BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASURANSI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASURANSI"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASURANSI A. Pengertian Asuransi Istilah asuransi dalam bahasa Belanda adalah Verzekering dan dalam bahasa Inggris adalah Insurance yang berarti jaminan atau pertanggungan. Penulis-penulis Indonesia yang mempergunakan istilah pertanggungan yaitu Soekardono dan Subekti, selanjutnya Wirjono Prodjodikoro untuk pertanggungan dipakai istilah asuransi. Dalam hukum asuransi orang mempertanggungkan disebut Tertanggung sedangkan orang yang menanggung disebut Penanggung, sedangkan Wirjono Prodjodikoro menggunakan istilah Terjamin untuk tertanggung dan Penjamin untuk penanggung. Hidup ini penuh dengan resiko dan manusia selalu berusaha memperkecil resiko tersebut, maka dari itu setiap orang akan berusaha menjamin kesejahteraan keluarganya. Salah satu jalan untuk menjamin kesejahteraan tersebut adalah dengan jalan menutup perjanjian asuransi. Dalam membicarakan asuransi, maka terdapat beraneka ragam pendapat para sarjana dan masing-masing pendapat tersebut satu dengan yang lainnya cenderung menunjukkan perbedaan. Adanya pendapat yang berbeda tersebut sebenarnya tidaklah memperlihatkan suatu pertentangan yang sungguh-sungguh, melainkan keinginan para perumus untuk memasukkan unsur-unsur yang sebanyak-banyaknya di satu pihak dan pembatasan unsur-unsur di pihak lainnya. Hal yang demikian disebabkan karena adanya peninjauan yang satu dengan yang lainnya saling meninjau dari sisi yang berlainan. Pengertian asuransi sebagaimana diuraikan dalam Ensiklopedia Umum adalah: Asuransi adalah pertanggungan, persetujuan dalam mana penanggung menjanjikan kepada yang mempertanggungkan akan mengganti kerugian, yang disebabkan oleh suatu peristiwa (yang disebut dalam perjanjiannya) masa depan yang lebih dahulu tidak dapat dipastikan. Untuk jaminan ini orang yang

2 mempertanggungkan harus membayar sejumlah uang yang disebut premi kepada penanggung. 10 Pasal 246 KUHD merumuskan asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian dimana penanggung dengan menikmati suatu premi mengikatkan dirinya terhadap tertanggung untuk membebaskan dari kerugian karena kehilangan, kerugian atau ketiadaan keuntungan yang diharapkan, yang akan dapat diderita oleh karena suatu kejadian yang tidak pasti. Menurut Pasal 1 Sub 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992, Asuransi atau Pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan. Sedangkan dalam KUHPerdata Buku III Bab XV Pasal 1774 ditegaskan bahwa asuransi termasuk dalam golongan persetujuan untung-untungan, yaitu suatu persetujuan yang hasilnya mengenai untung rugi bagi semua pihak maupun bagi sementara, bergantung pada suatu kejadian yang belum tentu. Bentuk lainnya adalah bunga cagak hidup, perjudian dan pertaruhan. Mengenai hal ini, Emmy Pangaribuan Simanjuntak tidak sependapat apabila perjanjian asuransi digolongkan ke dalam perjanjian untung-untungan. Dikatakannya bahwa dalam banyak hal ketentuan dalam Pasal 1774 KUHPerdata itu tidak tepat, sebab didalam perjanjian untung-untungan itu para pihak secara sengaja dan sadar menjalani suatu kesempatan untung-untungan dengan prestasi secara timbal balik tidak seimbang. Perjanjian yang demikian ini dilarang oleh undang-undang apabila itu merupakan suatu permainan atau perjudian dan undang-undang tidak akan memberikan perlindungan kepadanya (Pasal 1778 KUHPerdata). Yang dibolehkan hanya mengenai perjanjian asuransi (Pasal Pasal 1787 KUHPerdata). Alasan lainnya adalah bahwa dalam perjanjian asuransi, penanggung didalam mempertimbangkan resiko yang akan ditanggungnya, ia juga menerima suatu kontra prestasi yang disebut premi dari tertanggung. Dengan mengutip pendapat Mr. T. J. Dorhout Mees yang mengatakan bahwa Pasal Ensiklopedia Umum, Yayasan Kanisius, Yogyakarta, 1977, hal. 101.

3 KUHPerdata yang memasukkan perjanjian asuransi ke dalam perjanjian untunguntungan hanyalah dalam arti bahwa besarnya kewajiban penanggung dalam asuransi itu akan ditentukan oleh kejadian-kejadian yang kemudian akan terjadi, maka hal itu lebih memperkuat pendapatnya bahwa tidak tepat dikatakan bahwa asuransi termasuk ke dalam perjanjian untung-untungan. 11 Di bawah ini selanjutnya dikemukakan beberapa pengertian asuransi dari berbagai pandangan para sarjana ataupun menurut apa yang terdapat di dalam undang-undang : Wirjono Prodjodikoro, mengemukakan bahwa Asuransi (verzekering) yang berarti pertanggungan. Dalam asuransi terlibat dua pihak, yang satu sanggup akan menanggung atau menjamin, bahwa pihak lain akan mendapat penggantian dari suatu kerugian, yang mungkin akan diderita selaku akibat dari suatu peristiwa, yang semula belum tentu akan terjadinya atau semula belum dapat ditentukan saat akan terjadinya. 12 Selaku kontra prestasi dari pertanggungan ini ialah bahwa pihak yang ditanggung itu, wajib membayar sejumlah uang (premi) kepada pihak yang menanggung, yang mana uang tersbut akan menjadi milik pihak menanggung apabila dikemukakan hari ternyata peristiwa yang dimaksudkan itu tidak terjadi. 13 D. Sutanto, mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan asuransi adalah peniadaan resiko kerugian yang datangnya tak terduga sebelumnya yang menimpa seseorang dengan cara menggabungkan sejumlah besar orang atau manusia yang menghadapi resiko yang sama dan mereka itu membayar premi yang besarnya cukup untuk menutup kerugian yang mungkin menimpa orang diantara mereka. 14 Masih dalam pengertian asuransi, A. Abbas Salim memberikan definisi asuransi adalah suatu kemauan untuk menetapkan kerugian-kerugian kecil yang sudah pasti sebagai pengganti (substitusi) kerugian-kerugian yang besar dan yang belum pasti. 15 Selanjutnya Santoso Poejosubroto, memberikan definisi asuransi pada umumnya adalah perjanjian timbal balik dalam mana pihak penanggung dengan mana menerima premi, mengikatkan dirinya untuk memberikan pembayaran 11 Emmy Pangaribuan Simanjuntak, Hukum Pertanggungan, Yogyakarta, Seksi Hukum Dagang Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, 1980, hal. 7 dan Wirjono Prodjodikoro, Hukum Asuransi Indonesia, Jakata, Intermasa, 1982, hal Ibid. 14 D. Sutanto, Ikhtisar Tentang Pengertian dan Perkembangan Asuransi Jiwa, Jakarta, Yayasan Darmasiswa Bumi Putera 1912, 1995, hal A. Abbas Salim, Dasar-Dasar Asuransi, Bandung, Tarsito, 1985, hal. 1.

4 kepada pengambil asuransi atau orang yang di tunjuk, karena terjadinya suatu peristiwa yang belum pasti disebutkan dalam perjanjian baik karena pengambil asuransi atau tertunjuk menderita kerugian yang disebabkan oleh peristiwa tadi mengenai hidup kesehatan atau validitet seorang penanggung. 16 Masih dalam kaitannya dengan masalah pengertian asuransi, Abdul Kadir Muhammad, memberikan suatu definisi pertanggungan (asuransi) adalah merupakan suatu perjanjian dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung dengan menerima suatu premi untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang di harapkan yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tidak tertentu. 17 Selanjutnya W. J. S. Poerwodarminta merumuskan bahwa asuransi adalah pertanggungan (perjanjian antara dua pihak), pihak yang satu akan membayar uang kepada pihak lain bila terjadi kecelakaan dan sebagainya. Sedang pihak yang lain akan membayar iuran. 18 Dalam asuransi terkandung adanya suatu resiko yang terjadinya belum dapat dipastikan. Di samping itu adanya pelimpahan atau pengalihan tanggung jawab memikul beban resiko dari pihak yang mempunyai beban tersebut kepada pihak lain yang sanggup mengambil alih tanggung jawab. Sebagai kontra prestasi dari pihak lain yang melimpahkan tanggung jawab ini, ia diwajibkan membayar sejumlah uang kepada pihak yang menerima pelimpahan atau ambil alih tanggung jawab yang disebut premi. Dengan demikian pada hakekatnya asuransi merupakan suatu perjanjian yang menimbulkan ikatan timbal balik, yang didalamnya mencakup unsur-unsur yaitu : 1. Asuransi itu pada asasnya adalah suatu perjanjian kerugian (schade verzekering) atau indemniteits contract. 2. Adanya pihak-pihak yaitu pihak penanggung dan pihak tertanggung. 3. Asuransi itu merupakan perjanjian bersyarat. 4. Adanya premi yang dibayar oleh tertanggung. 16 Santoso Poejosubroto, Beberapa Aspek Tentang Hukum Pertanggungan Jiwa di Indonesia, Jakarta, Barata, 1969, hal Abdulkadir Muhammad, Pokok-Pokok Hukum Pertanggungan, Bandung, Alumni, 1983, hal W. J. S. Poewodarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, 1976, hal. 63.

