BANGKITNYA INDONESIA. Prioritas Kebijakan untuk Tahun 2010 dan Selanjutnya

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BANGKITNYA INDONESIA. Prioritas Kebijakan untuk Tahun 2010 dan Selanjutnya"

Transkripsi

1 Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized BANGKITNYA INDONESIA. Prioritas Kebijakan untuk Tahun 2010 dan Selanjutnya Mendorong Daya Saing untuk Meningkatkan Investasi, Perdagangan dan Lapangan Kerja Pesan Pokok 1. Indonesia telah membuat kemajuan yang menggembirakan dalam upaya perbaikan iklim investasi dan penerapan reformasi perdagangan. Penyerapan tenaga kerja pada sektor formal mulai kembali meningkat, tingkat kemiskinan menurun, dan telah terjadi pertumbuhan masyarakat kelas menengah. 2. Dengan dampak krisis global yang relatif lebih ringan dibanding negara-negara tetangganya, Indonesia memiliki kesempatan unik selama masa pemulihan dan pasca pemulihan untuk meningkatkan pangsa pasar dunia dan penjualan dalam negeri. 3. Kunci untuk mewujudkan pemulihan tingkat pertumbuhan ekonomi tersebut adalah dengan terus menjalankan agenda reformasi yang ditujukan untuk peningkatan daya saing, mendukung fleksibilitas dalam pasar tenaga kerja, dan menghindari proteksionisme yang menghambat efisiensi dan inovasi. Tindakan Utama 1. Mendirikan struktur kelembagaan yang diperlukan untuk membuat kebijakan yang konsisten. Bukti-bukti dari seluruh dunia menunjukkan bahwa kelembagaan yang kuat mendorong reformasi peraturan dan meningkatkan koordinasi. 2. Mempercepat reformasi administrasi untuk memicu daya saing, mengurangi beban administrasi pada usaha, menyempurnakan Daftar Negatif Investasi (DNI), menurunkan proteksi yang bukan merupakan tarif, memperkuat Indonesia National Single Window (INSW) dan melakukan koordinasi kebijakan-kebijakan logistik. 3. Menegosiasikan kembali Tawar Menawar Utama dalam reformasi tenaga kerja - menurunkan jumlah uang pesangon untuk diganti dengan tunjangan pengangguran yang lebih baik - yang akan meningkatkan keleluasaan sektor swasta sambil meningkatkan perlindungan kepada para pegawai. 4. Memanfaatkan tingginya harga-harga komoditas dunia untuk mendorong investasi pertambangan, minyak dan gas dengan menyelesaikan peraturan utama dalam sektor pertambangan dan memangkas ketidakpastian dalam bidang usaha minyak dan gas bumi. 5. Mendukung pertumbuhan ekspor produk-produk baru melalui kemitraan pemerintah-swasta untuk riset dan pengembangan, pengarahan insentif fiskal untuk membangun industri-industri hilir dan mendukung Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). Posisi Indonesia Saat Ini Keberhasilan ekonomi Indonesia pada beberapa tahun terakhir mencerminkan pemulihan pengelolaan makro ekonomi yang sehat, stabilitas politik dan ditambah lagi, situasi ekonomi global yang mendukung. Pertumbuhan yang melebihi 6 persen pada dua tahun terakhir dan ekspor meningkat lebih dari dua kali lipat antara tahun 2003 dan 2008, merupakan akibat dari ledakan harga komoditas (lihat Gambar 1). penyerapan tenaga kerja pada sektor formal mulai kembali meningkat, investasi telah bangkit - terutama pada bidang usaha konstruksi - dan beberapa kejutan yang menyenangkan pada ekspor manufaktur untuk suku cadang kendaraan bermotor. Akan tetapi masih terdapat ruang untuk peningkatan lebih lanjut mengingat

2 2 BANGKITNYA INDONESIA pertumbuhan bidang manufaktur secara keseluruhan cukup lemah, peralihan dari sektor pertanian berjalan lamban dan sektor pertambangan dan energi mencatat kinerja yang buruk. Kinerja yang lemah pada bidang manufaktur, pertambangan dan energi mencerminkan tantangan yang dihadapi dalam iklim investasi di Indonesia. Tanpa mengabaikan kemajuan pada beberapa bidang, investor dalam dan luar negeri menghadapi ketidakpastian peraturan, prosedur birokrasi yang menyulitkan, korupsi, aturan tenaga kerja yang memberatkan dan prasarana yang tidak memadai. Pemerintah telah mencoba mengatasi dengan berbagai kebijakan termasuk Undang-undang Perpajakan dan Undang-undang Penanaman Modal yang baru, prakarsa fasilitas perdagangan dan paket-paket reformasi kebijakan ekonomi. Walaupun telah terjadi kemajuan pada pengelolaan pajak dan pemberantasan korupsi, akan tetapi kehadiran pembatasan penanaman modal diberlakukan pada bidang-bidang utama seperti pertambangan, jasa dan prasarana. Indonesia tetap menjadi salah satu negara dengan lingkungan usaha yang kurang menarik untuk penanaman modal sektor swasta di wilayah Asia Timur dan Asia Tenggara. Prosedur yang rumit untuk memulai usaha baru, biaya yang memberatkan dan aturan tenaga kerja yang kaku telah mempengaruhi tingkat produktivitas dan keuntungan perusahaan. Iklim investasi dan lingkungan aturan perdagangan yang berlaku sekarang menghambat investasi dan perdagangan, baik dalam maupun luar negeri. Memulai dan menjalankan suatu usaha baru di Indonesia membutuhkan banyak persetujuan, pendaftaran dan izin; dimana hal tersebut dapat memakan waktu sampai delapan bulan. Peraturan penerimaan dan pemberhentian tenaga kerja di Indonesia termasuk yang paling kaku di Asia Timur dan di dunia. Riset internasional menunjukkan bahwa negara-negara berkembang dengan peraturan tenaga kerja yang memberatkan juga mengalami tingkat produktivitas dan investasi yang lebih rendah (terutama dalam bidang manufaktur). Undang-Undang Tenaga Kerja (No. 13/2003) telah menjatuhkan daya saing perusahaan dengan meningkatkan tingkat pesangon, yang diperkirakan sama jumlahnya dengan pajak penerimaan pegawai pada kisaran sepertiga dari upah tahunan pekerja tersebut. Walaupun tujuan utama dari undang-undang itu adalah melindungi mayoritas pekerja dari risiko tidak adanya pekerjaan, sistem pesangon yang kaku itu gagal mencapai tujuan tersebut. Aturan itu relatif tidak memiliki pengaruh bagi 92 persen angkatan kerja yang bekerja aktif pada bidang nonformal atau bekerja tanpa kontrak di bidang formal. Tingkat pesangon yang tinggi juga menghambat pembukaan lapangan kerja pada sektor formal karena tidak mendukung wirausahawan untuk membentuk usaha baru dan menghalangi investor potensial. Upah minimum yang tinggi pada pertengahan 1990-an dan awal 2000-an, ditambah dengan aturan tenaga kerja yang makin kaku, melibas daya saing industri ekspor Indonesia yang padat karya, sehingga produksi manufaktur tidak bertumbuh dan penyerapan tenaga kerja pada sektor formal tetap kerdil. Sistem logistik yang buruk membuat banyak produk Indonesia memiliki daya saing yang lemah dibandingkan produk-produk impor. Sebagai contoh, pengiriman peti kemas ukuran 40 kaki dari Padang ke Jakarta membutuhkan biaya 400 dolar Amerika, sementara pengiriman peti kemas yang sama ke lokasi yang lebih jauh seperti Singapura, hanya menghabiskan biaya 175 dolar. Tingginya biaya pengiriman produk-produk berkualitas seperti udang dari bagian Timur Indonesia ke pusat-pusat pengolahan di Jawa membuat harganya terlalu mahal untuk pasar ekspor. Biaya tinggi dan ketidakpastian Nilai Ekspor Meningkat bersama peningkatan harga komoditas dunia Porsi Investasi dalam PDB (%) 90 Quarterly Growth of Indonesia s Export (% y to ty) Oil and Gas Non Oil / Gas Total Asian economic crisis 0 75 (23) (45) Sumber: BPS, perhitungan staf Bank Dunia. Sumber: BPS

