakan faktor-faktor biologis yang diturunkan melalui pewarisan genetik Dimulai pada saat terjadinya pembuahan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Disain, Lokasi dan Waktu Penelitian Teknik Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Disain, Lokasi dan Waktu Penelitian Teknik Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data 19 METODE PENELITIAN Disain, Lokasi dan Waktu Penelitian Disain penelitian adalah cross sectional study, yakni data dikumpulkan pada satu waktu (Singarimbun & Effendi 1995. Penelitian berlokasi di Kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Siswoyo (2007) mahasiswi adalah individu yang sedang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Siswoyo (2007) mahasiswi adalah individu yang sedang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Siswoyo (2007) mahasiswi adalah individu yang sedang menuntut ilmu di tingkat perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta atau lembaga lain yang setingkat dengan

Lebih terperinci

MATA KULIAH: PSIKOLOGI DAN BUDAYA

MATA KULIAH: PSIKOLOGI DAN BUDAYA MATA KULIAH: PSIKOLOGI DAN BUDAYA OLEH: DR. ASIH MENANTI, MS PERTEMUAN 6: CULTURE AND GENDER - THE IMPACT OF GENDER AND CULTURE TO PSYCHOLOGY: KIRA-KIRA 30-40 TAHUN LALU, PERGERAKAN WANITA DI US MENEMUKAN

Lebih terperinci

BAB VII HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK RESPONDEN DENGAN REPRESENTASI SOSIAL

BAB VII HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK RESPONDEN DENGAN REPRESENTASI SOSIAL 66 BAB VII HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK RESPONDEN DENGAN REPRESENTASI SOSIAL Bab ini akan membahas tentang hubungan antara karakteristik responden dengan representasi sosial melalui hasil uji statistika.

Lebih terperinci

BAB IV PROFIL LEMBAGA DAN GENDER DI INSTITUT PERTANIAN BOGOR. tahapan embrional ( ), tahapan pelahiran dan pertumbuhan ( ),

BAB IV PROFIL LEMBAGA DAN GENDER DI INSTITUT PERTANIAN BOGOR. tahapan embrional ( ), tahapan pelahiran dan pertumbuhan ( ), 57 BAB IV PROFIL LEMBAGA DAN GENDER DI INSTITUT PERTANIAN BOGOR 4.1 Profil Kampus Institut Pertanian Bogor 4.1.1 Sejarah Singkat IPB Estafet sejarah perkembangan Institut Pertanian Bogor dimulai dari tahapan

Lebih terperinci

SUMBER PERBEDAAN INDIVIDUAL

SUMBER PERBEDAAN INDIVIDUAL PERBEDAAN INDIVIDUAL kuis 1. Sumber perbedaan individu dapat dijelaskan dari factor bawaan dan lingkungan 2. Sifat dan kecerdasan anak dipengaruhi oleh gen yang diturunkan orang tua pada anak 3. Pola asuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya.

BAB I PENDAHULUAN. jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja adalah masa peralihan antara tahap anak dan dewasa yang jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya. Dengan terbukanya

Lebih terperinci

Pada bagian ini dijelaskan mengenai hasil-hasil yang diperoleh setelah. melakukan penelitian yang meliputi karakteristik dari responden dan diskripsi

Pada bagian ini dijelaskan mengenai hasil-hasil yang diperoleh setelah. melakukan penelitian yang meliputi karakteristik dari responden dan diskripsi 66 5.2. Analisis dan Hasil Penelitian Pada bagian ini dijelaskan mengenai hasil-hasil yang diperoleh setelah melakukan penelitian yang meliputi karakteristik dari responden dan diskripsi tentang variabel-variabel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak zaman dahulu manusia bertanya-tanya tentang bagaimana cara memperoleh kualitas hidup yang baik. Peneliti-peneliti yang mempelajari kepuasan hidup mengasumsikan