5 Dari unsur-unsur tersebut di atas, dapatlah disimpulkan bahwa asuransi itu merupakan suatu persetujuan timbal balik yang berarti masing-masing pihak berjanji akan melakukan sesuatu bagi pihak lain, dimana dalam hal ini masingmasing pihak mempunyai hak dan kewajiban secara timbal balik. Pihak penjamin akan membayar sejumlah uang kepada terjamin, apabila suatu peristiwa akan terjadi dimana masing-masing pihak tidak mengetahuinya kapan peristiwa tersebut terjadi. Di sini harus terdapat hubungan sabab akibat diantara peristiwa dan kerugian. Asuransi dikatakan sebagai suatu perjanjian kerugian, dalam hal ini jelas bahwa penanggung mengikatkan diri untuk mengganti kerugian karena pihak tertanggung menderita kerugian dan yang diganti itu adalah seimbang dengan kerugian yang sungguh-sungguh diderita (prinsip indemniteit). Ada kalanya suatu ganti rugi itu tidaklah seluruh kerugian yang diderita. Ini dapat terjadi apabila tidak seluruhnya harga objek asuransi itu diasuransikan, sehingga masih ada resiko yang ditanggung oleh tertanggung sendiri. Oleh karena itulah maka kita masih melihat adanya ketentuan yang ditarik lebih lanjut dari prinsip indemniteit itu ialah, bahwa asuransi itu tidak boleh menjurus pada pemberian ganti rugi yang lebih besar daripada kerugian yang diderita (pasal 253 KUHD). Asuransi juga dikatakan sebagai suatu perjanjian bersyarat artinya bahwa kewajiban mengganti rugi dari penanggung hanya dilaksanakan apabila peristiwa tertentu atas mana diadakan asuransi itu terjadi. Jadi pelaksanaan kewajiban mengganti rugi digantungkan pada satu syarat. Dari definisi pasal 246 KUHD, Wirjono Projodikuro menarik beberapa unsur yang ada dalam pasal 246 KUHD, yaitu : 1. Pihak terjamin membayar uang premi kepada pihak penjamin, sekaligus atau berangsur-angsur. 2. Pihak penjamin berjanji akan membayar sejumlah uang kepada pihak terjamin sekaligus atau berangsur-angsur, apabila terlaksana unsur ketiga. 3. Suatu peristiwa yang semula belu terang akan terjadi Wirjono Projodikoro, Loc. Cit, Hal. 5

6 Dari beberapa unsur suatu perjanjian asuransi tersebut, menyebabkan para pihak yang membuat suatu perjanjian asuransi akan dapat bersikap lebih tegas terutama yang menyangkut syarat-syarat yang harus ada dalam perjanjian asuransi. Hal ini sangat penting sekali adalah untuk menentukan hak dan kewajiban yang akan timbul dari para pihak, pada saat perjanjian asuransi itu sedang berlangsung maupun akan saat berakhirnya perjanjian asuransi tersebut. B. Sejarah Asuransi 1. Zaman Kebesaran Yunani Pada zaman kebesaran Yunani di bawah kekuasaan Alexander The Great ( BC) seorang pembantunya yang bernama Antimenes memerlukan sangat banyak uang guna membiayai pemerintahannya pada waktu itu. Untuk mendapatkan uang tersebut Antimenes mengumumkan kepada para pemilik budak belian supaya mendaftarkan budak budaknya dan membayar sejumlah uang tiap tahun kepada Antimenes. Sebagai imbalannya, Antimenes menjanjikan kepada mereka jika ada budak yang melarikan diri, maka dia akan memerintahkan supaya budak itu ditangkap, atau jika tidak dapat ditangkap, dibayar dengan sejumlah uang sebagai gantinya. Menurut Mr.H.J. Scheltema dalam bukunya verzekeringsrecht halaman 3 diceritakan oleh Aristoteles, pada zaman Yunani dibawah pemerintahan Iskandar Zulkarnain (Alexander yang Agung) SM ada seorang Menteri Keuangan bernama Antimenes yang pada saat itu mengalami kesulitan keuangan. Pada saat itu ada sekumpulan budak belian dibawah pengawasan tentara, mereka itu kepunyaan beberapa orang kaya di Yunani. Menteri keuangan Antimenes mengusulkan kepada para pemilik budak belian tersebut agar mereka mendaftarkan budak budak miliknya dan membayarkan sejumlah uang setiap tahunnya kepada Antimenes dengan suatu perjanjian apabila ada diantara budak yang sudah didaftarkan tersebut melarikan diri, Antimenes akan menangkap budak tersebut atau membayarkan sejumlah uang kepada si pemilik budak seharga jual beli dari budak tersebut. Ternyata dengan idenya tersebut Antimenes mendapatkan sejumlah besar uang seperti uang premi dalam asuransi pada masa kini dan yang lebih penting dia mendapatkan uang yang ia butuhkan pada waktu itu. Namun demikian dia juga memikul risiko bahwa dikemudian hari ia mungkin harus membayar sejumlah uang seharga jual beli budak kepada pemilik budak

7 apabila ada diantara budak itu yang melarikan diri. Perjanjian yang terjadi antara Antimenes dengan para pemilik budak belian ini pada pokoknya sama dengan perjanjian asuransi atau pertanggungan. 2. Zaman Kebesaran Kerajaan Romawi Perjanjian seperti pada zama Yunani terus berkembang pada zaman Romawi sampai tahun ke 10 sesudah Masehi. Pada waktu itu dibentuk perkumpulan (collegium). Setiap anggota perkumpulan harus membayar uang pangkal dan uang iuran bulanan. Apabila ada anggota perkumpulan yang meninggal dunia, perkumpulan memberikan bantuan biaya penguburan yang disampaikan kepada ahli warisnya. Apabila ada anggota perkumpulan yang pindah ke tempat lain, perkumpulan memberikan bantuan biaya perjalanan. Apabila ada anggota perkumpulan yang mengadakan upacara tertentu, perkumpulan memberikan bantuan biaya upacara. Apabila ditelaah dengan teliti, maka dapat dipahami bahwa perjanjian-perjanjian tersebut merupakan peristiwa hukum permulaan dari perkembangan asuransi kerugian dan asuransi jumlah. Mr.Scheltema menyebutkan beberapa buku yang menulis tentang sejarah Romawi, antara lain buku yang ditulis oleh Cicero dan Livius, dalam bukubukunya dapat ditemui hal-hal yang menggambarkan mengenai perjanjian yang mengandung unsur-unsur asuransi ganti kerugian, walaupun tidak dapat dikatakan sama dengan perjanjian asuransi. Sebaliknya, Mr. Scheltema melihat berbagai perjanjian yang memiliki banyak persamaan dengan asuransi sejumlah uang. (sommen-verzekering ). Disebutkan oleh beliau adanya suatu perkumpulan (collegium) yang dinamakan collegium cultorum Dianae et Antinoi, dalam perkumpulan ini para anggotanya membayarkan sejumlah uang pangkal dan uang iuran setiap bulannya, dan ketika para anggota perkumpulan ini meninggal dunia maka ahli warisnya akan mendapatkan sejumlah uang untuk biaya penguburannya. Ada juga perkumpulan yang anggotanya para tentara yang disebut collegium lambaesis, didalam perkumpulan ini para anggotanya juga diwajibkan untuk membayar sejumlah uang pangkal dan uang iuran setiap bulannya, yang besarnya ditentukan. Apabila suatu saat salah seorang anggotanya mengalami kenaikan pangkat maka ia akan mendapatkan sejumlah uang yang dimaksudkan untuk berpesta merayakan kenaikan pangkatnya. Kedua

8 perkumpulan tadi mirip sekali dengan suatu asuransi jiwa secara saling menjamin (onderlingne levensverzekering). 3. Zaman Abad Pertengahan Peristiwa peristiwa hukum yang telah diuraikan di atas terus berkembang pada abad pertengahan. Di Inggris sekelompok orang yang mempunyai profesi sejenis membentuk 1 (satu) perkumpulan yang disebut gilde. Perkumpulan ini mengurus kepentingan anggota-anggotanya dengan janji apabila ada anggota yang kebakaran rumah, gilde akan memberikan sejumlah uang yang diambil dari dana gilde yang terkumpul dari anggota-anggota. Perjanjian ini banyak terjadi pada abad ke-9 dan mirip dengan asuransi kebakaran. 20 Bentuk perjanjian seperti ini lebih lanjut berkembang di Denmark, Jerman, dan negara-negara Eropa lainnya sampai pada abad ke-12. Pada abad ke-13 dan abad ke-14 perdagangan melalui laut mulai berkembang pesat. Akan tetapi, tidak sedikit bahaya yang mengancam dalam perjalanan perdagangan melalui laut. 21 Keadaan ini mulai terpikir oleh para pedagang waktu itu untuk mencari upaya yang dapat mengatasi kemungkinan kerugian yang timbul melalui laut. Inilah titik awal perkembangan asuransi kerugian laut. Akan tetapi, apabila kapal dan barang muatannya tiba dengan selamat di tempat tujuan, uang yang dipinjam itu dikembalikan ditambah dengan bunganya. Ini disebut bodemerij. Untuk kepentingan perjalanan melalui laut, pemilik kapal meminjam sejumlah uang dari pemilik uang dengan bunga tertentu, sedangkan kapal dan barang muatannya dijadikan jaminan. Dengan ketentuan, apabila kapal dan barang muatannya rusak atau tenggelam, uang dan bunganya tidak usah dibayar kembali. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa bunga yang dibayar itu seolah-olah berfungsi sebagai premi, sedangkan pemilik uang berfungsi sebagai pihak yang menanggung resiko kehilangan uang dalam hal terjadi bahaya yang menimbulkan kerugian. Jadi, uang hilang itu dianggap seolah-olah sebagai ganti kerugian kepada pemiliki kapal dan barang muatannya. Karena ada larangan menarik bunga oleh agama Nasrani yang dianggap sebagai riba, maka pola perjanjian tersebut diubah. Dalam perjanjian peminjaman uang itu, pemberi pinjaman tidak perlu memberikan sejumlah uang lebih dahulu 20 A. Hasymi, Pengantar Asuransi, Jakarta, Bumi Aksara, 1993, hal Emmy Pangaribuan Simanjuntak, Hukum Pertanggungan dan Perkembangannya, Yogyakarta, Seksi Hukum Dagang Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, 1983, hal. 7 dan 8.