3 Prioritas Kebijakan untuk Tahun 2010 dan Selanjutnya 3 jaringan distribusi dalam negeri juga menghalangi Indonesia untuk menjadi lebih terintegrasi dengan jaringan produksi just-in-time untuk produk-produk dengan nilai tambah yang lebih tinggi. Perizinan dan penataan harga oleh pemerintah menyurutkan insentif untuk menanamkan modal pada sektor jasa yang lebih maju dan membatasi persaingan antara perusahaan-perusahaan pengiriman darat dan laut. Pembatasan investasi asing dalam sektor logistik hanya akan memperparah keadaan dengan terbatasnya ketersediaan teknologi baru. Terlepas dari kemajuan yang dicapai, Indonesia perlu lebih meningkatkan efisiensi pabean dan pelabuhan sampai tingkat yang sebanding dengan negara-negara tetangganya. Waktu penumpukan peti kemas impor pada terminal utama rata-rata mencapai lebih dari tujuh hari, sedangkan pada pelabuhan utama di negara-negara tetangga hanya perlu waktu kurang dari tiga hari. Impor peti kemas kosong hanya membutuhkan waktu kurang dari setengah waktu yang dibutuhkan oleh peti kemas yang penuh. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar penundaan disebabkan oleh kontrol di wilayah perbatasan dan prosedur pemeriksaan yang berbelit, dan bukan karena prasarana yang tidak memadai. Prosedur administrasi yang tidak jelas dan berbelit juga meningkatkan waktu yang dibutuhkan dan mengundang korupsi, sehingga menurunkan daya saing dari industri-industri yang menggunakan suku cadang impor. Perusahaan mengidentifikasikan prasarana yang buruk sebagai salah satu penghalang utama dalam investasi swasta di Indonesia. Walaupun pemerintah memandang prasarana sebagai prioritas utama, jumlah pekerjaan prasarana publik tetap rendah dan hanya sedikit proyek-proyek pemerintah-swasta berukuran besar telah berjalan pada lima tahun terakhir. Dari sepuluh proyek percontohan yang ditawarkan pada Infrastruture Summit 2006, hanya dua yang berhasil mencatat kemajuan berarti. Kendala dari penerapan proyek-proyek ini adalah kelemahan yang terus dijumpai pada kerangka kerja peraturan perundangan dan kelembagaan untuk kemitraan pemerintah dan swasta (PPP). Pemerintah juga lambat untuk menempatkan dana yang memadai untuk persiapan proyek, memberikan dukungan publik untuk membuat agar proyek PPP layak, dan mendukung pembebasan tanah. Dibutuhkan lebih banyak sumber daya untuk prasarana publik bersama-sama dengan mekanisme belanja yang lebih efisien. Indonesia adalah sebuah perekonomian yang sangat terbuka dalam hal tarif, tetapi masih banyak hambatan non-tarif dan cenderung meningkat belakangan ini. Lebih dari 40 persen jalur tarif Indonesia membutuhkan izin impor tersendiri. Banyak dari perizinan tersebut disusun demi alasan kesehatan dan keamanan yang sah, tetapi dilaksanakan dengan birokrasi yang berlebihan pada daerah perbatasan. Sementara itu, hampir sepertiga jumlah peti kemas impor harus melalui pemeriksaan fisik (jalur merah), jumlah yang sangat jauh dari standar internasional, yaitu kurang dari 10%. Seringkali barang-barang yang sudah diperiksa sebelum pengiriman pada pelabuhan keberangkatan masih harus diperiksa lagi sesampainya di Indonesia. Beberapa tahun terakhir ini, sebagian besar peningkatan ekspor Indonesia sangat bergantung pada sejumlah kecil produk-produk tradisional dengan nilai tambah yang kecil dan sangat rentan terhadap perubahan pasar. Hanya empat komoditas, minyak sawit, nikel, tembaga dan batu bara, yang nilainya hampir mencapai setengah dari pertumbuhan ekspor nonmigas pada tahun Kandungan teknologi yang minim dari keseluruhan ekspor tercermin pada rendahnya proporsi manufaktur teknologi tinggi dan menengah dalam jumlah ekspor. Tidak terdapat kemajuan yang berarti dalam upaya meragamkan ekspor sejak tahun 1997, sehingga satu dekade kemudian relatif hanya sedikit produk baru yang memiliki peran yang berarti. Akibatnya Indonesia tertinggal oleh negara tetangganya dalam hal tingkat proses komoditas, kandungan teknologi dalam ekspor dan ekspor produkproduk baru. Hal ini juga disebabkan oleh penerapan pajak dalam negeri yang lebih besar bagi produk-produk hasil proses, iklim usaha yang tidak mendukung, terbatasnya insentif dan tingginya biaya inovasi bagi perusahaan swasta. Walaupun terdapat kekayaan mineral yang tinggi, penanaman modal dalam pertambangan tetap rendah. Sumbangan sektor pertambangan, minyak dan gas terhadap PDB menurun dari 7 persen pada periode menjadi sekitar 1 persen pada walaupun terjadi ledakan harga-harga komoditas. Perusahaanperusahaan pertambangan dunia menempatkan Indonesia di antara sepuluh negara di dunia dengan potensi geologis tertinggi tetapi juga dalam sepuluh negara paling rendah (dari 64 negara/wilayah) dalam hal kebijakan pertambangan. Masalah-masalah terbesar yang dihadapi oleh penanam modal di bidang minyak dan gas bumi adalah (i) ketidakpastian dalam pemulihan biaya dan audit Badan Pemeriksa Negara atau BPKP; (ii) kekuatan jaminan kontrak; (iii) pengaruh dari lembaga negara lain; (iv) masalah-masalah pajak seperti jaminan terhadap penyalahgunaan dana endapan; dan (v) jaminan aset, tenaga kerja dan hak kepemilikan. Kemajuan yang lambat dalam penyelesaian masalah-masalah itu menyebabkan lepasnya kesempatan Indonesia untuk turut serta dalam gelombang dunia investasi baru dalam bidang usaha gas, minyak dan pertambangan yang dipicu