Lebih terperinci

BAB VII MOTIVASI RELAWAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

BAB VII MOTIVASI RELAWAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA 69 BAB VII MOTIVASI RELAWAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA 7.1 Motivasi Relawan dalam Pelaksanaan PNPM-MP Motivasi responden dalam penelitian ini diartikan sebagai dorongan atau kehendak yang menyebabkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. kondisi responden perlu diperhatikan sebagai informasi tambahan untuk

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. kondisi responden perlu diperhatikan sebagai informasi tambahan untuk BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Responden 4.1.1 Deskripsi Umum Responden Pada bagian ini dijelaskan mengenai data-data deskriptif yang diperoleh dari responden. Data deskriptif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga banyak perusahaan go publik yang ikut berperan dalam peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. sehingga banyak perusahaan go publik yang ikut berperan dalam peningkatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semakin pesatnya perkembangan profesi akuntan publik di Indonesia dewasa ini dan meningkatnya pemahaman masyarakat terhadap profesi auditor mampu membawa perubahan

Lebih terperinci

JENIS PENELITIAN DAN PERBEDAANNYA. Oleh: Sumardyono, M.Pd.

JENIS PENELITIAN DAN PERBEDAANNYA. Oleh: Sumardyono, M.Pd. JENIS PENELITIAN DAN PERBEDAANNYA Oleh: Sumardyono, M.Pd. Artikel ini sebagai pembuka cakrawala mengenai jenis-jenis penelitian dan perbedaannya. Tidak setiap masalah dapat dipecahkan dengan berbagai jenis

Lebih terperinci

PENERAPAN FUNGSI-FUNGSI PERAN DALAM KOMUNIKASI KELUARGA YANG MEMILIKI INDIVIDU PENYANDANG AUTISME

PENERAPAN FUNGSI-FUNGSI PERAN DALAM KOMUNIKASI KELUARGA YANG MEMILIKI INDIVIDU PENYANDANG AUTISME PENERAPAN FUNGSI-FUNGSI PERAN DALAM KOMUNIKASI KELUARGA YANG MEMILIKI INDIVIDU PENYANDANG AUTISME Oleh: Ainukalfithria Kaukabie (070810441) BC nuka.kaukabie@gmail.com ABSTRAK Penelitian ini mendeskripsikan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Data Penunjang dan Kuesioner Self Esteem dan Jealousy. Frekuensi bertemu dengan pasangan : Sering ( setiap hari )

Lampiran 1. Data Penunjang dan Kuesioner Self Esteem dan Jealousy. Frekuensi bertemu dengan pasangan : Sering ( setiap hari ) Lampiran 1. Data Penunjang dan Kuesioner Self Esteem dan Jealousy DATA PRIBADI Nama ( inisial ) : Jenis Kelamin : Usia : Fakultas : Frekuensi bertemu dengan pasangan : Sering ( setiap hari ) Kadang-kadang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBHASAN. profesi pendidikan dokter gigi UMY angkatan 2011 di Rumah Sakit Gigi

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBHASAN. profesi pendidikan dokter gigi UMY angkatan 2011 di Rumah Sakit Gigi BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian tingkat pengetahuan komunikasi terapeutik mahasiswa profesi pendidikan dokter gigi UMY angkatan 2011 di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR A. Kajian Teori 1. Tinjauan tentang Orientasi Seksual a. Pengertian Orientasi Seksual Setiap individu memiliki suatu ketertarikan, baik secara fisik maupun emosional

Lebih terperinci

BABI PENDAHULUAN. Kemampuan asertif sangatlah diperlukan dalam membina suatu hubungan

BABI PENDAHULUAN. Kemampuan asertif sangatlah diperlukan dalam membina suatu hubungan BABI PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemampuan asertif sangatlah diperlukan dalam membina suatu hubungan agar dapat bersikap tepat ketika menghadapi situasi saat hak-hak kita dilanggar. Namun demikian,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tujuan penelitian. Dan hasil penelitian yang terdapat di kantor KPU Kota Cimahi

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tujuan penelitian. Dan hasil penelitian yang terdapat di kantor KPU Kota Cimahi BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Hasil penelitian merupakan hasil dari pernyataan yang terdapat di dalam tujuan penelitian. Dan hasil penelitian yang terdapat di kantor KPU