9 kepada pemilik kapal dan barang muatannya, tetapi setelah benar-benar terjadi bahaya yang menimpa kapal dan barang muatannya, barulah dapat diberikan sejumlah uang. Namun, pada permulaan berlayar pemilik kapal dan barang muatannya perlu menyetor sejumlah uang kepada pemberi pinjaman sebagai pihak yang menanggung. Dengan ketentuan apabila tidak terjadi peristiwa yang merugikan, maka uang yang sudah disetor itu menjadi hak pemberi pinjaman. Jadi, fungsi uang setoran tersebut mirip dengan premi asuransi. 22 Sesudah abad pertengahan, bidang asuransi laut dan asuransi kebakaran mengalami perkembangan yang sangat pesat terutama di negara-negara Eropa Barat, seperti di Inggris pada abad ke-17, kemudian di Perancis pada abad ke-18, dan terus ke negeri Belanda. Perkembangan pesat asuransi laut di Negara-negara tersebut dapat dimaklumi karena Negara-negara tersebut banyak berlayar melalui laut dari dan ke Negara-negara seberang laut (overseas countries) terutama daerah-daerah jajahan mereka. Pada waktu pembentukan Code de Commerce Perancis awal abad ke-19, asuransi laut dimasukkan dalam kodifikasi. Pada waktu pembentukan Wetboek van Koophandel Nederland, di samping asuransi laut dimasukkan juga asuransi kebakaran, asuransi hasil panen, dan asuransi jiwa. Sementara di Inggris, asuransi laut diatur secara khusus dalam Undang-Undang Asuransi Laut (Marine Insurance Act) yang dibentuk pada tahun Berdasarkan asas konkordansi, Wetboek van Koophandel Nederland diberlakukan pula di Hindia Belanda melalui Staatsblad Nomor 23 Tahun Kodifikasi hukum perdata dan hukum dagang yang dilakukan Kaisar Napoleon dimuat dalam Kitab Code Civil (KUHPerdata) dan Code De Commerce (KUHD). Pada abad ke 19, Code De Commerce hanya memuat pasal Asuransi Laut. Perkembangan asuransi laut didorong oleh dialihkannya suatu rancangan undang-undang di Inggris dalam tahun 1574 yang menciptakan suatu Dewan Asuransi untuk menjual asuransi tersebut. Beberapa tahun kemudian didirikanlah sebuah pengadilan istimewa untuk menangani perselisihan-perselisihan asuransi, dengan demikian pengadaan asuransi laut berubah dari kegiatan part time/ sampingan untuk para saudagar menjadi bisnis full time bagi para spesialis. Jika sebelumnya semua asuransi laut ditanggung oleh individu-individu berangsur- 22 P.M. Tambunan, Aspek Hukum Reasuransi kerugian, Makalah pada Seminar Pengembangan Hukum Dagang Tentang Hukum Angkutan dan Hukum Asuransi, Jakarta, Departemen Kehakiman Badan Pembinaan Hukum Nasional Maret l989 Suara Karya, 6 November 2004, hal Wirjono Prodjodikoro, Op. Cit, hal. 9.

10 angsur bergeser menjadi perusahaan. Perusahaan pertama yang diorganisasi untuk melakukan bisnis asuransi laut didirikan dalan tahun 1668 di Paris. Perusahaan ini memperoleh sukses selama periode spekulasi di Inggris yang terkenal sebagai bubble period ini adalah disahkannya bubble act dalam tahun 1720, berdasarkan undang-undang ini raja George mengesahkan piagam untuk dua perusahaan asuransi laut yaitu London Assurance Corporation dan Royal Exchange Assurance Corporation. Belakangan perusahaan-perusahaan ini diizinkan untuk bergerak di bidang asuransi kebakaran dan asuransi jiwa disamping asuransi laut. Walaupun perusahaan-perusahaan yang memikul asuransi terus berkembang, namun para penanggung perorangan masih tetap merupakan faktor utama dalam bisnis asuransi di Inggris. C. Dasar Hukum Asuransi Menurut KUHPerdata Pasal 246 Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilngan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin terjadi akan diderita karena sesuatu yang tak tertentu. Macam-macam asuransi : a. Asuransi kerugian adalah asuransi yang memberikan ganti rugi kepada tertanggung yang menderita kerugian barang atau benda miliknya, kerugian mana terjadi karena bencana atau bahaya terhadap mana pertanggungan ini diadakan, baik kerugian itu berupa kehilangan nilai pakai, kekurangan nilainya dan kehilangan keuntungan yang diharapkan oleh tertanggung. Penanggung tidak harus membayar ganti rugi kepada tertanggung apabila selama jangka waktu perjanjian objek pertanggungan tidak mengalami bencana atau bahaya yang dipertanggungkan. b. Asuransi jiwa adalah perjanjian tentang pembayaran uang dengan nikmat dari premi dan yang berhubungan dengan hidup atau matinya seseorang termasuk juga perjanjian asuransi kembali uang dengan pengertian catatan dengan perjanjian dimaksud tidak termasuk perjanjian asuransi kecelakaan (yang masuk dalam asuransi kerugian). Dalam asuransi jiwa (yang mengandung

11 saving) penanggung akan tetap mengembalikan jumlah uang yang diperjanjikan kepada tertanggung. c. Asuransi sosial ialah asuransi yang memberikan jaminan kepada masyarakat dan diselenggarakan oleh pemerintah, yaitu misalnya: Asuransi Kecelakaan Lalu Lintas (Jasa Raharja). 2. Tabungan Asuransi Pegawai Negeri (TASPEN). 3. Asuransi Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek),. 4. Asuransi Kesehatan (ASKES) untuk pegawai negeri dan pensiunan beserta keluarganya. 5. Asuransi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI). 6. Asuransi wajib kecelakaan penumpang. Selain itu, masih ada juga jenis-jenis asuransi yang terdapat di dalam praktek yang diatur di dalam KUHD, misalnya : 25 a. Asuransi terhadap pencurian dan pembongkaran. b. Asuransi kecelakaan. c. Asuransi terhadap kerugian perusahaan. d. Asuransi terhadap pertanggungjawaban seseorang pada kerugian yang diderita oleh pihak ketiga karena perbuatan melawan hukum sendiri atau bawahannya. e. Asuransi kredit. Asuransi ini sekarang banyak dikenal di dalam praktek, yang maksudnya menanggung kerugian yang timbul dan diderita berhubung debitur tidak dapat mengembalikan kredit yang diambilnya dari bank. f. Asuransi atas kerugian yang diderita oleh suatu perusahaan (bedriffsverzekering). Sekarang ini, peraturan asuransi yang berlaku adalah Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian dan peraturan organiknya yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian. Pengaturan hukum asuransi di Indonesia, dewasa ini antara lain dijumpai dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) mulai Pasal 246 s/d Pasal 286. Adapun peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan 24 Hadi Setia Tunggal, Op. Cit., hal Abdulkadir Muhammad, Op. Cit., hal 18.

12 pengaturan usaha perasuransian dalam hubungannya dengan perlindungan bagi pemegang polis adalah sebagai berikut: 1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) Berdasarkan Pasal 1 KUHD, ketentuan umum perjanjian dalam KUHPerdata dapat berlaku pula bagi perjanjian asuransi dengan kepentingan pemegang polis yang diperhatikan. Ketentuan dimaksud antara lain: 26 Pasal 1266 KUHPerdata mengatur bahwa syarat batal dianggap selalu dicantumkan dalam perjanjian timbal balik apabila salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya. Namun demikian disebutkan pula bahwa perjanjian tidak batal demi hukum, tetapi pembatalan harus dimintakan kepada hakim. Permintaan tersebut juga harus dilakukan meskipun syarat batal mengenai tidak dipenuhinya kewajiban dinyatakan di dalam perjanjian. Bagi kepentingan pemegang polis, ketentuan pasal tersebut perlu diperhatikan sebab kemungkinan misalnya yang bersangkutan terlambat dalam melakukan pembayaran premi. Apabila ternyata penanggung wajib memberikan ganti kerugian atau sejumlah uang dalam perjanjian asuransi dan ternyata melakukan ingkar janji, maka pemegang polis dapat menuntut penggantian biaya, rugi dan bunga dengan memperhatikan Pasal 1276 KUHPerdata yang menyatakan bahwa pihak terhadap siapa perikatan tidak dipenuhi, dapat memilih apakah ia, jika hal itu masih dapat dilakukan, akan memaksa pihak yang lain untuk memenuhi perjanjian, disertai penggantian biaya, kerugian dan bunga. 27 Untuk mencegah penanggung menambah syarat-syarat lainnya dalam memberikan ganti rugi atau sejumlah uang, maka sebaiknya pemegang polis memperhatikan ketentuan Pasal 1253 s/d 1262 KUHPerdata. Bahwa ahli waris dari pemegang polis/tertanggung dalam perjanjian asuransi juga mempunyai hak untuk dilaksanakan prestasi dari perjanjian tersebut, yang dapat disimpulkan dari ketentuan Pasal 1318 KUHPerdata. Disebutkan dalam pasal tersebut bahwa jika seorang minta diperjanjikan sesuatu hal, maka dianggap itu adalah untuk ahli warisnya dan orang-orang yang memperoleh hak 26 Djoko Prakoso dan I ketut Murtika, Op. Cit., hal Man Suparman Sastrawidjaja, Hukum Asuransi Perlindungan Tertanggung Asuransi Deposito Usaha Perasuransian, Bandung, Penerbit Alumni, 1997, hal 11.