4 4 BANGKITNYA INDONESIA dengan melonjaknya harga-harga komoditas dunia yang berlangsung sampai pertengahan tahun Prioritas Kebijakan untuk Indonesia yang sedang Bangkit Di masa depan, jika Indonesia mengambil langkahlangkah dinamis dan inovatif saat ini, maka Indonesia dapat menempatkan dirinya pada gugus depan ekonomi regional. Desakan yang kuat pada reformasi kebijakan investasi dan perdagangan yang dirancang untuk mencapai pertumbuhan yang lebih tinggi akan meningkatkan kesempatan kerja pada industri-industri bernilai tinggi, juga meningkatkan perdagangan dalam dan luar negeri. Penyelenggaraan sistem jaminan sosial (tunjangan pensiun, kesehatan dan pengangguran) akan menurunkan biaya penghentian pekerja, meningkatkan pekerjaan pada sektor formal (tempat pekerja mendapatkan upah yang lebih tinggi dan perlindungan yang lebih baik), dan juga akan meningkatkan daya saing produsen dalam pasar dalam dan luar negeri. Upaya reformasi yang sedang berlangsung memang bergerak ke arah yang tepat tetapi membutuhkan dorongan yang lebih kuat agar memberikan hasil. Berbagai upaya reformasi yang sedang berlangsung telah dirancang untuk merampingkan dan menyederhanakan praktik-praktik dan prosedur yang berhubungan dengan investasi dan perdagangan, tetapi masih dibutuhkan dorongan yang lebih kuat untuk memberikan hasil. Penyelenggaraan layanan satu jendela (single window services) yang baru yang akan menggantikan proses manual dengan sistem online, di mana kontak muka antara pelaku dagang dengan petugas dihapuskan, merupakan upaya besar dalam memangkas waktu dan biaya ekspor dan impor. Sementara kemajuan telah dicapai dengan hubungan elektronis antar badan negara yang menerbitkan izin-izin impor, pelaku perdagangan masih harus mengunjungi badan-badan tersebut, satu demi satu. Sistem elektronik telah ditambahkan di atas sistem manual yang ada sehingga terjadi dua kali pengiriman dan dua kali pemeriksaan. Penyelenggaraan layanan satu pintu pada pemerintahan lokal merupakan langkah penting dalam menyederhanakan pendirian usaha baru. Walaupun dapat membantu memangkas waktu yang dibutuhkan, layanan satu pintu saja tidaklah cukup untuk menerobos berbelitnya aturan-aturan usaha yang diterbitkan oleh lembaga-lembaga pemerintah pusat. Suatu program reformasi aturan yang terpadu dibutuhkan untuk merampingkan dan menyederhanakan prosedur investasi dan perdagangan. Tantangan utama adalah untuk melakukan perubahan kelembagaan yang dibutuhkan untuk menyampaikan reformasi yang diperlukan dalam peraturan dan prosedur administrasi. Upaya-upaya reformasi telah terhambat oleh kurangnya koordinasi antar departemen dan proses pengaturan yang hanya sedikit menaruh perhatian pada biaya berusaha. Sebagai contoh, penyusun kebijakan cenderung merancang aturan untuk cakupan kewenangannya sendiri yang sempit tanpa mengindahkan aturan-aturan yang ditetapkan oleh penyusun kebijakan lain, sehingga menghasilkan persyaratan yang tumpang tindih dari berbagai departemen. Pembuat kebijakan jarang menerapkan analisa dampak terhadap rancangan aturan untuk memastikan bahwa manfaat yang diperoleh lebih besar dari biaya yang dikeluarkan. Juga terdapat kecendrungan yang memprihatinkan untuk langsung menempatkan larangan ke dalam undang-undang baru daripada dalam peraturan, sehingga mempersempit ruang gerak pemerintah. Tantangan kedua adalah penghapusan beban administratif, ketidakpastian dan rintangan-rintangan domestik lainnya dalam penanaman modal, lapangan kerja dan perdagangan untuk mengubah pasar dalam negeri yang luas menjadi suatu pasar tunggal. Hal ini akan memungkinkan perusahaan-perusahaan untuk memangkas biaya, meningkatkan investasi, mencapai skala ekonomi, dan memanfaatkan tenaga kerja dan sumber daya sebaik mungkin. Peningkatan persaingan yang lebih luas antar produsen dalam negeri dan pemanfaatan tenaga kerja dan sumber daya yang lebih baik akan membuat negara ini menjadi lebih dinamis dan mendorong peningkatan teknologi. Tindakan yang tegas dan sedini mungkin oleh pemerintahan baru perlu diambil untuk memperbaiki persepsi penanam modal dan menangani hambatanhambatan utama daripada menangani seluruh masalah secara sekaligus. Tindakan dengan prioritas utama termasuk: 1. Penerapan perubahan kelembagaan yang dibutuhkan untuk pelaksanakan reformasi. Membentuk Komisi Reformasi Kebijakan. Pengalaman internasional menunjukkan bahwa pendekatan sentralistik terkoordinasi berdasarkan suatu landasan hukum yang kuat seringkali merupakan satu-satunya cara untuk menghadapi perlawanan birokrasi terhadap upaya reformasi. Tim Nasional untuk Peningkatan Ekspor dan Investasi (PEPI) dapat dianggap sebagai suatu awal untuk membentuk suatu Komisi Reformasi Kebijakan. Komisi Reformasi Kebijakan ini dibentuk dari tim-tim yang menangani topik-topik yang berbeda, seperti Tim Tarif yang telah