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN Penyebaran dan Penerimaan Kuesioner. Data yang digunakan untuk mengukur pengaruh persepsi Wajib Pajak atas

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN Penyebaran dan Penerimaan Kuesioner. Data yang digunakan untuk mengukur pengaruh persepsi Wajib Pajak atas BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Hasil Penelitian 4.1.1 Penyebaran dan Penerimaan Kuesioner Data yang digunakan untuk mengukur pengaruh persepsi Wajib Pajak atas pelaksanaan sistem administrasi

Lebih terperinci

HASIL. Faktor Internal

HASIL. Faktor Internal Jenis Kelamin HASIL Faktor Internal Lebih dari separuh konsumen (66,9%) berjenis kelamin perempuan, sementara 33,1 persen sisanya laki-laki. Dapat dilihat bahwa konsumen perempuan lebih mendominasi pasar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Asertif. jujur, terbuka, penuh percaya diri, dan teguh pendiriannya (Davis, 1981).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Asertif. jujur, terbuka, penuh percaya diri, dan teguh pendiriannya (Davis, 1981). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Asertif 1. Pengertian Perilaku asertif adalah perilaku yang mengarah langsung kepada tujuan, jujur, terbuka, penuh percaya diri, dan teguh pendiriannya (Davis, 1981).

Lebih terperinci

POLA ASUH KELUARGA DAN TIPE KEPRIBADIAN REMAJA DI SMPN 7 MEDAN

POLA ASUH KELUARGA DAN TIPE KEPRIBADIAN REMAJA DI SMPN 7 MEDAN POLA ASUH KELUARGA DAN TIPE KEPRIBADIAN REMAJA DI SMPN 7 MEDAN Susi Yanti*, Siti Zahara Nasution** *Mahasiswa Fakultas Keperawatan **Dosen Departemen Keperawatan Jiwa dan Komunitas Fakultas Keperawatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Persoalan perempuan sampai saat ini masih menjadi wacana serius untuk

BAB I PENDAHULUAN. Persoalan perempuan sampai saat ini masih menjadi wacana serius untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Persoalan perempuan sampai saat ini masih menjadi wacana serius untuk didiskusikan, selain karena terus mengalami perkembangan, juga banyak permasalahan perempuan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI KERJA DENGAN KINERJA PEGAWAI KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA WILAYAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI KERJA DENGAN KINERJA PEGAWAI KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA WILAYAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI KERJA DENGAN KINERJA PEGAWAI KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA WILAYAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR Armayanti Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda Program Studi Psikologi ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB VIII PENUTUP. 8.1 Kesimpulan

BAB VIII PENUTUP. 8.1 Kesimpulan 8.1 Kesimpulan BAB VIII PENUTUP Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BP4K) Kabupaten Bogor dibentuk pada bulan Maret 2009. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 13 ayat (2) Undang-Undang

Lebih terperinci

Kesimpulannya, intensi seseorang terhadap perilaku tertentu dipengaruhi oleh tiga variabel yaitu sikap, norma subjektif, dan kontrol perilaku (Ajzen

Kesimpulannya, intensi seseorang terhadap perilaku tertentu dipengaruhi oleh tiga variabel yaitu sikap, norma subjektif, dan kontrol perilaku (Ajzen 55 PEMBAHASAN Berdasarkan karakteristik contoh dan karakteristik keluarga contoh, hasil penelitian menunjukkan bahwa profil contoh mempunyai karakteristik sebagai berikut: (1) pada contoh yang hanya mengikuti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pulau-pulau dan lebih kebudayaan, upaya menguraikan kondisi hubungan

I. PENDAHULUAN. pulau-pulau dan lebih kebudayaan, upaya menguraikan kondisi hubungan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Negara Indonesia ini terdapat berbagai macam suku bangsa, adat istiadat, pulau-pulau dan lebih kebudayaan, upaya menguraikan kondisi hubungan perempuan dan