13 dari padanya, kecuali jika dengan tegas ditetapkan atau dapat disimpulkan dari sifat perjanjian bahwa tidak demikian maksudnya. Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata mengatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Dengan adanya perkataan semua dalam pasal tersebut berarti juga berlaku bagi perjanjian asuransi. Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata melahirkan beberapa asas antara lain asas kebebasan berkontrak, asas kekuatan mengikat dan asas kepercayaan. Selanjutnya Pasal 1338 ayat (2) KUHPerdata berbunyi bahwa perjanjianperjanjian itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu.dengan demikian apabila misalnya pemegang polis terlambat membayar premi maka penanggung tidak secara sepihak menyatakan perjanjian asuransi batal. Pasal 1338 KUHPerdata ditutup dengan ayat (3) yang menegaskan bahwa perjanjian-perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Itikad baik merupakan suatu dasar pokok dan kepercayaan yang menjadi landasan setiap perjanjian termasuk perjanjian asuransi dan pada dasarnya hukum tidak melindungi pihak yang beritikad buruk. Pasal 1339 KUHPerdata bunyi bahwa perjanjian-perjanjian tidak hanya mengbeikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian, diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undang-undang. Ketentuan ini yang melahirkan asas kepatutan yang berkaitan dengan ketentuan mengenai isi perjanjian. Pasal 1324 KUHPerdata mengenai menafsirkan perjanjian harus diperhatikan pula oleh para pihak yang mengadakan perjanjian asuransi. Pasal 1365 KUHPerdata tentang perbuatan melanggar hukum dapat juga dipergunakan oleh pemegang polis apabila dapat membuktikan penanggung telah melakuakn perbuatan yang merugikannya. 2. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) Dalam hubungan dengan perlindungan kepentingan pemegang polis asuransi, di dalam KUHD terdapat pula beberapa peraturan lainnya yang harus diperhatikan. Ketentuan dimaksud antara lain :

14 Pasal 254 KUHD yang melarang para pihak dalam perjanjian, baik pada waktu diadakannya perjanjian maupun selama berlangsungnya perjanjian asuransi menyatakan melepaskan hal-hal yang oleh ketentuan undang-undang diharuskan sebagai pokok suatu perjanjian asuransi ataupun hal-hal yang dengan tegas telah dilarang. Apabila hal demikian dilakukan mengakibatkan perjanjian asuransi itu batal. Dalam Pasal 257 KUHD disebutkan bahwa perjanjian asuransi diterbitkan, seketika setelah ditutup, hak dan kewajiban bertimbal balik dari penanggung dan tertanggung mulai berlaku sejak saat itu, bahkan sebelum polisnya ditandatangani. Dengan demikian perjanjian asuransi merupakan perjanjian konsensual sehingga telah terbentuk dengan adanya kata sepakat kedua belah pihak. Mengenai pembuktian adanya perjanjian asuransi diatur dalam Pasal 258 KUHD. Disebutkan bahwa untuk membuktikan hal ditutupnya perjanjian tersebut diperlukan pembuktian dengan tulisan, namun demikian bolehlah lain-lain alat pembuktian dipergunakan juga, manalaka sudah ada permulaan pembuktian dengan tulisan. Pasal 260 dan Pasal 261 KUHD yang mengatur tentang asuransi yang ditutup dengan perantara makelar. Dari Pasal 260 KUHD diketahui bahwa dalam hal perjanjian asuransi ditutup dengan perantara seorang makelar, maka polis yang telah ditandatangani harus diserahkan dalam waktu 8 hari setelah ditutupnya perjanjian. Demikian pula Pasal 259 KUHD yang mengatur mengenai perjanjian asuransi yang ditutup langsung oleh tertanggung dengan penanggung, diharuskan pihak yang disebut terakhir ini menandatanganinya dalam waktu 24 jam. Apabila waktu yang ditentukan di atas dilampaui, tertanggung perlu memperhatikan Pasal 261 KUHD yang menyatakan bahwa jika ada kelalaian, dalam hal-hal yang ditentukan dalam Pasal 259 dan Pasal 260 KUHD tersebut, maka wajiblah penanggung atau makelara yang bersangkutan memberikan ganti rugi kepada tertanggung dalam hal timbul kerugian yang diakibatkan kelalaian tersebut. 3. Peraturan Perundang-undangan lainnya. Peraturan perudang-undangan lainnya yang mengatur yaitu : 28 a. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian. 28 Ibid., hal. 27.

15 b. Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian. c. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 225/KMK.017/1993 tanggal 26 Februari 1993 tentang Penyelenggaraan Usaha Asuransi dan Perusahaan Reasuransi. D. Sahnya Perjanjian Asuransi Asuransi sebagai perjanjian atau persetujuan maka asuransi juga harus mengikuti ketentuan-ketentuan hokum persetujuan pada umumnya yang ada di Indonesia di atur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata). Asuransi merupakan suatu perjanjian antara pihak penanggung dengan pihak tertanggung. Karena itu syarat sahnya perjanjian asuransi berlaku syarat yang ditentukan dalam Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu ada 4 (empat) syarat yaitu: Kesepakatan para pihak. 2. Kecakapan berbuat bagi para pihak. 3. Adanya objek tertentu. 4. Suatu sebab yang halal. 1. Kesepakatan para pihak Sehubungan dengan kata sepakat, maka dalam hal ini kata sepakat itu berarti persesuaian kehendak secara timbal balik. Begitu juga dalam perjanjian asuransi antara pihak penanggung dengan pihak tertanggung harus ada persesuaian mengenai benda atau apa yang diasuransikan atau dipertanggungkan, nilai pertanggungan, lamanya pertanggungan dan syarat-syarat lain yang berlaku bagi perjanjian asuransi tersebut. Mengenai syarat ini diatur lebih lanjut, khusus untuk perjanjian asuransi diatur di dalam KUHD. Akan tetapi perjanjian asuransi itu tidak akan terjadi karena paksaan (dwang), kekhilafan (dwaling), ataupun penipuan (berdog). Hal ini dipertegas lagi seperti yang telah ditentukan dalam Pasal 1321 KUHPerdata, yang menentukan tiada sepakat yang sah apabila sepakat itu diberikan karena paksaan, kekhilafan atau penipuan. 29 H. M. N. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Jakarta, Djambatan, 1983, hal. 33.

16 Jadi jelaslah sudah bahwa kata sepakat dalam perjanjian asuransi baru terjadi apabila masing-masing pihak mempunyai persesuaian kehendak secara timbal balik dan tanpa ada kekhilafan, penipuan maupun paksaan seperti apa yang telah disebutkan dalam Pasal 1321 KUHPerdata. Mengenai Pasal 1321 KUHPerdata, juga diatur di dalam KUHD, yaitu dalam Pasal 291 KUHD yang menyebutkan: Setiap keterangan yang keliru atau tidak benar ataupun setiap tidak memberitahukan hal yang mana diketahui oleh tertanggung, betapapun itikad baik ada padanya, yang demikian sifatnya, sehingga si penanggung telah mengetahui keadaan yang sebenarnya, perjanjian itu tidak akan ditutup atau tidak ditutup dengan syarat yang sama, mengakibatkan batalnya pertanggungan. Oleh karena itu akibat hukum tidak ada perjanjian dengan persetujuan kehendak (karena paksaan, kekhilafan, atau penipuan) ialah bahwa perjanjian itu dapat dimintakan pembatalannya oleh hakim. 2. Kecakapan Berbuat Bagi Para Pihak Para pihak atau orang-orang yang akan membuat perjanjian asuransi haruslah cakap menurut hukum. Orang yang sudah dewasa dan sehat pikirannya adalah orang yang cakap menurut hukum. Menurut KUHPerdata, orang dikatakan cakap menurut hukum dalam membuat suatu perjanjian adalah orang yang sudah dewasa. Sedangkan pengertian dewasa tidaklah diatur secara tegas dalam Undang-Undang. Untuk itulah kita melihat dengan menyimpulkan sebagaimana diatur dalam Pasal 330 KUHPerdata. Dalam pasal tersebut pengertian 1. Mereka yang sudah berumur 21 tahun. 2. Mereka yang belum berumur 21 tahun tetapi telah kawin terlebih dahulu. 3. Mereka yang telah pernah kawin dan bercerai, walaupun belum berumur 21 tahun. Pengertian dewasa seperti yang telah disimpulkan dari Pasal 330 KUHPerdata diatas tidaklah sepenuhnya bahwa mereka dapat membuat suatu perjanjian. Maka dalam hal ini selain syarat umur, juga kita harus memperhatikan