5 Prioritas Kebijakan untuk Tahun 2010 dan Selanjutnya 5 ada dan dewan logistik yang dapat dibentuk pada kemudian hari. Meningkatkan prosedur dalam membuat peraturan dengan mengirimkan rancangan undang-undang tentang reformasi peraturan ke parlemen disertai dengan Penilaian Dampak Peraturan dan masa tenggang 60 hari untuk paparan kepada publik, diskusi dan umpan balik sebelum suatu rancangan peraturan ditetapkan 2. Meneruskan usaha reformasi peraturan. Menyelesaikan dan memperbarui Daftar Negatif Investasi (DNI). Merevisi lebih lanjut DNI, yang mempertahankan peningkatan positif pada revisi tahun 2007 dan memperlunak pembatasan pada bidangbidang utama, sehingga akan mendorong tingkat investasi sektor prasarana dan jasa utama. 1 Terus mendorong agenda National Single Window (NSW). Menghapus persyaratan penyertaan salinan dokumen perdagangan dan membentuk format NSW yang berfungsi seperti persetujuan dengan ASEAN, menggunakan dokumen administrasi tunggal, pendaftaran tunggal, proses yang tunggal dan selaras, dan persetujuan tunggal. Agar single window dapat berfungsi sepenuhnya, dibutuhkan kepemimpinan yang kuat untuk mendorong lembaga pemerintahan yang terkait untuk mengubah proses persetujuan pengeluaran barang dan untuk bekerja sama dalam menyederhanakan sistem perdagangan. Menggunakan proses peninjauan terhadap peraturan yang diusulkan untuk menimbang dan menghapus halangan nontarif yang tidak diperlukan dalam perdagangan barang dan halangan perdagangan dalam bidang usaha jasa yang akan berdampak negatif pertumbuhan. Hanya perizinan impor yang benar-benar perlu yang dipertahankan dan perlu diterapkan penyederhanaan rezim perijinan impor untuk kembali kepada tingkat keuntungan masa lalu akibat reformasi tarif. Negosiasikan Tawar Menawar Utama dengan pemimpin buruh dengan memangkas uang pesangon dan menggantinya dengan imbalan tunjangan pengangguran untuk meningkatkan keleluasaan perusahaan-perusahaan dan meningkatkan perlindungan kepada pegawai. Menyesuaikan tingkat pesangon ke bawah sehingga sebanding dengan standar wilayah regional untuk meningkatkan keluwesan pasar tenaga kerja dan daya saing global. Bersamaan dengan itu, juga perlu diterapkan suatu sistem tunjangan pengangguran sebagai pengimbang untuk meningkatkan tingkat perlindungan bagi pegawai yang diberhentikan. Menerapkan suatu sistem pembayaran hanya bila terdapat tagihan untuk meningkatkan proyeksi biaya perusahaan tanpa mempengaruhi keputusan pemberhentian pegawai, dan meningkatkan kepatuhan. Tunjangan pengangguran merupakan satu komponen dari suatu sistem asuransi sosial yang efektif yang dibutuhkan untuk meningkatkan tingkat perlindungan bagi pekerja dan merangsang penciptaan pekerjaan dengan meningkatkan keleluasaan tenaga kerja. Menerbitkan peraturan pelaksanaan untuk UU pertambangan tahun 2008 yang memberikan jaminan yang sama bagi penanam modal seperti jaminan yang tercantum dalam sistem Kontrak Karya. Membatasi biaya yang berhubungan dengan persyaratan proses domestik yang baru dan jelaskan aturan transisinya. Menerbitkan aturan yang jelas mengenai pemulihan biaya dan hilangkan jaminan endapan dana pada Kontrak Bagi Hasil. Melaksanakan Prakarsa Transparansi Industri Pertambangan (PTIP) untuk meningkatkan tanggung jawab kepada publik atas penggunaan kekayaan mineral Indonesia. Menyelesaikan dan menerapkan cetak biru untuk reformasi logistik serta mendirikan dewan logistik nasional. Dewan ini harus sangat diberdayakan untuk melaksanakan reformasi logistik nasional. Perubahanperubahan yang dipertimbangkan antara lain termasuk modifikasi aturan yang membatasi persaingan sehingga menyebabkan tingginya biaya transportasi dan lamanya waktu pengiriman, dan peningkatan prasarana. Beberapa hal yang dapat cepat memberi hasil adalah memperluas jaringan rel kereta ke pelabuhan dan tersedianya layanan pabean 24 jam sehari 7 hari seminggu pada pelabuhan-pelabuhan utama. 3. Mendukung inovasi dan peragaman ekspor. Mendukung kemitraan pemerintah-swasta dalam riset dan pengembangan untuk menciptakan produk baru dan mengarahkan insentif fiskal ke sektor swasta untuk bergerak menuju proses-proses hilir. Tindakan praktis lain yang dapat diambil adalah mendukung upaya Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia dan badan-badan terkait untuk menyusun instrumen pendanaan dan penjaminan demi mendukung ekspor produk baru atau ekspor ke pasar yang baru. 1 Peningkatan iklim investasi akan membutuhkan pemulihan derajat keterbukaan yang pernah terbentuk pada tahun 1994, dengan penerbitan Peraturan Pemerintah No 20 yang mengijinkan 95% kepemilikan asing pada bidang-bidang utama seperti telekomunikasi, pelabuhan, layanan kesehatan, jasa konstruksi, asuransi, farmasi dan logistik.