Lebih terperinci

BAB II KARAKTERISTIK RESPONDEN YANG DITELITI

BAB II KARAKTERISTIK RESPONDEN YANG DITELITI 30 BAB II KARAKTERISTIK RESPONDEN YANG DITELITI Pada bab ini, peneliti menguraikan karakteristik-karakteristik responden penelitian. Dimana, karakteristik- karakteristik ini tidak hanya memberi gambaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penilaian bahkan sampai pada penulisan tugas akhir. Cheating merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penilaian bahkan sampai pada penulisan tugas akhir. Cheating merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kecurangan (cheating) merupakan salah satu fenomena pendidikan yang sering muncul menyertai aktivitas proses pembelajaran dan dalam proses penilaian bahkan sampai

Lebih terperinci

ALASAN PEMILIHAN JURUSAN PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (STUDI KASUS DI SMK NEGERI 3 SUKOHARJO TAHUN 2012)

ALASAN PEMILIHAN JURUSAN PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (STUDI KASUS DI SMK NEGERI 3 SUKOHARJO TAHUN 2012) ALASAN PEMILIHAN JURUSAN PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (STUDI KASUS DI SMK NEGERI 3 SUKOHARJO TAHUN 2012) Indah Suci Wulandari K8407032 Pendidikan Sosiologi Antropologi ABSTRAK : Indah Suci Wulandari.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Peran Gender Menurut Bem (dalam Wathani 2009), gender merupakan karakteristik kepribadian, seseorang yang dipengaruhi oleh peran gender yang dimilikinya dan dikelompokkan

Lebih terperinci

5. ANALISIS HASIL PENELITIAN

5. ANALISIS HASIL PENELITIAN 5. ANALISIS HASIL PENELITIAN Pada bagian ini akan menguraikan hasil dari penelitian yang telah dilakukan. Jawaban dari permasalahan penelitian diperoleh berdasarkan hasil pengolahan 55 data hasil Tes Kreativitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gender merupakan konstruksi sosial mengenai perbedaan peran dan. kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan peran dan

BAB I PENDAHULUAN. Gender merupakan konstruksi sosial mengenai perbedaan peran dan. kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan peran dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gender merupakan konstruksi sosial mengenai perbedaan peran dan kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan peran dan kesempatan tersebut terjadi baik

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.. Gambaran Umum Proses Penelitian Pengumpulan data dilakukan pada distributor MLM di Malang, mengingat sulitnya menemui responden, maka hampir setiap ada pertemuan group meeting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan. Para ahli perkembangan mengelompokkan fase-fase

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan. Para ahli perkembangan mengelompokkan fase-fase 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Individu yang hidup akan tumbuh dan berkembang secara berkesinambungan. Para ahli perkembangan mengelompokkan fase-fase perkembangan individu dari mulai fase

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN. dan harga diri, peneliti melakukan pengujian hipotesis. Hipotesis diuji dengan menggunakan teknik analisis korelasi Regresi

BAB V HASIL PENELITIAN. dan harga diri, peneliti melakukan pengujian hipotesis. Hipotesis diuji dengan menggunakan teknik analisis korelasi Regresi BAB V HASIL PENELITIAN A. Hasil Penelitian Berdasarkan data penelitian yang diperoleh dari skala perilaku konsumtif dan harga diri, peneliti melakukan pengujian hipotesis. Hipotesis diuji dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku asertif, disadari atau tidak remaja akan kehilangan hak-hak pribadi

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku asertif, disadari atau tidak remaja akan kehilangan hak-hak pribadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa dimana seorang anak memiliki keinginan untuk mengetahui berbagai macam hal serta ingin memiliki kebebasan dalam menentukan apa yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penting dalam pembelajaran. Behrman, Kliegman, dan Arvin (2000: 130)

I. PENDAHULUAN. penting dalam pembelajaran. Behrman, Kliegman, dan Arvin (2000: 130) 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemampuan memecahkan masalah merupakan satu aspek yang sangat penting dalam pembelajaran. Behrman, Kliegman, dan Arvin (2000: 130) mengatakan bahwa pentingnya

Lebih terperinci