17 faktor lainnya, seperti faktor kecakapan seseorang untuk mengadakan suatu perjanjian. Jadi ketentuan dewasa menurut umur belumlah merupakan jaminan bahwa orang tersebut cakap untuk melakukan suatu perbuatan hukum tertentu. Harus ada faktor lain seperti sehat pikiran, tidak dilarang atau dibatasi dalam melakukan perbuatan hukum, misalnya orang yang membuat suatu perjanjian tidak sakit ingatan. Karena orang tersebut tidak mampu untuk menginsyafi tanggung jawab yang dipikul sebagai akibat dari perjanjian tersebut. Demikian pula orang yang akan membuat suatu perjanjian harus tidak dilarang oleh Undang-Undang, seperti orang yang dibawah pengampunan. Ketentuan di dalam KUHPerdata mengenai kecakapan untuk membuat suatu perjanjian dikaitkan pada usia tertentu, yaitu umur 21 tahun. Namun berbeda pengertian seseorang yang sudah dewasa antara KUHPerdata yaitu pada Pasal 330 dengan Undang-Undang Perkawinan yang mengatakan bahwa usia dewasa ditetapkan umur 18 tahun (UU Nomor 1 Tahun 1974). 30 Disamping kecakapan dikenal juga adanya kewenangan untuk melakukan suatu perbuatan hukum. Dikatakan mempunyai kewenangan apabila ia mendapat kuasa dari pihak ketiag untuk melakukan suatu perbuatan hukum tertentu, seperti membuat perjanjian tertentu. Akibat hukum dari ketidakwenangan membuat perjanjian, maka perjanjian itu dapat dimintakan pembatalannya kepada hakim. Jika tidka dimintakan pembatalannya oleh pihak yang berkepentingan, maka perjanjian tersebut tetap berlaku bagi pihak-pihak yang membuat perjanjian itu. Hal tersebut diatas juga berlaku dalam perjanjian asuransi. 3. Adanya Objek Tertentu Pengertian objek tertentu disini adalah apa yang diwajibkan kepada Debitur dan apa yang menjadi hak dari Kreditur. 31 Barang yang dijadikan objek dari suatu perjanjian harus ditentukan jenisnya atau setidak-tidaknya dapat ditentukan. Di dalam perjanjian asuransi pada dasarnya pasti ada benda atau sesuatu yang dipertanggungkan. Untuk itu tertanggung harus mempunyai hubungan langsung atau tidak langsung dengan benda yang dipertanggungkan itu. Hubungan 30 R. Subekti, Aspek-Aspek Hukum Perikatan Nasional, Alumni, Bandung, 1978, hal Achmad Ichsan, Hukum Perdata I, Pembimbing Masa, Jakarta, 1969, hal. 23.

18 langsung maksudnya adalah tertanggung memiliki langsung benda tersebut. Sedangkan hubungan tak langsung maksudnya adalah bahwa tertanggung mempunyai kepentingan atas sesuatu yang dipertanggungkan itu. Jadi dalam hal ini tertanggung harus dapat membuktikan bahwa ia benarbenar mempunyai kepentingan atas sesuatu yang dipertanggungkan. Dan jika tidak, maka asuransi itu menjadi batal. Karena kepentingan adalah juga merupakan syarat dalam perjanjian asuransi. Jadi dengan demikian pada saat diadakannya perjanjian asuransi, harus ada kepentingan pada si tertanggung. Jadi jika kepentingan itu tidak ada, maka perjanjian asuransi itu tidak sah. Dan jika terjadi peristiwa yang merugikan maka tidak ada ganti rugi bagi tertanggung. Jadi dalam hal perjanjian asuransi asas kepentingan adalah merupakan syarat mutlak. Berarti yang disebutkan dalam Pasal 250 KUHD, yaitu : Apabila seseorang yang telah mengadakan suatu pertanggungan untuk diri sendiri atau papabila seseorang yang untuknya telah diadakan suatu pertanggungan, pada saat diadakannya pertanggungan itu tidak mempunyai suatu kepentingan terhadap barang yang dipertanggungkan itu maka si penanggung tidak diwajibkan membayar ganti rugi. Kepentingan dalam perjanjian asuransi dapat dilihat dalam arti luas dan juga dalam arti sempit. Di lihat dalam arti luas, yaitu dimana ada pihak yang berhak, tentu ada kepentingan di sana, yaitu kepentingan terlaksananya hak itu yang berarti juga kepentingan akan pemenuhan kewajiban yang dibebankan kepada pihak lain. Selanjutnya kepentingan dalam arti sempit, yaitu berupa kemungkinan mendapat suatu kenikmatan (genot). Lalu kapankah kepentingan itu harus ada?. Kepentingan itu harus ada pada si tertanggung pada saat diadakannya perjanjian asuransi itu, dan apabila tidak ada maka perjanjian itu tidak sah dan apabila kemudian terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian, maka penanggung tidak mempunyai kewajiban untuk membayar ganti rugi (Pasal 250 KUHD). 4. Suatu Sebab Yang Halal Menurut undang-undang, sebab itu halal apabila tidak bertentangan dengan undang-undang dan tidak melanggar kesusilaan (Pasal 1337

19 KUHPerdata). Dan suatu perjanjian tanpa sebab, atau dibuat karena sesuatu yang palsu atau terlarang, tidak mempunyai kekuatan hukum (Pasal 3135 KUHPerdata). Jadi perjanjian yang dibuat itu tidak mengikat. Sebaliknya perjanjian yang berisi sebab/causa yang halal adalah sah (Pasal 1336 KUHPerdata). Sebenarnya undang-undang tidak memperdulikan sebab orang membuat suatu perjanjian. Yang diperhatikan atau diawasi oleh undang-undang adalah isi perjanjian itu. Oleh karena itu suatu perjanjian harus benar-benar mempunyai maksud dan tujuan yang jelas sehingga tidak merugikan masingmasing pihak. Tetapi apabila terjadi suatu perjanjian yang berisi sebab atau causa yang tidak halal, maka perjanjian itu batal demi hukum. Dengan demikian tidak ada dasar untuk menuntuk pemenuhan perjanjian di muka hakim, karena sejak semula dianggap tidak pernah ada perjanjian itu. Suatu sebab yang tidak halal yang bertentangan dengan undang-undang, misalnya jual beli candu, ganja, membunuh orang. Yang bertentangan dengan ketertiban umum, misalnya jual beli manusia sebagai budak. Yang bertentangan dengan kesusilaan, misalnya membocorkan rahasia perusahaan, memberikan kenikmatan seksual di luar nikah yang sah.

BAB II TINJAUAN MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TERTANGGUNG DAN SYARAT-SYARAT PERJANJIAN ASURANSI BERDASARKAN KUHD

BAB II TINJAUAN MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TERTANGGUNG DAN SYARAT-SYARAT PERJANJIAN ASURANSI BERDASARKAN KUHD 17 BAB II TINJAUAN MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TERTANGGUNG DAN SYARAT-SYARAT PERJANJIAN ASURANSI BERDASARKAN KUHD A. Pengertian Asuransi Dalam ketentuan Pasal 1774 KUHPerdata yang sudah dikemukakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian adalah peristiwa seseorang berjanji kepada seorang lain atau dua orang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian adalah peristiwa seseorang berjanji kepada seorang lain atau dua orang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian Asuransi 1. Pengertian Perjanjian Perjanjian adalah peristiwa seseorang berjanji kepada seorang lain atau dua orang itu berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Menurut

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. kondisi teori-teori yang mendukung di dalam mengkaji masalah wanprestasi

BAB II LANDASAN TEORI. kondisi teori-teori yang mendukung di dalam mengkaji masalah wanprestasi BAB II LANDASAN TEORI 2.1.URAIAN TEORI Di dalam pembahasan penulisan skripsi ini tentunya dibutuhkan suatu kondisi teori-teori yang mendukung di dalam mengkaji masalah wanprestasi perjanjian asuransi.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASURANSI JIWA DAN KLAIM ASURANSI JIWA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASURANSI JIWA DAN KLAIM ASURANSI JIWA BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASURANSI JIWA DAN KLAIM ASURANSI JIWA 2.1 Asuransi Jiwa 2.1.1 Pengertian asuransi jiwa Manusia sepanjang hidupnya selalu dihadapkan pada kemungkinan terjadinya peristiwa-peristiwa

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN ASURANSI JIWA SECARA UMUM. sangat singkat sekali dan hanya terdiri dari tujuh (7) pasal yaitu Pasal 302 sampai

BAB II PEMBAHASAN ASURANSI JIWA SECARA UMUM. sangat singkat sekali dan hanya terdiri dari tujuh (7) pasal yaitu Pasal 302 sampai BAB II PEMBAHASAN ASURANSI JIWA SECARA UMUM A. Pengertian Asuransi Jiwa Dalam KUHDagang yang mengatur tentang asuransi jiwa, pengaturannya sangat singkat sekali dan hanya terdiri dari tujuh (7) pasal yaitu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PENGANGKUTAN. Menurut R. Djatmiko Pengangkutan berasal dari kata angkut yang berarti