6 6 BANGKITNYA INDONESIA Bagaimana Bank Dunia Dapat Membantu Dukungan Yang Sedang Berjalan World Bank Group/WBG (Bank Dunia dan IFC) bekerja sama erat dengan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Departemen Keuangan, Departemen Perdagangan, Departemen Dalam Negeri dan Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (MenPAN) dan lembaga pemerintahan lainnya, untuk meningkatkan iklim perdagangan dan investasi di Indonesia. WBG mendukung Tim Nasional untuk Peningkatan Ekspor dan Investasi untuk meningkatkan proses perumusan kebijakan, dan membantu Kantor Koordinator Kementerian Bidang Ekonomi dengan upaya reformasi peraturannya, termasuk perampingan perizinan usaha pada tingkat nasional. Dengan pendanaan dari Multi Donor Fund (MDF), WBG juga mendukung upaya pendorong perdagangan seperti National Single Window Indonesia dan pengembangan cetak biru untuk reformasi sistem logistik nasional. Suatu rangkaian pinjaman dari Bank Dunia yang mendukung pembentukan koordinasi kebijakan antar kementerian (Development Policy Loan/ DPL) juga menyertakan upaya reformasi kebijakan dan kelembagaan untuk menangani beberapa penghalang bagi pengembangan sektor swasta di Indonesia. Dukungan ke Depan Tim Iklim Investasi dan Perdagangan Bank Dunia dapat memberikan berbagai dukungan bagi Pemerintah Indonesia dalam hal pembangunan kapasitas, dan fasilitasi dialog pemerintah dan swasta. Upaya konsultasinya dalam iklim investasi dan perdagangan dapat menyentuh masalah-masalah seperti: Saran untuk penyusunan kelembagaan dan pelaksanaan reformasi aturan dalam iklim investasi dan fasilitasi perdagangan yang telah sukses diterapkan di negaranegara lain. Pelatihan manajemen risiko untuk badan-badan pemerintah yang terlibat dalam National Single Window Indonesia. Pengawasan penerapan reformasi kebijakan dengan mendukung lembaga-lembaga Indonesia untuk melaksanakan survei-survei mengenai iklim investasi. Mendukung pengembangan rencana reformasi birokrasi Departemen Perdagangan. Meningkatkan kapasitas lembaga-lembaga perdagangan keuangan utama untuk mendukung peragaman ekspor. Membantu penilaian pilihan reformasi yang berbeda untuk penyampaian tunjangan pengangguran. Membantu memajukan agenda asuransi sosial dengan meneliti pilihan-pilihan untuk membantu lembagalembaga pemerintahan yang bertanggung jawab untuk menyusun dan menerapkan sistem asuransi sosial Kantor Bank Dunia Jakarta Gedung Bursa Efek Indonesia Menara 2, lantai 12 Jl. Jenderal Sudirman Kav , Jakarta 12190, Indonesia ph fax untuk informasi, silakan hubungi: Mr. Enrique Aldaz-Carroll Senior Economist ealdazcarroll@worldbank.org Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif untuk Pembangunan yang Berkelanjutan

BANGKITNYA INDONESIA. Prioritas Kebijakan untuk Tahun 2010 dan Selanjutnya

BANGKITNYA INDONESIA. Prioritas Kebijakan untuk Tahun 2010 dan Selanjutnya BANGKITNYA INDONESIA. Prioritas Kebijakan untuk Tahun 2010 dan Selanjutnya Menyelesaikan Desentralisasi Pesan Pokok Pemerintah daerah (Pemda) di Indonesia kurang memiliki pengalaman teknis untuk meningkatkan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak. Juni 2010

PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak. Juni 2010 PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak Juni 2010 viii Ringkasan Eksekutif: Keberlanjutan di tengah gejolak Indonesia terus memantapkan kinerja ekonominya yang kuat,

Lebih terperinci

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN 2012-2014 Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Jakarta, 1 Februari 2012 Daftar Isi I. LATAR BELAKANG II. ISU STRATEGIS DI SEKTOR INDUSTRI III.

Lebih terperinci

BANGKITNYA INDONESIA. Prioritas Kebijakan untuk Tahun 2010 dan Selanjutnya

BANGKITNYA INDONESIA. Prioritas Kebijakan untuk Tahun 2010 dan Selanjutnya BANGKITNYA INDONESIA. Prioritas Kebijakan untuk Tahun 2010 dan Selanjutnya Jalan Menuju Peningkatan dan Pengembangan Pesan Pokok 1. Pengembangan Jalan Bebas Hambatan Trans-Jawa dan penanganan tertundanya

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN LEBIH BAIK, IKLIM LEBIH BAIK

PERTUMBUHAN LEBIH BAIK, IKLIM LEBIH BAIK PERTUMBUHAN LEBIH BAIK, IKLIM LEBIH BAIK The New Climate Economy Report RINGKASAN EKSEKUTIF Komisi Global untuk Ekonomi dan Iklim didirikan untuk menguji kemungkinan tercapainya pertumbuhan ekonomi yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menilai keberhasilan pembangunan dan upaya memperkuat daya saing ekonomi daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

BANGKITNYA INDONESIA. Prioritas Kebijakan untuk Tahun 2010 dan Selanjutnya

BANGKITNYA INDONESIA. Prioritas Kebijakan untuk Tahun 2010 dan Selanjutnya Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized BANGKITNYA INDONESIA. Prioritas Kebijakan untuk Tahun 2010 dan Selanjutnya Melindungi

Lebih terperinci

Fokus Negara IMF. Fokus Negara IMF. Ekonomi Asia yang Dinamis Terus Memimpin Pertumbuhan Global

Fokus Negara IMF. Fokus Negara IMF. Ekonomi Asia yang Dinamis Terus Memimpin Pertumbuhan Global Fokus Negara IMF Orang-orang berjalan kaki dan mengendarai sepeda selama hari bebas kendaraan bermotor, diadakan hari Minggu pagi di kawasan bisnis Jakarta di Indonesia. Populasi kaum muda negara berkembang

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif: Mengatasi tantangan saat ini dan ke depan

Ringkasan Eksekutif: Mengatasi tantangan saat ini dan ke depan Ringkasan Eksekutif: Mengatasi tantangan saat ini dan ke depan Prospek pertumbuhan global masih tetap lemah dan pasar keuangan tetap bergejolak Akan tetapi, kinerja pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2003 TENTANG PAKET KEBIJAKAN EKONOMI MENJELANG DAN SESUDAH BERAKHIRNYA PROGRAM KERJASAMA DENGAN INTERNATIONAL MONETARY FUND PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

International Monetary Fund UNTUK SEGERA th Street, NW 15 Maret 2016 Washington, D. C USA

International Monetary Fund UNTUK SEGERA th Street, NW 15 Maret 2016 Washington, D. C USA Siaran Pers No. 16/104 International Monetary Fund UNTUK SEGERA 700 19 th Street, NW 15 Maret 2016 Washington, D. C. 20431 USA Dewan Eksekutif IMF Menyimpulkan Konsultasi Pasal IV 2015 dengan Indonesia