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PENGANGKUTAN. Menurut R. Djatmiko Pengangkutan berasal dari kata angkut yang berarti 17 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PENGANGKUTAN 2.1 Pengertian Perjanjian Pengangkutan Istilah pengangkutan belum didefinisikan dalam peraturan perundangundangan, namun banyak sarjana yang mengemukakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan, perikatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan, perikatan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Perjanjian Pada Umumnya 1. Pengertian Perjanjian Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan, perikatan yang berasal dari perjanjian dikehendaki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASAS SUBROGASI DAN PERJANJIANASURANSI

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASAS SUBROGASI DAN PERJANJIANASURANSI BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASAS SUBROGASI DAN PERJANJIANASURANSI 2.1 Asas Subrogasi 2.1.1 Pengertian asas subrogasi Subrogasi ini terkandung dalam ketentuan Pasal 284 Kitab Undang- Undang Hukum Dagang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Di dalam Buku III KUH Perdata mengenai hukum perjanjian terdapat dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG ASURANSI DI INDONESIA. Asuransi dalam bahasa Belanda disebut verzekering

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG ASURANSI DI INDONESIA. Asuransi dalam bahasa Belanda disebut verzekering BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG ASURANSI DI INDONESIA A. Pengertian Asuransi Asuransi dalam bahasa Belanda disebut verzekering yang berarti pertanggungan. Ada 2 (dua) pihak yang terlibat dalam asuransi, yaitu

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM A. Segi-segi Hukum Perjanjian Mengenai ketentuan-ketentuan yang mengatur perjanjian pada umumnya terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata pada Buku

Lebih terperinci

Istilah dan Pengertian Asuransi ASURANSI. Hubungan antara Risiko dengan Asuransi 11/8/2014

Istilah dan Pengertian Asuransi ASURANSI. Hubungan antara Risiko dengan Asuransi 11/8/2014 Istilah dan Pengertian Asuransi ASURANSI - Menurut Pasal 246 KUHD, asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian di mana seorang penanggung dengan menikmati suatu premi mengikatkan dirinya kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang semakin pesat, dan untuk itu masyarakat dituntut untuk bisa mengimbangi

BAB I PENDAHULUAN. yang semakin pesat, dan untuk itu masyarakat dituntut untuk bisa mengimbangi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan masyarakat pada saat ini diperlukan adanya perlindungan, salah satu nya dengan adanya perlindungan asuransi. Hal itu terjadi karena dampak dari adanya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengirim. Dimana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkut

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengirim. Dimana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkut 1 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian Ekspedisi Perjanjian ekspedisi adalah perjanjian timbal balik antara ekspeditur dengan pengirim. Dimana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkut yang

Lebih terperinci

BAB II ASURANSI KONVENSIONAL

BAB II ASURANSI KONVENSIONAL BAB II ASURANSI KONVENSIONAL A. Sejarah Asuransi 1. Sebelum Masehi Pada jaman kebesaran Yunani di bawah kekuasaan Alexander The Great seorang pembantunya yang bernama Antimenes memerlukan banyak uang untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan Suatu perjanjian

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK 44 BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK 3.1 Hubungan Hukum Antara Para Pihak Dalam Perjanjian Kartu Kredit 3.1.1

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI A. Pengertian Perjanjian Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Asuransi dan Pengaturan Asuransi. sehingga kerugian itu tidak akan pernah terjadi.

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Asuransi dan Pengaturan Asuransi. sehingga kerugian itu tidak akan pernah terjadi. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Asuransi dan Pengaturan Asuransi 1. Pengertian Asuransi Apabila seseorang menginginkan supaya sebuah resiko tidak terjadi, maka seharusnyalah orang tersebut mengusahakan

Lebih terperinci

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris.

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A.Pengertian perjanjian pada umumnya a.1 Pengertian pada umumnya istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan dari istilah Overeenkomst

Lebih terperinci

BAB II ASURANSI PADA UMUMNYA. Asuransi dalam bahasa Belanda di sebut verzekering yang berarti

BAB II ASURANSI PADA UMUMNYA. Asuransi dalam bahasa Belanda di sebut verzekering yang berarti BAB II ASURANSI PADA UMUMNYA A. Pengertian Asuransi Asuransi dalam bahasa Belanda di sebut verzekering yang berarti pertanggungan atau asuransi dan dalam bahasa Inggris disebut Insurance 20. Ada 2 (dua)

Lebih terperinci

Istilah dan Pengertian Asuransi ASURANSI. 02-Dec-17

Istilah dan Pengertian Asuransi ASURANSI. 02-Dec-17 Istilah dan Pengertian Asuransi ASURANSI - Menurut Pasal 246 KUHD, asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian di mana seorang penanggung dengan menikmati suatu premi mengikatkan dirinya kepada

Lebih terperinci

PELAKSANAAN ASURANSI TERHADAP DEBITUR SECARA TANGGUNG RENTENG DIHUBUNGKAN DENGAN PASAL 1278 KUH PERDATA

PELAKSANAAN ASURANSI TERHADAP DEBITUR SECARA TANGGUNG RENTENG DIHUBUNGKAN DENGAN PASAL 1278 KUH PERDATA PELAKSANAAN ASURANSI TERHADAP DEBITUR SECARA TANGGUNG RENTENG DIHUBUNGKAN DENGAN PASAL 1278 KUH PERDATA Oleh : ALIS YULIA, S.H., M.H. *) ABSTRACT Based on the facts and realities that occur in the field

Lebih terperinci

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 25 BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Hukum perjanjian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, perjanjian adalah persetujuan tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing

Lebih terperinci

HUKUM PERJANJIAN. Aspek Hukum dalam Ekonomi Hal. 1

HUKUM PERJANJIAN. Aspek Hukum dalam Ekonomi Hal. 1 HUKUM PERJANJIAN Ditinjau dari Hukum Privat A. Pengertian Perjanjian Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain/lebih (Pasal

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Perjanjian Dalam istilah perjanjian atau kontrak terkadang masih dipahami secara rancu, banyak pelaku bisnis mencampuradukkan kedua istilah tersebut seolah merupakan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. landasan yang tegas dan kuat. Walaupun di dalam undang-undang tersebut. pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata:

BAB III TINJAUAN TEORITIS. landasan yang tegas dan kuat. Walaupun di dalam undang-undang tersebut. pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata: BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Tinjauan Umum Perjanjian Kerja 1. Pengertian Perjanjian Kerja Dengan telah disahkannya undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UUKK) maka keberadaan perjanjian

Lebih terperinci

Hukum Perikatan Pengertian hukum perikatan

Hukum Perikatan Pengertian hukum perikatan Hukum Perikatan Pengertian hukum perikatan Perikatan dalam bahasa Belanda disebut ver bintenis. Istilah perikatan ini lebih umum dipakai dalam literatur hukum di Indonesia. Perikatan dalam hal ini berarti

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT A. Pengertian Hukum Jaminan Kredit Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, zekerheidsrechten atau security of law. Dalam Keputusan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA BAB III TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata, bahwa suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang

Lebih terperinci

BAB II PERKEMBANGAN USAHA PERASURANSIAN DAN PERBANKAN DI INDONESIA. A. Pengaturan Usaha Perasuransian di Indonesia

BAB II PERKEMBANGAN USAHA PERASURANSIAN DAN PERBANKAN DI INDONESIA. A. Pengaturan Usaha Perasuransian di Indonesia BAB II PERKEMBANGAN USAHA PERASURANSIAN DAN PERBANKAN DI INDONESIA A. Pengaturan Usaha Perasuransian di Indonesia 1. Sejarah Perasuransian a. Sebelum Masehi Pada zaman kebesaran Yunani di bawah kekuasaan

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN ASURANSI DAN BENTUK-BENTUK PENYELESAIAN SENGKETA DALAM PERJANJIAN ASURANSI

BAB II PERJANJIAN ASURANSI DAN BENTUK-BENTUK PENYELESAIAN SENGKETA DALAM PERJANJIAN ASURANSI 15 BAB II PERJANJIAN ASURANSI DAN BENTUK-BENTUK PENYELESAIAN SENGKETA DALAM PERJANJIAN ASURANSI A. Perjanjian Asuransi Asuransi merupakan salah satu jenis perjanjian khusus yang diatur dalam KUHD, sebagai

Lebih terperinci

BAB II RUANG LINGKUP HUKUM ASURANSI Oleh : SURAJIMAN

BAB II RUANG LINGKUP HUKUM ASURANSI Oleh : SURAJIMAN BAB II RUANG LINGKUP HUKUM ASURANSI Oleh : SURAJIMAN A. PENGERTIAN ASURANSI Asuransi atau dalam bahasa Indonesianya disebut pertanggungan, dalam bahasa inggris disebut insurance,sedangkan dalam bahasa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN UTANG PIUTANG DIBAWAH TANGAN. dahulu dijelaskan apa yang dimaksud engan perjanjian. Masalah perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN UTANG PIUTANG DIBAWAH TANGAN. dahulu dijelaskan apa yang dimaksud engan perjanjian. Masalah perjanjian BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN UTANG PIUTANG DIBAWAH TANGAN 2.1. Perjanjian 2.2.1. Pengertian Perjanjian Sebelum berbicara masalah perjanjian Utang piutang terlebih dahulu dijelaskan apa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu alat transportasi yang banyak dibutuhkan oleh manusia adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini menjadi salah satu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dua belah pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada

II. TINJAUAN PUSTAKA. dua belah pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian Asuransi Kendaraan Bermotor Berdasarkan Pasal 1 sub (1) UU No. 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian, dinyatakan bahwa pengertian asuransi atau pertanggungan adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA. 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA. 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya 36 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya Perjanjan memiliki definisi yang berbeda-beda menurut pendapat para ahli yang satu dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perikatan merupakan hubungan hukum yang tercipta karena adanya peristiwa

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perikatan merupakan hubungan hukum yang tercipta karena adanya peristiwa 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian dan Syarat Sah Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Perikatan merupakan hubungan hukum yang tercipta karena adanya peristiwa hukum antara para pihak yang melakukan perjanjian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan dalam hidupnya. Kebutuhan itu berfungsi untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Oleh karena itu

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015 PEMBERLAKUAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK MENURUT HUKUM PERDATA TERHADAP PELAKSANAANNYA DALAM PRAKTEK 1 Oleh : Suryono Suwikromo 2 A. Latar Belakang Didalam kehidupan sehari-hari, setiap manusia akan selalu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa latin testamentum,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa latin testamentum, 19 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN 2.1 Perjanjian Pembiayaan Konsumen 2.1.1 Pengertian Perjanjian Pembiayaan konsumen Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa

Lebih terperinci

BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau

BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau kepentingan-kepentingan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Manusia di dalam memenuhi

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Pustaka. Tinjauan umum tentang asuransi

BAB II. Tinjauan Pustaka. Tinjauan umum tentang asuransi BAB II Tinjauan Pustaka Tinjauan umum tentang asuransi A. Pengertian Asuransi Istilah asuransi atau pertanggungan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, yaitu dari kata verzekering. Di indonesia, para

Lebih terperinci

PERJANJIAN JUAL BELI. Selamat malam. Bagaimana kabarnya malam ini? Sehat semua kan.. Malam ini kita belajar mengenai Perjanjian Jual Beli ya..

PERJANJIAN JUAL BELI. Selamat malam. Bagaimana kabarnya malam ini? Sehat semua kan.. Malam ini kita belajar mengenai Perjanjian Jual Beli ya.. PERJANJIAN JUAL BELI Selamat malam Bagaimana kabarnya malam ini? Sehat semua kan.. Malam ini kita belajar mengenai Perjanjian Jual Beli ya.. 1. PENGERTIAN PERJANJIAN JUAL BELI Dalam suatu masyarakat, dimana

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA A. Pengertian Perjanjian Jual Beli Menurut Black s Law Dictionary, perjanjian adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan oleh manusia. Salah satu cara untuk mengurangi risiko tersebut di

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan oleh manusia. Salah satu cara untuk mengurangi risiko tersebut di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan dan kegiatan manusia, pada hakikatnya mengandung berbagai hal yang menunjukkan sifat hakiki dari kehidupan itu sendiri. Sifatsifat hakiki yang dimaksud di

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Koperasi secara etimologi berasal dari kata cooperation, terdiri dari kata

BAB II LANDASAN TEORI. Koperasi secara etimologi berasal dari kata cooperation, terdiri dari kata BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Uraian Teori 2.1.1. Pengertian Koperasi Koperasi secara etimologi berasal dari kata cooperation, terdiri dari kata co yang artinya bersama dan operation yang artinya bekerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia menjadi hal yang tidak terelakkan, terutama dalam memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. manusia menjadi hal yang tidak terelakkan, terutama dalam memenuhi kebutuhan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Pada saat ini dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi maka hubungan antar manusia menjadi hampir tanpa batas, karena pada dasarnya manusia adalah

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT. Deny Slamet Pribadi

PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT. Deny Slamet Pribadi 142 PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT Deny Slamet Pribadi Dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Samarinda ABSTRAK Dalam perjanjian keagenan

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. V/No. 9/Nov/2017

Lex Administratum, Vol. V/No. 9/Nov/2017 KEPASTIAN HUKUM PEMBAYARAN POLIS ASURANSI NASABAH YANG SUDAH JATUH TEMPO PADA PERUSAHAAN ASURANSI BERDASARKAN UU NO. 40 TAHUN 2014 1 Oleh : Febri Repi 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah

Lebih terperinci

Dengan adanya pengusaha swasta saja belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Hal ini antara lain karena perusahaan swasta hanya melayani jalur-jalur

Dengan adanya pengusaha swasta saja belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Hal ini antara lain karena perusahaan swasta hanya melayani jalur-jalur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia pembangunan meningkat setiap harinya, masyarakat pun menganggap kebutuhan yang ada baik diri maupun hubungan dengan orang lain tidak dapat dihindarkan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASURANSI. Asuransi atau dalam bahasa Belanda Verzekering yang berarti

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASURANSI. Asuransi atau dalam bahasa Belanda Verzekering yang berarti 26 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASURANSI 2.1. Pengertian dan Unsur unsur Asuransi 2.1.1. Pengertian Asuransi. Asuransi atau dalam bahasa Belanda Verzekering yang berarti pertanggungan. Dalam pasal 246

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Dari ketentuan pasal di atas, pembentuk Undang-undang tidak menggunakan

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Dari ketentuan pasal di atas, pembentuk Undang-undang tidak menggunakan BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN A.Pengertian Perjanjian Suatu perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. 11

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. 11 BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teori 2.1.1. Pengertian Perjanjian dan Wanprestasi Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian A.1 Pengertian perjanjian Perjanjian merupakan salah satu sumber perikatan, hal ini berdasarkan bahwa perikatan dapat lahir karena perjanjian dan undang undang. Sebagaimana

Lebih terperinci

BAB II PENGERTIAN UMUM PERJANJIAN BAKU. A. Pengertian Perjanjian dan Syarat-Syarat Sah Suatu Perjanjian

BAB II PENGERTIAN UMUM PERJANJIAN BAKU. A. Pengertian Perjanjian dan Syarat-Syarat Sah Suatu Perjanjian BAB II PENGERTIAN UMUM PERJANJIAN BAKU A. Pengertian Perjanjian dan Syarat-Syarat Sah Suatu Perjanjian Menurut pasal 1313 KUHPerdata: Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibidang asuransi. Mulai sejak zaman sebelum masehi yaitu pada masa kekaisaran

BAB I PENDAHULUAN. dibidang asuransi. Mulai sejak zaman sebelum masehi yaitu pada masa kekaisaran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sudah mengalami perkembangan yang begitu signifikan dibidang asuransi. Mulai sejak zaman sebelum masehi yaitu pada masa kekaisaran Yunani kuno yang dipimpin

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. bantuan dari orang lain. Untuk itu diperlukan suatu perangkat hukum demi

BAB III TINJAUAN TEORITIS. bantuan dari orang lain. Untuk itu diperlukan suatu perangkat hukum demi BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Pengertian Perjanjian Dalam menjalankan bisnis pada dasarnya manusia tidak bisa melakukannya dengan sendiri, tetapi harus dilakukan secara bersama atau dengan mendapat bantuan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Istilah asuransi adalah serapan dari istilah bahasa Belanda assurantie, dalam

TINJAUAN PUSTAKA. Istilah asuransi adalah serapan dari istilah bahasa Belanda assurantie, dalam 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian Asuransi 1. Pengertian dan Pengaturan Asuransi Istilah asuransi adalah serapan dari istilah bahasa Belanda assurantie, dalam bahasa Inggris assurance. Istilah lain

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI. politicon). Manusia dikatakan zoon politicon oleh Aristoteles, sebab

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI. politicon). Manusia dikatakan zoon politicon oleh Aristoteles, sebab BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian Perjanjian Masalah perjanjian itu sebenarnya merupakan adanya ikatan antara dua belah pihak atau antara 2 (dua)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menempatkan dirinya dalam perkembangan yang sangat pesat, seiring dengan

BAB I PENDAHULUAN. menempatkan dirinya dalam perkembangan yang sangat pesat, seiring dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan yang dilakukan bangsa Indonesia meliputi berbagai bidang kehidupan diantaranya idiologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian Perjanjian Definisi perjanjian diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Selanjutnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hal yang dilakukan baik menggunakan sarana pengangkutan laut maupun melalui

BAB I PENDAHULUAN. hal yang dilakukan baik menggunakan sarana pengangkutan laut maupun melalui 11 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri atas beragam suku bangsa dan terdiri dari beribu ribu pulau. Untuk memudahkan hubungan atau interaksi antar

Lebih terperinci

URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN. Rosdalina Bukido 1. Abstrak

URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN. Rosdalina Bukido 1. Abstrak URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN Rosdalina Bukido 1 Abstrak Perjanjian memiliki peran yang sangat penting dalam hubungan keperdataan. Sebab dengan adanya perjanjian tersebut akan menjadi jaminan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Istilah asuransi berasal dari bahasa Belanda Verzekering atau Assurantie. Oleh

TINJAUAN PUSTAKA. Istilah asuransi berasal dari bahasa Belanda Verzekering atau Assurantie. Oleh II. TINJAUAN PUSTAKA A. Asuransi dan Jenis-Jenis Asuransi 1. Pengertian Asuransi Istilah asuransi berasal dari bahasa Belanda Verzekering atau Assurantie. Oleh R Sukardono diterjemahkan dengan pertanggungan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TERHADAP PERJANJIAN SEWA BELI. belum diatur dalam Dari beberapa definisi yang dikemukakan oleh para pakar

BAB II TINJAUAN TERHADAP PERJANJIAN SEWA BELI. belum diatur dalam Dari beberapa definisi yang dikemukakan oleh para pakar BAB II TINJAUAN TERHADAP PERJANJIAN SEWA BELI A. Pengaturan Sewa Beli di Indonesia Perjanjian sewa beli adalah termasuk perjanjian jenis baru yang timbul dalam masyarakat. Sebagaimana perjanjian jenis