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE

BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE 4.1. Kerjasama Ekonomi ASEAN Plus Three Kerjasama ASEAN dengan negara-negara besar di Asia Timur atau lebih dikenal dengan istilah Plus Three

Lebih terperinci

SATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA

SATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA RINGKASAN EKSEKUTIF SATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA DAFTAR ISI KATA PENGANTAR 4 INVESTASI UNI EROPA PENDORONG PERDAGANGAN INDONESIA

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JUNI 2015

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JUNI 2015 PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JUNI 2015 A. Perkembangan Perekonomian Saudi Arabia. 1. Dana Moneter Internasional (IMF) menyatakan pertumbuhan ekonomi di Saudi Arabia diatur melambat

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 Januari 2013 Kinerja Ekonomi Daerah Cukup Kuat, Inflasi Daerah Terkendali Ditengah perlambatan perekonomian global, pertumbuhan ekonomi berbagai daerah di Indonesia

Lebih terperinci

MENINGKATKAN DAYA SAING DAN PRODUKTIVITAS MELALUI PEKERJAAN YANG LAYAK. Oleh : 9 Juli 2015 DPN APINDO

MENINGKATKAN DAYA SAING DAN PRODUKTIVITAS MELALUI PEKERJAAN YANG LAYAK. Oleh : 9 Juli 2015 DPN APINDO MENINGKATKAN DAYA SAING DAN PRODUKTIVITAS MELALUI PEKERJAAN YANG LAYAK 9 Juli 2015 Oleh : DPN APINDO Intervensi khusus diperlukan untuk mengatasi masalah tingginya insiden pekerjaan berupah rendah, termasuk

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91 TAHUN 2017 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN BERUSAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91 TAHUN 2017 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN BERUSAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91 TAHUN 2017 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN BERUSAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa perkembangan jumlah,

Lebih terperinci

BAGAIMANA KEMAJUAN KINERJA PEMERINTAH DAN PEREKONOMIAN?

BAGAIMANA KEMAJUAN KINERJA PEMERINTAH DAN PEREKONOMIAN? LAPORAN KEMAJUAN January 2015 BAGAIMANA KEMAJUAN KINERJA PEMERINTAH DAN PEREKONOMIAN? Pengukuran Kemajuan yang Obyektif Terhadap Sasaran Pertumbuhan Ekonomi 10% dan Penciptaan 4 Juta Pekerjaan Layak Setiap

Lebih terperinci

BAB 4 PENUTUP. 4.1 Kesimpulan

BAB 4 PENUTUP. 4.1 Kesimpulan BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan Perdagangan internasional diatur dalam sebuah rejim yang bernama WTO. Di dalam institusi ini terdapat berbagai unsur dari suatu rejim, yaitu prinsip, norma, peraturan, maupun

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2, 2009 Ekonomi. Lembaga. Pembiayaan. Ekspor. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4957) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Perlambatan pertumbuhan Indonesia terus berlanjut, sementara ketidakpastian lingkungan eksternal semakin membatasi ruang bagi stimulus fiskal dan moneter

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Penyesuaian berlanjut

Ringkasan eksekutif: Penyesuaian berlanjut Ringkasan eksekutif: Penyesuaian berlanjut Indonesia sedang mengalami penyesuaian ekonomi yang cukup berarti yang didorong oleh perlemahan neraca eksternalnya yang membawa perlambatan pertumbuhan dan peningkatan

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PENANAMAN MODAL

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PENANAMAN MODAL PENUNJUK UNDANG-UNDANG PENANAMAN MODAL 1 tahun ~ pemberian izin masuk kembali bagi pemegang izin tinggal terbatas pemberian izin masuk kembali untuk beberapa kali perjalanan bagi pemegang izin tinggal

Lebih terperinci

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR A. KONDISI UMUM Sebagai motor penggerak (prime mover) pertumbuhan ekonomi, sektor industri khususnya industri pengolahan nonmigas (manufaktur) menempati

Lebih terperinci

Paket Kebijakan Ekonomi (Tahap XV)

Paket Kebijakan Ekonomi (Tahap XV) Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia Laporan Publik Paket Kebijakan Ekonomi (Tahap XV) PENGEMBANGAN USAHA DAN DAYA SAING PENYEDIA JASA LOGISTIK NASIONAL Jakarta, 15 Juni 2017

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selama beberapa tahun terakhir (2005-2009), ekonomi Indonesia membaik dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata 5,5 persen. Namun kinerja itu masih jauh jika dibanding

Lebih terperinci

2017, No kawasan pariwisata sudah dapat dilaksanakan dalam bentuk pemenuhan persyaratan (checklist); e. bahwa untuk penyederhanaan lebih lanjut

2017, No kawasan pariwisata sudah dapat dilaksanakan dalam bentuk pemenuhan persyaratan (checklist); e. bahwa untuk penyederhanaan lebih lanjut No.210, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA EKONOMI. Berusaha. Percepatan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91 TAHUN 2017 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN BERUSAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

DEKLARASI BERSAMA TENTANG KEMITRAAN STRATEGIS ANTARA PERANCIS DAN INDONESIA

DEKLARASI BERSAMA TENTANG KEMITRAAN STRATEGIS ANTARA PERANCIS DAN INDONESIA DEKLARASI BERSAMA TENTANG KEMITRAAN STRATEGIS ANTARA PERANCIS DAN INDONESIA Jakarta, 1 Juli 2011 - 1 - Untuk menandai 60 tahun hubungan diplomatik dan melanjutkan persahabatan antara kedua negara, Presiden

Lebih terperinci

Ketua Komisi VI DPR RI. Anggota Komisi VI DPR RI

Ketua Komisi VI DPR RI. Anggota Komisi VI DPR RI PEMBERDAYAAAN KOPERASI & UMKM DALAM RANGKA PENINGKATAN PEREKONOMIAN MASYARAKAT 1) Ir. H. Airlangga Hartarto, MMT., MBA Ketua Komisi VI DPR RI 2) A. Muhajir, SH., MH Anggota Komisi VI DPR RI Disampaikan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 7 Tahun : 2013

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 7 Tahun : 2013 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 7 Tahun : 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BUTON NOMOR 103 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON NOMOR 3 TAHUN 2015 T E N T A N G

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BUTON NOMOR 103 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON NOMOR 3 TAHUN 2015 T E N T A N G SALINAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BUTON NOMOR 103 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON NOMOR 3 TAHUN 2015 T E N T A N G PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91 TAHUN 2017 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN BERUSAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91 TAHUN 2017 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN BERUSAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91 TAHUN 2017 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN BERUSAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perkembangan jumlah,

Lebih terperinci

Pembangunan Ekonomi Indonesia Yang Berkualitas: Langkah dan Tantangan

Pembangunan Ekonomi Indonesia Yang Berkualitas: Langkah dan Tantangan Artikel Pembangunan Ekonomi Indonesia Yang Berkualitas: Langkah dan Tantangan Enam puluh tujuh tahun Indonesia telah merdeka. Usia untuk sebuah bangsa yang semakin matang tersebut, tidak seharusnya menyurutkan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT BUPATI GARUT LD. 14 2012 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi ialah untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi ialah untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Pemerataan pembangunan ekonomi merupakan hasil yang diharapkan oleh seluruh masyarakat bagi sebuah negara. Hal ini mengingat bahwa tujuan dari pembangunan

Lebih terperinci

BUPATI BUTON PROVINSI SULAWESI TENGGARA

BUPATI BUTON PROVINSI SULAWESI TENGGARA BUPATI BUTON PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON NOMOR 3 TAHUN 2015 T E N T A N G PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara satu negara dengan negara lainnya. Salah satu usaha yang selalu dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. antara satu negara dengan negara lainnya. Salah satu usaha yang selalu dilakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap negara selalu berusaha meningkatkan pembangunan, kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya. Usaha tersebut dilakukan dengan berbagai cara yang berbeda antara

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN KENDAL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN KENDAL PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN KENDAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR A. KONDISI UMUM Sebagai motor penggerak (prime mover) pertumbuhan ekonomi, sektor industri khususnya

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN NOMOR: 3 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN NOMOR: 3 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN NOMOR: 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMEBERIAN INSENTIF DAN PEMEBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN KONAWE SELATAN i! DITERBITKAN OLEH BAGIAN HUKUM SEKRETARIAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang wajib dimiliki dalam mewujudkan persaingan pasar bebas baik dalam kegiatan maupun

Lebih terperinci

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) 3.1. Asumsi Dasar yang Digunakan Dalam APBN Kebijakan-kebijakan yang mendasari APBN 2017 ditujukan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2000 TANGGAL 21 DESEMBER 2000 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2000 TANGGAL 21 DESEMBER 2000 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2000 TANGGAL 21 DESEMBER 2000 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2000 TENTANG KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN

Lebih terperinci

BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat BUPATI GARUT, : a. bahwa penanaman modal merupakan salah

Lebih terperinci

Mendukung terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia

Mendukung terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia E. PAGU ANGGARAN BERDASARKAN PROGRAM No. Program Sasaran Program Pengembangan Kelembagaan Ekonomi dan Iklim Usaha Kondusif 1. Peningkatan Iklim Investasi dan Realisasi Investasi Mendukung terciptanya kesempatan

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN 1 (satu) bulan ~ paling lama Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia di bidang Industri sebagaimana

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia PAPARAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA RAKER KEMENTERIAN PERDAGANGAN JAKARTA, 27 JANUARI 2016

Menteri Perindustrian Republik Indonesia PAPARAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA RAKER KEMENTERIAN PERDAGANGAN JAKARTA, 27 JANUARI 2016 Menteri Perindustrian Republik Indonesia PAPARAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA RAKER KEMENTERIAN PERDAGANGAN JAKARTA, 27 JANUARI 2016 Yth. : 1. Menteri Perdagangan; 2. Menteri Pertanian; 3. Kepala BKPM;

Lebih terperinci

PEREKONOMIAN INDONESIA DI ERA GLOBALISASI

PEREKONOMIAN INDONESIA DI ERA GLOBALISASI PEREKONOMIAN INDONESIA DI ERA GLOBALISASI Globalisasi Ekonomi Adalah suatu kehidupan ekonomi secara global dan terbuka, tanpa mengenal batasan teritorial atau kewilayahan antara negara satu dengan yang

Lebih terperinci

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA - SALINAN SALINAN

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA - SALINAN SALINAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA - SALINAN SALINAN p PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG KELAS JABATAN DI LINGKUNGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan. Penanaman modal dapat dijadikan sebagai

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dengan telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengejar ketertinggalan pembangunan dari negara-negara maju, baik di kawasan

BAB I PENDAHULUAN. mengejar ketertinggalan pembangunan dari negara-negara maju, baik di kawasan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perekonomian Indonesia selalu mengalami perjalanan yang berfluktuasi, minyak dan gas alam yang selama ini menjadi mesin pertumbuhan, harganya dipasar internasional

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR 1 BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR Menimbang Mengingat SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN ACEH TIMUR

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN ACEH TIMUR QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN ACEH TIMUR BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dengan telah

Lebih terperinci

Kemandirian Ekonomi Nasional: Bagaimana Kita Membangunnya? Umar Juoro

Kemandirian Ekonomi Nasional: Bagaimana Kita Membangunnya? Umar Juoro Kemandirian Ekonomi Nasional: Bagaimana Kita Membangunnya? Umar Juoro Pendahuluan Kemandirian ekonomi semestinya didefinisikan secara fleksibel dan bersifat dinamis. Kemandirian lebih dilihat dari kemampuan

Lebih terperinci

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KENDARI Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang : a. bahwa penanaman modal merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Globalisasi yang terjadi beberapa dasawarsa terakhir, mendorong

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Globalisasi yang terjadi beberapa dasawarsa terakhir, mendorong BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Globalisasi yang terjadi beberapa dasawarsa terakhir, mendorong perekonomian berbagai negara di dunia semakin menyatu. Keterbukaan perdagangan luar negeri dan keterbukaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara ataupun daerah. Pertumbuhan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2000 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2000 TENTANG KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS MENJADI UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2008 Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 Asumsi Dasar dan Kebijakan Fiskal 2008 Sesuai dengan ketentuan UU Nomor 17 Tahun 2003, Pemerintah Pusat diwajibkan untuk menyampaikan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bogor merupakan sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Kedudukan Kota Bogor yang terletak di antara wilayah Kabupaten Bogor dan dekat dengan Ibukota Negara

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 2 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemekaran daerah adalah pembentukan wilayah administratif baru di tingkat provinsi maupun kota dan kabupaten dari induknya. Alasan paling mengemuka dalam wacana pemekaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara fundamental, bahwa gerak perdagangan semakin terbuka, dinamis, dan cepat yang menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meskipun pertumbuhan ekonomi setelah krisis ekonomi yang melanda