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN. TENTANG PERSEKUTUAN PERDATA, PERSEKUTUAN FIRMA, DAN PERSEKUTUAN KOMANDITER

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN. TENTANG PERSEKUTUAN PERDATA, PERSEKUTUAN FIRMA, DAN PERSEKUTUAN KOMANDITER RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.... TAHUN. TENTANG PERSEKUTUAN PERDATA, PERSEKUTUAN FIRMA, DAN PERSEKUTUAN KOMANDITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Asuransi Kerugian Dalam perkembangan dunia usaha tidak seorang pun yang dapat meramalkan apa yang akan terjadi di masa yang akan datang secara tepat, setiap ramalan

Lebih terperinci

MAKALAH HUKUM KOMERSIAL HUKUM ASURANSI. Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Komersial Dosen Pembimbing : Disusun oleh : Kelompok 8

MAKALAH HUKUM KOMERSIAL HUKUM ASURANSI. Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Komersial Dosen Pembimbing : Disusun oleh : Kelompok 8 MAKALAH HUKUM KOMERSIAL HUKUM ASURANSI Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Komersial Dosen Pembimbing : ------- Disusun oleh : Kelompok 8 Dickxie Audiyanto (125020305111001) Gatra Bagus Sanubari

Lebih terperinci

ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2

ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2 ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian adalah untuk mengetahui bagaimana ketentuan hukum mengenai pembuatan suatu kontrak

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORI. 1. Pengertian Asuransi dan Pengaturannya. a. Pengertian Asuransi

BAB III TINJAUAN TEORI. 1. Pengertian Asuransi dan Pengaturannya. a. Pengertian Asuransi 1 BAB III TINJAUAN TEORI A. Tinjauan Umum Tentang Asuransi 1. Pengertian Asuransi dan Pengaturannya a. Pengertian Asuransi Dalam kamus Hukum kata Asuransi berasal dari Assurantie yang berarti asuransi,

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERSEKUTUAN PERDATA, PERSEKUTUAN FIRMA, DAN PERSEKUTUAN KOMANDITER

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERSEKUTUAN PERDATA, PERSEKUTUAN FIRMA, DAN PERSEKUTUAN KOMANDITER RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERSEKUTUAN PERDATA, PERSEKUTUAN FIRMA, DAN PERSEKUTUAN KOMANDITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PENGALIHAN HAK MILIK ATAS BENDA MELALUI PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUH PERDATA. Oleh : Deasy Soeikromo 1

PENGALIHAN HAK MILIK ATAS BENDA MELALUI PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUH PERDATA. Oleh : Deasy Soeikromo 1 PENGALIHAN HAK MILIK ATAS BENDA MELALUI PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUH PERDATA Oleh : Deasy Soeikromo 1 A. PENDAHULUAN Jual beli bagi manusia sudah merupakan bagian dari aktivitas keseharian untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. ketentuan Buku III Kitab Undang Undang Hukum Perdata, dengan menyatakan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. ketentuan Buku III Kitab Undang Undang Hukum Perdata, dengan menyatakan 17 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Perjanjian Pada Umumnya Ketentuan Pasal 1233 Kitab Undang Undang Hukum Perdata mengawali ketentuan Buku III Kitab Undang Undang Hukum Perdata, dengan menyatakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pegawai yang tidak dapat bekerja lagi, untuk membiayai penghidupan

II. TINJAUAN PUSTAKA. pegawai yang tidak dapat bekerja lagi, untuk membiayai penghidupan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pensiun dan Program Pensiun 1. Pengertian Pensiun Pensiun adalah suatu penghasilan yang diterima setiap bulan oleh seorang bekas pegawai yang tidak dapat bekerja lagi, untuk membiayai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undangundang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hanya satu, yaitu PT. Pos Indonesia (Persero). Menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 38 Tahun 2009 tentang

BAB I PENDAHULUAN. hanya satu, yaitu PT. Pos Indonesia (Persero). Menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 38 Tahun 2009 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jasa pengiriman paket dewasa ini sudah menjadi salah satu kebutuhan hidup. Jasa pengiriman paket dibutuhkan oleh perusahaan, distributor, toko, para wiraswastawan,

Lebih terperinci

A. Perlindungan Hukum yang dapat Diperoleh Konsumen Terhadap Cacat. Tersembunyi yang Terdapat Pada Mobil Bergaransi yang Diketahui Pada

A. Perlindungan Hukum yang dapat Diperoleh Konsumen Terhadap Cacat. Tersembunyi yang Terdapat Pada Mobil Bergaransi yang Diketahui Pada BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS CACAT TERSEMBUNYI PADA OBJEK PERJANJIAN JUAL BELI MOBIL YANG MEMBERIKAN FASILITAS GARANSI DIHUBUNGKAN DENGAN BUKU III BURGERLIJK WETBOEK JUNCTO

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang Perjanjian Pada Umumnya 1. Pengertian dan Dasar Hukum Perjanjian Pengertian perjanjian di dalam Buku III KUH Perdata diatur di dalam Pasal 1313 KUH Perdata,

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI. undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI. undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan A. Pengertian Perjanjian Jual Beli BAB II PERJANJIAN JUAL BELI Jual beli termasuk dalam kelompok perjanjian bernama, artinya undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan pengaturan secara

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUH PERDATA

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUH PERDATA BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUH PERDATA Perjanjian jual beli diatur dalam Pasal 1457-1540 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Dalam Pasal 1457 KUH Perdata pengertian jual beli adalah suatu persetujuan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace dicabut: UU 40-2007 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 13, 1995 ( Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3587) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2 BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Wanprestasi 1. Pengertian Wanprestasi Wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. macam kegiatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk dapat memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. macam kegiatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk dapat memenuhi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia selalu berusaha untuk mencapai kesejahteraan dalam hidupnya. Hal ini menyebabkan setiap manusia di dalam kehidupannya senantiasa melakukan berbagai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. yaitu Verbintenis untuk perikatan, dan Overeenkomst untuk perjanjian.

II. TINJAUAN PUSTAKA. yaitu Verbintenis untuk perikatan, dan Overeenkomst untuk perjanjian. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pada kenyataannya masih banyak orang yang dikacaukan oleh adanya istilah perikatan dan perjanjian. Masing-masing sebagai

Lebih terperinci

Dokumen Perjanjian Asuransi

Dokumen Perjanjian Asuransi 1 Dokumen Perjanjian Asuransi Pada prinsipnya setiap perbuatan hukum yang dilakukan para pihak dalam perjanjian asuransi perlu dilandasi dokumen perjanjian. Dari dokumen tersebut akan dapat diketahui berbagai

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM REGULER MANDIRI UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2011

FAKULTAS HUKUM REGULER MANDIRI UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2011 PELAKSANAAN ASURANSI KECELAKAAN PENUMPANG BUS KOTA DI KOTA PADANG SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi persyaratan

Lebih terperinci

Dalam hukum asuransi kita mengenal berbagai macam istilah, ada yang mempergunakan

Dalam hukum asuransi kita mengenal berbagai macam istilah, ada yang mempergunakan A. Pengertian Asuransi Dalam hukum asuransi kita mengenal berbagai macam istilah, ada yang mempergunakan istilah hukum pertanggungan, dalam bahasa Belanda disebut Verzekering Recht, dan dalam istilah bahasa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM. mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata Pasal 1754 KUH Perdata

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM. mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata Pasal 1754 KUH Perdata 23 BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM A. Pengertian Pinjam Meminjam Perjanjian Pinjam Meminjam menurut Bab XIII Buku III KUH Pedata mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. barang-barang dicuri, dan sebagainya. Kemungkinan akan kehilangan atau

BAB I PENDAHULUAN. barang-barang dicuri, dan sebagainya. Kemungkinan akan kehilangan atau 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dalam hidupnya memiliki harta kekayaan sebagai hasil jerih payahnya dalam bekerja. Harta kekayaan tersebut bisa berupa rumah, perhiasan, ataupun kendaraan

Lebih terperinci

BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR. A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor

BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR. A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor Menurut sistem terbuka yang mengenal adanya asas kebebasan berkontrak

Lebih terperinci

FE Unlam Banjarmasin Abdul Hadi, 2010

FE Unlam Banjarmasin Abdul Hadi, 2010 MANAJEMEN RISIKO MEMINDAHKAN KERUGIAN (LOSS TRANSFER) OUTLINE 2 Pengertian dan Alasan Memindah Kerugian Dasar Hukum dan Cara Memindahkan Kerugian Kontrak Bukan Asuransi Kontrak Asuransi 3 Pengertian dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan, oleh karena itu dapat dikatakan hukum tentang

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA BAB III TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata berbunyi: Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana 1 (satu) orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap 1 (satu) orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan nasional adalah upaya untuk meningkatkan seluruh aspek

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan nasional adalah upaya untuk meningkatkan seluruh aspek 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional adalah upaya untuk meningkatkan seluruh aspek kehidupan masyarakat, bangsa dan negara yang sekaligus merupakan proses pengembangan keseluruhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak pernah terlepas dari bahaya, Beberapa

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak pernah terlepas dari bahaya, Beberapa BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak pernah terlepas dari bahaya, Beberapa macam bahaya yang mengancam kehidupan manusia disebabkan oleh peristiwa yang timbul secara

Lebih terperinci