BAB I PENDAHULUAN. Meskipun pertumbuhan ekonomi setelah krisis ekonomi yang melanda 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar belakang Meskipun pertumbuhan ekonomi setelah krisis ekonomi yang melanda indonesia pada tahun 1998 menunjukkan nilai yang positif, akan tetapi pertumbuhannya rata-rata per

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003)

I. PENDAHULUAN. secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara dapat diukur dan digambarkan secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003) menyatakan bahwa pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator penting untuk menganalisis pembangunan ekonomi yang terjadi disuatu Negara yang diukur dari perbedaan PDB tahun

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

V. PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI INDONESIA. dari waktu ke waktu. Dengan kata lain pertumbuhan ekonomi merupakan proses

V. PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI INDONESIA. dari waktu ke waktu. Dengan kata lain pertumbuhan ekonomi merupakan proses 115 V. PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI INDONESIA 5.1. Pertumbuhan Ekonomi Petumbuhan ekonomi pada dasarnya merupakan proses perubahan PDB dari waktu ke waktu. Dengan kata lain pertumbuhan ekonomi merupakan proses

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN NOMOR 74/DPD RI/IV/2012 2013 PERTIMBANGAN TERHADAP KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN POKOK-POKOK KEBIJAKAN FISKAL SERTA DANA TRANSFER DAERAH DALAM RANCANGAN UNDANG-UNDANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA

Lebih terperinci

BANGKITNYA INDONESIA. Prioritas Kebijakan untuk Tahun 2010 dan Selanjutnya

BANGKITNYA INDONESIA. Prioritas Kebijakan untuk Tahun 2010 dan Selanjutnya Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized BANGKITNYA INDONESIA. Prioritas Kebijakan untuk Tahun 2010 dan Selanjutnya Menuju Sektor

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 5.1 KESIMPULAN A. Hasil tipologi berdasarkan tingkat penggangguran dan openness dalam penelitian ini menemukan: 1. Posisi negara Indonesia dan Filipina rata-rata

Lebih terperinci

PAKET KEBIJAKAN EKONOMI XI

PAKET KEBIJAKAN EKONOMI XI PAKET KEBIJAKAN EKONOMI XI Pemerintahan Presiden Joko Widodo terus berusaha mempercepat laju roda perekonomian nasonal. Di tengah perekonomian global yang masih lesu, Indonesia terus berusaha meningkatkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2000 TANGGAL 21 DESEMBER 2000 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NO

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2000 TANGGAL 21 DESEMBER 2000 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NO Menimbang : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2000 TANGGAL 21 DESEMBER 2000 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NO. 1 TAHUN 2000 TENTANG KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENATAAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENATAAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENATAAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

Paket Kebijakan Ekonomi XI: Meningkatkan Daya Saing Nasional Dalam Pertarungan Ekonomi Global

Paket Kebijakan Ekonomi XI: Meningkatkan Daya Saing Nasional Dalam Pertarungan Ekonomi Global Paket Kebijakan Ekonomi XI: Meningkatkan Daya Saing Nasional Dalam Pertarungan Ekonomi Global Pemerintahan Presiden Joko Widodo terus berusaha mempercepat laju roda perekonomian nasonal. Di tengah perekonomian

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGUATAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kamis, 16 Juli 2009

KEBIJAKAN PENGUATAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kamis, 16 Juli 2009 KEBIJAKAN PENGUATAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kamis, 16 Juli 2009 Â Krisis keuangan global yang melanda dunia sejak 2008 lalu telah memberikan dampak yang signifikan di berbagai sektor perekonomian, misalnya

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Berdasarkan strategi dan arah kebijakan pembangunan ekonomi Kabupaten Polewali Mandar dalam Rencana

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka menciptakan

Lebih terperinci

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALI NAN PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN TENTANG

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALI NAN PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN TENTANG SALI NAN PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG KELAS JABATAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOORDINATOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang 17 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang dilakukan secara berkelanjutan, berdasarkan kemampuan dengan pemanfaatan kemajuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator ekonomi antara lain dengan mengetahui pendapatan nasional, pendapatan per kapita, tingkat

Lebih terperinci

KEWENANGAN DAERAH DI BIDANG PENANAMAN MODAL

KEWENANGAN DAERAH DI BIDANG PENANAMAN MODAL KEWENANGAN DAERAH DI BIDANG PENANAMAN MODAL Oleh : Fery Dona (fery.dona@yahoo.com) ABSTRAK Berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena melibatkan seluruh sistem yang terlibat dalam suatu negara. Di negara-negara berkembang modifikasi kebijakan

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Pertumbuhan melambat; risiko tinggi

Ringkasan eksekutif: Pertumbuhan melambat; risiko tinggi Ringkasan eksekutif: Pertumbuhan melambat; risiko tinggi Melihat ke tahun 2014, Indonesia menghadapi perlambatan pertumbuhan dan risiko-risiko ekonomi yang signifikan yang membutuhkan fokus kebijakan tidak

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG FASILITASI PENANAMAN MODAL DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah tidak bisa berjalan sendiri karena dibutuhkan biaya yang sangat besar.

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah tidak bisa berjalan sendiri karena dibutuhkan biaya yang sangat besar. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pembangunan disegala bidang harus terus dilakukan oleh pemerintah untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Untuk melaksanakan pembangunan, pemerintah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pengelolaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi dunia saat ini adalah sangat lambat. Banyak faktor yang menyebabkan hal tersebut terjadi. Salah satunya adalah terjadinya krisis di Amerika.

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.4, 2014 EKONOMI. Pembangunan. Perindustrian. Perencanaan. Penyelenggaraan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5492) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 3 TAHUN 2017 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 3 TAHUN 2017 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 3 TAHUN 2017 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH Bagian Hukum Setda Kabupaten Bandung Tahun 2017 2 BUPATI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebijakan fiskal merupakan kebijakan yang diambil pemerintah untuk mengarahkan

I. PENDAHULUAN. Kebijakan fiskal merupakan kebijakan yang diambil pemerintah untuk mengarahkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebijakan fiskal merupakan kebijakan yang diambil pemerintah untuk mengarahkan kondisi perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan melakukan perubahan kebijakan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH GUBERNUR KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2000 TENTANG KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2000 TENTANG KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2000 TENTANG KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam menghadapi perkembangan keadaan

Lebih terperinci